PERBANDINGAN PREMEDIKASI KLONIDIN DAN …/Per... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit...
Transcript of PERBANDINGAN PREMEDIKASI KLONIDIN DAN …/Per... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit...
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
PERBANDINGAN PREMEDIKASI KLONIDIN DAN DIAZEPAM
PERORAL TERHADAP LEVEL SEDASI DAN
RESPONS HEMODINAMIK PEDIATRIK
TESIS
Disusun untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Magister
Program Studi Kedokteran Keluarga
Minat Utama Ilmu Biomedik
Oleh :
Sandhi Yudha
S.501002010
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2012
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
PERBANDINGAN PREMEDIKASI KLONIDIN DAN DIAZEPAM
PERORAL TERHADAP LEVEL SEDASI DAN
RESPONS HEMODINAMIK PEDIATRIK
TESIS
Oleh :
Sandhi Yudha
S501002010
Komisi
Pembimbing
Nama Tanda Tangan Tanggal
Pembimbing I Prof. Bhisma Murti, dr., MPH, MSc, PhD NIP. 19551021 199412 1 001
Pembimbing II Sugeng Budi Santosa, dr., Sp.An., KMN NIP. 19590620 198701 1 001
Telah dinyatakan memenuhi syarat
Ketua Program Studi Kedokteran Keluarga Program Pascasarjana UNS
Dr. Hari Wujoso, dr., Sp.F., MM NIP 19621022 199503 1 001
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
PERBANDINGAN PREMEDIKASI KLONIDIN DAN DIAZEPAM
PERORAL TERHADAP LEVEL SEDASI DAN
RESPONS HEMODINAMIK PEDIATRIK
TESIS
Oleh
Sandhi Yudha
S501002010
Tim Penguji
Jabatan Nama Tanda Tangan Tanggal
Ketua Dr. Hari Wujoso, dr., Sp.F., MM NIP 19621022 199503 1 001
Sekretaris Prof. Dr. Harsono Salimo, dr., Sp.A (K) NIP 19441226 197310 1 001
Anggota Prof. Bhisma Murti, dr., MPH, M.Sc, Ph.D NIP. 19551021 199412 1 001
Sugeng Budi Santosa, dr., Sp.An., KMN NIP. 19590620 198701 1 001
Telah dipertahankan di depan penguji Dinyatakan telah memenuhi syarat
Direktur Program Pascasarjana UNS
Prof. Dr. Ir. Ahmad Yunus, MS
NIP 19610717 198601 1 001
Ketua Program Studi Kedokteran Keluarga
Dr. Hari Wujoso, dr., Sp.F., MM
NIP 19621022 199503 1 001
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
PERNYATAAN ORISINALITAS DAN PUBLIKASI ISI TESIS
Saya menyatakan dengan sebenarnya bahwa :
1.
DIAZEPAM PERORAL TERHADAP LEVEL SEDASI DAN RESPONS
plagiat, serta tidak terdapat karya ilmiah yang pernah diajukan oleh orang lain untuk
memperoleh gelar akademik serta tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah
ditulis atau diterbitkan oleh orang lain kecuali secara tertulis digunakan sebagai acuan
dalam naskah ini dan disebutkan dalam sumber acuan serta daftar pustaka. Apabila di
kemudian hari terbukti terdapat plagiat dalam karya ilmiah ini, maka saya bersedia
menerima sanksi sesuai ketentuan peraturan perundang undangan (Permendiknas No.
17, tahun 2010).
2. Publikasi sebagian atau keseluruhan isi Tesis pada jurnal atau forum ilmiah lain harus
seijin dan menyertakan tim pembimbing sebagai author dan PPs UNS sebagai
institusinya. Apabila dalam waktu sekurang kurangnya satu semester (enam bulan
sejak pengesahan Tesis), saya tidak melakukan publikasi dari sebagian atau
keseluruhan Tesis ini, maka Program Studi Kedokteran Keluarga UNS berhak
mempublikasikannya pada jurnal ilmiah yang diterbitkan Program Studi Kedokteran
Keluarga UNS. Apabila saya melakukan pelanggaran dari ketentuan publikasi ini,
maka saya bersedia mendapatkan sanksi akademik yang berlaku.
Surakarta, 24 April 2012
Sandhi Yudha S501002010
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Sandhi Yudha, 2012. Perbandingan Premedikasi Klonidin dan Diazepam peroral terhadap Level Sedasi dan Respons Hemodinamik Pediatrik. TESIS. Pembimbing I : Prof. Bhisma Murti, dr, MPH, M.Sc, PhD. Pembimbing II : Sugeng Budi Santoso, dr, SpAn, KMN. Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif Fakultas Kedokteran. Magister Kedokteran Keluarga Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret, Surakarta.
ABSTRAK
Latar belakang : Kecemasan dan nyeri adalah dua factor yang menyebabkan stress emosi yang hebat pada pediatrik. Pemilihan obat premedikasi peroral pada pasien pediatrik penting untuk memberikan level sedasi yang adekuat dan stabilitas hemodinamik selama tindakan anestesi dan pembedahan. Tujuan penelitian ini untuk membandingkan premedikasi klonidin dan diazepam peroral terhadap level sedasi dan respons hemodinamik pediatrik.
Metode : Penelitian ini merupakan ujiklinis tahap III, double blind randomized controlled trial. Sejumlah 18 pasien pediatrik umur 2-12 tahun dengan status fisik ASA I dan II dibagi secara acak kedalam 2 kelompok, masing-masing mendapatkan premedikasi klonidin 4 g/kgBB (n=9) atau diazepam 0,2mg/kgBB (n=9) peroral. Dilakukan pencatatan level sedasi dan respons hemodinamik (detak jantung) pada saat sebelum pemberian obat, setelah pemberian obat, sesaat setelah laringoskopi intubasi, menit ke 3 dan ke 5 pasca tindakan laringoskopi intubasi dan sesaat setelah incisi kulit/mulai operasi.
Hasil : Level sedasi pada kelompok klonidin (3,11 ± 0,60) lebih tinggi dibanding kelompok diazepam (2,33 ± 0,50) dengan nilai p=0,013. Respons hemodinamik (detak jantung/HR) setelah pemberian premedikasi peroral (HR1) kelompok klonidin (100,44 ± 11,38 kali/menit) dan kelompok diazepam (110,22 ± 12,29 kali/menit) berbeda tidak bermakna (p=0,099). Sedangkan respons hemodinamik HR2, HR3, HR4 dan HR5 pada kelompok klonidin dan diazepam berbeda bermakna (p<0,05). Efek samping bradikardi terjadi pada 2 pasien pada kelompok klonidin dan tidak terjadi pada kelompok diazepam.
Kesimpulan : Premedikasi klonidin 4 g/kgBB peroral memberikan level sedasi yang lebih tinggi dibanding premedikasi diazepam 0,2mg/kgBB peroral. Respons hemodinamik (detak jantung) pada kelompok klonidin lebih stabil dibanding kelompok diazepam.
Kata Kunci : Premedikasi peroral, Klonidin, Diazepam, Level Sedasi, Respons hemodinamik, Pediatrik.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Sandhi Yudha, 2012. Comparison of oral clonidine and oral diazepam as premedication on sedation level and haemodymanic response on pediatric. THESIS. Supervisor I : Prof. Bhisma Murti, dr, MPH, M.Sc, PhD., II : Sugeng Budi Santoso, dr, SpAn, KMN. Department of Anesthesiology and Intensive Therapy Medical Faculty. Program study of Family Medicine, Post-Graduate Program of Sebelas Maret University, Surakarta.
ABSTRACT
Background : Anxiety and pain are two factors causing considerable emotional stress in pediatric. The purpose of the study is to compare the sedation level and haemodynamic response of oral klonidin and oral diazepam premedication on pediaric surgery.
Metods : A prospective randomized double blind study on 18 ASA I-II patients between 2-12 years old received either clonidine 4 g/kg or diazepam 0,2 mg/kg. The sedation level and haemodynamic response were recorded, before and after oral premedication, during intubation and in the third and fifth minutes after laryngoscopy and after first incision.
Results : In both study groups, basic hemodynamic variables were not significantly different (p > 0.05). The sedation level was significantly better in clonidine group (3.11 ± 0.60) as compared to diazepam group (2.33 ± 0.50) (p= 0.013). Haemodynamic respons (Heart rate/HR) was significantly decreased after anesthesia procedure (HR2, HR3, HR4) and after first surgery incision (HR5) in clonidine group as compared to diazepam group (p<0,05).
Conclusions : Oral premedication of clonidine produce sedation level better than diazepam in pediatric surgery. In operating theatre, haemodynamic response (heart rate) on clonidine group better than diazepam group.
Key words : Oral Premedication, Clonidine, Diazepam, Sedation Level, Haemodynamic Response, Pediatric Surgery.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat TUHAN Yang Maha Esa atas petunjuk
dan rahmat serta karunia yang diberikan, sehingga penulis dapat menyelesaikan
Tesis dengan judul
Tesis ini untuk memenuhi persyaratan mencapai derajat Magister Kesehatan.
Selesainya Tesis ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak atas kesempatan,
bantuan, motivasi dan bimbingan yang diberikan kepada penulis, maka pada
kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih sebesar besarnya kepada yang
terhormat :
1. Prof. Dr. Ravik Karsidi, Drs., MS, selaku Rektor UNS.
2. Prof. Dr. Ahmad Yunus, Ir., MS, selaku Direktur Program Pascasarjana UNS.
3. Prof. Dr. Zainal Arifin Adnan, dr., Sp.PD KR FINASIM., selaku Dekan
Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta.
4. Dr. Hari Wujoso, dr., Sp.F., MM, selaku Ketua Program Studi Magister
Kedokteran Keluarga Universitas Sebelas Maret Surakarta.
5. Afiono Agung Prasetyo, dr., Ph.D., selaku Ketua Minat Ilmu Biomedik
Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta.
6. Prof. Bhisma Murti, dr., MPH, M.Sc, Ph.D, selaku Pembimbing Metodologi.
7. Sugeng Budi Santosa, dr., Sp.An, KMN, selaku Pembimbing Substansi.
8. Prof. DR. Harsono Salimo, dr., Sp.A (K), selaku Sekretaris Ujian Tesis.
9. H. Marthunus Judin, dr., Sp.An, KAP., selaku Kepala SMF Ilmu
Anestesiologi dan Terapi Intensif Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas
Maret Surakarta/ RSUD Dr. Moewardi Surakarta.
10. M. H. Sudjito, dr., Sp.An, KNA., selaku Ketua Program Studi Pendidikan
Dokter Spesialis Anestesiologi dan Terapi Intensif Fakultas Kedokteran
Universitas Sebelas Maret Surakarta/ RSUD Dr. Moewardi Surakarta.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
11. Seluruh staf pengajar PPDS I Anestesiologi dan Terapi Intensif Fakultas
Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta/ RSUD Dr. Moewardi
Surakarta yang telah mendidik kami menjadi anestesiolog yang baik.
12. Ke empat orang tua yang selalu menuntun penulis untuk menjadi orang yang
lebih baik.
13. Keluarga kecilku : Dwi Ari Wulandari, SE serta Bayi dalam kandungannya,
Filia DSA Tarigan, Danny BA Tarigan dan Vanessa NA Tarigan.
14. Pasien bangsal Mawar, Melati, dan Anggrek, karena mereka penelitian ada.
15. Semua pihak yang telah memberikan bimbingan dan motivasi dalam setiap
tahap proses penyusunan Tesis ini.
Penulis menyadari bahwa Tesis ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu
besar harapan Penulis untuk mendapatkan kritik dan saran demi perbaikan
sehingga bermanfaat bagi perkembangan ilmu di bidang Anestesiologi dan Terapi
Intensif serta Kedokteran Keluarga.
Surakarta, 24 April 2012
Penulis,
Sandhi Yudha
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ........................................................................................ i
HALAMAN PENGESAHAN PEMBIMBING ................................................ ii
HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI ......................................................... iii
PERNYATAAN ORISINALITAS DAN PUBLIKASI ISI TESIS .................. iv
ABSTRAK ...................................................................................................... v
ABSTRACT .................................................................................................... vi
KATA PENGANTAR ..................................................................................... vii
DAFTAR ISI ................................................................................................... ix
DAFTAR TABEL ............................................................................................ xii
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... xiii
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... xiv
BAB I. PENDAHULUAN .............................................................................. 1
A. ..................................................................... 1
B. Rumusan Masalah .............................................................................. 3
C. Tujuan Penelitian .............................................................................. 3
1. Tujuan Umum .............................................................................. 3
2. Tujuan Khusus .............................................................................. 3
D. Manfaat Penelitian ............................................................................ 4
1. Aspek Teoritik .............................................................................. 4
2. Aspek Aplikatif ............................................................................ 4
3. Aspek Kedokteran Keluarga ......................................................... 4
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................... 5
A. Landasan Teori .................................................................................... 5
1. ................................................................... 5
2. 7
3. Respons Hemodinamik .................................................................. 8
4. 10
5.
B. Kerangka Konsep ............................................................................... 17
C. Hipotesis Penelitian ............................................................................. 18
BAB III. METODE PENELITIAN ................................................................. 19
A. Tempat dan Waktu Penelitian ............................................................ 19
B. Jenis Penelitian ................................................................................... 19
C. Subjek Penelitian ............................................................................ 19
D. Data dan Sampel Penelitian ......................................................... 19
1. Kriteria Inklusi .............................................................................. 19
2. Kriteria Eksklusi ............................................................................ 20
3.
E. Variabel Penelitian ............................................................................ 21
1. Variabel Bebas .............................................................................. 21
2. Variabel Tergantung ..................................................................... 21
F. Definisi Operasional Variabel Penelitian ........................................... 21
1. 21
2. Pemberian Diazepam Peroral ........................................................ 21
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
3. ................................................. 22
4. Respons Hemodinamik .................................................................. 22
G. Alur Penelitian ................................................................................... 23
H. Alat dan Obat ..................................................................................... 24
1. Peralatan ........................................................................................ 24
2. Obat ................................................................................................ 24
I. Etika Penelitian ................................................................................. 24
J. Analisa Data ..................................................................................... 25
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................ 26
A. Hasil Penelitian ................................................................................... 26
1. Karakteristik Umum Variabel Penelitian ....................................... 26
2. Hasil Analisis Penelitian ................................................................ 28
B. Pembahasan ........................................................................................ 30
BAB V. PENUTUP .......................................................................................... 35
A. Kesimpulan ........................................................................................ 35
B. Saran ................................................................................................... 35
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 36
LAMPIRAN
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1 Karakteristik 26
Tabel 4.2 27
Tabel 4.3 Uji Mann- 28
Tabel 4.4 Uji t tentang perbedaan rerata respons hemodinamik pada berbagai waktu
29
Tabel 4.5 30
Tabel 4.6 Uji t tentang rerata respons hemodinamik HR-0 dibanding HR-
32
Tabel 4.7 Uji t tentang rerata respons hemodinamik HR-0 dibanding HR-
33
Tabel 4.8 Uji t tentang rerata respons hemodinamik HR-0 dibanding HR-
34
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Struktur Kimia 11
Gambar 2.2 17
Gambar 3.1 23
Gambar 4.1 Jumlah sampel menurut umur kelompok klonidin dan
27
Gambar 4.1 Perbedaan rerata detak jantung kelompok klonidin dan
30
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Lembar Penelitian
Lampiran 2. Penjelasan Alur Penelitian
Lampiran 3. Cara Pembuatan Syrup
Lampiran 4. Jadwal Kegiatan
Lampiran 5. Perhitungan Besar Sampel
Lampiran 6. Organisasi Penelitian
Lampiran 7. Ethical Clearance RSUD Dr. Moewardi Surakarta
Lampiran 8. Pengolahan Data Penelitian
Lampiran 9. Biodata Peneliti
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Salah satu tujuan pemberian premedikasi adalah menghilangkan
kecemasan dan ketakutan. Pasien yang akan menjalani pembedahan
mempunyai insidensi kecemasan yang tinggi dan ada hubungan antara
kecemasan dan kelancaran saat dilakukan induksi anestesi. Untuk mengatasi
kecemasan dan ketakutan, dilakukan pemberian obat sedasi dan ansiolisis
secara intra vena. Tetapi cara ini telah memberikan trauma pada penderita
akibat pemasangan cateter intravena, terutama pada pasien pediatrik. Terapi
dengan preparat peroral dan psikoterapi merupakan alternatif penanganan
masalah ini (Soenarjo dkk, 2010).
Pasien pediatrik sulit untuk diberikan penjelasan tentang segala hal
yang akan dilakukan selama tindakan bedah dan anestesi. Selain itu
psikoterapi kurang efektif menghilangkan kecemasan secara cepat. Pada
beberapa pasien, meskipun telah diberikan penjelasan tetapi kecemasan dan
ketakutan tetap saja terjadi. Pada kondisi ini, pasien memerlukan obat-obatan
peroral untuk menghilangkan kecemasan dan ketakutan sebelum operasi
(Soenarjo dkk, 2010).
Kecemasan pada pediatrik yang akan menjalani operasi ditandai
dengan perasaantakut, tidak kooperatif, perioperative crying dan berbagai
bentuk ekspresi kekawatiran. Pediatrik dalam kondisi kecemasan yang tinggi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
jika menjalani operasi, pada fase setelah operasi mal-
adaptif
studi menunjukkan lebih dari 60% anak yang menjalani operasi menunjukkan
sikap negatif selama 2 minggu atau lebih setelah operasi. Kecemasan yang
sangat tinggi saat induksi anestesi berhubungan erat dengan peningkatan dan
lama munculnya sikap negatif setelah operasi (McCann dkk, 2001).
Penatalaksanaan anestesi pre-operasi untuk meminimalkan respons
stres adalah dengan pemberian obat premedikasi yang menghambat atau
menumpulkan respons stres tersebut. Premedikasi peroral pasien pediatrik
yang sering digunakan adalah golongan benzodiazepine yaitu diazepam
(terutama midazolam). Golongan alpha-2 agonis (klonidin) juga sering
digunakan sebagai premedikasi peroral pada pediatrik di beberapa negara
(Fazi dkk,2001), di Indonesia preparat klonidin masih jarang digunakan.
Diazepam sebagai premedikasi peroral pada pediatrik mulai jarang
digunakan karena dikhawatirkan memiliki efek depresi nafas. Walaupun
diazepam memiliki efek sedasi yang adekuat, tetapi tidak dapat mencegah
respons hemodinamik selama tindakan anestesi dan pembedahan.
Nascimento dkk, 2007 dalam penelitiannya menyimpulkan klonidin
dan diazepam sebagai premedikasi memiliki efek yang sama terhadap tekanan
darah, denyut jantung dan level sedasi. Sedangkan Malde dkk, 2006
menyimpulkan premedikasi oral klonidin lebih baik dalam level sedasi,
stabilitas tekanan darah dan detak jantung, dan penurunan kebutuhan obat
analgetik/opioid setelah operasi, dibandingkan dengan premedikasi oral
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
diazepam. Menurut Hackmann dkk, 2003 klonidin peroral sangat baik
digunakan sebagai obat tambahan/premedikasi dalam tehnik hipotensi kendali
pada operasi oromaxillofacial pada anak-anak.
Dari penelitian diatas, terdapat perbedaan hasil antara klonidin dan
diazepam sebagai premedikasi pada operasi pediatrik. Penelitian ini mencoba
membandingkan efek sedasi/anti-cemas pr-eoperasi dan stabilitas respons
hemodinamik selama operasi antara klonidin dan diazepam peroral sebagai
premedikasi pada pediatrik yang akan menjalani operasi.
B. Rumusan Masalah
Apakah ada perbedaan level sedasi dan stabilitas respons
hemodinamik (fluktuasi denyut jantung) pada pemberian premedikasi
klonidin 4 g/kgBB dan diazepam 0.2mg/kgBB peroral pada pediatrik yang
menjalani operasi ?
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Membandingkan perbedaan level sedasi dan stabilitas respons
hemodinamik pada pemberian premedikasi klonidin dan diazepam
peroral pada pediatrik yang menjalani operasi.
2. Tujuan Khusus
a. Menganalisa perbedaan efek premedikasi klonidin dan diazepam
peroral terhadap level sedasi dan respons hemodinamik pada pediatrik
yang menjalani operasi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
b. Memberikan alternatif obat premedikasi peroral pada pediatrik.
D. Manfaat Penelitian
1. Aspek Teoritik
Sebagai bukti ilmiah perbedaan premedikasi klonidin dan diazepam
peroral terhadap level sedasi dan stabilitas hemodinamik pada pediatrik
yang menjalani operasi.
2. Aspek Aplikatif
Sebagai alternatif obat-obat yang dapat digunakan sebagai premedikasi
pada pediatrik untuk mendapatkan level sedasi yang adekuat dan
stabilitas hemodinamik selama operasi pada pediatrik.
3. Aspek Kedokteran Keluarga
Memberikan wacana mengenai perbedaan efek premedikasi clonidine
dan diazepam peroral terhadap level sedasi dan stabilitas hemodinamik
pada pediatrik yang menjalani operasi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Landasan Teori
1. Premedikasi
Premedikasi merujuk pada pemberian obat-obatan pada periode 1-2 jam
sebelum induksi anestesi dilakukan. Hal ini bukan sesuatu yang rutin
dilakukan pada persiapan preoperasi, tetapi pemberian premedikasi harus
dipertimbangkan setelah faktor-faktor yang berhubungan untuk diberikan
premedikasi dapat diidentifikasi (Soenarjo dkk, 2010).
Secara umum tujuan dari premedikasi adalah sebagai berikut :
a. Menghilangkan kecemasan dan ketakutan. Pasien yang akan dilakukan
pembedahan mempunyai insidensi kecemasan yang tinggi dan kecemasan
berhubungan dengan kelancaran saat dilakukan induksi anestesi.
Penghilangan kecemasan yang efektif dilakukan dengan cara non
farmakologis yaitu dengan psikoterapi. Penderita diberikan penjelasan
tentang segala hal yang akan dilakukan selama tindakan anestesi dan
bedah. Pada beberapa pasien, meskipun telah diberikan penjelasan tetapi
kecemasan dan ketakutan tetap saja terjadi. Pada kondisi ini, pasien
memerlukan obat-obatan ansiolitik seperti benzodiazepin yang terbukti
efektif untuk menghilangkan kecemasan.
b. Untuk mengurangi sekresi glandula yang ada di faring dan bronkial,
dengan memberikan obat antikolinergik. Pemberian obat antikolinergik
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
disarankan pada pasien yang akan dilakukan intubasi fiberoptik secara
sadar atau sebelum pemberian ketamin.
c. Memperkuat efek hipnotik dari agen-agen anestesi umum. Beberapa obat-
obatan seperti barbiturat atau opioid menghasilkan sedasi dan dapat
mengurangi dosis obat anestesi umum dan obat inhalasi.
d. Mengurangi mual muntah pasca operasi. Mual muntah sering terjadi
setelah dilakukan tindakan anestesi. Hal ini disebabkan oleh pemberian
obat opioid selama dan setelah tindakan anestesi dan bedah. Biasanya
obat anti mual-muntah diberikan sebagai premedikasi. Tetapi lebih efektif
jika diberikan intravena selama penderita teranestesi.
e. Menimbulkan amnesia. Pada beberapa keadaan, terutama pada pasien
pediatrik, perlu dibuat suatu keadaan amnesia selama periode perioperasi
oleh karena pengalaman yang tidak menyenangkan selama tindakan
anestesi dan pembedahan. Anterograde amnesia (hilangnya ingatan dari
segala kejadian setelah pemberian obat) dapat dihasilkan oleh obat
golongan benzodiazepin seperti midazolam, lorazepam atau diazepam.
f. Mengurangi volume dan meningkatkan keasaman isi lambung. Pasien
yang beresiko untuk terjadinya muntah dan regurgitasi (misalnya pada
pasien darurat dengan lambung penuh, atau pasien elektif dengan hernia
hiatus), perlu dipertimbangkan untuk pengosongan lambung dan
peningkatan pH isi lambung. Pengosongan lambung dapat diperkuat
dengan pemberian metoklorpramid yang juga mempunyai efek anti
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
muntah. Peningkatan pH dapat diberikan obat H2 antagonis dan proton
pump inhibitor.
g. Menghindari terjadinya refleks vagal. Premedikasi dengan menggunakan
antikolinergik dapat dipertimbangkan pada keadaan khusus yang memicu
terjadinya vagal refleks.
h. Membatasi respons simpatoadrenal. Saat induksi anestesi dan tindakan
laringoscopi intubasi merangsang peningkatan aktifitas simpatoadrenal,
yang ditandai dengan takhikardi, hipertensi dan peningkatan konsentrasi
katekolamin plasma. Keadaan ini berbahaya pada pasien sehat dan dapat
berakibat fatal bagi penderita terutama dengan kelainan jantung. Untuk
mencegahnya diberikan premedikasi -bloker atau klonidin.
(Soenarjo dkk, 2010)(Barash dkk, 2006)
2. Level Sedasi
Mekanisme tidur/sedasi belum diketahui secara pasti. Beberapa
teori yang diduga berhubungan dengan tidur adalah kadar serotonin,
tetapi belum dapat menjelaskan secara pasti mekanisme sedasi.
Penjelasan yang mungkin tentang sedasi adalah siklus penguatan dan
penekanan eksitabilitas saraf yang menyertai siklus siaga dan tidur. Saat
siaga terjadi peningkatan aktivitas impuls simpatis, sebaliknya saat tidur
aktivitas simpatis menurun dan aktivitas parasimpatisnya meningkat.
Aktivitas parasimpatis yang meningkat berhubungan dengan tidur yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Klonidin mempunyai efek menurunkan aktivitas simpatis dan
meningkatkan aktivitas parasimpatis, hal ini yang menjelaskan klonidin
dapat menyebabkan sedasi (Nascimento dkk, 2007).
Diazepam bekerja meningkatkan kemampuan reseptor untuk
mengikat GABA, sehingga reseptor GABA (neurotransmitter inhibitor)
akan meningkat dan membuka chanel klorida, yang akan meningkatkan
konduksi dari ion klor. Hal ini menyebabkan terjadinya hyperpolarisasi
dari membran sel pascasinaps dan menyebabkan neuron semakin resisten
terhadap rangsang eksitasi. Resistensi terhadap eksitasi inilah yang
menyebabkan terjadinya sedasi (Stoelting dkk, 2006).
Untuk mengukur level sedasi sering digunakan skala sedasi dari
Ramsay dkk, 1974. (Ramsay score) sebagai berikut :
1. Cemas, gelisah, restless
2. Kooperatif, tenang, menerima bantuan nafas
3. Mengantuk, tapi respon terhadap perintah
4. Tidur, respons cepat terhadap suara atau ketukan glabella
5. Tidur, respons lambat terhadap suara atau ketukan glabella
3. Respons Hemodinamik
Respons hemodinamik yang berlebih akibat tindakan anestesi
(laringoskopi intubasi) dan tindakan pembedahan harus dihindari
terutama pada pasien dengan penyakit kardiovaskuler yang telah ada
sebelumnya (Marquez dkk, 2009).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Intubasi endotrakeal merupakan salah satu prosedur rutin pada
anestesi umum, namun tidak semua anestesi umum harus dilakukan
intubasi sebelumnya karena tindakan ini memiliki resiko yang sangat
tinggi (Henderson, 2010). Intubasi dilakukan dengan tujuan memberikan
proteksi dan menjadi akses jalan nafas. Secara umum, intubasi
diindikasikan pada pasien dengan resiko aspirasi, operasi pada tubuh
bagian atas (kepala dan leher) dan pada pasien pediatrik yang tidak
kooperatif (Morgan dkk, 2006).
Tindakan laringoskopi intubasi oleh tubuh diterjemahkan sebagai
stimulus nyeri yang memicu respons pada sistem kardiovaskuler,
respirasi dan sistem fisiologis lainnya. Tindakan laringoskopi intubasi
dalam waktu yang lama harus dihindari serta pengawasan hemodinamik
selama tindakan harus dilakukan secara ketat (Atlee dkk, 2007).
Peningkatan tekanan darah dan denyut jantung dimulai pada 5
detik setelah laringoskopi, mencapai puncak pada 1 2 menit kemudian,
dan kembali pada tekanan darah awal dalam 5 menit. Perubahan
hemodinamik ini dapat memicu timbulnya iskemia dan infark miokard,
terutama pada pasien dengan penyakit jantung (Clancy dkk, 2002).
Pendekatan teknik yang digunakan untuk menurunkan respons
kardiovaskuler terhadap intubasi salah satunya adalah pendekatan obat,
yaitu dengan melakukan pemilihan obat yang memiliki mekanisme kerja
pada sistem kardiovaskuler. Obat kardiovaskuler yang poten menurunkan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
tekanan darah dan denyut jantung dapat membatasi peningkatan tekanan
darah akibat laringoskopi intubasi (Clancy dkk, 2002).
Stimulus nyeri, tindakan laringoskopi intubasi memberikan sinyal
neuronal (neuroendokrin) dan sitokin (sistem imun) untuk mengaktivasi
nukleus paraventrikuler hipotalamus yang kemudian memproduksi
hypothalamic releasing factor (HRF). Peningkatan HRF menstimulasi
pituitari sehingga melepaskan vasopresin, hormon pertumbuhan,
prolaktin dan propiomelanokortin. Propiomelanokortin dimetabolisme
menjadi hormon adrenokortikotropin (ACTH), yang akan menstimulasi
sekresi kortikosteroid dan endorfin. Perubahan pada keseimbangan saraf
autonom menjelaskan terjadinya peningkatan tekanan darah dan denyut
jantung saat laringoskopi intubasi (Frinzen dkk, 2006).
4. Klonidin
Kl -2 parsial dengan tempat
kerja di sentral sebagai simpatolitik dan di cornu dorsalis medula spinalis
bekerja sebagai analgetik tetapi tidak sekuat opioid. Klonidin
-2 di batang otak, dengan efek menurunkan
outflow simpatis dan terjadi penurunan tahanan perifer, tahanan
pembuluh ginjal, nadi, dan tekanan darah. Aliran darah ginjal dan laju
filtrasi glomerolus sedikit terpengaruh (Stoelting, 2006).
Pada penelitian Nader dkk, 2001 menyatakan bahwa pemberian
-
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
umpan balik negatif norepinfrin dan epinefrin plasma yang timbul saat
terjadi stres.
Gambar 2.1 Struktur kimia molekul klonidin
Klonidin menghasilkan stabilitas kardiovaskuler melalui aktivitas
simpatolitiknya. Klonidin mendepresi respons stres yang ditimbulkan
oleh aktivitas simpatis dengan menurunkan respons simpatoadrenal dan
mencegah gejolak kardiovaskuler yang ditimbulkan oleh trauma
pembedahan (Golubovska, 2008).
Klonidin menekan secara sentral aktivitas saraf simpatis dan
mengurangi respons hemodinamik dan katekolamin plasma (norepinefrin
dan epinefrin) akibat stres. Penekanan respons stres simpatoadrenal
merupakan tujuan penting bagi anestesiolog untuk mengurangi efek
samping tindakan operasi (Yazbek Karam dan Aouad, 2006).
2 berdasarkan anatomi sangat kompleks.
2 dibagi ke dalam 3 sub tipe, dan masing masing
menghasilkan efek yang berbeda (Kaymak dkk, 2008).
1. Sub tipe A, ditemukan pada sistem saraf pusat, bertanggung jawab
terhadap efek sedatif, analgesia dan simpatolitik dan merupakan
inhibitor terhadap saluran kalsium pada lokus ceruleus batang otak.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2. Sub tipe B, ditemukan pada pembuluh darah perifer, bertanggung
jawab terhadap respons hipertensif sesaat melalui mekanisme efektor
yang sama dengan sub tipe A.
3. Sub tipe C, ditemukan pada sistem saraf pusat, bertanggung jawab
terhadap efek ansiolitik (Yazbek Karam dan Aouad, 2006).
Alfa 2 adrenoseptor banyak ditemukan pada sistem saraf pusat,
dengan konsentrasi tertinggi didapatkan pada lokus ceruleus, nuklei
noradrenergik predominan di batang otak dan merupakan modulator
penting dari tingkat kewaspadaan. Aktivasi presinaps reseptor sub tipe
2A di lokus ceruleus akan menyebabkan penghambatan pelepasan
norepinefrin dan menghasilkan efek sedatif dan hipnotik. Lokus ceruleus
merupakan asal dari jalur descenden noradrenergik medullospinal yang
diketahui sebagai modulator penting neurotransmiter nosiseptif.
Stimulasi pada area ini akan menghentikan sinyal nyeri dan
menghasilkan analgesia. Pada level medulla spinalis, stimulasi reseptor
2 pada substansia gelatinosa cornu dorsalis menyebabkan terjadinya
penghambatan neuron nosiseptif dan menghambat pelepasan substansi P.
Pada akhiran saraf, mekanisme analgesia melalui pencegahan pelepasan
2 yang terdapat di pembuluh darah memediasi
terjadinya vasokonstriksi, dan pada terminal simpatis, menghambat
pelepasan norepinefrin (Kaymak dkk, 2008).
Sebagai premedikasi per oral klonidin dapat menurunkan aktivitas
simpatis dan meningkatkan aktivitas parasimpatis, hal ini menjelaskan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
klonidin dapat menurunkan detak jantung, tekanan darah, metabolisme
sistemik, kontraktilitas otot jantung, dan tahanan pembuluh darah
sistemik. Semua efek tersebut menghasilkan penurunan konsumsi
oksigen oleh otot jantung yang berpengaruh terutama pada pasien dengan
penyakit jantung koroner (Nascimento dkk, 2007).
Klonidin selain sebagai obat anti hipertensi, digunakan juga
sebagai obat anti cemas dan sedatif, penggunaan bersama opioid dan
obat-obat anestesi, dan mengurangi respons hemodinamik saat tindakan
anestesi dan pembedahan. Karena efek tersebut klonidin mulai sering
digunakan dalam praktek klinis anestesi sebagai obat tambahan yang
memberikan efek klinis yang lebih baik dengan obat-obat anestesi. Efek
klonidin terhadap stabilitas respons hemodinamik mencakup stabilisasi
rata-rata tekanan darah, fluktuasi detak jantung dan menurunkan
konsumsi oksigen. Kondisi stabilitas respons hemodinamik akan
menurunkan resiko buruk akibat tindakan anestesi dan pembedahan.
Premedikasi klonidine peroral memberikan efek sedasi yang adekuat
tanpa menyebabkan depresi nafas (Gregoretti dkk, 2009).
Dosis klonidin sebagai premedikasi oral adalah 4 mcg/kgBB dan
untuk pemberian perectal 5 mcg/kgBB memberikan efek sedasi yang
adekuat. Onset sedasi klonidin 38-90 menit (Basker dkk, 2009).
5. Diazepam
Diazepam merupakan salah satu obat yang termasuk dalam
golongan benzodiazepin. Benzodiazepin adalah obat yang memilki efek
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
farmakologis, yaitu anxiolitik, sedasi, anti konvulsan, relaksasi otot yang
dimediasi sumsum tulang belakang, dan anterograde amnesia. Efek
amnesia dari benzodiazepine lebih besar dari efek sedasinya. Memori
tidak akan dihapus oleh benzodiazepine. Penggunaan benzodiazepines
sangat penting terutama untuk mengatasi anxietas dan pengobatan
insomnia. Karena efek tersebut benzodiazepin/diazepam sering dipakai
untuk mengganti barbiturat untuk preoperatif dan menghasilkan sedasi
dalam pada rumatan anestesi (Barash dkk, 2006).
Benzodiazepin menghasilkan efek farmakologis melalui gamma-
aminobutirat (GABA), salah satu penghambat neurotransmitter di sistem
saraf pusat. Benzodiazepin tidak mengaktivasi reseptor GABA namun
meningkatkan kemampuan reseptor untuk mengikat GABA. Sebagai
hasilnya, reseptor GABA akan meningkat kemampuannya untuk
neurotransmitter inhibitor, sehingga akan membuka chanel dari klorida,
yang akan meningkatkan konduksi dari ion klor, sehingga akan
menyebabkan hyperpolarisasi dari membrane sel pascasinaps dan
menyebabkan neuron semakin resisten terhadap rangsang eksitasi.
Resistensi terhadap eksitasi inilah yang menyebabkan terjadinya
anxyolitik, sedasi, anterograde amnesia, potensiasi alcohol, anti
konvulsan serta efek pelemas otot (Stoelting dkk, 2006).
Sepertinya efek sedasi dari benzodiazepin disebabkan karena
aktifasi subunit alpha-1 oleh reseptor GABA dimana efek anxiolitis
disebabkan karena subunit alpha-2. Alpha-1 mengandung reseptor
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
GABAa sebagai subtipe reseptor yang paling banyak (korteks serebral,
cortex cerebelum, dan thalamus) dengan jumlah kira-kira 60% dari
reseptor GABA. Subunit alpha-2 lebih sedikit jumlahnya dan terdapat
terutama pada hipokampus, dan nucleus amygdale. Distribusi anatomi ini
menggambarkan efek minimal dari obat ini di luar SSP (efek sirkulasi
yang minimal) (Stoelting dkk, 2006).
Diazepam diabsorpsi cepat dari saluran pencernaan setelah
pemberian peroral, yang akan mencapai konsentrasi puncak setelah 1 jam
pada orang dewasa namun pada pediatrik dapat mencapai 15-30 menit.
Pengambilan kembali secara cepat pada otak akan diikuti dengan
distribusi kembali pada jaringan yang tidak aktif seperti lemak, hal ini
karena diazepam sangat tidak larut dalam lemak (Stoelting dkk, 2006).
Diazepam terutama akan dimetabolisir oleh enzim mikrosomal
hepar dengan jalur oksidatif dari N-dimethilasi. Dua hasil metabolit
utama dari diazepam adalah desmethyldiazepam dan oxasepam dan juga
sedikit hasil temazepam. Desmethyldiazepam dimetabolis lebih lambat
daripada oxazepam dan hanya sedikit kurang poten dibanding dengan
diazepam. Oleh karena itu hasil metabolit ini akan berkontribusi pada
efek ngantuk 6-8 jam pasca pemberian diazepam (Stoelting dkk, 2006).
Sirosis hepatis akan menyebabkan waktu paruh eliminasi dari
diazepam menjadi 5 kali lebih lama. Selain itu waktu paruh eliminasi
juga akan meningkat seiring dengan bertambahnya umur, yang juga akan
meningkatkan sensitifitas pasien tesebut terhadap efek sedasi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Perpanjangan waktu paruh eliminasi dari diazaepam pada pasien sirosis
hepatis dikarenakan terjadinya pengurangan dari ikatan proten dengan
obat yang akan menyebabkan volume distribusi akan semakin meningkat.
Selain itu klirens hepar terhadap diazepam juga akan berkurang yang
mencerminkan menurunnya arus darah pada hepar sebagai karakteristik
dari sirosis hepatis (Stoelting dkk, 2006).
Diazepam seperti benzodiazepine lain menghasilkan efek
minimal pada ventilasi dan juga sirkulasi sistemik. Fungsi hepar dan
ginjal tidak akan terganggu. Diazepam tidak akan meningkatkan efek
nausea dan muntah. Tidak ada perubahan pada konestrasi plasma oleh
hormon yang dilepaskan akibat stress seperti katekolamin, kortisol dan
arginin (Stoelting dkk, 2006).
Diazepam yang diberikan dengan dosis 0,5-1 mg/kg IV untuk
induksi anestesi akan menghasilkan penurunan dari tekanan darah
sistemik, kardiak output dan tahanan pembuluh darah perifer yang sama
besarnya pada pasien yang tidur secara alami. Ada depresi pada respon
denyut jantung yang dikaitkan dengan baroreseptor lebih rendah
dibandingkan dengan depresi yang disebabkan oleh zat inhalasi anestesi.
Pada pasien dengan peningkatan tekanan akhir diastolic, diazepam dosis
ringan akan menybabkan penurunan tekanan ini. Diazepam sepertinya
tidak memberikan efek langsung pada sistem saraf simpatis, dan tidak
menyebabkan hipotensi ortostatik (Barash dkk, 2006).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Insidens dan besar dari penurunan tekanan darah yang dihasilkan
diazepam, sepertinya lebih rendah dibandingkan dengan pemberian
barbitruat yang diberikan secara intravena pada induksi anesthesia.
Sehingga terkadang pasien akan mengalami hipotensi yang tidak terduga
bahkan dengan pemberian diazepam dosis rendah (Barash dkk, 2006).
Diazepam sebagai premedikasi peroral pada pasien pediatrik
digunakan dosis 0,2-0,3 mg/kgBB, dapat memberikan efek sedasi dan
ansiolitik yang adekuat (Barash dkk, 2006).
B. Kerangka Konsep
Gambar 2.2 Kerangka Konsep
PEDIATRIK PREOPERASI
Stres Operasi : Laringoskopi Intubasi ETT
Tindakan Bedah
PREMED. KLONIDIN Hipnotik-sedatif Anxiolitik Simpatolitik Stabilitas
hemodinamik
Ansietas Trauma Psikis
Berpisah dari orangtua Preoperative Crying
PREMED. DIAZEPAM Hipnotik-sedatif Anxiolitik Anti konvulsan Anterograde amnesia
RESPON HEMODINAMIK (HR)
LEVEL SEDASI
EFEK SAMPING
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
C. Hipotesis Penelitian
Pemberian premedikasi oral klonidin 4 µg/kgBB memiliki efek
sedasi dan respon hemodinamik yang lebih baik dibanding dengan oral
diazepam 0,2 mg/ kgBB.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di Instalasi Bedah Sentral RSUD Dr. Moewardi
Surakarta pada bulan Februari-Maret 2012.
B. Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan uji klinik tahap III dengan randomized
controlled trial, double blind, membandingkan pemberian premedikasi
peroral klonidin 4 mcg/kgBB dan diazepam 0,2 mg/kgBB pada operasi
pasien pediatrik.
C. Subjek Penelitian
Subjek penelitian adalah pasien bedah pediatrik usia 2 12 tahun
dengan status fisik ASA I II, yang menjalani operasi dengan anestesi
umum intubasi endotrakeal dan setuju dilakukan tindakan anestesi dan
pembedahan.
D. Data dan Sampel Penelitian
Sampel penelitian adalah pasien yang memenuhi kriteria inklusi dan
eksklusi. Data didapat dari wawancara langsung dengan pasien dan atau
orang tua pasien, catatan medis dan hasil pemeriksaan langsung.
1. Kriteria Inklusi
a. Usia 2 12 tahun.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
b. Status fisik ASA I II dengan kelas Mallampati I II.
c. Jenis operasi elektif dengan anestesi umum intubasi endotrakeal.
d. Setuju dilakukan tindakan anestesi dan pembedahan.
2. Kriteria Eksklusi
a. Riwayat hipersensitif dengan pengobatan klonidin atau diazepam.
b. Tindakan laringoskopi intubasi lebih dari 60 detik.
c. Terjadi efek samping yang memerlukan intervensi lain.
3. Besar Sampel
Open
Epi dengan dasar hasil penelitian Malde dkk, 2006 dengan judul Oral
Clonidine in Children : Efficacy as Premedicant and Post Analgesic as
Compared to Diazepam, didapatkan mean level sedasi kelompok
clonidine adalah 2.77 ± 0.42 dan kelompok diazepam 2.08 ± 0.57
berbeda signifikan, dengan interval kepercayaan 95%, kuasa penelitian
80%, didapatkan hasil besar sampel untuk masing masing kelompok
adalah 9 pasien (Lampiran.5).
Rumus ukuran sampel lain yang sering digunakan adalah dengan
menguji hipotesis satu sisi tentang beda mean dari dua populasi :
n =
2 merupakan varians populasi yang tidak diketahui nilai nya,
tetapi dapat diperkirakan dari studi awal menggunakan sp2. Sedang
µ1 µ2 merupakan beda mean yang diperkirakan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
sp2 =
(Murti, 2010)
Dari hasil perhitungan tersebut, didapatkan jumlah sampel yang
dibutuhkan pada penelitian ini adalah 9 sampel tiap kelompok.
Dari perhitungan ukuran sampel, diambil kesimpulan bahwa
jumlah sampel yang dibutuhkan untuk penelitian ini adalah 18 sampel.
E. Variabel Penelitian
1. Variabel Bebas
Klonidin 4 g/kgBB
Diazepam 0.2 mg/KgBB
2. Variabel Tergantung
Level Sedasi
Respons Hemodinamik (HR-0, HR-1, HR-2, HR-3, HR-4,RH5)
F. Definisi Operasional Variabel Penelitian
1. Pemberian Klonidin Peroral
Klonidin dipersiapkan sesuai dengan kebutuhan berdasarkan berat badan
dengan dosis 4 µg/kgBB peroral.
Skala pengukuran : kontinu
2. Pemberian Diazepam Peroral
Diazepam dipersiapkan sesuai dengan kebutuhan berdasarkan berat
badan dengan dosis 0,2 mg/kgBB peroral.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Skala pengukuran : kontinu
3. Level Sedasi
Level sedasi dinilai dengan skala Ramsay. Level sedasi dinilai 30-60
menit setelah minum obat, sesaat sebelum masuk ruang operasi.
Skala pengukuran : kategorikal
4. Respons Hemodinamik
Respons hemodinamik yang diukur :
1. Detak jantung awal sebelum minum obat (HR-0)
2. Detak jantung 30-60 menit setelah minum obat (HR-1)
3. Detak jantung sesaat setelah laringoskopi intubasi (HR-2)
4. Detak jantung 2 dan 5 menit setelah laringoskopi intubasi (HR-3,
HR-4)
5. Detak jantung 1 menit setelah incisi kulit/mulai operasi. (HR-5)
Alat ukur : monitor EKG
Skala pengukuran : kontinu
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
G. Alur Penelitian
Gambar 3.1 Alur Penelitian
Populasi
Sampel
Kriteria Inklusi Kriteria Eksklusi
Randomisasi
Kelompok Diazepam Kelompok Klonidin Data Dasar
Denyut jantung (HR0)
Klonidin 4 µg/ kg BB Diazepam 0.2 mg/kgBB
Level Sedasi (LS) (HR1)
Induksi
Laringoskopi dan Intubasi
Menit ke 3
(HR3)
Uji Hipotesis
Kesimpulan
Menit ke 5 Menit ke 1
(HR2) (HR4)
Menit 1-Incisi
(HR5)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
H. Alat dan Obat
1. Peralatan
a. Laringoskop dan tabung endotrakeal yang sesuai ukuran masing
masing pasien.
b. Tabung oropharyngeal yang sesuai ukuran masing masing pasien.
c. Mesin anestesi dengan vaporizer halotan.
d. Bedside monitor (Non invasif : tekanan darah, denyut jantung,
saturasi O2, elektrokardiografi).
e. Infus set transfusi.
f. Kateter intravena 22-20 Gauge.
g. Klep tiga jalur dan tabung pemanjang.
h. Timbangan berat badan.
2. Obat
a. Cairan infus NaCl 0,9%, dan Dextrosa 1/2NS, Ringer Laktat.
b. Anestesi inhalasi halotan.
c. ValisanbeTM tablet 5 mg, dibuat puyer untuk sirup.
d. CattapresTM tablet 100 mg, dibuat puyer untuk sirup.
e. Ketamin 1% injeksi.
f. Atrakurium injeksi, kemasan ampul 50mg 5 ml.
g. Sulfas atropin injeksi, 0,25 mg 1 ml.
I. Etika Penelitian
Penelitian ini dilakukan setelah mendapatkan ijin dari Komite Etik
RSUD Dr. Moewardi Surakarta. Komite Etik melakukan pengkajian dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
setuju untuk dilakukan penelitian dengan prinsip tidak melanggar etika
praktek kedokteran dan tidak bertentangan dengan etika penelitian pada
manusia.
Penelitian dilakukan dengan persetujuan dari pasien atau keluarga
dengan cara menandatangani surat persetujuan operasi yang diajukan oleh
peneliti, setelah sebelumnya mendapat penjelasan mengenai tujuan, risiko,
alternatif tindakan yang akan dilakukan, prognosis, dan manfaat dari
prosedur yang akan dilakukan.
J. Analisis Data
Data yang didapat dilakukan analisis dengan program SPSS 17 for
Windows. Dilakukan pencarian nilai rerata dari data demografi variabel.
Perbandingan variabel pada masing masing kelompok akan dianalisa
menggunakan uji Mann-Whitney untuk data peringkat atau ordinal,
sedangkan untuk data kontinu menggunakan uji t-independen.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
Penelitian ini membandingkan penggunaan premedikasi peroral antara
klonidin 4 g/kgBB dan diazepam 0,2 mg/kgBB terhadap level sedasi dan respons
hemodinamik (detak jantung) pada pasien pediatrik. Penelitian dilakukan setelah
mendapat persetujuan dari Komite Etik RS Dr Moewardi Surakarta, terhadap 18
pasien yang dibagi menjadi dua kelompok. Kelompok klonidin dan kelompok
diazepam, yang mendapatkan terapi standar anestesi bedah pediatrik ditambah
premedikasi peroral klonidin dan diazepam.
1. Karakteristik Umum Variabel Penelitian
Karakteristik sampel penelitian meliputi jenis kelamin, umur (tahun),
berat badan (kg), status fisik ASA, diagnosa, malampati dan data heart rate
awal/HR-0 (baseline). Data sampel dibedakan menurut skala kontinu dan
skala kategorik. Skala kontinu dilakukan uji Mann-Whitney dan skala
kategorik dilakukan uji Chi-Square. Deskripsi sampel berdasarkan kelompok
klonidin dan kelompok diazepam digambarkan pada Tabel 4.1 dan Tabel 4.2.
Tabel 4.1 Karakteristik sampel (data kontinu)
Variabel Klonidin Diazepam Mann-
Whitney P
n Mean SD n Mean SD
Umur (tahun)
Berat Badan (kg)
HR awal (x/mnt)
9
9
9
7,56 ± 3,43
23,44 ± 8,72
115,00 ± 8,21
9
9
9
7,72 ± 2,95
24,11 ± 7,85
113,00 ± 8,26
37.500
39.500
30.000
0,790
0,929
0,353
Sumber : data primer, 2012, diolah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Gambar 4.1 Jumlah sampel menurut umur kelompok klonidin dan
diazepam
Tabel 4.2 Karakteristik sampel (data kategorikal)
Variabel Klonidin Diazepam
X2 P n % n %
Jenis Kelamin L P
Total
4 5 9
44,40 55,60 100,00
5 4 9
55,60 44,40
100,00
0,22 0,637
Status ASA 1 2
Total
4 5 9
44,40 55,60 100,00
3 6 9
33,30 66,70
100,00
0,23 0,629
Malampati 1 2
Total
5 4 9
55,60 44,40 100,00
4 5 9
44,40 55,60
100,00
0,22 0,637
Diagnosa 1 2 3 4
Total
6 2 0 1 9
66,70 22,20 0,00 11,10 100,00
4 4 1 0 9
44,40 44,40 11,10 0,00
100,00
3,07 0,381
Sumber : data primer, 2012, diolah
Data demorafi di uji statistik untuk melihat perbedaan antara kedua
kelompok. Pada uji Mann-Whitney dan Chi-Square menunjukkan sebaran
data awal penelitian berbeda tidak bermakna (p>0,05) atau sebaran data
kedua kelompok homogen sehingga data penelitian layak diperbandingkan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2. Hasil Analisis Perbandingan
Perbandingan variabel pada masing masing kelompok dianalisa
menggunakan uji Mann-Whitney untuk data peringkat atau ordinal, untuk
data kontinu menggunakan uji t-independen, dan untuk mengetahui
perbedaan respons hemodinamik antar waktu pengamatan kedua kelompok
digunakan uji t berpasangan.
Data variabel level sedasi kedua kelompok dilakukan uji Mann-
Whitney seperti pada Tabel 4.3.
Tabel 4.3 Uji Mann-Whitney tentang perbedaan rerata level sedasi
Kelompok n Mean SD Median Mann-
Whitney P
KLONIDIN 9 3,11 ± 0,60 3,00 15.000 0,013
DIAZEPAM 9 2,33 ± 0,50 2,00
Sumber : data primer, 2012 diolah.
Hasil uji Mann-Whitney terhadap data peringkat level sedasi antara
kelompok klonidin dan kelompok diazepam didapatkan hasil nilai p=0,013.
Terdapat perbedaan level sedasi yang bermakna antar kedua kelompok
perlakuan. Kelompok klonidin memberikan level sedasi yang lebih dalam
dibandingkan dengan kelompok diazepam.
Hasil uji t independen terhadap data respons hemodinamik (detak
jantung) pada kelompok klonidin dan diazepam sebelum premedikasi (HR-0),
setelah pemberian premedikasi (HR-1), sesaat setelah laringoskopi intubasi
(HR-2), dua dan lima menit setelah intubasi (HR-3 dan HR-4), dan sesaat
setelah insisi/mulai operasi (HR-5) seperti Tabel. 4.5.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Tabel. 4.4 Uji t tentang perbedaan rerata respons hemodinamik pada berbagai waktu pengamatan
KELOMPOK N Mean Std. Deviation P
HR_0 KLONIDIN 9 115,89 8,207 0,468
DIAZEPAM 9 113,00 8,261 0,468
HR_1 KLONIDIN 9 100,44 11,381 0,099
DIAZEPAM 9 110,22 12,286 0,099
HR_2 KLONIDIN 9 109,44 9,964 0,023
DIAZEPAM 9 121,00 9,513 0,023
HR_3 KLONIDIN 9 107,89 10,006 0,013
DIAZEPAM 9 125,11 15,471 0,014
HR_4 KLONIDIN 9 108,33 10,210 0,001
DIAZEPAM 9 128,33 10,356 0,001
HR_5 KLONIDIN 9 109,11 10,529 0,039
DIAZEPAM 9 125,67 19,468 0,044
Sumber : data primer, 2012, diolah.
Hasil uji t-independen terhadap HR-0 sebelum diberikan obat
menunjukkan perbedaan tidak bermakna (p=0,468) antar kedua kelompok
perlakuan. Hal ini menunjukan sebelum perlakuan (pemberian premedikasi
klonidin atau diazepam) data HR-0 (baseline) berbeda tidak bermakna pada
kedua kelompok perlakuan.
Setelah pemberian obat juga didapatkan perbedaan tidak bermakna
(p=0,099) pada rata-rata HR-1 kedua kelompok perlakuan. Sehingga secara
statistik respons hemodinamik kedua kelompok setelah pemberian
premedikasi (klonidin dan diazepam), berbeda tidak bermakna. Tidak ada
perubahan respons hemodinamik setelah pemberian premedikasi.
Data HR-2, HR-3, HR-4 dan HR-5 menunjukkan perbedaan yang
bermakna (p<0.05) pada kedua kelompok perlakuan. Perbedaan rata-rata
kedua kelompok perlakuan seperti Gambar 4.1.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Gambar 4.2 Perbedaaan rerata detak jantung kelompok klonidin dan diazepam menurut waktu pengamatan
Dari Gambar 4.1 didapatkan rerata HR lebih stabil pada kelompok
klonidin dibanding kelompok diazepam.
Efek samping yang diobservasi pada kedua kelompok perlakuan
muncul pada kelompok klonidin, yaitu bradikardi seperti pada Tabel 4.4.
Tabel. 4.5 Efek samping premedikasi klonidin dan diazepam peroral Efek samping Klonidin Diazepam Bradikardi Depresi nafas Desaturasi Reaksi Alergi
2 0 0 0
0 0 0 0
Sumber : data primer, 2012 diolah
B. Pembahasan
Klonidin bekerja secara sentral menghasilkan efek sedasi dengan menekan
aktivitas simpatis dan meningkatkan aktivitas parasimpatis (Nacimento dkk,
2007) sedangkan diazepam bekerja dengan meningkatkan kemampuan reseptor
untuk mengikat GABA, sehingga reseptor GABA (neurotransmitter inhibitor)
115.89
100.44 109.44 107.89 108.33 109.11 113
110.22 121 125.11 128.33 125.67
0
20
40
60
80
100
120
140
160
180
HR-0 HR-1 HR-2 HR-3 HR-4 HR-5
Hea
rt r
ate
kali
/ m
enit
Waktu pengamatan
klonidin
diazepam
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
akan meningkat dan membuka saluran klorida, yang akan meningkatkan konduksi
dari ion klor. Hal ini menyebabkan terjadinya hyperpolarisasi dari membran sel
pascasinaps dan menyebabkan neuron semakin resisten terhadap rangsang
eksitasi. Resistensi terhadap eksitasi ini menyebabkan efek sedasi dari diazepam
(Stoelting dkk, 2006). Dari patofisiologi efek sedasi klonidin dan diazepam, pada
penelitian ini, level sedasi lebih dalam dihasilkan oleh klonidin (3,11 ± 0,60)
dibanding diazepam (2,33 ± 0,50) dengan nilai p=0,013 (Tabel 4.3). Hasil ini
tidak berbeda dengan penelitian Malde dkk, 2006 dimana rerata level sedasi
kelompok klonidin lebih tinggi dibanding kelompok diazepam (p<0,05).
Setelah pemberian premedikasi klonidin dan diazepam peroral, terdapat
perbedaan respons hemodinamik (HR-1) pada kedua kelompok, tetapi secara
statistik perbedaan tersebut tidak bermakna dengan nilai p=0,099. (Tabel 4.4).
Klonidin sebagai alpha-2 adrenoseptor agonis yang beinteraksi dengan system
saraf katekolaminergik yang memodulasi tonus dan refleks kontrol detak jantung
serta menurunkan pelepasan norephineprin dari saraf sentral dan perifir sehingga
menyebabkan penurunan detak jantung (Raval DL, dkk, 2002). Penurunan detak
jantung yang mencolok terjadi pada 2 pasien dalam penelitian ini, dimana
penurunan tersebut tidak menyebabkan gangguan hemodinamik lain dan tidak
memerlukan tindakan khusus. Tetapi secara statistik penurunan rerata detak
jantung antar kedua kelompok secara statistik berbeda tidak bermakna (p>0,05).
Hubungan antara HR-1 dibandingkan dengan HR-0 (baseline) pada
masing-masing kelompok seperti pada Tabel 4.6.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Tabel. 4.6 Uji t tentang rerata respons hemodinamik HR-0 dibanding HR-1 kelompok klonidin dan diazepam
KELOMPOK N Mean Std. Deviation P
Klonidin HR-0 9 115,89 8,21 0,005
HR-1 9 100,44 11,38
Diazepam HR-0 9 113,00 8,26 0,249
HR-1 9 110,22 12,29 Sumber : data primer, 2012, diolah.
Pada kelompok klonidin hubungan antara HR-0 (sebelum pemberian
premedikasi) dan HR-1 (30-60 menit setelah premedikasi) memberikan beda
rerata yang bermakna dengan p=0,005. Sedangkan pada kelompok diazepam
antara HR-0 dan HR-1 terdapat perbedaan tidak bermakna dengan nilai p=0,249.
Hal ini menjelaskan bahwa efek samping premedikasi klonidin adalah terjadi
bradikardi, tetapi kondisi ini tidak memerlukan terapi khusus, tetapi beberapa
peneliti menganjurkan pemberian preparat atropin peroral sebelum premedikasi
klonidin (Mikawa K dkk,1996).
Tindakan laringoskopi intubasi oleh tubuh diterjemahkan sebagai stimulus
nyeri yang kemudian memicu respons merugikan pada sistem kardiovaskuler,
respirasi dan sistem fisiologis lainnya (Atlee dkk, 2007). Respons hemodinamik
yang berlebih harus dihindari pada pasien dengan penyakit kardiovaskuler yang
telah ada sebelumnya (Marquez dkk, 2009). Pada penelitian ini respons
hemodinamik setelah tindakan laringoskopi intubasi (HR-2) menunjukkan
perbedaan rerata antara kelompok klonidin (109,44 ± 9,964) dan kelompok
diazepam (121,00 ± 9,513) yang secara statistik berbeda bermakna dengan nilai
p=0,023. Kondisi ini menjelaskan efek klonidin dalam menekan respons
hemodinamik lebih baik dibanding diazepam.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Hubungan antara HR-2 dibandingkan dengan HR-0 (baseline) pada
masing-masing kelompok seperti pada Tabel 4.7.
Tabel. 4.7 Uji t tentang rerata respons hemodinamik HR-0 dibanding HR-2 kelompok klonidin dan diazepam
KELOMPOK n Mean Std. Deviation P
Klonidin HR-0 9 115,89 8,21 0,086
HR-2 9 109,44 9,96
Diazepam HR-0 9 113,00 8,26 0,001
HR-2 9 121,00 9,51 Sumber : data primer, 2012, diolah.
Pada kelompok klonidin hubungan antara HR-0 (sebelum pemberian
premedikasi) (115,89 ± 8,21) dan HR-2 (sesaat setelah laringoskopi intubasi)
(109,44 ± 9,96) memberikan beda rerata yang tidak bermakna dengan p=0,086.
Sedangkan pada kelompok diazepam antara HR-0 (113,00 ± 8,26) dan HR-2
(121,00 ± 9,51) terdapat perbedaan secara statistik bermakna dengan nilai
p=0,001. Kondisi ini menjelaskan pada kelompok klonidin detak jantung
awal/HR-0 sebelum perlakuan dibanding dengan sesaat setelah laringoskopi
intubasi/HR-2, ada perbedaan rerata detak jantung yang tidak bermakna, atau
respons hemodinamik setelah dilakukan laringoskopi intubasi relatif tetap/stabil.
Sementara pada kelompok diazepam terdapat beda rerata yang secara statistik
bermakna atau terjadi perubahan respons hemodinamik setelah dilakukan tindakan
laringoskopi intubasi.
Hubungan antara rerata HR-5 (sesaat setelah incisi kulit/mulai operasi)
dibandingkan dengan rerata HR-0 (baseline) pada masing-masing kelompok
seperti pada Tabel 4.8.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Tabel. 4.8 Uji t tentang rerata respons hemodinamik HR-0 dibanding HR-5 kelompok klonidin dan diazepam
KELOMPOK n Mean Std. Deviation P
Klonidin HR-0 9 115,89 8,21 0,034
HR-5 9 109,11 10,53
Diazepam HR-0 9 113,00 8,26 0,019
HR-5 9 125,67 19,47 Sumber : data primer, 2012, diolah.
Pada kelompok klonidin hubungan antara HR-0 (sebelum pemberian
premedikasi) (115,89 ± 8,21) dan HR-5 (sesaat setelah incisi/mulai operasi)
(109,11 ± 10,53) memberikan beda rerata yang secara statistik bermakna dengan
p=0,034. Sedangkan pada kelompok diazepam antara HR-0 (113,00 ± 8,26) dan
HR-5 (125± 19,47) terdapat beda rerata yang secara statistik bermakna dengan
nilai p=0,019. Kondisi ini menjelaskan pada kelompok klonidin, detak jantung
awal (HR-0) sebelum perlakuan dibanding dengan sesaat setelah incisi kulit/mulai
operasi ada perbedaan rerata detak jantung, demikian juga pada kelompok
diazepam terdapat beda rerata yang secara statistik bermakna.
Secara keseluruhan selama tindakan anestesi dan bedah menunjukkan
respons hemodinamik (HR-2, HR-3, HR-4, HR-5) kelompok klonidin lebih stabil
atau respons hemodinamik yang terjadi akibat tindakan anestesi dan bedah lebih
minimal dibanding dengan kelompok diazepam (Tabel.4.4 ).
Efek samping yang terjadi adalah bradikardi yang terjadi pada 2 pasien
kelompok klonidin dan tidak ada efek samping yang muncul pada kelompok
diazepam (Tabel 4.5). Bradikardi yang terjadi pada kelompok klonidin tidak
memerlukan terapi atau tindakan khusus. Bradikardi yang terjadi juga tidak
menyebabkan gangguan perfusi organ dan kembali normal dalam beberapa menit.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Kelompok klonidin memberikan level sedasi yang lebih dalam dibanding
kelompok diazepam dan perbedaan tersebut secara statistik berbeda
signifikan (p=0,013).
2. Kelompok klonidin memberikan respons hemodinamik sesaat setelah
tindakan laringoskopi intubasi (HR-2), 3 dan 5 menit setelah laringoskopi
intubasi (HR-3 dan HR-4) dan sesaat setelah tindakan incisi bedah/mulai
operasi (HR-5) yang lebih stabil dibanding kelompok diazepam dan secara
statistik berbeda signifikan (p<0,05).
B. Saran
1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang penentuan dosis ekuivalen
dan dosis ekuipoten antara klonidin dan diazepem.
2. Perlu dilakukan penelitian dengan jumlah sampel yang lebih besar.
3. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut terutama pada pasien dengan
penyakit penyerta kardiovaskuler (hipertensi, takikardi, atau penyakit
jantung koroner) dan penyulit intubasi.