PERBANDINGAN PERUBAHAN PHORIA ANTARA ...perpustakaanrsmcicendo.com/wp-content/uploads/2020/04/...1....
Transcript of PERBANDINGAN PERUBAHAN PHORIA ANTARA ...perpustakaanrsmcicendo.com/wp-content/uploads/2020/04/...1....
PERBANDINGAN PERUBAHAN PHORIA ANTARA BERMAIN GAMES VIRTUAL REALITY DAN SMARTPHONE PADA EMETROPIA
Oleh : Mega Wulan Purnama Sari
NPM :131221150004
TESIS
Untuk memenuhi salah satu syarat ujian Guna memperoleh gelar Dokter Spesialis Program Pendidikan Dokter Spesialis 1
Bagian Kajian Utama Ilmu Kesehatan Mata
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PADJADJARAN PUSAT MATA NASIONAL RUMAH SAKIT MATA CICENDO
BANDUNG2020
PERBANDINGAN PERUBAHAN PHORIA ANTARA BERMAIN GAMES VIRTUAL REALITY DAN SMARTPHONE PADA EMETROPIA
Oleh : Mega Wulan Purnama Sari
NPM :131221150004
TESIS
Untuk memenuhi salah satu syarat ujian Guna memperoleh gelar Dokter Spesialis Program Pendidikan Dokter Spesialis I
Bagian Kajian Utama Ilmu Kesehatan Mata
Telah disetujui oleh Tim Pembimbing pada tanggal Seperti tertera di bawah ini
Bandung, 13 April 2020
Ine Renata Musa, dr., SpM(K) Syumarti dr., SpM(K)., MSc Pembimbing I Pembimbing II
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa :
1. Karya tulis saya, tesis ini, adalah asli dan belum pernah diajukan untuk
mendapatkan gelar akademik (sarjana, magister dan/atau doktor), baik dari
Universitas Padjadjaran maupun di perguruan tinggi lain.
2. Karya tulis ini adalah murni gagasan, rumusan, penelitian saya sendiri,
tanpa bantuan dari pihak lain, kecuali arahan Tim Pembimbing.
3. Dalam karya tulis ini tidak terdapat karya atau pendapat yang telah ditulis
atau dipublikasikan orang lain kecuali secara tertulis dicantumkan sebagai
acuan dalam naskah dengan nama pengarang dan tercantum dalam daftar
pustaka.
4. Pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan apabila di kemudian
hari terdapat penyimpangan dan ketidakbenaran dalam pernyataan ini,
maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan gelar
yang telah diperoleh karena karya ini, serta sanksi lainnya sesuai norma
yang berlaku di perguruan tinggi.
Bandung, 13 April 2020 Yang membuat pernyataan
Mega Wulan Purnama Sari NPM :131221150004
iii
ABSTRAK Latar Belakang : Bermain games virtual reality (VR) berbasis smartphone dengan tampilan tiga dimensi (3D) dilaporkan lebih menimbulkan kelelahan mata dibandingkan bermain games dengan smartphone saja. Saat melihat gambar 3D terdapat ketidakseimbangan antara akomodasi dan vergensi (konflik akomodasi-vergensi). Pada tampilan 3D akomodasi akan tetap terfokus pada layar, sedangkan mata akan mempertahankan kemampuan untuk menyatukan gambar (fusi binokuler) dengan merubah vergensi. Perubahan ini akan mengakibatkan penurunan dari fusi binokuler vergensi dan terjadinya phoria. Tujuan : untuk membandingkan phoria yang timbul pada individu yang melakukan aktivitas bermain games virtual reality dan games smartphone. Method : Penelitian ini adalah penelitian analitik cross sectional dengan rancangan studi silang (crossover-design). Subjek penelitian adalah individu berusia 18-33 tahun yang berada di lingkungan Pusat Mata Nasional Rumah Sakit Mata Cicendo Bandung yang bersedia mengikuti penelitian dan memenuhi kriteria inklusi serta tidak memenuhi kriteria eksklusi. Dilakukan pengukuran phoria dengan prism alternate cover test sebelum dan sesudah melakukan aktivitas bermain games smartphone dan virtual reality selama 30 menit dengan washout diantara keduanya selama 30 menit. Hasil : Jumlah subjek pada penelitian ini adalah 32 orang dengan rerata usia 21 tahun dengan rentang 19-32 tahun. Jumlah subjek laki-laki sebanyak 17 orang (53,1%) dan perempuan sebanyak 15 orang (46.9%). Pola phoria yang paling banyak ditemukan adalah exophoria 20 orang (62,5%) diikuti dengan orthophoria 12 orang (37,5%). Dengan menggunakan uji wilcoxon, didapatkan perbedaan yang bermakna antara perubahan besar phoria dekat (r) setelah bermain games smartphone dan VR, dimana perubahan phoria lebih besar setelah bermain games VR (p<0.000). Simpulan : Perubahan phoria dekat setelah bermain games virtual reality lebih besar dibandingkan setelah bermain games smartphone pada emetropia. Kata Kunci : phoria, virtual reality, smartphone.
iv
ABSTRACT Background : Playing smartphone-based virtual reality (VR) games with a three-dimensional (3D) display is reported to cause more eye fatigue than playing games with smartphones alone. When viewing 3D images there is an imbalance between accommodation and vergence (accommodation-vergence conflict). In stereoscopic 3D, accommodation will remain focused on the screen, while the eye will unify the image (binocular fusion) by changing the vergence. This change will decrease the ability of vergence for binocular fusion and the occurrence of phoria. Purpose : to compare change of phoria in individuals who perform activities playing VR games and smartphone games. Method : This research is a cross sectional analytic study with a cross-study design. Subjects were individuals aged 18-33 years who were in the National Eye Center Cicendo Eye Hospital in Bandung who were willing to participate in the study and meet the inclusion criteria and did not meet the exclusion criteria. Measurement of phoria were taken with the prism alternate cover test before and after the activity of playing smartphone games and virtual reality for 30 minutes with a washout between them for 30 minutes. Result : The total number of subjects in this study were 32 people with a mean age of 21 years with a range of 19-32 years. The number of male subjects was 17 people (53.1%) and women were 15 people (46.9%). The most common phoria pattern was exophoria of 20 people (62.5%) followed by orthophoria of 12 people (37.5%). Using the wilcoxon test, a significant difference was found between changes in near phoria (r) after playing smartphone and VR games, where changes in near phoria were greater after playing VR games (p <0.000). Conclusion : The change in near phoria after playing virtual reality games is greater than the change after playing smartphone games on emetropia Keywords : phoria, virtual reality, smartphone v
vi
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, segala puji syukur penulis panjatkan kepada Allah Tuhan yang
maha Esa yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga tesis ini dapat
diselesaikan. Tesis ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat guna memperoleh
gelar dokter spesialis pada Program Pendidikan Dokter Spesialis 1 (PPDS-I) Ilmu
Kesehatan Mata Universitas Pajajaran/Pusat Mata Nasional Rumah Sakit Mata
Cicendo.
Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada seluruh pihak
yang telah membimbing dan membantu penulis dalam menempuh masa pendidikan
dan menyelesaikan tesis ini. Terima kasih penulis sampaikan kepada Prof. Dr. Rina
Iniastuti, M.SIE., selaku Rektor Universitas Padjadjaran Bandung dan Dr. Med.
Setiawan, dr., AIFM selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran
yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk menempuh Program
Pendidikan Dokter Spesialis 1 Ilmu Kesehatan Mata Fakultas Kedokteran
Universitas Padjadjaran.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada dr. Irayanti, Sp.M(K), M.Kes
selaku Direktur Utama Pusat Mata Nasional Rumah Sakit Mata Cicendo, Dr. Feti
Karfiati Memed, dr., Sp.M(K), M.Kes., selaku Direktur Medik dan Keperawatan,
yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk belajar dan bekerja
menggunakan sarana dan prasarana di Rumah Sakit Mata Cicendo.
Terima kasih yang sebesar-besarnya penulis sampaikan kepada Dr. Budiman,
dr., Sp.M(K), M.Kes., selaku Kepala Departemen Ilmu Kesehatan Mata Fakultas
vii
Kedokteran Universitas Padjadjaran, Dr. Irawati Irfani, dr., Sp.M(K), M.Kes.,
sebagai Ketua Program Studi Ilmu Kesehatan Mata Fakultas Kedokteran
Universitas Padjadjaran, dan seluruh staf pengajar Ilmu Kesehatan Mata Fakultas
Kedokteran Universitas Padjadjaran untuk segala ilmu, bimbingan, arahan, saran,
dukungan, dan motivasi yang sangat luar biasa yang diberikan kepada penulis
selama menempuh pendidikan.
Ucapan terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya penulis
sampaikan kepada dr. Ine Renata Musa, Sp.M(K) selaku pembimbing I dan dr.
Syumarti, Sp.M(K), MSc selaku pembimbing II yang telah memberikan waktunya
membimbing, memberikan masukan dan arahan selama penulis menyelesaikan
tesis ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Prof. Arief S Kartasasmita,
dr, Sp.M(K), Mkes, PhD, kepada DR. Karmelita Satari, dr,Sp.M(K) dan dr. Maya
Sari Wahyu Sp.M(K), MKes yang telah memberikan banyak masukan kepada tesis
ini. Ucapan terima kasih kepada seluruh staf pengajar di Departemen Ilmu
Kesehatan Mata yang telah senantiasa membimbing dan menjadi teladan yang baik
bagi penulis selama masa pendidikan. Terima kasih juga kepada seluruh pasien
yang sudah menjadi guru, sumber ilmu dan pengetahuan bagi penulis.
Penulis juga menyampaikan terimakasih kepada Kang Heri RO yang sudah
membantu dalam pengambilan data dan menyediakan waktunya untuk membantu
penelitian penulis. Ucapan terima kasih juga tak lupa penulis ucapkan kepada Ibu
Nurvita Trianasari yang telah membantu penulis dalam pengolahan data penelitian
ini.
viii
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Sri Ambarwati, Ibu
Mumbaryatun, Bapak Ajat Sudrajat, dan Kang Ludfi selaku staf sekretariat dan
pustakawan Ilmu Kesehatan Mata Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran
yang telah banyak membantu penulis selama masa pendidikan. Terima kasih juga
penulis sampaikan kepada seluruh staf dan karyawan Pusat Mata Nasional Rumah
Sakit Mata Cicendo atas segala bantuan dan kerjasama yang terjalin selama masa
ini.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada seluruh rekan-rekan residen atas
kerjasamanya, yang terlibat langsung dan tidak langsung dalam tesis ini, dan juga
kebersamaan yang selama ini dijalani bersama, teristimewa rekan residen Ilmu
Kesehatan Mata Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran, angkatan
September 2015 (Grace, Nurul, Lera, Dita, Mendy). Semoga kita selalu dirahmati
Allah dan silaturahmi terjaga dengan baik.
Penghormatan, rasa sayang, cinta kasih serta terima kasih tak terhingga penulis
tujukan kepada kedua orang tua, Papa Oyong dan Mama Masitah Ridar yang selalu
memberikan dukungan dan doanya setiap hari baik dalam pendidikan dan dalam
kehidupan penulis, dan selalu memberikan rasa sayang dan kepercayaannya kepada
penulis. Rasa sayang juga penulis ucapkan buat suami dr. Muhammad Ary Wibowo
Sutarto dan anak tercinta Muhammad Arsya Zyandra Wibowo, terima kasih sudah
terus bersabar dan memberikan dukungan. Terima kasih penulis buat Abang Panji,
Adik Pandu, Tante Eni dan keluarga besar yang selalu memberikan doa, dukungan
dan menyambut dengan senyuman dan rasa sayang yang besar buat penulis.
Rasa terima kasih tidak akan pernah cukup untuk membalas segala kebaikan
yang diberikan oleh semua pihak yang turut membantu penulis dalam
menyelesaikan pendidikan ini. Semoga Allah membalas kebaikan
Bapak/Ibu/Saudara/Saudari semua. Terima kasih.
Bandung, 13 April 2020
Penulis,
Mega Wulan Purnama Sari
ix
x
DAFTAR ISI JUDUL………………………………………………………………………..……i
LEMBAR PENGESAHAN……………………………………………………….ii
LEMBAR PERNYATAAN………………………………………………………iii
ABSTRAK………………………………………………………………………..iv
ABSTRACT……………………………………………………………………….v
KATA PENGANTAR……………………………………………………………vi
DAFTAR ISI……………………………………………………………………....x
DAFTAR TABEL……………………………………………………….……...xiii
DAFTAR GAMBAR…………………………………………………..………..xiv
DAFTAR LAMPIRAN…………………………………………...……………...xv
BAB I PENDAHULUAN………………………………………………………...1
1.1 Latar Belakang……………………………………………………………..…1
1.2 Rumusan Masalah………………………………………………………….…5
1.3 Tujuan Penelitian……………………………………………………………..5
1.4 Kegunaan Penelitian……………………………………………………….…5
1.4.1 Kegunaan Ilmiah……………………………………………………5
1.4.2 Kegunaan Praktis…………………………………………………...5
BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN
HIPOTESIS……………………………………………………………………....6
2.1 Kajian Pustaka…………………………………………………………………6
2.1.1 Virtual Reality (VR)…………………………………………………6
2.1.2 Stereoskopis………………………………………………………....9
xi
2.1.3 Konflik Akomodasi-Vergensi……………………………………...12
2.1.4 Asthenopia…………………………………………………………14
2.1.5 Heterophoria………………………………………………………..15
2.2 Kerangka Pemikiran………………………………………………………….17
2.3 Hipotesis……………………………………………………………………...19
2.4 Skema Kerangka Pemikiran………………………………………………….20
BAB III SUBJEK DAN METODE PENELITIAN……………………….....21
3.1 Subjek dan Bahan Penelitian…………………………………………………21
3.1.1 Subjek Penelitian…………………………………………………...21
3.1.2 Kriteria Inklusi……………………………………………………..21
3.1.3 Kriteria Eksklusi…………………………………………………...21
3.1.4 Pemilihan Sampel………………………………………………….21
3.1.5 Penentuan Besar Sampel…………………………………………...21
3.1.6 Bahan dan Alat Penelitian………………………………………….23
3.2 Metode Penelitian……………………………………………………………24
3.2.1 Rancangan Penelitian……………………………….……………...24
3.2.2 Identifikasi Variabel………………………………………….….…24
3.2.2.1 Variabel Bebas dan Tergantung………………………….24
3.2.2.2 Definisi Operasional…………………………………..…25
3.2.3 Cara Kerja dan Teknik Pengumpulan Data………………………...26
3.2.4 Rancangan Analisis………………………………………………...27
3.2.5 Tempat dan Waktu Penelitian……………………………………...29
3.3 Aspek Penelitian………………………………………………………….….29
3.4 Alur Penelitian…………………………………………………………….....32
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN………………………33
4.1 Hasil penelitian…………………………………………………………….....33
4.1.1 Karakteristik Subjek Penelitian…………………………………….34
4.1.2 Perbandingan Perubahan Karakteristik Phoria Subjek Penelitian….34
4.1.3 Perbandingan Perubahan Karakteristik Visual Subjek Penelitian…..36
4.2 Pengujian Hipotesis…………………………………...…………...…………37
4.3 Pembahasan…………………………………………………………………..38
BAB V SIMPULAN DAN SARAN………………………………………….....44
5.1 Simpulan……………………………………………………………………..44
5.2 Saran……………………………………………………………………….....44
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………...45
LAMPIRAN……………………………………………………………………..50
RIWAYAT HIDUP……………………………………………………………..62
xii
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1 Karakteristik Subjek Penelitian…………………………………..34
Tabel 4.2 Perbandingan antara Perubahan Karakteristik Pola Phoria dan
Perubahan Besar Deviasi Phoria pada Sebelum dan Setelah Bermain
games smartphone (2D) dan VR (3D)………………………..…..35
Tabel 4.3 Perbandingan antara Perubahan Besar Phoria Dekat (r) pada
Kelompok Smartphone (2D) dan Virtual Reality (3D)……...…....35
Tabel 4.4 Perbandingan antara Perubahan Karakteristik Visual pada Sebelum
dan Setelah Bermain Games Smartphone (2D) dan VR (3D)…...37
xiii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Samsung VR Gear………………………………………....7
Gambar 2.2 Game Smash Hit Smartphone & VR…………………..…..9
Gambar 2.3 Binokular dan Monokular Cues……………………….….10
Gambar 2.4 Penglihatan Normal dan Stereo 3D (Akomodasi dan
Vergensi)…………………………………………………11
Gambar 2.5 Prinsip Binokular 3D………………………………….…12
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Tabel Penelitian…………………………………….……50
Lampiran 2 Lembar Persetujuan Etik………………………….……..51
Lampiran 3 Lembar Informasi………………………………….…….52
Lampiran 4 Lembar Persetujuan Setelah Penjelasan (PSP)…….…….56
Lampiran 5 Analisis Statistik………………………………………....56
Lampiran 6 Dokumentasi Kegiatan…………………………………...61
xv
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Perkembangan teknologi digital yang semakin pesat, tidak hanya dapat kita
temui dalam komunikasi, informasi, edukasi namun juga dalam dunia games.
Setidaknya satu orang dalam 60% populasi rumah tangga di Amerika bermain
games secara teratur, minimal 3 jam selama seminggu, dan setidaknya hampir 65%
dari populasi memiliki satu perangkat untuk bermain video games. Di Asia tenggara
pada tahun 2014, diperkirakan hampir 126 juta orang bermain games dari total
populasi 626 juta. Di tahun yang sama di Indonesia, persentase bermain games
mencapai 13,4% dengan total penghasilan dari dunia games mencapai 181 juta US
dolar. Dari teknologi games dua dimensi (2D) dengan kualitas gambar yang
sederhana, saat ini sudah banyak ditemui games berteknologi tiga dimensi (3D).
Kualitas 3D dirasakan dapat memberikan sensasi yang lebih dalam penggunaannya.
Salah satu keunggulan dalam 3D adalah adanya penglihatan stereoskopis yang
dapat memberikan persepsi kedalaman, sehingga gambar telihat lebih hidup,
menarik dan nyata.1-3
Perkembangan dunia games 3D selain menggunakan perangkat gawai, console,
active-shutter glasses dan joystick, salah satu teknologi terbaru adalah dengan
penggunaan head-mounted virtual reality (HM-VR). eMarketer memperkirakan
sebanyak 42,9 juta orang (13% dari populasi) di AS menggunakan virtual reality
(VR) setidaknya sebulan sekali. Industri games juga mendorong pertumbuhan
penggunaan headset VR. Pasar internasional games VR memperkirakan
2
pendapatan yang diperoleh pada tahun 2020 sebesar 22,9 milyar USD meningkat
dari 3,6 milyar USD pada tahun 2016. Jenis head-mounted virtual reality (HM-
VR) yang cukup banyak digunakan saat ini adalah dengan menggunakan
smartphone dalam penggunaannya (mobile-rendered HMD). Head-mounted
display tipe ini umumnya mudah digunakan, harganya lebih murah, dan kualitas
gambar yang dihasilkan pun cukup memadai.4-6
Penggunaan VR selain dalam dunia games, sudah digunakan dalam dunia medis
dalam pelatihan virtual para ahli bedah untuk operasi yang rumit, terapi fobia
dalam perawatan kesehatan mental, simulasi ruang operasi 3D, dan manajemen
nyeri kronis. Virtual reality digunakan juga dalam terapi EMDR (Eye Movement
Desensitization and Reprocessing) yang memungkinkan untuk membingkai
kembali memori traumatis melalui gerakan mata, pada beberapa bidang manajemen
perawatan seperti terapi kanker, terapi autisme & depresi. Seiring meningkatnya
kebutuhan untuk teknik diagnostik inovatif, terapi gangguan neurologis, dan
peningkatan kesadaran penyakit oleh masyarakat diperkirakan keuntungan yang
diperoleh dari penggunaan VR juga akan meningkat.7-10
Salah satu kelebihan yang ditampilkan dalam penggunaan VR adalah adanya
efek 3D dengan persepsi ruang, sehingga memberikan gambaran lebih hidup, nyata
dan menarik akibat penglihatan stereoskopis yang ditimbulkan. Stereoskopis 3D
adalah bentuk hiburan yang populer dan dengan cepat menjadi industri besar,
namun banyak orang merasa stereoskopis 3D tidak nyaman. Salah satu efek yang
sudah cukup lama diperbincangkan dan keluhan yang dirasakan yang berhubungan
dengan stereoskopik 3D adalah gejala asthenopia. Berdasarkan survei Digital Eye
3
Strain (DES) 2016 yang dilakukan pada lebih dari 10.000 orang dewasa di Amerika
Serikat, melaporkan proporsi gejala kelelahan mata yang ditimbulkan sebesar 65%,
dengan perempuan lebih sering mengalaminya daripada laki-laki (69% vs 60%).
Asthenopia adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan ketegangan dan
atau kelelahan pada mata yang dipicu oleh aktivitas penglihatan. Keluhan ini dapat
disebabkan oleh faktor eksternal dikarenakan reflex mengedip yang berkurang saat
menggunakannya sehingga menimbulkan keluhan mata kering, berair dan merah
dan juga disebabkan faktor internal seperti adanya konfliks akomodasi-
konvergensi, akomodasi yang lama dan berlebih, binocular parallax, adanya
pergerakan kepala (head motion) dan konfliks visual-vestibular yang
mengakibatkan keluhan motion sickness.11-17
Dalam penglihatan normal, vergensi dan jarak fokus akomodasi akan sejajar
satu sama lain. Dalam tampilan stereoskopis 3D, terdapat ketidakseimbangan dari
akomodasi dan vergensi. Jarak akomodasi akan terfiksasi pada tampilan layar,
sedangkan jarak vergensi akan bervariasi tergantung pada jarak yang disimulasikan.
Kelelahan dan ketidaknyamanan visual terjadi ketika mata berusaha menyesuaikan
vergensi dan akomodasi dengan tepat, sehingga terjadi konflik akomodasi-
vergensi. Konflik ini akan menimbulkan beberapa masalah diantaranya terdapat
distorsi persepsi, kesulitan dalam fusi, dan terjadinya phoria akibat vergensi yang
berubah-ubah.18-22
Penelitian yang dilakukan oleh Zhuo ZP menemukan terjadinya perubahan
phoria baik jauh atau dekat (exophoria) setelah menonton televisi (TV) 3D
dibandingkan 2D. Penelitian oleh Karpicka dan Howarth menemukan perubahan
4
pola phoria (lebih exophoria) setelah bermain games komputer 3D dibandingkan
dengan 2D. Begitu juga dengan penelitian yang dilakukan oleh Morse, terjadi
perubahan pola phoria (lebih exophoria) setelah bermain games VR. Perubahan
pola phoria dikaitkan dengan kemampuan konvergensi yang mengalami penurunan.
Pada saat melihat stereoskopis 3D dengan jarak dekat, terlepas dari konflik
akomodasi-vergensi yang ada, mata akan melakukan konvergensi untuk mencapai
fusi binokuler. Kontraksi otot yang terus menerus untuk melakukan konvergensi
akan mengakibatkan kelelahan pada otot-otot ekstraokuler. Penurunan fusi vergensi
dapat menimbulkan gejala kelelahan visual yang bervariasi seperti penglihatan
buram, diplopia dan sakit kepala. Beberapa parameter pengukuran yang dapat
dilakukan dalam mengevaluasi efek fungsi penglihatan pada stereoskopis 3D yaitu
akomodasi, vergensi dan phoria.23-25
Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian
perubahan phoria dekat pada usia dewasa muda setelah bermain games VR 3D
berbasis smartphone dan bermain games smartphone 2D, dan disusunlah tema
sentral penelitian sebagai berikut.
Perkembangan teknologi dapat ditemukan dalam dunia digital untuk informasi, edukasi dan dalam dunia games. Perkembangan dalam dunia games dari kualitas gambar sederhana dengan teknologi 2D, saat ini sudah banyak ditemukan games berteknologi 3D dengan tampilan stereoskopis yang membuat gambar lebih terlihat menarik, hidup dan pengalaman yang berbeda. Salah satu teknologi alat dalam menikmati games 3D adalah dengan menggunakan virtual reality (VR) head-mounted. Bermain games VR berbasis smartphone dengan tampilan 3D dilaporkan lebih menimbulkan kelelahan mata dibandingkan bermain games dengan smartphone saja. Saat melihat gambar 3D terdapat ketidakseimbangan antara akomodasi dan vergensi. Pada tampilan 3D akomodasi akan tetap terfokus pada layar, sedangkan mata akan mempertahankan kemampuan untuk menyatukan gambar (fusi binokuler) dengan merubah vergensi. Perubahan ini akan mengakibatkan penurunan dari fusi binokuler vergensi dan terjadinya phoria. Phoria sendiri merupakan keadaan yang dapat mempercepat terjadinya asthenopia
5
dalam penglihatan binokuler. Penelitian ini dimaksudkan untuk melihat perbandingan terjadinya phoria terhadap individu yang bermain games VR dan smartphone.
1.2 Rumusan Masalah
Apakah perubahan phoria dekat pada individu yang bermain games virtual
reality lebih besar daripada individu yang bermain games smartphone pada
emetropia ?
1.3 Tujuan Penelitian
Membandingkan phoria yang timbul pada individu yang melakukan aktivitas
bermain games virtual reality dan games smartphone.
1.4 Kegunaan Penelitian
1.4.1 Kegunaan Ilmiah
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran perubahan pola phoria
yang timbul pada individu yang melakukan aktivitas bermain games VR
dibandingkan dengan bermain games smartphone. Penelitian ini juga diharapkan
dapat memberikan gambaran mengenai salah satu faktor yang mempengaruhi
terjadinya asthenopia yang berhubungan dengan bermain games VR.
1.4.2 Kegunaan Praktis
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat dijadikan dasar dalam memberikan
edukasi dan informed consent kepada pasien mengenai pengaruh bermain games
VR dan smartphone dalam menyebabkan asthenopia.
6
BAB II
KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS
2.1 Kajian Pustaka
2.1.1 Virtual Reality (VR)
Virtual Reality (VR) merupakan teknologi simulasi komputer yang bersifat
non-invasif yang dapat menghasilkan gambaran imersif dan 3D dalam melihat dan
melakukan sesuatu sehingga merasakan pengalaman seperti berada di dunia nyata.
Teknologi VR yang saat ini sering digunakan dan berkembang pesat dalam dekade
terakhir adalah head-mounted visual displays (HMDs). Perkembangan HMDs dari
hanya menempatkan layar dan lensa kedalam sebuah alat (tethered HMD) hingga
saat ini dapat menggunakan smartphone dalam penggunannya (mobile-rendered
HMD). Head-mounted display VR membuat pengguna merasakan pengalaman 3D
seperti memasuki dunia baru dengan keberadaan fisik di dalam lingkungan tersebut,
dan secara tidak langsung menutup akses terhadap dunia luar.26-8.
Head-mounted display VR menggunakan layar monitor kecil yang ditempatkan
di depan mata dengan tampilan gambar yang sedikit berbeda pada masing-masing
mata. Jarak kedua layar pada HMD VR dari mata sangat dekat (2 cm), meskipun
gambaran yang timbul dan difokuskan akan lebih jauh karena adanya sistem optik
dengan menggunakan lensa dioptri berkekuatan besar seperti lensa fresnel sehingga
titik fokus akan berada lebih jauh dari layar. Pada HMD VR untuk meningkatkan
resolusi gambar maka digunakan panel Liquid Crystal Display (LCD). Penggunaan
HMD yang tertutup dari dunia luar, menghasilkan gambaran panoramik seluas 360
derajat, sehingga pengguna dapat melihat tampilan visual ketika menggerakkan
7
kepala ke semua arah, meskipun lapang pandang sebenarnya (Field of View) hanya
± 100°.13,29-30
Saat ini sudah banyak dapat ditemui tipe dan jenis VR. Beberapa jenis VR dari
harga termurah yang dikembangkan untuk smartphone android seperti google
cardboard seharga 5-20 US dollar samoai dengan Oculus Rift dengan kisaran harga
399 US dollar, Microsoft HoloLens dengan teknologi hologram terbaru, Playstation
VR, HTC’s Vive dan Samsung Gear VR.31-5
Gambar 2.1 Samsung VR Gear Dikutip dari : Shortlist31
Perkembangan teknologi VR membuat teknologi ini banyak dimanfaatkan oleh
berbagai bidang kehidupan seperti arkeologis, medis dan arsitektur. Teknologi VR
dapat membentuk dunia virtual dengan gambaran 3D seperti gambaran bangunan,
pemandangan, kapal selam, kapal luar angkasa, ekskavasi arkeologikal, anatomi
tubuh manusia, rekonstruksi tempat kejadian perkara (crime scene) dan sistem tata
surya. Penggunaan VR dalam dunia games sendiri juga mengalami peningkatan
dalam dekade terakhir ini.36-9
Tampilan stereoskopis 3D yang ditawarkan VR membuat gambar terlihat lebih
menarik, namun kelelahan visual yang ditimbulkan setelah penggunaannya cukup
banyak dilaporkan. Pada penelitian yang dilakukan Mon-William dkk melaporkan
8
beberapa gejala kelelahan visual pada penggunaan HMD, seperti sakit kepala, mata
lelah, mual, penurunan tajam penglihatan binokuler, stress binokuler dan terjadinya
perubahan phoria dan peningkatan near point of convergence (NPC). Kelelahan
visual yang terjadi tidak saja dikaitkan dengan kualitas gambar, jarak kerja yang
dekat terhadap layar, juga kebutuhan antara akomodasi dan vergensi yang
meningkat dalam penggunaaan HMD.17,40
Salah satu aktivitas yang dapat dilakukan dalam menggunakan VR adalah
aktivitas bermain games. Tampilan games dengan stereoskopis 3D dirasakan
memberikan sensasi yang lebih dan menarik dalam penggunannya. Beberapa
pilihan games yang dapat ditemukan dalam penggunaan VR seperti games aksi
(action), petualangan (adventure), olahraga (sport), balapan (racing), berlari
(endless runner) dan arcade game. Salah satu jenis game yang cukup sering
dimainkan adalah game arcade Smash Hit. Game Smash Hit awalnya
dikembangkan pada smartphone dan saat ini dapat dimainkan dengan
menggunakan head mounted VR. Pada game Smash Hit di smartphone, pemain
mengetuk layar (tap) untuk melepaskan bola ke udara di depan mereka. Tujuannya
untuk menghancurkan kristal yang berada di depan sehingga pecah berkeping-
keping. Pemain memulai dengan bola metalik dan diharuskan mengenai piramida
dan objek polyhedral untuk mendapatkan bola lebih banyak untuk menghancurkan
objek lainnya. Jika pemain tidak mengenai target, maka bola akan berkurang. Game
ini akan berhenti jika pemain tidak memiliki bola untuk ditembakkan lagi. Pada
game Smash Hit di VR, konsep yang dimiliki sama, hanya saja pemain akan
mengerakkan kepala untuk mengarahkan tembakan ke target dan menekan
9
touchpad yang ada untuk menembak. Pada kedua versi games ini, pemain akan
bermain sebagai perspektif orang pertama (first person shooter). Game Smash Hit
baik versi smartphone maupun VR memiliki fitur yang sama.41-2
Gambar 2.2 Games Smash Hit Smartphone & VR Dikutip dari : Oculus42
2.1.2 Stereoskopis
Pada saat kita melihat sekitar dengan kedua mata, akan terbentuk persepsi dunia
tiga dimensi (3D) akibat adanya persepsi kedalaman, sehingga kita bisa
memperkirakan jarak suatu benda, kedalamannya, dan jaraknya dengan benda lain.
Gambaran yang ada ini nantinya akan ditangkap oleh permukaan retina dan
diproyeksikan kembali di korteks visual okulomotor. Fusi binokuler yang baik
tercapai ketika terdapat kerjasama dari intraretina dan ekstraretina (kemampuan
fiksasi dan kemampuan fungsi ekstraokuler).17
Pada saat melihat, kedua mata akan menangkap gambaran yang berbeda karena
adanya jarak antara kedua mata. Gambar yang berbeda yang ditangkap oleh retina
disebut sebagai perbedaan binokuler (binocular disparity) dan dapat memberikan
persepsi kedalaman suatu objek. Pada penglihatan monokular normal untuk
membentuk persepsi kedalaman, objek yang berada lebih dekat atau lebih jauh dari
10
titik fokus akan terlihat buram pada retina. Semakin jauh dari titik fokus akan
semakin meningkat keburamannya.17,39
Gambar 2.3 Binokular dan Monokular Cues Dikutip dari : Blackmore39
Perbedaan gambar horizontal diperlukan dalam persepsi kedalaman. Pada saat
kita memfiksasikan suatu objek, mata akan bergerak bersamaan dengan arah yang
berlawanan sehingga gambar yang diterima tepat berada di titik korespondensi
retina. Mata akan menyatukan perbedaan yang ada untuk membentuk suatu fusi
binokuler. Fusi yang efisien hanya mungkin terjadi di wilayah kecil yang disebut
daerah fusi panum, dekat dengan horopter, di mana sistem visual melihat satu objek
tunggal. Horopter adalah ruang di udara dimana semua gambar akan menstimulasi
titik-titik korespondensi pada retina pada kedua mata (zero retinal disparity).
Disparitas retina yang berlebihan sangat sulit untuk menyatu pada bagian perifer
bidang visual.15,17
11
Titik-titik yang berada di depan dan belakang horopter memiliki perbedaan
binokuler yang tidak nol. Sebuah objek yang berada lebih dekat (di depan) dari titik
fiksasi, maka akan terjadi crossed disparity, sedangkan bila berada lebih jauh (di
belakang) maka akan menghasilkan uncrossed disparities. Meningkatnya masalah
perbedaan disparitas semakin besar dengan meningkatnya jarak antara objek dan
titik fiksasi.15
Gambar 2.4 Penglihatan Normal dan Stereo 3D (Akomodasi dan Vergensi) Dikutip dari : Shibata15
Pada tampilan steresokopis 3D akibat adanya disparitas binokuler, dua gambar
yang berbeda pada kedua mata akan mewujudkan tampilan gambar tiga dimensi
yang berbeda bisa didepan (crossed) atau di belakang (uncrossed) dari layar
tergantung dari tampilan yang diinginkan. Perbedaan disparitas yang besar maka
akan terbentuk tampilan gambar terletak di depan layar, sedangkan bila terjadi
disparitas yang tumpang tindih (overlapped), maka akan terlihat di belakang layar.
Hal ini yang dapat menimbulkan kelelahan visual akibat adanya tampilan crossed
12
dan uncrossed dalam membentuk tampilan 3D. Mata akan berusaha melakukan
vergensi yang berbeda-beda sesuai tampilan 3D yang diinginkan dengan akomodasi
yang tetap terfokus pada layar. Selain hal diatas, beberapa hal yang dapat
menimbulkan kelelahan visual saat penggunaan VR seperti lapang pandang (field
of view) yang lebih kecil dari lapang pandang normal, kemampuan pixel grafis dari
tampilan 3D yang kita lihat, latensi gambar dan binocular parallax.15,17,43
Gambar 2.5 Prinsip Binokular 3D Dikutip dari : PADI43
2.1.3 Konflik Akomodasi-vergensi
Vergensi merupakan pergerakan kedua mata dengan arah berlawanan saling
mendekat untuk melihat objek dekat (konvergensi) atau saling menjauh untuk
melihat objek jauh (divergen). Proses ini diperlukan untuk meletakkan bayangan
benda tepat di area yang sama pada kedua retina, sehingga terbentuk fusi binokuler.
Pada waktu yang sama, mata juga akan memfokuskan benda yang ada melalui
proses akomodasi sehingga didapatkan gambaran yang nyata dan satu (single
13
binocular vision). Akomodasi adalah kemampuan mata untuk merubah kekuatan
refraksi lensa agar dapat fokus melihat obyek pada berbagai jarak secara otomatis.
Kedua proses ini saling berhubungan. Gangguan pada vergensi akan menimbulkan
keluhan penglihatan ganda sedangkan bila terdapat gangguan pada akomodasi,
maka timbul keluhan buram. Fusi binokuler didapat dengan menyatukan perbedaan
gambar pada kedua mata baik horizontal, vertikal atau torsional melalui aktifitas
vergensi. Disfungsi vergensi dapat meliputi kelainan motorik seperti konvergen
insufisiensi, heterophoria dan kemampuan vergensi yang buruk. Individu dengan
kelainan visual binokular akan mengalami keluhan dengan penggunaan aktifitas
mata secara terus menerus.14,15,22
Pada penglihatan normal, terdapat keseimbangan antara akomodasi dan vergensi
dengan jarak yang sama. Seseorang akan melakukan vergensi binokuler saat
melihat suatu objek, dan memfokuskan bayangan pada retina. Secara spesifik,
perubahan akomodasi akan mengakibatkan perubahan pada vergensi
(accommodative-vergence) dan sebaliknya perubahan pada vergensi
mengakibatkan perubahan pada akomodasi (vergence-accommodation).13,15,22
Pada saat bermain games menggunakan smartphone ataupun VR pada jarak
dekat, diperlukan akomodasi dan vergensi yang baik dan terus menerus.
Perbedaannya saat bermain games smartphone dua dimensi, tidak terjadi konflik
antara akomodasi dan vergensi. Otot siliar dan otot ekstraokuler akan berkontraksi
secara menetap sehingga aktivitas antara otot ekstraokuler dan otot siliar tetap
seimbang. Saat bermain games dua dimensi aktifitas otot ekstraokuler lebih ringan
dibandingkan tiga dimensi. Konflik akomodasi-vergensi merupakan masalah yang
14
sering terjadi pada penggunaan HMD dan tampilan layar stereoskopis umumnya.
Pada penglihatan stereoskopis 3D jarak fokus terfiksasi pada jarak mata ke layar,
sedangkan jarak vergensi bervariasi bergantung dari gambar terhadap layar.
Konflik ini memaksa otak untuk beradaptasi terhadap perbedaan yang ada,
sehingga waktu fusi binokuler meningkat, sedangkan akurasinya berkurang.
Kemampuan vergensi yang terus meningkat, membuat kelelahan pada otot
ekstraokuler. Hal ini memicu terjadinya kelelahan visual (asthenopia) khususnya
pada penggunaan dalam jangka lama. Efek samping kelelahan visual masih terus
dirasakan oleh sebagian orang bahkan setelah penghentian penggunaannya.44-6
2.1.4 Asthenopia
Asthenopia dapat didefinisikan sebagai gangguan penglihatan visual yang
disebabkan oleh kelelahan mata akibat aktifitas penglihatan secara terus menerus.
Beberapa gejala non spesifik yang dirasakan seperti mata lelah, rasa tidak nyaman,
rasa terbakar, iritasi, nyeri, sakit kepala dan gejala spesifik seperti penglihatan
buram, penglihatan ganda, gatal, berair dan mata kering. Pada beberapa penelitian
yang dilakukan oleh Lawson, Cobb, Nichol dan Stanney melaporkan bahwa 5%
dari penggguna imersif VR melaporkan beberapa gejala ketidaknyamanan yang
membuat pengguna berhenti menggunakannya, 5% lainnya tidak melaporkan
gejala apapun, sedangkan sisanya (70%-90%) mengeluhkan gejala ringan dalam
penggunaannya.47-9,50
Beberapa kemungkinan penyebab ketidaknyamanan visual saat melihat
tampilan stereoskopis 3D, diantaranya disebabkan oleh ketidaknyamanan kacamata
15
3D yang digunakan untuk memisahkan gambar kedua mata, ketidaksejajaran
(misalignment) gambar, orientasi kepala yang tidak tepat, konflik akomodasi-
vergensi, kilatan cahaya (flicker) atau artefak gerak, dan konflik visual-vestibular.
Konflik akomodasi-vergensi merupakan salah satu penyebab terbesar timbulnya
asthenopia pada HMD dan cukup banyak diperbincangkan. Titik fokus akomodasi
selalu tetap pada layar sedangkan vergensi akan menyesuaikan di depan atau
belakang titik fokus. Ketidakseimbangan ini mengakibatkan penurunan dari
kemampuan vergensi akibat aktivitas otot ekstraokuler secara terus menerus dan
dalam waktu yang lama. Kemampuan vergensi yang menurun akan mengakibatkan
mata tidak mampu mempertahankan fusi binokuler dan timbul gejala heterophoria.
Heterophoria sendiri diduga merupakan faktor resiko terjadinya asthenopia pada
pengguna stereoskopis 3D.15,17,47,51,52
2.1.5 Heterophoria
Orthophoria adalah keadaan mata dengan kedudukan yang baik. Pada
kenyataanya keadaan orthophoria lebih jarang ditemukan pada populasi.
Heterophoria dalam deviasi kecil lebih seing ditemukan (70-80% populasi).
Heterophoria atau dapat disingkat dengan phoria merupakan keadaan deviasi laten.
Heterophoria umunya bersifat normal, tanpa gejala dan tidak membutuhkan
pengobatan. George T Steven (1886) memperkenalkan istilah heterophoria dan
mendefinisikan sebagai suatu abnormalitas pengaturan otot-otot mata. Pada
heterophoria, kemampuan binokuler biasanya terjaga dengan mempertahankan
keseimbangan otot mata. Perbedaan heterophoria dengan strabismus adalah
16
kemampuan untuk menjaga penglihatan binokuler. Heterophoria terjadi ketika fusi
binokuler diganggu, sedangkan strabismus keadaannya menetap. Heterophoria
dapat dibedakan menjadi orthoporia, esophoria dan exophoria.14,53
Mata akan berada dalam keadaan “istirahat” ketika tidak terdapatnya rangsangan
visual. Hal ini dapat terjadi ketika berada dalam keadaan gelap total, dimana tidak
terdapatnya rangsangan visual dan kedua mata berada dalam keadaan relaksasi
posisi tonik. Saat mata melakukan fiksasi pada suatu target dan mata sebelahnya
dilakukan oklusi, mata yang dioklusi akan berelaksasi pada posisi istirahat.
Keadaan deviasi yang terjadi dapat berupa esophoria atau eksophoria. Variasi
terjadi akibat perbedaan anatomi otot ekstraokuler, kelainan refraksi, peningkatan
usia dan atau fungsi fusi yang lemah. Deviasi laten kecil dapat ditemukan pada
penglihatan visual yang normal tanpa ada gangguan yang terjadi pada fusi motorik
yang disebut dengan heterophoria terkompensasi (compensated heterophoria).
Individu akan memiliki penglihatan binokuler tunggal (binocular single vision).
Heterophoria terdekompensasi (decompensated heterophoria) akan timbul jika fusi
motorik tidak adekuat yang dapat menimbulkan gejala visual dan timbulnya deviasi
manifes.52,53
Fusi binokuler didapat dengan menyatukan perbedaan gambar pada kedua mata
baik horizontal, vertikal atau torsional akibat kemampuan vergensi mata. Fusi
konvergen (fusional convergence) menghilangkan perbedaan bitemporal retina dan
mengontrol exophoria. Fusi divergen (fusional divergence) menghilangkan
perbedaan binasal retina dan mengontrol esophoria. Fusi binokuler yang baik akan
mempertahankan fungsi sensorik dan motorik.48,51
17
Asthenopia yang terjadi pada pengguna VR HMD dapat disebabkan atau
diinduksi kelainan penglihatan seperti heterophoria, insufisiensi vergensi, atau
disfungsi akomodasi. Penurunan fungsi vergensi juga dapat terjadi akibat konflik
akomodasi-vergensi pada penggunaan VR, sehingga mengakibatkan terjadinya
phoria akibat mata tidak mampu mempertahankan kemampuan fusi akibat
kelelahan otot ekstraokuler. Pada penelitian yang dilakukan Watten dengan
mengamati para pekerja yang bekerja di depan komputer setiap harinya didapatkan
penurunan kemampuan vergensi di sore hari dan terjadinya exophoria.14,17,54-6.
Heterophoria dapat diukur dengan berbagai metode pengukuran, dengan
menggunakan prisma dan alternate cover test, dengan memecah fusi binokuler dan
menentukan pola phoria dan kemudian dengan menggunakan prisma diukur besar
deviasi yang ada, menggunakan phoropter dengan metoda von graefe, penggunaan
amblyoscope (synoptophore), modified thorington tes, penggunaan maddox rod dan
maddox wing.13,53,57-9,60-1
2.2 Kerangka Pemikiran
Perbedaan mendasar dalam bermain games VR dan games smartphone adalah
adanya gambaran 3D yang ditampilkan oleh VR, sehingga gambar terlihat lebih
hidup dan menarik. Penglihatan 3D merupakan penglihatan stereoskopis yang
membutuhkan kerjasama dari fusi binokular, kemampuan akomodasi dan vergensi
seseorang yang baik. Akomodasi adalah kemampuan mata untuk merubah kekuatan
refraksi lensa agar dapat fokus melihat obyek pada berbagai jarak secara otomatis.
Vergensi adalah kemampuan mata untuk menyatukan perbedaan gambar horizontal
18
yang ada sehingga terbentuk suatu fusi binokuler. Bermain games VR dan
smartphone dalam waktu berkepanjangan dalam jarak dekat membutuhkan
akomodasi dan vergensi yang terus menerus. Peningkatan kebutuhan vergensi dan
adanya kebutuhan akomodasi yang berkepanjangan menjadi dasar terjadinya
kelelahan visual atau asthenopia.
Pada penglihatan normal, terdapat keseimbangan antara akomodasi dan vergensi
dengan jarak yang sama. Pada proses penglihatan tiga dimensi melalui sebuah layar
menyebabkan terjadinya ketidakseimbangan antara akomodasi dan vergensi. Jarak
titik fokus selalu tetap pada sebuah layar VR sedangkan jarak vergensi bervariasi
tergantung letak bayangan benda. Hal ini membuat aktifitas vergensi dirasa lebih
berat dibandingkan dengan akomodasi.
Peningkatan kebutuhan aktivitas vergensi pada otot ekstraokuler secara terus
menerus dan dalam waktu yang lama dapat menurunkan kemampuan otot
ekstraokuler. Kemampuan otot yang menurun mengakibatkan terjadinya phoria
akibat ketidakmampuan mempertahankan fusi binokuler. Keadaan phoria sendiri
pada populasi normal merupakan salah satu faktor yang dapat memicu terjadinya
asthenopia lebih besar dalam penglihatan stereoskopis 3D.
Berdasarkan kajian pustaka dan kerangka pemikiran di atas, maka disusunlah
premis sebagai berikut :
Premis 1 : Kebutuhan antara akomodasi dan vergensi meningkat dalam
penggunaaan VR dan smartphone. Bermain games pada VR dan smartphone dalam
jarak dekat membutuhkan kemampuan vergensi yang terus menerus dan
berkepanjangan.17,26-8,42
19
Premis 2 : Peningkatan kebutuhan aktivitas vergensi pada otot ekstraokuler secara
terus menerus dan dalam waktu yang lama dapat menurunkan kemampuan otot
ekstraokuler.15,17,46,50,51
Premis 3 : Kemampuan otot yang menurun mengakibatkan terjadinya phoria akibat
ketidakmampuan mempertahankan fusi binokuler.15,17,46,50,51
Premis 4 : Pada penglihatan stereoskopis 3D pada VR jarak fokus terfiksasi pada
jarak mata ke layar, sedangkan jarak vergensi bervariasi bergantung dari gambar
terhadap 1ayar. Ketidakseimbangan ini mengakibatkan timbulnya konflik
akomodasi-vergensi.43-5
Premis 5 : Pada penglihatan 2D dengan smartphone, terdapat keseimbangan antara
akomodasi dan vergensi dengan jarak yang sama.13,15,22
Premis 6 : Konflik akomodasi-vergensi memicu timbulnya phoria lebih besar akibat
kebutuhan vergensi yang meningkat. Keadaan phoria sendiri pada populasi normal
dapat memicu terjadinya kelelahan visual lebih besar dalam penglihatan
stereoskopis 3D.14,17,53-5
2.3 Hipotesis
Perubahan phoria dekat bermain games menggunakan virtual reality lebih besar
dibandingkan pada games smartphone pada emetropia.
20
2.4 Skema Kerangka Pemikiran
Konflik akomodasi-vergensi pada VR 3D
Tidak ada konflik akomodasi-vergensi pada
smartphone 2D
Vergensi terus-menerus dan berkepanjangan
Perubahan phoria
Bermain games pada emetrop (games VR dan smartphone)
Kemampuan vergensi menurun
Perubahan phoria lebih besar
Perubahan phoria lebih kecil
21
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Subyek dan Bahan Penelitian
3.1.1 Subyek Penelitian
Populasi target adalah individu berusia 18 - 33 tahun yang memenuhi kriteria
inklusi, tidak termasuk kriteria eksklusi, yang bersedia mengikuti penelitian dengan
mengisi lembar persetujuan penelitian (informed consent) dan terjangkau berada di
lingkungan Rumah Sakit Mata Cicendo Bandung.
3.1.2 Kriteria Inklusi
1. Subjek berusia antara 18 sampai 33 tahun
2. Posisi bola mata orthotropia saat melihat dekat dan jauh
3. Gerakan bola mata baik ke segala arah
4. Tajam penglihatan masing-masing mata 1.0 tanpa koreksi untuk penglihatan jauh
dan 1M/N8 untuk penglihatan dekat.
6. Stereoakuiti dekat dengan TNO < 60 derajat busur
7. Tidak memiliki riwayat operasi katarak
3.1.3 Kriteria Eksklusi
1. Terdapat kelainan okular yang dapat mengganggu media refraksi seperti sikatriks
kornea, katarak.
2. Memiliki myasthenia gravis.
22
3. Riwayat menggunakan obat-obatan yang dapat mempengaruhi proses akomodasi
seperti penggunaan obat tetes siklopegik.
3.1.4 Pemilihan Sampel
Pemilihan sampel dilakukan secara purposive sampling terhadap individu yang
telah memenuhi kriteria inklusi serta bersedia mengikuti penelitian sampai
terpenuhi jumlah sampel.
3.1.5 Penentuan Besar Sampel
Ukuran sampel minimal berdasarkan tujuan penelitian ini ditentukan dengan
menggunakan rumus besar sampel untuk menguji perbedaan dua rata-rata data
berpasangan yaitu :
𝑛 = 𝑆%(𝑍𝛼 + 𝑍*)%
𝑑% Dengan :
n = ukuran sampel per kelompok
S = standar deviasi gabungan
Zα = nilai deviasi Z dari tabel distribusi normal standar untuk taraf
signifikansi yang dipilih
Zβ = nilai deviasi Z dari tabel distribusi normal standar untuk power test
yang dipilih
d = besarnya perbedaan rata-rata yang secara klinis bermakna
23
Pada penelitian ini dipilih taraf signifikansi α = 5% hipotesis satu arah maka (Zα
= 1,64); 1-β = 95% (Zβ = 1,64). Besarnya S ditentukan berdasarkan rumus Deming
rule, S = 0,24 x rentang = 1,2; dan besarnya d ditentukan 1.
Berdasarkan perhitungan di atas, maka diperlukan ukuran sampel untuk masing-
masing kelompok sebanyak 15,49 ≈ 16 pasien.
Menurut Gay dan Diehl (1992): sampel haruslah sebesar-besarnya. Pendapat ini
mengasumsikan bahwa semakin banyak sampel yang diambil maka akan semakin
representatif dan hasilnya dapat digeneralisasi. Ukuran sampelnya tergantung jenis
penelitiannya:
1. Penelitiannya deskriptif, maka sampel minimumnya = 10% dari populasi
2. Penelitian korelasional, sampel minimumnya 30 unit
3. Penelitian kausal perbandingan, sampelnya sebanyak 30 unit per grup
4. Penelitian eksperimental, sampel minimumnya adalah 15 unit per grup
Maka berdasarkan pendapat Gay n Diehl (1992) maka sampel penelitian ini
minimal adalah 15 orang perkelompok .
Berdasarkan rumus diatas maka jumlah sampel minimal yang diambil pada
penelitian ini sebanyak 16 subjek penelitian, maka total sampel yang diperlukan
sebesar 32 sampel.
3.1.6 Bahan dan Alat Penelitian
Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Auto chart projector
2. Kartu baca dekat
24
3. Stereoakuiti TNO
4. Lampu celah biomikroskop
5. Senter
6. Penggaris
7. Funduskopi direk
8. Stopwatch
9. Occluder
10. Prisma Bar/Loose
11. Televisi
12. Virtual Reality (VR) Samsung Gear 2
13. Smartphone Samsung
14. Chromecast
3.2 Metode Penelitian
3.2.1 Rancangan Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian analitik cross-sectional dengan rancangan
studi silang (crossover-design).
3.2.2 Identifikasi Variabel
3.2.2.1 Variabel Bebas dan Tergantung
Variabel bebas penelitian ini adalah aktivitas bermain games dengan
menggunakan VR dan smartphone. Variabel tergantungnya adalah perubahan
phoria akibat penurunan kemampuan vergensi.
25
3.2.2.2 Definisi Operasional
Definisi operasional yang digunakan pada penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Phoria didefinisikan sebagai keadaan deviasi laten yang dinilai dengan
memecah fusi binokuler dengan melakukan prism alternate cover test
sebelum dilakukan perlakuan dan dinilai kembali setelah bermain games
VR atau smartphone yang diukur sebagai besaran prisma dioptri (PD).
2. Virtual Reality (VR) merupakan teknologi realitas virtual simulasi
komputer yang bersifat non-invasif yang dapat menghasilkan gambaran
imersif dan 3D dalam melihat dan melakukan sesuatu sehingga merasakan
pengalaman seperti berada di dunia nyata. Head-mounted display (HMD)
adalah alat yang digunakan di kepala dalam penggunaan VR yang memiliki
layar optik kecil yang diletakkan didepan mata.
3. Smartphone merupakan telepon pintar yang memiliki kemampuan seperti
komputer, alat teknologi komunikasi portable dengan tampilan 2D dengan
menggunakan layar datar dengan fungsi untuk komunikasi, edukasi,
entertainment dan bermain games.
4. Emetropia didefenisikan sebagai tajam penglihatan 1.0 pada penglihatan
jauh dengan status refraksi mata sferis ± 0,50 D pada pengukuran
autorefraktometer pada pupil tanpa siklopegik.
26
3.2.3 Cara Kerja dan Teknik Pengumpulan Data
Setelah mendapatkan persetujuan, subjek penelitian dilakukan pengumpulan
data demografis dan dianamnesa mengenai riwayat penyakit mata, riwayat
pengobatan dan penggunaan kacamata. Pemeriksaan status refraktif dilakukan
dengan menggunakan autorefraktor dengan kondisi tanpa siklopegik. Pemeriksaan
refraksi secara subjektif dilakukan dengan mengukur tajam penglihatan jauh
menggunakan snellen chart dengan tajam penglihatan 1,0. Pemeriksaan baca dekat
mencapai 1M/N8. Pemeriksaan stereoakuiti dengan menggunakan TNO dengan
hasil ≤ 60 derajat busur. Pemeriksaan segmen anterior mata dengan menggunakan
lampu celah biomikroskop dan segmen posterior dengan funduskopi direk.
Subjek penelitian kemudian duduk beristirahat selama 5 menit. Pemeriksaan
dilanjutkan dengan melakukan alternate cover test pada jarak 33 cm dan 6 M oleh
refraksionis terlatih. Posisi bola mata akan dinilai berdasarkan gambaran deviasi
yang diperoleh. Pengukuran besar deviasi dilakukan dengan meletakkan prisma bar
di depan mata, base in atau base out sehingga diperoleh keadaan konstan, tanpa ada
gerakan pada mata (deviasi laten), sebagai besaran prisma dioptri (PD).
Selanjutnya dilakukan randomisasi dengan menarik undian (simple random
sampling) untuk menentukan jenis kelompok subjek penelitian. Kelompok A
adalah subjek penelitian yang bermain games smartphone dilanjutkan dengan
bermain games virtual reality, sedangkan kelompok B adalah subjek penelitian
yang bermain games virtual reality dilanjutkan dengan bermain games smartphone.
Selanjutnya subjek penelitian bermain games selama 30 menit. Jenis games
adalah permainan melemparkan bola (arcade first person shooter) dengan
27
menggunakan VR dan smartphone. Bermain games VR dilakukan selama 30 menit
terus menerus dengan tampilan tiga dimensi dengan menggunakan alat head-
mounted VR yang akan ditampilkan pada televisi dengan menggunakan alat
chromecast untuk memastikan subjek benar memainkan games yang ada. Jarak
waktu antara dua permainan adalah minimal 30 menit untuk mengembalikan
kemampuan vergensi. Bermain games smartphone dilakukan selama 30 menit terus
menerus dengan tampilan dua dimensi dengan menggunakan smartphone. Setelah
bermain games segera dilakukan pengukuran phoria kembali dengan menggunakan
prism alternate cover test. Segera didefinisikan sebagai waktu yang dibutuhkan
untuk persiapan yang diperlukan untuk memeriksa pola phoria setelah bermain
games, maksimal 15 detik.
3.2.4 Rancangan Analisis
Sebelum dilakukan analisis data dilakukan pemeriksaan kelengkapan dan
keakuratan data, ditabulasi diberi kode dan dimasukkan kedalam komputer.
Data yang sudah terkumpul diolah secara komputerisasi untuk mengubah data
menjadi informasi. Adapun langkah-langkah dalam pengolahan data dimulai dari :
1. Editing, yaitu memeriksa kebenaran data yang diperlukan.
2. Coding, yaitu mengubah data berbentuk kalimat atau huruf menjadi data
angka atau bilangan.
3. Data entry, yaitu memasukkan data, yakni hasil pemeriksaan dan
pengukuran subjek penelitian yang telah di-coding dan dimasukkan ke
dalam program komputer.
28
4. Cleaning, yaitu apabila semua data telah selesai dimasukkan, maka perlu
dicek kembali untuk melihat kemungkinan-kemungkinan adanya kesalahan
kode, ketidaklengkapan dan sebagainya, kemudian dilakukan koreksi.
Analisis data selanjutnya bertujuan untuk mendiskripsikan variabel-variabel
dependen dan independen sehingga dapat membantu analisis selanjutnya secara
lebih mendalam. Selain itu, analisis secara deskriptif ini juga digunakan untuk
mengetahui karakteristik subyek penelitian yang menjadi sampel penelitian.
Analisis data untuk melihat gambaran proporsi masing-masing variabel yang
akan disajikan secara deskriptif dapat diuraikan menjadi analisis deskriptif dan uji
hipotesis. Data yang berskala numerik dipresentasikan dengan rerata dan standar
deviasi, median, nilai maksimal, dan nilai minimal. Kemudian untuk data
karakteristik sampel berupa data kategorik disajikan dalam tabel distribusi
frekuensi. Data dicatat dalam formulir penelitian, kemudian dilakukan edit,
verifikasi, coding, dan data entry, selanjutnya dilakukan analisis data. Analisis
statistik sesuai tujuan penelitian dan hipotesis penelitian. Data disajikan dalam
bentuk persentase (%) untuk variabel kategorik dan rata-rata ± standar deviasi (SD)
untuk variabel kontinyu. Analisis statistik untuk data numerik, sebelum dilakukan
uji statistika data numerik tersebut dinilai dengan uji normalitas dengan
menggunakan Shapiro Wilks test karena data yang ada kurang dari 50, dimana uji
ini digunakan untuk menguji apakah data berdistribusi normal atau tidak normal.
Kemudian untuk membandingkan variabel numerik antara sebelum dan sesudah
perlakuan dengan menggunakan uji t berpasangan apabila data berdistribusi normal
dan alternatif uji Wilcoxon apabila data tidak berdistribusi normal. Sedangkan
29
analisis statistik untuk data kategorik diuji dengan uji Mc Nemar test. Kemaknaan
hasil uji statistik ditentukan berdasarkan nilai p<0,05. Data yang diperoleh dicatat
dalam formulir khusus kemudian diolah dengan program SPSS versi 24.0
forWindows.
3.2.5 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian mengenai perbandingan perubahan phoria antara bermain games
virtual reality dan smartphone pada emetropia sudah dilakukan di Pusat Mata
Nasional Rumah Sakit Mata Cicendo, Bandung pada bulan Februari- Maret 2020.
Penelitian dilakukan setelah mendapatkan persetujuan dari bagian Ilmu Kesehatan
Mata dan Komite Etik Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran.
3.3 Aspek Penelitian
Setiap subjek penelitian diberikan penjelasan mengenai prosedur pemeriksaan,
kegunaan penelitian, risiko, dan ketidaknyamanan yang dapat diakibatkan dari
pemeriksaan yang cukup melelahkan. Individu yang telah mengerti dan telah setuju
untuk dilakukan prosedur pemeriksaan dimasukkan ke dalam subjek penelitian.
Subjek penelitian meluangkan waktu ± 1,5 jam yang akan menimbulkan rasa
tidak nyaman. Bermain games dalam jangka waktu lama akan menimbulkan rasa
pusing, terasa kering, penglihatan buram dan melihat ganda dan juga menyebabkan
mata lebih lelah. Sehubungan dengan itu, maka subjek penelitian diberi informed
consent dan disediakan tempat menunggu yang nyaman serta pemberian konsumsi
atau dana kompensasi. Jika terjadi komplikasi pada penelitian ini maka akan segera
30
dicatat dan dilaporkan kepada komite etik dalam waktu kurang dari 24 jam. Jika
terjadi keluhan saat bermain games, maka subjek penelitian diberhentikan aktivitas
bermain games dan diistirahatkan. Jika terjadi komplikasi saat penelitian ini, maka
semua biaya pemeriksaan akan ditanggung oleh peneliti.
Keuntungan pemeriksaan ini bagi subjek penelitian adalah subjek penelitian
dapat mengetahui tajam penglihatannya dan bila terdapat gangguan tajam
penglihatan dapat dilakukan koreksi sehingga fungsi tajam penglihatannya dapat
maksimal. Subjek penelitian akan diperiksa kondisi mata secara meyeluruh, bila
ditemukan kelainan refraksi maka akan diberikan resep kacamata dan bila terdapat
kelainan lain pada mata maka akan dikonsulkan kepada unit terkait.
Penelitian ini berpedoman pada tiga prinsip dasar dengan memperhatikan hal-
hal sebagai berikut :
1. Prinsip menghormati harkat dan martabat manusia (respect for person)
a. Subjek penelitian mempunyai hak untuk bertanya dan berkonsultasi mengenai
hal-hal yang berkaitan dengan penelitian secara jelas.
b. Keikutsertaan di dalam penelitian dilakukan secara sukarela dan sadar. Subjek
penelitian dapat mempergunakan haknya untuk menghentikan keikutsertaan
di dalam penelitian tanpa paksaan.
2. Prinsip bermanfaat dan tidak merugikan (beneficience and non maleficience)
a. Penelitian yang dilakukan diharapkan dapat memberikan informasi
mengenai perubahan phoria akibat bermain games VR dibanding
smartphone sehingga dapat memberikan informasi dan edukasi dalam
penggunaannya.
31
b. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pemahaman dan pengetahuan
mengenai pengaruh bermain games VR terhadap kesehatan mata.
c. Subjek akan memperoleh arahan untuk melakukan pemeriksaan lebih lanjut
bagi yang mengeluhkan gangguan penglihatan maupun yang tidak memiliki
kacamata sehingga diharapkan dapat menanggulangi kelanan refraksi yang
diderita.
3. Prinsip keadilan (justice)
Semua subjek penelitian akan mendapat perlakuan yang sama dengan pasien
lainnya. Seluruh prosedur pemeriksaan dilakukan dengan sebenar-benarnya dan
merupakan tanggung jawab peneliti dengan supervisi dokter spesialis mata
konsultan. Seluruh data subjek penelitian dan hasil pemeriksaan dijamin
kerahasiaannya oleh peneliti.
32
3.4 Alur Penelitian
Pemeriksaan oftalmologis
Kriteria inklusi
Kriteria eksklusi
Informed consent
Istirahat 5 menit
Pemeriksaan phoria (prism alternate cover test)
Randomisasi
Bermain games VR 30 menit
Bermain games smartphone 30 menit
Subjek penelitian
Grup A Grup B
Pemeriksaan phoria (prism alternate cover test)
Bermain games smartphone 30 menit
Bermain games VR 30 menit
Pemeriksaan phoria (prism alternate cover test)
Washout 30 menit
33
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Penelitian mengenai perbandingan perubahan phoria antara bermain games
virtual reality dan smartphone pada emetropia, telah dilakukan terhadap 32 subjek
pada Februari – Maret 2020 di Pusat Mata Nasional Rumah Sakit Mata Cicendo.
Subjek penelitian berasal dari individu yang berada di lingkungan Pusat Mata
Nasional Rumah Sakit Mata Cicendo Bandung yang bersedia mengikuti penelitian
dan memenuhi kriteria inklusi serta tidak memenuhi kriteria eksklusi. Ukuran
sampel telah memenuhi ukuran sampel minimal
Semua subjek dilakukan pencatatan data karakteristik jenis kelamin, usia, pola
phoria dan pengukuran perubahan phoria oleh seorang refraksionis terlatih dengan
menggunakan prism alternate cover test, sebelum dan sesudah bermain games
virtual reality dan smartphone.
4.1 Hasil Penelitian
Hasil penelitian yang akan disajikan meliputi karakteristik subjek penelitian,
perubahan karakteristik phoria, hasil analisis perbandingan perubahan phoria dekat
dan perubahan karakteristik visual setelah bermain games virtual reality dan
smartphone pada emetropia.
34
4.1.1 Karakteristik Subjek Penelitian
Tabel 4.1 menunjukkan karakteristik subjek penelitian yang terdiri dari jenis
kelamin, usia dan pola phoria. Sebagian besar subjek penelitian pada penelitian ini
adalah laki-laki sebanyak 17 orang (53,1%) dan perempuan sebanyak 15 orang
(46,9%). Hasil rerata usia subjek penelitian adalah 23,16±3,819 tahun dengan
rentang 19-32 tahun. Pola phoria yang paling banyak ditemukan adalah exophoria
20 orang (62,5%) diikuti dengan orthophoria 12 orang (37,5%).
Tabel 4.1 Karakteristik Subjek Penelitian Variabel N=32
Usia Mean±Std 23,16±3,819 Median 21,00 Range (min-max) 19,00-32,00 Jenis Kelamin Laki-laki 17(53,1%) Perempuan 15(46,9%) Pola Phoria Exophoria Orthophoria
20(62,5%) 12(37,5%)
Keterangan : Untuk data kategorik disajikan dengan jumlah/frekuensi dan persentase sedangkan data numerik disajikan dengan rerata, median, standar deviasi dan range
4.1.2 Perbandingan Perubahan Karakteristik Phoria Subjek Penelitian
Tabel 4.2 dan 4.3 menunjukkan karakteristik perubahan pola phoria, perubahan
besar deviasi phoria dan perbandingan perubahan besar phoria sebelum dan setelah
bermain games virtual reality dan smartphone. Untuk analisis data numerik diuji
dengan menggunakan uji Wilcoxon karena data tidak berdistribusi normal dan
analisis untuk data kategorik untuk variabel pola menggunakan uji McNemar. Nilai
kemaknaan berdasarkan nilai p<0,05.
35
Tabel 4.2 Perbandingan Antara Perubahan Karakteristik Pola Phoria dan
Perubahan Besar Deviasi Phoria pada Sebelum dan Setelah Bermain Games
Smartphone (2D) dan Virtual Reality (3D).
Karakteristik
Pre Post 2D Post 3D Nilai p
N=32 N=32 N=32
Pre-Post 2D
Pre-Post 3D
Post 2D-Post 3D
Pola Phoria 0,031* 0,002* 0,125 Exophoria 20(62,5%) 26(81,3%) 30(93,8%) Orthophoria 12(37,5%) 6(18,8%) 2(6,3%) Phoria Dekat (PD) Mean±Std
2,56±2,793
3,19±2,989
5,34±3,288
0,002*
0,000*
0,000*
Keterangan : PD (prisma dioptri) Tanda* menunjukkan nilai p<0,05 artinya signifkan atau bermakna secara statistik. Untuk data kategorik disajikan dengan jumlah/frekuensi dan persentase sedangkan data numerik disajikan dengan rerata, median, standar deviasi dan range.
Pada tabel diatas terlihat pola phoria rata-rata mengalami perubahan kearah
lebih exophoria baik pada kelompok setelah bermain games smartphone ataupun
setelah bermain games virtual reality. Pada perbandingan perubahan besar deviasi
phoria dekat sebelum dan sesudah bermain games smartphone dan sebelum dan
sesudah bermain games VR terdapat hasil yang signifikan terdapat perubahan besar
deviasi dengan nilai p<0,002 dan p<0,000.
Tabel 4.3 Perbandingan Antara Perubahan Besar Phoria Dekat (r) Pada
Kelompok Smartphone (2D) dan Virtual Reality (3D)
r Phoria Dekat (PD)
Kelompok Nilai p Smartphone (2D) VR (3D)
N=32 N=32 Mean±Std 0,75±0,950 2,78±1,453 0,000**
Keterangan : PD (prisma dioptri); untuk data numerik nilai p diuji dengan uji uji Wilcoxon Tanda* menunjukkan nilai p<0,05 artinya signifkan atau bermakna secara statistik
Pada kelompok smartphone (2D), untuk rata-rata (r) perubahan phoria
sebelum dan sesudah bermain games smartphone didapatkan rata-rata phoria dekat
36
adalah 0,75±0,950. Pada kelompok virtual reality (3D), untuk rata-rata (r)
perubahan phoria dekat sebelum dan sesudah bermain games virtual reality adalah
2,78±1,453. Perbandingan kedua kelompok tersebut didapatkan hasil yang
bermakna dengan nilai p< 0,000.
4.1.3 Perbandingan Perubahan Karakteristik Visual Subjek Penelitian
Pada tabel 4.4 dilakukan pengukuran tambahan karakteristik visual sebelum dan
sesudah bermain games smartphone dan VR yang berhubungan dengan
kemampuan akomodasi dan vergensi.
Hasil uji statistik pada perbandingan kelompok penelitian sebelum dan sesudah
bermain games smartphone (2D), diperoleh informasi nilai p <0,005 atau bermakna
secara statistik pada penurunan kemampuan fusi divergen dekat dan jauh,
penurunan kemampuan fusi konvergen dekat dan jauh, peningkatan near point of
accomodation dan near point of convergence dan penurunan amplitudo
akomodasi. Hasil uji statistik pada perbandingan kelompok penelitian sebelum dan
setelah bermain games virtual reality (3D) diperoleh informasi nilai p<0,005 atau
bermakna secara statistik pada peningkatan phoria jarak jauh, penurunan
kemampuan fusi divergen jauh, penurunan kemampuan fusi konvergen dekat dan
jauh, peningkatan near point of accomodation dan penurunan amplitudo
akomodasi. Perbandingan perubahan antara dua kelompok tersebut, tidak
ditemukan perbedaan yang bermakna diantara perubahan karakteristik visual yang
ada.
37
Tabel 4.4 Perbandingan Antara Perubahan Karakteristik Visual Pada
Sebelum dan Setelah Bermain Game Smartphone (2D) dan VR (3D).
Karakteristik
Pre Post 2D Post 3D Nilai P
(Mean±Std) N=32
(Mean±Std) N=32
(Mean±Std) N=32
Pre-Post 2D
Pre-Post 3D
Post 2D-Post 3D
Phoria Jauh (PD) 0,31±1,030 0,50±1,437 0,56±1,366 0,180 0,046* 0,705 Fusi Divergen Dekat (PD)
11,91±2,644 10,69±2,764 10,94±2,951 0,018* 0,113 0,557
Fusi Divergen Jauh (PD)
8,50±1,344 7,81±1,713 7,75±1,741 0,008* 0,014* 0,808
Fusi Konvergen Dekat (PD)
21,09±5,642 19,06±5,741 18,63±6,030 0,005* 0,007* 0,492
Fusi Konvergen Jauh (PD)
16,44±5,180 13,97±5,498 13,84±5,513 0,001* 0,004* 1,000
Near Point of Accomodation (cm)
10,19±1,635 10,81±2,086 11,13±1,897 0,014* 0,001* 0,256
Near Point of Convergence (cm)
10,25±1,666 10,88±2,324 11,00±2,436 0,035* 0,069 0,593
Amplitudo Akomodasi (D)
10,00±1,571 9,49±1,814 9,13±1,746 0,017* 0,001* 0,085
TNO ("of arc) 60,00 61,88±10,607 61,88±10,607 0,317 0,317 1,000 Keterangan : PD(prisma dioptri); cm (centimeter); D (dioptri); TNO (The Netherland Observation). Tanda* menunjukkan nilai p<0,05 artinya signifkan atau bermakna secara statistik.
4.2 Pengujian Hipotesis
Hipotesis yang diajukan pada penelitian ini adalah perubahan phoria dekat
bermain games menggunakan virtual reality lebih besar dibandingkan pada games
smartphone pada pasien emetropia.
Analisis yang telah dilakukan menunjukkan perbedaan hasil antara kelompok
setelah bermain games 3D virtual reality lebih besar dibandingkan setelah bermain
games smartphone pada phoria dekat dimana diperoleh nilai p 0,000 (p<0,05).
Berdasarkan uraian diatas, maka hipotesis penelitian diterima.
38
4.3 Pembahasan
Penelitian ini diikuti oleh 32 orang emetropia yang dilaksanakan di lingkungan
Rumah Sakit Mata Cicendo Bandung. Jumlah sampel bedasarkan jenis kelamin
menunjukkan laki-laki lebih banyak dibandingkan wanita, yaitu 53% berjenis
kelamin laki-laki dan 47% berjenis kelamin wanita. Hasil rerata usia subjek
penelitian adalah 23,15 tahun dengan rentang 19-32 tahun. Berdasarkan data
statistik di Amerika pada tahun 2019, rentang usia pemain game milenial berusia
antara 18-34 tahun dengan jumlah persentase laki-laki lebih banyak 54%
dibandingkan wanita 46%. Jumlah sampel emetropia lebih banyak berjenis kelamin
laki-laki juga sesuai dengan data penelitian yang dilakukan oleh Midelfart dkk,
yaitu 54,6% pada 51,8% kelompok emetropia usia dewasa muda (20-25 tahun)
adalah laki-laki. Pola phoria yang paling banyak ditemukan adalah exophoria yaitu
62,5% diikuti dengan orthoporia 37,5%. Prevalensi heterophoria terbanyak pada
dewasa muda yang dilaporkan oleh Chen dkk adalah 69% merupakan exophoria,
begitu juga yang dilaporkan oleh Razavi ME dkk, 51,4% adalah exophoria.2,62-4
Perubahan pola phoria pada penelitian ini ditemukan lebih exophoria, baik
menggunakan smartphone ataupun VR. Pada hasil penelitian yang dilakukan oleh
Zhuo ketika membandingkan phoria setelah menonton TV 3D terjadi perubahan
pola phoria kearah exophoria. Begitu juga penelitian yang dilakukan oleh Karpicka
dan Howarth terjadi perubahan pola phoria kearah exophoria setelah bermain game
komputer 3D. Pada penelitian yang dilakukan oleh Park dkk terjadi perubahan
phoria kearah exophoria setelah bermain smartphone selama 20 menit. Perubahan
phoria lebih kearah exophoria diakibatkan karena penurunan kemampuan
39
konvergensi. Pada saat kita melihat dekat, baik menggunakan smartphone ataupun
VR, terjadi trias penglihatan dekat yaitu akomodasi, konvergensi dan miosis.
Kebutuhan konvergensi yang terus menerus mengakibatkan kelelahan pada otot-
otot ekstraokuler dan terjadi exophoria.22-5,65
Perubahan phoria dekat terjadi baik setelah penggunaan smartphone ataupun VR
(p<0,002 dan p<0,000). Jenis permainan yang dimainkan pada penelitian ini
memiliki fitur yang sama baik pada smartphone ataupun VR. Jenis permainan yang
dimainkan adalah melempar bola dengan perspektif orang pertama, dimana objek
yang dilihat merupakan gambar yang bergerak. Mata akan berusaha untuk
mempertahankan fusi binokuler meskipun objek yang dilihat berpindah pindah,
sehingga otot ekstraokuler bekerja lebih berat. Respon terhadap objek yang
bergerak ini menyebabkan perubahan phoria baik pada games smartphone ataupun
VR.41,42,65,66
Pada perbandingan hasil perubahan phoria dekat (r) antara smartphone dan
VR, perubahan phoria lebih besar terjadi pada penggunaan VR (p<0,000)
dibandingkan smartphone. Pada saat melihat stereoskopis 3D dengan jarak dekat,
akibat terjadinya ketidakseimbangan antara kebutuhan akomodasi dan vergensi
(konflik akomodasi-vergensi), dimana akomodasi akan terfokus pada satu titik
fokus sedangkan kemampuan vergensi akan bervariasi tergantung dari jarak yang
distimulasikan, di depan atau di belakang layar sehingga kebutuhan vergensi dirasa
lebih berat. Kebutuhan vergensi yang lebih menimbulkan kelelahan pada otot
ekstraokuler sehingga kemampuan konvergensi untuk mempertahankan fusi
binokuler berkurang, sehingga phoria terjadi lebih lebih besar. Akomodasi akan
40
tetap sedangkan kemampuan vergensi menurun, sehingga terjadi nilai konvergensi
yang rendah. Sedangkan pada smartphone 2D tidak terjadi konflik akomodasi-
vergensi. Konflik akomodasi-vergensi mengakibatkan terjadinya perbedaan
kebutuhan yang berubah dari hubungan akomodasi-vergensi (cross-link) yang
disebabkan adanya pergerakan yang cepat dalam persepsi ruang dan persepsi
kedalaman sehingga timbul kelelahan visual dalam jarak dekat.17,18,22-4,65,66
Pada penelitian ini juga melihat perubahan karakteristik visual lainnya yang
berhubungan dengan kemampuan akomodasi dan vergensi seperti phoria jauh,
kemampuan fusi divergen dan konvergen, near point of accomodation dan near
point of convergence, amplitudo akomodasi dan stereopsis. Pada kemampuan
fungsi vergensi hasil uji statistik pada perbandingan kelompok penelitian sebelum
dan sesudah bermain games smartphone (2D), diperoleh informasi nilai p <0,005
atau bermakna secara statistik pada penurunan kemampuan fusi divergen dekat dan
jauh, penurunan kemampuan fusi konvergen dekat dan jauh, sedangkan pada
perbandingan kelompok penelitian sebelum dan setelah bermain games virtual
reality (3D) diperoleh informasi nilai p <0,005 atau bermakna secara statistik
hanya pada penurunan kemampuan fusi divergen jauh, penurunan kemampuan fusi
konvergen dekat dan jauh. Pada saat melihat gambaran stereoskopis 3D,
kemampuan konvergensi memang memiliki beban yang lebih dalam
penggunaannya, disamping kebutuhan untuk penglihatan dekat, sehingga terjadi
penurunan fusi konvergen dekat, tidak pada fusi divergen dekat.23,66
Pada penelitian yang dilakukan oleh Wajuihian terdapat hubungan terbalik yang
signifikan antara phoria dekat dengan fusi konvergen. Fusi konvergen akan
41
menurun jika terjadi perubahan phoria yang besar. Pada penelitian ini dilakukan
pengukuran tambahan karakteristik visual kemampuan fusi konvergen dan
divergen. Pada hasil penelitian terjadi penurunan fusi konvergen, baik fusi
konvergen dekat ataupun jauh setelah bermain games smartphone ataupun VR,
selain terjadi perubahan phoria. Fusi konvergen (fusional convergence)
menghilangkan perbedaan bitemporal retina dan mengontrol exophoria. Fusi
konvergen menurun akibat kemampuan konvergensi yang mengalami penurunan
akibat kelelahan otot ekstraokuler.50,51,67
Pada penelitian oleh Mon-William dkk selain terjadi perubahan phoria, terjadi
peningkatan near point of convergence setelah penggunaan head-mounted display.
Pada penelitian yang dilakukan oleh Wee dkk setelah menonton animasi 3D setelah
30 menit terjadi peningkatan dari near point of accomodation dan near point of
convergence akibat konflik akomodasi-vergensi dan penglihatan dekat secara terus
menerus yang mengakibatkan penurunan dari kemampuan akomodasi dan
konvergensi. Pada penelitian ini terjadi peningkatan yang bemakna dari titik dekat
akomodasi dan titik dekat konvergensi setelah bermain games smartphone disertai
penurunan amplitudo akomodasi akibat perubahan dari titik dekat akomodasi,
sedangkan setelah bermain games VR tidak terjadi perubahan titik dekat
konvergensi, hanya terjadi perubahan titik dekat akomodasi disertai penurunan
amplitudo akomodasi. Pada penelitian yang dilakukan oleh Chang dkk
menunjukkan bahwa near point of accomodation dan phoria dekat adalah
karakteristik fungsi visual yang paling terpengaruh setelah menonton animasi 3D.
Near point of accomodation mewakili kemampuan akomodasi binokuler dan phoria
42
dekat mewakili aktivitas otot ekstraokular, hal ini menunjukkan bahwa otot siliar
dan otot ekstraokular menanggung beban dari animasi 3-D secara bersamaan.
Fenomena ini juga terjadi pada penglihatan dekat, dimana kebutuhan akomodasi
dan vergensi lebih meningkat. Akomodasi dan vergensi saling berhubungan dimana
jika terjadi perubahan akomodasi akan mengakibatkan perubahan pada vergensi
(accommodative-vergence) yang dinilai dengan AC/A ratio dan sebaliknya
perubahan pada vergensi mengakibatkan perubahan pada akomodasi (vergence-
accommodation) yang dinilai dengan CA/C ratio. Pada penelitian ini terjadi
perubahan dari kemampuan akomodasi baik setelah bermain games smartphone
ataupun VR, namun korelasi apakah penurunan kemampuan akomodasi
mempengaruhi kemampuan vergensi tidak dianalisa lebih lanjut. Stereopsis adalah
indikator status sensorik. Kemampuan fusi binokuler diperoleh dengan
menggabungkan status motorik dan status sensorik. Pada penggunaan smartphone
dan virtual reality tidak ditemukan perubahan stereopsis secara bermakna setelah
penggunaan selama 30 menit, meskipun kemampuan vergensi menurun. Fungsi
sensorik untuk menilai kemampuan fusi binokuler masih dapat dipertahahankan
meskipun terdapat deviasi dalam jumlah kecil ± 10 PD karena adanya lengkung
horopter pada area panum penglihatan. Pada penelitian ini meskipun terjadi
peningkatan besar deviasi phoria pada masing-masing kelompok, namun besar
deviasi masih dibawah ± 10 PD, pada kelompok smartphone 3.19±2.989 PD dan
kelompok virtual reality 5.34±3.288 PD sehingga kemampuan status sensorik fusi
binokuler masih terjaga baik dan tidak terjadi perubahan stereopsis yang
bermakna.15,17,40,66,68,69
43
Kelelahan visual dalam penggunaan virtual reality, terlepas dari konflik
akomodasi-vergensi yang ada, dapat disebabkan oleh faktor-faktor lainnya. Pada
tampilan gambar 3D diperlukan disparitas binokuler gambar yang berbeda-beda
pada kedua layar sehingga gambaran 3D yang ditampilkan dapat terlihat di depan
atau di belakang layar. Semakin banyak tampilan 3D yang diciptakan semakin besar
kemampuan vergensi yang dibutuhkan, sehingga kelelahan visual lebih besar. Hal
ini dipengaruhi oleh jenis games, kecepatan games (frame per second), pixel
gambar, latensi gambar atau tampilan yang dimainkan, apakah memang
menampilkan tampilan 3D lebih banyak dan cepat. Efek lapang pandang juga
mempengaruhi dalam kenyamanan penggunaan VR. Lapang pandang virtual
reality untuk menampilkan efek imersif masih terbatas pada ± 100°, lebih kecil dari
lapang pandang normal, diperlukan juga kemampuan sensor gerakan, gyrometer
dan accelerometer yang baik dari alat virtual reality untuk membuat kenyamanan
dalam penggunaannya.13,14,30,43
Salah satu keterbatasan pada penelitian ini adalah tidak dilakukannya
pengukuran AC/A ratio ataupun CA/C ratio. Akomodasi dan vergensi saling
berhubungan akibat adanya cross-link di antara keduanya.
44
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan
Perubahan phoria dekat setelah bermain games virtual reality lebih besar
dibandingkan setelah bermain games smartphone pada emetropia.
5.2 Saran
• Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk melihat perubahan AC/A ratio
dan CA/C ratio dalam penggunaan virtual reality untuk bermain games.
45
DAFTAR PUSTAKA
1. Roettl J, Terlutter R. The same video game in 2D, 3D or virtual reality – How does technology impact game evaluation and brand placements?. PLoS ONE. 2018;13(7): e0200724. Tersedia pada https:// doi.org/10.1371/journal.pone.0200724
2. Entertainment Software Association. Essential Facts: About the computer and video game industry. 2016. Tersedia pada: http:// essentialfacts.theesa.com/Essential-Facts-2016.pdf
3. Casual Games Association. Southeast Asia Games Market. The World’s Fastest Growing Region : Casual Games Sector Report 2015. 2015. Tersedia pada: https://issuu. com/casualconnect/docs/southeastasia-report-2015
4. Petrock, V. eMarketer. Virtual and Augmented Reality Users 2019. 2019. Tersedia pada https://www.emarketer.com/content/virtual-and-augmented-reality-users-2019
5. Entertainment Software Assotiation. Essential Facts About the Computer and Video Game Industry. 2017. Tersedia pada http://www.theesa.com/wp-content/uploads/ 2017/09/EF2017
6. Statista. Global VR gaming market size 2020. 2018. Tersedia pada https://www.statista.com/statistics/499714/global-virtual-reality-gaming-sales-revenue/
7. Pantelidis P, Chorti A, Papagiouvanni I, et al. Virtual and Augmented Reality in Medical Education, Medical and Surgical Education - Past, Present and Future. IntechOpen. 2017 Des 20. DOI: 10.5772/intechopen.71963. Tersedia pada https://www.intechopen.com/books/medical-and-surgical-education-past-present-and-future/virtual-and-augmented-reality-in-medical-education
8. Tashjian VC, Mosadeghi S, Howard AR et al. Virtual Reality for Management of Pain in Hospitalized Patients: Results of a Controlled Trial. JMIR Ment Health. 2017 Des 20;4(1):e9. Tersedia pada https://mental.jmir.org/2017/1/e9/
9. Pensieri C, Pennacchini, M. Overview: Virtual Reality in Medicine. JVWR. 2014;7. 10.1007/978-3-319-22041-3_14.
10. Kamińska D, Slawomir W, Krzysztof S, et al. EMDR in Virtual Reality. 2019; 10.13140/RG.2.2.26495.25760.
11. Chu P, Chien Y. The Effectiveness of Using Stereoscopic 3D for Proportion Estimation in Product Design Education. 2017. DOI:10.12973/ejmste/78183
12. Read JC, Bohr I. User experience while viewing stereoscopic 3D television. Ergonomics. 2014;57(8):1140-1153
13. Turnbull PR, Phillips JR. Ocular effects of virtual reality headset wear in young adults. Scientific Reports. 2017;7:16172. DOI 10.1038/s41598-017-16320-6.
46
14. Sheppard AL, Wolffsohn JS. Digital eye strain: prevalence, measurement and amelioration. BMJ Open Ophthalmology. 2018;3:e000146. DOI :10.1136/ bmjophth-2018-000146
15. Shibataa T, Joohwan K , Hoffman DM et al. Visual discomfort with stereo displays: Effects of viewing distance and direction of vergence-accommodation conflict. SPIE-IS&T. 2011;7863 78630P-1
16. Zhang L, Zhang Y, Zhang J et al. Visual fatigue and discomfort after stereoscopic display viewing. Acta Ophthalmol. 2013;91:149-53.
17. Lambooij M, IJsselsteijn W, Fortuin M et al. Visual Discomfort and Visual Fatigue of Stereoscopic Displays: A Review. J Imaging Sci Technol. 2009 Mei-Jun;53(3): 030201–030201-14.
18. Torii M, Okada Y, Ukai K et al. Dynamic measurement of accommodative responses while viewing stereoscopic images. J Mod Opt. 2008;55(4-5):557-67
19. Yuan J, Mansouri B, Pettey JH et al. The Visual Effects Associated with Head-Mounted Displays. Int J Ophthalmol Clin Res. 2018;5(2):085. DOI: 10.23937/2378-346X/1410085
20. Hoffman DM, Girshick AR, Akeley K et al. Vergence–accommodation conflicts hinder visual performance and cause visual fatigue. J. Vis. 2008;8:33. https://doi. org/10.1167/8.3.33.
21. Shiomi T, Uemoto K, Kojima T et al. Simultaneous measurement of lens accommodation and convergence in natural and artificial 3D vision. J Soc Inf Disp. 2013;21:120-28.
22. Elias ZM, Batumalai UM, Azmi ANH. Virtual reality games on accommodation and convergence. Applied ergonomics. 2019 Jun 14;81102879.
23. Zhuo ZP, Bi H, Yu XP et al. Effects of persistent viewing of 3D TV on human visual function. Guoji Yanke Zazhi(Int Eye Sci). 2017;17(4):610-614
24. Karpicka E, Howarth PA. Heterophoria adaptation during the viewing of 3D stereoscopic stimuli. Ophthalmic Physiol Opt. 2013 Sep;33(5):604-10. doi. 10.1111/opo.12081.
25. Morse SE, Jiang BC. Oculomotor function after virtual reality use differentiates symptomatic from asymptomatic individuals. Optom Vis Sci. 1999 Sep;76(9):637-42
26. Digi-Capital. Augmented/Virtual Reality to hit $150 billion disrupting mobile by 2020. 2015. Tersedia pada: http://www.digi-capital.com/news/2015/04/augmentedvirtual- reality-to-hit-150-billion-disrupting-mobile-by-2020/#.VtQgEObDHE4
27. Mandal S. Brief Introduction of Virtual Reality & its Challenges. IJSTER. 2013 Apr;4(4)
28. Szoldra P. I’ve never felt emotions like this in a video game—until I tried VR. 2016. Tersedia pada: http://www.techinsider.io/virtual-reality-is-2016-2
47
29. Bradshaw T. Virtual reality: four ways it could change your world. 2016. Tersedia pada: http://www.ft.com/cms/s/0/0f7d7ecc-db47-11e5-a72f-1e7744c66818.html
30. Costello PJ. Health and Safety Issues associated with Virtual Reality - A Review of Current Literature. JISC Advisory Group on Computer Graphics Technical Report Series. 1997 Jul 23;37:177-99.
31. Short List. Everything you need to know about the Virtual Reality revolution . 2015. Tersedia pada: https://www.shortlist.com/tech/gaming/everything-you-need-to-know-about- virtual-reality/6011
32. Google. Google Cardboard. 2018. Tersedia pada: https://vr.google.com/ cardboard/
33. Microsoft. Microsoft HoloLens. 2018. Tersedia pada: https://www. microsoft.com/en-us/hololens
34. Collins K. Sony’s Project Morpheus is now officially called “PlayStation VR” [Internet]. 2015. Tersedia pada: http://www.wired.co.uk/article/sony-project-morpheus-now-playstation- vr
35. Vive. Vive | Discover Virtual Reality Beyond Imagination. 2018. Tersedia pada: https://www.vive.com/de/
36. Giraldi GA, Silva R, Oliveira JC. Introduction to virtual reality. In National laboratory for scientific computation. 2003. Tersedia pada https://www.lncc.br/~jauvane/papers/RelatorioTecnicoLNCC-0603.pdf
37. Meidelfi1 D, Mooduto HA, Setiawan D. Visualisasi 3D Gedung dengan Konsep Virtual Reality Berbasis Android: Studi Kasus. Invotek Jurnal Inovasi Vokasional dan Teknologi. 2018;18(1).
38. Bahar YN. Aplikasi Teknologi Virtual Reality Bagi Pelestarian Bangunan Arsitektur. Jurnal Desain Konstruksi. 2014;13(2)
39. Blackmore L. Autonomous precision landing of space rockets. 2016;46. 15-20.
40. Mon-Williams M, Pascal E. Virtual Reality Displays, Implications for Optometrists. Optometry Today. 1995 Jan 30: 30-33
41. Pallavicini F, Pepe A, Minissi ME. Gaming in Virtual Reality : What changes in terms of usability, emotional response and sense of presence compared to Non-immersive Video Games?. SAGE. 2019;50(2), 136-159. Tersedia pada https://doi.org/10.1177/1046878119831420
42. Oculus. Gear VR game [Internet]. 2019. Tersedia pada https://www.oculus.com/experiences/gear-vr
43. PADI corporation. 3D Production. 3D Mechanism, Mechanism of 3 Dimentional Image System. 2000. Tersedia pada http://www.padi-corp.co.jp/eng/3D/mechanism.html
44. Koulieris GA, Bui B, Banks MS et al. Accommodation and Comfort in Head-Mounted Displays. ACM Trans Graph. 2017 Jul;36(4):11.
45. Padmanaban N, Konrad R, Stramer T et al. Optimizing virtual reality for all users through gaze-contingent and adaptive focus displays. PNAS. 2017 Feb 28;114(9):2183–88. Tersedia pada
48
https://www.pnas.org/content/suppl/2017/02/08/1617251114.DCSupplemental
46. Kramida G. Resolving the vergence-accommodation conflict in head- mounted displays. IEEE Trans Vis Comput Graph. 2016;22(7):1912–31
47. Sheedy JE, Hayes JN, Engle J et al. Is all asthenopia the same?. Optom Vis Sci. 2003;80(11):732-39
48. Lawson BD, Graeber DA, Mead AM et al. Signs and symptoms of human syndromes associated with synthetic experience. In KM Stanney (Ed), Handbook of virtual environments: Design, implementation, and applications. 2002:589-618.
49. Nichols S, Patel H. Health and safety implications of virtual reality: a review of empirical evidence. Applied Ergonomics. 2002 Mei;33(3):251-71.
50. Stanney KM, Kennedy RS. Simulation Sickness. In DA Vincenzi, JA Wise, M Mouloua and PA Hancock (Eds), Human Factors in Simulation and Training. Boca Raton: CRC Press. 2009.
51. Blehm C, Vishnu S, Khattak A et al. Computer Vision Syndrome: A Review. Survey of Ophthalmology. 2005;50;253–62.
52. Kooi FL, Toet A. Visual comfort of binocular and 3D displays. Displays. 2004;25:99-108.
53. American academy of ophthalmology. Basic and clinical science course section 6. Pediatric ophthalmology and strabismus. Ed 2014-2015. San fransisco. 2014. Hal 15,73.
54. Sheedy JE, Saladin JJ. Association of symptoms with measures of oculomotor deficiencies. Optom Vis Sci. 1978;55:670–6.
55. Cohen Y, Segal O, Barkana Y et al. Correlation between asthenopic symptoms and different measurements of convergence and reading comprehension and saccadic fixation eye movements. Optometry. 2010 Jan;81(1):28–34.
56. Watten RG, Lie I, Birketvedt O. The influence of long-term visual near-work on accommodation and vergence: a field study. J Hum Ergol. 1994;23:27–39.
57. Sreenivasan V, Irving EL, Bobier WR. Effect of heterophoria type and myopia on accommodative and vergence responses during sustained near activity in children. Vision research. 2012;57:9-17.
58. Mestre C, Otero C, D ́ıaz-Douto ́n F et al. An automated and objective cover test to measure heterophoria. PLoS ONE. 2018;13(11): e0206674
59. Cantó-Cerdán M, Cacho-Martínez P, García-Mun ̃oz A. Measuring the heterophoria: Agreement between two methods in non-presbyopic and presbyopic patients. J Optom. 2018;11:153-59.
60. Anderson HA, Manny RE, Cotter SA et al. Effect of Examiner Experience and Technique on the Alternate Cover Test. Optom Vis Sci. 2010 Mar; 87(3): 168–75
61. Sanker N, Prabhnu A, Ray A. A comparison of near-dissociated heterophoria tests in free space. Clin Exp Optom. 2012;95:638-42.
49
62. Midelfart A, Kinge B, Midelfart S et al. Prevalence of refractive errors in young middle-aged adults in Norway. Acta Ophthalmol. Scand. 2002: 80: 501–5. 10.1034/j.1600-0420.2002.800508.
63. Chen AH, Aziz A. Heterophoria in Young Adults With Emmetropia and Myopia. The Malaysian journal of medical sciences : MJMS. 2003. 10. 90-4.
64. Razavi ME, Poor SSH, Daneshyar A. Normative Values for the Fusional Amplitudes and the Prevalence of Heterophoria in Adults Khatam-Al-Anbia Eye Hospital - 2009. Iranian Journal of Ophthalmology. 2010;22(3):41-46.
65. Park KJ, Lee WJ, Lee NG et al. Changes in Near Lateral Phoria and Near Point of Convergence After Viewing Smartphones. Journal of Korean Ophthalmic Optics Society. 2012. 17;2:171-76.
66. Chang YS, Hsueh YH, Tung KC et al. Characteristics of Visual Fatigue Under the Effect of 3D Animation. Technol Health Care. 2015;24 Suppl 1:S231-5. doi: 10.3233/THC-151079.
67. Wajuihian S. Prevalence of heterophoria and its association with near fusional vergence ranges and refractive errors. African Vision and Eye Health. 2018.77. 10.4102/aveh.v77i1.420.
68. Wee SW, Moon NJ & Lee WK et al. Ophthalmological factors influencing visual asthenopia as a result of viewing 3D displays. The British journal of ophthalmology. 5 Sept 2012. 96. 1391-4. 10.1136/bjophthalmol-2012-301690.
69. Jaiswal S, Asper L, Long J et al. Ocular and visual discomfort associated with smartphones, tablets and computers: what we do and do not know. Clin Exp Optom. 2019 Sep;102(5):463-477. doi: 10.1111/cxo.12851.
50
Lampiran 1
DATA TABEL PENELITIAN
No : JK : Usia : 2D/3D :
Pre Post 3D Post 2D
Pola phoria Phoria Dekat Phoria Jauh Fusi Divergen (N) (rBI) Fusi Divergen (D) (rBI) Fusi Konvergen (N) (rBO) Fusi Konvergen (D) (rBO) NPA (cm) NPC (cm) AA (D) Stereopsis (TNO) (“of arc)
51
Lampiran 2
52
Lampiran 3
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS PADJADJARAN
KOMISI ETIK PENELITIAN RESEARCH ETHICS COMMITTEE
Jl. Prof. Eijkman No. 38 Bandung 40161 Telp. & Fax. 022-2038697, website: kep.unpad.ac.id, email-sekretariat: [email protected]
email-sistem: [email protected] atau [email protected]
Rev-10102018
INFORMASI
PerbandinganPerubahanPhoriaAntaraBermainGamesVirtualRealityDanSmartphonePadaEmetropia
SayaadalahResidenyangberasaldariDepartemenIlmuKesehatanMataFakultasKedokteranUniversitas
Padjadjaran/RumahSakitMataCicendoyangsedangmelakukanpenelitianuntukmengetahuiperubahan
pergeserankedudukanmata(phoria)yangterjadisebagaisalahsaturesikotimbulnyakelelahanmatapada
penggunaan Head Mounted Virtual Reality dibandingkan dengan smartphone untuk bermain games
mengundang Anda untuk berpartisipasi dalam penelitian ini, keikutsertaan Anda dalam penelitian ini
bersifatsukarela,jadiAndadapatmemutuskanuntukberpartisipasiatausebaliknya.
TujuanPenelitian:
Untukmembandingkanphoria(pergeserankedudukanmata)yangtimbulpadaindividusetelahmelakukan
aktivitasbermaingamesVRdangamesmartphone
MengapaSubjekterpilih:
KriteriaInklusi:
Andamerupakanindividuberusiaantara18sampai33tahundenganposisikedudukanbolamatanormal,
dan gerakan bola mata baik ke segala arah. Anda juga memiliki tajam penglihatan normal tanpa
penggunaan kacamata baik untuk penglihatan jauh maupun dekat dan tidak memiliki riwayat operasi
katarak.
Kriteriaeksklusi:
Andamemilkiki kelainan yangdapatmengganggumedia penglihatan seperti bekas luka (scar) di selaputbeningmata dan kekeruhan lensa (katarak),memiliki penyakitmyasthenia gravis danmemiliki riwayat
menggunakanobat-obatanyangdapatmempengaruhiprosespenglihatan.
TataCara/Prosedur:
Bila anda bersedia untuk ikut berpartisipasi dalam penelitian ini setelah dijelaskan tahap-tahap
pemeriksaan, maka anda akan diberikan lembar persetujuan (informed consent) untuk ditandatangani.
Andaakanditanyakanmengenaidatadiriandameliputinama,usia,jeniskelamin,riwayatpenyakitmata,
riwayat operasi, riwayat pengobatan dan penggunaan kacamata. Dilakukan pemeriksaan status tajam
penglihatan jauh dan dekat , pemeriksaan segmen anterior dan posterior mata, pemeriksaan pola
pergeseran kedudukanmata (phoria) oleh tenaga terlatih. Anda akan diminta untukmengambil undian
secaraacakuntukkeperluanurutanbermaingamedalampenelitian ini. Selanjutnyaandadimintauntuk
bermain games VR atau smartphone selama 30 menit. Setelah bermain games segera dilakukan
pengukuran pergeseran kedudukan mata (phoria) kembali. Selanjutnya anda sebagai subjek penelitianakanberisitirahatselama30menit.AndaakandimintauntukbermaingamesVRatausmartphone(cross-over)kembaliselama30menit.Dilakukanpengukuranpergeserankedudukanmata(phoria)kembali.
53
KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS PADJADJARAN
KOMISI ETIK PENELITIAN RESEARCH ETHICS COMMITTEE
Jl. Prof. Eijkman No. 38 Bandung 40161 Telp. & Fax. 022-2038697, website: kep.unpad.ac.id, email-sekretariat: [email protected]
email-sistem: [email protected] atau [email protected]
Rev-10102018
Risikodanketidaknyamanan
Tidak ada resiko pada penelitian ini. Rasa ketidaknyamanan seperti keluhan mata kering, rasa pusing,penglihatanburam,danmual(motionsickess)dapatterjadimeskipunjarang.Bermaingamedalamwaktu1jamakanmenimbulkanrasaketidaknyamananakibatwaktuyanglama,makaandaakandisediakantempatmenunggu dan penelitian yang nyaman serta pemberian konsumsi atau dana kompensasi. Komplikasiseperti penglihatan ganda dan mual setelah perlakuan dapat terjadi meskipun jarang dan bersifatsementara. Jika terjadi keluhan saatdan sesudahdiberikanperlakuan, andaakandiistirahatkan,dan jikamenolak untuk melanjutkan maka akan di keluarkan dari subjek penelitian. Dana kompensasi akanditanggungolehpeneliti.
Manfaat(langsunguntuksubjekdanumum):
Manfaat langsung ke subjek adalah anda dapat mengetahui hasil pemeriksaan tajam penglihatan jauh,kemampuanmembacadekat,kemampuanpersepsikedalamandanpolakedudukanmatayangandamiliki.
Manfaatumumadalahpenelitianiniberkontribusidalamilmupengetahuandalambidangkesehatanmatakhususnya dalam bidang refraksi (tajam penglihatan). Hasil dari penelitian ini dapat digunakan sebagaiacuanuntukpenelitian-penelitianberikutnyadandalamprakteksehari-hari
Proseduralternatif:
Tidakada
Kerahasiaandata:
Seluruhdatadaninformasimengenaiandaakandijaminkerahasiaannyasehinggatidakakandiketahuiolehorangyangtidakberkepentingandalampenelitianini.
Perkiraanjumlahsubjekyangakandiikutsertakan:32subjek
Kesukarelaan:
Keikutsertaanandabersifatsukareladandisertaitanggungjawabhinggaselesainyapeneltianini
PeriodeKeikutsertaanSubjek:
Seluruhpemeriksaandilakukanselamakuranglebih1jam30menit
54
KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS PADJADJARAN
KOMISI ETIK PENELITIAN RESEARCH ETHICS COMMITTEE
Jl. Prof. Eijkman No. 38 Bandung 40161 Telp. & Fax. 022-2038697, website: kep.unpad.ac.id, email-sekretariat: [email protected]
email-sistem: [email protected] atau [email protected]
Rev-10102018
Subjekdapatdikeluarkan/mengundurkandiridaripenelitian:Andabebasmenolakuntukikutsertadalampenelitianini.Apabilaandatelahmemutuskanuntukikutsertadalampenelitianini,andajugamemilikihakuntukmengundurkandiri.Kemungkinantimbulnyapembiayaandariperusahaanasuransikesehatanataupeneliti:Tidakada
Insentifdankompensasi:
Bentukinsentifyangakandiberikankepadaandayangikutsertaberpartisipasidalampenelitianiniadalahsnackbox senilaiRp50.000,00dandanatransportasi.Apabila terjadikomplikasipadapenelitian iniandaakandiberipertolongandenganproseduryangbakudanbiayaakanditanggungolehpeneliti.
Pertanyaan:Jikaadapertanyaanyangberhubungandenganpenelitianini,harapmenghubungi:
dr.MegaWulanPurnamaSari
DepartemenIlmuKesehatanMataFakultasKedokteranUniversitasPadjadjaran/RumahSakitMataCicendo
diJl.CicendoNo.4,Bandung.
Telp022-4210883
HP08127728079
55
Lampiran 4
KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS PADJADJARAN
KOMISI ETIK PENELITIAN RESEARCH ETHICS COMMITTEE
Jl. Prof. Eijkman No. 38 Bandung 40161 Telp. & Fax. 022-2038697, website: kep.unpad.ac.id, email-sekretariat: [email protected]
email-sistem: [email protected] atau [email protected]
Rev-10102018
PSPuntukorangdewasa
PERSETUJUANSETELAHPENJELASAN(PSP)UNTUKIKUTSERTADALAMPENELITIAN
(INFORMEDCONSENT)Saya telah membaca atau memperoleh penjelasan, sepenuhnya menyadari, mengerti, dan memahamitentangtujuan,manfaat,danrisikoyangmungkintimbuldalampenelitian,sertatelahdiberikesempatanuntukbertanyadan telahdijawabdenganmemuaskan, juga sewaktu-waktudapat mengundurkandiridarikeikutsertaannya,makasayasetuju/tidaksetuju*)ikutdalampenelitianini,yangberjudul:PerbandinganPerubahanPhoriaAntaraBermainGamesVirtualRealityDanSmartphonePada
Emetropia
Sayadengansukarelamemilihuntukikutsertadalampenelitianinitanpatekanan/paksaansiapapun.Sayaakan diberikan salinan lembar penjelasan dan formulir persetujuan yang telah saya tandatangani untukarsipsaya.Sayasetuju:Ya/Tidak*) Tgl.:
Tandatangan(bilatidakbisadapatdigunakancapjempol)
NamaPeserta:
Usia:
Alamat:
NamaPeneliti:
dr.MegaWulanPurnamasari
NamaSaksi:
*)coretyangtidakperlu
56
Lampiran 5
Analisis Statistik Explore [DataSet0] D:\PROJECT\2020\3. MARET\Dr Wulan\SPSS Dr Wulan.sav
Case Processing Summary Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
Phoria Dekat (∆BI) Pre 32 100.0% 0 0.0% 32 100.0%
Phoria Dekat (∆BI) Post 3D 32 100.0% 0 0.0% 32 100.0%
Phoria Dekat (∆BI) Post 2D 32 100.0% 0 0.0% 32 100.0%
Descriptivesa
Statistic Std. Error
Phoria Dekat (∆BI) Pre
Mean 2.5625 .49379
95% Confidence Interval for
Mean
Lower Bound 1.5554
Upper Bound 3.5696
5% Trimmed Mean 2.2917
Median 2.0000
Variance 7.802
Std. Deviation 2.79328
Minimum .00
Maximum 10.00
Range 10.00
Interquartile Range 4.00
Skewness 1.203 .414
Kurtosis 1.244 .809
Phoria Dekat (∆BI) Post
3D
Mean 5.3438 .58131
95% Confidence Interval for
Mean
Lower Bound 4.1582 Upper Bound 6.5293
5% Trimmed Mean 5.2083 Median 4.0000 Variance 10.814 Std. Deviation 3.28839 Minimum .00 Maximum 15.00 Range 15.00
57
Interquartile Range 4.00 Skewness .865 .414
Kurtosis 1.022 .809
Phoria Dekat (∆BI) Post
2D
Mean 3.1875 .52831
95% Confidence Interval for
Mean
Lower Bound 2.1100 Upper Bound 4.2650
5% Trimmed Mean 2.9861 Median 2.0000 Variance 8.931 Std. Deviation 2.98855 Minimum .00 Maximum 10.00 Range 10.00 Interquartile Range 3.00 Skewness .967 .414
Kurtosis .040 .809
Tests of Normalityb
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
Phoria Dekat (∆BI) Pre .205 32 .001 .825 32 .000
Phoria Dekat (∆BI) Post 3D .252 32 .000 .907 32 .009
Phoria Dekat (∆BI) Post 2D .248 32 .000 .862 32 .001
a. Lilliefors Significance Correction
b. TNO (" of arc) Pre is constant. It has been omitted. Wilcoxon Signed Ranks Test
Ranks N Mean Rank Sum of Ranks
Phoria Dekat (∆BI) Post 2D -
Phoria Dekat (∆BI) Pre
Negative Ranks 0a .00 .00
Positive Ranks 11b 6.00 66.00
Ties 21c
Total 32
Phoria Dekat (∆BI) Post 3D -
Phoria Dekat (∆BI) Pre
Negative Ranks 0d .00 .00
Positive Ranks 29e 15.00 435.00
Ties 3f Total 32
58
Phoria Dekat (∆BI) Post 3D -
Phoria Dekat (∆BI) Post 2D
Negative Ranks 0g .00 .00
Positive Ranks 27h 14.00 378.00
Ties 5i
Total 32
a. Phoria Dekat (∆BI) Post 2D < Phoria Dekat (∆BI) Pre
b. Phoria Dekat (∆BI) Post 2D > Phoria Dekat (∆BI) Pre
c. Phoria Dekat (∆BI) Post 2D = Phoria Dekat (∆BI) Pre
d. Phoria Dekat (∆BI) Post 3D < Phoria Dekat (∆BI) Pre
e. Phoria Dekat (∆BI) Post 3D > Phoria Dekat (∆BI) Pre
f Phoria Dekat (∆BI) Post 3D = Phoria Dekat (∆BI) Pre
g. Phoria Dekat (∆BI) Post 3D < Phoria Dekat (∆BI) Post 2D
h. Phoria Dekat (∆BI) Post 3D > Phoria Dekat (∆BI) Post 2D
i. Phoria Dekat (∆BI) Post 3D = Phoria Dekat (∆BI) Post 2D
Test Statisticsa
Phoria Dekat (∆BI)
Post 2D - Phoria
Dekat (∆BI) Pre
Phoria Dekat (∆BI)
Post 3D - Phoria
Dekat (∆BI) Pre
Phoria Dekat (∆BI)
Post 3D - Phoria
Dekat (∆BI) Post 2D
Z -3.127b -4.824b -4.777b
Asymp. Sig. (2-tailed) .002 .000 .000
a. Wilcoxon Signed Ranks Test
b. Based on negative ranks.
Case Processing Summary Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
Delta Phoria Dekat 3D 32 100.0% 0 0.0% 32 100.0%
Delta Phoria Dekat 2D 32 100.0% 0 0.0% 32 100.0%
Descriptives
Statistic Std. Error
Delta Phoria
Dekat 3D
Mean 2.7813 .25690
95% Confidence Interval for
Mean
Lower Bound 2.2573
Upper Bound 3.3052
5% Trimmed Mean 2.7778
Median 2.0000
59
Variance 2.112
Std. Deviation 1.45324
Minimum .00
Maximum 6.00
Range 6.00
Interquartile Range 2.00
Skewness -.064 .414
Kurtosis -.301 .809
Delta Phoria
Dekat 2D
Mean .7500 .16801
95% Confidence Interval for
Mean
Lower Bound .4074 Upper Bound 1.0926
5% Trimmed Mean .7222 Median .0000 Variance .903 Std. Deviation .95038 Minimum .00 Maximum 2.00 Range 2.00 Interquartile Range 2.00 Skewness .541 .414
Kurtosis -1.736 .809
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
Delta Phoria Dekat 3D .267 32 .000 .855 32 .001
Delta Phoria Dekat 2D .379 32 .000 .654 32 .000
a. Lilliefors Significance Correction Wilcoxon Signed Ranks Test
Ranks N Mean Rank Sum of Ranks
Delta Phoria Dekat 2D -
Delta Phoria Dekat 3D
Negative Ranks 25a 13.00 325.00
Positive Ranks 0b .00 .00
Ties 7c
Total 32
60
a. Delta Phoria Dekat 2D < Delta Phoria Dekat 3D
b. Delta Phoria Dekat 2D > Delta Phoria Dekat 3D
c. Delta Phoria Dekat 2D = Delta Phoria Dekat 3D
Test Statisticsa
Delta Phoria Dekat 2D -
Delta Phoria Dekat 3D
Z -4.579b
Asymp. Sig. (2-tailed) .000
a. Wilcoxon Signed Ranks Test
b. Based on positive ranks. Nonparametric Tests
61
Lampiran 6
Foto Kegiatan
62
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama : Mega Wulan Purnama Sari
Tempat, Tanggal Lahir : Pekanbaru, 14 Oktober 1986
Alamat : Jl. Keselamatan no. 2 RT 12/RW 1, Tebet
Nama Orang Tua : Oyong
Masitah Ridar
Nama Istri : Muhammad Ary Wibowo, dr.
Nama Anak : Muhammad Arsya Zyandra Wibowo
Pendidikan Formal :
1. SDN 016, Batam (1992-1998)
2. SLTP Negeri 13, Pekanbaru (1998-2001)
3. SMU Negeri 8, Pekanbaru (2001-2004)
4. Fakultas Kedokteran Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jakarta
(2004-2011)
5. Program Pendidikan Dokter Spesialis I Ilmu Kesehatan Mata Fakultas
Kedokteran Universitas Padjadjaran/ Pusat Mata Nasional Rumah Sakit
Mata Cicendo Bandung (2015-2020)
Pengalaman Kerja :
1. Dokter Umum Klinik Trias Medika Batam, Kepulauan Riau (2012-2015)
63
2. Dokter Umum PTT Daerah Puskesmas Belakang Padang, Kepulauan Riau
(2013-2014)
Penelitian :
1. Prevalences of Visual Impairment and Their Causes Among People Aged
50 and Above in the Sumatra Island, Indonesia (2018)
2. Perbandingan Perubahan Phoria Antara Bermain Games Virtual Reality dan
Smarttphone Pada Emetropia (2020)
Presentasi Ilmiah
• Presentasi oral Free Paper Prevalences of Visual Impairment and Their
Causes Among People Aged 50 and Above in the Sumatra Island,
Indonesia, pada Pertemuan Ilmiah Tahunan (PIT) Perdami. Makassar, 2019.
Seminar/Kongres/Pertemuan Ilmiah Nasional dan/atau Internasional yang
pernah diikuti :
1. Peserta Pertemuan Ilmiah Tahunan Perdami ke-40, Bandung (2015)
2. Peserta The 29th APACRS Annual Meeting Bali (2016)
3. Peserta Save Children’s Sight for Our Future, INAPOSS Bandung
Scientific Meeting, Bandung (2016)
4. Peserta INAPOSS Semarang Scientific Meeting (2017)
5. Peserta Cicendo International Ophthalmology Meeting, Bandung (2019)
6. Peserta The 5th INACRS Biennial Meeting 2019, Jakarta (2019)
7. Peserta Pertemuan Ilmiah Tahunan Perdami, Makassar (2019)