PERBANDINGAN PEMBELAJARAN FIQIH DI...
Transcript of PERBANDINGAN PEMBELAJARAN FIQIH DI...
PERBANDINGAN PEMBELAJARAN FIQIH DI PONDOK
PESANTREN MODERN DENGAN PONDOK PESANTREN
SALAF DALAM PERSEPSI SANTRI
(Studi Kasus Pondok Pesantren Daarul Ahsan
dan Pondok Pesantren Al-Musayyadah)
SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh
gelar Sarjana Pendidikan Islam (S.Pd.I) pada
Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
Oleh :
LIES ZAENIA
106011000008
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2011
PERBANDINGAN PEMBELAJARAN FIQIH DI PONDOK
PESANTREN MODERN DENGAN PONDOK PESANTREN
SALAF DALAM PERSEPSI SANTRI
(Studi Kasus Pondok Pesantren Daarul Ahsan
dan Pondok Pesantren Al-Musayyadah)
SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh
gelar Sarjana Pendidikan Islam (S.Pd.I) pada
Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
Oleh :
LIES ZAENIA
106011000008
Mengetahui,,
Dosen Pembimbing
Dr. H. Abdul Fatah Wibisono, MA
NIP. 19580112 198803 1 002
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2011
LEMBAR PERNYATAAN
Yang bertanda tangan dibawah ini:
Nama : Lies Zaenia
NIM : 106011000008
Jurusan : Pendidikan Agama Islam
Fakultas : Tarbiyah dan Ilmu Keguruan
Dengan ini Saya menyatakan bahwa:
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk
memenuhi salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar Strata 1 (S1) di
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penelitian skripsi ini telah saya
cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta
3. Jika kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan asli atau merupakan
jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi
berdasarkan undang-undang yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta
Jakarta, 13 Januari 2011
Penulis
Lies Zaenia
i
ABSTRAK
Lies Zaenia(106011000008)
“Perbandingan Pembelajaran Fiqihdi Pondok Pesantren Modern dengan
Pondok Pesantren Salaf dalam Persepsi Siswa. (Studi Kasus di Pondok
Pesantren Modern Daarul Ahsan dan Pondok Pesantren Salaf al-
Musayyadah)”
Pendidikan pesantren merupakan pendidikan tertua di Indonesia,
pendidikan ini merupakan pendidikan yang dimulai sejak munculnya
masyarakat Islam di negri ini pada abad ke-13. Pondok pesantren sebagai
lembaga keagamaan pendidikan Islam sejak awal berdirinya telah memberikan
kontribusi nyata dalam upaya mencerdaskan bangsa dan telah memberikan
andil yang besar dalam pembinaan dan pengembangan kehidupan umat Islam
di Indonesia. Hal ini biasa dilihat dari tujuan pondok pesantren yakni bercita-
cita mewujudkan terbinanya warga negara yang berkepribadian muslim,
menciptakan kehidupan yang diridhoi Allah Swt.
Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh data dan kesimpulan
tentang bagaimana perbandingan pembelajaran fiqih di pondok pesantren
modern Daarul Ahsan dengan pondok pesantren salaf al-Musayyadah. Dalam
penelitian ini penulis menggunakan metode deskriptif analisis dan analisis
komparasional bivariat. Yaitu dengan cara mendeskripsikan data,
menganalisa, dan membandingkan data dari hasil angket pembelajaran fiqih
antara santri yang berasal dari pondok pesantren modern Daarul Ahsan dan
pondok pesantren salaf al-Musayyadah.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan
yang signifikanpembelajaran fiqih antara santri yang berasal dari pondok
pesantren modern Daarul Ahsan dengan santri pondok pesantren salaf al-
Musayyadah. Karena t 0 telah kita peroleh sebesar 1,632, sedangkan tt = 2,01
dan 2,68 maka t 0 lebih kecil dari tt , baik pada taraf signifikansi 5 % maupun
pada taraf signifikansi 1 %. Dengan demikian hipotesis nihil yang menyatakan
Tidak adanya perbedaan secara signifikan perbandingan pembelajaran fiqih
antara santri yang berasal dari pondok pesantren modern Daarul Ahsan dengan
santri pondok pesantren salaf al-Musayyadah diterima atau disetujui dan
hipotesis alternatif yang menyatakan bahwa terdapat perbedaan secara
signifikan perbandingan pembelajaran fiqih antara santri yang berasal dari
pondok pesantren modern Daarul Ahsan dengan santri pondok pesantren salaf
al-Musayyadah ditolak. Apabila dianalisis lebih lanjut mengapa tidak terdapat
perbedaan yang signifikan antara pondok pesantren modern Daarul Ahsan
dengan pondok pesantren salaf al-Musayyadah dalam perbandingan
pembelajaran fiqih, dapat disebabkan oleh faktor yang mempengaruhi
perbandingan pembelajaran fiqih cukup baik sebagaimana data dari angket
yang telah disebarkan. Santri yang berasal dari pondok pesantren modern
Darul Ahsan dan santri yang berasal dari pondok pesantren salaf al-Musayyah
rata-rata memiliki pengalaman yang sama dalam pembelajaran fiqih.
ii
KATA PENGANTAR
Bismillahorohmannirrohim…
Alhamdulillah penulis panjatkan puji syukur kepada Allah Swt, karena
berkat rahman dan rahimnya Allah penulis dapat menyelesaikan hasil karya
tulis dari pikiran ini. Sehingga terlaksana sesuai dengan harapan. Shalawat
teriring salam selalu tercurahkan kepada Nabi besar Muhammad Saw, serta
keluarga-Nya, sahabat-Nya, pengikut-Nya, terutama kita sebagai umat-Nya
hingga akhir Zaman.
Salah satu syarat untuk menyelesaikan studi dan mencapai gelar
sarjana strata satu (S1), di Universitas Islam Negri Syarif Hidayatullah Jakarta
ialah membuat karya tulis ilmiah dalam bentuk sebuah skripsi. Oleh karena
itu, penulis membuat skripsi dengan judul “Perbandingan Pembelajaran
Fiqih Di Pondok Pesantren Modern Dengan Pondok Pesantren Salaf
Dalam Persepsi Santri (Studi Kasus Di Pondok Pesantren Modern Daarul
Ahsan Dan Pondok Pesantren Salaf al-Musayyadah)”
Pada dasarnya dalam proses penulisan skripsi ini, penulis mengalami
berbagai halangan dan rintangan, akan tetapi karena adanya bantuan dan
partisipasi dari berbagai pihak akhirnya skripsi ini dapat selesai sesuai dengan
waktu yang telah direncanakan. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis
perlu menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya terutama
kepada:
1. Kedua orang tua ku ayahanda Subagyo dan ibunda Elah soleha yang telah
memberikan kasih sayang dan doa yang tak henti-henti juga membantu
penulis dalam segi moril maupun materil.
2. Prof. Dede Rosyada, MA sebagai Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan
Keguruan, yang telah memberikan penulis studi di almamater ini.
iii
3. Bapak Bahrissalim, M.Ag sebagai kepala jurusan Pendidikan Agama
Islam, yang juga selalu memberi kemudahan dalam setiap kebijakan yang
beliau berikan selama penulis menjadi mahasiswa.
4. Drs. Sapiudin Shidiq, M.ag sebagai Sekretaris Jurusan pendidikan agama
Islam yang telah memberikan pengarahan yang bermanfaat.
5. Bapak Dr. H Abdul Fatah Wibisono, MA sebagai dosen pembimbing
skripsi dan sebagai penasehat akademik yang telah banyak meluangkan
waktu dan memberikan bimbingan, pengarahan dan petunjuk-petunjuk
kepada penulis sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.
6. Seluruh staf dosen Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas
Islam Negri Syarif Hidayatullah Jakarta khususnya seluruh dosen jurusan
Pendidikan Agama Islam, yang penuh keikhlasan dalam membimbing dan
mendidik penulis dengan memberi ilmu pengetahuan yang bermanfaat
bagi penulis.
7. Seluruh staf perpustakaan utama Universitas Islam Negri Syarif
Hidayatullah Jakarta, yang telah memberikan kemudahan penulis dalam
pinjaman buku-buku selama penulis berada di bangku kuliah.
8. Pimpinan pondok pesantren modern Daarul Ahsan Bapak Drs. Maman L
Hakim, MA dan kepada pimpinan pondok pesantren salaf al-Musayyadah
kiyai H. Muhaemin yang telah memberikan izin penulis untuk melakukan
penelitian.
9. Untuk adikku Ahmad Rifa’I dan Muhammad Amin Syahbani yang telah
memberikan pengertian kepada penulis dan motivasi selama penulis
kuliah.
10. Untuk keluarga besar H. Djohar khususnya untuk uwa ku tersayang ibu
Hj. Sobriyah, Nyai Sutijah, Hj. Sa’diah, Zuhri al-Anshori, Junaedi, dan
yang lainnya yang tak bisa penulis sebutkan satu persatu yang selalu
memberikan penulis motivasi dan perhatian selama penulis kuliah.
11. Untuk kiyai ku Bapak Dr. H. Khudlori, MA dan guru-guru ku di pondok
pesantren Daarul Falah Serang yang sudah banyak memberikan Tanpa
kalian aku tidak akan sampai disini. .
iv
12. Keluarga besar alumni Daarul Falah Serang khususnya alumni Daarul
Falah Jakarta yang telah memberikan penulis semangat dan dorongan
dalam proses penulisan skripsi.
13. Untuk sang inspirasiku yang sudah menemani dan membantu penulis
secara moril maupun materil sampai terselesaikannya skripsi ini.
14. Sahabat-sahabati Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII), yang
sudah memberikan penulis keindahan dalam persahabatan.
15. Teman-teman angkatan 2006 Pendidikan Agama Islam Universitas Islam
Negri Syarif Hidayatullah Jakarta khususnya kepada sohibul alif yang
telah menemani penulis dari awal masuk kuliah hingga saat ini, betapa
kebersamaan kita sangat berarti untuk penulis kenang.
Jakarta 08 Februari 2011
Penulis
Lies Zaenia
v
DAFTAR ISI
LEMBARAN PENGESAHAN
LEMBARAN PERNYATAAN
ABSTRAKSI .......................................................................................................... i
KATA PENGANTAR ............................................................................................ ii
DAFTAR ISI .......................................................................................................... v
DAFTARTABEL .................................................................................................... viii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah .............................................................................. 1
B. Tujuan dan Manfaat Penelitian ................................................................... 5
C. Identifikasi Masalah .................................................................................... 6
D. Pembatasan dan Perumusan Masalah.......................................................... 6
E. Penelitian Terdahulu ................................................................................... 6
BAB II KAJIAN TEORI
1. Pembelajaran Fiqih.......................................................................... 8
a. Pengertian Pembelajaran Fiqih ................................................. 8
b. Tujuan Pembelajaran Fiqih ....................................................... 11
c. Fungsi dan Ruang Lingkup Pembelajaran Fiqih ....................... 12
d. Pondok Pesantren ...................................................................... 14
1. Pengertian Pondok Pesantren .......................................................... 14
2. Kurikulum Pendidikan Di Pondok Pesantren ................................. 16
3. Tujuan Dan Ciri Khas Pengajaran Pesantren ................................. 21
vi
4. Metode Pembelajaran Di Pondok Pesantren ................................... 24
e. Pesantren Khalafi (Modern) ...................................................... 28
f. Pesantren Salaf (Tradional) ....................................................... 32
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Desain Penelitian ......................................................................................... 35
B. Waktu Dan Tempat Penelitian .................................................................... 35
C. Metode Penelitian........................................................................................ 35
D. Variabel Penelitian ...................................................................................... 36
E. Populasi dan Sampel Penelitian .................................................................. 36
F. Teknik Pengumpulan Data .......................................................................... 37
G. Teknik Pengolahan, Analisis, Dan Interprestasi Data ................................. 40
BAB IV HASIL PENELITIAN
A. Kondisi Riil Objek Penelitian ..................................................................... 43
B. Profil Pondok Pesantren Modern Daarul Ahsan ......................................... 43
1. Visi Dan Misi Mts Daarul Ahsan .......................................................... 44
2. Keadaan Guru Dan Karyawan .............................................................. 44
3. Unit Kegiatan Santri .............................................................................. 45
4. Sarana Dan Prasarana ............................................................................ 46
5. Kurikulum ............................................................................................. 47
C. Profil Pondok Pesantren Salaf Al-Musayyadah .......................................... 47
1. Sejarah Singkat Pondok Pesantren Salaf Al-Musayyadah .................... 47
2. Visi dan Misi ......................................................................................... 48
3. Keadaan Santri ...................................................................................... 48
4. Keadaan Guru Di Pondok Pesantren Al-Musayyadah .......................... 49
5. Sarana dan Prasarana............................................................................. 49
D. Deskripsi Data ............................................................................................. 49
E. Analisis dan Interprestasi Data.................................................................... 53
vii
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ........................................................................................... 73
B. Saran ...................................................................................................... 74
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................. 83
LAMPIRAN
viii
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Kisi-Kisi Instrumen Pendidikan Agama Islam ......................................... 38
Tabel 2. Keadaan Guru Dan Karyawan Pondok Pesantren Daarul Ahsan ............. 45
Tabel 3. Keadaan Santri Salaf al-Musayyadah ....................................................... 48
Tabel 4. Sarana dan Prasarana Pondok Pesantren Salaf al-Musayyadah ................ 49
Tabel 5. Data Nilai Angket Pondok Pesantren Modern Daarul Ahsan ................... 50
Tabel 6. Data Nilai Angket Pondok Pesantren Salaf al-Musayyadah ..................... 51
Tabel 7. Deskripsi Variable X1 dan X2 ....................................................................................................52
Tabel 8. Kurikulum Yang Diterapkan Di Pondok Pesantren .................................. 53
Tabel 9. Pengacuan Kurikulum Yang Diterapkan Di Pondok Pesantren ................ 54
Tabel 10. Pembelajaran Fiqih Yang Diberikan Di Pondok Pesantren .................... 55
Tabel 11. Menyukai Pelajaran Fiqih ....................................................................... 55
Tabel 12. Pelajaran Fiqih Membebani Aktifitas Santri ........................................... 56
Tabel 13. Metode Dalam Penyampaian Materi Fiqih ............................................. 57
Tabel 14. Metode Yang Paling Disukai ................................................................. 57
Tabel 15. Guru Memberikan Kesempatan Bertanya ............................................... 58
Tabel 16. Guru Memberikan Tugas Kepada Santri ................................................ 59
Tabel 17. Santri Memiliki Kitab Fiqih .................................................................... 59
Tabel 18. Penjelasan Guru Dalam Pelajaran Fiqih ................................................. 60
Tabel 19. Penyampaian Pelajaran Fiqih ................................................................. 61
ix
Tabel 20. Tingkat Penguasaan Guru Dalam Pelajaran Fiqih .................................. 61
Tabel 21. Suasana Belajar Di Pondok Pesantren .................................................... 62
Tabel 22. Sikap Santri Ketika Guru Sedang Menjelaskan Pelajaran ...................... 63
Tabel 23. Yang Dilakukan Santri Ketika Guru Tidak Hadir .................................. 63
Tabel 24. Sarana Dan Prasarana Pondok Pesantren ................................................ 64
Tabel 25. Pelaksanaan Evaluasi Pendidikan Agama Islam Di Pondok Pesantren .. 65
Tabel 26. Pondok Pesantren Memenuhi Kurikulum ............................................... 66
Tabel 27. Guru Fiqih Member Motivasi Kepada Santri ......................................... 66
Tabel 28. Metode Yang Diberikan Oleh Guru Dapat Anda Pahami....................... 67
Tabel 29. Peraturan Pendidikan Agama Islam Di Pondok Pesantren ..................... 68
Tabel 30. Perhitungan Untuk Memperoleh Mean Dan SD ..................................... 69
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pesantren adalah lembaga yang diterima oleh masyarakat, sehingga
mempunyai peranan penting dalam upaya mencerdaskan moral budi bangsa
Indonesia. Pesantren sebagai lembaga pendidikan Islam yang mengiringi
dakwah Islamiyah di Indonesia memiliki banyak persepsi. Pesantren biasa
dipandang sebagai lembagai ritual, lembaga pembinaan moral, lembaga
dakwah, dan yang paling popular adalah sebagai institusi pendidikan Islam
yang mengalami pembaharuan dalam menghadapi berbagai tantangan internal
maupun eksternal.
Pesantren sebagai lembaga pendidikan Islam yang sudah berdiri
ratusan tahun, di pesantren diajarkan dan dididikkan kepada santri nilai-nilai
agama. Sebab ciri yang paling menonjol pada pesantren tahap awal adalah
pendidikan dan penanaman nilai-nilai agama santri lewat kitab-kitab klasik.
Selanjutnya setelah adanya ide-ide pembaharuan pemikiran Islam ke
Indonesia, dan turut serta terjadinya perubahan dalam bidang pendidikan
pesantren yang pada mulanya hanya berorientasi kepada pendalaman ilmu
agama semata-mata, maka mulai diajarkan mata pelajaran umum di pesantren,
Masuknya mata pelajaran umum ini diharapkan untuk memperluas cakrawala
berfikir santri, sebab pendidikan Islam pada dasarnya adalah pendidikan yang
2
bertujuan membentuk pribadi muslim seutuhnya, mengembangkan seluruh
potensi manusia baik yang berbentuk jasmani maupun rohani.
Di tengah pergulatan masyarakat, pesantren dipaksa bersaing dengan
institut pendidikan lainnya, terlebih dengan sangat maraknya pendidikan
berlabel luar negri yang menambah semakin ketatnya persaingan mutu out-put
(keluaran) pendidikan. Kompetensi yang kian ketat itu, memposisikan institusi
pesantren untuk mempertaruhkan kualitas out-put pendidikannya agar tetap
unggul dan menjadi pilihan masyarakat, terutama umat Islam. Ini
menandakan, bahwa pesantren perlu banyak melakukan pembenahan internal
dan inovasi baru agar tetap mampu meningkatkan mutu pendidikannya.
Persoalan ini tentu saja berkolerasi positif dengan konteks pengajaran
di pesantren. Di mana, secara tidak langsung mengharuskan adanya
pembaharuan (modernisasi) dalam berbagai aspek pendidikan di dunia
pesantren. Sebut saja misalnya mengenai kurikulum, sarana prasarana, tenaga
kependidikan (pegawai administrasi), guru, manajemen (pengelolaan), sistem
evaluasi dan aspek-aspek lainnya dalam penyelenggaraan pendidikan di
pesantren. Jika aspek-aspek pendidikan seperti ini tidak mendapat perhatian
yang proporsional untuk segera dimodernisasi, atau minimal disesuaikan
dengan kebutuhan dan tuntutan masyarakat, tentu akan mengancam
pertahanan pesantren di masa depan. Masyarakat akan semakin tidak tertarik
dan lambat laun akan meninggalkan pendidikan „ala pesantren, kemudian
lebih memilih intitusi pendidikan yang lebih menjamin kualitas out-put-nya.
Pada tahap ini, pesantren berhadapan dengan dilema antara tradisi dan
modernitas.
Dengan begitu, pengembangan pesantren tidak saja dilakukan dengan
cara memasukan pengetahuan non-agama, melainkan agar lebih efektif dan
signifikan, praktek pengajaran harus menerapkan metodologi yang lebih baru
dan modern. Sebab ketika didaktik-didaktik yang diterapkan masih berkutat
3
pada cara-cara lama yang ketinggalan zaman alias “kuno”, maka selama itu
pula pesantren sulit untuk berkompetisi dengan institusi pendidikan lainya.1
Pada masa sekarang telah banyak model pesantren yang berkembang
di Indonesia: Pertama, pesantren yang masih terikat kuat dengan sistem
pendidikan Islam sebelum zaman pembaharuan yang dicirikan dengan
pengajaran kitab-kitab yang diajarkan dalam bentuk klasik serta menggunakan
metode sorogan dan hafalan. Kedua, pesantren yang merupakan
pengembangan dari pesantren model pertama yakni dengan pengajaran kitab-
kitab klasik yang diajarkan dalam bentuk klasikal dan nonklasikal. Disamping
itu telah diajarkan ekstrakurikuler. Ketiga, pesantren yang di dalamnya
program keilmuan telah diupayakan menyeimbangkan antara ilmu agama dan
umum. Keempat, pesantren yang mengutamakan pengajaran ilmu-ilmu
keterampilan di samping ilmu-ilmu agama sebagai mata pelajaran pokok.
Kelima, pesantren yang mengasuh beraneka ragam lembaga pendidikan yang
tergolong formal dan nonformal.2
Dengan demikian, pesantren diidentifikasi memiliki tiga peranan
penting dalam masyarakat Indonesia: 1) pesantren sebagai pusat
berlansungnya transmisi ilmu-ilmu Islam tradisional, 2) sebagai penjaga dan
pemelihara keberlangsungan Islam tradisional, dan 3) sebagai pusat reproduksi
ulama.
Adapun pendidikan keagamaan yang dilaksanakan pada pesantren
dibagi ke dalam beberapa mata pelajaran, diantaranya adalah al-Qur‟an
Hadist, aqidah akhlak, fiqih, bahasa arab, dan sejarah kebudayaan Islam.
pelajaran ini berisikan teori hukum Islam yang menyangkut kewajiban
manusia, khususnya kewajiban individual kepada Allah Swt seperti ibadah
shalat.
1 Ahmad El Chumaedy, Membongkar Tradisionalisme Pendidikan Pesantren “Sebuah
Pilihan Sejarah” Dalam Transformasi Pendidikan Pesantren, www.google .com, Tanggal 06
Oktober 2010. 2 Haidar Putra Daulay, MA, Pendidikan Islam “Dalam Sistem Pendidikan Nasional di
Indonesia”, (Jakarta: Prenada Media, 2004), cet. 1, hal. 149
4
Pada prinsipnya pelajaran fiqih bertujuan untuk membekali siswa agar
memiliki pengetahuan tentang hukum Islam dan mampu mengaplikasikannya
dalam bentuk amal praktis. Dengan demikian siswa dapat melakukan ritual
ibadah dengan benar sesuai dengan yang dipraktekan dan diajarkan Nabi
Muhammad Saw.
Menurut Kurikulum Madrasah tsanawiyah, pengertian mata pelajaran
fiqih adalah “ salah satu bagian mata pelajaran pendidikan agama Islam, yang
kemudian menjadi dasar pandangan hidupnya (way of life) melalui kegiatan
bimbingan, pengajaran, latihan, penggunaan, pengalaman dan pembiasaan”.3
Dari pengertian tersebut, terlihat bahwa sasaran yang diharapkan dari
pembelajaran fiqih tidak hanya pada sisi kognitif, tetapi juga pada
perkembangan ranah afektif dan psikomotorik, dimana siswa harus mampu
bertanggung jawab dalam mengamalkan ajaran Islam yang diterimanya
tersebut.
Dari latar belakang diatas penulis mengambil pondok pesantren
sebagai objek penelitian karena pondok pesantren adalah lembaga pendidikan
Islam satu dari kesekian banyak lembaga pendidikan yang ada, dan cukup
jelas keberadaannya itu tergambar dari tujuannya.
Manfred Zimek menyebutkan bahwa “tujuan formal yang utama dari
pendidikan di pesantren adalah menyampaikan pengetahuan dan nilai-nilai
dasar maupun gambaran akhlak dan keistimewaan kultus, yang dimiliki
seorang kiyai muda, ulama dan ustadz”.4
Pondok pesantren modern Daarul Ahsan dengan misi kedepan, sejak
awal telah merancang sistem pendidikan yang memungkinkan tumbuhnya
pribadi yang soleh dan cerdas serta membawa mereka menyongsong masa
depan yang cerah dengan sentuhan kurikulum “three in one” (kurikulum
pondok modern, salaf, depag). Pondok pesantren Daarul Ahsan ini bertujuan
mempersiapkan kader-kader ulama dan pemimpin umat (Mudzirul Qoum)
3 Departemen Agama RI, Kurikulum 2004 Standar Kompetensi Madrasah Tsanawiyah,
(Jakarta: Direktoral Jendral Keagamaan Agama Islam 2004), hal. 46
4 Manfred Zimek, Pesantren dalam Pembaharuan Sosial, ( Jakarta, P3M, 1986) cet ke-1,
h. 16
5
yang siap yang mutafaqih fiddin, berwawasan luas dan dapat berkiprah
didunia Internasional (berdakwah degan metode bahasa Dunia) serta
mengimplementasikan fungsi khalifah Allah Swt dimuka bumi yang tercermin
dalam sikap proaktif, inovatif dan kreatif.
Adapun pondok pesantren salaf Al-Musayyadah adalah pondok
pesantren salaf yang hanya mengkaji al-Qur‟an dan kitab-kitab kuning. Dan
bukan suatu lembaga pendidikan yang formal. Akan tetapi tujuannya sama
dengan lembaga pendidikan lainnya yaitu untuk mempersiapkan kader-kader
ulama dan pemimpin umat yang mutafaqih fiddin serta berwawasan luas.
Berdasarkan uraian diatas penulis merasa tertarik untuk mengetahui
dan membandingkan pembelajaran fiqih pada dua pesantren yaitu di pesantren
modern Daarul Ahsan dan pondok pesantren salaf al-Musayyadah. dan
dituangkan dalam sebuah karya ilmiah berupa skripsi dengan judul:
“Perbandingan Pembelajaran Fiqih Di Pondok Pesantren Modern
Dengan Pondok Pesantren Salaf Dalam Persepsi Santri. (Studi Kasus di
Pondok Pesantren Daarul Ahsan dan Pondok Pesantren al-
Musayyadah)”.
B. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana
pembelajaran fiqih di pondok pesantren modern Daarul Ahsan dan pondok
pesantren salaf al-Musayyadah.
Adapun manfaat dari penulisan ini adalah:
1. Untuk memenuhi syarat dalam mencapai sarjana Strata I di Universitas
Islam Negri Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Diharapkan dapat memberi informasi kepada pihak sekolah khususnya dan
dapat menjadi bahan bacaan untuk kalangan umum yang menggeluti dunia
pendidikan.
3. Sebagai bahan masukan dalam upaya mencerdaskan santri pondok
pesantren modern Daarul Ahsan dan pondok pesantren salaf al-
Musayyadah Banten.
6
C. Identifikasi Masalah
Dari latar belakang masalah yang telah dipaparkan diatas, maka
timbullah beberapa petanyaan yang diidentifikasikan antara lain sebagai
berikut:
1. Adakah perbedaan yang signifikan pembelajaran fiqih di pondok
pesantren modern dengan pondok pesantren salaf?
2. Bagaimana pembelajaran fiqih di pondok pesantren modern dan pondok
pesantren salaf?
3. Metode apakah yang digunakan pada pembelajaran fiqih di pondok
pesantren modern dan pondok pesantren salaf?
D. Pembatasan dan Perumusan Masalah
Mengingat keterbatasan yang ada pada penulis serta untuk lebih
terarahnya penelitian ini, maka masalah hanya dibatasi pada pembelajaran
fiqih yang ada di pondok pesantren modern dan pondok pesantren salaf yang
penelitiannya penulis tujukan kepada santri karena santri yang ada di pondok
pesantren modern Daarul Ahsan dan pondok pesantren salaf al-Musayyadah
sama-sama memiliki pengalaman belajar.
Berdasarkan pembatasan masalah diatas, maka rumusan masalah yang
diajukan adalah: “Apakah terdapat perbedaan yang signifikan pembelajaran
fiqih” di pondok pesantren modern Daarul Ahsan dengan pondok pesantren
salaf al-Musayyadah.
E. Penelitian Terdahulu
Penelitian mengenai pondok pesantren memang telah sejak lama
dilakukan. Hal ini menyangkut keterkaitan dengan masuknya Islam di
Nusantara maupun keterkaitannya proses islamisasi yang terjadi sehingga
Islam menjadi agama mayoritas. Penelitian yang terdahulu mengenai pondok
pesantren misalnya.
7
Zamkhsyari Dhofier, Tradisi Pesantren: Study tentang pandangan
hidup kiai. Yang di terbitkan oleh LP3ES Jakarta, merupakan karya tulis
tentang pesantren yang biasa dikatakan sebagai karya klasik tentang pesantren
dan cukup representative sehingga menjadi rujukan yang penting bagi
penelitian tentang pondok pesantren Indonesia.
Dalam tulisannya Zamakhsyari banyak mengupas bangunan dasar
pesantren yang termasuk di dalamnya kurikulum, model pendidikan,
kitab-kitab yang diajarkan, jaringan yang dikembangkan pesantren
serta tradisi keilmuan yang dikembangkan. Pemaparan mengenai
sejarah sebuah pesantren biasanya lahir dari sebuah pengajian di
musholla/ masjid yang cukup sederhana hingga tumbuh dan
berkembang menjadi institusi yang maju dan bahkan menjadi modern
juga menjadi perhatian dalam tulisan tersebut. 5
Menurut Sulthon Masyhud dan Moh. Khusnurdilo pendidikan
pesantren ini semula merupakan pendidikan agama Islam yang
dimulai sejak munculnya Masyarakat Islam di Nusantara. Beberapa
abad kemudian penyelenggaraan pendidikan Islam ini semakin teratur
dengan munculnya tempat-tempat pengajian (“nggon ngaji”). Bentuk
ini kemudian berkembang dengan pendirian tempat-tempat menginap
bagi para pelajara (Santri), yang disebut pesantren meskipun
bentuknya masih sangat sederhana, pada waktu itu pendidikan
pesantren merupakan satu-satunya lembaga pendidikan yang
terstruktur, sehingga pendidikan ini dianggap sangat bergengsi. Di
lembaga pendidikan Islam ini kaum muslimin Indonesia mendalami
doktrin dasar Islam, khususnya menyangkut praktek kehidupan
keagamaan.6
Tulisan lain yang juga penting disebutkan dalam kesempatan ini
adalah karya Karel A Steenbrink berjudul Pesantren, madrasah,
sekolah-sekolah pendidikan Islam dalam kurun modern, dalam
tulisannya memaparkan bahwa kesejarahan awal sejarah pesantren
khususnya di Jawa dan umumnya di wilayah Nusantara kabur, hal ini
seperti yang diungkapkan Steenbrink ketika mempertanyakan tentang
pesantren mana yang dianggap pertama kali ada karena dalam karya
sastra jawa kuno “serat Centini” tidak pernah disinggung-singgung
istilah pesantren, dan belum ditemukan sebuah literatur yang secara
tegas menyebutkan kapan mulai ada istilah pesantren. Kendati
5 Zamakhsyari Dhofier, Tradisi Pesantren: Study Tentang Pandangan Hidup Kiyai,
(Jakarta: LP3ES, 1982) h. 12 6 M. Sulthon Masyhud dan Moh. Khusnurdilo, Manajemen Pondok Pesantren, (Jakarta:
Diva Pustaka, 2003), cet ke-1, hal. 1
8
Steenbrink juga setuju kalau pesantren merupakan pendidikan yang
berakar tempat agama Islam lahir.7
Dalam penelitian yang penulis lakukan ini mengenai pembelajaran
fiqih yang ada di dua pesantren yaitu pondok pesantren modern Daarul Ahsan
dan pondok pesantren salaf al-Musayyadah. Penulis ingin mengetahui lalu
membandingkan pembelajaran fiqih di dua pesantren tersebut, penulis
mengambil penelitian pada pesantren modern dan pesantren salaf. Karena
pesantren modern adalah pesantren yang mengadopsi sistem pembelajaran
dari pesantren salaf namun pesantren modern juga memakai kurikulum
Departemen Agama. Maka dari itu penulis tertarik dan ingin mengetahui
apakah ada perbedaan atau tidak pembelajarn fiqih yang ada di dua pesantren
tersebut.
7 Karel A Steenbrink, Pesantren, Madrasah, Sekolah (Pendidikan Islam dalam Kurun
Modern), (Jakarta: LP3ES, 1986)h. 60
8
BAB II
KAJIAN TEORI
1. Pembelajaran Fiqih
a. Pengertian Pembelajaran Fiqih
Untuk memahami arti dari pembelajaran fiqih, maka perlu terlebih
dahulu memahami arti pembelajaran secara tersendiri dan arti dari pelajaran
fiqih secara tersendiri pula. Dalam kamus besar bahasa Indonesia kata
pembelajaran adalah kata benda yang diartikan sebagai proses, cara,
menjadikan makhluk hidup belajar.1 Pembelajaran dapat diberi arti sebagai
upaya yang sistematis dan disengaja oleh pendidik untuk menciptakan
kondisi-kondisi agar peserta didik melakukan kegiatan belajar.2 Sedangkan
menurut Corey “pembelajaran merupakan suatu proses belajar dimana
lingkungan seseorang secara sengaja dikelola untuk memungkinkan ia turut
serta dalam kondisi-kondisi khusus atau menghasilkan respon terhadap situati
itu.3
Berdasarkan pengertian di atas, secara umum pembelajaran merupakan
upaya untuk siswa dalam bentuk kegiatan memilih, menetapkan dan
1 Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1996), cet k-7,
hal.53
2 H. D. Sudjana S, Metode Dan Teknik Pembelajaran Partisipasi, (Bandung: Falah
Production, 2001), cet k-4, hal. 8
3 Arif Sodiman, Media Pengajaran, (Jakarta: CV. Rajawali, 1990), cet k-2, hal. 7
9
mengembangkan metode dan strategi yang optimal untuk mencapai hasil
belajar yang diinginkan.
Sedangkan secara etimologi, fiqih berarti paham yang mendalam.4
Dengan definisi lain dalam buku Zakiah Daradjat , fiqih artinya faham atau
tahu.5 Dan dalam firman Allah SWT surah At-Taubah ayat 122 dijelaskan:
”Tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya (ke medan
perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka
beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan
untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka Telah kembali
kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya”.6
Tahu dan paham yang dimaksud di atas adalah tahu dan paham tentang
masalah-masalah agama. Pengertian fiqih seperti tergambar pada ayat di atas
merupakan pengertian yang sebenarnya. Pengertian tersebut pada
perkembangan selanjutnya mengalami penyempitan makna. Hal ini
sebagaimana dikemukakan oleh Prof. Quraisy Shihab bahwa ”fiqih yang pada
mulanya dimaksudkan sebagai pengetahuan yang menyeluruh tentang agama,
mencakup hukum, keimanan, akhlak, al-qur‟an, dan hadits” .7 Tetapi istilah
itu kemudian dipakai khusus menyangkut pengetahuan tentang hukum agama
saja.
Sedangkan menurut istilah yang digunakan para ahli fiqih (fuqaha),
fiqih itu ialah ilmu yang menerangkan hukum-hukum syariat Islam yang di
ambil dari dalil-dalilnya yang terperinci. Dilihat dari segi ilmu pengetahuan
4 Amir Syarifuddin, Ushul Fiqh Jilid I, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997), hal. 2
5 Zakiah Daradjat, Metodik Khusus Pengajaran Agama Islam, (Jakarta: Bumi Aksara,
1996), hal. 78
6 Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Quran Dan Terjemahan, (Semarang:CV.
Adi Grafika,1994), h. 301
7 M. Quraisy Shihab, Membumikan Al-Qur‟an, (Bandung: Mizan, 1994), h. 383
10
yang berkembang dalam kalangan ulama Islam, fiqih itu ialah ilmu
pengetahuan yang membicarakan/membahas/memuat hukum-hukum Islam
yang bersumber pada al-Qur‟an, sunah dan dalil-dalil syar‟i yang lain, setelah
diformulasikan oleh para ulama dengan mempergunakan kaedah-kaedah ushul
fiqih.8 Sementara itu menurut pengikut As-Syafi‟i mengatakan bahwa fiqih itu
adalah:
”Ilmu yang menerangkan segala hukum agama yang berhubungan
dengan pekerjaan para mukallaf, yang dikeluarkan (istinbatkan) dari dali-
dalil yang jelas (tafshili)”.9
Senada dengan As-Syafi‟i, ulama Hanafiyah memberikan batasan
bahwa fiqih adalah ilmu yang menerangkan segala hak dan kewajiban yang
berhubungan dengan amalan para mukallaf. Dari definisi di atas penulis dapat
menyimpulkan bahwa yang dimaksud fiqih yaitu ilmu yang menerangkan
segala hukum-hukum yang berhubungan dengan perbuatan mukallaf yang
diperoleh dari dalil-dalil yang rinci.
Adapun pengertian mata pelajaran fiqih dalam kurikulum Madrasah
Tsanawiyah adalah: 10
a. Mata pelajaran fiqih adalah bimbingan untuk mengetahui ketentuan-
ketentuan syariat Islam. Materi yang sifatnya memahami, menghayati dan
mengamalkan pelaksanaan syariat tersebut yang kemudian menjadi dasar
pandangan dalam kehidupannya, keluarga dan masyarakat lingkungannya.
8 Zakiah Daradjat, Metodik Khusus Pengajaran Agama Islam, (Jakarta: Bumi Aksara,
1995), h. 78
9 Hasbi Ash-Siddieqy, Pengantar Hukum Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1980), cet. VI,
h. 25-26
10 Depag RI, GBPP Mts Mata Pelajaran Fiqih, (Dirjen Pembinaan Kelembagaan Agama
Islam, 1993), cet ke-1, h. 1
11
b. Bentuk bimbingan tersebut tidak terbatas pada pemberian pengetahuan,
tetapi lebih jauh seorang guru dapat menjadi contoh dan tauladan bagi
siswa dan masyarakat lingkungannya. Dengan keteladanan guru
diharapkan para orang tua dan masyarakat membantu secara aktif
pelaksanaan fiqh di dalam rumah tangga dan masyarakat lingkungannya.
Dari penjelasan di atas, dapat penulis pahami tentang pengertian mata
pelajaran fiqh dalam kurikulum Madrasah Tsanawiyah yaitu mata pelajaran
yang diarahkan untuk memberikan pengetahuan, pemahaman dan bimbingan
kepada siswa mengenai ketentuan-ketentuan syariat Islam untuk diamalkan
dalam kehidupan sehari-hari.
b. Tujuan Pembelajaran Fiqih
Sebagai bahan pelajaran yang diberikan pada anak didik dalam proses
belajar mengajar, mata pelajaran fiqih tentu memiliki sasaran dan tujuan yang
ingin dicapai. Untuk memenuhi tujuan tersebut, dalam skripsi ini diuraikan
dan dikomparasikan antar tujuan fiqih dan tujuan mata pelajaran fiqih secara
spesifik. Menurut Aswadi Syukur, tujuan fiqih (ilmu fiqih) adalah
”menerapkan hukum syara pada setiap perkataan dan perbuatan mukallaf.11
Sedangkan rumusan tujaun fiqih menurut Abdul Wahab Kallaf adalah
”menerapkan hukum-hukum syariat Islam bagi seluruh tindakan dan ucapan
manusia.12
Kedua rumusan tujuan fiqih tersebut tidaklah berbeda, keduanya
menghendaki penerapan hukum syara pada setiap tingkah laku dan ucapan
mukallaf ditengah hidup dan kehidupannya.
Tujuan fiqih tersebut mengalami perincian ketika telah menjadi tujuan
mata pelajaran seperti yang tertera dalam Kurikulum Madrasah Tsanawiyah
yang dikeluarkan oleh Departemen Agama RI adalah membekali peserta didik
agar dapat:
11
M. Aswadi Syukur, Pengantar Ilmu Fiqih dan Ushul Fiqih, (Surabaya: Bina Ilmu,
1990), cet ke-1, hal. 4
12 Abdul Wahab Kallaf, Ilmu Ushul Fiqih, (Bandung: Gema Risalah Press, 1996), cet ke-
1, hal.26
12
1.Mengetahui dan memahami pokok-pokok hukum Islam secara terperinci
dan menyeluruh, baik berupa dalil naqli maupun aqli. Pengetahuan dan
pemahaman tersebut diharapkan menjadi pedoman hidup dalam
kehidupan pribadi dan sosial.
2.Melaksanakan dan mengalamkan ketentuan hukum Islam dengan benar.
Pengalaman tersebut diharapkan dapat menumbuhkan ketaatan
menjalankan hukum Islam, disiplin dan tanggung jawab sosial yang
tinggi dalam kehidupan pribadi maupun sosialnya.13
c. Fungsi dan Ruang Lingkup Pembelajaran Fiqih
Mengenai fungsi fiqih, secara umum dapat disebutkan bahwa fiqih
berfungsi: ”sebagai rujukan para mukallaf untuk mengetahui syariat Islam
sehingga pola tingkah lakunya dapat terkendali pada landasan etikan dan
moral yang religius”.14
Fungsi mata pelajaran fiqih di Madrasah Tsanawiyah seperti yang
termaktub dalam Kurikulum 2004 Madrasah Tsanawiyah adalah:
1.Penanaman nilai-nilai dan kesadaran beribadah peserta didik kepada
Allah Swt sebagai pedoman mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan
akhirat.
2.Penanaman kebiasaan melaksanakan hukum Islam di kalangan peserta
didik dengan ikhlas dan perilaku yang sesuai dengan peraturan yang
berlaku di Madrasah dan masyarakat.
3.Pembentukan kedisiplinan dan rasa tanggung jawab sosial di Madrasah
dan masyarakat.
4.Pengembangan keimanan dan ketaqwaan kepada Allah Swt serta akhlak
muliam peserta didik seoptimal mungkin, melanjutkan yang telah
ditanamkan lebih dahulu dalam lingkungan keluarga.
5.Pembangunan mental peserta didik terhadap lingkungan fisik dan sosial
melalui ibadah dan muamalah.
6.Perbaikan kesalahan-kesalahan, kelemahan-kelemahan peserta didik
dalam keyakinan dan pelaksanaan ibadah dalam kehidupan sehari-hari.
7.Pembekalan peserta didik untuk mendalami fiqih atau hukum Islam pada
jenjang pendidikan yang lebih tinggi.15
13
Depag RI, kurikulum 2004 Standar Kompetensi Madrasah Tsanawiyah, (Jakarta:
Direktorat Jendral Kelembagaan Agama Islam, 2004), hal. 46
14 Abdul Wahab Kallaf, Ilmu Ushul Fiqih, …, hal.27
15 Depag RI, kurikulum 2004 Standar Kompetensi Madrasah Tsanawiyah,…hal. 47
13
Fiqih berfungsi sebagai sumber hukum yang menjadi pendorong dan
pembentuk tingkah laku yang sesuai dengan ketentuan-ketentuan hukum
sehingga terbentuk komunitas masyarakat muslim yang memiliki kesadaran
akan hak dan kewajibannya sebagai prasyarat terwujudnya kondisi hidup dan
kehidupan yang harmonis dan sejahtera. Para pengajar harus memahami
fungsi fiqih ini agar pendidikan dan pembinaan pribadi siswa dapat terarah
sesuai dengan harapan yang ditentukan.
Sedangkan ruang limgkup pengajaran fiqih di Madrasah Tsanawiyah
meliputi keserasian, keselarasan, dan keseimbangan antara:
a. Hubungan manusia dengan alam
b. Hubungan manusia dengan Allah Swt
c. Hubungan manusia dengan sesama manusia, dan selain manusia dan
lingkungan.
Khusus mengenai ruang lingkup hubungan manusia dengan Allah Swt
yang merupakan bentuk ibadah diantaranya shalat. Shalat merupakan salah
satu materi yang harus diberikan karena selain menjadi ibadah ritual juga
memiliki nilai pendidikan yang berarti.
Shalat mengajarkan seseorang untuk berdisiplin dan mentaati berbagai
peraturan dan etika dalam kehidupan dunia. Hal ini terlihat dari penetapan
waktu shalat harus dipelihara oleh setiap muslim dan tata tertib yang
terkandung di dalamnya. Dari segi sosial kemasyarakatan shalat merupakan
pengukuhan aqidah setiap anggota masyarakat dan kekuatan jiwa mereka yang
berimplikasi terhadap persatuan dan kesatuan umat. Persatuan dan kesatuan
ini menimbulkan hubungan sosial yang harmonis dan kesamaan pemikiran
dalam menghadapi segala problema kehidupan sosial kemasyarakatan.
Dari ruang lingkup maupun fungsi yang tercantum dalam Kurikulum
Mts terlihat ruang lingkup materi pelajaran begitu luans menyangkut
hubungan vertikal dan horizontal siswa didik. Demikian juga dengan fungsi
yang terkandung dalam mata pelajaran tersebut yang sangat diharapkan sekali
siswa mampu menjadi dirinya sebagai muslim yang memiliki kesadaran
sebagai hamba Allah untuk beribadah secara benar dan melaksanakan syariat
14
dengan ikhlas. Semuanya itu tidak terlepas dari bagaimana kondisi
pembelajaran fiqih tersebut dalam mencapai fungsi yang diharapkan.
Tujuan, fungsi dan ruang lingkup pembelajaran fiqih di Madrasah
semuanya akan terpenuhi atau tidak jika tergantung kepada upaya yang
diterapkan oleh madrasah yang bersangkutan terutama pada kegiatan
pengelolaan pembelajarannya.
2. Pondok Pesantren
a. Pengertian Pondok Pesantren
Untuk mengetahui makna dan pengertian pondok pesantren, terlebih
dahulu perlu dipahami maknanya, istilah pondok berasal dari Bahasa Arab
Funduq yang berarti hotel, asrama, rumah, dan tempat tinggal sederhana.16
Sementara itu untuk istilah pesantren terdapat perbedaan dalam makna
khususnya berkaitan dengan asal-usul katanya. Secara etimologi pesantren
berasal dari kata santri yang menjadi awalan “pe” dan akhiran “an”, berarti
tempat tinggal para santri. Istilah santri berasal dari bahasa Tamil yang berarti
guru mengaji.17
Menurut Nurcholis Madjid ada dua pendapat yang berkaitan dengan
istilah pesantren. pertama,pendapat yang mengatakan bahwa “santri”
berasal dari kata sastri, sebuah kata dari bahasa sansekerta yang
artinya melek huruf (mengenal huruf). Kedua, pendapat yang
mengatakan bahwa perkataan santri sesungguhnya berasal dari bahasa
jawa dari kata Cantrik, berarti seseorang yang selalu mengikuti
kemana guru itu pergi menetap.18
Zamkaksyari Dhofier berpendapat bahwa kata santri berasal dari
bahasa India yang berarti orang yang tahu buku-buku suci agama, atau secara
16
Yunus Namsa, Metodologi Pengajaran Agama Islam, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2000),
h. 33
17 Mansur dan mahfud junaedi, rekonstruksi sejarah pendidikan islam di Indonesia,
(Jakarta: departemen agama RI, 2005), cet k-1, hal. 95
18 Nurcholis Madjid, bilik-bilik pesantren : sebuah potre perjalanan, (Jakarta:
Paramadina, 1997), cet ke-1. Hal. 19-20
15
umum dapat diartikan buku-buku suci, buku-buku agama, atau buku-buku
tentang ilmu pengetahuan.19
Pesantren adalah lembaga lokal yang mengajarkan praktik-praktik dan
kepercayaan-kepercayaan Islam. Pesantren merupakan pengembangan sistem
halaqah yang di dalamnya para murid harus mondok dan hidup dalam
zawiyah (kamar penyiapan) syaiknya (guru tarekat).20
Pesantren didefinisikan
sebagai suatu tempat pendidikan dan pengajaran yang menekankan pelajaran
agama Islam dan didukung asrama sebagai tempat tinggal santri yang bersifat
permanen. Selanjutnya, pesantren adalah sistem pendidikanyang melakukan
kegiatan sepanjang hari, santri tinggal di asrama dalam satu kawasan bersama
guru, kiyai dan senior mereka.21
Menurut Aminudin Rosyad dan Baihaqi AK dalam buku Sejarah
Pendidikan Islam di Indonesia, istilah pondok pesantren merupakan dua
istilah yang menunjukan kepada suatu pengertian, suku jawa menggunakan
sebutan pondok atau pesantren dan sering pula menyebutnya sebagai pondok
pesantren.22
Menurut Sudjako dan Prasojo dalam bukunya profil pesantren
dikemukakan bahwa pengertian istilah pesantren sebagai berikut:
“pesantren adalah lembaga pendidikan dan pengajaran agama Islam,
umumnya dengan cara non klasikal, dimana seorang guru atau kiyai
mengajarkan ilmu agama Islam kepada santri-santri berdasarkan kitab-
kitab yang ditulis dalam bahasa arab oleh ulama-ulama arab abad
pertengahan”. Para santri biasanya tinggal di dalam pondok (asrama)
dalam pesantren tersebut.23
19
Zamakhsyari Dhofier, tradisi pesantren “studi tentang pandangan hidup kiyai”.
(Jakarta: LP3ES, 1982), cet ke-1, hal. 18
20 Hilmy Muhammadiyah dan Sulthan Fatoni, NU: Identitas Islam Indonesia, (Jakarta:
lembaga studi agama dan sosial, 2004), cet. Ke-1, hal. 109
21 Mujamil Qamar, Pesantren dari Transformasi Metodologi Menuju Demokratisasi
Intitusi, (Jakarta: PT Erlangga, 2005), hal. 2
22 Aminudin Rosyad dan Baihaqi AK, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, (Jakarta:
Departemen Agama RI, 1986), Hal. 53
23 Sudjako, Prasojo, Profil Pesantren, (Jakarta: LP3ES, 1995), cet ke-5, Hal. 82
16
Menurut M. Arifin pondok pesantren berarti, suatu lembaga
pendidikan agama Islam yang tumbuh serta diakui masyarakat sekitar,
dengan sistem asrama (komplek) dimana santri-santri menerima
pendidikan agama melalui sistem pengajian atau madrasah yang
sepenuhnya berada di bawah kedaulatan dan leadership seseorang
atau beberapa kiyai dengan ciri-ciri khas yang bersifat karismatik serta
independent dalam segala hal.24
Pendapat di atas pada dasarnya tidak menunjukan suatu kontradiksi,
melainkan lebih bersifat saling melengkapi. Sehingga, meski terdapat
perbedaan dalam melihat asal usul kata pondok dan kata pesantren, namun
tidak terdapat perbedaan esensial. Oleh karena itu secara sederhana pondok
pesantren dapat diartikan sebagai lembaga pendidikan Islam untuk
mempelajari, memahami, menghayati, dan mengamalkan ajaran Islam dengan
menekankan pentingnya moral keagamaan sebagai pedoman prilaku sehari-
hari, serta mengajarkan kepada santri membaca kitab-kitab agama Islam, dan
para santrinya tinggal bersama guru atau kiyai mereka. Adapun fungsi dan
kedudukan pesantren pada masa ini belum sebesar dan sekomplek sekarang.
Pada masa awal, pesantren hanya berfungsi sebagai media islamisasi
dan sekaligus memadukan tiga unsure pendidikan, yakni:25
a. Tabligh untuk menyebarkan ilmu
b. Ibadah untuk menanamkan iman
c. Amal untuk mewujudkan kegiatan masyarakat dalam kehidupan
sehari-hari
Pada masa sekarang ini, pesantren tidak hanya memberikan pelayanan
pendidikan dan keagamaan, tetapi juga membimbing sosial, cultural dan
ekonomi masyarakat lingkungannya.26
b. Kurikulum Pendidikan di Pondok Pesantren
24
Hadimulyo, Dua Pesantren Dua Wajah Budaya, (Jakarta: LP3ES, 1985), Hal. 99
25 Wahjoetomo, Perguruan Tinggi Pesantren: Pendidikan Alternatif Masa Depan,
(Jakarta: Gema Insan Press, 1997), cet ke-1, hal. 71
26 Nurcholis Madjid, Bilik-bilik Pesantren : Sebuah Potret Perjalanan,…, hal. 76
17
Istilah kurikulum berasal dari bahasa Perancis, yaitu “Courier” yang
berarti to run, maksudnya adalah berlari. Sedangkan dalam bahasa Yunani
kurikulum diartikan sebagai “jarak” yang ditempuh oleh pelari, sehingga
kurikulum dalam pendidikan diartikan sebagai sejumlah pelajaran yang harus
ditempuh atau dsiselesaikan oleh anak didik guna mendapat ijazah.27
Secara terminologi, kurikulum berarti suatu program pendidikan yang
berisikan berbagai bahan ajar dan pengalaman belajar yang di programkan,
direncanakan dan dirancang serta sistematik atas dasar norma-norma yang
berlaku dan dijadikan pedoman dalam proses pembelajaran bagi tenaga
kependidikan dan peserta didik untuk mencapai tujuan pendidikan.28
Perkataan kurikulum mulai dikenal sebagai istilah dalam dunia
pendidikan kurang lebih sejak satu abad yang lalu. Istilah ini muncul untuk
pertama kalinya dalam Kamus Webster tahun 1856. pada tahun itu kata
kurikulum dipergunakan dalam bidang olahraga, yaitu suatu alat yang
membawa orang dari start sampai finish. Baru kemudian pada sekitar tahun
1955 istilah kurikulum dipergunakan dalam bidang pendidikan dengan arti
sejumlah mata pelajaran pada suatu lembaga pendidikan. Dalam Kamus
Webster tersebut kurikulum diartikan dua macam, yaitu: 29
1. Sejumlah mata pelajaran yang harus ditempuh atau dipelajari siswa pada
lembaga pendidikan sekolah atau perguruan tinggi guna memperoleh ijazah
tertentu.
2. Sejumlah mata pelajaran yang ditawarkan oleh suatu lembaga pendidikan
atau jurusan.
dari beberapa pengertian diatas, dapat dipahami bahwa yang dimaksud
dengan kurikulum adalah sesuatu yang harus ditempuh oleh peserta didik
27
Abdullah Syukri Zarkasyi, Gontor dan Pembaharauan Pendidikan Pesantren, (Jakarta:
PT Raja Grafindo Persada, 2005), hal. 77
28 Zurinal Z dan Wahdi Sayuti, Ilmu Pendidikan Pengantar Dasar-dasar Pendidikan,
(Jakarta: UIN Jakarta Press, 2006), cet ke-1, hal. 57
29 Abdullah Syukri Zarkasyi, Gontor, dan Pembaharuan pendidikan pesantren, …, hal.
78
18
dalam menyelesaikan suatu program. Sedangkan dalam studi kependidikan
Islam istilah kurikulum menggunakan “manhaj” yang berarti sebagai jalan
yang terang atau jalan yang dilalui oleh manusia pada berbagai bidang
kehidupannya. Jalan terang tersebut adalah jalan yang dilalui oleh pendidik
dan pembimbing dengan orang yang di didik atas bimbingnya guna dapat
mengembangkan pengetahuan keterampilan serta sikap mereka.
Sedangkan kurikulum pesantren sebenarnya meliputi seluruh kegiatan
yang dilakukan di pesantren selama sehari semalam, pada masa sebelum
kemerdekaan istilah kurikulum beluk dikenal dalam sebagaian pesantren
walaupun materinya ada dalam praktek mengajar, bimbingan rohani, dan
latihan kecakapan merupakan kesatuan dalam proses pendidikan di
pesantren.30
Dengan demikian kurikulum di pondok pesantren adalah keseluruhan
usaha lembaga pendidikan pesantren dalamn member pengalaman kepada
santri secara terencana dan terorganisir untuk mempengaruhi kegiatan belajar
mengajar sehingga tercapai tujuan yang telah dirumuskan.
Sedangkan materi pembelajaran yang diberikan di pondok pesantren
mengacu kepada isi materi yang terdapat pada kitab kuning, sehingga
pimpinan pondok hanya menentukan apa yang harus dipelajari oleh santri.
Kitab yang dipelajari biasanya tidak dilengkapi dengan sandangan (syakal),
oleh karena kitab kuning juga kerap disebut oleh kalangan pesantren sebagai
”kitab gundul”. Dan karena itu rentang waktu sejarah yang sangat jauh dari
kemunculannya sekarang, tidak sedikit yang menjuluki kitab kuning ini
dengan “kitab kuno”.
Pengajaran kitab-kitab ini meskipun berjenjang namun materi yang
diajarkan kadang-kadang berulang-ulang. Hanya berupa pendalaman dan
perluasan wawasan santri. Memang ini menjadi salah satu bentuk
penyelenggaraan pengajaran pondok pesantren yang diselenggarakan
berdasarkan sistem (kurikulum) kitabi. Berdasarkan pada jenjang ringan
30
M. Habib Chirzin, “Agama Ilmu dan Pesantren”, (Jakarta: LP3ES, 1995), cet ke-5, hal.
87
19
beratnya muatan kitab. Tidak berdasarkan tema-tema (maudhlu‟i) yang
memungkinkan tidak terjadinya pergulangan namun serta komprehensif
diajarkan permateri pada para santri. Meski diajarkan dengan sistem kitabi
tetap terjaga sistematika kitab berdasarkan pada bidang bahasan.
perjenjangan berdasarkan kitab yang dipelajari santri, dalam
pelaksanaannya di pondok pesantren tidaklah menjadi suatu kemutlakan.
Bahkan dapat saja pondok pesantren memberikan tambahan atau melakukan
inovasi atau pula mengajarkan kitab-kitab yang lebih popular darn efektif.
Adapun alokasi waktu dan mata pelajaran atau kitab yang diajarkan sehari-
hari dapat ditentukan sendiri oleh kiyai atau guru yang bertanggung jawab
dalam bidang pendidikan dengan memperhatikan keadaan atau kondisi
pondok pesantren dari segi penyelenggaraan dan sumber daya manusia.
Untuk mengetahui gambaran kitab yang biasa diajarkan di pondok
pesantren, berikut contoh-contoh kitab beserta kategorinya:31
1. Cabang Ilmu Fiqih
a.Safinat-u „I-Shalah
b.Safinat-u „I-Najah
c. Fath-u „I-Qarib
d. Taqrib
e. Fath-u „I-Muin
f. Minhaju-u „I-Qawim
g. Muthma‟innah
h. Al-Iqna‟
i. Fath-u „I-Wahhab
2. Cabang Ilmu Tauhid
a.‟Aqidat-u „I –Awamm (nazham)
b. Bad‟-u „I- Amal (nazham)
c.Sanusiyah
3. Cabang Ilmu Tasawuf
31
Nurcholis Madjid, Bilik-bilik Pesantren : Sebuah Potret Perjalanan,…, hal. 28-29
20
a.Al-Nasha „ih-u „I –Diniyah
b. Irsyad-u „I –Ibad
c. Tanbih-u „I –Ghafilin
d. Minhaj-u „I –Abidin
e. Al-Da‟wat-u „I –Tammah
f. Al- Hikam
g. Risalat-u „I –Mu‟awanah wa „I-Muzhaharah
h. Bidayat-u „I -Hidayah
4. Cabang Ilmu Nahwu dan Sharaf
a.Al-Maqsud (nazham)
b. „Awamil (nazham)
c. „Imrithi (nazham)
d. Ajurumiyah
e. Kaylani
f. Mirhat-u „I- I „Rab
g. Ibnu „Aqi
h. Alfiyah (nazham)
sedangkan materi pelajaran umum yang biasa diajarkan di pondok
pesantren sebagai berikut:
a. Bahasa Indonesia
b. Bahasa inggris
c. IPS
- Sejarah
- Geografi
- Ekonomi
d. IPA
- Fisika
- Kimia
- Biologi
- Tata Negara
21
Waktu pembelajaran di pondok pesantren biasanya adalah setelah
shalat subuh berjamaah di masjid, setelah shalat ashar dan seah shalat „Isya.
Pengajian ini dilakukan secara berjenjang atau keseluruhan. Tergantung
metode dan sistem penyelenggaraan yang dilakukan. Sedangkan waktu pagi
sampai siang biasanya di isi dengan kegiatan mandiri atau keterampilan
khusus yang di selenggarakan oleh pihak pondok pesantren.
c. Tujuan dan Ciri Khas Pengajaran Pesantren
Adapun tujuan didirikannya pondok pesantren pada dasarnya terbagi
kepada dua hal, yaitu:
1) Tujuan Khusus
Yaitu mempersiapkan para santri untuk menjadi orang alim dalam
ilmu agama yang diajarkan oleh kiyai yang bersangkutan serta mengamalkan
dalam masyarakat.
2) Tujuan umum
Yakni membimbing anak didik untuk menjadi manusia yang
berkepribadian Islam yang sanggup dengan ilmu agamanya menjadi muballigh
Islam dalam masyarakat sekitar melalui ilmu dan amalnya. Melihat dari tujuan
tersebut, jelas sekali bahwa pesantren merupakan lembaga pendidikan Islam
yang diharapkan dapat meneruskan missinya dalam dakwah Islam. Adapun
ciri-ciri khas pondok pesantren yang sekaligus menunjukan unsur-unsur
pokoknya, serta membedakannya dengan lembaga-lembaga pendidikan
lainnya adalah sebagai berikut:32
a. Pondok
Definisi singkat istilah “pondok” adalah tempat sederhana yang
merupakan tempat tinggal kyai bersama para santrinya. Di Jawa besarnya
pondok tergantung pada jumlah santrinya. Adanya pondok yang sangat kecil
dengan jumlah santri kurang dari seratus sampai pondok yang memiliki tanah
yang luas dengan jumlah santri lebih dari tiga ribu. Tanpa memperhatikan
32
Drs. Hasbullah, Kapita Selekta Pendidikan Islam, (Jakarta, PT Raja Grafindo
Persada,1996) cet 1. hal. 39
22
berapa jumlah santri, asrama santri wanita selalu dipisahkan dengan asrama
santri laki-laki.
Kompleks sebuah pesantren memiliki gedung-gedung selain dari
asrama santri dan rumah kyai, termasuk perumahan ustadz, gedung madrasah,
lapangan olahraga, kantin, koperasi, lahan pertanian dan/atau lahan
peternakan. Kadang-kadang bangunan pondok didirikan sendiri oleh kyai dan
kadang-kadang oleh penduduk desa yang bekerja sama untuk mengumpulkan
dana yang dibutuhkan.
Salah satu niat pondok selain dari yang dimaksudkan sebagai tempat
asrama para santri adalah sebagai tempat latihan bagi santri untuk
mengembangkan keterampilan mandiri dalam amsyarakat sesudah tamat dari
pesantren. Santri harus bersikap mandiri, misalnya memasak sendiri, mencuci
pakaian sendiri dan diberi tugas seperti memelihara lingkungan pondok.
Sistem asrama ini merupakan cirri khas tradisi pesantren yang membedakan
sistem pendidikan pesantren dengan sistem pendidikan Islam lain.33
b. Masjid
Secara etimologi menurut M. Quraish Shihab, masjid-masjid berasal
dari bahasa Arab “sajada” yang berarti patuh, taat, serta tunduk
dengan penuh hormat dan takdzim. Sedangkan secara terminologis,
masjid merupakan tempat aktifitas manusia yang mencerminkan
kepatuhan kepada Allah Swt.34
Upaya menjadikan masjid sebagai pusat pengkajian dan pendidikan
Islam berdampak pada tiga hal. Pertama, mendidik anak agar tetap beribadah
dan selalu mengingat kepada Allah. Kedua, menanamkan rasa cinta kepada
ilmu pengetahuan dan menyadarkan hak-hak dan kewajiban manusia. Ketiga,
memberikan ketentraman, kedamaian, kemakmuran dan potensi-potensi
positif melalui pendidikan kesabaran, keberanian, dan semangat dalam hidup
beragama.
33
Abdullah Syukri Zarkasyi, Gontor, dan Pembaharuan pendidikan pesantren, …,hal. 70
34 HM. Amin Haedari dan Abdullah Hanif, Masa Depan Pesantren dalam Tantangan
Modernitas dan Tantangan Komplesitas Global…hal. 36
23
Kedudukan masjid sebagai pusat pendidikan dalam tradisi pesantren
merupakan manifestasi universalisme dari sistem pendidikan Islam yang
pernah diperaktikan oleh Nabi Muhammad Saw artinya, telah terjadi proses
berkesinambungan fungsi masjid sebagai kegiatan umat. Tradisi penggunaan
masjid sebagai pusat aktifitas kaum muslimin diteruskan oleh para sahabat dan
khalifah berikutnya.
c. Santri
Santri adalah siswa atau murid yang belajar dipesantren. Pada
umumnya santri terbagi dalam dua kategori. Pertama, santri mukim yaitu
murid-murid yang berasal dari daerah yang jauh dan menetap di pesanteren
santri mukim yang paling lama tinggal di persantren tersebut biasanya yang
dipercaya untuk memegang tanggung jawab mengurusi kepentingan pesantren
sehari-hari. Santri senior juga memikul tanggung jawab untuk mengajarkan
santri-santri junior tentang kitab-kitab dasar dan menengah.
Kedua, santri kalong yaitu para santri yang berasal dari desa-desa
disekitar pesantren. Mereka bolak balik dari rumahnya sendiri untuk
memenuhi tugas belajar dan aktifitas pesantren lainnya. Apabila pesantren
memiliki lebih banyak santri mukim dari pada santri kalong maka pesantren
tersebut adalah pesantren besar.
Oleh karenanya, hanya seorang santri yang memiliki kesungguhan dan
kecerdasan saja yang diberi kesempatan disebuah pesantren besar. Selain dua
istilah santri diatas ada juga istilah “santri kelana” dalam dunia pesantren.
Santri kelana adalah santri yang selalu berpindah-pindah dari satu pesantren
ke pesantren lainnya hanya untuk memperdalam ilmu agama.
d. Kiyai
Kiyai atau pengasuh pondok pesantren merupakan elemen yang sangat
esensial bagi suatu pesantren. Menurut asal muasalnya.
sebagaimana dirinci Zamakhsyari Dhofier, perkataan kiyai dalam
bahasa Jawa dipakai untuk tiga jenis gelar yang saling berbeda. Pertama,
sebagai gelar kehormatan bagi barang-barang yang dianggap sakti dan kramat.
Kedua, sebagai gelar kehormatan bagi orang-orang tua umumnya. Ketiga,
24
sebagai gelar kehormatan yang diberikan oleh masyarakat kepada seseorang
ahli agama Islam yang memiliki atau menjadi pimpinan pesantren. 35
Kiyai dalam bahasan buku ini, mengacu kepada pengertian ketiga
yakni gelar yang diberikan kepada para pemimpin agama Islam atau pondok
pesantren dalam mengajarkan berbagai jenis kitab-kitab klasik (kuning)
kepada para santrinya. Peran penting kiyai terus signifikan hingga kini, kiyai
dianggap memiliki pengaruh secara sosial dan politik karena memiliki ribuan
santri yang taat dan patu serta mempunyai ikatan primordial (patron) dengan
lingkungan masyarakat lainnya.36
e. Kitab-kitab Islam Klasik
Unsur pokok lainnya yang cukup membedakan pesantren dengan
lembaga pendidikan lainnya bahwa pada pesantren diajarkan kitab-kitab Islam
klasik atau yang sangat terkenal dengan sebutan kitab kuning. Yang dikarang
oleh para ulama terdahulu, mengenai berbagai berbagai macam ilmu
pengetahuan agama Islam dan bahasa Arab, pelajaran dimulain dengan kitab-
kitab yang sederhana, kemudian dilanjutkan dengan kitab-kitab tentang
berbagai ilmu yang mendalam. Tingkatan suatu pesantren dan pengajarannya,
biasnya diketahui dari jenis kitab-kitab yang diajarkan. Secara garis besar
sistem pengajaran yang dilaksanakan di pesantren, dapat dikelompokan
menjadi tiga macam yaitu: Sorogan, Bandungan, Weton.37
d. Metode pembelajaran di Pondok Pesantren
Secara etimologis, metode berasal dari kata “met” dan “hodes” yang
berarti melalui. Sedang secara istilah, metode adalah jalan atau cara yang
harus ditempuh untuk mencapai suatu tujuan. Sementara itu, pembelajaran
adalah kegiatan belajar mengajar yang berlangsung secara interaktif antara
santri dan kyai atau ustadz sebagai pendidik yang diatur berdasarkan
35
HM. Amin Haedari dan Abdullah Hanif, Masa Depan Pesantren dalam Tantangan
Modernitas dan Tantangan Komplesitas Global…hal.45 36
HM. Amin Haedari dan Abdullah Hanif, Masa Depan Pesantren dalam Tantangan
Modernitas dan Tantangan Komplesitas Global…hal. 28-35 37
Hasbullah, Kapita Selekta Pendidikan Islam,…hal. 49-52
25
kurikulum yang telah disusun dalam rangka mencapai tujuan tertentu. Jadi,
yang dimaksud dengan metode pembelajaran adalah cara-cara yang mesti
ditempuh dalam kegiatan belajar mengajar antara santri dan kyai atau ustadz
untuk mencapai suatu tujuan tertentu.
Metode pembelajaran di pesantren ada yang bersifat tradisional dan
modern (baru). Tradisional adalah metode pembelajaran yang diselenggarakan
untuk kebiasaan-kebiasaan yang telah lama di pergunakan pada institusi
pesantren atau metode pembelajaran asli (original) pesantren. Sedangkan
pembelajaran baru (modern) merupakan metode pembelajaran hasil
pembaharuan kalangan pesantren dengan mengadopsi metode-metode yang
berkembang di masyarakat modern. Walaupun tidak mesti, penerapan metode
baru juga diikuti dengan pengambilan sistem baru baru, yaitu sistem sekolah
klasikal. Meski pada mulanya pesantren sudah mengenal sistem klasikal,
namun tidak dengan batas-batas fisik yang lebih tegas seperti pada sisitem
klasikal yang diterapkan di sekolah atau madrasah modern.38
Pesantren sebagai lembaga pendidikan Islam secara selektif bertujuan
menjadikan para santri sebagai manusia yang mandiri yang diharapkan dapat
menjadi pemimpin umat dalam menuju keridlaan Tuhan. Ada beberapa
metode pengajaran yang dipergunakan untuk mendalami kitab-kitab standar
(Muqarrah) di pesantren., yaitu metode Wetonan, metode sorogan/ bandongan,
metode muhawarah, metode mudzakarah dan metode majlis ta‟lim.
Metode ini sudah diterapkan sejak berdirinya pesantren dan semakin
terjadi perbaikan sejak pesantren mengalami masa perubahan dan kebangkitan
di tahun 1900-an. Sampai sekarang dimana metode itu masih menunjukan
efektivitasnya. Uraian metode-metode tersebut adalah sebagai berikut:
1. Metode Wetonan
Pelaksanaan metode wetonan ini adalah sebagai berikut: kyai
membaca sesuatu kitab dalam waktu tertentu dan santri membawa kitab yang
sama, kemudian santri mendengarkan dan menyimak tentang bacaan kyai
38
Mahmud, MM, Model-model Pembelajaran di Pesantren, (Tangerang, Media
Nusantara, 2006), cet ke-1, hal, 49-51
26
tersebut. Metode pengajaran yang demikian adalam metode bebas, sebab
absensi santri tidak ada. Santi boleh datang boleh juga tidak, dan tidak ada
juga sistem kenaikan kelas. Santri yang cepat dalam menamatkan kitab boleh
menyambung ke kitab yang lebih tinggi atau mempelajari kitab lainnya.
Metode ini seolah-olah mendidik anak supaya kreatif dan dinamis.
Dengan metode pengajaran wetonan ini lama belajar santri tidak
tergantung kepada lamanya tahun belajar, tetapi berpatokan pada waktu kapan
murid tersebut menamatkan kitab-kitab pelajaran yang ditetapakan. Apabila
beberapa santri bersama-sama menamatkan satu kitab, maka suatu upacara
yang disebut khataman diselenggarakan, dimana dipertunjukan pencak,
gambus, dan terbang (rebana) sebagai hiburan dan sebagai adu kekuatan
dijadikan sebagai hiburan.
Dalam metode wetonan ini dilakukan dengan cara seorang kyai duduk
dilingkari santri-santri. Kelompok santri itu kemudian mengikuti kyai yang
membaca, menerjemahkan, menjelaskan, mengulas kitab-kitab dalam bahasa
arab itu.
2. Metode Sorogan
Metode sorogan dalam pengajian merupakan bagian yang paling sulit
dari keseluruhan metode pendidikan islam tradisional, sebab metode tersebut
menuntut kesabaran, kerajianan, ketaatan, dan disiplin pribadi dari murid.
Dalam metode ini santri yang pandai mengajukan sebuah kitab kepada kyai
untuk dibaca dihadapan kyai tersebut. Kalau dalam membaca dan memahami
kitab tersebut terdapat kesalahan, maka kesalahan itu langsung akan
dibenarkan oleh kyai. Metode sorogan ini terutama dilakukan untuk santri
yang permulaan belajar atau sebaliknya dilakukan oleh santri-santri khusus
yang dianggap pandai dan diharapkan dikemudian hari menjadi seorang alim.
Kitab-kitab yang dipakai dalam metode sorogan itu adalah kitab yang
ditulis dalam huruf gundul tanpa huruf hidup. Untuk itu seorang murid dalam
membacanya memerlukan bimbingan guru yang dapat mengawasi, menilai
dan membimbing secara maksimal kemampuan murid tersebut dalam bahasa
arab.
27
3. Metode Muhawarah
Muhawarah adalah suatu kegiatan berlatih bercakap-cakap dengan
bahasa arab yang diwajibkan oleh pesantren kepada para santri selama mereka
tinggal di pondok. Di beberapa pesantren, latihan muhawarah atau muhadasah
tidak diwajibkan setiap hari, akan tetapi hanya satu kali atau dua kali dalam
seminggu yang digabungkan dengan latihan muhadlarah atau khitabah yang
tujuannya melatih anak didik berpidato.39
Khusus untuk santri pemula, kegiatan ini dilakukan pada waktu-waktu
tertentu. Sebelumnya, mereka diberi pembendaharaan kata-kata bahasa ara
yang sering dipergunakan untuk dipergunakan untuk dihafalkan sedikit demi
sedikit sehingga mencapai target sesuai jangka waktu yang ditentukan. Setelah
menguasai kosa kata bahasa arab yang cukup, mereka diwajibkan untuk
menggunakannya dalam percakapan sehari-hari.
Pada beberapa pesantren, bahasa asing yang dipergunakan sebagai alat
komunikasi untuk para santri, tidak hanya bahsa Arab, tetapi juga bahasa
Inggris. Sehingga percakapan sehari-hari yang dipergunakan santri adalah
bahasa Arab dan Inggris.40
4. Metode Mudzakarah
Mudzakarah merupakan suatu pertemuan ilmiah yang secara spesifik
membahas masalah diniyah seperti ibadah dan akidah serta masalah agama
pada umumnya. Dalam mudzakarah tersebut dapat dibedakan atas dua tingkat
kegiatan: pertama, mudzakarah diselenggarakan oleh sesama santri untuk
membahas suatu masalah dengan tujuan melatih para santri agar terlatih dalam
memecahkan persoalan dengan mempergunakan kitab-kitab yang tersedia,
salah seorang santri mesti ditunjuk sebagai juru bicara untuk menyampaikan
kesimpulan dari masalah yang didiskusikan. Kedua, mudzakarah yang di
pimpin oleh kyai, dimana hasil dari mudzakarah para santri diajukan untuk
dibahas dan nilai seperti dalam suatu seminar. Biasanya lebih banyak berisi
suatu tanya jawab dan hampir seluruhnya diselenggarakan dalam bahasa arab.
39
Hasbullah, Kapita Selekta Pendidikan Islam,…,hal. 15 40
Mahmud, MM, Model-model Pembelajaran di Pesantren,…,hal.78
28
5. Metode Majlis ta‟lim
Majlis ta‟lim adalah suatu media penyampaian ajaran agama islam
yang bersifat umum dan terbuka. Para jamaah terdiri dari berbagai lapisan
yang memiliki latar belakang pengetahuan bermacam-macam dan tidak
dibatasi oleh tingkatan usia maupun perbedaan kelamin. Pengajian semacam
ini hanya diadakan pada waktu-waktu tertentu saja.
Ada yang seminggu sekali dan ada yang dua minggu sekali atau
sebulan sekali. Kadang juga kyai mengadakan pengajian khusus untuk wanita.
Materi yang diberikan bersifat umum berisi nasehat-nasehat keagamaan yang
bersifat amar ma‟ruf nahi munkar. Adakalanya materi diambil dari kitab-kitab
tertentu seperti tafsir Qur‟an dan Hadist.41
Dalam metode ini pesantren salaf
dan pesantren modern sama saja hanya disini pesantren modern mengajarkan
pendidikan umum 70 persen dan 30 persen pendidikan agama Islam.
3. Pesantren Khalafi (Modern)
Pembaruan pesantren pada masa kini mengarah kepada pengembangan
pandangan dunia. Dan substansi pendidikan pesantren agar lebih responsif
terhadap kebutuhan tantangan zaman. Selain itu pembaruan pesantren juga
diarahkan untuk fungsionalisasi pesantren sebagai salah satu pusat penting
bagi pembangunan masyarakat secara keseluruhan.
Dalam kamus bahasa Inggris kata “modern” memiliki makna
pembaharuan, yang terbaru atau tradisinal.42
Pondok pesantren modern adalah
pesntren yang menggunakan sistem modern (baru) dari segi penyampaian dan
pengajaran materinya.43
Pesantren khalaf atau modern adalah: “Pesantren yang telah
memasukan pelajaran-pelajaran umum dalam madrasah-madrasah yang
41
Imran Arifin, Kepemimpinan Kyai, (Malang Kalimasahada Press 1993), cet ke-1 hal.
37-40
42 Jhon M. Echols dan Hassan Shadly, Kamus Inggris Indonesia, (Jakarta: PT. Gramedia,
2008), cet ke-4, hal. 384
43 Ensiklopedia Islam, (Jakarta: Depag, 1992), hal. 28
29
dikembangkannya, atau membuka tipe sekolah-sekolah umum dalam
lingkungan pesantren.44
Hal ini senada dengan Wahjoetomo mengatakan bahwa pesantren
Modern adalah lembaga pesanten yang memasukan pelajaran umum
kedalam pelajaran madrasah yang dikembangkan atau pesantren
menyelenggarakan tipe sekolah umum bahkan perguruan tinggi dalam
lingkungannya.45
Sedangkan Suwendi mengatakan bahwa “Pesantren modern berarti
pesantren yang selalu tanggap terhadap tuntutan dan perubahan Zaman,
berwawasan pada masa depan, selalu mengutamakan prinsip efektifitas dan
efisien dan sejenisnya.” 46
Pondok pesantren modern dapat dikatakan sebagai pondok pesantren
yang mengadopsi sistem madrasah atau sekolah, dengan kurikulum
Departemen Agama, maupun Departemen Pendidikan Nasional. Selain itu
pesantrn modern biasanya memiliki jumlah santri yang banyak, dan tampak
adanya administrasi, manajemen yang baik. Pesantren modern adalah
pesantren yang memberi respon terhadap ekspansi sisitem pendidikan umum
dengan cara merevisi kurikulumnya dengan memasukan semakin banyak mata
pelajaran umum membuka kelembagaan dan fasilitas-fasilitas pendidikannya
bagi kepentingan pendidikan umum.
Selain dengan cara diatas menurut Azumardi Azra pesantren modern
dapat merespon perubahan-perubahan sosial yang berlangsung dengan cara:
1. Pembaruan substansi/ isi pendidikan pesantren dengan memasukan
subyek-subyek umum dan victorial.
2. Pembaruan metodologi, seperti sistem klasik, penjenjangan, dan
kurikulum yang lebih luas.
3. Pembarauan kelembagaan, seperti kepemimpinan pesantren
diversivikasi lembaga pendidikan.
4. Pembaruan fungsi dari fungis kependidikan juga mencakup fungsi
sosial ekonomi.47
44
Zamkarsary Daofier, Tradisi Pesantren, ... hal. 41 45
Wahjoetomo¸ Perguruan Tinggi Pesanten, (Jakarta Gama Insani Press 1997), hal. 41 46
Wahjoetomo¸ Perguruan Tinggi Pesanten …hal. 217 47
Azumardi Azra, Ilmu Pendidikan dalam Persepektif Islam, (Jakarta Rosdakarya 2000),
hal. 102
30
Dengan demikian semakin jelaslah bahwa pesantren bukan hanya
mampu mengembangkan dirinya. Pesantren tidak hanya mengajarkan ilmu-
ilmu agama Islam tetapi juga mengadopsi sistem pendidikan nasional.
Perkembangan dunia telah melahirkan suatu kemajuan zaman yang modern
begitu pula dengan sistem pesantren. Karena itu, sistem pendidikan harus
selalu melakukan upaya rekonstruksi pemahaman tentang ajaran-ajarannya
agar tetap relevan dan survive. Adapun ciri-ciri pondok pesantren modern
diantaranya:
1. Sekolah Formal
Sekolah formal yang dilaksanakan di pondok pesantren modern
berjalan sebagaimana sekolah-sekolah umum pada umumnya. Pembelajaran
dilakukan di dalam kelas secara klasikal, memakai seragam, menggunakan
kurikulum Depag, Diknas dan juga kurikulum pondok itu sendiri.
Sekolah formal di pondok pesantren modern dilaksanakan secara
berjenjang, mulai dari SD atau MI sampai dengan tingkat MA atau SMA
bahkan ada beberapa pondok pesantren mengadakan perguruan tinggi untuk
melanjutkan pendidikan para santrinya berbeda dengan pesantren tradisional
yang melaksanakan perjenjangan pendidikan berdasarkan pengajian kitab
yang dipelajari.
2. Lembaga Ekonomi Produktif
Lembaga ekonomi prokuktif yang ada di pondok pesantren modern
biasa juga disebut dengan koperasi pelajar. Koperasi pelajar menyediakan
segala kebutuhan santri, mulai dari buku hingga pakaian. Koperasi dikelola
oleh pesantren, santri diajarkan dan dibimbing untuk bermuamalah menurut
ajaran agama Islam.
3. lembaga Pengembangan Masyarakat
lembaga pengembangan masyarakat atau organisasi, pada pesantren
modern organisasi dijalankan oleh santri, organisasi yang mengatur kehidupan
sehari-hari santri. Pengurus organisasi biasanya diambil dari santri yang
kelasnya tertinggi dan berlaku pada satu periode setelah itu diadakan
31
pergantian pengurus baru, ketua organisasi dipilih oleh seluruh santri secara
demokrasi. Ustadz atau guru biasanya hanya bertindak selaku pembimbing
atau pengasuh. Dalam organisasi terdapat berbagai kegiatan yang diajarkan
kepada santri, hal tersebut guna menyiapkan santri agar dapat terjun
kemasyarakat.
4. Klinik Kesehatan
Di pondok pesantren modern biasanya sudah terdapat klinik kesehatan
atau puskesmas, klinik kesehatan ini melayani guru, karyawan dan santri yang
memerlukan perawatan dan pengobatan. Biaya yang dikeluarkan untuk
pengobatan biasanya relatif murah dibandingkan dengan berobat di luar
pesantren. Klinik kesehatan bisa jadi milik pesantren, atau hasil kerjasama
dengan pihak kesehatan pada umumnya.
5. Manajemen
Segala urusan di pondok pesantren modern sudah terorganisir dengan
baik. Mulai dari urusan bayaran santri atau keuangan sampai hubungan
masyarakat guna mengembangkan pondok pesantren. Kepemimpinan tidak
lagi bersifat absolut pada satu orang kyai sebagai pemimpin dan pengasuh
serta ustadz atau dewan guru juga memilki wewenang masing-masing pada
organisasi pesantren. Semua itu atas kebijakan hasil musyawarah dewan guru
dan pimpinan pondok pesantren.48
Selain ciri-ciri diatas menurut Wahjeotomo bahwa salah satu ciri yang
lain dari pondok modern adalah: “ biaya pembangunan pondok tersebut tidak
hanya didanai oleh kiyai, tetapi juga dari masyarakat”.49
Di pondok pesntren modern kiyai tidak memegang keuangan pondok
justru yang memegang keuangan adalah bendahara, ia mencari rejeki yang lain
yang bukan berasal dari pondok. Selain itu juga kebiasaan pada pondok
pesantren modern umumnya para santri sudah tidak memasak lagi tetapi diberi
langsung secara instant kepada santri-santri.
48
Abdullah Syukri Zarkasyi, Gontor, dan Pembaharuan pendidikan pesantren, …,hal.
172
49 Azumardi Azra, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam…,hal. 102
32
4. Pesantren Salaf (Tradisional)
Berbicara tentang subyek ini, sejatinya lebih bernuansa teologis
ketimbang pendidikan. Namun, untuk melengkapi pemahaman mengenai
pembahasan yang dibicarakan dalam skripsi ini, term salafi atau salafiyyah
menjadi penting di ungkapkan. Secara etimologis, kata salaf atau salafiyyah
berakar dari kata “salaf” (سلف), yang berarti “orang yang lebih dulu, orang
yang mendahului atau hidup sebelum zaman kita”, antonim dari kata “khalaf”
.yang berarti kemudian atau datang belakangan (خلف)50
oleh Karena itu, secara
terminologis, perkataan “salaf” mengandung pengertian kronologis yang
berarti orang yang hidup pada zaman yang lebih awal.51
Namun Istilah salafi bagi kalangan pesantren mengacu kepada
pengertian “pesantren tradisional”. Pesantren salafi merupakan pesantren yang
mempertahankan pengajaran kitab-kitab Islam klasik sebagai inti pendidikan.
Sistem madrasah diterapkan untuk memudahkan sistem sorogan yang dipakai
dalam lembaga-lembaga bentuk lama. Tanpa mengenalkan pelajaran umum.
Pada umumnya pesantren salafi masih mempertahankan identitas pesantren
sebagai lembaga pendidikan adalah tafaqquh fi al-Din, atau mempersiapkan
calon-calon ulama bukan untuk kepentingan lain Khususnya pengisian
lapangan kerja.52
sehingga pesantren salafi kurang memiliki kemampuan dalam
mengimbangi dan dan menguasai kehidupan global yang menyebabkan
lembaga pesantren “lagging bahind the time” atau tidak mampu menjawab
tantangan.53
Menurut Nasihin Hasan pesantren salafi adalah: “pesantren yang
biasanya belum mampu menyempurnakan kelemahan yang dirasakan ada
dilingkungannya dan biasanya melekat dari semua sektor dan perangkat
kehidupan pondok pesntren”.54
50
Ibnu Manzhur, Lisan al-„arabi, (Mesir: Dar-al-Maa‟arif, tt) hal. 2068-2069 51
Ensiklopedia Mini Sejarah dan Kebudayaan Islam, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu,
1996), cet ke-1 h. 119-120 52
Azumardi Azra, Ilmu Pendidikan dalam Persepektif Islam…hal. 104 53
Nurcholis Majid, Bilik-bilik Pesantren, ... hal. 90 54
Nurcholis Majid, Bilik-bilik Pesantren… hal. 114
33
Diantara kelemahan-kelemahan tersebut yaitu: kelemahan
administratif, organisatoris, dan manajemen, langkah pemimpin dan dan
tenaga bantu yang memiliki kecakapan menyeluruh, pengajaran berkualitas
tinggi, terbatasnya sumber keuangan, tidak menentukan pola hubungan
keluarga dengan lembaga-lembaga kemasyarakatan.
Sedangkan menurut Yusuf Hasyim, bahwa pesantren salafi adalah:
“pesantren yang acuan kurikulumnya secara referensial bertumpu pada kitab-
kitab karangan ulama-ulama salafi dan lebih mengutamakan pada aspek
keagamaan dengan metode klasiknya (sorogan dan bandongan)”.55
Pesantren tradisional selain mengacu pada kitab-kitab kepada kitab-
kitab klasik juga berfungsi sebagai transmisi dan transfer ilmu, pemeliharan
tradisional Islam dan memproduksi ulama. Ada beberapa alasan menurut
Nurcholis Majid mengapa banyak pesantren yang mempertahankan pola
salafiyah yang dianggap masih Sophisciated dalam menghadapi persoalan
eksternal diantaranya:
1) Dari segi kepemimpinan pesantren secara kukuh masih terpola
dengan kepemimpinan yang sentralistik dengan hirarkis yang
berpusat kepada satu orang kiyai.
2) Kelemahan dalam bidang metodologi yang akan memberikan
dampak lemahnya kreativitas.
3) Terjadinya disorientasi, yakni pesantren kehilangan kemampuan
mendefinisikan dan memposisikan dirinya ditengah realitas sosial
yang sekarang ini terjadi perubahan yang demikian cepat.56
Adapun ciri-ciri pondok pesantren salaf dari uraian diatas maka dapat
diturunkan bahwa pesantren salafi mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
a. Pesantren salafi adalah pesantren yang mempertahankan pengajaran
kitab-kitab Islam klasik dengan menggunakan metode non klasik
(bandongan dan sorogan).
b. Masih banyaknya kelemahan baik dalam bidang administratif,
organisatoris, kurangnya tenaga yang profesional dan berkualitas
tinggi, serta masih terbatasnya sumber keuangan.
55
H. M. Yusuf Hasyim, Dinamika Pesantren, (Jakarta P3M 1988) hal.90 56
Nurcholis Majid, Bilik-bilik Pesantren,...hal. 114
34
c. Kurikulumnya bertumpu pada ulama-ulama salaf.
d. Lebih mengutamakan aspek keagamaan tanpa mengenalkan
pengetahuan umum.
e. Tujuan utamanya adalah refroduksi ulama.
40
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Dalam penulisan skripsi ini, desain yang digunakan adalah desain
penelitian deskriptif analisis dan analisis komparasional bivariat, yaitu
dengan cara mendeskripsikan data, menganalisa, dan membandingkan data
dari hasil angket pembelajaran fiqih antara santri yang berasal dari pondok
pesantren modern Daarul Ahsan dan santri yang berasal dari pondok
pesantren salaf al-Musayyadah.
B. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan di podok pesantren Modern Daarul Ahsan dan
pondok pesantren Salaf al-Musayyadah Desa Dangdeur kec.Jayanti kab.
Tangerang Banten.
Adapun waktu penelitian yang penulis susun dari hasil konfirmasi
kepada pihak pesantren tersebut yaitu mulai tanggal 1 November s/d 30
November 2010 penelitian ini dilakukan di pondok pesantren Modern Daarul
Ahsan dan pondok pesantren salaf al-Musayyadah.
C. Metode Penelitian
Adapun metode penelitian yang digunakan oleh penulis dalam
penelitian ini adalah:
35
36
1. Penelitian lapangan (filed research) dengan menggunakan analisis
komparasional yaitu membandingkan pembelajaran fiqih di pondok
pesantren Modern Daarul Ahsan dan pondok pesantren salaf al-
Musayyadah.
2. Penelitian kepustakaan (book research) yakni dengan melacak buku-
buku yang berkaitan dengan penelitian ini untuk kemudian dibaca,
dikutip sesuai dengan keperluan kemudian dianalisis.
D. Variabel penelitian
Y. W. Best yang disunting oleh Sanapiah Faisal yang disebut Variabel
penelitian adalah kondisi-kondisi atau serenteristik-serenteristik yang oleh
peneliti di manipulasikan, dikontrol, atau diobservasi dalam suatu penelitian.
Sedangkan direktorat pendidikan tinggi Depdikbud menjelaskan bahwa yang
dimaksud variabel penelitian adalah suatu yang akan menjadi objek
pengamatan penelitian.1
Variabel yang digunakan dalam penelitian ini termasuk dalam variabel
interval, yakni variabel yang dihasilkan dari pengukuran, yang di dalam
pengukuran tersebut diasumsikan terdapat satuan unit pengukuran yang sama.2
Variabel dalam penelitian ini adalah “ Pembelajaran fiqih” santri yang
berasal dari pondok pesantren Modern Daarul Ahsan dan Pondok Pesantren
Salaf al-Musayyadah.
E. Populasi dan Sampel Penelitian
Populasi adalah keseluruhan subyek penelitian yang akan diteliti,
Dalam pembuatan skripsi ini yang menjadi populasi penelitian adalah seluruh
santri tsanawiyah yang berasal dari pondok pesantren modern Daarul Ahsan
dan santri tsanawiyah yang berasal dari pondok pesantren salaf al-
Musayyadah.
1 Chalid Narbuko, et. Al, Metodologi Penelitian, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 1999), Cet. Ke-
2, h.118 2 Chalid narbuko, et. Al, Metodologi Penelitian,…h. 129
37
Sampel adalah sebagian atau wakil dari populasi yang diteliti. Dalam
penelitian ini sampel yang diambil adalah santri tsanawiyah pondok pesantren
modern Daarul Ahsan yang berjumlah 109 dan santri sanawiyah pondok
pesantren salaf al-Musayyadah yang berjumlah 39. Jadi jumlah keseluruhan
populasi adalah 148 santri.
Namun penulis berpedoman pada pendapat Suharsimi Arkunto yang
menyatakan bahwa “apabila subjeknya kurang dari 100, lebih baik diambil
semuanya sehingga penelitiannya merupakan penelitian populasi. Selanjutnya
jika subjeknya lebih dari 100 dapat diambil antara 10% -15% atau 20% -25%.3
Berdasarkan pendapat diatas maka penulis mengambil 34% dari jumlah
populasi yang ada (148 x 34%= 50 orang).
Dalam penetapan sampel penulis menggunakan teknik Random
Sampling (sampel acak sederhana). Penulis hanya menentukan 50 santri yaitu
25 santri berasal dari pondok pesantren modern Daarul Ahsan dan 25 santri
yang berasal dari pondok pesantren salaf al-Musayyadah di Banten.
F. Teknik Pengumpulan Data
Untuk memperoleh data-data dalam penelitian ini, penulis
menggunakan beberapa teknik pengumpulan data sebagai berikut:
1. Observasi
Observasi adalah “Pengamatan dan pencatatan yang sistematis
terhadap gejala yang diteliti”.4 Observasi dalam penelitian ini dilakukan
untuk mengamati pembelajaran fiqih, proses kegiatan belajar mengajar
(KBM), lingkungan pesantren sarana dan prasarana pesantren serta keadaan
para siswa dan para guru di lingkungan pesantren.
2. Angket
Angket adalah suatu tehnik pengumpulan data yang mempunyai
kesamaan dengan tehnik wawancara karena keduanya diberikan dalam
3 Suharsimi Arkunto, Prosedur Penelitian Suatu Praktek, (Jakarta: PT Rieneka Cipta,
1998), Cet. Ke-4, h. 120
4 Nuraini Usman, Metodologi Penelitian Social, (Jakarta Bumi Askara 2000), Cet. Ke-3,
hal. 54
38
bentuk pertanyaan. Bedanya kalau wawancara dilaksanakan secara lisan
sedangkan angket secara tertulis.
Alasan penulis menggunakan tehnik angket dalam mengumpulkan
data ini adalah sebagai berikut:
a. Penulis ingin mengumpulkan data sebanyak mungkin dalam waktu
singkat, namun secara penelitian dapat tercapai dengan baik.
b. Untuk memudahkan penganalisaan data yang terkumpul, karena
pertanyaan yang diajukan kepada responden sama.
c. Karena responden jumlahnya cukup banyak.
Angket yang digunakan oleh penulis bersifat tertutup terdiri dari 22
pertanyaan dengan 4 alternatif jawaban yang berhubungan dengan
pembelajaran fiqih antara santri yang berasal dari pondok pesantren modern
Daarul Ahsan dan Pondok pesantren salaf al-Musayyadah.
Tabel. 1
Kisi-kisi Instrumen pembelajaran Fiqih
Santri Pondok Pesantren Daarul Ahsan dan pondok pesantren al-
Musayyadah di Banten
No Komponen
penerapan PAI Indikator
Item
Pertanyaan
1 Pembelajaran Fiqih Penerapan kurikulum PAI
pengacuan kurikulum di pondok
pesantren
pondok pesantren sudah
memenuhi kurikulum.
1, 2 dan 19
Pembelajaran Fiqih Yang
Diberikan Di Pondok Pesanten
Pelajaran fiqih Membebani
Aktivitas
Cara Guru Menjelaskan Materi
fiqih
3,5,8,9,11,12,
13 dan 20
39
Penyampaian guru
Tingkat penguasaan guru
Guru memberikan tugas
Guru memberikan kesempatan
bertanya
Guru fiqih memberikan
motivasi
Menyukai pelajaran fiqih
Memiliki kitab fiqih
Sikap santri ketika guru sedang
menjelaskan
Yang dilakukan ketika guru
tidak hadir
Suasana belajar di pondok
pesantren
Sarana dan prasarana PAI di
pondok pesantren
Peraturan PAI di pondok
pesantren
4,10,15, 16,
14, 17, 18,
dan 22
4 Metode Metode yang digunakan ketika
belajar
Metode yang paling disukai
ketika belajar
Metode yang diberikan dalam
belajar dapat dipahami
6, 7, dan 21
3. Wawancara
Wawancara adalah merupakan suatu alat untuk memperoleh fakta
data atau informasi dari seseorang. Selain wawancara berfungsi untuk
mencari informasi dalam pengumpulan data, dalam pengumpulan data juga
wawancara mempunyai kedudukan tersendiri dalam konseling. Maka dari
40
wawancara disamping berfungsi sebagai alat untuk memberi informasi,
data dan fakta, juga merupakan alat pokok dalam proses konseling. Untuk
itu wawancara ini penulis akan tujukan kepada guru pelajaran fiqih,
Wawancara terhadap guru fiqih juga terkait pada perberbandingan
pembelajaran fiqih di pondok pesantren modern Daarul Ahsan dan santri
yang berasal dari pondok pesantren salaf AL-Musayyadah.
G. Teknik Pengolahan, Analisis, dan Interpretasi Data
Yang termasuk langkah-langkah dalam pengolahan, analisis dan
interpretasi data adalah: 5
1. Persiapan: Mengecek kelengkapan data dan instrument yang sesuai dengan
data yang akan dikumpulkan.
2. Tabulasi data: Mengajukan data yang diperoleh sebagai hasil penelitian.
3. Analisis data: Menganalisa data yang sudah ditabulasikan dengan
membandingkan antara satu sampel dengan sampel lainnya.
Setelah data-data yang diperlukan telah diperoleh, maka langkah
selanjutnya adalah menganalisa data tersebut. langkah awal melakukan
pengolahan dan analisa data dari angket yang diperoleh. Dalam mengelola
angket, penulis menggunakan rumus distribusi frekuensi, yaitu:
F
P= x 100%
N
Keterangan:
P = tingkat Presentase
F = Frekuensi dari Hasil Jawaban
N = Jumlah Responden
Kemudian penulis melakukan proses tabulasi, yakni menyajikan data-
data tersebut kedalam bentuk tabel. Melalui proses ini, data yang diperoleh di
lapangan akan tampak lebih ringkas sehingga lebih mudah untuk dipahami.
5 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek...h. 209
41
Tahap berikutnya mencari komparansional Tes “t” (“t” Test), yaitu
dengan membandingkan nilai angket dari santri yang berasal dari pondok
pesantren modern Daarul Ahsan dan pondok pesantren salaf al-Musayyadah.
Adapun mean Variabel X dengan rumus:
1. Mencari mean Variabel X1 dengan rumus
M¹ = ∑ X¹
2. Mencari mean Variabel X² dengan rumus:
M¹ = ∑ X¹
N¹
3. Mean deviasi sekor Variabel X¹, dengan rumus:
X¹ = X¹ - M¹
4. Mencari deviasi sekor Variabel X², dengan rumus:
X² = X²- M²
5. Mengkuadratkan X¹, lalu dijumlahkan maka diperoleh ∑ X12
6. Mengkuadratkankan X22
7. Mencari tό dengan rumus:
tό =
).NN(
)N-N(.
)2NN(
)(
M2-M1
21
21
21
22
1
XX
8. Memberi interprestasi terhadap “tό” yang telah diperoleh dengan
menggunakan tabel nilai “t”, dengan langkah-langkah:
a. Menguji kebenaran atau kepalsuan dari hipotesisi yang diajukan,
dengan jalan membandingkan “tό” yang telah diperoleh dalam
perhitungan “tό” yang tercantum dalam tabel nilai “t” dengan terlebih
dahulu mencari derajat bebasnya (db) atau degress of freedomnya (df)
yang rumusnya sebagai berikut:
df atau db = (N1 + N2)-2
keterangan:
df atau db = Degress of freedom atau derajat bebas
42
N1 = Banyaknya subjek kelompok 1 (jumlah sampel
kelompok 1)
N2 = Banyaknya subjek kelompok II (jumlah sampel
kelompok II)
Setelah (db) atau (df) diperoleh, maka besarnya “t” yang tercantum
dalam tabel nilai “t” dapat dicari, baik pada taraf signifikansi 5% maupun 1%.
Jika tό sama dengan lebih besar dari pada harga kritik “t” yang tercantum
dalam tabel, maka hipotesis nihil ditolak, sebaliknya hipotesa alternatif
diterima berarti perbedaan mean dari kedua sampel itu adalah perbedaan yang
signifikan.
Jika “tό” lebih kecil dari pada “t” tabel, maka hipotesis nihil disetujui
atau di terima, sebaliknya hipotesis alternatif ditolak. Berarti perbedaan mean
dua sampel itu bukanlah perbedaan yang berarti, atau bukan perbedaan yang
signifikan.
Dengan hipotesis sebagai berikut:
Ha: Terdapat pengaruh yang signifikan pembelajaran fiqih antara
santri di pondok pesantren modern dengan pondok pesantren
salaf.
Ho: Tidak terdapat pengaruh yang signifikan pembelajaran fiqih
antara santri di pondok pesantren modern dengan pondok
pesantren salaf.
43
BAB IV
HASIL PENELITIAN
A. Kondisi Riil Objek Penelitian
Madrasah tsanawiyah pondok pesantren modern Daarul Ahsan dan
pondok pesantren salaf al-Musayyadah terletak di Jalan Raya Serang Km 31
Desa Dangdeur Kecamatan Jayanti Kabupaten Tangerang Banten.
B. Profil Pondok Pesantren Modern Daarul Ahsan
Pondok pesantren lahir seiring dengan berkembangnya agama Islam di
suatu tempat, sehingga bentuk madrasah telah mengalami perubahan yang
cukup panjang, yaitu dari bentuk yang sangat sederhana sampai dengan bentuk
yang sekarang ini. Disamping itu pondok pesantren selalu muncul dari
masyarakat, artinya lahirnya pondok pesantren karena masyarakat di suatu
tempat memerlukan pendidikan agama, yang kemudian berkembang dengan
tujuan untuk meningkatkan kecerdasan masyarakat.
Hal tersebut di atas menunjukkan bahwa pondok pesantren sebenarnya
milik masyarakat, dengan besar dan berkembang di masyarakat. Kita tahu
bahwa yang mendirikan pondok pesantren adalah masyarakat, baik melalui
bentuk yayasan maupun pribadi-pribadi dengan melalui cara hibah dan wakaf.
Dengan demikian dana yang terhimpun juga berasal dari masyarakat yang
jumlahnya relatif sangat sederhana.
44
Dengan dipelopori oleh para ulama, tokoh masyarakat di wilayah Desa
Dangdeur dan sekitarnya maka didirikanlah suatu yayasan yang berorientasi
kepada pendidikan dan sosial kemasyarakatan. Yayasan tersebut diberi nama
“Yayasan Pendidikan Islam Daarul Ahsan“ pada tahun 2002, yang
mendirikannya adalah H. Madtosi dan di pimpin oleh seorang anak
menantunya bernama Drs. Maman L Hakim, MA beserta istri. Lembaga
pendidikan yang diselenggarakan Rudhotul Athfal (TK) yang didirikan pada
tahun 2002, Madrasah Tsanawiyah (MTs) tahun 2002, dan Madrasah Aliyah
(MA) yang mulai beroperasi pada 2002.
1. Visi dan Misi Mts Daarul Ahsan
Visi Mts Daarul Ahsan Tangerang adalah membentuk warga sekolah
berprestasi gemilang dengan didasari aklhak mulia. Adapun misi Mts Daarul Ahsan
Tangerang sebagai berikut:
a. Memberikan pelayanan prima
b. Meningkatkan kinerja yang sinergis
c. Meningkatkan disiplin
d. Meningkatkan kreativitas dan inovasi
e. Meningkatkan tenaga pendidikan yang berkualitas
f. Melengkapi sarana dan prasarana pendidikan.
2. Keadaan Guru dan Karyawan
Guru di dalam sistem pendidikan mempunyai peranan yang sangat
penting, sebab guru merupakan pelaksana langsung dalam proses
pembelajaran dan bertanggung jawab dalam ketercapaian pendidikan dengan
berbagai macam tujuan-tujuannya. Adapun staff pegawai sangat berarti sekali
untuk mengendalikan dan melandaskan, serta mengorganisasikan dalam
rangka kontinuitas proses pendidikan. Tabel dibawah ini menggambarkan para
guru dan staff pegawai pondok pesantren Daarul Ahsan. Kepala Madrasah
Tsanawiyah Daarul Ahsan adalah, Drs. Maman L Hakim MA.
45
Tabel. 2
Keadaan Guru dan Karyawan Pondok Pesantren Daarul Ahsan
No Uraian <D.II D-II D-III S-1 S-2
1
Tenaga guru
Laki-laki 1 10 3
Perempuan 10
2
Tenaga lab
Laki-laki 2
Perempuan -
3
Tenaga
pustakawan
Laki-laki 1
Perempuan
4
Tenaga tata usaha
Laki-laki 1 1
Perempuan 1 1
5
Penjaga sekolah
Laki-laki 2
Perempuan -
jumlah 5 25 3
3. Unit Kegiatan Santri
Untuk menunjang pengembangan prestasi, bakat, dan minat belajar
siswa maka perlu diselenggarakannya kegiatan intrakurikuler dan
ekstrakurikuler.
Intrakurikuler:
1. Pelatihan kader DAI (Muhadlarah)
2. Tahfidzul Qur’an (Juz Amma dan Surat Wirid)
46
3. Pelatihan operator komputer
4. Keterampilan bahasa Inggris
Ekstrakurikuler
1. Marawis dan Qasidah
2. Olahraga (Voley, Basket, Badminton, dan tenis meja.
3. Marching Band (Gabungan)
4. Pramuka
5. Palang Merah Remaja (PMR)
6. Paskibra
4. Sarana dan Prasarana
Peran sarana dan prasarana dalam sebuah lembaga pendidikan formal
maupun non formal sangat penting, guna menunjang proses pencapaian tujuan
pembelajaran dan pendidikan secara umum. Sarana dan prasaran dapat
dikatakan sebagai kebutuhan pokok dalam sebuah lembaga pendidikan, bukan
merupakan salah satu komponen dalam kegiatan belajar mengajar yang
merupakan salah satu komponen dalam kegiatan belajar mengajar yang
tentunya tidak bias dipisahkan dari sistem pembelajaran yang efektif dan
efisien. Pondok Pesantren Daarul Ahsan Tangerang memiliki sarana gedung
yang cukup memadai yang terdiri dari:
1. Ruang kelas
2. Ruang kantor kepala sekolah, guru, dan karyawan
3. Ruang Laboratorium
4. Ruang tata usaha
5. Ruang perustakaan
6. Ruang laboratorium komputer
7. Ruang Multi Media
8. Ruang keterampilan
9. Ruang UKS
10. aula serba guna
47
11. Musholla
12. rumah dinas
13. ruang osis
14. Asrama/pondok pesantren
15. Lapangan olahraga dan upacara
5. Kurikulum
Kurikulum yang digunakan oleh pondok pesantren Daarul Ahsan
mengacu pada kurikulum yang dikeluarkan oleh Kementrian Agama dan
Kementrian Pendidikan Nasional dan dikembangkan dengan pedoman pada
visi dan misi madrasah dan pengembangan life-skill. Dengan demikian
diharapkan santri lulusan pondok pesantren Daarul Ahsan memiliki
kompetensi di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi yang diiringi dasar ke-
Islaman, keimanan, dan ketakwaan yang kokoh dengan mengedepankan
akhlakul karimah. Bagi siswa lulusan yang ingin melanjutkan ke perguruan
tinggi dapat diterima disegala bidang jurusan dan program studi, juga bagi
mereka yang ingin mencari pekerjaan, sudah dibekai dengan kemampuan dan
keterampilan dasar mencari pekerjaan.
C. Profil Pondok Pesantren Salaf al-Musayyadah
1. Sejarah singkat pondok pesantren salaf al-Musayyadah
Pondok pesantren salafi al-Musayyadah sudah sejak lama lahir yaitu
pada tahun 1937, awal berdiri pondok pesantren salaf al-Musayyadah di
pimpin oleh seorang ustadzah yang bernama Hj. Aminah. Awal mula berdiri
pondok ini santri yang mengaji hanya sedikit mereka tidak menetap di asrama
karena pada zaman dahulu tidak ada asrama. Dan pelajaran yang ditekankan
adalah mengaji al-Qur’an dan mempelajari kitab fiqih.
Namun dari tahun ke tahun pondok pesantren salaf al-Musayyadah ini
berkembang mengikuti laju perkembangan zaman. Sekarang santri yang
belajar di pondok pesantren ini ada 109 semuanya menetap di asrama dan
kitab yang dipelajarinya pun banyak diantaranya al-Qur’an, Fiqih, ilmu
48
Nahwu, dan ilmu akhlak. Pondok pesantren salaf al-Musayyadah ini sekarang
dikelola oleh anak-anak dari almarhumah Hj. Aminah. Salah satunya yaitu
Kiyai H. muhaemin dan Kiyai H. Khudri. Pondok pesantren salaf al-
Musayyadah menggunakan sistem madrasah dari mulai madrasah ibtidaiyah,
madrasah sanawiyah dan madrasah aliyah.
2. Visi dan Misi
Visi dari penyelenggaraan pengajaran dan pendidikan di pondok
pesantren Al-Musayyadah adalah sebagai berikut : “Pondok Pesantren Al-
Musayyadah Menjadi Pesantren Sebagai Pusat Pendidikan Dan
Pengembangan Ilmu alat dan syari’ah”. Misi pondok pesantren al-
Musayyadah sebagai berikut:
a. Menyelenggarakan pendidikan dan pengajaran yang menghasilkan
lulusan berkualitas dibidang ilmu Al-Qur’an , serta kitab salaf lainnya.
b. Mengembangkan kajian ilmu Al-Qur’an dan hadits untuk di
aplikasikan pada ilmu-ilmu yang lain serta menjadi amaliah sehari-
hari.
c. Memberikan pelayanan kepada masyarakat melalui pendidikan dan
pengabdian masyarakat.
3. Keadaan Santri
Tabel. 3
Keadaan Santri Salaf al-Musayyadah
Menurut Kelas 2010
No Kelas Jumlah
1
2
3
Ibtidaiyah
Tsanawiyah
Aliyah
40
39
40
Jumlah 119
49
4. Keadaan Guru di Pondok Pesantren al-Musayyadah
Dalam pendidikan di pondok pesantren salaf ada yang namanya senior
yaitu santri yang sudah lama belajar di pondok dan diperintahkan oleh seorang
kiyai untuk mengabdi menjadi guru di pesantren adapun santri senior yang
mengabdi di pondok pesantren salaf al-Musayyadah ada 7 orang santri. Jadi
jumlah guru yang mengajar di pondok pesantren salaf al-Musayyadah
jumlahnya 14.
5. Sarana dan Prasarana
Adapun sarana dan prasarana yang ada di pondok pesantren salaf al-
Musayyadah sebagai berikut:
Tabel. 4
No Uraian Jumlah
1 Asrama 12
2 Madrasah 3
3 Koprasi 1
4 Kantor 1
5 Musholla 1
Jumlah 18
D. Deskripsi Data
Pada bab sebelumnya telah penulis kemukakan bahwa teknik
pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah angket,
observasi, dan wawancara. Angket di susun berdasarkan pokok penelitian
yang di teliti. Angket yang dibuat terdiri dari 22 item pertanyaan mengenai
penbelajaran fiqih. Kemudian angket tersebut di sebarkan kepada 50 orang
santri yakni 25 santri dari pondok pesantren modern Daarul Ahsan dan 25
santri dari pondok pesantren salaf al-Musayyadah.
Tahap selanjutnya mengklasifikasi angket menjadi 2 kelompok yakni
santri yang berasal dari pondok pesantren modern Daarul Ahsan dan santri
50
yang berasal dari pondok pesantren salaf al-Musayyadah kemudian di cari
prosentasenya dengan menggunakan rumus distribusi frekuensi:
F
P = x 100%
N
Keterangan:
P = tingkat Presentase
F = Frekuensi dari Hasil Jawaban
N = Jumlah Responden
Setelah data diperoleh maka langkah selanjutnya adalah
mengelompokkan data nilai dari angket yang diperoleh dari santri yang
berasal dari pondok pesantren modern Daarul Ahsan dan santri yang berasal
dari pondok pesantren salaf al-Musayyadah ke dalam 2 kelompok, maka dapat
dilihat pada tabel dibawah ini:
Tabel. 5
Data Nilai Angket
Pondok Pesantren Modern Daarul Ahsan
No Nama L / P Nilai
1 Ade Firmansyah L 85
2 Ahmad Bahtiar L 80
3 Dian Hayati L 81
4 Dimas Lutut Pinutur P 80
5 Nadrotun Nuha P 82
6 Nila Asfiya Qolba P 85
7 Ni’matul Habibah P 81
8 Habiburrahman L 82
9 Jaelani Sidiq L 80
10 Lira Safitri P 80
11 Nur Azizah P 80
12 Nur Dina P 85
51
13 Risky Ikhwan L 82
14 Safinah Fartikah Indie Anita P 78
15 Siti Alawiyah P 78
16 Siti Mardiyanty P 82
17 Siti Nurhayati P 80
18 Ibrahim Irsyad L 78
19 Muslihah P 84
20 Wahyu Effendi L 83
21 Nur Azizah P 83
22 Farah Humairah P 78
23 Jihan Azizah P 83
24 Nenden Maulidia Fitria P 83
25 Faaza Nurul Wahdah P 82
Tabel. 6
Data Nilai Angket
Pondok Pesantren Salaf al-Musayyadah
No Nama L / P Nilai
1 Arini Intan P 81
2 Arini Ulfah Mawaddah P 82
3 Ayi Nur Asiah P 80
4 Dwi Nur Fatimah P 80
5 Mellah Fikriyah P 74
6 Mutiah Fanny P 75
7 Nur Lailiyatun Khikmah P 72
8 Rezkiyatun P 79
9 Zahrotun Nufus P 81
10 Siti Nurfiaty P 78
11 Miftah Septia Herman P 78
12 Tati Murnayati P 80
13 Hayatun Nisa P 78
52
14 Siti Sulaemah P 80
15 Lia Anggraeni P 80
16 Nurlaelatul Fajriyah P 80
17 Siti Mugitoh P 77
18 Siti Aminah P 81
19 Aam Astupah P 82
20 Magfirotul Fatkha P 78
21 Siti Khodijah P 80
22 Ainun Nadroh P 80
23 Riksa Damayanti P 79
24 Ilah Kholilah P 80
25 Nurul Aini p 80
Dari data yang diperoleh dari tabel di atas, maka diperoleh variable X 1
dan X 2 sebagai berikut:
Tabel. 7
Deskripsi Variable X1 dan X
2
No
Siswa yang Berasal dari PP
Modern
(Variable X1)
Siswa yang Berasal dari PP Salaf
( Variable X2
)
1 85 81
2 80 82
3 81 80
4 80 80
5 82 74
6 85 75
7 81 72
8 82 79
9 80 81
10 80 78
11 80 78
12 85 80
53
13 82 78
14 78 80
15 78 80
16 82 80
17 80 77
18 78 81
19 84 82
20 83 78
21 83 80
22 78 80
23 83 79
24 83 80
25 82 80
E. Analisa dan Interpretasi Data
Dari penelitian yang dilakukan kepada sejumlah siswa yang menjadi
sampel, penulis melakukan analisa data yang merupakan bagian penting dalam
metode ilmiah untuk menjawab masalah penelitian.
Dalam menganalisa data langkah pertama yang penulis lakukan adalah
dengan membuat prosentase dari hasil angket yang diperoleh dengan
menggunakan rumus distribusi frekuensi, dalam hal ini disajikan dalam bentuk
tabel agar mudah dipahami.
Tabel 8
Kurikulum yang Diterapkan di Pondok Pesantren
Santri dari PP Modern Santri dari PP Salaf
No Alternatif
Jawaban F %
No
Alternatif
Jawaban F %
1 a. Sangat baik
b. Baik
c. Kurang baik
d. Tidak baik
8
17
-
-
32
68
-
-
1 a. Sangat baik
b. Baik
c. Kurang baik
d. Tidak baik.
18
6
1
-
72
24
4
-
25 100 25 100
54
Pada tabel 8 menunjukkan bahwa santri yang berasal dari pondok
pesantren modern mengetahui kurikulum yang di terapkan dipondok pesantren
sangat baik dengan prosentase sebesar 32%, kurikulum yang diterapkan baik
dengan prosentase sebesar 68 %, kurikulum yang diterapkan di pondok
pesantren kurang baik dengan prosentase sebesar 0 % dan kurikulum yang
diterapkan tidak baik dengan prosentase sebesar 0%. Sedangkan santri yang
berasal dari pondok pesantren salaf, kurikulum yang diterapkan sangat baik
dengan prosentase 72 %, kurikulum yang diterapkan di pondok pesantren baik
dengan prosentase 24 %, kurikulum yang diterapkan di pondok pesantren
kurang baik dengan prosentase 4 %, dan kurikulum yang diterapkan di pondok
pesantren tidak baik dengan prosentase 0 %.
Tabel 9
Pengacuan Kurikulum Pondok Pesantren
Santri dari PP Modern Santri dari PP Salaf
No Alternatif Jawaban F % No Alternatif Jawaban F %
2 a. Kiyai
b. Depag
c. Tidak tahu
d. Tidak semua
15
6
3
1
60
24
12
4
2 a. Kiyai
b. Depag
c. Tidak tahu
d. Tidak semua
25
-
-
-
100
-
-
-
25 100 25 100
Pada tabel 9 menunjukan bahwa santri yang berasal dari pondok
pesantren modern mengetahui pengacuan kurikulum di pondok pesantren yang
mengacu kepada kiyai dengan prosentase 60 %, pengacuan kurikulum di
pondok pesantren yang mengacu kepada departemen agama dengan
prosentase 24 %, pengacuan kurikulum di pondok pesantren yang tidak tahu
dengan prosentase 12 %, pengacuan kurikulum di pondok pesantren yang
tidak semua dengan prosentase 4 %. Sedangkan menurut santri yang berasal
dari pondok pesantren salaf pengacuang kurikulum di pondok pesantren yang
mengacu kepada kiyai dengan prosentase 100 %, pengacuan kurikulum di
pondok pesantren yang mengacu kepada departemen agama dengan
55
prosentase 0 %, pengacuan kurikulum di pondok pesantren yang tidak tahu
dengan prosentase 0 %, pengacuan kurikulum di pondok pesantren yang tidak
semua dengan prosentase 0 %.
Tabel 10
Pembelajaran Fiqih yang Diberikan di Pondok Pesantren
Santri dari PP Modern Santri dari PP Salaf
No Alternatif Jawaban F % No Alternatif Jawaban F %
3 a. Sangat mudah
b. Sangat sukar
c. Biasa-biasa saja
d. Mudah dan sukar
3
3
2
17
12
12
8
68
3 a. Sangat mudah
b. Sangat sukar
c. Biasa-biasa saja
d. Mudah dan sukar
2
-
-
23
8
-
-
92
25 100 25 100
Pada tabel 10 menunjukan bahwa santri yang berasal dari pondok
pesantren modern menurut santri pembelajaran Fiqih yang diberikan di
pondok pesantren sangat mudah dengan prosentase 12 %, pembelajaran Fiqih
yang diberikan di pondok pesantren sangat sukar dengan prosentase 12 %,
pembelajaran Fiqih yang diberikan di pondok pesantren biasa-biasa saja
dengan prosentase 8 %, pembelajaran Fiqih yang diberikan di pondok
pesantren mudah dan sukar dengan prosentase 17 %, sedangkan menurut
santri yang berasal dari pondok pesantren salaf menunjukan pembelajaran
Fiqih yang diberikan di pondok pesantren sangat mudah dengan prosentase 8
%, pembelajan Fiqih yang diberikan di pondok pesantren sangat sukar dengan
prosentase 0 %, pembelajaran Fiqih yang diberikan di pondok pesantren biasa-
biasa saja dengan prosentase 0 %, pembelajaran Fiqih yang diberikan di
pondok pesantren mudah dan sukar dengan prosentase 92 %.
Tabel 11
Menyukai Pelajaran Fiqih
Santri dari PP Modern Santri dari PP Salaf
No Alternatif Jawaban F % No Alternatif Jawaban F %
56
4 a. Suka sekali
b. Suka
c. Biasa-biasa saja
d. Tidak suka
7
14
2
2
28
56
8
8
4 a. Suka sekali
b. Suka
c. Biasa-biasa saja
d. Tidak suka
7
17
1
-
28
68
4
-
25 100 25 100
Pada tabel 11 menunjukan bahwa santri yang berasal dari pondok
pesantren modern yang suka sekali dengan pelajaran Fiqih dengan prosentase
28 %, santri suka dengan pelajaran Fiqih dengan prosentase 56 %, santri yang
biasa-biasa saja dengan pelajaran Fiqih dengan prosentase 8 %, santri yang
tidak suka dengan pelajaran Fiqih dengan prosentase 8 %, sedangkan santri
yang berasal dari pondok pesantren salaf yang suka sekali dengan pelajaran
Fiqih dengan prosentase 28 %, santri yang suka dengan pelajaran Fiqih
dengan prosentase 68 %, sntri yang biasa-biasa saja dengan pelajaran Fiqih
dengan prosentase 4 %, santri yang tidak suka dengan pelajaran Fiqih dengan
prosentase 0 %.
Tabel 12
Pelajaran Fiqih Membebani Aktifitas Santri
Santri dari PP Modern Santri dari PP Salaf
No Alternatif Jawaban F % No Alternatif Jawaban F %
5 a. Sangat membebani
b. Membebani
c. Tidak membebani
d. Biasa-biasa saja
-
2
8
15
-
8
32
60
5 a. Sangat membebani
b. Membebani
c. Tidak membebani
d. Biasa-biasa saja
-
-
12
13
-
-
48
52
25 100 25 100
Pada tabel 12 menunjukan santri yang berasal dari pondok pesantren
moden pelajaran Fiqih yang sangat membebani dengan prosentase 0 %,
pelajaran Fiqih yang membebani dengan prosentase 8 %, pelajaran Fiqih yang
tidak membebani dengan prosentase 32 %, pelajaran Nahwu yang biasa-biasa
saja dengan prosentase 60 %, sedangkan santri yang berasal dari pondok
pesantren salaf pelajaran Fiqih yang sangat membebani dengan prosentase 0
57
%, pelajaran Fiqih yang membebani dengan prosentase 0 %, pelajaran Fiqih
yang tidak membebani dengan prosentase 48 %, pelajaran Fiqih yang biasa-
biasa saja dengan prosentase 52 %.
Tabel 13
Metode dalam Penyampaian Materi Fiqih
Santri dari PP Modern Santri dari PP Salaf
No Alternatif Jawaban F % No Alternatif Jawaban F %
6 a. Ceramah dan Tanya
jawab
b. Sorogan dan
wetonan
c. Diskusi
d. Semua
10
-
1
14
40
-
4
56
6 a. Ceramah dan
Tanya jawab
b. Sorogan dan
wetonan
c. Diskusi
d. Semua
8
8
-
9
32
32
-
36
25 100 25 100
Pada tabel 13 menunjukan santri yang berasal dari pondok pesantren
modern dalam penyampaian materi Fiqih yang dengan metode ceramah dan
Tanya jawab dengan prosentase 40 %, penyampaian materi Fiqih yang dengan
metode sorogan dan wetonan dengan prosentase 0 %, penyampaian materi
Fiqih yang dengan metode diskusi dengan prosentase 4 %, penyampaian
materi Fiqih yang dengan metode semua dengan prosentase 56 %, sedangkan
santri yang berasal dari pondok pesantren salaf dalam penyampaian materi
Fiqih yang dengan metode ceramah dan Tanya jawab dengan prosentase 32 %
penyampaian dalam materi Fiqih yang dengan metode sorogan dan wetonan
dengan prosentase 32 %, penyampaian materi Fiqih yang dengan metode
diskusi dengan prosentase 0 %, penyampaian materi Fiqih yang dengan
metode semua dengan prosentase 36 %.
Tabel 14
Metode yang Paling Disukai
Santri dari PP Modern Santri dari PP Salaf
58
No Alternatif Jawaban F % No Alternatif Jawaban F %
7 a. Ceramah
b. Sorogan dan
wetonan
c. Diskusi
d. Semua
14
7
4
-
56
28
16
-
7 A. Ceramah
B. Sorogan Dan
Wetonan
C. Diskusi
D. Semua
9
4
-
12
36
16
-
48
25 100 25 100
Pada tabel 14 menunjukan bahwa santri yang berasal dari pondok
pesantren modern yang menyukai metode ceramah dengan prosentase 56 %,
yang menyukai metode sorogan dan wetonan dengan prosentase 28 %, yang
menyukai metode diskusi dengan prosentase 16 %, yang menyukai metode
semua dengan prosentase 0 %, sedangkan santri yang berasal dari pondok
pesantren salaf yang menyukai metode ceramah dengan prosentase 36 %, yang
menyukai metode sorogan dan wetonan dengan prosentase 16 %, yang
menyukai metode diskusi dengan prosentase 0 %, yang menyukai metode
semua dengan prosentase 48 %.
Tabel 15
Guru Memberikan Kesempatan Bertanya
Santri dari PP Modern Santri dari PP Salaf
No Alternatif Jawaban F % No Alternatif Jawaban F %
8 a. Sering sekali
b. Sering
c. Jarang
d. Tidak pernah
8
11
6
-
32
44
24
-
8 a. Sering sekali
b. Sering
c. Jarang
d. Tidak pernah
4
2
18
1
16
8
72
4
25 100 25 100
Pada tabel 15 menunjukan bahwa santri yang berasal dari pondok
pesantren modern menunjukan guru yang memberikan kesempatan bertanya
kepada santri sering sekali dengan prosentase 32 %, guru yang memberikan
kesempatan bertanya kepada santri sering dengan prosentase 44 %, guru yang
memberikan kesempatan bertanya kepada santri jarang dengan prosentase 24
59
%, guru yang memberikan kesempatan bertanya kepada santri tidak pernah
dengan prosentase 0 %, sedangkan santri yang berasal dari pondok pesantren
salaf menunjukan guru yang memberikan kesempatan bertanya kepada santri
sering sekali dengan prosentase 16 %, guru yang memberikan kesempatan
bertanya kepada santri sering dengan prosentase 8 %, guru yang memberikan
kesempatan bertanya kepada santri jarang dengan prosentase 72 %, guru yang
memberikan kesempatan bertanya kepada santri tidak pernah dengan
prosentase 4 %.
Tabel 16
Guru Memberikan Tugas Kepada Santri
Santri dari PP Modern Santri dari PP Salaf
No Alternatif Jawaban F % No Alternatif Jawaban F %
9 a. Sering sekali
b. Sering
c. Jarang
d. Tidak pernah
8
10
7
-
32
40
28
-
9 a. Sering sekali
b. Sering
c. Jarang
d. Tidak pernah
2
5
17
1
8
20
68
4
25 100 25 100
Pada tabel 16 menunjukan bahwa santri yang berasal dari pondok
pesantren modern menunjukan guru sering sekali memberikan tugas kepada
santri dengan prosentase 32 %, guru yang sering memberikan tugas kepada
santri dengan prosentase 40 %, guru yang jarang memberikan tugas kepada
santri dengan prosentase 28 %, guru yang tidak pernah memberikan tugas
kepada santri dengan prosentase 0 %, sedangkan santri yang berasal dari
pondok pesantren salaf menunjukan guru yang sering sekali memberikan tugas
kepada santri dengan prosentase 8 %, guru yang sering memberikan tugas
kepada santri dengan prosentase 20 %, guru yang jaran memberikan tugas
kepada santri dengan prosentase 68 %, guru yang tidak pernah memberikan
tugas kepada santri dengan prosentase 4%.
Tabel 17
Santri Memiliki Kitab Fiqih
Santri dari PP Modern Santri dari PP Salaf
60
No Alternatif Jawaban F % No Alternatif Jawaban F %
10 a. Memiliki semua
b. Memiliki sebagian
c. Tidak memiliki
d. Masa bodo
18
7
-
-
72
28
-
-
10 a. Memiliki semua
b. Memiliki sebagian
c. Tidak memiliki
d. Masa bodo
9
16
-
-
36
64
-
-
25 100 25 100
Pada tabel 17 menunjukan bahwa santri yang berasal dari pondok
pesantren modern santri yang memiliki semua kitab Fiqih dengan prosentase
72 %, santri yang memiliki sebagian kitab Fiqih dengan prosentase 28 %,
santri yang tidak memiliki kitab Fiqih dengan prosentase 0 %, santri yang
masa bodo dengan kitab Fiqih dengan prosentase 0 %, sedangkan santri yang
berasal dari pondok pesantren salaf yang memiliki semua kitab Fiqih dengan
prosentase 36 %, santri yang memiliki sebagian kitab Fiqih dengan prosentase
64 %, santri yang tidak memiliki kitab Fiqih dengan prosentase 0 %, santri
yang masa bodo dengan kitab Fiqih dengan prosentase 0 %.
Tabel 18
Penjelasan Guru dalam Pelajaran Fiqih
Santri dari PP Modern Santri dari PP Salaf
No Alternatif Jawaban F % No Alternatif Jawaban F %
11 a. Sangat menarik
b. Menarik
c. Kurang menarik
d. Membosankan
7
11
1
6
28
44
4
24
11 a. Sangat menarik
b. Menarik
c. Kurang menarik
d. Membosankan
12
13
-
-
48
52
-
-
25 100 25 100
Pada tabel 18 menunjukan bahwa santri yang berasal dari pondok
pesantren modern penjelasan guru dalam pelajaran Fiqih yang sangat menarik
dengan prosentase 28 %, penjelasan guru dalam pelajaran Fiqih menarik
dengan prosentase 44 %, penjelasan guru dalam pelajaran Fiqih yang kurang
menarik dengan prosentase 4 %, penjelasan guru dalam pelajaran Fiqih yang
membosankan dengan prosentase 24 %, sedangkan menurut santri yang
61
berasal dari pondok pesantren salaf penjelasan guru dalam pelajaran Fiqih
sangat menarik dengan prosentase 48 %, penjelasan guru dalam pelajaran
Fiqih menarik dengan prosentase 52 %, penjelasan guru dalam pelajaran Fiqih
dengan prosentase 0 %, penjelasan guru dalam pelajaran Fiqih membosankan
dengan prosentase 0 %.
Tabel 19
Penyampaian Pelajaran Fiqih
Santri dari PP Modern Santri dari PP Salaf
No Alternatif Jawaban F % No Alternatif Jawaban F %
12 a. Baik sekali
b. Baik
c. Cukup baik
d. Kurang baik
2
17
6
-
8
68
24
-
12 a.Baik sekali
b. Baik
c. Cukup baik
d. Kurang baik
17
5
3
-
68
20
12
-
25 100 25 100
Pada tabel 19 menunjukan bahwa santri yang berasal dari pondok
pesantren modern penyampaian guru dalam pelajaran Fiqih baik sekali dengan
prosentase 8 %, penyampaian guru dalam pelajaran Fiqih baik dengan
prosentase 68 %, penyampaian guru dalam pelajaran Fiqih cukup baik dengan
prosentase 24 %, penyampaian guru dalam pelajaran Fiqih dengan prosentase
kurang baik dengan prosentase 0 %, sedangkan santri yang berasal dari
pondok pesantren salaf penyampaian guru dalam pelajaran Fiqih baik sekali
dengan prosentase 68 %, penyampaian guru dalam pelajaran Fiqih baik
dengan prosentase 20 %, penyampaian guru dalam pelajaran Fiqih cukup baik
dengan prosentase 12 %, penyampaian guru dalam pelajaran Fiqih yang
kurang baik dengan prosentase 0 %.
Tabel 20
Tingkat Penguasaan Guru dalam Pelajaran Fiqih
Santri dari PP Modern Santri dari PP Salaf
No Alternatif Jawaban F % No Alternatif Jawaban F %
13 a. Baik sekali 3 12 13 a. Baik sekali 15 60
62
b. Baik
c. Cukup baik
d. Kurang baik
15
6
1
60
24
4
b. Baik
c. Cukup baik
d. Kurang baik
9
1
-
36
4
-
25 100 25 100
Pada tabel 20 menunjukan bahwa santri yang berasal dari pondok
pesantren modern mengetahui tingkat penguasaan guru dalam pelajaran Fiqih
baik sekali dengan prosentase 12 %, tingkat penguasaan guru dalam pelajaran
Fiqih baik dengan prosentase 60 %, tingkat penguasaan guru dalam pelajaran
Fiqih cukup baik dengan prosentase 24 %, tingkat penguasaan guru dalam
pelajaran Fiqih kurang baik dengan prosentase 4 %, sedangkan santri yang
berasal dari pondok pesantren salaf mengetahui tingkat penguasaan guru
dalam pelajaran Fiqih baik sekali dengan prosentase 60 %, tingkat penguasaan
guru dalam pelajaran Fiqih baik dengan prosentase 36 %, tingkat penguasaan
guru dalam pelajaran Fiqih cukup baik dengan prosentase 4 %, tingkat
penguasaan guru dalam pelajaran Fiqih kurang baik dengan prosentase 0 %.
Tabel 21
Suasana Belajar di Pondok Pesantren
Santri dari PP Modern santri dari PP salaf
No Alternatif Jawaban F % No Alternatif Jawaban F %
14 a. Kondusif
b. Kurang kondusif
c. Menyenangkan
d. Membosankan
3
-
22
-
12
-
88
-
14 a. Kondusif
b. Kurang kondusif
c. Menyenangkan
d. Membosankan
10
-
15
-
40
-
60
-
25 100 25 100
Pada tabel 21 menunjukan bahwa santri yang berasal dari pondok
pesantren modern yang mengetahui suasana belajar di pondok pesantren
kondusif dengan prosentase 12 %, suasana belajar di pondok pesantren yang
kurang kondusif dengan prosentase 0 %, suasana belajar di pondok pesantren
yang menyenangkan dengan prosentase 88 %, suasana belajar di pondok
pesantren membosankan dengan prosentase 0 %, sedangkan santri yang
63
berasal dari pondok pesantren salaf yang mengetahui suasana belajar di
pondok pesantren yang kondusif dengan prosentase 40 %, suasana belajar di
pondok pesantren yang kurang kondusif dengan prosentase 0 %, suasana
belajar di pondok pesantren yang menyenangkan dengan prosentase 60 %,
suasana belajar di pondok pesantren yang membosankan dengan prosentase
0 %.
Tabel 22
Sikap Santri Ketika Guru Sedang Menjelaskan Pelajaran
Santri dari PP Modern Santri dari PP Salaf
No Alternatif Jawaban F % No Alternatif Jawaban F %
15 a. Sangat
memperhatikan
b. Memperhatikan
c. biasa-biasa saja
d. Masa bodo
3
21
1
-
12
84
4
-
15 a. Sangat
memperhatikan
b. Memperhatikan
c. Biasa-biasa saja
d. Masa bodo
10
14
1
-
40
56
4
-
25 100 25 100
Pada tabel 22 menunjukan santri yang berasal dari pondok pesantren
modern yang bersikap sangat memperhatikan ketika guru sedang menjelaskan
pelajaran dengan prosentase 12 %, yang bersikap memperhatikan ketika guru
sedang menjelaskan pelajaran dengan prosentase 84 %, yang bersikap biasa-
biasa saja ketika guru sedang menjelaskan pelajaran dengan prosentase 4 %,
yang bersikap masa bodo ketika guru sedang menjelaskan pelajaran dengan
prosentase 0 %, sedangkan santri yang berasal dari pondok pesantren salaf
yang bersikap sangat memperhatikan ketika guru sedang menjelaskan
pelajaran dengan prosentase 40 %, yang bersikap memperhatikan ketika guru
sedang menjelaskan pelajaran dengan prosentase 56 %, yang bersikap biasa-
biasa saja ketika guru sedang menjelaskan pelajaran dengan prosentase 4 %,
yang bersikap masa bodo ketika guru sedang menjelaskan pelajaran dengan
prosentase 0 %.
Tabel 23
Yang Dilakukan Santri Ketika Guru Tidak Hadir
64
Santri dari PP Modern Santri dari PP Salaf
No Alternatif Jawaban F % No Alternatif Jawaban F %
16 a. belajar sendiri
b. belajar kelompok
c. bermain
d. mengobrol
5
3
3
14
20
12
12
56
16 a. belajar sendiri
b. belajar kelompok
c. bermain
d. mengobrol
14
6
-
5
56
24
-
20
25 100 25 100
Pada tabel 23 menunjukan bahwa santri yang berasal dari pondok
pesantren modern santri yang melakukan belajar sendiri ketika guru tidak
hadir dengan prosentase 20 %, santri yang melakukan belajar kelompok ketika
guru tidak hadir dengan prosentase 12 %, santri yang melakukan bermain
ketika guru tidak hadir dengan prosentase 12 %, santri yang melakukan
mengobrol ketika guru tidak hadir dengan prosentase 56 %, sedangkan santri
yang berasal dari pondok pesantren salaf yang melakukan belajar sendiri
ketika guru tidak hadir dengan prosentase 56 %, santri yang melakukan belajar
kelompok ketika guru tidak hadir dengan prosentase 24 %, santri yang
melakukan bermain ketika guru tidak hadir dengan prosentase 0 %, santri
yang melakukan mengobrol ketika guru tidak hadir dengan prosentase 20 %.
Tabel 24
Sarana Prasaran Pondok Pesantren
Santri dari PP Modern Santri dari PP Salaf
No Alternatif Jawaban F % No Alternatif Jawaban F %
17 a. Sangat memadai
b. Memadai
c. Kurang memadai
d. Tidak memadai
4
17
4
-
16
68
16
-
17 a. Sangat memadai
b. Memadai
c. Kurang memadai
d. Tidak memadai
6
16
3
-
24
64
12
-
25 100 25 100
Pada tabel 24 menunjukan bahwa santri yang berasal dari pondok
pesantren modern mengetahui sarana dan prasarana pondok pesantren yang
sangat memadai dengan prosentase 16 %, sarana dan prasarana pondok
65
pesantren yang memadai dengan prosentase 68 %, sarana dan prasarana
pondok pesantren yang kurang memadai dengan prosentase 16 %, sarana dan
prasarana pondok pesantren yang tidak memadai dengan prosentase 0 %,
sedangkan santri yang berasal dari pondok pesantren salaf yang mengetahui
sarana dan prasarana pondok pesantren yang sangat memadai dengan
prosentase 24 %, sarana dan prasarana pondok pesantren yang memadai
dengan prosentase 64 %, sarana dan prasarana pondok pesantren yang kurang
memadaia dengan prosentase 12 %, sarana dan prasarana pondok pesantren
yang tidak memadai dengan prosentase 0 %.
Tabel 25
Pelaksanaan Evaluasi Pendidikan Agama Islam di Pondok
Santri dari PP Modern Santri dari PP Salaf
No Alternatif Jawaban F % No Alternatif Jawaban F %
18 a. baik
b. tidak baik
c. sangat baik
d. biasa saja
24
-
1
-
96
-
4
-
18 a. baik
b. tidak baik
c. sangat baik
d. biasa saja
15
-
7
3
60
-
28
12
25 100 25 100
Pada tabel 25 menunjukan bahwa santri yang berasal dari pondok
pesantren moden yang mengetahui pelaksanaan evaluasi pendidikan agama
Islam di pondok baik dengan prosentase 24 %, pelaksanaan evaluasi
pendidikan agama Islam di pondok tidak baik dengan prosentase 0 %,
pelaksanaan evaluasi pendidikan agama Islam dipondok sangat baik dengan
prosentasr 4 %, pelaksanaan evaluasi pendidikan agama Islam dipondok biasa
saja dengan prosentase 0 %, sedangkan santri yang berasal dari pondok
pesantren salaf megetahui pelaksanaan evaluasi pendidikan agama Islam di
pondok baik dengan prosentase 60 %, pelaksanaan evaluasi pendidikan agama
Islam di pondok yang tidak baik dengan prosentase 0 %, pelaksanaan evaluasi
pendidikan agama Islam di pondok yang sangat baik dengan prosentase 28 %,
pelaksanaan evaluasi pendidikan agama Islam di pondok biasa saja dengan
prosentase 12 %.
66
Tabel 26
Pondok Pesantren Memenuhi Kurikulum
Santri dari PP Modern Santri dari PP Salaf
No Alternatif Jawaban F % No Alternatif Jawaban F %
19 a. sudah
b. belum
c. kurang tahu
d. tidak tahu
16
-
9
-
64
-
36
-
19 a. sudah
b. belum
c. kurang tahu
d. tidak tahu
16
1
8
-
64
4
32
-
25 100 25 100
Pada tabel 26 menunjukan bahwa santri yang berasal dari pondok
pesantren moden yang mengetahui pondok pesantren sudah memenuhi
kurikulum dengan prosentase 64 %, pondok pesantren yang belum memenuhi
kurikulum dengan prosentase 0 %, santri yang kurang tahu mengetahui
pondok pesantren memenuhi kurikulum dengan prosentase 36 %, santri yang
tidak tahu pondok pesantren memenuhi kurikulum dengan prosentase 0 %,
sedangkan santri yang berasal dari pondok pesantren salaf yang mengetahui
pondok pesantren sudah memenuhi kurikulum dengan prosentase 64 %,
pondok pesantren yang belum memenuhi kurikulum dengan prosentase 4 %,
santri yang kurang tahu pondok pesantren memenuhi kurikulum dengan
prosentase 32 %, santri yang tidak tahu pondo pesantren memenuhi kurikulum
dengan prosentase 0 %.
Tabel 27
Guru Fiqih Memberikan Motivasi Kepada Santri
Santri dari PP Modern Santri dari PP Salaf
No Alternatif Jawaban F % No Alternatif Jawaban F %
20 a. selalu
b. tidak pernah
c. kadang-kadang
d. sering
10
-
8
7
40
-
32
28
20 a. selalu
b. tidak pernah
c. kadang-kadang
d. sering
16
-
4
5
64
-
16
20
25 100 25 100
67
Pada tabel 27 menunjukan bahwa santri yang berasal dari pondok
pesantren moden mengetahui guru Fiqih selalu memberikan motivasi kepada
santri dengan prosentase 40 %, guru Fiqih tidak pernah memberikan motivasi
kepada santri dengan prosentase 0 %, guru nahwu kadang-kadang
memberikan motivasi kepada santri dengan prosentase 32 %, guru Fiqih
sering memberikan motivasi kepada santri dengan prosentase 28 %,
sedangkan santri yang berasal dari pondok pesantren salaf mengetahui guru
Fiqih selalu memberikan motivasi kepada santri dengan prosentase 64 %, guru
Fiqih tidak pernah membeikan motivasi kepada santri dengan prosentase 0 %,
guru Fiqih kadang-kadang memberikan motivasi kepada santri dengan
prosentase 16 %, guru Fiqih sering memberikan motivasi kepada santri
dengan prosentase 20 %.
Tabel 28
Metode yang diberikan oleh guru dapat anda pahami
Santri dari PP Modern Santri dari PP Salaf
No Alternatif Jawaban F % No Alternatif Jawaban F %
21 a. sangat paham
b. paham
c. kadang-kadang
d. biasa-biasa saja
-
7
9
9
-
28
36
36
21 a. sangat paham
b. paham
c. kadang-kadang
d. biasa-biasa saja
4
7
-
14
16
28
-
56
25 100 25 100
Pada tabel 28 menunjukan bahwa santri yang berasal dari, pondok
pesantren modern mengenai sangat paham metode yang diberikan oleh guru
dapat dipahami dengan prosentase 0 %, paham metode yang diberikan oleh
guru dapat dipahami dengan prosentase 28 %, kadang-kadang metode yang
diberikan oleh guru dapat dipahami dengan prosentase 36 %, biasa-biasa saja
metode yang diberikan oleh guru dapat dipahami dengan prosentase 36 %,
sedangkan santri yang berasal dari pondok pesantren salaf mengenai sangat
paham metode yang diberikan oleh guru dapat dipahami dengan prosentase 16
%, paham metode yang diberikan oleh guru dapat dipahami dengan prosentase
68
28 %,kadang-kadang metode yang diberikan oleh guru dapat dipahami
dengan prosentase 0 %,biasa-biasa saja metode yang diberikan oleh guru dapat
dipahami dengan prosentase 56 %.
Tabel 29
Peraturan PAI di Pondok Pesantren
Santri dari PP Modern Santri dari PP Salaf
No Alternatif Jawaban F % No Alternatif Jawaban F %
22 a. sangat ketat
b. ketat
c. tidak ketat
d. biasa-biasa saja
6
17
1
1
24
68
4
4
22 a. sangat ketat
b. ketat
c. tidak ketat
d. biasa-biasa saja
7
17
-
1
28
68
-
4
25 100 25 100
Pada tabel 29 menunjukan bahwa santri yang berasal dari pondok
pesantren moden yang mengetahui peraturan PAI di pondok pesantren sangat
ketat dengan prosentase 24 %, peraturan PAI di pondok pesantren ketat
dengan prosentase 68 %, peraturan PAI di pondok pesantren tidak ketat
dengan prosentase 4 %, peraturan PAI di pondok pesantren biasa-biasa saja
dengan prosentase 4 %, sedangkan santri yang berasal dari pondok pesantren
salaf yang mengetahui peraturan PAI di pondok pesantren sangat ketat dengan
prosentase 28 %, peraturan PAI di pondok pesantren ketat dengan prosentase
68 %, peraturan PAI di pondok pesantren tidak ketat dengan prosentase 0 %,
peraturan PAI di pondok pesantren biasa-biasa saja dengan prosentase 4 %.
Langkah berikutnya penulis menggunakan rumus test “t” untuk
mengetahui antara variabel X1 (penerapan pendidikan agama Islam di pondok
pesantren modern) dan variabel X2 (penerapan pendidikan agama Islam di
pondok pesantren salaf), langkah pertama, penulis menyiapkan tabel
perhitungan, guna melakukan perhitungan untuk memperoleh angka “t”.
69
Tabel. 30
Perhitungan Untuk Memperoleh Mean dan SD
Variabel Deviasi
(x1)
Deviasi
(x2
) (x
1) 2 (x
2) 2
X1 X
2
85 81 .6 +2 12.96 4
80 82 -1.4 +3 1.96 9
81 80 -0.4 +1 0.16 1
80 80 -1.4 +1 1.96 1
82 74 +0.6 -5 0.36 25
85 75 +3.6 -4 12.96 16
81 72 -0.4 -7 0.16 49
82 79 +06 0 0.36 0
80 81 -1.4 +2 1.96 4
80 78 -1.4 -1 1.96 1
80 78 -1.4 -1 1.96 1
85 80 +3.6 +1 12.96 1
82 78 +6 -1 0.36 1
78 80 -3.4 +1 11.56 1
78 80 -3.4 +1 11.56 1
82 80 +0.6 +1 0.36 1
80 77 -1.4 -2 1.96 4
78 81 -3.4 +2 11.56 4
84 82 +2.6 +3 6.76 9
83 78 +1.6 -1 2.56 1
83 80 +1.6 +1 2.56 1
78 80 -3.4 +1 11.56 1
83 79 +1.6 0 2.56 0
83 80 +1.6 +1 2.56 1
82 80 +0.6 +1 0.36 1
70
1X = 2035 2X = 1975 _ _ 2
1x =116 2
2x = 138
Mencari mean variabel X1 ( M
1) =
N
X1
= 25
2035 = 81,4
Mencari mean variabel X2
( M2
) = N
X 2 =
25
1975 = 79
Mencari deviasi ( x 1 dan x2
) dengan menggunakan rumus x = X -
M x
Mencari SD variabel X1 dengan menggunakan rumus:
SD 1 = N
x2
1 =
25
1164.64
Mencari SD variabel X2
dengan menggunakan rumus:
SD2
= N
x2
2 = 52.5
25
138
Dengan diperolehnya SD 1 dan SD2
maka selanjutnya dapat dicari
standard Error dari M 1 dan standard error dari M2
SE1M= 947.0
8989.4
64.4
24
64.4
125
64.4
11
1
N
SD
SE2M= 126.1
8989.4
52.5
24
52.5
125
52.5
12
2
N
SD
Setelah berhasil diperoleh SE1M dan SE 2M , maka langkah berikutnya
adalah mencari standar error perbedaan antara M 1 dan M 2
470.1163.2267.1896.0126.1947.0 222
2
2
121 MMMM SESESE
Dengan diperolehnya 21 MMSE akhirnya dapat diketahui harga t 0 yaitu:
632.1470.1
4,2
470.1
794.81
21
210
MMSE
MMt
71
Langkah berikutnya, memberikan interpretasi terhadap t 0
Df = ( N 221 N ) = (25 +25 -2) = 48
Dengan memeriksa tabel nilai “t” ternyata df sebesar 48 tidak terdapat
dalam tabel untuk itu penulis memakai df 50. Dengan berkonsultasi pada nilai
tabel “t”, baik pada taraf signifikansi 5% maupun pada taraf signifikansi 1 %.
Ternyata bahwa:
Pada taraf signifikansi 5%, t tabel 2.01
Pada taraf signifikansi 1%, t tabel 2.68
Karena t 0 telah kita peroleh sebesar 1,632, sedangkan tt = 2,01 dan
2,68 maka t 0 lebih kecil dari tt , baik pada taraf signifikansi 5 % maupun pada
taraf signifikansi 1 %. Dengan demikian hipotesis nihil yang menyatakan
Tidak adanya perbedaan secara signifikan pembelajaran fiqih antara santri
yang berasal dari pondok pesantren modern Daarul Ahsan dengan santri
pondok pesantren salaf al-Musayyadah diterima atau disetujui dan hipotesis
alternatif yang menyatakan bahwa terdapat perbedaan secara signifikan
pembelajaran fiqih antara santri yang berasal dari pondok pesantren modern
Daarul Ahsan dengan santri pondok pesantren salaf al-Musayyadah ditolak.
Dengan demikian dapat ditarik kesimpulan bahwa tidak ada
perbedaan yang signifikan pembelajaran fiqih antara santri yang berasal dari
pondok pesantren modern Daarul Ahsan dengan santri pondok pesantren
salaf al-Musayyadah. Apabila dianalisis lebih lanjut hal ini disebabkan oleh
beberapa faktor diantaranya adalah pembelajaran fiqih di pondok pesantren
salaf al-Musayyadah baik dan tidak jauh berbeda dengan pondok pesantren
modern Daarul Ahsan. Hal ini dapat dilihat dari hasil angket yang telah di
deskripsikan sebelumnya. Karena pondok pesantren salaf al-Musayyadah dan
pondok pesantren modern Daarul Ahsan mempunyai kesamaan dalam
pembelajar fiqih dari segi metode, penyampaian pelajaran fiqih, dan
pengalaman belajar santri. Perbedaannya hanya dalam kurikulum pondok
pesantren salaf al-Musayyadah mengacu kepada kiyai yang memimpin di
pondok tersebut sedangkan pondok pesantren modern Daarul Ahsan mengacu
72
pada kuriklulum yang sudah dibuat oleh kementrian agama. Pondok pesantren
salaf al-musayyadah adalah pondok pesantren zaman dahulu yang didirikan
oleh seorang ustadzah berawal dari pesantren salaf yang kecil yang
mempunyai sedikit santri kalong dan hanya mempelajari al-Qur’an dan fiqih.
Pesantren salaf al-Musayyadah ini sampai sekarang masih berkembang pesat
sehingga tidak ketinggalan zaman karena pesantren ini sekarang sudah
mempunyai banyak alumni dan santri. Dalam belajar di pondok pesantren
salaf al-Musayyadah sangat ketat dan padat dari subuh sampai malam para
santri terus menerus mengaji karena kitab yang mereka pelajari banyak.
Pondok pesantren modern Daarul Ahsan merupakan sebuah lembaga
pendidikan yang berdiri dibawah naungan pondok pesantren dan hampir 90 %
siswa disana bermukim dan belajar ilmu-ilmu agama di pondok pesantren.
Selain itu sistem pembelajaran di pondok pesantren Daarul Ahsan juga sangat
baik dan di sana juga diajarkan mata pelajaran tambahan yang dapat
mendukung mata pelajaran agama seperti mata pelajaran pendalaman agama,
muhadlarah, dan lain sebagainya. Hal ini merupakan beberapa faktor eksternal
yang menyebabkan tidak terdapat perbedaan pembelajaran fiqih di pondok
pesantren modern Daarul Ahsan.
73
73
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari penelitian yang telah penulis lakukan, maka sampailah kepada
penarikan kesimpulan. Bahwa:
1. pembelajaran fiqih santri pondok pesantren modern Daarul Ahsan dan
pondok pesantren salaf al-Musayyadah cukup bagus.
2. Tidak terdapat perbedaan yang signifikan pembelajaran fiqih antara
santri yang berasal dari pondok pesantren modern Daarul Ahsan dengan
santri pondok pesantren salaf al-Musayyadah. Karena t 0 telah kita
peroleh sebesar 1,632, sedangkan tt = 2,01 dan 2,68 maka t 0 lebih kecil
dari tt , baik pada taraf signifikansi 5 % maupun pada taraf signifikansi
1 %. Dengan demikian hipotesis nihil yang menyatakan Tidak adanya
perbedaan secara signifikan pembelajaran fiqih antara santri yang
berasal dari pondok pesantren modern Daarul Ahsan dengan santri
pondok pesantren salaf al-Musayyadah diterima atau disetujui dan
hipotesis alternatif yang menyatakan bahwa terdapat perbedaan secara
signifikan pembelajaran fiqih antara santri yang berasal dari pondok
pesantren modern Daarul Ahsan dengan santri pondok pesantren salaf
al-Musayyadah ditolak. Apabila dianalisis lebih lanjut mengapa tidak
terdapat perbedaan yang signifikan antara pondok pesantren modern
74
Daarul Ahsan dengan pondok pesantren salaf al-Musayyadah dalam
pembelajaran fiqih, dapat disebabkan oleh faktor yang mempengaruhi
pembelajaran fiqih cukup baik sebagaimana data dari angket yang telah
disebarkan. Santri yang berasal dari pondok pesantren modern Darul
Ahsan dan santri yang berasal dari pondok pesantren salaf al-Musayyah
rata-rata memiliki pengalaman yang sama dalam pembelajaran fiqih.
B. Saran
Sebagaimana telah penulis sebutkan pada bagian awal penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui pembelajaran fiqih di pondok pesantren moden
Daarul Ahsan dengan pondok pesantren salaf al-Musayyadah dan juga untuk
mengetahui apakah terdapat perbedaan antara pembelajaran fiqih di pondok
pesantren modern Daarul Ahsan dengan pondok pesantren salaf al-
Musayyadah. Selain itu juga dalam rangka mematangkan pengetahuan penulis
serta mempertajam daya analisis terhadap permasalahan yang penulis ajukan.
Selanjutnya penulis hendak memberikan saran atau hasil dari
penelitian yang telah dilakukan kepada beberapa pihak terkait dengan
penelitian ini, antara lain:
1. Pimpinan pondok pesantren atau Kepala Madrasah Daarul Ahsan,
Bapak Drs. Maman L Hakim MA dan pimpinan pondok pesntren salaf
al-Musayyadah Kiyai H. Muhaemin agar lebih meningkatkan supervisi
terhadap proses kegiatan belajar mengajar di pondok pesantren.
2. Kepada guru Fiqih untuk lebih meningkatkan kualitas pengajarannya
baik dari segi metode, media, pendekatan, serta model pembelajaran
agar peserta didik dapat memperoleh prestasi belajar yang lebih bagus
dari sebelumnya.
3. Kepada pihak pengelola pesantren agar mempertahankan pembelajaran-
pembelajaran agama yang dapat mendukung pembelajaran fiqih di
sekolah.
4. Untuk para murid agar lebih giat lagi belajar.
75
5. Kepada pihak yang ingin melakukan penelitian pendidikan, penulis
menyarankan agar mengadakan penelitian yang sejenis dengan
permasalahan yang penulis bahas akan tetapi mencari lokus penelitian
yang bukan lingkungan pesantren.
76
DAFTAR PUSTAKA
A Steenbrink Karel, Pesantren, Madrasah, Sekolah (Pendidikan Islam dalam
Kurun Modern), Jakarta: LP3ES, 1986.
Arifin Imran, Kepemimpinan Kyai, Malang Kalimasahada Press 1993.
Arkunto Suharsimi, Prosedur Penelitian Suatu Praktek, Jakarta: PT Rieneka
Cipta, 1998.
Ash-Siddieqy Hasbi, Pengantar Hukum Islam, Jakarta: Bulan Bintang, 1980.
Azra Azumardi, Ilmu Pendidikan dalam Persepektif Islam, Jakarta Rosdakarya
2000.
Chirzin M. Habib, “Agama Ilmu dan Pesantren”, Jakarta: LP3ES, 1995.
Chumaedy Ahmad, Membongkar Tradisionalisme Pendidikan Pesantren “Sebuah
Pilihan Sejarah” Dalam Transformasi Pendidikan Pesantren, www.google
.com, Tanggal 06 Oktober 2010.
Daradjat Zakiah, Metodik Khusus Pengajaran Agama Islam, Jakarta: Bumi
Aksara, 1996.
Depag RI, GBPP Mts Mata Pelajaran Fiqih, Dirjen Pembinaan Kelembagaan
Agama Islam, 1993.
Depag RI, kurikulum 2004 Standar Kompetensi Madrasah Tsanawiyah, Jakarta:
Direktorat Jendral Kelembagaan Agama Islam, 2004.
Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Quran Dan Terjemahan, Semarang:
CV. Adi Grafika,1994.
Departemen Agama RI, Kurikulum 2004 Standar Kompetensi Madrasah
Tsanawiyah, Jakarta: Direktoral Jendral Keagamaan Agama Islam 2004.
Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1996.
Ensiklopedia Islam, Jakarta: Depag, 1992.
Ensiklopedia Mini Sejarah dan Kebudayaan Islam, Jakarta: Logos Wacana Ilmu,
1996 M. Yusuf Hasyim, Dinamika Pesantren, Jakarta P3M 1988.
Hadimulyo, Dua Pesantren Dua Wajah Budaya, Jakarta: LP3ES, 1985.
77
Hasbullah, Kapita Selekta Pendidikan Islam, Jakarta, PT Raja Grafindo
Persada,1996.
M. Echols Jhon dan Shadly Hassan, Kamus Inggris Indonesia, Jakarta: PT.
Gramedia, 2008.
Madjid Nurcholis, bilik-bilik pesantren : sebuah potre perjalanan, Jakarta:
Paramadina, 1997.
Mahmud, Model-model Pembelajaran di Pesantren, Tangerang, Media Nusantara,
2006.
Mansur dan Junaedi Mahfud, rekonstruksi sejarah pendidikan islam di Indonesia,
Jakarta: departemen agama RI, 2005.
Manzhur Ibnu, Lisan al-„arabi, Mesir: Dar-al-Maa’arif, tt.
Masyhud Sulthon dan Khusnurdilo, Manajemen Pondok Pesantren, Jakarta: Diva
Pustaka, 2003.
Muhammadiyah Hilmy dan Fatoni Sulthan, NU: Identitas Islam Indonesia,
Jakarta: lembaga studi agama dan sosial, 2004.
Namsa Yunus, Metodologi Pengajaran Agama Islam, Jakarta: Pustaka Firdaus,
2000.
Narbuko Chalid, Metodologi Penelitian, Jakarta: PT Bumi Aksara, 1999.
Prasojo Sudjako, Profil Pesantren, Jakarta: LP3ES, 1995.
Putra Daulay Haidar, Pendidikan Islam “Dalam Sistem Pendidikan Nasional di
Indonesia”, Jakarta: Prenada Media, 2004.
Qamar Mujamil, Pesantren dari Transformasi Metodologi Menuju Demokratisasi
Intitusi, Jakarta: PT Erlangga, 2005.
Rosyad Aminudin dan Baihaqi, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, Jakarta:
Departemen Agama RI, 1986.
Shihab Quraisy, Membumikan Al-Qur‟an, Bandung: Mizan, 1994.
Sodiman Arif, Media Pengajaran, Jakarta: CV. Rajawali, 1990.
Sudjana, Metode Dan Teknik Pembelajaran Partisipasi, (Bandung: Falah
Production, 2001.
78
Syarifuddin Amir, Ushul Fiqh Jilid I, Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997.
Syukri Zarkasyi Abdullah, Gontor dan Pembaharauan Pendidikan Pesantren,
Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2005.
Syukur Aswadi, Pengantar Ilmu Fiqih dan Ushul Fiqih, Surabaya: Bina Ilmu,
1990.
Usman Nuraini, Metodologi Penelitian Social, Jakarta Bumi Askara 2000.
Wahab Kallaf Abdul, Ilmu Ushul Fiqih, Bandung: Gema Risalah Press, 1996.
Wahjoetomo, Perguruan Tinggi Pesantren: Pendidikan Alternatif Masa Depan,
Jakarta: Gema Insan Press, 1997.
Wahjoetomo¸ Perguruan Tinggi Pesanten, Jakarta Gama Insani Press 1997.
Zamakhsyari Dhofier, Tradisi Pesantren: Study Tentang Pandangan Hidup Kiyai,
(akarta: LP3ES, 1982.
Zimek Manfred, Pesantren dalam Pembaharuan Sosial, Jakarta: P3M, 1986.
Zurinal dan Sayuti Wahdi, Ilmu Pendidikan Pengantar Dasar-dasar Pendidikan,
Jakarta: UIN Jakarta Press, 2006.