PERBANDINGAN ALUR, PENOKOHAN, DAN TEMA …
Transcript of PERBANDINGAN ALUR, PENOKOHAN, DAN TEMA …
1
PERBANDINGAN ALUR, PENOKOHAN, DAN TEMA SEONNYEOWA NAMUKKUN DAN ASAL MULA BOTU LIODU LEI LAHILOTE
Ellora Andhika dan Tommy Christomy
Jurusan Bahasa dan Kebudayaan Korea, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia, Depok, Indonesia
E-mail: [email protected]
Abstrak
Jurnal ini membahas perbandingan dua cerita rakyat yang berasal dari Korea dan Gorontalo, Indonesia. Peneliti membandingkan cerita rakyat Korea Seonnyeowa Namukkun dan cerita rakyat dari Gorontalo yang berjudul Asal Mula Botu Liodu Lei Lahilote. Secara sekilas, kedua cerita rakyat ini memiliki persamaan pada jalan cerita, tokoh-tokoh yang muncul, serta temanya. Namun, setelah diteliti lebih lanjut kedua cerita ini memiliki perbedaan yang tidak sedikit pula. Penelitian ini mengkaji alur, penokohan, dan tema kedua cerita. Metode penelitian yang digunakan oleh penulis adalah metode close reading dengan melakukan analisis komparatif yang merujuk pada teks. Tujuan dari penelitian ini adalah membandingkan alur, penokohan, dan tema Seonnyeowa Namukkun dan Asal Mula Botu Liodu Lei Lahilote untuk menemukan perbedaan dan persamaan kedua cerita tersebut, agar lebih memahami kebudayaan Korea dan Gorontalo. Hasil dari perbedaan yang ditampilkan oleh kedua cerita ini menunjukkan bahwa latar belakang kebudayaan mempengaruhi kedua cerita ini, sedangkan persamaan yang muncul karena sifat manusia yang universal. Kata kunci: cerita rakyat; sastra bandingan; kebudayaan; alur; penokohan; tema Comparative Study of Plot, Characterizations, and Themes Seonnyeowa Namukkun and
Asal Mula Botu Liodu Lei Lahilote
Abstract
This journal discusses the comparisons between two folktales from South Korea and Gorontalo, Indonesia. The researcher compared a Korean folktale named Seonnyeowa Namukkun and Gorontalo’s folktale named Asal Mula Botu Liodu Lei Lahilote. Briefly, these folktales have storylines, characters, and themes that are similar. Nevertheless, after further investigation these folktales also have many differences. This paper discusses plots, characterizations, and themes about these two folktales. Close reading method was used in writing this paper with analysis comparative referring to all the texts. The objective of this research was to find the differences and similarities of the two stories, in order to better understand Korean and Gorontalo culture. The results of the differences show that cultural background affects both of these stories, and at the same time, the similarities that arise because human nature is universal. Keywords: folktale; comparative study; culture; plot; characterizations; themes Pendahuluan
Setiap masyarakat pasti memiliki cerita-cerita rakyat tertentu yang berkembang di
dalamnya. Sebelum mengenal tulisan, sebuah masyarakat berkomunikasi dengan cara lisan.
Penyampaian cerita-cerita juga disampaikan dengan cara lisan atau mouth-to-mouth. Cara ini
Perbandingan alur …, Ellora Andhika, FIB UI, 2014
2
adalah cara yang paling mudah dalam teknik penyampaian sebuah cerita, seperti pembicaraan
antar keluarga, teman, tetangga, dan yang lainnya. Cerita rakyat yang beredar pada
masyarakat biasanya tidak diketahui nama pengarangnya. Menurut Partini Sardjono
Pradotokusumo (2005:84), cerita-cerita yang disampaikan secara lisan tersebut ada yang
masih tetap ada dan beredar di masyarakat, baik disampaikan melalui lisan ataupun telah
ditulis. Penyampaian sastra melalui teknik lisan ini tidak memiliki suatu aturan baku sehingga
penyusun ulang cerita dapat dengan mudah menambahkan atau mengurangi bagian-bagian
yang telah ada sebelumnya. Berbagai perubahan disesuaikan dengan maksud dan tujuan si
penyusun. Cerita yang ada di suatu masyarakat mungkin sama dengan cerita yang ada di
masyarakat lain. Tidak hanya itu, berbagai faktor lainnya menimbulkan berbagai versi yang
berbeda-beda di tiap masyarakat.
Walaupun memiliki kemiripan dalam cerita, pasti terdapat unsur-unsur budaya yang
dapat membedakan tiap karya. Hal ini sesuai dengan pernyataan Damono (2009:49) yang
menyatakan bahwa faktor budaya berperan sangat penting dalam penciptaan sebuah karya
sastra sehingga memiliki sebuah kecenderungan khusus. Cerita rakyat yang ada di Korea
ternyata ada yang mirip dengan cerita rakyat di Indonesia, misalnya cerita rakyat Seonnyeowa
Namukkun memiliki kemiripan dengan cerita rakyat Asal Mula Botu Liodu Lei Lahilote dari
Gorontalo, Indonesia.
Kedua cerita ini menampilkan tokoh utama laki-laki yang mengambil salah satu baju
terbang bidadari atau sayap dari bidadari yang sedang mandi sehingga bidadari yang baju
terbang bidadari atau sayapnya diambil itu tidak dapat kembali ke kahyangan atau haneul
nara. Bidadari yang merasa asing dengan keadaan di bumi akhirnya menikah dengan tokoh
utama laki-laki. Setelah menjalani kehidupan pernikahan yang indah, kedua tokoh laki-laki ini
dihadapkan dengan kepergian bidadari. Secara sadar ataupun tidak sadar, kepergian bidadari
sebenarnya ada campur tangan kesalahan dari tokoh utama laki-laki. Tokoh utama laki-laki
yang sangat mencintai istrinya tentu melakukan berbagai cara agar dapat bertemu kembali
dengan istrinya. Setelah melalui berbagai rintangan dan ujian kedua tokoh laki-laki
mendapatkan akhir yang berbeda. Di masing-masing cerita, keduanya memiliki keunikan
tersendiri karena perbedaan letak geografis, kebudayaan, dan lain sebagainya yang
mempengaruhi unsur-unsur intrinsik masing-masing cerita.
Di Indonesia, cerita seperti ini tidak hanya ada di Gorontalo. Berbagai cerita yang sama
dapat ditemukan di daerah lain. Seperti yang telah kita kenal, Jaka Tarub dan Dewi Nawang
Wulan dari Pulau Jawa; Putri Mambang Linau dari Riau; Datu Pulut, Asal Mula Burung
Punai dari Kalimantan Selatan; Mahligai Keloyang dari Indragiri Hulu, Riau; dan masih
Perbandingan alur …, Ellora Andhika, FIB UI, 2014
3
banyak cerita lainnya. Begitu pula dengan cerita rakyat Seonnyeowa Namukkun dari Korea.
Berbagai judul, seperti 금강산 선녀설화 (Bidadari Geumgangsan), 백조소녀전설
(白鳥少女傳說) (Bidadari Baekjo), dan lain sebagainya merupakan nama lain dari cerita
rakyat Seonnyeowa Namukkun. Tidak hanya judul-judul tersebut, di Korea juga banyak yang
memiliki cerita yang hampir mirip, seperti 선녀와 수탉이된 총각 (Bidadari dan Pemuda yang
Berubah Menjadi Ayam) atau 수탉이 된 유래 (Asal Usul Ayam Jantan), 뻐꾸기의 유래 (Asal
Usul Burung Kangkok Erasia), 은혜 베풀어 옥황상제 사위 된 이야기 (Menjadi Menantu
Raja Langit Berkat Menolong Orang) (Jang Jangsik, 2001:182).
Melalui hal-hal yang penulis sebutkan sebelumnya, penulis tertarik untuk
membandingkan cerita rakyat Korea Seonnyeowa Namukkun dengan cerita rakyat Gorontalo,
Indonesia Asal Mula Botu Liodu Lei Lahilote. Menurut penulis banyak persamaan yang
muncul di kedua cerita rakyat ini, tetapi tidak sedikit pula perbedaan pada keduanya. Penulis
tidak sekadar mencoba membandingkan persamaan dan perbedaan kedua cerita rakyat ini,
akan tetapi lebih mendalam dilihat dari alur, penokohan, dan tema. Tinjauan Literatur Sastra Bandingan
Terdapat beberapa masalah dalam kajian sastra bandingan, salah satunya adalah istilah
dari ‘sastra bandingan’. Rene Wellek dan Austin Warren (1977:47) mengatakan “istilah
‘sastra bandingan’ agak merepotkan, dan jelas inilah sebabnya jenis studi yang penting ini
kurang sukses secara secara akademis.” Banyak ahli sastra yang masih mempertanyakan hal-
hal apa saja yang dapat diperbandingkan dalam pendekatan sastra bandingan. Pada umumnya,
teori sastra bandingan akan membandingkan alur, latar, perlambangan, dan penokohan dalam
suatu karya sastra untuk memahami kebudayaan yang mempengaruhi penciptaannya. Tidak
hanya itu, faktor politik, sosial, dan budaya juga menjadi dasar dalam menciptakan suatu
karya sastra.
Kesamaan dalam suatu karya menurut Damono (2009:24-25) dapat terjadi karena
situasi geografis yang mirip cenderung menghasilkan bentuk dan tema karya sastra yang
mirip sebab faktor geografis adalah komponen penting dalam pembentukkan kebudayaan;
perkembangan masyarakat dan peristiwa besar seperti perang, pada umumnya setelah perang
berakhir kesusastraan cenderung mengungkapkan berbagai masalah yang berkaitan dengan
situasi kacau dan kesengsaraan; kesamaan otak dalam merespons pengalaman yang jenisnya
sama, misalnya rasa cinta, sedih, rindu, dan senang.
Perbandingan alur …, Ellora Andhika, FIB UI, 2014
4
Dapat dikatakan kita dapat belajar sebuah kebudayaan dari sebuah masyarakat apabila
kita membaca karya sastranya. Damono (2009:39) kemudian juga mempertegas bahwa
kegiatan membanding-bandingkan ini bukan untuk mengungkapkan mana yang asli dan
pengaruh yang diberikannya terhadap yang lain, tetapi lebih untuk mengetahui kaitan-kaitan
antara perbedaan dan persamaan yang muncul dalam karya yang dibandingkan, serta sifat dan
cara bertindak suatu masyarakat. Cerita rakyat Korea maupun Indonesia adalah sastra yang
diciptakan oleh masyarakat tradisional pada zamannya. Alur
Alur adalah sebuah unsur penting dalam sebuah cerita. Tanpa hadirnya alur, sebuah
cerita tidak akan berjalan. Dalam alur tidak hanya terdiri dari episode dan kejadian saja,
melainkan adanya sebab dan akibat yang berperan di dalamnya. E. M Forster yang
mengambil contoh sebagai berikut, “seorang raja meninggal, kemudian sang ratu juga ikut
meninggal.” Forster mengatakan bahwa sekuen tersebut tidak menampilkan sebuah alur
karena tidak ada sebab dan akibat. Kemudian Forster memakai contoh lain, “seorang raja
meninggal, kemudian sang ratu ikut meninggal karena sedih.” Kata ‘sedih’ pada sekuen
tersebut menunjukkan sebab dan akibat sebuah kejadian, sehingga membuat sebuah sekuen
menjadi sebuah alur (Roberts, 2003:84).
Alur dengan susunan kronologis disebut dengan alur linear. Selain alur linear, ada pula
alur yang menggunakan sorot balik. Alur seperti itu disebut alur balikan (Sudjiman, 1991:29,
33). Menurut keeratan jalan ceritanya, alur dibagi menjadi alur erat dan alur longgar. Alur erat
adalah alur yang tiap-tiap peristiwanya merupakan bagian penting, salah satu bagian dari
peristiwanya dapat dihilangkan dan tidak menyebabkan pembaca kebingungan. Sedangkan,
alur longgar adalah kebalikannya. Peristiwa yang tidak penting dalam alur longgar dapat
dihilangkan dan cerita tersebut masih bisa dipahami oleh pembaca. Pada cerita yang panjang
terdapat alur utama dan alur bawahan. Alur bawahan adalah alur-alur pendukung yang
digunakan untuk menciptakan keseimbangan cerita atau sebagai ilustrasi alur pertama
(Sudjiman, 1991:39-40).
Pengaluran adalah pengaturan urutan kejadian-kejadian yang membangun sebuah cerita.
Sudjiman (1991:31) mengatakan bahwa “peristiwa pertama ataukah peristiwa lanjutan yang
mengawali cerita, di dalamnya selalu tersedia sejumlah informasi bagi pembaca.” Peristiwa
pertama yang ditampilkan pada sebuah cerita ini bisa saja bukanlah peristiwa pertama
menurut urutan waktu kejadian. Dalam pengaluran ini muncul struktur alur. Pada struktur alur
Perbandingan alur …, Ellora Andhika, FIB UI, 2014
5
ini dibagi menjadi lima tahapan, yaitu tahap pengenalan; timbulnya konflik; krisis; klimaks;
dan pemecahan masalah. Penokohan
Sebuah cerita pasti tidak akan lepas dari tokoh-tokoh yang berperan di dalamnya. Tidak
akan mungkin sebuah cerita berjalan tanpa tokoh karena tokoh-tokohlah yang memainkan
jalan cerita. Menurut Roberts (2003:56), “in literature, a character is a verbal representation of
human being as presented to us by authors through the depiction of actions, conversations,
descriptions, reactions, inner thoughts and reflection, and also through the authors’ own
interpretive commentary.”
Berdasarkan fungsi tokoh dalam cerita, tokoh dibagi menjadi dua, yaitu tokoh utama
dan tokoh bawahan. Tokoh yang memegang jalan cerita dan memimpin peran dalam cerita
adalah tokoh utama. Sedangkan, tokoh bawahan adalah tokoh yang tidak sentral
kedudukannya dalam cerita, namun kehadirannya diperlukan untuk mendukung tokoh utama.
Pada tokoh utama terdapat tokoh protagonis dan tokoh antagonis. Pada tokoh bawahan yang
menjadi kaki tangan atau kepercayaan tokoh utama disebut tokoh bawahan andalan. Kadang-
kadang, dalam sebuah cerita ada pula tokoh-tokoh yang tidak memberikan pengaruh apapun
dalam pengembangan cerita, tokoh-tokoh seperti itu disebut tokoh latar (Sudjiman, 1991:19-
20). Menurut perkembangan sifat dan tindakannya, tokoh juga dibagi menjadi tokoh bulat dan
tokoh datar. Tokoh datar bersifat statis, watak tokoh tersebut sedikit sekali mengalami
perubahan, terdapat pula kemungkinan tokoh tersebut tidak berubah sama sekali. Sedangkan,
tokoh bulat adalah tokoh yang memiliki lebih dari satu watak, kompleks, watak tokoh bulat
tidak ditampilkan sekaligus tapi berangsur-angsur dan berganti-ganti.
Di dalam sebuah cerita tokoh-tokoh perlu digambarkan ciri-ciri sifat, cara berpikir,
maupun cara bertindak kepada pembaca. Menurut Sudjiman (1986:58) yang disebut
penokohan adalah penyajian sifat, cara berpikir, bertindak dan lain sebagainya oleh seorang
tokoh dan penciptaan citra tokoh (Sudjiman, 1991:23). Cara yang digunakan oleh pengarang
untuk menyingkapkan watak tokoh dalam sebuah cerita dapat dilihat dari dari tindakan tokoh
tersebut; deskripsi pengarang tentang tokoh tersebut; perkataan yang diucapkan tokoh;
melalui ucapan tokoh lain terhadap tokoh tersebut; pengarang sebagai pembawa cerita atau
pengamat (Roberts, 2003:58-59).
Perbandingan alur …, Ellora Andhika, FIB UI, 2014
6
Tema
Tema dalam karya sastra tidak mungkin berdiri sendiri. Sebuah tema akan digerakkan
oleh unsur-unsur intrinsik dalam karya tersebut, seperti alur dan penokohan. Sudjiman
(1991:50) mengatakan bahwa “gagasan, ide atau pikiran utama yang mendasari suatu karya
sastra itu disebut tema.” Sedangkan, Roberts menjelaskan konsep gagasan terlebih dahulu
sebelum masuk ke dalam tema. Menurutnya, kata ‘gagasan’ merujuk kepada sebuah hasil atau
beberapa hasil pemikiran umum dan pemikiran yang abstrak. Jika sebuah gagasan muncul
terus-menerus pada sebuah cerita disebut tema. ‘Tema’ dan ‘gagasan utama’ dalam sebuah
karya sastra merupakan hal yang sama (2003:107).
Dalam menemukan tema, sebagai pembaca jangan sampai terkecoh dengan sebuah
tindakan dari tokoh atau sebuah situasi. Sebuah tindakan dari tokoh atau situasi memang
mungkin terlihat seperti sebuah tema, akan tetapi pembaca harus lebih cermat dalam melihat
tindakan maupun situasi tersebut. Oleh sebab itu, Roberts (2003:109-112) mengungkapkan
cara-cara yang dapat digunakan untuk menemukan tema dalam sebuah cerita, yaitu dengan
mempelajari hal yang diungkapkan oleh pengarang; mempelajari ucapan dari pembicara
orang pertama; mempelajari pernyataan yang dibuat oleh tokoh-tokoh; mempelajari kata
kiasan; mempelajari bagaimana tokoh merepresentasikan gagasan melalui tindakan;
mempelajari karya tersebut sebagai perwujudan berbagai gagasan-gagasan. Metode Penelitian
Penelitian yang penulis lakukan adalah penelitian kualitatif dengan corak penelitian
close reading. Melalui metode close reading ini, penulis akan membaca dan menelaah teks
karya sastra dengan teliti dan cermat, sehingga bagian-bagian penting yang muncul dalam
teks tidak terlewat begitu saja. Data yang penulis pergunakan adalah cerita rakyat
Seonnyeowa Namukkun dari buku 세계 민담 전집 01 한국 편 disusun ulang oleh Shin
Dongheun dan cerita rakyat Asal Mula Botu Liodu Lei Lahilote dari website resmi
www.ceritarakyatnusantara.com yang disusun ulang oleh Samsuni.
Setelah membaca dengan cermat data-data yang akan diteliti, penulis menggunakan
analisis deskriptif komparatif dalam melakukan penelitian ini. Saat melakukan analisis
deskriptif komparatif, penulis akan menggunakan pendekatan intrinsik dan ekstrinsik karena
unsur-unsur interinsik pada sebuah cerita rakyat tidak terlepas dari letak geografis, sifat-sifat
masyarakat tertentu, dan latar belakang kebudayaan. Penelitian analisis deskriptif komparatif
ini akan membandingkan alur, penokohan, dan tema Seonnyeowa Namukkun dan Asal Mula
Perbandingan alur …, Ellora Andhika, FIB UI, 2014
7
Botu Liodu Lei Lahilote berlandaskan teori alur, penokohan, serta tema serta menggunakan
teori sastra bandingan. Hasil Penelitian
Setelah melakukan penelitian ini, penulis menemukan bahwa kedua cerita rakyat ini
memiliki persamaan unsur-unsur intrinsiknya, seperti alur, penokohan, dan temanya.
Walaupun demikian, persamaan yang muncul tidaklah sama persis, tetapi banyak pula
perbedaan yang muncul. Persamaan yang muncul di kedua cerita rakyat ini dikarenakan sifat-
sifat manusia sama, sedangkan perbedaan yang muncul karena adanya perbedaan budaya
yang masing-masing berkembang di Korea dan Gorontalo, Indonesia. Pembahasan Alur
Pada tahap pengenalan, cerita Asal Mula Botu Liodu Lei Lahilote dan cerita
Seonnyeowa Namukkun sama-sama menceritakan asal-usul tokoh utama laki-laki. Tahap
pengenalan kedua cerita ini memiliki satu sekuen, yaitu sekuen ke-1. Kedua tokoh utama laki-
laki diceritakan hidup seorang diri di sebuah rumah. Pada cerita Seonnyeowa Namukkun,
tokoh Penebang Kayu diceritakan kehilangan kedua orang tuanya pada saat masih kecil.
Pekerjaan si Penebang Kayu hanya menebang kayu di hutan sehingga dia tidak bisa menikah
dan hidup sendirian. Cerita rakyat ini tidak memaparkan letak daerah si Penebang Kayu
tinggal secara spesifik. Sedangkan, pada cerita rakyat Asal Mula Botu Liodu Lei Lahilote,
tokoh Lahilote diceritakan sebagai seorang yang tampan, gagah, tekun, pekerja keras,
memiliki angan-angan yang tinggi. Dia hidup di sebuah rumah kecil di pinggir hutan dan
pekerjaannya mengembara keluar masuk hutan untuk berburu. Pada cerita ini, penyusun
menuliskan tempat Lahilote tinggal secara spesifik.
Setelah menceritakan asal-usul Lahilote, tahap timbulnya konflik cerita Asal Mula Botu
Liodu Lei Lahilote langsung menceritakan bagaimana Lahilote bertemu dengan para bidadari
di sekuen ke-2. Lahilote yang ingin beristirahat di tepi telaga hutan tiba-tiba mendengar suara
gadis-gadis yang sedang bercanda. Berbeda dengan Lahilote, si Penebang Kayu tidak
langsung mengetahui keberadaan bidadari. Si Penebang Kayu mengawalinya dengan
menolong seekor tikus yang datang ke pondoknya untuk mencari makanan. Namun, tikus itu
menghilang setelah beberapa waktu hidup bersama si Penebang Kayu. Setelah itu, si
Penebang Kayu kembali menebang kayu seperti biasanya di hutan. Saat si Penebang Kayu
Perbandingan alur …, Ellora Andhika, FIB UI, 2014
8
hendak beristirahat setelah mengikat kayu-kayunya, muncul seekor rusa yang sedang dikejar
oleh seorang pemburu. Si Penebang Kayu membantu rusa tersebut sehingga dirinya
mendapatkan informasi para bidadari. Melalui informasi tersebut si Penebang Kayu akhirnya
mengetahui keberadaan bidadari pada sekuen ke-12.
Setelah melihat para bidadari cantik, Lahilote dan si Penebang Kayu sama-sama
mengambil baju atau sayap milik salah satu bidadari. Namun, saat mengambil sayap milik
Boilode, Lahilote berubah wujud menjadi ayam hutan jantan dengan kesaktiannya. Dalam
wujud ayamnya, Lahilote mendekati tumpukan baju dan sayap milik para bidadari dan dengan
cepat ia ambil salah satu sayap tersebut saat para bidadari sedang menyelam. Sedangkan, si
Penebang Kayu yang tidak memiliki kesaktian apa pun mengambil baju terbang bidadari yang
paling cantik dan paling muda. Para bidadari kemudian selesai mandi dan bersiap untuk
memakai baju untuk kembali ke Negeri Kahyangan. Bidadari Bungsu yang kehilangan
bajunya bertanya kepada kedua kakaknya apakah melihat bajunya atau tidak, tapi kedua
kakaknya tidak melihat bajunya dan telah memakai baju terbang bidadarinya kemudian
meninggalkan si Bungsu. Begitu pula dengan yang dialami Boilode, keenam kakaknya tidak
mengetahui keberadaan bajunya dan meninggalkan Boilode sendirian di bumi.
Sepeninggalan kakak-kakaknya, Bidadari Bungsu (sekuen ke-15) dan Boilode (sekuen
ke-5) menangis meratapi nasib karena mereka berdua merasa asing dengan bumi. Di saat
Bidadari Bungsu dan Boilode menangis si Penebang Kayu dan Lahilote datang
menghampirinya. Bidadari Bungsu langsung menghapus air matanya setelah si Penebang
Kayu memperkenalkan dirinya kemudian Bidadari Bungsu pun memperkenalkan dirinya.
Lain halnya dengan Boilode yang harus dibujuk dan dirayu berkali-kali oleh Lahilote agar dia
berhenti menangis. Pada cerita rakyat Seonnyeowa Namukkun di sekuen ke-19, si Penebang
Kayu langsung berpura-pura mengetahui keberadaan baju terbang bidadari Bungsu dan
langsung mengajukan persyaratan untuk menikah dengannya. Bidadari Bungsu yang tidak
mengetahui apa-apa tentang bumi, mau tidak mau menerima persyaratan yang diajukan oleh
si Penebang Kayu. Sedangkan, pada cerita rakyat Asal Mula Botu Liodu Lei Lahilote, di
sekuen ke-11 Lahilote menawarkan Boilode untuk tinggal terlebih dahulu di rumahnya. Tidak
berapa lama barulah Lahilote menyampaikan keinginannya untuk meminang Boilode sebagai
istrinya. Boilode yang bukan penduduk bumi juga tidak bisa menolak tawaran Lahilote karena
dia tidak tahu lagi harus menggantungkan hidupnya kepada siapa lagi. Pada kedua cerita,
tahap timbulnya konflik dimulai dari sekuen ke-2. Akan tetapi, pada cerita Seonnyeowa
Namukkun tahap ini lebih panjang dengan berakhir di sekuen ke-19 ketika si Penebang Kayu
mengajukan syarat kepada Bidadari Bungsu untuk menikah dengannya. Sedangkan, pada
Perbandingan alur …, Ellora Andhika, FIB UI, 2014
9
cerita Asal Mula Botu Liodu Lei Lahilote berakhir pada sekuen ke-14 saat Lahilote menikah
dengan Boilode.
Pada tahap krisis kedua bidadari pergi meninggalkan si Penebang Kayu dan Lahilote.
Walaupun berbeda dalam cara mendapatkan kembali baju atau sayap bidadari, Bidadari
Bungsu dan Boilode bisa mendapatkan baju atau sayap bidadari mereka karena campur
tangan kesalahan si Penebang Kayu dan Lahilote. Pada cerita rakyat Seonnyeowa Namukkun,
Bidadari Bungsu membujuk dan merayu suaminya untuk memperlihatkan bajunya di sekuen
ke-22. Si Penebang Kayu melanggar syarat yang dikatakan oleh rusa, seharusnya dia tidak
boleh memberikan baju terbang bidadari milik istrinya sampai mereka memiliki tiga anak.
Namun, hati si Penebang Kayu akhirnya luluh, dia juga berpikir bahwa dengan adanya dua
anak pasti Bidadari Bungsu akan mengurungkan niatnya untuk kembali ke kahyangan.
Dengan pikiran seperti itu, si Penebang Kayu memberikan baju terbang bidadari milik istrinya
dan akhirnya kehilangan istrinya.
Berbeda dengan cerita Asal Mula Botu Liodu Lei Lahilote, tahap krisis dimulai dari
sekuen ke-15, di saat Boilode sudah mulai merasa bosan dan lelah dengan pekerjaan di bumi.
Dalam tahap ini, Boilode yang menemukan sayapnya sendiri tanpa diberitahu oleh Lahilote.
Hal ini terjadi karena Lahilote yang penasaran mengapa padi di lumbungnya tidak berkurang
setelah dia menikah dengan Boilode. Oleh sebab itu, Lahilote bertekad untuk menyelidiki
istrinya dengan berpura-pura untuk pergi ke kebun, tetapi sebenarnya dia bersembunyi di
belakang pohon besar. Kesaktian Boilode menghilang setelah Lahilote mengetahui rahasianya.
Boilode menemukan sayapnya yang sudah sobek di bawah lapisan lumbung karena padidi
lumbung habis pada sekuen ke-27. Sebelumnya, Boilode tidak mengetahui kalau suaminyalah
yang menyimpan sayapnya selama ini. Keinginan Boilode untuk kembali ke Negeri
Kahyangan begitu meluap-luap, tapi dirinya tidak bisa langsung memakai sayapnya karena
ada beberapa bagian yang sobek sehingga dia harus memperbaikinya terlebih dahulu.
Saat kepergian Bidadari Bungsu, dia tidak menoleh ke belakang dan terbang ke angkasa
begitu saja. Si Penebang Kayu sempat ingin menangkapnya, namun sudah terlambat. Berbeda
dengan Boilode, dia sempat berbohong kepada Lahilote kalau dia mual-mual karena sedang
hamil sehingga dia meminta suaminya untuk mencarikan ikan laut untuknya. Saat Lahilote
mencari ikan di laut, Boilode memperbaiki sayapnya yang sudah sobek. Setelah sayapnya
sudah kembali seperti sebelumnya, Boilode berpesan kepada semua perabotan rumah tangga,
benda-benda lainnya, serta tumbuhan yang ada di sekitarnya selain pohon Hutia Mala.
Boilode sempat mengunjungi suaminya yang berada di pantai yang sedang tertidur, dia
Perbandingan alur …, Ellora Andhika, FIB UI, 2014
10
meludahi suaminya dengan luwa lo pomama. Lahilote yang sedang tertidur tidak bisa
mencegah istrinya untuk tidak kembali ke kahyangan.
Pada sekuen ke-23, si Penebang Kayu yang melihat langsung istrinya pergi dan
membawa kedua anaknya menjadi orang yang seperti kehilangan hasrat untuk hidup. Hidup si
Penebang Kayu jadi tidak bergairah dan terlihat putus asa. Hal ini sangat berbeda jauh dengan
Lahilote. Begitu menyadari Boilode telah menemukan sayapnya dan kembali ke kahyangan,
pada sekuen ke-38 Lahilote langsung kembali ke rumahnya dan memeriksa lumbung padinya.
Setelah melihat sayap istrinya tidak lagi ada di tempatnya, dia langsung mencari informasi.
Dalam menemukan cara untuk dapat menemui istrinya lagi, pada sekuen ke-40 Lahilote
menemukan pohon Hutia Mala setelah keluar masuk hutan selama berhari-hari. Hutia Mala
bersedia mengantar Lahilote ke kahyangan, tetapi Lahilote harus memenuhi beberapa
persyaratan yang diajukan pohon tersebut. Tanpa berpikir panjang Lahilote langsung
menyetujui persyaratan yang diajukan Hutia Mala. Lain halnya dengan si Penebang Kayu
yang sekali lagi harus mendapat bantuan dari rusa dalam mengetahui cara untuk menemui
istrinya. Pada sekuen ke-28, rusa tersebut kembali memberitahukan cara agar si Penebang
Kayu dapat bertemu dengan istri dan kedua anaknya. Setelah mendapatkan informasinya, si
Penebang Kayu langsung pergi ke kolam tempat di mana dia bertemu dengan para bidadari
dan menunggu sampai ember timbaan turun. Si Penebang Kayu juga tidak harus melakukan
persyaratan yang sulit untuk bisa naik ke Negeri Kahyangan.
Setelah melalui rintangan untuk sampai ke Negeri Kahyangan, si Penebang Kayu dan
Lahilote mendapatkan perlakuan yang sangat berbeda dari Bidadari Bungsu dan Boilode.
Kedua anaknya dan Bidadari Bungsu menyambut si Penebang Kayu dengan gembira. Si
Penebang Kayu harus menjalani dua ujian yang diberikan oleh Raja Langit agar mendapatkan
pengakuan sebagai menantu di Negeri Kahyangan. Saat diuji oleh Raja Langit, Bidadari
Bungsu yang membantu si Penebang Kayu. Berbeda dengan perlakuan yang diterima Lahilote
dari Boilode. Pada sekuen ke-47, Boilode berpura-pura tidak mengenal suaminya. Kecantikan
Boilode dan keenam kakaknya sama sehingga membuat Lahilote tidak menyadari yang mana
istrinya. Lahilote harus memenuhi beberapa persyaratan yang diajukan oleh Boilode. Dalam
memenuhi persyaratan yang diberikan oleh Boilode, Lahilote mendapatkan bantuan dari
kawanan burung belatuk, ular, besar, dan lain sebagainya.
Tahap krisis cerita Asal Mula Botu Liodu Lei Lahilote berakhir di sekuen ke-61, pada
saat Lahilote kembali diakui sebagai suami Boilode dan berkesempatan tinggal di Negeri
Kahyangan. Sedangkan, pada cerita Seonnyeowa Namukkun berakhir di sekuen ke-65, ketika
si Penebang Kayu berhasil mendapatkan anak panah emas dengan bantuan Raja Tikus melalui
Perbandingan alur …, Ellora Andhika, FIB UI, 2014
11
bawahan-bawahannya. Baik si Penebang Kayu maupun Lahilote, keduanya harus berhadapan
dengan berbagai konflik-konflik yang membuat pembaca menjadi tegang.
Pada tahap klimaks, Lahilote dan si Penebang Kayu harus berhadapan dengan puncak
masalah. Lahilote harus menerima kenyataan bahwa dirinya mengalami penuaan dengan
ditemukannya uban di kepalanya. Sedangkan, si Penebang Kayu harus kehilangan anak panah
emas yang telah didapatkannya dengan bantuan Raja Tikus melalui para bawahannya. Tahap
klimaks cerita Asal Mula Botu Liodu Lei Lahilote dimulai dari sekuen ke-62 dan berakhir
pada sekuen ke-67. Tahap klimaks Seonnyeowa Namukkun hanya memiliki 4 sekuen saja,
dimulai dari sekuen ke-66 dan diakhiri pada sekuen ke-69.
Tahap pemecahan masalah Seonnyeowa Namukkun mulai pada sekuen ke-70, ternyata
Bidadari Bungsu adalah elang yang menyambar anak panah emas dari dua ekor black kite.
Pada sekuen ke-74, si Penebang Kayu, Bidadari Bungsu, dan kedua anaknya hidup bahagia.
Hal ini bertolak belakang dengan cerita rakyat Asal Mula Botu Liodu Lei Lahilote. Tahap
pemecahan masalah Asal Mula Botu Liodu Lei Lahilote mulai pada sekuen ke-68, ketika itu
Boilode kembali mengajukan ide untuk menggunduli rambutnya untuk dipakai Lahilote
menjadi jalan sampai ke bumi. Akan tetapi, rambut Boilode tidak cukup untuk dibuat jalan
sampai ke bumi. Lahilote harus melayang-layang dan terhempas ke seluruh penjuru bumi
karena Boilode kehabisan seluruh rambut yang ada di kepalanya untuk menjadikan jalan bagi
Lahilote. Di saat itu, tiba-tiba pula cuaca berubah. Cerita rakyat Asal Mula Botu Liodu Lei
Lahilote berakhir tragis. Lahilote tidak sampai ke bumi dengan selamat, tapi harus meninggal
dengan tubuh yang terbelah menjadi dua.
Setelah melakukan perbandingan pada dua cerita rakyat ini, penulis menemukan
perbedaan dan persamaan dalam alur. Alur yang terdiri dari sekuen-sekuen dalam cerita Asal
Mula Botu Liodu Lei Lahilote dengan jumlah 76 sekuen lebih panjang dari Seonnyeowa
Namukkun yang hanya berjumlah 74 sekuen. Walaupun jelas berbeda pada jumlah sekuennya,
pada struktur alur kedua cerita memiliki sedikit persamaan walaupun perbedaan yang
ditemukan oleh penulis lebih terlihat menonjol. Kedua cerita ini tidak memiliki alur bawahan
karena kedua cerita ini termasuk cerita pendek dan tidak memiliki alur yang berbelit. Oleh
karena itu, kedua cerita ini memiliki alur erat sehingga salah satu bagian dalam alur cerita
tidak bisa dihilangkan begitu saja. Cerita rakyat Asal Mula Botu Liodu Lei Lahilote dan cerita
Seonnyeowa Namukkun memiliki alur yang rangkaian peristiwanya berjalan secara kronologis
atau runtun dari awal hingga akhir cerita, sehingga kedua cerita ini memiliki alur linear.
Kedua cerita ini memiliki alur temaan dan alur tokohan yang seimbang karena tema dan
Perbandingan alur …, Ellora Andhika, FIB UI, 2014
12
gagasan-gagasan di kedua cerita menggerakkan tokoh untuk melakukan tindakan sehingga
menimbulkan konflik-konflik.
Penokohan
Dalam cerita rakyat Seonnyeowa Namukkun dan cerita rakyat Botu Liodu Lei Lahilote,
muncul tokoh-tokoh yang menjalankan berbagai peristiwa. Tokoh-tokoh pada cerita
Seonnyeowa Namukkun adalah Si Penebang Kayu, Bidadari Bungsu, kedua anak mereka,
kedua kakak dan kedua kakak ipar Bidadari Bungsu, Raja Langit, Raja Tikus dan para
bawahannya, dan Raja Kucing. Sedangkan, tokoh-tokoh pada cerita Asal Mula Botu Liodu Lei
Lahilote adalah Lahilote, Boilode, keenam kakak Boilode, pohon Hutia Mala, laki-laki tua,
kawanan burung belatuk, ular besar, kucing, dan tikus.
Tokoh utama kedua cerita rakyat ini adalah seorang manusia dari bumi. Pekerjaan
masing-masing tokoh utama laki-laki manusia sesuai dengan masing-masing geografis,
kebiasaan, dan kebanyakan mata pencaharian negara. Si Penebang Kayu memiliki pekerjaan
menebang kayu di hutan, sedangkan Lahilote moleleyangi untuk berburu binatang. Keduanya
merupakan tokoh datar yang tidak memiliki perubahan sifat, tindakan, cara berpikir, dan yang
lainnya. Sifat yang benar-benar terlihat dari tokoh si Penebang Kayu adalah sifat baik hati
mau menolong siapa saja tanpa memikirkan balasan apa yang akan diperolehnya. Sedangkan,
sifat yang paling menonjol dari Lahilote adalah rasa ingin tahu dan kritisnya. Sifat baik hati si
Penebang Kayu dan sifat kritis Lahilote yang kemudian mengantarkan para tokoh utama laki-
laki ini menemukan bidadari yang kemudian dijadikan istri. Sifat tokoh utama laki-laki ini
pulalah yang menentukan akhir cerita.
Pada saat mengambil dan menyembunyikan baju atau sayap bidadari, Lahilote yang
memiliki kesaktian berubah menjadi seekor ayam hutan jantan, sedangkan si Penebang Kayu
sama sekali tidak memiliki kesaktian apa pun. Si Penebang Kayu jujur dan polos sehingga
pada saat mengambil dan menyembunyikan baju terbang bidadari milik Bidadari Bungsu dia
langsung berpura-pura mengetahui baju tersebut. Berbeda dengan Lahilote, dirinya tidak jujur
terhadap Boilode sejak awal. Selama pernikahan Boilode hidup dalam kebohongan suaminya,
sampai pada suatu hari dia menemukan sayapnya sendiri. Pada saat kehilangan bidadari atau
istrinya, si Penebang Kayu terlihat sangat putus asa begitu kehilangan istri dan kedua anaknya.
Dia tidak langsung mencari jalan untuk menemukan kembali istri dan kedua anaknya, tetapi
dirinya bagai kehilangan hasrat untuk hidup sehingga berjalan ke sana ke mari sambil
meracau. Lain halnya dengan Lahilote, dirinya tidak melakukan hal yang dilakukan si
Perbandingan alur …, Ellora Andhika, FIB UI, 2014
13
Penebang Kayu. Lahilote langsung mencari informasi ke sana ke mari dengan bertanya
kepada seluruh benda yang ada di sekitarnya.
Walaupun demikian, keduanya ternyata memiliki persamaan sifat dan tindakan. Si
Penebang Kayu dan Lahilote sama-sama menyayangi keluarganya. Setelah menikah, si
Penebang Kayu dan Lahilote menjadi lebih rajin daripada sebelum menikah. Keduanya juga
rela melakukan berbagai ujian demi mendapatkan kembali keluarganya. Si Penebang Kayu
menjalani ujian yang diberikan oleh Raja Langit, serta tidak disukai oleh kedua kakak dan
kedua kakak ipar Bidadari Bungsu. Sedangkan, Lahilote harus melewati syarat dari pohon
Hutia Mala dan diuji oleh Boilode, istrinya sendiri. Walaupun terlihat banyak kemiripan sifat
dan tindakan, Lahilote memiliki sebuah sikap sopan santun yang tidak dimiliki oleh si
Penebang Kayu. Sikapnya ini ditunjukkannya saat mengajak Boilode menikah.
Cerita rakyat Seonnyeowa Namukkun dan cerita Asal Mula Botu Liodu Lei Lahilote
sama-sama memunculkan tokoh bidadari. Boilode dan Bidadari Bungsu memiliki paras yang
cantik, hanya saja dikatakan bahwa Bidadari Bungsu lebih cantik dari kedua kakaknya,
sedangkan Boilode memiliki kecantikan yang sama dengan keenam kakaknya. Keduanya juga
memiliki kesaktian karena mereka adalah bidadari. Penokohan Boilode dan Bidadari Bungsu
sangat jauh berbeda, walaupun keduanya adalah bidadari yang berasal dari Negeri Kahyangan.
Pada saat ditinggal oleh kakak-kakak mereka, Bidadari Bungsu dan Boilode memiliki
sikap yang berbeda dalam menyingkapinya. Bidadari Bungsu terlihat lebih tegar dan tidak
menangis berlarut-larut, sedangkan Boilode terlihat manja dan cengeng. Pada cerita rakyat
Seonnyeowa Namukkun tidak dijelaskan Bidadari Bungsu melakukan pekerjaan rumah secara
tekstual, tapi dirinya membawa kedua anaknya saat hendak kembali ke Negeri Kahyangan
membuktikan bahwa dirinya sadar akan tugasnya sebagai ibu. Sedangkan, pada pada cerita
rakyat Asal Mula Botu Liodu Lei Lahilote tertulis dengan jelas bahwa Boilode sama sekali
tidak menyukai kehidupannya saat tinggal di bumi bersama Lahilote. Dirinya terlihat begitu
menderita sampai-sampai dirinya berpura-pura bukan istri Lahilote saat Lahilote sampai di
Negeri Kahyangan.
Bidadari Bungsu dan Boilode sama-sama menyayangi suaminya. Walaupun pada
awalnya Bidadari Bungsu menikah dengan si Penebang Kayu dengan terpaksa, tapi saat si
Penebang Kayu diuji oleh Raja Langit dan dicurangi oleh kedua kakaknya dirinya turun
tangan membantu si Penebang Kayu. Begitu pula dengan Boilode, walaupun dirinya
berbohong dan sering berpura-pura kepada suaminya sebenarnya dia sangat menyayangi
suaminya. Hal ini dapat dilihat ketika Boilode mencari jalan keluar untuk masalah adanya
uban di kepala Lahilote. Setelah berpikir, akhirnya Boilode merelakan seluruh helai
Perbandingan alur …, Ellora Andhika, FIB UI, 2014
14
rambutnya untuk dijadikan jalan bagi Lahilote ke bumi. Selain itu, keduanya memiliki sifat
lainnya. Bidadari Bungsu tidak patuh kepada suaminya karena sejak awal si Penebang Kayu
telah mengajukan untuk hidup dengannya, tetapi Bidadari Bungsu melanggarnya dan kembali
ke kahyangan. Sedangkan, Boilode memiliki sifat yang suka berbohong dan malas.
Pada cerita rakyat Seonnyeowa Namukkun yang menjadi tokoh bawahan selanjutnya
adalah kedua kakak dan kedua kakak ipar Bidadari Bungsu. Sejak awal kedua kakak Bidadari
Bungsu sudah memperlihatkan tindakan tidak acuhnya terhadap Bidadari Bungsu saat
Bidadari Bungsu kehilangan baju terbang bidadarinya. Pada saat si Penebang Kayu datang ke
Negeri Kahyangan, kedua kakak dan kedua kakak ipar Bidadari Bungsulah yang paling tidak
menyukai kehadirannya. Bahkan, kedua kakak Bidadari Bungsu sampai menggunakan
kekuatannya dengan berubah wujud untuk merampas anak panah emas dari tangan si
Penebang Kayu dengan maksud untuk menggagalkan kesuksesan si Penebang Kayu.
Pada cerita Asal Mula Botu Liodu Lei Lahilote, Lahilote belum memiliki anak.
Sedangkan, si Penebang Kayu telah memiliki dua anak bersama dengan Bidadari Bungsu.
Kedua anak si Penebang Kayu dan Bidadari Bungsu juga termasuk tokoh bawahan dari cerita
Seonnyeowa Namukkun. Tokoh selanjutnya adalah Raja Langit, dia memberikan ujian-ujian
kepada si Penebang Kayu. Raja Langit berjanji untuk mengakui si Penebang Kayu kalau dia
berhasil menemukan anak panah emas. Setelah si Penebang Kayu berhasil menemukan anak
panah emas, Raja Langit mengakui si Penebang Kayu sebagai menantunya. Tokoh bawahan
terakhir yang muncul di cerita adalah Raja Kucing.
Tokoh bawahan di cerita Asal Mula Botu Liodu Lei Lahilote adalah keenam kakak
Boilode, tikus, dan kucing. Keenam kakak Boilode tidak terlalu sering muncul pada cerita,
mereka tidak ikut campur akan urusan Lahilote dan Boilode. Tokoh tikus dan kucing pada
cerita ini tidak terlalu diceritakan, namun berpengaruh pada hidup dan matinya Lahilote.
Kepergian kucing yang menjaga pohon Hutia Mala ini menyebabkan tikus menggerogoti
pohon Hutia Mala hingga lapuk. Lapuknya pohon Hutia Mala menyebabkan Lahilote tidak
bisa kembali ke bumi melaluinya.
Tokoh kucing muncul pada kedua cerita. Tokoh Raja Kucing pada Seonnyeowa
Namukkun terlihat dapat membawa kesialan bagi si Penebang Kayu. Walaupun demikian,
kehadiran tokoh Raja Kucing dapat dilewati oleh si Penebang Kayu dengan bantuan para
bawahan Raja Tikus. Sedangkan, tokoh kucing pada Asal Mula Botu Liodu Lei Lahilote
awalnya terlihat dapat membantu Lahilote karena dapat menjaga pohon Hutia Mala dari
serangan tikus, akan tetapi tokoh kucing kemudian menghilang karena makanannya habis.
Perbandingan alur …, Ellora Andhika, FIB UI, 2014
15
Kedua cerita ini juga memunculkan tokoh-tokoh yang membantu tokoh utama laki-laki.
Tokoh-tokoh ini penulis kategorikan sebagai tokoh bawahan andalan. Pada cerita rakyat
Seonnyeowa Namukkun muncul tokoh binatang yang membantu si Penebang Kayu, yaitu
seekor rusa dan seekor tikus yang kemudian menjadi Raja Tikus beserta para bawahannya.
Rusa dan Raja Tikus memberikan pertolongan kepada si Penebang Kayu karena sebelumnya
si Penebang Kayu telah terlebih dahulu menolong mereka. Bagi orang Korea, tikus
merupakan gambaran kebijaksanaan dan makhluk yang mistis (Lee, 2009:475). Tokoh Raja
Tikus pada awalnya tidak bisa berbicara layaknya seekor tikus biasa. Para bawahan Raja
Tikus juga turut membantu si Penebang Kayu dalam mencari anak panah emas. Pada cerita
rakyat Asal Mula Botu Liodu Lei Lahilote, muncul tokoh pohon Hutia Mala, laki-laki tua,
kawanan burung belatuk, dan ular besar yang membantu Lahilote. Berbeda dengan si
Penebang Kayu yang menolong rusa dan Raja Tikus terlebih dahulu, Lahilote tidak pernah
menolong kawanan burung belatuk, ular besar, pohon Hutia Mala dan laki-laki tua
sebelumnya. Oleh karena itu, pohon Hutia Mala mengajukan syarat sebelum menolong
Lahilote. Begitu pula dengan laki-laki tua yang menolong Lahilote saat kelaparan, Lahilote
juga belum pernah menolong laki-laki tua itu sebelumnya.
Tema
Cerita rakyat Seonnyeowa Namukkun dan Asal Mula Botu Liodu Lei Lahilote sama-
sama memiliki tema dan gagasan-gagasan di dalam cerita. Penulis menemukan masing-
masing satu tema di kedua cerita. Akan tetapi, gagasan pada cerita rakyat Asal Mula Botu
liodu Lei Lahilote lebih banyak dengan jumlah tujuh gagasan, sedangkan cerita rakyat
Seonnyeowa Namukkun hanya memiliki enam gagasan. Tema dari cerita rakyat Seonnyeowa
Namukkun dan Asal Mula Botu Liodu Lei Lahilote sangatlah berbeda. Namun, kedua cerita
memiliki beberapa gagasan yang sama atau mirip.
Tema Seonnyeowa Namukkun adalah perbuatan baik akan mendatangkan
keberuntungan. Si Penebang Kayu menolong rusa membuatnya dapat menikahi seorang
bidadari. Tidak hanya rusa, si Penebang Kayu juga menolong seekor tikus yang datang ke
lumbung padinya, kemudian tikus tersebut yang telah menjadi Raja Tikus menolongnya saat
diuji Raja Langit. Sesuai yang diungkapkan Lee Kwanggyu, orang Korea tidak akan
memikirkan keuntungan ataupun kerugian dari tindakannya untuk orang lain. Mereka juga
akan berbagi makanan dengan sesama, bahkan kepada orang yang tidak dikenal. Mereka
mempercayai bahwa keuntungan dari perbuatan baik mereka akan datang pada akhirnya
(2003:254-255).
Perbandingan alur …, Ellora Andhika, FIB UI, 2014
16
Sedangkan, tema Asal Mula Botu Liodu Lei Lahilote adalah rasa ingin tahu dan sifat
kritis yang berlebihan dapat membawa kemalangan. Pada awal cerita, gagasan bahwa rasa
ingin tahu Lahilote membawa keberuntungan baginya, namun sifatnya yang ingin mengetahui
mengapa padi di lumbung tidak pernah habis dan merasa istrinya aneh membuat dirinya
kehilangan istrinya. Dalam buku Empat Aspek Adat Daerah Gorontalo (1985:1), mengatakan
bahwa ciri khas masyarakat Gorontalo adalah “suka berpikir kritis, walaupun menampilkan
pola kesederhanaan”. Lahilote memang berpikir dengan sangat kritis, tapi dirinya tidak
menampilkan pola kesederhaan dalam bertindak. Dapat dikatakan tindakan, sifat, ucapan, cara
berpikir, dan bertindak si Penebang Kayu maupun Lahilote yang menentukan tema masing-
masing cerita.
Si Penebang Kayu dan Lahilote sama-sama memiliki andil saat kepergian istrinya
masing-masing. Dalam hal ini, terdapat dua gagasan pada cerita Seonnyeowa Namukkun,
yaitu jangan terlalu percaya dengan orang lain sekalipun orang tersebut adalah istri kita
sendiri dan kita bisa mendapat ganjaran kalau tidak mendengar pesan. Si Penebang Kayu
terlalu percaya pada istrinya sehingga tidak mengindahkan pesan rusa untuk tidak
memberikan baju terbang bidadari kepada istrinya kalau dirinya belum memiliki anak ke tiga.
Sedangkan, pada cerita rakyat Asal Mula Botu Liodu Lei Lahilote, gagasan dari hal ini adalah
janganlah berbohong pada pasangan. Lahilote dan Boilode sama-sama melakukan
kebohongan di dalam pernikahan. Lahilote tidak jujur sejak awal bahwa dirinya yang
mengambil sayap Boilode, ditambah dengan pekerjaan di bumi yang membuat Boilode bosan
dan malas membuat Boilode ingin kembali ke Negeri Kahyangan.
Setelah melakukan analisis, tenyata terdapat tiga gagasan yang sama-sama muncul di
kedua cerita. Gagasan pertama yang muncul di kedua cerita adalah pernikahan antara manusia
dan bidadari yang berbeda alam sulit untuk dijalani. Baik si Penebang Kayu maupun Lahilote,
keduanya harus berhadapan dengan perginya bidadari mereka. Tidak hanya itu, si Penebang
Kayu dan Lahilote juga harus bersedia dan melaksanakan berbagai ujian dan syarat agar
mereka bisa hidup dengan keluarganya. Gagasan yang kedua adalah rasa cinta dapat
mendorong seseorang untuk melakukan segala hal. Hal ini juga berkaitan dengan bersedianya
si Penebang Kayu dan Lahilote dalam melakukan ujian-ujian dan syarat-syarat. Rasa cinta si
Penebang Kayu terhadap keluarganya ini merupakan gambaran keluarga di Korea. Menurut
Lee Kwanggyu (2003:100-102), seorang ayah adalah pencipta keturunannya dan dia
menyayangi keturunannya. Begitu pula dengan Lahilote, bagi orang Gorontalo, “perkawinan
merupakan titik kulminasi janji setia yang akan diikuti dengan rasa tanggung jawab, saling
menghormati demi keutuhan dan kebahagiaan rumah tangga” (PEMDA Kabupaten Daerah
Perbandingan alur …, Ellora Andhika, FIB UI, 2014
17
Tingkat II Gorontalo, FKIP Universitas Sam Ratulangi, 1985:75). Gagasan ketiga yang
muncul di kedua cerita adalah seorang istri harus melayani atau setia terhadap suaminya.
Gagasan ini dilihat dari Bidadari Bungsu dan Boilode yang membantu suaminya. Tindakan
Bidadari Bungsu ini adalah merupakan sebuah perwujudan dari pengabdian nilai
Konfusianisme sam-jong-ji-do yang memiliki arti wanita harus melayani ayah, suami, dan
anak pada masa tuanya (Ehwa Womans University Press, 1986:233).
Terdapat pula gagasan-gagasan yang hanya ada di cerita rakyat Seonnyeowa Namukkun
atau sebaliknya. Pada cerita Seonnyeowa Namukkun, kedua kakak dan kedua kakak ipar
Bidadari Bungsu melakukan segala hal untuk menyingkirkan si Penebang Kayu. Dari
tindakan mereka, dapat diambil sebuah gagasan bahwa niat buruk juga dapat membuat orang
melakukan segala cara untuk mendapatkannya. Gagasan ini tidak muncul pada Asal Mula
Botu Liodu Lei Lahilote. Pada cerita Asal Mula Botu Liodu Lei Lahilote, muncul gagasan
keinginan yang kuat untuk mendapatkan sesuatu dapat membuat orang melakukan segala hal.
Gagasan ini diperoleh dari tindakan dan ucapan Boilode saat berbohong kepada Lahilote demi
memperbaiki sayapnya yang telah sobek. Tidak mudah menyerah dan gigih dalam melakukan
suatu hal maka akan mendapatkan jalan keluar adalah gagasan yang hanya muncul di cerita
Asal Mula Botu Liodu Lei Lahilote. Walaupun si Penebang Kayu juga gigih dan tidak
menyerah saat menjalani ujian dari Raja Langit, namun dirinya sempat putus asa saat Bidadari
Bungsu dan kedua anaknya pergi ke Negeri Kahyangan. Selain itu, kegigihan si Penebang
Kayu juga tidak terlalu terlihat karena dirinya banyak dibantu oleh istrinya, rusa, dan Raja
Tikus. Sedangkan, kegigihan dan sifat tidak mudah menyerah Lahilote ditampilkan penyusun
pada saat membujuk Boilode saat kehilangan sayap; pada saat Boilode pergi
meninggalkannya, Lahilote langsung mencari informasi tanpa kenal lelah; menjalani syarat
pohon Hutia Mala yang begitu sulit; pada saat Boilode berpura-pura tidak mengenalnya di
Negeri Kahyangan dan mengujinya; dan pada akhir cerita Lahilote juga tidak langsung
menyerah saat di kepalanya ditemukan uban.
Tema kedua cerita ini kemudian memberikan dampak pada masing-masing akhir cerita.
Si Penebang Kayu yang sejak awal berbuat baik dan jujur mendapatkan akhir yang bahagia
dengan diakuinya sebagai menantu oleh Raja Langit sehingga dirinya boleh hidup bersama
istri dan kedua anaknya. Sedangkan, sifat kritis yang berlebihan dan ketidakjujuran Lahilote
menyebabkan dirinya memiliki akhir yang tragis.
Perbandingan alur …, Ellora Andhika, FIB UI, 2014
18
Kesimpulan
Setelah menganalisis cerita rakyat Seonnyeowa Namukkun dengan Asal Mula Botu
Liodu Lei Lahilote, penulis menemukan berbagai perbedaan dan persamaan baik yang
eksplisit maupun yang implisit di dalam masing-masing cerita. Melalui analisis deskriptif
komparatif, penulis menemukan perbedaan dan persamaan yang muncul di kedua cerita ini.
Dalam melakukan perbandingan di kedua cerita rakyat ini, pengarang tidak bermaksud untuk
mengungkapkan yang mana yang asli dan pengaruh cerita Seonnyeowa Namukkun pada cerita
Asal Mula Botu Liodu Lei Lahilote, maupun sebaliknya. Seperti yang dinyatakan Damono
(2009:39), penulis ingin mengetahui kaitan-kaitan dari perbedaan dan persamaan, serta
menemukan sifat dan cara bertindak masyarakat Korea dan Gorontalo yang muncul di kedua
cerita.
Saat melakukan analisis komparatif, penulis menggunakan cara-cara yang diungkapkan
para ahli untuk menemukan perbedaan dan persamaan pada alur, penokohan, dan tema kedua
cerita rakyat. Pada alur, penulis menghubungkan struktur pengaluran dengan kejadian yang
muncul dalam sekuen-sekuen. Penulis menggunakan cara yang diungkapkan Roberts untuk
melihat penokohan para tokoh, begitu pula dalam menemukan tema dan gagasan masing-
masing cerita rakyat.
Dilihat dari judulnya, Seonnyeowa Namukkun, cerita ini menampilkan tokoh seorang
bidadari dan seorang manusia yang pekerjaannya menebang kayu. Pada judul pengarang
sudah mengindikasi adanya hubungan kasih antara keduanya. Walaupun pada judul cerita
Asal Mula Botu Liodu Lei Lahilote tidak langsung menampilkan adanya tokoh bidadari yang
akan muncul di dalam cerita, namun judul tersebut memperlihatkan bahwa adanya tanda
telapak kaki Lahilote pada batu. Tanda telapak kaki tersebut merupakan saksi bisu dari kisah
Lahilote bersama dengan Boilode yang merupakan Putri lo Owabu.
Setelah menganalisis alur, penokohan, dan tema kedua cerita ini, penulis menemukan
perbedaan dan persamaan yang muncul. Perbedaan dan persamaan yang muncul ini tidak
semata-mata muncul dengan begitu saja, melainkan ada faktor lain yang menyebabkannya.
Persamaan yang muncul pada kedua cerita rakyat ini disebabkan oleh sifat-sifat manusia yang
universal. Sedangkan, perbedaan yang muncul pada kedua cerita rakyat ini disebabkan oleh
letak geografis sehingga pekerjaan kedua tokoh utama laki-laki berbeda di masing-masing
cerita; sifat-sifat yang muncul pada sebuah masyarakat tertentu; serta latar belakang
kebudayaan yang ada. Penemuan perbedaan dan persamaan dari kedua cerita rakyat ini dapat
Perbandingan alur …, Ellora Andhika, FIB UI, 2014
19
dijadikan sebagai salah satu pintu masuk untuk mempelajari kebudayaan Korea dan
Gorontalo. Daftar Referensi 이승훈. 2009. 문학으로 읽는 문화상징사전. 서울:푸른사상. (Lee Seungheun. 2009.
Munhakeuro Ingneun Munhwa-Sangjing-Sajon. Seoul: Pureunsasang.)
장장식. 2001.‘한-몽 나무꾼과 선녀 설화의 비교연구’ 민속학 연구 제 9 호. 서울:
한국민속박물관. (Jang, Jangsik. 2001. ‘Han-Mong Namukkun-gwa Seonnyeo Seolhwa-eui
Bigyo Yongu’ Minsokhak Yongu Je 9 ho. Seoul: Hanguk Minsok Bakmulgwan.)
조동일. 2005.제 4 판 한국문학통사 1. 서울: 지식사업사. (Cho, Dongil. 2005. Je 4 pan
Hanguk Munhak Tongsa 1. Seoul: Jisik Saobsa.)
Budianta, Melanie, dkk. 2006. Membaca Karya Sastra. Magelang: Indonesia Tera.
Damono, Sapardi Djoko. 2009. Sastra Bandingan. Ciputat: Editum.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1977/1978. Adat Istiadat Daerah Sulawesi Utara.
Indonesia: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Ehwa Womans University Press. 1986. Challenges for Women: Women’s Studies in Korea.
Seoul: Korea Computer Typesetting & Printing Co., Ltd.
Haga, B.J. Dr. 1981. Lima Pahalaa (KITL dan LIPI, Penerjemah.). Penerbit Djambatan dan
INKULTRA FOUNDATION INC.
Hamidy, UU. 1983. Pembahasan Karya Fiksi dan Puisi. Pekanbaru: Bumi Pustaka.
Lee, Kwanggyu. 2003. Korean Traditional Culture (Joseph P. Linskey, Editor.). Seoul:
Jimoondang.
Nurgiyantoro, Burhan. 1994. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gajah Mada
University Press.
Park, Won. 2006. Traditional Korean Thought. South Korea: Inha University Press.
PEMDA Kabupaten Daerah Tingkat II Gorontalo, FKIP Universitas Sam Ratulangi. 1985.
Empat Aspek Adat Daerah Gorontalo. Jakarta: Yayasan 23 Januari 1942.
Pradotokusumo, Partini Sardjono. 2005. Pengkajian Sastra. Jakarta: PT Gramedia Pustaka
Utama.
Seo, Daesok. 2005. Oral Literature of Korea (Peter H. Lee, Editor.). South Korea: The
National Library of Korea Cataloging.
Perbandingan alur …, Ellora Andhika, FIB UI, 2014
20
Sudjiman, Panuti. 1991. Memahami Cerita Rekaan. Jakarta: Pustaka Jaya.
Sumardjo, Jakob, Saini K.M. 1986. Apresiasi Kesusastraan. Jakarta: PT Gramedia Pustaka
Utama.
Wallek, Rene dan Austin Warren. 1989. Teori Kesusatraan. New York: Harcourt.
Website:
Samsuni. Asal Mula Botu Liodu Lei Lahilote. <
http://ceritarakyatnusantara.com/id/folklore/184-Asal-Mula-Botu-Liodu-Lei-Lahilote>
(diakses pada tanggal 27 Februari 2014).
Perbandingan alur …, Ellora Andhika, FIB UI, 2014
21
Perbandingan alur …, Ellora Andhika, FIB UI, 2014
22
Perbandingan alur …, Ellora Andhika, FIB UI, 2014