Perancangan dan Implementasi Teleworker System untuk...
Transcript of Perancangan dan Implementasi Teleworker System untuk...
Perancangan dan Implementasi Teleworker System
untuk Memaksimalkan Remote Access
pada Jaringan WAN
Artikel Ilmiah
Peneliti :
Miftakhul Ainun Nawar (672007241)
Wiwin Sulistyo, S.T., M.Kom.
Program Studi Teknik Informatika
Fakultas Teknologi Informasi
Universitas Kristen Satya Wacana
Salatiga
Oktober 2014
Perancangan dan Implementasi Teleworker System
untuk Memaksimalkan Remote Access
pada Jaringan WAN
Artikel Ilmiah
Diajukan kepada
Fakultas Teknologi Informasi
Untuk memperoleh gelar Sarjana Komputer
Peneliti :
Miftakhul Ainun Nawar (672007241)
Wiwin Sulistyo, S.T., M.Kom.
Program Studi Teknik Informatika
Fakultas Teknologi Informasi
Universitas Kristen Satya Wacana
Salatiga
Oktober 2014
ii
iii
iv
v
vi
vii
viii
Perancangan dan Implementasi Teleworker System
untuk Memaksimalkan Remote Access
pada Jaringan WAN
1)Miftakhul Ainun Nawar,
2)Wiwin Sulistyo
Fakultas Teknologi Informasi
Universitas Kristen Satya Wacana
Jl. P. Diponegoro 52-60, Salatiga 50711, Indonesia
E-mail: [email protected], [email protected]
Abstract
Integrated data communications nowadays has become a necessity for an
institution or business enterprise, especially when an employee must work even if they're
away from the office. Teleworker system is a good option, because to do remote access is
needed an efficient communication or can utilize existing infrastructure, can be accessed
anywhere and certainly safe. VPN is the right technology is used for teleworker system.
With a VPN, employees who are outside will get such service in the local network. To
facilitate the management of files used a file server and FTP server. The file server is
used for storing files of each employee and the FTP server for file management services
directly from a tablet or smartphone. Thus, the activity of this teleworker to be safe,
because the system uses VPN technology to tunnel and encryption methods. The system
was implemented in FTI SWCU Salatiga.
Keywords: Teleworker, Remote Access, VPN
Abstrak
Komunikasi data yang terintegrasi saat ini sudah menjadi kebutuhan bagi sebuah
institusi atau perusahaan bisnis, apalagi jika seorang pegawai harus bekerja walau sedang
tidak berada di kantor. Teleworker system menjadi pilihan tepat, karena untuk melakukan
akses jarak jauh maka dibutuhkan sebuah komunikasi yang efisien atau dapat
memanfaatkan infrastruktur yang sudah ada, dapat diakses dimana saja dan tentunya
aman. VPN adalah teknologi yang tepat digunakan untuk teleworker system. Dengan
VPN, pegawai yang berada diluar akan mendapatkan layanan seperti di jaringan lokal.
Untuk memudahkan pengelolaan file digunakan file server dan FTP server. File server
digunakan untuk menyimpan file masing-masing pegawai dan FTP server untuk layanan
pengelolaan file langsung dari tablet atau smartphone. Dengan demikian aktivitas
teleworker ini menjadi aman, karena sistem ini menggunakan teknologi VPN dengan
metode tunnel dan enkripsi. Sistem ini diterapkan di FTI UKSW Salatiga.
Kata kunci : Teleworker, Remote Access, VPN
1)
Mahasiswa Fakultas Teknologi Informasi Jurusan Teknik Informatika, Universitas
Kristen Satya Wacana 2)
Staff Pengajar Fakultas Teknologi Informasi, Universitas Kristen Satya Wacana
1
1 Pendahuluan
Kalimantan Barat termasuk salah satu daerah yang memiliki kondisi
geografis yang mempunyai cakupan wilayah luas serta tingkat pertumbuhan
ekonomi dan jumlah penduduk yang besar menyebabkan meningkatnya
kebutuhan akan aliran listrik yang besar. Sehingga terjadi lonjakan aktivitas
pemenuhan daya listrik yang harus disalurkan kepada setiap daerah di wilayah
Kalimantan Barat oleh PT PLN (Persero) dan terdiri dari beberapa Gardu Induk
yang bermanfaat menampung dan mendistribusikan aliran daya listrik
bertegangan tinggi. Provinsi Kalimantan Barat memiliki lima Gardu Induk, yaitu
GI Senggiring, GI Parit Baru, GI Sei Raya, GI Singkawang, GI Siantan. Gardu
Induk tersebut memiliki cakupan wilayah tertentu, yaitu GI Senggiring meliputi
wilayah Kota Pontianak serta Kabupaten Pontianak, GI Parit Baru
mendistribusikan daya pada Kabupaten Sanggau dan Landak, GI Sei Raya
mencakup Kabupaten Ketapang, Kabupaten Melawi dan Kabupaten Kapuas Hulu,
GI Singkawang meliputi daerah Kabupaten Sambas, Kota Singkawang dan
Kabupaten Bengkayang, dan yang terakhir GI Siantan yang beroperasi di wilayah
Kabupaten Sekadau dan Kabupaten Sintan. Masalah yang tidak dapat terelakkan
pada sistem kerja Gardu Induk adalah adanya gangguan yang terjadi pada masing-
masing trafo. Trafo adalah komponen utama yang berperan untuk
mendistribusikan daya listrik, gangguan yang terjadi pada trafo akan berakibat
terganggunya pasokan daya listrik ke pelanggan, dikarenakan akan terjadi
padamnya listrik [1]. Melihat banyaknya kasus gangguan yang terjadi pada
wilayah tersebut, maka akan lebih baik jika dapat mengurangi permasalahan yang
terjadi, agar trafo-trafo selalu dalam kondisi prima. Sehingga diperlukan suatu
sistem untuk mengamati kinerja Gardu Induk.
Sistem ini menggunakan metode Moran’s I untuk melihat dan
memberikan gambaran area yang sering terjadi gangguan di wilayah Provinsi
Kalimantan Barat. Data yang digunakan adalah data jumlah gangguan yang terjadi
pada Gardu Induk tahun 2012 sampai dengan Desember 2013, yang
dikelompokkan berdasarkan gangguan internal, gangguan eksternal dan jumlah
komulatif gangguan tahun 2012-2013. Gangguan internal merupakan faktor yang
dapat disebabkan karena kerusakan pada peralatan trafo dalam jangka waktu
tertentu, sedangkan gangguan eksternal terjadi karena faktor alam seperti pohon
tumbang, angin kencang, petir dan ganguan lain. Moran’s I pada awalnya
merupakan metode untuk menentukan korelasi nonspasial, kemudian
dikembangkan dalam konteks spasial. Moran’s I digunakan untuk menentukan
tingkat kesamaan atau kemiripan atribut suatu variabel tertentu. Prinsip kerja
metode ini adalah membandingkan nilai varibel tertentu pada setiap lokasi dengan
nilai pada semua lokasi lain [2].
Penelitian ini bermaksud menganalisis pola persebaran jenis gangguan
pada trafo-trafo yang bermuara di Gardu Induk, agar dapat mengetahui gambaran
secara jelas daerah-daerah yang dikatakan rawan terjadi gangguan, sehingga
diharapkan dapat membantu petugas untuk memelihara trafo-trafo pada setiap
Gardu Induk dalam jangka waktu yang lebih lama.
2
2 Tinjauan Pustaka
Beberapa penelitian terdahulu yang terkait dengan penelitian ini, salah
satunya adalah penelitian yang berjudul “Pembuatan dan Analisa Sistem
Informasi Geografis Distribusi Jaringan Listrik (Studi Kasus: Surabaya Industrial
Estate Rungkut di Surabaya)”. Pada penelitian ini menggunakan Arc View dalam
mengelola basis data yang bersifat spasial serta didukung dengan adanya data
daya dan tegangan di kawasan Surabaya Industrial Estate Rungkut [3]. Serta
penelitian yang berjudul ”Pemodelan Pola Spasial Demam Berdarah di Kabupaten
Semarang Menggunakan Fungsi Moran's I”, menjelaskan tentang laju persebaran
penyakit demam berdarah menggunakan metode Moran’s I [4].
Berdasarkan perbandingan penelitian terdahulu, penelitian ini lebih mudah
dipahami dikarenakan menggunakan metode Moran’s I untuk menunjukkan
keterkaitan gangguan listrik pada Gardu Induk antar wilayah Kalimantan Barat
dengan hasil keluaran berupa Moran scatterplot, Peta LISA.
Autokorelasi spasial adalah korelasi antara variabel dengan dirinya sendiri
berdasarkan ruang atau dapat juga diartikan suatu ukuran kemiripan dari objek di
dalam suatu ruang (jarak, waktu dan wilayah). Jika terdapat pola sistematik di
dalam penyebaran sebuah variabel, maka terdapat autokorelasi spasial. Adanya
autokorelasi spasial mengindikasikan bahwa nilai atribut pada daerah tertentu
terkait oleh nilai atribut tersebut pada daerah lain yang letaknya berdekatan atau
bertetangga [5].
Autokorelasi spasial diklasifikasikan menjadi dua yaitu Global
Association dan Local Association. Global Association adalah analisis pola
asosiasi spasial pada skala yang luas untuk melihat distribusi data, apakah
terbentuk pengelompokan (cluster), terdispersi (dispersed) dan acak (random)
dalam satu lingkup. Local Association adalah kuantifikasi Autokorelasi spasial
dalam wilayah yang lebih kecil dan menghasilkan signifikasi secara statistik
tinggi (hotspot), signifikasi secara statistik rendah (clodspots), dan pecilan
(outlier) [6]. Autokorelasi spasial lokal dapat ditentukan dengan analisis Moran
Scatterplot dan Local Indicator Spasial Association (LISA). LISA
divisualisasikan menggunakan peta yang digunakan untuk menunjukkan lokasi
daerah studi yang signifikan. Jumlah LISA untuk setiap wilayah studi sebanding
atau sama dengan Moran's I global. Penelitian ini termasuk dalam jenis lokal
asosiasi dikarenakan hanya mengacu pada satu wilayah tertentu, yaitu Provinsi
Kalimantan Barat.
LISA dapat didefinisikan dengan Persamaan 1.
𝐼𝑖 =(𝑈𝑖−ū)
𝑖(𝑈𝑖−ū)
2
𝑛
𝑗 𝑊𝑖𝑗 (𝑈𝑗 − ū)………………………………(1)
Keterangan dari rumus pada Persamaan 1 adalah n sebagai jumlah kasus atau
jumlah wilayah studi yang diidentifikasi. Ui sebagai unit analisis I, Uj sebagai
nilai unit analisis tetangga. Wij adalah berat spasial matrix atau elemen spatial
weight matrix. ū adalah nilai rata-rata u.
3
Moran’s Scatterplot adalah salah satu cara untuk menginterpretasikan
statistik Indeks Moran. Moran’s Scatterplot merupakan alat untuk melihat
hubungan antara nilai pengamatan yang sudah distandarisasi dengan nilai rata-rata
daerah tetangga yang telah distandarisasi. Ilustrasi lebih lengkap dapat dilihat
pada Gambar 1.
Gambar 1 Moran’s Scatterplot [7]
Kuadran I (terletak di kanan atas) disebut High-High (HH), menunjukkan
daerah yang mempunyai nilai pengamatan tinggi dikelilingi oleh daerah yang
mempunyai nilai pengamatan tinggi. Kuadran II (terletak di kiri atas) disebut
Low-High (LH), menunjukkan daerah dengan pengamatan rendah tapi dikelilingi
daerah dengan nilai pengamatan tinggi. Kuadran III (terletak di kiri bawah)
disebut Low-Low (LL), menunjukkan daerah dengan nilai pengamatan rendah dan
dikelilingi daerah yang juga mempunyai nilai pengamatan rendah. Kuadran IV
(terletak di kanan bawah) disebut High-Low (HL), menunjukkan daerah dengan
nilai pengamatan tinggi yang dikelilingi oleh daerah dengan nilai pengamatan
rendah. Moran’s Scatterplot yang banyak menempatkan pengamatan di kuadran
HH dan kuadran LL akan cenderung mempunyai nilai autokorelasi spasial yang
positif (cluster). Sedangkan Moran’s Scatterplot yang banyak menempatkan
pengamatan di kuadran HL dan LH akan cenderung mempunyai nilai autokorelasi
spasial yang negatif [7].
3 Metode Penelitian
Tahapan penelitian terbagi menjadi enam tahap, yaitu identifikasi masalah
penelitian, telaah dan kajian pustaka, menentukan tujuan penelitian, pengumpulan
data terkait penelitian, analisis dan intepretasi data, dan yang terakhir
adalah pelaporan dan evaluasi hasil penelitian. Langkah-langkah dalam
pengerjaan penelitian ini adalah sebagai berikut: (a) Pengumpulan data gangguan
yang diperoleh dari PLN Kalimantan Barat periode 2012-2013; (b) Studi Pustaka,
untuk mencari acuan yang sesuai untuk referensi pengerjaan olah data; (c)
Pengolahan Data, digunakan metode Moran’s I, dengan bantuan tool R; (d)
Pengambilan kesimpulan, dilakukan setelah mendapat hasil dari perhitungan
dengan tool R [8].
4
Gambar 2 Tahapan Penelitian [8]
Gambar 2 menunjukkan tahapan penelitian dilakukan. Bersumber dari data
Gangguan Listrik PT PLN (Persero) tahun 2012-2013, pembuatan grafik
persebaran gangguan internal dan eksternal dengan pemodelan data spasial
gangguan listrik di Kalimantan Barat tahun 2012-2013 menggunakan metode
Moran’s I divisualisasikan ke dalam bentuk Morran Scatterplot dan Peta LISA.
Sumber data model secara umum dikelompokkan dalam dua kategori, yaitu (1)
Informasi data gangguan trafo Gardu Induk PT PLN (Persero) wilayah Provinsi
Kalimantan Barat tahun 2012-2013; (2) Data spasial dalam bentuk peta dengan
format shape file. Pemrosesan data menggunakan tool R dari http:/cran-r.project
menggunakan package maptools, RColorBrewer, classInt, spdep, rgdal, sp,
spatstat, RaNN, lmtest. Package maptools digunakan untuk membaca data
geografis, khususnya data dengan format shape file. Package RColorBrewer
digunakan untuk memberikan warna pada peta. Package classInt digunakan untuk
memilih satu class intervals dalam pemetaaan. Package spdep digunakan untuk
menciptakan matrix weight spasial yang memungkinkan untuk dianalisis. Package
rgdal digunakan untuk memungkinkan data peta dapat diimpor ke R. Package sp
digunakan untuk menyediakan kelas dan metode untuk data spasial. Package
spatstat digunakan untuk menganalisis data spasial, pola titik 3D, pola titik ruang
waktu, pola titik pada jaringan linear. Package RaNN digunakan untuk
menentukan neighbours setiap titik dalam set. Package lmtest digunakan untuk
memeriksa diagnostik di model regresi linier.
5
Gambar 3 Arsitektur Data
Gambar 3 menunjukkan Arsitektur data. Arsitektur data dalam pengerjaan
penelitian ini dimulai dari pengumpulan data yang nantinya akan divisualisasikan.
Data yang digunakan yaitu data gangguan trafo Gardu Induk PT PLN (Persero)
wilayah Provinsi Kalimantan Barat yaitu (1) data gangguan eksternal dan internal
tahun 2012-2013, (2) data gangguan tahun 2012-2013. Data dimasukkan pada
Microsoft Excel serta diubah ke dalam format csv. Data gangguan eksternal dan
internal nantinya akan divisualisasikan ke dalam Moran Scatterplot, dan Peta
LISA.
4 Hasil dan Pembahasan
Pada penelitian ini Moran Scatterplot digunakan untuk analisis perilaku
variabilitas data dalam keruangan, sedangkan peta LISA digunakan untuk
menunjukkan lokasi daerah yang signifikan statistik terjadinya pengelompokan
nilai atribut (cluster) atau terjadinya pencilan (outlier). Hasil yang disajikan dalam
Moran Scatterplot dapat dilihat persebarannya melalui peta LISA.
Data awal yang dihitung pada penelitian ini adalah data gangguan listrik
internal dan eksternal pada wilayah Kalimantan Barat tingkat Kabupaten dan Kota
periode tahun 2012-2013. Hasil perhitungan Moran's I divisualisasikan secara
grafis menggunakan Moran Scatterplot. Moran Scatterplot untuk gangguan
internal tahun 2012-2013 disajikan pada Gambar 4.
6
(a)
(b)
Gambar 4 Visualisasi Moran Scatterplot Gangguan Internal Tahun 2012 dan 2013
Gambar 4 (a) menunjukkan Moran Scatterplot tahun 2012, diketahui
bahwa Kabupaten Sanggau masuk pada kuadran I (High-High) yang
menunjukkan wilayah bernilai gangguan listrik sangat tinggi dikelilingi wilayah
nilai gangguan tinggi, dimana wilayah tersebut mempunyai sifat autokorelasi
spasial yang tinggi dan dikelilingi oleh wilayah sekitarnya yang mempunyai
autokorelasi spasial yang tinggi. Gambar 4 (b) merupakan visualisasi gangguan
tahun 2013, diketahui bahwa Sanggau sudah tidak tergolong pada kuadran I
(High-High) dan Kabupaten Sekadau masuk pada kuadran III (Low-Low) yang
sebelumnya tidak terlihat pada tahun 2012, menunjukkan wilayah bernilai
gangguan listrik rendah dikelilingi wilayah nilai gangguan rendah pula.
7
(a) (b)
Gambar 5 Visualisasi Moran Scatterplot Gangguan Eksternal Tahun 2012 dan 2013
Berdasarkan Moran Scatterplot pada Gambar 5 (a), tahun 2012 diketahui
bahwa Kabupaten Landak masuk pada kuadran II (Low-High), yang berarti
wilayah bernilai gangguan listrik rendah dikelilingi wilayah bernilai gangguan
tinggi. Sedangkan Tahun 2013, pada Gambar 5 (b), terjadi perpindahan
Kabupaten Landak yang sebelumnya berada pada kuadran II (Low-High) menjadi
kuadran IV (High-Low), yang berarti wilayah bernilai gangguan listrik tinggi
dikelilingi wilayah bernilai gangguan rendah.
Tahap selanjutnya adalah melakukan analisis Moran’s I lokal dengan
menggunakan Peta LISA. Gambar Peta LISA daerah gangguan listrik internal
tahun 2012 dan tahun 2013 disajikan pada Gambar 6.
(a) (b)
Gambar 6 Peta LISA Gangguan Internal Tahun 2012 dan 2013
8
Gambar 6 menunjukkan peta LISA pada Tahun 2012. Pada Gambar 6 (a),
Kabupaten Sanggau memiliki karakteristik High-High (HH) yang merupakan
asosiasi spasial positif dan identifikasi terjadinya pemusatan (cluster). Sedangkan
Gambar 6 (b) merepresentasikan Tahun 2013 muncul pecilan (outlier) dengan
karakteristik Low-Low (Kuadran III) yang memiliki nilai spasial negatif, yaitu
Kabupaten Sekadau.
Data berikutnya yang akan diolah pada penelitian ini adalah data gangguan
listrik eksternal tahun 2012-2013 di Provinsi Kalimantan Barat yang akan
divisualisasikan menggunakan peta LISA pada Gambar 7.
(a) (b)
Gambar 7 Peta LISA Gangguan Eksternal Tahun 2012 dan 2013
Berdasarkan peta LISA pada Gambar 7 (a), tahun 2012 dapat dilihat
hampir seluruh wilayah kelurahan tidak signifikan, hanya ditemukan satu indikasi
pecilan (outlier) yaitu Kabupaten Landak masuk pada kuadran II (Low-High)
yang memiliki nilai spasial negatif. Pada tahun 2013 yang divisualisasikan
melalui Gambar 7 (b), masih didominasi wilayah kelurahan yang tidak signifikan,
tetapi terjadi perpindahan Kabupaten Landak yang sebelumnya berada pada
kuadran II (Low-High) menjadi kuadran IV (High-Low). Pada tahun 2012 dan
tahun 2013 tidak ditemukan pemusatan jumlah terjadinya gangguan, ini dapat
dilihat tidak ditemukannya daerah dengan indikasi High-High (Kuadran I).
5 Simpulan
Berdasarkan eksperimen dan pengolahan data yang telah dilakukan
didapatkan hasil sebagai berikut : (a) Hasil perhitungan Moran's I divisualisasikan
secara grafis menggunakan Moran Scatterplot pada data gangguan listrik internal
dan eksternal pada tahun 2012-2013; (b) Peta LISA gangguan listrik tahun 2012-
2013. Digunakan untuk memberikan informasi (1) persebaran gangguan listrik
internal dan eksternal, dan (2) persebaran jumlah gangguan listrik di Provinsi
Kalimantan Barat. Penelitian ini menunjukkan bahwa pada tahun 2012 gangguan
9
listrik internal pada Provinsi Kalimantan Barat memiliki nilai autokorelasi spasial
positif. Diketahui dengan munculnya wilayah dengan karakteristik High-High.
Berdasarkan hasil penelitian dapat dilihat bahwa hampir seluruh wilayah
berindikasi none signifikan, kecuali Kabupaten Sanggau yang berindikasi High-
High serta Kabupaten Landak berindikasi Low-High pada tahun 2012 dan
Kabupaten Sekadau berindikasi Low-Low serta Kabupaten Landak berindikasi
High-Low. Hal ini menunjukkan bahwa gangguan internal tahun 2012 dan 2013
terjadi pergeseran antara Gardu Induk Parit Baru yang berkarakteristik High-High
menjadi none signifikan serta Gardu Induk Siantan yang berkarakteristik none
signifikan pada tahun 2012 berubah menjadi daerah yang berindikasi Low-Low.
Pada gangguan eksternal, dapat diketahui bahwa Gardu Induk Parit Baru dari
tahun 2012 dan 2013 mengalami perubahan dari indikasi Low-High menjadi
High-Low yang berarti ada kecenderungan terjadi peningkatan resiko terjadi
gangguan listrik di kemudian hari.
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan perlu peningkatan
kewaspadaan dan kepedulian pada daerah-daerah yang rawan terjadi gangguan
listrik, agar penyaluran aliran listrik tidak tersendat sampai ke masyarakat.
Penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa di wilayah Provinsi Kalimantan
Barat banyak terjadi kerusakan trafo, oleh karena itu diperlukan adanya
pemeliharaan serta kelengkapan trafo-trafo pada Gardu Induk untuk terus menjaga
keberlangsungan pasokan listrik oleh PLN di setiap wilayah Provinsi Kalimantan
Barat.
6 Daftar Pustaka
[1] Winotoharjo, S., 2012. Penaksiran Potensi Gangguan Pada Suatu Gardu
Induk dengan Menggunakan Regresi Beta, Bandung : Universitas
Padjajaran.
[2] Harvey, dkk., 2008, The North American Animal Disease Spread Model: A
simulation model to assist decision making in evaluating animal disease
incursion, Preventive Veterinary Medicine, Vol 82 (176-197).
[3] Awalin, L. J. dan Sukojo, B. M. 2013. Pembuatan Dan Analisa Sistem
Informasi Geografis Distribusi Jaringan Listrik (Studi Kasus: Surabaya
Industrial Estate Rungkut di Surabaya, Makara Vol.7.
[4] Puspita D., 2012. Pemodelan Pola Spasial Demam Berdarah Dengue di
Kabupaten Semarang Menggunakan Fungsi Moran’s I, Skripsi FTI UKSW.
[5] Curtis, J. A. and Lee, A. W. Spatial Pattern of Diabetes Related Health
Problems for Vulneral Populations in Los Angeles, USA, 2010.
[6] Weku, W. C. D., 2011. Analisis Pola Spasial dan Dinamika IPM Tahun
2006-2009 Propinsi Sulawesi Utara Menggunakan Metode Spatial
Autocorrelation, Thesis, MSI, UKSW.
[7] Lee, J. dan Wong, 2000. Statistical Analysis with Arcview GIS, John
Wiley&Sons, INC: United Stated of America.
[8] Creswell, J. W., 2012. Planning, Conducting, and Evaluating Quantitative
and Qualitative Research, Garamond : United Stated of America.