PERANAN PROGRAM PEMBERDAYAAN PEREMPUAN KEPALA …repository.utu.ac.id/689/1/I-V.pdf · miskin, dan...
Transcript of PERANAN PROGRAM PEMBERDAYAAN PEREMPUAN KEPALA …repository.utu.ac.id/689/1/I-V.pdf · miskin, dan...
PERANAN PROGRAM PEMBERDAYAAN PEREMPUAN KEPALA KELUARGA (PEKKA) DALAM MENINGKATKAN
KESEJAHTERAAN JANDA DI KECAMATAN TANGAN-
TANGAN KABUPATENACEH BARAT DAYA
SKRIPSI
Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi
Syarat-syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Sosial
Oleh
TRISNA SUSIANDA
NIM : 10C20201040
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
PROGRAM STUDI ILMU ADMINISTRASI NEGARA
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS TEUKU UMAR
MEULABOH – ACEH BARAT
2014
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pembangunan merupakan hal terpenting yang harus ditingkatkan demi
mencapai tujuan masyarakat yang adil, makmur, dan sejahtera. Namun proses
pembangunan ini terganggu ketika krisis moneter tahun 1997 melanda Indonesia
dan pada era tersebut semakin terlihat jelas jurang antara golongan miskin dan
golongan kaya. Untuk masalah kemiskinan, Indonesia sendiri menggunakan tiga
penggolongan kemiskinan, yaitu masyarakat yang hidup dibawah garis
kemiskinan, masyarakat yang hidup tepat diatas garis kemiskinan, dan yang
terakhir adalah golongan masyarakat yang hidup di atas batas garis kemiskinan.
Menurut Sayogya (Ichwan Muis, 2008:65) mengenai batas garis
kemiskinan itu sendiri adalah setara dengan harga 240 kg beras per orang dalam
satu tahun untuk pedesaan dan 360 kg beras per orang per tahun untuk wilayah
perkotaan. Dalam perkembangan selanjutnya, batas kemiskinan dikoreksi
menjadi < 240 yang dikategorikan sangat miskin, 240-320 untuk kategori
miskin, dan 320-480 untuk kategori hampir berkecukupan, di negara-negara dunia
ketiga, masyarakat yang hidup didalam lingkaran kemiskininan adalah masyarakat
yang hidup didalam keluarga yang dikepalai oleh wanita, karena dalam
keluarga tersebut tidak ada pria yang mampu menafkahi keluarganya (Todaro
& Smith, 2006: 81).
Sebagian wanita mengalami trauma karena tindak kekerasan dalam rumah
termasuk pembatasan hak-hak wanita dalam kegiatan ekonominya. Terlepas dari
2
semua kondisi kehidupan wanita yang memprihatinkan, wanita khususnya yang
hidup di negara berkembang sebenarnya memiliki peran tersendiri sebagai salah
satu instrumen pengentasan kemiskinan. Berdasarkan beberapa bukti
emipiris, tingkat pengembalian (rate of return) dari investasi pendidikan kaum
wanita lebih tinggi dibanding dengan tingkat pengembalian dari investasi
pendidikan kaum pria. Hal ini menunjukan bahwa kaum wanita dapat
memberikan produktivitas kerja yang lebih tinggi dibanding kaum pria. Bahkan
dengan pendidikan wanita yang lebih tinggi, untuk jangka panjang wanita tersebut
dapat menjamin kualitas intelejensi anak-anaknya sehingga berguna untuk masa
depan. Apalagi Perempuan kepala keluarga di Indonesia Di tahun 2010, Biro
Pusat Statistik (BPS) memperkirakan terdapat 65 juta keluarga di Indonesia. Dari
keluarga-keluarga tersebut, 14% (9 juta) nya dikepalai oleh perempuan. BPS
mendefinisikan kepala keluarga sebagai seorang yang bertanggung jawab atas
kebutuhan sehari-hari sebuah keluarga atau seorang yang dianggap kepala dari
keluarga tersebut.
Kondisi demikian juga sejalan dengan apa yang telah disampaikan oleh
Komnas Perempuan yang kemudian membentuk sebuah program yang
melindungi hak-hak para wanita yaitu PEKKA. Data Susenas Indonesia tahun
2007 menunjukkan bahwa jumlah rumah tangga yang dikepalai perempuan
mencapai 13.60% atau sekitar 6 juta rumah tangga yang mencakup lebih dari 30
juta penduduk. Jika dibandingkan data tahun 2001 ketika PEKKA pertama
digagas yang kurang dari 13%, data ini menunjukkan kecenderungan
peningkatan rumah tangga yang dikepalai perempuan rata-rata 0.1% pertahun.
Berdasarkan Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 tahun 1974, dalam
3
kehidupan sosial politik dan kemasyarakatan di Indonesia, kepala keluarga
adalah suami atau laki-laki. Oleh karena itu keberadaan perempuan sebagai
kepala keluarga tidak sepenuhnya diakui baik dalam sistem hukum yang berlaku
maupun dalam kehidupan sosial masyarakat. Sebagai akibatnya perempuan
kepala keluarga menghadapi diskriminasi hak dalam kehidupan sosial politiknya
(PEKKA, 2010). Rumah tangga yang dikepalai perempuan umumnya miskin
dan merupakan kelompok termiskin dalam strata sosial ekonomi di Indonesia.
Hal ini sangat terkait dengan kualitas sumberdaya perempuan kepala keluarga
yang rendah. Data dasar Sekretariat Nasional PEKKA di 8 provinsi menunjukkan
bahwa PEKKA umumnya berusia antara 20 – 60 tahun, lebih dari 38.8% buta
huruf dan tidak pernah duduk di bangku sekolah dasar sekalipun. Sebagian
wanita menghidupi antara 1-6 orang tanggungan, bekerja sebagai buruh tani dan
sektor informal dengan pendapatan rata-rata kurang dari Rp 10.000 per hari.
PEKKA (Pemberdayaan Perempuan Kepala Keluarga) adalah sebuah LSM
Indonesia yang didirikan pada tahun 2001 yang bekerja dengan lebih dari 12.000
perempuan kepala keluarga melalui sebuah jejaring yang terdiri dari 500
kelompok PEKKA yang tersebar di 330 desa di 8 Propinsi di Indonesia, termasuk
NAD, Jawa Barat, Jawa Tengah, Kalimantan Barat, Nusa Tenggara Barat, Nusa
Tenggara Timur, Maluku Utara dan Sulawesi Tenggara dan sekarang PEKKA
sudah meluas sampai di 19 propinsi.
Di Aceh pada tahun 2002 mulai dibentuk kelompok PEKKA di lima
kabupaten yaitu: Aceh Besar, Pidie, Bireun, Aceh Timur dan Aceh Barat Daya.
Pada tahun 2007, diperluas sampai ke kabupaten Aceh Jaya dan Singkil, sekarang
wilayah PEKKA di Aceh sudah meliputi 9 kabupaten yaitu Aceh Besar, Pidie,
4
Bireun, Idi Rayeuk, Aceh Jaya, Aceh Barat Daya, Aceh Selatan, dan Aceh
Singkil. Di Aceh, ada ribuan perempuan yang menjadi kepala keluarga akibat
terjadinya konflik yang berkepanjangan, karena cerai hidup, ditelantarkan atau
tidak menikah, perempuan yang menikah tetapi menghidupi keluarga karena
suami sakit, cedera, tidak dapat bekerja, atau bekerja diluar negeri dan suaminya
tersebut tidak membiayai kebutuhan ekonomi keluarga juga dapat menjadi
anggota PEKKA. Sampai tahun 2005 setelah gempa bumi dan Tsunami pada 26
desember 2004 telah banyak membuat anggota PEKKA meninggal, ratusan rumah
dan ratusan sumber penghidupan mereka hancu, Yang tersisa hanyalah semangat
untuk bangkit mereka yang tidak pernah mati, berjuang dalam ketidakpastian.
Dikabupaten Aceh Barat Daya masih banyak terdapat perempuan sebagai
kepala keluargaterutama yang tinggal didaerah pedesaan, salah satu daerah
tersebut berada di Kecamatan Tangan-tangan yang merupakan salah satu
Kecamatan dari 9 Kecamatan di Kabupaten Aceh Barat Daya, jarak dengan
ibukota kabupaten adalah ± 13 Km, penduduknya didominasi oleh petani, hanya
sebagian kecil yang berprofesi sebagai Pengusaha dan Pegawai Negeri. PEKKA
sudah terbentuk di Kecamatan Tangan-tangan sejak tahun 2002 dan sudah mulai
membentuk kelompok-kelompok di gampong, walau agak sedikit sulit mengajak
para janda bergabung namun PEKKA terus bersosialisasi tentang pentingnya
berkelompok agar kehidupan mereka lebih maju dan berkembang. Seiring
berjalannya waktu dari 15 gampong yang ada di Kecamatan Tangan-tangan hanya
2 gampong yang belum terbentuk kelompok PEKKA, ini karena kesadaran
masyarakat yang masih sangat rendah akan pentingnya berorganisasi dan
berkelompok.
5
Perempuan kepala keluarga yang tergabung dalam kelompok PEKKA di
Kecamatan Tangan-tangan merupakan keluarga sangat miskin, faktor utama yang
menyebabkan Janda sulit untuk maju dan berkembang adalah akses keadilan yang
kurang, baik dalam masalah sosial, hukum dan politik. Janda sering
termarjinalkan dan dipandang sebelah mata dan susah dalam berbagai pengurusan
seperti KTP, akta kelahiran anak, mendapatkan Bantuan Langsung Tunai (BLT),
beras miskin (RASKIN), Jaminan Kesehatan untuk mayarakat Miskin
(JAMKESMAS), perebutan hak asuh anak dalam keluarga janda serta dalam hal
akses modal untuk membuka usaha karena dianggap perempuan sebagai kepala
keluarga tidak akan mampu mengembalikan modal pada waktu yang di tentukan.
PEKKA.
Berdasarkan uraian di atas maka, penulis tertarik untuk melakukan
penelitian yang berjudul Peranan Program Pemberdayaan Perempuan Kepala
Keluarga (PEKKA) Dalam Meningkatkan Kesejahteraan Janda Di
Kecamatan Tangan-Tangan Kabupaten Aceh Barat Daya ?.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka rumusan masalah dalam penelitian
ini adalah:
1. Bagaimana peranan Program Pemberdayaan Perempuan Kepala keluarga
(PEKKA) dalam meningkatkan kesejahteraan janda di Kecamatan
Tangan-tangan Kabupaten Aceh Barat Daya?
2. Apa kendala yang dihadapi PEKKA dalam meningkatkan kesejahteraan
janda di Kecamatan Tangan-tangan Kabupaten Aceh Barat Daya?
6
1.1.1. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang di atas, adapun tujuan penelitian ini
ialah:
1. Untuk mengetahui bagaimana peranan PEKKA dalam meningkatkan
kesejahteraan janda?
2. Untuk mengetahui kendala-kendala apa saja yang dihadapi PEKKA
dalam meningkatkan kesejahteraan jandadi Kecamatan Tangan-tangan
Kabupaten Aceh Barat Daya?
1.4. Manfaat Penelitian
1.4.1. Mamfaat teoritis
1. Untuk dapat meningkatkan kemampuan berfikir peneliti melalui karya
ilmiah, sekaligus penerapan ilmu pengetahuan yang telah diperoleh
guna mendukung teori yang teori yang telah ada.
2. Menambah referensi bagi peneliti selanjutnya, yang juga ingin
melakukan penelitian yang sama dengan penulis.
1.4.2. Manfaat Praktis
1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menghasilkan suatu imformasi
yang berisikan tentang peranan program PEKKA dalam meningkatkan
kesejahteraan janda khususnya bermanfaat bagi warga di kecamatan
Tangan-tangan dan umumnya bermamfaat bagi pemerintah daerah.
2. Dapat dijadikan referensi bagi akademik serta mahasiswa program ilmu
studi Administrasi Negara, yang juga nantinya akan melakukan
penelitian yang sama dengan penulis.
7
1.5. Sistematika Penulisan
Untuk memberikan gambaran yang jelas dalam penulisan skripsi ini ditulis
dengan struktur berikut:
Bab I Pendahuluan
Bab ini terdiri atas latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian,
mamfaat penelitian dan sistematika penulisan.
Bab II Tinjauan Pustaka
Bab ini yang memuat tentang teori-teori yang mendukung penelitian.
Bab III Metodologi Penelitian
Pada Bab ini berisi tentang metodologi penelitian, sumber data dan
teknik pengumpulan data, instrument penelitian, teknik analisis data,
pengujian kredibilitas data dan teknik penentuan informan.
Bab IV Hasil dan Pembahasan
Memuat tentang uraian laporan hasil penelitian dan pembahasan hasil
penelitian.Yakni deskripsi dari interprestasi data-data yang diperoleh.
Bab V Penutup
Berisi kesimpulan dan saran
vii
ABSTRAK
TRISNA SUSIANDA. Perana Program Pemberdayaan Perempuan kepala
keluarga (PEKKA) dalam Meningkatkan Kesejahteraan Janda di
Kecamatan Tangan-tangan Kabupaten Aceh Barat Daya, pembimbing I,
Said Fadhlain S.IP. Pembimbing II, Saiful Asra, M.Soc.sc
Pembangunan merupakan hal terpenting yang harus ditingkatkan demi tercapai
masyarakat yang adil makmur dan sejahtera. Di Negara-negara ketiga masyarakat
yang hidup di dalam lingkaran kemiskinan adalah masyarakat yang hidup di
dalam keluarga yang dikepalai oleh wanita karena tidak ada yang mampu
menafkahinya. Sejak tahun 2001 komnas perempuan telah meluncurkan Program
Pemberdayaan Perempuan Kepala Keluarga (PEKKA) yang bertujuan untuk
pemberdayaan Perempuan dalam rangka ikut berkontribusi membangun tatanan
masyarakat yang sejahtera adilgender dan bermartabat. PEKKA yang
dilaksanakan di Kecamatan Tangan-tangan sejak tahun 2002 sampai dengan
sekarang berbagai program telah dilaksanakan. Permasalahan dalam penelitian ini
adalah bagaimana peranan program (PEKKA) dalam meningkatakan
kesejahteraan janda dan apa saja kendala yang dihadapi PEKKA dalam
meningkatkan kesejahteraan janda di kecamatan Tangan-tangan kabupaten Aceh
Barat Daya. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui peranan Program
PEKKA dalam meningkatkan kesejahteraan janda dan untuk mengetahui kendala-
kendala yang dihadapi PEKKA dalam meningkatkan kesejahteraan janda di
kecamatan Tangan-tangan Kabupaten Aceh Barat Daya. Metode penelitian yang
digunakan adalah metode deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Sumber data
yang diperoleh adalah sumber data primer dan skunder. Teknik pengumpulan data
yaitu observasi wawancara dan dokumentasi. Berdasarkan hasil penelitian
didapatkan bahwaprogram PEKKA di Kecamatan Tangan-tangan sudah sangat
banyak membantu keluarga janda. Peranan PEKKA sangat terlihat terhadap
peningkatan pemberdayaan Perempuan Kepala Keluarga yang tergolong miskin
sebelum dan sesudah bergabung dengan kegiatan PEKKA di kecamatan Tangan-
tangan. Disamping itu dalam pelaksanaan juga masihterdapat kelemahan dan
kendala-kendala baik oleh pengelola maupun oleh anggota yang namun tidak
begitu berpengaruh terhadap proses pelaksanaan program PEKKA secara umum.
Kata Kunci : Peranan, Program Pemberdayaan Perempuan Kepala Keluarga
(PEKKA), Kesejahteraan, dan Janda.
viii
ABSTRACT
TRISNA SUSIANDA. Role Of Program Enableness of Woman of family
head ( PEKKA) in Improving Prosperity of Widow in District Of Hands Sub-
Province Acheh South-West, counsellor of I, Said Fadhlain S.Ip. Counsellor
Of II, Saiful Asra, M.Soc.Sc
Development represent all important matter which must be improved by for the
shake of reached by society which is welfare and justice and is secure and
prosperous. In third Nations of society which is life in poorness circle is society
which is life in family headed by woman for no capable to do it maintain. Since
year 2001 woman komnas have launched Program Enableness Of Woman of
Family Head ( PEKKA) with aim to for the enableness of Woman in order to
following to have contribution develop;build secure and prosperous society
tatanan of adilgender and is prestigious. executed PEKKA in District of Hands
since year 2002 up to now various program have been executed. Problem of this
research is how role of program ( PEKKA) in meningkatakan prosperity of widow
and any kind of constraint faced by PEKKA in improving prosperity of widow in
district of Hands Acheh South-West sub-province. Target of this research is to
know role of Program of PEKKA in improving prosperity of widow and to know
constraints faced by PEKKA in improving prosperity of widow in district of
Hands Sub-Province Acheh South-West. Method Research the used is descriptive
method with approach qualitative. Source of data the obtained is the source of
primary data and of skunder. Technique data collecting that is observation
interview and documentation. Pursuant to result of research got by PEKKA
bahwaprogram in District of Hands have plenty of assisting widow family. Role
of PEKKA very seen to make-up of enableness of Woman of impecunious
pertained Family Head before and after joining forces with activity of PEKKA in
district of Hands. Beside that in execution also weakness masihterdapat and
constraints either by organizer and also by member which but do not so have an
effect on to process execution of program of PEKKA in general.
Keyword : Role, Program Enableness Of Woman Of Family Head ( PEKKA),
Prosperity, and Widow.
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Penelitian Terdahulu
Penelitian dahulu berfungsi untuk membantu penelitian yang penulis
lakukan. Penelitian sebelumnya telah mengkaji beberapa penelitian yang hampir
sama dan masih memiliki kaitan dengan variable dalam penelitian ini mengenai
peranan program Pemberayaan perempuan Kepala Keluarga (PEKKA) dalam
meningkatkan kesejahteraan Janda. Berikut ini hasil penelitian terdahulu yang
pernah dilakukan oleh peneliti lainnya terkait masalah yang sama tentang
PEKKA.
Dalam penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Siska Sasmita, (2001) dari
Fakultas Ilmu-ilmu sosial (FIS) Universitas Negri Padang dengan judul “ Peranan
Perempuan Suku Minangkabau yang Menjadi Kepala Keluarga (PEKKA) Bagi
Penciptaan ketahanan Pangan Rumah Tangga Di Kecamatan Padang Timur ”,
pendekatan penelitian yang dilakukan dalam penelitian ini adalah menggunakan
pendekatan kualitatif. Penelitian ini lebih memfokuskan pada asfek Peranan
Perempuan Suku Minang kabau yang Menjadi Kepala Keluarga Bagi Penciptaan
ketahanan Pangan Rumah Tangga. Sementara penelitian yang akan dilakukan oleh
penulis lebih kepada peranan program pemberdyaan perempuan kepala keluarga
(PEKKA) Kecamatan Tangan-tangan Kabupaten Aceh Barat Daya.
Hasil penelitian tersebut menyebutkan bahwa perempuan kepala keluarga
suku Minang Kabau dalam menciptakan ketahan pangan rumah tangga sangat
memprihatinkan, karena dari penghasilan mereka yang relatif kecil dan
9
meningkatnya harga kebutuhan sehari-hari membuat mereka tidak mampu
memenuni kebutuhan pangan keluarga yang diasuhnya.
Berbeda dengan kajian yang akan diteliti oleh penulis, yaitu mengenai
peranan Program Pemberdayaan Perempuan kepala keluarga (PEKKA) disini
penulis ingin mengetahui sejauh mana program- program yang dilaksanakan oleh
PEKKA berperan dalam meningkatkan kesejahteraan perempuan kepala keluarga
terutama janda.
2.2. Peranan
2.2.1 Pengertian Peranan
Berbicara mengenai peran, akan lebih jelas jika dikaitkan dengan posisi.
Posisi adalah situasi atau kedudukan seseorang didalam sukruktur sosial. Dan bila
dikaitkan dengan asfek penilaian tinggi atau rendah, maka sudah menggambarkan
status dari posisi tersebut, sedangkan peranan adalah asfek dinamis dari suatu
posisi, jika dikaitkan dengan kategori individu tertentu dalam sistem sosial, maka
telah ada menggambarkan peranan yang ada hubungannya dengan peran-peran
rumusan yang berlaku khusus untuk kategori yang bersangkutan Aida Vitayala
(dalam Ismah Salman, 2005:61)
Dalam hidup bermasyarakat, individu menerima suatu status dan
mendudukinya di dalam hubungan dengan status-status lainya. Apabila seseorang
melaksanakan hak-hak dan kewajiban yang melekat pada status itu atau
mewujudkannya, maka berarti ia melakukan sebuah peran.
Menurut Linton Ralph (2004: h. 148-150) Status dan peranan merupakan
ideal patterns bagi kehidupan sosial. Dan juga merupakan”model” untuk
10
mengorganisir sikap dan tingkah laku individu lainnya di dalam turut serta
mengekspresikan social pattern.
Lebih lanjut Linton Ralph (2004: h. 150) mengungkapkan selama tidak
ada intervensi dari sumber-sumber luar, maka makin sempurna para anggota
masyarakat menyesuaikan diri dengan status dan perannya, akan makin baik
fungsi masyarakat.
Menurut Soejono Soekanto (2002: h. 43) “peranan adalah aspek dinamisi
kedudukan (status). Apabila seseorang melaksanakan hak dan kewajiban sesuai
dengan kedudukannya, maka ia akan menjalankan suatu peranan”. Konsep tentang
peran (role) bahwa:
1. Bagian tugas utama yang harus dilakukan oleh manajemen.
2. Pola perilaku yang diharapkan dapat menyertai suatu status.
3. Bagian suatu fungsi seseorang dalam kelompok atau pranata
4. Fungsi yang diharapkan dari seorang atau terjadinya karakteristik yang ada
padanya.
5. Fungsi setiap variable dalam hubungan sebab akibat.
Berdasarkan pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa bahwa peranan
merupakan penilaian sejauh mana fungsi seseorang atau bagian dalam menunjang
usaha pencapaian tujuan yang ditetapkan atau ukuran mengenai hubungan dua
variabel yang mempunyai hubungan sebab akibat.
2.2.2 Peran Perempuan
Calvin dan Gardner (dalam Ismah Salman, 2005: 63) mengklarifikasi
strategi-strategi coping yang ada dalam tipe-tipe peran perempuan, yaitu:
11
1. Tipe I: Mendefinisikan ulang peran struktural (structural role definition)
mencakup kegiatan kegiatan mendefinisikan kembali peran-peran dari diri
dan orang-orang yang terlibat supaya lebih sesuai dengan situasi yang ada,
misalnya dengan memberiakan peran-peran yang baru pada masing-masing
anggota keluarga, baik istri, suami, anak, atau pihak lain.
2. Tipe II: Mendefinisikan ulang peran personal (personal role difinitation)
yaitu mendefinisikan kembali peran-peran personal yang diemban oleh
individu perempuan, tanpa harus mengubah lingkungan.
3. Tipe III: Tingkahlaku peran reaktif (reactive role behaviour) yaitu ussaha
individu melaksanakan semua peran dan tuntutan yang ada dengan maksud
untuk memuaskan semua pihak (syndrome superwomen).
Dari semua tipe coping di atas, yang paling efektif dan sesuai dengan ajaran
islam serta kemampuan perempuan sebagai manusia, maka tipe I lebih tepat untuk
dikembangkan, baik untuk individu maupun organisasi perempuan. Dalam
kenyataan, kebanyakan pekerja perempuan, dalam rumah tangga bersifat rangkap
tiga; pertama, sebagai ibu dengan tugas reproduktif melahirkan), kedua,
melaksanakan fungsi produktif dengan menghasilkan uang untuk kepentingan
keluarga, dan ketiga sebagai anggota masyarakat.
Menurut Aida (dalam Ismah Salman.2005: 63) pemilihan peran yang akan
terjadi dapat terbentuk melalui:
1. Peran Tradisi, menempatkan perempuan dalam fungsi reproduktif
(mengurus rumah tangga, melahirkan dan mengasuh anak, mengayomi
suami). Hidupnya seratus persen untuk keluarga. Pembagian kerja sangat
jelas, perempuan dirumah, laki-laki diluar rumah
12
2. Peran Transisi, mempolakan peran tradisi lebih utama dari yang lain.
Pembagian tugas menurut aspirasi jender tetap eksis mempertahankan
keharmonisan dan urusan rumah tangga tetap menjadi tanggung jawab
perempuan.
3. Dwi Peran, memposisikan perempuan dalam kehidupan dua dunia, peran
domestik-publik sama penting. Pendapat suami menjadi pemicu ketegaran
atau keresahan.
4. Peran Egalitarian, menyita waktu dan perhatian perempuan untuk kegiatan
diluar. Dukungan moral dan bentuk kepedulian laki-laki. Sangat hakiki
untuk menghindari konflik kepentingan.
5. Peran Kontemporer, adalah dampak pilihan perempuan untuk mandiri dalam
kesendirian. Jumlahnya belum banyak tetapi benturan demi benturan dari
dominasi yang belum terlalu peduli kepada kepentingan perempuan
mungkin akan meningkatkan populasinya.
2.3 Program Pembardayaan Perempuan Kepala Keluarga (PEKKA)
Pemberdayaan Perempuan Kepala Keluaraga (PEKKA) merupakan sebuah
lembaga yang mengorganisir masyarakat miskin khususnya perempuan-
perempuan yang menjadi kepala keluarga. PEKKA mulai digagas pada akhir
tahun 2000 dari rencana awal Komnas Perempuan yang ingin
mendokumentasikan kehidupan janda di wilayah konflik dan keinginan Program
Pengembangan Kecamatan (PPK) merespon permintaan janda korban konflik di
Aceh untuk memperoleh akses sumber daya agar dapat mengatasi persoalan
ekonomi dan trauma mereka. Semula upaya ini diberi nama“widows project”
yang sepenuhnya didukung dana hibah dari Japan Social Development
13
Fund(JSDF) melalui Trust Fund Bank Dunia. KOMNAS Perempuan kemudian
meminta Nani Zulminarni, pada saat itu adalah ketua Pusat Pengembangan
Sumberdaya Wanita (PPSW), menjadi Koordinator program ini.
Melalui proses refleksi dan diskusi intensif dengan berbagai fihak, Nani
kemudian mengusulkan mengintegrasikan kedua gagasan awal ini ke dalam
sebuah upaya pemberdayaan yang lebih komprehensif. Untuk itu “Widows
Project” atau “Proyek untuk Janda” diubah tema dan judulnya menjadi lebih
provokatif dan ideologis, yaitu dengan menempatkan janda lebih pada kedudukan,
peran, dan tanggung jawabnya sebagai kepala keluarga. Selain itu, upaya ini
diharapkan mampu pula membuat perubahan sosial dengan mengangkat martabat
janda dalam masyarakat yang selama ini terlanjur mempunyai stereotype negatif.
Oleh karena itu Nani mengusulkan judul Program Pemberdayaan Perempuan
Kepala Keluarga atau disingkat Program PEKKA yang disepakati oleh semua
fihak. Selanjutnya kata PEKKA juga dipergunakan untuk menyingkat Perempuan
Kepala Keluarga.
2.3.1 Profil Perempuan Kepala Keluarga
Seknas PEKKA mendampingi Perempuan miskin yang melaksanakan
peran dan tanggung jawab sebagai pencari nafkah, pengelola rumah tangga, dan
pengambil keputusan dalam keluarga yang mencakup:
1. Perempuan yang ditinggal/dicerai hidup.
2. Perempuan yang suaminya meninggal dunia.
3. Perempuan yang membujang atau tidak menikah
4. Perempuan bersuami, tetapi oleh karena suatu hal, suaminya tidak dapat
menjalankan fungsinya sebagai kepala keluarga.
14
5. Perempuan bersuami, tetapi tidak mendapatkan nafkah lahir dan batin
karena suaminya bepergian lebih dari satu tahun.
2.3.2 Visi dan Misi PEKKA
Seknas PEKKA mempunyai visi untuk pemberdayaan perempuan kepala
keluarga dalam rangka ikut berkontribusi membangun tatanan masyarakat yang
sejahtera, adil gender, dan bermartabat.
Untuk mewujudkan visi tersebut, Seknas PEKKA mengemban misi untuk:
1. Meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan Perempuan Kepala Keluarga.
2. Membuka akses Perempuan Kepala Keluarga terhadap berbagai
sumberdaya.
3. Membangun kesadaran kritis Perempuan Kepala Keluarga baik terhadap
kesetaraanperan, posisi, dan status mereka, maupun terhadap kehidupan
sosial politiknya.
4. Meningkatkan partisipasi Perempuan Kepala Keluarga dalam berbagai
proses kehidupan sosial, ekonomi, politik dan budaya.
5. Meningkatkan kontrol perempuan terhadap proses pengambilan keputusan
mulai ditingkat rumah tangga hingga negara.
Untuk mencapai cita-cita ini Seknas PEKKA mengembangkan strategi
Empat Pilar Pemberdayaan PEKKA.
1. Membangun Visi; pada dasarnya membangun kesadaran kritis PEKKA
terhadap hak sebagai manusia, perempuan dan warga negara, menumbuhkan
motivasi untuk memperbaiki kehidupan, dan pada akhirnya memfasilitasi
mereka untuk membangun visi dan misi kehidupan. Visi dan Misi menjadi
landasan utama PEKKA untuk bergerak selanjutnya.
15
2. Peningkatan kemampuan; meningkatkan kapasitas PEKKA untuk
mengatasi berbagai persoalan kehidupan melalui pendampingan intensif,
berbagai pelatihan dan lokakarya terkait dengan membangun kepercayaan
diri, meningkatkan keterampilan teknis dan manajerial. Melatih dan
mengembangkan pemimpin dan fasilitator masyarakat dari kalangan
PEKKA.
3. Pengembangan Organisasi dan Jaringan; melalui penumbuhan,
pengembangan dan penguatan kelompok berbasis di masyarakat yang diberi
nama Kelompok Perempuan Kepala Keluarga (Kelompok PEKKA) di
seluruh wilayah program. Kelompok-kelompok ini kemudian difasilitasi
untuk mengembangkan organisasinya menjadi Serikat PEKKA yang
mandiri dan berjaringan mulai dari tingkat kecamatan hingga nasional, serta
berjaringan dengan lembaga lain yang dapat mendukung kerja-kerja mereka.
4. Advokasi untuk Perubahan; Fokus pada akses terhadap informasi,
sumberdaya.
5. kehidupan dan pengambilan keputusan serta akses terhadap keadilan
hukum.
6. Perubahan tata nilai negatif terhadap perempuan dan Perempuan Kepala
Keluarga melalui kampanye dan pendidikan pada masyarakat luas.
2.3.3 Komponen Program PEKKA
Strategi Seknas PEKKA dioperasionalkan kedalam program PEKKA yang
dikembangkan berdasarkan kebutuhan, kondisi dan sumberdaya yang tersedia.
Adapun program-program tersebut sebagai berikut:
16
1. Pemberdayaan Ekonomi
a. Pengembangan sumberdaya keuangan bersama PEKKA melalui
kegiatan simpan pinjam dengan sistem koperasi.
b. Peningkatan sumber pendapatan keluarga PEKKA melalui
pengembangan usaha individu dan usaha bersama.
2. Pendidikan Sepanjang Hayat
a. Pemberantasan buta huruf dan angka bagi keluarga PEKKA melalui
kelaskeaksaraan fungsional dan akses program Penyetaraan Pendidikan.
b. Akses pendidikan yang murah dan berkualitas termasuk akses beasiswa
bagi anak-anak PEKKA yang putus sekolah 9 tahun.
c. Penyelenggaraan Pendidikan Anak Usia Dini, Mengorganisir Kelas
Belajar anak- anak PEKKA.
3. Pemberdayaan Hukum
a. Kegiatan penyadaran tentang hak dan perlindungan hukum bagi
PEKKA.
b. Melatih kader PEKKA menjadi Kader Hukum agar mampu
mendampingi aksesproses hukum yang adil bagi PEKKA dan
keluarganya dalam penyelesaian kasus kekerasan dalam umah tangga.
c. Advokasi reformasi hukum dan proses hukum yang adil gender.
4. Pemberdayaan Politik
a. Penyadaran kritis akan hak politik PEKKA.
b. Mengorganisir PEKKA untuk terlibat dan mengawasi proses
pengambilan keputusan diberbagai tingkatan dan terlibat dalam proses
politik di berbagai tingkatan.
17
5. Hak Kesehatan Sepanjang Masa
a. Gerakan hidup sehat dan berkualitas melalui kegiatan penyadaran kritis
akan hak dan kesehatan khususnya kesehatan reproduksi.
b. Mengembangkan kader-kader kesehatan dari kalangan PEKKA agar
dapat mengorganisir akses pelayanan kesehatan yang murah dan
berkualitas.
c. Advokasi kebijakan terkait hak pelayanan kesehatan yang mudah,
murah dan berkualitas bagi masyarakat miskin.
6. Media Komunitas
a. Sistem pendukung kegiatan pengorganisasian PEKKA dan
memperjuangkan.
b. Hak akses teknologi informasi bagi masyarakat miskin.
c. Melatih dan mengembangkan kader-kader pengelola dan pengembang
media rakyat termasuk radio komunitas, video komunitas, fotografi, dan
penulisan.
d. Mengembangkan penggunaan media komunitas untuk kegiatan
pendidikan bagi rakyat, kampanye perubahan sosial, dan advokasi
kebijakan.
Rumah tangga yang dikepalai perempuan umumnya miskin dan
merupakan kelompok termiskin dalam strata sosial ekonomi di Indonesia. Hal ini
sangat terkait dengan kualitas sumberdaya perempuan kepala keluarga (PEKKA)
yang rendah. Data dasar Sekretariat Nasional PEKKA di 8 provinsi menunjukkan
bahwa PEKKA umumnya berusia antara 20 – 60 tahun, lebih dari 38.8% buta
huruf dan tidak pernah duduk di bangku sekolah dasar sekalipun. Mereka
18
menghidupi antara 1-6 orang tanggungan, bekerja sebagai buruh tani dan sektor
informal dengan pendapatan rata-rata kurang dari Rp 10,000 per hari. Riset
Seknas PEKKA tahun 2009 menunjukkan bahwa 55% PEKKA hidup di bawah
garis kemiskinan Indonesia dan sepertiga komunitas PEKKA tidak bisa
mendapatkan akses jamkesmas dan BLT. Paling tidak 78% PEKKA yang bercerai
mengalami kekerasan dalam rumah tangga dan kurang dari 50% PEKKA
sesungguhnya mencatatkan perkawinannya.
2.3.4 Cara PEKKA Mencapai Tujuannya
Seknas PEKKA mengembangkan strategi Empat Pilar Pemberdayaan
PEKKA, yaitu:
1. Membangun Visi
pada dasarnya membangun kesadaran kritis PEKKA terhadap hak sebagai
manusia, perempuan dan warga negara, menumbuhkan motivasi untuk
memperbaiki kehidupan, dan pada akhirnya memfasilitasi mereka untuk
membangun visi dan misi kehidupan. Visi dan Misi menjadi landasan utama
PEKKA untuk bergerak selanjutnya.
2. Peningkatan kemampuan
Meningkatkan kapasitas PEKKA untuk mengatasi berbagai persoalan
kehidupan melalui pendampingan intensif, berbagai pelatihan dan lokakarya
terkait dengan membangun kepercayaan diri, meningkatkan keterampilan teknis
dan manajerial. Melatih dan mengembangkan pemimpin dan fasilitator
masyarakat dari kalangan PEKKA.
19
3. Pengembangan Organisasi dan Jaringan
Melalui penumbuhan, pengembangan dan penguatan kelompok berbasis
di masyarakat yang diberi nama Kelompok Perempuan Kepala Keluarga
(PEKKA) di seluruh wilayah program. Kelompok-kelompok ini kemudian
difasilitasi untuk mengembangkan organisasinya menjadi Serikat PEKKA yang
mandiri dan berjaringan mulai dari tingkat kecamatan hingga nasional, serta
berjaringan dengan lembaga lain yang dapat mendukung kerja-kerja mereka.
4. Advokasi untuk Perubahan
Fokus pada akses terhadap informasi, sumberdaya kehidupan dan
pengambilan keputusan serta akses terhadap keadilan hukum. Perubahan tata nilai
negatif terhadap perempuan dan Perempuan Kepala Keluarga melalui kampanye
dan pendidikan pada masyarakat luas
Gambar 2.1 Kerangka kerja PEKKA
3.3.5 Wilayah Kerja PEKKA
Hingga akhir tahun 2011, Seknas PEKKA telah menumbuhkan,
mengembangkan dan mendampingi Pekka di 19 Provinsi di Indonesia.
20
1. Kerja Seknas PEKKA di awali di empat wilayah pada tahun 2002 yaitu:
a. Nanggroe Aceh Darussalam (NAD): Aceh Bireun, Aceh Barat Daya,
Aceh Besar, Pidie, Aceh Timur, Aceh Jaya, Singkil, Aceh Selatan, Nagan
Raya.
b. Jawa Barat (JABAR): Cianjur, Subang, Sukabumi, Karawang
c. Nusa Tenggara Timur (NTT): Flores Timur
d. Sulawesi Tenggara (SULTRA): Buton
2. Berkembang ke 4 provinsi berikutnya pada tahun 2003 yaitu:
a. Kalimantan Barat (KALBAR) : Kodya Pontianak, Kubu Raya
b. Jawa Tengah (JATENG): Batang, Pemalang, Brebes
c. Tenggara Barat (NTB): Lombok Barat, Lombok Tengah
d. Maluku Utara - (MALUT): Halmahera Utara
3. Pada akhir tahun 2010, Seknas PEKKA memperluas wilayah kerja ke 6
provinsi lagiyaitu:
a. Sumatra Utara (SUMUT): Asahan
b. Sumatra Selatan (SUMSEL): Ogan Komering Ilir
c. Jawa Timur (JATIM): Bangkalan
d. Sulawesi Selatan (SULSEL) : Bone
c. Sulawesi Utara (SULUT): Bolaang Mongondow
d. Bali
4. Pada awal tahun 2011, Seknas PEKKA menjangkau 5 Provinsi termasuk:
a. Sumatera Barat (Sumbar ): Sijunjung
b Banten: Lebak
c. Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY): Bantul
21
d. Kalimantan Selatan (Kalsel): Hulu Sungai Utara
e. Daerah Khusus Ibukota Jakarta (DKI): Kepulauan Seribu
2.4 Pengertian Kesejahteraan
Kesejahteraan kalau diartikan secara harfiah mengandung makna yang
luas dan mencangkup segi pandangan atau ukuran-ukuran tertentu tentang suatu
hal yang menjadi ciri utama dari pengertian tersebut. Kesejahteraan berawal dari
kata sejahtera, yang mendapat awalan kata ke dan akhiran an. Sejehtera berarti
aman sentosa makmur atau selamat. Artinya terlepas dari segala macam gangguan
dan kesukaran.
Kondisi sejahtera (well-being) biasanya menunjuk pada istilah
kesejahteraan sosial (social welfare) sebagai kondisi terpenuhinya kebutuhan
material dan non material (Suharto, 2006: h.67).
Menurut Midgley (2000: h.45) kesejahteraan sosial ini diartikan sebagai“
a condition or state of human well-being.” kondisi sejahtera terjadi manakala
kehidupan manusia aman dan bahagia karena kebutuhan dasar akan gizi,
kesehatan, pendidikan, tempat tinggal, dan pendapatan dapat terpenuhi, serta
manakala manusia memperoleh perlindungan dari resiko-resiko utama yang
mengancam kehidupannya.
Berdasarkan teori kesejahteraan di atas, maka pengukuran terhadap
kesejahteraan masyarakat dianggap dapat diukur dari seberapa besar masyarakat
mampu mengakses dan mendapatkan pelayanan dari fasilitas-fasilitas sosial yang
ada di sekitarnya guna menunjang kehidupannya. Indikator-indikator
kesejahteraan yang didasarkan pada aspek sosial-ekonomi yang demikian tersebut
disebut sebagai indikator non-income.
22
Sebagian ekonom tidak sependapat untuk menggunakan pendapatan
(income) sebagai parameter utama dalam menentukan tingkat kesejahteraan,
mengukur, dan memperbaiki dimensi lain dari kemiskinan, seperti kesehatan, gizi,
permukiman, dan pendidikan. Memang tidak diragukan bahwa pendapatan adalah
penting dalam mendapatkan dimensi kesejahteraan tersebut. Bagaimanapun juga
banyak faktor non-moneter ikut berperan dalam menentukan kesejahteraan, yang
paling jelas adalah keberadaan bermacam barang non-pasar dan umum (Sahn,
2001: 26).
Ada beberapa definisi atau pengertian tentang kesejahteraan sosial,
menurut Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), kesejahteraan sosial sebagai suatu
kondisi atau keadaan sejahteraan baik fisik, mental maupun sosial dan tidak hanya
perbaikan-pebaikan penyakit-penyakit sosial tertentu saja. Kemudian pengertian
tersebut disempurnakan menjadi suatu kegiatan yang terorganisir dengan tujuan
membantu penyelesaian timbal balik antara individu-indivu, kelompok-kelompok,
maupun komunitas-komunitas memenuhi kebutuhan-kebutuhan dan memecahkan
masalah-masalah penyesuaian diri mereka terhadap perubahan pola-pola
masyarakat, serta melalui tindakan kerja sama untuk memperbaiki kondisi-kondisi
ekonomi dan sosial Muhidin, (2004: 1-2).
Soeharto (2006: 3) mengakatan bahwa: “kesejahteraan merupakan sebagai
suatu kondisi kehidupan manusia yang aman dan bahagia karena kebutuhan dasar
akan gizi, kesehatan, pendidikan, tempat tinggal dan pendapatan dapat dipenuhi
serta manakala manusia memperoleh perlindungan dari resiko-resiko utama yang
mengancam kehidupannya”.
23
Di samping itu pula definisi kesejahteraan menurut Undang-Undang No
11 tahun 2009 adalah kondisi terpenuhinya kebutuhan material, spiritual, dan
sosial warga Negara agar dapat hidup layak dan mampu mengembangkan diri,
sehingga dapat melaksanakan fungsi sosialnya (Muhidin, 2004:2). Dari beberapa
definisi di atas dapat ditarik beberapa pokok pikiran:
1. Konsep kesejahteraan sosial sebagai suatu system ”organized system yang
berintikan lembaga-lembaga dan pelayanan sosial.
2. Tujuan sistem tersebut untuk mencapai tingkat kehidupan yang sejahtera
dalam arti tingkat kebutuhan pokok seperti sandang, pangan, papan,
kesehatan dan juga relasi-relasi sosial dengan lingkungannya.
3. Tujuan tersebut dapat dicapai dengan cara meningkatkan kemampuan
individu baik dalam memecahkan masalahnya maupun dalam memenuhi
kebutuhannya.
Adapun indikatornya adalah terpenuhinya kebutuhan hidup, baik secara
materi (sandang, pangan dan papan), maupun secara spiritual (pengetahuan dan
pelaksanaan ibadah. Suatu konsep kesejahteraan memang pada dasarnya memiliki
suatu kaitan yang erat akan kebutuhan manusia tersebut, suatu kebutuhan yang
dianggap penting oleh suatu kelompok manusia belum tentu menjadi suatu standar
yang bersifat universal untuk mengetahui kebutuhan manusia. Adapun pendapat
para ahli tentang kebutuhan manusia ini diantaranya adalah Abraham Maslow .
Maslow membagikan kebutuhan manusia menjadi 2 yaitu kebutuhan
primer dan kebutuhan sekunder, tetapi setelah itu Moslow membagi lagi menjadi
5 yaitu:
24
1. Kebutuhan fisik dasar
2. Kebutuhan sosial
3. Kebutuhan keselamatan
4. Kebutuhan kejiwaan
Adapun pendapat ahli yang lain adalah Calvin Hall, Calvin menyatakan
bahwa setiap manusia mempunyai kebutuhan atau dengan kata lain tidak ada
manusia yang tidak punya kebutuhan. Oleh Karena manusia akan berusaha untuk
mencapai kebutuhan tersebut, dimana usaha untuk mencapai kebutuhan tersebut
akan mempengaruhi tingkah laku manusia. Calvin Hall membagi 2 kebutuhan,
yakni:
1. Kebutuhan yang sifatnya psikologis.
2. Kebutuhan yang sifatnya biologi.
Selanjutnya istilah “sosial” menurut Dr. J.A. Paison (dalam Nungroho,
2007:28) mempunyai dua arti luas yang berbeda yaitu:
1. Sebagai sebuah indikasi dari pada kehidupan bersama makhluk manusia.
Umpama dalam kebersamaan rasa, berfikir bertindak dan dalam hubungan
dengan manusia.
2. Sejak abad ke-19 istilah sosial mempunyai konotasi yang berbeda, lebih
sentimental dan karena itu menjadi agak kabur. Seperti istilah yang serupa
dikaitkan dengan persoalan kemiskinan dan ketelantaran orang. Sebagai
contoh: pekerja sosial, pelayanan sosial, aksi sosial dan semacamnya.
Dari konotasi ini, kemudian berkembang dalam segala arah yang
bersangkut paut dengan pembaharuan masyarakat yang bertujuan menanggulangi
kemiskinan dan ketelantaran.
25
Seperti pendapat para ahli tentang definisi dari kesejahteraan sosial antara
lain. Menurut Walter A. Friedlander (dalam Rukminto, 2004: h.04) Kesejahteraan
sosial adalah “sistem yang terorganisir dan institusi dan pelayanan sosial, yang
dirancang untuk membantu individu ataupun kelompok agar dapat mencapai
standar hidup dan kesehatan yang lebih memuskan”.
Dalam undang-undang No.6 tahun 1974 tentang ketentuan-ketentuan
pokok kesejahteraan sosial, pasal 2 ayat 1 yang berbunyi: “Kesejahteraan sosial
ialah sesuatu tata kehidupan dan penghidupan sosial material maupun sepiritul
yang meliputi rasa keselamatan. Kesusilaan dan ketentraman lahir batin yang
memungkinkan bagi setiap warga negara untuk mengadakan usaha pemenuhan
kebutuhan jasmaniah, rohaniah dan sosial yang sebaik-baiknya bagi diri, serta
masyarakat yang menjunjung tinggi hak asasi serta kewajiban manusia sesuai
dengan pancasila”.
Arthur Dunham (dalam Nugroho, 2007: h.20) mengatakan bahwa:
“Kesejahteraan sosial dapat didefinisikan sebagai kegiatan-kegiatan yang
terorganisir dalam tujuan meningkatkan kesejahteraan dari segi sosial melalui
pembeian bantuan kepada orang untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan di dalam
beberapa bidang seperti kehidupan keluarga dan anak, kesehatan, penyusuaian
sosial, waktu senggang. Standar-standar kehidupan dan lembaga-lembaga sosial”.
Dari defenisi di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa kesejahteraan sosial
mencakup berbagai usaha yang dikembangkan untuk meningkatkan taraf hidup
manusia, baik itu dibidang fisik, mental, emosional, sosial, ekonomi, ataupun
kehidupan spiritual.
26
Selanjutnya menurut Abraham Maslow dalam Sumarno Nugroho (2007: h.
20) bahwa usaha-usaha peningkatan taraf hidup ini dimulai dari prioritas yang
paling rendah sampai kepada tingkat yang tinggi, yang diurutkan sebagai berikut:
1. Kebutuhan-kebutuhan dasar fisiologis
Kebutuhan fisologis merupakan sekumpulan kebutuhan dasar yang paling
mendesak pemuasannya karena berkaitannya langsung dengan
pemeliharaan biologis dan kelangsungan hidup. Kebutuhan ini antara lain
kebutuhan akan makanan, air, oksigen, istirahat, keseimbangan temperatur,
seks dan kebutuhan akan sensoris. Karena merupakan kebutuhan yang
paling mendesak maka kebutuhan fisiologis akan paling didahulukan
pemuasannya oleh individu.
2. Kebutuhan akan rasa aman
Yakni kebutuhan yang mendorong individu untuk memperoleh
ketentraman perlindungan, kepastian dan keteraturan dari lingkungannya.
3. Kebutuhan akan cinta yang memiliki
Merupakan sesuatu kebutuhan yang mendorong seseorang untuk
mengadakan hubungan efektif atau ikatan emosional lain. Baik sesama
jenis maupun lain jenis, di lingkungan keluarga, kelompok, ataupun
masyarakat.
4. Kebutuhan akan harga diri
Kebutuhan harga diri dapat dibagi kedalam dua bagian, pertama adalah
penghormatan atau penghargaan diri sendiri. Dan bagian yang kedua
adalah penghargaan dari orang lain. Bagian pertama mencakup hasrat
untuk memperoleh kompetensi, rasa percaya diri, kekuatan pribadi,
27
kemandirian dan kebebasan. Artinya seseorang ingin mengetahui atau
yakin bahwa dirinya berharga serta mampu mengatasi segala tantangan
dalam hidupnya. Bagian kedua meliputi antara lain prestasi, dalam hal ini
seseorang membutuhkan penghargaan atas apa-apa yang dilakukannya.
5. Kebutuhan akan aktualisasi diri
Kebutuhan untuk mengungkapkan diri atau aktualisasi diri merupakan
kebutuhan manusia yang paling tinggi. Kebutuhan ini akan muncul apa
bila kebutuhan-kebutuhan lain yang ada dibawahnya (1 s/d 4) telah
terpuaskan dengan baik. Kebutuhan akan aktualisasi diri sebagai hasrat
individu untuk menjadi orang sesuai keinginan dan potensi yang
dimilikinya (Nurdin, 2001: h.19).
Kebutuhan manusia yang banyak itu menurut Rusalan H. Prawiro (2003:
h.7) terbagi dalam dua gologan yaitu kebutuhan ekonomi dan kebutuhan
kebudayaan. Kebutuhan dasar inilah kebutuhan yang dituntut jasmani. Kebutuhan
mahluk atau akan kebutuhan eksitensi yang dicukupi supaya orang dapat hidup
dan melangsungkan hidupnya, wujud dan banyak sedikitnya kebutuhan ini tidak
selalu sama, berbeda-beda menurut kebiasaan masyarakat, umur dan jenis
kelamin.
Lebih jelas Soemarwoto (dalam Suyanto, 2005: h.6) membagi kebutuhan
pokok atau bebutuhan dasar atas tiga golongan yaitu:
1. Kebutuhan dasar untuk melangsungkan hidup secara hayati yang sehat dan
aman merupakan naluri yang paling hakiki bagi semua makhluk hidup,
golongan ini terdiri dari udara, air dan pangan yang harus tersedia dalam
kualitas yang memadai serta perlindungan terhadap serangan penyakit.
28
Hewan buas dan sesama manusia. Kebutuhan ini sifatnya mutlak dan tidak
nisbi, yaitu sama untuk semua orang menurut jenis kelamin, umur dan
sifat pekerjaan.
2. Kebutuhan dasar untuk kelangsungan hidup yang manusiawi antara lain
agama, pendidikan, perlindungan hukum, pakaian dan rumah pekerjaan.
Kebutuhan ini bersifat nisbi. Dipengaruhi oleh minat, sosial budaya dan
berubah dari waktu kewaktu.
3. Kebutuhan dasar untuk memilih baik sebagai naluri untuk memelihara
kelangsungan hidup hayatnya. Maupun kelangsungan hidup manusiawi
nya yang terungkap dalam kelakuan sosial budaya.
Apabila kebutuhan-kebutuhan di atas dapat terwujud maka individu
tersebut dapat dikatakan sejahtera dalam hidupnya. Untuk mencapai kebutuhan-
kebutuhan tersebut, seorang individu bukan hanya yang normal saja, bahkan yang
tidak normal pun melakukan segala usaha untuk mewujudkannya.
2.5 Definisi Janda
Secara ilmiah janda bisa diartikan seorang perempuan yang pernah
melakukan hubungan biologis, tapi dengan alasan tertentu harus hidup tanpa
suami.Sedangkan berdasar filsatat bahwa janda adalah wanita yang pernah
merasakan cinta kasih dan melakukan hubungan intim tapi merelakan cinta
kasihnya tidak berlanjut dikarenakan masing-masing memilih jalan hidup sendiri-
sendiri untuk memperoleh kebebasan masing-masing tanpa suatu ikatan
pernikahan. Namun secara agama bahwa janda adalah perempuan mukalaf yang
pernah menikah, tapi karena ditakdirkan oleh Allah SWT harus menanggung
hidup dan kehidupannya tanpa suami, setelah melewati masa iddah bisa
29
menentukan hidupnya sendiri untuk mengurus dan mengatur anak keturunannya
menjadi anak sholeh sebagai ahli waris yang bermanfaat bagi dirinya dan
memberi manfaat bagi orang lain.
Janda adalah wanita yang tidak bersuami lagi, baik karena bercerai dengan
suaminya ataupun karena ditinggal mati suaminya (Dahlan,1999,h. 801). Ahli fiqh
mendefinisikan janda sebagai seorang yang pernah melakukan hubungan badan
dalam ikatan perkawinan yang sah.
Dari kamus besar Bahasa Indonesia diperoleh pengertian bahwa, “janda
adalah wanita yang tidak bersuami lagi karena bercerai atau ditinggal mati
suaminya” (Depdiknas, 2002, h. 457). Pada umumnya keluarga terdiri dari ayah,
ibu, dan anak. Ayah berperan sebagai orang tua yang bertanggung jawab atas
kebutuhan keluarga, sedangkan ibu adalah seorang wanita yang memiliki
kewajiban untuk mengurusi urusan rumah tangga. Janda melaksanakan tanggung
jawab mencari nafkah sendiri, tanpa ditemani suami, sehingga banyak diantara
mereka yang mengalami stres, belum lagi gunjingan dari masyarakat sekitar yang
penilaian terhadap janda adalah negatif.
2.5.1 Masalah-Masalah yang Dihadapi Seorang Janda
Hurlock (2000,h. 361) dalam hal ini menyebutkan beberapa masalah yang
umumnya dihadapi oleh janda dari kalangan dewasa muda atau dewasa, masalah-
masalah yang dihadapi umumnya adalah masalah ekonomi, sosial, keluarga, dan
seksual. Kimmel (Walsh, 2003, h. 67) menyatakan beberapa permasalahan yang
sering timbul di dalam keluarga dengan orang yang ditinggal baik wanita atau pria
yakni kesepian, perasaan terjebak dengan tanggung jawab mencari sumber
pendapatan, lebih banyak ekonomi yang muncul menghadapi perubahan hidup
30
yang lebih menekan, lebih rentan terkena depresi, fisik yang rentan terhadap
penyakit.
Masalah khusus yang timbul pada keluarga yang hanya wanita saja tanpa
adanya pria adalah kesulitan mendapatkan pekerjaan yang layak, dan kesulitan
menutupi biaya lainnya. Sementara pada keluarga dengan orang tua tinggal pria
masalah khusus yang timbul hanya dalam hal memberikan perlindungan dan
perhatian pada anak (Walsh dalam Hurlock 2003, h. 69).
31
BAB III
METODE PENELITAN
3.1 Lokasi penelitian
Lokasi penelitian merupakan tempat dimana penelitian dilakukan. Dengan
ditetapkan lokasi dalam penelitian, maka akan lebih mudah untuk mengetahui
tempat dimana suatu penelitian dilakukan. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan
Tangan-tangan Kabupaten Aceh Barat Daya.
Dipilihnya lokasi ini sebagai tempat penelitian, karena di desa ini
merupakan salah satu lokasi sasaran dari PEKKA dan layak dilakukan penelitian,
untuk mengetahui apakah program yang dijalankan oleh PEKKA memberikan
peranan yang baik bagi kehidupan janda di Kecaamatan Tangan-tangan.
Kemudian dari komposisi penduduk, Kecamatan Tangan-tangan masih
banyak terdapat perempuan yang berperan sebagai kepala keluarga atau janda.
Sehingga program PEKKA dilaksanakan guna memberikan pemberdayaan kepada
janda.
3.2 Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode
penelitian deskriptif analisis, dimana hasil akhir dari penelitian ini digambarkan
dengan kata-kata yang menunjukkan hasil akhir penelitian. Penelitian deskriptif
adalah pencarian fakta dengan penafsiran yang tepat. Penelitian ini mempelajari
masalah-masalah dalam masyarakat serta tata cara yang berlaku dalam situasi
tertentu termasuk dalam hubungan, kegiatan-kegiatan, sikap, pandangan serta
proses yang berlangsung dan pengaruh dari fenomena (Nazir, 2000: h.63)
32
3.3 Sumber Data
Sumber data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah berdasarkan data
primer dan skunder. Menurut Sugiyono (2009: 137) “data primer merupakan
sumber data yang langsung memberikan data kepada pengumpul data”.
Sedangkan data skunder menurut Sugiyono (2009: 137) merupakan sumber data
yang diperoleh dengan cara membaca, mempelajari, dan memahami melalui
media lainyang bersumber dari literatur, buku-buku, serta dokumen perusahaan.
Data primer dalam penelitian ini dikumpulkan melaui penelitian langsung
dilapangan yang bersumber dari penelitian dan wawancara dengan berbagai pihak
setempat seperti pengurus PEKKA, Janda dan msyarakat.
Data skunder yang ada dalam penelitian ini terdiri dari dokumen yang
diperoleh dari berbagai sumber yang terkait dengan data-data PEKKA
dikecamatan Tangan-tangan.
3.4 Teknik Pengumpulan Data
Maksud dari teknik pengumpulan data disini ialah bagaimana peneliti
dapat memperoleh data dan menyusunnya dengan alat bantu (instrument) secara
sistematis dan tepat (Arikunto, 2006: 222). Adapun metode-metode yang
digunakan untuk mengumpulkan data ialah sebagai berikut:
1. Observasi (pengamatan)
Observasi adalah pengamatan dan pencacatan secara sistematik terhadap
gejala yang tampak pada obyek penelitian (Margono,2005: 158). Tujuannya ialah
memperoleh imformasi tentang tindakan masyarakat berdasarkan realita yang ada
tampa ada usaha untuk mempengaruhi, mengatur atau bahkan memanipulasinya
(Nasution, 2007: 106).
33
Pada tulisan ini peneliti hanya mengamati peranan Program PEKKA
dalam meningkatkan Kesejahteraan Janda di Kecamatan Tangan-tangan
Kabupaten Aceh Barat Daya.
2. Wawancara
Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu, yaitu
pewawancara (interviwee) yang mengajukan pertanyaan dan terwawancara
(interviewee), atau yang memberikan jawaban atas pertanyaan tersebut (Moleong,
2002: 137). Wawancara akan lilakukan pada saat peneliti melakukan observasi ke
lapangan. Dari wawancara mendalam peneliti akan mengambil imformasi lebih
jauh mengenai hal yang berkaitan dengan peran dan fungsi Perpustakaan
Gampong dalam meningkatkan motivasi belajar siswa dan siswi di gampong.
Dengan metode ini diharapkan peneliti memperoleh data yang jelas dan akurat
tidak hanya tergantung pada pertanyaan-pertanyaan yang disiapkan saja. Apa bila
ternyata ada imformasi yang perlu diketahui lebih lanjut, peneliti akan
mengajukan pertanyaan baru diluar daftar yang telah disiapkan. Namun demikian,
daftar pertanyaan yang telah disiapkan tetap jadi panduan.
3. Dokumentasi
Teknik Dokumentasi yang di gunakan hanya sebagai pelengkap dari teknik
pengumpul data lainnya. Data yang diambil dari dokumen hanya meliputi
gambaran umum wilayah penelitian, jumlah penduduk, tingkat pendidikan, sarana
pendidikan, prasarana umum, serta dokumentasi perpustakaan Gampong.
3.5 Instrumen Penelitian
Penelitian yang menggunakan metode kualitatif, adalah suatu metode
penelitian yang digunakan untuk meneliti pada kondisi objek yang alami, maka
34
peneliti adalah sebagai instrument kunci moleong, 2002:4). Peneliti merupakan
instrumen kunci utama, karena peneliti sendirilah yang menentukan keseluruhan
skenario penelitian serta langsung turun ke lapangan melakukan pengamatan dan
wawancara dengan informan. Adapun alat bantu yang biasa dilakukan dalam
penelitian kualitatif seperti antara lain, alat kamera, pedoman wawancara,
dokumen-dokumen yang berhubungan masalah penelitian dan alat bantu lainnya.
3.6 Teknik Analisis Data
Teknik analisis data adalah proses pengumpulan data secara sistematis
untuk mempermudah peneliti dalam memperoleh kesimpulan. Analisis data
menurut Bogdan dalam Sugiyono ( 2009: h. 334) yaitu proses mencari dan
menyusun secara sistematik data yang diperoleh dari hasil wawancara, cacatan
lapangan dan bahan-bahan lain sehingga dapat mudah dipahami dan temuannya
dapat diimformasikan kepada orang lain. Analisis data kualitatif bersifat induktif
yaitu analisis berdasarkan data yang diperoleh, selanjutnya dikembangkan pola
hubungan tertentu atau menjadi hipotesis. Berdasarkan hipotesis yang dirumuskan
berdasarkan data tersebut, selanjutnya dicarikan data lagi secara berulang-ulang
sehingga dapat disimpulkan apakah hipotesis dapat diterima atau ditolak
berdasarkan data yang terkumpul. Bila hipotesis dapat diterima maka berkembang
menjadi teori.
Menurut Miles dan Huberman (2007: h. 16) analisis data terdiri dari tiga
alur kegiatan yang terjadi secara bersama-sama yaitu pengumpulan data, reduksi
data, penyajian data, penarikan data/verifikasi.
1. Reduksi Data: sebagaimana proses pemilihan pemusatan perhatian pada
penyederhanaan, pengabstratan dan transformasi data “kasar” yang
35
muncul dari catatan-cacatan tertulis di lapangan. Reduksi data berlangsung
terus menerus selama penelitian dilapangan, selama pengumpulan data
berlansung, terjadi tahapan reduksi selanjutnya membuat ringkasan,
mengkode, menelusuri tema, membuat gugus-gugus membuat partisi dan
menulis memo. Reduksi data/proses transformasi ini berlanjut terus
menerus sesudah penelitian lapangan sampailaporan akhir lengkap
tersusun.
2. Penyajian data: membangdingkan dan menghubungkan semua data primer
yang ditemukan dilapangan dengan data skunder, yaitu data yang
diperoleh dari perpustakaan, selanjutnya melakukan iterpretasi terhadap
data tersebut, guna membagi konsep yang bermakna.
3. Penarikan kesimpulan/verivikasi: kesimpulan ini dilakukan berdasarkan
hasil interpretasi data yang diperoleh dari data primer (wawancara dan
observasi) dan data skunder (buku-buku, internet, dan jurnal). Untuk
menghindari kesalahan interpretasi terhadap data dan pematangan hasil
yang diperoleh.
3.7 Pengujian Kredibilitas Data
Uji kredibilitas data atau kepercayaan terhadap data hasil penelitian
kualitatif antara lain dilakukan dengan perpanjangan pengamatan, peningkatan
ketekunan, triangulasi, diskusi dengan teman sejawat, dan member chek.
Digunakannya uji ini dimaksudkan untuk mendapatkan data yang lebih mendalam
mengenai subyek penelitian (Sugyiono, 2008: 270).
36
Adapun pengujian kredibilitas data adalah sebagai berikut:
1. Perpanjangan pengamatan
Perpanjangan pengamatan perlu dilakukan karna berdasarkan
pengamatan yang telah dilakukan, dirasakan data yang diperoleh masih
kurang memadai. Menurut Moleong (2007: 327) perpanjangan
pengamatan berarti peneliti tinggal dilapangan penelitian sampai
kejenuhan mengumpulkan data tercapai.
2. Peningkatan ketekunan
Peningkatan ketekunan berarti melakukan pengamatan secara lebih
mendalam untuk memperoleh kepastian data. Meningkatkan ketekunan
dilakukan dengan temuan yang diteliti sehingga berguna untuk memeriksa
data apakah benar dan bisa dipercaya atau tidak.
3. Triagulasi
Analisa Triangulasi merupakan suatu metode analisis untuk
mengawasi masalah akibat dari kajian mengandalkan satu teori saja, satu
macam data atau satu metode penelitian juga (Sugiyono, 2007: 225).
Triangulasi dapat diartikan sebagai pengecekan data dari berbagai sumber
dengan berbagai cara. Menurut Sugiyono 2007: 273) terdapat minimal tiga
macam triangulasi, yaitu:
a. Triangulasi sumber data
Pada triangulasi sumber data, data dicek kredibilitasnya dari
berbagzai sumber data yang berbeda dengan teknik yang sama
misalnya, mengecek sumber data yang berbeda antara bawahan,
atasan dan teman.
37
b. Triangulasi teknik pengumpulan data
Pada triangulasi teknik pengumpulan data, data dicek
kredibilitasnya menggunakan berbagai ternik yang berbeda dengan
sumber data yang sama.
c. Triangulasi waktu pengumpulan data
Pada triangulasi waktu pengumpulan data, data
dicekkridibilitasnya pada waktu yang berbeda-beda namun dengan
sumber data dan teknik yang sama. Triangulasi menjadikan data yang
diperoleh dalam penelitian menjadi lebih konsisten, tuntas dan pasti
sertameningkatkan kekuatan data (Sugiyono,2007: 241).
4. Pemeriksaan teman sejawat
Dilakukan dengan mendiskusikan data hasil temuan dengan rekan-
rekan sesama mahasiswa maupun teman yang bukan mahasiswa. Melalui
diskusi ini diharapkan ada saran atau masukan yang berguna.
5. Analisis kasus negatif
Menurut sugiyono (2008: 275) melakukan analisis kasus negative
berarti peneliti mencari data yang telah ditemukan.
6. Member chek
Member chek atau pengujian anggota dilakukan dengan cara
mendiskusikan hasil penelitian kepada sumber-sumber yang telah
memberikan data untuk mengecek kebenaran data dan interprestasinya.
Menurut Moleong, (2007: 366) pengecekan dilakukan dengan jalan:
a) Penilaian dilakukan oleh responden.
b) Mengkoreksi kekeliruan.
38
c) Menyediakan tambahan imformasi.
d) Memasukkan responden dalam kancah penelitian, menciptakan
kesempatan untuk mengikhtisarkan sebagai langkah awal analisis data
e) Menilai kecukupan menyeluruh data yang dikunpulkan.
Pengujian kredibilitas (credibility) bertujuan untuk menilai kebenaran
dari temuan penelitian kualitatif. Kredibilitas ditunjukkan ketika
partisipan mengungkapkan bahwa transkip penelitian memang bnar-
benar sebagai pengalamanya sendiri. Dalam hal ini penelitia akan
memberikan data yang telah di transkipkan untuk dibaca ulang oleh
partisipan.
3.8 Teknik Penentuan Informan
Menurut Sugiyono (2009: 221) penentuan sampel atau penentuan
informan dalam penelitian kualitatif berfungsi untuk mendapatkan informasi yang
maksimum, karena itu orang yang dijadikan sampel atau informan sebaiknya yang
memenuhi kriteria.
Teknik penentuan informan pada penulisan ini penulis mengunakan
Purposive sampling (pengambilan informan berdasarkan tujuan), artinya orang
yang dijadikan sebagai informan ditunjuk secara sengaja oleh peneliti berdasarkan
atas pertimbangan sesuai dengan maksud dan tujuan penelitian. Penentuan
informan berdasarkan maksud dan tujuan penulis. Informan yang dipilih karena
para informan ini lebih mengetahui permasaalahan yang akan diteliti. Sebagai
informan yang ada merupakan bagian dari pengurus PEKKA, kader PEKKA,
Janda yang menjadi anggota PEKKA serta pihak Kecamatan.
39
Untuk pengecekan tentang kebenaran hasil wawancara yang didapat dari
informan, maka yang akan menjadi informan dalam penelitian ini adalah:
Camat Tangan-tangan : 1
Kader PEKKA : 1
Ketua LKM : 1
Anggota PEKKA : 6
Jumlah : 9
3.9 Jadwal Penelitian
Adapun Jadwal penelitian dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
No Kegiatan Feb
2014
Mar
2014
Apr
2014
Mai
2014
Jun
2014
Jul
2014
Agu
2014
Sep
2014
1 Pengajuan judul
dan proposal
2 Menunggu
Keluar SK
3 Bimbingan
4 Seminar
proposal judul
5 Melenglapi
bahan skrpsi
5 Seminar hasil
6 Sidang
40
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian
4.1.1 Kondisi Geografis
Dalam melaksanakan penelitian, mengetahui kondisi lingkungan yang
akan diteliti merupakan hal yang sangat penting yang harus diketahui oleh
peneliti. Adapun lokasi penelitian yang diambil penulis adalah Kecamatan
Tangan-tangan, Kabupaten Aceh Barat Daya. Sehubungan dengan penelitian ini,
maka yang perlu diketahui oleh peneliti adalah kondisi geografis, kondisi
demografis, keadaan sosial dan ekonomi.
1. Letak desa
Kecamatan Tangan Tangan Merupakan Kecamatan yang terletak di
sebelah timur kabupaten Aceh Barat Daya yang berjarak 20 KM dari ibu kota
Kabupaten Aceh Barat Daya dengan luas wilayah 63 km² secara umum
keberadaan penduduk kecamatan Tangan-tangan berjumlah 12.373 Jiwa dalam 2
kemukiman dan 15 desa. Dan mayoritas penduknya bermata pencaharian petani,
nelayan, dan pedagang.
2. Batas kecamatan
Kecamatam Tangan-tangan merupakan salah satu kecamatan yang ada di
Kabupaten Aceh Barat Daya yang berbatasan langsung dengan daerah dan
Kecamatan lain, adapun batasnya adalah sebagai berikut :
Sebelah Utara dengan Gayo Luwes
Sebelah Selatan dengan Lautan Hindia
41
Sebelah Barat dengan Kecamatan Setia
Sebelah Timur dengan Kecamatan Manggeng
3. Cakupan Wilayah/Gampong
Tabel 4.1 Cakupan wilayah/Gampong yang ada di Kecamatan Tangan-tangan.
No. NamaGampong Luas Wilayah JumlahDusun
1. Ie Lhop 6 KM2 3
2. Kuta Bakdrien 7 KM2 3
3. Suak Labu 4 KM2 3
4. Padang Bak Jeumpa 1 KM2 3
5. Gunung Cut 4 KM2 3
6. Blang Padang 2 KM2 3
7. Padang Kawa 1,5 KM2 3
8. Mesjid 0,87 KM2 3
9. Pante Geulumpang 4 KM2 3
10. Adan 7,5 KM2 3
11. Bineh Krueng 2,5 KM2 3
12. Drien Jalo 1,2 KM2 3
13. Drien Kipah 7 KM2 3
14. Suak Nibong 1,3 KM2 3
15. Padang Bak Jok 6 KM2 3
Sumber : Kecamatan dalam angka Thn. 2014
4.1.2 Kondisi Demografis
Jumlah penduduk Kecamatan Tangan-tangan berdasarkan data dinamis
tahun 2011 secara keseluruhan adalah 12.373 jiwa, dengan perincian 6243 jiwa
penduduk laki-laki-laki dan 6130 jiwa penduduk perempuan.
4.1.3 Kondisi sosial ekonomi
Mengetahui keadaan sosial ekonomi suatu wilayah sangat penting, agar
kita mengetahui berbagai potensi yang dimiliki wilayah tersebut. Selain itu bagi
pihak pemerintah dengan sedirinya dapat dijadikan dasar guna menyusun
kebijaksanaan pemerintah setempat. Masing-masing aspek sosial dan ekonomi
suatu daerah pada hakikatnya menunjukkan tingkat keberhasilan dan kemajuan
42
daerahnya didalam melaksanakan pembangunan. Untuk mengetahui aktifitas yang
di jalani oleh suatu wilayah dalam bidang ekonomi umumnya dapat ditunjukkan
melalui mata pencaharian penduduknya. Disamping itu dengan melihat mata
pencaharian penduduk tersebut kita dapat mengetaui pula tingkat tinggi rendahnya
taraf hidup masyarakat.
Masyarakat di kecamatan Tangan-tangan secara keseluruhan memiliki
mata pencaharian sebagai petani. Untuk lebih jelasnya dibawah ini disajikan tabel
mengenai penduduk kecamatan tangan-tangan menurut mata pencaharian:
Tabel 4.3 Jumlah penduduk Menurut Mata Pencaharian
No Tingkat Pendidikan Jumlah
1 Petani 2.214
2 Nelayan 62
3 Buruh 252
4 PNS 135
5 Wiraswasta 191
6 Pelajar/Mahasiswa 3.496
7 TNI/POLRI 21
8 Lain-lain 5.999
Jumlah 12.373
sumber : Kecamatan dalam angka Tahun 2014
4.1.4 Deskripsi PEKKA di Kecamatan Tangan-tangan
Pada tahun 2002, sekretariat Nasional Program Pemberdayaan Perempuan
Kepala Keluarga (seknas PEKKA) mulai mengorganisir kelompok miskin dengan
membentuk kelompok-kelompok Perempuan Kepala Keluarga (PEKKA). Para
anggota telah mengembangkan berbagai kegiatan ekonomi, sosial dan budaya
untuk memperkuat diri agar dapat mengatasi berbagai persoalan kemiskinan yang
dihadapi, mendapatkan pengakuan dan menjadi bagian dari masyarakat yang
setara dengan lainnya. Mereka menjadi kepala keluarga karena suami meninggal,
43
terbunuh dalam konflik, bercerai, ditinggalkan merantau tanpa berita, diabaikan
suami yang berpoligami, suami sakit menahun atau cacat dan lajang yang tidak
atau belum menikah namun harus menanggung beban keluarga. Definisi
Perempuan Kepala Keluarga (PEKKA) menurut Seknas PEKKA adalah
perempuan yang melaksanakan peran dan tanggungjawab sebagai pencari nafkah,
pengelola rumah tangga, dan pengambil keputusan dalam keluarganya. Sedangkan
menurut BPS (Badan Pusat Statistik) Kepala Keluarga adalah pencari nafkah
dalam keluarga atau seseorang yang dianggap sebagai kepala keluarga.
Pada tahun 2002 mulai dibentuk kelompok PEKKA di lima kabupaten
yait: Aceh Besar, Pidie, Bireun, Aceh Timur dan Aceh Barat Daya. Pada tahun
2007, diperluas ke kabupaten Aceh Jaya dan Singkil, sampai dengan akhir
Desember 2008 wilayah kerja PEKKA meliputi 8 kabupaten yaitu: Aceh Besar,
Pidie, Bireun, Aceh Timur, Aceh Jaya, Aceh Barat daya, Aceh Selatan, dan Aceh
Singkil. Hampir setengah (47%) anggota kelompok PEKKA berusia antara 31-60
tahun, dan juga hampir separuh (46%) menanggung beban minimal 3 anak.
Mereka bekerja sebagai petani, peternak, dan pengrajin bordir dengan pendapatan
harian sekitar 14,532 rupiah per hari dan pengeluaran harian sebesar 14,042 per
hari. Sebagian besar dari mereka menjadi kepala keluarga karena suami
meninggal dunia. Pada saat ini anggota PEKKA di Aceh berjumlah 3,310 orang
yang tergabung dalam 176 kelompok di 147 desa di 33 kecamatan di 8
kabupaten. Kelompok-kelompok yang berasal dalam satu kecamatan atau lebih
yang saling berdekatan, kemudian membentuk lembaga keuangan mikro (LKM).
Sejauh ini sudah terbentuk 8 lembaga keuangan mikro.
44
Khususnya di Kecamatan Tangan-tangan Kabupatan Aceh Barat Daya
masih banyak terdapat perempuan yang berperan sebagai kepala keluarga atau
janda yang umumnya bermata pencaharian sebagai buruh tani, penjahit, pedagang,
pembuat kue, pembantu rumah tangga dan lain sebagainya yang pendapatannya
sangat minim. Pada tahun 2002 PEKKA sudah mulai terjun ke gampong-
gampong untuk membentuk kelompok-kelompok baru. Adapun nama-nama
gampong yang sudah ada kelompok PEKKA di Kecamatan Tangan-tangan
adalah:
Tabel 4.4 jumlah Kelompok PEKKA di Kecamatan Tangan-tangan.
No Gampong Jumlah Anggota
1 Adan 25
2 Suak Labu 18
3 Padang Bak jempa 14
4 Blang Padang 23
5 Padang kawa 19
6 Drien Jaloe 16
7 Gunung Cut 22
8 Pante geulumpang 25
9 Bineh Krueng 17
10 Kuta Bak Drien 24
11 Ie Lhop 22
12 Mesjid 21
13 Drien kipah 15
Jumlah 261
Sumber : PEKKA Tangan-tangan 2014
Setelah membentuk kelompok baru di gampong-gampong, selanjutnya
barulah PEKKA mulai mengoperasikan prgram-program PEKKA yang
dikembangkan berdasarkan kebutuhan kelompok dan anggota diantaranya dapat
dilihat di tabel dibawah ini:
45
Tabel 4.5 Program PEKKA yang sudah terealisasikan
No Program Keterangan
1 Pemberdayaan Ekonomi - Simpan Pinjam
- Pengembangan Usaha
- Bantuan Langsung Masyarat
(BLM) seperti Rehap Rumah,
Memasng Listrik.
2 Pendidikan Sepanjang Hayat - Membuat les untuk anak-anak
- Beasiswa untuk anak sekolah
seperti buku tulis, tas dan
seragam sekolah,
- Pendidikan untuk lansia
- Penguatan wawasan dan
Pelatihan mental anggota dll
3 Pemberdayaan Hukum - Pelatihan-pelatihan Penguatan
hukum kepada kader dan
anggota PEKKA
4 Pemberdayaan Politik - Pemahaman pentingnya
berpolitik
5 Hak Kesehatan Sepanjang
Masa
- Senam Lansia
- Pengobatan gratis
- Tensi darah untuk lansia dll
6 Media komunitas - Pelatihan komputer
- Melatih mengelola radio
komunitas dll
Sumber : PEKKA Tangan-tangan 2014
4.2 Hasil Penelitian
4.2.1 Peranan Program Pemberdayaan Perempuan Kepala Keluarga
(PEKKA) dalam Meningkatkan Kesejahteraan Janda
Proyek PEKKA diharapkan mampu memberikan kontribusi secara positif
untuk menyelesaikan masalah kemiskinan terutama untuk keluarga Janda yang
mayoritas tergolong miskin terutama yang terkait dengan demensi-dimensi
politik, sosial, hukum dan ekonomi, dan mampu menyediakan aset yang lebih
baik bagi anggota PEKKA dalam meningkatkan pendapatannya, meningkatkan
kualitas perumahannya dan pendidikan anak-anaknya serta dalam hal
menyuarakan aspirasinya dalam proses pengambilan keputusan serta mampu
46
berdikari. PEKKA telah memberikan peranan yang sangat membantu keluarga-
keluarga janda miskin di daerah pedesaan dengan mengembangkan berbagai
program-program pemberdayaan.
Dari hasil wawancara dengan Ibu Nurimah selaku anggota PEKKA di
gampong Drien Jaloe, Mengatakan bahwa:
“Saya sangat senang dengan adanya program dari PEKKA ini,
karna banyak sekali membantu saya dalam menyekolahkan anak-
anak saya. PEKKA memberikan saya modal untuk usaha sehingga
saat ini saya sudah bisa bangkit dari pada hidup yang susah”
(wawancara tanggal 15 juni 2014)”
Hal senada juga diungkapkan oleh ibu Hafsah selaku anggota di gampong
Ie Lhop, mengatakan bahwa:
“Program PEKKA sangat bagus menurut saya, saya sekarang
sudah tidak kawatir lagi kalau masalah kekurangan modal untuk
buka usaha, karena PEKKA selalu siap membantu saya dan
keluarga untuk maju, dulu sebelum menjadi anggota PEKKA
sangat sulit untuk mendapatkan pinjaman tapi sekarang
Alhamdullah PEKKA mampu mambantu ekonomi keluarga saya”
(wawancara pada tanggal 14 juni 2014).
Wawancara dengan ibu Intan, selaku kader PEKKA, mengatakan bahwa:
“Selama ini program-program PEKKA sudah banyak sekali
berperan membantu keluarga janda yang telah ditinggal mati oleh
suaminya dia berusaha bangkit untuk membantu ekonomi
keluarganya, contohnya dulunya angka kemiskinan tinggi tetapi
sesudah adanya program tersebut angka kemiskinan menurun. Saya
sendiri dengan adanya program Pekka ini sangat mendukung sekali
khususnya di kecamatan Tangan-tangan ini” (wawancara pada
tanggal 14 juni 2014).
Wawancara dengan bapak Ruslan Adly, Sp. selaku Camat Tangan-tangan,
mengatakan bahwa:
47
“Menurut saya PEKKA sangat bagus dan perlu didukung karena
sejak ada di kecamatan Tangan-tangan PEKKA sudah banyak
sekali turut ikut membantu pemerintah dalam mensejahterakan
masyarakat miskin khususnya para janda, dengan menjadi anggota
PEKKA mereka sekarang sudah mandiri dan sudah tidak
bergantung pada orang lain lagi” (wawancara pada tanggal 13 juni
2014).
Berdasarkan hasil wawancara di atas maka dapat disimpulkan bahwa
selama ini program-program PEKKAsangat berperan dalam membantu
meningkatkan kesejahteraan janda, PEKKA mampu memberikan perubahan-
perubahan positif bagi keuarga janda.
4.2.2 Program PEKKA
Selama ini ada beberapa program yang telah berhasil dijalankan oleh
PEKKA di kecamatan tangan-tangan. Berdasarkan hasil wawancara dengan ibu
Nurimah selaku anggota PEKKA, menyatakan bahwa:
“Sudah banyak sekali program yang dijalankan oleh PEKKA selain
simpan pinjam ini, ada juga bantuan untuk memasang listrik,
bantuan utuk anak sekaolah, membangun rumah, bantuan untuk
lansia, menjahit serta pelatihan-pelatihan dan masih banyak lagi,
namun ada juga program yang tidak berjalan lagi seperti program
untuk lansia sekarang sudah tidak ada lagi” (wawancara pada
tanggal 15 Juni 2014).
Hal senada juga di uangkapkan oleh ibu Rajian selaku anggota PEKKA,
menyatakan bahwa:
“Benar yang dikatakan oleh ibu Nurimah bahwa ada banyak
program yang sudah dijalankan oleh PEKKA dan sangat bagus
menurut saya, seperti program Simpan pinjam, yang sudah banyak
sekali bermanfaat membantu kami, dan juga bantuan rehap rumah
Alhamdulillah sekarang Rumah saya sudah lebih nyaman
dibandingkan dulu”.(wawancara pada tanggal 15 juni 2014).
Wawancara dengan ibu Intan selaku kader PEKKA menyatakan bahwa:
48
“Selama ini sudah banyak sekali program PEKKA yang sudah
kami jalankan diantaranya simpan pinjam sebagi pengikat anggota
untuk mau berkelompok, bantuan rehap rumah, memasang listrik,
program untuk lansia, pendidikan sepanjang hayat, pemberdayaan
hukum untuk keadilan, pendidikan politik, radio komunitas serta
pengembangan usaha kecil mikro dan lain-lain” (wawancara
tanggal 14 Juni 2014).
Wawancara dengan ibu Nurhadisah selaku ketua LKM, mengatakan
bahwa:
“Banyak sekali program yang telah dijalankan oleh PEKKA salah
satunya program simpan pinjam LKM ini.Selaku ketua LKM
menurut saya Program ini sangatlah bagus karena sifatnya oleh kita
untuk kita dan akan kembali kepada kita, ibu-ibu janda diajak
untuk belajar menabung untuk masa depan, dimana uang simpanan
wajib tersebut akan diputar dengan dipinjamkan kembali secara
bergilir untuk memenuhi kebutuhan anggota atau dijadikan sebagai
modal usaha dan uang tersebut harus dikembalikan dalam tempo
satu tahun dengan bunga 10% ini lebih ringan dari pada pinjaman
di bank bunganya sangat tinggi” (wawancara tanggal 15 Juni
2014).
4.2.3 Sumber dana kegiatan PEKKA
Dalam melaksanakan tugasnya tentu saja diperlukan dana yang cukup
besar untuk mencapai cita-cita PEKKA berikut hasil wawancara dengan ibu Intan
selaku kader PEKKA, mengatakan bahwa:
“Sumber dana kegiatan PEKKA selama ini dihasilkan dari
swadaya kelompok melalui kegiatan simpan pinjam dan juga dari
bantuan yang diberikan dari hasil kerja sama oleh Word Bank,
JSDF (Japan Sosial Devlopment food), AusAID (Australian
Agency for Internasional Development)dan masih banyak lainnya
yang kemudian dikelola oleh Seknas PEKKA untuk keperluan
kegiatan PEKKA di berbagai daerah” (Wawancara pada tanggal 15
juni 2014).
49
Hal senada juga diungkapkan oleh ibu Mariani selaku ketua LKM di
gampong Drien Jaloe, mengatakan bahwa :
“Benar yang dikatakan ibu Intan bahwa dana kegiatan PEKKA
selama ini setau saya ada dari bantuan luar negri karena ada
beberapa kali datang orang asing ke gampong kami untuk melihat
keadaan kelompok kami, mereka yang datang rata-rata tidak bisa
berbahasa Indonesia tapi bahasa Inggris namun ada dibawa juru
bicaranya” (wawancara pada tanggal 15 juni 2014).
Wawancara dengan ibu Hafsah selaku anggota PEKKA di Gampong Ie
Lhop, menyatakan bahwa :
“Digampong kami juga ada datang bule mereka datang untuk
melihat keadaan kelompok kami aktif atau tidak karena selama ini
dana kegiatan PEKKA juga ada dari bantuan mereka seperti rehap
rumah, beasiswa untuk anak-anak yang sekolah dan pelatihan-
pelatihan, kami berharab dana ini akan terus ada supaya semangat
berkelompok masyarakat semakin kuat” (wawancara pada tanggal
14 juni 2014).
Wawancara dengan ibu Rajian selaku anggota, menyatakan bahwa:
“Memang benar apa yang dikatakan oleh ibu Rajian, bahwa dana
PEKKA selama ini selain dari swadaya menabung di LKM juga
ada bantuan dari luar negri yang membantu PEKKA seperti rehap
rumah, beasiswa, memasang listrik dan kegiatan-kegiatan PEKKA
lainnya” (wawancara pada tanggal 15 juni 2014).
Derdasarkan wawancara diatas dapat dijelaskan bahwa dana kegiatan
PEKKA selama tidak dari pemerintah melainkan dari dana simpan pinjam
PEKKA itu sendiri dan dari kerja sama PEKKA dengan donator-donatur Asing
yang selama ini terjalin sangat baik.
50
4.2.4 Manfaat Program PEKKA
Dari tahun 2002 sejak PEKKA pertama kali ada dikecamatan tangan-
tangan sampai sekarang, hasil 12 tahun pemberdayaan PEKKA dapat dilihat
sejauh mana program PEKKA bermanfaat bagi keluarga janda.
Berikut hasil wawancara dengan beberapa informan terkait manfaat PEKKA
Wawancara dengan ibu Marlinda selaku anggota PEKKA di Gampong Bineh
Krueng menyatakan bahwa:
“Program simpan pinjam PEKKA memberikan pinjaman untuk
membuka usaha atau menambah modal bagi yang sudah punya
usaha kecil-kecilan, seperti warung, menjahit, buat kue kemudian
dijual/dititipkan diwarung-warung dan lain-lain. Dari pinjaman
tersebut sebagian besar keluarga janda merasakan manfaat yang
positif dari program PEKKA” (wawancara pada tanggal 13 juni
2014).
Hasil wawancara dengan ibu hafsah di gampong ie lhop menatakan
bahwa:
“Banyak sekali manfaat yang sudah saya rasakan sesudah menjadi
anggota PEKKA selain perubahan disegi ekonomi juga bisa pergi
jalan-jalan keluar kota untuk ikut pelatihan dan disana bisa bertemu
banyak teman sesama janda” (wawancara tanggal 14 juni 2014)
Wawancara dengan Bapak Ruslan Adly, Sp. selaku camat Tangan-tangan
menyatakan Bahwa:
“Pihak keecamatan tidak memantau secara langsung kelapangan
namun hanya melihat dan memang benar program PEKKA sangat
bermanfaat dan berdampak positif terhadap masyarakat miskin
terutama janda, dan selama ini PEKKA selalu melibatkan camat,
dalam berbagai kegiatan mereka selalu mengikut sertakan camat
sebagai pembuka acara” (wawancara tanggal 13 juni 2014).
51
Hal yang senada juga disampaikan oleh ibu Itan selaku Kader PEKKA
menyatakan Bahwa:
“Benar yang diungkapkan oleh pak camat, bahwa PEKKA dalam
melaksanakan kegiatan selalu melibatkan camat dan aparatur
gampong. Sejauh ini keluarga janda sudah menerima manfaat yang
positif setelah bergabung dengan PEKKA mereka bebih baik
dalam hal keberanian didepan publik, lebih percaya diri, banyak
teman, meningkat kemampuan utuk kebutuhan sehari-hari, lebih
faham masalah sosial politik, masalah HAM serta meningkat status
sosial dalam msayarakat menjadi lebih baik sehingga dilibatkan
dalam berbagai kegiatan dalam gampong” (wawancara tanggal 14
juni 2014).
Dari beberapa hal yang diwawancarai oleh penulis dapat dipahami bahwa
program PEKKA memberikan manfaat yang positif bagi keluarga janda di
kecamatan Tangan-tangan karena berdasarkan hasil pengamatan dilapangan
bahwa dari segi fisik sosial dan ekonomi banyak terjadi perubahan-perubahan
secara nyata.
4.2.5 Kendala-Kendala Yang Dihadapi PEKKA Dalam Meningkatkan
Kesejahteraan Janda
Dalam pelaksanaan suatu program sudah tentu mempunyai berbagai
kendala-kendala yang mengambat pencapian kinerja yang telah ditetapkan oleh
suatu lembaga baik di pemerintah maupun lembaga swasta. Sebagai lembaga
perempuan, PEKKA juga mempunyai berbagai kendala-kendala yang
dihadapidalam masa sepak terjang 12 tahun PEKKA berkarya bersama
perempuan-perempuan miskin dipedesaan.
Hal tersebut sesuai dengan hasil wawancara dengan ibu Hafsah anggota dari
Gampong Ie Ihop menyatakan bahwa:
52
“Ketika saya mulai aktif di kelompok sering mendapat ocehan
tetangga karena sering berpergian untuk pertemuan dan juga
banyak tetangga-tetanga yang menebarkan isu-isu negative tentang
PEKKA supaya tidak ada keluarga janda yang mau untuk
bergabung menjadi kelompok PEKKA” (wawancara pada tanggal
14 juni 2014).
Hal senada juga dialami oleh ibu Rajian selaku anggota di Gampong
Blang Padang, menyatakan bahwa:
“Saya sering menjadi omongan orang ketika sering pergi keluar
untuk pertemuan, mereka bilang hanya buang-buang waktu saja
ikut PEKKA tidak ada untungnya.Setelah itu saya sempat tidak
aktif lagi karena malas dengan omongan orang gampong sehingga
saya diberi pemahaman oleh ketua LKM untuk terus aktif supaya
kehidupan keluarga saya bisa lebih baik, Alhamdulillah sekarang
saya sudah bisa merasakan hasilnya” (wawancara pada tanggal 15
juni 2014).
Dari hasil wawancara diatas dapat dipahami bahwa sebelum bergabung
dengan PEKKA ruang gerak untuk para janda sangatlah terbatas karena dibatasi
dengan status mereka sebagai janda yang sangat sensitif dimata masyarakat,
sehingga para janda sangat sulit untuk bisa bangkit dan berkembang. Inilah yang
menjadi tujuan PEKKA yaitu ingin ikut berkontribusi membangun tatanan
masyarakat yang adil jender dan sejahtera tanpa ada deskriminasi karena status
mereka janda dan selalu mendapatkan posisi yang rendah dalam strata sosial.
Hasil wawancara dengan ibu Intan selaku kader PEKKA menyatakan
bahwa:
“Banyak sekali kendala-kendala yang kami alami terutama ketika
membuka akses yang baru digampong sangatlah susah untuk
mengajak ibu-ibu janda mau bergabung dalam kelompok, bahkan
ketika membuat pertemuan sangat sulit mengharapkan mereka bisa
berkumpul semua, karena sehari-hari pekerjaan mereka sebagai
buruh tani mengahuskan mereka jarang ada dirumah tapi di sawah
atau di kebun. Tidak hanya itu kendala lain juga kami alami ketika
53
membuat kegiatan digampong-gampong ada aparatur gampong
yang tidak mau hadir” (wawancara pada tanggal 14 juni 2014).
Wawancara dengan ibu Mariani selaku ketua LKM di Gampong Drie
Jaloe, menyatakan bahwa:
“Karena pertama-tama PEKKA datang ke masyarakat tanpa
membawa janji dan bantuan apapun, cuma mengajak merekauntuk
berkelompok dan menabung. Sangat sulit untuk bisa diterima,
Karena hampir semuaproyek pemerintah yang datang ke Gampong
selalu membawa bantuan dan janji-janji. Sudah tentu PEKKA
tidaklah diminati, dan sering ditolak dan di tinggalkan masyarakat
di tahap awalnya, inilah kendala yang sangat sulit bagi saya ketika
mengajak mereka untuk berkelompok” (wawancara pada tanggal
15 juni 2014).
Dari pernyataan diatas dapat kita kita pahami bahwa setiap pelaksanaan
program tentu tidak terlepas dari sebuah kendala baik karena manajemen yang
kurang bagus maupun karena sebuah situasi atau keadaan yang tanpa diduga
sebelumnya, sehingga berdampak negatif terhadap hasil yang ingin dicapai oleh
sebuah lembaga.
4.3 Pembahasan
4.3.1. Peranan program pemberdayaan perempuan kepala keluarga
(PEKKA) dalam meningkatkan kesejahteraan janda
Program Pemberdayaan Perempuan Kepala Keluarga (PEKKA)
merupakan sebuah kebijakan pemberdayaan kepada perempuan-perempuan
miskin yang menjadi kepala keluarga dan mempunyai tanggungan menghidupi
anak-anaknya, program tersebut secara langsung berperan dalam membangun
tatanan masyarakat yang sejahtera, adil gender, dan bermartabat.
Menurut Soejono Soekanto (2002: 43) “peranan adalah aspek dinamisi
kedudukan (status). Apabila seseorang melaksanakan hak dan kewajiban sesuai
54
dengan kedudukannya, maka ia akan menjalankan suatu peranan”. Konsep tentang
peran (role) bahwa:
1. Bagian tugas utama yang harus dilakukan oleh manajemen.
2. Pola perilaku yang diharapkan dapat menyertai suatu status.
3. Bagian suatu fungsi seseorang dalam kelompok atau pranata
4. Fungsi yang diharapkan dari seorang atau terjadinya karakteristik yang ada
padanya.
5. Fungsi setiap variable dalam hubungan sebab akibat.
Berdasarkan pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa bahwa peranan
merupakan penilaian sejauh mana fungsi seseorang atau lembaga dalam
menunjang usaha pencapaian tujuan yang ditetapkan atau ukuran mengenai
hubungan dua variabel yang mempunyai hubungan sebab akibat.
Perubahan-perubahan positif yang dirasakan oleh keluarga Janda setelah
ikut bergabung menjadi anggota PEKKA diantaranya adalah tumbuhnya rasa
kemandirian dari ibu-ibu PEKKA, sehingga tidak lagi bergantung pada orang lain
terutama mengharapkan bantuan dari pemeritah walaupun ada program-program
yang telah dihentikan, namun Ibu-ibu PEKKA dapat berswadaya dengan potensi
yang telah diperoleh dari PEKKA. Inilah peranan yang sangat bagus yang dibagun
oleh PEKKA untuk mencapai cita-cita mereka yaitu ikut berkontribusi dalam
membangun tatanan masyarakat yang sejahtera, adil jender dan bermartabat.
Menurut Midgley (2000: h.45) kesejahteraan diartikan sebagai “a
condition or state of human well-being”. Kondisi sejahtera terjadi manakala
kehidupan manusia aman dan bahagia karena kebutuhan dasar akan gizi,
kesehatan, pendidikan, tempat tinggal, dan pendapatan dapat terpenuhi, serta
55
manakala manusia memperoleh perlindungan dari resiko-resiko utama yang
mengancam kehidupannya.
Adapun indikatornya adalah terpenuhinya kebutuhan hidup, baik secara
materi (sandang, pangan dan papan), maupun secara spiritual (pengetahuan dan
pelaksanaan ibadah. Suatu konsep kesejahteraan memang pada dasarnya memiliki
suatu kaitan yang erat akan kebutuhan manusia tersebut, suatu kebutuhan yang
dianggap penting oleh suatu kelompok manusia belum tentu menjadi suatu standar
yang bersifat universal untuk mengetahui kebutuhan manusia. Adapun pendapat
para ahli tentang kebutuhan manusia ini diantaranya adalah Abraham Maslow.
Maslow membagikan kebutuhan manusia menjadi 2 yaitu kebutuhan primer dan
kebutuhan sekunder. Tetapi setelah itu Moslow membagi lagi menjadi 5 yaitu:
1. Kebutuhan fisik dasar
2. Kebutuhan sosial
3. Kebutuhan keselamatan
4. Kebutuhan kejiwaan dan
5. Kebutuhan aktualisasi diri
4.3.2. Kendala-kendala yang dihadapi PEKKA dalam meningkatkan
kesejahteraan Janda
Pada dasarnya setiap program atau kegiatan sudah tentu mempunyai
kendala-kendala yang dihapi begitu juga dengan PEKKA dalam setiap
kegiatannya mempunyai berbagai kendala yang menghambat proses kelancaran
kegiatan PEKKA baik dalam pengelolaan maupun dari anggota itu sendiri. Seperti
sangat sulit dalam hal melakukan perekrutan dalam membentuk kelompok baru,
dalam hal mengumpulkan anggota ketika membuat pertemuan dengan kelompok
56
dan masalah yang paling sering dialami oleh anggota PEKKA adalah seringkali
menjadi buah bibir masyarakat ketika sering keluar rumah untuk mengikuti
berbagai kegiatan yang diselenggarakan oleh PEKKA ini karena status mereka
sebagai perempuan yang tidak bersuami atau janda.
Menurut Ihromi, (2004 : 156) konsekuensi yang ditanggung oleh janda
pasca perceraian adalah “ masalah penyesuaian kembali terhadap peranan masing-
masing serta hubungan dengan lingkungan sosial ( Social relationship).
Dari penjelasan diatas dapat dipahami bahwa PEKKA dalam
keikutsertaannya ingin membangun tatanan masyarakat yang adil dan sejahtera
tidak terlepas dari berbagai kendala-kendala yang menghambat tujuan PEKKA,
namun walaupun demikian PEKKA terus berusaha untuk tetap komitmen
mendampingi perempuan-perempuan miskin terutama Janda di Indonesia untuk
terus maju dan bangkit dari kemiskinan dan kebodohan menuju kehidupan yang
lebih sejahtera.
57
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarhasil penelitian dan pembahasan mengenai Peranan Program
Pemberdayaan Perempuan Kepala Keluarga (PEKKA) Dalam meningkatkan
Kesejahteraan Janda di Kecamatan Tangan-tangan Kabupaten Aceh Barat Daya.
Dari hasil penelitian diperoleh makadapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai
berikut:
1. Program Pemberdayaan Perempuan Kepala Keluarga (PEKKA) sangat
berperan dalam meningkatkan kesejahteraan keluarga janda, terutama dalam
meningkatkan ekonomi dengan memberikan modal usahaya itu berupa
simpan pinjam, beasiswa untuk anak sekolah, rehapr umah, serta pelatihan-
pelatihan untuk penguatan pemahaman dan masih banyak program-program
lainnya. Baik yang bersifat keberlanjutan maupun sementara.
2. Dalam pelaksanaan program pemberdayaan perempuan kepala keluarga
(PEKKA) masih terdapat kendala-kendala yang sering dihadapi baik oleh
anggota maupun pengelola, seperti dalam membuka akses di gampong yang
baru sangat sulit mengajak ibu-ibu mau bergabung dengan kelompok karena
mereka menganggap hanya buang-buang waktu saja, dan sering menjadi buah
bibir masyarakat karena sering berpergian untuk mengikuti berbagai
kegiantan. Namun masalah-masalah tersebut bisa diatasi sedikit demi sedikit
baik oleh pengelola maupun oleh anggota.
58
5.2 Saran
1. Terhadap Program Pemberdayaan Perempuan Kepala Keluarga (PEKKA)
yang telah berhasil dalam meningkatkan kesejahteraan dalam keluarga janda
maka perlu peninjauan ulang dalam Pengelola PEKKA serta juga perlu
penilaian terhadap program tersebut dan mencari solusi baaimana
mempertahankan program yang telah ada dan melanjutkan program-program
yang sempat berhenti.
2. Dari segi kendala hendaknya PEKKA mempunyai cara pendekatan yang
lebih baik lagi dengan calon anggota yang ingin dirangkul sehingga mereka
mempunyai keyakinan bahwa menjadi anggota PEKKA akan berdampak
positif terhadap masa depan mereka.
xiii
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1 Cakupan Wilayah/Gampong yang ada di kecamatan
Tangan-tangan ……………………………………................ 42
Tabel 4.2 Mata Pencaharian Penduduk Di Kecamatan
Tangan-tangan ……………………………………………… 43
Table 4.3 Jumlah Angota Kelompok PEKKA di Kecamatan
Tangan-tangan……………………………………………… 45
xiv
DAFTAR ISTILAH
AusAID : Australian Agency for Internasional Devlopment
PEKKA : Pemberdayaan Perempuan Kepala Keluarga
BPS : Badan Pusat Statistik
BLT : Bantuan Langsung Tunai
JAMKESMAS : Jaminan Kesehatan Masyarakat
JSDF : Japan Social Devlopment Fund
LKM : Lembaga Keuangan Mikro
PPSW : Pusat Pengembangan Sumberdaya Wanita
PPK : Program Pengembangan Kecamatan
Seknas PEKKA : Sekretariat Nasional Pemberdayaan Perempuan
Kepala Keluarga
xv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran I : Pedoman Wawancara
Lampiran II : Surat Permohonan Melakukan Penelitian
Lampiran III : Surat Izin Penelitian
Lampiran IV : Perkembangan PEKKA di Aceh Tahun 2014
Lampiran V : Anggaran Dasar Federasi Serikat PEKKA
Lampiran VI : Dokumentasi