Peranan Hormon Inferent Terhadap Indeks Kematangan Gonad ...

8
OPEN ACCES Vol. 13 No. 2: 160-167 Oktober 2020 Peer-Reviewed AGRIKAN Jurnal AgribisnisPerikanan(E-ISSN 2598-8298/P-ISSN 1979-6072) URL: https:https://ejournal.stipwunaraha.ac.id/index.php/AGRIKAN/ DOI: 10.29239/j.agrikan.13.2.160-167 Peranan Hormon Inferent Terhadap Indeks Kematangan Gonad Dan Pertumbuhan Ikan Betok Ambon (Chrysiptera cyanea) (The Role of Inferent Hormones on Gonad Maturity Index and Growth of Ambon Betok Fish (Chrysiptera cyanea)) Melani Andi 1 , Muhammad Irfan 1 dan Juharni 1 1 Program Studi Budidaya Perairan, FPIK. Universitas Khairun, Ternate, Indonesia, Email: [email protected], [email protected], [email protected] Info Artikel: Diterima: 13 Agust. 2020 Disetujui: 04 Okt. 2020 Dipublikasi: 05 Okt. 2020 Review Articles Keyword: Inferent hormones, gonad maturity index, growth, ambon fish. Korespondensi: Muhammad Irfan Universitas Khairuna Ternate, Indonesia Email: [email protected] Copyright© Oktober 2020 AGRIKAN Abstrak. Salah satu jenis ikan hias laut yang dapat dikembangkan melalui usaha budidaya adalah ikan betok ambon. Budidaya ikan ini cukup menguntungkan, dan mudah dalam pemeliharaannya.Untuk menjaga kelestarian dan keberlanjutan usaha budidaya ikan betok ambon, maka salah satu cara yang ditempuh adalah dengan memahami dan mengetahui aspek pertumbuhan dan reproduksi dari jenis ikan ini melalui pemberian hormon inferent secara tepat.Review artikel ini bertujuan untuk mengungkapkan peranan hormon inferent terhadap aspek reproduksi dan pertumbuhan ikan betok ambon.Reproduksi merupakan proses perkembangbiakan pada makhluk hidup termasuk ikan betok ambon. Jumlah telur yang dihasilkan ikan betok ambon bervariasi antara 900-3.500 butir Hormon inferent merupakan salah satu jenis hormon reproduksi yang berfungsi untuk dapat memacu dan mempercepat tingkat kematangan gonad pada hewan termasuk ikan.Penentuan dosis hormon inferent didasarkan pada penentuan dosis inferent pada ikan umumnya sekitar 10 mg – 80 mg atau sekitar 0,1 ml – 0,8 ml. Umumnya ikan yang diberi hormon inferent dengan dosis 40-60 mg/l dapat meningkatkan indeks kematangan gonad sampai sebesar 25%, pada ikan betok ambon sebesar 30%. Dosis hormon inferent sekitar 20-40 mg dapat meningkatkan pertumbuhan dan kelangsungan hidup ikan betok ambon. Abstract. One type of marine ornamental fish that can be developed through cultivation is betok Ambon fish. Cultivation of this fish is quite profitable, and easy to maintain. To maintain the sustainability and sustainability of Betok Ambon fish farming, one way to take is to understand and know the growth and reproduction aspects of this type of fish through the provision of inferent hormones appropriately. Review article This aims to reveal the role of the inferent hormone on the aspects of reproduction and growth of Betok Ambon fish. Reproduction is the reproduction process in living things including Betok Ambon fish. The number of eggs produced by Betok Ambon fish varies between 900 and 3,500. Inferent hormone is one type of reproductive hormone that functions to spur and accelerate the level of gonad maturity in animals including fish. The determination of the inferent hormone dosage is based on the determination of the inferent dose in fish, generally around 10 mg - 80 mg or about 0.1 ml - 0.8 ml. Generally, fish that are given inferent hormone at a dose of 40-60 mg / l can increase the gonad maturity index by 25%, in betok Ambon fish by 30%. Inferent hormone doses around 20-40 mg can increase the growth and survival of ambon betok fish. I. PENDAHULUAN Pengelolaan sumberdaya perairan Indonesia yang menyangkut penyediaan bahan pangan dalam bidang perikanan merupakan faktor penting dalam menunjang pembangunan bangsa dan negara.Keperluan akan sumberdaya tersebut dirasakan semakin meningkat seiring dengan meningkatnya pertambahan penduduk. Perkembangan penduduk yang pesat mengakibatkan semakin meningkatnya kebutuhan protein terutama protein hewani yang berasal dari laut. Salah satu upaya yang perlu dilakukan adalah dengan memanfatkan protein hewani dari laut melalui usaha budidaya berbagai jenis ikan budidaya yang bernilai ekonomis penting seperti ikan air laut dan ikan hias laut (Lingga dan Susanto, 1993). Perkembangan bisnis produk perikanan non-konsumsi termasuk komoditas ikan hias di Indonesia mengalami perkembangan yang cukup pesat dan memiliki prospek yang menjanjikan secara ekonomi. Sejak tahun 2011 nilai perdagangan ikan non-konsumsi melebihi target yang telah ditetapkan yaitu mencapai Rp 565 miliar dari target sebesar Rp 350 miliar (Suharno dan Gani, 2013). Ikan hias merupakan salah satu komoditas perikanan yang menjadi komoditas perdagangan

Transcript of Peranan Hormon Inferent Terhadap Indeks Kematangan Gonad ...

Page 1: Peranan Hormon Inferent Terhadap Indeks Kematangan Gonad ...

OPEN ACCES

Vol. 13 No. 2: 160-167 Oktober 2020

Peer-Reviewed

AGRIKAN

Jurnal AgribisnisPerikanan(E-ISSN 2598-8298/P-ISSN 1979-6072)

URL: https:https://ejournal.stipwunaraha.ac.id/index.php/AGRIKAN/

DOI: 10.29239/j.agrikan.13.2.160-167

Peranan Hormon Inferent Terhadap Indeks Kematangan Gonad Dan Pertumbuhan Ikan Betok Ambon (Chrysiptera cyanea)

(The Role of Inferent Hormones on Gonad Maturity Index and Growth of

Ambon Betok Fish (Chrysiptera cyanea))

Melani Andi1, Muhammad Irfan1 dan Juharni1

1 Program Studi Budidaya Perairan, FPIK. Universitas Khairun, Ternate, Indonesia, Email: [email protected],

[email protected], [email protected] Info Artikel:

Diterima: 13 Agust. 2020

Disetujui: 04 Okt. 2020

Dipublikasi: 05 Okt. 2020

Review Articles

Keyword:

Inferent hormones, gonad

maturity index, growth, ambon

fish.

Korespondensi:

Muhammad Irfan

Universitas Khairuna

Ternate, Indonesia

Email: [email protected]

Copyright© Oktober 2020

AGRIKAN

Abstrak. Salah satu jenis ikan hias laut yang dapat dikembangkan melalui usaha budidaya adalah ikan betok

ambon. Budidaya ikan ini cukup menguntungkan, dan mudah dalam pemeliharaannya.Untuk menjaga

kelestarian dan keberlanjutan usaha budidaya ikan betok ambon, maka salah satu cara yang ditempuh adalah

dengan memahami dan mengetahui aspek pertumbuhan dan reproduksi dari jenis ikan ini melalui pemberian

hormon inferent secara tepat.Review artikel ini bertujuan untuk mengungkapkan peranan hormon inferent

terhadap aspek reproduksi dan pertumbuhan ikan betok ambon.Reproduksi merupakan proses

perkembangbiakan pada makhluk hidup termasuk ikan betok ambon. Jumlah telur yang dihasilkan ikan betok

ambon bervariasi antara 900-3.500 butir Hormon inferent merupakan salah satu jenis hormon reproduksi

yang berfungsi untuk dapat memacu dan mempercepat tingkat kematangan gonad pada hewan termasuk

ikan.Penentuan dosis hormon inferent didasarkan pada penentuan dosis inferent pada ikan umumnya sekitar

10 mg – 80 mg atau sekitar 0,1 ml – 0,8 ml. Umumnya ikan yang diberi hormon inferent dengan dosis 40-60

mg/l dapat meningkatkan indeks kematangan gonad sampai sebesar 25%, pada ikan betok ambon sebesar 30%.

Dosis hormon inferent sekitar 20-40 mg dapat meningkatkan pertumbuhan dan kelangsungan hidup ikan

betok ambon.

Abstract. One type of marine ornamental fish that can be developed through cultivation is betok Ambon fish.

Cultivation of this fish is quite profitable, and easy to maintain. To maintain the sustainability and

sustainability of Betok Ambon fish farming, one way to take is to understand and know the growth and

reproduction aspects of this type of fish through the provision of inferent hormones appropriately. Review

article This aims to reveal the role of the inferent hormone on the aspects of reproduction and growth of Betok

Ambon fish. Reproduction is the reproduction process in living things including Betok Ambon fish. The

number of eggs produced by Betok Ambon fish varies between 900 and 3,500. Inferent hormone is one type of

reproductive hormone that functions to spur and accelerate the level of gonad maturity in animals including

fish. The determination of the inferent hormone dosage is based on the determination of the inferent dose in

fish, generally around 10 mg - 80 mg or about 0.1 ml - 0.8 ml. Generally, fish that are given inferent hormone

at a dose of 40-60 mg / l can increase the gonad maturity index by 25%, in betok Ambon fish by 30%. Inferent

hormone doses around 20-40 mg can increase the growth and survival of ambon betok fish.

I. PENDAHULUAN

Pengelolaan sumberdaya perairan Indonesia

yang menyangkut penyediaan bahan pangan

dalam bidang perikanan merupakan faktor

penting dalam menunjang pembangunan bangsa

dan negara.Keperluan akan sumberdaya tersebut

dirasakan semakin meningkat seiring dengan

meningkatnya pertambahan penduduk.

Perkembangan penduduk yang pesat

mengakibatkan semakin meningkatnya

kebutuhan protein terutama protein hewani yang

berasal dari laut. Salah satu upaya yang perlu

dilakukan adalah dengan memanfatkan protein

hewani dari laut melalui usaha budidaya berbagai

jenis ikan budidaya yang bernilai ekonomis

penting seperti ikan air laut dan ikan hias laut

(Lingga dan Susanto, 1993).

Perkembangan bisnis produk perikanan

non-konsumsi termasuk komoditas ikan hias di

Indonesia mengalami perkembangan yang cukup

pesat dan memiliki prospek yang menjanjikan

secara ekonomi. Sejak tahun 2011 nilai

perdagangan ikan non-konsumsi melebihi target

yang telah ditetapkan yaitu mencapai Rp 565

miliar dari target sebesar Rp 350 miliar (Suharno

dan Gani, 2013).

Ikan hias merupakan salah satu komoditas

perikanan yang menjadi komoditas perdagangan

Page 2: Peranan Hormon Inferent Terhadap Indeks Kematangan Gonad ...

Jurnal Ilmiah Agribisnis dan Perikanan (agrikan UMMU-Ternate) Volume 13 Nomor 2 (Oktober 2020)

161

yang potensial di dalam maupun di luar negeri.

Ikan hias dapat dijadikan sebagai sumber

pendapatan devisa bagi negara. Kelebihan dari

usaha ikan hias adalah dapat diusahakan dalam

skala besar maupun kecil ataupun skala rumah

tangga, selain itu perputaran modal pada usaha

ini relatif cepat (Sihombing, 2013).

Ikan hias laut mempunyai nilai jual yang

tinggi di pasaran nasional dan internasional

seperti clown fish, cardinal banggai, dan lain-lain

(Kusrini, 2012). Oleh karena itu, pengembangan

ikan hias laut melalui usaha budidaya sangat

mutlak diperlukan untuk tetap menjaga

kelestariannya. Salah satu jenis ikan hias laut yang

dapat dikembangkan melalui usaha budidaya

adalah ikan betok ambon. Hal ini disebabkan

karena jenis ikan ini memiliki nilai jual di

pasaran, dengan harga sekitar Rp. 5000 per ekor.

Selain itu juga, budidaya ikan ini cukup

menguntungkan, dan mudah dalam

pemeliharaannya. Untuk berkembang secara baik,

maka perlu penyesuaian kondisi lingkungan

hidup seperti suhu, tekanan aerasi pada media

serta penggunaan pakan yang berkualitas (Gani,

2013).

Salah satu Upaya untuk meningkatkan

produksi ikan betok ambon adalah ketersediaan

induk matang gonad. Ketersediaan induk matang

gonad dapat meningkatkan ketersediaan benih

secara berkelanjutan. Salah satu cara yang

diperlukan adalah ketersediaan teknologi yang

mampu mempercepat pertumbuhan dan

kematangan gonad. Menurut Tang dan Affandi

(2004) strategi kematangan gonad dapat dilakukan

dengan memanipulasi hormonal.

Pertumbuhan dan pematangan gonad

memainkan peranan penting dalam budidaya

ikan. Untuk memperoleh benih yang berkualitas,

induk harus benar-benar matang gonad dan

memiliki ukuran tubuh yang sesuai (Tomasoa

dkk; 2018). Untuk menjaga kelestarian dan

keberlanjutan budidaya ikan betok ambon, maka

salah satu cara yang ditempuh adalah dengan

memahami aspek pertumbuhan dan reproduksi

dari jenis ikan ini dengan menggunakan hormon

inferent (Puspitarini dan Andriyono, 2015). Review

artikel ini bertujuan untuk mengungkapkan

peranan hormon inferent terhadap aspek

reproduksi dan pertumbuhan ikan betok ambon.

II.PEMBAHASAN

2.1. Biologi Ikan Betok Ambon

2.1.1. Klasifikasi dan Morfologi

Ikan betok ambon termasuk dalam kelas

Actinopterygii, family Fomacentridae, genus

Chrysiptera, dan spesies Chrysiptera cyanea

(Gani, 2013). Ikan betok ambon memiliki tubuh

langsing. Seluruh tubuh ikan ini berwarna

dominan biru cerah, terkadang di sertai titik- titik

putih. Pada ujung sirip punggung biasanya

terdapat titik berwarna hitam letaknya dipangkal

siripnya. Perbedaan jantan dan betina dapat

dilihat dari poster tubuh, warna dan ukuran.

Jantan kelihatan memanjang, bagian sirip ekor

dan dada berwarna orange dan ukurannya lebih

besar sedangkan betina kelihatan pendek dan

agak bulat, bagian sirip ekor dan dada teransparan

(Puspitarini dan Andriyono, 2015).

Ciri-ciri induk ikan betok ambon jantan

yaitu ukuran tubuh yang lebih besar dari induk

betina yaitu berukuran 7-8 cm dan dibagian ekor

terdapat warna kuning yang menyebabkan ikan

ini menjadi indah. Induk betina berukuran lebih

kecil dari pada induk jantan yaitu berkisar 6-7 cm

dan terdapat bercak putih pada sirip. Ikan betina

memiliki noda atau bintik hitam yang terdapat

pada sirip punggung, sedangkan yang jantan tidak

memliki bintik hitam melainkan warna orange

pada siripnya (Gani, 2013). Pada ikan betok

ambon, induk jantan lebih besar. Selanjutnya

dikatakan bahwa induk betina yang akan memijah

mempunyai ciri-ciri perut buncit dan genital

papilanya menonjol, sedangkan induk jantan

agresif bergerak mengejar induk betina (Suharno

dkk; 2013).

Gambar 1. Ikan Betok Ambon (Dwi Saputra, 2013)

Page 3: Peranan Hormon Inferent Terhadap Indeks Kematangan Gonad ...

Jurnal Ilmiah Agribisnis dan Perikanan (agrikan UMMU-Ternate) Volume 13 Nomor 2 (Oktober 2020)

162

2.1.2. Habitat

Ikan betok ambon merupakan ikan yang

habitat hidupnya di sekitar terumbu karang atau

perairan dangkal yang tidak jauh dari bibir pantai.

Bentuk tubuhnya agak pipih dan memanjang

dengan kepala yang berukuran cukup besar.

Ukuran tubuhnya tergolong pendek dengan

panjang hanya mencapai sekitar 7 cm (Dwi

Saputra, 2016).

Ikan betok ambon ditemukan diantara

puing-puing dan karang laguna yang terlindung

dan karang didaerah subtidal. Ikan betok ambon

dapat ditemukan pada kedalaman 0 sampai 10 m,

namun biasanya ditemukan dalam air dengan

kedalaman 0 sampai 6.737 m (0 sampai 22.103 kaki)

pada perairan laut (Zipcodezoo, 2014). Menurut

Lachlan et al; (2018), ikan betok ambon bisa

ditemukan pada kedalaman 30-50 m.

Ikan betok ambon hidup pada perairan laut

berkarang yang memiliki salinitas 8,1–8,4 dan

suhu berkisar antara 25-28°C. Termasuk jenis ikan

hias laut yang berasal dari Indo-Pasifik dan

Australia (FishLore, 2013). Ikan betok ambon

merupakan ikan perenang aktif yang sering

terlihat keluar masuk karang dan kadang-kadang

berlarian ditempat terbuka secara bergerombol

(Susanto, 2006).

2.1.3. Kebiasaan Makan

Ikan betok ambon termasuk jenis ikan

diurnal atau ikan yang aktif mencari makan pada

siang hari, saat intensitas cahaya lebih tinggi, dan

aktivitas makan akan berkurang dimalam hari,

sejalan dengan berkurangnya intensitas cahaya

matahari (Mustafa dkk, 2017). Pemberian pakan

ikan betok ambon disesuaikan dengan bukaan

mulutnya. Pada saat larva berumur 3 hari, dberi

pakan alami berupa Clorella sp, dan rotifera.

Setelah larva berumur 20 hari, dapat diberikan

pakan artemia sampai umur 30 hari. Saat berumur

lebih dari 30 hari dapat diberi pakan pellet

(Bapary, 2011). Secara umum, jenis pakan yang

dapat diberikan pada jenis ikan ini adalah pakan

buatan, pakan hidup seperti artemia, udang renik,

jentik nyamuk, yang sesuai dengan bukaan

mulutnya (Gani, 2013).

2.1.4. Tingkah Laku

Ikan betok ambon mempunyai sifat

mendiami habitat dan sebaran tempat hidup yang

menetap dan berusaha mempertahankan habitat

dimana ikan tersebut berada. Tingkah laku yang

unik dari ikan ini adalah merubah warnanya

dalam seketika, hal ini terjadi apabila ikan ini

terancam, seringkali terlihat berenang dengan

cepat mengejar makanan atau hanya bermain-main

dan memiliki gerakan yang sangat gesit. Ikan

betok ambon betina mempunyai ekor berwarna

putih, sedangkan yang jantan berwarna merah.

Tubuhnya langsing dengan warna bagian dalam

biru tua atau biru gelap. Tetapi, dalam kondisi

aman, kadang tampak warna biru kehijauan

(Suharno dan Gani, 2013). Keagresifan ikan betok

ambon ditujukan bukan untuk memangsa atau

mengganggu ikan jenis lain yang ada di terumbu

karang, tapi dimaksudkan agar ikan jenis lain

tidak berani memangsa atau mengusik sarangnya.

Selain itu, ikan betok ambon merupakan perenang

handal yang mampu bergerak cepat dan gesit

untuk menangkap makanannya (Dwi Saputra,

2016).

2.2. Reproduksi

Reproduksi merupakan proses

perkembangbiakan pada makhluk hidup termasuk

ikan betok ambon. Adjie dan Fatah (2015)

menyatakan bahwa reproduksi merupakan hal

yang sangat penting dari suatu siklus hidup

organisme, dengan mengetahui biologi reproduksi

ikan dapat memberikan keterangan yang berarti

mengenai tingkat kematangan gonad, fekunditas,

frekuensi dan musim pemijahan, dan ukuran ikan

pertama kali matang gonad dan memijah.

Kinerja reproduksi merupakan suatu proses

yang berkelanjutan pada ikan akibat adanya

rangsangan dari luar ataupun dari dalam tubuh

ikan itu sendiri. Rangsangan tersebut dapat

berupa rangsangan hormonal ataupun rangsangan

lingkungan. Rangsangan hormonal yang terjadi

pada induk ikan betina berbeda dengan induk

jantan. Pada induk betina, rangsangan hormonal

ditujukan untuk pembentukan telur dan

pematangannya, sedangkan pada ikan jantan

rangsangan tersebut untuk pembentukan

sperma.Perkembangan gonad pada ikan

membutuhkan hormon gonadotropin yang

dilepaskan oleh kelenjar pituitari yang kemudian

terbawa aliran darah masuk ke gonad.

Gonadotropin kemudian masuk ke sel teka,

menstimulir terbentuknya hormon yang kemudian

akan masuk ke sel granulosa kemudian masuk ke

dalam hati melalui aliran darah dan merangsang

hati untuk mensintesis vitelogenin yang akan

dialirkan lewat darah menuju gonad untuk diserap

oleh oosit sehingga penyerapan vitelogenin ini

disertai dengan perkembangan diameter telur

(Sumantri 2006).

Page 4: Peranan Hormon Inferent Terhadap Indeks Kematangan Gonad ...

Jurnal Ilmiah Agribisnis dan Perikanan (agrikan UMMU-Ternate) Volume 13 Nomor 2 (Oktober 2020)

163

Reproduksi pada ikan betina melibatkan

dua proses utama, yaitu (1) perbesaran ovari secara

bertahap dengan pembentukan kuning telur

melalui proses yang disebut vitelogenesis; dan (2)

maturasi, ovulasi, dan pemijahan. Kedua proses

ini diatur oleh hormon gonadotropin; FSH (Follicle

Stimulating Hormon) terlibat dalam vitelogenesis,

sementara LH (Luteinizing Hormone) memacu

maturasi dan ovulasi (Sun dan Pankhurst, 2004).

Reproduksi ikan berada di bawah kontrol poros

hipotalamus-pituitarigonad dan melibatkan tiga

faktor yang meliputi sinyal lingkungan, sistem

hormon, serta organ reproduksi. Pada banyak

kasus, sinyal lingkungan untuk proses

pematangan gonad serta ovulasi dan pemijahan

tidak diketahui. Hal ini terutama menjadi masalah

bagi spesies yang tidak memijah secara spontan di

dalam wadah budidaya (Zairin, 2003). Seperti

halnya ikan betok ambon, merupakan jenis ikan

yang sulit memijah, oleh karena itu untuk

mempercepat proses pemijahannya dapat

digunakan hormone reproduksi inferent yang

memiliki fungsi seperti hormone reproduksi

lainnya (Wayne, 2016).

Dalam proses perkawinan ikan betok

ambon, induk ikan jantan sangat protektif dalam

menjaga telur yang telah dibuahi kurang lebih 4

hari masa inkubasi sampai telur menetas (Suharno

dkk, 2013). Proses pembuahan pada ikan ini terjadi

diluar tubuh, dimana induk betina melepaskan

telur dan diiukuti pelepasan spermatozoa oleh

induk jantan. Sperma dikeluarkan dalam jumlah

yang sangat banyak dibandingkan dengan telur

yang akan di buahi. Walaupun demikian,

spermatozoa memiliki kesempatan yang sama

untuk dapat membuahi sel telur (Sutisna dan

Ratna, 1995). Sepasang induk ikan betok ambon

dapat memijah secara terus menerus dengan

selang waktu 4-5 hari sekali. Induk ikan ini

memelihara telurnya selama 4 hari dan akan

menetas pada hari ke 4. Jumlah telur yang

dihasilkan bervariasi antara 900-3.500 butir

(Yulianti, 2013). Menurut Suharno (2013) telur ikan

betok ambon dapat melakukan pemijahan dengan

nilai Fecundity Rate (FR) dan Hatching rate (HR)

mencapai diatas 99%.

2.3. Hormon

Hormon adalah zat organik yang diproduksi

oleh sel-sel khusus dalam badan, dirembeskan ke

dalam peredaran darah yang walaupun dengan

jumlah yang sangat kecil dapat merangsang sel-sel

tertentu untuk berfungsi (Partodihardjo, 1980).

Dalam pengertian yang lain, hormon adalah

substansi kimia yang dihasilkan oleh kelenjar

endokrin atau kelenjar buntu yang berfungsi

mengatur dan mengkatalisa proses metabolisme

kimia di dalam target organ atau jaringan

(Kusmiati, 1988).

Umumnya hormon digunakan untuk

mengontrol pertumbuhan, reproduksi,

metabolisme, tingkah laku manusia dan vertebrata

lainnya (Matty, 1985). Semua hormon bersifat khas

dan selektif dalam pengaruhnya terhadap organ

sasaran yang ditentukan secara genetik.Organ

sasaran segera bereaksi terhadap salah satu

hormon untuk menghasilkan zat atau perubahan-

perubahan sebagaimana telah diprogramkan

secara genetik (Kusmiati, 1988). Hormon memiliki

fungsi untuk memberikan sinyal ke sel target

selanjutnya akan melakukan suatu tindakan atau

aktivitas tertentu. Pada prinsipnya pengaturan

produksi hormon dilakukan oleh hipothalamus

(bagian dari otak). Hipothalamus mengontrol

sekresi banyaknya kelenjar lain, terutama kelenjar

pituitary, yang juga mengontrol kelenjar-kelenjar

lain.Hipothalamus akan memerintahkan kelenjar

pituitary untuk mensekresikan hormon dengan

mengirim faktor regulasi ke lobus anterior dan

mengirim impuls saraf ke posteriornya (Basuki,

2007).

Hormon inferent merupakan salah satu jenis

hormon reproduksi yang berfungsi untuk memacu

dan mempercepat tingkat kematangan gonad pada

hewan termasuk ikan. Hormon ini dapat pula

mengaktifkan gonad ikan yang telah steril

menjadi gonad aktif (Matty, 1985). Hormon

inferent memiliki fungsi kerja yang sama seperti

hormon-hormon reproduksi lainnya, seperti

Oodev, FSH-RH, dan LH-RH. Mekanisme kerja

hormon inferent jika disuntikkan pada ikan akan

menyebabkan perilisan gonadotropin endogen

(Gth) dari hypothalamus seperti FSH-RH dan LH-

RH serta terjaga konsentrasi FSH dan LH analog

yang terdapat pada tubuh (Jalabert, 2005).

Pertumbuhan sel interestial ovarium dan

pemasakan folikel akan mengalami pertambahan

diameter dan kematangan telur hingga tahap siap

untuk diovulasikan atau ikan siap dipijahkan

(Cholifah, 2016). Basuki (2007) menyatakan bahwa

Gonadotropic Hormone (GTH) terbagi dua yakni

Follicle stimulating hormone (FSH) yang berperan

dalam perkembangan oosit dan Luteinizing

Hormone (LH) yang berperan dalam pemicu

kematangan oosit.

Page 5: Peranan Hormon Inferent Terhadap Indeks Kematangan Gonad ...

Jurnal Ilmiah Agribisnis dan Perikanan (agrikan UMMU-Ternate) Volume 13 Nomor 2 (Oktober 2020)

164

Penentuan dosis hormon inferent

didasarkan pada penentuan dosis inferent pada

ikan umumnya sekitar 10 mg – 80 mg atau sekitar

0,1 ml – 0,8 ml. Pada dosis sekitar 40 mg dapat

menigkatkan kematangan gonad ikan betok

ambon (Wayne, 2016). Hasil penelitian Tomasoa

dkk (2018) mendapatkan hormon reproduksi

oodev dengan dosis 1 mL/kg dapat meningkatkan

pertumbuhan panjang tubuh pada jantan (0,9 cm)

maupun betina (0,7 cm) ikan giru.

2.4. Indeks Kematangan Gonad

Indeks kematangan gonad (IKG) merupakan

tahapan pada saat perkembangan gonad sebelum

dan sesudah ikan ikan memijah (Effendie, 1997).

Indeks gonad merupakan suatu indeks kuantitatif

yang menunjukkan suatu kondisi kematangan

seksual ikan sehingga pada umumnya semakin

panjang tubuh ikan maka semakin besar pula nilai

indeks gonad yang diperoleh.Hal ini

menunjukkan bahwa ovarium yang lebih matang

memiliki bobot dan ukuran lebih besar, termasuk

penambahan dari ukuran telur (Adjie dan Fatah,

2015).

Pengukuran indeks kematangan gonad

dapat dilakukan dengan cara membandingkan

berat gonad terhadap berat tubuh ikan (Effendie,

1997). Indeks kematangan gonad diukur dari

perbandingan bobot tubuh dengan berat gonad

ikan jantan dan betina menggunakan timbangan

yang mempunyai ketelitian 0,01 gram. Berat gonad

ikan diukur dengan cara membedah ikan contoh

yang telah diawetkan, gonadnya diambil untuk

kemudian ditimbang dengan timbangan eletronik

dengan ketelitian 0,0001 mg. Berat gonad contoh

diambil dengan cara memotong sebagian gonad

pada bagian anterior, tengah dan posterior gonad

untuk kemudian ditimbang. Jumlah telur pada

gonad contoh dihitung di bawah mikroskop yang

dilengkapi micrometer dengan pembesaran 10 x 4

kali (Prianto dkk; 2014).

Selama proses reproduksi sebagian energi

dipakai untuk perkembangan gonad. Bobot gonad

ikan akan mencapai maksimum sesaat ikan akan

memijah kemudian akan menurun dengan cepat

selama proses pemijahan berlangsung sampai

selesai. Menurut Effendi (1997), pertumbuhan

bobot gonad ikan betina pada stadium matang

gonad dapat mencapai 10-25% dari bobot tubuh.

Indeks kematangan gonad pada ikan betina lebih

besar dari ikan jantan. Ikan dengan indeks

kematangan gonad 19% dapat mengeluarkan telur

(Permana, 2009). Umumnya Ikan yang diberi

hormon inferent dengan dosis 40-60 mg/l dapat

meningkatkan indeks kematangan gonad sampai

sebesar 25%, pada ikan betok ambon sebesar 30%

(Wayne, 2016).

Indek kematangan gonad ikan betok jantan

pada TKG IV berkisar 1,3-15,0% dan ikan betina

berkisar antara1,2-17,1%. Tingkat kematangan

gonad (TKG) IV ditandai dengan adanya volume

ovari mencapai lebih dari 70%. rongga perut,

berwarna kuning, butir telur mudah dipisahkan,

bila perut ditekan telur mudah keluar, dan siap

memijah (Adjie dan Fatah, 2015)..

Ukuran pertama kali matang gonad ikan

betina adalah pada panjang total 160 mm dan ikan

jantan pada panjang total 177 mm (Prianto dkk;

2014). Pada ikan kepe-kepe atau butterflyfish

dengan bobot 10-25 gram, dapat meningkatkan

kematangan gonad hingga mencapai TKG III

(Fountier, 2016). Tingkat kematangan Gonad

(TKG) III ditandai dengan: ovari kelihatan

membesar mencapai 60% rongga perut, berwarna

kuning, butir telur mulai kelihatan oleh mata

(Adjie dan Fatah, 2015). Selanjutnya hasil

penelitian Adjie dan Fatah (2015) mengungkapkan

bahwa pada ikan red devil (A. labiatus) pertama

kali matang gonad pada ukuran panjang total

antara 9,66-11,47 cm, sedangkan pada A.citrinellus

terjadi pada kisaran panjang total 7,9-11,95 cm.

Pada ikan giru, dosis hormon oodev 1 ml/kg dapat

meningkatkan nilai indeks kematangan gonad

jantan dan betina yaitu 0,47% dan 0,58% (Tomasoa

dkk; 2018).

2.5. Pertumbuhan

Pertumbuhan ikan adalah perubahan

ukuran dapat berupa panjang atau berat dalam

waktu tertentu. Sedangkan faktor-faktor yang

mempengaruhi pertumbuhan ikan diantaranya

jumlah dan ukuran makanan yang tersedia,

kualitas air, umur dan ukuran ikan, serta

keturunan (Effendie, 1997).

Induk ikan betok ambon jantan memiliki

ukuran tubuh 7-8 cm dan betina 5-6 cm.

Penggunaan hormon inferent pada berbagai dosis

untuk memacu tingkat kematangan gonad dan

pertumbuhan pada ikan betok ambon belum

banyak dilakukan. Dari berbagai studi pustaka

diperoleh bahwa beberapa penelitian yang terkait

dengan hal ini antara lain yang dilakukan oleh

Sutiana dkk (2017) menggunakan dosis hormon

tiroksin 15, 20, dan 25/kg pakan pada ikan koi

tidak mempengaruhi pertumbuhan panjang

maupun berat pada ikan koi. Pada ikan tetra

Page 6: Peranan Hormon Inferent Terhadap Indeks Kematangan Gonad ...

Jurnal Ilmiah Agribisnis dan Perikanan (agrikan UMMU-Ternate) Volume 13 Nomor 2 (Oktober 2020)

165

kongo hormon 17 alfa metiltestosteron dengan

dosis 1,2, dan 4 mg/l, dapat meningkatkan

pertumbuhan dan kelangsungan hidup ikan tetra

kongo (Arfah dkk, 2002). Dosis hormon inferent

sekitar 20-40 mg dapat meningkatkan

pertumbuhan dan kelangsungan hidup ikan betok

ambon (Wayne, 2016). Pada ikan family

Cyprinidae dosis hormon inferent sekitar 60-70

mg/l dapat meningkatkan pertumbuhan dan

kelangsungan hidup (Fragille, 2015). Dosis hormon

1-10 ml/kg pakan dapat meningkatkan

pertumbuhan berat ikan red devil, sebesar 5-20

gram. Arfah dkk (2002) mendapatkan berat benih

ikan tetra kongo sebesar 1,65 gram dengan

menggunakan hormon 17α-metil testosteron dosis

4 mg/l. Selanjutnya dikatakan bahwa hormon 17α-

metil testosteron dapat memacu pertumbuhan

melalui tiga cara yaitu merangsang nafsu makan,

merangsang sintesa protein dan menekan

perkembangan gonad. Sedangkan Wayne (2016)

menyatakan bahwa hormon inferent dengan dosis

tepat dapat mengaktifkan dan mempercepat

perkembangan gonad sehingga ikan betok ambon

dapat memijah lebih cepat. Peningkatan

perkembangan gonad ikan betok ambon yang

disuntik hormon inferent terjadi karena adanya

peran gonadotropin eksogen yang mempengaruhi

aktivitas gonad. HCG merupakan chorionik

gonadotropin yang mempunyai sifat aktivitas

biologis ganda, yaitu berefek FSH (folikel

stimulating hormone) dan LH (luitenizing

hormone). FSH bertanggung jawab terhadap

perkembangan oosit (vitelogenesis) dan LH

pemicu kematangan oosit (Tahapari dan Sinarni

Dewi, 2013).

III. PENUTUP

Hormon inferent memiliki peranan yang

sangat besar dalam meningkatkan pertumbuhan

dan memacu tingkat reproduksi ikan betok

ambon. Peranan tersebut antara lain dapat

mempercepat kematangan gonad, mengaktifkan

gonad yang steril, meningkatkan indeks

kematangan gonad, serta menambah pertambahan

bobot dan panjang tubuh ikan. Hormon inferent

dengan dosis 40-60 mg/l dapat meningkatkan

indeks kematangan gonad ikan betok ambon

sebesar 30%. Dosis hormon inferent sekitar 20-40

mg dapat meningkatkan pertumbuhan dan

kelangsungan hidup ikan betok ambon.

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis mengucapkan terima kasih kepada

dosen pembimbing, atas segala arahan dan

masukan yang diberikan dalam penulisan artikel

review ini, dan juga kepada teman-teman

seangkatan yang banyak membantu.

REFERENSI

Adjie, S, dan Fatah, K. 2015. Biologi Reproduksi Ikan Red Devil (Amphilopus labiatus) dan (Amphilopus

citrinellus) Di Waduk Kedungombo, Jawa Tengah. Jurnal Widya Riset Perikanan Tangkap, 7 (1):

17-24.

Arfah, H, Alimuddin,K, Sumantadinata, dan J. Ekasari, 2002. Seks Reversal Pada Ikan Tetra Kongo Stadia

Larva. Jurnal Akuakultur Indonesia, 1 (2): 69-74.

Bapary,M.A.J., Amin, M. N., Taekuchi, Y., Takemura, A. 2011. The stimulatory effects of long wavelengths

of light on the ovarian development in the tropical damselfish, Chrysiptera cyanea. Aquaculture,

314:188-192.

Basuki, F. 2007. Optimalisasi Pematangan Oosit dan Ovulasi Pada Ikan Mas Koki Melalui Penggunaan

Inhibitor Aromatase. Disertasi. Sekoloah Pasca Sarjana. IPB. Bogor. 90 hal.

Cholifah, D.E, 2016. Pengaruh Induksi Hormon Oocyte Developer (Oodev) Terhadap Kematangan Gonad

Calon Induk Ikan Nilem (Osteochilus hasselti). Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Air

Langga. Surabaya. Skripsi. 44 hal.

Dwi Saputra, 2016. Menyelami Keganasan Ikan Blue Devil. ww net. com.

Page 7: Peranan Hormon Inferent Terhadap Indeks Kematangan Gonad ...

Jurnal Ilmiah Agribisnis dan Perikanan (agrikan UMMU-Ternate) Volume 13 Nomor 2 (Oktober 2020)

166

Effendie, M.I. 1997. Biologi Perikanan.Pustaka Nusa Tama. Bogor. 122 hal.

FishLore. 2013. Saltwater Aquarium & Reef Tank Book. FishLore.com.

Fragille, 2015. Kebutuhan Hormon Inferent. www.net.com.

Fountier, A.2016. Index Maturity of Butterfly Fish. Report Research. 35 p.

Gani, 2013. Profil Komoditas Blue Devil (Betok Ambon).

Jalabert, B. 2005. Particularities of Reproduction and Oogenesis in Teleost Fish Compared to Mammals.

Reproduction Natural Development, 45:261-279.

Kusmiati,T.1988.Aplikasi Isotop pada Penetapan Hormon. Departemen Perindustrian Pusbinlat Industri.

SMAK. Bogor. 76 Hal.

Kusrini, 2012. Teknologi Produksi Benih Ikan Hias Laut Untuk Melestarikan Sumberdaya Genetiknya.

Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Ikan Hias Jl. Perikanan No. 13, Pancoran Mas,

Depok. Hal 65-70.

Lachlan, C.F, Tumbul, J.W, Knot, A.N, Natsha A. Hardi. 2018. The Devil In the Deep: Expanding the Known

Habitat of the Rare and Protechted Fish. European Journal of Ecology, 4 (1):22-29.

Lingga, P dan Susanto, H. 1991. Ikan Hias Air Tawar. Seri Perikanan. Penebar Swadaya, Jakarta. 235 pp.

Matty,A.J. 1985. Fish Endocrinology. Croom Helm. London. 265 p.

Mustafa, Y, La Anadi, dan Arami, H, 2017. Respon Ikan Betok (Chrysiptera sp.) Terhadap Pemberian

Beberapa Jenis Umpan Dalam Wadah Percobaan.Jurnal MSP,2 (3): 207-214.FPIK. Universitas

Haluuleo. Kendari.

Partodihardjo, 1980. Ilmu Reproduksi Hewan. Mutiara. Jakarta. 560 hal.

Prianto, E, Kamal, M.M, Muchsin, I, Kartamihardja, S.E, 2014. Biologi Reproduksi Ikan Betok Di Paparan

Banjiran Lubuk Lampam, Kabupaten Ogan Komering Ilir. Bawal, 6 (3): 137-146.

Puspitarini, A.D, Andriyono, S. 2015. Teknik Pembenihan Ikan Hias Blue Devils (Chrysiptera cyanea). Di

BAlai Besar Perikanan Budidaya Laut Lampung. Researchgate, Januari, 2015.

Sihombing, F., N. W. Artini dan R. K. Dewi. 2013. Kontribusi Pendapatan Nelayan Ikan Hias Terhadap

Pendapatan Total Rumah Tangga di Desa Serangan. E Jurnal Agribisnis dan Agrowisata.

Universitas Udayana. 2(4).13 hal.

Suharno, A. dan Gani, A.S.2013. Efektivitas Pemijahan Ikan Blue Devil (Chrysiptera cyanea) dengan

jumlah pasangan jantan betina yang berbeda. Balai Besar Laut Ambon.

http://abganfish.blogspot.com. 20/2/2015.

Sumantri D. 2006. Efektifitas Ovaprim dan Aromatase Inhibitor dalam Mempercepat Pemijahan pada Ikan

Lele Dumbo Clarias sp. Skripsi. Departemen Budidaya Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu

Kelautan. Institut Pertanian Bogor.

Sun B and Pankhurst NW. 2004. Patterns of Oocyte Growth, Vitellogenin and Gonadal Steroid

Concentrations in Greenback Flounder. Journal of Fish Biology, 64:1399-1412.

Susanto, H, 1996. Teknik Kawin Suntik Ikan Ekonomis. Penebar Swadaya. Jakarta.

Page 8: Peranan Hormon Inferent Terhadap Indeks Kematangan Gonad ...

Jurnal Ilmiah Agribisnis dan Perikanan (agrikan UMMU-Ternate) Volume 13 Nomor 2 (Oktober 2020)

167

Susanto, H. 2006. Ikan Hias Air Laut. Penebar Swadaya, Jakarta.

Sutisna dan F.Ratna. 1995. Aktivitas Reproduksi Ikan Betok Ambon. www.net.com.

Tang, U.M, dan Affandi, R, 2004. Biologi Reproduksi Ikan. Universitas Riau Press. Pekanbaru. Riau.

Tahapari, E, dan Sinarni Dewi, 2013. Peningkatan Performa Reproduksi Ikan Patin Siam Pada Musim

Kemarau Melalui Induksi Hormonal. Berita Biologi, 12 (2): 203-209.

Tomasoa, M.A, Azhari, D, Balansa, W. 2018. Pertumbuhan dan Pematangan Gonad Ikan Giru Amphiprion

clarkia Yang Diberi Pakan Mengandung Hormon Oodev. Jurnal Teknologi Perikanan dan

Kelautan, 9 (2): 163-168.

Wayne, H, 2016. Implementation, Inferent Hormone to Fish. Report of Research. www.research gate. 10 p.

Yulianti, Y. 2013. Teknik Budidaya Blue Devil (Chrysiptera cyanea). Balai Besar Pengembangan Budidaya

Laut Lampung, Lampung, 5-7 hal.

Zairin Jr M. 2003. Endokrinologi dan Perannya Bagi Masa Depan Perikanan Indonesia. Orasi ilmiah.

Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor. 40 hal.

Zipcodezoo. 2014. Chrysiptera cyanea. United Satets America. Error Hyperlink reference not valid.. (15

Desember 2014).