PERANAN GURU BIMBINGAN KONSELING TERHADAP …
Transcript of PERANAN GURU BIMBINGAN KONSELING TERHADAP …
PERANAN GURU BIMBINGAN KONSELING TERHADAP PEMBINAAN KARAKTER PESERTA DIDIK SEKOLAH LANJUTAN TINGKAT
PERTAMA DI KECAMATAN POLI-POLIA KABUPATEN KOLAKA SULAWESI TENGGARA
THE RULE OF COUNSELING TEACHERS TO BUILDING MORAL’S STUDENT IN JUNIOR HIGH SCHOOL OF POLI-POLIA DISTRICT
KOLAKA REGENCY NORTH SULAWESI
TESIS
Oleh
AMBO RAPPE NIM: 01.12.313.2011
PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
2014
i
PERANAN GURU BIMBINGAN KONSELING TERHADAP PEMBINAAN KARAKTER PESERTA DIDIK SEKOLAH LANJUTAN TINGKAT
PERTAMA DI KECAMATAN POLI-POLIA KABUPATEN KOLAKA SULAWESI TENGGARA
THE RULE OF COUNSELING TEACHERS TO BUILDING MORAL’S STUDENT IN JUNIOR HIGH SCHOOL OF POLI-POLIA DISTRICT
KOLAKA REGENCY NORTH SULAWESI
TESIS
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Magister
Program Studi
Magister Manajemen Pendidikan Islam
Disusun dan Diajukan oleh:
AMBO RAPPE NIM: 01.12.313.2011
Kepada
PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
2014
ii
TESIS
PERANAN GURU BIMBINGAN KONSELING TERHADAP PEMBINAAN KARAKTER PESERTA DIDIK SEKOLAH LANJUTAN TINGKAT
PERTAMA DI KECAMATAN POLI-POLIA KABUPATEN KOLAKA SULAWESI TENGGARA
Yang disusun dan diajukan oleh
AMBO RAPPE NIM: 01.12.313.2011
Telah dipertahankan di Hadapan Panitia Ujian Tesis pada Tanggal 21 Maret 2014
Menyetujui,
Komisi Pembimbing Pembimbing I Pembimbing II Dr. H. Lukman Hakim, M. Si Drs. Samhi Muawan Djamal, M. Ag.
Mengetahui,
Ketua Program Studi Direktur Program Pascasarjana Magister Manajemen Pendidikan Islam Unismuh Makassar Prof. Dr. H. Abd. Rahman Getteng, M. A Prof. Dr.H.M. Ide Said D.M.,M.Pd. NBM. 1044594 NBM. 988463
iii
HALAMAN PENERIMAAN PENGUJI
Judul : Peranan Guru Bimbingan Konseling terhadap Pembinaan Karakter Peserta Didik Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama di Kecamatan Poli-Polia Kabupaten Kolaka Sulawesi Tenggara
N a m a : Ambo Rappe N I M : 01.12.313.2011
Program studi : Manajemen Pendidikan Islam
Telah diuji dan dipertahankan di depan Panitia Penguji Tesis pada Tanggal
21 Maret 2014 dan dinyatakan telah memenuhi persyaratan dan dapat
diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister
Manajemen Pendidikan Islam pada Program Pascasarjana Universitas
Muhammadiyah Makassar.
Makassar, Desember 2014
TIM Penguji :
1. Dr. H. Lukman Hakim, M. Si ................................................. (Ketua/Pembimbing I/ Penguji)
2. Drs. Samhi Muawan Djamal, M. Ag. ................................................. (Sekretaris/Pembimbing II/ Penguji) 3. Prof. Dr.H.M. Ide Said D. M., M. Pd. ............................................... (Penguji I)
4. Prof. Dr. H. Abd. Rahman Getteng, M. A. ................................................ (Penguji II)
iv
PERNYATAAN KEASLIAN TESIS
Yang bertandatangan di bawah ini:
Nama : Ambo Rappe
Nomor Pokok : 01. 12. 313. 2011
Program Studi : Manajemen Pendidikan Islam
Menyatakan dengan sebenarnya bahwa tesis yang saya tulis ini benar-benar
merupakan hasil karya saya sendiri, bukan merupakan pengambilalihan
tulisan atau pemikiran orang lain. Apabila dikemudian hari terbukti atau dapat
dibuktikan bahwa sebagian atau keseluruhan tesis ini hasil karya orang lain,
saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut.
Makassar, Desember 2014
Yang menyatakan,
Ambo Rappe
v
KATA PENGANTAR
Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan ke hadirat Allah Swt. atas
segala rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan
tesis dengan judul “Peranan Guru Bimbingan Konseling terhadap Pembinaan
Karakter Peserta Didik Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama di Kecamatan Poli
Polia Kabupaten Kolaka Sulawesi Tenggara” tanpa kendala yang berarti.
Penulis menyadari bahwa proses penulisan tesis ini tidak dapat
terlaksana dengan baik tanpa keterlibatan berbagai pihak. Oleh karena itu,
perkenankanlah penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-
besarnya kepada Dr. H. Lukman Hakim, M. Si sebagai pembimbing I dan
Drs. Samhi Muawan Djamal, M.Ag. sebagai pembimbing II, atas ilmu,
motivasi, arahan, serta bimbingannya kepada penulis, demi kesempurnaan
tesis ini.
Ucapan terima kasih dan penghargaan juga penulis sampaikan
kepada Dr. Irwan Akib, M.Pd., sebagai Rektor Universitas Muhammadiyah
Makassar, Prof. Dr. H. M. Ide Said D.M, M.Pd., sebagai Direktur Program
Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Makassar, dan kepada
Prof. Dr.H. Abd. Rahman Getteng., Ketua Program Studi Manajemen
Pendidikan Islam Program Pascasarjana Universitas Muhammadiyah
Makassar, seluruh dosen dan staf pada Program Studi Manajemen
Pendidikan Islam Program Pascasarjana Universitas Muhammadiyah
vi
Makassar, serta rekan-rekan mahasiswa pada Program Pascasarjana
Universitas Muhammadiyah Makassar.
Sembah sujud dan terima kasih yang tak terhingga kepada ibunda
Siang dan Ayahanda Muh. Djafar (Almh), isteri tercinta Marliah, putra dan
putri tersayang, seluruh sahabat dan keluarga atas motivasi, dukungan, serta
do’a yang senantiasa diberikan kepada penulis, hingga akhirnya penulis
dapat menyelesaikan studi pada Program Pascasarjana Universitas
Muhammadiyah Makassar.
Penulis menyadari bahwa tesis ini masih memiliki banyak kekurangan,
baik dari segi bahasa maupun metode penulisannya. Dengan demikian,
saran dan kritikan yang konstruktif sangat penulis butuhkan guna
penyempurnaan tesis ini di masa-masa mendatang.
Harapan penulis semoga Allah swt. berkenan membalas budi baik
semua pihak yang telah mecurahkan bantuannya kepada penulis dan
semoga dapat bernilai ibadah di sisi-Nya dan tesis ini memberi manfaat bagi
para pembacanya. Amin.
Makassar, Desember 2014
Penulis
Ambo Rappe
vii
ABSTRAK
AMBO RAPPE, 2014. Peranan Guru Bimbingan Konseling terhadap Pembinaan Karakter Siswa di Kecamatan Poli Polia Kabupaten Kolaka Sulawesi Tenggara. Dibimbing oleh Lukman Hakim dan Samhi Muawan Djamal.
Penelitian ini dilaksanakan dengan tujuan (1) mengetahui peranan guru bimbingan konseling dalam pembinaan karakter siswa SMP di Kecamatan Poli-PoliaKabupaten Kolaka Sulawesi Tenggara, (2) mengetahui gambaran karakter siswa SMP di Kecamatan Poli-Polia Kabupaten Kolaka Sulawesi Tenggara, (3) mengetahui pola pembinaan karakter siswa SMP di Kecamatan Poli-Polia Kabupaten Kolaka Sulawesi Tenggara. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dan jenis penelitian lapangan. Instrumen penelitian berjumlah 80 orang yang terdiri atas siswa SMP Negeri 1 dan SMP Negeri 2 Poli-Polia Kabupaten Kolaka Sulawesi Tenggara, diambil dari 531 orang siswa. Pengumpulan data yang digunakan adalah metode observasi, dokumentasi, dan kuesioner. Data yang diperoleh dianalisis secara deskriptif kualitatif dibantu dengan distribusi frekuensi untuk memudahkan dalam mendeskripsikan variabel penelitian.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa peranan guru bimbingan
konseling dalam pembinaan karakter siswa SMP di Kecamatan Poli Polia Kabupaten Kolaka Sulawesi Tenggara termasuk dalam kategori baik sebagai informator, organisator, motivator, direktor, inisiator, transmitter, fasilitator, mediator, dan evaluator. Hal ini terlihat dari peran guru yang selalu memberikan bantuan atas peran tersebut, baik sebelum, selama, maupun setelah siswa mengalami masalah atau kesulitan. Karakter siswa SMP di Kecamatan Poli-Polia Kabupaten Kolaka Sulawesi Tenggara termasuk dalam kategori sangat baik, dalam aspek agama, penerapan pancasila, serta adat dan budaya. Hal ini terlihat dari keseharian siswa yang menjunjung tinggi agama, adat, budaya, dan rasa kekeluargaan yang tercermin dalam pelaksanaan aktivitas kehidupan sehari-hari. Pola pembinaan karakter siswa SMP di Kecamatan Poli-Polia Kabupaten Kolaka Sulawesi Tenggara dilakukan dengan berbagai cara yaitu pola otoriter, permisif, demokratis, dan persuasif. Namun, pola pembinaan yang paling tepat digunakan adalah pola pembinaan karakter secara demokratis dan persuasif.
viii
ABSTRACT
AMBO RAPPE, 2014. The Rule of Counseling Teachers to Building Moral’s Student in Junior High School of Poli-Polia District Kolaka Regency North Sulawesi. Guided by Lukman Hakim and Samhi Muawan Djamal.
This research was conducted with the purpose (1) determine the rule of counseling teachers to building moral’s student in Junior High School of Poli-Polia District Kolaka Regency North Sulawesi, (2) reveal the character of student in Junior High School of Poli-Polia District Kolaka Regency North Sulawesi, (3) determine pattern of building moral’s student in Junior High School of Poli-Polia District Kolaka Regency North Sulawesi. This study used a qualitative approach and field research. The research instrument amounted to 80 people consisting of Junior High School student’s of SMP Negeri 1 and SMP Negeri 2 Poli Polia District Kolaka Regency North Sulawesi, taken from 531 students. Data collection methods used are observation, documentation, and questionnaire. Data were analyzed by descriptive qualitative assisted with the frequency distribution to make it easier to describe the study variables.
The results showed that the rule of counseling teachers to building
moral’s student in Junior High School of Poli-Polia District Kolaka Regency North Sulawesi included as well as in both categories as Informator, organizer, motivator, director, initiator, transmitters, facilitators, mediator, and evaluators. This is evident from the role of the teacher who always gives relief over that role, either before, during, and after the students have problems or difficulties. Character of student in Junior High School of Poli-Polia District Kolaka Regency North Sulawesi is included in the excellent category, the religious aspect, the application of Pancasila, as well as customs and culture. This is evident from the students' everyday uphold religion, customs, culture, and sense of family that is reflected in the implementation of activities of daily life. The pattern character of student in Junior High School of Poli-Polia District Kolaka Regency North Sulawesi done in various ways namely the pattern of authoritarian, permissive, democratic, and persuasive. However, the most appropriate training patterns are patterns used in the democratic character building and persuasive.
ix
ABSTRAK ARAB
x
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ................................................................................. i
HALAMAN PERSETUJUAN .................................................................. ii
HALAMAN PENERIMAAN PENGUJI .................................................... iii
PERNYATAAN KEASLIAN TESIS ......................................................... iv
KATA PENGANTAR .............................................................................. v
ABSTRAK .............................................................................................. vii
ABSTRACT ............................................................................................ viii
ABSTRAK ARAB ................................................................................... ix
DAFTAR ISI ........................................................................................... x
DAFTAR TABEL .................................................................................... xii
DAFTAR GAMBAR ................................................................................ xv
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................. xvi
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................... 1
A. Latar Belakang ..................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ................................................................ 9
C. Tujuan Penelitian .................................................................. 9
D. Manfaat Penelitian ................................................................ 10
BAB II KAJIAN PUSTAKA .................................................................... 12
A. Peranan Guru Bimbingan Konseling ..................................... 12
B. Pembinaan Karakter Siswa ................................................... 36
C. Kerangka Pikir ...................................................................... 43
BAB III METODE PENELITIAN ............................................................. 47
A. Jenis Penelitian ..................................................................... 47
B. Lokasi dan Waktu Penelitian ................................................. 47
C. Instrumen Penelitian ............................................................. 48
D. Sumber Data Penelitian ........................................................ 49
xi
E. Teknik Pengumpulan Data .................................................... 50
F. Definisi Operasional Variabel ................................................ 51
G. Teknik Analisis Data .............................................................. 52
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ................................ 54
A. Selayang Pandang Lokasi Penelitian .................................... 54
B. Peranan Guru Bimbingan Konseling dalam Pembinaan
Karakter Peserta Didik Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama di
Kecamatan Poli-Polia Kabupaten
Kolaka ................................................................................... 60
C. Deskripsi Karakter Peserta Didik Sekolah Lanjutan Tingkat
Pertama di Kecamatan Poli-Polia Kabupaten Kolaka ........... 79
D. Deskripsi Pola Pembinaan Karakter Peserta Didik Sekolah
Lanjutan Tingkat Pertama di Kecamatan Poli-Polia
Kabupaten Kolaka ............................................................... 93
E. Pembahasan ......................................................................... 100
BAB V SIMPULAN DAN SARAN .......................................................... 108
A. Simpulan ............................................................................... 108
B. Saran .................................................................................... 109
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................... 110
xii
DAFTAR TABEL
Halaman
1. Keadaan Siswa SMP Negeri 1 Poli-Polia Kabupaten Kolaka .......... 56
2. Sarana Prasarana SMP Negeri 1 Poli-Polia Kabupaten Kolaka ...... 57
3. Keadaan Siswa SMP Negeri 2 Poli-Polia Kabupaten Kolaka .......... 59
4. Sarana Prasarana SMP Negeri 2 Poli-Polia Kabupaten Kolaka ...... 60
5. Tanggapan Responden Mengenai Guru Bimbingan Konseling
Memberikan Informasi Tentang Tata Tertib yang Berlaku di Sekolah 62
6. Tanggapan Responden Mengenai Guru Bimbingan Konseling
Memberikan Informasi Tentang Sanksi yang Diberikan Apabila
Siswa Melanggar Tata Tertib Sekolah ............................................. 63
7. Tanggapan Responden Mengenai Guru Bimbingan Konseling
Melatih Kedisiplinan dalam Mengikuti Pembelajaran di Kelas ......... 64
8. Tanggapan Responden Mengenai Larangan Guru Bimbingan
Konseling kepada Siswa untuk Merokok di Lingkungan Sekolah .... 65
9. Tanggapan Responden Mengenai Guru Bimbingan Konseling
Memantau Kondisi Siswa di Kelas ................................................... 66
10. Tanggapan Responden MengenaiGuru Bimbingan Konseling
memotivasi siswa untuk belajar ....................................................... 67
11. Tanggapan Responden MengenaiGuru Bimbingan Konseling
Memanggil Secara Khusus Siswa yang Melakukan Pelanggaran
di Sekolah ........................................................................................ 69
12. Tanggapan Responden Mengenai Guru Bimbingan Konseling
Melakukan pemantauan dan Pemberian Arahan kepada Siswa
di Kelas Saat GuruMata Pelajaran Tidak Hadir di Sekolah ............. 70
13. Tanggapan Responden Mengenai Guru Bimbingan Konseling
Memberikan Solusi Saat Siswa Menghadapi Masalah .................... 71
xiii
14. Tanggapan Responden Mengenai Guru Bimbingan Konseling
Melakukan Kunjungan Rumah Apabila Siswa Mengalami Masalah
di Sekolah ........................................................................................ 72
15. Tanggapan Responden MengenaiGuru Bimbingan Konseling
Memberikan Nasehat kepada Siswa Agar Tidak Melakukan
Pelanggaran di Sekolah .................................................................. 73
16. Tanggapan Responden Mengenai Guru Bimbingan Konseling
Menjadi Fasilitator Saat Siswa Mengalami Kesulitan Belajar .......... 74
17. Tanggapan Responden Mengenai Guru Bimbingan Konseling
Memfasilitasi Siswa dan Guru Mata Pelajaran Apabila Terdapat
Permasalahan Nilai ......................................................................... 75
18. Tanggapan Responden Mengenai Guru Bimbingan Konseling
Menjadi Mediator Saat Terjadi Kesalahpahaman atau Perkelahian
Antarsiswa ....................................................................................... 77
19. Tanggapan Responden Mengenai Guru Bimbingan Konseling
Melakukan Evaluasi Terhadap Kinerjanya Sebagai Konselor
Siswa di Sekolah ............................................................................. 78
20. Tanggapan Responden Mengenai Siswa Saling Tolong Menolong
Saat Menemui Kesulitan .................................................................. 80
21. Tanggapan Responden Mengenai Siswa Mengembalikan Barang
Temuan yang Bukan Miliknya .......................................................... 81
22. Tanggapan Responden Mengenai Siswa Memiliki Sopan Santun
Saat Bertutur Kata dengan Siswa Lain ............................................ 81
23. Tanggapan Responden Mengenai Siswa Rajin Melaksanakan
Ibadah Shalat .................................................................................. 82
24. Tanggapan Responden MengenaiSiswa Rajin Mengerjakan
Tugasnya Secara Mandiri ................................................................ 83
25. Tanggapan Responden Mengenai Siswa Bersikap Sopan Saat
Makan dan Minum ........................................................................... 84
26. Tanggapan Responden Mengenai Siswa Mengenakan Pakaian
yang Sopan (Berbusana Muslim) .................................................... 85
xiv
27. Tanggapan Responden Mengenai Siswa Hadir di Sekolah Tepat
Waktu .............................................................................................. 86
28. Tanggapan Responden Mengenai Siswa Merasa Iri pada Saat
Temannya Memperoleh Nilai yang Lebih Baik ................................ 87
29. Tanggapan Responden MengenaiSiswa Memiliki Batasan
Pergaulan dengan Siswa Lain yang Berlawanan Jenis ................... 88
30. Tanggapan Responden Mengenai Siswa Mendengarkan Nasehat
yang Diberikan Oleh Guru ............................................................... 89
31. Tanggapan Responden Mengenai Siswa Memilih-Milih dalam
Berteman Sesuai dengan Strata Sosialnya ..................................... 90
32. Tanggapan Responden Mengenai Siswa Menghargai dan Bersikap
Sopan Terhadap Guru ..................................................................... 91
33. Tanggapan Responden Mengenai Siswa Melaksanakan Seluruh
Tata Tertib Sekolah dengan Baik .................................................... 91
34. Tanggapan Responden Mengenai Siswa Memiliki Kesungguhan
dalam Belajar di Kelas ..................................................................... 92
xv
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1. Kerangka Pikir Penelitian................................................................. 46
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1. KuesionerPenelitian ......................................................................... 113
2. Skor Peranan Guru Bimbingan Konseling dan Karakter Siswa ....... 116
3. Pedoman Wawancara Penelitian ..................................................... 123
4. Hasil Wawancara Penelitian ............................................................ 124
5. Daftar Riwayat Hidup Penulis .......................................................... 136
6. Persuratan Penelitian ...................................................................... 137
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan merupakan kegiatan universal dalam kehidupan manusia,
sekaligus masalah yang sangat aktual untuk dibahas sepanjang zaman.
Pendidikan dapat menjadi proses bagi manusia mengerti akan dirinya
beserta segala potensi kemanusiaannya, serta mengenal lingkungan
masyarakat dan alam sekitarnya. Selain itu, pendidikan juga dapat menjadi
sarana bagi manusia untuk menghayati keberadaannya di hadapan Sang
Khalik. Urgensi pendidikan membuat para pengambil kebijakan negara ini
selalu mengadakan pembaruan sebagai upaya agar pendidikan benar-benar
dapat memberikan kontribusi yang signifikan untuk mengikuti irama
perkembangan bangsa yang sarat dengan muatan penguasaan iptek dengan
parameter imtaq (Hisyam, 2000: 12). Pendidikan diharapkan bukan hanya
membentuk manusia yang unggul dari segi ilmu pengetahuannya saja,
melainkan menjadi insan yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang
Maha Esa.
Pendidikan merupakan suatu usaha untuk menambah kecakapan,
keterampilan, pengertian, dan sikap melalui belajar dan pengalaman yang
diperlukan untuk memungkinkan manusia mempertahankan dan
melangsungkan hidup, serta untuk mencapai tujuan hidupnya. Usaha
tersebut dapat dilakukan, baik dalam masyarakat yang masih berkembang,
1
2
masyarakat yang sudah maju, maupun yang sangat maju (Mappanganro,
1996: 9). Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa pendidikan berfungsi
dalam menunjang pembangunan bangsa yaitu menghasilkan tenaga-tenaga
pembangunan yang terampil serta menguasai ilmu pengetahuan dan
teknologi sesuai dengan kebutuhan pembangunan yang mengglobal.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional memaparkan bahwa pendidikan adalah usaha
sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses
pembelajaran agar siswa secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk
memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,
kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya
masyarakat, bangsa, dan negara (Departemen Pendidikan Nasional, 2003:
2). Hal tersebut mengandung makna bahwa proses pendidikan bukan hanya
mengutamakan pencapaian kecerdasan semata, melainkan akhlak mulia
juga menjadi prioritas utama yang akan memberi kontribusi terhadap
karakter siswa. Faktor penting untuk mewujudkan kolaborasi antara kekuatan
intelektual dan spritual dalam dunia pendidikan umumnya dan pembelajaran
khususnya dapat terwujud, maka dibutuhkan peran serta guru sebagai
pengajar sekaligus pendidik, terutama guru Bimbingan Konseling.
Guru adalah faktor penentu bagi keberhasilan pendidikan di sekolah
karena guru merupakan sentral serta sumber kegiatan belajar mengajar.
Selain itu, guru merupakan komponen yang juga berpengaruh terhadap
peningkatan mutu pendidikan di sekolah. Hal ini menunjukkan bahwa
3
kemampuan atau kompetensi profesional seorang guru sangat menentukan
mutu pendidikan. Guru Bimbingan Konseling di sekolah memiliki peran
khusus dalam pembinaan siswa agar melahirkan siswa yang berkarakter
positif sesuai yang diharapkan. Hal ini tentu bermanfaat bagi diri anak untuk
beradaptasi dengan lingkungannya (Abbas, 1999: 17).
Keberadaan guru Bimbingan Konseling di sekolah sangat diperlukan.
Salah satu fungsi adanya bimbingan dan konseling adalah sebagai upaya
pencegahan terhadap kemungkinan adanya masalah dalam belajar maupun
dalam diri anak, yakni suatu upaya untuk melakukan intervensi mendahului
kesadaran terhadap kebutuhan memberikan bantuan. Dalam upaya preventif
atau pencegahan, maka intervensi haruslah mendahului munculnya
kebutuhan atau masalah, bila tidak demikian maka bukanlah upaya preventif.
Upaya preventif meliputi strategi dan program yang dapat digunakan untuk
mengantisipasi resiko-resiko hidup yang tidak perlu terjadi. Upaya-upaya
pembentukan kelompok belajar, kegiatan ekstrakurikuler, pemilihan jurusan,
pramuka dan semacamnya, kesemuanya itu merupakan bagian dari
rangkaian upaya preventif.
Layanan bimbingan konseling dapat berfungsi preventif atau
pencegahan karena merupakan usaha pencegahan timbulnya masalah.
Dalam fungsi pencegahan ini, layanan yang diberikan dapat berupa bantuan
bagi para siswa agar terhindar dari berbagai masalah yang dapat
menghambat perkembangannya. Kegiatan yang berfungsi sebagai
4
pencegahan dapat berupa program orientasi, program bimbingan karir,
inventarisasi data, dan sebagainya (Sukardi, 2000: 54).
Pelaksanaan bimbingan dan konseling di sekolah menitikberatkan
pada bimbingan terhadap perkembangan pribadi melalui pendekatan
perorangan dan kelompok siswa yang menghadapi masalah untuk
mendapatkan bantuan khusus untuk mampu mengatasi masalah yang
dihadapinya. Upaya preventif yang dilakukan guru Bimbingan Konseling
sangat strategis dan sangat membantu pembinaan karakter siswa.
Berdasarkan fungsi dan tujuan pendidikan nasional dikatakan bahwa
pendidikan di setiap jenjang termasuk Sekolah Menengah Pertama (SMP)
harus diselenggarakan secara sistematis guna mencapai tujuan pendidikan
yang telah ditetapkan. Tujuan pendidikan tersebut berkaitan erat dengan
pembentukan karakter siswa, yaitu diharapkan proses pendidikan melahirkan
siswa yang mampu bersaing, beretika, bermoral, sopan santun, dan mampu
berinteraksi dengan masyarakat.
Penelitian di Harvard University Amerika Serikat menunjukkan bahwa
ternyata kesuksesan seseorang tidak ditentukan semata-mata oleh
pengetahuan dan kemampuan teknis (hard skill) saja, tetapi lebih ditentukan
oleh kemampuan mengelola diri dan orang lain (soft skill). Penelitian ini
mengungkapkan kesuksesan hanya ditentukan sekitar 20% oleh hard
skill dan sisanya 80% oleh soft skill. Bahkan orang-orang tersukses di dunia
bisa berhasil karena lebih banyak didukung oleh kemampuan soft skillnya
daripada hard skillnya. Hal ini mengisyaratkan bahwa keberhasilan
5
pencapaian mutu pendidikan yang berkualitas dapat diraih melalui
pembinaan karakter ke arah positif.
Saat ini pendidikan yang diterapkan merujuk pada pembentukan
karakter siswa dan dikolaborasikan dengan kemampuan guru dalam
mengajar di kelas, sehingga siswa tidak hanya unggul dalam hal
pengembangan ilmu pengetahuan secara kognitif tetapi juga memperhatikan
perkembangan sikap (afektif), dalam hal ini karakter siswa.
Karakter merupakan nilai-nilai perilaku manusia yang berkaitan
dengan hubungannya terhadap Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama
manusia, lingkungan, dan kebangsaan yang terwujud dalam pikiran, sikap,
perasaan, perkataan, dan perbuatan berdasarkan norma-norma agama,
hukum, tata krama, budaya, dan adat istiadat. Saat ini marak pendidikan
diarahkan menjadi pendidikan karakter, yaitu suatu sistem penanaman nilai-
nilai karakter kepada warga sekolah yang meliputi komponen pengetahuan,
kesadaran atau kemauan, dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai
positif, baik terhadap Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia,
lingkungan, maupun kebangsaan sehingga menjadi manusia insan kamil.
Penerapan pendidikan karakter melibatkan seluruh komponen (stakeholders)
di sekolah, diantaranya isi kurikulum, proses pembelajaran dan penilaian,
kualitas hubungan, penanganan atau pengelolaan mata pelajaran,
pengelolaan sekolah, pelaksanaan aktivitas atau kegiatan ekstrakurikuler,
pemberdayaan sarana prasarana, pembiayaan, dan etos kerja seluruh warga
dan lingkungan sekolah.
6
Pendidikan karakter dapat diintegrasikan dalam pembelajaran pada
setiap mata pelajaran. Materi pembelajaran yang berkaitan dengan norma
atau nilai-nilai kehidupan pada setiap mata pelajaran perlu dikembangkan,
dieksplisitkan, dan dikaitkan dengan konteks kehidupan sehari-hari. Dengan
demikian, pembelajaran nilai-nilai karakter tidak hanya pada tataran kognitif,
tetapi menyentuh pada internalisasi dan pengamalan nyata dalam kehidupan
siswa sehari-hari sebagai anggota masyarakat.
Salah satu media yang potensial untuk pembinaan karakter dan
peningkatan mutu siswa di sekolah adalah pelaksanaan kegiatan
ekstrakurikuler. Kegiatan ekstrakurikuler merupakan kegiatan pendidikan di
luar mata pelajaran untuk membantu pengembangan siswa sesuai dengan
kebutuhan, potensi, bakat, dan minat anak melalui kegiatan yang secara
khusus diselenggarakan oleh pendidik dan atau tenaga kependidikan yang
berwenang di sekolah. Melalui kegiatan ekstrakurikuler diharapkan dapat
mengembangkan kemampuan dan rasa tanggung jawab sosial, serta potensi
dan prestasi yang dimiliki oleh siswa. Selain itu, pendidikan karakter di
sekolah juga sangat terkait dengan pengelolaan sekolah, dalam hal
pengintegrasian pendidikan karakter dalam perencanaan, pelaksanaan, dan
evaluasi kegiatan-kegiatan pendidikan di sekolah termasuk pembelajaran
secara memadai.
Menurut Buchori (2007) bahwa pendidikan karakter seharusnya
membawa siswa ke pengenalan nilai secara kognitif, penghayatan nilai
secara afektif, dan akhirnya ke pengamalan nilai secara nyata.
7
Permasalahan pendidikan karakter yang selama ini ada di SMP perlu segera
dikaji untuk dicari altenatif solusinya, serta perlu dikembangkan secara lebih
operasional sehingga mudah diimplementasikan di sekolah.
Karakter siswa merupakan indikator kematangan emosionalnya.
Kematangan ini merujuk pada kemampuan manusia untuk mengenali
perasaan diri sendiri, orang lain, mengelola emosi, memotivasi diri, dan
hubungannya dengan sesama manusia. Dalam tahap perkembangannya,
siswa Sekolah Menengah Pertama telah memasuki usia remaja. Masa
remaja sering dikenal dengan istilah masa pemberontakan. Pada masa-
masa ini, seorang anak yang baru mengalami pubertas seringkali
menampilkan beragam gejolak emosi, menarik diri dari keluarga, serta
mengalami banyak masalah, baik di rumah, sekolah, atau di lingkungan
pertemanannya. Remaja adalah masa peralihan dari kanak-kanak ke
dewasa. Pada masa ini, anak sedang mencari pola hidup yang paling sesuai
baginya dan inipun sering dilakukan melalui metode coba-coba walaupun
melalui banyak kesalahan. Kesalahan yang dilakukannya sering
menimbulkan kekuatiran serta perasaan yang tidak menyenangkan bagi
lingkungan maupun orangtuanya. Oleh karena itu, pada saat ini dibutuhkan
pembinaan karakter anak dalam fase usia remaja.
Keberadaan bimbingan dan konseling di sekolah sangat berperan
dalam pembentukan dan mengatasi masalah karakter siswa. Pendidikan
karakter yang diterapkan juga akan membantu guru Bimbingan Konseling
dalam mengenali siswanya secara lebih dalam, sehingga keakraban antara
8
siswa dan guru dapat terjalin dengan baik yang berimplikasi pada mudahnya
guru mendekati siswa secara persuasif dalam proses penanaman akhlak dan
budi pekerti luhur. Selain itu, melalui bimbingan dan konseling guru dapat
menjadi fasilitator untuk mencari solusi atau jalan keluar yang paling tepat
saat siswa menghadapi suatu masalah ataupun kerumitan. Solusi yang
ditawarkan oleh guru Bimbingan Konseling tentu saja memperhatikan
perkembangan psikologis siswa, sehingga lebih tepat sasaran. Masalah yang
dihadapi siswa dapat berupa masalah pribadi, masalah sosial antara siswa,
serta masalah belajar yang dihadapi di kelas. Bimbingan dan konseling juga
berfungsi untuk membantu kelancaran proses pendidikan dan pengajaran di
sekolah, sebab guru Bimbingan Konseling bertugas memantau kedisiplinan
pembelajaran di kelas. Hal ini tentu saja memiliki kontribusi besar dalam
keberhasilan proses pembelajaran yang berimplikasi terhadap kualitas
pendidikan.
Berdasarkan hasil observasi di Sekolah Menengah Pertama
Kecamatan Poli-Polia yaitu SMP Negeri 1 dan SMP Negeri 2 Poli-Polia,
memperlihatkan bahwa karakter siswa pada umumnya bersifat heterogen
tergantung dari latar belakang keluarga masing-masing. Hal yang paling
menonjol untuk menggambarkan karakter siswa adalah tutur bahasa dan
tingkah laku siswa. Bagi siswa yang memiliki orang tua yang berpendidikan,
terlihat bahwa siswa tersebut memiliki karakter yang lebih baik dibandingkan
dengan siswa yang kurang mendapat perhatian dari orang tua mereka
mengenai perkembangan pendidikannya. Karakter siswa juga dipengaruhi
9
oleh kondisi geografis pemukiman para siswa. Bagi siswa yang tinggal di
daerah perkotaan, terlihat lebih disiplin dan memahami tata krama
dibandingkan dengan siswa yang tinggal relatif lebih jauh dari sekolah. Hal
ini dapat terjadi sebab bagi anak usia Sekolah Menengah Pertama,
merupakan fase anak menjadi remaja di mana pada fase ini anak banyak
mencontoh dan mudah mendapat pengaruh dari lingkungan sekitarnya.
Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, peneliti berinisiatif untuk
mengadakan penelitian dengan judul “Peranan guru Bimbingan Konseling
terhadap pembinaan karakter siswa di Kecamatan Poli Polia Kabupaten
Kolaka Sulawesi Tenggara”.
B. Rumusan Masalah
Bertitik tolak pada latar belakang yang telah dipaparkan di atas, maka
rumusan masalah yang diajukan dalam penelitian ini antara lain:
1. Bagaimana gambaran karakter siswa SMP di Kecamatan Poli-Polia
Kabupaten Kolaka Sulawesi Tenggara?
2. Bagaimana peranan guru bimbingan konseling dalam pembinaan
karakter siswa SMP di Kecamatan Poli-Polia Kabupaten Kolaka
Sulawesi Tenggara?
3. Bagaimana pola pembinaan karakter siswa SMP di Kecamatan
Poli-Polia Kabupaten Kolaka Sulawesi Tenggara?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang telah dikemukakan sebelumnya,
maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:
10
1. Mengetahui gambaran karakter siswa SMP di Kecamatan Poli-Polia
Kabupaten Kolaka Sulawesi Tenggara.
2. Mengetahui peranan guru bimbingan konseling dalam pembinaan
karakter siswa SMP di Kecamatan Poli-Polia Kabupaten Kolaka
Sulawesi Tenggara.
3. Mengetahui pola pembinaan karakter siswa SMP di Kecamatan
Poli-Polia Kabupaten Kolaka Sulawesi Tenggara.
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat, bagi seluruh
pihak terkait dan para pembacanya, antara lain:
1. Bagi Peneliti
Penelitian ini dapat menambah wawasan, pengalaman, dan
pengetahuan mengenai pembinaan karakter siswa serta menunjang dalam
mengembangkan kompetensi peneliti.
2. Bagi guru bimbingan konseling
Penelitian ini bermanfaat dalam menumbuhkan motivasi kerja serta
inisiatif dalam rangka penyempurnaan program pembelajaran bimbingan dan
konseling di sekolah, sehingga terjalin kerja sama yang baik antara guru
bimbingan dan konseling dengan para guru serta utamanya bagi siswa.
Selain itu, dapat menjadi referensi terhadap pola pembinaan karakter yang
lebih baik bagi siswa di sekolah.
11
3. Bagi Instansi
Penelitian ini bermanfaat sebagai bahan masukan bagi penentu
kebijakan pendidikan, dalam pengambilan pertimbangan dan menetapkan
kebijakan pendidikan, khususnya program pendidikan karakter. Selain itu,
sebagai bahan masukan agar mempertimbangkan penambahan sarana dan
prasarana dalam upaya peningkatan kinerja guru.
4. Bagi Pembaca
Penelitian ini dapat dijadikan sebagai salah satu dasar pemikiran dan
rujukan untuk melaksanakan penelitian selanjutnya.
12
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Peranan Guru Bimbingan Konseling
1. Konsep Guru Bimbingan Konseling
a. Pengertian Guru Bimbingan Konseling
Dalam pengertian yang sederhana, guru adalah orang yang
memberikan ilmu pengetahuan kepada siswa. Sardiman (2009: 125)
mengatakan bahwa guru merupakan komponen manusiawi dalam proses
belajar mengajar, yang ikut berperan dalam usaha pembentukan sumber
daya manusia yang potensial di dalam pembangunan. Oleh karena itu, guru
merupakan salah satu komponen yang memiliki kontribusi positif dalam
pengembangan potensi manusia, sebab guru merupakan manusia yang
mampu memberikan motivasi dan mengembangkan potensi yang dimiliki
manusia melalui proses belajar mengajar, baik dalam sistem pendidikan
formal, maupun pendidikan informal dan non formal.
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 Bab I Pasal 1 menyatakan
bahwa guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik,
mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi
peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal,
pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.
Demikian pula disebutkan oleh Ametembun (dalam Sardiman, 2009:
32) bahwa guru adalah semua orang yang berwenang dan
12
13
bertanggungjawab terhadap pendidikan murid-murid, baik secara individual
maupun secara klasikal, di sekolah maupun di luar sekolah.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa guru adalah semua orang
yang berwenang dan bertanggungjawab untuk membimbing dan membina
anak didik, baik secara individual maupun secara klasikal, di sekolah
maupun di luar sekolah.
Berkaian dengan guru Bimbingan Konseling, maka penting untuk
mengetahui makna kata bimbingan dan konseling. Bimbingan dan konseling
merupakan suatu proses pemberian bantuan kepada individu secara
berkelanjutan dan sistematis yang dilakukan oleh seorang ahli yang telah
mendapat latihan khusus, dengan tujuan agar individu dapat memahami
dirinya, lingkungannya, serta dapat mengarahkan diri dan menyesuaikan diri
dengan lingkungannya dalam proses mengembangkan potensi yang ada
dalam dirinya secara optimal untuk kesejateraan dirinya dan masyarakat.
(Salahuddin, 2010: 16).
Bimbingan merupakan terjemahan dari guidance yang didalamnya
terkandung beberapa makna, Sertzer dan Stone (dalam Salahuddin, 2010:
13) mengatakan bahwa guidance berasal dari kata guide yang mempunyai
arti to direct, pilot, manager, or steer yang berarti menunjukkan,
mengarahkan, mengatur, atau mengemudi. Bimbingan identik dengan proses
pendidikan. Apabila sesorang melakukan kegiatan mendidik berarti sekaligus
melakukan kegiatan membimbing. Dengan demikian, bimbingan dapat
14
dilakukan dalam lembaga pendidikan, keluarga, masyarakat, organisasi,
industri, dan sebagainya (Tohirin, 2008: 1).
Selanjutnya, Crow (dalam Tohirin, 2008: 17) menjelaskan bahwa
bimbingan adalah bantuan yang diberikan oleh seseorang, baik laki-laki
maupun perempuan yang memiliki pribadi yang baik dan pendidikan yang
memadai, kepada seseorang (individu) dari setiap usia untuk menolongnya
mengembangkan kegiatan-kegiatan hidupnya sendiri, mengembangkan arah
pandangannya sendiri, membuat pilihan sendiri, dan memikul bebannya
sendiri.
Walgito (1989: 4) mengungkapkan bahwa bimbingan merupakan
bantuan atau pertolongan yang diberikan kepada individu dalam menghindari
atau mengatasi kesulitan dalam hidupnya mencapai kesejahteraan.
Partowisastro (1984: 12) mengemukakan definisi bimbingan sebagai bantuan
yang diberikan kepada seseorang agar mengembangkan potensi-potensi
yang dimiliki, mengenal dirinya sendiri, mengatasi persoalan-persoalannya,
sehingga dapat menentukan sendiri jalan hidupnya secara
bertanggungjawab tanpa bergantung kepada orang lain.
Surya (2003: 12) berpendapat bahwa bimbingan adalah suatu proses
pemberian atau layanan bantuan yang terus menerus dan sistematis dari
pembimbing kepada yang dibimbing agar tercapai perkembangan yang
optimal dan penyesuaian diri dengan lingkungan. Adapun Hamalik (2000:
193) mengungkapkan bahwa bimbingan ialah penolong individu agar dapat
mengenal dirinya dan sekitarnya, serta mampu memecahkan masalah-
15
masalah yang dihadapi di dalam kehidupannya. Bimbingan merupakan suatu
bentuk bantuan yang diberikan kepada individu agar dapat mengembangkan
kemampuannya seoptimal mungkin dan membantu siswa agar memahami
dirinya (self understanding), menerima dirinya (self acceptance),
mengarahkan dirinya (self direction), dan merealisasikan dirinya (self
realization).
Berdasarkan beberapa pendapat di atas, maka dapat ditarik
kesimpulan bahwa bimbingan merupakan suatu proses yang terjadi secara
terus-menerus untuk membantu perkembangan individu dalam rangka
mengembangkan kemampuannya secara maksimal, serta memperoleh
manfaat yang sebesar-besarnya, baik bagi dirinya maupun bagi masyarakat.
Bimbingan dilakukan oleh seseorang yang mempunyai keahlian dan
pengalaman dalam memberikan bantuan atau pertolongan kepada individu
tersebut dapat mengembangkan potensi yang dimiliki, mengenal dirinya dan
dapat bertanggung jawab.
Adapun pengertian konseling adalah salah satu teknik inti dalam
bimbingan, karena konseling dapat memberikan perubahan yang mendasar,
yaitu mengubah sikap. Sikap mendasari perbuatan, pemikiran, pandangan,
perasaan, dan lain-lain (Hikmawati, 2011: 2)
Walgito (1989: 5) mendefinisikan konseling sebagai bantuan yang
diberikan individu dalam memecahkan masalah kehidupannya dengan
langsung berhadapan muka, dengan cara-cara yang sesuai dengan keadaan
individu yang dihadapi untuk mencapai kesejahteraan hidupnya.
16
Konseling adalah proses pemberian yang dilakukan melalui
wawancara konseling oleh seorang ahli kepada individu yang sedang
mengalami suatu masalah yang bermuara pada teratasinya masalah yang
dihadapi oleh klien (Prayitno, 1997: 106). Definisi lain menyebutkan bahwa
konseling merupakan upaya bantuan yang diberikan kepada seseorang
supaya dia memperoleh konsep diri dan kepercayaan pada diri sendiri, untuk
dimanfaatkan olehnya dan memperbaiki tingkah lakunya pada masa yang
akan datang (Wibowo, 1986: 39). Berdasarkan pengertian di atas, dapat
dikemukakan ciri-ciri pokok konseling, yaitu:
1. Adanya bantuan dari seorang ahli.
2. Proses pemberian bantuan dilakukan melalui wawancara konseling.
3. Bantuan diberikan kepada individu yang mengalami masalah agar
memperoleh konsep diri dan kepercayaan diri dalam mengatasi
masalah guna memperbaiki tingkah lakunya di masa datang.
Berdasarkan pendapat tersebut di atas, dapat dipahami bahwa
bimbingan dan konseling memiliki persamaan dan perbedaan.
Persamaannya adalah keduanya merupakan suatu bantuan bagi individu
dalam menghadapi masalah kehidupannya. Sedangkan perbedaannya
adalah bimbingan memiliki makna yang lebih luas daripada konseling,
bimbingan lebih menitikberatkan pada segi-segi preventif, sedangkan
konseling lebih menitikberatkan pada segi kuratif. Walaupun demikian,
penggunaan kata bimbingan selalu diikuti dengan kata konseling.
17
Melalui bimbingan dan konseling di sekolah, maka diharapkan
generasi muda menjadi generasi yang bermanfaat, baik bagi dirinya sendiri,
maupun bagi masyarakat luas, serta bagi bangsa dan negara. Manusia
diciptakan oleh Allah swt. untuk menjadi manusia yang bermanfaat, baik bagi
dirinya sendiri maupun sesamanya. Sebagaimana diungkapkan dalam
Firman Allah Q.S. Ali Imran Ayat 110 berikut ini.
Terjemahan : “Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk
manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar dan beriman kepada Allah.” (Departemen Agama RI, 2002: 793)
Agar menjadi generasi yang mampu bermanfaat, baik bagi dirinya
sendiri maupun bagi masyarakat, serta bangsa dan negara, maka perlu
diperkenalkan kepada anak didik seperangkat ajaran yang mewajibkan kita
untuk senantiasa belajar, khususnya mempelajari ilmu agama. Sebagaimana
diungkapkan dalam Firman Allah swt dalam Q.S. At-Taubah Ayat 122.
Terjemahan : “Tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya (ke
medan perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di
18
antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya.” (Departemen Agama RI, 2002: 793)
Ayat tersebut memberikan gambaran mengenai pentingnya
memperdalam ilmu agama, dan menyampaikan ilmu agama tersebut sebagai
peringatan bagi yang lain, sebagai penjaga atau pelindung dirinya. Secara
eksplisit ayat tersebut juga mengisyaratkan perintah langsung kepada
petugas bimbingan dan konseling sebagai orang yang berilmu untuk
memberikan konseling yang baik kepada para siswanya. Hal tersebut
dilakukan agar siswa dapat menjaga dirinya dari berbagai hal yang bisa
menjadi masalah bagi hidupnya, serta menyelesaikan masalah yang sedang
dihadapinya sebagai upaya menjaga dirinya.
b. Fungsi dan Tujuan Bimbingan Konseling
Sugiyo dkk (1987: 14) menyatakan bahwa terdapat tiga fungsi
dilaksanakannya bimbingan dan konseling, yaitu:
a) Fungsi penyaluran (distributif)
Fungsi penyaluran ialah fungsi bimbingan dalam membantu
menyalurkan siswa-siswa dalam memilih program-program pendidikan yang
ada di sekolah, memilih jurusan sekolah, memilih jenis sekolah sambungan
ataupun lapangan kerja yang sesuai dengan bakat, minat, cita-cita, dan ciri-
ciri kepribadiannya. Selain itu, fungsi ini meliputi bantuan untuk memiliki
kegiatan-kegiatan di sekolah, antara lain membantu menempatkan anak
dalam kelompok belajar, dan sebagainya.
b) Fungsi penyesuaian (adjustif)
19
Fungsi penyesuaian ialah fungsi bimbingan dalam membantu siswa
untuk memperoleh penyesuaian pribadi yang sehat. Dalam berbagai teknik
bimbingan khususnya dalam teknik konseling, siswa dibantu menghadapi
dan memecahkan masalah-masalah dan kesulitan-kesulitan yang sedang
dihadapinya. Fungsi ini juga membantu siswa dalam usaha mengembangkan
dirinya secara optimal.
c) Fungsi adaptasi (adaptif)
Fungsi adaptasi ialah fungsi bimbingan dalam rangka membantu staf
sekolah khususnya guru dalam mengadaptasikan program pengajaran
dengan ciri khusus dan kebutuhan pribadi siswa-siswa. Dalam fungsi ini,
pembimbing menyampaikan data tentang ciri-ciri, kebutuhan minat, dan
kemampuan serta kesulitan-kesulitan siswa kepada guru. Dengan data ini
guru berusaha untuk merencanakan pengalaman belajar bagi para siswanya.
Sehingga para siswa memperoleh pengalaman belajar yang sesuai dengan
bakat, cita-cita, kebutuhan, dan minat yang dimilikinya.
Tujuan dilakukannya bimbingan terdiri atas tujuan sementara dan
tujuan akhir. Tujuan sementaranya adalah agar manusia mampu bersikap
dan bertindak seperti dalam situasi hidupnya saat ini. Sedangkan tujuan
akhirnya adalah agar manusia mampu mengatur kehidupannya sendiri,
mengambil sikapnya sendiri, dan menangung resiko dari tindakan-
tindakannya sendiri (Winkel, 1991: 17).
Berdasarkan pendapat di atas, maka tujuan sementara dapat berupa
bimbingan dan konseling dilakukan untuk melanjutkan sekolah, mengambil
20
sikap dan pergaulan, pemilihan jurusan saat mendaftarkan diri di Perguruan
Tinggi tertentu. Adapun tujuan akhir dapat berupa melatih kemampuan
manusia untuk mengatur kehidupannya sendiri, mempunyai pandangan
hidup sendiri, dan menanggung sendiri konsekuensi atau resiko dari tindakan
yang dilakukannya.
c. Pelaksanaan Bimbingan Konseling
Dalam konteks pemberian layanan bimbingan konseling, Prayitno
(1997: 35-36) mengatakan bahwa pemberian layanan bimbingan konseling
meliputi layanan orientasi, informasi, penempatan dan penyaluran,
pembelajaran, konseling perorangan, bimbingan kelompok, dan konseling
kelompok.
Pelaksanaan Bimbingan di sekolah terwujud dalam program
bimbingan, yang mencakup keseluruhan pelayanan bimbingan. Para petugas
bimbingan selain harus sehat fisik maupun psikisnya juga mendapatkan
pendidikan khusus dalam bidang bimbingan dan konseling. Secara ideal
petugas bimbingan dalam hal ini guru bimbingan konseling harus berijazah
sarjana FIP IKIP, jurusan BK, atau program yang sederajat. Di samping itu,
seorang pembimbing harus mempunyai pengalaman maupun pengetahuan
yang cukup baik yang bersifat praktis maupun teoritis. Hal ini sesuai dengan
pendapat Walgito (1989: 17) yang menyatakan bahwa agar seorang
pembimbing dapat menjalankan fungsi atau pekerjaannya dengan sebaik-
baiknya, maka seorang pembimbing harus mempunyai pengetahuan yang
21
cukup luas baik dari segi yang bersifat teoritis maupun yang bersifat praktis
mengenai bidang pekerjaannya.
Dasar dari pelaksanaan program bimbingan dan konseling di sekolah
tidak lepas dari dasar pendidikan pada umumnya dan pendidikan pada
khususnya (Walgito, 1989: 17). Dalam melaksanakan program bimbingan
dan konseling perlu diperhatikan batas-batas sampai di mana kemungkinan
kegiatan bimbingan dan konseling itu boleh dilaksanakan. Bimbingan dan
konseling di sekolah dilakukan untuk membantu siswa-siswi dalam membuat
rencana belajar dan mengambil keputusan sendiri. Bimbingan dilakukan
dengan melibatkan personil lain dalam memberikan bantuan pada siswa.
Bimbingan dilakukan dalam batas-batas kemampuan yang dimiliki oleh staf
pembimbing (tenaga ahli bimbingan, guru BK, konselor atau guru
pembimbing dan guru biasa). Program bimbingan sekolah berpusat pada
pencegahan kesulitan belajar di kelas yang dilakukan atas dasar
kesepakatan bersama antara konseling dan siswa.
Menurut Santoso pelaksanaan bimbingan dalam belajar dapat
dilakukan dengan berbagai cara, yaitu:
a) Bimbingan secara kelompok
Pelaksanaan bimbingan kelompok merupakan cara-cara tertentu
untuk mengelompokkan siswa. Aktivitas-aktivitas bimbingan kelompok
merupakan jenis kegiatan yang dilakukakan, karena pembimbing merangkap
sebagai pengajar, maka bimbingan kelompok yang paling dominan. Sebab di
samping memberikan pelajaran juga diiringi dengan pemberian bimbingan
22
secara pencegahan (preventif). Adapun bentuk bimbingan kelompok bagi
siswa, antara lain:
1) Pelajaran bimbingan
Pelajaran bimbingan ini yang diutamakan adalah kebutuhan siswa
yang berkenan dengan perkembangan pribadinya dan pergaulan sosialnya.
Dengan kata lain, ahli bimbingan lebih berfungsi sebagai pendidik daripada
sebagai pengajar. Pada pelajaran bimbingan yang biasanya berupa
pembahasan tentang suatu masalah yang tidak termasuk materi pelajaran
yang lain, misalnya cara belajar yang baik, cara memilih jurusan, cara
bergaul, pendewasaan diri, dan hubungan dengan orang tua.
2) Diskusi kelompok
Pelaksanaan diskusi kelompok ini dilakukan dengan membentuk
kelompok kecil yang terdiri dari empat sampai enam siswa untuk
mendiskusikan sesuatu bersama, misalnya kesukaran dalam belajar,
pergaulan dengan orang tua, atau pergaulan dengan lain jenis.
b) Bimbingan secara individu
Bimbingan secara individu dilaksanakan jika ada permasalahan dari
siswa yang bersangkutan langsung dipanggil ke ruang bimbingan. Adapun
bentuk dari bimbingan individu dapat berupa pemberian informasi,
pemberian nasehat, dan konsentrasi.
c) Konseling individual
23
Dalam pelaksanaan konseling individual, paling tidak ada empat hal
yang perlu diperhatikan, yaitu saat diam, kebingungan, mendengarkan, dan
melarikan diri dari kenyataan.
d. Sifat Bimbingan Konseling
Masalah bimbingan dan konseling mengacu pada situasi masa
pemberian bantuan yang dilihat dari segi proses penampakan hal atau
kesulitan yang dihadapi oleh siswa. Sehingga, pemberian bantuan dapat
dilakukan sebelum, selama, dan setelah ada kesulitan yang dihadapi siswa.
Adapun sifat bimbingan menurut Mapiare (1989: 23) dibagi menjadi empat,
antara lain:
1) Sifat pencegahan (preventive), yaitu pemberian bantuan kepada
siswa, sebelum menghadapi kesulitan atau persoalan yang serius.
2) Sifat pengembangan (development), yaitu usaha bantuan kepada
siswa dengan mengiringi perkembangan mentalnya, terutama untuk
menetapkan jalan berpikir dan bertindak siswa, sehingga dapat
berkembang secara optimal.
3) Sifat penyembuhan (curative), yaitu usaha bantuan yang diberikan
pada siswa selama atau setelah siswa mengalami persoalan serius,
dengan maksud agar siswa agar terbebas dari kesulitan.
4) Sifat pemeliharaan (treatment), yaitu usaha bantuan yang dilakukan
untuk memupuk dan mempertahankan kesehatan mental siswa
24
yang bersangkutan agar bertahan dalam kesembuhan, setelah
menjalani proses penyembuhan.
e. Jenis-Jenis Bimbingan dan Konseling
Adapun jenis pelayanan bimbingan dan konseling yang dapat
dilakukan, antara lain:
1) Layanan orientasi, yaitu layanan yang membantu peserta didik
memahami lingkungan baru, terutama lingkungan sekolah dan
objek-objek yang dipelajari, untuk menyesuaikan diri serta
mempermudah dan memperlancar peran siswa di lingkungan baru.
2) Layanan informasi, yaitu layanan yang membantu siswa menerima
dan memahami berbagai informasi diri, sosial, belajar, karir/
jabatan, dan pendidikan lanjutan.
3) Layanan penempatan dan penyaluran, yaitu layanan yang
membantu siswa memperoleh penempatan dan penyaluran yang
tepat di dalam kelas, kelompok belajar, jurusan/ program studi,
program latihan, magang, dan kegiatan ekstra kurikuler.
4) Layanan penguasaan konten, yaitu layanan yang membantu siswa
menguasai konten tertentu, terutama kompetensi dan atau
kebiasaan yang berguna dalam kehidupan di sekolah, keluarga,
industri, dan masyarakat.
5) Layanan konseling perorangan, yaitu layanan yang membantu
peserta didik dalam mengentaskan masalah pribadinya.
25
6) Layanan bimbingan kelompok, yaitu layanan yang membantu siswa
dalam pengembangan pribadi, kemampuan hubungan sosial,
kegiatan belajar, karir/ jabatan, dan pengambilan keputusan, serta
melakukan kegiatan tertentu melalui dinamika kelompok.
7) Layanan konseling kelompok, yaitu layanan yang membantu siswa
dalam pembahasan dan pengentasan masalah pribadi melalui
dinamika kelompok.
8) Layanan konsultasi, yaitu layanan yang membantu siswa dan pihak
lain dalam memperoleh wawasan, pemahaman, dan cara-cara
yang perlu dilaksanakan dalam menangani kondisi dan masalah
yang dihadapi siswa.
9) Layanan mediasi, yaitu layanan yang membantu siswa
menyelesaikan permasalahan dan memperbaiki hubungan antar
siswa itu sendiri (Depdiknas, 2009: 31-32)
Menurut Anshari (1991: 67) bahwa bantuan atau bimbingan yang
diberikan kepada siswa ada dua macam, antara lain:
a) Bimbingan yang bersifat preventif
Bimbingan yang bersifat preventif (pencegahan) adalah pemberian
bantuan kepada siswa sebelum menghadapi kesulitan atau persoalan yang
serius. Cara yang ditempuh bermacam-macam, yaitu: memelihara situasi
yang baik dan menjaga situasi itu agar tetap baik. Dalam hal ini hubungan
siswa dengan guru bimbingan konseling serta staf yang lain harus dijaga
sebaik mungkin. Demikian juga guru bimbingan konseling dalam
26
menyampaikan materi harus disesuaikan dengan keadaan anak. Minat anak
dan guru bimbingan konseling berusaha semaksimal mungkin menimbulkan
semangat anak agar tidak merasa bosan terhadap guru bimbingan konseling
dan materi yang diberikan.
Bimbingan yang berfungsi preventif merupakan pencegahan
terjadinya atau timbulnya masalah dari anak didik dan berfungsi
preservation, yaitu memelihara situasi dan menjaga agar situasi tersebut
tetap baik (Sukardi, 2000: 8).
Bimbingan preventif juga dapat dilakukan dengan cara penggunaan
waktu senggang, dengan cara mengisi dengan kegiatan-kegiatan yang
bermanfaat bagi dirinya maupun orang lain atau lingkungan. Sehingga,
diharapkan siswa mampu memanfaatkan waktu senggang dengan mengisi
kegiatan-kegiatan belajar, bekerja atau rekreasi yang membawa manfaat.
Djumhur dan Surya (dalam Ahmadi dan Rohani, 2009: 38)
mengungkapkan bahwa kegiatan bimbingan dalam waktu senggang dapat
membantu siswa untuk:
1) Menggunakan waktu senggang untuk kegiatan produktif.
2) Menyusun dan membagi waktu belajar dengan sebaik-baiknya.
3) Mengisi dan menggunakan waktu pada jam-jam bebas, hari libur
dan sebagainya.
4) Merencanakan suatu kegiatan.
Menggunakan waktu senggang untuk kegiatan produktif, seperti
kegiatan OSIS, kepramukaan, organisasi keagamaan, olah raga, dan
27
kesenian, dapat mengembangkan bakat dan potensi yang dimiliki siswa.
Siswa akan merasa diliputi kesibukan, sehingga sangat minim kemungkinan
bagi siswa untuk memikirkan dan mengatur waktunya pada hal-hal yang
tidak baik dan menjurus pada kegiatan amoral.
Adapun bimbingan yang bersifat preventif atau pencegahan dapat
dilakukan dengan menerapkan tata tertib, menanamkan kedisiplinan,
memberikan motivasi, dan memberikan nasehat (Anshari, 1991: 67).
1) Tata Tertib
Tata tertib adalah peraturan yang harus ditaati dalam situasi atau
dalam suatu tata kehidupan tertentu, baik berbentuk tulisan atau tidak
tertulis. Tata tertib yang tertulis misalnya tata tertib antara guru bimbingan
konseling dengan siswa, tata tertib pergaulan, dan sebagainya.
2) Menanamkan kedisiplinan
Disiplin merupakan suatu sikap mental yang dengan kesadaran dan
keinsyafannya mematuhi perintah atau larangan yang ada terhadap suatu
hal. Untuk menanamkan kedisiplinan pada anak dapat diusahakan dengan
melakukan pembiasaan melalui contoh dan teladan, penyadaran, dan kontrol
atau pengawasan. Contoh pembiasaan adalah menanamkan kebiasaan
untuk berpakaian rapi, harus atas ijin guru apabila masuk dan keluar kelas,
harus memberi salam, dan sebagainya. Contoh keteladanan adalah
membiasakan siswa mengikuti perilaku dan tutur kata guru, sehingga guru
harus memberikan teladan yang baik. Contoh penyadaran adalah
memberikan penjelasan mengenai permasalahan yang dihadapi, sehingga
28
timbul kesadaran siswa tentang adanya perintah yang harus dikerjakan dan
larangan-larangan yang harus ditinggalkan. Contoh pengawasan adalah
dengan selalu memantau gerak gerik siswa agar tidak melakukan
pelanggaran.
3) Memberi motivasi
Memberikan motivasi disini lebih ditekankan pada pembentukan
akhlaq yang baik, yang mana akhlaq merupakan keseluruhan dari gerak
hidup manusia. Sebagaimana diungkapkan oleh Sardiman (2009: 93) bahwa
motivasi adalah tenaga pendorong atau penarik yang menyebabkan adanya
tingkah laku ke arah suatu tujuan tertentu, yang timbul dari dalam maupun
luar individu tersebut.
4) Memberikan nasehat
Nasehat adalah ajaran atau pelajaran yang baik. Namun suatu
nasehat sudah barang tentu mesti timbul dari hati nurani yang tulus, demi
kepentingan dan kebaikan yang dinasehati. Pemberian nasehat dapat
dilakukan dengan memberikan jalan untuk kebahagiaan hidup di dunia dan
akhirat.
b) Bimbingan yang bersifat kuratif (penyembuhan)
Bimbingan yang bersifat kuratif yaitu bantuan yang diberikan kepada
siswa selama atau setelah siswa mengalami masalah serius, agar
terbebaskan dari masalah yang dihadapinya. Dalam rangka pemberian
bantuan yang diberikan secara sistimatis kepada siswa digunakan teknik
agar siswa mampu memecahkan segala masalah yang dihadapi, baik
29
masalah yang bersifat pribadi yang mengganggu perasaan, frustasi dalam
menghadapi, serta untuk menentukan pilihan yang tepat sesuai dengan
kemampuannya. Bimbingan yang bersifat kuratif dapat berupa
pemberitahuan, peringatan, hukuman, dan ganjaran (Anshari, 1991: 67)
1) Pemberitahuan
Pemberitahuan yaitu memberikan informasi kepada anak terhadap
sesuatu hal atau sikap yang kurang baik karena hal itu mengganggu jalannya
proses pendidikan. Pemberitahuan ini diberikan kepada anak yang belum
tahu, misalnya seorang anak yang memberikan suatu barang kepada
gurunya dengan tangan kiri.
2) Peringatan
Peringatan diberikan terhadap anak yang sudah berkali-kali
melakukan pelanggaran dan sebelumnya sudah diberi teguran. Peringatan
biasanya disertai dengan ancaman apabila hal tersebut terulang kembali.
Misalnya ada seorang anak yang berbuat nakal pada temannya beberapa
kali, setelah ditegur juga dia masih melakukan, maka diberi peringatan
dengan satu ancaman umpamanya kalau sampai melakukan lagi akan
dikeluarkan dari sekolah.
3) Hukuman
Hukuman adalah tindakan yang paling akhir terhadap pelanggaran
yang sudah berkali-kali dilakukan setelah diberitahukan dan diperingati.
Hukuman mempunyai arti dan nilai sebagai akibat suatu pelanggaran serta
sebagai titik tolak agar tidak terjadi pelanggaran.
30
4) Ganjaran
Ganjaran adalah alat pendidikan represif yang bersifat menyenangkan
untuk diberikan kepada siswa yang mempunyai prestasi terentu dalam
pendidikan, memiliki kerajinan dan tingkah laku yang baik. Sehingga, siswa
tersebut dapat dijadikan teladan bagi teman-temannya. Ganjaran dapat
berupa pujian, penghormatan, hadiah, dan tanda penghargaan.
2. Peran Guru Bimbingan Konseling
Implementasi kegiatan bimbingan konseling dalam pelaksanaan
pendidikan di sekolah sangat menentukan keberhasilan proses
pembelajaran. Oleh karena itu, peranan guru kelas dalam pelaksanaan
kegiatan bimbingan konseling sangat penting dalam rangka mengefektifkan
pencapaian tujuan pembelajaran yang dirumuskan. Sardiman (2009: 142)
menyatakan bahwa ada sembilan peran guru dalam kegiatan bimbingan
konseling, antara lain:
a) Informator, guru diharapkan sebagai pelaksana cara mengajar
informatif, laboratorium, studi lapangan, dan sumber informasi
kegiatan akademik maupun umum.
b) Organisator, guru sebagai pengelola kegiatan akademik, silabus,
jadwal pelajaran, dan lain-lain.
c) Motivator, guru harus mampu merangsang dan memberikan
dorongan serta reinforcement untuk mendinamisasikan potensi
siswa, menumbuhkan swadaya (aktivitas) dan daya cipta
31
(kreativitas) sehingga akan terjadi dinamika di dalam proses
belajar-mengajar.
d) Director, guru harus dapat membimbing dan mengarahkan kegiatan
belajar siswa sesuai dengan tujuan yang dicita-citakan.
e) Inisiator, guru sebagai pencetus ide dalam proses pembelajaran.
f) Transmitter, guru bertindak selaku penyebar kebijaksanaan dalam
pendidikan dan pengetahuan.
g) Fasilitator, guru akan memberikan fasilitas atau kemudahan dalam
proses belajar mengajar.
h) Mediator, guru sebagai penengah dalam kegiatan belajar siswa.
i) Evaluator, guru mempunyai otoritas untuk menilai prestasi anak
didik dalam bidang akademik dan tingkah laku sosialnya, sehingga
dapat menentukan bagaimana anak didiknya berhasil atau tidak.
Pemberian bantuan tidak hanya diberikan kepada anak yang normal
saja, anak berkebtuhan khusus juga perlu mendapatkan bantuan, karena
berdasarkan sejarah perkembangan pandangan masyarakat terhadap anak-
anak berkebutuhan khusus (ABK) maka dapat diketahui bahwa kebutuhan
anak berkebutuhan khusus dan keluarganya masih banyak yang terabaikan
hingga saat ini.
Sebagian besar masyarakat menganggap bahwa anak berkebutuhan
khusus meruakan anak yang menyandang kecacatan atau kelainan, bahkan
dianggap sebagai kutukan, gila, dan penyakit menular. Sehingga, banyak
dari mereka yang dikucilkan oleh masyarakat, bahkan menarik diri dari
32
masyarakat. Kondisi tersebut tentu membawa dampak terhadap
pertumbuhan anak berkebutuhan khusus dan keluarganya.
Dampak yang jelas ditemui adalah dampak terhadap konsep diri,
prestasi belajar, perkembangan fisik, dan perilaku menyimpang. Dengan
demikian, anak berkebutuhan khusus membutuhkan alat agar mereka dapat
mengatasi masalah tersebut serta mampu hidup mandiri. Salah satunya
adalah melalui pendidikan, sehingga anak berkebutuhan khusus
memperoleh bekal hidup dan mengoptimalkan perkembangannya. Namun,
permasalahan yang dialami anak berkebutuhan khusus tidak cukup dengan
proses pendidikan di kelas. Anak berkebutuhan khusus juga membutuhkan
layanan bimbingan dan konseling dalam belajar serta memandirikan diri.
Semium (2006: 72-76) mengungkapkan bahwa pada dasarnya
bimbingan konseling diberikan untuk semua konseli tidak terkecuali anak
berkebutuhan khusus. Namun untuk mencegah kerancuan maka anak
berkebutuhan khusus harus dilayani oleh pendidik yang disiapkan melalui
pendidikan guru untuk pendidikan luar biasa (PG PLB) sebab butuh takaran
yang tepat bagi konseli yang menyandang kekurang sempurnaan fungsi
indrawi
Pelayan bimbingan dan konseling bagi anak yang berkebutuhan
khusus amat erat kaitannya dengan pengembangan kecakapan hidup sehari-
hari (daily living activities).oleh karena itu pelayanan bimbingan dan
konseling bagi anak berkebutuhan khusus merupakan pelayanan interfensi
33
tidak langsung yang terfokus pada upaya mengembangkan lingkungan
perkembangan bagi kepentingan fasilitas perkembangan anak tersebut.
Permasalahan yang dihadapi anak yang berkebutuhan khusus pada
hakekatnya sangat kompleks yaitu masalah hambatan belajar,kelambatan
perkembangan, dan hambatan perkembangan.
Secara umum hambatan belajar yang sering dihadapi oleh anak
berkebutuhan khusus antara lain hambatan belajar keterampilan motorik,
bahasa, kognitif, persepsi, emosi, dan perilaku gabungan dari hambatan
tersebut. Oleh karena itu, anak berkebutuhan khusus akan merasa sulit
dalam menguasai dalam keterampilan dasar belajar seperti menulis,
membaca, dan menghitung. Hal in dapat diatasi dengan membuka
pengalaman secara luas kepada anak sehingga dapat membantu dan
mendorong seluruh aspek perkembangan anak secara komprehensif.
Faktor kelambatan perkembangan pada anak berkebutuhan khusus
dapat terjadi akibat ketidak mampuan lingkungan baik orang tua maupun
pengasuh anak untuk menjain intraksi yang seimbang, selaras, dan
berkesinambungan sesuai dengan kebutuhan perkembangan anak.
Sehingga dibutuhkan lingkungan yang kondusif melalui penciptaan interaksi
yang dapat menjadi partner bagi laju perkembangan anak. Masalah
hambatan perkembangan bagi anak yang berkebutuhan khusus lebih focus
pada terjadinya kesulitan, kegagalan, dan gangguan dalam satu atau lebih
aspek perkembangan yang menimbulkan resiko terhadap hambatan
perkembangan fisik, psikologis, sosial anak. Hal ini dapat diatasi dengan
34
penanganan emosional anak dengan menerima anak berkebutuhan khusus
selayaknya anak normal serta membangun lingkungan yang nyaman
baginya sehingga anak mendapat sedikit kesempatan untuk belajar,
mengekspresikan, dan mengendalikan emosionalnya. Hal ini sangat
membantu anak dalam mengatasi masalah perkembangannya
3. Tugas dan Tanggungjawab Guru Bimbingan Konseling
Menurut Kurikulum Pendidikan Dasar, tugas dan tanggung jawab guru
bimbingan dan konseling adalah:
a. Kegiatan menyusun program pelayanan dalam bidang bimbingan
pribadi, sosial, belajar, dan karir serta semua jenis layanan
termasuk kegiatan pendukung yang dihargai sebanyak 12 jam.
b. Kegiatan layanan dalam bidang bimbingan pribadi sosial, belajar,
dan karir yang dihargai sebanyak 6 jam.
c. Konselor yang membimbing 150 siswa dihargai 18 jam selebihnya
sebagai bonus dengan ketentuan berikut ini:
1) 10 – 15 siswa = 2 jam
2) 16 – 30 siswa = 4 jam
3) 31 – 45 siswa = 6 jam
4) 46 – 60 siswa = 8 jam
5) 61 – 75 siswa = 10 jam
6) 76 – lebih = 12 jam.
Sedangkan dalam Keputusan Menteri Pendidikan No. 84 Tahun 1993
dalam Bab II Pasal 3 (dalam Thantawy, 2004) tanggung jawab guru
35
bimbingan dan konseling adalah menyusun program bimbingan dan
konseling yaitu membuat rencana persiapan pelayanan bimbingan dan
konseling dalam bidang bimbingan pribadi sosial, bimbingan belajar,
bimbingan kelompok, informasi dan konseling kelompok. Melaksanakan
program bimbingan dan konseling yaitu melakukan pelayanan dalam bidang
bimbingan pribadi, belajar dan karir serta 7 jenis layanan yaitu layanan
informasi, orientasi, penempatan, pembelajaran, konseling pribadi,
bimbingan kelompok dan konseling kelompok.
Selanjutnya, diungkapkan pula terdapat tanggung jawab setelah
program bimbingan konseling dilakukan, antara lain:
a. Mengevaluasi pelaksanaan bimbingan dan konseling pribadi,
belajar dan karir serta 7 jenis layanan.
b. Menganalisa hasil evaluasi pelaksanaan bimbingan dan konseling,
yaitu menelaah hasil evaluasi pelaksanaan layanan dalam bidang
bimbingan pribadi, sosial, belajar dan karir serta 7 jenis layanan.
c. Melaksanakan tindak lanjut pelaksanaan bimbingan dan konseling,
yaitu kegiatan menindaklanjuti hasil analisis termasuk hasil evaluasi
pelaksanaan layanan dalam 4 bidang dan 7 jenis layanan.
d. Membimbing siswa dalam kegiatan ekstrakurikuler yaitu kegiatan
ekstrakurikuler guru pembimbing sama dengan ketentuan yang
berlaku bagi guru mata pelajaran maupun guru praktek.
e. Membimbing guru pembimbing dalam kegiatan proses bimbingan
yaitu guru yang masih junior.
36
Selanjutnya menurut Surat Keputusan Menteri Pendidikan dan Kepala
BAKN No: 0433/PM/1993 dan No: 25 Tahun 1993, bahwa guru bimbingan
dan konseling mempunyai tugas, yaitu tanggung jawab, wewenang, dan hak
secara penuh dalam kegiatan bimbingan dan konseling di sekolah.
Ketentuan untuk guru bimbingan dan konseling dalam melaksanakan
tugasnya, yaitu 1 orang guru bimbingan dan konseling memberikan layanan
kepada 150 siswa.
Berdasarkan pendapat di atas, terlihat bahwa tugas dan tanggung
jawab seorang guru bimbingan konseling cukup berat. Guru bimbingan dan
konseling adalah tenaga profesional yang memiliki keahlian khusus dalam
melaksanakan tugasnya yaitu memberikan layanan bimbingan dan konseling
kepada siswa agar siswa mencapai perkembangan yang optimal.
B. Pembinaan Karakter Siswa
1. Konsep Pembinaan
Secara etimologi, pembinaan berarti proses, pembuatan, cara
membina, pembaharuan, penyempurnaan, usaha, tindakan, dan kegiatan
yang dilakukan secara berdaya guna dan berhasil guna untuk memperoleh
hasil yang lebih baik. Sedangkan secara terminologi, pengertian pembinaan
dikemukakan oleh Arifin (2005 : 14) sebagai usaha orang dewasa secara
sadar untuk membimbing dan mengembangkan kepribadian serta
kemampuan dasar manusia, baik dalam berikhtiar, membentuk dan
mengarahkan fitrah manusia supaya berkembang sampai pada titik yang
maksimal yang dapat dicapai sesuai dengan tujuan yang dicita-citakan.
37
Simanjuntak dan Pasaribu (2000: 13) mengemukakan bahwa
pembinaan merupakan kegiatan mempertahankan dan menyempurnakan
apa yang telah ada. Sedangkan pengembangan menujukkan kegiatan untuk
menghasilkan sesuatu yang baru, di mana selama kegiatan tersebut
berlangsung penilaian serta penyempurnaan. Apabila telah mengalami
penyempurnaan akhirnya dipandang telah cukup mantap, maka berakhirlah
kegiatan pembinaan dan pengembangan.
Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa pembinaan
adalah usaha sadar yang dilakukan oleh pembina dalam memelihara dan
meningkatkan pembentukan karakter siswa yang orientasinya mengarah
kepada aktivitas menanamkan ilmu pengetahuan, keterampilan, akhlak, dan
budi pekerti. Pembinaan juga diartikan sebagai suatu usaha yang dilakukan
dalam memelihara, mempertahakan, dan mengembangkan potensi yang
telah dimiliki oleh seorang manusia agar kelak setelah selesai pembinaan,
mereka dapat berkembang dan memanfaatkan potensi yang ada pada
dirinya tersebut.
2. Konsep Karakter Siswa
Menurut Depdiknas (2003: 452) karakter memiliki beberapa arti, yaitu:
1) sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang
dari yang lain dan 2) karakter juga bisa bermakna "huruf".
Karakter adalah bawaan, hati, jiwa, kepribadian, budi pekerti, perilaku,
personalitas, sifat, tabiat, temperamen, dan watak. Adapun berkarakter
adalah berkepribadian, berperilaku, bersifat, bertabiat, dan berwatak
38
(Depdiknas, 2003: 348). Adapun menurut Poerwadarminta (2007: 521),
karakter adalah tabiat, watak, sifat-sifat kejiwaan, akhlaq, atau budi pekerti
yang membedakan seseorang dengan yang lain.
Saunders (2007: 126) menyatakan bahwa karakter adalah sifat nyata
dan berbeda yang ditunjukkan oleh individu, berupa sejumlah atribut yang
dapat diamati pada individu. Adapun Gulo (2002: 29) mendefinisikan karakter
sebagai kepribadian yang ditinjau dari titik tolak etis atau moral, misalnya
kejujuran seseorang, biasanya mempunyai kaitan dengan sifat-sifat yang
relatif tetap. Sedangkan Kamisa (2007: 281) mengungkapkan bahwa
karakter adalah sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang
membedakan seseorang dari yang lain, tabiat, watak. Berkarakter artinya
mempunyai watak, mempunyai kepribadian.
Karakter adalah kualitas mental atau moral, kekuatan moral, nama,
atau reputasinya. Secara psikologi, karakter adalah kepribadian yang ditinjau
dari titk tolak etis atau moral, misalnya kejujuran seseorang; biasanya
mempunyai kaitan dengan sifat-sifat yang relatif tetap (Asmani, 2011: 27).
Hermawan Kertajaya (dalam Asmani, 2011: 28) mengemukakan
bahwa karakter adalah ciri khas yang dimiliki oleh suatu benda atau individu.
Ciri khas tersebut adalah asli dan mengakar pada kepribadian benda atau
individu tersebut dan merupakan mesin yang mendorong seseorang
bertindak, bersikap, berujar, dan merespons sesuatu.
Albertus (2010: 79-80) menyatakan bahwa karakter diasosiasikan
dengan temperamen yang memberinya sebuah definisi yang menekankan
39
unsur psikososial yang dikaitkan dengan pendidikan dan konteks lingkungan.
Karakter juga dipahami dari sudut pandang behavioral yang menekankan
unsur somato-psikis yang dimiliki oleh individu sejak lahir. Karakter dianggap
sama dengan kepribadian sedangkan kepribadian dianggap sebagai ciri atau
karakteristik atau gaya atau sifat khas dari diri seseorang, yang bersumber
dari bentukan-bentukan yang diterima dari lingkungan, misalnya pengaruh
keluarga pada masa kecil dan bawaan seseorang sejak lahir.
Karakter merupakan sifat pribadi yang relatif stabil pada diri individu
yang menjadi landasan bagi penampilan perilaku dalam standar nilai dan
norma yang tinggi. Relatif stabil adalah suatu kondisi yang apabila telah
terbentuk akan tidak mudah diubah. Landasan adalah kekuatan yang
pengaruhnya sangat besar/ dominan yang menyeluruh terhadap hal-hal yang
terkait langsung dengan kekuatan yang dimaksud. Penampilan perilaku
adalah aktivitas individu atau kelompok. Standar nilai dan norma yang
dimaksud adalah iman, taqwa, pengendalian diri, disiplin, kerja keras, ulet,
bertanggungjawab, jujur, membela kebenaran, kepatuhan, kesopanan,
kesantunan, ketaatan pada peraturan, loyalitas, demokratis, kebersamaan,
musyawarah, gotong royong, toleransi, tertib, damai, anti kekerasan, dan
hemat atau efisien.
Karakter adalah watak, tabiat, akhlak, atau kepribadian seseorang
yang terbentuk dari hasil internalisasi berbagai kebajikan (virtues) yang
diyakini dan digunakan sebagai landasan untuk cara pandang, berpikir,
bersikap, dan bertindak. Kebajikan terdiri atas sejumlah nilai, moral, dan
40
norma, seperti jujur, berani bertindak, dapat dipercaya, dan hormat kepada
orang lain. Interaksi seseorang dengan orang lain menumbuhkan karakter
masyarakat dan karakter bangsa. Oleh karena itu, pengembangan karakter
bangsa hanya dapat dilakukan melalui pengembangan karakter individu
seseorang. Akan tetapi, karena manusia hidup dalam ligkungan sosial dan
budaya tertentu, maka pengembangan karakter individu seseorang hanya
dapat dilakukan dalam lingkungan sosial dan budaya yang berangkutan.
Dengan kata lain, pengembangan budaya dan karakter bangsa hanya dapat
dilakukan dalam suatu proses pendidikan yang tidak melepaskan peserta
didik dari lingkungan sosial, budaya masyarakat, dan budaya bangsa.
Lingkungan sosial dan budaya bangsa adalah Pancasila. Sehingga,
pendidikan karakter dan budaya bangsa haruslah berdasarkan nilai-nilai
Pancasila, sebab mendidik budaya dan karakter bangsa termasuk
mengembangkan nilai-nilai Pancasila pada diri peserta didik melalui
pendidikan hati, otak, dan fisik.
Berdasarkan kajian nilai-nilai agama, norma-norma sosial, peraturan/
hukum, etika akademik, dan prinsip-prinsip HAM, telah teridentifikasi butir-
butir nilai yang dikelompokkan menjadi lima nilai utama, yaitu nilai-nilai
perilaku manusia dalam hubungannya dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri
sendiri, sesama manusia, dan lingkungan serta kebangsaan. Pembinaan
karakter yang baik akan mendorong siswa tumbuh dengan kapasitas dan
komitmennya untuk melakukan berbagai hal yang terbaik dan melakukan
41
segalanya dengan benar sesuai dengan tujuan hidup. Masyarakat juga
berperan membentuk karakter anak melalui orang tua dan lingkungannya.
Pembinaan karakter dilakukan melalui tahap pengetahuan (knowing),
pelaksanaan (acting), dan kebiasaan (habit). Karakter tidak terbatas pada
pengetahuan saja. Seseorang yang memiliki pengetahuan tentang kebaikan
belum tentu mampu bertindak sesuai dengan pengetahuannya, jika tidak
terlatih menjadi suatu kebiasaan untuk selalu melakukan kebaikan tersebut.
Karakter juga menjangkau wilayah emosi dan kebiasaan diri. Dengan
demikian, diperlukan tiga komponen karakter yang baik (components of good
character) yaitu pengetahuan tentang moral (moral knowing), penguatan
emosi atau perasaan (moral feeling), dan perbuatan bermoral (moral action).
Hal ini diperlukan agar siswa dan atau warga sekolah lain yang terlibat dalam
sistem pendidikan tersebut sekaligus dapat memahami, merasakan,
menghayati, dan mengamalkan nilai-nilai moral.
Dimensi-dimensi yang termasuk dalam moral knowing yang akan
mengisi ranah kognitif adalah kesadaran moral (moral awareness),
pengetahuan tentang nilai-nilai moral (knowing moral values), penentuan
sudut pandang (perspective taking), logika moral (moral reasoning),
keberanian mengambil sikap (decision making), dan pengenalan diri (self
knowledge). Moral feeling merupakan penguatan aspek emosi siswa untuk
menjadi manusia berkarakter. Penguatan ini berkaitan dengan bentuk-bentuk
sikap yang harus dirasakan oleh siswa, yaitu kesadaran akan jati diri
(conscience), percaya diri (self esteem), kepekaan terhadap derita orang lain
42
(emphaty), cinta kebenaran (loving the good), pengendalian diri (self control),
kerendahan hati (humility). Moral action merupakan perbuatan atau tindakan
moral yang merupakan hasil dari dua komponen karakter lainnya. Untuk
memahami apa yang mendorong seseorang dalam perbuatan yang baik,
maka harus dilihat tiga aspek lain dari karakter, yaitu kompetensi
(competence), keinginan (will), dan kebiasaan (habit) (Simanjuntak dan
Pasaribu, 2000: 22).
Nilai-nilai yang dikembangkan dalam pendidikan karakter dan budaya
bangsa diidentifikasi dari sumber-sumber berikut ini:
1) Agama. Masyarakat Indonesia adalah masyarakat beragama,
sehingga kehidupan individu, masyarakat, dan bangsa selalu
didasari pada ajaran agama dan sesuai dengan kepercayaannya.
Secara politis, kehidupan kenegaraanpun didasari pada nilai
agama. Dengan demikian, nilai-nilai pendidikan karakter dan
budaya bangsa harus didasarkan pada nilai-nilai dan kaidah yang
berasal dari agama.
2) Pancasila. Negara kesatuan Republik Indonesia ditegakkan atas
prinsip kehidupan kebangsaan dan kenegaraan yang disebut
Pancasila. Nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila menjadi
nilai-nilai yang mengatur kehidupan politik, hukum, ekonomi,
kemasyarakatan, budaya, dan seni. Pendidikan karakter dan
budaya bangsa bertujuan mempersiapkan peserta didik menjadi
warga negara yang lebih baik, yaitu warga negara yang memiliki
43
kemampuan, kemauan, dan menerapkan nilai-nilai Pancasila dalam
kehidupannya sebagai warga negara.
3) Budaya. Tidak ada manusia yang hidup bermasyarakat dan tidak
didasari oleh penerapan nilai-nilai budaya yang diakui masyarakat
tempatnya bermukim. Nilai-nilai budaya dapat dijadikan dasar
dalam pemberian makna terhadap suatu konsep dan arti dalam
komunikasi dengan antar anggota masyarakat. Sehingga, budaya
dijadikan sebagai sumber nilai dalam pendidikan karakter dan
budaya bangsa.
C. Kerangka Pikir Penelitian
Bimbingan konseling adalah salah satu komponen yang penting dalam
proses pendidikan sebagai suatu sistem. Bimbingan merupakan bantuan
kepada individu dalam menghadapi persoalan-persoalan yang dapat timbul
dalam hidupnya. Bantuan semacam itu sangat tepat jika diberikan di sekolah,
supaya setiap siswa lebih berkembang ke arah yang semaksimal mungkin.
Dengan demikian bimbingan menjadi bidang layanan khusus dalam
keseluruhan kegiatan pendidikan sekolah yang ditangani oleh tenaga-tenaga
ahli dalam bidang tersebut.
Keberadaan guru bimbingan dan konseling atau konselor dalam
Sistem Pendidikan Nasional dinyatakan sebagai salah satu kualifikasi
pendidik, sejajar dengan kualifikasi guru, dosen, pamong belajar, tutor,
widyaiswara, fasilitator dan instruktur (Undang-Undang No. 20 Tahun 2003,
Pasal 1 Ayat 6). Namun pengakuan secara eksplisit dan kesejajaran posisi
44
antara kualifikasi tenaga pendidik satu dengan yang lainnya tidak
menghilangkan arti bahwa setiap tenaga pendidik, termasuk konselor,
memiliki konteks tugas, ekspektasi kinerja, dan seting pelayanan spesifik
yang satu dan yang lainnya mengandung keunikan dan perbedaan. Oleh
sebab itu, konteks dan ekspektasi kinerja guru bimbingan dan konseling atau
konselor mendapatkan penegasan kembali dengan maksud untuk
meluruskan konsep dan praktik bimbingan dan konseling ke arah yang tepat.
Merujuk pada Peraturan Pemerintah RI Nomor 74 Tahun 2008
Tentang Guru, untuk selanjutnya tenaga pendidik di bidang bimbingan dan
konseling disebut dengan Guru Bimbingan dan Konseling atau Konselor.
Dengan adanya PPG BK/K diharapkan kompetensi guru BK/ Konselor
sekolah dapat meningkat dan akhirnya menjadi konselor yang profesional.
Tenaga kependidikan atau pembimbing di sekolah lanjutan tingkat
pertama (SLTP) yang tugasnya memberikan bantuan layanan bimbingan dan
konseling baik kepada siswa yang bermasalah maupun tidak, terutama untuk
membantu perkembangan siswa agar dapat mencapai prestasi yang optimal
dalam proses belajar maupun pembentukan karakternya. Peran guru
bimbingan konseling secara rinci adalah sebagai informator, organisator,
motivator, director, inisiator, transmitter, fasilitator, mediator, dan evaluator.
Di dalam kegiatan belajar mengajar guru bukan sekedar mentransfer
ilmu kepada siswa dan siswa menyerap ilmu dari guru, namun terdapat
berbagai kegiatan lain yang harus dilaksanakan terlebih jika mengharapkan
hasil belajar yang lebih baik. Sehingga pembelajaran bukan hanya
45
difokuskan pada pencapaian pengetahuan semata, tetapi juga
memperhatikan sikap dan karakter yang dapat dibentuk setelah proses
pembelajaran. Karakter yang dimaksud adalah karakter religius, karakter
pancasilais dan karakter budaya. Karakter religius merupakan karakter
siswa yang mencerminkan sebuah sikap sesuai dengan al-Qur’an dan
Hadits, yang terlihat berdasarkan amalan-amalan yang berdasar pada
akhlakul karimah siswa. Karakter pancasilais merupakan karakter yang
mencerminkan kepribadian berdasarkan pada pancasila yang membentuk
kepribadian nasionalis yang tinggi. Adapun karakter budaya merupakan
sikap dan perilaku siswa yang berdasar pada kearifan lokal serta nilai-nilai
atau norma sosial yang berlaku dalam masyarakat. Dalam proses
pembinaan karakter siswa, terdapat beberapa alternatif cara yang dapat
dilakukan, yaitu dengan menerapkan berbagai pola pembinaan karakter
pada diri siswa seperti pola pembinaan otoriter, persuasif, permisif, dan
demokratis. Pada dasarnya, siswa saat ini tidak bisa dihadapi dengan pola
pembinaan yang cenderung keras atau otoriter dan memaksakan kehendak
guru padanya. Karakter siswa saat ini lebih tepat apabila dibina melalui pola
pembinaan demokratis atau persuasif, namun untuk beberapa kasus
diperlukan pula pola pembinaan yang otoriter pada siswa. pola pembinaan
yang diterapkan sangat bergantung pada kondisi serta lingkungan siswa.
Untuk lebih jelasnya, maka kerangka pikir penelitian ini dapat digambarkan
dalam bentuk bagan berikut ini:
46
Gambar 1. Kerangka Pikir Penelitian
UU RI Nomor 20 Tahun 2003
Peraturan Pemerintah RI Nomor 74 Tahun 2008
Peranan Guru Bimbingan Konseling
Indikator:
Informator
Organisator
Motivator
Director
Inisiator
Transmitter
Fasilitator
Mediator
Evaluator
Karakter siswa
Indikator:
Karakter religius (agama)
Karakter Pancasilais (kenegaraan)
Karakter budaya (nilai dan tata krama)
Pola Pembinaan Karakter siswa
Pola pembinaan otoriter
Pola pembinaan demokratis
Pola pembinaan persuasive
Pola pembinaan permisif
47
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif, yakni suatu
jenis penelitian yang sifatnya mengungkap dan menggambarkan fakta dan
data yang diperoleh secara mendalam dan apa adanya, karena data tersebut
ditulis dalam bentuk pemaparan, yang dikategorikan ke dalam metode
penelitian lapangan (field research).
Penelitian ini akan mendeskripsikan peranan guru bimbingan
konseling terhadap pembinaan karakter siswa. Hasil penelitian ini akan
memberikan gambaran atau mendiskripsikan secara sistematis, faktual, dan
akurat terhadap objek yang akan diteliti. Namun, untuk memudahkan
pemaparan tersebut, peneliti menggunakan perhitungan sederhana dengan
tabel frekuensi.
B. Lokasi dan Waktu Penelitian
48
Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Poli Polia Kabupaten Kolaka
Propinsi Sulawesi Tenggara, tepatnya di dua Sekolah Menengah Pertama
yaitu SMP Negeri 1 Poli-Polia dan SMP Negeri 2 Poli-Polia. Penelitian
dilakukan selama tiga bulan, yaitu dimulai pada bulan September sampai
bulan November.
C. Instrumen Penelitian
Peneliti dalam melakukan penelitian ini bertindak sebagai instrumen
dan pengumpul data. Dalam penelitan kualitatif peneliti berperan sebagai
human instrument, yang bertindak untuk menetapkan fokus penelitian,
memilih informan sebagai sumber data, melakukan pengumpulan data,
menilai kualitas data, analisis data, menafsirkan data, dan membuat
kesimpulan atas temuanya.
Menurut Sugiyono (2009: 23) bahwa peneliti sebagai instrumen
penelitian serasi untuk penelitian serupa karena memiliki ciri-ciri berikut:
1. Peneliti sebagai alat peka dan dapat bereaksi terhadap segala
stimulus dari lingkungan yang harus diperkirakannya bermakna
atau tidak bagi penelitian.
2. Peneliti sebagai alat dapat menyesuaikan diri terhadap semua
aspek keadaan dan mengumpulkan aneka ragam data sekaligus.
3. Tidak ada suatu instrumen berupa tes atau angket yang dapat
menangkap keseluruhan situasi, kecuali manusia.
47
49
4. Suatu situasi yang melibatkan interaksi manusia tidak dapat
dipahami dengan pengetahuan semata, perlu sering
merasakannya, menyelaminya, berdasarkan pengetahuan kita.
5. Peneliti sebagai instrumen dapat segera menganalisis data yang
diperoleh.
6. Hanya manusia sebagai instrumen yang dapat mengambil
kesimpulan berdasarkan data yang dikumpulkan pada suatu saat
dan menggunakan segera sebagai balikan untuk memperoleh
penegasan, perubahan, dan perbaikan
Berdasarkan pada pandangan di atas, maka pada dasarnya kehadiran
peneliti disamping sebagai instrumen juga menjadi faktor penting dalam
seluruh kegiatan penelitian ini, karena kedalaman dan ketajaman dalam
menganalisis data tergantung pada peneliti.
D. Sumber Data Penelitian
Sumber data adalah subjek dari mana data diperoleh (Arikunto, 2001:
129). Dalam penelitian ini, data-data yang diperlukan diperoleh dari dua
sumber yaitu:
1. Data Primer
Data primer adalah data yang diperoleh dari sumbernya secara
langsung, diamati dan dicatat secara langsung, seperti, pembagian angket,
wawancara, observasi, dan dokumentasi. Dalam penelitian ini, data primer
yang diperoleh oleh peneliti adalah berupa hasil pengolahan angket yang
membantu peneliti dalam memaparkan gambaran peran guru bimbingan
50
konseling dan karakter siswa di SMP Negeri 1 Poli-Polia dan SMP Negeri 2
Poli-Polia yang dibagikan kepada 80 orang siswa sebagai responden dari
531 siswa secara keseluruhan. Selain itu, terdapat hasil wawancara dengan
pihak terkait yang memahami serta dapat dijadikan sebagai sumber
informasi mengenai penelitian ini, seperti guru bimbingan konseling dan
pengawas, serta kepala sekolah SMP Negeri 1 Poli-Polia dan SMP Negeri 2
Poli-Polia.
2. Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang diperoleh dari data yang sudah ada
dan memunyai hubungan dengan masalah yang diteliti, meliputi literatur-
literatur yang ada mengenai siswa serta guru bimbingan konseling di SMP
Negeri 1 Poli-Polia dan SMP Negeri 2 Poli-Polia. Dalam penelitian ini, data
sekunder yang diperoleh langsung dari pihak-pihak yang berkaitan berupa
data-data sekolah dan berbagai literatur yang relevan dengan pembahasan.
E. Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data yang dilakukan melalui tahap persiapan penulis
terlebih dahulu, yaitu melengkapi hal-hal yang dibutuhkan di lapangan,
kemudian melakukan pengumpulan data dengan teknik berikut ini:
1. Observasi, yaitu penulis mengadakan pengamatan secara
langsung di lokasi penelitian seperti kegiatan guru yang terkait
dengan tujuan penelitian ini, kemudian dibuat dalam bentuk catatan
sistematik.
51
2. Wawancara, yaitu penulis mengumpulkan data dengan cara
mewawancarai orang-orang yang dianggap dapat memberikan data
kongkrit mengenai pola pembinaan karakter siswa oleh guru
bimbingan konseling di SMP Negeri 1 Poli-Polia dan SMP Negeri 2
Poli-Polia.
3. Angket, yaitu penulis menyebarkan lembaran-lembaran yang
berisikan pertanyaan-pertanyaan yang bersifat alternatif kepada
para siswa untuk mengetahui sejauh mana peranan guru
bimbingan konseling terhadap pembinaan karakter siswa di SMP
Negeri 1 Poli-Polia dan SMP Negeri 2 Poli-Polia.
4. Dokumentasi, yaitu suatu metode pengumpulan data yang
dilakukan dengan cara mempelajari dokumen, arsip, dan
sebagainya yang ada hubungannya dengan guru bimbingan
konseling dan karakter siswa di SMP Negeri 1 Poli-Polia dan SMP
Negeri 2 Poli-Polia.
F. Definisi Operasional Variabel
Agar tercapai kesamaan pengertian dan pengukuran variabel dalam
penelitian ini, maka dikemukakan definisi operasional variabel berikut ini.
a) Peranan guru bimbingan konseling adalah pelaksanaan tugas guru
bimbingan konseling berupa tingkah laku yang bersifat bantuan
yang diberikan oleh guru dengan tujuan tercapainya kemajuan
perubahan tingkah laku dan perkembangan siswa dengan bersikap
52
sebagai informator, organisator, motivator, director, inisiator,
transmitter, fasilitator, mediator, dan evaluator di sekolah.
b) Pembinaan karakter adalah suatu upaya yang dilakukan guru
bimbingan konseling dalam proses penanaman pendidikan budi
pekerti yang melibatkan aspek pengetahuan, tindakan, dan
perasaan, agar siswa mencapai beberapa nilai-nilai pendidikan
karakter, meliputi karakter religius, pancasila, dan budaya.
G. Teknik Analisis Data
Analisis data kualitatif adalah upaya yang dilakukan dengan jalan
bekerja dengan data, mengorganisasikan data, memilah-milah data menjadi
satuan yang dapat dikelola, mensintesiskannya, mencari dan menemukan
pola, menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari, serta
memutuskan apa yang dapat diceritakan kepada orang lain atau
dideskripsikan.
Lebih lanjut diungkapkan bahwa, teknik analisis data yang digunakan
dalam penelitian ini sebagai berikut:
a. Induktif yaitu metode yang digunakan dengan jalan mengolah data
yang bersifat khusus kemudian menarik kesimpulan yang bersifat
umum.
53
b. Deduktif yaitu metode yang digunakan dengan jalan mengelola
data yang bersifat umum kemudian menarik kesimpulan bersifat
khusus.
Meskipun telah ditegaskan bahwa data yang diperoleh dianalisis
secara kualitatif, Namun, untuk memudahkan pemaparan tersebut, peneliti
menggunakan perhitungan sederhana dengan tabel frekuensi. Data yang
bersifat angka-angka yang menunjukkan jumlah persentase, sehingga
analisisnya bersifat kuantitatif. Dengan demikian, penelitian ini menggunakan
analisis kualitatif dan kuantitatif dengan cara membagi hasil data dengan
distribusi frekuensi untuk membantu penulis dalam memaparkan data dalam
bentuk narasi, dengan rumusannya sebagai berikut:
P = Persentase
f = Frekuensi
n = Jumlah Responden
100 % = Angka pembulat
54
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Selayang Pandang Lokasi Penelitian
1. Gambaran Umum SMP Negeri 1 Poli-Polia Kabupaten Kolaka
a. Sejarah Singkat SMP Negeri 1 Poli-Polia Kabupaten Kolaka
Lembaga pendidikan formal SMP Negeri 1 Polia-Polia Kabupaten
Kolaka didirikan pada tanggal 5 Oktober 1994. Sekolah tersebut berada di
Jalan Drs. H. Abdullah Silondai No. 1A Kecamatan Poli-Polia, Kabupaten
Kolaka Propinsi Sulawesi Tenggara. Berdirinya SMP Negeri 1 Poli-Polia
Kabupaten Kolaka diprakarsai oleh salah seorang sesepuh masyarakat
bernama Jamaluddin dan Rami S. SMP Negeri 1 Poli-Polia Kabupaten
55
Kolaka sejak berdirinya telah mengembangkan pengajaran pendidikan
dengan pola trilogi, yaitu untuk mengembangkan aspek kognitif, afektif, dan
psikomotorik siswa dengan seimbang. Sampai saat ini, lulusan sekolah
tersebut banyak yang melanjutkan di berbagai perguruan tinggi baik negeri
maupun swasta.
Selain itu, beberapa alumni juga telah bekerja sesuai dengan bidang
yang ditekuninya. Bahkan terdapat beberapa alumni yang telah
menyelesaikan program S1, kembali mengabdi di sekolah tersebut. SMP
Negeri 1 Poli-Polia terus melakukan perbaikan dan berbenah diri untuk
menyongsong masa depan yang lebih baik. SMP Negeri 1 Poli-Polia
Kabupaten Kolaka didirikan dengan tujuan untuk meningkatkan kualitas
putra-putri bangsa, khususnya warga Kabupaten Kolaka Propinsi Sulawesi
Tenggara, guna menjadi generasi yang sanggup menjawab derasnya
tantangan zaman dan perkembangan era globalisasi saat ini.
Untuk mengetahui perkembangan SMP Negeri 1 Poli-Polia Kabupaten
Kolaka, tentu dapat dilihat dari keadaan siswa beserta sarana prasarana
yang dimiliki.
1) Keadaan Siswa
Berikut ini adalah gambaran keadaan siswa SMP Negeri 1 Poli-Polia
Kabupaten Kolaka, yang dituangkan pada tabel di bawah ini.
Tabel 4. 1 Keadaan Siswa SMP Negeri 1 Poli-Polia Kabupaten Kolaka
No Siswa Jenis kelamin
Jumlah Laki-laki Perempuan
1 Kelas VII-a 15 19 34
54
56
2 3 4 5 6 7 8 9
10 11 12
Kelas VII-b Kelas VII-c Kelas VII-d Kelas VIII-a Kelas VIII-b Kelas VIII-c Kelas VIII-d Kelas IX-a Kelas IX-b Kelas IX-c Kelas IX-d
18 13 19 19 18 17 14 12 15 13 12
17 22 15 15 17 17 21 22 20 19 23
35 35 34 34 35 34 35 34 35 32 35
Jumlah 185 227 412
Sumber : Kantor SMP Negeri 1 Poli-Polia Kabupaten Kolaka, Tahun 2013/2014
2) Keadaan Sarana Prasarana
Tak dapat dipungkiri bahwa kelangsungan proses belajar mengajar
tidak saja ditentukan oleh adanya peserta didik dan pengajar yang
profesional, akan tetapi ditentukan pula oleh tersedianya sarana, dan fasilitas
yang cukup memadai. Demikian pula halnya di SMP Negeri 1 Poli-Polia,
yang merupakan salah satu lembaga pendidikan formal di bawah naungan
Dinas Pendidikan Nasional juga memiliki fasilitas pembelajaran yang
menunjang untuk pencapaian pendidikan yang bermutu dan berkualitas.
Fasilitas pengajaran yang penulis maksudkan adalah berupa fasilitas fisik
yang meliputi sarana dan prasarana.
Adapun fasilitas yang telah dimiliki oleh SMP Negeri 1 Poli-
PoliaKabupaten Kolaka dapat dilihat tabel 4.2 sebagai berikut:
Tabel 4. 2 Sarana Prasarana SMP Negeri 1 Poli-Polia Kabupaten Kolaka
No. Sarana Prasarana Jumlah Kondisi
1. Ruang kelas 12 Baik
2. Ruang Perpustakaan 1 Baik
57
3. Ruangan kepala sekolah 1 Baik
4. Ruangan guru 1 Baik
5 Ruangan UKS 1 Baik
6 Laboratorium 1 Baik
7 Laboratorium komputer 1 Baik
8 Masjid 1 Baik
9 Kantin 1 Baik
10 Lapangan 1 Baik
11 Kursi/Meja siswa 434/427 Baik
12 Kursi/Meja guru 57/53 Baik
13 Lemari 21 Baik
14 Komputer 8 Baik
Sumber : Kantor SMP Negeri 1 Poli-Polia Kabupaten Kolaka, Tahun 2013/2014
2. Gambaran Umum SMP Negeri 2 Poli-Polia Kabupaten Kolaka
SMP Negeri 2 Poli-Polia Kabupaten Kolaka didirikan pada tahun 2007
oleh Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga Kabupaten Kolaka
bekerjasama dengan Pemerintah Kabupaten Kolaka. Adapun tujuan sekolah
ini didirikan menurut Kepala Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga, Drs.
Sofyan Rindi, M.Si dan Bupati Kabupaten Kolaka Drs H. Amir Sahaka, M.Si,
sekaligus tokoh penggagas berdirinya SMP Negeri 2 Poli-Polia Kabupaten
Kolaka adalah sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan sumber daya
manusia dan penciptaan insan-insan terdidik dalam melanjutkan cita-cita
bangsa khusunya, serta diharapkan Kota Kendari sebagai ibukota Sulawesi
Tenggara menjadi kota pendidikan. Peresmian penyelenggaran pelaksanaan
pendidikan di SMP Negeri 2 Poli-Polia ditetapkan dalam SK Bupati pada
tanggal 14 April 2004, serta mendapat legalitas formal dari Dinas Pendidikan
Nasional RI dengan Nomor Statistik Sekolah (NSS) yaitu 2013 06000903.
58
SMP Negeri 2 Poli-Polia Kabupaten Kolaka terletak di Jalan Poros
Andowengga Baula Desa Andowengga Kecamatan Poli-Polia Kabupaten
Kolaka Propinsi Sulawesi Selatan, berdiri di area tanah seluas 10.017 m2.
Pada awal berdirinya, SMP Negeri 2 Poli-Polia Kabupaten Kolaka hanya
memiliki 5 ruang belajar dan perlahan bertambah sesuai kebutuhan. Jika
pada awalnya area tanah yang begitu luas hanya dibanguni dengan luas
bangunan 320 m2 (40m x 8m) dan dimanfaatkan untuk kegiatan
pembelajaran terhadap 41 siswa. Akan tetapi dengan bergulirnya waktu yang
begitu cepat dan animo masyarakat begitu besar terhadap lembaga
pendidikan tersebut, maka saat ini SMP Negeri 2 Poli-Polia Kabupaten
Kolaka telah memiliki luas bangunan 5.495 m2 serta diperuntukkan bagi
kegiatan pembelajaran siswa yang berjumlah 412 orang dengan tenaga
pendidik yang berjumlah 51 orang pada tahun 2013.
a. Visi dan Misi SMP Negeri 2 Poli-Polia Kabupaten Kolaka
1) Visi
Visi SMP Negeri 2 Poli-Polia Kabupaten Kolaka adalah terciptanya
generasi umat yang berkualitas sebagai pengemban masyarakat madani
yang Islami.
2) Misi
Adapun misi SMP Negeri 2 Poli-Polia Kabupaten Kolaka adalah:
(1) Membentuk manusia Indonesia seutuhnya, sehat jasmani dan
rohani, serta berimtak dan beriptek.
59
(2) Memupuk perpaduan intelektualitas, ibadah, dan aqidah dalam
pengajaran pendidikan.
(3) Mempersiapkan kader yang memiliki pengetahuan dan
keterampilan yang Islami.
(4) Menanamkan kemandirian hidup.
Demikian lembaga pendidikan tersebut sebagai wadah untuk
membina ilmu pengetahuan yang diharapkan benar-benar difungsikan oleh
siswa untuk menjadi pola dasar dalam menghadapi perkembangan zaman
dewasa ini. SMP Negeri 2 Poli-Polia Kabupaten Kolaka diharapkan oleh para
masyarakat setempat untuk mencetak para cendekiawan yang dapat
menjadi pengayom terhadap generasi-generasi muda selanjutnya.
b. Keadaan Siswa dan Sarana Prasarana SMP Negeri 2 Poli-Polia Kabupaten Kolaka
Untuk mengetahui perkembangan SMP Negeri 2 Poli-Polia Kabupaten
Kolaka, tentu dapat dilihat dari keadaan siswa berikut fasilitas yang dimiliki.
1) Keadaan Siswa
Berikut ini adalah gambaran keadaan siswa SMP Negeri 2 Poli-Polia
Kabupaten Kolaka, yang dituangkan pada tabel di bawah ini.
Tabel 4. 3 Keadaan Siswa SMP Negeri 2 Poli-Polia Kabupaten Kolaka
No Siswa Jenis kelamin
Jumlah Laki-laki Perempuan
1 2 3
Kelas VII Kelas VIII Kelas IX
21 15 17
23 21 22
44 36 39
Jumlah 53 66 119
60
Sumber : Kantor SMP Negeri 2 Poli-Polia Kabupaten Kolaka, Tahun 2013/2014
Berdasarkan data pada tabel tersebut di atas, dapat diketahui bahwa
jumlah siswa SMP Negeri 2 Poli-Polia Kabupaten Kolaka tahun 2013 cukup
banyak, yaitu mencapai 119 orang yang terdiri dari siswa laki-laki sebanyak
53 orang dan siswa perempuan sebanyak 66 orang. Apabila jumlah siswa
119 orang, maka diperlukan paling tidak satu orang guru bimbingan
konseling untuk memberikan bantuan serta mengatasi permasalahan yang
dialami oleh siswa.
2) Keadaan Sarana Prasarana
Fasilitas yang dimiliki oleh SMP Negeri 2 Poli-Polia Kabupaten Kolaka
masih dalam kondisi sederhana. Meskipun demikian, pihak sekolah tetap
berusaha untuk memenuhi sarana dan prasarana yang memadai dalam
rangka menunjang kelancaran proses pembelajaran. Adapun sarana dan
prasarana yang telah dimiliki oleh SMP Negeri 2 Poli-Polia Kabupaten
Kolaka dapat dilihat tabel 4.4 sebagai berikut:
Tabel 4. 4 Sarana Prasarana SMP Negeri 2 Poli-Polia Kabupaten Kolaka
No. Sarana Prasarana Jumlah Luas (m2) Kondisi
1. Ruang belajar 3 150 m2 Baik
2. Mesjid 1 190 m2 Baik
3. Aula 1 195 m2 Baik
4. Ruangan kepala sekolah 1 50 m2 Baik
5 Ruangan guru 1 100 m2 Baik
6 Ruang tata usaha 1 50 m2 Baik
7 Ruang Perpustakaan 1 650 m2 Baik
8 Lapangan Olah raga 1 75 m2 Baik
9 Laboratorium computer 1 79 m2 Baik
61
10 Poliklinik Pengobatan 1 55 m2 Baik
11 Kursi/Meja siswa 120/60 - Baik
12 Kursi/Meja guru 29/24 - Baik
13 Lemari 6 - Baik
14 Papan tulis 3 - Baik
Sumber : Kantor SMP Negeri 2 Poli-Polia Kabupaten Kolaka, Tahun 2013/2014
B. Peranan Guru Bimbingan Konseling dalam Pembinaan Karakter
Siswa SMP di Kecamatan Poli-Polia Kabupaten Kolaka
Proses pembelajaran akan bermutu apabila seluruh komponen
pembelajaran mendukung dan memuaskan pihak-pihak yang terlibat
dalam kegiatan pembelajaran. Guru merupakan salah satu komponen
pembelajaran yang memiliki kontribusi positif dalam pengembangan potensi
manusia, sebab guru merupakan manusia yang mampu memberikan
motivasi dan mengembangkan potensi yang dimiliki manusia melalui proses
belajar mengajar, baik dalam sistem pendidikan formal, maupun pendidikan
informal dan non formal. Guru memegang peranan penting dalam proses
pembelajaran, baik dalam aspek pencapaian suatu pengetahuan maupun
terhadap pembinaan sikap siswa ke arah positif. Dalam penelitian ini, secara
khusus akan dibahas mengenai peranan guru bimbingan konseling,
diantaranya sebagai informator, organisator, motivator, director, inisiator,
transmitter, fasilitator, mediator, dan evaluator.
Sebagaimana penjelasan sebelumnya, sebagai informator guru
diharapkan sebagai pelaksana cara mengajar informatif, laboratorium, studi
lapangan, dan sumber informasi kegiatan akademik maupun umum. Sebagai
organisator, guru sebagai pengelola kegiatan akademik, silabus, jadwal
62
pelajaran, dan lain-lain. Sebagai motivator, guru harus mampu merangsang
dan memberikan dorongan serta reinforcement untuk mendinamisasikan
potensi siswa, menumbuhkan swadaya (aktivitas) dan daya cipta (kreativitas)
sehingga akan terjadi dinamika di dalam proses belajar-mengajar. Sebagai
director, guru harus dapat membimbing dan mengarahkan kegiatan belajar
siswa sesuai dengan tujuan yang dicita-citakan. Sebagai inisiator, guru
sebagai pencetus ide dalam proses pembelajaran. Sebagai transmitter, guru
bertindak selaku penyebar kebijaksanaan dalam pendidikan dan
pengetahuan. Sebagai fasilitator, guru akan memberikan fasilitas atau
kemudahan dalam proses belajar mengajar. Sebagai mediator, guru sebagai
penengah dalam kegiatan belajar siswa. Sebagai evaluator, guru mempunyai
otoritas untuk menilai prestasi anak didik dalam bidang akademik dan
tingkah laku sosialnya, sehingga dapat menentukan bagaimana anak
didiknya berhasil atau tidak.
Pada dasarnya, peran guru bimbingan konseling tidak berbeda jauh
dengan guru mata pelajaran pada umumnya. Namun, peran guru bimbingan
konseling lebih bersifat memberi bantuan, arahan, bimbingan, baik secara
perorangan maupun secara kelompok.
Sebagai informator, guru berperan sebagai sumber, penyampai, serta
menghadirkan cara mengajar yang informatif bagi siswa agar siswa
memperoleh ilmu pengetahuan sebagai bekal dalam menghadapi ataupun
memecahkan masalah yang dihadapi.
Tabel 4. 5
63
Tanggapan Responden Mengenai Guru Bimbingan Konseling Memberikan Informasi Tentang Tata Tertib yang Berlaku di Sekolah
No Kategori Frekuensi Persentase
1 Selalu 43 53,8
2 Sering 30 37,5
3 Jarang 5 6,2
4 Kadang-Kadang 2 2,5
5 Tidak Pernah - 0
Jumlah 80 100
Sumber : Hasil Pengolahan Data Kuesioner, 2014
Data yang diperoleh pada tabel di atas menunjukkan bahwa terdapat
43 orang (53,8%) yang menyatakan guru bimbingan konseling selalu
memberikan informasi tentang tata tertib yang berlaku di sekolah , 30 orang
(37,5%) menyatakan sering, 5 orang (6,2%) menyatakan jarang, 2 orang
(2,5%) menyatakan kadang-kadang, dan tidak ada responden yang
menyatakan tidak pernah.
Berdasarkan hasil pengolahan data tersebut, terlihat bahwa guru
bimbingan konseling telah menjalankan perannya sebagai informator
mengenai tata tertib sekolah. Tata tertib merupakan serangkaian aturan yang
berisi hal-hal yang dapat dilakukan dan tidak dapat dilakukan lengkap
dengan ganjaran dan hukuman yang diberikan. Keberadaan tata tertib
sekolah sangat menolong dalam upaya kelancaran proses pembelajaran.
Apabila kehidupan tidak dilandasi oleh peraturan, maka hidup akan
cenderung bebas tanpa memahami hal-hal yang patut dan tidak patut untuk
dilakukan. Hal ini tentu akan sangat mempengaruhi pembinaan karakter
siswa. Apabila tidak ada tata tertib yang diberlakukan di sekolah, sudah tentu
siswa akan bertindak sesuka hatinya. Padahal secara ideal sekolah
64
merupakan wadah siswa untuk belajar, yaitu mengalami perubahan tingkah
laku ke arah yang lebih baik. Dengan demikian, guru bimbingan konseling
dapat berlaku sebagai pemberi informasi kepada siswa agar selalu mematuhi
tata tertib dalam pelaksanaan pendidikan yang akan mencerminkan karakter
siswa itu sendiri nantinya.
Tabel 4. 6 Tanggapan Responden Mengenai Guru Bimbingan Konseling Memberikan Informasi Tentang Sanksi yang Diberikan Apabila Siswa Melanggar Tata
Tertib Sekolah
No Kategori Frekuensi Persentase
1 Selalu 39 48,8
2 Sering 33 41,2
3 Jarang 7 8,8
4 Kadang-Kadang 1 1,2
5 Tidak Pernah - 0
Jumlah 80 100
Sumber : Hasil Pengolahan Data Kuesioner, 2014
Data yang diperoleh pada tabel di atas menunjukkan bahwa terdapat
39 orang (48,8%) yang menyatakan guru bimbingan konseling selalu
memberikan informasi tentang sanksi yang diberikan apabila siswa
melanggar tata tertib sekolah, 33 orang (41,2%) menyatakan sering, 7 orang
(8,8%) menyatakan jarang, 1 orang (1,2%) menyatakan kadang-kadang, dan
tidak ada responden yang menyatakan tidak pernah.
Hasil pengolahan data tersebut di atas menunjukkan bahwa guru
bimbingan selalu menginformasikan kepada siswa mengenai sanksi yang
diberikan kepada siswa yang melanggar. Pemberian sanksi dilakukan
dengan maksud agar siswa enggan bahkan tidak akan melakukan
pelanggaran terhadap tata tertib yang telah disepakati. Informasi mengenai
65
sanksi yang diberikan dapat memotivasi siswa untuk menghindari perbuatan-
perbuatan tercela. Hal ini tentu menjadi salah satu alternatif baik dalam
membina karakter siswa ke arah yang positif. Apabila siswa tidak memahami
sanksi yang diberikan saat pelanggaran terjadi, maka pelanggaran akan
menjadi suatu kebiasaan. Dengan demikian, guru bimbingan konseling
sewajarnya selalu mengingatkan siswa mengenai sanksi yang ada.
Tabel 4. 7 Tanggapan Responden Mengenai Guru Bimbingan Konseling Melatih
Kedisiplinan dalam Mengikuti Pembelajaran di Kelas
No Kategori Frekuensi Persentase
1 Selalu 49 61,2
2 Sering 26 32,5
3 Jarang 4 5,0
4 Kadang-Kadang 1 1,2
5 Tidak Pernah - 0
Jumlah 80 100
Sumber : Hasil Pengolahan Data Kuesioner, 2014 Berdasarkan data yang diperoleh pada tabel di atas terlihat bahwa
terdapat 49 orang (61,2%) yang menyatakan guru bimbingan konseling
selalu melatih kedisiplinan siswa dalam mengikuti pembelajaran di kelas, 26
orang (32,5%) menyatakan sering, 4 orang (5,0%) menyatakan jarang, 1
orang (1,2%) menyatakan kadang-kadang, dan tidak ada responden yang
menyatakan tidak pernah. Berdasarkan hasil pengolahan data tersebut,
terlihat bahwa guru bimbingan konseling sangat memperhatikan kedisiplinan
siswa termasuk dalam pembelajaran di kelas. Guru bimbingan konseling
bukan hanya berperan saat siswa menghadapi masalah, tetapi membentuk
siswa berkarakter baik sebelum siswa menghadapi suatu masalah, termasuk
melatih kedisiplinan. Cara yang ditempuh oleh guru bimbingan siswa
66
beragam, dimulai dari mengawasi siswa saat masuk ke dalam lingkungan
sekolah. Guru bimbingan konseling berdiri di depan pagar dengan maksud
mengawasi siswa yang terlambat, melihat kelengkapan siswa dalam
berpakaian, sampai pada saat siswa melaksanakan pembelajaran di kelas.
Hal ini akan berimplikasi terhadap karakter siswa, sebab siswa yang dilatih
hidup disiplin maka akan menjadi sebuah kebiasaan siswa.
Tabel 4. 8 Tanggapan Responden Mengenai Larangan Guru Bimbingan Konseling
kepada Siswa untuk Merokok di Lingkungan Sekolah
No Kategori Frekuensi Persentase
1 Selalu 50 62,5
2 Sering 26 32,5
3 Jarang 4 5,0
4 Kadang-Kadang - 0
5 Tidak Pernah - 0
Jumlah 80 100
Sumber : Hasil Pengolahan Data Kuesioner, 2014 Berdasarkan data yang diperoleh pada tabel di atas, terdapat 52
orang (83,3%) yang menyatakan bahwa guru bimbingan konseling selalu
melarang siswa untuk merorok di lingkungan sekolah, 28 orang (35,0%)
menyatakan sering, dan tidak ada responden yang menyatakan jarang,
kadang-kadang, dan tidak pernah. Hasil pengolahan data di atas
menggambarkan bahwa guru bimbingan konseling selalu mengelola siswa
baik dari segi pembelajaran maupun kesehariannya. Sehingga guru
bimbingan konseling tidak hanya berlaku sebagai pengajar namun bertugas
untuk mendidik siswa ke arah yang baik. Pada usia sekolah mengengah
pertama ini, siswa memasuki fase remaja, di mana anak selalu berusaha
mencoba sesuatu hal yang belum pernah dirasakan, termasuk menghisap
67
rokok. Rokok mengandung nikotin yang merupakan unsur berbahaya bagi
tubuh manusia apabila dikonsumsi, bukan hanya bagi pihak yang
mengkonsumsi langsung, tetapi juga orang yang menghirup asap rokok. Bagi
penikmat rokok, nikotin dapat membuat pikiran tenang dan kenikmatan
tersendiri, namun efek dari kenikmatan itu akan membawa kesengsaraan,
misalnya perokok rentan dengan penyakit paru-paru.
Tabel 4. 9 Tanggapan Responden Mengenai Guru Bimbingan Konseling Memantau
Kondisi Siswa di Kelas
No Kategori Frekuensi Persentase
1 Selalu 52 65,0
2 Sering 28 35,0
3 Jarang - 0
4 Kadang-Kadang - 0
5 Tidak Pernah - 0
Jumlah 80 100
Sumber : Hasil Pengolahan Data Kuesioner, 2014 Berdasarkan data yang diperoleh pada tabel di atas, terdapat 50
orang (62,5%) yang menyatakan bahwa guru bimbingan konseling selalu
memantau kondisi siswa di kelas, 26 orang (32,5%) menyatakan sering, dan
4 orang (5,0%) menyatakan jarang, serta tidak ada responden yang
menyatakan kadang-kadang dan tidak pernah.
Berdasarkan hasil pengolahan data terlihat bahwa guru bimbingan
konseling tidak hanya mengawasi siswa di luar kelas, tetapi juga di dalam
kelas. Pengawasan dilakukan dengan mengamati langsung, maupun dengan
menanyakan kepada guru mata pelajaran mengenai kondisi kelas yang
diampunya. Apabila ada keluhan dari guru-guru lain, maka guru bimbingan
konseling bertugas untuk mengatasi permasalahan tersebut dengan
68
memberikan layanan secara berkelompok maupun individu. Kondisi siswa di
kelas menggambarkan sikap, perilaku, dan tutur kata yang sebenarnya.
Sebab kebanyakan waktu siswa diluangkan di dalam kelas. Apabila guru
bimbingan konseling selalu memantau kondisi siswa di kelas, siswa akan
merasa bahwa segala kegiatan yang dilakukan diperhatikan, sehingga siswa
akan berbuat sesuai dengan aturan yang berlaku di sekolah tersebut.
Tabel 4. 10 Tanggapan Responden Mengenai Guru Bimbingan Konseling memotivasi
siswa untuk belajar
No Kategori Frekuensi Persentase
1 Selalu 77 96,2
2 Sering 3 3,8
3 Jarang - 0
4 Kadang-Kadang - 0
5 Tidak Pernah - 0
Jumlah 80 100
Sumber : Hasil Pengolahan Data Kuesioner, 2014 Berdasarkan data yang diperoleh pada tabel di atas, terdapat 77
orang (96,2%) yang menyatakan bahwa guru bimbingan konseling selalu
memotivasi siswa untuk belajar, 3 orang (3,8%) menyatakan sering, dan
tidak ada responden yang menyatakan jarang, kadang-kadang, dan tidak
pernah.
Berdasarkan hasil pengolahan data tersebut, terlihat bahwa secara
langsung guru bimbingan konseling tidak memiliki materi yang luas seperti
guru mata pelajaran pada umumnya. Namun, guru bimbingan konseling
harus menjalankan tugasnya untuk selalu mengingatkan dan memberikan
semangat kepada siswa agar merasa nyaman dalam belajar, melalui
motivasi. Melalui motivasi, siswa akan selalu terdorong untuk melakukan
69
proses belajar sebagai usaha merubah tingkah laku, baik dalam aspek
kognitif, afektif, dan psikomotorik. Pada saat siswa melakukan proses
belajar, bukan hanya ilmu pengetahuan yang diperoleh, namun juga
perubahan sikap yang tercermin dari karakter siswa. Hal ini dapat dijadikan
upaya pembinaan karakter siswa. guru bimbingan konseling dapat
melakukan pendekatan persuasif untuk memberikan dorongan agar lebih giat
belajar kepada siswa dengan bahasa yang ringan dan penuh keakraban.
Pada dasarnya, anak usia SMP akan merasa bosan apabila membicarakan
tentang pembelajaran di kelas. Dengan demikian, guru bimbingan konseling
harus memiliki cara yang tepat untuk menyampaikan motivasi belajar kepada
siswa. Motivasi memberi pengaruh yang sangat besar pada diri anak, apabila
berisi kenyamanan dan kesenangan hati dan pikiran dalam belajar.
Tabel 4. 11 Tanggapan Responden Mengenai Guru Bimbingan Konseling Memanggil
Secara Khusus Siswa yang Melakukan Pelanggaran di Sekolah
No Kategori Frekuensi Persentase
1 Selalu 56 70,0
2 Sering 21 26,2
3 Jarang 3 3,8
4 Kadang-Kadang - 0
5 Tidak Pernah - 0
Jumlah 80 100
Sumber : Hasil Pengolahan Data Kuesioner, 2014
Berdasarkan data yang diperoleh pada tabel di atas, terdapat 56
orang (70,0%) yang menyatakan bahwa guru bimbingan konseling selalu
memanggil secara khusus siswa yang melakukan pelanggaran di sekolah, 21
orang (26,2%) menyatakan sering, 3 orang (3,8%) menyatakan jarang dan
tidak ada responden yang menyatakan kadang-kadang dan tidak pernah.
70
Hasil pengolahan data di atas menunjukkan bahwa guru bimbingan
konseling berusaha menjaga perasaan siswanya yang melakukan
pelanggaran. Pelanggaran yang dilakukan oleh siswa bukan berarti tanpa
sebab. Seorang anak terkadang berada paa fase di mana segala perbuatan
yang dilakukan akibat dari kurangnya perhatian yang diperolehnya,
ketidaksengajaan, kondisi pribadi dan lingkungan, serta banyak hal yang
menjadi penyebab. Apabila siswa diberikan sanksi secara terang-terangan di
hadapan temannya, siswa akan merasa malu dan cenderung akan bermental
pendendam terhadap guru yang memberikan sanksi ataupun akan merusak
mentalnya. Oleh karena itu, alangkah lebih baik apabila siswa dipanggil
secara khusus dalam upaya pembinaan dan perbaikan diri siswa, serta
menjaga harga diri siswa. panggilan khusus yang dilakukan, juga akan
menjadi teladan bagi diri siswa terhadap gurunya. Apabila guru menanamkan
sikap damai saat menyelesaikan masalah, maka siswa juga akan terlatih
untuk menyelesaikan masalah secara baik-baik melalui diskusi bersama. Hal
ini tentu akan berimplikasi terhadap pembentukan karakter siswa.
Tabel 4. 12 Tanggapan Responden Mengenai Guru Bimbingan Konseling Melakukan
pemantauan dan Pemberian Arahan kepada Siswa di Kelas Saat Guru Mata Pelajaran Tidak Hadir di Sekolah
No Kategori Frekuensi Persentase
1 Selalu 44 55,0
2 Sering 31 38,8
3 Jarang 5 6,2
4 Kadang-Kadang - 0
5 Tidak Pernah - 0
Jumlah 80 100
Sumber : Hasil Pengolahan Data Kuesioner, 2014
71
Hasil pengolahan data yang diperoleh pada tabel di atas,
menunjukkan bahwa terdapat 44 orang (55,0%) yang menyatakan guru
bimbingan konseling selalu memantau dan mengarahkan siswa di kelas saat
guru mata pelajaran tidak hadir di sekolah, 31 orang (38,8%) menyatakan
sering, 5 orang (6,2%) menyatakan jarang dan tidak ada responden yang
menyatakan kadang-kadang dan tidak pernah.
Berdasarkan hasil pengolahan data di atas, terlihat bahwa guru
bimbingan konseling juga berperan sebagai director atau pengarah, dalam
hal ini guru mengarahkan kepada siswa sekaligus memantau siswa saat
guru mata pelajaran tidak hadir di sekolah. Apabila guru mata pelajaran tidak
hadir pada jam mengajarnya, maka guru bimbingan konseling bertugas untuk
mengisi jam kosong tersebut dan mengisi dengan materi bimbingan dan
konseling atau memberikan asesmen berupa pertanyaan singkat yang dapat
menggambarkan minat, bakat, keinginan, serta mengetahui siswa secara
lebih mendalam. Selain agar waktu belajar tidak terbuang sia-sia, peran guru
bimbingan konseling dalam kondisi ini adalah sebagai upaya preventif atau
pencegahan, agar siswa dapat menghindari hal-hal yang berbau
pelanggaran apalagi kesalahan. Terkadang dibutuhkan cara yang membuat
siswa merasa senang dan gembira saat guru bimbingan konseling masuk
mengisi jam kosong, misalnya melakukan games yang bersifat mendidik dan
membina karakter siswa.
Tabel 4. 13 Tanggapan Responden Mengenai Guru Bimbingan Konseling Memberikan
Solusi Saat Siswa Menghadapi Masalah
72
No Kategori Frekuensi Persentase
1 Selalu 50 62,5
2 Sering 25 31,2
3 Jarang 4 5,0
4 Kadang-Kadang 1 1,2
5 Tidak Pernah - 0
Jumlah 80 100
Sumber : Hasil Pengolahan Data Kuesioner, 2014
Data pada tabel di atas memperlihatkan bahwa terdapat 50 orang
(62,5%) yang menyatakan guru bimbingan konseling selalu memberikan
solusi kepada siswa saat menghadapi masalah, 25 orang (31,2%)
menyatakan sering, 4 orang (5,0%) menyatakan jarang, 1 orang (1,2%)
menyatakan kadang-kadang, dan tidak ada responden yang menyatakan
tidak pernah.
Berdasarkan hasil pengolahan data di atas terlihat bahwa guru
bimbingan konseling telah berperan baik sebagai inisiator atau pencetus
sebuah ide dalam memecahkan permasalahan yang dialami oleh siswa.
Hasil penelitian menunjukkan, apabila guru bimbingan konseling selalu
memberikan solusi, maka siswa selalu menceritakan segala permasalahan
yang dihadapi kepada guru bimbingan konseling mereka, yang sering dikenal
dengan kata “curhat” atau curahan hati. Apabila siswa mampu menceritakan
masalah yang dihadapinya, hal ini menunjukkan bahwa guru bimbingan
konseling mampu bersikap profesional baik sebagai pengajar maupun
pendidik. Jika siswa memperoleh solusi yang tepat dari guru bimbingan
konselingnya, maka siswa tersebut akan menjalin hubungan baik dengan
gurunya. Menjalin silaturahim adalah salah satu karakter baik yang dianggap
dapat melancarkan segala urusan hidup manusia.
73
Tabel 4. 14 Tanggapan Responden Mengenai Guru Bimbingan Konseling Melakukan
Kunjungan Rumah Apabila Siswa Mengalami Masalah di Sekolah
No Kategori Frekuensi Persentase
1 Selalu 13 16,2
2 Sering 50 62,5
3 Jarang 11 13,8
4 Kadang-Kadang 6 7,5
5 Tidak Pernah - 0
Jumlah 80 100
Sumber : Hasil Pengolahan Data Kuesioner, 2014
Berdasarkan data pada tabel di atas, terlihat bahwa terdapat 13 orang
(16,2%) yang menyatakan guru bimbingan konseling selalu melakukan
kunjungan rumah apabila ada siswa yang mengalami masalah di sekolah, 50
orang (62,5%) menyatakan sering, 11 orang (13,8%) menyatakan jarang, 6
orang (7,5%) menyatakan kadang-kadang, dan tidak ada responden yang
menyatakan tidak pernah.
Berdasarkan hasil pengolahan data tersebut, terlihat bahwa guru
bimbingan konseling masih harus meningkatkan peranannya sebagai
transmitter, yaitu penyebar kebijaksanaan dalam pendidikan. Dalam hal ini,
apabila guru bimbingan konseling melakukan kunjungan rumah, maka
secara tidak langsung guru memiliki perhatian yang sangat besar bagi
siswanya. Pada lingkungan daerah, siswa cenderung ada yang suka bolos
atau tidak masuk kelas, bahkan tidak datang ke sekolah. Apabila hal tersebut
terjadi dalam jangka waktu lama, tanpa ada kabar dari orang tua siswa,
maka guru bimbingan konseling sewajarnya melakukan kunjungan kelas.
Kunjungan kelas akan membuat siswa merasa malu berbuat salah karena
telah diberikan perhatian yang besar oleh gurunya lantas siswa tersebut tidak
74
mematuhi aturan sekolah, sehingga tidak jarang siswa yang terketuk hatinya
untuk menjadi lebih baik dan meninggalkan kebiasaan buruknya. Tentu hal
ini sangat besar pengaruhnya terhadap pembentukan karakter siswa.
Tabel 4. 15 Tanggapan Responden Mengenai Guru Bimbingan Konseling Memberikan
Nasehat kepada Siswa Agar Tidak Melakukan Pelanggaran di Sekolah
No Kategori Frekuensi Persentase
1 Selalu 31 38,8
2 Sering 46 57,5
3 Jarang 3 3,8
4 Kadang-Kadang - 0
5 Tidak Pernah - 0
Jumlah 80 100
Sumber : Hasil Pengolahan Data Kuesioner, 2014
Berdasarkan data yang diperoleh pada tabel di atas, terdapat 31
orang (38,8%) yang menyatakan bahwa guru bimbingan konseling selalu
memberi nasehat kepada siswa agar tidak melakukan pelanggaran di
sekolah, 46 orang (57,5%) menyatakan sering, dan 3 orang (3,8%)
menyatakan jarang, serta tidak ada responden yang menyatakan kadang-
kadang dan tidak pernah.
Berdasarkan hasil pengolahan data, terlihat bahwa guru selalu
memberikan nasehat kepada siswanya. Nasehat merupakan seruan,
anjuran, dan saran yang berisi ajaran atau pelajaran yang baik, demi
kepentingan dan kebaikan pihak yang dinasehati, dalam hal ini siswa.
Nasehat dapat berupa menceritakan pengalaman dan membandingkan
dengan yang dialami siswa, berupaya memberi siswa penyadaran terhadap
segala perbuatan salah yang dilakukan, sehingga terketuk hatinya untuk
meninggalkan perbuatan tersebut. Namun, saat ini siswa cenderung enggan
75
mendengarkan nasehat, sehingga diperlukan cara yang persuasif dan tepat
dalam mengambil hati siswa. Apabila isi nasehat cenderung memojokkan
siswa, maka siswa merasa tidak nyaman dengan keberadaan dan ucapan
guru. Sehingga, nasehat yang diberikan harus bermakna hikmah nagi siswa.
Tabel 4. 16 Tanggapan Responden Mengenai Guru Bimbingan Konseling Menjadi
Fasilitator Saat Siswa Mengalami Kesulitan Belajar
No Kategori Frekuensi Persentase
1 Selalu 11 13,8
2 Sering 39 48,8
3 Jarang 18 22,5
4 Kadang-Kadang 12 15,0
5 Tidak Pernah - 0
Jumlah 80 100
Sumber : Hasil Pengolahan Data Kuesioner, 2014
Data pada tabel di atas menunjukkan bahwa terdapat 11 orang
(13,8%) yang menyatakan guru bimbingan konseling selalu menjadi
fasilitator saat siswa mengalami kesulitan belajar, 39 orang (48,8%)
menyatakan sering, 18 orang (22,5%) menyatakan jarang, 12 orang (15,0%)
menyatakan kadang-kadang, dan tidak ada responden yang menyatakan
tidak pernah.
Berdasarkan hasil pengolahan data di atas, dapat terlihat bahwa guru
telah berupaya membantu siswa yang mengalami kesulitan belajar,
meskipun belum maksimal. Kesulitan belajar yang dialami siswa cenderung
berasal dari pelajaran sains. Guru bimbingan konseling hanya bertugas
sebagai fasilitator untuk menyampaikan kepada guru mata pelajaran apabila
siswa mengalami kesulitan belajar, namun tidak dapat terjun langsung untuk
memberikan materi ajar yang dianggap sulit, sebab bukan bidangnya.
76
Dengan demikian, tidak seluruh kesulitan belajar siswa dapat diatasi secara
langsung, sebab guru bimbingan konseling hanya mampu memberi alternatif
cara belajar serta metode yang dapat digunakan agar siswa merasa lebih
mudah untuk belajar, dikaitkan dengan cara mengatur perasaan siswa saat
ingin memulai belajar. Sebab kondisi siswa saat belajar akan sangat
mempengaruhi pencapaian prestasi belajar siswa ke depannya.
Tabel 4. 17 Tanggapan Responden Mengenai Guru Bimbingan Konseling Memfasilitasi
Siswa dan Guru Mata Pelajaran Apabila Terdapat Permasalahan Nilai
No Kategori Frekuensi Persentase
1 Selalu 49 61,2
2 Sering 27 33,8
3 Jarang 4 5,0
4 Kadang-Kadang - 0
5 Tidak Pernah - 0
Jumlah 80 100
Sumber : Hasil Pengolahan Data Kuesioner, 2014 Berdasarkan data yang diperoleh pada tabel di atas, terdapat 49
orang (61,2%) yang menyatakan bahwa guru bimbingan konseling selalu
memfasilitasi siswa dan guru mata pelajaran apabila ada masalah yang
berkenaan dengan nilai, 27 orang (61,2%) menyatakan sering, dan 4 orang
(5,0%) menyatakan jarang, serta tidak ada responden yang menyatakan
kadang-kadang dan tidak pernah.
Berdasarkan hasil pengolahan data tersebut, terlihat bahwa guru
bimbingan konseling telah menjalankan tugas fasilitatornya dengan sangat
baik, dengan menjalin komunikasi atau menjadi fasilitator antara guru mata
pelajaran dengan siswa yang mengalami masalah dengan nilai. Apabila
siswa memiliki masalah dengan nilainya, maka guru bimbingan konseling
77
dapat mengkomunikasikan hal tersebut kepada guru mata pelajaran untuk
diberikan remidial atau tugas pengganti remidial. Sebab siswa yang
mengalami masalah dalam nilai, berarti siswa tersebut bermasalah dan
butuh bantuan. Namun, terkadang ada siswa yang acuh tak acuh terhadap
nilainya, sehingga guru bimbingan konseling bertugas untuk mendata
seluruh siswa yang mengalami masalah tersebut dan dicarikan solusinya.
Tabel 4. 18 Tanggapan Responden Mengenai Guru Bimbingan Konseling Menjadi Mediator Saat Terjadi Kesalahpahaman atau Perkelahian Antarsiswa
No Kategori Frekuensi Persentase
1 Selalu 15 18,8
2 Sering 50 62,5
3 Jarang 15 18,8
4 Kadang-Kadang - 0
5 Tidak Pernah - 0
Jumlah 80 100
Sumber : Hasil Pengolahan Data Kuesioner, 2014 Berdasarkan data yang diperoleh pada tabel di atas, terdapat 15
orang (18,8%) yang menyatakan guru bimbingan konseling menjadi mediator
saat terjadi kesalahpahaman atau perkelahian antarsiswa, 50 orang (62,5%)
menyatakan sering, dan 15 orang (18,8%) menyatakan jarang, serta tidak
ada responden yang menyatakan kadang-kadang dan tidak pernah.
Pengolahan data tersebut menunjukkan bahwa dalam urusan
perkelahian yang terjadi antarsiswa seharusnya diatasi oleh guru bimbingan
konseling. Namun, wali kelas sebagai guru yang juga turut memperhatikan
dan bertanggungjawab atas anak walinya juga memiliki kontribusi yang besar
bagi pembinaan siswa. pertengkaran antarsiswa sangat lumrah ditemukan di
setiap sekolah. Pertengkaran dapat terjadi akibat adanya kesalahpahaman,
78
serta ketersinggungan pada diri siswa yang tidak dapat dibendung dan
disalurkan melalui perkelahian. Peran guru bimbingan konseling sangat
besar untuk membantu siswa yang belum mampu mengontrol emosinya saat
berinteraksi dengan sekitarnya. Pertengkaran biasanya diawali dengan
candaan yang berujung pada ketersinggungan. Sehingga, sepatutnya guru
bimbingan konseling memfasilitasi siswa, agar kesalahpahaman tersebut
dapat terurai menjadi sebuah pemecahan masalah. Sebagai fasilitator, guru
bimbingan konseling tidak boleh mendengarkan satu pihak saja, melainkan
keduabelah pihak yang bermasalah harus didengarkan pendapatnya, sebab
tidak akan ada pertengkaran apabila tidak ada pihak yang merasa dirugikan.
Dengan demikian, setelah melakukan diskusi, barulah dicarikan solusi agar
pertengkaran tersebut selesai pada saat itu juga dengan damai.
Tabel 4. 19 Tanggapan Responden Mengenai Guru Bimbingan Konseling Melakukan
Evaluasi Terhadap Kinerjanya Sebagai Konselor Siswa di Sekolah
No Kategori Frekuensi Persentase
1 Selalu 53 66,2
2 Sering 20 25,0
3 Jarang 5 6,2
4 Kadang-Kadang 2 2,5
5 Tidak Pernah - 0
Jumlah 80 100
Sumber : Hasil Pengolahan Data Kuesioner, 2014
Berdasarkan data yang diperoleh pada tabel di atas, terdapat 53
orang (66,2%) yang menyatakan bahwa guru bimbingan konseling
melakukan evaluasi terhadap kinerjanya sebagai konselor siswa di sekolah,
20 orang (25,0%) menyatakan sering, 5 orang (6,2%) menyatakan jarang,
79
dan 2 orang (2,5%) menyatakan kadang-kadang, serta tidak ada responden
yang menyatakan tidak pernah.
Penilaian kinerja yang dilakukan guru bimbingan konseling berbeda
dengan melihat kinerja pegawai kantor yang teramati oleh pimpinan. Guru
bimbingan konseling tentu sangat sering berinteraksi dengan siswa,
sehingga pihak yang sangat memahami pelaksanaan kinerjanya hanyalah
siswa. Berdasarkan hasil pengolahan data tersebut, terlihat bahwa kinerja
guru bimbingan konseling selalu terpantau oleh siswa. Bahkan guru
bimbingan konseling selalu memberikan lembar assesmen atau lembar
penilaian kinerjanya selama menjadi guru bimbingan konseling kepada
siswa, dan siswa mengisi lembar tersebut sesuai dengan apa yang mereka
alami. Pada dasarnya, penilaian atau evaluasi atas kinerja yang dilakukan
dapat menjadi referensi atau pijakan bagi para guru bimbingan konseling
untuk berusaha dan bekerja lebih baik lagi dalam menjalankan perannya
yang sangat banyak jika dibandingkan dengan guru mata pelajaran. Evaluasi
kinerja juga dapat memotivasi para guru bimbingan konseling untuk
menemukan alternatif atau cara yang lebih efektif dalam menghadapi
karakter siswa yang heterogen.
C. Deskripsi Karakter Siswa SMP di Kecamatan Poli-Polia Kabupaten Kolaka
Karakter merupakan sifat pribadi yang relatif stabil pada diri individu
yang menjadi landasan bagi penampilan perilaku dalam standar nilai dan
norma yang tinggi. Relatif stabil adalah suatu kondisi yang apabila telah
terbentuk akan tidak mudah diubah. Landasan adalah kekuatan yang
80
pengaruhnya sangat besar/ dominan yang menyeluruh terhadap hal-hal yang
terkait langsung dengan kekuatan yang dimaksud. Penampilan perilaku
adalah aktivitas individu atau kelompok. Standar nilai dan norma yang
dimaksud adalah iman, taqwa, pengendalian diri, disiplin, kerja keras, ulet,
bertanggungjawab, jujur, membela kebenaran, kepatuhan, kesopanan,
kesantunan, ketaatan pada peraturan, loyalitas, demokratis, kebersamaan,
musyawarah, gotong royong, toleransi, tertib, damai, anti kekerasan, dan
hemat atau efisien.
Dengan demikian, karakter memuat makna yang sangat kompleks.
Berikut ini digambarkan karakter siswa SMP di Kecamatan Poli-Polia
Kabupaten Kolaka Propinsi Sulawesi Tenggara yang merupakan hasil dari
pola pembinaan karakter yang diterapkan di sekolah tersebut.
Tabel 4. 20 Tanggapan Responden Mengenai Siswa Saling Tolong Menolong Saat
Menemui Kesulitan
No Kategori Frekuensi Persentase
1 Selalu 61 76,2
2 Sering 19 23,8
3 Jarang - 0
4 Kadang-Kadang - 0
5 Tidak Pernah - 0
Jumlah 80 100
Sumber : Hasil Pengolahan Data Kuesioner, 2014
Berdasarkan data yang diperoleh pada tabel di atas, terdapat 61
orang (76,2%) yang menyatakan bahwa siswa selalu saling tolong menolong
pada saat menemui kesulitan, 19 orang (23,8%) menyatakan sering, dan
81
tidak ada responden yang menyatakan jarang, kadang-kadang, dan tidak
pernah.
Sikap tolong menolong antarsiswa merupakan hal yang lumrah terlihat
di sekolah menengah pertama Poli-Polia kabupaten Kolaka. Masyarakat
daerah tersebut memang pada dasarnya memiliki sikap kekeluargaan yang
erat dan menurun pada anak mereka. Sikap tolong menolong yang terlihat
adalah di saat seorang siswa menemui kesulitan saat mengerjakan tugas,
maka siswa lain yang memiliki pengetahuan mengenai tugas tersebut
membantu memberi pemahaman kepada temannya. Sikap tolong menolong
juga terlihat saat seorang siswa tidak membawa bekal dan uang jajan, maka
ada beberapa siswa yang memberikan sebagian uang jajan yang dimilikinya
agar bisa makan bersama. Sikap demikian pada dasarnya bukan hanya
dimiliki oleh siswa namun kebanyakan masyarakat sekitar memiliki
kekeluargaan yang erat.
Tabel 4. 21 Tanggapan Responden Mengenai Siswa Mengembalikan Barang Temuan
yang Bukan Miliknya
No Kategori Frekuensi Persentase
1 Selalu 69 86,2
2 Sering 11 13,8
3 Jarang - 0
4 Kadang-Kadang - 0
5 Tidak Pernah - 0
Jumlah 80 100
Sumber : Hasil Pengolahan Data Kuesioner, 2014
Data yang diperoleh pada tabel di atas, menunjukkan bahwa terdapat
69 orang (86,2%) yang menyatakan bahwa siswa selalu mengembalikan
barang temuan yang bukan miliknya, 11 orang (13,8%) menyatakan sering,
82
dan tidak ada responden yang menyatakan jarang, kadang-kadang, dan
tidak pernah.
Berdasarkan hasil pengolahan data tersebut, terlihat bahwa siswa
merupakan sosok yang jujur sebab tidak mengambil apa yang bukan menjadi
haknya. Bahkan yang terlihat, siswa terkadang menyimpan buku paket atau
barang lain di dalam laci masing-masing dan tidak ada barang yang hilang.
Hal ini menunjukkan rasa saling percaya antarsiswa di sekolah tersebut.
Tabel 4. 22 Tanggapan Responden Mengenai Siswa Memiliki Sopan Santun Saat
Bertutur Kata dengan Siswa Lain
No Kategori Frekuensi Persentase
1 Selalu 73 91,2
2 Sering 7 8,8
3 Jarang - 0
4 Kadang-Kadang - 0
5 Tidak Pernah - 0
Jumlah 80 100
Sumber : Hasil Pengolahan Data Kuesioner, 2014
Berdasarkan data yang diperoleh pada tabel di atas, terdapat 73
orang (91,2%) yang menyatakan bahwa siswa selalu bersikap sopan santun
saat bertutur kata dengan sesamanya, 7 orang (8,8%) menyatakan sering,
dan tidak ada responden yang menyatakan jarang, kadang-kadang, dan
tidak pernah.
Masyarakat Poli-Polia masih memegang teguh adat dan budaya
mereka, termasuk sikap kekeluargaan dan kebersamaan, serta saling
menghargai. Sangat jarang ditemui pertengkaran atau perkelahian
antarsiswa. Pertengkaran terkadang terjadi hanya sebagai kesalahpahaman.
Hal ini dipengaruhi oleh sikap dan tutur kata yang baik antarsiswa. Meskipun
83
bagi orang-orang yang tidak memahami bahasa daerah mereka yang
terkesan diucapkan dengan suara lantang, namun tetap memegang teguh
sopan santun dan tutur kata yang baik.
Tabel 4. 23 Tanggapan Responden Mengenai Siswa Rajin Melaksanakan Ibadah Shalat
No Kategori Frekuensi Persentase
1 Selalu 78 97,5
2 Sering 2 2,5
3 Jarang - 0
4 Kadang-Kadang - 0
5 Tidak Pernah - 0
Jumlah 80 100
Sumber : Hasil Pengolahan Data Kuesioner, 2014
Data pada tabel di atas memperlihatkan bahwa terdapat 78 orang
(97,5%) yang menyatakan bahwa siswa selalu melaksanakan ibadah shalat
dengan rajin, 2 orang (2,5%) menyatakan sering, dan tidak ada responden
yang menyatakan jarang, kadang-kadang, dan tidak pernah.
Siswa SMP Negeri di Kecamatan Poli-Polia mayoritas beragama Islam
dan memiliki kesadaran yang besar dalam pelaksanaan shalat. Pada
dasarnya, sekolah memberi aturan bahwa pelaksanaan shalat dhuhur selalu
dilaksanakan secara berjamaah di masjid sekolah, sehingga dijadikan
sebagai rutinitas bagi para siswa, yang akan tumbuh menjadi sebuah
kebiasaan yang akan membawa kepada kesadaran pribadi. Terlihat bahwa
Kecamatan Poli-Polia termasuk dalam daerah religius yang memiliki
kesadaran beragama yang baik. Para orangtua memberi keteladanan yang
baik dalam beribadah, sehingga menurun pada anak mereka. Dengan
demikian, pihak sekolah tidak terlalu sulit untuk membangun karakter religius
84
pada diri siswa, sebab agama mereka anggap sebagai tiang hidup yang
dapat mengarahkan kehidupan mereka ke depannya.
Tabel 4. 24 Tanggapan Responden Mengenai Siswa Rajin Mengerjakan Tugasnya
Secara Mandiri
No Kategori Frekuensi Persentase
1 Selalu 63 78,8
2 Sering 14 17,5
3 Jarang 3 3,8
4 Kadang-Kadang - 0
5 Tidak Pernah - 0
Jumlah 80 100
Sumber : Hasil Pengolahan Data Kuesioner, 2014
Berdasarkan data yang diperoleh pada tabel di atas, terdapat 63
orang (78,8%) yang menyatakan siswa selalu rajin mengerjakan tugasnya
sendiri, 14 orang (17,5%) menyatakan sering, dan 3 orang (3,8%)
menyatakan kadang-kadang, serta tidak ada responden yang menyatakan
kadang-kadang dan tidak pernah.
Berdasarkan hasil observasi di atas, terlihat bahwa kebanyakan siswa
masih memiliki rasa percaya diri untuk mengerjakan tugasnya secara
mandiri. Bahkan ada beberapa siswa yang mengerjakan tugas secara
mandiri lalu mendiskusikannya dengan teman sebangku atau kelompoknya.
Hal ini selain membangun karakter jujur pada diri siswa juga dapat membina
rasa percaya diri, kerja keras, kerja sama serta ketekunan dalam belajar.
Meskipun tidak dapat dipungkiri bahwa masih banyak pula siswa yang masih
suka menyontek sebab ingin memperoleh jawaban dengan cepat tanpa mau
berusaha. Hal ini lah yang perlu diwaspadai dalam upaya pembinaan
karakter siswa di sekolah.
85
Tabel 4. 25 Tanggapan Responden Mengenai Siswa Bersikap Sopan Saat
Makan dan Minum
No Kategori Frekuensi Persentase
1 Selalu 63 78,8
2 Sering 17 21,2
3 Jarang - 0
4 Kadang-Kadang - 0
5 Tidak Pernah - 0
Jumlah 80 100
Sumber : Hasil Pengolahan Data Kuesioner, 2014
Berdasarkan data yang diperoleh pada tabel di atas, terdapat 63
orang (78,8%) yang menyatakan bahwa siswa selalu bersikap sopan pada
saat makan dan minum, 17 orang (21,2%) menyatakan sering, dan tidak ada
responden yang menyatakan jarang, kadang-kadang, dan tidak pernah.
Kegiatan makan dan minum adalah kegiatan yang ditunjukkan dalam
keseharian anak. Makan dan minum menggambarkan karakter atau pribadi
seseorang. Apabila anak mampu melakukan kegiatan makan dan minum
dengan sopan dan memiliki adab, tentu anak tersebut memahami tata krama
dan sopan santun, sehingga terbukti bahwa anak tersebut memiliki karakter
yang baik. Cara makan dan minum selalu menjadi sorotan sebab paling
mudah teramati oleh banyak orang, sehingga sewajarnya anak diberikan
bimbingan khusus serta arahan mengenai adab makan dan minum yang baik
sesuai dengan ajaran agama.
Tabel 4. 26 Tanggapan Responden Mengenai Siswa Mengenakan Pakaian yang Sopan
(Berbusana Muslim)
No Kategori Frekuensi Persentase
1 Selalu 58 72,5
2 Sering 16 20,0
86
3 Jarang 6 7,5
4 Kadang-Kadang - 0
5 Tidak Pernah - 0
Jumlah 80 100
Sumber : Hasil Pengolahan Data Kuesioner, 2014
Data yang diperoleh pada tabel di atas menunjukkan bahwa terdapat
58 orang (72,5%) yang menyatakan bahwa siswa selalu mengenakan
pakaian sopan atau busana muslim muslimah, 16 orang (20,0%)
menyatakan sering, dan 6 orang (7,5%) menyatakan jarang, serta tidak ada
responden yang menyatakan kadang-kadang dan tidak pernah.
Berdasarkan hasil pengolahan data di atas, terlihat bahwa belum
semua siswa mengenakan pakaian muslim dan muslimah. Namun, sebagian
besar siswa mengenakan pakaian yang sopan meski belum berhijab.
Pakaian akan menggambarkan karakter siswa, sebabpakaian yang
membungkus raga siswa. Apabila sekolah menengah pertama di daerah
Kecamatan Poli-Polia menerapkan pendidikan Islam, maka selayaknya
semua siswa harus mengenakan busana muslim muslimah. Hanya saja,
ajaran agama yang dianut para siswa heterogen dan wajib bagi kita semua
menghormati dan bersikap toleransi terhadap siswa yang bukan muslim.
Dengan demikian, sepatutnya guru selalu mengingatkan siswa agar
mematuhi aturan dan memberi sanksi yang sepadan apabila melanggar
peraturan dalam berpakaian.
Tabel 4. 27 Tanggapan Responden Mengenai Siswa Hadir di Sekolah Tepat Waktu
No Kategori Frekuensi Persentase
1 Selalu 50 62,5
2 Sering 22 27,5
87
3 Jarang 8 10,0
4 Kadang-Kadang - 0
5 Tidak Pernah - 0
Jumlah 80 100
Sumber : Hasil Pengolahan Data Kuesioner, 2014
Berdasarkan data yang diperoleh pada tabel di atas, terdapat 50
orang (62,5%) yang menyatakan bahwa siswa selalu hadir tepat waktu di
sekolah atau tidak terlambat, 22 orang (27,5%) menyatakan sering, dan 8
orang (10,0%) menyatakan jarang, serta tidak ada responden yang
menyatakan kadang-kadang dan tidak pernah.
Hasil pengolahan data di atas menggambarkan bahwa siswa pada
umumnya tepat waktu hadir di sekolah. Ketepatan waktu tersebut
menunjukkan sikap disiplin siswa, namun tidak hanya diukur dengan
ketepatan waktu saat hadir di sekolah melainkan ketepatan dalam
mengumpulkan tugas di kelas, mengerjakan pekerjaan rumah, serta
ketepatan waktu shalat berjamaah. Keterlambatan yang dialami oleh siswa
haruslah dikomunikasikan dengan baik, sebab terlambat pasti memiliki
banyak alasan, yang mungkin saja dapat ditolerir. Misalnya akses kendaraan
umum yang tidak menyentuh sampe kediaman sang anak, sehingga harus
berjalan jauh dari rumah mereka, atau ada faktor lain. Sebaiknya, jumlah
keterlambatan dibatasi, apabila terjadi terus menerus, maka tugas guru
bimbingan konseling adalah memberikan bantuan khusus kepada siswa
yang sering terlambat.
Tabel 4. 28 Tanggapan Responden Mengenai Siswa Merasa Iri pada Saat Temannya
Memperoleh Nilai yang Lebih Baik
88
No Kategori Frekuensi Persentase
1 Selalu 7 8,8
2 Sering 8 10,0
3 Jarang 13 16,2
4 Kadang-Kadang 52 65,0
5 Tidak Pernah - 0
Jumlah 80 100
Sumber : Hasil Pengolahan Data Kuesioner, 2014
Data yang diperlihatkan pada tabel di atas menunjukkan bahwa
terdapat 7 orang (8,8%) yang menyatakan bahwa siswa selalu merasa iri
pada saat temannya memperoleh nilai yang lebih baik, 8 orang (10,0%)
menyatakan sering, 13 orang (16,2%) menyatakan jarang dan 52 orang
(65,0%) menyatakan kadang-kadang, serta tidak ada responden yang
menyatakan tidak pernah.
Hasil pengolahan data di atas memperlihatkan bahwa sikap iri masih
dimiliki oleh para siswa dalam lingkup SMP Negeri di Kecamatan Poli-Polia
Kabupaten Kolaka. Rasa Iri yang dimiliki oleh para siswa boleh saja dijadikan
sebagai motivasi belajar, namun tidak boleh menimbulkan rasa saling benci
antarsiswa. Misalnya, ada siswa yang memperoleh nilai tinggi, maka siswa
lain patut iri secara positif dan memacu agar dirinya juga dapat lebih baik dari
temannya dengan jalan belajar lebih giat, bukan malah membenci temannya.
Rasa iri yang negatif akan menimbulkan rasa dengki dan cemburu, yang
akan berefek tidak baik bagi dirinya sendiri maupun bagi orang lain. Oleh
karena itu, selayaknya sikap iri hati dihilangkan perlahan dari diri siswa
dengan menerapkan sikap ikhlas dan mau kerja keras agar memperoleh
hasil belajar yang juga memuaskan nantinya.
Tabel 4. 29
89
Tanggapan Responden Mengenai Siswa Memiliki Batasan Pergaulan dengan Siswa Lain yang Berlawanan Jenis
No Kategori Frekuensi Persentase
1 Selalu 61 76,2
2 Sering 19 23,8
3 Jarang - 0
4 Kadang-Kadang - 0
5 Tidak Pernah - 0
Jumlah 80 100
Sumber : Hasil Pengolahan Data Kuesioner, 2014
Data pada tabel di atas memperlihatkan bahwa terdapat 61 orang
(76,2%) yang menyatakan bahwa siswa selalu menyadari adanya batasan
bergaul dengan siswa yang berlawanan jenis, 19 orang (23,8%) menyatakan
sering, dan tidak ada responden yang menyatakan jarang, kadang-kadang,
dan tidak pernah.
Hasil pengolahan data menunjukkan bahwa siswa memiliki sikap
sopan santun terhadap lawan jenisnya. Faktor utama yang membuat siswa
bersikap demikian adalah masih kentalnya adat, budaya, dan agama yang
dianut oleh masyarakat Poli-Polia Kabupaten Kolaka. Batasan pergaulan
yang dimiliki oleh siswa akan menggambarkan sikap dan karakter siswa.
Apabila siswa memiliki kesadaran dalam bergaul, artinya siswa tersebut
mampu menjaga dirinya dari hal-hal yang bersifat maksiat. Terlebih bahwa
pergaulan yang salah dapat membawa siswa menuju kebrobrokan akhlak.
Tabel 4. 30 Tanggapan Responden Mengenai Siswa Mendengarkan Nasehat yang
Diberikan Oleh Guru
No Kategori Frekuensi Persentase
1 Selalu 73 91,2
2 Sering 7 8,8
3 Jarang - 0
90
4 Kadang-Kadang - 0
5 Tidak Pernah - 0
Jumlah 80 100
Sumber : Hasil Pengolahan Data Kuesioner, 2014
Berdasarkan data yang diperoleh pada tabel di atas, terdapat 73
orang (91,2%) yang menyatakan bahwa siswa selalu mendengarkan nasehat
yang diberikan oleh guru, 7 orang (8,8%) menyatakan sering, dan tidak ada
responden yang menyatakan jarang, kadang-kadang, dan tidak pernah.
Pada umumnya, terlihat bahwa siswa di SMP Negeri Kecamatan Poli-
Polia Kabupaten Kolaka memiliki sopan santun dan kepekaan serta
kesadaran yang tinggi. Hal tersebut terlihat dari sikap siswa yang selalu
mendengarkan nasehat yang diberikan oleh gurunya. Nasehat berarti ujaran
atau seruan yang berisi hal yang mengajak kepada kebaikan. Apabila siswa
selalu mendengarkan nasehat yang diberikan kemudian mengamalkan
nasehat tersebut, maka siswa termasuk dalam anak yang berkarakter baik.
Sebab dengan nasehat, siswa akan belajar dan memahami hal-hal yang
benar dan salah serta mampu mengamalkannya dalam kehidupan.
Tabel 4. 31 Tanggapan Responden Mengenai Siswa Memilih-Milih dalam Berteman
Sesuai dengan Strata Sosialnya
No Kategori Frekuensi Persentase
1 Selalu - 0
2 Sering - 0
3 Jarang - 0
4 Kadang-Kadang 6 7,5
5 Tidak Pernah 74 92,5
Jumlah 80 100
Sumber : Hasil Pengolahan Data Kuesioner, 2014
91
Data pada tabel di atas memperlihatkan bahwa terdapat 74 orang
(92,5%) yang menyatakan bahwa siswa tidak pernah membeda-bedakan
sesuai dengan strata sosialnya dalam memilih teman, 6 orang (7,5%)
menyatakan kadang-kadang, dan tidak ada responden yang menyatakan
jarang, sering, dan selalu.
Berdasarkan hasil pengolahan data di atas, terlihat bahwa siswa tidak
pernah memilah milih teman saat bergaul. Selain karena sikap kekeluargaan
yang baik, siswa juga merasa sederajat dengan teman lainnya dan tidak
pernah mempermasalahkan strata sosial mereka. Bahkan terlihat bahwa
anak pengusaha bersahabat baik dengan anak petani bahkan anak nelayan,
namun dalam keseharian mereka terlihat rukun dan akrab. Lingkungan
teman adalah faktor utama pembentukan karakter siswa, terlebih pada usia
remaja. Meskipun masih ada beberapa siswa yang memiliki pergaulan yang
kurang baik, misalnya berteman dengan perokok. Namun, pada umumnya, di
daerah Poli-Polia, siswa berteman dengan seluruh anggota masyarakat yang
seumur mereka. Kehidupan di daerah ini terlihat sangat berbeda dengan
kehidupan di kota yang umumnya masih individualis.
Tabel 4. 32 Tanggapan Responden Mengenai Siswa Menghargai dan Bersikap Sopan
Terhadap Guru
No Kategori Frekuensi Persentase
1 Selalu 66 82,5
2 Sering 11 13,8
3 Jarang 3 3,8
4 Kadang-Kadang - 0
5 Tidak Pernah - 0
Jumlah 80 1000
Sumber : Hasil Pengolahan Data Kuesioner, 2014
92
Berdasarkan data pada tabel di atas, terlihat bahwa terdapat 66 orang
(82,5%) yang menyatakan bahwa siswa selalu menghargai dan bersikap
sopan terhadap guru, 11 orang (13,8%) menyatakan sering, 3 orang (3,8%)
menyatakan jarang, dan tidak ada responden yang menyatakan kadang-
kadang dan tidak pernah.
Pada umumnya, siswa telah memperlihatkan sikap menghargai,
menghormati, dan meneladani gurunya di sekolah. Hal ini sangat terlihat dari
sikap dan tutur kata yang diperlihatkan oleh siswa terhadap gurunya, jauh
lebih sopan dibanding saat berbicara dengan teman sebayanya. Terlihat pula
bahwa guru bukan hanya pengajar, sebab keakraban sangat terlihat.
Tabel 4. 33 Tanggapan Responden Mengenai Siswa Melaksanakan Seluruh Tata Tertib
Sekolah dengan Baik
No Kategori Frekuensi Persentase
1 Selalu 52 65,0
2 Sering 16 20,0
3 Jarang 12 15,0
4 Kadang-Kadang - 0
5 Tidak Pernah - 0
Jumlah 80 100
Sumber : Hasil Pengolahan Data Kuesioner, 2014
Data pada tabel di atas menunjukkan bahwa terdapat 52 orang
(65,0%) yang menyatakan bahwa siswa selalu melaksanakan seluruh tata
tertib sekolah, 16 orang (20,0%) menyatakan sering, 12 orang (15,0%)
menyatakan jarang, dan tidak ada responden yang menyatakan kadang-
kadang dan tidak pernah.
93
Tata tertib adalah peraturan yang harus ditaati dalam situasi atau
dalam suatu tata kehidupan tertentu, baik berbentuk tulisan atau tidak
tertulis, dalam hal ini di sekolah. Sebagian besar siswa telah mematuhi
peraturan, tetapi sebagian lagi masih ada yang melanggar aturan tersebut.
Apabila kehidupan tidak dilandasi oleh peraturan, maka hidup akan
cenderung bebas tanpa memahami hal-hal yang patut dan tidak patut untuk
dilakukan. Hal ini tentu akan sangat mempengaruhi pembinaan karakter
siswa. Apabila tidak ada tata tertib yang diberlakukan di sekolah, sudah tentu
siswa akan bertindak sesuka hatinya. Padahal secara ideal sekolah
merupakan wadah siswa untuk belajar, yaitu mengalami perubahan tingkah
laku ke arah yang lebih baik. Dengan demikian, peran guru dalam penentuan
tata tertib sekolah harus lebih aktif.
Tabel 4. 34 Tanggapan Responden Mengenai Siswa Memiliki Kesungguhan dalam
Belajar di Kelas
No Kategori Frekuensi Persentase
1 Selalu 68 85,0
2 Sering 8 10,0
3 Jarang 4 5,0
4 Kadang-Kadang - 0
5 Tidak Pernah - 0
Jumlah 80 100
Sumber : Hasil Pengolahan Data Kuesioner, 2014 Berdasarkan data pada tabel di atas, terlihat bahwa terdapat 68 orang
(85,0%) yang menyatakan bahwa siswa selalu sungguh-sungguh belajar di
kelas, 8 orang (10,0%) menyatakan sering, 4 orang (5,0%) menyatakan
jarang, dan tidak ada responden yang menyatakan kadang-kadang dan tidak
pernah.
94
Belajar merupakan proses perubahan tingkah laku menjadi lebih baik.
Terlihat bahwa kesadaran siswa terhadap proses belajar sangat baik karena
sebagian besar mengikuti pembelajaran dengan sungguh-sungguh di kelas.
Sikap siswa di kelas menggambarkan karakter siswa. Apabila siswa memiliki
kesungguhan belajar, maka siswa akan memperoleh banyak ilmu
pengetahuan yang akan mengembangkan dirinya menjadi manusia yang
lebih baik dari sebelumnya. Selain itu, kesungguhan siswa dalam
pembelajaran akan menggambarkan karakter yang dimilikinya, sehingga
mudah bagi guru untuk melihat karakter siswa saat pembelajaran
berlangsung.
D. Deskripsi Pola Pembinaan Karakter Siswa SMP di Kecamatan Poli-Polia Kabupaten Kolaka
Salah satu tanggung jawab guru terhadap siswa-siswa adalah
membina mereka untuk memiliki karakter yang baik dari segi agama,
pancasila, maupun budaya. Apabila disatukan akan melahirkan
akhlakulkarimah atau karakter yang baik. Pembinaan karakter dilakukan agar
siswa terhindar dari segala bentuk kehinaan dan kejahatan yang dikenal
dengan perbuatan tercela. Seorang siswa memerlukan penanaman nilai-nilai
dan akhlak ke dalam jiwa mereka agar memiliki jiwa dan karakter yang baik.
Peran serta guru bimbingan konseling dalam pembinaan karakter siswa tentu
sangat besar, sebab guru bimbingan konseling pada dasarnya bertugas
untuk memberikan bantuan kepada siswa baik sebelum, selama, maupun
setelah menghadapi suatu masalah.
95
Hal senada juga diungkapkan oleh Orang Tua Siswa SMP Negeri 1
Poli-Polia Kabupaten Kolaka, Suhartin, S. Pd berikut ini:
“Sebagai orang tua, saya berpikir bahwa sebagian besar waktu anak saya dipergunakan di sekolah untuk belajar. Meskipun karakter anak dapat berupa bawaan sejak lahir atau terbentuk dari pola pengasuhan saya di rumah, maka pastinya orang tua berharap agar guru memiliki perhatian yang besar dalam pembinaan karakter siswa. Ada orang tua yang sibuk dengan kegiatan rumah sehingga jarang memperhatikan anaknya, namun adapula anak yang jika diberitahu oleh gurunya, anak tersebut lebih mendengarkan daripada orang tuanya. Sehingga, kami orang tua pastinya membutuhkan peran serta guru dalam membina karakter anak. Apalagi ada anak yang memiliki masalah atau memang anak itu nakal, berarti anak tersebut membutuhkan arahan pula di sekolahnya.” Dalam membina karakter anak didik, tentu saja guru bimbingan
konseling memiliki cara yang berbeda dengan orang lain yang tidak memiliki
dasar pengetahuan konseling. Terlebih lagi guru bimbingan konseling telah
berupaya memahami karakter siswa yang cenderung bervariasi. Karakter
siswa di sekolah, dapat dipengaruhi oleh pola asuh orang tua, lingkungan,
pergaulan, dan kondisi keluarga baik dari segi ekonomi maupun kondisi
geografis tempat tinggalnya. Dengan demikian, tidak adil apabila siswa
mendapat perlakuan yang sama saat mengadakan suatu bimbingan dan
konseling, sebab kegiatan bimbingan konseling dilaksanakan sesuai dengan
pola pembinaan yang telah dirancang oleh gurunya sendiri dengan melihat
berbagai aspek pada diri siswa.
Sebagaimana diungkapkan oleh Guru bimbingan Konseling SMP
Negeri 1 Poli-Polia Kabupaten Kolaka, Ben Hajar, S. Pd berikut ini:
“Dalam pelaksanaan pembinaan karakter siswa, ada beberapa pola yang diterapkan tergantung pada situasi dan kondisi siswa, misalnya pola pembinaan karakter siswa otoriter, persuasif, permisif, dan
96
demokratis. pola pembinaan karakter siswa cukup variatif. Hal tersebut dilakukan dengan tujuan untuk mengikuti aturan atau norma-norma yang berlaku dalam keluarga siswa. Misalnya anak yang berada di lingkungan keluarga petani tentu memiliki pola asuh yang berbeda dengan anak yang berada di lingkungan bangsawan. Dengan demikian, pola pembinaan karakter yang diberikan juga berbeda.“ Penerapan pola pembinaan karakter siswa secara otoriter dilakukan
dengan memberi hukuman apabila siswa melanggar norma sosial atau
agama baik laki-laki maupun perempuan, seperti berbicara yang tidak sopan
(kotor), bersikap tidak menghargai guru dan teman-temannya, merusak
fasilitas sekolah, berjudi, berbuat asusila dan menonton video porno, serta
minum minuman keras. Hukuman juga diberikan bagi siswa yang tidak
melaksanakan shalat dhuhur berjamaah di sekolah. Hukuman yang diberikan
bukan bersifat hukuman fisik, tetapi pemberian skorsing atau dikembalikan
kepada orang tua.
Hal senada juga diungkapkan oleh kepala sekolah SMP Negeri 2 Poli-
Polia Kabupaten Kolaka, Kaharuddin, S. Ag berikut ini:
“Pembinaan karakter yang diberlakuakan di sekolah ini sangat beragam tergantung pada pola pikir dan keadaan siswa kami. Karena tidak mungkin menyamakan cara dalam menghadapi karakter yang juga berbeda, dalam hal ini karakter siswa. Siswa memiliki karakter yang homogen, sehingga guru BK pun harus bersikap heterogen dalam menghadapi setiap siswa. Pola pembinaan karakter atau bantuan yang diberikan kepada siswa dari guru BK juga melihat tingkat kesalahan yang dilakukan oleh siswa. Apabila dengan kesalahan yang dilakukan siswa cukup diberikan nasehat, maka pola pembinaan bersifat persuasif. Namun apabila melanggar norma agama, maka dilakukan pembinaan yang otoriter.”
Selanjutnya Drs. Hamsah sebagai Kepala Sekolah SMP 1 Poli-Polia
Kabupaten Kolaka mengemukakan bahwa:
97
“Pola pembinaan karakter siswa terhadap siswa secara otoriter tidak selamanya diterapkan, hanya pada saat-saat tertentu. Hal ini menunjukkan bahwa sikap otoriter guru BK dimaksudkan untuk segera merubah prilaku siswa yang tidak mengikuti aturan atau norma-norma, baik norma agama maupun nilai sosial dan budaya. Ketika perilaku siswa sudah berubah, maka guru BKpun merubah pola pembinaan karakter siswa, biasanya cenderung bersifat persuasif atau pemberian nasehat.” Selanjutnya, Sakinah, S. Pd sebagai guru bimbingan konseling SMP
Negeri 2 Poli-Polia Kabupaten Kolaka menjelaskan bahwa:
“Pola pembinaan karakter siswa sudah dilakukan sesuai dengan tingkat perkembangan kecerdasan dan kematangan siswa, walau dalam bentuk yang sederhana. Namun, pengaruh negatif dari perkembangan teknologi dan media serta zaman yang semakin berkembang, sehingga dibutuhkan pola pembinaan yang lebih persuasif untuk memahami perkembangan kepribadian anak. Sebab, setiap anak memiliki hak untuk berkembang dan berhak untuk merasakan kemajuan zaman, tetapi harus didampingi dengan pemberian pemahaman mengenai efek negatif dan positif yang akan ditimbulkan.” Pola pembinaan karakter yang dilakukan oleh guru bimbingan
konseling tidak berpusat kepada siswa laki-laki yang cenderung berbuat di
luar norma yang berlaku. Siswa perempuan juga mendapatkan bimbingan
dan pola pembinaan khusus, agar mampu menjaga dirinya agar tidak
terjerumus dalam pergaulan saat ini dan selalu mengingat agama sebagai
tiang hidup mereka yang dapat menyelamatkan kehidupannya kelak. Pola
pembinaan yang dilakukan oleh guru bimbingan konseling selalu konsisten,
agar siswa selalu bersikap disiplin dalam melaksanakan hubungannya yang
harmonis dengan Allah, sesama manusia, dan lingkungan alam.
Berdasarkan hasil pengamatan pola pembinaan karakter yang diterapkan
lebih kepada pemberian keteladanan.
98
Sebagaimana diungkapkan oleh Guru bimbingan Konseling SMP
Negeri 1 Poli-Polia Kabupaten Kolaka, Ben Hajar, S. Pd berikut ini:
“Apabila guru tidak mampu menjadi teladan maka siswa tidak memiliki arah dalam mencontoh kebaikan. Pembinaan karakter sama halnya dengan membina akhlak, dilakukan dengan menerapkan kegiatan positif yang dimulai dari contoh yang diberikan oleh guru-gurunya di sekolah. Selain itu, guru selalu memperhatikan sikap dan tutur kata sehari-hari di sekolah, menjaga hubungan baik dengan siswa agar guru dengan mudah memberikan nasehat kepada siswa dan didengarkan. Guru bimbingan konseling juga sering bersama-sama menyelenggarakan kegiatan keagamaan di sekolah, seperti maulid atau pesantren kilat. Pendekatan ini dikenal dengan pola pembinaan persuasif. Oleh karena itu, terlihat pula hasilnya, bahwa karakter siswa di sekolah ini pada umumnya santun dan agamis meskipun berasal dari lingkungan dan strata sosial yang berbeda.”
Senada dengan hal tersebut, Kaharuddin S.Ag sebagai kepala
sekolah SMP 2 Poli-Polia Kabupaten Kolaka menjelaskan bahwa:
“Karakter siswa beragam. Ada siswa yang melaksanakan proses pendidikan tanpa mengalami kendala atau masalah, namun ada pula siswa yang memiliki kendala akibat ulahnya sendiri. Masih terdapat beberapa siswa yang belum mematuhi aturan. Namun, pada umumnya siswa di sekolah ini masih memiliki sopan santun dan ajaran agama yang baik dari orang tua mereka yang bisa jadi pondasi kuat bagi diri mereka. Apabila kita menginginkan agar siswa dapat mengerti tentang aturan atau perilaku yang diharapkan dapat dipatuhi siswa, maka pemberian penjelasan yang menekankan pada aspek edukatif lebih efektif dari pada pemberian hukuman, terutama pada masa siswa-siswa paripurna yaitu umur 16-20 tahun. Di usia ini, siswa memasuki masa remaja yang juga masa pemberontakan. Apabila siswa tidak didekati secara persuasif maka bisa saja siswa malah membenci gurunya” Guru sebagai pengajar dan pendidik diharapkan dapat memberikan
proses pembelajaran bagi siswa yang menyenangkan serta bersifat
membekas pada diri siswa, termasuk pada saat membina karakternya.
Apabila guru memberikan pola pembinaan yang baik, menyesuaikan dengan
99
tingkat perkembangannya dan selalu mengingatkan dengan pemberian
nasehat, serta tidak menghardik, tetapi memberi rasa aman dan nyaman
pada diri siswa, maka efek yang ditimbulkan adalah siswa akan merasa
dihargai dan disayangi oleh gurunya dan tidak ada rasa keterpaksaan saat
ingin merubah sikapnya menjadi lebih baik.
Berdasarkan hasil wawancara di atas, dapat dideskripsikan bahwa
pola pembinaan demokratis dan persuasif merupakan pola pembinaan
karakter siswa yang banyak diterapkan oleh guru bimbingan konseling di
SMP Negeri 1 dan SMP Negeri 2 Poli-Polia Kabupaten Kolaka. Bentuk
demokratis dan persuasif merupakan bentuk pola pembinaan karakter siswa
yang efektif dibanding dengan bentuk otoriter dan permisif. Dalam bentuk
demokratis dan persuasif, pola pembinaan karakter siswa siswa lebih banyak
mengedepankan aspek edukatif dan tidak mendahulukan hukuman ketika
siswa melakukan kesalahan, tetapi Guru BK lebih banyak memberikan
bantuan berupa nasehat serta layanan bimbingan dan konseling, baik secara
pribadi maupun secara kelompok.
Pola pembinaan karakter siswa secara demokratis diterapkan Guru
BK dengan cara memberikan penjelasan untuk membantu siswa mengerti
perilaku tertentu yang diharapkan dapat dimiliki oleh siswa. Guru BK
memberi penjelasan tentang perilaku atau aturan yang harus dipatuhi
dengan kata-kata yang dapat dimengerti oleh siswa. Misalnya,
memberitahukan kepada siswa mengenai larangan keluar masuk ketika
pembelajaran sedang berlangsung atau datang tepat waktu, sebab hal
100
tersebut akan mengganggu proses pembelajaran, larangan makan dan
minum sambil berjalan, karena hal tersebut bertentangan dengan adab
makan dan minum menurut ajaran agama Islam.
Hukuman hanya diberikan apabila siswa telah berusia 12 tahun,
itupun bukan dalam bentuk hukuman fisik yang menyakitkan. Hukuman
diterapkan dengan menyuruh siswa membersihkan kelas sendiri, dan tidak
memperbolehkan siswa keluar kelas sampai jangka waktu tertentu. Hukuman
diberikan dengan tujuan agar siswa segera mengetahui kesalahannya dan
tidak mengulanginya. Pemberian hukuman juga dilakukan dengan
memperhatikan situasi, kondisi, perkembangan kecerdasan, dan pola
pembinaan akhlak siswa sesuai dengan ajaran agama Islam.
Pola pembinaan karakter siswa secara demokratis yang dilakukan
Guru bimbingan konseling cukup variatif, mulai dari pemberian penjelasan,
mengajak siswa berdiskusi sambil memberikan penekanan terhadap hal-hal
yang dianggap sangat sensitif bila dilanggar. Misalnya, tidak boleh
mengangkat suara tinggi bila memanggil orang yang lebih tua dan tidak
boleh menyebut secara langsung nama orang yang dipanggil, melainkan
harus menyebut nama kedua dari orang tersebut. Selain itu, mereka juga
dibiasakan untuk menyerap pancaran keakraban dalam kata hati, sehingga
siswa memahami bahwa apa yang diperbuat Guru BK nya, tidak lain
semata-mata sebagai upaya membantu dirinya untuk lebih meningkatkan
keakraban terhadap nilai-nilai ajaran Islam yang mutlak diperlukan di dalam
pembentukan akhlak mulia. Menurut pengamatan penulis, hal tersebut dapat
101
melahirkan sikap penyadaran diri dan pertautan perasaan antara Guru BK
dan siswa. Dengan demikian, siswa dapat merasakan sekolah sebagai
tempat yang dapat memberikan perlindungan dan keamanan yang
melahirkan rasa keakraban. Hal ini menunjukkan bahwa siswaSMP Negeri di
Kecamatan Poli-Polia Kabupaten Kolaka sangat mengedepankan sikap
saling menghormati dalam pergaulan serta memegang teguh sikap
kekeluargaan, terlebih terhadap guru mereka.
E. Pembahasan
Pada penelitian ini akan dideskripsikan mengenai peranan guru
bimbingan konseling, pola pembinaan karakter siswa, serta gambaran
karakter siswa SMP Negeri di Kecamatan Poli-Polia Kabupaten Kolaka
Propinsi Sulawesi Tenggara. Peran guru bimbingan konseling pada dasarnya
sama dengan peran guru pada umumnya. Namun, tanggung jawab seorang
guru bimbingan konseling bukan dibebankan sebagai pengajar, tetapi lebih
kepada pendidik, penyuluh, serta membantu siswa yang membutuhkan
bantuan atas masalah yang dihadapinya. Guru bimbingan konseling yang
dikenal dengan istilah konselor adalah tenaga pendidik profesional yang
telah menyelesaikan pendidikan akademik strata satu (S-1) program studi
Bimbingan dan Konseling dan program Pendidikan Profesi Konselor dari
perguruan tinggi penyelenggara program pengadaan tenaga kependidikan
yang terakreditasi. Sedangkan bagi individu yang menerima pelayanan
profesi bimbingan dan konseling disebut konseli, dan pelayanan bimbingan
dan konseling pada jalur pendidikan formal dan nonformal diselenggarakan
102
oleh konselor. Dalam Permendiknas No. 27 tahun 2008 tentang Standar
Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Konselor dinyatakan bahwa
kompetensi yang harus dikuasai guru Bimbingan dan Konseling/Konselor
mencakup 4 (empat) ranah kompetensi, yaitu kompetensi pedagogik,
kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional.
Guru adalah seorang pendidik, pembimbing, pelatih, dan pemimpin
yang dapat menciptakan iklim belajar yang menarik, memberi rasa aman,
nyaman, dan kondusif dalam kelas. Keberadaannya di tengah-tengah siswa
dapat mencairkan suasana kebekuan, kekakuan, dan kejenuhan belajar
yang terasa berat diterima oleh para siswa. Kondisi seperti itu tentunya
memerlukan keterampilan dari seorang guru agar dapat mengelola kelas
dengan baik, dan tidak semua guru mampu untuk melakukannya. Selain itu,
sebagai pengajar, guru mempunyai peranan aktif atau menjadi mediator
antara siswa dengan ilmu pengetahuan yang disajikan dalam bentuk materi
pelajaran.
Sebagai guru, di samping melaksanakan tugas pengajaran, juga
melaksanakan tugas pendidikan dan pembinaan bagi siswa, membantu
pembentukan kepribadian, pembinaan akhlak di samping menumbuhkan
dan mengembangkan keimanan dan ketaqwaan para siswa. Peranan guru
yang sangat penting dalam proses pembelajaran, maka guru dinilai
kompeten secara profesional, apabila guru tersebut mampu melaksanakan
peranannya secara maksimal, bekerja dalam usaha mencapai tujuan
103
pendidikan (tujuan instruksional) sekolah, serta mampu melaksanakan
peranannya dalam proses mengajar dan belajar dalam kelas.
Secara umum, latar belakang perlunya bimbingan berhubungan erat
dengan pencapaian tujuan pendidikan nasional, yaitu meningkatkan kualitas
sumber daya manusia Indonesia yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa
terhadap Tuhan Yang Maha Esa, berbudi pekerti luhur, berkepribadian,
berdisiplin, bekerja keras, tangguh, bertanggung jawab, mandiri, cerdas dan
terampil serta sehat jasmani dan rohani. Adapun fungsi pelaksanaan
bimbingan dan konseling adalah dalam hal penyaluran yaitu membantu
menyalurkan siswa-siswa dalam memilih program-program pendidikan yang
ada di sekolah, memilih jurusan sekolah, memilih jenis sekolah sambungan
ataupun lapangan kerja yang sesuai dengan bakat, minat, cita-cita dan ciri-
ciri kepribadiannya. Di samping it, guru BK memberi bantuan untuk memiliki
kegiatan-kegiatan di sekolah antara lain membantu menempatkan anak
dalam kelompok belajar, dan lain-lain.
Bimbingan juga membantu siswa untuk memperoleh penyesuaian
pribadi yang sehat. misalnya dibantu menghadapi dan memecahkan
masalah dan kesulitannya. Selain itu, ada fungsi adaptasi yaitu fungsi
bimbingan dalam rangka membantu staf sekolah khususnya guru dalam
mengadaptasikan program pengajaran dengan ciri khusus dan kebutuhan
pribadi siswa-siswa. Dalam fungsi ini pembimbing menyampaikan data
tentang ciri-ciri, kebutuhan minat dan kemampuan serta kesulitan siswa
kepada guru. Sehingga, guru berusaha untuk merencanakan pengalaman
104
belajar bagi para siswanya. Sehingga para siswa memperoleh pengalaman
belajar yang sesuai dengan bakat, cita-cita, kebutuhan dan minat.
Hal ini senada dengan teori yang mengungkapkan bahwa fungsi
bimbingan konseling tidak hanya memberikan bantuan khusus saat siswa
mengalami permasalahan, seperti membuat pelanggaran dan berkelahi,
tetapi lebih kepada fungsi menyalurkan diri, penyesuaian dan adaptasi
(Sugiyo, 1987: 14).
Guru bimbingan dan konseling adalah orang yang mempunyai tugas,
tanggung jawab, wewenang, dan hak secara penuh dalam kegiatan
bimbingan dan konseling terhadap sejumlah peserta didik.
Guru bimbingan dan konseling berbeda dengan guru-guru lainnya
(guru bidang studi atau guru mata pelajaran). Perbedaan ini terlihat dari
pembelajaran yang diberikan dan juga tanggung jawab pengajarannya. Jika
guru bidang studi atau guru mata pelajaran bertanggung jawab terhadap
mata pelajaran yang diajarkannya, maka guru bimbingan dan konseling jauh
lebih luas dari tenaga pendidik lainnya. Jika guru mata pelajaran memberikan
pembelajaran dengan mengajar mata pelajaran pokoknya, maka guru
bimbingan dan konseling memberikan layanan bimbingan dan konseling
kepada para siswa agar dapat berkembang secara optimal, bertanggung
jawab dan mandiri.
Sebagaimana diungkapkan oleh Sardiman (2009:142) bahwa ada
sembilan peran guru dalam kegiatan BK, yaitu sebagai informator,
organisator, motivator, director, inisiator, transmitter, fasilitator, mediator, dan
105
evaluator. Pada umumnya guru penyuluh bertanggungjawab dalam
melaksanakan Bimbingan Pendidikan (Educational Guidance), dan
bimbingan dalam masalah-masalah pribadi (Personal Guidance). Selain itu,
guru bimbingan konseling harus menetapkan kasus-kasus yang perlu
mendapatkan perhatiannya dengan segera dengan jalan meneliti catatan-
catatan sekolah, mengadakan pertemuan-pertemuan dengan anggota-
anggota staff sekolah lainya, melaksanakan observasi yang dilakukannya
sendiri dan menggunakan teknik sosiometrik. Seluruh kinerja guru bimbingan
konseling pada umumnya bertujuan dalam pembentukan dan pembinaan
karakter anak.
Dalam pembinaan karakter siswa, terdapat beberapa pola yang
digunakan, yaitu pola otoriter, permisit, demokratis, dan persuasif. Pola
pembinaan secara otoriter yang dilakukan Guru BK dalam rumah tangga
tidak identik dengan kekerasan. Disini berlaku teori Ibnu Khaldun bahwa
kekerasan terhadap siswa membahayakan mereka. Perlakuan keras dan
kasar terhadap siswa menyebabkan jiwa dan kepribadiannya menjadi kerdil,
dan pada akhirnya akan merusak sifat kemanusiaannya yang semestinya
dipupuk melalui hubugan sosial dalam pergaulan. Oleh karena itu, Guru BK
harus memahami tingkat perkembangan kecerdasan dan kematangan siswa,
agar tidak keliru dalam melakukan pola asuh terhadap siswa .
Pola pembinaan karakter siswa siswa secara demokratis yang
dilakukan Guru BK cukup variatif, mulai dari pemberian penjelasan,
mengajak siswa berdiskusi sambil memberikan penekanan terhadap hal-hal
106
yang dianggap sangat sensitif bila dilanggar. Misalnya, tidak boleh
mengangkat suara tinggi bila memanggil orang yang lebih tua, dan tidak
boleh menyebut secara langsung nama orang yang dipanggil, melainkan
harus menyebut nama kedua dari orang tersebut.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional merumuskan fungsi dan tujuan pendidikan
nasional yang harus digunakan dalam mengembangkan upaya pendidikan di
Indonesia, yang menyebutkan bahwa pendidikan nasional berfungsi
mengembangkan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang
bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan
untuk berkembangnya potensi siswa agar menjadi manusia yang beriman
dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat,
berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis
serta bertanggung jawab. Tujuan tersebut merupakan rumusan mengenai
kualitas manusia Indonesia yang harus dikembangkan oleh setiap satuan
pendidikan, sehingga menjadi dasar dalam pengembangan pendidikan
karakter dan budaya bangsa.
Karakter yang dimaksud adalah watak, tabiat, akhlak, atau
kepribadian seseorang yang terbentuk dari hasil internalisasi berbagai
kebajikan (virtues) yang diyakini dan digunakan sebagai landasan untuk cara
pandang, berpikir, bersikap, dan bertindak. Karakter tersebut terdiri atas
sejumlah nilai, moral, dan norma, seperti jujur, berani bertindak, dapat
dipercaya, dan hormat kepada orang lain. Interaksi seseorang dengan orang
107
lain menumbuhkan karakter masyarakat dan karakter bangsa. Oleh karena
itu, pengembangan karakter bangsa hanya dapat dilakukan melalui
pengembangan karakter individu seseorang. Akan tetapi, karena manusia
hidup dalam ligkungan sosial dan budaya tertentu, maka pengembangan
karakter individu seseorang hanya dapat dilakukan dalam lingkungan sosial
dan budaya yang berangkutan. Dengan kata lain, pengembangan budaya
dan karakter bangsa hanya dapat dilakukan dalam suatu proses pendidikan
yang tidak melepaskan siswa dari lingkungan sosial, budaya masyarakat,
dan budaya bangsa. Lingkungan sosial dan budaya bangsa adalah
Pancasila. Sehingga, pendidikan karakter dan budaya bangsa haruslah
berdasarkan nilai-nilai Pancasila, sebab mendidik budaya dan karakter
bangsa termasuk mengembangkan nilai-nilai Pancasila pada diri siswa
melalui pendidikan hati, otak, dan fisik.
Berdasarkan hasil pengamatan terlihat bahwa karakter yang terbentuk
dan terbina selama ini pada diri anak meliputi karakter agamais, pancasila,
dan budaya, misalnya dengan memperlihatkan karakter antara lain: selama
proses pembelajaran selalu tercipta nilai-nilai pendidikan karakter antara lain
nilai religious, kerja sama, mandiri, percaya diri, cermat, disiplin, kritis,
toleransi, rasa ingin tahu dan bertanggung jawab, dalam RPP yang dibuat
dan dilaksanakan oleh guru, dicantumkan indikator dan nilai pendidikan
karakter, pada saat waktu shalat, siswa dan guru shalat berjamaah di mesjid
dan dipimpin oleh guru atau seorang siswa, pelajaran agama disesuaikan
dengan keyakinan masing-masing dan diajar oleh guru berwewenang, tiap
108
tahun diadakan peringatan hari besar Islam, Tiap tahun diadakan bakti sosial
yaitu siswa diharapkan menyumbang makanan, minuman, pakaian dan
uang, pelaksanaan ekstrakurikuler disesuaikan dengan bakat siswa
(pramuka, bernyanyi, dan, perkemahan dan olah raga, siswa berjabatangan
dengan guru-guru/staf dalam lingkungan sekolah maupun di luar lingkungan
sekolah.
Seluruh pendidikan karakter yang diterapkan dikolaborasikan dengan
kemampuan guru dalam mengajar di kelas, sehingga siswa tidak hanya
memiliki pengetahuan secara kognitif tetapi juga memperhatikan
perkembangan sikap siswa. Berdasarkan dari uraian tersebut di atas bahwa
setiap kegiatan, baik dalam sekolah maupun di luar sekolah senantiasa
terbentuk pendidikan karakter termasuk antar siswa dengan siswa lain, antar
siswa dengan tenaga pendidik dan kependidikan, demikian pula antar tenaga
pendidik dan kependidikan selalu terjadi hubungan silaturrahmi. Selain itu,
terbentuk pula karakter siswa, seperti disiplin, kerjasama, rasa ingin tahu,
cermat, kritik, toleransi, mandiri, dan rasa percaya diri pada siswa.
109
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan sebagaimana diuraikan
pada bagian sebelumnya, maka diberikan beberapa simpulan sebagai
berikut:
1. Peranan guru bimbingan konseling dalam pembinaan karakter siswa
SMP di Kecamatan Poli-Polia Kabupaten Kolaka Sulawesi Tenggara
termasuk dalam kategori baik sebagai informator, organisator,
motivator, director, inisiator, transmitter, fasilitator, mediator, dan
evaluator. Hal ini terlihat dari peran guru yang selalu memberikan
bantuan atas peran tersebut, baik sebelum, selama, maupun
setelah siswa mengalami masalah atau kesulitan.
2. Karakter siswa SMP di Kecamatan Poli-Polia Kabupaten Kolaka
Sulawesi Tenggara termasuk dalam kategori sangat baik, dalam
aspek agama, penerapan pancasila, serta adat dan budaya. Hal ini
terlihat dari keseharian siswa yang menjunjung tinggi agama, adat,
budaya, dan rasa kekeluargaan yang tercermin dalam pelaksanaan
aktivitas kehidupan sehari-hari.
3. Pola pembinaan karakter siswa SMP di Kecamatan Poli-Polia
Kabupaten Kolaka Sulawesi Tenggara dilakukan dengan berbagai
108
110
cara yaitu pola otoriter, permisif, demokratis, dan persuasif. Namun,
pola pembinaan yang paling tepat digunakan adalah pola
pembinaan karakter secara demokratis dan persuasif.
B. Saran
Adapun saran yang dapat diberikan oleh penulis melalui penelitian ini
antara lain:
1. Sebaiknya guru memperhatikan kurikulum sekolah yang diterapkan
dengan melihat tahap perkembangan anak, baik dari segi kognitif
maupun psikologinya agar pembinaan dilakukan secara terarah.
2. Diharapkan agar pembinaan karakter yang dilakukan oleh guru
harus diselipkan dengan nilai-nilai dan norma agama yang berlaku.
3. Diharapkan peran dan kerjasama harmonis antara pihak sekolah
dalam hal ini guru BK dengan orang tua siswa dalam rangka
tercapainya efesiensi dan efektifitas pembinaan karakter siswa.
111
DAFTAR PUSTAKA
Abbas, H. 1999. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: Raja Grafindo Persada
Ahmadi, Abu dan Achmad, Rohani. 2009. Bimbingan dan Konseling di
Sekolah. Jakarta: PT Rineka Ilmu Albertus, D. K. 2010. Pendidikan Karakter, Strategi Mendidik Anak di Zaman
Global. Jakarta: Grasindo Anshari, Hafi. 1991. Pengantar Ilmu Pendidikan. Surabaya: Usaha Nasional Arifin, M. 2005. Teori Konseling Umum dan Agama. Jakarta: Golden Terayon Arikunto, Suharsimi. 2001. Prosedur Penelitian, Suatu Pendekatan Praktik.
Jakarta: PT Rineka Cipta Asmani, J. M. 2011. Buku Panduan Internalisasi Pendidikan Karakter di
Sekolah. Yogyakarta: Diva Press Buchori, Mochtar. 2007. Paradigma Baru Pendidikan Nasional. Jakarta: PT
Rineka Cipta Departemen Agama Republik Indonesia. 2002. Al-Qur’an dan
Terjemahannya. Solo: PT Toha Putra Depertemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1991. Kamus Besar Bahasa
Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka Departemen Pendidikan Nasional. 2003. Kamus Besar Bahasa Indonesia,
Edisi kedua. Jakarta: PT Balai Pustaka Departemen Pendidikan Nasional. 2009. Pedoman Pelaksanaan Tugas
Guru dan Pengawas. Jakarta: Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan
Gulo, W. 2002. Personality Of Psiochologis. Canbera: Perss University Hamalik, Oemar. 2000. Psikologi Belajar Mengajar. Jakarta: Sinar Baru
Algesindo Hikmawati, Fenti. 2011. Bimbingan Konseling, Edisi Revisi. Jakarta: Raja
Grafindo Persada
112
Hisyam. 2000. Guru dalam Proses Belajar Mengajar. Bandung: Sinar Baru Kamisa. 2007. Kepribadian Anak, Cet III. Bandung: PT Hikmah Mapiare, Andi. 1989. Pengantar Bimbingan dan Konseling di Sekolah.
Surabaya: Usaha Nasional Mappanganro. 1996. Masa Kanak-Kanak dan Perkembangan Rasa
Keagamaan dalam “Warta Alauddin” Tahun XII No. 66. Ujungpandang: IAIN Alauddin Press
Partowisastro, Koestoer. 1984. Diagnosa dan Pemecahan Kesulitan Belajar.
Jakarta: Penerbit Erlangga Peraturan Pemerintah RI Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru Poerwadarminta, W. J. S. 2007. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta:
PT Balai Pustaka Prayitno. 1997. Dasar-Dasar Bimbingan dan Konseling Kelompok. Jakarta:
PT Rineka Cipta Salahauddin, Anas. 2010. Bimbingan dan Konseling, Cet III. Bandung:
Pustaka Setia Sardiman. 2009. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar Pedoman bagi
Guru dan Calon Guru, Cet. III. Jakarta: Rajawali Saunders, W. B. 2007. Psikologi Kepribadian, Cet.IX. Jakarta: Bumi Aksara Semium, Yustinus. 2006. Kesehatan Mental I: Pandangan Umum Mengenai
Penyesuaian Diri dan Kesehatan Mental serta Teori yang Terkait. Yogyakarta: Kanisius
Simajuntak, B dan Pasaribu, I. L. 2000. Membina dan Mengembangkan
Generasi Muda. Bandung: Penerbit Tarsito
Sugiyo. 1987. Bimbingan dan Konseling Cet III. Bandung: Pustaka Setia
Sugiyono. 2009. Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan R & D), Bandung: CV Alfabeta
Sukardi, Dewa Ketut. 2000. Bimbingan dan Penyuluhan di Sekolah. Surabaya: Usaha Nasional
Surya, M. 2003. Psikologi Pembelajaran dan Pengajaran. Jakarta: CV Mahaputra Adidaya
113
Thantawy, R. 2004. Manajemen Bimbingan dan Konseling. Jakarta: Pamator Tohirin. 2008. Bimbingan dan Konseling di Sekolah dan Madrasah Berbasis
Integrasi. Jakarta: Raja Grafindo Persada
Undang-Undang No. 20 Tahun 2003, Pasal 1 Ayat 6 tentang Sistem Pendidikan Nasional
Walgito, Bimo. 1989. Bimbingan dan Penyuluhan di Sekolah. Yogkayarta: Andi Offset
Wibowo, Mungkin Eddy. 1986. Konseling Kelompok Perkembangan.
Semarang: UNNES Press
Winkel. 1991. Bimbingan dan Penyuluhan di Sekolah Menengah. Yogyakarta: Yayasan Penerbit Fakultas Psikologi
114
Lampiran 1 : Kuesioner Penelitian
KUESIONER PENELITIAN
CARA PENGISIAN KUESIONER
1. Berikan tanda checklist (√) pada tempat yang telah tersedia sesuai dengan jawaban yang dianggap paling benar
2. Setiap pertanyaan hanya membutuhkan satu jawaban saja. 3. Mohon agar dapat memberikan jawaban yang sebenar-benarnya.
IDENTITAS RESPONDEN
Nama : Usia : …………… tahun Jenis Kelamin : a. Laki-laki b. Perempuan
No Pernyataan SL SR JR KK TP
Peranan Guru Bimbingan Konseling
1. Guru Bimbingan Konseling memberikan
informasi mengenai tata tertib yang
berlaku di sekolah
2. Guru Bimbingan Konseling memberikan
informasi mengenai sanksi yang
diberikan apabila siswa melanggar tata
tertib sekolah
3. Guru Bimbingan Konseling melatih
kedisiplinan dalam mengikuti
pembelajaran di kelas
4. Guru Bimbingan Konseling melarang
siswa merokok di lingkungan sekolah
5. Guru Bimbingan Konseling memantau
kondisi siswa di kelas
6. Guru Bimbingan Konseling memotivasi
siswa untuk belajar
7. Guru Bimbingan Konseling memanggil
secara khusus siswa yang melakukan
pelanggaran di sekolah
8. Guru Bimbingan Konseling memantau
dan mengarahkan siswa di kelas saat
guru mata pelajaran tidak hadir di
sekolah
115
Lanjutan Lampiran I
9. Guru Bimbingan Konseling memberikan
solusi saat siswa menghadapi masalah
10. Guru Bimbingan Konseling melakukan
kunjungan rumah apabila siswa
mengalami masalah di sekolah
11. Guru Bimbingan Konseling memberikan
nasehat kepada siswa agar tidak
melakukan pelanggaran di sekolah
12. Guru Bimbingan Konseling menjadi
fasilitator saat siswa mengalami
kesulitan belajar
13 Guru Bimbingan Konseling
memfasilitasi siswa dan guru mata
pelajaran apabila terdapat
permasalahan nilai
14 Guru Bimbingan Konseling menjadi
mediator saat terjadi kesalahpahaman
atau perkelahian antarsiswa
15 Guru Bimbingan Konseling melakukan
evaluasi terhadap kinerjanya sebagai
konselor siswa di sekolah
Karakter Siswa
1. Siswa saling tolong menolong saat
menemui kesulitan
2. Siswa mengembalikan barang temuan
yang bukan miliknya
3. Siswa memiliki sopan santun saat
bertutur kata dengan siswa lain
4. Siswa rajin melaksanakan ibadah shalat
5. Siswa rajin mengerjakan tugasnya
secara mandiri
6. Siswa bersikap sopan saat makan dan
minum
7. Siswa mengenakan pakaian yang
sopan (berbusana muslim)
8. Siswa hadir di sekolah tepat waktu
9. Siswa merasa iri pada saat temannya
memperoleh nilai yang lebih baik
116
10. Siswa memiliki batasan pergaulan
dengan siswa lain yang berlawanan
jenis
11. Siswa mendengarkan nasehat yang
diberikan oleh guru
12. Siswa memilih milih dalam berteman
sesuai dengan strata sosialnya
13. Siswa menghargai dan bersikap sopan
terhadap guru
14. Siswa melaksanakan seluruh tata tertib
sekolah dengan baik
15. Siswa memiliki kesungguhan dalam
belajar di kelas
Keterangan: SL : Selalu SR : Sering JR : Jarang KK : Kadang-Kadang TP : Tidak Pernah
117
Lampiran 2 : Skor Peranan Guru Bimbingan Konseling dan Karakter Siswa
No Res.
Peranan Guru Bimbingan Konseling
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 Total
1 4 4 5 3 5 5 4 5 4 4 4 5 4 3 3 62
2 4 5 4 4 5 5 5 5 5 4 4 5 5 5 5 70
3 5 5 4 4 5 4 5 4 5 5 3 5 5 4 5 68
4 4 4 5 5 4 5 5 4 5 4 4 4 5 4 5 67
5 5 3 5 4 5 5 4 5 4 4 4 4 4 4 4 64
6 4 4 4 5 4 5 4 5 5 4 4 4 4 5 5 66
7 5 5 5 5 4 5 5 5 4 3 3 5 5 4 5 68
8 5 4 5 5 5 5 5 4 5 4 4 4 4 4 5 68
9 5 4 4 5 4 4 5 5 5 5 5 4 5 4 3 67
10 5 5 4 4 5 5 4 5 5 3 3 5 5 5 4 67
11 5 4 5 4 4 5 5 5 5 4 4 4 5 4 5 68
12 5 5 5 5 5 5 4 5 4 4 4 4 4 4 5 68
13 4 4 5 5 5 5 4 4 5 4 4 5 4 4 5 67
14 5 4 5 5 4 4 5 4 5 3 3 4 5 4 5 65
15 2 4 4 5 5 5 4 5 5 4 4 4 4 4 4 63
16 5 5 5 4 5 5 5 5 4 4 4 5 4 5 5 70
17 5 4 5 5 5 5 5 4 5 3 3 4 5 3 5 66
18 4 2 4 4 5 5 5 5 5 4 3 4 4 4 5 63
19 5 5 4 5 4 5 5 4 5 4 4 4 5 4 3 66
20 4 4 5 4 5 5 5 4 4 4 4 5 4 5 4 66
21 5 4 4 5 5 5 5 5 5 5 5 4 4 3 5 69
118
22 4 4 4 4 5 5 5 4 5 3 3 4 5 4 5 64
23 5 5 5 5 5 5 5 5 5 4 3 4 4 4 5 69
24 4 5 4 4 4 5 5 4 4 3 3 5 4 5 5 64
25 4 5 4 5 5 5 5 4 5 5 5 4 5 3 4 68
26 5 3 4 5 5 5 4 5 5 4 3 4 4 4 5 65
27 5 4 4 4 5 5 4 4 5 4 4 4 4 3 5 64
28 5 5 4 5 5 5 4 4 4 3 3 5 5 4 5 66
29 2 4 5 5 4 5 4 5 5 4 3 4 4 4 3 61
30 5 4 4 5 4 5 5 4 5 5 5 4 4 4 4 67
31 4 5 5 5 5 5 5 4 5 4 4 4 5 5 5 70
32 5 5 5 4 4 5 5 4 5 3 3 4 4 4 5 65
33 5 5 5 5 5 5 5 5 4 4 3 4 4 3 5 67
34 5 5 5 5 4 5 4 4 5 4 4 5 4 4 4 67
35 4 4 4 5 4 5 3 5 5 2 2 4 5 4 5 61
36 5 5 5 4 5 5 5 4 4 5 5 4 4 5 3 68
37 5 4 5 5 4 5 5 4 5 4 4 4 5 4 5 68
38 4 5 4 5 4 5 5 4 5 4 2 4 5 3 5 64
39 5 5 5 5 5 5 4 4 4 5 5 5 5 4 5 71
40 5 5 5 4 4 5 5 5 5 2 2 4 4 5 4 64
41 5 3 5 5 5 5 5 5 5 4 2 4 4 4 5 66
42 4 5 4 5 5 5 5 4 5 4 4 3 4 3 2 62
43 5 4 5 5 5 5 4 3 5 4 4 4 5 4 5 67
44 5 4 5 4 4 5 5 4 4 2 2 4 5 5 5 63
45 4 5 4 5 5 5 5 3 5 4 4 4 5 4 4 66
46 4 4 5 5 5 5 5 5 5 4 2 4 5 4 2 64
47 5 4 5 4 4 5 5 5 5 5 5 5 5 3 5 70
119
48 4 5 3 5 5 5 4 3 4 4 4 4 5 5 5 65
49 5 5 4 5 5 5 5 5 5 4 4 5 5 4 4 70
50 4 5 5 4 4 5 5 4 5 4 4 4 5 4 5 67
51 5 4 5 5 4 5 5 5 3 2 2 4 5 4 5 63
52 4 3 3 5 4 5 5 5 4 4 4 4 3 3 5 61
53 5 5 4 4 5 5 4 5 5 4 4 5 5 4 5 69
54 4 5 5 5 4 5 5 3 5 3 3 4 5 4 4 64
55 4 5 5 5 5 5 5 4 5 5 4 5 5 4 5 71
56 5 5 5 4 5 5 5 5 4 4 4 4 5 5 5 70
57 4 4 3 5 4 5 4 5 3 4 4 5 5 3 5 63
58 5 4 5 5 5 5 3 4 5 2 2 4 3 4 4 60
59 4 3 5 4 5 5 5 5 5 4 4 3 5 4 5 66
60 4 5 2 5 5 5 5 5 4 5 5 4 5 4 5 68
61 5 4 5 3 5 5 4 4 3 4 4 5 4 5 4 64
62 4 4 5 5 5 5 3 5 5 3 3 4 5 4 5 65
63 4 4 5 4 5 5 5 5 4 4 2 4 5 4 5 65
64 5 5 4 5 4 5 5 5 5 4 4 5 5 3 5 69
65 4 5 5 4 5 5 5 5 4 5 5 5 4 4 5 70
66 3 5 5 5 4 5 4 5 4 2 2 5 5 5 4 63
67 5 5 5 4 5 5 5 4 5 4 2 5 3 4 5 66
68 5 4 4 3 5 5 5 3 4 4 4 4 5 4 4 63
69 3 5 5 5 5 5 5 4 4 3 3 4 5 4 4 64
70 5 4 3 5 4 5 5 5 4 4 4 5 3 3 5 64
71 5 5 5 4 5 5 5 5 4 4 2 5 5 4 4 67
72 3 3 5 5 4 5 5 5 3 4 4 5 5 4 5 65
73 4 4 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 4 4 71
120
74 4 5 5 5 5 5 4 4 4 4 4 5 5 5 5 69
75 3 5 4 4 4 5 5 5 5 4 4 4 4 3 4 63
76 5 4 5 5 5 5 5 5 5 4 3 5 5 4 4 69
77 4 5 5 5 5 5 5 4 2 5 5 5 5 4 5 69
78 5 4 5 4 5 5 5 5 5 4 4 5 5 4 5 70
79 3 5 5 5 5 5 4 5 4 4 4 3 5 3 5 65
80 5 3 4 3 5 5 5 5 5 4 4 5 5 4 5 67
No Res
.
Karakter Siswa
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
15
Total
1 4 5 4 5 5 4 5 3 2 5 5 5 5 3 4 64
2 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 75
3 5 5 5 5 5 5 5 5 5 4 5 4 5 5 5 73
4 5 5 5 5 5 5 4 4 5 5 5 5 4 5 5 72
5 5 5 5 5 5 5 5 5 2 5 4 5 5 3 5 69
6 4 5 4 5 4 5 5 4 5 5 5 5 5 5 5 71
7 5 4 5 5 5 5 5 5 3 5 5 5 5 3 5 70
8 5 5 5 5 4 5 4 3 5 4 5 5 5 5 5 70
9 5 5 5 5 5 4 5 5 5 5 5 5 5 5 5 74
10 4 5 5 5 5 5 5 4 5 5 4 5 5 5 5 72
11 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 4 5 5 74
12 5 5 4 5 5 5 5 5 5 4 5 5 5 5 5 73
13 5 5 5 5 5 4 5 4 3 5 5 5 5 3 5 69
14 4 4 5 5 5 5 4 4 5 5 5 5 5 5 4 70
15 5 5 5 5 4 5 5 4 5 5 5 4 5 5 5 72
16 5 5 5 5 5 5 5 4 5 5 4 5 5 5 5 73
121
17 5 5 5 5 5 5 5 3 5 4 5 5 4 5 5 71
18 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 3 73
19 4 5 5 5 5 4 4 4 5 5 5 5 5 5 5 71
20 5 5 5 5 5 5 5 5 2 5 5 5 5 4 5 71
21 5 5 5 5 5 5 5 4 3 5 5 5 5 4 5 71
22 5 4 5 5 4 5 5 3 5 4 5 5 4 5 5 69
23 4 5 5 5 5 5 4 5 5 5 5 5 5 5 5 73
24 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 75
25 5 5 5 5 5 4 5 5 2 5 5 5 5 3 5 69
26 5 5 5 5 4 5 5 4 5 4 5 5 4 5 5 71
27 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 75
28 4 4 5 5 5 5 4 3 3 5 5 5 5 3 4 65
29 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 75
30 5 5 5 5 5 4 3 5 5 5 5 4 5 5 5 71
31 5 5 4 5 4 5 5 5 5 4 5 5 3 5 5 70
32 5 5 5 5 5 5 4 4 2 5 5 5 5 3 5 68
33 4 4 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 73
34 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 4 5 5 5 5 74
35 5 5 5 5 5 5 5 5 5 4 5 5 4 5 5 73
36 5 5 5 5 4 4 5 4 5 5 5 5 5 5 3 70
37 5 5 5 5 3 5 4 5 5 5 5 5 5 5 5 72
38 4 5 5 5 5 5 5 5 2 5 5 5 5 3 5 69
39 5 4 5 5 5 5 5 4 3 5 5 5 5 3 5 69
40 5 5 5 5 5 5 5 5 5 4 5 5 4 5 5 73
41 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 75
42 4 5 5 5 4 4 5 3 5 5 5 5 5 5 5 70
122
43 5 5 5 5 5 5 4 5 4 5 5 5 5 4 4 71
44 5 5 5 5 5 5 5 5 5 4 5 5 3 5 5 72
45 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 4 5 4 5 5 73
46 5 5 5 5 5 5 5 4 5 5 5 5 5 5 5 74
47 4 5 5 5 5 4 4 5 4 5 5 5 5 4 5 70
48 5 4 4 5 4 5 5 3 5 4 5 4 4 5 5 67
49 5 5 5 5 4 5 5 5 2 5 5 5 5 3 5 69
50 5 5 5 4 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 74
51 5 5 5 5 5 5 3 4 5 5 5 5 5 5 5 72
52 4 5 5 5 5 4 5 4 5 4 5 5 5 5 5 71
53 5 4 5 5 5 5 5 4 4 5 5 5 5 4 5 71
54 5 5 5 5 3 5 5 5 5 5 5 5 5 5 3 71
55 5 5 5 5 5 5 4 5 5 5 4 5 4 5 4 71
56 4 5 5 5 5 5 3 5 4 5 5 5 5 4 5 70
57 5 5 5 5 5 4 5 4 5 4 5 5 5 5 5 72
58 5 4 5 5 5 5 5 5 3 5 5 5 5 3 5 70
59 4 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 4 5 5 5 73
60 5 5 5 5 4 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 74
61 5 5 5 5 5 4 4 4 4 4 5 5 5 4 5 69
62 5 5 4 5 5 5 3 5 3 5 5 5 5 3 5 68
63 5 5 5 5 4 5 5 5 5 5 5 5 3 5 5 72
64 4 4 5 5 5 5 3 3 4 5 5 5 5 4 5 67
65 5 5 5 5 5 4 5 5 5 5 5 5 5 5 5 74
66 5 5 5 5 3 5 5 5 4 4 5 5 5 4 4 69
67 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 75
68 4 5 5 4 4 5 4 5 4 5 5 5 5 4 5 69
123
69 5 5 5 5 5 4 5 4 4 5 5 5 5 4 5 71
70 5 4 5 5 5 5 3 5 5 4 5 5 5 5 5 71
71 5 5 5 5 5 5 5 5 4 5 5 5 5 4 5 73
72 4 5 5 5 5 5 4 5 5 5 5 5 5 5 3 71
73 5 5 5 5 5 4 5 5 5 5 4 4 4 5 5 71
74 5 5 5 5 5 5 5 4 4 4 5 5 5 4 5 71
75 4 5 5 5 4 5 5 5 4 5 5 5 5 4 5 71
76 5 5 5 5 5 5 4 5 4 5 5 5 5 4 5 72
77 5 5 4 5 5 4 5 5 5 4 5 5 5 5 4 71
78 5 5 5 5 5 5 5 4 5 5 5 5 5 5 5 74
79 4 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 74
80 5 5 5 5 5 4 4 5 3 4 5 5 5 4 4 68
124
Lampiran 3 : Pedoman Wawancara Penelitian
PERANAN GURU BIMBINGAN KONSELING TERHADAP PEMBINAAN KARAKTER PESERTA DIDIK SEKOLAH LANJUTAN TINGKAT
PERTAMA DI KECAMATAN POLI-POLIA KABUPATEN KOLAKA SULAWESI TENGGARA
A. Informan Penelitian
Nama : Jenis kelamin : Jabatan : B. Pelaksanaan Wawancara
Hari/tanggal : Lokasi :
C. Data yang Diperoleh
Data yang diinginkan dalam penelitian ini antara lain:
1. Bagaimana peranan guru bimbingan konseling dalam pembinaan karakter
siswa SMP di Kecamatan Poli-Polia Kabupaten Kolaka Sulawesi
Tenggara?
2. Bagaimana gambaran karakter siswa SMP di Kecamatan Poli-Polia
Kabupaten Kolaka Sulawesi Tenggara?
3. Bagaimana pola pembinaan karakter siswa SMP di Kecamatan Poli-Polia
Kabupaten Kolaka Sulawesi Tenggara?
125
Lampiran 4 : Hasil Wawancara Penelitian
PERANAN GURU BIMBINGAN KONSELING TERHADAP PEMBINAAN KARAKTER PESERTA DIDIK SEKOLAH LANJUTAN TINGKAT
PERTAMA DI KECAMATAN POLI-POLIA KABUPATEN KOLAKA SULAWESI TENGGARA
A. Informan Penelitian Nama : Suhartin, S. Pd Jenis kelamin : Perempuan Jabatan : Orang tua siswa SMP Negeri 1 Poli-Polia Kabupaten
Kolaka B. Pelaksanaan Wawancara Hari/tanggal : Senin, 11 November 2013 Lokasi : SMP Negeri 1 Poli-Polia Kabupaten Kolaka
A. Data yang Diperoleh
Data yang diinginkan dalam penelitian ini antara lain:
1. Bagaimana peranan guru bimbingan konseling dalam pembinaan karakter
siswa SMP di Kecamatan Poli-Polia Kabupaten Kolaka Sulawesi
Tenggara?
Jawab: Sebagai orang tua, saya berpikir bahwa sebagian besar waktu
anak saya dipergunakan di sekolah untuk belajar. Meskipun karakter anak
dapat berupa bawaan sejak lahir atau terbentuk dari pola pengasuhan
saya di rumah, maka pastinya orang tua berharap agar guru memiliki
perhatian yang besar dalam pembinaan karakter siswa. Ada orang tua
yang sibuk dengan kegiatan rumah sehingga jarang memperhatikan
anaknya, namun adapula anak yang jika diberitahu oleh gurunya, anak
126
tersebut lebih mendengarkan daripada orang tuanya. Sehingga, kami
orang tua pastinya membutuhkan peran serta guru dalam membina
karakter anak. Apalagi ada anak yang memiliki masalah atau memang
anak itu nakal, berarti anak tersebut membutuhkan arahan pula di
sekolahnya.
2. Bagaimana gambaran karakter siswa SMP di Kecamatan Poli-Polia
Kabupaten Kolaka Sulawesi Tenggara?
Jawab: Selama saya menyekolahkan anak saya di sekolah ini, serta
melihat lingkungan bermain anak saya, mereka baik semua. Mungkin
salah satu sebabnya adalah di daerah Poli-Polia, sangat ditekankan
kerukunan, kerjasama, saling tolong menolong, serta ketaatan beragama
yang dimiliki juga sangat baik. Meskipun ada pula beberapa anak yang
nakal, tetapi saya melihat bahwa lingkungan sekolah ini cukup baik untuk
membentuk karakter anak menjadi lebih baik. Tentu saja itu juga karena
ada arahan dari gurunya.
Poli-Polia, 11 November 2013
Orang tua Siswa
SMP Negeri 1 Poli-Polia Kolaka
Suhartin, S. Pd
127
PERANAN GURU BIMBINGAN KONSELING TERHADAP PEMBINAAN KARAKTER PESERTA DIDIK SEKOLAH LANJUTAN TINGKAT
PERTAMA DI KECAMATAN POLI-POLIA KABUPATEN KOLAKA SULAWESI TENGGARA
A. Informan Penelitian Nama : Ben Hajar, S. Pd Jenis kelamin : Laki-Laki Jabatan : Guru Bimbingan Konseling SMP Negeri 1 Poli-Polia
Kabupaten Kolaka B. Pelaksanaan Wawancara Hari/tanggal : Senin, 11 November 2013 Lokasi : SMP Negeri 1 Poli-Polia Kabupaten Kolaka
C. Data yang Diperoleh
Data yang diinginkan dalam penelitian ini antara lain:
1. Bagaimana peranan guru bimbingan konseling dalam pembinaan karakter
siswa SMP di Kecamatan Poli-Polia Kabupaten Kolaka Sulawesi
Tenggara?
Jawab: Apabila saya sebagai guru BK ditanyakan peranan guru
bimbingan konseling dalam pembinaan karakter siswa SMP di Kecamatan
Poli-Polia ini, tentu ada peranan tersendiri. Sebab, guru BK bukan hanya
bertugas selayaknya guru mata pelajaran yang memberi pengajaran dan
pendidikan kepada siswa, namun lebih ditekankan pada pemberian
bantuan kepada siswa baik dalam upaya pencegahan atau penyelesaian
masalah. Sehingga, peran guru BK sebenarnya lebih luas daripada guru
mata pelajaran.
128
2. Bagaimana gambaran karakter siswa SMP di Kecamatan Poli-Polia
Kabupaten Kolaka Sulawesi Tenggara?
Jawab: Apabila guru tidak mampu menjadi teladan maka siswa tidak
memiliki arah dalam mencontoh kebaikan. Pembinaan karakter sama
halnya dengan membina akhlak, dilakukan dengan menerapkan kegiatan
positif yang dimulai dari contoh yang diberikan oleh guru-gurunya di
sekolah. Selain itu, guru selalu memperhatikan sikap dan tutur kata sehari-
hari di sekolah, menjaga hubungan baik dengan siswa agar guru dengan
mudah memberikan nasehat kepada siswa dan didengarkan. Guru
bimbingan konseling juga sering bersama-sama menyelenggarakan
kegiatan keagamaan di sekolah, seperti maulid atau pesantren kilat.
Pendekatan ini dikenal dengan pola pembinaan persuasif. Oleh karena itu,
terlihat pula hasilnya, bahwa karakter siswa di sekolah ini pada umumnya
santun dan agamis meskipun berasal dari lingkungan dan strata sosial
yang berbeda.
3. Bagaimana pola pembinaan karakter siswa SMP di Kecamatan Poli-Polia
Kabupaten Kolaka Sulawesi Tenggara?
Jawab: Dalam pelaksanaan pembinaan karakter siswa, ada beberapa
pola yang diterapkan tergantung pada situasi dan kondisi siswa, misalnya
pola pembinaan karakter siswa otoriter, persuasif, permisif, dan
demokratis. pola pembinaan karakter siswa cukup variatif. Hal tersebut
dilakukan dengan tujuan untuk mengikuti aturan atau norma-norma yang
berlaku dalam keluarga siswa. Misalnya anak yang berada di lingkungan
129
keluarga petani tentu memiliki pola asuh yang berbeda dengan anak yang
berada di lingkungan bangsawan. Dengan demikian, pola pembinaan
karakter yang diberikan juga berbeda
Poli-Polia, 11 November 2013
Guru Bimbingan Konseling
SMP Negeri 1 Poli-Polia Kolaka
Ben Hajar, S. Pd
130
PERANAN GURU BIMBINGAN KONSELING TERHADAP PEMBINAAN KARAKTER PESERTA DIDIK SEKOLAH LANJUTAN TINGKAT
PERTAMA DI KECAMATAN POLI-POLIA KABUPATEN KOLAKA SULAWESI TENGGARA
A. Informan Penelitian Nama : Drs. Hamsah Jenis kelamin : Laki-Laki Jabatan : Kepala Sekolah SMP Negeri 1 Poli-Polia Kabupaten Kolaka B. Pelaksanaan Wawancara Hari/tanggal : Selasa, 12 November 2013 Lokasi : SMP Negeri 1 Poli-Polia Kabupaten Kolaka
D. Data yang Diperoleh
Data yang diinginkan dalam penelitian ini antara lain:
1. Bagaimana peranan guru bimbingan konseling dalam pembinaan karakter
siswa SMP di Kecamatan Poli-Polia Kabupaten Kolaka Sulawesi
Tenggara?
Jawab: Guru bimbingan konseling telah menjalankan peranannya dengan
baik. Guru BK juga memiliki RPP dalam pemberian pembelajaran dan
pendidikan. Sehingga, memiliki arah dalam pelaksanaan tugasnya. Guru
BK juga sering menggantikan guru mata pelajaran yang tidak sempat
hadir. Dengan demikian, guru BK tidak hanya berperan dalam pendidikan
di sekolah ini, tetapi lebih banyak memberi bantuan, bimbingan, dan
konseling bagi anak yang mengalami permasalahan. Permasalahan
bukan hanya sikap nakal siswa, melainkan masalah belajar, dan masalah
perkembangan anak juga menjadi tanggung jawabnya.
131
2. Bagaimana gambaran karakter siswa SMP di Kecamatan Poli-Polia
Kabupaten Kolaka Sulawesi Tenggara?
Jawab: sebagai kepala sekolah yang juga turut mengamati karakter anak
didik di sekolah ini, saya melihat bahwa karakter anak pada dasarnya
baik, terlihat juga anak-anak di sekolah ini masih polos karena belum
mendapat pengaruh jelek dari hidup perkotaan. Semangat kerja dan
membantu orang tua terlihat jelas, apabila anak pulang sekolah. Di
sekolah, sikap tersebut terbawa karena siswa sangat rajin dalam
membantu pihak sekolah saat ada kegiatan. Poli-Polia masih memiliki
adat dan tata krama yang kuat, sehingga generasi dan anak-anak di
daerah ini terdidik demikian sedari kecil.
3. Bagaimana pola pembinaan karakter siswa SMP di Kecamatan Poli-Polia
Kabupaten Kolaka Sulawesi Tenggara?
Jawab: Pola pembinaan karakter siswa terhadap siswa secara otoriter
tidak selamanya diterapkan, hanya pada saat-saat tertentu. Hal ini
menunjukkan bahwa sikap otoriter guru BK dimaksudkan untuk segera
merubah prilaku siswa yang tidak mengikuti aturan atau norma-norma,
baik norma agama maupun nilai sosial dan budaya. Ketika perilaku siswa
sudah berubah, maka guru BKpun merubah pola pembinaan karakter
siswa, biasanya cenderung bersifat persuasif atau pemberian nasehat.
Poli-Polia, 12 November 2013
Kepala Sekolah
SMP Negeri 1 Poli-Polia Kolaka
132
Drs. Hamsah
PERANAN GURU BIMBINGAN KONSELING TERHADAP PEMBINAAN KARAKTER PESERTA DIDIK SEKOLAH LANJUTAN TINGKAT
PERTAMA DI KECAMATAN POLI-POLIA KABUPATEN KOLAKA SULAWESI TENGGARA
A. Informan Penelitian Nama : Sakinah, S. Pd Jenis kelamin : Perempuan Jabatan : Guru Bimbingan Konseling SMP Negeri 2 Poli-Polia
Kabupaten Kolaka B. Pelaksanaan Wawancara Hari/tanggal : Kamis, 14 November 2013 Lokasi : SMP Negeri 2 Poli-Polia Kabupaten Kolaka
C. Data yang Diperoleh
Data yang diinginkan dalam penelitian ini antara lain:
1. Bagaimana peranan guru bimbingan konseling dalam pembinaan karakter
siswa SMP di Kecamatan Poli-Polia Kabupaten Kolaka Sulawesi
Tenggara?
Jawab: Peran guru bimbingan konseling sangat besar bagi perkembangan
karakter anak di sekolah ini. Pada dasarnya, di setiap sekolah karakter
anak tidak semua sama, pasti akan ada ditemukan anak yang memiliki
masalah, baik masalah belajar maupun masalah sosial. Di sekolah ini pun
tidak luput dari anak yang demikian. Disinilah peran guru BK bekerja, baik
sebagai fasilitator, mediator, evaluator, motivator, inisiator, dan berbagai
peran lainnya. Namun, pada dasarnya guru BK lebih ditekankan untuk
menangani siswa yang mengalami perilaku menyimpang, sehingga anak
tersebut tetap dapat menjalankan proses pembelajaran dengan lancar.
133
2. Bagaimana gambaran karakter siswa SMP di Kecamatan Poli-Polia
Kabupaten Kolaka Sulawesi Tenggara?
Jawab: Karakter anak di sekolah ini, pada umumnya baik. Namun, tidak
dapat dipungkiri bahwa ada beberapa siswa yang harus diberi bantuan
dalam belajarnya. Karakter anak yang berbeda, membuat guru BK juga
harus memberi perlakuan yang berbeda, namun tidak bersikap pilih kasih.
Pada umumnya, siswa di sekolah ini masih memegang tata krama dan
adat istiadat Poli-Polia yang terkenal agamis dan sopan santung dalam
bersikap. Tetapi anak yang memiliki masalah mungkin saja mendapat
pengaruh besar dari lingkungannya.
3. Bagaimana pola pembinaan karakter siswa SMP di Kecamatan Poli-Polia
Kabupaten Kolaka Sulawesi Tenggara?
Jawab: Pola pembinaan karakter siswa sudah dilakukan sesuai dengan
tingkat perkembangan kecerdasan dan kematangan siswa, walau dalam
bentuk yang sederhana. Namun, pengaruh negatif dari perkembangan
teknologi dan media serta zaman yang semakin berkembang, sehingga
dibutuhkan pola pembinaan yang lebih persuasif untuk memahami
perkembangan kepribadian anak. Sebab, setiap anak memiliki hak untuk
berkembang dan berhak untuk merasakan kemajuan zaman, tetapi harus
didampingi dengan pemberian pemahaman mengenai efek negatif dan
positif yang akan ditimbulkan.
Poli-Polia, 14 November 2013
Guru Bimbingan Konseling
SMP Negeri 2 Poli-Polia Kolaka
134
Sakinah, S. Pd
PERANAN GURU BIMBINGAN KONSELING TERHADAP PEMBINAAN KARAKTER PESERTA DIDIK SEKOLAH LANJUTAN TINGKAT
PERTAMA DI KECAMATAN POLI-POLIA KABUPATEN KOLAKA SULAWESI TENGGARA
A. Informan Penelitian Nama : Kaharuddin, S. Ag Jenis kelamin : Laki-Laki Jabatan : Kepala Sekolah SMP Negeri 2 Poli-Polia Kabupaten Kolaka B. Pelaksanaan Wawancara Hari/tanggal : Kamis, 14 November 2013 Lokasi : SMP Negeri 2 Poli-Polia Kabupaten Kolaka
C. Data yang Diperoleh
Data yang diinginkan dalam penelitian ini antara lain:
1. Bagaimana peranan guru bimbingan konseling dalam pembinaan karakter
siswa SMP di Kecamatan Poli-Polia Kabupaten Kolaka Sulawesi
Tenggara?
Jawab: Peran guru BK dalam pelaksanaan pembelajaran telah dijalankan
dengan baik. Dalam satu sekolah tentu ada siswa yang mengalami
kendala atau masalah dalam pembelajaran. Maka guru BK memiliki peran
besar terhadap hal tersebut. Selain itu, ada tata tertib sekolah yang
pelaksaanannya harus dipatuhi oleh siswa, dan guru BK turut andil dalam
mengawasi serta mencari solusi yang tepat dalam membina anak yang
demikian. Namun, peran guru pada dasarnya sama dengan guru mata
pelajaran, tetapi sebenarnya lebih besar lagi. Sebab anak-anak yang
135
mengalami permasalahan pembelajaran maupun permasalahan sosial,
harus ditangani secara khusus oleh guru BK.
2. Bagaimana gambaran karakter siswa SMP di Kecamatan Poli-Polia
Kabupaten Kolaka Sulawesi Tenggara?
Jawab: Karakter siswa beragam. Ada siswa yang melaksanakan proses
pendidikan tanpa mengalami kendala atau masalah, namun ada pula
siswa yang memiliki kendala akibat ulahnya sendiri. Masih terdapat
beberapa siswa yang belum mematuhi aturan. Namun, pada umumnya
siswa di sekolah ini masih memiliki sopan santun dan ajaran agama yang
baik dari orang tua mereka yang bisa jadi pondasi kuat bagi diri mereka.
Apabila kita menginginkan agar siswa dapat mengerti tentang aturan atau
perilaku yang diharapkan dapat dipatuhi siswa, maka pemberian
penjelasan yang menekankan pada aspek edukatif lebih efektif dari pada
pemberian hukuman, terutama pada masa siswa-siswa paripurna yaitu
umur 16-20 tahun. Di usia ini, siswa memasuki masa remaja yang juga
masa pemberontakan. Apabila siswa tidak didekati secara persuasif maka
bisa saja siswa malah membenci gurunya.
3. Bagaimana pola pembinaan karakter siswa SMP di Kecamatan Poli-Polia
Kabupaten Kolaka Sulawesi Tenggara?
Jawab: Pembinaan karakter yang diberlakuakan di sekolah ini sangat
beragam tergantung pada pola pikir dan keadaan siswa kami. Karena
tidak mungkin menyamakan cara dalam menghadapi karakter yang juga
berbeda, dalam hal ini karakter siswa. Siswa memiliki karakter yang
136
homogen, sehingga guru BK pun harus bersikap heterogen dalam
menghadapi setiap siswa. Pola pembinaan karakter atau bantuan yang
diberikan kepada siswa dari guru BK juga melihat tingkat kesalahan yang
dilakukan oleh siswa. Apabila dengan kesalahan yang dilakukan siswa
cukup diberikan nasehat, maka pola pembinaan bersifat persuasif. Namun
apabila melanggar norma agama, maka dilakukan pembinaan yang
otoriter.
Poli-Polia, 14 November 2013
Kepala Sekolah
SMP Negeri 2 Poli-Polia Kolaka
Kaharuddin, S. Ag
137
Lampiran 5 : Riwayat Hidup Penulis
RIWAYAT HIDUP
Ambo Rappe, lahir di Saohiring Kabupaten Sinjai,
tepatnya pada tanggal 26 April 1969. Penulis merupakan
anak ke 1 dari 7 bersaudara, buah hati pasangan
Muh. Djafar, M. S dan Siang.
Penulis memulai pendidikan formal di SD No. 67 Saohiring Kecamatan Sinjai
Tengah pada tahun 1975 dan tamat pada tahun 1983, kemudian penulis
melanjutkan pendidikan pada Madrasah Tsanawiyah Swasta Nurul Hidayah
di Manimpahoi Kecamatan Sinjai Tengah Tahun 1983 dan tamat pada tahun
1986, selanjutnya melanjutkan di Pendidikan Guru Agama Negeri (PGAN)
Ujung Pandang dan tamat pada tahun 1989. Pada tahun yang sama, penulis
melanjutkan pendidikan di Universitas Muhammadiyah Makassar pada
Fakultas Ushuluddin Jurusan Dakwah dan berhasil selesai pada tahun 1994.
Pada tahun 2006, penulis berhasil terangkat sebagai Pegawai Negeri Sipil
dalam Lingkup Departemen Agama Kabupaten Kolaka Sulawesi Tenggara.
Penulis telah menikah dengan Marliah dan dikarunia tiga orang anak, yaitu
Nurul Mukhairah Purnama Amra, Muhammad Qadri Amra, dan
Nurwahyudianti Amra. Kemudian pada tahun 2011 penulis melanjutkan
kembali pendidikannya di Universitas Muhammadiyah Makassar pada
138
jurusan Magister Manajemen Pendidikan Islam dan berhasil selesai pada
tahun 2014.