PERANAN EBM
-
Upload
muhammad-hafidi -
Category
Documents
-
view
49 -
download
7
description
Transcript of PERANAN EBM
PERANAN EBM
EBM diperlukan karena perkembangan dunia kesehatan begitu pesat dan bukti ilmiah
yang tersedia begitu banyak.Pengobatan yang sekarang dikatakan paling baik belum tentu
beberapa tahun ke depan masih juga paling baik. Sedangkan tidak semua ilmu pengetahuan
baru yang jumlahnya bisa ratusan itu kita butuhkan.Karenanya diperlukan EBM yang
menggunakan pendekatan pencarian sumber ilmiah sesuai kebutuhan akan informasi bagi
individual dokter yang dipicu dari masalah yang dihadapi pasiennya disesuaikan dengan
pengalaman dan kemampuan klinis dokter tersebut. Pada EBM dokter juga diajari tentang
menilai apakah jurnal tersebut dapat dipercaya dan digunakan.
Perkembangan ilmu pengetahuan dibidang kesehatan berjalan sangat cepat, hal tersebut sejalan dengan berkembangnya inovasi-inovasi baru di bidang farmasi maupun kedokteran. Paradigma lama bahwa pengobatan berdasarkan suatu pengalaman dan uji coba (trial and error) mulai bergeser kearah paradigma yang disebut dengan Evidence Based Medicine (EBM). Dalam terminologi EBM, pengobatan harus berdasarkan bukti ilmiah atau hal lainnya yang dapat dipertanggung jawabkan, sehingga pemahaman mengenai EBM sangat diperlukan bagi praktisi kesehatan yang terjun didalam dunia klinis.
Di bidang farmasi klinik Evidence Based Medicine berperan dalam mendukung proses-proses penggunaan obat (drug uses proceses), antara lain keputusan menggunakan terapi obat, pemilihan obat, penentuan regimen obat, labeling dan dispensing, edukasi pasien, monitoring obat , tindak lanjut monitoring obat dan evaluasi. Penggunaan EBM dibidang faramsi klinik diharapkan dapat memberikan pengobatan yang rasional dan sesuai denganoutcome klinis yang diharapkan. Selain itu, kebutuhan EBM menjadi sangat diperlukan untuk seorang farmasis klinik untuk meyakinkan kepada dokter bahwa rekomendasi yang diberikan merupakan hal yang perlu dilaksanakan untuk mencapai tujuan terapi.
Evidence Based Medicine didefinisikan sebagai suatu pendekatan pada praktek medis yang menggunakan hasil penelitian mengenai patient care dan bukti objektif lainnya yang diperoleh sebagai komponen dalam membuat keputusan klinis. Terdapat beberapa istilah yang sering digunakan dalam EBM, antaralain (1) Evidence Based Diagnose, merupakan EBM yang biasa digunakan oleh dokter sebagai komponen dalam menegakkan diagnosa, (2)Evidence Based Nursing, merupakan EBM yang biasa digunakan oleh perawat dalam menjalankan Nursing Care, (3) Evidence Based Pharmacotherapy, merupakan EBM yang digunakan oleh farmasis dalam terapi.
1. Monitoring Pasien
Dalam Monitoring pasien maka perlu melakukan beberapa langkah seperti dibawah :
1. Pasien Mulailah dari pasien, bisa berupa :
Masalah klinis apa yang dimiliki pasien kita
Pertanyaan yang dikemukakan oleh pasien
kita sehubungan dengan perawatan
penyakitnya2. Pertanyaan Masalah dari pasien seperti tersebut no 1 kemudian
dibuat pertanyaan3. Sumber Mulailah melakukan pencarian sumber journal
melalui internet untuk menjawab pertanyan tersebut
4. Evaluasi Evaluasi apakah jurnal yang kita peroleh cukup valid , penting dan bisa diaplikasikan
5. Pasien Aplikasikan temuan berdasarkan bukti ilmiah tersebut ke pasien dengan mempertimbangkan kepentinga atau kebutuhan pasien dan kemampuan klinis dokter
6. Evaluasi Evaluasi hasil perawatan pasien tersebut
Pertanyan digunakan untuk membantu kita memperjelas apa yang hendak dita cari
dan sebagai alat bantu untuk menentukan kata kunci yang dipakai saat searching journal di
internet. Pertanyaan yang baik harus memuat 4 hal PICO (pasien, intervensi , comparison,
outcome)
Pasien Seperti apa karakteristik pasien kita (point-point
penting saja).
Bisa dimasukkan di dalamnya
hal-hal yang berhubungan atau relevan dengan
penyakit pasien seperti usia , jenis kelamin atau
suku bangsa.
hal-hal mengenai masalah, pemyakit atau
kondisi pasien
IntervensiPrognosisexposure
Berisikan hal sehubungan dengan intervensi yang diberikan ke pasien
Apakah tentang meresepkan suatu obat ?
Apakah tentang melakukan tindakan ?
Apakah tentang melakukan tes dignosis?
Apakah tentang menanyakan bagaimana
prognosis pasien ?
Apakah tentang menanyakan apa yang
menyebabkan penyakit pasien ?
Comparison Tidak harus selalu ada pembandingnya. Pembanding bisa dengan plasebo atau obat yang lain atau tindakan terapi yang lain
outcome Harapan yang anda inginkan dari intervensi tersebut,seperti
Apakah berupa pengurangan gejala ?
Apakah berupa pengurangan efek samping ?
Apakah berupa perbaikan fungsi atau kualitas
hidup ?
Apakah berupa pengurangan jumlah hari
dirawat RS ?
Contoh pertanyaan
Seorang wanita Ny Susi , 28 th G1P0A0 hamil 36 minggu datang ke dokter ingin konsultasi
mengenai cara-cara melahirkan. Ibu Susi punya pengalaman kakaknya divakum karena
kehabisan tenaga mengejan , anaknya saat ini 6 tahun menderita epilepsy dan kakaknya harus
dijahit banyak pada saat melahirkan.Ia tidak mau melahirkan divakum.Diamendengar tentang
teknik yang menggunakan forsep.Dia bertanya yang mana yang lebih aman untuk ibu dan
bayi.
Maka kata kunci dari pertanyaan yang mungkin diajukan adalah:
Pasien : melahirkan,kala II lama
Intervensi : vakum
Comparison : forcep
Outcome : aman untuk ibu dan bayi
Sehingga pertanyaannya adalah
Untuk penanganan melahirkan kala II lama manakah yang lebih aman untuk ibu dan bayi antara vakum dan forcep ?
Tingkatan Jurnal yang digunakan untuk dapat diaplikasikan kepada pasien.
Meta-
Analysis
Systematic
Review
Randomized
Controlled Trial
Cohort studies
Case Control studies
Case Series/Case Reports
Animal research/Laboratory studie
Ternyata jurnal atau penelitian ada tingkatannya.Seperti batik yang paling bagus adalah batik
tulis, baru batik cap.Nah gambar diatas menggambarkan urutan tingkat kualitas penelitian
yang ada dalm jurnal dari timhkat paling bagus disebelah atas ke tingkat paling tidak bagus
disebelah bawah.Makinkeatas makin bagus tapi jumlah jurnal atau penelitiannya juga
semakin sedikit.berikut satu persatu istilah tersebut kita bahas :
A Meta-analysis merupakan suatu metode yang melakukan analisis secara mendalam
terhadap suatu topic dari beberapa penelitian valid yang dijadikan satu sehingga menerupai
sebuah penelitian besar.
Systematic Reviews dilakukan dengan melakukan review atas literature-literatur yang
berfokus pada suatu topic untuk menjawab suatu pertanyaan.literatur-literatur tersebut
dilakukan analisis dan hasilnya di rangkum.
Randomized controlled clinical trials atau yang disingkat RCT adalah suatu metode
penelitian yang mengunakan sample pasien sesungguhnya yang kemudian dibagi atas dua
grup yaitu grup control dan grup yang diberi perlakuan .Group control dan yang diberi
perlakuan sifatnya harus sama. Penggolongan pasien masuk ke group kontrol atau perlakuan
dilakukan secara acak (random) dan biasanya juga dengan cara blinding untuk mengurangi
kemungkinan subjectivity.Biasa digunakan untuk jurnal-jurnal jenis terapi.
Cohort Studies adalah suatu penelitian yang biasanya bersifat observasi yang diamati ke
depan terhadap dua kelompok (control dan perlakuan).
Case Control Studies adalah suatu penelitian yang membandingkan suatu golongan pasien
yang menderita penyakit tertentu dengan pasien tang tidak menderita penyakit tersebut.
Case series and Case reports adalah laporan kasus dari seorang pasien.
2. Dasar Membatasi Resep
Kegiatan farmasi klinik tidak hanya memberikan saran professional pada saat peresepan saja namun kegiatan farmasi klinik mencakup kegiatan sebelum persepan, saat persepan dan setelah peresepan. Kegiatan farmasi klinik sebelum peresepan meliputi setiap kegiatan yang mempengaruhi kebijakan peresepan, seperti penyusunan formularium rumah sakit, mendukung informasi dalam menetapkan kebijakan peresepan rumah sakit, evaluasi obat. Kegiatan farmasi klinik selama peresapan contohnya adalah memberikan saran profesional kepada dokter atau tenaga kesehatan lainnya terkait dengan terapi pada saat peresepan sedang dilakukan. Sedangkan kegiatan farmasi klinik sesudah peresepan yaitu setiap kegiatan yang berfokus kepada pengoreksian dan penyempurnaan peresepan, seperti monitoring DRPs, monitoring efek obat, outcome research dan Drug Use Evaluation (DUE).
Farmasis klinik berperan dalam mengidentifikasi adanya Drug Related Problems(DRPs). Drug Related Problems (DRPs) adalah suatu kejadian atau situasi yang menyangkut terapi obat, yang mempengaruhi secara potensial atau aktual hasil akhir pasien. Menurut Koda-Kimble (2005), DRPs diklasifikasikan, sebagai berikut :
1. Kebutuhan akan obat (drug needed)
a. Obat diindikasikan tetapi tidak diresepkan
b. Problem medis sudah jelas tetapi tidak diterapi
c. Obat yang diresepkan benar, tetapi tidak digunakan (non compliance)
2. Ketidaktepatan obat (wrong/inappropriate drug)
a. Tidak ada problem medis yang jelas untuk penggunaan suatu obat
b. Obat tidak sesuai dengan problem medis yang ada
c. Problem medis dapat sembuh sendiri tanpa diberi obat
d. Duplikasi terapi
e. Obat mahal, tetapi ada alternatif yang lebih murah
f. Obat tidak ada diformularium
g. Pemberian tidak memperhitungkan kondisi pasien
3. Ketidaktepatan dosis (wrong / inappropriate dose)
a. Dosis terlalu tinggi
b. Penggunaan yang berlebihan oleh pasien (over compliance)
c. Dosis terlalu rendah
d. Penggunaan yang kurang oleh pasien (under compliance)
e. Ketidaktepatan interval dosis
4. Efek buruk obat (adverse drug reaction)
a. Efek samping
b. Alergi
c. Obat memicu kerusakan tubuh
d. Obat memicu perubahan nilai pemeriksaan laboratorium
5. Interaksi obat (drug interaction)
a. Interaksi antara obat dengan obat/herbal
b. Interaksi obat dengan makanan
c. Interaksi obat dengan pengujian laboratorium
3. Kaidah Peresepan
Preskripsi dokter sangat penting bagi seorang dokter dalam proses peresepan obat bagi pasiennya. Dokter dalam mewujudkan terapi yang rasional, memerlukan langkah yang sistematis dengan moto 5T (Tepat obat, Tepat dosis, Tepat cara, dan jadwal pemberian serta tepat BSO dan untuk penderita yang tepat). Preskripsi yang baik haruslah ditulis dalam blanko resep secara lege artis.
Pengertian Resep
Resep didefinisikan sebagai permintaan tertulis dari dokter, dokter gigi atau dok er hewan kepada apoteker pengelola apotek (APA) untuk menyediakan dan menyerahkan obat bagi penderita sesuai dengan peratuan perundangan yang berlaku. Resep yang benar adalah ditulis secara jelas, dapat dibaca, lengkap dan memenuhi peraturan perundangan serta kaidah yang berlaku.
Contoh resep yang benar:
Unsur-unsur resep:
1. Identitas Dokter
Nama, nomor surat ijin praktek, alamat praktek dan rumah dokter penulis resep serta dapat dilengkapi dengan nomor telepon dan hari serta jam praktek. Biasanya sudah tercetak dalam blanko resep.
2. Nama kota (sudah dicetak dalam blanko resep) dan tanggal ditulis resep3. Superscriptio
Ditulis dengan symbol R/ (recipe=harap diambil). Biasanya sudah dicetak dalam blanko. Bila diperlukan lebih dari satu bentuk sediaan obat/formula resep, diperlukan penulisan R/ lagi.
4. Inscriptio
Ini merupakan bagian inti resep, berisi nama obat, kekuatan dan jumlah obat yang diperlukan dan ditulis dengan jelas
5. Subscriptio
Bagian ini mencantumkan bentuk sediaan obat (BSO) dan jumlahnya. Cara penulisan (dengan singkatan bahasa latin) tergantung dari macam formula resep yang digunakan.
Contoh:
– m.f.l.a. pulv. d.t.d.no. X
– m.f.l.a. sol
– m.f.l.a. pulv. No XX da in caps
6. Signatura
Berisi informasi tentang aturan penggunaan obat bagi pasien yaitu meliputi frekuensi, jumlah obat dan saat diminum obat, dl .
Contoh: s.t.d.d.tab.I.u.h.p.c ( tandailah tiga kali sehari satu tablet satu jam setelah makan)
7. Identitas pasien
Umumnya sudah tercantum dalam blanko resep (tulisan pro dan umur). Nama pasien dicantumkan dalan pro. Sebaiknya juga mencantumkan berat badan pasien supaya kontrol dosis oleh apotek dapat akurat.
TATA CARA PENULISAN RESEP
Tidak ada standar baku di dunia tentang penulisan resep. Untuk Indonesia, resep yang lengkap menurut SK Menkes RI No. 26/2981 (BAB III, pasal 10) memuat:
1. Nama, alamat, Nomor Surat Ijin Praktek Dokter (NSIP)
2. Tanggal penulisan resep
3. Nama setiap obat/komponen obat
4. Tanda R/ pada bagian kiri setiap penulisan resep
5. Tanda tangan/paraf dokter penulis resep
6. Tanda seru dan paraf dokter untuk resep yang mengandung obat dengan jumlah melebihi dosis maksimum
LANGKAH PRESKRIPSI
1. Pemilihan obat yang tepat
Dalam melakukan prakteknya, dokter pertama kali harus melakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang baik pada pasiennya untuk menegakkan diagnosis. Setelah itu, dengan mempertimbangkan keadaan (patologi penyakit , perjalanan penyakit dan manifestasinya), maka tujuan terapi dengan obat akan ditentukan. Kemudian akan dilakukan pemilihan obat secara tepat, agar menghasilkan terapi yang rasional.
Hal yang sangat penting untuk menjadi pertimbangan dalam memilih obat:
a. Bagaimana rasio manfaat dengan risiko obat yang dipilih
b. Bagaimana keamanan (efek samping, kontra indikasi) obat yang dipilih
c. Jenis bahan obat apa (bahan baku, formula standar, bahan generik, atau bahan paten) yang dipilih
d. Pertimbangan biaya/harga obat
Dengan mempertimbangkan hal di atas, diharapkan preskripsi obat dokter akan tepat berdasar manfaat, keamanan, ekonomi, serta cocok bagi penderita Untuk
mewujudkan terapi obat yang rasional dan untuk meningkatkan daya guna dan hasil gunaserta biaya, maka seorang dokter perlu memahami kriteria bahan obat dalam preskripsi. Bahan obat di dalam resep termasuk bagian dari unsur inscriptio dan merupakan bahan baku, obat standar (obat dalam formula baku/resmi, sediaan generik) atau bahan jadi/paten
Nama obat dapat dipilih dengan nama generik (nama resmi dalam buku Farmakope Indonesia) atau nama paten (nama yang diberikan pabrik). Pengguna jenis obat paten perlu memperhatikan kekuatan bahan aktif dan atau komposisi obat yang dikandung di dalamnya agar pemilihan obat yang rasional dapat tercapai dan pelayanan obat di apotek tidak menjumpai adanya masalah.
Contoh: Apabila dalam terapi perlu diberikan bahan obat Paracetamol, maka dapat dipilih bahan baku (ada di apotik), sediaan generik berlogo (bentuk tablet atau sirup paracetamol atau sediaan paten) Jumlah obat yang ditulis di dalam resep tergatung dari lama pemberian dan frekuensi pemberian. Parameter yang diperlukan untuk menentukannya adalah lama perjalanan penyakit, tujuan terapi, dan kondisi penderita. Jumlah obat dituliskan dengan angka Romawi untuk jenis sediaan jadi/paten
Contoh: Tab. Sanmol 500 mg no. X atau Tab. Sanmol 500 mg da X
Bahan/sediaan obat dalam preskripsi berdasarkan peraturan perundangan dapat dikategorikan:
a. Golongan obat narkotika atau O (ct: codein, morphin, pethidin)
b. Golongan obat Keras atau G atau K
Dibedakan menajadi 3:
– Golongan obat Keras tertentu atau Psikotropika (diazepam dan derivatnya)
– Golongan obat Keras atau K (ct: amoxicil in, ibuprofen)
– Golongan obat wajib apotek atau OWA (ct: famotidin, al opurinol, gentamycin topical)
a. Golongan obat bebas terbatas atau W (ct: paracetamol, pirantel palmoat)
b. Golongan obat bebas (ct: Vitamin B1, Vitamin C)
Pada penulisan obat narkotika dan psikotropika/khusus) jumlah obat tidak cukup hanya dengan angka saja, namun disertai dengan huruf angka tersebut, misal X (decem) dan agar sah harus dibubuhi tanda tangan dokter (bukan paraf). Hal ini dilakukan untuk menghindari penyalahgunaan obat di masyarakat.
2. Penetapan cara pemberian dan aturan dosis yang tepat
a. Cara pemberian obat
Obat diberikan dengan berbagai macam cara (per oral, per rectal, parenteral, topical, dl ). Hal yang diperlukan dalam menentukan cara pemberian obat:
– Tujuan terapi
– Kondisi pasien
– Sifat fisika-kimia obat
– Bioaviabilitas obat
– Manfaat (untung-rugi pemberian obat)
Cara pemberian yang dipilih adalah yang memberikan manfaat klinik yang optimal dan memberikan keamanan bagi pasien. Misalkan pemberian obat Gentamicyn yang diperlukan untuk tujuan sistemik, maka sebaiknya dipilih lewat parenteral. NSAIDs yang diberikan pada penderita gastritis sebaiknya dilakukan pemberian per rectal.
b. Aturan dosis (dosis dan jadwal pemberian) obat
DOSIS
Dosis yang ideal adalah dosis yang diberikan per individual. Hal ini mengingat bahwa respon penderita terhadap obat sangat individualistis. Penentuan dosis perlu mempertimbangkan:
1. kondisi pasien (seperti: umur, berat badan, fisiologi dan fungsi organ tubuh)
2. kondisi penyakit ( akut, kronis, berat/ringan)
3. Indeks terapi obat (lebar/sempit)
4. variasi kinetik obat
5. cara/rumus perhitungan dosis anak ( pilih yang paling teliti)
Perhitungan dosis pada anak secara ideal menggunakan dasar ukuran fisik (berat badan atau luas permukaan tubuh). Apabila dosis anak dihitung dengan perbandingan dengan dosis dewasa, yaitu dengan memakai rumus perhitungan dosis anak (antara lain Young, Clark), maka perlu diperhatikan tentang ketelitian dari rumus yang dipakai.
JADWAL PEMBERIAN
Jadwal pemberian ini meliputi frekuensi, satuan dosis per kali dan saat/waktu pemberian obat. Dalam resep tertuang dalam unsur signatura.
FREKUENSI
Frekuansi artinya berapa kali obat yang dimaksud diberikan kepada pasien. Jumlah pemberian tergantung dari waktu paruh obat, BSO, dan tujuan terapi. Obat anti asma diberikan kalau sesak (p.r.n) namum bila untuk menjaga agar tidak terjadi serangan asma dapat diberikan secara teratur misal 3 x sehari (t.d.d).
SAAT/WAKTU PEMBERIAN
Hal ini dibutuhkan bagi obat tertentu supaya dalam pemberiannya memiliki efek optimal, aman dan mudah di kuti pasien. Misal: Obat yang absorbsinya terganggu oleh makanan sebaiknya diberikan saat perut kosong 1/2 – 1 jam sebelum makan (1/2 – 1 h. a.c),
obat yang mengiritasi lambung diberikan sesudah makan (p.c) dan obat untuk memepermudah tidur diberikan sebelum tidur (h.s), dl .
LAMA PEMBERIAN
Lama pemberian obat didasarkan perjalanan penyakit atau menggunakan pedoman pengobatan yang sudah ditentukan dalam pustaka/RS. Misalkan pemberian antibiotika dalam waktu tertentu (2 hari setelah gejala hilang untuk menghindari resistensi kuman, obat simtomatis hanya perlu diberikan saat simtom muncul (p.r.n), dan pada penyaklit kronis (misalasma, hipertensi, DM) diperlukan pemberian obat yang terus menerus atau sepanjang hidup (ITER!)
3. Pemilihan BSO yang tepat
Pemilihan BSO dalam preskripsi perlu dipertimbangkan agar pemberian obat optimal dan hargaterjangkau. Faktor ketaatan penderita, factor sifat obat, bioaviabilitas dan factor sosial ekonomi dapat digunakan sebagai pertimbangan pemilihan BSO
4. Pemilihan formula resep yang tepat
Ada 3 formula resep yang dapat digunakan untuk menyusunan preskripsi dokter (Formula marginalis, officialis aau spesialistis). Pemilihan formula tersebut perlu mempertimbangkan:
– Yang dapat menjamin ketepatan dosis (dosis individual)
– Yang dapat menajaga stabilitas obat
– Agar dapat menjaga kepatuhan pasien dalam meminum obat
– Biaya/harga terjangkau
5. Penulisan preskripsi dalam blanko resep yang benar (lege artis)
Preskripsi lege artis maksudnya adalah ditulis secara jelas, lengkap (memuat 6 unsur yang harus ada di dalam resep) dan sesuai dengan aturan/pedoman baku serta menggunakan singkatan bahasa latin baku, pada blanko standar (ukuran lebar 10-12 cm, panjang 15-18 cm)
6. Pemberian informasi bagi penderita yang tepat
Cara atau aturan harus tertulis lengkap dalam resep, namun dokter juga masih harus menjelaskan kepada pasien. Demikian pula hal-hal atau peringatan yang perlu disampaikan tentang obat dan pengobatan, misal apakah obat harus diminum sampai habis/tidak, efek samping, dl . Hal ini dilakukan untuk ketaatan pasien dan mencapai rasionalitas peresepan