PERAN MUHAMMADIYAH DALAM MISI KEMANUSIAAN...
Transcript of PERAN MUHAMMADIYAH DALAM MISI KEMANUSIAAN...
PERAN MUHAMMADIYAH DALAM MISI
KEMANUSIAAN INTERNASIONAL
(STUDI KASUS: PENGUNGSI ROHINGNYA TAHUN
2017)
Proposal Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Sosial (S.Sos)
Oleh:
Abdurrahman Rabbani
11141130000002
PROGRAM STUDI HUBUNGAN INTERNASIONAL
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2018/1439 H
iv
ABSTRAK
Penelitian ini membahas peran Muhammadiyah dalam misi kemanusiaan
internasional terkait pengungsi Rohingya tahun 2017. Penelitian ini bertujuan
untuk mengetahui bagaimana peran Muhammadiyah dalam misi kemanusiaan
internasional menangani pengungsi Rohingya di Bangladesh tahun 2017. Isu yang
terkait dengan konflik dan kekerasan di Myanmar hingga saat ini belum
terselesaikan dengan baik. Etnis Rohingya sebagai bagian dari etnis di Myanmar
mendapatkan perlakuan diskriminasi dari pemerintah Myanmar. Muhammadiyah
merupakan organisasi keagamaan yang salah satunya bergerak dalam bidang
kemanusiaan. Sebagai Non-Govermental Organization Muhammadiyah mampu
menjalankan misi kemanusiaan internasional dalam memberikan bantuan
kemanusiaan kepada pengungsi Rohingya.
Untuk mencapai tujuan penelitian tersebut, maka metode penelitian yang
digunakan adalah penelitian kualitatif dengan pengumpulan data berupa sumber –
sumber informasi. Cara pengumpulan data yaitu melalui jurnal, pemanfaatan
dokumen, laporan dari institusi, website yang valid, dan wawancara. Konsep Non
Governmental Organization (NGO) dan Faith Based Organization (FBO)
digunakan untuk menjawab pertanyaan penelitian terkait misi kemanusiaan yang
dilakukan oleh Muhammadiyah. Konsep pengungsi dimasukkan terkait status
Etnis Rohingya. Kemudian konsep mediasi fasilitatif sebagai analisa peran
Muhammadiyah dalam upaya perdamaian. Konsep NGO, FBO dan mediasi
fasilitatif akan menjawab bagaimana peran Muhammadiyah melalui MDMC
menjalankan aktivitas kemanusiaan internasional terkait menangani pengungsi
Rohingya.
Kata Kunci: Muhammadiyah, Muhammadiyah Disaster Management Center,
Pengungsi Rohingya, Bangladesh
v
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirabbil’alamiin, puji syukur penulis panjatkan kepada Allah
SWT, yang telah menganugerahkan begitu banyak karunia dan telah memberikan
kemudahan bagi penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul
“Peran Muhammadiyah dalam Misi Kemanusiaan Internasional (Studi
Kasus: Pengungsi Rohingya Tahun 2017)”. Tidak lupa shalawat serta salam
teriring untuk Rasulullah SAW beserta sahabat-sahabatnya yang telah menjadi
suri teladan bagi seluruh umat manusia.
Penulisan skripsi ini bertujuan untuk memenuhi salah satu syarat untuk
menyelesaikan program S1 program studi Hubungan Internasional Fakultas Ilmu
Sosial dan Ilmu Politik di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Penulisan skripsi ini
mengalami begitu banyak kendala dan halangan hingga penulisan diselesaikan.
Penulisan ini jauh dari kata sempurna, penulis menyadari bahwa penulisan karya
ini masih banyak terdapat kekurangan baik dari segi kualitasnya maupun dari segi
teknik penulisan. Oleh karena itu, penulis menghaturkan banyak terimakasih
kepada pihak-pihak yang memberikan penulis bantuan dan motivasi hingga
skripsi ini dapat diselesaikan.
1. Keluarga saya tercinta, terimakasih banyak atas segala do’a, dukungan
moril dan materil yang tidak pernah terputus untuk saya, tanpa do’a dan
dukungan kalian saya tidak akan menjadi saat ini.
2. Bapak M. Adian Firnas, M.Si selaku Dosen Pembimbing yang telah
berkenan memberikan waktu, pikiran, dukungan dan tenaga untuk
membimbing penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
vi
3. Bapak Ahmad Alfajri, MA selaku Ketua Program Studi Ilmu Hubungan
Internasional, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
4. Ajis, Roby, Akbar, Nadilah. Terima kasih sudah dan selalu memberikan
dukungan ketika penulis di titik terendahnya. Terima kasih atas motivasi
dan semangat telah menjadi pemicu penulis menyelesaikan skripsi.
5. Teman-teman Hijrah, terimakasih atas semua pengalaman berharganya
yang sangat berguna. Terimakasih untuk saling bertukar cerita bermanfaat
hingga tidak bermanfaat. Sukses untuk kalian! Selamat menempuh di
kehidupan selanjutnya.
6. Teman-teman KKN yang tidak dapat disebutkan satu persatu, terimakasih
atas segala dukungan dan doa selama ini. Terimakasih telah menjadi
bagian dari kehidupan penulis yang berharga dan menyenangkan.
7. Teman-teman HI 2014 yang tidak dapat disebutkan satu persatu.
Terimakasih telah menjadi bagian terpenting dari hidup penulis.
Terimakasih untuk dukungan kalian selama penulis menempuh kuliah.
Sukses selalu!
Terimakasih kepada semua pihak yang penulis sebutkan atas segala
bantuannya dan dukungannya. Semoga skripsi ini dapat memberikan
perkembangan ilmu pengetahuan khususnya ilmu hubungan internasional.
Jakarta, 25 Mei 2018
Abdurrahman Rabbani
vii
DAFTAR ISI
ABSTRAK ......................................................................................................... iv
KATA PENGANTAR ....................................................................................... v
DAFTAR ISI ...................................................................................................... vii
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... ix
DAFTAR TABEL ............................................................................................ x
DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................... xi
DAFTAR SINGKATAN .................................................................................. xii
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................. 1
1.1. Pernyataan Masalah .............................................................................. 1
1.2. Pertanyaan Penelitian .......................................................................... 12
1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian ............................................................ 12
1.4. Tinjauan Pustaka .................................................................................. 13
1.5. Kerangka Teoritis ................................................................................ 17
1.5.1 Konsep Non-Governmental Organization ................................ 17
1.5.2 Konsep Faith Based Organization ............................................. 20
1.5.3 Konsep Mediasi Fasilitatif ........................................................ 24
1.5.4 Konsep Pengungsi ..................................................................... 26
1.6. Metode Penelitian ................................................................................. 28
1.6.1. Jenis Penelitian ......................................................................... 28
1.6.2. Teknik Pengumpulan data ........................................................ 29
1.6.3. Teknik Analisa data .................................................................. 29
1.6.4. Informasi Penelitian .................................................................. 31
1.7. Sistematika Penulisan .......................................................................... 32
BAB II MUHAMMADIYAH SEBAGAI AKTOR KEMANUSIAAN ........ 33
2.1. Profil Muhammadiyah ......................................................................... 34
2.2. Awal Perkembangan Muhammadiyah ................................................. 39
2.3. Awal Perkembangan MDMC .............................................................. 41
2.4. MDMC sebagai Aktor Kemanusiaan Internasional ............................. 44
2.5. Kendala MDMC sebagai Aktor Kemanusiaan Internasional .............. 47
BAB III PROBLEM KEMANUSIAAN ROHINGYA ................................. 49
viii
3.1. Profil Negara Myanmar ....................................................................... 50
3.1.1. Kondisi Geografi ........................................................................ 50
3.1.2. Kondisi Sosial Budaya ............................................................... 56
3.2. Sejarah Etnis Rohingya ....................................................................... 57
3.3. Konflik Etnis Rohingya ....................................................................... 62
BAB IV PERAN MUHAMMADIYAH DALAM PENANGANAN
PENGUNGSI ROHINGYA ............................................................................. 69
4.1. Melakukan Kerjasama dengan Aktor –Aktor Kemanusiaan
Indonesia untuk Penanganan Pengungsi Rohignya. ............................. 70
4.2. Melakukan Penyaluran Bantuan Kemanusiaan untuk
Penanganan Pengungsi Rohingya. ........................................................ 75
4.3. Mediasi Fasilitatif Muhammadiyah ..................................................... 82
BAB V PENUTUP ............................................................................................. 89
5.1. Kesimpulan .......................................................................................... 89
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ xiii
LAMPIRAN ...................................................................................................... xxii
ix
DAFTAR GAMBAR
Gambar I.1. Provinsi Wilayah Cox Bazar ........................................................... 10
Gambar II.1. Struktur Organisasi Muhammadiyah ............................................ 38
Gambar III.1. Peta Myanmar ............................................................................. 50
Gambar III.2. Provinsi Rakhine ......................................................................... 55
Gambar III.3. Peta Penyebaran Pengungsi .......................................................... 68
x
DAFTAR TABEL
Tabel I.1. Peran Mediator dalam Mediasi Konflik ............................................ 26
xi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Transkrip Wawancara dengan Barori Budi Adji sebagai
Sekretaris MDMC ....................................................................... xxii
Lampiran 2 Transkrip Wawancara dengan Rachmawati Husein sebagai
Wakil Ketua MDMC………………………………………….. xxiv
xii
DAFTAR SINGKATAN
AKIM Aliansi Kemanusiaan Indonesia untuk Myanmar
ARSA Arakan Rohingya Salvation Army
EMT Emergency Medical Team
FBO Faith Based Organization
HAM Hak Asasi Manusia
HASCO Humanitarian Assistance for Sustainable Community
HFI Humanitarian Forum Indonesia
ICRC International Committee of The Red Cross
IGO International Governmental Organization
INGO International Non Governmental Organization
KTT Konferensi Tingkat Tinggi
MDMC Muhammadiyah Disaster Management Center
NGO Non Governmental Organization
PBB Perserikatan Bangsa Bangsa
PCIM Pimpinan Cabang Istimewa Muhammadiyah
PKO Penolong Kesengsaraan Oemoem
PMI Palang Merah Indonesia
TAN Transnasional Advocation Network
WHO World Health Organization
WHS World Humanitarian Summit
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Pernyataan Masalah
Kasus pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) yang terjadi di
berbagai dunia merupakan sebuah fenomena yang masih berlangsung
hingga saat ini. Hilangnya hak-hak dasar individu merupakan pelanggaran
terhadap kemanusiaan, seperti pemerkosaan terhadap perempuan dan anak
di bawah umur, genosida, aksi terorisme yang menewaskan warga sipil
dan diskriminasi atas suatu kelompok. Yang menjadi perhatian dunia saat
ini yakni penindasan suatu etnis dengan menghilangkan hak kebebasan
untuk hidup dengan aman seperti yang terjadi di Rakhine terhadap etnis
Rohingya.
Pelanggaran terhadap hak-hak asasi manusia dapat dilakukan oleh
individu baik oleh seorang pemimpin ataupun sebuah kelompok. Mereka
dengan kejam menyerang warga sipil yang didasari sebuah motif yang
menjadi alasan penyerangan yang dilakukan baik sosial, ekonomi, teroris
ataupun motif mempertahankan kepentingan sebuah negara. Banyak dari
kasus pelanggaran hak asasi manusia tersebut menyebabkan timbulnya
suatu konflik baru yang tidak dapat diselesaikan dengan soft power.
Isu kemanusaan yang terjadi pada abad 21 ini memang bukan lagi
hal yang baru ketika negara dalam keadaan yang tidak diuntungkan,
seperti negara berkembang masih memerlukan bantuan dari negara maju,
2
menjadikan negara berkembang sangat bergantung dengan negara-negara
maju. Permasalahan ketika kondisi negara berkembang tak jarang isu
pelanggaran hak asasi manusia seperti krisis kemanusiaan telah banyak
terjadi. Isu kemanusiaan menjadi hal biasa terjadi di Asia khususnya Asia
Tenggara seperti kebencanaan akibat bencana alam yang terjadi di Nepal,
Indonesia, Filipina, termasuk bencana kemanusiaan yang terjadi di
Myanmar.
Permasalahan yang terjadi di dunia internasional menciptakan
bentuk respon dari berbagai aktor internasional baik itu negara atau Non-
Governmental Organization (NGO). Aktor internasional memiliki peran
dalam memberikan pengaruh terhadap permasalahan internasional,
termasuk salah satunya berperan dalam isu kemanusiaan. Banyak aktor
internasional seperti NGO yang menjadi aktor kemanusiaan. Seperti
International Organization for Migration (IOM), Palang Merah
Internasional (PMI) termasuk organisasi keagamaan Muhammadiyah, NU,
Church World Service (CWS), Islamic Relief Worldwide, dll.
Muhammadiyah merupakan organisasi kemasyarakatan dalam
bentuk persyarikatan yang bergerak pada wilayah dakwah amar ma’ruf
nahi munkar, dan tajdid yang bersifat pencerahan, bersumber dari Al-
Quran dan Sunnah. Muhammadiyah berdiri di Kampung Kauman, Daerah
3
Istimewa Yogyakarta pada tanggal 8 Dzulhijah 1330 H atau yang
bertepatan dengan tanggal 18 November 1912.1
Kyai Haji Ahmad Dahlan merupakan pelopor utama sekaligus
pendiri organisasi keagamaan ini. Gerakan ini diberi nama
Muhammadiyah oleh pendirinya dengan maksud bertafa’ul
(berpengharapan baik) dapat mencontoh dan meneladani jejak
perjuangannya dalam rangka menjunjung tinggi agama islam semata–mata
demi terwujudnya „Izhul Islam wal Muslimin, kejayaan Islam sebagai
tujuan dan kemuliaan hidup umat Islam sebagai realita.2
Di samping dikenal sebagai organisasi keagamaan,
Muhammadiyah juga dikenal sebagai organisasi yang berperan aktif dalam
bidang kemanusiaan.3 Pada tahun 1920 menjadi awal mula gerakan
kemanusiaan Muhammadiyah yang muncul dari pemikiran Haji
Muhammad Syudjak yang merupakan seorang santri teman dekat K H.
Ahmad Dahlan. Awal mula lembaga rumah sakit dengan nama Penolong
Kesengsaraan Umum (PKU).4
Dalam perjalanannya PKU Muhammadiyah menjadi suatu bentuk
nyata dari aktivitas kemanusiaan yang fokus dalam bidang kesehatan dan
layanan kemanusiaan. Kegiatan yang telah dilakukan Muhammadiyah
1 Majelis Diklitbang dan LPI PP Muhammadiyah, “1 Abad Muhammadiyah:
Gagasan Pembaruan Sosial Keagamaan”, (Jakarta: PT Kompas Media Nusantara, 2010),
7. 2 ST Rajiah Rusydi, “Peran Muhammadiyah (Konsep Pendidikan, Usaha –
usaha, di Bidang Pendidikan, dan Tokoh”, Jurnal Tarbawi, Volume 1, (2017), 140. 3 Majelis Diklitbang dan LPI PP Muhammadiyah, 1 Abad Muhammadiyah:
Gagasan Pembaruan Sosial Keagamaan, 355. 4 Febriansyah dan M. Raihan, “100 Tahun Muhammadiyah Menyinari Negeri”
(Yogyakarta: Majelis Pustaka dan Informasi PP Muhammadiyah, 2013), 132-133.
4
khususnya membantu dalam isu kebencanaan dan kemanusiaan. Pasca
peristiwa Tsunami di Aceh tahun 2004, Muhammadiyah kembali menjadi
pelopor membentuk lembaga kebencanaan dengan nama Pusat
Penanggulangan Bencana.5
Pada tahun 2010 ketika Muktamar Muhammadiyah Yogyakarta,
terbentuk sebuah Lembaga Penanggulangan Bencana Muhammadiyah atau
Muhammadiyah Disaster Management Center (MDMC) yang merupakan
sebuah lembaga milik oleh Muhammadiyah yang concern dalam
menjalankan aktivitas kemanusiaan universal dan bergerak khusus dalam
bidang kebencanaan untuk pengurangan resiko bencana.6
Keterlibatan Muhammadiyah melalui MDMC, tidak hanya terlibat
sebatas kegiatan kemanusiaan di dalam negeri namun juga ikut terlibat
aktif dalam kegiatan kemanusiaan di luar batas negara. MDMC merupakan
organisasi yang secara internasional telah diakui World Health
Organization (WHO) di mana MDMC telah memiliki standar Emergency
Medical Team (EMT) yang memenuhi standar WHO. Hal ini
memungkinkan bagi MDMC untuk menjalankan aktivitas penanggulangan
dan kebencanaan secara internasional.7
5 Nurkhasanah Fajriyah, “Faith Based Organizations and Humanitariansm
Studi”, Electronic Theses & Dissertations (ETD) Gadjah Mada University, (Yogyakarta:
2014), 1-5. 6 Lembaga Penanggulangan Bencana, “Laporan Pelaksanaan Program Kerja
Lembaga Penanggulangan Bencana Pimpinan Pusat Muhammadiyah 2010-2015”
(Yogyakarta: Lembaga Penanggulangan Bencana Pimpinan Pusat Muhammadiyah,
2015), 1. 7 Lembaga Penanggulangan Bencana, “Laporan Pelaksanaan Program Kerja
Lembaga Penanggulangan Bencana Pimpinan Pusat Muhammadiyah 2010-2015”, 15.
5
EMT adalah kelompok profesional kesehatan (dokter, perawat,
paramedis, dll.) yang merawat pasien yang terkena gawat darurat atau
bencana. Mereka berasal dari pemerintah, NGO, militer dan organisasi
internasional seperti gerakan Internasional Red Cross/Red Crescent
movement. Mereka bekerja untuk mematuhi klasifikasi dan standar
minimum yang ditetapkan oleh WHO dan mitra-mitranya, dan datang
terlatih dan mandiri sehingga tidak membebani sistem nasional.8
EMT merupakan bagian penting dari tenaga kerja kesehatan global
dan memiliki peran khusus. Setiap dokter, perawat, atau tim paramedis
yang berasal dari negara lain untuk mempraktikkan perawatan kesehatan
dalam keadaan darurat harus datang sebagai anggota tim. Tim itu harus
memiliki pelatihan, kualitas, peralatan, dan kesiapan sehingga dapat
merespons dengan sukses daripada membebani sistem nasional. EMT
harus berjuang untuk swasembada, memenuhi standar minimum untuk
EMT, dan memiliki kualitas perawatan yang sesuai untuk konteksnya.
Muhammadiyah mendapatkan standar EMT dari WHO
dikarenakan memiliki tenaga kerja kesehatan yang berkualitas,
kelengkapan peralatan medis yang memadai, dan kesiap siagaan dalam
merespon isu kebencanaan baik dalam negeri maupun luar negeri. Hal
tersebut yang menjadikan Muhammadiyah melalui MDMC mendapatkan
standar EMT dari WHO.9
8 WHO, “Emergency Medical Team” diakses dari
http://www.who.int/hac/techguidance/preparedness/emergency_medical_teams/en/ pada
tanggal 6 Juli 2018. 9 Hasil Wawancara dengan Rachmawati Husein (Wakil Ketua MDMC).
6
Dalam menghadapi perkembangan kemanusiaan universal
Muhammadiyah mengembangkan wawasan keislaman yang bersifat
kosmopolitan. Kosmopolitanisme Muhammadiyah ialah keyakinan bahwa
kesadaran tentang kesatuan masyarakat seluruh dunia dan umat manusia
yang melampaui sekat-sekat etnik, golongan, kebangsaan, dan agama.
Kosmopolitanisme secara moral melibatkan adanya solidaritas
kemanusiaan universal dan rasa tanggungjawab universal kepada sesama
manusia tanpa memandang perbedaan dan pemisahan jarak yang bersifat
primordial dan konvensional.10
Pandangan kemanusiaan tersebut menjadikan Muhammadiyah
lebih aktif dan fleksibel dalam melakukan pendampingan kemanusiaan
dalam setiap kondisi, waktu dan tempat. Dari berbagai aktivitas yang
dilakukan Muhammadiyah baik lokal ataupun global melalui
Muhammadiyah Disaster Management Center (MDMC) terkait pengungsi
Rohingya tahun 2017 akan menjadi fokus utama dalam pembahasan
penelitian.
Etnis Rohingya merupakan sebuah bukti bahwa negara acuh
terhadap masyarakat minoritas yang hidup di negaranya. Etnis Rohingya
hidup di negara Myanmar di bagian Arakan dan hidup berdampingan
dengan Etnis Rakhine. Etnis Rohingya yang bukan merupakan penduduk
asli etnis orang Myanmar, melainkan merupakan etnis migran dari
10
Haedar Nashir, “Berideologi Muhammadiyah” diakses dari
http://mpk.muhammadiyah.or.id/download-presentasi-baitul-arqam-dosen-umy-248.html
pada tanggal 5 Juli 2018.
7
Benghal dan juga beragama Islam. Berbeda dengan Etnis Rakhine yang
merupakan etnis asli Arakan dan beragama Budha.11
Migrasi yang dilakukan oleh etnis Rohingya telah terjadi berabad-
abad sebelum negara Myanmar itu lahir. Menurut Human Right Watch,
mulai abad 12 migrasi telah dilakukan oleh Etnis Rohingya. Berbagai ras
terdapat pada Etnis Rohingya tidak hanya dari Bengal saja namun juga
dari Persia Moghul dan Turki. Berkembangnya Etnis Rohingya di Arakan
melalui perdagangan para saudagar muslim pada abad 12-14.12
Pasca Myanmar merdeka, pada masa pemerintahan pertama yang
dipimpin oleh Jenderal Aung San, Etnis Rohingya menjadi salah satu etnis
yang memiliki peran dalam pemerintahan Myanmar. Dalam beberapa
kesempatan beberapa warga Rohingya bahkan menjadi menteri di kabinet
Myanmar pada kurun 1940-1950. Namun, pada tahun 1962 ketika Jenderal
Ne Win melakukan kudeta hingga menjadi Presiden, sistem politik
Myanmar berubah menjadi lebih otoriter.
Banyak etnis minoritas yang seringkali menjadi korban, karena
dianggap tidak loyal dan ingin memisahkan diri dari Myanmar, yang salah
satunya adalah Etnis Rohingya. Etnis Rohingya dianggap oleh rezim Ne
Win sebagai sebuah ancaman, sehingga dilancarkanlah sebuah operasi
11
Tri Joko Waluyo, “Konflik Tak Seimbang Etnis Rohingya dan Etnis Rakhine
di Myanmar”, Jurnal Transnasional Vol. 4 No. 2 (Februari 2013): 844. 12
“Malaysia/Burma. Living in Limbo (Burmese Rohingyas in Malaysia).”
Diakses https://www.hrw.org/reports/2000/malaysia/maybr008-01.htm#TopOfPage pada
tanggal 24 Februari 2018.
8
untuk menumpas pergerakan separatis dan mengontrol penduduk etnis
Rohingya pada tahun 1978.13
Penindasan terhadap Rohingya di Myanmar 2016–2017 adalah
tindakan kekerasan militer yang berlangsung oleh angkatan bersenjata dan
kepolisian Myanmar terhadap Muslim Rohingya di negara bagian Rakhine
di wilayah barat laut negara itu.14
Masyarakat Etnis Rohingya merupakan
golongan minoritas yang mendapatkan perlakuan diskriminasi dan
kekerasan serta hidup dalam garis kemiskinan. Ketiadaan pengakuan oleh
pemerintah sebagai warga negara, menjadikan Etnis Rohingya tidak
memiliki dokumen legal untuk mendapatkan hak-hak sebagai warga
negara. Kerusuhan sektarian di negara bagian Rakhine juga telah
menyebabkan 200 warga Rohingya tewas dan 140 orang melarikan diri.15
Konflik etnis yang telah terjadi bertahun-tahun dan tidak adanya
larangan yang dilakukan oleh pemerintahan Myanmar mengakibatkan
Rohingya memilih untuk mengungsi. Letak geografis yang berdekatan
dengan Bangladesh menjadikan Etnis Rohingya memilih untuk dijadikan
tempat mengungsi. Bangladesh tidak menerima Etnis Rohingya dengan
13
Triono, “Peran ASEAN dalam Penyelesaian Konflik Etnis Rohingya”, Jurnal
TAPIs Vol.10 No.2 (Desember 2014), 2. 14
Hendra Maulana Saragih, “Indonesia dan Responsibility To Protect Etnis
Muslim Rohingya Myanmar”, Jurnal Kajian Keislaman dan Kemasyarakatan vol.2, no.2
(Desember 2017), 2. 15
Amanda Puspita Sari, “AS Tetapkan Tindakan Myanmar terhadap Rohingya
bukan Genosida”, diakses dari
https://www.cnnindonesia.com/internasional/20160322111424-106-118985/as-tetapkan-
tindakan-myanmar-terhadap-rohingya-bukan-genosida pada tanggal 24 Februari 2018
9
alasan overpopulation. Dalam kondisi demikian pilihan bagi Rohingya
ialah mengungsi ke wilayah Malaysia atau Indonesia.16
Muhammadiyah sebagai Non-Govermental Organization (NGO)
melakukan pembelaan terhadap pengungsi Rohingya tersebut.
Muhammadiyah melalui Muhammadiyah Disaster Management Center
(MDMC) melakukan pendampingan pengungsi dan MDMC bekerja sama
dengan NGO Indonesia bahkan dengan beberapa lembaga Jaringan
Advokasi Transnasional (Transnasional Advocation Network) untuk
melakukan humanitarian assistance. MDMC juga melakukan pengarahan
kepada pimpinan cabang Muhammadiyah di Indonesia khususnya Aceh
untuk menyalurkan bantuan. Aceh menjadi tempat pelabuhan bagi para
pengungsi dalam mencari keamanan.
Sebagai akibat meningkatnya kekerasan di Myanmar, sekitar 1000
warga Rohingya kabur menuju perbatasan Bangladesh untuk memasuki
wilayah dan mencari tempat untuk mengungsi. Otoritas Bangladesh
dengan tegas menolak untuk menerima warga muslim Rohingya tersebut.
Mohammad Ali Hossain seorang dokter yang ditunjuk menjadi wakil
komisaris di wilayah Cox‟s Bazar Bangladesh, mengatakan banyak Etnis
Rohingya yang mencoba masuk negara ini, namun Bangladesh memiliki
toleransi nol, tidak seorang pun yang diizinkan. Di negara itu terdapat
ratusan ribu pengungsi dan sebanyak 87 ribu pengungsi telah tiba sejak
gelombang kekerasan pada oktober 2016. Bahkan dari mereka
16
Triono, “Peran ASEAN dalam Penyelesaian Konflik Etnis Rohingya”, 4.
10
mendapatkan tempat penampungan sementara di 3 lokasi: Kutopalong dan
Balukhali di Ukhia dan Leda di Teknaf.17
Gambar I.1. Provinsi Wilayah Cox Bazar
Sumber: https://www.aranzgeo.com, 2018
Muhammadiyah menjalankan peran melalui MDMC terlibat dalam
Aliansi Kemanusiaan Indonesia untuk Myanmar (AKIM) yang mana
lembaga tersebut memiliki program untuk meningkatkan taraf hidup dan
17
Rita Uli Hutapea, “1000 Warga Rohingya yang Kabur dari Myanmar Ditolak
Bangladesh”, diakses dari https://news.detik.com/internasional/3616013/1000-warga-
rohingya-yang-kabur-dari-myanmar-ditolak-bangladesh pada tanggal 25 Februari 2018.
11
memberikan bantuan dalam peningkatan kapasitas, pengiriman tenaga ahli,
livehood dan pemulihan kepada pengungsi Rohingya.
Hal tersebut tidak terlepas dari keterlibatan yang dilakukan
Muhammadiyah dalam penanganan isu kemanusiaan internasional.
Keterlibatan Muhammadiyah dalam penanganan kasus topan Haiyan di
Filipina dan gempa Nepal yang terjadi pada 2015 lalu. Status yang dimiliki
Muhammadiyah dalam MDMC yang telah diakui oleh WHO dan memiliki
Emergency Medical Team menjadikan MDMC mampu memberikan
bantuan hingga keluar mencapai batas wilayah negara.18
Muhammadiyah bekerjasama dengan pemerintah Indonesia dan
lembaga-lembaga kemanusiaan Indonesia untuk melakukan humanitarian
assistance. Hal ini dilakukan agar penanganan bantuan kemanusiaan yang
ada diberikan dan tersalurkan secara maksimal. Muhammadiyah
melakukan bantuan kesehatan, meningkatkan fasilitas pendidikan,
pembangunan pasar perdamaian, dan pendampingan untuk pengungsi
Rohingya. Muhammadiyah juga mendesak Perserikatan Bangsa Bangsa
(PBB) untuk mengatasi masalah Rohingya.19
18
Pimpinan Pusat Muhammadiyah, “Muhammadiyah Bersama AKIM Terus
Tingkatkan Komitmen Bantu Muslim Rohingya”, diakses dari
http://www.umm.ac.id/id/muhammadiyah/11802.html pada tanggal 2018. 19
Noval Dhwinuari Antony, “Muhammadiyah Desak PBB, ASEAN dan RI
Atasi Masalah Etnis Rohingya”, diakses dari https://news.detik.com/berita/d-
3623923/muhammadiyah-desak-pbb-asean-dan-ri-atasi-masalah-etnis-
rohingya?source=graboards.com&source=graboards.com pada tanggal 25 Februari 2018.
12
1.2. Pertanyaan Penelitian
Berdasarkan fakta yang telah dijelaskan dalam latar belakang
tersebut, adanya bantuan yang diberikan Muhammadiyah dalam
Muhammadiyah Disaster Management Center (MDMC), muncul
permasalahan sebagai berikut?: “Bagaimana peran Muhammadiyah
dalam misi kemanusiaan internasional untuk penanganan pengungsi
Rohingya?”
1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Penelitian ini bertujuan :
a. Untuk mendeskripsikan dan menjelaskan peran yang dilakukan
Muhammadiyah sebagai salah satu national NGO dalam
menjalankan misi kemanusiaan internasional dalam menangani
pengungsi Rohingya tahun 2017.
b. Untuk mendeskripsikan dan menjelaskan peran yang dilakukan
Muhammadiyah sebagai salah satu Faith Based Organization
dalam misi kemanusiaan internasional dalam menangani
pengungsi Rohingya tahun 2017.
c. Untuk mendeskripsikan dan menjelaskan peran
Muhammadiyah dalam pemberian bantuan kepada pengungi
Rohingya.
13
Penelitian ini bermanfaat:
a. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangsih bagi
pengembangan studi Hubungan Internasional pada masa
mendatang.
b. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada
mahasiswa, khususnya studi Hubungan Internasional serta
pemerhati masalah-masalah internasional.
1.4. Tinjauan Pustaka
Ada beberapa literatur yang kemudian mencoba untuk dijadikan
rujukan agar dapat memudahkan menemukan poin–poin penting dari
penelitian ini. Poin poin tersebut kemudian akan memberikan gambaran
baru untuk diteliti dan berbeda dari penelitian–penelitian sebelumnya
terkait tema yang sama. Tinjauan pustaka ini juga diharapkan membantu
mengidentifikasi dan mengkritisi kelebihan dan kekurangan literatur–
literatur sebelumnya dari tema terkait dapat memberikan output dari sudut
pandang berbeda.
Pertama, jurnal yang berjudul “Peranan International Committee
Of The Red Cross terhadap Krisis Kemanusiaan di Palestina Periode 2011-
2012” oleh Yuli Fachri, SH, MSi dan Andri Tarigan yang mengkaji peran
ICRC di Palestina. Dalam jurnalnya, Yuli dan Andri melihat bahwa ICRC
sebagai NGO internasional memiliki peran yang efektif dalam krisis
kemanusiaan di Palestina di jalur Gaza, untuk membantu melindungi
14
korban dan tahanan serta melakukan pencegahan sesuai dengan langkah
langkah hukum kemanusiaan internasional. 20
Penelitian di atas memiliki kesamaan tema yang dibahas, yaitu
dalam misi kemanusiaan khususnya dalam kompleksitas situasi tanggap
darurat kemanusiaan. Ditinjau dari bantuan kemanusiaan yang diberikan
ICRC terhadap krisis kemanusiaan yang dialami oleh rakyat Palestina.
Krisis kemanusiaan yang dialami oleh rakyat Palestina, karena konflik
yang berlarut–larut, akibat perselisihan mengakibatkan banyak korban
jiwa dan masyarakat sipil yang menderita. ICRC berusaha melindungi
orang orang dalam situasi konflik atau kekerasan bersenjata serta
mempunyai misi kemanusiaan untuk melindungi kehidupan.
Adanya kesamaan penelitian di atas dengan peran Muhammadiyah
dalam misi kemanusiaan internasional dalam menangani pengungsi
Rohingya tahun 2017, yaitu hadirnya NGO dalam kasus penanganan krisis
kemanusiaan. Penelitian Yuli dan Andri yang membahas mengenai
peranan International Committee Of The Red Cross (ICRC) terhadap krisis
kemanusiaan yang terjadi di Palestina pada tahun 2011-2012. Penelitian
tersebut lebih ditekankan pada upaya-upaya yang dilakukan ICRC dalam
melindungi kehidupan dan martabat para korban dan memperkuat prinsip
kemanusiaan akibat perang.
Kedua, tinjauan pustaka pada jurnal yang ditulis oleh Affifudin
Yunan dengan judul “Peran Dominan Amerika dalam Membantu Haiti
20
Yuli Fachri dan Andri Tarigan, “Peranan International Committee Of The Red
Cross Terhadap Krisis Kemanusiaan di Palestina Periode 2011-2012”, (Pekanbaru:
Universitas Riau, 2013, 2.
15
Pasca Gempa Bumi 12 Januari 2010”. Dalam jurnal ini, peneliti membahas
mengenai bantuan kemanusiaan yang diberikan oleh Amerika Serikat
kepada Haiti. Peneliti juga mengatakan bahwa lebih dari 10 ribu tentara
Amerika Serikat menyalurkan bantuan kemanusiaan bagi warga Haiti yang
selamat dari bencana gempa bumi. 21
Jurnal di atas menggunakan tema isu kemanusiaan namun akibat
kebencanaan alam dan memiliki konsep yang berbeda, di mana jurnal
tersebut membahas penanganan korban akibat kebencanaan alam dan
menggunakan konsep foreign aid atau dalam istilah bahasa Indonesia
disebut bantuan internasional. Amerika Serikat memiliki motif tersendiri
yang melatarbelakangi pemberian bantuan secara dominan kepada Haiti.
Dari motif kepentingan nasional AS di Haiti, secara historis Amerika telah
melibatkan diri di Haiti sejak awal kemerdekaan Haiti hingga sekarang.
Letak geografis Amerika Serikat dengan Haiti pun tidak jauh, sehingga
kepentingan Amerika Serika di Haiti sangatlah banyak.
Ketiga, tinjauan pustaka dari skripsi yang berjudul “Peran Komite
Palang Merah Internasional dalam Menangani Krisis Kemanusiaan dalam
Perang di Timur Tengah: (Studi Kasus Konflik Suriah)”. Pada skripsi ini,
Cornelius Bernad mengkaji peran Palang Merah Internasional (PMI)
dalam menangani krisis kemanusiaan di Timur Tengah. Dalam
penanggulangan krisis kemanusiaan, khususnya anak anak dan korban
perang di Suriah, peran ICRC dan organisasi internasional lain, serta
21
Affifudin Yunan, ”Peran Dominan Amerika dalam Membantu Haiti Pasca
Gempa Bumi 12 Januari 2010”, (Yogyakarta: Universitas Muhammadiyah Yogyakarta,
2016), 4.
16
pemerintah setempat untuk membantu memberikan pertolongan terhadap
anak anak dari dampak perang.22
Penelitian di atas memiliki kesamaan tema, yaitu konflik yang
mengakibatkan krisis kemanusiaan. Tinjauan dari skripsi Cornelius Bernad
adanya sebuah NGO yang aktif berperan langsung dalam isu kemanusiaan
yang terjadi di dunia internasional, sama halnya dengan peran
Muhammadiyah dalam misi kemanusiaan internasional yang
mengedepankan nilai–nilai kemanusiaan dan menjunjung tinggi hak asasi
manusia.
Pemberian bantuan yang diberikan ICRC terhadap korban Suriah
sebagai bentuk penanganan dan perlindungan terhadap korban akibat
perang. Hal tersebut memiliki kesamaan dengan peran Muhammadiyah
dalam menangani pengungsi Rohingya namun, terdapat perbedaan pada
konsep tersebut yang menggunakan konsep keamanan manusia dan
organisasi internasional.
1.5. Kerangka Teoritis
1.5.1. Konsep Non-Govermental Organization
Dalam dunia internasional tidak hanya aktor seperti negara
yang selalu mendominasi, melainkan telah banyak aktor–aktor lain
yang turut berusaha meningkatkan interaksi satu dengan yang lain,
untuk mencapai kepentingannya masing-masing. Baik aktor negara
22
Cornelius Bernad, “Peran Komite Palang Merah Internasional dalam
Menangani Krisis Kemanusiaan Dalam Perang di Timur Tengah: (Studi Kasus Konflik
Suriah)”, (Samarinda: Universitas Mulawarman, 2013), 49.
17
ataupun non negara pada dasarnya seringkali tergabung dalam
beberapa organisasi internasional yang digunakan sebagai wadah untuk
mencapai kepentingan individu ataupun kelompok.
Organisasi non pemerintahan dapat bersifat organisasi
internasional yang disebut International Non Governmental
Organization (INGO) dan dapat pula bersifat intra-nasional yang
disebut Non–Governmental Organization (NGO). Perbedaanya hanya
pada keanggotaan organisasi, rekan kerjasama serta ruang lingkup
yang menjadi kegiatan berlangsungnya organisasi.23
Selain itu, NGO bersifat internasional atau International Non-
Govermental Organization (INGO) dengan ruang lingkup terbatas
secara regional saja. Unsur atau syarat yang sudah pasti bagi INGO
adalah bersifat non pemerintah, atau bahwa yang dilibatkan dalam
pembentukan, keanggotaan dan dalam kegiatan organisasi adalah
bukan pemerintah masing-masing negara. Selain itu, adapula syarat-
syarat lainnya yang tidak kalah penting dan tidak boleh diabaikan.24
Non-Govermental Organization (NGO) adalah organisasi
internasional yang berfungsi sebagai mekanisme bagi kerjasama di
antara kelompok swasta-nasional dalam perihal urusan internasional.
Terutama dalam bidang ekonomi, sosial, kebudayaan, dan humaniora.
23
T. May Rudy, Administrasi dan Organisasi Internasional, (Bandung: Refika
Aditama, 2009), 18-19. 24
T. May Rudy, Administrasi dan Organisasi Internasional, 19.
18
Contoh NGO yakni kelompok religius, organisasi pengajar, ahli
hukum internasional, organisasi kemanusiaan, juga uni perdagangan.25
Pelaku dalam Hubungan Internasional terdiri dari pelaku
negara dan bukan negara. Peran negara tersebut didukung oleh peran
dari International Governmental Organization (IGO) dan NGO yang
masing-masing menjalankan peran sesuai kepentingannya. Hanya saja,
IGO anggotanya terdiri dari negara, sedangkan NGO anggotanya
terdiri dari bukan negara, misalnya perorangan, kelompok, perusahaan
multinasional serta kelompok kepentingan lainnya. Pelaku ini
mempengaruhi kondisi hubungan internasional dengan pola hubungan
yang memberikan simbiosis yang berpengaruh dalam perjalanan
praktik hubungan internasional.
Peran Non-Governmental Organizations (NGO) dalam ranah
politik global dalam perkembangannya menjadi semakin signifikan
terutama setelah perang dingin berakhir. Dalam tiga dekade terakhir,
NGO telah berkembang dalam hal jumlah, ukuran, maupun keragaman
isu yang menjadi perhatiannya. Konsep NGO sendiri belum
menemukan bentuk pasti dan masih terdapat perbedaan–perbedaan
dalam pendefinisiannya. Menurut Van Turjil, NGO merupakan
organisasi independen, non-profit, non-partisan yang bertujuan untuk
meningkatkan kualitas dari yang termajinalkan.26
25
Jack C. Plano dan Roy Olton, International Relations Dictionary, Third
Edition, (England: Clio Press Ltd, 1982), 275-276. 26
Peter van Turjil, “NGOs and Human Rights: Sources of Justice and
Democracy” dalam Journal of International Affairs, Vol.52, No:2, Spring, 1999, 495.
19
NGO mempunyai bentuk yang beragam, hal tersebut dapat
dilihat dari perbedaan yang dimiliki seperti struktur organisasi, sumber
dana yang dimiliki, ikatan nasional dan fokus aktivitas.27
NGO
bukanlah bagian dari pemerintah namun merupakan bagian dari
masyarakat yang menjembatani antara masyarakat dengan pemerintah
dengan melakukan tindakan nyata dan merupakan sebuah organisasi
independen yang bersifat sosial.
Peter Willetts, dalam artikelnya What is an Non-Governmental
Organization? menjelaskan bentuk NGO menurut strukturnya
dijelaskan dalam local NGO, national NGO, regional NGO, dan
Global NGO. Local NGO atau national NGO dijelaskan sebagai
sekelompok individu yang bekerja dalam kegiatan lokal yang
mengkoordinasikan kegiatannya kepada provinsi yang memiliki kantor
pusat di ibukota sebuah negara. Seluruh NGO memiliki
keterlibatannya dalam level global.
Ditunjukkan bahwa organisasi non-pemerintahan nasional
(national NGO) sudah ikut terlibat dalam isu-isu global. Sehingga hal
tersebut menjadikan istilah NGO mulai saat itu dapat mewakili peran
baik NGO yang masih berskala lokal, nasional maupun internasional
sudah dalam level global.28
27
Davidson, Lisa Witzig, Humanitarian and Peace Operations: NGOs and the
Military, NDU Press Book, 1996, 1-8. 28
Willets, Petter, “What is a Non-Govermental Organization” dalam Journal
UNESCO Encyclopedia of Life Support Systems, 5-7.
20
Dari uraian di atas bahwa keterkaitan antara konsep yang telah
dipaparkan, Muhammadiyah sebagai salah satu NGO yang berada di
Indonesia turut terlibat dalam aktivitas kemanusiaan berskala
internasional. Muhammadiyah bekerja dalam kegiatannya
mengkoordinasikan kegiatan kepada kantor pusat untuk melaksanakan
bantuan kemanusiaan dalam penanganan pengungsi Rohingya.
Muhammadiyah juga sebagai organisasi yang menjembatani antara
masyarakat dan pemerintah dengan melakukan tindakan nyata dengan
tujuan meningkatkan kualitas dari yang termajinalkan.
1.5.2. Konsep Faith Based Organization
Non Governmental Organization (NGO) merupakan sebuah
organisasi non-pemerintahan yang banyak memberikan bantuan
kepada masyarakat secara luas termasuk kepada korban kebencanaan.
Organisasi keagamaan ini telah banyak melakukan bantuan
kemanusiaan dibandingkan organisasi kemanusiaan sekuler. Hal ini
dikarenakan organisasi berbasis keagamaan lebih bersifat leluasa dan
memiliki motivasi yang tinggi di bidang kemanusiaan. Mereka juga
lebih aktif dalam hal pendampingan dan penyaluran bantuan. Bahkan
banyak dari mereka bergerak dengan professional dan bersifat
fleksibel.29
29
Ferris Elizabeth, “Faith-based and secular humanitarian organization”, [jurnal
online] International Review of The Red Cross Journal (2005): 312, diakses dari
https://www.icrc.org/eng/assets/files/other/irrc_858_ferris.pdf pada tanggal 26 Februari
2018.
21
Faith Based Organization (FBO) dapat didefinisikan sebagai
suatu kelompok individu yang bersatu atas dasar kepercayaan. Secara
tradisional kelompok ini merupakan sebuah kelompok keagamaan
yang telah mengarahkan usaha mereka untuk memenuhi kebutuhan
spiritual, sosial maupun budaya. Hal ini terlihat dari peran sebuah
kelompok berbasis agama yang banyak memberikan pelayanan baik
lokal atau bahkan global terhadap suatu negara, kelompok dan
masyarakat.30
Organisasi keagamaan tersebut pasca tahun 1980 mengalami
pertumbuhan semenjak meningkatknya jumlah kebencanaan.
Organisasi ini mengalami peningkatan di tingkat mobilisasi,
profesionalisasi dalam kelembagaan, mendorong pengembangan
tekhnologi kebencanaan, standar paket bantuan, serta bentuk respon
kebencanaan yang fleksibel sehingga bisa diterapkan di setiap
kebencanaan. Organisasi tersebut tidak hanya tumbuh menjadi
semakin banyak, namun juga membangun sebuah sistem yang oleh
Greg bankoff disebut sebagai “Culture of Disaster”.31
Pada abad 19 kontribusi organisasi keagamaan telah
berkembang dan cukup populer. Laporan lain menemukan bahwa
organisasi keagamaan ini telah muncul sebagai fenomena yang baru.
30
“The Role of Faith Based Organization in Development”, diakses dari
http://dcid.sanford.duke.edu/events/role-faith-based-organizations-development pada
tanggal 23 Februari 2018. 31
Bush Robin, “Muhammadiyah and disaster response: innovation and change
in social welfare” (Hongkong: The Southeast Asia Research Centre (SEARC) of the City
University of Hong Kong, 2014), 2.
22
FBO sebagai tanggapan munculnya politik identitas dan keterbatasan
dari penyediaan berbasis negara.32
Organisasi keagamaan memiliki pendekatan yang lebih spesifik
sebagai motivasi namun terdapat dampak yang lebih luas dalam
bergerak ketika dibandingkan dengan organisasi kemanusiaan sekuler,
Elizabeth Ferris:
“Faith-based humanitarian organizations share many
characteristics with their secular counterparts and are
influenced by the same political, social and economic contexts.
However, there are two characteristics which set faith-based
humanitarian organizations apart from most secular
humanitarian organizations: they are motivated by their faith
and they have a constituency which is broader than
humanitarian concerns. For believers, to be a Jew or a Muslim
or a Christian implies a duty to respond to the needs of the
poor and the marginalized. The expression of this faith takes
different forms in different religious traditions but is a powerful
motivation for humanitarian action”33
“Organisasi keagamaan memiliki karakteristik yang mirip
dengan organisasi kemanusiaan sekuler yang dipengaruhi kondisi
sosial politik dan ekonomi. Ada dua karateristik yang membedakan
organisasi keagamaan berbeda dengan organisasi kemanusiaan sekuler:
mereka termotivasi oleh keyakinan dan mereka memiliki pilihan yang
mungkin mereka ambil secara leluasa dibandingkan isu kemanusiaan.
Bagi orang yang beragama Yahudi, Muslim, dan Kristen, merupakan
sebuah kewajiban untuk membantu orang yang membutuhkan dan
32
Anna Scott and Eliza Anyangwe, “Faith-based organizations: should dogma
be left out of development?”, diakses dari https://www.theguardian.com/global-
development-professionals-network/2013/may/20/faith-based-organisations-dogma-
development pada tanggal 23 Februari 2018. 33
Elizabeth, Faith-based and secular humanitarian organization, 316.
23
orang yang tertindas. Organisasi keagamaan ini mungkin berbeda
dengan cara beragama yang tradisional namun memiliki motivasi yang
kuat dalam menjunjung tinggi nilai kemanusiaan.”
Dari uraian di atas, Muhammadiyah merupakan organisasi
yang secara utuh bergerak dalam bidang keagamaan. Kemudian
bergerak dalam bidang kemanusiaan dengan memegang pedoman
teologi al–ma‟un yang merupakan pedoman bagi Muhammadiyah
dalam menjalankan misi kemanusiaan. Peran Muhammadiyah melalui
MDMC tidak hanya sebatas pada penanganan permasalahan bencana
di Indonesia melainkan permasalahan dunia Internasional. Hal ini
berkaitan dengan pencapaian MDMC yang telah yang memiliki
spesialisasi di wilayah penanganan batas luar wilayah.
Prinsip kemanusiaan yang menjadi landasan bagi MDMC
adalah merupakan kewajiban bagi setiap individu membantu sesama
serta dalam rangka beragama. Ketika terjadi kebencanaan dalam
bentuk apapun, MDMC akan hadir sebagai bentuk ketakwaan dan
kewajiban keagamaan. Peran MDMC berkaitan dengan Humanitarian
Assistance. Bantuan atau perilaku yang menyelamatkan kehidupan,
meningkatkan dan meringankan penderitaan manusia selama
mengalami krisis akibat bencana kemanusiaan. Fokus dari bantuan
24
kemanusiaan ialah melakukan penyelamatan kemanusiaan tanpa ada
intervensi militer.34
1.5.3. Konsep Mediasi Fasilitatif
Mediasi adalah upaya penyelesaian konflik dengan melibatkan
pihak ketiga yang netral, yang tidak memiliki kewenangan mengambil
keputusan yang membantu pihak-pihak yang bersengketa mencapai
penyelesaian (solusi) yang diterima oleh kedua belah pihak. Mediasi
adalah proses penyelesaian sengketa dengan perantaraan pihak ketiga,
yakni pihak yang memberi masukan-masukan kepada para pihak untuk
menyelesaikan sengketa.35
Mediasi juga memiliki berbagai macam dan jenis, di mana
macam dan jenis tersebut digunakan demi memudahkan
pengaplikasian seni mediasi itu sendiri. Didasari atas pernyataan
Margaret Drews, mediasi dapat dibagi menjadi empat, yaitu: mediasi
evaluatif, yaitu sebuah mediasi yang bertujuan untuk memperoleh
kesepakatan dan disepakati oleh pengadilan sehingga yang
dipertimbangkan adalah nilai-nilai hukum dan hasilnya akan lebih
memiliki kredibilitas, mediasi penyelesaian yaitu mediasi yang
mendukung terwujudnya kompromi dari beberapa pihak yang
berkonflik, kemudian mediasi fasilitatif yang mana berarti pihak-pihak
34
“Defining Humanitarian Assistance”, diakses dari http://devinit.org/defining-
humanitarian-assistance/ pada tanggal 26 Februari 2018. 35
Soemartono, Gatot P, Arbitrase dan Mediasi di Indonesia. (Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama,2006), 119.
25
yang bersengketa didukung oleh mediator untuk menemukan solusi.
Dan mediasi transformatif, mediasi ini merupakan model mediasi yang
mendorong pihak-pihak yang berkonflik untuk memahami penyebab
permasalahan yang ada demi mencapai solusi dalam menyelesaikan
sebuah sengketa ataupun konflik.36
Konsep yang digunakan dalam analisa peran Muhammadiyah
dalam penanganan pengungsi Rohingya adalah konsep mediasi
fasilitatif. Mediasi fasilitatif bertujuan untuk memfasilitasi pihak-pihak
yang terlibat dalam penyelesaian masalah baik kedua pihak yang
bertikai maupun fasilitator dalam upaya perdamaian. Mitchell
menjelaskan beberapa peran yang sering dilakukan oleh mediator
dalam mediasi konflik yaitu explorer, reassurer, decoupler, unifier,
enskiller, convener, facilitator, envisioner, enhancer, guarantor,
legitimizer, verifier, implementer, reconciler. Konsep ini cocok untuk
dipakai dalam mediasi yang bersifat fasilitatif karena menekankan
peran sebagai mediator yang hanya memfasilitasi upaya perdamaian
dan tidak mempengaruhi hasil secara langsung. Namun, konsep yang
diterapkan hanya memakai beberapa peran ini yaitu explorer, unifier,
enskiller.37
36
Drews, Margaret, “The Four Models Mediation” Vol. 3, No, 1 (Maret 2008)
[Jurnal Online] diakses dari http://www.diac.ae/idias/journal/volume3no1/issue1/eng4.pdf
pada tanggal 8 Juli 2018. 37
Christopher R. Mitchell, Conflict, Social Change and Conflict Resolution. An
Enquiry (New York: Palgrave Macmillan Ltd), 20.
26
Tabel I.1. Peran Mediator dalam Mediasi Konflik
Sumber: Christopher R. Mitchell, Conflict, Social Change and
Conflict Resolution, an Enquairy, 2005.
1.5.4. Konsep Pengungsi
Pengertian atau istilah pengungsi secara umum memiliki
beragam pengertian. Sebagaimana dalam buku pengantar hukum
pengungsi internasional yang ditulis oleh Achmad Romsan bahwa
terdapat dua pendapat ahli yang berhubungan dengan pengertian atau
batasan dari istilah pengungsi, yaitu Malcom Proudfoot dan Pietro
Verri.
Menurut pandangan Proudfoot bahwa pengungsi merupakan
suatu kelompok orang-orang yang terpaksa pindah ke tempat lain
akibat adanya penganiyaan, deportasi secara paksa, atau pengusiran
orang-orang dan perlawanan politik pemerintah yang berkuasa. Dapat
27
pula dalam bentuk pengembalian etnik tertentu ke negara asal mereka
atau provinsi baru yang timbul akibat perang atau perjanjian atau
penentuan tapal batas secara sepihak sebelum perang terjadi.
Perpindahan penduduk sipil secara besar-besaran akibat adanya
tekanan dan ancaman. Perpindahan secara paksa penduduk dari
wilayah pantai atau daerah pertahanan berdasarkan perintah militer
secara pemulangan tenaga kerja paksa untuk ikut dalam perang.38
Sedangkan Pietro Verri dalam mendefiniskan pengungsi
merujuk pada Pasal 1 Konvensi 1951 khusunya pada kalimat „applies
to many person who has fled the country of his nationality to avoid
persecution or the threat of persecution‟. Dalam pandangannya
pengungsi merupakan seseorang atau kelompok orang yang
meninggalkan negaranya karena adanya ketakutan yang tidak
terhingga serta adanya kemungkinan atau potensi penyiksaan.39
Menurut Irawati Handayani konsep pengungsi memiliki dua
pengertian. Pertama pengungsi yang disebabkan oleh peristiwa alam
(natural disaster) dan pengungsi yang disebabkan oleh perbuatan
manusia (human made disaster). Dalam kasus di atas melihat bahwa
kasus Rohingya diakibatkan oleh perbuatan manusia, karena
permasalahan yang terjadi di Myanmar terkait dengan pengungsi
38
Achmad Romsan, Pengantar Hukum Pengungsi Internasional (Bandung:
Sainc Offset, 2003), 36. 39
Achmad Romsan, Pengantar Hukum Pengungsi Internasional, 36.
28
Rohingya merupakan permasalahan yang diakibatkan oleh konflik
dalam negeri.40
Berdasarkan kedua pandangan di atas yang telah dijelaskan,
bahwa konsep pengungsi menurut Pitero Verri dan Proudfoot menjadi
landasan dasar organisasi kemanusiaan Muhammadiyah dalam
menjalankan perananya menangani pengungsi Rohingya. Namun,
konsep pengungsi menurut pandangan Pietro Verri lebih ditekankan
dalam kasus Pengungsi Rohingya dan kasus tersebut disebabkan oleh
perbuatan manusia (human made disaster).
1.6. Metode Penelitian
1.6.1. Jenis Penelitian
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah
metode kualitatif, yaitu pengumpulan data berupa sumber–sumber
informasi yang terkait dengan permasalahan utama penelitian. Menurut
Sugiyono :
“Metode penelitian kualitatif adalah metode yang berdasarkan
pada filsafat postpositivisme, sedangkan untuk meneliti pada
objek alamiah, di mana peneliti adalah sebagai instrument
kunci, teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara
gabungan. Analisa data bersifat induktif atau kualitatif, dan
hasil penelitian lebih menekankan makna daripada
generalisasi.”41
40
Irawati Handayani, “Perlindungan terhadap Pengngsi Domestik (Internal
Displaced Person) dalam Sengketa Bersenjata Internal Menurut Hukum Internasional”,
Bandung: Jurnal HI UNPAD, (Vol. 1 No.2, 2001): 158. 41
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D (Bandung: CV
Alfabeta, 2011), 9.
29
Penelitian kualitatif memiliki fokus pada suatu proses dan
peristiwa secara interaktif. Dengan menggabungkan model atau
pendekatan studi kasus. Studi kasus adalah uraian dan penjelasan
secara komprehensif mengenai berbagai aspek.
1.6.2. Teknik Pengumpulan Data
Untuk pengumpulan data–data dilakukan peneliti dengan
pemanfaatan dokumen dan wawancara. Pemanfaatan dokumen dengan
merujuk artikel, buku–buku, jurnal dan media relevan. Dalam
mengumpulkan data–data tersebut akan banyak memanfaatkan media
internet relevan sebagai sumber data utama. Wawancara merupakan
teknik pengumpulan data dengan cara tanya jawab secara langsung
dengan narasumber. Tujuannya yakni untuk mengetahui secara detail
peran Muhammadiyah dalam penanganan pengungsi Rohingya tahun
2017.
1.6.3. Teknik Analisa Data
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif analitik, menurut
Winarno adalah suatu penelitian yang tertuju pada penelaan masalah
yang ada pada masa sekarang.42
Bertujuan untuk mendeskripsikan dan
menganalisis mengenai peran Muhammadiyah dalam misi
kemanusiaan internasional penanganan pengungsi Rohignya 2017.
Dengan demikian akan dilihat dan dianalisis bagaimana gambaran
peran Muhammadiyah dalam misi kemanusiaan internasional pada
42
Dadang Supardan, Pengantar Ilmu Sosial: Sebuah Kajian Pendekatan
Stuktural (Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia, 2006), 103.
30
penanganan pengungsi Rohingya 2017. Pada proses tersebut setiap
langkah dilakukan untuk menggali informasi terkait penelitian.
Pada tahap awal penelitian ini, yakni dengan melakukan studi
kepustakaan. Studi kepustakaan yang dimaksud yakni mengumpulkan
data mengenai gambaran sejarah perkembangan Muhammadiyah.
Pertama organisasi keagamaan yang bergerak di bidang kemanusiaan,
kemudian dijelaskan melalui sejarah terbentuknya Muhammadiyah
secara umum. Dijelaskan terbentuknya Muhammadiyah Disaster
Management Center (MDMC) sebagai lembaga yang bergerak di
bidang kebencanaan dan kemanusiaan. Selanjutnya dijelaskan peran
MDMC dalam aktivitas kemanusiaan di dunia internasional.
Penjelasan selanjutnya yakni menjelaskan dinamika masalah
kemanusiaan Rohingya. Di sini akan dijelaskan awal mula konflik
permasalah yang terjadi. Kemudian dijelaskan penanganan pengungsi
Rohingya oleh Muhammadiyah Disaster Management Center
(MDMC).
Pembahasan selanjutnya yakni peran Muhammadiyah melalui
Muhammadiyah Disaster Management Center (MDMC) dalam
penanganan kasus Rohingya. Hal ini akan dijelaskan bantuan yang
diberikan MDMC terhadap para pengungsi Rohingya serta
menjelaskan sikap Muhammadiyah terkait status etnis Rohingya.
31
1.6.4. Informasi Penelitian
Untuk informasi penelitian tersebut peran Muhammadiyah
dalam misi kemanusiaan internasional untuk penanganan pengungsi
Rohingya tahun 2017 yang dimaksud adalah badan atau orang yang
berkompeten memiliki informasi yang valid dan berperan dalam
penanganan pengungsi Rohingya tersebut. Lembaga atau orang yang
terlibat dalam MDMC melakukan penyaluran bantuan nantinya akan
menjadi sumber valid guna pembenaran informasi serta didukung oleh
pemanfaatan data–data. Informasi tersebut akan didapat melalui proses
wawancara langsung dengan Rahmawati Husein, SS, MCP selaku
wakil ketua MDMC, Barori Budi Adji selaku Sekretaris MDMC yang
turut serta dalam menangani pengungsi Rohingya.
1.7. Sistematika Penulisan
BAB I, berisikan pendahuluan, meliputi pernyataan masalah, pertanyaan
penelitian, kerangka teoritis, metode penelitian, dan sistematika penelitian.
BAB II, akan dijelaskan mengenai sejarah perkembangan Muhammadiyah
sebagai organisasi keagamaan yang bergerak pada bantuan kemanusiaan.
Dijelaskan terbentuknya Muhammadiyah Disaster Management Center (MDMC)
sebagai organisasi yang bergerak pada bidang kebencanaan internasional.
BAB III, akan dijelaskan dinamika problem kemanusiaan Rohingya.
Menjelaskan tentang etnis Rohingya, kondisi geografis dan demografis Myanmar
32
khususnya Arakan, dan konflik etnis Rohingya yang merupakan krisis
kemanusiaan.
BAB IV, dijelaskan mengenai peran Muhammadiyah melalui
Muhammadiyah Disaster Management Center (MDMC) dalam memberikan
bantuan kemanusiaan dalam penanganan pengungsi Rohingya di Bangladesh,
serta menjelaskan sikap Muhammadiyah kepada terkait status pengungsi
Rohingya.
BAB V, Penutup. Berisikan mengenai kesimpulan dari analisa yang telah
dilakukan dengan menggunakan konsep-konsep yang dipaparkan, pemaparan
tujuan penelitian, serta adanya rekomendasi atau saran jika diperlukan.
33
BAB II
MUHAMMADIYAH SEBAGAI AKTOR KEMANUSIAAN
Muhammadiyah merupakan organisasi yang bergerak dalam bidang
keagamaan yang menjujung tinggi nilai-nilai agama dan bertujuan untuk
menegakkan agama Islam. Di samping itu organisasi Muhammadiyah selain
bergerak dalam bidang keagamaan dan dakwah amar ma’ruf nahi munkar juga
bergerak dalam bidang kemanusiaan. Muhammadiyah juga memegang pedoman
teologi al ma‟un yang merupakan pedoman bagi Muhammadiyah dalam setiap
menjalankan misi kemanusiaan dan juga merupakan pedoman dalam
meningkatkan kesejahteraan umat manusia. Hal ini yang menjadikan
Muhammadiyah terkenal sebagai organisasi sosial keagamaan yang bergerak
dalam bidang kemanusiaan.
Dalam beberapa kesempatan Muhammadiyah juga ikut berperan aktif
dalam berbagai kasus bencana kemanusiaan yang terjadi di dalam negeri maupun
di luar batas negara termasuk melakukan pemberian bantuan kepada kaum
minoritas pengungsi Rohingya. Muhammadiyah sebagai organisasi non-
pemerintahan (NGO) yang berdiri tanpa ada campur tangan pemerintah dan
memiliki tujuan untuk mensejahterakan umat manusia. Sebagai organisasi non
profit, Muhammadiyah memiliki motivasi yang kuat dalam menjunjung tinggi
nilai-nilai kemanusiaan. Keterlibatan Muhammadiyah dalam menjalankan bantuan
kemanusiaan tidak hanya mencakup daerah lokal namun berperan aktif dalam
memberikan bantuan hingga keluar batas negara.
34
2.1. Profil Muhammadiyah
Muhammadiyah merupakan organisasi berbasis agama Islam yang
melaksanakan misi dakwah amar ma’ruf nahi munkar dan tajdid untuk
mewujudkan masyarakat Islam sesuai dengan tuntunan Nabi besar
Muhammad SAW. Muhammadiyah berkeyakinan bahwa Islam sebagai
risalah yang dibawa para Nabi akhir zaman Muhammad SAW adalah
agama Allah yang lengkap dan sempurna. Bagi Muhammadiyah Islam
merupakan sebuah pondasi dan pusat insipirasi yang menyatu dalam setiap
denyut nadi gerakan.43
Muhammadiyah memandang bahwa Islam merupakan agama yang
mengandung nilai-nilai kemajuan untuk mewujudkan kehidupan umat
manusia yang tercerahkan. Adapun dakwah yang dilakukan
Muhammadiyah merupakan jalan perubahan untuk mewujudkan agama
Islam sebagai agama bagi kehidupan manusia sepanjang zaman. Hal
tersebut yang menjadi pegangan bagi Muhammmadiyah bahwa Islam yang
berkemajuan memancarkan pencerahan bagi kehidupan.
Sebagai organisasi keagamaan modern Muhammadiyah memiliki
beberapa jaringan di seluruh Indonesia:44
1. Pimpinan Wilayah : 33 Wilayah (Provinsi)
2. Pimpinan Daerah : 417 Daerah (Kabupaten)
3. Pimpinan Cabang : 3.221 Cabang (Kecamatan)
43
Majelis Diklitbang dan LPI PP Muhammadiyah, 1 Abad Muhammadiyah:
Gagasan Pembaruan Sosial Keagamaan, 14. 44
MDMC, “Profil Singkat Muhammadiyah”, diakses dari
http://www.mdmc.or.id/index.php/2012-11-06-02-56-58/profil pada tanggal 4 Maret
2018.
35
4. Pimpinan Ranting : 8.107 Ranting (Desa)
Hal tersebut yang menjadikan Muhammadiyah mampu bergerak
secara efektif. Sebagai organisasi keagamaan yang bergerak dalam bidang
sosial Muhammadiyah mampu memberikan yang dibutuhkan oleh
masyarakat baik kebutuhan jasmani maupun rohani. Sejak kelahirannya
Muhammadiyah telah concern terhadap kegiatan-kegiatan yang terkait
dengan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Muhammadiyah juga tidak
terlepas dari semangat untuk beramal shaleh, salah satunya melalui
kegiatan sosial.45
Oleh sebab itu Muhammadiyah memiliki akses yang
mudah serta jangkauan yang luas.
Di samping itu jaringan yang tersebar secara luas keseluruh
Indonesia. Muhammadiyah dalam proses berdakwah memiliki beberapa
unsur pembantu pimpinan. Memiliki fungsi menentukan perencanaan,
pelaksanaan dan pengawasan penyelenggraan ama usaha, program dan
kegiatan sesuai kebijakan pimpinan. Unsur pembantu pimpinan ini
memiliki tujuan agar Muhammadiyah bisa lebih mudah dalam hal
berdakwah yang disebut dengan majelis.
Terdapat 10 Majelis pimpinan sebagai pembantu persyarikatan
Muhammadiyah, Majelis Tarjih dan Tadjid, Majelis Pendidikan Tinggi
(MPT), Majelis Pembina Kesehatan Umum (MPKU), Majelis Pustaka dan
Informasi (MPI), Majelis Ekonomi dan Kewirausahaan (MEK), Majelis
Pustaka dan Informasi (MPI), Majelis Ekonomi dan Kewirausahaan
45
Miftahulhaq, “STRATEGI PELAKSAAN DAKWAH „AISYIYAH
MELALUI PENDEKATAN PEMBANGUNAN MASYARAKAT LOKAL”, Jurnal Al-
Hikmah, Vol. 3, No. 1, ( Januari 2017): 6
36
(MEK), Majelis Lingkungan Hidup (MLH), Majelis Pemberdayaan
Masyarakat (MPM), Majelis Pelayanan Sosial (MPS), Majelis Hukum dan
Hak Asasi Manusia (MH-HAM), Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah
(Dikdasmen). 46
Muhammadiyah juga memiliki pembantu pimpinan dalam hal
meningkatkan taraf kehidupan masyarakat dan concern terhadap
kesejahteraan umat manusia. Yakni kelembagaan yang didirikan untuk
mempermudah keseluruhan kegiatan yang dilakukan Muhammadiyah. Ada
9 macam lembaga yang dimiliki Persyarikatan Muhammadiyah. Berikut
ini yang termasuk dalam lembaga Muhammadiyah. Lembaga
Pengembangan Cabang dan Rating, Lembaga Penaggulangan Bencana,
Lembaga Hubungan dan Kerjasama Internasional, Lembaga Pengawas
Pengelolaan Keuangan, Lembaga Seni dan Olahraga, Lembaga Hikmah
dan Kebijakan Publik, Lembaga Penelitian dan Pengembangan.47
Di samping itu perlunya memperluas dakwah perjuangan Islam
yang rahmatan lil alamin dalam perspektif Muhammadiyah tidak hanya
tersebar di negara Indonesia tetapi ke berbagai negara. Banyaknya anggota
dan warga Muhammadiyah yang menyebar ke berbagai negara baik karena
alasan studi maupun kerja dan mereka membutuhkan ruang untuk
berorganisasi.
46
Muhammadiyah, “Pembantu Pimpinan Persyarikatan”, diakses dari
http://m.muhammadiyah.or.id/id/content-170-cam-pembantu-pimpinan.html pada tanggal
23 Maret 2018. 47
Muhammadiyah, “Lembaga Muhammadiyah” diakses dari
http://www.muhammadiyah.or.id/id/content-47-cam-lembaga.html pada tanggal 6 Juli
2018.
37
Muhammadiyah mendirikan cabang di luar negeri yang dinamakan
dengan Pimpinan Cabang Istimewa Muhammadiyah (PCIM) hingga saat
ini Muhammadiyah memiliki 16 Pimpinan Cabang Istimewa. 16 PCIM
luar negeri yang sudah ditetapkan oleh PP Muhammadiyah: PCIM Kairo-
Mesir, PCIM Francis, PCIM Republik Islam Iran, PCIM Amerika Serikat,
PCIM Khartoum-Sudan, PCIM Jepang, PCIM Belanda, PCIM Rusia,
PCIM Jerman, PCIM Turkey, PCIM Inggris, PCIM Taiwan, PCIM Libya,
PCIM Australia Westhern, PCIM Kuala Lumpur, PCIM Australia.48
48
Muhammadiyah, “Bagaimana Muhammadiyah di Luar Negeri? Simak Cerita
Mereka Para Kader Persyarikatan”, diakses dari
http://www.muhammadiyah.or.id/id/news-9297-detail-bagaimana-muhammadiyah-di-
luar-negeri-simak-cerita-mereka-para-kader-persyarikatan.html pada tanggal 24 Maret
2018.
38
Gambar II.1. Struktur Organisasi Muhammadiyah
Sumber: www.muhammadiyah.or.id, 2012
39
2.2. Awal Perkembangan Muhammadiyah
Pemikiran Kyai Ahmad Dahlan dan kawan-kawan dari Boedi
Oetomo yang tertarik dengan masalah agama, menjadi awal mula
kelahiran Muhammadiyah sebagai organisasi untuk mengaktualisasikan
pemikiran–pemikiran tersebut. Gagasan tersebut juga muncul saran dari
salah seorang siswa Kyai Ahmad Dahlan di Kweekschool di mana Kyai
Ahmad Dahlan mengajar agama pada sekolah tersebut. Nama
Muhammadiyah pada mulanya diusulkan oleh kerabat sekaligus sahabat
Kyai Ahmad Dahlan yang bernama Muhammad Sangidu yang merupakan
seorang tokoh pembaruan yang kemudian menjadi penasihat urusan agama
di Yogyakarta, yang kemudian diputuskan Kyai Ahmad Dahlan setelah
melalui solat istikharah.49
Gagasan pendirian organisasi Muhammadiyah merupakan
aktualisasi pikiran Kyai Ahmad Dahlan, namun secara praktis untuk
mewadahi sekolah Madrasah Ibtidaiyah Diniyah Islamiyah yang didirikan
pada 1 Desember 1911. Sekolah tersebut merupakan lanjutan dari kegiatan
Kyai Ahmad Dahlan dalam mengajarkan ajaran Islam yang dikembangkan
secara informal dan memberikan pelajaran yang mengandung ilmu agama
dan pengetahuan umum. Sekolah Muhammadiyah tidak seperti sekolah
agama yang tidak dilaksanakan di dalam masjid seperti kegiatan umat
Islam pada waktu itu, melainkan di dalam sebuah gedung.50
49
A. Adaby Darban dan Mustafa Kamal Pasha, Muhammadiyah Sebagai
Gerakan Islam (Dalam Perspektif Historis Dan Ideologis) (Yogyakarta: LPPI Universitas
Muhammadiyah Yogyakarta, 2000), 34. 50
Pasha dan Darban, Muhammadiyah Sebagai Gerakan Islam, 13.
40
Muhammadiyah lahir pada 08 Dzulhijah 1330 H atau 18
November 1912. Merupakan organisasi sosial kebangsaan dan keagamaan
generasi awal di tanah air. Didirikan oleh seseorang yang bernama
Muhammad Darwis, kemudian dikenal dengan KHA Dahlan. Ahmad
Dahlan lahir dalam suasana keislaman yang kental di mana ayahnya
merupakan seorang khatib masjid besar yang memiliki keturunan pada
Maulana Malik Ibrahim serta ibunya bernama Siti Aminah yang
merupakan putri dari KH Ibrahim yang merupakan penghulu Kesultanan
Yogyakata. Beliau merupakan seorang pegawai kesultanan kraton
Yogyakarta sebagai seorang khatib dan sebagai pedagang.51
Kondisi lingkungan kraton Yogyakarta pada saat itu banyak
menimbulkan tanda tanya di benak Ahmad Dahlan. Beliau melihat bahwa
umat Islam masih dalam keadaan di mana amalan-amalan yag bersifat
mistik. Banyak penolakan terhdap Ahmad Dahlan ketika awal mula
berdakwah. Beliau banyak menyampaikan apa yang menurutnya benar,
walaupun banyak menimbulkan pertentangan dengan masyarakat sekitar
termasuk dengan para kiyai. Gerakan dakwah yang dibawa oleh Ahmad
Dahlan merupakan konsep pemurnian dalam ajaran Islam serta
memajukan cara memahami ajaran Islam dengan modernisasi yang
kemudian disebut konsep berkemajuan.52
Modernisasi yang dilakukan oleh Muhammadiyah bertujuan untuk
meningkatkan harkat dan martabat bangsa Indonesia sebagai bangsa yang
51
Pasha dan Darban, Muhammadiyah Sebagai Gerakan Islam, 103. 52
Febriansyah dan M. Raihan, 100 Tahun Muhammadiyah Menyinari Negeri, 16-18.
41
modern. Modernisasi Muhammadiyah yang paling mencolok yakni dapat
dilihat dari model–model pendidikan yang dikembangkan Muhammadiyah
sejak awal. Model pendidikan yang diterapkan oleh Muhammadiyah
merupakan model pendidikan yang diterakan di barat dan kemudian
disesuaikan dengan kondisi masyarakat Indonesia. Modernisasi
Muhammadiyah juga terlihat dalam bentuk pembangunan rumah sakit dan
panti asuhan yang merupakan karateristik pelayanan sosial yang diadopsi
dari barat.
Muhammadiyah ini memiliki salah satu kekhasan dalam gerakan
dakwah yakni dakwah kultural. Cara terbaik dalam melakukan dakwah
berkomunikasi dengan bahasa kaumnya. Dakwah kultural ini bukan berati
harus berkompromi terhadap adat istiadat atau budaya sekitar, melainkan
sebagai penyesuaian dalam cara penyampaian dakwah agar mudah
diterima masyarakat. Dakwah yang dilakukan muhammadiyah ini upaya
menanamkan nilai–nilai Islam dalam kehidupan manusia sebagai makhluk
budaya bertujuan mewujudkan masyarakat Islam yang sebenar–benarnya.
2.3. Awal Perkembangan MDMC
Keterlibatan Muhammadiyah dalam akivitas kemanusiaan sudah
sejak awal pendirinya. Hal ini terlahir dari pemikiran KH Ahmad Dahlan
terhadap tafsir Alquran yaitu surat Al–Maun. KH Ahmad Dahlan sebagai
pendiri Muhammadiyah pernah mengajarkan surat Al-Ma‟un berulang-
42
ulang karena murid–muridnya hanya menghafal surat tersebut tanpa
mengamalkannya.
Kisah tentang surat Al-Ma‟un terus memotivasi para pengurus
Muhammadiyah untuk melakukan kegiatan sosial. Kemudian pada tahun
1920, pemikiran KH Ahmad Dahlan mengenai tafsir ayat Alquran tersebut
terlembagakan dengan sebutan Penolong Kesengsaraan Oemoem (PKO)
atas inisiasi kyai Haji Muhammad Syudjak. Dalam perjalanannya PKO ini
berjalan dengan baik sebagaimana mestinya lembaga kemanusiaan.53
Pada tahun 1939, prinsip kemanusiaan yang telah didirikan oleh
Muhammadiyah dalam prakteknya melalui lembaga PKO ini terjadi
penuruan yang cukup signifikan dan tidak bertahan lama. Hal tersebut
menjadikan Muhammadiyah lebih fokus terhadap gerakan dakwah yang
sebelumnya menjadi tujuan utama Muhammadiyah. Pada akhirnya
Muhammadiyah menjadi lebih identik dengan organisasi yang konsen
pada masalah agama. Namun pada saat ini lembaga tersebut masih tetap
eksis dan berkembang menjadi rumah sakit PKU Muhammadiyah yang
tersebar di seluruh wilayah Indonesia.54
Pada tahun 2005 lembaga kemanusian yang didirikan oleh
Muhammadiyah kembali terlibat dalam aktivitas pasca Tsunami 2004.
Namun nama lembaga yang sebelumnya bernamakan PKO diubah nama
menjadi Lembaga Pusat Penanggulangan Bencana Muhammadiyah
berdasarkan pasal 1 keputusan Muktamar Muhammadiyah ke-45 tahun
53
Junus Salam, K.H Ahmad Dahlan: Amal dan Perjuangannya (Jakarta: Al-
Wasat, 2009), 149-150. 54
Junus Salam, K.H Ahmad Dahlan: Amal dan Perjuangannya, 150.
43
2005. Setelah mengikuti aktivitas kemanusiaan yang dilakukan
Muhammadiyah terhadap korban bencana Aceh 2004, kembali terinisiasi
Lembaga Pusat Penanggulangan Bencana Muhammadiyah ditetapkan
menjadi Muhammadiyah Disaster Management Center (MDMC) pada
Muktamar Muhammadiyah ke 46 pada tahun 2010.55
MDMC pada awalnya hanya bergerak sebagai aksi kemanusiaan
Muhammadiyah berupa aksi cepat tanggap darurat dan rehabilitasi. Namun
seiring berjalannya waktu MDMC megadopsi kode etik kerelawanan
kemanusiaan, mengembangkan misi pengurangan resiko bencana selaras
dengan Hygo Framework For Action dan mengembangkan basis
kesiapsiagaan di tingkat komunitas, sekolah dan rumah sakit. MDMC
beregerak dalam kegiatan kebencanaa di seluruh Wilayah Negara
Republik Indonesia. Jaringan yang dimiliki oleh Muhammadiyah telah
tersebar luas di wilayah Indonesia dan akan lebih efektif dalam
penanggulangan kebencanaan yang terjadi.56
2.4. MDMC sebagai Aktor Kemanusiaan Internasional
Isu kemanusiaan semakin meningkat di beberapa tahun terakhir.
Dunia kini disibukkan dengan isu kemanusiaan yang tak kunjung usai.
Beberapa negara telah mengalami keadaan tersebut termasuk negara-
negara asia tenggara. Tidak cukup jika hanya aktor sebuah negara yang
55
Nurkhasanah Fajriyah, “Faith Based Organizations and Humanitariansm
Studi”,3. 56
Febriansyah dan Muhammad Raihan, 100 Tahun Muhammadiyah Menyinari
Negeri, 54-55.
44
menangani isu kemanusiaan yang terjadi. Untuk merespon hal ini,
dibutuhkan aktor-aktor kemanusiaan sebagai proses pengurangan isu
kemanusiaan tersebut. Hal ini menjadikan setiap aktor untuk
meningkatkan kesadaran dan aksi nyata dalam menangani banyaknya isu
kemanusiaan yang telah berkembang.
Peran Muhammadiyah dalam aktivitas kemanusiaan telah
meningkat setiap tahunnya. Dalam konteks kebencanaan, Muhammadiyah
banyak memberikan bantuan kemanusiaan berupa medis, seperti halnya
pendirian rumah sakit serta relawan medis di daerah bencana. Selain medis
juga aspek psikososial yang mana kerja relawan psikososial ini adalah
mendampingi mental para korban agar tetap tenang dan tidak terjadi hal-
hal yang tidak diinginkan, seperti kasus bunuh diri yang dilakukan
pengungsi yang stress.57
Terkait dengan aspek ekonomi, Muhammadiyah juga berperan
dalam fokus pemulihan ekonomi yang dilakukan melalui MDMC. Dalam
meningkatkan pemulihan ekonomi Muhammadiyah melakukan pembagian
tugas kepada setiap masing–masing anggotanya dan membentuk
kelompok. Dan kemudian memberikan pembekalan bagi para pengungsi
keterampilan, pelatihan–pelatihan hingga mampu memenuhi kebutuhan
hidup mereka kembali. Hal tersebut menjadi tujuan utama Muhammadiyah
dalam MDMC untuk meningkatkan taraf kehidupan umat manusia.58
57
Nuruddin Al Akbar, “Jejaring Muhammadiyah”, Jurnal Sosiologi Islam, Vol.
2 No. 2, (Oktober 2012): 57. 58
Al Akbar, “Jejaring Muhammadiyah”, 58.
45
Keterlibatan Muhammadiyah dalam isu kemanusiaan tidak hanya
di dalam negeri, melainkan juga di luar batas negara. Selama
berkecimpung di dalam isu kemanusiaan, Muhammadiyah melalui MDMC
juga pernah terlibat langsung dalam pemberian bantuan medis serta
memobilisasi dan mengkoordinasi bantuan pemerintah Indonesia kepada
korban bencana di Nepal pada tahun 2015. Muhammadiyah melalui
MDMC juga berperan dalam korban kebencanaan terkait topan Haiyan
yang terjadi di Filipina.59
Selain aktif memberikan bantuan kemanusian dalam kebencanaan
internasional, Muhammadiyah melalui MDMC juga berperan aktif dalam
pelatihan-pelatihan forum internasional. Hal ini yang menjadikan
Muhammadiyah kerap diundang dalam pelatihan yang diadakan oleh
lembaga–lembaga internasional. Beberapa undangan seperti The
International Conference on the implementation of the Health Aspects of
Sendai Framework for Disaster Risk Reduction (SFDRR) 2015-2030” di
Bangkok, Thailand. Konferensi yang menghasilkan dokumen Pengurangan
Risiko Bencana Bidang Kesehatan (PRB Kesehatan) yang kemudian
dikenal sebagai Bangkok Principles.60
Dalam konteks kerjasama, Muhammadiyah juga bekerjasama
dengan beberapa lembaga keagamaan. Muhammadiyah tergabung dan
59
Suara Muhammadiyah, “Trisula Abda Kedua: MDMC, MPM, Lazismu Wakili
Wajah Autentik Muhammadiyah” diakses dari
http://www.suaramuhammadiyah.id/2016/11/18/trisula-abad-kedua-mdmc-mpm-dan-
lazismu-wakili-wajah-autentik-muhammadiyah/ Pada tanggal 10 Maret 2018. 60
MDMC, “MDMC Aktif Terlibat Susun Kerangka Kerja PRB Kesehatan di
Bangkok”, diakses dari http://www.mdmc.or.id/index.php/b/202-mdmc-aktif-terlibat-
susun-kerangka-kerja-prb-kesehatan-di-bangkok Pada Tanggal 10 Maret 2018.
46
menjadi anggota dalam Humanitarian Forum Indonesia (HFI) yang salah
satu kegiatannya fokus terhadap isu kemanusiaan. Beberapa lembaga yang
tergabung dalam HFI tersebut: Dompet Dhuafa, Karina, Program
Perencanaan Keuangan Masyarakat (PPKM), World Vision, Yakkum
Emergency Unit (YEU), Pos Keadilan Peduli Umat (PKPU), Habitat,
Yayasan Tanggul Bencana Indonesia (YTBI), Church World Service
(CWS).61
Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Kemanusiaan Dunia atau World
Humanitarian Summit (WHS) pada tanggal 23-24 Mei 2018 yang
berlangsung di Istanbul, Turki dan MDMC menjadi salah satu pesertanya.
Pertemuan ini merupakan prakarsa Sekjen PBB Ban Ki Moon untuk
menyatukan masyarakat dunia untuk menegaskan kembali solidaritas kita
pada orang-orang yang terdampak krisis dan komitmen kita pada
kemanusiaan. KTT tersebut juga mendiskusikan bagaiman peran
organisasi berbasis keagamaan melakukan upaya kemanusiaan baik untuk
perdamaian, saat perang dan konflik dan saat bencana serta peluang
pendanaan dari masyarakat Islam baik dari zakat infaq dan shodaqoh.62
61
MDMC, “Kebijakan Muhammadiyah dalam Penanggulangan Bencana”,
diakses dari http://mdmc.or.id/index.php/component/content/category/2-uncategorised
Pada Tanggal 19 Maret 2018. 62
MDMC, “Ikuti KKT Kemanusiaan Dunia, MDMC Sosialisasikan Fikih
Kebencanaan” diakses dari http://mdmc.or.id/index.php/b/241-ikuti-ktt-kemanusiaan-
dunia-mdmc-sosialisasikan-fikih-kebencanaan pada tanggal 10 Maret 2018.
47
2.5. Kendala MDMC sebagai Aktor Kemanusiaan Internasional
Setiap aktor kemanusian baik nasional maupun internasional
memiliki kendala dalam hal pelaksanaan aktivitas kemanusiaan. Tentunya
dialami oleh Muhammadiyah Disaster Management Center dalam
melaksanakan bantuan kemanusiaan di luar batas negara. Permasalahan
yang terjadi terkadang tidak hanya datang dari faktor internal melainkan
faktor eksternal. Hal tersebut yang menjadikan Muhammadiyah cukup
banyak terkendala dalam melaksanakan aktivitas–aktivitas kemanusian
internasional.
Kendala–kendala internal yang dihadapi Muhammadiyah dalam
menjalankan aktivitas kemanusiaan seperti halnya MDMC memiliki
kendala dalam hal sumber daya manusia. Sumber daya manusia sangat
diperlukan untuk melaksanakan kegiatan terutama yang cukup
berpengalaman mengingat MDMC lembaga yang terbentuk belum lama.
Kurangnya peningkatan dan pengoptimalkan sistem penanggulangan
kebencanaan seperti halnya relawan dan pengelola penanggulangan
bencana kemanusiaan yang perlu dioptimalkan kembali. Kegiatan yang
membutuhkan banyak relawan ini menjadikan Muhammadiyah tetap
mampu menjalankan aktivitas kemanusiaan secara totalitas dengan
mengerahkan segala bantuan yang ada.63
Kendala internal selanjutnya yang dialami relawan tim MDMC
yakni keterbatasan bahasa yang belum begitu mahir dalam berbahasa asing
63
PP Muhammadiyah, “MDMC Terus Berupaya Tingkatkan Kapasitas
Kelembagaan”, diakses dari http://www.umm.ac.id/id/muhammadiyah/11460.html pada
tanggal 12 Maret 2018.
48
khususnya bahasa inggris. Hal tersebut menjadi kendala ketika MDMC
menjalankan aktivitas kemanusiaan internasional. Mengingat tim relawan
MDMC telah cukup banyak melakukan aktivitas kemanusiaan
internasional. Adapun keterbatasan mengenai bahasa yang dimiliki
relawan MDMC mengingat MDMC merupakan lembaga yang belum lama
berdiri untuk menjalankan aktivitas di dunia internasional.64
64
MDMC, “Sumut Intensif Dampingi Anak-Anak Rohingya”, diakses dari
http://mdmc.or.id/index.php/berita-bencana/185 pada tanggal 12 Maret 2018.
49
BAB III
PROBLEM KEMANUSIAAN ROHINGYA TAHUN 2017
Sejarah konflik krisis kemanusiaan yang terjadi di Myanmar khususnya
wilayah Rakhine tidak terlepas dari pandangan dunia intenasional. Peristiwa
pembantaian dilakukan oleh militer pemerintah Myanmar terhadap kaum
minoritas Etnis Rohingya. Hal tersebut juga dilakukan oleh pemerintah Myanmar
yang mendiamkan peristiwa pembantaian tersebut dan memilih untuk tidak
melakukan apa-apa. Akibat tragedi pembantaian dan diskriminasi yang dilakukan
terhadap kelompok minoritas menciptakan luka yang dalam bagi para keluarga
korban.65
Dalam sejarah juga tercatat penyelundupan manusia yang dilakukan untuk
dapat keluar dari wilayah Myanmar dan pergi mencari tempat perlindungan.
Permasalahan muncul ketika para pencari suaka tidak mendapatkan perlindungan
disebabkan pencari suaka datang dengan illegal dan menciptakan perpindahan
massal. Banyak dari mereka dikembalikan ke negara asal bahkan mereka juga
terancam persekusi.66
Letak geografis negara Myanmar yang termasuk ke dalam negara ASEAN
menjadikan negara negara sekitar menjadi tempat perlindungan untuk para pencari
suaka tersebut. Bahkan negara-negara tersebut mendapatkan dampak langsung
65
Feliz Solomon, “Violence in Burma Has Sent Hundreds of Rohingya Muslims
Fleeing to Bangladesh”, diakses dari http://time.com/4574298/burma-myanmar-
Rohingya-bangladesh-refugees pada tanggal 22 Maret 2018. 66
Diajeng Wulan Christani, “Analisa Kejahatan Penyeludupan Manusia
Berdsarkan Smuggling of Migrants Protocol Ditinjau dari Perspektif Perlindungan
Pencari Suaka: Studi Kasus Pengungsi Rohingya”, Padjadjaran Jurnal Ilmu Hukum Vol.
3, No. 3, (Bandung, 2016): 493.
50
dan tidak langsung dari peristiwa ini. Termasuk Bangladesh yang menjadikan
tempat tujuan utama para pencari suaka untuk mencari perlindungan. PBB
memperkirakan sekitar 270.000 Muslim Rohingya sudah melarikan diri ke
Bangladesh sejak maraknya kekerasan di Myanmar utara, Rakhine.67
3.1. Profil Negara Myanmar
3.1.1. Kondisi Geografi
Gambar III.1. Peta Myanmar
Sumber : https://www.britannica.com/place/Myanmar , 2013
67
BBC INDONESIA, “Arus pengungsi Rohingya ke Bangladesh mencapai
270.000 jiwa”, diakses dari http://www.bbc.com/indonesia/dunia-41202311 pada tanggal
22 Maret 2018.
51
Secara geografis Myanmar berada pada garis lintang 9 derajat 58‟,
U -28 derajat 29‟ U. garis bujur -92 derajat 11‟ T-101 derajat 10 „T.
Dengan luas wilayahnya adalah 676. 577 km persegi.68
Myanmar yang
sebelumnya terkenal dengan Burma terletak di antara wilayah Bangladesh
dan India di bagian barat. Di bagian barat terdapat juga Gunung Victoria
yang menjulang tinggi.
Tibet di bagian utara namun bagian ter–utara di perbatasan dengan
China terdapat Gunung tertinggi yaitu Gunung Hkakabozi Razi, sementara
Yunnan, Thailand, dan Indochina dibagian timur. Di bagian selatan
Myanmar juga berdekatan dengan Sumatera dan Semenanjung Malaysia.
Secara keseluruhan Myanmar memiliki letak yang cukup strategis
menjadikan kondisi mereka sangat diuntungkan baik dalam faktor
ekonomi maupun pergaulan dengan dunia.
Myanmar memiliki 3 musim karena rata–rata negara Asia
Tenggara memiliki 3 musim setiap tahunnya. Myanmar beriklim tropis,
subtropis dan angin musim. Angin musim di Myanmar dibagi menjadi 3
macam yaitu; musim hujan yang terjadi pada bulan Mei–Oktober yang
mendapatkan dan dilewati oleh pengaruh angin musim barat daya akan
basah dan sejuk, sedangkan musim kemarau sejuk terjadi pada bulan
November–Februari dan kemarau panas terjadi pada bulan Maret–April
68
Departemen Luar Negeri, Himpunan keterangan dasar negara – negara
akreditasi perwakilan RI di luar negeri, (Jakarta: Badan Pengkajian dan Pengembangan
Kebijakan Luar Negeri RI, 2002), 35-37.
52
dan suhu udara rata–rata mencapai 27 derajat celcius dan semakin ke utara
udara akan semakin dingin.69
Myanmar terbagi menjadi 7 negara bagian yang sebagian besar atas
dasar etnisitas dan 7 wilayah berdasarkan pembagian administratif yang
ditempati oleh mayoritas Etnis Burma. Jumlah penduduk Myanmar pada
tahun 2011 berkisar 48,337 juta jiwa. Adapun pembagian penduduknya
negara bagian Kachin, Kayah, Kayin, Chin, Mon, Shan dan Rakhine
(Arakan). 7 wilayah berdasarkan pembagian administratif yaitu wilayah
Sagaing, Tanintharyi, Bago, Magway, Yangon, Ayeyarwady, dan
Mandalay.70
Myanmar yang terletak di kawasan Asia Tenggara sebelumnya
bernama Burma merdeka pada 4 januari 1948, setelah berasil meraih
kemerdekaan dari Inggris. Sejak abad ke – 16, negara-negara eropa telah
berebut sumber daya alam Myanmar yang kaya. Setelah terjadinya perang
besar yang antara rakyat Myanmar melawan para penjajah, pada
pertengahan abad ke -19, Inggris menguasasi Myanmar secara resmi dan
menyatukan Myanmar dengan india.
Pada era perang dunia ke ke-2, Myanmar diduduki Jepang. Bentuk
pemerintahan Myanmar pada saat itu adalah Junta Militer dengan nama
The State Peace and Development Council (SPDC). SPDC dipimpin
69
David I. Steinberg, Michael Arthur Aung-Thwin, dan Maung Htin Aung,
“Myanmar”, diakses dari https://www.britannica.com/place/Myanmar pada tanggal 25
Maret 2018. 70
Sandy Nur Ikfal Raharjo, “PERAN IDENTITAS AGAMA DALAM
KONFLIK DI RAKHINE MYANMAR TAHUN 2012-2013”, Jurnal Kajian Wilayah,
Vol. 6 No. 1 (2015): 38.
53
Jendral Than Shwe. Junta militer telah berkuasa di Myanmar 48 tahun
terhitung sejak terjadinya kudeta militer oleh Jenderal Ne Win terhadap
pemerintahan sipil yang saat itu dipimpin oleh U Nu pada tahun 1962.71
Semenjak berkuasanya Junta Militer, sudah banyak terjadi aksi
demontrasi dari rakyat Myanmar baik itu yang dimotori oleh para aktivis
mahasiswa maupun tokoh agama yaitu biksu. Perjuangan rakyat Myanmar
melalui aksi demonstrasi ini berhasil membuat jenderal Ne Win sebagai
pemimpin Junta Militer mengundurkan diri, meskipun telah
mengorbankan sekitar kurang lebih 3.000 orang meninggal akibat tindakan
keras dari tentara pemerintah.
Kekuasaan tersebut digantikan oleh Jenderal Saw Maung meskipun
masih berlatar belakang militer, namun kebijakan Jendral Maung lebih
cenderung bersifat demokratis. Di bawah kepemimpinan Saw Maung,
kebijakan yang dikeluarkan cenderung membawa perubahan bagi
Myanmar menjadi lebih terbuka dengan negara lain terutama dalam bidang
ekonomi dan militer. Selama 48 tahun berkuasanya Junta Militer di
Myanmar, ada beberapa hal menarik terkait kebijakan-kebijakan Junta
Militer terhadap Myanmar. Di antarannya perubahan nama negara dari
Burma menjadi Myanmar dan pemindahan ibu kota ke Naypyidaw.72
Bahwa Burma adalah salah satu negara yang berada di kawasan
Asia Tenggara, namun nama negara Burma tidak lagi terdapat di dalam
daftar negara-negara kawasan Asia tenggara. Terdapat nama lain yang
71
Aris Pramono, “Peran UNHCR dalam Menangani Pengungsi Myanmar Etnis
Rohingya di Bangladesh (periode 1978-2002), (Depok: Universitas Indonesia, 2010), 30. 72
Aris Pramono, “Peran UNHCR dalam Menangani Pengungsi Myanmar”, 31.
54
menggantikan nama Burma, yaitu Myanmar. Perubahan nama negara dari
Burma menjadi Myanmar dilakukan oleh pemerintahan junta militer di
bawah kepimpinan Jenderal Saw Maung pada tanggal 18 Juni 1989.
Perubahan nama negara menjadi Myanmar ditujukan untuk
menghilangkan kesan rasial yang melekat pada nama Burma.
Berdasarkan data dari Departemen Luar Negeri, 68% dari total
penduduk negara ini adalah Burma atau Bama. Itu berarti nama Burma
hanya mewakili Etnis Bama dan terkesan negara ini adalah milik Etnis
Bama, sementara Burma merupakan negara dengan penduduk yang multi
etnis, terdapat etnis lainnya. Maka dari itu perubahan nama tersebut
bertujuan agar etnis non-Burma mempunyai rasa menjadi bagian dari
negaranya.73
Negara Myanmar memiliki etnis yang sangat beragam. Namun
etnis terbesar adalah Burma (Bamar). Agama mayoritas etnis Burma
adalah Budha Theravada. Walaupun mayoritas penduduk Myanmar
beragama Budha. Terdapat hingga 135 kelompok etnis yang masing-
masing memiliki budaya dan bahasanya sendiri-sendiri. Letak negara
Myanmar yang dikelilingi oleh banyak negara seperti India, Tiongkok,
Laos, Thailand dan Bangladesh tidak mengherankan jika Myanmar
memiliki etnis yang beragam dan tersebar di seluruh Myanmar. Hal
tersebut sebagiannya memiliki kemiripan dengan etnis yang mendiami
negara tetangga.
73
Aris Pramono, “Peran UNHCR dalam Menangani Pengungsi Myanmar”, 32.
55
Gambar III.2. Provinsi Rakhine
Sumber: www.amnesty.org, 2017
Provinsi Rakhine terletak di Myanmar bagian barat, dengan ibu
kota Sittwe dan meliputi wilayah seluas 36, 778 km persegi. Berbatasan
dengan negara bagian Chin di sebelah utara dan wilayah Magway, Bago
dan Ayeyarwady di sebelah timur. Seluruh wilayah tersebut diapit oleh
Teluk Benggala di bagian barat. Negara bagian Rakhine adalah salah satu
daerah yang paling sedikit mendapatkan perhatian dari pemerintah dan
paling sedikit dikembangkan oleh pemerintah Myanmar. Provinsi Rakhine
juga merupakan negara bagian kedua setelah Chin yang penduduknya
56
hidup di bawah garis kemiskinan serta provinsi dengan indikator
pembangunan sosial yang rendah.74
Kondisi yang cukup unik terjadi di negara bagian Rakhine yang
berbatasan langsung dengan Bangladesh. Wilayah negara bagian Rakhine
ini selain mayoritas penganut agama Budha, terdapat juga etnis
Rakhine/Arakan yang beragama Islam. Selain itu, terdapat juga etnis
Rohingya yang beragama Islam, tetapi memiliki ciri fisik dan budaya tidak
seperti Etnis Rakhine yang beragama Islam melainkan ciri fisik, budaya
dan bahasa lebih mirip dialek Chittagonian yang berasal dari bahasa
Bengali yang cukup popular digunakan di Bangladesh.75
3.1.2. Kondisi Sosial Budaya
Sebagai sebuah negara yang terletak di kawasan Asia Tenggara,
yang mayoritas merupakan negara–negara berkembang termasuk
Myanmar secara sosial ekonomi masih tergolong ke dalam negara
berkembang. Tingkat pendidikan warganya juga masuk dalam kategori
rendah, yaitu pada level sekolah dasar dan sekolah menengah pertama.
Pendapatan perkapita Myanmar pada tahun 2011 masih tergolong rendah,
sekitar US$1.144.
Sementara itu jumlah penduduk Myanmar pada tahun 2011
berkisar 48,377 juta jiwa. Adapun di dalamnya didiami oleh mayoritas
74
UNICEF, RAKHINE STATE A Snapshot of Child Wellbeing [database on-
line], diakses dari https://www.unicef.org/myanmar/Rakhine_State_Profile_Final.pdf
pada tanggal 25 Maret 2018. 75
Raharjo, “PERAN IDENTITAS AGAMA DALAM KONFLIK DI RAKHINE
MYANMAR PADA TAHUN 2012-2013”, 39.
57
Etnis Burma. Etnis penduduknya menurut Central Intelligence Agency
pada tahun 2013 adalah Etnis Burma 68%, Shan 9%, Karen 7%, Rakhine
4%, China 3%, India 2%, Mon 2% dan lain lain 5%. Rata rata agama
penduduknya dihuni oleh agama Budha sekitar 89% Budha, 4% Islam,
sisanya agama lain yang meliputi Kristen dan kepercayaan lain.76
Jumlah penduduk yang beragama Islam di negara bagian Rakhine
merupakan orang muslimnya paling banyak, dibandingkan dengan jumlah
penduduk Rakhine yang beragama Budha jumlahnya sangat kecil.
Komunitas muslim ini tinggal di daerah Maungdaw, Buthidaung,
Rathedaung, Akyab, dan Kyauktaw. Namun kelompok muslim di negara
bagian Rakhine menjadi kelompok minoritas di Myanmar.
3.2. Sejarah Etnis Rohingya
Kehadiran Islam di Myanmar tidak terlepas dari sejarah kerajaan
Arakan. Arakan yang sekarang menjadi provinsi di barat Burma, pernah
menjadi negara merdeka sampai tahun 1784. Arakan berhasil bertahan
sebagai kerjaan independen di karenakan letak posisinya yang strategis.
Selain memiliki kekayaan alam yang melimpah, Arakan juga memiliki
pulau besar seperti Ramree dan Cheduba yang dijadikan tempat pelabuhan
bagi kapal-kapal besar. Tercatat bahwa sampai awal Perang Dunia ke 2,
Arakan mampu mengekpos beras dalam jumlah yang besar negara sekitar.
Arakan juga terkenal sebagai penghasil kayu yang biasanya digunakan
76
Raharjo, “PERAN IDENTITAS AGAMA DALAM KONFLIK DI RAKHINE
MYANMAR PADA TAHUN 2012-2013”, 38.
58
untuk membangun dan memperbaiki kapal sebelum melanjutkan
perjalanan.77
Istilah Rohingya berasal dari kata Rohai atau Roshangee,
kemudian mengalami perubahan terminologi menjadi Rohingya. Rohai
dan Roshangee adalah istilah untuk penduduk muslim Rohang atau
Roshang (sebutan untuk daerah tersebut sebelum dinamai Arakan).
Meskipun keduanya mengaku Islam tetapi memiliki tradisi yang berbeda.
Rohai di Chittagong saat ini dapat dikatakan sebagai penduduk muslim
yang lari dari Arakan akibat kekejaman Burma. Dapat dikatakan sebanyak
50% penduduk Chittagong berasal dari Arakan. Asal usul orang Rohingya
berasal dari keturunan Arab, Moor, Turki, Persia dan Bangladesh.78
Pertengahan abad ke 7 M merupakan babak baru bagi Bangsa Arab
karena Islam muncul sebagai kekuatan agama, sosial dan poltik dunia.
Islam datang ke daerah Sumatera, Jawa, Malaya dan Pantai Arakan tanpa
gejolak politik selama berabad–abad. Pada periode yang sama, Arakan
menyatakan bahwa para sufi muslim datang mengunjungi Pantai Arakan
dan salah satu faktanya adanya kuil muslim yang disebut Badr Moqam.79
Islam mencapai Arakan semenjak 712 H melalui perdagangan jalur
laut, yang dikenalkan dalam bentuk tasawuf atau keunggulan moral para
Sufi Arab. Dan banyak dari penduduk lokal menjadi muslim bukan
paksaan melainkan pilihan. Di samping itu, penyebaran agama Islam yang
77
Ridwan Bustaman, “Jejak Komunitas Muslim di Burma: Fakta Sejarah yang
Terabaikan”, Jurnal Lektur Keagamaan, Vol. 11, No. 2, (2013): 319. 78
Bustaman, “Jejak Komunitas Muslim di Burma”, 321. 79
Bustaman, “Jejak Komunitas Muslim di Burma”, 324.
59
dilakukan oleh pedagang Arab dari Persia ini menggunakan jalur darat di
Arakan Yoma ke Burma bagian atas, kemudian diteruskan ke China.
Selama berabad–abad populasi muslim Arakan telah tumbuh dalam jumlah
besar karena proses dakwah dan imigrasi baru.80
Sejarah kehadiran Rohingya di Myanmar dilihat memang
mengalami sejarah panjang. Secara keseluruhan kelompok atau etnis
Rohingya merupakan kelompok minoritas Islam di Myanmar yang
berpegang pada Mazhab Sunni. Sebagian besar kelompok Rohingya
bertempat tinggal di Maugdaw, Buthidaung, Rathedaung, Sittwe dan
Kyaktaw. Stephen L. Neck menjelaskan bahwa kelompok Rohingya
tinggal tidak jauh dari sekitaran Bangladesh yang dipisahkan oleh sungai
Naaf dan berpusat di wilayah yang dikenal sebagai Mayu. Dan wilayah
tersebut sekarang menjadi Buthidaung dan Maungdaw. 81
Tidak heran jika wilayah Rakhine memiliki penduduk Islam yang
tinggi. Sekitaran abad ke 8, letak geografis wilayah Rakhine yang dekat
dengan laut menjadikan tempat untuk persinggahan bangsa-bangsa
pedagang Arab Islam. Di sisi lain daya tarik Teluk Bengal menjadi pusat
untuk penempatan para pedagang muslim. Masuknya Islam ke wilayah
Arakan serta perkembangan Islam yang semakin pesat mewujudkan
masyarakat Rohingya mencapai kemerdekaannya di Myanmar. Di
samping itu, masuknya imigran baru dari Bangladesh menuju Rakhine
80
Bustaman, “Jejak Komunitas Muslim di Burma”, 325-326. 81
Azharudin Mohammed Dali, “PREJUDIS KEAGAMAAN:
KESENGSARAAN MASYARAKAT ROHINGYA DI MYANMAR”, Jurnal Sejarah
Vol. 21 No. 2 (Desember 2013): 174
60
juga tidak dapat di tolak sama sekali. Karena memiliki ikatan keagamaan
yang sama.82
Kelompok muslim yang bertempat tinggal di Arakan merupakan
komunitas yang telah ada mulai abad ke 7. Komunitas muslim Arakan
bukan hanya berasal dari satu suku saja melainkan merupakan gabungan
dari berbagai suku dan ras yang menciptakan satu komunitas muslim
Arakan yang kini disebut dengan Rohingya. Secara keseluruhan fisik
orang Rohingya kerap sekali dianggap sebagai orang India ataupun orang
Bangladesh. Karena kulit mereka yang agak gelap jika dibandingkan
dengan kalangan dari Etnis Myanmar. Bahasa yang mereka gunakan
berkaitan dengan bahasa Chittagonian yang digunakan kebanyakan orang
di daerah perbatasan bagian selatan Bangladesh.
Berdasarkan sejarah awal abad 7 wilayah Arakan yang telah
dikunjungi oleh para pedagang-pedagang Arab, kehadiran mereka pada
awal kedatangan tidak begitu memberikan dampak yang signifikan tentang
Islam. Namun sekitar abad ke 15 kehadiran Islam menjadi sangat luas
hingga banyak warga muslim dari Afghanistan, India, Parsi mulai
berdatangan menuju Arakan hingga Arakan sepenuhnya ditempati oleh
warga muslim. 83
Pendudukan Inggris terjadi pada tahun 24 februari 1826 setelah
terjadinya perang Anglo-Burma. Peperangan itu menyebabkan hadirnya
82
Mohammed Dali, “PREJUDIS KEAGAMAAN: KESENGSARAAN
MASYARAKAT ROHINGYA DI MYANMAR”, 175. 83
Mohammed Dali, “PREJUDIS KEAGAMAAN: KESENGSARAAN
MASYARAKAT ROHINGYA DI MYANMAR”, 177.
61
Perjanjian Yandabo. Dalam perjanjian tersebut mengatakan bahwa
kerajaan Burma masuk pada wilayah administratif negara pesemakmuran
Inggris dan India. Pemerintah Inggris juga melakukan migrasi terhadap
pekerja India untuk dipekerjakan di bawah pemerintah Inggris. Mereka
merupakan pekerja kasar, pedagang, bahkan pegawai kantor.84
Pada zaman Jepang, kelompok minoritas Rohingya terkucilkan
karena tidak berkolaborasi dengan penduduk asli Burma. Sebagian
Rohingya menjadi imigran dari Pakistan merupakan konsekuensi politis,
sejak pemerintahan Ali Al-Jinnah. Sejarah mengatakan bahwa berdirinya
Pakistan pada tahun 1945-1948 mereka dikirim sebagai grup militer yang
ditempatkan di wilayah Arakan, atau Bangladesh yang saat ini berbatasan
dengan wilayah Myanmar.85
Pada tahun 1945 di bawah pemerintahan Jepang, pendirian negara
Myanmar terbentuk melalui proses integrasi sosial dan politik. Lebih dari
130 kelompok suku yang mewakili melaksanakan perundingan dan
penandatangan pernyataan tentang kemerdekaan Myanmar. Namun tidak
adanya keterlibatan keterangan suku Rohingya dalam perundingan dan
penandatangan dokumen kemerdekaan. Hal tersebut yang menjadikan
fakta awal timbulnya pengucilan terhadap kaum minoritas muslim
Rohingya di Myanmar.
84
Dr. Habib Siddiqui, “Rohingya: The forgotten people”, diakses dari
http://www.rohingya.org/portal/index.php/scholars/44-dr-habib-siddiqui/143-rohingya-
the-forgotten-people.html pada tanggal 29 Maret 2018. 85
Jawahir Thontowi, “Perlakukan Pemerintah Myanmar terhadap Minoritas
Muslim Rohingya Perspektif Sejarah dan Hukum Internasional”, Jurnal Pandecta, Vol. 8,
No. 1 (Januari 2013): 43
62
3.3. Konflik Etnis Rohingya
Meningkatnya tekanan pemerintah Burma dan masyarakat asli
Rakhine kepada Etnis Rohingya, menjadikan konflik antara masyarakat
Rohingya dan suku asli Rakhine belum terselesaikan. Berbondong-
bondong orang telah meninggalkan tempat tinggal dan mencari tempat
perlindungan menuju negara-negara yang menyediakan keamanan menjadi
tempat tujuan. Negara Bangladesh letaknya bersebelahan dengan negara
bagian Rakhine menjadi pelabuhan utama untuk persinggahan bagi
pengungsi Rohingya.
Pada Maret tahun 1945 telah terjadi kekerasan yang dinamakan
Rohingya Massacre, pemerintah Burma memberlakukan pembersihan,
pengusiran, pembantaian dan perampasan harta kekayaan minoritas
muslim Rohingya. Insiden tersebut telah menewaskan sekitar 100.000
warga di Arakan. Pada juli 1945 pembantaian yang dilakukan pemerintah
Burma dengan maksud pemupuskan sejarah dan nenek moyang mereka
dari tanah keluarga merupakan suatu operasi militer yang disebut Naga
Min yang dilakukan oleh jendral Ne Win.86
Operasi militer yang disebut Naga Min atau King Dragons,
merupakan operasi dengan melakukan sensus dan penertiban status
kependudukan di daerah perbatasan. Hal ini dikarenakan banyaknya para
pengungsi yang berdatangan dengan ilegal menuju kawasan Burma
melalui negara–negara terdekat termasuk Bangladesh. Operasi ini
86
Thontowi, “Perlakukan Pemerintah Myanmar terhadap Minoritas Muslim
Rohingya Perspektif Sejarah dan Hukum Internasional”, 45-46.
63
menimbulkan kekacauan di bagian perbatasan, 200.000 muslim harus
mengungsi dikarenakan perusakan, perampasan bahkan pembantaian dan
juga pelanggarana HAM lain terhadap kaum minoritas muslim Rohingya.
Sejak tahun 1978 sekitar 200 ribu pengungsi berdatangan menuju
Bangladesh untuk mencari keamanan. Pada tahun 1991-1992 sekitar
10.000 orang lari menjadi pengungsi ke Bangladesh. Bangladesh yang
merupakan negara yang paling dekat tetapi dengan tegas menolak
kehadiran pengungsi Rohingya karena alasan kepadatan penduduk. Sikap
tersebut terlihat ketika datangnya bantuan kemanusiaan bagi para
pengungsi dengan maksud mendirikan tempat penampungan di daerah
perbatasan namun ditolak mentah–mentah oleh pemeritntah Bangladesh.
Tindakan kekerasan tersebut telah menjadi alasan mereka menjadi
pengungsi.87
Ancaman bencana kemanusiaan atau konflik sangat mengancam
bagi kehidupan mereka. Pemerintah Myanmar menegaskan bahwa suku
Rohingya dikelompokkan sebagai pendudukan yang tidak memiliki
kewarganegaraan. Dilihat dari sejarahnya pemerintah Myanmar
mengatakan bahwa orang–orang Rohingya bukan merupakan penduduk
asli Myanmar dan merupakan bangsa pendatang. Kebijakan yang
ditetapkan oleh pemerintah yang membuat Etnis Rohingya tidak memiliki
kewarganegaraan merupakan tindakan menyalahi konvensi
87
Thontowi, “Perlakukan Pemerintah Myanmar terhadap Minoritas Muslim
Rohingya Perspektif Sejarah dan Hukum Internasional”, 45.
64
kewarganegaraan. Kebijakan tersebut mengarah pada tragedi kemanusiaan
dan menjadikan kaum minoritas Rohingya sebagai korban genosida.
Sejak Mei 2003, terjadi pembantaian di sebagian wilayah
Myanmar, hingga menewaskan korban jiwa diperkirakan mencapai tujuh
puluh orang lebih. Pada tahun 2012, dua ratus jiwa Etnis Rohingya tewas,
1.200 korban hilang dan kurang dari 138.000 orang telah kehilangan
tempat tinggalnya dan mengungsi ke tempat yang tidak layak. PBB juga
menyebutkan bahwa Rohingya merupakan kelompok etnis paling
teraniaya di dunia.88
Konflik pada tahun 2012 terjadi akibat tuduhan terhadap kasus
pemerkosaan yang dilakukan oleh tiga orang pemuda Rohingya terhadap
seorang perempuan Budha Etnis Rakhine. Hal ini terjadi pada tanggal 28
mei 2012 di daerah Ramee, wilayah Kyaukpyu, Provinsi Rakhine. Akibat
kejadian tersebut beberap Etnis Rakhine tidak terima akan hal tersebut dan
melakukan penyerangan terhadap sebuah bis yang di lakukan oleh 30
pemuda Rakhine yang menyebabkan sepuluh orang yang diduga etnis
Rohingya meninggal, kejadian terjadi setelah enam hari kasus
pemerkosaan tersebut.89
Muslim Rohingya menjadi sasaran sejak peristiwa insiden
terbunuhnya sepuluh orang muslim di kawasan Arakan, Myanmar yang
terus memanas. Penyerangan di daerah Maugdaw di mana masyarakat
88
“TENTANG ROHINGYA”, diakses dari https://act.id/rohingya pada tanggal
31 Maret 2018. 89
Tri Joko Waluyo, “Konflik Tak Seimbang Etnis Rohingya dan Etnis Rakhine
di Myanmar”, Jurnal Transnasional Vo. 4 No. 2 (Februari 2013): 844.
65
etnis Rakhine melakukan pembakaran terhadap salah satu rumah etnis
Rohingya. Keesokan harinya konflik meluas hingga Sittwe. Hal ini dipicu
juga oleh bibit perseteruan yang sudah terpendam lama, yaitu perseteruan
antara kelompok Etnis Rohingya yang muslim dan etnis lokal yang
beragama Budha. Rohingya tidak mendapatkan pengakuan dari
pemerintah setempat ditambah lagi agama yang berbeda.
Kejadian yang terjadi pada bulan Mei dan Juni mengakibatkan
banyaknya korban berjatuhan, 77 orang meninggal dunia, 109 orang
mengalami luka–luka dan kurang lebih 5.000 rumah dalam keadaan rusak,
termasuk didalamnya tempat ibadah umat Islam dan Budha. WHO juga
mencatat jumlah total korban terluka dari kedua belah pihak sebanyak 109
warga, jumlah total rumah dari kedua belah pihak yang rusak dan terbakar
sebanyak 4822 rumah, serta dari peristiwa genosida tersebut lebih dari
61.000 warga dari kedua belah pihak baik dari etnis Rakhine dan etnis
Rohingya mengungsi di 58 tempat pengungsian di wilayah Maugdaw dan
Sittwe.90
Pada tahun 2015 Presiden Thein Sein mencabut seluruh status
kewarganegaraan yang dimiliki oleh Etnis Rohingya atas desakan dari
pihak Budha Nasionalis. Pemerintah Myanmar menolak untuk
memberikan status kewarganegaraan kepada Etnis Rohingya dan sebagai
hasilnya sebagian Etnis Rohingya tidak memiliki dokumentasi hukum
90
Bhagavant, “Kerusuhan Rohingya dan Rakhine Bukan Konflik Agama”,
diakses dari https://berita.bhagavant.com/2012/08/16/kerusuhan-rohingya-dan-rakhine-
bukan-konflik-agama.html pada tanggal 31 Maret 2018.
66
yang resmi. Walaupun pada tahun 1990 masyarakat muslim Rohingya
memiliki “kartu putih” sebagai identitas sementara.91
Konflik pada agustus tahun 2017 di awali dengan kelompok
militan Rohingya yang menyebut dirinya ARSA (Arakan Rohingya
Salvation Army). ARSA merupakan kelompok bersenjata sebagai Harakah
Al-Yaqin atau Gerakan Keimanan. Kelompok ini dipimpin oleh Ata Ullah,
seorang Rohingya yang lahir di Karachi, Pakistan. ARSA didirikan sekitar
2012, tepatnya setelah kerusuhan anti-muslim memakan setidaknya 200
jiwa melanda Rakhine. Seluruh petinggi ARSA tersebut adalah imigran
atau keturunan Rohingya. Mereka mempunyai jaringan di Bangladesh,
Pakistan, hingga India. Kelompok ini bertujuan untuk mendesak
pemerintah Myanmar mengatasi perpecahan di Rakhine.92
ARSA melakukan penyerangan terhadap tiga puluh pos polisi dan
pangkalan militer di Maungdaw. Akibat bentrokan bersenjata tersebut 98
orang tewas dari pihak militan Rohingya mencapai 80 orang dan dari
pihak keamanan 12 orang. Militan Rohingya dikabarkan melakukan
penyerangan dengan menggunakan tongkat dan pedang. Di antara mereka
juga menggunakan bom sebagai ranjau untuk menghancurkan jembatan.93
91
Ilham Fauzi, “Muslim Rohingya dan Krisis yang Tidak Berujung”, 21
Desember 2016 [Artikel Online] diakses dari
http://pssat.ugm.ac.id/id/2016/12/21/muslim-rohingya-dan-krisis-yang-tidak-berujung/
pada tanggal 31 Maret 2018. 92
Riva Dessthania Suastha, “Mengenal ARSA, Kelompok Bersenjata Rohingya
Musuh Myanmar” diases dari
https://www.cnnindonesia.com/internasional/20170911163546-106-240976/mengenal-
arsa-kelompok-bersenjata-rohingya-musuh-myanmar pada tanggal 6 Juli 2018. 93
Novi Christiastuti, “Begini Awal Mula Serangan Besar-Besaran Militan
Rohingya di Rakhine”, diakses dari https://news.detik.com/internasional/3632173/begini-
67
Peristiwa tersebut menimbulkan operasi militer yang dilakukan
oleh pemerintah Myanmar secara besar-besaran dan membuat perhatian
dunia berpaling pada peristiwa tersebut. Militer Myanmar dikabarkan
melakukan tindakan berupa pelanggaran hak asasi dan kekerasan pada
warga Rohingya atas nama etnis dan agama. Ribuan warga Rohingya
mengungsi dan sebagian besar melarikan diri ke Bangladesh bahkan
Indonesia. Kejadian tersebut menimbulkan kecamanan dari dunia
internasional.94
Pada tanggal 25 Agustus 2017 lebih dari 650.000 warga Rohingya
melarikan diri menuju Bangladesh, sejak militer Myanmar melancarkan
pembersihan secara brutal di negara bagian Rakhine. Sebelum gelombang
baru tersebut Bangladesh telah menampung sekitar 400.000 pengungsi
Rohingya dan masih terus akan bertambah. Dari jumlah warga Rohingya
yang mengungsi menuju Bangladesh lebih dari 60% di antaranya adalah
anak-anak.95
Di tengah peningkatan jumlah pengungsi baru, AH Mahmood Ali
sebagai Menteri Luar Negeri Bangladesh mengatakan bahwa negaranya
mengalami kesulitan dalam menangani krisis kemanusian ini. Adanya
tantangan besar bagi Bangladesh dalam hal menyediakan penampungan
awal-mula-serangan-besar-besaran-militan-rohingya-di-rakhine pada tanggal 31 Maret
2018. 94
VIVA, “Konflik Rohingya di Myanmar Membara Lagi”, diakses dari
https://www.viva.co.id/indepth/fokus/951050-konflik-rohingya-di-myanmar-membara-
lagi pada tanggal 31 Maret 2018. 95
UNICEF, “Rohingya refugee crisis: Children trapped in limbo and deprived of
their basic rights”, diakses dari
https://www.unicef.org/infobycountry/bangladesh_100945.html pada tanggal 01 April
2018.
68
dan bantuan kemanusiaan. Sebelumnya Bangladesh telah menampung
400.000 pengungsi dari Myanmar selama puluhan tahun. Masuknya
gelombang baru mencapai 700.000 orang sebagian besar di samping Cox‟s
Bazar, wilayah resmi pengungsi di Bangladesh yang terdekat dengan
wilayah perbatasan dengan Myanmar.96
G
a
m
b
a
r
I
II.3. Peta Penyebaran Pengungsi Rohingya
Sumber: UNHCR, 2018
96
Rohmatin Bonasir, “Bangladesh hadapi tantangan besar tangani Rohingya,
bantuan Indonesia sudah sampai”, diakses dari http://www.bbc.com/indonesia/dunia-
41226417 pada tanggal 01 April 2018.
69
BAB IV
PERAN MUHAMMADIYAH DALAM MISI KEMANUSIAAN
INTERNASIONAL DALAM PENANGANAN PENGUNGSI ROHINGYA
Pembahasan yang telah dijabarkan berdasarkan bab sebelumnya, mengenai
organisasi keagamaan Muhammadiyah serta problem kemanusiaan dan kondisi
yang telah dialami oleh para pengungsi Rohingya tahun 2017. Terkait dengan
pembahasan tersebut, pembahasan yang nantinya akan dijabarkan pada bab ini
mengenai peran Muhammadiyah bersama dengan organisasi–organisasi yang
bergerak dalam bidang kemanusiaan serta menjelaskan bagaimana peran
Muhammadiyah sebagai organisasi internasional menangani pengungsi Rohingya
sesuai dengan konsep yang telah dijabarkan sebelumnya.
Muhammadiyah dalam menangani kasus kebencanaan memiliki lembaga
pembantu pimpinan dalam melaksanakan seluruh kegiatan yang dilakukan baik
lokal maupun global. Lembaga tersebut yakni lembaga MDMC yang bergerak
dalam bidang kemanusiaan. MDMC sebagai sebuah lembaga penanggulangan
bencana satu-satunya yang memiliki Emergency Medical Team (EMT) yang
belum dimiliki oleh satupun lembaga kemanusiaan di Indonesia yang sudah resmi
diakui oleh World Health Organization (WHO).97
Muhammadiyah melalui MDMC dalam beberapa kesempatan juga turut
berperan aktif dalam berbagai kasus bencana kemanusiaan yang terjadi di dalam
negeri maupun di luar batas negara. MDMC juga telah menangani isu
97
Hasil wawancara dengan Barori Budi Adji (Sekretaris Muhammadiyah
Disaster Management Center).
70
kebencanaan internasional di negara Nepal pada tahun 2015 yang diakibatkan
oleh gempa bumi. Pada tahun 2013 MDMC juga turut membantu dalam menangai
peristiwa topan Haiyan yang melanda sebagian negara Filipina.
A. Melakukan Kerjasama dengan Aktor –Aktor Kemanusiaan Indonesia
dalam Penanganan Pengungsi Rohignya.
Peran Non-Governmental Organization (NGO) dalam ranah politik
global dan perkembangannya menjadi semakin signifikan terutama setelah
perang dingin berakhir. Dalam tiga dekade terakhir, NGO telah
berkembang dalam hal jumlah, ukuran, maupun keragaman isu yang
menjadi perhatiannya.
Peter Willetts, dalam artikelnya What is an Non-Governmental
Organization? menjelaskan bentuk NGO menurut strukturnya dibagi ke
dalam local NGO, national NGO, regional NGO, dan Global NGO. Local
NGO atau national NGO dijelaskan sebagai sekelompok individu yang
bekerja dalam kegiatan lokal yang mengkoordinasikan kegiatannya kepada
provinsi dan memiliki kantor pusat di ibukota sebuah negara. Seluruh
NGO dapat berpeluang terlibat dalam cakupan level global.98
Jack C. Plano dalam bukunya kamus hubungan internasional
mengatakan bahwa NGO berfungsi sebagai mekanisme bagi kerjasama di
antara kelompok swasta-nasional dalam perihal urusan internasional.
Kerjasama yang dilakukan oleh setiap NGO merupakan bentuk hubungan
98
Willets, Petter, “What is a Non-Govermental Organization” dalam Journal
UNESCO Encyclopedia of Life Support Systems, 5-7.
71
antar NGO untuk meningkatkan interaksi satu dengan yang lain dalam
memenuhi kepentingan individu maupun kepentingan kelompok. Hal ini
berkaitan dengan tujuan setiap masing-masing NGO dalam urusan
internasional.99
NGO kemudian banyak terlibat dalam isu-isu internasional
termasuk isu kemanusiaan. NGO yang telah melibatkan dirinya dalam
urusan internasional untuk melakukan kegiatan sosial, termasuk
keterlibatan dalam penanganan bencana kemanusiaan, tergolong ke dalam
bentuk respon terhadap isu atau permasalahan yang terjadi. Seperti halnya
NGO di Indonesia yang mengikutsertakan keterlibatan dalam isu
kemanusiaan. Dalam hal ini, NGO seperti: Muhammadiyah, LPBI NU,
Aksi Cepat Tanggap, PKPU, dan organisasi non-pemerintah lain.
Menurut Peter Van Turjil bahwa NGO merupakan organisasi
independen, non-profit, non-partisan bertujuan untuk meningkatkan
kualitas dari yang termajinalkan. NGO ini terbentuk tanpa adanya campur
tangan dari pemerintah, mereka terbentuk sebagai suatu kelompok
masyarakat. Mereka mendukung suatu isu untuk suatu tujuan tanpa ada
perhatian terhadap hal-hal yang bersifat mencari laba. Keterlibatan NGO
dalam penanganan kasus kemanusiaan merupakan bentuk upaya
peningkatan terhadap individu atau kelompok termajinalkan, seperti
pengungsi Rohingya.100
99
Jack C. Plano dan Roy Olton, International Relations Dictionary, 275-276. 100
Peter van Turjil, “NGOs and Human Rights: Sources of Justice and
Democracy”, 495.
72
Dalam kegiatannya, NGO tersebut melakukan kerjasama dalam
penanganan pengungsi Rohingya. Kerjasama yang dilakukan dalam
pembentukan aliansi kemanusiaan ditujukan untuk memudahkan
penanganan dan pendampingan korban akibat bencana kemanusiaan
tersebut. Dengan demikian, keterlibatan Muhammadiyah merupakan
pengejawantahan dari tujuan upaya NGO untuk memberikan bantuan
kemanusiaan dalam menangani krisis kemanusiaan di Rakhine, Myanmar.
Dalam proses penanganan pengungsi Rohingya, MDMC tergabung
dalam Aliansi Kemanusiaan Indonesia untuk Myanmar (AKIM),
beranggotakan 11 Anggota yakni Muhammadiyah Disaster Management
Center, Dompet Dhuafa, Daarut Tauhid, PKPU, Rumah Zakat, LPBI NU,
LAZIS Wahdah, Laznas Lembaga Manajemen Infaq (LMI), Laziz Dewan
Da‟wah Islamiyah Indonesia (LDII), Social Trust Fund-UIN Jakarta, dan
Aksi Cepat Tanggap.101
Aliansi Kemanusiaan Indonesia untuk Myanmar (AKIM)
merupakan organisasi kemasyarakatan yang di bentuk untuk memberikan
bantuan kemanusiaan. Di samping itu, AKIM merupakan jembatan antara
pemerintah dan masyarakat Indonesia dalam membantu menangani krisis
kemanusiaan di Rakhine, Myanmar. Di dalamnya, Aliansi Kemanusiaan
Indonesia untuk Myanmar memiliki suatu program dalam penyaluran
bantuan bagi para pengungsi Rohingya di negara bagian Rakhine.
101
Dyah Sulistiowati, “Aliansi Kemanusiaan Indonesia untuk Myanmar: Ikhtiar
Indonesia Selamatkan Rohingya”, dikases dari https://act.id/news/detail/aliansi-
kemanusiaan-indonesia-untuk-myanmar-ikhtiar-indonesia-selamatkan-rohingya pada
tanggal 21 April 2018.
73
Humanitarian Assistance for Sustainable Community (HASCO)
merupakan program yang dimiliki AKIM. Program tersebut diresmikan
oleh pemerintah Indonesia sebagai bagian dari misi kemanusiaan
internasional. HASCO merupakan program untuk meningkatkan dan
mewujudkan rekonsiliasi serta pembangunan yang bertujuan untuk
memberikan bantuan dalam bidang kesehatan, pengiriman tenaga ahli
pendidikan, livehood dan pemulihan atau pemenuhan layanan dasar bagi
para pengungsi Rohingya di wilayah negara bagian Rakhine.102
Tujuan utama program tersebut untuk memenuhi kebutuhan dasar
pengungsi dengan meningkatkan dalam bidang fasilitas, pengiriman
tenaga ahli pendidikan, livehood, dan pemulihan/pemenuhan layanan
dasar. Dalam aspek kesehatan, AKIM berfokus pada penguatan fasilitas,
pembangunan posko kesehatan dan melakukan pelatihan medis bagi para
tenaga kesehatan di wilayah tersebut.
Pengiriman tenaga ahli juga dilakukan oleh AKIM dengan
menyiapkan tenaga ahli di bidang pendidikan, melalui tenaga ahli tersebut
AKIM memberikan pelatihan kepada guru serta pengajar di Bangladesh
khususnya wilayah Cox Bazar tempat pemukiman pengungsi. Di wilayah
livehood, program yang dilakukan AKIM berupa pendirian sebuah pasar,
102
Sheany, “Foreign Affairs Ministry Launches Humanitarian Program in
Myanmar” diakses dari http://jakartaglobe.id/news/foreign-affairs-ministry-launches-
humanitarian-program-myanmar/ pada tanggal 21 April 2018.
74
dengan tujuan terciptanya interaksi di wilayah tersebut, di mana pasar
menjadi tempat forum bersama bertemu semua pihak.103
Muhammadiyah berperan dalam pembentukan Aliansi
Kemanusiaan Indonesia untuk Myanmar. Rachmawati Husein mewakili
Muhammadiyah menawarkan pembentukan AKIM dikarenakan
banyaknya lembaga kemanusiaan yang ingin terlibat membantu pengungsi
Rohingya. Hal demikian dipandang dapat menjadi faktor strategis bagi
keamanan warga negara Indonesia yang menjadi relawan, karena tidak ada
jaminan keamanan bagi pekerja sosial atau relawan kemanusiaan.
Muhammadiyah menawarkan pembentukan aliansi agar lembaga
kemanusiaan dapat mengikuti kegiatan penanganan pengungsi
Rohingya.104
Langkah awal yang dilakukan oleh AKIM bersama MDMC yakni
melakukan penggalangan dana. Dana yang terkumpul merupakan dana
bantuan dari masyarakat dan pemerintah. Dari keanggotaan AKIM yang
beranggota 11 lembaga kemanusiaan, masing-masing melakukan
penggalangan dana yang kemudian dana tersebut disalurkan dan
didistribusikan kepada pengungsi Rohingya di Bangladesh.105
103
“Komitmen Bantu Myanmar, Menlu Luncurkan Program Bantuan
Kemanusiaan” diakses dari https://www.kemlu.go.id/id/berita/berita-
perwakilan/Pages/Komitmen-Bantu-Myanmar,-Menlu-Luncurkan-Program-Bantuan-
Kemanusiaan.aspx pada tanggak 21 April 2018. 104
Hasil Wawancara dengan Rachmawati Husein (Wakil Ketua MDMC). 105
Ayomi Amindoni, “Krisis Rohingya: Bagaimana akuntabilitas para
penggalang dana bantuan masyarakat?” diakses dari
http://www.bbc.com/indonesia/majalah-41176049 pada tanggal 21 April 2018.
75
B. Melakukan Penyaluran Bantuan Kemanusiaan untuk Penanganan
Pengungsi Rohingya.
Organisasi keagamaan memiliki karakteristik yang mirip dengan
organisasi kemanusiaan sekuler yang dipengaruhi kondisi sosial politik
dan ekonomi. Ada dua karateristik yang membedakan organisasi
keagamaan berbeda dengan organisasi kemanusiaan sekuler: mereka
termotivasi oleh keyakinan dan mereka memiliki pilihan yang mungkin
mereka ambil secara leluasa dibandingkan isu kemanusiaan. Organisasi
keagamaan ini mungkin berbeda dengan cara beragama yang tradisional
namun memiliki motivasi yang kuat dalam menjunjung tinggi nilai
kemanusiaan.106
Muhammadiyah menyatakan sikap terkait kasus yang terjadi di
Rohingya. Muhammadiyah menyatakan bahwa Etnis Rohingya ialah etnis
yang paling menderita di dunia, hal ini sesuai yang dinyatakan oleh PBB
dan merupakan etnis tertolak dan tertindas di Myanmar. Ketiadaan status
kewarganegaraan menjadikan mereka berada dalam kondisi yang sangat
rentan. Dalam sikap terkait etnis Rohingya antara lain: Mendesak PBB
untuk ikut menangani tragedi kemanusiaan di Myanmar; Mendesak
Bangladesh untuk membuka perbatasan demi alasan kemanusiaan;
Mendesak para aktivis HAM dan kemanusiaan di seluruh dunia untuk
memberikan perhatian serius terhadap kasus Etnis Rohingya; Mendesak
ASEAN untuk menekan Myanmar agar menghentikan praktik genosida
106
Elizabeth, Faith-based and secular humanitarian organization, 316.
76
terhadap Etnis Rohingya; Mendesak komite Hadiah Nobel untuk mencabut
Penghargaan Nobel Perdamaian Aung San Suu Kyi; Mendesak Mahkamah
Kejahatan Internasional untuk mengadili pihak-pihak yang bertanggung
jawab atas praktik genosida di Myanmar; Meminta Pemerintah Indonesia
untuk mempertimbangkan disediakannya sebuah kawasan untuk
menampung sementara pengungsi Rohingya.107
Culture of Disaster merupakan kemampuan yang dimiliki oleh
komunitas untuk menghadapi kebencanaan baik dalam pengurangan resiko
maupun penanganan kebencanaan. Culture of Disaster memiliki bentuk
yang berbeda di setiap komunitas. Bentuk perbedaan dari budaya ini
adalah kemampuan komunitas untuk melakukan profesionalisasi dalam
kelembagaan, mendorong pengembangan tekhnologi kebencanaan, standar
paket bantuan kemanusiaan, serta bentuk respon kebencanaan yang
fleksibel. Greg Bankoff mengatakan tentang “Culture of Disaster” di
mana manusia menjadi lebih adaptif terhadap kebencanaan dan juga
menjadikan hal tersebut sebagai fenomena biasa.108
Dalam perannya, Muhammadiyah melibatkan seluruh anggota,
lembaga, dan struktur Muhammadiyah di berbagai tingkatan dalam
melakukan penanganan terhadap pengungsi. Culture of Disaster yang
dilakukan Muhammadiyah terhadap pengungsi Rohingya terbagi ke dalam
107
Suara Muhammadiyah, “Pernyataan Sikap PP Muhammadiyah Terkait
Genosida Etnis Rohingya Myanmar”, diakses dari
http://www.suaramuhammadiyah.id/2017/09/01/pernyataan-sikap-pp-muhammadiyah-
terkait-genosida-etnis-rohingya-myanmar/ pada tanggal 7 Juli 2018. 108
Bush Robin, “Muhammadiyah and disaster response: innovation and change
in social welfare”, 2.
77
beberapa pembagian wilayah tugas. Pembagian tugas tersebut meliputi
LazisMu berperan sebagai koordinator di wilayah penggalangan dana dan
sumber daya bantuan bencana. Sedangkan, MDMC berperan sebagai
koordinator penyelenggaraan, penanggulangan dan juga penanganan
bencana.
Pada Agustus 2017, total bantuan yang diberikan AKIM kepada
masyarakat Rakhine sebesar 2 juta dollar Amerika Serikat. Dalam
melakukan pengumpulan donasi untuk pengungsi Rohingya,
Muhammadiyah melalui LazisMu telah berhasil mengumpulkan bantuan
dana sebesar 20 miliar lebih dalam waktu 1 bulan terhitung 1-30
September 2017. Dana tersebut sebagian telah disalurkan secara berkala
kepada para pengungsi Rohingya di Bangladesh dengan sebagian besar
porsi bantuan difokuskan pada bidang kesehatan. Di sisi lain, Culture of
Disaster Muhammadiyah terefleksikan melalui tim Muhammadiyah Aid.
Dalam tim tersebut secara tekhnis merupakan perpaduan seluruh unsur
Muhammadiyah dan berisikan kumpulan tenaga medis yang dibentuk
untuk memberikan penanggulangan serta penanganan bencana kepada
pengungsi Rohingya.109
Merujuk pada peranan tim Muhammadiyah Aid,
pemenuhan kebutuhan kesehatan dan nutrisi bagi anak-anak, kelompok
rentan, perempuan, ibu hamil dan penyandang disabilitas menjadi fokus
peranannya dalam penanggulangan bencana kemanusiaan Rohingya.110
109
Hasil Wawancara dengan Rachmawati Husein (Wakil Ketua MDMC). 110
LazisMu, “Gelar Lokakarya, Muhammadiyah Aid Pertajam Agenda
Penanganan Pengungsi Rohingya”, diakses dari https://www.lazismu.org/gelar-
78
Pada bulan Januari 2017, MDMC memberangkatkan anggotanya
dalam misi kemanusiaan di Myanmar sebagai tim advance dengan 5
perwakilan lembaga Humanitarian Forum Indonesia: PKPU,
Muhammadiyah, LPBI-NU, Dompet Dhuafa dan Rumah Zakat. Tim
advance tersebut merupakan tim yang bertugas untuk melakukan kajian
kebutuhan yang diperlukan di wilayah perbatasan, Provinsi Rakhine, agar
bantuan yang masuk dapat tersalurkan dengan tepat sasaran.111
Tim Muhammadiyah Aid dalam menjalankan misi kemanusiaan
memfokuskan diri pada 3 program yang meliputi: emergency, kemudian
recovery dan rekonsiliasi. Untuk tahapan emergency Muhammadiyah Aid
memberikan bantuan dalam bentuk obat-obatan, kebutuhan sandang dan
pangan. Untuk program recovery Muhammadiyah Aid meningkatkan
program pendidikan, pengobatan dan pelayanan kesehatan. Untuk program
rekonsiliasi, Muhammadiyah Aid membangun pasar rekonsiliasi untuk
meningkatkan pemulihan bagi para pengungsi Rohingya yang tentunya
program tersebut merupakan program yang diberikan AKIM kepada
Muhammadiyah Aid.112
Pasar rekonsiliasi yang dimaksud merupakan pasar perdamaian
yang di bangun sebagai upaya pemulihan hubungan antara etnis Rohingya
dan etnis Rakhine melalui interaksi dan perbaikan ekonomi. Pasar juga
lokakarya-muhammadiyah-aid-pertajam-agenda-penanganan-pengungsi-rohingya/ pada
tanggal 14 Mei 2018. 111
Pimpinan Pusat Muhammadiyah, “Muhammadiyah Kirimkan Tim Advance
ke Myanmar“, http://www.umm.ac.id/id/muhammadiyah/9105.html pada tanggal 14 Mei
2018 112
Hasil Wawancara dengan Rachmawati Husein (Wakil Ketua MDMC).
79
menjadi tempat bertemunya semua kalangan dari berbagai golongan dan
etnis tentunya. Adanya pasar rekonsiliasi tersebut terciptanya kesempatan
bagi para golongan maupun etnis saling berinteraksi satu sama lain dan
mampu menciptakan sebuah simbolik perdamaian di dalam konflik
tersebut.113
MDMC melaksanakan bantuan pelayanan kesehatan bagi para
pengungsi Rohingya dalam pemenuhan kebutuhan dasar pengungsi di
wilayah penampungan Cox‟s Bazar. Fasilitas yang disediakan oleh
pemerintah Bangladesh untuk para pengungsi tidaklah cukup memadai.
Hal demikian merefleksikan minimnya peranan pemerintah Bangladesh
dalam memberikan bantuan kepada Etnis Rohingya dalam aspek
kesehatan. Tidak layaknya posko bagi para pengungsi dan diperparah
dengan membludaknya jumlah pengungsi yang baru menuju tempat
pengungsian. Kurangnya fasilitas kesehatan menyebabkan banyaknya
warga mengalami gangguan kesehatan dan beberapa dari mereka
terjangkit berbagai penyakit.114
Kondisi yang mengenaskan dialami oleh para pengungsi rohingnya
di tempat pengungsian Tangkhali akibat cuaca yang tidak menentu.
Sehingga mereka berada dalam tingkat kerentanan kesehatan yang cukup
tinggi. Banyak dari mereka yang melakukan perjalanan demi mencari
tempat aman hanya dengan berbekal baju yang melekat di badan dan inilah
113
Hasil Wawancara dengan Rachmawati Husein (Wakil Ketua MDMC). 114
Youtube. (2017, September 25). Tim MuhammadiyahAid, MDMC-Lazismu,
Tiba di Cox's Bazar Bangladesh [berkas video]. Diakses dari
https://www.youtube.com/watch?v=HFHB43jE7Wk pada tanggal 21 April 2018.
80
yang menyebabkan kondisi kesehatan mereka dalam keadaan yang cukup
mengenaskan dan memungkinkan mereka dengan mudah terserang
berbagai penyakit. Selain itu banyaknya tenda-tenda yang tidak layak juga
membuat banyak pengungsi mulai diserang banyak penyakit.115
Dalam tahap emergency dan recovery, pada tanggal 22 September
2017, Muhammadiyah mengirimkan tim medis yang menuju wilayah
Cox‟s Bazar perbatasan Myanmar dan Bangladesh dalam misi
kemanusiaan untuk membantu Etnis Rohingya yang terusir dari tempat
tinggal mereka di Provinsi Rakhine. Tim medis Muhammadiyah Aid
beranggotakan empat dokter dan sembilan perawat serta personel LazisMu
berangkat menuju Bangladesh yang selanjutnya berkoordinasi dengan
anggota Muhammadiyah Aid yang telah berada di Dhaka sejak 17
September 2017 lalu.116
Tim Muhammadiyah Aid bersama dengan Aliansi Kemanusiaan
Indonesia untuk Myanmar (AKIM), menyalurkan bantuan
mendistribusikan bantuan logistik, pangan, obat-obatan, dan melakukan
pemberian antibiotic dan cairan oralit kepada para pengungsi Rohingnya
yang menderita penyakit. Muhammadiyah Aid juga bekerjasama dengan
NGO lokal di Cox Bazar melakukan pelayanan kesehatan sekaligus
memberikan 50.000 paket program nutrisi untuk balita. Muhammadiyah
115
Youtube. (2017, September 28). Lazismu-MDMC yang tergabung dalam
MuhammadiyahAid dan IHA mendirikan posko kesehatan untuk melayani ribuan
pengungsi Rohingya di Cox's Bazar Bangladesh [berkas video]. Diakses dari
https://www.youtube.com/watch?v=f2Z65IE0zmU pada tanggal 21 April 2018. 116
Lazizmu, “Misi Kemanusiaan Muhammadiyah Aid Berangkat ke
Bangladesh”, diakses dari https://www.lazismu.org/misi-kemanusiaan-muhammadiyah-
aid-berangkat-ke-bangladesh/ pada tanggal 21 April 2018.
81
Aid juga melakukan kajian mendalam untuk bantuan kemanusiaan jangka
panjang dalam penanganan nasib pengungsi Rohingya.117
Pada tanggal 27 September 2017, Tim Muhammadiyah Aid
bersama dengan AKIM kemudian mendirikan posko kesehatan untuk
pengungsi Rohingya di Tangkhali, Cox‟s Bazar. Bantuan yang diberikan
berupa medical treatment atau pengobatan gratis yang dilakukan
Muhammadiyah Aid kepada para pengungsi yang berjumlah 100.000
pengungsi di tempat pengungsian Tangkhali, perbatasan Myanmar dan
Bangladesh. Muhammadiyah Aid dalam memberikan bantuan medis
menyiapkan enam orang dokter, empat di antarannya dari Muhammadiyah
dan dua dokter lokal.118
Pada tahap yang ke - 3 yakni rekonsiliasi yang merupakan program
ke - 3 setelah emergency dan recovery yang dijalankan MDMC dalam
menjalankan misi kemanusiaan. Pembangunan pasar yang dilakukan
Muhammadiyah Aid mendapatkan dana bantuan yang terkumpul dari
LazisMU. Tujuan dari pembangunan pasar rekonsiliasi tersebut upaya
pemulihan ekonomi warga sekaligus sebagai media membangun
perdamaian. Pembangunan pasar yang dilakukan oleh tim Muhammadiyah
Aid dilakukan di daerah Sitway kemudian di daerah Maungdaw. Namun
pembangunan pasar di daerah Maungdaw lebih kepada memperbaiki
117
Youtube. (2017, September 25). Tim MuhammadiyahAid, MDMC-Lazismu,
Tiba di Cox's Bazar Bangladesh [berkas video]. Diakses dari
https://www.youtube.com/watch?v=HFHB43jE7Wk pada tanggal 21 April 2018. 118
Youtube. (2017, September 28). Lazismu-MDMC yang tergabung dalam
MuhammadiyahAid dan IHA mendirikan posko kesehatan untuk melayani ribuan
pengungsi Rohingya di Cox's Bazar Bangladesh [berkas video]. Diakses dari
https://www.youtube.com/watch?v=f2Z65IE0zmU pada tanggal 21 April 2018.
82
karena sudah ada pasar sebelumnya di daerah tersebut dan memang tidak
layak.119
C. Mediasi Fasilitatif Muhammadiyah
Mediasi adalah upaya penyelesaian konflik dengan melibatkan
pihak ketiga yang netral, yang tidak memiliki kewenangan mengambil
keputusan yang membantu pihak-pihak yang bersengketa mencapai
penyelesaian (solusi) yang diterima oleh kedua belah pihak. Mediasi
adalah proses penyelesaian sengketa dengan perantara pihak ketiga, yakni
pihak yang memberi masukan-masukan kepada para pihak untuk
menyelesaikan sengketa.120
Konsep yang digunakan dalam analisa peran Muhammadiyah
dalam penanganan pengungsi Rohingya adalah konsep mediasi fasilitatif.
Konsep ini cocok untuk dipakai dalam mediasi yang bersifat fasilitatif
karena menekankan peran sebagai mediator yang hanya memfasilitasi
upaya perdamaian dan tidak mempengaruhi hasil secara langsung. Namun,
konsep yang diterapkan hanya memakai beberapa peran ini yaitu explorer,
unifier, enskiller.
Kesungguhan Muhammadiyah dalam menjalankan misi
kemanusiaan penanganan bantuan terhadap pengungsi rohingya dibuktikan
dengan pengiriman tim scoping atau tim advance ke Myanmar. Yang
terdiri dari lima perwakilan lembaga lainnya yakni Surya Rahman
119
Hasil Wawancara dengan Rachmawati Husein (Wakil Ketua MDMC). 120
Soemartono, Gatot P, Arbitrase dan Mediasi di Indonesia, 119.
83
Muhammad (Humanitarian Forum Indonesia), Rama (Dompet Dhuafa),
Beny S. Jafar (LPBI-NU), Deni Kurniawan (PKPU), dr. Tri Yunanto
(PKU Muhammadiyah) untuk melakukan kajian kebutuhan yang
diperlukan oleh masyarakat Rohingya di daerah perbatasan Myanmar dan
Bangladesh. Kajian tersebut ditujukan untuk tersalurkannya bantuan yang
diberikan tepat sasaran kepada pengungsi di Cox Bazar.121
Hasil dari
pengiriman tim scoping Muhammadiyah bersama empat lembaga lainnya
mendapatkan hasil kajian yang menerangkan segala bentuk kebutuhan
yang dibutuhkan oleh pengugsi Rohingya di tempat pengungsian tersebut.
Salah satu program yang didasarkan atas hasil pelaksanaan misi scoping
tersebut adalah program pendampingan dan penyaluran bantuan. Program
tersebut ditujukan untuk meningkatkan dan memulihkan kondisi
pengungsi dalam bidang kesehatan, pendidikan, ekonomi dan pemenuhan
layanan dasar.
Didasarkan atas fakta analisa, konflik antar entis yang melibatkan
Etnis Rohingnya di Rakhine dilandasi atas berbagai elemen yang
mendasari tercetusnya konflik tersebut. Menurut Sriegfried O. Wolf,
warga Rakhine merasa didiskriminasi secara budaya, juga tereksploitasi
secara ekonomi dan disingkirkan secara politis oleh pemerintah pusat,
yang didominasi Etnis Burma. Dalam konteks ini, Rohingya dianggap
warga Rakhine sebagai saingan tambahan dan ancaman bagi identitas
mereka sendiri. Hal tersebut yang menjadikan penyebab utama konflik
121
Raipan Rifansyah, “Muhammadiyah Kirimkan Tim Advance ke Myanmar”,
diakses dari http://m.muhammadiyah.or.id/id/news-9105-detail-muhammadiyah-
kirimkan-tim-advance-ke-myanmar.html pada tanggal 13 Juli 2018.
84
terjadi antar kedua kelompok hingga mengakibatkan sejumlah konflik.
Pada elemen politik, kelompok Rakhine merasa dikhianati oleh pengungsi
Rohingya, karena warga Rohingya tidak memberikan suara bagi partai
politik mereka. Sementara, pemerintah tidak mendorong rekonsiliasi
melainkan mendukung fundamentalis Budha dengan tujuan menjaga
kepentingan di kawasan yang kaya sumber daya alam tersebut.122
Pada elemen ekonomi negara bagian Rakhine merupakan bagian
negara yang warganya paling miskin, walaupun memiliki sumber daya
alam yang sangat kaya. Jadi Etnis Rohingya berada di wilayah Rakhine
merupakan beban ekonomi tambahan, jika mereka bersaing untuk
mendapat pekerjaan dan kesempatan untuk berbisnis. Pekerjaan dan bisnis
di negara bagian itu sebagian besar dikuasai kelompok elit Burma. Bahwa
ketidaksukaan warga Buddha terhadap Rohinya bukan saja masalah
agama, melainkan didorong masalah politis dan ekonomis. Peranan
tersebut mengacu explorer pandangan Muhammadiyah dalam menangani
pengungsi Rohingya.
Merujuk pada elemen-elemen yang mendasari tercetusnya konflik
di Rakhine yang melibatkan Etnis Rohingnya tersebut, Muhammadiyah
menggagas beberapa solusi yang terangkum dalam beberapa programnya.
Pada elemen ekonomi, maka Muhammadiyah beserta dengan lembaga-
lembaga lain yang tergabung dalam AKIM melakukan penyaluran bantuan
melalui penciptaan program pasar perdamaian. Program pasar perdamaian
122
Shamil Shams, “Rohingya, Sebenarnya Bukan Konflik Agama”, Deutsche
Welle, 31 Agustus 2015 [Artikel onine]; diakses dari https://www.dw.com/id/rohingya-
sebenarnya-bukan-konflik-agama/a-18683571 pada tanggal 7 Juli 2018.
85
tersebut menjadi fokus utama Muhammadiyah. Disamping itu, penyediaan
fasilitas kesehatan dan tenaga medis merupakan salah satu upaya
Muhammadiyah dalam memulihkan kondisi trauma dan kesehatan
pengungsi akibat konflik tersebut. Kemudian Sriegfried O. wolf
mengatakan bahwa negara bagian rakhine merupakan wilayah termiskin di
Myanmar, didasarkan atas kondisi tersebut Muhammadiyah bersama
dengan AKIM mencetuskan program yang ditujukan untuk meningkatkan
pendidikan serta pengajaran terhadap para guru di negara bagian
Rakhine.123
Pada program bantuan di bidang ekonomi, Muhammadiyah
menggagas program pasar perdamaian. Pasar perdamaian atau pasar
rekonsiliasi merupakan sebuah konsep yang diterapkan Muhammadiyah
untuk menciptakan interaksi antar golongan di Myanmar sehingga tercipta
perdamaian. Konsep pasar ini berjalan sebagaimana pasar pada umumnya.
Pasar sebagai salah satu tempat terjadinya kegiatan ekonomi dan segala
aktivitas ekonomi masyarakat. Mengingat, pasar adalah tempat transaksi
bagi siapapun dengan latar belakang apapun. Dan membangun kesempatan
yang sama untuk mengembangkan perekonomian.124
Dalam bidang kesehatan, peran muhammadiyah dalam melakukan
penanganan pengungsi Rohingya. Melalui Muhammadiyah Aid
melaksanakan pendampingan dan bantuan kesehatan. Muhammadiyah
123
Sheany, “Foreign Affairs Ministry Launches Humanitarian Program in
Myanmar” diakses dari http://jakartaglobe.id/news/foreign-affairs-ministry-launches-
humanitarian-program-myanmar/ pada tanggal 13 Juli 2018. 124
Hasil Wawancara dengan Rachmawati Husein (Wakil ketua MDMC)
86
menurunkan tim kesehatan yang terdiri dari 6 dokter pada tanggal 27
September 2017. Di samping itu, bantuan diberikan oleh Muhammadiyah
kepada Rumah Sakit Lapangan Indonesia yang berada di Cox Bazar
Bangladesh. Bantuan tersebut berupa tenaga medis sebanyak 25 orang
sejak bulan September 2017 dan telah mengirimkan 50 orang lagi sampai
dengan bulan maret 2018. Di bidang lain, bidang pendidikan,
muhammadiyah bersama dengan lembaga-lembaga kemanusiaan
Indonesia menyiapkan tenaga ahli pendidikan dan memberikan pelatihan
kepada guru serta pengajar di posko pengungsian, Cox Bazar.125
Upaya-upaya yang dilakukan oleh Muhammadiyah meliputi bidang
ekonomi, bidang pendidikan dan bidang kesehatan tersebut merupakan
pengejawantahan dari peranan Muhammadiyah sebagai enskiller. Yang
dimaksud dengan enskiller adalah upaya pengembangan skill dan
kompetensi untuk mencapai solusi jangka panjang. Berbagai pengalaman
yang telah dilakukan oleh Muhammadiyah sebagai enskiller di mana
Muhammadiyah melalui upaya tersebut dalam melakukan pemulihan dan
pendampingan bagi para pengungsi sebagai solusi jangka panjang di
bidang ekonomi, pendidikan dan kesehatan.
Dalam pengimplementasian program yang digagas oleh
Muhammadiyah tersebut, terdapat beberapa kendala yang dihadapi oleh
Muhammadiyah meliputi pada akses penyaluran bantuan, waktu dan visa.
Pada hambatan akses penyaluran bantuan, kehadiran elemen lokal dalam
125
Zainal Arifin, “Bantuan Muhammadiyah Aid untuk Rumah Sakit Lapangan
di Bangladesh”, diakses dari http://www.lazismupiyungan.org/muhammadiyah-aid-
bangladesh/ pada tanggal 13 Juli 2018.
87
strategi Muhammadiyah menjadi sangat penting sehingga komunikasi
dengan organisasi setempat sangat diperlukan. Selain itu juga, kerjasama
dengan organisasi lokal merupakan syarat mutlak bagi organisasi
internasional agar bisa secara legal melakukan penanganan terhadap
pengungsi Rohingya. Di samping itu, pada aspek hambatan waktu,
pemberian bantuan hanya diizinkan selama 6 bulan oleh pemerintah
Bangladesh. Selain itu, pada aspek visa, Muhammadiyah melakukan
rekanan bersama dengan Moslem Aid UK (MAUK). Hal demikian
dilakukan Muhammadiyah agar mempermudah dalam mendapatkan izin
lebih dari enam bulan untuk melakukan penanganan pengungsi Rohingya
di wilayah Cox Bazar, Bangladesh. Sebelumnya, MAUK telah mengurus
izin selama 1 tahun dan telah memiliki kantor di wilayah Bangladesh.126
Merujuk pada peranan Muhammadiyah sebagai unifier dalam
konflik yang terjadi di Rakhine tersebut, Muhammadiyah berupaya untuk
membantu dalam memperbaiki perpecahan yang terjadi melalui instrument
ekonomi. Pemanfaatan instrument power tersebut dikejawantahkan
melalui penciptaan pasar perdamaian. Adanya pasar perdamaian tersebut
menstimulasi bagi terciptanya kesempatan bagi para golongan maupun
etnis untuk saling berinteraksi satu sama lain sehingga mampu
menciptakan sebuah simbolik perdamaian di dalam konflik tersebut.
Pembangunan pasar tersebut ditujukan untuk membangun solusi masa
depan bagi dasar perekonomian etnis Rohingya dan sekaligus menjadi
126
Hasil Wawancara dengan Rachmawati Husein (Wakil ketua MDMC)
88
sarana upaya perdamaian di Rakhine. Pembangunan pasar perdamaian
tersebut merupakan sebuah strategi untuk merekonsiliasi antara pihak-
pihak yang berkonflik. Penggagasan program pasa perdamaian tersebut
senada dengan pernyataan Utusan Khusus PBB, Koffi Anan, dan
pemerintah Myanmar dalam menggagas instrumen perdamaian melalui
friendly market.127
127
Hasil Wawancara dengan Rachmawati Husein (Wakil ketua MDMC)
89
BAB V
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil pembahasan yang sudah dijelaskan sebelumnya dan
untuk menjawab pertanyaan yang diajukan dapat diambil kesimpulan bahwa peran
Muhammadiyah dalam melakukan penanganan bencana terkait pengungsi
rohingya melewati beberapa tahapan. Muhammadiyah melalui Muhammadiyah
Disaster Management Center (MDMC) dalam menangani isu kemanusiaan
internasional sebagai organisasi non-pemerintah. Sebagai organisasi berbasis
keagamaan Muhammadiyah menjadi aktor internasional dengan melakukan
kerjasama dengan lembaga-lembaga kemanusiaan untuk memberikan penanganan
dan pendampingan permasalahan kemanusiaan di Rakhine.
Fokus misi Muhammadiyah yang dijalankan MDMC adalah menjadi
pelopor penguatan peran agama dalam upaya pengurangan risiko bencana dan
bantuan kemanusiaan di dunia internasional. MDMC pada awalnya hanya
bergerak sebagai aksi kemanusiaan Muhammadiyah berupa aksi cepat tanggap
darurat dan rehabilitasi. Namun seiring berjalannya waktu MDMC mengadopsi
kode etik kerelawanan kemanusiaan, mengembangkan misi pengurangan resiko
bencana selaras dengan Hygo Framework For Action dan mengembangkan basis
kesiapsiagaan di tingkat komunitas dan rumah sakit.
Dalam menjalankan aktivitas kemanusiaan, Muhammadiyah sebagai
national NGO melalui MDMC melakukan suatu hubungan kerjasama dengan
pemerintah Indonesia dan lembaga kemanusiaan Indonesia dengan membentuk
Aliansi Kemanusiaan Indonesia untuk Myanmar (AKIM). Aliansi dengan anggota
90
11 lembaga dan merupakan lembaga kemasyarakatan yang memiliki fokus untuk
memberikan bantuan kemanusiaan untuk warga Myanmar khususnya para
pengungsi Rohingya.
Muhammadiyah melalui MDMC melakukan pendampingan dan
penanganan terkait penanganan pengungsi Rohingya. Dalam proses penanganan
pengungsi Rohingya, MDMC bekerjasama dengan seluruh elemen
Muhammadiyah secara utuh. Hal ini terjadi karena telah tercipta Culture of
Disaster dalam diri Muhammadiyah. Sehingga sangat mudah sekali bagi MDMC
untuk melakukan penggalangan bantuan dan relawan dalam rangka melakukan
penanganan terhadap pengungsi rohingya.
Di samping itu, Muhammadiyah sebagai organisasi keagamaan tentu
memiliki elemen di dalamnya. Setiap elemen tersebut memiliki fokus dan
kapabilitias masing-masing termasuk MDMC yang berperan terhadap
penanggulangan bencana. Dalam melaksanakan kegiatan kemanusiaan yang
dijalankan, MDMC dibantu oleh elemen-elemen Muhammadiyah dalam hal
pemberian bantuan, penggalangan dana serta relawan dalam menangani kasus
pendampingan dan penanganan pengungsi Rohingya. Lazismu merupakan elemen
Muhammadiyah yang memiliki peran sebagai sumber bantuan dana
Muhammadiyah dalam menjalankan setiap misi kemanusiaan yang dilakukan.
Dalam melaksanakan pemberian bantuan kemanusiaan Tim
Muhammadiyah Aid bersama AKIM dan NGO lokal, mendirikan posko kesehatan
untuk pengungsi Rohingya di Tangkhali, Cox‟s Bazar. Bantuan yang diberikan
berupa medical treatment atau pengobatan gratis dan menyalurkan bantuan
91
mendistribusikan bantuan logistik, pangan dan obat-obatan yang dilakukan
Muhammadiyah Aid kepada para pengungsi yang berjumlah 100.000 pengungsi.
Secara keseluruhan, MDMC bekerjasama dengan AKIM bergerak pada wilayah
kesehatan dengan bantuan dari NGO lokal.
Selain itu peran Muhammadiyah sebagai mediasi fasilitatif, telah
menerapkan beberapa strategi dalam penanganan pengungsi Rohingya.
Muhammadiyah sebagai explorer, enskiller dan unifer. Sebagai Explorer
muhammadiyah melakukan pengiriman tim scoping atau tim advance. Kajian
tersebut ditujukan untuk tersalurkannya bantuan yang diberikan tepat sasaran
kepada pengungsi di Cox Bazar. Kemudian Muhammadiyah sebagai enskiller di
mana Muhammadiyah melalui upaya tersebut dalam melakukan pemulihan dan
pendampingan bagi para pengungsi sebagai solusi jangka panjang di bidang
ekonomi, pendidikan dan kesehatan. sebagai unifer Muhammadiyah berupaya
untuk membantu dalam memperbaiki perpecahan yang terjadi melalui instrument
ekonomi. Pemanfaatan instrument power tersebut dikejawantahkan melalui
penciptaan pasar perdamaian.
xiii
DAFTAR PUSTAKA
Buku dan Bagian Buku
Febriansyah dan M. Raihan. 100 Tahun Muhammadiyah Menyinari Negeri.
Yogyakarta: Majelis Pustaka dan Informasi PP Muhammadiyah, 2013.
Davidson dan Lisa Witzig. Humanitarian and Peace Operations: NGOs and the
Military. Washington: NDU Press Book, 1996.
Lembaga Penanggulangan Bencana. Laporan Pelaksanaan Program Kerja
Lembaga Penanggulangan Bencana Pimpinan Pusat Muhammadiyah
2010-2015. Yogyakarta: Lembaga Penanggulangan Bencana Pimpinan
Pusat Muhammadiyah, 2015.
Majelis Diklitbang dan LPI PP Muhammadiyah. 1 Abad Muhammadiyah:
Gagasan Pembaruan Sosial Keagamaan. Jakarta: PT Kompas Media
Nusantara, 2010.
Plano, Jack C. & Olton, Roy. International Relations Dictionary, Third Edition.
England: Clio Press Ltd, 1982.
Sugiyono. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: CV
Alfabeta, 2011.
Supardan, Dadang. Pengantar Ilmu Sosial: Sebuah Kajian Pendekatan Stuktural.
Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia, 2006.
T. May Rudy. Administrasi dan Organisasi Internasional. Bandung: Refika
Aditama, 2009.
Salam, Junus. K.H Ahmad Dahlan: Amal dan perjuangannya. Jakarta: Al-Wasat,
2009.
Darban, A. Adaby dan Mustafa Kamal Pasha. Muhammadiyah Sebagai Gerakan
Islam (Dalam Perspektif Historis Dan Ideologis). Yogyakarta: LPPI
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, 2000.
Departemen Luar Negeri. Himpunan keterangan dasar negara – negara
akreditasi perwakilan RI di luar negeri. Jakarta: Badan Pengkajian dan
Pengembangan Kebijakan Luar Negeri RI, 2002.
xiv
Achmad Romsan. Pengantar Hukum Pengungsi Internasional. Bandung: Sainc
Offset, 2003.
Gatot P. Soemartono. Arbitrase dan Mediasi di Indonesia. Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama, 2006.
Christopher R. Mitchell. Conflict, Social Change and Conflict Resolution. An
Enquiry. New York: Palgrave Macmillan Lt, 2005.
Jurnal dan Artikel Jurnal
Bernad, Cornelius. Peran Komite Palang Merah Internasional dalam Menangani
Krisis Kemanusiaan Dalam Perang di Timur Tengah: (Studi Kasus
Konflik Suriah). Samarinda: Universitas Mulawarman, 2013.
Fachri, Yuli dan Andri Tarigan. Peranan International Committee Of The Red
Cross Terhadap Krisis Kemanusiaan di Palestina Periode 2011-2012.
Pekanbaru: Universitas Riau, 2013.
Fajriyah, Nurkhasanah. Faith Based Organizations and Humanitariansm Studi.
Electronic Theses & Dissertations (ETD) Gadjah Mada University.
Yogyakarta (2014): 1-5.
Peter van Turjil. “NGOs and Human Rights: Sources of Justice and Democracy.”
dalam Journal of International Affairs Vol.52 No:2 Spring (1999): 495.
Rusydi, Rajiah. “Peran Muhammadiyah (Konsep Pendidikan, Usaha – usaha, di
Bidang Pendidikan, dan Tokoh.” Jurnal Tarbawi Volume 1 (2017): 140.
Saragih, Hendra Maulana. “Indonesia dan Responsibility To Protect Etnis Muslim
Rohingya Myanmar.” Jurnal Kajian Keislaman dan Kemasyarakatan
vol.2, no.2 (Desember 2017): 2.
Triono. “Peran ASEAN dalam Penyelesaian Konflik Etnis Rohingya.” Jurnal
TAPIs Vol.10 No.2 (Desember 2014): 2.
Willets, Petter. “What is a Non-Govermental Organization.” dalam Journal
UNESCO Encyclopedia of Life Support Systems (2010): 5-7.
Yunan, Affifudin. Peran Dominan Amerika dalam Membantu Haiti Pasca Gempa
Bumi 12 Januari 2010. Yogyakarta: Universitas Muhammadiyah
Yogyakarta, 2016.
xv
Miftahulhaq, “STRATEGI PELAKSAAN DAKWAH „AISYIYAH MELALUI
PENDEKATAN PEMBANGUNAN MASYARAKAT LOKAL”, Jurnal
Al Hikmah, Vol. 3, No. 1, ( Januari 2017): 6.
Nuruddin Al Akbar, “Jejaring Muhammadiyah”, Jurnal Sosiologi Islam, Vol. 2
No. 2, (Oktober 2012): 57.
Diajeng Wulan Christani, “Analisa Kejahatan Penyeludupan Manusia Berdsarkan
Smuggling of Migrants Protocol Ditinjau dari Perspektif Perlindungan
Pencari Suaka: Studi Kasus Pengungsi Rohingya”, Padjadjaran Jurnal
Ilmu Hukum Vol. 3, No. 3, (Bandung, 2016): 493.
Sandy Nur Ikfal Raharjo, “PERAN IDENTITAS AGAMA DALAM KONFLIK
DI RAKHINE MYANMAR TAHUN 2012-2013”, Jurnal Kajian
Wilayah, Vol. 6 No. 1 (2015): 38.
Drews, Margaret, “The Four Models Mediation” Vol. 3, No, 1 (Maret 2008)
[Jurnal Online] diakses dari
http://www.diac.ae/idias/journal/volume3no1/issue1/eng4.pdf pada
tanggal 8 Juli 2018.
Ridwan Bustaman, “Jejak Komunitas Muslim di Burma: Fakta Sejarah yang
Terabaikan”, Jurnal Lektur Keagamaan, Vol. 11, No. 2, (2013): 319.
Azharudin Mohammed Dali, “PREJUDIS KEAGAMAAN: KESENGSARAAN
MASYARAKAT ROHINGYA DI MYANMAR”, Jurnal Sejarah Vol. 21
No. 2 (Desember 2013): 174.
Jawahir Thontowi, “Perlakukan Pemerintah Myanmar terhadap Minoritas Muslim
Rohingya Perspektif Sejarah dan Hukum Internasional”, Jurnal Pandecta,
Vol. 8, No. 1 (Januari 2013): 43.
Tri Joko Waluyo, “Konflik Tak Seimbang Etnis Rohingya dan Etnis Rakhine di
Myanmar”, Jurnal Transnasional Vo. 4 No. 2 (Februari 2013): 844.
Ilham Fauzi, “Muslim Rohingya dan Krisis yang Tidak Berujung”, 21 Desember
2016 [Artikel Online] diakses dari
http://pssat.ugm.ac.id/id/2016/12/21/muslim-rohingya-dan-krisis-yang-
tidak-berujung/ pada tanggal 31 Maret 2018.
xvi
Bush Robin, “Muhammadiyah and disaster response: innovation and change in
social welfare” (Hongkong: The Southeast Asia Research Centre
(SEARC) of the City University of Hong Kong, 2014), 2.
Irawati Handayani, “Perlindungan terhadap Pengungsi Domestik (Internal
Displaced Person) dalam Sengketa Bersenjata Internal Menurut
Hukum Internasional”, Bandung: Jurnal HI UNPAD, (Vol. 1 No.2, 2001):
158.
Aris Pramono, “Peran UNHCR dalam Menangani Pengungsi Myanmar Etnis
Rohingya di Bangladesh (periode 1978-2002), (Depok: Universitas
Indonesia, 2010), 30.
Artikel Media
Elizabeth, Ferris. “Faith-Based and Secular Humanitarian Organizations” [jurnal
online] International Review of The Red Cross Journal (2005), diakses
dari https://www.icrc.org/eng/assets/files/other/irrc_858_ferris.pdf pada
tanggal 26 Februari 2018.
Defining Humanitarian Assistance. diakses dari http://devinit.org/defining
humanitarian-assistance/ pada tanggal 26 Februari 2018.
Malaysia/Burma. Living in Limbo (Burmese Rohingyas in Malaysia). Diakses
https://www.hrw.org/reports/2000/malaysia/maybr008-
01.htm#TopOfPage pada tanggal 24 Februari 2018.
“The Role of Faith Based Organization in Development.” diakses dari
http://dcid.sanford.duke.edu/events/role-faith-based-organizations-
development pada tanggal 23 Februari 2018.
Scott, Anna and Eliza Anyangwe. “Faith-based organizations: should dogma be
left out of development?” diakses dari
https://www.theguardian.com/global-development-professionals-
network/2013/may/20/faith-based-organisations-dogma-development
pada tanggal 23 Februari 2018.
Feliz Solomon, “Violence in Burma Has Sent Hundreds of Rohingya Muslims
Fleeing to Bangladesh”, diakses dari http://time.com/4574298/burma
myanmar-Rohingya-bangladesh-refugees pada tanggal 22 Maret 2018.
xvii
David I. Steinberg, Michael Arthur Aung-Thwin, dan Maung Htin Aung,
“Myanmar”, diakses dari https://www.britannica.com/place/Myanmar
pada tanggal 25 Maret 2018.
UNICEF, RAKHINE STATE A Snapshot of Child Wellbeing [database on-line],
diakses dari
https://www.unicef.org/myanmar/Rakhine_State_Profile_Final.pdf pada
tanggal 25 Maret 2018.
UNICEF, “Rohingya refugee crisis: Children trapped in limbo and deprived of
their basic rights”, diakses dari
https://www.unicef.org/infobycountry/bangladesh_100945.html pada
tanggal 01 April 2018.
Shamil Shams, “Rohingya, Sebenarnya Bukan Konflik Agama”, Deutsche Welle,
31 Agustus 2015 [Artikel onine]; diakses dari
https://www.dw.com/id/rohingya-sebenarnya-bukan-konflik-agama/a
18683571 pada tanggal 7 Juli 2018.
WHO, “Emergency Medical Team” diakses dari
http://www.who.int/hac/techguidance/preparedness/emergency_medical_
eams/en/ pada tanggal 6 Juli 2018.
Haedar Nashir, “Berideologi Muhammadiyah” diakses dari
http://mpk.muhammadiyah.or.id/download-presentasi-baitul-arqam-dosen-
umy-248.html pada tanggal 5 Juli 2018.
Internet / Situs
Pimpinan Pusat Muhammadiyah. “Muhammadiyah Bersama AKIM Terus
Tingkatkan Komitmen Bantu Muslim Rohingya.” diakses dari
http://www.umm.ac.id/id/muhammadiyah/11802.html pada tanggal 2018.
Suara Muhammadiyah, “MDMC dilibatkan dalam penyusunan Bangkok
Principles”, diakses dari
http://www.suaramuhammadiyah.id/2016/03/15/mdmc-dilibatkan-dalam-
penyusunan-bangkok-principles/ pada tanggal 24 Februari 2018.
xviii
MDMC, “Profil Singkat Muhammadiyah”, diakses dari
http://www.mdmc.or.id/index.php/2012-11-06-02-56-58/profil pada
tanggal 4 Maret 2018.
Muhammadiyah, “Bagaimana Muhammadiyah di Luar Negeri? Simak
CeritaMereka Para Kader Persyarikatan”, diakses dari
http://www.muhammadiyah.or.id/id/news-9297-detail-bagaimana-
muhammadiyah-di-luar-negeri-simak-cerita-mereka-para-kader-
persyarikatan.html pada tanggal 24 Maret 2018.
Suara Muhammadiyah, “Trisula Abad Kedua: MDMC, MPM, Lazismu Wakili
Wajah Autentik Muhammadiyah” diakses dari
http://www.suaramuhammadiyah.id/2016/11/18/trisula-abad-kedua-
mdmc-mpm-dan-lazismu-wakili-wajah-autentik-muhammadiyah/ Pada
tanggal 10 Maret 2018.
MDMC, “MDMC Aktif Terlibat Susun Kerangka Kerja PRB Kesehatan di
Bangkok”, diakses dari http://www.mdmc.or.id/index.php/b/202-mdmc-
aktif-terlibat-susun-kerangka-kerja-prb-kesehatan-di-bangkok Pada
Tanggal 10 Maret 2018.
MDMC, “Kebijakan Muhammadiyah dalam Penanggulangan Bencana”, diakses
dari http://mdmc.or.id/index.php/component/content/category/2-
uncategorised pada Tanggal 19 Maret 2018.
MDMC, “Ikuti KKT Kemanusiaan Dunia, MDMC Sosialisasikan Fikih
Kebencanaan” diakses dari http://mdmc.or.id/index.php/b/241-ikuti-ktt-
kemanusiaan-dunia-mdmc-sosialisasikan-fikih-kebencanaan pada tanggal
10 Maret 2018.
Pimpinan Pusat Muhammadiyah, “MDMC Terus Berupaya Tingkatkan Kapasitas
Kelembagaan”, diakses dari
http://www.umm.ac.id/id/muhammadiyah/11460.html pada tanggal 12
Maret 2018.
MDMC, “Sumut Intensif Dampingi Anak-Anak Rohingya”, diakses dari
http://mdmc.or.id/index.php/berita-bencana/185 pada tanggal 12 Maret
2018.
David I. Steinberg, Michael Arthur Aung-Thwin, dan Maung Htin Aung,
“Myanmar”, diakses dari https://www.britannica.com/place/Myanmar
pada tanggal 25 Maret 2018.
xix
Dr. Habib Siddiqui, “Rohingya: The forgotten people”, diakses dari
http://www.rohingya.org/portal/index.php/scholars/44-dr-habib-
siddiqui/143-rohingya-the-forgotten-people.html pada tanggal 29 Maret
2018.
Dyah Sulistiowati, “Aliansi Kemanusiaan Indonesia untuk Myanmar: Ikhtiar
Indonesia Selamatkan Rohingya”, dikases dari
https://act.id/news/detail/aliansi-kemanusiaan-indonesia-untuk-myanmar-
ikhtiar-indonesia-selamatkan-rohingya pada tanggal 21 April.
Sheany, “Foreign Affairs Ministry Launches Humanitarian Program in Myanmar”
diakses dari http://jakartaglobe.id/news/foreign-affairs-ministry-launches-
humanitarian-program-myanmar/ pada tanggal 21 April 2018.
“TENTANG ROHINGYA”, diakses dari https://act.id/rohingya pada tanggal 31
Maret 2018.
Bhagavant, “Kerusuhan Rohingya dan Rakhine Bukan Konflik Agama”, diakses
dari https://berita.bhagavant.com/2012/08/16/kerusuhan-rohingya-dan-
rakhine-bukan-konflik-agama.html pada tanggal 31 Maret 2018.
LazisMu, “Gelar Lokakarya, Muhammadiyah Aid Pertajam Agenda Penanganan
Pengungsi Rohingya”, diakses dari https://www.lazismu.org/gelar-
lokakarya-muhammadiyah-aid-pertajam-agenda-penanganan-pengungsi-
rohingya/ pada tanggal 14 Mei 2018.
Pimpinan Pusat Muhammadiyah, “Muhammadiyah Kirimkan Tim Advance ke
Myanmar“, http://www.umm.ac.id/id/muhammadiyah/9105.html pada
tanggal 14 Mei 2018.
Raipan Rifansyah, “Muhammadiyah Kirimkan Tim Advance ke Myanmar”,
diakses dari http://m.muhammadiyah.or.id/id/news-9105-detail-
muhammadiyah-kirimkan-tim-advance-ke-myanmar.html pada tanggal
13 Juli 2018.
Zainal Arifin, “Bantuan Muhammadiyah Aid untuk Rumah Sakit Lapangan di
Bangladesh”, diakses dari
http://www.lazismupiyungan.org/muhammadiyah-aid-bangladesh/ pada
tanggal 13 Juli 2018.
xx
Situs Pemerintah
“Komitmen Bantu Myanmar, Menlu Luncurkan Program Bantuan Kemanusiaan”
diakses dari https://www.kemlu.go.id/id/berita/berita-
perwakilan/Pages/Komitmen-Bantu-Myanmar,-Menlu-Luncurkan-
Program-Bantuan-Kemanusiaan.aspx pada tanggak 21 April 2018.
Berita
Anthony, Noval Dhwinuari. “Muhammadiyah Desak PBB, ASEAN dan RI Atasi
Masalah Etnis Rohingya.” diakses dari https://news.detik.com/berita/d-
3623923/muhammadiyah-desak-pbb-asean-dan-ri-atasi-masalah-etnis-
rohingya?source=graboards.com&source=graboards.com pada tanggal 25
Februari 2018.
Hutapea, Rita Uli. “1000 Warga Rohingya yang Kabur dari Myanmar Ditolak
Bangladesh.” diakses dari
https://news.detik.com/internasional/3616013/1000-warga-rohingya-yang-
kabur-dari-myanmar-ditolak-bangladesh pada tanggal 25 Februari 2018.
Puspita, Sari Amanda. “AS Tetapkan Tindakan Myanmar terhadap Rohingya
bukan Genosida.” diakses dari
https://www.cnnindonesia.com/internasional/20160322111424-106-
118985/as-tetapkan-tindakan-myanmar-terhadap-rohingya-bukan-genosida
pada tanggal 24 Februari 2018.
BBC INDONESIA, “Arus pengungsi Rohingya ke Bangladesh mencapai 270.000
jiwa”, diakses dari http://www.bbc.com/indonesia/dunia-41202311 pada
tanggal 22 Maret 2018.
Novi Christiastuti, “Begini Awal Mula Serangan Besar-Besaran Militan Rohingya
di Rakhine”, diakses dari
https://news.detik.com/internasional/3632173/begini-awal-mula-serangan-
besar-besaran-militan-rohingya-di-rakhine pada tanggal 31 Maret 2018.
VIVA, “Konflik Rohingya di Myanmar Membara Lagi”, diakses dari
https://www.viva.co.id/indepth/fokus/951050-konflik-rohingya-di-
myanmar-membara-lagi pada tanggal 31 Maret 2018.
Rohmatin Bonasir, “Bangladesh hadapi tantangan besar tangani Rohingya,
bantuan Indonesia sudah sampai”, diakses dari
http://www.bbc.com/indonesia/dunia-41226417 pada tanggal 01 April
2018.
xxi
Ayomi Amindoni, “Krisis Rohingya: Bagaimana akuntabilitas para penggalang
dana bantuan masyarakat?” diakses dari
http://www.bbc.com/indonesia/majalah-41176049 pada tanggal 21 April
2018.
Youtube. (2017, September 25). Tim MuhammadiyahAid, MDMC-Lazismu, Tiba
di Cox's Bazar Bangladesh [berkas video]. Diakses dari
https://www.youtube.com/watch?v=HFHB43jE7Wk pada tanggal 21
April 2018.
Youtube. (2017, September 28). Lazismu-MDMC yang tergabung dalam
MuhammadiyahAid dan IHA mendirikan posko kesehatan untuk
melayani ribuan pengungsi Rohingya di Cox's Bazar Bangladesh [berkas
video]. Diakses dari https://www.youtube.com/watch?v=f2Z65IE0zmU
pada tanggal 21 April 2018.
xxii
Lampiran 1 Transkrip Wawancara dengan Barori Budi Adji
WAWANCARA PERTAMA
Transkrip Wawancara dengan Informan 1 Barori Budi Adji
Jabatan : Sekretaris Muhammadiyah Disaster Management Center
Hari/Tanggal : 30 April 2018
HASIL WAWANCARA
1. Dalam melaksanakan misi kemanusiaan internasional yang dilaksanakan
oleh Muhammadiyah melalui MDMC, apakah kendala yang dialami baik
dari faktor eksternal maupun internal dalam melaksanakan misi
kemanusiaan tersebut?
- Kendala – kendalanya bahwa kemudian mereka kadang tidak
memahami tentang arti penting atau pesan dari Ahmad Dahlan tentang
kita menolong sesama. Semangat teologi Al – ma‟un yang kemudian
diajarkan oleh Ahmad Dahlan bahwa kita harus menolong sesama
apapun agamanya apapun rasnya harus kita tolong ketika mereka
membutuhkan itu merupakan ajaran yang diberikan Ahmad Dahlan
kepada muridnya. Kendalanya ketika ada respon bencana atau kejadian
bencana yang kemudian ternyata yang di tolong itu atau lokasi bencana
itu bukan warga Muhammadiyah, bukan orang muslim masih banyak
kemudian pertanyaan dari warga kita “kenapa sih MDMC harus turun,
toh mereka bukan warga kita toh mereka bukan orang Islam, mereka
orang kafir” pertanyaan seperti masih sering muncul sebagai sentiment
agama. Mereka lupa akan esensi dari firman Allah dari teologi surat Al
ma‟un. Kita sering kemudian menjelaskan ketika kita gerak di
kemanusiaan kita murni kita menolong orang tanpa ada unsur sara
apapun. Kemudian kita jelaskan ketika kita ikhlas menolong pada
orang lain pasti ada imbalan yang diberikan kepada kita dari Allah
SWT.
xxiii
- Kendala juga bahwa kita Muhammadiyah merupakan organisasi yang
geraknya itu dari dana anggota kita tidak punya dana dari awal yang
besar untuk operasi, kita bismillah dengan modal yang sangat minim
insya Allah kalo kita gerak dana bantuan akan ada selama kita
melakukan operasi.
- Kemudian untuk kendala – kendala di luar negeri, pertama kendala
kapasitas SDM kita dimana kendala bahasa menjadi permasalahan
ketika melakukan operasi di luar negeri ketika tim yang kita set-up
belum tentu bisa bahasa mereka bahasa inggris minimal. Kedua,
merupakan masalah perizinan menjadi kendala karena regulasi dari
masing – masing negara itu beda. Di Indonesia belum memiliki standar
Emergency Medical Team (EMT) walaupun kemudian sekarang
MDMC di WHO sudah tercatat menjadi satu – satunya tim EMT di
Indonesia jadi yang punya kalo ada respon keluar negeri yang
dipercaya atau yang diperbolehkan berangkat oleh WHO adalah
MDMC bukan Kemenkes, atau yang lain. Ini menjadi pencapaian kita
sekarang.
xxiv
Lampiran 2 Transkrip Wawancara dengan Rachmawati Husein
WAWANCARA KEDUA
Transkrip Wawancara dengan Informan 2 Rachmawati Husein
Jabatan : Wakil Ketua Muhammadiyah Disaster Management Center
Hari/Tanggal : 14 Mei 2018
HASIL WAWANCARA
1. Bagaimana peran Muhammadiyah dalam melaksanakan misi kemanusiaan
internasional menangani kasus pengungsi Rohingya? Adakah program
khusus yang dijalankan dalam melaksanakan misi kemanusiaan tersebut?
2. Dalam melaksanakan misi kemanusiaan tersebut Muhammadiyah
tergabung dalam Aliansi Kemanusiaan Indonesia untuk Myanmar. Peran
MDMC di dalam AKIM sendiri sebagai apa? Serta bagaimana bantuan
kemanusiaan yang dilakukan Muhammadiyah melalui MDMC diluar
Aliansi Kemanusiaan Indonesia untuk Myanmar?
- Dalam setiap menjalankan misi kemanusiaan tentu memiliki program
yang dikhusukan yang bertujuan untuk menghilangkan penderiaan.
Ada 3 program yang dikembangkan oleh MDMC terkait dengan
emergency, recovery, rekonsiliasi. Pada tahap emergency kami
memberikan bantuan dalam bentuk dalam bentuk obat – obatan,
kebutuhan sandang dan pangan. Cukup mengenaskan kondisi yang
dialami oleh para pengungsi di daerah perbatasan. Banyak dari mereka
terjangkit penyakit yang disebabkan faktor lingkungan. Disisi lain
kurangnya sumberdaya yang dimiliki pemerintah Bangladesh
menyebabkan sebagian dari mereka tidak dalam kondisi yang
diuntungkan. Kemudian pada tahap recovery, dalam menjalankan
operasi pada pelayanan kesehatan dan pengobatan. Kondisi yang
xxv
cukup memprihantinkan ditambah terjangkit berbagai penyakit yang
dialami oleh para pengungsi, maka tugas MDMC melakukan
pelayanan kesehatan dan pengobatan. Tahap rekonsiliasi yakni
pembangunan pasar rekonsiliasi atau pembangunan pasar perdamaian,
yang memiliki fungsi seperti pasar pada umumnya. Sebelumnya
memang sudah ada pasar didaerah tersebut namun masih sangat
sederhana dan tidak representatif. Tujuan pasar rekonsiliasi tersebut
sebagai pemulihan ekonomi masyarakat setempat baik etnis muslim
maupun Budha dan juga sebagai media membangun upaya
perdamaian. Pasar juga menjadi tempat bertemunya semua kalangan
dari berbagai golongan dan etnis tentunya. Adanya pasar rekonsiliasi
tersebut terciptanya kesempatan bagi para golongan maupun etnis
saling berinteraksi satu sama lain dan mampu menciptakan sebuah
simbolik perdamaian di dalam konflik tersebut.
- Sebelum menjanlankan misi kemanusiaan pada September 2017, Tim
Advance perwakilan MDMC bersama dengan 4 lembaga Indonesia
telah melakukan kajian kebutuhan yang diperlukan di provinsi Rakhine
wilayah perbatasan, agar bantuan yang masuk akan dapat tersalurkan
dengan tepat sasaran. kemudian bantuan yang dilakukan oleh
Muhammadiyah selain memberikan bantuan medis, MDMC
mendukung rumah sakit lapangan dengan mengirimkan dokter,
perawat dan relawan. Dan pemberian bantuan dalam bentuk layanan
kesehatan bagi pengungsi Rohingya berjalan hingga Desember 2018.