PERAN HORMON RELAKSIN PADA KETUBAN PECAH DINI
Transcript of PERAN HORMON RELAKSIN PADA KETUBAN PECAH DINI
SARI PUSTAKA
PERAN HORMON RELAKSIN PADA
KETUBAN PECAH DINI
Dr. Ketut Surya Negara SpOG(K) MARS
PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS I
BAGIAN/SMF OBSTETRI DAN GINEKOLOGI
FK UNUD/RSUP SANGLAH
PERAN HORMON RELAKSIN PADA
KETUBAN PECAH DINI
Disusun Oleh:
IB. Gd. Putera Parama Wedya
Pembimbing:
Dr. Ketut Surya Negara SpOG(K) MARS
PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS I
BAGIAN/SMF OBSTETRI DAN GINEKOLOGI
FK UNUD/RSUP SANGLAH DENPASAR
2017
PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS I
BAGIAN/SMF OBSTETRI DAN GINEKOLOGI
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI ................................................................................................ i
DAFTAR GAMBAR .................................................................................. ii
DAFTAR TABEL ........................................................................................ iii
DAFTAR SINGKATAN ............................................................................. iv
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................ 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ................................................................. 3
2.1 Definisi Ketuban Pecah Dini .................................................................. 3
2.2 Epidemiologi Ketuban Pecah Dini.......................................................... 3
2.3 Struktur Selaput Ketuban........................................................................ 4
2.4 Etiologi Ketuban Pecah Dini…….......................................................... 6
2.5 Patofisiologi Ketuban Pecah Dini .......................................................... 10
2.6 Hormon Relaksin..................................................................................... 24
2.7 Peran Hormon Relaksin pada Kehamilan……….................................. 25
2.8 Peran Hormon Relaksin pada Ketuban Pecah Dini................................. 28
BAB III RANGKUMAN ............................................................................. 34
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. v
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 Skematik Struktur Selaput Ketuban Saat Aterm........................... 6
Gambar 2 Fetal Membran Fetus dan Plasenta............................................... 10
Gambar 3 Distribusi Komponen Kolagen dan Non Kolagen pada
Selaput Ketuban Janin .................................................................. 13
Gambar 4 Peran MMP .................................................................................. 15
Gambar 5 Skematik Representasi Stuktur Domain MMP............................ 19
Gambar 6 Stepwise Activation ...................................................................... 22
Gambar 7 Relaxine Hormone ....................................................................... 25
DAFTAR TABEL
Tabel 1 Alternatif Klasifikasi Menurut Struktur Domain ....................................16
Tabel 2 Klasifikasi Matriks Metalloproteinase Manusia Menurut Substratnya ...17
Tabel 3 Frekuensi Gejala yang Berhubungan dengan Infeksi Intra amniotik ….. 24
DAFTAR SINGKATAN
ECM : Ekstracelluler Matriks
KPD : Ketuban Pecah Dini
MMP : Matriks Metaloproteinase
PROM : Premature Rupture of Membrane
PPROM : Preterm Premature Rupture of Membrane
TIMP : Tissue Inhibitor Metalloproteinase
PMN : Polymorphonuclear Neutrophilic Leukocyte
LGR7 : Human Relaxin Receptor Gene
ROC : Receiver Operating Characteristic Curve
WISH : Human Amniotic Epithelial-Like Cell Line
IGF II : Insulin Like Growth Factors II
RLN1 : Relaksin H1
RLN2 : Relaksin H2
dRLN : Decidua Relaxin Hormone
sRLN : Systemic Relaxin Hormone
S-relaksin : Hormon Relaksin Sistemik
mRNA : Messenger Ribonucleic Acid
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Ketuban pecah dini (KPD) atau Premature Rupture of Membrane (PROM)
merupakan keadaan pecahnya selaput ketuban sebelum persalinan. Namun,
apabila ketuban pecah dini sebelum usia kehamilan 37 minggu, maka disebut
sebagai ketuban pecah dini pada kehamilan prematur atau Preterm Premature
Rupture of Membrane (PPROM). Pecahnya selaput ketuban tersebut diduga
berkaitan dengan perubahan proses biokimiawi yang terjadi dalam kolagen
matriks ekstraseluler amnion, korion dan apoptosis membran janin.1
Etiologi pada sebagian besar kasus dari KPD hingga saat ini masih belum
diketahui. KPD pada kehamilan aterm merupakan variasi fisiologis, namun pada
kehamilan preterm, melemahnya membran merupakan proses yang patologis.
KPD sebelum kehamilan preterm sering diakibatkan oleh adanya infeksi.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa bakteri yang terikat pada membrane
melepaskan substrat, seperti protease yang menyebabkan melemahnya membran.
Penelitian terakhir menyebutkan bahwa matriks metalloproteinase merupakan
enzim spesifik yang terlibat dalam pecahnya ketuban oleh karena infeksi.2
Menuruthasil Survey Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2002-
2003, angka kematian ibu di Indonesia sebesar 307 per 1000 kelahiran hidup atau
setiap jam terdapat 2 orang ibu bersalin meninggal karena berbagai sebab. Salah
satu penyebab langsung kematian ibu adalah karena infeksi sebesar 20-25% dalam
100.000 kelahiran hidup dan KPD merupakan penyebab paling sering
menimbulkan infeksi pada saat mendekati persalinan.3
Prevalensi KPD berkisar
antara 3-18 % dari seluruh kehamilan. Saat kehamilan aterm, 8-10 % wanita
mengalami KPD dan 30-40 % dari kasus KPD merupakan kehamilan preterm atau
sekitar 1,7% dari seluruh kehamilan. KPD diduga dapat berulang pada kehamilan
berikutnya. Hal ini juga berkaitan dengan meningkatnya risiko morbiditas pada
ibu maupun janin.2
Oleh sebab itu, klinisi yang mengawasi pasien harus memiliki pengetahuan
yang baik mengenai anatomi dan struktur membran fetal, serta memahami
patogenesis terjadinya ketuban pecah dini, sehingga mampu menegakkan
diagnosis ketuban pecah dini secara tepat dan memberikan terapi secara akurat
untuk memperbaiki luaran / outcome dan prognosis pasien ketuban pecah dini dan
bayinya.
Patofisiologi terjadinya Ketuban Pecah Dini telah banyak diketahui, salah
satu teori mengungkapkan bahwa adanya hubungan antara kadar Hormon relaxin
dengan terjadinya Ketuban Pecah Dini. Peningkatan kadar serum relaksin yang
terus berlangsung selama masa kehamilan, dapat memicu terjadinya persalinan
preterm, dimana hormone relaksin dipercaya berperan dalam renovasi kolagen
pada unit uteroplasenta yang dapat menurunkan elastisitas selaput ketuban.22,23,24
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
KETUBAN PECAH DINI (KPD)
2.1 Definisi KPD
Ketuban pecah dini atau spontaneus/early/premature rupture of
membrans (PROM) merupakan pecahnya selaput ketuban secara spontan pada
saat belum menunjukkan tanda-tanda persalinan / inpartu (keadaan inpartu
didefinisikan sebagai kontraksi uterus teratur dan menimbulkan nyeri yang
menyebabkan terjadinya efficement atau dilatasi serviks) atau bila satu jam
kemudian tidak timbul tanda-tanda awal persalinan atau secara klinis bila
ditemukan pembukaan kurang dari 1 cm pada primi gravida dan kurang dari 2
cm pada multigravida. Pecahnya selaput ketuban dapat terjadi kapan saja baik
pada kehamilan aterm maupun preterm. Saat aterm sering disebut dengan
aterm prematur rupture of membrans atau ketuban pecah dini aterm. Bila
terjadi sebelum umur kehamilan 37 minggu disebut ketuban pecah dini
preterm / preterm prematur rupture of membran (PPROM) dan bila terjadi
lebih dari 12 jam maka disebut prolonged PROM.2
2.2 Epidemiologi KPD
Prevalensi KPD berkisar antara 3-18% dari seluruh kehamilan. Saat
aterm, 8-10 % wanita hamil datang dengan KPD dan 30-40% dari kasus KPD
merupakan kehamilan preterm atau sekitar 1,7% dari seluruh kehamilan. KPD
3
diduga dapat berulang pada kehamilan berikutnya, menurut Naeye pada tahun
1982 diperkirakan 21% rasio berulang, sedangkan penelitian lain yang lebih
baru menduga rasio berulangnya sampai 32%. Hal ini juga berkaitan dengan
meningkatnya risiko morbiditas pada ibu atau pun janin. Komplikasi seperti :
korioamnionitis dapat terjadi sampai 30% dari kasus KPD, sedangkan solusio
plasenta berkisar antara 4-7%. Komplikasi pada janin berhubungan dengan
kejadian prematuritas dimana 80% kasus KPD preterm akan bersalin dalam
waktu kurang dari 7 hari. Risiko infeksi meningkat baik pada ibu maupun
bayi. Insiden korioamnionitis 0,5-1,5% dari seluruh kehamilan, 3-15% pada
KPD prolonged, 15-25% pada KPD preterm dan mencapai 40% pada ketuban
pecah dini dengan usia kehamilan kurang dari 24 minggu. Sedangkan insiden
sepsis neonatus 1 dari 500 bayi dan 2-4% pada KPD lebih daripada 24 jam.2,3
Proporsi KPD di Rumah Sakit Sanglah periode 1 Januari 2005
sampai 31 Oktober 2005 dari 2113 persalinan, proporsi kasus KPD adalah
sebanyak 12,92%, dimana proporsi kasus KPD preterm dari 328 kasus
ketuban pecah dini baik yang melakukan persalinan maupun dirawat secara
konservatif sebanyak 16,77%, sedangkan sisanya adalah KPD dengan
kehamilan aterm. Kontribusi KPD ini lebih besar pada sosial ekonomi rendah,
dibandingkan sosial ekonomi menengah ke atas.2,4
2.3 Struktur Selaput Ketuban
Dengan bertambahnya usia kehamilan, maka pada selaput ketuban
akan selalu mengalami remodeling dalam upaya mengikuti dan menyesuaikan
dengan pertambahan volume dari kehamilan. Dengan demikian ketebalan
selaput ketuban pun makin berkurang elastisitasnya. Sejalan dengan makin
menuanya usia kehamilan, fungsi-fungsi hormonal yang sebelumnya bertugas
untuk menjaga kehamilan agar tidak terjadi persalinan prematur mengalami
penurunan. Terjadi pergeseran keseimbangan menuju persiapan untuk inisiasi
persalinan. Hal ini dapat dilihat dengan berkurangnya kadar progesteron dan
adanya peningkatan kadar estrogen, prostaglandin serta oksitosin.2,3,5
Normal selaput ketuban sangat elastis pada usia kehamilan muda dan
makin tua usia kehamilan maka kekuatan dan kelenturannya makin berkurang
dan semakin mudah terjadi robekan. Selaput ketuban mengalami peningkatan
resiko robek seiring dengan pertambahan usia kehamilan dan volume isi
rahim, akibat gerakan aktif dari janin dan adanya his yang adekuat. Hampir
seluruh permukaan dinding selaput ketuban mempunyai ketebalan lapisan dan
elastisitas yang sama kecuali pada tempat bakal terjadinya robekan. Hal ini
dapat diartikan bahwa kemungkinan penyebab penipisan, melemahnya
elastisitas struktur dinding selaput ketuban berasal dari luar. Ini bisa
disebabkan karena peningkatan mendadak tegangan mekanis. Beberapa
penelitian mengatakan bahwa terjadinya penipisan tersebut karena aktifasi
enzim kolagenase (Matrix Metalloproteinase) menguraikan serabut-serabut
kolagen tipe III yang terdapat pada selaput ketuban. Berkurangnya kadar
kolagen pada selaput ketuban sampai 15 – 20% mengakibatkan struktur
selaput ketuban menjadi lemah dan mudah robek. Penelitian lain mengatakan
sebelum terjadi KPD pada kehamilan prematur, telah terjadi proses infeksi
dalam rahim yang menyebabkan melemahnya konstruksi fisik dinding selaput
ketuban melalui pelepasan ensim protease yang selanjutnya akan menguraikan
dan melemahkan struktur dinding selaput ketuban serta mempermudah
timbulnya robekan.2,6
Gambar 1.Skematik Struktur Selaput Ketuban saat Aterm2
2.4 Etiologi Ketuban Pecah Dini
Secara teoritis pecahnya selaput ketuban disebabkan oleh hilangnya
elastisitas yang terjadi pada daerah tepi robekan selaput ketuban dengan
perubahan yang besar. Hilangnya elastisitas selaput ketuban ini sangat erat
kaitannya dengan jaringan kolagen, yang dapat terjadi karena penipisan oleh
infeksi atau rendahnya kadar kolagen. Kolagen pada selaput terdapat pada
amnion di daerah lapisan kompakta, fibroblas serta pada korion di daerah
lapisan retikuler atau trofoblas, dimana sebagaian besar jaringan kolagen
terdapat pada lapisan penunjang (dari epitel amnion sampai dengan epitel
basal korion). Sintesis maupun degradasi jaringan kolagen dikontrol oleh
sistem aktifitas dan inhibisi interleukin-1 dan prostaglandin. Adanya infeksi
dan inflamasi menyebabkan bakteri penyebab infeksi mengeluarkan enzim
protease dan mediator inflamasi interleukin-1 dan prostaglandin. Mediator ini
menghasilkan kolagenase jaringan sehingga terjadi depolimerisasi kolagen
pada selaput korion/amnion menyebabkan selaput ketuban tipis, lemah dan
mudah pecah spontan. Selain itu mediator terebut membuat uterus
berkontraksi sehingga membran mudah ruptur akibat tarikan saat uterus
berkontraksi.3,4
Sampai saat ini penyebab KPD belum diketahui secara pasti, tetapi
ditemukan beberapa faktor predisposisi yang berperan pada terjadinya ketuban
pecah dini, antara lain:
1. Infeksi
Adanya infeksi pada selaput ketuban (korioamnionitis lokal) sudah
cukup untuk melemahkan selaput ketuban di tempat tersebut. Bila terdapat
bakteri patogen di dalam vagina maka frekuensi amnionitis, endometritis,
infeksi neonatal akan meningkat 10 kali. Ketuban pecah dini sebelum
kehamilan preterm sering diakibatkan oleh adanya infeksi.Beberapa
penelitian menunjukkan bahwa bakteri yang terdapat pada membran
melepaskan substrat seperti protease yang menyebabkan melemahnya
membran. Penelitian terakhir menyebutkan bahwa matriks
metalloproteinase merupakan enzim spesifik yang terlibat dalam pecahnya
ketuban oleh karena infeksi.5,6
2. Defisiensi vitamin C
Vitamin C diperlukan untuk pembentukan dan pemeliharaan
jaringan kolagen. Selaput ketuban (yang dibentuk oleh jaringan kolagen)
akan mempunyai elastisitas yang berbeda tergantung kadar vitamin C
dalam darah ibu.2,6
3. Faktor selaput ketuban
Pecahnya ketuban dapat terjadi akibat peregangan uterus yang
berlebihan atau terjadi peningkatan tekanan yang mendadak di dalam
kavum amnion, di samping juga ada kelainan selaput ketuban itu sendiri.
Hal ini terjadi seperti pada sindroma Ehlers-Danlos, dimana terjadi
gangguan pada jaringan ikat oleh karena defek pada sintesa dan struktur
kolagen dengan gejala berupa hiperelastisitas pada kulit dan sendi,
termasuk pada selaput ketuban yang komponen utamanya adalah kolagen.
Dimana 72 % penderita dengan sindroma Ehlers-Danlos ini akan
mengalami persalinan preterm setelah sebelumnya mengalami ketuban
pecah dini preterm.2,7,8
4. Faktor umur dan paritas
Semakin tinggi paritas ibu akan makin mudah terjadi infeksi cairan
amnion akibat rusaknya struktur serviks akibat persalinan sebelumnya.2
5. Faktor tingkat sosio-ekonomi
Sosio-ekonomi yang rendah, status gizi yang kurang akan
meningkatkan insiden KPD, lebih-lebih disertai dengan jumlah persalinan
yang banyak, serta jarak kelahiran yang dekat.2,7
6. Faktor-faktor lain
Inkompetensi serviks atau serviks yang terbuka akan menyebabkan
pecahnya selaput ketuban lebih awal karena mendapat tekanan yang
langsung dari kavum uteri. Beberapa prosedur pemeriksaan, seperti
amniosintesis dapat meningkatkan risiko terjadinya ketuban pecah dini.
Pada perokok, secara tidak langsung dapat menyebabkan ketuban pecah
dini terutama pada kehamilan prematur. Kelainan letak dan kesempitan
panggul lebih sering disertai dengan KPD, namun mekanismenya belum
diketahui dengan pasti. Faktor-faktor lain, seperti : hidramnion, gamelli,
koitus, perdarahan antepartum, bakteriuria, pH vagina di atas 4,5, stres
psikologis, serta flora vagina abnormal akan mempermudah terjadinya
ketuban pecah dini.2,7
Berdasarkan sumber yang berbeda, penyebab ketuban pecah dini
mempunyai dimensi multifaktorial yang dapat dijabarkan sebagai berikut :
• Serviks inkompeten.
• Ketegangan rahim yang berlebihan : kehamilan ganda, hidramnion.
• Kelainan letak janin dalam rahim : letak sungsang, letak lintang.
• Kemungkinan kesempitan panggul : perut gantung, bagian terendah belum
masuk pintu atas panggul, disproporsi sefalopelvik.
• Kelainan bawaan dari selaput ketuban.
• Infeksi yang menyebabkan terjadi proses biomekanik pada selaput ketuban
dalam bentuk proteolitik sehingga memudahkan ketuban pecah.8,9
2.5 Patofisiologi Ketuban Pecah Dini
Pecahnya selaput ketuban saat persalinan disebabkan oleh
melemahnya selaput ketuban karena kontraksi uterus dan peregangan yang
berulang. Daya regang ini dipengaruhi oleh keseimbangan antara sintesis dan
degradasi komponen matriks ekstraseluler pada selaput ketuban.2,6
Gambar 2. Membran Fetus dan Plasenta10
Pada ketuban pecah dini terjadi perubahan-perubahan seperti
penurunan jumlah jaringan kolagen dan terganggunya struktur kolagen, serta
peningkatan aktivitas kolagenolitik. Degradasi kolagen tersebut terutama
disebabkan oleh matriks metaloproteinase (MMP). MMP merupakan suatu
grup enzim yang dapat memecah komponen-komponen matriks
ektraseluler.Enzim tersebut diproduksi dalam selaput ketuban. MMP-1 dan
MMP-8 berperan pada pembelahan triple helix dari kolagen fibril (tipe I dan
III), dan selanjutnya didegradasi oleh MMP-2 dan MMP-9 yang juga
memecah kolagen tipe IV. Pada selaput ketuban juga diproduksi penghambat
metaloproteinase / tissue inhibitor metalloproteinase (TIMP). TIMP-1
menghambat aktivitas MMP-1, MMP-8, MMP-9 dan TIMP-2 menghambat
aktivitas MMP-2. TIMP-3 dan TIMP-4 mempunyai aktivitas yang sama
dengan TIMP-1.2,10
Keutuhan dari selaput ketuban tetap terjaga selama masa kehamilan
oleh karena aktivitas MMP yang rendah dan konsentrasi TIMP yang relatif
lebih tinggi. Saat mendekati persalinan keseimbangan tersebut akan bergeser,
yaitu didapatkan kadar MMP yang meningkat dan penurunan yang tajam dari
TIMP yang akan menyebabkan terjadinya degradasi matriks ektraseluler
selaput ketuban. Ketidakseimbangan kedua enzim tersebut dapat
menyebabkan degradasi patologis pada selaput ketuban. Aktivitas kolagenase
diketahui meningkat pada kehamilan aterm dengan ketuban pecah dini.
Sedangkan pada preterm didapatkan kadar protease yang meningkat terutama
MMP-9 serta kadar TIMP-1 yang rendah.2,9
Gangguan nutrisi merupakan salah satu faktor predisposisi adanya
gangguan pada struktur kolagen yang diduga berperan dalam ketuban pecah
dini. Mikronutrien lain yang diketahui berhubungan dengan kejadian ketuban
pecah dini adalah asam askorbat yang berperan dalam pembentukan struktur
triple helix dari kolagen. Zat tersebut kadarnya didapatkan lebih rendah pada
wanita dengan ketuban pecah dini. Pada wanita perokok ditemukan kadar
asam askorbat yang rendah.2,9
2.5.1 Matrik Ektraseluler
Matriks ekstraseluler (ECM) dari jaringan ikat adalah material
komposit yang kompleks, yang terdiri dari serat tak larut, mikrofibril
dan berbagai protein terlarut dan glycoprotiens. ECM mempersiapkan
jaringan dengan mekanikal spesifik mereka. Protein merupakan elemen
struktur utama Matrik Ekstraseluler, dimana akan membentuk elemen
utama dari struktur jaringan ikat.9,10
Matriks Ekstraseluler (ECM) ditemukan di semua jaringan
mamalia. Matriks Ekstraseluler (ECM) terdiri atas protein struktural
yang terdiri dari berbagai jenis kolagen (lebih dari 28 jenis rantai yang
berbeda) dan elastin. Protein adhesiva, laminin, fibronektin, dan
tenascin, dan protein matrix cellular, termasuk thrombospondin dan
proteoglikan juga komponen Matriks Ekstraseluler (ECM) tersebut.
Kolagen fibrilliar, tipe I, II, III, V dan XI, memberikan struktur dan
bentuk, dan merupakan komponen utama dari kulit dan tulang,
sedangkan fungsi kolagen lainnya adalah pembentukan jaringan di
membran basal. Kolagen yang dominan pada cervix adalah tipe I dan III,
dan beberapa tipe IV dan V, ini juga merupakan kolagen yang dominan
pada selaput membran janin.9,10
Matriks ekstraseluler (ECM) telah dikenal sebagai komponen
utama dalam pengaturan fisiologi sel, menyediakan lingkungan untuk
migrasi sel, divisi, diferensiasi dan, dalam beberapa kasus untuk
penentuan hidup atau matinya suatu sel.28
Itu sangat diatur oleh kontrol
pergantian Matrik Ekstraseluler (ECM) dan terjadinya hemostasis,
dengan aksi oleh golongan khusus enzim proteolitik yang dikenal
sebagai Matriks Metalloproteinases (MMPs).8,10
Gambar 3. Distribusi Komponen Kolagen dan Non Kolagen pada Selaput
Ketuban Janin8
Kolagen merupakan komponen struktural utama dari semua
jaringan ikat serta jaringan interstisial hampir pada semua organ
fungsional. Kolagen berkontribusi untuk stabilitas jaringan dan organ dan
mempertahankan integritas struktural jaringan ikat mereka.2 Peranan
fisiologis kolagen yang dicapai oleh agregat molekul, dan konstruksi
agregat ini sangat penting untuk integritas dari jaringan ikat tersebut.8,10
2.5.2 MMP (Matriks Metalloproteinase)
Matriks metalloproteinase atau matrixin merupakan sub famili
dari metalloproteinase, yang terdiri dari 23 proten yang berbeda pada
manusia (24 pada tikus). MMP pertama kali diidentifikasi pada tahun
1962 sebagaisuatu protease yang bertanggung jawab terhadap degradasi
kolagen fibrilar pada ekor larva katak selama proses metamorfosa dan
karenanya disebut kolagenase. Setelah mengidentifikasi sejumlah
kolagenase serupa pada kulit manusia, protease ini kemudian disebut
sebagai MMP-1. MMP sejak itu, telah diidentifikasi sebagai enzim
utama yang berperan dalam turnover matriks ekstraselular melalui
proses degradasi proteolitik dari seluruh komponen ECM yang diketahui
selama ini.8,10
1. Fungsi
Fungsi fisiologis protease ini pada dasarnya adalah modulasi
dan regulasi turnover matriks ekstraselular melalui proses degradasi
proteolitik protein matriks ekstraselular secara langsung (misalnya
kolagen, proteoglikan dan fibronektin). Fungsi penting lain adalah
dengan membebaskan protein yang secara biologis aktif seperti
sitokin, growth factors dan kemokin dari bentuk inaktifnya yang
terikat membran (atau masih dalam bentuk terlindungi).9,11,12
MMP diketahui tidak hanya berperan pada
invasi sel, tetapi juga berperan pada ekosistem lingkunga
ekstraseluler termasuk mengontrol bioaktifitas beberapa faktor yang
terlibat pada pertumbuhan sel, diferensiasi dan apoptosis. Pada proses
angiogenesis, peran tersebut termasuk (a) modifikasi molekul pada
permukaan sel, (b) aktifasi dan pembebasan faktor
aktivasi pro
integrin dan (f) produksi/paparan faktor anti angiogenik pada sisi
kriptik. Efek
hanya MT1-
2. Klasifikasi
MMP secara umum diklasifikasikan menurut spesifitas
substratnya, menjadi 4 kelas:
a. Kollagenase (MMP
Gambar 4. Peran MMP12
MMP diketahui tidak hanya berperan pada remodeling ECM
invasi sel, tetapi juga berperan pada ekosistem lingkunga
ekstraseluler termasuk mengontrol bioaktifitas beberapa faktor yang
terlibat pada pertumbuhan sel, diferensiasi dan apoptosis. Pada proses
angiogenesis, peran tersebut termasuk (a) modifikasi molekul pada
permukaan sel, (b) aktifasi dan pembebasan faktor pro-angiogenik, (c)
aktivasi pro-MMP, (d) degradasi ECM, (e) modifikasi/interaksi
integrin dan (f) produksi/paparan faktor anti angiogenik pada sisi
kriptik. Efek-efek ini dapat dijalankan oleh beberapa MMP tidak
-MMP sebagaimana dalam ilustrasi di atas.12,13
MMP secara umum diklasifikasikan menurut spesifitas
substratnya, menjadi 4 kelas:12
Kollagenase (MMP-1, -8 and -13)
remodeling ECM dan
invasi sel, tetapi juga berperan pada ekosistem lingkungan
ekstraseluler termasuk mengontrol bioaktifitas beberapa faktor yang
terlibat pada pertumbuhan sel, diferensiasi dan apoptosis. Pada proses
angiogenesis, peran tersebut termasuk (a) modifikasi molekul pada
angiogenik, (c)
(e) modifikasi/interaksi
integrin dan (f) produksi/paparan faktor anti angiogenik pada sisi
efek ini dapat dijalankan oleh beberapa MMP tidak
MMP secara umum diklasifikasikan menurut spesifitas
b. Gelatinase (MMP-2 and -9)
c. Stromelysin (MMP-3, -10 and -11)
d. Kelompok Heterogeneous, yang terdiri dari:
- Matrilysin (MMP-7)
- Metallo-elastase (MMP-12)
- Enamelysin (MMP-20)
- Endometase (MMP-26)
- Epilysin (MMP-28).
Menurut nomenklatur ini, “membrane-anchored” MMPs
(MMP-14, -15, -16, - 17, -24 and -25) dikelompokkan dalam kelas
yang berbeda.12,14,15
Tabel 1. Alternatif Klasifikasi Menurut Struktur Domain12
MMP Alternative Name MMP Alternative Name
1 Collagenase-1
Interstitial collagenase
16 Membrane type-3 MMP
2 Gelatinase-A
72-kDa type IV collagenase
17 Membrane type-4 MMP
3 Stromelysin-1
Transin-1
19 None
Human ortholog of
Xenopus MMP-18
7 Matrillysin
Pump-1
20 Enamelysin
8 Collagenase-2
Neutrophil collagenase
21 None
Human ortholog of
Xenopus x-MMP
9 Gelatinase B
92-kDa type IV collagenase
23 Cysteine array MMP
Femalysin
MMP-22
10 Stromelysin-2 24 Membrane type-5 MMP
11 Stromelysin-3 25 Membrane type-5 MMP
Leukolysin
12 Macrophage metalloelastase 26 Matrilysin-µendometase
13 Collagenase-3 27 None
14 Membrane type-1 MMP 28 Epilysin
15 Membrane type-2 MMP
3. Substrat
Tabel 2. Klasifikasi Matriks Metalloproteinase Manusia Menurut
Substratnya12
Name Number Substrate
Collagenases
Interstitial collagenase MMP-1 Collagens I, II, III, VII and X,
gelatin, PGs
Neutrophil collagenase MMP-8 Collagens I, II and III, PGs
Collagenase 3 MMP-13 Collagens I, II and III
Collagenase 4 MMP-18 Collagen I
Gelatinases
Gelatinase A (72 kDa) MMP-2 Collagens IV, V, VII, X and XI,
gelatine
Gelatinase B (92 kDa) MMP-9 Collagens IV, V and XIV, elastin,
gelatin, PGs
Stromelysins
Stromelysin 1 MMP-3 Collagens III, IV, IX and X, FN,
gelatin, laminin, PGs
Stromelysin 2 MMP-10 Collagens III, IV, IX and X, FN,
gelatin, laminin, PGs
Metalloelastase MMP-12 Collagen I and IV, elastin, FN,
gelatin, laminin, VN
Matrilysin MMP-7 Collagens III, IV, IX and X,
gelatin, PGs, laminin,
elastin,entactin, tenascin, versica N
Membrane-typeMMPs
MT1-MMP MMP-14 Collagens I, II and III, FN, laminin,
VN
MT2-MMP MMP-15 Aggrecan, FN, laminin, tenascin
MT3-MMP MMP-16 Collagen III, FN, gelatine
MT4-MMP MMP-17 Gelatin
MT5-MMP MMP-24 PGs
MT6-MMP MMP-25 Collagen IV, fibrin, FN, gelatin
Others
Stromelysin 3 MMP-11 Serine protease inhibitors
RASI-1
MMP-19 Collagen IV, entactin, FN, gelatin,
laminin,
Tenascin
Enamelysin MMP-20 Aggrecan, amelogenin
MMP-23 Not identified
Matrilysin 2 MMP-26 Collagen IV, FN, gelatin, VN
Epilysin MMP-28 Not identified
Keterangan :
FN = fibronectin, PG = proteoglycan, VN = vitronectin
(dimodifikasi dari Nagase 1997, English et al. 2001,Hoekstra et al. 2001,
Sternlicht dan Werb 2001). (Kalela, 2001)
4. Struktur
MMP terdiri dari beberapa domain dan seluruh MMP
mengandung katalitik domain, yang terlindungi dalam bentuk inaktif
oleh prodomain. Peptida ini berinteraksi dengan regio katalitik
melalui residu sistein dan Zn pada katalitik poket (sehingga disebut
sebagai cysteine switch). Dengan pengecualian pada MMP-7 dan
MMP-23, seluruh MMP terdiri dari domain hemopexin yang fungsi
utamanya secara primer adalah untuk mengenali sekuens substrat.
Meskipun MMP tetap memiliki aktifitas katalitik dengan range yang
besar ketika kehilangan domain ini, hemopexin domain mutlak
dibutuhkan untuk degradasi kolagen triple helix. Gelatinase (MMP-2
dan MMP-9) mengandung insersi fibronektin tipe II pada domain
katalitik, yang akan memfasilitasi pengikatan gelatin dan kolagen.
Struktur dasar MMP terdiri dari beberapa domain:
a. Sinyal peptida yang mengarahkan MMP ke jalur insersi membrane
b. Prodomain yang mengkonversi enzim laten menjadi enzim aktif
dengan cara mengaktifkan Zinc
c. Domain katalitik yang mengandung Zinc
d. Domain hemopexin yang akan memediasi substrat dan
mengkonversi spesifitas enzim
e. Regio Hinge, yang menghubungkan domain katalitik dengan
domain hemopexin.
Gambar 5.Skematik Representasi Struktur Domain MMP16
A. Peptida signal. B. Prodomain. C. Domain katalitik. D.Domain
hemopexin. E. Insersi fibronektin tipe II. F. Domain
transmembran. G. Ekor sitoplasma. H. Domain disintegrin. I.
Domain kaya sistein.J. EGF-like domain. K. Pengulangan
thrombospondin type I-like. L. Regio space
5. Regulasi
Pada kondisi fisiologis normal, aktifitas proteolitik MMP
dikontrol dalam 3 tahap berikut: aktifasi zimogen, transkripsi dan
inhibisi bentuk aktif oleh beberapa inhibitor jaringan (TIMP). Pada
kondisi patologis, keseimbangan bergeser ke arah peningkatan
aktifitas MMP yang menyebabkan degradasi jaringan.15
Sedangkan Klein dan Bischoff (2011) secara detil menerangkan
bahwa fungsi MMP dikontrol oleh sejumlah faktor pertumbuhan dan
sitokin dan mungkin dihambat oleh transforming growth factor ß dan
glukokortikoid. Selain beberapa faktor yang larut air, ekspresi MMP
juga diatur oleh kontak atau interaksi antar sel ataupun interaksi
antara sel dengan komponen ECM. MMP diekskresikan dalam bentuk
pro enzim yang inaktif dimana propeptida secara efektif menghambat
masuknya dan proses katalisis substrat ke kantong katalitik, dengan
cara memblok Zinc katalitik melalui switch mechanism. Aktifasi pro
MMP dapat terjadi melalui beberapa mekanisme yang pada akhirnya
akan menyebabkan rusaknya cysteine switch, mungkin mekanisme
yang paling penting adalah pengrusakan prodomain secara proteolitik
oleh endopeptidase seperti purin. Selain itu prodomain dapat dirusak
secara proteolitik oleh plasmin atau serin protease lain bahkan oleh
MMP lain itu sendiri.15,16
Sedangkan cysteine switch mungkin dirusak oleh reaksi kimia,
baik secara fisiologis dengan oksidasi sistein oleh beberapa jenis
oksigen reaktif maupun secara artifisial oleh kandungan Merkuri.
Perusakan ini menyebabkan relokasi prodomain yang akan
menyebabkan bentuk aktif enzim tetap terikat dengan propeptida atau
perusakan secara autoproteolitik dari prodomain. MMP dihambat oleh
inhibitor α2-makroglobulin dan beberapa inhibitor alami, disebut
TIMP yang secara efektif dapat menghambat seluruh MMP di
jaringan.15,16
Pada penelitian terakhir diketahui ternyata merokok mengubah
kadar MMP di jaringan kulit, serum dan saliva yang pada akhirnya
akan mempengaruhi turnover ECM. Jones dkk (2003) memaparkan
dalam bentuk skematik bahwa aktivasi zimogen laten dapat terjadi
secara intraselular pada spatium ekstraselular melalui aksi protease
lain atau bahkan oleh MMP lain yang telah teraktivasi sebelumnya
yang disebut stepwise activation.17
Gambar 6. Stepwise Activation17
6. Sintesis
MMP diekskresikan oleh banyak jaringan ikat dan sel pro
inflamatorik, termasuk fibroblast, osteoblast, sel endotelial, makrofag,
neutrofil dan limfosit. Beberapa flora vagina termasuk Streptokokus
grup B, Stafilokokus aureus danTrikomonas vaginalis mensekresi
protease yang akan menyebabkan terjadinya degradasi membran dan
akhirnya melemahkan selaput ketuban. Respon terhadap infeksi
berupa reaksi inflamasi akan merangsang produksi sitokin, MMP, dan
prostaglandin oleh netrofil PMN dan makrofag. Interleukin-1 dan
tumor nekrosis faktor α yang diproduksi oleh monosit akan
meningkatkan aktivitas MMP-1 dan MMP-3 pada sel korion. Infeksi
bakteri dan respon inflamasi juga merangsang produksi prostaglandin
oleh selaput ketuban yang diduga berhubungan dengan ketuban pecah
dini preterm karena menyebabkan iritabilitas uterus dan degradasi
kolagen membran. Beberapa jenis bakteri tertentu dapat menghasilkan
fosfolipase A2 yang melepaskan prekursor prostaglandin dari
membran fosfolipid. Respon imunologis terhadap infeksi juga
menyebabkan produksi prostaglandin E2 oleh sel korion akibat
perangsangan sitokin yang diproduksi oleh monosit. Sitokin juga
terlibat dalam induksi enzim siklooksigenase II yang berfungsi
mengubah asam arakidonat menjadi prostaglandin. Sampai saat ini
hubungan langsung antara produksi prostaglandin dan ketuban pecah
dini belum diketahui, namun prostaglandin terutama E2 dan F2α telah
dikenal sebagai mediator dalam persalinan mamalia dan prostaglandin
E2 diketahui mengganggu sintesis kolagen pada selaput ketuban dan
meningkatkan aktivitas dari MMP-1dan MMP-33. Indikasi terjadi
infeksi pada ibu dapat ditelusuri metode skrining klasik, yaitu
temperatur rektal ibu dimana dikatakan positif jika temperatur rektal
lebih 38°C, peningkatan denyut jantung ibu lebih dari 100x/menit,
peningkatan leukosit dan cairan vaginal berbau.2,17
Tabel 3. Frekuensi Gejala yang Berhubungan dengan Infeksi
Intra-amniotik.2
Gejala Frekuensi (%)
Temperatur >37,8 0C 100
Denyut jantung ibu 100 / menit 20 – 80
Denyut jantung bayi 169 / menit 40 – 70
Leukosit/ml >15000 70 – 90
>20000 3 – 10
Cairan vagina berbau 5 – 22
2.6 Hormon Relaksin
Relaksin merupakan hormon yang diproduksi oleh ovarium dan
plasenta yang memiliki efek penting dalam sistem reproduksi wanita dan
selama kehamilan9, 12
. Relaksin adalah suatu hormon peptide yang terdiri dari
satu rantai A dan satu rantai B serta secara struktural mirip dengan family
protein dari insulin.9,11,21
Terdapat 2 tipe hormon relaksin yaitu hormon
relaksin sistemik (sRLN atau s-relaksin) yang dihasilkan oleh korpus luteum
dan hormon relaksin yang bekerja secara lokal (dRLN) yang dihasilkan oleh
desidua. Gen relaksin pada manusia memiliki tiga bentuk yaitu: RLN1, RLN2,
RLN3. Gen RLN1 maupun RLN2 dihasilkan desidua dan plasenta manusia.
RLN2 juga diproduksi oleh korpus luteum yang nantinya akan memasuki
sirkulasi sistemik pada kehamilan.Sekresi RLN2 dari desidua maternal
(dRLN) dan trofoblas janin merupakan sekresi autokrin / parakrin murni dan
hormon ini tidak masuk ke dalam sirkulasi sistemik.12,18,21
Gambar 7. Hormon Relaksin2
2.7 Peran Hormon Relaksin pada Kehamilan
Relaksin merupakan suatu hormon yang diketahui memiliki peranan
penting dalam sistem reproduksi wanita. Selama kehamilan relaksin berperan
dalam remodeling jaringan reproduksi untuk mengakomodasi kehamilan serta
untuk mempersiapkan proses persalinan.20,26
Dari hasil studi didapatkan bahwa mRNA relaksin diekspresikan di
endometrium serta kadarnya lebih banyak meningkat pada fase ploriferasi
pada wanita normal yang tidak hamil dengan siklus menstruasi teratur. Pada
kondisi ini relaksin pada dinding rahim akan menghambat kontraksi dan
mempersiapkan rahim untuk kehamilan, namun jika kehamilan tidak terjadi
maka sekresi relaksin akan terhenti.11,24,26
Pada masa kehamilan, relaksin dihasilkan oleh desidua dan plasenta.
Relaksin yang di produksi oleh korpus luteum dapat dideteksi di perifer,
sedangkan relaksin yang diproduksi oleh desidua dan plasenta terdeteksi
secara lokal di plasenta.22,26
Pada awal masa kehamilan, reseptor hormon relaksin di
endometrium meningkat yang bertujuan untuk mempersiapkan proses
desidualisasi. Proses desidualisasi adalah suatu perubahan fisiologis yang
terjadi di endometrium pada awal kehamilan, dimana akan terbentuk jaringan
fungsional yang berasal dari diferensiasi sel endometrium. Pada penelitian
didapatkan bahwa endometrium lebih terdesidualisasi pada subjek yang diberi
relaksin dibanding yang tidak diberi relaksin. Pada endometrium yang lebih
terdesidualisasi terjadi perubahan sel stromal menjadi lebih besar,
peningkatan rasio sitoplasma berbanding nukleus sel, lebih banyak sel
periarterioral serta peningkatan jumlah arteriol dan limfosit. Relaksin juga
meningkatkan jumlah neutrofil, sel CD56 positif (sel NK uterus), sel CD68
positif (makrofag) pada endometrium, namun tidak terdapat peningkatan
jumlah pada sel CD3 positif (limfositT). Peningkatan jumlah yang spesifik
pada sel NK uterus terutama sangat penting dalam remodeling arteri spiralis
serta memproduksi berbagai sitokin, faktor angiogenik dan sintase nitrat
oksida yang penting dalam implantasi dan pemeliharaan kehamilan.
Remodeling ini nantinya dapat mengatur system kardiovaskular dan ginjal
ibu dalam masa kehamilan untuk membantu mereka beradaptasi dengan
peningkatan permintaan oksigen dan nutrisi bagi janin dan untuk memproses
produk-produk limbah yang dihasilkan dengan merelaksasi pembuluh darah
ibu untuk meningkatkan aliran darah ke plasenta dan ginjal.18,19,26
Integritas jaringan ikat endometrium juga perlu dipertahankan
selama masa awal kehamilan, oleh karena itu pembentukan dan degradasi
(oleh MMP) dari kolagen tipe 1 perlu dijaga keseimbangannya. Pada awal
kehamilan, relaksin secara signifikan menghambat proMMP-1 dan proMMP-
3 dalam endometrium, serta meningkatkan kadar inhibitor endogen TIMP-1
(Tissue Inhibitor Metalloprotease) yang bekerja sebagai inhibitor
metalloproteinases. TIMP sangat berperan dalan proses desidualisasi, hal ini
ditunjukkan diekspresikannya secara maksimal TIMP pada stroma
desidualisasi dalam pembentukan jaringan desidua dan pembuluh darah
dibandingkan pada endometrium dalam siklus mestruasi.22,23,26
Studi oleh Vogel dkk (2004) mendapatkan bahwa konsentrasi serum
relaksin (s-relaksin) pada wanita hamil normal, kadarnya meningkat sampai
usia kehamilan 10 – 12 minggu, kemudian menurun secara bertahap setelah
usia kehamilan 12 – 24 minggu dan kadarnya tetap konstan selama sisa akhir
kehamilan dan tidak ditemukan variasi diurnal atau peningkatan prainpartu
pada s-relaksin. Namun bila terjadi peningkatan kadar s-relaksin pada usia
kehamilan antara 18 sampai 30 minggu, hal tersebut berguna dalam
memprediksi kelahiran premature pada kehamilan berisiko rendah.19
Studi lain
membuktikan bahwa terdapat peningkatan total relaksin yang signifikan pada
pasien dengan PPROM (Preterm Premature Rupture of Membrane)
dibandingkan dengan pasien dengan persalinan prematur saja tanpa pecah
ketuban atau bedah sesar prematur akibat komplikasi medis pada ibu.15,23
Peran relaksin lainnya selama kehamilan yaitu pada trimester ke-3,
peningkatan kadar serum relaksin penting dalam meningkatkan sensitivitas
insulin terhadap adiposit sehingga terjadi peningkatan penyimpanan glukosa
pada adiposit. Pengaruh relaksin dalam kehamilan ini dapat mencegah
terjadinya diabetes gestasional.26
Pada proses persalinan, relaksin berperan melemaskan ligament di
panggul dan pematangan serviks, hal ini sangat penting untuk memberi ruang
yang cukup pada bayi untuk lahir.14,26
2.8 Peran Hormon Relaksin pada Ketuban Pecah Dini
Peningkatan kadar serum relaksin yang terus berlangsung selama
masa kehamilan, dapat memicu terjadinya persalinan preterm. Penelitian
dengan subjek wanita hamil yang sebelumnya telah dilakukan stimulasi
ovarium, dibandingkan dengan kontrolnya yang tidak diberi perlakuan,
didapatkan hubungan yang signifikan pada peningkatan serum relaksin
setelah dilakukan stimulasi ovarium dengan kejadian persalinan preterm.11,26
Studi yang dilakukan di Denmark oleh Vogel dkk (2004),
menggunakan subjek wanita sehat dengan kehamilan tunggal yang
mengalami gejala inpartu sebelum usia kehamilan 34 minggu, mendapatkan
bahwa kadar s-relaksin secara signifikan lebih tinggi pada wanita yang
melahirkan pada usia kehamilan kurang dari 34 minggu dibandingkan wanita
yang melakukan persalinan pada usia kehamilan lebih dari 34 minggu.
Berdasarkan kurva ROC didapatkan cutt-off kadar s-relaksin yang digunakan
untuk memprediksi kelahiran prematur sebelum usia kehamilan 34 minggu
yaitu sebesar >300 pg/mL.19,
Pada persalinan preterm, juga didapatkan ekspresi gen reseptor
relaksin (LGR7) dan proteinnya dalam desidua dan plasenta jumlahnya
meningkat secara signifikan pada pasien dengan persalinan preterm akibat
PPROM (Preterm Premature Rupture of Membrane) dibandingkan pada
persalinan aterm, pengikatan hormon relaksin dan ekspresi gen reseptor
relaksin (LGR7) terutama terjadi dalam korion dan desidua. Selanjutnya
ekspresi LGR7 dan relaksin menurun jumlahnya setelah proses persalinan
spontan baik pada persalinan preterm maupun aterm. Hal ini menunjukkan
bahwa peran relaksin mungkin berbeda dalam persalinan aterm dibandingkan
patologi pada persalinan preterm.20,21.
Kadar serum relaksin (s-relaksin) yang meningkat juga berkontribusi
dalam memprediksi terjadinya persalinan preterm pada PPROM (Preterm
Premature Rupture of Membrane) dalam waktu kurang dari 3 hari sejak
dimulainya gejala inpartu (terdiri dari gejala kontraksi dan pematangan
serviks). Kadar s-relaksin secara signifikan memiliki angka lebih tinggi pada
wanita dengan PPROM (PretermPremature Rupture of Membrane)
dibandingkan pada wanita dengan gejala kontraksi saja pada persalinan
preterm. Selain itu penelitian secara invitro dengan melakukan inkubasi
jaringan ketuban dengan hormon relaksin, mendapatkan bahwa hormon
relaksin dapat mengakibatkan kekuatan regangan jaringan ketuban
berkurang.19,20
Berkurangnya kekuatan jaringan selaput ketuban akibat regangan
yang dipengaruhi ukuran janin yang lebih besar dipercaya dapat menyebabkan
kelahiran prematur akibat PPROM dibandingkan pada kehamilan dengan
ukuran janin normal. Atas dasar ini dilakukan studi in Vitro menggunakan
human amniotic epithelial-like cell line (WISH) untuk membuktikan efek dari
relaksin terhadap pertumbuhan janin dan pertumbuhan epitel amnion.
Didapatkan bahwa relaksin bekerja sebagai faktor pertumbuhan untuk ketuban
terutama dengan menyebabkan ekspresi IGF-II pada sel-sel epitel amnion dan
sitotrofoblas yang menyebabkan peningkatan proliferasi yang signifikan pada
media WISH. Didukung dengan studi in vivo yang mendapatkan bahwa
ekspresi gen relaksin secara signifikan lebih besar pada ketuban pasien dengan
bayi makrosomia atau bayi yang lebih besar dari pada ukuran normal.20
Terkait dengan regangan pada selaput ketuban, hormon relaksin
dipercaya berperan dalam renovasi kolagen pada unit uteroplasenta yang dapat
menurunkan elastisitas selaput ketuban. Konsentrasi kolagen pada selaput
ketuban manusia menurun dengan bertambahnya usia kehamilan dan juga
menurun pada wanita dengan PPROM (Preterm Premature Rupture of
Membrane). Karena selaput janin seperti halnya leher rahim, mengalami
perubahan selama kehamilan ada kemungkinan bahwa relaksin terlibat dalam
proses pematangan ini, karena didapatkan konsentrasi relaksin serum
meningkat pada usia kehamilan 18 dan 30 minggu pada wanita yang
mengalami persalinan prematur atau PPROM (Preterm Premature Rupture of
Membrane). Studi in vitro menunjukkan bahwa rangsangan relaksin terhadap
sel amnion dan korion akan menginduksi peningkatan aktivitas collagenolytic,
serta relaksin menginduksi peningkatan kolagenase interstitial (MMP-1),
stromelysin (MMP-3) dangelatinase B (MMP-9) di selaput ketuban manusia
utuh setelah 48 jam inkubasi.7 Penelitian lainnya juga mendapatan bahwa
penambahan relaksin ke dalam media eksplan ketuban in vitro dapat
menyebabkan peningkatan yang tergantung dosis dalam ekspresi gen tertentu,
protein, dan aktivitas kolagenase interstitial (MMP-1), stromelysin-1 (MMP-
3), dan gelatinase B (MMP-9), tetapi tidak untuk gelatinase A (MMP-2) atau
inhibitor TIMP-1. Sehingga relaksin lokal desidua (dRLN) bisa menyebabkan
aktivasi kaskade enzim spesifik yang dapat mengakibatkan degradasi dalam
spektrum yang luas pada komponen matriks ekstraseluler.22,23,24
Studi oleh Vogel dkk (2004) di Denmark salah satunya untuk
membuktikan efek dari relaksin terhadap sifat biomekanik dari selaput
ketuban manusia pada rentang konsentrasi tertentu. Studi ini menggunakan
spesimen dari selaput ketuban yang diambil dalam waktu lima menit setelah
persalinan dengan bedah Caesar elektif dari kehamilan aterm sebelum adanya
inpartu, kemudian jaringan diinkubasi selama 48 jam dengan relaksin H1 dan
H2 pada konsentrasi yang berbeda (10-12
, 10-11
, 10-10
, 10-9
, 10-8
M). Selain itu,
inkubasi juga dilakukan dengan kolagenase inhibitor sintetis (10-6
M CI - 1, N
- [3 - N - (benzyloxycarbonyl) amino - (R) - carboxypropyl] – L – leucyl – O
– methyl – L - tyrosineN - methylamid), sedangkan untuk kelompok kontrol
tidak dilakukan inkubasi baik dengan relaksin maupun kolagenase inhibitor.
Pengujian biomekanis dilakukan menggunakan mesin uji material (Alwetron
TCT5, Lorentzen dan Wettre, Stockholm, Swedia). Strip dipasang pada 2
klem, jarak antaranya ditingkatkan pada kecepatan konstan 10 mm / menit
sampai pecahnya jaringan. Didapatkan bahwa spesimen yang diinkubasi
dengan relaksin H2 (10-9
M) secara signifikan lebih lemah dari pada
kontrolnya dan secara signifikan lebih lemah dari spesimen yang diinkubasi
dengan 10-8
M serta didapatkan efek kolagenase inhibitor BB-250
menghapuskan efek relaksin terkait sifat biomekanik dari ketuban manusia,
enzim ini juga menghambat MMP-1, MMP-3, MMP-2, MMP-9 dan MMP-7.
Sedangkan inkubasi 48 jam dengan relaksin H1 tidak menunjukkan pengaruh
yang signifikan terhadap sifat biomekanik selaput ketuban. Pelemahan selaput
janin setelah inkubasi dengan relaksin dapat menjelaskan hubungan antara
tingginya kadar serum relaksin H2 dan peningkatan risiko kelahiran preterm
akibat PPROM (Preterm Premature Rupture of Membrane).16,22
Mengenai pengaruh relaksin terhadap apoptosis sel jaringan ketuban,
karena apoptosis sel dianggap berperan penting dalam PPROM (Preterm
Premature Rupture of Membrane). Studi in vitro mendapatkan bahwa
relaksin memiliki efek protektif ketika sel-sel terkena agen yang menginduksi
apoptosis. Salah satu yang dapat menginduksi apoptosis sel adalah infeksi,
banyak penelitian telah dilakukan dalam beberapa tahun terakhir ini untuk
meneliti peran infeksi sebagai penyebab kelahiran prematur. Telah jelas
bahwa infeksi mikroba pada saluran kencing bagian atas berkaitan dengan
kelahiran premature spontan. Sebuah studi dilakukan untuk mencari
hubungan antara jalur yang diinduksi infeksi ini dengan kelahiran premature
dan peran relaksin pada PPROM (Preterm Premature Rupture of Membrane).
Studi in vivo menggunakan media eksplan dari membrane janin aterm
manusia dikumpulkan sebelum inpartu persalinan aterm, lalu diinkubasi
selama 4 dan 24 jam dengan lipopolisakarida bakteri, kemudian dilakukan
pengukuran kadar relaksin, reseptor LGR7, IL-1β, dan IL-6 dalam eksplan,
dan tingkat ekspresinya dibandingkan dengan hasil dari kontrol yang tidak
diberi perlakuan. Didapatkan respon yang kuat dari kedua interleukin pada
jam ke- 4 dan ke-24, namun tidak ada respon yang signifikan dalam ekspresi
relaksin atau LGR7. Dengan demikian, infeksi tampaknya memiliki efek
kecil pada ekspresi system relaksin dalam jaringan tersebut. Dapat dikatakan
bahwa jalur yang diperantarai relaksin untuk PPROM (Preterm Premature
Rupture of Membrane) adalah berbeda dari jalur akibat infeksi.20,21
BAB III
RANGKUMAN
Ketuban pecah dini (KPD) merupakan masalah penting dalam obstetrik
berkaitan dengan penyulit kelahiran prematur dan terjadinya infeksi
korioamnionitis sampai sepsis, yang meningkatkan morbiditas dan mortalitas
perinatal dan menyebabkan infeksi ibu.
Beberapa peneliti melaporkan insidensi KPD berkisar antara 8 – 10% dari
semua kehamilan. Hal ini menunjukkan, KPD lebih banyak terjadi pada
kehamilan yang cukup bulan dari pada yang kurang bulan, yaitu sekitar 95%,
sedangkan pada kehamilan tidak cukup bulan atau KPD pada kehamilan preterm
terjadi sekitar 34% semua kelahiran prematur.
Pengelolaan Ketuban Pecah Dini (KPD) merupakan masalah yang masih
kontroversial dalam kebidanan. Pengelolaan yang optimal dan yang baku masih
belum ada, selalu berubah. Protokol pengelolaan yang optimal harus
mempertimbangkan adanya infeksi dan usia gestasi serta faktor-faktor lain seperti
fasilitas serta kemampuan untuk merawat bayi yang kurang bulan. Meskipun tidak
ada satu protokol pengelolaan yang dapat untuk semua kasus KPD, tetapi harus
ada panduan pengelolaan yang strategis, yang dapat mengurangi mortalitas
perinatal dan dapat menghilangkan komplikasi yang berat baik pada anak maupun
pada ibu.
Pada persalinan preterm, didapatkan ekspresi gen reseptor relaksin
(LGR7) dan protein dalam desidua dan plasenta jumlahnya secara signifikan
meningkat pada pasien dengan persalinan preterm akibat PPROM (Preterm
Premature Rupture of Membrane) dibandingkan pada persalinan aterm,
peningkatan pengikatan hormon relaksin dan ekspresigen reseptor relaksin
(LGR7) terutama terjadi dalam korion dan desidua. Selanjutnya ekspresi LGR7
dan relaksin menurun jumlahnya setelah proses persalinan spontan baik pada
persalinan preterm maupun aterm.
Kadar s-relaksin secara signifikan memiliki angka lebih tinggi pada wanita
dengan PPROM (Preterm Premature Rupture of Membrane) dibandingkan pada
wanita dengan gejala kontraksi saja pada persalinan preterm. Hal ini disebabkan
peningkatan hormon relaksin dapat menimbulkan pelepasan enzim collagenolytic
yang memodulasi struktur matriks ekstraselular (MPP-1, MMP-3, MMP-9)
sehingga terjadi pelemahan dan pecahnya selaput ketuban. Penelitian secara in
vitro membuktikan dengan melakukan inkubasi jaringan ketuban dengan hormon
relaksin mengakibatkan kekuatan regangan jaringan ketuban berkurang. Relaksin
H2 tampaknya memiliki pengaruh lebih besar terhadap melemahnya selaput
ketuban dibandingkn relaksin H1. Selain itu relaksin berfungsi melemaskan
ligament di panggul dan pematangan serviks, hal ini sangat penting untuk
memberi ruang yang cukup pada bayi untuk lahir
Jadi dapat dikatakan bahwa peningkatan kadar relaksin, dapat
memprediksi terjadinya Ketuban Pecah Dini.
DAFTAR PUSTAKA
1. Soewarto, S. 2009. Ketuban Pecah Dini. Dalam : Winkjosastro H., Saifuddin
A.B., dan Rachimhadhi T. (Editor). Ilmu Kebidanan. Jakarta : Yayasan Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Hal. 677-680.
2. Ketuban Pecah Dini. 2011. Diambil dari situs
http://www.scribd.com/doc/6174 2900/Lapsus-KPD-singaraja.html. diakses
pada tanggal 16 Juli 2012.
3. Ketuban Pecah Dini. 2011. Diambil dari situs http://www.scribd.com/doc/
59744828/ketuban-pecah-dini-2.html. diakses pada tanggal 16 Juli 2012.
4. Ketuban Pecah Dini. 2011. Diambil dari situs http://www.scribd.com/doc/
65772733/KPD.html. diakses pada tanggal 16 Juli 2012.
5. Gde Manuaba, I.B. Ketuban Pecah Dini (KPD). Ilmu Kebidanan, Penyakit
Kandungan & Keluarga Berencana. Jakarta: EGC; 2001. Hal: 229-232.
6. Ketuban Pecah Dini. 2011. Diambil dari situs http://www.scribd.com/doc/
65476803/tinjauan-pustaka-KPD.html. diakses pada tanggal 16 Juli 2012.
7. Saifudin A.B. 2006. Ketuban Pecah Dini, Buku Acuan Nasiona Pelayanan
Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo. Hal : 218-220.
8. Ketuban Pecah Dini. 2011. Diambil dari situs http://www.scribd.com/doc/
50265897/BAB-I.html. diakses pada tanggal 16 Juli 2012.
9. Cunningham Gary F, Leveno J Kenneth , Bloom L Steven , Hauth C John ,
Rouse J Dwight , Spong Y Catherine. Williams ObstetricsEdisi 23.2012.
10. Thorell, E. Goldsmith L. Weiss G. Kristianson P. Physical Fitness, Serum
Relaxinand Duration Of Gestation. 2015. 15:168
11. Marshall SA, Senadheera SN. The Role of Relaxin in Normal and abnormal
Uterine Function During the Menstrual Cycle and Early Pregnancy.2016.
12. Relaxinfor Preventing Preterm Birth.2012. Available at :
www.cochranelibrary.com.
13. Kota SK. Endocrinology of parturition. 2016. Indian Journal of Endocrinology
and Metabolism. Vol 17.
14. Irani RA. Overview of the mechanism of induction of labor. 2015.
15. Epstein FH. Premature Rupture of the Fetal Membrane. 1998. 338 (10).
16. N Rangaswanny, D Kumar RM Moore. Weakening and Rupture of Human
Fetal Membrane – Biochemistry and Biomechanic. Availale at :
www.intechopen.com.
17. Parry, S., Strauss, J.F., Premature Rupture of The Fetal Membranes. New
England Journal of Medicine, 1998. 338(10) :663-670.
18. Rocha, FG. Slavin, TP.Li, D. Tiirikainen, MI. Bryant-Greenwood, GD.
Genetic Association of Relaxin : Preterm Birth and Premature Rupture of
Fetal Membrane. American Journal of Obstetrics & Gynaecology. 2013.209
:258.e1-8.Available at: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/23727041
19. Vogel, I. Glavind-Kristensen, M. Thorsen, P. Armbruster FP. Uldbjerg, N. S-
relaxin as a Predictor of Preterm Delivery in Women with Symptoms of
Preterm Labour. BJOG International Journal of Obstetrics and Gynaecology.
2002. 109 : 977-982.Available at:
http://onlinelibrary.wiley.com/doi/10.1111/j.1471-0528.2002.01187.x/full
20. Bryant-Greenwood, GD. Yamamoto, SY. Lowdes, KM. Webster, LE. Parg,
SS, Amano, A. Bullesbach, EE. Schwabe, C. Millar, LK. Human Decidual
Relaxin and Preterm Birth. New York Academy of Sciences. 2005. 1041 :
338–344. Available at: http://documentslide.com/documents/human-decidual-
relaxin-and-preterm-birth.html
21. Bogic, LV. Yamamoto, SY. Millar, LK. Bryant-Greenwood, GD.
Developmental Regulation of the Human Relaxin Genes in the Decidua and
Placenta : Overexpression in the Preterm Premature Rupture of the Fetal
Membranes. Biology of Reproduction. 1997. 57 : 908-920.Available at:
http://www.biolreprod.org/content/57/4/908.full.pdf
22. Vogel, I. Petersen, A. Petersen, LK. Helmig, RB. Oxlund, H. Uldbjerg, N.
Biphasic Effect of Relaxin, Inhibitable by a Collagenase Inhibitor, on the
Strength of Human Fetal Membranes. In Vivo. 2004. 18 : 581-584.Available
at: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/15523897
23. Bryant-Greenwood, GD. Millar, LK. Human Fetal Membranes : Their
Preterm Premature Rupture. Biology of Reproduction. 2000. 63(6) : 1575-
1579.Available at: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/11090422
24. Thombre, Madhavi K. Thesis : A Review of the Etiology Epidemiology
Prediction And Interventions of Preterm Premature Rupture of Membranes.
Michigan State University. 2014. p 13.
25. Bryant-Greenwood, GD. Kern, A. Yamamoto, SY. Sadowsky, DW. Novy,
MJ. Relaxin and the Human Fetal Membranes. Society for Gynecologic
Investigation. 2007. 14(8s) : 42-45. Available at :
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/18089609
Goldsmith, LT. Weiss, G. Relaxin in Human Pregnancy. NIH Public Access.
2009. p 2-6. Available at: http://onlinelibrary.wiley.com/doi/10.1111/j.1749-
6632.2008.03800.x/full