PERAN AYAH SEBAGAI ORANG TUA TUNGGAL DALAM MENDIDIK...
-
Upload
truongliem -
Category
Documents
-
view
231 -
download
0
Transcript of PERAN AYAH SEBAGAI ORANG TUA TUNGGAL DALAM MENDIDIK...
i
PERAN AYAH SEBAGAI ORANG TUA TUNGGAL
DALAM MENDIDIK AKHLAK ANAK
(Studi Kasus pada Keluarga TKW
di Desa Blotongan Salatiga 2018)
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Kewajiban dan Syarat Guna Memperoleh Gelar
Sarjana Pendidikan
Oleh:
Hani Latifah
NIM: 11114190
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA
2018
iii
PERAN AYAH SEBAGAI ORANG TUA TUNGGAL
DALAM MENDIDIK AKHLAK ANAK
(Studi Kasus pada Keluarga TKW
di Desa Blotongan Salatiga 2018)
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Kewajiban dan Syarat Guna Memperoleh Gelar
Sarjana Pendidikan
Oleh:
Hani Latifah
NIM: 11114190
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA
2018
vii
MOTTO
ال يكلف للا نفسا إال وسعها
Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya.
(QS. Al-Baqarah: 286)
viii
PERSEMBAHAN
Puji syukur kehadirat Allah SWT, atas limpahan rahmat serta karuniaNya,
skripsi ini penulis persembahkan untuk:
1. Ayah dan ibundaku tersayang, M. Yazid dan Issemiyati yang selalu
membimbingku, memberikan nasehat, dan mendoakanku tanpa henti.
2. Saudara kandungku, Adib Irfani dan Ahmad Arief yang menjadi salah satu
semangatku untuk menyelesaikan skripsi ini.
3. Afit Munandar yang selalu memberikan motivasi dan semangat.
4. Rosidi, Naim K Ihsan, dan Arifah Nurlaili.
5. Sahabat seperjuanganku yang telah memberi dukungan Farida, Tutik,
Endah, , Nely, Novi.
6. Keluarga PPL SMPN 3 Getasan Atika, Yurvista, Syahril, Iis, dll.
7. Keluarga KKN posko 20 Bateh Karisna, Laela, Zul, April, Novi, Mamik,
dll.
8. Teman-teman seperjuangan PAI angkatan 2014.
9. Segenap pendidik dan pembaca.
ix
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirabbil’alamin. Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan rahmat serta hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
penelitian ini dengan baik. Shalawat serta salam semoga tercurah pada junjungan
kita Nabi Muhammad SAW yang selalu kita nantikan syafa’atnya. Penulis
menyadari keterbatasan pengetahuan yang dimiliki, sehingga pengarahan dan
bantuan telah banyak penulis peroleh dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis
mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada yang terhormat:
1. Bapak Dr. H. Rahmat Haryadi, M.Pd. selaku Rektor IAIN Salatiga.
2. Bapak Suwardi, M.Pd. Dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan IAIN
Salatiga.
3. Ibu Siti Rukhayati, M.Ag. Ketua Jurusan Pendidikan Agama Islam.
4. Ibu Dr. Lilik Sriyanti, M.Si. selaku dosen pembimbing skripsi yang telah
membimbing dan mengarahkan dari awal hingga akhir dalam proses
penyelesaian skripsi ini.
5. Dosen Pembimbing Akademik Bapak Dr. Mukti Ali, S.Ag., M.Hum yang
telah membantu penulis selama menuntut ilmu di IAIN Salatiga.
6. Seluruh dosen IAIN Salatiga yang telah membekali ilmu pengetahuan, serta
karyawan IAIN Salatiga sehingga penulis dapat menyelesaikan jenjang
pendidikan S1.
7. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah
berperan dan membantu hingga skripsi ini dapat terselesaikan.
x
Penulis menyadari atas keterbatasan yang dimiliki dalam menyelesaikan
penulisan skripsi ini, sehingga masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu
kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan. Semoga hasil
penelitian ini dapat memberikan manfaat bagi penulis khususnya, serta para
pembaca pada umumnya. Amin.
Salatiga, 30 Agustus 2018
Hani Latifah
111-14-190
xi
ABSTRAK
Latifah, Hani. 2018. Peran Ayah sebagai Orang tua Tunggal dalam Mendidik
Akhlak Anak (Studi Kasus pada Keluarga TKW di Desa Blotongan Salatiga
2018). Skripsi. Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan. Pendidikan Agama Islam.
Institut Agama Islam Negeri Salatiga. Pembimbing: Dr. Lilik Sriyanti, M.Si.
Kata Kunci: Peran ayah, mendidik, keluarga TKW
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui peran ayah sebagai orang tua
tunggal dalam mendidik anak pada keluarga TKW di Desa Blotongan Salatiga.
Rumusan masalah penelitian ini adalah: (1) Bagaimana upaya seorang ayah
sebagai orang tua tunggal dalam mendidik anak pada keluarga TKW di Desa
Blotongan Salatiga. (2) Apa kendala seorang ayah sebagai orang tua tunggal
dalam mendidik anak pada keluarga TKW di Desa Blotongan Salatiga. (3)
Bagaimana perilaku yang dimiliki anak pada keluarga TKW di Desa Blotongan
Salatiga.
Penelitian ini adalah jenis penelitian lapangan (field research) yang
dilakukan di Desa Blotongan Salatiga. Pelaksanaannya menggunakan pendekatan
kualitatif diskriptif analisis dengan menggunakan teknik pengumpulan data yaitu
wawancara, pengamatan, serta penelaahan dokumen. Karakteristik informan yang
diteliti adalah seorang ayah dan anak pada keluarga TKW di Desa Blotongan
Salatiga, dengan usia anak yang berkisar antara 12-17 tahun.
Hasil penelitian ini menunjukkan ada beberapa upaya yang dilakukan ayah
dalam mendidik anak, antara lain: (1) mengajarkan anak sholat. (2) mengajarkan
Al-Qur’an. (3) mengajarkan anak agar selalu berbuat baik kepada orang tua. (4)
mengajarkan anak agar berbuat baik kepada siapapun. (5) memberi kasih sayang
dan hukuman. (6) memberi teladan pada anak-anak. (7) memperhatikan pergaulan
anak. Kendala yang dihadapi kelima ayah adalah jenis kendala internal, yakni
dimana ada keinginan bermain yang lebih pada diri anak, kendala internal pada
penelitian ini adalah anak banyak menonton televisi, bermain handphone, dan
bersepeda, serta ada anak yang masih sering membantah jika dinasehati. Adapula
ayah yang menghadapi dua kendala sekaligus, yakni kendala internal dan
eksternal. Kendala eksternal adalah kendala yang bersumber dari luar diri anak,
kendala tersebut bersumber dari ayah, dimana kadang ayah bekerja sampai larut
malam, bahkan ada yang tidak pulang dalam beberapa hari. Akhlak yang dimiliki
anak pada keluarga TKW di Desa Blotongan Salatiga relatif baik, karena rata-rata
dari mereka dapat berperilaku sebagaimana mestinya dan sesuai dengan aturan
yang ada, sehingga dapat dikatakan tidak ada anak nakal berlebihan, masih
tergolong wajar dan dapat dinasehati oleh orang tua.
xii
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL LUAR ................................................................................ i
LEMBAR BERLOGO IAIN ................................................................................... ii
HALAMAN SAMPUL DALAM .......................................................................... iii
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING .................................................... iv
HALAMAN PENGESAHAN KELULUSAN ......................................................... v
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN .................................. vi
MOTTO ................................................................................................................ vii
PERSEMBAHAN ................................................................................................ viii
KATA PENGANTAR ........................................................................................... ix
ABSTRAK ............................................................................................................. xi
DAFTAR ISI ......................................................................................................... xii
DAFTAR TABEL .................................................................................................. xv
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................ xvi
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................ 1
A. Latar Belakang Masalah .......................................................................... 1
B. Fokus Penelitian ...................................................................................... 4
C. Tujuan Penelitian ..................................................................................... 4
D. Manfaat Penelitian ................................................................................... 5
E. Penegasan Istilah ..................................................................................... 6
F. Sistematika Penulisan .............................................................................. 8
xiii
BAB II LANDASAN TEORI .............................................................................. 10
A. Landasan Teori .................................................................................... 10
1. Peran Ayah ................................................................................... 10
a. Pengertian Peran Ayah .......................................................... 10
b. Pengertian Orang tua Tunggal .............................................. 12
c. Pengertian Mendidik ............................................................. 14
d. Pengertian Akhlak ................................................................. 16
e. Pengertian Anak .................................................................... 16
f. Upaya Mendidik Anak .......................................................... 17
g. Kendala Mendidik Akhlak Anak .......................................... 24
h. Akhlak Anak ......................................................................... 25
2. Keluarga TKW ............................................................................. 29
a. Pengertian Keluarga .............................................................. 29
b. Fungsi Keluarga .................................................................... 30
c. Tujuan Keluarga .................................................................... 32
d. Tipe Keluarga ........................................................................ 33
e. Tenaga Kerja Wanita (TKW) ................................................ 34
B. Kajian Pustaka ..................................................................................... 35
BAB III METODE PENELITIAN ..................................................................... 40
A. Pendekatan dan Jenis Penelitian ..................................................... 40
B. Lokasi Penelitian ............................................................................ 40
C. Sumber Data ................................................................................... 41
D. Prosedur Pengumpulan Data .......................................................... 41
xiv
E. Analisis Data .................................................................................. 43
F. Pengecekan Keabsahan Data .......................................................... 45
G. Tahap-tahap Penelitian ................................................................... 45
BAB IV PAPARAN DAN ANALISIS DATA .................................................... 48
A. Paparan Data ..................................................................................... 48
1. Letak Geografis ......................................................................... 48
2. Keadaan Penduduk .................................................................... 48
3. Data Informan ............................................................................ 54
4. Profil Subjek Penelitian ............................................................. 54
5. Temuan Penelitian ..................................................................... 62
B. Analisis Data ................................................................................... 102
1. Upaya ayah sebagai orang tua tunggal dalam mendidik akhlak
anak pada keluarga TKW di Desa Blotongan Salatiga ............ 102
2. Kendala dalam mendidik akhlak anak pada keluarga TKW di
Desa Blotongan Salatiga .......................................................... 110
3. Akhlak yang dimiliki anak pada keluarga TKW di Desa
Blotongan Salatiga ................................................................... 112
BAB V PENUTUP .............................................................................................. 118
A. Kesimpulan .............................................................................................. 118
B. Saran ......................................................................................................... 120
xv
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Jumlah Penduduk Menurut Usia ............................................................ 49
Tabel 3.2 Jumlah Penduduk Menurut Agama ........................................................ 50
Tabel 3.3 Jumlah Penduduk Menurut Pendidikan ................................................. 51
Tabel 3.4 Jumlah Penduduk Menurut Mata Pencaharian ...................................... 52
Tabel 3.5 Daftar Informan Keluarga TKW ............................................................ 54
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Surat Tugas Pembimbing Skripsi
Lampiran 2 Lembar Bimbingan Skripsi
Lampiran 3 Surat Permohonan Izin Penelitian
Lampiran 4 Surat Pernyataan selesai Penelitian
Lampiran 5 Pedoman Wawancara
Lampiran 6 Hasil Wawancara
Lampiran 7 Dokumentasi
Lampiran 8 Daftar Nilai SKK
Lampiran 9 Riwayat Hidup Penulis
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Kaum wanita secara alamiah diciptakan untuk melahirkan,
membina, dan mengasuh anak. Wanita tidak perlu mengemban tugas berat
sosial dan ikut serta dengan kaum laki-laki membanting tulang dalam
menjalankan aktivitasnya (Mansur, 2007:208). Wanita cenderung
memiliki hati dan perasaan yang lembut, sedangkan laki-laki cenderung
memiliki hati yang kuat, tegas, dan memiliki sifat pemimpin. Namun,
adanya tuntutan persamaan gender antara kaum laki-laki dan perempuan
seakan telah mengubah dunia. Dapat dilihat bahwasannya dalam dunia
pekerjaan pun juga kini telah diperluas bagi kaum wanita. Sekarang ini
sudah tidak mengherankan lagi apabila wanita yang sudah berumah tangga
juga ikut ambil alih membantu suami mencari nafkah. Dengan berbagai
alasan, kini perempuan dapat membantu memenuhi kebutuhan hidup
rumah tangganya. Itu semua dilakukan demi tercukupinya kebutuhan yang
harus dipenuhi pasangan suami istri dalam berumah tangga, terlebih lagi
jika sudah dikaruniai anak tentu kebutuhan akan semakin bertambah.
Wanita yang ikut bekerja dengan maksud membantu perekonomian
keluarga memang tidaklah salah. Tetapi permasalahannya adalah apabila
tugas yang seharusnya dilakukan wanita sebagai istri dan ibu di rumah
menjadi terabaikan dan terlupakan. Tidak sedikit wanita yang memilih
bekerja hingga mau tidak mau mengabaikan tugasnya sebagai seorang ibu,
2
yang dimaksud adalah pekerjaan yang bertempat di luar kota bahkan
hingga luar negeri. Padahal, peran ibu sebagai orang tua sangatlah penting
untuk anaknya, tanpa hadirnya figur seorang ibu tentu anak akan
merasakan adanya sesuatu yang kurang. Sayangnya, banyak wanita yang
sudah menjadi ibu justru rela berjauhan dengan anak, suami, dan keluarga
dengan mengatasnamakan ekonomi. Alasan ekomoni itu pula yang
membuat akhirnya para suami mengizinkan istrinya untuk menjadi TKW.
Penelitian yang dilakukan oleh Kumalasari (2008) yang berjudul
TKW dan Pengaruhnya Terhadap Kelangsungan Hidup Berkeluarga dan
Kelangsungan Pendidikan Anak di Kabupaten Sleman, memaparkan hasil
bahwa alasan utama para TKW memilih profesi tersebut terutama karena
alasan ekonomi. Para suami yang tidak bekerja atau jika bekerjapun
dengan penghasilan yang relatif masih kurang akhirnya dengan terpaksa
mengijinkan istrinya bekerja sebagai TKW. Pilihan pekerjaan ini akhirnya
mengorbankan fungsi istri sekaligus ibu yang berperan penting dalam
mengasuh dan mendidik anak-anaknya. Dampak paling dirasakan bagi
anak-anak para TKW adalah hilangnya perhatian orangtua khususnya ibu
secara emosional dalam mendukung pendidikan formal mereka. Motivasi
dan dorongan untuk belajar lebih lanjut tidak didapatkan ketika para ibu
memilih bekerja sebagai TKW. Ironis sekali sementara alasan para TKW
ini bekerja adalah untuk kelangsungan pendidikan anak-anak mereka.
Peran seorang suami yang ditinggal istri mencari nafkah sebagai
Tenaga Kerja Wanita (TKW) tentu menjadi lebih berat, terlebih bagi yang
3
sudah memiliki anak, di sisi lain seorang ayah ada yang tetap memiliki
tanggung jawab mencari nafkah, dan disalah satu sisi ia harus tetap
melakukan tugasnya untuk menjaga serta melindungi anak di rumah.
Seorang suami adalah kepala keluarga yang bertugas sebagai nahkoda
dalam biduk rumah tangga. Dialah yang akan mengarahkan dan
mengendalikan kemana keluarganya akan dibawa (Amirulloh, 2015:47).
Mencari nafkah untuk keluarga juga merupakan salah satu kewajiban yang
harus dipenuhi oleh suami. Hal ini sebagaimana firman Allah SWT dalam
surat An-Nisa ayat 34 yang berbunyi:
امون على النساء بما فضل اللو ب عضهم على ب عض وبم ا أن فقوا من الرجال ق و أموالهم
“Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena
Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian
yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan
sebagian dari harta mereka. (Q.S. An-Nisa [4]: 34).
Ayat diatas menjelaskan bahwa laki-laki adalah pemimpin, baik
dalam lingkup keluarga maupun bermasyarakat, kaum laki-laki
ditakdirkan sebagai pemimpin dan pelindung bagi kaum wanita. Di
samping itu kaum lelaki diwajibkan untuk memberikan nafkah kepada
isterinya sedangkan kaum wanita tidak diwajibkan.
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dijelaskan, maka
penting untuk dilakukan penelitian terhadap keluarga TKW. Hal yang
menarik yang ingin penulis teliti adalah bagaimana upaya seorang ayah
sebagai orang tua tunggal dalam mendidik akhlak anak, kendala ayah
sebagai orang tua tunggal dalam mendidik akhlak, dan bagaimana akhlak
anak pada keluarga TKW. Maka, penulis tertarik untuk meneliti dengan
4
judul “Peran Ayah Sebagai Orang tua Tunggal dalam Mendidik Akhlak
Anak (Studi Kasus pada Keluarga TKW di Desa Blotongan Salatiga
2018)”.
B. Fokus Penelitian
Permasalahan yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut:
1. Bagaimana upaya seorang ayah sebagai orang tua tunggal dalam
mendidik akhlak anak pada keluarga TKW di Desa Blotongan
Salatiga?
2. Apa kendala ayah sebagai orang tua tunggal dalam mendidik
akhlak anak pada keluarga TKW di Desa Blotongan Salatiga ?
3. Bagaimana akhlak yang dimiliki anak pada keluarga TKW di Desa
Blotongan Salatiga?
C. Tujuan Penelitian
1. Mengetahui upaya seorang ayah sebagai orang tua tunggal dalam
mendidik akhlak anak pada keluarga TKW di Desa Blotongan
Salatiga.
2. Mengetahui kendala ayah sebagai orang tua tunggal dalam
mendidik akhlak anak pada keluarga TKW di Desa Blotongan
Salatiga.
3. Mengetahui akhlak yang dimiliki anak pada keluarga TKW di Desa
Blotongan Salatiga.
5
D. Manfaat Penelitian
Dari penulisan ini diharapkan nantinya akan memberikan manfaat
bagi semua kalangan, baik di dunia pendidikan maupun dalam masyarakat,
khususnya bagi seorang ayah sebagai orang tua tunggal dalam mendidik
anak di Desa Blotongan Salatiga. Adapun manfaat yang diharapkan
sebagai berikut:
1. Manfaat Teoritis
a. Penelitian ini diharapkan menambah perbendaharaan ilmu
pengetahuan berupa hasil penelitian ilmiah sebagai bahan
kajian pendidikan.
b. Memberikan sumbangan pemikiran sebagai solusi atas masalah
yang dihadapi seorang ayah yang menjadi orang tua tunggal
dalam mendidik akhlak anak pada keluarga TKW.
2. Manfaat Praktis
a. Penelitian ini diharapkan dapat dimanfaatkan sebagai masukan
dan sumbangan pemikiran mengenai pentingnya orang tua
dalam mendidik anak.
b. Bagi peneliti diharapkan dapat menumbuhkan pengetahuan
dan memperluas wawasan berdasarkan pengalaman dari apa
yang ditemui di lapangan.
E. Penegasan Istilah
Untuk mengetahui secara jelas serta untuk menghindari
kesalahpahaman pengertian terhadap judul skripsi yang penulis bahas,
6
maka akan penulis sampaikan batasan-batasan istilah yang terdapat pada
judul, yaitu:
1. Peran Ayah
Peran ialah bentuk dan perilaku yang diharapkan dari
seseorang pada situasi sosial tertentu (Soekanto, 2003:242). Istilah
peran dalam Kamus Besar bahasa Indonesia (KBBI) adalah tokoh
pemain sandiwara (film) utama, tukang lawak, perangkat tingkah yang
diharapkan dimiliki oleh orang yang berkedudukan dalam masyarakat
(Depdiknas, 2007:854). Adapun dalam buku Kamus Besar Indonesia
Lengkap, kata peran berarti yang diperbuat, tugas, hal, yang besar
pengaruhnya pada suatu peristiwa (Daryanto, 1997:487).
Kata ayah dalam penelitian ini ditujukan bagi seorang laki-laki
yang sudah menikah dan memiliki anak, yang istrinya menjadi Tenaga
Kerja Wanita (TKW). Peran ayah yang dimaksud penelitian ini adalah
suatu peran yang harus dijalankan oleh ayah demi anak-anaknya,
tanpa didampingi figur seoran istri yang mendampingi.
2. Orang tua Tunggal
Orang tua tunggal dalam penelitian ini adalah figur seorang
ayah yang menjadi satu-satunya orang tua yang dimiliki oleh anak di
rumah, dikarenakan istri memilih untuk menjadi TKW. Sehingga,
ayah memiliki peran ganda, yakni sebagai ayah sekaligus ibu bagi
anak.
7
3. Mendidik
Ki Hajar Dewantoro memberikan pengertian bahwa mendidik
adalah menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak agar
mereka sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakat dapat
mencapai keselamatan dan kebahagiaan setinggi-tingginya (Surya,
2010:24).
Maksud dari penelitian ini, kata mendidik mengacu pada
seorang ayah yang memberikan didikan kepada anaknya agar anak
tersebut memiliki perilaku yang baik, karena ayah menjadi satu-
satunya orang tua yang di rumah, sehingga peran untuk mendidik anak
mutlak terlimpahkan sepenuhnya kepada seorang ayah.
4. Akhlak
Akhlak adalah suatu keadaan yang melekat pada jiwa
manusia, yang daripadanya lahir perbuatan-perbuatan dengan mudah,
tanpa melalui proses pemikiran, pertimbangan, atau penelitian (Syafei,
2006:76).
5. Anak
Anak adalah keturunan kedua (Depsdiknas, 2007:41). Menurut
pasal 1 (1) Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang
Perlindungan Anak, anak adalah seorang yang belum berumur 18 tahun
termasuk anak yang masih dalam kandungan.
Anak dalam penelitian kali ini adalah seorang anak yang
memiliki ibu sebagai TKW, sehingga anak tersebut tidak tinggal dengan
8
orang tua yang lengkap lagi, hanya ada seorang ayah. Usia anak pada
penelitian ini berkisar antara 12-17 tahun.
6. Keluarga TKW
Keluarga merupakan unit terkecil yang penting dalam
pembentukan karakter bangsa (Amirulloh, 2015:v). Dalam penelitian
ini, keluarga TKW yang akan menjadi informan adalah ayah dan anak.
F. Sistematika Penulisan
Untuk memudahkan bagi para pembaca dalam mempelajari dan
memahami skripsi ini, penulis telah membagi sistematika penulisan
sebagai berikut:
1. Bab 1 adalah pendahuluan yang berisi tentang latar belakang masalah,
fokus penelitian, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, penegasan
istilah, dan sistematika penulisan.
2. Bab 2 adalah kajian pustaka yang berisi atas pengertian peran ayah,
orang tua tunggal, mendidik, akhlak, anak, keluarga TKW, upaya
dalam mendidik akhlak anak, kendala dalam mendidik, dan akhlak
anak.
3. Bab 3 adalah metode dan langkah-langkah penelitian secara
operasional yang meliputi pendekatan penelitian, lokasi penelitian
yang berada di Desa Blotongan Salatiga, sumber data, prosedur
pengumpulan data, analisis data, pengecekan keabsahan data, dan
tahap-tahap penelitian.
9
4. Bab 4 adalah paparan tentang gambaran umum lokasi penelitian di
Desa Blotongan Salatiga yang mencakup profil setiap keluarga, letak
geografis, keadaan penduduk menurut usia, agama, tingkat
pendidikan, dan mata pencaharian. Serta analisis mengenai upaya
yang dilakukan ayah dalam mendidik akhlak, kendala yang dihadapi
dalam mendidik, dan akhlak yang dimiliki anak.
5. Bab 5 adalah penutup yang berisi kesimpulan dan saran-saran.
10
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Landasan Teori
1. Peran Ayah
a. Pengertian Peran Ayah
Peran ialah bentuk dan perilaku yang diharapkan dari
seseorang pada situasi sosial tertentu (Soekanto, 2003:242). Istilah
peran dalam Kamus Besar bahasa Indonesia (KBBI) adalah tokoh
pemain sandiwara (film) utama, tukang lawak, perangkat tingkah yang
diharapkan dimiliki oleh orang yang berkedudukan dalam masyarakat
(Depdiknas, 2007:854). Adapun dalam buku Kamus Besar Indonesia
Lengkap, kata peran berarti yang diperbuat, tugas, hal, yang besar
pengaruhnya pada suatu peristiwa (Daryanto, 1997:487).
Pengertian ayah; pertama, secara hukum adalah mereka yang
secara legal mendapatkan tanggung jawab melalui ikatan pernikahan
yang sah dengan ibu si anak baik anak kandung maupun angkat.
Kedua, ayah biologis adalah ayah kandung si anak (Erawati, 2009:79).
Peran ayah atau fathering merupakan suatu peran yang
dijalankan oleh seorang ayah dalam kaitannya adalah tugas untuk
mengarahkan anak menjadi mandiri di masa dewasanya, baik secara
fisik dan biologis. Peran ayah tidak kalah penting dengan peran ibu,
peran ayah juga memiliki pengaruh dalam perkembangan anak,
walaupun kedekatan antara ayah dan anak tidak sedekat ibu dan
11
anaknya. Hal ini bahwa cinta ayah didasarkan pada syarat tertentu,
berbeda dengan cinta ibu yang tanpa syarat. Dengan demikian, cinta
ayah meberi motivasi anak untuk lebih menghargai nilai-nilai dan
tanggung jawab (Yuniardi, 2009:20).
Hart (dalam Yuniardi, 2009:25-27) menegaskan bahwa ayah
memiliki peran dalam keterlibatannya dengan keluarga yaitu :
1) Economic Provider, yaitu ayah dianggap sebagai pendukung
finansial dan perlindungan bagi keluarga. Sekalipun tidak tinggal
satu rumah dengan anak, namun ayah tetap dituntut untuk menjadi
pendukung finansial.
2) Friend & Playmate, ayah dianggap sebagai “fun parent” serta
memiliki waktu bermain yang lebih banyak dibandingkan dengan
ibu. Ayah banyak berhubungan dengan anak dalam memberikan
stimulasi yang bersifat fisik. Selain itu, melalui permainan dengan
anak, ayah dapat bergurau yang sehat, dapat menjalin hubungan
yang baik sehingga problem, kesulitan dan stres dari anak dapat
dikeluarkan.
3) Caregiver, ayah dianggap sering memberikan stimulasi afeksi
dalam berbagai bentuk, sehingga memberikan rasa nyaman dan
penuh kehangatan.
4) Teacher & Role Model, sebagaimana dengan ibu, ayah juga
bertanggung jawab dalam terhadap apa saja yang dibutuhkan anak
12
untuk masa mendatang melalui latihan dan teladan yang baik bagi
anak.
5) Monitor and disciplinary, ayah memenuhi peranan penting dalam
pengawasan terhadap anak, terutama begitu ada tanda-tanda awal
penyimpangan, sehingga disiplin dapat ditegakkan.
6) Protector, yaitu ayah mengontrol dan mengorganisasi lingkungan
anak, sehingga anak terbebas dari kesulitan atau bahaya, serta
mengajarkan bagaimana anak seharusnya menjaga keamanan diri
mereka terutama selagi ayah atau ibu tidak bersamanya, misalnya
agar tidak berbicara dengan orang asing.
7) Advocate, ayah menjamin kesejahteraan anaknya dalam berbagai
bentuk, terutama kebutuhan anak ketika berada di institusi di luar
keluarganya. Selain itu, ayah siap membantu, mendampingi, dan
membela anak jika mendapat masalah, dengan demikian anak
merasa aman, terlindungi, tidak sendiri, dan ada tempat untuk
berkonsultasi, yaitu adalah ayahnya sendiri.
8) Resource, yaitu dengan berbagai cara dan bentuk, ayah mendukung
keberhasilan anak dengan memberikan dukungan di belakang layar.
b. Pengertian Orang tua Tunggal
Kata orang tua tunggal dalam Kamus Bahasa Indonesia terdiri
dari dua kata yaitu “orang tua” dan “tunggal”. Menurut Undang-
Undang Kesejahteraan Anak, bahwa orang tua adalah terdiri dari ayah
dan ibu kandung. Jadi, dapat dikatakan bahwa orang tua kandung
13
adalah terdiri dari ayah dan ibu atau salah satu seorang darinya yang
memiliki hubungan darah dengan si anak. Mereka inilah yang
bertanggung jawab dalam mengawasi pertumbuhan, perkembangan,
dan pendidikan anak dari dalam kandungan hingga anak dilahirkan
sampai dianggap dewasa dan mandiri (UU No. 4 Tahun 1979, Bab I,
Pasal 1 ayat 3a).
Sager, dkk dalam Duvall & Miller (1985) menyatakan bahwa
orang tua tunggal adalah orang tua yang secara sendirian
membesarkan anak-anaknya tanpa kehadiran, dukungan, dan tanggung
jawab pasangannya.
Berdasarkan pendapat di atas dapat dikatakan bahwa orang tua
tunggal adalah orang tua yang mengasuh anak tanpa ada didampingi
pasangan baik itu istri maupun suami, membesarkan dan mendidik
anak hingga mencukupi segala kebutuhan anak secara sendirian.
Dalam hal ini orang tua tunggal mempunyai peran ganda yaitu sebagai
sosok seorang ayah sekaligus seorang ibu. Selain itu, orang tua
tunggal juga mempunyai tugas selain mencari nafkah juga mengasuh
anak. Keduanya harus berjalan seimbang agar kebutuhan anak dapat
terpenuhi. Menjadi orang tua tunggal tentulah sangat berat, karena
lebih tepatnya sesuatu yang harusnya menjadi tanggung jawab dan
tugas bersama justru harus seorang diri yang menjalankan.
14
c. Pengertian Mendidik
Mendidik adalah menanamkan nilai-nilai yang terkandung
dalam setiap materi yang disampaikan pada anak (Putra, 2016:27). Ki
Hajar Dewantoro memberikan pengertian bahwa mendidik adalah
menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak agar mereka
sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakat dapat mencapai
keselamatan dan kebahagiaan setinggi-tingginya (Ali, 2007:49).
Mendidik adalah menyampaikan pengajaran, norma-norma dan
nilai-nilai hidup, aturan, dan hukum (Wijanarko, 2005:3). Bagian
pertama dalam mendidik adalah menyampaikan ajaran dan
membentuk perilaku, dilakukan dengan membuat peraturan praktis.
Peraturan harus di buat di rumah atau di kelas (jika diaplikasikan
dalam sekolah). Tanpa peraturan anak akan terbiasa hidup liar,
semaunya sendiri, dan menjadi troublemaker (pembuat masalah).
Muhammad Ibnu Abdul Hafidh Suwalid dalam bukunya
Manhaj Tarbiyah Nabawiyah Lith Thifli menjabarkan sifat-sifat
pendidik yang sukses, yaitu:
1) Penyabar dan tidak pemarah
2) Lemah lembut dan menghindari kekerasan
3) Penuh kasih sayang
4) Tegas tapi tidak kaku
5) Bijaksana
6) Moderat
15
7) Bertahap dalam memberi nasehat
Peran orang tua dalam mengasuh serta mendidik anak-anaknya
hendaknya diniatkan semata-mata untuk mengharap keridhoan Allah
SWT, selain itu dalam proses mendidik anak, hendaknya dipenuhi
dengan keramahan dan kasih sayang. Anak merupakan amanah besar
yang diberikan Allah SWT kepada hamba yang dikendaki-Nya.
Memiliki anak bukan berarti orang tua memiliki hak untuk melakukan
segala hal sesuai yang diinginkan, anak tidak menjadi milik orang tua
yang bisa diperlakukan sekehendak hati. Anak merupakan ujian bagi
hamba yang taat kepada Allah untuk mengasuh dan mendidik mereka
hingga menjadi manusia yang mulia di hadapan-Nya, sesuai dengan
firman Allah dalam Q.S. Al-Taghabun [64]:15 :
نة واللو عند ه أجر عظيم إنما أموالكم وأوالدكم فت “Sesungguhnya hartamu dan anak-anakmu hanyalah cobaan
(bagimu)” (Q.S. Al-Taghabun [64]:15)
Firman Allah tersebut mengingatkan bahwa anak merupakan
ujian bagi setiap keluarga. Artinya, keluarga dapat bahagia maupun
celaka tergantung cara dari orang tua mendidiknya. Hal ini juga
berarti apapun yang dimiliki manusia dapat selain dapat
membahagiakan dan menyelamatkan hidup, juga dapat menjadi
musuh yang menjerumuskan dan menyesatkan. Maka dari itu, orang
tua yang baik wajib untuk selalu mengingatkan anak-anaknya agar
taat kepada perintah Allah.
16
d. Akhlak
Menurut Ibnu Miskawaih akhlak adalah keadaan jiwa
seseorang yang mendorongnya untuk melakukan perbuatan-perbuatan
tanpa melalui pertimbangan pikiran lebih dulu. Karakter yang
merupakan suatu keadaan jiwa itu menyebabkan jiwa bertindak tanpa
berpikir atau dipertimbangkan secara mendalam (Mansur, 2005:221).
Akhlak adalah suatu keadaan yang melekat pada jiwa manusia,
yang daripadanya lahir perbuatan-perbuatan dengan mudah, tanpa
proses pemikiran, pertimbangan, atau penelitian. Jika keadaan (hal)
tersebut melahirkan perbuatan yang baik dan terpuji menurut
pandangan akal dan syara’ (hukum Islam), disebut akhlak yang baik.
Jika perbuatan-perbuatan yang timbul itu tidak baik, dinamakan
akhlak yang buruk (Syafei, 2006:76).
e. Pengertian Anak
Pengertian anak disebutkan dalam peraturan perundang-
undangan nasional (UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan
Anak), bahwa yang dimaksud anak adalah seseorang yang belum
berusia 18 tahun, termasuk yang masih berada dalam kandungan.
Sejalan dengan definisi-definisi ini, seseorang yang belum
berusia 18 tahun dikategorikan sebagai anak. Seorang anak tidak
dapat dikenakan sanksi hukum hingga ia menjadi orang dewasa, dan
segala yang terkait dengan hak-hak anak wajib diterima dan layak
didapatkannya. Hak anak adalah bagian dari hak asasi manusia yang
17
wajib dijamin, dilindungi, dan dipenuhi oleh orang tua, keluarga,
masyarakat, dan pemerintah, karena merupakan hak dasar yang
diberikan Tuhan terhadap setiap anak. Penghilangan dan pelecehan
terhadap hak anak dapat merenggut kebahagiannya sebagai manusia
yang utuh.
Anak menurut Islam secara khusus adalah generasi penerus
untuk melanjutkan kelangsungan keturunan. Sedangkan dalam
pengertian lebih luas, anak adalah generasi penerus yang akan
mewarisi kepemimpinan di bidang keagamaan, kebangsaan, dan
kenegaraan. Karena itu anak perlu dirawat dan dididik dalam keluarga
dengan sebaik-baiknya, agar ia berguna bagi agama, bangsa, dan
negara (Anshor dan Ghalib, 2010:53).
Berdasarkan pengertian yang diajabarkan, penulis
menyimpulkan bahwa peran ayah sebagai orang tua tunggal dalam
mendidik akhlak anak merupakan bagian dari tugas utama yang
dipegang oleh seorang ayah dalam kaitannya untuk mendidik akhlak
anak sebagai satu-satunya orang tua yang mendampingi anak di
rumah.
f. Upaya Mendidik Anak
Anak dilahirkan dalam keadaan suci (fitrah), bagaimana
keadaan kelak di masa depan bergantung dari didikan orang tuanya.
Anak merupakan anugrah yang dititipkan oleh Allah kepada orang
tua. Maka dari itu, hendaklah setiap orang tua bertanggung jawab atas
18
titipan Allah itu. Sebagai wujud tanggung jawab tersebut adalah
mengisi kalbu anak yang masih suci dengan kebaikan demi kebaikan
yang dapat membuat derajat kemanusiaan mereka lebih tinggi
(Ahmad, 2015:12).
Berikut ini adalah beberapa upaya dalam mendidik akhlak anak:
1) Mengajarkan anak agar tidak mempersektukan Allah
Orang tua berkewajiban mendidik anaknya tentang akidah
(ketauhidan), yaitu mengenal dan mengesakan Allah SWT, agar
anak tidak mempersekutukan Allah SWT (Masdub, 2015:81).
Sebagaimana Luqman mendidik anaknya yang diabadikan dalam
QS. Luqman ayat 13 berikut:
رك لظلم عظيم وإذ قال لقمان البنو وىويعظو ياب ني التشرك باهلل إن الش
“Dan (ingatlah) ketika Lukman berkata kepada anaknya, di
waktu ia memberi pelajaran kepadanya: "Hai anakku, janganlah
kamu mempersekutukan (Allah) sesungguhnya mempersekutukan
(Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar".
Menyamakan Allah sebagai sumber nikmat dan karunia
dengan patung-patung yang tidak berbuat apa-apa adalah
perbuatan zalim. Perbuatan itu dianggap sebagai kezaliman yang
sangat besar karena yang disamakan dengan makhluk yang tidak
bisa berbuat apa-apa itu adalah Allah pencipta dan penguasa
semesta alam, yang seharusnya semua makhluk mengabdi dan
menghambakan dirinya kepada Allah. Anak adalah generasi
penerus dari orang tuanya. Cita-cita yang belum dicapai orang tua
19
semasa hidup di dunia diharapkan dapat tercapai oleh anaknya.
Demikian pula kepercayaan yang dianut orang tuanya, disamping
budi pekerti yang luhur. Cara Luqman menyampaikan pesan itu
wajib dicontoh oleh setiap orang tua yang mengaku dirinya
muslim. Potongan tafsir tersebut dapat disimpulkan bahwa setiap
orang tua harus mendidik anaknya dalam hal akidah (Thoha,
1996:61).
2) Mengajarkan anak sholat.
Mengajarkan anak sholat harus dimulai sejak dini, agar
anak terbiasa untuk menjalankannya. Orang tua wajib untuk
mendidik anaknya agar sholat.
Mengajarkan anak sholat seperti yang diajarkan oleh
Luqman diabadikan Allah dalam QS. Luqman 17 berikut:
صبر على ما أصابك يا ب ني أقم الصلة وأمر بالمعروف وانو عن المنكر وا
إن ذلك من عزم المور
“Wahai anakku, laksanakanlah shalat dan perintahkanlah
mengerjakan yang ma’ruf dan cegahlah dari kemunkaran dan
bersabarlah terhadap apa yang menimpamu. Sesungguhnya yang
demikian itu termasuk hal-hal diutamakan.” (QS. Luqman
[31]:17)
Nasihat Luqman pada ayat 17 ini menyangkut hal-hal
yang berkaitan dengan amal-amal shaleh yang puncaknya adalah
shalat, serta amal-amal kebajikan yang tercermin dalam amar
makruf dan nahi mungkar, juga nasihat berupa perisai yang
20
membentengi seseorang dari kegagalan yaitu sabar dan tabah.
Menyuruh mengerjakan makruf, mengandung pesan untuk
mengerjakannya, karena tidaklah wajar menyuruh sebelum diri
sendiri mengerjakannya. Demikian juga melarang kemungkaran,
menuntut agar yang melarang terlebih dahulu mencegah dirinya,.
Itu agaknya yang menjadi sebab mengapa Luqman tidak
memerintahkan anaknya melaksanakan yang makruf dan
menjauhi mungkar, tetapi memerintahkan, menyuruh dan
mencegah. Di sisi lain membiasakan anak melaksanakan tuntunan
ini menimbulkan dalam dirinya jiwa kepemimpinan serta
kepedulian sosial (Shihab, 2003:136).
3) Mengajarkan Al-Qur’an.
Al-Qur’an adalah kitab suci umat Islam, di dalamnya
terdapat berbagai sumber petunjuk dan pedoman, baik yang
berhubungan dengan Tuhan (hablum minallah), maupun yang
berhubungan dengan sesame manusia (hablum minannas). Orang
tua mempunyai kewajiban mengajari anaknya, jika dia tidak
mampu, maka hendaknya meminta bantuan kepada orang lain
untuk mengajari anaknya belajar Al-Qur’an.
4) Mengajarkan anak agar selalu berbuat baik kepada kedua orang
tua.
Orang tua mengajarkan anak agar berbuat baik kepada
kedua orang tuanya, yaitu dimulai dari orang tua itu sendiri
21
sebagai contoh teladan anak dalam kesehariannya. Bagaimana
sikap, tingkah laku, tutur kata dan perbuatan yang dicontohkan
kepada anaknya (Masdub, 2015:82).
Berbuat baik kepada kedua orang tua dijelaskan dalam QS.
Luqman ayat 14 yang berbunyi:
نا اإلنسان بوالديو حملتو أمو وىنا على وىن وفصال و في ووصي
عامين أن اشكر لي ولوالديك إلي المصير
“Dan Kami perintahkan kepada manusia (agar berbuat baik)
kepada kedua orang tuanya.Ibunya telah mengandungnya dalam
keadaan lemah yang bertambah-tambahdan menyapihnya dalam
usia dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada kedua
orang tuamu. Hanya kepada Aku kembalimu.”
Ayat di atas menjelaskan makna bahwa Allah mewajibkan
semua manusia agar patuh dan taat kepada orang tua. Karena
seorang ibu mengandung dengan segala kepayahan dan kesulitan.
Seorang ibu juga menyusui sampai anak berusia dua tahun. Allah
mengharuskan pula agar bersyukur kepada-Nya atas semua
nikmat yang diberikan dengan cara melakukan semua bentuk
ketaatan. Dan hendaknya berterima kasih pula kepada orang tua
dengan cara melakukan kebaikan kepada mereka. Karena semua
akan kembali kepada Allah, dan Allah akan membalas semua
perbuatan yang dilakukan manusia.
22
5) Mengajarkan anak agar berbuat baik kepada siapapun.
Orang tua mengajarkan anak agar selalu berbuat baik
kepada siapapun dimulai dari dalam keluarga untuk melakukan
pembiasaan-pembiasaan yang baik. Bagaimana sikap, tingkah
laku, tutur kata dan perbuatan yang menghargai anggota keluarga
lainnya. Jika ini sudah diterapkan dalam mendidik anak, maka
anak akan mampu menghargai siapapun yang ia temui.
6) Melalui Kasih Sayang dan Hukuman
Memperlakukan anak dengan lemah lembut, kasih sayang,
dan bijaksana adalah suatu sikap dan perilaku yang harus
dilakukan orang tua terhadap anak-anaknya. Dengan kasih
sayanglah akan tumbuh tunas-tunas harapan yang didambakan,
sebagaimana bila merawat tanaman dengan penuh perhatian dan
kasih sayang akan tumbuh tanaman yang subur dan berbuah baik.
Memperlakukan anak dengan kasih sayang berarti harus
berbicara lemah lembut, jangan sampai berbicara kasar atau kotor,
bersikap dan bertingkah laku harus baik, serta tidak berbuat kasar
dan sewenang-wenang terhadap anak (Muchtar, 2008:96).
Meskipun orang tua dituntut untuk memberikan rasa cinta
dan kasih sayang dalam mendidik anak, namun tidak berarti tidak
boleh menghukum anak yang dinilai bersalah atau lalai
melakukan suatu kewajiban. Hanya perlu diingat bahwa sifat dan
23
bentuk hukuman yang diberikan harus tetap dalam konteks
mendidik (Syafei, 2006:94).
7) Memberi teladan terhadap anak-anak.
Mendidik anak harus dimulai dari mendidik diri sendiri
sebagai orang tua, untuk menjadi manusia yang penuh teladan
secara pribadi maupun sosial (Anshor dan Ghalib, 2010:46).
Teladan merupakan metode pendidikan yang paling ampuh
dibandingkan metode-metode lainnya. Contoh dari memberi
teladan adalah mengucapkan salam terlebih dahulu kepada anak-
anak. Demikianlah, orang tua harus memberi teladan terlebih
dahulu apabila ia menghendaki anak-anaknya berperilaku yang
baik.
8) Memperhatikan pergaulan anak
Berikut ini langkah-langkah praktis yang bisa dilakukan:
a. Orang tua harus mengetahui dengan siapa anak-anaknya
berteman.
b. Orang tua harus mengetahui aktivitas apa saja yang dilakukan
oleh anak-anak beserta teman-temannya.
c. Mengikat silahturahmi atau sering berkomunikasi dengan
para orang tua teman anaknya, supaya bisa memantau
keadaan dan pergaulan anak-analnya.
24
d. Seringlah berkomunikasi dengan anak dimanapun mereka
berada. Bila sedang di rumah, ajaklah mereka bercakap atau
berdiskusi tentang apa saja dilakukan atau terjadi di sekolah.
g. Kendala dalam Mendidik Akhlak Anak.
1) Kendala Internal
Kendala internal bersumber dari dalam diri pribadi anak.
Kendala-kendala itu dapat berupa anak malas untuk belajar,
keinginan bermain yang berlebihan, sikap tidak mau didik dan
sikap melawan, gangguan kesehatan, seperti tuna daksa, tuna
grahita, dan lain-lain.
2) Kendala Eksternal
Kendala eksternal bersumber dari luar diri anak. Kendala-
kendala itu dapat berupa perilaku orang tua yang terlalu keras,
terlalu otoriter, terlalu memanjakan, terlalu khawatir, terlalu
lemah, terlalu egois, terlalu pesimistis, terlalu banyak aturan dan
permintaan, dan hubungan yang kurang harmonis dengan anak.
Kendala lain yang termasuk kendala eksternal ini adalah
keadaan ekonomi keluarga yang kurang menguntungkan,
hubungan ayah dan ibu yang tampak di mata anak kurang
harmonis karena sering bertengkar di hadapan anak. Sementara
itu, hubungan dengan kakak atau adik yang kurang harmonis pun
dapat menjadi kendala eksternal. Tidak sedikit kasus keributan,
25
konflik di antara sesame anak di dalam sebuah keluarga dengan
berbagai penyebabnya.
Keadaan rumah yang kurang memenuhi derajat kesehatan
dan kurang akomodatif bagi seluruh anggota keluarga juga
menjadi bentuk lain dari kendala eksternal dalam mendidik anak.
Selain itu, yang termasuk kendala eksternal adalah keadaan
lingkungan dan bentuk pergaulan yang bebas. Keadaan
lingkungan yang kurang mendukung terhadap upaya mendidik
anak antara lain tidak teraturnya tata bangun perumahan atau
pemukiman yang bercampur aduk dengan tempat-tempat hiburan,
terlalu dekat dengan pusat-pusat keramaian, pusat perbelanjaan,
dan lain-lain. Sedangkan pergaulan bebas adalah pergaulan hidup
anak-anak manusia yang mengabaikan berbagai norma kehidupan
yang berlaku (Syafei, 2006:89-90).
h. Akhlak Anak
Memiliki anak yang sempurna adalah harapan setiap orang tua.
Alangkah bahagianya para orang tua apabila anaknya tumbuh
berkembang dengan baik, tidak rewel, mudah beradaptasi dengan
lingkungan, patuh kepada orang tua, lagi taat beribadah (Achroni,
2012:5). Berikut ini adalah beberapa perilaku anak yang sesuai dengan
harapan orang tuanya:
26
1) Cinta Tuhan dan segala ciptaan-Nya.
Pilar karakter pertama yang harus ditanamkan oleh orang
tua kepada anak adalah karakter cinta kepada Tuhan, bukan malah
takut kepada-Nya. Selama ini yang biasa ditanamkan oleh orang
tua kepada anak adalah karakter takut kepada-Nya. Anak dijejali
dan diperkenalkan dengan sifat-sifat Tuhan yang Maha menyiksa,
diperkenalkan dengan neraka, dan berbagai ancaman yang akan
diberikan oleh Tuhan kepada manusia yang ingkar terhadap-Nya.
Jika yang pertama kali diketahui oleh anak adalah mengenai sifat-
sifat Tuhan adalah hal yang menakutkan, mengerikan, dan
bernada horror, maka ia akan kehilangan spirit cinta kepada
Tuhan. Ia beribadah dengan alasan takut, bukan karena cinta.
2) Kemandirian dan tanggung jawab.
Sebagai orang tua wajib membimbing anak agar ia tumbuh
menjadi pribadi yang mandiri sekaligus bertanggung jawab. Hal
ini penting karena tidak selamanya kita membantu dan
menolongnya. Karena itu, tanamkan kemandirian dan tanggung
jawab pada diri anak agar kelak ia mampu mengurus hidupnya
dengan baik dan benar.
3) Jujur dan dapat dipercaya.
Berilah pujian jika anak telah melakukan kejujuran sekecil
apapun bentuknya. Sebab, dengan begitu anak merasa bahwa
kejujuran itu dapat membuat orang lain bahagia.
27
4) Hormat dan santun.
Setiap orang tua memang harus mendidik anak mereka agar
menjadi pribadi yang santun dan mampu menghormati orang tua
mereka dengan baik.
5) Dermawan.
Sejak dini, anak sudah harus dididik agar memiliki sikap
dermawan. Jika kedermawanan ini sudah dapat dipahami sebagai
suatu aktivitas yang penting oleh anak, maka ia tumbuh menjadi
pribadi yang dermawan, santun, dan senang membantu orang lain.
Orang tua juga perlu menjelaskan kepada anak bahwa harta yang
mereka miliki bukan karena hasil jerih payah sendiri, melainkan
karena pertolongan Tuhan.
6) Percaya diri dan pekerja keras.
Anak yang memiliki pergaulan luas, mudah menjalin
interaksi dengan orang lain akan membuatnya mampu
mengembangkan kreativitasnya. Ia akan belajar dari banyak orang
di sekitarnya, dan secara tidak langsung kepercayaan diri yang
tinggi ini dapat membantunya mengembangkan ide-ide
kreativitasnya dengan baik.
Selain membangun rasa percaya diri yang tinggi, orang tua
juga perlu membentuk anak agar memiliki karakter sebagai
pekerja keras. Perpaduan antara kepercayaan diri yang tinggi serta
28
karakter kerja keras akan membuat anak selalu bersemangat
dalam menjalani kehidupannya di masa-masa yang akan datang.
7) Kepemimpinan dan keadilan.
Anak harus diberi pemahaman bahwa ia adalah pemimpin
bagi dirinya sendiri, dan sebagai orang tua penting membentuk
karakter kepemimpinan dan keadilan yang kuat pada diri anak.
8) Rendah hati.
Sungguh bahagia rasanya manakala memiliki anak yang
kelak ia tumbuh menjadi manusia yang tidak sombong, tidak
angkuh, pandai menghormati orang lain, serta rendah hati
terhadap sesama. Diperlukan perjuangan dan bahkan
perngorbanan yang sangat besar untuk memiliki harapan tersebut.
9) Toleran.
Toleransi adalah kemampuan seseorang dalam menerima
perbedaan dari orang lain. Seseorang baru bisa bersikap toleran
jika ia sudah merasakan dan memahami makna keterikatan,
regulasi diri, afiliasi, dan kesadaran (Isna, 2012:67).
2. Keluarga TKW
a. Pengertian Keluarga
Keluarga secara etimologis adalah orang-orang yang berada
dalam seisi rumah yang sekurang-kurangnya terdiri dari suami, istri,
dan anak-anak (Poerwadarminta, 2007:553). Keluarga merupakan
kelompok primer yang paling penting di dalam masyarakat. Keluarga
29
adalah sebuah grup yang terbentuk dari perhubungan laki-laki dan
wanita, perhubungan mana sedikit banyak berlangsung lama untuk
menciptakan dan membesarkan anak-anak. Selain itu, kedudukan
utama setiap keluarga ialah fungsi pengantar pada masyarakat besar,
sebagai penghubung pribadi dengan struktur sosial yang lebih besar
(Ahmadi, 2004:108).
Menurut Munir dalam kitab Fi Ijtima’iyah At-Tarbiyah keluarga
adalah kesatuan fungsi yang terdiri dari suami, istri, dan anak, yang
diikat oleh darah dan tujuan bersama (Buseri, 2010:93).
Abu Ahmadi mengutip pendapat A.M. Rose yang menyatakan
bahwa, keluarga ialah kelompok sosial yang terdiri atas dua orang
atau lebih yang mempunyai ikatan darah, perkawinan, atau adopsi
(Ahmadi, 2004:166).
Keluarga adalah suatu unit masyarakat terkecil, maksudnya
ialah bahwa keluarga merupakan kelompok orang sebagai suatu
kesatuan atau unit yang terkumpul dan hidup bersama dalam waktu
yang berlangsung terus, karena terikat oleh pernikahan dan hubungan
darah (Soelaeman, 1994:21).
Dari uraian-uraian tersebut dapat dirumuskan beberapa
kesimpulan tentang pengertian keluarga, yaitu: (1) keluarga selalu
dimulai dengan perkawinan atau dengan penetapan pertalian
kekeluargaan, (2) keluarga berada dalam batas-batas persetujuan
masyarakat, (3) anggota keluarga dipersatukan oleh ikatan
30
perkawinan, darah, dan adopsi sesuai dengan hukum dan adat istiadat
yang berlaku, (4) anggota keluarga secara khas hidup secara bersama
pada satu tempat tinggal yang sama, (5) interaksi dalam keluarga
berpola pada norma-norma, peranan, dan posisi status tang ditetapkan
oleh masyarakat, dan (5) dalam keluarga terjadi proses reproduksi dan
edukasi (Amirulloh, 2015:47).
b. Fungsi Keluarga
1) Fungsi Edukasi
Fungsi edukasi keluarga adalah fungsi yang berkaitan
dengan pendidikan anak khususnya dan pendidikan anggota
keluarga pada umumnya. Fungsi edukasi ini tidak sekedar
menyangkut pelaksanaannya, melainkan menyangkut pula
penentuan dan pengukuhan landasan yang mendasari upaya
pendidikan itu, pengarahan dan tujuan pendidikan, perencanaan
dan pengelolaannya, penyediaan dana dan sarana, dan lain
sebagainya yang berkaitan dengan upaya pendidikan itu
(Soelaeman, 1994:85). Pelaksanaan fungsi edukasi keluarga pada
dasarnya merupakan realisasi salah satu tanggung jawab yang
dipikul orang tua terhadap anak-anaknya.
2) Fungsi Proteksi
Maksud dari fungsi proteksi adalah keluarga menjadi
tempat perlindungan yang memberikan rasa aman, tentram lahir
dan batin sejak anak berada dalam kandungan ibunya sampai
31
mereka menjadi dewasa dan lanjut usia. Perlindungan disini
termasuk fisik, mental, dan moral.
3) Fungsi Afeksi
Dalam keluarga terbentuk suatu rasa kebersamaan, rasa
kasih sayang, rasa keseikatan dan keakraban yang menjiwai
anggotanya. Disinilah fungsi afeksi keluarga dinutuhkan, yaitu
sebagai pemupuk dan pencipta rasa kasih sayang dan cinta antara
anggota keluarga.
4) Fungsi Sosialisasi
Fungsi sosialisasi keluarga terkait dengan tigas
mengantarkan anak ke dalam kehidupan sosial yang lebih nyata
dan luas, karena anak harus diantarkan pada kehidupan berkawan,
bergaul, bertetangga, dan menjadi masyarakat di lingkungannya.
5) Fungsi Reproduksi
Keluarga sebagai sebuag organisme memiliki fungsi
reproduksi, dimana setiap pasangan suami istri yang menikah
dapat memberikan keturunan yang berkualitas, sehingga dapat
melahirkan anak sebagai keturunan kedua orang tuanya yang akan
mewarisi dan menjadi penerus tugas kemanusiaan.
6) Fungsi Religi
Keluarga mempunyai fungsi religius, artinya keluarga
berkewajiban memperkenalkan dan mangajak anak dan anggota
keluarga lainnya kepada kehidupan beragama. Tujuannya adalah
32
untuk menjadi insane yang sadar akan kedudukannya sebagai
makhluk yang diciptakan dan dilimpahi nikmat tanpa henti
sehingga menggugahnya untuk mengisi dan mengarahkan
hidupnya untuk mengabdi kepada Allah, menuju ridha-Nya.
7) Fungsi Ekonomi
Fungsi ekonomi bertujuan agar setiap keluarga
meningkatkan taraf hidup yang mencerminkan pada pemenuhan
alat hidup seperti makan, minum, kesehatan, dan sebagainya yang
menjadi prasyarat dasar dalam memenuhi kebutuhan hidup
sebuah keluarga dalam perspektif ekonomis.
c. Tujuan Keluarga
Keluarga merupakan unsur penting dalam masyarakat yang
sangat diperhatikan dalam Islam. Hal ini bisa terlihat dari beberapa
ayat Al-Qur’an yang mendorong manusia untuk membentuk keluarga.
Islam selalu mengajarkan bahwa keluarga merupakan tempat fitrah
manusia sejak diciptakannya manusia (Subki, 2010:23). Adapun
beberapa tujuan keluarga menurut Islam, antara lain adalah
memuliakan keturunan, menjaga diri dari setan, bekerja sama dalam
menghadapi kesulitan hidup, menghibur jiwa dan menenangkannya
dengan bersama-sama, melaksanakan hak-hak keluarga, pemindahan
kewarisan, dan lain-lain (Setiyanto, 2017:45).
33
d. Tipe Keluarga
Friedman (1986) membagi tipe keluarga seperti berikut ini:
1) Nuclear family (keluarga inti). Terdiri dari orang tua dan anak
yang masih menjadi tanggungannya dan tinggal dalam satu
rumah, terpisah dari sanak keluarga lainnya.
2) Extended family (keluarga besar). Satu keluarga yang terdiri dari
satu atau dua keluarga inti yang tinggal dalam satu rumah dan
saling menunjang satu sama lain.
3) Single parent family. Satu keluarga yang dikepalai oleh satu
kepala keluarga dan hidup bersama dengan anak-anak yang masih
bergantung kepadanya.
4) Nuclear dyed. Keluarga yang terdiri dari sepasang suami istri
tanpa anak, tinggal dalam satu rumah yang sama.
5) Blended family. Suatu keluarga yang terbentuk dari perkawinan
pasangan, yang masing-masing pernah menikah dan membawa
anak hasil perkawinan terdahulu.
6) Three generation family. Keluarga yang terdiri dari 3 generasi,
yaitu kakek, nenenk, bapak, ibu, dan anak dalam satu rumah.
7) Single adult living alone. Bentuk keluarga yang hanya terdiri dari
satu orang dewasa yang hidup dalam rumahnya.
8) Middle age atau elderly couple. Keluarga yang terdiri dari
sepasang suami istri paruh baya (Ali, 2010:6-7).
34
e. Tenaga Kerja Wanita (TKW)
1) Dalam RUU Tenaga Kerja Luar Negeri (versi badan legislatif)
mendefinisikan TKI atau pekerja Indonesia di luar negeri adalah
setiap orang orang Indonesia dewasa yang sedang dan pasca
bekerja di luar negeri di dalam suatu hubungan kerja dengan
menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain (Tim PSGK,
2007:11).
2) Mugni mendefinisikan buruh migrant Indonesia adalah setiap
orang yang akan, sedang, dan pasca bekerja di luar negeri di dalam
suatu hubungan kerja dengan menerima upah dan imbalan dalam
bentuk lain (Tim PSGK, 2007:11-12).
Perempuan bekerja pada era sekarang ini memang sudah
bukan hal yang mengherankan lagi, rasanya sudah tidak ada lagi
pekerjaan yang dulunya hanya dikerjakan oleh laki-laki, kini justru
dapat pula dikerjakan wanita. Bahkan, karena seakan sudah tidak
memadahinya lagi lapangan pekerjaan di dalam negeri, para wanita
rela berjauhan dengan keluarga menjadi seorang TKW. Jika dicermati,
biasanya yang disebut TKW ini berprofesi sebagai asisten rumah
tangga di negeri orang.
Jadi, keluarga TKW adalah suatu keluarga yang didalamnya
memiliki anggota keluarga yang menjadi tenaga kerja wanita (TKW)
Dengan menjadi TKW, para istri berharap dapat menunjang
perekonomian rumah tangganya agar tercukupi dan lebih baik.
35
B. Kajian Pustaka
Penelitian terdahulu dibutuhkan untuk memperjelas, menegaskan,
melihat kelebihan, dan kelemahan berbagai teori yang digunakan penulis
lain dalam penelitian atau pembahasan masalah yang serupa. Selain itu,
penelitian terdahulu perlu disebutkan dalam sebuah penelitian untuk
memudahkan pembaca melihat dan membandingkan perbedaan teori yang
digunakan dan perbedaan hasil kesimpulan oleh penulis dengan peneliti
yang lain dalam melakukan pembahasan tema yang hamper serupa.
Berikut ini penelitian yang mempunyai topik atau tema yang hampir
serupa dengan skripsi ini:
1. Penelitian yang dilakukan oleh Wijayanti (2017) yang berjudul
Perubahan Perilaku Keluarga TKW (Studi Kasus pada Keluarga yang
Istri atau Ibu menjadi TKW di Desa Damarwulan Kecamatan Keling
Kabupaten Jepara), penelitian ini menggunakan metode pendekatan
kualitatif. Dalam penelitian ini menunjukkan bahwa, kepergian istri
menjadi TKW akan membawa perubahan pada pola kehidupan
keluarga khusunya bagi suami. Dari segi ekonomi dapat dikatakan
telah mengalami peningkatan yang cukup baik, tetapi dari segi
emosional telah membawa perubahan pada suami yang kemudian
berdampak kepada perkembangan anak. Disamping itu, peluang
terjadinya miss komunikasi antara istri dan suami akan mampu
berdampak terhadap kelangsungan keluarga. Sehingga sering kita
jumpai banyak keluarga TKW yang akhirnya memilih untuk bercerai.
36
2. Peneltian yang dilakukan oleh Syilfiah (2012) yang berjudul Peran
Ayah sebagai Orang tua Tunggal dalam Keluarga (Studi Kasus 7
Orang Ayah di Turikale Kabupaten Maros). Pendekatan yang
digunakan dalam penelitian adalah penelitian deskriptif kualitatif,
yaitu suatu penelitian yang dilakukan sebagai suatu usaha untuk
menemukan, mengembangkan dan menguji kebenaran dan mencari
kembali suatu pengetahuan dengan menggunakan metode-metode
ilmiah. Hasil dari penelitian ini mengungkapkan bahwa Peran Ayah
sebagai Orang Tua Tunggal dalam Keluarga sangatlah penting karena
mereka harus bekerja untuk mencari nafkah, mengurus rumah tangga
yang selayaknya seorang ibu yang menjalankan tetapi ini semua ayah
yang menjalankan seorang diri demi keutuhan keluarganya. Jika
melihat fenomena yang ada, berbagai masalah terkait dengan
penjelasan diatas yang terjadi di Kelurahan Turikale Kabupaten Maros
yaitu masalah dalam keluarga diantaranya suami-istri dalam hal ini
Ayah dan Ibu. Hal ini dilatar belakangi oleh banyak faktor dan secara
umum yang penulis temukan yaitu: pertama, perceraian antara suami-
istri yang disebabkan oleh ketidak cocokan diantara mereka sehingga
harus berpisah. Kedua, kematian salah satu pasangan sehingga pihak
yang ditinggalkan menjadi orang tua tunggal bagi anak-anaknya.
3. Penelitian yang dilakukan oleh Riyanti (2013) yang berjudul Pola
Pengasuhan Anak pada Keluarga TKW dari Perspektif Sosiologi
Hukum Keluarga Islam (Studi Kasus di Desa Legok Jawa Kecamatan
37
Cimerak Kabupaten Ciamis Jawa Barat). Penelitian ini adalah
penelitin lapangan (field research) yang bersifat Deskriptif Analitik.
Hasil penelitian menunjukan bahwa pola asuh orang tua yang berbeda
menghasilkan kepribadian yang berbeda-beda pula. Kepribadian anak
sangat dipengaruhi oleh pola asuh yang diterapkan oleh pengasuhnya.
Ada dua dampak yang terjadi pada anak di Desa Legokjawa yang
ditinggal ibunya pergi bekerja ke luar negeri. Dampak positifnya
adalah anak menjadi mandiri, pintar bersosialisasi, dan rajin. Adapun
dampak negatifnya adalah nakal, putus sekolah dan pergaulan bebas.
Hal ini diakibatan dari kurang nya perhatian orang tua.
4. Penelitian yang dilakukan oleh Umami (2015) yang berjudul Pola
Pendidikan Akhlak Anak dalam Keluarga TKW (Studi Kasus di
Keluarga TKW Dusun Tugu, Desa Banding, Kecamatan Bringin,
Kabupaten Semarang 2014). Penelitian ini menggunakan pendekatan
kualitatif dengan dengan jenis penelitian fenomenologis. Temuan
penelitian ini menunjukkan bahwa pihak yang terlibat dalam
pendidikan akhlak anak adalah orang tua, keluarga, guru atau ustadz,
dan masyarakat. Strategi pendidikan akhlak anak dengan pemberian
nasihat, peneladanan, dan pemberian hadiah. Nilai akhlak yang
ditanamkan ada jujur, rajin, sabar, disiplin, ketuhanan.
5. Penelitian yang dilakukan oleh Hasanah (2015) yang berjudul
Pengaruh Dukungan Sosial Ayah terhadap Motivasi Belajar Anak
pada Keluarga TKW di Desa Karangmulyo Kecamatan Pegandon
38
Kabupaten Kendal. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
ketidakberadaan ibu di rumah yang bekerja ke luar negeri sebagai
TKW sangat berpengaruh pada hasil belajar anak karena kurangnya
perhatian yang didapatkan anak dari ibunya. Dalam hal ini peran ayah
sangat penting dalam memberikan perhatian yang lebih serta
dukungan yang tidak didapatkan anak dari ibunya.
Perbedaan dengan penelitian pertama: Pada penelitian tersebut
memaparkan fakta bagaimana perubahan yang dialami oleh keluarga
TKW, mulai dari segi ekomoni hingga emosionalnya. Sedangkan pada
penelitian kali ini tidak memaparkan fakta tersebut, karena peneliti
ingin melihat sejauh mana peran ayah mendidik anaknya di rumah.
Perbedaan dengan penelitian kedua: Penelitian tersebut subjeknya
adalah seorang ayah yang menjadi orang tua tunggal karena bercerai
atau ditinggal istrinya meninggal. Sedangkan, penelitian kali ini
subjeknya adalah seorang ayah yang menjadi orang tua tunggal dalam
mendidik anaknya karena istri menjadi TKW.
Perbedaan dengan penelitian ketiga: Penelitian tersebut tujuannya
adalah mengetahui pola asuh anak pada keluarga TKW, kemudian
dianalisis menurut sosiologi hukum keluarga Islam.
Perbedaan dengan penelitian keempat: Penelitian tersebut merujuk
pada bagaimana ayah, keluarga, dan kerabat, atau tokoh masyarakat
lainnya menanamkan akhlak mulia pada anak. Sedangkan, pada
39
penelitian sekarang, lebih dispesifikasikan tentang peran ayah sebagai
orang tua tunggal dalam mendidik anak pada keluarga TKW.
Perbedaan dengan penelitian kelima: Salah satu perbedaannya adalah
mengenai jenis penelitian, penelitian tersebut berjenis kuantitatif, yang
mana ingin menunjukkan dan mengukur sejauh mana ketidakberadaan
ibu di rumah berpengaruh dengan motivasi belajar anak. Sedangkan,
penelitian sekarang menggunakan jenis penelitian kualititatif yang
bertujuan untuk melihat mengenai upaya seorang ayah sebagai orang
tua tunggal dalam mendidik anaknya, kendala yang dihadapi dalam
mendidik, dan bagaimana perilaku seorang anak tanpa seorang ibu
disisinya.
40
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis dan Pendekatan Penelitian
Penelitian ini termasuk dalam jenis penelitian lapangan (field
research) dalam pelaksanaannya menggunakan metode pendekatan
kualitatif diskriptif analisis yang umumnya menggunakan strategi multi
metode yaitu wawancara, pengamatan, serta penelaahan dokumen atau
studi documenter yang antara satu dengan yang lain saling melengkapi,
memperkuat dan menyempurnakan (Sukmadinata, 2008:108). Studi kasus
adalah metode yang bertujuan untuk mempelajari dan menyelidiki suatu
kejadian atau fenomena mengenai individu, seperti riwayat hidup
seseorang yang menjadi objek penelitian (Walgito, 2010:46).
B. Lokasi Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Desa Blotongan Kecamatan Sidorejo
Kota Salatiga. Adapun, peneliti memilih lokasi di Desa Blotongan ini
karena fenomena di tempat ini belum pernah diteliti sebelumnya oleh
peneliti sehingga peneliti tertarik dan ingin meneliti lebih jauh lagi.
C. Sumber Data
Ada dua sumber data yang digunakan oleh peneliti yaitu :
a. Data primer
Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari
lapangan atau tempat penelitian. Data primer dari penelitian ini
adalah data yang diperoleh langsung dari ayah dan anak pada
41
keluarga TKW, dan dapat juga diperoleh dari informan pendukung
yakni tetangga. Peneliti menggunakan data ini untuk mendapatkan
informasi langsung tentang peran ayah sebagai orang tua tunggal
dalam mendidik akhlak anak pada keluarga TKW.
b. Data sekunder
Data sekunder dalam penelitian ini adalah dokumentasi
berupa monografi Desa Blotongan Salatiga, selain itu juga dari buku
yang memuat tentang peran ayah dalam mendidik akhlak anak.
Peneliti mengunakan data sekunder ini untuk memperkuat penemuan
dan melengkapi informasi yang telah dikumpulkan melalui
wawancara langsung dengan keluarga TKW.
D. Prosedur Pengumpulan Data
a. Wawancara mendalam
Wawancara pada penelitian ini dilakukan secara mendalam
yang diarahkan pada masalah tertentu dengan informan yang sudah
dipilih, yakni ayah dan anak pada keluarga TKW. Wawancara
dilakukan untuk menggali informasi tentang upaya seorang ayah
dalam mendidik akhlak anak, kendala yang dihadapi, dan akhlak
yang dimiliki anak.
b. Observasi
Metode observasi adalah teknik pengumpulan data dengan
pengamatan langsung kepada objek penelitian (Surakhmad,
1994:164). Metode ini digunakan untuk mengetahui situasi dan
42
kondisi lingkungan di Desa Blotongan Salatiga. Pengamatan disini
termasuk juga didalamnya peneliti mencatat peristiwa dalam situasi
yang berkaitan dengan pengetahuan proporsional maupun langsung
diperoleh dari data (Moleong, 2007:174).
Observasi ini dilakukan dengan melakukan serangkaian
pengamatan dengan menggunakan alat indera penglihatan dan
pendengaran secara langsung terhadap objek yang diteliti. Dalam
penelitian ini, penulis menggunakan teknik observasi berperan pasif
dimana observasi bisa dilakukan secara langsung maupun tidak
langsung.
c. Dokumentasi
Dokumentasi dapat dikategorikan sebagai dokumen pribadi,
dokumentasi resmi dan dokumen budaya populer. Dokumen
digunakan dalam hubungannya untuk mendukung dalam wawancara
( Emzir, 2011: 75).
Sejumlah besar fakta dan data yang tersimpan dalam bahan
yang berbentuk dokumentasi yang berkaitan dengan peran ayah
sebagai orang tua tunggal dalam mendidik akhlak anak pada
keluarga TKW di Desa Blotongan Salatiga.
43
E. Analisis Data
Penelitian ini bersifat kualitatif, artinya mengunakan data yang
dinyatakan secara verbal dan kualifikasinya secara teoritis. Sedangkan
pengolahan datanya dilakukan secara rasional dengan menggunakan pola
induktif. Analisis data, menurut Moleong (2009: 280) adalah proses
mengorganisasikan dan mengurutkan data ke dalam pola, kategori, dan
satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan dapat
dirumuskan hipotesis kerja seperti yang disarankan oleh data. Dalam
tahapan ini, peneliti menganalisis data yang terkumpul dari hasil
wawancara dan dokumentasi. Menganalisis data meliputi mengatur,
mengurutkan, mengelompokkan, memberikan kode, dan
mengkategorikannya.
1. Reduksi Data
Proses dimana seorang peneliti perlu melakukan telaahan awal
terhadap data-data yang telah dihasilkan, dengan cara melakukan
pengujian data dalam kaitannya dengan aspek atau fokus penelitian.
Pada tahap ini peneliti coba menyusun data lapangan, membuat
rangkuman atau ringkasan, memasukkannya ke dalam klasifikasi dan
kategorisasi yang sesuai dengan fokus atau aspek fokus. dari proses
inilah peneliti dapat memastikan mana data-data yang sesuai, terkait
dan tidak sesuai atau tidak terkait dengan penelitian yang dilakukan.
Identifikasi satuan unit. Pada mulanya diidentifikasikan adanya
satuan yaitu bagian terkecil yang ditemukan dalam data yang
44
memiliki makna bila dikaitkan dengan fokus masalah penelitian.
Sesudah satuan diperoleh, langkah berikutnya memberikan kode
disetiap satuan supaya dapat ditelusuri datanya dan berasal dari
sumber yang jelas (Moleong, 2010:288).
2. Display Data
Upaya menampilkan, memaparkan atau menyajikan data
sebagai sebuah langkah kerja analisis, display data dapat dimaknai
sebagai upaya menampilkan, memaparkan dan menyajikan secara
jelas data-data yang dihasilkan dalam bentuk gambar, bagan, tabel
dan semacamnya.
3. Penyimpulan dan Verifikasi
Langkah analisis ini biasanya dilakukan sebagai implementasi
prinsip indukatif dengan mempertimbangkan pola-pola data yang
ada, atau kecenderungan dari display data yang telah dibuat. Pada
tahapan ini, peneliti dapat melakukan konfirmasi dalam rangka
mempertajam data dan memperjelas pemahaman dan tafsiran yang
telah dibuat sebelum peneliti sampai pada kesimpulan akhir
penelitian (Ibrahim, 2015: 108-110).
F. Pengecekan Keabsahan Data
Peneliti berusaha menemukan keabsahan temuan. Teknik yang
dipakai untuk menguji keabsahan tersebut adalah teknik triangulasi.
Triangulasi dilakukan dengan mewawancarai secara langsung beberapa
informan penelitian baik informan utama maupun informan pendukung
45
dengan beberapa teknis yang berbeda, sehingga akan dihasilkan jawaban
yang beragam dan kemudian data tersebut akan penulis simpulkan. Tujuan
triangulasi adalah mengecek kembali data-data yang sudah terkumpul,
agar tidak terjadi kesalahan dalam memasukkan data.
Triangulasi dapat diartikan sebagai pengecekan data dari berbagai
sumber dengan berbagai cara, dan berbagai waktu (Sugiyono, 2012:273).
G. Tahap-tahap Penelitian
Pelaksanaan penelitian ada empat tahap yaitu: tahap sebelum ke
lapangan, tahap pekerjaan lapangan, tahap analisis data, tahap penulisan
laporan. Dalam penelitian ini tahap yang ditempuh adalah sebagai berikut:
a. Tahap sebelum ke lapangan
Tahap ini meliputi kegiatan penentuan fokus, penyesuaian
paradigma dengan teori, penjajakan alat peneliti, mencakup
observasi lapangan dan permohonan ijin kepada subjek yang diteliti,
konsultasi fokus penelitian, penyusunan usulan penelitian.
b. Tahap Pekerjaan Lapangan
Tahap ini meliputi pengumpulan bahan-bahan yang berkaitan
dengan peran ayah sebagai orang tua tunggal dalam mendidik akhlak
anak pada keluarga TKW di Desa Blotongan Salatiga. Data yang
telah ada tersebut diperoleh dengan observasi, wawancara, dan
dokumentasi.
46
c. Tahap Analisis Data
Tahap analisis data, meliputi analisis data baik yang
diperoleh melalui observasi, dokumen maupun wawancara
mendalam tentang peran ayah sebagai orangt tua tunggal dalam
mendidik akhlak anak pada keluarga TKW di Desa Blotongan
Salatiga. Kemudian, dilakukan penafsiran data sesuai dengan
konteks permasalahan yang diteliti selanjutnya melakukan
pengecekan keabsahan data dengan cara mengecek sumber data yang
di dapat dan metode perolehan data sehingga data benar-benar valid
sebagai dasar dan bahan untuk memberikan makna data yang
merupakan proses penentuan dalam memahami konteks penelitian
yang sedang diteliti.
d. Tahap Penulisan Laporan
Tahap ini meliputi: kegiatan penyusunan hasil penelitian dari
semua rangkaian kegiatan pengumpulan data sampai pemberian
makna data. Setelah itu melakukan konsultasi hasil penelitian dengan
dosen pembimbing untuk mendapatkan perbaikan saran-saran demi
kesempurnaan skripsi yang kemudian ditindak lanjuti hasil
bimbingan tersebut dengan penulis skripsi yang sempurna. Langkah
terakhir melakukan penyusunan kelengkapan persyaratan untuk ujian
skripsi.
47
BAB IV
PAPARAN DAN ANALISI DATA
A. Paparan Data
1. Letak Geografis
Desa Blotongan adalah salah satu desa yang berada di Kecamatan
Sidorejo Kota Salatiga. Desa Blotongan terdiri dari 15 RW yang terbagi
menjadi 71 RT.
Luas wilayah desa Blotongan adalah 423,8 ha, dengan 74,644 ha
lahan sawah, 329,156 ha lahan kering, dan 20 ha lahan lainnya. Adapun,
jarak desa blotongan dengan desa yang lain adalah sebagai berikut:
a. Jarak 2,3 km dengan desa/kelurahan Pulutan
b. Jarak 1,6 km dengan desa/kelurahan Sidorejo Lor
c. Jarak 3,1 km dengan desa/kelurahan Salatiga
d. Jarak 2,5 km dengan desa/kelurahan Bugel
e. Jarak 6,3 km dengan desa/kelurahan Kauman Kidul
2. Keadaan Penduduk
Adapun keadaan penduduk Desa Blotongan Kota Salatiga dilihat
dari data Monografi pada bulan April 2018 di bawah ini yang dapat
dipahami dengan tabel-tabel klasifikasi berikut ini:
48
Tabel 3.1
Jumlah Penduduk menurut Usia
Usia Laki-laki Perempuan Jumlah
0-4 647 599 1246
5-9 529 489 1018
10-14 504 480 984
15-19 478 506 984
20-24 550 479 1029
25-29 521 549 1070
30-34 628 603 1231
35-39 536 540 1076
40-44 474 476 950
45-49 450 499 949
50-54 380 444 824
55-59 389 352 741
60-64 215 168 383
65-69 103 108 211
70-74 80 100 180
>74 62 102 164
Jumlah 6546 6494 13040
(Sumber: diambil dari data Monografi Bulan April 2018 Desa Blotongan)
49
Berdasarkan data pada tabel 3.1 dapat diketahui bahwa, total
penduduk di Desa Blotongan Salatiga adalah 13040 jiwa, yang terdiri dari
6546 jiwa berjenis kelamin laki-laki, dan 6494 jiwa berjenis kelamin
perempuan. Mayoritas kelompok usia di Desa Blotongan yakni kelompok
usia antara 0-4 tahun dengan jumlah 1246 jiwa, dengan urutan paling
sedikit pada kelompok usia >74 tahun yang berjumlah 164 jiwa.
Tabel 3.2
Jumlah Penduduk menurut Agama
Islam 10720
Kristen 1601
Katolik 669
Hindu 1
Budha 49
Konghucu -
(Sumber: data diambil dari Monografi Bulan April 2018 Desa Blotongan)
Mayoritas agama penduduk Desa Blotongan adalah Islam, dengan
jumlah pemeluk agama Islam yaitu 10720 jiwa. Pada urutan kedua adalah
Kristen dengan 1601 jiwa, Katolik pada urutan ketiga dengan 669 jiwa,
Budha pada urutan keempat dengan 49 jiwa, dan yang paling sedikit adalah
agama Hindu dengan adanya 1 orang saja.
50
Tabel 3.3
Jumlah Penduduk menurut Tingkat pendidikan
Tidak/Belum Sekolah 2136
Tidak Tamat SD/Sederajat 1261
Tamat SD 2338
Tamat SLTP 1949
Tamat SLTA 3427
Diploma I/II 112
Diploma III 444
Strata I/Diploma IV 1238
Strata II 115
Strata III 20
Jumlah 13040
(Sumber: diambil dari data Monografi Bulan April 2018 Desa Blotongan)
Berdasarkan tabel 3.3 dapat diketahui bahwa, mayoritas tingkat
pendidikan penduduk Desa Blotongan adalah tamatan SLTA, dengan
jumlah 3427 jiwa. Hal ini menjunjukkan bahwa tingkat pendidikan di Desa
Blotongan sudah cukup baik, walaupun tercatat ada 2338 tamatan SD.
Namun, dengan adanya tamatan SLTA sebanyak 3427 jiwa dan ini yang
menjadi mayoritas dari tingkat pendidikan di Desa Blotongan, dapat
dikatakan bahwa tingkat kesadaran pendidikan pada penduduk di Desa
Blotongan sudah cukup baik.
51
Tabel 3.4
Jumlah Penduduk menurut Mata Pencaharian
No. Jenis Pekerjaan Jumlah
1 Belum/tidak bekerja 2594
2 Mengurus rumah tangga 1317
3 Pelajar/mahasiswa 2550
4 Pensiunan 227
5 PNS 323
6 TNI 25
7 Kepolisian RI 21
8 Perdagangan 28
9 Petani/pekebun 67
10 Konstruksi 7
11 Trasnportasi 8
12 Karyawan swasta 2720
13 Karyawan BUMN 82
14 Karyawan BUMD 23
15 Karyawan honorer 8
16 Buruh harian lepas 1135
17 Buruh tani perkebunan 9
18 Pembantu rumah tangga 8
19 Tukang cukur 1
20 Tukang batu 6
21 Tukang kayu 1
22 Tukang sol sepatu 1
23 Tukang las/pandai besi 1
24 Tukang jahit 12
25 Penata rias 1
26 Mekanik 2
27 Seniman 4
52
28 Tabib 1
29 Pendeta 12
30 Juru masak 1
31 Promotor acara 1
32 Anggota DPRD Provinsi 1
33 Anggota DPRD Kab/Kota 3
34 Dosen 55
35 Guru 241
36 Pegacara 1
37 Akuntan 1
38 Konsultan 1
39 Dokter 10
40 Bidan 3
41 Perawat 3
42 Apoteker 1
43 Pelaut 5
44 Peneliti 6
45 Sopir 41
46 Pedagang 134
47 Wiraswasta 1338
Jumlah 13040
(Sumber: diambil dari data Monografi Bulan April 2018 Desa Blotongan)
Tabel 3.4 menunjukkan bahwa, jenis pekerjaan sebagai karyawan
swasta menjadi mayoritas di Desa Blotongan dengan jumlah 2720 jiwa
sampai dengan April 2018. Status belum/tidak bekerja menjadi urutan kedua
setelah karyawan swasta, yakni dengan adanya 2594 jiwa. Urutan ketiga
adalah kelompok pelajar/mahasiswa dengan jumlah 2550 jiwa.
53
3. Data Informan
Tabel 3.5
Daftar Informan Keluarga TKW
Nama Usia Hubungan dalam keluarga
JM 52 tahun Ayah
RP 14 tahun Anak
HT 41 tahun Ayah
IAP 14 tahun Anak
RS 47 tahun Ayah
SAP 12 tahun Anak
MS 45 tahun Ayah
DU 17 tahun Anak
4. Profil Subjek Penelitian
1. Keluarga Bapak JM
Bapak JM adalah warga RT 09 RW 03 Dusun Tegalombo,
Blotongan Salatiga. Beliau mempunyai tiga putri, dua diantaranya
sudah menikah dan yang satu masih duduk di bangku kelas VIII SMP,
bapak JM juga sudah memiliki 2 orang cucu. Kedua anak gadisnya
menikah saat usianya masih muda, yakni putri pertama 20 tahun dan
putri keduanya yang baru menginjak 19 tahun. Meskipun usianya kini
sudah terhitung tidak muda lagi, namun semangatnya untuk tetap
mencari nafkah sebagai buruh serabutan masih tetap ada, beliau juga
54
beternak ayam agar dapat memiliki penghasilan tambahan. Salah satu
alasan beliau untuk tetap semangat mencari nafkah adalah karena putri
bungsunya yakni RP yang masih membutuhkan biaya untuk sekolah,
dan bapak JM juga berharap agar masa depan RP jauh lebih baik dari
beliau dan kedua kakaknya.
Beliau sempat menuturkan bahwa, meskipun istrinya
mengirim uang dari hasil sebagai TKW, namun beliau tidak
menggantungkan sepenuhnya kebutuhan keluarga pada istrinya.
Beliau tidak mau hanya bersantai menikmati hasil kerja istrinya.
Bapak JM juga mengatakan jika sebenarnya sudah sangat lama tidak
berkomunikasi dengan istrinya. Istri bapak JM sering menelpon ke
rumah, namun beliau menyuruh anaknya yang bicara. Ternyata, saat
anaknya menikah, istrinya tidak pulang.
Beliau adalah seorang lelaki paruh baya yang tegar, dalam
kondisi rumah tangganya yang sebenarnya tidak begitu baik
dikarenakan istri yang tak kunjung pulang, beliau tidak ambil pusing.
Saat ini, yang beliau inginkan adalah anak bungsunya yakni RP, bisa
menyelesaikan sekolahnya dan memiliki perilaku yang baik. Bagi
bapak JM, mendidik putri-putrinya adalah yang utama, beliau tidak
mau membuat putrinya bersedih dengan menunjukkan kekecewaan
beliau terhadap istrinya. Beliau juga berusaha menjaga kerukunan dan
keakraban dengan RP. serta mendidik RP dengan kasih sayang,
55
namun tetap menegur bahkan menghukum RP jika RP berbuat
kesalahan dan dirasa kesalahan itu patut untuk diberi hukuman.
2. Keluarga Bapak HT
Bapak HT adalah seorang karyawan swasta yang memiliki 2
orang anak, seorang anak laki-laki berusia 7 tahun dan seorang anak
perempuannya yaitu IAP yang berusia 14 tahun. Bapak HT menjadi
orang tua tunggal dalam mendidik anaknya sejak IAP duduk dibangku
kelas III SD, kini IAP sudah kelas 1X di salah satu SMP Negeri di
Salatiga.
Bapak HT mengaku mengizinkan istrinya menjadi TKW
karena faktor ekonomi, meski pada awalnya beliau merasa sangat
keberatan karena kasihan dengan anak-anaknya. Beliau mengaku
bahwa kebutuhan rumah tangga dan biaya untuk anaknya sekolah
menjadi terpenuhi ketika istrinya menjadi TKW di Hongkong, karena
pada saat istrinya masih di rumah, semua kebutuhan rumah tangga dan
biaya untuk anaknya sekolah dirasanya belum cukup, dapat dikatakan
pas-pasan.
Lelaki berusia 41 tahun tersebut menjelaskan bahwa meskipun
istrinya menjadi TKW, namun komunikasi antara istri dan anak-
anaknya, juga dengan dirinya selalu lancar. Bahkan, sampai sering
telepon dari istrinya tersebut tidak terangkat karena beliau sedang
sibuk bekerja. Istrinya tetap menjaga komunikasi dengan keluarga di
rumah, saat istrinya pulang pun, ia selalu mengajak anak-anaknya
56
untuk berlibur bersama. Bapak HT sangat bersyukur, karena meskipun
istrinya pulang 2 tahun sekali, namun keberadaan istrinya di rumah
selama kurang lebih sebulan membuat dirinya dan anak-anaknya
bahagia. Rasa rindu anak-anaknya terobati, walaupun anak bapak HT
yang kecil sering merengek saat ibunya akan kembali bekerja ke
Hongkong.
Bapak HT tidak pernah menutupi sesuatu dari istrinya, hal baik
atau kurang baik yang dilakukan anak-anaknya selalu beliau
sampaikan pada istri. Beliau berpendapat, bahwa istri sekaligus ibu
dari anaknya tersebut haruslah tetap ikut andil dalam mendidik
anaknya. Karena, bagi beliau meskipun istri bekerja sebagai TKW,
namun nurani seorang ibu harus tetap berjalan. Beliau tidak mau
sampai anaknya kehilangan kasih sayang seorang ibu sepenuhnya.
Bapah HT berharap istrinya akan terus ikut mendidik anaknya, salah
satunya adalah ikut menasehati agar IAP selalu mengalah dengan
adiknya saat bertengkar dan mengingatkan anak-anaknya untuk
belajar dengan rajin.
3. Keluarga Bapak RS
Bapak RS adalah suami dari ibu RB, mereka sudah membina
rumah tangga selama 26 tahun, dan dikaruniai empat orang anak, anak
terakhir pasangan suami istri ini adalah SAP yang berusia 12 tahun.
Ibu RB sudah 8 tahun menjadi TKW di Malaysia, sejak SAP berusia 4
tahun. Alasan bapak RS mengizinkan ibu RB menjadi seorang TKW
57
tentunya karena persoalan keuangan. Gaji yang diterima bapak RS
tidaklah cukup untuk memenuhi semua kebutuhan dan biaya anak-
anaknya, apalagi pada saat itu keempat anaknya masih bersekolah.
Kini, anak pertama dan kedua bapak RS sudah menikah, hanya tinggal
anak ketiga dan si bungsu SAP, yang masih sepenuhnya menjadi
tanggung jawab bapak RS.
Bapak RS merupakan warga asal Grobogan yang menetap di
Desa Blotongan sejak menikah dengan ibu RB. Pekerjaan bapak RS
adalah sopir, beliau sering mendapat tugas untuk mengirim barang ke
Yogyakarta, Semarang, dan Pacitan. Saat SAP libur sekolah, beliau
sering mengajaknya untuk mengirim barang sekaligus sekedar jalan-
jalan. Namun, hal tersebut dilakukan jika jarak yang ditempuh dekat,
karena bapak RS merasa kasihan jika nantinya SAP terlalu lelah.
Bapak RS menyadari jika SAP kekurangan kasih sayang dari
ibunya, untuk itu beliau selalu menjaga agar hubungan dengan anak-
anaknya, terutama dengan SAP tidak renggang. Sebagai seorang ayah,
beliau tahu bahwa SAP menginginkan keberadaan ibunya di rumah.
Walaupun SAP adalah anak laki-laki, namun bapak RS tidak
menutupi bahwa SAP juga sesekali merasa minder dengan teman-
temannya karena ditinggal ibunya menjadi TKW di Malaysia. SAP
pernah menuturkan bahwa teman-temannya beruntung karena ibu
mereka bisa datang ke sekolah untuk menghadiri rapat atau
mengambil raport. Bagi bapak RS hal tersebut sangatlah wajar,
58
mengingat saat ibunya menjadi TKW usia SAP saat itu baru 4 tahun.
Namun, kini SAP sudah bisa lebih paham dengan kondisi
keluarganya. Ia sudah jarang menunjukkan kesedihan di hadapan ayah
dan kakaknya, ia juga sudah tidak pernah mengeluh karena
ditinggalkan ibunya menjadi TKW. Bapak RS menilai tindakan SAP
lantaran istrinya yang selalu memberi nasehat dan penjelasan kepada
SAP. Beliau berharap agar istrinya selalu menjaga komunikasi dengan
keluarga, ikut menasehati, dan mengingatkan anak-anaknya agar
memiliki akhlak yang baik.
4. Keluarga Bapak SY
Bapak SY lahir pada 6 Juni 1972, beliau warga asli Desa
Blotongan, pekerjaan beliau serabutan. Bapak SY dan istrinya masih
memiliki tanggung jawab untuk menyekolahkan anak kedua dan
ketiga mereka. Anak kedua bapak SY tahun ini akan memasuki
jenjang SMA, sedangkan anak bungsunya masih duduk di bangku
kelas VI SD.
Salah satu alasan istri bapak SY menjadi TKW selain faktor
ekonomi, adalah karena yang mengajak istri beliau merupakan
saudaranya sendiri. Sehingga, harapan memperoleh pendapatan yang
lebih menunjang dari sebelumnya akan terpenuhi dengan perasaan
yang mantap.
Bapak SY tidak pernah mengalami kesulitan yang berarti
dalam mendidik akhlak anaknya. Beliau berpendapat, ketiga anaknya
59
paham bagaimana menjadi orang tua tunggal, sehingga anak-anak
beliau terutama anak kedua, yakni DAA tidak pernah berulah. DAA
adalah anak yang sedikit pendiam, dia tidak pernah keluar rumah
kecuali sekolah ataupun ada hal penting lainnya. Bapak SY tidak
pernah menekan anak-anaknya, beliau memberi kebebasan pada
mereka, namun kebebasan yang dimaksud bukanlah kebebasan
dimana anak bebas melakukan hal yang buruk.
Hal tersebut sudah menjadi komitmen beliau dan istrinya, istri
bapak SY selalu mengingatkan agar jangan sampai anak-anak
kehilangan kasih sayang dan perhatian dari beliau. Meskipun sang istri
sekarang hanya bisa memberikan nasehat pada anaknya dari jarak
jauh, namun setidaknya hal tersebut bisa dimaklumi oleh anaknya.
Selama menjadi TKW, istri bapak SY setiap hari selalu
menyempatkan telepon anaknya di rumah, saat pekerjaannya sudah
selesai. Istri bapak SY selalu menjaga komukasi dengan baik,
menanyakan tentang kegiatan yang dilakukan anaknya, dan
menasehati agar tidak terjerumus pada hal yang buruk.
5. Keluarga Bapak MS
Bapak MS menikah pada tahun 1999, pekerjaan beliau adalah
sebagai tukang parkir di salah satu toko busana di Salatiga. Istri bapak
MS sudah 12 tahun bekerja sebagai TKW di Arab, setiap 2 tahun
sekali istrinya cuti selama 3 bulan di rumah.
60
Alasan istrinya menjadi TKW adalah karena pada waktu itu
bapak MS dan istrinya ingin memiliki rumah, dengan modal tekad,
istri beliau berinisiatif bekerja di luar negeri. Meskipun, pada awalnya
beliau keberatan karena anak mereka yakni DU masih 5 tahun, namun
akhirnya beliau tetap mengizinkan istrinya dan mendoakan agar
istrinya selalu sehat, serta tidak melupakan keluarganya.
Komunikasi yang terbina antara beliau dan istrinya tetap
lancar, bahkan saat teknologi belum canggih seperti sekarang, sekedar
untuk bertukar kabar, dahulu beliau dan istrinya selalu berkirim surat.
Beliau bersyukur karena memiliki istri yang setia, bahkan di tengah
kesulitan ekonomi yang pada waktu dialami rumah tangganya, dengan
segala kerendahan hati, istrinya bersedia untuk menjadi TKW demi
merubah nasib mereka. Istrinya akan pulang dalam waktu dekat, dan
rencananya tidak akan kembali menjadi TKW.
Bapak MS mengaku tidak terlalu kesulitan dalam mendidik
anaknya, karena DU yang kini berusia 17 tahun sudah memiliki
perilaku yang mandiri dan dapat diandalkan. DU adalah anak yang
mudah dinasehati, walaupun ia ditinggalkan ibu dari usia 5 tahun,
namun DU tidak lantas terpuruk, ia bisa hidup dan bergaul layaknya
anak-anak lain yang didampingi orang tua lengkap.
61
5. Temuan Penelitian
Setelah dilakukan observasi dan wawancara terhadap keluarga
TKW di Desa Blotongan Salatiga, ditemukan bagaimana peran ayah
sebagai orang tua tunggal dalam mendidik akhlak anak sebagai berikut:
a. Upaya ayah sebagai orang tua tunggal dalam mendidik akhlak anak
pada keluarga TKW.
Keberadaan seorang ibu dalam keluarga sangatlah penting,
tugas mendidik akan menjadi sangat berat apabila hanya dilakukan
oleh seorang ayah saja, namun adanya alasan lain membuat si ibu
harus rela berjauhan dengan keluarganya. Peran seorang ayah yang
akhirnya menjadi orang tua tunggal dalam mendidik sangatlah
dibutuhkan.
Dalam hal ini, terkait dengan adanya beberapa pertimbangan,
penulis memaparkan beberapa upaya yang dilakukan ayah sebagai
orang tua tunggal dalam mendidik anak pada keluarga TKW sebagai
berikut:
1) Mengajarkan sholat.
Sholat adalah tiang agama, layaknya bangunan yang akan
runtuh tanpa tiang, hidup manusia juga pasti akan mengalami hal
serupa jika tidak melaksanakan sholat. Orang tua perlu mendidik
anak agar senantiasa melaksanakan sholat lima waktu, karena
pada saat sholat, seorang hamba akan merasa lebih dekat dengan
Sang Pencipta. Bagi orang tua yang paham akan hal tersebut,
62
ditengah kesibukan para ayah dalam bekerja, mereka akan tetap
melaksanakan dan mengingatkan anak-anaknya untuk sholat.
Namun, dalam hal ini, orang tua tidak sepenuhnya mengajarkan
anak sholat, karena anak pada keluarga TKW tersebut ikut TPQ
dan juga guru PAI di sekolah yang ikut berperan untuk
mengajarkan anak sholat.
2) Mengajarkan Al-Qur’an.
Al-Qur’an adalah pedoman hidup bagi umat Islam,
membaca Al-Qur’an dapat membuat gundah gulana dalam hati
menjadi sirna, Al-Qur’an juga sebagai penyejuh hati bagi
pembacanya. Dalam hal ini, para ayah memasukkan anaknya ke
dalam TPQ, dengan harapan anak-anak akan lebih rajin dan fasih
dalam membaca Al-Qur’an. Selain itu, ilmu agama anak juga
akan bertambah. Hal ini berdasarkan wawancara dengan ayah
pada keluarga TKW berikut ini:
Penuturan bapak JM:
“Saya pasrahkan ke TPA mbak, yang penting saya sebagai
bapak ya ingatkan biar rajin ngaji mbak, ngajinya di
langgar situ.”
Penuturan bapak JM juga diperkuat dengan jawaban RP
sebagai berikut:
“Dulu sih sering diajari bapak mengaji, kalau sekarang
nggak pernah. Paling sekarang mengingatkan jangan lupa
TPA. Perhatian mbak dari dulu ngajinya, sholatnya,
ngajinya di mushola situ. Soalnya kalau pas bapak pulang
kerja kok saya di rumah nggak ngaji, ditakutin paginya
nggak dikasih sangu.”
63
Bapak HT, RS, SY, dan MS juga melakukan hal yang sama.
Demi bekal di akhirat anak kelak, mereka menyuruh anaknya
untuk belajar Al-Qur’an di TPQ dan supaya ilmu agama yang
dimiliki semakin baik.
3) Mengajarkan agar anak selalu berbuat baik kepada orang tua.
Memiliki anak yang berbakti kepada kedua orang tentunya
sudah menjadi harapan mereka. Para ayah yang mendidik seorang
diri tentu menginginkan bahwa anak yang mereka didik dan asuh
selalu hormat dan berbuat baik kepada orang tua. Peneliti
beranggapan, bahwa anak para TKW tetap berbuat baik pada
orang tua, terutama kepada ayah yang telah mencurahkan kasih
sayang karena anak para TKW tersebut selalu diajarkan untuk
ingat bagaimana perjuangan orang tua, apalagi si ibu yang harus
rela berjauhan dengan keluarga demi membantu meringankan
beban ayahnya. Hal ini berdasarkan hasil wawancara dengan
bapak JM sebagai berikut:
“Ya kalau berbuat baik kepada orang tua sudah jadi
kewajiban anak mbak, saya nggak menuntut anak berbuat
baik sama orang tua yang bagaimana-bagaimana, yang
penting dia kalau dibilangin nggak mbantah, nggak
melawan gitu saja saya sudah seneng. Saya kasih
pengertian kalau jadi orang tua tunggal seperti saya itu
berat, biar dia bisa sedikit-sedikit membayangkan kalau
ada anak berbuat jelek ke orang tua itu pasti menyakiti hati
orang tuanya. Saya suruh kalau sama ibunya yang
menghormati, kalau pas dinasehati ya dengarkan baik-
baik, jangan kebanyakan menyela.”
64
Hal ini diperkuat dengan jawaban dari anak bapak JM,
yaitu RP berikut ini:
“Disuruh selalu mengormati dan nggak mbantahan mbak
kalau sama ibu dan bapak, sudah jauh-jauh ibu pergi
sampai sana. Kata ibu juga suruh menjaga pikiran bapak
kan sudah tua, kasian nanti kalau saya berani sama orang
tua malah bapak bisa saja sakit hati.”
Hal yang sama diungkapkan bapak HT:
“Tentu diajarkan berbuat baik sama orang tua, harus
berbakti, rugi sendiri mbak-mbak kalau nggak berbuat baik
sama orang tua itu. Kan itu ladang pahalanya anak juga.
Ada juga kan anak yang dulunya dibilangin orang tua
malah mbantah, bahkan melawan sama orang tuanya, baru
sekarang menyesal karena orang tua sudah meninggal.
Menurut saya nggak tau diri kalau ada seorang anak kok
kalau masih punya orang tua tapi nggak dibaik-baikin. IAP
saya didik untuk hormat sama orang tua, terutama sama
ibunya, biarpun jauh tapi kalau ibu kasih nesehat jangan
dibantah.”
IAP sebagai putri bapak HT juga menjawab sebagai
berikut:
“Diajarkan mbak, nggak boleh mbantah omongan orang
tua, harus sayang sama ibu, bapak, adik.”
Mendidik anak agar selalu berbuat baik pada orang tuanya
juga diajarkan oleh bapak RS, SY, dan MS pada anak-anak
mereka, terbukti dengan wawancara sebagai berikut:
Penuturan bapak RS:
“Saya wanti-wanti mbak, kalau nggak manut brati anak
nakal. Saya didik untuk selalu menghargai dan nanya
kabar ibunya. Sekarang kan umurnya 12 tahun, sudah
nggak cengeng lagi kalau ibunya pergi, masa anak laki-laki
kok mau cengeng terus.”
65
Hal ini diperkuat dengan jawaban SAP yang mengatakan
bahwa:
“Iya mbak, bapak bilang kalu nggak boleh berani sama
orang tua. Disuruh angkat telepon ibu lalu menanyakan ibu
sudah makan belum, jaga kesehatan, yang begitu mbak.
Disuruh juga kalau mainan sepeda jangan jauh-jauh, tapi
saya kadang ngeyel mbak, diajak teman sampai jauh
kadang.”
4) Mengajarkan anak agar berbuat baik kepada siapapun.
Berbuat baik pada orang lain perlu diajarkan pada anak
sejak dini. Karena, manusia bukanlah makhluk individu, suatu
saat kebaikan yang dilakukan pasti akan mendapat balasan,
tentunya bernilai pahala. Hal ini diajarkan para ayah terhadap
anak-anaknya, mereka mengajarkan agar anak peduli dengan
orang-orang di sekitarnya. Sebagaimana wawancara dengan
bapak JM, HT, RS, SY, MS beserta anak mereka berikut ini:
Penuturan bapak JM tentang berbuat baik pada siapapun:
“Iya. Kalau ada yang butuh bantuan tak suruh membantu
mbak, berbuat baik tidak ada ruginya.”
Dibuktikan oleh penuturan RP:
“Iya mbak, bapak mengajarkan. Suruh baik sama tetangga,
rukun sama teman, begitu mbak.”
Bapak HT juga mengajarkan agar anaknya berbuat baik
pada orang lain, sebagaimana wawancara dengan bapak HT,
beliau menuturkan:
“Ya, perlu mbak, perlu itu. Saya ajarkan supaya rukun
sama tetangga, sopan sama yang lebih tua. Apalagi
tetangga yang rumahnya saja jaraknya sangat dekat-dekat
begini.”
66
IAP juga mengatakan bahwa ayahnya menyuruh untuk
berbuat baik, dibuktikan dengan wawancara sebagai berikut:
“Saya disuruh baik kalau sama orang lain, kalau ada
tetangga yang mau minta bumbu untuk masak saya kasih
mbak.”
Hal yang sama juga dilakukan bapak RS pada SAP, dengan
penuturan sebagai berikut:
“SAP saya didik untuk peduli sama sesama mbak, apalagi
tetangga yang hampir semua masih saudara, namanya juga
orang ndeso mbak, harus guyub.”
Diperkuat dengan jawaban SAP berikut ini:
“Diajarkan kok mbak, disuruh kalau sama tetangga yang
sopan, kalau ngomong jangan keras-keras. Kalau sama
teman juga disuruh rukun, jangan berantem sama teman.”
Bapak SY juga mengajarkan agar anaknya peduli dengan
orang lain, sebagaimana penuturannya berikut:
“Oh, iya mbak. Saya contohi juga berbuat baik kalau
nggak bisa bantu uang ya tenaga, kalau masih nggak bisa
ya bantu doa, gitu saja sih. Contoh kecilnya ya berbuat
baik sama tetangga lah, saya kalau masak banyak gitu
depan rumah itu juga kadang saya kasih daripada
mubadzir. Inshaallah sudah saya ajarkan dan contohi
untuk berbuat baik sama orang lain.”
Diperkuat dengan jawaban DAA berikut ini:
“Bapak menasehati biar peduli sama orang lain, kalau
sama teman nggak boleh pelit. Kadang kalau pulang
sekolah teman saya kesini, disuruh bapak makan sama-
sama mbak.”
Tidak terkecuali bapak MS, hal tersebut juga rupanya
beliau lakukan, sebagaimana penuturan beliau berikut ini:
“Saya ajari mbak, sama teman yang rukun. Siapapun butuh
bantuan selagi bisa ya ditolong, gitu.”
67
DU juga mengatakan bahwa ayahnya mengajarkan
kebaikan terhadap sesama, berdasarkan wawancara dengan DU
berikut:
“Iya mbak, diajarin bapak saya. Suruh rukun sama teman
di sekolah. Kalau sama guru juga yang manut.”
5) Memberi kasih sayang dan hukuman.
Di tengah kondisi keluarga yang seperti ini, kasih sayang
seorang ayah sangatlah dibutuhkan, selain membuat anak dekat
dengan ayah, ia juga akan merasa diperhatikan dan tidak
sepenuhnya kehilangan kasih sayang dari orang tuanya. Namun,
kasih sayang yang berlebihan dan terlalu memanjakan anak justru
dapat menjadikan anak tidak mandiri dan tidak berkembang,
untuk itu pemberian hukuman memang perlu adanya. Tidak
bermaksud menyakiti, hukuman haruslah bersifat mendidik dan
tetap bermaksud menyadarkan anak dari kesalahannya.
Berdasarkan wawancara, peneliti menemukan bahwa para ayah
sangatlah menyayangi anaknya, namun agar tidak terlena,
pemberian hukuman dianggap perlu jika memang kesalahan
tersebut patut diberi hukuman, berikut adalah wawancara tentang
pemberian kasih sayang dan hukuman pada anak:
Cara mendidik bapak JM selain melalui kasih sayang,
ternyata beliau juga pernah menghukum RP dengan membanting
68
handphone RP karena kesal anaknya tersebut berlebihan dalam
bermain handphone, berikut ini adalah penuturannya:
“Sayang sih sayang mbak, tapi menghukum juga pernah.
Waktu itu saya menghukumnya hp sampai saya banting.
Lha dia main hp terus. Dinasehati baik-baik nggak gagas
kok waktu itu.”
Dibenarkan dengan adanya jawaban dari RP sendiri:
“Kasih sayang bapak buat saya sudah cukup mbak, ibu
sudah lama nggak pulang. Dari kecil saya tinggalnya sama
mbak, sama bapak. Jadi, saya dimarahi gitu ya sama mbak
dan bapak saya. Tapi waktu mbak-mbak saya menikah
tinggalnya jadi sama bapak tok. Dulu hp saya pernah
dibanting bapak mbak, saya dimarahi mainan hp terus.”
Bapak HT dalam mendidik anaknya juga melalui kasih
sayang dan hukuman, terbukti dengan wawancara berikut ini:
“Iya. Sangat sayang, itungannya saya juga memanjakan,
dia minta apa gitu kalau saya ada rezeki pasti saya turuti.
Kalau marah gitu saya juga ada sebabnya, kalau pun
sampai menghukum paling tak jewer.”
Hal yang sama juga diungkapkan oleh IAP:
“Iya mbak, bapak nggak cuek. Dipeluk-peluk kalau lagi
bercanda. Pernah dijewer gara-gara nggak nurut.”
Sama halnya bapak JM dan HT, bapak RS pun juga pernah
menghukum anaknya. Berdasarkan wawancara berikut:
“Sayang bisa, tegas juga bisa. Kalau sudah nggak mempan
dikandani, saya jewer, atau nggak nanti ngaji atau pas
sekolah nggak saya kasih sangu.”
Ternyata, keadaan berbeda dengan bapak SY. Beliau tidak
menerapkan adanya pemberian hukuman pada anak. Hal ini
berdasarkan penuturannya sebagai berikut:
69
“Kalau kasih sayang ya namanya orang tua tunggal saya
sangat sayang sama anak-anak saya. Saya selalu perhatian
sama anak. Tapi kalau menghukum nggak pernah, dia
anaknya agak pendiam. Misal ada apa-apa gitu, paling
saya nasehatin. Dianya langsung manut, biar malu sendiri
kalau sampai nakal-nakal.”
Hal ini sama dengan pernyataan DAA yang tidak pernah
dihukum oleh ayahnya, berikut penuturannya:
“Didik lewat kasih sayang mbak, bapak oranya baik. Kalau
menghukum nggak pernah.”
Sama halnya seperti bapak SY, bapak MS juga mengaku
tidak pernah memberi hukuman pada anak-anaknya. Berdasarkan
wawancara berikut ini:
“Tetap sayang nomor satu. Dia sukanya martabak, pulang
kerja kadang saya belikan. Menghukum sih nggak tu mbak,
tak nasehatin saja. DU sudah besar pasti tau lah, lagian
dia nggak pernah aneh-aneh, sudah syukur saya.”
DU pun menjawab hal serupa, ia mengaku ayahnya tidak
pernah menghukumnya, berikut adalah pernyataan DU:
“Sayang sama saya, sama adek. Pulang kerja sering
dibelikan makanan, tidak pernah ngasih hukuman.”
6) Memberi teladan pada anak-anak.
Anak haruslah diberikan contoh yang baik, orang tua
hendaknya sadar akan tersebut. Tetapi, selain terus menasehati
anak, hendaknya orang tua juga melakukan apa yang telah ia
nesehatkan pada anak. Berdasarkan penelitian, para ayah pada
keluarga TKW di Desa Blotongan Salatiga mengaku sudah
memberikan contoh yang baik.
70
Memberi teladan pada anak bisa dilakukan melalui hal-hal
sederhana, berikut adalah pernyataan dari bapak JM:
“Tak kasih contoh mbak, iya. Begini, saya kasih tau kalau
habis makan piring langsung dicuci, tapi saya juga
nglakoni setiap hari. Supaya nggak ada piring yang
numpuk.”
RP juga mengungkapkan bahwa ayahnya memberikan
contoh yang baik bagi dirinya, berdasarkan wawancara berikut:
“Ngasih contoh mbak. Bapak nyuruh saya kalau mau pergi
pamit, terus kalau mau pergi bapak juga bilang sama
saya.”
Bapak HT juga mengaku bahwa beliau memberikan contoh
pada kedua anaknya, berikut penuturannya:
“Contoh hal-hal sederhana sudah saya kasih, kalau habis
pakai sepatu ya sepatunya ditaruh lagi di rak sepatu.
Apalagi yang kecil itu masih suka saksenenge dewe kalau
naruh sepatu sak kenane dia.”
Pernyataan IAP juga sesuai dengan bapak HT, berikut
penuturan IAP:
“Suka dikasih contoh mbak, dicontohin kalau nyuci piring
sama gelas harus sampai bersih, biar nggak amis.”
Tidak jauh berbeda dengan bapak JM dan HT, bapak RS
pun memberikan contoh yang baik pada putranya tersebut. Beliau
berharap SAP memiliki perilaku yang baik, berikut ini adalah
pernyataan bapak RS:
“Saya kasih contoh mbak yang penting, dijalani ya
silahkan nggak juga nggak papa. Contohnya kalau rumah
nggak ada orang, kalau mau pergi pintu ditutup lagi, TV
udah nggak dilihat ya dimatikan, lampu kalau sudah agak
siang dimatikan. Saya kasih contoh yang seperti itu, yang
mudah-mudah.”
71
Bapak SY juga memberikan teladan bagi anaknya, berikut
peneturan beliau:
”Oh iya itu mbak, orang tua bisanya kan ya kasih contoh
mbak. Kalau habis pakai motor tak contohi, motornya saya
parkir di teras, harus setiti. TV kalau nggak ditonton ya
jangan nyala terus, saya matikan, saya juga menyuruh gitu
kan berarti saya juga harus melakukan. Terus kalau ada
orang yang sakit apa meninggal gitu, dia sering tak ajak
biar peduli sama orang lain. Ya contoh-contoh begitu
mbak. Soalnya yang pernah tua begini kan sudah
mengalami jadi anak mbak, jadi kalau kita biasa memberi
teladan, biarpun melalui hal-hal yang kecil gitu, asal rutin
ya anak juga bakal terpengaruh.”
Terbukti dengan ungkapan DAA yang mengatakan hal
serupa, berikut ungkapannya:
“Suka dikasih contoh, kalau ada tetangga meninggal gitu
diajak layat. Ada tetangga yang di rumah sakit juga saya
diajak besuk. Katanya supaya saya terbiasa hidup
bermasyarakat, makanya bapak kasih contoh supaya saya
paham.”
Memberikan teladan pada anak juga dilakukan oleh bapak
MS, berikut ini adalah wawancara dengan bapak MS tentang hal
tersebut:
“DU saya kasih contoh kalau lagi mandi gitu kran airnya
hidupkan, nanti kalau penuh jangan lupa dimatikan. Saya
pun juga begitu mbak. Soalnya sekarang airnya sering
mampet mbak. Kalau pergi-pergi gitu dibiasakan rumah
dikunci. Habis mandi ya saya biasakan njemur handuk, ada
lipatan baju numpuk ya dirapikan, contoh-contoh yang
seperti itulah. sampai sekarang dicontohi gitu ya masih
dijalankan. Saya lumayan bisa masak mbak, waktu itu yang
masak saya terus, lalu setelah DU SMP, waktu liburan
sekolah saya ajarin untuk masak, sekarang sampai dia
SMA juga yang masak DU. Ya mungkin itu hasil dari saya
contohin, dulu saya kerepotan kalau pagi-pagi harus masak
buat sarapan.”
72
DU juga mengatakan bahwa ayahnya memberikan teladan
yang baik padanya, berikut penuturan DU:
“Kasih contoh juga mbak, bapak nggak banyak omong
orangnya. Nggak suka perintah, langsung nglakuin, jadi
saya paham. Contohnya sehari-hari kalau mandi handuk
langsung dijemur, kalau pergi rumah dikunci.”
7) Memperhatikan pergaulan anak.
Tidak dapat dipungkiri bahwa selain di rumah, anak juga
memiliki kehidupan sendiri dengan dunia luar. Anak memiliki
teman dan kebiasaan-kebiasaan yang mungkin saja tidak orang tua
ketahui saat di rumah. Orang tua perlu memperhatikan pergaulan
anak mereka, terutama seorang suami yang istrinya bekerja sebagai
TKW, tentu hal ini berat untuk dilakukan. Namun, berdasarkan
penelitian dengan para ayah Desa Blotongan Salatiga, peneliti
menemukan fakta bahwa mereka peduli dengan pergaulan anak.
Berikut ini adalah wawancara dengan para ayah:
Penuturan bapak JM tentang memperhatikan pergaulan
anak:
“Memperhatikan to mbak, tapi saya nggak ngekang. Dia
kalau mau main ya silahkan asal ingat waktu, asal pamit
jelas gitu. Tapi biarpun RP itu sudah remaja, dia kok gak
suka main kemana gitu mbak, paling kalau main gitu malah
ke tetangga depan rumah itu. Nggak suka klayapan dia.”
Hal yang sama juga diungkapkan RP:
“Iya mbak. Suruh pamit mbak kalau mau pergi, tapi saya
jarang pergi. Ibaratnya saya keluar rumah kalau sekolah
sama ngaji pas sore saja. Saya mau kemana-mana sama
bapak kok, misalnya kalau beli baju, apa sepatu.”
73
Memperhatikan pergaulan anak juga dilakukan oleh bapak
HT, karena beliau sadar bahwa IAP adalah anak perempuan yang
memang harus diperhatikan pergaulannya. Berikut ini adalah
penuturan bapak HT terkait hal tersebut:
“Saya perhatikan mbak, mau pergi sama temannya siapa,
mau kemana, pulangya jam berapa. Dulu pernah saya
marahi, soalnya dia pulang sekolah nggak langsung
pulang. Pulang-pulang kok maghrib, saya bingung mbak
biasanya nggak seperti itu, ternyata dia ada belajar
kelompok dadakan di rumah temannya. Setelah itu saya
nasehatin mbak, nggak usah diulangin lagi.”
IAP juga mengatakan bahwa ayahnya memperhatikan
dengan siapa ia bergaul, berikut wawancara dengan IAP terkait hal
tersebut:
“Diperhatikan mbak, ditanya-tanya kalau mau pergi. Dulu
pernah dimarahi gara-gara saya pulang kesorean, soalnya
mendadak ada belajar kelompok. Sampai sekarang juga
sering ditanya kalau WA atau SMSan itu sama siapa, bapak
sering cek HP saya.”
Bapak RS menyadari bahwa beliau kurang memperhatikan
pergaulan anaknya secara langsung, hal itu dikarenakan bapak RS
bekerja dan kadang pulang dua hari sekali. Namun saat beliau
sedang di rumah, beliau selalu mengingatkan agar saat ditinggal
ayahnya ke luar kota nanti, SAP tidak nakal dan bisa menjaga diri,
juga mendengar apa kata kakaknya. Apabila seperti itu, SAP di
rumah dengan kakaknya. Namun, bapak RS menyuruh kakak SAP
dan tetangga untuk mengingatkan agar anaknya tidak bermain jauh.
Disisi lain, setelah bapak RS pulang kerja, beliau selalu
74
menanyakan apa saja yang dilakukan SAP, dan apakah SAP
berulah nakal atau tidak. Berikut penuturan bapak RS:
“Maunya saya ya memperhatikan sepenuhnya mbak, tapi
ya bagaimana? Kadang kalau jadi sopir gitu kan nyopirnya
sampai jauh-jauh. Biasanya ke Yogyakarta, Wonogiri,
Semarang, malah sampai ke Pacitan. Tapi kalau SAP lagi
libur sekolah dan saya nyopirnya nggak terlalu jauh, dia
saya ajak. Daripada di rumah, kan saya juga kasian sama
dia. Takutnya saya dia nanti jadi nakal karena punya
bapak yang nggak perhatian. Kalau pas saya nyopir
sampai semalem nggak pulang gitu, kakaknya tak suruh
ngawasin mbak, tak suruh gemati kakanya dengan SAP.
Tetangga juga saya titipin supaya mengingatkan SAP biar
kalau sepedaan itu nggak jauh-jauh. Ya saya nggak lepas
sepenuhnya mbak intinya, nggak terus mau ngapain dan
kemana terserah dia gitu.”
SAP juga mengatakan bahwa ayahnya memperhatikan
pergaulannya, meskipun kadang pulang ke rumah dua hari sekali:
“Diperhatikan, kalau bapak mau nyopir jauh disuruh
jangan nakal sama teman. Jangan main jauh-jauh.”
Bapak SY mengaku tidak pernah kaku dalam mendidik
anaknya, namun beliau tetap memperhatikan pergaulan DAA
sebagai anak perempuannya. Hal ini berdasarkan penuturan bapak
SY sebagai berikut:
“Saya perhatikan pergaulannya, kalaupun ada belajar
kelompok gitu DAA saya suruh ajak temannya belajar
kelompok disini saja. Nggak papa nanti beli makanan buat
temannya, saya juga pengen tahu temannya DAA. Dia
kalau mau kemana saja juga pamit, jadi saya nggak terlalu
was-was karena menurut saya dia bisa dipercaya mbak.
Dia nggak pernah keluar rumah kalau nggak penting-
penting amat, keluar kalau ke mushola sama sekolah tok.
Anak rumahan dia, mainan HP sukanya, tapi ya wajar.”
75
DAA pun mengungkapkan hal yang sama, ayahnya
memperhatikan dengan siapa ia bergaul. Berdasarkan wawancara
dengan DAA:
“Diperhatikan pergaulan saya mbak, teman sekolah juga
sering pada main kesini. Terus bapak juga menyapa ramah
dan ngajak teman saya ngobrol, jadinya kenal sama teman
yang main ke rumah. Malah enak kalo gitu, teman-teman
nggak kaku biarpun ada bapak di rumah. Saya biasanya
pamit kalau mau pergi, tapi jarang sih mbak saya main
keluar-keluar gitu. Males, suka di rumah aja.”
Bapak MS juga melakukan hal yang sama, walaupun beliau
tidak selalu di rumah. Namun, beliau percaya jika DU memiliki
pergaulan yang tidak menyimpang. Berdasarkan wawancara
dengan bapak MS berikut:
“DU dari dulu pulang sekolah ya pulang mbak. Saya nggak
pernah terlalu menuntut dia harus ini itu. Kalau punya
teman ya sering diajak ke rumah. Jadi sepintas saya tahu
teman-temannya. Bergaul sama siapa saja oke, yang
penting nggak bawa pengaruh yang buruk.”
Diperkuat dengan pernyataan dari DU sebagai berikut:
“Menurut saya, ya bapak tu memperhatikan gimana
pergaulan saya mbak. Cuma nggak terus yang mengekang.
Paling ya ditanya mau pergi kemana gitu. Lagian saya
kalau main itu sama temen-temen cewek mbak, bapak juga
tahu.”
Berdasarkan penelitian mengenai bagaimana upaya seorang
ayah sebagai orang tua tunggal dalam mendidik akhlak pada anak,
peneliti menyimpulkan bahwa apa yang dilakukan para ayah pada
keluarga TKW di Desa Blotongan sudah baik, karena mereka tetap
berupaya untuk mendidik akhlak anak, tidak lalai terhadap perannya
untuk mendidik anak. Mulai dari mengajarkan sholat dan mengajarkan
Al-Qur’an, meskipun dalam hal ini tidak berperan sepenuhnya karena
76
anak-anak tersebut ikut TPQ. Lalu, mengajarkan untuk berbakti pada
orang tua, mengajarkan agar berbuat baik pada siapapun, memberi
contoh yang baik untuk anak, mendidik melalui kasih sayang dan
hukuman, serta para ayah tersebut juga memperhatikan pergaulan
anak. Hal tersebut membuktikan bahwa para ayah masih peduli
terhadap akhlak anaknya.
b. Kendala dalam Mendidik Akhlak Anak.
Mendidik dalam Islam bertujuan untuk membina dan
membentuk perilaku atau akhlak anak agar ia menjadi manusia yang
beriman dan bertakwa kepada Allah SWT, serta berperilaku mulia
dalam kehidupan pribadi, dan masyarakat. Mendidik anak tentu
bukanlah perkara yang mudah, pasti ada kendala yang dihadapi orang
tua. Terlebih pada orang tua laki-laki, mendidik anak dalam kondisi
keluarga yang seperti ini pastilah mereka juga berperan sebagai ibu,
dapat dikatakan bahwa peran yang mereka jalankan sangatlah berat.
Disisi lain, mereka tetap ingin istri juga ikut mendidik anak secara
langsung, namun karena faktor tertentu, dan faktor ekonomi lah yang
paling berpengaruh, suami merasa memang harus mengizinkan
istrinya untuk menjadi TKW. Adapun kendala yang dihadapi para
ayah sebagai orang tua tunggal dalam mendidik anak pada keluarga
TKW di Desa Blotongan Salatiga berdasarkan penelitian yang
dilakukan:
77
1) Keluarga Bapak JM
Penuturan bapak JM tentang kendala yang beliau hadapi
dalam mendidik akhlak RP:
“Kesulitannya si RP itu kadang kalau disuruh belajar
malas mbak, gara-gara main HP terus. Meskipun nilai
sekolahnya ya masih tetap lumayan, tapi saya takutnya
dia nanti jadi pemalas. Tapi kalau saya takut-takuti HP
nya tak banting lagi gitu baru nurut. Biarpun gitu tapi si
RP termasuk rajin mbak, mau membantu saya kasih
makan ayam, beres-beres rumah, saya juga dibuatin
kopi.”
Hal ini sesuai dengan penuturan RP:
“Saya suka lupa waktu kalau udah pegang HP kadang
malas mau ngapa-ngapain, sampai lupa mau nyapu dan
beli pakan ayam.”
Jadi, kendala yang dihadapi bapak JM dalam mendidik
anaknya adalah karena RP sering bermain HP sampai lupa waktu.
Jika RP sudah lupa waktu, ia menjadi agak sulit jika disuruh
belajar, meskipun nilai RP tetap lumayan, namun yang ditakutkan
bapak JM, lama-kelamaan RP akan menjadi pemalas. RP akan
berhenti saat bermain handphone jika ayahnya mengancam akan
membanting handphone nya lagi. Tapi bukan berarti RP adalah
anak yang sangat pemalas, karena ayahnya sendiri mengatakan
bahwa RP juga sering memberi makan untuk ayam dan bersih-
bersih rumah. Kendala yang dihadapi bapak JM ini adalah
kendala internal.
2) Keluarga Bapak HT
78
Bapak HT mengaku sangat dekat dengan anak-anaknya,
namun beliau juga mengalami kendala saat mendidik IAP, berikut
penuturannya:
“Kendalanya ya paling sama seperti orang tua lain mbak,
anak banyak main hp, terlalu banyak nonton tv. Tapi ya
wajar wong sudah zamannya memang begini. IAP masih
bisa dikandani baik-baik, yang penting dia nggak lupa
kewajibannya saja, sholat ya sholat, sekolah ya sekolah,
les ya les, begitu.”
Menurut IAP, ia juga kadang terlalu asyik dengan
handphone dan menonton TV, sesuai dengan perkataannya:
“Kadang nonton kartun suka lupa waktu. Biasanya kalau
hari Minggu mbak, kebanyakan main hp sama nonton TV
Minggu. Sama adik, sama bapak. Kalau Minggu mau
bersihin kamar, ruang tamu, apa cuci piring gitu pikiran
saya nanti-nanti dulu lah.”
Jadi, kendala yang dihadapi bapak HT adalah kendala
internal. Dimana ada keinginan bermain yang berlebihan, karena
kadang IAP juga sampai lupa waktu saat bermain handphone dan
menonton televisi.
3) Keluarga Bapak RS
Bapak RS adalah ayah dari empat orang anak, ketiga
anaknya sudah bekerja, dua diantaranya sudah menikah. Hanya
tinggal SAP dan kakak perempuannya di rumah. Dalam mendidik
SAP, bapak RS juga mengalami kendala yang serupa. Berikut ini
adalah penuturannya:
“Kendala kadang ya itu, sepedaan sampai mana-mana.
Nanti kalau sepedaan sampai jauh itu lho mbak, kadang
kalau kecapean main gitu dia tidurnya gasik, kalau pas
79
ada PR kadang paginya kedandaban. Dia juga kalau
dinasehatin masih sering mbantah. Kalau hp nggak
mainan mbak, dia nggak saya pegangi hp, gak saya
bolehin. Kalau ibunya telepon gitu baru dia pegang hp
sebentar. Saya juga penggennya selalu banyak waktu di
rumah sama SAP, kadang ya dari saya mbak kendalanya,
menurut saya, karena kurang waktu itu tadi. Sopir kalau
pas libur gitu ya kadang lama, kadang malah nggak ada
libur blas.”
Sesuai pernyataan dari SAP, ia juga mengaku jika sering
bermain sepeda sampai lupa waktu:
“Seringnya sepedaan , tau-tau udah sore mbak.”
Jadi, bapak RS juga mengalami kendala seperti bapak JM
dan HT dalam mendidik anak, namun beliau anggap wajar karena
SAP adalah anak laki-laki dan wajar jika senang bermain sepeda.
Yang bapak RS takutkan hanya jika SAP bersepeda terlalu jauh
dengan teman-temannya. Namun, kendala dalam mendidik anak
juga datang dari bapak RS sendiri, dimana kadang beliau dituntut
untuk bekerja sampai menginap. Adanya kendala internal dan
eksternal menurut bapak RS, sejauh ini SAP masih bisa
dikendalikan.
4) Keluarga Bapak SY
Bapak SY adalah orang tua yang tidak terlalu banyak
permintaan dan menuntut pada anak-anaknya. Kendala yang
dalam mendidik anak bagi bapak SY adalah sebagi berikut:
“DAA itu anak rumahan mbak, kendala ya paling dia
banyak nonton TV sama udah asik sendiri kalau main HP.
Wajar lah usia segitu baru seneng-senengnya, tinggal kita
aja sebagai orang tua bagaimana. Biarpun gitu, apa-apa
80
nggak perlu harus orang tua njelasin sesuatu sampai
muluk-muluk gitu sudah paham sendiri. Alhamdulillah
saya dikasih anak tiga itu kok sayang sama bapaknya
semua mbak, kerjaan rumah ya mau mbantu. Apalagi
anak saya yang nomer satu itu mbak, itu meskipun dia
sudah kerja, jadi satpam di agen gas, dia kalau pualng
kerja gitu tau rumah berantakan ya dibersihin. Nggak
nunggu harus DAA yang bersihin atau saya gitu,
ditandangi sendiri. Dia juga meskipun laki-laki tapi jago
masak, ya DAA sih bisa masak, tapi masnya malahan
yang lebih pinter masak.”
Hal di atas sejalan dengan pernyataan dari DAA sebagai
berikut:
“Kadang lupa waktu kalau nonton TV, nonton kartun atau
drama korea mbak. Atau nggak waktu WA nan sama
teman kalau pas lagi seru-serunya ya jadi kelamaan.”
Kendala yang dihapi bapak SY adalah kendala internal.
Dimana ada keinginan dari diri anak itu sendiri yang terlalu
banyak menonton TV dan kadang bermain HP sampai terlalu
lama. Tetapi, bapak SY mengatakan bahwa meskipun begitu,
DAA tetap ingat pada tugas yang harus dilakukan, tidak sampai
membuatnya terlena. Bapak SY juga memaklumi perilaku
tersebut.
5) Keluarga Bapak MS
Bapak MS telah lama ditinggal istri menjadi TKW, namun
beliau mengaku bahwa hubungan dengan istrinya tetap baik-baik
saja. Istrinya juga meminta agar bapak MS selalu menjaga putri-
putrinya. Dalam mendidik anak, bapak MS juga mengaku
81
bahwasannya ada kendala yang dihapinya, berikut ini adalah
wawancara dengan bapak MS tentang kendala yang dihadapi:
“Kendalanya, saya kalau pulang kerja kadang sampai
kemalaman, pas gitu ada rasa bersalah, biasanya pulang
ashar kok sampai malam gitu sok nyesel. Tapi ya
namanya tukang parkir mbak, kadang kalau pas temannya
nggak cepet datang kan masih harus saya yang parkirin.
Kalau dari dianya sih ya paling HP itu to, banyak main hp
kadang tertawa sendiri lihat yang lucu-lucu di youtube
kalau main hp tu, bapak e ngomong nggak digagas.
Biarpun si DU itu juga termasuk seneng banget main hp,
dia masih ingat pekerjaan rumah kok. Ngepel, nyuci,
masak, gitu dia mbak. Saya sih nggak memaksa supaya
dia ngerjain pekerjaan rumah terus mbak, tapi dia tau
kalau saya pulang kerja kadang capek.”
DU mengemukakan hal serupa, dimana ia sering terlalu
sering bermain handphone, hal ini berdasarkan penuturannya:
“Ya biasa mbak, main hp kelamaan, tapi tetep to mbak,
kerjaan rumah jangan lupa.”
Kendala yang dihadapi bapak MS dalam mendidik adalah
kendala eksternal dan internal. Kendala eksternal adalah saat
bapak MS kerja hingga larut malam, dan kendala internal karena
DU terlalu lama bermain handphone, hingga kadang saat ayahnya
berbicara ia tidak memperhatikan.
Berdasarkan wawancara, peneliti menyimpulkan bahwa
kendala yang dihadapi ayah dalam mendidik anak ada dua macam,
yaitu kendala internal dan eksternal. Kendala internal adalah kendala
dimana berasal dari diri anak sendiri, seperti malas belajar, sikap tidak
mau didik, dan adanya keinginan bermain yang berlebihan. Dalam hal
ini, anak memiliki keinginan yang lebih untuk bermain, seperti
82
bersepeda, menonton televisi, dan bermain handphone. Kendala
eksternal yaitu kendala yang berasal dari luar diri anak, dalam hal ini
bersumber dari ayah. Dimana ayah kadang memiliki kurang waktu di
rumah dengan anak karena tuntutan pekerjaan.
c. Akhlak yang dimiliki anak pada keluarga TKW di Desa Blotongan
Salatiga.
Baik buruknya akhlak anak, tergantung dari bagaimana cara
orang tua mendidiknya. Anak adalah ibarat kertas putih, orang tualah
yang menggoreskan tinta di kertas tersebut, tergantung apa saja warna
yang digoreskan pena di kertas tersebut.
Setiap orang tua tentu menginginkan anaknya menjadi seseorang
lebih baik dari dirinya, yang memiliki kehidupan sukses, dan tentunya
memiliki perilaku yang baik. Berdasarkan wawancara dengan para
ayah pada keluarga TKW di Desa Blotongan Salatiga, berikut ini
adalah perilaku yang dimiliki oleh anak:
1) Kemandirian dan tanggung jawab.
Sudah semestinya anak dibiasakan untuk mandiri dan
memiliki rasa tanggung jawab, baik dalam tugas di rumah, seperti
membantu ayah, maupun mandiri dan bertanggung jawab pada
tugas sekolah. Kemandirian dan tanggung jawab bertujuan agar
tidak ada kebiasaan menggantungkan sesuatu pada orang tua, dan
agar anak belajar memahami bahwa setiap orang memiliki
tanggung jawabnya masing-masing. Hal tersebut bertujuan kelak
83
anak tumbuh menjadi pribadi yang mandiri dan dapat mengurus
hidupnya sendiri. Berdasarkan wawancara dengan para ayah di
Desa Blotongan Salatiga, mereka mengaku bahwa sedikit banyak
ada mereka sudah memiliki kemandirian dan rasa tanggung
jawab. Berikut ini adalah adalah penuturannya:
Bapak JM mengaku bahwa ada kemandirian dan rasa
tanggung jawab dalam diri RP, sesuai dengan penuturannya:
“Sudah termasuk mandiri mbak RP, kalau lagi rajin gitu
apa-apa nggak usah diingetin. Kalau seperti itu kan berarti
dia juga ada tanggung jawab ya untuk hidupnya sendiri,
harus apa harus apa. Cuci baju yang pasti tugas dia di
rumah, menyapu, sama kadang-kadang juga ngasih makan
ayam-ayam peliharaan. Kalau urusan PR saya sih jarang
mengingatkan, tapi setau saya dia selalu mengerjakan.”
RP juga mengatakan bahwa ia sudah lumayan mandiri dan
tanggung jawab untuk melakukan sesuatu, sesuai pernyataan RP
berikut ini:
“Lumayan sudah mandiri dan tanggung jawab. Saya juga
bangun tidur mau sekolah gitu selimut sama kasur tak
rapiin, terus buatin bapak kopi, rumah juga saya sapu
dalamnya, kalau halaman yang sering bapak. Berangkat
sekolah nggak dianter, ngangkot sendiri. Untuk urusan
sekolah, saya belajar kalau ada PR aja, kalau sama mau
ada ulangan. Saya nggak pernah dapat ranking, tapi belum
pernah sampai nunggak, paling kalau ada nilai merah itu
satu mbak.”
Bapak HT juga mengatakan hal serupa, jika IAP sudah
termasuk mandiri dan memiliki tanggung jawab. Berikut
ungkapan bapak HT:
“Kalau IAP seusia segitu ya menurut saya sudah mandiri.
Tanggung jawab juga ada. Contohnya bangun nggak usah
84
dibangunin, mau mandi pagi gitu ya nyiapke air panas buat
adiknya juga, kalau mau les nggak harus nunggu diantar,
PR juga selalu ngerjakan. Dia juga ikut les, jadi sangat
membantu kalau pas ada kesulitan di PRnya.”
Hal yang sama juga IAP ungkapkan, bahwa ia selalu
mandiri dan tanggung jawab dalam tugas sekolahnya:
“Punya mbak. Saya kalau belajar nggak usah diuber-uber.
Kasihan orang tua sudah mbayar sekolah, mbayar les,
masih nyangoni pula. Saya belajar terus mbak, saya pengen
jadi apoteker. Dulu waktu kelas VII juga saya pernah
ranking 1.”
Bapak RS juga mengaku bahwa SAP sudah memiliki
tanggung jawa dan kemandirian, walaupun belum sepenuhnya
dan masih diingatkan, sesuai dengan penuturan bapak RS:
“Kalau nggak mandiri terus gimana mbak? Ya walaupun
belum sepenuhnya mandiri. Mandi sih sudah nggak perlu
disuruh. Yang masih sering diingetin itu kadang kalau
ngerjakan PR disuruh, kalau mau test yang diingetke
supaya belajar, nata jadwal sekolah ya diingetke. Tapi
kalau sudah diingetke gitu ya terus dilakuin, sekolahnya
lumayan kok dia, nggak rajin sih, tapi lumayan. Dia pulang
sekolah sudah bisa buat mie sendiri kalau nggak doyan
lauknya, baju ya dihanger, sepatu ya ditata. Kalau saya
belum sempat cuci baju dia, sehabis mandi dia nyuci
sendiri. Lumayanlah.”
SAP juga mengatakan hal yang serupa:
“Punya. Kalau mandi sudah nggak disuruh, kadang juga
mencuci baju sendiri. Kalau belajar kadang diingatkan
saya, biar nilainya bisa lebih baik. Karena kemarin nilai
saya ada merahnya mbak satu.”
Bapak SY mengatakan jiwa anak-anaknya sudah memiliki
kemandirian dan tanggung jawab, sesuai penuturannya:
85
“Alhamdulillah DAA mandiri, bukan anak manja. Rasa
tanggung jawabnya juga ada. Sudah lulus SMP masak mau
apa-apa orang tua yang harus cerewet perintah ini itu.
Urusan membantu mengerjakan kerjaan rumah juga nggak
saya paksa, biar sadar sendiri. Takutnya saya nanti kalau
dia punya beban harus mengerjakan pekerjaan rumah
kayak bersih-bersih, nyapu, apa masak gitu malah nilainya
dia jadi jemblok gara-gara kecapean. Ya mending kita kerja
sama saja, kalau Minggu dia yang buat sarapan, kakaknya
ngepel, saya nyapu halaan. Hari biasa DAA seringnya
nyapu, bersih-bersih jendela, yang masak saya atau nggak
kakaknya. Gitu-gitu aja, nggak ngoyo. Untuk masalah
sekolah, dia sudah sadar diri. Tugas ya mengerjakan.
Semangat belajar juga ada, kemarin nemnya waktu mau
masuk SMK itu 35 berapa gitu saya lupa. ”
Diperkuat dengan jawaban DAA sebagai berikut:
“Kalau PR nggak usah diingetin mbak, saya belajar juga
inisiatif sendiri. Kalau tanggung jawab, misalkan waktu
jaga adik. Tak jagain beneran, supaya nggak maen jauh-
jauh, saya bilangi juga kalau jalan itu minngir, jangan lari-
lari, nanti takutnya ada motor lewat. Kerjaan rumah juga
semampu saya mengerjakan apa, karena di rumah nggak
harus semua saya atau bapak yang mengerjakan.”
Bapak MS juga mengaku sudah ada kemandirian dan
tanggung jawab pada diri DU, terlebih saat ini usia DU sudah 17
tahun. Berikut pernyataan bapak MS:
“Oh, iya mbak. Sudah 17 tahun nggak mandiri ya terlalu .
Dari kecil sudah ditinggal ibunya, jadi sudah terbiasa
mandiri, tanggung jawab ada tentu. Dia pagi-pagi kadang
sudah belanja ke tukang sayur, buat sarapan. Sorenya
bersih-bersih rumah lagi, nyuci. Kerjaan rumah dia semua,
paling kalau saya hanya nyapu halaman sama bakar
sampah. Saya sih nggak memaksa harus dia semua, tapi dia
anaknya rajin sekali. Dia juga mau usaha sendiri. Nggak
suka merepotkan, sekarang lagi giat-giatnya belajar karena
ingin kuliah mbak. Selama ini nilai dia juga baik, buktinya
sekolah di SMA 3 Salatiga, yang isinya kalau menurut saya
anak pintar semua. Dari dulu semangat sekolah, orang tua
juga jadi tambah semangat bekerja.”
86
Pernyataan serupa juga disampaikan oleh DU seperti
berikut ini:
“Iya mbak, kalau nggak mandiri ya mau manja-manjaan
sama siapa mbak? Yang mengerjakan kerjaan rumah saya,
ya saya sih senang bisa bantu bapak. Saya kalau urusan
sekolah, urusan tugas gitu ya pasti punya mandiri dan
tanggung jawab saya mbak. Saya belajar rajin biar nanti
bisa kuliah jurusan akuntansi di Semarang.”
Berdasarkan wawancara dengan para ayah beserta anak
pada keluarga TKW di Desa Blotongan Salatiga, peneliti
menyimpulkan bahwa pada keluarga TKW tersebut tidak ada
anak yang terlalu manja. Rata-rata dari mereka sudah memiliki
kemandirian dan tanggung jawab dalam melakukan tugas
membantu orang tua dan tugasnya sebagai pelajar. Walaupun
kadang dalam melakukan tanggung jawabnya pada tugas sekolah
masih diingatkan. Namun, sebagian dari mereka sudah memiliki
kemandirian dan tanggung jawab yang tinggi.
2) Hormat dan santun.
Pada zaman yang seperti ini, rasa hormat dan santun
terhadap orang tua memang sudah mulai terkikis. Banyak anak
yang berani membantah bahkan melawan dengan orang tua,
disadari atau tidak, lingkungan sekitar memang mempengaruhi.
Orang tua perlu mendidik anak agar berperilaku hormat serta
santun, perilaku yang demikianlah yang diharapkan orang tua.
Berikut ini adalah penuturan bapak RS yang mengatakan
bahwa kadang SAP masih membantah jika diberi nasehat:
87
“Bicara kalau sama saya baik, nggak pernah kasar.
Sebenarnya kalau dia sampai agak bandel lumrah mbak,
namanya juga anak segitu, laki-laki pula. Alhamdulillah
nya tapi dia sama saya itu manut, biarpun kadang masih
mbantah kalau tak nasehatin, tapi ujung-ujungnya tetap
nurut sama yang saya katakan. Misalnya saya nasehati
biar kalau maen sepeda itu jangan jauh-jauh, di
lingkungan seRT saja. Tapi dianya malah njawab ya kalau
diajak temen jauh masak nolak pak, begitu. Mungkin
berapa lama nurut mbak, nggak jauh-jauh. Tapi dia habis
gitu ya suka lupa lagi, nanti tak nasehati lagi, begitu
terus. Biarin lah begitu, wong ya masih wajar-wajar saja
kok, asal bisa jaga diri. Sudah bisa minggir kan kalau ada
kendaraan lewat, cuma kadang saya yang kepikiran.”
Namun hal tersebut berbeda dengan bapak HT, beliau
mengaku bahwa bahwa IAP adalah anak yang penurut, seperti
penuturannya:
“IAP nggak pernah membantah, manut. Karena saya juga
nasehatinnya baik-baik. Dia kalau bicara sama saya dan
ibunya ya sopan, minta sesuatu juga mintanya baik-baik,
nggak pernah ngomong yang kasar. Semoga seperti itu
terus mbak.”
Berdasarkan penelitian, diketahui bahwa anak pada
keluarga TKW masih memiliki rasa hormat dan santun pada
orang tua mereka. Santun disini meliputi anak yang tidak berkata
kasar pada orang tuanya, mereka menggunakan bahasa dan cara
bicara yang baik. Meskipun kadang masih ada yang membantah,
namun hal tersebut masih dianggap wajar oleh sang ayah
mengingat anaknya adalah anak yang tidak didampingi orang tua
lengkap secara langsung.
88
3) Dermawan.
Sejak dini, anak sudah harus dididik agar memiliki sikap
dermawan. Jika kedermawanan ini sudah dapat dipahami sebagai
suatu aktivitas yang penting oleh anak, maka ia tumbuh menjadi
pribadi yang dermawan, dan senang membantu orang lain.
Berdasarkan wawancara, para ayah tersebut juga mengajarkan
pada anak agar peduli dan memiliki kedermawanan.
Bapak JM mengaku bahwa sebagai manusia, beliau dan
RP harus peduli dengan sesamanya. Berikut penjelasannya:
“RP sih tak bilangin jadi orang jangan pelit, berbagi kan
nggak harus banyak, yang penting ikhlas.”
Hal tersebut juga diungkapkan RP sebagai berikut:
“Lumayan mbak, saya kalau di kelas ada yang pinjem
penghapus, bolpen, apa tip ex gitu tak pinjami. Bapak
juga ngajarin berbagi, kalau pas Jum’atan bapak selalu
bawa uang buat dimasukkan kotak amal.”
Bapak HT juga mengatakan jika jiwa kedermawanan IAP
sudah ada ketika ia masih kecil, seperti penuturan bapak HT:
“Iya setau saya dia suka berbagi kalau sama temannya.
Dulu malah pas masih kecil, kalau tiap sore kan dia main
tu petak umpet sama teman-temannya, itu temannya pada
dibawa pulang ke rumah. Dikasih susu per anak satu
kotak satu kotak, jatah minum dia bisa beberapa hari
malah langsung ludes. Sekarang ya gitu, kalau bawa bekal
dari rumah tak suruh nawarin apa ngasih ke temannya.”
Diperkuat pula dengan perkataan dari IAP sebagai berikut:
“Lumayanlah mbak, yang penting jangan pelit. Apalagi
kalau pas siang-siang ada teman les yang haus nggak
bawa minum gitu tak kasih minuman punyaku mbak. Ada
teman waktu itu pinjam uang 15ribu di sekolah juga saya
pinjami, pas cerita sama bapak saya bilang itu bapaknya
89
sudah meninggal. Terus kata bapak suruh ikhlasin, kalau
nggak dikembalikan nggak apa-apa.”
Kedermawan juga dimiliki oleh SAP, hal ini diungkapkan
oleh bapak RS sebagai berikut:
“Ya termasuk boros malah, saking senangnya temannya
itu kadang pada dijajanin, kalau pas dia punya uang
lebih. Dia begitu karena temannya juga nggak pelit sama
dia, saya lihat sendiri waktu itu dia pengen beli es krim,
pas saya mau ambil uang ke rumah saya lihat kok dia
sudah makan es krim. Lalu saya tanya, katanya dia
dibelikan temannya, ya sudah. Cuma saya suruh bilang
terimakasih.”
SAP juga mengutarakan bahwa penting untuk memiliki
kedermawanan terhadap orang lain, seperti pernyataannya:
“Lumayan, kadang-kadang berbagi sama teman. Punya
jajan saya kasih, kalau lagi sepedaan, teman yang nggak
bawa sepeda saya suruh gentian sama saya mbak.”
Bapak SY juga menilai bahwa DAA sudah memiliki rasa
untuk berbagi, DAA bukanlah anak yang pelit. Hal ini
berdasarkan wawancara dengan bapak SY sebagai berikut:
“Peduli dia sama temannya, nggak pelit apalagi kikir,
suka berbagi menurut saya. Temannya juga banyak,
beberapa kali ada kok temannya yang kalau kesini pinjam
celana, atau baju. Ya dipinjami. Terus kalau ada
temannya yang pulang sekolah langsung kesini gitu
disuruh makan sama dia. Adanya telur ya dia gorengin
telur, adanya mie ya dibuatin mie.”
90
Hal tersebut sejalan dengan pernyataan dari DAA sebagai
berikut, walaupun ia menjawab dengan agak malu:
“Gimana ya mbak? Saya sih di sekolah kalau jajan
biasanya nawarin ke teman, saya setiap hari bawa minum
kalau ada teman yang minta saya kasih. Ada yang pinjam
bolpen saya pinjami.”
Bapak MS sebagai orang tua DU juga mengutarakan hal
seperti bapak JM, HT, RS, dan SY. Beliau menilai jika putrinya
memang senang berbagi dan kedermawanan terhadap temannya,
berikut penuturannya:
“DU sih temannya banyak, berarti dia senang berbagi.
Kalau anaknya pelit kan nggak mungkin temannya suka
pada datang kesini. Dia waktu itu cerita kalau ada
temannya yang pinjam motor, ada teman yang butuh
bantuan suruh antar ke rumah neneknya juga diantar,
ada juga yang temannya beda kelas itu buku paketnya
ketinggalan lalu dipinjami. Ya banyak sih mbak nggak
mungkin saya ceritakan satu-satu. Dermawan yang seperti
itulah mbak, yang sebetulnya mudah tapi kalau buat
orang yang nggak biasa ya pasti sulit.”
DU juga mengatakan bahwa dirinya tidak bisa jika harus
bersikap tega kepada orang lain, berikut penuturannya:
“Kan memang harus begitu, hidup kan nggak sendiri.
Suatu saat kita juga butuh bantuan orang lain. Jadi, kalau
ada orang lain yang butuh bantuan kalaupun saya bisa
pasti saya tolong. Saya nggak tega kalau melihat ada yang
kesusahan, apalagi saya kenal. Kadang bawa bekal juga
sering saya makan sama teman, berbagi maksudnya.
Terus ada yang mau pinjam buku ya saya pinjami.”
Berdasarkan penelitian, dapat disimpulkan bahwa anak-
anak pada keluarga TKW di Desa Blotongan Salatiga tersebut
memiliki rasa kedermawanan. Mereka peduli dengan temannya
91
dan orang-orang sekitar. Ada yang membantu dalam wujud
materi, jasa, dan barang.
4) Percaya diri.
Anak yang memiliki pergaulan luas, mudah menjalin
interaksi dengan orang lain akan membuatnya mampu
mengembangkan kreativitasnya. Ia akan belajar dari banyak orang
di sekitarnya, dan secara tidak langsung kepercayaan diri yang
tinggi ini dapat membantunya mengembangkan ide-ide
kreativitasnya dengan baik. Berikut ini adalah hasil wawancara
dengan para ayah dan anak pada keluarga TKW di Desa
Blotongan Salatiga:
Penuturan bapak RS mengenai percaya diri yang dimiliki
SAP:
“Dia sih oranya PD mbak, waktu itu pernah juga pasti
minder, tapi itu ya dulu awal-awal ditinggal ibunya.”
SAP mengatakan bahwa ia pernah minder dikarenakan
ditinggalkan sosok ibu, berikut adalah pernyataan dari SAP:
“Saya pernah minder pas pertama-tama ibu jadi TKW,
nggak mau jauh-jauh dari ibu. Suka ingat ibu kalau
waktu terima raport pada diambilin ibunya. Tapi kalau
sekarang rasanya sudah terbiasa, yang penting
komunikasi setiap hari lancar mbak.”
Hal yang sama juga diungkapkan oleh bapak MS seperti
berikut ini:
“DU nggak minderan mbak karena ibunya jadi TKW,
sampai sekarang juga dia sudah terbiasa. Kalau pas dulu
sih sering minder karena orang tuanya temannya lengkap
92
di rumah. Setau saya kalau sekarang sudah nggak ngaruh
sih karena dia sudah cukup dewasa, pikirannya juga logis.
Malah dia yang ngademin hati saya, nggak tahu juga ya
apa mungkin dia kan tahu kalau saya pulang kerja
capek.”
Pernyataan tersebut juga sejalan dengan DU, seperti
berikut:
“Pernah saya minder karena ibu jadi TKW, kalau
sekarang sudah biasa saja. Mindernya waktu SMP dulu
kan pada bawa bekal, saya nggak bawa karena bapak
kalau masak pagi dulu kerepotan. Akhirnya dari situ saya
niat belajar masak supaya bisa bawa bekal dan buatin
sarapan buat bapak.”
Berdasarkan penelitian pada keluarga TKW di Desa
Blotongan Salatiga, anak pada keluarga TKW tersebut rata-rata
awalnya merasa kurang percaya diri atau minder karena ibu
menjadi TKW sehingga hanya tinggal bersama ayah. Bukan
karena alasan malu, tetapi minder lantaran mereka tidak bisa
didampingi oleh orang tua yang lengkap dalam jangka yang
waktu lama seperti teman mereka yang lain. Namun, itu tidak
membuat mereka terpuruk dan tidak mau bergaul, buktinya
mereka tetap memiliki pergaulan bersama teman dengan baik.
5) Rendah hati
Tidak ada orang tua yang menginginkan anaknya tumbuh
menjadi seseorang yang sombong, suka pamer, dan angkuh.
Mereka pasti menginginkan agar anaknya berperilaku yang baik,
seperti rendah hati. Berikut ini adalah hasil wawancara dengan
ayah dan anak pada keluarga TKW tersebut:
93
Penuturan bapak JM tentang perilaku rendah hati:
“Kalau sombong nggak mbak, apanya yang mau
disombongkan? Dia sih biasa orangnya, nggak suka
pamer.
RP juga mengatakan hal serupa, bahwa cara ia
menerapkan perilaku rendah hati adalah dengan tidak pamer,
seperti penuturannya:
“Penerapannya contohnya kalo saya dengan nggak pamer
mbak. Dijauhi teman kalau suka pamer.”
Demikian pula dengan bapak HT, beliau juga menilai jika
IAP bukanlah anak yang sombong, sebagaimana pernyataan
bapak HT berikut:
“Sombong nggak, pamer juga nggak. Dia kalau punya tas
baru juga nggak langsung dipakai mbak, nunggu sampai
kadang seminggu lebih, katanya malu kalau temannya
sadar tas dia baru. Memang agak lucu ya mbak anak saya
itu, tapi memang begitulah. Contohnya juga kalau ketemu
tetangga di jalan dia biasanya nyapa kalau nggak senyum.
Misal sama tetangga saja nggak mau nyapa nanti dicap
angkuh dan sombong.”
IAP juga mengatakan bahwa tidak ada gunanya jika
sombong, seperti ungkapannya:
“Penerapan di kehidupan, saya kalau kadang dikasih
sangu agak banyak nggak tak ceritakan sama teman.
Kalau teman saya sukanya cerita dapat sangu banyak,
saya cuma diam. Nggak ada gunanya pamer sangunya
mbak, kalau udah terkenal suka pamer, nanti pas nggak
punya malah diejek.”
Bapak RS mengajarkan pada SAP untuk tidak sombong,
sesuai pernyataan berikut ini:
94
“Saya orang nggak punya mbak, apa yang bisa
dibanggakan. Berbuat baik saja bisa jadi bahan omongan
orang, apalagi kalau kita suka pamer-pameran? Nggak
mbak. Saya jadi orang dari dulu apa adanya, begitu juga
SAP, dia jadi orang saya larang sombong. Nanti malah
ditertawakan tetangga, apanya yang mau
disombongkan?”
Sebagai anak, SAP sudah merasakan apa yang ayahnya
rasakan mengenai hal tersebut. Dibuktikan dengan pernyataan
dari SAP berikut ini:
“Penerapannya jangan sombong kalau sama teman.”
Hal yang sama juga diungkapkan oleh bapak SY dan MS,
mereka tidak mau anak mereka tumbuh menjadi seseorang yang
sombong, suka pamer, dan angkuh.
Jadi, anak-anak pada keluarga TKW tersebut sudah bisa
melatih diri untuk rendah hati. Mereka kebanyakan tidak suka
sombong dan memamerkan segala sesuatu.
6) Toleransi
Toleransi adalah sikap menghormati dan menghargai
perbedaan antar sesama manusia. Allah SWT menciptakan
manusia berbeda anatara satu sama lain. Perbedaan tersebut bisa
menjadi kekuatan jika dipandang positif, namun akan
memunculkan konflik jika dipandang dari sisi negatif. Berikut ini
adalah penerapan toleransi pada anak keluarga TKW Desa
Blotongan Salatiga berdasarkan wawancara yang telah dilakukan:
95
Penuturan bapak JM terkait penerapan toleransi pada diri
RP:
“RP itu orangnya nggak pemarah, misalkan dia pengen
beli pulsa, pas dia nggak punya uang, lalu minta saya
juga lagi nggak ada. Dia nggak marah, menghargai.
Nggak maksa harus belikan pulsa.”
Demikian dengan RP, dirinya bertoleransi dengan sebagai
berikut sesuai penuturannya:
“Saya jadi orang nggak suka maksa, nggak harus sesuai
sama keinginan saya.”
Sama halnya dengan bapak JM, bapak HT juga
beranggapan bahwa IAP sudah bisa menerapkan toleran walaupun
dengan hal-hal sederhana, berikut penuturannya:
“Sedikit sedikit sudah bisa. Dia ngalah sama adiknya,
kalau lagi nonton tv, tiba-tiba adiknya nyuruh mindah
channel gitu terus dipindah. Biar adiknya nggak rewel.
Nggak suka memaksa harus begini gitu ini.”
IAP juga mengatakan, cara ia mengamalkan tolerasi
adalah salah satunya mengalah dengan adiknya, berikut
pernyataan IAP:
“Menerapkan toleransi contohnya kita harus mengalah,
kalau saya misalnya lagi mainan hp, terus adik mau
pinjem gitu saya kasihkan. Lagi nonton tv, adik minta
ganti ya saya ganti sesuai maunya adik.”
Sama halnya dengan bapak HT, bapak RS mengaku jika
SAP sudah bisa bertoleransi. Berikut penuturan bapak RS:
“Sedikit-sedikit ya sudah bisa. Saya bilang bisa karena
kalau benar-benar saya lagi nggak punya uang, sampai
untuk sangunya SAP saja nggak bisa ngasih, si SAP nggak
96
saya kasih sangu. Tapi tetap mau sekolah, mungkin itu
sudah bertoleransi dengan keadaan bapaknya.”
Hal serupa dikatakan SAP bahwa ia pernah tidak diberi
uang saku oleh ayahnya karena kondisi sang ayah yang sedang
tidak memiliki uang sama sekali. Sebagaimana pernyataan dari
SAP:
“Kalau saya melakukan toleransinya dengan tidak suka
memaksa. Saya saja nggak memaksa kalau bapak nggak
punya uang untuk jajan, sampai pernah nggak sangu
waktu sekolah. Tapi tau saya kalau bapak nggak bohong,
soalnya kalau bapak punya uang nggak mungkin tega.
Kalau pas punya uang nggak perlu minta, karena bapak
tau kalau saya senang jajan.”
Bapak SY pun mengaku jika putrinya, yaitu DAA
memiliki toleransi terhadap orang lain. Hal ini dubuktikan dengan
hasil wawancara berikut:
“Contoh toleransinya yaitu kalau ada orang yang
meninggal kalau rumahnya dekat dia nggak usah nunggu
saya sudah kesana duluan, namanya bermasyarakat. Dia
kalau punya teman nggak pilih-pilih, nggak melihat dari
agamanya. Temannya juga banyak yang pada main
kesini. Ada teman yang masuk rumah sakit ya dia jenguk.
Namanya manusia, nggak bisa hidup sendiri, jadi harus
punya toleransi dengan sesama mbak.”
Hal tersebut sejalan dengan pernyataan dari DAA sebagai
berikut:
“Menerapkan toleransi contohnya kalau saya, dengan
nggak pilih-pilih teman, nggak pandang dia kaya atau
miskin, Islam atau nggak.”
Toleransi dalam diri DU juga sudah ada, hal itu
berdasarkan penuturan dari bapak MS berikut ini:
97
“Toleransi dalam lingkungan sekitar, dia kalau Minggu
ada kegiatan kerja bakti pemuda ikut, pertemuan rutin
pemuda sini juga berangkat, dapat undangannya kok,
acara 17an juga ikut berpartisipasi. Meskipun kadang
temannya cewek itu malah ngajari dia nggak usah ikut
aja, tapi karena dia berarti toleransi ya tetap berangkat.
Teman dekatnya juga ada beberapa yang Kristen, berarti
dia nggak pilih-pilih dalam berteman. Bukan juga anak
egois yang harus sama dengan kemauan dia, sama
adiknya juga ngalahan. Sudah besar pasti tau dia kalau
nggak bisa menghargai orang lain bakalan dijauhi sama
orang lain.”
DU juga mengungkapkan bagaimana penerapan
toleransinya selama ini, berikut ungkapannya:
“Menerapkan toleransi kalau ada orang bicara
didengarkan, jangan disela. Contoh lain dari saya
misalkan berpendapat ya nggak usah ngotot kalau
pendapat kita nggak diterima. Ikut kumpul-kumpul remaja
masjid, nggak usah pilih-pilih dari kaya nggaknya kalau
berteman, gitu mbak.”
Jadi, dapat disimpulkan bahwa anak pada keluarga TKW
tersebut sudah bisa menerapkan toleransi sesuai dengan apa yang
mereka bisa. Terbukti dengan adanya toleransi anak dengan
orang tua, teman, tetangga, dan sekitarnya.
Berdasarkan wawancara, peneliti menemukan bahwa akhlak
anak pada keluarga TKW di Desa Blotongan Salatiga relatif baik,
karena mampu melaksanakan perilaku yang baik seperti diatas
meskipun belum sepenuhnya. Mereka tidak lantas menjadi anak nakal
yang tidak patuh dengan orang tua, memang ada yang masih harus
diingatkan ayah untuk melakukan sesuatu, ada pula yang belum
maksimal dalam pelaksananaannya. Namun, itu tergolong wajar, dan
98
disini tidak ada perilaku menyimpang hingga sampai meresahkan
banyak orang.
Setiap orang mempunyai asumsi yang berbeda terkait keluarga
TKW. Peneliti juga mengambil pendapat dari tetangga keluarga TKW,
dimana nantinya akan lebih memperjelas tentang apa yang sudah
peneliti tanyakan dengan keluarga TKW tersebut. Berikut pendapat
yang diutarakan oleh para tetangga:
1. Ibu Ngatinem (tetangga bapak JM dan bapak RS).
“Menurut saya kalau ibu jadi TKW itu sebenarnya nggak
baik, karena suami sudah mencari nafkah. Andai kata mau
kerja ya cari-cari di sekitar Salatiga apa sudah nggak ada?
Tapi ya biarlah mbak, pendapat orang beda-beda. Kalau
saya itu tadi, tindakan yang tidak baik. Apalagi kalau
sudah punya anak.”
2. Bapak Sutarso (tetangga bapak SY)
“Bapak SY mendidiknya sudah baik, karena dia lebih
banyak di rumah. Kalau nggak ada panggilan kerja di
rumah, soalnya cari kerja yang dekat. Saya tau, bapak SY
justru nggak dibolehkan sama istrinya kalau kerja jauh-
jauh, apalagi yang kalau kerjanya sampai nggak pulang.
Waktu itu bapak SY dapat tawaran kerja di Kalimantan,
terus dia bilang istrinya, nggak dibolehkan. Istrinya bilang
kalau bapak SY mau ke Kalimantan istrinya akan balik dari
Kamboja. Kan kasihan sama anak-anak,. Sekarang bapak
SY kerjanya deket-deket aja.”
3. Ibu Sutopo (tetangga bapak HT)
“DAA anak yang baik, perilakunya baik, anaknya sopan
kalau sama orang lain. Waktu itu pernah saya malam-
malam di rumah saya nggak ada orang, badan saya terasa
nggak enak dan pusing sekali, rasanya saya nggak karu-
karuan pokoknya. Langsung saya lari ke rumah DAA,
minta tolong dikerokin. Baik anaknya.”
99
4. Bapak Zulkar (tetangga bapak MS)
“Perilaku anak mas MS itu baik, setau saya kalau lewat
mau pulang ketemu orang ya menyapa. Sama tetangga
ramah, dia juga aktif kalau ada kegiatan remaja.”
Dari pendapat yang telah diberikan para tetangga tersebut,
mereka berpendapat bahwa perilaku dan cara mendidik pada anak
sudah baik. Karena, menjadi orang tua yang harus mendidik
anaknya sendirian, lantaran istri bekerja sebagai TKW sebenarya
sulit. Dapat pula diketahui bahwa walaupun mereka adalah orang
tua laki-laki, namun mereka tidak lantas menelantarkan dan acuh
terhadap anak.
B. Analisis Data
1. Upaya ayah sebagai orang tua tunggal dalam mendidik akhlak anak
pada keluarga TKW di Desa Blotongan Salatiga.
Upaya mendidik akhlak anak merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dari rangkaian kewajiban yang harus dilaksanakan oleh
orang tua. Bagi seorang ayah yang menjadi orang tua tunggal
dalam mendidik anak, kewajiban ini sama pentingnya dengan
mencari nafkah, dimana hal tersebut berhubungan dengan
pemenuhan kebutuhan fisik anak. Sedangkan kewajiban orang tua
dalam mendidik anak, lebih ditekankan pada pemenuhan
kebutuhan mental dan rohaniahnya. Kedua kewajiban ini memang
seharusnya dilaksanakan secara serasi, agar terjadi keseimbangan
dalam pertumbuhan dan perkembangan anak. Berikut ini adalah
100
upaya ayah sebagai orang tua tunggal dalam mendidik akhlak anak
pada keluarga TKW di Desa Blotongan Salatiga:
a. Mengajarkan anak sholat.
Mengajarkan anak sholat harus dimulai sejak dini, agar
anak terbiasa untuk menjalankannya. Orang tua wajib untuk
mendidik anaknya agar sholat.
Mengajarkan anak sholat seperti yang diajarkan oleh
Luqman diabadikan Allah dalam QS. Luqman 17 berikut:
يا ب ني أقم الصلة وأمر بالمعروف وانو عن المنكر واصبر على ما
أصابك إن ذلك من عزم المور
“Wahai anakku, laksanakanlah shalat dan perintahkanlah
mengerjakan yang ma’ruf dan cegahlah dari kemunkaran
dan bersabarlah terhadap apa yang menimpamu.
Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal
diutamakan.” (QS. Luqman [31]:17)
Nasihat Luqman pada ayat 17 ini menyangkut hal-
hal yang berkaitan dengan amal-amal shaleh yang
puncaknya adalah shalat, serta amal-amal kebajikan yang
tercermin dalam amar makruf dan nahi mungkar, juga
nasihat berupa perisai yang membentengi seseorang dari
kegagalan yaitu sabar dan tabah. Menyuruh mengerjakan
makruf, mengandung pesan untuk mengerjakannya, karena
tidaklah wajar menyuruh sebelum diri sendiri
mengerjakannya. Demikian juga melarang kemungkaran,
101
menuntut agar yang melarang terlebih dahulu mencegah
dirinya. Itu agaknya yang menjadi sebab mengapa Luqman
tidak memerintahkan anaknya melaksanakan yang makruf
dan menjauhi mungkar, tetapi memerintahkan, menyuruh
dan mencegah. Di sisi lain membiasakan anak
melaksanakan tuntunan ini menimbulkan dalam dirinya
jiwa kepemimpinan serta kepedulian sosial (Shihab,
2003:136).
Dalam hal ini, para ayah pada keluarga TKW tidak
sepenuhnya yang mengajarkan anak sholat, karena anak
pada keluarga TKW tersebut ikut TPQ dan juga ada guru
PAI di sekolah yang ikut berperan untuk mengajarkan anak
sholat.
b. Mengajarkan Al-Qur’an.
Al-Qur’an adalah kitab suci umat Islam, di dalamnya
terdapat berbagai sumber petunjuk dan pedoman, baik yang
berhubungan dengan Tuhan (hablum minallah), maupun yang
berhubungan dengan sesama manusia (hablum minannas).
Orang tua mempunyai kewajiban mengajari anaknya, jika dia
tidak mampu, maka hendaknya meminta bantuan kepada
orang lain untuk mengajari anaknya belajar Al-Qur’an
(Masdub, 2015:84). Hal ini sesuai dengan upaya mendidik
ayah pada keluarga TKW di Desa Blotongan, mereka
102
menyuruh anak untuk mengikuti TPQ, karena mereka sadar
bahwa tidak dapat mengajarkan ilmu agama Islam sepenuhnya
pada anak. Para ayah tersebut berharap dengan masuk TPQ
maka anak akan mendapatkan ilmu agama yang lebih baik.
c. Mengajarkan anak agar selalu berbuat baik kepada kedua
orang tua.
Orang tua mengajarkan anak agar berbuat baik kepada
kedua orang tuanya, yaitu dimulai dari orang tua itu sendiri
sebagai contoh teladan anak dalam kesehariannya. Bagaimana
sikap, tingkah laku, tutur kata dan perbuatan yang
dicontohkan kepada anaknya (Masdub, 2015:82). Sesuai
dengan teori tersebut, bapak JM, HT, RS, SY, dan MS juga
mengajarkan untuk berbuat baik pada orang tuanya,
mengajarkan untuk tidak melawan jika diberi nasehat, patuh
dan berusaha untuk membantu orang tua.
Berbuat baik kepada kedua orang tua dijelaskan dalam
QS. Luqman ayat 14 yang berbunyi:
نا اإلنسان بوالديو حملتو أمو وىنا على وىن وفصالو في ووصي
عامين أن اشكر لي ولوالديك إلي المصير
“Dan Kami perintahkan kepada manusia (agar berbuat
baik) kepada kedua orang tuanya.Ibunya telah
mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-
tambahdan menyapihnya dalam usia dua tahun.
103
Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada kedua orang tuamu.
Hanya kepada Aku kembalimu.”
Ayat di atas menjelaskan makna bahwa Allah
mewajibkan semua manusia agar patuh dan taat kepada
orang tua. Karena seorang ibu mengandung dengan segala
kepayahan dan kesulitan. Seorang ibu juga menyusui
sampai berusia anak berusia dua tahun. Allah
mengharuskan pula agar bersyukur kepada-Nya atas semua
nikmat yang diberikan dengan cara melakukan semua
bentuk ketaatan. Dan hendaknya berterima kasih pula
kepada orang tua dengan cara melakukan kebaikan kepada
mereka. Karena semua akan kembali kepada Allah, dan
Allah akan membalas semua perbuatan yang dilakukan
manusia.
d. Mengajarkan anak agar berbuat baik kepada siapapun.
Orang tua mengajarkan anak agar selalu berbuat baik
kepada siapapun dimulai dari dalam keluarga untuk
melakukan pembiasaan-pembiasaan yang baik. Bagaimana
sikap, tingkah laku, tutur kata dan perbuatan yang menghargai
anggota keluarga lainnya. Jika ini sudah diterapkan dalam
mendidik anak, maka anak akan mampu menghargai siapapun
yang ia temui. Dalam hal ini, para ayah mengajarkan untuk
peduli dan berbuat baik pada orang lain, walaupun dilakukan
dengan cara yang sederhana. Dimulai dengan mengajarkan
104
berbuat baik kepada tetangga di sekitar rumah dan juga teman
di sekolah.
e. Memberi kasih sayang dan hukuman
Memperlakukan anak dengan lemah lembut, kasih
sayang, dan bijaksana adalah suatu sikap dan perilaku yang
harus dilakukan orang tua terhadap anak-anaknya. Dengan
kasih sayanglah akan tumbuh tunas-tunas harapan yang
didambakan, sebagaimana bila merawat tanaman dengan
penuh perhatian dan kasih sayang akan tumbuh tanaman yang
subur dan berbuah baik.
Meskipun orang tua dituntut untuk memberikan rasa
cinta dan kasih sayang dalam mendidik anak, namun tidak
berarti tidak boleh menghukum anak yang dinilai bersalah
atau lalai melakukan suatu kewajiban. Hanya perlu diingat
bahwa sifat dan bentuk hukuman yang diberikan harus tetap
dalam konteks mendidik (Syafei, 2006:94).
Berkaitan dengan hal tersebut, bapak JM, HT, RS, SY,
dan MS mengaku bahwa mereka menyayangi anak-anaknya,
hal tersebut dibuktikan dengan adanya kedekatan antara
mereka dan juga anak. Seperti halnya bapak HT, beliau
mengaku sering bercanda dan memberikan pelukan pada
IAP. Hal tersebut dilakukan agar IAP tidak takut dengan
sosok ayah yang biasanya terlihat tegas dan berwibawa.
105
Namun, bapak HT juga akan memberi hukuman jika
kesalahan IAP memang pantas dihukum, bapak JM juga
demikian, beliau pernah menghukum RP dengan membanting
handpohone milik anaknya karena pada saat itu beliau kesal
RP tidak memperhatikan saat dinasehati.
f. Memberi teladan terhadap anak-anak.
Mendidik anak harus dimulai dari mendidik diri sendiri
sebagai orang tua, untuk menjadi manusia yang penuh
teladan secara pribadi maupun sosial (Anshor dan Ghalib,
2010:46).
Berkaitan dengan hal tersebut, kelima ayah pada
keluarga TKW di Desa Blotongan Salatiga mengaku bahwa
mereka memberikan teladan yang baik kepada anaknya. Ada
yang memberikan contoh untuk berbuat baik kepada
tetangga, ada yang memberikan teladan dalam melakukan
tugas sehari-hari di rumah, dan ada pula yang memberikan
teladan dalam kaitannya dengan kehidupan sosial seperti
menjenguk orang yang sakit dan juga melayat. Orang tua
harus memberi teladan terlebih dahulu apabila ia
menghendaki anak-anaknya berperilaku baik.
g. Memperhatikan pergaulan anak
Berikut ini langkah-langkah praktis yang bisa dilakukan:
106
1) Orang tua harus mengetahui dengan siapa anak-anaknya
berteman.
2) Orang tua harus mengetahui aktivitas apa saja yang
dilakukan oleh anak-anak beserta teman-temannya.
3) Mengikat silahturahmi atau sering berkomunikasi
dengan para orang tua teman anaknya, supaya bisa
memantau keadaan dan pergaulan anak-anaknya.
4) Seringlah berkomunikasi dengan anak dimanapun
mereka berada. Bila sedang di rumah, ajaklah mereka
bercakap atau berdiskusi tentang apa saja dilakukan
atau terjadi di sekolah.
Sebagian besar ayah pada keluarga TKW tersebut
memperhatikan pergaulan anaknya. Seperti bapak HT, beliau
membiasakan pada diri IAP untuk berpamitan jika ingin
pergi, harus jelas kemana dan dengan siapa akan pergi.
Beliau juga sesekali memeriksa handphone miliki IAP agar
mengatahui dengan siapa anaknya berkomunikasi.
Berdasarkan penelitian, diketahui bahwa upaya ayah dalam
mendidik akhlak anak pada keluarga TKW tersebut sudah relatif
baik. Mereka sebisa mungkin mendidik anaknya agar berperilaku
sebagaimana mestinya, meskipun ada beberapa yang kurang
maksimal dalam mendidik anak, namun para ayah tetap berusaha
dan tidak lalai untuk mendidik anaknya. Terbukti dalam urusan
107
belajar agama, anak-anak diperintah untuk ikut TPQ karena para
ayah merasa tidak mampu jika mengajarkan sendirian. Orang tua
juga mendidik anak-anak untuk berperilaku baik, seperti membantu
orang lain dan besikap rendah hati. Dalam pergaulan, para ayah
juga memperhatikan mereka, meskipun tidak selalu mengontrol,
namun kebanyak para ayah bertanya dan meminta agar anak
berpamitan jika hendak pergi. Itu semua dilakukan karena mereka
merasa bahwa anak adalah titipan yang harus dijaga semampu
mereka. Sehingga, dapat disimpulkan bahwa meskipun menjadi
orang tua tunggal, namun para ayah tidak melupakan perannya
untuk mendidik akhlak anak. Mereka tetap menjalankan peran
tersebut semampu yang mereka bisa.
2. Kendala dalam mendidik akhlak anak pada keluarga TKW di Desa
Blotongan Salatiga.
Setiap orang tua pasti menghadapi kendala dalam mendidik akhlak
anaknya, terutama orang tua tunggal, mendidik sebenarnya akan menjadi
hal yang berat karena tidak serta merta pasangan mereka ikut mendidik
anak secara langsung. Berikut adalah kendala dalam mendidik anak:
a. Kendala Internal
Kendala internal bersumber dari dalam diri pribadi anak.
Kendala-kendala itu dapat berupa anak malas untuk belajar,
keinginan bermain yang berlebihan, sikap tidak mau didik dan
108
sikap melawan, gangguan kesehatan, seperti tuna daksa, tuna
grahita, dan lain-lain.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ayah pada keluarga
TKW di Desa Blotongan Salatiga menghadapi kendala internal
tersebut. Hal itu dikarenakan anak yang sering bermain handphone,
bersepeda, dan menonton televisi sampai lupa waktu, sehingga
sesekali ayah merasa kesulitan dalam mendidik anaknya.
b. Kendala Eksternal
Kendala eksternal bersumber dari luar diri anak. Kendala-
kendala itu dapat berupa perilaku orang tua yang terlalu keras,
terlalu otoriter, terlalu memanjakan, terlalu khawatir, terlalu lemah,
terlalu egois, terlalu pesimistis, terlalu banyak aturan dan
permintaan, dan hubungan yang kurang harmonis dengan anak.
Kendala lain yang termasuk kendala eksternal ini adalah
keadaan ekonomi keluarga yang kurang menguntungkan,
hubungan ayah dan ibu yang tampak di mata anak kurang harmonis
karena sering bertengkar di hadapan anak. Sementara itu,
hubungan dengan kakak atau adik yang kurang harmonis pun dapat
menjadi kendala eksternal. Tidak sedikit kasus keributan, konflik
di antara sesame anak di dalam sebuah keluarga dengan berbagai
penyebabnya.
109
Keadaan rumah yang kurang memenuhi derajat kesehatan
dan kurang akomodatif bagi seluruh anggota keluarga juga menjadi
bentuk lain dari kendala eksternal dalam mendidik anak. Selain itu,
yang termasuk kendala eksternal adalah keadaan lingkungan dan
bentuk pergaulan yang bebas. Keadaan lingkungan yang kurang
mendukung terhadap upaya mendidik anak antara lain tidak
teraturnya tata bangun perumahan atau pemukiman yang
bercampur aduk dengan tempat-tempat hiburan, terlalu dekat
dengan pusat-pusat keramaian, pusat perbelanjaan, dan lain-lain.
Sedangkan pergaulan bebas adalah pergaulan hidup anak-anak
manusia yang mengabaikan berbagai norma kehidupan yang
berlaku (Syafei, 2006:89-90).
Berdasarkan jenis kendala di atas, penulis menyimpulkan
bahwa para ayah pada keluarga TKW di Desa Blotongan Salatiga
mengalami kendala internal, dan adapula yang menghadapi
kendala mendidik berupa internal dan eksternal. Kendala internal
dirasakan oleh kelima ayah, dimana ada keinginan yang lebih
untuk bermain, menonton televisi, atau bermain handphone.
Sedangkan, kendala internal sekaligus eksternal dirasakan oleh
bapak RS dan MS, dimana kendala tersebut datangnya dari diri
mereka sendiri, mereka kadang pulang kerja hingga larut malam.
Bahkan untuk bapak RS mengatakan bahwa beliau juga sering
sampai tidak pulang karena sedang mengirim barang di tempat
110
yang jauh, dan berdampak dengan kadang kala tidak memiliki
cukup waktu di rumah, sehingga hal tersebut juga menjadi kendala
dalam mendidik anak.
3. Akhlak yang dimiliki anak pada keluarga TKW di Desa Blotongan
Salatiga.
Memiliki anak yang sempurna adalah harapan setiap orang tua.
Alangkah bahagianya para orang tua apabila anaknya tumbuh
berkembang dengan baik, tidak rewel, mudah beradaptasi dengan
lingkungan, patuh kepada orang tua, lagi taat beribadah (Achroni,
2012:5).
Berikut ini adalah beberapa perilaku anak yang sesuai dengan
harapan orang tuanya:
a. Kemandirian dan tanggung jawab.
Sebagai orang tua wajib membimbing anak agar ia tumbuh
menjadi pribadi yang mandiri sekaligus bertanggung jawab. Hal
ini penting karena tidak selamanya kita membantu dan
menolongnya. Karena itu, tanamkan kemandirian dan tanggung
jawab pada diri anak agar kelak ia mampu mengurus hidupnya
dengan baik dan benar.
Berdasarkan penelitian, semua anak TKW di Desa
Blotongan Salatiga sudah memiliki tingkat kemandirian dan
tanggung jawab sesuai dengan yang mereka bisa. Ada yang sudah
dapat megerjakan pekerjaan rumah seperti menyapu, mengepel,
111
mencuci, dengan baik. Tidak terlalu manja dengan ayah hingga
selalu bermalas-malasan dalam melakukan sesuatu. Memang
masih ada yang diingatkan, namun hal tersebut wajar dikarenakan
mereka sebenarnya kurang kasih sayang dari ibu. Kaitannya
dengan tugas sekolah, anak TKW mengaku bahwa mereka masih
dapat mengerjakan tugas sekolah cukup baik. Tidak ada anak
yang ketinggalan pelajaran hingga harus tinggal kelas, bahkan
anak bapak SY, HT, dan SY merupakan anak yang berprestasi.
Dibuktikan dengan adanya yang mendapatkan peringkat dan
bersekolah di sekolah favorit yang ada di Salatiga.
b. Hormat dan santun.
Setiap orang tua memang harus mendidik anak mereka agar
menjadi pribadi yang santun dan mampu menghormati orang tua
mereka dengan baik.
Anak bapak JM, HT, RS, SY, dan MS menggunakan cara
bicara yang baik, yakni dengan tidak membentak dan kasar.
Mereka juga secara tidak langsung menghormati posisi ayah
mereka sebagai orang tua tunggal. Meskipun anak bapak RS yakni
SAP kadang masih membantah jika diberi nasehat, namun hal
tersebut bukan berarti SAP adalah anak yang nakal, karena menurut
ayahnya pun, SAP tetap menuruti apa yang dikatakan oleh beliau.
112
c. Dermawan.
Sejak dini, anak sudah harus dididik agar memiliki sikap
dermawan. Jika kedermawanan ini sudah dapat dipahami sebagai
suatu aktivitas yang penting oleh anak, maka ia tumbuh menjadi
pribadi yang dermawan, santun, dan senang membantu orang lain.
Orang tua juga perlu menjelaskan kepada anak bahwa harta yang
mereka miliki bukan karena hasil jerih payah sendiri, melainkan
karena pertolongan Tuhan. Hal ini sesuai dengan apa yang
dilakukan oleh anak TKW, mereka sadar bahwa berbuat baik itu
perlu, dibuktikan dengan adanya kepedulian pada teman mereka.
Mereka mengaku tidak keberatan saat ada teman yang ingin
meminjam alat tulis maupun yang lainnya, saat memiliki makanan
atau bekal ke sekolah pun mau membaginya.
d. Percaya diri.
Anak yang memiliki pergaulan luas, mudah menjalin
interaksi dengan orang lain akan membuatnya mampu
mengembangkan kreativitasnya. Ia akan belajar dari banyak orang
di sekitarnya, dan secara tidak langsung kepercayaan diri yang
tinggi ini dapat membantunya mengembangkan ide-ide
kreativitasnya dengan baik.
Dalam kaitannya dengan rasa percaya diri, para anak
mengatakan bahwa awalnya kurang percaya diri karena ditinggal
ibu menjadi TKW, bukan karena alasa malu. Namun, lebih
113
tepatnya kurang percaya diri karena nantinya tidak didampingi
orang tua yang lengkap. Hal tersebut nampaknya tidak berlanjut
hingga sekarang, karena mereka tetap bergaul secara baik dengan
teman dan bermain sesuai dengan usianya.
e. Rendah hati.
Sungguh bahagia rasanya manakala memiliki anak yang
kelak ia tumbuh menjadi manusia yang tidak sombong, tidak
angkuh, pandai menghormati orang lain, serta rendah hati terhadap
sesama. Diperlukan perjuangan dan bahkan perngorbanan yang
sangat besar untuk memiliki harapan tersebut. Berdasarkan
penelitian, diketahui bahwa tidak ada anakyang pamer dan
sombong. Mereka bersikap biasa saja, anak pada keluarga TKW
tersebut sudah bisa melatih diri untuk rendah hati. Mereka
kebanyakan tidak suka sombong dan memamerkan segala sesuatu.
f. Toleransi.
Toleransi adalah kemampuan seseorang dalam menerima
perbedaan dari orang lain. Seseorang baru bisa bersikap toleran
jika ia sudah merasakan dan memahami makna keterikatan,
regulasi diri, afiliasi, dan kesadaran (Isna, 2012:67). Kaitannya
dengan hal ini, seperti DAA, ia mengaku tidak pernah memilih-
milih teman, ia bergaul dengan apa danya tanpa melihat seseorang
dari agama dan status sosialnya.
114
Jadi, berdasarkan hasil wawancara, dapat diketahui bahwa akhlak
yang dimiliki anak pada keluarga TKW Desa Blotongan Salatiga relatif
baik, karena rata-rata sudah mampu berperilaku sesuai dengan aturan
yang ada. Jika ada keinginan untuk bermain, hal tersebut wajar. Karena,
nyatanya kebanyakan mereka memiliki kemandirian tanggung jawab
pada tugasnya, baik dalam membantu orang tua maupun tugas sekolah,
meskipun ada yang belum maksimal. Mereka juga peduli dengan orang
di sekitarnya. Dan, yang tidak kalah penting, anak pada TKW tersebut
beberapa diantaranya sudah dapat menjalankan ibadah dengan baik, ada
yang sudah dapat menunaikan sholat lima waktu, dan beberapa
diantaranya masih dalam tahap belajar. Tidak ada yang sampai
meninggalkan kewajiban sholat sepenuhnya, karena beberapa
diantaranya ada yang rutin ke masjid atau mushola saat mahgrib dan isya,
selain itu juga ikut TPQ, sehingga mereka juga belajar agama dan
diajarkan pada hal-hal yang lain disana. Jadi, hal tersebut juga ikut
membantu mengarahkan akhlak mereka ke arah yang lebih baik. Dalam
penelitian ini, juga dapat dikatakan bahwa tidak ada istilah anak yang
liar, maupun sampai memiliki pergaulan yang bebas. Karena mereka
masih mau mendengarkan nasehat dari ayah maupun ibu, tidak ada pula
anak yang terlalu nakal hingga meresahkan masyarakat sekitar.
115
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang mengacu pada rumusan masalah,
peneliti menjabarkan pada bab IV yang telah dianalisis dan ditarik
kesimpulannya sebagai berikut:
1. Upaya ayah sebagai orang tua tunggal dalam mendidik akhlak anak
pada keluarga TKW di Desa Blotongan Salatiga dilakukan dengan
berbagai cara. Pertama mengajarkan sholat, meskipun ada orang tua
yang mengaku tidak mengingatkan anaknya sholat, namun ia berharap
dengan ikut TPQ ia akan dengan sendirinya rajin untuk sholat. Kedua,
dengan upaya belajar Al-Qur’an, dalam hal ini para ayah juga tidak
berperan sepenuhnya, karena anak ikut TPQ maupun mengaji di
mushola. Ketiga yaitu, mendidik anak untuk berbuat baik pada orang
tua. Kebanyakan dari mereka sudah bisa berbuat baik dengan ayah dan
ibu, walaupun kadang diwujudkan dengan hal sederhana. Keempat,
mendidik anak agar berbuat baik pada siapapun, hal ini ditunjukkan
anak bahwa mereka sudah mulai bisa bersikap baik pada tetangga
maupun teman. Para ayah juga mendidik anak dengan kasih sayang
dan ada pula yang menghukum anak jika berbuat salah. Yang terakhir
yaitu mengenai pergaulan anak, beberapa ayah memperhatikan anak,
ada memperhatikan dengan agak detail, namun juga ada yang
memperhatikan pergaulan anak dengan sekilas karena sudah sangat
116
percaya terhadap anak. Memperhatikan dengan detail contohnya
dengan memperhatikan pula dengan siapa anaknya berkomunikasi
melalui handphone, ditanya saat akan pergi, ditanya dengan siapa jika
pergi, jam berapa akan pulang, dll. Sehingga, dapat disimpulkan
bahwa meskipun menjadi orang tua tunggal, namun para ayah tidak
melupakan perannya untuk mendidik anak. Mereka tetap menjalankan
peran tersebut semampu yang mereka bisa.
2. Kendala yang dihadapi dalam mendidik akhlak anak ada dua jenis,
yakni kendala internal dan eksternal. Disini kelima ayah merasakan
kendala internal, dan ada dua orang ayah yang mengalami kendala
internal sekaligus eksternal. Kendala internal karena ada keinginan
yang lebih pada diri anak untuk bermain , yakni bermain dengan
teman, bersepeda, menonton televisi, dan bermain handphone, selain
itu ada yang masih membantah jika diberi nasehat. Sedangkan kendala
eksternal adalah karena ayah yang bekerja hingga kadang pulang larut
malam, bahkan ada yang sampai tidak pulang dalam jangka beberapa
hari.
3. Akhlak yang dimiliki anak pada keluarga TKW di Desa Blotongan
Salatiga berdasarkan penelitian, dapat disimpulkan bahwa anak-anak
pada keluarga TKW memiliki akhlak yang relatif baik. Hal tersebut
karena ada yang sudah berperilaku baik dalam lingkup keluarga,
teman, dan tetangga. Meskipun hal-hal yang dilakukan kadang
sederhana, namun itu sudah cukup mencerminkan jika mereka
117
memiliki perilaku yang baik. Tidak ada anak yang terlalu nakal dan
sampai terjerumus dalam pergaulan bebas, masih dalam batas
kewajaran, dan dapat dikendalikan dengan nasehat orang tua. Pada
awalnya, anak-anak tersebut memang kurang percaya diri atau minder
karena ibu menjadi TKW, dikarenakan mereka akan kehilangan sosok
ibu, namun kini mereka sudah terbiasa. Disini, para ayah juga tidak
serta merta menelantarkan, bagi seorang ayah yang juga bekerja
kadang sampai tidak pulang, anak tersebut di rumah dengan kakaknya,
jadi ia tidak di rumah sendiri dan tetap ada yang memperhatikan.
Menurut penuturan tetangga, juga dapat disimpulkan bahwasannya
anak pada keluarga TKW tersebut tidak memiliki perilaku yang
menyimpang hingga meresahkan masyarakat.
B. Saran
Berdasarkan kesimpulan dari penelitian, maka penulis dapat
memberikan sebagai berikut:
1. Para ayah pada keluarga TKW yang sudah relatif baik dalam upaya
mendidik akhlak anak hendaknya mempertahankan hal tersebut, dan
bagi yang belum relatif baik dalam upaya mendidik bisa berusaha
untuk meningkatkannya. Serta, senantiasa berusaha menjaga
kedekatan dengan anak, dan tidak henti-hentinya mendoakan agar
anak memiliki akhlak mulia meskipun tanpa didampingi seorang istri
yang turut serta menasehati dan membimbing anak secara langsung.
118
2. Anak sebaiknya selalu mendengarkan orang tua, lebih meningkatkan
rasa kemandirian dan tanggung jawab untuk bekerja sama dalam
melakukan tugas rumah. Bagi anak yang belum bisa melaksanakan
sholat lima waktu, hendaknya mulai terbiasa sholat karena tentunya di
TPQ juga diajarkan tentang ibadah sholat. Serta, apabila belajar
hendaknya sudah tidak perlu diingatkan.
3. Tetangga juga diharapkan ikut peduli, jika ada anak yang perlu
diingatkan, terlebih bagi anak yang ayahnya juga sedang bekerja,
hendaknya mereka juga ikut mengingatkan agar tidak berbuat yang
tidak baik. Karena, bagaimanapun tetangga adalah orang yang juga
sepatutnya peduli dengan orang di sekitarnya.
4. Guru TPQ hendaknya sadar bahwa perlu adanya usaha untuk dekat
dengan anak TKW, karena mereka juga berperan dalam mengajarkan
ilmu agama.
1
DAFTAR PUSTAKA
Achroni, Keen. 2012. Ternyata selalu Mengalah itu tidak Baik. Yogyakarta:
Javalitera.
Ahmad, Ukasyah Habibu. 2015. Didiklah Anakmu Ala Rasulullah. Yogyakarta:
Saufa.
Ahmadi, Abu. 2004. Sosiologi Pendidikan. Jakarta: PT. Rineka Cipta
Ali, Mohammad. 2007. Ilmu dan Aplikasi Pendidikan. FIP: PT. Imtima.
Ali, Zaidin. 2010. Pengantar Keperawatan Keluarga. Jakarta: EGC.
Amirulloh, H. 2015. Teori Pendidikan Karakter dalam Keluarga. Bandung:
Alfabeta.
Arikunto, Suharsimi. 2010. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik.
Jakarta: PT Rineka Cipta.
Anshor, M. Ulfah, Abdullah Ghalib. 2010. Parenting with Love. Bandung:
Mizania.
Buseri, Kamrani. 2010. Pendidikan Keluarga dalam Islam dan Gagasan
Implementasi. Banjarmasin: LMAPH.
Daryanto S.S. 1997. Kamus Bahasa Indonesia Lengkap. Surabaya: Apollo.
Depdiknas. 2007. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Emzir. 2011. Metodologi Penelitian Kualitatif Analisis Data. Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada.
Gunarsa, Singgih. 1991. Psikologi Praktis: Anak, Remaja, dan Keluarga. Jakarta:
Gunung Mulia.
Islamiyah, Djami’atul, Lilik Sriyanti, Muna Erawati, Ahmad Sultoni. . 2009.
Jurnal Mudarrisa. Salatiga: STAIN Salatiga.
Isna, Nurla. 2012. Mencetak Karakter Anak sejak Janin. Yogyakarta: Diva Press.
Koentjaraningrat. 1986. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: Aksara Baru.
Mansur. 2007. Pendidikan Anak Usia Dini dalam Islam. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
Masdub. 2015. Sosiologi Pendidikan Agama Islam. Yogyakarta: Aswaja
Pressindo.
2
Moleong, Lexy J. 2009. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya.
Muchtar, Heri J. 2008. Fikih Pendidikan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Poerwadarminta, 2007. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: PN Balai
Pustaka.
Putra, S. Rizema. 2016. Metode Pengajaran Rasulullah SAW. Yogyakarta: Diva
Press.
Shihab, M. Quraish, 2003. Tafsir Al-Misbah. Jakarta: Mentera Hati.
Soekanto, Soerjono. 2003. Sosiologi: Suatu Pengantar. Jakarta: Raja Grafindo
Persada.
Soelaeman, Muhammad Isa. 1994. Pendidikan dalam Keluarga. Bandung:
Alfabeta.
Subki, Ali Yusuf. 2010. Fiqh Keluarga. Jakarta: Amzah.
Sugiyono. 2012. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung:
Alfabeta.
Sukmadinata, Saudih. 2008. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya.
Surakhmad, Winarno. 1994. Pengantar Pengertian Ilmiah. Bandung: Tarsito.
Surya, Mohamad. 2010. Landasan Pendidikan: Menjadi Guru yang Baik. Bogor:
Ghalia Indonesia
Syafei, M. Sahlan. 2006. Bagaimana Anda Mendidik Anak. Depok: Ghalia
Indonesia.
Thoha, Chabib. 1996. Pembina Rumah Tangga Bahagia. Jakarta: Yamunu.
Tim PSGK STAIN Salatiga. 2007. Sepenggal Kisah Kelabu Tenaga Kerja
Wanita. Salatiga: STAIN Salatiga Press & Mitra Cendekia.
UU No. 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak
UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak
Walgito, Bimo. 2010. Pengantar Psikologi Umum. Yogyakarta: CV Andi.
Wijanarko, Djarot. 2005. Mendidik Anak untuk Meningkatkan Kecerdasan
Emosional dan Spiritual. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama
3
Yuniardi, MS. 2009: Peneriamaan Remaja Laki-laki dengan Perilaku Antisosial
terhadap Peran Ayahnya di dalam Keluarga. Malang: UMS.
10
PEDOMAN WAWANCARA
A. Narasumber: Ayah
1. Apa anda mengajarkan anak anda sholat?
2. Apa anda mengajarkan Al-Qur’an pada anak anda?
3. Apa anda mengajarkan anak untuk selalu berbuat baik kepada
orang tua atau berbakti?
4. Apa anda mengajarkan anak anda untuk berbuat baik pada orang
lain?
5. Apa anda memberikan kasih sayang yang cukup? Dan apa
pernah menghukum?
6. Apa anda memberikan teladan yang baik kepada anak?
7. Apa anda memperhatikan pergaulan anak anda?
8. Apa kendala yang anda hadapi dalam mendidik anak?
9. Bagaimana akhlak yang dimiliki anak anda?
a. Apa anak anda sudah memiliki kemandirian dan tanggung
jawab dalam membantu pekerjaan anda di rumah dan dengan
tugasnya di sekolah?
b. Apa anak berbicara dengan bahasa yang baik? dan apa sering
membantah jika dinasehati?
c. Apa anak bapak memiliki kedermawanan atau suka berbagi
dengan orang lain?
11
d. Apa anak bapak kurang percaya diri atau minder karena
ibunya menjadi TKW?
e. Apa anak bapak adalah anak yang rendah hati? Jika iya
bagaimana contohnya?
f. Apa anak bapak sudah dapat mengamalkan toleransi? Jika iya
bagaimana penerapannya?
B. Narasumber: Anak
1. Apa ayah anda mengajarkan sholat?
2. Apa ayah anda mengajarkan Al-Qur’an atau mengaji?
3. Apa ayah anda mengajarkan untuk selalu berbuat baik atau
berbakti pada kedua orang tua?
4. Apa ayah anda mengajarkan untuk berbuat baik pada orang lain?
5. Apa ayah anda memberikan kasih sayang yang cukup untuk
anda? Apa anda juga pernah dihukum oleh ayah?
6. Apa ayah memberikan teladan yang baik?
7. Apa ayah memperhatikan pergaulan anda?
8. Apa anda sering bermain handphone, menonton televisi, atau
bermain dengan teman sampai lupa waktu?
9. Akhlak:
a. Apa anda sudah memiliki kemandirian dan tanggung jawab
untuk membantu ayah menyelesaikan pekerjaan rumah dan
dalam tugas sekolah?
12
b. Apa anda menggunakan bahasa yang baik saat berbicara
dengan ayah atau orang tua anda? Dan jika dinasehati apakah
sering membantah?
c. Apa anda memiliki kedermawanan atau berbagi dengan
orang lain? Bagaimana contohnya?
d. Apa anda kurang percaya diri atau minder karena ibu menjadi
TKW?
e. Apa anda rendah hati terhadap orang lain? Jika iya,
bagaimana penerapan atau contohnya?
f. Apa anda sudah bisa bertoleransi atau saling menghargai dan
menghormati? Jika iya, bagaimana penerapannya?
C. Narasumber: Tetangga Keluarga TKW
1. Bagaimana menurut anda tentang wanita yang sudah berkeluarga
dan memiliki anak, namun bekerja menjadi TKW?
2. Apa ayah dari anak TKW tersebut mendidik anaknya dengan baik?
3. Bagaimana perilaku yang dimiliki anak pada keluarga TKW
tersebut?
13
HASIL WAWANCARA
Nama : Bapak JM
Waktu wawancara : 02 Juli 2018 pukul 15.30
Tempat : Rumah bapak JM
Peneliti: Apa bapak mengajarkan sholat?
Informan: Kalau sholat saya nggak mengajari sepenuhnya mbak, saya saja
masih bolong-bolong, tapi Jum’atan rutin. Paling mengingatkan saja supaya RP
sholat, dia rutin hanya ashar, maghrib, dan isya, sholatnya di mushola dekat situ.
Peneliti: Apa bapak mengajarkan Al-Qur’an atau mengaji?
Informan: Kalau ngajinya sudah di TPA, meskipun sudah SMP masih saya suruh
ke TPA. Kalau nggak gitu nanti bisa-bisa malah jadi malas mau ngaji. Otomatis
kan kalau di TPA itu ilmu agamanya juga nambah mbak. Saya pasrahkan ke TPA
mbak, yang penting saya sebagai bapak ya ingatkan biar rajin ngaji mbak,
ngajinya di langgar situ.
Peneliti: Apa bapak mendidik anak supaya berbuat baik kepada orang tua?
Informan: Ya kalau berbuat baik kepada orang tua sudah jadi kewajiban anak
mbak, saya nggak menuntut anak berbuat baik sama orang tua yang bagaimana-
bagaimana, yang penting dia kalau dibilangin nggak mbantah, nggak melawan
gitu saja saya sudah seneng. Saya kasih pengertian kalau jadi orang tua tunggal
seperti saya itu berat, biar dia bisa sedikit-sedikit membayangkan kalau ada anak
berbuat jelek ke orang tua itu pasti menyakiti hati orang tuanya. Saya suruh kalau
sama ibunya yang menghormati, kalau pas dinasehati ya dengarkan baik-baik,
jangan kebanyakan menyela.
Peneliti: Apa bapak juga mengajarkan anak agar berbuat baik kepada siapapun?
Informan: Iya. Kalau ada yang butuh bantuan tak suruh membantu mbak,
berbuat baik tidak ada ruginya
Peneliti: Apakah bapak memberikan kasih sayang yang cukup? Dan juga apa
bapak pernah menghukumnya?
Informan: Sayang sih sayang mbak, tapi menghukum juga pernah. Waktu itu
saya menghukumnya hp sampai saya banting. Lha dia main hp terus. Dinasehati
baik-baik sudah nggak gagas kok waktu itu.
Peneliti: Apa bapak memberikan teladan pada anak? Jika iya bagaimana
contohnya?
Informan: Tak kasih contoh mbak, iya. Begini, saya kasih tau kalau habis makan
piring langsung dicuci, tapi saya juga nglakoni setiap hari. Supaya nggak ada
piring yang numpuk.
Peneliti: Apa bapak memperhatikan pergaulan anak? Jika iya, bagaimana
caranya?
Informan: Memperhatikan to mbak, tapi saya nggak ngekang. Dia kalau mau
main ya silahkan asal ingat waktu, asal pamit jelas gitu. Tapi biarpun RP itu
sudah remaja, dia kok gak suka main kemana gitu mbak, paling kalau main gitu
malah ke tetangga depan rumah itu. Nggak suka klayapan dia.
Peneliti: Apa saja kendala atau kesulitan yang bapak alami dalam mendidik RP?
14
Informan: Kesulitannya si RP itu kadang kalau disuruh belajar malas mbak,
gara-gara main HP terus. Meskipun nilai sekolahnya ya masih tetap lumayan,
tapi saya takutnya dia nanti jadi pemalas. Tapi kalau saya takut-takuti HP nya tak
banting lagi gitu baru nurut. Biarpun gitu tapi si RP termasuk rajin mbak, mau
membantu saya kasih makan ayam, beres-beres rumah, saya juga dibuatin kopi.
Peneliti: Apa RP memiliki kemandirian dan tanggung jawab dalam kaitannya
dengan membantu bapak melakukan tugas rumah dan tugasnya di sekolah?
Informan: Sudah termasuk mandiri mbak RP, kalau lagi rajin gitu apa-apa
nggak usah diingetin. Kalau seperti itu kan berarti dia juga ada tanggung jawab
ya untuk hidupnya sendiri, harus apa harus apa. Cuci baju yang pasti tugas dia di
rumah, menyapu, sama kadang-kadang juga ngasih makan ayam-ayam
peliharaan. Kalau urusan PR saya sih jarang mengingatkan, tapi setau saya dia
selalu mengerjakan.
Peneliti: Apakah anak bapak hormat dan santun?
Informan: RP sih sama saya itu menghormati, bicaranya nggak mbentak.
Peneliti: Apa anak bapak memiliki kedermawanan terhadap sesama?
Informan: RP sih tak bilangin jadi orang jangan pelit, berbagi kan nggak harus
banyak, yang penting ikhlas.
Peneliti: Apa RP minder atau malu karena ditinggal ibunya menjadi TKW pak?
Informan: Nggak mbak, karena kan waktu ditinggal ibunya masih kecil. Paling
kangen-kangen begitu, ya biasa. Yang penting dia komunikasi sama ibunya
lancar. Istilahnya lebih ke kangen sosok ibu, kalau sampai malu dan jadi
minderan begitu nggak kok.
Peneliti: Apa RP adalah anak yang rendah hati pak? Atau justru malah sombong
dan angkuh?
Informan: Kalau sombong nggak mbak, apanya yang mau disombongkan? Dia
sih biasa orangnya, nggak suka pamer menurut saya.
Peneliti: Apa anak bapak sudah bisa bertoleransi?
Informan: RP itu orangnya nggak pemarah, misalkan dia pengen beli pulsa, pas
dia nggak punya uang, lalu minta saya juga lagi nggak ada. Dia nggak marah,
menghargai. Nggak maksa harus belikan pulsa.
15
Nama : RP (Anak bapak JM)
Waktu wawancara : 02 Juli 2018 pukul 09.00
Tempat : Rumah bapak JM
Peneliti: Bapak kamu mengajarkan sholat apa tidak?
Informan: Dulu yang ngajarin ibuk mbak, waktu masih sekitar kelas satu apa
dua SD. Kalau bapak ya mengingatkan saja, saya sholatnya masih sering bolong
yang subuh sama dzuhur. Tapi yang ashar, maghrib, sama isya’ itu rutin karena
sholatnya di mushola.
Peneliti: Apa bapak kamu mengajarkan Al-Qur’an atau mengaji dek?
Informan: Dulu sih sering diajari bapak mengaji, kalau sekarang nggak pernah.
Paling sekarang mengingatkan jangan lupa TPA. Perhatian mbak dari dulu
ngajinya, sholatnya, ngajinya di mushola situ. Soalnya kalau pas bapak pulang
kerja kok saya di rumah nggak ngaji, ditakutin paginya nggak dikasih sangu.
Peneliti: Bapak kamu mengajarkan supaya berbuat baik kepada orang tua tidak?
Kalau iya coba dijelaskan
Informan: Disuruh selalu mengormati dan nggak mbantahan mbak kalau sama
ibu dan bapak, sudah jauh-jauh ibu pergi sampai sana. Kata ibu juga suruh
menjaga pikiran bapak kan sudah tua, kasian nanti kalau saya berani sama orang
tua malah bapak bisa saja sakit hati.
Peneliti: Apa kamu diajarkan untuk berbuat baik pada siapapun?
Informan: Iya mbak, bapak mengajarkan. Suruh baik sama tetangga, rukun sama
teman, begitu mbak.”
Peneliti: Apa bapak memberi kasih sayang yang cukup? Pernah dihukum apa
tidak?
Informan: Kasih sayang bapak buat saya sudah cukup mbak, ibu sudah lama
nggak pulang. Dari kecil saya tinggalnya sama mbak, sama bapak. Jadi, saya
dimarahi gitu ya sama mbak dan bapak saya. Tapi waktu mbak-mbak saya
menikah tingganyal jadi sama bapak tok. Dulu hp saya pernah dibanting bapak
mbak, saya dimarahi mainan hp terus.
Peneliti: Selama ini bapak memberi contoh yang baik tidak? Apa malah hanya
menasehati?
Informan: Ngasih contoh mbak. Bapak nyuruh saya kalau mau pergi pamit, terus
kalau mau pergi bapak juga bilang sama saya.
Peneliti: Apa pergaulan kamu juga diperhatikan bapak?
Informan: Iya mbak. Suruh pamit mbak kalau mau pergi, tapi saya jarang pergi.
Ibaratnya saya keluar rumah kalau sekolah sama ngaji pas sore saja. Saya mau
kemana-mana sama bapak kok, misalnya kalau beli baju, apa sepatu.
Peneliti: Apa kadang kamu menonton TV, bermain HP, dan bermain sama teman
sampai lupa waktu?
Informan: Saya suka lupa waktu kalau udah pegang HP kadang malas mau
ngapa-ngapain, sampai lupa mau nyapu dan beli pakan ayam.
Peneliti: Apa kamu sudah mempunyai kemandirian dan tanggung jawab dalam
membantu ayah mengerjakan pekerjaan rumah dan tugas kamu untuk belajar?
Informan: Lumayan sudah mandiri dan tanggung jawab. Saya juga bangun tidur
mau sekolah gitu selimut sama kasur tak rapiin, terus buatin bapak kopi, rumah
16
juga saya sapu dalamnya, kalau halaman yang sering bapak. Berangkat sekolah
nggak dianter, ngangkot sendiri. Untuk urusan sekolah, saya belajar kalau ada
PR aja, kalau sama mau ada ulangan. Saya nggak pernah dapat ranking, tapi
belum pernah sampai nunggak, paling kalau ada nilai merah itu satu mbak.
Peneliti: Apa kamu berbicara dengan bahasa yang baik dengan ayah maupun
orang lain?
Informan: Iya seperti ini mbak, kalau sama orang lain yang baru kenal gini
mending pakai Bahasa Indonesia, biar nggak salah-salah. Soalnya saya nggak
bisa pakai bahasa Jawa yang krama itu. Kalau sama bapak juga bahasa saya
biasa aja, yang penting nggak mbentak dan kasar.
Peneliti: Apa kamu suka berbagi dengan orang lain?
Informan: Lumayan mbak, saya kalau di kelas ada yang pinjem penghapus,
bolpen, apa tip ex gitu tak pinjami. Bapak juga ngajarin berbagi,, kalau pas
Jum’atan bapak selalu bawa uang buat dimasukkan kotak amal.
Peneliti: Apa pernah minder saat ibu jadi TKW? Jika iya coba jelaskan
Informan: Pasti ya awalnya minder, tapi saya nggak malah sedih terus. Kasian
bapak malahan nanti kebanyakan mikir. Sudah terbiasalah gampangannya mbak
sama kondisi ini, dibuat senang saja.
Peneliti: Apa anda bersikap rendah hati terhadap orang lain? Jika iya coba
jelaskan apa yang sudah anda lakukan.
Informan: Penerapannya contohnya kalo saya dengan nggak pamer mbak.
Dijauhi teman kalau suka pamer.
Peneliti: Apa kamu sudah bisa mengamalkan nilai toleransi atau saling
menghormati dan menghargai terhadap orang lain?
Informan: Saya jadi orang nggak suka maksa, nggak harus sesuai sama
keinginan saya.
Nama : Bapak HT
Waktu wawancara : 05 Juli 2018 pukul 19.00
Tempat : Rumah bapak HT
Peneliti: Apa bapak mengajarkan sholat?
Informan: Tapi untuk gerakan-gerakan sholat sepertinya dulu diajarkan TPA
atau guru agama di sekolahnya. Saya tugasnya malah yang mengingatkan, kalau
masalah sholat, ngaji gitu saya ingatkan selalu sih mbak. Biarpun ya saya sendiri
masih suka bolong-bolong karena pekerjaan di pabrik itu kadang nggak bisa
disemayani, tapi kalau di rumah saya selalu sholat. Saya ajak sholat juga juga
anak saya yang kecil itu biar latihan nggak bolong seperti bapaknya, maunya ya
pasti anak lebih rajin sholat daripada bapaknya. Tapi kalau IAP itu sudah full
17
mbak sholatnya, kan di sekolahnya juga malah ada pembiasaan sholat dhuha.
Kalau yang kecil, waktu jum’atan selalu saya ajak.
Peneliti: Apa bapak mengajarkan Al-Qur’an kepada anak?
Informan: Kalau yang mengajarkan alif ba ta dulu emang saya dan ibunya, tapi
setelah iqro’ 5 sampai sekarang di TPA.
Peneliti: Apa bapak mengajarkan kepada anak agar selalu berbuat baik kepada
orang tua?
Informan: Tentu diajarkan berbuat baik sama orang tua, harus berbakti, rugi
sendiri mbak-mbak kalau nggak berbuat baik sama orang tua itu. Kan itu ladang
pahalanya anak juga. Ada juga kan anak yang dulunya dibilangin orang tua
malah mbanbtah, bahkan melawan sama orang tuanya, baru sekarang menyesal
karena orang tua sudah meninggal. Menurut saya nggak tau diri kalau ada
seorang anak kok kalau masih punya orang tua tapi nggak dibaik-baikin. IAP
saya didik untuk hormat sama orang tua, terutama sama ibunya, biarpun jauh
tapi kalau ibu kasih nesehat jangan dibantah.
Peneliti: Apa bapak mengajarkan untuk berbuat baik kepada sesama?
Informan: Ya, perlu mbak, perlu itu. Saya ajarkan supaya rukun sama tetangga,
sopan sama yang lebih tua. Apalagi tetangga yang rumahnya saja jaraknya
sangat dekat-dekat begini.
Peneliti: Apa bapak selama ini juga memberikan kasih sayang yang cukup? Dan
apa pernah menghukum?
Informan: Iya. Sangat sayang, itungannya saya juga memanjakan, dia minta apa
gitu kalau saya ada rezeki pasti saya turuti. Kalau marah gitu saya juga ada
sebabnya, kalau pun sampai menghukum paling tak jewer.
Peneliti: Apa selama ini bapak juga sudah memberikan contoh yang baik?
Informan: Contoh hal-hal sederhana sudah saya kasih, kalau habis pakai sepatu
ya sepatunya ditaruh lagi di rak sepatu. Apalagi yang kecil itu masih suka
saksenenge dewe kalau naruh sepatu sak kenane dia.
Peneliti: Apa bapak memperhatikan pergaulannya?
Informan: Saya perhatikan mbak, mau pergi sama temannya siapa, mau kemana,
pulangya jam berapa. Dulu pernah saya marahi, soalnya dia pulang sekolah
nggak langsung pulang. Pulang-pulang kok maghrib, saya bingung mbak
biasanya nggak seperti itu, ternyata dia ada belajar kelompok dadakan di rumah
temannya. Setelah itu saya nasehatin mbak, nggak usah diulangin lagi.
Peneliti: Apa kendala dalam mendidik anak bapak?
Informan: Kendalanya ya paling sama seperti orang tua lain mbak, anak banyak
main hp, terlalu banyak nonton tv. Tapi ya ajar wong sudah zamannya memang
begini. IAP masih bisa dikandani baik-baik, yang penting dia nggak lupa
kewajibannya saja, sholat ya sholat, sekolah ya sekolah, les ya les, begitu.
Peneliti: Apakah IAP memiliki kemandirian dan tanggung jawab dalam
membantu pekerjaan rumah dan tugasnya sebagai pelajar?
Informan: Kalau IAP seusia segitu ya menurut saya sudah mandiri. Tanggung
jawab juga ada. Contohnya bangun nggak usah dibangunin, mau mandi pagi
gitu ya nyiapke air panas buat adiknya juga, kalau mau les nggak harus nunggu
diantar, PR juga selalu ngerjakan. Dia juga ikut les, jadi sangat membantu kalau
pas ada kesulitan di PRnya.
18
Peneliti: Apakah anak bapak berbicara dengan baik? Dan apa membantah jika
diberi nasehat?
Informan: IAP nggak pernah membantah, manut. Karena saya juga
nasehatinnya baik-baik. Dia kalau bicara sama saya dan ibunya ya sopan, minta
sesuatu juga mintanya baik-baik, nggak pernah ngomong yang kasar. Semoga
seperti itu terus mbak.
Peneliti: Apa anak bapak memiliki jiwa kedermawanan atau senang berbagi?
Informan: Iya setau saya dia suka berbagi kalau sama temannya. Dulu malah
pas masih kecil, kalau tiap sore kan dia main tu petak umpet sama teman-
temannya, itu temannya pada dibawa pulang ke rumah. Dikasih susu per anak
satu kotak satu kotak, jatah minum dia bisa beberapa hari malah langsung ludes.
Sekarang ya gitu, kalau bawa bekal dari rumah tak suruh nawarin apa ngasih ke
temannya.
Peneliti: Apa IAP adalah anak yang rendah hati? Jika iya bagaimana contohnya
pak?
Informan: Sombong nggak, pamer juga nggak. Dia kalau punya tas baru juga
nggak langsung dipakai mbak, nunggu sampai kadang seminggu lebih, katanya
malu kalau temannya sadar tas dia baru. Memang agak lucu ya mbak anak saya
itu, tapi memang begitulah. Contohnya juga kalau ketemu tetangga di jalan dia
biasanya nyapa kalau nggak senyum. Misal sama tetangga saja nggak mau nyapa
nanti dicap angkuh dan sombong.”
Peneliti: Apakah anak bapak sudah bisa bertoleransi? Jika iya bagaimana
contohnya?
Informan: Sedikit sedikit sudah bisa. Dia ngalah sama adiknya, kalau lagi
nonton tv, tiba-tiba adiknya nyuruh mindah channel gitu terus dipindah. Biar
adiknya nggak rewel. Nggak suka memaksa harus begini gitu ini.
Nama : IAP (Anak bapak HT)
Waktu wawancara : 05 Juli 2018 pukul 09.30
Tempat : Rumah bapak HT
Peneliti: Apa bapak mengajarkan kamu sholat?
Informan: Iya mbak bapak wanti-wanti, sholatnya ya ntan, adik diajak sholat,
begitu. Kalau udah adzan dan bapak pas di rumah gitu ngajakin sholat.
Peneliti: Apa bapak mengajarkan Al-Qur’an?
Informan: Dulu waktu iqro ngajinya sama bapak, kalau sekarang di TPA
Peneliti: Apa bapak mengajarkan supaya berbuat baik dengan orang tua?
Informan: Diajarkan mbak, nggak boleh mbantah omongan orang tua, harus
sayang sama ibu, bapak, adik.
Peneliti: Apa bapak mengajarkan kamu supaya berbuat baik dengan orang lain?
Informan: Saya disuruh baik kalau sama orang lain, kalau ada tetangga yang
mau minta bumbu untuk masak saya kasih mbak.
Peneliti: Apa bapak memberikan kasih sayang yang cukup? Dan apa pernah
dihukum?
19
Informan: Iya mbak, bapak nggak cuek. Dipeluk-peluk kalau lagi bercanda.
Pernah dijewer gara-gara nggak nurut.
Peneliti: Apa bapak kamu memberikan contoh yang baik?
Informan: Suka dikasih contoh mbak, dicontohin kalau nyuci piring sama gelas
harus sampai bersih, biar nggak amis.
Peneliti: Selama ini pergaulan kamu diperhatikan oleh bapak tidak?
Informan: Diperhatikan mbak, ditanya-tanya kalau mau pergi. Dulu pernah
dimarahi gara-gara saya pulang kesorean, soalnya mendadak ada belajar
kelompok. Sampai sekarang juga sering ditanya kalau WA atau SMSan itu sama
siapa, bapak sering cek HP saya.
Peneliti: Suka menonton tv, bermain hp, atau bermain sampai lupa waktu apa
tidak dek?
Informan: Kadang nonton kartun suka lupa waktu. Biasanya kalau hari Minggu
mbak, kebanyakan main hp sama nonton TV Minggu. Sama adik, sama bapak.
Kalau Minggu mau bersihin kamar, ruang tamu, apa cuci piring gitu pikiran saya
nanti-nanti dulu lah.
Peneliti: Kamu selama ini punya kemandirian dan tanggung jawab belum dalam
hal membantu bapak dan mengerjakan tugas sekolah?
Informan: Punya mbak. Saya kalau belajar nggak usah diuber-uber. Kasihan
orang tua sudah mbayar sekolah, mbayar les, masih nyangoni pula. Saya belajar
terus mbak, saya pengen jadi apoteker. Dulu waktu kelas VII juga saya pernah
ranking 1.
Peneliti: Santun nggak kalau berbicara sama bapak? Sering membantah nggak
kalau dinasehati?
Informan: Kalau bicara sama bapak saya kadang campur sama bahasa
Indonesia mbak, bicara juga nggak dibiasakan teriak-teriak. Nggak pernah kalau
membantah.
Peneliti: Suka berbagi apa tidak sama teman kamu?
Informan: Lumayanlah mbak, yang penting jangan pelit. Apalagi kalau pas
siang-siang ada teman les yang haus nggak bawa minum gitu tak kasih minuman
punyaku mbak. Ada teman waktu itu pinjam uang 15ribu di sekolah juga saya
pinjami, pas cerita sama bapak, saya bilang itu bapaknya sudah meninggal. Terus
kata bapak suruh ikhlasin, kalau nggak dikembalikan nggak apa-apa.
Peneliti: Sudah bisa mengamalkan tentang rendah hati belum? Kalau sudah bisa
bagaimana contoh penerapannya?
Informan: Penerapan di kehidupan, saya kalau kadang dikasih sangu agak
banyak nggak tak ceritakan sama teman. Kalau teman saya sukanya cerita dapat
sangu banyak, saya cuma diam. Nggak ada gunanya pamer sangunya mbak,
kalau udah terkenal suka pamer, nanti pas nggak punya malah diejek.
Peneliti: Sudah bisa mengamalkan toleransi atau menghargai orang lain belum?
Kalau sudah bisa contoh penerapannya bagaimana?
Informan: Menerapkan toleransi contohnya kita harus mengalah, kalau saya
misalnya lagi mainan hp, terus adik mau pinjem gitu saya kasihkan. Lagi nonton
tv, adik minta ganti ya saya ganti sesuai maunya adik.
20
Nama : Bapak RS
Waktu wawancara : 08 Juli 2018 pukul 19.30
Tempat : Rumah bapak RS
Peneliti: Apa bapak mengajarkan sholat?
Informan: Kalau mengajarkan ya dulu sekali, sedikit-sedikit itupun. Paling
hanya mengingatkan, hari Jum’at ya saya ajak jum’atan. Anak saya saya suruh
ngaji di TPA, bisa lumayan sering sholat mungkin karena itu, sama guru
agamanya di sekolah. Saya saja sholatnya saja bolong-bolong.
Peneliti: Apa bapak mengajarkan Al-Qur’an?
Informan: Saya yang nggak bisa tekun mengajari mbak, saya suruh TPA.
Peneliti: Apa bapak mengajarkan supaya berbuat baik kepada orang tua?
Informan: Saya wanti-wanti mbak, kalau nggak manut brati anak nakal. Saya
didik untuk selalu menghargai dan nanya kabar ibunya. Sekarang kan umurnya
12 tahun, sudah nggak cengeng lagi kalau ibunya pergi, masa anak laki-laki kok
mau cengeng terus.
Peneliti: Apakah bapak mengajarkan agar anak berbuat baik kepada sesama?
Informan: SAP saya didik untuk peduli sama sesama mbak, apalagi tetangga
yang hampir semua masih saudara, namanya juga orang ndeso mbak, harus
guyub.
Peneliti: Apa bapak juga memperhatikan pergaulan anak bapak?
Informan: Maunya saya ya memperhatikan sepenuhnya mbak, tapi ya
bagaimana? Kadang kalau jadi sopir gitu kan nyopirnya sampai jauh-jauh.
Biasanya ke Yogyakarta, Wonogiri, Semarang, malah sampai ke Pacitan. Tapi
kalau SAP lagi libur sekolah dan saya nyopirnya nggak terlalu jauh, dia saya
ajak. Daripada di rumah, kan saya juga kasian sama dia. Takutnya saya dia nanti
jadi nakal karena punya bapak yang nggak perhatian. Kalau pas saya nyopir
sampai semalem nggak pulang gitu, kakaknya tak suruh ngawasin mbak, tak
suruh gemati kakanya dengan SAP. Tetangga juga saya titipin supaya
mengingatkan SAP biar kalau sepedaan itu nggak jauh-jauh. Ya saya nggak lepas
sepenuhnya mbak intinya, nggak terus mau ngapain dan kemana terserah dia
gitu.
Peneliti: Apakah kendala yang dihadapi dalam mendidik anak?
Informan: Kendala kadang ya itu, sepedaan sampai mana-mana. Nanti kalau
sepedaan sampai jauh itu lho mbak, kadang kalau kecapean main gitu dia
tidurnya gasik, kalau pas ada PR kadang paginya kedandaban. Kalau hp nggak
mainan mbak, dia nggak saya pegangi hp, gak saya bolehin. Kalau ibunya
telepon gitu baru dia pegang hp sebentar. Saya juga penggennya selalu banyak
waktu di rumah sama SAP, kadang ya dari saya mbak kendalanya, menurut saya,
karena kurang waktu itu tadi. Sopir kalau pas libur gitu ya kadang lama, kadang
malah nggak ada libur blas.
Peneliti: Apakah anak bapak memiliki kemandirian dan tanggung jawab dalam
membantu bapak dan kaitannya dengan tugas sekolah?
Informan: Kalau nggak mandiri terus gimana mbak? Ya walaupun belum
sepenuhnya mandiri. Mandi sih sudah nggak perlu disuruh. Yang masih sering
diingetin itu kadang kalau ngerjakan PR disuruh, kalau mau test yang diingetke
21
supaya belajar, nata jadwal sekolah ya diingetke. Tapi kalau sudah diingetke gitu
ya terus dilakuin, sekolahnya lumayan kok dia, nggak rajin sih, tapi lumayan. Dia
pulang sekolah sudah bisa buat mie sendiri kalau nggak doyan lauknya, baju ya
dihanger, sepatu ya ditata. Kalau saya belum sempat cuci baju dia, sehabis mandi
dia nyuci sendiri. Lumayanlah.
Peneliti: Apa anak bapak berbicara dengan baik? Dan apa membantah jika diberi
nasehat?
Informan: Bicara kalau sama saya baik, nggak pernah kasar. Sebenarnya kalau
dia sampai agak bandel lumrah mbak, namanya juga anak segitu, laki-laki pula.
Alhamdulillah nya tapi dia sama saya itu manut, biarpun kadang masih mbantah
kalau tak nasehatin, tapi ujung-ujungnya tetap nurut sama yang saya katakan.
Misalnya saya nasehati biar kalau maen sepeda itu jangan jauh-jauh, di
lingkungan seRT saja. Tapi dianya malah njawab ya kalau diajak temen jauh
masak nolak pak, begitu. Mungkin berapa lama nurut mbak, nggak jauh-jauh.
Tapi dia habis gitu ya suka lupa lagi, nanti tak nasehati lagi, begitu terus. Biarin
lah begitu, wong ya masih wajar-wajar saja kok, asal bisa jaga diri. Sudah bisa
minggir kan kalau ada kendaraan lewat, cuma kadang saya yang kepikiran.
Peneliti: Apakah anak bapak memiliki kedermawanan terhadap temannya pak?
Informan: Ya termasuk boros malah, saking senangnya temannya itu kadang
pada dijajanin, kalau pas dia punya uang lebih. Dia begitu karena temannya juga
nggak pelit sama dia, saya lihat sendiri waktu itu dia pengen beli es krim, pas
saya mau ambil uang ke rumah saya lihat kok dia sudah makan es krim. Lalu saya
tanya, katanya dia dibelikan temannya, ya sudah. Cuma saya suruh bilang
terimakasih.
Peneliti: Apa anak bapak pernah minder atau kurang percaya diri karena ditinggal
ibunya menjadi TKW?
Informan: Dia sih oranya PD mbak, waktu itu pernah juga pasti minder, tapi itu
ya dulu awal-awal ditinggal ibunya
Peneliti: Apakah SAP itu anak yang rendah hati pak? Atau justru sebaliknya anak
yang sombong dan suka pamer?
Informan: Saya orang nggak punya mbak, apa yang bisa dibanggakan. Berbuat
baik saja bisa jadi bahan omongan orang, apalagi kalau kita suka pamer-
pameran? Nggak mbak. Saya jadi orang dari dulu apa adanya, begitu juga SAP,
dia jadi orang saya larang sombong. Nanti malah ditertawakan tetangga, apanya
yang mau disombongkan
Peneliti: Apa anak bapak sudah bisa bertoleransi?
Informan: Sedikit-sedikit ya sudah bisa. Saya bilang bisa karena kalau benar-
benar saya lagi nggak punya uang, sampai untuk sangunya SAP saja nggak bisa
ngasih, si SAP nggak saya kasih sangu. Tapi tetap mau sekolah, mungkin itu
sudah bertoleransi dengan keadaan bapaknya.
22
Nama : SAP (Anak bapak RS)
Waktu wawancara : 10 Juli 2018 pukul 13.00
Tempat : Rumah bapak RS
Peneliti: Apa bapak mengajarkan kamu sholat?
Informan: Dulu ya mengajarkan, tapi saya lupa. Pokoknya dari ikut TPA itu
diajarin seminggu sekali praktek sholat, dari situ saya lebih paham. Saya
sholatnya belum bisa penuh mbak, tapi kalau maghrib sama isya rutin sholatnya
di mushola.
Peneliti: Apa bapak mengajarkan kamu Al-Qur’an?
Informan: Kalau ngaji saya di TPA mbak, kalau nggak ngaji sendiri habis sholat
di mushola.
Peneliti: Apa bapak mengajarkan kamu untuk berbuat baik dengan orang tua?
Informan: Iya mbak, bapak bilang kalu nggak boleh berani sama orang tua.
Disuruh angkat telepon ibu lalu menanyakan ibu sudah makan belum, jaga
kesehatan, yang begitu mbak. Disuruh juga kalau mainan sepeda jangan jauh-
jauh, tapi saya kadang ngeyel mbak, diajak teman sampai jauh kadang.
Peneliti: Apa kamu dijarkan untuk berbuat baik dengan orang lain?
Informan: Diajarkan kok mbak, disuruh kalau sama tetangga yang sopan, kalau
ngomong jangan keras-keras. Kalau sama teman juga disuruh rukun, jangan
berantem sama teman.
Peneliti: Apa bapak sudah memberikan kasih sayang yang cukup? Pernah
dihukum atau tidak?
Informan: Kasih sayangnya bagi saya cukup. Saya pernah dijewer, kalau nakal-
nakal nanti pas ngaji atau sekolah nggak dikasih sangu.
Peneliti: Diperhatikan nggak kalau main?
Informan: Diperhatikan, kalau bapak mau nyopir jauh disuruh jangan nakal
sama teman. Jangan main jauh-jauh.
Peneliti: Punya kemadirian dan tanggung jawab tidak untuk membantu bapak dan
mengerjakan tugas-tugas sekolah?
Informan: Punya. Kalau mandi sudah nggak disuruh, kadang juga mencuci baju
sendiri. Kalau belajar kadang diingatkan saya, biar nilainya bisa lebih baik.
Karena kemarin nilai saya ada merahnya mbak satu.
Peneliti: Kalau sama orang lain menghormati tidak? Kalau bicara sama bapak
dengan bahasa yang bagaimana?
Informan: Disuruh menunduk kalau lewat ada orang tua, bicara sama bapak ya
bahasa Jawa, nggak krama. Tapi nggak nggak keras-keras.
Peneliti: Suka berbagi nggak kalau sama temannya?
Informan: Lumayan, kadang-kadang berbagi sama teman. Punya jajan saya
kasih, kalau lagi sepedaan, teman yang nggak bawa sepeda saya suruh gentian
sama saya mbak.
Peneliti: Bisa mengamalkan nilai rendah hati tidak dek? Kalau bisa bagaimana
contohnya?
Informan: Penerapannya jangan sombong kalau sama teman.
Peneliti: Sudah bisa bertoleransi atau menghargai dan menghormati belum dek?
Jika sudah bisa bagaimana contohnya?
23
Informan: Kalau saya melakukan toleransinya dengan tidak suka memaksa. Saya
saja nggak memaksa kalau bapak nggak punya uang untuk jajan, sampai pernah
nggak sangu waktu sekolah. Tapi tau saya kalau bapak nggak bohong, soalnya
kalau bapak punya uang nggak mungkin tega. Kalau pas punya uang nggak perlu
minta, karena bapak tau kalau saya senang jajan.
Peneliti: Sering bermain, menonton tv, atau bermain hp sampai lupa waktu tidak?
Informan: Seringnya sepedaan , tau-tau udah sore mbak.
Nama : Bapak SY
Waktu wawancara : 12 Juli 2018 pukul 16.00
Tempat : Rumah bapak SY
Peneliti: Apa bapak mengajarkan anak sholat?
Informan: Ya mengajari tapi nggak sepenuhnya, dia waktu kecil sudah mulai
latihan sholat karena diajari ibunya, dan ikut TPA. Kalau saya paling hanya
mengingatkan.
Peneliti: Apa bapak mengajarkan Al-Qur’an atau mengaji?
Informan: Dulu ya pernah mengajari, tapi DAA sudah sejak SD kelas 1 ikut TPA
sampai kelas 2 SMP. Sekarang dia ngajinya sudah rutin kalau habis maghrib
nderes.
Peneliti: Apakah bapak mengajarkan agar anak berbuat baik pada orang tua?
Informan: Iya, saya ajari kalau sama orang tua itu yang nurut. Jangan berani
kalau sama ibu, yang patuh. Kalau ibu lagi bicara ya dengarkan baik-baik.
Peneliti: Apa bapak mengajarkan untuk berbuat baik pada orang lain?
Informan: Oh, iya mbak. Saya contohi juga berbuat baik kalau nggak bisa bantu
uang ya tenaga, kalau masih nggak bisa ya bantu doa, gitu saja sih. Contoh
kecilnya ya berbuat baik sama tetangga lah, saya kalau masak banyak gitu depan
rumah itu juga kadang saya kasih daripada mubadzir. Inshaallah sudah saya
ajarkan dan contohi untuk berbuat baik sama orang lain.
Peneliti: Apa bapak selama ini sudah memberikan kasih sayang yang cukup? Dan
apakah pernah menghukumnya?
24
Informan: Kalau kasih sayang ya namanya orang tua tunggal saya sangat
sayang sama anak-anak saya. Saya selalu perhatian sama anak. Tapi kalau
menghukum nggak pernah, dia anaknya agak pendiam. Misal ada apa-apa gitu,
paling saya nasehatin. Dianya langsung manut, biar malu sendiri kalau sampai
nakal-nakal.
Peneliti: Apa selama ini bapak juga memberikan contoh baik kepada anak?
Informan: Oh iya itu mbak, orang tua bisanya kan ya kasih contoh mbak. Kalau
habis pakai motor tak contohi, motornya saya parkir di teras, harus setiti. TV
kalau nggak ditonton ya jangan nyala terus, saya matikan, saya juga menyuruh
gitu kan berarti saya juga harus melakukan. Terus kalau ada orang yang sakit
apa meninggal gitu, dia sering tak ajak biar peduli sama orang lain. Ya contoh-
contoh begitu mbak. Soalnya yang pernah tua begini kan sudah mengalami jadi
anak mbak, jadi kalau kita biasa memberi teladan, biarpun melalui hal-hal yang
kecil gitu, asal rutin ya anak juga bakal terpengaruh.
Peneliti: Apa bapak memperhatikan pergaulan DAA?
Informan: Saya perhatikan pergaulannya, kalaupun ada belajar kelompok gitu
DAA saya suruh ajak temannya belajar kelompok disini saja. Nggak papa nanti
beli makanan buat temannya, saya juga pengen tahu temannya DAA. Dia kalau
mau kemana saja juga pamit, jadi saya nggak terlalu was-was karena menurut
saya dia bisa dipercaya mbak. Dia nggak pernah keluar rumah kalau nggak
penting-penting amat, keluar kalau ke mushola sama sekolah tok. Anak rumahan
dia, mainan HP sukanya, tapi ya wajar.
Peneliti: Apa kendala yang bapak hadapi dalam mendidik anak?
Informan: DAA itu anak rumahan mbak, kendala ya paling dia banyak nonton
TV sama asik sendiri kalau udah main HP. Wajar lah usia segitu baru seneng-
senengnya, tinggal kita aja sebagai orang tua bagaimana. Biarpun gitu, apa-apa
nggak perlu harus orang tua njelasin sesuatu sampai muluk-muluk gitu sudah
paham sendiri. Alhamdulillah saya dikasih anak tiga itu kok sayang sama
bapaknya semua mbak, kerjaan rumah ya mau mbantu. Apalagi anak saya yang
nomer satu itu mbak, itu meskipun dia sudah kerja, jadi satpam di agen gas, dia
kalau pualng kerja gitu tau rumah berantakan ya dibersihin. Nggak nunggu harus
DAA yang bersihin atau saya gitu, ditandangi sendiri. Dia juga meskipun laki-
laki tapi jago masak, ya DAA sih bisa masak, tapi masnya malahan yang lebih
pinter masak.
Peneliti: Apa DAA sudah memiliki tanggung jawab dan kemandirian dalam
melakukan sesuatu?
Informan: Alhamdulillah DAA mandiri, bukan anak manja. Rasa tanggung
jawabnya juga ada. Sudah lulus SMP masak mau apa-apa orang tua yang harus
cerewet perintah ini itu. Urusan membantu mengerjakan kerjaan rumah juga
nggak saya paksa, biar sadar sendiri. Takutnya saya nanti kalau dia punya beban
harus mengerjakan pekerjaan rumah kayak bersih-bersih, nyapu, apa masak gitu
malah nilainya dia jadi jemblok gara-gara kecapean. Ya mending kita kerja sama
saja, kalau Minggu dia yang buat sarapan, kakaknya ngepel, saya nyapu halaan.
Hari biasa DAA seringnya nyapu, bersih-bersih jendela, yang masak saya atau
nggak kakaknya Gitu-gitu aja, nggak ngoyo. Untuk masalah sekolah, dia sudah
25
sadar diri. Tugas ya mengerjakan. Semangat belajar juga ada, kemarin nemnya
waktu mau masuk SMK itu 35 berapa gitu saya lupa.
Peneliti: Apa DAA menggunakan bahasa yang baik saat berbicara? Dan apa
sering membantah jika dinasehati?
Informan: Iya. Bahasa dan bicaranya santun, nggak pernah tu dia bicara kotor,
setau saya itu. Kalau saya nasehati banyak nurutnya daripada mbantahnya. Ya
nggak mbantah begitu saja mbak. Dia kalau sama orang tua apa mbah-mbah gitu
pakai bahasa krama mbak. Kalau lagi naik motor ketemu di jalan ada orang ya
nyapa. Lewat di depan orang ya bilang permisi.
Peneliti: Apa anak bapak termasuk anak yang dermawan atau suka berbagi pak?
Informan: Peduli dia sama temannya, nggak pelit apalagi kikir, suka berbagi
menurut saya. Temannya juga banyak, beberapa kali ada kok temannya yang
kalau kesini pinjam celana, atau baju. Ya dipinjami. Terus kalau ada temannya
yang pulang sekolah langsung kesini gitu disuruh makan sama dia. Adanya telur
ya dia gorengin telur, adanya mie ya dibuatin mie.
Peneliti: Apa anak bapak itu percaya diri pak? Apa pernah minder waktu
ditinggal ibunya menjadi TKW?
Informan: Mindernya dulu waktu awal-awal saja sih, minder karena orang tua
temannya lengkap, tapi kok dia ibunya kerja jauh, gitu. Sekarang sudah biasa-
biasa saja, karena komunikasi dengan ibunya juga lancar terus.
Peneliti: Apa anak bapak termasuk anak yang rendah hati?
Informan: Iya rendah hati, nggak sombong. Punya apa-apa nggak pameran.
Anaknya selama ini juga walaupun dia itu itungannya pintar, tapi nggak sok
pintar. Kelihatan kan kalau belajar kelompok disini gitu waktu dia ngajarin
temannya nggak terus nggaya sombong gitu.
Peneliti: Apa anak bapak sudah bisa untuk bertoleransi? Jika sudah bisa
bagaimana contohnya?
Informan: Contoh toleransinya yaitu kalau ada orang yang meninggal kalau
rumahnya dekat dia nggak usah nunggu saya sudah kesana duluan, namanya
bermasyarakat. Dia kalau punya teman nggak pilih-pilih, nggak melihat dari
agamanya. Temannya juga banyak yang pada main sini. Ada teman yang masuk
rumah sakit ya dia jenguk. Namanya manusia, nggak bisa hidup sendiri, jadi
harus punya toleransi dengan sesama mbak.”
26
Nama : DAA (Anak bapak SY)
Waktu wawancara : 12 Juli 2018 pukul 10.00
Tempat : Rumah bapak SY
Peneliti: Bapak kamu mengajarkan sholat apa tidak?
Informan: Mengajarkan tapi tidak sepenuhnya, soalnya saya dari kecil sudah
TPA, kan diajari juga sholatnya, biar rajin. Bapak juga kadang sholatnya di
masjid, sama adek. Kalau saya sholatnya di rumah mbak. Dan Alhamdulillah
sudah full, kecuali kalau lagi halangan.
Peneliti: Bapak mengajarkan Al-Qur’an atau tidak?
Informan: Dulu waktu saya kecil ngajinya sama bapak terus, pas sudah TPA
ngajinya sendiri. Tapi sampai sekarang kalau pas lagi rajin banget gitu bisa
setiap habis isya nderes.
Peneliti: Apa bapak kamu mengajarkan untuk berbuat baik dengan orang tua?
Informan: Iya diajarkan mbak, contohnya ke warung kalau pas gula apa sabun
habis. Biar kalau nanti bapak pulang mau buat teh itu ada gulanya, mau mandi
juga nggak harus ke warung beli dulu. Saya juga berdoa supaya orang tua sehat
selalu, dan supaya ibuk disana rezekinya lancar.
Peneliti: Apa bapak mengajarkan untuk berbuat baik kepada orang lain?
Informan: Bapak menasehati biar peduli sama orang lain, kalau sama teman
nggak boleh pelit. Kadang kalau pulang sekolah teman saya kesini, disuruh bapak
makan sama-sama mbak.
Peneliti: Apa selama ini kamu mendapatkan kasih sayang dari bapak? Pernah
dihukum atau tidak?
Informan: Didik lewat kasih sayang mbak, bapak oranya baik. Kalau
menghukum nggak pernah.
Peneliti: Apa bapak kamu juga memberikan contoh yang baik? Misalnya apa?
Informan: Suka dikasih contoh, kalau ada tetangga meninggal gitu diajak layat.
Ada tetangga yang di rumah sakit juga saya diajak besuk. Katanya supaya saya
terbiasa hidup bermasyarakat, makanya bapak kasih contoh supaya saya paham.
Peneliti: Apa selama ini bapak memperhatikan pergaulan kamu?
Informan: Diperhatikan pergaulan saya mbak, teman sekolah juga sering pada
main kesini. Terus bapak juga menyapa ramah dan ngajak teman saya ngobrol,
jadinya kenal sama teman yang main ke rumah. Malah enak kalo gitu, teman-
teman nggak kaku biarpun ada bapak di rumah. Saya biasanya pamit kalau mau
pergi, tapi jarang sih mbak saya main keluar-keluar gitu. Males, suka di rumah
aja
Peneliti: Apa kamu sering menonton tv, bermain hp, atau bermain dengan teman
sampai lupa waktu?
Informan: Kadang lupa waktu kalau nonton TV, nonton kartun atau drama korea
mbak. Atau nggak waktu WA nan sama teman kalau pas lagi seru-serunya ya jadi
kelamaan.
Peneliti: Apa selama ini kamu sudah memiliki kemandirian dan tanggung jawab
dalam melakukan tugas untuk membantu ayah dan tugas sekolah?
27
Informan: Kalau PR nggak usah diingetin mbak, saya belajar juga inisiatif
sendiri. Kalau tanggung jawab, misalkan waktu jaga adik. Tak jagain beneran,
supaya nggak maen jauh-jauh, saya bilangi juga kalau jalan itu minngir, jangan
lari-lari, nanti takutnya ada motor lewat. Kerjaan rumah juga semampu saya
mengerjakan apa, karena di rumah nggak harus semua saya atau bapak yang
mengerjakan.
Peneliti: Apa kamu sudah bisa menhormati dan santun terhadap orang lain? Jika
sudah bagaimana contohnya?
Informan: Kalau saya, sama orang tua jangan menyepelekan. Kalau berbicara
yang baik, yang santun, kalau lewat di depan orang permisi.
Peneliti: Kamu suka berbagi sama orang lain nggak?
Informan: Gimana ya mbak? Saya sih di sekolah kalau jajan biasanya nawarin
ke teman, saya setiap hari bawa minum kalau ada teman yang minta saya kasih.
Ada yang pinjam bolpen saya pinjami.”
Peneliti: Pernah tidak minder karena ibu jadi TKW?
Informan: Dulu ya minder awal-awal, karena selain dekat sama bapak, saya
juga dulu itu kemana-mana sama ibu. Sekarang sudah nggak minder, yang
penting didoakan ibu baik-baik disana.
Peneliti: Kamu sudah bisa menerapkan tentang rendah hati belum? Jika sudah
bagaimana caranya?
Informan: Rendah hati itu ya waktu saya dapat nilai bagus, saya nggak sok
pintar dan sombong.
Peneliti: Sudah bisa bertoleransi belum? Contohnya apa yang kamu lakukan?
Informan: Menerapkan toleransi salah satu contohnya kalau saya dengan nggak
pilih-pilih teman, nggak pandang dia kaya atau miskin, Islam atau nggak.
28
Nama : Bapak MS
Waktu wawancara : 20 Juli 2018 pukul 19.00
Tempat : Rumah bapak MS
Peneliti: Apa bapak mengajarkan sholat?
Informan: Iya mbak, dulu saya yang mengajarkan. Alhamdulillah saya juga
berusaha menjaga sholat saya. Si DU juga dari kecil saya antar tiap sore TPA,
jadi dia latihan-latihan sholat disana, sampai sekarang dia sholatnya rajin.
Peneliti: Apa bapak mengajarkan Al-Qur’an?
Informan: Dari kecil ikut TPA kok mbak, dulu waktu dia kecil habis maghrib
sering ngaji lagi kalau sama saya. Sekarang tapi sudah nggak.
Peneliti: Apa bapak mengajarkan DU agar berbuat baik kepada orang tua?
Informan: Tentu kalau itu, saya ajarkan kalau sama orang tua itu yang nurut.
Jangan kebanyakan permintaan yang tidak-tidak, syukuri saja apa yang sudah
dikasih, terutamanya sama ibunya. Saya suruh selalu kasih perhatian sama ibunya,
sehabis sholat juga ibu jangan lupa didoakan.
Peneliti: Apa bapak mengajarkan anak untuk berbuat baik kepada siapapun?
Bagaimana pak contohnya?
Informan: Saya ajari mbak, sama teman yang rukun. Siapapun butuh bantuan
selagi bisa ya ditolong, gitu.
Peneliti: Apakan bapak selama ini sudah memberikan kasih sayang yang cukup?
Dan apa pernah menghukumnya?
Informan: Tetap sayang nomor satu. Dia sukanya martabak, pulang kerja
kadang saya belikan.Menghukum sih nggak tu mbak, tak nasehatin saja. DU
sudah besar pasti tau lah, lagian dia nggak pernah aneh-aneh, sudah syukur
saya.
Peneliti: Apa bapak memberikan teladan yang baik kepada anak?
Informan: DU saya kasih contoh kalau lagi mandi gitu kran airnya hidupkan,
nanti kalau penuh jangan lupa dimatikan. Saya pun juga begitu mbak. Soalnya
sekarang airnya sering mampet mbak. Kalau pergi-pergi gitu dibiasakan rumah
dikunci. Habis mandi ya saya biasakan njemur handuk, ada lipatan baju numpuk
ya dirapikan, contoh-contoh yang seperti itulah. sampai sekarang dicontohi gitu
ya masih dijalankan. Saya lumayan bisa masak mbak, waktu itu yang masak saya
terus, lalu setelah DU SMP, waktu liburan sekolah saya ajarin untuk masak,
sekarang sampai dia SMA juga yang masak DU. Ya mungkin itu hasil dari saya
contohin, dulu saya kerepotan kalau pagi-pagi harus masak buat sarapan.”
Peneliti: Apa bapak memperhatikan pergaulannya?
Informan: DU dari dulu pulang sekolah ya pulang mbak. Saya nggak pernah
terlalu menuntut dia harus ini itu. Kalau punya teman ya sering diajak ke rumah.
Jadi sepintas saya tahu teman-temannya. Bergaul sama siapa saja oke, yang
penting nggak bawa pengaruh yang buruk.
Peneliti: Apakan DU sudah memiliki kemandirian dan tanggung jawab terhadap
segala sesuatu pak?
29
Informan: Oh, iya mbak. Sudah 17 tahun nggak mandiri ya terlalu . Dari kecil
sudah ditinggal ibunya, jadi sudah terbiasa mandiri, tanggung jawab ada tentu.
Dia pagi-pagi kadang sudah belanja ke tukang sayur, buat sarapan. Sorenya
bersih-bersih rumah lagi, nyuci. Kerjaan rumah dia semua, paling kalau saya
hanya nyapu halaman sama bakar sampah. Saya sih nggak memaksa harus dia
semua, tapi dia anaknya rajin sekali. Dia juga mau usaha sendiri. Nggak suka
merepotkan, sekarang lagi giat-giatnya belajar karena ingin kuliah mbak. Selama
ini nilai dia juga baik, buktinya sekolah di SMA 3 Salatiga, yang isinya kalau
menurut saya anak pintar semua. Dari dulu semangat sekolah, orang tua juga
jadi tambah semangat bekerja.
Peneliti: Apa DU itu anak yang dermawan atau suka berbagi pak?
Informan: DU sih temannya banyak, berarti dia senang berbagi. Kalau anaknya
pelit kan nggak mungkin temannya suka pada datang kesini. Dia waktu itu cerita
kalau ada temannya yang pinjam motor, ada teman yang butuh bantuan suruh
antar ke rumah neneknya juga diantar, ada juga yang temannya beda kelas itu
buku paketnya ketinggalan lalu dipinjami. Ya banyak sih mbak nggak mungkin
saya ceritakan satu-satu. Dermawan yang seperti itulah mbak, yang sebetulnya
mudah tapi kalau buat orang yang nggak biasa ya pasti sulit.
Peneliti: Apa anak bapak pernah minder karena ibunya menjadi TKW?
Informan: DU nggak minderan mbak karena ibunya jadi TKW, sampai sekarang
juga dia sudah terbiasa. Kalau pas dulu sih sering minder karena orang tuanya
temannya lengkap di rumah. Setau saya kalau sekarang sudah nggak ngaruh sih
karena dia sudah cukup dewasa, pikirannya juga logis. Malah dia yang ngademin
hati saya, nggak tahu juga ya apa mungkin dia kan tahu kalau saya pulang kerja
capek.
Peneliti: Apa anak bapak sudah bisa mengamalkan toleransi?
Informan: Toleransi dalam lingkungan sekitar, dia kalau Minggu ada kegiatan
kerja bakti pemuda ikut, pertemuan rutin pemuda sini juga berangkat, dapat
undangannya kok, acara 17an juga ikut berpartisipasi. Meskipun kadang
temannya cewek itu malah ngajari dia nggak usah ikut aja, tapi karena dia
berarti toleransi ya tetap berangkat. Teman dekatnya juga ada beberapa yang
Kristen, berarti dia nggak pilih-pilih dalam berteman. Bukan juga anak egois
yang harus sama dengan kemauan dia, sama adiknya juga ngalahan. Sudah besar
pasti tau dia kalau nggak bisa menghargai orang lain bakalan dijauhi sama
orang lain.”
30
Nama : DU (Anak bapak MS)
Waktu wawancara : 21 Juli 2018 pukul 09.00
Tempat : Rumah bapak MS
Peneliti: Apa bapak mengajarkan sholat?
Informan: Mengajarkan mbak, ditambah lagi karena dulu TPA dan juga diajarin
sholat sama guru agama di sekolah pas SD.
Peneliti: Apa bapak mengajarkan kamu Al-Qur’an atau mengaji?
Informan: Sedikit-sedikit mengajari. Ngajinya dari TK di TPA.
Peneliti: Apa bapak mengajarkan kamu untuk berbuat baik dengan orang tua?
Informan: Iya. Disuruh mendoakan ibu sehabis sholat, jangan membantah
nasehat orang tua.
Peneliti: Apa kamu diajarkan untuk berbuat baik kepada orang lain?
Informan: Iya mbak, diajarin bapak saya. Suruh rukun sama teman di sekolah.
Kalau sama guru juga yang manut.
Peneliti: Apa selama ini kamu sudah mendapat kasih sayang dari bapak? Pernah
dihukum atau tidak?
Informan: Sayang sama saya, sama adek. Pulang kerja sering dibelikan
makanan, tidak pernah ngasih hukuman.
Peneliti: Apa bapak juga memberikan contoh yang baik untuk kamu?
Informan: Kasih contoh juga mbak, bapak nggak banyak omong orangnya.
Nggak suka perintah, langsung nglakuin, jadi saya paham. Contohnya sehari-hari
kalau mandi handuk langsung dijemur, kalau pergi rumah dikunci.
Peneliti: Apa kamu suka menonton TV, bermain hp, atau bermain bersama teman
sampai lupa waktu?
Informan: Ya biasa mbak, main hp kelamaan, tapi tetep to mbak, kerjaan rumah
jangan lupa.
Peneliti: Apa kamu memiliki kemandirian dan tanggung jawab untuk membantu
pekerjaan ayah di rumah? Dan bagaimana juga dengan tugas sekolah?
Informan: Iya mbak, kalau nggak mandiri ya mau manja-manjaan sama siapa
mbak? Yang mengerjakan kerjaan rumah saya, ya saya sih senang bisa bantu
bapak. Saya kalau urusan sekolah, urusan tugas gitu ya pasti punya mandiri dan
tanggung jawab saya mbak. Saya belajar rajin biar nanti bisa kuliah jurusan
akuntansi di Semarang.
Peneliti: Apa kamu suka berbagi dengan orang lain? Bagaimana contohnya?
Informan: Kan memang harus begitu, hidup kan nggak sendiri. Suatu saat kita
juga butuh bantuan orang lain. Jadi, kalau ada orang lain yang butuh bantuan
kalaupun saya bisa pasti saya tolong. Saya nggak tega kalau melihat ada yang
kesusahan, apalagi saya kenal. Kadang bawa bekal juga sering saya makan sama
teman, berbagi maksudnya. Terus ada yang mau pinjam buku ya saya pinjami.
Peneliti: Pernah tidak minder karena ibu jadi TKW?
Informan: Pernah saya minder karena ibu jadi TKW, kalau sekarang sudah
biasa saja. Mindernya waktu SMP dulu kan pada bawa bekal, saya nggak bawa
31
karena bapak kalau masak pagi dulu kerepotan. Akhirnya dari situ saya niat
belajar masak supaya bisa bawa bekal dan buatin sarapan buat bapak.
Peneliti: Apa kamu sudah bisa bertoleransi? Jika iya, bagaimana contohnya?
Informan: Menerapkan toleransi kalau ada orang bicara didengarkan, jangan
disela. Contoh lain dari saya misalkan berpendapat ya nggak usah ngotot kalau
pendapat kita nggak diterima. Ikut kumpul-kumpul remaja masjid, nggak usah
pilih-pilih dari kaya nggaknya kalau berteman, gitu mbak.
Nama : Ibu Ngatiyem (Tetangga bapak JM dan bapak RS)
Waktu wawancara : 21 Juli 2018 pukul 19.00
Tempat : Rumah ibu Ngatiyem
Peneliti: Bagaimana pendapat anda mengenai wanita yang sudah menikah dan
memiliki anak, namun menjadi TKW?
Ibu Ngatiyem: Menurut saya kalau ibu jadi TKW itu sebenarnya nggak baik,
karena suami sudah mencari nafkah. Andai kata mau kerja ya cari-cari di sekitar
Salatiga apa sudah nggak ada? Tapi ya biarlah mbak, pendapat orang beda-
beda. Kalau saya itu tadi, tindakan yang tidak baik. Apalagi kalau sudah punya
anak.
Nama : Bapak Sutarso (Tetangga bapak SY)
Waktu wawancara : 23 Juli 2018 pukul 11.00
Tempat : Rumah bapak Sutarso
Peneliti: Apa bapak SY mendidik anaknya dengan baik?
Bapak Sutarso: Bapak SY mendidiknya sudah baik, karena dia lebih banyak di
rumah. Kalau nggak ada panggilan kerja di rumah, soalnya cari kerja yang
dekat. Saya tau, bapak SY justru nggak dibolehkan sama istrinya kalau kerja
jauh-jauh, apalagi yang kalau kerjanya sampai nggak pulang. Waktu itu bapak
SY dapat tawaran kerja di Kalimantan, terus dia bilang istrinya, nggak
dibolehkan. Istrinya bilang kalau bapak SY mau ke Kalimantan istrinya akan
balik dari Kamboja. Kan kasihan sama anak-anak,. Sekarang bapak SY kerjanya
deket-deket aja.
32
Nama : Ibu Sutopo
Waktu wawancara : 23 Juli 2018 pukul 16.00
Tempat : Rumah ibu Sutopo
Peneliti: Bagaimana perilaku yang dimiliki oleh anak pada keluarga TKW
tersebut?
Ibu Sutopo: DAA anak yang baik, perilakunya baik, anaknya sopan kalau sama
orang lain. Waktu itu pernah saya malam-malam di rumah saya nggak ada orang,
badan saya terasa nggak enak dan pusing sekali, rasanya saya nggak karu-
karuan pokoknya. Langsung saya lari ke rumah DAA, minta tolong dikerokin.
Baik anaknya.
Nama : Bapak Zulkar (Tetangga bapak MS)
Waktu wawancara : 24 Juli 2018 pukul 14.00
Tempat : Rumah bapak Zulkar
Peneliti: Bagaimana perilaku yang dimiliki oleh anak pada keluarga TKW
tersebut?
Bapak Zulkar: Perilaku anak mas MS itu baik, setau saya kalau lewat mau
pulang ketemu orang ya menyapa. Sama tetangga ramah, dia juga aktif kalau
ada kegiatan remaja.
33
DOKUMENTASI
Gambar 1. Mengurus perizinan ke kantor kelurahan Blotongan Salatiga
Gambar 2. Wawancara dengan bapak JM dan RP
39
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama : Hani Latifah
Tempat, tanggal lahir : Salatiga, 22 Agustus 1995
Jenis Kelamin : Perempuan
Warga Negara : Indonesia
Alamat : Tegalombo RT 2 RW 3 Blotongan Kec.
Sidorejo, Salatiga
No. HP : 085800173322
Riwayat Pendidikan :
1. SDN Blotongan 2 Lulus Tahun 2008
2. SMPN 2 Salatiga Lulus Tahun 2011
3. SMA MUHAMMADIYAH (PLUS) Salatiga Lulus Tahun 2014
Demikian daftar riwayat hidup ini saya buat dengan sebenar-
benarnya.
Salatiga, 30 Agustus 2018
Hani Latifah
NIM 111-14-190