Peran Anti Tirosin Kinase Pada CML

50
Refrat PERAN ANTI TIROSIN KINASE PADA CHRONIC MYELOGENOUS LEUKEMIA Oleh: Yuliarni 04104705080 Pembimbing: dr. Hj. Mediarty Syahrir, Sp.PD, K-HOM, FINASIM DEPARTEMEN PENYAKIT DALAM 1

Transcript of Peran Anti Tirosin Kinase Pada CML

Page 1: Peran Anti Tirosin Kinase Pada CML

Refrat

PERAN ANTI TIROSIN KINASE PADA

CHRONIC MYELOGENOUS LEUKEMIA

Oleh:

Yuliarni

04104705080

Pembimbing:

dr. Hj. Mediarty Syahrir, Sp.PD, K-HOM, FINASIM

DEPARTEMEN PENYAKIT DALAM

RUMAH SAKIT DR. MOH. HUSEIN PALEMBANG

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA

2011

1

Page 2: Peran Anti Tirosin Kinase Pada CML

KATA PENGANTAR

Segala puji syukur kepada Allah SWT, karena atas berkat

dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan refrat dengan

judul “Peran Anti Tirosin Kinase pada Chronic Myelogenous

Leukemia”. Pada kesempatan ini penulis juga mengucapkan

terima kasih yang sebesar-besarnya kepada dr. Hj. Mediarty

Syahrir, Sp.PD, K-HOM, FINASIM yang telah memberikan bimbingan

kepada penulis dalam penyelesaian refrat ini.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada kakak residen,

teman-teman dokter muda, ayah dan ibu, serta semua pihak yang telah

membantu penyelesaian refrat ini.

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam

penulisan refrat ini. Untuk itu, penulis sangat mengharapakan saran dan

kritik dari semua pihak.

Demikianlah penulisan refrat ini, semoga dapat bermanfaat. Amin.

Palembang, Mei 2011

Penulis

HALAMAN PENGESAHAN

2

Page 3: Peran Anti Tirosin Kinase Pada CML

REFRAT

berjudul

PERAN ANTI TIROSIN KINASE PADA

CHRONIC MYELOGENOUS LEUKEMIA

oleh:

Yuliarni

04104705080

Telah diterima dan disetujui sebagai salah satu syarat dalam

mengikuti Kepaniteraan Klinik Senior di Bagian Ilmu Penyakit

Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya Rumah Sakit

Mohammad Hoesin Palembang periode 11 April 2011-6Juni

2011.

Palembang, Mei 2011

dr. Hj. Mediarty Syahrir, Sp.PD, K-HOM, FINASIM

3

Page 4: Peran Anti Tirosin Kinase Pada CML

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ................................................................................... . iKATA PENGANTAR.................................................................................. . iiHALAMAN PENGESAHAN..................................................................... iiiDAFTAR ISI ............................................................................................... ivDAFTAR GAMBAR................................................................................... vDAFTAR TABEL........................................................................................ viBAB I PENDAHULUAN..........................................................................1

BAB II CHRONIC MYELOGENOUS LEUKEMIA (CML)2.1 Definisi........................................................................................ 32.2 Epidemiologi............................................................................... 32.3 Etiologi........................................................................................ 32.4 Patofisiologi................................................................................. 42.5 Klasifikasi.................................................................................... 62.6 Manifestasi Klinis........................................................................ 82.7 Pemeriksaan Fisik........................................................................ 82.8 Pemeriksaan Penunjang............................................................... 82.9 Diagnosis Banding....................................................................... 92.10 Penatalaksanaan........................................................................... 92.11 Prognosis..................................................................................... 11

BAB III PERAN ANTI TIROSIN KINASE PADA CML3.1 Sejarah Perkembangan Anti Tirosin Kinase ............................... 123.2 Imatinib Mesylat.......................................................................... 14

a. Struktur kimia........................................................................ 14b. Farmakokinetik...................................................................... 14c. Mekanisme Kerja................................................................... 15d. Dosis...................................................................................... 16e. Efek Samping Imatinib.......................................................... 17f. Resistensi Imatinib................................................................ 19

3.3 Dasatinib ..................................................................................... 203.4 Nilotinib....................................................................................... 23

BAB IV RINGKASAN................................................................................ 25

DAFTAR PUSTAKA.................................................................................. 27

DAFTAR GAMBAR

4

Page 5: Peran Anti Tirosin Kinase Pada CML

Gambar 1.1 Translokasi kromosom 9 dan 22................................................ 4

Gambar 1.2 Fusi gen BCR-ABL...................................................................... 6

Gambar 3.1 Struktur kimia imatinib mesylate.............................................. 14

Gambar 3.2 Mekanisme aksi imatinib mesylate............................................ 16

Gambar 3.3 Struktur kimia dasatinib............................................................. 14

DAFTAR TABEL

5

Page 6: Peran Anti Tirosin Kinase Pada CML

Tabel 3.1 Kriteria respon terapi pada imatinib ...................................... 19

Tabel 3.2 Definisi respon............................................................................ 20

Tabel 3.3 Ringkasan data dari program START..................................... 22

6

Page 7: Peran Anti Tirosin Kinase Pada CML

BAB I

PENDAHULUAN

Chronic Myelogenous Leukemia (CML) merupakan leukemia yang

pertama kali ditemukan serta diketahui patogenesisnya. Tahun 1960 Nowell dan

Hungerford menemukan kelainan kromosom yang selalu sama pada pasien CML,

yaitu 22q- atau hilangnya sebagian lengan panjang dari kromosom 22, yang saat

ini dikenal sebagai kromosom Philadelphia (Ph). Selanjutnya, di tahun 1973

Rowley menemukan bahwa kromosom Ph terbentuk akibat adanya translokasi

resiprokal antara lengan panjang kromosom 9 dan 22, lazimnya ditulis t(9;22)

(q34;q11). Dengan kemajuan di bidang biologi molekuler, pada tahun 1980

diketahui pada kromosom 22 yang mengalami pemendekan tadi, ternyata

didapatkan adanya gabungan antara gen yang ada di lengan panjang kromosom 9

(9q34), yakni ABL dengan gen BCR yang terletak di lengan panjang kromosom

22 (22q11). Gabungan kedua gen ini sering ditulis sebagai BCR-ABL, diduga

kuat sebagai penyebab utama terjadinya kelainan proliferasi pada CML.1

Kejadian leukemia mieositik kronis mencapai 20-35% dari semua

leukemia pada dewasa, kedua terbanyak setelah leukemia limfositik kronis. Pada

umumnya menyerang usia 40-60 tahun, walaupun juga dapat ditemukan pada usia

muda dan biasanya lebih progresif. 20-40% pasien biasanya asimptomatik. Di

Amerika Serikat terdapat sekitar 5000 kasus baru CML setiap tahunnya. Angka

kejadian menurut usia di Amerika Serikat rata-rata 2 per 100.000 penduduk untuk

laki-laki dan 1.1 per 100.000 penduduk untuk wanita. Angka kejadian di seluruh

dunia bervariasi karena faktor-faktor tertentu. Insiden terendah adalah di Swedia

dan Cina (sekitar 0.7 per 100.000 penduduk), dan insiden tertinggi terdapat di

Switzerland dan Amerika Serikat (sekitar 1.5 per 100.000 penduduk).2

Diagnosis biasanya ditegakkan dengan ditemukannya hepatosplenomegali

pada pemeriksaan fisik ataupun abnormalitas hasil dari pemeriksaan darah rutin

berupa leukositosis, anemia, atau trombositosis. Di Jepang kejadiannya meningkat

7

Page 8: Peran Anti Tirosin Kinase Pada CML

setelah peristiwa bom atom di Nagasaki dan Hiroshima, demikian juga di Rusia

setelah reaktor atom Chernobil meledak.1

Ada beberapa pengobatan yang dapat dilakukan pada pasien CML, antara

lain dengan kemoterapi hidroksiurea, inhibitor tirosin kinase, interferon-α, dan

transplantasi sel induk. Pengobatan CML telah mengalami perubahan yang

dramatis sejak ditemukannya imatinib (Gleevec) pada tahun 2002. Imatinib adalah

suatu inhibitor tirosin kinase yang memblok aktivitas kinase pada protein BCR-

ABL dan menghambat proliferasi progenitor positif kromosom Philadelphia.

Imantinib merupakan salah satu pilihan pengobatan pada penderita CML yang

baru terdiagnosis.2

Masih terbatasnya kepustakaan mengenai peran anti tirosin kinase pada

CML menjadi alasan penulisan refrat ini. Pada studi literatur ini akan dibahas

bagaimana anti tirosin kinase dapat menjadi salah satu pengobatan yang

diharapkan dapat memberi kesembuhan pada pasien CML. Penulisan refrat ni

diharapkan dapat menambah khasanah pengetahuan pembaca mengenai

pengobatan CML dengan menggunakan anti tirosin kinase.

8

Page 9: Peran Anti Tirosin Kinase Pada CML

BAB II

CHRONIC MYELOGENOUS LEUKEMIA (CML)

2.1 Definisi

Chronic Myelogenous Leukemia (CML) yang disebut juga sebagai Chronic

Granulocytic Leukemia (CGL) adalah suatu kelainan hemopoiesis klonal yang

disebabkan oleh suatu defek genetik yang didapat dalam sel induk pluripoten, dan

digolongkan sebagai salah satu penyakit mieloproliferatif. Penyakit ini ditandai

oleh adanya translokasi spesifik, t(9;22) (q34 ;q1) yang dikenal sebagai

kromosom Philadelphia (Ph). Translokasi ini mendekatkan gen ABL (Abelson)

ada di lengan panjang kromosom 9 (9q34) dengan gen BCR (break cluster region)

pada kromosom 22 (22q11) sehingga menghasilkan gen gabungan yang menyandi

protein gabungan BCR-ABL.1,3

2.2 Epidemiologi

Kejadian leukemia mielositik kronis mencapai 20-35% dari semua

leukemia pada dewasa, kedua terbanyak setelah leukemia limfositik kronis. Pada

umumnya menyerang usia 40-60 tahun, walaupun juga dapat ditemukan pada usia

muda dan biasanya lebih progresif. 20-40% pasien biasanya asimptomatik. Angka

kejadian menurut usia di Amerika Serikat rata-rata 2 per 100.000 penduduk untuk

laki-laki dan 1.1 per 100.000 penduduk untuk wanita. Insiden terendah adalah di

Swedia dan Cina (sekitar 0.7 per 100.000 penduduk), dan insiden tertinggi

terdapat di Switzerland dan Amerika Serikat (sekitar 1.5 per 100.000

penduduk).2,4

2.3 Etiologi

Penyebab CML belum diketahui. Tidak ada predisposisi khusus terjadinya

CML baik untuk sosial ekonomi, jenis kelamin, familial, maupun ras. Namun,

faktor risiko yang dikenal dapat meningkatkan terjadinya CML adalah paparan

dosis tinggi radiasi pengion. Tiga populasi utama yaitu Jepang terkena radiasi

9

Page 10: Peran Anti Tirosin Kinase Pada CML

yang dikeluarkan oleh ledakan bom atom di Hiroshima dan Nagasaki, pasien

dengan spondilitis ankilosis di Inggris yang diterapi dengan radiasi tulang

belakang, dan wanita dengan kanker serviks yang juga menerima terapi radiasi,

memiliki frekuensi CML jauh lebih tinggi dibandingkan kelompok yang tidak

terpapar.2

2.4 Patofisiologi

Chronic myelogenous leukemia adalah malignansi pertama yang

dihubungkan dengan gen yang abnormal, translokasi kromosom tersebut diketahui

sebagai Philadelphia kromosom yang merupakan translokasi kromosom 9 dan 22.

Pada CML juga ditandai oleh hiperplasia mieloid dengan kenaikan jumlah sel

mieloid yang berdiferensiasi dalam darah dan sumsum tulang.4

Pada translokasi ini, bagian dari dua kromosom yaitu kromosom 9 dan 22

berubah tempat. Hasilnya, bagian dari gen BCR dari kromosom 22 bergabung

dengan gen ABL pada kromosom 9. Penyatuan abnormal ini menyebabkan

penyatuan protein tirosin kinase yang meregulasi proliferasi sel, penurunan sel

adherens dan apoptosis. Hal ini karena pada BCR-ABL produk penyatuan gen

adalah tirosin kinase.3

Gambar 1.1 Translokasi kromosom 9 dan 22.5

10

Page 11: Peran Anti Tirosin Kinase Pada CML

Penyatuan protein BCR-ABL berinteraksi dengan 3 beta (c) subunit

reseptor. Transkrip BCR-ABL aktif terjadi secara terus-menerus dan tidak

membutuhkan aktivasi oleh protein sel yang lainnya. BCR-ABL mengaktivasi

kaskade dari protein yang mengontrol siklus sel dan mempercepat pembelahan

sel. Kemudian, protein BCR-ABL menghambat perbaikan DNA, menyebabkan

instabilitas gen dan menyebabkan sel dapat berkembang lebih jauh menjadi gen

yang abnormal. Tindakan dari protein BCR-ABL adalah penyebab patofisiologi

dari chronic myelogenous leukemia.4

Pada gambar 1.2 tampak bahwa p210BCR-ABL mempunyai potensi

leukemogenesis dengan cara sebagai berikut: gen BCR berfungsi sebagai

heterodimer dari gen ABL yang mempunyai aktivitas tirosin kinase, sehingga fusi

kedua kedua gen ini mempunyai kemampuan untuk oto-fosforilasi yang akan

mengaktivasi beberapa protein di dalam sitoplasma sel melalui domain SRC-

homologi 1 (SH1) sehingga terjadi deregulasi dari proliferasi sel-sel,

berkurangnya sifat adheren sel terhadap stroma sumsum tulang, dan berkurangya

respon apoptosis.

Selanjutnya fusi gen BCR-ABL akan berinteraksi dengan berbagai protein

di dalam sitoplasma sehingga terjadilah transduksi sinyal yang bersifat onkogenik.

Sinyal ini akan menyebabkan aktivasi dan juga represi dari proses transkripsi pada

RNA sehingga terjadi kekacauan pada proses proliferasi sel dan juga proses

apoptosis.5

11

Page 12: Peran Anti Tirosin Kinase Pada CML

Gambar 1.2 Fusi gen BCR-ABL.5

Dengan pemahaman tentang protein BCR-ABL dan tindakannya sebagai

tirosin kinase, targeted therapy dikembangkan yang secara spesifik menghambat

aktifitas dari protein BCR-ABL. Inhibitor dari tirosine kinase dapat

menyembuhkan CML, karena BCR-ABL tersebut adalah penyebab dari CML.3

2.5 Klasifikasi

CML sering dibagi menjadi tiga fase berdasarkan karakteristik klinis dan

hasil laboratorium. CML dimulai dengan fase kronik, dan stelah beberapa tahun

berkembang menjadi fase akselerasi dan kemudian menjadi fase krisis blast.

Krisis blast adalah tingkatan akhir dari CML, dan mirip seperti leukemia akut.

Perkembangan dari fase kronik melalui akselerasi dan krisis blast diperoleh

kromosom abnormal yang baru yaitu kromosom philadelphia. Beberapa pasien

datang pada tahap akselerasi ataupun pada tahapan krisis blast pada saat mereka

didiagnosa.

12

Page 13: Peran Anti Tirosin Kinase Pada CML

a. Fase Kronis

85% pasien dengan CML berada pada tahapan fase kronik pada saat

mereka didiagnosa dengan CML. Selama fase ini, pasien selalu tidak

mengeluhkan gejala atau hanya ada gejala ringan seperti cepat lelah

dan perut terasa penuh. Lamanya fase kronik bervariasi dan tergantung

sebearapa dini penyakit tersebut telah didiagnosa dan terapi yang

digunakan pada saat itu juga. Tanpa adanya pengobatan yang adekuat,

penyakit dapat berkembang menuju ke fase akselerasi.

b. Fase Akselerasi

Pada fase akselerasi hitung leukosit menjadi sulit dikendalikan dan

abnormalitas sitogenik tambahan mungkin timbul. Kriteria diagnosa

dimana fase kronik berubah menjadi tahapan fase akselerasi bervariasi.

Kriteria yang banyak digunakan adalah kriteria yang digunakan di MD

Anderson Cancer Center dan kriteria dari WHO. Kriteria WHO untuk

mendiagnosa CML, yaitu:

- 10-19% myeloblasts di dalam darah atau pada sum-sum tulang.

- >20% basofil di dalam darah atau sum-sum tulang.

- Trombosit 100.000, tidak respon terhadap terapi.

- Evolusi sitogenik dengan adanya abnormal gen yaitu kromosom

philadelphia.

- Splenomegali atau jumlah leukosit yang meningkat.

Pasien diduga berada pada fase akselerasi berdasarkan adanya

tanda-tanda yang telah disebutkan di atas. Fase akselerasi sangat

signifikan karena perubahan dan perubahan menjadi krisis blast

berjarak berdekatan.

c. Krisis blast

Krisis blast adalah fase akhir dari CML, dan gejalanya mirip seperti

leukemia akut, dengan progresifitas yang cepat dan dalam jangka

13

Page 14: Peran Anti Tirosin Kinase Pada CML

waktu yang pendek. Krisis blast didiagnosa apabila ada tanda-tanda

sebagai berikut pada pasien CML :

- >20% myeloblasts atau lymphoblasts di dalam darah atau sum-sum

tulang.

- Sekelompok besar dari sel blast pada biopsi sum-sum tulang.

- Perkembangan dari chloroma.6

2.6 Manifestasi Klinis

90% pasien dengan CML terdiagnosa pada fase kronis. Pasien sering

mengeluh pembesaran limpa, atau merasa cepat kenyang akibat desakan limpa

terhadap lambung. Keluhan lainnya yang tidak spesifik misalnya: rasa cepat lelah,

nyeri kuadran kiri atas, distensi abdomen, penurunan berat badan, keringat malam,

yang merupakan gambaran hipermetabolisme akibat proliferasi sel-sel leukemia.

Kadang-kadang, pasien juga memperlihatkan sindrom hiperviskositas dengan

manifestasi stroke, priapismus, stupor, ataupun perubahan penglihatan.1,7

2.7 Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik yang paling sering ditemukan pada pasien dengan CML

adalah splenomegali, dengan besarnya splenomehgali berhubungan dengan

peningkatan leukositosis. Pasien juga memperlihatkan tanda anemia seperti pucat,

dispnea, dan takikardi. Ekimosis juga sering ditemukan akibat fungsi trombosit

yang abnormal.1

2.8 Pemeriksaan Penunjang

10-20% pasien tidak menunjukkan gejala dan terdiagnosa karena

ditemukan peningkatan hitung sel darah putih pada pemeriksaan darah rutin.

a. Hematologi rutin

Leukositosis biasanya berjumlah >50x109/l dan kadang-kadang

>500x109/l. Presentasi basofil dan eosinofil meningkat. Trombosit

biasanya meningkat antara 500-600.000/mm3. Walaupun sangat jarang,

pada beberapa kasus dapat ditemukan normal atau trombositopeni.

14

Page 15: Peran Anti Tirosin Kinase Pada CML

b. Apus Darah Tepi

Spektum lengkap sel-sel mieloid ditemukan dalam darah tepi. Jumlah

netrofil dan mielosit melebihi jumlah sel blas dan promielosit,

penurunan trombosit, dan ditemukan anemia normositik normokrom.

c. Apus sumsum tulang

Selularitas meningkat (hiperseluler) akibat proliferasi dari sel-sel

leukemia, sehingga rasio mieloid : eritroid meningkat. Megakaryosit

juga tampak lebih banyak. Dengan pewarnaan retikulin tampak bahwa

stroma sumsum tulang mengalami fibrosis.

d. Analisa sitogenetik darah atau sumsum tulang

Diagnosa utama dari CML diperoleh dari ditemukannya kromosom

philadelphia. Kromosom abnormal yang khas ini dapat didetekesi dari

pemerikasaan sitogenetik rutin, dengan hibridisasi fluoresen in situ

atau dengan PCR.

2.9 Diagnosis Banding

CML fase kronik: leukemia mielomonositik kronik, trombositosis

essensial, leukemia netrofilik kronik

CML fase krisis blas: leukemia mieloblastik akut, sindrom

mielodisplasia1

2.10 Penatalaksanaan

Agen kemoterapi oral (hydroxyurea, busulfan)

- Digunakan pada permulaan untuk menurunkan white cell

- Dosis 1-6 g/hr per oral

- Dosis diturunkan hingga 1-2 g/hr saat hitung leukosit mencapai

20.000/mm3

- ESO: supresi hematopoiesis

15

Page 16: Peran Anti Tirosin Kinase Pada CML

Interferon α

- Dosis: 3 juta unit/m2 subkutan 3 hari per minggu, dan setelah 1

minggu 5 juta u/m2 per hari. Setelah respon maksimal (6-8 bulan)

3-5 juta u/m2 satu atau dua kali per minggu.

- Dosis dikurangi atau dihentikan secara temporer bila leukosit

kurang dari 5.000/mm3 atau trombosit kurang dari 50.000/mm3

- Jika setelah 6 bulan tidak ada respon atau respon sedikit, maka

gunakan Imatinib atau alloSCT

Anti Tirosin Kinase

a. First-line therapy

Imatinib mesylate (Glivec, Gleevec)

Imatinib menghambat aktivitas tirosin kinase mutan dengan

memblok pengikatan ATP. Sangat berguna bagi orang tua atau

bagi pasien yang intoleran atau resisten IFN α. Dosis 400 mg/hr

per oral (dosis max 600-800 mg/hr dalam 2 resep terbagi).

Imatinib memiliki toksisitas yang lebih rendah, lebih mudah

diberikan, dan dapat menginduksi hematologi, sitogenetik, dan

molekuler lebih tinggi

b. Second-line therapy

Dasatinib (Sprycel®)

Dasatinib adalah inhibitor BCR-ABL/Src kinase ganda

yang poten dan merupakan TKI pertama yang diterima di Amerika

Serikat dan Eropa sebagai terapi pasien resisten imatinib dan

intoleran imatinib dari semua fase CML dan Ph+ acute

lymphoblastic leukemia (Ph+ ALL). Walaupun targetnya adalah

BCR-ABL, dasatinib secara struktural tidak mirip dengan imatinib

dan berikatan dengan bermacam konformasi dari domain Abl

kinase.

16

Page 17: Peran Anti Tirosin Kinase Pada CML

Nilotinib (Tasigna®)

Nilotinib adalah adalah turunan imatinib yang tersedia

secara oral dengan perbaikan spesifisitas yang lebih maju terhadap

BCR-ABL protoonkogen virus. Dalam suatu penelitian preklinis,

nilotinib ditemukan memiliki aktivitas terhadap 32 dari 33 mutasi

BCR-ABL yang resisten terhadap imatinib, tapi tidak bereaksi

terhadap mutasi T3151. Pada analisis farmakokinetik, nilotinib

memiliki T (max) 3 jam. Total waktu paruh dari beberapa dosis

harian adalah 17 jam.

Stem Cell Transplantation (SCT)

- Merupakan terapi definitif untuk CML. Data menunjukkan bahwa

cangkok sumsum tulang (CST) dapat memperpanjang masa

remisi samapi > 9 tahun, terutama pada CST alogenik.1,2

2.11 Prognosis

Pronosis pasien dengan CML telah berubah sejak diperkenalkannya

imatinib. Berdasarkan studi IRIS (penelitian secara acak yang membandingkan

interferon dan arabinoside sitosin) menghasilkan respon sitogenetika lengkap pada

74% pasien yang menggunakan imatinib dan 9% pada kelompok interferon.

Pasien yang mencapai sitogenetika remisi lengkap dan pengurangan 3-log

transkrip BCR-ABL memiliki 100% progression-free survival selama 2 tahun.

pasien yang tidak memiliki sitogenetika remisi lengkap setelah 12 bulan terapi

imatinib memiliki 85% progression-free survival selama 2 tahun. delesi dari

kromosom 9q berkaitan dengan kelangsungan hidup yang lebih pendek.3

17

Page 18: Peran Anti Tirosin Kinase Pada CML

BAB III

PERAN ANTI TIROSIN KINASE PADA CML

3.1 Sejarah Perkembangan Anti Tirosin Kinase

Berdasarkan beberapa literatur, cerita mengenai Glivec dimulai oleh 2

orang peneliti: Peter Nowell, MD, University of Pennsylvania School of

Medicine, dan David Hungerford, MD, Institute for Cancer Research. Mereka

dapat mengidentifikasi mutasi genetik pasien CML pada tahun 1960. Keduanya

menemukan bahwa suatu bagian DNA hilang dari kromosom 22, belakangan

diketahui sebagai kromosom Philadelphia (Ph) dan terjadi pada sekitar 95% of

pasien CML. Penemuan ini menunjukkan bahwa pertama kalinya peneliti

menemukan genetik yang abnormal dikaitkan dengan suatu jenis kanker. Dengan

adanya temuan ini pula terjadi peningkatan penelitian tentang genetik yang

menyebabkan kanker.

Perkembangan signifikan berikutnya (13 tahun kemudian) adalah hasil

penelitian tentang CML oleh Janet Rowley, MD, University of Chicago.

Diketahui bahwa bagian DNA yang hilang ternyata karena kromosom 22 bergeser

menjadi kromosom 9 (translokasi). Hal ini membuka jalan bagi peneliti

berikutnya untuk mengaitkan translokasi dengan berbagai jenis kanker.

Pada tahun 1980an, 2 peneliti California Institute of Technology, David

Baltimore, PhD, dan Owen N. Witte, MD, mengidentifikasi penyebab utama

CML. Ph kromosom menghasilkan enzim yang berperan penting dalam

pertumbuhan dan pembelahan sel. Ezyme tersebut, suatu gabungan protein (BCR-

ABL) meningkatkan aktivitas tirosin kinase, mengubah instruksi genetic dari sel

yang normal. Enzim yang abnormal ini mengirim pesan yang mengakibatkan

produksi sel darah putih secara berlebihan. Akibatnya, sel darah putih pasien

CML meningkat menjadi 10 sampai 25 kali jumlah normal.

Berdasarkan temuan bahwa suatu enzim dapat menyebabkan

perkembangan CML, peneliti-peneliti menghadapi suatu tantangan sekaligus

18

Page 19: Peran Anti Tirosin Kinase Pada CML

kesempatan dengan target yang jelas yaitu pengembangan obat yang dapat mem-

block BCR-ABL. Penelitian dimulai pada awal 1990 dengan ditemukannya BCR-

ABL inhibitor oleh peneliti di Novartis, Nicholas Lydon, PhD, dan Alex Matter,

MD.

Selanjutnya, perbaikan dilakukan oleh 4 peneliti Novartis, Drs. Juerg

Zimmermann (Medicinal Chemistry), Elisabeth Buchdunger (Cell Biology),

Helmut Mett (Screening and Enzymology), dan Thomas Meyer (Enzymology).

Akhirnya dapat dibuat suatu zat yang secara efektif bisa mem-blok enzim

penyebab perkembangbiakan sel darah putih pada pasien CML.

Kemudian, Novartis memulai kolaborasi pada 1994 dengan Brian Druker,

MD, seorang haematologist dan oncologist yang berminat pada kinases dan CML.

Mereka menemukan suatu zat yang pada akhirnya diberi nama Glivec. Secara

signifikan pula, zat tersebut tidak menunjukkan aktivitas significant terhadap sel

yang normal. Hal ini yang membedakannya dengan pengobatan kanker yang

tradisional.

Hasil penelitian ini pertama kali dipublikasikan oleh peneliti Novartis di

tahun 1996.Perbaikan terhadap obat tersebut masih diperlukan, sehingga

dilakukan pengembangan oleh Nicholas Lydon (biochemist, sebelumnya peneliti

Novartis), oncologist Brian Druker dari Oregon Health and Science University

(OHSU), dan Charles Sawyers dari Memorial Sloan-Kettering Cancer Center

yang menguji percobaan klinis pada CML. Kontribusi juga dilakukan oleh Carlo

Gambacorti-Passerini, peneliti di University of Milano Bicocca, Italy, dan John

Goldman, hematologist di Hammersmith Hospital, London, UK. Glivec mendapat

persetujuan FDA (Badan Penelitian Obat dan Makanan) Amerika Serikat pada

bulan May 2001.10

19

Page 20: Peran Anti Tirosin Kinase Pada CML

3.2 Imatinib Mesylat

Pengetahuan yang lebih maju terhadap biologi molekular telah

melahirkan kelas baru suatu agen terapi yang menargetkan langsung pada gen

supresor tumor dan/atau onkogen. Imatinib merupakan targeting

therapy molekular pertama yang mendapat persetujuan Foodand Drug

Administration (FDA) Amerika Serikat. Pada Mei 2001, imatinib

mesylate(Gleevec®, Glivec®, STI-571) disetujui FDA untuk terapi pasien CML

dalam fase krisis blastik, fase akselerasi, atau fase kronik setelah gagal dengan

terapi IFN-α.11

a. Struktur Kimia

Imatinib adalah inhibitor tirosin kinase inhibitor dari kelas 2-

phenylaminopyrimidine.Desain kimianya adalah 4-[(4-methyl-1-piperazinyl)

methyl]-N-[4-methyl-3-[[4-(3-pyridinyl)-2-pyrimidinyl] amino]-

phenyl]benzamide methanesulfonate.

Gambar 3.1 Struktur kimia imatinib mesylate.

b. Farmakokinetik

Imatinib merupakan BCR-ABL TKI pertama yang menunjukkan aktivitas

yang signifikan pada semua fase CML. Targetnya adalah melawan semua Abl

tirosin kinase,termasuk BCR-ABL, v-Abl, dan Abelson-related gene (ARG),

kemudian reseptor tirosin kinase subgrup III, yaitu reseptor c-Kit, reseptor PDGF,

20

Page 21: Peran Anti Tirosin Kinase Pada CML

dan stem cells factor receptor. Selain itu, imatinib akan berkompetisi dengan ATP

sebagai tempat berikatan dengan reseptor tirosin kinase subgrup III.11

Imatinib dengan cepat diserap jika diberikan per oral. Imatinib juga

memiliki bioavailibilitas yang tinggi: 98% dosis oral mencapai aliran darah.

Metabolisme imatinib terjadi di hati dan dimediasi oleh beberapa isozim dari

sistem sitokrom P450, termasuk CYP3A4 dan pada tingkat yang lebih rendah,

CYP1A2, CYP2D6, CYP2C9, dan CYP2C19. Metabolit utama, turunan N-

demethylated piperazine, adalah metabolit aktif. Rute utama eliminasi adalah di

empedu dan feses, hanya sebagian kecil obat diekskresikan dalam urin. Sebagian

besar imatinib dieleminasi dalam bentuk metabolit, hanya 25% dielimanasi dalam

bentuk yang tidak berubah. Waktu paruh imatinib dan metabolit utamanya adalah

18 dan 40 jam. 12

c. Mekanisme Kerja

Imatinib adalah turunan dari 2-phenyl amino pyrimidine  yang berfungsi

sebagai inhibitor spesifik dari sejumlah enzim tirosin kinase sehingga

menyebabkan penurunan aktivitas dari tirosin kinase. Ada banayk enzim tirosin

kinase di dalam tubuh, ternasuk reseptor insulin. Imatinib adalah inhibitor tirosin

kinase yang khusus untuk ABL (the Abelson proto-oncogene), c-kit dan PDGF-R

(platelet-derived growth factor receptor).

Pada CML, kromosom Philadelphia menyebabkan penggabungan protein

abl dengan bcr, yang kemudian disebut BCR-ABL. Karena hal inilah, imatinib

digunakan untuk mengurangi aktivitas BCR-ABL.

Setiap bagian yang aktif dari tirosin kinase memiliki bagian yang berikatan

dengan ATP. Aktivitas enzimatik yang dikatalisis oleh tirosin kinase adalah suatu

transfer terminal dari ATP ke residu tirosin pada substratnya, proses ini dikenal

sebagai fosforilasi tirosin protein. Imatinib bekerja dengan cara berikatan pada sisi

ATP yang berikatan pada ABL-BCR, menguncinya dalam sebuah konformasi

tertutup, karena itu tirosin kinase menghambat aktivitas enzim protein secara

semi-kompetitif. 13Hal ini menjelaskan mengapa banyak mutasi BCR-ABL dapat

meneybabkan resistensi terhadap imatinib dengan mengubah keseimbangan

menjadi konformasi terbuka.14

21

Page 22: Peran Anti Tirosin Kinase Pada CML

Imatinib cukup selektif untuk BCR-ABL. Imatinib juga menghambat

protein ABL sel non-kanker, tapi secara normalnya sel biasanya memiliki

tambahan tirosin kinase yang berlebihan yang memungkinkan mereka untuk terus

berfungsi walaupun abl tirosin kinase sudah dihambat. Walaupun demikian,

beberapa sel tumor memiliki ketergantungan pada BCR-ABL.15

Gambar 3.2 Mekanisme aksi imatinib mesylate.16

d. Dosis

Dalam beberapa kasus leukemia mielositik kronik, dapat terjadi resistensi

penyakit terhadap penggunaan imatinib untuk fase kronik. Apabila hal ini terjadi

maka dapat diberikan dasatinib 140mg atau meningkatkan dosis imatinib menjadi

800mg.17

Dosis untuk fase kronik adalah 400mg/hari setelah makan dan dapat

ditingkatkan sampai 600mg/hari bila tidak mencapai respon hematologik setelah 3

bulan pemberian, atau pernah membaik tetapi kemudian memburuk dengan Hb

menjadi rendah dan atau leukosit meningkat dengan tanpa perubahan jumlah

trombosit. Dosis harus diturunkan bila terjadi neutropeni (<500/mmk) atau

22

Page 23: Peran Anti Tirosin Kinase Pada CML

trombositopeni (<50.000/mmk) atau peningkatan sGOT/sGPT dan bilirubin.

Untuk fase krisis blas dapat diberikan langsung 800mg/hari.1

e. Efek Samping Imatinib

Imatinib secara umum dapat ditoleransi dengan baik. Walaupun efek

samping cukup sering terjadi, namun biasanya ringan dan jarang menyebabkan

pemutusan terapi. Efeksamping lebih sering terdapat pada fase lanjut dari CML,

refleksi dari status performa yang buruk dari penderitanya. Toksisitasnya dapat

dibagi dalam 2 kelompok, yaitu hematologik dan nonhematologik.18

1) Toksisitas hematologikal

Myelosupresi bisa merupakan refleksi dari efek terapi dan juga bisa karena

toksisitaskepada sel-sel hemapoetik normal. Neutropenia berat dan

trombositopenia biasanya terjadipada tahap lanjut penyakitnya, khususnya pada

fase krisis blastik. Hal ini bisa terjadi karenasedikitnya jumlah sumsum tulang Ph-

residual yang masih ada untuk menghasilkanhematopoesis normal. Keadaan ini

disebut sebagai imatinib-induced myelosupresi.

Manajemen imatinib-induced myelosupresi ini membutuhkan

pengamatan yanglebih ketat. Prinsip manajemennya adalah harus sesuai antara

agresivitas terapi CML denganagresivitas penyakitnya. Kita masih

diperbolehkan untuk melanjutkan terapi imatinib padafase lanjut CML walaupun

terjadi myelosupresi. Sedangkan pada awal fase kronik dapatdipertimbangkan

memberhentikan terapi imatinib jika terjadi myelosupresi-

inducedmyelosupresi. Myeloid growth factor dapat digunakan untuk mengobati

neutropenia, namun tidak berpengaruh terhadap prognosisnya.18

2) Toksisitas nonhematologik

a) Edema dan retensi cairan

Edema superfisial (tersering edema periorbital) terdapat pada

sekitar 50% pasien yangmendapat terapi imatinib. Pada beberapa kasus

terdapat keadaan retensi cairan yang lebihberat, seperti efusi pleura dan

23

Page 24: Peran Anti Tirosin Kinase Pada CML

perikardial, edema pulmonum, asites, edema anasarka, danedema serebral.

Kejadian efek samping yang ringan dapat diberikan diuretik, namun

padakeadaan yang berat pemberian imatinib harus dihentikan.18

b) Efek samping gastrointestinal

Nausea ringan, nyeri abdomen, dan diare ringan sering terjadi

ketika imatinibdiberikan dalam keadaan perut kosong. Walaupun bukti

yang ada menunjukkan bahwa tidakada perbedaan absorbsi ketika imatinib

diberikan bersama dengan makanan. Namundirekomendasikan untuk

memberikan imatinib bersama dengan makan besar. Nausea dannyeri

abdomen ini disebabkan karena efek iritasi lokal dari imatinib.

c) Reaksi kulit

Skin rash terlihat pada sepertiga pasien yang mendapat terapi

imatinib. Bentuknya bisa dari ringan sampai berat hingga muncul

sindroma Stevens-Johnson. Sebagian besar rash ini ringan dan bisa

sembuh sendiri atau berespon terhadap antihistamin atau steroid. Reaksi

kulit ini sering merupakan alasan untuk menghentikan terapi imatinib.

Rash ini biasanyatidak muncul lagi ketika imatinib dilanjutkan kembali

setelah sempat dihentikan.

Sebagai bagian dari reaksi drug-induced, urtikaria sering muncul

pada awal terapiimatinib pada pasien dengan angka basofil yang tinggi.

Hal ini terjadi karena pelepasanhistamin dari basofil. Dalam beberapa

kasus terjadi perubahan pigmentasi kulit danmenggelapnya warna rambut.

Ini terjadi karena efek imatinib pada melanosit yang mengekspresikan c-

Kit.

d) Atralgia, myalgia, dan nyeri tulang

Nyeri tulang, persendian, dan otot merupakan efek samping

imatinib yang seringterjadi, walaupun ini tidak cukup berat sampai

diperlukan penghentian terapi. Keadaan inibiasanya berespon terhadap

suplemen kalsium atau kuinin.

24

Page 25: Peran Anti Tirosin Kinase Pada CML

f. Resistensi Imatinib Mesylate

Ketika imatinib efektif pada sebagian besar pasien CML, beberapa pasien

pada fasekronik dan fase lanjut menunjukkan resisten atau intoleran terhadap

imatinib (Jabbour et al.,2008). Ada 3 kriteria respon terhadap terapi imatinib pada

pasien CML, yaitu resisten/gagal,respon suboptimal, dan optimal. Kriteria ini

berdasarkan pada lamanya waktu respon yangberhubungan dengan prognosis

penyakit.17

Tabel 3.1 Kriteria respon terapi pada imatinib.19

Terdapat 2 macam resistensi yang terjadi terhadap imatinib, yaitu

resistensi primer/intrinsik dan sekunder/didapat. Resistensi terhadap imatinib

didefinisikan oleh National Comprehensive Cancer Network (NCCN)

dan LeukemiaNet Guidelines sebagai kegagalan untuk mencapai complete

hematologic response (CHR) dalam 3 bulan, cytogenetic response (CR) dalam 6

bulan, atau major cytogenetic response (MCR) dalam 12 bulan. Rerata resistensi

imatinib berkisar 4% per tahun pada CML yang baru terdiagnosis, tetapi akan

menurun 1-1,5% pada tahun ke 4 sampai 5. Pada pasien yang mencapai

complete cytogenetic response (CCR), rerata resistensinya adalah 1% atau

kurang pada tahun ke 3 sampai 4. Namun sebaliknya, beberapa pasien pada

CML fase lanjut menunjukkan resistensi terhadap imatinib. Perkiraan rerata

resistensi dalam 4 tahun adalah 20% pada akhir fase kronik dan 70-90% pada

fase akselarasi dan krisis blastik. Resistensi sekunder/didapat adalah hilangnya

respon terapi imatinib pada pasien yang sebelumnya berespon.17

Tabel 3.2 Definisi respon19

25

Page 26: Peran Anti Tirosin Kinase Pada CML

Keterangan: RT-PCR = reverse transcriptase polymerase chain reaction

3.3 Dasatinib

Dasatinib (Sprycel®) adalah inhibitor BCR-ABL/Src kinase ganda yang

poten dan merupakan TKI pertama yang diterima di Amerika Serikat dan Eropa

sebagai terapi pasien resisten imatinib dan intoleran imatinib dari semua fase

CML dan Ph+ acute lymphoblastic leukemia (Ph+ ALL). Walaupun targetnya

adalah BCR-ABL, dasatinib secara struktural tidak mirip dengan imatinib dan

berikatan dengan bermacam konformasi dari domain Abl kinase.17

Secara in vitro dasatinib menunjukkan aktivitas 325 lipat lebih kuat dalam

melawan BCR-ABL nativ dibandingkan dengan imatinib, dan menunjukkan

efikasi yang lebih baik melawan semua mutasi BCR-ABL resisten imatinib

dengan perkecualian pada T315I. Dasatinib juga aktif melawan SFKs, c-Kit,

PDGFR, dan reseptor ephrin A.19

26

Page 27: Peran Anti Tirosin Kinase Pada CML

Gambar 3.3 Struktur Kimia Dasatinib

Penelitian fase I dari dasatinib menunjukkan bukti bahwa dasatinib efektif

pada pasien yang intoleran atau resistensi terhadap imatinib dengan durasi respon

yang baik dan memiliki profil keselamatan yang baik juga. Evaluasi klinis dari

penggunaan dasatinib lebih jauh dilakukan dalam program Src/Abl Tirosine

kinase inhibition Activity: Research Trials of dasatinib (START) yang terdiri dari

5 bagian, yaitu START-A, -B, -C, dan –L, serta START-R. Empat START yang

pertama merupakan penelitian besar, multisenter, single-arm, open label pada

pasien CML resisten atau intoleran imatinib fase kronik, fase akselerasi, krisis

blastik, dan ALL Ph+. START-R merupakan penelitian randomisasi yang

mengevaluasi pemberian dasatinib 70 mg 2 kali sehari dan imatinib dosis tinggi

pada pasien-pasien yang sebelumnya tercatat sebagai resisten terhadap

imatinib.17,19

Secara umum program START menunjukkan respon hematologik dan CR

yang lama pada pasien-pasien yang gagal terhadap terapi imatinib dengan alasan

adanya resistensi atau intoleransi. START-C mengevaluasi 288 pasien resisten

imatinib dan 99 pasien intoleran imatinib pada CML fase kronik. Respon yang

dicapai tidak berkaitan dengan adanya dan lokasi mutasi BCR-ABL. Hal

terpenting yang terlihat adalah aktivitas dasatinib tak terbatas hanya pada

subgrupnya, termasuk juga pada pasien dengan mutasi P-loop. Rerata 15 bulan

progression-free survival-nya adalah 88%.19

Tabel 3.3 Ringkasan data dari program START19

27

Page 28: Peran Anti Tirosin Kinase Pada CML

Keterangan: HD =high -dose, NA = not applicable.

Program START juga menunjukkan bahwa dasatinib memiliki profil

keamanan yang baik. Neutropenia dan trombositopenia memang sering terjadi

namun biasanya reversibel dan dapat ditangani secara efektif dengan interupsi

atau reduksi dosisnya. Tosisitas non-hematologik yang terjadi adalah gejala-gejala

gastrointestinal yang ringan sampai sedang (misalnya nausea dan vomitus) dan

retensi cairan. Kejadian efek samping non-hematologik derajat 3 dan 4 terjadi

pada ≤ 5% pasien. Efusi pleura hanya sering terjadi pada pasien dengan fase lanjut

dibanding fase kronik (17% versus 0%), dan dapat ditangani dengan pengurangan

dosis, dan jika perlu dapat diberikan diuretik dan/atau steroid. Yang lebih penting

lagi adalah tidak ada intoleransi silang antara dasatinib dan imatinib.19

Penelitian besar lainnya yang mengevaluasi dasatinib pada pasien CML

fase kronik adalah penelitian 034. Penelitian ini membandingkan pemberian

dasatinib 100 mg/hari, 50mg 2 kali/hari, 140 mg/hari, dan 70 mg 2 kali/hari.

Hasilnya adalah semua rejimen dasatinib dengan dosis seperti diatas menunjukkan

efikasi yang sama. Rejimen 100 mg/hari berhubungan dengan rendahnya kejadian

efusi pleura yang signifikan (7% versus 16%) dan sitopenia derajat 3 atau 4 (33%

versus 42%) jika dibandingkan dengan rejimen 70 mg 2kali/hari. Hasil penelitian

ini menyebabkan perubahan rekomendasi dosis harian untuk pasien CML fase

kronik dari 70 mg 2 kali/hari menjadi 100 mg sekali sehari.19

Dari hasil-hasil penelitian di atas mengindikasikan bahwa pada pasien-

pasien yang resisten atau intoleran terhadap imatinib, penggunaan TKI generasi

kedua seperti dasatinib dapat dipertimbangkan sebagai pilihan terapi ketika SCT

tidak dapat dilakukan.19

3.4 Nilotinib

Nilotinib (Tasigna®) adalah adalah turunan imatinib yang tersedia secara

oral dengan perbaikan spesifisitas yang lebih maju terhadap BCR-ABL

protoonkogen virus. Dalam suatu penelitian preklinis, nilotinib ditemukan

memiliki aktivitas terhadap 32 dari 33 mutasi BCR-ABL yang resisten terhadap

28

Page 29: Peran Anti Tirosin Kinase Pada CML

imatinib, tapi tidak bereaksi terhadap mutasi T3151. Pada analisis farmakokinetik,

nilotinib memiliki T (max) 3 jam. Total waktu paruh dari beberapa dosis harian

adalah 17 jam.

Jalur metabolik utama yang teridentifikasi adalah oksidasi dan

hidroksilasi. Senyawa induknya adalah unsur yang ditemukan beredar di dalam

serum; hasil metabolitnya tidak berkontribusi terhadap aktivitas farmakologi.

Nilotinib adalah inhibitor kompetitif dari sitokrom P450 (CYP) 3A4, CYP2C8,

CYP2C9, dan CYP2D6. Dalam 2 tahap II, studi klinis lengan pendek, nilotinib

ditemukan bermanfaat pada pasien dengan CML yang resisten atau intoleran

terhadap imatinib.2

Secara keseluruhan, 58% pasien CML fase kronik mencapai respon

sitogenetik mayor; 42% respon sitogenetik lengkap; dan 77% respon hematologi

lengkap. Pada 18 bulan, perkiraan tingkat kelangsungan hidup secara keseluruhan

adalah 91%. Pada pasien yang penyakitnya telah berlanjut menjadi fase akut,

nilotinib dihubungkan dengan respon sitogenetik utama sebanyak 32%, respon

sitogenetik lengkap 19%; dan respon hematologi lengkap sebanyak 32%. Pada 12

bulan, diperkirakan 56% pasien tidak memiliki perkembangan penyakit, dan

perkiraan tingkat kelangsungan hidup secara keseluruhan adalag 82%.20

Toksisitas derajat 1 dan 2 yang paling sering ditimbulkan oleh nilotinib

adalah ruam, gatal-gatal, mual, rasa lelah, sakit kepala, konstipasi, diare, dan

muntah. Toksisitas derajat 3 dan 4 yaitu peningkatan bilirubin dan lipase yang

terjadi pada 9% dan 14% pasien, biasanya self-limited dan sembuh secara spontan.

Selain itu juga bisa ditemukan trombositopenia, neutropenia, hiperglikemia, dan

hiperpospatemia pada >10% pasien. Nilotinib dihubungkan dengan pemanjangan

interval QT, dan kematian mendadak.7

FDA menyetujui regimen nilotinib dengan dosis 400 mg yang dimakan

dua kali sehari per oral dalam keadaan perut kosong. Terdapat data preklinik yang

menunjukkan bahwa meskipun berikatan pada sisi yang sama pada target kinase

yang sama, penggunaan kombinasi imatinib dan nilotinib memiliki efek adisi atau

sinergistik sebagai inhibitor ABL-BCR.2

29

Page 30: Peran Anti Tirosin Kinase Pada CML

BAB IV

RINGKASAN

Chronic Myelogenous Leukemia (CML) yang disebut juga sebagai Chronic

Granulocytic Leukemia (CGL) adalah suatu kelainan hemopoiesis klonal yang

disebabkan oleh suatu defek genetik yang didapat dalam sel induk pluripoten, dan

digolongkan sebagai salah satu penyakit mieloproliferatif. Penyakit ini ditandai

oleh adanya translokasi spesifik, t(9;22) (q34 ;q1) yang dikenal sebagai

30

Page 31: Peran Anti Tirosin Kinase Pada CML

kromosom Philadelphia (Ph). Translokasi ini mendekatkan gen ABL (Abelson)

ada di lengan panjang kromosom 9 (9q34) dengan gen BCR (break cluster region)

pada kromosom 22 (22q11) sehingga menghasilkan gen gabungan yang menyandi

protein gabungan BCR-ABL.1,3

Ada beberapa pengobatan yang dapat dilakukan pada pasien CML, antara

lain dengan kemoterapi hidroksiurea, inhibitor tirosin kinase, interferon-α, dan

transplantasi sel induk. Pengobatan CML telah mengalami perubahan yang

dramatis sejak ditemukannya imatinib (Gleevec) pada tahun 2002. Imatinib adalah

suatu inhibitor tirosin kinase yang memblok aktivitas kinase pada protein BCR-

ABL dan menghambat proliferasi progenitor positif kromosom Philadelphia.

Imantinib merupakan salah satu pilihan pengobatan pada penderita CML yang

baru terdiagnosis.2

Imatinib adalah turunan dari 2-phenyl amino pyrimidine  yang berfungsi

sebagai inhibitor spesifik dari sejumlah enzim tirosin kinase sehingga

menyebabkan penurunan aktivitas dari tirosin kinase. Ada banyak enzim tirosin

kinase di dalam tubuh, ternasuk reseptor insulin. Imatinib adalah inhibitor tirosin

kinase yang khusus untuk ABL (the Abelson proto-oncogene), c-kit dan PDGF-R

(platelet-derived growth factor receptor). Beberapa pasien pada CML fase lanjut

menunjukkan resistensi terhadap imatinib. Perkiraan rerata resistensi dalam 4

tahun adalah 20% pada akhir fase kronik dan 70-90% pada fase akselarasi dan

krisis blastik. Resistensi sekunder/didapat adalah hilangnya respon terapi imatinib

pada pasien yang sebelumnya berespon.17

Dasatinib adalah inhibitor BCR-ABL/Src kinase ganda yang poten dan

merupakan TKI pertama yang diterima di Amerika Serikat dan Eropa sebagai

terapi pasien resisten imatinib dan intoleran imatinib dari semua fase CML dan

Ph+ acute lymphoblastic leukemia (Ph+ ALL). Secara in vitro dasatinib

menunjukkan aktivitas 325 lipat lebih kuat dalam melawan BCR-ABL nativ

dibandingkan dengan imatinib, dan menunjukkan efikasi yang lebih baik melawan

semua mutasi BCR-ABL resisten imatinib dengan perkecualian pada T315I.

Dasatinib juga aktif melawan SFKs, c-Kit, PDGFR, dan reseptor ephrin A.19

31

Page 32: Peran Anti Tirosin Kinase Pada CML

Nilotinib adalah adalah turunan imatinib yang tersedia secara oral dengan

perbaikan spesifisitas yang lebih maju terhadap BCR-ABL protoonkogen virus. .

Dalam suatu penelitian preklinis, nilotinib ditemukan memiliki aktivitas terhadap

32 dari 33 mutasi BCR-ABL yang resisten terhadap imatinib, tapi tidak bereaksi

terhadap mutasi T3151.2

DAFTAR PUSTAKA

1. Fadjari, H. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II, edisi . Jakarta:

Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran

Universitas Indonesia.

2. Kaushansky, Kenneth, dkk. 2010. Williams Hematology, 8th edition. New

York: Mc Graw Hill

3. Heslop, Helen E. Leukemia myeloid kronik. In Nelson ilmu kesehatan

anak, editor: Nelson, Waldo E.ed 15 vol 3. Jakarta: EGC;2005 p: 1776-

1777

4. Chabner, Bruce A., Lynch, Thomas J., Longo, Dan L. 2008. Harrison’s

Manual of Oncology. New York: Mc Graw Hill

5. Goldman JM dan Melo JV. Chronic Myeloid Leukemia- advanced in

biology and new approach to treatment. N Engl J Med. 2003: 349 (15):

1451-64.

6. Chronic Myeloid Leukemia available from

http://www.eMedicine.com/hematology/stem cells and disorders.Chronic

Myelogenous Leukemia/ Accessed on May, 14 2011

32

Page 33: Peran Anti Tirosin Kinase Pada CML

7. DeVita, Vincent T., Lawrence, Theodore S., Rosenberg, Steven A. 2008.

DeVita,Hellman, and Rosenberg’s Cancer Principle and Practice of

Oncology. 8th edition. New York: Lippincott Williams & Wilkins

8. Hoffbrand, A.V., Petit, J.E., Moss, P.A.H. 2005. Kapita Selekta

Hematologi Edisi 4. Jakarta: EGC

9. Tkachuk, Douglas C., Hirschmann, Jan V. 2007. Wintrobe’s Atlas of

Clinical Hematology, 1st edition. Toronto: Lippincott Williams & Wilkins

10. Chronic Myeloid Leukemia available from http://www. macmillan.org.uk.

Chronic Myelogenous Leukemia/ Accessed on May, 14 2011

11. Pindolia, V.K. & Zarowitz, B.J. 2002. Imatinib Mesylate, the First

Molecularly Targeted Gene Suppressor.Pharmacotherapy, 22(10):1249-

1265.

12. Scheinfeld N, Schienfeld N (February 2006). "A comprehensive review of

imatinib mesylate (Gleevec) for dermatological diseases". J Drugs

Dermatol 5 (2): 117–22. PMID 16485879.

13. Takimoto CH, Calvo E. "Principles of Oncologic Pharmacotherapy" in

Pazdur R, Wagman LD, Camphausen KA, Hoskins WJ (Eds) Cancer

Management: A Multidisciplinary Approach. 11 ed. 2008.

14. Gambacorti-Passerini CB, Gunby RH, Piazza R, Galietta A, Rostagno R,

Scapozza L (February 2003). "Molecular mechanisms of resistance to

imatinib in Philadelphia-kromosom-positive leukaemias". Lancet

Oncol. 4(2): 75–85. doi:10.1016/S1470-2045(03)00979-

3. PMID 12573349.

15. Deininger MW, Druker BJ (September 2003). "Specific targeted therapy

of chronic myelogenous leukemia with imatinib". Pharmacol. Rev. 55 (3):

401–23.

16. Mauro, M.J. & Druker, B.J. 2001. STI571: Targeting BCR-ABL as

Therapy for CML.The Oncologist, 6:233-238

17. Kantarjian H., Pasquini R.,Hamerschlak N.,Rousselot P.,Holowiecki J.,

Jootar S., et al. Dasatinib or high-dose imatinib for chronic-phase chronic

33

Page 34: Peran Anti Tirosin Kinase Pada CML

myeloid leukemia after failure of first-line imatinib: a randomized phase 2

trial, Journal of The American Society of Hematology 2007;12: 5143-5150

18. Deininger, M.W.N. & Druker B.J. 2003. Spesific Targeted Therapy of

Chronic Myelogenous Leukemia with Imatinib. Pharmacol Rev, 55:401-

423

19. Ramirez, P. & DiPersio, J.F. 2008. Therapy Options in Imatinib

Failures. The Oncologist, 13:424-434

20. Dremer, D.L, Ustun C, Natarajan K., Nilotinib: a second generation

tyrosine kinase inhibitor for the treatment of chronic myelogenous

leukemia: Clin Ther 2008:30(11): 1956-75

34