Peran Akademisi Menghadapi Mea
-
Upload
djufri-rays-pattilouw-new -
Category
Documents
-
view
53 -
download
0
description
Transcript of Peran Akademisi Menghadapi Mea
4 Pilar : ◦ Pasar tunggal dan basis produksi Pergerakan arus
barang, jasa, investasi, tenaga kerja dan modal yang
lebih bebas;
◦ Daya saing dan kemajuan ekonomi;
◦ Pemerataan ekonomi di antara negara ASEAN;
◦ Kawasan ekonomi yang kuat dan terintegrasi dengan
perekonomian global.
Terlihat ada keinginan kuat untuk saling mendukung dalam rangka menciptakan kemajuan bersama, mengurangi kesenjangan, serta meningkatkan daya saing kawasan.
Kendati dilandasi oleh semangat kebersamaan, namun bagaimanapun prinsip ekonomi akan memungkinkan terciptanya high competition di antara sesama negara anggota.
Dalam posisi itu akan berlangsung mobilisasi sumberdaya secara besar-besaran yang bisa berpotensi menimbulkan backwash effect akibat kemampuan dan daya dukung ekonomi di tiap-tiap negara tidaklah sama
Bagi Indonesia sendiri, MEA dapat menjadi
peluang sekaligus tantangan. Melimpahnya SDA,
bonus demografi, dan tingginya pertumbuhan
ekonomi bukanlah suatu jaminan.
Pertumbuhan konsumsi domestik yang tinggi
didukung populasi yang besar menyebabkan
Indonesia akan dijadikan target pasar yang sangat
potensial.
Konsekuensinya bukan hanya pada defisit neraca
perdagangan serta anjloknya devisa negara
namun juga pada produktivitas nasional apabila
produk-produk lokal kalah bersaing.
Comparative advantage telah bergeser dari
keunggulan SDA ke keunggulan
SDM/technological progress.
Bank Dunia kemajuan suatu negara ditentukan
90% dari SDM dan kemajuan iptek, hanya 10%
yang ditentukan dari SDA.
Ini berarti peranan akademisi manjadi factor kunci
Garda terdepan dalam menjaga kedaulatan
ekonomi bangsa.
Perekonomian nasional yang tumbuh impresif
pada dekade 1990-an tak terlepas dari fokus
pemerintah dalam mengembangkan litbang guna
menyokong pertumbuhan industry manufaktur
Jumlah dana litbang Indonesia baru 0,2 persen
dari PNB Malaysa 1%, Taiwan, Korea Selatan
dan Cina sekitar 2 persen, dan Negara maju
mencapai 3 persen.
Di sini terlihat bahwa daya saing ekonomi suatu
negara sangat berkorelasi dengan sejauhmana
negara tersebut konsern terhadap pengembangan
Iptek.
Kemajuan ekonomi Malaysia berawal dari revolusi di
bidang riset. Konsep pembangunan ekonomi yang
bertajuk “ekonomi berbasis pengetahuan” (knowledge
based economy) telah membawa Malaysia menjadi
pusat Industri baru di Asia Tenggara.
Restorasi yang dilakukan kaisar Meiji di bidang
pendidikan telah membawa perubahan besar dalam
kehidupan masyarakat jepang. Tak lebih dari 30 tahun
pasca restorasi Meiji, jepang mampu bertransformasi
dari negara yang terisolasi dan miskin menjadi negara
yang maju dan modern hingga saat ini.
Bagaimana dengan Indonesia?
◦ Pendidikan masih fokus pada mindset
formalistik
◦ Riset belum menjadi bagian yang cukup
penting
◦ Karya-karya intelektual belum cukup
mendapatkan iklim yang kondusif untuk
berkembang
◦ Scopus (2012) Perguruan tinggi yang paling produktif
dalam publikasi ilmiah di Indonesia adalah ITB yakni
sebanyak 2.029 output publikasi.
University of Singapore (Singapura) sebanyak 64.991,
Mahidol University (Thailand) sebanyak 17.414, dan
University of Malaya (Malaysia) sebanyak 16.072 output
publikasi ilmiah.
Peranan akademisi di Indonesia masih sangat rendah
dibanding tiga negara pesaingnya di ASEAN.
Global Competitiveness Report 2013-2014 melaporkan bahwa indeks daya saing global Indonesia berada pada peringkat 38. Sementara Malaysia peringkat 24, Thailand 37 dan Singapura peringkat 2. ◦ Indonesia masih kalah bersaing dengan 3 negara ASEAN
Kendati secara umum berada di peringkat 38, namun variable daya saing pendidikan tinggi masih jauh tertinggal, yakni berada pada peringkat 64, sementara penguasaan teknologi berada di peringkat 75.
Tak heran jika tampilan makro SDM kita masih
diwarnai dengan beberapa masalah krusial: ◦ Masih tingginya jumlah pengangguran terselubung
(disguised unemployment);
◦ Rendahnya produktivitas tenaga kerja akibat didominasi
oleh tenaga tidak terampil;
◦ Meningkatnya jumlah pengangguran terdidik, akibat
ketidaksesuaian antara lulusan perguruan tinggi dengan
kebutuhan pasar kerja.
Persoalan-persoalan tersebut harus mampu diatasi melalui
konsep yang terintegrasi dan holistik Peran akademisi
memegang kunci penting