PENYELESAIN PERKARA WALI ‘ADAL DI PENGADILAN...
Transcript of PENYELESAIN PERKARA WALI ‘ADAL DI PENGADILAN...
PENYELESAIAN PERKARA WALI ‘ADAL
DI PENGADILAN AGAMA CIBINONG
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Hukum Islam (SHI)
Oleh:
ADE PUSPITA SARI
NIM : 104044201456
KONSENTRASI ADMINISTRASI KEPERDATAAN ISLAM PROGRAM STUDI AHWAL AL-SYAKHSHIYAH
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1429/2008
PENYELESAIAN PERKARA WALI ‘ADAL
DI PENGADILAN AGAMA CIBINONG
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum
untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Hukum Islam (SHI)
Oleh:
Ade Puspita Sari
Nim: 104044201456
Di bawah Bimbingan
Pembimbing
Dr. Syahrul A’dam, M.Ag. NIP. 150 299 479
KONSENTRASI ADMINISTRASI KEPERDATAAN ISLAM
PROGRAM STUDI AHWAL AL-SYAKHSHIYAH FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA 1429/2008
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa:
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi
salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di Universitas Islam Negeri
(UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan
sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN)
Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau
merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima
sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah
Jakarta. Jakarta, 21 Agustus
2008
Ade Puspita Sari
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur dipanjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan segala nikmat, rahmat, hidayah dan inayah-Nya kepada penulis sehingga
penulis dapat menyelesaikan tugas penyusunan skripsi ini. Shalawat dan salam
semoga selalu tetap tercurahkan kepada baginda Nabi pembawa perubahan di dalam
segala aspek kehidupan , yaitu Nabi Muhammad SAW beserta keluarganya dan para
sahabatnya dan juga orang-orang yang tetap istiqomah menegakan dinul Islam hingga
akhir zaman.
Skripsi berjudul PENYELESAIAN PERKARA WALI ‘ADAL DI
PENGADILAN AGAMA CIBINONG ini ditulis untuk memenuhi dan sekaligus
melengkapi syarat-syarat dalam mencapai gelar Sarjana Hukum Islam (SHI) pada
fakultas Syari’ah dan Hukum Iniversitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah
Jakarta.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini dapat diselesaikan karena mendapat
bantuan dan motivasi dari berbagai pihak. Untuk itu sebagai ungkapan rasa hormat
yang dalam penulis menyampaikan terimakasih serta penghargaan sedalam-dalamnya
kepada :
1. Dekan Fakultas Syari’ah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta, Prof. Dr. H. M. Amin Suma, SH, MA, MM.
2. Ketua Jurusan Ahwal Al-Syakhshiyah Fakultas Syariah dan Hukum
Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, Drs. H. A. Basiq
Djalil, SH, MH. Dan Sekertaris Jurusan Akhwal Al-Syakhshiyah,
Kamarusdiana, S.Ag., M.Hum. yang selalu memberikan motivasi dan
kemudahan kepada penulis dalam menyelesaikan studi di UIN Jakarta.
3. Dr. Syahrul A’dam, M.Ag., selaku pembimbing skripsi yang telah meluangkan
waktunya untuk memberikan bimbingan, pengarahan serta petunjuk-petunjuk
kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
4. Ketua Pengadilan Agama Cibinong, serta Hakim dan Pegawai Pengadilan
Agama Cibinong yang telah memberikan nasehat dan motivasi kepada penulis
dalam menyelesaikan skripsi ini.
6. Drs.H. Ace Ma’mun, MH. dan Drs. H. Fajri Hidayat, MH., selaku Hakim
Pengadilan Agama Cibinong yang telah sudi penulis ganggu untuk dimintai
waktunya dalam wawancara dan diskusi.
5. Bapak Ibu Dosen UIN Jakarta yang telah memberikan ilmu dan pengarahan
kepada penulis selama menjalani studi di UIN jakarta.
6. Ibu pimpinan dan seluruh karyawan Perpustakaan Fakultas Syariah dan Hukum
serta Perpustakaan Utama UIN Jakarta yang telah memberikan pelayanan
dengan ramah dalam meminjamkan buku-buku yang diperlukan oleh penulis.
7. Kepada keluarga besar Yayasan Al-Ittihad khususnya Ibu Vila, atas bantuannya
baik secara materil dan inmateril selama ini kepada penulis, sehingga penulis
dapat menyelesaikan perkuliaan.
8. Semua teman-teman diskusi konsentrasi Administrasi Keperdataan Islam
Fakultas Syari’ah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta angkatan
2004, terutama kepada Ibu Nursiah, Faridah, Puji, Hanna, Lilis, Tita, Diah,
Iis, Mara, Rijal, Dede dan Kasih. ”Mudah-mudahan jalinan persahabatan ini
tidak akan luntur dikekang waktu dan semoga persahabatan ini bisa terjalin
sampai kapanpun dan dimanapun kita berada”. Amin.
9. Juga kepada semua yang telah mencurahkan ide, memberikan saran, bimbingan
dan bantuan tulus dan ikhlas, maaf penulis tidak bisa menyebutkan satu
persatu, tapi itu tidak mengurangi rasa hormat penulis.
Akhirnya hanya kepada Allah SWT jualah penulis serahkan, semoga Allah
membalas semua kebaikan dengan balasan yang berlipat ganda. Terakhir penulis
berharap semoga kiranya skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis sendiri dan
pembaca pada umumnya. Oleh karen itu, kritik yang sifatnya membangun senantiasa
penulis harapkan untuk kesempurnaan skripsi ini.
Ciputat, 4 Rajab 1429 H 7 Juli 2008 M.
Penulis
DAFTAR ISI
PERSEMBAHAN
ABSTRAK
KATA PENGANTAR................................................................................................vi
DAFTAR ISI.............................................................................................................vii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ..................................................................... 1
B. Pembatasan Dan Perumusan Masalah ................................................ 4
C. Tujuan dan Manfaat............................................................................ 5
D. Kajian Terdahulu ................................................................................ 6
E. Metode Penelitian............................................................................... 8
F. Sistimatika Penulisan.......................................................................... 10
BAB II TINJAUAN TEORITIS TENTANG WALI
A. Pengertian Wali Dan Dasar Hukum Wali Nikah................................ 12
B. Syarat-Syarat Wali.............................................................................. 17
C. Macam-Macam Wali Dalam Pernikahan ........................................... 22
D. Wali ‘Adal .......................................................................................... 28
BAB III DESKRIPSI OBJEK PENELITIAN
A. Letak dan Sejarah Kelahiran ............................................................. 32
B. Wilayah Yuridiksi .............................................................................. 35
C. Susunan Pengadilan............................................................................ 41
D. Data Perkara Yang Diterima Dan Diputus Tiga Tahun Terakhir....... 44
BAB IV ANALISIS DAN PENGELOLAAN DATA
A. Data Permohonan Penetapan Wali ‘Adal Tiga Tahun Terakhir ........ 45
B. Prosedur Penetapan Permohonan Wali ‘Adal .................................... 45
C. Kasus Posisi....................................................................................... 54
D. Analisis Penyelesaian Perkara Wali ‘Adal........................................ 61
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan......................................................................................... 65
B. Saran ................................................................................................... 66
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................. 67
LAMPIRAN ............................................................................................................ 75
ABSTRAK
Ade Puspita Sari : Penyelesaian Perkara Wali ‘Adal Di Pengadilan
Agama Cibinong, dibimbing oleh: Dr. Syahrul A’dam, M.Ag.
Perkawinan merupakan rahmat dan karunia Allah yang sangat besar. Allah
menciptakan manusia di dunia ini berpasang-pasangan yaitu pria dan wanita dengan
dilengkapi rasa cinta, kasih dan sayang di antara keduanya. Untuk menghalalkan
hubungan kedua insan tersebut Allah memerintahkan keduanya untuk melangsungkan
pernikahan agar dapat melestarikan keturunannya.
Di Indonesia hukum yang mengatur mengenai perkawinan terdapat di dalam
Undang-undang No.1 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Hukum Perkawinan dan
Kompilasi Hukum Islam (KHI). Di dalam suatu perkawinan doa orang tua dari kedua
orang tua sangatlah penting, terlebih izin dari orang tua mempelai wanita. Karena
wanita memerlukan wali di dalam melangsungkan perkawinan sebagaimana salah
satu syarat sahnya suatu perkawinan. Namun apabila orang tua menolak untuk
memberikan izin dengan alasan yang tidak jelas, padahal calon mempelai pria telah
memenuhi syarat-syarat yang telah ditentukan terlebih pria beragama Islam, maka
wanita tersebut dapat mengajukan permohonan ke Pengadilan Agama apabila jalan
kekeluargaan tidak dapat di tempuh. Pengajuan permohonan ini dilakukan untuk
memperoleh penetapan wali ‘adal /enggannya seorang wali. Hal ini dilakukan agar
wanita tersebut tetap dapat melangsungkan perkawinan dengan wali hakim sebagai
walinya dan pernikahan tersebut sah dalam hukum negara dan hukum Islam.
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang Masalah
Suatu kenyataan dalam keberadaan makhluk hidup di bumi adalah terdiri
dari dua jenis laki-laki dan perempuan. Kedua jenis makhluk hidup itu baik segi
fisik maupun dari segi psikis mempunyai sifat-sifat berbeda. Namun secara
biologis kedua jenis makhluk tersebut saling membutuhkan, sehingga mereka
menjadi berpasang-pasangan atau berjodohan, yang secara harfiah di sebut
perkawinan: “Perkawinan merupakan salah satu sunnah yang umum berlaku pada
semua makhluk Tuhan baik bagi manusia, hewan maupun tumbuh-tumbuhan.1
Allah SWT tidak mau manusia seperti makhluk lain yang hidupnya bebas
mengikuti nalurinya dan berhubungan antara jantan dan betina secara anarki tanpa
adanya suatu aturan. Tetapi demi menjaga martabat dan kehormatannya, Allah
SWT adakan perinsip-perinsip dan hukum yang sesuai martabatnya sehingga
hubungan pria dan wanita diatur secara terhormat didasarkan saling ridho-
meridhoi dengan ucapan ijab kabul2 sebagai lambang dari adanya rasa ridho-
1 M. Tholib, 40 Petunjuk Menuju Perkawinan Islami, (Bandung : Irsyad Baitu Salam),
1995, h. 21. 2 Ijab kabul adalah ikrar yang menyatakan kerelaan dan keinginan dari calon suami dan
istri untuk mengikatkan diri masing-masing dalam pernikaahan. Ijab adalah pernyataan pihak pertama dari salah satu pihak. Qabul adalah penerimaan sepenuhnya dari pihak ke dua atas pihak pertama.
meridhoi serta dihadiri oleh para saksi yang menyaksikan bahwa sepasang pria
dan wanita itu saling terikat.
Dengan pernikahan manusia akan berkembang biak sehingga kehidupan
umat manusia dapat dilestarikan. Sebaliknya tanpa pernikahan regenerasi akan
terhenti, kehidupan manusia akan terputus dan duniapun akan sepi dan tidak
berarti.
Akan tetapi diketahui bahwa kedua belah pihak melangsungkan
perkawinan terlebih dahulu harus ada persetujuan yang bebas dari kedua orang
tua ataupun kedua belah pihak yang akan mengadakan perkawinan yang telah
disepakati karena menurut syari’at Islam perkawinan merupakan ikatan
persetujuan atas dasar keridhoan kedua belah pihak yang dilakukan oleh pihak
wali perempuan maupun wakilnya.
Namun dalam pelaksanaannya perkawinan tidak menutup kemungkinan
adanya ketidaksetujuan dari pihak perempuan. Dalam hal ini ayah kandung dari
wanita tersebut untuk menjadi wali nikah dengan berbagai alasan padahal pihak
laki-laki telah memenuhi syarat-syarat yang telah ditentukan dan tidak ada
halangan hukum bagi mereka untuk menikah terlebih antara mereka berdua tidak
ada unsur paksaan dari pihak manapun. Hal ini murni dari keinginan mereka
berdua karena adanya rasa cinta dan kasih sayang dari keduanya.
Hadirnya wali dalam sebuah pernikahan merupakan suatu rukun dalam
sebuah pernikahan sehinggga apabila tidak ada wali maka pernikahan itu dapat
dianggap tidak sah. Menurut Kompilasi Hukum Islam ditentukan rukun dan syarat
perkawinan, dalam pasal 14 disebutkan bahwa untuk melaksanakan perkawinan
harus ada : calon suami, calon istri, wali nikah, dan dua orang saksi, dan ijab
kabul.3
Tertarik terhadap masalah diatas maka Penulis akan mencoba mengangkat
permasalahan dan menuangkannya dalam tulisan yang diberi judul
“PENYELESAIAN PERKARA WALI ‘ADAL DI PENGADILAN AGAMA
CIBINONG”
Pembatasan dan Perumusan Masalah
Pembatasan Masalah
Mengingat banyaknya kasus mengenai wali yang enggan menikahkan
(wali‘adal) yang terjadi di masyarakat beberapa daerah dan atas pertimbangan
terbatasnya waktu, biaya dan tenaga yang dimiliki, dengan ini penulis
membatasi diri untuk meneliti dan mengkaji suatu kasus yang berhubungan
dengan wali ‘adal yang terjadi di lingkungan Pengadilan Agama Cibinong.
Perumusan Masalah
Ketentuan wali dalam pelaksanaan suatu pernikahan adalah
merupakan salah satu rukun sebuah pernikahan. Kenyataannya kadang terjadi
pernikahan tanpa persetujuan wali dimana akhirnya pihak-pihak yang ingin
menikah terpaksa mencari wali dalam koridor yang dibenarkan oleh hukum
3 Departemen Agama R.I, Undang-undang No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan
dan Peraturan Pemerintah No. 9 tahun 1975 serta Kompilasi Islam di Indonesia, ( Jakarta: Direktorat Jendral Agama Islam, 2004. h. 132.
Islam. Oleh karena itu penulis terpokus untuk mengetahui status perkawinan
seorang wanita yang tidak mempunyai wali (wali ‘adal).
Berdasarkan permasalahan di atas, maka dapat dikemukakan beberapa
perumusan masalah yang dapat dirinci dalam bentuk pertanyaan sebagai
berikut:
1. Bagaimana status pernikahan wanita bila walinya menolak menikahkan
(‘adal) ?
2. Faktor-faktor apa saja yang menyebabkan timbulnya wali yang menolak
untuk menikahkan (‘adal ) ?
3. Bagaimana cara penyelesaian apabila terjadi wali yang menolak
menikahkan (‘adal ) ?
Tujuan Dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian:
a. Untuk mengetahui status pernikahan wanita bila walinya menolak
menikahkan anaknya.
b. Untuk memberikan gambaran dan uraian mengenai faktor yang
menyebabkan timbulnya wali yang menolak untuk menikahkan.
c. Untuk memberikan gambaran atau uraian cara penyelesaian apabila terjadi
wali yang enggan menikahkan.
2. Manfaatnya Penelitian:
a. Kegunaan akademik untuk memenuhi satu syarat guna memperoleh gelar
S1 dalam bidang Hukum Islam.
b. Pengembangan dan pengaktualisasian dalam konteks Hukum Islam
(Syariah) umumnya dan Hukum Perkawinan pada khususnya.
c. Sumbangsih kepada masyarakat dalam memberikan pemahaman tentang
wali ‘adal.
Kajian Terdahulu
Wali merupakan salah satu rukun sebuah pernikahan sehingga wali
menjadi salah satu hal yang sangat penting. Permasalahan-permasalahan tentang
wali juga kadang kita temui di masyarakat. Dalam review terdahulu penulis
meringkas skripsi yang ada kaitannya dengan wali. Dalam khazanah penelitian
hanya sedikit yang membahas wali diantaranya adalah:
1. Lukmanul Hakim (NIM. 0044219380). Pengangkatan Wali Hakim Bagi Anak
Perempuan Yang Dilahirkan Diluar Nikah (Studi Kasus di KUA Kebayoran
Baru). Skripsi ini membahas tentang pengangkatan wali hakim karena alasan
bahwa pihak wanita tidak mempunyai wali karena merupakan anak luar nikah
yang mengakibatkan terputusnya hubungan nasab antara wali (ayahnya).
Sehingga wali hakimlah yang menikahkan. Bagi anak perempuan yang
dilahirkan di luar nikah hanya memiliki hubungan dengan ibunya saja.
2. Neneng Soraya (NIM. 0043219201). Kedudukan Wali Nikah Menurut KHI
Dan Mazhab Empat. Skripsi ini membahas tentang masalah wali secara umum
menurut KHI dan beberapa pandangan mazhab empat. Di jelaskan bahwa
terdapat perbedaan mengenai kedudukan wali dalam pernikahan menurut
beberapa mazhab. Manurut jumhur ulama nikah tanpa wali adalah tidak sah.
Sedangkan menurut mazhab Hanafi, wali tidak termasuk salah satu syarat
sahnya suatu pernikahan. Sedangkan menurut Kompilasi Hukum Islam wali
merupakan rukun dari suatu perkawinan sehingga apabila dalam suatu
pernikahan tidak ada wali dari pihak wanita maka secara otomatis pernikahan
itu adalah tidak sah.
3. Neng Irma Purnamasari (NIM. 10204422512). Wali Angkat Dalam
Pernikahan Presfetif Fiqih. Skripsi ini menerangkan tentang pernikahan yang
dilakukan oleh wali angkat presfektif fiqih yang terjadi di Desa Cibening
Kecamatan Pamijahan Bogor. Menjelaskan tentang hukum perkawinan yang
diwakilkan oleh wali angkat dalam pernikahan anak angkatnya adalah
dilarang atau tidak boleh, karena wali menyangkut dalam rukun nikah. Jika
memang keluarga kandung si anak yang berhak menjadi wali tidak ada atau
tidak diketahui keberadaannya dari urutan pertama sampai akhir maka hak
perwalian diserahkan kepada wali hakim. Bapak angkat dapat menjadi wakil
wali nasab bila bapak kandung si anak masih hidup tetapi tidak memenuhi
syarat menjadi wali dengan ketentuan ada keikhlasan dari wali nasab.
4. Lukman Hakim (NIM. 0044219379). Status Wali Nikah bagi Anak
Perempuan yang Berbeda Agama Dengan Bapak Kandung. Skripsi ini
membahas tentang hukum haramnya perwalian beda agama sehingga
pernikahannya adalah fasid atau tidak sah, karena Islam telah tegas tentang
perwalian dan urutan-urutan perwalian jika terjadi, maka yang menikahkan
harus mencari saudaranya berdasarkan urutan wali yang masih muslim.
Apabila saudaranya yang boleh menjadi wali tidak ada yang muslim maka
bisa mengangkat wali hakim.
Di samping karya-karya yang disebutkan di atas yang membahas
tentang wali, menurut pengamatan penulis bahwa belum dijumpai karya
ilmiah yang membahas secara langsung tentang wali ‘adal secara detail.
Skripsi ini akan memperdalam permasalahan wali ‘adal menyangkut status
pernikahan wanita yang walinya menolak menikahkan dan proses
penyelesaian yang harus ditempuh apabila terjadi permasalahan tersebut
ditambah lagi menyangkut pemaparan beberapa kasus-kasus yang terjadi di
masyarakat sehingga inilah yang membuat tulisan ini memiliki karakteristik
dan nuansa tersendiri yang pada akhirnya membedakan tulisan ini dengan
karya-karya sebelumnya.
Metode Penelitian
Metode penelitian yang akan digunakan oleh penulis dalam
menyelesaikan skripsi ini adalah metode-metode yang umumnya berlaku dalam
penelitian, yaitu :
1. Jenis Penelitian
Dalam skripsi ini penulis menggunakan jenis penelitian lapangan (field
research) dan juga menggunakan penelitian kepustakaan (library research).
2. Pendekatan Penelitian
Untuk memperoleh data yang berkaitan dengan permasalahan yang
diangkat maka dalam penulisan skripsi ini menggunakan pendekatan kualitatif
dengan metode deskriptif. Menurut Bodgan dan Taylor metode kualitatif
merupakan prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata
tertulis atau lisan dari orang-orang atau prilaku yang.4
3. Jenis Data
Jenis data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah :
a. Data Primer yaitu data-data yang diperoleh langsung dari sumbernya,
dalam hal ini data yang akan diperolah berasal dari para informan yang
terdiri dari hakim yang berwenang menangani kasus wali ‘adal dan
putusan penetapan kasus wali ‘adal .
b. Data Skunder yaitu data-data yang memberikan penjelasan mengenai data
primer yang mencakup dokumen-dokumen resmi, buku-buku dan
literatur-literatur yang berhubungan dengan wali ‘adal.
4. Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang akan digunakan dalam penelitian ini
adalah:
a. Studi Dokumentasi (library Research)
Penulis melakukan pengumpulan data dengan cara menelusuri
buku-buku dan literature yang berhubungan dengan permasalahan yang
dibahas.
4 Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung : PT. Remaja
Rosdakarya, 2004), Ce Ke-18, h. 3.
b. Wawancara
Penulis mencoba melakukan penelitian melalui wawancara dengan
pihak-pihak terkait guna memperoleh informasi tentang wali yang
menolak menikahkan. Pihak-pihak yang diwawancarai penulis adalah
hakim yang berwenang terhadap permasalahan ini yaitu hakim Pengadilan
Agama Cibinong.
5. Metode Pengelolaan
Pengelolaan data dilakukan dengan cara pertama mengedit data yaitu
memeriksa data yang terkumpul, apakah jawaban-jawaban dari pertanyaan
yang diajukan dalam wawancara sesuai atau tidak dengan yang dibutuhkan.
Kedua, mengklasifikasikan data berdasarkan masing-masing permasalahan
yang dirumuskan.
Dari data yang diperoleh selanjutnya diolah dan di analisis secara
kualitatif artinya menjabarkan dengan bahasa penulis sendiri sehingga
menghasilkan kesimpulan dengan menggunakan uraian kalimat yang mudah
dimengerti.
Sistematika Penulisan
Dalam penulisan ini, penulis mengadakan penulisan yang secara
keseluruhan bab terbagi menjadi lima bab dan tiap bab terbagi lagi kedalam
beberapa sub bab yang lebih kecil. Adapun pembagiannya sebagai berikut.
BAB I PENDAHULUAN
Dalam bab ini terdiri dari latar belakang masalah, pembatasan
masalah, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian,
kajian terdahulu, metode penelitian, dan sistimatika penulisan.
BAB II TINJAUAN TEORITIS TENTANG WALI
Dalam bab ini berisi pengertian wali dan dasar hukum wali
nikah, syarat-syarat wali, macam-macam wali dalam
pernikahan, dan wali ‘adal.
BAB III DESKRIPSI OBJEK PENELITIAN
Dalam bab ini berisi tentang gambaran umum Pengadilan
Agama Cibinong yang meliputi letak dan sejarah kelahiran,
wilayah yuridiksi, susunan Pengadilan Agama Cibinong dan
data perkara yang diterima dan diputus tiga tahun terakhir di
Pengadilan Agama Cibinong.
BAB IV ANALISIS DAN PENGELOLAAN DATA
Dalam bab ini berisi tentang data yang didapatkan penulis
mengenai banyaknya orang yang mengajukan permohonan
penetapan wali ‘adal pada tiga tahun terakhir, prosedur
pemohonan yang dilaksanakan di Pengadilan Agama Cibinong,
kasus posisi dan analisis penulis tentang penyelesaian perkara
wali ‘adal.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
Dalam bab ini penulis akan mengemukakan kesimpulan dari
semua uraian yang telah penulis buat, selanjutnya penulis juga
akan memberikan sumbang saran sesuai dengan kemampuan
ilmu yang penulis miliki untuk menyelesaikan permasalahan
yang terjadi.
PERSEMBAHAN
Skripsi ini saya persembahkan kepada :
Kedua Orang Tua (Alm) Ayahanda M Romli dan Ibunda Zaenab; untuk segala doa, cinta, kasih sayang, didikan, kepercayaan dan pengorbanan.
Kepada Keluarga besarku: Ibu Indah (Almh), Abang, Teh Sri, Teh
Anduy, Bang Nanang, Teh Iyam, Mas Toto, Teh Dadah, Om Rudi, Teh Ine, Om Heru, Elly, dan adiku Fitri; untuk segala doa dan semangat
yang selalu mengalir untukku
Kepada keponakan-keponakanku: Indah, Nova, Bagus, Ijal, Dede Fajar, Cha-Cha, Faruq, Dzaki; untuk senyum yang selalu kalian suguhkan.
Kepada Guru, Dosen, Teman, Sahabat, Saudara, Senior, dan Adik-adik;
untuk segenap tetes pengetahuan, ilmu, inspirasi, kesetiaan, kebaikan, bantuan , bimbingan dan pengalaman.
BAB III
DESKRIPSI OBJEK PENELITIAN
A. Letak dan Sejarah Pengadilan Agama5
Pengadilan Agama Cibinong berkedudukan di Jalan Bersih Komplek
Pemda Kecamatan Cibinong Kabupaten Bogor, Tlp. (021) 87907651, Fax. (021)
87907651. Gedung PA Cibinong dibangun diatas tanah seluas 1650 m dengan
luas bangunan tanah 419,70 m. terdiri dari 2 lantai yang dibangun pada tahun
2002 dengan keadaan gedung kantor yang demikian besar dan volume pekerjaan
5 Profil Pengadilan Agama Cibinong, (Cibinong : 2007), h.3.
yang cukup padat, begitu pula dengan karyawan yang berjumlah 39 orang di
tambah dengan pegawai honorer 4 orang maka kantor itu cukup memadai.
Sejarah kelahiran PA Cibinong erat kaitannya dengan sejarah
pembentukan PA pada umumnya di seluruh Indonesia khususnya di daerah
Bogor Jawa Barat. Dasar hukum pembentukan Pengadilan Agama Cibinong
adalah berdasarkan Kepres No. 85 Tahun 1996 tentang pembentukan 9 (sembilan)
Pengadilan Agama.
Pengadilan Agama Cibinong terbentuk sejalan dengan perjalanan singkat
Kabopaten Bogor pada tahun 1075, dimana pemerintahan pusat mengintruksikan
bahwa Kabupaten Bogor harus memiliki pusat pemerintahan wilayah Kabupaten
sendiri dan pindah dari pusat pemerintahan Kota Madya Bogor. Atas dasar
tersebut, Pemerintah Tingkat II Bogor mengadakan penelitian di beberapa
wilayah Kabupaten Daerah Tingkat II Bogor untuk dijadikan sebagai calon Ibu
Kota sekaligus berperan sebagai pusat pemerintahan. Alternatif lokasi yang akan
dipilih diantaranya adalah Ciawi (Rancamayu) Leuwiliang, Parung, dan
Kecamatan Cibinong (desa Tengah), maka dari hasil penelitian tersebut sidang
Pleno DPRD Kabupaten daerah Tingkat I Bogor pada tahun 1980 ditetapkan
bahwa calon Ibu Kota Kabupaten Daerah Tingkat II Bogor terletak di Desa
Tengah Kecamatan Cibinong.
Penetapan calon Ibu Kota diusulkan kembali ke Pemerintahan Pusat dan
mendapat persetujuan serta dikukuhkan dengan Peraturan Pemerintah No. 6 tahun
1982 yang menegaskan bahwa Ibu Kora Pusat Pemerintahan Kabupaten Daerah
Tingkat II Bogor berkedudukan di Desa Tengah Kecamatan Cibinong di wilayah
Kabupaten Daerah Tingkat II Bogor. Atas dasar tersebut Pengadilan Agama
Cibinong dibentuk berdasarkan Kepres No. 85 Tahun 1996 tanggal 1 November
1996 dimana pengoprasiannya diresmikan oleh Bapak Direktur DIRBIN
BAPERA ISLAM pada tanggal 25 Juni 1997.
Adapun dasar hukum pembentukan daerah tingkat II di wilayah
Pengadilan Agama Cibinong Kabupaten Bogor adalah :6
1. Peraturan Pemerintah No.2 Tahun 1995 tentang perubahan batas wilayah
Kota Madya dan Kabupaten Daerah Tingkat II Bogor
2. Keputusan Mentri Dalam Negeri No. 49 tahun 1989 tentang Pedoman
perubahan Batas Wilayah Kota Madya daerah Tingkat II Bogor.
3. Keputusan DPRD Kabupaten Daerah Tingkat II Bogor No.
650/03/KPTS/DPRD/1986 tanggal 3 Juli 1986 tentang Persetujuan Prinsip
Terhadap Rencana Perluasan Wilayah Kota Madya Daerah Tingkat II Bogor.
4. Surat Keputusan Pimpinan DPR tanggal 12 Oktober Kabupaten Daerah
Tingkat II Bogor No. 650/SK.Pem.21/DPRD/1990 tanggal 12 Oktober 1990
tentang Persetujuan Pengembangan Bogor Raya.
5. Kesepakatan bersama antara Pemerintah Kota Madya Daerah Tingkat II
Bogor dan Kabupaten Daerah Tingkat II Bogor.
Visi dan Misi Pengadilan Agama Cibinong 7
6 Ibid., h. 6 7 Ibid., h. 6-7
1. Visi Pengadilan Agama Cibinong adalah mewujudkan citra dan wibawa serta
kemandirian Pengailan Agama Cibinong dalam melaksanakan tugas pokok
dan kewenangannya sebagai Peradilan negara yang sejajar dengan peradilan
lainnya, bermartabat dan dihormati demi tegaknya hukum dan keadilan,
ketertiban dan kepastianh hukum di tengan masyarakat Kabupatn Bogor yang
religius menuju terlaksananya syariat Islam yang evektif.
2. Misi Pengadilan Agama Cibinong adalah
a. Pemberdayaan peran, kedudukan dan kewenangan Peradilan Agama
sebagai Peradilan Negara dan sebagai lembaga penegak hukum agar lebih
mampu dalam memberikan pelayanan hukum dan kedilan terhadap
masyarakat melalui putusan yang berkwalitas.
b. Pembinaan moralitas dan pengangkatan profesionalisme sumber daya
aparatur Peradilan Agama, sarana dan prasarana penegakan hukum.
c. Pengembangan budaya dan kepastian hukum sehingga mampu
menberikan kontribusi positif dalam membangum masyarakat yang
religius berdasarkan syari’at Islam.
B. Wilayah Yuridiksi
Wilayah yuridiksi dimaksud di dalam pembahasan ini bermuara pada
istilah memeriksa, memutuskan dan menyelesaikan suatu perkara bagi
pengadilan. Dalam istilah “kewenangan” sinonim dari kata “ kekuasaan”. Adapun
yang dimaksud kewenangan dan kekuasaan itu terdapat dalam HIR yang dikenal
dengan istilah kompetensi.
Adapun pembahasan kopetensi ini terbagi pada dua aspek, yaitu:
1. Kopetensi absolut, yaitu kewenangan atau kekuasaan Pengadilan yang
berhubungan dengan jenis perkara atau jenis Pengadilan perkara atau
tingkatan Pengadilan, dalam perbedaannya dengan jenis perkara atau jenis
Pengadilan atau Pengadilan lainnya8. Pada UU No. 3 Tahun 2006 jo UU No. 7
Tahun 1989 tentang Peradilan Agama disebutkan BAB III mengenai
Kekuasaan Pengadilan pasal 29 yang berbunyi : “Pengadilan Agama bertugas
dan berwenang memeriksa, dan menyelesaikan perkara di tingkat pertama
antara orang-orang yang beragama Islam di bidang :
a. Perkawinan;
b. Waris;
c. Wasiat;
d. Hibah;
e. Wakaf;
f. Zakat;
g. Infaq;
h. Shadaqoh;
i. Ekonomi syariah;
Semua kompetensi yang disebutkan di atas diatur berdasarkan Undang-
undang Perkawinan, Kewarisan dan Perwakafan yang berlaku, yaitu berdasarkan
8 H. Roihan A. Rasyid, Hukum Acara Peradilan Agama, (Jakarta : Rajawali Pers,
1991), Cet ke- 1, h. 27.
Undang-undang Perkawinan, Peraturan Pemerintah dan Kompilasi Hukum Islam
(KHI). Adapun pelaksanaan tugas-tugas pokok-pokok ini pembinaannya
dilakukan oleh Mahkamah Agung.
Khusus mengenai bidang perkawinan, maka dalam penjelasan pasal 49
ayat (2) UU No. 3 tahun 2006 jo. No.7 tahun 1989 tentang Peradilan Agama yang
dimaksud dengan perkawinan antara lain adalah:
a. izin beristri lebih dari seorang;
b. izin melangsungkan perkawinan bagi orang yang belum berusia 21 tahun,
dalam hal orang tua wali, atau keluarga dalam garis lurus ada perbedaan
pendapat;
c. dispensasi perkawinan;
d. pencegahan perkawinan;
e. penolakan perkawinan oleh Pegawai Pencatat Nikah;
f. pembatalan perkawinan;
g. gugatan kelalain atas kewajuban suami dan istri;
h. perceraian karena talak;
i. gugatan percerain;
j. penyelesaian harta bersama;
k. penguasaan anak-anak;
l. ibu dapat memikul biaya pemeliharaan dan pendidikan anak bilamana
bapak yang seharusnya bertanggung jawab tidak mematuhinya;
m. penentuan kewajiban memberi biaya penghidupan oleh suami kepada
bekas istri atau penentuan suatu kewajiban bagi bekas istri.
n. putusan tentang sah tidaknya seorang anak;
o. putusan tentang pencabutan kekuasaan orang tua;
p. pencabutan kekuasaan wali;
q. penunjukan orang lain sebagai wali oleh pengadilan dalam hal
kekuasaan seorang wali dicabut;
r. penunjukan seorang wali dalam hal belum cukup umur (delapan
belas)tahun yang ditinggal kedua orang tuanya;
s. pembentukan kewajiban ganti kerugian atas harta benda anak yang ada di
bawah kekuasaannya;
t. penetapan asal usul seorang anak dan penetapan pengangkatan anak
berdasarkan hukum Islam;
u. putusan tentang hal penolakan pemberian keterangan untuk melakukan
perkawinan campuran;
v. pernyataan tentang sahnya perkawinan yang terjadi sebelum undan-
undang No. 7 tahun 1974 tentang Perkawinan dan dijalankan menurut
peraturan lain
3. Kompetensi relatif, yaitu kewenangan atau kekuasaan untuk memeriksa,
memutuskan dan menyelesaikan suatu perkara bagi pengadilan yang
berhubungan dengan wilayah atau domisili pihak-pihak pencari keadilan. Hal
demikian tersebut terdapat pada ketentuan sebagai berikut :
a. HIR pasal 118 ayat (1 s/d 4) / 142 R.B.g dan
b. UU No. 3 Tahun 2006 jo UU No. 7 Tahun 1989 tentang Undang-Undang
Peradilan Agama Pasal 66 ayat (1 s/d 5) dan pasal 73 ayat (1 s/d 3 )
tentang kompetensi relatif. Adapun kompetensi relatif Pengadilan Agama
Cibinong adalah melingkupi 39 wilayah kecamatan, 423 Desa dan 7
Kelurahan. Wilayah kecamatan terdiri dari desa dan kelurahan sebagai
berikut:9
1) Kecamatan Ciawi 13 Desa
2) Kecamatan Cisarua 9 Desa
3) Kecamatan Caringin 11 Desa
4) Kecamatan Cijeruk 12 Desa
5) Kecamatan Taman Sari 18 Desa
6) Kecamatan Ciomas 11 Desa
7) Kecamatan Cibinong 12 Desa
8) Kecamatan Dramaga 10 Desa
9) Kecamatan Gunung Putri 10 Desa
10) Kecamatan Citeureup 12 Desa
11) Kecamatan Babakan Madang 3 Desa
12) Kecamatan Sukaraja 13 Desa
13) Kecamatan Mega Mendung 10 Desa
14) Kecamatan Suka Makmur 14 Desa
15) Kecamatan Jonggol 12 Desa
16) Kecamatan Cileungsi 9 Desa
17) Kecamatan Kelapa Nunggal 20 Desa
18) Kecamatan Cariu 9 Desa
19) Kecamatan Parung 10 Desa
9 Profil Pengadilan Agama Cibinong, h.10-11
20) Kecamatan Ciseeng 9 Desa
21) Kecamatan Kemang 16 Desa
22) Kecamatan Bojong Gede 6 Desa
23) Kecamatan Ranca Bungur 10 Desa
24) Kecamatan Gunung Sindur 19 Desa
25) Kecamatan Leuliang 15 Desa
26) Kecamatan Pamijahan 13 Desa
27) Kecamatan Rumpin 15 Desa
28) Kecamatan Cibungbulang 19 Desa
29) Kecamatan Ciampea 15 Desa
30) Kecamatan Jasinga 9 Desa
31) Kecamatan Tenjo 11 Desa
32) Kecamatan Parung Panjang 11 Desa
33) Kecamatan Nanggung 9 Desa
34) Kecamatan Sukajaya 9 Desa
35) Kecamatan Cigudeg 15 Desa
36) Kecamatan. Leuisedang 8 Desa
37) Kecamatan Tajur Halang 7 Desa
38) Kecamatan Tenjolaya 57 Desa
39) Kecamatan Cigombong 8 Desa
C. Susunan Pengadilan Agama CIbinong
Adapun susunan Pengadilan Agama Cibinong adalah sebagai berikut:10
1. Pegawai Teknis
a. Daftar Nama Hakim di Pengadilan Agama Cibinong
No. Nama Jabatan
1 Drs. H. Arief Saefuddin, S H Hakim / Ketua
2 Drs. Chazim Maksalina, MH Hakim / Wakil
3 Drs. Ahmad Dimyati, AR Hakim
4 Drs. Ismet Ilyas, SH Hakim
5 Drs. Yusran Hakim
6 Drs. Abdul Hamid Mayeli, SH Hakim
7 Drs. Ace Ma’mun Hakim
8 Drs. Ace Ma’mun Hakim
9 Dra. Hj. Nuroniah, SH Hakim
10 Dra. Luluk Arifah Hakim
11 Drs. H. Fajri Hidayat Hakim
12 Dra. Ida Nursaadah, SH Hakim
13 Dra. Fauziah Hakim
14 Drs. Muslikin, MH Hakim
10 Profil Pengadilan Agama Cibinong, h.14-15.
b. Daftar Nama Tenaga Kepaniteraan Pengadilan Agama Cibinong11
No Nama Jabatan
1 Nanang Patoni, SH Panitera
2 Aswadi, S.Ag Wakil Panitera
3 Sumaryati, SH Wakil Sekertaris
4 Nuryani, S. Ag PanMud Hukum
5 Nani Nuuraeni PanMud Permohonan
6 A. Saepurrahman, BA PanMud Gugatan
7 Dra. Barkah Salim Panitera Pengganti
8 Rahmat Fiemansyah Panitera Pengganti
9 Drs. Nanang Juanda Panitera Pengganti
10 Dra. Siti Mariam Adam Panitera Pengganti
11 Suryadi, S.ag Panitera Pengganti
12 Hidayah, S.Ag Panitera Pengganti
2. Daftar Nama Tenaga Kejurusitaan Pengadilan Agama Cibinong
No Nama Jabatan
1 Aceng Nasrudin, SHI Juru sita
2 Holid, SH Juru sita
3 Iskandar Fuadi Juru sita
11 Ibid.,
4 Firmansyah Maruyuana Juru sita
5 Emon Kusman, SH Juru sita
3. Pegawai Administrasi12
Daftar Nama Pegawai Tenaga Administrasi PA Cibinong
No Nama Jabatan
1 Sumaryati, SH Wakil Sekertaris
2 Supartini, SH Kasubag. Kepegawaian
3 Holid, SH Kasubag Keuangan
4 Emon Kusmon, SH Kasubag. Umum
5 Firmansyah Mariyuana Bendahara
6 Hilda Fitriyanti, SH Pengadministrasian Keuangan
7 Iskandar FuadiPengadministrasian Perkara
Gugatan
8 Dicky Mulyawarman, AmdPengadministrasian Perkara
Permohonan
12 Ibid.,
Struktur Organisasi PA Cibinong
D. Perkara Yang Diterima Dan Diputus Oleh Pengadilan Agama Cibinong
Sejak Tiga Tahun Terakhir (2005, 2006, 2007)
Berdasarkan data yang diperoleh dari Pengadilan Agama Cibinong
perkara yang diterima dan yang diputus oleh Pengadilan Agama Cibinong selama
kurun waktu tiga tahun, yaitu dari tahun 2005 sampai 2007 sebanyak 2.523 kasus
yang diterima dan 2.464 kasus yang diputus. Sebagaimana tabel dibawah ini:
Tabel I
Perkara yang Diterima dan Diputus PA Cibinong Tiga Tahun Terakhir
No. Tahun Jumlah Perkara
Yang Masuk
Jumlah Perkara
Yang di Putus
1 2007 1.005 952
2 2006 775 778
3 2005 743 734
Jumlah 2.523 2.464
Sumber : Laporan Tahunan PA Cibinong
Tahun 2005-2007
Dari banyaknya kasus yang diterima dan diputus di Pengadilan Agama
Cibinong perkara yang lebih mendominasi adalah perkara perceraian. Jumlah perkara
perceraian yang diterima PA Cibinong sejak tiga tahun terakhir berjumlah 2.213
perkara yang diterima sedangkan keseluruhan jumlah perkara perceraian yang diputus
sebanyak 1.968 kasus. Adapun rincian banyaknya perkara perceraian yang diterima
dan diputus adalah sebagai berikut: pada tahun 2007 terdapat 824 perkara yang
diterima dan 713 perkara yang diputus, pada tahun 2006 terdapat 754 perkara yang
diterima dan 618 perkara yang diputus. Sedangkan pada tahun 2005 sebanyak 702
perkara yang diterima dan 637 perkara yang diputus. .menurut Panitera Muda
Pengadilan Agama Cibinong hal ini disebabkan karena perkawinan merupakan
persoalan yang sering dihadapi oleh pasangan suami istri dalam kehidupan sehari-
hari, dibandingkan permasalahan lainnya. Perkawinan merupakan persoalan yang
sangat sensitif karena menyangkut kebutuhan lahiriah dan batiniah.13.
Pada perkara-perkara lain yang diajukan di Pengadilan Agama Cibinong
selama tiga tahun terakhir tidak didapati jumlah yang cukup banyak selain perkara
perceraian . Perkara selanjutnya yang jumlahnya berada dibawah perkara perceraian
adalah perkara isbat nikah yaitu sebanyak 267 perkara yang diterima dan 264 perkara
yang diputus. Sedangkan untuk keseluruhan perkara-perkara selain perceraian dan
isbat nikah yang diterima dan diputus di Pengadilan Agama Cibinong sebanyak 82
perkara, dimana 43 perkara yang diterima dan 39 perkara yang diputus. Perkara-
perkara itu meliputi perkara izin poligami, pencegahan perkawinan, pembatalan
perkawinan, harta bersama, penguasaan anak, pengesahan anak, perwalian, hadhonah,
pembatalan perwalian anak, pencabutan kekuasaan wali, isbat nikah, izin kawin, wali
‘adal, kewarisan, hibah dan wakaf..
13 Nani Nura’eni, Panitera Muda Permohonan Pengadialan Agama Cibinong,
Wawancara Pribadi, Cibinong 18 Juni 2008.
BAB IV
ANALISIS MASALAH PENYELESAIAN PERKARA WALI ‘ADAL
DI PENGADILAN AGAMA CIBINONG
A. Data Permohonan Penetapan Wali ‘Adal Tiga Tahun Terakhir
Berdasarkan data yang diperoleh dari Pengadilan Agama Cibinong maka
perkara wali ‘adal yang diterima oleh Pengadilan Agama Cibinong selama kurun
waktu tiga tahun, yaitu dari tahun 2005 sampai 2007 sebanyak 7 kasus.
Tabel II.
No. Tahun No. Perkara Pemohon Faktor
Penyebab
1 2007 114/Pdt.P/2007/PA.Cbn. Dwi Ria Wulandari Ekonomi
2 2006 02/ Pdt.P/2006/PA.Cbn. Mira Kusmiranti Sosial
3
4
5
6
7
2005 01/ Pdt.P/2005/PA.Cbn.
04/ Pdt.P/2005/PA.Cbn.
11/ Pdt.P/2005/PA.Cbn.
16/ Pdt.P/2005/PA.Cbn
25/ Pdt.P/2005/PA.Cbn.
Sri Wahyuni
Elah Nurlaela
Susanti
Susi Shorayasari Z
Mirawati
Sosial
Ekonomi
Ekonomi
Dendam
Ekonomi
Sumber : Laporan Perkara Permohonan PA Cibinong
Tahun 2005-2007
Data di atas menjelaskan bahwa faktor yang dominan menjadi alasan
seorang wali atau orang tua menolak menikahkan anaknya (‘adal) adalah faktor
ekonomi, setelah itu adalah faktor sosial dan yang selanjutnya adalah faktor
dendam. Faktor ekonomi disini melingkupi kekhawatiran seorang wali dimana
apabila anaknya menikah dengan orang yang ekonominya kurang mampu atau
miskin disebabkan pekerjaannya yang dirasa oleh wali belum sukses atau mapan
sehingga apabila pernikahan itu tetap dilakukan maka akan membuat
keturunannya sengsara.. Padahal untuk mengukur ke suksesan seseorang atau
kemapanan seseorang adalah bersifat relatif. Faktor sosial, biasanya
dilatarbelakangi oleh status sosial di masyarakat misalnya saja seorang perwira
TNI tidak mau anaknya menikah selain dengan perwira TNI juga, karena dirasa
perwira TNI lebih mempunyai kelas tersendiri., masalah pendidikan seorang wali
menolak menikahkan karena calon menantunya didapati berpendididikan formal
di bawah pendidikan anaknya misalnya saja calon menantunya berpendidikan
hanya sampai tingkat SMA, sedangkan calon pengantin wanita (anaknya)
berpendidikan sarjana. Faktor Dendam biasanya dilatarbelakangi oleh permusuhan
yang terjadi antara wali dengan keluarga calon mempelai laki-laki atau
permusuhan yang tejadi antara wali dengan calon pengantin wanita (anaknya)
dengan sebab-sebab tertentu.
B. Prosedur Permohonan Penetapan Wali ‘Adal
Sebelum mengajukan permohonan, seseorang harus terlebih dulu
mengetahui pengadilan mana yang berhak mengadili, memeriksa dan memutus
perkaranya. Dalam bahasa hukumnya disebut dengan kekuasaan absolut
(kompetensi absolut) dalam hal perkawinan yang diajukan oleh orang Islam yang
berhak mengadili adalah Pengadilan Agama.
Selanjutnya dalam hal pembagian kekuasaan berdasarkan wilayah hukum
disebut (kompetensi relatif). Hal ini secara umum dalam pasal 112 HIR/142 RBG
dan secara khusus diatur dalam berbagai peraturan Perundang-undangan. Pada
dasarnya gugatan diajukan ke Pengadilan Agama tempat tinggal Tergugat oleh
pihak yang berkepentingan dan mempunyai ikatan hukum. Sedangkan
permohonan diajukan di Pengadilan agama di tempat tinggal Pemohon, kecuali
Undang-undang menentukan lain.14
Dari peraturan di atas cukup jelas bahwa seseorang harus mengerti tata
cara pengajuan perkara dengan memperhatikan dan memahami istilah tersebut di
atas yaitu kompetensi absolut dan relatif yang bertujuan agar gugatan dapat
diterima dan terhindar dari eksepsi.15
Secara garis besar perkara yang masuk ke Pengadilan Agama ada dua
macam, yaitu:
1. Perkara yang sifatnya permohonan yang didalamnya tidak terdapat sengketa
disebut juga dengan Voluenteir. Perkara Voluenteir yang diajukan ke
Pengadilan Agama diantaranya :
14 A. Mukti Arto, Praktek Perkara Perdata Pada Pengadilan Agama (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2003), Cet ke-4, h. 45.
15 Eksepsi adalah sanggahan terhadap suatu gugatan atau permohonan yang tidak
mengenai pokok perkara.
a. Penetapan pengangkatan anak
b. Penetapan pengangkatan wali
c. Penetapan pengesahan nikah (Isbat Nikah)
d. Penetapan dispensasi nikah.16
2. Perkara yang sifatnya gugatan (Contentiosa), yaitu perkara yang didalamnya
tedapat sengketa antara pihak-pihak contohnya saja pada perkara cerai gugat,
cerai talak, permohonan poligami, sengketa waris, dan sebagainya.
Dalam kasus pengajuan wali adhal ini berarti bentuk pengajuannya adalah
berupa permohonan (voluenteir). Surat pemohonan adalah suatu permohonan yang
di dalamnya berisi tuntutan hak perdata oleh suatu pihak yang berkepentingan
terhadap suatu hal yang dianggap sebagai suatu proses peradilan yang bukan
sebenarnya.17
Dalam prosedur berperkara dalam mengajukan permohonan wali ‘adal,
penulis akan membagi 2 bagian, yaitu proses penerimaan perkara dan proses
pemeriksaan sampai putusan perkara yang rincinya adalah sebagai berikut:
1. Proses Penerimaan Perkara
16 Nani Nura’eni, Panitera Muda Permohonan Pengadialan Agama Cibinong,
Wawancara Pribadi, Cibinong 18 Juni 2008. 17 Ibid, h. 39.
Sebelum mengajukan permohonan penetapan wali adhal maka seorang
pemohon harus membuat surat permohonan yang isinya:18
a. Identitas para pihak ( Pemohon ), mencakup:
1). Nama (beserta binti dan aliasnya);
2). Umur;
3). Agama;
4). Pekerjaan;
5). Tempat tinggal;
6). Kewarganegaraan (jika diperlukan).
b. Posita, yaitu penjelasan tentang keadaan / peristiwa dan penjelasan yang
berhubungan dengan hukum yang dijadikan dasar / alasan. Posita memuat:
1). Alasan yang berdasarkan fakta / peristiwa hukum;
2). Alasan yang berdasarkan hukum, tetapi hal ini bukan merupakan
merupakan keharusan. Hakimlah yang harus melengkapinya dalam
putusan nanti.
c. Petitum, yaitu isi tuntutan yang ingin diminta untuk dikabulkan oleh
hakim19
d. Memasuki kawasan proses penerimaan perkara pada pengadilan Agama,
pertama-tama si penggugat atau pemohon membawa surat gugatan atau
18 H. A. Mukti Arto, Praktek Perkara Perdata Pada Pengadilan Agama, h. 40-41 19 Roihan A. Rasyid, Hukum Acara Peradilan Agama. (Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada, 2003), Cet. Ke-10, h. 61.
permohonan, ditunjukan langsung ke Pengadilan Agama, kemudian
menghadap pada ruang kasir untuk membayar Surat Kuasa Untuk
Membayar (SKUM) dan dilanjutkan datang menghadap pada ruang
kepanitraan untuk mendaftarkan perkaranya. Namun untuk lebih
khususnya lagi tentang proses penerimaan perkara adalah sebagai berikut :
1). Pengajuan perkara di kepanitraan (Meja I)
Untuk mengajukan suatu perkara, baik perkara permohonan
maupun perkara gugatan, si penggugat atau pemohon harus membawa
surat gugatan atau permohonan yang telah dibubuhi tanda tangan
penggugat atau pemohon, dan langsung dibawa pada bagian
kepanitraan. Masing-masing surat tersebut diberikan pada sub. gugatan
jika bentuknya contentiosa dan sub. permohonan jika bentuk suratnya
permohonan. Setelah itu menghadap pada kasir untuk membayar panjar
biaya perkara.
2). Pembayaran panjar biaya perkara (Kasir)
Pembayaran panjar biaya perkara dilakukan oleh pihak yang
akan berperkara dengan menaksir beban biaya harus mencukupi untuk
melangsungkan persidangan. Kemudian penggugat atau pemohon
membawa surat gugatan atau permohonannya yang diserahkan Surat
Kuasa Untuk Membayar (SKUM) ayng ditujukan kepada bagian kasir
untuk melunasi seluruh beban biaya tersebut dan dicatat pada buku
register jurnal biaya perkara, selanjutnya kasir menandatangani dan
memberi nomor perkara dengan. Tanda lunas pada SKUM tersebut dan
dilanjutkan untuk didaftarkan pada bagian pendaftaran perkara.
3). Pendaftaran Perkara (Meja II)
Untuk mendaftarkan perkara hendaknya penggugat atau
pemohon harus menandatangani Panitera Muda Gugatan, jika bentuk
contentiosa dan Panitera Muda Permohonan, apabila bentuknya
voluenteir. Setelah itu masing-masing Panitera Muda tersebut akan
memberi nomor pada surat gugatan atau permohonan, dan membubuhi
tanda tangan sebagai bukti.
4). Penetapan Majelis Hakim (PMH)
Dalam jeda waktu minimal 7 (tujuh) hari Ketua Pengadilan
Agama menunjuk majelis hakim untuk melakukan pemeriksaan dan
mengadili perkara dalam sebuah “Penetapan” majelis hakim (Pasal 121
HIR jo pasal 93 UU PA), kemudian ketua memberikan tugas kepada
majelis hakim untuk menyelesaikan surat-surat yang berhubungan
dengan perkara yang diajukan ke Pengadilan Agama.20
Kemudian setelah itu Ketua Pengadilan Agama menetapkan
perkara yang harus diadili berdasarkan nomor urut, akan tetapi jika ada
perkara yang menyangkut kepentingan umum, maka perkara itu harus
20 H. A. Mukti Arto, Praktek Perkara Perdata Pada Pengadilan Agama,
h. 59.
didahulukan seiring dengan pasal 94 Undang-Undang No. 3 tahun 2006
tentang Peradilan agama, penetapan majelis hakim dibuat dalam bentuk
penetapan dan ditandatangani oleh ketua Pengadilan Agama dan
dicatat dalam Buku Register Perkara yang bersangkutan.21
5). Penunjukan Panitera Sidang (PPS)
Agar persidangan dapat berjalan dengan lancar dan evektif
maka dalam hal ini ditunjuklah seorang panitera, wakil panitera,
panitera pengganti untuk membantu hskim dalam menghadiri guna
memcatat jalannya persidangan, membuat berita persidangan dan
melaksanakan semua perintah hakim dalam menyelesaikan suatu
perkara.
6). Penetapan Hari Sidang Oleh Ketua Majlis (PHS)
Setelah ketua majelis menerima berkas perkara tersebut
bersama hakim anggotanya, maka kemudian ditetapkanlah hari dan
tanggal serta jam kapan perkara tersebut dapat disidangkan juga
memerinahkan agar para pihak dipanggil untuk datang pada hari,
tanggal dan jam yang telah ditentukan.
7). Pemanggilan pihak-pihak
Langkah selanjutnya dalam proses penerimaan perkara di
Pengadilan Agama, adalah pemanggilan pihak-pihak yang dilaksanakan
21 Ibid.,
oleh jurusita atau jurusita pengganti, sebagaimana tugas dan wewenang
jurusita atau jurusita pengganti adalah menyampaikan Relaas
(panggilan) kepada pihak yang berperkara.
2. Proses Pemeriksaan Perkara Dalam Persidangan
Adanya proses pemeriksaan dalam persidangan tentunya harus
melewati tahap-tahap proses penerimaan perkara pada Pengadilan Agama.
Kemudian barulah sampai pada proses pemeriksaan akan berlangsungnya,
untuk itu penulis akan mencoba untuk menjelaskan mengenai langkah-
langkah proses pemeriksaan perkara dalam persidangan antara lain yaitu :
a. Pedamaian
Pertama-tama setiap awal persidangan majelis hakim selalu
membacakan surat gugatan atau permohonan wajib mengadakan upaya
perdamaian diantara kedua belah pihak, dimaksudkan agar kedua belah
pihak kiranya terjadi perdamaian (islah).
b. Pembacaan Permohonan.
c. Apabila pihak wali sebagai saksi utama telah dipanggil secara resmi dan
patut namun tetap tidak hadir sehingga tidak dapat didengar
keterangannya, maka hal ini dapat memperkuat ‘adalnya wali.22
22 Ace Ma’mun dan Fajri Hidayat, Hakim Pengadilan Agama Cibinong, Wawancara
Pribadi, Cibinong 30 Juni 2008.
d. Apabila pihak wali telah hadir dan memberikan keterangannya maka harus
dipertimbangkan oleh hakim dengan mengutamakan kepentingan
pemohon.
e. Untuk memperkuat adhalnya maka perlu didengar keterangan saksi-saksi.
(pembuktian). Pada tahap ini, pihak yang berperkara diberikan
kesempatan untuk mengajukan bukti-bukti, sebagaimana dalam pasal 164
HIR.
f. Apabila wali yang enggan menikahkan tersebut mempunyai alasan-alasan
yang kuat menurut hukum perkawinan dan sekiranya perkawinan tetap
dilangsungkan justru akan merugikan Pemohon atau terjadinya
pelanggaran terhadap larangan perkawinan, maka permohonan Pemohon
akan ditolak.
g. Kesimpulan Para pihak
Pada tahap ini, pihak yang berperkara diberikan kesempatan untuk
mengajukan pendapat akhir yang merupakan kesimpulan hasil
pemersidangan. Apabila hakim berpendapat bahwa wali benar-benar adhal
dan Pemohon tetap pada permohonannya maka hakim akan mengabulkan
permohonan Pemohon dengan menetapkan ‘adalnya wali dan menunjuk
Kepala KUA Kecamatan setempat, selaku Pegawai Pencatatan Nikah
(PPN), di tempat tinggal Pemohon untuk bertindak sebagai wali hakim.
h. Putusan
Sesudah majelis hakim memeriksa isi gugatan atau permohonan yang
diajukan dan berkesimpulan bahwa alasan yang diajukan cukup beralasan
dan dapat diterima terbukti serta tidak dimungkinkan lagi tercapainya
perdamaina antara keduanya, maka pengadilan agama dapat memutuskan
dengan putusan dalam bentuk penetapan.
i. Terhadap penetapan tersebut dapat dimintakan upaya hukum kasasi.
j. Memberitahukan kepada Meja II dan Kasir yang bertalian dengan tugas
mereka.
k. Meja III
1). Menerima berkas yang telah di minutasi dari Majelis hakim.
2). Memberitahukan isi putusan kepada pihak-pihak yang berkepentingan.
3). Memberitahukan kepada Meja II dan Kasir yang bertalian dengan
tugas mereka.
4). Menetapkan Kekuatan Hukum.
5). Menyerahkan salinan kepada Penggugat dan Tergugat / Pemohon dan
Instansi terkait.
6). Menyerahkan berkas yang telah diminutasi kepada Panitera Muda
Hukum.
l. Panitera Muda Hukum
1). Mendata Perkara
2). Melaporkan perkara
3). Mengarsipkan Berkas.
C. Kasus Posisi
1. Putusan Pengadilan Agama Cibinong No : 114/Pdt.P/2007/PA.Cibinong.
Pengadilan Agama Cibinong yang memeriksa dan mengadili perkara-
perkara perdata dalam tingkat pertama telah menjatuhkan penetapan
sebagaimana tersebut di bawah ini :
Pada tanggal 13 Agustus 2007, DWI RIA WULANDARI BINTI
TOMI, umur 20 tahun, agama Islam, bertempat tinggal di Kampung
Cibanteng, Rt 02/01, Desa Cibanteng, Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor,
melayangkan surat permohonan penetapan wali ‘adal ke Pengadilan Agama
Cibinong yang terdaftar di Kepaniteraan Pengadilan Agama Cibinong. Nomor:
114/Pdt.P/2007/PA.Cibinong. Surat permohonan itu berbunyi sebagai
berikut:23
1. Bahwa Pemohon bermaksud melangsungkan pernikahan dengan seorang
laki-laki yang bernama MUHAMAD YUSRIL BIN SUMINTA, umur 24
tahun, agama Islam, pekerjaan wiraswasta, bertempat tinggal di Kampung
Cibanteng Rt.02/01, Desa Cibanteng, Kecamatan Ciampea, Kabupaten
Bogor;
23 Putusan Perkara No. 114/Pdt.P/2007/PA.Cibinong, h.1-2
2. Bahwa Pemohon telah menjalankan hubungan dengan calon suami
(MUHAMAD YUSRIL BIN SUMINTA) dengan penuh rasa cinta dan
kasih sayang dan sulit untuk dipisahkan;
3. Bahwa Pemohon telah menyampaikan dan mengutarakan niat untuk
melangsungkan pernikahan Pemohon dengan calon suami (MUHAMAD
YUSRIL BIN SUMINTA) kepada orang tua Pemohon dengan harapan
maksud tersebut dapat diterima, akan tetapi orang tua Pemohon tidak
merestui dan tidak mau menjadi wali pernikahan Pemohon dengan calon
suami;
4. Bahwa alasan orang tua Pemohon tidak bersedia menjadi wali bagi
pernikahan Pemohon dengan calon suami karena faktor ekonomi calon
suami dan juga orang tua Pemohon terlalu banyak menuntut dari diri calon
suami diluar kemampuan calon suami Pemohon;
5. Bahwa Pemohon dengan calon suami Pemohon tetap akan melanjutkan
hubungan dan akan melanjutkan perkawinan;
6. Bahwa meskipun sikap orang tua Pemohon sebagaimana tersebut di atas,
akan tetapi Pemohon dan calon Pemohon akan tetap menjaga hubungan
baik;
Berdasarkan alasan-alasan tersebut di atas, maka mohon kiranya
Pengadilan Agama Cibinong menjatuhkan penetapan:24
1. Mengabulkan permohonan Pemohonan;
24 Ibid.
2. Menetapkan adhalnya wali TOMI BIN SUJOKO atas pernikahan
Pemohon dengan laki-laki yang bernama MUHAMMAD YUSRIL BIN
SUMITA;
3. Menunjuk Kepala Kantor Urusan Agama Kecamatan Ciampea Kabupaten
Bogor untuk bersedia sebagai wali hakim;
4. Menetapkan biaya perkara menurut hakim;
Maka dengan alasan dan dasar tersebut Pengadilan Agama Cibinong
dengan memeriksa bukti-bukti tertulis dan saksi-saksi yang ada mengabulkan
permohonan Pemohon.
2. Putusan Pengadilan Agama Cibinong No : 02/Pdt.P/2006/PA.Cibinong.
Pengadilan Agama Cibinong yang memeriksa dan mengadili perkara-
perkara perdata dalam tingkat pertama telah menjatuhkan penetapan
sebagaimana tersebut di bawah ini :
Pada tanggal 04 Januari 2006, MIRA KUSMIRANTI BINTI
KUSMIADI, umur 24 tahun, agama Islam, pekerjaan tidak bekerja, bertempat
tinggal di Kampung Sentul, Rt. 02/02, Desa Sukairna, Kecamatan Jonggol,
Kabupaten Bogor, melayangkan surat permohonan penetapan wali ‘adal ke
Pengadilan Agama Cibinong yang terdaftar di Kepaniteraan Pengadilan Agama
Cibinong. Nomor : 02/Pdt.P/2006/PA.Cibinong. Surat permohonan itu berbunyi
sebagai berikut :25
25 Putusan Perkara No. 02/Pdt.P/2006/PA.Cibinong, h. 1-2
1. Bahwa Pemohon bermaksud melangsungkan pernikahan dengan seorang
laki-laki yang bernama ZAENAL MUSLIM BIN H. MA’MUR, umur 29
tahun, agama Islam, pekerjaan wiraswasta, bertempat tinggal di Kampung
Menan, Rt.03/02, Desa Sukamaju, Kecamatan Jonggol, Kabupaten Bogor;
2. Bahwa Pemohon telah menjalankan hubungan dengan calon suami
(ZAENAL MUSLIM BIN H. MA’MUR) dengan penuh rasa cinta dan
kasih sayang dan sulit untuk dipisahkan;
3. Bahwa Pemohon telah menyampaikan dan mengutarakan niat untuk
melangsungkan pernikahan Pemohon dengan calon suami kepada orang
tua Pemohon dengan harapan maksud tersebut dapat diterima, akan tetapi
orang tua Pemohon tidak merestui dan tidak mau menjadi wali pernikahan
Pemohon dengan calon suami;
4. Bahwa alasan orang tua Pemohon tidak bersedia menjadi wali bagi
pernikahan Pemohon dengan calon suami karena status pekerjaan calon
suami tidak sesuai dengan keinginan orang tua Pemohon yang
menghendaki calon suami Pemohon dari angkatan seperti orang tua
Pemohon;
5. Bahwa Pemohon dengan calon suami Pemohon tetap akan melanjutkan
hubungan dan akan melanjutkan perkawinan;
6. Bahwa meskipun sikap orang tua Pemohon sebagaimana tersebut di atas,
akan tetapi Pemohon dan calon Pemohon akan tetap menjaga hubungan
baik;
Berdasarkan alasan alasan tersebut di atas, maka mohon kiranya
Pengadilan Agama Cibinong menjatuhkan penetapan:26
1. Mengabulkan permohonan Pemohonan;
2. Menetapkan adhalnya wali KUSMIADI BIN USUP atas pernikahan
Pemohon dengan laki-laki yang bernama ZAENAL MUSLIM BIN H.
MA’MUR;
3. Menunjuk Kepala Kantor Urusan Agama Kecamatan Jonggol Kabupaten
Bogor untuk bersedia sebagai wali hakim;
4. Menetapkan biaya perkara menurut hakim;
Maka dengan alasan dan dasar tersebut Pengadilan Agama Cibinong
dengan memeriksa bukti-bukti tertulis dan saksi-saksi yang ada mengabulkan
permohonan Pemohon.
3. Putusan Pengadilan Agama Cibinong No : 16/Pdt.P/2005/PA.Cibinong.
Pengadilan Agama Cibinong yang memeriksa dan mengadili perkara-
perkara perdata dalam tingkat pertama telah menjatuhkan penetapan
sebagaimana tersebut di bawah ini :
SUSI SHORAYASARI Z BINTI ZUHRON AMALI, umur 26 tahun,
agama Islam, pekerjaan karyawati swasta, bertempat tinggal di Kampung
Pabuaran Kulon No. 1, Rt. 02/05, Desa Cibanteng, Kecamatan Ciampea,
Kabupaten Bogor, melayangkan surat permohonan penetapan wali ‘adal l ke
26 Ibid.
Pengadilan Agama Cibinong yang terdaftar di Kepaniteraan Pengadilan Agama
Cibinong. Nomor : 02/Pdt.P/2006/PA.Cibinong. Surat permohonan itu berbunyi
sebagai berikut :27
1. Bahwa Pemohon bermaksud melangsungkan pernikahan dengan seorang
laki-laki yang bernama HERI IRAWAN BIN UDIN, umur 31 tahun,
agama Islam, pekerjaan PNS, bertempat tinggal di Jalan Rawa Buntu Rt.
03/12 Kecamatan Serpong, Tanggerang;
2. Bahwa Pemohon telah menjalankan hubungan dengan calon suami (HERI
IRAWAN BIN UDIN) dengan penuh rasa cinta dan kasih sayang dan sulit
untuk dipisahkan;
3. Bahwa Pemohon telah menyampaikan dan mengutarakan niat untuk
melangsungkan pernikahan Pemohon dengan calon suami kepada orang
tua Pemohon dengan harapan maksud tersebut dapat diterima, akan tetapi
orang tua Pemohon tidak merestui dan tidak mau menjadi wali pernikahan
Pemohon dengan calon suami;
4. Bahwa alasan orang tua Pemohon tidak bersedia menjadi wali bagi
pernikahan Pemohon dengan calon suami karena adanya dendam antara
Ayah Pemohon dengan Ibu Pemohon – yang telah bercerai- mengingat
juga pemohon selalu membela dan berpihak kepada Ibunya. Ayah
Pemohon mau menjadi wali dengan syarat yaitu Ibu Pemohon harus
meninta maaf secara langsung dengan disaksikan oleh orang-orang
27 Putusan Perkara No. 16Pdt.P/2005/PA.Cibinong, h. 1-2
sekampung san aparat Desa, dan syarat inilah yang tidak mungkin untuk
dipenuhi oleh Pemohon;
5. Bahwa Pemohon dengan calon suami Pemohon tetap akan melanjutkan
hubungan dan akan melanjutkan perkawinan;
6. Bahwa meskipun sikap orang tua Pemohon sebagaimana tersebut di atas,
akan tetapi Pemohon dan calon Pemohon akan tetap menjaga hubungan
baik;
Berdasarkan alasan alasan tersebut di atas, maka mohon kiranya
Pengadilan Agama Cibinong menjatuhkan penetapan:28
1. Mengabulkan permohonan Pemohonan;
2. Menetapkan adhalnya wali ZUHRON AMALI BIN ASRORI atas
pernikahan Pemohon dengan laki-laki yang bernama HERI IRAWAN
BIN UDIN ;
3. Menunjuk Kepala Kantor Urusan Agama Kecamatan Ciampea Kabupaten
Bogor untuk bersedia sebagai wali hakim;
4. Menetapkan biaya perkara menurut hakum;
Maka dengan alasan dan dasar tersebut Pengadilan Agama Cibinong
dengan memeriksa bukti-bukti tertulis dan saksi-saksi yang ada mengabulkan
permohonan Pemohon.
28 Ibid.,
D. Analisis Penyelesaian Wali ‘dal di Pengadilan Agama Cibinong
Dalam analisis penyelesaian kasus wali ‘adal, pada dasarnya apabila ada
permasalah dimana wali menolak untuk menikahkan anak perempuannya, cara
penyelesaian yang pertama adalah melakukan pendekatan kekeluargaan antara
calon mempelai wanita dan mempelai laki-laki dengan pihak wali, dan apabila
tidak dapat dilakukan secara kekeluargaan maka perkara tersebut akan diproses
sesuai dengan hukum yang berlaku untuk menemukan jalan keluar yang terbaik
melalui penetapan atau keputusan hakim yang dikeluarkan Pengadilan Agama.
Terhadap penetapan Pengadilan Agama Cibinong atas perkara No.
114/Pdt.P/2007/PA.Cibinong dengan pemohon Dwi Ria Wulandari Binti Tomi,
dimana penetapannya mengabulkan segala permohonan Pemohon untuk,
menetapkan adhalnya wali Kusmiadi Bin Usup (ayahnya) atas pernikahan
Pemohon dengan laki-laki yang bernama Zaenal Muslim Bin H. Ma’mur,
menunjuk Kepala Kantor Urusan Agama Kecamatan Jonggol Kabupaten Bogor
untuk bersedia sebagai wali hakim dan menetapkan biaya perkara menurut
hukum. Adapun faktor yang menyebabkan adhalnya wali yaitu dimana orang tua
pemohon (ayah) tidak bersedia menjadi wali bagi pernikahan Pemohon dengan
calon suami karena faktor ekonomi calon suami dan juga orang tua Pemohon
terlalu banyak menuntut dari diri calon suami diluar kemampuan calon suami.
Sehingga alasan orang tua pemohon ‘adal tidak dapat dapat dibenarkan.
Terhadap penetapan Pengadilan Agama Cibinong atas perkara No :
02/Pdt.P/2006/PA.Cibinong Mira Kusmiranti Binti Kusmiadi dimana
penetapannya mengabulkan segala permohonan Pemohon untuk menetapkan ‘dal
nya wali Kusmiadi Bin Usup (ayahnya) atas pernikahan Pemohon dengan laki-
laki yang bernama Zaenal Muslim Bin H. Ma’mur, menunjuk Kepala Kantor
Urusan Agama Kecamatan Jonggol Kabupaten Bogor untuk bersedia sebagai wali
hakim dan menetapkan biaya perkara menurut hukum. Adapun faktor yang
menyebabkan adhalnya wali yaitu karena status pekerjaan calon suami tidak
sesuai dengan keinginan orang tua Pemohon yang menghendaki calon suami
Pemohon dari angkatan seperti orang tua Pemohon. Sehingga alasan orang tua
pemohon ‘adal tidak dapat dapat dibenarkan.
Terhadap penetapan Pengadilan Agama Cibinong atas perkara No :
16/Pdt.P/2005/PA.Cibinong. dengan pemohon Susi Shorayasari Z Binti Zuhron
dimana penetapannya mengabulkan segala permohonan Pemohon untuk
menetapkan ‘adalnya wali Zuhron Amali Bin Asrori atas pernikahan Pemohon
dengan laki-laki yang bernama Heri Irawan Bin Udin , menunjuk Kepala Kantor
Urusan Agama Kecamatan Ciampea Kabupaten Bogor untuk bersedia sebagai
wali hakim dan dan menetapkan biaya perkara menurut hukum. Adapun faktor
yang menyebabkan adhalnya wali yaitu karena adanya dendam antara Ayah
Pemohon dengan Ibu Pemohon –yang telah bercerai- mengingat juga pemohon
selalu membela dan berpihak kepada Ibunya. Ayah Pemohon mau menjadi wali
dengan syarat yaitu Ibu Pemohon harus meninta maaf secara langsung dengan
disaksikan oleh orang-orang sekampung dan aparat Desa, dan syarat inilah yang
tidak mungkin untuk dipenuhi oleh Pemohon. Sehingga alasan orang tua
pemohon ‘adal tidak dapat dapat dibenarkan.
Menurut pengamatan penulis dari ketiga Pemohon yang melayangkan
permohonan penetapan wali ‘adal layak mendapatkan penetapan karena alasan-
alasan yang dikemukakan oleh orang tua Pemohon yang adhal tidak dapat
dibenarkan oleh hukum yang berlaku. ‘adalnya wali baru dapat dibenarkan
Apabila wali yang enggan menikahkan tersebut mempunyai alasan-alasan yang
kuat menurut hukum perkawinan dan sekiranya perkawinan tetap dilangsungkan
justru akan merugikan Pemohon atau terjadinya pelanggaran terhadap larangan
perkawinan, seperti alasan-alasan calon suami didapati beda agama, calon suami
pemohon mempunyai penyakit yang membahayakan pemohon dan calon suami
pemohon mempunyai akhlak yang rusak seperti penjudi, pengkonsumsi narkoba
dan pemabuk maka permohonan Pemohon akan ditolak dengan catatan apa yang
dijadikan alasan enggannya wali itu dapat dibuktikan di dalam persidangan.
Terkait faktor-faktor lain seperti didapatinya calon suami belum
mempunyai pekerjaan (ekonomi), calon suami berasal dari kalangan bukan dari
keluarga terpandang, berpendidikan rendah (sosial) dan juga kondisi pemusuhan
yang terjadi antara wali terhadap pihak calon suami atau Pemohon (dendam)
tidak dapat dibenarkan karena hal itu bukan alasan-alasan yang kuat menurut
hukum perkawinan dan sekiranya perkawinan tetap dilangsungkan tidak akan
terjadinya pelanggaran terhadap larangan perkawinan dan merugikan Pemohon
selama pemohon ikhlas menjalani pernikahan tersebut karena alasan-alasan
tersebut masih bersifat relatif dan masih bisa dicari jalan keluar yang lebih baik.
Dengan demikian bila didapati wali nasab tidak mau menikahkan maka
dapat diganti oleh wali hakim, pada umumnya adalah Kepala Kantor Urusan
Agama (KUA) setempat, hal itu baru dapat dilakukan setelah adanya penetapan
dari Pengadilan Agama tentang ‘adalnya wali. Penetapan yang dikeluarkan oleh
hakim tersebut dalam perkara ini dibuat dengan telah memenuhi ketentuan
ketentuan yang berlaku dimana penetapan itu dibuat berdasarkan permohonan
pemohon, keterangan saksi-saki, bukti-bukti dan ketentuan-ketentuan lain yang
terdapat di dalam hukum acara Pengadilan Agama sehingga dikeluarkannya
penetapan untuk menunjuk wali hakim yang akan menikahkan pemohon dengan
calon suaminya. Sehingga pernikahan yang dilakukan oleh pihak pemohon
dengan calon suaminya tersebut adalah sah dimata hukum dan agama meskipun
yang menjadi wali adalah wali hakim.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari uraian tersebut di atas dapatlah diambil beberapa kesimpulan sebagai
berikut:
1. Status pernikahan wanita yang walinya menolak menikahkan (wali ‘adal)
adalah sah. Hal ini disebabkan karena adanya penetapan yang dikeluarkan
oleh Pengadilan Agama tentang ‘adal nya seorang wali. Sehingga dengan
adanya penetapan itu maka pihak calon pengantin wanita dapat
melangsungkan pernikahan dengan menggunakan wali hakim.
2. Sebab-sebab orang tua atau wali ‘adal (enggan, menghalang-halangi)
menikahkan anaknya adalah karena calon yang akan menjadi menantunya
adalah beda agama, akhlaknya kurang baik, status sosialnya tidak sederajat
baik pendidikan, keturunan, maupun ekonominya. Dan alasan yang tidak
dibenarkan seorang wali menolak menikahkan anaknya dengan calon
suaminya adalah masalah status sosial, pendidikan, keturunan, dan ekonomi.
3. Penyelesaian perkara wali adhal langkah pertama yang harus dilakukan adalah
melakukan pendekatan kekeluargaan apabila dengan jalan kekeluargaan
permasalah tersebut belum dapat diselesaikan, maka sebaiknya permasalahan
tersebut diselesaikan melalui Pengadilan Agama melalui proses persidangan .
B. SARAN
1. Sebelum melangsungkan perkawinan hendaknya dilakukan proses pengenalan
keluarga yaitu keluarga dari pihak wanita dan dari pihak laki-laki. Hal ini
dimaksudkan untuk mengenal lebih jauh pribadi dan asal usul masing-masing
keluarga agar tidak terjadi kesalah pahaman .
2. Bagi para orang tua, untuk jangan khawatir menikahkan anaknya walaupun
dia belum pekerjaan tetap. Para orang tua hendaknya jangan menjadi
penghalang bagi anaknya untuk menikah kalau memang anaknya sudah sangat
ingin menikah dan takut terjatuh ke dalam perbuatan dosa. Terlebih lagi
karena alasan-alasan yang tidak di benarkan oleh agama.
3. Bagi para pihak – pihak terkait seperti para pejabat Kantor Urusan Agama dan
praktisi-praktisi Hukum Islam agar mensosialisasikan kepada masyarakat
masalah wali adhal melalui kajian-kajian, ceramah-ceramah di majlis ta’lim,
khutbah jum’at, dan lain-lain.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Qur’an dan Terjemahnya. Jakarta: Departemen Agama Republik Indonesia, 1990. Al-Asy’ats As-Sajastani. Imam Abu Daud Sulaiman. Sunah Abi Daud, Beirut: Dar al-
Fikr, 1994, juz II. Al-Imam Taqiyuddin, Abi Bakr ibn Muhammad Al-Husaini. Khifayatul Akhyar
(Terj.), (Surabaya : PT. Bina Ilmu, 1997), Cet. Pertama
Ahmad Sukardja, dan Bakri A. Rahman. Hukum Perkawinan Menurut Islam, Undang-Undang Perkawinan Dan Hukum Perdata. Jakarta: Hidakarya Agung,1981.
Aminuddin dan Abidin, Slamet. Fiqih Munakahat I. Bandung : Pustaka Setia, 1999,
Cet. Ke- I. Arto, Mukto. Praktek Perkara Perdata Pada Pengadilan Agama Yogyakarta :
Pustaka Pelajar, 2003., Cet ke-4. Ayyub, Syaikh Hasan. Fiqih Keluarga. Jakarta : Pustaka Al-Kautsar, 2006. Dahlan, Abdul Azis. Ensiklopedi Hukum Islam, Jakarta: PT. Ictiar Baru Van Hoeve,
1996, Cet. Ke-1. Daly, Peonoh. Hukum Perkawinan Islam (Studi Perbandingan Dalam kalangan
Ahlus-Sunnah dan Negara-Negara Islam). Jakarta : Bulan Bintang, 1998. Departemen Agama R.I, Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan
dan Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 serta Kompilasi Hukum Islam di Indonesia, Jakarta: Depag R.I, 2004.
Departemen Agama RI, Pedoman Pembantu Pegawai Pencatat Nikah. Jakarta:
Proyek Pembinaan sarana Keagamaan Islam,1985/1986
Ghazali, Abd. Rahman. Fiqih Munakahat. Jakarta : Kencana, 2003, Cet. Ke- I. Hakim, Rahmat. Hukum Perkawinan Islam, Bandung: CV. Pustaka Setia, 2000, Cet.
Ke-1
Husen, Ibrahim. Fiqih Perbandingan dalam Masalah Nikah, Thalaq, Rujuk dan
Kewarisan Jakarta : Yayasan Ihya Ulumiddin, 1971.
Ibnu Rusyd. Bidayatul Mujtahid, (terj), Semarang ; CV. Asy-syifa, 1990, Cet. Ke-1.
Ma’luf, Louis. al-Munjid. Beirut : Darul Masyriq, 1975. Manan, Abdul dan Fauzan. M. Pokok-pokok Hukum Perdata Wewenang Peradilan
Agama. Jakarta : PT. RajaGrafindo Persada, 2002. Moleong, Lexy J. Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung : PT. Remaja
Rosdakarya, 2004), Ce Ke-18, Muhammad Al Syaukaniy, Muhammad bin Ali. Nail al-Authar, (Mesir), Juz 6 Muhtar, Kamal. Azaz-azaz Dalam Hukum Islam Tentang Perkawinan. Jakarta:Bulan
Bintang, 1987, Cet ke II. Mujieb, M. Abdul, dkk. Kamus Istilah Fiqih. Jakarta ; Pustaka Firdaus, 1994, Cet ke-
3. Nura’eni, Nani. Panitera Muda Permohonan Pengadialan Agama Cibinong,
Wawancara Pribadi.
Rofiq, Ahmad. Hukum Islam di Indonesia, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,2000, Cet ke-4.
Romulyo, Moh. Idris. Hukum Perkawinan, Hukum Kewarisan, Hukum Acara
Peradilan Agama dan Zakat Menurut Hukum Islam. Jakarta:Sinar Grafika, 2006.
Sabiq, Sayyid. Fiqih Sunnah. Alih bahasa : Mohammad Thalib. Bandung : PT. Al-
Ma’arif, 1997, Cet ke-13, Jilid-7. Syarifuddin, Amir. Hukum Perkawinan Islam Di Indonesia Antara Fiqih Munakahat
Dan Undang-Undang Perkawinan. Jakarta : Prenada Media, 2006 Thalib, M. 20 Prilaku Durhaka Orang Tua Terhadap Anak, Bandung : Irsyad Baitus
Salam, 1996, cet.ke-12.
Tholib, M. 40 Petunjuk Menuju Perkawinan Islami. Bandung : Irsyad Baitus Salam, 1995.
Thalib, Sayuti. Hukum Kekeluargaan Indonesia, Jakarta: UI Press, 1974, Cet ke-1 Umar, Abdurahman. Kedudukan Saksi Dalam Peradilan Menurut Hukum Islam,
Jakarta: Pustaka Al-Husna, 1986. Putusan Perkara No. 114/Pdt.P/2007/PA.Cibinong.
Putusan Perkara No. 02/Pdt.P/2006/PA.Cibinong.
Putusan Perkara No. 16/Pdt.P/2005/PA.Cibinong.
Yunus, Mahmud. Hukum Perkawinan Dalam Islam Menurut Empat Mazhab, Jakarta : Hudakarya agung, 1996.