PENYALAHGUNAAN NARKOBA (Studi : Narapidana Kasus …
Transcript of PENYALAHGUNAAN NARKOBA (Studi : Narapidana Kasus …
PENYALAHGUNAAN NARKOBA
(Studi : Narapidana Kasus Penyalah guna Narkoba
di POLRES Tanjungpinang)
NASKAH PUBLIKASI
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Meraih Gelar Sarjana
Pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Maritim Raja Ali Haji
Oleh :
HADRIYANSYAH
NIM. 090569201003
PROGRAM STUDI SOSIOLOGI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI
TANJUNGPINANG
2013
ABSTRACT
Dimensions of the problem of drug abuse has a broad and complex, both in
terms of medical, psychiatric, mental health, and psychosocial. Drug users can be
destructive to the lives of families, communities and the environment of the school
environment, even a direct or indirect threat to the survival and future development of
the nation and the State.
The method used in this research is descriptive qualitative analysis triangulation
data obtained through observation, interviews, and literature. Population and the
sample is used as the object of study is that there are inmates at the police station and
all Tanjungpinang used as a sample population of the study so called total sampling.
The results showed that the factors that affect the inmate's involvement in drug
cases is the availability of drugs, the environment (family, school, friends, and
community), the individual factors, and the factor of mass media. However, the most
dominant influence on the involvement of prisoners in police Tanjungpinang drug
case is the environmental factor family and friends. Problems of drug abuse and
dependence will not occur in the absence of his drug itself. The influence of friends
due to unhealthy social environment, where many friends sepergaulan who consume
the drug in order not exiled from her social environment, he began to be affected for
drugs, for example: fellow playmates, friends who had met, school friends, college
friends, work friends friend or business. For family factors, where a lot of parents
who do not care about their children, parents who let their children orag, parents who
are too busy with their jobs, parents who work abroad so rarely get together with
family at home, and parents who are always angry-angry with the child. This causes
children to feel uncomfortable at home, feel less attention, feel let down, and feels not
mean that they are looking for what is not in the house, such as looking for a new
family, looking for fun to relieve her grief, and find people who are more matter with
him.
Keywords: Drug Abuse, Deviant Behavior
PENYALAHGUNAAN NARKOBA
(Studi : Narapidana Kasus Penyalah guna Narkoba
di POLRES Tanjungpinang)
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Secara sosiologis, penyalahgunaan narkoba merupakan perbuatan yang
disadari berdasarkan pengetahuan/pengalaman sebagai pengaruh langsung maupun
tidak langsung dari proses interaksi sosial. Dalam aspek ilmu sosiologi, penggunaan
narkoba melanggar norma dan nilai yang berlaku di masyarakat. Selain itu, dampak
dari adanya penyalahgunaan narkoba ini adalah adanya pemberian sanksi bagi
penggunanya dan penyebaran narkoba tersebut terutama terjadi karena sosialisasi
yang kurang tepat.
Penyalahgunaan narkoba menyebabkan dampak sosial selain dari dampak
ekonomi. Dampak yang timbul akibat penyalahgunaan narkoba dari aspek sosial dan
pendidikan pada umumnya adalah penurunan prestasi sekolah, memburuknya
hubungan keluarga, terjadinya tindak kejahatan dan tindak kekerasan, dan terjadinya
kecelakaan lalu lintas.
Menurut data yang diperoleh dari SAT RESERSE POLRES Tanjungpinang
yang menunjukkan bahwa kelompok usia yang mendominasi jumlah tersangka kasus
penyalahgunaan narkoba berusia 20-25 tahun yang jumlah tersangkanya mengalami
peningkatan dari tahun sebelumnya. Meskipun peningkatannya kecil. Data tersebut
ditunjukkan pada tabel berikut ini :
Tabel 1.2 Jumlah Tersangka Penyalah Guna Narkoba Berdasarkan Kelompok
Usia Tahun 2007 – 2011 Di SAT RESERSE Narkoba Tanjungpinang
No. Umur
Tahun Persentase
Perbandingan
Tahun 2011 :
2012
2008 2009 2010 2011 2012
1 <16 - - - - - -
2 16-19 1 5 1 - - -100%
3 20-29 30 55 27 15 20 +14,28
4 >30 3 7 2 20 17 -8,10
Jumlah 34 67 30 35 37 +2,78
Sumber : Polres Tanjungpinang, 2013
Sedangkan jumlah tersangka yang paling mendominasi yang berhasil
ditangkap di Polres Tanjungpinang dari kalangan laki-laki. Data tersebut dapat dilihat
dalam tabel berikut ini :
Tabel 1.3 Jumlah Tersangka Kasus Penyalah Guna Narkoba Berdasarkan Jenis
Kelamin
No. Tahun Jenis Kelamin
Jumlah Laki-Laki Perempuan
1 2008 30 4 34
2 2009 57 10 67
3 2010 27 3 30
4 2011 28 7 35
5 2012 32 5 37
Sumber : Polres Tanjungpinang, 2013
Dalam rangka mencegah lebih banyak lagi yang menyalahgunaan NAPZA,
maka dipandang perlu untuk mengetahui keterlibatan narapidana kasus
penyalahgunaan narkoba, khususnya bagi pelaku/tersangka kasus penyalah guna
narkoba/NAPZA yang berhasil dijaring (narapidana) di POLRES Tanjungpinang,
sehingga dengan demikian dapat memberikan kemudahan dalam membuat rencana
intervensi yang tepat untuk melakukan pencegahan terhadap penyalahgunaan
penggunaan narkoba dan mengurangi jumlah penyalah guna narkoba di kalangan
masyarakat. Untuk itu, peneliti mencoba untuk melakukan penelitian yang berjudul
“Penyalahgunaan Narkoba (Studi : Narapidana Kasus Penyalah guna Narkoba
di POLRES Tanjungpinang)”.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah, maka permasalahan yang akan dibahas
dapat dirumuskan sebagai berikut :
“Bagaimana para narapidana kasus narkoba terlibat dalam penyalahgunaan narkoba
di Tanjungpinang ?”
C. Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah :
“Untuk mengetahui penyebab para narapidana kasus narkoba terlibat dalam
penyalahgunaan narkoba di Tanjungpinang”.
D. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini termasuk penelitian deskriptif kualitatif yang merupakan
penelitian yang memberikan gambaran atau penjabaran dari data-data yang diperoleh
berdasarkan wawancara baik secara tertulis atau secara lisan dari narasumber dan
pengamatan perilaku seseorang yang dijadikan objek penelitian.
2. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Polres Tanjungpinang di bagian Satuan Reserse
Narkoba Polres Tanjungpinang yang beralamat di Jl. Jendral Ahmad Yani, bt. 5 atas
Tanjungpinang – Kepulauan Riau.
3. Populasi dan Sampel
Populasi dalam penelitian ini merupakan penyalah guna narkoba yang ada di sel
tahanan Polres Tanjungpinang dari bulan Januari 2013 sampai dengan bulan April
2013. Sampel dalam penelitian kualitatif bukan dinamakan responden, tetapi sebagai
narasumber, atau partisipan, informan, teman dan guru dalam penelitian. Sampel
dalam penelitian kualitatif juga bukan disebut sampel statistik, tetapi sampel teoritis
karena tujuan penelitian kualitatif adalah untuk menghasilkan teori (Moleong, 2005 :
298).
Teknik sampling yang digunakan adalah total sampling atau Sampling Jenuh
karena semua populasi tersebut dijadikan sebagai sampel penelitian selama penelitian
ini dilakukan (Sugiyono, 2010 : 124). Sampel penelitian disebut sebagai informan.
4. Sumber dan Jenis Data
Jenis data dalam penelitian ini dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu :
a. Data Primer yaitu data yang diperoleh melalui penelitian laporan dengan interview
dan kuesioner (pembagian angket) yaitu daftar pertanyaan mengenai pengetahuan
narapidana kasus penyalahgunaan narkoba.
b. Data Sekunder yaitu merupakan data penunjang dalam penelitian ini yang
diperoleh dengan mengumpulkan data-data dari berbagai literatur seperti buku-
buku, kamus, surat kabar, majalah, internet, dan jurnal-jurnal penelitian.
5. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data merupakan cara-cara peneliti dalam mengumpulkan
data-data yang diperlukan. Pengumpulan data dilakukan dengan cara :
a. Observasi, dimana metode ini menuntut adanya pengamatan dari si peneliti baik
secara langsung maupun tidak langsung terhadap objek yang diteliti dengan
menggunakan instrumen berupa pedoman penelitian dalam bentuk lembar
pengamatan atau lainnya (Husain Umar, 2007 : 87). Teknik ini dilakukan guna
pengumpulan data yang bersumber dari data sekunder berupa dokumentasi data
laporan jumlah tersangka kasus penyalahgunaan narkoba periode 2008 - 2012.
Data yang didapatkan berupa jumlah penyalah guna narkoba baik dari tingkat usia
dan jenis kelamin yang dijadikan sebagai studi pendahuluan.
b. Wawancara/Interview, yang digunakan untuk menemukan permasalahan yang
harus diteliti, dan juga apabila peneliti ingin mengetahui hal-hal dari responden
yang lebih mendalam (Sugiyono, 2010 : 194). Wawancara dilakukan saat penyalah
guna narkoba berhasil ditangkap dan masih ada di sel tahanan Polres
Tanjungpinang.
c. Studi Literatur (Kepustakaan)
Merupakan teknik pengumpulan data dengan mengumpulkan, membaca dan
mengkaji dokumen, jurnal-jurnal, internet, dan buku-buku yang relevan baik yang
dibeli maupun yang ada diperpustakaan Provinsi Kepulauan Riau. Instrumen
adalah alat atau fasilitas yang digunakan oleh penulis dalam mengumpulkan data
agar pekerjaannya lebih mudah dan hasilnya lebih baik, dalam arti lebih cermat,
lengkap dan sistematis sehingga lebih mudah diolah ( Suharsimi Arikunto, 2006
:160 ).
6. Teknik Analisa Data
Data yang telah dikumpulkan dengan teknik triangulasi yaitu teknik
pengumpulan data yang bermacam-macam dan dilakukan secara terus menerus,
kemudian dianalisis secara deskriptif kualitatif yaitu proses mencari dan menyusun
secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan
dokumentasi dengan cara (Sugiyono, 2010 : 335):
1. Mengkategorikan data.
2. Mengamati kembali hasil wawancara, untuk memahami keseluruhan data.
3. Menyusun data dan memilih mana yang penting dan akan dipelajari.
4. Melakukan sintesis terhadap pernyataan dari transkrip (wawancara).
5. Membuat kesimpulan.
E. Kerangka Teori
1. Penyimpangan Perilaku Dalam Kajian Sosiologi
Menurut kajian sosiologi, perilaku menyimpang diartikan apabila ada salah satu
aggota masyarakat yang tidak mampu berinteraksi sesuai dengan apa yang
diharapkan oleh sebagian besar anggota masyarakat yang lain, maka orang tersebut
cenderung akan dikucilkan dan diabaikan oleh kelompoknya, karena dianggap tidak
dapat bekerja sama untuk menjalankan kebiasaan-kebiasaan atau perilaku yang telah
menjadi kaidah umum dalam kehidupan sehari-hari kelompoknya (Budirahayu, 2013
: 5).
Penyimpangan atau disebut juga deviasi diartikan sebagai tingkah laku yang
menyimpang dari tendensi sentral atau ciri-ciri karakteristik rata-rata dari rakyat
kebanyakan/populasi. Seperti tindak kejahatan yang bertentangan dengan hukum atau
melawan peraturan yang legal (Kartono, 2011 : 11).
Perilaku menyimpang dapat didefinisikan menjadi empat berdasarkan sudut
pandang perspektif masing-masing sebagai berikut :
1. Definisi penyimpangan secara statistikal adalah segala perilaku atau tindakan yang
bertolak dari rata-rata atau perilaku yang bukan rata-rata, perilaku yang jarang atau
tidak sering dilakukan.
2. Definisi penyimpangan secara absolutis (mutlak) adalah aturan-aturan dasar dari
suatu masyarakat, adalah jelas, mutlak, dan nyata dan anggota-anggotanya secara
umum setuju tentang apa yang disebut sebagai menyimpang, karena secara umum
skala atau ukuran untuk perilaku yang diterima (konform) telah dipersiapkan atau
direncanakan terlebih dahulu.
3. Definisi penyimpangan menurut kaum reaktivis adalah perilaku atau kondisi-
kondisi yang dikatakan menyimpang oleh orang lain terhadap tindakan seseorang.
Artinya, apabila ada reaksi dari maasyarakat atau agen kontrol sosial dan
kemudian mereka memberi cap (labeling) terhadap si pelaku, maka perilaku itu
telah dicap menyimpang demikian pula si pelaku juga dikatakan menyimpang.
4. Definisi penyimpangan secara normatif adalah suatu pelanggaran dari suatu
norma. Diamna norma itu sendiri diartikan sebagai suatu standar tentang apa yang
seharusnya atau tidak seharusnya dipikirkan, dikatakan atau dilakukan oleh
manusia pada suatu keadaan tertentu (Budirahayu, 2013 : 29-32).
Perilaku menyimpang yang dilakukan oleh seseorang tidak terjadi begitu saja
tanpa ada sebab-sebab yang menyertainya, karena perilaku menyimpang berkembang
melalui suatu periode waktu-waktu tertentu sebagai hasil dari serangkaian tahapan
interaksi sosial dan adanya kesempatan untuk berperilaku menyimpang (Budirahayu,
2013 : 22). Terdapat beberapa teori-teori tentang sebab-sebab terjadinya
penyimpangan sebagai berikut :
1. Teori Anomie berasumsi bahwa penyimpangan adalah akibat dari adanya berbagai
ketegangan dalam suatu struktur sosial tertentu sehingga ada individu-individu
yang mengalami tekanan dan akhirnya menjadi menyimpang.
2. Teori Belajar atau Teori Sosialisasi bahwa penyimpangan terjadi karena telah
dipelajari oleh seseorang atau sekelompok orang. Teori belajar atau teori sosiologi
menurut Edwin H. Sutherland menyebut teori tersebut dengan Asosiasi
Diferensial.
3. Teori Kontrol bahwa penyimpangan merupakan hasil dari kekosongan kontrol atau
pengendalian sosial.
4. Teori Labeling, menurut teori labeling bahwa teori ini tidak berusaha untuk
mejelaskan mengapa individu-individu tertentu tertarik atau terlibat dalam perilaku
menyimpang tetapi lebih menekankan pada pentingnya definisi-definisi sosial dan
sanksi-sanksi sosial negatif yang dihubungkan dengan tekanan-tekanan individu
untuk masuk atau terlibat ke dalam tindakan yang lebih menyimpang (Budirahayu,
2013 : 85-93).
2. Diferensiasi Assosiatif
Diferensiasi merupakan istilah sosiologis yang berkenaan dengan berbagai
perbedaan yang ada di dalam kehidupan masyarakat, seperti : usia, jenis kelamin, ras,
tingkat pendidikan dan pencapaian status. Menurut Budirahayu (2013 : 21) bahwa
secara umum, penyimpangan berhubungan dengan perbedaan (diferensiasi), tetapi
tidak selalu adanya diferensiasi memunculkan adanya penyimpangan.
Teori belajar/sosiologi menurut Edwin H. Sutherland (dalam Budirahayu, 2013
: 90-92) yang menamakan teorinya dengan Asosiasi Diferensial menyatakan bahwa
penyimpangan adalah konsekuensi dari kemahiran atau penguasaan atas suatu sikap
atau tindakan yang dipelajari dari norma-norma yang menyimpang, terutama dari
subkultural atau diantara teman-teman sebaya yang menyimpang. Dalam teori
asosiasi diferensial Sutherland terdapat beberapa proposisi guna mencari akar
permasalahan dan memahami dinamika perkembangan perilaku sebagai berikut :
1. Perilaku menyimpang adalah hasil dari proses belajar atau yang dipelajari;
2. Perilaku menyimpang akibat dari interaksi sosial yang melibatkan proses
komunikasi;
3. Penyimpangan seseorang akibat dari pergaulan yang akrab, sedangkan media
massa (TV, majalah, dan koran) hanya memainkan peran sekunder;
4. Mempelajari teknis-teknis penyimpangan dan petunjuk husus seperti motif,
dorongan, rasionalisasi, dan sikap-sikap berperilaku menyimpang;
5. Terjadinya pelanggaran terhadap norma-norma yang sudah ada;
6. Menganggap lebih menguntungkan untuk melanggar norma dari pada tidak
melanggar;
7. Terbentuknya asosiasi diferensial tergantung dari frekuensi, durasi, prioritas dan
intensitas;
8. Proses mempelajari perilaku menyimpang melalui kelompok atau asosiasi yang
juga menyimpang atau sebaliknya.
3. Tinjauan Umum Tentang Sosialisasi
a. Pengertian Sosialisasi
Menurut Vander Zanden (dalam Ihromi, 2004 : 30), sosialisasi adalah proses
interaksi sosial melalui mana kita mengenal cara-cara berpikir, berperasaan,
berperilaku, sehingga dapat berperan serta secara efektif dalam masyarakat. Berger
(dalam Kamanto, 2004 : 23) mendefinisikan sosialisasi sebagai “ a process by which
a child learns to be a participant member of society” proses melalui mana seorang
anak belajar menjadi seorang anggota yang berpartisipasi dalam masyarakat.
b. Agen Sosialisasi
Ada empat agen sosialisasi yang utama, yaitu keluarga, kelompok bermain,
media massa, dan lembaga pendidikan sekolah. Sebagaimana menurut Fuller dan
Jacobs (Kamanto, 2004 : 24-26), agen sosialisasi utama: keluarga, kelompok
bermain, media massa, dan sistem pendidikan‟ sebagai berikut :
1) Keluarga
2) Teman Bermain
3) Sekolah (Sistem Pendidikan)
4) Media Massa
4. Jaringan Sosial
Hubungan manusia sangat berarti baginya sebagai individu. Dapat dikatakan
bahwa kita, setidaknya sebagian, diartikan melalui siapa yang kita kenal. Secara lebih
luas, ikatan-ikatan di antara manusia juga berperan sebagai dinding pembatas bagi
struktur-struktur sosial yang lebih luas. Ide sentral dari modal sosial adalah bahwa
jaringan-jaringan sosial merupakan suatu aset yang bernilai (Field, 2005:16).
Jaringan sosial terjadi berkat adanya keterkaitan (connectedness) antara
individu dan komunitas. Keterkaitan mewujud di dalam beragam tipe kelompok pada
tingkat lokal maupun di tingkat lebih tinggi. Jaringan sosial yang kuat antara sesama
anggota dalam kelompok mutlak diperlukan dalam menjaga sinergi dan kekompakan.
Apalagi jika kelompok sosial kapital itu bentuknya kelompok formal.
F. Pembahasan
Keterlibatan para narapidana dalam kasus penyalahgunaan narkobap ada
umumnya disebabkan oleh empat faktor, yaitu : teman sebaya, keluarga, sekolah, dan
media massa. Berikut dapat dijelaskan keterlibatan para narapidana kasus
penyalahgunaan narkoba yang ada di Polres Kota Tanjungpinang sebagai berikut :
1. ZZ
Keterlibatan ZZ dalam menyalahgunakan narkoba diawali narkoba dari teman
kuliahnya dan pertama kali mengkonsumsi ganja, karena seseorang dapat melakukan
tindakan yang dapat merusak tatanan kehidupan sosial/bermasyarakat karena adanya
faktor lingkungan yaitu dari teman sebaya. Hal yang utama adalah ketersediaan
narkoba, jika narkoba tidak tersedia maka pelaku juga tidak ada. Namun demikian
faktor yang lain yang menyebabkan keterlibatan ZZ adalah diri sendiri (individu),
karena penasaran dan ingin merasa percaya diri dan selalu ingin tampil prima saat
bekerja sehingga ZZ menggunakan narkoba.
Perasaan ingin tahu biasanya dimiliki oleh generasi muda pada usia remaja.
Bila di hadapan sekelompok anak muda ada seseorang yang memperagakan,
”nikmatnya” mengkonsumsi narkoba, maka didorong oleh naluri alami anak muda,
yaitu keingintahuan, maka salah seorang dari kelompok itu akan maju mencobanya.
Selain didorong oleh keingintahuan, keberaniannya juga karena didesak oleh gejolak
dalam jiwanya yang ingin dianggap hebat, pemberani, dan rayuan teman-teman
sebayanya.
2. DB
Faktor teman sebayalah yang menyebabkan DB terlibat dalam
menyalahgunakan narkoba. Namun hal pemiculah adalah faktor keluarga. Karena
terjadinya disharmonisasi keluarga dimana kegagalan komunikasi dengan ayahnya
yang menimbulkan rasa kekecewaan terhadap perilaku ayahnya sehingga DB merasa
stress dan seringnya berkomunikasi dengan temannya yang juga pemakai narkoba
sehingga mereka mencari solusi untuk menghilangkan rasa stress dan kekecewaan
dengan ayahnya.
Keluarga seharusnya menjadi wadah untuk menikmati kebahagiaan dan curahan
kasih sayang, wahana silih asih, silih asah, dan silih asuh. Namun pada kenyataannya,
keluarga sering sekali justru menjadi pemicu sang anak menjadi pemakai, hal tersebut
disebabkan karena keluarga tersebut kacau balau. Hubungan antara anggota keluarga
dingin, bahkan tegang atau bermusuhan.
3. BI
BI mendapatkan narkoba pertama kali dari sahabatnya yang juga pemakai
narkoba. Perasaan setia kawan sangat kuat dimiliki oleh generasi muda. Jika tidak
mendapatkan penyaluran yang positif, sifat positif tersebut dapat berbahaya dan
menjadi negatif. Bila temannya memakai narkoba, maka individu tersebut ikut juga
memakai. Bila temannya dimarahi orang tuanya atau dimusuhi masyarakat, maka
pemakai membela dan ikut bersimpatik.
Selain untuk bersenang-senang, ternyata keterlibatan BI dipicu karena
terjadinya ketidakharmonisan dalam keluarganya. Orang tua yang kurang perhatian
dengan anaknya yang menyebabkan keterlibatan BI dalam menyalahgunakan
narkoba. Apalagi jika didukungan dengan lingkungan yang kurang baik.
Komunikasi antara ayah, ibu, dan anak-anak sering sekali menciptakan suasana
konflik yang tidak berkesudahan, dimana bahwa penyebab konflik tersebut sangat
beragam. Solusi semua konflik adalah komunikasi yang baik, penuh pengertian,
saling menghargai dan menyayangi, serta ingin selalu membahagiakan. Interaksi
antara orang tua dengan anak tidak cukup hanya berdasarkan niat baik. Cara
berkomunikasi juga harus baik. Masing-masing pihak harus memiliki kesabaran
untuk menjelaskan isi hatinya dengan cara yang tepat. Banyak sekali konflik di dalam
rumah tangga yang terjadi hanya karena salah paham atau kekeliruan berkomunikasi.
Kekeliruan kecil itu, dapat berakibat fatal, yaitu masuknya narkoba ke dalam
keluarga.
Ketidak harmonisan keluarga akan berimbas pada tingkah laku anak terhadap
lingkungannya apalagi jika didukungan dengan lingkungan yang kurang baik seperti
sekolah misalnya. Lingkungan sekolah BI berpengaruh karena kurangnya perhatian
guru. Apalagi kalau anak-anak yang memang sudah tidak mendapatkan perhatian dari
kedua orang tuanya ditambah lagi perhatian guru yang kurang, pasti anak tersebut
akan mencari kesenangan di tempat lain dan dengan orang lain yang merasa lebih
memperhatikan dia.
4. SS
Awal keterlibatan SS saat itu karena rasa ingin tahu dan desakan dari sang
pacarnya sehingga SS terlibat dalam menyalahgunakan narkoba. Adanya perasaan
keterikatan antar SS dengan pacarnya sehingga dia berani untuk mencoba
menggunakan narkoba. Dan jika dilihat dari segi keluarga, SS masih tergolong
keluarga yang harmonis, terlihat dari seringnya mereka berkomunikasi dan masih ada
perhatian dari orang tua. Jadi faktor pemicunya adalah terjadinya hubungan
sosialisasi yang menyimpang karena berteman dengan orang-orang yang berperilaku
menyimpang. Selain faktor pergaulan, ternyata keterlibatan media massa juga
memegang peranan walaupun pengaruhnya hanya dianggap sebagai penyebab yang
bersifat sekunder, seperti yang dikatakan Sutherland (dalam Budirahayu, 2013 : 90-
92) bahwa Penyimpangan seseorang akibat dari pergaulan yang akrab, sedangkan
media massa (TV, majalah, dan koran) hanya memainkan peran sekunder.
5. CA
CA pertama kali dia mengenal dan mendapatkan narkoba saat ia pindah dan
sekolah di salah satu SMP Negeri di Batam. Pertama kali dia ditawarkan oleh
temannya yang baru ia kenal lewat jejaring sosial (MIRC). CA yang mengalami
ketergantungan karena pengaruh dari teman, terjadi akibat lingkungan pergaulannya
yang kurang sehat, dimana banyak teman sepergaulan yang mengkonsumsi narkoba
agar tidak diasingkan dari lingkungan pergaulannya, ia mulai terpengaruh untuk
mengkonsumsi narkoba tersebut. Hal ini dipicu karena adanya keinginan CA untuk
mencari kesenangan dan mencari ketenangan bersama teman-temannya yang ternyata
memiliki perilaku yang menyimpang. Semua ini dikarenakan hubungannya dengan
orang tua tidak begitu baik. Demikian halnya dengan pamannya yang kurang
memperhatikan aktivitasnya. CA sangat bebas untuk keluar masuk rumah dan bebas
berteman dengan siapa saja.
Efek negatif yang ditimbulkan oleh media massa terutama dalam hal
delinkuensi dan kejahatan bersumber dari besarnya kemungkinan atau potensi pada
tiap anggota masyarakat untuk meniru apa yang disaksikan ataupun diperoleh dari
media massa. Pengenaan (exposure) terhadap isi media massa memungkinkan
khalayak untuk mengetahui sesuatu isi media massa, kemudian dipengaruhi oleh isi
media tersebut. Bersamaan dengan itu memang terbentang pula harapan agar
khalayak meniru hal-hal yang baik dari apa yang ditampilkan media massa. Seperti
yang dialami oleh CA yang sering membuat pertemanan di media internet seperti
MIRC sehingga melalui jejaring social tersebut CA mendapatkan banyak teman yang
ternyata pengguna narkoba.
Demikian halnya dengan lingkungan sekolahnya, dimana sekolah yang ia
tempati tidak begitu ketat peraturannya, perhatian gurupun sangat kurang sehingga
siswa dapat melakukan sesuai dengan yang mereka inginkan.
6. HD
Dia mengenal dan mendapatkan narkoba dari temannya. Dia terlibat dalam
penyalahgunaan narkoba karena ingin mendapatkan uang (penghasilan). Artinya
faktor ekonomi HD yang tergolong tidak mampu menyebabkan keterlibatannya
dalam menyalahgunakan narkoba. Lingkungan pergaulan teman sebaya menjadi salah
satu faktor keterlibatan HD dalam menyalahgunakan narkoba. Sosialisasi dalam
kelompok bermain dilakukan dengan cara mempelajari pola interaksi dengan orang-
orang yang sederajat dengan dirinya. Oleh sebab itu, dalam kelompok bermain, anak
dapat mempelajari peraturan yang mengatur peranan orang-orang yang
kedudukannya sederajat dan juga mempelajari nilai-nilai keadilan. Antara HD dan
teman-temannya memiliki jaringan sosial yang kuat sehingga apa yang ditawarkan
oleh temannya tidak dapat ditolaknya. Dan untuk menghargai rasa pertemanan dan
solidaritas maka HD ikut terlibat dalam menyalahgunakan narkoba.
Hubungannya dengan keluarganya dalam kondisi yang kurang baik. Orang
tuanya yang tidak perhatian dan tidak mau peduli dengan HD menyebabkan dia
mencari perhatian diluar dengan menjalin pertemanan. Hubungan pertemanan yang
salah menjadi faktor keterlibatan HD, karena salah satu faktor penyebab terjadinya
perilaku yang menyimpang adalah adanya hubungan sosialisasi yang menyimpang.
7. FN
Faktor keterlibatan FN adalah teman sebaya dan individu sendiri, karena
bujukan teman dan perasaan segan dengan sahabat serta adanya rasa ingin tahu dan
penasaran akan rasa narkoba. Dikatakan Kamanto (2004 : 24-26) bahwa kelompok
bermain lebih banyak berperan dalam membentuk kepribadian seorang individu.
Adanya rasa keterikatan dan soldaritas dengan teman-temannya. Hal inilah yang
disebut sebagai jaringan sosial karena jaringan sosial terjadi berkat adanya
keterkaitan (connectedness) antara individu dan komunitas. Hubungan keterikatan ini
akan mengarah kepada terjadinya proses diferensiasi assosiatif yaitu adalah
tindakan/interaksi yang berbeda dari yang lainnya yang terjadi saat adanya saling
pengertian dan kerjasama untuk mencapai tujuan bersama.
8. J
Pertama kali J mengenal narkoba dari temannya. J tidak memiliki pengetahuan
tentang narkoba, dia hanya menerima apa yang temannya berikan sampai lama-
kelamaan dia merasa nyaman dengan narkoba. Jelas disini bahwa faktor pergaulan
dan sosialisasi yang salah atau menyimpang dan pergaulan dengan teman-teman yang
juga pemakai dapat memicu seseorang untuk menyalahgunakan narkoba.
“J” selalu merasa ada keterikatan antara temannya sehingga rasa keterikatan
itulah yang menyebabkan J terlibat dalam menyalahgunakan narkoba. J tidak dapat
menolak ajakan temannya untuk memakai narkoba karena J sudah merasa akrab dan
sudah seperti keluarga. Jadi disini dijelaskan bahwa lingkungan teman sebaya sangat
berpengaruh terhadap keterlibatan J dalam menyalahgunakan narkoba.
G. Penutup
1. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan hasil wawancara dan sesuai dengan rumusan masalah
yang telah diajukan, maka dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang
mempengaruhi keterlibatan narapidana kasus narkoba adalah faktor ketersediaan
narkoba, lingkungan (keluarga, sekolah, teman, dan masyarakat), faktor individu itu
sendiri, dan faktor media massa. Namun yang paling dominan berpengaruh terhadap
keterlibatan narapidana kasus narkoba di Polres Tanjungpinang adalah faktor
ketersediaan narkoba dan faktor lingkungan yaitu keluarga dan teman.
2. Saran
Setelah peneliti melakukan penelitian ini, maka peneliti memberikan saran
kepada :
1. Pihak Berwenang
Sebaiknya pihak berwenang lebih memperketat pengawasan terhadap peredaran
narkoba di Indonesia khususnya di Kepulauan Riau dengan melakukan koordinasi
dengan berbagai pihak yang terkait dalam mengawasi jalur-jalur (akses) masuknya
pengedar narkoba, misalnya daerah-daerah perbatasan Singapura dan Malaysia.
2. Keluarga
Sebaiknya pihak keluarga selalu memperhatikan kegiatan dan aktifitas anak-anak
mereka dan sebisa mungkin untuk berinteraksi secara harmonis dengan anggota
keluarganya.
3. Masyarakat
Sebaiknya masyarakat lebih berkoordinasi dengan pihak-pihak yang berwenang
dalam melakukan tindakan preventif terhadap penyalahgunaan narkoba.
4. Individu
Disarankan bagi setiap individu agar selalu membentengi diri melalui kegiatan
keagamaan dan selalu menambah wawasan dalam mencegah tindakan
penyalahgunaan narkoba.
5. Sekolah
Disarankan kepada pihak sekolah agar sebaiknya memberikan pengawasan yang
lebih terhadap anak didiknya dalam beraktivitas dan berkreatifitas, memberikan
ruang untuk berkreasi, memberikan bimbingan konseling, dan merencanakan
program-program atas tindakan preventif terhadap pencegahan penyalahgunaan
narkoba.
6. Peneliti Lainnya
Bagi peneliti yang lain, diharapkan dapat melakukan penelitian lebih lanjut tentang
pengaruh faktor keluarga dan teman sebaya terhadap penyalahgunaan narkoba.
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, S., 2006, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Edisi Revisi VI,
Jakarta : Rineka Cipta.
Budirahayu, Tuti, 2013, Sosiologi Perilaku Menyimpang, Surabaya : PT.Revka Petra
Media.
Field, John, 2005, Modal Sosial, Medan : Bina Media Perintis.
Husein Umar, 2007, Metode Penelitian Untuk Skripsi Dan Tesis Bisnis, Jakarta: PT.
Raja Grafindo Persada
Ihromi, T.O., 2004, Bunga Rampai Sosiologi Keluarga, Jakarta : Yayasan Obor
Indonesia.
Kartono, Kartini, 2011, Patologi Sosial, Jakarta : Rajawali Pers.
Moleong, Lexy J., 2005, Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: PT. Remaja
Rosda Karya.
Sugiyono, 2010, Metode Penelitian Pendidikan “Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif,
dan R & D”. Bandung : Alfabeta.
Sunarto, Kamanto, 2004, Pengantar Sosiologi. Jakarta : Fakultas Ekonomi
Universitas Indonesia.