penyakit-ginjal-kronik-dan-resistensi-insulin.pdf

download penyakit-ginjal-kronik-dan-resistensi-insulin.pdf

of 18

Transcript of penyakit-ginjal-kronik-dan-resistensi-insulin.pdf

  • i

    BAB.I

    PENDAHULUAN

    Peningkatan resistensi insulin pada pasien gagal ginjal pertama kali dilaporkan pada tahun

    1970. DeFronzo dkk pada tahun 1981 menemukan resistensi insulin pada pasien Penyakit Ginjal

    Kronik (PGK) terutama pada jaringan perifer. Pada saat yang sama pengambilan glukosa pada

    hati ataupun sintesis glukosa tidak normal. Saat ini diketahui bahwa resisten insulin terjadi secara

    simultan dengan disertai penurunan filtrasi glomerulus pada stadium dini PGK.1

    Berbagai penelitian klinik menunjukkan bahwa sindrom resistensi insulin yang dikenal

    juga dengan sindrom metabolik pada populasi umum akan meningkatkan risiko terjadinya

    penyakit ginjal kronik. Pada suatu penelitian kohort dibuktikan bahwa resistensi insulin pada

    PGK merupakan factor risiko independen terhadap penyakit kardiovaskuler.2

    Penelitian prospektif yang dilakukan oleh shinohara dkk (2002) menunjukkan bahwa

    resiten insulin merupakan prediktor independen terhadap mortalitas penyakit kardiovaskuler

    pada pasien penyakit ginjal terminal tanpa disertai Diabetes Mellitus sebelumnya.1

    Suatu penelitian yang lebih luas menunjukkan peran obesitas terhadap terjadinya

    penyakit ginjal progresif. Obesitas berkaitan dengan aktifasi RAAS dan SNS, hiperinsulinemia/

    resisten insulin, dislipidemia, disglikemia, disfungsi endotel yang secara sendiri ataupun

    bersamaan berperan terhadap perubahan struktural dan fungsional, penyakit ginjal progresif dan

    bahkan penyakit ginjal terminal.3

    Berbagai studi klinik menunjukkan bahwa sindrom resistensi insulin yang dikenal juga

    dengan sindrom metabolik pada populasi umum akan meningkatkan risiko terjadinya penyakit

    ginjal kronik (PGK) di kemudian hari. Dilain pihak, pada pasien PGK ditemukan keadaan

    resistensi insulin dan hiperinsulinemia, tidak tergatung dari penyebab dasar penyakit ginjalnya.

    Prevalensi resistensi insulin pada pasien penyakit ginjal sangat tinggi yaitu 79% dan sindrom

    metabolik 44%. 1,2

  • ii

    Pasien dengan penyakit ginjal kronik mempunyai risiko tinggi untuk mengalami

    komplikasi kardiovaskular. Telah diketahui bahwa banyak faktor yang berperan terhadap

    kejadian tersebut seperti hipertensi, anemia, kalsifikasi vaskullar. Disamping itu resistensi insulin

    pada PGK termasuk salah satu factor yang turut berperan dalam peningkatan aterosklerosis

    kardiovaskular. Telah terbukti bahwa ditemukan abnormalitas lipoprotein, penyakit pembuluh

    darah aterosklerotik, diikutu dengan morbiditas dan mortalitas kardiovaskular yang tinggi pada

    penyakit ginjal kronik. Resistensi insulin dan hiperinsulinemia mempunyai peran dalam

    terjadinya aterosklerosis pembuluh darah dan penyakit kardiovaskular, suatu keadaan yang juga

    dijumpai pada sindrom metabolik. Oleh karena itu, penyakit ginjal kronik merupakan bentuk lain

    dari resistensi insulin yang memerlukan intervensi.1

    Tujuan tinjauan kepustakaan ini untuk melihat pengaruh resistensi insulin terhadap

    penyakit ginjal kronik.

  • iii

    BAB.II

    PENYAKIT GINJAL KRONIK DAN RESISTENSI INSULIN

    2.1. Penyakit Ginjal Kronik.

    Penyakit ginjal kronik sudah menjadi masalah kesehatan masyarakat diseluruh dunia.

    Prevalensi penyakit ginjal kronik, dengan batasan nilai laju filtrasi glomerulus kurang dari 60

    ml/menit/1,73m2, dilaporkan bervariasi yaitu sekitar 20 % di Jepang dan Amerika Serikat, 6,4

    sampai 9,8 % di Taiwan, 2,6 sampai 13,5 % di Cina, 17,7 % di Singapura dan 1,6 sampai 9,1

    di Thailand. Surve yang di lakukan oleh Perhimpunan Nefrologi Indonesia menunjukkan 12,5

    % populasi sudah mengalami penurunan fungsi ginjal.4

    Penyakit Ginjal Kronik (PGK) adalah gangguan struktur atau fungsi ginjal yang terjadi

    lebih dari tiga bulan. Diperkirakan 800.000 penduduk Amerika mengalami PGK dengan

    kreatinin serum 2,0 mg/dl dan lebih dari 6,2 juta orang kadar kreatinin serum mencapai 1,5

    mg/dl atau lebih. 4

    Tabel.1. Batasan penyakit ginjal Kronik.kutip 4,5,6

    1. Kerusakan ginjal > 3 bulan, yaitu kelainan struktur atau fungsi ginjal, dengan atau

    tanpa penurunan laju filtrasi glomerulus berdasarkan : - Kelainan patologik atau - Petanda kerusakan ginjal seperti proteinuria, kelainan pada pemeriksaan

    pencitraan. 2. Laju filtrasi glomerulus < 60 ml/menit/1,73 m2 selama > 3 bulan, dengan atau tanpa

    kerusakan ginjal.

    KDOQI (Kidney Disease outcome Quality Initiatiative) membuat klasifikasi PGK

    dalam 5 tahap berdasarkan tingkat penurunan fungsi ginjal yang dinilai dengan laju filtrasi

    glomerulus (LFG). PGK stadium I ditandai dengan LFG 90 ml/min.1,73m2, sedangkan LFG

    60-89 ml/min.1,73m2 disebut PGK stadium 2 atau penurunan fungsi ginjal ringan. Berbagai

    kepustakaan mendefinisikan PGK apabila LFG mencapai < 60 ml/min.1,73m2, karena pada

  • iv

    tingkat ini risiko progresifitas menuju penyakit ginjal tahap akhir (PGTA) sangat besar.

    Penurunan LFG mencapai 30-59 ml/min.1,73m2 disebut PGK stadium 3, sedangkan LFG 15-

    29 ml/min.1,73m2 disebut PGK stadium 4. PGK dengan LFG < 15 ml/min.1,73m2

    dikatagorikan gagal ginjal atau stadium 5 yang membutuhkan terapi dialysis atau transplantasi

    ginjal untuk pengganti ginjal. Oleh karena PGK stadium 3 mempunyai risiko tinggi

    berkembang menjadi stadium 4 dan 5, maka NICE (National Institute for Health and Clinical

    Experience) membagi stadium 3 menjadi 3A bila LFG mencapai 49-59 ml/min.1,73m2 dan

    stadium 3B bila LFG 30-44 ml/min.1,73m2.4,5,6

    Tabel.2. Stadium PGK berdasarkan penurunan LFG.kutip 5

    Nilai laju filtrasi glomerulus merupakan parameter terbaik untuk mengukur fungsi

    ginjal. Nilai ini dianjurkan dihitung dengan rumus Cockroft-Gault atau rumus MDRD

    (modification of diet in renal disease). Stadium dini penyakit ginjal kronik dapat dideteksi

    dengan pemeriksaan laboratorium. Pengukuran kadar kreatinin serum dilanjutkan dengan

    penghitungan nilai laju filtrasi glomerulus dapat mengidentifikasi pasien yang mengalami

    penurunan fungsi ginjal.pemeriksaan ekskresi albumin dalam urin dapat mengidentifikasi

    pada sebagian pasien dengan kerusakan ginjal. Deteksi dini kerusakan ginjal sangat penting

    untuk dapat memberikan pengobatan segera, sebelum terjadi kerusakan dan komplikasi lebih

    lanjut.4,6,8

  • v

    Tabel.3. Rumus untuk menghitung laju filtrasi glomerulus.kutip 4,5,

    Cockroft-Gault : Kliren Kreatinin =(- 140-Umur)X Berat Badan)X (0,85,jika Wanita)

    (ml/menit) 72 X Kreatinin serum

    MDRD: Laju Filtrasi Glomerulus = 186 X (Kreatinin serum)-1,154X (umur)-0,203 X (0,742 jika

    wanita) X (1,210 jika kulit hitam)

    Pada stadium paling dini penyakit ginjal kronik, terjadi kehilangan daya cadangan

    ginjal (renal reverse) pada keadaan dimana basal LFG masih normal atau malah meningkat.

    Kemudian secara perlahan tapi pasti akan terjadi penurunan fungsi nefron yang progresif,

    yang ditandai dengan peningkatan kadar urea dan kreatinin serum. Sampai pada LFG

    sebesar 60 % penderita masih belum merasakan keluhan , tetapi sudah terjadi peningkatan

    kadar urea dan kreatinin serum. Pada LFG sudah 30% mulai terjadi keluhan pada pasien

    seperti nokturia , badan lemah, mual dan napsu makan berkurang dan penurunan berat

    badan . pada LFG dibawah 30% akan memperlihatkan tanda dan gejala uremia yang nyata

    seperti anemia, tekanan darah meningkat, gangguan metabolisme fosfor dan kalsium,

    pruritus, mual, muntah dan lain sebagainya.6,8

    2.2. Resistensi Insulin

    Resisten Insulin merupakan suatu keadaan dimana insulin tidak mampu melakukan

    respon secara normal terhadap lemak, otot dan sel hati. Resisten insulin pada sel lemak

    mengakibatkan efek insulin terhadap peningkatan hidrolisis simpanan trigliserida tanpa

    adanya peningkatan sensitifitas insulin ataupun penambahan insulin. Peningkatan mobilisasi

    lipid akan meningkatkan asam lemak bebas dalam plasma darah. Resisten insulin

    menurunkan pengambilan glukosa di sel otot ( dan juga penyimpanan lokal glukosa sebagai

    glikogen) sedangkan resisten insulin di hati mengakibatkan gangguan sintesis glikogen dan

    ketidakmampuan menekan produksi glukosa.7

    Peningkatan konsentrasi asam lemak darah ( berkaitan dengan resisten insulin dan

    Diabetes Melitus tipe 2) menurunkan pengambilan glukosa otot dan serta meningkatkan

    produksi glikosa hati yang semua berperan meningkatkan konsentrasi glukosa darah. Kadar

  • vi

    plasma insulin dan glukosa yang tinggi oleh karena resisten insulin diyakini sebagai

    penyebab sindrom metabolik dan DM tipe 2 serta komplikasinya.7

    2.2.1. Patofisiologi Resistensi Insulin

    Setiap makan maupun minum akan menyebabkan peningkatan kadar glukosa darah.

    Pada individu dengan metabolisme yang normal penigkatan kadar glukosa darah akan

    menyebabkan sel beta pangkreas melepaskan insulin. Insulin menyebabkan jaringan sensitive

    insulin mengabsorbsi glukosa (mis, otot,lemak) sehingga menurunkan kadar glukosa darah.

    Sel beta menurunkan pengeluaran insulin pada saat glukosa darah menurun, sehingga

    glukosa darah tetap berada pada 5 mmol/L (90mg/dL). Pada resisten insulin kadar normal

    insulin tidak mempunyai efek adekuat terhadap otot dan sel lemak sehingga kadar glukosa

    darah tetap tinggi dari normal. Kompensasi dari keadaan ini pada individu resisten insulin

    melepaskan insulin secara berlebihan. Peningkatan kadar insulin mengakibatkan pengaruh

    biologis terhadap tubuh.7

    Beberapa kondisi penyakit dapat menyebabkan jaringan tubuh lebih resisten terhadap

    kerja insulin termasuk misalnya infeksi ( yang diperantarai oleh sitokin TNF ) dan asidosis.

    Obat-obatan juga mungkin berkaitan dengan resisten insulin (mis, glukokortikoid).7

    Insulin sendiri dapat mencetuskan resisten insulin, apabila setiap saat sel terpapar

    insulin, produksi GLUT4 (reseptor glukosa tipe 4) pada membran sel menurun., hal ini

    menyebabkan kebutuhan insulin meningkat yang menyebabkan reseptor glukosa berkurang.

    Latihan fisik memperbaiki proses ini pada jaringan otot. Resisten insulin juga sering

    berkaitan dengan keadaan hiperkoagulasi (gangguan fibrinolisis) dan peningkatan kadar

    sitokin inflamasi.7,9

    Resisten insulin paling sering dijumpai pada orang dengan perlemakan visceral ( mis,

    perlemakan jaringan dinding abdomen seperti perlemakan subkutan atau lemak diantara kulit

    dan otot terutama diseluruh tubuh seperti punggung dan paha ), hipertensi, hiperglikemia,

  • vii

    dan dislipidemia termasuk peningkatan trigliserida, small dense low-density lipoprotein

    (sdLDL) dan penurunan kadar kolesterol HDL.7,9

    Sel lemak visceral menghasilkan sitokin inflamasi seperti TNF-, IL-1 dan IL-6 dan

    sebagainya. Sitokin inflamasi mengggangu kerja insulin secara normal pada sel lemak dan

    otot. Lemak viseral berkaitan dengan penumpukan lemak di hati suatu kondisi yang dikenal

    sebagai penyakit nonalkoholik fatty liver (NAFLD). NAFLD melepaskan asam lemak bebas

    secara berlebihan ke dalam darah (disertai peningkatan lipolisis), dan peningkatan produksi

    glukosa hati, kedua-duanya mempengaruhi terjadinya resisten insulin perifer dan peningkatan

    insiden DM tipe 2.7,9

  • viii

    BAB.III

    HUBUNGAN PENYAKIT GINJAL KRONIK DAN RESISTENSI INSULIN

    3.1.Pengaturan insulin oleh Ginjal dalam keadaan normal

    Insulin berperan penting dalam proses biologis di dalam tubuh terutama menyangkut

    metabolisme karbohidrat. Hormone ini berfungsi dalam proses utilisasi glukosa pada hampir

    seluruh jaringan tubuh, terutama otot, lemak dan hati. Selain hati, ginjal berperan penting

    dalam metabilisme glukosa. Dari total kliren insulin secara keseluruhan, sekitar 60% terjadi

    melalui filtrasi di glomerulus dan 40 % di ekstraksi dari pembuluh darah peritubuler yang

    kemudian disekresi oleh tubulus. Insulin dari lumen tubulus memasuki sel tubulus proksimal

    melalui carier mediated endocytosis dan kemudian di bawa melalui lisosom dimana kemudian

    di metabolisme menjadi asam amino. Pada akhirnya hanya kurang dari 1% insulin yang di

    filtrasi keluar melalui urin. Kecepatan kliren insulin oleh ginjal 200 ml/menit, melebihi

    kecepatan laju glomerulus karena ada kontribusi sekresi insulin oleh tubulus. Oleh karena itu

    dapat diperkirakan bahwa setiap hari sekitar 6-8 unit insulin di degradsi oleh ginjal, setara

    dengan 25 % produksi insulin oleh pankreas setiap hari.4,9

    3.2.Penurunan Sensitifitas Insulin

    Penurunan sensitifitas insulin pada jaringan perifer (resistensi insulin) terjadi pada

    hampir semua pasien dengan uremia yang mengakibatkan terjadinya gangguan metabolisme

    glukosa. Resistensi insulin juga dijumpai pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal yang

    ringan sampai sedang, bahkan pada laju filtrasi glomerulus yang masih normal. Secara umum

    ada beberapa mekanisme yang dapat menyebabkan terjadinya resistensi insulin, yaitu

    peningkatan glukoneogenesis hepatik yang tidak dapat disupresi secara kuat oleh insulin,

    penurunan ambilan glukosa pada hati dan otot, penurunan metabolisme glukosa di dalam sel.

    Studi eksperimental dan studi klinik menunjukkan bahwa mekanisme yang paling utama pada

    PGK terjadi melalui defek post reseptor pada otot skeletal. Gangguan tersebut terutama terjadi

    pada tahap pengambilan glukosa dan metabolisme glukosa di jaringan.4,9

    Sejalan dengan penurunan fungsi ginjal yang diikuti oleh penurunan kliren insulin oleh

    ginjal, akumulasi toksik uremik, asidosis metabolik secara bersama turut berperan memicu

  • ix

    resitensi melalui berbagai mekanisme yang kemudian memperberat keadaan resistensi insulin.

    Resistensi insulin berkorelasi secara linier dengan penurunan fungsi ginjal, hal ini didukung

    oleh penelitian Kobayashi dkk. 9,10

    Abnormalitas metabolisme fosfat, difisiensi vitamin D3, konsentrasi hormone

    paratiroid yang meningkat juga mempunyai peranan terhadap timbulnya resistensi insulin.

    Resistensi yang membaik setelah tindakan dialisis mendukung tiori bahwa toksi uremik

    memang mempunyai peranan. Penurunan oksigenasi jaringan seperti anemia pada PGK

    diduga berperan terhadap resistensi insulin. Derajat resistensi insulin jaringan berkorelasi

    dengan kapasitas earobik. Latihan fisik kemungkinan dapat memperbaiki resistensi insulin

    pada pasien PGK. Koreksi anemia pada PGK dapat meningkatkan utilisasi glukosa sekitar

    5%. Ganguan degradasi dan sekresi insulin pada uremia turut berpengaruh terhadap

    metabolisme glukosa.9,10

    3.3.Gangguan Degradasi Insulin

    Pada awal PGK hanya sedikit sekali terjadi perubahan kliren insulin oleh ginjal.

    Sebagai mekanisme kompensasi terhadap penurunan filtrasi glomerulus terjadi peningkatan

    pengambilan insulin peritubuler, mekanisme ini mampu dipertahankan sampai laju filtrasi

    glomerulus menurun sampai 15-20 ml/menit. Pada tahap ini terjadi penurunan kliren insulin

    yang dramatis yang juga diperantarai oleh penurunan metabolisme insulin di hati yang terjadi

    secara bersamaan. Gangguan metabolisme insulin dihati di induksi oleh toksin uremik,

    keadaan ini membaik setelah dialisis.9,10

    3.4. Gangguan sekresi insulin

    Respon yang diharapkan terjadi pada keadaan gangguan sensitifitas insulin adalah

    peningkatan sekresi insulin sebagai upaya memperbaiki metabolisme glukosa. Akan tetapi

    pada banyak kasus ternyata hal ini tidak terjadi. Penekanan sekresi insulin ini terjadi pada

    gangguan fungsi ginjal tahap lanjut, akibatnya pasien cenderung mengalami gangguan

    toleransi glukosa. Salah satu factor yaqng menyebabkan penekanan sekresi insulin pada PGK

    adalah keadaan asidosis metabolik9,10

  • x

    Kobayashi dkk mendapatkan pada penelitiannya bahwa terdapat hubungan antara

    asidosis metabolik dengan glucose disposal rate pada pasien dialisis. Pada penelitian yang

    lain dibuktikan bahwa derajat beratnya asidosis berhubungan kuat dengan sensitifitas

    insulin.4,10

    Walker dkk pada penelitiannya mendapatkan dimana resistensi insulin membaik setelah

    koreksi asidosis pada pasien diabetes dengan ketoasidosis. Pada keadaan asidosis metabolik

    terjadi peningkatan katabolisme asam amino rantai cabang (branched chain amino acid)

    yang mengganggu sekresi insulin dan pengambilan glukosa di jaringan. Disamping itu

    peningkatan hormone paratiroid dan gangguan metabolisme fosfat dapat mengganggu sel

    untuk meningkatkan sekresi insulin sebagai respon terhadap hiperglikemia.4,10

    Hormon paratiroid yang tinggi memicu kalsium masuk ke intra sel, termasuk sel beta

    pankreas, sehingga terjadi peningkatan konsentrasi kalsium intraseluler. Keadaan tersebut

    akan mengganggu pelepasan insulin karena menurunkan aktifitas ATP dan Na-K-ATPase

    pada sel pancreas yang diperlukan untuk sekresi insulin. Pada suatu penelitian eksperimental

    tindakan paraidektomi dan pemberian antagonis kalsium seperti verapamil dapat memperbaiki

    keadaan tersebut.11,12

    Defisiensi kalsitriol (1,25-dihidroksi vitamin D) pada PGK juga berperan terhadap

    penekanan sekresi dari sel pankreas. Vitamin D3 berinteraksi dengan sel pancreas dan

    memodulasi sekresi insulin. Dari penelitian diketahui sel beta pancreas mempunyai reseptor

    vitamin D3 yang turut berperan dalam sekresi insulin. Penelitian jangka panjang menunjukkan

    bahwa terapi kalsitriol memperbaiki metabolisme glukosa dan resistensi insulin.10,13,14

    3.5. Perubahan fungsional dan struktur, Respon Kompensasi serta Kerusakan Nefron

    Resisten Insulin/hiperinsulinemia berkaitan dengan aktifasi aktifitas Renin-Angiotensin

    Aldosteron system (RAAS) dan Symphatic Nervous System (SNS) yang berperan terhadap

    peningkatan reabsorbsi natrium ginjal serta berkaitan dengan retensi cairan dan hipertensi,

    juga berkaitan dengan peningkatan proliferasi sel endotel, lipid intrarenal dan deposit

    hyaluronat pada matrik dan medulla ginjal. Deposit ini meningkatkan tekanan intrarenal dan

  • xi

    vulome pada kapsul ginjal, sehingga mengakibatkan prolaps parenkim dan obstruksi aliran

    urin. Hal ini akhirnya menyebabkan perlambatan aliran tubulus dan peningkatan reabsorbsi

    natrium terutama di ansa Henle.15

    Gambar.1. Mekanisme yang mendasari terjadinya gagal ginjal progresif dan hipertensi pada

    Resistensi insulin. Perubahan struktur dan fungsi ginjal secara bersamaan

    mengakibatkan aktivasi sistim saraf simpatis (SNS) dan sistim rennin-angiotensin

    aldosteron (RAAS).kutip 3

    Perubahan fungsi dan struktur pada ginjal mencetuskan penurunan kompensasi

    tahanan vascular ginjal, meningkatkan aliran plasma, hiperfiltrasi glomerulus serta

    merangsang RAAS. Faktor neurohumoral seperti angiotensin II, system simpatis dan sitokin

    terlibat secara sinergis pada mekanisme kompensasi ini. Selanjutnya angiotensin II yang

    berpengaruh pada tekanan darah berperan langsung pada peningkatan tekanan kapiler

    glomerulus dengan memvasokontriksi arteriole efferent dan meningkatkan pengaturan respon

  • xii

    ginjal. Walaupun belum terjadi kerusakan glomerulus, respon kompensasi yang menetap

    meningkatkan tekanan pada dinding glomerulus, dengan adanya hipertensi, dislipidemia dan

    hiperglikemia secara bertahap akan menyebabkan kerusakan nefron, glomerulosklerosis dan

    akhirnya penyakit ginjal stadium akhir. 3

  • xiii

    BAB.I

    DAMPAK KLINIS DAN PENATALAKSANAAN

    4.1. Dampak Klinis

    Resistensi insulin pada PGK meningkatkan risiko penyakit aterosklerosis pada

    kardiovaskular, baik pada penderita pre-dialisis maupun pada gagal ginjal tahap akhir.

    Resistensi insulin yang ditandai oleh gangguan metabolisme karbohidrat, hipertensi dan

    dislipidemia secara bersama mempengaruhi terhadap terjadinya penyakit kardiovaskular.16

    Dislipidemia merupakan salah satu faktor risiko yang penting. Ciri khas dislipidemia

    pada PGK umumnya adalah trigliserida yang meningkat, kolesterol HDL yang rendah.

    Keadaan ini berkaitan dengan hiperinsulinemia pada pasien dengan resistensi insulin.

    Walaupun kolesterol LDL tidak meningkat, namun dalam keadaan konsentrasi trigliserida

    yang tinggi di dalam darah ukuran partikelnya menurun , menyebabkan sifat aterogeniknya

    meningkatnya. Insulin meningkatkan sintesis VLDL trigliserida intra hepatik melalui

    penurunan sensitifitas lipoprotein lipase yang akan menurunkan kecepatan metabolisme

    VLDL.17,23

    Shinohara dkk, melakukan penelitian kohort pada pasien PGK non-diabetes

    mendapatkan bahwa resistensi insulin merupakan predictor yang independen terhadap

    mortalitas kardiovaskular, namun pada pasien gagal ginjal terminal yang mempunyai indek

    masa tubuh yang tinggi ternyata mempunyai risiko yang lebih rendah terjadinya mortalitas

    kardiovaskular. Hal ini mungkin malnutrisi merupakan faktor risiko yang penting pada

    kelompok ini. 18

    Resistensi insulin dapat timbul bersamaan dengan keadaan inflamasi pada pasien

    PGK. Inflamasi kronik juga merupakan predictor penyakit kardiovaskular pada PGK. Ada

    dugaan bahwa resitensi insulin dan mortalitas kardiovaskular diperantarai oleh inflamasi.

    Namun shinohara dkk mendapatkan bahwa resistensi insulin dan inflamasi berdasarkan kadar

    CRP, masing-masing merupakan factor risiko independen terhadap kardiovaskular.18

  • xiv

    Resistensi insulin bersama komponen lain sindrom metabolik tidak hanya

    meningkatkan risiko kardiovaskular, akan tetapi juga menyebabkan progresifitas penyakit

    ginjal. Beberapa penelitian membuktikan bahwa dislipidemia berperan penting dalam

    progresifitas PGK. Penelitian meta-analisis memperkirakan bahwa peningkatan trigliserida

    dan kadar HDL yang rendah merupakan faktor independen terhadap akselerasi PGK, dan

    pemberian statin dapat mengurangi progresifitas PGK. 19,23

    Gambar.2. Hubungan resistensi insulin terhadap dislipidemia dan penyakit

    kardiovaskular.kutip,23

    Pendapat lain mengatakan bahwa disamping resistensi insulin dan hiperinsulinemia,

    kaadaan inflamasi yang terjadi karena lipotoksisitas, penurunan jumlah nefron akan

    meningkatkan beban ekskresi ginjal dan berpengaruh terhadap progresifitas PGK.19

    Pada penelitian African-American Study of Hypertension and Kidney Disease

    (AASK) yang melakukan penelitian terhadap 1094 pasien hipertensi non-diabetes dengan

    laju filtrasi glomerulus20-65ml/menit, yang menilai pengaruh sindrom metabolik dan

    masing-masing komponennya terhadap progresifits penyakit ginjal. Didapatkan bahwa

    progresifitas PGK sangat bermakna jika ditemukan tiga atau lebih komponen sindrom

    metabolik, sedangkan penilaian pada satu komponen saja tidak didapatkan hasil yang

    bermakna. Walaupun banyak bukti menunjukkan bahwa resistensi insulin didapatkan pada

  • xv

    pasien PGK non-diabetes, akan tetapi tidak ditemukan keadaan hiperglikemia yang menetap,

    kecuali jika mereka mempunyai predisposisi genetik terhadap diabetes,20

    4.2. Penatalaksanaan

    Oleh karena resistensi insulin sudah terjadi pada penyakit ginjal yang dini, maka sudah

    saatnya hal ini menjadi perhatian dan perlu dilakukan intervensi untuk mengurangi mortalitas

    penyakit kardiovaskular dan memperlambat progresifitas PGK. Ada beberapa upaya yang

    dapat dilakukan untuk meningkatkan sensitifitas insulin seperti penurunan berat badan

    hingga mencapai berat badan ideal, mengontrol hipertensi, aktifitas fisik, mengontrol

    dislipidemia, terapi tiazolidindion.21,22

    Pada keadaan lanjut penyakit, mengatasi asidosis metabolik, mengontrol hormon

    paratiroid, terapi kortisol dan mengontrol dislipidemia dapat memperbaiki resistensi insulin.

    Disamping itu koreksi anemia, terapi ACE inhibitor, AT1 receptor bloker pada

    beberapa penelitian dapat meningkatkan sensitifitas insulin., perbaikan outcome penyakit

    ginjal dan penyakit cardivaskular18,20,24

    Pada penelitian meta analisis yang meliputi appropriate Blood Presure Control in

    Diabetes trial (ABCD), The Captopril Prevention Project (CAPPP), The Fosinopril Versus

    Amlodipin Cardiovascular Event Trial (FACET) serta The UK Prospective DiabetesStudy

    (UKPDS) yang menggunakan ACEI mendapatkan perbaikan yang bermakna terhadap

    miokard infark, kejadian kardiovaskular serta semua penyebab mortalitas.24

    Pada PGK tahap akhir, tindakan dialisis baik hemodialisi maupun peritoneal dialisis

    terbukti dapat menurunkan resistensi insulin. Terapi yang terlambat atau tidak adekuat akan

    memperburuk komplikasi kardiovaskular akibat resisten insulin yang berlangsung lama.12

  • xvi

    BAB.V

    KESIMPULAN DAN SARAN

    5.1.KESIMPULAN

    1. Prevalensi resistensi insulin pada penderita PGK mulai meningkat dan sudah mulai terjadi

    pada tahap awal PGK.

    2. Resistensi insulin dan sindrom metabolic turut berperan terhadap morbiditas dan

    Mortalitas kardiovaskular dan progresifitas peningkatan fungsi ginjal.

    3. Hemodialisis pada PGK mampu meningkatkan sensitivitas insulin, menurunkan

    komplikasi kardiovaskular dan memperlambat progresifitas PGK.

    5.2. SARAN

    1. Perlu kewaspadaan terhadap adanya resistensi insulin lebih dini dan melakukan terapi

    sesuai dengan keadaan kilns yang ditemukan.

    2. Perlu dilakukan hemodialisis lebih dini terhadap PGK dengan resistensi insulin guna

    mencegah terjadinya komplikasi terutama kejadian kardiovaskular.

  • xvii

    DAFTAR PUSTAKA

    1. Wiselowoski P, Saracyn M, Novak Z, Insulin Resisten as a Novel therapeutic Target in

    Patients With chronic Kidney Disease Treated With dialysis, Pol Arc Med W,2010.

    2. Lidya A, Penyakit Ginjal Kronik dan Resistensi Insulin, Naskah Lengkap The 7th Jakarta

    Nephrology & Hypertension Course,2007.hal 47-51.

    3. El-Atat FA, Stas SN, McFarlane SI et al, The Relationship Between Hyperinsulinemia,

    Hypertension and Progresissive Renal Disease, J Am Soc Neph, 2004, p 2816-2827.

    4. Prodosudjadi W, Penyakit Ginjal Kronik Tak terdeteksi, Perhimpunan Nefrologi

    Indonesia 2009, hal 1-8.

    5. Anaizi N, Drug Theurapy in Kidney Disease, Roch Ins of Tech 2007.

    6. Suwitra K, Penyakit Ginjal Kronik, Buku ajar Ilmu Penyakit Dalam,2006,Ed IV,hal 570-

    578.

    7. Insulin Resistance, from http;//en.wikipedia.org.

    8. El Nahas M, El Kossi M, Principle of Management for Patient of Chronic Kidney

    disease, A Practical Manual of Renal Medicine, 2009, p 157-166.

    9. Krentz AJ, Insulin Resistance A Clinical Handbook,2002.

    10. Kobayashi S, Maesato K, Moriya H. Insulin Resistance in Patient with Chronic Kidney

    Disease, Am J Kid Dis.2005,p 275-280.

    11. Harger SR. Insulin Resistance of Uremia, Am J Kid Dis,1989,p 272-276.

    12. Massry SG.Metabolic Disfunction in Uremia. Am J Kid Dis,2001,p S58-S62.

    13. Palmer BF, Simon NM, Stainer S et al. Effect of Renal Disease on Renal Uptake and

    Excretion of Insulin in Man. N Eng J Med 1970, p 182-186.

    14. Hajjar SM, Fadda GZ, Thanakitcharu P, et al. Reduced Activity of Na+-K+ATPase of

    Pancreatic Islet in Chronic Renal Failure of Secundary Hyperparathyroidism. J Am Soc

    Nep.1992.p 1355-1359.

    15. Hall JE, Crook ED, Jones DW, et al. Mechanisms of Obesity-Associated Cardiovascular

    and Renal Disase. Am J Med Sci.2002.p 127-137.

    16. Fliser D, Pacini G, Engelliter R, et al. Insulin Resistance and Hyperinsulinemia are

    Already in Patients with Incipient Renal Disease.Kid Int J,1998.p 1343-1347.

  • xviii

    17. Palmer BF, Ismail N, Henrich WL. Carbohydrate and Insulin Metabolism in Chronic

    Renal Failure. 2007. Up to date.

    18. Mak RHK. Intravenous 1,25 Dihydroxycholechalciferol Correct Glucose Intolerance in

    Hemodialysis Patient. Kid Int J.1992. p 1049-1054.

    19. Shinohara K, Shoji T, Emoto M, et al. Insulin Resistance as an Independent Predictor of

    Cardiovascular Mortality in Patients with End Stage Renal Disease.J Am Soc

    Neph.2002.p 1894-1900.

    20. Fried LF, Orchad TJ Kasiske BL, et al. Effec of Lipid Reduction on Progresion of Renal

    Disease; A Meta Analysis. Kidn Int J .2001.p 260-269.

    21. Mustata S, Christopher C, Lai V, et al.Impact an Exercise Program on Arterial Stiffness

    and Innsulin resistance in Hemodialysis Patients.

    22. Lin SH,Lin YF, Kuo SW,et al. Rosiglitazone Improve Glucose Metabolism in Non-

    Diabetic Uremic Patients on CAPD. Am J Kid Dis.2003.p 774-780.

    23. Ginsberg HN. Insulin Resistance and Cardiovascular Disease.Th J of Cli Inv,2000.Vol

    16.p 453-458.

    24. Connell AW, Pavey BS, Chaudhary K. Renin-Angiotensin-Aldosteron System

    Intervention in the Cardiometabolic Syndrome and Cardio-renal Protection. Sa J

    Online.2007.p 27-35.