Penyakit Duhring

20
Refferat PENYAKIT DUHRING Alfian Muhajir H1A 005002 Dini Layunsari H1A 005015 PEMBIMBING : dr. Tjokorde Made Sugatha., Sp.KK

Transcript of Penyakit Duhring

Page 1: Penyakit Duhring

Refferat

PENYAKIT DUHRING

Alfian Muhajir

H1A 005002

Dini Layunsari

H1A 005015

PEMBIMBING :

dr. Tjokorde Made Sugatha., Sp.KK

DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN KLINIK MADYA

DI LAB/SMF KULIIT DAN KELAMIN

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MATARAM/RSUP NTB

2011

Page 2: Penyakit Duhring

PENDAHULUAN

Dermatitis herpetiformis adalah suatu penyakit vesikobulosa yang jarang

dijumpai. Penyakit ini ditandai dengan erupsi papulovesikel yang tersusun berkelompok,

sangat gatal dengan distribusi simetris pada permukaan ekstensor seperti siku, lutut dan

bokong.1

Pada tahun 1884 Louis Duhring pertama kali menjelaskan gambaran klinis dan

sejarah dari suatu kelainan polimorfik yang gatal, yang disebut dermatitis herpetiformis

(DH). Beberapa literature menyebut kelainan ini sebagai penyakit Duhring untuk

menghormatinya. Pada tahun 1888 Brocq menjelaskan penderita dengan kelainan yang

sangat mirip dan disebutnya dermatite polymorphe prurigineusu. Pada tahun 1940

Costello memperlihatkan kemanjuran dari sulfapiridin dalam pengobatan DH. Pierard,

Whimster, Mac Vicar dkk pada awal tahun 1960 menemukan bahwa lesi dini DH

ditandai dengan mikroabses netrofil pada papilla dermis. Pada tahun 1967 Cormane

menemukan bahwa kulit DH mengandung deposit immunoglobulin pada ujung papilla

dermis dan pada tahun 1969 Van der Meer melanjukan penelitian ini dan menemukan

immunoglobulin tersebut adalah IgA.1

Penyakit ini berhubungan dengan gangguan gastrointestinal. Hubungan antara DH

dan kelainan usus pertama kali diamati oleh Marks dkk. Pada tahun 1966, kemudian Fry

dkk dan Shuster dkk menyebut kelainan tersebutt sebagai Gluten Sensitive Enteropathy.1

Page 3: Penyakit Duhring

DEFINISI

Penyakit Duhring atau Dermatitis Herpetiformis (DH) adalah penyakit yang

menahun dan residif, ruam bersifat polimorfik terutama berupa vesikel, tersusun

berkelompok dan simetrik, terasa gatal dan terbakar yang berhubungan dalam banyak hal,

dengan suatu enteropati subklinis sensitif gluten serta deposit IgA di dermis bagian

atas.2,3

Herediter adalah sesuatu yang penting, tapi kurang bisa dipahami peranannya

dalam patogenesis penyakit Duhring. Pola pasti yang diturunkan dari penyakit Duhring

dan Gluten sensitif enteropathy (GSE) tidak jelas. Data imunogenetik menyatakan sekitar

85% prevalensi HLA–B8 dan 90% prevalensi HLA–DRW3 terdapat pada penderita

penyakit Duhring.3,4

Lesi utama penyakit Duhring berupa papul eritem, plak urtikaria, atau yang

tersering berupa vesikel, dan bula besar jarang timbul. Lesi yang tampak pada penderita

penyakit Duhring bisa saja krusta, dan mungkin tidak akan menampakkan lesi utama.

Kelompok-kelompok herpetiformis dari lesi yang ditemukan terdapat pada beberapa area,

tapi pasien juga memiliki lesi yang tidak berkelompok. Distribusi lesi pada penyakit

Duhring adalah simetrik, dengan predileksi sering pada permukaan ekstensor lengan atas,

siku, bahu, lutut, bokong dan punggung.3,4,5

Penderita penyakit Duhring dianjurkan untuk diet bebas gluten. Obat-obat utama

yang digunakan pada pengobatan penyakit Duhring diantaranya adalah Sulfon,

Sulfapiridin, antihistamin, kortikosteroid, dan asam nikotinat.7 Dari semuanya, Sulfon

{dapson, (diamino-diphenylsulfone)} adalah yang paling efektif dalam penanganan

penyakit Duhring. Bila terjadi intoleransi terhadap Sulfon maka diberikan

Sulfapiridine.3,6,7.

Page 4: Penyakit Duhring

EPIDEMIOLOGI

Dermatitis herpetiformis sering ditemukan pada penduduk asli Eropa. Sangat

jarang terjadi pada penduduk Amerika-Afrika dan Asia. Berdasarkan penelitian yang

dilakukan di Finlandia tahun 1978, prevalensi penyakit Duhring adalah 10,4 per 100.000

penduduk dan insiden rata rata pertahunnya adalah 1,3 per 100.000 penduduk. Usia onset

rata rata adalah pada dekade keempat, tetapi dapat bervariasi dari usia 2 sampai 90 tahun.

Remaja dan anak anak prapubertas jarang terkena. Rasio antara pria dan wanita adalah 2 :

1. Pada anak-anak dengan penyakit Duhring, lebih banyak ditemukan pada anak

perempuan. Satu satunya penelitian prevalensi yang dilakukan pada penyakit Duhring di

Utah, negara bagian Amerika Serikat, tahun 1987 ditemukan prevalensinya sebesar 11,2

per 100.000 penduduk, dengan dominan penduduknya adalah keturunan asli penduduk

Eropa Utara; Onset usia rata-ratanya adalah 41,8 tahun, dan gejala yang timbul rata-rata

1,6 tahun sebelum didiagnosis. Di Eropa Utara, prevalensinya dilaporkan adalah 1,2

sampai 39,2 per 100.000 penduduk.3

ETIOLOGI

Gluten, sejenis protein yang ditemukan di gandum, gerst, dan gandum hitam,

diyakini menjadi penyebab utama penyakit Duhring. Oat, sejenis gandum, telah lama

diketahui mengandung gluten, berperan sebagai faktor pencetus timbulnya penyakit

Duhring dan mesti dihindari agar tidak terjadi toksisitas pada pasien-pasien dengan

penyakit Duhring. Gluten adalah sisa protein pada tepung bila pati dan lemak dipecah.

Gliadin, protein yang terdapat dalam fraksi, terlibat pada penyakit ini. Penderita penyakit

Duhring menghasilkan antibodi IgG terhadap gliadin yang mana bereaksi silang dengan

retikulin, komponen fibril yang berdekatan dengan membran basal kolagen kulit.

Penelitian HLA pada penderita yang secara klinik maupun imunologik yang menderita

penyakit Duhring, menunjukkan 85–90% ditemukan HLA-B8 positif dan bahkan sangat

berkaitan erat dengan DRw3. Penelitian lebih lanjut telah membuktikan penemuan ini

dan sebagai tambahan, juga memiliki hubungan dengan HLA–DQw2. Menariknya,

pasien dengan GSE tanpa penyakit Duhring menunjukkan insidens yang sama tingginya

Page 5: Penyakit Duhring

dari antigen ini. Menurut hipotesis yang dikemukakan oleh Katz and Strober, sumber

penyakit Duhring bisa dikaitkan dengan lesi pada traktus gastrointestinal. Pada hipotesis

ini, satu-satunya yang membedakan antara sumber GSE dengan GSE yang terkait

penyakit Duhring adalah pada distribusi bagian yang terikat protein gluten atau antibodi

IgA jaringan yang berbeda. Pada GSE, traktus gastrointestinal adalah target utama organ

dan fiksasi protein gluten pada epitel sel dianggap sebagai gambaran utama; ini

memastikan bahwa sitotoksisitas sel epitel gastrointestinal mendominasi gambaran

klinisnya. Di lain pihak, pada penyakit Duhring, kulitlah yang menjadi target utama

organ karena protein gluten mengikat struktur kulit. Walaupun dengan semua data ini,

peran sebenarnya dari gluten dalam hal etiologi manifestasi kulit penyakit Duhring belum

jelas.3,5

PATOGENESIS

Belum diketahui dengan jelas patogenesis pengaruh herediter terhadap terjadinya

penyakit Duhring. Pola pasti penyakit Duhring dan GSE pun belum jelas. Data

imunogenetik menyatakan sekitar 85% prevalensi HLA–B8 dan 90% prevalensi HLA–

DRW3 terdapat pada penderita penyakit Duhring. Aloantigen identik sel ß juga tampak

pada 90% pasien penyakit Duhring. Adanya HLA fenotip identik dan aloantigen sel ß

mendukung pewarisan patogenesis terjadinya penyakit Duhring, akan tetapi hubungan

pasti dari petanda genetik ini dengan patogenesis penyakit Duhring tetap belum jelas.

Terdapatnya deposit granular IgA pada papila dermal kulit adalah tanda dari penyakit

Duhring. Walaupun deposit granular kulit dipercaya terjadi karena proses inflamasi di

usus, tidak ada sirkulasi antibodi ataupun kompleks imun yang bertanggung jawab

terhadap deposit IgA di papila yang teridentifikasi. Ditemukannya IgA dan

komplemennya pada hampir semua sisi kulit, bukan hanya di kulit yang terkena,

membuat satu kesimpulan bahwa IgA (sendiri maupun sebagai bagian dari kompleks

imun) tidak hanya berperan sebagai kompleks imun tapi juga sebagai faktor pencetus lesi,

dengan cara mengaktifasi komplemen melalui jalur lain yang mengakibatkan netrofil

mengadakan kemotaksis dan melepaskan enzim-enzim yang digunakan untuk

pembentukan jaringan luka yang dikenal sebagai penyakit Duhring. Sebagai alternatif,

Page 6: Penyakit Duhring

hal itu dapat terjadi setelah netrofil meninggalkan bagian dari kompleks imun kemudian

melepaskan faktor-faktor seperti sitokin atau protease yang menginduksi keratinosit basal

yang memproduksi kolagen atau stromelysin–1 yang berperan dalam pembentukan

vesikel. Penelitian lain menunjukkan bahwa sel T dapat memegang peranan pada

patogenesis lesi kulit. Namun demikian tidak ada sel T spesifik yang memberikan respon

terhadap gluten yang dideteksi. Meskipun proses pasti kemotaksis dimana netrofil tertarik

ke papila dermal belum dipahami, sepertinya granular IgA yang menjadi pusat proses

kemotaksis ini. Faktor lingkungan seperti diet asupan gluten dan faktor tambahan iodium

juga penting dalam pembatasan terjadinya penyakit Duhring dari satu generasi ke

generasi lainnya.dan membantu menghilangkan pola pewarisan ini. 3,4,5

GAMBARAN KLINIS

Lesi utama penyakit Duhring adalah papul eritem, plak urtikaria, atau yang

tersering vesikel, dan bula besar jarang timbul. Lesi yang tampak pada penderita penyakit

Duhring bisa saja krusta, dan bila dicari mungkin pula tidak akan menampakkan lesi

utama. Lesi utama penyakit Duhring bentuknya adalah vesikel atau papulovesikuler

dengan ukuran 3–6 mm, walaupun dapat pula timbul bula besar. Kelompok-kelompok

herpetiformis dari lesi yang ditemukan terdapat pada beberapa area, tapi pasien juga

memiliki lesi yang tidak berkelompok. Lesi yang sangat gatal seringkali menghasilkan

ekskoriasi dan kadang kadang hanya lesi krusta yang terlihat. Gejala bervariasi dalam

intensitas tetapi banyak penderita mengeluh gatal dan terbakar yang sangat berat. Dimana

seringkali tanpa didahului gambaran lesi yang nyata dalam beberapa jam. Vesikel yang

timbul khususnya bila terdapat pada tangan mungkin bersifat hemoragik. Lesi yang

muncul dan menghilang secara kontinyu, akan menyebabkan hypopigmentasi dan

hiperpigmentasi.3,4,5

Distribusi lesi pada penyakit Duhring biasanya simetrik, dan lokasi penyakit ini

sering pada permukaan ekstensor lengan atas, siku, bahu, lutut, bokong dan punggung.3,5

Gejala awal biasanya didahului dengan munculnya lesi yang cepat dalam

beberapa jam dan pasien sering mengetahui lokasi lesi baru dari gejala prodromal.3

Page 7: Penyakit Duhring

Lesi lesi yang muncul pada kepala, wajah, paha, dan area fleksor terlihat pada

kasus yang lebih berat. Bentuk pustul sangat jarang kecuali bila terjadi infeksi

sekunder.3,4

Gambar 1. Eritema pada Dermatitis herpetiformis

Gambar 2. Vesikel berkelompok pada Dermatitis herpetiformis

Page 8: Penyakit Duhring

Gambar 3. Bula pada Dermatitis herpetiformis

Gambar 4. Dermatitis herpetiformis

Tampak, erosi dan krusta pada siku

HISTOPATOLOGI

Perubahan awal, dijelaskan oleh MacVicar dkk, yang terjadi pada ujung papila

dermis dimana edema dan eksudat netrofil sera eosinofil muncul untuk pemisahan

subepidermis. Inilah yang menyebabkan timbulnya bula. Kemudian terjadi degenerasi

dari ujung papila, lapisan epidermis membelah, serta ujung lapisan dermis memanjang

dan menghasilkan vesikel–vesikel. Infiltrasi sel ini mengandung banyak netrofil dan

sedikit eosinofil. Perubahan histopatologi yang khas tidak tampak pada 20–40%

Page 9: Penyakit Duhring

spesimen biopsi dan ekskoriasi yang sudah ada sebelumnya mungkin saja menyulitkan

untuk menemukan lesi yang tepat untuk di biopsi, sehingga biopsi yang dilakukan

sebaiknya mengambil sedikit bagian yang masih normal disekeliling lesi eritem yang

tidak tampak adanya vesikel dan mungkin saja vesikel terbentuk dari area ini. Biopsi

perilesi dan pemeriksaan imunoflorosens langsung menunjukkan deposit IgA granular

pada hampir semua kasus, dimana antibodi menempati semua sisi lesi sehingga sulit

dideteksi, mungkin pula ada IgG. Pemeriksaan imunoflorosens langsung menunjukkan

tidak ada sirkulasi antibodi melawan komponen dermis. Sirkulasi endomisial antigluten

dan antibodi anti retikulin menunjukkan pada 70–90 % kasus, mungkin ada IgA atau

IgG.3,4

IMUNOLOGI

Imunoglobulin yang berperan dominan pada DH ialah IgA yang terdapat pada

papil dermal berbentuk granular di kulit sekitar lesi dan kulit normal. Hal ini merupakan

tes baku untuk menegakkan diagnosis DH. Pada DH terdapat predisposisi genetic berupa

ditemukannnya HLA-B8 pada 85% kasus dan HLA-DQw2 pada 90% kasus.8

DIAGNOSIS

Penyakit Duhring agak sulit dibedakan dengan beberapa penyakit lainnya

disebabkan karena sifatnya bermanifestasi sebagai pleomorfik dan diagnosa lesi yang

kurang. Penyakit Duhring susah di diagnosa jika tidak ada lesi primer, penyakit Duhring

bisa didiagnosis berdasarkan dari deposit IgA ikatan granuler pada pemeriksaan in vivo

dari kulit normal. Ditemukannya IgA granuler pada papila dermis di kulit normal sekitar

lesi adalah tanda pasti diagnosis. Diagnosis penyakit Duhring ditegakkan dengan:5,7

1. Biopsi kulit;

2. Imunofloresensi;

3. IgA antiendomisial (IgA–EmA), IgA anti transglutaminase jaringan (IgA

anti– tTG), IgA retikulin, dan IgA gliadin autoantibodi.

Page 10: Penyakit Duhring

DIAGNOSIS BANDING

Sebagai diagnosis banding pada penyakit DH adalah pemfigus vulgaris, (PV)

pemfigoid bulosa (PB), dan Chronic Bulous Diseases of Childhood (CBDC).2

Pada PV keadaan umumnya buruk, tidak terdapat rasa gatal.Kelainan utama

adalah bula yang berdinding kendur, generalisata, dan eritema bisa terdapat atau tidak.

Pada gambaran histopatologik terdapat akantolisis, letak vesikel intraepidermal.

Terdapat IgG d stratum spinosum.2

PB berbeda dengan DH karena ruam yang utama ialah bula, gatal ringan, dan

pada pemeriksaan imunofloresensi terdapat IgG tersusun seperti pita di sub epidermal.

CBDC terdapat pada anak-anak, kelainan utama ialah bula, tidak terlalu gatal,

eritema tidak selalu ada dan dpat berkelompok atau tidak. Terdapat IgA yang linear. 2

TABEL 1. PERBEDAAN PEMFIGUS VULGARIS, PEMFIGOID BULOSA, DAN DERMATITIS HERPETIFORMIS

Pemfigus Vulgaris Pemvigoid Bulosa Dermatitis Herpetiformis

Etiologi Autoimun Diduga autoimun Belum jelas

Usia 30-60 tahun Biasanya usia tua Anak atau dewasa

Keluhan Biasanya tidak gatal Biasanya tidak gatal Sangat gatal

kelainan kulit Bula berdinding kendor, krusta

bertahan lama

Bula berdinding tegang Vesikel berkelompok berdinding

tegang

Tanda Nikolski + - -

Tempat Predileksi Biasanya generalisata perut, lengan, fleksor, lipat paha,

tungkai medial

Simetrik: tengkuk, bahu, lipat

ketiak, posterior, lengan ekstensor,

daerah sacrum, bokong

Kelainan mukosa mulut 60% 10-40% jarang

Histopatologi Bula intraepidermal, akantolisis Celah di taut dermal-epidermal,

bula di subepidermal, terutama

eosinofil

Celah di subepidermal, terutama

neutrofil

Imunofluoresensi langsung IgG dan komplemen di epidermis IgG seperti pita di membrane basal IgA granular di papilla dermis

Enteropati - - +

Page 11: Penyakit Duhring

Peka gluten - - +

HLA - - B8, DQw2

Terapi Kortikosteroid (prednisone 60-150

mg sehari), sitostatik

Kortikosteroid (prednisone) 40-60

mg sehari

DDS (diaminodifenilsulfon) 200-

300 mg sehari

PENATALAKSANAAN

1. Medikamentosa

a. Dapson

Dapson dan sulfapiridin merupakan obat yang efektif menghilangkan

gejaladan menekan pembentukan ruam DH pada anak dan dewasa. Obat ini

memberikan respon yang signifikan dalan waktu 24 – hingga 48 jam sehingga

memudahkan diagnosis.2

Dapson untuk anak diberikan mulai dengan dosis 2mg/kgBB/hari,

dosis ditingkatkan tergantung respon klinis dan efek samping dari terapi yang

mungkin timbul. Dosis maksimal jika tidak terdapat reaksi mencapai 400

mg/hari. Dosis yang biasanya digunakan 50 mg diberikan 3 kali dalam sehari.

Jika sudah ada perbaikan dosis diturunkan secara perlahan25 – 50 mg/hari

hingga mencapai dosis minimal.8

Efek samping dapson adalah agranulositosis, anemia hemolitik,

methemoglobinemia, neuritis perifer, dan bersifat hepatotoksik. Harus

dilakukan pemeriksaan, Hb, leukosit, dan hitung jenis sebelum pengobatan 2

minggu sekali. Jika klinis menunjukkan tanda – tanda anemiaatau sianosis

dapat dilakukan pemeriksaan laboratorium. Jika terdapat defisiensi G6PD

maka dapson tidak diberikan karena dapat menyebabkan anemia hemolitik.2

b. Sulfapiridin

Pemberian pada anak dosis awal biasanya 100 – 200 mg/kgBB/hari

dibagi menjadi 4 dosis dengan dosis maksimal 2-4 gram perhari.jika terdapat

perbaikan dosis diturunkan hingga dosis pemeliharaan 500 mg/hari atau

kurang.2

Page 12: Penyakit Duhring

Efek samping sulfapiridin adalah anoreksia, sakit kepala, demam,

leucopenia, agranulositosis, anemia hemolitik. Obat ini kemunkinan dapat

menyebabkan terjadinya nefrolitiasis karena sukar larut dalam air sehingga

pasien dianjurkan banyak minum. Khasiatnya kurang dibandingkan dapson. 2

c. Topikal

Dapat diberikan krim kortikosteroid atau bedak kocok untuk

mengurangi rasa gatal.8

2. Diet bebas gluten

Penderita dengan penyakit Duhring dianjurkan untuk diet bebas gluten.

Dan dalam diet bebas gluten ini dianjurkan bagi pasien untuk menghindari

makanan yang mengandung gluten yakni gandum, gandum hitam, gerst (gandum

untuk bir), dan oat. Namun pada penelitian terbaru yang dilakukan, diketahui

bahwa tidak ada efek merugikan dari oat yang bisa menimbulkan keluhan gatal,

ruam, gangguan intestinal sehingga dianjurkan untuk memasukkan oat

secukupnya dalam menu diet bebas gluten ini pada penderita penyakit Duhring.

Diet bebas gluten yang teliti dan taat seumur hidup (waktu periode berbeda dari 5

bulan sampai 1 tahun) akan mengurangi, bahkan menyisihkan selengkapnya

kebutuhan akan medikamentosa pada kebanyakan pasien walaupun tidak

semuanya; Namun hanya pasien yang termotivasi dengan kuatlah yang dapat taat

pada diet ini, dimana membutuhkan bimbingan dari orang yang telah mengikuti

anjuran diet bebas gluten, dan merupakan pilihan pengobatan jangka panjang dan

dapat mengeliminasi gejala penyakit Duhring dan abnormalitas intestinal.3

KOMPLIKASI

Komplikasi yang timbul pada umumnya adalah karena efek samping dari

pengobatan. Penderita dengan GSE dapat lebih cenderung timbul limfoma intestinalis.3

PROGNOSIS

Page 13: Penyakit Duhring

Kondisi kesehatan secara umum tidak terpengaruh langsung pada penyakit ini.

Pengobatan tidak akan mengubah rentang penyakit. penyakit Duhring berlangsung sangat

lama dengan rentang bervariasi (bertambah atau berkurang). Rentang penyakit ini sangat

lama: mungkin lebih dari 10 tahun. yang ditandai dengan remisi dan eksaserbasi. Tanda

eksarserbasi dan remisi lengkap spontan berakhir dalam beberapa hari ataupun bahkan

berminggu minggu. Remisi spontan terjadi pada 10% pasien, tapi remisi klinis yang

sering adalah berhubungan dengan restriksi gluten (diet bebas Gluten) 10–30% penderita

mengalami remisi permanen.3

Page 14: Penyakit Duhring

DAFTAR PUSTAKA

1. Partogi D. 2008. “Dermatitis Herprtiformis”. Medan: Departemen Ilmu

Kesehatan Kulit dan Kelamin FK.USU/RSUP H. Adam Malik/RS. Dr. Prignadi.

2. Wiryadi E, Beni. 2007. “Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Edisi Kelima”.

Jakarta : Balai penerbit FKUI.

3. Anonim. 2011. Dermatitis Herprtiformis; Available from: URL:

http://www.box.net/shared/o6v9fqiou0.htm.

4. Katz LS. 2003. „Dermatitis Herpetiformis“. In: Freedberg IM, Wolff K,

Eisen AZ, Austen KF, Goldsmith LA, Katz SI eds. Fitzpatrick’s dermatology in

general medicine. 6th ed. New York: Mc-Graw Hill; 2003. p. 617-21.

5. Zone JJ and Provost TT. 2006. “Bullous Disease”. In: Moschella SC and

Hurley H.J eds. Dermatology. 2nd ed. Philadelphia: WB Saunders Company; 1985. p.

579-86.

6. Miller J. 2005. “Dermatitis Herpetiformis”; Available from: URL:

http://www.eMedicine.com/DERM/topic382.htm

7. Anonim. 2005. “Dermatitis Herpetiformis”; Available from: URL:

http://www.csaceliacs.org/penyakit Duhring_defined.php

8. Fabbri, Paolo dan Caproni, Marzia. 2003. “Dermatitis Herpetiformis”.

Available from:http://www.orpha.net.