Penyakit Autoimun Pada Kelenjar Liur - Ana Hendriana (0861050107)

37
REFERAT PENYAKIT AUTOIMUN PADA KELENJAR LIUR Pembimbing : dr. H.R Krisnabudhi, Sp.THT-KL Disusun Oleh : Ana Hendriana (0861050107) KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT TELINGA, HIDUNG, TENGGOROK, KEPALA, DAN LEHER FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA RUMAH SAKIT UMUM DAERAH CIBINONG

description

case

Transcript of Penyakit Autoimun Pada Kelenjar Liur - Ana Hendriana (0861050107)

Page 1: Penyakit Autoimun Pada Kelenjar Liur - Ana Hendriana (0861050107)

REFERAT

PENYAKIT AUTOIMUN PADA KELENJAR LIUR

Pembimbing :

dr. H.R Krisnabudhi, Sp.THT-KL

Disusun Oleh :

Ana Hendriana (0861050107)

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT TELINGA, HIDUNG,

TENGGOROK, KEPALA, DAN LEHER

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH CIBINONG

PERIODE: 7 JANUARI 2013 – 2 FEBRUARI 2013

Page 2: Penyakit Autoimun Pada Kelenjar Liur - Ana Hendriana (0861050107)

HALAMAN PENGESAHAN

Telah diterima dan disahkan, Referat Ilmu THT-KL yang berjudul

“PENYAKIT AUTOIMUN PADA KELENJAR LIUR”

Yang disusun oleh :

NAMA : Ana Hendriana

NIM : 0861050107

Sebagai salah satu syarat kelulusan Kepaniteraan Ilmu THT-KL

RSUD Cibinong

Periode 7 Januari 2013- 2 Februari 2013

Cibinong, Januari 2013

Tertanda

dr.H.R.Krisnabudhi, Sp.THT-KL

1

Page 3: Penyakit Autoimun Pada Kelenjar Liur - Ana Hendriana (0861050107)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas rahmat dan karunia-Nya, referat yang berjudul “Penyakit Autoimun pada Kelenjar Liur” dapat diselesaikan dalam rangka memenuhi tugas Kepaniteraan Klinik Ilmu Telinga Hidung Tenggorok Fakultas Kedokteran Univesitas Kristen Indonesia di Rumah Sakit Umum Daerah Cibinong periode 7 Januari – 2 Februari 2013.

Pada kesempatan ini, penulis hendak menyampaikan terima kasih kepada:

1. Direktur Rumah Sakit RSUD Cibinong yang telah memberikan kesempatan untuk mengikuti kegiatan kepaniteraan dan mempelajari ilmu THT-KL di RSUD Cibinong

2. dr.H.R.Krisnabudhi, Sp.THT-KL, dokter pembimbing yang telah banyak menyediakan waktu, bimbingan, motivasi, dan ilmu pengetahuan yang sangat bermanfaat dalam penulisan referat ini.

3. dr.Dadang Chandra, Sp.THT-KL, dokter pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan pengetahuan kepada penulis selama kepaniteraan di RSUD Cibinong

4. dr.Martinus, perwakilan Komite Medik RSUD Cibinong yang telah memberikan kesempatan dan bimbingan kepada penulis selama mengikuti kepaniteraan di RSUD Cibinong.

5. Seluruh dokter dan staf RSUD Cibinong yang telah membantu selama kepaniteraan di RSUD Cibinong.

6. Keluarga dan teman-teman yang telah memberikan dukungan dan bantuan kepada penulis dalam menyelesaikan referat ini.

Cibinong, Januari 2013

Penulis

2

Page 4: Penyakit Autoimun Pada Kelenjar Liur - Ana Hendriana (0861050107)

DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHAN..................................................................................1

KATA PENGANTAR.............................................................................................2

DAFTAR ISI............................................................................................................3

BAB I : PENDAHULUAN......................................................................................4

BAB II : ANATOMI, EMBRIOLOGI, DAN FISIOLOGI KELENJAR LIUR......6

2.1 Anatomi Kelenjar Liur...........................................................................6

2.2 Embriologi Kelenjar Liur.......................................................................8

2.3 Fisiologi Kelenjar Liur...........................................................................9

2.3.1 Fungsi Liur............................................................................10

2.3.2 Sekresi Liur...........................................................................11

BAB III : SINDROM SJOGREN..........................................................................14

3.1 Etiologi ................................................................................................14

3.2 Patogenesis..........................................................................................15

3.3 Diagnosis..............................................................................................16

3.4 Tata Laksana........................................................................................20

3.5 Prognosis..............................................................................................21

BAB IV : RESUME...............................................................................................22

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................23

3

Page 5: Penyakit Autoimun Pada Kelenjar Liur - Ana Hendriana (0861050107)

BAB I

PENDAHULUAN

Penyakit autoimun pada kelenjar liur yaitu Sjogren's syndrome didapati

pada pasien dengan gejala klinis mulut dan bibir yang kering di tahun 1993 karena

kelainan autoimmune yang progresif perlahan/kronik, berkaitan dengan poliartritis

dan bisa berkembang menjadi penyakit sistemik. Keadaan ini merupakan proses

inflamasi kelenjar eksokrin karena infiltrasi limfosit, monosit dan sel plasma ke

kelenjar eksokrin dan jaringan lainnya.1

Penyakit ini adalah penyakit inflamasi kronik yang menyerang epitel

duktus kelenjar eksokrin. Pasien menunjukkan adanya faktor imunologis seperti

rheumatoid factor, antinuclear antibodies dan antibodi terhadap epitel duktus

salivari serta hipergamaglobulinemia yang mengarah kepada adanya aktivitas sel

B yang berlebihan.1

Ada dua macam Sjogrens syndrome,primer dan sekunder. Sjogren's

syndrome primer adalah penyakit autoimmune sistemik dengan target kelenjar

eksokrin tanpa didahului oleh penyakit autoimmune atau jaringan ikat lainnya

dengan karakteristik : xerostomia, xerophthalmia,keratoconjunctivitis sicca

disertai produksi autoantibodies spesifik untuk Ro RNA-binding protein.

Prevalensi diperkirakan 50% dari semua kasus Sjogren's syndrome adalah Sjogren

's syndrome primer. Sjogren's syndrome sekunder didefinisikan sebagai Sjogren's

syndrome disertai penyakit autoimmune yang lain seperti arthritis rheumatoid,

systemic lupus erythematosus atau scleroderma . Tiga puluh persen pasien

rematoid arthritis. Lupus eritematosus sistemik dan skleroderma menderita

sindroma Sjogren's sekunder.2

Sembilan puluh persen penderita Sjogren's syndrome adalah wanita,

dengan perbandingan rasio wanita dan pria 9 : 1. Pada umunmya mulai terjadi di

usia 40-an, rata-rata usia 52 tahun. Faktor resiko seseorang terkena Sjogren's

syndrome antara lain usia diatas 40 tahun, wanita, mempunyai keluhan yang

berkaitan dengan penyakit autoimmune dan ada faktor keturunan Sjogren's

syndrome . Diperkirakan 1-2% populasi (4 juta orang) di Amerika menderita

4

Page 6: Penyakit Autoimun Pada Kelenjar Liur - Ana Hendriana (0861050107)

gejala Sjogren's syndrome. Hanya 50% yang tegak diagnosisnya karena gejala

klinik di awal penyakit tidak spesifik, sering bertumpang tindih dengan penyakit

rematik lainnya. Nama lain dari Sjogren 's syndrome adalah Mickulicz's disease,

Gougerot's syndrome, Sicca syndrome ,autoimmune expcrinopathy .3

5

Page 7: Penyakit Autoimun Pada Kelenjar Liur - Ana Hendriana (0861050107)

BAB II

ANATOMI, EMBRIOLOGI, DAN FISIOLOGI KELENJAR LIUR

2.1 Anatomi Kelenjar Liur

Kelenjar parotis merupakan kelenjar liur utama yang terbesar dan

menempati ruangan di depan prosesus mastoid dan liang telinga luar. Di sebelah

depan , kelenjar ini terletak di lateral dari ramus asenden mandibula dan otot

maseter. Di bagian bawah, kelenjar ini berbatasan dengan otot

sternokleidomastoideus dan menutpi bagian posterior abdomen otot digastrikus.

Kelenjar ini dipisahkan dari kelenjar submandibula oleh ligamentum

stilomandibularis. Bagian dalam dari kelenjar parotis meluas ke posterior dan

medial dari ramus asenden mandibuala dan dikenal sebagai daerah

retromandibular. Bagian kelenjar inilah yang berdekatan dengan ruangan

parafaringeus.4

Gambar 1. Anatomi Kelenjar Liur.14

6

Page 8: Penyakit Autoimun Pada Kelenjar Liur - Ana Hendriana (0861050107)

Saraf fasialis meninggalkan tengkorak melalui foramen stilomastoideus

dan melewati bagian depan tepat di lateral dari prorsesus stiloideus. Saraf ini

kemudian masuk ke substansi kelenjar parotis dan membagi menjadi dua saluran

utama, yaitu servikofasialis dan temporofasialis. Bagian temporofasialis kemudian

memisah menjadi cabang temporal dan zigomatikus, sedangkan servikofasialis

memberikan cabang sevikalis, bagian tepi mandibula, dan bagian bukal, yang

melewati bagian depan tepat di bawah duktus parotis. Jalan saraf fasialis melalui

substansi kelnjar parotis akan membagi kelenjar, untuk keperluan klinis menjadi

lobus superfisial dan yang bagian medial dari saraf fasialis dikenal sebagai lobus

profunda. Lobus profunda yang terletak berdekatan dengan saraf kranial

kesembilan, kesepuluh dan kesebelas dan bagian arteri karotis ekstena menjadi

arteri temporalis superfisial dan maksilaris eksterna.4

Duktus parotis kurang lebih panjangnya 6 cm dan muncul dari bagian

anterior kelenjar. Duktus ini melintasi otot maseter dan membelok tajam di atas

batas anterior otot maseter kemudian menembus otot businator. Duktus ini

kemudian melanjut ke jaringan submukosa mulut dan memasuki rongga mulut

melaluipapila kecil berhadapan dengan mukosa gigi molar kedua rahang atas.4

Kelenjar submandibula (submaksilaris) terletak di bawah ramus mandibula

horisontal dan dibungkus oleh lapisan jaringan penyambung yang tipis. Kelenjar

ini seluruhnya terletak di dalam trigonum digastrikus yang dibentuk oleh bagian

abdomen dari otot digastrikus anterior dan posterior. Di bagian tengah kelenjar ini

dibatasi oleh otot stiloglosus dan hioglosus, dan di bagian depan dibatasi oleh otot

milohioid. Sebagian besar bagian medial kelenjar berhubungan erat dengan dasar

mulut. Duktus submandibula juga mempunyai panjang 6 cm. Duktus ini lewat di

antara otot milohioid dan hioglosus tepet di tengah kelenjar sublingualis dan

memasuki mulut tepat ditepi frenulum lidah.4

Pasanagannya kelenjar sublingualis terletak tepat di bawah dasar mulut

bagaian depan dan merupakan kelenjar liur minor yang cukup basar. Saliva

disekresi masuk ke dasar mulut melalui beberapa duktus yang pendek.4

7

Page 9: Penyakit Autoimun Pada Kelenjar Liur - Ana Hendriana (0861050107)

Kelenjar sublingualis dan submandibularis merupaka kelenjar campuran,

keduanya terdiri dari bagian kelenjar yang serosa dan mukosa. Kelenjar parotis

hampir seluruhnya terdiri dari elemen serosa. Dalam keadaan istirahat kelenjar

submadibula menghasilkan kurang lebih dua pertiga jumlah liur dan kelenjar

parotis memberikan kurang lebih sepertiga jumlah liur.4

2.2 Embriologi Kelenjar Liur

Perkembangan embriologi dari kelenjar liur berkembang dari ectoderm.

Asal perkembangan kelenjar submandibula dan sublingual belum jelas. Namun

mereka berkembang dengan cara yang sama. Tanda pertama suatu kelenjar adalah

munculnya epithelial bud dengan berproliferasi sebagai suatu jalur sel yang padat

kedalam ectomesenchyme dibawahnya.5

Jalur sel ini bercabang banyak dan awalnya tidak bercabang. Diujung

ranting dari jalur menunjukkan perkembangan membengkak seperti berry

dibeberapa kelenjar dan merupakan bakal asini sekretori. Jalur sel ini segera

bercabang berdekatan dengan ujung-ujung sekretorinya hasil degenerasi sel-sel

sentral sehingga berbentuk suatu sistem duktus.5

Ectomesenchyme oral mempunyai peranan esensial dalam differensiasi

kelenjar liur, sehingga membentuk jaringan ikat sokongan seperti kapsul fibrosa

dan septa, yang memisahkan kelenjar menjadi lobus dan lobulus serta

mengangkut duktus, pembuluh darah, limfatikus dan nervus.5

Epithelial bud kelenjar parotis muncul sekitar 5 minggu kehidupan embrio

diikuti kelenjar submandibula. Kelenjar sublingual dan kelenjar saliva minor

muncul sekitar 10 minggu. Walaupun asini tidak berdifferensiasi dengan lengkap

sebelum kelahiran, fetus sudah mensekresikan amylase.5

8

Page 10: Penyakit Autoimun Pada Kelenjar Liur - Ana Hendriana (0861050107)

2.3 Fisiologi Kelenjar Liur

Setiap hari diproduksi hampir semuanya ditelan dan direabsorbsi. Proses

sekresi dibawah kendali saraf otonom. Makanan dalam mulut merangsang serabut

saraf yang berakhir pada nukleus pada traktus solitaries dan pada akhirnya

merangsang nukleus saliva pada otak tengah. Pengeluaran air liur juga dirangsang

oleh penglihatan, penciuman melalui impuls dari kerja korteks pada nukleus saliva

batang otak. Aktivitas simpatis yang terus menerus menghambat produksi air lir

seperti pada kecemasan yang menyebabkan mulut kering. Obat-obatan yang

menghambat aktivitas parasimpatis juga menghambat produksi air liur seperti

obat antidepresan, tranquillizers, dan obat analgesik opiate dapat menyebabkan

mulut kering (xerostomia).6

Air liur terdiri atas air dan mucin, membentuk seperti lapisan gel pada

mukosa oral dan membasahi makanan (lubrikasi). Lubrikasi penting untuk

mengunyah dan pembentukan bolus makanan sehingga memudahkan untuk

ditelan. Air liur juga mengandung amylase, yang berperan dalam pencernaan

karbohidrat. Air liur mengandung enzim antibakteri seperti lysozyme dan

immunoglobulin yang membantu mencegah infeksi serius dan mengantur flora

bakteri yang menetap di mulut. Saluran air liur relatif impermeabel terhadap air

dan mensekresi kalium, bikarbonat, kalsium, magnesium, ion fosfat dan air. Jadi

produk akhir dari kelenjar air liur adalah hipotonik, cairan yang bersifat basa yang

kaya akan kalsium dan fosfat. Komposisi ini penting untuk mencegah

demineralisasi enamel gigi.6

9

Page 11: Penyakit Autoimun Pada Kelenjar Liur - Ana Hendriana (0861050107)

2.3.1 Fungsi Liur

Saliva adalah sekresi yang berkaitan dengan mulut, diproduksi oleh tiga

pasang kelenjar saliva utama: kelenjar sublingual, submandibula, dan parotis,

yang terletak di luar rongga mulut dan menyalurkan saliva melalui duktus-duktus

pendek ke dalam mulut. Pada saliva mengandung beberapa elektrolit (Na+, K+, Cl-,

HCO3-, Ca2+, Mg2+, HPO4

2-, SCN-, dan F-), protein (amilase, musin, histatin,

cystatin, peroxidase, lisozim, dan laktoferin), immunoglobulin (sIgA, Ig G, dan Ig

M), molekul organik (glukosa, asam amino, urea, asam uric, dan lemak), dan

komponen-komponen yang lain seperti Epidermal growth factor (EGF), insulin,

cyclic adenosine monophosphate binding protein, dan serum albumin.7

Fungsi saliva adalah saliva memulai pencernaan karbohidrat di mulut melalui

kerja amilase saliva, yang merupakan suatu enzim yang memecah polisakarida

menjadi disakarida, saliva mempermudah proses menelan dengan membasahi

partikel-partikel makanan, sehingga mereka saling menyatu, serta dengan

menghasilkan pelumasan karena adanya mukus, yang kental dan licin, memiliki

efek antibakteri melalui efek ganda, pertama oleh lisozim, suatu enzim yang

melisiskan atau menghancurkan bakteri tertentu, dan kedua dengan membilas

bahan yang mungkin digunakan bakteri sebagai sumber makanan, berfungsi

sebagai pelarut untuk molekul-molekul yang merangsang papil pengecap,

membantu kita berbicara dengan mempermudah gerakan bibir dan lidah. Kita sulit

berbicara apabila mulut kita kering. Saliva berperan penting dalam higiene mulut

dengan membantu menjaga kebersihan mulut dan gigi. Aliran saliva yang terus-

menerus membantu membilas residu makanan, melepaskan sel epitel, dan benda

asing. Penyangga bikarbonat di saliva menetralkan asam di makanan serta asam

yang dihasilkan oleh bakteri di mulut, sehingga membantu mencegah karies gigi.7

10

Page 12: Penyakit Autoimun Pada Kelenjar Liur - Ana Hendriana (0861050107)

2.3.2 Sekresi Liur

Pengeluaran saliva sekitar 0,5 sampai 1,5 liter per hari. Tergantung pada

tingkat perangsangan, kecepatan aliran bervariasi dari 0,1 sampai 4 ml/menit.

Pada kecepatan 0,5 ml/menit sekitar 95% saliva disekresi oleh kelenjar parotis

(saliva encer) dan kelenjar submandibularis (saliva kaya akan musin); sisanya

disekresi oleh kelenjar sublingual dan kelenjar-kelenjar di lapisan mukosa mulut.

Sekresi saliva yang bersifat spontan dan kontinyu, bahkan tanpa adanya

rangsangan yang jelas, disebabkan oleh stimulasi konstan tingkat rendah ujung-

ujung saraf parasimpatis yang berakhir di kelenjar saliva. Sekresi basal ini penting

untuk menjaga agar mulut dan tenggorokan tetap basah setiap waktu.8

Selain sekresi yang bersifat konstan dan sedikit tersebut, sekresi saliva dapat

ditingkatkan melalui dua jenis refleks saliva yang berbeda: refleks saliva

sederhana, atau tidak terkondisi, dan refleks saliva didapat, atau terkondisi.

Refleks saliva sederhana (tidak terkondisi) terjadi sewaktu kemoreseptor atau

reseptor tekanan di dalam rongga mulut berespons terhadap adanya makanan.

Sewaktu diaktifkan, reseptor-reseptor tersebut memulai impuls di serat saraf

aferen yang membawa informasi ke pusat saliva di medula batang otak. Pusat

saliva kemudian mengirim impuls melalui saraf otonom ekstrinsik ke kelenjar

saliva untuk meningkatkan sekresi saliva. Tindakan-tindakan gigi mendorong

sekresi saliva walaupun tidak terdapat makanan karena adanya manipulasi

terhadap reseptor tekanan yang terdapat di mulut. Pada refleks saliva didapat

(terkondisi), pengeluaran saliva terjadi tanpa rangsangan oral. Hanya berpikir,

melihat, membaui, atau mendengar suatu makanan yang lezat dapat memicu

pengeluaran saliva melalui refleks ini.8

11

Page 13: Penyakit Autoimun Pada Kelenjar Liur - Ana Hendriana (0861050107)

Gambar 3. Kontrol Sekresi Saliva.7

Pusat saliva mengontrol derajat pengeluaran saliva melalui saraf-saraf

otonom yang mempersarafi kelenjar saliva. Tidak seperti sistem saraf otonom di

tempat lain, respon simpatis dan parasimpatis di kelenjar saliva tidak saling

bertentangan. Baik stimulasi simpatis maupun parasimpatis, keduanya

meningkatkan sekresi saliva, tetapi jumlah, karakteristik, dan mekanisme yang

berperan berbeda. Rangsangan parasimpatis, yang berperan dominan dalam

sekresi saliva, menyebabkan pengeluaran saliva encer dalam jumlah besar dan

kaya enzim. Stimulasi simpatis, di pihak lain, menghasilkan volume saliva yang

jauh lebih sedikit dengan konsistensi kental dan kaya mukus. Karena rangsangan

simpatis menyebabkan sekresi saliva dalam jumlah sedikit, mulut terasa lebih

kering daripada biasanya selama keadaan saat sistem simpatis dominan, misalnya

pada keadaan stres.8

Jalur saraf parasimpatis untuk mengatur pengeluaran saliva terutama

dikontrol oleh sinyal saraf parasimpatis sepanjang jalan dari nukleus salivatorius

superior dan inferior batang otak. Obyek-obyek lain dalam mulut dapat

12

Page 14: Penyakit Autoimun Pada Kelenjar Liur - Ana Hendriana (0861050107)

menggerakkan refleks saliva dengan menstimulasi reseptor yang dipantau oleh

nervus trigeminal (V) atau inervasi pada lidah dipantau oleh nervus kranial VII,

IX, atau X. Stimulasi parasimpatis akan mempercepat sekresi pada semua kelenjar

saliva, sehingga menghasilkan produksi saliva dalam jumlah banyak.8

Gambar 4. Pengaturan sekresi saliva melalui saraf.8

13

Page 15: Penyakit Autoimun Pada Kelenjar Liur - Ana Hendriana (0861050107)

BAB III

SINDROM SJOGREN

Sindrom Sjogren atau sering disebut autoimmune exocrinopathy adalah

penyakit autoimun sistemik yang terutama mengenai kelenjar eksokrin dan biasanya

memberikan gejala kekeringan persisten dari mulut dan mata akibat gangguan

fungsional kelenjar saliva dan lakrimalis.9

3.1 Etiologi

Etiologi Sindrom Sjogren sampai saat ini masih belum diketahui. Terdapat

peranan faktor genetik dan non genetik pada patogenesis Sindrom Sjogren.

Dilaporkan adanya kaitan antara Sindrom Sjogren dengan HLA DR dan DQ. Kaitan

antara HLA dan Sindrom Sjogren didapatkan hanya pada pasien yang meliputi

antibodi anti SS-A dan atau anti SS-B. Diperkirakan terdapat peranan infeksi virus

(Epstein-Barr, Coxsackle, HIV dan HCV ) pada patogenesis Sindrom Sjogren.9.10.11

Hubungan Sindrom Sjogren dengan Hepatitis Virus C dulu masih

diperdebatkan, baru tahun 1922 Haddad di Spanyol mendapatkan gambaran histologi

Sindrom Sjogren pada 16 pasien dari 28 pasien Hepatitis virus C, sejak saat itu lebih

dari 250 kasus Sindrom Sjogren yang berhubungan dengan Hepatiti virus C

dilaporkan.4 Tahun 1994 didapatkan sebanyak 4 % pasien Hepatitis autoimun pada

pasien Sindrom Sjogren Primer, sedangkan survei terbaru tahun 2008 terdapat 2 kasus

Hepatitis autoimun dari 109 pasien Sindrom Sjogren Primer.12

Hubungan pasien pasien Sindrom Sjogren dengan SLE dilaporkan di Athens

dari 283 pasien SLE terdapat 26 (9,2%) memenuhi kriteria Sindrom Sjogren,

sedangkan di China terdapat 35 (6,5 %) pasien memenuhi kriteria Sindrom Sjogren

dari 542 pasien SLE. 12

Berdasarkan AECC kriteria terdapat 19 (14 %) pasien memenuhi kriteria

Sindrom Sjogren dari 133 pasien Sklerosis sistemik. 12

14

Page 16: Penyakit Autoimun Pada Kelenjar Liur - Ana Hendriana (0861050107)

3.2 Patogenesis

Penyakit autoimun adalah penyakit akibat kegagalan sistem imun untuk

mengenal antigen self sehingga timbul respons imun terhadap jaringan tubuh

sendiri. Penyakit ini ditandai oleh adanya antibodi terhadap jaringan tubuh sendiri

(autoantibodi). Sjogren's syndrome merupakan penyakit autoimun non spesifik

organ. Reaksi imunologi pada Sjogren 's syndrome melibatkan sistem imun seluler

dan humoral, ditandai dengan adanya hipergammaglobulinernia dan autoantibodi

di sirkulasi. Kelenjar eksokrin dipenuhi dengan infiltrasi dominan limfosit T dan

B, terutama daerah sekitar saluran kelenjar atau duktus. Limfosit T yakni sel T

CD4+. Sel-sel ini memproduksi interleukin IL-2, IL-4, IL-6, IL-l a dan TNF-a.

Sitokin merubah fungsi sel epitel dalam mempresentasikan protein dan

merangsang apoptosis sel epitel kelenjar. Infiltrasi limfosit yang mengganti sel

epitel kelenjar eksokrin menyebabkan menurunnya fungsi kelenjar sehingga

menimbulkan gejala klinik. Pada kelenjar saliva dan mata menyebabkan keluhan

mulut dan mata kering. Keradangan pada kelenjar eksokrin dijumpai pembesaran

kelenjar. Faktor genetik, infeksi, hormonal serta psikologis berperan terhadap

patogenesis sehingga sistem imun teraktivasi.3.13

Dua fenomena sjogren 's syndrome yakni infiltrasi limfosit kelenjar

eksokrin dan hiperreaktivitas limfosit B. Proses sel B oligomonoklonal ditandai

oleh adanya rantai ringan monoklonal dalam darah dan urine serta

immunoglobulin monoklonal yang dapat mengendap pada keadaan dingin

(cryoprecipitable). Serum pasien mengandung autoantibodi: Antibodi spesifik

organ : autoantibodi kelenjar saliva, tiroid, mukosa gaster, eritrosit, pancreas,

prostat dan serat saraf. Autoantibodi ini dijumpai pada 60% pasien Sjogren 's

syndrome. Antibodi non spesifik organ : faktor reumatoid, ANA, anti-Ro(SSA),

anti La(SSB).2

Sjogren's syndrome berhubungan dengan faktor genetik HLA-B8-DRB1

03 (B8 DR3) haplotype, HLA-DQA1 05011 DQB1 0201 dengan deret asam

amino yang bervariasi dari HLA-DQa dan HLA-DQB. Retrovirus berperan

terhadap terjadinya Sjogren's syndrome.14

15

Page 17: Penyakit Autoimun Pada Kelenjar Liur - Ana Hendriana (0861050107)

Autoantigen-antibodi kompleks dipresentasikan dipermukaan sel dendritik

plasmasitoid, merangsang produksi interferon alfa. Sitokin mengaktivasi sel

dendritik, sel T dan dengan bantuan T helper sel B juga teraktivasi serta

menghasilkan autoantibodi. Proliferasi sel B yang berlebihan, memproduksi

autoantibodi antinuklir yang berlebihan pula. Kompleks imun yang menumpuk di

suatu jaringan, akan menyebabkan kerusakan jaringan / penurunan fungsi jaringan

tersebut. Pada Sjogren's syndrome targetnya adalah kelenjar eksokrin, sehingga

penumpukan antibodi antinuklir di kelenjar eksokrin akan menurunkan fungsi

kelenjar eksokrin. Dalam hal ini yang terkena adalah kelenjar air mata dan

kelenjar air liur, sehingga terjadi penurunan produksi air mata dan penurunan

produksi air liur.14

3.3 Diagnosis

Gambaran klinik sjogren 's syndrome sangat luas, berupa eksokrinopati

(xerostomia, xerotrakea, keratokonjungtivitis sicca) disertai gejala sistemik atau

ekstraglandular. Manifestasi ekstraglandular bisa mengenai paru-paru, ginjal,

pembuluh darah maupun otot. Manifestasi ekstraglandular lainnya tergantung

pada penyakit sistemik yang terkait misalnya SLE, AR, sklerosis sistemik. Gejala

sistemik seperti pada penyakit autoimmune lainnya seperti demam, nyeri otot,

poliartritis non erosif. Raynaud's phenomena merupakan gangguan vaskular,

biasanya tanpa disertai teleektasis atau ulserasi. Meskipun sjogren 's syndrome

termasuk penyakit autoimmune jinak, sindrom ini bisa berkembang menjadi suatu

keganasan karena adanya transformasi sel B.3

Gejala pada mata berupa xerophtalmia / mata kering dan terasa seperti

berpasir, disebut sebagai keratokonjungtivitis sicca, xerostomia/mulut kering

disertai atropi papilla filiformis dorsum lingua. Mulut kering dengan produksi air

liur yang sedikit memicu terjadinya karies gigi, juga terjadi pembesaran kelenjar

air liur karena infiltrasi limfosit, monosit dan sel plasma.3

Gambaran hematologi tidak spesifik seperti pada penyakit autoimmune

disease lainnya. Pemriksaan rutin laboratorium hematologi didapatkan anemia

16

Page 18: Penyakit Autoimun Pada Kelenjar Liur - Ana Hendriana (0861050107)

ringan. Sepuluh persen penderita dengan leukopenia, peningkatan LED dan 80%

hipergamaglobulinemia.2

Pemeriksaan laboratorium untuk mendeteksi adanya autoantibodi berguna

untuk menunjang diagnosis penyakit sjogren 's syndrome, yakni : Antinuclear

antibodies (ANA), Rheumatoidfactor(RF),Antibodi yang spesifik untuk Sjogren's

syndrome: Anti-SS-A/Ro dan Anti-SS-B/La,HLA-Drselkelenjar.2

Antinuclear antibody (ANA) adalah antibodi terhadap komponen inti sel

antara lain DNA, RNA-protein complex, histone dan centromere. Pemeriksaan

untuk mendeteksi ANA dilakukan dengan Immunofluorescence assay (IFA) atau

Enzym Linked Immunosorbent Assay (ELISA). Hasil ANA positif dengan cara

ELISA, dilanjutkan dengan IFA untuk melihat pola pewarnaan homogen, perifer,

speckled, nukleolar atau centromere. Pola pewarnaan menggambarkan

autoantibodi yang terdapat dalam serum. Pola pewarnaan pada sjogren's syndrome

adalah pola speckled adanya anti Ro (SS-A) atau anti La (SS-B). Anti Ro (SS-A)

dan anti La (SS-B) berikatan dengan hYRNA. Anti Ro dan Anti La sangat

berguna sebagai petunjuk bila ANA dan anti ds-DNA negatif. Anti Ro

mempunyai hubungan dengan keadaan klinis seperti fotosensitif, trombositopenia

dan subacute cutaneous LE rash. Wanita yang menderita SLE dengan anti Ro

positif mempunyai resiko terjadinya SLE neonatal bila wanita tersebut hamil.13

Autoantibodi terhadap Ro (SS-A) merupakan ribonukleoprotein yang

terdiri dari hYRNA dan 60 k Da protein sedangkan anti-La (SS-B) suatu partikel

ribonukleoprotein yang berhubungan dengan RNA polymerase III transkrip.3

Kira-kira 60% autoantibodi yang terdeteksi pada penderita sjogren 's

syndrome adalah anti-SS-A dan 40% anti-SS-B. Berdasarkan berat molekul

proteinnya, anti-Ro (SS-A) terdiri dari Ro60 dan Ro52. Anti-La (SS-B) adalah

protein 47-kDa berhubungan dengan RNAs synthesized oleh RNAP III. AntiSS-A

dan SS-B bisa dideteksi dengan immunopresipitasi dan immunoblot (Rose N. R,

2002). Presipitasi antibodi SS-A/Ro terjadi pada 65-95% pasien dan lebih dari

90% penderita sjogren's syndrome terdeteksi anti-SS-A/Ro dengan pemeriksaan

metode ELISA.15

17

Page 19: Penyakit Autoimun Pada Kelenjar Liur - Ana Hendriana (0861050107)

Pemeriksaan antinuklir antibodi dengan ANA test digunakan untuk

skrining penyakit autoimun, dan pemeriksaan konfmnasi dengan metode

imunoblot, tampak band-band autoantibodi terhadap autoantigen komponen inti

sel pada strip .15

Faktor rematoid merupakan antibodi terhadap determinan antigenik pada

fragmen Fe dari immunoglobulin. Untuk mengukur antibodi digunakan uji

aglutinasi pasif, bisa dengan cara nephelometry atau uji ELISA (Handoyo. I.

2004). Faktor rematoid cukup sensitif untuk Artritis rematoid tetapi kurang

spesifik karena dapat dijumpai pada penyakit autoimmune lain (SLE,Sjogren 's

syndrome), penyakit infeksi bakteri atau virus dan orang sehat. Sekitar 60-70%

pasien Sjogren 's syndrome terdeteksi faktor rematoid positif .16

Uji Aglutinasi Pasif dengan menggunakan antigen Ig G yang larut,

sehingga untuk menimbulkan aglutinasi, antigen tersebut (lg G) perlu diikatkan

atau disalutkan pada suatu partikel pengangkut (carrier) berupa : sel darah merah

domba pada uji Rose Waaler dan partikel lateks pada uji aglutinasi lateks.16

Deteksi faktor rematoid dengan cara Nephelometry. Mengukur sinar yang

terpancar oleh adanya agregat dalam larutan yang disebabkan oleh ikatan Ig G

dengan faktor rematoid yang terdapat dalam sampel penderita.16

Menentukan faktor rematoid dengan metode ELISA menggunakan ELISA

tak langsung dengan Ig G yang dilapiskan pada permukaan dalam sumuran

lempengan polisteren sebagai antigen dan antihuman globulin atau Ig M berlabel

enzim (konjugat) sebagai detektor. Selanjutnya ditambahkan substrat yang

berkromogen dan ditentukan absorbennya dengan microELISA reader .16

Sialometri adalah mengukur kecepatan produksi kelenjar air liur tanpa

adanya rangsangan pada kelenjar parotis, submandibula, sublingual. Pada

Sjogren's's syndrome terjadi penurunan kecepatan sekresi.16

18

Page 20: Penyakit Autoimun Pada Kelenjar Liur - Ana Hendriana (0861050107)

Sialografi pemeriksaan secara radiologis untuk menetapkan kelainan

anatomi saluran kelenjar eksokrin. 16

Skintigrafi untuk mengevaluasi kelenjar dengan menggunakan 99m Tc.

Melihat ambilan 99m Tc di mulut selama 60 menit setelah diinjeksi intra vena.16

Biopsi kelenjar eksokrin minor memberikan gambaran yang sangat spesifik

yaitu tampak gambaran infiltrasi limfosit yang dominan. Biopsi kelenjar saliva minor

merupakan gold standar untuk diagnosis SindromSjogren.16

Kriteria diagnosis Sjogren's syndrome adalah17: Sjogren's syndrome

primer: Gejala dan tanda penurunan sekresi kelenjar air liur, mulut, mata kering.

Dilakukan pemeriksaan pada mata, kelenjar saliva serta biopsi kelenjar ludah

minor. Peningkatan titer faktor rematoid ≥ 1: 320. Peningkatan titer ANA ≥ 1 :

320. Anti-SS-A(Ro) atau SS-B (La) antibodi positif. Tidak didapatkan penyakit

autoimmune yang lain Sjogren's syndrome sekunder: SLE didapatkan pada 4% -

5% pasien sjogren 's syndrome dan sjogren 's syndrome ditemukan pada 50 - 98%

pasien SLE. FR didapatkan pada ≤ 75% pasien dengan sjogren 's syndrome dan

sjogren 's syndrome ditemukan pada 20% - 100% pasien RA. Sirosis biliar primer

didapatkan 3% pada pasien sjogren 's syndrome dan syogren 's syndrome didapati

pada 50% - 100% pasien sirosis biliar. Sjogren's syndrome pada polymyositis,

skleroderma. Tidak ada sarkoidosis, HIV, HTLV, HBV, HCV, preexisting

lymphoma, fibromyalgia, pembesaran kelenjar saliva lain dan penyebab keratitis

sicca lainnya.

Diagnosis awal sulit karena gejala tidak spesifik dan sering baru terdeteksi

sjogren's syndrome setelah gejala lengkap muncul rata-rata setelah 6,5 tahun.

Klasifikasi internasional Sjogren's syndrome tahun 2002 adalah minimal satu

gejala mata berikut ini: mata kering lebih dari tiga bulan, mata terasa seperti

berpasir, dan menggunakan tetes mata lebih dari tiga kali sehari.Minimal satu

gejala mulut berikut ini: mulut kering lebih dari tiga bulan, kelenjar air liur

bengkak, sulit menelan bila makan makanan kering. Pemeriksaan mata:

Schirmer's test : ≤ 5 mm, Rose Bengal staining : score ≥ 4.Histopatologi :

19

Page 21: Penyakit Autoimun Pada Kelenjar Liur - Ana Hendriana (0861050107)

sialodenitis limfositik fokal di kelenjar air liur minor (score ≥ 1) dan lebih dari 50

limfosit per 4 mm2 jaringan kelenjar.

Pemeriksaan kelenjar air liur : pemeriksaan sialometri didapatkan kelenjar

saliva yang tidak menghasilkan atau kurang menghasilkan air liur (air 1iur ≤ 1,5

ml selama 15 menit), pemeriksaan sialografi ke1enjar parotis, ada sialektasis yang

difus berupa pungtata, cavitary atau po1a yang destruksi (tanpa obstruksi duktus

mayor), pada pemeriksaan skintigrafi didapatkan pengambilan isotop yang

per1ahan dan ada sisa atau ekskresi kelenjar yang lama, dan adanya autoantibodi

terhadap SS-A (Ro) atau SS-B (La).

Diagnosis Sjogren's syndrome primer bila: 1. Tidak didapatkan penyakit

autoimun yang lain,2. Empat dari keenam kriteria di atas positif Kriteria nomer

empat (histopatologi) atau nomer enam (serologi) positif 3. Tiga dari empat

kriteria ini positif

Diagnosis Sjogren's syndrome sekunder adalah: 1. Ada penyakit autoimun

yang lain 2. Satu atau dua dari kriteria diatas positif ditambah dua kriteria

3.4 Tata Laksana

Terapi sindrom Sjogren's ditujukan untuk membantu menurunkan gejala

dan membatasi efek merusak dari proses penurunan sekresi mukosa, yaitu dengan

memberikan cairan pengganti. Pemberian tetes mata siklosporin, terisol, liquifilm

metilselulosa 0,5%, hypotears. Bromheksin 48 mg/ hari memperbaiki manifestasi

sika. Hidroksiklorokuin 200 mg/hari memperbaiki parsial hipergamaglobulinemia

dan menurunkan antibodi Ig G terhadap La/SSB, meningkatkan hemoglobin dan

menurunkan laju endap darah. Glukokortikoid dan obat imunosupresif

diindikasikan pada manifestasi ekstrakelenjar misalnya adanya keterlibatan ginjal

atau paru dan vaskulitis sistemik. Gel asam propionat dapat digunakan untuk

mengatasi kekeringan vagina. Pasien dianjurkan banyak minum. Diagnosis dan

pengobatan lebih awal untuk mencegah terjadinya komplikasi.2.15

20

Page 22: Penyakit Autoimun Pada Kelenjar Liur - Ana Hendriana (0861050107)

3.5 Prognosis

Prognosis pada pasien Sindrom Sjogren tidak banyak yang meneliti,

walaupun Sindrom Sjogren bukan merupakan penyakit yang ganas namun

perkembangannya dapat terjadi vaskulitis dan limfoma dan kedua hal tersebut dapat

menyebabkan kematian pada pasien Sindrom Sjogren.3

21

Page 23: Penyakit Autoimun Pada Kelenjar Liur - Ana Hendriana (0861050107)

BAB IV

RESUME

Penyakit autoimun pada kelenjar liur bersifat kronik progresif lambat yang

ditandai dengan adanya serbukan limfositik kelenjar eksokrin dan menimbulkan

gejala mata keratokonjungtivitis sicca dan oral berupa xerostomia sehingga

penderita sulit menelan makanan kering, rasa terbakar, karies gigi meningkat dan

lidah kering serta pembesaran kelenjar air liur. Sepertiga pasien datang dengan

manifestasi ekstrakelenjar dan sejurnlah kecil mengalami limfoma maligna.

Sembilan puluh persen pasien Sjogren 's syndrome adalah wanita. Penyakit dapat

timbul tersendiri (sindroma Sjogren's primer) atau berkaitan dengan penyakit

autoimun lainnya seperti artritis rematoid, lupus eritematosus sistemik atau

skleroderma (sindroma Sjogren's sekunder).

Serum pasien sindroma sjogren 's mengandung autoantibodi terhadap

antigen non spesifik organ misalnya immunoglobulin, faktor rematoid serta

antigen sitoplasma dan inti Ro/SSA, La/SSB. Autoantigen Ro/SSA berikatan

dengan RNA HYl, HY3 dan HY4, sedangkan protein La/SSB berikatan dengan

transkrip RNA III polimerase. Autoantibodi terhadap spesifik organ misalnya sel

duktus kelenjar liur, sel kelenjar tiroid dan mukosa lambung.

Pemeriksaan laboratorium berupa AntiNuclear Antibody (ANA test),

Rheumatoid Factor (RF), SS-A(Ro) dan SS-B(La), laju endap darah yang

meningkat dan peningkatan Imunoglobulin. Pemeriksaan mata dilakukan

Schirmer test, Rose Bengal test serta pemeriksaan kelenjar saliva baik produksi

saliva, skintigrafi dan biopsi untuk melihat adanya infiltrasi imfositik pada

kelenjar saliva minor.

Penatalaksanaan untuk membantu mengurangi gejala mata dan mulut yang

kering yakni dengan memberikan cairan buatan dan menstimulus sekresi kelenjar

air liur serta membatasi komplikasi ekstrakelenjar lebih lanjut.

22

Page 24: Penyakit Autoimun Pada Kelenjar Liur - Ana Hendriana (0861050107)

DAFTAR PUSTAKA

1.Baratawidjaja K. Imunologi Dasar Edisi ke-6. Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.2004: 58-61

2.Isselbacher K.J., Harrison T.R., Principles of Internal Medicine 13th Edition. McGraw-Hill.2002: 1855-1857

3.Yuliarsih. Sindrom Sjogren Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid ke-2 Edisi ke-4 . Pusat Penerbitan IPD FKUI.2006: 1193-1196

4.Adams L George, Boies L, dkk.Boies Buku Ajar Penyakit THT edisi 6 . Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta 1997

5.Sadler TW. Embriologi Kedokteran Langman Edisi ke-7. Jakarta: EGC; 2000

6.Satish Keshav. Dalam: The Gastrointestinal System At A Glance. Australia: Blackwell Science Ltd. 2004: 14-15

7.Sherwood, Lauralee. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem Edisi 2. Penerjemah: Brahm U.P.Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2001

8. Guyton A. C., Hall J. E. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 9. Jakarta:EGC;1997

9.Sumariyono. Diagnosis dan tatalaksana Sindrom Sjogren. Kumpulan makalah temu

ilmiah Reumatologi.2008:134-136.

10.Troy Daniels, DDS, MS. Sjogrens Syndrome.Primer on rheumatic

diseases.2008;13:389-397.

11.Casals MR.Font J. Primary Sjogren Syndrome: Current and emergent

aetiopathogenic concepts.Rheumatology.2005;44:1354-1367.

12.Brun JG. Madland TM. Gjesdal CB. Sjogren syndrome in an-out-patient clinic;

classification of patient according to the preliminary European criteria and and the

proposed modified European criteria. Rheumatol. 2002:41;301-304.

13.Oesman. F.. Laboratory Diagnosis of Autoimmune disease. Indonesia

Universitypress.2003:60-73.

23

Page 25: Penyakit Autoimun Pada Kelenjar Liur - Ana Hendriana (0861050107)

14.Peakman M. Vergani D. Basic and Clinical Immunology Second Edition.

Churchill Livingstone Elsevier. 2009:184-185.

15.Mc Pherson R.A., Pincus M.R.,. Henry's Clinical Diagnosis and Management by

Laboratory Methods. 21 th edition, saunders Elsevier. 2007:917-929.

16.Handoyo I.. Imunoasai Terapan Pada Beberapa Penyakit Infeksi. Air1angga

University Press.2004:264-267.

17 Wallach J.. Interpretation of Diagnostic Tests Eighth Edition. Lippincott Williams

& Wilkins. 2007:1040.

24