PENURUNAN KERUSAKAN HEPAR AKIBAT INFEKSI...

14
Seminar Nasional Ke-4, Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Nusa Cendana, Kupang 25 Oktober 2016 ISBN 978-602-6906-21-2 1 PENURUNAN KERUSAKAN HEPAR AKIBAT INFEKSI Toxoplasma gondii DENGAN PEMBERIAN IMUNOGLOBULIN Y (IGY) ANTI-MEMBRAN Toxoplasma gondii Heni Puspitasari 1 , Lucia Tri Suwanti 12 , Mufasirin 12 1 Kelompok Studi Toxoplasma, Lembaga Penyakit Tropis, Universitas Airlangga, Surabaya 60115, Indonesia; 2 Departemen Parasitologi, Fakultas kedokteran Hewan, Universitas Airlangga, Surabaya 60115, Indonesia ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penurunan kerusakan hepar akibat infeksi T. gondii dengan pemberian IgY anti-membran T.gondiidan efektivitas waktu pemberian antibodi tersebut. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental laboratorium, dengan 5 perlakuan masing-masing perlakuan terdiri dari 5 ulangan dan menggunakan mencit betina (Mus musculus) sebagai hewan coba. Perlakuan terdiri dari kelompok P0 (tidak diinfeksi dan tidak diberi IgY), P1 (diinfeksi tanpa diberikan IgY), P2 (pemberian IgY anti-membran T. gondii satu hari sebelum infeksi), P3 (pemberian IgY anti-membran T. gondii bersamaan dengan infeksi) dan P4 (pemberian IgY anti-membran T. gondii dua hari setelah infeksi), dengan dosis pemberian IgY anti-membran T. gondii sebesar 75 ug/ekor dan dosis infeksi sebesar 10 takizoit/ekor, empat hari setelah infeksi mencit dikorbankan, kemudian dilakukan pengamatan dan perhitungan indeks apoptosis pada histopatologi hepar mencit menggunakan apoptosis kit ApopTag ® Plus Peroksidase In Situ (Chemicon ® International, S7101) dan indeks nekrosis menggunakan pewarnaa HE. Persentase indeks apoptosis hepar pada kelompok P0 adalah 1,00%; P1 adalah 4,14%; 1,58% untuk P2; 2,16% untuk P3 dan 2,66% untuk P4 sedangkan prsentase indeks nekrosis masing-masing perlakuan P0 adalah 3,64%; P1 adalah 12,98%; 6,06% untuk P2; 7,73% untuk P3 dan 10,49% untuk P4. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa penurunan kerusakan hepar dilihat dari indeks apoptosis dan indeks nekrosis adalah disebabkan oleh pemberian IgY anti-membran T. gondii dan penurunan yang paling besar bila diberikan sebelum dan bersama infeksi. Kata kunci: Toxoplasma gondii, imunoglobulin Y, kerusakan hepar.

Transcript of PENURUNAN KERUSAKAN HEPAR AKIBAT INFEKSI...

Seminar Nasional Ke-4, Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Nusa Cendana, Kupang 25 Oktober 2016 ISBN 978-602-6906-21-2 1

PENURUNAN KERUSAKAN HEPAR AKIBAT INFEKSI Toxoplasma gondii

DENGAN PEMBERIAN IMUNOGLOBULIN Y (IGY) ANTI-MEMBRAN

Toxoplasma gondii

Heni Puspitasari1, Lucia Tri Suwanti12, Mufasirin12

1Kelompok Studi Toxoplasma, Lembaga Penyakit Tropis, Universitas

Airlangga, Surabaya 60115, Indonesia; 2Departemen Parasitologi, Fakultas

kedokteran Hewan, Universitas Airlangga, Surabaya 60115, Indonesia

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penurunan kerusakan

hepar akibat infeksi T. gondii dengan pemberian IgY anti-membran

T.gondiidan efektivitas waktu pemberian antibodi tersebut. Penelitian ini

merupakan penelitian eksperimental laboratorium, dengan 5 perlakuan

masing-masing perlakuan terdiri dari 5 ulangan dan menggunakan mencit

betina (Mus musculus) sebagai hewan coba. Perlakuan terdiri dari

kelompok P0 (tidak diinfeksi dan tidak diberi IgY), P1 (diinfeksi tanpa

diberikan IgY), P2 (pemberian IgY anti-membran T. gondii satu hari sebelum

infeksi), P3 (pemberian IgY anti-membran T. gondii bersamaan dengan

infeksi) dan P4 (pemberian IgY anti-membran T. gondii dua hari setelah

infeksi), dengan dosis pemberian IgY anti-membran T. gondii sebesar 75

ug/ekor dan dosis infeksi sebesar 10 takizoit/ekor, empat hari setelah

infeksi mencit dikorbankan, kemudian dilakukan pengamatan dan

perhitungan indeks apoptosis pada histopatologi hepar mencit

menggunakan apoptosis kit ApopTag ® Plus Peroksidase In Situ (Chemicon

® International, S7101) dan indeks nekrosis menggunakan pewarnaa HE.

Persentase indeks apoptosis hepar pada kelompok P0 adalah 1,00%; P1

adalah 4,14%; 1,58% untuk P2; 2,16% untuk P3 dan 2,66% untuk P4

sedangkan prsentase indeks nekrosis masing-masing perlakuan P0 adalah

3,64%; P1 adalah 12,98%; 6,06% untuk P2; 7,73% untuk P3 dan 10,49%

untuk P4. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa penurunan kerusakan

hepar dilihat dari indeks apoptosis dan indeks nekrosis adalah disebabkan

oleh pemberian IgY anti-membran T. gondii dan penurunan yang paling besar

bila diberikan sebelum dan bersama infeksi.

Kata kunci: Toxoplasma gondii, imunoglobulin Y, kerusakan hepar.

Seminar Nasional Ke-4, Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Nusa Cendana, Kupang 25 Oktober 2016 ISBN 978-602-6906-21-2 2

PENDAHULUAN

Toxoplasmosis pada manusia terutama wanita hamil berakibat pada

janin berupa: resorbsi, abortus, lahir mati (stillbirth), kematian bayi

(neonatal motality), lahir lemah dan kelainan kogenital berupa retardasi

mental, kelainan mata ringan sampai buta dan hidrocefalus (Suwanti, 2005).

Pada sakala ekperimental infeksi T. gondii strain RH pada mencit (Mus

musculus) dapat menyebabkan kerusakan jaringan dan kerusakan terparah

adalah hepar (Mordue et al., 2001). Infeksi oleh takizoit strain RH dapat

menyebabkan nekrosis pada sel hepar (Mordue; 2001 dan Sukthana; 2003).

Sasmita (2006) juga berpendapat mencit yang diifeksi dengan ookista T.

gondii juga menyebabkan nekrosis pada hepar. Begum-Haque et al. (2009)

juga menyatakan bahwa infeksi T.gondii dapat menyebabkan apoptosis pada

hepar.

Infeksi akut Toxolasma gondii dapat menyerang jaringan dan pada

infeksi buatan secara intraperitoneal takizoit dapat menyebabkan nekrosis

hepar, lien, dan pankreas (Riganti et al., 2003). Bagian terbesar kerusakan

jaringan pada toxoplasmosis adalah hepar. Kerusakan hepar berhubungan

dengan kejadian apoptosis dan nekrosis sel hepar (Mordue et al., 2001)

Pengendalian meliputi pencegahan dan pengobatan selama ini dipandang

belum efektif. Menurut Hokelek (2003) Pengobatan dengan pyrimethamine

dan sulfadiazine dapat menghambat sintesa asam folat yang diperlukan

untuk replikasi parasit. Mufasirin (2013) menyatakan imunisasi dengan

protein ESA antigenik dapat membangkitkan respon imun tetapi masih

belum bisa memberikan perlindungan sebab masih terjadi kematian mencit

pada hari ke delapan. Hal tersebut membuktikan bahwa pengobatan dan

pencegahan masih perlu dievaluasi.

Pemanfaatan Immunoglobulin Y (IgY) sebagai bahan imunisasi pasif

pada beberapa penyakit telah banyak diteliti. Praptiwi (2011) telah berhasil

memproduksi antibodi anti protein membran T. gondii. Imunoglobulin Y yang

dikaitkan mampu berikatan dengan protein membran dengan berat molekul

sekitar 30-35 kDa. Penelitian yang dilakukan Suwanti dkk (2012)

melaporkan bahwa pemberian IgY dapat menurunkan tingkat kerusakan

plasenta pada mencit yang diinfeksi T.gondii. Menguatkan temuan tersebut

Fajarwati (2013) membuktikan bahwa Imunoglobulin Y anti-ESA juga dapat

menurunkan indeks apoptosis trofoblas pada mencit yang diinfeksi T.gondii

stadium takizoit. Melihat penemuan-penemuan tersebut perlu dilakukan

penelitian mengenai pemanfaatan imunoglobulin Y anti-membran apakah

dapat menekan kejadian apoptosis pada sel hepar akibat infeksi Toxoplasma

gondii.

Seminar Nasional Ke-4, Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Nusa Cendana, Kupang 25 Oktober 2016 ISBN 978-602-6906-21-2 3

Pemberian immunoglobulin Y anti-membran akan berikatan dengan

protein P30 (SAG-1) pada takizoit. Protein P30 (SAG-1) memiliki fungsi

untuk penempelan pada saat terjadinya invasi oleh T.gondii pada sel hospes

(Praptiwi, 2011). Ikatan antara IgY anti-membran dengan protein P30 (SAG-

1) akan menghalangi takizoit untuk melakukan penempelan pada sel hospes,

akibatnya sel tidak dapat terinfeksi. Sel yang terinfeksi akan merangsang

produksi berlebih sitokin proinflamasi, dengan adanya ikatan antara IgY anti-

mambran dengan protein P30 (SAG-1) maka tidak akan terjadi produksi

sitokin proinfalamasi.

Infeksi Toxoplasma gondii dapat merangsang reaksi imunologis

seperti adanya induksi sitokin yang berlebih yaitu IFN γ, IL-18 dan TNF α

(Mordue el al., 2001). Induksi berlebih dari sitokin-sitokin ini dapat

menyebabkan kerusakan sel hepar termasuk apoptosis. Jalur intrinsik adalah

jalur yang berasal dari mitokondria, sedangkan ekstrinsik melalui reaksi

ligan dengan reseptornya.

Menurut Canedes and Davies, (2000) mitokondria akan melepaskan

ROS (reactive oxygen spesies). Pada jalur intrinsik infeksi T. gondii

menyebabkan mitokondria memproduksi ROS melalui pelepasan sitokrom C

(Nomura et al., 2000). Guacciardi et al (2005) menyatakan bahwa bagian dari

efek citotoksik secara langsung pada hepatosis adalah TNF-α atau TNFR-1.

Interaksi antara TNF dan TNFR-1 dapat memicu terjadinya apoptosis pada

hepar (Yoon et al., 2002). Selain ikatan TNF- α dan TNFR-1 apoptosisi juga

dipicu adanya ikatan antara FAS-L yang dihasilkan oleh sel T citolitic

(CTL)dan sel NK dengan FAS yang dimiliki sel hepar (Mordue et al., 2001).

METODE PENELITIAN

Hewan coba dalam penelitian ini adalah 25 ekor mencit betina

strain BALB/C yang berumur 2-3 bulan dengan berat badan 20-25 gram

yang dikawinkan dengan 25 ekor mencit jantan umur 4-5 bulan dengan

berat badan 30-35 gram secara monogami. Mencit bunting sebanyak 25

ekor dibagi menjadi 5 kelompok perlakuan yang masing-masing

kelompok terdiri dari 5 ekor.

Pembagian kelompok tersebut antara lain P0 (mencit bunting yang

tidak diinfeksi T. gondii), P1 (mencit bunting yang diinfeksi T. gondii),

P2 (mencit bunting yang diberi IgY anti-membran T. gondii satu hari

sebelum diinfeksi T. gondii), P3 (mencit bunting yang diberi IgY anti-

membran T. gondii bersamaan dengan infeksi T. gondii) dan P4 (mencit

bunting yang diberi IgY anti-membran T. gondii dua hari setelah diinfeksi

T. gondii).

Seminar Nasional Ke-4, Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Nusa Cendana, Kupang 25 Oktober 2016 ISBN 978-602-6906-21-2 4

Dosis infeksi adalah 10 takizoit (Mufasirin, 2011) setiap ekor

mencit yang dilarutkan dalam 200 µl NaCl fisiologis dan diberikan

secara intraperitoneal.

Infeksi dilakukan bersamaan untuk semua kelompok kecuali

kelompok perlakuan nol (P0) yaitu pada umur kebuntingan 9,5 hari.

Pemberian IgY anti-membran T. gondii adalah 75 µg/ekor mencit yang

diberikan secara peroral. Empat hari setelah infeksi mencit

dikorbankan dan diperiksa adanya takizoit dalam cairan intraperitoneal

kemudian dilakukan pemeriksaan secara natif. Mencit dikatakan

positif terinfeksi T. gondii, apabila dalam cairan intraperitoneal

didapatkan stadium takizoit T. gondii. Hepar disimpan dalam buffer

formalin 10% dan selanjutnya dilakukan proses untuk histopatologi

hepar dengan p e n g e c a t a n H E ( H e m a t o x i l i n E o s i n ) d a n uji

apoptosis (uji TUNEL).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Infeksi Toxoplasma gondii

Hasil pemeriksaan natif dari cairan intraperitoneal, semua mencit

dari kelompok P1, P2, P3, dan P4 yang diinfeksi takizoit T. gondii pada

umur kebuntingan 9,5 hari, positif terinfeksi takizoit T. gondii. Gambar

takizoit dari cairan intraperitoneal disajikan pada Gambar 1.

Gambar 1. Pemeriksaan natif stadium takizoit T. gondii dari

cairan intraperitoneal dilihat di mikroskop cahaya perbesaran

400X.

Seminar Nasional Ke-4, Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Nusa Cendana, Kupang 25 Oktober 2016 ISBN 978-602-6906-21-2 5

Indeks Apoptosis

Hasil perhitungan menunjukkan terjadi penurunan indeks apoptosis sel

hepar data disajikan pada Tabel 1.1. Pemberian IgY anti-membran T. gondii

ternyata mampu menurunkan indeks apoptosis sel hepar hal tersebut

terlihat dari persentase antara kelompok yang diberi IgY anti-membran T.

gondii lebih rendah dibandingkan dengan kelompok P1 (keompok yang

diinfeksi dan tidak diberi IgY. Kelompok yang diberikan IgY anti-membran T.

gondii yaitu kelompok P2, P3 dan P4 memiliki perbedaan indeks apoptosis

yang berbeda nyata (p<0,05), dimana kelompok P2 dan P3 memiliki

persentase indeks apoptosis yang lebih rendah dibanding dengan kelompok

P4.

Tabel1.1 Rata-rata dan simpangan baku kerusakan hepar mencit akibat

infeksi Toxoplasma gondii dan pemberian antibodi IgY anti-membran.

PERLAKUAN INDEKS APOPTOSIS

Mencit yang tidak diinfeksi

dan tidak diberi IgY (P0)

3,64a ± 0,58

Mencit yang diinfeksi dan

tidak diberi IgY (P1)

12,98d ± 0,43

Mencit diberi IgY anti membrane

T.gondii satu hari sebelum infeksi (P2).

6,06b ± 0,73

Mencit diberi IgY anti membrane

T.gondii satu hari bersama infeksi (P3).

7,73b ± 0,79

Mencit diberi IgY anti membrane

T.gondii satu hari setelah infeksi (P4).

10,49c ± 1,73

Keterangan: superscript yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan

terdapat perbedaan yang nyata (p<0,05).

Pada penelitian ini indeks apoptosis tertinggi didapatkan pada hepar

yang diinfeksi takizoit T. gondii dan tidak diterapi IgY anti-membran

(kelompok P1) dibandingkan dengan kelompok perlakuan yang lain. Hal ini

menyatakan bahwa infeksi T. gondii meningkatkan apoptosis sel hepar.

Seminar Nasional Ke-4, Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Nusa Cendana, Kupang 25 Oktober 2016 ISBN 978-602-6906-21-2 6

Infeksi T.gondii dapat menyebabkan apoptosis pada sel hepar (Mordue et al.,

2001; Begum-Haque et al., 2009). Penelitian Sarjono (2005) mengungkapkan

bahwa infeksi T.gondii dapat meningkatkan indeks apoptosis sel desidua.

Suwanti (2005) menyatakan infeksi T.gondii menyebabkan peningkatan

indeks apoptosis pada trofoblas. Dalam penelitian ini tidak dilakukan

penelitian mengenai mekanisme apoptosis dari sel hepar. Apoptosis sel

hepar dapat melalui dua jalur yaitu intrinsik dan ekstrinsik.

Apoptosis melalui jalur intrinsik pada sel hepar disebabkan oleh

faktor soluble dari parasit yang dapat menginduksi sel hospes sehingga

bersifat sangat toksik terhadap sel lain (Mordue et al., 2001). Faktor soluble

parasit ini menyebabkan mitokondria melepaskan ROS. Infeksi T. gondii

menyebabkan mitokondria memproduksi ROS memicu pelepasan sitokrom C

(Nomura et al., 2000). Sitokrom C akan memicu caspase 9 untuk berikatan

dengan efektor caspase sehingga terjadi apoptosis (Yoon et al., 2002).

Apoptosis sel hepar terjadi karena produksi berlebih dari sitokin-sitokin

proinflamasi Mordue et al. (2001). Aktivasi sitokin-sitokin tersebut yaitu IL-

18 dan IL-2 akan menghasilkan IFN γ. Mordue et al (2001) juga mengatakan

bahwa IL-10 juga mempunyai peranan mestimulasi IFN γ pada kasus

endotoxemia. Interferon gamma (IFN γ) akan memicu makrofag

memproduksi TNF-α . Denkers and Gazzinalli (1998) menyatakan bahwa

makrofag yang teraktivasi oleh IFN-γ akan menghasilkan TNF-α. Seperti yang

dikemukakan oleh Gaucciardi et al (2005) bahwa bagian dari efek sitotoksik

secara langsung pada hepatosit adalah TNF-α atau TNFR-1. Interaksi antara

TNF dan TNFR-1 dapat memicu terjadinya apoptosis pada hepar (Yoon et al.,

2002).

Selain ikatan TNF dan TNFR-1 apoptosisi juga dipicu adanya ikatan

antara FAS-L yang dihasilkan oleh sel T sitolitik (CTL) dan sel NK dengan FAS

yang dimiliki sel hepar (Mordue et al., 2001). Tumor nekrosis factor alfa

(TNF-α) yang merupakan mediator apoptosis juga dapat memicu sel untuk

mengekspresikan FAS sehingga menyebabkan apoptosis (Guicciardi et al.,

2005). Pada kelompok yang mendapatkan IgY anti-membran T. gondii (P2, P3

dan P4) terjadi penurunan indeks apoptosis dibandingkan dengan mencit

kelompok perlakuan satu (P1) yaitu diinfeksi tetapi tidak diberi IgY anti-

membran. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian IgY anti-membran dapat

menekan indeks apoptosis sel hepar.

Penurunan ini mungkin disebabkan IgY anti-membran dapat mengikat

protein membran SAG-1 (P30) dari takizoit T.gondii yang berperan dalam

penempelan pada saat invasi sehingga takizoit tidak dapat menempel dan

menginfeksi sel hospes. Praptiwi (2011) mengungkapkan bahwa protein

membran SAG-1 (P30) dapat bereaksi dengan IgY anti-membran. Reaksi

Seminar Nasional Ke-4, Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Nusa Cendana, Kupang 25 Oktober 2016 ISBN 978-602-6906-21-2 7

ikatan antara SAG-1 dengan IgY anti-membran dapat menghambat

penempelan takizoit pada sel hospes, sehingga proses apoptosis yang melalui

mitokondria pada sel yang terinfeksi tidak terjadi akibatnya infeksi terhadap

sel tetangga juga tidak terjadi. Ikatan antara SAG-1 dengan IgY anti-membran

juga dapat menghambat penempelan takizoit pada sel hospes, sehingga

apoptosis yang melalui APC tidak terjadi.

Diantara kelompok perlakuan mencit yang diberikan IgY anti-

membran (P2, P3, dan P4) ternyata P2 dan P3 memiliki indeks apoptosis

yang lebih rendah dibandingkan kelompok perlakuan empat (P4). Hal

tersebut menunjukkan bahwa pemberian IgY anti-membran sebelum dan

bersama infeksi merupakan cara pemberian yang efektif. Fakta tersebut

dimungkinkan karena sebelum takizoit mampu menginfeksi sel hospes,

takizoit dapat dihambat oleh IgY anti-membran melalui ikatan antara SAG-1

dengan IgY anti-membran T. gondii sehingga takizoit tidak dapat melekat

pada sel hospes. Suebekti (2006) Takizoit mampu mencapai sel target 4

(empat) hari pasca infeksi.

Pemberian IgY anti-membran dua hari setelah infeksi (P4) kurang

efektif karena kemungkinan takizoit sudah ada yang mampu masuk dan

menginfeksi sel hospes sebelum terjadi ikatan antara SAG-1 dengan IgY anti-

membran, disamping itu waktu yang diperlukan takizoit untuk melakukan

invasi lebih cepat dibandingkan waktu yang dibutuhkan makrofag untuk

melakukan fagositosis.

Masuknya takizoit kedalam sel target membutuhkan 15-30 detik

sedangkan waktu yang diperlukan untuk fagositosis yang dilakukan sel

fagositik memerlukan 2-4 menit Subekti (2006). Hasil ini sesuai dengan

Fajarwati (2013) bahwa pemberian IgY anti-membran T. gondii mampu

menekan indeks apoptosis trofoblas, dan pemberian IgY anti-membran T.

gondii satu hari sebelum infeksi lebih efektif dalam menekan indeks

apoptosis sel hepar dibandingkan dengan IgY anti-membran pada saat

bersamaan dengan infeksi dan dua hari setelah infeksi.

Kelompok P2, P3 dan P4 masih memiliki indeks apoptosis lebih tinggi

dibandingkan dengan P0, hal ini dimungkinkan karena pemberian dosis yang

kurang besar dan faktor ulangan dari pemberian IgY anti-membran T. gondii,

disamping itu selain SAG-1 terdapat protein lain yang berperan dalam invasi

takizoit pada sel hospes. Protein yang berperanan dalam perlekatan takizoit

pada sel hospes adalah SAG (surface antigen) dan MIC (Subekti dan Arrasyid,

2006). Protein SAG-1 mampu dihambat oleh IgY anti-membran tetapi protein

MIC tidak mampu dihambat, sehingga masih ada takizoit yang berhasil

menginfeksi sel hospes. Kelompok perlakuan P2 tidak berbeda nyata dengan

Seminar Nasional Ke-4, Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Nusa Cendana, Kupang 25 Oktober 2016 ISBN 978-602-6906-21-2 8

P3, hal ini kemungkinan disebabkan karena durasi waktu pemberian IgY

anti-membran yang tidak terpaut jauh.

Seminar Nasional Ke-4, Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Nusa Cendana, Kupang 25 Oktober 2016 ISBN 978-602-6906-21-2 9

Gambar 2 Gambaran histologi hepar mencit dengan pewarnaan

apoptag dilihat di mikroskop cahaya perbesaran 400X.

Tanda panah hijau menunjukkan sel apoptosis dan tanda

panah biru menunjukkan sel normal.

6.3. Indeks Nekrosis Sel Hepar

Pada hasil statistik menyatakan bahwa faktor perlakuan yaitu

pemberian IgY anti-membran juga berpengaruh terhadap indeks nekrosis sel

hepar. Nilai yang ditunjukkan p= 0,000 (p<0,05), kemudian dilanjutkan

dengan uji Turkey HSD diperoleh hasil terdapat perbedaan antar perlakuan

lihat table

Hasil perhitungan indeks nekrosis disajikan pada Tabel 5.2

Perlakuan Rata-rata dan Simpangan Baku

indeks apoptosis Hepar Mencit

Kontrol Negatif (P0) 3,64a ± 058

Kontrol Positif (P1) 12,98d ± 0,43

Pemberian IgY anti-membran

T.gondii satu hari sebelum infeksi

(P2)

6,06b ± 0,73

Pemberian IgY anti-membran

T.gondii bersama dengan infeksi (P3)

7,73b ± 0,79

Pemberian IgY anti-membran

T.gondii dua hari setelah infeksi (P4)

10,49c ± 1,73

C B A

E D

Seminar Nasional Ke-4, Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Nusa Cendana, Kupang 25 Oktober 2016 ISBN 978-602-6906-21-2 10

Keterangan: Superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan

terdapat perbedaan yang nyata (P< 0,05)

Indeks nekrosis tertinggi terdapat pada kelompok kontrol positif yaitu

kelompok yang diinfeksi oleh T.gondii tetapi tidak diberi IgY anti-membran T.

gondii dan terendah pada kelompok mencit kontrol negatif. Hal ini

menyatakan bahwa infeksi T. gondii dapat menyebabkan nekrosis pada

hepar. Sejalan dengan penelitian Mordue et al. (2001) dan Sukthana et al

(2003) yang menyatakan bahwa infeksi oleh takizoit strai RH dapat

menyebabkan nekrosis pada sel hepar. Mencit yang diifeksi dengan ookista T.

gondii juga menyebabkan nekrosis pada hepar Sasmita (2006). Menurut

mordue et al. (2001) nekrosis pada hepar oleh infeksi takizoit T. gondii

disebabkan adanya produksi berlebih dari sitokin proinflamasi. Produksi

sitokin-sitokin proinflamasi tersebut dapat menyebabkan nekrosis dengan

merangsang makrofag untuk memproduksi TNF-α .Indeks nekrosis dari

kelompok yang mendapatkan IgY anti-membran (kelompok P1, P2, dan P3)

menunjukkan penurunan indek nekrosis bila dibandingkan kelompok

kontrol positif. Ini menunjukkan bahwa IgY dapat menekan nekrosis hepar.

Penurunan indeks nekrosis ini mungkin disebabkan IgY anti-membran dapat

mengikat protein membran SAG-1 (P30) takizoit yang berperan dalam proses

perlekatan pada saat invasi kedalam sel hospes. Seperti yang dikemukakan

Praptiwi (2011) bahwa protein membran SAG-1 (P30) berperan dalam

proses penempelan saat invasi takizoit pada sel hospes. Ikatan antara IgY

anti-membran dengan protein menbran takizoit menyebabkan takizoit tidak

dapat melekat pada sel hospes, sehingga takizoit tidak dapat menginfeksi

hospes dan reaksi imunologis yang menyebabkan terjadinya nekrosis tidak

akan terjadi akibatnya nekrosis akan menurun. Sependapat dengan

penelitian Takano et al. (2010) dan Zhen et al. (2011) yang menyatakan

bahwa IgY dapat menurunkan nekrosis hepar. Zhen et al. (2011) menyatakan

bahwa pemberian IgY anti-Escherichia coli O111 mampu menekan kejadian

nekrosis pada hepar melalui penekanan produksi TNF-α oleh IgY. Tumor

Nekrosis Faktor α (TNF-α) adalah sitokin proinfalamasi yang berperan dalam

penyebab nekrosis Mordue et al. (2001). Penurunan TNF α akan

menyebabkan penurunan terhadap kejadian nekrosis.

Diantara kelompok perlakuan indek nekrosis terendah adalah

kelompok perlakuan 1 (P1). Hal ini menyatakan bahwa pemberian IgY anti-

membran T.gondii sebelum infeksi adalah cara yang paling efektif. Hal ini

kemungkinan disebabkan adanya ikatan oleh IgY anti-membran terhadap

protein SAG-1 (P30) takizoit sehingga tidak dapat melekat pada sel hospes

sebelum takizoit mencapai sel target, selain itu pemberian IgY anti-membran

Seminar Nasional Ke-4, Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Nusa Cendana, Kupang 25 Oktober 2016 ISBN 978-602-6906-21-2 11

sebelum infeksi akan membantu proses opsonisasi sehingga dapat

meningkatkan proses fagositosis yang berakibat infeksi pada sel baru akan

dihambat. Kelompok perlakuan 1 (P1) tidak berbeda nyata dengan kelompok

perlakuan 2 sedangkan dengan Perlakuan 3 (P3) berbeda nyata, hal ini

dimungkinkan faktor pemberian IgY anti-membran yang tidak terlalu jauh

waktunya bila disbanding dengan pemberian pada perlakuan 3. Pada

Perlakuan 3 (P3) nilai indeks nekrosis lebih tinggi dibanding perlakuan yang

lain, hal ini disebabkan mungkin karena takizoit lebih dulu dapat mecapai

target lebih banyak sebelum berikatan dengan IgY anti-membran. Suebekti

(2006) takizoit dapat mencapai sel target empat hari pascainfeksi.

Pemberian IgY anti-membran pada saat dan sesudah infeksi kurang

efektif karena waktu yang diperlukan untuk invasi lebih cepat dibandingkan

waktu yang dibutuhkan untuk fagositosis oleh makrofag. Subekti (2006)

masuknya takizoit kedalam sel target membutuhkan 15-30 detik sedangkan

waktu yang diperlukan untuk fagositosis yang dilakukan sel fagositik

memerlukan 2-4 menit.

Seminar Nasional Ke-4, Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Nusa Cendana, Kupang 25 Oktober 2016 ISBN 978-602-6906-21-2 12

Figure1. Histopatologi hepar dengan pewarnaan, dibawah mikroskup dengan

perbesaran 400X. Tanda panah yang berwarna hijau menunjukkan sel yang

mengalami nekrosis dan yang berwarna biru adalah sel normal.. A. Kontrol

Negatif. B. Kontrol Positif. C. Pemberian IgY sehari sebelum infeksi. D.

Pemberian IgY anti-membrane T.gondii bersamaan dengan infection. E.

Pemberian IgY anti membrane T.gondii dua hari setelah infeksi..

P0 P1

A

C D

E

B

P2 P3

P3

Seminar Nasional Ke-4, Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Nusa Cendana, Kupang 25 Oktober 2016 ISBN 978-602-6906-21-2 13

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa

p e n u r u n a n k e r u s a k a n h e p a r m e n c i t a k i b a t i n f e k s i

T o x o p l a s m a g o n d i i d i s e b a b k a n o l e h pemberian IgY anti-membran

T. gondii dan p a l i n g e f e k t i f d i b e r i k a n s e b e l u m a t a u b e r s a m a

i n f e k s i oleh sebab itu imunoglobilin Y anti-membran ini dapat

digunakan sebagai alternatif pencegahan pada Toxoplasmosis.

DAFTAR PUSTAKA

Begum-Haque, S., A. Haque and L.H. Kasper. 2009. Apoptosis in Toxoplasma

gondii Activated T cells: The Role of IFNγ in Enhanced

Alteration of Bcl-2 Expression and Mitochondrial Membrane

Potential. Microb Pathog. 47 (5): 281-288.

Denkers, E.Y. and R.T. Gazzinelli. 1988. Regulation and Function of T-

Cell-mediated Immunity during Toxoplasma gondii Infection.

Clinical Microbiology Review. 11 (4): 569-588.

Fajarwati, D. 2013. Toxoplasmosis: Perubahan Indeks Apoptosis

Trofoblas Mencit (Mus musculus) yang Diberi Immunoglobulin

Y anti-ESA (Excretory Secretory Antigen) Toxoplasma gondii. Tesis.

Program Pascasarjana Universitas Airlangga Surabaya.

Guacciardi, M., E. Gores, G., J. 2005. Apoptosis: A Mechanism of Acute Chronic

Liver Injury . Recent Advance in Basic Science 54:1024–1033.

Hokelek, M. 2003. Toxoplasmosis. http://www.emedicine.com. [2 Maret

2013].

Mordue, D.G., F. Monroy., M.L. Regina.,C.A. Dinarello and L.D. Sibley.

2001.Acute Toxoplasmosis Leads to Lethal Overproduction of Th1

Cytokines. The American Association of Immunologists. 167: 4574-

4584.

Mufasirin. 2013. Vaksininasi Protein Ekskretori-Sekretori Toxoplasma gondii

Hasil Biakan in vivo Membangkitkan Respons Imun Non Protektif.

Jurnal Veteriner Universitas Airlangga. Surabaya. 14 : (72-77).

Seminar Nasional Ke-4, Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Nusa Cendana, Kupang 25 Oktober 2016 ISBN 978-602-6906-21-2 14

Nomura, K.,H. Imai,T. Koumura, T.Koebayashi, and Y. Nakagawa. 2000.

Mithochondrial Phospholipid hydroperoxide glutathione

peroxidase inhibists the release of cytocrome c from mithichondrial

by suppressing the peroxidation of cardiolipin in hypoglycaemia

induced apoptosis. Biochem J. 351: 183-193.

Praptiwi, Y. 2012. Karakterisasi dan Produksi Imunoglobulin Y Anti Antigen

Membran Toxoplasma gondii [Tesis]. Fakultas Kedokteran Hewan.

Universitas Airlangga.

Sardjono T.W. 2005. Pengaruh infeksi Toxoplasma pada hasil kehamilan

melalui Interferin gamma (IFN-γ), caspase-3 dan Apoptosis sel-sel

plasenta [Disertasi]. Program pasca Sarjana Universitas Airlangga

Surabaya.

Subekti, D.K dan N.K Arrasyid. 2006. Imunopatogenesis Toxoplasma gondii

Berdasarkan Perbedaan Galur. Wartazoa. Balai Penelitian

Veteriner. Universitas Sumatera Utara. Medan.16 : 3. 128-145.

Suwanti, L.T. 2005. Mekanisme Peningkatan Apoptosis Trofoblas Mencit

Terinfeksi Toxoplasma gondii Melalui Peningkatan Ekspresi IFN-γ,

Suwanti, L.T., Suwarno dan H. Plummeriastuti. 2011. Produksi dan

Karakterisasi Imunoglobulin Y Anti-Toxoplasma gondii Sebagai

Bahan Imunoplofilaksis dan Imunoterapi Toxoplasmosis Kongenital.

Laporan Penelitian Hibah Penelitian Tim Pascasarjana (HPTP)

Universitas Airlangga Surabaya.

Yoon, J.H. and G.J. Gores. 2002. Death Receptor-mediated apoptosis and the

liver .Journal of Hepatology. 37: 400-410.