penurunan kadar rhodamin b dalam air limbah dengan biofiltrasi ...
Transcript of penurunan kadar rhodamin b dalam air limbah dengan biofiltrasi ...
TESIS
PENURUNAN KADAR RHODAMIN B DALAM AIR
LIMBAH DENGAN BIOFILTRASI SISTEM
TANAMAN
KOMANG YOGI PURNAMAWATI
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2015
TESIS
PENURUNAN KADAR RHODAMIN B DALAM AIR
LIMBAH DENGAN BIOFILTRASI SISTEM
TANAMAN
KOMANG YOGI PURNAMAWATI
NIM 1391261025
PROGRAM MAGISTER
PROGRAM STUDI ILMU LINGKUNGAN
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2015
PENURUNAN KADAR RHODAMIN B DALAM AIR
LIMBAH DENGAN BIOFILTRASI SISTEM
TANAMAN
Tesis untuk Memperoleh Gelar Magister
pada Program Magister, Program Studi Ilmu Lingkungan
Program Pascasarjana Universitas Udayana
KOMANG YOGI PURNAMAWATI
NIM 1391261025
PROGRAM MAGISTER
PROGRAM STUDI ILMU LINGKUNGAN
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2015
Lembar Pengesahan
TESIS INI TELAH DISETUJUI
TANGGAL 24 JUNI 2015
Pembimbing I, Pembimbing II,
Prof. Dr. I Wayan Budiarsa Suyasa, MS. Prof. Dr. Ir. I Gede Mahardika,MS.
NIP. 19670303 199403 1 002 NIP.19600318 198503 1 001
Mengetahui
Ketua Program Studi Ilmu Lingkungan Direktur
Program Pascasarjana Program Pascasarjana
Universitas Udayana, Universitas Udayana,
Prof. Dr. I Wayan Budiarsa Suyasa, MS. Prof. Dr. dr. A.A. Raka Sudewi, Sp.S(K).
NIP. 19670303 199403 1 002 NIP. 19590215 198510 2 001
iv
Tesis ini telah diuji pada
Tanggal 12 Juni 2015
Panitia penguji tesis berdasarkan SK rektor
Universitas Udayana, No: 1710/UN.14.4/HK/2015, Tanggal 4 Juni 2015
Ketua : Prof. Dr. I Wayan Budiarsa Suyasa, MS.
Anggota :
1. Prof. Dr. Ir. I Gede Mahardika,MS.
2. Prof. Dr. Ir. I Wayan Suarna, MS.
3. Dra. Iryanti Eka Suprihatin, M.Sc, PhD.
v
SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT
Saya yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama : Komang Yogi Purnamawati
NIM : 1391261025
Program Studi : Magister Ilmu Lingkungan
Judul Tesis : Penurunan Kadar Rhodamin B Dalam Air Limbah Dengan
Biofiltrasi Sistem Tanaman
Dengan ini menyatakan bahwa karya ilmiah Tesis ini bebas plagiat:
Apabila di kemudian hari terbukti plagiat dalam karya ilmiah ini, maka saya
bersedia menerima sanksi sesuai peraturan Mendiknas RI No. 17 Tahun 2010 dan
Peraturan Perundang-undangan yang berlaku.
Denpasar, Juni 2015
Hormat Saya,
Komang Yogi Purnamawati
vi
UCAPAN TERIMA KASIH
Puji syukur penulis panjatkan atas Asung Kertha Wara Nugraha Ida Sang
Hyang Widhi Wasa (Tuhan Yang Maha Esa), penulis dapat menyelesaikan tesis
yang berjudul ”Penurunan Kadar Rhodamin B Dalam Air Limbah Dengan
Biofiltrasi Sistem Tanaman“.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-
besarnya kepada Prof. Dr. I Wayan Budiarsa Suyasa, MS selaku pembimbing I
dan Prof. Dr. Ir. I Gede Mahardika,MS selaku pembimbing II yang dengan penuh
perhatian dan kesabaran telah memberikan dorongan, semangat, bimbingan, dan
saran selama penulis mengikuti program magister, khususnya dalam penyelesaian
penulisan tesis ini.
Ucapan yang sama juga tujukan kepada Rektor Universitas Udayana Prof.
Dr. dr. Ketut Suastika, Sp.PD-KEMD atas kesempatan dan fasilitas yang
diberikan kepada penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan
Program Magister di Universitas Udayana. Ucapan terima kasih ini juga ditujukan
kepada Direktur Program Pascasarjana Universitas Udayana yang dijabat oleh
Prof. Dr. dr. A.A. Raka Sudewi, Sp.S(K) atas kesempatan yang diberikan pada
penulis untuk menjadi mahasiswa Program Magister pada Program Pascasarjana
Universitas Udayana. Tidak lupa pula penulis ucapkan terima kasih kepada
seluruh dosen dan staf Program Studi Magister Ilmu Lingkungan Universitas
Udayana, penguji tesis Prof. Dr. Ir. I Wayan Suarna, MS. dan Dra. Iryanti Eka
Suprihatin, M.Sc, PhD. yang telah memberikan masukan, saran, sanggahan, dan
vii
koreksi sehingga tesis ini dapat terwujud seperti ini. Penulis juga mengucapkan
terima kasih sebesar-besarnya kepada Pemerintah Republik Indonesia Kementrian
Pendidikan Nasional dan Kebudayaan yang telah memberikan bantuan finansial
dalam bentuk Beasiswa Unggulan sehingga meringankan beban penulis dalam
menyelesaikan studi ini.
Ucapan terima kasih yang tulus kepada orang tua, Ayah dan Ibu serta
keluarga, sahabat penulis, keluarga besar SMP Dirga Yusa Ungasan, seluruh
teman-teman angkatan 2013 Program Studi Magister Ilmu Lingkungan atas
motivasi, dukungan, dan bantuan yang telah diberikan selama ini. Semoga Ida
Sang Hyang Widi Wasa selalau melimpahkan rahmat dan karunianya kepada
semua pihak yang telah membantu pelaksanaan dan penyelesaian tesis ini.
Penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari sempurna, karena itu
penulis mengharapkan kritikan dan saran yang konstruktif guna perbaikan dan
penyempurnaan tesis ini. Penulis berharap semoga tesis ini dapat manfaat bagi
pembaca dan untuk pengembangan ilmu pengetahuan pada umumnya. Atas
perhatiannya, penulis mengucapkan terima kasih.
Denpasar, Juni 2015
Penulis
viii
ABSTRACT
THE DECREASE OF RHODAMINE B IN WASTEWATER USING
BIOFILTRATION SYSTEM VEGETATION
The textile industry is growing rapidly and as the result it’s producing
waste that can harm the environment. One of which is rhodamine B. The aim of
this study determined effectiveness and capacity of Biofiltration System
Vegetation in reducing concentrate of rhodamine-B, total dissolved solid (TDS),
total suspended solid (TSS) and the pH stabilization in wastewater.
This study contains two processes. The first process, a sample preparation.
The last process is a determination of time effectiveness and capacity of
Biofiltration System Vegetation in reducing rhodamine B, TSS, TDS and the pH
stabilization by soaking for 0, 6, 12, 18, 24, 30, 36, 42 and 48 hours.
The result showed that biofiltration effectiveness in reducing rhodamine B,
TDS and TSS concetrate were 51,70%; 47,60%; 50,44% while the pH obtained at
30 hours treatment time with pH value is 7,5. Capacity of biofiltration system
vegetation with volume 0,06 m3 can reduced rhodamine B, TDS and TSS by
0,2256 ppm; 278,0237 ppm and 9,4978 ppm respectively, while the optimum
detention time of wastewater in the biosystem for reducing rhodamine B was 30
hours and for TSS and TDS was 36 hours. It can be concluded that biofiltration
system vegetation was able to reduce rhodamine B, TDS, TSS and pH of
wastewater. in the further research needs an additional microbial, use of
rhodamine B sample with a neutral pH before it is processed and spread of
rhodamine B in plants, natural materials, and microbial.
Key words: biofiltration system vegetation, rhodamine B, effectiveness, capacity
ix
ABSTRAK
PENURUNAN KADAR RHODAMIN B DALAM AIR LIMBAH DENGAN
BIOFILTRASI SISTEM TANAMAN
Industri tekstil yang semakin berkembang pesat tidak hanya menghasilkan
produk jasa tetapi juga limbah yang mencemari perairan. Salah satunya adalah
limbah Rhodamin B. Pemanfaatan teknik biofiltrasi sistem tanaman pada
penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas dan kapasitas biofiltrasi
sistem tanaman dalam menurunkan kadar rhodamin B, Padatan Terlarut Total,
Padatan Tersuspensi Total dan stabilisasi pH pada air limbah.
Penelitian ini dilakukan dalam dua tahapan penelitian. Tahap pertama,
penyiapan sampel. Tahap kedua adalah penentuan waktu efektif dan kapasitas
biosistem sistem terhadap penurunan rhodamin B, TDS, TSS dan stabilitas pH
dalam air dengan merendamnya selama 0, 6, 12, 18, 24, 30, 36, 42, dan 48 jam.
Hasil pengukuran menunjukkan bahwa tingkat efektivitas biofiltrasi sistem
tanaman dalam menurunkan kadar rhodamin B, TDS, dan TSS adalah 51,07%;
47,60% ; 50,44%. Sedangkan kestabilan pH diperoleh pada waktu perlakuan ke
30 jam dengan nilai pH sebesar 7,5. Kapasitas biofiltrasi sistem tanaman dengan
volume 0,06 m3, menurunkan kadar rhodamin B, TDS, TSS sebesar 0,2256 ppm;
278,0237 ppm dan 9,4978 ppm dengan waktu optimum penurunan rhodamin B ke
30 jam dan untuk TDS dan TSS pada waktu ke 36 jam.
Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa teknik biofiltrasi sistem
tanaman mampu menurunkan kadar rhodamin B, TDS, TSS dan pH pada air
limbah. Pada penelitian selanjutnya perlu penambahan jumlah mikroba,
penggunaan limbah rhodamin B dengan pH netral sebelum diolah dan penyebaran
rhodamin B pada tanaman, material alam, dan mikroba.
Kata kunci : biofiltrasi sistem tanaman, rhodamin b, efektivitas, kapasitas
x
RINGKASAN
PENURUNAN KADAR RHODAMIN B DALAM AIR LIMBAH DENGAN
BIOFILTRASI SISTEM TANAMAN
Rhodamin B adalah zat warna sintetik berbentuk serbuk kristal,
mengandung gugus amino yang bersifat basa dan inti benzen. Zat warna rhodamin
B banyak digunakan oleh industri tekstil. Salah satu alternatif penanganan limbah
adalah dengan teknik biofiltrasi. Teknik ini memanfaatkan kemampuan aktifitas
mikroba mendegradasi/ mengeliminasi senyawa polutan. Penelitian ini bertujuan
untuk mengetahui efektivitas serta kapasitas biofiltrasi sistem tanaman dalam
menurunkan kadar rhodamin B, Padatan Terlarut Total atau Total Dissolved Solid
(TDS), Padatan Tersuspensi Total atau Total Suspended Solid (TSS) dan derajat
keasaman (pH).
Tahapan penelitian meliputi, tahap pertama menumbuhkan koloni
mikroorganisme pada sistem media tersuspensi sampai fase puncak pertumbuhan
mikroorganismenya, menyiapkan tanaman pada petak penyerap (ekosistem lahan
basah). Tahap berikut adalah perlakuan dengan menentukan waktu efektif
biofiltrasi sistem tanaman dan kinerja sistem terhadap penurunan rhodamin B
dalam air. Dalam bak tersebut larutan /air limbah diperlakukan dengan
merendamnya selama 0, 6, 12, 18, 24, 30, 36, 42, dan 48 jam. Data yang diperoleh
dalam penelitian ini dianalisis secara deskriptif kuantitatif berupa angka
efektivitas dan kapasitas biofiltrasi sistem tanaman serta analisis regresi untuk
melihat kurva penurunan konsentrasi rhodamin B terhadap lama waktu
perendaman.
Biofiltrasi sistem tanaman menyebabkan terjadinya penurunan rhodamin
B. Waktu efektif penurunan diperoleh pada 30 jam pada sampel air limbah dengan
persentase penurunan sebesar 51,07%. Penurunan kadar rhodamin B pada saat
pengolahan disebabkan adanya beberapa proses yang terjadi pada biosistem
tersebut. Adanya aktivitas mikroba yang ditambahkan, penyerapan oleh material
alam (pasir dan koral), serta penyerapan oleh tanaman Ipomea crassicaulis.
Aktivitas mikroba pendegradasi zat warna menyebabkan penurunan pada kadar
rhodamin b melalui proses biodegradasi. Proses pengolahan fisika secara adsorpsi
dilakukan oleh pasir dan koral, karena pasir dan koral memiliki kandungan silika.
Penyerapan rhodamin B oleh tanaman Ipomea crassicaulis dengan aktivitas
mikroba yang berada di sekitar akar melalui proses rhizodegradasi. Penurunan
kadar TDS terlihat pada waktu perlakuan ke 36 jam dengan persentase penurunan
sebesar 47,60%. Penurunan kadar TDS pada biofiltrasi sistem tanaman terjadi
akibat adanya bakteri dalam air limbah menyebabkan bahan organik diubah
menjadi senyawa/molekul yang lebih kecil. Peranan tanaman dalam menurunkan
kadar TDS yaitu adalah proses penyerapan unsur hara oleh akar tanaman,
pembusukan akar, distribusi debu dari udara ke dalam limbah. Efektivitas terbesar
pada penurunan TSS terjadi pada waktu perlakuan ke 36 jam dengan persentase
sebesar 50,44 %. Penurunan kadar TSS dapat disebabkan karena ketersediaan
nutrien sebagai bahan makanan bagi bekteri, sehingga aktifitas metabolisme
bakteri pun meningkat dan proses degradasi bisa berjalan maksimal. Selain
xi
bakteri, penurunan TSS melalui fitoremediasi dapat terjadi karena padatan
tersuspensi yang berupa bahan organik digunakan oleh tumbuhan. Penurunan dan
kestabilan nilai pH didapatkan pada waktu perlakuan ke 30 jam dengan nilai 7,5.
Penurunan nilai pH disebabkan karena perubahan pH menunjukkan terjadinya
proses biodegradasi bahan organik. Kapasitas pengolahan rhodamin B sebesar
0,2256 ppm/m3jam. Jadi selama waktu tinggal air limbah 30 jam, 0,06 m
3 bak
pengolahan mampu menurunkan nilai rhodamin B sebanyak 0,2256 ppm.
Kapasitas penurunan TDS 278,0237 ppm/m3jam, dan kapasitas penurunan TSS
9,4978 ppm/m3jam.
Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa biofiltrasi sistem tanaman
mampu menurunkan kadar rhodamin B, TDS, TSS dan pH. Untuk penelitian
selanjutnya perlu penambahan jumlah mikroba, menggunakan limbah rhodamin B
dengan pH netral sebelum diolah, dan penyebaran rhodamin B pada tanaman,
material alam dan mikroba
xii
DAFTAR ISI
Halaman
SAMPUL DALAM ................................................................................... i
PRASYARAT GELAR ............................................................................ ii
LEMBAR PERSETUJUAN .................................................................... iii
PENETAPAN PANITIA PENGUJI ....................................................... iv
PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT ...................................................... v
UCAPAN TERIMA KASIH ................................................................... vi
ABSTRAK DAN RINGKASAN ............................................................. viii
DAFTAR ISI ............................................................................................. xii
DAFTAR TABEL .................................................................................... xv
DAFTAR GAMBAR ................................................................................ xvi
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................ xvii
BAB I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang ........................................................................ 1
1.2. Rumusan Masalah ................................................................... 4
1.3. Tujuan Penelitian ..................................................................... 4
1.4. Manfaat Penelitian ................................................................... 5
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Limbah Cair Tekstil ................................................................ 6
2.2. Pengolahan Limbah Cair Tekstil ............................................. 9
2.3. Rhodamin B ............................................................................. 12
2.4. Biofiltrasi ................................................................................. 14
2.5. Rhizodegradasi ........................................................................ 16
2.6. Ipomea crassicaulis ................................................................. 17
2.7. Peranan Mikroorganisme Dalam Pengolahan Biologis .......... 20
2.8. Parameter Kualitas Air ............................................................ 21
2.8.1. Total Dissolved Solid (TDS) ......................................... 21
2.8.2. Total Suspended Solid (TSS) ........................................ 22
2.8.3. pH (Derajat Keasaman) ................................................. 24
BAB III. KERANGKA BERPIKIR, KONSEP, DAN HIPOTESIS
PENELITIAN
3.1. Kerangka berpikir .................................................................... 26
xiii
3.2. Konsep penelitian .................................................................... 28
3.3. Hipotesis penelitian ................................................................. 29
BAB IV. METODE PENELITIAN
4.1. Rancangan Percobaan ............................................................... 30
4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian .................................................... 30
4.3. Ruang Lingkup Penelitian ........................................................ 31
4.4. Penentuan Sumber Data............................................................ 31
4.5. Variabel Penelitian ................................................................... 31
4.6. Bahan Percobaan ...................................................................... 32
4.7. Instrumen Penelitian ................................................................. 32
4.8. Prosedur Penelitian ................................................................... 32
4.8.1. Penyiapan sampel ........................................................... 32
4.8.2. Penyiapan mikroba yang akan ditambahkan pada
biosistem ........................................................................ 33
4.8.3. Pembuatan Air Limbah dengan Kandungan Rhodamin B
5 mg/L ........................................................................... 34
4.8.4. Penentuan kemampuan biosistem menurunkan kadar ..
rhodamin B .................................................................... 35
4.8.5. Penentuan efektivitas biosistem .................................... 36
4.8.6. Penentuan kapasistas biosistem ..................................... 36
4.8.7. Penentuan padatan terlarut tersuspensi ......................... 37
4.8.8. Penentuan padatan terlarut total .................................... 38
4.8.9. Pengukuran pH .............................................................. 39
4.9. Analisis Data............................................................................. 39
BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1. Pembibitan Sedimen ................................................................... 40
5.2. Kemampuan Biofiltrasi Sistem Tanaman ................................... 41
5.2.1. Efektivitas Biofiltrasi Sistem Tanaman ............................ 42
5.2.2.1. Efektivitas penurunan nilai rhodamin b ................. 42
5.2.1.2. Efektivitas penurunan nilai TDS
(total dissolved solid) ............................................ 48
5.2.1.3. Efektivitas penurunan nilai TSS
xiv
(total suspended solid) .......................................... 51
5.2.1.4. Penurunan pH ......................................................... 53
5.2.2. Kapasitas Biofiltrasi Sistem Tanaman .............................. 55
BAB VI. SIMPULAN DAN SARAN
6.1. Simpulan ..................................................................................... 58
6.2. Saran ........................................................................................... 58
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 59
xv
DAFTAR TABEL
Tabel Judul Halaman
2.1. Karakteristik dan baku mutu limbah cair industri tekstil ........ 9
2.2. Pengaruh pH terhadap komunitas biologi perairan ................. 25
5.1. Jumlah koloni mikroba saat pembibitan ................................. 41
5.1. Hasil pengukuran karakteristik awal limbah rhodamin B ........ 42
5.3. Kadar rhodamin B pada berbagai waktu berbeda .................... 43
5.4. Kadar TDS pada berbagai waktu berbeda ................................ 48
5.5. Kadar TSS pada berbagai waktu berbeda................................. 51
5.6. pH saat pengolahan pada waktu berbeda ................................. 53
5.7.Kapasitas biofiltrasi sistem tanaman dari berbagai parameter .. 56
xvi
DAFTAR GAMBAR
Gambar Judul Halaman
2.1. Proses pencelupan kain ........................................................... 8
2.2. Reaksi pembentukan rhodamin B ........................................... 13
2.3. Proses rhizodegradasi .............................................................. 17
2.4. Ipomea crassicaulis ................................................................. 19
3.1. Kerangka konsep ..................................................................... 28
4.1. Susunan media dalam bak pengolahan biosistem tanaman..... 35
5.1.Penurunan Kadar Rhodamin B Pada Selang
Waktu Perlakuan ..................................................................... 44
5.2.Grafik penurunan kadar TDS pada selang waktu berbeda ...... 49
5.3.Grafik penurunan kadar TSS pada selang waktu berbeda ........ 52
5.4.Grafik penurunan pH pada selang waktu berbeda.................... 54
xvii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
1. Data Uji Pendahuluan Pembibitan Mikroba Sedimen Air
Limbah Pencelupan ................................................................................ 64
2. Isolat dan Karakter Bakteri dari Rhizodegradasi Limbah
Artificial Rhodamin B ............................................................................ 67
3. Analisis Data ........................................................................................... 69
4. Foto-foto penelitian ................................................................................. 72
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Rhodamin B adalah zat warna sintetik berbentuk serbuk kristal bewarna
kehijauan, bewarna merah keunguan dalam bentuk terlarut pada konsentrasi tinggi
dan bewarna merah terang pada konsentrasi rendah. Senyawa ini mengandung
gugus amino yang bersifat basa dan memiliki inti benzen. Rhodamin B termasuk
senyawa yang sulit didegradasi oleh mikroorganisme secara alami. Zat warna
rhodamin B banyak digunakan oleh industri tekstil. Masuknya zat warna
rhodamin B dalam perairan merupakan permasalahan lingkungan yang serius. Zat
warna akan mempengaruhi pH air lingkungan yang menyebabkan terganggunya
mikroorganisme dan hewan air (Laksono, 2009). Masuknya molekul rhodamin B
dalam tubuh manusia dapat menimbulkan masalah serius karena dapat
menyebabkan iritasi saluran pernafasan, iritasi kulit, iritasi pada mata, iritasi pada
saluran pencernaan, keracunan dan kanker hati (Trestiati, 2003).
Perkembangan dunia perindustrian di Indonesia terutama industri tekstil di
Indonesia semakin meningkat. Dari data yang diperoleh Kementerian
Perindustrian Republik Indonesia, usaha tekstil pada tahun 2011 mengalami
kenaikan sebesar 7,51% (Kemenperin, 2011). Industri tekstil di Bali adalah salah
satu sektor non migas yang menyumbang devisa terbesar. Pemerintah Kota
Denpasar secara berkelanjutan meningkatkan produk ekspor salah satunya adalah
pakaian jadi/industri garmen, di mana perkembangan dunia industri tekstil dan
produk tekstil mengalami perkembangan yang pesat. Akibat dukungan
2
perkembangan teknologi yang memungkinkan pembuatan produk dengan biaya
rendah serta mutu yang tinggi, maka konsekuensi persaingannya adalah untuk
meningkatkan perekonomian yang berdampak pada meningkatnya permintaan.
Menurut penelitian Sari (2013) jumlah perusahaan garmen di Kota Denpasar 157
buah dan yang tergabung dalam e-commerce sebanyak 44 buah. Ironisnya
berkembangnya industri tekstil tidak sebanding dengan pengelohan limbah yang
dihasilkan. Sangat jarang yang memperhatikan dan mengolah limbah yang
dihasilkan sebelum dibuang ke lingkungan. Kegiatan pewarnaan kain
(pencelupan) sangat banyak menggunakan air dan sebagian besar kemudian
menjadi air limbah berwarna. Limbah tersebut telah mencemari dan banyak
merubah fungsi ekosistem perairan yang menerima beban limbahnya. Pelepasan
limbah ke lingkungan, dapat merusak ekosistem tanah, mencemari air tanah,
meracuni dan terakumulasi dalam biota serta mengancam kesehatan manusia.
Untuk mencegah timbulnya pencemaran lingkungan dan bahaya terhadap
kesehatan manusia serta makhluk hidup lainnya, limbah bahan berbahaya dan
beracun harus dikelola secara khusus agar dapat dihilangkan atau dikurangi sifat
bahayanya.
Salah satu alternatif penanganan limbah adalah dengan teknik biofiltrasi.
Teknik ini memanfaatkan kemampuan aktifitas mikroba mendegradasi/
mengeliminasi senyawa polutan. Biofiltrasi merupakan suatu reaktor biologis
film-tetap (fixed-film) menggunakan kerikil, plastik atau bahan padat lainnya
dimana limbah cair dilewatkan. Adanya bahan isian padat menyebabkan
mikroorganisme yang terlibat tumbuh dan melekat atau membentuk lapisan tipis
3
(biofilm) pada permukaan media tersebut (MetCalf dan Eddy, 1991). Biofiltrasi
berupa filter dari medium padat tersebut diharapkan dapat melakukan proses
pengolahan atau penyisihan bahan organik terlarut dan tersuspensi dalam limbah
cair. Untuk memberikan alternatif pengolahan limbah pencelupan kain yang
higenis, unit pengolahan filtrasi berlapis dari pasir dan bebatuan yang dipadukan
dengan penyerapan tanaman maupun perombakan mikroba pada risosfir akar akan
memberikan hasil efektif bagi pemanfaatan kembali air limbah. Sistem yang
memadukan filtrasi secara fisik serta perombakan mikroba bahan organik
penyusun warna dan detergen, diterapkan untuk mengolah limbah.
Aplikasi metode biofiltasi telah banyak dilaporkan khususnya dalam
pengolahan limbah cair, seperti limbah cair industri tahu (Husin, 2008), limbah
pabrik alkohol (Suwarno, 2003). Menurut Rittmann dan McCarty (2001),
biofiltrasi juga dapat diaplikasikan dalam pengolahan limbah cair bahan-bahan
kimia, domestik, bahan makanan, soft drink, landfill leachate dan industri
farmasi.
Pertimbangan digunakannya proses biofiltrasi ini disebabkan proses
biofiltrasi memiliki beberapa kelebihan diantaranya sangat efektif, biaya
pembuatan kolam biofiltrasi relatif murah, tanaman untuk biofiltrasi cepat tumbuh
dan mudah dipelihara, serta tidak membutuhkan operator yang memiliki keahlian
khusus (Ulfin, 2001). Hasil penelitian Suyasa dan Dwijani (2007) menyatakan
bahwa, pengolahan limbah dengan biosistem menggunakan saringan pasir-
tanaman mampu menurunkan nilai BOD sebesar 93,63% dan COD sebesar
56,50% pada limbah pencelupan.
4
Adopsi dari beberapa hasil penelitian tersebut tentunya dapat dicobakan
untuk menurunkan kadar rhodamin B yang biasanya terdapat pada limbah tekstil,
dengan memperhatikan beberapa variabel yaitu nilai Padatan Terlarut Total atau
Total Dissolved Solid (TDS), Padatan Tersuspensi Total atau Total Suspended
Solid (TSS) dan derajat keasaman (pH). Sehingga dapat diketahui bagaimana
efektivitas serta kapasitas biofiltrasi sistem tanaman dalam menurunkan kadar
rhodamin b dalam air limbah. Dari kombinasi sistem yang dirancang secara
ekonomis dengan menggunakan bahan-bahan sederhana dengan teknologi yang
aplikatif diharapkan sistem tersebut dapat diterapkan dengan mudah sehingga
lingkungan dan pencemaran lingkungan dapat dihindari.
1.2.Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan :
1. Bagaimana efektivitas biofiltrasi sistem tanaman dalam menurunkan kadar
rhodamin B, Total Dissolved Solid (TDS), Total Suspended Solid (TSS)
dan derajat keasaman (pH) pada air limbah?
2. Berapa kapasitas biofiltrasi sistem tanaman dalam menurunkan kadar
rhodamin B, Total Dissolved Solid (TDS), dan Total Suspended Solid
(TSS) pada air limbah?
5
1.3.Tujuan Penelitian
1. Untuk menentukan efektivitas biofiltrasi sistem tanaman dalam
menurunkan kadar rhodamin B, Total Dissolved Solid (TDS), Total
Suspended Solid (TSS) dan derajat keasaman (pH) pada air limbah.
2. Untuk menentukan kapasitas biofiltrasi sistem tanaman dalam
menurunkan kadar rhodamin B, Total Dissolved Solid (TDS), dan Total
Suspended Solid (TSS) pada air limbah.
1.4.Manfaat Penelitian
1. Manfaat ilmiah yaitu bahwa hasil penelitian ini dapat menjadi sumbangan
ilmu pengetahuan dalam pengembangan biofiltrasi sebagai metode
pengolahan limbah cair secara biologi dengan segala modifikasinya.
2. Manfaat praktis yaitu hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan
solusi yang tepat bagi pengusaha industri tektil sehingga memungkinkan
penerapannya untuk mengurangi limbah rhodamin B yang mencemari
perairan.
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Limbah Cair Tekstil
Setiap aktivitas yang dijalankan selalu menghasilkan limbah, yang berupa
padat, cair ataupun gas. Limbah cair adalah sampah cair dari suatu lingkungan
masyarakat, terdiri dari air yang telah dipergunakan dengan hampir 0,1%-nya
berupa benda benda padat yang terdiri dari zat organik dan anorganik. Limbah
cair yang dihasilkan oleh proses-proses pabrik dan industri yang mempergunakan
air dalam jumlah sedang sampai banyak disebut “sampah industri”. Istilah sampah
industri pada umumnya terbatas pada sampel cair yang karena alasan warna,
isinya yang padat, kandungan anorganik atau organik, kadar garam, keasaman dan
sifat-sifat khas mereka yang dapat menimbulkan masalah pencemaran air
(Mahida, 1984).
Menurut Peraturan Pemerintah RI No. 82 Tahun 2001 Pasal 1 ayat (11)
tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air, pencemaran
air adalah masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi dan atau
komponen lain ke dalam air oleh kegiatan manusia, sehingga kualitas air turun
sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan air tidak dapat berfungsi sesuai
dengan peruntukannya.
Adapun klasifikasi mutu air menurut PP Nomor 82 tahun 2001 Pasal 8
ayat (1) ditetapkan menjadi 4 (empat) kelas, yaitu
8
a. Kelas satu, air yang dapat digunakan untuk air baku air minum,
dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang
sama dengan kegunaan tersebut
b. Kelas dua, air yang dapat digunakan untuk prasarana/sarana
rekreasi air, pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk
mengairi pertanaman dan atau peruntukan lain yang
mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut.
c. Kelas tiga, air yang dapat digunakan untuk pembudidayaan ikan air
tawar, peternakan, air untuk mengairi pertanaman, dan atau
peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan
kegunaan tersebut.
d. Kelas empat, air yang dapat digunakan untuk mengairi pertanaman
dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang
sama dengan kegunaan tersebut.
Kandungan zat-zat pencemar dalam limbah tekstil tergantung pada proses
yang dilakukan yaitu proses pemintalan benang, penenunan dan pencelupan.
Pemintalan benang adalah proses pembuatan benang dari serat kapas, serat
poliester atau bahan lainnya. Penenunan adalah penyusunan benang menjadi kain.
Kain hasil penenunan selanjutnya mengalami proses pencelupan untuk
meningkatkan nilai komersial kain.
Proses pencelupan kain pada dasarnya meliputi penghilangan kanji
(desizing), pelepasan wax (scouring), pengelantangan (bleaching), mercerising
9
dan pencelupan (dyeing). Secara garis besar tahapan dalam produksi tekstil
disajikan pada Gambar 2.1
Gambar 2.1
Proses Pencelupan Kain (Rahmacandran, 2010)
Desizing merupakan penghilangan sisa-sisa bahan seperti pati dan polivinil
alkohol. Proses desizing dapat menggunakan asam atau enzim. Scouring
merupakan penghilangan pengotor-pengotor alami yang terdapat pada kain
Kain Jadi
Bahan organik
NaOH/Na2CO3
Bleaching
Proses akhir
pH tinggi, deterjen
Zat Warna
Desizing
Air, Asam, dan enzim
Scouring
Bahan organik
Mercerizing
NaOH
Kain
Silikon dan fungisida
Dyeing
NaOCl/CaOCl2
pH tinggi
Zat warna, bahan organik,
dan panas
Bahan organik
10
melalui proses saponifikasi pada pH tinggi. Sabun atau detergen ditambahkan
selama proses scouring untuk mengendapkan kalsium, magnesium maupun besi
yang terdapat pada kain. Bleaching merupakan penghilangan zat warna alami
pada kain yang tidak diinginkan. Mercerising adalah pengolahan kain
menggunakan larutan alkali pekat yang bertujuan untuk meningkatkan
kemampuan serat mengikat zat warna dan penampakan kain yang lembut
(Sunarto, 2008).
Karakteristik limbah cair yang dihasilkan industri tekstil sangat erat
hubungannya dengan bahan-bahan yang digunakan dalam tahapan proses
pembuatan tekstil. Karakteristik dan baku mutu limbah cair industri tekstil
disajikan seperti pada Tabel 2.1. di bawah ini.
Tabel 2.1.
Karakteristik dan Baku Mutu Limbah Cair Industri Tekstil
Parameter Satuan
Kadar Maksimum Menurut
KepMen LH No.
51/MENLH/10/1995
Biological oxygen
demand (BOD) mg/L 60,0
Chemical oxygen
demand (COD) mg/L 150,0
Total suspended solid
(TSS) mg/L 50,0
pH - 6,0-9,0
Warna Pt-Co -
(Sumber : KepMen LH No. 51/MENLH/10/1995)
2.2. Pengolahan Limbah Cair Tekstil
Pengolahan limbah cair dilakukan untuk mengurangi zat pencemar, seperti
zat organik, senyawa mengandung nitrogen, padatan tersuspensi/terendapkan,
11
senyawa garam dan lain-lain. Kebayakan zat pencemar tersebut terutama zat
organik, merupakan zat penyerap oksigen, sehingga mengurangi kadar oksigen
terlarut di dalam air dan mengganggu kehidupan biota air. Hasil limbah cair dari
penyempurnaan kapas biasanya langsung diproses secara biologi, karena proses
kimia secara koagulasi dan flokulasi membutuhkan banyak koagulan untuk
menghilangkan BOD yang tinggi. Limbah zat warna biasanya tidak dapat hilang
pada proses biologi, maka perlu dilakukan proses koagulasi kimia atau absorpsi
dengan karbon aktif. Untuk mencapai hasil yang baik secara ekonomis perlu
dilakukan hal-hal berikut :
a. Perlu dilakukan pemisahan untuk limbah pencelupan yang mengandung
garam-garam krom atau tembaga yang digunakan untuk tahan luntur pada
zat warna. Selanjutnya diolah secara proses pengendapan garam-garam
logam berat dan diberlakukan secara khusus sebagai limbah dari bahan
beracun berbahaya (B3).
b. Limbah pencelupan lainnya juga dipisahkan sebelum proses pembilasan,
untuk diolah khusus secara koagulasi dan flokulasi, baru kemudian
dicampur dengan limbah lain untuk di proses secara biologi atau secara
proses penyerapan oleh karbon aktif.
c. Perlu dilakukan pengkondisian terhadap limbah cair sebelum pengolahan
secara biologi antara lain suhu yang sesuai dengan suhu pembiakan
mikroorganisme (sekitar 35ºC), pH antara 6,5 – 9,5 (Malik, 2005).
Pengolahan limbah tekstil dapat dilakukan secara fisika, kimia, dan
biologi. Proses fisika yang digunakan dalam pengolahan limbah adalah proses
12
penyaringan dan adsorpsi. Penyaringan merupakan proses pemisahan padat-cair
melalui suatu alat penyaring, sedangkan proses adsorpsi dilakukan dengan
penambahan adsorben seperti zeolit, karbon aktif, serbuk gergaji. Pengolahan
limbah cair dengan cara adsorpsi dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu ukuran
partikel, pH dan lama waktu kontak antara adsorben dengan bahan pencemar
(Mattioli et al., 2002).
Pengolahan limbah secara kimia biasanya dilakukan untuk menghilangkan
partikel-partikel yang tidak mudah mengendap (koloid), logam-logam berat, dan
zat organik beracun dengan menambahkan bahan kimia tertentu. Salah satu
contoh pengolahan limbah secara kimia adalah koagulasi. Prinsip koagulasi
adalah penambahan koagulan seperti MgSO4 atau Al2(SO4)3 pada limbah sehingga
terjadi interaksi antara bahan pencemar dengan koagulan membentuk endapan
(Said, 2009).
Pengkajian biodegradasi zat warna tekstil secara biologi lebih banyak
diarahkan dengan menggunakan bakteri dan jamur. Beberapa bakteri pada kondisi
anaerob dilaporkan mampu untuk mendegradasi zat warna azo di antaranya
Aeromonas sp., Pseudomonas sp., dan Flavobacterium sp. Sebaliknya, ada
beberapa bakteri yang dilaporkan mampu mendegradasi zat warna azo pada
kondisi aerob diantaranya adalah Plesiomonas sp. dan Vibrio sp. (Sastrawidana,
2009). Pada kondisi anaerob degradasi zat warna tekstil menggunakan bakteri
lebih cepat dibandingkan dengan kondisi aerob, namun kelemahannya yaitu
menghasilkan amina aromatik yang bersifat lebih toksik dibandingkan dengan zat
warna azo itu sendiri. Hasil uji toksisitas menunjukkan degradasi limbah tekstil
13
pada kondisi anaerob lebih toksik dibandingkan dengan limbah awal
(Sastrawidana, 2009).
2.3. Rhodamin B
Rhodamin B merupakan zat warna yang digunakan pada industri tekstil
dan kertas, sebagai pewarna kain, kosmetika, produk pembersih mulut, dan sabun.
Nama lain rhodamin B adalah D and C Red no 19. Food Red 15, ADC Rhodamine
B, Aizen Rhodamine, dan Brilliant Pink (O’neil, 2006). Penggunaan rhodamin B
dalam industri akan mengakibatkan senyawa tersebut banyak ditemukan dalam
limbah cair hasil industri. Limbah cair hasil industri tanpa pengelolaan lebih lanjut
kemudian dialirkan ke sungai-sungai yang akan dimanfaatkan oleh masyarakat
untuk keperluan sehari-hari. Hal ini akan memberikan dampak yang fatal terhadap
kehidupan masyarakat terutama dalam bidang kesehatan. Rhodamin B merupakan
hasil reaksi antara satu molekul Ptalat anhidrat atau suksinat anhidrat dengan dua
molekul meta dietilaminofenol seperti reaksi pada Gambar 2.2 berikut
14
CO
CO
O
Ptahalat anhidrat
atau
COOH
CH2 OH
Suksinat anhidrat
+
N(C2H5)2OH
O
COOH
(C2H5)2N N+(C2H2)
Cl-
Rhodamin B
m-dimetilaminophenol
Gambar 2.2
Reaksi pembentukan rhodamin B (Kusuma, 2006)
Sifat-sifat fisik yang dimiliki oleh rhodamin B adalah sebagai berikut :
Berat molekul : 479 gr/mol
Rumus molekul :C28H31N2O3Cl
Titik leleh :165°C
Kelarutan :sangat larut dalam air dan alkohol, sedikit larut dalam
asam klorid dan natrium hidroksida
15
Nama kimia :N-[9-(2-carboxyphenyl)-6-(diethylamino)-3H-xanthen-3
ylidene]-N-ethylethanaminium chloride
Nama lain :tetraethylrhodamine; D & C Red No. 19; rhodamine B
chloride; C.I. Basic Violet 10; C.I. 45170
Bentuk :kristal bewarna hijau atau serbuk ungu kemerahan
Rhodamin B berikatan dengan klorin ( Cl ). Atom klorin merupakan
senyawa halogen yang berbahaya dan reaktif. Jika tertelan, maka senyawa ini
akan berusaha mencapai kestabilan dalam tubuh dengan cara mengikat senyawa
lain dalam tubuh, hal inilah yang bersifat racun bagi tubuh. Reaksi untuk
mengikat ion klorida disebut sebagai sintesis zat warna. Disini dapat digunakan
Reaksi Frield- Crafts untuk mensintesis zat warna seperti triarilmetana dan
xentana. Reaksi antara ftalat anhidrida dengan resorsinol dengan keberadaan seng
klorida menghasilkan fluoresein. Apabila resorsinol diganti dengan N-N-
dietilaminofenol, reaksi ini akan menghasilkan rhodamin B (Purnamasari, 2013).
2.4. Biofiltrasi
Penanganan limbah cair perlu mendapatkan perhatian yang intensif oleh
semua pihak. Penanganan limbah cair setidaknya dapat meminimalisasi
kandungan zat-zat polutan terutama bahan organik yang berpotensi merusak
lingkungan.
Biofiltrasi merupakan salah satu proses pengolahan air limbah secara
biologis yang pada prinsipnya melibatkan mikroba sebagai media penghancur
bahan-bahan pencemar tertentu terutama senyawa organik (Muhamad, 2010).
16
Biofiltrasi memanfaatkan material hidup untuk menangkap dan secara biologis
mendegradasi polutan didalamnya. Biofiltrasi air limbah domestik merupakan
proses pengolahan yang unik dibandingkan dengan pengolahan biologis lainnya
dimana mikroorganisme menempel pada media kontak dan air limbah dialirkan
melewatinya untuk diolah. Teknologi biofiltrasi ini secara umum dapat dibagi
menjadi dua kategori yaitu (a) sistem konvensional dimana mikroorganisme
menempel secara alami pada media kontak dan (b) penempelan mikroorganisme
secara artifisial pada material polimer. Dalam sistem biofiltrasi modern,
mikroorganisme ditempelkan pada media kontak atau diperangkap dalam
suatu membran sehingga dapat lebih meningkatkan penyisihan BOD dan padatan
tersuspensi dibandingkan dengan teknologi biofiltrasi konvensional.
Lebih jauh lagi, penyisihan BOD dan padatan tersuspensi dalam air limbah dapat
tercapai dengan baik apabila mekanisme dan parameter yang mempengaruhi
kekuatan penempelan biofilm pada permukaan artifisial dapat diketahui dan
dikontrol (Djonoputro et al, 2012).
Proses pengolahan air limbah dengan proses biofilter dilakukan dengan
cara mengalirkan air limbah ke dalam reaktor biologis yang telah diisi dengan
media penyangga untuk pengembangbiakkan mikroorganisme dengan atau tanpa
aerasi. Untuk proses anaerobik dilakukan tanpa pemberian udara atau oksigen.
Biofiler yang baik adalah menggunakan prinsip biofiltrasi yang memiliki struktur
menyerupai saringan dan tersusun dari tumpukan media penyangga yang disusun
baik secara teratur maupun acak di dalam suatu biofilter. Adapun fungsi dari
media penyangga yaitu sebagai tempat tumbuh dan berkembangnya bakteri yang
17
akan melapisi permukaan media membentuk lapisan massa yang tipis (biofilm)
(Herlambang, 2003).
Biofiltrasi telah banyak digunakan dalam pengolahan limbah cair, seperti
limbah cair industri tahu, dimana COD turun hingga 62% (Husin, 2008) , limbah
pabrik alkohol (Suwarno et al, 2003) serta penelitian penelitian Suyasa dan
Dwijani (2007) dimana sistem biofiltrasi mampu menurunkan nilai BOD sebesar
93,63% dan COD sebesar 56,50 % pada limbah pencelupan. Menurut Rittmann
dan McCarty (2001), biofiltrasi juga dapat diaplikasikan dalam pengolahan
limbah cair bahan-bahan kimia, domestik, bahan makanan, soft drink, landfill
leachate dan industri farmasi. Selain limbah cair organik, metode biofiltrasi
mampu menyerap logam berat Cr hingga 92% (Ulvin, 2005).
2.5. Rhizodegradasi
Rhizodegradasi merupakan bagian dari proses fitoremediasi dengan
pelepasan produk ke zona akar. Rhizodegradasi yaitu penguraian zat-zat
kontaminan oleh aktivitas mikroba (ragi, fungi atau bakteri) yang berada disekitar
tumbuhan. Mikroba mengkonsumsi dan menguraikan atau mengubah bahan
organik untuk dipergunakan sebagai bahan nutrient (Schnoor, 2005). Beberapa
jenis mikroorganisme dapat menguraikan bahan organik seperti minyak atau
larutan yang berbahaya bagi manusia dan mengubah bahan-bahan berbahaya
tersebut menjadi bahan kurang berbahaya melalui proses degradasi. Senyawa-
senyawa alami yang dilepaskan oleh akar tumbuhan seperti zat gula, alkohol dan
asam yang mengandung karbon organik berfungsi sebagai sumber nutrient bagi
18
mikrobia tanah dan penambahan nutrient akan memacu aktivitas mikrobia tersebut
(Sudrajat, 2010).
Gambar 2.3
Proses rhizodegradasi (EPA, 2000)
Mekanisme rhizodegradasi yaitu dengan cara tumbuhan mengeluarkan dan
mentransportasikan oksigen dan air ke dalam tanah. Tumbuhan juga menstimulasi
biodegradasi melalui mekanisme lain seperti penyetopan metabolisme lain dan
mentransportasikan oksigen atmosfer ke dalam daerah akar. Polutan diuraikan
oleh mikroba dalam tanah, yang diperkuat/sinergis oleh ragi, fungi, dan zat-zat
keluaran akar tumbuhan (eksudat) yaitu gula, alcohol, asam. Eksudat itu
merupakan makanan mikroba yang menguraikan polutan maupun biota tanah
lainnya. Proses ini adalah tepat untuk dekontaminasi zat organik (EPA, 2000).
19
2.6. Ipomea crassicaulis
Ipomoea crassicaulis lebih dikenal di daerah Jawa dengan nama
kangkungan. Tumbuhan yang berasal dari Amerika Tengah ini, dulunya banyak
ditanam sebagai tanaman hias, namun kini telah mengalami naturalisasi dan
tumbuh di sembarang tempat (Lingga, 1992). Tumbuh di daerah yang lembab,
khususnya daerah yang memiliki kadar air yang tinggi. Di pinggiran sungai,
pinggir jalan dan di areal persawahan. Pertumbuhannya yang cepat kadang
membuat orang menganggap bahwa tanaman ini adalah tanaman pengganggu
(gulma) sehingga harus dimusnahkan.
Habitat Ipomea crassicaulis berupa semak, tumbuh tegak atau condong,
bergetah putih seperti air susu. Tinggi dapat mencapai lebih dari 2 m., tumbuh
pada ketinggian sekitar 1-1000m dpl. Akar I.crassicaulis berkayu, kompak, ulet,
bentuk kerucut, memanjang ke bawah, warna putih-coklat, panjang 0,15-1,0 m,
diameter 1-2,5 cm. Batang I. crassicaulis berkayu, bulat, kompak, permukaan
batang banyak lentisel, bergetah, tinggi batang 1,5-2,5 m, diameter 0,5-3 cm.
Tangkai daun I. crassicaulis berongga, licin, panjang 5-7 cm, diameter 3-5 mm
Helai daun I.crasssicaulis bentuk jantung, ujung runcing, pangkal berlekuk,
pertulangandaun menyirip, permukaan licin, tepi rata,ukuran helai 5-20x4-14 cm
(Suratman, 2000). Tanaman ini memiliki warna daun hijau, dengan daun
berbentuk waru atau daun pada umumnya, bentuk bunga seperti trompet dengan
warna bunga ungu. Ditunjukkan dalam Gambar 2.4
20
Gambar 2.4
Ipomea crassicaulis
Tanaman ini dapat diperbanyak dengan cara mengambil sebagian
rumpunnya, salah satunya dengan cara stek batang. Varietas Ipomea lainnya yang
banyak dikenal yaitu Ipomoea horsfalliae, I. alba, I. leari, I. melanotricha, I.
setosa, I. nil. Taksonomi tumbuhan Ipomoea crassicaulis adalah sebagai berikut :
Divisi : Angiospermae
Kelas : Dycotiledone
Bangsa : Convolvuales
Suku : Convolvulaceae
Jenis : Ipomea
Spesies : Ipomoea crassicaulis
Beberapa penelitian sebelumnya menyebutkan pengolahan limbah dengan
sistem biofiltrasi menggunakan tanaman Ipomea crassicaulis dapat menurunkan
21
COD 83,93%, nitrat 55,54% , pH 36,43% (Angraeni, 2014), BOD 83,30 %, TDS
87,02 % dan klorida 91,67 % (Sudyadnyana, 2012).
2.7. Peranan Mikroorganisme Dalam Pengolahan Biologis
Dalam pengolahan biologis keberadaan mikroorganisme sangat
dibutuhkan karena proses tidak akan berlangsung tanpa kehadiran
mikroorganisme pengurai. Bakteri, jamur, alga, protozoa, crustacea dan virus
adalah mikroorganisme yang berperan penting dalam proses pengolahan air
buangan. Diantara mikroorganisme yang memegang peranan terpenting adalah
bakteri dan juga yang paling banyak digunakan dalam proses pengolahan air
buangan, sehingga struktur sel mikroorganisme lainnya dapat disamakan dengan
bakteri (Metcalf & Eddy, 1991).
Untuk memperoleh hasil yang memuaskan dari suatu proses pengolahan
air limbah secara biologis diperlukan desain sistem pengolahan yang efektif.
Untuk mendapatkan desain yang efektif diperlukan faktor-faktor berikut :
1. Kebutuhan nutrisi mikroorganisme.
2. faktor-faktor lingkungan yang mempengaruhi pertumbuhan mikroorganisme.
3. Metabolisme mikroorganisme
Hubungan antara pertumbuhan mikroorganisme dan pemakaian substrat
Berdasarkan temperatur untuk tumbuh dan berkembang biak, maka
mikroorganisme dapat digolongkan menjadi 3 (tiga) jenis, yaitu :
1. Mikroorganisme Psikofilik, yaitu mikroorganisme yang hidup dan tumbuh pada
temperatur (10 – 30)ºC, dengan temperatur optimal (12 –18) ºC.
22
2. Mikroorganisme Mesofilik, yaitu mikroorganisme yang hidup dan tumbuh pada
temperatur (20 – 50) ºC, dengan temperatur optimal (25 –40) ºC.
3. Mikroorganisme Thermofilik, yaitu mikroorganisme yang hidup dan tumbuh
pada temperatur (35 – 75) ºC, dengan temperatur optimal (55 – 65) ºC .
(Kusnadi, 2003).
Menurut BPPT, mikroorganisme mengalami proses metabolisme yang
terdiri dari katabolisme dan anabolisme. Proses anabolisme memerlukan energi
(reaksi endergonik) dan terjadi pada proses sintesa mikroorganisme. Sedangkan
proses katabolisme yang terjadi pada proses oksidasi dan respirasi merupakan
reaksi eksergonik karena melepaskan energi. Proses transformasi substrat
berlangsung dalam suatu kelompok protein yang berperan sangat penting dalam
proses biologis, yaitu enzim yang bersifat katalis.
2.8. Parameter Kualitas Air
2.8.1. Total Dissolved Solid (TDS)
TDS (Total Dissolved Solid) atau padatan terlarut total adalah bahan-bahan
terlarut dalam air yang tidak tersaring dengan kertas saring Milipore dengan
ukuran pori-pori 0,4µm (Bambang, 1996). Total padatan terlarut dapat pula
merupakan konsentrasi jumlah ion kation (bermuatan positif) dan anion
(bermuatan negatif) di dalam air. Analisa padatan terlarut total merupakan
pengukuran kualitatif dari jumlah ion terlarut, tetapi tidak menjelaskan sifat atau
hubungan ion. Selain itu, pengujian tidak memberikan wawasan dalam masalah
kualitas air yang spesifik. Padatan terlarut total digunakan sebagai uji indikator
23
untuk menentukan kualitas umum dari air. Sumber padatan terlarut total dapat
mencakup semua kation dan anion terlarut (Oram, B.,2010).
Sumber utama untuk TDS dalam perairan adalah limpahan dari pertanian,
limbah rumah tangga, dan industri. Unsur kimia yang paling umum adalah
kalsium, fosfat, nitrat, natrium, kalium dan klorida.
Banyak zat terlarut yang tidak diinginkan dalam air. Mineral, gas, zat
organik yang terlarut mungkin menghasilkan warna, rasa dan bau yang secara
estetis tidak menyenangkan. Beberapa zat kimia mungkin bersifat racun, dan
beberapa zat organik terlarut bersifat karsinogen. Dua atau lebih zat terlarut
khususnya zat terlarut dan anggota golongan halogen akan bergabung membentuk
senyawa yang bersifat lebih dapat diterima daripada bentuk tunggalnya (Effendi,
2003).
2.8.2. Total Suspended Solid (TSS)
TSS (Total Suspended Solid) atau padatan tersuspensi total adalah bahan-
bahan tersuspensi dan tidak terlarut dalam air. TSS dapat juga diartika residu dari
padatan total yang tertahan oleh saringan dengan ukuran partikel maksimal 2μm
atau lebih besar dari ukuran partikel koloid. TSS menyebabkan kekeruhan pada
air akibat padatan tidak terlarut dan tidak dapat langsung mengendap (Bambang,
1996). Semakin tinggi padatan tersuspensi yang terkandung dalam suatu perairan
maka perairan tersebut semakin keruh. Kekeruhan pada perairan yang tergenang
(lentik) lebih banyak disebabkan oleh bahan tersuspensi yang berupa koloid dan
partikel-partikel halus, sedangkan pada sungai yang sedang banjir disebabkan
karena adanya larutan tersuspensi yang terbawa arus air. TSS merupakan tempat
24
berlangsungnya reaksi-reaksi kimia yang heterogen, dan berfungsi sebagai bahan
pembentuk endapan yang paling awal dan dapat menghalangi kemampuan
produksi zat organik di suatu perairan (Tarigan dan Edward, 2003).
TSS terdiri dari partikel-partikel yang ukuran maupun beratnya lebih kecil
dari sedimen, misalnya tanah liat, bahan-bahan organik tertentu, sel-sel
mikroorganisme, dan sebagainya (Nasution, 2008). Yang termasuk TSS adalah
lumpur, tanah liat, logam oksida, sulfida, ganggang, bakteri dan jamur. TSS
umumnya dihilangkan dengan flokulasi dan penyaringan.
Material tersuspensi mempunyai efek yang kurang baik terhadap kualitas
badan air karena dapat menyebabkan menurunkan kejernihan air dan dapat
mempengaruhi kemampuan ikan untuk melihat dan menangkap makanan serta
menghalangi sinar matahari masuk ke dalam air. Endapan tersuspensi dapat juga
menyumbat insang ikan, mencegah telur berkembang. Ketika suspended solid
tenang di dasar badan air, dapat menyembunyikan telur dan terjadi pendangkalan
pada badan air sehingga memerlukan pengerukan yang memerlukan biaya
operasional tinggi. Kandungan TSS dalam badan air sering menunjukan
konsentrasi yang lebih tinggi pada bakteri, nutrien, pestisida, logam didalam air
(Margareth, 2009).
Kandungan TSS yang tinggi dapat dipengaruhi oleh kadar besi (Fe),
Mangan (Mn), Kalsium (Ca), Magnesium (Mg), dan zat-zat lain yang tersuspensi
dalam air.
25
2.8.3. pH (Derajat Keasaman)
Derajat keasaman merupakan gambaran jumlah atau aktivitas ion hidrogen
dalam perairan. Secara umum nilai pH menggambarkan seberapa besar tingkat
keasaman atau kebasaan suatu perairan. Perairan dengan nilai pH = 7 adalah
netral, pH < 7 dikatakan kondisi perairan bersifat asam, sedangkan pH > 7
dikatakan kondisi perairan bersifat basa (Effendi, 2003).
Secara alamiah, pH perairan dipengaruhi oleh konsentrasi karbondioksida
(CO2) dan senyawa bersifat asam. Semakin banyak CO2 yang dihasilkan dari hasil
respirasi, reaksi secara bertahap melepaskan ion H+ yang menyebabkan pH air
turun. Reaksi sebaliknya terjadi pada peristiwa fotosintesis yang membutuhkan
CO2, sehingga menyebabkan pH air naik. Pada peristiwa fotosintesis, fitoplankton
dan tanaman air lainnya akan mengambil CO2 dari air sehingga mengakibatkan
pH air meningkat pada siang hari dan menurun pada waktu malam hari.
Larutan asam bersifat korosif. pH juga mempengaruhi toksisitas suatu
senyawa kimia. Senyawa amoniak yang dapat terionisasi banyak ditemukan di
perairan dengan pH rendah. Biota akuatik sensitif terhadap perubahan pH. Standar
baku pH untuk kehidupan biota akuatik adalah sekitar 7-8.5. (Mackereth et al,
1989).
Adanya karbonat, bikarbonat dan hidroksida akan menaikkan kebasaan air,
sementara adanya asam-asam mineral bebas dan asam karbonat menaikkan
keasaman suatu perairan. Limbah buangan industri dan rumah tangga dapat
mempengaruhi nilai pH perairan (Mahida, 1993).
26
Karena pH mempunyai pengaruh yang besar terhadap kehidupan tumbuhan
dan hewan akuatik, maka pH suatu perairan seringkali dipakai sebagai petunjuk
baik atau buruknya perairan sebagai lingkungan hidup.
Pengaruh pH terhadap komunitas biologi perairan dapat dilihat pada Tabel
2.2.
Tabel 2.2.
Pengaruh pH terhadap komunitas biologi perairan
Nilai pH Pengaruh Umum
6,0 – 6,5
a. Keanekaragaman plankton dan bentos sedikit
menurun.
b. Kelimpahan total, biomassa dan produktivitas tidak
mengalami perubahan.
5,5 – 6,0
a. Penurunan nilai keanekaragaman plankton dan
bentos semakin tampak.
b. Kelimpahan total, biomassa dan produktivitas masih
belum mengalami perubahan yang berarti.
c. Alga hijau berfilamen mulai tampak pada zona
litoral.
5,0 – 5,5
a. Penurunan keanekaragaman dan komposisi jenis
plankton, perifiton dan bentos semakin besar.
b. Terjadi penurunan kelimpahan total dan biomassa
zooplankton dan bentos.
c. Alga hijau berfilamen semakin banyak.
d. Proses nitrifikasi terhambat .
4,5 – 5,0
a. Penurunan keanekaragaman dan komposisi jenis
plankton, perifiton dan bentos semakin besar.
b. Penurunan kelimpahan total dan biomassa
zooplankton dan bentos.
c. Alga hijau berfilamen semakin banyak.
d. Proses nitrifikasi terhambat.
(Sumber : Effendi (2003))
26
BAB III
KERANGKA BERPIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN
3.1. Kerangka Berpikir
Perkembangan dunia perindustrian di Indonesia terutama industri tekstil
begitu pesat di Indonesia. Industri mempunyai pengaruh besar kepada lingkungan,
karena mengubah sumber alam menjadi produk baru dan menghasilkan limbah
produksi yang mencemari lingkungan. Limbah produksi bisa mencemarkan
bahkan merusak lingkungan, baik untuk jangka waktu yang pendek maupun
jangka waktu yang panjang. Industri tekstil mengeluarkan air limbah dengan
BOD, COD, dan warna yang tinggi (Sunarto, 2008). Salah satu zat warna yang
sering digunakan pada industri tekstil adalah zat warna Rhodamin b. Zat warna
rhodamin b pada dasarnya adalah racun bagi tubuh manusia. Pencemaran akibat
zat warna ke air lingkungan perlu mendapat perhatian yang sungguh-sungguh agar
tidak sampai masuk ke dalam tubuh manusia melalui air minum. Zat warna akan
mempengaruhi pH air lingkungan yang menyebabkan terganggunya
mikroorganisme dan hewan air (Syukri, 2007)..
Untuk mencegah timbulnya pencemaran lingkungan dan bahaya terhadap
kesehatan manusia serta makhluk hidup lainnya, limbah bahan berbahaya dan
beracun harus dikelola secara khusus agar dapat dihilangkan atau dikurangi sifat
bahayanya. Salah satu alternatif penanganan limbah yang mudah dan efisien
adalah dengan teknik biofiltrasi. Pada dasarnya prinsip biofiltrasi melibatkan
mikroba sebagai media penghancur bahan-bahan pencemar tertentu terutama
senyawa organik (Muhamad 2010). Pengembangan teknik biofiltrasi juga dapat
27
menggunakan unit pengolahan filtrasi berlapis dari pasir dan bebatuan yang
dipadukan dengan penyerapan tanaman maupun perombakan mikroba pada
risosfir akar (Suyasa dan dwijani, 2007) yang selanjutnya disebut dengan kolam
biosistem. Penyerapan oleh akar atau rhizodegradasi menguraikan zat-zat
kontaminan oleh aktivitas mikroba (ragi, fungi atau bakteri) yang berada disekitar
tumbuhan. Mikroba mengkonsumsi dan menguraikan atau mengubah bahan
organik untuk dipergunakan sebagai bahan nutrient (Schnoor, 2005). Diantara
mikroba yang memegang peranan terpenting dan juga yang paling banyak
digunakan dalam proses pengolahan air buangan adalah bakteri sehingga struktur
sel mikroba lainnya dapat disamakan dengan bakteri (Metcalf & Eddy, 1991).
Percobaan ini diawali dengan penyiapan tanaman sebagai media tanam
yaitu Ipomea crassicaulis dan pembibitan bakteri yang diambil dari limbah
pencelupan. Setelah itu dilanjutkan dengan melakukan pengolahan air limbah.
Bak biosistem yang telah diisi pasir, koral, dan tanaman dialiri limbah buatan
rhodamin B. Pengamatan yang dilakukan setiap selang waktu pengolahan adalah
pengukuran pH, konsentrasi rhodamin B, TSS dan TDS. Perlakuan ini bertujuan
untuk mengetahui efektivitas dan kapasitas biofiltrasi sistem tanaman dalam
menurunkan kadar rhodamin B.
28
3.2. Kerangka Konsep
Kerangka konsep dituangkan pada Gambar 3.1
Gambar 3.1
Kerangka Konsep
Kadar rhodamin B
Limbah industri tekstil
Teknik pengolahan limbah
biofiltrasi
Pencemaran
Tidak diolah
dengan baik
Kesehatan
manusia
Modifikasi teknik biofiltrasi
Efektivitas dan kapasitas biosistem
Zat warna rhodamin B
Biofiltrasi sistem tanaman
(biosistem)
TDS dan TSS pH
29
3.3. Hipotesis Penelitian
Hipotesis yang dapat diajukan pada penelitian ini adalah:
Teknik Biofiltrasi dengan sistem tanaman efektif menurunkan kadar
rhodamin b, TSS, TDS, dan pH pada limbah cair.
30
BAB IV
METODE PENELITIAN
4.1. Rancangan Percobaan
Percobaan ini bertujuan untuk menyelidiki pengaruh penggunaan
biofiltrasi sistem tanaman terhadap penurunan kadar Rhodamin B. Dalam
percobaan ini akan dianalisis pengujian adaptasi sistem biologis (mikroorganisme
dan tanaman) terhadap penurunan kadar rhodamin B dalam air. Dengan
perlakukan dalam rentang waktu tertentu akan diukur perubahan kadar rhodamin
B serta analisis perubahan nilai Total Dissolved Solid (TDS) dan Total Suspended
Solid (TSS). Selain itu akan dihitung pula efektivitas dan kapasitas dari biofiltrasi
sistem tanaman tersebut.
4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di Laboratorium Kimia Lingkungan Jurusan Kimia
FMIPA Unud, Laboratorium UPT Analitik Unud dan Laboratorium FMIPA Unud
di Kampus Bukit Jimbaran.
Lama penelitian sesuai dengan tahapan penelitian yang meliputi tahap
pertama menumbuhkan koloni mikroorganisme pada sistem media tersuspensi
sampai fase puncak pertumbuhan mikroorganismenya, menyiapkan tanaman pada
petak penyerap (ekosistem lahan basah). Tahap berikut adalah perlakuan dengan
menentukan waktu efektif perlakuan biofiltrasi sistem tanaman dan kinerja sistem
31
terhadap penurunan rhodamin B dalam air. Jadi penelitian keseluruhan termasuk
persiapan membutuhkan waktu 4 bulan.
4.3. Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini difokuskan terhadap penentuan efektivitas dan kapasitas
perubahan kadar Rhodamin B dalam rentang waktu tertentu serta penentuan Total
Dissolved Solid (TDS) dan Total Suspended Solid (TSS). Kondisi tersebut akan
diaplikasikan untuk proses pengolahan air limbah artificial dengan kadar
rhodamin B 5 mg/L sehingga dapat menurunkan kadar rhodamin B tersebut.
4.4. Penentuan Sumber Data
Sampel lumpur untuk pembibitan mikroba diambil dari limbah pencelupan
yang berada di Desa Pemogan Denpasar melalui metode grab. Penentuan
penurunan kadar rhodamin B diukur di laboratorium menggunakan
spektrofotometer uv-vis. Air limbahnya sendiri menggunakan air limbah buatan
(artificial) yang telah ditentukan kadar rhodamin B nya.
4.5. Variabel Penelitian
Variabel yang dianalisis pada penelitian ini adalah perubahan kadar
Rhodamin B, Total Dissolved Solid (TDS), Total Suspended Solid (TSS), dan pH.
Keempat variabel tersebut diukur pada selang waktu tertentu pada saat proses
pengolahan terjadi.
32
4.6. Bahan Percobaan
Bahan-bahan yang diperlukan dalam penelitian ini adalah sampel tanah
sebagai sumber bibit yang akan diambil dari selokan disekitar limbah pencelupan
yang berlokasi di Denpasar Selatan. Tanaman yang akan dibibit Ipomea
crassicaulis serta media campuran pasir dan koral. Beberapa bahan kimia utama
yaitu rhodamin B, glukosa (KH), K2HPO4, KH2PO4, (NH4)2[Fe(SO4)2].6H2O,
MgSO4, FeSO4, ekstrak ragi, H2SO4 s, aquades dan kertas saring wathman.
4.7. Instrumen Penelitian
Alat-alat yang diperlukan dalam penelitian ini antara lain : peralatan gelas
untuk pembibitan, kotak kaca untuk media tanaman, pipa dan saluran sampling.
Pipet volume, pH meter, timbangan analitik, desikator, oven dan spektrofotometer
uv vis.
4.8. Prosedur Penelitian
4.8.1. Penyiapan sampel
4.8.1.1 Sampling sedimen
Sampling sedimen dilakukan melalui metode grab yaitu dilakukan sekali
pada saat pengambilan contoh dengan mengambil bagian dari suatu material yang
mengandung mineral secara acak. Sampling sedimen dilakukan di selokan
disekitar pembuangan limbah pencelupan yang berlokasi di Denpasar Selatan.
Sedimen tercemar yaitu sedimen selokan disekitar pembuangan limbah
pencelupan diambil menggunakan serokan dengan kedalaman + 10 cm dari
33
permukaan dasar sebanyak + 100 gram. Masing- masing sedimen diambil dengan
menentukan tiga titik, kemudian dicampur menjadi satu dengan asumsi dapat
mewakili keseluruhan kawasan tempat pengambilan sampel dari masing-masing
sumber tersebut. Kemudian diletakkan sementara pada satu kantong plastik klip
dan disimpan pada cooler box.
4.8.1.2 Penyediaan tanaman pada Biofiltrasi Sistem Tanaman
Tanaman yang digunakan adalah tanaman liar (Ipomoea crassicaulis),
ditumbuhkan dengan cara stek batang. Bibit tanaman ini diperoleh dengan
mengambil secara langsung pada habitatnya di daerah Denpasar Selatan. Bibit
(batang) yang diperoleh kemudian ditanam di tanah yang dicampur pasir selama ±
2 bulan.
Untuk konstruksi unit rhizoekosistem pada lahan basah berupa unit
pengolahan terdiri dari sebuah tempat semaian ukuran 125 cm x 58 cm x 36 cm
dan dilengkapi dengan tabung tempat pengambilan sampel. Bak perlakuan diisi
dengan batu koral ukuran 5 cm setinggi 10 cm kemudian diatasnya diisi campuran
pasir dan sedikit koral kecil berukuran 0,5cm setinggi 20 cm. Pada lapisan pasir
ini akan ditanam tumbuhan, yang banyaknya disesuaikan dengan panjang dan
lebar akar yang memungkinkan sebagian besar lapisan itu terisi oleh risosfir.
Tanaman ini diadaptasikan selama 1 bulan dengan jarak tanam ±10-15 cm.
4.8.2. Penyiapan mikroba yang akan ditambahkan pada Biofiltrasi Sistem
Tanaman
4.8.2.1 Pembuatan media cair
Ditimbang dengan menggunakan timbangan merk OHAUS Galaxy 400
sebanyak 2 g glukosa (KH); 0,1 g K2HPO4; 0,1 g KH2PO4, 0,1 g
34
(NH4)2[Fe(SO4)2].6H2O; 0,02 g MgSO4; 0,02 g FeSO4, 0,02 g ekstrak ragi dan 2
mg rhodamin b, kemudian dilarutkan dalam 2,0 liter akuades. Selanjutnya
campuran dikocok sampai semua campuran homogen kemudian dimasukkan ke
dalam erlenmeyer 2L. Erlenmeyer ditutup dengan kapas dilapisi aluminium foil.
Media disterilisasi dengan menggunakan autoklaf selama 15 menit dengan
tekanan 15 p.s.i dan suhu 121oC. Perhitungan waktu 15 menit dimulai sejak
termometer menunjukkan suhu 121oC. Setelah sterilisasi, media didiamkan pada
suhu 37oC selama 5 menit dan selanjutnya media dapat disimpan dalam
refrigerator sampai saat diperlukan.
4.8.2.2 Pembibitan sedimen
Pembibitan adalah tahap pertumbuhan mikroba dari sedimen yang di
sampling dari selokan tercemar limbah pencelupan. Dua gelas beker 1 L dengan
kondisi bersih disiapkan, sebanyak 2 L media cair dimasukkan ke dalam gelas
beker, kemudian pada gelas beker ditambahkan sedimen selokan tercemar limbah
pencelupan sebanyak + 1 gram. Media kemudian diaerasi dengan menggunakan
aerator yang diberi selang, yang diletakkan pada dasar gelas beker. Gelas beker
ditutup dengan kain kasa dan diikat dengan gelang karet didiamkan selama 1 jam
agar homogen. Setelah homogen aerator dimatikan dan digenangkan beberapa
saat + 10-15 menit.
4.8.3. Pembuatan Air Limbah dengan Kadar Rhodamin B 5 mg/L
Air limbah artificial dibuat dengan kadar rhodamin B sebesar 5 mg/L.
Untuk membuat larutan dengan kadar rhodamin B 5 mg/L dilakukan dengan
menimbang 5 mg rhodamin B secara teliti kemudian dilarutkan dalam aquadest.
35
Larutan dipindahkan secara kuantitatif ke labu ukur 1 L dan diencerkan dengan
aquadest sampai tanda batas. Limbah artificial dibuat sebanyak 100 liter.
4.8.4.Penentuan kemampuan biofiltrasi sistem tanaman menurunkan kadar
rhodamin b
Larutan rhodamin b dialirkan ke dalam bak pengolahan biofiltrasi sistem
tanaman. Dalam bak tersebut larutan /air limbah diperlakukan dengan
merendamnya selama 0, 6, 12, 18, 24, 30, 36, 42, dan 48 jam. Kemudian sampel
diambil dan dianalisis secara duplo (penetapan dua ulangan untuk satu contoh)
untuk diukur kandungan rhodaminnya. Ditentukan perubahan kandungan
rhodamin b dengan memplotnya dengan waktu perendaman. Digambarkan kurva
dan ditentukan kisaran waktu efektif kerja sistem pengolahan. Kurva dibuat
dengan ketentuan garis x menunjukkan waktu pengolahan (t) dan garis y
menunjukkan kadar pencemar.
Gambar 4.1
Susunan media dalam bak pengolahan biofiltrasi sistem tanaman
Tanaman
Ipomea crassicaulis
Sampling port
Batu pasir (20 cm)
c
Koral (10 cm)
5 cm
36
Penetapan kadar rhodamin B dilakukan dengan spektrofotometri cahaya
tampak pada panjang gelombang 400-800 nm. Sedangkan untuk menghitung
kadar rhodamin B dengan menggunakan kurva kalibrasi dengan persamaan
regresi : y = ax ± b.
4.8.5. Penentuan Efektivitas Biofiltrasi Sistem Tanaman
Efektivitas pengolahan dari ekosistem buatan dihitung berdasarkan
efektivitas proses yang terjadi, yakni penurunan persentase kadar rhodamin b pada
saat proses pengolahan. Hasil pengolahan dikatakan cukup efektif apabila
persentase efektivitas mencapai di bawah 50%, efektif di atas 50% dan sangat
efektif apabila hasil diatas 80%. Penurunkan kadar limbah rhodamin B ditentukan
berdasarkan persamaan berikut (Metcalf dan Eddy, 1991).:
% Efektivitas =
x 100% ..........................(1)
Keterangan : Ca = konsentrasi rhodamin B, TDS, TSS awal (mg/L)
Ct = konsentrasi rhodamin B, TDS, TSS akhir (mg/L) (pada waktu
tertentu)
4.8.6. Penentuan Kapasitas Biosistem
Kapasitas pengolahan dari ekosistem buatan dalam menurunkan kadar
limbah ditentukan berdasarkan persamaan berikut (Parasara, 2015):
Kapasitas =
..........................(2)
Keterangan : Ca = konsentrasi rhodamin B, TDS, TSS awal (mg/L)
Ct = konsentrasi rhodamin B, TDS, TSS akhir (mg/L) (dengan
waktu tinggal yang paling efektif)
V = volume ekosistem buatan (m3)
37
tR = waktu tinggal ( jam)
4.8.7. Penentuan padatan tersuspensi total (TSS)
a. Penimbangan Kertas Saring Kosong.
Kertas saring diletakkan pada alat penyaring dan dibilas tiga kali dengan
akuades masing-masing sebanyak 20 mL. Alat pengisap dinyalakan untuk
menghisap air yang terdapat pada kertas saring. Kertas saring Whatman 42
dengan ukuran pori 0,45 µm diambil dan dikeringkan dalam oven dengan suhu
103-105˚C selama 1 jam. Kemudian didinginkan dalam desikator selama 10 menit
dan ditimbang. Penimbangan dilakukan sampai diperoleh bobot konstan.
b. Penyaringan contoh.
Contoh homogen sebanyak 50,0 mL disaring dengan menggunakan kertas
saring yang telah diketahui bobot konstannya pada cawan Gooch yang dilengkapi
dengan alat pengisap. Kemudian kertas saring dibilas tiga kali dengan akuades
masing-masing sebanyak 10 mL. Setelah itu, kertas saring diambil dan
dikeringkan dalam oven dengan suhu 103-105˚ selama 1 jam. Kertas saring
didinginkan dalam desikator selama 10 menit dan kemudian ditimbang.
Penimbangan dilakukan sampai diperoleh bobot konstan (Standar Nasional
Indonesia, 2004).
c. Perhitungan
Rumus untuk perhitungan TSS adalah sebagai berikut:
…………………….(3)
Keterangan :
38
A=Berat kertas saring berisi zat tersuspensi (mg)
B=Berat kertas saring kosong (mg)
4.8.8. Penentuan Padatan Terlarut Total (TDS)
a. Penimbangan kertas saring kosong.
Kertas saring diletakkan pada alat penyaring dan dibilas tiga kali dengan
akuades masing-masing sebanyak 20 mL. Alat pengisap dinyalakan untuk
menghisap air yang terdapat pada kertas saring. Kertas saring Whatman Grade 42
dengan ukuran pori 0,45 µm diambil dan dikeringkan dalam oven dengan suhu
103-105˚C selama 1 jam. Kemudian didinginkan dalam desikator selama 10 menit
dan ditimbang. Penimbangan dilakukan sampai diperoleh bobot konstan.
b. Persiapan cawan
Cawan yang telah bersih dipanaskan pada suhu 180°C selama 1 jam di
dalam oven. Cawan dipindahkan ke dalam desikator dengan menggunakan
penjepit. Setelah dingin ditimbang dengan neraca analitik. Ulangi pemanasan
dengan oven dan penimbangan hingga didapat bobot yang konstan.
c. Penyaringan contoh.
Contoh homogen sebanyak 50,0 mL disaring dengan menggunakan kertas
saring yang telah diketahui bobot konstannya pada cawan Gooch yang dilengkapi
dengan alat pengisap. Filtrat dipipet sebanyak 10,0 mL, dimasukkan ke dalam
cawan yang telah diketahui bobotnya. Cawan berisi filtrat dikeringkan hingga
semua air telah menguap dalam oven pada suhu 180°C. Dinginkan dalam
desikator selama 10 menit dan kemudian ditimbang. Ulangi pemanasan dengan
39
oven dan penimbangan hingga didapat bobot yang konstan (Standar Nasional
Indonesia, 2004).
d. Perhitungan
Rumus untuk perhitungan TDS (mg/L) adalah sebagai berikut:
………………………(4)
Keterangan :
A= Berat cawan penguap berisi zat terlarut (mg)
B = Berat cawan penguap kosong (mg)
4.8.8. Pengukuran pH
Pengukuran pH dilakukan dengan menggunakan alat pH meter. Prosedur
pemeriksaan pH adalah Alat pH-meter dikalibrasi dengan menggunakan larutan
buffer pH 7 dan 10. Elektroda pH-meter dibilas dengan aquadest dan dikeringkan
dengan kertas tissu, lalu dibilas dengan larutan uji. Elektroda dicelupkan ke
contoh uji sampai pH meter menunjukkan pembacaan yang tetap. Hasil
pembacaan skala atau angka pada tampilan dari pH meter dicatat (Badan Standar
Nasional, 2004).
4.9. Analisis Data
Data yang diperoleh dalam penelitian ini dianalisis secara deskriptif
kuantitatif berupa angka efektivitas dan kapasitas biofiltrasi sistem tanaman serta
analisis regresi untuk melihat kurva penurunan konsentrasi rhodamin B terhadap
lama waktu perendaman.
40
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1. Pembibitan Sedimen
Pembibitan adalah tahap pertumbuhan mikroba dari sedimen yang di
sampling dari selokan tercemar limbah pencelupan. Tujuan pembibitan tersebut
untuk memperoleh waktu optimal dari populasi dan aktivitas mikroba sebelum
dituang ke dalam kolam biofiltrasi sistem tanaman.
Penanaman mikroba dapat dilakukan dengan menambahkan bakteri ke
dalam instalasi pengolahan air limbah. Mikroba yang digunakan dapat berasal dari
lokasi tercemar (indigenous) atau dari luar lokasi yang tercemar (non-indigenous)
(Sugiharto, 1987). Pada penelitian ini, pembibitan mikroba dilakukan secara
indigenous. Pembibitan dilakukan dengan mengambil sedimen dari air limbah
pencelupan yang terletak di Jalan Batas Dukuh Sari, Gg Garuda, Denpasar.
Pengambilan dilakukan dengan metode grab. Lumpur sedimen yang didapatkan
dari lokasi pembuangan air limbah pencelupan memiliki kondisi awal warna
hitam pekat dengan bau yang menyengat.
Penentuan waktu optimum pembibitan dilakukan melalui data visual, yang
pertama melihat adanya perubahan warna pada larutan bibit. Saat awal pembibitan
larutan tampak berwarna merah muda pekat kemudian berangsur-angsur warna
mulai terlihat memudar. Hal ini disebabkan karena aktivitas dan populasi mikroba
dalam larutan bertambah sehingga mampu mendegradasi zat warna rhodamin
yang terdapat pada larutan bibit. Ciri fisik kedua yaitu mulai tercium bau alkohol
dari larutan bibit. Menurut Muchtadi, dkk (2010), dalam keadaan anaerob mikroba
41
melakukan metabolisme berupa fermentasi, mikroba yang melakukan fermentasi
membutuhkan energi yang umumnya diperoleh dari glukosa. Bakteri mengubah
glukosa menjadi air, CO2, dan energi (ATP) yang digunakan untuk kegiatan
pertumbuhan. Hasil penguraian adalah energi, CO2, air, dan sejumlah asam
organik lainnya seperti asam laktat, asam asetat, etanol, serta bahan-bahan organik
yang mudah menguap yakni alkohol, ester, dan sebagainya. Terjadinya fermentasi
ini dapat menyebabkan perubahan sifat larutan akibat dari pemecahan kandungan
bahan tersebut.
Hasil penelitian pendahuluan mendapatkan bahwa, waktu optimal
pembibitan adalah pada hari ke 7 (Tabel 5.1). Hal ini dibuktikan dengan populasi
mikroba tertingginya terdapat pada hari ke 7 dengan jumlah bakteri lebih dari 300
koloni sampai pengenceran ke-8.
Tabel 5.1.
Jumlah koloni mikroba saat pembibitan
No Pengenceran Jumlah Koloni
H-1 H-4 H-7 H-10
1 Kontrol - - - -
2 10-1
>300 >300 >300 >300
3 10-2
>300 >300 >300 >300
4 10-3
250
>300 >300 62
5 10-4
193 >300 >300 9
6 10-5
32 >300 >300 1
7 10-6
5 >300 >300 -
8 10-7
- - 336 -
9 10-8
- - 324 -
5.2. Kemampuan Biofiltrasi Sistem Tanaman
Kemampuan dari biofiltrasi sistem tanaman dilihat dari dua aspek yaitu
bagaimana efektivitas dan berapa kapasitas biofiltrasi sistem tanaman terhadap
42
penurunan kadar rhodamin B, TDS, TSS dan pH. Efektivitas biofiltrasi sistem
tanaman, merupakan suatu ukuran yang menyatakan seberapa jauh target
(kuantitas, kualitas dan waktu) telah tercapai. Dimana makin besar persentase
target yang dicapai, makin tinggi efektivitasnya (Hidayat, 1986). Kapasitas
(capacity) adalah hasil atau volume atau jumlah unit yang dapat ditangani,
diterima, disimpan oleh sebuah fasilitas dalam suatu periode waktu tertentu
(Heizer dan Barry, 2006). Penelitian efektivitas dan kapasitas diawali dengan
penentuan karakteristik awal limbah rhodamin B. Tujuan pengukuran karakteristik
limbah buatan rhodamin B adalah untuk mengetahui nilai awal dari keempat
parameter yang akan diukur. Hasil pengukuran karakteristik awal limbah buatan
rhodamin B disajikan pada tabel 5.2.
Tabel 5.2.
Hasil pengukuran karakteristik awal limbah rhodamin B
Keterangan:
* Baku Mutu Kualitas Air Limbah Domestik Pergub Bali No. 8 tahun 2007
kelas I.
** Baku Mutu Metilen Blue pada Baku Mutu Kualitas Air Limbah Domestik
Pergub Bali No. 8 tahun 2007
Hasil pengukuran menunjukkan kadar rhodamin B, TSS, dan pH berada di
bawah baku mutu air limbah dan kadar TDS berada diatas baku mutu air limbah
menurut Peraturan gubernur Bali No. 8 tahun 2007 kelas I mengenai kualitas air
limbah domestik.
Parameter Satuan Kadar Parameter
Rata-Rata
Standar Baku
Mutu
Rhodamin B mg/L 4,9991 5**
TDS mg/L 1144,0801 1000*
TSS mg/L 40,5042 50*
pH - 7,8 6,0-9,0*
43
5.2.1. Efektivitas biofiltrasi sistem tanaman
5.2.1.1. Efektivitas penurunan kadar rhodamin B
Rhodamin B adalah salah satu zat pewarna sintetis yang biasa digunakan
pada industri tekstil dan kertas. Rhodamin B begitu berbahaya jika dikonsumsi
karena senyawa tersebut adalah senyawa yang radikal. Senyawa radikal adalah
senyawa yang tidak stabil. Dalam struktur rhodamin mengandung klorin (senyawa
halogen), sifat halogen adalah mudah bereaksi atau memiliki reaktivitas yang
tinggi. Untuk mencapai kestabilan, klorin berikatan dengan senyawa-senyawa
dalam tubuh sehingga akan memicu kanker pada manusia. Aplikasi biofiltrasi
sistem tanaman untuk menurunkan kadar rhodamin B selama 48 jam dan pada jam
ke 216 atau hari ke 7 disajikan pada tabel 5.3 dan gambar 5.1
Tabel 5.3.
Kadar rhodamin B pada berbagai waktu berbeda
No
Waktu
Kadar
rhodamin B
rata-rata
Penurunan kadar
rhodamin B
Efektivitas
penurunan
rhodamin B
(jam) (mg/L) (mg/L) (%)
1 0 0,7934 - -
2 6 0,5960 0,1974 24,88
3 12 0,5061 0,0899 36,21
4 18 0,4860 0,0201 38,74
5 24 0,4389 0,0471 44,68
6 30 0,3882 0,0507 51,07
7 36 0,3511 0,0371 55,75
8 42 0,3196 0,0315 59,72
9 48 0,2841 0,0355 64,19
10 216 0,0944 0,1897 88,10
44
Gambar 5.1
Grafik penurunan kadar rhodamin b pada selang waktu berbeda
Biofiltrasi sistem tanaman mampu menurunkan kadar rhodamin B yang
terdapat pada air limbah artificial. Biofiltrasi sistem tanaman menyebabkan
terjadinya penurunan rhodamin B sangat pesat diawal perlakuan. Waktu efektif
penurunan diperoleh pada waktu perlakuan ke 30 jam dengan persentase
penurunan sebesar 51,07%. Penambahan pengukuran sampel sampai 7 hari setelah
perlakuan yang direncanakan (48 jam) yakni jam ke 216 adalah untuk mengetahui
waktu optimum biofiltrasi sistem tanaman dalam menurunkan kadar rhodamin B
sehingga dalam penelitian selanjutnya waktu dari perlakuan dapat diperpanjang.
Penurunan kadar rhodamin B pada saat pengolahan disebabkan adanya
beberapa proses yang terjadi pada biofiltrasi sistem tanaman tersebut, yaitu
aktivitas mikroba yang ditambahkan, penyerapan oleh material alam (pasir dan
koral), serta penyerapan oleh tanaman Ipomea crassicaulis. Aktivitas mikroba
pendegradasi zat warna menyebabkan penurunan pada kadar rhodamin b melalui
proses biodegradasi. Berdasarkan hasil uji Laboratorium terdapat 5 isolat bakteri
45
dan 1 yeast yang berhasil diisolasi yaitu bakteri Pseudomonas sp., Shigella sp.,
Stenotrophomonas sp., Pasteurella sp., Proteus sp., dan yeast (spesies x). Adanya
bakteri dan yeast tersebut berbeda-beda, hanya Pseudomonas sp yang selalu
muncul pada setiap waktu perlakuan. Dominasi adanya Pseudomonas sp dapat
disebabkan karena spesies ini tidak bisa hidup pada kondisi asam (pada pH 4,5)
sehingga bakteri ini sering ditemukan di daerah dengan pH basa. Menurut Chen et
al. (1999) Pseudomonas sp banyak dikembangkan untuk merombak zat warna azo
dengan menggunakan gula sebagai sumber karbon. Pseudomonas sp mempunyai
aktivitas perombakan terhadap remazol yellow, remazol red, dan remazol blue
dengan efisiensi perombakan 91,16-95,17% selama 5 hari inkubasi (Sastrawidana,
2009). Waktu efektif rhodamin B yaitu pada waktu perlakuan ke 30 jam, saat itu
isolat yang tampak adalah Pseudomonas sp., Stenotrophomonas sp., dan
Pasteurella sp. Mikroba yang digunakan dalam biodegradasi, memproduksi
enzim yang memodifikasi polutan toksik dengan mengubah struktur kimia polutan
tersebut sehingga menjadi tidak kompleks sehingga kadar toksiknya berkurang,
dan menjadi metabolit yang tidak berbahaya. Enzim ekstraselular yang umumnya
diproduksi oleh bakteri pendegradasi pewarna tekstil diantaranya enzim laccase,
hidroksilase, dehidrogenase, dan peroksidase (Yanu, 2013).
Proses pengolahan fisika secara adsorpsi dilakukan oleh pasir dan koral,
karena pasir dan koral memiliki kandungan silika. Menurut El Hadi dkk., (2002)
struktur kerangka silikat merupakan polimer dari tetrahedral SiO4, rantai
tetrahedral ini membentuk jaringan polihedral tiga dimensi melalui ikatan antar
oksigen dalam salah satu tetrahedral dengan atom silikat pada tetrahedral lainnya.
46
Polihedral yang terbentuk selanjutnya bergabung satu sama lain dengan cara yang
sama membentuk kerangka silikat. Akibat pembentukan kerangka silikat tersebut,
maka akan terdapat pori-pori dan saluran yang cukup terbuka, sehingga
memungkinkan molekul lain dapat masuk melalui proses adsorpsi. Penurunan
konsentrasi kadar rhodamin dipengaruhi oleh sifat rhodamin B yang sangat polar.
Semakin polar suatu senyawa, maka semakin kuat teradsorpsi. Rhodamin B juga
memiliki bobot molekul yang sangat tinggi yang menyebabkan senyawa ini
mudah teradsorpsi.
Salah satu metode pemulihan kualitas lingkungan tercemar adalah
menggunakan teknik fitoremediasi, yaitu pemulihan lingkungan terkontaminasi
menggunakan tanaman. Stowell dalam Yusuf (2008) menyatakan bahwa
tanaman memiliki kemampuan secara umum untuk menetralisir komponen-
komponen tertentu di dalam perairan. Pada penelitian ini tanaman yang digunakan
sebagai fitoremediator adalah tanaman Ipomea crassicaulis atau yang biasa
disebut dengan kangkungan. Tumbuhan akan menyerap unsur-unsur hara yang
larut dalam air dan tanah melalui akarnya. Tumbuhan dapat menyerap kontaminan
sedalam atau sejauh akar tanaman yang dapat tumbuh (Rock dalam Stefhany et
al., 2013). Menurut Wolverton dan Mcknown (1975) semua tumbuhan
mempunyai kemampuan menyerap yang memungkinkan pergerakan ion
menembus membran sel, mulai dari unsur yang berlimpah sampai dengan unsur
yang sangat kecil dibutuhkan tanaman dapat diakumulasikan. Tanaman Ipomea
crassicaulis yang digunakan pada penelitian ini berumur ±3 bulan, terlihat terjadi
perubahan tanaman setelah dialiri limbah rhodamin. Tanaman yang awalnya segar
47
dan memiliki daun yang lebat, menjadi layu kekuningan. Hal ini membuktikan
bahwa tanaman ikut menyerap rhodamin B sehingga mampu menurunkan kadar
rhodamin B dalam air limbah.
Selain menyerap rhodamin B tanaman Ipomea crassicaulis menguraikan
zat-zat kontaminan dengan aktivitas mikroba yang berada di sekitar akar melalui
proses rhizodegradasi. Kontaminan-kontaminan organik di dalam tanah diuraikan
menjadi produk-produk turunan atau secara lengkap dimineralisasi menjadi
produk-produk anorganik seperti karbondioksida dan air melalui bantuan
mikroorganisme. Kehadiran akar-akar tanaman akan meningkatkan ukuran dan
variasi populasi mikrobia di dalam tanah mengelilingi akar (rhizosphere).
Prediksi trend penurunan kadar rhodamin B terhadap waktu pada
biofiltrasi sistem tanaman menggunakan aplikasi costat. Persamaan yang
diperoleh Ct=0,66 e -0,017t
dengan R2
sebesar 0,84, dimana Ct adalah konsentrasi
rhodamin B (mg/L) pada waktu ke sekian dan t adalah waktu perendaman (jam).
Nilai pangkat eksponensial -0,017 menunjukkan laju penurunan rhodamin B, yang
artinya kadar rhodamin B mengalami penurunan rata-rata 0.017 mg/L tiap jam.
Menurut Alauddin (2006) definisi analisis regresi sebagai kajian terhadap
hubungan satu variabel yang disebut sebagai variabel yang diterangkan dengan
satu variabel yang menerangkan. Jika R2
mendekati 1 maka nilai X dan Y
memiliki korelasi yang tinggi. Pada persamaan diatas nilai R2
sebesar 0,84 maka
hubungan antara waktu dengan penurunan kadar rhodamin B memiliki korelasi
yang tinggi. Dapat pula diartikan bahwa 84 % nilai-nilai Y besarnya ditentukan
oleh nilai-nilai variabel X yang dimasukkan dalam model, sedangkan 16% lagi
48
ditentukan oleh variabel lain diluar model. Persamaan ini dapat digunakan untuk
memprediksi konsentrasi rhodamin B pada waktu yang ditentukan.
5.2.1.2. Efektivitas penurunan kadar TDS (total dissolved solid)
Padatan terlarut total (Total Dissolved Solid atau TDS) merupakan bahan-
bahan terlarut (diameter < 10-6
mm) dan koloid (diameter 10-6
mm – 10-3
mm)
yang berupa senyawa-senyawa kimia dan bahan-bahan lain, yang tidak tersaring
pada kertas saring berdiameter 0,4 µm (Rao, 1992 dalam Effendi, 2003). Analisis
TDS dilakukan untuk mengetahui ukuran zat terlarut (baik itu zat organik maupun
anorganik) yang terdapat pada larutan. TDS menggambarkan jumlah zat terlarut
dalam Part Per Million (PPM) atau sama dengan milligram per Liter (mg/L).
Penurunan nilai padatan terlarut total (TDS) dapat dilihat pada tabel 5.4. dan
gambar 5.2
Tabel 5.4.
Kadar TDS (Total Dissolve Solid) pada berbagai waktu berbeda
No Waktu
Kadar TDS
rata-rata
Penurunan
kadar TDS
Efektivitas
penurunan TDS
(jam) (mg/L) (mg/L) (%)
1 0 1261,5537 - -
2 6 1103,4377 158,116 12,53
3 12 1006,8286 96,6091 20,19
4 18 1106,7884 -99,9598 12,27
5 24 1068,3294 38,459 15,32
6 30 941,6219 126,7075 25,36
7 36 661,0226 280,5993 47,60
8 42 461,8431 199,1795 63,39
9 48 439,7389 22,1042 65,14
10 216 356,3416 905,2121 71,75
49
Gambar 5.2
Grafik penurunan kadar TDS pada berbagai selang waktu berbeda
Penurunan kadar TDS pada tabel 5.4. dan gambar 5.2. terlihat saat awal
perlakuan. Persentase penurunan paling efektif diperoleh saat waktu perlakuan ke
36 jam sebesar 47,60% dengan konsentrasi 661,0226 mg/L.
Pada waktu perlakuan ke 18 jam terjadi kenaikan kadar TDS dari
1006,8286 mg/L menjadi 1106,7884 mg/L. Kenaikan kadar TDS ini menunjukkan
bahwa bahan organik yang berukuran kecil ≤ 1 μm belum terdegradasi secara
sempurna menjadi gas dan adanya peningkatan biomassa mikroorganisme yang
berukuran lebih kecil dari kertas saring ukuran 1 μm. Faktor lain yang membuat
ketidakstabilan pengukuran TDS ada suhu saat pemanasan. Suhu yang digunakan
untuk mengeringkan residu sangat penting dan mempengaruhi hasil karena bobot
yang hilang akibat bahan organik volatil, air, gas yang keluar akibat dekomposisi
kimia sebagai bobot akibat oksidasi tergantung suhu dan waktu pemanasan. Jika
dibandingkan dengan baku mutu, nilai padatan terlarut yang dicapai sudah di
bawah standar baku mutu yang ditentukan.
50
Kadar TDS berpengaruh terhadap proses pengolahan secara anaerob. Pada
proses pengolahan limbah secara anaerob, bahan organik komplek dihidrolisis
menjadi organik sederhana (asam organik) oleh mikroba (Seabloom, 2004).
Waktu efektif dari penurunan TDS terjadi pada waktu ke 36 jam, berdasarkan uji
laboratorium mikrobiologi, bakteri yang mendominasi saat itu adalah
Pseudomonas sp, Pasteurella sp dan Yeast (Spesies x). Adanya bakteri dalam air
limbah menyebabkan bahan organik diubah menjadi ukuran yang lebih kecil
(proses degradasi). Pada fase Methanogenic, asam organik diubah menjadi
karbondioksida (CO2) dan metan (CH4) (Seabloom, 2004). Penurunan kadar
TDS pada biofiltrasi sistem tanaman terjadi akibat bahan organik yang terdapat
pada sampel air limbah telah dikonversi menjadi gas. Peranan tanaman dalam
menurunkan kadar TDS adalah proses penyerapan unsur hara oleh akar tanaman.
Prediksi trend penurunan kadar TDS terhadap waktu pada biofiltrasi
sistem tanaman menggunakan aplikasi costat. Trend penurunan kadar TDS
mengikuti persamaan logaritmik. Persamaan yang diperoleh Ct = 1831,89 – 315 ln
t dengan nilai R2
= 0,61, dimana Ct adalah kadar TDS (mg/L) dan t adalah waktu
(jam). Persamaan logaritmik menyatakan bahwa laju penurunan awalnya berjalan
lambat, tapi kemudian terus meningkat. Persamaan ini dapat digunakan untuk
memprediksi kadar TDS pada berbagai waktu perendaman.
5.2.1.3. Efektivitas penurunan kadar TSS (total suspended solid)
Zat padat tersuspensi atau TSS adalah semua zat padat atau partikel yang
tersuspensi dalam air dan dapat berupa komponen hidup (biotik) seperti
fitoplankton, zooplankton, bakteri, fungi, ataupun komponen mati (abiotik) seperti
51
detritus dan partikel-partikel anorganik (pasir, lumpur, dan tanah liat). Zat padat
tersuspensi merupakan tempat berlangsungnya reaksi-reaksi kimia yang heterogen
dan berfungsi sebagai bahan pembentuk endapan yang paling awal dan dapat
menghalangi kemampuan produksi zat organik di suatu perairan (Tarigan, 2003).
Penurunan kadar padatan suspensi total (TSS) dapat dilihat pada tabel 5.5. dan
gambar 5.3 .Persentase penurunan paling efektif diperoleh saat waktu perlakuan
ke 36 jam sebesar 50,44% dengan konsentrasi 20,1534 mg/L.
Tabel 5.5.
Kadar TSS (Total Suspended Solid) pada berbagai waktu berbeda
No
Waktu Kadar TSS
rata-rata
Penurunan
kadar TSS
Efektivitas
penurunan TSS
(jam) (mg/L) (mg/L) (%)
1 0 40,6687 - -
2 6 40,4764 0,1923 0,47
3 12 40,3238 0,1526 0,85
4 18 32,8426 7,4812 19,24
5 24 30,4936 2,349 25,02
6 30 28,501 1,9926 29,92
7 36 20,1534 8,3476 50,44
8 42 20,1234 0,03 50,52
9 48 12,1311 7,9923 70,17
10 216 10,3399 1,7912 74,58
52
Gambar 5.3
Grafik penurunan kadar TSS pada selang waktu berbeda
Penurunan kadar TSS dapat disebabkan karena ketersediaan nutrien
sebagai bahan makanan bagi bekteri, sehingga aktifitas metabolisme bakteri pun
meningkat dan proses degradasi bisa berjalan maksimal. Pada waktu efektif
bakteri yang berhasil diisolasi Pseudomonas sp, Pasteurella sp dan Yeast (Spesies
x). Menurut penelitian Reza, dkk (2012) Pseudomonas sp mampu menghasilkan
biosurfaktan yang dapat menurunkan kadar TSS dari 2,96% menjadi 1,95%.
Padatan yang bisa dilisiskan oleh biosurfaktan adalah padatan organik dengan
sifat non-polar, biosurfaktan mengikat padatan organik yang bersifat non-polar
sehingga menyatu dengan air yang bersifat polar. Selain bakteri, penurunan TSS
melalui fitoremediasi dapat terjadi dengan cara padatan tersuspensi yang berupa
bahan organik digunakan oleh tumbuhan sebagai unsur hara yang menunjang
pertumbuhan (Debora, 2013).
Trend penurunan kadar TSS diperoleh dengan menggunaka aplikasi costat.
Sama halnya dengan trend penurunan TDS, trend penurunan TSS juga mengikuti
53
persamaan logaritmik. Persamaan yang diperoleh Ct = 69,22 – 13,18 ln t dengan
nilai R2
= 0,84. Ct adalah nilai TSS (mg/L) dan t adalah waktu (jam). Persamaan
ini dapat digunakan untuk memprediksi kadar TSS pada berbagai waktu
perendaman. Nilai regresi mendekati 1 menyatakan bahwa adanya korelasi yang
baik antara penurunan kadar TSS dengan waktu.
5.2.1.3. Penurunan pH
pH merupakan suatu parameter penting untuk menentukan kadar
asam/basa dalam air. Penentuan pH merupakan tes yang paling penting dan paling
sering digunakan pada penentuan kualitas air. pH digunakan pada penentuan
alkalinitas, CO2, serta dalam kesetimbangan asam basa. Pada temperatur yang
diberikan, intensitas asam atau karakter dasar suatu larutan diindikasikan oleh pH
dan aktivitas ion hidrogen. Penurunan pH selama waktu perlakuan disajikan pada
tabel 5.6. dan gambar 5.4
Tabel 5.6.
pH saat pengolahan pada waktu berbeda
No Waktu
(jam)
Nilai pH rata-rata
1 0 7,6
2 6 7,6
3 12 7,6
4 18 7,4
5 24 7,4
6 30 7,5
7 36 7,5
8 42 7,5
9 48 7,5
10 216 7,5
54
Gambar 5.4
Grafik penurunan pH pada selang waktu berbeda
Hasil pengukuran pH selama 48 jam dengan selang waktu 6 jam
menunjukan penurunan pH terjadi saat waktu ke 12 jam yaitu dari 7,6 menjadi 7,4
namun pada waktu ke 30 jam nilai pH kembali mengalami kenaikan menjadi 7,5.
Nilai pH tersebut stabil sampai waktu ke 48 hingga waktu ke 216 jam atau 7 hari
setelah hari perlakuan yang direncanakan.
Ketidakstabilan pH diawal perlakuan kemungkinan disebabkan oleh
degradasi bakteri akan menurunkan pH sehingga bersifat lebih asam. Selanjutnya
bakteri mulai mengubah nitrogen anorganik menjadi ammonium yang
mengakibatkan pH meningkat dengan cepat dan menjadi basa. Sebagian ammonia
dilepaskan atau dikonversi menjadi nitrat, selanjutnya nitrat didenitrifikasi oleh
bakteri sehingga pH kembali stabil.
Penurunan nilai pH disebabkan karena terjadinya proses biodegradasi
bahan organik. Aktivitas mikroorganisme pendegradasi memungkinkan terjadi
penurunan pH karena senyawa organik telah diuraikan menjadi asam organik.
55
Mikroorganisme dalam suspensi aktif cenderung menggunakan mineral terlarut dari
pemecahan senyawa kimia dalam kondisi asam (Suyasa and dwijani, 2015).
Bakteri pada waktu perlakuan ke 30 adalah Pseudomonas sp.,
Stenotrophomonas sp., dan Pasteurella sp. Seperti diketahui Pseudomonas sp.
Mampu beradaptasi pada pH yang cenderung basa. Menurut penelitian
Sastrawardana (2008) kondisi pH optimum untuk berlangsungnya perombakan zat
warna dengan bakteri Pseudomonas sp. Dicapai pada pH 7-8 dengan efisiensi
perombakan 90-95%. Kebanyakan bakteri hidup dan beraktivitas baik pada
kondisi pH netral. Bila kondisi lingkungan tidak menguntungkan, pertumbuhan
mikroorganisme menjadi terganggu bahkan menyebabkan kematian. Selain
peranan bakteri, tanaman juga berpengaruh terhadap stabilisasi pH. Reaksi antara
CO2 dan dengan unsur yang berada dalam air menyebabkan pH air berangsur-
angsur mendekati 7.
Mackereth et al. (1989) berpendapat bahwa pH juga berkaitan erat dengan
karbondioksida dan alkalinitas. Semakin tinggi nilai pH, semakin tinggi pula nilai
alkalinitas dan semakin rendah kadar karbondioksida bebas. Larutan yang bersifat
asam (pH rendah) bersifat korosif. pH juga mempengaruhi toksisitas suatu
senyawa kimia.
5.2.2. Kapasitas Biofiltrasi Sistem Tanaman
Kapasitas pengolahan dari biofiltrasi sistem tanaman merupakan suatu
ukuran untuk menentukan kemampuan dari suatu sistem ekosistem buatan dalam
menyerap suatu pencemar. Kapasitas pengolahan didefinisikan sebagai suatu
56
kemampuan sistem dalam menurunkan kadar zat pencemar per satuan volume bak
(sistem) per satuan waktu (Sugianthi, 2011). Kapasitas pengolahan dapat
diketahui dengan mengukur penurunan kadar pencemar tertentu selama waktu
tinggal paling efektif dan volume ekosistem buatan tersebut. Waktu efektif pada
masing-masing pencemar berbeda, waktu efektif penurunan kadar rhodamin
terjadi pada jam ke 30, sedangkan kadar TDS dan TSS pada jam ke 36. Perbedaan
waktu efektif parameter pencemar kemungkinan disebabkan karena proses yang
terjadi pada biofiltrasi sistem tanaman dapat terlebih dahulu mendegradasi
rhodamin B menjadi senyawa yang lebih sederhana sehingga waktu yang yang
diperlukan lebih cepat dibandingkan penurunan kadar TDS dan TSS. Volume
maksimum air limbah yang dapat ditampung bak pengolahan dengan skala 125
cm x 58 cm x 36 cm, didapat dengan menuangkan air limbah sedikit demi sedikit
ke dalam biosistem sampai air limbah terisi penuh dalam biosistem yang telah
terisi campuran pasir dan koral serta tanaman ipomea crassicaulis. Hasil
pengukuran yang didapat, volume maksimum bak pengolahan adalah 60 liter atau
0,06 m3.
Hasil pengukuran kapasitas biofiltrasi sistem tanaman terhadap beberapa
parameter dapat dilihat pada tabel 5.7.
Tabel 5.7.
Kapasitas biosistem dari berbagai parameter
No Parameter Ca Ct V tR kapasitas
(mg/L) (mg/L) (m3) (jam) (mg/L/m3jam)
1 Rhodamin B 0,7934 0,3874 0,06 30 0,2256
2 TDS 1261,5537 661,0226 0,06 36 278,0237
3 TSS 40,6687 20,1534 0,06 36 9,497824
57
Dari hasil perhitungan kapasitas rhodamin B sebesar 0,2256 mg/L/m3jam.
Jadi selama waktu tinggal air limbah 30 jam, 0,06 m3 bak pengolahan mampu
menurunkan kadar rhodamin B sebanyak 0,2256 mg/L. Kapasitas nilai TDS
278,0237 mg/L/m3jam, selama waktu tinggal air limbah 36 jam, 0,06 m
3 bak
pengolahan mampu menurunkan nilai TDS sebanyak 278,0237 mg/L. Kapasitas
kadar TSS mg/L/m3jam, selama waktu tinggal air limbah 36 jam, 0,06 m
3 bak
pengolahan mampu menurunkan kadar TSS sebanyak 9,4978 mg/L.
58
BAB VI
SIMPULAN DAN SARAN
6.1. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat ditarik suatu
kesimpulan sebagai berikut :
1. Pengolahan menggunakan biofiltrasi sistem tanaman efektif untuk
menurunkan kadar rhodamin B dan TSS (di atas 50%), namun kurang
efektif untuk menurunkan kadar TDS (di bawah 50%).
2. Kapasitas biofiltrasi sistem tanaman dalam menurunkan kadar rhodamin B
0,256 mg/L/m3jam, TDS 278,0237 mg/L/m
3jam, dan TSS 9,4978
mg/L/m3jam.
6.2. Saran
1. Penambahan jumlah mikroba agar efektivitas sistem pengolahan dapat
berjalan maksimal.
2. Perlu penelitian menggunakan limbah rhodamin B dengan pH netral
sebelum diolah.
3. Penelitian lanjutan mengenai penyebaran rhodamin B pada tanaman,
material alam dan bakteri pendegradasi.
59
DAFTAR PUSTAKA
Alauddin. 2006. Regresi dan Korelasi Linier Sederhana. UIN. Bandung.
Angraeni, Gina., IWB Suyasa dan Wahyu D. 2013. “Pengaruh Perlakuan
Biofiltrasi Ekosistem Buatan Terhadap Penurunan Cod, Nitrat, Dan Ph Air
Limbah Pencucian Rumput Laut” (skripsi). Jurusan Kimia FMIPA
Universitas Udayana. Jimbaran.
Bambang, Widigdo. 1996. Limnologi. Laboratorium Limnologi Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor. Bogor.
BSN. 2004. Standar Nasional Indonesia (SNI) 06-6989.11-2004. Air dan Air
limbah – Bagian 11: Cara Uji Derajat Keasaman (pH) Dengan
Menggunakan Alat pH meter. BSN.Jakarta.
BSN. 2004. Standar Nasional Indonesia (SNI) 06-6989.3:2004. Air dan air
limbah – Bagian 3: Cara Uji Padatan Tersuspensi Total (Total
Suspended Solid , TSS) Secara Gravimetri. BSN. Jakarta.
BSN. 2004. Standar Nasional Indonesia (SNI) SNI 06-6989.27:2004 Air dan air
limbah – Bagian 27: Cara Uji Kadar Padatan Terlarut Total (Total
Dissolved Solids, TDS) Secara Gravimetri. BSN. Jakarta.
BPPT. Petunjuk Teknis Pengolahan Limbah. [cited 2014 April 15]. Available
from URL : http://www.kelair.bppt.go.id/Publikasi/BukuPetnisLimbLH/
04TEXTIL.pdf
Chen, K., Huang, W.,Wu, J.& Houng, J. 1999. Microbial decolorization of azo
dyes by Proteus mirabilis. Journal of Microbiology and Biotechnology.
23: 686-690.
Debora F, Sitompul., Mumu,S., Kancitrha, P. 2013. Pengolahan Limbah Cair
Hotel Aston Braga City Walk dengan Proses Fitoremediasi menggunakan
Tumbuhan Eceng Gondok. Jurnal Institut Teknologi Nasional vol 2 (1).
Djonoputro, ER., Isabel Blackett., Almud Weitz., Alfred Lambertus., Reini
Siregar., Ikabul Arianto dan Job Supangkat. 2012. Buku Panduan : Opsi
Sanitasi Yang Terjangkau Untuk Daerah Spesifik. Water and Sanitation
Program - East Asia & the Pacific (WSP-EAP). Jakarta.
Effendi, H. 2003. Telah Kualitas Air: Bagi Pengelolaan Sumber Daya dan
Lingkungan Periaran. Kanisius. Yogyakarta.
El Hadi, R.M., Husniah, H., Widjajani, Rohmah, D.S., dan Purba, D.B., 2002,
"Rancangan Model Simulasi Pengolahan Limbah Cair Industri
Penyamakan Kulit Menggunakan Serbuk Kaca Bekas dengan Sistem Daur
60
Ulang", Seminar Nasional Perkembangan Riset dan Teknologi di Bidang
Industri, Yogyakarta.
EPA. 2000. Introduction to Phytoremediation. National Risk Management
Research Laboratory Office of Research and Development U.S.
Environmental Protection Agency Cincinnati, Ohio 45268.
Herlambang, A dan R. Marsidi. 2003. Proses Denitrifikasi dengan Sistem Biofilter
untuk Pengolahan Air Limbah yang Mengandung Nitrat. Jurnal Teknologi
Lingkungan, 4(1): 46-55
Heizer, Jay dan Barry Render. 2006. Manajemen Operasi, Edisi tujuh. Salemba
Empat. Jakarta.
Hidayat. 1986. Teori Efektivitas Dalam Kinerja Karyawan. Gajah Mada
University Press. Yogyakarta.
Husin, Amir. 2008. “Pengolahan Limbah Cair Industri Tahu Dengan Biofiltrasi
Anaerob Dalam Reaktor Fixed – Bed” (tesis). Sekolah Pascasarjana
Universitas Sumatera Utara. Medan.
Kemenperin. 2011. Laju Pertumbuhan Industri Pengolahan Non Migas
(Kumulatif). [cited 2014 March 20]. Available from URL
:Http://www.Kemenperin.Go.Id/Statistik/Pdb_Growthc.Php.
Kusnadi. 2003. Mikrobiologi. JICA. Malang.
Kusuma, I.A. 2006. ”Pola Adsorpsi rhodamin B oleh Monmorilonit” (Skripsi)
Jurusan Pendidikan Kimia Fakultas MIPA Universitas Negeri Yogyakarta.
Yogyakarta.
Laksono, E.W. 2009. Kajian Penggunaan Adsorben Sebagai Alternatif
Pengolahan Limbah Zat Pewarna Tekstil. Jurusan Pendidikan Kimia
Fakultas MIPA Universitas Negeri Yogyakarta. Yogyakarta.
Lingga., P. 1992. Bertanam Ubi-Ubian. Penebar Swadaya. Jakarta.
Mackereth FJH, Heron J and Talling JF. 1989. Water Analysis. Freshwater
Biological Association, Cumbria, UK.
Mahida, U. N. 1984. Pencemaran Air dan Pemanfaatan Limbah Industri. C V
Rajawali. Jakarta.
Mattioli, D., Malpei, F., Bortone, G., and Rozzi, A. 2002. “Water Minization and
Reuse In Textile Industry: Analysis, Technologies And Implementation”.
IWA Publishing, Cornwall.
Malik. 2005. Pengolahan dan Pengelolaan Limbah Cair Industri Penyempurnaan
- Tekstil yang Ramah Lingkungan. Universitas Islam Indonesia.
Yogyakarta.
61
Metcalf dan Eddy. 1991. Waste Water Engineering : Treatment Disposal Reuse.
3rd
Edition. Mcgraw-Hill Publishing Company Ltd. New York.
Muchtadi, Tien R., dan Fitriyono A. 2010. Teknologi Proses Pengolahan
Pangan. Alfabeta. Bandung.
Muhammad, R., 2010. Biofiltrasi Limbah Perairan. [cited 2014 october].
Available from URL : http://muhammadr078. student. ipb. ac.id/ 2010 /06/
20/biofiltrasi -limbah- perairan.
Nailufary, L. 2008. “Pengolahan Air Limbah Pencelupan Tekstil Menggunakan
Biofilter Tanaman Kangkungan (Ipomoea Crassicaulis) Dalam Sistem
Batch (Curah) Teraerasi” (skripsi). Universitas Udayana. Jimbaran.
Nasution, MI. 2008. Penentuan Jumlah Amoniak dan Total Padatan Tersuspensi
Pada Pengolahan Air Limbah PT. Bridgestone Sumatera Rubber Estate
Dolok Merangkir. Universitas Sumatera Utara.
O'Neil, Maryadele J. et al, 2006, The Merck Index, Merck Sharp & Dohme Corp.,
a subsidiary of Merck & Co., Inc.
Oram, B. 2010. Total Dissolved Solids. [cited 2014 Desember 5]. Available from
URL : http://www.water-research.net/totaldissolved solids.htm.
Parasara, IGNB. 2015. “Pengolahan Air Limbah Domestik Dengan Biosistem
Tanaman Basah (Contrusted Wetland) di Bandara Ngurah Rai” (tesis).
Program Studi Magister Ilmu Lingkungan Universitas Udayana. Denpasar.
Purnamasari, Dewi Sri and Saebani. 2013. “Pengaruh Rhodamine B Peroral
Dosis Bertingkat Selama 12 Minggu Terhadap Gambaran
Histomorfometri Limpa : Studi pada diameter folikel pulpa putih,diameter
centrumgerminativum dan jarak zona marginalis limpa tikus wistar”
(Undergraduate thesis). Diponegoro University. Semarang.
Rahmacandran, Ganesan, P., Hariharan, S. 2010. Decolorization Of Textile
Effluent-An Overview. Ei (I) Journal, 90.
Reza, R.P., Masdiana C., Padaga., Dyah KW. 2012. Pengaruh Penggunaan
Biosurfaktan Asal Pseudomonas sp. dengan Media Tumbuh Air
Rendaman Kedelai terhadap Kadar Total Suspended Solid (TSS) dan
Lemak pada Bioremediasi Limbah Cair Rumah Potong Ayam (RPA).
Jurnal PKH universitas brawijaya.
Rittmann, B.E., and McCarty, P.L., 2001, Environmental Biotechnology :
Principles and Applications, McGraw Hill International Ed., New York.
Said, Muhammad. 2009. Pengolahan Air Limbah Laboratorium dengan
Menggunakan Koagulan Alum Sulfat dan Poli Aluminium Klorida (PAC).
Jurnal Penelitian Sains. 09:12-08.
62
Sari, YD. 2013. Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Keputusan
Konsumen Dalam Membeli Produk Industri Garment. J.Manajement
Universitas Udayana, 2 (1) : 86-105.
Sastrawidana, I D. K. 2009. “Isolasi bakteri dari Lumpur Limbah Tekstil dan
Aplikasinya untuk Pengolahan Limbah Tekstil Menggunakan System
Kombinasi Anaerob-Aerob” (disertasi). Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Sastrawidana, I Dewa, Bibiana, Fauzi, Anas, D.A. Santosa. 2008. Pengolahan
Limbah Tekstil Sistem Kombinasi Anaerobik-Aerobik Menggunakan
Biofilm Bakteri Konsorsium dari Lumpur Limbah Tekstil. J. Ecotrophic.
Seabloom, R. B. 2004. University Curriculum Development for Decentralized
Wastewater Management : Septic Tanks. Emeritus Professor of Civil and
Environmental Engineering Dept. of Civil and Environmental
Engineering. University of Washington. Washington.
Schnoor, J.L and Mc Cutcheon, S. C. 2005. Phytoremediation Transformation
and Control of Contaminants. Wiley-Interscience Inc. USA.
Stefhany, A, Mumu Sutisna dan Kancitra Pharmawati. 2013. Fitoremediasi
Phospat dengan Menggunakan Tumbuhan Eceng Gondok (Eichhornia
crassipes) pada Limbah Cair Industri Kecil Pencucian Pakaian (Laundry).
Jurusan Teknik Lingkungan. Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan.
Itenas. Bandung.
Sudrajat,S.U. 2006. Fitoremidiasi. PPLH- Universitas Mulawarman
FMIPA.
Sugianthi, R.. 2011. “Pengolahan Air Limbah Pembangkit Listrik PT Indonesia
Power dengan Metode Flotasi dan Biofiltrasi Saringan Pasir Tanaman”
(skripsi). Universitas Udayana. Jimbaran.
Sudyadnyana, Sandhika., IWB Suyasa,, Iryanti ES. 2012. Pengolahan Air Limbah
Pencucian Rumput Laut Untuk Menurunkan Nilai Bod Dengan Sistem
Biofiltrasi Ekosistem (Sbe). Journal chemistry universitas udayana, 6 (2).
Sunarto. 2008. Teknologi Pencelupan Dan Pencapan Jilid I. Departemen
Pendidikan Nasional. Jakarta.
Suratman, Dwi Priyanto, Ahmad Dwi Setyawan. 2000. Analisis Keragaman
Genus Ipomoea Berdasarkan Karakter Morfologi. Biodiversitas, 1 (2) : 72
– 79.
Suriawiria, U. 1985. Mikrobiologi Dasar. Papas Sinar Sinanti. Jakarta.
63
Suwarno, J., Tiarsipeni, Dan Adillah, A. 2003. Penurunan Kadar Fenol Secara
Biologis Dalam Reaktor Filter Anaerob Dua Tahap. Majalah Iptek, 14(2) :
65-72.
Suyasa, I.W.B and Dwijani, Wahyu. 2015. Biosystem Treatment Approach For
Seaweed Processing Wastewater. Journal of Environment and Waste
Management., 2(2) : 059-062.
Suyasa, I.W.B dan Dwijani, Wahyu. 2007. Kemampuan Sistem Saringan Pasir-
Tanaman Menurunkan Nilai BOD dan COD Air Tercemar Limbah
Pencelupan. Ecotrophic., 2(1) : 1-7.
Tarigan, M.S dan Edward. 2003. Kandungan Total Zat Padat Tersuspensi (Total
Suspended Solid) Di Perairan Raha, Sulawesi Tenggara. Bidang Dinamika
Laut, Pusat Penelitian Oseanografi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia,
Jakarta 14430, Indonesia. Makara Sains., 7(3).
Tortora, G.J.,et al. 2001. Microbiology an Introduction. Addison Wesley
Longman Inc. San Fransisco.
Trestiati, M. 2003. “Analisis Rhodamin B pada Makanan dan Minuman Jajanan
Anak SD (Studi Kasus : Sekolah Dasar di Kecamatan
MargaasihKabupaten Bandung)” (tesis). ITB. Bogor.
Ulfin, I. 2001. Penurunan Kadar Cd dan Pb dalam Larutan dengan Kayu Apu :
Pengaruh pH dan Jumlah Kayu Apu. Prosiding Senaki III, Kimia–
FMIPA, ITS. Surabaya.
Ulfin, I dan Widya W. 2001. Study Penyerapan Kromium Dengan Kayu Apu (
Pistia stratiotes,L)* . Akta Kimindo, 1(1) : 41-48
Waluyo, lud. 2004. Mikrobiologi Umum. UMM Press. Malang.
Wolverton, B.C. and M.M. Mcknown. 1975. Water hyacinth for removal of
phenol from polluted water. Journal Aquatic Botany (10): 72721.
Yusuf, G. 2008. Bioremediasi Limbah Rumah Tangga dengan Sistem Simulasi
Tanaman Air-Fakultas MIPA Universitas Islam Makassar. Jurnal Bumi
Lestari. 8 (2) : 136-144.
Young, J.C. 1991. Factors Affecting The Design And Performance Of Upflow
Anaerobic Filters, in Metcalf, Eddy. 2003. Wastewater Engineering :
Treatment, Disposal And Reuse, 4th
Ed. New York: Mcgraw Hill Book
Co.
64
LAMPIRAN
Lampiran 1. Data Uji Pendahuluan Pembibitan Mikroba Sedimen Air
Limbah Pencelupan (Hasil Uji Laboratorium Mikrobiologi Universitas
Udayana)
A. DATA PENELITIAN JUMLAH KOLONI BAKTERI H1 PEMBIBITAN
No. PENGENCERAN JUMLAH KOLONI
TOTAL
Keterangan
1 KONTROL - -
2 10-1
>300 ∞
3 10-2
>300 ∞
4 10-3
250 CFU/ml x 103
250
A: 87
B : 3
C : 156
D : 4
5 10-4
193 CFU/ml x 104 196
A: 40
B: 1
C: 153
D: 2
6 10-5
32
CFU/ml x 105
32
A: 4
C: 27
D: 1
7 10-6
5
CFU/ml x 105
<30
B. DATA PENELITIAN JUMLAH KOLONI BAKTERI H4 PEMBIBITAN
No. PENGENCERAN JUMLAH KOLONI Keterangan
1 KONTROL - -
2 10-1
>300 (1. Isolat A: >300
koloni
Isolat B: 4 koloni)
3 10-2
>300 (1. Isolat A: >300
koloni
Isolat B: 3 koloni
Isolat C: 3 Koloni)
65
4 10-3
>300 (1. Isolat A: >375
koloni Isolat B: 4
koloni)
5 10-4
>300
(1. Isolat A: >347
koloni
Isolat B: 9 koloni)
6 10-5
>300
(1. Isolat A: >304
koloni
Isolat C: 4 koloni)
7 10-6
>300 ∞
(1. Isolat A: >289
koloni
C. DATA PENELITIAN JUMLAH KOLONI BAKTERI H7 PEMBIBITAN
No. PENGENCERAN JUMLAH
KOLONI
Keterangan
1 KONTROL -
2 10-1
>300 A : 13
B : 14
D : >300
3 10-2
>300 A : 10
D : >300
C : 9
4 10-3
>300 A : 9
D : >300
C : 8
F : 4
5 10-4
>300 A : 16
D : >300
F : 5
6 10-5
>300 C : 8
D : >300
7 10-6
>300 C : 6
D : >300
8 10-7
336 CFU/ml x
107
C :6
D : >300
9 10-8
324 CFU/ml x
108
A : 10
D :>300
66
E. DATA PENELITIAN JUMLAH KOLONI BAKTERI H10 PEMBIBITAN
No. PENGENCERAN JUMLAH
KOLONI
Keterangan
1 KONTROL -
2 10-1
>300 A : 5
B : 4
D : >300
3 10-2
>300 A : 4
D : >300
C : 1
4 10-3
62 CFU/ml x
103
D :62
5 10-4
9 CFU/ml x 104 D : 9
6 10-5
1 CFU/ml x 105 D : 1
KETERANGAN
NO. JENIS ISOLAT CIRI-CIRI
1 ISOLAT A Bulat, di bagian tengah putih, bagian
pinggir kuning permukaan licin warna
keruh
2 ISOLAT B Warna putih susu bentuk melebar
seperti bunga, mengkilap, permukaan
licin
3 ISOLAT C Warna putih susu, mengkilap, bulat,
cembung, permukaan licin
4 ISOLAT D Bulat kecil, mengkilap, cembung
permukaan licin, bening kekuningan
5 ISOLAT E Putih, kusam, permukaan rata, tidak
mengkilap,
67
Lampiran 2. Isolat dan Karakter Bakteri dari Rhizodegradasi Limbah
Artificial Rhodamin B (Hasil Uji Laboratorium Mikrobiologi Universitas
Udayana)
A. Morfologi makroskopis isolat yang ditemukan
No. Kode Isolat Keterangan
1 IB1 Bulat kecil, bening kekuningan, mengkilap, tepi utuh,
cembung
2 IB2 Bulat kecil, warna merah muda, mengkilap, tepi utuh
3 IB3 Bulat, transparan, permukaan rata, tepi utuh, cembung
4 IB4 Bulat besar, warna putih susu, mengkilap, tepi utuh,
cembung
5 IB5 Bulat, putih susu, kusam, mengkilap, permukaan rata,
tepi berombak, sedikit cembung
6 IB6 Bulat kecil, putih susu, tidak mengkilap, tepi utuh,
cembung
B. Hasil Isolasi Bakteri dari Proses Rhizodegradasi Limbah Artificial
Rhodamin
No Kode Isolat Populasi Koloni Bakteri
(CFU/g tanah x 108)
T0
1 IB1 131
2 IB2 244
3 IB4 10
T6
1 IB1 122
2 IB3 21
3 IB6 131
T12
1 IB1 150
2 IB4 128
3 IB6 33
T18
1 IB1 279
2 IB4 13
3 IB5 11
T24
1 IB1 54
2 IB3 8
3 IB6 155
T30
1 IB1 154
2 IB3 1
3 IB4 18
68
T36
1 IB1 106
2 IB4 20
3 IB6 188
T42
1 IB1 84
2 IB6 213
T48
1 IB1 109
2 IB4 10
3 IB6 156
69
Lampiran 3. Analisis Data
A. Penentuan Kadar Rhodamin B
1. Penentuan panjang gelombang rhodamin B
Penentuan panjang gelombang diukur dari panjang gelombang 400-650
nm, menggunakan larutan standar rhodamin b 1,5 ppm. Hasil pengukuran
menunjukkan panjang gelombang maksimum dalah 553 nm.
2. Pembuatan Larutan Standar dan Kurva Kalibrasi
No Larutan standar Absorbansi
1 Blanko 0,0000
2 Standar 0,5 ppm 0,0187
3 Standar 1 ppm 0,0385
4 Standar 1,5 ppm 0,0643
5 Standar 2 ppm 0,0860
6 Standar 2,5 ppm 0,0990
0
0.01
0.02
0.03
0.04
0.05
0.06
0.07
400 430 460 490 500 520 530 540 545 550 553 555 560 570 580 600 650
Ab
sorb
an
si
Panjang gelombang (nm)
70
3. Penentuan Kadar Rhodamin B
Absorbansi sampel T(0) = 0,0322
x (kadar rhodamin B dalam sampel) = . . . . . ?
Perhitungan kadar rhodamin B pada sampel :
axby
y = 0.0413x – 0,0005
0,0322 = 0,0413x – 0,0005
0,0322 + 0,0005 = 0,0413x
x =
Dengan cara yang sama diperoleh kadar rhodamin B dalam keseluruhan sampel
yaitu:
Waktu (jam) Absorbansi Konsentrasi (mg/L) Rata-
Rata
(mg/L) I II III I II III
0 0,0322 0,0322 0,0324 0,7918 0,7918 0,7966 0,7934
6 0,0204 0,0204 0,0204 0,5960 0,5960 0,5960 0,5960
12 0,0193 0,0192 0,0192 0,5061 0,5061 0,5061 0,5061
18 0,019 0,019 0,019 0,4860 0,4860 0,4860 0,4860
24 0,021 0,021 0,0211 0,4389 0,4389 0,4389 0,4389
30 0,0156 0,0155 0,0155 0,3898 0,3874 0,3874 0,3882
36 0,014 0,014 0,014 0,3511 0,3511 0,3511 0,3511
42 0,0127 0,0127 0,0127 0,3196 0,3196 0,3196 0,3196
48 0,0112 0,0112 0,0113 0,2833 0,2833 0,2857 0,2841
216 0,0034 0,0034 0,0034 0,0944 0,0944 0,0944 0,0944
y = 0.0413x - 0.0005 R² = 0.994
-0.02
0
0.02
0.04
0.06
0.08
0.1
0.12
0 0.5 1 1.5 2 2.5 3
Ab
sorb
ansi
konsentrasi
71
B. Penentuan kadar TDS (total dissolved solid)
No
Waktu Ulangan Rata-rata
(jam) I II III (mg/L)
1 0 1201,5400 1301,5231 1281,5981 1261,5537
2 6 1101,0200 1107,2341 1102,0590 1103,4377
3 12 1000,5700 1010,3412 1009,5747 1006,8286
4 18 1100,1100 1100,1100 1120,1451 1106,7884
5 24 1071,4100 1071,4100 1062,1682 1068,3294
6 30 940,7000 940,9831 943,1826 941,6219
7 36 661,2800 661,3268 660,4610 661,0226
8 42 461,2400 462,1265 462,1629 461,8431
9 48 439,4200 439,3450 440,4518 439,7389
10 216 356,3564 356,3345 356,3340 356,3416
C. Penentuan kadar TSS (total suspended solid)
No
Waktu Ulangan Rata-rata
(jam) I II III (mg/L)
1 0 40,6740 40,6240 40,7082 40,6687
2 6 40,4760 40,5033 40,4500 40,4764
3 12 40,2460 40,2177 40,5077 40,3238
4 18 32,3280 33,1218 33,0781 32,8426
5 24 30,1580 31,1267 30,1961 30,4936
6 30 28,1700 28,1988 29,1342 28,5010
7 36 20,1180 20,1789 20,1632 20,1534
8 42 20,0980 20,1245 20,1478 20,1234
9 48 12,0700 12,1977 12,1257 12,1311
10 216 10,3291 10,3556 10,3351 10,3399
72
Lampiran 4. Foto-foto penelitian
Gambar 1.
Pembibitan tanaman Ipomea crassicaulis
Gambar 2.
Bak pengolahan beserta tanaman
73
Gambar 3.
Lokasi pengambilan sampel sedimen
Gambar 4.
Seeding mikroba yang berasal dari limbah pencelupan
74
Gambar 5.
Bak pengolahan yang telah diisi limbah rhodamin B
Gambar 6.
Sampel air limbah rhodamin B yang telah diolah
75
Gambar 7.
Pengukuran pH dengan pH meter digital
Gambar 8.
Pengukuran kadar rhodamin B menggunakan spektrofotometri uv-vis.