PENINGKATAN RESPON IMMUN PADA IKAN NILA MARDIANA
Transcript of PENINGKATAN RESPON IMMUN PADA IKAN NILA MARDIANA
i
PENINGKATAN RESPON IMMUN PADA IKAN NILA
(Oreochromis niloticus) DENGAN PEMBERIAN XANTONE
YANG DIEKSTRAK DARI KULIT BUAH MANGGIS
(Garcinia mangostana L)
TESIS
MARDIANA
PROGRAM STUDI ILMU PERIKANAN
PROGRAM PASCA SARJANA
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2013
ii
LEMBAR PENGAJUAN TESIS
PENINGKATAN RESPON IMMUN PADA IKAN NILA
(Oreochromis niloticus) DENGAN PEMBERIAN XANTONE
YANG DIEKSTRAK DARI KULIT BUAH MANGGIS
(Garcinia mangostana L)
Disusun dan diajukan oleh
MARDIANA
Nomor Pokok P 33 002 11 401
Menyetujui:
Komisi Penasehat
Prof.Dr.Ir. Alexander Rantetondok , M.Fish Dr. Ir. Gunarto Latama,
M.Sc
Ketua Anggota
Ketua Program Studi
Ilmu Perikanan
Prof. Dr. Ir. Achmar Mallawa, DEA
Tanggal Pengesahan:
iii
ABSTRAK
MARDIANA. Peningkatan Respon Immun Pada Ikan Nila (Oreochromis niloticus) Dengan Pemberian Xanton Yang Diekstrak dari Kulit Buah Manggis (Garcinia mangostana Linnaeus) (dibimbing oleh Alexander Rantetondok dan Gunarto Latama)
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh pemberian ekstrak kulit buah manggis berupa xantone terhadap peningkatan respon immun pada ikan nila. Penelitian ini dilakukan secara in vitro dan in vivo, Rancangan penelitian didesain menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) dengan pengamatan parameter tingkat kelangsungan hidup, aktivitas lisozim, letupan respirasi dan aktifitas fagositosis.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa adanya pemberian ekstrak xantone pada ikan nila mampu menghambat pertumbuhan bakteri pathogen Aeromonas hydrophila. Hasil analisis ragam ANOVA menunjukkan bahwa ikan nila yang diberikan ekstrak xanton, berpengaruh nyata terhadap tingkat kelangsungan hidup ikan nila (P<0.05). Hasil uji lanjut W-Tukey menunjukkan bahwa tingkat kelangsungan hidup tertinggi ikan nila adalah pada pemberian xanton 2,10 ppm/ekor (perlakuan C) dan tidak berbeda dengan pemberian xanton 2,15 ppm/ekor (perlakuan D) tetapi berbeda terhadap pemberian xanton 2,5 ppm/ekor (perlakuan B) dan kontrol (perlakuan A). Hasil analisis ragam ANOVA menunjukkan bahwa aktivitas lisozim antar perlakuan berpengaruh nyata (P<0.05) dan hasil uji lanjut W-Tukey kontrol berbeda dengan pemberian xanton 2,10 ppm/ekor, 2,15 ppm/ekor dan 2,5 ppm/ekor. Aktifitas fagositosis juga berpengaruh nyata (P<0,05) antara setiap perlakuan, hasil uji lanjut W-Tukey perlakuan kontrol berbeda terhadap perlakuan B, C dan D tetapi antar perlakuan B dan perlakuan D tidak berbeda. Hasil uji lanjut W-Tukey pada letupan respirasi juga menunjukkan perbedaan antara perlakuan control dan C tetapi tidak berbeda antara perlakuan B dan perlakuan D. Kata kunci : Xanton, ikan nilai, Respon Immun.
iv
MARDIANA. The Increase of Immune Respons in Nile Tilapia
(Oreochromis niloticus) Given Xantone Extracted from the Peel of
Mangosteens (Garcinia Mangostana L) Supervised by Alexander
Rantetondok and Gunarto Latama)
This study aims to anlyse the influence xantone extract from
mangosteen peel on the increase of immune response innila tilapia.
The research was conducted in vitro and in vivo by using the
complete random design. The observation parameters were the l survival
rate, lysosyme activity, respiratory burst , and phagocytosis activity.
The result revealed that giving xantone extract to nile tilapia is able
to inhibit the growth of phatogen bacteria (A. hydrophilla). The results of
ANOVA variant analysis revealed that giving xantone extract had
significant difference on the rate survival of nile tilapia (P < 0,05). The
result test of W-Tukey revealed that the highest level of surviva ratel in
nile tilapia was found in C treatment (2,10 ppm), but it was not significand
compare to D treatment (2,15 ppm). It was significant between B
treatment (2,5 ppm) and A (control). The results of ANOVA( variant
analysis) revealed that the lysozyme activity between the treatments had
a real influence (P < 0,05), and the results of further test of W-Tukey on A
(control) were different from B, C and D treatments. The phagocytosis
activities also had a real influence (P < 0,05) in the treatments. The result
of further test of W-Tukey revealed that A treatment was different from B,
C and D treatments; but there was no difference between B and D
treatments. The result of further test of W-Tukey revealed on respiration
explosion also revealed a difference between A and C treatments, but
there was no any difference between B and D treatments.
Keywords: xantone, nile tilapia, immune response
v
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN PENGESAHAN ……………………………………………….. i
KEASLIAN TESIS ………………………………………………………….. ii
ABSTRAK ………………………………………………………………….. iii
ABSTRACT .......................................................................................... iv
KATA PENGANTAR ……………………………………………………….. v
DAFTAR ISI ............................................................................................. ix
DAFTAR TABEL .................................................................................... xii
DAFTAR GAMBAR …………………………………..……………………… xiii
DAFTAR LAMPIRAN …………………………………..……………………. xii
BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang …………………………………………………………. 1
B. Rumusan Masalah …………………………………………………….. 4
C. Tujuan Penelitian ……………………………………………………… 6
D. Manfaat Penelitian ..…………………………………………………… 6
E. Hipotesis Penelitian ..………………………………………………….. 6
F. Kerangka Pikir Penelitian ……………………………………………… 6
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Klasifikasi dan Morfologi Ikan Nila …………………………………. 9
B. Habitat dan Penyebaran Ikan Nila ………………………………….. 10
C. Mekanisme Timbulnya Penyakit …………………………………… 11
D. Imunostimulan………………………………………..……………. 13
vi
E. Buah Manggis (Garcinia mangostana L) ..………………………. 15
F. Kandungan Kimia Buah Manggis serta Manfaatnya ……………. 19
G. Respon Imun………………………………………………………….. 24
H. Letupan respirasi (Respiratory burst) ……………………………… 25
I. Aktivitas Lisozim …………………………………………………….. 27
BAB III. METODE PENELITIAN
A. Waktu dan Tempat ……………………………………………………. 28
B. Alat dan bahan ………………………………………………………. 28
C. Prosedur Penelitian …………………………………………………… 29
1. Ekstrak Kulit Buah Manggis ……………………………………… 29
2. Populasi Bakteri ….. ……………………………………………… 31
3. Hewan uji dan Pemberian Imunostimulan …………………….. 32
4. Uji Tantang ………………………………………………………… 33
D. Peubah yang diamati ………………………………………….. 34
1. Aktivitas letupan respirasi ……………………………………… 34
2. Uji Aktifitas Fagositosis ……………………………..…………… 35
3. Aktivitas Lisosim ……………………………………………….... 36
4. Tingkat Kelangsungan Hidup …………………………………… 38
E. Kualitas Air ……………………………………………………………. 38
F. Analisis Data ……………………………………………………….. … 38
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Aktifitas Letupan Respirasi …………………………………………. 39
B. Aktifitas Fagositosis ………………………………………………… 44
vii
C. Aktifitas lisozim ……………………………………………………… 48
D. Sintasan (%) …………………………………………………………. 51
E. Parameter Kualitas Air …………………..…………………………. 53
BAB V. PENUTUP
A. Kesimpulan …………………………………………………………….. 54
B. Saran ……………………………………………………………………. 54
DAFTAR PUSTAKA
viii
DAFTAR TABEL
Tabel Teks Halaman
1. Rata-rata Nilai Aktifitas Letupan Respirasi .......…............... 39
2. Rata-rata nilai sel fagositosis dengan pemberian xantone yang diekstrak dari Kulit manggis
(Garcinia mangostana) …………………………………......... 44
3. Aktivitas lisozim ikan nila setelah uji tantang ………............ 50
ix
DAFTAR GAMBAR
Gambar Teks Halaman
1. Alur Pikir Penelitian .............................................................. 8 2. Morfologi Ikan Nila (Oreochromis niloticus) ………………... 9 3. Buah Manggis (Garcinia mangostana) …………………….. 16 4. Struktur Senyawa Dasar Xanton …………………………… 21 5. Struktur Senyawa Mongostin ………………………………… 22 6. Lintas Letupan Respirasi pada Neutrofil, Katalase Melakukan Fungsi yang Sama Seperti mieloperoksidase di dalam Macrophage …………. 26
7. Penempatan wadah penelitian setelah pemberian imunostimulan (3 Ulangan) ……………………………… 32
8. Penempatan wadah penelitian setelah uji tantang ...……. 34 9. Histogram Letupan respirasi setiap perlakuan dengan pemberian xantone yang diekstak dari kulit buah manggis (A (kontrol), B (2,5 ppm), C (2,10 ppm), D (2,15 ppm)) ………………………………. 41 10. Macrophage yang terfagosit (Pewarnaan Safranin, Pembesaran 1000x) ………………………………. 46 11. Histogram nilai rata-rata aktifitas fagositosis dengan pemberian xantone yang diekstrak dari kulit manggis. (A (kontrol), B (2,5 ppm), C (2,10 ppm), D (2,15 ppm)) …………………………………………………. 47 12. Grafik linier OD lisozim terhadap masing-masing perlakuan (A (kontrol), B (2,5 ppm), C (2,10 ppm), D (2,15 ppm)) ……………………………………………… 49
13. Sintasan ikan nila setelah uji tantang dengan A. hydrophila pada akhir pengamatan ( A (kontrol),
B (2,15 ppm), C (2,10 ppm), dan D (2,15 ppm)) ….............. 52
x
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Teks
1. Data Sintasan (%) pada Ikan Nila (Orheocromis niloticus)
2. Hasil Analisis Ragam ANOVA dan Uji W-Tukey Sintasan (%)
ikan nila
3. Data Letupan Respirasi pada Ikan Nila
4. Hasil Analisis Ragam dan Uji W-Tukey Letupan Respirasi
5. Data Aktifitas fagositosis Ikan Nila
6. Hasil Analisis Ragam dan Uji W-Tukey Aktifitas fagositosis
7. Nilai aktivitas lisozim ikan uji pada masing-masing perlakuan
8. Hasil Analisis Ragam dan Uji W-Tukey aktivitas lisozim pada
ikan Nila
9. Rata-rata Nilai Kualitas air Selama Penelitian
10. Perhitungan A.hydrophila dengan Metode Mac Farland
11. Sampel uji ikan nila (O. niloticus)
12. Tahapan Proses Penelitian
13. Gambar proses uji lisozim
14. Gambar proses aktifitas letupan respirasi
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sektor perikanan dan kelautan merupakan salah satu sumber
andalan dalam pembangunan perikanan di Indonesia. Produksi perikanan
budidaya sendiri secara keseluruhan diproyeksikan meningkat rata-rata
4,9 % per tahun (KKP, 2010). Target tersebut antara lain didasarkan atas
potensi pengembangan daerah perikanan budidaya yang memungkinkan
di wilayah Indonesia. Melihat besarnya potensi pengembangan daerah
perikanan budidaya serta didukung pasar internasional yang masih
terbuka luas, maka diharapkan sumbangan produksi perikanan budidaya
semakin besar terhadap produksi nasional dan penerimaan devisa Negara
dan keterkaitannya dengan tujuan untuk kesejahteraan petani dan
nelayan (Khairul dkk., 2008)
Ikan nila (Oreochromis niloticus) merupakan spesies yang berasal
dari kawasan sungai Nil dan danau-danau sekitarnya di Afrika. Bentuk
tubuh memanjang, pipi kesamping dan warna putih kehitaman. Jenis ini
merupakan ikan konsumsi air tawar yang banyak dibudidayakan setelah
ikan mas (Cyrprinus carpio) dan telah dibudidayakan di ± 85 negara. Saat
ini, ikan ini telah tersebar ke negara beriklim tropis dan subtropis,
sedangkan pada wilayah beriklim dingin tidak dapat hidup dengan baik.
Nila disukai oleh semua kalangan karena mudah dipelihara, dapat
2
dikonsumsi oleh segala lapisan serta rasa daging yang enak dan tebal
(Khairul dkk., 2008). Tekstur daging Ikan nila memiliki ciri tidak ada duri
kecil dalam dagingnya. Apabila dipelihara di tambak akan lebih kenyal,
dan rasanya lebih gurih, serta tidak berbau lumpur. Oleh karena itu, Ikan
nila layak untuk digunakan sebagai bahan baku dalam industri fillet dan
bentuk-bentuk olahan lain. Ekspor nila dari Indonesia umumnya dalam
bentuk frozen fille (600 g) dan surimi (Wibowo dan Yunizal , 1998).
Nila adalah nama khas Indonesia yang diberikan oleh pemerintah
melalui Direktur Jenderal Perikanan (Sukardi, 2004). Ikan Nila merupakan
ikan berdaging putih, dapat tersedia dalam jumlah banyak dan harganya relatif
murah serta sebagai alternatif sumber protein non-kolesterol. Di dalam negeri,
nila juga digemari oleh karena itu telah banyak dibudidayakan, usaha budidaya
ikan sering terjangkit adanya penyakit ikan yang tidak jarang
menggagalkan pertumbuhan dan kelangsungan hidup ikan sehingga
mengakibatkan kematian massal pada ikan yang dibudidayakan (gagal
panen). Penyakit ikan disebabkan adanya interaksi antara lingkungan,
organisme patogen dan ikan yang tidak seimbang. Penyakit ikan dapat
disebabkan oleh fisika, kimiawi, dan biologis (Feliatra dkk., 2004).
Penyakit yang diakibatkan oleh fisik maupun kimiawi pada umumnya tidak
menular (non-infeksi) misalnya penyakit yang diakibatkan oleh kekurangan
nutrisi, genetik, dan faktor lingkungan, sedangkan penyakit yang
ditimbulkan oleh penyebab biologis kebanyakan menular (infeksi) seperti
penyakit akibat infeksi parasit, bakteri, virus dan jamur.
3
Bakteri yang menyerang hampir semua jenis ikan air tawar yang
dipelihara di tambak adalah bakteri Aeromonas hydrophila (Triyanto,
1990). Penyakit infeksi yang ditimbulkan oleh serangan bakteri ini memiliki
ciri dimana ikan yang terserang umumnya memiliki mulut merah, tubuh
bercak kemerahan, perut kembung dan putus sirip, lemah, sering
berenang ke permukaan berputar-putar dan kehilangan nafsu makan.
Kerugian yang ditimbulkan sangat besar, sebab dalam waktu relatif
singkat ikan akan mati secara massal (Susanto, 1988). Penyakit ikan
biasanya timbul berkaitan dengan lemahnya kondisi ikan yang disebabkan
beberapa faktor antara lain penanganan ikan, pakan yang diberikan
sangat berlebihan dan keadaan lingkungan yang kurang mendukung.
Usaha penanggulangan penyakit dapat berupa pengobatan dan
pencegahan. Usaha penanggulangan yang paling efisien adalah berupa
pencegahan penyakit dengan cara pemberian imunostimulan.
Imunostimulan adalah zat kimia, obat-obatan, stressor, atau aksi
yang meningkatkan respon imun non-spesifik atau bawaan (innate-
immune respon) yang berinteraksi secara langsung dengan sel dari sistem
yang mengaktifkan respon imun bawaan tersebut (Syakuri dkk., 2003).
Selanjutnya imunostimulan adalah suatu zat yang mempunyai
kemampuan untuk meningkatkan ketahanan tubuh terhadap infeksi.
Bermacam-macam imunostimulan dapat digunakan salah satunya adalah
Jinten hitam (Nigella sativa) yang berpotensi sebagai imunostimulan
karena mampu meningkatkan system kekebalan tubuh dalam menghadapi
4
patogen. Tumar (2006) melaporkan bahwa ekstrak jinten hitam (Nigella
sativa) dapat menghambat atau bahkan dapat membunuh bakteri
Aeromonas hydrophila.
Imunostimulan dapat digunakan sebagai terapi tambahan untuk
penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus, bakteri dan parasit serta
membantu meringankan gejala penyakit infeksi, serta mempercepat
proses penyembuhan pada ikan (Rantetondok, 2002). Jika belum terkena
penyakit, imunostimulan bisa dipakai sebagai tindakan preventif untuk
mencegah penyakit, serta untuk meningkatkan daya tahan tubuh. Terapi
tambahan disini berarti imunostimulan bukanlah merupakan obat utama
yang melawan penyakit, tetapi hanya membantu mempercepat proses
penyembuhannya saja. Namun demikian, imunostimulan akan lebih
bermanfaat pada kondisi dimana sistem kekebalan tubuh mengalami
penurunan. Oleh karena hal tersebut diatas, penelitian ini digunakan
xanton yang diekstrak dari kulit buah manggis sebagai salah satu alternatif
penanganan penyakit yang ramah lingkungan.
B. Rumusan Masalah
Ikan nila sangat terkenal sebagai ikan yang sangat tahan terhadap
perubahan lingkungan hidup, namun penggunaan beberapa antibiotik
dapat menyebabkan kerusakan lingkungan akibat penggunaan yang tidak
mengikuti aturan, olehnya itu sekarang banyak dilakukan penelitian untuk
usaha pencegahanan penyakit. Salah satu cara adalah dengan
5
penggunaan imunostimulan berupa pemberian Xanton yang diekstrak dari
kulit buah manggis yang dapat meningkatkan sistem kekebalan tubuh
baik spesifik maupun non-spesifik, karena dapat meningkatkan aktifitas
fagositosis dari pertahanan seluler dan respon imun (Suksamran, 2003).
Manggis (Garcinia mangostana L.) yang berasal dari suku gutiferae
merupakan salah satu buah-buahan tropis yang paling dikenal secara
luas dan memiliki daya tarik universal karena kualitas dalam warna,
bentuk dan flavour. Manggis dikenal sebagai “Queen of fruits” dan
tersebar di seluruh India, Myanmar, Malaysia, Philippina, Sri Lanka, dan
Thailand.
Pericarp (peel, kulit, dan isi) dan buah manggis yang telah matang
digunakan sebagai obat tradisional untuk mengobati sakit perut, diare,
disentri, luka infeksi, nanah, dan lambung kronis (Uksamrar, dkk., 2006).
Xanthones, terpenoids dan sugars telah dilaporkan dari berbagai bagian
(pericarp, buah utuh, kulit, dan daun) manggis dan beberapa dari mereka
telah menunjukkan berbagai kegiatan biologis (Peres dkk., 2000). Lebih
lanjut farmakologi itu juga memiliki beberapa properti termasuk antitumor,
antibakteri antifungal, anti-inflamasi antioksidan, antiplasmodial (Jung,
2006) dan kegiatan cytotoxic immunostimulating aktivitas manggis belum
banyak dieksplorasi. Oleh karena itu penelitian ini ini dimaksudkan untuk
mengevaluasi peningkatan respon immun non-spesifik pada ikan nila (O.
niloticus) yang diekstrak dari kulit buah manggis.
6
C. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh
pemberian ekstrak kulit buah manggis berupa Xanton terhadap
peningkatan respon imun pada ikan nila yaitu berupa letupan respirasi,
aktifitas fagositosis dan aktivitas lisosim serta tingkat kelangsungan hidup
pada ikan nila.
D. Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai bahan informasi
mengenai fungsi dari imunostimulan yang diekstrak dari buah kulit
manggis berupa Xanton yang diberikan pada ikan nila sehingga dapat
meningkatkan produksi ikan nila.
E. Hipotesis
Respon imun pada ikan nila dengan pemberian Xanton dari ekstrak
kulit manggis dapat meningkatkan Immunostimulan pada ikan nila
sehingga dapat menunjang kelangsungan hidup.
F. Kerangka Pikir Penelitian
Ikan nila terkenal sebagai ikan yang sangat tahan terhadap
perubahan lingkungan hidup baik tawar maupun payau, tapi salah satu
kendala pembenihan maupun budidaya adalah serangan dari beberapa
penyakit yang menyebabkan gagal panen oleh sebab itu untuk
7
meningkatkan ketahanan tubuh maka ikan yang di budidaya diberi
imunostimulan berupa esktrak kulit buah manggis.
Penanganan penyakit ini dapat berupa pengobatan dengan
menggunakan obat-obatan dan bahan kimia, selain itu juga dapat
dilakukan dengan pemberian imunostimulan, vaksin, dan rekayasa
genetik, tetapi dengan pemakaian obat-obatan dan antibiotik dapat
menyebabkan resistensi bakteri dan berdampak negatif sehingga dapat
merugikan karena tindakan tersebut tidak ramah lingkungan. Dengan
meningkatkan imun berupa senyawa Xanton yang diekstrak dari kulit buah
manggis diharapkan menjadi alternatif dalam pertahanan terhadap
serangan penyakit khususnya bakteri Aeromonas hydrophila.
8
Gambar 1. Alur Pikir Penelitian
9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Klasifikasi dan Morfologi Ikan Nila
Gambar 2. Morfologi Ikan Nila (Oreochromis niloticus)
Ikan nila mempunyai bentuk tubuh lebih pendek. Tubuhnya lebih
tebal, warna tubuhnya hitam keputihan, kepalanya relatif kecil, sisik
berukuran besar, kasar, tersusun rapi, matanya besar, menonjol dan
bagian tepinya berwarna putih. Gurat sisi (linea lateralis) terputus
dibagian tengah badannya, dagingnya cukup tebal dan tidak terdapat duri-
duri halus di dalamnya (Gambar 2).
Ikan nila memilki lima buah sirip, yakni sirip punggung (dorsal fin),
sirip dada (pectoral fin), sirip perut (ventral fin), sirip anus (anal fin) dan
sirip ekor (caudal fin). Sirip punggunya memanjang dari bagian atas tutup
ingsang hingga bagian atas sirip ekor, terdapat juga sepasang sisrip dada
dan sirip perut yang berukuran kecil. Sirip anusnya hanya satu buah dan
berbentuk agak panjang, sedangkan sirip ekornya berbentuk bulat dan
10
hanya berjumlah satu buah .Ikan nila merupakan jenis ikan konsumsi air
tawar dengan bentuk tubuh memanjang dan pipih ke samping dan warna
putih kehitaman.
Menurut Amri dan Khairuman (2003) secara taksonomi ikan nila
diklasifikasikan sebagai berikut :
Filum : Chordata
Sub filum : Vertebrata
Super kelas : Pisces
Kelas : Osteichtyes
Famili : Chilchilidae
Ordo : Percoidea
Genus : Oreochromis
Spesies : Oreochromis niloticus
B. Habitat dan Penyebaran Ikan Nila
Ikan nila bersifat euryhaline sehingga habitat hidupnya sangat
luas, meliputi perairan tawar, muara sungai dan payau, serta tahan
terhadap perubahan kondisi lingkungan yang cukup ekstrim. Akan tetapi,
pada fase benih masih rentan terhadap perubahan lingkungan yang
drastis terutama adalah salinitas (Arie U, 2000). Secara langsung,
salinitas air mempengaruhi tekanan osmotic cairan tubuh ikan. Apabila
osmotic lingkungan (salinitas) berbeda jauh dengan tekanan osmotic
cairan tubuh (kondisi tidak ideal) maka osmotic media/air akan menjadi
11
beban bagi ikan sehingga dibutuhkan tekanan yang osmotic besar untuk
mempertahankan osmotic tubuhnya agar tetap berada pada keadaan
yang ideal. Dengan demikian, semakin jauh perbedaan tekanan osmotik
antara cairan tubuh dan lingkungan, semakin banyak energi metabolisme
yang dibutuhkan untuk melakukan osmoregulasi sebagai upaya adaptasi.
C. Mekanisme Timbulnya Penyakit
Rantetondok (2011) mengemukakan penyakit didefinisikan sebagai
suatu keadaan patologi pada tubuh yang ditandai dengan adanya kondisi
abnormal baik secara histologi maupun fisiologi. Selanjutnya Austin dan
Austin (1999) mengemukakan terjadinya penyakit infeksi dalam sistim
budidaya disebababkan oleh interaksi inang, patogen dan lingkungan atau
stressor eksternal yaitu perubahan lingkungan yang tidak menguntungkan,
tingkat hygienik yang buruk dan stres.
Timbulnya penyakit berhubungan erat dengan keadaan lingkungan.
Organisme penyebab penyakit seperti parasit, jamur, dan virus akan cepat
menimbulkan penyakit, karena lingkungan yang kurang baik. Hal ini
sejalan dengan pernyataan Tashlihan dalam Irianto (2005) bahwa
penyakit timbul apabila keadaan lingkungan yang tidak stabil, misalnya
salinitas yang tiba-tiba menurun secara drastis akibat turun hujan,
temperatur telalu tinggi, kadar oksigen terlalu rendah sehingga organisme
air mengalami stres. Menurut Rantetondok (2011) penyakit dapat
disebabkan oleh berbagai jenis penyebab penyakit seperti protozoa,
bakteri, cendawan, dan virus. Ditambahkan oleh Rukyani (1993) penyakit
12
pada organisme diklasifikasikan menjadi dua bentuk, yaitu (1) Penyakit
infeksi/parasit, apabila penyakit disebabkan oleh organisme seperti virus,
jamur, protozoa dan cacing; (2) Penyakit non-infeksi/non-parasiter,
apabila penyakit bukan disebabkan oleh organisme tetapi dapat
disebabkan berupa parameter lingkungan, defisiensi nutrisi, keracunan
dan faktor genetis.
Kemampuan organisme mempertahankan diri dari serangan
penyakit tergantung pada kesehatan organisme dan kondisi lingkungan.
Jika kesehatan organsime menurun atau kondisi lingkungan yang kurang
mendukung, maka organsime akan mengalami stres. Hal ini akan
menyebabkan kemampuan organisme mempertahankan diri dari
serangan penyakit menurun sehingga patogen dengan mudah menyerang
organisme. Selanjutnya Menurut Irianto (2005) stres adalah suatu
keadaan saat suatu hewan tidak mampu mengatur kondisi fisiologis yang
normal karena berbagai faktor merugikan yang mempengaruhi kondisi
kesehatannya. Lebih jauh dijelaskan bahwa stres adalah sebagai
pengaruh segala bentuk perubahan atau tantangan lingkungan yang
mendorong homeostatik atau proses-proses penyeimbang lainnya
melebihi batas kemampuan normal segala tingkatan organisasi biologis,
seperti populasi, atau ekosistim. Stres akan mempengaruhi faktor
perlindungan alami ikan seperti mukus, sisik, kulit, lisozim, antibodi, dan
reaksi inflamasi
13
D. Imunostimulan
Imunostimulan adalah zat yang dapat menyebabkan peningkatan
Innate Immunity dan Adative Immunity (Anderson dalam malina, 2005).
Sakai dalam Malina (2005) mengkaji penelitian status penggunaan
imunostimulan pada ikan. Imunostimulan seperti glucan, citin, lactoferin,
levamisol, serta faktor gizi seperti vitamin B dan C, hormon pertumbuhan
dan prolactin merupakan imunostimulan yang dapat meningkatkan
ininnate immunity seperti aktifitas sel fagositosis, aktivitas lisosim. Namun,
beberapa imunostimulan tidak dapat digunakan karena berbagai
kekurangan, seperti biaya tinggi, efektifitas terbatas dan lain-lain.
Imunostimulan adalah zat kimia, obat-obatan, stressor, atau aksi yang
meningkatkan respon imun non-spesifik atau bawaan innate immune respon)
yang berinteraksi secara langsung dengan sel dari sistem yang mengaktifkan
respon imun bawaan tersebut. Imunostimulan adalah zat-zat yang dapat
meningkatkan daya tahan tubuh terhadap infeksi penyakit, bukan meningkatkan
respon imun spesifik (acquired immune respon), tetapi meningkatkan respon
imun non-spesifik baik melalui mekanisme pertahanan humoral maupun
pertahanan seluler (Sakai, 1999). Ikan telah diketahui lebih mengandalkan
mekanisme sistem kekebalan non-spesifiknya atau bahawan (innate immune
sistem) dari pada sistem kekebalan spesifiknya atau adaptif (Anderson, 1992)
Keuntungan imunostimulan dalam budidaya;
1. Efektif dan ramah lingkungan
14
2. Tidak ada efek samping
3. Mengembangkan ketahanan terhadap resiko berbagai penyakit
4. Tersedia secara lokal
5. Imunostimulan bertindak melalui mekanisme sebagai berikut:
stimulator Limfosit- T,levamisol, adjuvant, glucan, murmyl
dipeptida
6. Stimulator sel-B, lipopolysaccharides
7. Agen inflamasi menginduksi chematoxis-silia dan partikel
carbon
8. Faktor Nutrisi-Vitamin C dan E
9. Cytokine leukotriene, interferon
Pada umumnya, imunostimulan meningkatkan aktifitas
macrophage, melengkapi, fagosit, limfosit dan sel toxic non-spesifik,
mengakibatkan perlawanan dan perlindungan terhadap berbagai penyakit.
Pengaruh senyawa β-glucan tergantung pada reseptor sel untuk
mengikat sistem imun. Setelah mengikat reseptor sinyal intraseluler dapat
terjadi yang mengakibatkan produksi enzim, melengkapi komponen,
oksida radikal dan sitokin sebagai komponen dasar imunostimulan.
Beberapa imunostimulan bisa merangsang sel-sel pertahanan untuk
memproduksi antibody misalnya melengkapi komponen, memfasilitasi
lisis bakteri sedangkan imunostimulan lain dapat menyebabkan
peningkatan pemberantasan mikroorganisme tergantung pada reseptor
yang terlibat.
15
Imunostimulan dapat digunakan sebagai terapi tambahan untuk
penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus, membantu meringankan
gejala penyakit infeksi, serta mempercepat proses penyembuhannya. Jika
belum terkena penyakit, imunostimulan bisa dipakai sebagai tindakan
preventif untuk mencegah penyakit, serta untuk meningkatkan daya tahan
tubuh. Terapi tambahan disini berarti imunostimulan bukanlah merupakan
obat utama untuk mengobati penyakit, tetapi hanya membantu proses
pengobatan dan penyembuhan. Namun demikian, imunostimulan akan
lebih bermanfaat pada kondisi dimana sistem kekebalan tubuh mengalami
penurunan. Dan imunostimulan tidak dianjurkan bagi orang yang
menderita penyakit dimana sistem kekebalan tubuhnya sendiri beraksi
berlebihan (disebut penyakit autoimun), seperti lupus, multipel sklerosis,
rematoid artritis; atau juga pada pasien yang telah menjalani transplantasi
organ tubuh dan mendapatkan obat untuk menekan reaksi penolakan
tubuh terhadap organ transplant (Raa, 1996).
E.. Buah Manggis (Garcinia mangostana L)
Taksonomi dari tumbuhan buah Manggis dapat dilihat pada
sistematika di bawah ini :
Divisi : Spermatophyta
Sub Divisi : Angiospermae
16
Kelas : Dicotyledoneae
Bangsa : Parietales
Suku : Gutiferae
Marga : Garcinia
Spesies : Garcinia mangostana L (Anonim, 2005).
Secara jelasnya buah manggis dapat dilihat pada gambar 3
Gambar 3. Buah Manggis (Garcinia mangostana)
Manggis (Garcinia mangostana L.) merupakan tanaman buah
berupa pohon yang berasal dari hutan tropis yang teduh di kawasan Asia
Tenggara yaitu hutan belantara Malaysia atau Indonesia. Di Indonesia
manggis disebut dengan berbagai macam nama lokal, seperti manggu
(Jawa Barat), manggus (Lampung), manggusto (Sulawesi Utara),
manggista (Sumatera Barat).
G. mangostana adalah salah satu dari genus tumbuhan buah
dalam famili Guttiferae dengan jumlah spesies yang banyak. Genus
tumbuhan ini terkenal dengan nama kelompok manggis-manggisan,
Daun
Kelopak
Tangkai buah
Kulit sebagai
bahan ekstrak
Isi/Biji
17
tersebar di daerah dataran rendah hutan tropis Asia, Afrika, New
Caledonia, dan Polynesia. Di Indonesia sekitar 91 spesies tersebar di
pulau Sumatera, Jawa, Sulawesi, dan Maluku. Secara tradisional
beberapa spesies dari genus ini telah digunakan untuk pengobatan.
Buah manggis (G. mangostana L.), termasuk dalam family
Guttiferae dan merupakan species terbaik dari genus Garcia. Manggis
termasuk buah eksotik karena memiliki warna yang menarik dan
kandungan gizi yang tinggi, karena itu buah manggis memiliki prospek
yang cukup baik untuk dikembangkan. Potensi manggis tidak hanya
terbatas pada buahnya saja, tetapi juga hampir seluruh bagian tumbuhan
manggis menyimpan potensi yang sangat bermanfaat bagi kehidupan
manusia (Heyne, 1987).
Beberapa spesies dari genus ini telah diteliti secara
berkesinambungan baik kandungan kimia maupun aktivitas biologinya.
Pada genus Garcinia ini banyak ditemukan senyawa xanton, benzofenon,
depsidon dan triterpen yang bersifat anti bakteri, antoksidan, dan
antikanker (Uksamranr dkk., 2006). Beberapa senyawa antioksidan
yang ditemukan dari genus ini menunjukkan aktivitas yang lebih tinggi,
dibandingkan dengan senyawa antioksidan yang sudah dikenal.
Ekstrak manggis mempunyai efek anti mikroba terhadap
Propionibacterium acne. Alfa mangostin juga mempunyai aktivitas anti
bakteri terhadap Mycobacterium tuberkulosis. Tanaman manggis yang
18
mengandung xanton telah terbukti dapat digunakan sebagai antioksidan,
anti inflamasi, anti malaria, antiacne, dan anti mikroba (Melviani, 2010).
Kulit kayu, kulit buah, dan lateks kering Garcinia mangostana
mengandung sejumlah zat warna kuning yang berasal dari dua metabolit
yaitu alfa mangostin dan β-mangostin yang berhasil diisolasi.Alfa
mangostin merupakan komponen utama sedangkan β-mangostin
merupakan konstituen minor. Metabolit baru yaitu 1,3,6,7-tetrahidroksi-2,8-
di(3-metil-2-butenil) santon yang diberi nama alfa mangostanin dari kulit
buah Garcinia mangostana (Mardawati dkk, 2008).
Alfa mangostin adalah serbuk tak beraturan yang berwarna kuning,
dengan titik lebur antara 180-181 °C, pada pengukuran dengan UV λ
maksimum yang diperoleh adalah 215, 243, 317 nm, sedangkan pada IR
diperoleh λ maksimum sebesar 3422, 2922, 1642, 1610 nm. Alfa
mangostin larut dalam heksan (Suksamrarn dkk, 2003).
Buah manggis selain terkenal karena rasanya, ternyata
mengandung banyak sekali nutrisi. Buah ini banyak mengandung serat
dan karbohidrat, serta mengandung banyak sekali vitamin A, B2, B6 dan
vitamin C dan berbagai mineral seperti zat besi, kalsium, dan kalium.
Kandungan stilbenes pada buah manggis Garcinia mangostana L juga
sangat bermanfaat sebagai anti fungi (Suksamrarn, 2006).
F. Kandungan Kimia Buah Manggis Serta Manfaatnya
Kandungan senyawa kimia hasil metabolit sekunder buah
manggis adalah xanton, mangostin dan tanin (Heyne, 1987). Menurut
19
hasil penelitian, kulit buah manggis memiliki aktivitas HIV tipe I (Chen,
1966), antibakteri, antioksidan dan anti metastasis pada kanker usus
(Tambunan, 1998). Tumbuhan ini menghasilkan berbagai macam
senyawa aktif yang memberikan efek farmakologi. Umumnya, senyawa
aktif tersebut tidak berperan penting dalam metabolisme tumbuhan,
sehingga sering disebut sebagai metabolit sekunder (Stepp dan
Moerman, 2001). Metabolit sekunder telah lama diketahui sebagai
sumber terapi medis yang efektif dan penting, misalnya sebagai obat anti-
bakteri dan anti-kanker (Sukamat dan Ersam. 2006). Senyawa ini secara
terus menerus menjadi sumber utama berbagai obat berkhasiat penting
(Harvey, 2000).
Kulit buah manggis merupakan bagian buah manggis yang
membungkus daging buah dan kulit buah manggis mengandung air
62,05%, abu1,0%, lemak 0,63%, protein 0,71%, total gula 1,17%, dan
karbohidrat 35,61% (Llinuma dkk., 1996). Sedangkan kandungan yang
terdapat dalam daging buah manggis antara lain gula sakarosa,
dekstrosa, dan levulosa. Rasio bagian buah yang dikonsumsi dengan
bagian buah yang dibuang, dalam hal ini kulit buahnya yang mencapai 2/3
bagian buah atau 66,6% (Suksamranr, 2006). Oleh sebab itu diperlukan
upaya untuk memanfaatkannya.Kendala dalam pemanfaatan kulit buah
manggis adalah rasanya pahit. Rasa pahit pada kulit buah manggis
tersebut ada kaitannya dengan kandungan tanin yang terdapat di dalam
jaringan kulit buah manggis. Senyawa tannin merupakan asam tannat,
20
secara teoritis suatu senyawa yang bersifat asam basa dapat dinetralkan
dengan larutan basa, yang akan membentuk garam tannat dan air.
Menurut Heyne (1987) kandungan senyawa kimia hasil metabolism
sekunder buah manggis adalah :
1. Xanton
Xanton merupakan derivat dari difenil-γ-pyron, yang memiliki
nama IUPAC 9H-xantin-9-on. Xanton terdistribusi luas pada tumbuhan
tinggi, tumbuhan paku, jamur, dan tumbuhan lumut. Sebagian besar
xanton ditemukan pada tumbuhan tingkat tinggi yang dapat diisolasi dari
empat suku, yaitu Guttiferae, Moraceae, Polygalaceae dan Gentianaceae
(Herlina dan Taslim, 2006). Xanton dilaporkan memiliki aktivitas
farmakologi sebagai anti bakteri, antifungi, antiinflamasi, antileukemia,
antiagregasi platelet, selain itu xanton dapat menstimulasi sistem saraf
pusat dan memiliki aktivitas antituberkulosis secara in-vitro pada bakteri
Mycobacterium tuberculosis (Bruneton, 1999). Xanton jenis gentisin dan
mangiferin memiliki aktivitas sebagai antitumor dan inhibitor monoamin
oksidase (Robinson, 1995). Disamping itu juga xanton sebagai anti
mikrobakteri (Suksamrarn dkk, 2003), dan juga sebagai antiradikal
bebas atau antioksidan (Lannang dkk, 2005).
Gambar 4. Struktur Senyawa Dasar Xanton (Uksamranr, 2006)
21
Xanton adalah senyawa polifenol dari senyawa keton siklik
polifenol dengan rumus molekul C13H8O2. Strukture dasar xantone terdiri
atas tiga benzene dengan satu benzene yang terdapat ditengahnya
berupa keton (Gambar 4). Khasiat Xanton dari kulit buah manggis
merupakan substansi kimia alami yang tergolong senyawa polyphenolic.
Senyawa Xanton dan derivatnya dapat diisolasi dari kulit buah manggis
(pericarp) dan mengandung 3-isomangostin, alpha-mangostin, beta-
mangostin, gamma-mangostin, garcinone A, garcinone B, C, dan D,
maclurin, mangostenol, catechin, potassium, calsium, posphor, besi,
vitamin B1, B2, B6, dan vitamin C. Xanton sebagai antioksidan yang
kuat, sangat dibutuhkan dalam tubuh sebagai penyeimbang prooxidant
(reducing radicals, oxidizing radicals, carboncentered, sinar UV metal, dll).
(Suksamrarn, 2006).
2. Mangostin
Mangostin merupakan senyawa turunan dari xanton (Gambar 5)
yang dihasilkan oleh buah manggis yang sangat berperan sebagai
antioksidan. Senyawa ini dapat menghambat HIV-AIDS (Chen, 1966).
Untuk menghambat separuh virus HIV membutuhkan 5,7 µg/mL ekstrak
G. mangostana. Semakin kecil dosis berarti semakin kuat ekstrak dalam
menghambat virus.
Kulit buah manggis mengandung senyawa antioksidan tinggi yaitu
alfa mangostin dan gammamangostin. Berkat antioksidan itu kekebalan
tubuhpun meningkat. Antioksidan bereaksi dengan radikal bebas dengan
22
cara mengurangi konsentrasi oksigen, mencegah pembentukan singlet
oksigen yang reaktif, mencegah inisiasi rantai pertama dengan
menangkap radikal primer seperti radikal hidroksil, mengikat katalis ion
logam, mendekomposisi produk-produk primer radikal bebas. Radikal
bebas adalah molekul yang sangat reaktif karena memiliki elektron tidak
berpasangan pada orbital luarnya sehingga dapat bereaksi dengan
molekul sel tubuh dengan cara mengikat elektron sel tersebut, dan
mengakibatkan reaksi berantai yang menghasilkan radikal bebas baru
(Putri, 2007).
Gambar 5. Struktur Senyawa Mongostin (Uksamranr, 2006)
Kandungan alpha-mangostin dan gamma-mangostin pada buah
manggis juga bersifat sebagi anti bakteri. Alpha-mangostin juga diketahui
mempunyai efektivitas yang sama baiknya dengan antibiotika yang berada
di pasaran seperti amphicillin dan minocycline (Uksamranr, 2006).
3. Tanin
Tanin secara umum didefinisikan sebagai senyawa polifenol yang
memiliki berat molekul cukup tinggi (lebih dari 1000 µg/mL) dan dapat
23
membentuk kompleks dengan protein. Berdasarkan strukturnya, tanin
dibedakan menjadi dua kelas yaitu taninterkondensasi (condensed
tannins) dan tanin-terhidrolisiskan (hydrolysable tannins). Tanin-
terhidrolisiskan merupakan derivat dari asam galat (1) yang teresterkan.
Berdasarkan strukturnya, tanin ini dibedakan menjadi dua kelas yaitu,
gallotanin danellagitanin.Perbedaan struktur keduanya adalah adanya
ester asam galat (1) pada gallotanin dan ester asam heksahidroksidifenat
(HHDP) (2) pada ellagitanin.Kedua ester asam tersebut berikatan dengan
glukosa. Ellagitanin yang dihidrolisis akan menghasilkan asam elagat (3)
(Harbone, 1996). Oksidasi perangkaian (oxidative coupling) pada gugus
galoil (4) dari gallotanin akan menghasilkan ellagitanin.Seperti halnya
dengan metabolit sekunder lainnya, sejauh ini ellagitanin diketahui tidak
memiliki fungsi yang penting bagi metabolisme tumbuhan.Justru dalam hal
fungsi morfologi dan ekologi, ellagitanin menunjukkan perannya.Lepas
dari fungsi tersebut, ellagitanin diketahui memiliki nilai tersendiri bagi
manusia, khususnya dalam dunia kesehatan (Moosophin dkk., 2010).
Aktivitas biologis dan farmakologi yang telah diketahui antara lain,
penghambatan karsinogenensis, anti-tumor, antivirus, anti-oksidasi
(peroksidasi lipida, lipoksigenase, oksidasi xanthin, dan oksidasi
monoamin), anti hipertensi, anti bakteri dan jamur, anti diabetes.Tanin
dapat menghambat pembentukan oksigen aktif yang dapat menyebabkan
oksidasi. Baik gallotanin maupun ellagitanin, merupakan senyawa anti-
oksidan yang cukup berpotensi (Moosophin dkk., 2010).
24
G. Respon Imun
Menurut Yuwono (2008), Imun atau kekebalan merupakan sistem
mekanisme pada organism yang melindungi tubuh dari pengaruh biologis
luar dengan mengidentifikasi dan membunuh pahogen serta sel tumor.
Sistem ini mendeteksi berbagai macam pengaruh biologis luar yang luas,
organisme akan melindungi tubuh dari infeksi bakteri, virus sampai cacing
parasit serta menghancurkan zat-zat asing dan memusnahkan dari sel
organisme yang sehat dan jaringan agar tetap dapat berfungsi seperti
biasa. Deteksi sistem ini sulit karena adaptasi pathogen dan memiliki cara
baru agar dapat menginfeksi organisme.
Agen asing yang terdapat dalam imunitas dapat dikenali dan dapat
memicu produksi molekul protein khusus secara umum disebut antibody.
Anti bodi merupakan senjata utama respon humoral. Reseptor sel T yang
akan mengenali agensia asing tersebut secara spesifik dan mengikatnya
molekul yang dapat diikat oleh reseptor sel T yang disebut antigen
(antibody generating surface).
Salah satu yang berperan dalam sistem imun pada ikan yaitu sel
darah, yang membawa oksigen, bahan makanan, produk eksresi melalui
tubuh pada jaringan dan organ yang berbeda. Darah disirkulasi oleh aksi
mekanis organ khusus yang disebut jantung. Darah terdiri dari sel-sel
darah dan plasma darah yang berperan dalam sel darah putih. Sel darah
putih dikenal dengan leukosit. Leukosit berbeda dengan sel lain di dalam
tubuh karena leukosit tidak berasosiasi secara ketat dengan organ atau
25
jaringan tertentu. Melainkan bekerja secara independen seperti organism
sel tunggal dan mampu bergerak secara bebas dan berinteraksi dan
menangkap serpihan seluler, partikel asing atau mikroorganisme
penyusup (Yuwono, 2008).
H. Letupan respirasi (Respiratory burst)
Bila partikel (mikroorganisme) ditelan oleh neutrofil terjadilah suatu
rangkaian peristiwa biokimiawi yang meningkatkan penghancuran partikel
dan pertama terjadi peningkatan glikolisis yang menyebabkan produksi
sejumlah besar asam laktat dalam fagolisosim.Keadaan ini membantu
menyediakan Iingkungan yang optimal bagi aktivitas enzim proteolitik
lisozom. Kedua adalah peningkatan dan “heksosa monofosfat langsir”
yang tercerinin dari peningkatan nyata konsumsi zat asam di dalam sel.
“letupan respirasi” ini mengakibatkan peningkatan pergantian nikotinamid
adenine dinukleotida fosfat tereduksi (NADPH2) Pemutaran kembali
NADPH2 dengan perantaran enzim dismufase superoksida (SOD) dan
meoliperoksidase menghasilkan pembentukan metabolit zat asam yang
sangat reaktif. Termasuk di dalamnya hydrogen peroksida, superoksida
anion (O2-), zat asam singlet (O), radikal hidroksil, kloramin dan aldehida
yang bersifat toksik bagi mikroorganisme.Pentingnya letupan respirasi ini
diperlihatkan oleh pengamatan bahwa hewan yang kekurangan dismutase
superoksida atau mieloperoksidase menderita infeksi bakteri berulang
(Tizard, dalam Rantetondok, 2002).
26
Untuk jelasnya letupan respirasi dapat dilihat pada Gambar 6 di
bawah ini: .
PRODUK YANG BAKTERISIDAL
Gambar 6. Lintas Letupan Respirasi pada Neutrofil., Katalase
Melakukan Fungsi yang Sama Seperti mieloperoksidase di
dalam Macrophage (Tizard, dalam Rantetondok, 2002).
27
I. Aktivitas Lisozim
Lisozim merupakan respon imun non-spesifik yang sangat berperan
dalam pertahanan tubuh ikan. lisozim adalah enzim yang memutuskan
ikatan β-1,4-glikosida antara asam-N-asetil glukosamin dengan asam-N-
asetil muramat pada peptidoglikan sehingga dapat merusak dinding sel
bakteri. Air kemudian dapat masuk ke dalam sel dan menyebabkan sel
menggelembung dan akhirnya pecah, proses tersebut disebut dengan lisis
(Gabriel, et al., 2009). Lisozim dapat ditemukan pada sekresi hewan
termasuk air mata, saliva, dan cairan tubuh yang lainnya sebagai
mekanisme pertahanan tubuh terhadap infeksi bakteri.
Lisozim dapat membunuh bakteri apabila lingkungan tempat
bakteri tersebut tidak berada dalam keadaan isotonis yaitu konsentrasi zat
terlarut di dalam sel dan di luar sel (lingkungan) seimbang sehingga
sekalipun dinding sel bakteri pecah, air tidak akan masuk ke dalam sel
dan lisis tidak terjadi. Dalam hal ini, sel yang sudah kehilangan dinding
sel tersebut dinamakan sebagai protoplas. Keadaan isotonis tersebut
dapat dibuat dengan cara menambahkan zat terlarut seperti sukrosa pada
lingkungan sel (biasanya berupa cairan seperti air). Sebaliknya, apabila
sel berada dalam lingkungan yang hipotonis yaitu konsentrasi zat terlarut
di dalam sel lebih tinggi daripada lingkungannya, air akan berdifusi masuk
ke dalam sel dan menyebabkan sel pecah (lisis).
28
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan pada Februari sampai dengan Juni
2013. Ekstraksi Xanton dilakukan di Laboratorium Farmakologi Fakultas
Farmasi UNHAS, Kultur bakteri dilakukan di Balai Besar Karantina Ikan
Hasanuddin Makassar, Uji Imunologis di lakukan di Laboratorium Parasit
dan Penyakit Ikan Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan (FIKP)
Universitas Hasanuddin. Pemeliharaan Ikan Nila dan pemberian
imunostimulan serta uji tantang dilakukan di Hatchery Mini FIKP
Universitas Hasanuddin.
B. Alat dan bahan
Alat yang digunakan pada penelitian ini terbagi atas beberapa
bagian yaitu untuk ekstraksi menggunakan kertas saring whatman no.
40, timbangan elektrik, rotary evaporator dan erlenmeyer, untuk uji
aktifitas lysosim menggunakan plate well 96 well, mikropipet dan
microplate reader (Biored model 450), tabung reaksi, cawan petri. Untuk
uji letupan respirasi menggunakan sentrifuge merk heraeus dan
mikroplate reader (Biored model 450). Uji aktifitas fagositosis
menggunakan mikroskop, mikropipet, incubator,oven, lampu spiritus,spoit
29
(gauge hypodermic needle) haemocytometer, Sedangkan pemeliharaan
ikan nila menggunakan akuarium, toples, gelas ukur,aerator, selang aerasi
dan batu aerasi.
Sedangkan bahan yang digunakan adalah kulit buah manggis,
ethanol, akuades, Aeromonas hydrophila, Micrococcus luteus, PBS pH 7,4
ikan nila (O. niloticus) yang berukuran 10-12 cm. Nitrobule Tetrazolium
(HBSS) (Gibco) ininus phenol red, Methanol, DMSO4 (Dimethyl sulfoxide)
(SIGMA), Phenol Red Solution (PRS) (Sigma) dan Hank’s balance salt
solution yang digunakan pada uji letupan respirasi.
C. Prosedur penelitian
1. Ekstrak Kulit Buah Manggis
Pembuatan ekstrak kulit buah manggis dilakukan dengan
menggunakan metode maserasi. Bagian kulit yang diambil adalah bagian
kulit terluar, kemudian kulit buah dicuci hingga bersih lalu dikeringkan
dengan suhu ruangan dan bantuan cahaya matahari selanjutnya
dihaluskan dengan menggunakan blender dan diayak dengan saringan
hingga didapatkan bubuk halus berupa tepung.
a. Ekstraksi Etanol (Doughari 2006)
Metode ini berdasarkan pada penelitian Doughari (2006). Sampel
yang sudah digiling, kemudian ditimbang sebanyak ± 100 g. Setelah itu,
sampel diekstraksi secara maserasi dengan etanol 70%, lalu disaring dan
dipekatkan dengan rotary evaporator sampai diperoleh residu kering
30
(ekstrak etanol). Ekstrak ditimbang dan dihitung rendemennya dengan
persamaan sebagai berikut.
Rendemen ekstrak = �
� x 100% x fk
Keterangan:
a = bobot ekstrak (g)
b = bobot contoh awal (g)
fk = faktor koreksi = (1-kadar air)
b. Uji Fitokimia (Harborne 1987)
Ekstrak yang telah diperoleh kemudian dilakukan uji kualitatif
kandungan senyawa (uji fitokimia), seperti,alkoloid, flavonoid, saponin,
steroid dan β-glucan dengan menggunakan metode Harbonne (1987).
c. Uji Flavonoid
Sebanyak 1 ml ekstrak dilarutkan dalam 1-2 ml methanol 50% dan
dipanaskan pada suhu 500C kemudian didinginkan dan ditambahkan
logam Mg ke dalam tabung reaksi bertutup, Kenudian ditambahkan 4-5
tetes larutan HCl pekat. Adanya Flavonoid ditunjukkan dengan perubahan
warna merah, kuning atau jingga.
31
d. Uji Toksisitas terhadap ikan Nila (Meyer dkk. 1982)
Uji toksisitas dengan menentukan nilai konsentrasi dilakukan untuk
menentukan konsentrasi ambang untuk pengujian in vitro. Uji toksisitas
ekstrak dilakukan dengan menggunakan benih ikan nila ukuran 11-12 cm
sebanyak 5 ekor per wadah dimasukkan ke dalam toples yang berisi air
tawar yang sudah disterilkan dan dilengkapi aerator kemudian diberi
ekstrak dengan dosis 2,5 ppm, 2,10 ppm dan 2,15 ppm dan akan diamati
selama 24 jam, jumlah hewan uji yang mati dihitung.
2. Populasi Bakteri
Populasi bakteri Aeromonas hidrophyla dihitung dengan
menggunakan metode Mac Farland. Isolat dikultur pada media broth
selama 24 jam sebanyak 10 mL, selanjutnya dikultur pada media 100 mL
dan 1 L. bakteri dipanen dan disentrifus sebanyak dua kali dengan
penambahan PBS sebanyak 10 mL. Hasil panen bakteri diambil 1 mL,
diukur absorbansinya pada spektrofotometer dan selanjutnya diukur
dengan metode Mac-Farland. Populasi bakteri Aeromonas hydrofila
adalah 106 cfu/mL.
3. Hewan uji dan Pemberian Imunostimulan
Ikan yang digunakan adalah ikan nila dengan ukuran ± 10–12 cm
yang diperoleh dari Hatchery Mini Fakultas ilmu Kelautan Universitas
Hsanuddin dan dipelihara dalam akuarium ukuran 30 x 30 x 30 dengan
32
kepadatan 10 ekor/bak. Aklimatisasi dilakukan selama 1 minggu dan
penggantian/penambahan air sebanyak 10-25% total volume.
Rancangan percobaan yang digunakan pada penelitian ini adalah
rancangan acak lengkap (RAL) dengan dosis penambahan berupa
Xantone dan ekstrak kulit buah manggis. Penelitian ini menggunakan 4
unit percobaan dengan 3 kali ulangan yaitu:
(A) : Kontrol (Larutan Fisiologis 0,85%)
(B) : 2,5 ppm/ekor
(C) : 2,10 ppm/ekor, dan
(D) :2,15 ppm / ekor
Penyuntikan imunostimulan berupa Xanton diekstrak dari kulit buah
manggis dengan konsentrasi larutan 2:1 (Ekstrak Xantone dan
aquadest/miliQ), penyuntikan ikan uji menggunakan spoit syringe
berukuran 1 ml dilakukan secara intramuscular. Masa pemeliharaan
setelah pemberian imunostimulan 96 jam dengan pengacakan unit-unit
percobaan.
Adapun penempatan wadah penelitian adalah sebagai berikut:
Gambar. 7. Penempatan wadah penelitian setelah pemberian
imunostimulan (3 Ulangan)
D2 C3 D1 B1
A2 B3 B2 A1
C2 D3 A3 C1
33
(A) : Kontrol (Larutan Fisiologis 0,85%)
(B) : 2,5 ppm/ekor
(C) : 2,10 ppm/ekor, dan
(D) : 2,15 ppm/ekor
4. Uji Tantang
Uji tantang dilakukan untuk melihat ketahanan terhadap bakteri
setelah pemberian imunostimulan ekstrak kulit buah manggis selama 96
jam dengan kontak Iangsung antar individu dan ikan uji. Adapun prosedur
yang akan dilakukan adalah sebagai berikut:
a. Uji tantang dengan Aeromonas hydrophila dilakukan setelah
pemeliharaan ikan selama 96 jam (±4 hari);
b. Ikan yang diuji tantang dipelihara di hatchery mini Fakultas Ilmu
Kelautan dan Perikanan Universitas Hasanuddin masing-masing
sebanyak 10 ekor ikan tiap ulangan;
c. Selanjutnya ikan dimasukkan ke dalam akuarium dan dilakukan
penginfeksian dengan Aeromonas hydrophila melalui pemaparan.
d. Setelah pemaparan dengan Aeromonas hydrophila dilakukan
pemeliharaan ikan suhu dibawah 30°C (suhu optimum untuk
perkembangbiakan bakteri Aeromonas hydrophila) selama 96 jam.
e. Selama pemeliharaan ikan di akuarium dilakukan pengamatan
tingkah laku ikan dan gejala klinis, penghitungan parameter darah
setelah uji tantang, dan RPS (Relative Percent Survival);
f. Penempatan wadah penelitian dengan menggunakan Akuarium
sebanyak 12 unit adalah sebagai berikut:
34
Gambar 8. Penempatan wadah penelitian setelah uji tantang
D. Peubah yang diamati
Indikator yang digunakan untuk menguji efektifitas imunostimulan
adalah aktivitas bakterisidal menurut Rantetondok (2002), aktivitas letupan
respirasi, aktivitas fagositosis, aktifitas lysozim dan survival rate setelah uji
tantang menurut Song dkk. dalam Rantetondok (2002).
1. Aktivitas letupan respirasi
Untuk mengukur intensitas “Letupan respirasi” dilakukan
pengukuran anion superoksida (O2-) karena anion superoksida adalah
produk utama yang dilepaskan dan letupan respirasi. Adapun prosedur
yang dilakukan adalah :
1. Darah ikan yang akan diambil yaitu pada pangkal ekor sebanyak 1
ml dengan menggunakan gouge hypoderinic needle srying volume 2
ml yang berisi antikoagulant (0,01 Mtris Had, 0,25 M sucrose, 0,1 M
Sodium citrat, pH 7,6)
2. Darah ikan disentrifugasi pada kecepatan 300 rpm selama 10 menit.
D2 C3 D1 B1
A2 B3 B2 A1
C2 D3 A3 C1
35
3. Resultant pellet leukosit diresuspensi pada 107 sell/ml dalam MCHBSS
(10 mM CaCl2, 3 mM mgCl2, 5 mM MgS04, 24 mg HBSS),
4. 100 µL leukosit suspensi ditambahkan ke dalam tiap well (106
leukosit/well), kemudian disimpan dalam incubator shaker selama 1
jam pada suhu kamar yang dikocok secara terus menerus
menggunakan shaker.
5. Sesudah supernatan dikeluarkan 100 µL MCHBSS ditambahkan dan
leukosit distain dengan fenol red selama 30 menit pada suhu kamar.
6. Ditambahkan metanol absolute dan dicuci dengan metanol 70%
sebanyak 3 kali.
7. Leukosit dikeringkan dan dicuci dengan larutan H2SO4 2,5 N sebanyak
2 µL dan 140 µL DMSO4 untuk melarutkan cytoplasinic formazan.
8. Diletakkan di atas microplate reader OD(Optical Density) 450 nm
9. Untuk memperoleh nilai n mol O2-/ 106 sel hasil pembacaan OD(Optical
Density) dikali dengan 15.87( faktor koreksi) darah yang dikumpulkan
dari ikan uji secara individual.
10. Untuk melihat pengaruh dan imunostimulan, di tera di atas mikroplate
reader nilainya dibandingkan dengan kontrol dan dianalisa data
menggunakan RAL.
2. Uji Aktifitas Fagositosis
Untuk melakukan pengukuran darah pada ikan nila , kapiler
hematokrit dipotong pada batas antara eritrosit dan leukosit. Bagian
leukosit ditampung pada tabung effendorf. Leukosit sebanyak 100 µl
36
dimasukkan pada microplate well, kemudian ditambah dengan Aeromonas
hydrophila (kepadatan 105 sel/ml) dengan volume yang sama. Leukosit
dengan Aeromonas hydrophila dicampur dengan cara pipeting, kemudian
diinkubasi selama 20 menit. Selanjutnya 5 µl sampel dan mikroplate well
diletakkan diatas obyek glas dan dibuat preparat ulas dan di diamkan
hingga kering angin. Fiksasi dengan ethanol/methanol absolut selama 5
menit dan dikeringkan selanjutnya diwarnai dengan safranin (0,15%) atau
Giemsa (7%) selama 10 menit dan diamati dibawah mikroskop dengan
pembesaran 1000 X. Aktifitas fagositosis dinyatakan dengan jumlah sel
yang memfagosit bakteri/100 sel fagosit yang diamati dikali 100% (Wagner
dan Jurcic, dalam Wulansari, 2009).
Preparat hapus dari masing-masing perlakuan diamati dibawah
mikroskop dan dihitung aktivitas fagositosis (SFA) yaitu, jumlah sel yang
aktif memfagosit sel bakteri dalam 100 sel fagositosis yang dinyatakan
dalam persen (Wagner dan Jurcic dalam Wulansari (2009).
Aktifitas fagositosis = �����������������������
��������������������x 100%
3. Aktivitas Lisosim
Pengukuran lisis dan dinding sel bakteri akan digunakan
spektrofotometer dengan metode turbidimetri mengikuti petunjuk Ellis
(1996). Adapun prosedur yang dilakukan adalah :
37
1. Menyiapkan micrococcus luteus yang telah ditumbuhkan selama 1 x 24
jam dalam inkubator.
2. Mengambil darah sampel dan kontrol.
3. Memasukkan dalam plate well
a. 1940 µl (2 x 970 µl) larutan micrococcus luteus + 60 µl PBS 7,4
buffer (kontrol positif)
b. 1940 µl (2 x 970 µl) larutan micrococcus Iuteus + 60 µl darah pada
sampel perilakuan
c. 1940 µl (2 x 970 µl) larutan micrococcus luteus menambahkan 60
µl darah pada sampel kontrol
d. 2000 µl kontrol dissolved water (aquadest solution). Perhitungan
nilai lisosim menggunakan regresi linier sederhana (Gaspersz,
1991).
e. Hasil pembacaan pada Bioo Microplate Reader dianalisis
menggunakan persamaan regresi. Enzim unit (EU) merupakan
jumlah enzim yang menyebabkan penurunan absorbansi
0,001/menit. Cara menghitung aktivitas lisozim, yakni :
Aktivitas Lisozim (EU/mL) = (OD awal – OD akhir) x 1000 = A menit
= A A Volume darah (mL)
38
4. Tingkat Kelangsungan Hidup
Tingkat kelangsungan hidup dihitung dengan menggunakan
rumus:
SR= ��
��X 100%
Keterangan:
SR = survival rate (%)
Nt = jumlah ikan pada waktu t (ekor)
No = jumlah ikan pada awal (ekor)
E. Kualitas Air
Sebagai data penunjang dilakukan pula pengukuran beberapa
parameter kualitas air dalam penelitian ini seperti suhu, pH, oksigen
terlarut dan amoniak. Untuk suhu dan pH dilakukan setiap hari
sedangkan oksigen dan amoniak dilakukan pada pertengahan dan akhir
penelitian.
F. Analisis Data
Untuk melihat pengaruh perlakuan data dianalisis dengan
menggunakan sidik ragam (ANOVA) Jika perlakuan berpengaruh nyata
dilanjutkan dengan Uji W-Tukey dengan menggunakan program
SPSS 16.
39
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Aktifitas Letupan Respirasi
Tabel 1. Rata-rata nilai aktifitas letupan respirasi
Perlakuan Rata-rata letupan respirasi (N mol O2-/106 sel)
A 0,5396 ± 0,1474a
B 2,0102 ± 0,9005a
C 3,7242 ± 0,2550b
D 2,6027 ± 0,7222ab
Keterangan : Huruf yang berbeda pada kolom yang sama menyatakan perbedaan
pengaruh antar perlakuan pada taraf 0,01 (P<0,01)
Rata-rata letupan respirasi (N mol O2-/106 sel darah/ml) pada
perlakuan B 2,0102 N mol O2-/106 sel , perlakuan C 3,7242 N mol O2
-/106
sel dan perlakuan D 2,6027 N mol O2-/106 sel sedangkan nilai rata-rata
letupan respirasi pada kontrol (perlakuan A) adalah 0,5396 N mol O2-/106
sel . Nilai rata-rata letupan respirasi tersebut menunjukkan bahwa setiap
perlakuan pada penelitian yang diperoleh pada uji sampel darah yang
diberi xanton yang diekstrak dari kulit manggis seperti yang terlihat pada
analisis sidik ragam menunjukkan bahwa pemberian xanton memberikan
pengaruh terhadap letupan respirasi dari hematokrit ikan nila.
40
Uji jarak berganda Tukey (Lampiran 3) menunjukkan kontrol
(perlakuan A) tidak berbeda nyata dengan perlakuan B (2,5 ppm) tetapi
berbeda nyata dengan perlakuan C (2,10 ppm). Perlakuan B dengan
perlakuan C juga berbeda nyata tetapi tidak berbeda nyata dengan
perlakuan D (2,15 ppm). Perbedaan ini disebabkan adanya ekstrak xanton
pada perlakuan dimana ekstrak kulit manggis ini memiliki kemampuan
untuk menghambat poliferase sel bakteri karena mengandung senyawa
antioksidan berupa xanton (Soosean, 2010), sejalan dengan pendapat
Gopalakrishan dkk (1997) bahwa tanaman yang mengandung produk
seperti D-limone, Ugenol, hinokinol, Citral andally-isothiocyanate, xanton
memiliki aktifitas antimikroba dan imunostimulan.
Letupan respirasi merupakan lintasan metabolik yang tidak nampak
pada sel dalam keadaan tenang karena dimaksudkan untuk menghasilkan
substansi yang sangat mematikan bakteri dengan cara reduksi oksigen
secara partial. Letupan respirasi timbul pada setiap gangguan membran
sel macrophage dan tidak tergantung pada proses fagositosis. Hal ini
dibuktikan dengan memberikan zat yang larut termasuk imun kompleks
dapat terjadi letupan respirasi tanpa adanya fagositosis (Subowo, 2007).
Pada letupan respirasi dilakukan pengukuran anion superoksida (O2-)
karena anion superoksida adalah produk utama yang dilepaskan dari
letupan respirasi.
41
Rata-rata letupan respirasi dalam bentuk histogram seperti terlihat
pada gambar 9 dibawah ini :
Gambar 9. Histogram Letupan respirasi setiap perlakuan dengan
pemberian xanton yang diekstak dari kulit buah manggis (A
(kontrol), B (2,5 ppm), C (2,10 ppm), D (2,15 ppm))
Perlakuan memberikan pengaruh terhadap letupan respirasi pada
sampel darah ikan nila. Nilai letupan respirasi ini memperkuat nilai uji
tantang dengan bakteri Aeromonas hydrophila dimana penggunaan
ekstrak xanton sebesar 2,10 ppm juga memperlihatkan tingkat
kelangsungan hidup yang tinggi.
Sebagaimana yang dijelaskan oleh Noguchi dan Niki (1999) bahwa
oksigen esensial dapat berubah menjadi molekul yang memiliki toksisitas
yang tinggi. Satu dari kebanyakan senyawa reaktif adalah superoksida
0,0000
0,5000
1,0000
1,5000
2,0000
2,5000
3,0000
3,5000
4,0000
4,5000
kontrol Xanton (2,5 ppm) Xanton (2,10 ppm) Xanton (2,15 ppm)
Letu
pan
Re
spir
asi
(N
mo
l O2
- /1
06 s
el)
Perlakuan
C
B
D
B
A AB
A
42
anion (O2-) yang merupakan radikal bebas. Radikal bebas adalah atom
atau molekul yang mengandung elektron yang tidak berpasangan pada
orbit luarnya. Molekul terdiri atas atom dengan elektron yang berpasangan
pada kulit terluarnya, sedangkan radikal bebas umumnya merusak
molekul lain terutama molekul pada sel.
Nitrogen oksida adalah molekul yang penting dan mempengaruhi
ststem kardiovaskuler, NO merupakan senyawa yang besifat toksik dan
berumur pendek, berupa molekul gas yang diproduksi oleh enzim NO
sintase dengan cara mengubah asam amino arginin menjadi NO dan
sitrulin (Becker, dkk 2000). Molekul ini diproduksi oleh neuron dan
macrofage, memiliki jumlah electron ganjil dan sebahai radikal bebas.
Molekul ini relatif stabil namun berekasi cepat bila bertemu dengan
senyawa yang mengandung elektron yang tidak berpasangan.
Radikal bebas diproduksi secara normal pada fungsi imunitas,
diperlukan oleh sel imun untuk membunuh patogen dan
mengeluarkannya, dalam keadaan over produksi pada kondisi patogenik
menyebabkan kerusakan sel imun dan menimbulkan imunosupresi.
Dibutuhkan keseimbangan oksidan-antioksidan untuk mengatur fungsi
sistem imun dalam menjaga integritas dan fungsi lipida membran, protein
seluler, asam nukleat serta mengatur ekspresi gen (Wu dan Medani
1999).
Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan adanya kemampuan
ekstrak kulit buah manggis yang menghambat poliferase sel bakteri
43
karena mengandung senyawa antioksidan berupa xanton. Sebagaimana
pendapat Zoosean (2010) bahwa xanton merupakan salah satu bahan
aktif dari Garcinia mangostana yang berperan dalam meningkatkan
system pertahanan tubuh terhadap serangan mikroorganisme melalui
sustem yang kompleks.
Antioksidan adalah senyawa kimia yang memiliki kemampuan
untuk memberikan hydrogen radikal. Sebagai akibatnya senyawa tersebut
mampu mengubah sifat radikal menjadi non radikal dan terjadi perubahan
non oksidasi radikal oleh antioksidan. Struktur molekul antioksidan bukan
hanya memiliki kemampuan melepas atom hidrogen tetapi juga mengubah
radikal menjadi reaksi aktifitas rendah sehingga tidak terjadi reaksi dengan
lemak. Antioksidan terdiri atas antioksidan endogen yang dihasilkan oleh
tubuh sendiri dan antioksidan eksogen yang berasal dari luar
(imunostimulan) (Jadav dkk., 1996; Manampiring dkk., 2000).
Tingginya nilai absorbansi mengindikasikan tingginya konsentrasi
oksigen peroksida yang merupakan unsur penting bagi kehidupan
organisme.
44
B. Aktifitas Fagositosis
Tabel 2. Rata-rata nilai sel fagositosis dengan pemberian xanton yang
diekstrak dari Kulit manggis (Garcinia mangostana)
Perlakuan Aktifitas fagositosis (%)
A 10,3407 ± 0,7811a
B 39,8140 ± 6,2598b
C 90.6343 ± 1,5062c
D 47,1477 ± 2,7417b
Keterangan : Huruf yang berbeda pada kolom yang sama menyatakan perbedaan
pengaruh antar perlakuan pada taraf 0,01 (P<0,01)
Berdasarkan persentase nilai jumlah sel yang memfagositosis
maka didapatkan persentase jumlah sel yang memfagosit dari dua
sumuran (duplo) dan dihitung rata-ratanya terlihat bahwa persentase sel
macrophage yang aktif Nampak adanya perbedaan yang nyata antara
setiap kelompok yang diberi imunostimulan dengan kelompok tanpa
pemberian imunostimulan (Kontrol). Hasil tertinggi didapatkan pada sel
darah ikan nila yang diberi dosis 2,10 ppm yaitu 90,6343% dibandingkan
dengan kontrol yang hanya 10,3407%.
Berdasarkan hasil analisis ragam perlakuan yang diberikan
berpengaruh nyata terhadap aktifitas fagositosis (P<0,05) dan
berdasarkan uji lanjut W-tukey didapatkan bahwa perlakuan A (Kontrol)
berbeda dengan perlakuan B (2,5 ppm), C (2,10 ppm) dan D (2,15 ppm),
tetapi antar perlakuan B dan perlakuan D tidak berbeda nyata. Hal ini
45
menandakan aktifitas fagositosis pada ikan uji berbeda dengan ikan yang
tidak diberi bahan uji berupa xanton. (Lampiran 4). Aktifitas fagositosis ini
menyebabkan ikan uji memiliki kemampuan yang tinggi untuk melawan
penyakit yang disebabkan oleh A. hydrophyla.
Fagositosis adalah suatu proses aktif yang dimulai dengan engulf
patogen oleh sel macrofage, kemudian patogen akan dimasukkan
kedalam fagosome yang akan mengalami reaksi oksidase-reduksi
sehingga derajat keasamannya meningkat. Selain fagosome di dalam
macrofage juga terdapat lysosom yang berisi lebih dari 50 macam enzim
yang berfungsi untuk mencerna zat-zat yang masuk kedalamnya. Enzim
yang paling khas di dalam lysozom yaitu acid phosphatase. Makrofage
yang teraktifasi mempunyai jumlah lysozom yang meningkat dan
menghasilkan serta melepaskan interleukin-1 yang sangat berperan
dalam proses inflamasi. Selanjutnya macrofage akan mempresentasikan
antigen kepada sel limfosit T sebagai awal Antigen Presenting Cells dan
ini merupakan awal respon imun spesifik (Raa, 1992).
Aktifitas fagositosis macrophage merupakan suatu fenomena yang
kompleks dan dipengaruhi oleh macrophage activating factor (MAF) akan
merangsang transkripsi berbagai gen yang menyandi berbagai protein
yang diperlukan untuk aktifasi macrophage. Oleh karena itu aktifitas
macrophage akan meningkat setelah pemberian imunostimulan berupa
xanton yang diekstrak dari kulit manggis dan mengandung zat yang dapat
berperan sebagai macrophage activating factor . Makrophage mempunyai
46
masa hidup yang lebih lama daripada sel fagosit granulositik dan tetap
dapat bekerja pada pH yang rendah, Makrophage terlihat pada Gambar
10 dibawah ini.
Gambar 10. Macrophage yang terfagosit (Pewarnaan Safranin,
Pembesaran 1000x)
Makrophage dapat mengenali adanya phatogen karena adanya
reseptor permukaan yang dapat membedakan antara patogen dan sel
inang. Reseptor permukaan yang dapat ditemukan pada sel macrophage
yaitu scavenger reseptor yang dapat mengikat lipoteichoid acids yang
merupakan komponen dinding bakteri gram positif, mannose receptors
dan glucan receptor yang dapat berikatan dengan komponen karbohidrat
dari bakteri, dan toll-like reseptor yang dapat mengenali komponen-
komponen yang terdapat pada mikroorganisme.
47
Gambar 11. Histogram nilai rata-rata aktifitas fagositosis dengan
pemberian xanton yang diekstrak dari kulit manggis. (A
(kontrol), B (2,5 ppm), C (2,10 ppm), D (2,15 ppm))
Aktifitas fagositosis ditandai dengan tehnik pewarnaan bakteri yang
terfagosit dalam neutrophil. Dalam pewarnaan antara sel yang aktif dan
yang tidak aktif akan terwarnai. Nilai aktifitas fagositosis merupakan salah
satu indikator untuk menentukan patogenitas bakteri yang difagosit.
(Wulansari, 2009) (Gambar 11). Semakin rendah nilai aktifitas fagositosis
maka semakin patogen bakteri tersebut. Dalam penelitian yang dilakukan,
aktifitas fagositosis terendah terjadi pada perlakuan kontrol dimana tidak
diberikan ekstrak xanton tetapi diberikan larutan fisiologis. Hal ini sejalan
dengan Salasia (1998) dalam penelitiannya membuktikan bahwa bakteri
patogen dan non patogen dapat difagosit oleh neutrophil, namun bakteri
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
kontrol Xanton (2,5 ppm) Xanton (2,10 ppm) Xanton (2,15 ppm)
Akt
ifit
as f
ago
sito
sis
(%)
Perlakuan
A
A
B
AB
48
patogen difagosit dalam jumlah yang lebih sedikit bila dibandingkan
dengan bakteri non patogen.
Proses fagositosis diawali oleh pergerakan (kemotaktik), pelekatan
(adhesi/attachment), penelanan (ingestion), degranulasi dan pembunuhan
(killing). Inisiasi pergerakan karena dilepaskannya zat mediator tertentu
yaitu factor leukotaktik/kemotaktik dari antigen/neutrophil/makrofag
sebelumnya telah berada di lokasi antigen. Proses penempelan hingga
penghancuran terlihat dilakukan oleh sel-sel fagosit seperti monosit dan
neutrophil. Proses penelanan bakteri terjadi karena sel fagosit membentuk
tonjolan pseudopodia, membentuk kantong yang mengelilingi bakteri
sebingga terperangkap dalam vakuola fagosom, dalam sel fagosit ini,
bakteri akan didegradasi oleh fagolisosom (Bratawijaya, 2002)
C. Aktifitas lisozim
Hasil regresi linier (Gambar 12) menunjukkan bahwa optical
density lisozim pada ikan uji yang mendapat perlakuan dengan ekstrak
kulit buah manggis memperoleh nilai R2 yang lebih tinggi dibandingkan
kontrol. Nilai R2 tertinggi pada perlakuan D (2,15 ppm), diikuti oleh
perlakuan B (2,5 ppm), perlakuan C (2,10 ppm) dan terendah pada
kontrol. Hasil perhitungan aktivitas lisozim dapat dilihat pada Lampiran 7.
49
Gambar 12. Grafik linier OD lisozim terhadap masing-masing
perlakuan
(A (kontrol), B (2,5 ppm), C (2,10 ppm), D (2,15 ppm))
Berdasarkan hasil analisis ragam, perlakuan yang diberikan
berpengaruh nyata terhadap aktivitas lisozim (P<0.05) dan hasil uji lanjut
W-Tukey menunjukkan bahwa perlakuan A (kontrol) berbeda nyata
terhadap perlakuan B (2,5 ppm) , terhadap perlakuan C (2,10 ppm) dan
perlakuan D (2,15 ppm) (Lampiran 8). Aktivitas lisozim ini menyebabkan
ikan uji mempunyai kemampuan yang tinggi untuk melawan penyakit yang
disebabkan infeksi A. hydrophila. Perbedaan aktivitas lisozim pada ikan
dapat bervariasi sesuai dengan umur, strain genetik, fisiologis, infeksi
50
patogen yang berbeda dan lingkungan yang berbeda (Saurabh dkk.,
2008).
Tabel 3. Aktivitas lisozim ikan nila setelah uji tantang
Perlakuan Aktifitas lisozym (mg/mL)
A 21,115 ± 0,08532a
B 120,796 ± 0,02572b
C 153,333 ± 0,05536c
D 135,369 ± 0,13336d
Keterangan: Huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan hasil yang
berbeda nyata (p<0.05).
Ellis (1990) mengemukakan lisosim adalah enzim yang mempunyai
aktivitas anti bakteri yang bertindak sebagai hidrolase dengan merusak
ikatan β (1-4) pada lapisan peptidoglikan pada dinding sel bakteri. Bakteri
dihancurkan baik secara langsung ataupun diopsonisasi melalui
fagositosis. Pada saat itulah lisozim pada darah ikan akan bersifat anti
bakteri yang berarti unsur kekebalan telah diaktifkan. Ini menunjukkan
senyawa-senyawa anti mikroba pada xanton kulit manggis dapat
meningkatkan mekanisme macrofage sehingga mekanisme
fagositosisnya meningkat yang pada akhirnya sistem pertahanan tubuh
akan naik melalui peningkatan enzim lisozim. Selain memberikan
pengaruh langsung sebagai antibakteri lisozim juga dilaporkan dapat
meningkatkan fagositosis (Engstad dkk, 1992).
51
Irianto (2003) melaporkan penggunaan probiotik sebagai
suplemen pakan hewan aquatik menunjukkan adanya aktivitas
imnostimulasi, paling tidak terlihat dari aktivitas lisosim. Hal ini terlihat dari
hasil penelitian pemberian probiotik A3-51 yang dicampur pada pakan
ikan rainbow trout dapat meningkatkan aktivitas lisosim.
D. Sintasan (%)
Berdasarkan uji lanjut W-Tukey (Lampiran 5) sintasan ikan nila
tertinggi pada perlakuan C (2,10 ppm), tetapi tidak berbeda dengan
perlakuan D (2,15 ppm), namun berbeda dengan perlakuan A (kontrol)
dan perlakuan B (2,5 ppm). Perlakuan A (kontrol) berbeda terhadap
perlakuan C (2,10 ppm), tetapi tidak berbeda dengan perlakuan B (2,5
ppm), dan perlakuan D (2,15 ppm). Perlakuan B (2,5 ppm) berbeda
terhadap seluruh perlakuan C tetapi tidak berbeda dengan perlakuan A
dan D. Perlakuan C tidak berbeda dengan perlakuan B dan D , tetapi
berbeda tehadap perlakuan A (kontrol).
Data sintasan (%) ikan nila yang telah diberi perlakuan konsentrasi
ekstrak xanton setelah diuji tantang dengan bakteri A. hydrophila pada
akhir pengamatan, disajikan pada Lampiran 3 dan Gambar 13.
52
Gambar 13. Sintasan ikan nila setelah uji tantang dengan A. hydrophila
pada akhir pengamatan ( A (kontrol), B (2,15 ppm), C (2,10
ppm), dan D (2,15 ppm))
Hasil analisis ragam (ANOVA) menunjukkan pengaruh konsentrasi
ekstrak xanton terhadap A. hydropila yang menginfeksi ikan nila
berpengaruh nyata (P<0.05) terhadap sintasan ikan nila (Lampiran 2).
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ekstrak xanton pada kulit
manggis mampu menghambat pertumbuhan bakteri patogen A.
hydrophyla yang ditandai dengan tingginya sintasan ikan nila pada
perlakuan dengan pemberian ekstrak xanton dibanding dengan kontrol.
Tingginya sintasan ikan nila dengan pemberian ekstrak xanton berkaitan
dengan kemampuan xanton yang memiliki aktivitas farmakologi sebagai
immmunomodulator, anti bakteri, antifungi, antiinflamasi, antileukemia,
antiagregasi platelet. Selain itu xanton juga dapat menstimulasi sistem
saraf pusat dan memiliki aktivitas antituberkulosis secara in-vitro pada
bakteri Mycobacterium tuberculosis (Bruneton, 1999). Xanton jenis
0
20
40
60
80
100
120
kontrol Xanton (2,5 ppm) Xanton (2,10 ppm) Xanton (2,15 ppm)
Tin
gka
t K
ela
ngs
un
gan
Hid
up
(%)
Perlakuan
A A
B AB
53
gentisin dan mangiferin memiliki aktivitas sebagai antitumor dan inhibitor
monoamin oksidase (Robinson, 1995).
Beberapa penelitian mengenai pemanfaatan ekstrak xanton
menunjukkan adanya pengaruh terhadap pertumbuhan dan sintasan baik
ikan maupun udang.
E. Parameter Kualitas Air
Pengamatan parameter kualitas air dilakukann setiap hari (pagi dan
sore hari) selama penelitian, kecuali amoniak pada awal dan akhir
penelitian (Lampiran 9). Suhu berkisar antara 29 – 30 0C, pH 7,19 –
7,25. Kandungan amoniak pada awal penelitian dan akhir penelitian
berkisar antara 0,001 – 0,091 ppm. Nilai parameter kualitas air masih
layak untuk kondisi lingkungan budidaya ikan nila.
Amri dan Khairuman (2003) menjelaskan suhu yang ideal bagi
kehidupan ikan nila adalah berkisar 27 – 30o C, pH berkisar antara 7,0 –
8,0. Sedangkan Arie, U (2000) parameter kualitas air yang cocok untuk
pertumbuhan ikan nila antara lain suhu 27 – 29o C, pH 7 – 8, oksigen
terlarut diatas 4 ppm dan kandungan amoniak dan nitrit < 0,1 ppm.
54
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian, analisis data serta pembahasan yang
telah diuraikan dapat diambil kesimpulan bahwa :
1. Pemberian Xanton yang diekstrak dari kulit manggis dapat
meningkatkan respon imun yaitu aktifitas letupan respirasi, aktifitas
fagositosis dan aktifitas lysozim pada ikan nila sebagai hewan uji.
2. Dosis Xanton yang paling baik dan dapat merespon sistem imun
pada ikan nila adalah 2,10 ppm/ekor ikan.
B. Saran
Diharapkan pada penelitian selanjutnya perlu dilakukan kajian lebih
lanjut mengenai zat aktif xanton yang dapat meningkatkan sistem imun
serta mekanisme pemberian xanton melalui oral atau perendaman.
55
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2005. Teknologi Tepat Guna Warintek-Menteri Negara Riset dan Teknologi.
Anderson D.P. 1992. Immunostimulants, Adjuvants And Vaccine Carriers In Fish: Application To Aquaculture. Annual Rev Of Fish Diseases. 2:281-307.
Amri, K dan Khairuman. 2003. Budidaya Ikan Nila Secara Intensif. Agro Media Pustaka. Jakarta.
Appler , A. NH. 1985. Evaluation of Hydrodictyon reticulatum as a protein source for Oreochromis nilotica and Tilapia zillii. J Fish Biol 1985; 27: 327-333.
Arie, U. 2000. Pembenihan dan Pembesaran Nila GIFT. Penebar Swadaya. Jakarta.
Austin, B., & Austin, A. 1999. Bacterial Fish Pathogen . Desease of Formed anf wild Fish. John Wiley and Sons. New York. p457.
Boyd, C.E., 1990. Water Quality in Pounds For Aquaculture. Albama: Birmingham Publishing. p496.
Bratawijaya, K.G. 2002. Imunologi Dasar. Edisi Kelima. Balai Penerbit FK-UI. Jakarta. 457 hal.
Bruneton J. 1999. Pharmacognosy : Phytochemistry Medical Plants. Ed 2nd . Paris : Intercept Ltd. p 297-301.
Chen X. S. 1966. Active Constituent Against HIV-I Protease from Garcinia Mangostana L. Planta Med. 62 (3) pp 381-382.
Ellis, A.E. 1990. Lysozyme Assays. Techniques in Fish Immunology (eds). SOS Publ, 43 DeNormandie Ave, Fair Haven, NJ, USA Fish Immunology Technical Communication. 1:101-103
Engstad, R.E, Robertson B., and Frifold E. 1992. Yeast Glucan Induced Increase in Lysozyme and Complement-Mediated Haemolytic Activity in Atlantic Salmon Blood. Fish and Shelfish Immunology, 2:287-297.
56
Feliatra, Efendi, I, Suryadi, S. 2004. Isolasi dan identifikasi Bakteri Probiotik dari Ikan Kerapu macan (Ephinephelus fuscoguttatus) dala Upaya Efisiensi Pakan Ikan. Jurnal Nature Indonesia 6(2): 75-80.
Gasperz, V. 1991. Metode Perancangan Percobaan: Untuk ilmu-ilmu Pertanian. Ilmu-ilmu Teknik dan Biologi. Penerbit CV. Armico Bandung 472p.
Gabriel, B. 2009. Wastewater Microbiology 3rd edition. John Wiley & Sons Inc. New Jersey.
Gatesoupe, FJ. 1999. The Use of Probiotics in Aquaculture. Aquaculture 180:147-165.
Gopalakrishnan,G, B. Banumathi and G. Suresh. 1997. Evaluation of the antifungal activity of natural xanthones from Garcinia mangostana and their synthetic derivatives. Journal of Natural Products 60(5): 519-524.
Harvey A. 2000. Strategies for discovering drugs from previously unexplored natural products. Drugs Discovery Trends 5 (7): 294-300.
Harbonne. 1987. Metode Fitokimia . ITB : Bandung
Heyne, K. 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia III. Penerjemah : Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan. Yayasan Sarana Wahajaya. Jakarta. pp 1385 –1386 .
Irianto, A. 2003. Probiotik Aquakultur. Gadjah Mada University Press. 125 hal.
Irianto. A. 2005. Patologi Ikan Teleostei. Gadjah Mada University Press. 256 hal.
Jankauskiene, R. 2002. Bacterial Flora of Fishes from Aquaculture: The Genus Lactobacillus. Institute of Ecology Akademijos 2, Vilnius 2600. Lithuania.
Khairul, A, Khairuman, dan S. Judantari. 2008. Pospek Bisnis dan Tehnik Budidaya Nila Unggul Nila Nirwana. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Lannang, A.M., Komguem, J., Ngninzeko, F.N., Tangmouo, J.G., Lontsiji, D., Ajaz, A., Choudhary, M.I., Ranjit, R., Devkota, K.P., Sodengam, B.L. 2005. Bangang xanthone A and B, two
57
xanthones from the Stem bark of Garcinia poliantha Oliv., Phytochemistry, 66, 2351-2355.
Le Moullac, G., & Haffner, P. 2000. Environmental Factors Affecting Immune Responses in Crustacea. Aquaculture, 191(1-3), 121-13.
Lee JN Lee DY, In Hye J., Gi-Eun K., and Kim HN. 2001. Purification of soluble β-Glucan With-enhancing immune activity from the cell wall of yearst. Bioscience Biotecnology and Biochemistry.
LIinuma, M, H. Tosa, T. Tanaka, F. Asai, Y. Kobayashi, R. Shimano and KI. Miyauchi, 1996. Antibacterial activity of xanthones from guttiferaeous plants against methicillin resistant Staphylococcus aureus. Journal of Pharmacy and Pharmacology 48(8):861-865.
Malina, A.C.T. CpG oligodeoxynucleotides Stimulates the immune system Of Common Carp (Cyprinus carpio L). A Disertation Submited to The United Graduated School of Agriculture Sciences. Kagoshima University. Miyazaki. Japan.
Mardawati, E., C.S. Achyar, dan H. Marta. 2008. Kajian Aktifitas Antioksidan Ekstrak Kulit Manggis (Garcinia mangostana) dalam Rangka Pemanfaatan Limbah Kulit Manggis di Kecamatan Puspahiang Kabupaten Tasikmalaya Laporan Akhir Penelitian Peneliti Muda (LITMUD). Lembaga Penelitian Universitas Padjajaran (UNPAD). Bandung. 29 hal.
Melviani. 2010. Efek Antibakteri Alfa Mangostin Dan Kombinasinya Dengan Beberapa Antibiotik Terhadap Staphylococcus Aureus Multiresisten. Surakarta.
Moosophin K., Wetthaisong T., Seeratchakot L., and W. Kokluecha. 2010. Tannin Extraction from Mangosteen Peel for Protein Precipitation in Wine. KKU Res J 15 (5): May.Thailand.
Noguchi,N dan Niki, E. 1999. Chemistry of active Oxygen Spesies and Antioxsidant, diet, nutrition and health. Edited by Papas A M. CRC Press Boca Roton. London. New York. Washinton DC.
Ooi, V.E.C. and F. Liu, 2000. Immunomodulation and Anti-Cancer Activity of Polysaccharida-Protein Complexes, Current Medicinal Chemistry.
Panase, A, Piyanuch, N, Nalin W, Thitiporn,L, and Jiraporn, R. 2012. 2nd International Conference on Chemical, Biological and Environment Sciences. In Bali.
58
Putri, D.N. 2007. Keterkaitan Antara Pemupukan N, P, K terhadap Kadar Xanthon Kulit Buah Manggis (Garcinia mangostana L.). Skripsi. Prog Studi Agronomi Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Raa JG, Rorstad G, Engstad R, Robertson B. 1990. The use of immunostimulants to increase resistance of aquatic organisms to microbial infections. In: Diseases in Asian Aquaculture. M. Shariff, RP. Subasinghe, JR. Arthur (Eds). Fish Health Section, Asian Fisheries Society, Manila, Phillippine. Vol. 1, pp.1992; 39-50.
Raa, J., 1996. The Use of Immunostimulatory Substances in Fish and Shellfish Farming. Reviews in Fisheries Science, 4(3), 229-288. CRC Press.
Raa, J., Rørstad, G., Engstad, R., Robertsen, B., 1992. The use of immunostimulants to increase resistance of aquatic organisms to microbial infections. In: Diseases in Asian Aquaculture.
Rantetondok, A. 2002. Pengaruh Imunostimulan -Glucan dan Lipopolisakarida terhadap respon imun dan sintasan udang windu. (Penaeus monodon Fab) Disertasi. Program Pascasarjana. Universitas Hasanuddin. Makassar.
Rantetondok, A. 2011. Penyakit dan Parasit Budidaya Udang/Ikan dan Pengendaliannya. Brilian Internasional. Surabaya. 132 hal.
Robinson, T. 1995. Kandungan Organik Tumbuhan Tinggi. ITB : Bandung.
Salasia, S.I.O. 1998. Sifat Adhesive dan fagositosis Steptococus equi Sub Sp Zooepidemicus Isolat Indonesia. Jurnal sains Veteriner. 16:42-50pp.
Soosean, C. K. Marimuthu, S.Sudhakaran dan R. Xavier. 2010. Effect of Mangosteen (Garcinia mangostana L) extract as a feed additive on growth and hematological parameters og African catfish (Clarias geripeneus) Fingerlings. Europian Review for Medical and Pharmacological Science; 14:605-611pp.
Stepp, J.R. and D.E. Moerman. 2001. The importance of weeds in ethno-pharmacology. Journal of Ethnopharmacology 75: 19-23.
Subowo. 2007. Immunobiologi. Penerbit Angkasa. Bandung.
Sukamat dan Ersam, T. 2006. Dua Senyawa Xanton Dari Kayu Batang Mundu Garcinia Dulcis (Roxb.) Kurz. Sebagai Antioksidan. ITS, Surabaya.
59
Suksamrarn, S., Suwannapoch, N., Phakhodee, W., Thanuhiranlert, J., Ratananukul, P., Chimnoi, N., and Suksamrarn, A. 2003, Antimycobacterial Activity of Prenylated Xanthones from the Fruit of Garcinia mangostana, Chem. Pherm. Bull, 51 (7), 857-859 (Gentianaceae), Drukkerij Elinkwijk bv, Utrecht, pp 109 –114.
Susanto, H. 1988. Membuat Kolam Ikan. Penebar Swadaya. Jakarta. 85 hal.
Syakuri, H., Triyanto dan K.H. Niitimulyo. 2003. Perbedaan Daya Tahan Non Spesifik Lima Spesies Ikan Air Tawar Terhadap Infeksi Aeromonas hydrophila. Jurnal Perikanan Universitas Gadjah Mada Vol V (2): hal 1-10.
Tambunan, R. M., 1998. Telaah Kandungan dan Aktivitas Antimikroba Kulit Buah Manggis (Garcinia Mangostana L.). Thesis Magister Farmasi, Jurusan Farmasi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, ITB, Bandung, pp 1- 4.
Tompo, A., M. Atmotmarsono, M.I. 2007. Laporan Teknis Hasil Penelitian. Riset Budidaya Udang Windu. Balai Riset Perikanan Perikanan Budidaya Air Payau Maros.
Tumar. 2006. Pengaruh Pemberian Ekstrak Jinten Hitam sebagai Imunostimulan terhadap Hematologi Ikan Lele Dumbo. Prosiding Seminar nasional II Penyakit Ikan dan Udang. Balai Penelitian Perikanan Air Tawar. Pusat Penelitian dan Pengembangan Perikanan. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Hal 116 – 122.
Triyanto. 1990. Patogenitas Beberapa Isolat Aeromonas hydrophila Terhadap Ikan Lele (Clarias batracus L). Prosiding Seminar nasional II Penyakit Ikan dan Udang. Balai Penelitian Perikanan Air Tawar, Pusat Penelitian dan Pengembangan Perikanan. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Hal 116-122.
Uksamranr S, Komutib O, Ratanukul P, C Himnol N, Lartpornmmatuleen, Sukamranr. 2006. A. Cytotoxic prenylated xanthones from the young fruit of Garcinia mangostana. Chem Pharm Bull. 54: 301-305.
Wibowo S, dan Yunizal. 1998. Penanganan Ikan Segar. Instalasi Penelitian Perikanan Laut Slipi. Balai Penelitian Perikanan Laut. Jakarta: Pusat Penelitian dan Pengembangan Perikanan
60
Wu, D dan Medani, S.N. 1999. Antioxidant and Immmune Function, Diet Nutrition and Health.Edited by Papas A.M. CRC Press Boca Roton. London. New York. Washington DC.
Wulansari. 2009. Pengaruh Ekstrak Air dan Ethanol Alpinia spp terhadap aktifitas dan Kapasitas Fagositosis Sel Macrophage yang Diinduksi dari Bakteri Stapilococcus Epidermis Secara In Vitro. Pusat Penelitian Biologi LIPI. Bogor.
Yuwono, T. 2008. Biologi Molekular. Erlangga. Jakarta.