Peningkatan Kualitas Sumberdaya Aparatur

40
PENINGKATAN KUALITAS SUMBERDAYA APARATUR (PEGAWAI NEGERI) UNTUK MEWUJUDKAN TATA PEMERINTAHAN YANG BAIK (GOOD GOVERNANCE) Abstrak Dalam upaya penyelenggaraan tata pemerintahan yang baik di Indonesia dengan agenda pemberantasan korupsi, kolusi dan nepotisme serta disiplin kerja yang bertanggungjawab, serta pelayanan yang prima kepada masyarakat. untuk itu tulisan ini berusaha mendeskripsikan bagaimana dalam penyelenggaraan tata pemerintahan yang baik memfokuskan pada upaya penataan kelembagaan dan ketatalaksanaan; peningkatan kualitas sumber daya manusia aparatur agar memiliki kinerja yang optimal dengan disertai upaya perbaikan tingkat kesejahteraan pegawai negeri. Hal tersebut juga tertuang dalam RPJM yakni Kebijakan Peningkatan Kualitas SDM Aparatur dan Pengembangan Etika Moral Aparatur. Karena untuk terwujudnya keberhasilan dalam penyelenggaraan pemerintah tidak lepas dari kualitas sumberdaya para pegawai negeri dalam menyelenggarakan setiap tugas secara cepat, tepat tertib, serta kinerja yang optimal.

description

dddd

Transcript of Peningkatan Kualitas Sumberdaya Aparatur

PENINGKATAN KUALITAS SUMBERDAYA APARATUR (PEGAWAI

NEGERI) UNTUK MEWUJUDKAN TATA PEMERINTAHAN YANG

BAIK (GOOD GOVERNANCE)

Abstrak

Dalam upaya penyelenggaraan tata pemerintahan yang baik  di Indonesia

dengan agenda pemberantasan korupsi, kolusi dan nepotisme serta disiplin kerja

yang bertanggungjawab, serta pelayanan yang  prima kepada masyarakat.

untuk itu tulisan ini berusaha mendeskripsikan bagaimana dalam

penyelenggaraan tata pemerintahan yang baik memfokuskan pada upaya penataan

kelembagaan dan ketatalaksanaan; peningkatan kualitas sumber daya manusia

aparatur agar memiliki kinerja yang optimal dengan disertai upaya perbaikan

tingkat kesejahteraan pegawai negeri.

Hal tersebut juga tertuang dalam RPJM yakni Kebijakan Peningkatan

Kualitas SDM Aparatur dan Pengembangan Etika Moral Aparatur.  Karena untuk

terwujudnya keberhasilan dalam penyelenggaraan pemerintah tidak lepas dari

kualitas sumberdaya para pegawai negeri dalam menyelenggarakan setiap tugas

secara cepat, tepat tertib, serta kinerja yang optimal.

Sehingga pada hal ini sumberdaya aparatur pada pemerintahan di

hadapkan pada beberapa permasalahan yang sangat urgen yakni kualitas

sumberdaya yang dipandang masih rendah Permasalahan yang lain adalah

obyektivitas pemerintah daerah dalam penempatan pegawai negeri sesuai dengan

kompetensi dasar dan bidang masing-masing pegawai. Masih sedikit jumlah

pemerintah daerah yang secara serius melakukan tes kelayakan dan kepatutan (fit

and proper test) dalam rangka penempatan ataupun promosi pegawai.

Key Word: Pengembangan Birokrasi pemerintah, pelayanan yang baik,

peningkatan sumberdaya aparaturt, pemberdayaan masyarakat, tata

pemerintahan yang baik.

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pengembangan atau perubahan organisasi pemerintah merupakan suatu

tuntutan yang senantiasa harus dilakukan secara sistimatis. Pengembangan

organisasi didasarkan pada upaya penyesuaian terhadap berbagai perubahan yang

telah, sedang maupun akan terjadi. Karena itu, setiap organisasi harus melakukan

evaluasi secara terus menerus terhadap hubungan atau nilai tawar organisasi yang

dimilikinya dengan seluruh sistem yang melingkupinya.

 Menurut Varney (lndrawijaya, 1989:57), terdapat empat faktor yang

mempengaruhi) organisasi untuk berubah, yaitu: (1) Organisasi secara

keseluruhan, meliputi perubahan dalam iklim dan kultur organisasi, gaya atau

strategi kepemimpinan, hubungan dengan lingkungannya, pola komunikasi atau

proses saling mempengaruhi, dan struktur organisasi; (2) Sub-sistem dan

organisasi, meliputi perubahan dalam norma yang berlaku, struktur kelompok,

struktur kekuasaan dan wewenang; (3) Pekerjaan dalam kelompok, meliputi

perubahan dalam prosedur pengambilan keputusan, norma kerja, norma dan

prosedur komunikasi, peran-peran dalam kelompok, kekuasaan dan wewenang; (4)

Tingkat-tingkat penjenjangan, meliputi perubahan dalam pola saling

mempengaruhi yang terjadi antar berbagai tingkat penjenjangan, lokasi pekerjaan

atau tanggung jawab, kekuasaan dan wewenang, praktek dan prosedur komunikasi,

tingkat saling percaya, citra diri dan citra orang lain terhadap citra diri sendiri, dan

pengendalian

Artinya dapat dikatakan berdasarkan analisis yang saya uraikan diatas adalah

bagaimana untuk meningkatkan kualitas sumberdaya aparatur tidak hanya

diperlukan untuk bagaimana merubah individunya saja tetapi juga bagaimana

merubah sistem dalam organisasi tersebut atau dengan kata lain dapat dikatakan

dapat diawali dengan merubah dari organisasinya dulu karena jika organ-organ

dari organisasi tersebut dapat dibenahi terlebih dahulu misalnya aturan-aturan dari

organisasi, struktur organisasinya, atau dapat dikatakan pembenahan dalam

kelembagaan organisasi tersebut terlebih dahulu karena apa kalau kemudian

perubahan pertama kali di lakukan kepada aparaturnya, maka apabila organisasi

tersebut tidak mengginginkan untuk berubah maka sama saja dengan akan tidak

berguna karena pasti aparaturnya tersebut juga akan secara tidak langsung atau

lama kelamaan akan mengikuti organisasinya tersebut. Atau kemudian jika

pimpinan dalam organisasi tersebut juga tidak menggigkan untuk berubah maka

aparatur tersebut juga tidak akan dapat menolak, karena pasti sebagai pimpinan

orang tersebut juga menginginkan bagaimana aparatur pegawainya juga mengikuti

prosedur yang dia terapkan, inillah beberapa hal yang ditakutkan jika dalam sebuah

oranisasi atau lembaga publik pembenahan sumberdaya yang dibenahi terlebih

dahulu adalah pada aparaturnya karena diyakini mereka tidak akan dapat

menghindar dari lingkaran keburukan organisasi. Namun kalau kemudian

perubahan tersebut dilakukan terlebih dahulu kepada organisasinya tersebut

misalnya dengan merubah mulai dari strukturnya, hubungan dalam lingkungan

internal maupun eksternal organisasi dan juga pola komunikasi yang baik dan juga

adanya aturan yang jelas dan telah disepakati bersama oleh seluruh anggota.karena

dengan merubah langsung dari kelembagaan organisasi tersebut maka aparatur

tersebut akan merubah dengan sendirinya karena kalau kemudian dia tidak dapat

menaati peraturan maka akan mendapatkan sanksi dari organisasinya.  Jadi intinya

kalau kemudian jika ingin merubah suatu lembaga bukan dari individunya dahulu,

maka harus dirubah dari organisasinya terlebih dahulu.

`     Kemudian di era globalisasi yang penuh persaingan ini, telah terjadi

reformasi di berbagai bidang kehidupan sebagai konsekuensi dari pesatnya

pembangunan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK).  Komunikasi dan

informasi telah menimbulkan dampak yang signifikan di seluruh aspek kehidupan

masyarakat berbangsa dan bernegara. Reformasi pemerintahan yang terjadi di

Indonesia telah mengakibatkan terjadinya pergeseran paradigma penyelenggaraan

pemerintahan dari paradigma senteralistis ke arah desentralisasi yang ditandai

dengan pemberian otonomi yang luas dan nyata kepada daerah dengan

diberlakukannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan

Daerah.

Berdasarkan  Undang-Undang tersebut dimana pemerintah memberikan

kepada daerah otonomi yang luas, nyata, dan bertanggung jawab, sehingga kondisi

ini merubah konfigurasi penyelenggaraan manajemen pemerintahan di daerah.

Pemberian otonomi daerah ini diarahkan untuk mempercepat terwujudnya

kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pelayanan, pemberdayaan

(empowering), dan peran serta masyarakat dalam menata pembangunan daerah.

Disamping itu, melalui otonomi yang luas, daerah diharapkan mampu

meningkatkan daya saing dengan memperhatikan prinsip-prinsip demokrasi,

pemerataan, keadilan, keistimewaan, kekhususan, serta potensi dan

keanekaragaman daerah dalam sistem negara Kesatuan Republik Indonesia.

Dalam menyikapi perubahan yang terjadi mengiringi diberlakukannya 

Undang-Undang dimaksud, diperlukan kesiapan daerah dalam berbagai bidang

pembangunan untuk membangun dan mengembangkan potensi daerahnya.

Kesiapan daerah dari segi Sumber Daya Manusia khususnya dalam bidang aparatur

pemerintahan daerah sebagai subjek dan objek dari pelayanan dan pembangunan

daerah, serta dalam bidang pendidikan baik pendidikan formal maupun pendidikan

non formal sebagai faktor terpenting dalam proses pembangunan daerah menuju

kesejahteraan masyarakat.

Artinya dalam hal dalam menyikapi paradigma perubahan terhadap undang-

undang yang telah berlaku saat ini adalah bahwa kemudian diperlukannya kesiapan

pemerintah dalam mengimplementasikan apa yang menjadi tujuan dari pencapaian

sasaran lembaga-lembaga pemerintah yang ada dan juga bagaimana pemerintah

menyiapkan peran-peran yang akan menjalankan amanat yang telah dibebankan

dalam undang-undang tersebut. Namun pemerintah khususnya daerah harus

melihat terlebih dahulu bagaimana atau sejauh-mana kesiapan tiap-tiap lembaga

dalam menyiapkan hal utama yang akan dibenahi. Kalau kemudian kita berbicara

mengenahi hal utama apa yang harus dibenahi dalam melakukan kesiapan ini

adalah bagaimana kita mepersiapkan sumberdaya aparaturnya karena individu-

individu inilah yang akan menjadi subjek maupun objek dalam melakukan

perubahan ini karena pembenahan aparatur merupakan komponen utama dalam

proses pembangunan daerah.

Untuk itu  jika dilihat dalam berbagai kajian dilihat bahwa, kritik masyarakat

terhadap semakin buruknya kinerja, produktivitas, serta motivasi aparatur

pemerintahan daerah Kabupaten diseluruh  Indonesia mulai dari pemerintah level

atas  hingga pemerintah level paling bawah (kepala kampung) sebagai penyedia

layanan (service provider) bagi  masyarakat antara lain di sebabkan karena

kurangnya kesiapan Sumber Daya Manusia bagi aparatur pemerintahan daerah.

Oleh karena itu, diharapkan pemerintah daerah dapat mengambil langkah-

langkah konkrit untuk perbaikan kinerja aparatur pemerintah sebagai penyedia

layanan terhadap masyarakat melalui  peningkatan kualitas sumber daya aparatur

pemerintahan secara profesional dan terencana serta adanya kebijakan-kebijakan

khusus dalam meningkatkan kualitas sumber daya aparatur pemerintahan sebagai

penyedia layanan (service provider) tersebut.

Untuk itu, pada kesempatan ini penulis ingin menekankan dua faktor

mendasar yang dapat mempengaruhi peningkatan kualitas kinerja aparatur

pemerintah daerah Kabupaten di seluruh Indonesia dalam meningkatkan

pemberian pelayanan kepada masyarakat anatar lain seperti:

Sistem Rekrutmen Pegawai negeri

pemerintahan dan pembangunan di daerah dan juga tidak lepas dari peranan

Pegawai negeri dalam meningkatkan roda pemerintahan dan pembangunan di

daerah.

Menyadari akan pentingnya hal tersebut, diharapkan Rekrutmen adalah

proses mendapatkan sejumlah calon tenaga kerja yang kualifaid untuk jabatan dan

pekerjaan tertentu dalam suatu organisasi atau perusahaan.Stoner (1995),

sedangkan tujuan dari rekrutmen adalah mendapatkan calon tenaga kerja yang

memungkinkan pihak manajemen untuk memilih atau ,menyeleksi calon sesuai

dengan kualifikasi yang dibutuhkan oleh organisasi atau perusahaan.

Sudah barang tentu melalui penerimaan pegawai yang baik dan benar akan

mendapatkan tenaga-tenaga aparatur negara yang berkualitas baik dan sesuai

dengan kompotensi yang dibutuhkan. Namun kenyataannya hal tersebut tidak

sesuai dengan kenyataan yang terjadi malah disinilah awal mula kesalahan atau

kebobrokan dari pegawai. Persoalan tersebut patut kita maklumi, namun ingat

bahwa Pegawai  adalah unsur utama  sumber daya manusia aparatur negara yang

mempunyai peranan penting dalam menentukan keberhasilan penyelenggaraan

pemerintah daerah dalam hal ini pihak pembuat kebijakan agar kedepan jeli

melihat persoalan ini, karena rekrutmen Calon Pegawai negeri merupakan hal

mendasar yang dapat menentukan kualitas kinerja aparatur pemerintahan itu

sendiri terhadap peningkatan pelayanan masyarakat sebagai penyedia layanan.

Karena apa selama ini rekrutmen sebagai pintu pertama dalam manajemen

sumberdaya manusia ternyata tidak selamanya digunakan sebagai pangkal

penempatan dan penggembangan sumberdaya manusia. Dalam beberapa kenyataan

Hal- hal ini akan di tunjukan dalam kasus promosi, mutasi dan penempatan seperti

yang terjadi dalam  kasus penerapan peraturan pemerintah (PP) no.8 tahun 2003.

Rekrutmen yang katanya harus melalui tes, ternyata secara umum tidak bisa

digunakan sebagai instrument yang predictable dalam kaitanya dengan Track

karier di kemudian hari. Seperti lingkaran setan, rekrutmen didasarkan pada anjab

yang kemudian dikaitkan dengan analisis kebutuhan pegawai, namun kalau kedua

hal tersebut tidak dilakukan dengan baik, maka penentuan kebutuhan pegawai

akhirnya spekulatif. Kalau kemudian rekrutmen spekulatif , maka proses

penempatan, promosi dan seterusnya juga tidak rasional, sistem rekrutmen

memang harus dilihat secara integral, bukan partial.

Artinya dalam beberapa paparan yang saya ungkapkan diatas maka dapat

saya ambil sebuah kesimpulan bawasanya proses rekrutmen merupakan semuah

proses awal untuk mendapat pegawai yang berkualitas artinya dengan demikian

proses ini harus dibenahi karena ini merupakan proses awal dalam mendapatkan

pegawai karena bila dalam proses ini hancur dan tenaga pegawai yang didapatkan

tidak sesuai yang diharapkan, maka kedepanya juga pegawai tersebut tidak akan

dapat bekerja secara maksimal. Maka hal apa yang kemudian pertama harus

dibenahi adalah pembenahan dalam proses rekrutmen.

Pendidikan dan Pelatihan Pegawai negeri

Disamping penerimaan pegawai yang baik dan benar, perlu diperhatikan

pula terhadap pembinaan aparatur tersebut pada saat bertugas yang antara lain

dapat meningkatkan kualitas sumber dayanya melalui mengikutsertakan

pendidikan dan pelatihan (Diklat) yang tersedia dan bermutu. Dalam hal ini,

pendidikan dan pelatihan yang mengarah kepada 3 (tiga) aspek, yaitu (a)

meningkatkan sikap dan semangat pengabdian yang berorientasi pada kepentingan

masyarakat, bangsa dan negara. (b) meningkatkan potensi teknik manajerial dan

atau kepemimpinan. (c) meningkatkan efesiensi, efektifitas, dan kualitas,

pelaksanaan tugas yang dilakukan dengan semangat kerja sama dan tanggung

jawab sesuai dengan lingkungan kerja dan organisasinya.

Pengembangan sumber daya manusia bagi aparatur pemerintahan, melalui

pendidikan dan pelatihan (Diklat) merupakan faktor dominan dalam meningkatkan

efesiensi kinerja, serta produktifitas kinerja pegawai agar Pegawai dapat

menyesuaikan diri dengan tuntutan nasional dan  tantangan global. Dalam upaya

meningkatkan efesiensi kinerja, serta produktivitas kinerja aparatur melalui

pendidikan maupun pelatihan-pelatihan serta pembinaan-pembinaan terhadap

Pegawai.

Menyadari akan persoalan tersebut diperlukan upaya-upaya pemerintah

daerah secara terus menerus dalam meningkatkan pembinaan dan pengembangan

program pendidikan dan pelatihan. Sebab diklat itu sendiri pada hakekatnya adalah

“proses transformasi kualitas sumber daya manusia aparatur negara” yang

menyentuh empat dimensi utama yaitu  dimensi spiritual, intelektual, mental, dan

physical yang terarah pada perubahan-perubahan mutu dari keempat dimensi

sumber daya apratur pemerintahan itu.

Hal ini menjadi tanggung jawab pemerintah daerah dalam meningkatkan

sumber daya aparatur pemerintah agar Pegawai  dapat berkembang ke arah yang

lebih maju sesuai dengan kebutuhan dan kondisi perkembangan jaman. Diperlukan

pembinaan Pegawai  di setiap instansi pemerintahan. Dengan harapkan di setiap

instansi mempunyai kewajiban untuk menyusun program pendidikan diklat.

Masalah ini perlu dipikirkan secara baik dan bijaksana, sebab sumber daya

manusia dalam bidang paratur  pemerintahan merupakan power bagi pelayanan

publik demi suksesnya pembangunan di seluruh bidang serta meningkatkan

kesejahteraan masyarakat.

Hal ini tidak dapat dipungkiri oleh siapa saja, termasuk pemerintah daerah

dalam menigkatkan sumber daya manusia dalam bidang aparatur pemerintahan

yang cerdas, berdisiplin, tanggap, bijaksana, profesional, mempunyai mentalitas

rohani, dan jasmani yang baik serta terampil dalam mensosialisasikan setiap

kebijakan baik dari pemerintah pusat maupun dari pemerintah daerah.  Untuk

menciptakan sumber daya aparatur pemerintahan yang handal dan profesional

diperlukan suatu pengorbanan, sehingga harus memiliki komitmen bersama antara

pemerintah dan masyarakat mewujudkan pemerintahan yang bersih, bertanggung

jawab dan tidak adanya Korupsi Kolusi dan Nepotisme (KKN). Agar kabupaten

daerah di Indonesia menjadi setara dengan kabupaten lain di Papua dan di seluruh

Indonesia pada umumnya.

Artinya dalam hal ini bawasanya selain rekrutmen pelatih kepada pegawai

juga sangat diperlukan karena apa kalau kemudian kita melihat kebelakang apa

yang menjadi permasalahan di dalam proses pelatihan pegawai adalah tidak adanya

sebuah hasil yang dapat diperoleh atau diterapkan pada saat kembali dari pelatihan

karena biasanya para pegawai tidak mendapatkan hasil yang maksimal setelah

kembalinya dari diklat atau dengan kata lain setelah diklat para pegawai tersebut

bukannya tambah menjadi lebih baik tetapi malah terkesan menjadi lebih buruk

dan terkesan malas-malasan dalam menjalankan tugasnya. Untuk itulah maka

berdasarkan analisis tersebut saya dapat mengambil sebuah solusi bawasanya perlu

diadakan pembenahan secara serius dalam proses pelatihan pegawai, misalnya saja

dengn mengambil pemateri dari luar yang lebih berkualitas, kemudian agar mereka

tidak lupa dengan apa yang dia dapatkan dalam pelatihan, maka setiap kembali dari

diklat diharapkan para pegawai tersebut untuk mempresentasikan beberapa poin-

poin penting yang dia dapatkan dari pelatihan tersebut agar lebih efektif dan tidak

lupa.

Dari sisi eksternal, faktor globalisasi dan revolusi teknologi informasi (e-

Government) merupakan tantangan tersendiri dalam upaya menciptakan

pemerintahan yang bersih, baik dan berwibawa. Hal tersebut terkait dengan makin

meningkatnya ketidakpastian akibat perubahan faktor lingkungan politik, ekonomi,

dan sosial yang terjadi dengan cepat; makin derasnya arus informasi dari manca

negara yang dapat menimbulkan infiltrasi budaya dan terjadinya kesenjangan

informasi dalam masyarakat (digital divide). Perubahan-perubahan ini,

membutuhkan aparatur negara yang memiliki kemampuan pengetahuan dan

keterampilan yang handal untuk melakukan antisipasi, menggali potensi dan cara

baru dalam menghadapi tuntutan perubahan.

Di samping itu, aparatur negara harus mampu meningkatkan daya saing, dan

menjaga keutuhan bangsa dan wilayah negara. Untuk itu, dibutuhkan suatu upaya

yang lebih komprehensif dan terintegrasi dalam mendorong peningkatan kinerja

birokrasi aparatur Negara dalam menciptakan pemerintahan yang bersih dan

akuntabel yang merupakan amanah reformasi dan tuntutan rakyat.

KAJIAN TEORITIS

2.1  Dinamika Birokrasi

Birokrasi menurut Blow dan Mayer (1987:5) adalah organisasi besar

merupakan lembaga yang sangat berkuasa yang mempunyai kemampuan sangat

besar untuk berbuat kebaikan atau keburukan. Pengertian birokrasi yang

disampaikan Blow dan mayer sangat sesuai dengan kenyataan birokrasi dewasa ini

dengan salah satu kata kuncinya yaitu: organisasi besar yang sangat berkuasa

Organisasi besar yang sangat berkuasa, hal ini dengan mudah dapat

dipahami. Dimanapun birokrasi dapat memaksakan berjalannya regulasi seperti

pegawai yang tidak masuk seperti apa yang menjadi kesepakatanya atau jam

kerjanya maka birokrasi dapat memberikan penalty/ denda. Apabila batas toleransi

ijin tidak masuk atau cuti untuk keperluan lainnya telah dilalui maka birokrasi

wajib memberika sanksi yang lebih berat lagi. Birokrasi memiliki personalia

hingga jutaan orang, suatu jumlah yang sangat besar bagi organisasi yang besar

pula.

Organisasi besar dalam artian birokrasi pemerintah yang kadang memiliki

jutaan pegawai, kadang merupakan pemborosan keuangan Negara yang tidak

sedikit. Hal ini dikarenakan beberapa hal antara lain: pengkajian formasi yang

tidak objektif, nepotisme, penyelewengan dan sebagainya.

Artinya dalam hal kajian tersebut diatas dapat saya simpulkan bawasanya

untik memperbaiki kualitas pegawai hal pertama yang harus kita rubah adalah dari

lembaga birokrasinya, karena dari sanalah nantinya para pegawai tersebut dicetak,

mulai dari sistem rekrutmen, seleksi dan penempatan, untuk itu birokrasi harus

memperbaiki kualitas kerjanya agar nantinya output yang dihasilkan oleh pegawai

tersebut dapat mencerminkan tata pemerintahan yang baik dan berkualitas.

2.2  Pelayanan Publik

Pelayanan publik dapat diartikan sebagai pemberian layanan (melayani)

keperluan orang atau masyarakat yang mempunyai kepentingan pada organisasi itu

sesuai dengan aturan pokok dan tata cara yang telah ditetapkan.

Pelayanan publik (public services) oleh birokrasi publik tadi adalah

merupakan salah satu perwujudan dari fungsi aparatur negara sebagai abdi

masyarakat di samping sebagai abdi negara. Pelayanan publik (public services)

oleh birokrasi publik dimaksudkan untuk mensejahterakan masyarakat (warga

negara) dari suatu negara kesejahteraan (welfare state). Sementara itu, kondisi

masyarakat saat ini telah terjadi suatu perkembangan yang sangat dinamis, tingkat

kehidupan masyarakat yang semakin baik, merupakan indikasi dari  empowering

yang dialami oleh masyarakat (Thoha dalam Widodo,  2001).

Pelayanan publik yang profesional, artinya pelayanan publik yang dicirikan

oleh adanya akuntabilitas dan responsibilitas dari pemberi layanan (aparatur

pemerintah). Dengan ciri sebagai berikut:

1.       Efektif, lebih mengutamakan pada pencapaian apa yang menjadi tujuan dan

sasaran;

2.       Sederhana, mengandung arti prosedur/ tata cara pelayanan diselenggarakan

secara mudah, cepat, tepat dan tidak berbelit-belit.

3.       Ketepatan waktu, criteria ini mengandung arti pelaksanaan pelayanan

masyarakat dapat diselesaikan dalam kurun waktu yang telah diselesaikan.

4.       Responsif, lebih mengandung arti daya tanggap dan cepat dalam menghadapi

apa yang menjadi masalah, kebutuhan aspirasi masyarakat yang akan dilayani.

5.       Adaptif, cepat menyesuaikan terhadap apa yang menjadi tuntutan, keinginan

dan aspirasi masyarakat yang dilayani yang senantiasa mengalami tumbuh

kembang.

Artinya dalam konteks pelayanan ini dapat saya ambil sebuah kajian bahwa

seorang pegawai diharapkan dapat memberikan sebuah pelayanan yang

professional dalam artian memberikan pelayanan yang sederhana artinya

pelayanan yang diberikan kepada masyarakat harus lah cepat,tepat dan tidak

banyak aturan, dan yang lebih penting adalah tepat waktu dan memperhatikan

aspirasi masyrakat.

2.3  Manajemen Sumberdaya Manusia Aparatur

Arah kebijakan pembangunan nasional yang ditetapkan dalam Pembangunan

Jangka Panjang (PJP) tahun 2005 – 2025 dan Pembangunan Jangka Menegah

(PJM) tahun 2005-2009, maupun dalam Kebijakan Strategis Nasional bidang

Pendayagunaan Aparatur Negara (Jakstrapan) tahun 2005-2009, pada bidang

aparatur negara tahun 2005 hingga tahun 2009 adalah sebagai berikut:

  Menuntaskan penanggulangan penyalahgunaan kewenangan dalam bentuk praktik-

praktik KKN, dengan cara: a) Penerapan prinsip-prinsip tata-pemerintahan yang

baik ( good governance) pada setiap tingkat dan lini pemerintahan dan pada semua

kegiatan; b) Pemberian sanksi yang seberat-beratnya sesuai dengan ketentuan yang

berlaku; c) Peningkatan efektivitas pengawasan aparatur negara melalui

pengawasan internal, pengawasan fungsional, dan pengawasan masyarakat; d)

Peningkatan budaya kerja serta pengetahuan dan pemahaman para penyelenggara

negara terhadap prinsip-prinsip (good governance);

  Meningkatkan kualitas penyelenggaran administrasi negara melalui: a) Penataan

kembali fungsi-fungsi kelembagaan pemerintahan agar dapat berfungsi secara

lebih memadai, ramping, luwes dan reponsif; b) Peningkatan efektivitas dan

efisiensi ketatalaksanaan dan prosedur pada semua tingkat dan lini pemerintahan;

c) Penataan dan peningkatan kapasitas SDM aparatur agar sesuai dengan tugas dan

fungsinya untuk memberikan pelayanan yang terbaik bagi masyarakat; d)

Peningkatan kesejahteraan pegawai dan pemberlakuan sistem karier berdasarkan

prestasi;

  Meningkatkan keberdayaan masyarakat dalam penyelenggaraan pembangunan

dengan cara : a) Peningkatan kualitas pelayanan publik terutama pelayanan dasar;

b) Peningkatan kapasitas masyarakat untuk dapat berpartisipasi dalam proses

pembangunan dan mengawasi jalannya pemerintahan.

Sebagaimana Kebijakan Strategis Nasional bidang Pendayagunaan

Aparatur Negara (Jakstrapan) tahun 2005-2009, pembangunan sumber daya

manusia aparatur hendaknya difokuskan pada :

      Peningkatan kualitas pelayanan publik dan percepatan pemberantasan   KKN;

      Peningkatan kinerja aparatur melalui penerapan sistem penggajian yang berbasis

merit dan remunerasi, akuntabilitas dan penegakan disiplin secara konsisten,

kelembagaan sesuai visi-misi, dan ketatalaksanaan yang efektif.

Strategi yang dilakukan untuk melaksanakan pembangunan sumber daya

manusia aparatur tadi adalah dengan :

Penerapan prinsip-prinsip tata pemerintahan yang baik (good governance) pada

semua tingkat, lini, dan kegiatan pemerintahan;

Peningkatan kualitas pelayanan publik yang semakin mudah, cepat, murah, bebas

KKN, dan tidak diskriminatif; Meningkatkan koordinasi pendayagunaan aparatur

negara (sinkronisasi, integrasi, simplifikasi);

Peningkatan kapasitas masyarakat untuk dapat mandiri, berpartisipasi dalam proses

pembangunan dan mengawasi jalannya pemerintahan;

Peningkatan intensitas dan efektivitas pengawasan aparatur negara melalui

pengawasan internal, pengawasan fungsional dan pengawasan masyarakat;

Penataan dan peningkatan kapasitas sumber daya aparatur agar sesuai dengan

kebutuhan dalam melaksanakaan tugas dan fungsinya untuk memberikan

pelayanan yang terbaik bagi masyarakat;

2.4  Pemberdayaan Masyarakat

Pemberdayaan menurut Ife (1995:56) adalah meningkatkan kekuasaan atas

mereka yang kurang beruntung. “ empowerment aims to increase the power of

disadvantage”.

Pemberdayaan masyarakat adalah upaya gerakan terus-menerus untuk

menghasilkan suatu kemandirian (self propelled development). Pemberdayaan

harus berawal dari kemauan politik (political will), para penguasa seperti yang

dikemukakan oleh Reonard D. White (dalam Suhendra 1998:2).

Adapun Unsur-unsur pemberdayaan masyarakat diantaranya adalah :

  Kemauan politik yang mendukung.

  Suasana kondusif untuk mengembangkan potensi secara menyeluruh..

  Motivasi

  Potensi masyarakat.

  Peluang yang tersedia.

  Kerelaan mengalihkan wewenang

  Perlindungan.

  Awerness (Kesadaran)

2.5  Konsep Good Governance

Governance, yang diterjemahkan menjadi tata pemerintahan, adalah

penggunaan wewenang ekonomi, politik dan administrasi guna mengelola urusan-

urusan negara pada semua tingkat. (Asian Development Bank, (1999), Governance

: Sound Development Management) Tata pemerintahan mencakup seluruh

mekanisme, proses dan lembaga-lembaga dimana warga dan kelompok-kelompok

masyarakat mengutarakan kepentingan mereka, menggunakan hak hukum,

memenuhi kewajiban dan menjembatani perbedaan-perbedaan diantara mereka.

Good Governance (Miftah Thoha, 2003) adalah Governance (tata

pemerintahan) yang dijalankan pemerintah, swasta,dan rakyat secara seimbang,

tidak sekedar jalan melainkan harus masuk kategori yang baik (good).

Pengertian ini sejalan dengan (Loina Lalolo KP, 2003) yang berpendapat

bawasanya  keseimbangan pelaksanaan peran dan fungsi antara negara, pasar, dan

masyarakat.

Berdasarkan pengertian di atas ,good governance memiliki sejumlah cirri

sebagai berikut (Bappenas,2002):

-       Akuntabel, artinya pembuatan dan pelaksanaan kebijakan harus disertai

pertanggungjawabannya

-       Transparan, artinya harus tersedia informasi yang memadai kepada masyarakat

terhadap proses pembuatan dan pelaksanaan kebijakan

-       Responsif, artinya dalam proses pembuatan dan pelaksanaan kebijakan harus

mampu melayani semua stakeholder

-       Setara dan inklusif, artinya seluruh anggota masyarakat tanpa terkecuali harus

memperoleh kesempatan dalam proses pembuatan dan pelaksanaan sebuah

kebijakan.

-       Efektif dan efisien, artinya kebijakan dibuat dan dilaksanakan dengan

menggunakan sumberdaya-sumberdaya yang tersedia dengan cara yang terbaik.

-       Mengikuti aturan hukum, artinya dalam proses pembuatan dan pelaksanaan

kebijakan membutuhkan kerangka hukum yang adil dan ditegakan.

-       Partisipatif, artinya pembuatan dan pelaksanaan kebijakan harus membuka ruang

keterlibatan banyak actor.

-       Berorientasi pada konsesus(kesepakatan). Artinya pembuatan dan pelaksanaan

kebijakan harus merupakan hasil kesepakatan bersama diantara para aktor yang

terlibat.

Artinya dalam penerapan prespektif teori ini seorang pegawai dituntut untuk

bagaimana bemberikan kinerja secara baik itu dalam artian kemampuan mamupun

pelayanan yang baik untuk bagaimana mewujudkan tata pemerintahan yang

baik,sesuai dengan prinsip-prinsip yang telah dituangkan dalam teori tersebut

ANALISIS FAKTUAL & TEORITIS

3.1  Perubahan dan perkembangan kebijakan pembangunan

  Dalam RPJM telah mengidentifikasi 11 (sebelas) permasalahan

pembangunan yang dihadapi lima tahun kedepan, salah satu diantaranya adalah

permasalahan sumber daya manusia aparatur termasuk di dalamnya adalah PNS.

Permasalahan tersebut adalah rendahnya kualitas pelayanan umum antara lain

karena tingginya penyalahgunaan kewenangan dan penyimpangan, rendahnya

kinerja sumber daya aparatur, belum memadainya sistem kelembagaan (organisasi)

dan ketatalaksanaan (manajemen) pemerintahan, rendahnya kesejahteraan PNS,

serta banyaknya peraturan perundangundangan yang sudah tidak sesuai dengan

perkembangan keadaan dan tuntutan pembangunan. Untuk itu salah satu agenda

pembangunan nasional yang disusun adalah Menciptakan Tata Pemerintahan Yang

Bersih dan Berwibawa. Upaya untuk mewujudkan hal tersebut, disusun arah

kebijakan pembangunan penyelenggaraan negara tahun 2004-2009, yang

ditetapkan sebagai berikut:

         Menuntaskan penanggulangan penyalahgunaan kewenangan dalam bentuk

praktik-praktik KKN melalui: Penerapan prinsip-prinsip tata pemerintahan yang

baik (good governance), Pemberian sanksi yang berat bagi pelaku KKN,

Peningkatan efektivitas pengawasan aparatur, Peningkatan budaya kerja aparatur,

Percepatan tindak lanjut hasil-hasil pengawasan;

         Meningkatkan kualitas penyelenggaraan administrasi negara melalui: Penataan

kembali fungsi-fungsi kelembagaan pemerintahan agar dapat lebih memadai,

efektif dengan struktur lebih ramping, luwes dan responsif, Peningkatan efektivitas

dan efisiensi ketatalaksanaan pada semua tingkat dan lini pemerintahan, Penataan

dan peningkatan kapasitas SDM aparatur agar lebih profesional, Peningkatan

kesejahteraan pegawai dan memberlakukan sistem karier berdasarkan prestasi,

optimalisasi pengembangan dan pemanfaatan e-Government dan dokumen/arsip

negara dalam pengelolaan tugas dan fungsi pemerintahan;

         Meningkatkan keberdayaan masyarakat dalam penyelenggaraan pembangunan.

Dua dari tiga arah kebijakan pembangunan nasional penyelenggaraan negara

tersebut diatas mengamanatkan dilakukannya upaya-upaya yang difokuskan pada

dua aspek pembangunan yaitu aspek kelembagaan dan sumber daya manusia

aparatur. Maksud dari arah kebijakan tersebut yaitu agar pembangunan

penyelenggaraan negara mampu mewujudkan aparatur yang profesional, aparatur

yang akuntabel, dan aparatur yang sejahtera serta kelembagaan yang efisien dan

tanggap terhadap perubahan. Dengan terwujudnya kondisiaparatur sebagai tersebut

diatas, diharapkan dapat mengantarkan upaya pembangunan nasional

penyelenggaraan negara mencapai tujuan agenda pembangunan nasional:

Menciptakan Tata Pemerintahan Yang Bersih dan Berwibawa.

Artinya dalam hal ini bahwa sangat jelas bawasannya apa yang menjadi

tantangan atau hal apa yang harus dirubah, yakni yang utama adalah perbaikan

pada masalah sumberdaya paratur terutama yang menyangkut kelembagaan

pegawai negeri, yang seharusnya memberikan pelayanan dan kinerja yang

bermanfaat bagi masyarakat agar nantinya tercipta pemerintahan yang bersih dan

bertanggung jawab secara professional. oleh sebab itulah diperlukan sebuah aturan

agar bagaimana nantinya terwujud pemerintahan yang bersih dan akuntabel yang

dapat dipantau oleh seluruh masyarakat.

3.2  Pesatnya Perkembangan Teknologi Informasi Komunikasi.

Globalisasi dan revolusi teknologi informasi-komunikasi menjadi tantangan

tersendiri bagi birokrasi dalam upaya menciptakan pemerintahan yang baik,

pemerintahan yang bersih, dan berwibawa. Pemanfaatan teknologi informasi dalam

birokrasi secara tepat guna, dengan didukung kualitas sumber daya manusia yang

baik akan mampu meningkatkan efisiensi dan efektivitas birokrasi untuk

meningkatkan kinerjanya. Namun demikian apabila ketersediaan sarana tersebut

tidak dapat dimanfaatkan secara tepat guna dan tidak didukung dengan sumber

daya manusia yang berkualitas baik, maka hal tersebut hanya akan menciptakan

inefisiensi dan akan menghambat sistem manajemen secara keseluruhan.

Permasalahan klasik kepegawaian yang sering timbul berkaitan dengan kurang

berdayanya sistem informasi manajemen kepegawaian adalah :

  Kesalahan data PNS pada surat keputusan mutasi kepegawaian yang ditetapkan

oleh pejabat kepegawaian, hal demikian terjadi (pada umumnya) dikarenakan

dalam proses pembuatan keputusan tersebut tidak didukung dengan data yang

akurat dan mutakhir.

  Belum berdayanya sistem informasi kepegawaian untuk menghadirkan data dan

informasi PNS secara cepat, tepat dan akurat, setiap saat diperlukan dalam rangka

pembuatan keputusan-kebijakan kepegawaian nasional. Sedangkan pemeliharaan

data PNS secara manual kurang dapat mengimbangi percepatan perubahan dan

perkembangan lingkungan yang terjadi.

Artinya: Dalam hal ini agar kinerja yang dihasilkan dapat bermanfaat atau

dapat dicapai dengan cepat, tepat dan bermanfaat bagi masyarakat untuk itu para

pegawai harus didukung dengan penerapan teknologi dalam hal ini misalnya

pengunaan komputer/ laptop. Peran teknologi ini sangat penting disamping untuk

mengikuti perkembangan teknologi juga untuk bagaimana memanfaatkan

teknologi tersebut untuk kelancaran kerja agar nantinya pekerjaan tersebut dapat

terselesaikan dengan cepat dan akurat.Tetapi yang lebih utama adalah bagaimana

menerapkan teknologi tersebut dengan benar atau sesuai prosedur agar tidak terjadi

penyimpangan dan disalah gunakan.

3.3  Peluang Kepegawaian Ke Depan

Keberadaan Pegawai Negeri Sipil sebagai aparat birokrasi yang berasal dari

jalur karier kepegawaian (non political appointees) selalu dijumpai di setiap

pemerintahan suatu negara, dan keberadaannya akan terus eksis selama

pemerintahan negara tersebut masih ada. Keberadaan PNS dibutuhkan oleh

pemerintah dan negara (stakeholder), dimana PNS selaku pelaksana kebijakan

untuk menggerakan birokrasi, dan dibutuhkan oleh masyarakat secara umum

(customer) dalam wujud pelayanan publik yang diberikan kepada masyarakat

(fungsi public service). Oleh karena itu Pegawai Negeri Sipil disebut “public

servant atau civil servant,” yang selalu dibutuhkan oleh Pemerintah/Negara, dan

Masyarakat sebagai pengguna jasa PNS.

Perubahan dari dua faktor utama (pemerintah selaku stakeholder dan PNS

selaku pelaksana kebijakan/penyelenggara birokrasi serta penyedia pelayanan

kepada masyarakat) diperlukan, karena dipengaruhi oleh dinamika perubahan di

berbagai bidang, seperti: POLEKSOS, demografi, dan meningkatnya tuntutan

publik kepada PNS, serta pengaruh global. Dari sisi pemerintah, perkembangan

dan perubahan lingkungan yang terjadi telah disikapi dengan berbagai upaya

penyesuaian arah kebijakan pembangunan nasional. Kebijakan pembangunan

penyelenggaraan negara, diarahkan untuk menciptakan Pemerintahan Yang Bersih

dan berwibawa sebagaimana tertuang dalam RPJM.Sejahtera, dimana penghasilan

PNS dapat memenuhi tingkat hidup layak bagi diri dan keluarganya, yang

didukung dengan sistern penghargaan non materiil yang adil dan rasional, sehingga

mampu menumbuhkan motivasi yang selanjutnya memacu peningkatan kinerja,

dan terciptanya aparatur yang bersih dari KKN.

Sedangkan penyesuaian yang harus dilakukan oleh kepegawaian adalah

menyelaraskan program-program kepegawaian dengan arah kebijakan

pembangunan nasional serta tuntutan stakeholder (pemerintah) dan masyarakat

yang menghendaki terwujudnya PNS yang profesional, dan bersih dari KKN,

sehingga mampu menghadirkan pelayanan terbaik bagi masyarakat dan mendorong

terciptanya kepemerintahan yang baik (good governance). Untuk itu masih terbuka

peluang bagi kepegawaian di masa depan, apabila mampu mengembangkan sistem

manajemen kepegawaian yang ada, sehingga dapat mewujudkan PNS sebagaimana

diharapkan oleh stakeholder dan customernya.

3.4  Memperbaiki Manajemen Kepegawaian

Sistem manajemen kepegawaian yang berawal dari sistem perekrutan,

promosi dan mobilisasi, esolonisasi, renumerasi, pendidikan dan pelatihan,

kesejahteraan pegawai, disiplin, dan pensiun. Memerlukan perbaikan manajemen

kepegawaian yang terintegral dan komprehensif. Maka hendaknya instansi yang

menangani manajemen kepegawaian seperti Kementerian Pendayagunaan Aparatur

Negara (menpan), Badan Kepegawaian Negara (BKN), Badan Kepegawaian

Daerah (BKD), lembaga Administrasi Negara (LAN) sebagai pengelola PNS untuk

bisa duduk bersama memperbaiki manajemen kepegawaian yang lebih baik. Ada

beberapa masukan untuk memperbaiki manajemen kepegawaian sebagai berikut :

       Manajemen kepegawaian (PNS) yang cenderung menggunakan system tertutup

karena akibat dari desentralisasi dan otonomi daerah, maka perlu dikembalikan ke

system manajemen nasional yang terpadu dan terbuka sehingga memungkinkan

semua orang bisa memasuki atau menjadi pegawai pemerintah tanpa dihalangi oleh

asal usul etnis dan kedaerahannya. Dengan demikian, hal-hal yang bisa dibantu

antara lain menata dan mereformasi manajemen kepegawaian secara menyeluruh

dengan menggunakan system yang tepat untuk wilayah Indonesia yang luas;

       Pengembangan Pendidikan dan Pelatihan PNS tidak lagi dititkberatkan kepada

Diklat Struktural yang cenderung menjadikan orientasi pegawai hanya untuk

mendapatkan jabatan struktural, namun Diklat diarahkan untuk meningkatkan

keahlian dan kecakapan pegawai;

       Dalam pelaksanaan Otonomi Daerah, pengelolaan Manajemen kepegawaian di

daerah dilakukan secara otonom oleh daerah mulai dari rekrutmen sampai dengan

pensiun. Perlu adanya restrukturisasi kelembagaan dalam manajemen kepegawaian

di daerah tidaknya bersifat administratif, namun perlu struktur kelembagaan baru

yang diarahkan dan berorientasi terhadap pengembangan potensi dan

profesionalisme pegawai, memberi pelayanan yang opimal kepada masyarakat.

Maka perlu kiranya manajemen kepegawaian dibantu melakukan analisis

organisasi, analisis jabatan yang tepat bagi pemenuhan kebutuhan peningkatan

kompetensi dan profesionalisme pegawai.

3.5  Prespektif Perbaikan Kinerja Untuk Mewujudkan Tata Kelola

Pemerintahan Yang Baik

Aparatur negara merupakan salah satu pilar dalam mewujudkan

Kepemerintahan Yang Baik (Good Governance). Kepemerintahan yang baik (good

governance) bukan hanya konsep yang perlu disosialisasikan, namun perlu

diterapkan pada semua level pemerintah di manapun berada. Penerapan konsep

good governance untuk kasus pemerintah di Indonesia diamanatkan dalam

Ketetapan MPR RI No. IX/MPR/1998 tentang Penyelenggaraan Negara Yang

Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme. Kemudian pemerintah

Indonesia juga mengeluarkan Undang-Undang No. 28 Tahun 1999 tentang

Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dri Kolusi, Korupsi, dan

Nepotisme.

Beberapa poin penting yang terkait dengan implementasi prinsip-prinsip

Good Governance merupakan pegangan bagi birokrasi publik dalam melakukan

transformasi manajemen pemerintahan. Menurut Tjokroamidjojo, tuntutan ke arah

Good Governance juga lahir akibat kualitas pelayanan publik yang rendah.

Untuk itu diharapkan adanya penyelenggaraan kepemerintahan yang baik

tingkat kompetensi aparatur seperti misalnya dengan memiliki pegangan seperti

antara lain:

       Insentif dan responsive terhadap peluang dan tantangan baru yang timbul.

       Tidak terpaku pada kegiatan-kegiatan rutin yang terkait dengan fungsi instrumen

birokrasi, akan tetapi harus mampu melakukan terobosan melalui pemikiran yang

kreatif dan inovatif

       Mempunyai wawasan yang luas dan jauh kedepan.

       Memiliki kemampuan untuk mengantisipasi, mempertimbangkan dan

meminimalkan resiko

       Tanggap terhadap peluang dan potensi yang dapat dikembangkan.

       Memiliki kemampuan untuk menggali sumber-sumber potensial

Artinya disini diharapkan kepada bagaimana sumberdaya aparatur yang

dalam hal ini adalah pegawai negeri untuk bagaimana memberikan pelayanan dan

kinerja yang betanggung jawab agar bagaimana dapat mencerminkan tata

pemerintahan yang baik, dalam hal ini pegawai tidak hanya menunggu apa

kemudian langkah yang diambil oleh pemerintah untuk memperbaiki kinerjanya

tersebut namun bagaimana para pegawai tersebut nantinya dapat mengambil

peluang tersendiri untuk bagaimana memciptakan sebuah terobosan-terobosan

yang dapat memperbaiki kualitasnya atau kinerjanya dalam mewujudkan tata

pemerintahan yang baik.

KESIMPULAN

       

Dari beberapa paparan yang dapat saya ungkapkan diatas dapat kita ambil

sebuah kesimpulan yakni bagaimana akan pentingnya sumberdaya aparatur yang

dalam hal ini adalah pegawai negeri untuk bagaimana memperbaiki kinerjanya

misalnya mulai dari perekrutan pegawai baru, seleksi, penetapan dan pelatihan

setelah dan sebelum menjadi pegawai  yang selama ini dipandang dalam

masyarakat sangat rendah karena  kualitas pelayanan, kineja dan profesionalisme

yang masih kurang dan terkesan setelah menjadi pegawai mereka tambah malas .

banyak masyarakat yang mengeluhkan akan hal ini. Sehingga aparatur

pemerintahan ini selalu mendapatkan kritikan , karena inilah para pegawai

diharapkan untuk nantinya dapat menciptakan tata kelola pemerintahan yang baik

yang sesuai dengan prinsip-prinsip yang tertuang dalam Good Governance, dan

ada beberapa hal yang menjadi kunci  perubahan sumberdaya aparatur antaralain:

  Besarnya political will/government will secara konsisten, sungguh-sungguh, dan

serius dalam pemberantasan KKN serta perubahan mind-set;

  Meningkatnya kesamaan persepsi dalam tujuan, pola tindak serta rencana;

  Memanfaatkan teknologi informasi (e-gov, e-procurement) dalam pemberantasan

KKN;

  Adanya kesepakatan penerapan single identity number (SIN);

  Pembaharuan peraturan perundang-undangan yang tumpang tindih;

  Penataan criminal justice system.

Artinya dalam hal ini tidak hanya pemerintah tapi aparaturnya yang dalam

hal ini adalah pegawai negeri haruslah sudah siap dan benar-benar bersungguh-

sungguh untuk merubah kinerjanya dalam berbagai aspek, dalam rangka

mewujudkan cita-cita bersama yakni penciptaan tata kelola pemerintahan yang

baik bersih dari unsur KKN.

DAFTAR PUSTAKA

<                 Albrow Martin,1989, Birokrasi; Terjemahan M. Rusli Karim dan Totok

Daryanto, Yogyakarta: Tiara Wacana.

<                 Bratakusumah, Otonomi Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah. PT.

Gramedia, Jakarta. 2002.

<                 Dwiyanto, Agus, dkk. Mewujudkan Good Governance Melalui Pelayanan

Publik. Gajah Mada Press, Yogyakarta. 2006.

<                 Ife, Jim. 1995, Commutity Development, creating community alternatives

Visions analisis and practices, Australia : Logman Inc.

<                 Suhendra.2006, Peran Birokrasi Dalam Pemberdayaan Masyarakat, bandung

: Tria Kencana.

<                 Saiful H. Djarot, Manajemen Pelayanan Publik Dalam Pelaksanaan Otonomi

Daerah dan Penataan Kelembagaan di Pemerintah.

<                 Teguh Sulistiyani, Ambar. 2004, Memahami Good Governance Dalam

Prespektif Sumberdaya Manusia.