Penilaian Performa Pengelolaan Perikanan Menggunakan ... - EAFM Taka Bonerate Kab... · merupakan...
Transcript of Penilaian Performa Pengelolaan Perikanan Menggunakan ... - EAFM Taka Bonerate Kab... · merupakan...
29 September 2016
Penilaian Performa Pengelolaan Perikanan Menggunakan Indikator EAFM Kajian Pada Perikanan Karang dan Perikanan Tuna di Kawasan Taman Nasional Takabonerate Kabupaten Kepulauan Selayar Sulawesi Selatan
Tim Kerja EAFM Learning Center EAFM Universitas Hasanuddin
Prof. Dr. Ir. Syamsu Alam Ali MS. | Dr. Ir. Alfa Nelwan, M.Si. Muh. Ruslan, S.Pi., M.Si. | Fahrul, S.Pi, M.Si Bekerja Sama Dengan WWF-Indonesia dan Yayasan Mattirotasi Makassar
TAHUN 2016
1
BAB I. PENDAHULUAN
I.2 Latar Belakang
Pengelolaan perikanan menurut UU Nomor 31 Tahun 2004 tentang
Perikanan, adalah semua upaya, termasuk proses yang terintegrasi dalam
pengumpulan informasi, analisis, perencanaan, konsultasi, pembuatan
keputusan, alokasi sumberdaya ikan, dan implementasi serta penegakan
hukum dari peraturan perundang-undangan di bidang perikanan, yang
dilakukan oleh pemerintah atau otoritas lain yang diarahkan untuk
mencapai kelangsungan produktivitas sumber daya hayati perairan dan
tujuan yang telah disepakati.
Proses yang terintegrasi dalam pengelolaan perikanan yang saat
ini dikenal dengan EAFM (Ecosystem Approach to Fisheries
Management) adalah konsep pengelolaan yang diadopsi dari FAO
Technical Consultation on Ecosystem-based Fisheries Management yang
dilaksanakan pada 16 - 19 September 2002 di Reykjavik. Pada prinsipnya
pendekatan ekosistim dalam penyusunan pengelolaan perikanan
merupakan kerangka yang tidak terpisahkan dari tiga dimensi, yaitu 1)
sumberdaya ikan dan ekosistemnya; 2) dimensi pemanfaatan untuk
kebutuhan sosial ekonomi masyarakat, serta 3) dimensi kebijakan
perikanan (Charles, 2011).
Kabupaten Kepulauan Selayar merupakan salah satu diantara 24
Kabupaten/Kota di Provinsi Sulawesi Selatan yang letaknya berada di
ujung selatan Pulau Sulawesi dan memanjang dari utara ke selatan.
Daerah ini memiliki kekhususan yakni satu-satunya Kabupaten di
Sulawesi Selatan yang seluruh wilayahnya terpisah dari
daratan Sulawesi dan terdiri dari gugusan beberapa pulau sehingga
membentuk suatu wilayah kepulauan. Gugusan pulau di Kabupaten
Kepulauan Selayar secara keseluruhan berjumlah 130 buah, 7
diantaranya kadang tidak terlihat (tenggelam) pada saat air pasang. Luas
wilayah Kabupaten Kepulauan Selayar meliputi 1 357.03 km² wilayah
daratan (12.91%) dan 9 146.66 km² wilayah lautan (87.09%). Secara
2
geografis, Kabupaten Kepulauan Selayar berada pada koordinat 5°42'-
7°35' Lintang Selatan dan 120°15'-122°30' Bujur Timur yang berbatasan
dengan Kabupaten Bulukumba dan Teluk Bone di sebelah utara, Laut
Flores dan Selat Makassar di sebelah barat, Laut Flores di sebelah timur
dan Provinsi Nusa Tenggara Timur di sebelah selatan (Pemerintah
Kabupaten Kepulauan Selayar, 2014).
Taka Bonerate adalah sebuah kawasan terumbu karang atol yang
terletak di sisi selatan Pulau Sulawesi, secara geografis terletak pada
posisi 120°55´-121°25´ Bujur Timur dan 6°20´-7°10´ Lintang Selatan. Dan
secara geografis Takabonerate merupakan salah satu kecamatan di
Kabupaten Kepulauan Selayar Provinsi Sulawesi Selatan, yang terletak di
sebelah tenggara pulau induk Kabupaten Selayar. Berbatasan dengan
wilayah perairan Kecamatan Bontosikuyu disebelah utara, disebelah barat
berbatasan dengan wilayah perairan Kecamatan Bontosikuyu dan
Pasimasunggu dan di sebelah selatan berbatasan dengan wilayah
perairan Kecamatan Pasimarannu sedangkan sebelah timur berbatasan
dengan wilayah perairan Kecamatan Pasilambena dan Perairan Provinsi
Sulawesi Tenggara.
Berdasarkan SK Menteri Kehutanan No. 280/KPTS-II/1992, tanggal 26
Februari 1992 dan SK Menteri Kehutanan No. 92/KPTS-II/2001, tanggal
15 Maret 2001, Kawasan Taka Bonerate ditetapkan sebagai Taman
Nasional dengan luas kawasan 530.765 ha. Kawasan Taka Bonerate
adalah pulau karang yang terbesar di Indonesia dan Asia tenggara. Taka
Bonerate terdiri atas 18 pulau kecil, 5 bungin dan 30 taka yang tersebar
membentuk cincin/atol (TNTBR, 2009).
Terdapat 7 buah pulau yang berpenghuni yakni: Pulau Tarupa, Pulau
Rajuni Kecil, Pulau Rajuni Besar, Pulau Latondu Besar, Pulau Jinato,
Pulau Pasitallu Tengah, dan Pulau Pasitallu Timur. Pulau-pulau di Taka
Bonerate terbentuk oleh terumbu karang tepi dan pasir karang dengan
ketinggian pulau berkisar 2 m diatas permukaan laut dengan potensi
wisata dan perikanan yang dapat dikembangkan.
3
Berdasarkan data survey yang dilakukan oleh WWF pada bulan
November 2015, masyarakat di beberapa pulau dalam kawasan TN. Taka
Bonerate berprofesi sebagai nelayan dengan target tangkapan yaitu ikan
pelagis (Tuna, Layang dan Cakalang), Ikan Karang (Kerapu, kwe,
Ketamba, Kakap, Baronang, dan ekor Kuning) Cephalopoda (Cumi-cumi,
Sotong, Gurita), Teripang dan Mollusca (kerang-kerangan). Sehingga
dapat digolongkan sebagai nelayan tangkap dengan target tangkapan
sebagian besar adalah ikan-ikan karang dan untuk jenis ikan-ikan pelagis
seperti ikan Tuna hingga saat ini hanya dimanfaatkan oleh masyarakat
pulau Tarupa Besar dan Pasitallu Tengah.
Penilaian EAFM merupakan salah satu alat pengukur dalam melihat
kondisi pengelolaan perikanan disuatu daerah, terdapat 6 Domain yang
terdiri atas 31 indikator. Melalui analisis indikator EAFM ini, diharapkan
dapat memberikan gambaran status dan kondisi perikanan, khususnya
perikanan tuna dan hasil tangkapan perikanan karang sebagai baseline
data bagi pemerintah baik itu di KKP, pemerintah Kabupaten Selayar dan
Balai Taman Nasional Takabonerate sebagai dasar pengelolaan
perikanan untuk mendukung kesejahteraan masyarakat pesisir dan
sekitarnya.
I.II Tujuan dan Manfaat Studi
Kegiatan ini memiliki tujuan sebagai berikut:
1. Untuk melakukan penilaian indikator dan tindak lanjut guna
peningkatan performa EAFM di Taman Nasional Taka Bonerate
sebagai baseline data.
2. Tersedianya hasil penilaian EAFM Taman Nasional Taka Bonerate
di Kabupaten Kepulauan Selayar.
3. Tersedianya Rencana kegiatan tindak lanjut untuk peningkatan
performa EAFM dalam mendukung Pengelolaan Perikanan yang
berkelanjutan TN.Taka Bonerate di Kabupaten Selayar.
4
BAB II. KONDISI UMUM PERIKANAN
Kawasan Taman Nasional Takabonerate secara administrasi
berada di perairan Kabupaten Kepulauan Selayar. Deskripsi umum
kegiatan perikanan, khususnya kegiatan penangkapan, baik hasil
tangkapan kelompok jenis ikan di terumbu karang, maupun kelompok
ikan pelagis besar di wilayah perairan Kabupaten Kepulauan Selayar.
II.1. Hasil tangkapan perikanan karang
1) Produksi Hasil tangkapan perikanan karang Produksi perikanan tangkap adalah sejumlah jenis ikan yang dapat
diproduksi dengan menggunakan berbagai jenis alat tangkap. Perikanan
tangkap di Kabupaten Kepulauan Selayar, oleh pelaku usaha
penangkapan mengoperasikan tiga belas jenis alat tangkap untuk
memperoleh hasil tangkapan jenis ikan karang. Produksi hasil tangkapan
perikanan karang untuk kurun waktu tahun 2011 – 2015 sebagaimana
terlihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Fluktuasi Hasil Tangkapan Jenis Ikan Karang di Kabupaten
Kepulauan Selayar untuk Kurun Waktu Tahun 2011-2015. (Dinas Kelautan dan Perikanan Kepulauan Selayar, 2012-2016).
0 500 1000 1500 2000 2500 3000 3500 4000
ManyungEkor KuningBawal PutihKakap Putih
PeperekLencam
Kakap MerahBelanak
Biji Nangka KarangBiji Nangka
KurisiSwanggi/ Mata Besar
Kerapu MacanKerapu Bebek
Kerapu BalongKerapu Sunu
Pari
Jumlah Hasil Tangkapan (Ton)
Jeni
s Ika
n
20152014201320122011
5
2) Komposisi Jenis hasil tangkapan perikanan karang
Statistik Perikanan Tangkap Dinas Kelautan dan Perikanan
Kabupaten Kepulauan Selayar tahun 2016 menunjukkan komposisi jenis
ikan karang pada tahun 2015 di Kabupaten Kepulauan Selayar
sebagaimana terlihat pada Gambar 2.
Gambar 2. Komposisi Jenis Ikan Karang di Kabupaten Kepulauan Selayar
Pada Tahun 2015.
Komposisi jenis ikan karang hasil tangkapan pada tahun 2015
menunjukkan proporsi ikan yang dominan adalah ikan Lencam (Lethrinus
lentjan sp) sebesar 24.96 %. Tingginya proporsi jenis ikan diduga sebagai
upaya penangkapan yang meningkat. Tren jenis dan jumlah alat tangkap
yang digunakan nelayan untuk produksi jenis ikan karang di Kabupaten
Kepulauan Selayar terlihat pada Gambar 3.
0.00
0.15
1.750.80
8.61
24.96
13.18
2.100.994.333.04 0.38
16.39
0.40
12.09
10.21
0.64
2015ManyungEkor KuningBawal PutihKakap PutihPeperekLencamKakap MerahBelanakBiji Nangka KarangBiji NangkaKurisiSwanggi/ Mata BesarKerapu MacanKerapu BebekKerapu BalongKerapu SunuPari
6
Gambar 3. Jenis dan Jumah Alat Tangkap Perikanan Karang di Kabupaten Kepulauan Selayar Dalam Kurun Waktu Tahun 2011-2015. (Dinas Kelautan dan Perikanan Kepulauan Selayar, 2012-2016).
Jenis dan jumlah alat tangkap untuk produksi ikan karang di
Kabupaten Kepulauan Selayar menunjukan bahwa pancing ulur
merupakan jenis alat tangkap terbanyak pada kurun waktu Tahun 2011 –
2015 dengan jumlah 2.588 unit pada tahun 2015.
3) Upaya Penangkapan
Data Statistik Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Kepulauan
Selayar untuk tahun 2011-2015 menunjukkan perkembangan unit
penangkapan dan produksi jenis hasil tangkapan perikanan karang di
Kabupaten Kepulauan Selayar sebagaimana terlihat pada Gambar 4.
0 500 1000 1500 2000 2500 3000
Rawai tetap
Rawai Tetap Dasar
Pancing Ulur
Sero
Bubu
Purse Seine
Payang
Jaring Insan Hanyut
Jaring insan tetap
Bagan tancap
Pancing Lainnya
Muroami
Garpu dan Tombak lainnya
Jumlah (Unit)
Jeni
s Ala
t Tan
gkap
Jenis dan Jumlah Alat Tangkap
2015
2014
2013
2012
2011
7
Gambar 4. Grafik Hubungan Perkembangan Unit penangkapan dan
Produksi Hasil Tangkapan Perikanan Karang di Kabupaten Kepulauan Selayar untuk tahun 2011-2015 (Dinas Kelautan dan Perikanan Kepulauan Selayar, 2012-2016).
Pada Gambar 4 menunjukan peningkatan unit penangkapan
perikanan karang di Kabupaten Kepulan Selayar dalam kurun waktu 5
tahun (2011-2015). Pada tahun 2014 menunjukan laju penurunan
produksi yang menurun seiring dengan meningkatnya jumlah unit
penangkapan. Jumlah peningkatan sebanyak 602 unit pada tahun 2014
ke tahun 2015 dan produksi hasil tangkapan pada tahun 2014 sampai
tahun 2015 dengan jumlah penurunan sebanyak 460.6 Ton. Data
tersebut mengindikasikan kegiatan perikanan tangkap dapat
mempengaruhi ketersediaan ikan dan akhirnya berdampak terhadap
jumlah hasil tangkapan. Kondisi tersebut merupakan indikasi untuk
melakukan tindakan pengelolaan perikanan tangkap, sehingga penting
diketahui status perikanan karang di Kabupaten Kepulauan Selayar.
II.2 Perikanan Tuna
1) Produksi Perikanan Tuna
Produksi perikanan tangkap kelompok jenis ikan pelagis besar di
Kabupaten Kepulauan Selayar, menggunakan dua jenis alat tangkap,
yaitu rawai tuna dan pancing tonda. Produksi kelompok jenis ikan pelagis
9474.4
12525.6
10512.2
9430.3
8969.7
5692
59015952
5924
6526
5200
5400
5600
5800
6000
6200
6400
6600
0
2000
4000
6000
8000
10000
12000
14000
2011 2012 2013 2014 2015
Upa
ya P
enan
gkap
an (U
nit)
Prod
uksi
(Ton
)
Tahun
Produksi Unit
8
besar untuk kurun waktu tahun 2011 – 2015 sebagaimana terlihat pada
Gambar 5.
Gambar 5. Fluktuasi Produksi Jenis Ikan Tuna di Kabupaten Kepulauan
Selayar dalam Kurun Waktu Tahun 2011-2015. (Dinas Kelautan dan Perikanan Kepulauan Selayar, 2012-2016).
Fluktuasi produksi kelompok jenis ikan pelagis besar dalam kurun
waktu tahun 2011-2015 menunjukkan jenis ikan madidihang (tuna ekor
kuning) memiliki produksi yang relatif lebih besar dibandingkan jenis ikan
lainnya. Produksi yang tinggi mengindikasikan bahwa madidihang
memiliki peluang tertangkap lebih besar. Peluang penangkapan yang
besar menunjukkan ketersediaan ikan untuk perikanan jenis madidihang
lebih besar di lokasi penangkapan dibandingkan jenis ikan lainnya.
2). Komposisi Jenis Ikan Tuna
Data Statistik Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten
Kepulauan Selayar tahun 2016 menunjukan komposisi jenis ikan tuna
pada tahun 2015 di Kabupaten Kepulauan Selayar sebagaimana terlihat
pada Gambar 6.
0 50 100 150 200 250 300 350
Albakora
Madidihan
Mata Besar
Tuna Sirib Biru Selatan
Tuna Gigi Anjing
Produksi (Ton)
Jeni
s Has
il Ta
ngka
pan
2015
2014
2013
2012
2011
9
50
0
53
0
2
434
0
469
1500
0
0 500 1000 1500 2000
Rawai Tuna
Pancing Tonda
Jumlah (Unit)
Jeni
s Ala
t Tan
gkap
2015201420132012
Gambar 6. Komposisi Jenis Ikan Tuna yang Tertangkap di perairan
Kabupaten Kepulauan Selayar Pada Tahun 2015.
Komposisi jenis ikan tuna pada tahun 2015 menujukan bahwa jenis
yang memiliki proporsi tertinggi adalah madidihang (Thunnus albacares)
sebesar 53.55 %. Tingginya proporsi madidihang diduga ketersediaan
madidihang relatif lebih besar dibandingkan jenis ikan lainnya yang
berdampak terhadap peluang penangkapan. Tren jenis dan jumlah alat
tangkap ikan tuna yang digunakan nelayan Kabupaten Kepulauan Selayar
menurut data statistik Dinas Kelautan dan Perikanan dalam kurun waktu
2011-2015 terlihat pada Gambar 7.
Gambar 7. Jenis dan Jumah Alat Tangkap Ikan Tuna di Kabupaten Kepulauan Selayar Pada Kurun Waktu Tahun 2011-2015. (Dinas Kelautan dan Perikanan Kepulauan Selayar, 2012-2016).
0.00
53.55
9.870.00
36.58
Albakora
Madidihang
Mata Besar
Tuna Sirib Biru Selatan
Tuna Gigi Anjing
10
Jenis dan jumlah alat tangkap untuk penangkapan ikan tuna di
Kabupaten Kepulauan Selayar, oleh pelaku usaha penangkapan
menggunakan rawai tuna dan pancing tonda. Rawai tuna merupakan alat
tangkap yang banyak digunakan untuk menangkap jenis ikan tuna.
Jumlah rawai tuna mencapai 1.500 unit pada tahun 2015.
3). Upaya Penangkapan
Data Statistik Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Kepulauan
Selayar untuk tahun 2011-2015 menunjukkan perkembangan unit
penangkapan dan produksi ikan tuna di Kabupaten Kepulauan Selayar
sebagaimana terlihat pada Gambar 8.
Gambar 8. Grafik perkembangan unit penangkapan dan produksi Ikan
Tuna di Kabupaten Kepulauan Selayar untuk tahun 2011-2015 (Dinas Kelautan dan Perikanan Kepulauan Selayar, 2012-2016).
Pada Gambar 9 menunjukan terjadi kecenderungan peningkatan
unit penangkapan ikan tuna di Kabupaten Kepulan Selayar dalam kurun
waktu 5 tahun (2011-2015). Sebaliknya dengan produksi tuna yang pada
tahun 2012 cenderung menurun. Kecenderungan tersebut menunjukan
adanya keterkaitan, dimana seiring meningkatnya upaya penangkapan
terjadi penurunan produksi. Kecenderungan terbalik antara jumlah upaya
penangkapan dengan produksi ikan mengindikasikan kegiatan perikanan
31.7
630.2
382.2
225.7
83.150
53
436 469
1500
0
200
400
600
800
1000
1200
1400
1600
0
100
200
300
400
500
600
700
2011 2012 2013 2014 2015
Jum
lah
(Uni
t)
Prod
uksi
(Ton
)
Tahun
Produksi Jumlah
11
tangkap di Kabupaten Kepulauan Selayar penting dilakukan tindakan
pengelolaan perikanan tangkap.
II.3 Skala Usaha Perikanan Tangkap
Skala usaha perikanan tangkap terlihat dari struktur armada yang
digunakan oleh pelaku usaha perikanan tangkap. Jenis armada yang
digunakan oleh nelayan berkaitan dengan luas jangkauan daerah
penangkapan ikan dan juga terkait spesifikasi alat tangkap yang
digunakan. Besarnya skala usaha perikanan tangkap di Kabupaten
Kepulauan Selayar pada tahun 2015 berdasarkan kecamatan
sebagaimana terlihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Skala armada penangkapan ikan perkecamatan dan jumlah Kabupaten Kepulauan Selayar Tahun 2015.
NO Nama Kecamatan Perahu Tanpa Motor (unit)
Perahu Motor (unit)
Jukung Kecil Sedang Besar KM MT
1 2 3 4 5 6 7 8
1 PASI MARANNU 27 65 41 40 238 205 2 PASI LAMBENA 39 62 49 51 859 145 3 PASIMASUNGGU 17 36 19 8 215 155 4 TAKABONERATE 43 64 44 21 921 309 5 PASI MASUNGU TIMUR 14 23 17 8 88 124 6 BONTOSIKUYU 46 52 33 11 267 442 7 BONTOHARU 41 61 47 18 122 451 8 BENTENG 0 0 0 0 5 15 9 BONTOMANAI 22 34 29 15 37 117
10 BONTOMATENE 44 38 23 19 112 208 11 BUKI 6 16 14 5 31 58
Keterangan: KM= Kapal Motor. MT= Motor Tempel Sumber : Dinas Kelautan dan Perikanan Kebupaten Kepulauan Selayar.
Tabel 1 menunjukan dari 11 kecamatan, jumlah armada yang
terbanyak berada di Kecamatan Takabonerate, yang keseluruhan armada
yang berada di Kecamatan Takabonerate berjumlah 1.402 unit. Terdapat
berbagai tipe armada yang dioperasikan oleh nelayan, namun yang
terbanyak adalah kapal motor sebesar 921 unit atau 65,69% dari
keseluruhan yang terdiri dari berbagai variasi tipe armada. Pelaku
usaha perikanan tangkap di Kecamatan Takabonerate umumnya
12
menggunakan perahu motor dengan skala kapal motor, sebanyak 921 unit
atau sebesar 65,69%. Namun demikian juga masih terdapat jenis
armada tanpa perahu motor tipe jukung yang digunakan oleh masyarakat
yang berjumlah 43 unit atau sebesar 3,07%. Variasi armada yang
terdapat di Kecamatan Takabonerate, selain mengindikasikan skala usaha
penangkapan di masyarakat juga mengindikasikan potensi perikanan
tangkap. Hal ini memberikan gambaran bahwa wilayah pantai dan lautan
lepas di wilayah Kecamatan Takabonerate memiliki potensi sumberdaya
ikan yang dapat diandalkan sebagai mata pencaharian masyarakat.
Gambar 9. Grafik perkembangan Skala Usaha Perikanan Tangkap di
Kabupaten Kepulauan Selayar pada Tahun 2015 (Dinas Kelautan dan Perikanan Kepulauan Selayar, 2016).
Gambar 9 menunjukkan secara umum pelaku usaha perikanan
tangkap di Kabupaten Kepulauan Selayar telah menggunakan kapal motor
untuk kegiatan penangkapan ikan. Pada tahun 2015 terdapat 2.895 unit
kapal motor atau sebesar bahwa Besaran usaha aktifitas perikanan
tangkap dengan menggunaan kapal motor dengan jumlah unit 2.895 atau
sebesar 45,3%.
1262
2229
2895
0
500
1000
1500
2000
2500
3000
3500
Perahu Tanpa Motor Motor Tempel Kapal Motor
Jum
lah
(Uni
t)
Skala Usaha
13
II.5 Rumah Tangga Nelayan
Jumlah skala usaha berdasarkan Rumah Tangga Perikanan (RTP)
tangkap di Kabupaten Kepulauan Selayar berdasarkan kecamatan
sebagaimana terlihat pada pada Gambar 10.
Gambar 10. Jumlah RTP di Kabupaten Kepulauan Selayar untuk Tahun
2015 (Dinas Kelautan dan Perikanan Kepulauan Selayar, 2016).
Rumah tangga Perikanan tertinggi berada di kecamatan
Takabonerate dengan jumlah RTP 1.483 sedangkan yang terendah
berada di wilayah Kecamatan Benteng dengan jumlah RTP sebesar 23.
Komposisi Jumlah RTP sebagaimana terlihat pada Gambar 11.
649
1305
495
1483
299
921
816
23
298
509
176
0 500 1000 1500 2000
PASI MARANNU
PASI LAMBENA
PASIMASUNGGU
TAKA BONERATE
PASI MASUNGU TIMUR
BONTO SIKUYU
BONTOHARU
BENTENG
BONTOMANAI
BONTOMATENE
BUKI
Jumlah
Keca
mat
an
14
Gambar 11. Persentase Jumlah Rumah Tangga Perikanan Tangkap di
Kabupaten Kepulauan Selayar Untuk Tahun 2015 (Dinas Kelautan dan Perikanan Kepulauan Selayar, 2016)
Jumlah persentase rumah tangga perikanan terbesar berada dikecamatan
Takabonerate yaitu 21.3% sedangkan yang terendah berada di
kecamatan Benteng sebesar 0.3% dari total keseluruhan jumlah RTP yaitu
6.974 keluarga.
II.5 Kawasan Taman Nasional Takabonerate
Taman Nasional Takabonerate (TNTBR) merupakan kawasan
kepulauan karang yang berbentuk atol atau cincin. Pada awalnya
Masyarakat tidak mengenal kawasan tersebut dengan nama Taka
Bonerate tetapi dikenal dengan nama Kepulauan Macan. Tetapi menurut
masyarakat setempat bahwa dahulu wilayah tersebut masuk ke dalam
distrik Bonerate kemudian berganti nama menjadi Taka Bonerate.
Nama Taka Bonerate diberikan kepada kawasan karena terdiri dari
banyak taka dengan nama masing-masing tersebut untuk dijadikan satu
kawasan Taman Nasional dengan satu nama dan nama tersebut diambil
dari nama ibukota kecamatan Pasimarannu yaitu Bonerate. Setelah Taka
Bonerate resmi menjadi taman nasional, kawasan tersebut disatukan
kedalam satu kecamatan yaitu Kecamatan Pasitallu ditambah dengan
Pulau Kayuadi dan selanjutnya Nama Kecamatan Pasitallu diubah
9.3
18.7
7.1
21.34.3
13.2
11.7
0.3 4.3
7.32.5 PASI MARANNU
PASI LAMBENA
PASIMASUNGGU
TAKA BONERATE
PASI MASUNGU TIMUR
BONTO SIKUYU
BONTOHARU
BENTENG
BONTOMANAI
BONTOMATENE
BUKI
15
menjadi Kecamatan Taka Bonerate dengan Pulau Kayuadi sebagai
ibukota kecamatan.
Namun saat ini TNTBR berada dalam wilayah Kecamatan Taka
Bonerate, Kabupaten Kepulauan Selayar. Secara fisik kawasan TNTBR,
disebelah utara berbatasan dengan Sulawesi Selatan, sebelah timur
berbatasan dengan Laut Banda, sebelah selatan berbatasan dengan Laut
Flores, dan sebelah barat berbatasan dengan Laut Jawa. Awalnya
terdapat lima desa dalam kawasan TNTBR yaitu Desa Rajuni, Desa
Latondu, Desa Tarupa, Desa Jinato dan Desa Tambuna. Namun sejak
tahun 2012, pemerintah Kabupaten Kepulauan Selayar melakukan
pemekaran terhadap Desa Tambuna menjadi 2 desa yaitu Desa Tambuna
dan Desa khusus Pasitallu Raya
Taka Bonerate terdiri atas 18 pulau kecil, 5 bungin dan 30 taka
yang tersebar membentuk cincin/atol (BTNTBR, 2014). Terdapat 7 buah
pulau yang berpenghuni yakni: Pulau Tarupa, Pulau Rajuni Kecil, Pulau
Rajuni Besar, Pulau Latondu Besar, Pulau Jinato, Pulau Pasitallu Tengah,
dan Pulau Pasitallu Timur. Pulau-pulau di Taka Bonerate terbentuk oleh
terumbu karang tepi dan pasir karang dengan ketinggian pulau berkisar 2
m di atas permukaan laut.
TNTBR merupakan salah satu kawasan pelestarian alam yang
mempunyai ekosistem asli, dikelola dengan sistem zonasi untuk tujuan
penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya,
pariwisata dan rekreasi. Status kawasan Taka Bonerate bermula sebagai
cagar alam berdasarkan SK Menteri Kehutanan No. 100/Kpts-II/1989.
Wilayah tersebut ditunjuk sebagai Cagar Alam Laut karena hamparan
karang berbentuk cincin (atol) dan merupakan habitat berbagai jenis biota
laut seperti kima raksasa Tridacna Gigas dan triton terompet Charonia
tritonis, daerah itu juga merupakan tempat peneluran penyu hijau
Chelonia mydas dan penyu sisik Eretmochelys imbricata, sehingga perlu
dipertahankan dan dibina kelestariannya untuk dapat dimanfaatkan bagi
kepentingan ilmu pengetahuan, pendidikan, kebudayaan, rekreasi dan
pariwisata Pada tahun 1992 Taka Bonerate kemudian ditunjuk menjadi
16
Taman Nasional berdasarkan SK Menteri Kehutanan No. 280/KPTS-
II/1992, tanggal 26 Februari 1992 dan ditetapkan dengan SK Menteri
Kehutanan No. 92/KPTS-II/2001, tanggal 15 Maret 2001 dengan luas
kawasan 530.765 ha.
Pengelolaan Taman Nasional Taka Bonerate dikelola berdasarkan
sistem zonasi. Pada awalnya TNTBR mempunyai empat zona yaitu: Zona
inti, Zona Pemanfaatan Intensif, Zona Pemanfaatan Tradisional, dan Zona
Cadangan. Sistem zonasi tersebut kemudian dilakukan penataan kembali
dengan mengacu kepada Permenhut Nomor: P. 56/MenhutII/2006 tanggal
29 Agustus 2006 tentang Pedoman Zonasi Taman Nasional. Keputusan
Direktorat Jenderal PHKA Nomor : SK. 150/IVSET/2012 tentang Zonasi
Taman Nasional Taka Bonerate.
Sistem zonasi tersebut menetapkan wilayah TNTBR menjadi empat
zona yaitu Zona Inti (8.341 Ha), Zona Perlindungan Bahari (21.188 Ha),
Zona Pemanfaatan (500.879) yang peruntukannya terbagi atas empat
peruntukan yaitu zona yang diperuntukkan bagi masyarakat dalam
kawasan, zona yang diperuntukkan bagi masyarakat sekitar kawasan,
zona yang diperuntukkan bagi masyarakat umum dan zona yang
diperuntukkan bagi aktivitas wisata, dan Zona Khusus (357 Ha). Informasi
zonasi TNTBR berdasarkan letak geografis dan luasannya dapat dilihat
pada Gambar 12.
17
Gambar 12. Peta Zonasi Kawasan Takabonerate (Balai Taman Nasional
Takabonerate 2012)
Pengelolaan kawasan TNTBR terbagi atas 2 (dua) seksi
pengelolaan yaitu Seksi Pengelolaan Taman Nasional (SPTN) Wilayah I di
Desa Tarupa dan SPTN Wilayah II di Desa Jinato. Masing-masing SPTN
Wilayah memiliki staf yang membidangi urusan tata usaha umum dan
urusan teknis KSDAHE. SPTN Wilayah I membawahi 5 resort yaitu Resort
Tarupa, Resort Rajuni Desa, Resort Tinabo, Resort Rajuni Laut dan
Resort Latondu. SPTN Wilayah II membawahi 3 resort yaitu Resort Jinato,
Resort Pasitallu Timur dan Resort Pasitallu Tengah. Setiap resort terdapat
2 – 3 orang tenaga fungsional Polisi Kehutanan, 1 orang tenaga
fungsional Pengendali Ekosistem Hutan. Sementara tenaga fungsional
18
penyuluh kehutanan saat ini di masing-masing SPTN Wilayah hanya
terdapat 1 orang. Terdapat pula tenaga TPHL, juru kemudi dan ABK serta
tenaga honorer di masing-masing SPTN Wilayah yang sangat membantu
dalam setiap pelaksanaan tugas kerja di dalam kawasan TNTBR. Dan
adapun peta wilayah kerja seksi dan resort Balai Taman Nasional
Takabonerate pada Gambar 13.
Gambar 13. Peta Wilayah Kerja Kawasan Balai Taman Nasional Taka Bonerate (Balai Taman Nasional Takabonerate 2012).
1) Kondisi Iklim Kawasan Taman Nasional Takabonerate Kawasan Taka Bonerate umumnya beriklim basah tropik
khatulistiwa. Kawasan ini mempunyai 4 (empat ) bulan basah (curah
19
hujan > 200 mm) secara berturut-turut dan 5 bulan kering (curah hujan <
100 mm), serta dipengaruhi oleh musim angin barat dan musim angin
timur dan musim peralihan (musim pancaroba). Musim barat terjadi pada
bulan Januari – Maret, biasanya diikuti dengan keadaan angin dan ombak
yang sangat besar. Musim Timur terjadi pada bulan Juni – September,
biasanya diikuti dengan musim kemarau dan gelombang laut yang relatif
tenang. Diantara kedua musim tersebut terdapat musim peralihan ,pada
bulan April – Juni dan Oktober – Desember. Angin yang sangat kencang
dan diserta dengan ombak yang cukup besar yang disitilahkan oleh
masyarakat dengan Jene Kebo (putihnya lautan oleh buih-buih ombak)
biasanya terjadi pada bulan Agustus- September.
2) Potensi Taman Nasional Takabonerate
Kawasan Taman Nasional Takabonerate saat ini telah
terindetifikasi, terdapat ekosistem terumbu karang dengan 231 jenis, ikan
285, moluska 216, penyu 4, Echinodermata 4, lamun 10 dan alga
sebanyak 47 jenis.
a. Terumbu karang
Kawasan Taka Bonerate terdiri atas 3 (tiga) kategori terumbu
karang yaitu: terumbu karang penghalang (barrier reef), terumbu karang
tepi (fringing reef), dan terumbu karang cincin (atoll). Keanekaragaman
jenis biota penyusun ketiga kategori terumbu karang tersebut cukup tinggi,
juga keberadaan beberapa lokasi profil terumbu karang yang sangat terjal
(drop-of).
Taman Nasional Taka Bonerate merupakan kawasan terumbu
karang yang berada pada suatu dangkalan yang dikelilingi oleh laut
dalam. Berdasarkan hasil interpretasi citra Aster tahun 2008, luas karang
hidup 10,029 ha, karang mati 8,559 ha, lamun dan makroalgae 19,748 ha,
paparan pasir 20,381 ha, pulau/daratan 437 ha dan bungin/sand dunes 76
ha.
Terumbu karang yang ditemukan terdiri dari 68 genera karang yang
terdiri atas 63 genera dari Ordo Scleractinia dan 5 genera dari Ordo non
20
Scleractinia yang terdiri dari 233 jenis spesies penyusun terumbu karang.
Famili karang yang dominan adalah Acroporidae, Fungidae, Faviidae dan
Dendrophylladae. (LIPI 1995 dalam RPTN 1997, PSTK UNHAS 2000,
TNTBR 2005).
b. Padang Lamun
Jenis lamun yang ditemukan terdiri dari 11 spesies dari 7 genera.
Jenis lamun yang dominan adalah Thalassodendron ciliata, Halophila
ovalis, Cymodocea rotunda, Cymodocea serrulata, Thallasia hemprichii
dan Enhalus acoroides (RPTN 1997,PSTK UNHAS 2000). Jenis lain yang
juga dijumpai namun dalam skala yang kecil adalah Halophila minor,
Syringodium, Halodhule spp. Pengamatan yang dilakukan oleh (RPTN,
1997).
c. Ganggang Laut (Macro Algae)
Ganggang laut atau macro algae adalah tumbuhan purba, yang
tidak memiliki akar, daun dan batang sejati. Alga memiliki berbagai
bentuk, mulai dari bentuk benang hingga lembaran-lembaran yang rumit.
Alga sering dikelompokkan dalam 3 kelompok utama, yaitu alga merah,
alga hijau dan alga coklat.
Jenis makro alga yang ditemukan terdiri dari 112 spesies berasal
dari 46 genera yang terdiri atas 55 spesies alga hijau, 24 spesies alga
coklat, dan 33 spesies alga merah (RPTN TNTBR 1997,PSTK Unhas
2000, TNTBR 2005, TNTBR 2012).
Hasil pengamatan Tim RPTN Taka Bonerate (RPTN, 1997)
menemukan 47 spesies makro algae yang merupakan anggota Phyllum
Chlorophyta, Phaeophyta dan Rhodophyta. Sedangkan hasil penelitian
Tim Zonasi PSTKUNHAS (2001), menemukan 83 spesies dan 37 genera
makroalgae yang terdiri dari 44 spesies algae hijau, 13 spesies algae
coklat dan 26 spesies algae merah.
Algae dominan yaitu: Dicoospbaefia cavernosa, Udotea
occidentalis, Neomeris annulata, Halimeda cylindracea, H. opuntia, H.
macroloba, H. micronesica, Laurencia obtusa dan Lithothamnion prolifer.
21
Namun dari 9 spesies tersebut hanya 2 spesies yang ditemukan
melimpah, yaitu Halimeda cylindracea dan Neomeris annulata.
d. Ikan
Ikan yang terdapat di kawasan TN Taka Bonerate terdiri atas dua
jenis utama yaitu ikan karang dan ikan pelagis. Kawasan TN Taka
Bonerate yang memiliki variasi habiat mulai dari daerah terumbu karang,
daerah berpasir, berbagai lekuk dan celah, daerah algae, dan lamun
hingga laut dalam menyebabkan keanekaragaman ikan pada kawasan ini
sangat tinggi.
Teridentifikasi bahwa kawasan ini merupakan habitat bagi 53
famili, 160 genus dan 564 spesies ikan karang dan pelagis. Adapun ikan
karang yang mendominasi dalam kawasan TN Taka Bonerate diantaranya
adalah Chaetodontidae, Pomacentridae, Labridae, Scaridae,
Pomachantidae, Apogonidae, Serranidae, Gobiidae, Lutjanidae,
Caesionidae dan Mullidae (LIPI 1995 dalam RPTN 1997,PSTK Unhas
2000, TNTBR 2005, TNTBR 2012).
Sedangkan penelitian yang dilaksanakan oleh Tim Zonasi
PSTKUNHAS (2001), mendapatkan 36 famili, 115 genus dan 362 spesies
ikan karang. Seluruh jumlah dan spesies ini kemudian dibagi ke dalam 3
kelompok besar: ikan major, ikan indikator dan ikan target. Jumlah famili
ikan major sebanyak 19 famili (61 genus; 176 spesies), ikan indikator
sebanyak 5 famili (16 genus; 61 spesies) dan ikan target sebanyak 15
famili (42 genus; 125 spesies).
e. Moluska
Jenis moluska yang ditemukan terdiri atas 4 klas, yaitu Gastropoda,
Pelecypoda, Cephalopoda dan Scapopoda dengan 62 famili dan 299
spesies (MOKA 1992, 1995,1996 dalam RPTN 1997, TNTBR, 2005).
Kelompok mollusca yang dominan terdiri atas dua klas yakni
Gastropoda (keong-keongan) dan Pelecypoda (kerang-kerangan). Gastropoda dominan berasal dari famili: Cypraedae, Thaidae, Conidae,
dan Cerithidae. Juga ditemukan gastropoda ukuran besar seperti
22
Scrabang Batik (Chaeronia tritons), Kepala Kambing (Cassis cornuta), dan
tedong-tedong (Lambis chiragra). Serta beberapa jenis Trochus spp, dan
Conus textile yang masuk dalam redlist CITES. Jenis-jenis kerang yang
ditemukan antara lain: kerang mutiara (Pinctada spp), Halionthis sp dan
Kima (Tridacna spp).
Jenis Kima yang terdapat di TBR adalah lima jenis dari marga
Tridacna dan dua jenis dari marga Hippopus. Ketuiuh spesies tersebut
adalah Tridacnagigas, T. squamosa, T. derasa, T. crosea, T. maxima,
Hippopus hippopus, H. porcellanus. Juga terdapat Klas Cephalopoda
seperti Nautilus (Nautilus sp), Cumi-cumi (Squid sp) dan Gurita (Octopus
sp).
f. Penyu
Terdapat 4 jenis penyu yang ditemukan di Taka Bonerate, yaitu:
Penyu Sisik Eretmochelys imbricata, Penyu Hijau Chelonia mydas, Penyu
Lekang Lepidochelys olivacea, dan Penyu Tempayan Caretta caretta
(RPTN TNTBR, 1997).
g. Echinodermata
Echinodermata yang ditemukan terdiri dari bintang laut (Asteroidea)
8 jenis, lili laut (Crinoidea), bulu babi (Echinoidea) 13 jenis dan teripang
(Holothuroidea) 11 jenis. (PSTK Unhas 2000).
Crustacea ditemukan sebanyak 15 spesies yang terdiri atas udang
penaid Penaeus spp, lobster Panulirus spp, udang pasir dan kepiting
(PSTK Unhas 2000).
23
BAB III. METODOLOGI
III.1 Pengumpulan data
Lokasi pelaksanaan pilot test EAFM di laksanakan di Kawasan
Taman Nasional Takabonerate dan untuk pengumpulan data dilakukan
mulai tanggal 11 Agustus – 26 Agustus 2016. Pengumpulan data primer
dilakukan melalui survei dan pengamatan langsung serta wawancara di
lapangan pada sejumlah responden yang berkaitan dengan aktivitas
perikanan ikan karang dan ikan tuna. Pengumpulan data sekunder
perikanan yang dimaksud lebih diprioritaskan di Balai Taman Nasional
Taka Bonerate, Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Selayar. Data
sekunder yang dikumpulkan berupa Laporan Tahunan dan Statistik
Perikanan Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Selayar.
Pengumpulan data yang berkaitan dengan Domain Habitat dan
Ekosistem bersumber dari hasil-hasil penelitian baik telah terpublikasi
dalam bentuk jurnal maupun laporan-laporan penelitian dan dokumen
yang relevan khusunya yang mengkaji mengenai sumberdaya perikanan
perairan pesisir dan laut Kabupaten Selayar khususnya tentang
Kawasan Taman Nasional Takabonerate.
Selain pengumpulan data sekunder, juga dilakukan
pengumpulan data secara langsung di pulau-pulau yang berada di
kawasan TN Takabonerate. Pengumpulan data di pulau yang menjadi
sampling dilakukan melalui wawancara. Wawancara dilakukan
menggunakan kuisioner terstruktur untuk mendapatkan informasi terkait
penilaian dengan pendekatan EAFM. Wawancara yang dilakukan
menjadi dua kelompok yaitu wawancara yang dilakukan untuk
mengumpulkan informasi tentang kelembagaan dan sebagai
respondennya adalah staf Dinas Kelautan dan perikanan , Kepala Balai
Taman Nasional Takabonerate, Kepala Desa di lingkungan lokasi target
survei di Taman Nasional Taka Bonerate. Kelompok kedua yang
menjadi responden adalah nelayan sebagai sumber informasi
dilapangan pada setiap desa nelayan, dimana responden nelayan ini
mewakili nelayan yang berada di lokasi sampling. Jumlah responden di
24
setiap lokasi sampling terdapat 20 responden yang merupakan nelayan
penangkap ikan karang dan tuna. pada setiap desa nelayan atau
penduduknya mayoritas sebagai nelayan, dimana responden nelayan ini
mewakili nelayan ikan Tuna, nelayan ikan karang dan nelayan umum
atau lainnya.
Pemilihan pulau untuk sampling dilakukan berdasarkan
keterwakilan secara geografis di kawasan TN. Takabonerate. Selain itu
pemilihan pulau sampling berdasarkan banyaknya aktivitas perikanan
tangkap, khususnya yang melakukan penangkapan ikan di kawasan
terumbu karang dan kegiatan penangkapan ikan pelagis besar.
Sebaran jumlah responden pada setiap desa sampling, tertera pada
Tabel 2.
Tabel 2. Lokasi Pengambilan Sampling Pulau Kecamatan Desa RTP Nelayan Jumlah
Responde Takabonerate
Tarupa Palau Tarupa 316 20
Desa Jinato Pulau Jinato 331 20
Desa Tambuna Pulau Pasitellu 120 20 Adapun pengumpulan data untuk penilaian status indikator setiap
domain yang menjadi fokus penilaian ini, sebagai berikut :
III.2 Analisa Indikator EAFM 1) Domain Sumber Daya Ikan
CPUE Baku
Kriteria skor untuk CPUE Baku yaitu 1 = menurun tajam (rerata turun >
25% per tahun); 2 = menurun sedikit (rerata turun < 25% per tahun); dan 3
= stabil atau meningkat. Dan dalam penelitian ini ditambahkan juga
perhitungan nilai regresi linier dan nilai koefisien determinasinya.
Ukuran ikan
Kriteria skor yang telah ditentukan dapat digunakan secara efektif.
Proporsi ikan yuwana (juvenile) yang ditangkap
25
Kriteria skor yang telah ditentukan dapat digunakan namun jika hanya
didasarkan dari data interview relatif sulit menentukan presentasinya,
sehingga data ini lebih obyektif hasil dari survei/sampling. Disarankan
penelitian secara dalam jangka waktu 2-3 tahun secara kontinyu untuk
melihat tren, termasuk penerapan system pencatatan lewat logbook.
Komposisi spesies
Kriteria skor yang telah ditentukan dapat digunakan secara efektif
Spesies ETP
Kriteria skor untuk Spesies ETP yaitu : 1= > 1 tangkapan spesies ETP; 2 =
1 tangkapan spesies ETP; dan 3 = tidak ada spesies ETP yang
tertangkap. Mesti juga ditetapkan batasan banyak atau sedikit jumlah dari
masing-masing spesies ETP yang ditangkap.
"Range Collapse" sumberdaya ikan
Kriteria skor yang telah ditentukan yaitu mudah tidaknya melakukan
penangkapan sumberdaya ikan dan dekat atau jauhnya fishing ground
(FG) dari pada fishing base (FB) dapat digunakan secara efektif.
Densitas/Biomassa untuk ikan karang & invertebrata
Kriteria skor untuk densitas/biomassa untuk ikan karang &
invertebrata yaitu : 1 = jumlah individu < 10 ind/m3, UVC < 10 ind/m2; 2 =
jumlah individu = 10 ind/m3, UVC 10 ind/m2; dan 3 = jumlah individu > 10
ind/m3, UVC > 10 ind/m2, dengan criteria tersebut sangat mudah
digunakan dan efektif.
2) Domain Habitat
Kualitas perairan
Ketiga criteria yang digunakan dapat digunakan secara efektif.
Status lamun
Kriteria skor untuk tutupan dan nilai indeks keanekaragaman lamun dapat
digunakan secara efektif.
26
Status Mangrove
Pendekatan pemahaman komunitas mangrove di lokasi kajian dilakukan
dengan analisis data yang meliputi kerapatan dan kerapatan relatif
spesies, frekuensi dan frekuensi relatif spesies, penutupan dan penutupan
relatif spesies dan nilai indeks penting spesies yang mengacu pada
English et.al (1994) dan Bengen (2001).
a. Kerapatan Spesies
Kerapatan spesies (D) adalah jumlah tegakan spesies i dalam suatu
unit area :
Di = ni/A
Keterangan :
Di : Kerapatan spesies-i
ni : Jumlah total tegakan dari spesies-i
A : Luas total area pengambilan contoh
b. Keparapatan Relatif Spesies
Kerapatan relatif spesies (RDi) adalah perbandingan antara jumlah
tegakan spesies i (ni) dan jumlah tegakan seluruh spesies ( n) :
RDi = (ni/ n) x 100
Keterangan :
RDi : Kerapatan relatif spesies-i
ni : Jumlah total tegakan dari spesies-i
n : Jumlah tegakan seluruh spesies
c. Frekuensi
Frekuensi spesies (Fi) adalah peluang ditemukannya spesies-i dalam
petak contoh/plot yang diamati :
Fi = pi/ p
Keterangan :
Fi : Frekuensi spesies i
pi : Jumlah petak contoh/plot dimana ditemukan spesies-i
27
p : Jumlah total petak contoh/plot yang diamati
d. Frekuensi Relatif Spesies
Frekuensi relatif spesies (FRi) adalah perbandingan antara frekuensi
spesies-i (Fi) dan jumlah frekuensi untuk seluruh spesies ( F) :
RFi = (Fi/ F) x 100
e. Penutupan Spesies
Penutupan spesies (Ci) adalah luas penutupan spesies-i dalam suatu
unit area
Ci = BA/A
Keterangan :
BA : DBH2/4 (dalam cm2)
: 3,1416
DBH : Diameter pohon dari spesies-i
DBH : CBH/ (dalam cm)
CBH : Lingkar pohon setinggi dada (1,3 m)
A : Luas total area pengambilan contoh (luas total petak
contoh/plot)
f. Penutupan Relatif Spesies
Penutupan relatif spesies (RCi) adalah perbandingan antara luas area
penutupan spesies-i (Ci) dan luas total penutupan untuk seluruh
spesies ( C):
RCi = (Ci/ C) x 100
g. Nilai Indeks Penting
Nilai indeks penting memberikan suatu gambaran mengenai pengaruh
atau peran suatu spesies tumbuhan mangrove dalam komunitas
mangrove. Nilai Indeks Penting spesies berkisar antara 0 – 300.
Nilai Indeks Penting spesies (IVi) merupakan jumlah nilai kerapatan
relatif spesies (RDi), frekuensi relatif spesies (RFi) dan penuhhtupan
relatif spesies (RCi).
28
IVi = RDi + RFi + RCi
Status Terumbu Karang
Kriteria skor Persentase tutupan karang keras hidup (live hard coral
cover) dapat digunakan secara efektif dikarenakan data yang terpublikasi
minimal mencakup spesies karang dan persentase tutupan karang,
sedangkan nilai indek keanekaragaman cenderung tidak diperoleh
data/informasinya. Data yang dapat menunjang penghitungan nilai indeks
keanekaragaman karang adalah berkaitan dengan jumlah individu karang
dalam satua luas, sehingga data tersebut dapat terlengkapi dengan data
survei lapangan.
Habitat unik/khusus (spawning ground, nursery ground, feeding ground, upwelling). Menentukan nilai dari Kriteria skor mengenai diketahui atau tidaknya
diketahui habitat unik/khusus (spawning ground, nursery ground, feeding
ground, upwelling) dapat dilakukan dengan efektif.
Status dan produktivitas Estuari dan perairan sekitarnya
Dalam menentukan status dan produksi estuaria dan perairan yang
terdefinisi dalam Kriteria skor yaitu : 1 = produktivitas rendah; 2 =
produktivitas sedang; dan 3 = produktivitas tinggi. Berkaitan dengan hal
tersebut perlunya penentuan parameter fisika (misalnya : kecerahan,
kekeruhan), kimia (misalnya pH, konsentrasi nitrat, atau fosfat) atau
biologi (kelimpahan/keanekaragaman plankton) perairan untuk
menentukan keproduktifan perairan estuaria tersebut.
Perlu dibuat definisi produktivitas dari sisi kimiawi, karena dari sisi biologis
sudah dibahas pada eutrofikasi, perlu penetapan parameter kunci dari
aspek fisika, kimia dan biologi
3) Domain Teknik Penangkapan Ikan
Metode penangkapan ikan yang bersifat destruktif dan atau ilegal
Kriteria skor yang telah ditentukan yaitu : 1 = frekuensi pelanggaran > 10
kasus per tahun; 2 = frekuensi pelanggaran 5 - 10 kasus per tahun; dan 3
29
= frekuensi pelanggaran < 5 kasus per tahun.Berdasarkan Kriteria skor
tersebut perlu ditentukan level pelanggaran (ringan, sedang dan berat),
sehingga bobot pelanggaran dapat di lebih proporsional.
Modifikasi alat penangkapan ikan dan alat bantu penangkapan
Kriteria skor yang telah ditentukan yaitu : 1 = lebih dari 50% ukuran target
spesies < Lm; 2 = 25-50% ukuran target spesies < Lm; dan 3 = <25%
ukuran target spesies < Lm. Untuk memenuhi data tersebut harus
dilakukan sampling ukuruan ikan target/ikan dominan.
Fishing capacity dan Effort
Kriteria skor yang telah ditentukan dapat digunakan secara efektif.
Selektivitas penangkapan
Kriteria skor yang telah ditentukan dapat digunakan secara efektif.
Kesesuaian fungsi dan ukuran kapal penangkapan ikan dengan dokumen
legal.
Kriteria skor yang telah ditentukan dapat digunakan secara efektif.
4) Domain Sosial
Partisipasi pemangku kepentingan
Kriteria skor yang telah ditentukan dapat digunakan secara efektif.
Konflik perikanan
Kriteria skor yang telah ditentukan dapat digunakan secara efektif.
Pemanfaatan pengetahuan lokal dalam pengelolaan sumberdaya ikan (termasuk di dalamnya TEK, traditional ecological knowledge). Kriteria skor yang telah ditentukan dapat digunakan secara efektif.
5) Domain Ekonomi
Pendapatan rumah tangga (RTP)
Kriteria skor yang telah ditentukan dapat digunakan secara efektif.
Kepemilikan aset
30
Kriteria skor yang telah ditentukan dapat digunakan secara efektif.
Saving rate
Kriteria skor yang telah ditentukan dapat digunakan secara efektif jika
responden memberikan rasio tabungan dengan income mereka.
6) Domain Kelembagaan
Kepatuhan terhadap prinsip-prinsip perikanan yang bertanggung jawab dalam pengelolaan perikanan yang telah ditetapkan baik secara formal maupun non-formal (Adat). Dengan menetapkan jumlah kasus maka indicator ini dapat digunakan
secara efektif.
Kelengkapan aturan main dalam pengelolaan perikanan
Kriteria skor untuk kelengkapan dekumen pengelolaan perikanan dan
membandingkan situasi sekarang dengan yang sebelumnya serta ada
atau tidak penegakan aturan main dan efektivitasnya dapat digunakan
secara efektif.
Mekanisme pengambilan keputusan
Kriteria skor yang telah ditentukan dapat digunakan secara efektif.
Rencana pengelolaan perikanan
Kriteria skor yang telah ditentukan dapat digunakan secara efektif.
Tingkat sinergisitas kebijakan dan kelembagaan pengelolaan perikanan
Kriteria skor yang telah ditentukan dapat digunakan secara efektif.
Kapasitas pemangku kepentingan
Kriteria skor yang telah ditentukan dapat digunakan secara efektif.
III.3 Analisa Komposit
Domain Sumberdaya Ikan, Teknik Penangkapan Ikan, Sosial,
Ekonomi dan Kelembagaan yang terdapat pada kuisioner akan diberikan
nilai berdasarkan status atau kondisi terkini pada saat kajian EAFM
dilakukan. Penentuan nilai status untuk setiap indikator dalam domain
31
habitat dilakukan dengan menggunakan pendekatan skoring yang
sederhana, yakni memakai skor Likert berbasis ordinal 1,2,3. Semakin
baik status indikator, maka semakin besar nilainya, sehingga berkontribusi
besar terhadap capaian EAFM.
Perkalian bobot dan nilai akan menghasilkan nilai indeks untuk
indikator yang bersangkutan atau dengan rumusan: Nilai Indeks = Nilai
Skor * 100 * Nilai Bobot. Nilai indeks dari indikator ini, nantinya akan
dijumlahkan dengan nilai indeks dari indikator lainnya dalam setiap
domain menjadi suatu nilai indeks komposit. Kemudian, nilai indeks
komposit ini akan dikategorikan menjadi 5 penggolongan kriteria dan
ditampilkan dengan menggunakan bentuk model bendera (flag model)
terlihat pada Tabel 3:
Tabel 3. Penggolongan Nilai Indeks Komposit dan Visualisasi Model Bendera
Rentang nilai (dalam persen) Model Bendera Deskripsi
Rendah Tinggi 1 20 Buruk 21 40 Kurang 41 60 Sedang 61 80 Baik 81 100 Baik
32
BAB IV. ANALISIS TEMATIK PENGELOLAAN PERIKANAN
Status perikanan kelompok jenis ikan karang di Taman Nasional
Taka Bonerate Kabupaten Kepulauan Selayar, ditentukan dengan metode
EAFM menggunakan enam indikator. Deskripsi hasil analisis dengan
pendekatan EAFM diuraikan sebagai berikut.
IV.1 Perikanan Karang a) Domain Sumberdaya Ikan
Pendekatan EAFM pada domain sumbedaya ikan terdapat enam
indikator yang menjadi ukuran penilaian terhadap kegiatan pemanfaatan
sumberdaya ikan, yaitu 1) CPUE baku; 2) tren ukuran ikan; 3) proporsi
ikan yuwana (juvenil) yang tertangkap; 4) komposisi spesies ikan yang
tertangkap; 5) range collapse sumberdaya ikan; 6) spesies ETP
(Endangered species, Threatened species; Protected species).
Potensi sumberdaya ikan karang sebagaimana terlihat pada Gambar 14.
Gambar 14.Tren produksi kelompok jenis ikan karang yang tertangkap di
Kabupaten Kepulauan Selayar dalam kurun waktu tahun 2011-2015.
Indikator CPUE ditunjukkan berdasarkan tren produksi kelompok
jenis ikan karang dalam kurun waktu lima tahun cenderung menurun
dengan rata-rata sebesar 20%. Penurunan produksi juga diikuti oleh
R² = 0.2071
8000
8500
9000
9500
10000
10500
11000
11500
12000
12500
13000
2011 2012 2013 2014 2015
Prod
uksi
(Ton
)
Tahun
33
CPUE yang juga menunjukkan kecenderungan menurun (Gambar 15)
dengan rata-rata laju penurunan tahunan sebesar 6%.
Gambar 15. Tren CPUE produksi kelompok jenis ikan karang di Kabupaten Kepulauan Selayar dalam kurun waktu tahun 2011-2015.
Berdasarkan hasil analisis, menunjukkan adanya perbedaan laju
penangkapan, baik berdasarkan tren produksi maupun CPUE yang
menunjukkan persentase rata-rata perubahan yang berbeda. Persentase
perubahan CPUE yang lebih rendah dan menurun menunjukkan adanya
perubahan pada laju upaya penangkapan. Meningkatnya upaya
penangkapan jika tidak terkendali akan menyebabkan ketidakseimbangan
antara ketersediaan sumberdaya ikan dengan jumlah upaya
penangkapan.
Tren hubungan antara upaya penangkapan dengan CPUE dalam
pemanfaatan kelompok jenis ikan karang merupakan indikasi telah terjadi
ketidakseimbangan antara upaya penangkapan dengan ketersediaan
ikan. Ketidakseimbangan dapat disebabkan oleh berbagai faktor yang
saling terkait, baik teknis penangkapan, maupun faktor ekonomi, serta
berbagai faktor lainnya yang terkait kebijakan pemanfaatan sumberdaya
ikan. Uraian sebelumnya juga sesuai dengan penjelasan nelayan
penangkap ikan-ikan ekonomis penting yang berada di kawasan ekosistim
terumbu karang, yang disampling pada beberapa pulau dan pesisir di
R² = 0.0616
0.30
0.31
0.32
0.33
0.34
0.35
0.36
0.37
2011 2012 2013 2014 2015
CPUE
(Ton
/Trip
)
Tahun
34
wilayah Taman Nasional Taka Bonerate menyatakan bahwa telah terjadi
penurunan jumlah hasil tangkapan dari tahun ke tahun. Produksi hasil
tangkapan (Gambar 16) yang terdapat dipulau Jinato telah menunjukan
terjadinya penurunan rata-rata produksi sebesar 2 %.
Gambar 16.Tren produksi kelompok jenis ikan karang yang tertangkap di
Pulau Jinato Kawasan Taman Nasional Takabonerate Kepulauan Selayar .
Indikator tren ukuran ikan menunjukkan tren ukuran ikan kerapu
yang tertangkap di Taman Nasional Taka Bonerate berada pada kisaran
25-50 cm. Hasil wawancara menunjukkan 60% responden dari 28 orang
nelayan pemancing ikan karang menyatakan bahwa jenis ikan kerapu
yang tertangkap saat ini cenderung lebih kecil jika dibandingkan 5-10
tahun yang lalu. Hubungan panjang dan berat jenis ikan karang di Taman
Nasional Taka Bonerate Kabupaten Kepulauan Selayar dapat dilihat pada
Gambar 17.
434
605
358
239
428368
804
373
465505
458
355
204 228 201 202290
720
556
825743
703
242
19
423
40
R² = 0.0125
0100
200300400500600700
800900
Juni Juli
Agus
Sept Okt
Nov Des Jan
Feb
Mar Ap
l
Mei
Juni Juli
Agus
Sept Okt
Nov Des Jan
Feb
Mar
Apr
Mei
Juni Juli
2014 2015 2016
Prod
uksi
(kg)
Tahun
35
Gambar 17. Hubungan panjang dan berat jenis ikan karang di Taman
Nasional Taka Bonerate Kabupaten Kepulauan Selayar. (olah data pulau Jinato bulan 1 dan 2 tahun 2016)
Berdasarkan indikator komposisi spesies ikan yang tertangkap
pada kurun waktu tahun 2011 - 2015, menunjukkan (Gambar 18) 32. 10%
jenis ikan yang tertangkap adalah jenis ikan lencam dikabupaten
Kepulauan Selayar dan untuk Pulau Jinato Tahun 2015 (Gambar 19)
66.65% jenis ikan yang tertangkap adalah jenis ikan kerapu sunu.
Indikator komposisi ikan karang yang tertangkap sebagaimana terlihat
pada Gambar 18 dan Gambar 19.
Gambar 18. komposisi ikan karang yang tertangkap di Kabupaten
Kepulauan Selayar Kurun Waktu Tahun 2011-2015.
0.61
0.80
1.12
0.700.84
1.20
0.650.81
1.16
0.00
0.20
0.40
0.60
0.80
1.00
1.20
1.40
25-33 34-42 43-50
Hubungan panjang-berat jenis ikan karang di TN Taka Bonerate Selayar
Sunu Merah Kerapu Sunu Kerapu Karang
7.25
32.10
24.78
15.85
9.32
10.70
0.00 5.00 10.00 15.00 20.00 25.00 30.00 35.00
Kakap Putih
Lencam
Kakap Merah
Kerapu Macan
Kerapu Balong
Kerapu Sunu
36
Gambar 19. komposisi ikan karang yang tertangkap di Pulau Jinato
Kawasan Taman Nasional Takabonerate Kabupaten Kepulauan Selayar.
Indikator range collapse adalah indikator yang menyatakan bahwa
telah terjadi penyempitan lokasi yang dialami oleh kelompok ikan. Hasil
wawancara menunjukkan 71% dari 28 responden menyatakan bahwa
lokasi penangkapan relatif tetap atau tidak ada perubahan. Lokasi
penangkapan umumnya berada di disekitan Taman Nasional Taka
Bonerate.
Indikator spesies ETP, berdasarkan data primer berupa
wawancara menunjukkan 68% dari 28 orang nelayan menyampaikan
bahwa tidak terdapat spesies yang dilindungi tertangkap.
Hasil analisis flag modelling pada domain sumberdaya ikan,
sebagaimana terlihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Hasil analisis flag modelling dari 6 indikator domain sumberdaya ikan.
No Indikator Nilai 1 CpUE Baku 2.0 2 Tren ukuran ikan 1.4 3 Proporsi ikan yuwana yang ditangkap 1.7 4 Komposisi spesies hasil tangkapan 1.9 5 "Range Collapse" sumberdaya ikan 2.0 6 Spesies ETP 2.0
23.37
66.65
0.81
2.38
6.79
0.00 10.00 20.00 30.00 40.00 50.00 60.00 70.00
Kerapu Merah
Kerapu Sunu
Macan
Janpan
Kerapu Karang
37
Tabel 4 menunjukkan bahwa indikator CpUE baku berada kondisi
sedang, hasil penilaian ini sudah menjadi perhatian untuk menjalankan
prinsip kehati-hatian dalam memanfaatkan sumberdaya ikan karang di
kawasan Taman Nasional Taka Bonerate. CpUE adalah indikator dari
ketersediaan ikan di daerah penangkapan, sehingga dapat diduga bahwa
ketersediaan ikan untuk perikanan telah mengarah pada
ketidakseimbangan dengan jumlah upaya penangkapan. Hal ini juga
ditunjang oleh indikator tren ukuran ikan yang cenderung mengarah ke
penilaian buruk.
b) Domain Habitat dan Ekosistem
Terdapat enam indikator pada domain habitat dan ekosistim, yaitu:
1) kualitas perairan; 2) status ekosistem lamun; 3) status ekosistem
mangrove; 4) status ekosistem terumbu karang; 5) habitat unik/khusus; 6)
perubahan iklim terhadap kondisi perairan dan habitat.
Indikator kualitas perairan, berdasarkan hasil wawancara
menyatakan kondisi kualitas perairan masih bagus dan tidak tercemar.
Konsentrasi klorofil-a di Kawasan Taman Nasional Taka Bonerate berada
pada kisaran 2-5µmg/l. Kriteria dengan pendekatan EAFM untuk kualitas
perairan tergolong tidak tercemar dan untuk konsentrasi klorofil-a
tergolong sedang dan tidak terjadi eutrofikasi.
Indikator status ekosistem lamun, berdasarkan data Taman
Nasional Taka Bonerate tahun 2012 menunjukkan luasan lamun sebesar
19.748, 86 ha dengan tutupan sedang yaitu berkisar antara 30-60%.
Indikator status ekosistem mangrove, berdasarkan literatur
Taman Nasional Taka Bonerate, terdapat tegakan mangrove yang tumbuh
di dua Pulau dalam kawasan yaitu di Pulau Tarupa Kecil dan Pasitallu
Timur. Untuk di Pasitallu Timur Mangrove (Rhizopora sp) umur relative
masih muda dengan melihat kondisi tegakan yang diameternya masih
dibawah 10 cm. Namun berbeda dengan di Pulau Tarupa Kecil, disini
terdapat tegakan mangrove (Avicennia sp) dengan diameter antara 30cm
s/d lebih 90cm. hal ini menunjukkan tegakan yang ada di Tarupa Kecil
adalah tergolong Mangrove tua. Yang menarik tegakan mangrove di
38
Tarupa Kecil ini tidak ditemukan anakan, meskipun tegakan indukan tetap
mempunyai buah yang semestinya dapat menjadi anakan secara
generative. Di bawah tegakan hanya ada akar paku yang muncul disekitar
pohon mangrove. Hal lain menunjukan bahwa jumlah tegakan mangrove
di Tarupa Kecil ini hanya sebanyak 20 pohon sehingga ekosistem
mangrove tidak masuk dalam indikator penilaian karena tidak berada pada
formasi dan habitat ekosistem mangrove walaupun terdapat 20 pohon.
Indikator status ekosistem terumbu karang di Kawasan Taman
Nasional Taka Bonerate berdasarkan data monitoring terumbu karang
COREMAP II Selayar pada DPL Desa Pasitallu, Jinato, Rajuni, Latondu,
dan Desa Tarupa menunjukkan luasan tutupan karang hidup rata-rata
sebesar 34.80%, sebagaimana terlihat pada Gambar 18.
Gambar 20. Rata-rata persentase luasan tutupan karang berdasarkan
tipe karang di Taman Nasional Taka Bonerate.
Luasan tutupan karang di kawasan Taman Nasional Taka Bonerate
menunjukkan tutupan karang sedang yaitu pada kisaran 25-50%. Menurut
data WCS tahun 2015 menunjukkan luasan karang hidup di wilayah SPTN
2 (34.65%) dan di SPTN 1 (29.15%). Luasan tutupan karang di kawasan
Taman Nasional Taka Bonerate menunjukkan tutupan karang sedang
yaitu 31.65%.
23.20%
11.60%
16.40%
25.60%
4.00%0.40%
0.40%2.40%
9.60%
5.20%
1.20%
ACNASCDCADCSPFSOTRSRK
39
Indikator habitat unik/khusus, berdasarkan wawancara dengan
nelayan pancing, sebesar 71% dari 28 responden menyatakan tidak
mengetahui habitat khusus sebagai lokasi spawning ikan karang.
Demikian juga lokasi nursery dan feeding ground. Dengan demikian
kriteria penliaian adalah tidak diketahui keberadaan habitat khusus.
Indikator Perubahan iklim terhadap kondisi perairan dan habitat, berdasarkan hasil wawancara dengan nelayan sebesar 64% dari
28 responden menyatakan belum pernah ada kajian terhadap dampak
perubahan iklim. Kriteria penilaian adalah belum adanya kajian dampak
perubahan iklim.
Hasil analisis flag modelling pada domain habitat dan ekosistem,
sebagaimana terlihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Hasil analisis flag modelling dari 6 indikator domain habitat dan ekosistem.
No Indikator Nilai 1 Kualitas perairan 2.3 2 Status ekosistem lamun 2.0 3 Status ekosistem terumbu karang 2.0 4 Habitat unik/khusus 1.2 5 Perubahan iklim terhadap kondisi perairan dan habitat 1.4
Hasil analisis flag modelling (Tabel 5) pada domain habitat dan
ekosistim menunjukkan indikator yang berpengaruh terhadap
keberlanjutan perikanan karang di Kawasan Taman Nasional Taka
Bonerate adalah status habitat unik/khusus. Sehingga perlu mengetahui
habitat khusus sebagai lokasi spawning ikan karang. Demikian juga lokasi
nursery dan feeding ground di Kawasan Taman Nasional Takabonerate.
c) Domain Teknik Penangkapan Ikan
Pendekatan EAFM pada domain teknik penangkapan ikan terdapat
enam indikator yang menjadi penilaian, yaitu: 1) metode penangkapan
ikan yang destruktif dan ilegal; 2) modifikasi alat penangkapan ikan dan
alat bantu penangkapan; 3) fishing capacity dan upaya penangkapan;
4) selektivitas penangkapan ikan; 5) kesesuaian fungsi ukuran kapal
40
penangkapan ikan dengan dokumen ilegal; 6) sertifikasi awak kapal
perikanan sesuai dengan peraturan.
Indikator teknik penangkapan ikan yang destruktif dan ilegal,
berdasarkan data sekunder dari Polisi Kehutanan, Balai Taman Nasional
Taka Bonerate, terdapat 54 kasus pelanggaran yang terjadi antara tahun
2011-2015 (Tabel 6). penggunaan bom ikan banyak digunakan di
Kawasan Taman Nasional Taka Bonerate, Namun pada tahun 2015
frekuensi sudah berkurang menjadi lima kasus. Kriteria penilaian adalah
lebih dari sepuluh kasus. Menurut data wawancara distribusi teknik
penangkapan ikan yang illegal terdapat dipulau Jinato untuk penggunaan
bius sedangkan Pulau Pasitellu tengah masih banyak nelayan yang
menggunakan bom dalam aktifitas penangkapan.
Tabel 6 : Data kasus pelanggaran Kawasan Taman Nasional Takabonerate dari tahun 2011 sampai tahun 2016.
42
43
44
45
46
47
48
49
50
51
52
53
54
55
56
57
Sumber : Balai Taman Nasional Takabonerate
Tabel 7 : Penanganan Kasus-Kasus Tindak Pidana Bidang Konservasi Sumber Daya Alam / Kehutanan Balai Taman Nasional Taka Bonerate Tahun 2011 – 2015.
NO JENIS KASUS LAPORAN KEJADIAN TERSANGKA PASAL YANG DISANGKAKAN STATUS (*) NOMOR TANGGAL
1 Penggunaan alat tangkap puere saine
07/TN.TBR/ 2011 5-6-2011 1 orang Pasal 33 ayat 3 Undang-Undang No. 05 Tahun 1990 Konservasi
Sumberdaya Alam dan Ekosistemnya P21
2 Bahan peledak (Bom Ikan) 08/TN.TBR/ 2011 8-6-2011 3 orang Pasal 1 ayat 1 Undang-Undang Darurat No.12/Drt/1951, Lembar
Negara No. 78/LN/195 No. 78/LN/1991 Jo pasal 55 ayat 1 KUHP P21
3 Bahan peledak (Bom Ikan) 09/TN.TBR/ 2011 09-6-2011 3 orang Pasal 1 ayat 1 Undang-Undang Darurat No.12/Drt/1951, Lembar
Negara No. 78/LN/195 No. 78/LN/1991 Jo pasal 55 ayat 1 KUHP P21
4 Biota laut dilindungi 14/TN.TBR/ 2011 13-10-2011 4 orang Pasal 21 ayat 2 Undang-Undang No. 05 Tahun 1990 Konservasi
Sumberdaya Alam dan Ekosistemnya P21
5 Biota laut dilindungi 15/TN.TBR/ 2011 23-10-2011 4 orang Pasal 21 ayat 2 Undang-Undang No. 05 Tahun 1990 Konservasi
Sumberdaya Alam dan Ekosistemnya P21
6 Bahan peledak (Bom Ikan) 04/TN.TBR/ 2012 31-3-2012 3 orang Pasal 1 ayat 1 Undang-Undang Darurat No.12/Drt/1951, Lembar
Negara No. 78/LN/195 No. 78/LN/1991 Jo pasal 55 ayat 1 KUHP P21
7 Penggunaan kompresor 08/TN.TBR/ 2012 4-7-2012 5 orang
Undang-Undang No. 05 tahun 1990 Konservasi Sumberdaya Alam dan Ekosistemnya pasal 33 ayat 3 dan Undang-undang No. 45 tahun 2009 pasal 9 ayat 1 tentang perubahan atas undang-undang No. 31 tahun 2004 tentang Perikanan
P21
8 Penggunaan kompresor dan bahan peledak
10/TN.TBR/ 2012 16-11-2012 1 orang Undang-Undang No. 05 tahun 1990 Konservasi Sumberdaya Alam dan
Ekosistemnya pasal 33 ayat 1 dan 2 P21
9 Dokumen pelayaran 03/TN.TBR/ 2013 16-04-2013 1 orang
Pasal 33 ayat 1 undang-undang No. 05 tahun 1990 Konservasi Sumberdaya Alam dan Ekosistemnya dan pasal 317 Jo pasal 193 ayat 1 undang-undang RI No. 17 tahun 2008 tentang Pelayaran.
P21
10 Bahan peledak (Bom Ikan) 05/TN.TBR/ 2013 29-6-2013 4 orang Pasal 1 ayat 1 Undang-Undang Darurat No.12/Drt/1951, Lembar
Negara No. 78/LN/195 No. 78/LN/1991 Jo pasal 55 ayat 1 KUHP P21
11 Penggunaan kompresor 06/TN.TBR/ 2013 29-6-2013 3 orang
Undang-Undang No. 05 tahun 1990 Konservasi Sumberdaya Alam dan Ekosistemnya pasal 33 ayat 3 dan Undang-undang No. 45 tahun 2009 pasal 9 ayat 1 tentang perubahan atas undang-undang No. 31 tahun 2004 tentang Perikanan
P21
12 Dokumen pelayaran 11/TN.TBR/ 2013 13-9-2013 1 orang
Pasal 33 ayat 1 undang-undang No. 05 tahun 1990 Konservasi Sumberdaya Alam dan Ekosistemnya dan pasal 317 Jo pasal 193 ayat 1 undang-undang RI No. 17 tahun 2008 tentang Pelayaran.
P21
13 Dokumen pelayaran 12/TN.TBR/ 2013 14-9-2013 1 orang Pasal 33 ayat 1 undang-undang No. 05 tahun 1990 Konservasi
Sumberdaya Alam dan Ekosistemnya dan pasal 317 Jo pasal 193 P21
59
ayat 1 undang-undang RI No. 17 tahun 2008 tentang Pelayaran.
14 Dokumen pelayaran 13/TN.TBR/ 2013 14-9-2013 1 orang
Pasal 33 ayat 1 undang-undang No. 05 tahun 1990 Konservasi Sumberdaya Alam dan Ekosistemnya dan pasal 317 Jo pasal 193 ayat 1 undang-undang RI No. 17 tahun 2008 tentang Pelayaran.
P21
15 Dokumen pelayaran 14/TN.TBR/ 2013 14-9-2013 1 orang
Pasal 33 ayat 1 undang-undang No. 05 tahun 1990 Konservasi Sumberdaya Alam dan Ekosistemnya dan pasal 317 Jo pasal 193 ayat 1 undang-undang RI No. 17 tahun 2008 tentang Pelayaran.
P21
16 Dokumen pelayaran 15/TN.TBR/ 2013 14-9-2013 1 orang
Pasal 33 ayat 1 undang-undang No. 05 tahun 1990 Konservasi Sumberdaya Alam dan Ekosistemnya dan pasal 317 Jo pasal 193 ayat 1 undang-undang RI No. 17 tahun 2008 tentang Pelayaran.
P21
17 Dokumen pelayaran 16/TN.TBR/ 2013 14-9-2013 1 orang
Pasal 33 ayat 1 undang-undang No. 05 tahun 1990 Konservasi Sumberdaya Alam dan Ekosistemnya dan pasal 317 Jo pasal 193 ayat 1 undang-undang RI No. 17 tahun 2008 tentang Pelayaran.
P21
18 Bahan peledak (Bom Ikan) 21/TN.TBR/ 2013 12-12-2013 2 orang Pasal 1 ayat 1 Undang-Undang Darurat No.12/Drt/1951, Lembar
Negara No. 78/LN/195 No. 78/LN/1991 Jo pasal 55 ayat 1 KUHP P21
19 Pemilikan bahan-bahan peledak (pupuk)
7/TN.TBR/ 2014 23-3-2014 3 orang Pasal 1 ayat 1 Undang-Undang Darurat No.12/Drt/1951, Lembar
Negara No. 78/LN/195 No. 78/LN/1991 Jo pasal 55 ayat 1 KUHP P21
20 Penggunaan kompresor 10/TN.TBR/ 2014 21-6-2014 4 orang
Undang-Undang No. 05 tahun 1990 Konservasi Sumberdaya Alam dan Ekosistemnya pasal 33 ayat 3 dan Undang-undang No. 45 tahun 2009 pasal 9 ayat 1 tentang perubahan atas undang-undang No. 31 tahun 2004 tentang Perikanan
P21
21 Penggunaan alat tangkap puere saine
13/TN.TBR/ 2014 2-8-2014 1 orang
Undang-Undang No. 05 tahun 1990 Konservasi Sumberdaya Alam dan Ekosistemnya pasal 33 ayat 3 dan Undang-undang No. 45 tahun 2009 pasal 9 ayat 1 tentang perubahan atas undang-undang No. 31 tahun 2004 tentang Perikanan
P21
22 Penggunaan alat tangkap puere saine
13/TN.TBR/ 2014 2-8-2014 1 orang
Undang-Undang No. 05 tahun 1990 Konservasi Sumberdaya Alam dan Ekosistemnya pasal 33 ayat 3 dan Undang-undang No. 45 tahun 2009 pasal 9 ayat 1 tentang perubahan atas undang-undang No. 31 tahun 2004 tentang Perikanan
P21
23 Penggunaan kompresor 03/TN.TBR/ 2015 27-2-2015 5 orang
Undang-Undang No. 05 tahun 1990 Konservasi Sumberdaya Alam dan Ekosistemnya pasal 33 ayat 3 dan Undang-undang No. 45 tahun 2009 pasal 9 ayat 1 tentang perubahan atas undang-undang No. 31 tahun 2004 tentang Perikanan
P21
24 Nihil 2016 Nihil Nihil Nihil Nihil Sumber : Balai Taman Nasional Takabonerate.
Indikator modifikasi alat penangkapan ikan dan alat bantu penangkapan ikan, pengamatan dilakukan dengan mengumpulkan data
panjang-berat ikan kerapu serta wawancara dengan nelayan. Hasil
analisis ukuran panjang pertama kali matang gonad (Lm) sebesar
35,51cm. Kisaran ukuran yang tertangkap berada pada ukuran 25-50 cm,
berdasarkan ukuran tersebut terdapat 25-20% ikan kerapu yang
tertangkap diatas Lm.
Indikator fishing capacity dan upaya penangkapan ikan,
menunjukkan dalam kurun waktu tahun 2011-2015, nilai R = 0,25. R
adalah nilai ratio kapasitas penangkapan antara tahun dasar dan tahun
akhir. Jika nilai R kurang dari 1 mengindikasikan ada peningkatan
kapasitas penangkapan, dimana keadaan ini menunjukkan semakin
meningkat laju pemanfaatan sumberdaya ikan.
Indikator selektivitas penangkapan, digunakan untuk
mengestimasi persentase alat tangkap selektif yang digunakan nelayan.
Hasil wawancara dengan nelayan, kegiatan penangkapan ikan kerapu
oleh nelayan menggunakan pancing ulur. Dengan demikian kriteria
penilaian selektivitas penangkapan adalah tinggi, karena nelayan
seluruhnya menggunakan pancing, dimana alat ini tergolong selektif.
Indikator kesesuaian fungsi ukuran kapal penangkapan ikan dengan dokumen legal, hasil wawancara dengan nelayan menunjukkan
ukuran kapal yang digunakan hanya berupa perahu kecil dengan ukuran
panjang berkisar 6-7 meter, lebar kapal berkisar antara 1-1,4 meter.
Menggunakan mesin dengan kekuatan berkisar antara 28 PK.
Kesesuaian dokumen rendah.
Indikator sertifikasi awak kapal perikanan sesuai dengan peraturan. Berdasarkan hasil wawancara dengan nelayan, belum ada
sertifikasi awak kapal karena ukuran kapal masih digolongkan nelayan
tradisional.
Hasil analisis flag model pada domain teknik penangkapan ikan,
sebagaimana terlihat pada Tabel 8.
61
Tabel 8. Hasil analisis flag modelling dari enam indikator domain teknik penangkapan ikan.
No Indikator Nilai 1 Penangkapan ikan yang bersifat destruktif 1.0 2 Modifikasi alat penangkapan ikan dan alat bantu
penangkapan 1.7 3 Kapasitas Perikanan dan Upaya Penangkapan
(Fishing Capacity and Effort) 1.0 4 Selektivitas penangkapan 1.8 5 Kesesuaian fungsi dan ukuran kapal penangkapan
ikan dengan dokumen legal 1.0 6 Sertifikasi awak kapal perikanan sesuai dengan
peraturan. 1.0
Hasil analisis flag modelling (Tabel 8) pada domain teknik
penangkapan ikan menunjukkan indikator yang berpengaruh terhadap
keberlanjutan perikanan karang di Kawasan Taman Nasional Taka
Bonerate adalah penangkapan ikan yang bersifat destruktif, kapasitas
perikanan dan upaya penangkapan, kesesuaian fungsi dan ukuran kapal
penangkapan ikan dengan dokumen legal dan sertifikasi awak kapal
perikanan sesuai dengan peraturan.
Indikator yang berpengaruh, khususnya kegiatan penangkapan
yang destruktif dan kapasitas perikanan dan upaya penangkapan
merupakan indikator kunci pada domain teknik penangkapan ikan. Jika
kedua indikator ini warna merah, maka aktivitas penangkapan dan juga
keberlanjutan usaha penangkapan akan mengalami gangguan atau tidak
berkelanjutan.
d) Domain Sosial
Penilaian terhadap domain sosial ditentukan oleh tiga indikator,
yaitu: 1) partisipasi pemangku kepentingan; 2) konflik perikanan; 3)
pemanfaatan pengetahuan lokal dalam pengelolaan sumberdaya ikan
(Traditional Ecology Knowledge).
Indikator Partisipasi Pemangku Kepentingan, dilakukan
wawancara langsung dengan nelayan. Di wilayah tersebut terdapat
POKMASWAS.
62
Indiator konflik perikanan, dilakukan dengan melakukan
wawancara dengan nelayan. Jarang terjadi konflik antar nelayan, tetapi
pada tahun 2014 pernah terjadi konflik antara nelayan purse seine yang
masuk ke wilayah nelayan tradisional.
Indikator pemanfaatan pengetahuan lokal dalam pengelolaan sumberdaya ikan (traditional ecology knowledge, TEK). Hasil
wawancara dengan nelayan menyebutkan bahwa tidak ada pemanfaatan
kearifan lokal.
Hasil analisis flag modelling pada domain sosial, sebagaimana
terlihat pada Tabel 9.
Tabel 9. Hasil analisis flag modelling dari tiga indikator domain sosial. No Indikator Nilai 1 Partisipasi pemangku kepentingan 1.3 2 Konflik perikanan 1.9
3 Pemanfaatan pengetahuan lokal dalam pengelolaan sumberdaya ikan 1.3
Hasil analisis flag modelling sebagaimana terlihat pada Tabel 7
menunjukkan indikator yang berpengaruh terhadap keberlanjutan
perikanan karang di Kawasan Taman Nasional Taka Bonerate adalah
partisipasi pemangku kepentingan dan Pemanfaatan pengetahuan lokal
dalam pengelolaan sumberdaya ikan. Domain sosial menunjukkan bahwa
penyebab keberlanjutan perikanan di Taman Nasional Taka Bonerate
disebabkan oleh kurangnya partisipasi dari tokoh masyarakat untuk
memperhatikan keberlanjutan perikanan. Demikian juga terkait dengan
pengetahuan masyarakat tentang keterkaitan kondisi ekosistim dengan
kegiatan perikanan di Kawasan Taman Nasional Taka Bonerate.
e) Domain Ekonomi
Penilaian pada domain ekonomi ditentukan berdasarkan tiga
indikator, yaitu: 1) kepemilikan aset; 2) pendapatan rumah tangga
perikanan (RTP); 3) rasio tabungan (saving ratio).
63
Indikator kepemilikan aset, menunjukkan bahwa 68% dari 28
nelayan yang melakukan aktivitas pemancingan ikan karang mengalami
penambahan aset. Kriteria penilaian adalah nilai asset bertambah.
Indikator pendapatan rumah tangga perikanan (RTP),
berdasarkan hasil wawancara menunjukkan pendapatan perbulan berada
pada kisaran Rp. 1.000.000-2.000.000., sedangkan UMR (upah minimum
regional) Sulawesi Selatan sebesar Rp. 2.300.000. Kriteria penilaian
pendapatan rumah tangga perikanan (RTP) kurang dari rata-rata UMR.
Indikator saving ratio (SR), diperoleh dengan melakukan
wawancara dengan nelayan. 100% dari 28 responden menjawab bahwa
mereka tidak memiliki tabungan.
Hasil analisis flag modelling pada domain ekonomi, sebagaimana
terlihat pada Tabel 10.
Tabel 10. Hasil analisis flag modelling dari tiga indikator domain ekonomi
No Indikator Nilai 1 Kepemilikan Aset 2.8 2 Pendapatan rumah tangga perikanan (RTP) 1.3 3 Rasio Tabungan (Saving ratio) 1.0
Hasil analisis flag modelling (Tabel 10) menunjukkan indikator yang
berpengaruh terhadap keberlanjutan perikanan karang di Kawasan Taman
Nasional Taka Bonerate pada domain ekonomi adalah rasio tabungan.
Dengan demikian aspek keberlanjutan perikanan kerapu pada domain
ekonomi, dipengaruhi oleh rasio tabungan yang memiliki dampak terhadap
keberlanjutan perikanan karang di Taman Nasional Taka Bonerate.
f) Domain kelembagaan
Penilaian pada domain kelembagaan ditentukan berdasarkan
enam indikator, yaitu: 1) kepatuhan terhadap prinsip-prinsip perikanan
yang bertanggungjawab dalam pengelolaan perikanan yang telah
ditetapkan baik formal maupun non formal; 2) kelengkapan aturan main
dalam pengelolaan perikanan; 3) mekanisme pengambilan keputusan; 4)
rencana pengelolaan perikanan; 5) tingkat sinergitas kebijakan dan
64
kelembagaan pengelolaan perikanan; 6) kapasitas pemangku
kepentingan.
Indikator kepatuhan terhadap prinsip-prinsip perikanan yang
bertanggungjawab dalam pengelolaan perikanan yang telah ditetapkan baik formal maupun non formal, berdasarkan data
sekunder dari Polisi Kehutanan, Balai Taman Nasional Taka Bonerate,
terdapat 54 kasus pelanggaran yang terjadi antara tahun 2011-2015.
penggunaan bom ikan banyak digunakan di Kawasan Taman Nasional
Taka Bonerate, Namun pada tahun 2015 frekuensi sudah berkurang
menjadi lima kasus. Kriteria penilaian adalah lebih dari lima kasus..
Indikator kelengkapan aturan main dalam pengelolaan
perikanan, penilaian dilakukan dengan wawancara kepada nelayan yang
menyatakan bahwa tersedia regulasi yang mencakup pengaturan
perikanan untuk 3-5 domain. Peraturan nasional diantaranya:
Undang-undang:
1. 7 Tahun 2016 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudi Daya Ikan, dan Petambak Garam,
2. 32 Tahun 2014 tentang Kelautan, 3. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, 4. 45 Tahun 2009 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 31
Tahun 2004 tentang Perikanan, 5. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan
Hidup, 6. 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran, 7. 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang
Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, 8. 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau
Kecil Jo UU 1 tahun 2014, 9. 26 Tahun 2007 tentang Tata Ruang, 10. 16 Tahun 2006 tentang Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan
Kehutanan, 11. 6 Tahun 1996 tentang Perairan Indonesia, 12. 17 Tahun 1985 tentang Pengesahan United Nations Convention On
The Law Of The Sea (Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Tentang Hukum Laut).
Peraturan Pemerintah Pengganti UU:
65
1. 2 Tahun 2006 tentang Penangguhan Pelaksanaan Tugas dan Fungsi Pengadilan Perikanan Sebagaimana Dimaksud Dalam Pasal 71 Ayat (5) Undang-undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan
Peraturan Pemerintah:
1. 64 Tahun 2010 tentang Mitigasi Bencana di Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil
2. 61 Tahun 2009 tentang Kepelabuhan 3. 60 Tahun 2007 tentang Konservasi Sumberdaya Ikan 4. 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara
Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota
5. 54 Tahun 2002 tentang Usaha Perikanan 6. 51 Tahun 2002 tentang Perkapalan
Peraturan Presiden:
1. 81 Tahun 2005 tentang Badan Koordinasi Keamanan Laut,
Instruksi Presiden:
1. 7 Tahun 2016 Tentang Percepatan Pembangunan industri Perikanan Nasional
2. 2 Tahun 2002 tentang Pengendalian Penambangan Pasir Laut
Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan:
1. 45 Tahun 2011 tentang Estimasi Potensi Sumber Daya Ikan Di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia,
2. KEP.60/MEN/2010 tentang Produktivitas Kapal Penangkap Ikan, 3. KEP.39/MEN/2010 tentang Pedoman Pelaksanaan Program Nasional
Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Kelautan dan Perikanan Tahun 2010
4. KEP.06/MEN/2010 tentang Alat Penangkapan Ikan di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia,
5. KEP.50/MEN/2008 tentang Produktifitas Kapal Penangkap Ikan, 6. KEP.19/MEN/2006 tentang Pengangkatan Syahbandar di Pelabuhan
Perikanan, 7. KEP.15/MEN/2006 tentang Pedoman Umum Identifikasi Data Tata
Ruang Laut, Pesisir dan Pulau-pulau Kecil 8. KEP.38/MEN/2004 tentang KEP.38/MEN/2004, 9. KEP.30/MEN/2004 tentang Pemasangan dan Pemanfaatan Rumpon, 10. KEP.13/MEN/2004 tentang Pedoman Pengendalian Nelayan Andon
Dalam Rangka Pengelolaan Sumberdaya Ikan, 11. KEP.11/MEN/2004 tentang Pelabuhan Pangkalan Bagi Kapal
Perikanan,
66
12. KEP.40/MEN/2003 tentang Perusahaan Perikanan Skala Kecil dan Skala Besar di Bidang Usaha Penangkapan Ikan,
13. KEP.34/MEN/2002 tentang Pedoman Umum Penataan Ruang Pesisir Dan Pulau-Pulau Kecil,
14. KEP.33/MEN/2002 tentang Zonasi Wilayah Pesisir Dan Laut Untuk Kegiatan Pengusahaan Pasir Laut,
15. KEP.12/MEN/2002 tentang Pendaftaran Ulang Perizinan Usaha Penangkapan Ikan Tahap Kedua,
16. KEP.02/MEN/2002 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengawasan Penangkapan Ikan,
17. KEP.58/MEN/2001 tentang Tata Cara Pelaksanaan Sistem Pengawasan Masyarakat Dalam Pengelolaan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan,
18. KEP.47/MEN/2001 tentang Format Perizinan Usaha Penangkapan Ikan,
19. KEP.46/MEN/2001 tentang Pendaftaran Ulang Perizinan Usaha Penangkapan Ikan,
Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan:
1. PER.01/PERMEN-KP/2015 Tentang Penangkapan Lobster (Panulirus spp.), KEPITING (Scylla spp.), DAN RAJUNGAN (Portunus pelagicus spp.)
2. PER. 57/PERMEN-KP/2014 Tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Kelautan Dan Perikanan Nomor Per.30/Men/2012 Tentang Usaha Perikanan Tangkap Di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia,
3. PER. 48/PERMEN-KP/2014 Tentang Log Book Penangkapan Ikan, 4. PER. 42/PERMEN-KP/2014 Tentang Perubahan Keempat Atas
Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER.02/MEN/2011 Tentang Jalur Penangkapan Ikan dan Penempatan Alat Tangkap Ikan dan Alat Bantu Penangkapan Ikan di Wilayah Peegelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia,
5. PER. 40/PERMEN-KP/2014 Tentang Peran Serta dan Pemberdayaan Masyarakat Dalam Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil,
6. PER. 36/PERMEN-KP/2014 Tentang Andon Penangkapan Ikan, 7. PER. 34/PERMEN-KP/2014 Tentang Perencanaan Pengelolaan
Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, 8. PER. 26/PERMEN-KP/2014 Tentang Rumpon, 9. PER. 10/PERMEN-KP/2014 Tentang Pedoman Pelaksanaan Program
Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Kelautan dan Perikanan, 10. PER. 9/PERMEN-KP/2014 Tentang Perubahan Atas Peraturan
Menteri Kelautan dan Perikanan NOMOR PER.16/MEN/2012 Tentang Komisi Nasional Pengkajian Sumberdaya Ikan,
11. PER.30/MEN/2010 tentang Rencana Pengelolaan dan Zonasi Kawasan Konservasi Perairan,
67
12. PER.16/MEN/2010 tentang Pemberian Kewenangan Penerbitan Surat Izin Penangkapan Ikan (SIPI) dan Surat Izin Kapal Pengangkutan Ikan (SIKPI) untuk Kapal Perikanan Berukuran di Atas 30(Tiga Puluh Gross Tonage) sampai dengan 60 (Enam Puluh Gross Tonage) Kepada Gubernur,
13. PER.13/MEN/2010 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER.13/MEN/2009 tentang Komisi Nasional Pengkajian Sumber Daya Ikan,
14. PER.09/MEN/2010 tentang Penugasan Sebagian Urusan Pemerintahan (Tugas Pembantuan) Bidang Kelautan dan Perikanan Tahun Anggaran 2010 kepada Pemerintah Provinsi atau Pemerintah Kabupaten/Kota,
15. PER.07/MEN/2010 tentang Surat Laik Operasi Kapal Perikanan, 16. PER.06/MEN/2010 tentang Rencana Strategis Kementerian Kelautan
dan Perikanan Tahun 2010-2014, 17. PER.30/MEN/2009 tentang Pelimpahan Wewenang Pemberian Izin
Usaha Di Bidang Kelautan Dan Perikanan Dalam Rangka Pelaksanaan Terpadu Satu Pintu Di Bidang Penanaman Modal Kepada Kepala BKPM,
18. PER.28/MEN/2009 tentang Sertifikasi Hasil Tangkapan Ikan, 19. PER.27/MEN/2009 tentang Pendaftaran dan Penandaan Kapal
Perikanan, 20. PER.12/MEN/2009 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri
Kelautan dan Perikanan Nomor PER.05/MEN/2008 tentang Usaha Perikanan Tangkap,
21. PER.17/MEN/2008 tentang Kawasan Konservasi Di Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil,
22. PER.16/MEN/2008 tentang Perencanaan Pengelolaan Wilayah Pesisir, 23. PER.15/MEN/2008 tentang Tata Cara Pemungutan Penerimaan
Negara Bukan Pajak Pada Departemen Kelautan dan Perikanan Di Bidang Pembudidayaan Ikan Yang Berasal Dari Pungutan Perikanan,
24. PER.12/MEN/2007 tentang Perizinan Usaha Pembudidayaan Ikan, 25. PER.05/MEN/2007 tentang Penyelenggaraan Sistem Pemantauan
Kapal Perikanan, 26. PER.03/MEN/2007 tentang Surat Laik Operasi Kapal Perikanan,
Keputusan Bersama:
1. Departemen Kelautan dan Perikanan dan Kejaksaan R.I No: 01/MEN-KP/KB/III/2009; KEP.032/A/JA/03/2009 tentang Penanganan Masalah Hukum Dalam Bidang Kelautan dan Perikanan,
Indikator mekanisme pengambilan keputusan, terkait kegiatan
penangkapan ikan telah ada mekanisme dalam kelompok namun belum
68
berjalan efektif. Khususnya secara formal dengan lembaga pengambilan
keputusan menyangkut pengawasan.
Indikator rencana pengelolaan perikanan, hasil wawancara
dengan nelayan, menyatakan bahwa sudah ada rencana pengelolaan
perikanan. Namun belum dijalankan sepenuhnya.
Indikator tingkat sinergitas kebijakan dan kelembagaan pengelolaan perikanan, sinergitas kebijakan antara lembaga belum
berjalan dengan baik. Terutama terkait perizinan kegiatan penangkapan
ikan.
Indikator kapasitas pemangku kepentingan. Peningkatan
kapasitas pemangku kepentingan tidak ada peningkatan. Pelatihan yang
diberikan adalah peningkatan kapasitas pokmas desa, namun hasil
pelatihan belum difungsikan dengan optimal.
Hasil analisis flag modelling pada domain kelembagaan,
sebagaimana terlihat pada Tabel 11.
Tabel 11. Hasil analisis flag modelling dari enam indikator domain kelembagaan.
No Indikator Nilai
1 Kepatuhan terhadap prinsip-prinsip perikanan yang bertanggung jawab 1.0
2 Kelengkapan aturan main dalam pengelolaan perikanan 2.1 3 Mekanisme pengambilan keputusan 2.0 4 Rencana pengelolaan perikanan 2.1
5 Tingkat sinergisitas kebijakan dan kelembagaan pengelolaan perikanan 2.2
6 Kapasitas pemangku kepentingan 1.3
Hasil analisis flag modelling (Tabel 11) menunjukkan indikator yang
berpengaruh terhadap keberlanjutan perikanan karang di Kawasan Taman
Nasional Taka Bonerate pada domain kelembagaan adalah kepatuhan
terhadap prinsip-prinsip perikanan yang bertanggung jawab. Hasil ini
menunjukkan bahwa masih lemahnya pemahaman tentang prinsip
perikanan yang bertanggungjawab. Dengan demikian kepatuhan
terhadap prinsip-prinsip perikanan yang bertanggung jawab memiliki
sensitivitas dampak yang lebih besar terhadap perikanan berkelanjutan
dibandingkan indikator lainnya.
69
Guna mendapatkan kondisi secara komplesitas pada ekosistim
perikanan karang di kawasan Taman Nasional Takabonerate di analisis
secara keseluruhan\, dimana nilai agregat dari enam domain,
sebagaimana terlihat pada Tabel 12.
Tabel 12. Hasil analisis perikanan karang dari enam domain EAFM
Domain Nilai Komposit Deskripsi Sumberdaya Ikan 54 Sedang Habitat & ekosistem 56 Sedang Teknik Penangkapan Ikan 27 Kurang Sosial 24 Kurang Ekonomi 66 Baik Kelembagaan 49 Sedang Aggregat 46 Sedang
Analisis berdasarkan enam domain (Tabel 12) menunjukkan
adanya parameter yang perlu dikelola lebih baik, namun jika dianalisis
secara agregat menunjukkan bahwa untuk perikanan karang di kawasan
Taman Nasional membutuhkan tindakan pengelolaan untuk perikanan
berkelanjutan.
IV.2 Perikanan Tuna
Status perikanan kelompok jenis ikan tuna di Taman Nasional Taka
Bonerate Kabupaten Kepulauan Selayar, ditentukan dengan metode
EAFM menggunakan enam indikator, diuraikan sebagai berikut.
a) Domain Sumberdaya Ikan
Pendekatan EAFM pada domain sumbedaya ikan terdapat enam
indikator yang menjadi ukuran penilaian terhadap kegiatan pemanfaatan
sumberdaya ikan, yaitu 1) CPUE baku; 2) tren ukuran ikan; 3) proporsi
ikan yuwana (juvenil) yang tertangkap; 4) komposisi spesies ikan yang
tertangkap; 5) range collapse sumberdaya ikan; 6) spesies ETP
(Endangered species, Threatened species; Protected species).
Potensi sumberdaya ikan tuna dalam kurun waktu tahun 2011-
2015 sebagaimana terlihat pada Gambar 20. Terdapat kecenderungan
tren produksi menurun, yang mana laju penurunan ini disebabkan oleh
70
berbagai faktor. Namun kondisi ini merupakan indikator bahwa untuk
kegiatan perikanan tangkap kelompok jenis ikan tuna sudah harus
dijalankan dengan prinsip kehati-hatian.
Gambar 21. Tren produksi kelompok jenis ikan tuna yang tertangkap di
Kabupaten Kepulauan Selayar dalam kurun waktu tahun 2011-2015.
Indikator CPUE ditunjukkan berdasarkan tren produksi kelompok
jenis ikan tuna dalam kurun waktu lima tahun cenderung menurun dengan
rata-rata sebesar 38%. Penurunan produksi juga diikuti oleh CPUE yang
juga menunjukkan kecenderungan menurun (Gambar 22) dengan rata-
rata laju penurunan tahunan sebesar 14%.
R² = 0.3874
0
100
200
300
400
500
600
700
800
2011 2012 2013 2014 2015
Prod
uksi
(Ton
)
Tahun
71
Gambar 22. Tren CPUE produksi kelompok jenis ikan tuna di Kabupaten
Kepulauan Selayar dalam kurun waktu tahun 2011-2015.
Berdasarkan hasil analisis, menunjukkan adanya perbedaan laju
penangkapan, baik berdasarkan tren produksi maupun CPUE yang
menunjukkan persentase rata-rata perubahan yang berbeda. Persentase
perubahan CPUE yang lebih rendah dan menurun menunjukkan adanya
perubahan pada laju upaya penangkapan. Meningkatnya upaya
penangkapan jika tidak terkendali akan menyebabkan ketidakseimbangan
antara ketersediaan sumberdaya ikan dengan jumlah upaya
penangkapan.
Tren hubungan antara upaya penangkapan dengan CPUE dalam
pemanfaatan kelompok jenis ikan tuna merupakan indikasi telah terjadi
ketidakseimbangan antara upaya penangkapan dengan ketersediaan
ikan. Ketidakseimbangan dapat disebabkan oleh berbagai faktor yang
saling terkait, baik teknis penangkapan, maupun faktor ekonomi, serta
berbagai faktor lainnya yang terkait kebijakan pemanfaatan sumberdaya
ikan. Uraian sebelumnya juga sesuai dengan penjelasan nelayan
penangkap ikan pelagis besar ekonomis penting yang berada diluar
kawasan taman nasional takabonerate yang disampling pada beberapa
pulau dan pesisir di wilayah Taman Nasional Taka Bonerate menyatakan
bahwa telah terjadi penurunan jumlah hasil tangkapan dari tahun ke
R² = 0.1491
0.000
0.010
0.020
0.030
0.040
0.050
0.060
2011 2012 2013 2014 2015
CPUE
(Ton
/Trip
)
Tahun
72
tahun, produksi hasil tangkpan tuna nelayan Pulau Tarupa terlihat pada
Gambar (23) selama 11 bulan terjadi tren penurunan rata-rata sebesar
15%.
Gambar 23. Tren produksi ikan tuna yang tertangkap oleh nelayan Pulau
Tarupa Kawasan Taman Nasional Takabonerate di Kabupaten Kepulauan Selayar dalam kurun waktu 11 bulan.
Indikator tren ukuran ikan menunjukkan tren ukuran ikan tuna
yang tertangkap di luar kawasan Taman Nasional Taka Bonerate berada
pada kisaran berat 41- 60 kg. Hasil wawancara menunjukkan 60%
responden dari 28 orang nelayan pemancing ikan tuna menyatakan
bahwa jenis ikan tuna yang tertangkap saat ini cenderung lebih kecil jika
dibandingkan 5-10 tahun yang lalu. Hubungan Produksi dan berat jenis
ikan tuna di Taman Nasional Taka Bonerate Kabupaten Kepulauan
Selayar dapat dilihat pada Gambar 24.
5410
37413428
256 137
614245
0368
2550
3330
R² = 0.1521
0
1000
2000
3000
4000
5000
6000
Sep Okt Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei Juni Juli
2015 2016
Prod
uksi
(Kg)
Bulan
73
Gambar 24. Ukuran Hasil Tangkapan Tuna di Pulau Tarupa di Kawasan
Taman Nasional Taka Bonerate Kabupaten Kepulauan Selayar. (olah data pulau Tarupa Selama 11 Bulan)
Berdasarkan indikator komposisi spesies ikan yang tertangkap
pada kurung waktu tahun 2011 - 2015, menunjukkan (Gambar 25) 52.12%
jenis ikan yang tertangkap adalah madidihang dikabupaten Kepulauan
Selayar Indikator komposisi jenis ikan tuna yang tertangkap sebagaimana
terlihat pada Gambar 25.
Gambar 25. Komposisi Hasil Tangkapan Jenis Tuna Kurung Waktu Tahun
2011-2015 Kabupaten Kepulauan Selayar
Indikator range collapse adalah indikator yang menyatakan bahwa
telah terjadi penyempitan lokasi yang didiami oleh kelompok ikan. Hasil
50254452
8189
1565
788
0
1000
2000
3000
4000
5000
6000
7000
8000
9000
0 - 20 21 - 40 41 - 60 61 - 80 81 - 100
Prod
uksi
(Kg)
Ukuran (Berat)
17.85
52.12
25.44
2.34
2.25
0.00 10.00 20.00 30.00 40.00 50.00 60.00
Albakora
Madidihang
Mata Besar
Tuna Sirib Biru Selatan
Tuna Gigi Anjing
74
wawancara menunjukkan 74% dari 35 responden menyatakan bahwa
lokasi penangkapan relatif tetap atau tidak ada perubahan. Lokasi
penangkapan umumnya berada di disekitan Taman Nasional Taka
Bonerate.
Indikator spesies ETP, berdasarkan data primer berupa
wawancara menunjukkan 48% dari 35 orang nelayan menyampaikan
bahwa tidak terdapat spesies yang dilindungi tertangkap.
Hasil analisis flag modelling pada domain sumberdaya ikan,
sebagaimana terlihat pada Tabel 13.
Tabel 13. Hasil analisis flag modelling dari 6 indikator domain sumberdaya ikan.
No Indikator Nilai 1 CpUE Baku 2.0 2 Tren ukuran ikan 1.6 3 Proporsi ikan yuwana yang ditangkap 2.5 4 Komposisi spesies hasil tangkapan 2.8 5 "Range Collapse" sumberdaya ikan 1.7 6 Spesies ETP 1.7
Tabel 13 menunjukkan bahwa indikator CpUE Baku berwarna
kuning yang mengindikasikan aspek keberlanjutan pada perikanan tuna
berada pada kecenderungan telah terjadi kegiatan pemanfaatan yang
mengarah pada kondisi buruk napabila tidak dilakukan tindakan
pengelolaan. Hasil penilaian ini menyatakan bahwa aktivitas penangkapan
ikan tuna seharusnya dilakukan dengan prinsip kehati-hatian dengan
memperhatikan berbagai indikator atau parameter EAFM agar dapat
dilakukan pencegahan ketidakseimbangan antara ketersediaan kelompok
ikan tuna dengan upaya penangkapan di Kawasan Taman Nasional Taka
Bonerate.
b) Domain Habitat dan Ekosistem
Terdapat enam indikator pada domain habitat dan ekosistim, yaitu:
1) kualitas perairan; 2) status ekosistem lamun; 3) status ekosistem
75
mangrove; 4) status ekosistem terumbu karang; 5) habitat unik/khusus; 6)
perubahan iklim terhadap kondisi perairan dan habitat.
Indikator kualitas perairan, berdasarkan hasil wawancara
menyatakan kondisi kualitas perairan masih bagus dan tidak tercemar.
Konsentrasi klorofil-a di Kawasan Taman Nasional Taka Bonerate berada
pada kisaran 2-5µmg/l. Kriteria dengan pendekatan EAFM untuk kualitas
perairan tergolong tidak tercemar dan untuk konsentrasi klorofil-a
tergolong sedang dan tidak terjadi eutrofikasi. Peta sebaran klorofil-a di
Perairan Taman Nasional Taka Bonerate pada bulan April-Agustus 2016
dapat dilihat pada Gambar 26.
(a)
(b)
76
(c)
(d)
(e)
Gambar 26. Peta sebaran klorofil-a di Perairan Taman Nasional Taka Bonerate; (a) April, (b) Mei, (c) Juni, (d) Juli dan (e) Agustus 2016.
77
Indikator status ekosistem lamun, berdasarkan data Taman
Nasional Taka Bonerate tahun 2012 menunjukkan luasan lamun sebesar
19.748, 86 ha dengan tutupan sedang yaitu berkisar antara 30-60%.
Indikator status ekosistem mangrove, berdasarkan literatur
Taman Nasional Taka Bonerate, terdapat tegakan mangrove yang tumbuh
di dua Pulau dalam kawasan yaitu di Pulau Tarupa Kecil dan Pasitallu
Timur. ekosistem mangrove tidak masuk dalam indikator penilaian karena
tidak berada pada formasi dan habitat ekosistem mangrove walaupun
terdapat 20 pohon.
Indikator status ekosistem terumbu karang di Kawasan Taman
Nasional Taka Bonerate berdasarkan data monitoring terumbu karang
COREMAP II Selayar pada DPL Desa Pasitallu, Jinato, Rajuni, Latondu,
dan Desa Tarupa menunjukkan luasan tutupan karang hidup rata-rata
sebesar 34.80%, Luasan tutupan karang di kawasan Taman Nasional
Taka Bonerate menunjukkan tutupan karang sedang yaitu pada kisaran
25-50%. Menurut data WCS tahun 2015 menunjukkan luasan karang
hidup di wilayah SPTN 2 (34.65%) dan di SPTN 1 (29.15%). Luasan
tutupan karang di kawasan Taman Nasional Taka Bonerate menunjukkan
tutupan karang sedang yaitu 31.65%.
Indikator habitat unik/khusus, berdasarkan wawancara dengan
nelayan pancing, sebesar 100% dari 35 responden menyatakan tidak
mengetahui habitat khusus sebagai lokasi spawning ikan karang.
Demikian juga lokasi nursery dan feeding ground. Dengan demikian
kriteria penliaian adalah tidak diketahui keberadaan habitat khusus.
Indikator Perubahan iklim terhadap kondisi perairan dan habitat, berdasarkan hasil wawancara dengan nelayan sebesar 100%
dari 28 responden menyatakan belum pernah ada kajian terhadap
dampak perubahan iklim. Kriteria penilaian adalah belum adanya kajian
dampak perubahan iklim. Peta sebaran suhu permukaan laut di Perairan
Taman Nasional Taka Bonerate pada bulan April-Agustus 2016 dapat
dilihat pada Gambar 27.
78
(a)
(b)
(c)
(d)
79
(d)
Gambar 27. Peta sebaran suhu permukaan laut di Perairan Taman Nasional Taka Bonerate; (a) April, (b) Mei, (c) Juni, (d) Juli dan (e) Agustus 2016.
Gambar 23 menunjukkan sebaran suhu permukaan laut bulan April,
Mei, Juni, Juli dan bulan Agustus tahun 2016 berada pada kisaran 27,8 –
30, 4 ºC dan terendah pada bulan Agustus dengan kisaran 27,8 – 28, 4 ºC
sedangkan tertinggi terdapat pada bulan Mei dengan kisaran 30,2 – 30,4
ºC. Perbandingan suhu permukaan laut tahun 2006 dan tahun 2015 dapat
dilihat pada Gambar 28.
80
(a)
(b)
Gambar 28. Peta sebaran suhu permukaan laut di Perairan Taman Nasional Taka Bonerate; (a) Tahun 2006, (b) Tahun 2015.
Pada Gambar 28 menunjukkan perbandingan sebaran suhu permukaan
laut pada 10 tahun terakhir yaitu pada tahun 2006 dengan tahun 2015
dengan kisaran suhu permukaan laut berada pada 28,1 – 29,7 ºC. Suhu
permukaan laut terendah 28,1 – 28,7 ºC terdapat pada tahun 2015
sedangkan tertinggi 29,1 – 29, 7 ºC pada tahun terdapat pada tahun 2015
dengan perbandingan sebaran rata-rata suhu permukaan laut 28,6 – 28,7
ºC pada tahun 2006 sedangkan pada tahun 2015 pada kisaran rata-rata
28,7-29,1 ºC hal ini terlihat adanya peningkatan rata-rata suhu sebesar
0,4 ºC.
Hasil analisis flag modelling pada domain habitat dan sumberdaya
ikan, sebagaimana terlihat pada Tabel 14.
81
Tabel 14. Hasil analisis flag modelling dari 6 indikator domain habitat dan ekosistem.
No Indikator Nilai 1 Kualitas perairan 2.3 2 Status ekosistem lamun 2.0 3 Status ekosistem terumbu karang 2.0 4 Habitat unik/khusus 1.0 5 Perubahan iklim terhadap kondisi perairan dan habitat 1.0
Ket. Status Ekosistem Mangrove Tidak berkaitan Hasil analisis flag modelling (Tabel 14) menunjukkan indikator yang
berpengaruh terhadap keberlanjutan perikanan tuna di Kawasan Taman
Nasional Taka Bonerate pada domain habitat dan ekosistem adalah
Habitat unik/khusus dan Perubahan iklim terhadap kondisi perairan dan
habitat. Dengan demikian Habitat unik/khusus dan Perubahan iklim
terhadap kondisi perairan dan habitat memiliki kategori sensitif terhadap
keberlanjutan habitat dan ekosistim kelompok jenis ikan tuna. Berbagai
hasil penelitian menunjukkan bahwa sumberdaya ikan tuna memiliki
hubungan yang sifnifikan dengan suhu perairan dalam distribusi. Jika
dampak pemanasan global terjadi, maka diduga lapisan renang jenis ikan
tuna juga akan terjadi pergeseran, keadaan ini juga akan berdampak
terhadap aktivitas penangkapan.
c) Domain Teknik Penangkapan Ikan
Pendekatan EAFM pada domain teknik penangkapan ikan terdapat
enam indikator yang menjadi penilaian, yaitu: 1) metode penangkapan
ikan yang destruktif dan ilegal; 2) modifikasi alat penangkapan ikan dan
alat bantu penangkapan; 3) fishing capacity dan upaya penangkapan; 4)
selektivitas penangkapan ikan; 5) kesesuaian fungsi ukuran kapal
penangkapan ikan dengan dokumen ilegal; 6) sertifikasi awak kapal
perikanan sesuai dengan peraturan.
Indikator teknik penangkapan ikan yang destruktif dan ilegal,
berdasarkan data sekunder dari Polisi Kehutanan, Balai Taman Nasional
Taka Bonerate, terdapat 54 kasus pelanggaran yang terjadi antara tahun
2011-2015. penggunaan bom ikan banyak digunakan di Kawasan Taman
82
Nasional Taka Bonerate, Namun pada tahun 2015 frekuensi sudah
berkurang menjadi lima kasus. Kriteria penilaian adalah lebih dari sepuluh
kasus.
Indikator fishing capacity dan upaya penangkapan ikan,
menunjukkan dalam kurun waktu tahun 2011-2015, nilai R = 0,38. R
adalah nilai ratio kapasitas penangkapan antara tahun dasar dan tahun
akhir. Jika nilai R kurang dari 1 mengindikasikan ada peningkatan
kapasitas penangkapan, dimana keadaan ini menunjukkan semakin
meningkat laju pemanfaatan sumberdaya ikan.
Indikator selektivitas penangkapan, digunakan untuk
mengestimasi persentase alat tangkap selektif yang digunakan nelayan.
Hasil wawancara dengan nelayan, kegiatan penangkapan ikan tuna oleh
nelayan menggunakan pancing ulur. Dengan demikian kriteria penilaian
selektivitas penangkapan adalah tinggi, karena nelayan seluruhnya
menggunakan pancing, dimana alat ini tergolong selektif.
Indikator kesesuaian fungsi ukuran kapal penangkapan ikan dengan dokumen legal, hasil wawancara dengan nelayan menunjukkan
ukuran kapal yang digunakan hanya berupa perahu kecil dengan ukuran
panjang berkisar 5-7 meter, lebar kapal berkisar antara 1-1,5 meter.
Menggunakan mesin dengan kekuatan 28 PK. Kesesuaian dokumen
rendah.
Indikator sertifikasi awak kapal perikanan sesuai dengan peraturan. Berdasarkan hasil wawancara dengan nelayan, belum ada
sertifikasi awak kapal karena ukuran kapal masih digolongkan nelayan
tradisional.
83
Hasil analisis flag modelling pada domain teknik penangkapan ikan,
sebagaimana terlihat pada Tabel 15.
Tabel 15. Hasil analisis flag modelling dari 6 indikator domain teknik penangkapan ikan.
No Indikator Nilai 1 Penangkapan ikan yang bersifat destruktif 3.0
2 Modifikasi alat penangkapan ikan dan alat bantu penangkapan 2.7
3 Kapasitas Perikanan dan Upaya Penangkapan (Fishing Capacity and Effort) 2.0
4 Selektivitas penangkapan 2.9
5 Kesesuaian fungsi dan ukuran kapal penangkapan ikan dengan dokumen legal 1.0
6 Sertifikasi awak kapal perikanan sesuai dengan peraturan. 1.0
Hasil analisis flag modelling menunjukkan indikator yang
berpengaruh terhadap keberlanjutan perikanan tuna di Kawasan Taman
Nasional Taka Bonerate pada domain teknik penangkapan ikan adalah
Kesesuaian fungsi dan ukuran kapal penangkapan ikan dengan dokumen
legal dan Sertifikasi awak kapal perikanan sesuai dengan peraturan.
Dengan demikian aspek keberlanjutan pada domain teknik penangkapan
ikan dipengaruhi oleh kedua indikator tersebut yang memiliki sensitivitas
dampak yang lebih besar dibandingkan indikator lainnya.
d) Domain Sosial
Penilaian terhadap domain sosial ditentukan oleh tiga indikator,
yaitu: 1) partisipasi pemangku kepentingan; 2) konflik perikanan; 3)
pemanfaatan pengetahuan lokal dalam pengelolaan sumberdaya ikan
(Traditional Ecology Knowledge).
Indikator Partisipasi Pemangku Kepentingan, dilakukan
wawancara langsung dengan nelayan. Di wilayah tersebut terdapat
POKMASWAS.
Indiator konflik perikanan, dilakukan dengan melakukan
wawancara dengan nelayan. Jarang terjadi konflik antar nelayan, tetapi
pada tahun 2014 pernah terjadi konflik antara nelayan purse seine yang
masuk ke wilayah nelayan tradisional.
84
Indikator pemanfaatan pengetahuan lokal dalam pengelolaan sumberdaya ikan (traditional ecology knowledge, TEK). Hasil
wawancara dengan nelayan menyebutkan bahwa tidak ada pemanfaatan
kearifan lokal.
Hasil analisis flag modelling pada domain sosial, sebagaimana
terlihat pada Tabel 16.
Tabel 16. Hasil analisis flag modelling dari 3 indikator domain sosial. N0 Indikator Nilai
1 Partisipasi pemangku kepentingan 1.1 2 Konflik perikanan 2.7
3 Pemanfaatan pengetahuan lokal dalam pengelolaan sumberdaya ikan 1.1
Hasil analisis flag modelling menunjukkan indikator yang
berpengaruh terhadap keberlanjutan perikanan tuna di Kawasan Taman
Nasional Taka Bonerate pada domain sosial adalah partisipasi pemangku
kepentingan dan pemanfaatan pengetahuan lokal dalam pengelolaan
sumberdaya ikan. Dengan demikian aspek keberlanjutan perikanan tuna
pada domain sosial dipengaruhi oleh kedua indikator tersebut yang
memiliki sensitivitas dampak yang lebih besar dibandingkan indikator
lainnya.
e) Domain Ekonomi
Penilaian pada domain ekonomi ditentukan berdasarkan tiga
indikator, yaitu: 1) kepemilikan aset; 2) pendapatan rumah tangga
perikanan (RTP); 3) rasio tabungan (saving ratio).
Indikator kepemilikan aset, menunjukkan bahwa 97% dari 35
nelayan yang melakukan aktivitas pemancingan ikan Tuna mengalami
penambahan aset. Kriteria penilaian adalah nilai asset bertambah.
Indikator pendapatan rumah tangga perikanan (RTP),
berdasarkan hasil wawancara menunjukkan pendapatan perbulan berada
pada kisaran Rp. 1.000.000-2.000.000., sedangkan UMR (upah minimum
regional) Sulawesi Selatan sebesar Rp. 2.500.000. Kriteria penilaian
pendapatan rumah tangga perikanan (RTP) kurang dari rata-rata UMR.
85
Indikator saving ratio (SR), diperoleh dengan melakukan
wawancara dengan nelayan. 100% dari 35 responden menjawab bahwa
mereka tidak memiliki tabungan.
Hasil analisis flag modelling pada domain ekonomi, sebagaimana terlihat
pada Tabel 17.
Tabel 17. Hasil analisis flag modelling dari 3 indikator domain ekonomi.
No Indikator Nilai 1 Kepemilikan Aset 3.0 2 Pendapatan rumah tangga perikanan (RTP) 1.6 3 Rasio Tabungan (Saving ratio) 1.0
Hasil analisis flag modelling menunjukkan indikator yang
berpengaruh terhadap keberlanjutan perikanan tuna di Kawasan Taman
Nasional Taka Bonerate pada domain ekonomi adalah rasio tabungan.
Rasio tabungan terengalami kesulitan kait dengan kemampuan nelayan
untuk menyimpan dana. Jika rasio tabungan rendah dan pada sisi lain
kebutuhan hidup meningkat, maka diduga nelayan akan mengupayakan
jumlah hasil tangkapan dengan cara yang tidak bertanggungjawab untuk
memenuhi kebutuhan hidup. Selain itu untuk meningkatkan kepemilikan
aset akan sulit. Dengan demikian aspek keberlanjutan perikanan tuna
pada domain ekonomi, rasio tabungan memiliki sensitivitas dampak yang
lebih besar dibandingkan indikator lainnya.
f) Domain kelembagaan
Penilaian pada domain kelembagan ditentukan berdasarkan enam
indikator, yaitu: 1) kepatuhan terhadap prinsip-prinsip perikanan yang
bertanggungjawab dalam pengelolaan perikanan yang telah ditetapkan
baik formal maupun non formal; 2) kelengkapan aturan main dalam
pengelolaan perikanan; 3) mekanisme pengambilan keputusan; 4)
rencana pengelolaan perikanan; 5) tingkat sinergitas kebijakan dan
kelembagaan pengelolaan perikanan; 6) kapasitas pemangku
kepentingan.
86
Indikator kepatuhan terhadap prinsip-prinsip perikanan yang bertanggungjawab dalam pengelolaan perikanan yang telah ditetapkan baik formal maupun non formal, berdasarkan data
sekunder dari Polisi Kehutanan, Balai Taman Nasional Taka Bonerate,
terdapat 54 kasus pelanggaran yang terjadi antara tahun 2011-2015.
penggunaan bom ikan banyak digunakan di Kawasan Taman Nasional
Taka Bonerate, Namun pada tahun 2015 frekuensi sudah berkurang
menjadi lima kasus. Kriteria penilaian adalah lebih dari lima kasus..
Indikator kelengkapan aturan main dalam pengelolaan perikanan, penilaian dilakukan dengan wawancara kepada nelayan yang
menyatakan bahwa tersedia regulasi yang mencakup pengaturan
perikanan untuk 3-5 domain, namun regulasi yang berjalan masih kurang
maksimal.
Indikator mekanisme pengambilan keputusan, terkait kegiatan
penangkapan ikan telah ada mekanisme dalam kelompok namun belum
berjalan efektif. Khususnya secara formal dengan lembaga pengambilan
keputusan menyangkut pengawasan.
Indikator rencana pengelolaan perikanan, hasil wawancara
dengan nelayan, menyatakan bahwa sudah ada rencana pengelolaan
perikanan. Namun belum dijalankan sepenuhnya.
Indikator tingkat sinergitas kebijakan dan kelembagaan pengelolaan perikanan, sinergitas kebijakan antara lembaga belum
berjalan dengan baik, terutama terkait perizinan kegiatan penangkapan
ikan.
Indikator kapasitas pemangku kepentingan. Peningkatan
kapasitas pemangku kepentingan tidak ada peningkatan. Pelatihan yang
diberikan adalah peningkatan kapasitas pokmas desa, namun hasil
pelatihan belum difungsikan dengan optimal.
Hasil analisis flag modelling pada domain kelembagaan, sebagaimana
terlihat pada Tabel 18.
87
Tabel 18. Hasil analisis flag modelling dari 6 indikator domain kelembagaan.
No Indikator Nilai 1 Kepatuhan terhadap prinsip-prinsip perikanan yang
bertanggung jawab 1.8
2 Kelengkapan aturan main dalam pengelolaan perikanan 1.9 3 Mekanisme pengambilan keputusan 1.7 4 Rencana pengelolaan perikanan 2.3 5 Tingkat sinergisitas kebijakan dan kelembagaan
pengelolaan perikanan 1.6
6 Kapasitas pemangku kepentingan 1.5
Hasil analisis flag modelling menunjukkan indikator yang
berpengaruh terhadap keberlanjutan perikanan tuna di Kawasan Taman
Nasional Taka Bonerate pada domain kelembagaan adalah kapasitas
pemangku kepentingan. Namun secara keseluruhan indikator
menunjukkan domain indikator kelembagaan. Peranan pemangku
kepentingan dalam menjalankan kebijakan memiliki peran penting, karena
pengendalian kegiatan penangkapan ikan ada pada pemangku
kepentingan. Dengan demikian aspek keberlanjutan perikanan tuna pada
domain kelembagaan, indikator kapasitas pemangku kepentingan
memiliki sensitivitas dampak yang lebih besar dibandingkan indikator
mekanisme pengambilan keputusan.
Hasil penilaian secara keseluruhan domain pada perikanan tuna di
Kawasan Taman Nasional Taka Bonerate sebagaimana ditampilkan pada
Tabel 19.
Hasil penilaian agregat menunjukkan bahwa aktivitas penangkapan
jenis ikan tuna berada pada kondisi Sedang, hal ini menyatakan bahwa
tindakan pengelolaan, baik terhadap output, khususnya input dalam
perikanan tuna penting mempertahankan dan dirancangkan secara
bersama untuk mengatasi aktivitas perikanan tuna.
88
Tabel 19. Hasil analisis perikanan tuna dari 6 domain
NO Domain Nilai Komposit Deskripsi 1 Sumberdaya Ikan 73 Baik 2 Habitat & ekosistem 41 Sedang 3 Teknik Penangkapan Ikan 73 Baik 4 Sosial 36 Kurang 5 Ekonomi 67 Baik 6 Kelembagaan 65 Baik
Aggregat 59 Sedang
BAB V. RENCANA KERJA PERBAIKAN PERIKANAN
Rencana aksi pengelolaan perikanan ikan karang dan tuna di Kawasan
Taman Nasional Taka Bonerate disusun untuk pencapaian tujuan Rencana
Pengelolaan Perikanan (RPP). Rencana aksi ini dibuat berdasarkan domain
pada pendekatan EAFM (Tabel 20).
ISA. SUMBERDAYA IKAN DAN LINGKUNGANNYA
1 Belum terintegrasinya penetapan alokasi pemanfaatan sumberdaya ikan karang dan tuna antara Pihak Balai Taman Nasional Takabonerate dengan pelaku usaha penangkapan ikan karang dan tuna dikarenakan belum optimalnya pendataan hasil tangkapan, kapasitas penangkapan, dan upaya penangkapan.
2 Rendahnya pengelolaan habitat penting perikanan (mangrove, terumbu karang dan padang lamun) sehingga terjadi degradasi lingkungan.
3 Praktek illegal fishing berupa cara penangkapan ikan yang tidak ramah lingkungan.
4 Belum diterapkan penggunaan logbook untuk pendataan produksi dan fungsi kontrol kapasitas penangkapan.
B. SOSIAL EKONOMI
SOSIAL EKONOMI 1 Kurangnya sinergitas antara pemangku kepentingan dalam memfasilitasi kepentingan nelayan dalam kegiatan penangkapan ikan.
2 Pemahaman nelayan tentang prinsip-prinsip ekologi tidak ada.
3 Nelayan membutuhkan pendampingan dalam menerapkan pelatihan yang sudah diikuti.
4 Kepemilikan aset dan saving ratio nelayan masih rendah C. TATA KELOLA
TATA KELOLA 1 Belum optimalnya kepatuhan nelayan terhadap prinsip-prinsip perikanan yang bertanggungjawab.
2 Belum terbentuknya kelembagaan pengelola sumberdaya ikan karang dan tuna di Kawasan Taman Nasional Taka Bonerate, Kabupaten Kepulauan Selayar.
Tabel 20. Rencana Aksi Perbaikan Perikanan karang Jangka Pendek, Menengah dan Jangka Panjang di Kawasan Taman Nasional Taka Bonerate, Kabupaten Kepulauan Selayar.
Tahun 1 Tahun 2 Tahun 3 Tahun 4 Tahun 5 Tahun 6 Tahun 7 Tahun 8 Tahun 9 Tahun 10 Tahun 11 Tahun 12 Tahun 13 Tahun 14 Tahun 15Domain Sumberdaya Ikan1. CpUE Baku 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 3 3 3 3 3 32. Tren ukuran ikan 1 1 2 2 2 2 2 2 2 2 3 3 3 3 3 33. Proporsi ikan yuwana yang ditangkap 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 3 3 3 3 34. Komposisi spesies hasil tangkapan 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 3 3 3 35. "Range Collapse" sumberdaya ikan 2 2 2 2 2 2 2 2 2 3 3 3 3 3 3 36. Spesies ETP 2 2 2 2 2 2 2 3 3 3 3 3 3 3 3 3Domain Habitat dan Ekosistem1. Kualitas perairan 2 2 2 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 32. Status ekosistem lamun 2 2 2 2 2 2 2 2 2 3 3 3 3 3 3 33. Status ekosistem terumbu karang 2 2 2 2 2 2 2 2 2 3 3 3 3 3 3 34. Habitat unik/khusus 1 1 1 2 2 2 2 2 2 2 3 3 3 3 3 35. Perubahan iklim terhadap kondisi perairan dan habitat 1 1 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 3 3 3 3Domain Teknik Penangkapan Ikan1. Penangkapan ikan yang bersifat destruktif 1 1 1 2 2 2 2 2 3 3 3 3 3 3 3 32. Modifikasi alat penangkapan ikan dan alat bantu penangkapan 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 3 3 3 33. Kapasitas Perikanan dan Upaya Penangkapan (Fishing Capacity and Effort) 1 1 2 2 2 2 2 3 3 3 3 3 3 3 3 34. Selektivitas penangkapan 2 2 2 2 2 2 2 2 2 3 3 3 3 3 3 35. Kesesuaian fungsi dan ukuran kapal penangkapan ikan dengan dokumen legal 1 2 2 2 2 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 36. Sertifikasi awak kapal perikanan sesuai dengan peraturan. 1 2 2 2 2 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3Domain Sosial1. Partisipasi pemangku kepentingan 1 1 2 2 2 2 3 3 3 3 3 3 3 3 3 32. Konflik perikanan 2 2 2 2 2 2 2 2 3 3 3 3 3 3 3 33. Pemanfaatan pengetahuan lokal dalam pengelolaan sumberdaya ikan 1 1 1 2 2 2 2 2 3 3 3 3 3 3 3 3Domain Ekonomi1. Kepemilikan Aset 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 32. Pendapatan rumah tangga perikanan (RTP) 1 1 2 2 2 2 2 2 2 3 3 3 3 3 3 33. Rasio Tabungan (Saving ratio) 1 1 1 2 2 2 2 2 2 2 3 3 3 3 3 3Domain Kelembagaan1. Kepatuhan terhadap prinsip-prinsip perikanan yang bertanggung jawab 1 1 1 2 2 2 2 2 2 2 3 3 3 3 3 32. Kelengkapan aturan main dalam pengelolaan perikanan 2 2 2 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 33. Mekanisme pengambilan keputusan 2 2 2 2 2 2 3 3 3 3 3 3 3 3 3 34. Rencana pengelolaan perikanan 2 2 2 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 35. Tingkat sinergisitas kebijakan dan kelembagaan pengelolaan perikanan 2 2 2 2 2 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 36. Kapasitas pemangku kepentingan 1 2 2 2 2 2 2 3 3 3 3 3 3 3 3 3
Nilai Tahun 0IndikatorRencana Perbaikan
Jangka pendek Jangka menengah Jangka panjang
91
Tahun 1 Tahun 2 Tahun 3 Tahun 4 Tahun 5 Tahun 6 Tahun 7 Tahun 8 Tahun 9 Tahun 10 Tahun 11 Tahun 12 Tahun 13 Tahun 14 Tahun 15Sumberdaya Ikan 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 3 3 3 3 3 3 Habitat & ekosistem 2 2 2 2 2 2 2 2 2 3 3 3 3 3 3 3 Teknik Penangkapan Ikan 1 2 2 2 2 2 2 3 3 3 3 3 3 3 3 3 Sosial 2 2 2 2 2 2 2 2 3 3 3 3 3 3 3 3 Ekonomi 2 2 2 2 2 2 2 2 2 3 3 3 3 3 3 3 Kelembagaan 2 2 2 2 2 2 2 3 3 3 3 3 3 3 3 3
Tahun 1 Tahun 2 Tahun 3 Tahun 4 Tahun 5 Tahun 6 Tahun 7 Tahun 8 Tahun 9 Tahun 10 Tahun 11 Tahun 12 Tahun 13 Tahun 14 Tahun 15Ekologi (Sumberdaya Ikan + Habitat & ekosistem) 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 3 3 3 3 3 3 Sosial (Teknik Penangkapan Ikan + Sosial + Ekonomi + Kelembagaan) 2 2 2 2 2 2 2 2 3 3 3 3 3 3 3 3
Rencana PerbaikanJangka pendekKarakteristik Pengelolaan Perikanan Komposit Tahun 0
Komposit Tahun 0Domain
Jangka menengah Jangka panjang
Rencana PerbaikanJangka pendek Jangka menengah Jangka panjang
92
Tabel 21. Rencana Aksi Perbaikan Perikanan Tuna Jangka Pendek, Menengah dan Jangka Panjang di Kawasan Taman
Nasional Taka Bonerate, Kabupaten Kepulauan Selayar.
Tahun 1 Tahun 2 Tahun 3 Tahun 4 Tahun 5 Tahun 6 Tahun 7 Tahun 8 Tahun 9 Tahun 10 Tahun 11 Tahun 12 Tahun 13 Tahun 14 Tahun 15Domain Sumberdaya Ikan1. CpUE Baku 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 3 3 3 3 3 32. Tren ukuran ikan 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 33. Proporsi ikan yuwana yang ditangkap 2 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 34. Komposisi spesies hasil tangkapan 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 35. "Range Collapse" sumberdaya ikan 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 3 3 36. Spesies ETP 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 3 3Domain Habitat dan Ekosistem1. Kualitas perairan 2 2 2 2 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 32. Status ekosistem lamun 2 2 2 2 2 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 33. Status ekosistem terumbu karang 2 2 2 2 2 2 2 2 2 3 3 3 3 3 3 34. Habitat unik/khusus 1 1 1 1 1 2 2 2 2 2 3 3 3 3 3 35. Perubahan iklim terhadap kondisi perairan dan habitat 1 1 1 2 2 2 2 2 2 2 2 2 3 3 3 3Domain Teknik Penangkapan Ikan1. Penangkapan ikan yang bersifat destruktif 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 32. Modifikasi alat penangkapan ikan dan alat bantu penangkapan 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 33. Kapasitas Perikanan dan Upaya Penangkapan (Fishing Capacity and Effort) 1 1 2 2 2 2 2 3 3 3 3 3 3 3 3 34. Selektivitas penangkapan 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 35. Kesesuaian fungsi dan ukuran kapal penangkapan ikan dengan dokumen legal 1 1 2 2 2 2 2 3 3 3 3 3 3 3 3 36. Sertifikasi awak kapal perikanan sesuai dengan peraturan. 1 1 1 1 2 2 2 2 3 3 3 3 3 3 3 3Domain Sosial1. Partisipasi pemangku kepentingan 1 2 2 2 2 2 3 3 3 3 3 3 3 3 3 32. Konflik perikanan 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 33. Pemanfaatan pengetahuan lokal dalam pengelolaan sumberdaya ikan 1 1 2 2 2 2 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3Domain Ekonomi1. Kepemilikan Aset 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 32. Pendapatan rumah tangga perikanan (RTP) 2 2 2 2 2 2 2 2 2 3 3 3 3 3 3 33. Rasio Tabungan (Saving ratio) 1 1 1 2 2 2 2 2 2 2 3 3 3 3 3 3Domain Kelembagaan1. Kepatuhan terhadap prinsip-prinsip perikanan yang bertanggung jawab 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 3 3 3 3 3 32. Kelengkapan aturan main dalam pengelolaan perikanan 2 2 2 2 2 2 2 3 3 3 3 3 3 3 3 33. Mekanisme pengambilan keputusan 2 2 2 2 2 2 3 3 3 3 3 3 3 3 3 34. Rencana pengelolaan perikanan 2 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 35. Tingkat sinergisitas kebijakan dan kelembagaan pengelolaan perikanan 2 2 2 2 2 2 2 2 3 3 3 3 3 3 3 36. Kapasitas pemangku kepentingan 2 2 2 2 2 2 2 3 3 3 3 3 3 3 3 3
Rencana PerbaikanJangka pendek Jangka menengah Jangka panjangNilai
Tahun 0Indikator
93
Tahun 1 Tahun 2 Tahun 3 Tahun 4 Tahun 5 Tahun 6 Tahun 7 Tahun 8 Tahun 9 Tahun 10 Tahun 11 Tahun 12 Tahun 13 Tahun 14 Tahun 15Sumberdaya Ikan 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 3 3 3 3 Habitat & ekosistem 2 2 2 2 2 2 2 2 2 3 3 3 3 3 3 3 Teknik Penangkapan Ikan 2 2 2 2 2 2 2 3 3 3 3 3 3 3 3 3 Sosial 2 2 2 2 2 2 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 Ekonomi 2 2 2 2 2 2 2 2 2 3 3 3 3 3 3 3 Kelembagaan 2 2 2 2 2 2 2 3 3 3 3 3 3 3 3 3
Tahun 1 Tahun 2 Tahun 3 Tahun 4 Tahun 5 Tahun 6 Tahun 7 Tahun 8 Tahun 9 Tahun 10 Tahun 11 Tahun 12 Tahun 13 Tahun 14 Tahun 15Ekologi (Sumberdaya Ikan + Habitat & ekosistem) 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 3 3 3 3 3 3 Sosial (Teknik Penangkapan Ikan + Sosial + Ekonomi + Kelembagaan) 2 2 2 2 2 2 2 3 3 3 3 3 3 3 3 3
Rencana PerbaikanJangka pendek Jangka menengah Jangka panjang
Rencana PerbaikanJangka pendekKarakteristik Pengelolaan Perikanan Komposit
Tahun 0
Komposit Tahun 0Domain
Jangka menengah Jangka panjang
94
Tabel 22. Rencana Aksi Pengelolaan Perikanan ikan karang dan tuna di Kawasan Taman Nasional Taka Bonerate,
Kabupaten Kepulauan Selayar. a) Domain Sumberdaya Ikan
Domain Permasalahan utama Penyebab Rencana Kegiatan
Tahun 2016-2021 Rencana Kegiatan Tahun
2021-2026 Rencana Kegiatan Tahun 2026-2031
Sumberdaya Ikan
CPUE menurun
1. Belum ada pengaturan jumlah alat tangkap dan armada penangkapan
2. Ketidakseimbangan antara upaya penangkapan dan ketersediaan stok
3. Telah terjadi degradasi pada ekosistem utama (terumbu karang, lamun, dan mangrove)
1. Pengkajian TAC (Total Allowable Catch).
2. Pengkajian Upaya penangkapan optimal.
3. Pembuatan peraturan jumlah alat dan kapal tangkap maksimum, dan kapasitas alat tangkap.
4. Pengawasan, pembuatan, Sosialisasi, dan implementasi peraturan pembatasan jumlah alat dan kapal tangkap.
5. Penataan wilayah pengelolaan dan penentuan unit pengelolaan sebagai bank ikan.
6. Mempertahankan ekosistem utama.
1. Monitoring dan pengawasan jumlah alat tangkap dan kapasitas alat.
2. Monitoring dan evaluasi setiap tahun.
3. Merancang peraturan lokasi dan luasan daerah penangkapan ikan karang dan tuna yang dapat diakses nelayan.
1. Pengawasan jumlah alat dan kapasitas alat tangkap.
2. Monitoring dan evaluasi kapasitas tangkap setiap tahun.
95
Domain Permasalahan
utama Penyebab Rencana Kegiatan Tahun
2016-2021 Rencana Kegiatan Tahun
2021-2026 Rencana Kegiatan Tahun 2026-2031
Sumberdaya Ikan
Trend ukuran ikan yang tertangkap menurun
Belum ada baseline ukuran ikan kerapu dan tuna yang diperbolehkan ditangkap.
1. Perlu kajian ukuran ikan matang gonad pertama kali untuk menetapkan ukuran ikan yang diperbolehkan untuk ditangkap.
2. Pembuatan peraturan larangan penangkapan dan melepaskan kembali keperairan terhadap ikan yang tidak memenuhi standar ukuran.
3. Sosialisasi dan FGD antar stakeholders peraturan ukuran ikan yang diperbolehkan untuk ditangkap.
4. Kajian lokasi nursery ground ikan karang dan tuna di Kawasan Taman Nasional Taka Bonerate.
5. Sosialisasi lokasi nursery ground ikan karang dan tuna di Kawasan Taman Nasional Taka Bonerate kepada nelayan.
6. Implementasi peraturan.
1. Implementasi peraturan ukuran ikan yang diperbolehkan untuk ditangkap.
2. Monitoring dan pengawasan ukuran ikan yang tertangkap.
3. Pemetaan lokasi nursery ground karang dan tuna di Kawasan Taman Nasional Taka Bonerate.
1. Monitoring dan pengawasan ukuran ikan yang tertangkap.
2. Pemutakhiran kajian lokasi nursery ground ikan karang dan tuna di Kawasan Taman Nasional Taka Bonerate.
96
Domain Permasalahan
utama Penyebab Rencana Kegiatan
Tahun 2016-2021 Rencana Kegiatan Tahun
2021-2026 Rencana Kegiatan Tahun 2026-2031
Sumberdaya Ikan
Proporsi ikan Juwana yang tertangkap
Proporsi ikan juwana yang tertangkap banyak sekali
1. Pengkajian ukuran mata pancing yang selektif.
2. Pengkajian ukuran layak tangkap.
3. Pembuatan peraturan ukuran mata pancing dan ukuran layak tangkap.
4. Sosialisasi dan fgd ukuran mata pancing dan ukuran layak tangkap.
5. Kajian nursery ground dan spawning ground untuk no take zone.
6. Implementasi peraturan.
1. Implementasi peraturan. 2. Pengawasan pelaksanaan
peraturan. 3. Monitoring dan evaluasi.
1. Implementasi peraturan.
2. Pengawasan pelaksanaan peraturan.
3. Monitoring dan evaluasi.
Domain Permasalahan
utama Penyebab Rencana Kegiatan
Tahun 2016-2021 Rencana Kegiatan Tahun
2021-2026 Rencana Kegiatan Tahun 2026-2031
Sumberdaya Ikan
Spesies ETP yang tertangkap
Masyarakat nelayan masih banyak belum mengetahui adanya spesies yang dilindungi, penegakan peraturan masih rendah.
1. Penyuluhan hukum tentang peraturan perikanan, termasuk tentang perlindungan biota laut.
2. Peningkatan pengawasan terhadap biota ETP yang tertangkap di laut, di pelabuhan, maupun di
1. Implementasi peraturan. 2. Peningkatan
pengawasan. 3. Monitoring dan evaluasi
terhadap ETP yang tertangkap.
1. Peningkatan pengawasan.
2. Monitoring dan evaluasi terhadap spesies ETP yang tertangkap.
97
pasar. 3. Pembuatan peraturan
untuk melepaskan kembali ke perairan terhadap biota ETP yang tertangkap.
b) Domain Habitat dan Ekosistem Domain Permasalahan
utama Penyebab Rencana Kegiatan
Tahun 2016-2021 Rencana Kegiatan Tahun
2021-2026 Rencana Kegiatan Tahun 2026-2031
Habitat dan Ekosistem
Status ekosistem lamun sedang
1. Dampak kegiatan pelayaran, pendaratan kapal dan propeller.
2. Sedimentasi.
1. Optimalisasi fungsi TPI sebagai tempat pendaratan perahu.
2. Zonasi alur kapal masuk ke pelabuhan/TPI.
3. Perlu peraturan perahu atau kapal nelayan mendarat di pelabuhan dan zona alur kapal ke pelabuhan.
1. Mengembangkan daerah perlindungan ekosistem lamun untuk keberlanjutan biota langka yang berasosiasi (penyu dan dugong).
2. Monitoring dan evaluasi.
1. Monitoring dan evaluasi.
Habitat dan Ekosistem
Status ekosistem terumbu karang kondisi sedang
penggunaan alat tangkap yang merusak (destruktif fishing).
1. Sosialisasi dan penyuluhan hukum tentang pelarangan penggunaan destruktif fishing.
2. Pengawasan dan penindakan terhadap pelaku destruktif fishing.
3. No take zone (daerah perlindungan laut) dan rehabilitasi
1. Pengawasan dan penindakan tegas terhadap pelaku destruktif fishing.
2. Pengawasan perdagangan bahan pembuatan destruktif fishing, penagawasan hasil tangkapan dengan bom.
3. Pengembangan zona perlindungan terumbu
1. Pengawasan dan penindakan tegas terhadap pelaku destruktif fishing.
2. Pengawasan perdagangan bahan pembuatan destruktif fishing, penagawasan hasil tangkapan dengan bom.
3. Pengelolaan zona perlindungan
98
Domain Permasalahan
utama Penyebab Rencana Kegiatan
Tahun 2016-2021 Rencana Kegiatan Tahun
2021-2026 Rencana Kegiatan Tahun 2026-2031
Habitat dan Ekosistem
Status Habitat unik/khusus tidak diketahui.
Belum ada kajian tentang habitat khusus seperti spawning ground, feeding ground, dan nursery ground.
1. Pengkajian dan penentuan habitat khusus spawning ground, feeding ground, dan nurseriy ground.
2. Membuat zona perlindungan habitat khusus
1. Pengelolaan habitat khusus.
2. Monev habitat khusus.
1. Monev habitat khusus.
Dampak perubahan iklim terhadap ekosistem.
Pengkajian dampak perubahan iklim terhadap ekosistem belum dilakukan.
1. Kajian dampak perubahan iklim terhadap ekosistem.
1. Kajian dampak perubahan iklim terhadap ekosistem.
1. Kajian strategi dan mitigasi terhadap perubahan iklim.
c) Domain Penangkapan Ikan
Domain Permasalahan utama
Penyebab Rencana Kegiatan Tahun 2016-2021
Rencana Kegiatan Tahun 2021-2026
Rencana Kegiatan Tahun 2026-2031
Teknik Penangkapan Ikan
Metode penangkapan ikan yang
1. Belum ada regulasi jumlah alat tangkap. 2. Kurangnya
1. Penetapan wilayah pengelolaan dan unit pengelolaan/
1. Optimalisasi jenis alat tangkap berdasarkan kemampuan tangkap.
1. Pengawasan jumlah alat dan kapasitas alat tangkap.
dan transplantasi ekosistem karang.
4. Peningkatan jumlah dan kualitas pengawas perikanan serta jumlah kapal Pengawas.
5. Pemberdayaan POKMASWAS dalam pengawasan dan monitoring.
karang untuk kepentingan biodiversity, perikanan, biota laut langka dan dilindungi, maupun rekreasi.
4. Pengembangan mata pencaharian, lapangan kerja alternatif.
terumbu karang untuk kepentingan biodiversity, perikanan, biota laut langka dan dilindungi, maupun rekreasi.
4. Pengembbangan mata pencaharian, lapangan kerja alternatif.
99
bersifat destruktif dan atau ilegal.
kesadaran masyarakat atau pelaku tangkap akan keberlanjutan usaha penangkapan. 3. Rendahnya pengetahuan akan produktivitas penangkapan dari setiap jenis alat tangkap.
penetapan daerah perlindungan laut.
2. Pengkajian Kemampuan tangkap setiap jenis alat tangkap.
3. Pengkajian Upaya penangkapan optimal.
4. Pembuatan peraturan dan jumlah alat tangkap maksimum, dan kapasitas alat tangkap.
5. Klasifikasi dan standardisasi jenis alat tangkap.
6. Menghitung MSY yang menjadi acuan menentukan kouta tangkapan.
2. Monitoring dan pengawasan jumlah alat tangkap dan kapasitas alat.
,
Domain Permasalahan
utama Penyebab Rencana Kegiatan
Tahun 2016-2021 Rencana Kegiatan Tahun
2021-2026 Rencana Kegiatan Tahun 2026-2031
Teknik Penangkapan Ikan
Modifikasi alat tangkap dan alat bantu penangkapan ikan.
Belum ada klasifikasi dan standardisasi jenis alat tangkap untuk perikanan karang dan tuna.
1. Aturan tipe dan klasifikasi teknologi alat bantu yang mendukung prinsip kehati-hatian dalam pemanfaatan sumberdaya ikan di Kawasan Taman Nasional Taka Bonerate.
2. Menetapkan jenis alat
1. Merancang PERDES, PERDA dan produk hukum lainnya yang berkaitan dengan teknologi alat tangkap dan teknologi alat bantu penangkapan ikan yang mendukung pengelolaan perikanan di Kawasan Taman Nasional Taka
1. Monitoring dan pengawasan penggunaan teknologi penangkapan ikan dan teknologi alat bantu penangkapan ikan.
100
tangkap dan teknologi alat bantu penangkapan ikan yang mendukung prinsip kehati-hatian.
Bonerate.
Fishing Capacity dan effort.
Jumlah armada penangkapan ikan dari setiap jenis alat tangkap belum teridentifikasi.
1. Pengkajian kapasitas armada penangkapan.
2. Pengkajian jumlah upaya penangkapan.
3. Sosialisasi dan FGD jumlah armada penangkapan ikan pada kawasan pengelolaan perikanan.
4. Pembuatan peraturan jumlah optimal armada penangkapan ikan dan upaya penangkapan.
1. Implementasi peraturan. 2. Pengawasan
pelaksanaan peraturan. 3. Monitoring dan evaluasi.
1. Implementasi peraturan.
2. Pengawasan pelaksanaan peraturan.
3. Monitornig dan evaluasi.
Domain Permasalahan
utama Penyebab Rencana Kegiatan
Tahun 2016-2021 Rencana Kegiatan Tahun
2021-2026 Rencana Kegiatan Tahun 2026-2031
Teknik Penangkapan Ikan
Selektivitas penangkapan ikan.
Tidak menggunakan alat tangkap ramah lingkungan.
1. Penyuluhan hukum tentang peraturan alat tangkap yang ramah lingkungan.
1. Implementasi peraturan. 2. Peningkatan
pengawasan.
1. Peningkatan pengawasan
Kesesuaian fungsi dan ukuran kapal penangkapan ikan dengan dokumen legal.
Pemahaman tentang pentingnya dokumen kapal.
1. Penyuluhan dokumen kapal sebagai bagian dari upaya pemanfaatan sumberdaya ikan.
1. Peningkatan pengawasan
1. Peningkatan pengawasan
d) Domain Sosial Domain Permasalahan
utama Penyebab Rencana Kegiatan Tahun
2016-2021 Rencana Kegiatan Tahun 2021-2026
Rencana Kegiatan Tahun 2026-2031
101
Sosial
Konflik perikanan.
Masih terjadi konflik penempatan alat tangkap dan alur pelayaran. Belum ada pengaturan ruang dan rencana zonasi.
1. Penetapan zona pemanfaatan.
2. Zonasi alat tangkap. 3. Pengawasan operasi
penangkapan berdasarkan zonasi.
4. Rencana zonasi dan sosialisasi.
1. Monitoring dan pengawasan operasi penangkapan.
1. Monitoring dan pengawasan operasi penangkapan.
Pemanfaatan TEK.
1. Tidak ada upaya dalam pemanfaatan TEK.
2. Tidak ada kelompok adat.
3. Pendokumentasian pengetahuan lokal yang ada.
1. Peningkatan pengetahuan pemangku kepentingan terkait pengetahuan lokal.
2. Kajian pengetahuan lokal ramah lingkungan dalam penangkapan ikan.
3. Mendokumentasikan pengetahuan lokal.
1. Implementasi pengetahuan lokal ramah lingkungan dalam penangkapan ikan.
2. Mendokumentasikan pengetahuan lokal.
1. Implementasi pengetahuan lokal ramah lingkungan dalam penangkapan ikan.
2. Mendokumentasikan pengetahuan lokal.
e) Domain Ekonomi Domain Permasalahan
utama Penyebab Rencana Kegiatan
Tahun 2016-2021 Rencana Kegiatan Tahun
2021-2026 Rencana Kegiatan Tahun 2026-2031
Ekonomi
Kepemilikan aset.
1. Pengelolaan aset yang belum ada.
2. Persepsi yang keliru terhadap aset bantuan, sehingga dijual untuk mendapatkan dana.
1. Pembinaan pengelolaan aset.
2. Penyadaran pengelolaan aset.
1. Pemberian reward kepada nelayan.
2. Pemberian sanksi kepada nelayan.
1. Pembinaan pengelolaan aset.
2. Pemberian reward kepada nelayan.
3. Pemberian sanksi kepada nelayan.
Pendapatan rumah tangga nelayan.
Pendapatan nelayan belum mampu memenuhi kebutuhannya biaya hidup nelayan
1. Penyuluhan dan pendampingan usaha nelayan (menambah keterampilan selain
1. Penyuluhan dan pendampingan usaha nelayan.
2. Pengembangan mata pencaharian alternatif.
1. Penyuluhan dan pendampingan usaha nelayan.
102
lebih tinggi daripada masyarakat kota (pembangunan infrastruktur pesisir) UMR.
sebagai nelayan keterampilan yang bisa meningkatkan standar kualitas pekerjaannya).
2. Bantuan fasilitas infrastruktur dasar (pulau, sentra nelayan yang aksesble).
3. Pengembangan mata pencaharian alternatif.
4. Bantuan permodalan.
3. Bantuan permodalan.
Domain Permasalahan utama
Penyebab Rencana Kegiatan Tahun 2016-2021
Rencana Kegiatan Tahun 2021-2026
Rencana Kegiatan Tahun 2026-2031
Rasio tabungan 1. Nelayan tidak mampu menabung (tidak punya uang untuk ditabung). 2. Akses ke lembaga pelayanan keuangan cukup jauh. 3. Tidak punya lembaga pelayanan keuangan (BANK).
1. Sosialisasi pentingnya menabung.
2. Penyuluhan dan pendampingan.
3. Lembaga keuangan mikro untuk simpan pinjam.
4. penyediaan mata pencaharian alternative.
1.Sosialisasi pentingnya menabung.
2.Penyuluhan dan pendampingan.
3.penyediaan mata pencaharian alternative.
1.Penyuluhan dan pendampingan.
103
f) Domain Kelembagaan
Domain Permasalahan utama
Penyebab Rencana Kegiatan Tahun 2016-2021
Rencana Kegiatan Tahun 2021-2026
Rencana Kegiatan Tahun 2026-2031
Kelembagaan
Kepatuhan terhadap prinsip-prinsip perikanan yang bertanggung jawab.
Banyak terjadi pelanggaran hukum dalam pengelolaan perikanan.
1. Sosialisasi tentang hukum kelautan dan perikanan di laut semakin diperketat.
2. Penyuluhan dan sosialisasi peraturan dan hukum perikanan kelautan.
3. Kooordinasi pihak keamanan terkait.
4. Pelibatan masyarakat untuk mengawasi bahan berbahaya pembuat BOM ikan.
1. Sosialisasi tentang hukum kelautan dan perikanan.
2. Penegakan hukum dan pengawasan di laut semakin diperketat.
3. Penyuluhan dan sosialisasi peraturan dan hukum perikanan kelautan.
4. Kooordinasi pihak keamanan terkait (oleh aparat penegaka hokum seperti POLAIR, TNI AL, PPNS Perikanan).
1. Penegakan hukum dan pengawasan semakin diperketat.
2. Penyuluhan dan sosialisasi peraturan dan hukum perikanan kelautan.
Kelengkapan aturan main dalam pengelolaan perikanan.
Aturan main dalam pengelolaan perikanan belum lengkap.
1. Pembuatan peraturan pengelolaan, pengawasan dan lain-lain yang dibutuhkan pada tingkat kabupaten dan provinsi.
2. Mendorong pihak legislatif untuk pembuatan peraturan yang terkait dengan pengelolaan perikanan kabupaten/provinsi.
1. Implementasi peraturan pengelolaan dan pengawasan.
2. Pembuatan SOP disetiap kegiatan perikanan mulai dari instansi teknis (bermula dari nelayan, ke dinas teknis perikanan dan kelautan, kemudian memberikan regulasi kepada badan perizinan.
1. Implementasi peraturan pengelolaan dan pengawasan.
104
Domain Permasalahan
utama Penyebab Rencana Kegiatan
Tahun 2016-2021 Rencana Kegiatan Tahun
2021-2026 Rencana Kegiatan Tahun 2026-2031
Kelembagaan
Mekanisme pengambilan keputusan (menyangkut monitoring kelembagaan pengelolaan perikanan).
Mekanisme pengambilan keputusan tidak berjalan efektif.
1. Penguatan fungsi kelembagaan pengelola perikanan.
2. Peningkatan pemangku kepentinngan dalam pengambilan keputusan, termasuk keterlibatan antar instansi terkait.
3. Peningkatan kapasitas kelembagaan pada level perencanaan, implementasi dan evaluasi.
4. Menginisiasi pembentukan UPT Pengelolaan Teluk Kwandang pada dinas terkait.
1. Penguatan fungsi kelembagaan pengelola perikanan.
2. Peningkatan kapasitas kelembagaan pada level perencanaan, implementasi dan evaluasi.
1. Penguatan fungsi kelembagaan pengelola perikanan.
2. Peningkatan kapasitas kelembagaan pada level perencanaan, implementasi dan evaluasi.
Rencana pengelolaan perikanan.
Tidak ada RPP ikan karang dan tuna.
1. Pembuatan RPP ikan karang berbasis EAFM.
2. Pembuatan RPP Ekosistem Pesisir (Lamun,Mangrove, Terumbu karang) berbasis EAFM.
1. Sosialisasi RPP 2. Pembentukan dan
penguatan kelembagaan RPP.
3. Sosialisasi RPP, partisipasi stakeholders dalam implementasi RPP.
1. Implementasi RPP.
105
Domain Permasalahan
utama Penyebab Rencana Kegiatan
Tahun 2016-2021 Rencana Kegiatan Tahun
2021-2026 Rencana Kegiatan Tahun 2026-2031
Kelembagaan Tingkat sinergitas kebijakan dan kelembagaan pengelolaan perikanan.
Kebijakan tidak saling mendukung.
1. Mengefektifkan komunikasi dan koordinasi antar lembaga pengelola perikanan.
2. Membangun kesepakatan tugas antar lembaga.
3. Pertemuan rutin antar lembaga.
4. Setiap lembaga melaporkan hasil kerja masing-masing pada level manager pengelolaan perikanan.
5. Pelaporan secara rutin hasil kerja lembaga perikanan.
6. Pembentukan POKJA pengelolaan disertai insentif (lintas sektor sehingga bisa saling mendukung) SK Bupati.
1. Pelaporan secara rutin hasil kerja lembaga perikanan.
2. Pertemuan rutin antar lembaga.
1. Pelaporan secara rutin hasil kerja lembaga perikanan.
2. Pertemuan rutin antar lembaga.
106
Domain Permasalahan utama
Penyebab Rencana Kegiatan Tahun 2016-2021
Rencana Kegiatan Tahun 2021-2026
Rencana Kegiatan Tahun 2026-2031
Kelembagaan Kapasitas pemangku kepentingan.
Peningkatan kapasitas pemangku kepentingan masih minim.
1. Seminar, pelatihan dan workshop secara terpadu yang diadakan oleh pemerintah.
2. Peningkatan SDM aparatur pengelolaan perikanan berbasis EAFM.
3. Pelatihan untuk nelayan dan pengusaha perikanan dalam pengelolaan perikanan berkelanjutan.
4. Sharing pembelajaran ke daerah yang telah berhasil dalam penerapan EAFM
5. Pembentukan forum komunikasi di tingkat nelayan.
1. Seminar, pelatihan dan workshop.
2. Pelatihan untuk nelayan dan pengusaha dalam pengelolaan perikanan berkelanjutan.
1. Seminar, pelatihan dan workshop.
2. Pelatihan untuk nelayan dan pengusaha dalam pengelolaan perikanan berkelanjutan.
BAB VI. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 6.1 Kesimpulan
Dari hasil penelitian dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Hasil penilian awal indicator EAFM untuk perikanan karang dan tuna dengan ini menunjukkan bahwa nilai komposit disetiap domain dengan penilaian sedang atau mendekati Bendera Kuning.
2. Kegiatan penangkapan yang bersifat destruktif di Kawasasan Taman Nasional Takabonerate untuk perikanan karang. Perlu peningkatan kualitas penanganan terkait metode dan cara oleh aparat penegak hukum dan stakeholder lainnya, karena akan menghambat upaya-upaya pengelolaan perikanan berkelanjutan dan lestari.
3. Penyusunan dokumen Rencana Pengelolaan Perikanan merupakan hal yang
urgen dan mendesak untuk mendukung upaya-upaya pengelolaan perikanan di
kawasan Taman Nasional Takabonerate.
6.2 Rekomendasi
Beberapa rekomendasi yang diberikan pada hasil penelitian ini, yaitu:
1. Untuk indikator metode penangkapan ikan yang bersifat destruktif pada domain
Teknologi Penangkapan Ikan perikanan karang, perlu upaya pencegahan yang
lebih mendalam dengan memperhatikan beberapa hal:
- Melakukan identifikasi, menginventarisasi dan merefungsionalisasi model-
model dan penyebab serta pelaku Destruktif Fishing yang dilakukan oleh
Nelayan di didalam maupun diluar kawasan Takabonerate.
- Sangat penting untuk menekankan kolaborasi dan komitmen untuk
pemecahan dari berbagai sudut pandang, antar-instansi yang
mengidentifikasi dan mendukung baik di tingkat nasional, provinsi,
kabupaten/kota, dan wilayah pengelolaan sumberdaya perairan.
- Perlu penyusunan dokumen perencanaan (misalnya rencana strategis dan
rencana aksi) dalam penanggulangan aktivitas IUU Fishing.
108
2. Perlunya dilakukan pendataan hasil tangkapan, kapasitas penangkapan, dan
upaya penangkapan, sehingga data dan informasi dapat tersedia dikawasan
taman nasional takabonerate. 3. Mendorong pembuatan Rencana Pengelolaan Perikanan di Kawasan Taman
Nasional Takabonerate berdasarkan analisa EAFM.
4. Perlunya menindaklanjuti kajian EAFM sebagai basis pengelolaan perikanan
yang berkelanjutan dikawasan Taman Nasional Takabonerate.
DAFTAR PUSTAKA
Akhmadi. 2015. Mangrove Tua di Taka Bonerate. http://tntakabonerate.com/id/?p=1032. Diunduh pada tanggal 3 bulan 9 2016 Pukul 11.39 Pm.
Balai Taman Nasional Taka Bonerate. 2016. Data Statistik Kawasan Taman
Nasional Taka Bonerate Kabupaten Kepulauan Selayar. Balai Taman Nasional Taka Bonerate Kabupaten Kepulauan Selayar.
COREMAP II Kepulauan Selayar. 2011. Monitoring Daerah Perlindungan Laut di
Kepulauan Selayar. Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Kepulauan Selayar.
Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Kepulauan Selayar. 2012-2016. Data
Statistik Perikanan Tangkap Kabupaten Kepulauan Selayar untuk Tahun 2011-2015. Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Kepulauan Selayar.
Lestari, WP., Muttaqin, E., Sahabudin, Amar, SA., Dzat, SF. dan Ibrahim. 2015.
Laporan Survey Sosial Ekonomi Taman Nasional Taka Bonerate 2015. Wildlife Conservation Society. Bogor. Indonesia.
NWG EAFM. 2014. Modul Penilaian Indikator untuk Perikanan dengan Pendekatan
Ekosistem. National Working Group on Ecosystem Approach to Fisheries Management, Direktorat Sumberdaya Ikan, Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia. Jakarta.
Pardede, S., Tarigan, SAR., Setiawan, F., Muhidin, Mizrini, A. dan Muttaqin, E.
2015. Status Ekosistem Terumbu Karang di Taman Nasional Taka Bonerate. Wildlife Conservation Society. Bogor. Indonesia.
Lampiran 1. Analisis Komposit Pengelolaan Perikanan Karang Taman Nasional Takabonerate. 1. Domain Sumberdaya Ikan
INDIKATOR DEFINISI/ PENJELASAN MONITORING/ PENGUMPULAN KRITERIA SKOR BOBOT
(%) RANKING SKOR DENSITAS NILAI
1. CpUE Baku CpUE adalah hasil tangkapan per satuan upaya penangkapan. Upaya penangkapan harus distandardisasi sehingga bisa menangkap tren perubahan upaya penangkapan. CpUE Baku digunakan apabila terdapat pola multi fishing gears untuk menangkap satu spesies di unit perikanan yang dikaji. Jika CpUE Baku sulit untuk digunakan, bisa digunakan CpUE dominan
Logbook, Enumerator, Observer selama minimal 3 tahun dari unit perikanan yang dikaji
1 = menurun tajam (rerata turun > 25% per tahun)
2 40 1 29 2320
2 = menurun sedikit (rerata turun < 25% per tahun)
3 = stabil atau meningkat
2. Tren ukuran ikan - Panjang total - Panjang standar - Panjang karapas / sirip (minimum dan maximum size, modus)
- Sampling program secara reguler untuk LFA (Length Frequency Analysis) untuk unit perikanan yang dikaji untuk spesies dominan yang secara total memiliki volume lebih dari 50% hasil tangkapan - data poor fisheries: interview kepada responden yang berpengalaman dalam perikanan terkait selama minimal 10 tahun, untuk spesies dominan yang secara total memiliki volume lebih dari 50% hasil tangkapan
1 = trend ukuran rata-rata ikan yang ditangkap semakin kecil;
1 20 2 29 0.68965517 2 = trend ukuran relatif tetap;
3 = trend ukuran semakin besar
3. Proporsi ikan yuwana (juvenile) yang ditangkap
Persentase ikan yang ditangkap sebelum mencapai umur dewasa (maturity)
- Sampling program secara reguler - data poor fisheries: interview kepada responden yang berpengalaman dalam perikanan terkait selama minimal 10 tahun
1 = banyak sekali (> 60%)
2 15 3 29 870 2 = banyak (30 - 60%)
3 = sedikit (<30%)
4. Komposisi spesies hasil tangkapan
Spesies target yang dimanfaatkan, spesies non target yang dimanfaatkan dan tidak dimanfaatkan
- Logbook, observasi - data poor fisheries: interview kepada responden yang berpengalaman dalam perikanan terkait selama minimal 10 tahun
1 = proporsi target lebih sedikit (< 15% dari total volume)
2 10 4 29 580 2 = proporsi target sama dgn non-target (16-30% dari total volume)
111
3 = proporsi target lebih banyak (> 31 % dari total volume)
5. "Range Collapse" sumberdaya ikan
lokasi penangkapan ikan yang semakin jauh
- Survey dan monitoring, logbook, observasi - data poor fisheries: interview kepada responden yang berpengalaman dalam perikanan terkait selama minimal 10 tahun
1 = semakin sulit, tergantung spesies target
2
10 5 29 580
2 = relatif tetap, tergantung spesies target
3 = semakin mudah, tergantung spesies target
1 = fishing ground menjadi sangat jauh, tergantung spesies target
2 2= fishing ground jauh, tergantung spesies target
3= fishing ground relatif tetap jaraknya, tergantung spesies target
6. Spesies ETP Populasi spesies ETP (Endangered species, Threatened species, and Protected species) sesuai dengan kriteria CITES
- Survey dan monitoring, logbook, observasi dalam satu tahun terakhir - data poor fisheries: interview kepada responden yang berpengalaman dalam perikanan terkait selama minimal 10 tahun
1= terdapat individu ETP yang tertangkap tetapi tidak dilepas;
2 5 6 29 290 2 = tertangkap tetapi dilepas
3 = tidak ada individu ETP yang tertangkap
Sedang 4641
112
2. Domain Habitat dan Ekosistem INDIKATOR DEFINISI/ PENJELASAN MONITORING/ PENGUMPULAN KRITERIA SKOR BOBOT
(%) RANKING SKOR DENSITAS NILAI
1. Kualitas perairan
Limbah yang teridentifikasi secara klinis, audio dan atau visual (Contoh :B3-bahan berbahaya & beracun), menggunakan parameter dari KepMen LH 51/2004 ttg Baku Mutu Air Laut Lampiran 3
Data sekunder, sampling, monitoring,
1= tercemar;
3
30 1 29 1691.6667
>> Sampling dan monitoring : 4 kali dalam satu tahun (mewakili musim dan peralihan)
2=tercemar sedang;
3= tidak tercemar
Kualitas perairan dilihat dari Tingkat Kekeruhan dan Padatan Tersuspensi Total
Survey, monitoring dan data sekunder, CITRA SATELIT
1= > Melebihi baku mutu sesuai KepMen LH 51/2004;
2
>> monitoring : dengan coastal bouy/ water quality checker (continous), Citra satelit (data deret waktu) dan sedimen trap (setahun sekali) => pengukuran turbidity di Lab
2= Sama dengan baku mutu sesuai KepMen LH 51/2004;
3= Dibawah baku mutu sesuai KepMen LH 51/2004
Eutrofikasi menggunakan parameter klorofil a
>> Survey : 4 kali dalam satu tahun (mewakili musim dan peralihan)
1= konsentrasi klorofil a < 2 µg/l;
2 >> monitoring : dengan coastal bouy/ water quality checker (continous), Citra satelite (data deret waktu)
2= konsentrasi klorofil a 2-5 µg/l;
3= konsentrasi klorofil a > 5 µg/l
2. Status ekosistem lamun
Tutupan dan keanekaragaman spesies lamun
Survey dan data sekunder, monitoring, CITRA SATELIT.
1=tutupan rendah, 30%;
2
20 2 29 870
2=tutupan sedang, 30 - < 60%;
3=tutupan tinggi, 60%
>> Sampling dan monitoring : Seagrass watch (www.seagrasswatch.org) dan seagrass net (www.seagrassnet.org)
1=keanekaragaman rendah (H' < 3,2 atau H' < 1), jumlah spesies < 3
2 2 = kanekaragaman sedang
(3,20<H’<9,97 atau 1<H’<3), jumlah spesies 3 - 5
113
3 = keanekaragaman tinggi (H’>9,97 atau H’>3), jumlah spesies > 5
3. Status ekosistem terumbu karang
> Persentase tutupan karang keras hidup (live hard coral cover) dan keanekaragaman karang hidup yang didasarkan atas live form
Survey dan data sekunder, CITRA SATELIT, foto udara
1=tutupan rendah, <25%;
2
20 2 29 870
>> Survey : Transek (2 kali dalam setahun)
2=tutupan sedang, 25 - < 50%;
>> Citra satelite dengan hiper spektral - minimal tiga tahun sekali dengan diikuti oleh survey lapangan
3=tutupan tinggi, 50%
1=keanekaragaman rendah (H' < 3,2 atau H' < 1);
2 2 = kanekaragaman sedang
(3,20<H’<9,97 atau 1<H’<3);
3 = keanekaragaman tinggi (H’>9,97 atau H’>3)
4. Habitat unik/khusus
Luasan, waktu, siklus, distribusi, dan kesuburan perairan, spawning ground, nursery ground, feeding ground, upwelling, nesting beach
GIS dgn informasi Citra Satelit, Informasi Nelayan, SPAGs (Kerapu dan kakap), ekspedisi oseanografi
1=tidak diketahui adanya habitat unik/khusus;
1 20 5 29 0.6896552
2=diketahui adanya habitat unik/khusus tapi tidak dikelola dengan baik;
3 = diketahui adanya habitat unik/khusus dan dikelola dengan baik
5. Perubahan iklim terhadap kondisi perairan dan habitat
Untuk mengetahui dampak perubahan iklim terhadap kondisi perairan dan habitat
Survey dan data sekunder, CITRA SATELIT, data deret waktu, monitoring
> State of knowledge level :
1
10 6 29 435
1= belum adanya kajian tentang dampak perubahan iklim; 2= diketahui adanya dampak perubahan iklim tapi tidak diikuti dengan strategi adaptasi dan mitigasi; 3 = diketahui adanya dampak perubahan iklim dan diikuti dengan strategi adaptasi dan mitigasi > state of impact (key indicator menggunakan terumbu karang):
2
114
1= habitat terkena dampak perubahan iklim (e.g coral bleaching >25%);
2= habitat terkena dampak perubahan iklim (e.g coral bleaching 5-25%);
3= habitat terkena dampak perubahan iklim (e.g coral bleaching <5%)
Sedang 4786
3. Domain Teknik Penangkapan Ikan
INDIKATOR DEFINISI/ PENJELASAN MONITORING/ PENGUMPULAN KRITERIA SKOR BOBOT
(%) RANKING SKOR DENSITAS NILAI
1. Penangkapan ikan yang bersifat destruktif
Penangkapan ikan bersifat destruktif yang dilihat dari penggunaan alat dan metode penangkapan yang merusak dan atau tidak sesuai peraturan yang berlaku.
- Laporan hasil pengawas perikanan, survey - data poor fisheries: laporan dari kepolisian, interview dari nelayan/POKMASWAS
1=frekuensi pelanggaran > 10 kasus per tahun ;
1 30 1 29 1.034482759
2 = frekuensi pelanggaran 5-10 kasus per tahun ;
3 = frekuensi pelanggaran <5 kasus per tahun
2. Modifikasi alat penangkapan ikan dan alat bantu penangkapan
Penggunaan alat tangkap dan alat bantu yang menimbulkan dampak negatif terhadap SDI
Observer, Sampling ukuran ikan target/ikan dominan, ukuran Lm bisa diperiksa di www.fishbase.org
1 = lebih dari 50% ukuran target spesies < Lm ;
2 25 2 29 1450 2 = 25-50% ukuran target spesies < Lm 3 = <25% ukuran target spesies < Lm
3. Kapasitas Perikanan dan Upaya Penangkapan (Fishing Capacity and Effort)
Besarnya kapasitas penangkapan dibagi aktivitas penangkapan
- survey, logbook - data poor fisheries: interview kepada responden yang berpengalaman dalam perikanan terkait selama minimal 10 tahun
1 = Rasio kapasitas penangkapan < 1;
1 15 3 29 0.517241379 2 = Rasio kapasitas penangkapan = 1;
3 = Rasio kapasitas penangkapan > 1
4. Selektivitas Aktivitas penangkapan Statistik Perikanan Tangkap, logbook, 1 = rendah (> 75%) ; 2 15 4 29 870
115
penangkapan yang dikaitkan dengan luasan, waktu dan keragaman hasil tangkapan
survey 2 = sedang (50-75%) ;
3 = tinggi (kurang dari 50%) penggunaan alat tangkap yang tidak selektif)
5. Kesesuaian fungsi dan ukuran kapal penangkapan ikan dengan dokumen legal
Sesuai atau tidaknya fungsi dan ukuran kapal dengan dokumen legal
Survey/monitoring fungsi, ukuran dan jumlah kapal. Dibutuhkan pengetahuan cara mengukur dan informasi rasio dimensi dan berat GT kapal yang ada di lapangan
1 = kesesuaiannya rendah (lebih dari 50% sampel tidak sesuai dengan dokumen legal);
1 10 5 29 0.344827586
2 = kesesuaiannya sedang (30-50% sampel tidak sesuai dengan dokumen legal);
3 = kesesuaiannya tinggi (kurang dari 30%) sampel tidak sesuai dengan dokumen legal
6. Sertifikasi awak kapal perikanan sesuai dengan peraturan.
Kualifikasi kecakapan awak kapal perikanan (kualitatif panel komunitas)
Sampling kepemilikan sertifikat, yang ada di unit perikanan yang dikaji
1 = Kepemilikan sertifikat <50%;
1 5 6 29 0.172413793 2 = Kepemilikan sertifikat 50-75%; 3 = Kepemilikan sertifikat >75%
Kurang 2322
4. Domain Sosial
INDIKATOR DEFINISI/ PENJELASAN MONITORING/ PENGUMPULAN KRITERIA SKOR BOBOT
(%) RANKING SKOR DENSITAS NILAI
1. Partisipasi pemangku kepentingan
Keterlibatan pemangku kepentingan
Pencatatan partisipasi dilaksanakan secara kontinyu sesuai dengan pentahapan pengelolaan perikanan. Evaluasi dari pencatatan ini dilakukan setiap tahap dan siklus pengelolaan. Persentase keterlibatan diukur dari jumlah tipe pemangku kepentingan, bukan individu pemangku kepentingan
1 = < 50%;
1 40 1 29 1.379310345
2 = 50-100%;
3 = 100 %
116
2. Konflik perikanan Resources conflict, policy conflict, fishing gear conflict, konflik antar sector.
Arahan pengumpulan data konflik adalah setiap semester (2 kali setahun) atau sesuai musim (asumsi level of competition berbeda by musim)
1 = lebih dari 5 kali/tahun;
2 35 2 29 2030 2 = 2-5 kali/tahun;
3 = kurang dari 2 kali/tahun
3. Pemanfaatan pengetahuan lokal dalam pengelolaan sumberdaya ikan (termasuk di dalamnya TEK, traditional ecological knowledge)
Pemanfaatan pengetahuan lokal yang terkait dengan pengelolaan perikanan
Recording pemanfaatan TEK dilaksanakan secara kontinyu sesuai dengan pentahapan pengelolaan perikanan. Evaluasi dari record ini dilakukan setiap siklus pengelolaan dan dilakukan secara partisipatif
1 = tidak ada;
1 25 3 29 0.862068966 2 = ada tapi tidak efektif;
3 = ada dan efektif digunakan
Kurang 2032
5. Domain Ekonomi
INDIKATOR DEFINISI/ PENJELASAN MONITORING/ PENGUMPULAN KRITERIA SKOR BOBOT (%) RANKING SKOR
DENSITAS NILAI
1. Kepemilikan Aset Perubahan nilai/jumlah aset usaha RTP cat : aset usaha perikanan atau aset RT, yang didapatkan dari usaha perikanan
Arahan frekuensi survey dan pengumpulan data pendapatan RTP rata-rata setahun dengan mempertimbangkan musim selama lima tahun (sumber data : susenas BPS)
1 = nilai aset berkurang (lebih dari 50%);
3 45 1 29 3915 2 = nilai aset tetap (kurang dari 50%); 3 = nilai aset bertambah (di atas 50%)
2. Pendapatan rumah tangga perikanan (RTP)
Rumah Tangga Perikanan adalah rumah tangga nelayan, pengolah ikan dan pedagang ikan yang pendapatan utamanya dihasilkan dari kegiatan perikanan
Survei pendapatan rumah tangga perikanan dengan pendekatan sampling yang sesuai dengan kaidah ilmiah yang berlaku, dimana pendapatan yang diukur dan dibandingkan dengan UMR adalah pendapatan individu yang berasal dari kegiatan perikanan pada unit perikanan yang dikaji
1= kurang dari rata-rata UMR,
2 30 2 29 1740 2= sama dengan rata-rata UMR,
3 = > rata-rata UMR
3. Rasio Tabungan (Saving ratio)
menjelaskan tentang rasio tabungan terhadap pendapatan bersih
Arahan frekuensi survey dan pengumpulan data pendapatan RTP adalah menurut musim tangkapan ikan (data primer). Informasi bunga kredit dapat diperoleh di BI pada saat survey
1 = kurang dari bunga kredit pinjaman;
1 25 3 29 1 2 = sama dengan bunga kredit pinjaman;
Baik 5656
6. Domain Kelembagaan
117
INDIKATOR DEFINISI/ PENJELASAN MONITORING/ PENGUMPULAN KRITERIA SKOR BOBOT (%) RANKING SKOR
DENSITAS NILAI
1. Kepatuhan terhadap prinsip-prinsip perikanan yang bertanggung jawab dalam pengelolaan perikanan yang telah ditetapkan baik secara formal maupun non-formal
Tingkat kepatuhan (compliance) seluruh pemangku kepentingan WPP terhadap aturan main baikformal maupun tidak formal
Monitoring ketaatan: 1= lebih dari 5 kali terjadi pelanggaran hukum dalam pengelolaan perikanan;
1
25 1 29 0.862069
1. Laporan/catatan terhadap pelanggaran formal dari pengawas,
2 = 2-4 kali terjadi pelanggaran hukum;
2. Wawancara/kuisioner (key person) terhadap pelanggaran non formal termasuk ketaaatan terhadap peraturan sendiri maupun peraturan diatasnya
3 = kurang dari 2 kali pelanggaran hukum
3. Perlu tambahan informasi mengenai kualitas kasus dengan contohnya
Non formal
1
1= lebih dari 5 informasi pelanggaran,
2= lebih dari 3 informasi pelanggaran,
3= tidak ada informasi pelanggaran
2. Kelengkapan aturan main dalam pengelolaan perikanan
Sejauh mana kelengkapan regulasi dalam pengelolaan perikanan tersedia, untuk mengatur praktek pemanfaatan sumberdaya ikan sesuai dengan domain EAFM, yaitu; regulasi terkait keberlanjutan sumberdaya ikan, habitat dan ekosistem, teknik penangkapan ikan, sosial, ekonomi dan kelembagaan
1) Benchmark sesuai dengan Peraturan nasional, pemda seharusnya juga membuat peraturan turunannya
1 = tidak ada regulasi hingga tersedianya regulasi pengelolaan perikanan yang mencakup dua domain;
2
26 2 29 1658.8
2) membandingkan situasi sekarang dengan yang sebelumnya
2 = tersedianya regulasi yang mencakup pengaturan perikanan untuk 3 - 5 domain;
3) replikasi kearifan lokal 3 = tersedia regulasi lengkap untuk mendukung pengelolaan perikanan dari 6 domain
Elaborasi untuk poin 2
2
1= ada tapi jumlahnya berkurang;
2= ada tapi jumlahnya tetap;
3= ada dan jumlahnya bertambah
Ada atau tidak penegakan aturan main dan
Survey dilakukan melalui wawancara/ kuisioner:
1=tidak ada penegakan aturan main; 2
118
efektivitasnya 1) ketersediaan alat pengawasan, orang 2=ada penegakan aturan main namun tidak efektif;
2) bentuk dan intensitas penindakan (teguran, hukuman)
3=ada penegakan aturan main dan efektif
1= tidak ada alat dan orang;
3 2=ada alat dan orang tapi tidak
ada tindakan;
3= ada alat dan orang serta ada tindakan
1= tidak ada teguran maupun hukuman;
2 2= ada teguran atau hukuman;
3=ada teguran dan hukuman
3. Mekanisme pengambilan keputusan
Ada atau tidaknya mekanisme pengambilan keputusan (SOP) dalam pengelolaan perikanan
Survey dilakukan dengan : analisis dokumen antar lembaga dan analisis stakeholder melalui wawancara/kuisioner
1=tidak ada mekanisme pengambilan keputusan;
2
18 3 29 1044
2=ada mekanisme tapi tidak berjalan efektif;
3=ada mekanisme dan berjalan efektif
1= ada keputusan tapi tidak dijalankan;
2 2= ada keputusan tidak sepenuhnya dijalankan;
3= ada keputusan dijalankan sepenuhnya
4. Rencana pengelolaan perikanan
Ada atau tidaknya RPP untuk wilayah pengelolaan perikanan dimaksud
Survey dilakukan dengan wawancara/kuisioner:
1=belum ada RPP;
2 15 4 29 870 1. Adakah atau tidak RPP disuatu daerah 2=ada RPP namun belum
sepenuhnya dijalankan;
2. Dilaksanakan atau tidak RPP yang telah dibuat
3=ada RPP dan telah dijalankan sepenuhnya
5. Tingkat sinergisitas kebijakan dan kelembagaan
Semakin tinggi tingkat sinergi antar lembaga (span of control-nya
Survey dilakukan dengan : analisis dokumen antar lembaga dan analisis stakeholder melalui wawancara/kuisioner
1=konflik antar lembaga (kebijakan antar lembaga berbeda kepentingan);
2 11 5 29 638
119
pengelolaan perikanan
rendah) maka tingkat efektivitas pengelolaan perikanan akan semakin baik
2 = komunikasi antar lembaga tidak efektif;
3 = sinergi antar lembaga berjalan baik
Semakin tinggi tingkat sinergi antar kebijakan maka tingkat efektivitas pengelolaan perikanan akan semakin baik
Survey dilakukan dengan : analisis dokumen antar lembaga dan analisis stakeholder melalui wawancara/kuisioner
1= terdapat kebijakan yang saling bertentangan;
2 2 = kebijakan tidak saling mendukung; 3 = kebijakan saling mendukung
6. Kapasitas pemangku kepentingan
Seberapa besar frekuensi peningkatan kapasitas pemangku kepentingan dalam pengelolaan perikanan berbasis ekosistem
Survey dilakukan dengan wawancara/kuisioner terhadap:
1=tidak ada peningkatan;
1 5 6 29 0.1724138
1) Ada atau tidak, berapa kali 2 = ada tapi tidak difungsikan (keahlian yang didapat tidak sesuai dengan fungsi pekerjaannya)
2) Materi 3 = ada dan difungsikan (keahlian yang didapat sesuai dengan fungsi pekerjaannya)
Sedang 4212
Lampiran 2. Analisis Komposit Pengelolaan Perikanan Tuna Taman Nasional Takabonerate. 1. Domain Sumberdaya Ikan
INDIKATOR DEFINISI/ PENJELASAN MONITORING/ PENGUMPULAN KRITERIA SKOR BOBOT (%) RANKING SKOR
DENSITAS NILAI
1. CpUE Baku CpUE adalah hasil tangkapan per satuan upaya penangkapan. Upaya penangkapan harus distandardisasi sehingga bisa menangkap tren perubahan upaya penangkapan. CpUE Baku digunakan apabila terdapat pola multi fishing gears untuk menangkap satu spesies di unit perikanan yang dikaji. Jika
Logbook, Enumerator, Observer selama minimal 3 tahun dari unit perikanan yang dikaji
1 = menurun tajam (rerata turun > 25% per tahun)
2 40 1 29 2320
2 = menurun sedikit (rerata turun < 25% per tahun)
3 = stabil atau meningkat
120
CpUE Baku sulit untuk digunakan, bisa digunakan CpUE dominan
2. Tren ukuran ikan - Panjang total - Panjang standar - Panjang karapas / sirip (minimum dan maximum size, modus)
- Sampling program secara reguler untuk LFA (Length Frequency Analysis) untuk unit perikanan yang dikaji untuk spesies dominan yang secara total memiliki volume lebih dari 50% hasil tangkapan - data poor fisheries: interview kepada responden yang berpengalaman dalam perikanan terkait selama minimal 10 tahun, untuk spesies dominan yang secara total memiliki volume lebih dari 50% hasil tangkapan
1 = trend ukuran rata-rata ikan yang ditangkap semakin kecil;
2 20 2 29 1160 2 = trend ukuran relatif tetap;
3 = trend ukuran semakin besar
3. Proporsi ikan yuwana (juvenile) yang ditangkap
Persentase ikan yang ditangkap sebelum mencapai umur dewasa (maturity)
- Sampling program secara reguler - data poor fisheries: interview kepada responden yang berpengalaman dalam perikanan terkait selama minimal 10 tahun
1 = banyak sekali (> 60%)
2 15 3 29 870 2 = banyak (30 - 60%)
3 = sedikit (<30%)
4. Komposisi spesies hasil tangkapan
Spesies target yang dimanfaatkan, spesies non target yang dimanfaatkan dan tidak dimanfaatkan
- Logbook, observasi - data poor fisheries: interview kepada responden yang berpengalaman dalam perikanan terkait selama minimal 10 tahun
1 = proporsi target lebih sedikit (< 15% dari total volume)
3 10 4 29 870 2 = proporsi target sama dgn non-target (16-30% dari total volume) 3 = proporsi target lebih banyak (> 31 % dari total volume)
5. "Range Collapse" sumberdaya ikan
lokasi penangkapan ikan yang semakin jauh
- Survey dan monitoring, logbook, observasi - data poor fisheries: interview kepada responden yang berpengalaman dalam perikanan terkait selama minimal 10 tahun
1 = semakin sulit, tergantung spesies target
2
10 5 29 580
2 = relatif tetap, tergantung spesies target
3 = semakin mudah, tergantung spesies target
1 = fishing ground menjadi sangat jauh, tergantung spesies target
2 2= fishing ground jauh, tergantung spesies target
3= fishing ground relatif tetap jaraknya, tergantung spesies target
121
6. Spesies ETP Populasi spesies ETP (Endangered species, Threatened species, and Protected species) sesuai dengan kriteria CITES
- Survey dan monitoring, logbook, observasi dalam satu tahun terakhir - data poor fisheries: interview kepada responden yang berpengalaman dalam perikanan terkait selama minimal 10 tahun
1= terdapat individu ETP yang tertangkap tetapi tidak dilepas;
2 5 6 29 290 2 = tertangkap tetapi dilepas
3 = tidak ada individu ETP yang tertangkap
Baik 6090
2. Domain Habitat dan Ekosisitem
INDIKATOR DEFINISI/ PENJELASAN MONITORING/ PENGUMPULAN KRITERIA SKOR BOBOT
(%) RANKING SKOR DENSITAS NILAI
1. Kualitas perairan
Limbah yang teridentifikasi secara klinis, audio dan atau visual (Contoh :B3-bahan berbahaya & beracun), menggunakan parameter dari KepMen LH 51/2004 ttg Baku Mutu Air Laut Lampiran 3
Data sekunder, sampling, monitoring, 1= tercemar;
3
30 1 29 1691.6667
>> Sampling dan monitoring : 4 kali dalam satu tahun (mewakili musim dan peralihan)
2=tercemar sedang;
3= tidak tercemar
Kualitas perairan dilihat dari Tingkat Kekeruhan dan Padatan Tersuspensi Total
Survey, monitoring dan data sekunder, CITRA SATELIT
1= > Melebihi baku mutu sesuai KepMen LH 51/2004;
2
>> monitoring : dengan coastal bouy/ water quality checker (continous), Citra satelit (data deret waktu) dan sedimen trap (setahun sekali) => pengukuran turbidity di Lab
2= Sama dengan baku mutu sesuai KepMen LH 51/2004;
3= Dibawah baku mutu sesuai KepMen LH 51/2004
Eutrofikasi menggunakan
>> Survey : 4 kali dalam satu tahun (mewakili musim dan peralihan)
1= konsentrasi klorofil a < 2 µg/l; 2
122
parameter klorofil a >> monitoring : dengan coastal bouy/ water quality checker (continous), Citra satelite (data deret waktu)
2= konsentrasi klorofil a 2-5 µg/l;
3= konsentrasi klorofil a > 5 µg/l
2. Status ekosistem lamun
Tutupan dan keanekaragaman spesies lamun
Survey dan data sekunder, monitoring, CITRA SATELIT.
1=tutupan rendah, 30%;
2
20 2 29 870
2=tutupan sedang, 30 - < 60%;
3=tutupan tinggi, 60%
>> Sampling dan monitoring : Seagrass watch (www.seagrasswatch.org) dan seagrass net (www.seagrassnet.org)
1=keanekaragaman rendah (H' < 3,2 atau H' < 1), jumlah spesies < 3
2 2 = kanekaragaman sedang
(3,20<H’<9,97 atau 1<H’<3), jumlah spesies 3 - 5
3 = keanekaragaman tinggi (H’>9,97 atau H’>3), jumlah spesies > 5
3. Status ekosistem terumbu karang
> Persentase tutupan karang keras hidup (live hard coral cover) dan keanekaragaman karang hidup yang didasarkan atas live form
Survey dan data sekunder, CITRA SATELIT, foto udara
1=tutupan rendah, <25%;
2
20 2 29 870
>> Survey : Transek (2 kali dalam setahun) 2=tutupan sedang, 25 - < 50%;
>> Citra satelite dengan hiper spektral - minimal tiga tahun sekali dengan diikuti oleh survey lapangan
3=tutupan tinggi, 50%
1=keanekaragaman rendah (H' < 3,2 atau H' < 1);
2 2 = kanekaragaman sedang
(3,20<H’<9,97 atau 1<H’<3);
3 = keanekaragaman tinggi (H’>9,97 atau H’>3)
4. Habitat unik/khusus
Luasan, waktu, siklus, distribusi, dan kesuburan perairan, spawning ground, nursery ground, feeding ground, upwelling,
GIS dgn informasi Citra Satelit, Informasi Nelayan, SPAGs (Kerapu dan kakap), ekspedisi oseanografi
1=tidak diketahui adanya habitat unik/khusus;
1 20 5 29 0.6896552 2=diketahui adanya habitat unik/khusus tapi tidak dikelola dengan baik;
123
nesting beach 3 = diketahui adanya habitat unik/khusus dan dikelola dengan baik
5. Perubahan iklim terhadap kondisi perairan dan habitat
Untuk mengetahui dampak perubahan iklim terhadap kondisi perairan dan habitat
Survey dan data sekunder, CITRA SATELIT, data deret waktu, monitoring
> State of knowledge level :
1
10 6 29 0.3448276
1= belum adanya kajian tentang dampak perubahan iklim; 2= diketahui adanya dampak perubahan iklim tapi tidak diikuti dengan strategi adaptasi dan mitigasi; 3 = diketahui adanya dampak perubahan iklim dan diikuti dengan strategi adaptasi dan mitigasi > state of impact (key indicator menggunakan terumbu karang):
1
1= habitat terkena dampak perubahan iklim (e.g coral bleaching >25%);
2= habitat terkena dampak perubahan iklim (e.g coral bleaching 5-25%);
3= habitat terkena dampak perubahan iklim (e.g coral bleaching <5%)
Sedang 4351
3. Domain Teknik Penangkapan Ikan
INDIKATOR DEFINISI/ PENJELASAN MONITORING/ PENGUMPULAN KRITERIA SKOR BOBOT
(%) RANKING SKOR DENSITAS NILAI
1. Penangkapan ikan yang bersifat destruktif
Penangkapan ikan bersifat destruktif yang dilihat dari penggunaan alat dan metode
- Laporan hasil pengawas perikanan, survey - data poor fisheries: laporan dari kepolisian, interview dari
1=frekuensi pelanggaran > 10 kasus per tahun ;
3 30 1 29 2610 2 = frekuensi pelanggaran 5-10 kasus per tahun ;
124
penangkapan yang merusak dan atau tidak sesuai peraturan yang berlaku.
nelayan/POKMASWAS 3 = frekuensi pelanggaran <5 kasus per tahun
2. Modifikasi alat penangkapan ikan dan alat bantu penangkapan
Penggunaan alat tangkap dan alat bantu yang menimbulkan dampak negatif terhadap SDI
Observer, Sampling ukuran ikan target/ikan dominan, ukuran Lm bisa diperiksa di www.fishbase.org
1 = lebih dari 50% ukuran target spesies < Lm ;
3 25 2 29 2175 2 = 25-50% ukuran target spesies < Lm 3 = <25% ukuran target spesies < Lm
3. Kapasitas Perikanan dan Upaya Penangkapan (Fishing Capacity and Effort)
Besarnya kapasitas penangkapan dibagi aktivitas penangkapan
- survey, logbook - data poor fisheries: interview kepada responden yang berpengalaman dalam perikanan terkait selama minimal 10 tahun
1 = Rasio kapasitas penangkapan < 1;
1 15 3 29 0.517241379 2 = Rasio kapasitas penangkapan = 1;
3 = Rasio kapasitas penangkapan > 1
4. Selektivitas penangkapan
Aktivitas penangkapan yang dikaitkan dengan luasan, waktu dan keragaman hasil tangkapan
Statistik Perikanan Tangkap, logbook, survey
1 = rendah (> 75%) ;
3 15 4 29 1305
2 = sedang (50-75%) ;
3 = tinggi (kurang dari 50%) penggunaan alat tangkap yang tidak selektif)
5. Kesesuaian fungsi dan ukuran kapal penangkapan ikan dengan dokumen legal
Sesuai atau tidaknya fungsi dan ukuran kapal dengan dokumen legal
Survey/monitoring fungsi, ukuran dan jumlah kapal. Dibutuhkan pengetahuan cara mengukur dan informasi rasio dimensi dan berat GT kapal yang ada di lapangan
1 = kesesuaiannya rendah (lebih dari 50% sampel tidak sesuai dengan dokumen legal);
1 10 5 29 0.344827586
2 = kesesuaiannya sedang (30-50% sampel tidak sesuai dengan dokumen legal);
3 = kesesuaiannya tinggi (kurang dari 30%) sampel tidak sesuai dengan dokumen legal
6. Sertifikasi awak kapal perikanan sesuai dengan peraturan.
Kualifikasi kecakapan awak kapal perikanan (kualitatif panel komunitas)
Sampling kepemilikan sertifikat, yang ada di unit perikanan yang dikaji
1 = Kepemilikan sertifikat <50%;
1 5 6 29 0.172413793 2 = Kepemilikan sertifikat 50-75%;
125
3 = Kepemilikan sertifikat >75%
Baik 6091
D. Domain Sosial
INDIKATOR DEFINISI/ PENJELASAN MONITORING/ PENGUMPULAN KRITERIA SKOR BOBOT (%) RANKING SKOR
DENSITAS NILAI
1. Partisipasi pemangku kepentingan
Keterlibatan pemangku kepentingan
Pencatatan partisipasi dilaksanakan secara kontinyu sesuai dengan pentahapan pengelolaan perikanan. Evaluasi dari pencatatan ini dilakukan setiap tahap dan siklus pengelolaan. Persentase keterlibatan diukur dari jumlah tipe pemangku kepentingan, bukan individu pemangku kepentingan
1 = < 50%;
1 40 1 29 1.379310345
2 = 50-100%;
3 = 100 %
2. Konflik perikanan Resources conflict, policy conflict, fishing gear conflict, konflik antar sector.
Arahan pengumpulan data konflik adalah setiap semester (2 kali setahun) atau sesuai musim (asumsi level of competition berbeda by musim)
1 = lebih dari 5 kali/tahun;
3 35 2 29 3045 2 = 2-5 kali/tahun;
3 = kurang dari 2 kali/tahun
3. Pemanfaatan pengetahuan lokal dalam pengelolaan sumberdaya ikan (termasuk di dalamnya TEK, traditional ecological knowledge)
Pemanfaatan pengetahuan lokal yang terkait dengan pengelolaan perikanan
Recording pemanfaatan TEK dilaksanakan secara kontinyu sesuai dengan pentahapan pengelolaan perikanan. Evaluasi dari record ini dilakukan setiap siklus pengelolaan dan dilakukan secara partisipatif
1 = tidak ada;
1 25 3 29 0.862068966
2 = ada tapi tidak efektif;
3 = ada dan efektif digunakan
Kurang 3047
E. Domain Ekonomi
126
INDIKATOR DEFINISI/ PENJELASAN MONITORING/ PENGUMPULAN KRITERIA SKOR BOBOT (%) RANKING SKOR
DENSITAS NILAI
1. Kepemilikan Aset Perubahan nilai/jumlah aset usaha RTP cat : aset usaha perikanan atau aset RT, yang didapatkan dari usaha perikanan
Arahan frekuensi survey dan pengumpulan data pendapatan RTP rata-rata setahun dengan mempertimbangkan musim selama lima tahun (sumber data : susenas BPS)
1 = nilai aset berkurang (lebih dari 50%);
3 45 1 29 3915 2 = nilai aset tetap (kurang dari 50%); 3 = nilai aset bertambah (di atas 50%)
2. Pendapatan rumah tangga perikanan (RTP)
Rumah Tangga Perikanan adalah rumah tangga nelayan, pengolah ikan dan pedagang ikan yang pendapatan utamanya dihasilkan dari kegiatan perikanan
Survei pendapatan rumah tangga perikanan dengan pendekatan sampling yang sesuai dengan kaidah ilmiah yang berlaku, dimana pendapatan yang diukur dan dibandingkan dengan UMR adalah pendapatan individu yang berasal dari kegiatan perikanan pada unit perikanan yang dikaji
1= kurang dari rata-rata UMR,
2 30 2 29 1740 2= sama dengan rata-rata UMR, 3 = > rata-rata UMR
3. Rasio Tabungan (Saving ratio)
menjelaskan tentang rasio tabungan terhadap pendapatan bersih
Arahan frekuensi survey dan pengumpulan data pendapatan RTP adalah menurut musim tangkapan ikan (data primer). Informasi bunga kredit dapat diperoleh di BI pada saat survey
1 = kurang dari bunga kredit pinjaman;
1 25 3 29 1 2 = sama dengan bunga kredit pinjaman; 3 = lebih dari bunga kredit pinjaman
Baik 5655.8621
F. Domain Kelembagaan
INDIKATOR DEFINISI/ PENJELASAN MONITORING/ PENGUMPULAN KRITERIA SKOR BOBOT (%) RANKING SKOR
DENSITAS NILAI
1. Kepatuhan terhadap prinsip-prinsip perikanan yang bertanggung jawab dalam pengelolaan perikanan yang telah ditetapkan baik secara formal maupun non-formal
Tingkat kepatuhan (compliance) seluruh pemangku kepentingan WPP terhadap aturan main baikformal maupun tidak formal
Monitoring ketaatan: 1= lebih dari 5 kali terjadi pelanggaran hukum dalam pengelolaan perikanan; 2 25 1 29 1450 1. Laporan/catatan terhadap
pelanggaran formal dari pengawas, 2 = 2-4 kali terjadi pelanggaran hukum;
127
2. Wawancara/kuisioner (key person) terhadap pelanggaran non formal termasuk ketaaatan terhadap peraturan sendiri maupun peraturan diatasnya
3 = kurang dari 2 kali pelanggaran hukum
3. Perlu tambahan informasi mengenai kualitas kasus dengan contohnya
Non formal
2
1= lebih dari 5 informasi pelanggaran,
2= lebih dari 3 informasi pelanggaran,
3= tidak ada informasi pelanggaran
2. Kelengkapan aturan main dalam pengelolaan perikanan
Sejauh mana kelengkapan regulasi dalam pengelolaan perikanan tersedia, untuk mengatur praktek pemanfaatan sumberdaya ikan sesuai dengan domain EAFM, yaitu; regulasi terkait keberlanjutan sumberdaya ikan, habitat dan ekosistem, teknik penangkapan ikan, sosial, ekonomi dan kelembagaan
1) Benchmark sesuai dengan Peraturan nasional, pemda seharusnya juga membuat peraturan turunannya
1 = tidak ada regulasi hingga tersedianya regulasi pengelolaan perikanan yang mencakup dua domain;
2
26 2 29 1357.2
2) membandingkan situasi sekarang dengan yang sebelumnya
2 = tersedianya regulasi yang mencakup pengaturan perikanan untuk 3 - 5 domain;
3) replikasi kearifan lokal 3 = tersedia regulasi lengkap untuk mendukung pengelolaan perikanan dari 6 domain
Elaborasi untuk poin 2
1
1= ada tapi jumlahnya berkurang;
2= ada tapi jumlahnya tetap;
3= ada dan jumlahnya bertambah
Ada atau tidak penegakan aturan main dan efektivitasnya
Survey dilakukan melalui wawancara/ kuisioner:
1=tidak ada penegakan aturan main;
2 1) ketersediaan alat pengawasan, orang
2=ada penegakan aturan main namun tidak efektif;
2) bentuk dan intensitas penindakan (teguran, hukuman)
3=ada penegakan aturan main dan efektif
1= tidak ada alat dan orang;
2 2=ada alat dan orang tapi tidak ada tindakan;
128
3= ada alat dan orang serta ada tindakan
1= tidak ada teguran maupun hukuman;
2 2= ada teguran atau hukuman;
3=ada teguran dan hukuman
3. Mekanisme pengambilan keputusan
Ada atau tidaknya mekanisme pengambilan keputusan (SOP) dalam pengelolaan perikanan
Survey dilakukan dengan : analisis dokumen antar lembaga dan analisis stakeholder melalui wawancara/kuisioner
1=tidak ada mekanisme pengambilan keputusan;
2
18 3 29 1044
2=ada mekanisme tapi tidak berjalan efektif;
3=ada mekanisme dan berjalan efektif
1= ada keputusan tapi tidak dijalankan;
2 2= ada keputusan tidak sepenuhnya dijalankan;
3= ada keputusan dijalankan sepenuhnya
4. Rencana pengelolaan perikanan
Ada atau tidaknya RPP untuk wilayah pengelolaan perikanan dimaksud
Survey dilakukan dengan wawancara/kuisioner:
1=belum ada RPP;
2 15 4 29 870 1. Adakah atau tidak RPP disuatu daerah
2=ada RPP namun belum sepenuhnya dijalankan;
2. Dilaksanakan atau tidak RPP yang telah dibuat
3=ada RPP dan telah dijalankan sepenuhnya
5. Tingkat sinergisitas kebijakan dan kelembagaan pengelolaan perikanan
Semakin tinggi tingkat sinergi antar lembaga (span of control-nya rendah) maka tingkat efektivitas pengelolaan perikanan akan semakin baik
Survey dilakukan dengan : analisis dokumen antar lembaga dan analisis stakeholder melalui wawancara/kuisioner
1=konflik antar lembaga (kebijakan antar lembaga berbeda kepentingan);
2
11 5 29 478.5
2 = komunikasi antar lembaga tidak efektif;
3 = sinergi antar lembaga berjalan baik
Semakin tinggi tingkat sinergi antar kebijakan maka tingkat efektivitas pengelolaan perikanan akan
Survey dilakukan dengan : analisis dokumen antar lembaga dan analisis stakeholder melalui wawancara/kuisioner
1= terdapat kebijakan yang saling bertentangan;
1 2 = kebijakan tidak saling mendukung;
129
semakin baik 3 = kebijakan saling mendukung
6. Kapasitas pemangku kepentingan
Seberapa besar frekuensi peningkatan kapasitas pemangku kepentingan dalam pengelolaan perikanan berbasis ekosistem
Survey dilakukan dengan wawancara/kuisioner terhadap:
1=tidak ada peningkatan;
2 5 6 29 290
1) Ada atau tidak, berapa kali 2 = ada tapi tidak difungsikan (keahlian yang didapat tidak sesuai dengan fungsi pekerjaannya)
2) Materi 3 = ada dan difungsikan (keahlian yang didapat sesuai dengan fungsi pekerjaannya)
Baik 5490