Pengukuran Emisi CO2 di Sektor Permukiman...

22
Pengukuran Emisi CO 2 di Sektor Permukiman Perkotaan - Pendekatan secara Makro - oleh KOBAYASHI, Hideyuki, DR.Eng. NILIM National Institute for Land and Infrastructure Management, Ministry of Land, Infrastructure and Transport Tachihara-1, Tsukuba Science City, Ibaraki JAPAN 305-0804 http://sim.nilim.go.jp/GE [email protected]

Transcript of Pengukuran Emisi CO2 di Sektor Permukiman...

Page 1: Pengukuran Emisi CO2 di Sektor Permukiman …sim.nilim.go.jp/ge/SEMI5/papers/kobayasi/Pengukuran4.doc · Web viewGambar 1 : Arus bahan kayu (bahan utama) di kota Nihonmatsu (1993)

Pengukuran Emisi CO2 di Sektor Permukiman Perkotaan

- Pendekatan secara Makro -

oleh

KOBAYASHI, Hideyuki, DR.Eng.

NILIMNational Institute for Land and Infrastructure Management,

Ministry of Land, Infrastructure and Transport

Tachihara-1, Tsukuba Science City,

Ibaraki JAPAN 305-0804

http://sim.nilim.go.jp/GE

[email protected]

Page 2: Pengukuran Emisi CO2 di Sektor Permukiman …sim.nilim.go.jp/ge/SEMI5/papers/kobayasi/Pengukuran4.doc · Web viewGambar 1 : Arus bahan kayu (bahan utama) di kota Nihonmatsu (1993)

1. Maksud Sejak kegiatan Rome-club pada tahun 70an,, yang menciptakan model-dunia berdasarkan jaringan

bahan (material flow) seluruh dunia, batas perkembangan kegiatan manusia dari segi arus bahan di

seluruh dunia sudah diketahui oleh beberapa pihak yang peduli terhadap masalah-masalah

lingkungan. Tetapi, pada waktu itu, perkembangan ekonomi terpikir lebih penting daripada perhatian

terhadap aspek lingkungan, karena kerugian akibat dampak negatif pada lingkungan belum

termasuk/terkait dalam ekonomi pasar di dunia.

Pada awalnya, perkembangan ekonomi dan industri di dunia lebih memperhatikan pada aspek

sumberdaya alam terutama sumber minyak bumi yang akan habis. Tetapi, sejak tahun 80an, polusi

lingkungan oleh bahan yang dibuang ke lingkungan alam sebagai akibat dari kegiatan-kegiatan

manusia (material flow) baru terlihat lebih penting dari pada bahan-bahan alam yang akan habis.

Hal tersebut terkait dengan gejala pemanasan global yang disebabkan oleh konsentrasi gas buang

seperti CO2, CH4 dsb. yang makin bertambah dalam udara. Keadaan ini menyebabkan dampak

rumah kaca dan pemanasan lingkungan dunia yang juga mengakibatkan kenaikan permukaan

permukaan air laut, dan menyebabkan semakin rentannya kondisi lingkungan alam dan kehidupan

manusia terhadap gangguan alam. CO2 adalah hanya salah satu GHG (Green House Gas) termask

CH4, flon, dsb.

Dalam diskusi di IPCC, cara untuk membatasi emisi akibat penggunaan bahan-bahan dikaitkan

dengan system ekonomi, dalam bentuk pajak, atau jual-beli dsb. Dalam pertemuan di Kyoto-Jepang

diusulkan sistem jual-beli (transfer) hak emisi antara negara-negara maju dan negara berkembang

dengan CDM (clean development mechanisme) . Jika suatu negara sudah menyusun upaya untuk

mengurangi emisi, maka harga(cost) untuk mengurangi satu lagi unit emisi akan makin mahal.

Dalam hal ini, kerja-sama dengan negara lain, yang masih dalam tahap awal untuk mengurangi emisi

bisa lebih efficient (bias mengurangi secara lebih effective dengan biaya yang lebih murah).

Sehingga ada kemungkinang kerja-sama yang sangat effective di berbagai sektor.

Untuk melaksanakan kerja-sama antara negara diperlukan kesepakan mengenai kriteria-kriteria

yang terukur, seperti jumlah emisi yang dikurangi melalui kerja-sama atau suatu proyek harus diukur

secara jelas dan benar dengan dasar yang tertentu. Di Jepang atau negara-negara lain, upaya untuk

mengembangkan metoda untuk mengukur dan memperhitungkan emisi yang disebabkan oleh

pembangunan dan pembongkaran bangunan secara quantitativ masih tahap awal.

Berdasarkan data dari “World Watch, Dec. 1994”, 10% dari jumlah GNP seluruh dunia berdasar

dari sektor bangunan. Dalam skala ekonomi dunia, jumlah konsumsi sumber daya adalah

7,500,000,000 ton per tahun, dan antaranya 40% digunakan untuk bangunan dan 40% untuk

pekerjaan umum sipil. Juga 1/3 dari jumlah konsumsi energi di suluruh dunia adalah sektor

bangunan.

Dalam penelitian ini, dengan tema “Pengembangan Model Permukiman Perkotaan di Negara-

1

Page 3: Pengukuran Emisi CO2 di Sektor Permukiman …sim.nilim.go.jp/ge/SEMI5/papers/kobayasi/Pengukuran4.doc · Web viewGambar 1 : Arus bahan kayu (bahan utama) di kota Nihonmatsu (1993)

negara Berkembang, dengan memperhatikan Perubahan Iklim Dunia” (2004-2006, dibiayai oleh

Ministry of Environment Jepang, dan dilaksanakan melalui kerjasama antara NILIM-Jepang dan

PUSKIM/BALITBANG-Indonesia), beberapa alternative model bentuk-bentuk permukiman pada

masa depan akan direncanakan dan diusulkan, dengan dasar pertimbangan untuk mengurangi emisi

CO2, dibandingkan dengan keadaan sebelumnya.

Sampai saat ini, beberapa pendekatan di sektor permukiman perkotaan sudah dikembangkan di

Jepang. Misalnya, pendekatan (1) “Saving material” termaksud ke arah masyarakat “Zero-

Emission” melalui “cyclic material flow” dan “long life buildings”, atau (2) “Saving energy” (musim

panas dan musim dingin), melalui perbaikan sifat pemanasan bahan dinding dan jendela, dan (3)

melalui optimasi jaringan lalu lintas di perkotaan sudah mulai berhasil.

Di Indonesia, meskipun kondisi iklim dan kemampuan masyarakat pada saat ini sangat beragam,

sehingga bentuk permukiman juga sangat beragam, tetapi pendekatan untuk menciptakan bentuk-

bentuk perkotaan dengan dasar pemikiran perobahan iklim dunia dan metoda untuk melakukannya

secara umum bisa digunakan. Hal ini penting agar negara berkembang perlu belajar dari sejarah

kegagalan negara maju.

2. Later Belakang Berdasarkan kebijaksanaan nasional di Japang seperti tersebut diatas, Ministry of Construction,

Jepan, melaksanakan suatu proyek pembangunan teknologi “Development of National Land with

Saving Material and Energy”, 1991-5. Di sector Permukiman Perkotaan, bangunan dianalysis dari

segi arus bahan (Material Flow) dan penimbulan bahan (Material Stock) secara micro (satu

bangunan) dan makro (skala perkotaan). Untuk itu, (1)batas umur bangunan, (2)jumlah bahan untuk

satu unit, (3)jumlah bahan disimpan dalam bentuk bangunan dalam suatu kota (4)jumlah

pembangunan baru (input) dan pembongkaran (output) setiap tahun dihitung. Juga pemakaian mobil

dan bahan bakar, yang terkait bentuk permukiman, bangunan dan pola hidup dimonitor.(Lit.1)

Berdasarkan hasil proyek ini, dalam satu lagi proyek(2000-2002), Building Research Institute

(BRI) melaksanakan penelitian pendalaman jalan arus setiap bahan bangunan, menghasilkan “Data-

Base” bahan bangunan, dengan formula “Life-Cycle-Emission”, yang digunakan untuk rencana

bangunan-bangunan yang baru direncanakan.(Lit.2). Menurut metoda ini, setiap bahan bangunan

yang terpakai untuk bangunan direncanakan didaftar dan dikaitkan dengan nilai “Life Cicle

Emission (LCE)” yang terdapat dari data-base, jumlah LCE untuk satu bangunan terhitung. Bukan

hanya bahan bangunan sendiri, tapi emisi CO2 yang disebabkan oleh transportasi dan kerja

pemasangan, bagian terbuang dalam proses (efisiensi) dan upaya re-cycle juga sudah termasuk

dalam formulanya.

Di Jepang, jumlah dan jenis emisi CO2 akibat bahan bakar berbeda antara musim dingin dan

musim panas, untuk musim dingin terkait dengan sifat pemanasan bahan dinding, puntu dan jendela

dsb, sedangkan pada musim panas terkait dengan efisiensi AC(Air Conditioning.

2

Page 4: Pengukuran Emisi CO2 di Sektor Permukiman …sim.nilim.go.jp/ge/SEMI5/papers/kobayasi/Pengukuran4.doc · Web viewGambar 1 : Arus bahan kayu (bahan utama) di kota Nihonmatsu (1993)

Tentang kawasan yang sudah terbangun secara padat, keadaan “Heat Island” (titik-titik panas) sudah

sering terjadi, terutama di pusat kota-kota besar dengan penduduk yang melebihi 300,000 jiwa.

Kebanyakan rumah/bangunan sudah dipasang AC yang membuang pemanasan dari dalam bangunan

ke lingkungan, akibatnya udara di luar makin panas, dan efisiensi AC makin turun, sehingga AC

perlu tenaga makin besar. Pemecahan masalah “Heat Island” adalah masalah yang sangan urgent di

kota besar di Jepang. Penghijauan pada lahan dan dalam bangunan adalah salah satu upaya untuk

menangani permasalahan ini terutama dalam bangunan gedung yang cukup besar.

3. Cara pendekatan3-1. Arus bahan dalam bentuk bangunan(1) Analisis jaringan arus bahan pokok

Di Jepang, bahan bangunan yang pokok adalah bahan kayu, terutama di daerah selain kota-kota

besar. Jika hutan ditanam lagi setelah diambil pohon untuk bahan kayu, dan bekas bahan bangunan

setelah dibongkar diproses secara teratur, maka bisa tercapai sistem “Zero Emission” atau

“sustainable”.

Melalui kerjasama antara BRI (Building Research Institute, Ministry of Construction) dengan

Nihon-University di Koriyama-fukushima, suatu tempat di kota “Nihonmatsu” diteliti sebagai

contoh. Daerah ini terdiri dari kawasan pusat yang bersejarah, sejak tahun 1600, juga daerah desa

dan hutan yang berada di sekitarnya gunung.

Pada umumnya di Jepang, setiap bangunan sudah terdaftar di dinas pajak pemerintah daerah, dan

cabang daerah dinas hukum negara. Daftar dinas pajak di Nihonnmatsu sudah disimpan dalam

bentuk data digital dan sering terpakai untuk statistik, terutama perencanaan kota dan administrasi

pajak pemerintah daerah. Jenis bangunan (rumah, toko, pabrik, kantor dll.), tahun pembangunan

luas lantai, jenis struktur dan bahan bangunan struktur terdaftar. Sesudah dibongkar, datanya

dihapus, jadi jumlah bangunan yang terdaftar adalah sesuai dengan bangunan yang ada pada saat ini,

kecuali kesalahan.

Selain data mengenai bangunan, data penduduk yang disiapkan oleh dan disimpan di kantor kota

mengetahui arus dan penimbulan jumlah penduduk. Jumlah luas hutan dan produksi bahan kayu

juga terdapat di data statistik ekonomi oleh kota. Tetapi, jumlah bahan yang terpakai untuk setiap

bangunan perlu diukur melalui survai yang dilakukan oleh mahasiswa Nihon-University tersebut

diatas.

Pada masa lalu, s/d tahun 1920an, bangunan perumahan di kota ini sering terbakar setiap rata-rata

20 tahun. Tetapi, bahan kayu yang kembali ke udara dalam bentuk CO2 cukup dikembalikan oleh

pohon-pohon di hutan, yang sudah tumbuh selama 20 tahun sebelumnya. Jadi sistem tradisional ini

bisa dikatakan “Zero Emission”, atau sustainable.

Tetapi pada saat ini, banyak penggunaan bahan bangunan sebagai hasil industri yang berasal dari

3

Page 5: Pengukuran Emisi CO2 di Sektor Permukiman …sim.nilim.go.jp/ge/SEMI5/papers/kobayasi/Pengukuran4.doc · Web viewGambar 1 : Arus bahan kayu (bahan utama) di kota Nihonmatsu (1993)

minyak bumi (pelastik, dll) juga sering terpakai, selain itu dalam proses

pembangunan/pembongkaran, mesin dan transportasi mengunakan bahan bakar dan listerik juga

menambah emisi CO2, terutama di kota-kota besar. Ini sudah mulai diteliti secala detail dalam

rangka penelitian selanjutnya (3.).

4

Page 6: Pengukuran Emisi CO2 di Sektor Permukiman …sim.nilim.go.jp/ge/SEMI5/papers/kobayasi/Pengukuran4.doc · Web viewGambar 1 : Arus bahan kayu (bahan utama) di kota Nihonmatsu (1993)

Guna kembaliPakai kembali

Rumah/bangunan pakai kayu (1993) 11,295 bangunan (kota+desa dalam batas kotamadya) dengan penimbulan kayu : 280,000 m3

6,350 bangunan (kota) dengan penimbulan kayu : 86,400 m3

Pemborong dari luar

Terbuang / dibakar sebagai sampah (1,660m3 / tahun, di kota)

Pedagang / paberik belah potong kayu13 swasta dengan 56 pegawai / buruh

Tukang kayu / pemborong4 swasta konstruksi &63 pemborong perusahaan kecil &11 tukang (perusahaan pribadi)Jumlah ijin bangunan 1993 : 123 ijin, oleh 72 pemohon yang berbeda

Untuk produk selain bangunan moebel, dll., ke daera lain

Dari daerah lain

Kerja di lokasi luar daerah

Import

Export

Hutan 6,000 ha Penimbulan di hutan 1,000,000m3 kayu (pohon) 1,919 pemilik tanah (hutan) 1 swasta kehutanan 226 tukang hutan

biological reproductionCO2, H2O

1,183m3 / tahununtuk perumahan perkotaan

Gambar 1 : Arus bahan kayu (bahan utama) di kota Nihonmatsu (1993)

Pada saat ini, harga kayu dari hutan di daerah sini turun sukali oleh karena menurunnya kebutuhan

kayu, dan harga kayu yang diimpor dari Canada lebih murah.

5

Page 7: Pengukuran Emisi CO2 di Sektor Permukiman …sim.nilim.go.jp/ge/SEMI5/papers/kobayasi/Pengukuran4.doc · Web viewGambar 1 : Arus bahan kayu (bahan utama) di kota Nihonmatsu (1993)

(2) Jumlah penimbulan dan arus bahan di kota

Kawasan pusat kota Nihonmatsu terdiri dari 7 kawasan, yaitu :

Gambar 2 : Pembagian kawasan RW di kota Nihonmatsu Jika jumlah setiap bahan bangunan per sq-m diketahui, maka jumlah bahan bangunan yang berada dalam bentuk bangunan terhitung. Melalui monitoring selama beberapa tahun, flow (pembangunan baru dan pembongkaran) bisa diteliti.Item RW=> RW1 RW2 RW3 RW4 RW5 RW6 RW7 (unit/dim

)

Jumlah kapling 518 235 444 304 365 317 643 lots

Jumlah bangunan 1,098 575 1,150 718 844 796 1,319 bangunan

Jumlah bangunan/ kapling 2.12 2.45 2.59 2.36 2.31 2.51 2.05

Jumlah luas lantai bangunan 99,356 40,482 124,099 62,508 66,087 64,880 109,567 m2

Luas lantai / bangunan 90.49 70.40 107.91 87.06 78.30 81.51 83.07 m2/bangunan

Pembonkaran/tahun(bangunan) 30 8 32 9 16 18 17 bangunan

Pembonkaran/tahun (luas lantai) 2,127 649 2,218 556 962 1,457 1,247 m2

Pembonkaran/penimgulan(luas) 1/47 1/62 1/56 1/112 1/69 1/45 1/88

Pembangunan/tahun(bangunan) 22 4 11 5 8 6 9 bangunan

Pembangunan/tahun(luas lantai) 2,019 396 1,545 471 851 534 757 m2

Pembangunan/penimbulan(luas) 1/49 1/102 1/80 1/133 1/78 1/121 1/145

6

RW1..RW2.. RW3.

.

RW4..

RW7..

RW5..RW6.

.

Page 8: Pengukuran Emisi CO2 di Sektor Permukiman …sim.nilim.go.jp/ge/SEMI5/papers/kobayasi/Pengukuran4.doc · Web viewGambar 1 : Arus bahan kayu (bahan utama) di kota Nihonmatsu (1993)

Jumlah penimbulan rumah 726 363 669 402 466 383 920 bangunan

Jumlah luas lantai rumah 65,231 28,655 68,722 38,932 41.595 37,275 77,984 m2

Rata-rata luas lantai rumah 89.9 78.94 102.72 96.84 89.26 97.32 84.76 m2

Jumlah penduduk 1,950 747 1,431 1,101 1,263 1,021 2,699

Jumlah KK 617 250 453 337 381 303 887

Luas lantai rumah / penghuni 33.45 38.36 48.02 35.36 32.93 36.51 28.89 m2/orang

Jumlah rumah / KK 1.18 1.45 1.48 1.19 1.22 1.26 1.04

% bangunan selain rumah 33.9 36.9 41.8 44.0 44.8 51.9 30.3 %

Daftar 1 : Profile arus dan penimbulan bangunan dan rumah setiap RW

(3) Jumlah bahang bangunan yang terpakai dalam suatu bangunan

Kayu yang terpakai untuk satu bangunan diukur sebagai berikut:

a. Pertanyaan kepada tukang dan pemborong

Dalam rumah pakai kayu, jumlah kayu bervariasi antara 0.15-0.22 m3 kayu per 1 m2 lantai, dan

rata-rata 0.18-0.19m3/m2.

b. Survai bangunan yang baru dibangun(gambar dan anggaran biaya, untuk bangunan yang baru)

Contoh1 : kayu 0.222m3/m2 (rumah bertingkat 1, luas lantai 175m2)

Contoh2 : kayu 0.157m3/m2 (rumah bertingkat 2, luas lantai 155m2)

c. Questioner kepada tukang bongkar (untuk bangunan yang lama)

Jumlah beton, kayu, besi dan lain-lain dicatat dengan keberatan, dengan umur dan luas lantai

bangunan yang dibongkar. Jumlah kayu bervariasi 0.14-0.27 m3/m2 dan rata-rata 0.20 m3/m2, dari

16 bangunan yang dibongkar.

d. Laporan pelestarian heritage

Contoh1 : kayu 0.145m3/m2(rumah bertingkat 2, luas lantai 315m2)

Contoh2 : kayu 0.203m3/m2(rumah bertingkat 2, luas lantai 147m2)

e. Ukuran bangunan yang ada, melalui survai lapangan

Di Jepang, ukuran bangnan ketemu kadang-kadang kena persoalan, karena dinding lama sering

ditambah bahan baru diatasnya, bahan asli dan ukuran struktur tidak kelihatan. Sehingga, supaya

jelas dan benar di Jepang, ukuran ini perlu dilakukan pada waktu pemasangan atau pembonkaran.

3-2. Formula Emisi CO2 terhadap Bahan Bangunan Sejak tahun 2000, Building Research Institute (BRI) melakukan penelitian lebih dalam mengenai

jaringan arus setiap bahan bangunan melalui survai. Dalam proses produksi setiap jenis bahan

bangunan, jumlah pemakaian bahan asli dan energi dimonitor melalui questionnair kepada paberik.

Questionnair ini dikirim melalui yayasan setiap jenis bahan bangunan ke perusahaan dan paberik

yang siap menjawab. Data tersusun ini menjadi data-base yang akan digunakan untuk perhitungan

7

Page 9: Pengukuran Emisi CO2 di Sektor Permukiman …sim.nilim.go.jp/ge/SEMI5/papers/kobayasi/Pengukuran4.doc · Web viewGambar 1 : Arus bahan kayu (bahan utama) di kota Nihonmatsu (1993)

jumlah emisi dari suatu bangunan sejak terbangun sampai dibongkar.

Salah satu contoh questionnaire adalah :

Questionnair

Nama Barang (jenis bahan bangunan) Diisi oleh: (nama responden)

Unit (biji, kg, m3, dll)

Daftar 1 : Jumlah energi dan emisi CO2 untuk membuat satu unit hasil

Unit Dasar Unit Catatan

Energi (nomor) KJ/

Emisi C Kg-C/

Unit untuk energi adalah KJ/kg, KJ/m3 dll.

Unit untuk emisi C adalah kg-C/kg, kg-C/m3 dll.

Jika jumlah emisi CO2 diketahui, maka nomor dikali 12/44 harap ditulis sebagai emisi C.

Daftar 2 : Pemakaian komponen/bahan asli untuk membuat hasil terakhir.

Nama

komponen

Nama bahan

asli

Jumlah

pemakaian

Unit Bahan recycle Bahan reuse Catatan

Bahan reuse adalah bahan yang dibongkar/dibuang dan digunakan tanpa perobahan bentuk.

Daftar 3 : Emisi CO2 dll dalam proses pembuatan Unit adalah unit hasil terakhir( /kg, /m3 dll)

Jenis Emisi Jumlah Unit Jumlah yang

ditanggap

Unit Cara proses

CO2

SOx

NOx

dll

Daftar 4 : Jumlah bahan yang terjadi melalui proses produksi, selain hasil terakhir

Jenis hasil

sampingan

Jumlah Unit Jumlah yang

diproses

Unit Cara proses

Daftar 5 : Jumlah pamakaian Energi dalam proses pembuatan

Sumber Energi Jumlah dipakai Unit Sumber Catatan

Listerik KW

GAS kota M3

A Minyak Berat

Minyak Tanah

8

Page 10: Pengukuran Emisi CO2 di Sektor Permukiman …sim.nilim.go.jp/ge/SEMI5/papers/kobayasi/Pengukuran4.doc · Web viewGambar 1 : Arus bahan kayu (bahan utama) di kota Nihonmatsu (1993)

LPG

Daftar 6 : Jumlah produk per tahun

Nama Produk Jumlah Produk Unit Keberatan(kg)

Skala paberik □biasa □besar   Perlengkapan: □terbaru □biasa

Daftar 7 : Unit dasar emisi C untuk setiap sumber energi

Sumber Energi Unit dasar Unit Sumber Data

Listerik Kg-C/kWh

Gas kota Kg-C/m3

A minyak berat Kg-C/l

Minyak tanah Kg-C/l

LPG Kg-C/kg

Kayu pecah Kg-C/kg

Minyak ringan Kg-C/l

Arang awal Kg-C/kg

Arang biasa/diproses Kg-C/kg

Minyak bumi Kg-C/l

Gas alam Kg-C/m3

Arang batu bara Kg-C/kg

Bensin Kg-C/l

Dll.

Daftar 2 : Questionnaire tentang emisi CO2 dalam proses prduksi setiap jenis bangunan(survey oleh BRI(2000-2002)

Questionnair ini terjawab oleh 50 perusahaan/pabrik mengenai 77 jenis bahan bangunan. Tetapi

untuk 184 jenis bahan bangunan terjawab “belum bisa hitung”.

Daftar 3 adalah salah satu contoh bahan bangunan dari hasil survai ini.Jenis Produk Jenis bahan Energi Unit Emisi CO2 Unit

Campuran Beton Kelikir kasar buatan 3,574,388

1,720,000

KJ/kg

KJ/m3

89.45 Kg-C/kg

Kelikir halus buatan 3,574,388

2,500,000

KJ/kg

KJ/m3

89.45 Kg-C/kg

Kelikir halus dari kirn

tinggi

110 KJ/kg 0.003 Kg-C/kg

9

Page 11: Pengukuran Emisi CO2 di Sektor Permukiman …sim.nilim.go.jp/ge/SEMI5/papers/kobayasi/Pengukuran4.doc · Web viewGambar 1 : Arus bahan kayu (bahan utama) di kota Nihonmatsu (1993)

Campuran kemia, yang

mengurangi air

237,600

359,200

KJ/t

KJ/kg

? ?

Campuran kemia AE,

mengurangi air

27,648 KJ/t 0.69 Kg-C/m3

Daftar 3 : Contoh data pamakaian energi dan emisi CO2 yang terdapat dari survai

3-3. Emisi CO2 dari aktivitas keluarga Pemakaian listrik dan bahan bakar dimonitor melalui survai statistik ekonomi rumah tangga yang

dilakukan oleh pemerintah di Jepang. Kebanyakan bahan bakar digunakan untuk panaskan udara

dalam rumah pada musin dingin. Sifat dinding dan pintu, jendela terkait efisiensi terkait dengan ini.

Tetapi baru-baru ini, pamakaian listerik melalui AC pada musim panas semakin bertambah. Itu juga

terkait sifat pemanasan bangunan.

Ministry of Construction Japan, dengan Infrastructure Development Institute pernah membangun

rumah contoh “eco-house” di dalam lingkungan ITS Surabaya, tahun 1998-2000. Kegiatan ini

dilaporkan dalam Seminar pertama, 1999, oleh Mr. Saitoh, di PUSKIM-Bandung.

3-4. Emisi CO2 dari transportasi Di Jepang, secara rutin, OD (origin-destination) survay sudah lama dilakukan, oleh MLIT, dengan

maksud rencana lalu lintas. Tetapi, untuk mengukur sifat permukiman, kepadatan mobil dalam satu

kawasan (jumlah mobil per hectare) dan pamakaian mobil (kilometers perjalanan atau litres bensin

per tahun) lebih penting.

Di Jepang, setiap mobil harus mengecek mesin setiap jangka waktu (biasa dua tahun). Dalam surat

tanda pengecekan ini, jumlah perjalanan sejak awal dibaca atas meter tercatat. Melalui kerja-sama

dengan bengkel mobil, jumlah perjalanan selama 2 tahun sebelumnya bisa terhitung untuk setiap

mobil, melalui penbandingan dengan surat tanda yang lalu.

4. Model bentuk permukiman perkotaanPerlu diperhatikan bahwa:

(1) Emisi disebabkan oleh adanya pembangunan dan pembongkaran bangunan

Jika bahan bangunan sesuai dengan kondisi sumber daya setempat dipilih, bangunan-bangunan

akan terpakai dalam jangka waktu batas umur yang panjang, dan cukup digunakan kembali

(recycle), sehingga dampak kepada lingkungan dunia akan dikurangi.

Emisi disebabkan oleh pemakaian bahan bakar atau listerik akan dikurangi melalui tata ruang

perkotaan dan dalam satu unit rumah (ventilation dan rencana pemanasan) bisa dikurangi.

Bentuk kota scara besar, terutama jaringan lalu lintas, akan terkait dengan emisi disebabkan oleh

bahan bakar mobil, motor, dll. Pada kota-kota besar di Asia, termasuk Tokyo, rencana penataan lalu

10

Page 12: Pengukuran Emisi CO2 di Sektor Permukiman …sim.nilim.go.jp/ge/SEMI5/papers/kobayasi/Pengukuran4.doc · Web viewGambar 1 : Arus bahan kayu (bahan utama) di kota Nihonmatsu (1993)

lintas saat ini belum berhasil, jumlah mobil meningkat sangat cepat dan mengakibatkan kemacetan

yang semakin parah.

(2) Rencana alternative

(2-1) Bentuk permukiman perkotaan

Di kota-kota Jepang, sebelum modern (1600-1867), ada pola tata-ruang yang sangat umum, yaitu

jalan (+- 100m panjang) dengan kelompok ruko bertingkat dua di kedua samping. Sering terbakar,

rehabilitasi dilakukan sesuai dengan pola tata ruang ini.

Sejak modern, beberapa ide bentuk permukiman perkotaan diimport dari luar seperti garden city,

new town, walk-up housing complex, skyscraper, dsb., melalui proyek-proyek uji-coba atau

percontohan. Tetapi belum ada ide permukiman yang diterima secara luas, dan kawasan perkotaan

terjadi sangat tercampur. Ahli perencanaan kota juga sudah kurang aktiv mencari ide-ide yang baru,

tetapi lebih ke arah proses untuk mencapai persetujuan antara pihak-pihak yang terkait dengan

perencanaan kawasan atau lokasi proyek. Sesuai dengan keadaan ini, teknologi-teknologi untuk

membantu proses perencanaan, misalnya Virtual Realty, Communication Technologi, dsb.

berkembang dan sering digunakan untuk diskusi tentang bentuk permukiman pada masa depan (3).

Kegiatan perencanaan kota oleh pemerintah daerah berubah dari kegiatan untuk mencapai bentuk

terakhir permukiman, ke arah kegiatan pengendalian sambil memperkirakan kondisi masa depan

yang, seperti sopir mobil, dengan keahliah mesin(teknologi) dan geologi permukiman perkotaan.

(2-2) Sistem Perbaikan/penggantian bangunan

Jumlah emisi CO2 diukur sebagai “C-kg/m2 lantai bangunan” terkait bukan hanya bentuk

permukiman pada satu saat, tapi juga terkait sistem perbaikan/penggantian komponen (bangunan)

dan jangka waktu batas umur bangunan dan sistem re-cycle dalam proses pengantian.

Dalam sejarah di Jepang, pembaruan ini terkait bencana alam (gempa bumi, typhoon, dsb.) yang

sering mengakibatkan hancurnya bangunan di perkotaan, dan kebakaran skala besar. Sesudah

pengembangan teknologi yang bertujuan untuk mengurangi kerusakan pada permukiman, maka

pembaruan bangunan diperoleh perubahan kebutuhan social kepada bangunan, atau pendeknya

pertahanan bangunan (kayu:20 tahun, beton:60-70 tahun). Sehingga, jika daya ekonomi di kawasan

kurang kuat dan kurang aktiv, maka bangunan-bangunan tertinggal tampa guna. Dalam hal ini,

pemerintah daerah di bidang tata kota memikirkan kemungkinan proyek peremajaan kota dan mulai

pendekatan kepada masyarakat. Tetapi dilihat oleh masyarakat, proyek peremajaan kota yang diusul

oleh pemerintah juga terlihat sebagai semacam bencana yang baru, seperti kebakaran atau angin

besar yang.

(2-3) Kesepakatan antara masyarakat dan pihak-pihak terkait tentang pola bentuk permukiman

Dalam hal ini, sangat diperlukan ide (arah ke perobahan) atau model baru bagi masyarakat

setempatnya, dengan pemikiran kondisi-kondisi pada masa depan.

11

Page 13: Pengukuran Emisi CO2 di Sektor Permukiman …sim.nilim.go.jp/ge/SEMI5/papers/kobayasi/Pengukuran4.doc · Web viewGambar 1 : Arus bahan kayu (bahan utama) di kota Nihonmatsu (1993)

Gambar 3 : Data tiga dimensi terhadap perencanaan permukiman

Untuk mencapai kesepakatan antara masyarakat dan pemerintah daerah, dengan ide yang baru,

yang sangat penting adalah melalui media-media untuk menjelaskan isi rencana pembangunan

(bentuk terakhir) dan proses perkembangan sebelumnya. Untuk itu, beberapa teknologi, termasuk

VR (Virtual Reality) dikembangkan dan digunakan pada beberapa proyek peremajaan kota. Melalui

kegiatan ini, terlihat bahwa pentingnya daya untuk menciptakan model-model yang disampaikan

kepada lokakarya sebagai dasar pemikiran.

Gambar 4 : Lokakarya di lokasi rencana : Diskusi sambil nonton rencana dalam 3D

Gambar 5 : Rencana bisa dilihat secara setereo (Virtual Reality Sederhana)

5. Pendekatan modifikasi untuk kota-kota Indonesia Secara logical, metoda yang sedang dikembangkan di Jepang dapat digunakan juga di Indonesia.

Tetapi dengan kondisi data tersedia dan sifat permukiman berbeda, sehingga perlu modifikasi dalam

12

Page 14: Pengukuran Emisi CO2 di Sektor Permukiman …sim.nilim.go.jp/ge/SEMI5/papers/kobayasi/Pengukuran4.doc · Web viewGambar 1 : Arus bahan kayu (bahan utama) di kota Nihonmatsu (1993)

pendekatan yang digunakan.

(1) Data Makro Data sekunder, seperti daftar semua bangunan belum disiapkan, sehingga tidak bisa digunakan

untuk analysis dan perencanaan. Tetapi, baru-baru ini, citra satellite dengan isolation yang tinggi

(IKONOS : 1m) mulai bisa digunakan. Misalnya, dalam rangka mengukuran kerugian akibat

kenaikan permukaan laut (2000-2002), beberapa kawasan perkotaan dimonitor secara makro.

Jumlah bangunan, jenis kawasan, dan luas tanah bisa diteliti/diukur dengan menggunakan

GIS(Kobayashi 2004).

Gambar 6 : contoh membaca jenis kawasan atas citra satellite IKONOS, Jakarta Utara

Dengan demikian, meskipun data statistik (jumlah bangunan setiap jenis) tidak tersedia, jumlah

emisi CO2 bisa dihitung, melalui faktor emisi (unit emisi) setiap jenis kawasan.

(2) Jumlah bahan bangunan untuk satu unit Pada rumah-rumah di Indonesia, jenis struktur dan jumlah bahan untuk satu bangunan lebih mudah

diukur, karena tambahan bahan atas struktur lebih sedikit. Dalam hal kawasan yang terbangun

secara terrencana, gambar-gambar perencanaan dan buku anggaran biaya juga bisa digunakan untuk

dapat menghitung jumlah bahan bangunan. Data tersebut dapat ditanyakan kepada pihak

arsitek/pemborong/tukang.

Persiapan data tiga dimensi untuk bentuk rumah-rumah yang paling dominan di setiap kawasan

juga akan membantu perhitungan jumlah bahan secara lebih benar. Untuk itu, ukuran secara tiga

dimensi (dengan gambar potongan) perlu dilakukan.

13

Page 15: Pengukuran Emisi CO2 di Sektor Permukiman …sim.nilim.go.jp/ge/SEMI5/papers/kobayasi/Pengukuran4.doc · Web viewGambar 1 : Arus bahan kayu (bahan utama) di kota Nihonmatsu (1993)

Gambar 7, 8 : Contor rumah dalam data 3 dimensi (jumlah bahan [m3,m2] terhitung secara automatis)

(3) Pendekatan proses produksi bahan bangunan Bagi bahan-bahan yang bersifat umu (internasional), seperti beton, besi, dsb., data-base yang

disiapkan di Jepang bisa dicoba digunakan. Tetapi, bahan-bahan yang terdapat dari alam, atau

dibuat menurut proses yang simple, seperti bahan kayu, tripleks, bata merah, bilik dinding, batako

dsb. perlu diteliti secara lokal. Pada tahun 1999, sebagian bahan sudah dimonitor melalui

questionnaire percobaan, yaitu:

a. bata merah :

“20 karung sekam padi dibakar untuk membuat 1000 biji bata merah”

Dalam hal ini, berat 20 karung sekam padi dan jumlah CO2 yang keluar dari sekam ini perlu

diukur.

b. genteng

<perusahaan kecil> “Kayu bakar sebesar 48m3 dibakar untuk buat 10,000 biji genteng.”

Dalam hal ini, jumlah CO2 dari kayu bakar 48m3 perlu diteliti.

<perusahaan menengah> “MDF sebesar 120,000 liter atau LNG sebesar 150,000m3 dibakar untuk

membuat 1,000,000 biji genteng.”

c. kapur

“LNG sebesar 35,000-40,000m3 dibakar untuk membuat 240-300m3 kapur.”

Dalam hal ini, CO2 berasal bahan bakar dan CO2 yang keluar melalui proses kemia perlu diteliti.

d. semen

“LNG sebesar 900 ton/jam dibakar untuk membuat semen sebesar 114,000 ton / bulan.”

6. Kesimpulan : Beberapa Pemikiran(1) Bahan yang pokok

- Kayu : Jika setelah diambil di hutan, ditanam lagi, bisa dikatakan “zero-emission”

14

Page 16: Pengukuran Emisi CO2 di Sektor Permukiman …sim.nilim.go.jp/ge/SEMI5/papers/kobayasi/Pengukuran4.doc · Web viewGambar 1 : Arus bahan kayu (bahan utama) di kota Nihonmatsu (1993)

- Bata merah : Bahan bakar adalah sekam padi atau arang. Jika sekam padi yang tidak digunakan

untuk bata merah akan dibakar tanpa bukan untuk membuat bata merah, beban pada lingkungan oleh

pembuatan bata merah pada lingkungan adalah kecil.

Jadi dari segi emisi CO2, emisi disebabkan oleh proses produksi, transportasi, pemasangan dan

pembongkaran perlu diteliti. Juga bahan-bahan lain-lain, seperti semen, besi, finishing dsb. juga

perlu diteliti.

- Beton : Kemungkinan tinggi emisi CO2 besar. Jangka waktu batas umur akan penting. Factor

dasar di Indonesia mungkin berbeda dari Jepang, perlu diteliti.

(2) Pengunaan GIS sebagai dasar penelitian ini

Sebab data statistik terhadap permukiman belum cukup, pengunaan GIS dengan citra satellite akan

dibutuhkan. Sebaiknya, kumpulanhasil-hasil survei lapangan dalam data 3D membantu pengukuran

jumlah bahan, dan kegiatan perencanaan model selanjutnya.

(3) Pasangan AC akan merobah dasar rencana perumahan. Desain rumah yang mencapai

kenyamanan tanpa melalui AC akan penting (passive cooling, dsb.)11)

(4) Permukiman yang memaksimalkan penggunaan angkutan umum dan perjalanan kaki merupakan

salah satu issue pokok.

Daftar Kepustakaan1. Kobayashi H(2000): “Durability of Building from Viewpoint of Global Environment & Urban

Sustainability – Statistical and Macro Approach-“, Proceedings of the Second Asia/Pacific Conference on

Durability of Building Systems Harmonized Standard and Evaluation, July 10-12, 2000, Insitut Teknologi

Bandung, Indonesia

2. Kodama Y(2004): Development of Technologies to Promote Deconstruction and Recycle of Wooden

Houses : No.1 Development of Material Flow Calculation Method, Report of the BRI No.140, Building

Research Institute, Tsukuba-Japan

3. Mimura N. and Harasawa H(2000): Data Book of Sea-Level Rise 2000, Center for Global

Environmental Research, National Institute for Environmental Studies, Tsukuba-Japan

4. Kobayashi H(2003): Operation Manual for Communication System for Town Planning, Data Book of

NILIM No.134, National Institute for Land and Infrastructure, Tsukuba-Japan

5. Kobayashi H(2004): Impact Evaluation of Sea Level Rise on Indonesia Coastal Cities –Micro

Approach through Field Survey and Macro Approach through Satellite Image Analysis-, Journal of

Global Environmental Engineering. Vol.10,pp.77-91,Tokyo-Japan

6. Kobayashi H(2004): Development of a Communication System for Town Planning, Proceedings for

INCITE2004, World IT in Construction, CDB, Langkawi-Malaysia

7. Pusat Penelitian dan Pengembangan Permukiman, Departemen Pekerjaan Umum(1999): Proceeding

Seminar Sehari Studi Dampak Timbal Balik antar Pemganbunan Kota dan Perumahan di Indonesia dan

15

Page 17: Pengukuran Emisi CO2 di Sektor Permukiman …sim.nilim.go.jp/ge/SEMI5/papers/kobayasi/Pengukuran4.doc · Web viewGambar 1 : Arus bahan kayu (bahan utama) di kota Nihonmatsu (1993)

Lingkungan Global, Bandung Indonesia

8. Siti Zubaidah Kurdi(2000):Survey on Availability of Basic Data and Study of Research Method for

Global Environmental Impact Study of Urban Development and Housing Construction in Indonesia,

Research Institute for Settlements Technology, Department of Settlements and Regional Development,

Bandung Indonesia

9. A.Wendel. : EPS a Tool to Make LCAs within Product Development Process

-Konsep ELU (Environmental Loading Unit) adalah jumlah kerugian-kerugian melalui

(1) Kenaikan harga oleh kebutuhan sumber daya yang lain

(2) Kerugian oleh dampak kesehatan manusia

(3) Kerugian ekomi melalui haruga tanah turun atau qualitas lingkungan

10. Mark, Goedkoop(2000) : The Eco-indicator 99 -A damage oriented method for Life Cycle Impact

Assessment Methodology Report

- Pemakaian sumber daya diukur sebagai kebutuhan energi untuk mendapat itu pada masa depan.

11. http://www.ftspupnjatim.net/ecohouse.htm

Rumah susun contoh “ECO-HOUSE” dibangun oleh Ministry of Construction Japan, dengan Infrastructure Development Institute Japan dan ITS di Surabaya, 1998-2000

ho ?

MINISTRY OF CONSTRUCTION-JAPAN

INSTITUTE OF TECHNOLOGY SEPULUH NOPEMBER-ITS-INDONESIA

INFRASTRUCTURE DEVELOPMENT INSTITUTE-JAPAN

what ?DEVELOPMENT RESEARCH

AN EXPERIMENTAL PASSIVE DESIGN FOR TROPICAL CLIMATE

when ? 1998-2000 AND BEYOND

where ?

DEPARTMENT OF ARCHITECTURE

FACULTY OF CIVIL ENGINEERING AND DESIGN

INSTITUTE OF TECHNOLOGY SEPULUH NOPEMBER (ITS) - SURABAYA

why ?TO GAIN KNOWLEDGE ON HOUSING DEVELOPMENT

SENSITIVE TO HOT HUMID TROPICAL ENVIRONMENT

16