PENGGUNAAN KATALIS LOGAM TRANSISI (Co, Ni, Cu, Zn ......Pengunaan Katalis Logam Transisi (Co, Ni,...
Transcript of PENGGUNAAN KATALIS LOGAM TRANSISI (Co, Ni, Cu, Zn ......Pengunaan Katalis Logam Transisi (Co, Ni,...
PENGGUNAAN KATALIS LOGAM TRANSISI (Co, Ni, Cu, Zn)
YANG DIEMBANKAN PADA ZEOLIT FLUKA UNTUK PROSES
KONVERSI ETANOL MENJADI FRAKSI BENSIN
LUTFI NUGRAHA
PROGRAM STUDI KIMIA
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2016 M/1437 H
PENGGUNAAN KATALIS LOGAM TRANSISI (Co, Ni, Cu, Zn) YANG
DIEMBANKAN PADA ZEOLIT FLUKA UNTUK PROSES KONVERSI
ETANOL MENJADI FRAKSI BENSIN
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sains
Program Studi Kimia
Fakultas Sains dan Teknologi
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
Oleh :
LUTFI NUGRAHA
1111096000029
PROGRAM STUDI KIMIA
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2016 M/1437 H
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH HASIL
KARYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIAJUKAN SEBAGAI SKRIPSI
ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA
MANAPUN
Jakarta, Juni 2016
Lutfi Nugraha
NIM. 1111096000029
ABSTRAK
Lutfi Nugraha. Pengunaan Katalis Logam Transisi (Co, Ni, Cu, Zn) yang
Diembankan pada Zeolit Fluka untuk Proses Konversi Etanol Menjadi Fraksi Bensin.
Dibimbing oleh Sudiyarmanto, M.T dan Nanda Saridewi, M.Si
Penelitian tentang katalis menjadi sangat berkembang dengan semakin pentingnya
peran katalis dalam berbagai macam industri kimia. Pembuatan katalis dapat
dilakukan dengan mengembankan komponen logam aktif pada suatu penyangga yang
memiliki luas permukaan besar. Logamnya dapat sangat terdispersi sebagai kristal
kecil di seluruh sistem pori dan pengemban. Penelitian ini bertujuan untuk membuat
katalis logam transisi (Co, Ni, Cu, Zn) yang diembankan pada zeolit fluka yang
digunakan untuk proses konversi etanol menjadi fraksi bensin. Logam yang
digunakan sebanyak 20 % dari berat zeolit fluka yang digunakan. Metode yang
digunakan untuk preparasi zeolit fluka ini adalah metode impregnasi dan katalis hasil
preparasi dikarakterisasi dengan TGA, XRD, SAA, FTIR, dan uji keasamannya
dengan metode gravimetri. Katalis hasil preparasi diuji aktivitasnya untuk
mengkonversi etanol menjadi fraksi bensin. Uji aktivitas dilakukan dengan
menggunakan fix bed reactor dengan kondisi operasi suhu 350 oC dan laju alir 0,67
ml/menit. Hasil preparasi menunjukkan bahwa logam Co dan Zn dapat diimpregnasi
ke dalam zeolite fluka, sedangkan logam Ni dan Cu tidak dapat diimpregnasi. Hal ini
dapat dilihat dari karakterisasi dengan XRD, SAA, FTIR, dan dari uji keasaman
gravimetri. Hasil uji aktivitas katalis logam/zeolit fluka menunjukkan bahwa produk
fraksi bensin yang dihasilkan berupa senyawa aromatik, sedangkan fraksi bensin yang
lain (parafin dan olefin) tidak terbentuk. Zeolit fluka yang diimpregnasi logam Zn
menghasilkan produk aromatik tertinggi, yakni sebanyak 97,39 %.
Kata Kunci : Zeolit Fluka, Fraksi Bensin, Impregnasi, Katalis, Logam Transisi
ABSTRACT
Lutfi Nugraha. Utillization of transition metal catalysts (Co, Ni, Cu, Zn)
impregnated by fluka zeolite for conversion process of ethanol to gasoline fraction.
Dibimbing oleh Sudiyarmanto, M.T dan Nanda Saridewi, M.Si
Research on the catalyst to be highly developed with the growing importance of the
role of catalyst in various chemical industries. Preparation of the catalyst can be
elicits active metal component on a support which has a large surface area. The metal
can be highly dispersed as tiny crystals across the pore system and the carrier. This
research aims to make the transition metal catalysts (Co, Ni, Cu, Zn) that falls on
Fluka zeolites are used for the process of converting ethanol into gasoline fraction.
The metal used as much as 20% by weight of the zeolite Fluka used. The method
used for the preparation of zeolites are Fluka impregnation method and catalyst
preparation results characterized by XRD, SAA, FTIR, and the acid test by
gravimetric method. The catalyst preparation results tested their activity to convert
ethanol into gasoline. Activity test is done by using a fixed bed reactor operating
conditions temperature of 350 ° C and a flow rate of 0.67 mL / min. The results show
that the preparation of metallic Co and Zn can be impregnated into the zeolite Fluka,
whereas Ni and Cu metal can not be impregnated. It can be seen from the
characterization by XRD, SAA, FTIR, and from gravimetric acidity test. The test
results Fluka zeolite catalyst activity showed that the product produced in the form of
aromatic compounds. Fluka impregnated zeolite Zn metal produces the most aromatic
products, namely as much as 97.39%.
Keywords: Fluka zeolite, gasoline fraction, impregnation, catalyst, transition metals
v
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas rahmat dan
karuniaNya. Shalawat serta salam tak lupa penulis panjatkan kehadirat Nabi
Muhammad SAW karena berkat jasa beliaulah manusia dibawa dari zaman
jahiliyah ke zaman yang terang benderang oleh ilmu pengetahuan.
Alhamdulillah penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi yang
berjudul “Pengunaan Katalis Logam Transisi (Co, Ni, Cu, Zn) yang
Diembankan pada Zeolit Fluka untuk Proses Konversi Etanol Menjadi
Fraksi Bensin.”. Skripsi ini disusun untuk memenuhi syarat kelulusan di
Program Studi Kimia, Fakultas Sains dan Tekhnologi, Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta.
Skripsi ini tidak mungkin selesai tanpa pihak-pihak yang terus
memberikan bimbingan serta dukungannya. Oleh sebab itu penulis mengucapkan
banyak terima kasih kepada:
1. Sudiyarmanto, M.T selaku dosen pembimbing I yang telah memberikan
pengetahuan, bimbingan, dan arahan serta tempat berkeluh kesah selama
proses penulisan skripsi ini.
2. Nanda Saridewi, M.Si selaku dosen pembimbing II yang telah
memberikan ilmunya dan kemudahan dalam penulisan.
3. Dede Sukandar, M.Si selaku Ketua Program Studi Kimia Fakultas Sains
dan Teknologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
4. Dr. Agus Salim, M.Si selaku Dekan Fakultas Sains dan Teknologi UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta.
vi
5. Isalmi Aziz, M.T dan Yusraini D.I.S, M.Si selaku dosen penguji yang
telah banyak memberikan masukan dalam skripsi ini.
6. Isalmi Aziz, M.T selaku Sekretaris Program Studi Kimia Fakultas Sains
dan Teknologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
7. Orang tua yang selalu mendoakan, memberikan kasih sayang, nasihat yang
manfaat dan memantapkan hati penulis serta dukungan moril lainnya
maupun materil.
8. Teman-teman Mahasiswa/i Program Studi Kimia Angkatan 2011 yang
selalu mendukung dan memotivasi penulis.
9. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu.
Penulis menyadari dalam penyusunan skripsi ini tidak lepas dari
kekurangan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat
penulis harapkan. Semoga skripsi ini memiliki suatu nilai manfaat.
Jakarta , Juni 2016
Penulis
vii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ...................................................................................... v
DAFTAR ISI ..................................................................................................... vii
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................ x
DAFTAR TABEL............................................................................................. xi
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... xii
BAB I PENDAHULUAN .............................................................................. 1
1.1. Latar Belakang .............................................................................. 1
1.2. Perumusan Masalah ...................................................................... 4
1.3. Hipotesis ....................................................................................... 5
1.4. Tujuan Penelitian .......................................................................... 5
1.5. Manfaat Penelitian ........................................................................ 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................... 6
2.1. Minyak bumi ................................................................................. 6
2.2. Bensin ........................................................................................... 8
2.2.1. Produksi bensin dari minyak bumi ..................................... 9
2.2.2. Konversi metanol menjadi bensin ....................................... 9
2.2.3. Konversi etanol menjadi bensin .......................................... 12
2.3. Etanol ............................................................................................ 13
2.4. Zeolit ............................................................................................. 15
2.5. Preparasi Katalis ........................................................................... 16
2.6. Karakterisasi katalis ...................................................................... 17
2.6.1. Thermo Gravity Analyzer (TGA) ........................................ 17
2.6.2. X-Ray Difraction (XRD) ..................................................... 19
2.6.3. Karakterisasi keasaman dengan metode gravimetri ............ 20
viii
2.6.4. Fourier Transform Infra Red (FTIR)……. ......................... 21
2.6.5.. Suraface Area Analyzer (SAA) .......................................... 23
2.6.6. Gass Cromatography-Mass Spectroscopy (GC-MS) ......... 24
BAB III METODE PENELITIAN ................................................................. 28
3.1. Waktu dan tempat penelitian ........................................................ 28
3.2. Alat dan bahan .............................................................................. 28
3.2.1. Alat ...................................................................................... 28
3.2.2. Bahan .................................................................................. 28
3.3. Prosedur kerja ............................................................................... 29
3.3.1. Pembuatan katalis logam transisi yang
diembankan pada zeolit alam teraktivasi ........................... 29
3.3.2. Karakterisasi katalis. ........................................................... 29
3.3.2.1. Karakterisasi TGA .................................................. 29
3.3.3.2. Karakterisasi dengan XRD ..................................... 30
3.3.3.3. Karakterisasi dengan SAA ..................................... 30
3.3.3.4.Karakterisasi keasaman dengan metode
gravimetri................................................................ 30
3.3.3.5. Karakterisasi dengan FTIR ..................................... 31
3.3.4. Konversi Etanol Menjadi Gasolin ....................................... 31
BAB IV HASIL DAN PEMBAHSAN ............................................................ 32
4.1. Karakterisasi Katalis ..................................................................... 32
4.1.1. Analisis Kestabilan Termal dengan TGA ........................... 32
4.1.2. Analisis Kristalinitas Katalis menggunakan XRD .............. 34
4.1.3. Analisis Luas Permukaan dengan SAA. ............................ 37
4.1.4. Analisis Keasaman dengan metode gravimetri ................... 39
4.1.5. Analisis Sisi asam Lewis dan Asam Bronsted pada Katalis
dengan FTIR ....................................................................... 41
4.2. Uji Aktivitas ................................................................................. 46
ix
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................... 50
5.1. Kesimpulan .................................................................................. 50
5.2. Saran ............................................................................................ 50
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 51
LAMPIRAN ...................................................................................................... 56
x
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Tahapan reaksi konversi etanol menjadi gasoline ........................... 13
Gambar 2. Struktur kimia zeolit ........................................................................ 15
Gambar 3. Skema dasar TGA ........................................................................... 18
Gambar 4. Skema dasar XRD ........................................................................... 20
Gambar 5. Skema dasar FTIR ........................................................................... 23
Gambar 6. Skema dasar SAA Nova ................................................................... 24
Gambar 7. Skema dasar GC-MS ....................................................................... 26
Gambar 8. Kurva Hasil Analisis TGA .............................................................. 33
Gambar 9. Pola Difraksi XRD .......................................................................... 35
Gambar 10.Pembentukan Situs Asam Lewis Zeolit ......................................... 43
Gambar 11. a. Ikatan antara Piridin dengan Sisi Bronsted Katalis, b. Ikatan
antara Piridindengan Sisi Lewis Katalis ......................................... 44
Gambar 12. Serapan FTIR Zeolit Fluka a.adsorpsi piridin, b. adsorpsi
amoniak ........................................................................................... 57
xi
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Perbandingan bahan bakar etanol, bensin, dan solar ......................... 14
Tabel 2. Luas Permukaan Spesifik, Volume Pori, dan Ukuran Pori ............... 37
Tabel 3. Data Nilai Keasaman Total dan Keasaman Permukaan Zeolit
Fluka ................................................................................................. 40
Tabel 4. Serapan bilangan gelombang piridin dengan sisi asam lewis dan
asam bronsted .................................................................................... 42
Tabel 5. Serapan bilangan gelombang amonia dengan sisi asam lewis dan
asam bronsted .................................................................................... 45
Tabel 6. Hasil Analisis sampel waktu reaksi 150’ dengan GC-MS ................ 47
xii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Perhitungan ................................................................................... 56
Lampiran 2. Serapan FTIR Zeolit Fluka ............................................................ 57
Lampiran 3. Hasil Analisis GC-MS ................................................................... 58
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Minyak bumi merupakan sumber daya alam yang tidak dapat diperbarui.
Permasalahan inilah yang sedang dialami berbagai sektor, terutama transportasi.
Sektor transportasi merupakan pengguna produk minyak bumi terbanyak terutama
bensin/bensin yakni sebesar 65% (ESDM, 2011). Menurut ESDM juga, pada tahun
2011 konsumsi bensin meningkat sebesar 11,56% dibanding dengan konsumsi pada
tahun 2010, yakni dari 23,1 juta KL menjadi 25,94 juta KL. Besarnya konsumsi
bensin tidak sebanding dengan produksi bensin yakni 10,2 juta KL pada tahun 2011.
Permasalahan tersebut dapat diatasi dengan penggunaan bahan bakar alternatif.
Salah satu bahan bakar alternatif yang dapat digunakan adalah etanol. Etanol dapat
buat dari bahan baku tanaman. Etanol dapat digunakan sebagai bahan bakar, yakni
sebagai campuran bensin sebanyak 10% v/v. Etanol dapat digunakan sebagai bahan
bakar jika konsentrasinya 99% sebagai persyaratan fuel grade ethanol (FGE). Akan
tetapi pada umumnya kadar etanol yang diperoleh dari proses fermentasi masih
rendah yakni 10%.
Etanol dapat digunakan sebagai bahan bakar jika kadar etanol tersebut
mencapai 99%. Cara untuk memperoleh kadar bietanol hingga 99% adalah dehidrasi
(Onuki, 2006). Cara ini memerlukan biaya yang relatif mahal dan proses yang
panjang. Setelah melalui proses yang panjang dan biaya yang tidak sedikit, etanol
tersebut hanya digunakan sebagai pencampur bensin. Selain itu molekul etanol yang
2
bersifat polar akan sulit bercampur secara sempurna dengan bensin yang relatif non-
polar, terutama dalam kondisi cair sehingga bahan bakar campuran etanol-bensin
hanya dapat digunakan pada kendaraan tertentu yang mesinnya telah dimodifikasi
seperti adanya karburator tambahan khusus untuk etanol (Yuksel dan Bedri, 2004).
Untuk menghemat biaya dan agar dapat dipakai pada semua kendaraan perlu
dilakukannya konversi etanol menjadi komponen bensin seperti parafin, aromatik dan
olefin.
Beberapa penelitian tentang konversi katalitik etanol menjadi bensin telah
dilakukan, diantaranya katalis zeolit H-ZSM-5 telah digunakan untuk mengkonversi
etanol menjadi bensin (Johansson et al, 2008). Penelitian tersebut menghasilkan
produk bensin yang mengandung senyawa hidrokarbon, diantaranya benzena, toluena,
dan xilena. Nano kristal H-ZSM-5 juga telah digunakan untuk konversi etanol
menjadi bensin (Viswanadham et al, 2011). Penelitian tersebut menghasilkan produk
bensin dengan nilai research octane number (RON) sebesar 95. Produk bensin
tersebut mengandung benzena dengan konsentrasi yang rendah, serta xilena, toluena,
dan isodekana dengan konsentrasi yang tinggi. Namun demikian, katalis sintetik
ZSM-5 harganya relatif lebih mahal dibandingkan dengan katalis zeolit fluka.
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan katalis logam/zeolit fluka.
Pembuatan katalis tersebut dapat dilakukan dengan mengembankan komponen logam
aktif pada suatu penyangga yang memiliki luas permukaan besar. Logamnya dapat
sangat terdispersi sebagai kristal kecil di seluruh sistem pori dan pengemban. Melalui
cara ini, di samping dihasilkan katalis yang sangat efisien dengan luas permukaan
spesifik yang maksimum juga stabilitas termal dan masa pakai yang memadai serta
3
dihasilkan katalis yang lebih selektif. Pengembanan logam dilakukan dengan cara
impregnasi dengan pertimbangan logam dapat terdispersi lebih merata pada padatan
material pendukungnya, lebih sederhana dan lebih praktis dibandingkan dengan
metode preparasi katalis lainnya ( Krishnan dan Richard, 1993).
Zeolit merupakan salah satu katalis dan juga penyangga yang banyak
digunakan. Pemanfaatan zeolit sebagai penyangga katalis berdasarkan keunggulannya
yaitu karena memiliki struktur yang berpori, stabil secara kimia dan tahan panas.
Struktur yang berpori mengakibatkan luas permukaan zeolit menjadi besar sehingga
lebih banyak sisi aktif dalam hal ini logam yang dapat diembankan (Rianto, 2012).
Zeolit sebagai penyangga berfungsi untuk menebarkan logam-logam aktif sehingga
dapat dipergunakan secara efektif.
Pemberian sisi aktif berupa logam ke dalam suatu bahan penyangga (zeolit)
bertujuan untuk memperbanyak jumlah sisi aktif (active site) pada katalis sehingga
kontak antara reaktan dengan katalis akan semakin besar dan dapat mempercepat
reaksi pembentukan produk. Selain itu pengembanan logam dapat meningkatkan
aktivitas katalis agar dapat bekerja dengan baik (Anderson dan Boudart, 1981).
Zeolit sebagai penyangga perlu dimodifikasi untuk meningkatkan keasaman
dari zeolit tersebut. Keasaman zeolit dapat ditingkatkan dengan cara menambahkan
logam transisi seperti Co, Ni, Cu, dan Zn. Logam-logam tersebut memiliki elektron
yang belum berpasangan pada orbital d sehingga akan mempengaruhi sifanya, seperti
struktur padatan, sifat magnetik dan kemampuan untuk membentuk senyawa
kompleks (Panchenkov dan Lebedev, 1976). Fenomena ini menjadikan logam-logam
tersebut sangat berperan dalam reaksi katalitik. Keempat logam tersebut mudah
4
membentuk ikatan kovalen koordinat sehingga pembentukan intermediet pada
permukaan katalis menjadi lebih mudah. Menurut Nasikin (2010), Unsur-unsur
dengan banyak orbital d yang kosong seperti V, Cr, Cb, Mo, Ta, dan W cenderung
tidak aktif untuk reaksi yang melibatkan hidrogen. Logam Co, Ni, Cu, Zn memiliki
jumlah orbital d kosong lebih sedikit dibandingkan dengan logam tersebut sehingga
akan lebih aktif dalam reaksi yang melibatkan hidrogen.
Penelitian ini berfokus pada penggunaan logam transisi yang diembankan
pada zeolit komersil fluka untuk mengkonversi etanol menjadi fraksi bensin. Zeolit
fluka yang dimodifikasi dengan logam transisi ini diharapkan dapat meningkatkan
aktivitas dari zeolit yang sangat berpengaruh pada proses konversi etanol menjadi
fraksi bensin. Zeolit yang dimodifikasi dengan logam transisi dapat meningkatkan
keasaman zeolit yang berpengaruh terhadap aktivitas dan selektivitas zeolit tersebut
(Cornet, 1985).
1.2. Perumusan Masalah
Aspek permasalahan yang akan menjadi fokus kajian penelitian ini yaitu :
1) Bagaimanakah sifat fisika dan kimia zeolit fluka setelah diembankan
logam transisi Co, Cu, Ni, dan Zn.
2) Bagaimanakah aktivitas zeolit fluka dengan variasi logam transisi
terhadap produk yang dihasilkan
1.3. Hipotesis
Hipotesis dari penelitian ini adalah :
1) Sifat fisika dan kimia zeolit fluka meningkat setelah pengembanan
logam transisi.
5
2) Variasi logam transisi pada zeolit fluka akan menghasilkan produk
yang berbeda.
1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah :
1) Mengetahui sifat fisika dan kimia zeolit fluka setelah pengembanan
logam transisi
2) Mengetahui aktivitas zeolit fluka dengan variasi logam transisi
terhadap produk yang dihasilkan
1.4. Manfaat Penelitian
Penelitian ini dapat digunakan untuk mengetahui pengaruh
penggunaan logam transisi yang diembankan pada zeolit fluka dan laju alir
umpan etanol menjadi produk fraksi bensin. Selain itu, penelitian ini juga
diharapkan dapat memberikan dampak terhadap pengembangan katalis logam
berbasis zeolit pada reaksi katalitik pada sektor energi.
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Minyak bumi
Minyak bumi (petroleum) adalah campuran yang kompleks, terutama terdiri
dari hidrokarbon bersama-sama dengan sejumlah kecil komponen yang mengandung
sulfur, oksigen dan nitrogen dan sangat sedikit komponen yang mengandung logam.
Minyak bumi terbentuk dari penguraian senyawa-senyawa organik dari jasad
mikroorganisme jutaan tahun yang lalu di dasar laut atau di darat. Sisa-sisa tumbuhan
dan hewan tersebut tertimbun oleh endapan pasir, lumpur, dan zat-zat lain selama
jutaan tahun dan mendapat tekanan serta panas bumi secara alami. Bersamaan dengan
proses tersebut, bakteri pengurai merombak senyawa-senyawa kompleks dalam jasad
organik menjadi senyawa-senyawa hidrokarbon. Struktur hidrokarbon yang
ditemukan dalam minyak bumi:
1. Alkana/ parafin (CnH2n + 2)
Alkana ini memiliki rantai lurus dan bercabang, fraksi ini merupakan
yang terbesar di dalam minyak mentah.
2. Sikloalkana / napten (CnH2N)
Sikloalkana ada yang memiliki cincin 5 (lima) yaitu siklopentana
ataupun cincin 6 (enam) yaitu sikloheksana.
3. Aromatik (CnH2n -6)
Senyawa aromatik memiliki cincin 6 (enam). Aromatik hanya terdapat
dalam jumlah kecil, tetapi sangat diperlukan dalam bensin karena
7
- Memiliki harga anti knock yang tinggi
- Stabilitas penyimpanan yang baik
- Dan kegunaannya yang lain sebagai bahan bakar (fuel)
Proporsi dari ketiga tipe hidrokarbon sangat tergantung pada sumber dari
minyak bumi. Pada umumnya alkana merupakan hidrokarbon yang terbanyak tetapi
kadang-kadang (disebut sebagai crude napthenic) mengandung sikloalkana sebagai
komponen yang terbesar, sedangkan aromatik selalu merupakan komponen yang
paling sedikit. Pengilangan/penyulingan (refining) adalah proses perubahan minyak
mentah menjadi produk yang dapat dijual melalui kombinasi proses fisika dan kimia.
Produk yang dihasilkan dari proses pengilangan/penyulingan tersebut antara lain
(Zuhra, 2003):
1. Light destilates adalah komponen dengan berat molekul terkecil.
a. Gasolie (Amerika Serikat) atau motor spirit (Inggris) atau bensin (Indonesia)
memiliki titik didih terendah dan merupakan produk kunci dalam penyulingan yang
digunakan sebagai bahan pembakar motor (45% dari minyak mentah diproses untuk
menghasilkan bensin)
b. Naphta adalah material yang memiliki titik didih antara bensin dan kerosin.
Beberapa naphta digunakan sebagai :
- Pelarut dry cleaning (pencuci)
- Pelarut karet
- Bahan awal etilen
- Dalam kemiliteran digunakan sebagai bahan bakar jet dan dikenal sebagai jP-4
c. Kerosin memiliki titik didih tertinggi dan biasanya digunakan sebagai :
8
- Minyak tanah
- Bahan bakar jet untuk pesawat udara
2. Intermediate destilates merupakan minyak gas atau bahan bakar diesel yang
penggunaannya sebagai bahan bakar transportasi truk-truk berat, kereta api,
kapal kecil komersial, peralatan pertanian dan lain-lain.
3. Heavy destilates merupakan komponen dengan berat molekul tinggi. Fraksi
ini biasanya dirubah menjadi minyak pelumas (lubricant oils), minyak dengan
berat jenis tinggi dari bahan bakar, lilin dan stock cracking.
4. Residu termasuk aspal, residu bahan bakar minyak dan petrolatum.
2.2. Bensin
Bensin adalah cairan campuran senyawa hidrokarbon yang berasal dari
minyak bumi. Komposisi senyawa bensin terdiri dari hidrokarbon jenuh (parafin,
alkana), hidrokarbon tidak jenuh (olefin), dan oksigenat (aromatik). Hidrokarbon
jenuh merupakan komposisi terbesar pada senyawa penyusun bensin, yaitu berkisar
60 - 80 %, sedangkan sisanya merupakan senyawa hidrokarbon tak jenuh dan
oksigenat (Totten, 2003).
Senyawa bensin mengandung lebih dari 500 jenis hidrokarbon yang memiliki
rantai C5-C10 , memiliki titik didih 40-200 oC, dan juga memiliki bilangan oktana 88
(Migas, 2006). Sedangkan menurut McKetta (1990), bensin merupakan campuran
hidrokarbon yang memiliki titik didih berkisar antara 100 – 400 oF. Proses
pembuatan bensin yaitu melalui fraksionasi (distilasi bertingkat) minyak bumi, yaitu
proses pemisahan fraksi-fraksi minyak bumi berdasarkan perbedaan titik didih. Pada
tahun 1970 perusahaan Mobile mengembangkan proses pembuatan bensin dengan
9
bahan baku methanol. Proses pembuatan bensin dari methanol tersebut dikenal
dengan Methanol to Gasoline (MTG) process.
2.2.1. Produksi bensin dari minyak bumi
Selama ini bensin diproduksi dari minyak bumi dengan serangkaian proses.
Mula-mula garam-garam yang terkandung dalam minyak mentah dihilangkan,
selanjutnya dilakukan pemisahan fraksi-fraksi minyak bumi berdasarkan perbedaan
titik didihnya atau biasanya deikenal dengan distilasi. Pada proses inilah dihasilkan
bensin dan hidrokarbon lain. Setelah proses distilasi, fraksi-fraksi minyak bumi yang
dihasilkan dimurnikan. Bensin juga dapat dihasilkan dari proses perengkahan /
cracking. Proses cracking adalah proses penguraian molekul hidrokarbon besar
menjadi molekul hidrokarbon kecil. Proses cracking bertujuan untuk meningkatkan
kualitas bensin. Kualitas bensin juga dapat ditingkatkan dengan proses reforming,
yaitu perubahan bentuk molekul bensin yang awalnya memiliki rantai karbon lurus
menjadi rantai karbon bercabang. Kedua bensin ini memiliki rumus molekul yang
sama tetapi bentuk molekulnya berbeda. Reforming dilakukan dengan menggunakan
katalis dan pemanasan. Selain itu peningkatan kualitas bensin dapat dilakukan dengan
cara menambahkan bahan aditif seperti tetra ethyl lead (TEL). Proses penambahan
bahan-bahan aditif ke dalam fraksi minyak bumi untuk meningkatkan kualitas disebut
dengan blending.
2.2.2. Konversi metanol menjadi bensin
Awal tahun 1970 Sebuah perusahaan asing yaitu Mobil telah mengembangkan
proses pembuatan bensin dari metanol. Proses pembuatan bensin dari metanol
10
tersebut dikenal dengan nama Methanol-to-Gasoline (MTG) process. Sebelumnya
perusahaan ini juga telah mensintesis katalis zeolit, zeolit tersebut bernama ZSM-5.
Katalis zeolit ZSM-5 merupakan elemen penting dalam proses MTG yang
dapat mengkonversi metanol menjadi bensin. Berbeda dengan katalis lainnya, zeolit
ZSM-5 memiliki shape selectivity yang unik. Karakteristik zeolit yaitu berpori, kristal
yang mempunyai 3 dimensi kerangka yang tersusun dari AlO4 dan SiO4 tetrahedral.
Katalis ini memiliki 2 saluran yang berpotongan, yaitu berbentuk elips dengan 10
susunan saluran cincin dan mendekati lingkaran (sinusoidal). Adanya kombinasi yang
unik antara bentuk dan ukuran ZSM-5 ini menjadikannya sangat efisien pada MTG
process, memproduksi bensin dengan molekul berkisar antara C4 – C10 dan tidak
mengandung hidrokarbon di atas C10. Dapat dikatakan, katalis ZSM-5 memiliki
bentuk dan ukuran selektivitas yang tepat pada sintesis bensin. Konversi dari
metanol menjadi bensin melalui serangkaian tahapan (Packer, 2010), yaitu sebagai
berikut:
a. Sintesis bensin
Persiapan metanol sebagai bahan baku dilakukan dengan memanaskan,
menguapkan, dan juga membuat uap dalam kondisi superheated pada suhu
300 – 320 oC. Uap metanol ini selanjutnya diumpankan ke reaktor untuk
mengkonversinya menjadi dimethyl ether (DME) dengan katalis alumina.
Konversi dari uap metanol menjadi DME ini sebesar 75%. Reaksi yang terjadi
yaitu:
2CH3OH CH3OCH3 + H2O
11
Reaksi tersebut terjadi sangat cepat dan bersifat eksotermis. Sekitar
20% dari panas yang dihasilkan, dilepaskan pada tahap ini. Campuran hasil
ini pada temperatur antara 400 – 420 oC dicampur dengan recycle gas dan
diumpankan ke reaktor konversi. Recycle gas yang terdiri dari light
hydrocarbons, CO, dan H berfungsi untuk menyerap panas reaksi. Reaktor
konversi dengan katalis ZSM-5 ini mendehidrasi DME lebih lanjut menjadi
light alkenes yang teroligomerisasi (dengan kata lain melalui pertumbuhan
rantai dengan menggabungkan dua atau lebih molekul alkena secara
bersamaan) dan cyclise untuk menghasilkan produk akhir dengan pelepasan
sisa panas. Reaksi yang terjadi pada MTG proses sangatlah rumit. Skema
reaksi yang sederhana diusulkan oleh Chang dan Silestri dalam John Packer
(2010) yaitu:
2CH3OH CH3OCH3 C2 – C5 alkena alkana, sikloalkana, aromatik
Campuran hidrokarbon 44% berat (w/w%) dan air 56% berat (w/w%)
kemudian didinginkan dengan membangkitkan steam tekanan sedang dengan
memanaskan umpan methanol dan recycle gas, dengan udara dan air.
Konversi pada reaksi ini mencapai 100%. Sekitar 85 – 90% produk
hidrokarbon dapat digunakan sebagai bensin dan sisanya adalah fuel gas.
Produk sampingnya yaitu CO, CO, dan coke. Coke merupakan hasil reaksi
yang dapat menempel di permukaan katalis dan masuk ke dalam pori-pori
katalis sehingga mengakibatkan deaktivasi katalis. Recycle gas, air, dan
hidrokarbon selanjutnya dipisahkan. Air akan diumpankan ke reformer
12
saturator, recycle gas akan dikembalikan ke kompresor, dan hidrokarbon
akan diumpankan ke bagian distilasi.
b. Distilasi
Hidrokarbon hasil dari MTG proses kemudian dipisahkan dalam
kolom distilasi yang berjumlah 3. Kolom pertama berfungsi untuk
menghilangkan hidrokarbon yang lebih ringan dan lebih volatil, dissolved gas,
dan sebagian air. Kolom ke-2 berfungsi untuk menghilangkan sisa light
hidrokarbon yang kemudian didinginkan sehingga menjadi LPG. Kolom ke-2
juga me-recovery komponen campuran bensin yang memiliki tekanan uap
tinggi. Kolom ke-3 berfungsi untuk memisahkan bensin berfraksi ringan dan
berat. Bensin berfraksi ringan dapat langsung disimpan sedangkan bensin
berfraksi berat akan diolah lebih lanjut.
2.2.3. Konversi etanol menjadi bensin
Proses konversi etanol menjadi bensin melalui tahapan yang sama seperti
proses konversi metanol menjadi bensin. Awalnya etanol diuapkan, setelah itu uap
etanol diumpankan ke reaktor untuk mengubahnya menjadi diethyl eter dengan
bantuan katalis zeolit. Selanjutnya diethyl eter tersebut dicampur dengan recycle gas
dan diumpankan ke reaktor konversi. Recycle gas yang terdiri dari light hydrocarbons,
CO, dan H berfungsi untuk menyerap panas reaksi. Katalis zeolit ini mendehidrasi
diethyl eter lebih lanjut di dalam reaktor konversi menjadi light alkenes yang
teroligomerisasi dan cyclic untuk menghasilkan produk akhir dengan pelepasan sisa
panas. Tahapan konversi etanol menjadi bensin dapat dilihat pada Gambar 1.
(Viswanadham, 2011)
13
Gambar 1. Tahapan konversi etanol menjadi bensin (Viswanadham, 2011)
2.3. Etanol
Etanol atau etil alkohol, C2H5OH, merupakan cairan yang tidak berwarna,
larut dalam air, eter, aseton, benzene, dan semua pelarut organik, serta memiliki bau
yang khas. Etanol banyak digunakan sebagai pelarut, germisida, minuman anti beku,
senyawa antara untuk sintesis senyawa-senyawa organik, dan bahan bakar.
Penggunaan etanol sebagai bahan bakar memiliki prospek yang cerah. Etanol
dapat digolongkan sebagai bahan baku yang dapat diperbarui, karena dapat dibuat
dari bahan baku yang berasal dari tanaman. Etanol murni (100%) dapat digunakan
sebagai cairan pencampur pada bensin. Tujuan mencampurkan etanol pada bensin
adalah untuk menaikkan angka oktan bensin karena etanol memiliki angka oktan
14
yang cukup tinggi. Perbandingan karakter bahan bakar etanol dengan bensin dan solar
disajikan dalam Tabel 1. (Bailey, 1996).
Tabel 1. Perbandingan bahan bakar etanol, bensin, dan solar (Bailey, 1996)
Parameter Bahan Bakar
Etanol Bensin
Titik didih, oC 77,78 – 78,33 26,67 – 225
0,719 – 0,779
0,55 – 1,03
0,55 – 1,03
325,6 – 395,4
Densitas, Kg/L 0,791
Tekanan uap Reid (RVP), bar 0,16 – 0,17
Tekanan uap Reid pencampuran, bar 1,24 – 1,52
Kalor penguapan, kJ/Kg 841,99 – 930,4
Titik penyalaan sendiri, oC 365 – 425
Batas penyalaan, % 3,3 – 19,0 1,0 – 8,0
Perbandingan udara: bahan bakar,
(massa) 8,97 – 9,0 14,5 – 14,7
Temperatur nyala adiabatik, oC 1930 1977,2
27,29 – 29,30
85 – 96
6791,6
Kalor pembakaran netto, MJ/L 18,96 – 19,03
Angka oktan, (R=M)/2*)
96 – 113
SE, LHV/ AF, kJ/Kg **)
6977,9
*): R = Angka oktan research, dan M = angka oktan motor. Angka oktan adalah skala sembarang yang didasarkan pada kinerja campuran dari iso-oktana (2,2,4-trimetil
pentane), yang tahan ketuk. Iso-oktana mempunyai angka oktan 100 sedangkan n-heptana mempunyai angka oktan 0.
**): SE = Energi spesifik, merupakan harga perbandingan kalor pembakaran netto (LHV) dengan
perbandingan bahan bakar : udara (AF); menunjukkan jumlah kalor yang dilepaskan per satuan udara yang ditambahkan
Keunggulan etanol dibandingkan dengan bahan bakar lain diantaranya adalah sebagai
berikut:
1. Etanol dapat digunakan sebagai campuran untuk bensin yang dapat
mengurangi emisi gas buang seperti karbon monoksida, dan senyawa organik
mudah menguap. Karbon monoksida merupakan gas tidak berwarna, tidak
berbau, dan sangat beracun yang dapat mereduksi aliran oksigen pada darah.
Penelitian yang dilakukan oleh Environmental Protection Agency (EPA)
menunjukkan bahwa campuran bahan bakar etanol-bensin dapat mengurangi
emisi karbon monoksida antara 25 – 30%.
15
2. Etanol dapat menggantikan senyawa timbal (TEL) sebagai senyawa untuk
menaikkan angka oktan. Etanol memiliki angka research octane 108,6
dan motor octane 89,7 (Yuksel dan Bedri, 2004)
3. Etanol merupakan bahan yang dapat diperbarui. Bahan baku pembuatan
etanol, yaitu karbohidrat digolongkan sebagai bahan baku yang dapat
diperbarui.
2.4. Zeolit
Zeolit pertama kali ditemukan pada tahun 1756 oleh seorang ahli mineralogi
asal Swedia bernama Axel Frederick Cronstedt. Pada tahun 1984 profesor James V.
Smith mendifinisikan zeolit sebagai mineral dengan strukur kristal aluminasilikat
yang berbentuk rangka (framework) tiga dimensi, mempunyai rongga dan saluran
serta mengandung ion-ion logam seperti Na, K, Mg, Ca dan Fe serta molekul air.
Umumnya, struktur zeolit adalah suatu polimer anorganik berbentuk tetrahedral unit
TO4, dimana T adalah ion Si4+
atau Al3+
dengan atom O berada diantara dua atom T,
seperti ditunjukkan dalam Gambar 2.
Gambar 2. Struktur kimia zeolit (Haag, 1984)
Zeolit memiliki rumus empiris Mx/n[(AlO2)x(SiO2)y].wH2O, di mana M
adalah kation alkali atau alkali tanah, n adalah jumlah valensi kation, w adalah
banyaknya molekul air per satuan unit sel, x dan y adalah angka total tetrahedral per
16
satuan unit sel, dan y/x biasanya bernilai 1 sampai 5, meskipun ditemukan juga zeolit
dengan y/x antara 10 sampai 100 (Bekkum et al., 1991). Saat ini dikenal dua jenis
zeolit, yakni zeolit alam dan zeolit sintetis.
Zeolit mempunyai struktur berongga dan biasanya diisi oleh air dan kation
yang dapat dipertukarkan dan memiliki ukuran pori tertentu. Oleh karena itu, zeolit
dapat dimanfaatkan sebagai katalis. Zeolit merupakan katalis yang baik karena
mempunyai pori–pori yang besar dengan permukaan yang maksimum (Sutarti dan
Rahmawati, 1994). Zeolit memiliki ciri paling khusus yaitu adanya ruang kosong
yang akan membentuk saluran di dalam strukturnya yang secara praktis akan
menentukan sifat khusus di dalam mineral ini. Pada proses penyerapan atau katalisis,
pemakaian zeolit akan mengakibatkan difusi molekul ke dalam ruang bebas atau
hampa di antara kristal sehingga dimensi dan lokasi saluran sangat penting dalam
proses difusi tersebut.
2.5. Preparasi katalis
Tujuan utama dari suatu metode preparasi adalah untuk mendistribusikan fasa
aktif (metal) dengan cara yang paling efisien (misalnya dalam bentuk terdispersi,
yaitu untuk memperoleh luas permukaan spesifik yang besar dan juga aktivitas
maksimum persatuan berat dari senyawa aktif). Pada permukaan padatan penyangga
(figueras, 1988). Secara garis besar, pemnbuatan katalis yang banyak digunakan
adalah metode impregnasi dan metode presipitasi (Moulijin, 1993).
Impregnasi merupakan metode yang paling sederhana. Tujuannya adalah
untuk memenuhi pori dengan larutan garam logam dengan konsentrasi yang cukup
untuk memberikan loading yang tepat (Nasikin, 2007). Impregnasi dilakukan dengan
17
cara mengisi pori-pori penyangga dengan larutan garam, diikuti penguapan pelarut
dan reduksi garam logam atau preparasi katalis dengan pembasahan penyangga
menggunakan larutan yang mengandung komponen aktif (impregnan) dan dilanjutkan
dengan pengeringan serta immobilisasi komponen aktif (Bell, 1987). Prinsip
impregnasi adalah memasukkan katalis logam secara paksa ke dalam rongga-rongga
pengemban. Impregnasi dibagi menjadi dua, yaitu impregnasi basah dan impregnasi
kering. Perbedaan impregnasi kering dan basah didasarkan pada perbandingan
volume larutan prekursor dengan volume pori pengemban. Untuk impregnasi kering,
volume larutan berkisar 1-1,2 kali dari volume pori pengemban. Karena diharapkan
nantinya jumlah antara larutan prekursor dengan pori yang tersedia pada pengemban
adalah sama. Sedangkan, untuk impregnasi basah, volume larutan prekursor lebih dari
1,5 kali dari volume pori pengemban. Oleh karenanya, untuk impregnasi kering,
diawal perlu diketahui volume pori pengemban untuk menentukan volume larutan
prekursor yang sesuai.
2.6. Karakterisasi Katalis
2.6.1. Thermo Gravimetric Analyzer (TGA)
TGA merupakan instrument untuk mengukur perubahan jumlah dan laju
dalam berat dari material sebagai fungsi dari temperatur atau waktu dalam atmosfer
yang terkontrol. Pengukuran digunakan untuk menentukan komposisi material dan
memprediksi stabilitas termalnya pada temperatur mencapai 1000oC. Teknik ini dapat
mengkarakterisasi material yang menunjukkan kehilangan atau pertambahan berat
akibat dekomposisi, oksidasi, atau dehidrasi.Teknik ini sesuai untuk berbagai macam
18
material padat termasuk material organik maupun inorganik. Sistem instrumentasi
dari TGA seperti gambar di bawah ini:
Gambar 3. Skema dasar TGA
Metode TGA yang banyak diterapkan didasarkan pada pengukuran bobot
yang kontinyu terhadap suatu neraca sensitif (disebut neraca panas) ketika suhu
sampel dinaikkan dalam udara atau dalam dalam atmosfer yang inert. TGA ini
dinyatakan sebagai TGA nonisotermal. Data dicatat sebagai termogram bobot versus
temperatur. Hilangnya bobot bisa timbul dari evaporasi lembab yang tersisa atau
pelarut, tetapi pada suhu-suhu yang lebih tinggi terjadi dari terurainya polimer. Selain
memberikan informasi mengenai stabilitas panas, TGA bisa dipakai untuk
mengkarakterisasi polimer melalui hilangnya suatu entitas yang diketahui.
TGA juga bermanfaat untuk penetapan bahan plastik dan bahan-bahan
tambahan lainnya. Suatu variasi dari metode TGA adalah mencatat kehilangan bobot
dengan waktu pada suhu konstan (TGA isotermal). TGA ini kurang umum dipakai
19
daripada TGA nonisotermal. Instrumen-instrumen TGA modern memungkinkan
pencatatan termogram-termogram pada kuantitas mikrogram bahan. (Crompton,
1989).
2.6.2. X-Ray Diffraction (XRD)
Karakterisasi XRD untuk mengidentifikasi fasa bulk suatu katalis dan untuk
menentukan sifat kristal atau kristalinitas dari suatu katalis. Kebanyakan dari katalis
adalah berbentuk padatan kristal seperti oksida logam, zeolit, dan logam yang
berpenyangga. Namun demikian, metode ini tidak cocok atau tidak mampu
menampilkan sifat-sifat yang diperlukan untuk katalis-katalis yang bersifat bukan
kristal.
Di dalam analisis XRD, kristal katalis memantulkan sinar X yang dikirimkan
dari sumber dan diterima oleh detektor. Dengan melalui sudut kedatangan sinar X
maka spektrum pantulan adalah spesifik yang berhubungan langsung dengan lattice
spacing dari kristal yang dianalisis. Pola difraksi di-plotkan berdasarkan intensitas
peak yang menyatakan peta parameter kisi kristal atau indeks Miller (hkl) sebagai
fungsi 2 (Robert, 2012 ). Ketika θ diubah, detektor akan mencatat puncak intensitas
yang bersesuaian dengan orde n yang divisualisasikan dalam difraktogram. Gambar 4
menunjukkan Sistem Instrumentasi dari XRD.
20
Gambar 4. Skema dasar XRD
2.6.3. Karakterisasi keasaman dengan metode gravimetri
Keasaman dari suatu katalis adalah jumlah asam, kekuatan asam, serta gugus
asam Lewis dan asam Brønsted-Lowry dari katalis. Menurut Lewis, asam adalah
spesies yang dapat menerima elektron (akseptor elektron) dan basa adalah spesies
yang dapat menyumbangkan elektron (donor elektron). Sedangkan asam menurut
Brønsted-Lowry adalah suatu spesies yang dapat menyumbangkan proton atau lebih
sering disebut donor proton dan basa adalah spesies yang dapat menerima proton
(akseptor proton) (Fessenden and Fessenden, 1995).
Metode gravimetri dapat mengukur jumlah gas yang teradsorpsi pada
permukaan katalis. Jumlah asam pada suatu padatan dapat diperoleh dengan cara
mengukur jumlah basa yang teradsorpsi secara kimia (kemisorpsi) dalam fase gas.
Basa gas yang terkemisorpsi pada situs asam yang kuat akan lebih stabil dan akan
lebih sukar terdesorpsi dari situs daripada basa yang terkemisorpsi pada situs asam
yang lebih lemah. Basa yang dapat digunakan adalah amoniak, piridin, piperidin,
quinolin, trimetil-amin, dan pirol yang teradsorpsi pada situs asam dengan kekuatan
adsorpsi yang proporsional dengan kekuatan asam (Richardson, 1989). Cara
21
mengukur adsorpsi gas pada metode gravimetri yaitu dengan menempatkan katalis ke
dalam wadah dan disimpan dalam desikator yang sudah dijenuhkan dengan basa yang
mudah menguap (piridin). Desikator ditutup selama 24 jam, kemudian dikeluarkan
dan dibiarkan selama 2 jam pada tempat terbuka untuk melepaskan basa yang
teradsorpsi fisik. Jumlah basa gas yang tertahan pada padatan katalis merupakan
gabungan basa gas yang terfisisorpsi dan kemisorpsi. Jumlah ini setara dengan jumlah
situs asam yang ada pada permukaan katalis.
Banyaknya mol basa yang teradsorpsi pada cuplikan dapat dihitung pada
Persamaan 1 berikut ini:
...........(1)
dengan, w1 = Berat wadah kosong
w2 = Berat wadah + cuplikan17
w3 = Berat wadah + cuplikan yang telah mengadsorpsi piridin
BM = Bobot molekul piridin
2.6.4. Fourier Transform Infra Red (FTIR)
Spektroskopi FTIR adalah teknik pengukuran untuk mengumpulkan spektrum
inframerah. Energi yang diserap sampel pada berbagai frekuensi sinar inframerah
direkam, kemudian diteruskan ke interferometer. Sinar pengukuran sampel diubah
menjadi interferogram. Perhitungan secara matematika Fourier Transform untuk
sinyal tersebut akan menghasilkan spekrum yang identik pada spektroskopi
inframerah.
FTIR terdiri dari 5 bagian utama, yaitu (Griffiths,1975):
22
a. Sumber sinar, yang terbuat dari filamen Nerst atau globar yang dipanaskan
menggunakan listrik hingga temperatur 1000-1800 oC.
b. Beam splitter, berupa material transparan dengan indeks relatif, sehingga
menghasilkan 50% radiasi akan direfleksikan dan 50% radiasi akan diteruskan.
c. Interferometer, merupakan bagian utama dari FTIR yang berfungsi untuk
membentuk interferogram yang akan diteruskan menuju detektor.
d. Daerah cuplikan, dimana berkas acuan dan cuplikan masuk ke dalam daerah
cuplikan dan masing-masing menembus sel acuan dan cuplikan secara
bersesuaian.
e. Detektor, Merupakan piranti yang mengukur energi pancaran yang lewat akibat
panas yang dihasilkan. Detektor yang sering digunakan adalah termokopel dan
balometer.
Mekanisme yang terjadi pada alat FTIR dapat dijelaskan sebagai berikut.
Sinar yang datang dari sumber sinar akan diteruskan, dan kemudian akan dipecah
oleh pemecah sinar menjadi dua bagian sinar yang saling tegak lurus. Sinar ini
kemudian dipantulkan oleh dua cermin yaitu cermin diam dan cermin bergerak. Sinar
hasil pantulan kedua cermin akan dipantulkan kembali menuju pemecah sinar untuk
saling berinteraksi. Dari pemecah sinar, sebagian sinar akan diarahkan menuju
cuplikan dan sebagian menuju sumber. Gerakan cermin yang maju mundur akan
menyebabkan sinar yang sampai pada detektor akan berfluktuasi. Sinar akan saling
menguatkan ketika kedua cermin memiliki jarak yang sama terhadap detektor, dan
akan saling melemahkan jika kedua cermin memiliki jarak yang berbeda. Fluktuasi
sinar yang sampai pada detektor ini akan menghasilkan sinyal pada detektor yang
23
disebut interferogram. Interferogram ini akan diubah menjadi spektra IR dengan
bantuan computer berdasarkan operasi matematika (Tahid,1994). Sistem
Instrumentasi dari FTIR dapat dilihat pada Gambar 5.
Gambar 5. Skema dasar FTIR
2.6.5. Surface Area Analyzer (SAA)
Surface Area Analyzer (SAA) merupakan salah satu alat utama dalam
karakterisasi material yang memerlukan sampel dalam jumlah yang kecil biasanya
berkisar 0,1 sampai 0,01 gram . Alat ini khususnya berfungsi untuk menentukan luas
permukaan material, distribusi pori dari material dan isotherm adsorpsi suatu gas
pada suatu bahan. Surface Area bekerja berdasarkan metode BET yaitu adsorpsi dan
desorpsi isothermis gas nitrogen (N2) oleh sampel padatan pada kondisi temperatur
nitrogen cair sebagai lapisan tunggal (monolayer).
24
Prinsip kerja SAA menggunakan mekanisme adsorpsi gas pada permukaan
suatu bahan padat yang akan dikarakterisasi pada suhu konstan, biasanya suhu didih
dari gas tersebut. Gas yang umum digunakan adalah nitrogen, argon dan helium, Alat
tersebut pada dasarnya hanya mengukur jumlah gas yang dapat dijerap oleh suatu
permukaan padatan pada tekanan dan suhu tertentu. Secara sederhana, jika diketahui
berapa volume gas spesifik yang dapat dijerap oleh suatu permukaan padatan pada
suhu dan tekanan tertentu dan juga diketahui secara teoritis luas permukaan dari satu
molekul gas yang dijerap, maka luas permukaan total padatan tersebut dapat dihitung
(Brunauer, 1938). Sistem Instrumentasi dari SAA dapat dilihat pada Gambar 6.
Gambar 6. Skema dasar SAA Nova (Rosyid et al., 2012)
2.6.6. Gas Cromatography-Mass Spectroscopy (GC-MS)
GC-MS merupakan metode pemisahan senyawa organik yang menggunakan
dua metode analisis senyawa yaitu kromatografi gas (GC) untuk menganalisis jumlah
Pressure transducer
Fine Vaccum
Coarse Vaccum
Vaccum pump
Outgas valve
manifold valve
Outgassing stations
Filter gasses
Cell valve
Sample Cell
Alternate Nitrogen
manifold
Calibration
Volume
Gas input valve
Manifold input valve
Flow control valve
Gas input Selector valve
25
senyawa secara kuantitatif dan spektrometri massa (MS) untuk menganalisis struktur
molekul senyawa analit.
Metode analisis GC/MS (Gas Cromatography-Mass Spectroscopy) adalah
dengan membaca spektra yang terdapat pada kedua metode yang digabung tersebut.
Pada spektra GC jika terdapat bahwa dari sampel mengandung banyak senyawa,
yaitu terlihat dari banyaknya puncak (peak) dalam spektra GC tersebut. Berdasarkan
data waktu retensi yang sudah diketahui dari literatur, bisa diketahui senyawa apa saja
yang ada dalam sampel.
Selanjutnya adalah dengan memasukkan senyawa yang diduga tersebut ke
dalam instrumen spektroskopi massa. Hal ini dapat dilakukan karena salah satu
kegunaan dari kromatografi gas adalah untuk memisahkan senyawa-senyawa dari
suatu sampel. Setelah itu, didapat hasil dari spektra spektroskopi massa pada grafik
yang berbeda.
Informasi yang diperoleh dari kedua teknik ini yang digabung dalam
instrumen GC/MS adalah tak lain hasil dari masing-masing spektra. Untuk spektra
GC, informasi terpenting yang didapat adalah waktu retensi untuk tiap-tiap senyawa
dalam sampel. Sedangkan untuk spektra MS, bisa diperoleh informasi mengenai
massa molekul relatif dari senyawa sampel tersbut. Sistem instrumentasi GC-MS
dapat dilihat pada Gambar 7.
26
Gambar 7. Skema dasar GC-MS
Alat penyutik
Sampel
amplifier detektor
Kromatogram
Oven pemanas kolom
Kolom kapiler
Sistem pengontrol aliran gas
Gas pembawa
Aliran Pemecah (Splitter)
Septum
li
Lubang suntik
28
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Waktu dan tempat penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Katalis Pusat Penelitian Kimia
(P2 Kimia) Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Serpong. Pelaksanaan
penelitian dilakukan pada bulan Februari sampai Mei 2015.
3.2. Alat dan bahan
3.2.1. Alat
Peralatan yang digunakan untuk membuat katalis antara lain alat gelas, neraca
analitik, pemanas listrik, panci, magnetik stirrer, termometer 100 oC, stopwatch,
kertas saring Whatman 40, oven Phillps, cawan porselen, furnace Phillips Harris,
Spektofotometer \XRD Philip type: Expert Pro, FTIR Simadzu, SAA Nova , TGA
Q50 V 20.13 Build 39, fix bed reactor dan GC-MS Simadzu.
3.2.2. Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini dibagi menjadi dua, yaitu bahan
untuk membuat katalis dan bahan untuk konversi etanol menjadi bensin. Bahan yang
digunakan untuk membuat katalis antara lain zeolit komersil (Fluka), Logam (Co, Ni,
Cu, Zn) Merck, Aquades. Sedangkan Bahan yang digunakan untuk konversi etanol
menjadi bensin antara lain etanol dan katalis logam/zeolit hasil preparasi.
29
3.3. Prosedur kerja
3.3.1. Pembuatan katalis logam transisi yang diembankan pada zeolit alam
teraktivasi
Sebanyak 20 gram zeolit komersil (Fluka) dicampurkan dengan logam Co, Ni, Cu,
Zn 20% dari berat zeolit ke dalam erlenmeyer, kemudian ditambahkan aquades 100 ml.
Setelah itu di refluks pada suhu 80 oC selama 24 jam. Setelah refluks selesai, endapan
disaring dengan menggunakan kertas saring Whatman 40, kemudian endapan dicuci dengan
akuades sampai air cuciannya tidak berwarna. Selanjutnya dikeringkan di dalam oven 100
oC. Setelah kering dilanjutkan ke proses ke proses kalsinasi, endapan yang telah kering
dimasukkan ke dalam cawan porselen, selanjutnya dimasukkan ke dalam furnace. Proses
kalsinasi berlangsung selama 3 jam pada suhu 500 oC.
3.3.2. Karakterisasi Katalis
3.3.2.1. Karakterisasi dengan TGA
TGA terdiri dari sebuah sample pan yang didukung oleh sebuah precision balance.
Pan tersebut ditempatkan dalam suatu furnace dan dipanaskan atau didinginkan selama
eksperimen. Massa dari sampel dipantau selama eksperimen. Sampel dialiri oleh suatu gas
inert atau gas reaktif yang mengalir melalui sampel dan keluar melalui exhaust. Pertama,
dialirkan gas nitrogen dengan flowrate 40 ml/menit ke dalam furnace TG dan dialirkan gas
selanjutnya gas oksigen dengan flowrate 60 ml/menit. Kemudian sampel dengan berat 30-
40 mg dimasukkan kedalam wadah platina yang berada didalam furnace. Temperatur
dinaikkan dengan rate 10o C/menit hingga suhu 1000
oC. Pengurangan fraksi massa sampel
30
selama eksperimen dicatat. Karakterisasi katalis dengan menggunakan TGA dilakukan
sebelum kalsinasi.
3.3.2.2. Karakterisasi dengan XRD
Analisis XRD dilakukan dengan memasukkan sampel logam/zeolit yang dicetak
pada cetakan alumunium yang merupakan cetakan standar untuk analisis XRD berukuran
20 x 10 mm dan tebal 1 mm. Pengukuran pola difraksi pada 2 antara 2- 10 derajat dengan
kondisi pengoperasian adalah pada 40 kV dan 30 mA dengan menggunakan radiasi CuKα.
3.3.2.3. Karakterisasi dengan SAA
Preparasi sampel untuk analisis luas permukaan biasanya mengharuskan bahan
dipeletkan terlebih dahulu agar tidak menghasilkan debu yang dapat merusak alat. Alat ini
hanya memerlukan sampel dalam jumlah yang kecil. Biasanya berkisar 0.1 sampai 0.01
gram saja. Persiapan utama dari sampel sebelum dianalisis adalah dengan menghilangkan
gas – gas yang terjerap (degassing). Biasanya degassing dilakukan selama lebih dari 6 jam
dengan suhu berkisar antara 200 – 300ᵒC tergantung dari karakteristik bahan uji. Namun
jika tidak ada waktu degassing selama 1 jam. Setelah sampel selesai didegas, maka dapat
langsung dianalisis.
3.3.2.4. Karakterisasi keasaman dengan metode gravimetri
Katalis logam/ZAA dimasukkan ke dalam wadah dan disimpan dalam desikator
yang sudah dijenuhkan dengan basa yang mudah menguap. Basa yang digunakan adalah
ammon]ia dan piridin. Desikator ditutup selama 24 jam, kemudian dikeluarkan dan
dibiarkan selama 2 jam pada tempat terbuka untuk melepaskan basa yang teradsorpsi fisik.
Banyaknya mol basa yang teradsorpsi dihitung pada Persamaan 1 berikut ini:
31
3.3.2.5. Karakterisasi dengan FTIR
Analisis FTIR menggunakan teknik KBr pelet yaitu, padatan sampel bentonit
digerus dalam mortal kecil bersama padatan dengan kristal KBr kering dalam jumlah
sedikit sekali (0,5 – 2 Mg cuplikan + 100 mg KBr kering). Campuran tersebut kemudian
dipress dengan alat penekan hidrolitik hingga menjadi pelet yang transparan. KBr harus
kering dan akan lebih baik bila penumbukaan dilakukan di bawah lampu IR untuk
mencegah terjadinya kondensasi uap dari atmosfer. Tablet cuplikan tipis tersebut kemudian
dinetralkan di tempat sel spektrofotometer IR dengan lubang mengarah ke dalam radiasi
3.3.3. Konversi etanol menjadi bensin
Konversi etanol menjadi bensin berlangsung dalam fix bed reactor. Sebanyak 100
ml etanol 96 % dimasukkan ke dalam reaktor umpan. Setelah itu dimasukkan katalis
logam/zeolit sebanyak 1 gram ke dalam reaktor katalis. Selanjutnya suhu diatur sebesar
350oC. Digunakan laju alir 0,67 ml/menit. Pada waktu 150 menit produk diambil.
Kemudian produk tersebut dilakukan analisis dengan GC-MS.
32
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pada penelitian ini dilakukan penggunaan logam transisi yang diembankan
pada zeolit fluka yang digunakan untuk proses konversi etanol menjadi gasolin.
Logam transisi yang diembankan pada katalis zeolit dapat meningkatkan keasaman
zeolit yang berpengaruh terhadap aktivitas dan selektivitas. Sifat keasaman tersebut
dapat dimanfaatkan untuk proses konversi etanol menjadi fraksi bensin.
4.1. Karakterisasi Katalis
4.1.1. Analisis Kestabilan Termal dengan TGA
Analisis sampel katalis dengan TGA (Thermogravimetry Analysis) memiliki
tujuan untuk mengetahui titik dekomposisi katalis yang ditandai dengan perubahan
masa akibat panas sehingga dapat diketahui stabilitas termal (ketahanan terhadap
panas) dari katalis untuk penentuan suhu kalsinasi yang akan digunakan (Bakkara,
2013). Gambar 8 memperlihatkan kurva hasil analisis TGA untuk masing-masing
katalis
33
Gambar 8. Kurva Hasil Analisis TGA
Hasil pengujian TGA dapat dilihat bahwa pelepasan molekul air yang terikat
secara fisika dari struktur Zeolit fluka awal (sebelum diimpregnasi) maupun yang
telah diimpregnasi logam terjadi pada suhu 150-200 oC seperti terlihat pada Gambar 8.
Setelah terjadi pelepasan molekul air, selanjutnya terjadi penurunan bobot kembali
yang merupakan fasa dimana kestabilan termal dari katalis zeolit fluka sebelum
impregnasi maupun setelah impregnasi. Katalis zeolit fluka sebelum diimpregnasi
oleh logam memiliki kestablian termal pada rentang suhu 210-400 oC, sedangkan
setelah diimpregnasi masing-masing oleh logam Ni, Cu, Co, dan Zn kestabilan
termalnya meningkat yakni 210-600 oC. Pada rentang suhu tersebut terjadi penguapan
senyawa-senyawa volatile. Terjadinya peningkatan kestabilan termal pada fluka
diakibatkan oleh adanya logam yang terikat pada fluka tersebut, karena logam
memiliki titik didih yang tinggi sehingga menyebabkan kestabilan termal fluka pun
34
meningkat. Cornet (1985) menyatakan bahwa zeolit yang dimodifikasi dengan logam
transisi biasanya dapat digunakan untuk meningkatkan stabilitas termal zeolit. Tetapi,
jika suhu di atas 600oC, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 8 di mana telah
melewati titik dekomposisi, yaitu titik dimana struktur katalis telah rusak. Sebaliknya,
pemanasan pada suhu 600 oC terjadi perubahan fasa oksida menjadi logam. Jadi,
disini dapat dikatakan struktur katalis logam/fluka tersebut hanya mampu bertahan
hingga suhu 600oC seperti yang terlihat pada Gambar 8. Apabila dipanaskan lebih
dari 600 oC struktur zeolit fluka akan rusak. Oleh karena itu pada penelitian ini
digunakan suhu 500 oC untuk proses kalsinasi zeolit fluka tersebut. Sibarani (2012),
pada penelitiannya menggunakan suhu kalsinasi 500 oC selama 5 jam.
4.1.2. Analisis Kristalinitas Katalis menggunakan XRD
Analisis dengan XRD merupakan suatu metode analisis kualitatif yang
memberikan informasi mengenai kekristalan suatu komponen yang terdapat dalam
mineral tertentu. Hal ini dikarenakan setiap mineral tersusun atas beberapa komponen
yang memiliki pola difraksi yang spesifik. Kristalinitas sampel juga dapat dilihat dari
pola difraksinya. Kristalinitas dari struktur komponen dapat ditunjukkan dari tinggi
rendahnya intensitas puncak pada difraksi (Nurhayati, 2014). Pola difraksi XRD pada
katalis Zn/Fluka, Cu/Fluka, Ni/Fluka, Co/Fluka, dan Fluka ditunjukkan oleh Gambar
9.
35
Gambar 9. Pola Difraksi XRD pada Katalis Logam yang diembankan Zeolit Fluka
= CuO
Gambar 9 pada pola difraksi katalis CoO/Fluka, CuO/Fluka, NiO/Fluka, dan
ZnO/Fluka yang dibandingkan dengan Fluka memperlihatkan bahwa puncak yang
dimiliki oleh fluka setelah diimpregnasi oleh logam-logam tersebut mengalami
penurunan intensitas. Selain penurunan intensitas pada pola difraksi tersebut juga
terlihat bahwa adanya terbentuk puncak baru. Perubahan intensitas menunjukkan
bahwa terjadinya perubahan sifat kristal dari katalis tersebut. Menurut Sibarani
(2012), perubahan intensitas pada pola difraksi XRD bergantung pada struktur Kristal
dan posisi atom dalam unit sel. Sedangkan puncak baru tersebut menunjukkan logam
yang terimpregnasi.
Pola difraksi katalis ZnO/Fluka pada Gambar memperlihatkan bahwa
intensitas puncak ZnO/Fluka yang dibandingkan dengan Fluka mengalami penurunan
yang tidak berarti. Hal ini menunjukkan bahwa sifat kristal dari katalis tersebut tidak
mengalami perubahan yang signifikan. Pola difraksi tersebut juga menunjukkan
ZnO/Fluka
CuO/Fluka
NiO/Fluka
CoO/Fluka
Fluka
2θ (o)
Inte
nsi
tas
(a.u
.)
36
bahwa tidak adanya puncak baru yang terbentuk. Begitu juga yang terjadi pada
CoO/Fluka, menurut pola difraksi CoO/Fluka yang dibandingkan dengan Fluka,
intensitas puncak fluka mengalami penurunan yang signifikan dan tidak terbentuk
puncak baru pada pola difraksi tersebut. Tidak terbentuknya puncak baru pada pola
difraksi ZnO/Fluka dan CoO/Fluka menunjukkan bahwa impregnasi logam tidak
berhasil, dalam hal ini logam hanya terdistribusi dipermukaan fluka membentuk
agregat yang menyebabkan puncak karakteristik dari Fluka mengalami penurunan
sehingga sifat kristalnya menurun. Penurunan puncak pada pola difraksi XRD terjadi
karena adanya deposit oksida logam pada permukaan katalis (Togar, 2012).
Pola difraksi Katalis NiO/Fluka dan CuO/Fluka yang dibandingkan dengan
Fluka yang juga ditunjukkan oleh Gambar 8 memperlihatkan bahwa puncak-puncak
milik fluka sudah tidak ada lagi yang berarti katalis tersebut sudah tidak memiliki
sifat kristal lagi (amorf). Hilangnya puncak dan tidak terbentuknya puncak baru pada
katalis NiO/fluka Dan CuO/Fluka menandakan bahwa impregnasi logam Ni dan Cu
juga tidak berhasil, melainkan hanya terdapat pada permukaan katalis. Bedanya
dengan Logam Zn dan Co, pada Logam Ni dan Cu tersebut kemungkinan jumlah
logam yang terdistribusi di permukaan fluka lebih banyak dibanding dengan logam
Zn dan Co, kemudian logam tersebut membentuk agregat pada permukaan sehingga
menyebabkan struktur katalis menjadi amorf. Akan tetapi pada pola difraksi Katalis
CuO/Fluka terbentuk puncak baru pada 2θ 36o 39
o dan 48
o. Dengan bantuan software
Match puncak- puncak tersebut menandakan adanya CuO. Puncak ini terbentuk
dimungkinkan karena agregat logam Cu yang berlebih sehingga terbaca oleh XRD.
37
Menurut Trisunaryanti et al (2005), jika logam yang diembankan terlalu banyak akan
mempengaruhi struktur zeolit.
4.1.3. Analisis Luas Permukaan dengan SAA
Analisis Dengan menggunakan SAA bertujuan untuk mengetahui luas
permukaan, volume pori dan ukuran pori dari katalis. Penambahan logam transisi
dapat menyebabkan meningkatnya luas permukaan dan volume pori. Hal ini terjadi
karena logam transisi yang teremban dimungkinkan terdistribusi pada permukaan
zeolit dan meningkatkan luas pemukaannya. Selain itu perlakuan termal juga
berpengaruh terhadap peningkatan luas permukaan katalis. Perlakuan termal dapat
menghilangkan pengotor yang menutupi permukaan fluka yang terjebak dalam
rongga fluka. Hasil analisis luas permukaan, volume pori dan ukuran pori dapat
dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Luas Permukaan Spesifik, Volume Pori, dan Ukuran Pori
Padatan
Pengemban
Variasi
Logam
Luas area
(m2/g)
Volume pori
(cm3/g)
Ukuran pori
(nm)
Zeolit Fluka
- 1,502 0,00028 2,079
Zn 454,737 0,0128 2,108
Ni 24,341 0,0069 2,083
Cu 10,706 0,0029 2,092
Co 345,756 0,0254 2,118
Tabel 2 menunjukkan luas permukaan, volume pori, dan ukuran pori dari
katalis Fluka baik sebelum maupun setelah diimpregnasi masing-masing oleh logam
transisi. Luas permukaan spesifik pada zeolit fluka yang telah diembankan oleh
logam transisi (Co, Ni, Cu, Zn) meningkat. Peningkatan Luas permukaan spesifik
zeolit fluka sebelum diemban logam hanya sebesar 1,502 m2/g sedangkan setelah
38
diembankan oleh logam transisi masing-masing meningkat, yakni setelah
diimpregnasi oleh logam Co luas permukaan spesifiknya menjadi sebesar 345,756
m2/g, logam Ni sebesar 24,341 m
2/g, logam Cu sebesar 10,706 m
2/g, dan untuk logam
Zn sebesar 454,737 m2/g. Luas permukaan yang tinggi memungkinkan reaksi
katalisis yang akan berlangsung dapat lebih optimal karena sisi aktif katalis juga lebih
luas untuk menunjang bertemunya reaktan dan sisi aktif katalis.
Tabel 2 menunjukkan bahwa Luas permukaan terbesar dimiliki oleh zeolit
fluka yang diimpregnasi oleh logam Zn, yakni sebesar 454,737 m2/g. Selanjutnya
zeolit fluka yang diimpregnasi oleh logam Co, yakni 345,756 m2/g. Sedangkan zeolit
fluka yang diimpregnasi oleh logam Ni dan Cu luas permukaannya lebih rendah di
banding logan Zn dan Co, yakni 24,341 m2/g dan 10,706 m
2/g. Nilai luas permukaan
katalis Ni/Fluka dan Cu/Fluka yang lebih rendah dibanding dengan katalis Zn/Fluka
dan Co/fluka disebabkan oleh terjadinya penggumpalan logam Ni dan Cu pada
permukaan, sehingga membentuk agregat. Hal ini juga didukung oleh hasil XRD.
Pola difraksi XRD terlihat bahwa katalis Ni/Fluka dan Cu/Fluka sudah tidak
menunjukkan puncak spesifik dari fluka itu sendiri, seperti yang sebelumnya telah
dijelaskan, semakin banyak logam yang terdapat dipermukaan maka akan semakin
menurun intensitas puncak Fluka. Sama halnya seperti karakterisasi XRD
kemungkinan agregat logam Ni dan Cu ini yang terbaca oleh instrumen SAA, hal ini
dikarenakan deposit logam tersebut yang menutupi permukaan fluka sehingga
menyebabkan nilai luas permukaannya lebih rendah dibanding katalis yang
diimpregnasi oleh logam Zn dan Co.
39
Tabel 2 juga memperlihatkan bahwa ukuran pori dan volume pori mengalami
peningkatan. Sebelum diimpregnasi oleh logam zeolit fluka memiliki volume pori
dan ukuran pori sebesar 0,00028 cm3/g dan 2,079 nm. Setelah diimpregnasi oleh
logam Zn volume pori dan ukuran pori meningkat menjadi 0,0128 cm3/g dan 2,108
nm. Setelah diimpregnasi oleh logam Ni volume pori dan ukuran pori meningkat
menjadi 0,0069 cm3/g dan 2,083 nm. Setelah diimpregnasi oleh logam Cu volume
pori dan ukuran pori meningkat menjadi 0,0029 cm3/g dan 2,092 nm. Setelah
diimpregnasi oleh logam Co volume pori dan ukuran pori meningkat menjadi 0,0254
cm3/g dan 2,118 nm. Peningkatan ini menunjukkan bahwa beberapa logam
terimpregnasi ke dalam pori zeolit. Akan tetapi sebelumnya telah dijelaskan bahwa
turunnya intensitas puncak fluka dan tidak adanya puncak baru pada hasil XRD
diakibatkan oleh logam yang hanya terdapat pada permukaan zeolit fluka. Walaupun
demikian dengan hasil analisis SAA yang menunjukkan volume pori dan ukuran pori
fluka mengalami peningkatan menandakan bahwa beberapa logam transisi
terimpregnasi ke dalam pori zeolit fluka.
4.1.4. Analisis Keasaman dengan metode gravimetri
Tingkat kekuatan asam yang dibutuhkan untuk reaksi konversi etanol menjadi
gasolin belum diketahui seberapa besar, terlebih lagi jika kekuatan asam yang
dimiliki oleh katalis tersebut sangat kecil, sehingga dikhawatirkan produk yang
diinginkan tidak terbentuk. Data uji keasaman dapat dilihat pada Tabel 3.
40
Tabel 3. Data Nilai Keasaman Total dan Keasaman Permukaan Zeolit Fluka
Sampel Keasaman Total (mmol/g) Keasaman Permukaan (mmol/g)
Fluka
Zn 8.470 1.174
Ni 2.540 0.402
Cu 2.283 0.265
Co 13.993 3.954
Fluka - 8.689 1.475
Tabel 3 memperlihatkan nilai keasaman permukaan dan keasaman total dari
penyangga yang telah dipreparasi dengan beberapa logam transisi. Keasaman katalis
menggunakan amonia dan piridin bertujuan untuk mengetahui keasaman dalam
rongga zeolit. Mengingat ukuran molekul amonia lebih kecil daripada piridin, maka
gas amonia dapat teradsorpsi pada permukaan luar dan dalam zeolit sedangkan piridin
akan terserap pada permukaan luar zeolit saja (Badriyah et al., 2012).
Pengembanan logam transisi ke dalam katalis zeolit fluka dapat meningkatkan
keasaman katalis tersebut. Akan tetapi pada hasil penelitian yang ditunjukkan oleh
Tabel 3 terlihat bahwa hanya logam Co yang menyebabkan nilai keasaman total
maupun nilai keasaman permukaannya meningkat dari zeolite fluka. Nilai keasaman
total fluka sebelum diimpregnasi oleh logam transisi sebesar 8.689 mmol/g, setelah
diimpregnasi oleh logam Co nilai keasaman totalnya sebesar 13,993 mmol/g.
Sedangkan nilai keasaman total setelah dimpregnasi masing-masing oleh logam Ni,
Cu, dan Zn menurun yakni masing-masing sebesar 2.540 mmol/g, 2.283 mmol/g,
8.470 mmol/g. Begitu pula yang terjadi pada nilai keasaman permukaan, nilai
keasaman permukaan untuk zeolit fluka sebelum diimpregnasi logam sebesar 1.475
mmol/g, setelah dimpregnasi oleh logam Co nilai keasaman permukaannya
meningkat menjadi 3.954 mmol/g. Nilai keasaman permukaan untuk katalis zeolit
fluka yang diimpregnasi oleh masing-masing logam Ni, Cu, Zn sebesar 0.402 mmol/g,
41
0.265 mmol/g, 1.174 mmol/g. Nilai keasaman yang menurun setelah diimpregnasi
oleh logam diakibatkan oleh adanya penumpukan logam di permukaan ataupun di
rongga zeolit tersebut yang menyebabkan situs-situs asam dari zeolit tertutup. Sama
halnya dengan yang diutarakan Tisuryani, et al (2005), semakin banyak jumlah logam
Ni dalam katalis zeolit menyebabkan keasaman katalis zeolit menurun.
Penentuan keasaman zeolit awal maupun zeolit yang sudah diembankan
logam transisi terhadapnya bertujuan untuk mengetahui mmol basa yang teradsorpsi
pada permukaan katalis setiap gramnya, sehingga dapat diketahui terjadinya
perubahan bilangan asam setelah logam diembankan ke zeolit. Nilai keasaman yang
diperoleh dengan cara ini bukanlah nilai mutlak, karena sifat adsorbsi permukaan
padatan katalis terhadap basa gas tersebut sangat tergantung pada kondisi
percobaan (Pandiangan et al., 2008).
4.1.5. Analisis Sisi asam Lewis dan Asam Bronsted pada Katalis dengan FTIR
Pada penelitian ini, analisis dengan menggunakan FTIR bertujuan untuk
mengidentifikasi tipe keasaman yang dimiliki berdasarkan bilangan gelombangnya.
Secara umum ada dua tipe keasaman yaitu tipe Bronsted dan Lewis. Adapun hasil
pengujian keasaman dengan menggunakan FTIR adsorpsi piridin dapat dilihat pada
Tabel 4.
42
Tabel 4. Serapan bilangan gelombang piridin dengan sisi asam lewis dan asam
bronsted
Katalis Bilangan Gelombang
(cm-1
)
Fluka 1560,00
1637,56
Co/Fluka 1529,55
1560,00
1635
1650,00
Zn/Fluka 1508,33
1560,00
1637,56
Ni/Fluka 1533,41
1633,71
1670
Cu/Fluka 1533,41
1631,78
1671
Tabel 4 menunjukkan bahwa katalis-katalis tersebut muncul peak pada
bilangan gelombang antara 1529-1671. Rentang bilangan gelombang tersebut
menunjukkan adanya gugus fungsi N-H yang berasal dari senyawa piridint.
Berdasarkan dari beberapa literatur (Emeis, 1993 dan Tanabe, 1981), puncak serapan
interaksi senyawa piridin dengan situs asam Bronsted berada pada panjang
gelombang 1515-1565 cm-1
dan 1630-1650 cm-1
. Interaksi antara piridin dengan tipe
keasaman Lewis pada panjang gelombang 1435-1470 cm-1
dan 1600-1633 cm-1
,
sedangkan untuk panjang gelombang 1490 cm-1
merupakan interaksi antara piridin
dengan tipe asam Bronsted dan Lewis. Selain itu, ada literatur lain yang mengatakan
bahwa sisi asam Lewis dan Broensted dapat diketahui jika muncul puncak serapan
pada bilangan gelombang antara 1440 cm-1
-1460 cm-1
dan 1545 cm-1
- 1600 cm-1
(Selli et al., 1999).
43
Tabel 4 merupakan hasil FTIR adsorpsi piridin. Tabel 4 meperlihatkan bahwa
baik katalis zeolit fluka sebelum diimpregnasi maupun setelah diimpregnasi oleh
logam transisi memiliki puncak serapan bilangan gelombang yang merupakan ikatan
antara piridin dengan sisi lewis maupun sisi bronsted dari katalis tersebut. Sebelum
diimpregnasi katalis zeolit fluka memiliki serapan bilangan gelombang 1637 cm-1
yang merupakan tipe lewis dan 1560 cm-1
yang merupakan tipe bronsted. Pada
umumnya zeolit komersil terdapat ion Na+ yang dapat dipertukarkan secara langsung
dengan asam, memberikan permukaan gugus hidroksil (asam bronsted). Proses
pemanasan lebih lanjut, dalam penelitian ini kalsinasi akan menguapkan air dari situs
bronsted menghasilkan situs asam lewis. Pembentukan situs asam lewis dapat dilihat
pada Gambar 10.
Gambar 10. Pembentukan Situs Asam Lewis Zeolit. (Gates, 1992)
Setelah diimpregnasi masing-masing oleh logam Ni, Co, Cu, dan Zn muncul
puncak-puncak serapan baru. Katalis zeolit fluka yang diimpregnasi oleh logam Ni
muncul serapan pada bilangan gelombang 1533,41 cm-1
dan 1670 cm-1
, dan sisi lewis
muncul pada bilangan gelombang 1633,71 cm-1
. Katalis yang diimpregnasi oleh
logam Co muncul puncak pada serapan 1650 dan 1560 cm-1
untuk sisi bronsted,
Sisi asam bronsted Sisi asam lewis
44
sedangkan untuk sisi lewis muncul pucak pada serapan 1635 cm-1
. Impregnasi logam
Cu dan Zn pada katalis zeolite fluka masing-masing muncul puncak pada serapan
1533 dan 1671 cm
-1 serta 1637,56; 1560; 1508,33 cm
-1 untuk sisi bronsted, sedangkan
sisi lewis muncul pada serapan 1631,78 dan 1637,56 cm-1
. Puncak serapan yang
muncul baik sisi bronsted maupun lewis merupakan akibat adanya ikatan piridin pada
sisi bronsted maupun sisi lewis katalis. Ikatan antara piridin dengan sisi lewis
maupun sisi bronsted dapat dilihat pada Gambar 11.
(a) (b)
Gambar 11. a. Ikatan antara Piridin dengan Sisi Bronsted Katalis, b. Ikatan antara
Piridin dengan Sisi Lewis Katalis (Topsoe et al., 1981)
Analisis FTIR juga dilakukan untuk keasaman adsorpsi piridin. Hasil
pengujian keasaman/acidity dengan menggunakan FTIR adsorpsi ammonia dapat
dilihat pada Tabel 5.
45
Tabel 5. Serapan bilangan gelombang amoniak dengan sisi asam lewis dan asam
bronsted
Katalis Bilangan Gelombang
(cm-1
)
Fluka 1515,00
1639,49
Co/Fluka 1633,71
1668,43
1537,27
1458,26
Zn/Fluka 1631,78
1500,62
1452,40
Ni/Fluka 1655
1635,64
1537,27
Cu/Fluka 1674,71
1633,71
1535,34
Tabel 5 juga memperlihatkan serapan yang muncul karena adanya ikatan
antara ammonia dengan sisi lewis maupun sisi bronsted dari katalis. Zeolit fluka
sebelum diimpregnasi memiliki serapan bilangan gelombang 1639,49 untuk sisi lewis
dan 1515 untuk sisi bronsted. Zeolit fluka yang diimpregnasi logam Co memiliki
serapan bilangan gelombang 1633,71 untuk sisi lewis dan 1668,43; 1537,27; 1458,26
untuk sisi bronsted. Zeolit fluka yang diimpregnasi masing-masing logam Cu, Ni, dan
Zn memiliki serapan bilangan gelombang secara berturut-turut 1633,71; 1635,64;
1631,78 untuk sisi lewis. Sedangkan untuk sisi bronsted masing-masing katalis
tersebut adalah 1674,71 dan 1535,34 (Cu/Fluka), 1537.27 dan 1655 (Ni/Fluka),
1500,62 dan 1452,40 (Zn/Fluka).
Hasil nilai keasaman permukaan maupun keasaman total yang diperoleh dari
perhitungan dengan metode keasaman gravimetri memperlihatkan bahwa katalis
Co/Fluka memiliki nilai keasaman total tertinggi. Sedangkan katalis Ni/fluka,
46
Cu/Fluka, Zn/fluka memiliki nilai keasaman yang lebih rendah dibandingkan dengan
katalis fluka. Hal ini didukung dengan hasil FTIR pada Lampiran 2. Katalis Co
memiliki nilai keasaman tertinggi dapat dilihat dari intensitas puncak yang muncul
pada sisi lewis, di mana puncak tersebut intensitasnya lebih tinggi dibanding dengan
ketiga logam lain, selain itu muncul puncak baru pada sisi bronsted yang
menyebabkan katalis Co/fluka memiliki keasaman yang lebih tinggi dibanding
dengan fluka. Sedangkan untuk ketiga logam lain tertuama Ni dan Cu di mana nilai
keasamannya turun drastis dibanding dengan logam Zn, yakni pada logam Ni dan Cu
intensitas puncak sisi lewis yang merupakan milik zeolit fluka menurun. Penurunan
ini disebabkan oleh karena adanya agregat logam pada permukaan sehingga menutupi
permukaan zeolit yang berakibat tertutupnya situs-situs asam. Sehingga pada hasil
FTIR terbentuk puncak-puncak baru pada sisi bronsted.
4.2. Uji Aktivitas Katalis
Katalis Zn/Fluka, Ni/fluka, Cu/Fluka, dan Co/Fluka masing-masing
digunakan untuk konversi etanol menjadi fraksi bensin. Sebelum diuji aktivitasnya,
katalis perlu dilakukan proses reduksi terlebih dahulu. Reduksi terhadap katalis
bertujuan untuk mengubah oksida logam menjadi atom logam (bermuatan netral/nol)
(Trisunaryanti, 2006). Selanjutnya, katalis tersebut di uji aktivitasnya dengan
menggunakan fix bed reactor. Sebelum reaktor digunakan untuk uji aktivitas,
dilakukan kalibrasi pompa peristaltik yang mengalirkan umpan ke reaktor katalis.
Kalibrasi terhadap pompa peristaltik bertujuan untuk menentukan laju alir etanol
yang dihasilkan dari pompa. Hasil Analisis sampel dapat dilihat pada Tabel 6.
47
Tabel 6. Hasil Analisis sampel waktu reaksi 150’ dengan GC-MS
Laju alir
(ml/menit) Katalis
Parafin
(% v/v)
Olefin
(% v/v)
Aromatik
(% v/v)
0,67 Zn/Fluka 0 0 97.39
Ni/Fluka 0 0 96.11
Cu/Fluka 0 0 91.83
Co/Fluka 0 0 97.31
Tabel 6 memperlihatkan bahwa produk fraksi bensin yang dihasilkan dari uji
aktivitas katalis logam/zeolit fluka adalah senyawa aromatik, sedangkan senyawa
fraksi bensin yang lain (parafin dan olefin) tidak terbentuk. Menurut Viswanadham
(2012), jalur reaksi awal yang terjadi pada konversi etanol menjadi bensin ada 2
macam reaksi, yaitu jalur reaksi etanol diubah menjadi dietil eter dan C4 olefin
sedangkan jalur reaksi yang ke-2, etanol langsung diubah menjadi etilena.
Selanjutnya baik senyawa C4 olefin maupun etilena mengalami proses oligomerisasi
menjadi C2-C4 olefin yang selanjutnya melalui proses transfer hidrogen menjadi
parafin dan akhirnya menjadi senyawa-senyawa aromatik, BTX (benzen, toluena,
xilena). Proses oligomerisasi senyawa C4 olefin maupun etilena juga dapat
menghasilkan senyawa-senyawa C4+ olefin yang selanjutnya terjadi proses siklisasi
menjadi senyawa-senyawa aromatik, BTX. Reaksi konversi etanol menjadi fraksi
bensin selengkapnya dapat dilihat pada Gambar di bawah ini.
48
Reaksi Etanol menjadi Fraksi Bensin (Visnawadham, 2011)
Pada penelitian ini tidak dihasilkan senyawa-senyawa olefin dan parafin pada
tahapan reaksi etanol menjadi bensin, hal ini dikarenakan laju alir yang digunakan
pada penelitian ini sangat kecil yaitu 0,67 (ml/menit). Semakin kecil laju alir, maka
Weight hourly space velocity (WHSV) semakin kecil dan waktu tinggal (τ) di reaktor
semakin lama akibatnya bahan baku etanol dan produk-produk antara (dietil eter,
olefin dan parafin) terkonversi seluruhnya menjadi produk akhir (senyawa aromatik).
Menurut Fogler (2006), hubungan antara laju alir, WHSV dan waktu tinggal dalam
reaktor dapat dijabarkan melalui persamaan matematis berikut ini:
49
………………….. (2)
…………… (3)
dengan,
WHSV = Weight hourly space velocity (menit-1
)
Q= laju alir umpan (ml/menit)
ρ = densitas umpan (g/ml)
Wcat = berat katalis (g)
τ = waktu tinggal (menit)
Tabel 6 juga memperlihatkan bahwa produk senyawa aromatik tertinggi
didapat saat menggunakan katalis Zn/Fluka. Katalis Zn/Fluka dapat menghasilkan
produk senyawa aromatik sebanyak 97,39 %. Sedangkan untuk katalis Co/Fluka,
Ni/Fluka, dan Cu/Fluka menghasilkan produk senyawa aromatik sebanyak 97,31 %,
96,11 %, dan 91,83 %. Hasil ini sesuai dengan data karakterisasi dari katalis-katalis
tersebut. Menurut hasil karakterisasi, katalis Zn/Fluka dan Co/Fluka memiliki
struktur kristal, luas permukaan dan keasaman yang lebih baik sehingga mampu
menghasilkan produk dengan hasil yang lebih banyak dibandingkan dengan katalis
Ni/Fluka dan Cu/Fluka.
50
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
5.1. Simpulan
Dari penenelitian yang dilakukan, maka dapat diambil beberapa simpulan
sebagai berikut:
1. Sifat fisika dan kimia katalis zeolit fluka setelah pengembanan logam transisi
(Co, Ni, Cu, Zn) mengalami perubahan yang cukup signifikan.
2. Hasil uji aktivitas katalis logam/zeolit fluka menunjukkan bahwa produk
fraksi bensin yang dihasilkan berupa senyawa aromatik, sedangkan fraksi
bensin yang lain (parafin dan olefin) tidak terbentuk.
3. Aktivitas katalis zeolit fluka yang diembankan logam Zn menghasilkan
produk aromatik tertinggi, yakni sebesar 97,39 %.
5.2. Saran
Penelitian konversi katalitik etanol menjadi fraksi bensin ini belum
menghasilkan produk yang optimal, oleh karena itu dibutuhkan penelitian selanjutnya
yaitu dengan cara melakukan optimasi kondisi proses pada uji aktivitas katalis seperti
variasi laju alir, suhu dan rasio katalis terhadap umpan.
51
Daftar Pustaka
Anderson, J.R., dan Boudart, M. 1981. Catalysis science and Technology. 1st
ed.Springlier Verlag, Berlin.
Badriyah, L., Kadarwati, S., dan Harjito. 2012. Pengaruh Temperatur Pada Reaksi
Hidrodenitrogenasi Piridin Dengan Katalis Ni-Mo/Zeolit Alam. Indonesian
Jurnal of Chemical Science. 1 (1): 61 – 67.
Bailey, B.K. 1996. Performance of Ethanol as a Transportation Fuel dalam Hand
Book on Bioethanol : Production and Utilization, editor C.E., Wayman,
Taylor & Francis, Washington, 37-60
Bakkara, L. 2013. Karakteristik Bentonit terpilar Alumunium, Ferrium, Kromium,
dan Zirkonium. [Skripsi]. Bogor : Institut Pertanian Bogor.
Bekkum, H.V., Jansen, J.C., dan Flasingen, E.M. 1991, Studies in Surface, Science
and Catalysis Introduction to Zeolite Science and Practice. Elsevier: 153-191
Brunauer, S., Emmet, P.H., dan Teller, E, 1938, Adsorption of Gases in
Multimolecular Layers, Journal of the American Chemical Society. 60: 309 –
319
Chandra, P. 2013. Performa Adsorben SG dan KS Dalam Pemurnian Bioetanol Hasil
Fermentasi Singkong (Manihot utilissima). [Skripsi]. Bandung :Universitas
Pendidikan Indonesia.
Cornet, D., dan Chambellan, A., 1985. TransitionIons ExchangedZeolites as
Cracking Catalyst, dalam Imelik, B., Catalysis by Acidand Bases. Elsevier
Science Pubhlishers B.V. Amsterdam : 273-282
Crompton, T.R. 1989. Analysis of Polymers : An Introduction. New York : Pergamon
Press
Czanderna. 1975. Methods of Surface Analysis. Elsevier. Methods and Phenomena:
1 – 4.
52
Emeis, C. A. 1993. Determination of Integrated Molar Extinction Coefficients for
Infrared Absorption of Pyridine Adsorbed on Solid Acid Catalysts. Journal of
Catalysis. 141:347-354.
ESDM. 2012. Kajian Supply Demand Energy, Pusat Data dan Informasi Energi dan
Sumber Daya Mineral. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral.
Jakarta.
Figueras, F. 1988. Pillared Clays as Catalyst. Catalysis Letters. 30 (3): 457-499.
Firdaus, L.H., Wicaksono, A.R., dan Widayat,Dr. 2013. Pembuatan Katalis H-Zeolit
dengan Impregnasi KI/KIO3 dan Uji Kinerja Katalis untuk Produksi Biodiesel.
Teknologi Kimia dan Industri. 2 (2) : 148 – 154.
Fogler, H.S., 2006, Elements of Chemical Reaction Engineering, 4th ed., pp.
1223, Pearson Education,Inc. Massachusetts.
Fowlis, I.A. 1998. Gas Chromatography Analytical Chemistry by Open Learning.
John Wiley & Sons Ltd: Chichester.
Freeman, D., Wells, R.P.K., dan Hutchings, G.J. 2001. Methanol to hydrocarbons:
enhanced aromatic formation using a composite Ga2O3-H-ZSM-5 catalyst.
Chem Comm,18: 1754–5.
Gates, B.C. 1992. Catalytic Chemistry. John Willey and Son Inc : Canada
Griffith, P. 1975, Chemical Infrared Fourier Transform Spectroscopy. John Wiley &
Sons: New York.
Handoko, D. 2006. Mekanisme Reaksi Konversi Katalitik Jelantah Menjadi Senyawa
Fraksi Bahan Bakar Cair dengan Katalis Ni/H5 - NZA dan Reaktor Flow
Fixed-Bed. Ilmu Dasar. 7 (1): 42-51
Johansson, R., Sarah, L., Hruby, J.R.H., dan Claus, H.C. 2008. The Hydrocarbon
Pool in Ethanol-to-Gasoline over HZSM-5 Catalysts. Catalysis Letters, 127:
1–6
Wood, K.K. 1992. Kimia Untuk Universitas Jilid 2, Erlangga: Jakarta.
53
Khaidir, Setyaningsih, D., dan Haerudin, H. 2012. Dehidrasi Bioetanol Menggunakan
Zeolit Alam Termodifikasi. Industri Pertanian. 22 (1):66-72.
Koichi, I., Inaba M,. dan Takahara, I. 2010. Conversion of ethanol to propylene by H-
ZSM-5 with Si/Al ratio of 280. Catalysis Letters, 136: 14–9.
Krishnan, B., dan Richard, D. 1993. Preparation of Pt-Alumina Catalysts by the Sol-
Gel Method. Jurnal of Catalyst. 144:395-413.
Lestari, D. 2010. Kajian Modifikasi dan Karakterisasi Zeolit Alam Dari Berbagai
Negara, [Proseding Nasional Kimia dan Pendidikan Kimia]. Yogyakarta
McKetta, J. J. Jr. 1990. Encyclopedia of Chemical Processing and Design: Volume
34 - Pentachlorophenol to Petroleum Fractions. Marcel Dekker Inc: New
York.
Migas, D. 2006. Spesifikasi Bahan Bakar Minyak Jenis Bensin 88. D. Migas. Jakarta.
3674/K/24/DJM.
Mockovcˇiakova,•L.A., Matik, M., Oroli, L.Z., Hudec, P., dan Kmecova, E., 2007.
Structural characteristics of modified natural zeolite. Porous Mater, 15: 559–
564
Moulijn, J.A., Leeuwen, v., dan Santen, v. 1993. Catalysis, An Integrated approach
to Homogenous, Heterogeneous and Industrial Catalysis. Elsevier Science
Publishers: Amsterdam.
Nasikin, M., dan Susanto, B.H. 2010. Katalis Heterogen. UI Press: Jakarta.
Ningrum, Nining, S., Suganal., dan Hermanu, P. 2009. Pengkajian Pengaruh
Penambahan Nikel dan Krom pada Katalis Berbasis Besi untuk Pencairan
Batubara. Teknologi Mineral dan Batubara:5(3):131-137
Ningsih, Y.A., Lubis, K.R., dan Moeksin, R. 2012. Pembuatan Bioetanol Dari
Tandan Kosong Kelapa Sawit (Tkks) Dengan Metode Hidrolisis Asam Dan
Fermentasi. Teknik Kimia. 1(18) : 30-34.
54
Onuki, S. 2006. Bioethanol : Industrial production process and recent studies.
www.public.iastate.edu/~tge/courses/ce521/ sonuki.pdf. [13 Februari 2009].
Pandiangan, D.K., Irwan, G.D., Mita, R., Sony, W., Dian, A., Syukri, A., dan
Novesar, J., 2008. Karakteristik Keasaman Katalis Berbasis Silika Sekam
Padi Yang Diperoleh Dengan Teknik Sol-Gel. Seminar Nasional Sains dan
Teknologi-II.
Packer, J.P., dan Kooy, Kirk, Dr. C. M. 2010. The Production of Methanol and
Gasoline. Energy D Methanol, 7: 1–19
Panchenkov, G. M. and Lebedev, V. P. 1976. Chemical Kinetics and Catalysis, Edisi
pertama. MIR Publisher: Moscow
Rianto, L. B., Amalia,S., dan Khalifah, S.N. 2012. Pengaruh Impregnasi Logam
Titanium Pada Zeolit Alam Malang Terhadap Luas Permukaan Zeolit. Jurnal
alchemy. 2: 58-67.
Richardson, J.T. 1989. Principles of Catalyst Development. Plenum Press: New York
Rosyid, M., Endang, N., dan Dewita. 2012. Perbakan Surface Area Analyzer NOVA-
1000 (Alat Penganalisis Luas Permukaan Serbuk). Prosiding Seminar
Penelitian Dan Pengelolaan Perangkat Nuklir. II: 467 – 481
Selli, E., dan Forni, L.1999. Comparison Between the Surface Acidity of Solid
Catalysts Determined by TPD and FTIR analysis of pre-adsorbed. Elsevier,
Microporous and Mesoporous Materials.31(19):129-140.
Sibarani, K.L. 2012. Preparasi, Karakterisasi, dan Uji Aktivitas Katalis Ni-Cr/Zeolit
Alam Pada Proses Perengkahan Limbah Plastik Menjadi Fraksi Gasolin.
[skripsi]. Jakarta: Universitas Indonesia.
Sutarti, M., dan Rachmawati, M. 1994. Zeolit Tinjauan Literatur. Pusat Dokumentasi
dan Informasi Ilmiah.Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia: Jakarta.
Tahid. 1994. Spektroskopi Inframerah Transformasi Fourier No II Th VIII. Warta
Kimia Analitis: Bandung.
55
Tanabe, K. 1981. Solid Acid and Base catalyst in catalysis sciences and technology.
Book, J.R. Anderson and M. Boudart. Vol. 2. Springer-Link: Berlin
Togar,Y.M. 2012. Preparasi Katalis Praseodimiun Oksida/Zeolit Klipnotilolit Aktif
untuk Meningkatkan Bilangan Oktana pada Gasolin. [Skripsi]. Depok.
Universitas Indonesia
Topsoe, N.Y., Pedersen, K., dan Derouaney, A.G.1981. Infrared and Temperature
Programmed Desorption Study of the Acidic Properties of ZSM-5 Type
Zeolites, Journal of Catalysis. 70:41-52
Totten, George E., Rajesh J.S., dan Steven R.W. 2003. Fuels andLubricants
Handbook: Technology, Properties, Performance, and Testing. USA. ASTM
International. 66-68
Trisunaryanti, W. 2006. Kimia Zat Padat. FMIPA UGM: Yogyakarta.
Trisunaryanti, W., Triwahyuni, E., dan Sudiono, S. 2005. Preparasi, Modifikasi dan
Karakterisasi Katalis Ni-Mo/Zeolit Alam dan Mo-Ni/Zeolit Alam. Teknoin,
10(4): 269-282.
Triyono. 1996. Hidrogenolisis Tetrahidrofuran Pada Katalisator Platina. Berkala
Ilmiah MIPA-UGM, VI(1): 17-26.
Viswanadham, N., Saxena, S,K., Kumar, J., Sreenivasulu, P., dan Nandan, D. 2011.
Catalytic performance of nano crystalline H-ZSM-5 in ethanol to gasoline
(ETG) reaction. Fuel, 95: 289–304.
Yuksel, F., dan Yuksel, B. 2004. The use of ethanol-gasoline blend as a fuel in an SI
engine. Elsevier, Journal of renewable energy, 29: 1181-1191.
Zuhra, C, F. 2003. Penyulingan, Pemrosesan dan Penggunaan Minyak Bumi. USU
digital library.
56
LAMPIRAN
Lampiran 1. Perhitungan
Perhitungan Total Keasaman dan Keasaman Permukaan
Perhitungan Keasaman Permukaan
57
Lampiran 2. Serapan FTIR Zeolit Fluka
a b
Gambar 12. Serapan FTIR Zeolit Fluka a. adsorpsi piridin b. adsorpsi amoniak
ZnO/Fluka
CoO/Fluka
CuO/Fluka
NiO/Fluka
Fluka
ZnO/Fluka
CoO/Fluka
CuO/Fluka
NiO/Fluka
Fluka
58
Lampiran 3. Hasil Analisis GC-MS
a. Katalis Co/Fluka
59
b. Katalis NiO/Fluka
60
c. Katalis Cu/Fluka
61
d. Katalis Zn/Fluka