Penggunaan Dexamethason Pada Meningitis Bakterial Dewasa

16
Penggunaan Dexamethason pada Meningitis Bakterial Dewasa Abstract Latar Belakang Dikarenakan tingginya angka mortalitas dan morbiditas pada meningitis bakterial dewasa, terutama meningitis pneumokokus. Pada penelitian yang dilakukan pada hewan dengan meningitis bakteri, terapi adjuvant dengan menggunakan kortikosteroid memberikan efek yang bermanfaat. Metode Peneliti melakukan penelitian secara acak dan dua arah pada terapi adjuvant dengan membandingkan dexamethasone dengan placebo pada pasien dewasa yang menderita meningitis bacterial. Dexametason (10 mg) atau placebo diberikan 15-20 menit sebelum atau berbarengan dengan pemberian antibiotika dosis pertama, dan diberikan setiap 6 jam selama 4 hari. Hasil penelitian dilihat dari nilai Glasgow Outcome Scale pada minggu kedelapan (nilai 5 menunjukkan hasil yang baik dibandingkan dengan nilai 1-4 yang menunjukkan hasil kurang baik). Penelitian juga dilakukan berdasarkan organisme penyebab. Hasil penelitian dijelaskan berdasarkan pengobatan yang dilakukan. Hasil Dari total 301 pasien dibagi kedalam dua kelompok pengobatan secara acak, 157 orang diberikan dexametason dan 144 orang diberikan placebo, dengan karakteristik kedua grup sama. Pengobatan dengan deksametason disertai dengan penurunan resiko hasil yang buruk (resiko relative, 0,59; 95% interval pasti, 0,37- 0,94; P=0,03). Pengobatan dengan deksametason juga berkaitan dengan penurunan mortalitas (resiko kematian, 0,48; 95% interval pasti,0,24-0,96; P=0,04). Diantara kelompok tersebut terdapat

description

journal reading

Transcript of Penggunaan Dexamethason Pada Meningitis Bakterial Dewasa

Penggunaan Dexamethason pada Meningitis Bakterial DewasaAbstract

Latar Belakang

Dikarenakan tingginya angka mortalitas dan morbiditas pada meningitis bakterial dewasa, terutama meningitis pneumokokus. Pada penelitian yang dilakukan pada hewan dengan meningitis bakteri, terapi adjuvant dengan menggunakan kortikosteroid memberikan efek yang bermanfaat.

Metode

Peneliti melakukan penelitian secara acak dan dua arah pada terapi adjuvant dengan membandingkan dexamethasone dengan placebo pada pasien dewasa yang menderita meningitis bacterial. Dexametason (10 mg) atau placebo diberikan 15-20 menit sebelum atau berbarengan dengan pemberian antibiotika dosis pertama, dan diberikan setiap 6 jam selama 4 hari. Hasil penelitian dilihat dari nilai Glasgow Outcome Scale pada minggu kedelapan (nilai 5 menunjukkan hasil yang baik dibandingkan dengan nilai 1-4 yang menunjukkan hasil kurang baik). Penelitian juga dilakukan berdasarkan organisme penyebab. Hasil penelitian dijelaskan berdasarkan pengobatan yang dilakukan.

Hasil

Dari total 301 pasien dibagi kedalam dua kelompok pengobatan secara acak, 157 orang diberikan dexametason dan 144 orang diberikan placebo, dengan karakteristik kedua grup sama. Pengobatan dengan deksametason disertai dengan penurunan resiko hasil yang buruk (resiko relative, 0,59; 95% interval pasti, 0,37-0,94; P=0,03). Pengobatan dengan deksametason juga berkaitan dengan penurunan mortalitas (resiko kematian, 0,48; 95% interval pasti,0,24-0,96; P=0,04). Diantara kelompok tersebut terdapat pasien dengan meningitis pneumokokus yang memberikan hasil yang buruk, 26% pada kelompok deksametason dibandingkan 52% dengan kelompok placebo (resiko relative 0,50; 95% interval pasti, 0,30-0,83; P=0.006). perdarahan gastrointestinal muncul pada 2 pasien kelompok deksametason dan 5 pasien kelompok placebo.Kesimpulan

Pengobatan awal dengan menggunakan deksametason meningkatkan hasil pada pasien dewasa dengan meningitis bakteri akut dan tidak meningkatkan resiko perdarahan gastrointestinal. (N Engl J Med 2002;347:1549-56.)

Tingginya angka Mortalitas diantara pasien dengan meningitis bakteri dan kemungkinan terjadinya sekuele neurologinya, terutama pada psien dengan meningitis pneumokokus.1,2 Munculnya gejala neurologis 24-48 jam setelah kultur cairan serebrospinal steril setelah diberikan terapi antibiotika sangat tidak diharapkan pada pengobatan dengan penggunaan antibiotika. Penelitian pada hewan menunjukkan lisisnya bakteri yang disebabkan oleh pengguanan antibiotika menyebabkan terjadinya inflamasi pada bagian subarachnoid yang akan menyebabkan munculnya sekuele neurologi. Penelitian ini juga menunjukkan penggunaan terapi adjuvant dengan menggunakan anti inflamasi seperti dexametason dapat menurunkan terjadinya inflamasi pada cairan serebrospinal dan sekuele neurologi.4,5

Beberapa percobaan control telah dilakukan untuk melihat apakah terapi adjuvant dengan menggunakan kortikosteroid memberikan hasil yang baik pada meningitis bakteri anak. Hasilnya menunjukkan dengan tegas adanya perbaikan yang baik. Suatu penelitian metaanalisis control telah dilakukan sejak 1988 yang menunjukkan hasil yang baik pada terapi deksametason pada hilang pendengaran berta pada anak dengan meningitis bakteri akibat Haemophylus Influenza tipe B dan disarankan diberikan pada meningitis pneumokakal baik sebelum ataupun bersamaan dengan pemberian antibiotika parenteral.6 Ada beberapa data penggunaan deksametason pada meningitis bacterial dewasa. Pada beberapa penelitian menunjukkanhasil yang baik pada penggunan deksametason pada meningitis pneumokokus.Kekurangan dari penelitian adalah rekomendasi penggunaan deksametason secara rutin pada meningitis bakteri dewasa. Penelti tertarik melakukan penelitian untuk melihat penggunaan terapi dengan deksametason dalam peningkatan hasil akhir pada pasien.

Metode

Pasien dirujuk pada salahsatu pusat layanan (dijabarkan pada apendik), dengan syarat berusia 17 tahun keatas dan dicurigai menderta meningitis dengan cairan serebrospinal keruh, ditemukan bakteri pada pemeriksaan cairan serebrospinal dengan pemeriksaan Gram atau jumlah leukosit pada cairan serebrospinal lebih dari 1000/mm3. Kriteria eksklusi adalah pasien dengan riwayat hipersensitif dengan antibiotika golongan -laktam atau kortikosteroid; pasien hamil; pasien dengan shunt cairan serebropinal; pasien yang telah diterapi dengan antibiotika 48 jam sebelumnya baik oral ataupun parenteral, pasien dengan riwayat tuberculosis aktif atau infeksi jamur, atau adanya riwayat trauma kepala, operasi saraf atau penyakit tukak lambung, atau pasien yang terdaftar pada penelitian lain.

Penelitian ini disetujui oleh institusi di setiap rumah sakit yang berpartisipasi. Semua pasien telah dijelaskan dan menandatangani informed consent. Pasien terdaftar antara juni 1993 dan Desember 2001. Penelitian ini dibuat, dijalankan dan dianalisis tidak bergantung pada perusahaan.

Pengobatan

Pasien dipilih secara acak untuk mendapatkan deksametason sodium fosfat (Oradexon), dengan dosis tiap 6 jam adalah 10 mg selama 4 hari secara intravena atau pemberian placebo yang mirip secara tampilan dengan obat aktif. Pengobatan diberikan 15-20 menit sebelum pemberian antibiotika parenteral.

Keseimbangan terapi di masing-masing rumah sakit dipastikan dengan menggunakan computer secara acak degan blok setiap enam orang. Kode tidak diberikan sampai pasien terakhir menyelesaikan pengobatan selama 8 minggu. Pasien diberikan pengobatan dengan amoksisilin (diberikan dosis 2 g intravena tiap empat jam) selama 7 sampai 10 hari, berdasrkan penyebab dan respon terhadap antibiotika. Penggunaan dosis antibiotika dipertahankan atau diganti berdasarkan hasil pewarnaan Gram pada cairan serebrospinal.

Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan rutin dan kultur darah serta cairan serebrospinal dilakukan untuk melihat hasil pengobatan antibiotika. Dalam waktu lima hari, pemeriksaan darah rutin berupa pemeriksaan kimia dilakukan termasuk pemeriksaan kadar glukosa dan hemoglobin. Sebagai bagian dari rutinitas di Laboratorium Netherlands untuk meningitis bakteri dilakukan pemeriksaan vitro cairan serebrospinal untuk melihat kerentanan terhadap penisilin.11

Hasil

Hasil utama diukur berdasarkan nilai Glasgow Outcome Scale dalam 8 minggu setelah di follow up oleh dokter ahli. Nilai 1 menunjukkan meninggal, 2 stadium vegetative (pasien tidak dapat berinteraksi dengan lingkungan), 3 cacat berat (pasien tidak dapat hidup sendiri namun dapat mengikuti perintah), 4 cacat sedang (pasien dapat hidup mandiri tapi tidak bisa kembali bekerja atau bersekolah) dan 5 cacat ringan atau tidak ada kecacatan (pasien dapat kembali bekerja atau sekolah). Hasil yang baik menunjukkan nilai 5 sedangkan hasil tidak baik menunjukkan hasil 1-4. Glasgow Outcome Scale sering digunakan untuk menilai stroke dan kerusakan otak lainnya.

Hasil lainnya yang dinilai adalah meninggal, gangguan neurologi fokal (afasia, cranial-nerve palsy, monoparesis, hemiparesis, dan ataksia berat), kehilangan pendengaran, perdarahan gastrointestinal (adanya kaitan dengan penurunan kadar hemoglobin), infeksi jamur, herpes zoster, dan hiperglikemi (peningkatan gula darah lebih dari 144 mg/dl). Pemeriksaan audiologi dilakukan pada pasien dengan kehilangan pendengaran. Pemeriksan lain dilakukan pada pasien dengan gejala akibat meningitis bakteri yang diakibatkan oleh golongan bakteri Neiseria meningitides, Streptococcus pneumonia, bakteri lain dan penyebab lainnya yang tidak diketahui.

Analisis statistic

Penghitungan penggunaan ukuran sampel diukur berdasarkan kemungkinan penggunaan deksametason dapat menurunkan efek meningitis sekitar 40-25%. Dengan penelitian dua sisi, level alfa pada 0.05 dan kekuatan 80% didapatkan 150 pasien ditiap kelompok. Hasil penelitian digunakan sebagai dasar untuk digunakan sebagai prosedur pengobatan selanjutnya. Analisis tambahan pada pasien yang data followupnya dinyatakan hilang juga dilaporkan, hasil dari analisa keduanya menunjukkan hal yang sama.

Bagian dari pasien di kedua kelompok dibagi berdasarkan Fischer`s test. Nilai P kurang dari 0.05 dianggap sebagai nilai statistic signifikan, nilai parametric dan non-parametrik dinilai dengan Student`s t-test dan Mann-Whitney U test. Hasilnya menunjukkan resiko relative untuk kelompok deksametason dibandingkan dengan kelompok placebo, dengan resiko relative kurang dari 1.o yang menunjukkan hasil baik. Berdasarkan analisa logis berdasarkan variable dasar (jenis kelamin, usia, durasi gejala, ada atau tidaknya kejang, koma, dan hipotensi saat terdaftar, hasil kultur darah; hitung leukosit cairan serebrospinal; dan organisme penyebab) dijelaskan untuk mengidentifikasi factor resiko untuk melihat hasil pengobatan pada masing-masing kelompok.

Berdasarkan penelitia, setelah dilakukan analisi pada 150 pasien, penelitian harus dihentikan jika terdapat perbedaan signifikan dalam efisiensi atau keamanan penelitian. Pada 10 January 1997, komite yang melakukan monitoring data menyarankan pemutusan segera penelitian karena pendaftaran pasien memakan waktu yang cukup lama untuk mencapai waktu yang telah ditentukan. Kemudian mereka melakukan pengkajian ulang dan merekomendasikan melakukan penelitian ulang jika rata-rata pendaftaran meningkat. Untuk meningkatkan angka pendaftaran pasien, dibuat dua ketetapan. Ketetapan pertama adalah mengijinkan pendaftaran dengan antibiotika, hal ini berdasarkan hasil penelitian meta-analisis yang menunjukkan dexametason dapat digunakan pada pengobatan meningitis bakteri pada anak-anak. Kedua, penelitian harus mengikuti guidelines local untuk pemberian terapi antibiotika empiris. Hal ini dibuat karena pasien yang ada sangat tinggi angka resisten terhadap pneumokokkus dibandingkan Netherlands.Hasil

Dari jumlah 301 pasien yang dipilih secara acak untuk dikelompokkan dalam kedua kelompok, yaitu 157 orang sebagai kelompok deksametason dan 144 orang kelompok yang mendapat placebo. Dua pasien di masing-masing kelompok tidak dimasukkan karena termasuk dalam kriteria eksklusi, terlalu muda. Tujuh pasien dalam kelompok deksametason dan semblian kelompok di kelompok placebo termasuk dalam satu kriteria ekslusi; satu pasien kelompok deksametason termasuk dalam dua kriteria eksklusi. Sebelas pasien dikedua kelompok memulai pengobatan sendiri, tapi 301 pasien mendapat pengobatan inisial yang sama (gambar 1). Empat pasien memulai pengobatan sendiri dikarenakan mereka tidak termasuk dalam kriteria eksklusi ( tiga orang dalam kelompok deksametason dan 1 orang dalam kelompok placebo), dan lima orang karena suatu hal merugikan (empat orang dalam kelompok deksametason dan 1 ornag di kelompok placebo). Tiga belas orang pasien meminta pengobatan sendiri untuk alas an lain: empat orang secara tidak sengaja tidak mendapat terapi selama empat hari (dua orang di masing-masing kelompok), satu ornag pasien di kelompok placebo mengundurkan diri dan delapan orang memiliki kemunduran dan diterapi dengan kortikosteroid ( dua orang di kelompok deksametason dan enam orang dikelompok placebo). Alas an digunakan kortikosteroid pada pasien tersebut adalah munculnya herniasi otak ( di tiga orang pasien), masalah paru ( 1 orang pasien), gangguan koagulai intravascular (1 orang) dan ensefalomielitis (1 orang). Pada hasil CT scan menunjukkan adanya pembengkakan otak difus pada pasien dengan herniasi dan lesi hipodens di pasien dengan akut ensefalomielitis.

Delapan minggu setelah terdaftar, dilakukan pemeriksaan neurologi pada 262 pasien dari 269 pasien (97%). Tujuh orang pasien hilang saat follow up, tiga orang dikelompok deksametason dan empat ornag kelompok placebo. Pada saat pasien akan pulang, enam dari tujuh pasien memiliki nilai 5 pada Glashow Outcome Scale, dan 1 orang dengan nilai 4. Nilai ini dinilai saat sudah mencapai minggu kedelapan, sehingga 301 pasien termasuk dalam analisa untuk melihat hasil utama dan mortalitas.Karakteristik pada Pasien

Gejala klasik dan tanda meningitis muncul pada kebanyakan pasien (sakit kepala ditemukan 94%, demam ditemukan 81% dan kak kuduk ditemukan 94%). Pada dasarnya, karakteristik dasar dan hasil pemeriksaan laboratorium mirip pada kelompok deksametason dan kelompok plasebi meskipun persentase tertinggi pasien yang mengalami kejang terdapat pada kelompok deksametason (Tabel 1). Rata-rata peningkatan tekanan intrakanial juga menunjukkan hasil yang sama pada kedua kelompok, dimana tekanan tertinggi pada kedua kelompok adalah 40 cm atau lebih tinggi. Pewarnaan Gram pada specimen cairan serebrospinal pada 290 pasien menunjukkan 215 pasien memperlihatkan adanya bakteri (74%). Kultur pada cairan serebrospinal yang mengandung bakteri di 234 pasien dari 299 pasien (78%). Empat puluh tiga pasien dari 65 pasien (66%) dengan hasul kultur negative dengan satu ornag pasien menunjukkan gejala meningitis bakteri (nilai glukosa dibawah 34 mg/dl), rasio glukosa (rasio glukosa pada cairan serebrospinal dan darah) dibawah 0,23, nilai protein diatas 220 mg.dl, hitung leukosit diatas 2000/mm3, atau neutrophil diatas 1180/mm3

Gambar 1. Pemilihan acak untuk pengobatan, pengunduran diri dari pengobatan, dan follow up diantara 301 pasien dewasa dengan meningitis bakterial

Tabel 1. Karakteristik dasr pada penelitianPenerapan

Delapan minggu setelah terdaftar, persentase pasien dengan hasil yang buruk lebih kecil pada kelompok deksametason dibandingkan kelompok placebo (15 vs 25%; resiko relative 0,59; 95% interval pasti, 0.37-0.94; P=0.03) (Tabel 2); pengurangan absolut oada resiko adalah 10%. Kemungkinan munculnya koma pada rawatan (P=0.002), hipotensi (P=0.003), dan meningitis karena S.pneumnia (P=0.02). diantara pasien dengan meningitis pneumococcus, 26% di kelompok deksametason memiliki hasil yang kurang baik, dibandingkan 52% di kelompok placebo. Diantara pasien dengan meningitis karena N.meningitidis, meskipun, diberikan terapi adjuvant dengan menggunakan deksametason tapi perbaikan tidak tampak perbaikan signifikan.

Proporsi pasien yang meninggal lebih kecil pada kelompok deksametason dibandingkan kelompok placebo ( 7% vs 15%; resiko relative, 0.48; 95% interval pasti, 0.24-0.96; P=0.04). diantara paseien dengan meningitis pneumococcus, 14% yang mendapat deksametason dan 34% yang mendapat placebo meninggal. Terapi adjuvant dengan deksametason tidak menunjukkan manfaat signifikan pada sekuele neurologi, termasuk kehilangan pendengaran. Selama rawatan, pemeriksaan audiologi dilakukan pada 28 orang pasien, 14 orang yang memiliki kehilangan pendengaran berat (60dB atau lebih di salah satu atau kedua telinga). Pada minggu kedelapan, 27 orang pasien mengalami kehilangan pendengaran. Distribusi nilai Glasgow Outcome Scale dilihatkan pada tabel 3. Rendahanya mortalitas pada kelompok deksametason tidak menunjukkan peningkatan keparahan sekuele neurologi pada kelompok ini.

Tabel 4 menunjukkan resiko relative pada hasil yang buruk berdasarkan keparahan penyakit (yang diindikasikan dengan nilai Glasgow Coma Scale saat dirawat). Deksametason dapat memberi efek atau manfaat pada psien dengan gpenyakit derajat sedang atau berat.

Kejadian Merugikan

Kejadian merugikan terlihat pada awal masuk pada empat ornag pasien dikelompok deksametason dan satu orang pasien di kelompok placebo (gambar 1). Pada kelompok deksametason, dua orang pasien mundur dikarenakan hiperglikemia berat, satu orang karena diduga menderita perforasi gaster dan satu orang karena agitasi dan kemerahan. Satu orang pasien dikelompok placebo mundur karena diduga menderita serebral abses. Secara keseluruhan, pengobatan dengan deksametason tidak menunjukkan hasil peningkatan resiko (Tabel 5). Pada satu pasien di kelompok deksametason, perdarahan gastrointestinal berkomplikasi denga perforasi gaster, yang membutuhkan operasi.

Tabel 2.Hasil penelitian selama delapan minggu berdasarkan hasil kultur

Tabel 3. Distribusi nilai pada Glasgow Outcome Scale setelah delapan mingguKlinis

Adanya kelemahan kesadaran muncul atau sering ditemukan pada pasien yang menerima deksametason dibandingkan yang menerima placebo (18 dari 157 pasien [11%] vs 36 dari 144 [25%], P=0.002). pasien di kelompok deksametason sering ditemukan gejala kejang (8[5%] vs 17 [12%],P=0.04) dan kegagalan cardiorespirasi (16[10%] vs 29[20%],P=0.02).

Pengobatan dengan antibiotika dan Kelemahannya

Antibiotika yang paling sering diresepkan adalah amoksisilin dan penisilin (pada 77% pasien), dan kombinasi penisilin atau amoksisilin dengan sefalosporin (8%). Laboratorium untuk Meningitis Bakteri menerima cairan serebrospinal yang diisolasi 78 sampel dari 108 pasien dengan S.pneumoniae meningitis (72%); seluruh yang diisolasi tidak sensitive terhadap penisilin. Isolasi dari 80 pasien dari 97 orang pasien dengan meningokokal meningitis (82%) dilakukan pengujian di laboratorium; hanya 1 yang menunjukkan resistensi intermediet pada penisilin. Regimen antibiotika yang adekuat di 116 pasien dari 120 orang pasien (97%) dengan kultur cairan serebrospinal positif pada kelompok deksametason dan 112 dari 114 pasien (98%) di kelompok placebo.Diskusi

Hasil dari penelitian control menunjukkan pengobatan awal dengan deksametason meningkatkan hasil pada dewasa dengan meningitis bakteri akut, terapi adjuvant dengan deksametason mengurangi resiko pada perburukan hasil dan meninggalnya pasien. Deksametason tidak memberikan efek yang bermanfaat pada sekuele neurologi yang dilihat pada pasien yang sangat berat dan proporsi pasien dengan sakit berat yang hidup lebih tinggi pada kelompok deksametasin dibandingkan kelompok placebo.

Efek bermanfaat dari deksametason banyak ditemukan pada psien dengan meningitis pneumokokus. Bagaimnapun, manfaat yang ditemukan pada psien dengan meningitis meningokokal tidak bisa dipastikan, karena kjumlah pasien sedikit. Maka dari itu, kami merekomendasikan penggunaan deksametason pada semua pasien dengan meningitis bakteri akut.

Kemungkinan kegagalan tergantung dari penelitian. Untuk pemilihan kontrolm kami membandingkan karakteristik dasr pada pasien yang terdaftar dalam penelitian dengan data prospektif dunia pada 634 orang dewsa dengan meningitis bakteri akut.pasien pada kohort tersebut, yang datanya dikumpulkan dari 1998-2002, tidak termasuk data penelitian terbaru. Tidak ada perbedaan signifikan diantara kedua kelompok dilihat dari Glasgow Coma Scale saat dirawat. Selanjutnya, angka mortalitas diantara pasien di kelompok palsebo di penelitian ini dan dunia sama. Maka dari itu, kami menyimpulkan pemilihan anggapan pada hasil tidak dapat dibuktikan.

Terlambatnya pemberian antibiotika juga menjadi masalah. Prosedur inform consent dapat menunda pemberian terapi inisial antibiotika yang bisa menyebabkan hasil yang buruk. Sebagai tambahan, CT scan kepala harus dilakukan sebelum dilakukan lumbal pungsi dengan maksud untuk melihat adanya pergeseran otak pada pasien dengan koma, papilledema atau hemiparese pada pasien yang diduga mengalami meningitis. Lumbal pungsi meningkatkan resiko pada herniasi otak jika ditemukan masa intracranial. Pada keadaan ini, pemberian terpai antibiotika harus diberikan sebelum CT savn kepala dilakukan. Pada penelitian ini, pengobatan mungkin ditunda pada pasien yang menjalani Ct scan sebelum Lumbal pungsi, karena pada beberapa penelitian pemberian antibiotika berdasarkan pada cairan serebrospinal. Semenjak terapi awal mengurang morbiditas dan mortalitas, pengobatan dengan deksametason dan antibiotika hasrus diberikan sebelum lumbal pungsi di semua pasien yang diduga menderita menngitisyang harus menjalani CT savn kepala terlebih dahulu.

Dua masalah penting adalah durasai dan waktu penggunan terapi deksametason. Meskipun beberapa data menyarankan dua hari awal dan empat hari efektif, regimen selama empat hari banyak digunakan di klinik termasuk apda anak dengan meningitis. Deksametason telah menunjukkan manfaat pada anak dengan meningitis pneumokokus hanya jika diberikan sebelum atau berbarengan dengan dosis awal antibiotika. Pada penelitian ini, kami menggunakan regimen empat hari yang direkomendasikan, dengan terpai deksametason dimulai sebelum atau dengan dosis awal antibiotika.

Beberapa pasien yang menerupa monoterapi dengan amoksisilin. Pada awal penelitian ini, amoksisilin adalah terapi standar pada semua pasien. Namun karena munculnya resistensi diantara meningokokal dan pneumokokal yang diisolasi sangat rendah. Data yang sama juga ditemukan pada penelitian duni di Netherlands. Pada pengumpulan data, ditemukan terapi empiris pada dewasa dengan meningitis di Netherland, monoterapi dengan amoksisilin atau penisilin yang paling sering diresepkan. Meskipun deksametason tidak berhubungan dengan kejadian merugikan, beberapa mulai memikirkan karena obat menurunkan permeabilitas darah otak, dapat menyebabkan penetrasi vancomisin ke dalam bagian subarachnoid. Dengan adanya peningkatan prevalensi resisten pneumokokus di dunia,terpai kombinasi yang melibatkan vankomisin lebih penting. Pada anak dengan meningitis bakteri, pengobatan dengan deksametason tidak mengurangi kadar vankomisin di cairan serebrospinal. Meskipun, laporan mengenai gagalnya pengobatan dilaporkan pada pasien dewasa yang mendapatkan dosis standar vankomisin dan tambahan deksametason. Maka dari itu, pasien dengan meningitis pneumokokus yang diterapi dengan vankomisin dan deksametason harus diobservasi dengan hati-hati selama terapi berlangsung.

Gangguan kognitif sering muncul pada pasien dewasa dengan meningitis bakteri. Karena kortikosteroid berpotensi menyebabkan kerusakan pada neuron, yang penting untuk diketahui apakah deksametason mencegah kematian tapi memperburuk fungsi korteks serebri. Meskipun pada penelitian ini terjadi penurunan mortalitas pada pasien yang diterapi dengan deksametason, tidak menimbulkan peningkatan sekuele neurologi, evaluasi kognitif pada pasien dewasa yang mendapat terapi deksametason sangat dibutuhkan,

Hasil dari penelitian ini menunjukkan terapi tambahan deksametason memberikan peningkatan apda hasil akhir pada pasien dewasa dengan meningitis bakteri akut. Deksametason (10 mg tiap enam jam selama empat hari) harus diberikan kepada semua pasien termasuk pasien dewasa, dan regimen harus diberikan sebelum atau bersamaan dengan dosis pertama antibiotika. Pengobatan ini tidak meningkatkan resiko perdarahan gastrointestinal.

Tabel 4. Hasil kurang memuaskan pada minggu kedelapan berdasarkan Glasgow Coma Scale saat rawatanTabel 5. Kejadian merugikan301 pasien terdaftar

157 pasien mendapatkan deksametason

144 pasien mendapatkan plasebo

11 pasien mengundurkan diri

Tidak masuk dalam kriteria (3)

Kejadian merugikan (4)

Lainnya (4)

11 pasien mengundurkan diri

Tidak masuk dalam kriteria (1)

Kejadian merugikan (1)

Lainnya (9)

3 pasien menghilang saat follow up

11 pasien meninggal

143 pasien difollowup selama 8 minggu

4 pasien menghilang saat follow up

21 pasien meninggal

119 pasien difollowup selama 8 minggu

157 pasien masuk dalam penelitian selama delapan minggu (observasi terakhir)

144 pasien masuk dalam penelitian selama delapan minggu (observasi terakhir)