Pengertian Versi 2nasikh Wa Mansukh Dalam Al

13
NASIKH WA MANSUKH DALAM AL-QURAN Muhammad Kamal 9:36 AM Ulumulqur'an Alquran dan Hadis adalah dua pedoman umat Islam yang tidak henti-hentinya menjadi pusat kajian keislaman hingga sekarang. Keduanya memiliki persamaan dalam ilmunya masing-masing, bahkan yang satunya menjadi penjelas atau mubayyin terhadap yang lain. Berbagai corak turunnya Alquran menghasilkan bermacam-macam ilmu dalam al-quran, dengan arahan Rasulullah saw dan juga dengan ijtihad para sahabat. Salah satunya adalah ilmu nasakh dan mansukh yang menjadi sangat penting untuk memahami al-quran. Ilmu Nasakh dan Mansukh adalah salah satu alat untuk memahami alquran, baik persamaan atau perbedaan ayat yang satu dengan ayat lain yang berakibatkan pertentangan ayat dalam alquran bahkan menimbulkan kerancuan terhadap keotentikan atau kebenaran alquran itu sendiri kalau tidak mendalamai salah satu ilmu ini. Dengan begitulah ilmu nasakh dan mansukh dalam alquran sangat dibutuhkan untuk memahami alquran secara benar. Di dalam

description

ewerewrw

Transcript of Pengertian Versi 2nasikh Wa Mansukh Dalam Al

Page 1: Pengertian Versi 2nasikh Wa Mansukh Dalam Al

NASIKH WA MANSUKH DALAM AL-QURAN Muhammad Kamal 9:36 AM Ulumulqur'an

Alquran dan Hadis adalah dua pedoman umat Islam yang tidak henti-

hentinya menjadi pusat kajian keislaman hingga sekarang. Keduanya

memiliki persamaan dalam ilmunya masing-masing, bahkan yang satunya

menjadi penjelas atau mubayyin terhadap yang lain. Berbagai corak

turunnya Alquran menghasilkan bermacam-macam ilmu dalam al-quran,

dengan arahan Rasulullah saw dan juga dengan ijtihad para sahabat. Salah

satunya adalah ilmu nasakh dan mansukh yang menjadi sangat penting

untuk memahami al-quran.

Ilmu Nasakh dan Mansukh adalah salah satu alat untuk memahami

alquran, baik persamaan atau perbedaan ayat yang satu dengan ayat lain

yang berakibatkan pertentangan ayat dalam alquran bahkan menimbulkan

kerancuan terhadap keotentikan atau kebenaran alquran itu sendiri kalau

tidak mendalamai salah satu ilmu ini. Dengan begitulah ilmu nasakh dan

mansukh dalam alquran sangat dibutuhkan untuk memahami alquran secara

benar. Di dalam alquran sendiri Allah swt. mencamtumkan beberapa ayat

yang berkaitan tentang nasakh dan beberapa contoh yang diyakini oleh

ulama sebagai ayat-ayat nasakh. 

Page 2: Pengertian Versi 2nasikh Wa Mansukh Dalam Al

Selain nasakh dan mansukh juga terdapat ilmu-ilmu lain untuk

memahami alquran yaitu dengan tipe-tipe lain seperti menggunakan hadis

dan aqal (aqal Ulama).

Dalam pembahasan nasakh disebut-sebut, adanya ayat Alquran yang

mansukh. Jumlahnya pun cukup banyak. Sampai ada yang menetapkan

jumlah ayat mansukh sebanarnya 100 buah. Besar kemungkinan penetapan

jumlah yang cukup memprihatinkan itu akibat kerancuan di dalam

menangkap pengertian nasakh.[1]

A.    Pengertian

An-naskh merupakan mashdar dari naskha, yang secara harfiyah berarti: 

menghapus, memindahkan, mengganti, atau mengubah. Dari kata nasakha

terbentuk kata An-Nasikh dan Al-Mansukh. Secara etimologi, An-Nasikh

berarti yang menhapus, yang mengganti atau yang mengubah. Sedangkan

Al-Mansukh berarti yang dihapus., yang diganntikan atau yang diubah. [2]

Penghapusan suatu hukum dengan hukum yang lain dinamakan Nasakh.[3]

Penggunaan Nasikh sendiri dapat dilihat dalam firman Allah swt. surah al-

hajjaj (22) ayat 52:

Ibnu Jauzi dalam kitabnya Nasikh Mansukh menjelaskan bahwa, makna

kata Nasakh secara etimologi ada dua:

1.      Ar-Ra’u wal Izalah yang artinya: mencabut dan menghilangkan. Orang-orang

Arab biasa berkata, “Nasakh Asy-Syamsu Azhilla (Sang Surya menghapus

awan pagi dengan sinarnya yang terbit).

2.      At-Tashwir yang artinya gambaran atau salinan, seperti sesuatu yang ditulis

di tempat lain.

Jika kata nasakh yang dipergunakan dalam konteks syariah, maka yang

digunakan adalah makna yang asal, yakni Ar-Raf’u. Sebab, menansakh

hukumnya adalah mencabut sebuah hukum yang berlaku bagi hamba untuk

kemudian diganti dengan hukum yang lain, atau bahkan dibiarkan tanpa

diganti degan sebuah produk.[4]

Page 3: Pengertian Versi 2nasikh Wa Mansukh Dalam Al

Secara terminologi (istilah), An-Nasakh menurut Subhi Shalih berarti

“mengangkat hukum syara” dengan dalil syara’’.[5] Mana’ Qathan

mendifinisikan pula kepada “mengangkat hukum syara’ dengan dalil syara’

yang lain.” [6]  Kesimpulannya adalah suatu hukum yang telah ditetapkan

bisa saja dibatalkan kemudian digantikan oleh hukum yang lain. Atau suatu

ayat yang telah diturunkan secara makna dan lafal bisa saja dicabut kembali

lafal, makna (hukumnya) atau lafal sekaligus maknanya. Baik penghapusan

itu secara keseluruhan (kulli), atau sebagian (Juz’i), menurut

kepentingannya. Atau melahirkan dalil yang datang kemudian yang secara

implisit menghapus pelaksanaan dalil yang lebih dulu. Tidak ada naskh atau

pembatalan hukum syara’ dalam al-quran dan hadis setelah rasulullah saw.

wafat.[7]   

Sementara Mansukh adalah yang dibatalkan, dihapus, dipindahkan dan

sebagainya.[8] Secara etimologi dapat diartikan dengan yang dihapus, dinukil, disalin, selain

itu ada juga yang mengartikan , الحكم yaitu “hukum yang diangkat”. Sedangkan   [ 9 ]المرتفع

secara terminology adalah hukum syara’ yang pertama yang belum diubah, dan dibatalkan atau

diganti dengan oleh hukum dari dalil syara’ baru yang datang kemudian.

B.     Macam-macam al-nasakh (dari segi kejelasan cakupannya)

Dari sini dapat kita lihat bahwa Nasikh-Mansukh mensyaratkan ;

1), Hukum yang di-mansukh adalah hukum syara’.

2), Dalil penghapusan hukum tersebut adalah hukum syara’ yang datang

lebih kemudian, yang hukumnya mansukh. 

Konsep nasikh dan mansukh sangat erat kaitannya dengan turunnya al-

Qur'an secara bertahap dan juga erat kaitannya dengan asbab al-nuzul.

Sebab secara gamblang dapat dijelaskan bahwa, haruslah ayat

nasikhat yang datang kemudian dari pada ayat mansukhat, sebab jelas

bahwa tidak mungkin sesuatu yang datang lebih dahulu mengganti sesuatu

yang datang kemudian.[10]

3), Hukum yang mansukh, hukumnya tidak terikat atau dibatasi oleh waktu

tertentu.[11]

C. Pembagian al-nasakh (dari segi bacaan dan hukumnya)

Page 4: Pengertian Versi 2nasikh Wa Mansukh Dalam Al

1. nasakh tilawah dan hukum.

 Maksudnya, bacaan dinasakh, hukumnya juga dinasakh, misalnya

tentang kawin muth’ah. Rasulullah membolehkan muth’ah dengan perintah

allah pada tahun penaklukan mekkah kemudian melarangnya dengan tegas

pada masa perang khaibar, yaitu pada bulan shafar tahun ke -7.[12]

2.      Ayat yang bacaannya dinasakh, sedangkan hukumnya tidak.

Contoh jenis ini biasanya diambil tentang ayat rajam. Mula-mula, ayat

rajam ini terbilang ayat alquran, kemudian bacaannya dinasakh, sementara

hukumnya tetap berlaku.[13] ayat yang dinyatakan mansukh  bacaanya

sementara hukumnya tetap berlaku itu berbunyi:

MمN NزM حQكPي \ مPنQ اللهP وQ اللهV عQزPي Qاال Qك aةQ ن Qت Nب جVمVوهVمQا ال NارQا فQ Qي ن Qا زQذP NخQةV إ ي aالشQو VخN ي aالشArtinya: Laki-laki tua dan perempuan tua apabila berzina, maka rajamlah

keduanya. Pembalasan itu pasti dari Allah. Dan Allah itu maha Gagah lagi

Maha Bijaksana.

3.      Mansûkh hukumnya, sementara redaksinya tetap ada di dalam Alquran,

seperti surat al-Mujadilah ayat 12:

NيQدQ ي QنN Qي ب فQقQدuمVوا QولVس aالر VمV Nت ي QاجQ ن PذQا إ Vوا آمQن QينPذa ال {هQا يQ أ Qا ي

Qهa الل aنP فQإ QجPدVوا ت Nمa ل Pن فQإ VرQهNطQ وQأ NمV aك ل MرN ي Qخ QكP ذQل صQدQقQة\ NمV QجNوQاك ن

MيمPح aر MورVفQغArtinya, "Hai orang-orang beriman, apabila kamu mengadakan pembicaraan

khusus    dengan Rasul hendaklah kamu mengeluarkan sedekah (kepada

orang miskin) sebelum pembicaraan itu. yang demikian itu lebih baik bagimu

dan lebih bersih; jika kamu tidak memperoleh (yang akan disedekahkan)

maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang."

Ayat ini di-naskh hukumnya oleh surat al-Mujadalah ayat 13.

Page 5: Pengertian Versi 2nasikh Wa Mansukh Dalam Al

Vوا QفNعQل ت NمQ ل NذP فQإ صQدQقQات� NمV QجNوQاك ن NيQدQ ي QنN Qي ب VقQدuمVوا ت Qن أ NمV فQقNت NشQ Qأ أ

Qهa الل QطPيعVوا وQأ QاةQ ك aالز Vوا وQآت Qالةaالص QقPيمVوا فQأ NمV Nك Qي عQل Vهa الل QابQ وQت

QونV QعNمQل ت PمQا ب MيرP ب Qخ Vهa وQالل VهQ ول Vس QرQوArtinya, "Apakah kamu takut akan (menjadi miskin) karena kamu

memberikan sedekah sebelum mengadakan pembicaraan dengan Rasul?

Maka jika kamu tiada memperbuatnya dan Allah telah memberi taubat

kepadamu maka dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat, taatlah kepada Allah

dan Rasul-Nya; dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan."

Al-Qur’an telah memberikan penjelasan tentang hal ini dan naskh

seperti ini telah dikenal baik oleh semua ulama dan para mufasir, yang mana

masuk akal dan dapat diterima. Karena sesungguhnya hukum-hukum syar’i

tidak diturunkan secara langsung sekaligus, namun bertahap, supaya umat

terbiasa dengannya dan akal-akal memahaminya. Secara bertahap hukum-

hukum yang pernah turun sebelumnya digantikan dengan hukum-hukum

yang baru; namun lafadz-lafadz (ayat-ayat) hukum yang lama itu tetap ada

karena mengandung rahasia Tuhan yang mendidik dan bermanfaat yang

mana hanya Tuhan yang lebih tahu tentang alasannya.

D. Pembagian al-nasakh (dari segi nash yang dinasakh dan yang

menansakh)

1.  Al-quran di nasakhkan dengan al-quran pula. Ulama-ulama sepakat

mengatakan ini diperbolehkan.[14] dan telah terjadi dalam pandangan

mereka yang mendukung adanya naskh dalam al-Qur'an. Misalnya ada ayat

tentang iddah empat bulan sepuluh hari yakni Q.S. al- Baqarah ayat 240,

Yang artinya: "Dan orang-orang yang akan meninggal dunia di antara kamu

dan meninggalkan isteri, hendaklah berwasiat untuk isteri-isterinya, (yaitu)

diberi nafkah hingga setahun lamanya dan tidak disuruh pindah (dari

Page 6: Pengertian Versi 2nasikh Wa Mansukh Dalam Al

rumahnya). akan tetapi jika mereka pindah (sendiri), Maka tidak ada dosa

bagimu (wali atau waris dari yang meninggal) membiarkan mereka berbuat

yang ma'ruf terhadap diri mereka. dan Allah Maha Perkasa lagi Maha

Bijaksana".

Ayat ini kemudian di naskh oleh surah yang sama pada ayat 234,

Artinya ayat tersebut adalah "Orang-orang yang meninggal dunia di

antaramu dengan meninggalkan isteri-isteri (hendaklah para isteri itu)

menangguhkan dirinya (ber'iddah) empat bulan sepuluh hari. Kemudian

apabila Telah habis 'iddahnya, Maka tiada dosa bagimu (para wali)

membiarkan mereka berbuat terhadap diri merekamenurut yang patut. Allah

mengetahui apa yang kamu perbuat".

2. alquran itu dinasikhkan dengan sunnah (hadis). Yang termasuk ini ada dua

macam, yaitu:

a. Al-qur’an itu dinasikhkan dengan hadis ahad. Menurut jumhur, hal ini tidak

diperbolehkan. Karena Alquran itu adalah mutawatir , harus diyakini,

sedangkan ahad itu masih diragukan. Tidak sah membuang yang sudah

diketahui itu dengan dzan (yang masih diragukan).

b. alquran itu dinasikhkan dengan sunnah mutawatir . diperbolehkan oleh

imam malik, abu hanifah dan ahmadbin hambal. Karena seluruh alquran

adalah wahyu. Alasan mereka adalah bahwa keduanya merupakan wahyu,

sedangkan dalil yang mereka gunakan untuk mendukung pendapat ini

adalah surah al-Najm ayat 4-5, selain itu juga surah al-Nahl ayat 44,

dan naskh itu sendiri menurut mereka adalah merupakan salah satu

penjelasan.[15]

Sementara itu, Imam Syafi'i, Zhahiriyah dan Ahmad dalam riwayat lain menyatakan

penolakan terhadap naskh al-Qur'an dengan hadis mutawatir, ini berdasarkan al-Qur'an surah al-

Baqarah ayat 106 "Ayat mana saja yang kami nasakhkan, atau kami jadikan (manusia) lupa

kepadanya, kami datangkan yang lebih baik daripadanya atau yang sebanding

dengannya". Sementara itu hadis adalah tidak lebih baik dari atau sebanding dengan al-Qur'an.

[16]

Page 7: Pengertian Versi 2nasikh Wa Mansukh Dalam Al

3.  nasakh Assunnah dengan al-quran. Ini diperbolehkan oleh jumhu, sebagai

contoh adalah masalah menghadap kebaitul maqdis yang ditetapkan dengan

sunnah dan di dalam alquran tidak terdapat dalil yang menunjukkannya.

Ketetapan ini dinasakh oleh alquran dengn firmannya;

“maka palingkanlah mukamu ke arah masjidil haram. (albaqarah: 144).

4.    Nasakh sunnah dengan sunnah. Dalam katagori ini terdapat empat bentuk :

Nasakh mutawatir dengan mutawatir, nasakh ahad dengan ahad, nasakh

ahad dengan ahad, nasakh ahad dengan mutawatir. Tiga bentuk pertma

dibolehkan sedang pada pada bentuk keempat terjadi silang pendapat

seperti halnya nasakh alquran dengan hadis ahad , yaitu tidak dibolehkan

jumhur. [17]

E. pendapat ulama tentang nasakh

Para ulama telah bersepakat kalau di dalam alquran ada beberapa

ayat yang dinasakh (dihapus), hanya saja ada yang segelintir ulama yang

berpaling dari kesepakatan tersebut. [18]

 Pendukung teori nasikh-mansukh. Ulama-ulama yang berpendapat seperti ini adalah

Imam Syafi’i (204 H), An Nahas (388 H), As Suyuti (911 H) dan Asy Syukani (1250 H).]19[

sebagian ulama lain yang dipelopori oleh Abu Muslim al-Asfihani berpendirian bahwa

nasikh-mansukh antar sesama ayat al-Qur’an tidaklah dibolehkan. Apalagi pe-nasakh-an al-

Qur’an dengan Hadis karena derajat Hadis bagaimanapun lebih rendah dibandingkan dengan al-

Qur’an. Padahal, di antara syarat nasikh-mansukh ialah bahwa pe-nasakh harus lebih unggul

derajatnya daripada yang di-nasakh atau minimal sederajat.

menurut Quraish Shihab bahwa tentang nasikh dan mansukh ini, sama seperti obat-obatan

yang diberikan oleh dokter pada pasien. Disini hukum-hukum yang diubah dimisalkan sebagai

obat, dan Nabi sebagai dokter. Disatu sisi, mempersamakan Nabi sebagai dokter dan hukum-

hukum sebagai obat, memberikan kesan bahwa Nabi dapat mengubah atau mengganti hukum-

hukum tersebut, sebagaimana dokter mengganti obat-obatnya. Pada sisi lain, mempersamakan

Page 8: Pengertian Versi 2nasikh Wa Mansukh Dalam Al

hukum yang ditetapkan dengan obat tentunya tidak mengharuskan dibubuangnya obat-obat

tersebut, walaupun telah tidak sesuai dengan pasien tertentu, karena mungkin masih ada pasien

lain yang membutuhkannya.[20]

namun, dalam alquran sendiri terdapat ayat yang menerangkan tentang nasakh dan

mansukh dalam alquran yaitu ayat:

Al Baqarah ayat 106, yang artinya:

“ Apa saja ayat yang Kami nasakhkan, atau kami jadikan (manusia) lupa kepadanya,

Kami datangkan yang lebih baik daripadanya atau yang sebanding dengannya. Bukankah kamu

mengetahui bahwa Allah swt. berkuasa atas segala sesuatu.”

menurut sebagian ulama, bahwa nasikh dan mansukh tidak ada dalam alquran, mereka

berdalil dengan ayat diatas. namun mereka berpendapat bahwa antara ayat yang satu dengan ayat

yang lain bisa dikompromikan sehingga bisa diselesaikan dan terjadinya mengahpusan terhadap

ayat yang lain sangat sedikit. berbeda dengan ulama yang menganggap bahwa nasikh dalam

alquran jumlahnya banyak, dan ini sendiri adalah menurut ijtihad para ulama itu sendiri.  

F. perbedaan antara Al-nasakh dan Al-takhsis

Ulama salaf ada yang menganggap bahwa takhsish adalah salah satu

bentuk dari nasakh sehingga kalau ada ayat yang mentakhshish sebuah ayat

yang sifatnya masih umum, maka mereka menggatakan kalau ayat itu telah

menansakh ayat yang sifatnya lebih umum tersebut.[21] Akan tetapi,

Nasakh tidak sama dengan takhsish. Nasakh, sebagaimana yang telah

dijelaskan, adalah mengangkat sutu hukum syara’ dengan sebab munculnya

hukum baru. Sedangkan takhsish adalah meringankan pemberlakuan hukum

Page 9: Pengertian Versi 2nasikh Wa Mansukh Dalam Al

secara umum, sehingga menjadi sebagiannya saja. Meringaskan, pada

hakikatnya, bukanlah mengangkat hukum sebagian individu-individu, ia

hanya merupakan pengucalian ketentuan hukum terhadapnya.[22]

Persamaan Nasakh Dengan Takhshis:

a. Tampaknya, nasakh itu seolah-olah sama seperti takhshis, karena sama-

sama membatasi suatu ketentuan hukum dengan batasan waktu, sedang

takhshis dengan batasan materi.

Misalnya, dalam contoh penghapusan kewajiban bersedekah sebelum

menghadap rasul. Seolah-olah masalah disitu hanya pembatasan ketentuan

itu dengan waktu saja, sehingga sepertinya dapat diungkapkan sebagai

berikut:

“kalau akan menghadapa rasul itu, harus memberikan sedekah lebih dahulu,

kecuali setelah turun ayat yang meniadakan kewajiban itu”.

Ungkapan itu sepertinya hampir sama dengan kalimat:

“wanita yang ditalak suaminya itu wajib beribadah tiga kali suci,

kecuali bagi wanita yang ditalak sebelum dikumpuli”. Oleh karana itu

tampak adanya kesamaan antara keduanya itu sah, maka ada perbedaan

paham diantara para ulama. Ada sebagian ulama’ yang mengakui ada dan

terjadinya nasakh itu, dan ada pula yan mengingkarinya, dan menganggap

nasakh itu sama saja dengan takhshis itu.

b. Nasakh sama dengan takhshis dalam hal sama sama membatasi

berlakunya suatu ketentuan hukum syara’. Nasakh mengahapus dan

mengganti ketentuan hukum-hukum syara’ sedang takhshis membatasi

keumuman jangkauan hukum syara’.

c. Dalil yang mansukh (Yang dihapus) sama dengan dalil yang menakhshis,

yaitu sama-sama berupa dalil syara.’

[1]. Kamaluddin Marzuku, Ulum Al-Quran, (Bandung, IKAPI, 1994). Hal 117[2] Kadar M. Yusuf, Studi Al-Quran, (Jakrta: Amzah, 2010). Hal. 113

Page 10: Pengertian Versi 2nasikh Wa Mansukh Dalam Al

[3]  Muhammad Jamil Zainu, Bagaimana Memahami Al-quran, penerjemah salafuddin, (Jakarta,: Pustaka Al-Kutsar, 2006). Hal. 31.

[4] Ibnul Jauzi, Nasikh mansukh, penerjemah. Wawan Djuned Soffandi, (Jakarta, Media Grafika, 1992). Hal. 23-24.

[6]. Kadar M. Yusuf ....115.[7] Ahsin W. Al-Hafidz, Kamus Ilmu Al-Quran. (Jakarta: Amzah, 2012). Hal. 221.[8] Quraish Shihab, Membumikan al-Qur’an. (Bandung : Mizan. 1998) hlm 143[9] Manna’ Khalil Qattan, Mahabits fi ‘Ulumil Qur’an,(Maktabah Wahbah, Kairo) , HAL. 224.[10] Nasirudin Baidan. Wawasan Baru Ilmu Tafsir. (Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 2005). Hal. 175[11] Manna Khalil al-Qattan,.....Hal. 232-233.[12] Abu Anwar. Ulumul Qur’an. (Pekan Baru; Amzah.2009). hal. 60.[13] Kamaluddin Marzuku, Ulum Al-Quran, (Bandung, IKAPI, 1994. Hal. 137

[14] Mana’ul qathan, Pembahasan ilmu al-qur’an. Penerjemah. Halimuddin, (jakarta: renika Cipta: 1994). Hal. 36-37

[15] Lihat, Manna Khalil al-Qattan, Pengantar Studi Ilmu-ilmu al-Qur’an. terj. Aunur Rafiq el-Mazni. (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2006), Hal. 292.[16]Ibid.

[17] Manna’ Al-Qaththan. Pengantar studi ilmu Al-Quran...,Hal. 292-293[18] Ibnul Jauzi, Nasikh mansukh, penerjemah. Wawan Djuned Soffandi, (Jakarta, Media

Grafika, 1992). Hal. 19.[19] Teungku M. Hasbi Ash Shiddieqy, Sejarah dan Pengantar Ilmu al-

Qur’an dan Tafsir, (Semarang : PT. Pustaka Rizki Putra, 2000), hlm. 104[20] M. Quraish Shihab, Membumikan al-Qur'an: Fungsi dan Peran Wahyu……, Hal. 145.[21] Ibnu Jauzi...Hal. 26[22] Kadar....124