PENGERTIAN DAN FUNGSI RUMAH POTONG HEWAN

12
POKOK BAHASAN I PENGERTIAN DAN FUNGSI RUMAH POTONG HEWAN 1.1. Pendahuluan 1.1.1. Deskripsi singkat Dalam pokok bahasan ini akan didiskusikan: Definisi, fungsi dan klasifikasi RPH/UPH Persyaratan teknis bangunan RPH dan bagian-bagiannya Penerapan konsep HACCP dalam bisnis pemotongan hewan 1.1.2. Relevansi Sarjana Peternakan: Profesi dari Sarjana Peternakan diantaranya adalah sebagai ilmuwan/profesional, pelaku bisnis, birokrat di bidang pemotongan ternak, daging dan pangan hasil pemotongan ternak Salah satu kompetensi yang harus dikuasai oleh profesi tersebut adalah: Menguasai persyaratan standar yang harus dipenuhi oleh RPH/UPH, baik secara nasional maupun internasional 1.1.3. Standar Kompetensi Mampu menerima SNI, standar FAO dan konsep HACCP sebagai acuan dalam proses pemotongan ternak. 1.1.4. Kompetensi Dasar 1. Mahasiswa mampu mengklasifikasikan RPH dan UPH secara benar 2. Mahasiswa mampu memberikan persyaratan teknis untuk bagian-bagian RPH sesuai dengan SNI RPH (SNI 01-6159-1999) dan SNI RPU (SNI 01-6160-1999), maupun standar FAO 3. Mampu menyatakan pendapat terhadap kasus-kasus pelanggaran peraturan pemotongan ternak 4

Transcript of PENGERTIAN DAN FUNGSI RUMAH POTONG HEWAN

Page 1: PENGERTIAN DAN FUNGSI RUMAH POTONG HEWAN

POKOK BAHASAN IPENGERTIAN DAN FUNGSI RUMAH POTONG HEWAN

1.1. Pendahuluan1.1.1. Deskripsi singkat

Dalam pokok bahasan ini akan didiskusikan: • Definisi, fungsi dan klasifikasi RPH/UPH• Persyaratan teknis bangunan RPH dan bagian-bagiannya• Penerapan konsep HACCP dalam bisnis pemotongan hewan

1.1.2. Relevansi

Sarjana Peternakan: Profesi dari Sarjana Peternakan diantaranya adalah sebagai ilmuwan/profesional, pelaku bisnis, birokrat di bidang pemotongan ternak, daging dan pangan hasil pemotongan ternakSalah satu kompetensi yang harus dikuasai oleh profesi tersebut adalah:Menguasai persyaratan standar yang harus dipenuhi oleh RPH/UPH, baik secara nasional maupun internasional

1.1.3. Standar Kompetensi

Mampu menerima SNI, standar FAO dan konsep HACCP sebagai acuan dalam proses pemotongan ternak.

1.1.4. Kompetensi Dasar

1. Mahasiswa mampu mengklasifikasikan RPH dan UPH secara benar 2. Mahasiswa mampu memberikan persyaratan teknis untuk bagian-bagian

RPH sesuai dengan SNI RPH (SNI 01-6159-1999) dan SNI RPU (SNI 01-6160-1999), maupun standar FAO

3. Mampu menyatakan pendapat terhadap kasus-kasus pelanggaran peraturan pemotongan ternak

4. Mahasiswa mampu menyusun langkah-langkah antisipasi terhadap kemungkinan timbulnya ancaman bahaya keamanan daging sesuai standar HACCP

1.1.5. Indikator

1) Jika diberikan contoh, mahasiswa dapat mengklasifikasikan RPH dan UPH secara benar 80%

2) Jika diberikan contoh bagian-bagian dari RPH, mahasiswa dapat memberikan persyaratan teknis sesuai dengan SNI RPH (SNI 01-6159-1999), SNI RPU (SNI 01-6160-1999), dan standar FAO secara benar 80%

4

Page 2: PENGERTIAN DAN FUNGSI RUMAH POTONG HEWAN

3) Jika diberikan contoh kasus proses pemotongan ternak, mahasiswa dapat melakukan analisis antisipasi terhadap kemungkinan timbulnya ancaman bahaya keamanan daging sesuai standar HACCP secara benar 80%

4) Jika diberikan contoh kasus-kasus pelanggaran terhadap peraturan pemotongan ternak mahasiswa dapat memberikan justifikasi secara benar 80%

1.2. Penyajian1. 2.1. Definisi, Fungsi dan Persyaratan Teknis Pendirian RPH

a. Definisi Rumah Potong Hewan (RPH)Kompleks bangunan dengan desain dan konstruksi khusus, memenuhi persyaratan teknis dan higiene tertentu yang digunakan sebagai tempat memotong hewan selain unggas bagi konsumsi masyarakat

b. Fungsi Rumah Potong Hewan• Sarana pelayanan penyediaan daging sehat, aman dan halal untuk dikonsumsi• Sarana pencegahan dan pengawasan penyakit• Sarana peningkatan produksi peternakan, melalui pengawasan pemotongan ternak

betins produktif

c. Definisi Usaha Pemotongan Hewan (UPH)Kegiatan pemotongan hewan selain unggas yang dilakukan oleh perorangan, badan hukum.

Contoh dari UPH:• Pemotongan hewan di RPH milik sendiri• Pemotongan hewan di RPH milik pihak lain• Penjual jasa pemotongan hewan

d. Klasifikasi UPH (2)UPH dapat diklasifikasikan berdasarkan 3 hal, yaitu: (1) daerah jangkauan peredaran daging yang dihasilkan, (2) jenis kegiatan, dan (3) jumlah pemotongan ternak,

Berdasarkan daerah jangkauan peredaran daging UPH dapat dikelompokkan menjadi:• Kelas A: ekspor• Kelas B: antar propinsi• Kelas C: antar kabupaten dalam satu propinsi• Kelas D: satu wilayah kabupaten/kotaBerdasarkan jenis kegiatan yang dilakukan di UPH/RPH, maka RPH dapat dikategorikan menjadi:• Kategori I: pemotongan hewan milik sendiri di RPH sendiri• Kategori II: menjual jasa pemotongan• Kategori III: pemotongan hewan pada RPH milik pihak lain

5

Page 3: PENGERTIAN DAN FUNGSI RUMAH POTONG HEWAN

Berdasarkan jumlah pemotongan ternak, UPH/RPH dapat dikategorikan menjadi sebagai berikut:

Kategori Sapi/

kerbauKambing/domba

Babi

I 2 10 10

II 20 50 100

III 50 100 400

IV 200 300 2000

e. Syarat Pendirian RPH dan UPHPersyaratan pendirian RPH/UPH di Indonesia diatur dengan SK Mentan No. 555/KPTS/ T.N.240/9/1986 dan SNI RPH (SNI 01-6159-1999) serta SNI RPU (SNI 01-6160-1999)

RPH Kelas D

– Lokasi tidak menimbulkan gangguan lingkungan– Lokasi mudah dicapai oleh kendaraan – Kompleks RPH harus berpagar– Harus dilengkapi dengan sarana: pemotongan, pembentukan karkas, pakaian pekerja,

pemeriksaan daging, persediaan air, penerangan, kebersihan, air panas untuk babi.– Tempat pemotongan babi harus terpisah dengan tempat lain, berpagar setinggi 3

meter– Memiliki ahli kesehatan veteriner– Bangunan RPH terdiri dari:

• Bangunan utama RPH: ruang penyembelihan, pengulitan, pengeluaran jerohan, pembagian karkas, dan pemeriksaan daging

• Ruang pembersihan jerohan terpisah dengan ruang lain• Kandang penampungan (lairage)• Laboratorium sederhana• Incenerator• Kandang isolasi• Unit pengolahan limbah cair• Unit penampungan sementara limbah padat• Ruang administrasi, gudang dan toilet• Tempat parkir

RPH Kelas C – Persyaratan minimal sama dengan RPH Kelas D– Perlengkapan tambahan:

• Lairage berlantai semen• Laboratorium yang mampu mengidentifikasi kuman• Tempat pemotongan ternak darurat

6

Page 4: PENGERTIAN DAN FUNGSI RUMAH POTONG HEWAN

• Unit pemisah limbah padat• Memiliki tempat pelayuan, dinding terbuat dari bahan kedap air setinggi 2

meter dan dilengkapi dengan exhauster• Dilengkapi dengan alat penimbang karkas

RPH Kelas B• Syarat minimal seperti RPH Kelas C• Perlengkapan tambahan:

– Laboratorium mampu mendeteksi residu antibiotik– Pengolah limbah secara fisik dan biologis– Termpat parkir kendaraan khusus daging– Lairage berjarak minimal 50 meter dari bangunan utama– Incenerator dengan pembakar bertekanan tinggi

• Memiliki ruang khusus untuk pencucian dan perebusan jerohan• Ruang pelayuan dengan temperatur 18oC• Dinding bagian dalam dari bangunan utama terbuat dari porselin• Tersedia sumber air panas untuk pencucian peralatan• Tersedia ruang ganti pakaian untuk pekerjaMemiliki alat pengangkut atau

kendaraan daging, tanpa atau dengan alat pendingin, sesuai jarak angkut• Memiliki tenaga dokter hewan

RPH Kelas A.• Syarat minimal sama dengan RPH Kelas B• Memiliki ruang pendingin yang dilengkapi dengan pintu pengaman tahan karat

dan pengatur suhu• Ruang pelepasan daging dan tulang bersuhu 10oC• Ruang pembungkusan• Laboratorium memiliki kemampuan untuk mengidentifikasi residu hormon• Memiliki ruang ganti pakaian, istirahat, locker, dan kantin• Memiliki kendaraan angkut daging dilengkapi dengan alat pendingin

1.2.2. Penerapan Konsep HACCP dalam Kegiatan RPH

Definisi:

HACCP adalah singkatan dari “Hazard Analysis Critical Control Points”. Tujuan dari penerapan HACCP ini adalah untuk menjamin konsep pengawasan sanitasi yang paling efisien dan efektif dalam berbagai industri pangan.

7

Page 5: PENGERTIAN DAN FUNGSI RUMAH POTONG HEWAN

Ilustrasi 1.Salah Satu Contoh Materi Promosi/Sosialisasi HACCP

Oleh Kementerian Pertanian dan Pangan Kanada

Konsep mengenai HACCP diperkenalkan pada dunia industri pangan untuk mengawasi secara efektif terhadap kualitas prosessing pangan pada tahun 1971. Pada saat itu WHO (World Health Organization) merekomendasi untuk diterapkannya HACCP pada pengawasan daging dengan tujuan untuk mencegah salmonellosis dan kontaminasi bakteri lain selama proses pemotongan dan ”quality control” dalam pengawasan daging.

Konsep Tentang HACCP:“Hazard” dalam aktivitas pemotongan ternak adalah agen biologi, kimia dan fisik yang dapat menyebabkan produk pemotongan ternak menjadi tidak aman untuk dikonsumsi. Sedangkan Resiko (risk) merupakan fungsi dari kemungkinan terjadinya kejadian yang tidak dikehendaki dan memiliki konsekuensi terhadap hazard dari produk pemotongan ternak.

Kriteria aman menurut konsep HACCP adalah : (1) Jika ditangani dan dimasak dengan benar tidak menyebabkan penularan penyakit atau keracunan, (2) Tidak mengandung residu dalam jumlah melebihi batas maksimal yang diperbolehkan, (3) Bebas dari kontaminasi, (4) Bebas dari cacat yang tidak dikehendaki konsumen, (5) Dihasilkan dari proses di bawah pengawasan yang memadai, dan (6) Tidak diberi perlakuan dengan bahan-bahan ilegal.

Langkah-langkah yang harus ditempuh untuk menjamin produk pangan dapat memenuhi criteria aman menurut konsep HACCP adalah sebagai berikut:

1. Melakukan identifikasi bahaya kesehatan2. Merangking bahaya 3. Menentukan batasan kritis4. Mengidentifikasi “critical control point”5. Merekomendasikan pengawasan yang dianggap perlu6. Pencatatan7. Verifikasi terhadap prosedur untuk menjamin efisiensi8. Pengujian untuk menjamin bahwa konsep yang dijalankan benar-benar efektif

Pada kegiatan pemotongan ternak HACCP dapat diterapkan melalui prosedur sebagai berikut:

8

Page 6: PENGERTIAN DAN FUNGSI RUMAH POTONG HEWAN

Analsis Resiko (Risk Analysis) Sebuah proses terdiri dari 3 komponen, pengukuran/penilaian resiko, pengelolaan resiko, dan komunikasi resiko.Risk Assessment (penilaian resiko)• Hazard identification = identifikasi kualitatif • Hazard characterization = evaluasi kuantitatif dan kualitatif efek negatif yang

kemunngkinan akan timbul• Exposure characterization = evaluasi kualitatif dan kuantitatif terhadap tingkat

paparan pada manusia• Risk characterization = estimamsi efek negatif terhadap masyarakat dan

kemungkinan-kemungkinan lainnyaRisk Assessment policy • Petunjuk awal untuk justifikasi ilmiah dan kebijakan yang akan dipilih untuk

diaplikasikan Risk Management • Proses pembobotan terhadap alternatif kebijakan, pemilihan peraturan dan

implementasinya

Ilustrasi 2. Contoh Titik-Titik Kritis dalam Pengawasan Resiko Timbulnya Bahaya Kontaminasi Salmonella

dalam Pemotongan Ternak Besar dan Unggas

1.2.2. Latihan

Kasus I:Lakukan kunjungan ke RPH terdekat. Lakukan observasi terhadap kondisi RPH tersebut baik dari sisi sarana-prasarana yang tersedia, cara kerja dan kebersihan para pekerjanya. Buatlah check-list mengenai pemenuhan persyaratan dengan referensi SNI maupun Kepmentan 555/1986. Buatlah kesimpulan terhadap RPH tersebut.

Kasus II:

9

Page 7: PENGERTIAN DAN FUNGSI RUMAH POTONG HEWAN

Di Indonesia masih banyak jagal (pelaku usaha pemotongan ternak) melakukan pemotongan ternak besar di rumah tempat tinggal mereka. Buatlah kelompok diskusi untuk membahas hal tersebut. Jawab pertanyaan: Apakah rumah tempat tinggal yang digunakan sebagai tempat pemotongan ternak tersebut dapat disebut sebagai RPH? Buatlah justifikasinya, jika dapat disebut sebagai RPH dan jika sebaliknya.

Kasus III.Jika sebuah RPH setiap hari memotong ternak dengan komposisi 50 ekor sapi, 35 ekor babi dan 60 ekor kambing, maka RPH tersebut dapat dikelompokkan ke dalam kategori RPH yang mana? Buatlah alasan-alasannya.

1. 2.3. Rangkuman

Rumah Potong Hewan (RPH) merupakan sebuah tempat dilakukannya aktivitas pemotongan ternak secara hiegenis dan aman, sehingga pendirian tempat ini harus memenuhi persyaratan tertentu yang dapat mendukung tujuan kesehatan dan keamanan tersebut. Persyaratan teknis mengenai pendirian RPH diatur dengan SK Menteri Pertanian No. 555/KPTS/ T.N.240/9/1986, SNI RPH (SNI 01-6159-1999), dan SNI RPU (SNI 01-6160-1999). Persyaratan teknis yang harus dipenuhi oleh RPH/UPH tergantung pada kompleksitas, daerah jangkauan pemasaran daging dan jumlah pemotongan. RPH/UPH dengan jangkauan pemasaran yang sempit memiliki persyaratan teknis yang lebih sederhana, sedangkan yang memiliki jangkauan lebih luas diharuskan memenuhi persyaratan yang lebih kompleks.

1.3. Penutup

1.3.1. Tes formatif

(1) Jika seorang pengusaha memiliki bangunan yang memenuhi persyaratan SNI RPH (SNI 01-6159-1999), kemudian dia menyewakan fasilitas yang dimilikinya tersebut para jagal yang ingin memotong ternaknya, apakah usaha tersebut dapat disebut sebagai usaha pemotongan ternak?

(2) Di Desa Tanduk, Ngampel, Kabupaten Boyolali banyak ditemukan jagal yang memotong sapi di rumahnya, rumah mereka sebagian besar sudah dimodifikasi menjadi sehingga dapat digunakan untuk menyembelih ternak, menggantung karkas, dan melakukan pengirisan karkas dan daging. Apakah menurut saudara rumah yang digunakan untuk memotong sapi tersebut dapat disebut sebagai rumah potong hewan?

(3) Di Rumah Pemotongan Hewan Kota Semarang, ditemukan kegiatan pemotongan sapi dilakukan oleh para pekerja yang bekerja dengan tidak mengindahkan kebersihan, banyak diantara mereka bekerja sambil merokok, meludah, dan tidak memakai pakaian kerja. Apakah menurut saudara hal ini dapat menyebabkan bahaya bagi produk yang dihasilkan?

10

Page 8: PENGERTIAN DAN FUNGSI RUMAH POTONG HEWAN

(4) Di beberapa daerah Kabupaten di Jawa Tengah masih banyak ditemukan pemotongan sapi dengan cara “diglonggong” , yaitu ternak diberi air minum secara paksa sebanyak-banyaknya sebelum dipotong. Tujuan dari pemberian air minum secara berlebihan ini adalah untuk memanipulasi bobot karkas/daging yang akan dihasilkan. Praktek “pengglonggongan” ini sangat sulit diberantas, karena jagal merasa keuntungan yang diperoleh bisa meningkat 2 kali lipat. Bagaimana menurut pendapat saudara? Apakah jagal yang melakukan pengglonggongan tersebut melakkan pelanggaran?

1.3.2. Umpan balik

Jika saudara mampu menjawab semua pertanyaan secara benar, maka saudara sudah mencapai sasaran belajar (kompeten), jika masih ada jawaban yang tidak tepat berarti saudara belum mencapai sasaran belajar (belum kompeten).

1.3.3. Tindak lanjut

Jika berdasarkan hasil evaluasi ternyata saudara belum kompeten,maka pelajari lebih lanjut materi pembelajaran di atas, Dalam memperdalam kajian mengenai RPH mahasiswa disarankan mempelajari SK Mentan No. 555/KPTS/T.N.240/9/1986 dan SNI RPH (SNI 01-6159-1999). Cermati hal apa saja yang diatur dalam SNI 01-6159-1999 dan SK Mentan No. 555/KPTS/T.N.240/9/1986. Cermati juga mengenai perbedaan antara keduanya. Buatlah diskusi dalam kelompok untuk membahas hal tersebut.

Cermati salah satu kasus pemotongan hewan di daerah sekitar saudara, atau ambil contoh kasus sapi glonggongan di Boyolali. Para jagal di RPH Ampel Kabupaten Boyolali mempraktekkan pemotongan ternak dengan cara mempersiapkan sapi yang akan dipotong dengan cara memasukkan air dengan pompa ke dalam lambungnya hingga 200 liter. Tujuan dari praktek ini adalah untuk memanipulasi bobot daging yang akan dihasilkan dari proses pemotongan ternak, hasilnya memang luar biasa, rata-rata para jagal memperoleh tambahan keuntungan sebesar Rp 600.000,- per-ekor. Di sisi lain, sebagian besar ternak yang dibawa ke RPH sudah dalam keadaan pingsan dan bahkan mati sebelum dipotong, sehingga daging yang dihasilkan di samping kualitasnya buruk, juga dipertanyakan oleh masyarakat tentang kehalalannya. Berdasarkan kasus tersebut buatlah konsep penerapan HACCP pada kegiatan pemotongan sapi di RPH Ampel Boyolali tersebut.

1.3.4. Kunci Jawaban

1.3.5. Daftar Pustaka

11

Page 9: PENGERTIAN DAN FUNGSI RUMAH POTONG HEWAN

(1) SK Menteri Pertanian No. 555/KPTS/ T.N.240/9/1986, tentang Syarat-syarat Rumah Pemotongan Hewan dan Usaha Pemotongan Hewan. Departemen Pertanian. Jakarta

(2) Badan Standarisasi Nasional. 1999. Standar Nasional Indonesia SNI 01-6159-1999, Rumah Pemotongan Hewan. Badan Standarisasi Nasional. Jakarta.

(3) FAO/WHO. 1978. Slaughterhouse and Slaughterslab Desain and Construction. FAO, Rome.

(4) Thaheer, H. 2005. Sistem Manajemen HACCP: Hazard Analysis Critical Control Points /BMA. Bumi Aksara. Jakarta

12