Potensi Anthelmintik Ekstrak Etanol Daun Mangga Arumanis ...
PENGERINGAN OSMOTIK PADA IRISAN BUAH MANGGA … · OSMOTIC DEHYDRATION OF SLICE OF MANGO ARUMANIS...
-
Upload
truongkiet -
Category
Documents
-
view
245 -
download
0
Transcript of PENGERINGAN OSMOTIK PADA IRISAN BUAH MANGGA … · OSMOTIC DEHYDRATION OF SLICE OF MANGO ARUMANIS...
PENGERINGAN OSMOTIK PADA IRISAN BUAH MANGGA ARUMANIS ( Mangifera indica
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
PENGERINGAN OSMOTIK PADA IRISAN BUAH MANGGA Mangifera indica L.) DENGAN PELAPISAN KITOSAN
SKRIPSI
MIFTAHUL JANNAH F14070128
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIANINSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR 2011
PENGERINGAN OSMOTIK PADA IRISAN BUAH MANGGA L.) DENGAN PELAPISAN KITOSAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
OSMOTIC DEHYDRATION OF SLICE OF MANGO ARUMANIS (Mangifera indica L.) WITH CHITOSAN-COATING
Miftahul Jannah* and Leopold O. Nelwan**
*Under Graduate Student at Department of Mechanical and Biosystem Engineering, Faculty of
Agricultural Engineering and Technology, Bogor Agricultural University, IPB Darmaga Campus,
PO Box 220, Bogor, West Java, Indonesia.
e-mail: [email protected]
**Lecturer at Department of Mechanical and Biosystem Engineering, Faculty of Agricultural
Engineering and Technology, Bogor Agricultural University, IPB Darmaga Campus, PO Box 220,
Bogor, West Java, Indonesia.
ABSTRACT
Osmotic dehydration with sugar solution as the osmo-active substance was commonly applied to fruits, for example the mango. The objective of this research was to investigate the effect of Chitosan-coating, temperature and concentration of solution on Water Loss (WL) and Solid Gain (SG) during osmotic dehydration of mango. The treatment of solution temperatures of 30 oC and 50 oC and solution concentrations of 42 oBrix, 54 oBrix and 66 oBrix were applied to this research. The variable of the mass of the sample, moisture content, solid content, and the volume of the sample were measured during this research. Measurement was done at minute 0, 30, 60, 90, 120, 180, 240, and 300. The sample non-coating, high temperature and high concentration of the solution increases WL, while the use of chitosan, low temperature and high concentration of the solution decreases SG. The largest values of PR was 12.2 at E1T1C3 treatment (using the chitosan, solution temperature 30 oC, and concentration of the solution 66 oBrix) with the WL values was 49.65 % and the SG values was 4.05 %. Azuara’s model was suitable for modeling the WL and SG on the osmotic dehydration of mango slices.
Keywords: dehydration, osmotic, mango, chitosan-coating
MIFTAHUL JANNAH. F14070128. Pengeringan Osmotik pada Irisan Buah Mangga Arumanis
(Mangifera indica L.) dengan Pelapisan Kitosan. Di bawah bimbingan Leopold Oscar Nelwan.
2011.
RINGKASAN
Mangga (Mangifera indica L.) merupakan salah satu dari buah-buahan tropikal musiman, dimana produksinya akan melimpah pada waktu panen dan menjadi langka pada waktu di luar musim panen. Buah mangga juga termasuk bahan pangan yang mudah rusak (perishable) sehingga umur simpannya relatif pendek. Oleh karena itu diperlukan upaya-upaya untuk dapat memperpanjang masa penyimpanan yaitu salah satunya dengan cara pengeringan. Diubahnya buah mangga menjadi produk olahan industri agar dapat mempertahankan cita rasa dan komposisi produk itu sendiri selama mungkin tanpa adanya penurunan mutu produk.
Tujuan penelitian adalah mengetahui pengaruh pemberian edible coating, suhu larutan dan konsentrasi larutan osmotik sehingga dapat menentukan perlakuan yang mempunyai rasio kinerja pengeringan yang maksimum. Selain itu dilakukan pemodelan Water Loss dan Solid Gain dengan menggunakan model Azuara. Penelitian dilakukan di laboratorium pindah panas dan massa serta laboratorium energi dan listrik pertanian pada bulan Juli dan Agustus 2011.
Perlakuan pada sampel dibedakan atas ada atau tidak adanya kitosan pada sampel, suhu larutan osmotik (30 oC dan 50 oC) dan konsentrasi larutan osmotik (42 oBrix, 54 oBrix dan 66 oBrix). Jadi, dari ketiga jenis perlakuan yang berbeda akan diperoleh 12 kombinasi perlakuan. Pengeringan osmotik dilakukan selama 5 jam. Pengukuran massa sampel, kadar air, dan volume sampel dilakukan pada menit ke-0, 30, 60, 90, 120, 180, 240, dan 300.
Sampel untuk tiap perlakuan memiliki kadar air awal yang berbeda-beda yaitu berkisar antara 647.82~858.74 %b.k. Perlakuan E1T2C3 (menggunakan kitosan, suhu larutan 50 oC dan konsentrasi larutan 66 oBrix) memiliki kadar air akhir yang rendah yaitu 127.35 %b.k. dengan penurunan kadar air yang paling tinggi dari kadar air awalnya, sedangkan kadar air akhir yang paling tinggi terjadi pada perlakuan E1T1C1 (menggunakan kitosan, suhu larutan 30 oC dan konsentrasi larutan 42 oBrix) sebesar 293.60 %b.k. Water Loss (WL) menunjukkan tingkat kehilangan air dari sampel ke larutan osmotik. Nilai WL yang paling tinggi terjadi pada perlakuan E1T2C3 (menggunakan kitosan, suhu larutan 50 oC dan konsentrasi larutan 66 oBrix) yaitu 64.68 %, sedangkan nilai WL yang paling rendah terjadi pada perlakuan E1T1C1 (menggunakan kitosan, suhu larutan 30 oC dan konsentrasi larutan 42 oBrix) 27.70%. Solid Gain (SG) merupakan parameter yang menunjukkan banyaknya jumlah padatan terlarut yang masuk ke dalam sampel. Nilai SG yang paling tinggi terjadi pada perlakuan E0T2C1 (tanpa kitosan, suhu larutan 50 oC, dan konsentrasi larutan 42 oBrix) yaitu 12.75%. Sedangkan nilai SG yang paling rendah terjadi pada perlakuan E1T1C3 (menggunakan kitosan, suhu larutan 30 oC, dan konsentrasi larutan 66 oBrix) yaitu 4.05%. Berdasarkan koefisien determinasi yang diperoleh, model Azuara dapat dikatakan layak untuk pemodelan nilai WL dan SG pada pengeringan osmotik irisan buah mangga.
Sampel tanpa kitosan, suhu yang tinggi dan konsentrasi larutan yang tinggi dapat meningkatkan pergerakan air keluar dari sampel ke larutan osmotik. Hal tersebut ditandai dengan kadar air akhir yang rendah dan nilai WL yang tinggi. Selain mempengaruhi pergerakan air, penggunaan kitosan, suhu larutan dan konsentrasi larutan juga mempengaruhi banyaknya padatan terlarut dari larutan osmotik yang masuk ke dalam jaringan sampel. Sampel yang tidak diberi kitosan, suhu larutan yang tinggi dan konsentrasi larutan yang rendah menyebabkan nilai SG menjadi tinggi. Untuk mengukur tingkat kinerja dari pengeringan dapat dilihat dari nilai Performance Ratio (PR). Agar diperoleh nilai PR yang tinggi, maka nilai WL harus ditingkatkan dan nilai SG yang diperoleh seminimal mungkin. Nilai PR terbesar terdapat pada perlakuan E1T1C3 (menggunakan kitosan, suhu larutan 30 oC, dan konsentrasi larutan 66 oBrix) yaitu sebesar 12.2 dengan nilai WL 49.65 % dan nilai SG 4.05 %.
PENGERINGAN OSMOTIK PADA IRISAN BUAH MANGGA ARUMANIS
(Mangifera indica L.) DENGAN PELAPISAN KITOSAN
SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN
pada Departemen Teknik Mesin dan Biosistem
Fakultas Teknologi Pertanian
Institut Pertanian Bogor
Oleh
MIFTAHUL JANNAH
F14070128
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011
Judul Skripsi : Pengeringan Osmotik pada Irisan Buah Mangga Arumanis (Mangifera indica L.)
dengan Pelapisan Kitosan
Nama : Miftahul Jannah
NIM : F14070128
Menyetujui,
Dosen Pembimbing Akademik
Dr. Leopold Oscar Nelwan, S.TP., M.Si.
NIP. 19701208 199903 1 001
Mengetahui :
Ketua Departemen,
Dr. Ir. Desrial, M.Eng.
NIP. 19661228 199203 1 003
Tanggal lulus :
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI
Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi dengan judul Pengeringan Osmotik pada Irisan Buah Mangga Arumanis (Mangifera indica L.) dengan Pelapisan Kitosan adalah
hasil karya saya sendiri dengan arahan Dosen Pembimbing Akademik, dan belum diajukan dalam
bentuk apapun pada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, November 2011
Yang membuat pernyataan
Miftahul Jannah
F14070128
BIODATA PENULIS
Miftahul Jannah. Lahir di Jakarta pada tanggal 6 Desember 1989. Penulis
merupakan anak kelima dari enam bersaudara dari Ayahanda H. Muhammad
Toha dan Ibunda Hj. Marhati. Penulis menamatkan pendidikan SMU pada
tahun 2007 dari MA. Al-Falah Jakarta dan pada tahun yang sama diterima di
IPB melalui jalur Beasiswa Utusan Daerah (BUD) dari Kementrian Agama
RI. Penulis memilih Program Studi Teknik Pertanian, Departemen Teknik
Mesin dan Biosistem, Fakultas Teknologi Pertanian. Pada tahun 2009 penulis
pernah menjadi pengajar bimbel mahasiswa TPB IPB untuk mata kuliah kimia
yang dikoordinasikan oleh CSS MoRA IPB. Penulis aktif pada beberapa
kegiatan dalam suatu kepanitiaan, diantaranya eksmus 2007, up grading CSS MoRA 2008, LCT
(Lomba Cepat-Tepat) CSS MoRA, Techno-F 2009, dan SAPA 2009. Penulis pernah mengikuti
Program Kreativitas Mahasiswa di bidang kewirausahaan (PKMK) yang didanai oleh Dikti pada tahun
2009 dengan judul Pencitraan Motif Batik dalam Miniatur Rumah Adat Indonesia. Penulis
melaksanakan Praktik Lapangan pada tahun 2010 di PT. PG Rajawali II Unit PG Sindanglaut Cirebon,
Jawa Barat dengan judul Aspek Keteknikan Pertanian dan Penggunaan Energi dalam Produksi Gula
Tebu di PT PG Rajawali II Unit PG Sindanglaut, Cirebon.
i
KATA PENGANTAR
Puji serta syukur kehadirat Allah SWT. atas limpahan rahmat, taufik, sertá hidayah-Nya
penyusun mempunyai kesempatan untuk menyelesaikan skripsi ini. Penelitian dengan judul
“Pengeringan Osmotik pada Irisan Buah Mangga Arumanis (Mangifera indica L.) dengan Pelapisan
Kitosan” dilaksanakan di Laboratorium Energi dan listrik Pertanian serta Laboratorium Pindah Panas
dan Massa IPB sejak bulan Juli hingga Agustus 2011.
Dari awal hingga akhir penyusunan skripsi ini tentu tak lepas dari partisipasi beberapa pihak,
baik secara moril maupun materiil yang penulis dapatkan. Dalam kesempatan ini pula dengan segala
kerendahan hati dan penuh rasa hormat penulis hanturkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Dr. Leopold Oscar Nelwan, S.TP., M.Si. selaku dosen pembimbing akademik yang telah
memberikan arahan kepada penulis sejak awal terlaksananya penelitian hingga tersusunnya
laporan ini.
2. Dr. Ir. Gatot Pramuhadi, M.Si. dan Dr. Ir. Dyah Wulandani, M.Si. selaku dosen penguji skripsi
yang telah memberikan kritik dan saran yang konstruktif bagi penulis.
3. Kedua orang tua, kakak-kakak serta adik yang selalu mendoakan dan memberikan semangat
kepada penulis.
4. Kementrian Agama RI yang telah membantu penulis baik secara moril dan materiil.
5. Mila Sophia, Lovren Devter Simbolon dan M. Fauzi Kadarisman selaku teman satu bimbingan
yang telah memberikan saran dan membantu dalam pelaksanaan penelitian.
6. Bapak Harto, Kak Darma dan Kak Firman yang telah meluangkan waktunya dan membantu
penulis dalam pembuatan alat serta pengaturan finansial.
7. Teman-teman kos “Green House” yang telah membantu dalam pelaksanaan penelitian.
8. Novi Ardhi yang telah menjadi inspirasi dan memberikan semangat kepada penulis.
9. CSS MoRA IPB dan Ensemble TEP angkatan 44 sebagai teman-teman seperjuangan.
10. Para UKK Fateta yang telah mengizinkan penulis melakukan penelitian di malam hari.
11. UNU-Kirin fellowship program yang telah mendanai penelitian “Osmotic Dehydration of Coated
Mango by Using Sugar Solution Reconcentrated by Nanofiltration” dengan nomor kontrak
600UU-2010-536.
12. Semua pihak yang terlibat secara langsung maupun secara tidak langsung dalam penelitian atas
dukungan dan bantuan yang telah diberikan.
Besar harapan bagi penulis agar tulisan ini dapat bermanfaat dan memberikan kontribusi yang
nyata terhadap perkembangan ilmu pengetahuan.
Bogor, November 2011
Miftahul Jannah
ii
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR …………………………………………………………………………... i
DAFTAR ISI …………................................................................................................................. ii
DAFTAR TABEL ……………........…………………………………………………………..... iii
DAFTAR GAMBAR …………….………………....................................................................... iv
DAFTAR LAMPIRAN …...…………………….......................................................................... vi
I. PENDAHULUAN .............................................................................................………................ 1
A. LATARBELAKANG ……………………………...……....................................................... 1
B. TUJUAN ……………...………………………………………………………....................... 2
II. TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................…………................ 3
A. KARAKTERISTIK BUAH MANGGA................................................................................... 3
B. PENGERINGAN OSMOTIK................................………..…....……………......................... 6
C. EDIBLE COATING …..………………………....…………..............….……........................ 8
III. METODOLOGI PENELITIAN .......................................................................………................. 11
A. WAKTU DAN LOKASI PENELITIAN .....................................……………….................... 11
B. RANCANGAN PENELITIAN ……………………………………………………………… 11
C. BAHAN DAN ALAT .………………………......................................................................... 13
1. Bahan .………...………………….………......................................................................... 13
2. Alat .……………...………………………......................................................................... 13
D. METODE PENELITIAN ………….……..…....……….......................................................... 14
1. Pembuatan Larutan Osmotik …….....………….…………...…………............................. 14 2. Prosedur Penelitian Pengeringan Osmotik ………...…………………...……................... 15
E. PENGAMATAN ...................................................................................................................... 15
1. Kadar Air ............................................................................................................................ 15
2. Total Padatan Terlarut (TPT) ............................................................................................. 16
3. Volume Sampel .................................................................................................................. 16
4. Water Loss dan Solid Gain ................................................................................................. 16
5. Rasio Kinerja ...................................................................................................................... 17
6. Pemodelan dalam Pengeringan Osmotik ............................................................................17
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN .........................................................................………................ 19
A. KADAR AIR SAMPEL ..............................................................................………................ 19
B. PENYUSUTAN VOLUME …………………………………………………….…………… 22
C. TINGKAT KEHILANGAN AIR/ WATER LOSS (WL) ..............................………................ 23
D. PERTAMBAHAN PADATAN TERLARUT/SOLID GAIN (SG) .......……..……................ 26
E. RASIO KINERJA/PERFORMANCE RATIO (PR) .....................................………................ 28
V. PENUTUP .........................................................................................................………................ 31
A. KESIMPULAN ............................................................................................………................ 31
B. SARAN ......................................................................……….................................................. 31
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
iii
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1. Hasil analisa proksimal pada beberapa varietas buah mangga mature ............................ 4
Tabel 2. Sepuluh produsen mangga terbesar pada tahun 2007………...…………………..….…. 5
Tabel 3. Kemungkinan penggunaan edible film/coating ............................................................... 9
Tabel 4. Spesifikasi kitosan niaga ..........................................…................................................… 10
Tabel 5. Jenis dan kombinasi perlakuan .................................…...............................................… 11
Tabel 6. Kadar air awal dan kadar air akhir sampel (dalam basis kering) selama pengukuran...... 19
Tabel 7. Nilai parameter pengeringan dari perhitungan model Peleg ........................................... 21
Tabel 8. Nilai parameter dan koefisien determinasi dari perhitungan WL dengan menggunakan model Azuara ........................................................................................... 25
Tabel 9. Nilai parameter dan koefisien determinasi dari perhitungan SG dengan menggunakan model Azuara ........................................................................................... 28
Tabel 10. Nilai Performance Ratio (PR) dari hasil pengukuran dan perhitungan model Azuara untuk masing-masing perlakuan ...................................................................................... 30
iv
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Buah mangga varietas arumanis.................................................................................... 5
Gambar 2. Proses osmosis dua liquid…………………………………………………………….. 6
Gambar 3. Pergerakan air karena perbedaan tekanan osmotik........................................................ 6
Gambar 4. Diagram alir rancangan penelitian …………………………………………………… 12
Gambar 5. (a) Komponen-komponen pada osmotic dehydrator, (b) Bagian dalam osmotic dehydrator …………………………………………………………………………………….. 14
Gambar 6. Grafik penurunan kadar air terhadap waktu pada konsentrasi larutan osmotik 42 oBrix.......................................................................................................................... 20
Gambar 7. Grafik penurunan kadar air terhadap waktu pada konsentrasi larutan osmotik 54 oBrix.......................................................................................................................... 20
Gambar 8. Grafik penurunan kadar air terhadap waktu pada konsentrasi larutan osmotik 66 oBrix.......................................................................................................................... 20
Gambar 9. Grafik penyusutan volume terhadap waktu pada konsentrasi larutan 42 oBrix............ 22
Gambar 10. Grafik penyusutan volume terhadap waktu pada konsentrasi larutan 54 oBrix............ 23
Gambar 11. Grafik penyusutan volume terhadap waktu pada konsentrasi larutan 66 oBrix ............ 23
Gambar 12. Grafik kenaikan WL terhadap waktu untuk konsentrasi larutan 42 oBrix .................... 24
Gambar 13. Grafik kenaikan WL terhadap waktu untuk konsentrasi larutan 54 oBrix .................... 24
Gambar 14. Grafik kenaikan WL terhadap waktu untuk konsentrasi larutan 66 oBrix .................... 25
Gambar 15. Grafik kenaikan WL terhadap waktu untuk masing-masing perlakuan berdasarkan perhitungan dengan menggunakan model Azuara ........................................................ 26
Gambar 16. Grafik kenaikan SG terhadap waktu untuk konsentrasi larutan 42 oBrix ..................... 27
Gambar 17. Grafik kenaikan SG terhadap waktu untuk konsentrasi larutan 54 oBrix ..................... 27
Gambar 18. Grafik kenaikan SG terhadap waktu untuk konsentrasi larutan 66 oBrix ..................... 27
Gambar 19. Grafik kenaikan SG terhadap waktu untuk masing-masing perlakuan berdasarkan
perhitungan dengan menggunakan model Azuara ........................................................ 28
Gambar 20. Grafik rasio kinerja pengeringan osmotik pada konsentrasi larutan osmotik 42 oBrix.......................................................................................................................... 29
Gambar 21. Grafik rasio kinerja pengeringan osmotik pada konsentrasi larutan osmotik 54 oBrix.......................................................................................................................... 29
Gambar 22. Grafik rasio kinerja pengeringan osmotik pada konsentrasi larutan osmotik 66 oBrix.......................................................................................................................... 30
Gambar 23. Grafik perubahan massa terhadap waktu pada konsentrasi larutan osmotik 42oBrix... 38
Gambar 24. Grafik perubahan massa terhadap waktu pada konsentrasi larutan osmotik 54oBrix…38
Gambar 25. Grafik perubahan massa terhadap waktu pada konsentrasi larutan osmotik 66oBrix… 38
Gambar 26. Grafik WL hasil pengukuran dan WL hasil perhitungan pada perlakuan E0T1C1..… 39
Gambar 27. Grafik WL hasil pengukuran dan WL hasil perhitungan pada perlakuan E0T1C2..… 39
Gambar 28. Grafik WL hasil pengukuran dan WL hasil perhitungan pada perlakuan E0T1C3..… 39
Gambar 29. Grafik WL hasil pengukuran dan WL hasil perhitungan pada perlakuan E0T2C1..… 39
Gambar 30. Grafik WL hasil pengukuran dan WL hasil perhitungan pada perlakuan E0T2C2..… 40
Gambar 31. Grafik WL hasil pengukuran dan WL hasil perhitungan pada perlakuan E0T2C3..… 40
Gambar 32. Grafik WL hasil pengukuran dan WL hasil perhitungan pada perlakuan E1T1C1..… 40
Gambar 33. Grafik WL hasil pengukuran dan WL hasil perhitungan pada perlakuan E1T1C2..… 40
Gambar 34. Grafik WL hasil pengukuran dan WL hasil perhitungan pada perlakuan E1T1C3..… 41
v
Gambar 35. Grafik WL hasil pengukuran dan WL hasil perhitungan pada perlakuan E1T2C1….. 41
Gambar 36. Grafik WL hasil pengukuran dan WL hasil perhitungan pada perlakuan E1T2C2..… 41
Gambar 37. Grafik WL hasil pengukuran dan WL hasil perhitungan pada perlakuan E1T2C3..… 41
Gambar 38. Grafik SG hasil pengukuran dan SG hasil perhitungan pada perlakuan E0T1C1….... 42
Gambar 39. Grafik SG hasil pengukuran dan SG hasil perhitungan pada perlakuan E0T1C2….... 42
Gambar 40. Grafik SG hasil pengukuran dan SG hasil perhitungan pada perlakuan E0T1C3….... 42
Gambar 41. Grafik SG hasil pengukuran dan SG hasil perhitungan pada perlakuan E0T2C1..….. 42
Gambar 42. Grafik SG hasil pengukuran dan SG hasil perhitungan pada perlakuan E0T2C2..….. 43
Gambar 43. Grafik SG hasil pengukuran dan SG hasil perhitungan pada perlakuan E0T2C3..….. 43
Gambar 44. Grafik SG hasil pengukuran dan SG hasil perhitungan pada perlakuan E1T1C1….... 43
Gambar 45. Grafik SG hasil pengukuran dan SG hasil perhitungan pada perlakuan E1T1C2….... 43
Gambar 46. Grafik SG hasil pengukuran dan SG hasil perhitungan pada perlakuan E1T1C3…..... 44
Gambar 47. Grafik SG hasil pengukuran dan SG hasil perhitungan pada perlakuan E1T2C1…..... 44
Gambar 48. Grafik SG hasil pengukuran dan SG hasil perhitungan pada perlakuan E1T2C2….... 44
Gambar 49. Grafik SG hasil pengukuran dan SG hasil perhitungan pada perlakuan E1T2C3….... 44
Gambar 50. Foto sampel E0T1C1 setelah pengeringan osmotik …………………………………. 45
Gambar 51. Foto sampel E0T1C2 setelah pengeringan osmotik …………………………………. 45
Gambar 52. Foto sampel E0T1C3 setelah pengeringan osmotik …………………………………. 45
Gambar 53. Foto sampel E0T2C1 setelah pengeringan osmotik …………………………………. 45
Gambar 54. Foto sampel E0T2C2 setelah pengeringan osmotik …………………………………. 45
Gambar 55. Foto sampel E0T2C3 setelah pengeringan osmotik …………………………………. 45
Gambar 56. Foto sampel E1T1C1 setelah pengeringan osmotik …………………………………. 46
Gambar 57. Foto sampel E1T1C2 setelah pengeringan osmotik …………………………………. 46
Gambar 58. Foto sampel E1T1C3 setelah pengeringan osmotik …………………………………. 46
Gambar 59. Foto sampel E1T2C1 setelah pengeringan osmotik …………………………………. 46
Gambar 60. Foto sampel E1T2C2 setelah pengeringan osmotik …………………………………. 46
Gambar 61. Foto sampel E1T2C3 setelah pengeringan osmotik …………………………………. 46
vi
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Data pengukuran kadar air awal dan kadar TPT awal sampel ……………………. 35
Lampiran 2. Data pengukuran kadar air akhir sampel ………………………….…………….…. 36
Lampiran 3. Data pengukuran volume awal, volume akhir dan penyusutan volume sampel…... 37
Lampiran 4. Grafik perubahan massa sampel terhadap waktu……………………………….….. 38
Lampiran 5. Grafik perbandingan WL pengukuran dan WL perhitungan ………………..….….. 39
Lampiran 6. Grafik perbandingan SG pengukuran dan SG perhitungan ………….…………….. 42
Lampiran 7. Foto sampel setelah pengeringan osmotik …………………………………………. 45
1
I. PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Mangga (Mangifera indica L.) merupakan salah satu dari komoditas unggulan buah tropika
Indonesia. Dilihat dari sisi aroma, bau ataupun rasanya sangat digemari baik dikonsumsi secara segar
ataupun dalam bentuk produk olahan industri. Berdasarkan data dari Departemen Pertanian, produksi
mangga pada tahun 2010 mencapai 1.29 juta ton. Besarnya jumlah mangga pada tahun tersebut
membanjiri pasar hanya pada bulan-bulan tertentu saja. Hal ini dikarenakan buah mangga termasuk
buah musiman dimana produksinya akan melimpah pada waktu panen dan menjadi langka pada waktu
di luar musim panen. Selain itu buah mangga termasuk bahan pangan yang mudah rusak (perishable)
sehingga umur simpannya relatif pendek. Diubahnya buah mangga menjadi produk olahan industri
agar dapat mempertahankan cita rasa dan komposisi produk itu sendiri selama mungkin tanpa adanya
penurunan mutu produk. Produk olahan mangga tetap dapat dikonsumsi pada saat kapanpun, sehingga
nilai tambahnya juga meningkat.
Secara umum buah-buahan mempunyai masa penyimpanan (shelf life) yang pendek atau relatif
cepat mengalami perubahan fisiologis, kimia, dan fisik sehingga mutu buah akan turun dan
mengalami kerusakan. Oleh karena itu diperlukan upaya-upaya untuk dapat memperpanjang masa
penyimpanan yaitu salah satunya dengan cara mengawetkan buah mangga tersebut. Teknologi
pengawetan terus berjalan seiring dengan meningkatnya kebutuhan manusia akan adanya ketersediaan
pangan. Cara pengawetan yang paling mudah dan telah dikenal sejak dahulu yaitu pengeringan.
Pengeringan merupakan pengawetan secara fisik dengan cara menurunkan aktivitas air (Aw)
melalui pengurangan kadar air pada makanan sampai pada kadar tertentu dimana tidak terjadi
aktivitas mikroorganisme perusak pangan. Proses pengeringan dapat menggunakan sinar matahari
maupun menggunakan mesin-mesin pengering. Pemanfaatan sinar matahari dapat menekan biaya
sehingga proses ini dengan mudah ditemui pada masyarakat tradisional misalnya untuk pengeringan
ikan maupun pengeringan padi. Tetapi metode pengeringan ini sangat tergantung pada cuaca dan
kurang cocok dalam pengeringan buah-buahan karena dapat menurunkan mutu produk. Pemanfaatan
mesin pengering banyak digunakan dalam skala industri maupun laboratorium, kelebihannya yaitu
tidak tergantung cuaca dan prosesnya lebih bisa dikontrol. Akan tetapi energi yang dibutuhkan untuk
proses pengeringan sangat besar.
Salah satu teknologi alternatif untuk pengeringan buah-buahan adalah pengeringan osmotik.
Pada proses pengeringan osmotik, buah-buahan dimasukkan ke dalam suatu media osmotik yang
mempunyai konsentrasi zat terlarut yang lebih besar dibandingkan konsentrasi zat terlarut pada bahan
yang akan dikeringkan sehingga air keluar dari bahan ke arah media melalui dinding sel yang
berperilaku sebagai membran semipermeabel untuk menyeimbangkan tekanan osmotik. Akibat
pemindahan massa air dari bahan tanpa perubahan fase ialah bertahannya mutu produk, dalam hal ini
mencakup warna, aroma, tekstur buah, serta meningkatkan rasa buah kering. Pada pengeringan
osmotik tidak memerlukan energi yang besar, karena untuk mengeluarkan air dari bahan tidak
memerlukan panas laten untuk mengubah fase air dari bahan tersebut.
Sistem pengeringan osmotik dipakai di dalam pengawetan untuk memperbaiki akibat buruk
pada beberapa produk yang diawetkan dengan cara pengeringan biasa seperti tekstur menjadi sangat
keras dan kehilangan cita rasa. Penerapan pengeringan osmotik pada irisan buah mangga agar dapat
menghasilkan produk mangga semi basah dengan aroma, warna, tekstur dan rasa mangga yang tidak
mengalami perubahan akibat pengeringan.
2
Beberapa variabel dapat mempengaruhi kinerja dari proses pengeringan. Rasio kinerja dari
proses pengeringan osmotik dinyatakan pada perbandingan Water Loss (WL) terhadap Solid Gain
(SG). Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi proses pengeringan ialah suhu. Suhu yang tinggi
dapat meningkatkan proses pengeringan (Lenart & Lewicki, 1990), tetapi suhu di atas 50 oC dapat
menyebabkan terjadinya browning dan menurunkan cita rasa dari produk (Videv et al, 1990). Transfer
massa khususnya proses kehilangan air juga dipengaruhi oleh konsentrasi larutan osmotik (Rahman &
Lamb, 1990). Menurut Camirand et al. (1992), rasio kinerja dari proses pengeringan dapat
ditingkatkan dengan pemberian lapisan (edible coating) seperti pencelupan irisan mangga dalam
kalsium alginat. Fungsi dari pelapisan adalah mencegah terjadinya aliran padatan terlarut dari larutan
osmotik ke dalam produk. Selain itu edible coating juga dapat bertindak sebagai membran
semipermeabel, sehingga dapat meningkatkan water loss dan menurunkan solid gain. Oleh karena itu
perlu dilakukan penelitian mengenai pengaruh suhu, konsentrasi larutan osmotik, serta pemberian
edible coating terhadap pengeringan osmotik pada buah, misalnya pada buah mangga, agar diperoleh
kinerja pengeringan osmotik yang maksimum terhadap buah mangga.
B. TUJUAN
Tujuan dari penelitian ini yaitu:
1. Mengukur perubahan Water Loss dan Solid Gain akibat pemberian edible coating, perbedaan
suhu larutan dan konsentrasi larutan osmotik pada irisan buah mangga yang dikeringkan dengan
teknik pengeringan osmotik.
2. Membuat model Water Loss dan Solid Gain pada pengeringan osmotik irisan buah mangga
dengan menggunakan model Azuara.
3. Menentukan perlakuan yang mempunyai rasio kinerja pengeringan maksimum pada pengeringan
osmotik irisan buah mangga arumanis.
3
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. KARAKTERISTIK BUAH MANGGA
Mangga berasal dari sekitar perbatasan India dengan Burma dan menyebar ke Asia Tenggara
semenjak 1500 tahun yang lalu. Nama buah ini berasal dari Malayalam maanga dan dipadankan
dalam bahasa Indonesia menjadi mangga. Kata ini dibawa ke Eropa oleh orang-orang Portugis dan
diserap menjadi manga (bahasa Portugis), mango (bahasa Inggris) dan lain-lain. Nama ilmiahnya
yaitu Mangifera indica L. yang mengandung arti: “(pohon) yang berbuah mangga, berasal dari India”.
Klasifikasi ilmiah dari buah mangga yaitu:
Kingdom : Plantae
Filum : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Ordo : Sapindales
Famili : Anacardiaceae
Genus : Mangifera
Spesies : Mangifera indica L.
Pohon mangga termasuk tumbuhan tingkat tinggi yang struktur batangnya (habitus) termasuk
kelompok arboreus, yaitu tumbuhan berkayu yang mempunyai tinggi batang lebih dari 5 m. Tinggi
pohon mangga bisa mencapai 10-40 m (Wikipedia, 2011).
Bunga mangga merupakan bunga majemuk yang berkarang dalam malai bercabang banyak di
ujung ranting. Karangan bunga biasanya berbulu, tetapi sebagian ada juga yang gundul, kuning
kehijauan, dan panjang mencapai 40 cm. Bunga majemuk ini terdiri dari sumbu utama yang
mempunyai banyak cabang utama. Setiap cabang utama ini mempunyai banyak cabang-cabang, yakni
cabang kedua. Ada kemungkinan cabang bunga kedua ini mempunyai suatu kelompok yang terdiri
dari 3 bunga atau mempunyai cabang tiga. Setiap kelompok tiga bunga terdiri dari tiga kuntum bunga
dan setiap kuntum bertangkai pendek dengan daun kecil. Jumlah bunga pada setiap bunga majemuk
bisa mencapai 1000-6000. Bunga-bunga dalam karangan berkelamin campuran, ada yang jantan dan
ada pula yang hermafrodit (berkelamin dua). Besarnya bunga lebih kurang 6-8 mm. Bunga jantan
lebih banyak daripada bunga hermafrodit, dan jumlah bunga hermafrodit inilah yang menentukan
terbentuknya buah. Persentase bunga hermafrodit bermacam-macam, tergantung dari varietasnya,
yaitu antara 1.25% - 77.9%, sementara bunga yang mempunyai bakal buah normal kira-kira 5 - 10%.
Pembungaan pada tanaman mangga terjadi 1 ½ - 2 bulan sesudah musim kering dimulai. Waktu yang
diperlukan pembungaan dan pembuahan kurang lebih 4 bulan kering dan selama waktu tersebut ada
15 hari hujan merata. Curah hujan yang sesuai untuk pertumbuhan tanaman mangga adalah kurang
dari 60 mm/bulan dengan 4 – 6 bulan kering (Wikipedia, 2011).
Buah mangga terdiri tiga bagian utama yaitu kulit, daging dan biji. Sekitar 11 - 18% dari berat
mangga utuh terdiri dari kulit. Berat biji berkisar 14 - 22% dari berat utuh mangga. Sedangkan daging
buah mempunyai berat 60 - 70% dari berat keseluruhan mangga (Pracaya, 1990). Panjang buah kira-
kira 2.5 - 30 cm. Pada bagian ujung buah, ada bagian yang runcing yang disebut paruh. Di atas paruh
ada bagian yang membengkok yang disebut sinus, yang dilanjutkan ke bagian perut. Bagian belakang
buah mangga disebut punggung (Pracaya, 1985).
4
Mangga mempunyai kulit buah agak tebal berbintik-bintik kelenjar, berwarna hijau,
kekuningan atau kemerahan bila masak. Ciri-ciri daging buah masak yaitu berwarna merah jingga,
kuning atau krem, berserabut atau tidak, manis sampai masam dengan banyak air, berbau kuat sampai
lemah, penebalan lapisan ‘bedak’, pemunculan bintik coklat pada 2/3 lebih bagian panjang buah dan
menghasilkan nada tinggi jika buah diketuk dengan jari. Biji berwarna putih, gepeng memanjang
tertutup endokarp yang tebal, mengayu dan berserat.
Pati yang terakumulasi selama proses pematangan buah ternyata kadarnya berkurang tajam
pada saat buah matang, dimana ukuran granula pati yang ada di dalam kloroplas mengecil (Seymour
et al., 1993). Hilangnya pati diiringi dengan kenaikan kadar amilase setelah proses pematangan
selesai. Sebagai akibat hidrolisis pati, maka kadar gula juga meningkat selama pematangan, dimana
gula yang terbentuk adalah fruktosa, glukosa dan sukrosa yang menggantikan monosakarida. Pada
kebanyakan varietas mangga ternyata fruktosa ditemukan paling dominan. Seymour et al. (1993)
menyatakan bahwa kadar TPT buah mangga yang mendekati tingkat kematangan akan semakin
meningkat. Dengan meningkatnya kadar gula maka meningkat pula rasa manis pada buah mangga.
Pracaya (1990) menyatakan bahwa waktu berbunga buah mangga di pulau Jawa lebih kurang
terjadi pada bulan Juli-Agustus, sedangkan musim panen terjadi pada bulan September-Desember.
Pracaya (1985) juga menyatakan buah mangga sudah dapat dikatakan tua jika telah berumur > 79 hari,
karena telah mencapai tingkat perkembangan maksimal dan proses pematangan yang sempurna.
Terdapat perbedaan karakteristik fisik dan kimia untuk tiap jenis buah mangga. Hasil analisa
sebuah penelitian mengenai karakteristik beberapa varietas mangga lokal dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Hasil analisa proksimat pada beberapa varietas buah mangga masak
Varietas Kadar air
(%)
TSS
(oBrix)
TAT
(oBrix)
Vit. C
(mg/100 g)
Total gula
(%)
Rasio gula dan
asam
Gedong 82.86 16.00 0.12 7.21 17.28 144.71
Arumanis 81.05 14.77 0.89 2.32 17.42 19.57
Manalagi 81.90 16.20 0.63 4.29 17.36 27.56
Cengkir 84.30 14.93 0.26 5.08 16.04 61.71
Golek 85.38 13.90 0.11 4.52 17.87 162.50
Sumber: Yulianingsih dan Laksmi (1988)
Mangga merupakan buah klimakterik dengan umur simpan 6 – 8 hari pada suhu kamar yaitu
25±2oC dan RH 85±5% (Jagatiani et al. 1988). Menurut Yuniarti dan Suhardi (1989) buah mangga
golek yang dipanen pada umur 92 hari setelah pembungaan akan mencapai tingkat kematangan
optimal setelah disimpan 8 hari pada suhu kamar. Broto et al. (1989) menyatakan bahwa mangga
arumanis rata-rata terjadi pematangan secara penuh setelah pemanenan pada hari ke-8 pada kondisi
suhu kamar 23-25oC dan RH 70-80%. Mangga cengkir yang dipanen pada stadia ketuaan komersil
hanya tahan simpan selama 8 hari (Pratikno dan Sosrodiharjo, 1989).
Mangga terutama dihasilkan oleh negara-negara India, Tiongkok, Meksiko, Thailand, Pakistan,
Indonesia, Brasil, Filipina, dan Bangladesh. Total produksi dunia di tahun 1980-an sekitar 15 juta ton,
namun hanya sekitar 90.000 ton (1985) yang diperdagangkan di tingkat dunia. Artinya, sebagian besar
mangga dikonsumsi secara lokal. Sementara itu pasar utama mangga adalah Asia Tenggara, Eropa,
Amerika Serikat dan Jepang. Singapura, Hong Kong dan Jepang merupakan pengimpor yang terbesar
di Asia. Gambaran produksi mangga tahun 2007 dapat dilihat pada Tabel 2.
5
Tabel 2. Sepuluh produsen mangga terbesar pada tahun 2007
No Negara Produksi (ton) Catatan
1. India 13.501.000 F
2. China 3.752.000 F
3. Meksiko 2.050.000 F
4. Thailand 1.800.000 F
5. Pakistan 1.719.180 F
6. Indonesia 1.620.000 F
7. Brasil 1.546.000 F
8. Filipina 975.000 F
9. Nigeria 734.000 F
10. Vietnam 370.000 F
Tingkat dunia 33.445.279 A
Keterangan:
F = Perkiraan FAO
A = data gabungan (resmi, tak resmi, dan atau hasil perhitungan)
Sumber: Food and Agricultural Organization of United Nations: Economic And Social Department: The Statistical Division.
Salah satu varietas buah mangga yang banyak disukai untuk dikonsumsi ialah mangga
arumanis (Gambar 1). Bentuk buahnya gemuk terkesan banyak daging buahnya, berparuh sedikit, dan
ujungnya meruncing. Pangkal buah berwarna merah orange keunguan, sedangkan bagian lainnya
berwarna hijau kebiruan. Mangga ini memiliki kulit yang tidak begitu tebal, berbintik kelenjar
berwarna keputihan, jika tua terkesan mengkilap. Daging buahnya tebal, berwarna kuning kemerah-
merahan, dagingnya lembut, sedikit berserat, dan tidak begitu banyak mengandung air. Rasanya
manis segar, tetapi pada bagian ujungnya terkadang sedikit asam. Bijinya kecil, lonjong pipih, dan
panjangnya antara 12-14 cm. Panjang buahnya berkisar 13~16 cm, dan rata-rata berat per buah
berkisar 450 g. Mampu berbuah maksimal, bisa mencapai 60 kg/pohon (Agrobuah, 2011).
Gambar 1. Buah mangga varietas arumanis
Sumber: agrobuah.com
6
B. PENGERINGAN OSMOTIK
Osmosis merupakan suatu proses dimana suatu liquid dapat melewati suatu membran
semipermeabel secara langsung. Apabila terdapat dua larutan yang memiliki konsentrasi zat terlarut
yang berbeda dipisahkan oleh suatu membran semipermeabel, maka akan terjadi perpindahan air dari
larutan hipotonik (larutan dengan konsetrasi zat terlarut yang lebih rendah) ke larutan hipertonik
(larutan dengan konsentrasi zat terlarut yang lebih tinggi). Misalnya yang terjadi dalam kasus dua
buah liquid yang dipisahkan dengan suatu membran semipermeabel (Gambar 2) dimana pada salah
satu kaki berisi pelarut murni misalnya air sebagai larutan hipotonik, dan satu kaki yang lain berisi
larutan gula sebagai larutan hipertonik.
Gambar 2. Proses osmosis dua liquid
Pori dalam membran semipermeabel terlalu kecil untuk dapat dilewati oleh molekul zat terlarut
misalnya gula, tetapi cukup besar untuk dilewati molekul air. Molekul air dari larutan maupun dari
pelarut murni secara random dapat melewati membran semipermeabel. Akan tetapi laju pergerakan
molekul air dari air-larutan dengan laju pergerakan molekul air dari larutan-air ditentukan oleh
besarnya entropi dan tekanan yang diaplikasikan ke salah satu kaki. Karena entropi larutan adalah
lebih besar dibandingkan dengan entropi pelarut murni maka secara spontan laju molekul air yang
melewati air-larutan akan lebih cepat dibandingkan dengan laju molekul air dari larutan-air. Oleh
sebab itu bila kita membiarkan kedua larutan untuk selang waktu tertentu maka ketinggian permukaan
larutan pada salah satu kaki akan mengalami kenaikan. Proses ini akan terus berlangsung sampai
ketinggian “h” mencapai tinggi tertentu dimana pada ketinggian tersebut tekanan larutan memiliki
tekanan yang dapat menyeimbangkan laju pergerakan molekul air dari larutan-air dan air-larutan.
Tekanan inilah yang disebut sebagai tekanan osmotik.
Gambar 3. Pergerakan air karena perbedaan tekanan osmotik
Sumber : belajarkimia.com
Membran semipermeabel
Larutan gula
Pelarut murni (air)
aliran air dari larutan hipotonik ke larutan hipertonik
7
Proses osmosis dapat juga diaplikasikan pada proses pengeringan pangan. Meningkatkan
kualitas produk makanan yang diawetkan, memberikan kisaran kadar air dan zat terlarut bahan yang
diinginkan untuk proses pengolahan selanjutnya, meminimalisasi stress pada bahan akibat panas dan
mengurangi input energi pada pengeringan konvensional merupakan beberapa keuntungan dari
pengeringan osmotik dalam proses stabilisasi konvensional (Chottanom et al., 2005). Pengeringan
osmotik dilakukan dengan menciptakan lapisan semipermeabel dengan cara merendam produk ke
dalam larutan gula, larutan garam, sorbitol, gliserol, dan sebagainya sebelum proses pengeringan.
Proses ini biasa dilakukan dalam pembuatan produk pangan semi basah. Selanjutnya produk
dikeringkan dengan penjemuran atau pengeringan buatan. Proses pengeringan osmosis dapat
digunakan untuk perlakuan pengeringan awal yang dapat menurunkan kadar air bahan sampai 50%
dari kadar air awal bahan (Karathanos et al., 1995). Metode pengeringan osmotik dikombinasikan
dengan pengeringan udara terbukti mampu menghasilkan buah kering awet dengan kadar air sekitar
14%, sehingga kerusakan kimiawi, biologis dan enzimatis dapat dihindari. Perendaman irisan daging
buah mangga kweni dalam larutan gula 60 oBrix selama 10 jam, kemudian dikeringkan pada suhu 55 oC dan kelembaban 60% selama 9 jam menghasilkan manisan mangga kweni kering, berpenampilan
menarik, warna kuning merata, manis, dan memiliki kadar air optimum yaitu 14.41% (Broto, 2003).
Pengeringan osmotik melibatkan dua aliran material yang berlawanan arah dan terjadi secara
simultan, yaitu keluarnya air dari jaringan produk ke larutan osmotik dan aliran padatan terlarut dari
larutan osmotik ke dalam jaringan produk. Laju kehilangan air dari jaringan produk dipengaruhi oleh
beberapa faktor diantaranya suhu, komposisi dan konsentrasi larutan osmotik, fase kontak,
karakteristik produk, perlakuan awal terhadap produk, ukuran dan bentuk geometri produk, tingkat
pengadukan, dan lamanya proses pengeringan (Khan et al., 2008).
Suhu memberikan pengaruh positif (sebanding) dengan kehilangan air dan kenaikan padatan
pada buah mangga dengan perlakuan pengeringan osmotik. Pada buah nanas yang telah dilakukan
pengeringan osmotik selama 6 jam, dengan suhu 30, 40 and 50 ºC dalam larutan hipertonik (60%
sukrosa), menunjukkan bahwa penurunan kadar air nanas mempunyai fungsi linier terhadap suhu
perendaman. Makin tinggi suhu, makin turun kadar air nanas, kadar sukrosa dalam buah makin tinggi
(Ramalo dan Mascheroni, 2005).
Jenis dan konsentrasi larutan osmotik sangat mempengaruhi laju pengeringan dan mutu yang
dihasilkan. Karathanos et al. (1995) menemukan bahwa larutan glukosa dengan konsentrasi 45%
memberikan laju kehilangan air yang paling tinggi dibandingkan dengan konsentrasi larutan 30% dan
15%. Kalsium klorida umumnya digunakan pada konsentrasi 0.5 – 1.0% sebagai tambahan pada
bahan osmosis yang sebenarnya, terutama untuk menguatkan struktur jaringan sayuran atau buah-
buahan. Natrium klorida sangat cepat menghasilkan efek pengeringan osmosis, tetapi mempunyai
kelemahan yaitu molekul NaCl cepat mempenetrasi bahan dan mengubah rasa. Akibat adanya
perubahan organoleptik, maka disarankan untuk menggunakan konsentrasi 10% bagi sayuran, dan 1 -
3% sebagai tambahan pada media osmosis utama untuk mengeringkan buah-buahan. Larutan NaCl
juga telah ditemukan mempunyai efek inhibitor terhadap aktifitas polyphenol oksidase (Lenart, 1996).
Sukrosa dianggap merupakan bahan osmosis yang terbaik, kehadiran sukrosa pada permukaan bahan
yang dikeringkan membantu menghalangi kontak dengan oksigen yang berakibat terhadap penurunan
laju pencoklatan enzimatik (enzymatic browning). Sukrosa lebih dapat diterima jika ditinjau dari segi
rasa, tetapi rasa manis dapat tidak cocok digunakan bagi sayur-sayuran. Maltodekstrin dan sirup pati
dianjurkan untuk menurunkan kadar air sayur-sayuran dan buah-buahan terutama jika efek kemanisan
yang diakibatkan oleh sukrosa pada produk akhir tidak diinginkan.
Monteiro et al. (2003) melakukan pengeringan osmotik pada potongan buah mangga untuk
memperoleh kondisi perlakuan dengan rasio kinerja pengeringan yang maksimum. Rasio kinerja
8
maksimum diperoleh pada kondisi suhu larutan 46 oC dan konsentrasi larutan 65.5 oBrix untuk sampel
yang tidak dilapisi alginat. Untuk sampel yang dilapisi alginat, rasio kinerja maksimum diperoleh
pada perlakuan suhu larutan 44 oC dan konsentrasi larutan 65.5 oBrix. Rasio kinerja maksimum yang
diperoleh masing-masing perlakuan tersebut yaitu 5.16 dan 9.51, sehingga pemberian alginat pada
sampel dapat meningkatkan kehilangan air dan menurunkan pemasukan padatan terlarut pada sampel.
C. EDIBLE COATING
Polimer biodegradable adalah molekul-molekul besar yang dapat dihancurkan atau diurai
mikroorganisme, khususnya bakteri dan jamur. Salah satu metode yang sedang dikembangkan adalah
kemasan edible, yaitu kemasan yang dapat dimakan, antara lain dengan teknik coating (lapisan).
Teknik ini sering disebut sebagai edible film dan/atau edible coating. Coating diaplikasikan dan
dibentuk secara langsung pada produk yang dikemas. Sedangkan film dibentuk menyerupai lapisan
tipis terlebih dahulu, kemudian diaplikasikan ke produk makanan yang dikemas.
Edible film / coating merupakan lapisan tipis dan kontinyu, terbuat dari bahan-bahan yang
dapat dimakan, dengan melapisi komponen makanan atau diletakkan di antara komponen makanan.
Lapisan ini berfungsi sebagai penahan (barrier) yang baik untuk perpindahan massa (kelembaban,
lipid, cahaya, zat terlarut, gas O2 dan CO2, sebagai bahan tambahan, serta dapat mencegah hilangnya
senyawa-senyawa volatile pada aroma atau rasa khas suatu produk pangan. Sehingga kemasan edible
film/coating harus memiliki sifat diantaranya:
(1) Menahan kehilangan kelembaban produk.
(2) Memiliki permeabilitas selektif terhadap gas tertentu.
(3) Mengendalikan perpindahan padatan terlarut untuk memepertahankan warna pigmen alami dan
gizi.
(4) Menjadi pembawa bahan aditif seperti pewarna, pengawet dan penambah aroma yang
memperbaiki mutu bahan pangan.
Aplikasi edible film/coating dapat digunakan pada potongan buah atau sayuran dengan cara
pencelupan, pembuihan, penyemprotan, penetesan, dan penetesan terkendali. Cara aplikasinya
tergantung pada jumlah, ukuran, sifat produk dan hasil yang diinginkan. Bahan dasar pembuatan
edible film/coating dapat digolongkan menjadi tiga kelompok, yaitu hidrokoloid (protein,
polisakarida, turunan selulosa, alginat, pektin, dan pati), lipida (asam lemak, wax, asilgliserol), serta
campuran (hidrokoloid dan lemak).
Edible film/coating dapat diklasifikasikan berdasarkan kemungkinan penggunaannya dan jenis
film yang sesuai, yang dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Kemungkinan penggunaan edible film/coating
9
Penggunaan Jenis edible film/coating yang sesuai
Menghambat penyerapan uap air Lipida, komposit
Menghambat penyerapan gas Hidrokoloid, lipida, atau komposit
Menghambat penyerapan minyak dan lemak Hidrokoloid
Menghambat penyerapan zat-zat larut Hidrokoloid, lipida, atau komposit
Meningkatkan kekuatan struktur atau memberi kemudahan penanganan
Hidrokoloid, lipida, atau komposit
Menahan zat-zat volatile Hidrokoloid, lipida, atau komposit
Pembawa bahan tambahan makanan Hidrokoloid, lipida, atau komposit
Sumber : Donhowe dan Fennema (1994) dalam Krochta et al. (1994)
Salah satu jenis edible coating ialah kitosan. Kitosan merupakan bahan pelapis berupa
polisakarida yang berasal dari limbah pengolahan udang (Crustaceae). Misalnya limbah padat
pengolahan yang terdiri atas kulit, kaki dan kepala, dapat mencapai hingga 40% dari total produksi
udang. Untuk memperoleh kitin dari cangkang udang melibatkan proses-proses pemisahan protein
(deproteinasi) dan pemisahan mineral (demineralisasi), sedangkan untuk mendapatkan kitosan
dilanjutkan dengan proses deasetilasi dengan menggunakan basa kuat NaOH atau KOH. Dalam
chitosan terdapat unsur butylosar yang bermanfaat bagi tubuh manusia. Butylosar yang telah
didapatkan itu hanya larut dalam asam encer dan cairan tubuh manusia. Zat itu merupakan satu-
satunya selulosa yang dapat dimakan, mempunyai muatan positif yang kuat, dan dapat mengikat
muatan negatif dari senyawa lain. Selain itu, zat ini mudah mengalami degradasi secara biologis dan
tidak beracun. Kitosan sangat berpotensi untuk dijadikan sebagai bahan pengawet makanan, karena
kitosan memiliki polikation bermuatan positif sehingga dapat menghambat pertumbuhan mikroba
(Wardaniati, 2009) dan mampu berikatan dengan senyawa-senyawa yang bermuatan negatif seperti
protein, polisakarida, asam nukleat, logam berat dan lain-lain (Murtini dkk, 2008). Selain itu, molekul
kitosan memiliki gugus N yang mampu membentuk senyawa amino yang merupakan komponen
pembentukan protein dan memiliki atom H pada gugus amina yang memudahkan kitosan berinteraksi
dengan air melalui ikatan hidrogen (Rochima, 2009).
Kitosan tidak larut di dalam air, alkali pekat, alkohol dan aseton, tetapi larut dalam asam lemah
seperti asetat dan formiat. Asam organik seperti asam hidroklorida dan asam netral dapat melarutkan
kitosan pada pH tertentu dalam keadaan hangat dan pengadukan lama, tetapi hanya sampai derajat
terbatas. Kitosan diketahui mempunyai kemampuan untuk membentuk gel, film dan fiber, karena
berat molekulnya yang tinggi dan solubilitasnya dalam larutan asam encer. Kitosan telah digunakan
secara luas di industri makanan, kosmetik, kesehatan, farmasi dan pertanian serta pada pengolahan air
limbah. Di industri makanan, kitosan dapat digunakan sebagai suspensi padat, pengawet, penstabil
warna, penstabil makanan, bahan pengisi, pembentuk gel, tambahan makanan hewan dan sebagainya.
Berikut ini disajikan spesifikasi kitosan niaga pada Tabel 4.
10
Tabel 4. Spesifikasi kitosan niaga
Parameter Ciri
Ukuran partikel Serpihan sampai bubuk
Kadar air ≤ 10.0 %
Kadar abu ≤ 2.0 %
Warna larutan Tidak berwarna
N-deasetilasi ≥ 70.0 %
Kelas viskositas (cps)
- Rendah
- Medium
- Tinggi pelarut organik
- Sangat tinggi
< 200
200 – 799
800 – 2000
>2000
Sumber: Purwatiningsih S et al., 2009
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa kitosan mempunyai potensi yang cukup baik sebagai
pelapis pada benih dan buah-buahan misalnya pada tomat (El-Ghaouth et al., 1992). Sifat lain
kitosan adalah dapat menginduksi enzim chitinase pada jaringan tanaman yaitu enzim yang dapat
mendegradasi kitin yang merupakan penyusun dinding sel fungi (Baldwin, 1994). Nisperos-Carriedo
et al. (1994) menyatakan bahwa pelapis dari karbohidrat dapat menyerap uap air. Oleh karena itu,
penghambatan transpirasi dari dalam ke luar buah tergantung pada tinggi rendahnya konsentrasi
kitosan yang digunakan.
11
III. METODOLOGI PENELITIAN
A. WAKTU DAN LOKASI PENELITIAN
Penelitian dilakukan pada bulan Juli 2011 hingga Agustus 2011 di Laboratorium Energi dan
Listrik Pertanian serta Laboratorium Pindah Panas dan Massa, Departemen Teknik Mesin dan
Biosistem, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
B. RANCANGAN PENELITIAN
Perlakuan yang digunakan dalam penelitian terdiri dari:
Perlakuan 1: E0 = tanpa menggunakan kitosan (chitosan)
E1 = menggunakan kitosan (chitosan) sebagai pelapis (edible coating)
Perlakuan 2: T1 = suhu larutan osmotik 30 oC
T2 = suhu larutan osmotik 50 oC
Perlakuan 3: C1 = konsentrasi larutan osmotik 42 oBrix
C2 = konsentrasi larutan osmotik 54 oBrix
C3 = konsentrasi larutan osmotik 66 oBrix
Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan faktorial dengan
3 perlakuan dengan masing-masing 2 dan 3 taraf perlakuan. Jadi, dari ketiga jenis perlakuan yang
berbeda akan diperoleh 12 kombinasi perlakuan yang dapat dilihat pada Tabel 5. Sedangkan diagram
alir rancangan penelitian terdapat pada Gambar 4.
Tabel 5. Jenis dan kombinasi perlakuan
Perlakuan
Notasi Perlakuan Pemberian Coating Suhu Larutan Konsentrasi Larutan
Non-coating
30 oC
42 oBrix
E0T1C1
54 oBrix E0T1C2
66 oBrix E0T1C3
50 oC 42 oBrix E0T2C1
54 oBrix E0T2C2
66 oBrix E0T2C3
Coating
30 oC 42 oBrix E1T1C1
54 oBrix E1T1C2
66 oBrix E1T1C3
50 oC 42 oBrix E1T2C1
54 oBrix E1T2C2
66 oBrix E1T2C3
12
Gambar 4. Diagram alir rancangan penelitian
30 oC, 42 oBrix
50 oC 42 oBrix
Tanpa edible coating Penggunaan kitosan 1.5% sebagai edible coating
Mulai
Penentuan sampel: 1. Mangga varietas arumanis 2. Memiliki kadar air dan kadar TPT yang mendekati sama
Persiapan alat dan bahan penelitian
Penentuan 24 potongan mangga (ukuran 3cm x 4cm x
0.8cm) sebagai sampel
Pembuatan larutan bahan tambahan pangan (BTP) yaitu asam askorbat 1% dan asam
sitrat 0.2%
Pembuatan larutan gula
Pengukuran awal sampel: 1. Berat awal 2. Volume awal 3. Kadar air awal 4. Kadar TPT awal
Pencelupan sampel ke dalam larutan BTP
Penentuan suhu dan konsentrasi larutan
30 oC 54 oBrix
50 oC 54 oBrix
30 oC 66 oBrix
50 oC 66 oBrix
Pengukuran setelah perlakuan: 1. Berat akhir sampel 2. Volume akhir sampel 3. Kadar air akhir sampel
Perhitungan WL dan SG berdasarkan pengukuran Pemodelan WL dan SG dengan model Azuara
Perlakuan dengan nilai PR terbesar
Selesai
13
C. BAHAN DAN ALAT
1. Bahan
Bahan utama sebagai sampel dalam penelitian adalah buah mangga yang telah dipotong dengan
ukuran panjang 3 cm, lebar 4 cm dan tebal 0.8 cm. Buah mangga yang digunakan jenisnya sama untuk
setiap perlakuan, yaitu buah mangga arumanis yang diupayakan mempunyai umur panen yang sama.
Dalam penelitian ini, indikator yang digunakan adalah kadar air awal dan kadar TPT dari buah
mangga mendekati sama. Bahan tambahan lainnya yaitu larutan osmotik berupa campuran antara gula
dan aquades; larutan asam askorbat 1% b/v dan asam sitrat 0.2% b/v; dan kitosan 1.5% b/v sebagai
edible coating. Larutan kitosan diperoleh dari laboratorium biotek, Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan, IPB. Cara pembuatannya yaitu kitosan sebanyak 15 gram dilarutkan dengan 1 liter larutan
asam asetat 2%.
2. Alat
Peralatan yang digunakan dalam penelitian di antaranya:
a. Osmotic Dehydrator
Berupa panci terbuat dari baja tahan karat (stainless steel) yang dirangkai dengan elemen
pemanas (heater), termostat, pengaduk (stirer), dan saringan sampel. Heater yang digunakan
sebanyak 2 unit dengan daya masing-masing sebesar 1000 Watt. Termostat berfungsi mengontrol
suhu larutan osmotik agar konstan selama pengukuran. Stirer digunakan untuk
menggerakkan/mengaduk larutan osmotik agar panas yang diterima dapat merata ke semua sisi
wadah. Stirer digerakkan oleh motor DC dengan kecepatan putar 125 RPM. Saringan sampel
terbuat dari stainless steel. Saringan digunakan sebagai wadah potongan buah mangga agar
mudah dalam pengambilan potongan buah mangga yang akan ditimbang. Foto dan keterangan
alat dapat dilihat pada Gambar 4.
b. Drying oven, cawan, tray, dan penjepit cawan
c. Refraktometer
d. Timbangan digital
e. Desikator
f. Gelas ukur
g. Pipet tetes
h. Pinset
i. Pisau
j. Mortar
k. Stopwatch
l. Kertas saring/tissue
m. Mistar dan jangka sorong
14
(a)
(b)
Gambar 5. (a) Komponen-komponen pada osmotic dehydrator, (b) Bagian dalam osmotic dehydrator
D. METODE PENELITIAN
1. Pembuatan Larutan Osmotik
Larutan osmotik yang digunakan adalah campuran dari gula dan aquades. Konsentrasi larutan
osmotik yang digunakan pada penelitian terdiri dari larutan gula 42 oBrix, 54 oBrix, dan 66 oBrix.
Misalnya dalam pembuatan larutan gula 42 oBrix, gula putih dilarutkan dengan sejumlah aquades.
Kemudian diukur kadar TPT (total padatan terlarut) dengan menggunakan refraktometer. Jika angka
menunjukkan < 42 oBrix maka ditambahkan gula ke dalam larutan, dan sebaliknya ditambahkan
aquades jika angka menunjukkan > 42 oBrix. Begitu pula dalam pembuatan larutan gula 54 oBrix dan
66 oBrix menggunakan prosedur yang sama, akan tetapi dengan angka oBrix yang berbeda.
Insulator
Batang stirer
Tombol pengatur suhu pada termostat
Penyangga panci pemanas
Pompa stirer
Tombol “on-off” heater
15
2. Prosedur Penelitian Pengeringan Osmotik
Langkah kerja dalam pengeringan osmotik adalah sebagai berikut: a. Mangga dicuci, dibersihkan, dikupas kulitnya, dan dipotong dengan ukuran panjang x lebar x
tebal yaitu 3 cm x 4 cm x 0.8 cm. b. Semua potongan mangga ditimbang untuk mengetahui berat awal keseluruhan. c. Semua potongan mangga dicelupkan ke dalam larutan asam askorbat 1% b/v dan asam sitrat 0.2%
b/v selama 60 detik. d. Dari semua potongan mangga diambil secara acak 24 potongan mangga sebagai sampel
pengukuran berat sampel, kadar air, dan volume sampel untuk tiap waktu pengukuran. Waktu
pengukuran terdiri dari pengukuran pada menit ke-0, 30, 60, 90, 120, 180, 240, dan 300. Masing-
masing waktu pengukuran terdapat tiga sampel yang diukur. e. Masing-masing sampel (24 potongan mangga) ditimbang berat awalnya dan diukur volume
awalnya. f. Untuk sampel dengan perlakuan menggunakan edible coating, sampel dicelupkan ke dalam
larutan kitosan 1.5% b/v selama 30 detik, kemudian diangin-anginkan. g. Untuk mengetahui kadar air dan kadar TPT awal mangga (sebelum pengeringan osmotik)
dilakukan pegukuran pada ketiga sampel untuk menit ke-0. Masing-masing sampel dipotong
menjadi dua bagian, yaitu satu bagian untuk pengukuran kadar air dan satu bagian lagi untuk
pengukuran kadar TPT. h. Sampel yang lain dimasukkan ke dalam saringan. i. Larutan osmotik dimasukkan ke dalam panci heater. Perbandingan berat sampel dengan larutan
osmotik yaitu 1 : 15. Selanjutnya heater dinyalakan dan tombol pada termostat diatur sesuai suhu
yang akan digunakan. j. Saringan yang berisi sampel dimasukkan ke dalam panci heater hingga seluruh sampel terendam
dalam larutan gula. Kemudian panci ditutup dan stirer dinyalakan pada kecepatan putar 125 rpm. k. Pengeringan osmotik dilakukan selama 5 jam. Diambil masing-masing 3 sampel untuk dilakukan
pengukuran berat sampel, kadar air dan volume sampel tiap 30 menit untuk 2 jam pertama dan
tiap 60 menit untuk 3 jam berikutnya. Setiap sebelum dilakukan pengukuran, sampel harus
dikeringkan dengan cara dilap dengan menggunakan kertas saring.
E. PENGAMATAN
1. Kadar Air (Metode Oven)
Pengukuran kadar air sampel (potongan buah mangga) dilakukan secara tidak langsung dengan
menggunakan metode oven. Langkah awal dalam pengukuran kadar air sampel dengan mengeringkan
cawan kosong di dalam oven bersuhu 105 oC selama 15 menit kemudian didinginkan dalam desikator
dan ditimbang.
Sampel yang telah dipotong-potong sejumlah a gram dimasukkan ke dalam cawan tersebut dan
sampel dikeringkan di dalam oven bersuhu 100 oC. Setelah 6 jam sampel tersebut dikeluarkan dari
dalam oven dan dimasukkan ke dalam desikator untuk didinginkan. Beberapa saat kemudian sampel
dikeluarkan dari desikator dan ditimbang. Perbedaan berat sampel sebelum dan sesudah pengeringan
dihitung sebagai persen kadar air.
16
� = ���� � 100% .................................................................... (1)
Dimana: m = kadar air sampel dalam basis basah (%b.b.)
a = berat sampel sebelum dikeringkan (gram)
b = berat sampel setelah dikeringkan (gram)
2. Total Padatan Terlarut (TPT)
Kadar TPT larutan osmotik dan sampel diukur dengan menggunakan hand refractometer yang
berskala 0~32 oBrix. Brix merupakan jumlah zat padat semu yang larut (dalam gram) setiap 100 gram
larutan. Refraktometer dikalibrasi dengan cara meneteskan aquades pada lensa refraktometer hingga
menunjukkan angka 0 oBrix. Untuk pengukuran kadar TPT larutan osmotik dapat dilakukan dengan
meneteskan larutan ke lensa refraktometer. Sedangkan pengukuran kadar TPT sampel dilakukan
dengan mengekstrak sampel terlebih dahulu dengan menggunakan mortar. Setelah itu, ekstrak dari
sampel diletakkan di atas lensa refraktometer. Refraktometer dibidik untuk membaca angka
pengukuran kadar TPT.
3. Volume Sampel (cm3)
Gelas ukur diisi dengan larutan gula sesuai dengan kadar brix dari sampel setinggi ho.
Kemudian sampel dimasukkan ke dalam gelas ukur tersebut hingga semua bagian dari sampel tercelup
ke dalam larutan dan tinggi muka larutan menjadi h1 ml. Selisih tinggi muka larutan setelah dan
sebelum sampel dimasukkan merupakan volume dari sampel tersebut (dapat dilihat pada Persamaan
2).
�� ��� ��� = ℎ� − ℎ� ............................................................. (2)
Dimana: V = volume sampel (cm3)
h0 = tinggi muka larutan sebelum sampel dimasukkan
h1 = tinggi muka larutan setelah sampel dimasukkan
Penyusutan volume sampel (∆V) dihitung dengan menggunakan Persamaan 3.
�� �% ��� = − ��� � ��
��� � 100% ................................................ (3)
Dimana: Vt = volume sampel pada waktu t (cm3)
V0 = volume sampel pada waktu ke-0 menit (cm3)
Tanda (-) menunjukkan adanya pengurangan volume sampel.
4. Water Loss (WL) dan Solid Gain (SG)
Water Loss menunjukkan banyaknya air yang keluar dari sampel selama proses pengeringan
osmotik. Sedangkan Solid Gain menunjukkan banyaknya padatan terlarut yang masuk ke dalam
sampel. WL dan SG dinyatakan dalam gram sampel per gram sampel awal. Menurut Souza et al.
(2007), untuk mengetahui besarnya WL dapat dihitung dengan menggunakan Persamaan 4, sedangkan
untuk mengetahui SG dapat dihitung dengan menggunakan Persamaan 5.
17
��� = ��� − �� � �
� .............................................................. (4)
!"� = � �����#�� � � ����� #�� �
................................................. (5)
Dimana: w� = berat sampel pada waktu ke-0 menit (gram)
w% = berat sampel pada waktu t (gram)
m� = Kadar air sampel pada waktu ke-0 menit (%b.b.)
m% = Kadar air sampel pada waktu t (%b.b.)
5. Rasio Kinerja/Performance Ratio (PR)
Rasio kinerja (performance ratio = PR) dari proses pengeringan osmotik dapat dihitung dengan
membandingkan jumlah air yang keluar dari sampel terhadap padatan terlarut yang masuk ke sampel
(Persamaan 6).
'( = )*+, ......................................................................,............. (6)
6. Pemodelan dalam Pengeringan Osmotik
Peleg (1988) mengusulkan model empiris untuk menggambarkan kinetika penyerapan air
selama rehidrasi, yaitu:
- = -. ± �012 03� ...................................................................... (7)
Dimana M adalah kadar air pada waktu t (%b.k.), Mi adalah kadar air awal (%b.k.), K1 adalah
parameter kinetik dan K2 adalah parameter lain yang terkait dengan kadar air keseimbangan (Meq).
Ketika t → ∞, kadar air keseimbangan dapat dihitung dengan:
-45 = -. ± �03
.......................................................................... (8)
Persamaan 7 dapat dilinierkan menjadi:
�6� 67
= 8� + 8: ; ..................................................................... (9)
Azuara et al. (1992) menghitung Water Loss dan Solid Gain selama pengeringan osmotik
melalui persamaan dengan dua parameter yang diperoleh dari kesetimbangan massa.
��� = +1 .� �)*=��2 +1 � = �)*=� �
1>12 �
..................................................... (10)
!"� = +3 .� �+,=��2 +3 � = �+,=� �
1>32 �
........................................................ (11)
Jika dilinierkan maka persamaan menjadi:
18
�)* = �
+1 . )*= + �)*=
.............................................................. (12)
�+, = �
+3 . +,= + �+,=
.................................................................. (13)
Dimana: S1 = konstanta yang berkaitan dengan water loss
S2 = konstanta yang berkaitan dengan solid gain
WL∞ = water loss pada saat kesetimbangan
SG∞ = solid gain pada saat kesetimbangan
19
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. KADAR AIR SAMPEL
Pengukuran kadar air sampel dilakukan sebelum pengeringan osmotik, selama pengeringan
osmotik dan setelah pengeringan osmotik. Pengukuran kadar air sampel sebelum pengeringan osmotik
dilakukan untuk memperoleh kadar air awal dari sampel. Sampel untuk tiap perlakuan memiliki kadar
air awal yang berbeda-beda yaitu berkisar antara 647.82~858.74 %b.k. Setelah sampel dimasukkan ke
dalam larutan gula selama 5 jam, terjadi penurunan kadar air. Adanya perbedaan konsentrasi zat
terlarut antara sampel dan larutan gula menyebabkan adanya perbedaan tekanan osmotik antara air
dalam jaringan sampel dengan larutan gula. Hal ini yang menyebabkan keluarnya sejumlah air dari
jaringan sampel ke larutan gula, sehingga terjadi penurunan kadar air sampel untuk selang waktu
tertentu selama proses pengeringan osmotik. Kadar air akhir sampel yang diperoleh berbeda-beda
sesuai dengan perlakuan yang diberikan (dapat dilihat pada Tabel 6).
Tabel 6. Kadar air awal dan kadar air akhir sampel (dalam basis kering) selama pengukuran
Perlakuan Sampel
Kadar Air
Awal (%b.k.)
Kadar Air
Akhir (%b.k.)
E0T1C1
718.49
256.75
E0T1C2 847.22 218.90
E0T1C3 762.75 193.07
E0T2C1 647.82 204.26
E0T2C2 836.60 168.76
E0T2C3 718.36 123.42
E1T1C1 675.43 293.60
E1T1C2 665.60 270.07
E1T1C3 858.74 274.34
E1T2C1 816.35 191.44
E1T2C2 756.36 131.37
E1T2C3 842.07 127.35
Pada awal proses pengeringan, penurunan kadar air berlangsung cepat dan semakin lambat di
akhir proses pengeringan. Hal ini terlihat pada Gambar 6, 7 dan 8, dimana grafik penurunan kadar air
terlihat curam pada waktu awal dan semakin landai pada waktu akhir proses pengeringan, hingga
mencapai keseimbangan. Pada awal proses pengeringan, massa air bebas yang terdapat dalam
permukaan sampel sangat besar dan perbedaan tekanan osmotik juga masih besar, sehingga air dalam
permukaan sampel lebih cepat keluar ke larutan osmotik. Keluarnya air bebas menyebabkan tekanan
permukaan sampel menurun, sehingga air pada sampel bergerak menuju permukaan dan bergerak ke
larutan osmotik. Penurunan massa air ini berlangsung terus menerus dengan pergerakan air dari
20
sampel yang semakin lambat dan mencapai kondisi kesetimbangan. Grafik penurunan massa sampel
terhadap waktu dapat dilihat pada Lampiran 4.
Gambar 6. Grafik penurunan kadar air terhadap waktu pada konsentrasi larutan osmotik 42 oBrix
Gambar 7. Grafik penurunan kadar air terhadap waktu pada konsentrasi larutan osmotik 54 oBrix
Gambar 8. Grafik penurunan kadar air terhadap waktu pada konsentrasi larutan osmotik 66 oBrix
0
200
400
600
800
1000
0 30 60 90 120 150 180 210 240 270 300
Kad
ar A
ir (%
b.k.
)
Waktu (menit)
0
200
400
600
800
1000
0 30 60 90 120 150 180 210 240 270 300
Kad
ar A
ir (%
b.k.
)
Waktu (menit)
0
200
400
600
800
1000
0 30 60 90 120 150 180 210 240 270 300
Kad
ar A
ir (%
b.k.
)
Waktu (menit)
non-coating, 30 oC, 66 oBrix non-coating, 50 oC, 66 oBrix
coating, 30 oC, 66 oBrix coating, 50 oC, 66 oBrix
non-coating, 30 oC, 42 oBrix non-coating, 50 oC, 42 oBrix
coating, 30 oC, 42 oBrix coating, 50 oC, 42 oBrix
non-coating, 30 oC, 54 oBrix non-coating, 50 oC, 54 oBrix
coating, 30 oC, 54 oBrix coating, 50 oC, 54 oBrix
21
Tabel 6 menunjukkan bahwa perlakuan E1T2C3 (menggunakan kitosan, suhu larutan 50 oC
dan konsentrasi larutan 66 oBrix) memiliki kadar air akhir yang rendah yaitu 127.35 %b.k. dengan
penurunan kadar air yang paling tinggi dari kadar air awalnya. Sedangkan kadar air akhir yang paling
tinggi terjadi pada perlakuan E1T1C1 (menggunakan kitosan, suhu larutan 30 oC dan konsentrasi
larutan 42 oBrix) sebesar 293.60 %b.k.
Penggunaan kitosan sebagai coating mempengaruhi penurunan kadar air sampel. Adanya
kitosan dapat menghambat pergerakan air keluar dari sampel. Pada perlakuan suhu 30 oC, sampel
yang menggunakan kitosan memiliki penurunan kadar air yang lebih rendah dibandingkan sampel
yang tidak menggunakan kitosan. Sedangkan pada perlakuan suhu 50 oC, sampel yang menggunakan
kitosan memiliki penurunan kadar air yang lebih tinggi dibandingkan sampel yang tidak menggunakan
kitosan. Pada suhu yang tinggi molekul-molekul yang terdapat dalam larutan gula bergerak dengan
cepat dan tidak teratur. Molekul-molekul gula bergerak mendekati permukaan sampel, sehingga
terjadi perbedaan konsentrasi zat terlarut yang besar antara jaringan sampel dan sekitar permukaan
sampel. Oleh karena itu, air dalam jaringan sampel akan cepat dan banyak keluar ke larutan gula.
Kenaikan suhu larutan dapat meningkatkan penurunan kadar air sampel. Suhu larutan yang
tinggi dapat meningkatkan pindah panas dari larutan ke permukaan dan pusat sampel. Perpindahan
panas ini meningkatkan pergerakan molekul air pada sampel sehingga mempercepat perpindahan
massa air dari pusat sampel ke permukaan sampel dan dari permukaan sampel ke larutan gula. Akan
tetapi suhu yang terlalu tinggi dapat menyebabkan terjadinya browning pada sampel.
Hal selanjutnya yang mempengaruhi penurunan kadar air sampel adalah konsentrasi larutan
osmotik. Semakin tinggi konsentrasi larutan maka semakin tinggi pula penurunan kadar air dari
sampel. Pada proses osmosis, air akan bergerak dari larutan hipotonik ke larutan hipertonik. Kedua
larutan ini dibedakan atas konsentrasi zat terlarut dalam pelarutnya, dalam percobaan ini gula sebagai
zat terlarut dan air sebagai zat pelarut. Jika perbedaan konsentrasi gula semakin besar maka perbedaan
tekanan osmotik antara sampel dengan larutan osmotik akan semakin besar. Perbedaan tekanan
osmotik yang menyebabkan perpindahan air dari jaringan sampel ke larutan osmotik akan terjadi
semakin cepat.
Tabel 7. Nilai parameter pengeringan dari perhitungan model Peleg
Perlakuan Sampel K1 K2 R2
E0T1C1
0.053
0.00203
0.984
E0T1C2 0.053 0.00150 0.972
E0T1C3 0.056 0.00163 0.976
E0T2C1 0.031 0.00223 0.993
E0T2C2 0.043 0.00141 0.980
E0T2C3 0.055 0.00161 0.972
E1T1C1 0.089 0.00243 0.972
E1T1C2 0.118 0.00232 0.931
E1T1C3 0.039 0.00163 0.985
E1T2C1 0.030 0.00154 0.990
E1T2C2 0.024 0.00156 0.993
E1T2C3 0.029 0.00134 0.990
22
Nilai K1 merupakan parameter kinetik yang mempengaruhi laju perpindahan massa air dari
sampel ke larutan osmotik. Nilai K1 berbanding terbalik dengan perpindahan massa air dan sangat
bergantung pada suhu larutan osmotik. Semakin tinggi suhu larutan osmotik maka nilai K1 semakin
kecil. Begitu juga dengan nilai K2 menurun pada suhu larutan yang tinggi. Nilai K2 merupakan
parameter yang terkait dengan kadar air kesetimbangan pada waktu yang tak hingga. Koefisien
determinasi (R2) dari model Peleg memiliki kisaran nilai antara 0.931~0.990 (dapat dilihat pada Tabel
7), sehingga model Peleg memiliki kelayakan yang tinggi untuk menghitung nilai parameter kadar air
dari pengeringan osmotik mangga.
B. PENYUSUTAN VOLUME
Volume dari sampel terdiri dari volume air dan volume padatan. Adanya sejumlah air yang
keluar dari sampel dapat menyebabkan adanya perubahan volume sampel. Volume sampel diukur dari
volume awal sampel untuk masing-masing perlakuan. Berdasarkan Gambar 9, 10 dan 11, penyusutan
volume sampel akan meningkat terhadap waktu. Gambar 11 memiliki grafik yang lebih curam
dibandingkan dengan gambar lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa laju penyusutan volume untuk
perlakuan konsentrasi 66 oBrix lebih cepat jika dibandingkan dengan perlakuan konsentrasi 42 oBrix
dan 54 oBrix.
Perlakuan yang diberikan pada sampel dapat mempengaruhi penyusutan volume sampel.
Pemberian kitosan, suhu larutan yang rendah dan konsentrasi larutan yang rendah dapat menurunkan
penyusutan volume. Sebaliknya, sampel yang tidak diberi kitosan, suhu larutan yang tinggi dan
konsentrasi larutan yang tinggi akan mengalami peningkatan dalam penyusutan volume. Kitosan dapat
bertindak sebagai membran yang melapisi permukaan dari sampel, sehingga kitosan pada sampel
dapat mempertahankan bentuk dari sampel tersebut. Suhu larutan yang rendah dan konsentrasi larutan
yang rendah dapat menurunkan intensitas keluarnya air dari sampel. Jika air yang keluar dari sampel
sedikit, maka penyusutan volume yang terjadi akan rendah. Penyusutan volume terendah terjadi pada
perlakuan E0T2C1 (tanpa kitosan, suhu larutan 50 oC, dan konsentrasi larutan 42 oBrix) dan
penyusutan volume tertinggi terjadi pada perlakuan E0T2C3 (tanpa kitosan, suhu larutan 50 oC, dan
konsentrasi larutan 66 oBrix). Data penyusutan volume sampel untuk semua perlakuan dapat dilihat
pada Lampiran 3.
Gambar 9. Grafik penyusutan volume terhadap waktu pada konsentrasi larutan osmotik 42 oBrix
0
10
20
30
40
50
60
0 30 60 90 120 150 180 210 240 270 300
Pen
yusu
tan
Vol
ume
(%V
/V)
Waktu (menit)
non-coating, 30 oC, 42 oBrix non-coating, 50 oC, 42 oBrix
coating, 30 oC, 42 oBrix coating, 50 oC, 42 oBrix
23
Gambar 10. Grafik penyusutan volume terhadap waktu pada konsentrasi larutan osmotik 54 oBrix
Gambar 11. Grafik penyusutan volume terhadap waktu pada konsentrasi larutan osmotik 66 oBrix
C. TINGKAT KEHILANGAN AIR/ WATER LOSS (WL)
Semakin tinggi nilai WL maka menunjukkan tingginya tingkat kehilangan air pada sampel.
Dari data yang diperoleh, nilai WL yang paling tinggi terjadi pada perlakuan E1T2C3 (menggunakan
kitosan, suhu larutan 50 oC dan konsentrasi larutan 66 oBrix) yaitu 64.68 %, sedangkan nilai WL yang
paling rendah terjadi pada perlakuan E1T1C1 (menggunakan kitosan, suhu larutan 30 oC dan
konsentrasi larutan 42 oBrix) yaitu sebesar 27.70 %. Hal ini menunjukkan tingginya nilai persentase
WL berbanding terbalik dengan kadar air akhir dari sampel. Kadar air akhir sampel yang rendah
menunjukkan sampel mengalami banyak kehilangan air sehingga nilai WL tinggi, dan sebaliknya
kadar air akhir sampel yang masih tinggi berarti sampel mengalami sedikit kehilangan air sehingga
nilai WL rendah. Oleh karena itu, faktor-faktor yang menyebabkan tinggi-rendahnya kadar air juga
menyebabkan tinggi-rendahnya tingkat kehilangan air pada sampel selama proses pengeringan
osmotik.
Meningkatnya nilai WL dipengaruhi oleh pemberian kitosan pada sampel. Sampel yang diberi
kitosan pada perlakuan suhu 30 oC memiliki nilai WL yang lebih rendah dibandingkan dengan sampel
0
10
20
30
40
50
60
0 30 60 90 120 150 180 210 240 270 300
Pen
yusu
tan
Vol
ume
(%V
/V)
Waktu (menit)
0
10
20
30
40
50
60
0 30 60 90 120 150 180 210 240 270 300
Pen
yusu
tan
Vol
ume
(%V
/V)
Waktu (menit)
non-coating, 30 oC, 66 oBrix non-coating, 50 oC, 66 oBrix
coating, 30 oC, 66 oBrix coating, 50 oC, 66 oBrix
non-coating, 30 oC, 54 oBrix non-coating, 50 oC, 54 oBrix
coating, 30 oC, 54 oBrix coating, 50 oC, 54 oBrix
24
tanpakitosan pada perlakuan suhu yang sama. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian kitosan dapat
menurunkan tingkat kehilangan air pada sampel sehingga nilai WL menjadi rendah. Perlakuan
selanjutnya yaitu perbedaan suhu larutan osmotik. Dari perlakuan suhu larutan 30 oC dan suhu larutan
50 oC, diperoleh bahwa nilai WL untuk perlakuan suhu larutan 30 oC lebih rendah dari pada nilai WL
untuk perlakuan suhu larutan 50 oC. Jadi, semakin tinggi suhu maka tingkat kehilangan air pada
sampel juga semakin tinggi. Adanya perbedaan konsentrasi larutan osmotik yang digunakan juga
mempengaruhi nilai WL. Dari Gambar 12, 13 dan 14 diperoleh bahwa semakin tinggi konsentrasi
larutan maka nilai WL semakin tinggi dan bentuk grafik semakin curam. Dapat disimpulkan bahwa
semakin tinggi konsentrasi larutan maka laju kehilangan air semakin cepat dan tingkat kehilangan air
pada sampel semakin tinggi.
Gambar 12. Grafik kenaikan WL terhadap waktu untuk konsentrasi larutan 42 oBrix
Gambar 13. Grafik kenaikan WL terhadap waktu untuk konsentrasi larutan 54 oBrix
010203040506070
0 30 60 90 120 150 180 210 240 270 300
WL
(%)
Waktu (menit)
010203040506070
0 30 60 90 120 150 180 210 240 270 300
WL
(%)
Waktu (menit)
non-coating, 30 oC, 42 oBrix non-coating, 50 oC, 42 oBrix
coating, 30 oC, 42 oBrix coating, 50 oC, 42 oBrix
non-coating, 30 oC, 54 oBrix non-coating, 50 oC, 54 oBrix
coating, 30 oC, 54 oBrix coating, 50 oC, 54 oBrix
25
Gambar 14. Grafik kenaikan WL terhadap waktu untuk konsentrasi larutan 66 oBrix
Peningkatan WL pada menit-menit awal percobaan sangat besar dan peningkatan tidak terjadi
secara signifikan pada akhir waktu percobaan. Dapat dilihat pada Gambar 12, 13 dan 14, dimana
bentuk grafik meningkat tajam dan semakin landai pada menit-menit berikutnya. Bentuk grafik akan
menjadi konstan hingga mencapai nilai WL∞ untuk waktu yang tak hingga (kondisi kesetimbangan).
Besarnya angka WL∞ juga dipengaruhi oleh adanya pemberian kitosan, suhu larutan dan konsentrasi
larutan. Tanpa pemberian kitosan, suhu larutan yang tinggi dan konsentrasi yang tinggi akan
meningkatkan WL∞. Nilai WL∞ dapat dilihat pada Tabel 8.
Tabel 8. Nilai parameter dan koefisien determinasi dari perhitungan WL dengan menggunakan model Azuara
Perlakuan Sampel WL∞ S1 R2
E0T1C1
34.48
0.030
0.963
E0T1C2 50.00 0.013 0.968
E0T1C3 55.56 0.021 0.978
E0T2C1 34.48 0.039 0.978
E0T2C2 58.82 0.021 0.974
E0T2C3 66.67 0.017 0.961
E1T1C1 28.57 0.045 0.987
E1T1C2 40.00 0.026 0.954
E1T1C3 55.56 0.029 0.982
E1T2C1 55.56 0.034 0.979
E1T2C2 62.50 0.037 0.977
E1T2C3 71.43 0.026 0.974
010203040506070
0 30 60 90 120 150 180 210 240 270 300
WL
(%)
Waktu (menit)
non-coating, 30 oC, 66 oBrix non-coating, 50 oC, 66 oBrix
coating, 30 oC, 66 oBrix coating, 50 oC, 66 oBrix
26
Gambar 15. Grafik kenaikan WL terhadap waktu untuk masing-masing perlakuan berdasarkan perhitungan dengan menggunakan model Azuara
Koefisien determinasi (R2) dari model Azuara untuk perhitungan nilai WL memiliki kisaran
nilai antara 0.954~0.987, sehingga persamaan pada model Azuara layak untuk menghitung nilai WL
pada pengeringan osmotik irisan buah mangga. Untuk mengukur tingkat validasi dari model Azuara,
maka dilakukan penggabungan antara grafik WL hasil pengukuran dan grafik WL hasil perhitungan
dengan menggunakan model Azuara (terdapat pada Lampiran 5). Penggabungan kedua grafik tersebut
dapat dilihat bahwa WL hasil pengukuran mendekati sama dengan WL hasil perhitungan. Walaupun
tidak semua titik-titik pada pengukuran berhimpit dengan garis grafik WL hasil perhitungan.
D. PERTAMBAHAN PADATAN TERLARUT/ SOLID GAIN (SG)
Pengeringan osmotik melibatkan dua aliran material yang berlawanan arah dan terjadi secara
simultan, yaitu keluarnya air dari jaringan sampel ke larutan osmotik dan aliran padatan terlarut dari
larutan osmotik ke dalam jaringan sampel. Nilai SG merupakan parameter yang menunjukkan
banyaknya jumlah padatan terlarut yang masuk ke dalam sampel. Semakin tinggi nilai SG maka
jumlah padatan terlarut yang masuk ke dalam sampel semakin banyak. Sebaliknya, semakin rendah
nilai SG maka jumlah padatan terlarut yang masuk ke dalam sampel semakin sedikit. Dalam
pengeringan osmotik diupayakan nilai SG serendah mungkin, karena padatan terlarut yang masuk ke
sampel dapat mempengaruhi rasa dari sampel terutama tingkat kemanisan dari sampel.
Dari data yang diperoleh, nilai SG yang paling tinggi terjadi pada perlakuan E0T2C1 (tanpa
kitosan, suhu larutan 50 oC, dan konsentrasi larutan 42 oBrix) yaitu 12.75%. Sedangkan nilai SG yang
paling rendah terjadi pada perlakuan E1T1C3 (menggunakan kitosan, suhu larutan 30 oC, dan
konsentrasi larutan 66 oBrix) sebesar 4.05%. Peningkatan kehilangan air dari sampel tidak selalu
diikuti dengan peningkatan jumlah padatan terlarut yang masuk ke dalam sampel.
Nilai SG juga dipengaruhi oleh pemberian kitosan, suhu larutan, dan konsentrasi dari larutan
osmotik. Pemberian coating berupa kitosan pada sampel dapat menurunkan nilai SG. Fungsi dari
kitosan yaitu sebagai membran yang dapat menghalangi masuknya padatan terlarut dari larutan
osmotik ke jaringan sampel. Nilai SG pada perlakuan suhu 30 oC lebih rendah dari pada nilai SG pada
0
10
20
30
40
50
60
70
0 30 60 90 120 150 180 210 240 270 300
WL
(%)
Waktu ( menit)
non-coating, 30 oC, 42 oBrix non-coating, 30 oC, 54 oBrix non-coating, 30 oC, 66 oBrix
non-coating, 50 oC, 42 oBrix non-coating, 50 oC, 54 oBrix non-coating, 50 oC, 66 oBrix
coating, 30 oC, 42 oBrix coating, 30 oC, 54 oBrix coating, 30 oC, 66 oBrix
coating, 50 oC, 42 oBrix coating, 50 oC, 54 oBrix coating, 50 oC, 66 oBrix
27
perlakuan suhu 50 oC, dimana kondisi perlakuan yang lain adalah sama. Jadi, semakin tinggi suhu
menyebabkan nilai SG semakin tinggi. Pori dalam membran semipermeabel terlalu kecil untuk dapat
dilewati oleh molekul gula, tetapi cukup besar untuk dilewati molekul air. Dengan adanya
peningkatan suhu larutan dapat memperbesar pori dalam membran semipermeabel, sehingga
memungkinkan molekul gula dapat lebih banyak masuk ke dalam jaringan sampel. Tingkat
konsentrasi larutan berbanding terbalik dengan kenaikan nilai SG. Semakin tinggi konsentrasi larutan
maka nilai SG semakin rendah, tetapi laju kenaikan nilai SG semakin cepat. Larutan dengan
konsentrasi zat terlarut yang lebih tinggi mempunyai molekul-molekul gula yang lebih banyak.
Molekul-molekul gula tersebut bergerak acak mendekati sampel dan membentuk membrane pada
permukaan sampel. Membran ini dapat berfungsi mencegah masuknya padatan terlarut ke dalam
jaringan sampel.
Gambar 16. Grafik kenaikan SG terhadap waktu untuk konsentrasi larutan 42 oBrix
Gambar 17. Grafik kenaikan SG terhadap waktu untuk konsentrasi larutan 54 oBrix
Gambar 18. Grafik kenaikan SG terhadap waktu untuk konsentrasi larutan 66 oBrix
0
5
10
15
0 30 60 90 120 150 180 210 240 270 300
SG
(%
)
Waktu (menit)
0
5
10
15
0 30 60 90 120 150 180 210 240 270 300
SG
(%
)
Waktu (menit)
0
5
10
15
0 30 60 90 120 150 180 210 240 270 300
SG
(%
)
Waktu (menit)
non-coating, 30 oC, 66 oBrix non-coating, 50 oC, 66 oBrix
coating, 30 oC, 66 oBrix coating, 50 oC, 66 oBrix
non-coating, 30 oC, 42 oBrix non-coating, 50 oC, 42 oBrix
coating, 30 oC, 42 oBrix coating, 50 oC, 42 oBrix
non-coating, 30 oC, 54 oBrix non-coating, 50 oC, 54 oBrix
coating, 30 oC, 54 oBrix coating, 50 oC, 54 oBrix
28
Tabel 9. Nilai parameter dan koefisien determinasi dari perhitungan SG dengan menggunakan model Azuara
Perlakuan Sampel SG∞ S2 R2
E0T1C1
11.49
0.014
0.969
E0T1C2 11.76 0.013 0.944
E0T1C3 10.10 0.011 0.962
E0T2C1 12.99 0.033 0.955
E0T2C2 13.70 0.009 0.903
E0T2C3 8.77 0.018 0.940
E1T1C1 11.76 0.005 0.984
E1T1C2 10.64 0.002 0.932
E1T1C3 4.37 0.027 0.917
E1T2C1 9.90 0.017 0.935
E1T2C2 11.24 0.026 0.978
E1T2C3 8.85 0.023 0.928
Pengukuran SG pada saat percobaan tidak diukur secara langsung. Nilai SG diperoleh dari
pengurangan berat total sampel terhadap berat air yang terkandung dalam sampel. Nilai yang
diperoleh dihitung dengan Persamaan 5. Koefisien determinasi (R2) untuk perhitungan nilai SG
dengan menggunakan model Azuara memiliki kisaran nilai 0.917~0.984. Penggabungan grafik SG
hasil pengukuran dengan grafik hasil perhitungan model Azuara akan menunjukkan validasi dari
model. Banyak nilai SG hasil pengukuran berada di atas dan di bawah grafik SG hasil perhitungan
model Azuara. Penggabungan kedua grafik tersebut dapat dilihat pada Lampiran 6.
Gambar 19. Grafik kenaikan SG terhadap waktu untuk masing-masing perlakuan berdasarkan perhitungan dengan menggunakan model Azuara
0
2
4
6
8
10
12
0 30 60 90 120 150 180 210 240 270 300
SG
(%
)
Waktu (menit)
non-coating, 30 oC, 42 oBrix non-coating, 30 oC, 54 oBrix non-coating, 30 oC, 66 oBrix
non-coating, 50 oC, 42 oBrix non-coating, 50 oC, 54 oBrix non-coating, 50 oC, 66 oBrix
coating, 30 oC, 42 oBrix coating, 30 oC, 54 oBrix coating, 30 oC, 66 oBrix
coating, 50 oC, 42 oBrix coating, 50 oC, 54 oBrix coating, 50 oC, 66 oBrix
29
Seperti halnya Water Loss, grafik nilai SG juga berbentuk curam pada waktu awal percobaan
dan makin landai pada waktu akhir percobaan hingga mencapai nilai SG maksimum untuk waktu yang
tak hingga yang dinotasikan dengan SG∞. Nilai SG∞ juga dipengaruhi oleh pemberian kitosan, suhu
dan konsentrasi larutan. Pemberian kitosan dan konsentrasi larutan yang tinggi akan menurunkan nilai
SG∞, sedangkan suhu larutan yang tinggi dapat meningkatkan SG∞. Nilai SG∞ dapat dilihat pada
Tabel 9.
E. RASIO KINERJA/ PERFORMANCE RATIO (PR)
Performance Ratio (PR) merupakan tingkat kinerja dari proses pengeringan osmotik. Nilai PR
yang tinggi menunjukkan proses pengeringan berjalan efektif. Untuk meningkatkan nilai PR, maka
nilai WL harus ditingkatkan dan nilai SG yang diperoleh seminimal mungkin. Dari Gambar 20, 21
dan 22 dapat dikatakan bahwa sebagian besar nilai PR konstan tiap waktunya, walaupun ada beberapa
nilai PR yang berfluktuatif.
Gambar 20. Grafik rasio kinerja pengeringan osmotik pada konsentrasi larutan osmotik 42 oBrix
Gambar 21. Grafik rasio kinerja pengeringan osmotik pada konsentrasi larutan osmotik 54 oBrix
0
10
20
30
40
0 30 60 90 120 150 180 210 240 270 300
PR
Waktu (menit)
0
10
20
30
40
0 30 60 90 120 150 180 210 240 270 300
PR
Waktu (menit)
non-coating, 30 oC, 42 oBrix non-coating, 50 oC, 42 oBrix
coating, 30 oC, 42 oBrix coating, 50 oC, 42 oBrix
non-coating, 30 oC, 54 oBrix non-coating, 50 oC, 54 oBrix
coating, 30 oC, 54 oBrix coating, 50 oC, 54 oBrix
30
Gambar 22. Grafik rasio kinerja pengeringan osmotik pada konsentrasi larutan osmotik 66 oBrix
Pada Tabel 10 terdapat nilai PR untuk masing-masing perlakuan pada waktu akhir proses
pengeringan osmotik. Diperoleh bahwa nilai PR terbesar yaitu 12.2 terdapat pada perlakuan E1T1C3
(menggunakan kitosan, suhu larutan 30 oC, dan konsentrasi larutan 66 oBrix).
Tabel 10. Nilai Performance Ratio (PR) dari hasil pengukuran dan perhitungan model Azuara untuk masing-masing perlakuan
Perlakuan Sampel
Hasil Pengukuran Hasil Perhitungan dari Model
Azuara
WL (%) SG (%) PR WL (%) SG (%) PR
E0T1C1
32.49
9.28
3.5
30.98
9.30
3.3
E0T1C2 43.65 10.37 4.2 39.97 9.35 4.3
E0T1C3 49.32 8.57 5.8 47.88 7.71 6.2
E0T2C1 33.31 12.75 2.6 31.75 11.78 2.7
E0T2C2 51.22 11.88 4.3 50.71 10.06 5.0
E0T2C3 62.60 8.14 7.7 55.78 7.43 7.5
E1T1C1 27.70 7.32 3.8 26.61 6.94 3.8
E1T1C2 37.81 5.10 7.4 35.45 4.34 8.2
E1T1C3 49.65 4.05 12.2 49.78 3.88 12.8
E1T2C1 50.96 9.01 5.7 50.64 8.24 6.1
E1T2C2 59.23 10.25 5.8 57.34 9.96 5.8
E1T2C3 64.68 8.70 7.4 63.17 7.72 8.2
Berdasarkan hasil perhitungan nilai PR yang paling tinggi juga diperoleh pada perlakuan
E1T1C3 yaitu 12.8. Jadi dapat dikatakan bahwa nilai PR dari hasil pengukuran tidak berbeda jauh
dengan nilai PR hasil perhitungan dengan model Azuara.
0
10
20
30
40
0 30 60 90 120 150 180 210 240 270 300
PR
Waktu (menit)
non-coating, 30 oC, 66 oBrix non-coating, 50 oC, 66 oBrix
coating, 30 oC, 66 oBrix coating, 50 oC, 66 oBrix
31
V. PENUTUP
A. KESIMPULAN
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa:
1. Perlakuan sampel tanpa kitosan, suhu yang tinggi dan konsentrasi larutan yang tinggi
menyebabkan kadar air akhir sampel menjadi rendah. Sebaliknya penggunaan kitosan, suhu yang
rendah dan konsentrasi yang rendah menyebabkan kadar air akhir sampel masih tinggi.
2. Perlakuan sampel tanpa kitosan, suhu yang tinggi dan konsentrasi larutan yang tinggi
menyebabkan nilai water loss menjadi tinggi. Sebaliknya penggunaan kitosan, suhu yang rendah
dan konsentrasi yang rendah menyebabkan nilai water loss rendah.
3. Sampel yang tidak diberi kitosan, suhu yang tinggi dan konsentrasi larutan yang rendah
menyebabkan nilai solid gain menjadi tinggi. Sebaliknya sampel yang diberi kitosan, suhu yang
rendah dan konsentrasi larutan yang tinggi menyebabkan nilai solid gain rendah.
4. Penyusutan volume dapat meningkat pada perlakuan tanpa pemberian kitosan pada sampel, suhu
larutan yang tinggi dan konsentrasi larutan yang tinggi. Sebaliknya, penyusutan volume menurun
jika sampel diberi kitosan, suhu larutan rendah dan konsentrasi larutan rendah.
5. Perlakuan terbaik yang mempunyai nilai (PR) paling tinggi berdasarkan penelitian ini adalah
perlakuan E1T1C3 (menggunakan kitosan, suhu larutan 30 oC, dan konsentrasi larutan 66 oBrix)
dengan nilai PR sebesar 12.2.
6. Model Azuara dapat dikatakan layak dalam memodelkan water loss dan solid gain dalam
pengeringan osmotik irisan buah mangga.
B. SARAN
Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, disarankan agar dalam pelaksanaan penelitian
selanjutnya menggunakan beberapa edible coating pada sampel agar diperoleh penggunaan coating
yang terbaik untuk pengeringan osmotik pada mangga, model matematis lain untuk menghitung nilai
WL dan SG dalam pengeringan osmotik mangga serta penerapan pengeringan osmotik pada beberapa
varietas buah mangga atau pada buah lainnya.
DAFTAR PUSTAKA
Agrobuah. 2011. Mangga Arumanis/Pelem Gadung. Alamat URL: http://agrobuah.com/tag/mangga-arumanis. [20 September 2011].
Baldwin EA. 1994. Edible coatings for fresh fruits and vegetables: past, present and future. In : Krochta JM, Baldwin EA, Nisperos-Carriedo MO (Eds.). Edible Coatings and Films to Improve Food Quality. Lancaster. Technomic Pub. Co. Inc.
Broto W. 2003. Mangga: Budi Daya. Pascapanen. dan Tata Niaganya. Jakarta: Agromedia Pustaka.
Broto W, SD Sabari dan Siswadi. 1989. Penundaan pematangan buah mangga (Mangifera indica L.) arumanis dengan pembungkusan rapat per buah dalam kantong plastik. Dalam: Faizal A. 1997. Pengawetan Segar Buah Mangga [skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian. IPB.
Camirand et al. 1992. Properties of some edible carbohydrate polymer coatings for potential use in osmotic dehydration. Carbohydrate Pol., 17(1): 39-49.
Chottaom et al. 2005. Moisture desorption isotherms for fresh and osmotically treated mangoes.
Pakistan Journal of Biological Science 8(2): 239-243. El-Ghaouth A, Ponnampalan R, Castaigne F, Arul J. 1992. Chitosan coating to extend storage life of
tomatoes. HortScience 27 : 1016-1018.
Krochta JM. EA Baldwin. dan MO Nisperos-Carriedo. 1994. Edible Coating and Film to Improve Food Quality. Technomic Publishing Company. New York. NY.
FAO. 2007. Data Produsen Mangga. Dalam: http://id.wikipedia.org/wiki/Mangga. [20 Feb 2011].
Indigomorie. Tekanan Osmotik. http://belajarkimia.com/tekanan-osmotik/. [20 Feb 2011].
Jagatiani J et al. 1988. Tropical Fruit Processing. Academic Press. Inc. New York.
Karathanos VT, AE Kostrapoulos, and GD Saravacos. 1995. Air drying kinetics of osmoticalily dehydrated fruits. Drying Technology 13(5-7): 1503-1521.
Kementrian Pertanian Indonesia. 2008. Basis data pertanian. Alamat URL: http://aplikasi.deptan.go.id/bdsp/hasil_kom.asp. [31 Okt 2011].
Khan MAM, Ahrne´ L, Oliveira JC, and Oliveira FAR. 2008. Prediction of water and soluble solids concentration during osmotic dehydration of mango. Food and Bioproducts Processing 86:7-13.
Lenart A and PP Lewicki. 1990. Osmotic dehydration of apples at high temperature. In: Mujumbar,
A.S. (ed.) Drying ´89. Bristol: Hemisphere. Lenart A. 1996. Osmo convective of fruits and vegetables: Technology and applications. Drying
Technology 14(2): 391-413.
Monteiro H et al. 2003. Maximization of the performance ratio of osmotic dehydration of mango cubes. Proc. Interamer. Soc. Trop. Hort. 47:200-202.
Murtini JT, Dwiyitno dan Yusma. 2008. Penurunan kandungan kolesterol pada cumi-cumi dengan
kitosan larut asam dan pengepresan. Prosiding Seminar Nasional Tahunan V Hasil Kelautan
Tahun 2008. Jakarta.
Nisperos-Carriedo MO. 1994. Edible coating and film based on polysaccharides In Krochta JM, Baldwin EA, Nisperos-Carriedo MO, (Eds.) Edible Coatings And Films to Improve Food Quality. Lancaster. Technomic Pub. Co. Inc.
Pracaya (a). 1985. Bertanam mangga. Dalam: Leonard S. 2001. Mempelajari Beberapa Teknologi Olah Minimal pada Buah Mangga Arumanis (Mangifera Indica L.) [skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian. IPB.
Pracaya (b). 1990. Bertanam mangga. Dalam: Leonard S. 2001. Mempelajari Beberapa Teknologi Olah Minimal pada Buah Mangga Arumanis (Mangifera Indica L.) [skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian. IPB.
Pratikno, Sosrodiharjo. 1989. Dalam: Faizal A. 1997. Pengawetan Segar Buah Mangga [skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian. IPB.
Rahman MS and J Lamb. Osmotic dehydration of pineapple. 1990. J. Food Sci. Techn., 27(3): 150-152. Statsoft. 1995. Statistica for Windows [Computer program manual]. Tulsa: StatSoft.
Ramalo LA, Mascheroni RH. 2005. Rate of water loss and sugar uptake during the osmotic dehydration of pineapple. Brazilian Archives Of Biology And Technology An International Journal 48: 761-770.
Rochima E. 2009. Karakterisasi kitin dan kitosan asal limbah rajungan Cirebon Jawa Barat. Alamat URL: resources.unpad.ac.id/unpad.../Makalah-5.Karakterisasi%20kitin.pdf [9 Nov 2011].
Seymour GB et al. 1993. Biochemistry of fruit ripening. Dalam: Leonard S. 2001. Mempelajari Beberapa Teknologi Olah Minimal pada Buah Mangga Arumanis (Mangifera Indica L.) [skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian. IPB.
Souza JS et al. 2007. Optimization of osmotic dehydration of tomatoes in a ternary system followed by air-drying. Journal of Food Engineering 83: 501-509.
Sugita P et al. 2009. Kitosan Sumber Biomaterial Masa Depan. Bogor: IPB Press.
Videv K, S Tanchev, RC Sharma, and VK Joshi. 1990. Effect of sugar syrup concentration and temperature on the rate of osmotic dehydration of apples. J. Food Sci. Techn., 27(5): 307-308.
Wardaniati RA dan Sugiyani S. 2009. Pembuatan chitosan dari kulit udang dan aplikasinya untuk
pengawetan bakso. Alamat URL: http://eprints.undip.ac.id/1718/1/makalah_penelitian_fix.pdf [9 Nov 2011].
Yulianingsih, Laksmi DS. 1988. Analisa sifat fisik dan kimia buah mangga. Dalam: Faizal A. 1997. Pengawetan Segar Buah Mangga [skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian. IPB.
Yuniarti, Suhardi. 1989. Perubahan sifat fisik dan kimia buah mangga golek selama penyimpanan. Dalam: Faizal A. 1997. Pengawetan Segar Buah Mangga [skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian. IPB.
LAMPIRAN
35
Tabel Lampiran 1. Data Pengukuran Kadar Air Awal dan Kadar TPT Awal Sampel
Perlakuan
Berat sampel sebelum di-oven
(gram)
Berat sampel setelah di-oven
(gram) Kadar air awal (%b.b.) Kadar TPT awal (oBrix)
Sampel
1
Sampel
2
Sampel
3
Sampel
1
Sampel
2
Sampel
3
Sampel
1
Sampel
2
Sampel
3
Rataan Sampel
1
Sampel
2
Sampel
3
Rataan
E0T1C1
4.51
4.08
4.36
0.53
0.52
0.53
88.25
87.25
87.84
87.78
10.0
10.0
9.8
9.9
E0T1C2 3.92 4.11 3.47 0.37 0.44 0.40 90.56 89.29 88.47 89.44 11.4 10.6 10.0 10.7
E0T1C3 3.76 3.78 3.68 0.46 0.4 0.44 87.77 89.42 88.04 88.41 11.2 9.6 10.8 10.5
E0T2C1 6.00 6.47 6.31 0.82 0.85 0.84 86.33 86.86 86.69 86.63 13.2 12.0 13.2 12.8
E0T2C2 3.55 4.00 3.67 0.35 0.44 0.41 90.14 89.00 88.83 89.32 9.6 9.4 11.2 10.1
E0T2C3 3.68 4.19 3.36 0.45 0.45 0.46 87.77 89.26 86.31 87.78 12.8 11.0 10.8 11.5
E1T1C1 6.37 6.66 5.74 0.8 0.87 0.75 87.44 86.94 86.93 87.10 11.4 12.0 13.0 12.1
E1T1C2 3.19 4.1 3.29 0.38 0.52 0.48 88.09 87.32 85.41 86.94 9.8 11.0 11.0 10.6
E1T1C3 3.67 3.87 3.58 0.4 0.4 0.36 89.10 89.66 89.94 89.57 10.0 8.4 9.0 9.1
E1T2C1 5.82 6.30 7.27 0.67 0.67 0.77 88.49 89.37 89.41 89.09 9.8 9.2 9.2 9.4
E1T2C2 3.67 3.96 3.59 0.43 0.46 0.42 88.28 88.38 88.30 88.32 9.8 11.4 9.8 10.3
E1T2C3 3.62 3.73 3.57 0.34 0.43 0.39 90.61 88.47 89.08 89.39 10.4 10.8 10.8 10.7
36
Tabel Lampiran 2. Data Pengukuran Kadar Air Akhir Sampel
Perlakuan
Berat sampel sebelum di-
oven (gram)
Berat sampel setelah di-oven
(gram) Kadar air akhir (%b.b.)
Sampel
1
Sampel
2
Sampel
3
Sampel
1
Sampel
2
Sampel
3
Sampel 1 Sampel 2 Sampel 3 Rataan
E0T1C1
3.98
3.15
3.19
1.15
0.85
0.90
71.11
73.02
71.79
71.97
E0T1C2 3.02 3.18 2.75 0.87 1.00 0.93 71.19 68.55 66.18 68.64
E0T1C3 3.56 3.23 3.19 1.06 1.16 1.17 70.22 64.09 63.32 65.88
E0T2C1 5.64 4.76 4.84 1.80 1.64 1.56 68.09 65.55 67.77 67.13
E0T2C2 3.70 3.43 3.31 1.31 1.35 1.22 64.59 60.64 63.14 62.79
E0T2C3 3.45 3.52 3.67 1.50 1.46 1.81 56.52 58.52 50.68 55.24
E1T1C1 4.65 4.79 4.44 1.18 1.13 1.21 74.62 76.41 72.75 74.59
E1T1C2 3.31 3.18 3.25 0.85 0.91 0.87 74.32 71.38 73.23 72.98
E1T1C3 3.52 3.57 3.44 0.93 0.88 1.00 73.58 75.35 70.93 73.29
E1T2C1 3.86 4.08 4.20 1.27 1.41 1.49 67.10 65.44 64.52 65.69
E1T2C2 3.14 3.34 3.56 1.38 1.54 1.41 56.05 53.89 60.39 56.78
E1T2C3 2.90 2.36 2.47 1.23 1.11 1.05 57.59 52.97 57.49 56.01
37
Tabel Lampiran 3. Data Pengukuran Volume Awal, Volume Akhir dan Penyusutan Volume Sampel
Perlakuan
Volume awal sampel (cm3) Volume akhir sampel (cm3) Penyusutan volume (%V/V)
Sampel
1
Sampel
2
Sampel
3
Rataan Sampel
1
Sampel
2
Sampel
3
Rataan Sampel
1
Sampel
2
Sampel
3
Rataan
E0T1C1
9.4
9.6
9.8
9.6
8.0
7.6
6.8
7.5
14.9
20.8
30.6
22.1
E0T1C2 10.0 10.0 9.0 9.7 6.0 6.0 5.4 5.8 40.0 40.0 40.0 40.0
E0T1C3 9.8 9.2 8.8 9.3 6.0 4.8 4.2 5.0 38.8 47.8 52.3 46.3
E0T2C1 9.6 10.0 9.8 9.8 7.8 7.8 7.8 7.8 18.8 22.0 20.4 20.4
E0T2C2 9.8 9.4 9.6 9.6 5.6 5.0 5.0 5.2 42.9 46.8 47.9 45.9
E0T2C3 10.0 10.0 9.8 9.9 4.0 5.0 3.4 4.1 60.0 50.0 65.3 58.4
E1T1C1 10.4 9.8 9.8 10.0 7.6 7.8 8.0 7.8 26.9 20.4 18.4 21.9
E1T1C2 10.2 10.0 9.8 10.0 6.4 6.2 6.0 6.2 37.3 38.0 38.8 38.0
E1T1C3 9.8 10.0 10.0 9.9 5.0 5.8 5.0 5.3 49.0 42.0 50.0 47.0
E1T2C1 9.4 9.6 9.8 9.6 6.0 5.8 7.6 6.5 36.2 39.6 22.4 32.7
E1T2C2 9.8 9.4 10.0 9.7 4.0 4.0 5.2 4.4 59.2 57.4 48.0 54.9
E1T2C3 9.8 8.8 9.0 9.2 5.2 5.0 4.8 5.0 46.9 43.2 46.7 45.6
38
Lampiran 4. Grafik Perubahan Massa Sampel terhadap Waktu
Gambar 23. Grafik perubahan massa terhadap waktu pada konsentrasi larutan osmotik 42 oBrix
Gambar 24. Grafik perubahan massa terhadap waktu pada konsentrasi larutan osmotik 54 oBrix
Gambar 25. Grafik perubahan massa terhadap waktu pada konsentrasi larutan osmotik 66 oBrix
02468
1012
0 30 60 90 120 150 180 210 240 270 300Mas
sa S
ampe
l (gr
am)
Waktu (menit)
02468
1012
0 30 60 90 120 150 180 210 240 270 300Mas
sa S
ampe
l (gr
am)
Waktu (menit)
02468
1012
0 30 60 90 120 150 180 210 240 270 300Mas
sa S
ampe
l (gr
am)
Waktu (menit)
non-coating, 30 oC, 42 oBrix non-coating, 50 oC, 42 oBrix
coating, 30 oC, 42 oBrix coating, 50 oC, 42 oBrix
non-coating, 30 oC, 54 oBrix non-coating, 50 oC, 54 oBrix
coating, 30 oC, 54 oBrix coating, 50 oC, 54 oBrix
non-coating, 30 oC, 66 oBrix non-coating, 50 oC, 66 oBrix
coating, 30 oC, 66 oBrix coating, 50 oC, 66 oBrix
39
Lampiran 5. Grafik Perbandingan WL Pengukuran dan WL Perhitungan
Gambar 26. Grafik WL hasil pengukuran dan WL hasil perhitungan pada perlakuan E0T1C1
Gambar 27. Grafik WL hasil pengukuran dan WL hasil perhitungan pada perlakuan E0T1C2
Gambar 28. Grafik WL hasil pengukuran dan WL hasil perhitungan pada perlakuan E0T1C3
Gambar 29. Grafik WL hasil pengukuran dan WL hasil perhitungan pada perlakuan E0T2C1
020406080
0 30 60 90 120 150 180 210 240 270 300
WL
(%)
Waktu (menit)
Model Azuara
Pengukuran
020406080
0 30 60 90 120 150 180 210 240 270 300
WL
(%)
Waktu (menit)
Model Azuara
Pengukuran
020406080
0 30 60 90 120 150 180 210 240 270 300
WL
(%)
Waktu (menit)
Model Azuara
Pengukuran
020406080
0 30 60 90 120 150 180 210 240 270 300
WL
(%)
Waktu (menit)
Model Azuara
Pengukuran
40
Gambar 30. Grafik WL hasil pengukuran dan WL hasil perhitungan pada perlakuan E0T2C2
Gambar 31. Grafik WL hasil pengukuran dan WL hasil perhitungan pada perlakuan E0T2C3
Gambar 32. Grafik WL hasil pengukuran dan WL hasil perhitungan pada perlakuan E1T1C1
Gambar 33. Grafik WL hasil pengukuran dan WL hasil perhitungan pada perlakuan E1T1C2
020406080
0 30 60 90 120 150 180 210 240 270 300
WL
(%)
Waktu (menit)
Model Azuara
Pengukuran
020406080
0 30 60 90 120 150 180 210 240 270 300
WL
(%)
Waktu (menit)
Model Azuara
Pengukuran
020406080
0 30 60 90 120 150 180 210 240 270 300
WL
(%)
Waktu (menit)
Model Azuara
Pengukuran
020406080
0 30 60 90 120 150 180 210 240 270 300
WL
(%)
Waktu (menit)
Model Azuara
Pengukuran
41
Gambar 34. Grafik WL hasil pengukuran dan WL hasil perhitungan pada perlakuan E1T1C3
Gambar 35. Grafik WL hasil pengukuran dan WL hasil perhitungan pada perlakuan E1T2C1
Gambar 36. Grafik WL hasil pengukuran dan WL hasil perhitungan pada perlakuan E1T2C2
Gambar 37. Grafik WL hasil pengukuran dan WL hasil perhitungan pada perlakuan E1T2C3
020406080
0 30 60 90 120 150 180 210 240 270 300
WL
(%)
Waktu (menit)
Model Azuara
Pengukuran
020406080
0 30 60 90 120 150 180 210 240 270 300
WL
(%)
Waktu (menit)
Model Azuara
Pengukuran
020406080
0 30 60 90 120 150 180 210 240 270 300
WL
(%)
Waktu (menit)
Model Azuara
Pengukuran
020406080
0 30 60 90 120 150 180 210 240 270 300
WL
(%)
Waktu (menit)
Model Azuara
Pengukuran
42
Lampiran 6. Grafik Perbandingan SG Pengukuran dan SG Perhitungan
Gambar 38. Grafik SG hasil pengukuran dan SG hasil perhitungan pada perlakuan E0T1C1
Gambar 39. Grafik SG hasil pengukuran dan SG hasil perhitungan pada perlakuan E0T1C2
Gambar 40. Grafik SG hasil pengukuran dan SG hasil perhitungan pada perlakuan E0T1C3
Gambar 41. Grafik SG hasil pengukuran dan SG hasil perhitungan pada perlakuan E0T2C1
0
5
10
15
0 30 60 90 120 150 180 210 240 270 300
SG
(%
)
Waktu (menit)
Model Azuara
Pengukuran
0
5
10
15
0 30 60 90 120 150 180 210 240 270 300
SG
(%
)
Waktu (menit)
Model Azuara
Pengukuran
0
5
10
15
0 30 60 90 120 150 180 210 240 270 300
SG
(%
)
Waktu (menit)
Model Azuara
Pengukuran
0
5
10
15
0 30 60 90 120 150 180 210 240 270 300
SG
(%
)
Waktu (menit)
Model Azuara
Pengukuran
43
Gambar 42. Grafik SG hasil pengukuran dan SG hasil perhitungan pada perlakuan E0T2C2
Gambar 43. Grafik SG hasil pengukuran dan SG hasil perhitungan pada perlakuan E0T2C3
Gambar 44. Grafik SG hasil pengukuran dan SG hasil perhitungan pada perlakuan E1T1C1
Gambar 45. Grafik SG hasil pengukuran dan SG hasil perhitungan pada perlakuan E1T1C2
0
5
10
15
0 30 60 90 120 150 180 210 240 270 300
SG
(%
)
Waktu (menit)
Model Azuara
Pengukuran
0
5
10
15
0 30 60 90 120 150 180 210 240 270 300
SG
(%
)
Waktu (menit)
Model Azuara
Pengukuran
0
5
10
15
0 30 60 90 120 150 180 210 240 270 300
SG
(%
)
Waktu (menit)
Model Azuara
Pengukuran
0
5
10
15
0 30 60 90 120 150 180 210 240 270 300
SG
(%
)
Waktu (menit)
Model Azuara
Pengukuran
44
Gambar 46. Grafik SG hasil pengukuran dan SG hasil perhitungan pada perlakuan E1T1C3
Gambar 47. Grafik SG hasil pengukuran dan SG hasil perhitungan pada perlakuan E1T2C1
Gambar 48. Grafik SG hasil pengukuran dan SG hasil perhitungan pada perlakuan E1T2C2
Gambar 49. Grafik SG hasil pengukuran dan SG hasil perhitungan pada perlakuan E1T2C3
0
5
10
15
0 30 60 90 120 150 180 210 240 270 300
SG
(%
)
Waktu (menit)
Model Azuara
Pengukuran
0
5
10
15
0 30 60 90 120 150 180 210 240 270 300
SG
(%
)
Waktu (menit)
Model Azuara
Pengukuran
0
5
10
15
0 30 60 90 120 150 180 210 240 270 300
SG
(%
)
Waktu (menit)
Model Azuara
Pengukuran
0
5
10
15
0 30 60 90 120 150 180 210 240 270 300
SG
(%
)
Waktu (menit)
Model Azuara
Pengukuran
45
Lampiran 7. Foto Sampel Setelah Pengeringan Osmotik
Gambar 50. Foto sampel E0T1C1 setelah Gambar 53. Foto sampel E0T2C1 setelah pengeringan osmotik pengeringan osmotik
Gambar 51. Foto sampel E0T1C2 setelah Gambar 54. Foto sampel E0T2C2 setelah pengeringan osmotik pengeringan osmotik
Gambar 52. Foto sampel E0T1C3 setelah Gambar 55. Foto sampel E0T2C3 setelah pengeringan osmotik pengeringan osmotik
46
Gambar 56. Foto sampel E1T1C1 setelah Gambar 59. Foto sampel E1T2C1 setelah pengeringan osmotik pengeringan osmotik
Gambar 57. Foto sampel E1T1C2 setelah Gambar 60. Foto sampel E1T2C2 setelah
pengeringan osmotik pengeringan osmotik
Gambar 58. Foto sampel E1T1C3 setelah Gambar 61. Foto sampel E1T2C3 setelah pengeringan osmotic pengeringan osmotik