PENGENDALIAN PENYAKIT TUNGRO MELALUI ELIMINASI PERAN ...

12
77 Pengendalian Penyakit Tungro Melalui Eliminasi PeranVektor Wereng Hijau (Dini Yuliati & I Nyoman Widiarta) PENGENDALIAN PENYAKIT TUNGRO MELALUI ELIMINASI PERAN VEKTOR WERENG HIJAU DENGAN PENGENDALIAN RAMAH LINGKUNGAN TUNGRO DISEASE CONTROL THROUGH THE ELIMINATION VECTOR ROLE OF GREEN LEAF HOPPER WITH ENVIRONMENT FRIENDLY CONTROL Dini Yuliani Balai Besar Penelitian Tanaman Padi [email protected] I Nyoman Widiarta Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan ABSTRACT Green leafhopper (GLH)plays an important role in tungro disease epidemics. Reduce the activity of GLHsuckasvectorsof tungro virus was effective to limit transmission of the virus. Integrated control of tungro disease may involve multiple components at once including using sambilata with entomopathogenicfungus Metarhiziumanisopliae. This research was conducted to determine the effect of sambilata and M.anisopliaein controlling the GLH as tungro virus vectors. The experiment was conducted in tungro endemic areas in Tanjungsiang,Subang District at dry season 2013 and wet season 2013/2014. Experiments using split plot design with four replications. The main plot was consists of GLH resistant varieties(IR66), tungro resistant varieties (Inpari 9), and check varieties(Ciherang). The subplots were M.anisopliae applications, sambilata, and control. Application was done on rice plant age 14, 28 and 42 days after planting (DAP).The results showed that the intensity of tungro on Ciherang showed the highest intensity compared toIR66 and Inpari9. Effect of entomopathogenic fungus M.anisopliae application to tungro disease showed a lower intensity compared with sambilata extracts and control. The intensity of tungro disease in farmers’ fields as a comparison of experiment was high enough on average between 1 until 69%. In general, the density of GLH population began to increase on the observation of 14 to 28 DAP. GLH population density was highest at 28 DAP. However, the population density of GLH decreased at 42 until 56 DAP. Keywords: Metarhizium anisopliae, Sambilata, Tungro, Green Leafhopper Diterima 2 Februari 2017, disetujui 18 Desember 2017 Fakultas Pertanian dan Bisnis Universitas Kristen Satya Wacana Jl. Diponegoro 52-60 SALATIGA 50711 - Telp. 0298-321212 ext 354 email: [email protected], website: ejournal.uksw.edu/agric

Transcript of PENGENDALIAN PENYAKIT TUNGRO MELALUI ELIMINASI PERAN ...

Page 1: PENGENDALIAN PENYAKIT TUNGRO MELALUI ELIMINASI PERAN ...

77

Pengendalian Penyakit Tungro Melalui Eliminasi PeranVektor Wereng Hijau (Dini Yuliati & I Nyoman Widiarta)

PENGENDALIAN PENYAKIT TUNGRO MELALUI ELIMINASI PERANVEKTOR WERENG HIJAU DENGAN PENGENDALIAN RAMAH LINGKUNGAN

TUNGRO DISEASE CONTROL THROUGH THE ELIMINATION VECTORROLE OF GREEN LEAF HOPPER WITH ENVIRONMENT FRIENDLY CONTROL

Dini YulianiBalai Besar Penelitian Tanaman Padi

[email protected]

I Nyoman WidiartaPusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan

ABSTRACT

Green leafhopper (GLH)plays an important role in tungro disease epidemics. Reduce the activityof GLHsuckasvectorsof tungro virus was effective to limit transmission of the virus. Integratedcontrol of tungro disease may involve multiple components at once including using sambilatawith entomopathogenicfungus Metarhiziumanisopliae. This research was conducted to determinethe effect of sambilata and M.anisopliaein controlling the GLH as tungro virus vectors. Theexperiment was conducted in tungro endemic areas in Tanjungsiang,Subang District at dryseason 2013 and wet season 2013/2014. Experiments using split plot design with fourreplications. The main plot was consists of GLH resistant varieties(IR66), tungro resistantvarieties (Inpari 9), and check varieties(Ciherang). The subplots were M.anisopliaeapplications, sambilata, and control. Application was done on rice plant age 14, 28 and 42days after planting (DAP).The results showed that the intensity of tungro on Ciherang showedthe highest intensity compared toIR66 and Inpari9. Effect of entomopathogenic fungusM.anisopliae application to tungro disease showed a lower intensity compared with sambilataextracts and control. The intensity of tungro disease in farmers’ fields as a comparison ofexperiment was high enough on average between 1 until 69%. In general, the density of GLHpopulation began to increase on the observation of 14 to 28 DAP. GLH population density washighest at 28 DAP. However, the population density of GLH decreased at 42 until 56 DAP.

Keywords: Metarhizium anisopliae, Sambilata, Tungro, Green Leafhopper

Diterima 2 Februari 2017, disetujui 18 Desember 2017

Fakultas Pertanian dan Bisnis Universitas Kristen Satya WacanaJl. Diponegoro 52-60 SALATIGA 50711 - Telp. 0298-321212 ext 354

email: [email protected], website: ejournal.uksw.edu/agric

Page 2: PENGENDALIAN PENYAKIT TUNGRO MELALUI ELIMINASI PERAN ...

AGRIC Vol. 29, No. 2, Desember 2017: 77- 88

78

ABSTRAKWereng hijau memegang peranan penting dalam epidemic penyakit tungro. Mengurangi aktifitasmengisap wereng hijau sebagai vektor virus tungroefektif membatasi penularan virus.Pengendalian penyakit tungro secara terpadu dapat melibatkan beberapa komponen sekaligusdiantaranya penggunaan sambilata dan jamur entomopatogen Metarhiziumanisopliae. Penelitianini untuk mengetahui pengaruh sambilata dan M.anisopliae dalam mengendalikan wereng hijausebagai vektor virus tungro. Penelitian dilaksanakan di daerah endemis tungro di KecamatanTanjungsiang, Subang pada musim kemarau 2013 dan musim hujan 2013/2014. Percobaanmenggunakan rancangan petak terpisah (Splitplot).Petak utama terdiri atas varietas tahan werenghijau (IR66), varietas tahan tungro (Inpari 9), dan varietas cek (Ciherang). Anak petak adalahaplikasi M.anisopliae, aplikasi sambilata, dan kontrol. Aplikasi di pertanaman dilakukan pada 14,28, dan 42 hari setelah tanam (HST). Hasil penelitian menunjukkan bahwa varietas Ciherangmenunjukkan intensitas tungro paling tinggi dibandingkan IR66 dan Inpari 9. Pengaruh aplikasijamur entomopatogen M. anisopliae menunjukkan intensitas penyakit tungro lebih rendahdibandingkan dengan ekstrak sambilata dan kontrol. Intensitas penyakit tungro di lahan petanisebagai pembanding percobaan cukup tinggi rata-rata antara 1% sampai 69%. Secara umumkepadatan populasi wereng hijau mulai meningkat pada pengamatan 14 sampai 28 hari setelahtanam (HST). Kepadatan populasi wereng hijau tertinggi terjadi pada 28 HST. Namun kepadatanpopulasi menurun pada 42 sampai 56 HST.

Kata Kunci: Metarhizium anisopliae, Sambilata, Tungro, Wereng Hijau

PENDAHULUAN

Tungro merupakan salah satu penyakit utamapada tanaman padi di Indonesia. Epidemitungro sering terjadi hingga tahun 2000-anterutama di Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah,Bali, Nusa Tenggara Barat, Jawa Barat, JawaTengah, Jawa Timur, Banten, Lampung danSumatera Utara yang merupakan sentraproduksi padi (Raga, 2007). Tanaman padiyang terserang penyakit tungro memperlihatkangejala yang khas, yakni perubahan warna daunmuda menjadi kuning sampai jingga yang diikutioleh melintirnya daun dan tanaman menjadikerdil karena jarak antar buku (internode)memendek. Jumlah anakan berkurang dangabah akan berubah bentuk sehingga tanamanpadi tidak akan memberikan hasil sesuai denganpotensinya (Ling, 1979).

Tungro disebabkan oleh infeksi ganda dari duajenis virus yang berbeda yaitu rice tungrobacilliform virus (RTBV) dan rice tungro

spherical virus (RTSV) (Van Regenmortel,2000). Penyakit ini ditularkan oleh spesieswereng hijau dengan efisiensi beragam.Nephotettix virescens merupakan vektorterpenting diantara keempat vektor lainnyakarena paling efisiensi dalam menularkan virustungro (Hibino and Cabunagan, 1986).Penularan virus tungro dilakukan secarabersamaan oleh wereng hijau tanpa multiplikasivirus dalam tubuh vektornya (Hibino, 1996).Penyebaran tungro dapat meluas secara cepatterutama apabila faktor pendukung perkem-bangannya tersedia seperti kepadatan werenghijau dan adanya sumber inokulum. Penanamanvarietas padi yang rentan, dan pertanaman yangtidak serempak serta faktor lingkunganterutama musim hujan dan kelembaban yangtinggi, sangat menguntungkan bagi perkembang-an wereng hijau.

Wereng hijau memegang peranan penting dalamepidemi penyakit tungro. Tingkat infeksi awalpenyakit tungro ditentukan oleh populasi vektor

Page 3: PENGENDALIAN PENYAKIT TUNGRO MELALUI ELIMINASI PERAN ...

79

Pengendalian Penyakit Tungro Melalui Eliminasi PeranVektor Wereng Hijau (Dini Yuliati & I Nyoman Widiarta)

infektif yang migrasi ke pertanaman, sedangkanperkembangan serangan selanjutnya ditentukanoleh persentase infeksi awal dan kepadatangenerasi pertama (Raga et al. 2004). Tinggirendahnya intensitas penyakit tungro berkorelasipositif dengan fluktuasi populasi wereng hijauapabila tersedia sumber inokulum (Suzuki etal. 1992). Mengurangi aktifitas mengisapwereng hijau sebagai vektor virus dilaporkansangat efektif untuk membatasi penularan virus.Ekstrak sambilata (Andrographis paniculata)memiliki kemampuan mengurangi aktifitasmengisap wereng hijau (Widiarta et al. 1997).Hasil pengujian di rumah kaca diketahui bahwaaplikasi sambilata dapat menekan pemerolehanmaupun penularan virus tungro oleh werenghijau (Widiarta et al. 1998). Dengan demikiansambilata memiliki prospek sebagai salah satukomponen teknologi untuk dirakit dalampendekatan pengendalian penyakit tungroterpadu.

Pengendalian penyakit tungro secara terpadudapat melibatkan beberapa komponen sekali-gus diantaranya penggunaan sambilata dengancendawan entomopatogen Metarhiziumaniso-pliae. Cendawan entomopatogen menekanpopulasi wereng hijau dengan aksi ganda secaralangsung dapat mematikan dan secara tidaklangsung mengurangi keperidian. MenurutWidiarta dan Kusdiaman (2007), aplikasiBeauveria bassiana dan M. anisopliaemenyebabkan mortalitas imago wereng hijaunyata pada 3-14 hari setelah aplikasi. Dilapangan M. anisopliae banyak menginfeksiwereng hijau selain wereng coklat (Tsai et al.1993). Serangga yang terinfeksi oleh M.anisopliae berwarna kehijauan dan mati yangdisebabkan oleh toksin yang dikeluarkan olehcendawan tersebut (Roberts, 1966). Penelitianini untuk mengetahui efikasi lapang sambilata

sebagai antifi dan nabati terhadap wereng hijau.Sambilata akan dibandingkan dengan M.anisopliae untuk mengetahui pengaruhnyadalam mengendalikan wereng hijau.

METODE PENELITIAN

Penelitian dilaksanakan di daerah endemispenyakit tungro di Kecamatan Tanjungsiang,Kabupaten Subang, Provinsi Jawa Barat.Penelitian dilaksanakan pada musim kemarau(MK) 2013 dan musim hujan (MH) 2013/2014. Penelitian menggunakan rancangan petakterpisah. Petak utama terdiri atas: 1). Varietastahan wereng hijau (IR66), 2). Varietas tahantungro (Inpari 9), dan 3). Varietas cek(Ciherang). Anak petak adalah: 1). AplikasiMetarhiziumanisopliae, 2). Aplikasi Sambi-lata, 3). Kontrol. Aplikasi di pertanaman dilaku-kan pada umur tanaman padi 14, 28 dan 42 harisetelah tanam (HST). Luas anak petak 20 m2,dengan setiap anak petak diulang 4 kali sehinggadiperlukan lahan sawah minimal 720 m2. Bibitpadi ditanam pindah pada saat umur 19-21 harisetelah sebar. Bibit ditanam secara tegel denganjarak tanam 25 cm x 25 cm untuk semua petak.Pupuk yang diaplikasikan adalah urea 300kgha-1, TSP 100 kgha-1 dan KCl 50 kgha-1.Pemupukan urea diberikan dalam 3 kali aplikasiyaitu 100 kg urea ha-1sebagai pupuk dasar, yangdiberikan bersama denganTSP 100 kg ha-1 danKCl 50 kg ha-1 pada saat tanam, selanjutnyaurea masing-masing 100 kg ha-1 pada saattanaman mencapai fase anakan maksimum danprimordia.

Proses pembuatan ekstrak kasar sambilataadalah memisahkan bagian daun tanaman daribatangnya. Daun sambilata dikering anginkandengan suhu ruang beberapa hari hingga keringseperti kerupuk. Daun sambilata yang telahkering diblender sampai halus. Serbuk sambilata

Page 4: PENGENDALIAN PENYAKIT TUNGRO MELALUI ELIMINASI PERAN ...

AGRIC Vol. 29, No. 2, Desember 2017: 77- 88

80

±40 mg dilarutkan dalam air dan ditambahkandeterjen konsentrasi 1% kemudian dijadikan 1liter larutan dan diaduk rata. Ekstrak sambilatadirendam selama ±2 jam, kemudian disaringmenggunakan kain kasa dan diambil cairanperasannya. Volume semprot untuk aplikasi 1ha dengan knapsack sprayer adalah 500 liter.Setiap kali aplikasi dibutuhkan larutan sambilatasebanyak 12 liter.

M. anisopliae diisolasi dari wereng hijau,dimurnikan pada media potato dextrose agar(PDA) dalam cawan petri. Cendawan yangtelah murni diperbanyak pada PDA miringdalam tabung reaksi. Cendawan yang telahmurni beserta media biakan diambil sebanyak10 gr, dimasukkan ke dalam aquades sebanyak100 ml sambil diaduk rata, kemudian disaringdengan kain kasa. Jumlah konidia dihitungmenggunakan Haemocytometer dibawahmikroskop. M. anisopliae diaplikasikan padakonsentrasi 1,4 x 107konidia per ml. Tiapaplikasi dibutuhkan larutan M. anisopliaesebanyak 12 liter. Konidia M. anisopliae yangtelah dilarutkan dalam air steril ditambahkanTween 5% dari larutan untuk mencegahpenggumpalan inokulum. Larutan M.anisopliae siap diaplikasikan ke tanaman padi.

Variabel yang diamati: 1). Kepadatan populasiwereng hijau, 2). Insiden penyakit tungro, dan3). Pengamatan di lahan petani sekitar petakpercobaan. Pengamatan keberadaan tungrodilakukan sebanyak 6 kali mulai persemaian (2MSS), 14, 28, 42, 56 HST, dan pada saatpanen. Pengamatan keberadaan tungro dipesemaian dilakukan dengan mengambil secaraacak 20 daun bibit padi dipotong kemudiandicelupkan ke larutan yodium. Pengamatanintensitas tungro pada pertanaman padi denganmenghitung tanaman yang menunjukkan gejala

tungro pada tiap petak percobaan. Jumlahtanaman yang terinfeksi tungro dibandingkandengan jumlah rumpun pada masing-masingpetak. Pengamatan populasi wereng hijaudengan menggunakan jaring serangga yaitu 10kali ayunan ganda pada tiap petak pengamatan.Pengamatan intensitas tungro dan populasiwereng hijau dilakukan sebanyak 5 kali mulaipersemaian (2 MSS), 14, 28, 42, 56 HST. Hasilsweeping kemudian dibawa ke laboratoriumhama BB Padi untuk dihitung dan diidentifikasiserangga yang diperoleh. Persentase kebera-daan tungro dan kepadatan populasi werenghijau diuji sidik ragam denganANOVA.Perbedaan antar perlakuan dilanjutkan denganUji DMRT pada taraf 5% (Gomez and Gomez,1984).

HASIL

Intensitas Penyakit Tungro

Pada fase persemaian dan umur tanaman padi14 hari setelah tanam (HST) tidak ditemukangejala penyakit tungro baik pada MK 2013(Tabel 1) maupun pada MH 2013/2014 (Tabel2). Intensitas tungro mulai ditemukan pada 28HST. Intensitas tungro umumnya mulaimeningkat sejalan dengan bertambahnya umurtanaman padi meskipun dengan intensitas yangrendah. Varietas IR66 dan Inpari 9 secarastatistik berbeda nyata dengan Ciherang.Varietas Inpari 9 menunjukkan intensitas tungropaling rendah dibandingkan IR66 dan Ciherang(Tabel 1 dan Tabel 2).

Pengaruh aplikasi M. anisopliae pada MK2013 menunjukkan intensitas tungro lebihrendah dibandingkan dengan sambilata dankontrol (Tabel 1). Intensitas tungro pada MH2013/2014 cenderung lebih tinggi dibandingkanMK 2013. Intensitas tungro terlihat berfluktuatif

Page 5: PENGENDALIAN PENYAKIT TUNGRO MELALUI ELIMINASI PERAN ...

81

Pengendalian Penyakit Tungro Melalui Eliminasi PeranVektor Wereng Hijau (Dini Yuliati & I Nyoman Widiarta)

Tabel 1 Intensitas penyakit tungro di lahan percobaan. Tanjungsiang. MK 2013Perlakuan Persemaian 14 HST 28 HST 42 HST 56 HST PanenVarietas:IR66 0,00 a 0,00 a 0,08 b 0,33 b 0,58 b 0,83 bInpari 9 0,00 a 0,00 a 0,00 b 0,17 b 0,33 b 0,58 bCiherang 0,00 a 0,00 a 6,08 a 7,17 a 7,92 a 8,83 aAplikasi:M. anisopliae - 0,00 a 1,58 a 1,92 a 2,42 a 2,83 aSambilata - 0,00 a 1,75 a 2,83 a 3,17 a 3,50 aKontrol - 0,00 a 2,83 a 2,92 a 3,25 a 3,92 a

Angka yang selajur yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 0,05 Duncan

Intensitas tungro di lahan petani meningkatdengan bertambahnya umur tanaman padi.Apabila intensitas penyakit tungro pada fasevegetatif awal sangat tinggi 80 hingga 100%,petani mencabut kembali tanaman padinya.Kemudian petani menanam ulang lahannyadengan varietas lain yang dianggap lebih tahanterhadap tungro diantaranya Inpari 9 dan IR66.

Perlakuan Persemaian 14 HST 28 HST 42 HST 56 HST PanenVarietas:IR66 0,00 a 0,00 a 1,00 b 1,25 b 1,17 b 2,17 bInpari 9 0,00 a 0,00 a 0,92 b 1,33 b 1,17 b 2,17 bCiherang 0,00 a 0,00 a 7,50 a 8,50 a 8,25 a 9,00 aAplikasi:M. anisopliae - 0,00 a 3,25 a 4,00 a 3,67 a 4,58 aSambilata - 0,00 a 2,92 a 3,42 a 3,83 a 4,75 aKontrol - 0,00 a 3,25 a 3,67 a 3,08 a 4,00 a

Angka yang selajur yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 0,05 Duncan

Tabel 2 Intensitas penyakit tungro di lahan percobaan. Tanjungsiang. MH 2013/2014

antara aplikasi M. anisopliae dengan sambilata(Tabel 2). Aplikasi sambilata menunjukkanintensitas tungro lebih tinggi dibandingkan M.anisopliae, namun lebih rendah dibandingdengan kontrol.

Intensitas tungro di lahan petani sebagaipembanding percobaan cukup tinggi 0 hingga60% pada MK 2013 (Gambar 1). Gejalatungro belum ditemukan di persemaian, namunmulai terlihat pada 14 HST dengan intensitastungro 12 hingga 23%. Intensitas tungro padaMH 2013/2014 memiliki kecenderungan yangsama dengan MK 2013 yaitu cukup tinggi 1hingga 69%. Gejala tungro mulai ditemukan dipersemaian dengan intensitas1 hingga 5%.Intensitas tungro mulai meningkat pada 14 HSTdengan 13 hingga 24%.

Angka yang selajur yang diikuti oleh huruf yangsama tidak berbeda nyata pada taraf 0,05Duncan

Dinamika Populasi Wereng Hijau

Kepadatan populasi wereng hijau pada MK2013 dan MH 2013/2014 di persemaian palingbanyak ditemukan pada varietas Ciherang.Populasi wereng hijau ditemukan sangat rendahpada Inpari 9 diikuti oleh IR66 (Gambar 2).Ciherang merupakan varietas yang disukai olehwereng hijau karena telah lama diadopsi olehpetani sehingga wereng hijau telah beradaptasipada varietas tersebut.

Page 6: PENGENDALIAN PENYAKIT TUNGRO MELALUI ELIMINASI PERAN ...

AGRIC Vol. 29, No. 2, Desember 2017: 77- 88

82

Gambar 1 Intensitas tungro di lahan petani. Tanjungsiang. MK 2013 (kiri) dan MH 2013/2014 (kanan)

kepadatan populasi wereng hijau meskipunrelatif lebih tinggi dibanding dengan M.anisopliae. Pada petak kontrol ditemukankepadatan populasi wereng hijau lebih tinggidibandingkan petak perlakuan. Hasil efikasilapang menunjukkan dampak aplikasi M.anisopliae mempunyai tenggang waktu danbaru terlihat pada generasi berikutnya.

Perlakuan varietas pada MH 2013/2014 tidakberpengaruh nyata terhadap populasi werenghijau (Tabel 4). Kepadatan populasi werenghijau ditemukan paling rendah pada varietasInpari 9 diikuti oleh varietas IR 66, sedangkanpada varietas Ciherang dijumpai kepadatanwereng hijau paling tinggi. Perlakuan aplikasipada MH 2013/2014 tidak berpengaruh nyataterhadap populasi wereng hijau (Tabel 4).Kepadatan wereng hijau paling rendahdiperoleh pada petak yang diaplikasi dengan

Gambar 2 Kepadatan populasi wereng hijau di persemaian pada petak percobaan.Tanjungsiang. MK 2013 (kiri) dan MH 2013/2014 (kanan).

Secara umum kepadatan populasi wereng hijaupada MK 2013 dan MH 2013/2014 mulaimeningkat pada pengamatan 14 sampai 28HST. Populasi wereng hijau tertinggi terjadipada 28 HST, namun populasi menurun pada42 sampai 56 HST (Tabel 3 dan 4). Perlakuanvarietas berpengaruh nyata terhadap populasiwereng hijau selama pengamatan. Kepadatanpopulasi wereng hijau ditemukan paling rendahpada Inpari 9 diikuti oleh IR66, sedangkanpopulasi wereng hijau dijumpai paling tinggipada varietas Ciherang.

Perlakuan aplikasi berpengaruh nyata terhadappopulasi wereng hijau selama pengamatan MK2013 (Tabel 3). Kepadatan populasi werenghijau paling rendah diperoleh pada petak yangdiaplikasi dengan M. anisopliae. Aplikasisambilata berpengaruh nyata terhadap

Page 7: PENGENDALIAN PENYAKIT TUNGRO MELALUI ELIMINASI PERAN ...

83

Pengendalian Penyakit Tungro Melalui Eliminasi PeranVektor Wereng Hijau (Dini Yuliati & I Nyoman Widiarta)

Perlakuan Populasi Wereng Hijau14 HST 28 HST 42 HST 56 HST

Varietas:IR66 2,25 b 3,00 b 1,25 b 0,83 bInpari 9 2,08 b 2,83 b 1,08 b 0,50 bCiherang 2,92 a 3,33 a 1,92 a 1,42 aAplikasi:M. anisopliae 2,08 c 2,75 c 1,08 c 1,00 abSambilata 2,33 b 3,00 b 1,33 b 0,67 bKontrol 2,83 a 3,42 a 1,83 a 1,08 a

Tabel 3 Populasi wereng hijau di petak percobaan. Tanjungsiang. MK 2013.

Angka yang selajur yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 0,05 Duncan

Perlakuan Populasi Wereng Hijau14 HST 28 HST 42 HST 56 HST

Varietas:IR66 5,58 a 5,75 ab 4,17 ab 1,58 aInpari 9 5,33 a 5,33 b 3,42 b 0,92 aCiherang 5,83 a 6,42 a 5,92 a 1,50 aAplikasi:M. anisopliae 5,50 a 5,67 a 4,00 a 1,42 aSambilata 5,50 a 5,75 a 4,58 a 1,08 aKontrol 5,75 a 6,08 a 4,92 a 1,50 a

Tabel 4 Populasi wereng hijau di petak percobaan. Tanjungsiang. MH 2013/2014

Angka yang selajur yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 0,05 Duncan

Gambar 3 Populasi wereng hijau di lahan petani. Tanjungsiang. MK2013 (kiri) dan MH 2013/2014 (kanan).

M. anisopliae. Aplikasi sambilata tidak ber-pengaruh nyata terhadap kepadatan werenghijau meskipun relatif lebih tinggi dibandingkandengan aplikasi M. anisopliae. Pada petakkontrol ditemukan kepadatan wereng hijaulebih tinggi dibandingkan petak perlakuan.

Kepadatan wereng hijau di lahan petani sebagaipembanding dari petak percobaan cukup tinggirata-rata 3 hingga 10 ekor/10 ayunan ganda

pada MK 2013 (Gambar 3). Trends kepadatanwereng hijau yang sama ditemukan pada MH2013/2014 dengan rata-rata 6 hingga 12 ekor/10 ayunan ganda. Kepadatan wereng hijaumeningkat sejalan dengan bertambahnya umurtanaman padi. Populasi wereng hijau tertinggiditemukan pada umur padi 42 HST, namunmenurun pada saat tanaman padi berumur 56HST.

Page 8: PENGENDALIAN PENYAKIT TUNGRO MELALUI ELIMINASI PERAN ...

AGRIC Vol. 29, No. 2, Desember 2017: 77- 88

84

proporsi varietas tahan di hamparan kecil,namun berpengaruh nyata mengurangikeberadaan tungro. Peran varietas tahan besardalam pengendalian penyakit tungro. Varietastahan dapat digolongkan menjadi dua, yaituvarietas tahan wereng hijau dan tahan virustungro (Imbe, 1991). Oleh karena itu, varietasIR66 dan Inpari 9 dapat direkomendasikanuntuk menanggulangi penyakit tungro.

Aplikasi jamur entomopatogen M. anisopliaemenunjukkan intensitas penyakit tungro lebihrendah dibandingkan dengan ekstrak sambilatadan kontrol. Intensitas penyakit tungro padaMK 2013 tergolong rendah kemungkinanwereng hijau sebagai vektor virus terinfeksi olehM. anisopliae. Menurut Said dan Baco (1988),jamur entomopatogen ini ditemukan menginfeksiwereng hijau di pertanaman padi di Indonesia.Namun M. anisopliae bekerja lamban padawereng hijau dimana mortalitas hanya mencapai84% pada enam hari (Suryadi dan Hendarsih,1991).

Aplikasi sambilata menunjukkan intensitastungro lebih tinggi dibandingkanM. anisopliae,namun intensitas penyakit tungro lebih rendahdibandingkan dengan kontrol. MenurutWidiarta et al. (1997, 1998), penyemprotanekstrak sambilata dapat menekan penularantungro karena berkurangnya kemampuanwereng hijau mengisap tanaman dilihat darijumlah cairan tanaman yang dihisap dan jumlahtusukan stilet pada tanaman padi. Aplikasiekstrak daun sambilata Andrographispaniculata menyebabkan perubahan kebiasaanmenghisap wereng hijau dari pembuluh floemke pembuluh jaringan xilem (Kusdiaman danWidiarta, 2008). Hal ini sesuai dengan pendapatYustiano (2001), bahwa aplikasi andrografolidsebagai antifidan mengurangi aktivitas

PEMBAHASAN

Pada fase persemaian dan umur tanamanpadi 14 HST tidak ditemukan gejala tungrobaik pada MK 2013 (Tabel 1) maupun padaMH 2013/2014 (Tabel 2). Intensitas tungromulai ditemukan pada 28 HST. Intensitastungro umumnya mulai meningkat sejalandengan bertambahnya umur tanaman padimeskipun dengan intensitas yang rendah.Pada daerah pertanaman padi yang serem-pak infeksi penyakit tungro sebagian besarmulai terjadi setelah padi ditanam. Kehilang-an hasil akibat infeksi penyakit tungro ber-variasi tergantung pada periode pertumbuhantanaman saat terinfeksi, lokasi dan titikinfeksi, musim tanam dan varietas.

Semakin muda tanaman terinfeksi makasemakin besar presentase kehilangan hasilyang ditimbulkan (Hasanuddin, 2009).Menurut Muis et al. (1990), bahwa tinggirendahnya serangan tungro ditentukan olehbeberapa faktor diantaranya ketersediaansumber inokulum dan tingkat ketahananvarietas yang ditanam. Tingginya indekssumber inokulum di lingkungan pertanamanpadi pada saat tanaman fase vegetatif secaraempiris berpeluang besar sebagai penyebabtingginya penularan tungro di petakpengamatan. Pergiliran varietas tahanwereng hijau dapat menekan sumberinokulum dan tingkat penularan tungro(Widiarta et al.,1997b).

Hasil pengujian di Kecamatan Tanjungsiangpada MK 2013 dan MH 2013/2014 me-nunjukkan intensitas penyakit pada varietasIR66 (tahan wereng hijau) dan Inpari 9 (tahanvirus tungro) lebih rendah dibandingkankontrol (Ciherang). Hasil studi Holt (1996),menemukan bahwa meskipun peningkatan

Page 9: PENGENDALIAN PENYAKIT TUNGRO MELALUI ELIMINASI PERAN ...

85

Pengendalian Penyakit Tungro Melalui Eliminasi PeranVektor Wereng Hijau (Dini Yuliati & I Nyoman Widiarta)

menghisap wereng hijau. Hasil pengujian dirumah kaca menunjukkan bahwa aplikasiekstrak sambilata dapat menekan pemerolehandan penularan virus tungro oleh wereng hijau(Widiarta et al. 1998).

Secara umum kepadatan populasi wereng hijaupada MK 2013 dan MH 2013/2014 mulaimeningkat pada pengamatan 14 sampai 28 HST.Populasi wereng hijau tertinggi terjadi pada 28HST, namun populasi menurun pada 42 sampai56 HST (Tabel 3 dan 4). Perkembangankepadatan populasi wereng hijau berfluktuasidipengaruhi oleh pola tanam,kebanyakan hanyameningkat pada saat tanaman muda sampaipertengahan pertumbuhan tanaman pada arealdengan pola tanam padi-padi-padi. Pertumbuhanpopulasi wereng hijau pada fase generatifumumnya rendah pada semua pola tanam(Widiarta et al. 1999).

Peranan pemencaran imago (dispersal) berperanterhadap pertumbuhan populasi pada pola padi-padi-padi terutama yang tidak tanam serempak.Wereng hijau yang berasal dari pola tanamtidak serempak lebih aktif dibandingkandaripada pola tanam serempak (Kusdiaman danWidiarta, 2003). Selain itu, wereng hijau jarangdilaporkan mencapai tingkat populasi yangdapat menimbulkan kerusakan secara langsung.Kehilangan hasil disebabkan oleh penyakittungro meskipun wereng hijau sebagai seranggavektornya dalam populasi yang rendah(Widiarta et al. 1999).

Kepadatan populasi wereng hijau pada MK2013 dan MH 2013/2014 di persemaian palingbanyak ditemukan pada varietas Ciherang.Ciherang merupakan varietas yang disukai olehwereng hijau karena telah lama diadopsi olehpetani sehingga wereng hijau telah beradaptasi

pada varietas tersebut. Populasi wereng hijauditemukan sangat rendah pada Inpari 9 diikutioleh IR66 (Gambar 2). Menurut Widiarta(1995), wereng hijau N. virescens menyebarpada tanaman padi secara berkelompok yangterdiri dari beberapa individu sebagai unitpenyebaran dengan tingkat agregrasi yangrendah. Oleh karena itu, wereng hijau banyakdijumpai pada fase persemaian karena merupa-kan fase yang disukai untuk makan, namunbelum membawa virus tungro. Hal ini sejalandengan hasil penelitian bahwa intensitas tungrotidak ditemukan di persemaian.

Kepadatan populasi wereng hijau paling rendahdiperoleh pada petak yang diaplikasi denganM. anisopliae baik pada MK 2013 maupunMH 2013/2014. Aplikasi pertama saattanaman padi berumur 14 HST sebelumgenerasi migran imago wereng hijau (Widiartaet al. 1999), sedangkan aplikasi kedua saattanaman padi umur 28 HST sebelum puncakkepadatan populasi nimfa kecil (Suzuki et al.1992). Dampak aplikasi pertama pada awalpertumbuhan tanaman yaitu menekan keperi-dian serangga migran yang mulai mendatangipertanaman. Aplikasi kedua mematikan nimfaturunan dari generasi migran, sehingga populasiwereng hijau rendah pada 42 dan 56 HST.Menurut Suryadi dan kadir (2007), hifacendawan M. anisopliae yang tumbuh padabagian tumbuh serangga mati dapat menyebarke serangga lainnya bila terjadi kontak dandidukung oleh kondisi lingkungan (suhu dankelembaban) yang cocok untuk pertumbuhancendawan patogen.

Aplikasi M. anisopliae dan sambilatapengaruhnya kurang efektif terhadap werenghijau pada MH 2013/2014. Hal ini kemungkin-an pada MH 2013/2014 bertepatan dengan

Page 10: PENGENDALIAN PENYAKIT TUNGRO MELALUI ELIMINASI PERAN ...

AGRIC Vol. 29, No. 2, Desember 2017: 77- 88

86

musim hujan sehinggga cendawan entomo-patogen dan ekstrak pestisida nabati tercuciatau hilang dari pertanaman padi. Menurut Yadidan Suhartono (1990), jamur entomopatogenM. anisopliae bekerja lamban pada werenghijau. Hal tersebut dikuatkan oleh hasilpenelitian Widiarta dan Kusdiaman (2007),bahwa M. anisopliae berpengaruh nyataterhadap wereng hijau pada 7-14 hari setelahaplikasi. Aplikasi cendawan entomopatogenperlu dilakukan lebih dari satu kali terutamaapabila serangga hama mempunyai siklus hidupyang terdiri dari beberapa stadia instar. Aplikasiberulang diperlukan pula untuk mengantisipasifaktor lingkungan yang kurang mendukungsehingga mempengaruhi tingkat keberhasilan(Prayogo et al.,2005).

Perkembangan dinamika sebaran penyakittungro dipengaruhi oleh keseragaman genetikvarietas pada suatu hamparan yang sangat luasdengan kondisi lingkungan yang sama. Epidemipenyakit tungro terjadi apabila penanaman suatuvarietas secara terus menerus sehingga terjadipeningkatan wilayah sebaran penyakit tungro.Oleh karena itu, perlunya pergiliran varietastahan untuk mengendalikan penyakit tungro danvektornya (wereng hijau). Selain itu, pengen-dalian wereng hijau dengan varietas tahan dapatdikombinasikan cendawan entomopatogen M.anisopliaedan sambilata sehingga epidemipenyakit tungro dapat ditekan dan amanterhadap lingkungan.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kepadatan populasi wereng hijau mulaimeningkat pada pengamatan 14 hingga 28 harisetelah tanam (HST), puncak populasi ditemu-kan pada 28 HST. Namun, kepadatan populasiwereng hijau menurun pada 42 hingga 56 HST.

Populasi wereng hijau paling rendah diperolehpada petak yang diaplikasi denganMetarhiziumanisopliae dan sambilata.

Intensitas serangan tungro meningkat sejalandengan bertambahnya umur tanaman padi.Intensitas tungro tertinggi ditemukan padavarietas Ciherang, sedangkan IR66 dan Inpari9 menunjukkan intensitas tungro lebih rendah.Di lahan petani juga varietas Ciherang banyakterserang penyakit tungro. Hasil pengujian dilapangan varietas IR66 dan Inpari 9 dapatdirekomendasikan untuk menanggulangipenyakit tungro. Aplikasi jamur entomopatogenM. anisopliae menunjukkan intensitas penyakittungro lebih rendah dibandingkan denganekstrak sambilata dan kontrol.

Varietas IR66 (tahan wereng hijau) dan Inpari9 (tahan tungro) perlu disosialisasikan ke petanidi daerah endemis tungro. Sebagai tindak lanjutdari penelitian ini, perlu dilakukan penelitian zatantifidan selain dari sambilata seperti tanamancengkih, sirih, dan zodia untuk menghambatpenularan tungro oleh wereng hijau.

DAFTAR PUSTAKA

Gomez KA, and AA Gomez. 1984. StatisticalProcedures for Agricultural Research.Second Edition. John Wiley & Sons. Inc.Canada.

Hasanuddin A. 2009. Status tungro diIndonesia Penelitian dan StrategiPengelolaan ke Depan. Disampaikanpada orasi purnabakti Puslitbangtan,Bogor 31 Maret 2009.

Hibino H, and R.C. Cabunagan. 1986. Ricetungro-associated viruses and theirrelation to host plants and vectorleafhopper. International Symposium on

Page 11: PENGENDALIAN PENYAKIT TUNGRO MELALUI ELIMINASI PERAN ...

87

Pengendalian Penyakit Tungro Melalui Eliminasi PeranVektor Wereng Hijau (Dini Yuliati & I Nyoman Widiarta)

Virus Diseases of Rice and Leguminousin the Tropics.p:173-182.

Hibino H. 1996. Biology and epidemiology ofrice viruses. Annual Reviews Phyto-pathology 34: 249-274.

Holt J. 1996. Spatial modelling of rice tungrodisease epidemics. In: Rice TungroDisease Epidemiology and VectorEcology. Chancellor, Teng and Heong(Eds.). IRRI and NRI. p: 74-86.

Imbe T. 1991. Breeding for resistance totungro disease of rice . TropicalAgriculture Research Center. 136p.

Kusdiaman D, dan IN Widiarta. 2008. Efikasilapang efek sambilata terhadap werenghijau vector virus untuk pengendalianpenyakit tungro padi. Jurnal Agrikultura19 (1): 26-36.

Ling KC. 1979. Rice Virus Disease. IRRI. ThePhillipines. 142p.

Muis A, M Yasin Said, dan A Hasanuddin.1990. Epidemiologi penyakit tungro,pergiliran varietas dan waktu tanam.Hasil Penelitian Padi. Balai TanamanPangan Maros. Hal. 47-52.

Prayogo Y, W Tengkano, dan Marwoto. 2005.Prospek cendawan entomopatogenMetarhizium anisopliae untukmengendalikan ulat grayak Spodopteralitura pada kedelai. Jurnal Penelitian danPengembangan Pertanian 24 (1): 19-26.

Raga IN, W Murdita, MPL Tri, SW Edi, danOman. 2004. Sistem surveillanceantisipasi ledakan penyakit tungro diIndonesia. Prosiding Seminar NasionalStatus Program Penelitian TungroMendukung Keberlanjutan Produksi

Padi Nasional. Makassar, 7-8 September2004.

Raga IN. 2007. Perkembangan danPenyebaran Penyakit Tungro diIndonesia. Prosiding Seminar Nasional“Strategi Pengendalian Penyakit TungroMendukung Peningkatan ProduksiBeras”. Makassar, 7-8 September2007.

Roberts DW. 1966. Toxin from theentomogeneous fungus Metarrhiziumanisopliae. Journal of InvertebratePathology 8: 212-227.

Said MY, dan D Baco. 1988. Efektivitas danperanan jamur dalam pengendalianwereng hijau, Nephotettix virescensMats. Agrikam 3: 1-6.

Suryadi Y, dan S Hendarsih. 1991. Kepekaanwereng hijau terhadap jamur patogenserangga Metarhizium anisopliae(Metsch) Sorokin. Dalam: Biologi DasarDalam Menunjang Produktivitas danKualitas Hayati. Prosiding SeminarBiologi Dasar II. Suhirman (Ed.). PusatPenelitian dan Pengembangan BiologiLIPI. p. 222-225.

Suryadi Y, dan TS Kadir. 2007. Pengamataninfeksi jamur patogen seranggaMetarhizium anisopliae (Metsch.Sorokin) pada wereng coklat. BeritaBiologi 8 (6): 501-507.

Suzuki YI, KR Widrawan, IGN Gede, INRaga, Yasis, and Suroto. 1992. Fieldepidemiology and forecasting technologyof rice tungro disease by greenleafhopper. JARQ 26: 98-104.

Page 12: PENGENDALIAN PENYAKIT TUNGRO MELALUI ELIMINASI PERAN ...

AGRIC Vol. 29, No. 2, Desember 2017: 77- 88

88

Tsai YS, EW Kau, and SS Kao. 1993.Screeningof fungicide resistant of Metarhiziumanisopliae var. anisopliae. ChineseJournal of Entomology 13: 45-57.

Van Regenmortel MH, CM Fauquet, DHLBishop, EB Cartens, MK Estes, SMLemon, J Maniloff, MA Mayo, DJMcGeoch, CR Pringle, and RB Wicker.2000. Virus taxonomy, classificationand nomenclature of viruses. AcademicPress Inc, San Diego.

Widiarta IN. 1995. Rancangan pengambilancontoh dan model populasi werenghijau Nephotettix virescens (DISTANT)(Hemiptera: Cicadellidae). Buletin Hamadan Penyakit 8(1): 1-8.

Widiarta IN, N Usyati, and D Kusdiaman.1997a. Antifeedant activity of andro-grapholide and three syntetic insecticidesagainst rice green leafhopper, Nepho-tettix virescens (Distant) (Hemiptera:Cicadellidae). Bulletin Plant Pest andDisease 9: 14-19.

Widiarta IN, Yulianto, dan A Hasanuddin.1997b. Hubungan peneluran tungropada tanaman padi di lingkunganpertanaman dengan petak percobaandi areal tanam tidak serempak. JurnalPenelitian Pertanian 16 (1): 6-13.

Widiarta IN, M Muhsin, dan D Kusdiaman.1998.Effect of andrographolide and twosynthetic insecticides, antifeedant againstNephotettix virescens, to the rice tungrovirus transmission. Indonesian Journal ofPlant Protection 4: 1-8.

Widiarta IN, D Kusdiaman, dan A Hasanuddin.1999. Dinamika populasi Nephotettixvirescens pada dua pola tanam padisawah. Jurnal Perlindungan TanamanIndonesia 5 (1): 42-49.

Widiarta IN, dan D Kusdiaman. 2007.Penggunaan jamur entomopatogenMetarrhizium anisopliae dan Beuveriabassiana untuk mengendalikan populasiwereng hijau. Penelitian PertanianTanaman Pangan 26 (1): 47-54.

Yustiano A. 2001. Uji efektivitas Andrografoliddan ekstrak daun sambilata (Andro-graphis paniculata Nees.) denganaplikasi foliar terhadap aktivitas makanwereng hijau (Nephotettix virescensDistant). Skripsi. Fakultas PertanianUniversitas Jenderal Soedirman.

***