Pengembangan Perhitungan Emisi Gas Rumah Kaca Kehutanan ...

158
Koordinator: Retno Maryani KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KEHUTANAN PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERUBAHAN IKLIM DAN KEBIJAKAN www.dephut.litbang.puspijak.go.id atau www.puspijak.org Pengembangan Perhitungan Emisi Gas Rumah Kaca Kehutanan ( Inventory ) Sintesis Penelitian Integratif Oleh: Yanto Rochmayanto Ari Wibowo Mega Lugina Tigor Butarbutar Rm Mulyadin Wahyuning Hanurawati I Wayan Susi Dharmawan

Transcript of Pengembangan Perhitungan Emisi Gas Rumah Kaca Kehutanan ...

Page 1: Pengembangan Perhitungan Emisi Gas Rumah Kaca Kehutanan ...

Koordinator:Retno Maryani

KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANANBADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KEHUTANANPUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERUBAHAN IKLIM DAN KEBIJAKAN

www.dephut.litbang.puspijak.go.id atau www.puspijak.org

Kementerian Lingkungan Hidup dan KehutananBadan Penelitian dan Pengembangan KehutananPusat Penelitian dan Pengembangan Perubahan Iklim dan KebijakanJl. Gunung Batu No. 5 Bogor; Telp.: 0251 8633944; Fax: 0251 8634924;Email: [email protected]; Website: http://puspijak.litbang.dephut.go.id atau www.puspijak.org

Pengembangan Perhitungan Emisi Gas Rumah Kaca Kehutanan (Inventory)

Sintesis Penelitian Integratif

Oleh:

Yanto RochmayantoAri WibowoMega LuginaTigor ButarbutarRm Mulyadin Wahyuning HanurawatiI Wayan Susi Dharmawan

Page 2: Pengembangan Perhitungan Emisi Gas Rumah Kaca Kehutanan ...
Page 3: Pengembangan Perhitungan Emisi Gas Rumah Kaca Kehutanan ...

KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANANBADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KEHUTANAN

PUSAT LITBANG PERUBAHAN IKLIM DAN KEBIJAKAN

Bogor, Desember 2014

Sintesis Penelitian IntegratifPengembangan Perhitungan Emisi Gas

Rumah Kaca Kehutanan (Inventory)

Oleh:Yanto Rochmayanto

Ari WibowoMega Lugina

Tigor ButarbutarRm Mulyadin

Wahyuning HanurawatiI Wayan Susi Dharmawan

Page 4: Pengembangan Perhitungan Emisi Gas Rumah Kaca Kehutanan ...

Sintesis Penelitian Integratif Pengembangan Perhitungan Emisi Gas Rumah Kaca Kehutanan (Inventory)

Pengarah:Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan

Penanggung jawab:Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Perubahan Iklim dan Kebijakan

Editor:1. Yanto Rochmayanto2. Ari Wibowo3. Tedy Rusolono

Kontributor:Acep Akbar Jarot PanduAsef K. Hardjana Mamat Rahmat Dhany Yuniati Nurlita Indah Wahyuni Dody Prakosa Panji Asmoro Dony Wicaksono Rahimahyuni Fatmi Noor’anEko Priyanto Sandhy Imam Maulana Eko Pudjiono SumadiHery Kurniawan Virni Budi Arifanti

ISBN: 978-602-7672-60-4

© 2014 Pusat Penelitian dan Pengembangan Perubahan Iklim dan Kebijakan, Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan

Hak Cipta dilindungi Undang-UndangDilarang memperbanyak buku ini sebagian atau seluruhnya, baik dalam bentuk fotocopy, cetak, mikrofilm, elektronik maupun bentuk lainnya, kecuali untuk keperluan pendidikan atau non-komersial lainnya dengan mencantumkan sumbernya sebagai berikut:Rochmayanto, Y., Wibowo, A., dan Rusolono, T., (Ed.). 2014. Sintesis Penelitian IntegratifPengembangan Perhitungan Emisi Gas Rumah Kaca Kehutanan (Inventory). Pusat Penelitian dan Pengembangan Perubahan Iklim dan Kebijakan, Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan, Bogor, Indonesia.

Diterbitkan oleh:Pusat Penelitian dan Pengembangan Perubahan Iklim dan Kebijakan, Badan Penelitian dan Pen-gembangan Kehutanan – Kementerian Lingkungan Hidup dan KehutananJl. Gunung Batu No. 5, Bogor 16118, IndonesiaTelp/Fax: +62-251 8633944/+62-251 8634924Email: [email protected]; website: http://puspijak.litbang.dephut.go.id atau www.puspijak.org

Page 5: Pengembangan Perhitungan Emisi Gas Rumah Kaca Kehutanan ...

Kata Pengantar

Alhamdulillahi rabbil alamin, segala puja dan puji hanya untuk Allah Tuhan Seru Sekalian Alam, yang telah melimpahkan rahmatNya dalam berbagai bentuk sehingga kami berhasil menyelesaikan tugas menyusun sintesis penelitian integrative tahun 2010 – 2014.

Pusat Penelitian dan Pengembangan Perubahan Iklim dan Kebijakan bertanggung jawab atas pelaksanaan 7 (tujuh) RPI yaitu: 1) Manajemen Lanskap Hutan Berbasis DAS, 2) Pengembangan Hutan Kota/Lanskap Perkotaan, 3) Ekonomi dan Kebijakan Pengurangan Emisi dari Deforestasi dan Degradasi, 4) Pengembangan Perhitungan Emisi Gas Rumah Kaca Kehutanan (Inventory), 5) Adaptasi Bioekologi dan Sosial Ekonomi Budaya terhadap Perubahan Iklim, 6) Penguatan Tata Kelola Kehutanan, 7) Penguatan Tata Kelola Industri dan Perdagangan Hasil Hutan. Ketujuh RPI diatas merupakan penjabaran lebih lanjut dari 3 (tiga) tema penelitian (lanskap, perubahan iklim dan kebijakan) dari roadmap penelitian kehutanan 2010-2014.

Sintesis Penelitian Integratif Pengembangan Perhitungan Emisi Gas Rumah Kaca Kehutanan (Inventory) telah menghasilkan beberapa output dan outcome berupa poster, prosiding, jurnal, Policy Brief, buku, bahan penyusun SNI Penghitungan Karbon dan rekomendasi kebijakan.

Dengan telah tersusunnya Sintesis ini, kami menyampaikan penghargaan dan terima kasih kepada Koordinator RPI Yanto Rochmayanto, SHut, MSi, dan Tim Penyusun, Pencermat Bapak Dr Teddy Rusolono, dan Kepala Bidang Program dan Evaluasi Penelitian beserta staf yang telah memfasilitasi penyusunan Sintesis ini.

Semoga Sintesis Rencana Penelitian Integratif ini memberikan manfaat bagi semua pihak.

Bogor, Desember 2014

Dr.Ir. Kirsfi anti L. Ginoga, M.ScNIP. 19640118 199003 2001

Sintesis Penelitian Integratif Pengembangan Perhitungan Emisi Gas Rumah Kaca Kehutanan (Inventory) • iii

Page 6: Pengembangan Perhitungan Emisi Gas Rumah Kaca Kehutanan ...
Page 7: Pengembangan Perhitungan Emisi Gas Rumah Kaca Kehutanan ...

Sambutan Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan

Pertama-tama sebagai Kepala Badan Litbang Kehutanan, terlebih dahulu saya ingin mengajak semua unsur Badan Litbang Kehutanan untuk senantiasa memanjatkan puji dan syukur kepada Allah SWT, atas limpahan rahmatNya sehingga Sintesis Penelitian Integratif ini akhirnya selesai setelah perjalanan panjang pelaksanaan penelitian sejak tahun 2010 – 2014.

Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan telah mengambil langkah strategis dengan menetapkan Rencana Penelitian Integratif (RPI) 2010-2014, sesuai dengan prioritas kebijakan kementerian dan Roadmap Penelitian dan Pengembangan Kehutanan 2010-2025.

Program Penelitian yang menjadi tanggung jawab Pusat Penelitian Perubahan Iklim dan Kebijakan Kehutanan (Puspijak) meliputi Program Lanskap, Program Perubahan Iklim, dan Program Kebijakan. Sintesis Penelitian Integratif ini menjadi bagian dari Program-Program tersebut, dan meliputi: 1) Manajemen Lanskap Hutan, 2) Pengembangan Hutan Kota/Lanskap Perkotaan, 3) Ekonomi dan Kebijakan Pengurangan Emisi dari Deforestasi dan Degradasi, 4) Pengembangan Perhitungan Emisi Gas Rumah Kaca Kehutanan, 5) Adaptasi Bioekologi dan Sosial Ekonomi Budaya terhadap Perubahan Iklim, 6) Penguatan Tata Kelola Kehutanan, dan 7) Penguatan Tata Kelola Industri dan Perdagangan Hasil Hutan.

Penyusunan Sintesis Penelitian Integratif lingkup Puspijak merupakan bentuk pertanggungjawaban Koordinator dan tim peneliti yang terlibat dalam kegiatan PI yang telah dilaksanakan dengan melibatkan Unit Pelaksana Teknis Badan Litbang seluruh Indonesia sejak. Sintesis ini menyajikan ringkasan output dan outcome yang telah dihasilkan dalam bentuk iptek dan inovasi serta rekomendasi kebijakan untuk pengambil keputusan dan praktisi di lapangan, termasuk para pihak yang berkepentingan dengan pembangunan lanskap yang berkelanjutan.

Akhirnya, kami menyampaikan terima kasih dan penghargaan kepada semua pihak atas kerjasama dan dedikasinya untuk penyelesaian penyusunan sintesis penelitian ini. Semoga sintesis ini memberikan manfaat yang optimal dan menjadi acuan atau referensi pembangunan lanskap.

Jakarta, Desember 2014Kepala Badan,

Prof Dr. Ir. San Afri Awang, M.ScNIP. 19570410 198903 1002

Sintesis Penelitian Integratif Pengembangan Perhitungan Emisi Gas Rumah Kaca Kehutanan (Inventory) • v

Page 8: Pengembangan Perhitungan Emisi Gas Rumah Kaca Kehutanan ...
Page 9: Pengembangan Perhitungan Emisi Gas Rumah Kaca Kehutanan ...

Daftar Isi

Kata Pengantar .................................................................................................iii

Sambutan Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan .................... v

Daftar Isi .........................................................................................................vii

Daftar Tabel ...................................................................................................... ix

Daftar Gambar .................................................................................................. xi

Daftar Lampiran .............................................................................................xiii

Ringkasan Eksekutif ........................................................................................ xv

Bab 1 Pendahuluan .........................................................................................1

Bab 2 Metode Sintesis ......................................................................................3

2.1 Kerangka Konseptual Sintesis ................................................................................ 32.2 Sumber Dokumen Penyusunan Sintesis ............................................................... 42.3 Prosedur Penyusunan Sintesis ................................................................................ 4

Bab 3 Sistem Inventarisasi GRK Kehutanan .......................................................7

3.1 Review Sistem Inventarisasi GRK Kehutanan .................................................... 73.2 Rekomendasi Sistem Inventarisasi, Monitoring dan Pelaporan GRK

Kehutanan ...............................................................................................................17Bab 4 Teknik Perhitungan Karbon untuk Perbaikan Faktor Emisi dan Serapan

GRK Kehutanan ................................................................................... 21

4.1 Persamaan Alometrik ............................................................................................214.2 Kandungan biomasa dan karbon untuk pengayaan faktor emisi lokal ........374.3 Rekomendasi Teknik Perhitungan Karbon dan Perbaikan Faktor Emisi ...56

Bab 5 Aplikasi Perhitungan Emisi GRK Kehutanan ........................................... 63

5.1 Aplikasi Perhitungan Emisi GRK untuk wilayah Sumatera ........................635.2 Aplikasi Template IPCC Guideline 2006 untuk Inventarisasi Emisi Gas

Rumah Kaca dari Sektor Kehutanan .................................................................645.3 Penentuan Reference Emission Level (REL) ..................................................655.4 Identifikasi Kegiatan-Kegiatan Yang Mengurangi Emisi Karbon Melalui

Peningkatan Serapan Karbon Dan Stabilisasi Simpanan Karbon Hutan ...745.5 Kontribusi penurunan emisi sektor kehutanan.................................................835.6 Rekomendasi ...........................................................................................................84

Sintesis Penelitian Integratif Pengembangan Perhitungan Emisi Gas Rumah Kaca Kehutanan (Inventory) • vii

Page 10: Pengembangan Perhitungan Emisi Gas Rumah Kaca Kehutanan ...

Bab 6 Penutup ............................................................................................... 85

Daftar Pustaka .................................................................................................86

Lampiran ........................................................................................................99

Page 11: Pengembangan Perhitungan Emisi Gas Rumah Kaca Kehutanan ...

Daftar Tabel

1. Tahapan Kegiatan Penyusunan Sintesa RPI ...................................................................... 52. Pengorganisasian monitoring dan pelaporan GRK nasional .......................................123. Kondisi Faktual Monitoring GRK Kehutanan dan Kebutuhan Penyempurnaan ...144. Pelaporan Hasil Inventarisasi Gas Rumah Kaca ke Pihak Nasional dan Internasional

165. Pengaturan verifikasi aksi mitigasi perubahan iklim .....................................................176. Resume hasil analaisis Structure Conduct Performance ............................................. 187. Hasil persamaan allometrik untuk perhitungan biomassa pancang ...........................228. Model Persamaan Hubungan Biomassa dengan Dimensi dan Berat Jenis Pohon

Alau (Dacridium pectinatum De Laub) ....................................................................................239. Model Persamaan Hubungan Biomassa dengan Dimensi dan Berat Jenis Bintangur

(Calophyllum soulatri) ..................................................................................................................2310. Model Persamaan Hubungan Biomassa dengan Dimensi dan Berat Jenis Nyatoh

(Palaquium cochleria) ...................................................................................................................2411. Model-model Persamaan Hubungan Biomasa dengan Dimensi dan Berat Jenis

Pohon Shorea farvifolia Dyer ....................................................................................................2412. Model-model Persamaan Hubungan Biomasa dengan Dimensi dan Berat Jenis

Pohon Dipterocarpus kerrii King ...............................................................................................2513. Model-model Persamaan Hubungan Biomasa dengan Dimensi dan Berat Jenis

Pohon Cotylelobium burckii Hein ..............................................................................................2514. Fraksi Karbon Organik dari Jenis Shorea farvifolia (MP), Dipterocarpus kerrii (KG) dan

Cotylelobium burckii (RK) di Hutan Alam Gambut .............................................................2615. Perbandingan Kemiripan Model Regresi dari Faktor Kedalaman Tanah Gambut

dengan Kadar Karbon ..........................................................................................................2716. Analisa regresi biomasa dypterocarpaceae di Kalimantan ............................................2917. Persamaan regresi untuk menduga biomasa .....................................................................3018. Hasil Penyusunan Persamaan Penduga Biomassa Atas Tanah .....................................3219. Perbandingan Persamaan Terpilih Dengan Berbagai Persamaan Allometrik yang

Telah Dipublikasikan Sebelumnya.....................................................................................3420. Kandungan karbon pada beberapa type hutan di Sumatera .........................................3721. Kandungan Karbon Berdasarkan Carbon Pool pada PSP di HN. Simancuang...........3922. Cadangan karbon pada berbagai tipe hutan untuk Bioregion Jawa ...........................4023. Perbandingan hasil perhitungan karbon total di Hutan Lindung Sungai Wain

dengan interprestasi citra dan pengukuran langsung di lapangan ...............................42

Sintesis Penelitian Integratif Pengembangan Perhitungan Emisi Gas Rumah Kaca Kehutanan (Inventory) • ix

Page 12: Pengembangan Perhitungan Emisi Gas Rumah Kaca Kehutanan ...

24. Rata-rata biomasa dan karbon di lokasi pengukuran .....................................................4425. Prosentase tiap komponen biomasa terhadap total biomasa ........................................4526. Kandungan biomasa dari CA Tangkoko Dua Saudara, KPH Poigar dan HL

Gunung Tumpa ......................................................................................................................4627. Potensi stok/simpanan karbon pada KU II .....................................................................4928. Kandungan karbon Eucalyptus alba menurut klasifikasi pool karbon .......................5029. Rekapitulasi Jumlah Kandungan Biomassa dan Jumlah C Tersimpan menurut Strata

Hutan di Desa Murnaten dan Desa Soya ..........................................................................5230. Kapasitas simpanan karbon pada hutan alam Papua ......................................................5431. Estimasi kandungan karbon berdasarkan data IHMB .................................................5532. Estimasi kandungan karbon berdasarkan data IHMB (volume) dengan BEF .......5533. Kapasitas simpanan karbon pada beberapa type hutan di Papua Barat .....................5634. FE/FS pada berbagai tipe hutan tingkat nasional ...........................................................5735. FE/FS pada kebakaran hutan ..............................................................................................5736. FE/FS pada berbagai tipe hutan untuk Bioregion Sumatera ........................................5837. FE/FS pada berbagai tipe hutan untuk Bioregion Jawa ...............................................5838. FE/FS pada berbagai tipe hutan untuk Bioregion Kalimantan ..................................5839. FE/FS pada berbagai tipe hutan untuk Bioregion Bali-Nusa Tenggara .....................5940. FE/FS pada berbagai tipe hutan untuk Bioregion Sulawesi .........................................5941. FE/FS pada berbagai tipe hutan untuk Bioregion Maluku-Papua ..............................6042. Perubahan penutupan lahan Indonesia tahun 2000-2011 ..........................................6643. Perubahan tutupan hutan menjadi penutupan lahan lain di Indonesia .....................6844. Perubahan tutupan lahan lain menjadi hutan di Indonesia ..........................................6945. Pendugaan tingkat serapan dan emisi sektor kehutanan dan lahan gambut Indonesia

7146. Ringkasan Potensi Pengurangan Emisi dari Berbagai Kegiatan di Tingkat Nasional .

7547. Ringkasan Potensi Pengurangan Emisi dari Berbagai Kegiatan di Sumatra Selatan 7748. Potensi Pengurangan Emisi dari Berbagai Kegiatan di Jawa Timur............................7849. Ringkasan Potensi Pengurangan Emisi dari Berbagai Kegiatan di Papua .................8050. Rangkuman Biaya per Kegiatan ..........................................................................................82

Page 13: Pengembangan Perhitungan Emisi Gas Rumah Kaca Kehutanan ...

Daftar Gambar

1. Strategi Penelitian RPI 17, Inventarisasi GRK .................................................................. 32. Jumlah dan klasifikasi dokumen sumber sintesis............................................................... 43. Prosedur systematic review .............................................................................................54. Mekanisme Pusat SIGN untuk inventarisasi GRK nasional ........................................115. Usulan Struktur Pelaksanaan Inventarisasi GRK Sektor Kehutanan .........................196. Model-model Persamaan Regresi Hubungan Kedalaman Gambut dengan Kadar

Karbon Gambut .....................................................................................................................287. Ekosistem Savana ...................................................................................................................378. Cadangan biomassa tegakan dipterokarpa dan non dipterokarpa (ton/ha)

berdasarkan tipe potensi hutan di Hutan Lindung Sungai Wain (Hardjana, et al., 2010). .......................................................................................................................................41

9. Sebaran cadangan biomassa berdasarkan tipe potensi hutan di Hutan Lindung Sungai Wain (Hardjana, et al., 2010). .................................................................................42

10. Ekosistem savanna Eucalyptus alba di Nusa Tenggara Timur ......................................5011. Grafik Jumlah C Tersimpan menurut Strata Hutan Primer (a) dan Strata Hutan

Sekunder (b) di Desa Murnaten .........................................................................................5112. Grafik Jumlah C Tersimpan menurut Strata Hutan Primer (a) dan Strata Hutan

Sekunder (b) di Desa Soya ...................................................................................................5113. Distribusi persamaan alometrik dan kandungan biomasa/karbon hutan dari

kontribusi RPI 17 ..................................................................................................................6214. Pola perubahan tutupan hutan menjadi tutupan lain antar periode (kiri) dan

kumulatif perubahan luas selama periode analisis (kanan) ...........................................6815. Kecenderungan luas perkebunan utama di Indonesia ....................................................6916. Pola perubahan lahan menjadi hutan antar periode (kiri) dan kumulatif

perubahan selama periode analisis (kanan) ......................................................................7017. Tingkat emisi rujukan sektor kehutanan dan lahan gambut Indonesia .....................7218. REL menurut pendekatan historical adjusted .................................................................7319. Komparasi REL menurut pendekatan historis dengan historical adjusted .............. 7420. Nilai tengah estimasi penurunan emisi sektor kehutanan tahun 2020 ......................7521. Nilai tengah estimasi penurunan emisi Provinsi Sumatera Selatan th 2020 .............77

Sintesis Penelitian Integratif Pengembangan Perhitungan Emisi Gas Rumah Kaca Kehutanan (Inventory) • xi

Page 14: Pengembangan Perhitungan Emisi Gas Rumah Kaca Kehutanan ...

xii • Daftar Gambar

Page 15: Pengembangan Perhitungan Emisi Gas Rumah Kaca Kehutanan ...

Daftar Lampiran

1. Persamaan Allometrik Menurut Bioregion ...............................................................101

2. Simpanan Karbon Menurut Bioregion ......................................................................114

Sintesis Penelitian Integratif Pengembangan Perhitungan Emisi Gas Rumah Kaca Kehutanan (Inventory) • xiii

Page 16: Pengembangan Perhitungan Emisi Gas Rumah Kaca Kehutanan ...
Page 17: Pengembangan Perhitungan Emisi Gas Rumah Kaca Kehutanan ...

Ringkasan Eksekutif

Inventarisasi GRK kehutanan memerlukan metode yang akurat dan diakui oleh entitas internasional. Metode tersebut penting untuk memperoleh hasil perhitungan emisi Gas Rumah Kaca (GRK) kehutanan yang dapat diukur, dilaporkan dan diverifikasi (measurable, reportable and verifiable), untuk pengembangan kegiatan perdagangan karbon di Indonesia baik melalui mekanisme pasar sukarela atau wajib (compliance).

Sampai saat ini Indonesia masih menghadapi berbagai masalah terkait inventarisasi dan monitoring GRK. Salah satu bentuknya adalah kurangnya ketersediaan data perubahan penggunaan lahan (activity data) dan faktor emisi/serapan lokal (emission/removal factors) untuk seluruh kategori lahan, carbon pool dan gas non-CO2 yang terkait, yang sangat berpengaruh terhadap tingkat akurasi dan kerincian hasil inventarisasi. Berdasarkan hal tersebut, RPI Pengembangan Perhitungan GRK Kehutanan (Inventory) bertujuan untuk menyediakan informasi, pengetahuan dan teknologi perhitungan emisi dan GRK kehutanan.

Sintesa dilakukan terhadap berbagai dokumen, yaitu: laporan penelitian, skripsi/tesis/disertasi dari berbagai perguruan tinggi, jurnal dan publikasi ilmiah lainnya, serta dokumen resmi yang dipublikasikan lembaga tertentu. Proses pencarian literatur, seleksi, ekstraksi data, sintesis hasil dan penulisan hasil dilakukan melalui beberapa kegiatan dan pendekatan, yaitu: observasi, desk study, dan Focus Group Discusion. Sintesis dilakukan dengan kombinasi pendekatan meta analysis untuk hasil-hasil penelitian kuantitatif dan meta synthesis untuk hasil-hasil penelitian kualitatif. Meta analysis adalah proses systematic review yang menggunakan teknik agregasi data untuk mendapatkan kekuatan statistika dalam konteks tertentu. Adapun meta synthesis merupakan proses systematic review yang menggunakan teknik integrasi data untuk mendapatkan teori atau konsep baru atau tingkatan pemahaman yang lebih mendalam dan menyeluruh.

Sistem inventarisasi GRK kehutanan yang di dalamnya meliputi organisasi dan tata kerja serta perangkat implementasi inventarisasi GRK, teridentifikasi adanya ketidakseimbangan organisasi tingkat nasional dan sub nasional, overlapping kewenangan, serta ketidaksetaraan tingkat kedetailan data antar daerah. Memperhatikan kondisi di atas, berikut ini beberapa langkah penting yang harus diambil untuk memperbaiki system MRV di Indonesia, yaitu: (1) pada tingkat nasional, perbaikan sistem inventarisasi GRK dapat dilakukan menggunakan pendekatan sektoral, (2) pada tingkat sub nasional, perbaikan sistem inventarisasi GRK menggunakan pendekatan sektoral juga. Jika sektor tertentu di SKPD yang berwenang sudah memiliki kapasitas melakukan inventarisasi GRK maka dapat memperkuat data dan informasi sektoral pada tingkat di atasnya. Namun jika sektor tertentu di SKPD terkait masih memiliki kapasitas yang lemah, maka dapat dibantu oleh sektor di tingkat pusat. (3) Pembentukan satu portal database faktor emisi dan serapan di Indonesia untuk menyatukan semua studi, project dan aktivitas pendataan faktor emisi dan serapan yang tersebar. (4) Melakukan penetapan default value nasional dan sub nasional, (5) KPH dapat dijadikan sebagai unit manajemen yang melakukan kegiatan tersebut. PSP harus dibangun di semua provinsi, kabupaten dan mewakili semua type tutupan hutan. Dan (6) dualisme pelaksana inventarisasi GRK antara KLH dan Bappenas harus diperjelas dalam pembagian kewenangan antara kedua lembaga.

Sintesis Penelitian Integratif Pengembangan Perhitungan Emisi Gas Rumah Kaca Kehutanan (Inventory) • xv

Page 18: Pengembangan Perhitungan Emisi Gas Rumah Kaca Kehutanan ...

Dalam kerangka perbaikan teknik perhitungan karbon dan faktor emisi kehutanan, RPI 17 telah menghasilkan beberapa informasi penting yang dapat dijadikan acuan di tingkat nasional maupun di tingkat lokal, yaitu: tambahan database persamaan alometrik pada berbagai ekosistem hutan di Indonesia, kandungan karbon sebagai acuan faktor emisi dan faktor serapan lokal dari berbagai type hutan di Indonesia, persamaan allometrik hutan savanna dan faktor emisi berbagai jenis tanaman dan type hutan dari Indonesia Bagian Timur (Nusa Tenggara, Maluku dan Papua).

Berdasarkan temuan tersebut dapat direkomendasikan perbaikan faktor emisi dan serapan sebagai berikut: (1) penggunaan tambahan persamaan alometrik untuk tanaman pada ekosistem savanna, (2) penetapan default value FE nasional dan sub nasional dalam pendekatan bioregion, dan provinsi dapat menggunakan FE menurut region yang sesuai (usulan angka default disajikan pada sintesis ini), (3) pengayaan faktor serapan diperlukan untuk menggambarkan riap atau pertumbuhan biomassa tahunan dari setiap tipe hutan, dan (4) masih perlunya pengayaan keterwakilan persamaan alometrik dan cadangan karbon di seluruh Indonesia. Secara spasial, semua pulau besar di Indonesia sudah memiliki keterwakilan alometrik dan informasi kandungan biomasa/karbon hutan. Focus pengayaan kedepan dapat ditujukan ke provinsi yang belum memiliki keterwakilan persamaan alometrik adalah : Aceh, Sumatera Utara, Bengkulu, Sumatera Barat, Lampung, Jawa, Sulawesi (kecuali Sulawesi Utara) Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Sulawesi (kecuali Sulawesi Utara), NTB, Maluku dan Papua Barat. Adapun provinsi yang belum memiliki keterwakilan informasi kandungan biomasa/karbon dari RPI ini adalah : Aceh, Sumatera Utara, Bengkulu, Lampung, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Sulawesi bagian Selatan dan Tenggara.

Terkait dengan aplikasi teknik perhitungan emisi GRK dapat direkomendasikan beberapa hal, yaitu: (1) data aktivitas dan FE/FS masih diperlukan upaya pelengkapan data secara detail untuk: data faktor emisi pada tanah, jenis dan volume kayu bakar, data illegal logging, serangan hama penyakit, dan pemanenan hutan, (2) metode perhitungan REL tingkat nasional cukup menggunakan historical based karena lebih sederhana, lebih murah, dan tidak berbeda nyata dengan metode historical adjusted dalam menghasilkan estimasi penurunan emisi, dan (3) Indonesia bisa memfokuskan kegiatan penurunan emisi kepada 5 aktivitas, yaitu: rehabilitasi hutan dan lahan, pengendalian perambahan, pembangunan HKm, restorasi ekosistem, dan pengendalian konversi hutan.

Perhitungan emisi dari sektor LULUCF pada umumnya memiliki tingkat ketidak pastian yang tinggi karena kurangnya data serta penggunaan data default yang berbeda dengan kondisi sebenarnya. Berbagai pihak telah banyak melakukan penelitian, namun karena belum terintegrasi dengan baik, maka sintesis lanjutan dalam scope yang lebih luas sangat dibutuhkan. Selain itu diperlukan kerjasama dengan organisasi litbang lain untuk melakukan penelitian terkait data lokal, misalnya data pertumbuhan untuk masing-masing jenis, hutan dan jenis hutan tanaman, BEF, berat jenis, dan lain-lain. Bagi kepentingan pengayaan data, penting juga dilaksanakan kerjasama/koordinasi dengan insititusi yang telah atau akan membangun PSP agar penempatan PSP dilakukan pada lokasi-lokasi yang dapat merepresentasikan tipe tutupan hutan yang ada di daerah.

xvi • Ringkasan Eksekutif

Page 19: Pengembangan Perhitungan Emisi Gas Rumah Kaca Kehutanan ...

Bab 1 Pendahuluan

Kehutanan yang termasuk kedalam sektor LULUCF (Land Use, Land Use Change and Forestry) adalah sektor penting yang harus dimasukkan dalam kegiatan inventarisasi gas rumah kaca (GRK), karena memainkan peranan penting dalam siklus karbon. Laporan Stern (2007) menyebutkan bahwa kontribusi sektor LULUCF sebesar 18%, sedangkan di Indonesia Second National Communication melaporkan LULUCF sebesar 48%. Sebagian besar pertukaran karbon dari atmosfer ke biosfir daratan terjadi di hutan. Status dan pengelolaan hutan akan sangat menetukan apakah suatu wilayah daratan sebagai penyerap karbon (net sink) atau pengemisi karbon (source of emission).

Inventarisasi GRK kehutanan memerlukan metode yang akurat dan diakui oleh entitas internasional. Metode tersebut penting untuk memperoleh hasil perhitungan emisi GRK kehutanan yang dapat diukur, dilaporkan dan diverifikasi (measurable, reportable and verifiable), untuk pengembangan kegiatan perdagangan karbon di Indonesia baik melalui mekanisme pasar sukarela atau wajib (compliance).

Seluruh negara yang meratifikasi UNFCCC menggunakan metode penghitungan emisi yang dikeluarkan oleh IPCC (International Panel on Climate Change). Negara Non-Annex 1 (negara berkembang) dapat menggunakan panduan IPCC 1996 edisi revisi, sementara negara Annex 1 (negara maju) sejak tahun 2005 wajib menggunakan metode dalam LULUCF GPG 2003. Meskipun demikian, negara non-Annex 1 disarankan agar juga menggunakan LULUCF-Good Practice Guidance (GPG) 2003 atau 2006 IPCC Guide Line (GL).

Perhitungan emisi GRK kehutanan termasuk aplikasi IPCC GL 2006 diharapkan akan menghasilkan inventarisasi yang lebih akurat, mengurangi ketidakpastian (reduced uncertanity) dan konsisten dalam pembagian kategori lahan. Hasil perhitungan emisi akan menghasilkan estimasi serapan dan emisi GRK untuk seluruh kategori lahan, stock karbon (carbon pool) yang relevan, serta gas non CO2 (berdasarkan analisis key source/sink category).

Sampai saat ini Indonesia masih menghadapi berbagai masalah terkait inventarisasi dan monitoring GRK. Salah satu bentuknya adalah kurangnya ketersediaan data perubahan penggunaan lahan (activity data) dan faktor emisi/serapan lokal (emission/removal factors) untuk seluruh kategori lahan, carbon pool dan gas non-CO2 yang terkait, yang sangat berpengaruh terhadap tingkat akurasi dan kerincian hasil inventarisasi.

Sintesis Penelitian Integratif Pengembangan Perhitungan Emisi Gas Rumah Kaca Kehutanan (Inventory) • 1

Page 20: Pengembangan Perhitungan Emisi Gas Rumah Kaca Kehutanan ...

RPI Pengembangan Perhitungan GRK Kehutanan (Inventory) yang dilaksanakan tahun 2010-2014 bertujuan untuk menyediakan informasi, pengetahuan dan teknologi perhitungan emisi dan serapan gas rumah kaca (GRK) kehutanan, dengan sasaran yang ingin dicapai adalah :1. Diketahuinya informasi tentang perhitungan emisi GRK kehutanan yang meliputi

metode inventarisasi, institusi dan data kegiatan, sistem monitoring dan pelaporan nasional, estimasi pengurangan emisi dari substitusi penggunaan energi fosil menjadi biomas, serta estimasi kontribusi sektor kehutanan di Indonesia dalam target penurunan emisi sebesar 26%.

2. Pengembangan teknik perhitungan karbon untuk perbaikan factor emisi dan serapan untuk berbagai jenis vegetasi dan type hutan.

3. Pengujian aplikasi metode IPCC GL untuk penghitungan emisi GRK kehutanan, serta metode penghitungan Reference Emission Level (REL).

Sintesis ini disusun untuk merangkai hasil-hasil penelitian terkait perhitungan emisi GRK kehutanan sampai tahun 2012 yang dilakukan oleh Badan Litbang Kehutanan. Melalui sintesa ini diharapkan dapat menemukan bentuk baru temuan penelitian yang terpecah dalam berbagai aspek, serta menyatukan unsur-unsur penting penelitian yang terpencar ke dalam unit komprehensif dan cara pandang holistik.

Sintesis terdiri atas 6 bab. Bab I berisi tentang latar belakang pentingnya pengembangan perhitungan emsisi GRK kehutanan dan tujuan penyusunan sintesa. Bab II berisi tentang metode penyusunan sintesa. Bab III Sistem Inventarisasi GRK Kehutanan, yang mencakup review system inventarisasi GRK kehutanan, kebutuhan system inventarisasi dan monitoring GRK kehutanan, dan rekomendasi system inventarisasi, monitoring dan pelaporan GRK kehutanan. Bab IV berisi teknik perhitungan karbon untuk perbaikan faktor emisi dan serapan grk kehutanan, mencakup hutan alam dan hutan tanaman baik lahan mineral maupun gambut. Bab ini menampilkan temuan persamaan alometrik dan factor emisi (kandungan biomasa/karbon) pada berbagai ekosistem hutan dan jenis tanaman. Bab V adalah aplikasi teknik perhitungan emisi GRK kehutanan, yang meliputi aplikasi perhitungan emisi GRK kehutanan dengan IPCC GL di berbagai wilayah dan penentuan tingkat emisi rujukan (REL) sektor kehutanan. Bab VI Penutup yang berisi rumusan temuan penting sintesa dan implikasinya bagi kebijakan, operasional dan riset lanjutan.

2 • Pendahuluan

Page 21: Pengembangan Perhitungan Emisi Gas Rumah Kaca Kehutanan ...

Bab 2 Metode Sintesis

2.1 Kerangka Konseptual Sintesis

Sintesis Pengembangan Perhitungan Emisi GRK Kehutanan (Inventory) merupakan sebuah review untuk menjawab 3 (tiga) pertanyaan utama, yaitu: (1) bagaimana perbaikan system inventarisasi GRK kehutanan, (2) bagaimana perbaikan perhitungan karbon untuk pengayaan faktor emisi dan serapan, dan (3) bagaimana perhitungan emisi menurut IPCC GL diaplikasikan di Indonesia. Sintesis dilakukan untuk merekonstruksi masalah tersebut didasarkan atas rangkaian hasil penelitian Badan Litbang Kehutanan selama tahun 2010-2014, ditambah dengan sumber lain yang relevan.

Sintesis dilakukan dari berbagai tema, antara lain: metode inventarisasi GRK yang berlaku, mekanisme pengurangan emisi GRK dari berbagai cara, kapasitas simpanan karbon pada berbagai type hutan, metode IPCC GL, dan metode penyusunan REL (Gambar 1).

Penelitian Inventarisasi GRK Kehutanan

Kajian inventarisasi GRK kehutanan

Teknik perhitungan karbon untuk perbaikan faktor emisi dan serapan GRK kehutanan (hutan alam dan tanaman)

Aplikasi Perhitungan emisi GRK

1. Kajian metode inventarisasi (Institusi dan Data Kegiatan, monitoring dan pelaporan)

2. Kajian penggunaan faktor emisi dan serapan

3. Kajian mekanisme pengurangan emisi dari hasil substitusi penggunaan energi fossil menjadi biomas

4. Kajian penurunan emisi 26 % 5. Kajian Template IPCC GL

1. Hutan alam gambut 2. Hutan alam mineral 3. Hutan tanaman gambut 4. Hutan tanaman mineral

1. Metode IPCC untuk lokasi Sumatera

2. Metode REL

Sintesis untuk memberikan landasarn ilmiah perbaikan

inventarisasi GRK Kehutanan

Gambar 1. Strategi Penelitian RPI 17, Inventarisasi GRK

Seluruh hasil penelitian sebagaimana tersebut di atas kemudian dikompilasi, diurai dan ditemukan temuan-temuan penting, serta disusun sintesis dari temuan-temuan

Sintesis Penelitian Integratif Pengembangan Perhitungan Emisi Gas Rumah Kaca Kehutanan (Inventory) • 3

Page 22: Pengembangan Perhitungan Emisi Gas Rumah Kaca Kehutanan ...

tersebut. Sintesis dilakukan dengan mengintegrasikan berbagai hasil penelitian yang berada di dalam koordinasi RPI 17 sebagai elemen RPI sehingga dihasilkan temuan riset yang utuh, selain sumber lain diluar hasil penelitian RPI yang relevan dengan pertanyaan utama yang akan dijawab.

2.2 Sumber Dokumen Penyusunan Sintesis

Sintesa dilakukan terhadap 135 dokumen, baik berupa laporan penelitian, skripsi/tesis/disertasi dari berbagai perguruan tinggi, jurnal dan publikasi ilmiah lainnya, serta dokumen resmi yang dikeluarkan lembaga untuk dipublikasikan. Laporan penelitian berasal dari berbagai penelitian lingkup Badan Litbang Kehutanan dan project lain yang dilaksanakan di Indonesi (seperti FCPF, UNREDD, DA, dll).

Gambar 2. Jumlah dan klasifikasi dokumen sumber sintesis

2.3 Prosedur Penyusunan Sintesis

Sintesis merupakan konjungsi dari paket review literatur tertentu untuk mengintegasikan berbagai penelitian empiris dalam upaya menemukan generalisasi (Cooper and Hedges, -). Sintesis dilakukan dengan pendekatan systematic review, yaitu sebuah metode penelitian yang merangkum hasil-hasil penelitian primer untuk menghasilkan fakta yang lebih komprehensif dan berimbang (Siswanto, 2010). Prosedur sintesis dilakukan dalam tahapan sebagaimana Gambar 3.

Proses pencarian literatur, seleksi, ekstraksi data, sintesis hasil dan penulisan hasil dilakukan melalui beberapa kegiatan dan pendekatan, antara lain : observasi dan klarifikasi, desk study serta Focus Group Discusion. Kendali mutu dilakukan melalui review oleh mitra bestari (FGD) (Tabel 1).

Proses sintesis itu sendiri dilakukan dengan kombinasi pendekatan meta analysis untuk hasil-hasil penelitian kuantitatif dan meta synthesis untuk hasil-hasil penelitian kualitatif. Meta analysis adalah proses systematic review yang menggunakan teknik agregasi data untuk mendapatkan kekuatan statistika dalam konteks tertentu. Adapun meta synthesis

4 • Metode Sintesis

Page 23: Pengembangan Perhitungan Emisi Gas Rumah Kaca Kehutanan ...

merupakan proses systematic review yang menggunakan teknik integrasi data untuk mendapatkan teori atau konsep baru atau tingkatan pemahaman yang lebih mendalam dan menyeluruh. (Perry and Hamond, 2002).

Tabel 1. Tahapan Kegiatan Penyusunan Sintesa RPI

Kegiatan Luaran Metode pelaksanaan kegiatan

1. Identifikasi dan pengumpulan sumber hasil penelitian

Terkumpulnya LHP dari berbagai UPT

Koordinasi dengan para peneliti di daerah, observasi dan klarifikasi

2. Studi dokumentasi dan review literature

Laporan studi dokumentasi dan review literature

Desk study

3. Kompilasi, analisis komparasi dan analisis deskriptif

Draft 0 sintesa hasil penelitian Desk study

4. Penyusunan, pembahasan dan pencermatan draft sintesa

Draf 1 sintesa hasil penelitian FGD, review mitra bestari

5. Perumusan, penyusunan dan finalisasi sintesa

Draf final sintesa untuk dideliver ke pencetakan di Bidang PDTL

Desk study

Mengembangkan protokol , Membuat batasan pencarian

Formulasi masalah

Pencarian literatur Seleksi hasil penelitian

yang relevan

Ekstraksi dari data studi

Sintesis hasil Penyajian hasil

Pendekatan meta analysis Pendekatan meta synthesis melalui meta agregation

Inklusi dan eksklusi berdasarkan pertanyaan penelitian dan kualitas

Sumber: Siswanto 2010 dan Cooper & Hedges

Gambar 3. Prosedur systematic review

Sintesis Penelitian Integratif Pengembangan Perhitungan Emisi Gas Rumah Kaca Kehutanan (Inventory) • 5

Page 24: Pengembangan Perhitungan Emisi Gas Rumah Kaca Kehutanan ...
Page 25: Pengembangan Perhitungan Emisi Gas Rumah Kaca Kehutanan ...

Bab 3 Sistem Inventarisasi GRK

Kehutanan

3.1 Review Sistem Inventarisasi GRK Kehutanan

3.1.1 Prinsip-prinsip MRV dalam Inventarisasi GRK Kehutanan

Sistem Inventarisasi GRK Kehutanan yang dimaksud merupakan tata hubungan antar komponen yang saling terkait satu sama lain untuk melaksanakan inventarisasi GRK pada bidang kehutanan dan lahan gambut. Kedudukan GRK sektor kehutanan merupakan bagian dari GRK sektor LULUCF, yang pada prakteknya inventarisasi GRK pada bidang kehutanan dan lahan gambut juga memasukkan aktivitas land use change.

Inventarisasi berfungsi untuk mengukur sediaan (stock) karbon pada waktu tertentu, jumlah serapan serta jumlah emisi karbon pada periode waktu tertentu. Pengukuran dilakukan sesuai dengan metode dan prosedur baku secara nasional serta sesuai dengan standar internasional.

IPCC merekomendasikan 2 metode pengukuran, yaitu menggunakan pendekatan (a) perbedaan sediaan (stock difference) dan (b) metode Gain-loss. Pendekatan Gain-Loss adalah pendekatan berbasis proses (process-based method), dimana pertumbuhan akan diberi nilai karbon (+) positif dan pembusukan diberi nilai (-) negative. Dengan tanda positif akan berarti penambahan cadangan karbon, sebaliknya negatif akan menjelaskan tentang pengurangan cadangan karbon.

Dalam metode berbasis-sediaan (stock based method), yaitu perbedaan stok (stock difference), pengukuran karbon dilakukan di awal dan di akhir periode. Perubahan cadangan karbon diperoleh melalui selisih cadangan karbon waktu terakhir terhadap waktu sebelumnya untuk setiap unit waktu tertentu. Prinsip-prinsip MRV dalam inventarisasi GRK adalah sebagai berikut:1. Pendekatan remote sensing dan terestris dengan hasil yang teliti tetapi ekonomis.

Perhitungan emisi pada REDD+ didasarkan pada data perubahan penggunaan lahan (activity data) yang diturunkan menggunakan data penginderaan jauh (remote sensing) dan pengukuran karbon secara detail di lapangan melalui National Forest Inventory (NFI) untuk menghitung faktor emisi.

Sintesis Penelitian Integratif Pengembangan Perhitungan Emisi Gas Rumah Kaca Kehutanan (Inventory) • 7

Page 26: Pengembangan Perhitungan Emisi Gas Rumah Kaca Kehutanan ...

2. Menggunakan kategori penggunaan lahan yang sesuai dengan IPCC Guidelines terbaru (2006) (IPCC GL 2006), AFOLU (Agriculture, Forestry and Other Land Use). LULUCF IPCC Good Practice Guidance tahun 2003 (LULUCF IPCC GPG 2003) dan GL 2006, membagi kelas tutupan lahan menjadi 6 kategori, yaitu :a. Lahan hutan (Forest Land). Kategori ini mencakup semua lahan yang bervegetasi

kayu, yang konsisten dengan kategori yang digunakan dalam mendefinisikan lahan hutan pada inventarisasi gas rumah kaca (GRK). Kategori ini juga termasuk lahan yang vegetasi pohonnya sudah sangat jarang dan dalam kondisi rusak, tetapi mempunyai potensi untuk kembali mencapai menjadi hutan dengan nilai ambang batas yang didefinisikan untuk penentuan GRK.

b. Lahan pertanian (Cropland). Kategori ini mencakup lahan pertanian yang mencakup sawah, agro-forestry (tumpang sari), dimana struktur vegetasinya sangat rendah dibandingkan dengan vegetasi hutan.

c. Alang-alang/padang rumput (Grassland). Kategori ini mencakup tutupan padang penggembalaan dan padang rumput yang tidak termasuk sebagai lahan pertanian. Kondisi vegetasinya sangat jarang. Untuk vegetasi bukan rumput seperti perdu/semak dan belukar dikelompokkan pada kategori ini. Kategori ini juga mencakup semua rumput dari lahan-lahan yang ada di areal rekreasi serta sistem pertanian dan silvo-pastural serta konsisten dengan definisi nasional.

d. Lahan basah (wetlands). Adalah kategori yang mencakup padang penggembalaan ternak dan padang rumput. Kategori ini mencakup areal gambut dan lahan yang tergenang air atau jenuh oleh air sepanjang tahun atau yang bersifat sementara (musiman) (misalnya: lahan gambut), yang tidak dikategorikan sebagai hutan, lahan pertanian, alang-alang atau kategori permukiman. Kategori ini termasuk waduk dan danau.

e. Permukiman (settlement). Kategori mencakup semua lahan terbangun termasuk infrastruktur transportasi dan kawasan permukiman dengan berbagai ukuran, kecuali yang sudah termasuk dalam kategori lainnya. Hal ini harus konsisten dengan definisi penggunaan lahan nasional.

f. Lahan lainnya (other land). Kategori ini mencakup lahan-lahan gundul, batu, es, dan semua lahan lainnya yang tidak termasuk ke salah satu dari lima kategori lainnya. Hal ini memungkinkan total lahan dapat teridentifikasi. Jika data tersedia, negara-negara didorong untuk mengklasifikasikan lahan-lahan terlantar menggunakan kategori yang telah digunakan untuk meningkatkan transparansi serta meningkatkan kemampuan dalam melacak penggunaan lahan serta konversi dari setiap penggunaan lahan.

8 • Sistem Inventarisasi GRK Kehutanan

Page 27: Pengembangan Perhitungan Emisi Gas Rumah Kaca Kehutanan ...

3. Pertimbangan 5 tampungan karbon (carbon pools) yang mencakup (a) biomas di atas permukaan tanah (above ground biomass: pool 1) , (b) biomas di bawah permukaan tanah (below ground biomass: pool 2), (c) biomas dalam batang/cabang/ranting yang mati (dead wood/nekromasa: pool 3), (d) biomas dalam tanah (soil: pool 4) dan biomas pada serasah (litter: pool 5).

3.1.2 Dasar Penyelenggaraan Inventarisasi GRK

Tujuan utama dari UNFCCC (United National Framework Convention on Climate Change- Kerangka Kerja PBB untuk Konvensi Perubahan Iklim) adalah untuk mencapai stabilisasi konsentrasi ga-gas rumah kaca di atmosfer pada tingkat yang tidak membahayakan sistem iklim. Konvensi tidak mendefinisikan secara spesifik seberapa besar “tingkat membahayakan”, kapan periode waktu untuk melakukan aksi mitigasi tersebut. Tetapi konvensi menyebutkan bahwa tingkat stabilisasi harus dicapai dalam periode waktu yang mencukupi:1. Bagi ekosistem untuk beradaptasi secara alami terhadap perubahan iklim 2. Untuk menjamin produksi pangan tidak terancam dan 3. Untuk membangun ekonomi secara berkelanjutan Indonesia telah meratifikasi konvensi pada Agustus 1994 melalui UU no 6/1994 tentang Undang Undang No. 6 Tahun 1994 Tentang : Pengesahan United Nations Framework Convention On Climate Change (Konvensi Kerangka Kerja Perserikatan Bangsa Bangsa Mengenai Perubahan Iklim) Oleh : PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Sebagai pihak penandatangan konvensi, Indonesia terikat pada komitmen yang disepakati dalam konvensi, dan berkomitmen untuk menyusun komunikasi nasional yang berisi tentang inventarisasi GRK Nasional, deskripsi tentang langkah-langakh yang diambil untuk mencapai tujuan konvensi (adaptasi dan mitigasi), dan informasi lainnya yang relevan dengan pencapaian tujuan konvensi. Kesepakatan para pihak untuk inventory GRK adalah :1. Para pihak setuju untuk “ membangun, mengupdate secara periodik, menyediakan

inventarisasi emisi nasional menurut sumber (source) dan rosot (sink) untuk semua jenis gas yang tidak diatur dalam Protokol Montreal, dengan menggunakan metodologi yang dapat diperbandingkan yang disetujui oleh para pihak (UNFCCC, 1992).

2. Metodologi yang dapat diperbandingkan ialah metode-metode yang disusun oleh Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC)

Sistem monitoring dan pelaporan emisi GRK nasional yang dimaksud adalah sebuah mekanisme yang dirancang secara nasional untuk melakukan pemantauan dan pengumpulan data aktivitas sumber emisi dan serapan GRK termasuk simpanan karbon, penetapan faktor emisi dan faktor serapan, serta penghitungan emisi dan serapan GRK. Berdasarkan Perpres No. 71 tahun 2011 tentang Penyelenggaraan Inventarisasi GRK Nasional, system

Sintesis Penelitian Integratif Pengembangan Perhitungan Emisi Gas Rumah Kaca Kehutanan (Inventory) • 9

Page 28: Pengembangan Perhitungan Emisi Gas Rumah Kaca Kehutanan ...

inventarisasi ini bertujuan untuk menyediakan: (1) informasi secara berkala mengenai tingkat, status dan kecenderungan perubahan emisi dan serapan GRK termasuk simpanan karbon di tingkat nasional, provinsi dan kabupaten/kota, dan (2) informasi pencapaian penurunan emisi GRK dari kegiatan mitigasi perubahan iklim nasional.

Sektor yang diberikan kewajiban adalah : pertanian, kehutanan dan lahan gambut, energy dan transportasi, industry, dan pengelolaan limbah. Jenis GRK yang harus diinventarisir adalah: karbon dioksida (CO2), metana (CH4), dinitro oksida (N2O), dinitro oksida (N2O), hidrofluorokarbon (HFCs), perfluorokarbon (PFCs), dan sulfur heksafluorida (SF6). Dasar penyelenggaraan inventarisasi GRK adalah :1. Indonesia meratifikasi Konvensi Perubahan Iklim melalui UU 6/1994, yang

mewajibkan Indonesia untuk melakukan pelaporan melalui dokumen komunikasi nasional (national communication/NATCOM; pasal 12 Konvensi) yang salah satunya berisi tentang Inventarisasi GRK nasional.

2. Pasal 65 ayat (3) huruf a, UU nomor 31/2009 tentang Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika: untuk perumusan kebijakan perubahan iklim, dilakukan inventarisasi emisi GRK

3. UU 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup: bahwa Pemerintah, Pemerintah Propinsi, Kabupaten/Kota melakukan inventarisasi emisi GRK (pasal 63).

Berdasarkan landasan yuridis tersebut sudah cukup kuat bagi semua sektor di tingkat nasional, dan pemerintah daerah di tingkat provinsi dan kabupaten untuk melakukan inventarisasi GRK. Namun proses inventarisasi saat ini baru berjalan di tingkat nasional dan provinsi dengan berbagai keperluan penyempurnaan, sedangkan inventarisasi di tingkat kabupaten belum dapat dijalanakan.

3.1.3 Sistem Inventarisasi GRK Kehutanan

3.1.3.1 Organisasi dan Tata KerjaPenanggung jawab sistem inventarisasi di tingkat nasional adalah Kementerian

Lingkungan Hidup, sehingga struktur penanggung jawab di tingkat sub nasional adalah Badan Lingkungan Hidup Daerah Provinsi dan Kabupaten (Gambar 4). Proses inventarisasi dan perhitungan dilakukan secara berjenjang oleh Badan Lingkungan Hidup Daerah dan dikompilasi dengan hasil inventarisasi Dinas terkait. Kementerian Lingkungan Hidup berkewajiban menyusun Laporan Komunikasi Nasional Perubahan Iklim dan disampaikan kepada Perwakilan Pemerintah sebagai National Focal Point pada UNFCCC. System inventarisasi GRK ini merupakan system yurisdiksi.

10 • Sistem Inventarisasi GRK Kehutanan

Page 29: Pengembangan Perhitungan Emisi Gas Rumah Kaca Kehutanan ...

Pendekatan Top Down

SIGNKementerian/Lembaga (K/L)

Kem-LH

GUBERNURKemdagri

BLHD Tingkat Propinsi

Dinas Tingkat Propinsi

BLHD Kab/Kota

Dinas Kab/Kota

Data Aktivitas

Laporan Inventarisasi GRK

Laporan Inventarisasi

GRK

Laporan Inventarisasi

GRK

Data Aktivitas

Dinas Kab/Kota

Data AktivitasData Aktivitas

Dinas Tingkat Propinsi

Pendekatan Bottom up

Sumber: Kementerian LH, 2012a

Gambar 4. Mekanisme Pusat SIGN untuk inventarisasi GRK nasional

Dalam hal monitoring dan pelaporan, Tabel 2 berikut ini adalah pembagian kewenangan dari pengorganisasian di tingkat nasional.

Produk sistem inventarisasi kombinasi yurisdiksi-sektoral tersebut menghasilkan dualisme laporan GRK nasional. Pertama adalah Laporan Komunikasi Nasional berdasarkan kalkulasi emisi GRK menurut Rencana Aksi Daerah (RAD) Penurunan Emisi GRK. Namun demikian, karena pola ini berupa pola bottom up maka memerlukan waktu yang sangat lama. Dengan demikian kemudian diinisiasi untuk dilakukan penyusunan Laporan Komunikasi Nasional melalui pendekatan top down. Implikasinya adalah ketika hasil kalkulasi emisi nasional kedua pendekatan tersebut diperbandingkan diperoleh angka yang berbeda secara signifikan dan memerlukan konsolidasi ulang terhadap perhitungan emisi nasional.

Perhitungan emisi melalui RAD masing-masing provinsi dilakukan secara terpisah. Sebagai contoh penghitungan emisi khusus sektor kehutanan di Provinsi Sulawesi Tengah yang telah dilakukan penyesuaian dengan menggunakan rasio proporsi lahan hutan dan kepadatan penduduk adalah sebesar 15.239.420 ton C/tahun atau setara dengan 55.928.671 ton CO2-eq/tahun (Bappeda Provinsi Sulawesi Tengah, 2012).

Sintesis Penelitian Integratif Pengembangan Perhitungan Emisi Gas Rumah Kaca Kehutanan (Inventory) • 11

Page 30: Pengembangan Perhitungan Emisi Gas Rumah Kaca Kehutanan ...

Tabel 2. Pengorganisasian monitoring dan pelaporan GRK nasional

No. Lembaga Kewenangan

1 Kementerian PPN/Bappenas

• Melakukan koordinasi rencana kegiatan pembangunan termasuk kegiatan inventarisasi gas rumah kaca .

• Koordinasi penelaahan dan pembahasan hasil laporan propinsi dibantu oleh Sekretariat RAN GRK.

2 Kementerian Lingkungan Hidup

• KLH melakukan koordinasi inventarisasi GRK untuk mengetahui tingkat status dan perubahan emisi.

• Mengembangkan Sistem Iinventarisasi Gas Rumah Kaca Nasional (SIGN)

3 Kementerian Dalam Negeri

• Melakukan koordinasi pemantauan dan evaluasi Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) terkait kegiatan RAD GRK.

4 Kementerian Kehutanan (dan kementerian teknis lainnya)

Koordinasi mengenai methodology perhitungan sehingga perhitungan sesuai dengan kondisi dan situasi lokal dan sesuai dengan yang digariskan oleh UNFCCC.

5 Dewan Nasional Perubahan Iklim

Sebagai focal point DNPI melakukan koordinasi national communication mengenai pencapaian RAN/RAD GRK sebagai sumber negosiasi

6 Pemerintah Daerah • Gubernur mengkoordinasikan inventarisasi GRK di Provinsi• Bupati/Walikota melakukan inventarisasi GRK tingkat kabupaten/kota

7 Badan Pengelola REDD Focal point rencana aksi dan implementasi REDD+ di Indonesia

Nilai ini berada di atas kuota emisi yang dihitung oleh Kementerian Kehutanan yaitu sebesar 41.774.201 CO2-eq pada tahun 2020. Perhitungan emisi GRK di Provinsi Jawa Tengah dilakukan dengan metode historical based di mana perhitungan GRK sektor kehutanan pada tahun 2010 sebesar -269.282 ton CO2e atau terjadi penyerapan emisi (net sinker). Sementara proyeksi emisi pada tahun 2020 dengan skenario BAU dibuat dengan mempertimbangkan pertumbuhan penduduk berdasarkan historical trend sebesar 3.83% diperoleh nilai tengah sebesar 731.000 ton CO2e. Sementara kuota emisi berdasarkan perhitungan Kementerian Kehutanan pada tahun 2020 Provinsi Jawa Tengah berkewajiban menurunkan emisinya sebesar 4.838.884 CO2e. Ketiga kabupaten lokasi penelitian belum melakukan inventarisasi GRK kehutanan. Akan tetapi persiapan-persiapan yang diperlukan untuk pelaksanaan inventarisasi mulai dipersiapkan.

Pelaksanaan inventarisasi dengan pola yurisdiksi ini mengutamakan laporan dari Satuan Kerja Perangkat Daerah, sementara peran Unit Pelaksana Teknis (UPT) kementerian terkait belum dilibatkan dalam inventarisasi. Sebagai contoh berbagai data dari IHMB (Inventarisasi Hutan Menyeluruh dan Berkala) yang dikoordinasikan oleh BPKH (Balai Pemantapan Kawasan Hutan), data potensi hutan IPUHHKA maupun IUPHHKHT yang dikoordinir oleh BP2HP (Balai Pemantauan Pemanfaatan Hutan

12 • Sistem Inventarisasi GRK Kehutanan

Page 31: Pengembangan Perhitungan Emisi Gas Rumah Kaca Kehutanan ...

Produksi), serta data lainnya tidak digunakan sebagai sumber inventarisasi oleh Bappeda. Hal tersebut menunjukkan pola koordinasi di tingkat tapak tidak terjalin dengan baik dalam system inventarisasi GRK.

Kedua adalah laporan Second Nasional Communication (SNC) menghasilkan perhitungan emisi menurut asumsi nasional dan kompilasi secara sektoral di tingkat nasional. Sistem inventarisasi menurut Perpres 71/2011 tersebut juga memberikan tugas terhadap kementerian terkait, sehingga secara sektoral juga melakukan inventarisasi GRK.

Hasil perhitungan Kementerian Lingkungan Hidup tahun 2000-2005 menunjukkan bahwa emisi dari kehilangan biomasa terkait deforestasi diprediksi konstan pada rate 0,898 Gt CO2/thn. Sementara, rate sekuestrasi diasumsikan meningkat dari 0,505 Gt CO2/thn pada tahun 2005 menjadi 0,753 Gt CO2/thn pada tahun 2020. Peningkatan sekuestrasi tersebut merupakan hasil regenerasi hutan sekunder, rehabilitasi lahan (afforestasi dan reforestasi) serta pertumbuhan vegetasi berkayu.

Pada sektor kehutanan, inventarisasi GRK masukkan ke dalam program Inventarisasi Hutan Nasional (National Forest Inventory - NFI). Direktorat Jenderal Planologi adalah Eselon I yang secara operasional mendapat tugas untuk menyiapkan data aktivitas, NFI, dan klasifikasi penggunaan lahan. Salah satu kelemahan NFI adalah belum memasukkan semua pool karbon, karena NFI dirancang untuk keperluan inventarisasi potensi tegakan hutan, bukan inventarisasi biomasa/karbon hutan.

Saat ini terdapat beberapa prakondisi yang dapat dijadikan modal untuk menuju perbaikan system inventarisasi GRK kehutanan ( Jaya dan Saleh, 2011), antara lain sebagai berikut: 1. Pengumpulan data biomassa dari kawasan hutan telah dilakukan melalui beberapa

kegiatan rutin, di antaranya adalah inventarisasi hutan nasional (National Forest Inventory/NFI), pembuatan plot ukur permanen (Permanent Sample Plot/PSP) dan plot ukur sementara (temporary sample plot/TSP) oleh pihak swasta, Litbang, Demonstration Activity (DA), inventarisasi hutan menyeluruh berkala (IHMB), Inventarisasi tegakan sebelum penebangan serta data clearing house

2. Rancangan penerapan Indonesian National Carbon Accounting System (INCAS) 3. Pengukuran karbon oleh DA [MRPP, Ulumasen, Meru Betiri, Berau, ALREDDI] 4. Web GIS kehutanan sudah terbangun, tetapi belum dimanfaatkan secara optimal 5. IDSN sedang dibangun [Bakosurtanal] 6. Penutupan lahan telah dapat diupdate setiap 3 thn [1990, 1996, 2000, 2003, 2006,

2009], sehingga peta tematik kehutanan telah tersedia secara periodik 7. Data-data lain yang telah tersedia adalah: Data statistik kehutanan, Neraca Sumber

Daya Hutan (NSDH), data hasil inventarisasi hutan.

Sintesis Penelitian Integratif Pengembangan Perhitungan Emisi Gas Rumah Kaca Kehutanan (Inventory) • 13

Page 32: Pengembangan Perhitungan Emisi Gas Rumah Kaca Kehutanan ...

3.1.3.2 Perangkat implementasi inventarisasi GRK Perangkat implementasi inventarisasi GRK meliputi Monitoring, Reporting dan

Verification. Monitoring mencakup segala bentuk tindakan pengumpulan data, pengukuran, perhitungan dan analisis, manajemen data serta data sharing. Reporting mencakup prosedur pelaporan, jenis dan elemen yang dilaporkan, kewenangan lembaga pelapor serta lembaga yang menerima laporan. Adapun verification mencakup upaya melakukan validasi data dan informasi yang dilaporkan, validasi dapat dilakukan oleh pihak internal maupun eksternal.

Elemen monitoring disajikan pada Tabel 3. Pada tabel tersebut diulas mengenai basis data, teknik pengukuran, dan metode perhitungan pada kondisi faktual dan kebutuhan penyempurnaannya.

Tabel 3. Kondisi Faktual Monitoring GRK Kehutanan dan Kebutuhan Penyempurnaan

Komponen Monitoring Kondisi Faktual Kebutuhan Penyempurnaan

Basis data • Base year nasional adalah 2005-2010, sementara base year sektor kehutanan diusulkan 2000-2010. Sampai saat ini belum ada kesepakatan penggunaan base year untuk perhitungan REL

• Data aktivitas mengandalkan cita satelit, kombinasi dengan ground check (dalam bentuk PUP pada NFI)

• Pemerintah daerah (provinsi maupun kabupaten) banyak menggunakan data aktivitas dan FE dari data nasional Kemenhut, kecuali daerah-daerah yang menjadi lokasi project tertentu.

• Banyaknya penyedia data potensial : operator tanaman, organisasi industry, lembaga/badan lingkungan, badan statistic nasional, lembaga internasional, peneliti dan akademisi, literature, inventori lainnya.

• Ditjen Planologi sesegera mungkin melakukan konsolidasi internal dan konsolidasi dengan KLH

• Meng-up grade NFI sehingga sesuai dengan kebutuhan data pemantauan biomasa hutan

• Puspijak (Badan Litbang Kehutanan) segera menetapkan default nasional dan sub nasional sebagai acuan semua entitas.

• Organisasi penyedia jasa potensial dapat dilibatkan secara partisipatif

• Telah memiliki SNI 7724 dan 7725/2011, berlaku nasional

• Nilai fraksi karbon belum berdasarkan data local, masih menggunakan data default IPCC

• NFI tidak dirancang untuk inventarisasi GRK kehutanan, saat ini dikembangkan untuk digunakan sebagai sumber data penghitungan biomasa/karbon hutan

• Harus dipastikan bahwa SNI 7724 dan 7725/2011diaplikasikan pada setiap PUP yang dibangun

• Melakukan penelitian fraksi karbon secara langsung terhadap berbagai spesies kayu di Indonesia yang belum diketahui fraksi carbonnya

• Melakukan improvement pada proses pengukuran PUP pada NFI

• Mengukur karbon pada 5 pool karbon

14 • Sistem Inventarisasi GRK Kehutanan

Page 33: Pengembangan Perhitungan Emisi Gas Rumah Kaca Kehutanan ...

Komponen Monitoring Kondisi Faktual Kebutuhan Penyempurnaan

Teknik pengukuran biomasa/karbon hutan

• Pool karbon yang diukur sangat bervariasi, sebagian besar above ground biomass, sebagian kecil lengkap meliputi semua carbon pool

• Pengukuran PUP yang berkelanjutan masih menjadi issu lokal, pembiayaan masih menjadi tantangan utama

• Mencari pembiayaan PUP di daerah dari sumber non APBD yang tidak mengikat

Metode perhitungan

• Perhitungan deforestasi dan degradasi hutan difokuskan di kawasan hutan, bukan pendekatan tree cover lost

• Kegiatan yang dihitung pada inventarisasi GRK nasional: menggunakan data perubahan tutupan lahan hasil interpretasi Ditjen Planologi Kehutanan

• Belum memperhitungkan kapasitas konservasi untuk dasar perhitungan insentif tanpa additionality

• Terdapat 3 metode perhitungan REL: historical, historical adjusted, dan forward looking

• Estimasi emisi menggunakan pendekatan stock different, belum menggunakan gain loss

• Perlu menetapkan terminology deforestasi dan degradasi sehingga diakui legitimasinya lintas sektoral, bukan hanya sektor kehutanan saja

• Data deforestasi dan degradasi hasil interpretasi citra harus di-cross check dengan data aktivitas/kegiatan dari eselon I teknis untuk meningkatkan akuasi

• Konsep additionality pada areal konservasi perlu ditinjau ulang untuk dilebur, basis perhitungan insentif dapat menggunakan pendekatan opportunity cost

• Tingkat nasional menggunakan metode historical, tingkat sub nasional menggunakan metode historical, adjusted, atau forward looking

• Perbaikan perhitungan menjadi gain loss method membutuhkan kelengkapan data, waktu, biaya, sumberdaya manusia, dan metode yang digunakan konsistensi.

• Tingkat kedetaian untuk nasional cukup tier 2, untuk sub nasional bisa tier 3

Terkait elemen pelaporan, dari Tabel 4 dapat dilihat informasi apa saja yang harus dielaborasi dalam laporan-laporan terkait inventarisasi GRK baik di tingkat nasional maupun di tingkat internasional. Untuk laporan ke pihak internasional baik BUR maupun komunikasi nasional terlihat terdapat beberapa hal yang harus dilaporkan, sedangkan pada laporan di tingkat nasional tidak dilaporkan yaitu detail pelaksanaan inventarisasi itu sendiri, metodologi, asumsi-asumsi yang digunakan, serta hambatan-hambatan dalam penyelenggaraan inventarisasi GRK. Sementara untuk pelaporan di tingkat nasional dari Lampiran 1 dan Lampiran 2 dapat dilihat bahwa pada intinya informasi terkait inventarisasi GRK yang disajikan dalam laporan inventarisasi GRK kepada Kementerian LH dengan laporan RAD-GRK/RAN GRK adalah serupa.

Lembaga pelapor di tingkat nasional terjadi dualisme antara KLH (menjalankan PP no 71/2011) dan Bappenas (menjalankan PP no 61/2011). Dalam konteks pelaporan ini,

Sintesis Penelitian Integratif Pengembangan Perhitungan Emisi Gas Rumah Kaca Kehutanan (Inventory) • 15

Page 34: Pengembangan Perhitungan Emisi Gas Rumah Kaca Kehutanan ...

Bappenas menempati posisi yang benar jika mengambil sumber dari hasil inventarisasi KLH, Kementerian/Lembaga teknis terkait dan Pemerintah Daerah. Jika Bappenas melakukan atau mengkoordinir pelaksanaan inventarisasi kendati terkait pelaksanaan RAN GRK, maka Bappenas menyalahi kewenangan KLH.

Selain itu, kejelasan laporan estimasi emisi harus mendapatkan kejelasan untuk berbagai skema yang tersedia. Pertanyaan pentingnya antara lain:1. Apakah laporan penurunan emisi yang dicapai Indonesia sudah jelas batasnya antara

hasil performance domestic dan bantuan internasional2. Apakah laporan penurunan emisi yang dicapai Indonesia telah dibagi dengan jelas

antara RAN, REDD+, pasar karbon atau dengan skema laiinya.Adapun terkait verifikasi, Kementerian Lingkungan Hidup mengeluarkan Peraturan

Menteri Lingkungan Hidup No 15 tahun 2013 tentang Pengukuran, Pelaporan dan Verifikasi Aksi Mitigasi Perubahan Iklim (Tabel 5). Peraturan Menteri LH ini memberi arah yang lebih jelas terhadap elemen monitoring dan reporting, namun belum cukup memberikan arahan bagi elemen verifikasi, khususnya komponen pelaksana dan persyaratannya.

Tabel 4. Pelaporan Hasil Inventarisasi Gas Rumah Kaca ke Pihak Nasional dan Internasional

Unsur Pelaporan

Inventarisasi GRK RAD RAN Biennial Update

Report (BUR)Komunikasi

Nasional

Periode pelaporan

1 tahun sekali 1 tahun sekali 1 tahun sekali 2 tahun sekali 4 tahun sekali

Pemberi laporan

Bupati/Gubernur/KLTerkait

Gubernur Kementerian/ Lembaga Terkait

Negara Negara

Penerima laporan

KLH Bappenas Bappenas UNFCCC UNFCCC

Kegiatan yang dilaporkan

• Informasi berkala status dan tren emisi dan serapan GRK termasuk simpanan karbon di tingkat nasional, provinsi, dan kabupaten

Rencana kerja kegiatan yang secara langsung dan tidak langsung menurunkan emisi GRK sesuai dengan target pembangunan daerah

Rencana kerja pelaksanaan kegiatan yang secara langsung dan tidak langsung menurunkan emisi GRK sesuai target pembangunan nasional

• Informasi status nasional dan pengaturan kelembagaan untuk persiapan komunikasi nasional;

• Pelaksanaan inventarisasi nasional;

• Informasi kegiatan mitigasi dan kontribusi penurunan emisi (metodologi dan asumsi)

• Informasi status nasional dan pengaturan kelembagaan untuk persiapan komunikasi nasional;

• Pelaksanaan inventarisasi nasional;

• Informasi kegiatan mitigasi dan kontribusi penurunan emisi (metodologi dan asumsi)

16 • Sistem Inventarisasi GRK Kehutanan

Page 35: Pengembangan Perhitungan Emisi Gas Rumah Kaca Kehutanan ...

Unsur Pelaporan

Inventarisasi GRK RAD RAN Biennial Update

Report (BUR)Komunikasi

Nasional

• Informasi pencapaian penurunan emisi GRK dan kegiatan mitigasi perubahan iklim nasional

• Hambatan dan kebutuhan teknis dan peningkatan kapasitas,

• Informasi bantuan yang diperoleh untuk penyusunan BUR;

• Informasi laporan pengukuran domestik dan verifikasi

• Hambatan dan kebutuhan teknis dan peningkatan kapasitas,

• Informasi bantuan yang diperoleh untuk penyusunan BUR;

• Informasi laporan pengukuran domestik dan verifikasi

Sumber: Panduan Teknis Penghitungan Emisi dan Serapan Gas Rumah Kaca Sektor Berbasis Lahan Pada Skenario BAU dan Aksi Mitigasi, Buku I: Landasan Ilmiah (draft), Pedoman Penyelenggaraan Inventarisasi Gas Rumah Kaca Nasional Buku I Pedoman Umum; Report of the Conference of the Parties on its Seventeenth Session: Decisions adopted by the COP 17; Report of the Conference of the Parties on its Sixteenth Session: Decisions adopted by the COP 16.

Tabel 5. Pengaturan verifikasi aksi mitigasi perubahan iklim

No. Komponen Uraian

1 Pelaksana Internal dan eksternal, ditunjuk oleh penanggung jawab aksi mitigasi

2 Persyaratan verifikator Tidak terlibat langsung dalam aksi mitigasi, memiliki sertifikat verifikator aksi mitigasi

3 Elemen verifikasi • Batas luasan aksi (meliputi: rencana aksi dan target mitigasi, lokasi, waktu pelaksanaan)

• Baseline • Kesesuaian metodologi• Jenis GRK yang tercakup (salah satu dan/atau meliputi: CO2, CH4,

PFCs, HFCs, N2O, SF6)• Kesesuaian capaian dengan target

Sumber: Permen LH No. 15/2013 (diolah)

3.2 Rekomendasi Sistem Inventarisasi, Monitoring dan Pelaporan GRK Kehutanan

Mencermati sistem inventarisasi GRK kehutanan yang di dalamnya meliputi organisasi dan tata kerja serta perangkat implementasi inventarisasi GRK, berikut ini disajikan hasil analisis Structure Conduct Performance sebagaimana Tabel 6. Tabel tersebut mengidentifikasi adanya ketidakseimbangan organisasi tingkat nasional dan sub nasional, overlapping kewenangan, serta ketidaksetaraan tingkat kedetailan data antar daerah.

Sintesis Penelitian Integratif Pengembangan Perhitungan Emisi Gas Rumah Kaca Kehutanan (Inventory) • 17

Page 36: Pengembangan Perhitungan Emisi Gas Rumah Kaca Kehutanan ...

Tabel 6. Resume hasil analaisis Structure Conduct Performance

Structure Conduct : M-R-V Performance

DNPI Focal poin komunikasi nasional dan negosiasi

• Organisasi dan tata kerja: banyak di tingkat pusat, sedikit di tingkat daerah dan tapak.

• Beberapa urusan overlap satu sama lain (misal: inventarisasi GRK dan penyusunan REL).

• Kedetailan data di tingkat nasional lebih rendah dibanding tingkat tapak, namun kedetailan di tingkat sub nasional relative sama dengan tingkat nasional. Namun demikian, sebaran data di tingkat tapak tidak merata di semua wilayah.

• Elemen yang dilaporkan masih belum memenuhi unsur kelengkapan, namun terus ditingkatkan dengan prinsip improvement pada masa pelaporan berikutnya.

• Konsep system verifikasi belum dilakukan pengujian di tingkat nasional maupun sub nasional

BPREDD Focal poin pencapaian RAN GRK dan negosiasiMenghitung REL focus kepada defoerstasi, lahan gambut dan kebakaran

Bappenas Inventarisasi GRK untuk pencapaian RANMenghitung REL berdasarkan agregasi RAD

KLH Inventarisasi GRK untuk National Communication, UNFCCC dan BUR

Depdagri Pemantauan dan evaluasi pencapaian penurunan emisi GRK di daerah

Ditjen Planologi Kemenhut

Penyiapan data activitas, REL dan status emisi sektor kehutanan

Pemda / Bappeda Penyiapan data activitas, REL dan status emisi sub nasional

DA/Project Penyiapan data activitas, REL dan status emisi di tingkat tapak

Memperhatikan kondisi di atas, berikut ini beberapa langkah penting yang harus diambil untuk memperbaiki situasi system MRV di Indonesia, yaitu:1. Sistem inventarisasi GRK

a. Kombinasi sistem yurisdiksi dan sektoral belum efektif untuk tingkat nasional. Data sektoral lebih detail dan lebih maju dibandingkan data dari sub nasional. Tingkat sub nasional (provinsi) memiliki tingkat pemahaman yang lebih rendah terhadap sistem secara keseluruhan, dan data yang diacu sebagian besar berasal dari data Kementerian Kehutanan (pusat). Pembagian tugas inventarisasi GRK di tingkat provinsi dan kabupaten banyak menghadapi hambatan organisatoris.

b. Pada tingkat nasional, perbaikan sistem inventarisasi GRK dapat dilakukan menggunakan pendekatan sektoral.

c. Pada tingkat sub nasional, perbaikan sistem inventarisasi GRK menggunakan pendekatan sektoral juga. Jika sektor tertentu di SKPD yang berwenang sudah memiliki kapasitas melakukan inventarisasi GRK maka dapat memperkuat

18 • Sistem Inventarisasi GRK Kehutanan

Page 37: Pengembangan Perhitungan Emisi Gas Rumah Kaca Kehutanan ...

(mendetailkan) data dan informasi sektoral pada tingkat di atasnya. Namun jika sektor tertentu di SKPD terkait masih memiliki kapasitas yang lemah, maka dapat dibantu oleh sektor di tingkat yang lebih tinggi (pusat).

Kelompok Kerja Perubahan Iklim Kementerian

Kehutanan

Ditjen Bina Usaha

Kehutanan

Badan Penelitian dan Pengembangan

Ditjen Bina Pengelolaan DAS dan Perhutanan

Sosial

Ditjen Planologi Kehutanan

Ditjen Perlindungan Hutan dan Konservasi

Alam

Pusat Standarisasi dan Lingkungan

Menteri Kehutanan

Sekretaris Jenderal Kementerian Kehutanan

Menteri Lingkungan Hidup

Data Kegiatan - Prosedur Pengukuran- Metodologi

Penghitungan- Faktor Emisi/Serapan

· Data Kegiatan· Inventarisasi GRK· Faktor Emisi/

serapan

Data Kegiatan Data Kegiatan

· Sinkronisasi Metodologi Nasional dengan Metodologi Internasional (IPCC)

· Registry/pendaftaran mitigasi

Gambar 5. Usulan Struktur Pelaksanaan Inventarisasi GRK Sektor Kehutanan

2. Monitoring a. Pembentukan satu portal database faktor emisi dan serapan di Indonesia untuk

menyatukan semua studi, project dan aktivitas pendataan factor emisi dan serapan yang tersebar.

b. Melakukan penetapan default value nasional dan sub nasional sesegera mungkin. c. Pelaku inventarisasi, monitoring dan pelaporan GRK kehutanan sudah banyak

sampai ke tingkat tapak. KPH dapat dijadikan sebagai unit manajemen yang melakukan kegiatan tersebut. PSP harus dibangun di semua provinsi, kabupaten dan mewakili semua type tutupan hutan.

d. Dualism pelaksana inventarisasi GRK antara KLH dan Bappenas harus diperjelas dalam pembagian kewenangan antara kedua lembaga. Jika harus dipertahankan overlap, harus dipastikan dipahami secara clear oleh Kementerian/Lembaga dan Pemerintah Daerah (Bappeda/BLH).

Sintesis Penelitian Integratif Pengembangan Perhitungan Emisi Gas Rumah Kaca Kehutanan (Inventory) • 19

Page 38: Pengembangan Perhitungan Emisi Gas Rumah Kaca Kehutanan ...

3. Pelaporana. Laporan inventarisasi GRK idealnya dilakukan berjenjang dari tingkat tapak ke

pusat. System inventarisasi berbasis jaringan dan aplikasinya perlu dibangun dan diperluas. System ini jika sudah terbangun dapat menggabungkan pendekatan sektoral dan yurisdiksi. Melalui sistem online, updating data, koreksi data dan sharing data dapat dilakukan secara sistematis dan cepat.

b. Pengarusutamaan data inventarisasi karbon hutan dapat dijalanakan melalui upaya memasukkan data tersebut ke dalam elemen statistik wilayah yurisdiksi secara mandatoris.

c. Pentingnya Bappenas, KLH, DNPI dan Badan Pengelola REDD+ melakukan pendefinisian terkait capaian penurunan emisi pada berbagai skema di Indonesia.

4. Verifikasi a. Pengakuan verifikator di tingkat nasional harus diselaraskan dengan pengakuan

di tingkat internasional. b. Kompetensi verifikator perlu dinyatakan lebih detail apakah diatur lebih lanjut

atau dapat mengacu kepada kompetensi verifikator lainnya yang serumpun.

20 • Sistem Inventarisasi GRK Kehutanan

Page 39: Pengembangan Perhitungan Emisi Gas Rumah Kaca Kehutanan ...

Bab 4 Teknik Perhitungan Karbon

untuk Perbaikan Faktor Emisi dan Serapan GRK Kehutanan

4.1 Persamaan Alometrik

4.1.1 Lahan gambut

4.1.1.1 Lahan Gambut Sumatera

1. Allometrik lahan gambut Sumatera dari remote sensing

Penelitian teknik perhitungan simpanan C pada areal tegakan A. crassicarpa di hutan tanaman lahan gambut dilakukan dengan metode remote sensing, untuk menghitung C pada tegakan, tumbuhan bawah, serasah, pohon mati dan kayu mati, serta pada tanah gambut.

Metode transformasi citra terbaik untuk mengestimasi kandungan biomassa (karbon) pada HTI jenis A. crassicarpa adalah dengan menggunakan metode Principle Component Analysis (PCA). Estimasi simpanan biomassa (karbon) pada tegakan hutan tanaman A. crassicarpa menggunakan metode remote sensing dan GIS menghasilkan tingkat ketelitian diatas 80%. Hasil Persamaan antara biomassa (karbon) tegakan pada hutan tanaman jenis Acacia crassicarpa dan nilai pixel citra adalah:

Y = 5478,59 PC1(-0,006429 PC1), dengan r² = 0.83

Dimana Y : nilai simpanan biomassa (Karbon) dan PC1 : nilai pixel pada citra yang telah diproses dg metode PCA.

2. Allometrik lahan gambut Sumatera dari pengukuran terestris

Metode kuantifikasi simpanan dan emisi karbon pada hutan tanaman di lahan gambut dengan jenis tanaman A. crassicarpa. Sasaran penelitian adalah tersedianya data dan informasi jumlah karbon yang hilang akibat penebangan dan terjadinya kebakaran hutan tanaman di lahan gambut.

Sintesis Penelitian Integratif Pengembangan Perhitungan Emisi Gas Rumah Kaca Kehutanan (Inventory) • 21

Page 40: Pengembangan Perhitungan Emisi Gas Rumah Kaca Kehutanan ...

Hasil persamaan allometrik masing-masing jenis pohon tingkat pancang disajikan pada Tabel 7. Hasil persamaan ini diperoleh dengan melalukan penebangan pada masing-masing jenis (destruction sampling). Hasil persamaan allometrik ini akan digunakan untuk menghitung biomassa pada masing-masing jenis pohon tingkat pancang, dengan hanya mengukur diameternya saja.

Tabel 7. Hasil persamaan allometrik untuk perhitungan biomassa pancang

No. Jenis Persamaan R2 Jenis Regresi Keterangan

1. Sepungol Y = 1812,4x2,418 0,99 Power x=Diameter (cm)

2. Samak Y = 14337x – 14300 0,88 Linier Y=Biomassa pancang (gr)

3. Prepat Y = 622,97x3,4022 0,99 Power

4. Beriang Y = 5073,5ln(x) + 4278,4

0,73 Logaritmik  

5. Gerunggang Y = 1897e0,7039x 0,92 Eksponensial  

6. Gelam Y = 1771,8x2,1909 0,995 Power  Sumber: Prakosa, et al. (2011)

4.1.1.2 Lahan Gambut Kalimantan

1. Allometrik lahan gambut Kalimantan dari pengukuran terestris

Pada lahan gambut di Kalimantan Tengah diperoleh model-model penduga potensi karbon vegetasi pohon dalam bentuk komunitas di hutan rawa gambut, dan mengetahui stok karbon vegetasinya, dengan sasaran jenis-jenis dominan yang tumbuh di suatu hutan rawa gambut.

Model penduga diperoleh secara destructive (penebangan pohon) dengan 3 jenis tanaman family Dipterocarpaceae di hutan rawa gambut di Kalimantan Tengah, yaitu : Meranti Putih (Shorea parvifolia Dyer), Resak (Cotylelobium burckii Heim), Keruing (Dipterocarpaceae kerrii King). Masing-masing jenis terdiri dari 20 sampel tanaman yang dilakukan penebangan, data yang diperoleh dari masing-masing sampel pohon yang ditebang antara lain: 1. Tinggi pohon; 2. Diameter pohon; 3. Panjang batang; 4. Berat daun; 5. Berat ranting, 6. Berat batang; 7. Berat cabang. Selain itu dilakukan juga pengambilan sampel kayu untuk mengetahui berat jenis pada masing-masing individu pohon.

Informasi perhitungan faktor emisi dan serapan karbon di hutan rawa gambut telah dihasilkan 12 model persamaan penduga biomassa dari 3 jenis pohon Dipterocarpaceae di

22 • Teknik Perhitungan Karbon untuk Perbaikan Faktor Emisi dan Serapan GRK Kehutanan

Page 41: Pengembangan Perhitungan Emisi Gas Rumah Kaca Kehutanan ...

hutan alam gambut. (Shorea farvifolia Dyer, Dipterokarpus kerrii King dan Cotylelobium burckii Hein).

Selain itu juga dilakukan estimasi Model Persamaan Penduga karbon jenis Non-Dipterocarpaceae Alau, Bintangur, dan Nyatoh di HRG yang berlokasi di Hutan Alam gambut Kabupaten Barito Selatan. Hasil studi menunjukkan bahwa dari data dimensi pohon, kadar air, berat jenis, dan kadar karbón organik telah dihasilkan lima belas model persamaan alometrik untuk menduga kandungan karbon organik dari tiga jenis pohon non-dipterocarpaceae di rawa gambut yaitu Alau, Bintangur, dan nyatoh. Disimpulkan bahwa untuk menghitung karbon jenis non-dipterocarpaceae dapat digunakan 15 persamaan tersebut. Dalam aplikasinya, penggunaan rumus paling praktis disarankan untuk menghitung potensi karbon per satuan luas dengan mengukur diameter.

Tabel 8. Model Persamaan Hubungan Biomassa dengan Dimensi dan Berat Jenis Pohon Alau (Dacridium pectinatum De Laub)

No Variabel Model Persamaan N R² F Signifi-kansi

1. TAGB(kg)-DBH(cm) TAGB=0,132(DBH)2,513 20 0,80 73,40 0,000

2. TAGB(kg)-DBH(cm) LnTAGB=10,484-2,272LnDBH 20 0,35 11,17 0,004

3. TAGB(kg)-DBH(cm) TBH(m)-

LnTAGB=-4,409+1,204LnDBH+1,670LnTBH

20 0,88 62,19 0,000

4. TAGB(kg)-DBH(cm) -WD(gr/cm³)

LnTAGB=1,777+0,342LnDBH-0,452Ln WD

10 0,73 9,61 0,010

5. TBGB(kg)-DBH(cm) -TBH(m)

TBGB=0,027(DBH²TBH)0,752 6 0,46 6,59 -

Tabel 9. Model Persamaan Hubungan Biomassa dengan Dimensi dan Berat Jenis Bintangur (Calophyllum soulatri)

No Variabel Model Persamaan N R² F Signifi-kansi

1. TAGB (kg)-DBH (cm) TAGB=0,175(DBH)2,523 20 0,96 500,09 0,000

2. TAGB (kg)-DBH (cm) LnTAGB=1,741-2,523LnDBH 20 0,96 500,09 0,000

3. TAGB (kg)-DBH (cm) TBH (m)

LnTAGB=-2,175+2,452LnDBH+0,223LnTBH

20 0,97 240,45 0,000

4. TAGB (kg)-DBH (cm) WD(gr/cm³)

LnTAGB=0,838+0,366LnDBH-0,076 WD 10 0,94 56,18 0,000

5. TBGB (kg)-DBH (cm) TBH (m)

TBGB=0,001(DBH²TBH)1,216 5 0,63 8,16 -

Sintesis Penelitian Integratif Pengembangan Perhitungan Emisi Gas Rumah Kaca Kehutanan (Inventory) • 23

Page 42: Pengembangan Perhitungan Emisi Gas Rumah Kaca Kehutanan ...

Tabel 10. Model Persamaan Hubungan Biomassa dengan Dimensi dan Berat Jenis Nyatoh (Palaquium cochleria)

No Variabel Model Persamaan N R² F Signifi-kansi

1. TAGB (kg)-DBH (cm) TAGB=0,118(DBH)2,586 20 0,93 252,86 0,000

2. TAGB (kg)-DBH (cm) LnTAGB=2,135+2,586LnDBH 20 0,93 252,86 0,000

3. TAGB (kg)-DBH (cm)-TBH(m)

LnTAGB=-2,238+2,533LnDBH+0,095LnTBH

20 0,93 119,93 0,000

4. TAGB (kg)-DBH (cm)-WD (gr/cm³)

LnTAGB=0,852+0,388LnDBH-0,244Ln WD

10 0,98 215,89 0,000

5. TBGB (kg)-DBH (cm)-TBH (m)

TBGB=0,027(DBH²TBH)0,875 5 0,80 125.46 -

Keterangan: TAGB = Total Biomassa Atas, DNH= Diamater setinggi dada, TBH=Tinggi total Pohon, BGB=Total Biomassa Bawah

Hasil penelitian lain adalah di hutan rawa gambut Kabupaten Barito Selatan, Kalimantan Tengah. Pola hubungan antara ukuran diameter dengan kandungan biomassanya dari jenis S. farvifolia yang tumbuh di hutan rawa gambut menunjukan adanya dua model persamaan yang memiliki nilai koefisien determinasi (R²) yang sama yaitu lebih besar dari 90%.

Tabel 11. Model-model Persamaan Hubungan Biomasa dengan Dimensi dan Berat Jenis Pohon Shorea farvifolia Dyer

N Variabel Model Persamaan R² F SignifiKansi

20 TAGB(kg)-DBH(cm) Ln(TAGB) = -2,36+2,58 Ln(DBH) 0,99 1226,81 0,00

20 TAGB(kg)-DBH(cm) TAGB= 0,09 (DBH)2,58 0,99 1226,81 0,00

20 TAGB(kg)-DBH(cm)-TBH(m)

Ln(TAGB)=-2,99+2,35Ln(DBH)+0,44Ln (TBH)

0,99 745,52 0,00

20 TAGB(kg)-DBH(cm)-WD(gr/cm3)

Ln(TAGB)=-1,03+2,08Ln(DBH)-0,51Ln (WD)

0,99 221,53 0,00

Keterangan: TAGB=Total biomasa atas, DBH=Diameter setinggi dada, TBH= Tinggi total, WD= Berat jenis

Berbeda dengan pola hubungan diameter dengan biomssa pada jenis meranti putih, maka pola hubungan tersebut pada jenis keruing sebagaimana disajikan dalam Tabel 2. Perbedaan tersebut terletak pada nilai intercept dan koefisien regresi (slope). Sedangkan jenis persamaan yang diterapkan adalah sama yaitu persamaan linier sederhana dengan transpormasi Ln, persamaan model power dan persamaan kuadratik.

24 • Teknik Perhitungan Karbon untuk Perbaikan Faktor Emisi dan Serapan GRK Kehutanan

Page 43: Pengembangan Perhitungan Emisi Gas Rumah Kaca Kehutanan ...

Tabel 12. Model-model Persamaan Hubungan Biomasa dengan Dimensi dan Berat Jenis Pohon Dipterocarpus kerrii King

N Variabel Model Persamaan R² F Signifi-kansi

20 TAGB(kg)-DBH(cm) Ln(TAGB) = -1,53+2,38 Ln(DBH) 0,96 441,11 0,00

20 TAGB(kg)-DBH(cm) TAGB= 0,217 (DBH)2,38 0,96 441,11 0,00

20 TAGB(kg)-DBH(cm)-TBH(m)

Ln(TAGB)=-2,24+2,12Ln(DBH)+0,52Ln(TBH) 0,97 299,19 0,00

20 TAGB(kg)-DBH(cm)-WD(gr/cm3)

Ln(TAGB)=-2,61+2,78Ln(DBH)+0,80Ln(WD) 0,98 56,31 0,01

Keterangan: TAGB=Total biomasa atas, DBH=Diameter setinggi dada, TBH= Tinggi total, WD= Berat jenis

Pada jenis pohon resak rawa, model persamaan yang sama menunjukan nilai koefisien dan konstanta yang berbeda dengan dua jenis sebelumnya. Persamaan linier sederhana dengan transformasi Ln menunjukan bahwa untuk nilai diameter 1 cm akan menghasilkan kandungan biomasa kering sebesar anti Ln -1,21 yaitu sebesar 0,30 kg biomassa kering. Demikian pula pada persamaan kedua menunjukan bahwa pada nilai diameter 1 cm akan menghasilkan nilai biomassa sebesar 0,30 kg biomassa kering (Tabel 13).

Tabel 13. Model-model Persamaan Hubungan Biomasa dengan Dimensi dan Berat Jenis Pohon Cotylelobium burckii Hein

N Variabel Model Persamaan R² F SignifiKansi

20 TAGB(kg)-DBH(cm) Ln(TAGB) = -1,21+2,29Ln(DBH) 0,97 652,63 0,00

20 TAGB(kg)-DBH(cm) TAGB= 0,30 (DBH)2,29 0,97 652,63 0,00

20 TAGB(kg)-DBH(cm)-TBH(m)

Ln(TAGB)=-2,10+2,09Ln(DBH)+0,55Ln(TBH) 0,98 364,45 0,00

20 TAGB(kg)-DBH(cm)-WD(gr/cm3)

Ln(TAGB)=1,40+2,00Ln(DBH)-1,82Ln(WD) 0,95 19,31 0,04

Keterangan: TAGB=Total biomasa atas, DBH=Diameter setinggi dada, TBH= Tinggi total, WD= Berat jenis

Hasil perbandingan antara total biomassa kering dengan bobot karbon organik dari masing-masing jenis disajikan dalam Tabel 13. Tiga jenis Dipterocarpaceae memiliki faktor konversi sedikit berbeda. Meranti putih rawa memiliki faktor konversi karbon terbesar (0,54), diikuti oleh jenis keruing rawa (0,53) dan resak rawa (0,52) (Tabel 14). Dengan demikian untuk setiap 1 kg biomassa kering jenis meranti rawa akan menghasilkan

Sintesis Penelitian Integratif Pengembangan Perhitungan Emisi Gas Rumah Kaca Kehutanan (Inventory) • 25

Page 44: Pengembangan Perhitungan Emisi Gas Rumah Kaca Kehutanan ...

karbon 1X 0,54 = 0,54 kg karbon organik. Setiap 1 kg biomassa kering jenis keruing rawa akan menghasilkan 1X 0,52 = 0,52 kg karbon organik, dan setiap 1 kg biomassa kering rekas rawa akan menghasilkan 1X 0,52 = 0,52 kg karbon organik. Faktor konversi aktual tersebut masih berada dalam kisaran kandungan karbon dalam biomassa kering menurut Brown yaitu antara 0,45-0,69 (Brown, 1995).

Tabel 14. Fraksi Karbon Organik dari Jenis Shorea farvifolia (MP), Dipterocarpus kerrii (KG) dan Cotylelobium burckii (RK) di Hutan Alam Gambut

TAGBMP(kg)

Kdr C Org(%)

TAGBKG(Kg)

Kdr C Org (%)

TAGBRK(Kg)

Kdr C Org(%) CMP(Kg) CKG(Kg) CRK(Kg)

21,75 54,72 97,26 54,05 290,99 50,18 11,9016 52,56903 146,0188

269,36 54,52 326,83 51,64 377,31 51,2 146,8551 168,775 193,1827

32,08 55,45 231,96 54,48 176,99 51,2 17,78836 126,3718 90,61888

133,56 55,44 59,37 52,06 458,1 52,26 74,04566 30,90802 239,4031

101,08 54,84 87,6 52,98 51,12 53,92 55,43227 46,41048 27,5639

85,4 54,88 115,69 53,08 25,53 53,61 46,86752 61,40825 13,68663

116,69 52,95 23,92 54,59 460,42 53,31 61,78736 13,05793 245,4499

50,66 55,48 130,54 53,38 71,21 50,58 28,10617 69,68225 36,01802

15,05 53 174,15 51,48 35,58 52,73 7,9765 89,65242 18,76133

621,54 53,22 24,21 52,45 130,86 53,36 330,7836 12,69815 69,8269

144,717 54,45 127,153 53,019 207,811 52,235 78,79841 67,41525 108,5501

144,717 54,45 127,153 0,41697 207,811 0,251358 78,21296 67,17715 108,0982

Faktor Konversi

MP=0,54 KG=0,53 RK=0,52

Keterangan: TAGBMP = Biomassa kering S. Farvifolia, TAGBKG = Biomassa kering D. Kerrii, TAGBRK = Biomassa kering C. Burckii, CMP = Karbon S.farvifolia, CKG= Karbon D.kerrii, CRK = Karbon C burckii.

2. Tanah gambut

Kandungan karbon bahan organik gambut bervariasi dari berbagai kedalaman. Kisaran nilai yang diperoleh dari lapangan antara maksimum dan minimum adalah antara nilai 38,61% dengan 57,95%. Nilai tertinggi diperoleh dari Blok 3 kedalaman 75 cm yaitu sebesar 57,95%. Pada blok 1, nilai tertinggi kadar karbon gambut mencapai 57,87% dan terendah 38,61%. Dari blok 2 diperoleh kandungan karbon tertinggi 57,79% sedangkan nilai terendah 22,09% (Akbar, et al. 2013).

26 • Teknik Perhitungan Karbon untuk Perbaikan Faktor Emisi dan Serapan GRK Kehutanan

Page 45: Pengembangan Perhitungan Emisi Gas Rumah Kaca Kehutanan ...

Blok 3 menunjukkan nilai kadar karbon tertinggi 57,95% dan kadar terendah 49,06%, sedangkan dari Blok 4 diperoleh nilai kadar karbon tertinggi 57,51% dan terendah 47,18%. Hasil rata-rata dari keempat blok diperoleh suatu kecenderungan nilai-nilai kandungan karbon pada berbagai kedalaman menuju kearah bentuk yang sama. Hasil uji analisis model persamaan yang menjadi model persamaan dasar dari model pengembangan selanjutnya menunjukkan bahwa bentuk persamaan regresi adalah kubik dan kuadratik (Tabel 15). Penentuan model persamaan dengan mempertimbangkan nilai-nilai koefisien korelasi dan determinasi, nilai signifikansi F dan t. Sebagai ilustrasi nilai observasi dihubungkan dengan prediksi kecenderungan regresi tersaji dalam Gambar 6. Ilustrasi gambar regresi bentuk persamaan kubik ternyata lebih mendekati kearah kecenderungan data observasi (Tabel 15).

Tabel 15. Perbandingan Kemiripan Model Regresi dari Faktor Kedalaman Tanah Gambut dengan Kadar Karbon

Model Persamaan Korelasi (r) R2 Sign.F Sign.t

Linear Y=59,931-0,028X 0,504 0,254 0,094 0,0940,000

Logaritmik Y=67,212-2,438lnX 0,362 0,131 0,247 0,2470,000

Kuadratik Y=52,369+0,101X-0,001X2 0,739 0,546 0,029 0,1010,0400,000

Kubik Y=62,735-0,219X+0,002X2+-4,9 x 10-6X3

0,883 0,780 0,005 0,0980,0430,0190,000

Hasil penelitian oleh Akbar dan Priyanto (2011) untuk memperoleh model hubungan dan kecenderungan antara berat jenis dengan kedalaman gambut pada dua tingkat kematangan gambut (Fibrik dan Hemik) menunjukkan bahwa kedalaman tanah gambut memiliki hubungan fungsi yang erat dengan nilai kerapatan jenis gambut. Tinggi rendahnya kerapatan jenis dapat diakibatkan oleh proses pembentukan gambut, proses dekomposisi, kadar air, dan ukuran partikel dalam material gambut. Kecenderungan hubungan yang diperoleh antara tingkat kedalaman tanah gambut dengan berat jenis gambut lebih membentuk model persamaan regresi kuadratik daripada bentuk logaritmik dan kubik.

Sintesis Penelitian Integratif Pengembangan Perhitungan Emisi Gas Rumah Kaca Kehutanan (Inventory) • 27

Page 46: Pengembangan Perhitungan Emisi Gas Rumah Kaca Kehutanan ...

Kedalaman300250200150100500

60.00

55.00

50.00

45.00

40.00

35.00

Kadar_C

CubicQuadraticLogarithmicLinearObserved

Gambar 6. Model-model Persamaan Regresi Hubungan Kedalaman Gambut dengan Kadar Karbon Gambut

Variasi nilai kadar air pada berbagai kedalaman gambut menujukkan adanya variasi ukuran partikel dan porositas tanah gambut pada setiap tingkat kedalaman. Dalam penelitian ini telah dibuktikan adanya hubungan kedalaman gambut dengan kadar airnya yang cenderung berbentuk persamaan fungsi kuadratik. Kadar karbon organik dalam gambut khususnya pibrik dan hemik memiliki korelasi dengan tingkat kedalaman sehingga membentuk hubungan fungsi kubik dan kuadratik.

4.1.2 Lahan Mineral

4.1.2.1 Hutan Lahan Kering SumateraModel pendugaan biomassa pohon E. pellita sebagai jenis hutan tanaman industri

penghasil kayu pulp di lahan mineral (jenis tanah ultisol) dengan umur tanaman 1-5 tahun, adalah sebagai berikut :1. Model biomasa batang : LnB= -2.9437 + 2.8625LnD2. Model biomasa akar : LnB= -3.7804 + 2.5739LnD3. Model biomasa ranting : LnB= -2.9047 + 1.9647LnD

28 • Teknik Perhitungan Karbon untuk Perbaikan Faktor Emisi dan Serapan GRK Kehutanan

Page 47: Pengembangan Perhitungan Emisi Gas Rumah Kaca Kehutanan ...

4. Model biomasa daun : = 3.9025 – 0.7350D + 0.0494D2

Akasia krasikarpa:

4.1.2.2 Hutan Lahan Kering KalimantanPersamaan allometrik telah disusun untuk menduga biomassa di atas tanah untuk

jenis Dipterokarpa di PT. Intracawood Manufacturing, Kab. Bulungan, Kalimantan Timur. Persamaan allometrik dibangun berdasarkan pengukuran-pengukuran contoh secara destruktif melalui pengumpulan komponen biofisik, seperti diameter setinggi dada (D), tinggi pohon total (H) dan berat jenis kayu (WD).

Persamaan allometrik Y = a Xb yang digunakan untuk menghitung total biomassa pohon bagian atas (kg), total biomassa pada bagian dahan atau cabang pohon (kg/cabang pohon) serta total biomassa pada bagian kulit pohon (kg) untuk jenis Dipterokarpa di areal IUPHHK-HA PT. Intracawood Manufacturing.

Tabel 16. Analisa regresi biomasa dypterocarpaceae di Kalimantan

No. Y X a b R2

1 Total biomassa pohon bagian atas (kg)

Diameter batang pohon (cm)

0.161797 2.59936 0.9899

2 Total biomassa pada bagian cabang pohon (kg)

Diameter cabang pohon (cm)

0.018721 1.503819 0.9337

3 Total biomassa pada bagian kulit pohon (kg)

Tebal kulit pohon (cm) 1.06887 1.87048 0.7987

Penelitian lain di hutan alam tanah mineral areal PT. Inhutani I Wilayah Tarakan UMH Kunyit, Kab. Nunukan, Kalimantan Timur dan di areal PT. Inhutani I Wilayah Tarakan UMH Pimping, Kab. Bulungan, Kalimantan Timur menghasilkan persamaan allometrik jenis Shorea macrophylla, yaitu : 1. Total biomassa pohon bagian atas (kg/pohon) dengan menggunakan diameter batang

pohon (cm), B = 0,185 D2,035 dengan R2(adj) 98,60%, dan 2. Total biomassa pada bagian dahan atau cabang pohon (kg/cabang pohon) dengan

menggunakan diameter cabang pohon (cm) adalah B = 0,41 D0,349 dengan R2(adj) 92,20%.

Sedangkan hasil penelitian di areal PT Hutan Sanggam Labanan Lestari (PT HLL), Kab. Berau, Kalimantan Timur, didapatkan model persamaan alometrik biomassa total di atas permukaan tanah yang terbaik merupakan model persamaan B = aDbTtotc, dengan dua

Sintesis Penelitian Integratif Pengembangan Perhitungan Emisi Gas Rumah Kaca Kehutanan (Inventory) • 29

Page 48: Pengembangan Perhitungan Emisi Gas Rumah Kaca Kehutanan ...

peubah bebas diameter setinggi dada (cm) dan tinggi bebas cabang (m) adalah B tot = 0,2729 D3,53 Tbc-0,332, dengan nilai R2(adj) 96,10%.

Model persamaan alometrik lebih akurat dengan menggunakan dua peubah yaitu diameter setinggi dada dan tinggi pohon, namun kenyataan di lapangan, jika data tinggi tidak diperoleh maka pendugaan biomassa di atas permukaan tanah sebaiknya cukup menggunakan variabel bebas diameter pohon saja. Pengukuran diameter di lapangan dapat dilakukan lebih akurat dibandingkan dengan mengukur tinggi pohon (Noor’an et al., 2012).

4.1.2.3 Hutan Lahan Kering Sulawesi Pendugaan biomasa menggunakan citra satelit di Taman Nasional Bogani Nani

Wartabone, Sulawesi Utara oleh Wahyuni, et al. (2012). Model dibuat untuk mengetahui apakah citra ALOS PALSAR dapat menggambarkan korelasi antara nilai- nilai hamburan balik (backscatter) dengan nilai biomasa di lapangan. Nilai biomasa merupakan jumlah total dari komponen-komponen biomasa yang diukur yaitu pohon, tumbuhan bawah, serasah dan nekromasa. Berdasarkan analisis beberapa model penduga biomasa, diperoleh hasil sebagaimana terangkum dalam Tabel 17 berikut.

Tabel 17. Persamaan regresi untuk menduga biomasa

Model Parameter R2adj RMSE

Linier Y=a+b*HH a = 9501,80 b = 987,38 - 0,875 2,02

Y=a+b*HV a = 16211,03 b = 1135,69 - 0,867 1,85

Eksponensial Y=a*e(b*HH) a = 10,33 b = -0,06 - 0,836 3,60

Y=a*e(b*HV) a = 13,16 b = -0,04 - 0,805 4,63

Polinomial Y=a*HH2+b*HH+c a =684,61 b = -20,73 c =8454,43 0,876 -

Y=a*HV2+b*HV+c a = 861,16 b = -11,19 c = 14550,63 0,867 -Keterangan: Y=biomasa (ton/ha); a,b,c=nilai estimasi parameter

Berdasarkan Tabel 17 di atas, model linier yaitu Y=a+b*HH dan Y=a+b*HV menghasilkan nilai RMSE terkecil yaitu sebesar 2,02 dan 1,85. Dan model dengan polarisasi HV memiliki RMSE lebih kecil daripada model dengan polarisasi HV. Sehingga bila dibandingkan dengan model eksponensial dan model polinomial, maka model linier inilah yang terpilih digunakan untuk interpolasi nilai biomasa dan memetakan biomasa pada SPTN II Doloduo dan SPTN III Maelang.

30 • Teknik Perhitungan Karbon untuk Perbaikan Faktor Emisi dan Serapan GRK Kehutanan

Page 49: Pengembangan Perhitungan Emisi Gas Rumah Kaca Kehutanan ...

4.1.2.4 Hutan Lahan Kering PapuaPersamaan allometrik dibangun berdasarkan genera jenis kayu komersial, yakni

Palaquium dan Vatica. Masing-masing genera dibangun persamaan allometrik spesifik serta persamaan gabungan dari kedua genera tersebut yang menggambarkan persamaan allometrik untuk genera jenis komersial.

Data yang dikumpulkan berupa diameter (DBH), tinggi kayu komersial (CBH), dan berat jenis (WD) melalui pendekatan destruktif pada daerah hutan tropis di Papua Barat. Model persamaan dasar yang dipilih adalah (Basuki et al., 2009): ln(TAGB) = c + αln(DBH), ln(TAGB) = c + αln(DBH) + βln(CBH), dan ln(TAGB) = c + αln(DBH) + βln(WD), dengan hasil disajikan pada Tabel 18.

Sintesis Penelitian Integratif Pengembangan Perhitungan Emisi Gas Rumah Kaca Kehutanan (Inventory) • 31

Page 50: Pengembangan Perhitungan Emisi Gas Rumah Kaca Kehutanan ...

Tabe

l 18.

Has

il Pen

yusu

nan

Persa

maa

n Pe

ndug

a Bio

mas

sa A

tas T

anah

Spec

ies

Grou

ping

(Gen

era)

NPe

rsam

aan A

llom

etrik

Koefi

sien

Stan

dard

Er

rort

of th

e Co

efficie

n

[T-st

atis-

tics]

R2R2

adju

sted

F-st

atist

ics

Aver

age

Dev

iatio

n (%

)Sim

bol

Nilai

Intsi

a;

Mau

lana

da

n As

mor

o (2

010)

13

Log T

AGB =

c +

α Lo

g DBH

C -0

.762

0.109

7 6.9

5 98

.60%

98.50

% 79

7.51

1.70 

α 2.

510.0

889

28.24

 

Log T

AGB =

c +

α Lo

g WD

C 3.

860.1

032 

37.41

 96

.40%

96.00

% 29

1.52

 3.90

α 6.

920.4

051 

17.07

 

TAGB

= c +

α DB

H +

α DBH

2c

128.3

167.1

 0.7

7 94

.90%

93.90

% 93

.03 27

.65α

-24.70

18.84

 1.3

1 α

1.678

0.418

8 4.0

TAGB

= c +

α W

D +

α WD2

c30

9074

1.8 

4.17 

97.60

%97

.10%

204.6

0 46

.06α

-1271

824

63 

5.16 

α13

244

1948

 6.8

Pom

etia;

15

Log T

AGB =

c +

α Lo

g DBH

c-0.

8406

0.102

8.21

98.80

%98

.70%

1090

.51.5

2.572

0.078

33.02

 

Log T

AGB =

c +

α Lo

g WD

c4.2

670.0

6664

.43 

98.50

%98

.40%

839.6

41.9

7.214

0.249

28.98

 

TAGB

= c +

α DB

H +

α DBH

2c

232.5

123.5

 1.8

8 97

.80%

97.40

%26

7.56

40.72

α-40

.4612

.44 

3.25 

α2.1

310.2

69 

7.90 

T AGB

= c +

α W

D +

α WD2

c46

3277

1.7 

6.00 

97.40

%97

.00%

223.7

743

.92α

-2062

028

40 

7.26 

α22

886

2526

 9.0

Palaq

uium

13

Log T

AGB =

c +

α Lo

g DBH

c-1.

520.1

899

8.01

97.30

%97

.10%

396.8

54.7

2.96

0.148

219

.92

Log T

AGB =

c +

α Lo

g WD

c6.2

170.2

365

26.28

96.50

%96

.20%

302.4

67.9

11.59

0.666

617

.39

TAGB

= c +

α DB

H +

α DBH

2c

111.3

085

.081.3

198

.30%

97.90

%28

4.40

33.92

α24

.138.6

772.7

1.489

0.188

77.8

9

T AGB

= c +

α W

D +

α WD2

c66

1885

5.67.7

397

.40%

97.00

%28

4.23

37.17

α35

000

3863

9.06

α46

043

4288

10.74

32 • Teknik Perhitungan Karbon untuk Perbaikan Faktor Emisi dan Serapan GRK Kehutanan

Page 51: Pengembangan Perhitungan Emisi Gas Rumah Kaca Kehutanan ...

Spec

ies

Grou

ping

(Gen

era)

NPe

rsam

aan A

llom

etrik

Koefi

sien

Stan

dard

Er

rort

of th

e Co

efficie

n

[T-st

atis-

tics]

R2R2

adju

sted

F-st

atist

ics

Aver

age

Dev

iatio

n (%

)Sim

bol

Nilai

Vatic

a8

Log T

AGB =

c +

α Lo

g DBH

c-0.

0975

0.114

30.8

599

.00%

98.80

%56

9.13

0.69

α2.0

860.0

8742

23.86

Log T

AGB =

c +

α Lo

g WD

c6.3

680.3

444

18.49

95.40

%94

.60%

124.3

10.8

17.67

1.585

11.15

TAGB

= c +

α DB

H +

α DBH

2

c13

0.90

161.1

0.81

98.20

%97

.40%

133.0

87.6

21.50

16.3

1.32

α1.6

580.3

507

4.73

TAGB

= c +

α W

D +

α WD2

c51

612

1297

23.9

896

.40%

94.90

%66

.0728

.20α

1825

6543

019

4.24

α16

1565

3550

44.5

5

Com

merc

ial

Spec

ies49

Log T

AGB =

c +

α Lo

g DBH

c -0

.881

 0.11

018.0

0 95

.10%

94.90

%90

3.08 

8.23 

α 2.

580

0.085

84 

 30.05

Log T

AGB =

c +

α Lo

g WD

c 4.

065

 0.15

5 26

.2374

.70%

74.20

%13

8.76 

 38.33

α 6.

455

 0.54

8 11

.78

Log T

AGB=

c +

α Lo

g DBH

+ α

Log W

D c

 0.20

50.2

047 

 0.95

97.00

%96

.90%

750.6

7  3.

50α

 2.08

 2.08

40 18

.59α

 1.75

 1.74

91 5.

53

TAGB

= c +

α DB

H +

α DBH

2

c 15

2.49

 80.71

 1.89

95.20

%95

.00%

454.8

6  51

.79α

 -28.7

64 8.

426

 3.41

α 1.

7689

 0.18

43 9.

60

TAGB

= c +

α W

D +

α WD2

c -7

 1006

0.01 

64.30

%62

.80%

 41.47

 38.97

α -1

928

 3578

 0.54

α 50

7030

83 

 1.64

Sintesis Penelitian Integratif Pengembangan Perhitungan Emisi Gas Rumah Kaca Kehutanan (Inventory) • 33

Page 52: Pengembangan Perhitungan Emisi Gas Rumah Kaca Kehutanan ...

Berdasarkan hasil pengolahan data, persamaan Log(TAGB) = c + αLog(DBH) merupakan model yang paling sesuai dalam pendugaan total biomassa atas tanah pada tingkat genera. Namun, khusus untuk pendugaan pada tingkat kelompok jenis komersial, model persamaan yang paling sesuai adalah Log(TAGB) = c + αLog(DBH) + βLog(WD). Penambahan variabel WD (wood density; gr/cm3) untuk pendugaan biomassa pada tingkat kelompok jenis komersial sangat penting dalam rangka meminimalisir disproporsionalitas hasil pendugaan.

Informasi berikut adalah persamaan untuk menduga biomas diatas tanah jenis komersial di hutan tropis Papua. Persamaan ini lebih tepat digunakan untuk menduga biomas diatas tanah jenis komersial di hutan tropis Papua dari pada persamaan yang telah disusun oleh Basuki et al. (2009), Brown (1997), dan Ketterings et al. (2001).

Tabel 19. Perbandingan Persamaan Terpilih Dengan Berbagai Persamaan Allometrik yang Telah Dipublikasikan Sebelumnya.

No. Persamaan Selang Diameter R2 adj

1 Log(TAGB) = 0.205 + 2.08Log(DBH) + 1.75Log(WD) {persamaan terpilih hasil penelitian}

5-40 cm 96.90%

2 Ln(TAGB) = -2.266 + 2.030 Ln(DBH) + 0.542 Ln(WD) {Basuki et al. (2009)} 6-200 cm 98.50%

3 TAGB = 0.139 DBH2.32 {Brown (1997)} 5-40 cm 89.00%

4 TAGB = 0.066 DBH2.59 {Ketterings et al. (2001)} 8-48 cm 95.40%Keterangan: TAGB = Total Above Ground Biomass (Kg/Pohon); DBH=Diameter at Breast Height (cm); WD=Wood Density (gr/cm3).

Berbagai persamaan allometrik telah dibangun untuk pengukuran biomassa pada hutan hujan tropis (Arau´jo et al., 1999; Brown, 1997; Chambers et al., 2001; Chave et al., 2001, 2005; Keller et al., 2001; Nelson et al., 1999). Namun, belum ada persamaan allometrik yang dibangun khusus untuk pendugaan biomassa atas tanah pada genera jenis komersial hutan tropis Papua.

Berdasarkan hasil pengolahan data, persamaan Log(TAGB) = c + αLog(DBH) merupakan model yang paling sesuai dalam pendugaan total biomassa atas tanah pada tingkat genera. Kesesuaian tersebut terbukti dari besarnya nilai R-sq (adj) yang mencapai 99.50% dengan maksimum simpangan rata-rata hanya sebesar 1.27%. sedangkan dari nilai F-hitung yang didapat terlihat bahwa hasil yang didapat baik untuk genus Duabanga dan Anthocepalus melebihi nilai F tabel pada selang kepercayaan 99% sebesar 124.77, yang berarti sisi penduga/predictor berpengaruh sangat nyata terhadap sisi response/hasil dugaan. Selain itu Kemudahan dalam pengukuran variabel independen DBH juga menjadi

34 • Teknik Perhitungan Karbon untuk Perbaikan Faktor Emisi dan Serapan GRK Kehutanan

Page 53: Pengembangan Perhitungan Emisi Gas Rumah Kaca Kehutanan ...

dasar pertimbangan penentuan persamaan pertama sebagai persamaan yang paling sesuai untuk menduga total biomasa atas tanah pada genera Duabanga dan Anthocephalus.

Berdasarkan hasil penerapan persamaan hasil penelitian dengan persamaan-persamaan yang telah dipublikasikan sebelumnya terhadap data aktual, dapat disarankan bahwa penerapan persamaan yang spesifik terhadap situs dan genera harus diutamakan pada kegiatan pendugaan densitas karbon pada tegakan hutan alam.

4.1.2.5 Ekosistem Hutan SavanaNusa Tenggara Timur memiliki kekhasan ekosistem yang berupa savana. Oleh karena

itu penelitian inventory GRK Kehutanan di Nusa Tenggara diarahkan pada penyusunan allometrik jenis-jenis yang ada di savana tersebut yang kemudian digunakan untuk melakukan inventarisasi potensi simpanan karbon savana. Ekosistem savanna di Indonesia dijumpai di daerah Maluku dan Nusa Tenggara. Menurut Monk, et al (1997) paling sedikit ada 8 (delapan) tipe savana di kedua provinsi tersebut yang didasarkan pada spesies pohon yang dominan yang ada pada savana, yakni :1. Albizia chinensis savana, merupakan tipe savana di Nusa Tenggara Barat yang umumnya

tahan terhadap api.2. Palm Savanna, yang didominasi oleh lontar (Borrasus flabelife)r atau gewang (Corypha

utan), merupakan tipe savana yang dominan di Pulau Komodo, Rote, Sawu dan sebagian besar di Timor.

3. Eucalyptus alba savana terdapat di Flores Tengah ke timur sampai di Wetar. Juga merupakan tipe savana yang dominan di Timor, terjadi bersama dengan asosiasi semak dan pohon

4. Melaleuca cajuputi savanna, lebih sering terlihat mulai dari Flores Tengah memanjang ke timur sampai Maluku

5. Acacia leucophloea savanna merupakan karakteristik pohon di savana NTT6. Casuarina junghuhniana savanna, merupakan karakter savanna yang khas di Sumba

dan Timor7. Ziziphus mauritiana savanna, terlihat diseluruh wilayah NTT yang tumbuh secara

sporadis8. Tamarind savanna, ditemukan di sepanjang NTT.

Adapun tipe-tipe savana yang telah dilakukan penelitian adalah savana huek (Eucalyptus alba) (2011), savana gewang (Corypha utan) dan savana lontar (Borassus flabellifer) (2012), savana kasuari (Casuarina junghuhniana) (2013) dan terakhir savana Acacia leucophloea (2014)

Persamaan allometrik huek (Eucalyptus alba) untuk menduga biomasa telah berhasil disusun yaitu : 1. biomassa batang adalah Y = 7,725 e 0,119dbh.,

Sintesis Penelitian Integratif Pengembangan Perhitungan Emisi Gas Rumah Kaca Kehutanan (Inventory) • 35

Page 54: Pengembangan Perhitungan Emisi Gas Rumah Kaca Kehutanan ...

2. biomassa daun adalah y = 0,010 dbh 1,764, 3. biomassa cabang adalah y = 0,005 dbh 2.683, 4. biomassa ranting adalah y = 0.015 dbh 2.351. Sedangkan persamaan allometrik untuk pendugaan simpanan karbon pohon huek (E. alba) adalah sebagai berikut : 1. Daun y = 42.44 dbh 1.581; 2. batang y = 18.58 dbh 2.641; 3. cabang y = 8.054 dbh 2.390; dan 4. ranting y = 16.29 dbh 2.175.Persamaan allometrik untuk pendugaan biomassa vegetasi jenis gewang (Corypha utan) adalah sebagai berikut :1. Batang Y = 19703 X 1,735, 2. Daun Y = 8448 X0,680 dan 3. Pelepah Y = 16855 X 0,491

(X = tinggi (m), Y = biomasa (gr))Model persamaan allometrik untuk pendugaan biomassa jenis tanaman lontar (Borassus flabelifer ) adalah :1. Batang y = 4236 x 2,026, (x=tinggi total)2. Daun y = 7,353 x 1,597 (x= keliling pangkal batang)3. Pelepah y = 8643e 0,007x (x= keliling pangkal batang)Model persamaan allometrik untuk pendugaan karbon secara langsung pada jenis tanaman gewang (Corypha utan) :1. Daun y = 10704 dbh 0,721, 2. Pelepah y = 15069 dbh 0,946 3. Batang y = 27110 dbh 1,823.

(X = tinggi (m), Y = biomasa (gr))Model persamaan allometrik untuk pendugaan karbon secara langsung pada jenis tanaman lontar (Borassus flabellifer) 1. Daun y = 5,493 x 2,275, (x = keliling pangkal batang) 2. Pelepah y = 36079 x -0,871 (x = tinggi)3. Batang y = 6133 dbh 2,084.(x = tinggi)

36 • Teknik Perhitungan Karbon untuk Perbaikan Faktor Emisi dan Serapan GRK Kehutanan

Page 55: Pengembangan Perhitungan Emisi Gas Rumah Kaca Kehutanan ...

Gambar 7. Ekosistem Savana

4.2 Kandungan biomasa dan karbon untuk pengayaan faktor emisi lokal

4.2.1 Bioregion Sumatera

Pengukuran kandungan biomasa dan karbon pada beberapa type hutan di Sumatera dilakukan antara lain pada hutan lahan kering, hutan rawa gambut dan hutan tanaman. Beberapa diantara hasil inventarisasi kandungan karbon di Sumatera disajikan pada Tabel 20.

Tabel 20. Kandungan karbon pada beberapa type hutan di Sumatera

No. Jenis/type hutan Kandungan C (ton/ha) Keterangan Sumber

1 Hutan rawa gambut primer

126,01 Pelalawan, Riau Rochmayanto, et al.(2010)

2 Hutan rawa gambut sekunder

83,49 Pelalawan, Riau Rochmayanto, et al.(2010)

3 HTI Acacia crassicarpa 4,59 – 39,51 Umur 1-5 tahun, di Pelalawan, Riau

Rochmayanto, et al.(2010)

Sintesis Penelitian Integratif Pengembangan Perhitungan Emisi Gas Rumah Kaca Kehutanan (Inventory) • 37

Page 56: Pengembangan Perhitungan Emisi Gas Rumah Kaca Kehutanan ...

No. Jenis/type hutan Kandungan C (ton/ha) Keterangan Sumber

4 HTI Acacia crassicarpa 29,92 – 48,35 Umur 2 dan 3 tahun, PT SBA, Sumatera Selatan

Rahmat, et al. (2007)

5 HTI Acacia crassicarpa 64,14 HTI PT. Sebangun Bumi Andalas Woodbased Industries. Metode konversi biomassa: rata-rata potensi serapan karbon menurut kelas umur (1-8 th) dari bagian akar, batang, cabang dan daun

Andriono, 2009

6 Areal HT 8 thn pasca kebakaran

21,42 Sumatera Selatan Prakosa et al. (2011)

7 Aral HA 1 thn pasca kebakaran

1,296 Sumatera Selatan , diantaranya merupakan komponen pohon mati sebesar 0,452 ton/ha

Prakosa et al. (2011)

Informasi kandungan C pada areal bekas kebakaran belum banyak dijumpai. Pada kajian Prakosa, et al. (2011) pada hutan tanaman di lahan gambut, diketahui bahwa kebakaran hutan tidak mengakibatkan semua cadangan karbon habis terbakar, kecuali kebakaran dengan kategori berat. Sisa cadangan biomassa karbon pada lahan yang terbakar ringan sebesar 65,14 m3/ha, terbakar sedang 28,0 m3/ha dan terbakar berat hanya dijumpai tumbuhan bawah sebesar 24,7 ton/ha.

Pada hutan alam gambut bekas terbakar, setelah 8 tahun tingkat pertumbuhan pohonnya baru pada tingkat pancang dan tidak terdapat pohon mati dan kayu mati. Diperoleh 6 jenis pohon tingkat pancang yang dominan di lahan gambut bekas terbakar, yaitu sepungol, prepat, gelam, beriang, gerunggang dan samak. Telah diperoleh 6 persamaan allometrik untuk menentukan besarnya kandungan biomassa tingkat pancang untuk 6 jenis pohon pada hutan alam gambut bekas terbakar.

Cadangan karbon rata-rata pada lahan gambut bekas terbakar yang sudah tidak terbakar kurang lebih selama 8 tahun adalah sebesar 21,42 ton/ha. Cadangan karbon pada hutan alam gambut yang terbakar setahun yang lalu hanya 1,296 ton/ha, dan yang terbesar berada pada pohon mati (0,452 ton/ha).

Kandungan karbon pada serasah hutan alam gambut setelah kurang lebih 8 tahun tidak terbakar berkisar antara 1,250-3,975 ton/ha, sedangkan kandungan karbon pada tumbuhan bawah antara 0,435-1,310 ton/ha. Kandungan karbon pada pohon tingkat pancang antara 1,33-57,65 ton/ha. Setelah dirata-rata ternyata kandungan karbon total di atas permukaan tanah pada lahan gambut yang telah terbakar 8 tahun yang lalu adalah 21,42 ton/ha. Pertumbuhan pohon baru pada tingkat pancang (diameter 2 - < 10 cm),

38 • Teknik Perhitungan Karbon untuk Perbaikan Faktor Emisi dan Serapan GRK Kehutanan

Page 57: Pengembangan Perhitungan Emisi Gas Rumah Kaca Kehutanan ...

karena untuk tingkat tiang dan pohon belum ada. Selain itu pohon mati dan kayu mati juga tidak ada pada plot yang diukur.

Kebakaran hutan pada hutan tanaman Acacia crassicarpa tidak ada serasah yang tersisa, namun pada hutan alam gambut sekunder masih terdapat serasah, baik yang terbakar 1 tahun dan 8 tahun yang lalu. Demikian juga antara hutan alam gambut sekunder yang terbakar 8 tahun dan 1 tahun yang lalu juga kondisinya sangat berbeda. Lokasi yang terbakar 8 tahun yang lalu sudah mulai tumbuh pohon tingkat pancang dan tiang. Selain itu tumbuhan bawahnya juga cukup rapat, karena masih agak terbuka, sehingga sinar matahari masih dapat menembus lantai hutan. Sedangkan kondisi hutan alam gambut sekunder yang baru 1 tahun terbakar, masih belum tumbuh jenis-jenis pohon, tiang, pancang dan semai yang dominan. Namun demikian masih terdapat serasah, nekromassa dan tumbuhan bawah.

Melihat kondisi dari 3 lokasi plot yang berbeda, maka dapat di duga bahwa kebakaran pada lahan gambut di hutan tanaman yang didrainase, dampaknya lebih berat dibandingkan di hutan alam. Hal ini dapat dilihat dari sisa biomassa yang masih ada setelah terjadinya kebakaran. Kebakaran gambut yang didrainase lebih tebal (dalam) dibandingkan dengan yang masih alami (hutan alam). Dengan demikian pengendalian kebakaran di lahan gambut yang dikelola dengan HTI harus lebih ketat, dibandingkan dengan yang di hutan alam, karena tinggi muka airnya lebih dalam.Hal ini yang mengakibatkan gambut yang terbakar lebih besar dibandingkan dengan di hutan alam.

Selain data cadangan karbon di atas, berikut ini adalah beberapa hasil pengukuran pada PSP di Simancung, Sumatera Barat yang dihitung menurut 4 macam persamaan allometrik (Tabel 21). Hutan Nagari Simancung merupakan hutan lahan kering primer dan sekunder di ekoregion Sumatera.

Tabel 21. Kandungan Karbon Berdasarkan Carbon Pool pada PSP di HN. Simancuang

No Carbon PoolsTotal Karbon (ton/Ha)

A B C D

1 Above Ground Carbon (AGC) 90,79 114,79 65,88 49,77

2 Below Ground Carbon (BGC) 24,97 31,57 18,12 13,69

3 Nekromasa 0,057 0,057 0,057 0,057

4 Serasah 5,54 5,54 5,54 5,54Sumber: BPK Aek Nauli. (2012)

Keterangan:

A : Perhitungan berdasarkan Persamaan Chave et al. (2005)B : Perhitungan berdasarkan Persamaan Kettering et al. (2001)C : Perhitungan berdasarkan Persamaan Dharmawan & Siregar (2009)D : Perhitungan berdasarkan Persamaan Thojib et al. (2002) dalam Krisnawati et al. (2012)

Sintesis Penelitian Integratif Pengembangan Perhitungan Emisi Gas Rumah Kaca Kehutanan (Inventory) • 39

Page 58: Pengembangan Perhitungan Emisi Gas Rumah Kaca Kehutanan ...

4.2.2 Bioregion Jawa

Informasi kandungan biomasa dan karbon hutan di Bioregion jawa berasal dari hutan alam tanah mineral pada kawasan konservasi TN Gunung Halimun Salak (TNGHS) menggunakan persamaan alometrik Chave et. al (2005). TNGHS memiliki potensi simpanan karbon yang cukup besar sebagai berikut (Arifanti, 2012): 1. Atas permukaan (above ground) sebesar 139.326 ton C/ha, 2. Bawah permukaan (below ground) sebesar 39.011 tonC/ha, 3. Serasah (litter) sebesar 2.681 tonC/ha, 4. Nekromas (necromass) sebesar 5,77 tonC/ha, dan 5. Tanah (soil) sebesar 134,41 tonC/ha. Beberapa hasil penelitian cadangan karbon pada berbagai tipe hutan di Jawa disajikan pada Tabel 22.

Tabel 22. Cadangan karbon pada berbagai tipe hutan untuk Bioregion Jawa

Tipe hutan

Nilai min.

(ton C/ha)

Nilai maks. (ton C/

ha)

Rerata (ton C/

ha)N Sd Keterangan

Hutan lahan kering primer 78.84 323.171 144.28 6 91.78 Diolah dari berbagai sumberHutan lahan kering sekunder

23.06 172 76.28 11 48.73 Diolah dari berbagai sumber

Hutan gambut primer - - - - - Tidak terdapat hutan gambutHutan gambut sekunder - - - - - Tidak terdapat hutan gambutHutan mangrove primer 393.62 393.62 393.62 - - Hapsari (2011)Hutan mangrove sekunder 179.38 179.38 179.38 - - Heriyanto & Subiyandono

(2012)Hutan tanaman 37.58 45.39 41.68 4 3.20 Diolah dari berbagai sumber

4.2.3 Bioregion Kalimantan

Kandungan karbon di Kalimantan diantaranya berasal dari HL Sungai Wain, yang terletak di kelurahan Karang Joang, Kecamatan Balikpapan Utara dan Kelurahan Karingau, Kecamatan Balikpapan Barat, Wilayah Kota Balikpapan, Propinsi Kalimantan Timur. Secara geografis kawasan HL Sungai Wain terletak antara 01°02’ - 01°10’ Lintang Selatan dan 116°47’ - 116°55’ Bujur Timur.

Cadangan biomassa pada tiga tipe hutan di Sungai Wain didominasi oleh tegakan non dipterokarpa dengan rata-rata kehadiran tegakan berdiameter ≥ 10 cm berkisar 540,74 pohon/ha yang didominasi oleh jenis Syzygium sp, Madhuca sp, Artocarpus sp

40 • Teknik Perhitungan Karbon untuk Perbaikan Faktor Emisi dan Serapan GRK Kehutanan

Page 59: Pengembangan Perhitungan Emisi Gas Rumah Kaca Kehutanan ...

dan Pternandra sp dengan potensi biomassa rata-rata berkisar 22,46 ton/ha. Pada tegakan dipterokarpa yang didominasi oleh jenis Shorea spp, Dipterocarpus spp dan Vatica sp dengan rata-rata kehadiran tegakan berdiameter ≥ 10 cm berkisar 83,95 pohon/ha dan potensi biomassa rata-rata berkisar 4,13 ton/ha (Gambar 8).

Gambar 8. Cadangan biomassa tegakan dipterokarpa dan non dipterokarpa (ton/ha) berdasarkan tipe potensi hutan di Hutan Lindung Sungai Wain (Hardjana, et al., 2010).

Hutan lindung Sungai Wain dibagi menjadi tiga tipe hutan dengan luasan sama dengan pembagian tipe hutan pada analisis potensi tegakan sebelumnya. Secara berurutan biomassa tegakan berdasarkan tipe hutan adalah: (1) tipe hutan berpotensi tinggi seluas 2.445,8 ha dengan biomassa sebesar 77.230,87 ton (warna hijau tua dalam peta); (2) tipe hutan berpotensi sedang seluas 911,63 ha dengan biomassa sebesar 25.020,45 ton (warna hijau muda dalam peta); dan (3) tipe hutan berpotensi rendah seluas 2.490,8 ha dengan biomassa sebesar 5.653,83 ton (warna kuning dalam peta) tersaji pada Gambar 9.

Estimasi cadangan karbon tegakan total yang tersimpan di hutan lindung Sungai Wain melalui interpretasi citra digital dan pengukuran langsung di lapangan tersaji pada Tabel 23. Cadangan karbon tersimpan dalam tegakan dipterokarpa di HL Sungai Wain berkisar antara 0,94–3,91 ton C/ha, sedangkan tegakan non dipterokarpanya memiliki cadangan karbon berkisar antara 10,37–12,37 ton C/ha (Hardjana, et al, 2010).

Sintesis Penelitian Integratif Pengembangan Perhitungan Emisi Gas Rumah Kaca Kehutanan (Inventory) • 41

Page 60: Pengembangan Perhitungan Emisi Gas Rumah Kaca Kehutanan ...

Gambar 9. Sebaran cadangan biomassa berdasarkan tipe potensi hutan di Hutan Lindung Sungai Wain (Hardjana, et al., 2010).

Tabel 23. Perbandingan hasil perhitungan karbon total di Hutan Lindung Sungai Wain dengan interprestasi citra dan pengukuran langsung di lapangan

No. Tipe HutanPerhitungan Karbon (ton C/ha)

Interpretasi Citra Manual Lapangan

1. Potensi Tinggi 15,79 14,85

2. Potensi Sedang 13,72 13,72

3. Potensi Rendah 1,13 11,31

Jumlah Total C 30,64 39,88

Sebagai perbandingan, hasil penelitian Hiratsuka et al. (2006) menyatakan bahwa hutan sekunder bekas kebakaran hutan sejak 5 tahun lalu di Kalimantan Timur memiliki cadangan biomassa berkisar antara 44,2 – 55,3 ton/ha dan bila dihitung cadangan karbonnya berkisar antara 22,1 – 27,65 ton C/ha. Rahayu et al. (2006) juga menyebutkan bahwa cadangan karbon di atas permukaan tanah pada berbagai system penggunaan lahan di Kalimantan Timur berkisar antara 4,2 – 230 ton C/ha.

42 • Teknik Perhitungan Karbon untuk Perbaikan Faktor Emisi dan Serapan GRK Kehutanan

Page 61: Pengembangan Perhitungan Emisi Gas Rumah Kaca Kehutanan ...

Informasi cadangan karbon hutan alam bioregion Kalimantan diperoleh juga dari kawasan konservasi di areal PT. Aya Yayang Indonesia, Kab. Tabalong, Kalimantan Selatan, PT. Suka Jaya Makmur (SJM), Kab. Ketapang, Kalimantan Barat, dan PT. Erna Djuliawati, Kab. Seruyan, Kalimantan Tengah. Kandungan biomassa karbon untuk pohon jenis Dipterocarpaceae dengan DBH >20 cm di PT. SJM lebih tinggi dibandingkan dengan dua lokasi lainnya, yaitu sebesar 27,83 ton CO2/ha (dengan menggunakan persamaan Basuki et al., 2009). Kandungan biomassa karbon untuk pohon jenis Dipterocarpaceae dengan DBH <20 cm di PT. AYI lebih tinggi dibandingkan dengan dua lokasi lainnya, yaitu sebesar 152,86 ton CO2/ha (dengan menggunakan persamaan Basuki et al., 2009). Kandungan karbon organik tanah di tiga lokasi penelitian tergolong rendah yaitu berkisar antara 1,12 % - 1,47 %, dengan potensi karbon organik tanah sedalam 20 cm berkisar antara 2,11 ton C/ha – 3,3 ton C/ha.

4.2.4 Bioregion Sulawesi

Informasi kandungan biomasa dan karbon hutan di Bioregion Sulawesi diperoleh dari berbagai daerah, yaitu : 1. Taman Nasional Bogani Nani Wartabone (TN BNW), Sulawesi Utara dan Gorontalo2. Cagar Alam Tangkoko Dua Saudara, Kota Bitung, Sulawesi Utara 3. KPH Poigar, Kabupaten Bolaang Mongondow4. Hutan Lindung Gunung Tumpa, Kota Manado dan Kabupaten Minahasa Utara.Taman Nasional Bogani Nani Wartabone (TN BNW) oleh Wahyuni, et al. (2012) secara geografis terletak antara 0⁰20’ – 0⁰51’ LU dan 123⁰06’ – 123⁰18’ BT, serta masuk dalam wilayah dua provinsi yaitu Sulawesi Utara dan Gorontalo. Dari luas keseluruhan 287.115 ha, seluas 117.115 ha (62,32%) berada di Sulawesi Utara dan 110.000 ha (37,68%) termasuk dalam wilayah Gorontalo. Berdasarkan Schmidt dan Ferguson, wilayah TN BNW termasuk dalam tipe iklim A, B dan C, dengan curah hujan rata-rata antara 1.700-2.200 mm per tahun dan suhu rata- rata antara 20⁰-28⁰ C. Sedangkan topografi kawasan ini sangat beragam mulai dari datar hingga berbukit terjal dengan ketinggian antara 50 – 1.970 m dpl.

Kondisi tiga lokasi pengambilan data cukup beragam, mulai dari kawasan Bukit Lingua (SPTN II Doloduo) dengan penutupan tajuk berkisar antara 65-80% yang merupakan hutan sekunder yang biasa dilewati masyarakat saat masuk kawasan hutan untuk memasang jerat. Hal ini sedikit berbeda dengan lokasi di Puncak Biyango dan Kayu Lawang (SPTN III Maelang) yang terletak cukup dekat dengan bekas perambahan pada tahun 2000an. Kedua lokasi ini termasuk dalam hutan sekunder dengan penutupan tajuk berkisar antara 60-70% pada hutan dataran rendah dan 80-90% pada hutan dataran tinggi (Tabel 24).

Sintesis Penelitian Integratif Pengembangan Perhitungan Emisi Gas Rumah Kaca Kehutanan (Inventory) • 43

Page 62: Pengembangan Perhitungan Emisi Gas Rumah Kaca Kehutanan ...

Tabel 24. Rata-rata biomasa dan karbon di lokasi pengukuran

Komponen biomasa

Tipe ekosistem per lokasi

SPTN II Doloduo SPTN III Maelang

Ht Dataran Rendah Lingua

Ht Dataran Rendah

Tumokang

Ht Dataran Rendah Melang

Ht Dataran Tinggi

Maelang

Pohon (ton/ha) 578,05 981,21 2.960,21 462,24

Tumbuhan Bawah (ton/ha) 0,92 0,08 0,74 1,45

Serasah (ton/ha) 4,26 4,12 7,84 6,05

Nekromasa (ton/ha) 0,02 0,01 0,04 0,01

Total biomasa (ton/ha) 583,25 985,41 2.968,8 469,76

Rentang nilai biomasa (ton/ha) 223,24-1053,80

44,43-3.160,27 225,02-21.688,80 280,96-709,12

Total karbon (ton C/ha) 274,13 463,13 1.395,35 220,79

Rentang nilai karbon (ton C/ha) 104,92-495,29 20,88-1.485,33 105,76-10.193,73 132,05-333,29Keterangan: fraksi karbon 0,47 (SNI 7724:2011), selang kepercayaan nilai biomasa α: 0,05

Dari empat tipe ekosistem, diketahui hutan dataran rendah Maelang memiliki cadangan biomasa dan karbon tertinggi dibandingkan lokasi lainnya sebanyak 2.968,8 ton/ha dan 1.395,35 ton C/ha. Sebaliknya hutan dataran tinggi Maelang memiliki cadangan biomasa dan karbon terendah sejumlah 462,24 ton/ha dan 220,79 ton C/ha. Kedua tipe ekosistem hutan ini terdapat dalam satu kawasan SPTN, namun memiliki jumlah cadangan biomasa yang berbeda. Walaupun hutan dataran rendah terletak berdekatan dengan Kayu Lawang, yaitu lokasi perambahan yang dijadikan kebun cengkeh oleh masyarakat namun vegetasi di dalam plot pengukuran lebih rapat dibandingkan dengan plot pengukuran pada hutan dataran tinggi.

Beberapa hal yang menyebabkan perbedaan cadangan biomasa tersebut antara lain kondisi tegakan, jumlah pohon dalam plot pengukuran, ketebalan serasah, jumlah tumbuhan bawah dan nekromasa. Jumlah pohon berpengaruh pada penutupan tajuk dan ketebalan serasah. Terdapat lebih banyak serasah pada hutan dataran rendah, hal ini juga berdampak pada jumlah tumbuhan bawah dalam plot pengukuran (Tabel 25).

44 • Teknik Perhitungan Karbon untuk Perbaikan Faktor Emisi dan Serapan GRK Kehutanan

Page 63: Pengembangan Perhitungan Emisi Gas Rumah Kaca Kehutanan ...

Tabel 25. Prosentase tiap komponen biomasa terhadap total biomasa

Komponen biomasa

Tipe ekosistem per lokasi

SPTN II Doloduo SPTN III Maelang

Hutan Dataran Rendah Lingua

Hutan Dataran Rendah Tumokang

Hutan Dataran Rendah Maelang

Hutan Dataran Tinggi Maelang

Pohon (%) 99,11 99,57 99,71 98,40

Tumbuhan Bawah (%) 0,16 0,01 0,02 0,31

Serasah (%) 0,73 0,42 0,26 1,29

Nekromasa (%) 0,004 0,001 0,001 0,002

Total Biomasa (%) 100 100 100 100

Berdasarkan data pengukuran, biomasa suatu tegakan sebagian besar disusun oleh biomasa pohon yang nilainya berkisar antara 98-99% dari total biomasa (Tabel 25). Kemudian berturut-turut serasah, tumbuhan bawah dan nekromasa. Dibandingkan tumbuhan bawah, serasah memiliki biomasa yang lebih besar (0,26-1,29%) karena selain tersusun dari daun juga ranting-ranting. Sedangkan nekromasa memiliki jumlah biomasa terkecil hanya 0,001-0,004% bila dibandingkan dengan komponen biomasa yang lain. Sehingga deforestasi sekecil apapun akan berdampak signifikan terhadap cadangan biomasa hutan karena sebagian besar biomasa di lokasi pengukuran tersusun oleh biomasa pohon.

Jenis- jenis pohon yang ditemukan dalam plot pengukuran sebagian besar merupakan jenis yang sering ditemukan di dalam hutan di Sulawesi Utara. Karena lokasi penelitian merupakan hutan alam, maka pohon yang berada dalam plot cukup beragam. Beberapa jenis pohon tersebut antara lain Meliosma nitida Blume., Myristica fatua Houtt., Cratoxylum celebicum Blume., Talauma candolei Blume, Alangium javanicum Wang., Drypetes longifolia (Bl.) Pax.et.Hoffm., Ardisia villosa Roxb., dan Calophyllum soulattri Burm.f.

Selain di TN BNW, informasi kandungan karbon juga terdapat di CA Tangkoko Dua Saudara, KPH Poigar dan HL Gunung Tumpa. Secara geografis CA Tangkoko-Dua Saudara seluas 7.495 ha terletak di antara 125°3’ -125°15’ BT dan 1°30’-1°34’ LU dan termasuk pada wilayah Kota Bitung. Ekosistem yang menyusun kawasan ini adalah hutan pantai, hutan dataran rendah, hutan pegunungan dan hutan lumut. Topografi kawasan ini antara landai sampai bergunung dengan ketinggian 0-1.109 m dpl dan curah hujan 2500-3000 mm/tahun. Beberapa jenis vegetasi yang bisa ditemukan adalah beringin (Ficus spp), aras (Duabanga moluccana), nantu (Palaquium obtusifolium), kayu hitam (Diospyros spp), cempaka (Elmerillia ovalis), dan Woka (Livistonia rotundifolia). Kawasan ini juga merupakan habitat bagi beberapa satwa yaitu kera hitam (Macaca tongkeana), tangkasi

Sintesis Penelitian Integratif Pengembangan Perhitungan Emisi Gas Rumah Kaca Kehutanan (Inventory) • 45

Page 64: Pengembangan Perhitungan Emisi Gas Rumah Kaca Kehutanan ...

(Tarsius spectrum), Kus-kus (Phalanger ursinus), maleo (Macrocephalon maleo) dan elang laut (Haliaetus leucogaster).

KPHP Model Poigar memiliki luas areal 41.597 ha yang terbentang dari 0°49’54” hingga 1°13’10” LU dan dari 124°6’23” hingga 124°30’46” BT, dimana secara administratif mencakup dua kabupaten yaitu Kabupaten Bolaang Mongondow dengan luas kawasan hutan 25.014 ha (60,13 %) dan Kabupaten Minahasa Selatan dengan luas kawasan hutan 16.583 ha (39,87 %). Kondisi topografi bervariasi mulai dari landai hingga sangat curam dengan curah hujan tahunan rata-rata 2411 mm. Kawasan hutan di KPHP Model Poigar termasuk dalam hutan dataran rendah dan pegunungan serta terdapat pula lahan budidaya masyarakat seperti kebun kelapa dan cengkeh. Beberapa jenis vegetasi yang terdapat di sana adalah Jabon (Anthocepallus micropillus Miq), Aras (Ficus variegate), Kenanga (Cananga odorata Hook.f.et.Th), dan Nantu (Palaquium obtusifolium). Sedangkan satwa yang sering dijumpai masyarakat antara lain babi hutan (Sus scrofa), burung taon/ julang Sulawesi (Rhyticeros cassidix), yaki/ kera hitam (Macaca tongkeana), Kus-kus (Phalanger ursinus) dan maleo (Macrocephalon maleo).

Adapun Hutan Lindung Gunung Tumpa memiliki luas 215 ha dan secara geografis terletak antara 1o30’-1o40’ LU dan 124o40’-126o50’ BT. Secara administratif terletak pada dua wilayah yaitu Kota Manado dan Kabupaten Minahasa Utara. Topografi kawasann ini berbukit dengan puncak tertinggi mencapai 610 m dpl dan curah hujan antara 4.000-6.000 mm/tahun. Beberapa jenis vegetasi yang dapat ditemui adalah Caryota sp, Livistoa rotundifolia, Pigafetta filaris, Balanophora sp, Diospyros sp, Dillenia celebica dan Osmoxylon masarangense.

Total biomasa pada tiap tipe hutan merupakan penjumlahan biomasa atas permukaan tanah, biomasa bawah permukaan tanah, biomasa serasah dan biomasa nekromasa. Komponen tanah tidak termasuk dalam penghitungan biomasa karena akan langsung diperoleh nilai karbon organik tanah. Nilai biomasa tiap komponen dan total biomasa berdasarkan ekosistem hutan terdapat dalam Tabel 26.

Tabel 26. Kandungan biomasa dari CA Tangkoko Dua Saudara, KPH Poigar dan HL Gunung Tumpa

Lokasi dan Tipe

Hutan

Komponen Biomasa Total Biomasa* (ton/ha)

AGB BGBNekromasa Serasah

Chave Kettering Litbang Chave Kettering LitbangI. CA Tangkoko-Dua SaudaraHutan Pantai 193.21 231.57 159.20 71.49 85.68 58.91 0.094 3.90 222.10

Hutan Dataran Rendah

269.48 265.91 149.29 99.71 98.39 55.24 8.54 5.72 218.79

46 • Teknik Perhitungan Karbon untuk Perbaikan Faktor Emisi dan Serapan GRK Kehutanan

Page 65: Pengembangan Perhitungan Emisi Gas Rumah Kaca Kehutanan ...

Lokasi dan Tipe

Hutan

Komponen Biomasa Total Biomasa* (ton/ha)

AGB BGBNekromasa Serasah

Chave Kettering Litbang Chave Kettering LitbangHutan Dataran Tinggi

206.32 254.55 159.27 76.34 94.18 58.93 7.23 3.48 228.92

Hutan Lumut 409.07 326.95 159.09 151.35 120.97 58.86 4.44 7.58 229.97

II. KPHP PoigarHutan Dataran Rendah

240.31 238.51 150.45 88.92 88.25 55.66 0.027 5.14 211.27

Hutan Dataran Tinggi

343.88 321.53 180.72 127.24 118.97 66.87 0.134 4.00 251.72

III. HL Gunung TumpaHutan Dataran Rendah

377.26 594.88 344.44 139.59 220.11 127.44 0.0031 3.22 475.10

Keterangan: AGB = Above Ground Biomass (biomasa di atas permukaan), BGB = Below Ground Biomass (biomasa di bawah permukaan), *nilai AGB dan BGB yang dihitung adalah dari persamaan Litbang (2010)

Nilai biomasa tertinggi berada pada ekosistem hutan dataran rendah Gunung Tumpa sebesar 475,10 ton/ha. Sedangkan nilai biomasa terendah berada pada ekosistem hutan dataran rendah Poigar sebesar 211,27 ton/ha. Komponen penyusun biomasa terbesar secara berturut-turut adalah biomasa atas permukaan, biomasa bawah permukaan, biomasa serasah dan biomasa nekromasa. Jika dilakukan perbandingan biomasa berdasarkan tipe ekosistem yang terdapat di 3 lokasi yaitu hutan dataran rendah, secara berturut-turut lokasi dengan biomasa terbesar hingga terkecil adalah Gunung Tumpa, CA Tangkoko-Dua Saudara dan KPHP Poigar.

Perbedaan nilai total biomasa selain disebabkan oleh lokasi plot di berbagai kawasan mulai hutan konservasi (CA Tangkoko-Dua Saudara) dan hutan lindung (KPHP Poigar dan Gunung Tumpa) serta kondisi vegetasi dan aksesibilitas hutan dari masyarakat. Namun pada kawasan hutan Tangkoko, biomasa hutan pantai, hutan dataran rendah dan hutan lumut tidak jauh berbeda yaitu berkisar 200 ton/ha. Sedangkan nilai biomasa hutan dataran rendah dan hutan dataran tinggi di KPHP Poigar masing-masing sebesar 211,27 ton/ha dan 251,72 ton/ha. Kondisi di kedua ekosistem ini tidak jauh berbeda namun hutan dataran tinggi terletak pada lokasi yang cukup sulit diakses dengan topografi curam. Sedangkan plot pengukuran di Gunung Tumpa memberikan hasil nilai biomasa tertinggi untuk tipe ekosistem hutan dataran rendah dibandingkan lokasi Poigar dan Gunung Tumpa yaitu sebesar 475,10 ton/ha.

Sintesis Penelitian Integratif Pengembangan Perhitungan Emisi Gas Rumah Kaca Kehutanan (Inventory) • 47

Page 66: Pengembangan Perhitungan Emisi Gas Rumah Kaca Kehutanan ...

Perbedaan biomasa pada tiap lokasi pengukuran antara lain disebabkan perbedaan keanekaragaman dan kompleksitas komponen penyusun ekosistem tersebut. Kompleksitas ekosistem ini akan mempengaruhi cepat atau lambatnya siklus karbon yang melalui tiap komponennya. Pada lokasi pembuatan plot, perbedaan nilai biomasa pada satu lokasi dengan lokasi lainnya dipengaruhi oleh banyak faktor antara lain kondisi tegakan, topografi, keragaman vegetasi penyusun dan intensitas gangguan terhadap kawasan.

4.2.5 Bioregion Nusa Tenggara

NTT memiliki kekhasan ekosistem yang berupa savana. Dua jenis dominan di savanna diantaranya adalah ampupu (Eucalyptus urophylla) sebagai jenis dominan pada hutan tanaman dataran tinggi, dan jati (Tectona grandis) sebagai jenis yang dominan pada hutan tanaman dataran rendah. Selain dua jenis di atas, terdapat juga savana huek (Eucalyptus alba), savana gewang (Corypha utan), savana lontar (Borassus flabellifer), savana kasuari (Casuarina junghuhniana), dan savana Acacia leucophloea.

Inventarisasi potensi simpanan karbon pada hutan tanaman ampupu dilakukan di Kabupaten Timor Tengah Selatan. Simpanan karbon hutan tanaman ampupu pada umur 12 tahun sebesar 38,95 ton/ha, pada umur 26 tahun sebesar 117,94 ton/ha dan pada umur 27 tahun sebesar 166,70 ton/ha.

Inventarisasi potensi simpanan karbon pada hutan tanaman jati (Tectona grandis) dilakukan di 2 (dua) kabupaten di Prop. NTT. Stok karbon tertinggi pada kawasan hutan tanaman jati (Tectona grandis) di Kabupaten Kupang menurut allometrik Ketterings sebesar 148,48 ton/ha dan allometrik Pérez, L.D. & Kanninen sebesar 145,32 ton/ha yang terletak pada kelas umur III. Stok karbon terendah pada kawasan hutan tanaman jati di Kabupaten Kupang menurut allometrik Ketterings sebesar 106,59 ton/ha dan menurut allometrik Pérez, L.D. & Kanninen sebesar 107,04 ton/ha yang terletak pada kelas umur V.

Hutan tanaman jati di Kab. Belu memiliki memiliki keragaman kandungan karbon sesuai kelas umurnya. Tahun tanam tertua adalah 1936, dan tahun tanam termuda adalah tahun 1992, dengan potensi stok karbon disajikan pada Tabel 27.

48 • Teknik Perhitungan Karbon untuk Perbaikan Faktor Emisi dan Serapan GRK Kehutanan

Page 67: Pengembangan Perhitungan Emisi Gas Rumah Kaca Kehutanan ...

Tabel 27. Potensi stok/simpanan karbon pada KU II

KU Kategori

Biomasa (ton/ha)

Simpanan C (ton/ha) Keterangan

Ketterings Pérez, L.D. & Kanninen Ketterings Pérez, L.D. &

KanninenII Pohon 5-30 96.07 101.56 44.19 46.72 JT 3x2 m,

lokasi Bifemnasi-Sonmahole   

Nekromas 30 up 1.66 1.79 0.76 0.82Nekromas 5-30 9.75 9.46 4.48 4.35Seresah 7.45 7.45 3.43 3.43Tumbuhan bawah 0.70 0.09 0.32 0.04Tanah     57.42 57.42Jumlah 115.62 120.35 110.61 112.78

IV Pohon 5-30 138.65 127.14 63.78 58.49 Kelompok hutan Lakaan Mandeu lokasi Fatubesi, tahun tanam 1978, JT 3 x 1 m

Nekromas 5-30 5.03 4.28 2.32 1.97Seresah 3.53 3.53 1.62 1.62Tumbuhan bawah 0.99 0.99 0.46 0.46Tanah     1.12 1.12Jumlah 148.20 135.94 69.29 63.65

V Pohon 30 up 140.61 134.66 64.68 61.94 Kelompok hutan Udukama lokasi Nekasa, tahun tanam 1965, JT 3 x 1 m

Pohon 5-30 172.08 149.22 79.16 68.64Nekromas 5-30 9.88 9.64 4.55 4.43Seresah 4.47 4.47 2.06 2.06Tumbuhan Bawah 2.44 2.44 1.12 1.12Tanah     5.57 5.57Jumlah 329.49 300.42 157.13 143.76

VI Pohon 30 up 132.63 157.36 61.01 72.39 Kelompok hutan Udukama lokasi Nekasa, tahun tanam 1955, JT awal 3 x 1 m

Pohon 5-30 221.73 227.03 102.00 104.44Nekromas 5-30 7.97 7.31 3.67 3.36Seresah 3.78 3.78 1.74 1.74Tumbuhan Bawah 2.52 2.52 1.16 1.16Tanah     1.15 1.15Jumlah 368.64 398.01 170.72 184.23

VII Pohon 30 up 236.88 261.35 108.96 120.22 Kelompok hutan Udukama lokasi Nekasa,tahun tanam 1946, JT 2 x 1 m

Pohon 5-30 121.00 111.39 55.66 51.24Nekromas 30 up 5.43 7.62 2.50 3.50Seresah 4.07 4.07 1.87 1.87Tumbuhan Bawah 0.90 0.90 0.41 0.41Tanah     1.01 1.01Jumlah (ton/ha) 368.27 385.32 170.42 178.26

VIII Pohon 30 up 235.94 264.90 108.53 121.85 Kelompok hutan Udukama lokasi Nekasa, tahun tanam 1937, JT 2 x 1 m

Pohon 5-30 184.67 165.15 84.95 75.97Nekromas 5-30 16.47 11.32 7.58 5.21Seresah 2.03 2.03 0.94 0.94Tumbuhan Bawah 0.72 0.72 0.33 0.33Tanah     1.11 1.11Jumlah 439.83 444.12 203.43 205.41

Sintesis Penelitian Integratif Pengembangan Perhitungan Emisi Gas Rumah Kaca Kehutanan (Inventory) • 49

Page 68: Pengembangan Perhitungan Emisi Gas Rumah Kaca Kehutanan ...

Type ekosistem savana lain yang dijumpai di Nusa Tenggara Timur adalah ekosistem savana Eucalyptus alba. Potensi karbon per hektar pada ekosistem tersebut menurut metode perhitungan langsung berkisar antara 48,03 – 115,68 ton/ha, atau rata-rata 70,67 ton/ha. Nilai tesebut meliputi karbon di atas tanah, di bawah tanah, tumbuhan bawah, seresah, nekromas tidak berkayu, dan karbon tanah (Tabel 28).

Tabel 28. Kandungan karbon Eucalyptus alba menurut klasifikasi pool karbon

LokasiBiomasa (ton/ha)

C (ton/ha)Pohon Nekromas Seresah Tumbuhan

bawah Tanah Jumlah

Teba 89.84 11.98 2.01 1.62 11.60 117.06 55.02

Lapeom 111.55 0.99 3.23 2.31 18.00 136.08 63.96

Noebaun 69.06 2.14 3.65 1.45 25.88 102.19 48.03

Naiola 149.02 1.65 1.41 2.84 91.21 246.13 115.68

Rerata 104.87 4.19 2.58 2.06 36.67 150.36 70.67

Gambar 10. Ekosistem savanna Eucalyptus alba di Nusa Tenggara Timur

50 • Teknik Perhitungan Karbon untuk Perbaikan Faktor Emisi dan Serapan GRK Kehutanan

Page 69: Pengembangan Perhitungan Emisi Gas Rumah Kaca Kehutanan ...

Adapun potensi simpanan karbon savana gewang (Corypha utan) di Desa Nekbaun adalah 58,21 ton/hektar dan potensi simpanan karbon savana lontar (Borassus flabellifer) di Desa Kuanheun adalah 52,68 ton/hektar.

4.2.6 Bioregion Maluku dan Papua

4.2.6.1 MalukuBesarnya kandungan biomassa pada masing-masing stratum di hutan topis Maluku

diperoleh dari desa Murnaten dan desa Soya, Pulau Ambon. Gambaran mengenai kondisi cadangan biomassa dan besarnya jumlah C tersimpan pada masing-masing strata hutan di lokasi penelitian dapat dilihat dalam Tabel 29 serta Gambar 11 dan 12.

(a) (b)Gambar 11. Grafik Jumlah C Tersimpan menurut Strata Hutan Primer (a) dan Strata Hutan Sekunder (b)

di Desa Murnaten

(a) (b)Gambar 12. Grafik Jumlah C Tersimpan menurut Strata Hutan Primer (a) dan Strata Hutan Sekunder (b)

di Desa Soya

Sintesis Penelitian Integratif Pengembangan Perhitungan Emisi Gas Rumah Kaca Kehutanan (Inventory) • 51

Page 70: Pengembangan Perhitungan Emisi Gas Rumah Kaca Kehutanan ...

Tabe

l 29.

Rek

apitu

lasi J

umlah

Kan

dung

an B

iom

assa

dan

Jum

lah C

Ter

simpa

n m

enur

ut S

trata

Hut

an d

i Des

a Mur

nate

n da

n D

esa S

oya

NoTip

e Hut

anPl

otAt

as Pe

rmuk

aan (

ton/

ha)

Bawa

h Per

muk

aan (

ton/

ha)

Sera

sah (

ton/

ha)

Nekr

omas

sa (t

on/h

a)Ta

nah (

ton/

ha)

Tota

l C (t

on/h

a)

Biom

assa

C-te

rsim

pan

Biom

assa

C-te

rsim

pan

Biom

assa

C-te

rsim

pan

Biom

assa

C-te

rsim

pan

Biom

assa

C-te

rsim

pan

Desa

Mur

naten

(Kab

. SBB

)

1Hu

tan Pr

imer

Datar

an

Rend

ah

I15

2.304

471

.5831

56.35

2626

.4857

10.47

384.9

227

0.027

10.0

127

128.9

494

219.1

579

231.9

536

II14

6.831

469

.0108

54.32

7625

.5340

10.09

384.7

441

0.003

90.0

018

101.9

551

211.2

567

201.2

458

III14

3.554

067

.4704

53.11

5024

.9640

3.760

91.7

676

0.001

50.0

007

147.4

211

200.4

314

241.6

239

Rata-

rata

147.5

633

69.35

4754

.5984

25.66

138.1

095

3.811

50.0

108

0.005

112

6.108

521

0.282

022

4.941

1

2

Hutan

Se

kund

er Da

taran

Re

ndah

I88

.6537

41.66

7232

.8019

15.41

699.1

743

4.311

90.0

109

0.005

113

4.167

393

.1382

177.9

423

II14

9.054

770

.0557

55.15

0225

.9206

8.257

63.8

811

0.033

40.0

157

149.7

336

111.0

792

201.9

408

III12

3.186

057

.8974

45.57

8821

.4220

5.817

02.7

340

0.013

90.0

065

134.9

023

85.64

2917

5.154

5

Rata-

rata

120.2

981

56.54

0144

.5103

20.91

987.7

496

3.642

30.0

194

0.009

113

9.601

196

.6201

185.0

125

Desa

Soya

(Kota

Ambo

n)

1Hu

tan Pr

imer

Datar

an

Rend

ah

IV45

8.330

821

5.415

516

9.582

479

.7037

13.07

206.1

438

0.307

60.1

446

131.3

700

641.2

928

432.7

776

V35

7.684

216

8.111

613

2.343

262

.2013

9.240

84.3

432

0.349

60.1

643

226.3

500

499.6

178

461.1

704

VI43

4.241

620

4.093

616

0.669

475

.5146

3.671

31.7

255

0.909

50.4

275

191.0

100

599.4

918

472.7

711

Rata-

rata

416.7

522

195.8

735

154.1

983

72.47

328.6

614

4.070

80.5

222

0.245

518

2.910

058

0.134

145

5.573

0

2

Hutan

Se

kund

er Da

taran

Re

ndah

I23

1.676

010

8.887

785

.7201

40.28

850.7

481

0.351

60.1

634

0.076

810

5.610

031

8.307

725

5.214

6

II16

4.619

577

.3712

60.90

9228

.6273

4.295

02.0

187

0.932

10.4

381

151.7

700

230.7

558

260.2

252

III15

3.883

872

.3254

56.93

7026

.7604

1.769

80.8

318

0.000

00.0

000

140.0

600

212.5

906

239.9

776

Rata-

rata

183.3

931

86.19

4867

.8554

31.89

212.2

710

1.067

40.3

652

0.171

613

2.480

025

3.884

725

1.805

8

Sum

ber:

Unive

rsitas

Patti

mur

a, 20

13

52 • Teknik Perhitungan Karbon untuk Perbaikan Faktor Emisi dan Serapan GRK Kehutanan

Page 71: Pengembangan Perhitungan Emisi Gas Rumah Kaca Kehutanan ...

Tabel 29 menjelaskan bahwa jumlah kandungan biomassa berbeda antara strata hutan primer dan sekunder. Secara keseluruhan jumlah kandungan biomassa pada strata hutan primer lebih tinggi daripada strata hutan sekunder. Kondisi ini berdampak pula pada jumlah C tersimpan dari kedua strata hutan tersebut, karena 50% total biomassa yang dihasilkan adalah karbon.

Tingginya jumlah kandungan karbon pada strata hutan primer dibandingkan strata hutan sekunder disebabkan lahan hutan primer mampu menyimpan karbon karbon dalam jumlah lebih besar dibandingkan dengan lahan hutan sekunder. Jumlah kandungan karbon pada strata hutan sekunder lebih sedikit karena lahan hutan sekunder telah terjadi gangguan terhadap tegakannya seperti aktivitas penebangan maupun akibat kebakaran hutan. Hal ini dipertegas juga dalam Anonim, 2010, bahwa pengurangan jumlah karbon pada strata hutan sekunder disebabkan karena kebakaran, ekstraksi kayu, pemanfaatan lahan untuk bercocok tanam dan kejadian atau aktivitas lainnya di kawasan hutan yang menyebabkan berkurangnya potensi biomassa yang berindikasi langsung terhadap kemampuan menyimpan karbon.

Besarnya jumlah kandungan karbon pada masing-masing strata dipengaruhi oleh jumlah kandungan karbon pada masing-masing karbon pool, dengan jumlah kandungan karbon tanah lebih besar daripada karbon pool lainnya. Jumlah kandungan karbon tanah ini salah satunya dipengaruhi oleh faktor kesuburan tanahnya. Kondisi ini yang menyebabkan pada strata hutan sekunder di desa Murnaten jumlah kandungan karbonnya lebih besar dibandingkan strata hutan primer pada plot II, karena kesuburan tanahnya baik jika dibandingkan dengan plot I dan III.

Dijelaskan pula bahwa untuk kondisi areal penelitian di Desa Murnaten besarnya jumlah C tersimpan pada strata hutan primer berkisar antara 201, 2458 ton/ha – 241,6208 ton/ha, dengan rata-ratanya sebesar 224,9441 ton/ha. Nilai ini masih lebih rendah jika dibandingkan dengan jumlah C tersimpan hasil penelitian Litbang Kehutanan, 2010 pada hutan alam primer dataran rendah sebesar 230,10 ton/ha – 264,70 ton/ha. Untuk strata hutan sekunder besarnya C tersimpan berkisar antara 175,1545 ton/ha – 201,9408 ton/ha, dengan rata-rata 185,0125 ton/ha. Hasil penelitian ini lebih tinggi Jika dibandingkan dengan hasil penelitian litbang kehutanan, 2010 jumlah C tersimpan sebesar 113, 20 ton/ha.

Di desa Soya besarnya jumlah C tersimpan pada strata hutan primer berkisar antara 432, 7776 ton/ha – 472,7711 ton/ha, dengan rata-ratanya sebesar 455,5730 ton/ha. Untuk strata hutan sekunder besarnya C tersimpan berkisar antara 239,9776 ton/ha – 260,2251 ton/ha, dengan rata-rata jumlah C tersimpan sebesar 251,8058 ton/ha. Hasil penelitian ini lebih besar jika dibandingkan dengan hasil penelitian Litbang Kehutanan,

Sintesis Penelitian Integratif Pengembangan Perhitungan Emisi Gas Rumah Kaca Kehutanan (Inventory) • 53

Page 72: Pengembangan Perhitungan Emisi Gas Rumah Kaca Kehutanan ...

2010. Perbedaan ini cenderung disebabkan oleh kerapatan vegetasi, struktur dan komposisi tegakan, diameter pohon, jenis pohon serta kondisi lahannya.

Perbedaan kandungan C di kedua lokasi dipengaruhi oleh keadaan lokasi tempat tumbuh dan tingkat kerapatan vegetasi serta ukuran diameter tegakan yang dijumpai pada kedua lokasi penelitian. Areal penelitian di Desa Soya merupakan areal hutan lindung yang termasuk dalam Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung Unit XIV propinsi Maluku, sedangkan di Desa Murnaten merupakan hutan produksi yang termasuk dalam Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi Unit IV Propinsi Maluku.

4.2.6.2 PapuaKandungan karbon beberapa type hutan di wilayah di Papua telah diinventarisasi

dengan metode non destructive dan menggunakan persamaan alometrik yang relevan. Sebagian informasi cadangan karbon berasal dari hutan alam dan sebagian lagi berasal dari Hutan Penelitian yang merupakan hutan tanaman (Tabel 30).

Tabel 30. Kapasitas simpanan karbon pada hutan alam Papua

Type Hutan

Karbon vegetasi (ton C/ha) C tanah (ton C/ha)Total C(ton C/

ha)Pohon AkarTum-

buhan bawah

Nekro-masa

berkayu

Nekro-masa tidak ber-kayu

Jumlah C

vegetasi

0-10 cm

10-20 cm

20-30 cm

Jml C tanah

Hutan pegunungan rapat 107.69 26.92 0.96 19.29 1.65 156.51 20.36 18.93 14.97 54.26 210.77

Hutan pegunungan sedang 168.88 42.22 0.83 12.87 2.11 226.91 18.17 13.66 10.9 42.73 269.64

Hutan perbukitan rapat 165.81 41.45 1.37 15.01 1.98 225.62 13.69 10.88 11.22 35.79 261.41

Hutan perbukitan sedang 272.56 68.14 1.04 14.68 2.45 358.87 23.46 19.36 18.05 60.87 419.74

Hutan dataran rendah rapat 55.01 13.75 1.76 14.81 3.02 88.35 8.2 7.39 10.25 25.84 114.19

Hutan dataran rendah sedang 85.64 21.41 0.91 9.2 1.87 119.03 18.09 15.36 14.8 48.25 167.28

Hutan rawa rapat 122.11 12.21 0.67 17.43 1.86 154.28 18.12 17 15.15 50.27 204.55

Hutan rawa sedang 178.43 17.84 1.13 14.52 1.8 213.72 13.71 14.21 13.74 41.66 255.38

Non hutan (kelapa sawit) 12.85 12.85 0.45 0 1.41 27.56 17.03 18.67 16.83 52.53 80.09

Sumber: Maulana (2010)

54 • Teknik Perhitungan Karbon untuk Perbaikan Faktor Emisi dan Serapan GRK Kehutanan

Page 73: Pengembangan Perhitungan Emisi Gas Rumah Kaca Kehutanan ...

Sebagai komparasi, kapasitas simpanan karbon pada hutan tropis areal konsesi PT Papua Satya Kencana dapat dihitung dari hasil IHMB dengan menggunakan persamaan alometrik berikut.

W = 0.11*BJ* D2.62 (Ketterings, et. al., 2001)W = 0,118 D2,53 (Brown, 1997)

Hasil perhitungan dengan menggunakan persamaan allometrik di atas dari data diameter sebagaimana Tabel 31, 32 dan 33 diperoleh bahwa kisaran kandungan karbon hutan di Papua Barat berkisar antara 219,40 ton/ha (menurut persamaan alometrik Ketterings) sampai 289,87 ton/ha (menurut persamaan allometrik Brown) (Tabel 31).

Tabel 31. Estimasi kandungan karbon berdasarkan data IHMB

Kelas diameter Jumlah phn/ha Kettering (ton/ha) Brown (ton/ha)

10-19 cm (nilai tengah 15 cm) 726.25 57,81 81,00

20-29 cm (nilai tengah 25 cm) 180.07 54,65 73,13

>30 up (nilai tengah 45 cm) 75.54 106,94 135,73

Total kandungan C/ha   219,40 289,87

Berdasarkan sumber data IHMB yang sama, kalkulasi kandungan karbon dapat dilakukan dengan menggunakan data volume dan nilai BEF (Biomass Expansion Factor) sebesar 1,3 (kisaran 0,9 – 1,6 untuk hutan alam tropis basah pada level growing stock 120-200m3) (IPCC, 2006). Hasil perhitungan menunjukkan bahwa kandungan karbon hutan Papua Barat antara 89,89 – 159,81 ton/ha denga nilai tengah 129,84 ton/ha (Tabel 32). Nilai tersebut lebih kecil dari hasil perhitungan alometrik Kettering maupun Brown, namun mendekati hutan dataran rendah rapat dan sedang menurut Maulana (2010) sebagaimana Tabel 32.

Tabel 32. Estimasi kandungan karbon berdasarkan data IHMB (volume) dengan BEF

Kelas diameter Vol (m3/ha)Estimasi biomasa (ton/ha) Estimasi kandungan C (ton/ha)

Kisaran bawah

Kisaran atas

Nilai tengah

Kisaran bawah

Kisaran atas

Nilai tengah

10-19 cm 113.95 61.53 109.39 88.88 30.77 54.70 44.44

20-29 cm 62.63 33.82 60.12 48.85 16.91 30.06 24.43

>30 up 156.35 84.43 150.10 121.95 42.21 75.05 60.98

Jumlah /ha 179.78 319.61 259.69 89.89 159.81 129.84

Sintesis Penelitian Integratif Pengembangan Perhitungan Emisi Gas Rumah Kaca Kehutanan (Inventory) • 55

Page 74: Pengembangan Perhitungan Emisi Gas Rumah Kaca Kehutanan ...

Adapun kapasitas simpanan karbon pada beberapa jenis hutan tanaman di Papua Barat disajikan pada Tabel 33. Berdasarkan tabel tersebut terlihat adanya variasi yang dibentuk oleh jenis tanaman dan umur tanaman tersebut.

Tabel 33. Kapasitas simpanan karbon pada beberapa type hutan di Papua Barat

No. Ekosistem / Lokasi Kandungan C (ton/ha) Sumber

1 Potensi karbon jenis endemic Papua 156,6-164,4 Asmoro, 2011

2 Carbon Stock in Pometia, Palaqium amboinensis and Swietinia macrophyla standing tree at Anggresi Plantation Forest, Manokwari, West Papua.

P. coreacea = 264,67 ton/ha, S macrophyla = 181,93 ton/ha P amboinensis = 141,73 ton/ha.

Jonni Marwa, Reinaldus L. Cabuy, Jacob Manusawai, 2012.

3 Tegakan matoa di hutan tanaman wanariset Anggresi Kabupaten Manokwari

257,73 SC Wattimury, 2010

4 Tegakan Araucaria cunninghamii dan Dracontomelum adule di arboretum Angggori, Manokwari.

• Tegakan A. cuninghamii tahun 2010 sebesar 9,4 ton/ha dan pada tahun 2011 sebesar 12,2 ton/ha.

• Tegakan D. edule tahun 2010 sebesar 86,7 ton/ha dan tahun 2011 sebesar 95,5 ton/ha.

Intan Debora OM Ndun, 2011

5 Tegakan Swietinia macrophyla di Hutan Tanaman Wanariset Anggresi Distrik Manokwari Selatan Kabupaten Manokwari.

Jumlah karbon tersimpan pada tahun 2009 adalah 1,05 ton/ha.

Johanes P Sanadi, 2010

6 Tegakan Palaquium amboinensis di Hutan Tanaman Wanariset Anggresi Distrik Manokwari Selatan Kabupaten Manokwari.

8,098 ton/ha/thn Ferdinand K. Yafdas, 2010

4.3 Rekomendasi Teknik Perhitungan Karbon dan Perbaikan Faktor Emisi

Sejak tahun 2009 sampai dengan 2013, RPI 17 telah menghasilkan beberapa informasi penting yang dapat dijadikan sumber acuan di tingkat nasional maupun di tingkat lokal. Beberapa nilai penting tersebut adalah:1. Tambahan database persamaan alometrik pada berbagai ekosistem hutan di Indonesia2. Kandungan karbon sebagai acuan factor emisi dan factor serapan local dari berbagai

type hutan di Indonesia3. Persamaan allometrik hutan savanna dan faktor emisi berbagai jenis tanaman dan type

hutan dari Indonesia Bagian Timur (Nusa Tenggara, Maluku dan Papua) merupakan sumbangan yang signifikan bagi database Indonesia.

56 • Teknik Perhitungan Karbon untuk Perbaikan Faktor Emisi dan Serapan GRK Kehutanan

Page 75: Pengembangan Perhitungan Emisi Gas Rumah Kaca Kehutanan ...

Berdasarkan temuan ini dapat direkomendasikan untuk perbaikan faktor emisi dan serapan sebagai berikut:1. Penggunaan tambahan persamaan alometrik untuk tanaman pada ekosistem savanna.2. Penetapan default value FE nasional dan sub nasional dalam pendekatan bioregion.

Provinsi dapat menggunakan FE menurut region yang sesuai. Usulan angka default disajikan pada Tabel berikut.

Tabel 34. FE/FS pada berbagai tipe hutan tingkat nasional

Tipe tutupan lahan Nilai min. (ton/ha)

Nilai maks(ton/ha)

Median (ton/ha)

Rerata (ton/ha) N Sd SE

Hutan lahan kering primer 64.21 323.171 178.4 176.10 25 80.79 16.16

Hutan lahan kering sekunder 34.99 216.85 87.43 103.59 29 52.79 9.80

Hutan gambut primer 56.54 200.23 113.33 123.67 8 56.02 19.81

Hutan gambut sekunder 37.51 142.07 92.32 90.26 13 37.14 10.30

Hutan mangrove primer 41.8 393.62 162.00 188.30 5 133.18 59.56

Hutan mangrove sekunder 37.03 142.9 92.14 94.07 10 45.06 14.25

Hutan tanaman 29.92 237.52 77.22 98.38 76 56.97 6.54

Keterangan: N = Jumlah data; Sd : Standar deviasi; SE : Standar eror

Tabel 35. FE/FS pada kebakaran hutan

Kondisi kebakaran Hutan Gambut(ton/ha)

Hutan Tanaman lahan gambut (ton/ha)

Pasca terbakar 1 tahun 7.85 1.30

Pasca terbakar 3 tahun 22.15 -

Pasca terbakar 8 tahun 33.71 21.42

Sumber: Prakosa, et al. (2012)

Tingkat keparahan kebakaran di hutan alam gambut Sisa cadangan C (ton/ha)

Aral HA 1 thn pasca kebakaran 1,296

Sisa cadangan karbon pada areal bekas kebakaran ringan 65,14 m3/ha

Sisa cadangan karbon pada areal bekas kebakaran sedang 28,0 m3/ha

Sisa cadangan karbon pada areal bekas kebakaran berat 24,7 ton/ha.Sumber: Dharmawan, et al. (2013)

Sintesis Penelitian Integratif Pengembangan Perhitungan Emisi Gas Rumah Kaca Kehutanan (Inventory) • 57

Page 76: Pengembangan Perhitungan Emisi Gas Rumah Kaca Kehutanan ...

Tabel 36. FE/FS pada berbagai tipe hutan untuk Bioregion Sumatera

Tipe tutupan lahanNilai min

(ton/ha)

Nilai maks

(ton/ha)

Median (ton/ha)

Rerata (ton/ha) N Sd SE Keterangan

Ht. lahan kering primer 178.4 310.03 305.73 264.72 3 74.79 43.18 Diolah dari berbagai sumber

Ht. lahan kering sekunder 71.48 216.85 77.92 111.04 4 70.67 35.34 Diolah dari berbagai sumber

Ht. gambut primer - - - 126.01 - - - Rochmayanto, et al. (2010)

Ht. gambut sekunder 30.95 126.8 91.12 86.75 9 33.77 11.26 Diolah dari berbagai sumber

Ht. mangrove primer - - - 227.30 - - - Sadelie, et al. (2011)

Ht. mangrove sekunder 24.56 96.44 45.46 52.98 4 30.75 15.37 Diolah dari berbagai sumber

Ht. tanaman 35.7 177.2 66.62 76.70 26 46.74 9.17 Diolah dari berbagai sumber

Keterangan: N = Jumlah data; Sd : Standar deviasi; SE : Standar eror

Tabel 37. FE/FS pada berbagai tipe hutan untuk Bioregion Jawa

Tipe tutupan lahan

Nilai min (ton/ha)

Nilai maks

(ton/ha)

Median (ton/ha)

Rerata (ton/ha)

N Sd SE Keterangan

Ht. lahan kering primer 78.84 323.171 118.43 144.28 6 91.78 37.47 Diolah dari berbagai sumber

Ht. lahan kering sekunder 48.43 172.08 95.19 96.28 8 41.35 14.62 Diolah dari berbagai sumber

Ht. gambut primer - - - - - - - Tidak terdapat hutan gambut

Ht. gambut sekunder - - - - - - - Tidak terdapat hutan gambut

Ht. mangrove primer - - - 393.62 1 - - Hapsari (2011)

Ht. mangrove sekunder - - - 179.00 1 - - Heriyanto & Subiyandono (2012)

Ht. tanaman 42.172 144.41 64.15 75.19 10 34.78 11.00 Diolah dari berbagai sumber

Keterangan: N = Jumlah data; Sd : Standar deviasi; SE : Standar eror

Tabel 38. FE/FS pada berbagai tipe hutan untuk Bioregion Kalimantan

Tipe hutan Nilai min (ton/ha)

Nilai maks (ton/ha)

Rerata (ton/ha)

N Sd Keterangan

Hutan lahan kering primer - - 222 373 138,07  Krisnawati, et al. (2014)

Hutan lahan kering sekunder - - 178 4.686 72,25  Krisnawati, et al. (2014)

Hutan gambut primer - - 157 42 64,31  Krisnawati, et al. (2014)

58 • Teknik Perhitungan Karbon untuk Perbaikan Faktor Emisi dan Serapan GRK Kehutanan

Page 77: Pengembangan Perhitungan Emisi Gas Rumah Kaca Kehutanan ...

Tipe hutan Nilai min (ton/ha)

Nilai maks (ton/ha)

Rerata (ton/ha)

N Sd Keterangan

Hutan gambut sekunder - - 140 1.365 33,78  Krisnawati, et al. (2014)

Hutan mangrove primer - - 162 30 25,96  Krisnawati, et al. (2014)

Hutan mangrove sekunder - - 116 18 29,87  Krisnawati, et al. (2014)

Hutan tanaman - - 54,7 - - Hardjana (2011)

Keterangan: N = Jumlah plot; Sd : Standar deviasi; SE : Standar eror

Tabel 39. FE/FS pada berbagai tipe hutan untuk Bioregion Bali-Nusa Tenggara

Tipe tutupan lahanNilai min

(ton/ha)

Nilai maks(ton/ha)

Median (ton/ha)

Rerata (ton/ha)

N Sd SE Keterangan

Ht. lahan kering primer 64.21 130.58 88.75 93.07 4 30.80 15.40 Diolah dari berbagai sumber

Ht. lahan kering sekunder 34.99 73.55 65.52 59.89 4 17.19 8.60 Diolah dari berbagai sumber

Ht. gambut primer - - - - - - - Tidak ada hutan gambut

Ht. gambut sekunder - - - - - - - Tidak ada hutan gambut

Ht. mangrove primer - - - 41.80 - - - Dinas Kehutanan NTB, 2013

Ht. mangrove sekunder - - - 22.60 - - - Dinas Kehutanan NTB, 2013

Ht. tanaman 34.96 203.43 110.61 110.79 19 52.27 11.99 Diolah dari berbagai sumber

Keterangan: N = Jumlah data; Sd : Standar deviasi; SE : Standar eror

Tabel 40. FE/FS pada berbagai tipe hutan untuk Bioregion Sulawesi

Tipe tutupan lahanNilai min

(ton/ha)

Nilai maks(ton/ha)

Median (ton/ha)

Rerata (ton/ha)

N Sd SE Keterangan

Ht. lahan kering primer 148.12 278.29 216.23 214.72 4 53.30 26.65Diolah dari berbagai sumber

Ht. lahan kering sekunder 77.19 274.13 118.20 145.08 5 77.21 34.53Diolah dari berbagai sumber

Ht. gambut primer - - - - - -Tidak ada hutan rawa gambut 

Sintesis Penelitian Integratif Pengembangan Perhitungan Emisi Gas Rumah Kaca Kehutanan (Inventory) • 59

Page 78: Pengembangan Perhitungan Emisi Gas Rumah Kaca Kehutanan ...

Tipe tutupan lahanNilai min

(ton/ha)

Nilai maks(ton/ha)

Median (ton/ha)

Rerata (ton/ha)

N Sd SE Keterangan

Ht. gambut sekunder - - - - - -Tidak ada hutan rawa gambut

Ht. mangrove primer - - - - - - ND

Ht. mangrove sekunder 86.95 103.6 87.84 92.80 3 9.37 5.41Diolah dari berbagai sumber

Ht. tanaman 36.86 237.52 70.10 92.65 15 61.24 15.81Diolah dari berbagai sumber

Keterangan: N = Jumlah data; Sd : Standar deviasi; SE : Standar eror

Tabel 41. FE/FS pada berbagai tipe hutan untuk Bioregion Maluku-Papua

Tipe tutupan lahan Nilai min (ton/ha)

Nilai maks

(ton/ha)

Median (ton/ha)

Rerata (ton/ha)

N Sd SE Keterangan

Ht. lahan kering primer

73.17 290.73 184.43 179.62 6 71.22 29.08 Diolah dari berbagai sumber

Ht. lahan kering sekunder

60.19 129.59 89.76 92.38 7 22.44 8.48 Diolah dari berbagai sumber

Ht. gambut primer 195.88 200.23 - 198.06 2 - - Diolah dari berbagai sumber

Ht. gambut sekunder 92.32 142.07 - 117.20 2 - - Diolah dari berbagai sumber

Ht. mangrove primer - - - 116.79 - - - Prasetyo, et al. (2012)

Ht. mangrove sekunder

- - - 37.03 - - - Prasetyo, et al. (2012)

Ht. tanaman 86.70 264.67 164.4 172.50 7 70.07 26.48 Diolah dari berbagai sumber

Keterangan: N = Jumlah data; Sd : Standar deviasi; SE : Standar eror

Catatan :1. Nilai cadangan karbon pada Tabel 1 dan 2 adalah nilai di atas permukaan tanah, sehingga nilai tersebut

tidak mencakup nilai karbon di bawah permukaan tanah dan karbon tanah.2. Dalam tabel disajikan : nilai minimum dan maksimum (nilai terendah dan tertinggi dari data), media,

dan rata-rata untuk dipilih yang paling kuat representasinya.3. Faktor emisi dan faktor serapan dikonversi dari tabel di atas, dan dapat dilakukan sebagaimana contoh

berikut.Contoh 1 pada level nasional: a. Tipe hutan awal : Hutan Lahan Kering Primer = 176,10 ton/hab. Tipe hutan akhir : Hutan Lahhan Kering Sekunder = 103,59 ton/ha

60 • Teknik Perhitungan Karbon untuk Perbaikan Faktor Emisi dan Serapan GRK Kehutanan

Page 79: Pengembangan Perhitungan Emisi Gas Rumah Kaca Kehutanan ...

c. Maka faktor emisi : 176,10 – 103,59 = 72,51 ton/had. Artinya : Faktor emisi pada kasus HLKP berubah menjadi HLKS sebesar 72,51

ton/ha.Contoh 2 pada level nasional: a. Tipe lahan awal : Tanah terbuka = 0 ton/hab. Tipe hutan akhir : Hutan Tanaman = 98,38 ton/hac. Maka faktor serapan : 98,38 – 0 = 98,38 ton/had. Artinya : Faktor serapan pada kasus Tanah Terbuka berubah menjadi HT sebesar

98,38 ton/ha.Contoh 3 pada level nasional peristiwa kebakaran: a. Tipe hutan awal : Hutan Gambut Sekunder = 103,59 ton/hab. Tipe hutan akhir : Hutan Gambut Sekunder Terbakar pada tahun pertama = 7,85 ton/hac. Maka faktor serapan : 103,59 – 7,85 = 95,74 ton/had. Artinya : Faktor emisi dalam kasus kebakaran pada HGS sebesar 95,74 ton/ha.

3. Jenis tutupan lahan yang tidak termasuk di dalam buku ini (misalnya: padang rumput, tanah terbuka, dll.) dapat mengacu kepada asumsi yang selama ini diacu.

4. FE dan FS Sub Nasional dibangun berdasarkan bioregion menurut pulau besar. Provinsi dapat mengacu nilai FE/FS pada bioregion yang bersangkutan atau memilih data paling relevan pada Bab 4 jika tersedia data.

1. Pengayaan faktor serapan diperlukan untuk menggambarkan riap atau pertumbuhan biomassa tahunan dari setiap type hutan. Hingga saat ini angka pertumbuhan biomasa belum ada, sehingga hutan yang tetap hutan (tidak ada perubahan lahan) masih dianggap konstan, padahal pada kondisi huutan belum klimaks masih mengalami pertumbuhan.

2. Pengayaan keterwakilan persamaan alometrik dan cadangan karbon di seluruh Indonesia. Distribusi temuan persamaan allometrik dan kandungan biomasa/karbon hutan dapat dicermati pada Gambar 13. Secara spasial, semua pulau besar di Indonesia sudah memiliki keterwakilan alometrik dan informasi kandungan biomasa/karbon hutan. Focus pengayaan kedepan dapat ditujukan ke provinsi yang belum memiliki keterwakilan persamaan alometrik adalah : Aceh, Sumatera Utara, Bengkulu, Sumatera Barat, Lampung, Jawa, Sulawesi (kecuali Sulawesi Utara) Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Sulawesi (kecuali Sulawesi Utara), NTB, Maluku dan Papua Barat. Adapun provinsi yang belum memiliki keterwakilan informasi kandungan biomasa/karbon dari RPI ini adalah : Aceh, Sumatera Utara, Bengkulu, Lampung, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sulawesi (kecuali Sulawesi Utara), dan NTB.

Sintesis Penelitian Integratif Pengembangan Perhitungan Emisi Gas Rumah Kaca Kehutanan (Inventory) • 61

Page 80: Pengembangan Perhitungan Emisi Gas Rumah Kaca Kehutanan ...

Keterangan:

: distribusi persamaan allometrik

: distribusi informasi kandungan biomasa/karbon hutan

Gambar 13. Distribusi persamaan alometrik dan kandungan biomasa/karbon hutan dari kontribusi RPI 17

62 • Teknik Perhitungan Karbon untuk Perbaikan Faktor Emisi dan Serapan GRK Kehutanan

Page 81: Pengembangan Perhitungan Emisi Gas Rumah Kaca Kehutanan ...

Bab 5 Aplikasi Perhitungan Emisi GRK

Kehutanan

5.1 Aplikasi Perhitungan Emisi GRK untuk wilayah Sumatera

Untuk mendukung upaya penurunan emisi yang dapat dihitung (Measurable), dilaporkan (Reportable) dan dapat di verifikasi (Verifiable), diperlukan metode perhitungan emisi yang handal dan diakui internasional. ampai saat ini metode penghitungan emisi yang dikeluarkan oleh IPCC (International Panel on Climate Change) adalah metode yang digunakan oleh seluruh negara yang meratifikasi UNFCCC.

Aplikasi IPCC Guideline 2006 untuk menghitung emisi, dengan studi kasus di Wilayah Sumatera Selatan, menginventarisasi kebutuhan data dan informasi serta berbagai kendala yang ditemui, guna memberikan masukan atau rekomendasi dalam pelaksanaan Perpres No 61 dan 71. Berdasarkan kajian tersebut diketahui aplikasi IPCC GL, termasuk kebutuhan data dan hambatan pelaksanaan, dan mengetahui besarnya emisi pada sebagian wilayah di Sumatera dengan menggunakan metode perhitungan emisi IPCC GL 2006. Beberapa catatan pentingnya menunjukkan bahwa:1. Aplikasi IPCC GL 2006 untuk menghitung emisi memerlukan dua data pokok, yaitu

data kegiatan dan data faktor emisi atau serapan. Data kegiatan yang berhubungan dengan perubahan lahan perlu disusun dalam bentuk Matriks Perubahan Lahan (Land Change Matrix atau LCM) yang yang didasarkan kepada enam kategori lahan menurut IPCC GL 2006, yaitu : Lahan hutan, lahan pertanian, padang rumput, lahan basah, pemukiman dan lahan lain.

2. Untuk matriks perubahan lahan, institusi yang paling relevan dengan sistim inventarisasi dan monitoring perubahan penutupan lahan di Indonesia adalah Kementerian Kehutanan melalui Direktorat Jenderal Planologi Kehutanan.

3. Tabel-tabel perhitungan emisi menurut IPCC GL 2006 terdiri dari 39 Tabel yang memerlukan data rinci. Berbagai data pada umumnya belum tersedia, misalnya data faktor emisi pada tanah, jenis dan volume kayu bakar, data illegal logging, serangan hama penyakit, data nekromas, serasah dan data terkait lahan gambut.

Sintesis Penelitian Integratif Pengembangan Perhitungan Emisi Gas Rumah Kaca Kehutanan (Inventory) • 63

Page 82: Pengembangan Perhitungan Emisi Gas Rumah Kaca Kehutanan ...

4. Pada tahun 2000-2010 Provinsi Sumatera Selatan masih menjadi emiter dengan besarnya emisi dibandingkan dengan serapan. Emisi rata-rata per tahun adalah 27.377.876 ton CO2-e.

5. Sumber emisi terbesar adalah emisi dari lahan gambut yaitu 26% pada tanaman Acacia crassicarpa di lahan gambut dan 27% pada tanaman karet di lahan gambut. Emisi terbesar selanjutnya adalah pemanenan biomasa hutan yang terjadi akibat konversi dan degradasi.

6. Dalam kaitannya dengan perbuahan iklim, hutan juga mempunyai fungsi serapan CO2. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sumber serapan lahan hutan adalah karena perrtumbuhan tegakan atau pertambahan karbon karena pertumbuhan biomasa.

5.2 Aplikasi Template IPCC Guideline 2006 untuk Inventarisasi Emisi Gas Rumah Kaca dari Sektor Kehutanan

Hasil review terhadap penerapan aplikasi template IPCC guideline 2006, pembelajaran dari studi untuk wilayah Kalimantan Barat dan Timur (Tim Badan Litbang Kehutanan dan Ditjen Planologi, 2009), ditemui berbagai hambatan dalam penerapan IPCC GL 2006 yang mengakibatkan tingginya tingkat uncertainty dalam estimasi GRK dari sektor LULUCF, yaitu :1. Untuk skala nasional misalnya dalam penyusunan SNC, data perubahan lahan secara

spatial sesuai dengan kriteria IPCC tidak tersedia, sehingga digunakan data statistik dengan tingkat kerincian yang rendah (Tier 1).

2. Untuk skala propinsi, perbedaan pembagian kategori lahan Kementerian Kehutanan dan IPCC masih merupakan kendala. Selain itu terjadinya penutupan awan menyulitkan identifikasi penutupan lahan.

3. Secara umum masih sulit untuk menyusun land change matrix karena keterbatasan spatial data sesuai kategori IPCC.

4. Keterbatasan data kegiatan lain seperti degradasi: kayu yang dipanen, kebakaran, pengambilan kayu bakar, dan kerusakan lainnya.

5. LULUCF melibatkan juga sektor lainnya yaitu pertanian dan perkebunan. Data kegiatan spatial atau data statistik untuk berbagai komoditi perkebunan dan pertanian masih sangat terbatas.

6. Keterbatasan data menyangkut sumber karbon lainnya misalnya nekromas, serasah, dan tanah

7. Masih terbatasnya data faktor emisi/serapan lokal karena kondisi keanekaragaman tipe hutan dan jenis vegetasi mengakibatkan masih digunakan angka default IPCC dalam perhitungan emisi.

64 • Aplikasi Perhitungan Emisi GRK Kehutanan

Page 83: Pengembangan Perhitungan Emisi Gas Rumah Kaca Kehutanan ...

Beberapa catatan penting dari kajian tersebut menyatakan bahwa:1. Dalam kegiatan inventarisasi gas rumah kaca (GRK), sektor Kehutanan yang termasuk

dalam sektor LULUCF adalah salah satu sektor penting dengan kontribusi di tingkat nasional mencapai 48%.

2. Metode IPCC Guideline 2006 adalah metode inventarisasi gas rumah kaca yang dikembangkan oleh IPCC (International Panel on Climate Change) dan telah diaplikasikan secara luas oleh negara-negara yang meratifikasi UNFCCC.

3. Metode IPCC GL 2006 membagi kelas lahan kedalam enam kategori yaitu forest land, cropland, grassland, wetland, settlement dan other land. Aplikasi metode IPCC GL memerlukan data dan informasi yang lebih komprehensif mencakup tidak hanya sektor kehutanan tapi juga sektor pertanian. Selain itu diperlukan informasi spesifik mencakup faktor emisi yang tidak hanya menggunakan angka default yang ada dalam IPCC GL guna mendapatkan ketelitian yang lebih tinggi (Tier 2 atau 3).

4. Indonesia penting untuk menerapkan metode IPCC Guideline dalam inventarisasi gas rumah kaca agar hasil inventarisasi lebih akurat dan terpercaya sehingga diakui oleh internasional.

5. Aplikasi IPCC GL juga digunakan untuk penghitungan dalam kegiatan karbon seperti REDD dan proyek karbon lainnya.

Untuk kepentingan inventarisasi gas rumah kaca dari sektor kehutanan dengan menggunakan metode internasional yang disepakati yaitu IPCC Guideline 2006, beberapa hal perlu dilakukan oleh Indonesia, yaitu :1. Menjaga dan menambah permanen plot untuk mendapatkan estimasi pengukuran

karbon pada berbagai kondisi hutan di Indonesia.2. Kerjasama dengan organisasi penelitian (nasional dan internasional) untuk melakukan

penelitian terkait country specific (misal data pertumbuhan untuk masing-masing jenis/hutan dan jenis hutan tanaman, potensi karbon, berat jenis dsb)

3. Membentuk atau menugaskan unit organisasi yang khusus bertanggung jawab terhadap monitoring karbon stok di sektor kehutanan yang juga terintegrasi dengan sektor pertanian.

5.3 Penentuan Reference Emission Level (REL)

Reference Emission Level (REL) dalam mekanisme REDD+ sangat penting untuk menunjukkan besar emisi yang akan terjadi apabila kegiatan REDD+ tidak dilakukan dan besarnya emisi yang akan diturunkan apabila REDD+ dilaksanakan. Penentuan REL berguna untuk mendukung upaya penuruan emisi yang dapat diukur, dilaporkan dan diverifikasi (MRV).

Sintesis Penelitian Integratif Pengembangan Perhitungan Emisi Gas Rumah Kaca Kehutanan (Inventory) • 65

Page 84: Pengembangan Perhitungan Emisi Gas Rumah Kaca Kehutanan ...

Dalam proses penghitungan besarnya REL tingkat nasional, data perubahan penutupan lahan pada Tabel 42 digunakan untuk menyusun matriks perubahan lahan (LCM, Land Change Matrix) berdasarkan kategori IPCC 2006. Dalam IPCC Guidline 2006 kelas penutupan lahan dibedakan menjadi 6, yaitu : (1) Forestland; (2) Cropland; (3) Grassland; (4) Wetland; (5) Settlement; dan (6) Otherland. Sedangkan kelas penutupan lahan dari data landsat & ETM+ berdasarkan kategori penutupan lahan Direktorat Jenderal Planalogi Kementerian Kehutanan sebanyak 23 kelas. Sehingga diperlukan penyesuaian dari 23 kelas menjadi 6 kelas penutupan lahan IPCC 2006.

5.3.1 Perubahan Lahan di Indonesia

Penggunaan lahan di Indonesia sejak tahun 2000 sampai dengan 2011 mengalami perubahan. Dalam rentang waktu 11 tahun telah terjadi penurunan tutupan hutan seluas 6,46 juta ha, atau laju penurunan sebesar 587,7 ribu ha per tahun. Seiring dengan penurunan luas hutan, terjadi peningkatan luas areal non hutan sebesar 6,59 juta ha, dengan laju peningkatan sebesar 598,7 ribu ha per tahun.

Tutupan hutan yang paling banyak berkurang adalaj hutan lahan kering primer dan hutan rawa sekunder, yaitu masing-masing 5,54 juta ha dan 1,89 juta ha. Di sisi lain ditemukan peningkatan hutan lahan kering sekunder seluas 1,65 juta ha dan hutan gambut sekunder seluas 6,2 ribu ha, sehingga terindikasi banyak terjadi degradasi hutan (Tabel 42).

Perubahan areal non hutan yang secara keseluruhan mengalami peningkatan, ditemukan penambahan luas paling besar terjadi pada perkebunan, pertanian lahan kering dan hutan gambut terdegradasi. Hal ini mengindikasikan bahwa perubahan hutan (deforestasi) sebagian besar mengarah kepada perkebunan, lahan pertanian, dan beberapa diantaranya dibiarkan terlantar menjadi belukar di hutan rawa gambut (terdegradasi berat) (Tabel 42).

Tabel 42. Perubahan penutupan lahan Indonesia tahun 2000-2011

No. Jenis Penutupan Lahan Perubahan (ha) Keterangan

A. Hutan 

1 Hutan lahan kering primer (5,536,760.08) Berkurang

2 Hutan lahan kering sekunder 1,645,670.50 Bertambah

3 Hutan lahan gambut primer (57,787.66) Berkurang

4 Hutan lahan gambut sekunder 6,203.44 Bertambah

5 Hutan rawa primer (554,102.68) Berkurang

6 Hutan rawa sekunder (1,893,650.19) Berkurang

66 • Aplikasi Perhitungan Emisi GRK Kehutanan

Page 85: Pengembangan Perhitungan Emisi Gas Rumah Kaca Kehutanan ...

No. Jenis Penutupan Lahan Perubahan (ha) Keterangan

7 Hutan mangrove primer (101,642.19) Berkurang

8 Hutan mangrove sekunder (116,104.93) Berkurang

9 Hutan tanaman * 143,223.26 Bertambah

  Jumlah Hutan (6,464,950.53)

Laju penurunan luas hutan per tahun (587,722.78)

B. Non Hutan

10 Hutan lahan gambut terdegradasi 1,095,883.25 Bertambah

11 Semak/Belukar 150,954.07 Bertambah

12 Belukar rawa 627,378.62 Bertambah

13 Savana 149,798.00 Bertambah

14 Perkebunan 1,853,021.90 Bertambah

15 Pertanian lahan kering 1,409,639.71 Bertambah

16 Pertanian lahan kering dan Semak 361,373.49 Bertambah

17 Transmigrasi 1,917.72 Bertambah

18 Sawah 93,412.64 Bertambah

19 Tambak 141,539.66 Bertambah

20 Tanah terbuka 570,363.30 Bertambah

21 Pertambangan 190,008.44 Bertambah

22 Permukiman 187,233.99 Bertambah

23 Rawa (248,666.13) Berkurang

24 Pelabuhan Udara/Laut 1,702.99 Bertambah

25 Badan air (17.83)

  Jumlah Non Hutan 6,585,543.80

Laju peingkatan areal non hutan per tahun 598,685.80

Analisis lebih lanjut menemukan bahwa hutan berubah menjadi kebun (tanaman perkebunan), lahan pertanian, sawah, belukar, lahan basah dan pemukiman. Luasnya bervariasi antar periode, namun terlihat dominan menjadi padang rumput/belukar. Hal ini mengindikasikan bahwa telah terjadi degradasi hebat dimana hutan ditebang kemudian terlantar menjadi semak belukar. Perubahan hutan yang besar lainnya ditemukan menjadi lahan pertanian dan perkebunan (Tabel 43).

Sintesis Penelitian Integratif Pengembangan Perhitungan Emisi Gas Rumah Kaca Kehutanan (Inventory) • 67

Page 86: Pengembangan Perhitungan Emisi Gas Rumah Kaca Kehutanan ...

Tabel 43. Perubahan tutupan hutan menjadi penutupan lahan lain di Indonesia

Perubahan hutan menjadi areal lain

Periode tahun

2000-2003 2003-2006 2006-2009 2009-2011

Kebun 30,793.28 135,030.81 154,304.89 18,669.31

Pertanian 108,401.05 347,350.91 321,788.25 111,037.15

Sawah 278.21 2,280.53 15,920.32 602.53

Pd rumput/belukar 504,477.93 747,468.44 778,200.46 225,344.00

Lahan basah 661.88 10,889.16 6,719.61 15,012.73

Pemukiman 532.21 4,761.10 5,622.95 499.05

Lainnya 89,421.47 229,947.99 302,861.71 207,090.36

ND 839.98 5,038.44 0.00 2,128.87

Dengan mencermati pola perubahan antar waktu, sebagian puncak perubahan terjadi pada periode tahun 2006-2009 untuk belukar dan kebun, sedangkan puncak perubahan lahan pertanian terjadi pada periode tahun 2003-2006. Secara kumulatif, perubahan hutan paling progresif selama 11 tahun sejak tahun 2000 sampai tahun 2011 adalah perubahan menjadi belukar, lahan pertanian dan lahan kebun/perkebunan. Semua konversi/perubahan menurun pada periode 2009-2011 (Gambar 14).

Gambar 14. Pola perubahan tutupan hutan menjadi tutupan lain antar periode (kiri) dan kumulatif

perubahan luas selama periode analisis (kanan)

Hal ini diperkuat dengan data perkembangan komoditas perkebunan besar di Indonesia. Dari beberapa komoditas perkebunan besar, perkebunan kelapa sawit merupakan komoditas dengan perkembangan paling pesat sejak tahun 1995. Peningkatan tajam

68 • Aplikasi Perhitungan Emisi GRK Kehutanan

Page 87: Pengembangan Perhitungan Emisi Gas Rumah Kaca Kehutanan ...

luas perkebunan kelapa sawit terjadi pada periode 1995-1998 dan periode 2007-2010 (Gambar 15).

Gambar 15. Kecenderungan luas perkebunan utama di Indonesia

Sebaliknya, selama periode 2000-2011 teridentifikasi telah terjadi perubahan tutupan lahan lain menjadi hutan. Tutupan lahan lain yang dimaksud meliputi lahan pertanian, padang rumput/belukar, lahan basah, pemukiman dan tipe lahan lainnya. Adapun hutan dibedakan menjadi hutan primer, hutan sekunder dan hutan tanaman (Tabel 44).

Tabel 44. Perubahan tutupan lahan lain menjadi hutan di Indonesia

No. Perubahan Sub kategoriPeriode Tahun

2000-2003 2003-2006 2006-2009 2009-2011

1. CL dikonversi ke FL HKP 582.06 13.37 0.00 0.00

  HKS 6,677.77 1,682.48 29.65 3,944.85

  HT 626.40 7,079.17 47,455.40 3,293.08

Jumlah (1) 7,886.23 8,775.02 47,485.05 7,237.93

2. GL dikonversi ke FL HKP 14,168.97 32.85 0.00 0.00

  HKS 2,695.05 1,950.70 12,264.19 8,962.04

  HT 32,847.70 101,492.87 76,011.48 11,579.31

Jumlah (2) 49,711.72 103,476.42 88,275.67 20,541.35

3. WL dikonversi ke FL HKP 15.01 0.00 68.97 0.00

  HKS 980.59 0.00 5,349.40 74.03

Sintesis Penelitian Integratif Pengembangan Perhitungan Emisi Gas Rumah Kaca Kehutanan (Inventory) • 69

Page 88: Pengembangan Perhitungan Emisi Gas Rumah Kaca Kehutanan ...

No. Perubahan Sub kategoriPeriode Tahun

2000-2003 2003-2006 2006-2009 2009-2011

  HT 3,959.61 39,340.68 48,004.76 79,802.03

Jumlah (3) 4,955.21 39,340.68 53,423.13 79,876.06

4. S dikonversi ke FL HKP 0.00 0.00 0.00 0.00

  HKS 0.00 1.10 0.00 0.00

  HT 0.00 204.29 37.87 48.07

Jumlah (4) 0.00 205.39 37.87 48.07

5. OL dikonversi ke FL HKP 89.97 27.79 0.00 0.00

  HKS 176.96 40.32 26.83 310.63

  HT 43,766.05 51,560.92 102,799.19 45,027.70

Jumlah (5) 44,032.98 51,629.03 102,826.02 45,338.33

Perubahan lahan menjadi hutan tertinggi berasal dari padang rumput/belukar seluas 262.005,16 ha, disusul oleh lahan lain (tanah kosong/penggunaan lain) dan lahan basah masing-masing seluas 243.826,36 ha dan 177.595,08 ha. Pola perubahannya terlihat ada 2 macam, yaitu dengan puncak dan tanpa puncak perubahan. Asal hutan yang memiliki puncak perubahan adalah padang rumput/belukar (dengan pucak perubahan tertinggi terjadi pada periode tahun 2003-2006) dan pertanian serta type tutupan lain (dengan puncak perubahan tertinggi pada periode tahun 2006-2009). Adapun lahan basah menjadi hutan terlihat polanya tanpa puncak selama periode, dimana cenderung meningkat terus dari periode ke periode. (Gambar 16).

Gambar 16. Pola perubahan lahan menjadi hutan antar periode (kiri) dan kumulatif perubahan selama periode analisis (kanan)

70 • Aplikasi Perhitungan Emisi GRK Kehutanan

Page 89: Pengembangan Perhitungan Emisi Gas Rumah Kaca Kehutanan ...

Gambaran tersebut menunjukkan bahwa selama periode 2000-2011 telah terjadi reforestasi yang dapat berasal dari berbagai program. Program dimaksud dapat berupa rehabilitasi, hutan rakyat atau reforestasi secara alami akibat suksesi alam. Namun demikian, jika dibandingkan dengan perubahan hutan menjadi non hutan di Indonesia, reforestasi jauh lebih kecil jumlahnya dibanding deforestasi.

5.3.2 Tingkat Emisi Rujukan Nasional

Berdasarkan perubahan tutupan lahan sebagaimana pada pembahasan sebelumnya, maka prediksi emisi dan serapan dapat dilakukan. Selama periode tahun 2000-2011 pada sektor kehutanan dan lahan gambut berhasil melakukan serapan C sebesar 443,18 Mt, namun memiliki emisi sebesar 2.379,60 Mt. Dengan demikian pada periode tersebut terdapat net emisi sebesar 1.936,42 Mt. Perilaku serapan antar periode bersifat fluktuatif, dengan serapan tertinggi terjadi pada periode tahun 2003-2006. Berbeda dengan serapan, perilaku emisi terlihat cenderung terus meningkat baik emisi antar periode maupun rata-rata emisi tahunannya (Tabel 45).

Tabel 45. Pendugaan tingkat serapan dan emisi sektor kehutanan dan lahan gambut Indonesia

Uraian UnitPeriode tahun

2000-2003 2003-2006 2006-2009 2009-2011

Tingkat Serapan Ton C 115,600,916.72 110,702,692.81 109,234,790.50 107,639,153.38

Tingkat Emisi Ton C (557,798,135.43) (599,317,247.88) (615,678,398.38) (606,806,624.52)

Net Emisi Ton C (442,197,218.72) (488,614,555.07) (506,443,607.88) (499,167,471.14)

Net Sequestrasi Ton C 0.00 0.00 0.00 0.00

Rata-rata Emisi C Ton C/th (147,399,072.91) (162,871,518.36) (168,814,535.96) (249,583,735.57)

Mt C/th (147.40) (162.87) (168.81) (249.58)

Rata-rata Emisi CO2 Ton CO2/th (540,463,267.32) (597,195,567.31) (618,986,631.86) (915,140,363.76)

Mt CO2/th (540.46) (597.20) (618.99) (915.14)

Data historis dapat menghasilkan alat bantu persamaan regresi yang dapat digunakan untuk memproyeksikan emisi pada tahun-tahun berikutnya. Persamaan yang dihasilkan adalah:

Y = 348.386,8038 + 174,1535X

Dimana Y = Emisi (Mega ton C) X = Tahun[R2 : 99,34% ; SE : 49,68]

Sintesis Penelitian Integratif Pengembangan Perhitungan Emisi Gas Rumah Kaca Kehutanan (Inventory) • 71

Page 90: Pengembangan Perhitungan Emisi Gas Rumah Kaca Kehutanan ...

Menurut pendekatan historis, proyeksi emisi dari sektor kehutanan dan lahan gambut pada tahun 2020 diketahui sebesar 3.403,27 Mega ton C atau setara dengan 12.478,64 Mega ton CO2-e. Proyeksi emisi tersebut terlihat bersifat linier karena secara historis kenaikan emisi juga mendekati bentuk linier (Gambar 17).

Gambar 17. Tingkat emisi rujukan sektor kehutanan dan lahan gambut Indonesia

Selain pendekatan historis, pendekatan lain yang dapat digunakan adalah historical adjusted yang menggunakan faktor lain untuk menduga emisi. Faktor tersebut dipilih karena kaitannya secara kausal berkorelasi kuat dengan perubahan tutupan lahan.

Dalam kajian ini adjustment faktor yang digunakan adalah jumlah penduduk dan PDB perkapita. Kedua faktor tersebut memiliki hubungan kausal yang sangat kuat, dimana pertumbuhan penduduk akan menyebabkan tekanan terhadap lahan semakin tinggi. Kebutuhan lahan dapat terbagi ke dalam beberapa kebutuhan, antara lain pemukiman serta sumber ekonomi (pertanian dan perkebunan). Adapun PDB per kapita memiliki hubungan kausal dimana sumberdaya hutan merupakan asset ekonomi yang dapat berkontribusi terhadap PDB secara makro maupun sumber ekonomi masyarakat secara mikro. Dengan demikian semakin tinggi penggunaan sumberdaya hutan untuk aktivitas ekonomi dapat berkontribusi terhadap peningkatan PDB dan PDB per kapita.

Jumlah penduduk Indonesia dan PDB per kapita yang memiliki korelasi kuat dapat digunakan dalam melakukan proyeksi emisi pada masa yang akan dating. Persamaan regresi yang diperoleh adalah sebagai berikut.

1. Persamaan penduga emisi dari jumlah penduduk Indonesia

Y = -12846.017 + 0.06197*P

72 • Aplikasi Perhitungan Emisi GRK Kehutanan

Page 91: Pengembangan Perhitungan Emisi Gas Rumah Kaca Kehutanan ...

Dimana Y = emisi (Mega ton C) P = jumlah penduduk Indonesia (jiwa)[R2 : 99,41% ; SE : 46,99]

2. Persamaan penduga emisi dari PDB per kapita

Y = -242.387+(7.283658*10-5)*PK

Dimana Y = emisi (Mega ton C)

PK = PDB per kapita (Rp.)[R2 : 97,59% ; SE : 94,77]

Menurut pendekatan historical adjusted ini diperoleh proyeksi emisi pada tahun 2020 adalah 3.248,94 Mega ton C (atau setara dengan 11.912,79 Mega ton CO2-e) dari faktor populasi penduduk Indonesa. Adapun pendekatan historical adjusted dari faktor PDB per kapita menghasilkan proyeksi emisi tahun 2020 sebesa 3.335,28 Mega ton C (setara dengan 12.229,38 Mega ton CO2-e) (Gambar 18).

Gambar 18. REL menurut pendekatan historical adjusted

Dengan membandingkan dua pendekatan penentuan REL terlihat pada Gambar 19 ternyata tidak berbeda jauh (dilihat dalam satuan Mt C maupun CO2). Namun demikian, tidak berbarti berbeda nyata diantara keduanya. Dari gambar tersebut dapat dicatat bahwa pendekatan REL dengan metode historis menghasilkan proyeksi emisi lebih tinggi dibanding metode adjusted. Pada metode adjusted sendiri yang menggunakan 2 parameter, diketahui bahwa parameter PDRB per kapita menghasilkan proyeksi emisi lebih tinggi daripada parameter populasi penduduk.

Sintesis Penelitian Integratif Pengembangan Perhitungan Emisi Gas Rumah Kaca Kehutanan (Inventory) • 73

Page 92: Pengembangan Perhitungan Emisi Gas Rumah Kaca Kehutanan ...

Gambar 19. Komparasi REL menurut pendekatan historis dengan historical adjusted

Gambar 19 juga mengindikasikan bahwa pengaruh jumlah penduduk dan PDB per kapita bersifat linier. Berbeda dengan dugaan sebelumnya bahwa pertumbuhan penduduk umumnya bersifat eksponensial, namun dalam kasus ini tidak berlaku. Perilaku eksponensial bisa jadi dapat ditemukan pada pertambahan penduduk dalam rentang waktu yang panjang, sementara pada periode 2000-2020 tergolong rentang waktu pendek sehingga menunjukkan perilaku linier.

5.4 Identifikasi Kegiatan-Kegiatan Yang Mengurangi Emisi Karbon Melalui Peningkatan Serapan Karbon Dan Stabilisasi Simpanan Karbon Hutan

Berdasarkan hasil analisis terhadap kegiatan-kegiatan sektor kehutanan, diketahui potensi penurunan emisi yang besar (diperbandingkan dari nilai tengah potensi penurunan emisi masing-masing kegiatan) menurut laporan Ekawati, et al. (2012). Lima kegiatan paling tinggi potensinya adalah: rehabilitasi hutan dan lahan, pengendalian perambahan, pembangunan HKm, dan pengendalian konversi hutan. Adapun kegiatan HTR, pengendalian kebakaran, pengendalian illegal logging dan SFM berperan relatif kecil dalam penurunan emisi, di bawah 100 juta ton C (Gambar 20). Namun perlu disadari bahwa potensi ini sangat dipengaruhi oleh target mitigasi yang sering sangat ambisius jika dibandingkan dengan rata-rata realisasi dalam lima tahun terakhir.

74 • Aplikasi Perhitungan Emisi GRK Kehutanan

Page 93: Pengembangan Perhitungan Emisi Gas Rumah Kaca Kehutanan ...

Sumber: Sumber : Ekawati, et al., 2012

Gambar 20. Nilai tengah estimasi penurunan emisi sektor kehutanan tahun 2020

Jika dibandingkan dengan target penurunan emisi menurut RAN GRK pada sektor kehutanan dan lahan gambut, ternyata potensi penurunan emisi dari Restorasi Ekosistem, RHL, dan pengendalian perambahan masing-masing sudah memenuhi target penurunan emisi 26% (0,672 Gton CO2e) maupun 41% (1,039 Gton CO2e). Namun demikian, potensi penurunan emisi tersebut berasal dari kegiatan sektor kehutanan dengan tingkat ketidakpastian dan resiko tinggi. Pencapaian target dari ketiga kegiatan tersebut sangat membutuhkan kondisi pemungkin yang benar-benar kuat dan melibatkan berbagai sektor, tidak hanya sektor kehutanan. Pada tabel 46 dapat dilihat secara detail potensi penurunan emisi dari masing-masing kegiatan sektor kehutanan yang dapat diperbandingkan satu sama lain.

Tabel 46. Ringkasan Potensi Pengurangan Emisi dari Berbagai Kegiatan di Tingkat Nasional

No Kegiatan

Target Pembangunan 2020 (ha) EF Potensi Penurunan Emisi (tC) Biaya

Kegiatan (Rp/ha)BAU Mitigasi Rendah

(tC/ha)Tinggi

(tC/ha/) Rendah Tinggi

A. Peningkatan Serapan Karbon

1. HTI 2.052.047 4.500.000 40 177 96.694.144 433.777.272 12.111.875 -

16.662.034

Sintesis Penelitian Integratif Pengembangan Perhitungan Emisi Gas Rumah Kaca Kehutanan (Inventory) • 75

Page 94: Pengembangan Perhitungan Emisi Gas Rumah Kaca Kehutanan ...

2. HKm 178.936 4.800.000 43,88 266,64 202,772,288.32 1,232,160,504.96 10.483.588

3. HTR 17.105,20 463.149,6 39,51 264,67 17.623.221 118.054.616 9.000.000 – 12.000.000

4. RHL 2.907.528 9.090.000 13,25 344,73 81.917.754 2.131.283.573 13.599.000-

17.958.000

5. RE 557.438 5.500.000 55,65 193,1 565,798,351.47 736,774,567.26 4.500.000 – 6.000.000

B. Stabilisasi Simpanan Karbon

1. Hutan Desa 62.400 900.000 103,16 358,87 86.406.816 300.589.512 500.000 -600.000

2. Pengendalian kebakaran

902.672,2 677.004,2 81,0 225,0 18.279.108 50.775.300 8.150.477

3. Penanganan illegal logging

350.000.000 262.500.000 0,4 0,8 17.500.000 35.000.000 103.000 – 141.625

4. Pengendalian perambahan

· Kebun sawit

16.171.913 4.204.697 70 90 837.705.073 1.077.049.379 103.000 – 141.625

· Tambang 16.824.713 4.374.425 31.5 49.8 78.516.493 124.054.664 103.000 – 141.625

5. Pencegahan konversi

4.480.974,72 3.315.921,29 103,16 358,87 120.186.911,55 418.102.723,42

6. SFM

1. TPTI 61,70 juta 9,59 juta 127 223,45 -9.599.097.450 -10.199.174.250

2. RIL - 9,59 juta - - 41.583.756 73.162.277,14

3. Silin 232.750 232.750 12,86 - 10.150.030,68 -

Sumber: Ekawati, et al., 2012

Biaya pelaksanaan masing-masing kegiatan dapat juga dijadikan sebagai indikator penilaian. Kegiatan berikut terurut dari yang membutuhkan biaya paling murah sampai paling mahal, yaitu: (1) Penanganan illegal logging; (2) Penanganan perambahan; (3) Pembangunan hutan desa; (4) Restorasi ekosistem hutan; (5) Pembangunan HKm; (6) Pengendalian kebakaran; (7) Pembangunan HTR; dan (8) Pembangunan HTI. Dalam konteks biaya ini, biaya pencegahan konversi belum tersedia datanya karena memang secara prinsip tidak terdapat alokasi biaya untuk melakukan pencegahan konversi. Pendakatan biaya pencegahan konversi dapat dilakukan melalui biaya oportunitas kebun sawit dan pertambangan.

76 • Aplikasi Perhitungan Emisi GRK Kehutanan

Page 95: Pengembangan Perhitungan Emisi Gas Rumah Kaca Kehutanan ...

Pada tingkat provinsi urutan potensi penurunan emisi berbeda dengan tingkat nasional dan juga berbeda untuk masing-masing provinsi. Berdasarkan nilai tengah estimasi potensi penurunan emisi, urutan potensi penurunan emisi tinggi ke rendah di Provinsi Sumatera Selatan adalah: Restorasi ekosistem hutan, pencegahan konversi hutan dan pembangunan HTI (Tabel 47 dan Gambar 21).

Sumber: Ekawati, et al., 2012

Gambar 21. Nilai tengah estimasi penurunan emisi Provinsi Sumatera Selatan th 2020

Tabel 47. Ringkasan Potensi Pengurangan Emisi dari Berbagai Kegiatan di Sumatra Selatan

No Kegiatan

Target Pembangunan 2020 (ha) EF Potensi Penurunan Emisi (tC)

BAU Mitigasi Rendah (tC/ha)

Tinggi (tC/ha/) Rendah Tinggi

A. Peningkatan Serapan Karbon

1. HTI 589.429 723.450 48 100 6.486.603 13.402.072

2. HKm - - - - - -

3. HTR 844,2 31,18 48,4 100,0 39.350 81.302

4. RHL 16.264 38,141 27,92 63,69 610.802 1.393.338

5. REKI 182.595 1.441.269 55,65 63,0 70,045,197.24 79,296,449.70

B. Stabilisasi Simpanan Karbon

1. Hutan Desa - - - - - -

Sintesis Penelitian Integratif Pengembangan Perhitungan Emisi Gas Rumah Kaca Kehutanan (Inventory) • 77

Page 96: Pengembangan Perhitungan Emisi Gas Rumah Kaca Kehutanan ...

No Kegiatan

Target Pembangunan 2020 (ha) EF Potensi Penurunan Emisi (tC)

BAU Mitigasi Rendah (tC/ha)

Tinggi (tC/ha/) Rendah Tinggi

2. Pengendalian kebakaran

90.351,5 67.763,6 81,7 119,0 1.845.431 2.687.960

3. Penanganan illegal logging

12.286.070 9.214.553 0,3 0,8 460.728 1.228.607

4. Pengendalian perambahan

- - - - - -

5. Pencegahan konversi hutan

395.640,99 292.774,33 138 178,44 14.195.598,72 18.355.526,35

6. SFM

4. TPTI 56.000 56.000 81,65 119 -3.155.600 -3.328.640

5. RIL 56.000 56.000 - - 156.768 228.480

6. Silin 3.920 3.920 12,86 - 21.392,20 -

Sumber: Ekawati, et al., 2012

Adapun untuk Provinsi Jawa Timur urutan potensi penuruna emisi yang terbesar adalah hutan tanaman (kelas perusahaan jati dan lain-lain pada Perum Perhutani), pencegahan konversi hutan, pencegahan perambahan dan pengendalian kebakaran hutan. Pembangunan hutan tanaman merupakan kegiatan penurunan emisi terbesar menunjukkan bahwa kontribusi hutan yang dikelola Perum Perhutani dapat diandalkan dalam kegiatan mitigasi di Jawa khususnya di Jawa Timur. Kegiatan lain tidak terlihat signifikan kontribusinya terhadap penurunan emisi karena berkaitan dengan karakteristik hutan dan sosial ekonomi di Jawa yang berbeda (Tabel 48).

Tabel 48. Potensi Pengurangan Emisi dari Berbagai Kegiatan di Jawa Timur

No Kegiatan

Target Pembangunan 2020 (ha) EF Potensi Penurunan Emisi (tC)

BAU Mitigasi Rendah (tC/ha)

Tinggi (tC/ha/) Rendah Tinggi

A. Peningkatan Serapan Karbon

1. HT (Perhutani) 678.304 900.000 113 198 25.007.331 43.895.848

2. HKm - - - - - -

3. HTR - - - - - -

4. RHL 3.483 N/A 99 123 N/A N/A

78 • Aplikasi Perhitungan Emisi GRK Kehutanan

Page 97: Pengembangan Perhitungan Emisi Gas Rumah Kaca Kehutanan ...

No Kegiatan

Target Pembangunan 2020 (ha) EF Potensi Penurunan Emisi (tC)

BAU Mitigasi Rendah (tC/ha)

Tinggi (tC/ha/) Rendah Tinggi

5. RE

B. Stabilisasi Simpanan Karbon

1. Hutan Desa - - - - - -

2. Pengendalian kebakaran

11.242,1 8.431,6 99,0 161,0 278.240 452.491

3. Penanganan illegal logging

370.000 277.500 0,4 0,8 18.500 37.000

4. Pengendalian perambahan

3.725 968 43.8 266.6 120.722 734.804

5. Pencegahan konversi hutan

72.171,45 53.406,87 216 297 4.053.148,63 5.573.079,37

6. SFM

7. TPTI - - - - - -

8. RIL - - - - - -

9. Silin - - - - - -

Sumber: Ekawati, et al., 2012

Sementara di Provinsi Provinsi Papua, potensi penurunan emisi yang terbesar adalah pembangunan HTI, pencegahan konversi hutan dan pelaksanaan RIL. Ketiga kegiatan tersebut merupakan kegiatan yang berbasis pada pemanfaatan maksimal kawasan hutan Papua yang saat ini terancam konversi untuk pembangunan daerah.

Analisis kegiatan yang berpotensi menurunkan emisi memperlihatkan bahwa di tingkat nasional kegiatan Rehabilitasi Hutan dan Lahan, pengendalian perambahan, pembangunan Hkm, Restorasi Ekosistem Hutan dan pencegahan konversi memiliki potensi penurunan emisi yang tinggi. Dengan demikian, konsentrasi pemerintah (sektor kehutanan) dapat difokuskan kepada implementasi 5 (lima) kegiatan ini tanpa mengesampingkan peran kegiatan lain dalam penurunan emisi. Pengesampingan kegiatan lain dapat berimplikasi kepada hilangnya fungsi dan manfaat lain selain penurunan emisi. Kegiatan lain seperti pembangunan HTR, pembangunan hutan desa dan SFM memberi kontrisbusi yang relatif rendah. Upaya peningkatan serapan karbon dan peningkatan simpanan karbon hutan dapat dialokasikan sebagai upaya reabilitasi lahan dan pemberdayaan masyarakat namun tidak menjadi prioritas dalam penurunan emisi (Tabel 49).

Sintesis Penelitian Integratif Pengembangan Perhitungan Emisi Gas Rumah Kaca Kehutanan (Inventory) • 79

Page 98: Pengembangan Perhitungan Emisi Gas Rumah Kaca Kehutanan ...

Tabel 49. Ringkasan Potensi Pengurangan Emisi dari Berbagai Kegiatan di Papua

No Kegiatan

Target Pembangunan 2020 (ha) EF Potensi Penurunan Emisi (tC)

BAU Mitigasi Rendah (tC/ha)

Tinggi (tC/ha/) Rendah Tinggi

A. Peningkatan Serapan Karbon

1. HTI 630 425.000 96 165 40.527.335 69.893.739

2. HKm - - - - - -

3. HTR 55.158,2 2.037,12 95,5 164,7 5.073.073 8.749.058

4. RHL 23.128 N/A 13,25** 344,73** N/A N/A

5. RE

B. Stabilisasi Simpanan Karbon

1. Hutan Desa - - - - - -

2. Pengendalian kebakaran

30.140,0 22.605,0 88,4 213,7 666.094 1.610.230

3. Penanganan illegal logging

- - - - - -

4. Pengendalian perambahan

- - - - - -

5. Pencegahan konversi hutan

480.616,92 355.656,52 225,62 358,87 28.193.565,27 44.844.538,46

6. SFM

TPTI 6.874.228 3.588.466 88,35 213,72 -930.367.764,26 -1.185.078.527,84

RIL 3.670.802 3.670.802 - - 10.869.976,15 26.294.638,41

Silin 259.117 259.117 12,86 - 1.414.054,19 -

Sumber: Ekawati, et al., 2012

Pembangunan HTI memiliki kontribusi tinggi juga dalam penurunan emisi, karena HTI berperan sebagai serapan karbon. Fungsi ini hanya dapat dicapai ketika pembangunan HTI dilakukan di areal terdegradasi seperti padang alang-alang atau LOA dengan potensi sangat rendah. Sebaliknya kegiatan HTI dapat berperan sebagai sumber emisi jika dilakukan di areal hutan sekunder atau primer. Dengan demikian, lebih lanjut harus dipastikan bahwa pembangunan dan pemberian izin HTI ke depan berada pada areal hutan yang terdegradasi. Konsentrasi kegiatan-kegiatan sektor kehutanan yang berpotensi besar menurunkan emisi tidak berlaku umum di semua provinsi. Setiap daerah memiliki

80 • Aplikasi Perhitungan Emisi GRK Kehutanan

Page 99: Pengembangan Perhitungan Emisi Gas Rumah Kaca Kehutanan ...

karakteristik wilayah dan karakteristik transisi hutan yang berbeda-beda, sehingga prioritas pemerintah dalam penurunan emisi harus diperlakukan berbeda.

Di Sumatera (khususnya Sumatera Selatan) prioritas penurunan emisi dapat dikonsentrasikan dari Restorasi Ekosistem Hutan, pencegahan konversi hutan dan pembangunan HTI. Hal tersebut berkenaan dengan sudah mulai banyaknya areal hutan produksi yang potensinya menurun akibat dari kegiatan pengelolaan hutan yang tidak lestari sebelumnya. Di Jawa (khususnya Jawa Timur) prioritas penurunan emisi dapat dikonsentrasikan dari kegiatan pengelolaan hutan tanaman dan pencegahan konversi hutan. Keberhasilan pengelolaan hutan tanaman oleh Perum Perhutani yang mempertimbangkan peran serta masyarakat selain mampu menjadi sumber penurunan emisi, namun berimplikasi juga terhadap penurunan kehilangan hutan karena penyerobotan maupun kebakaran. Di Papua (khususnya Provinsi Papua) prioritas penurunan emisi dapat dikonsentrasikan dari kegiatan pembangunan HTI, pencegahan konversi hutan dan pelaksanaan Reduced Impact Logging (RIL). Jumlah hutan yang masih banyak perlu dipertahankan sedemikian rupa dengan memberi kompensasi bagi pemerintah daerah dan masyarakatnya dalam bentuk lain, karena sumberdaya hutan merupakan aset pembangunan daerah. Jika kompensasi tidak berhasil diberikan, maka penurunan emisi akan sulit dicapai dari kegiatan ini, karena Papua merupakan provinsi yang sedang berkembang sehingga membutuhkan lahan dan dana besar untuk membangun daerahnya.

Beberapa kegiatan memliliki target mitigasi yang sangat tinggi (seperti HKm dan Hutan Desa, RHL, Restorasi Ekosistem Hutan), dan jika dikomparasikan dengan capaian per tahun, kendala operasional, masalah sosial ekonomi dan kondisi pemungkin yang masih minimal. Oleh karena itu diperlukan rasionalisasi target mitigasi oleh pemerintah dengan cara menurunkan rencana/target jangka panjang dan/atau melalui penyiapan kondisi pemungkin melalui upaya yang luar biasa. Percepatan penatapan dan operasionalisasi KPH serta tata batas kawasan hutan sebagai kondisi pemungkin dalam menajemen hutan secara administratif akan sangat membantu capaian target mitigasi yang telah ditetapkan oleh pemerintah pada semua kegiatan.

Biaya setiap kegiatan bersumber dari anggaran pemerintah dengan nilai yang bervariasi. Secara relatif pembangunan hutan desa memiliki kebutuhan biaya paling rendah menurut pengalaman lapangan Warsi tahun 2012, yaitu Rp. 500.000 – 600.000,-/ha. Aktivitas yang relatif murah selanjutnya adalah pembangunan HKm dan HTR. Rendahnya kebutuhan biaya Hutan Desa dan HKm tersebut disebabkan oleh sifat pembangunannya yang berasal dari hutan yang ada (existing). Realisasinya merupakan proses penunjukkan formal untuk legalisasi, sehingga tidak terdapat aktivitas penanaman. Pembiayaan oleh pemerintah hanya dilakukan untuk penetapan dan sosialisasi. Adapun kegiatan Rehabilitasi Hutan dan Lahan tergolong aktivitas yang membutuhkan biaya tinggi (Tabel 50).

Sintesis Penelitian Integratif Pengembangan Perhitungan Emisi Gas Rumah Kaca Kehutanan (Inventory) • 81

Page 100: Pengembangan Perhitungan Emisi Gas Rumah Kaca Kehutanan ...

Tabel 50. Rangkuman Biaya per Kegiatan

No Sumber Kegiatan Satuan Standar Biaya

1. Harga Satuan Pokok (HSPK) 2012

a. Rehabilitasi hutan dan lahan Rp/Ha 13.599.000 - 17.958.000

b. Rehabilitasi mangrove Rp/Ha 8.395.500 - 27.987.500

c. Hutan Kemasyarakatan Rp/Ha 10.483.588

d. Hutan Kota Rp/Ha 6.486.000 -7.870.000

2. Permenhut P.57/Menhut-II/2011

a. Pengendalian kebakaran hutan Rp 57,02 milyar

b. Penanganan perambahan pada 2 provinsi prioritas, pengelolaan ekosistem esensial, restorasi ekosistem,dll.

Rp 50,48 milyar

c. Pengendalian Perambahan Hutan dan Illegal Logging

Rp 63,99 milyar

d. Tata batas sepanjang 16.000 km Rp 76,54 milyar

e. Pembangunan 60 KPH Rp 21,29 milyar

f. Konversi Hutan* Rp 14,72 milyar

3. Permenhut No. P64/Menhut-II/2009

a. Pembangunan HTI Rp/Ha 12.111.875 - 16.662.034

b. Pembangunan HTR RpHa 9.0.525 2.602.126

4. Wawancara dan Review Literatur

Pembangunan Hutan Desa Rp/Ha 500.000 – 600.000

Keterangan: *) Biaya konversi hutan diasumsikan sebagai biaya pengendalian penggunaan kawasan hutan untuk pembangunan di luar kegiatan kehutanan

Sumber: Kementerian Kehutanan, 2011; Zunariyah, 2012; hasil wawancara, 2012)

Berdasarkan potensi serapan karbon yang dapat dicapai per ha dari masing-masing kegiatan, dari 5 (lima) kegiatan (RHL, pembangunan HKm, HTR, HTI, dan Hutan Desa) terlihat bahwa pembangunan Hutan Desa merupakan kegiatan paling efisien dengan biaya abatasi sebesar Rp. 2.164,36 – 2.597,23 /ton karbon. Pada urutan kedua adalah kegiatan pembangunan HKm dengan biaya abatasi sebesar Rp. 67.538,32/ton karbon. Urutan ketiga adalah kegiatan pembangunan HTR membutuhkan biaya abatasi sebesar Rp. 59.935,05 – 82.859,63 /ton karbon dan urutan keempat adalah kegiatan RHL dengan biaya abatasi Rp. 75.976,31 – 100.329,63 /ton. Adapun pembangunan HTI menduduki urutan ke-5 dengan biaya abatasi Rp. 111.784,73-153.779,73/ton karbon. Sayangnya kajian ini tidak bisa membandingkan kegiatan-kegiatan pengendalian illegal loging, pengendalian perambahan, pengendalian kebakaran hutan, dan pencegahan konversi hutan akibat faktor ketidakpastian yang sangat tinggi.

82 • Aplikasi Perhitungan Emisi GRK Kehutanan

Page 101: Pengembangan Perhitungan Emisi Gas Rumah Kaca Kehutanan ...

5.5 Kontribusi penurunan emisi sektor kehutanan

Kontribusi penurunan emisi sektor kehutanan dihitung dengan menganalisis kecenderungan emisi yang telah lalu sebagai basis terhadap estimasi perhitungan sampai tahun 2020. Selain itu diperhitungkan juga kebijakan mitigasi yang ada, upaya penuruan emisi (REDD, pencegahan deforestasi dan kebakaran) serta berbagai rencana penanaman seperti HTI, HTR, HR, GN RHL, OMOT dan kegiatan lainnya. Berbagai asumsi berdasarkan referensi dilakukan terkait dengan activity data serta faktor emisi dan serapan untuk mitigasi.

Beberapa tinjauan pentingnya adalah sebagai berikut :1. Kehutanan yang dalam konteks perubahan iklim dimasukan dalam kategori

LULUCF (Land use, land use change and forestry), atau kemudian dikenal dengan AFOLU (Agriculture, Foretsry and Land Use) memainkan peranan penting dalam siklus karbon global. Emisi GRK sektor kehutanan dari Indonesia, masih yang terbesar dibandingkan dengan sektor lain atau 48%. Indonesia berkomitmen untuk menurunkan tingkat emisi 26% sampai tahun 2020, sehingga kontribusi penurunan emisi dari sektor kehutanan menjadi sangat penting.

2. Dari hasil kajian skenario emisi BAU ini, diketahui bahwa kontribusi emisi terbesar adalah dari deforestasi dan juga degradasi. Deforestasi masih akan terjadi karena perkembangan jumlah penduduk dan kepentingan pembangunan seperti pengembangan perkebunan dan pertanian, pemekaran wilayah, pertambangan dan pemukiman. Meskipun demikian deforestasi dan degradasi yang tidak terkendali seperti penebangan liar; penambangan liar, kebakaran hutan, serta perambahan sedapat mungkin harus dikurangi. Dengan mengurangi deforestasi dan degradasi akan terjadi penurunan emisi yang sangat signifikan, yang akan mendukung target penurunan emisi sampai tahun 2020.

3. Selain itu, upaya penurunan emisi juga dapat dilakukan dengan penanaman. Berbagai kegiatan penanaman yang telah dan akan dilakukan seperti kegiatan pembangunan HTI, HR, HTR, kegiatan Gerakan Penghijauan Nasional (Gerhan), serta kegiatan penanaman lainnya memiliki dampak yang positif dalam meningkatkan kapasitas hutan dalam menyerap karbon dan mengurangi emisi.

4. Hasil kajian ini menunjukkan kisaran deforestasi tahunan BAU mencapai 700.000 sampai 1.500.000 ha per tahun. Sedangkan BAU penanaman berkisar antara 150.000 – 300.000 ha per tahun. Opsi penentuan BAU sanagt tergantung dari ketersediaan data serta asumsi yang digunakan. Dengan upaya mitigasi melalui berbagai program atau kegiatan pencegahan deforestasi serta peningkatan penanaman, target penurunan emisi dari sektor kehutanan yang sejalan dengan kegiatan pengelolaan hutan lestari (SMF) akan dapat dicapai.

Sintesis Penelitian Integratif Pengembangan Perhitungan Emisi Gas Rumah Kaca Kehutanan (Inventory) • 83

Page 102: Pengembangan Perhitungan Emisi Gas Rumah Kaca Kehutanan ...

5. Hasil estimasi perhitungan dengan BAU tingkat emisi dari kehutanan pada tahun 2020 sebesar 525 juta tCO2. Dengan upaya mitigasi penanaman dan penurunan laju deforestasi pada tahun 2020 sektor kehutanan menyumbang emisi sebesar 334.1 juta ton CO2-e C. Angka tersebut belum termasuk emisi dari kebakaran gambut.

6. Persentasi penurunan emisi dibanding tahun 2000 sebesar 649 juta CO2-e, untuk BAU turun 19 % dan untuk mitigasi turun 48.5 %.

7. Hasil estimasi tersebut sangat tergantung dari berbagai asumsi yang digunakan khususnya terkait angka activity data serta faktor serapan/emisi dari sumber emisi dan serapan

8. Untuk itu perlu tindak lanjut kebijakan dan kegiatan serta dana yang mendukung upaya penanaman dan penurunan laju deforestasi.

9. Hasil kajian dari kalimantan Timur menunjukkan adanya kesadaran dan upaya untuk menjalankan program kaltim Hijau. Pemerintah daerah dan umumnya semua stakeholder berkomitmen tinggi untuk mewujudkan Kaltim sebagai provinsi percontohan DA REDD.

5.6 Rekomendasi

Terkait dengan aplikasi teknik perhitungan emisi GRK dapat direkomendasikan beberapa hal, yaitu:1. Data yang tersedia masih terbatas. Disamping data aktivitas dan FE, masih diperlukan

upaya pelengkapan data secara detail untuk: data faktor emisi pada tanah, jenis dan volume kayu bakar, data illegal logging, serangan hama penyakit, penebangan hutan, dll.

2. Metode perhitungan REL tingkat nasional cukup menggunakan historical based. Metode ini lebih sederhana dan lebih murah dibandingkan metode historical adjusted dan menghasilkan estimasi penurunan emisi yang tidak berbeda secara signifikan dengan metode historis.

3. Indonesia bisa memfokuskan kegiatan penurunan emisi kepada 5 aktivitas, yaitu: rehabilitasi hutan dan lahan, pengendalian perambahan, pembangunan HKm, restorasi ekosistem, dan pengendalian konversi hutan.

84 • Aplikasi Perhitungan Emisi GRK Kehutanan

Page 103: Pengembangan Perhitungan Emisi Gas Rumah Kaca Kehutanan ...

Bab 6 Penutup

Perhitungan emisi dari sektor LULUCF pada umumnya memiliki tingkat ketidak pastian yang tinggi karena kurangnya data serta penggunaan data default yang berbeda dengan kondisi sebenarnya. Oleh sebab itu penelitian untuk mendapatkan data lokal spesifik masih sangat diperlukan guna meningkatkan ketelitian hasil estimasi. Diperlukan kerjasama dengan litbang, oganisasi lain untuk melakukan penelitian terkait data lokal, misalnya data pertumbuhan untuk masing-masing jenis, hutan dan jenis hutan tanaman, BEF, berat jenis, dan lain-lain. Selain itu, diperlukan kerjasama/koordinasi dengan insititusi yang telah atau akan membangun PSP agar penempatan PSP dilakukan pada lokasi-lokasi yang dapat merepresentasikan tipe tutupan hutan yang ada di daerah.

Indonesia penting untuk menerapkan metode IPCC Guideline dalam inventarisasi gas rumah kaca agar hasil inventarisasi lebih akurat dan terpercaya sehingga diakui oleh internasional. Aplikasi IPCC GL juga digunakan untuk penghitungan dalam kegiatan karbon seperti REDD, proyek karbon lainnya serta monitoing capaian target penurunan emisi. Hal ini juga mendukung pelaksanaan Perpres 61 dan 71.

Kontribusi emisi terbesar adalah dari lahan gambut yang terdrainase, maka strategi pengurangan emisi adalah dengan mencegah pemanfaatan lahan gambut yang mengakibatkan drainase dan emisi. Strategi ini sejalan dengan Peraturan Menteri Pertanian Nomor: 14/Permentan/Pl.110/2/2009 tentang Pedoman pemanfaatan lahan gambut untuk budidaya kelapa sawit yang melarang pemanfaatan lahan gambut dengan dalam lebih dari tiga meter untuk tanaman kelapa sawit dan moratorium pemanfaatan lahan gambut dari LOI Indonesia dan Norwegia.

Terkait dengan rencana penurunan emisi, maka strategi yang harus dilakukan adalah meningkatkan serapan dengan meningkatkan penanaman dan mengurangi emisi akibat deforestasi dan degradasi. Disamping itu, untuk kepentingan pengawasan implementasi di tingkat nasional dan daerah perlu adanya kelembagaan MRV yang bertanggung jawab terhadap ketersediaan/kelengkapan data inventarisasi dan untuk monitoring target penurunan emisi.

Sintesis Penelitian Integratif Pengembangan Perhitungan Emisi Gas Rumah Kaca Kehutanan (Inventory) • 85

Page 104: Pengembangan Perhitungan Emisi Gas Rumah Kaca Kehutanan ...

Daftar Pustaka

Akbar, A., E. Priyanto, E. Suryanto, LJ. Eriyanto. 2013. Model hubungan berat jenis dengan kedalaman gambut untuk menghitung kandungan karbon. Lpoarn Hasil Penelitian Tahun 2012. Balai Penelitian Kehutanan Banjarbaru. Banjarbaru.

Akbar, A. dan E. Priyanto. 2011. Perhitungan karbon untuk perbaikan faktor emisi dan serapan grk kehutanan pada hutan alam gambut. Laporan Hasil Penelitian Tahun 2010. Balai Penelitian Kehutanan Banjarbaru. Banjarbaru.

Angelson, A., Boucher D, Bown S, Merckx V, Streck C and Zarin D. 2011. Guidelines for REDD+ Reference Levels: Principles and Recommendation. Meridian Institute.

Anonim. 2007. Pengertian Karbon. http://id.shvoong.com/exact-sciences-chemistry-2119913-karbon/#ixzz4OdC0tn5U [12 Oktober 2012]

Asmoro, J.P.P. 2011. Potensi Karbon Jenis Endemik Papua : Pometia pinnata JR Forst & G. Forst. Jurnal Penelitian Sosial Ekonomi Kehutanan VOl. 8 No. 4: 299-305.

[BPS] Badan Pusat Statistik Papua Barat. 2012. Papua Barat dalam Angka Tahun 2012. Bada Pusat Statistik. Manokwari.

Badan Standardisasi Nasional. 2011. Standar Nasional Indonesia 7724:2011 tentang pengukuran dan penghitungan cadangan karbon – pengukuran lapangan untuk penaksiran cadangan karbon hutan (ground based forest carbon accounting)

Balai Besar Taman Nasional Lore Lindu, 2010. Laporan Kegiatan Inventarisasi Potensi Vegetasi Taman Nasional Lore Lindu Sulawesi Tengah (Tahap II). Balai Besar Taman Nasional Lore Lindu, Palu.

Balai Besar Taman Nasional Lore Lindu, 2012. Laporan Kegiatan Monitoring Potensi Flora pada Plot Permanen Inventarisasi di Bora Bidang Pengelolaan Taman Nasional Wilayah I Saluki. Wilayah II Makmur.

Balai Pemantapan Kawasan Hutan Wilayah (BPKH) XVI Palu, 2012. Pendugaan Cadangan Biomassa Karbon Pada Penutupan Hutan Lahan Kering Primer dan Sekunder Berdasarkan Data Enumerasi Permanent Sample Plot (PSP) di Provinsi Sulawesi Tengah. Palu.

Balinda, L. 2008. Pendugaan Simpanan Karbon di Atas Permukaan Tanah pada Tegakan Pinus di RPH Leuwiliang KPH Bogor Perum Perhutani III Jawa Barat dan Banten [Skripsi]. Bogor. Institut Pertanian Bogor.

Bappeda Kabupaten Kotabaru dan Puslitbang Perubahan Iklim dan Kebijakan. 2011. Penentuan Reference Emission Level (REL) Di Kabupaten Kotabaru, Propinsi Kalimantan Selatan.

Bappeda Provinsi Jawa Tengah, 2012. Rencana Aksi Daerah (RAD) Provinsi Jawa Tengah, Semarang.

86 • Daftar Pustaka

Page 105: Pengembangan Perhitungan Emisi Gas Rumah Kaca Kehutanan ...

Bappeda Provinsi Sulawesi Tengah, 2012. Rencana Aksi Daerah (RAD) Provinsi Sulawesi Tengah, Palu.

Bappenas, 2011. Pedoman Penyusunan Rencana Aksi Daerah Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca (RAD-GRK), Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional.

Basuki, T.M., P.E. Van Laake, A.K. Skidmore, Y.A. Hussin. 2009. Allometric Equations for Estimating The Above-Ground Biomass in Tropical Lowland Dipterocarp Forest. Elsevier - Jurnal Forest Ecology and Management 257 (2009): 1684-1694.

Baumert, K.A, T. Herzog and J. Pershing. 2005. Navigating the Numbers : Greenhouse Gas Data and International Climate Policy. World Resource Institute.

Boer, R., Hendri and Gintings, N.: 1999. ‚Emissions and uptake of greenhouse gases by Indonesian forest‘. Paper delivered to F7 network.

BPK Aek Nauli. 2012. Pembangunan Plot SampelPermanen (PSP) Sebagai Upaya Penyediaan Data dan Monitoring Stok Karbon serta Perubahan Stok Karbon Pada Berbagai Tipe Tutupan Hutan di Hutan Nagari, Provinsi Sumatera Barat. Laporan Kegiatan. BPK Aek Nauli bekerjasama dengan FCPF Puspijak. Aek Nauli.

BPK Palembang. 2012. Monitoring Carbon Stock Dan Carbon Change Pada Berbagai Tipe Hutan Di Sumatera Selatan Dengan Permanent Sample Plots (PSP). BPK Palembang bekerjasama dengan FCPF Puspijak. Palembang.

Brown S and Masera O. 2003. Supplementary methods and good practice guidance arising from the Kyoto Protocol, section 4.3 LULUCF projects Good Practice Guidance For Land Use, Land-Use Change and Forestry, Intergovernmental Panel on Climate Change National Greenhouse Gas Inventories Programme ed J Penman, M Gytartsky, T Hiraishi, T Krug,D Kruger, R Pipatti, L Buendia, K Miwa, T Ngara, K Tanabe and F Wagner (Kanagawa: Institute for Global Environmental Strategies (IGES)) pp 4.89–4.120.

Brown, S., 1997. Estimating biomass and biomass change of tropical forests: a primer. FAO. Forestry Paper 134, Rome, 87 pp.

Busch, J., Strassburg B, Cattaneo A, Lubowski R, Bruner A, Richard Rice R, Creed A, Ashton R, and Boltz F. 2009. Comparing climate and cost impacts of reference levels for reducing emissions from deforestation. Enviromental Research Letter 4 (2009). IOP Publishing. UK

Chave, J, Andalo, E.C, Brown, E.S, Cairns, M.A, Chambers, J.Q, Eamus, E.D, Folster, E.H, Fromard, E.F, Higuchi, N, Kira, E.T, Lescure, E.J.P, Nelson, E.B.P, Ogawa, H, Puig, E.H, Riera, E.B, Yamakura, E.T, 2005. Tree allometry and improved estimation of carbon stocks and balance in tropical forests. Oecologia (2005) 145: 87–99. DOI 10.1007/s00442-005-0100-x. _ Springer-Verlag 2005

Sintesis Penelitian Integratif Pengembangan Perhitungan Emisi Gas Rumah Kaca Kehutanan (Inventory) • 87

Page 106: Pengembangan Perhitungan Emisi Gas Rumah Kaca Kehutanan ...

Clark, D.A., Brown, S., Kicklighter, D.W., Chambers, J.Q., Thomlinson, J.R., Ni, J., Holland, E.A., 2001. Net primary production in tropical forests: an evaluation and synthesis of existing field data. Ecological Application 11 (2), 371–384.

Dahlan, I Nengah Surati Jaya, Istomo. 2005. Estimasi Karbon Tegakan Acacia mangium Willd Menggunakan Citra Landsat ETM+ dan SPOT-5: Studi Kasus di BKPH Parung Panjang KPH Bogor. Pertemuan Ilmiah Tahunan MAPIN XIV “Pemanfaatan Efektif Penginderaan Jauh Untuk Peningkatan Kesejahteraan Bangsa” Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya 14-15 September 2005.

Cooper, H and L. Hedges. -. Research Synthesis as a Scientific Process. De Gier, A., 2003. In: Roy, P. (Ed.), A New Approach to Woody Biomass Assessment

in Woodlands and Shrublands. Geoinformatics for Tropical Ecosystems, India pp. 161–198.

Departemen Kehutanan, 2002. Data dan Informasi Kehutanan Provinsi Sulawesi Tengah. Jakarta, Indonesia.

Departemen Kehutanan, Badan Planologi, 2008. Penghitungan Deforestasi Indonesia tahun 2008.

Dewi, S., Ekadinata, A., Galudra, G., dan Johana, F., 2011. LUWES: Land Use Planning for Low Emission Development Strategy. World Agroforestry Centre-ICRAF SEA Office, Bogor, Indonesia.

Dharmawan, I. W. S. 2010. Estimation of aboveground biomass carbon stock in project plot of CI-Daikin at Nagrak Resort, Gede Pangrango National Park. Research Report. Collaboration of CI and Daikin.

Dharmawan, I. W. S., V. B. Arifanti, A. Wibowo and N. D. Atmojo. 2011. Analysis of land use, land cover change and the association carbon stock change to establish project baseline. Technical Report No. 10. Center for Climate Change and Policy Research and Development, ITTO, Meru Betiri National Park and LATIN.

Dinas Kehutanan (Dishut) Provinsi Jawa Tengah, 2011. Data dan Informasi Strategis Provinsi Jawa Tengah 2011. Semarang.

Dinas Kehutanan Provinsi Sulawesi Tengah, 2011. Rencana Strategis 2011-2016. Palu, Indonesia.

Dinas Kehutanan Provinsi Sulawesi Tengah, 2012. Data Planologi Kehutanan Daerah Provinsi Sulawesi Tengah, tersedian online di http://dishut.sulteng .go.id/attachments/

article/99/DATA%20PLANOLOGI.pdf (diunduh tanggal 10 Januari 2012).Direktorat Jenderal Bina Produksi Kehutanan. 2010. Laporan Perkembangan Pemanfaatan

dan Penggunaan Hutan Produksi Triwulan IV (Oktober – Desember 2009). Kementerian Kehutanan, Jakarta.

88 • Daftar Pustaka

Page 107: Pengembangan Perhitungan Emisi Gas Rumah Kaca Kehutanan ...

Direktorat Jenderal Planologi Kementerian Kehutanan (DitjenPlan Kemenhut), 2010. REL/RL and MRV System Development , bahan presentasi pada ASEAN Rgional Training Workshop and Sharing Lesson on REL/RL and The MRV System Development for REDD+ pada tanggal 22 September 2012.

Down to Earth. 2011. Tanah Papua: Perjuangan yang Berlanjut untuk Tanah dan Penghidupan. Buletin Down to Earth Edisi Khusus no. 89-90, November 2011. England.

Ekadinata A, Agung P, Johana F, Galudra G, Palloge A, dan Usman G, Aini N. 2011. Merencanakan Pembangunan Rendah Emisi di Kabupaten Tanjung Jabung Barat, Provinsi Jambi. Brief No 18. Bogor, Indonesia. World Agroforestry Centre ICRAF, SEA Regional Office

Ekawati, S., Kirsfianti L Ginoga, Yanto Rochmayanto, Zahrul Mustaqin Fentie Salaka, Ari Wibowo, Subarudi, Endang Savitri. 2012. Identifikasi Kegiatan-Kegiatan Yang Mengurangi Emisi Karbon Melalui Peningkatan Serapan Karbon Dan Stabilisasi Simpanan Karbon Hutan. Laporan Hasil Penelitian. Pusat Litbang Perubahan Iklim dan Kebijakan dan Forest Carbon Partnership Facility. Bogor.

First National Communication. 1999. The Indonesia First National Communication to the UNFCCC. KLH. Indonesia.

Ginoga K, Ngaloken Ginting, Ari Wibowo. 2008. Isu pemanasan global, UNFCCC, Kyoto Protocol dan Peluang Aplikasi A/R CDM di Indonesia. Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan. Jakarta

Grant, William E., Pedersen, Ellen K., Marin, Sandra L., 1997. Ecology and Natural Resource Management (System Analysis and Simulation). John Willey and Sons, Inc., New York.

Hairiah K, Rahayu S. 2007. Pengukuran ‘Karbon Tersimpan’ di Berbagai Macam Penggunaan Lahan. Bogor. World Agroforestry Centre – ICRAF, SEA Regional Office, University of Brawijaya, Indonesia. 77 p.

Hairiah K, SM Sitompul, Meine van Noordwijk and Cheryl Palm. 2001.Carbon Stocks of Tropical Land Use Systems as Part of the Global C Balance: Effects of Forest Conversion and Options for ‘Clean Development’ Activities. International Center for Research in Agroforestry.

Hairiah, K dan Rahayu. S. 2007. Petunjuk praktis pengukuran karbon tersimpan di berbagai macam penggunaan lahan. World Agroforestry Centre, ICRAF Southeast Asia, Bogor.

Hardjana, A.K., F.N. Rahimahyuni, I.S. Tumakaka, A. Rojikin. 2010. Pendugaan stok karbon kelompok jenis tegakan berdasarkan tipe potensi hutan di kawasan hutan

Sintesis Penelitian Integratif Pengembangan Perhitungan Emisi Gas Rumah Kaca Kehutanan (Inventory) • 89

Page 108: Pengembangan Perhitungan Emisi Gas Rumah Kaca Kehutanan ...

lindung Sungai Wain. Laporan Hasil Penelitian. Balai Besar Penelitian Dipterokarpa. Samarinda.

Harja,D., Dewi, S., van Noordwijk,M., Ekadinata, A., dan Rahmanulloh, A., 2011. REDD Abacus SP – User Manual and Software, Bogor, Indonesia. World Agroforestry Centre – SEA Regional Office, 89 halaman.

Haygreen, JG dan Bowyer JL. 1989. Hasil Hutan dan Ilmu Kayu, Suatu Pengantar. Hadikusumo SA, penerjemah; Prawiro H, editor. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Terjemahan dari: Forest Product and Wood Science: An Introduction.

Herold and Skutsch (2009) ‘Measurement, reporting and verification for REDD+: objectives, capacities and institutions’, In Angelsen, A. (Ed.) Realising REDD+. National strategy and policy options. CIFOR, Bogor, Indonesia.

ICRAF. 2012. Mengenai Skenario Baseline Sebagai Dasar Penentuan REL/RL. Training Luwes-Abacus ICRAF-FORDA. Bulungan, 15 – 16 Oktober 2012

IFCA. 2008. Reducing Emission from Deforestation and Degradation in Indonesia. Consolidation Report

Indriyanto. 2005. Ekologi Hutan. Jakarta. PT Bumi Aksara.Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC), 2003. IPCC Guidelines for National

Greenhouse Gas Inventories, disiapkan oleh National Greenhouse Gas Inventories Programme, Eggleton, H. S., Buendia, L., Miwa, K., Ngara, T., dan Tanabe, K. (editor), IGES, Jepang.

Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC), 2006. IPCC Guidelines for National Greenhouse Gas Inventories. Prepared by The National Greenhouse Gas Inventories Programme, Eggleston, H.S., Buendia,L., Miwa, K., Ngara,T., dan Tanabe, K. (editor). IGES, Jepang.

[IPCC] Intergovermental Panel on Climate Change. 2006. 2006 IPCC Guideline for National Green House Gass Inventories. Volume 4 Agriculture, Forestry and Other Land Use. National Green House Gass Inventories Programme. IGES. Japan.

---------. 1996. Revised 1996 IPCC Guidelines for National Greenhouse Gas Inventories. IGES, Japan. IPCC

---------. 2001. IPCC Third Assessment ReportIswanto, AH. 2008. Sifat Fisis Kayu: Berat Jenis dan Kadar Air pada Berbagai Jenis Kayu

[Karya Ilmiah]. Universitas Sumatera Utara. Medan.Japan Aerospace Exploration Agency. 2008. ALOS data users handbook revision C. Earth

Observation Research and Application Center.Jaya, I N S. 2007. Analisis citra dijital: perspektif penginderaan jauh untuk pengelolaan

sumberdaya alam. Bogor. Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor.

90 • Daftar Pustaka

Page 109: Pengembangan Perhitungan Emisi Gas Rumah Kaca Kehutanan ...

Jaya, I.N.S., B. Saleh. 2011. Road Map MRV Sektor Kehutanan. Pusat Inventarisasi Hutan. Kementerian Kehutanan. Jakarta.

JICA [ Japan International Cooperation Agency]. 2002. Demonstration study on carbon fixing forest management project. Progress report of the project 2001-2002.

Johana F, Agung P, Galudra G, Ekadinata A, Fadila D, Bahri S dan Erwinsyah. 2011. Merencanakan pembangunan rendah emisi di Kabupaten merangin propinsi Jambi. Brief No. 17. Bogor, Indonesia. World Agroforestry Centre ICRAF, SEA Regional Office.

Jones, G. 1979. Topics in Applied Geography Vegetation Productivity. Longman London and New York.

Junaedi, A. 2007. Dampak Pemanenan Kayu dan Perlakuan Silvikultur Tebang Pilih Tanam Jalur (TPTJ) Terhadap Potensi Kandungan Karbon dalam Vegetasi Hutan Alam Tropika (Studi Kasus di Areal IUPHHK PT Sari Bumi Kusuma, Kalimantan Tengah). Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Kementerian Kehutanan. 2009. Peta Deforestasi Periode Tahun 2003-2006. http://www.dephut.go.id/files/Atlas_Tematik_Kehutanan_2009/Def_Papua.pdf. [diakses pada tanggal 19 Oktober 2012].

Kementerian Kehutanan. 2009. Peta Penggunaan Lahan dan Deforestasi. http://www.dephut.go.id/files/Atlas_Tematik_Kehutanan_2009/PL_Papua.pdf. [diakses pada tanggal 19 Oktober 2012].

Kementerian Kehutanan, 2011. Statistik Kehutanan Indonesia. Direktorat Jenderal Planologi Kehutanan, Kementerian Kehutanan. Jakarta.

Kementerian Kehutanan, 2012. Statistik Kehutanan Indonesia 2011. Kementerian Kehutanan, Jakarta, Indonesia.

Kementerian Lingkungan Hidup (KLH), 2012. Pedoman Penyelenggaraan Inventarisasi Gas Rumah Kaca Nasional Buku I Pedoman Umum. Kementerian Lingkungan Hidup, Jakarta, Indonesia.

Kementerian Lingkungan Hidup, 2012a. Pedoman Penyelenggaraan Inventarisasi Gas Rumah Kaca Nasional Buku II, Volume 3 Metodologi Penghitungan Tingkat Emisi dan Penyerapan Gas Rumah Kaca: Pertanian, Kehutanan, dan Penggunaan Lainnya. Kementerian Lingkungan Hidup, Jakarta, Indonesia.

Kementerian Negara Lingkungan Hidup. 2007. Rencana aksi nasional dalam menghadapi perubahan iklim. Kementerian Negara Lingkungan Hidup. Jakarta

Ketterings Q M, Richard C, Meine Van Noordwijk, Yakub A, Cherly A Palm. 2001. Reducing uncertainty in use of allometric biomass equation for predicting above-ground tree biomass in mixed secondary forest. Forest Ecology and Management. -146:199-209.

Sintesis Penelitian Integratif Pengembangan Perhitungan Emisi Gas Rumah Kaca Kehutanan (Inventory) • 91

Page 110: Pengembangan Perhitungan Emisi Gas Rumah Kaca Kehutanan ...

Kittredge, J. 1944. Estimation of The Amount of Foliage of Trees and Stands. J.For. 42: 905 – 912.

KLH. 2009. Indonesia: Second National Communication under the United Nation Framework Convention on Climate Change. KLH.

Kompas. 2002. Potensi karbon kehutanan 33 juta ton pertahun. Terbitan tanggal 1 Maret 2002. Jakarta.

Krisnawati, H., Adinugroho, W. C., dan Imanuddin, R., 2012. Monograf: Model-Model Alometrik untuk Pendugaan Biomasa Pohon pada Berbagai Tipe Ekosistem Hutan di Indonesia. Pusat Penelitian dan Pengembangan Konservasi dan Rehabilitasi, Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan, Bogor, Indonesia.

Leischner, B., and Elsasser, P., 2010. Reference Emission Levels for REDD: Implications of Four Different Approaches Applied to Past Period’s Forest Area Development in 84 Countries, Landbauforschung – vTI Agriculture and Forestry Research 3 (60): 119-130.

Lu, D.S., 2006. The potential and challenge of remote sensing-based biomass estimation. International Journal of Remote Sensing, 27(7): 1297-1328.

MacDicken, K.G. 1997. A Guide to Monitoring Carbon Storage in Forestry and Agroforestry Projects. Winrock International Institute for Agricultural Development. Washington, DC.

Mansur, M., N. Hidayati dan T. Juhaeti. 2011. Struktur dan komposisi vegetasi pohon serta estimasi biomassa, kandungan karbon dan laju fotosintesis di Taman Nasional Gunung Halimun Salak. Jurnal Teknologi Lingkungan Vol. 12 No. 2. Hal. 161-169.

Marina, I. dan A.H. Dharmawan. 2011. Analisis konflik sumberdaya hutan di kawasan konservasi. Jurnal Transdisiplin Sosiologi, Komunikasi, dan Ekologi Manusia Vol. 5, No. 1.

Martin, J.G., B.D. Kloeppel, T.L. Schaefer, D.L. Kimbler, and S.G. McNutly. 1998. Aboveground Biomass and Nitrogen Allocation of Ten Deciduous Southern Appalachian Tree Species. J.For. Res. 28: 1648 – 1859.

Marwa, J., R.L. Cabuy, J. Manusawai. 2012. Carbon Stock in Pometia, Palaqium amboinensis and Swietinia macrophyla standing tree at Anggresi Plantation Forest, Manokwari, West Papua. Proc Soc Indon Biodiv Intl Conf Vol 1 July 2012. Article in press.

Maulana, S.I. 2010. Pendugaan Densitas Karbon Tegakan Hutan Alam di Kabupaten Jayapura, Papua. Jurnal Penelitian Sosial dan Ekonomi Kehutanan Vol. 7 No. 4 : 261-274. Edisi Khusus. Pusat Penelitian dan Pengembangan Perubahan Iklim dan Kebijakan. Bogor.

92 • Daftar Pustaka

Page 111: Pengembangan Perhitungan Emisi Gas Rumah Kaca Kehutanan ...

Menteri Kehutanan RI. 2003. Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 175 Tahun 2003 tentang Penunjukan Kawasan Hutan Halimun dan Salak sebagai Taman Nasional Gunung Halimun-Salak.

Morikawa, Y. 2002. Biomass Measurement in Planted Forest In and Around Benakat, Fiscal Report of Assessment on The Potentiality of Reforestation and Afforestation Activities in Mitigating the Climate Change 2001, 58-63. JIFRO, Tokyo, Japan.

Ndun, I.D.O.M. 2011. Pengaruh ukuran dimensi pohon terhadap jumlah karbon tersimpan pada tegakan Araucaria cunninghamii dan Dracontomelum adule di arboretum Angggori. Skripsi. Universitas Papua. Manokwari.

Nelson, B.W., Mesquita, R., Pereira, J.L.G., de Souza, S.G.A., Batista, G.T., Couta, L.B., 1999. Allometric regressions for improved estimate of secondary forest biomass in the Central Amazon. Forest Ecology and Management 117, 149–167.

Noor’an, R.F., A. Saridan, Giono, R. Rombe, A. Rustami. 2012. Perhitungan Karbon Untuk Perbaikan Faktor Emisi Dan Serapan Grk Kehutanan Pada Hutan Alam Tanah Mineral. Laporan Hasil Penelitian. Balai Besar Penelitian Dipterokarpa. Samarinda.

Parresol, B.R. 1999. Assessing Tree and Stand Biomass: A Review with Examples and Critical Comparisons. For. Sci. 45(4): 573 – 593.

Patrick E. Van Laake . 2010. Review of methodologies for the establishment of Reference Emission Levels and Reference Levels for REDD in Viet Nam [Final Report]. Consultancy report for Output 1.2 of UN-REDD Programme for Viet Nam (UNJP/VIE/044/UNJP).

PEACE. 2007. Indonesia and Climate Change: Current Status and Policies. DFID, World Bank.

Pearson T, Walker S and Brown S. 2005. Sourcebook for land use, land-use change and forestry projects Winrock International and the BioCarbon Fund of the World Bank p 57.

Pemerintah Republik Indonesia, 2011. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 71 tahun 2011 tentang Penyelenggaraan Inventarisasi Gas Rumah Kaca. Pemerintah Republik Indonesia, Jakarta.

Pemerintah Republik Indonesia, 2011a. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 61 tahun 2011 tentang Rencana Aksi Nasional Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca. Pemerintah Republik Indonesia, Jakarta.

Peraturan Presiden Republik Indonesia No. 46 Tahun 2008 tentang Dewan Nasional Perubahan Iklim.

Perry, A., N. Hammond. 2002. Systematic Review: the Experience of a PhD Student. Psychology Learning and Teaching 2 (1): 32-35.

Sintesis Penelitian Integratif Pengembangan Perhitungan Emisi Gas Rumah Kaca Kehutanan (Inventory) • 93

Page 112: Pengembangan Perhitungan Emisi Gas Rumah Kaca Kehutanan ...

Petrova, S., Stolle, F. and Brown, S., 2007, Carbon and Co-Benefits from Sustainable Land-use Management: Deliverable 22: Quantification of carbon benefits in conservation project activities through spatial modeling: East Kalimantan, Indonesia as a Case Study. Winrock International, Report submitted to USAID.Cooperative Agreement NoEEM-A-00-03-00006-htttp:// www.winrock.org/ ecosystems/files/Deliverable22 GEOMODmodeling-Indonesia -2-2007.pdf

Plant Resources of South East Asia. 1994. Timber trees: Lesser-known commercial Pokja Perubahan Iklim Badan Litbang Kehutanan. 2010. STRATEGI REDD

INDONESIA FASE READINESS 2009-2012 dan progress implementasinya. Badan Litbang Kehutanan. Kementrian Kehutanan

Post W M, Izaurralde R C, Mann L K and Bliss N.,1999. Monitoring and verification of soil organic carbon sequestration Proc. Symp. Carbon Sequestration in Soils Science, Monitoring and Beyond (December) ed N J Rosenberg, R C Izaurralde and E L Malone (Columbus, OH: Batelle Press) p 41.

Prakosa, M., H. Arisanti, I. Marlina, J. Tampubolon. 2011. Perhitungan Karbon untuk Perbaikan Faktor Emisi dan Serapan GRK Kehutanan pada Hutan Tanaman Gambut. Laporan Hasil Penelitian. Balai Penelitian Kehutanan Palembang. Palembang.

Rahmat, M, A. Sumadi, A.B. Hidayat. 2007b. Pendugaan Serapan Karbon Hutan Tanaman Acacia crassicarpa Umur 2 dan 3 Tahun di HTI PT. SBA Wood Industries. Prosiding Workshop Sintesa Hasil Litbang Hutan Tanaman. Tanggal 14 Desember 2007. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan Tanaman. Bogor.

Rauf, A., 2012. Tingkat Emisi Acuan (REL, Reference Emission Levels) Bidang Kehutanan Provinsi Sulawesi Tengah. Tersedia online http://www.unredd.net/index.php?option=com_docman&task=doc_download&gid=8899&Itemid=53 (diunduh tanggal 31 Januari 2013).

Rauste Y, Lönnqvst A, Ahola H. 2006. Processing and Analysis of ALOS PALSAR Imagery. Kaukartoituspäivät: VVT Technical Research Centre of Finland (diunduh 14 Desember 2012)

Ravindranath N. H. and M. Ostwald. 2008. Carbon Inventory Methods: Handbook for Greenhouse Gas Inventory, Carbon Mitigation and Roundwood Production Projects.

Rused, ES. 2009. Nilai Ekonomi Kegiatan Rehabilitasi dalam Menghasilkan Air dan Menyerap Karbon di Blok S Cipendawa Megamendung, Bogor. [Skripsi]. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Ruslandi. 2012. Penyempurnaan National Forest Inventory untuk Inventarisasi Stok dan Estimasi Emisi Karbon Hutan Tingkat Provinsi untuk Mendukung Inventarisasi

94 • Daftar Pustaka

Page 113: Pengembangan Perhitungan Emisi Gas Rumah Kaca Kehutanan ...

Gas Rumah Kaca Nasional. Kemenhut RI, UN-REDD, FAO, UNDP, UNEP. Website: www.un-redd.or.id.

Saleh, M B. 2011. Citra radar. Dalam Modul Pelatihan Penggunaan PALSAR dalam Pemetaan Penutupan Lahan/Hutan. Bogor 7-12 Pebruari 2011.

Samalca, Irvin K., 2007. Estimation of Forest Biomass and Its Error, A Case in Kalimantan-Indonesia [Thesis]. International Institute for Geo-Information Science and Earth Observation. Enschede, The Netherlands.

Sanadi, J.P. 2010. Pendugaan nilai biomasa dan karbon tersimpan pada tegakan Swietinia macrophyla di Hutan tanaman Wanariset Anggresi Distrik Manokwari Selatan Kabupaten Manokwari. Skripsi. Universitas Papua. Manokwari.

Santilli, M., Moutinho, P., Schwartzman, S., Nepstad,D., Curran, L., Mobre,C., 2005. Tropical Deforestation and the Kyoto Protocol, Climate Change 71 (3): 267-276.

Satgas Persiapan Kelembagaan REDD+ Indonesia. 2012. Strategi Nasional REDD+. Satgas REDD Plus. Jakarta

Satgas REDD, 2012. Strategi dan Rencana Implementasi Pengukuran, Pemantauan dan Pelaporan yang terverifikasi (MRV) untuk REDD+ (Draft). Jakarta, Indonesia.

Second National Communication. 2010. Indonesia Second National Communication, Under UNFCCC, Ministry of Environment, Republic of Indonesia. Jakarta, November 2010.

Shimada M, Isoguchi O, Tadano T, Isono K. 2009. PALSAR Calibration Factor Updated. http://auig.eoc.jaxa.jp/auigs/en/doc/an/200901109en _3.html

Siregar, C. A. 2007. Potensi serapan karbon di Taman Nasional Gede Pangrango, Cibodas, Jawa Barat. Info Hutan Vol. IV No. 3. P: 233-244.

Siregar, C. A. Dan I. W. S. Dharmawan. 2009. Sintesa hasil-hasil penelitian jasa hutan sebagai penyerap karbon. Laporan Hasil Penelitian. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan dan Konservasi Alam. Bogor.

Siswanto. 2010. Systematic Review sebagai Metode Penelitian untuk Mensintesis Hasil-Hasil Penelitian (Sebuah Pengantar). Buletin Penelitian Sistem Kesehatan Vol 13 No 4 Oktober 2010 : 326-333.

SNI 7724:2011. 2011. Pengukuran dan Penghitungan Cadangan Karbon – Pengukuran Lapangan untuk Penaksiran Cadangan Karbon Hutan (Ground Based Forest Carbon Accounting). Badan Standardisasi Nasional. Jakarta.

SNI 7725:2011. 2011. Penyusunan Persamaan Alometrik untuk Penaksiran Cadangan Karbon Hutan Berdasar Pengukuran Lapangan (Ground Based Forest Carbon Accounting). Badan Standardisasi Nasional. Jakarta.

Sintesis Penelitian Integratif Pengembangan Perhitungan Emisi Gas Rumah Kaca Kehutanan (Inventory) • 95

Page 114: Pengembangan Perhitungan Emisi Gas Rumah Kaca Kehutanan ...

Sanadi, J.P. 2010. Pendugaan nilai biomasa dan karbon tersimpan pada tegakan Swietinia macrophyla di Hutan tanaman Wanariset Anggresi Distrik Manokwari Selatan Kabupaten Manokwari. Skripsi. Universitas Papua. Manokwari.

Soerianegara, I. Dan A. Indrawan. 1998. Ekologi Hutan Indonesia. Laboratorium Ekologi Hutan. Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Solichin, C.A.S. Putra dan A.D. Saputra. 2011. Tehnik Pendugaan Cadangan Karbon Hutan. Merang REDD Pilot Project, German International Cooperation – GIZ. Palembang.

Solichin. 2012. Pembelajaran dari Forclime Terkait dengan REL Di Tingkat Kabupaten. FGD Kajian Penentuan REL, Puslitbang Perubahan Iklim dan Kebijakan, Bogor 1 November 2012.

Stern, N. 2007. ‘The Stern Review: The Economics of Climate Change. Cambridge University Press. Cambridge.

Stewart, J. 1998. Kalkulus. Edisi Keempat. Susila I. N., H. Gunawan, penerjemah; Mahanani N., W. Hardani, editor. Penerbit Erlangga. Jakarta. Terjemahan dari: Calculus, Fourth Edition.

Stewart, J.L., Dunsdon, A.J., Hellin, J.J., Hughes, C.E., 1992. Wood biomass estimation of Central American dry zone species. Tropical Forestry Papers 26. Oxford Forestry Institute, Department of Plant Sciences, University of Oxford.

Suhendang, E. 2002. Pengantar Ilmu Kehutanan. Yayasan Penerbit. Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Sumargo, W., S.G. Nanggara, F.A. Nainggolan, I. Apriani. 2011. Potret Keadaan Hutan Indonesia Periode Tahun 2000-2009. Forest Watch Indonesia. Bogor.

Suryadi, I. 2012. Petunjuk Teknis Perhitungan Reference Emission Level untuk Sektor Berbasis Lahan. UN-REDD Program Indonesia.

Suryadi, I., dan Rauf, A., 2012. Reference Emission Level Methodological Option for Central Sulawesi. UNREDD Indonesia Programme, dapat diunduh online di http://www.afcunetwork.net/images/afcu2012/doc/ presentations/2-1-sur-REL%20Methodological%20Options%20for% 20Sulteng%20-Indrawan.pdf (diakses 31 Januari 2013).

Suryadi,I., 2012. Statistik Karbon Hutan Sulawesi Tengah 1990-2011. UN-REDD Program Indonesia, Jakarta.

Sutaryo, D. 2009. Penghitungan Biomassa Sebuah Pengantar untuk Studi Karbon dan Perdagangan Karbon. Wetlands International Indonesia Programme. Bogor.

Tiryana, T. 2011. Pendugaan biomasa hutan menggunakan citra PALSAR. Dalam Modul Pelatihan Penggunaan PALSAR dalam Pemetaan Penutupan Lahan/Hutan. Bogor 7-12 Pebruari 2011.

96 • Daftar Pustaka

Page 115: Pengembangan Perhitungan Emisi Gas Rumah Kaca Kehutanan ...

Tosiani, A. 2012. Penghitungan REL (Refeence Emission Level) Sektor Kehutanan Tingkat Nasional. FGD Kajian Penentuan REL, Puslitbang Perubahan Iklim dan Kebijakan, Bogor 1 November 2012.

Umemiya C, M Amano dan S Wilamart. 2010. Assessing data availability for the development of REDD-plus national reference levels. http://www.cbmjournal.com/content/pdf/1750-0680-5-6.pdf

Undang-undang No.6 Tahun 1994 tentang Pengesahan United Nations Framework Convention On Climate Change (Kerangka Kerja Perserikatan Bangsa bangsa Mengenai Perubahan Iklim).

Universitas Pattimura. 2013. Pembangunan PSP pada Berbagai Type Hutan di Maluku. Laporan Akhir. Program Pasca Sarjana Universitas Pattimura. Ambon.

Wahyuni, I. N., A. Suryawan, S. Tabba, Y. Kafiar. 2012. Pendugaan Biomasa Dan Karbon Tersimpan Di Atas Permukaan Tanah Pada Kawasan Taman Nasional Bogani Nani Wartabone. Laporan Hasil Penelitian. Balai Penelitian Kehutanan Manado. Manado.

Wang, H., Hall, C.A.S., Scatena, F.N., Fetcher, N., Wu, W., 2003. Modeling the Spatial and temporal variability in climate and primary productivity across the Luquillo mountains, Puerto Rico. Forest Ecology and Management 179, 69–94.

Wattimury, S.C. 2010. Nilai karbon tersimpan pada tegakan matoa di hutan tanaman wanariset Anggresi Kabupaten Manokwari. Skripsi. Universitas Papua. Manokwari.

www.rtrwpapuabarat.info. 2012. Rencana Tata Ruang Wilayah Papua Barat. http://www.

rtrwpapuabarat.info/fakta/lahan.php, diakses pada tanggal 20 Oktober 2012.Yafdas, F.K. 2010. Estimasi nilai karbon tersimpan pada tegakan Palaquium amboinensis

di Hutan Tanaman Wanariset Anggresi Distrik Manokwari Selatan Kabupaten Manokwari. Skripsi. Universitas Papua. Manokwari.

Yuniati, D. 2012. Estimasi Simpanan Karbon Jenis Casuarina Junghuhniana Pada Hutan Savana Di Pulau Timor Untuk Mendukung Upaya Mitigasi Perubahan Iklim Melalui Mekanisme REDD. Laporan Hasil Penelitian. Balai Penelitian Kehutanan Kupang. Kupang.

Yuniati, D., H. Kurniawan, F. Banani. 2012. Penyusunan Persamaan Allometrik Borassus flabellifer dan Corypha utan Untuk Pendugaan Simpanan Karbon Hutan Savana Di Propinsi Nusa Tenggara Timur. Laporan Hasil Penelitian. Balai Penelitian Kupang. Kupang.

Zhu, X. 2011. Forestry Clean Development Mechanism. Pacific Regional CDM Capacity Building Workshop 24-28 January 2011, Suva, Fiji.

Sintesis Penelitian Integratif Pengembangan Perhitungan Emisi Gas Rumah Kaca Kehutanan (Inventory) • 97

Page 116: Pengembangan Perhitungan Emisi Gas Rumah Kaca Kehutanan ...

98 • Daftar Pustaka

Page 117: Pengembangan Perhitungan Emisi Gas Rumah Kaca Kehutanan ...

Lampiran

Page 118: Pengembangan Perhitungan Emisi Gas Rumah Kaca Kehutanan ...
Page 119: Pengembangan Perhitungan Emisi Gas Rumah Kaca Kehutanan ...

Lam

piran

1.

Pers

amaa

n A

llom

etri

k M

enur

ut B

iore

gion

1.1

Bior

egio

n Su

mat

era

Jeni

s po

hon/

ek

osis

tem

Pers

amaa

n da

n ke

tera

ngan

nya

Info

rmas

i st

atis

tika

(R2 , S

E, S

A, S

R, d

ll)In

form

asi s

ingk

at m

etod

olog

iDe

skrip

si b

iofis

ikPu

blik

asi *

)

Huta

n ta

nam

an

Acac

ia cr

assic

arpa

Y =

547

8,59

PC1

(-0,0

0642

9

PC1)

Y : n

ilai s

impa

nan

biom

assa

(Kar

bon)

PC

1: n

ilai p

ixel p

ada

citra

ya

ng te

lah d

ipro

ses

dg

met

ode

PCA.

R² =

0.8

3M

etod

e tra

nsfo

rmas

i citr

a te

rbaik

unt

uk

men

gest

imas

i kan

dung

an b

iom

assa

(k

arbo

n) p

ada

HTI je

nis

A. c

rass

icarp

a ad

alah

deng

an m

engg

unak

an m

etod

e Pr

incip

le C

ompo

nent

Ana

lysis

(PCA

). Es

timas

i sim

pana

n bi

omas

sa (k

arbo

n)

pada

tega

kan

huta

n ta

nam

an A

. cr

assic

arpa

men

ggun

akan

met

ode

rem

ote

sens

ing

dan

GIS

men

ghas

ilkan

tin

gkat

ket

elitia

n di

atas

80%

.

Area

l ber

upa

lahan

bas

ah (r

awa

leba

k da

n ra

wa g

ambu

t), to

pogr

afi d

atar

(k

eler

enga

n 0-

8 %

) dan

ket

ingg

ian

tem

pat 0

– 8

m d

pl. J

enis

tana

h te

rdiri

dari:

Org

anos

ol, G

leiso

l dan

Alu

vial

deng

an je

nis

batu

an fo

rmas

i Alu

vium

da

n gr

oup

mar

in. T

ype

iklim

B, d

enga

n cu

rah

hujan

bul

anan

terti

nggi

354

mm

pa

da b

ulan

Mar

et d

an c

urah

huj

an

tere

ndah

98

mm

, pad

a bu

lan J

uni.

Prak

osa,

dkk

(2

011)

Sepu

ngol

Y =

181

2,4x

2,41

80,

99Pe

rsam

aan

ini d

iper

oleh

den

gan

mela

-ku

kan

pene

bang

an p

ada

mas

ing-m

asing

jen

is (d

estru

ctio

n sa

mpl

ing).

Hasil

Pr

akos

a, d

kk (2

011)

pers

amaa

n all

omet

rik

ini a

kan

digu

naka

n un

tuk

men

ghitu

ng

biom

assa

pad

a m

asing

-mas

ing je

nis

poho

n tin

gkat

pan

cang

, den

gan

hany

a m

engu

kur d

iamet

erny

a sa

ja.

Laha

n ga

mbu

tPr

akos

a, d

kk

(201

1)

Sam

akY

= 1

4337

x –

1430

00,

88La

han

gam

but

Prak

osa

Prep

atY

= 6

22,9

7x3,

4022

0,99

Laha

n ga

mbu

tPr

akos

a

Beria

ngY

= 5

073,

5ln(

x) +

427

8,4

0,73

Laha

n ga

mbu

tPr

akos

a

SiSintesis Penelitian Integratif Pengembangan Perhitungan Emisi Gas Rumah Kaca Kehutanan (Inventory) • 101

Page 120: Pengembangan Perhitungan Emisi Gas Rumah Kaca Kehutanan ...

Jeni

s po

hon/

ek

osis

tem

Pers

amaa

n da

n ke

tera

ngan

nya

Info

rmas

i st

atis

tika

(R2 , S

E, S

A, S

R, d

ll)In

form

asi s

ingk

at m

etod

olog

iDe

skrip

si b

iofis

ikPu

blik

asi *

)

Geru

ngga

ngY

= 1

897e

0,70

39x

0,92

Laha

n ga

mbu

tPr

akos

a

Gelam

Y =

177

1,8x

2,19

090,

995

Laha

n ga

mbu

tPr

akos

a

Acac

ia cr

assic

arpa

W =

0,3

9891

8D H

bcHb

c =

ting

gi b

ebas

cab

ang

R-Sq

(adj

) seb

esar

0,

99 d

an

simpa

ngan

bak

u se

besa

r 0,0

62.

met

ode

dest

rukt

if. Ju

mlah

poh

on s

ampe

l ya

ng d

iambi

l seb

anya

k 40

poh

on y

ang

mer

upak

an p

ohon

-poh

on y

ang

mew

akili

popu

lasi s

etiap

kel

as d

iamet

er d

ari 4

ke

las d

iamet

er p

ohon

dala

m te

gaka

n (T

abel

1).

Mais

ng-m

asin

g ke

las d

iamet

er

ters

ebut

diam

bil d

ari a

real

tega

kan

berd

asar

kel

as u

mur

terte

ntu

(2,3

,4,5

ta

hun)

seh

ingg

a di

angg

ap m

ewak

ili te

gaka

n po

hon

deng

an u

mur

ber

turu

t-tu

rut 2

,3,4

, dan

5 ta

hun

ters

ebut

. Pe

milih

an p

ohon

sam

pel d

ilaku

kan

deng

an m

etod

e pu

rpos

ive s

ampl

ing.

HTI la

han

gam

but,

jeni

s Ac

acia

cras

sicar

pa d

i Pel

alawa

n, R

iau. j

enis

tana

h or

gano

sol h

emik,

fibr

ik se

luas

52

.845

ha,

dan

org

anos

ol s

aprik

, hem

ik se

luas

22.

795

ha. A

real

ini t

erle

tak

pada

DAS

(Dae

rah

Alira

n Su

ngai)

Sel

ampa

yanK

anan

, Sub

DAS

Selam

paya

n Ki

ri, d

enga

n ke

tingg

ian 2

0-16

0 m

dpl

. Men

urut

klas

ifikas

i Sch

mid

t da

n Fe

rgus

son

iklim

di d

aera

h in

i te

rmas

uk ti

pe A

, den

gan

rata

-rat

a cu

rah

hujan

2.3

23 m

m/ta

hun

dan

bany

akny

a ha

ri hu

jan 1

50 h

ari/t

ahun

.

Yuni

awat

i, Bu

dim

an, d

an

Elias

(201

1)

Logg

ed o

ver

Fore

stW

= 0

.206

284

D 2.

4511

Di

bent

uk d

ari 3

0 po

hon

dom

inan

den

gan

dbh

5-64

cm

. Set

elah

pen

eban

gan,

po

hon

diba

gi 4

frak

si: b

atan

g, d

ahan

, ca

bang

, ran

ting

dan

daun

Huta

n lah

an g

ambu

t Mer

ang,

PT

Rim

ba

Huta

ni M

as(N

ovita

, 20

10)

Burn

t For

est

W =

0.1

5310

8 D

2.4

Dibe

ntuk

dar

i 30

poho

n do

min

an d

enga

n db

h 5-

30 c

m. S

etel

ah p

eneb

anga

n,

poho

n di

bagi

4 fr

aksi:

bat

ang,

dah

an,

caba

ng, r

antin

g da

n da

un

Huta

n lah

an g

ambu

t Mer

ang,

PT

Rim

ba

Huta

ni M

as(W

idya

sari,

20

10)

Huta

n Ta

nam

an

Acac

ia cr

assic

arpa

Biom

asa

à W

T=0,

165D

2,39

9 Ca

rbon

à

CT=

0,08

3D2,

399

Adrio

no,

2009

102 • Persamaan Allometrik Menurut Bioregion

Page 121: Pengembangan Perhitungan Emisi Gas Rumah Kaca Kehutanan ...

Jeni

s po

hon/

ek

osis

tem

Pers

amaa

n da

n ke

tera

ngan

nya

Info

rmas

i st

atis

tika

(R2 , S

E, S

A, S

R, d

ll)In

form

asi s

ingk

at m

etod

olog

iDe

skrip

si b

iofis

ikPu

blik

asi *

)

Huta

n ta

nam

an

acac

ia cr

assic

arpa

WT

= 0

,165

D2,33

9

CT =

0,0

63D2,

339

Met

ode

karb

onas

i ra

ta-r

ata

pote

nsi

sera

pan

karb

on

men

urut

kel

as

umur

1-8

tahu

n da

ri ba

gian

aka

r, ba

tang

, cab

ang

dan

daun

45,6

4 to

n/ha

Huta

n lah

an g

ambu

t PT

SBA

Woo

d In

dust

ries

Adrio

no,

2009

1.2

Bio

regi

on J

awa

Jeni

s po

hon/

ekos

iste

mPe

rsam

aan

dan

kete

rang

anny

a

Info

rmas

i st

atis

tika

(R2 ,

SE, S

A,

SR, d

ll)

Info

rmas

i si

ngka

t m

etod

olog

i

Desk

ripsi

bi

ofis

ikSu

mbe

r

Ekos

istem

hut

an a

lam

Gunu

ng H

alim

un

salak

• Ch

ave

, et.a

l (20

05):

Y=0,

0509

x µ

x

DBH

2 x

T, di

man

a : Y

= b

iom

as to

tal

(g);

µ =

ber

at je

nis

kayu

(g/c

m3 );

DBH

= d

iamet

er s

etin

ggi d

ada(

cm)

dan

T =

tin

ggi p

ohon

(m)

• Ke

tterin

gs ,

et. A

l (20

01) :

Y =

0,1

1 µ

DBH2,

62

• Si

rega

r dan

Dha

rmaw

an (2

009)

; Y =

0,

1728

x D

BH 2,

2234

Arifa

nti,V

.B;I.

W.S

.Dha

rmaw

an d

an

A.W

ibow

o.20

12.P

erhi

tung

an k

arbo

n un

tuk

Perb

aikan

Fak

tor e

misi

dan

ser

apan

GRK

Ke

huta

nan

pada

Hut

an A

lam ta

nah

Min

eral

(Lap

oran

Has

il Pen

elitia

n).P

usat

Litb

ang

Peru

baha

n Ikl

im d

an K

ebija

kan.

Bogo

r

SiSintesis Penelitian Integratif Pengembangan Perhitungan Emisi Gas Rumah Kaca Kehutanan (Inventory) • 103

Page 122: Pengembangan Perhitungan Emisi Gas Rumah Kaca Kehutanan ...

Ekos

istem

hut

an a

lam

Brom

o Te

ngge

r •

Chav

e, e

t.al (

2005

): Y=

0,05

09 x

µ x

DB

H 2 x

T; d

iman

a : Y

= b

iom

as to

tal

(g);

µ =

ber

at je

nis

kayu

(g/c

m3 );

DBH

= d

iamet

er s

etin

ggi d

ada(

cm)

dan

T =

tin

ggi p

ohon

(m)

• Ke

tterin

gs ,

et. A

l (20

01) :

Y =

0,1

1 µ

DBH2,

62

• Si

rega

r dan

Dha

rmaw

an (2

009)

; Y =

0,

1728

x D

BH 2,

2234

Noor

’an,

R.F

; V.B

.Arif

anti;

I.W.S

.Dha

rmaw

an

dan

T.Bu

tarb

utar

(201

3) .

Lapo

ran

Hasil

Pe

neliti

an T

im P

enel

iti. P

erhi

tung

an K

rbon

Un

tuk

Perb

aikan

Fak

tor E

misi

/Ser

apan

GRK

Ke

huta

nan

Pada

Hut

an A

lam Ta

nah

Min

eral.

Pu

sat P

enel

itian

dan

Peng

emba

ngan

Pe

ruba

han

Iklim

dan

Keb

ijaka

n.

Acac

ia m

angi

umY=

0.1

2DBH

2.28

Kore

lasi

Pear

son

=

0.81

2

Dest

ruct

ive

sam

plin

gM

arib

aya,

Bo

gor

Sire

gar,C

.H;I.

W.S

.Dha

rmaw

an;S

yafru

din;

U.So

pian

dan

Iska

ndar.

2013

.lapo

ran

Hasil

Si

ntes

a UK

P Te

knol

ogi d

an K

elem

baga

an

Pem

anfa

atan

Jas

a Hu

tan

Seba

gai P

enye

rap

karb

on. P

uslitb

ang

Huta

n da

n Ko

nser

vasi

Alam

Pinu

s m

erku

siiY=

0.1D

BH2.

29Sd

aSd

aCi

ante

n, B

ogor

Shor

ea le

pros

ula

Y=0.

15DB

H2.3

Sda

Sda

Ngas

uh,

Bogo

r

P.fa

lcata

riaY=

0.14

79DB

H2.29

89Sd

aSd

aSu

kabu

mi

P.fa

lcata

riaY=

0.28

31DB

H2.06

3Sd

aSd

aKe

diri

Avice

nnia

mar

ina

Y=0.

2901

DBH2.

2607

Sda

Sda

Cias

em

Aleu

rites

mol

ucca

naY=

0.06

4 DB

H2.47

53Sd

aSd

aKu

taca

ne,

Aceh

Teng

ah

Agat

his

lora

nthi

folia

Y=0.

4725

DBH

2.01

12Sd

aSd

aBa

tura

den

104 • Persamaan Allometrik Menurut Bioregion

Page 123: Pengembangan Perhitungan Emisi Gas Rumah Kaca Kehutanan ...

Rhizo

phor

a m

ucro

nata

Y=0.

1366

DBH2.

4377

Sda

Sda

Cias

em,

Purw

akar

ta

Huta

n ta

nam

an d

i ta

nah

kerin

gY=

0.17

28 D

BH2.

2235

4sd

aSd

aBo

gor

(Mar

ibay

a,

Cian

ten,

Ng

asuh

), Su

kabu

mi,

Kedi

ri,

Kuta

cane

, dan

Ba

tura

den

Huta

n ta

nam

an d

i ta

nah

man

grov

eY=

Cias

em,

Purw

akar

ta

dan

Cias

em,

Suba

ng

1.3

Bior

egio

n Ka

liman

tan

Jeni

s po

hon/

ekos

iste

mPe

rsam

aan

dan

kete

rang

anny

aIn

form

asi s

tatis

tika

(R2 ,

SE, S

A, S

R, d

ll)In

form

asi s

ingk

at

met

odol

ogi

Desk

ripsi

bio

fisik

Publ

ikas

i *)

Alau

(Dac

ridiu

m

pect

inat

um D

e La

ub)

TAGB

=0,

132(

DBH)

2,51

3

TAGB

= to

tal b

iom

asa

atas

(kg)

Dbh

= d

iamet

er (c

m)

TBGB

=0,

027(

DBH²

TBH)

0,75

2

TBGB

= to

tal b

iom

asa

bawa

h (k

g)Db

h =

diam

eter

(cm

)Tb

h =

ting

gi to

tal (

m)

R2 = 0

,80,

sig

nifik

ansi

0,00

0

R2 = 0

,46,

N =

20

poho

n

N =

6 p

ohon

Non-

Dipt

eroc

arpa

ceae

ya

ng b

erlo

kasi

di H

utan

Al

am g

ambu

t Kab

upat

en

Barit

o Se

latan

Akba

r dan

Priy

anto

(2

011)

SiSintesis Penelitian Integratif Pengembangan Perhitungan Emisi Gas Rumah Kaca Kehutanan (Inventory) • 105

Page 124: Pengembangan Perhitungan Emisi Gas Rumah Kaca Kehutanan ...

Jeni

s po

hon/

ekos

iste

mPe

rsam

aan

dan

kete

rang

anny

aIn

form

asi s

tatis

tika

(R2 ,

SE, S

A, S

R, d

ll)In

form

asi s

ingk

at

met

odol

ogi

Desk

ripsi

bio

fisik

Publ

ikas

i *)

Bint

angu

r (Ca

loph

yllum

so

ulat

ri)TA

GB=

0,17

5(DB

H)2,

523

TAGB

= to

tal b

iom

asa

atas

(kg)

Dbh

= d

iamet

er (c

m)

TBGB

=0,

001(

DBH²

TBH)

1,21

6

TBGB

= to

tal b

iom

asa

bawa

h (k

g)Db

h =

diam

eter

(cm

)Tb

h =

ting

gi to

tal (

m)

R2 = 0

,96,

sig

nifik

ansi

0,00

0

R2 = 0

,63,

N =

20

poho

n

N =

5 p

ohon

Non-

Dipt

eroc

arpa

ceae

ya

ng b

erlo

kasi

di H

utan

Al

am g

ambu

t Kab

upat

en

Barit

o Se

latan

Nyat

oh (P

alaqu

ium

co

chle

ria)

TAGB

=0,

118(

DBH)

2,58

6

TAGB

= to

tal b

iom

asa

atas

(kg)

Dbh

= d

iamet

er (c

m)

TBGB

=0,

027(

DBH²

TBH)

0,87

5

TBGB

= to

tal b

iom

asa

bawa

h (k

g)Db

h =

diam

eter

(cm

)Tb

h =

ting

gi to

tal (

m)

R2 = 0

,93,

sig

nifik

ansi

0,00

0

R2 = 0

,93,

N =

20

poho

n

N =

5 p

ohon

Non-

Dipt

eroc

arpa

ceae

ya

ng b

erlo

kasi

di H

utan

Al

am g

ambu

t Kab

upat

en

Barit

o Se

latan

Shor

ea fa

rvifo

lia D

yer

TAGB

= 0

,09

(DBH

)2,58

TAGB

= to

tal b

iom

asa

atas

(kg)

Dbh

= d

iamet

er (c

m)

R2 = 0

,99,

sig

nifik

ansi

0,00

0Di

pter

ocar

pace

ae y

ang

berlo

kasi

di H

utan

Alam

ga

mbu

t Kab

upat

en B

arito

Se

latan

Dipt

eroc

arpu

s ke

rrii K

ing

TAGB

= 0

,217

(DBH

)2,38

TAGB

= to

tal b

iom

asa

atas

(kg)

Dbh

= d

iamet

er (c

m)

R2 = 0

,96,

sig

nifik

ansi

0,00

0Di

pter

ocar

pace

ae y

ang

berlo

kasi

di H

utan

Alam

ga

mbu

t Kab

upat

en B

arito

Se

latan

Coty

lelo

bium

bur

ckii

Hein

TAGB

= 0

,30

(DBH

)2,29

R2 = 0

,97,

sig

nifik

ansi

0,00

0Di

pter

ocar

pace

ae y

ang

berlo

kasi

di H

utan

Alam

ga

mbu

t Kab

upat

en B

arito

Se

latan

106 • Persamaan Allometrik Menurut Bioregion

Page 125: Pengembangan Perhitungan Emisi Gas Rumah Kaca Kehutanan ...

Jeni

s po

hon/

ekos

iste

mPe

rsam

aan

dan

kete

rang

anny

aIn

form

asi s

tatis

tika

(R2 ,

SE, S

A, S

R, d

ll)In

form

asi s

ingk

at

met

odol

ogi

Desk

ripsi

bio

fisik

Publ

ikas

i *)

Dipt

erok

arpa

ceae

W

= 0

,161

797D

bh2,

5993

6 To

tal b

iom

assa

poh

on b

agian

ata

s (k

g)

R2 =

0,9

9Pe

rsam

aan

diba

ngun

un

tuk

biom

assa

di a

tas

tana

h je

nis

Dipt

erok

arpa

be

rdas

arka

n pe

nguk

ur-

an-p

engu

kura

n co

ntoh

se

cara

des

trukt

if m

elalu

i pen

gum

pulan

ko

mpo

nen

biof

isik,

se

perti

diam

eter

set

ing-

gi d

ada

(D),

tingg

i po

hon

tota

l (H)

dan

be

rat j

enis

kayu

(WD)

.

di P

T. In

traca

wood

M

anuf

actu

ring,

Kab

. Bu

lung

an, K

alim

anta

n Ti

mur

.

W =

0,0

1872

1Dbh

1,50

3819

Tota

l bio

mas

sa p

ada

bagi

an c

aban

g po

hon

(kg)

R2 =

0,9

3Pe

rsam

aan

diba

ngun

un

tuk

biom

assa

di a

tas

tana

h je

nis

Dipt

erok

arpa

be

rdas

arka

n pe

nguk

uran

-pe

nguk

uran

con

toh

seca

ra d

estru

ktif

mel

alui p

engu

mpu

lan

kom

pone

n bi

ofisi

k,

sepe

rti d

iamet

er

setin

ggi d

ada

(D),

tingg

i po

hon

tota

l (H)

dan

be

rat j

enis

kayu

(WD)

.

di P

T. In

traca

wood

M

anuf

actu

ring,

Kab

. Bu

lung

an, K

alim

anta

n Ti

mur

.

SiSintesis Penelitian Integratif Pengembangan Perhitungan Emisi Gas Rumah Kaca Kehutanan (Inventory) • 107

Page 126: Pengembangan Perhitungan Emisi Gas Rumah Kaca Kehutanan ...

Jeni

s po

hon/

ekos

iste

mPe

rsam

aan

dan

kete

rang

anny

aIn

form

asi s

tatis

tika

(R2 ,

SE, S

A, S

R, d

ll)In

form

asi s

ingk

at

met

odol

ogi

Desk

ripsi

bio

fisik

Publ

ikas

i *)

W =

0,0

6887

Dbh1,

8704

8

Tota

l bio

mas

sa p

ada

bagi

an k

ulit

poho

n (k

g)

R2 =

0,7

9Pe

rsam

aan

diba

ngun

un

tuk

biom

assa

di a

tas

tana

h je

nis

Dipt

erok

arpa

be

rdas

arka

n pe

nguk

uran

con

toh

seca

ra d

estru

ktif

mel

alui p

engu

mpu

lan

kom

pone

n bi

ofisi

k,

sepe

rti d

iamet

er

setin

ggi d

ada

(D),

tingg

i po

hon

tota

l (H)

dan

be

rat j

enis

kayu

(WD)

.

di P

T. In

traca

wood

M

anuf

actu

ring,

Kab

. Bu

lung

an, K

alim

anta

n Ti

mur

.

Huta

n ala

m ta

nah

min

eral

B =

0,1

85 D

2,03

5 R2 (a

dj) 9

8,60

%,

Biom

asa

poho

n ba

gian

at

asta

nah

min

eral

area

l PT

. Inh

utan

i I W

ilaya

h Ta

raka

n UM

H Ku

nyit,

Kab

. Nu

nuka

n, K

alim

anta

n Ti

mur

dan

di a

real

PT.

Inhu

tani

I W

ilaya

h Ta

raka

n UM

H Pi

mpi

ng, K

ab.

Bulu

ngan

, Kali

man

tan

Tim

ur

(Noo

r’an

et a

l., 2

012)

108 • Persamaan Allometrik Menurut Bioregion

Page 127: Pengembangan Perhitungan Emisi Gas Rumah Kaca Kehutanan ...

Jeni

s po

hon/

ekos

iste

mPe

rsam

aan

dan

kete

rang

anny

aIn

form

asi s

tatis

tika

(R2 ,

SE, S

A, S

R, d

ll)In

form

asi s

ingk

at

met

odol

ogi

Desk

ripsi

bio

fisik

Publ

ikas

i *)

B =

0,4

1 D0,

349

R2 (adj

) 92,

20%

.bi

omas

sa p

ada

bagi

an

daha

n at

au c

aban

g po

hon

(kg/

caba

ng

poho

n)

tana

h m

iner

al ar

eal

PT. I

nhut

ani I

Wila

yah

Tara

kan

UMH

Kuny

it, K

ab.

Nunu

kan,

Kali

man

tan

Tim

ur d

an d

i are

al PT

. In

huta

ni I

Wila

yah

Tara

kan

UMH

Pim

ping

, Kab

. Bu

lung

an, K

alim

anta

n Ti

mur

(Noo

r’an

et a

l., 2

012)

B to

t =

0,27

29 D

3,53

Tbc

-0,3

32,

D =

diam

eter

set

ingg

i dad

a (c

m)

dan

Tbc

= ti

nggi

beb

as c

aban

g (m

)

R2 (adj

) = 9

6,10

%bi

omas

sa to

tal d

i ata

s pe

rmuk

aan

tana

hPT

Hut

an S

angg

am

Laba

nan

Lest

ari (

PT H

LL),

Kab.

Ber

au, K

alim

anta

n Ti

mur

(Noo

r’an

et a

l., 2

012)

Keru

ing

(Dyp

tero

carp

us

verru

cosu

s)B=

0,18

71D2,

3729

R =

0,9

95R2 =

0,9

90SE

= 0

,131

N=9

Biom

asa

tota

l diat

as

perm

ukaa

n ta

nah.

Dest

rukt

if sa

mpl

ing,

di

amet

er p

ohon

mul

ai da

ri 10

cm

hin

gga

³ 60

cm

Huta

n ala

m ta

nah

min

eral

di a

real

PT

Grah

a Se

ntos

a Pe

rmai.

Lo

kasi

kec.

Sana

man

M

antik

ai, K

ab. K

atin

gan,

Ka

liman

tan

Teng

ah. J

enis

tana

h ka

mbi

sol,

pods

olik

dan

asos

iasi k

ambi

sol

pods

olik.

cura

h hu

jan

253,

60 m

m/th

, jum

lah

CH 1

84 /t

hn. S

uhu

udar

a 22

,62-

32,9

7o C.

Harja

na, d

kk, 2

013

SiSintesis Penelitian Integratif Pengembangan Perhitungan Emisi Gas Rumah Kaca Kehutanan (Inventory) • 109

Page 128: Pengembangan Perhitungan Emisi Gas Rumah Kaca Kehutanan ...

Jeni

s po

hon/

ekos

iste

mPe

rsam

aan

dan

kete

rang

anny

aIn

form

asi s

tatis

tika

(R2 ,

SE, S

A, S

R, d

ll)In

form

asi s

ingk

at

met

odol

ogi

Desk

ripsi

bio

fisik

Publ

ikas

i *)

Keru

ing

(Dyp

tero

carp

us

tem

pehe

s)B=

0,57

33D2,

1408

R =

0,9

81R2 =

0,9

62SE

= 0

,266

N=8

Biom

asa

tota

l diat

as

perm

ukaa

n ta

nah,

di

amet

er p

ohon

mul

ai da

ri 10

cm

hin

gga

³ 60

cm

Huta

n ala

m ta

nah

min

eral

di a

real

PT

Grah

a Se

ntos

a Pe

rmai.

Lo

kasi

kec.

Sana

man

M

antik

ai, K

ab. K

atin

gan,

Ka

liman

tan

Teng

ah. J

enis

tana

h ka

mbi

sol,

pods

olik

dan

asos

iasi k

ambi

sol

pods

olik.

cura

h hu

jan

253,

60 m

m/th

, jum

lah

CH 1

84 /t

hn. S

uhu

udar

a 22

,62-

32,9

7o C.

Harja

na, d

kk, 2

013

Keru

ing

(Dyp

tero

carp

us

conf

ertu

s)B=

1,88

42D1,

8401

R =

0,9

19R2 =

0,8

44SE

= 0

,254

N=5

Biom

asa

tota

l diat

as

perm

ukaa

n ta

nah,

di

amet

er p

ohon

mul

ai da

ri 10

cm

hin

gga

³ 60

cm

Huta

n ala

m ta

nah

min

eral

di a

real

PT

Grah

a Se

ntos

a Pe

rmai.

Lo

kasi

kec.

Sana

man

M

antik

ai, K

ab. K

atin

gan,

Ka

liman

tan

Teng

ah. J

enis

tana

h ka

mbi

sol,

pods

olik

dan

asos

iasi k

ambi

sol

pods

olik.

cura

h hu

jan

253,

60 m

m/th

, jum

lah

CH 1

84 /t

hn. S

uhu

udar

a 22

,62-

32,9

7o C.

Harja

na, d

kk, 2

013

Euca

lyptu

s pe

llita

(Hut

an Ta

nam

an)

Biom

assa

tota

l = 0

,090

D2,

651

R2 = 9

7%; S

E =

0,0

29De

stru

ctive

sam

plin

g,

umur

tana

man

1 s

/d 4

ta

hun,

asa

l biji

dan

klon

Kond

isi a

real

landa

i, tip

e ta

nah

pods

olik

mer

ah

kuni

ng, l

okas

i Kab

. Kuk

ar,

Kaltim

Pros

idin

g Ek

spos

e Ha

sil P

enel

itian

BPK

Banj

ar B

aru

tahu

n 20

11, d

iterb

itkan

20

12

110 • Persamaan Allometrik Menurut Bioregion

Page 129: Pengembangan Perhitungan Emisi Gas Rumah Kaca Kehutanan ...

Jeni

s po

hon/

ekos

iste

mPe

rsam

aan

dan

kete

rang

anny

aIn

form

asi s

tatis

tika

(R2 ,

SE, S

A, S

R, d

ll)In

form

asi s

ingk

at

met

odol

ogi

Desk

ripsi

bio

fisik

Publ

ikas

i *)

Acac

ia m

angi

um (H

utan

Ta

nam

an)

Biom

assa

tota

l = 0

,071

D2,

715

R2 = 9

9%; S

E =

0,0

06De

stru

ctive

sam

plin

g,

umur

tana

man

1 s

/d

5 ta

hun

Kond

isi a

real

landa

i, tip

e ta

nah

pods

olik

mer

ah

kuni

ng, l

okas

i Kab

. Kuk

ar,

Kaltim

Jurn

al Pe

neliti

an

Sosia

l dan

Eko

nom

i Ke

huta

nan

Vol.

7 No

. 4

Edisi

Khu

sus

tahu

n 20

11

Shor

ea le

pros

ula

Miq

. (T

anam

an P

MUM

HM d

i Hu

tan

Alam

Pro

duks

i)

Biom

assa

tota

l = 0

,067

D2,

859

R2 = 9

9%; S

E =

0,1

09De

stru

ctive

sam

plin

g,

umur

tana

man

1 s

/d

6 ta

hun

Kond

isi a

real

berg

elom

bang

, tip

e ta

nah

pods

olik

mer

ah k

unin

g,

loka

si Ka

b. P

PU, K

altim

Jurn

al Pe

neliti

an

Dipt

erok

arpa

Vol

. 5

No. 1

, Jun

i 201

1

Dipt

erok

arpa

cam

pura

nBi

omas

sa d

i ata

s pe

rmuk

aan

tana

h Bt

ot =

0,1

6179

7 D2,

5993

6

R2 = 9

9%De

stru

ctive

sam

plin

g,

diam

eter

poh

on m

ulai

dari

7 cm

hin

gga

³ 12

0 cm

Kond

isi a

real

berg

elom

bang

, tip

e ta

nah

pods

olik

mer

ah k

unin

g,

loka

si Ka

b. B

ulun

gan,

Ka

ltara

Lapo

ran

Tahu

nan

Pene

litian

tahu

n 20

11

Dipt

erok

arpa

cam

pura

nBi

omas

sa d

i ata

s pe

rmuk

aan

tana

hBt

ot =

0,2

291

D2,31

Btot

= 0

,293

1 D2,

55 T

tot-0

,341

Btot

= 0

,272

9 D2,

53 T

bc-0

,332

R2 = 9

5%R2 =

96%

R2 = 9

6%

Dest

ruct

ive s

ampl

ing,

di

amet

er p

ohon

mul

ai da

ri 20

cm

hin

gga

³ 80

cm

Kond

isi a

real

berg

elom

bang

, tip

e ta

nah

pods

olik

mer

ah k

unin

g,

loka

si Ka

b. B

erau

, Kalt

im

Lapo

ran

Tahu

nan

Pene

litian

tahu

n 20

12

Shor

ea le

pros

ula

Miq

. (T

anam

an P

MUM

HM d

i Hu

tan

Alam

Pro

duks

i)

Biom

assa

tota

l = 0

,067

D2,

859

R2 = 9

9%; S

E =

0,1

09De

stru

ctive

sam

plin

g,

umur

tana

man

1 s

/d

6 ta

hun

Kond

isi a

real

berg

elom

bang

, tip

e ta

nah

pods

olik

mer

ah k

unin

g,

loka

si Ka

b. P

PU, K

altim

Jurn

al Pe

neliti

an

Dipt

erok

arpa

Vol

. 5

No. 1

, Jun

i 201

1

Euca

lyptu

s pe

llita

(Hut

an Ta

nam

an)

Biom

assa

tota

l = 0

,090

D2,

651

R2 = 9

7%; S

E =

0,0

29De

stru

ctive

sam

plin

g,

umur

tana

man

1 s

/d 4

ta

hun,

asa

l biji

dan

klon

Kond

isi a

real

landa

i, tip

e ta

nah

pods

olik

mer

ah

kuni

ng, l

okas

i Kab

. Kuk

ar,

Kaltim

Pros

idin

g Ek

spos

e Ha

sil P

enel

itian

BPK

Banj

ar B

aru

tahu

n 20

11, d

iterb

itkan

20

12

SiSintesis Penelitian Integratif Pengembangan Perhitungan Emisi Gas Rumah Kaca Kehutanan (Inventory) • 111

Page 130: Pengembangan Perhitungan Emisi Gas Rumah Kaca Kehutanan ...

Jeni

s po

hon/

ekos

iste

mPe

rsam

aan

dan

kete

rang

anny

aIn

form

asi s

tatis

tika

(R2 ,

SE, S

A, S

R, d

ll)In

form

asi s

ingk

at

met

odol

ogi

Desk

ripsi

bio

fisik

Publ

ikas

i *)

Acac

ia m

angi

um (H

utan

Ta

nam

an)

Biom

assa

tota

l = 0

,071

D2,

715

R2 = 9

9%; S

E =

0,0

06De

stru

ctive

sam

plin

g,

umur

tana

man

1 s

/d

5 ta

hun

Kond

isi a

real

landa

i, tip

e ta

nah

pods

olik

mer

ah

kuni

ng, l

okas

i Kab

. Kuk

ar,

Kaltim

Jurn

al Pe

neliti

an

Sosia

l dan

Eko

nom

i Ke

huta

nan

Vol.

7 No

. 4

Edisi

Khu

sus

tahu

n 20

11

1.4

Bior

egio

n Su

law

esi

Jeni

s po

hon/

ekos

iste

mPe

rsam

aan

dan

kete

rang

anny

aIn

form

asi s

tatis

tika

(R2 ,

SE, S

A, S

R, d

ll)In

form

asi s

ingk

at

met

odol

ogi

Desk

ripsi

bio

fisik

(Pro

v/Ka

b)Pu

blik

asi *

)

Huta

n lah

an k

erin

g se

kund

erY

= 9

501,

80 +

987

,38*

HHR2

adj

= 0

,875

RMSE

2,0

2Pe

ndug

aan

biom

asa

men

ggun

akan

citr

a sa

telit.

Mod

el d

ibua

t un

tuk

men

geta

hui

apak

ah c

itra

ALOS

PA

LSAR

dap

at

men

ggam

bark

an

kore

lasi a

ntar

a ni

lai-

nilai

ham

bura

n ba

lik (b

acks

catte

r) de

ngan

nila

i bio

mas

a di

lapa

ngan

. Nila

i bi

omas

a m

erup

akan

ju

mlah

tota

l dar

i ko

mpo

nen-

kom

pone

n bi

omas

a ya

ng d

iuku

r yait

u po

hon,

tum

buha

n ba

wah,

ser

asah

dan

ne

krom

asa.

di Ta

man

Nas

iona

l Bog

ani

Nani

War

tabo

ne, S

ulaw

esi

Utar

a. T

ipe

iklim

A, B

dan

C,

den

gan

cura

h hu

jan

rata

-rat

a an

tara

1.7

00-

2.20

0 m

m p

er ta

hun

dan

suhu

rata

- ra

ta a

ntar

a 20

0 -28

0 C. S

edan

gkan

to

pogr

afi k

awas

an in

i sa

ngat

ber

agam

mul

ai da

ri da

tar h

ingg

a be

rbuk

it te

rjal d

enga

n ke

tingg

ian

anta

ra 5

0 –

1.97

0 m

dpl

. pe

nutu

pan

taju

k be

rkisa

r an

tara

60-

70%

pad

a hu

tan

data

ran

rend

ah

dan

80-9

0% p

ada

huta

n da

tara

n tin

ggi

Wah

yuni

, et a

l. (2

012)

112 • Persamaan Allometrik Menurut Bioregion

Page 131: Pengembangan Perhitungan Emisi Gas Rumah Kaca Kehutanan ...

Jeni

s po

hon/

ekos

iste

mPe

rsam

aan

dan

kete

rang

anny

aIn

form

asi s

tatis

tika

(R2 ,

SE, S

A, S

R, d

ll)In

form

asi s

ingk

at

met

odol

ogi

Desk

ripsi

bio

fisik

(Pro

v/Ka

b)Pu

blik

asi *

)

Huta

n ra

kyat

logW

=-0

.701

+2.

4 lo

gDR2

. 0.9

9to

tal s

elur

uh p

ohon

te

rmas

uk a

kar

Sulaw

esi U

tara

Haru

ni K

risna

wati

W. C

. Adi

nugr

oho

Rina

ldi Im

anud

din

(Pus

kons

er-B

alitb

angh

ut).

2012

Tolo

ng lih

at s

umbe

r as

linya

, kel

ihat

anny

a in

i bu

kan

asli p

unya

Har

unni

dk

k, ta

pi m

enyit

ir lag

i.

Huta

n ra

kyat

logW

=-1

.061

+2.

49 lo

gDR2

.0.9

8Sd

aSu

lawes

i Uta

raSd

a

Huta

n ra

kyat

logW

=-2

.092

+2.

51 lo

gDR2

.0.9

6Sd

aSu

lawes

i Uta

raSd

a

Huta

n ra

kyat

logW

=-1

.620

+2.

39 lo

gDR2

.0.9

8Sd

aSu

lawes

i Uta

raSd

a

Huta

n ra

kyat

logW

=-2

.046

+2.

47 lo

gDR2

.0.9

6Sd

aSu

lawes

i Uta

raSd

a

Huta

n ra

kyat

logW

=-0

.863

+1.

63 lo

gDR2

.0.8

9Sd

aSu

lawes

i Uta

raSd

a

Huta

n ra

kyat

logW

=-4

.0+

2.49

logD

R2.0

.74

Sda

Sulaw

esi U

tara

Sda

Huta

n ra

kyat

logW

=-1

.520

+2.

29 lo

gDR2

.0.9

5Sd

aSu

lawes

i Uta

raSd

a

Huta

n ra

kyat

logW

=-1

.190

+2.

71 lo

gDR2

.0.9

9Sd

aSu

lawes

i Uta

raSd

a

Huta

n ra

kyat

logW

=-1

.58+

2.79

logD

R2.0

.99

Sda

Sulaw

esi U

tara

Sda

Huta

n ra

kyat

logW

=-2

.678

+2.

88 lo

gDR2

.0.9

8Sd

aSu

lawes

i Uta

raSd

a

Huta

n ra

kyat

logW

=-2

.041

+2.

49 lo

gDR2

.0.9

8Sd

aSu

lawes

i Uta

raSd

a

Huta

n ra

kyat

logW

=-2

.638

+2.

89 lo

gDR2

.0.9

8Sd

aSu

lawes

i Uta

raSd

a

Huta

n ra

kyat

logW

=-1

.2+

1.83

logD

R2.0

.94

Sda

Sulaw

esi U

tara

Sda

Huta

n ra

kyat

logW

=-0

.148

+0.

624l

ogD

R2.0

.77

Sda

Sulaw

esi U

tara

Sda

Huta

n ra

kyat

logW

=-2

.0+

2.67

logD

R2.0

.97

Sda

Sulaw

esi U

tara

Sda

SiSintesis Penelitian Integratif Pengembangan Perhitungan Emisi Gas Rumah Kaca Kehutanan (Inventory) • 113

Page 132: Pengembangan Perhitungan Emisi Gas Rumah Kaca Kehutanan ...

Lam

piran

2.

Sim

pana

n K

arbo

n M

enur

ut B

iore

gion

2.1

Bior

egio

n Su

mat

era

Type

hut

an/je

nis

C st

ock

(ton/

ha)

Info

rmas

i sin

gkat

met

odol

ogi

Desk

ripsi

bio

fisik

Publ

ikas

i *)

Huta

n ra

wa g

ambu

t pr

imer

12

6,01

Non

dest

rukt

if sa

mpl

ing,

han

ya m

elip

uti

karb

on v

eget

asi p

ohon

, tid

ak te

rmas

uk

sere

sah,

tum

buha

n ba

wah

dan

tana

h ga

mbu

t

Pelal

awan

, Riau

Roch

may

anto

, et

al.(2

010)

Huta

n ra

wa g

ambu

t se

kund

er

83,4

9No

n de

stru

ktif

sam

plin

g, h

anya

mel

iput

i ka

rbon

veg

etas

i poh

on, t

idak

term

asuk

se

resa

h, tu

mbu

han

bawa

h da

n ta

nah

gam

but

Pelal

awan

, Riau

Roch

may

anto

, et

al.(2

010)

HTI A

cacia

cra

ssica

rpa

4,59

– 3

9,51

Non

dest

rukt

if sa

mpl

ing

Umur

1-5

tahu

n, d

i Pel

alawa

n, R

iauRo

chm

ayan

to, e

t al.

(201

0)

HTI A

cacia

cra

ssica

rpa

29,9

2 –

48,3

5No

n de

stru

ktif

sam

plin

gUm

ur 2

dan

3 ta

hun,

PT

SBA,

Sum

ater

a Se

latan

Rahm

at, e

t al.

(200

7)

HTI A

cacia

cra

ssica

rpa

64,1

4No

n de

stru

ktif

sam

plin

gHT

I PT.

Seba

ngun

Bum

i And

alas

Woo

dbas

ed In

dust

ries.

Met

ode

konv

ersi

biom

assa

: rat

a-ra

ta

pote

nsi s

erap

an k

arbo

n m

enur

ut k

elas

um

ur (1

-8 th

) dar

i bag

ian a

kar,

bata

ng,

caba

ng d

an d

aun

Andr

iono

, 200

9

Area

l HT

8 th

n pa

sca

keba

kara

n 21

,42

Non

dest

rukt

if sa

mpl

ing

Sum

ater

a Se

latan

Prak

osa

et a

l. (2

011)

114 • Simpanan Karbon Menurut Bioregion

Page 133: Pengembangan Perhitungan Emisi Gas Rumah Kaca Kehutanan ...

Type

hut

an/je

nis

C st

ock

(ton/

ha)

Info

rmas

i sin

gkat

met

odol

ogi

Desk

ripsi

bio

fisik

Publ

ikas

i *)

Aral

HA 1

thn

pasc

a ke

baka

ran

1,29

6No

n de

stru

ktif

sam

plin

gSu

mat

era

Selat

an ,

dian

tara

nya

mer

upak

an

kom

pone

n po

hon

mat

i seb

esar

0,4

52 to

n/ha

Prak

osa

et a

l. (2

011)

Sisa

cad

anga

n ka

rbon

pa

da a

real

beka

s ke

baka

ran

ringa

n

65,1

4 m

3/ha

Non

dest

rukt

if sa

mpl

ing

Prak

osa

et a

l. (2

011)

Sisa

cad

anga

n ka

rbon

pa

da a

real

beka

s ke

baka

ran

seda

ng

28,0

m3/

haNo

n de

stru

ktif

sam

plin

gPr

akos

a et

al.

(201

1)

Sisa

cad

anga

n ka

rbon

pa

da a

real

beka

s ke

baka

ran

bera

t

24,7

ton

/ha.

Non

dest

rukt

if sa

mpl

ing

Prak

osa

et a

l. (2

011)

Huta

n lah

an k

erin

g se

kund

er89

,60

ton/

haNo

n de

stru

ktif

sam

plin

g, m

enur

ut

pers

amaa

n alo

met

rik D

harm

awan

dan

Si

rega

r (20

09),

Huta

n Na

gari

Sim

ancu

ng, S

umat

era

Bara

tBP

K Ae

k Na

uli,

2012

huta

n ta

nam

an A

cacia

cr

assic

arpa

Um

ur 2

dan

3 ta

hun

29.9

2 to

n/ha

da

n 48

.35

ton/

haDe

stru

ktif

sam

plin

gdi

PT

SBA

Woo

d In

dust

ry, S

umat

era

Selat

an.

Rahm

at, e

t al.

(200

7)

Sera

pan

bers

ih H

T Ac

acia

cras

sicar

pa57

,87

ton/

haNo

n de

stru

ktif

sam

plin

gHT

laha

n ga

mbu

t di P

T SB

A W

ood

Indr

ustie

s. Te

rleta

k di

Kab

upat

en O

gan

Kom

erin

g Ilir

, Sum

ater

a Se

latan

. Tid

ak

term

asuk

em

isi d

ari t

anah

, ket

ingg

ian

tem

pat 0

-8 m

dpl.

Rahm

at (2

010)

SiSintesis Penelitian Integratif Pengembangan Perhitungan Emisi Gas Rumah Kaca Kehutanan (Inventory) • 115

Page 134: Pengembangan Perhitungan Emisi Gas Rumah Kaca Kehutanan ...

Type

hut

an/je

nis

C st

ock

(ton/

ha)

Info

rmas

i sin

gkat

met

odol

ogi

Desk

ripsi

bio

fisik

Publ

ikas

i *)

HT A

cacia

cra

ssica

rpa

133,

10 (5

thn)

76,0

9 (4

thn)

36,2

3 (3

thn)

12,0

9 (2

thn)

met

ode

dest

rukt

if. Ju

mlah

poh

on s

ampe

lya

ng d

iambi

l seb

anya

k 40

poh

on y

ang

mer

upak

an p

ohon

-poh

on y

ang

mew

akili

popu

lasi

setia

p ke

las d

iamet

er d

ari 4

kel

as

diam

eter

poh

on d

alam

tega

kan

(Tab

el 1

).M

aisng

-mas

ing

kelas

diam

eter

ters

ebut

di

ambi

l dar

i are

al te

gaka

n be

rdas

ar k

elas

um

urte

rtent

u (2

,3,4

,5 ta

hun)

seh

ingg

a di

angg

ap m

ewak

ili te

gaka

n po

hon

deng

an

umur

bertu

rut-t

urut

2,3

,4, d

an 5

tahu

n te

rseb

ut.

Pem

ilihan

poh

on s

ampe

l dila

kuka

n de

ngan

met

ode

purp

osive

sam

plin

g.

HTI la

han

gam

but,

jeni

s Ac

acia

cras

sicar

pa

di P

elala

wan,

Riau

. jen

is ta

nah

orga

noso

l hem

ik, fi

brik

selu

as 5

2.84

5 ha

, dan

org

anos

ol s

aprik

, hem

ik se

luas

22

.795

ha.

Are

alin

i ter

leta

k pa

daDA

S (D

aera

h Al

iran

Sung

ai)

Selam

paya

nKan

an, S

ubDA

S Se

lampa

yan

Kiri,

deng

an k

etin

ggian

20-

160

m d

pl. M

enur

ut

klasif

ikasi

Schm

idt d

an F

ergu

sson

iklim

di

daer

ahin

i ter

mas

uk ti

pe A

, den

gan

rata

-rat

a cu

rah

hujan

2.3

23 m

m/ta

hun

dan

bany

akny

a ha

ri hu

jan15

0 ha

ri/ta

hun.

Yuni

awat

i, Bu

dim

an,

dan

Elias

(201

1)

Huta

n ta

nam

an S

wiet

enia

mac

roph

ylla

64,1

- 1

66,6

Met

ode

dest

ruct

ive s

ampl

ing

pada

hut

an

tana

man

S. m

acro

phyll

a um

ur 1

6 ta

hun

- 20

tahu

n

di H

utan

Tana

man

Ben

akat

, Sum

ater

a Se

latan

Gint

ings

(199

7)

Huta

n ta

nam

an A

cacia

m

angi

um91

,2M

etod

e de

stru

ctive

sam

plin

g pa

da h

utan

ta

nam

an A

. man

gium

um

ur 6

tahu

n di

Hut

an Ta

nam

an B

enak

at, S

umat

era

Selat

anGi

ntin

gs (1

997)

Huta

n ta

nam

an

Pero

nem

a ca

nesc

ens

35,7

– 7

1,8

Met

ode

dest

ruct

ive s

ampl

ing

pada

hut

an

tana

man

P. c

anes

cens

um

ur 1

0 –

25

tahu

n

di H

utan

Tana

man

Ben

akat

, Sum

ater

a Se

latan

dan

Sta

siun

Pene

litian

Hut

an

Tanj

unga

n, L

ampu

ng

Gint

ings

(199

7)

Huta

n ta

nam

an S

chim

a wa

llichi

i74

,4M

etod

e de

stru

ctive

sam

plin

g pa

da h

utan

ta

nam

an S

. wall

ichii u

mur

25

tahu

n di

Sta

siun

Pene

litian

Hut

an Ta

njun

gan,

La

mpu

ngGi

ntin

gs (1

997)

116 • Simpanan Karbon Menurut Bioregion

Page 135: Pengembangan Perhitungan Emisi Gas Rumah Kaca Kehutanan ...

Type

hut

an/je

nis

C st

ock

(ton/

ha)

Info

rmas

i sin

gkat

met

odol

ogi

Desk

ripsi

bio

fisik

Publ

ikas

i *)

Huta

n ta

nam

an A

leur

ites

mol

ucca

na69

,1 -

177

,2M

etod

e de

stru

ctive

sam

plin

g pa

da

huta

n ta

nam

an A

. mol

ucca

na u

mur

25

tahu

n di

Sta

siun

Pene

litian

Hut

an

Tanj

unga

n, L

ampu

ng; m

etod

e de

stru

ctive

sam

plin

g pa

da h

utan

ta

nam

an A

. mol

ucca

na u

mur

15

tahu

n di

Kec

amat

an K

utac

ane,

Kab

upat

en A

ceh

Teng

gara

den

gan

pers

amaa

n all

omet

rik

biom

asa

di a

tas

perm

ukaa

n ta

nah

Y =

0,

0486

(DBH

)2,5

016

Gint

ings

(199

7);

Sire

gar d

an

Dhar

maw

an (2

008)

Huta

n be

kas

teba

ngan

ke

rapa

tan

tingg

i13

8De

stru

ktif

sam

plin

g, m

elip

uti c

arbo

n po

ol d

iatas

per

muk

aan

tana

h, d

i baw

ah

perm

ukaa

n ta

nah,

kay

u m

ati,

poho

n m

ati

dan

sere

sah

Mer

ang

REDD

Pilo

t Pro

ject

(MRP

P),

Sum

ater

a Se

latan

Solic

hin,

et a

l (2

012)

Huta

n be

kas

teba

ngan

ke

rapa

tan

seda

ng11

9De

stru

ktif

sam

plin

g, m

elip

uti c

arbo

n po

ol d

iatas

per

muk

aan

tana

h, d

i baw

ah

perm

ukaa

n ta

nah,

kay

u m

ati,

poho

n m

ati

dan

sere

sah

Mer

ang

REDD

Pilo

t Pro

ject

(MRP

P)So

lichi

n, e

t al

(201

2)

Huta

n se

kund

er

dido

min

asi m

ahan

g56

Dest

rukt

if sa

mpl

ing,

mel

iput

i car

bon

pool

diat

as p

erm

ukaa

n ta

nah,

di b

awah

pe

rmuk

aan

tana

h, k

ayu

mat

i, po

hon

mat

i da

n se

resa

h

Mer

ang

REDD

Pilo

t Pro

ject

(MRP

P)So

lichi

n, e

t al

(201

2)

Sem

ak17

Dest

rukt

if sa

mpl

ing,

mel

iput

i car

bon

pool

diat

as p

erm

ukaa

n ta

nah,

di b

awah

pe

rmuk

aan

tana

h, k

ayu

mat

i, po

hon

mat

i da

n se

resa

h

Mer

ang

REDD

Pilo

t Pro

ject

(MRP

P)So

lichi

n, e

t al

(201

2)

SiSintesis Penelitian Integratif Pengembangan Perhitungan Emisi Gas Rumah Kaca Kehutanan (Inventory) • 117

Page 136: Pengembangan Perhitungan Emisi Gas Rumah Kaca Kehutanan ...

Type

hut

an/je

nis

C st

ock

(ton/

ha)

Info

rmas

i sin

gkat

met

odol

ogi

Desk

ripsi

bio

fisik

Publ

ikas

i *)

Huta

n ya

ng b

aru

pene

bang

an26

Dest

rukt

if sa

mpl

ing,

mel

iput

i car

bon

pool

diat

as p

erm

ukaa

n ta

nah,

di b

awah

pe

rmuk

aan

tana

h, k

ayu

mat

i, po

hon

mat

i da

n se

resa

h

Mer

ang

REDD

Pilo

t Pro

ject

(MRP

P)So

lichi

n, e

t al

(201

2)

Laha

n be

kas

terb

akar

24De

stru

ktif

sam

plin

g, m

elip

uti c

arbo

n po

ol d

iatas

per

muk

aan

tana

h, d

i baw

ah

perm

ukaa

n ta

nah,

kay

u m

ati,

poho

n m

ati

dan

sere

sah

Mer

ang

REDD

Pilo

t Pro

ject

(MRP

P)So

lichi

n, e

t al

(201

2)

Pada

ng ru

mpu

t0

Dest

rukt

if sa

mpl

ing,

mel

iput

i car

bon

pool

diat

as p

erm

ukaa

n ta

nah,

di b

awah

pe

rmuk

aan

tana

h, k

ayu

mat

i, po

hon

mat

i da

n se

resa

h

Mer

ang

REDD

Pilo

t Pro

ject

(MRP

P)So

lichi

n, e

t al

(201

2)

Huta

n ala

m p

rimer

17

8.44

Met

ode

non

dest

rukt

if, tid

ak te

rmas

uk

karb

on ta

nah

Tam

an N

asio

nal B

ukit

Baris

an S

elat

an,

Sum

ater

a Se

latan

Pras

etyo

, et.

al.

(201

0)

Huta

n se

kund

er

81.6

5M

etod

e no

n de

stru

ktif,

tidak

term

asuk

ka

rbon

tana

hTa

man

Nas

iona

l Buk

it Ba

risan

Sel

atan

, Su

mat

era

Selat

anPr

aset

yo, e

t. al.

(2

010)

Agro

fore

stry

kop

i tua

63.6

9M

etod

e no

n de

stru

ktif,

tidak

term

asuk

ka

rbon

tana

hTa

man

Nas

iona

l Buk

it Ba

risan

Sel

atan

, Su

mat

era

Selat

anPr

aset

yo, e

t. al.

(2

010)

Agro

fore

stry

kop

i mud

a27

.92

Met

ode

non

dest

rukt

if, tid

ak te

rmas

uk

karb

on ta

nah

Tam

an N

asio

nal B

ukit

Baris

an S

elat

an,

Sum

ater

a Se

latan

Pras

etyo

, et.

al.

(201

0)

Agro

fore

stry

kak

ao m

uda

14.0

4M

etod

e no

n de

stru

ktif,

tidak

term

asuk

ka

rbon

tana

hTa

man

Nas

iona

l Buk

it Ba

risan

Sel

atan

, Su

mat

era

Selat

anPr

aset

yo, e

t. al.

(2

010)

Sem

ak b

eluk

ar10

.51

Met

ode

non

dest

rukt

if, tid

ak te

rmas

uk

karb

on ta

nah

Tam

an N

asio

nal B

ukit

Baris

an S

elat

an,

Sum

ater

a Se

latan

Pras

etyo

, et.

al.

(201

0)

118 • Simpanan Karbon Menurut Bioregion

Page 137: Pengembangan Perhitungan Emisi Gas Rumah Kaca Kehutanan ...

Type

hut

an/je

nis

C st

ock

(ton/

ha)

Info

rmas

i sin

gkat

met

odol

ogi

Desk

ripsi

bio

fisik

Publ

ikas

i *)

Alan

g-ala

ng3.

57M

etod

e no

n de

stru

ktif,

tidak

term

asuk

ka

rbon

tana

hTa

man

Nas

iona

l Buk

it Ba

risan

Sel

atan

, Su

mat

era

Selat

anPr

aset

yo, e

t. al.

(2

010)

Pada

ng ru

mpu

t1.

47M

etod

e no

n de

stru

ktif,

tidak

term

asuk

ka

rbon

tana

hTa

man

Nas

iona

l Buk

it Ba

risan

Sel

atan

, Su

mat

era

Selat

anPr

aset

yo, e

t. al.

(2

010)

Man

grov

e 22

7.3

tonC

/ha

Kom

bina

si m

etod

e jal

ur b

erpe

tak

berd

asar

kan

plot

sam

pel m

enur

ut H

airiah

et

al.

(200

1) d

enga

n da

ta h

ipot

etis

untu

k je

nis

yang

sam

a di

loka

si lai

n. P

lot u

tam

a be

ruku

ran

5x40

m, d

igun

akan

unt

uk

men

ginv

enta

risas

i dan

men

guku

r poh

on

berd

iamat

er 5

-30

cm. A

pabi

la te

rdap

at

poho

n be

rdiam

ater

lebi

h da

ri 30

cm

, m

aka

plot

dip

erbe

sar m

enjad

i 20x

100

m.

Ekos

istem

pes

isir T

aman

Nas

iona

l Se

mbi

lang,

Kab

upat

en B

anyu

asin

, Pro

vinsi

Sum

ater

a Se

latan

Sade

lie, e

t. al.

(2

011)

Acac

ia m

angi

um62

.08

tonC

/ha

Kom

bina

si m

etod

e jal

ur b

erpe

tak

berd

asar

kan

plot

sam

pel m

enur

ut H

airiah

et

al.

(200

1) d

enga

n da

ta h

ipot

etis

untu

k je

nis

yang

sam

a di

loka

si lai

n. P

lot u

tam

a be

ruku

ran

5x40

m, d

igun

akan

unt

uk

men

ginv

enta

risas

i dan

men

guku

r poh

on

berd

iamat

er 5

-30

cm. A

pabi

la te

rdap

at

poho

n be

rdiam

ater

lebi

h da

ri 30

cm

, m

aka

plot

dip

erbe

sar m

enjad

i 20x

100

m.

Dita

nam

di f

ront

ier a

rea

pada

eko

siste

m

pesis

ir Ta

man

Nas

iona

l Sem

bilan

g,

Kabu

pate

n Ba

nyua

sin, P

rovin

si Su

mat

era

Selat

an

Sade

lie, e

t. al.

(2

011)

SiSintesis Penelitian Integratif Pengembangan Perhitungan Emisi Gas Rumah Kaca Kehutanan (Inventory) • 119

Page 138: Pengembangan Perhitungan Emisi Gas Rumah Kaca Kehutanan ...

Type

hut

an/je

nis

C st

ock

(ton/

ha)

Info

rmas

i sin

gkat

met

odol

ogi

Desk

ripsi

bio

fisik

Publ

ikas

i *)

Euca

lyptu

s sp

.75

.89

tonC

/ha

Kom

bina

si m

etod

e jal

ur b

erpe

tak

berd

asar

kan

plot

sam

pel m

enur

ut H

airiah

et

al.

(200

1) d

enga

n da

ta h

ipot

etis

untu

k je

nis

yang

sam

a di

loka

si lai

n. P

lot u

tam

a be

ruku

ran

5x40

m, d

igun

akan

unt

uk

men

ginv

enta

risas

i dan

men

guku

r poh

on

berd

iamat

er 5

-30

cm. A

pabi

la te

rdap

at

poho

n be

rdiam

ater

lebi

h da

ri 30

cm

, m

aka

plot

dip

erbe

sar m

enjad

i 20x

100

m.

Dita

nam

di f

ront

ier a

rea

pada

eko

siste

m

pesis

ir Ta

man

Nas

iona

l Sem

bilan

g,

Kabu

pate

n Ba

nyua

sin, P

rovin

si Su

mat

era

Selat

an

Sade

lie, e

t. al.

(2

011)

Huta

n be

kas

teba

ngan

ke

rapa

tan

seda

ng11

1.40

Data

diam

bil d

enga

n m

etod

e no

n de

stru

ktif

sam

plin

g pa

da 4

5 pl

ot c

onto

h be

rben

tuk

buju

r san

gkar

yan

g di

leta

kkan

se

cara

stra

tifie

d.

Ekos

istem

gam

but t

erse

but b

erad

a di

di

Keca

mat

an B

ayun

g Le

ncir,

Kabu

pate

n M

usi

Bany

uasin

, Sum

ater

a Se

latan

.

Solic

hin

et a

l (20

12)

Huta

n be

kas

teba

ngan

ke

rapa

tan

tingg

i12

6.80

Data

diam

bil d

enga

n m

etod

e no

n de

stru

ktif

sam

plin

g pa

da 4

5 pl

ot c

onto

h be

rben

tuk

buju

r san

gkar

yan

g di

leta

kkan

se

cara

stra

tifie

d.

Ekos

istem

gam

but t

erse

but b

erad

a di

di

Keca

mat

an B

ayun

g Le

ncir,

Kabu

pate

n M

usi

Bany

uasin

, Sum

ater

a Se

latan

.

Solic

hin

et a

l (20

12)

Belu

kar

55.1

9Da

ta d

iambi

l den

gan

met

ode

non

dest

rukt

if sa

mpl

ing

pada

45

plot

con

toh

berb

entu

k bu

jur s

angk

ar y

ang

dile

takk

an

seca

ra s

tratif

ied.

Ekos

istem

gam

but t

erse

but b

erad

a di

di

Keca

mat

an B

ayun

g Le

ncir,

Kabu

pate

n M

usi

Bany

uasin

, Sum

ater

a Se

latan

.

Solic

hin

et a

l (20

12)

Sem

ak

11.7

5

Data

diam

bil d

enga

n m

etod

e no

n de

stru

ktif

sam

plin

g pa

da 4

5 pl

ot c

onto

h be

rben

tuk

buju

r san

gkar

yan

g di

leta

kkan

se

cara

stra

tifie

d.

Ekos

istem

gam

but t

erse

but b

erad

a di

di

Keca

mat

an B

ayun

g Le

ncir,

Kabu

pate

n M

usi

Bany

uasin

, Sum

ater

a Se

latan

.

Solic

hin

et a

l (20

12)

120 • Simpanan Karbon Menurut Bioregion

Page 139: Pengembangan Perhitungan Emisi Gas Rumah Kaca Kehutanan ...

Type

hut

an/je

nis

C st

ock

(ton/

ha)

Info

rmas

i sin

gkat

met

odol

ogi

Desk

ripsi

bio

fisik

Publ

ikas

i *)

Teba

ngan

30.9

5Da

ta d

iambi

l den

gan

met

ode

non

dest

rukt

if sa

mpl

ing

pada

45

plot

con

toh

berb

entu

k bu

jur s

angk

ar y

ang

dile

takk

an

seca

ra s

tratif

ied.

Ekos

istem

gam

but t

erse

but b

erad

a di

di

Keca

mat

an B

ayun

g Le

ncir,

Kabu

pate

n M

usi

Bany

uasin

, Sum

ater

a Se

latan

.

Solic

hin

et a

l (20

12)

Terb

uka

17.3

4Da

ta d

iambi

l den

gan

met

ode

non

dest

rukt

if sa

mpl

ing

pada

45

plot

con

toh

berb

entu

k bu

jur s

angk

ar y

ang

dile

takk

an

seca

ra s

tratif

ied.

Ekos

istem

gam

but t

erse

but b

erad

a di

di

Keca

mat

an B

ayun

g Le

ncir,

Kabu

pate

n M

usi

Bany

uasin

, Sum

ater

a Se

latan

.

Solic

hin

et a

l (20

12)

Mah

ang

84.3

3Da

ta d

iambi

l den

gan

met

ode

non

dest

rukt

if sa

mpl

ing

pada

45

plot

con

toh

berb

entu

k bu

jur s

angk

ar y

ang

dile

takk

an

seca

ra s

tratif

ied.

Ekos

istem

gam

but t

erse

but b

erad

a di

di

Keca

mat

an B

ayun

g Le

ncir,

Kabu

pate

n M

usi

Bany

uasin

, Sum

ater

a Se

latan

.

Solic

hin

et a

l (20

12)

Rum

put

0.00

Data

diam

bil d

enga

n m

etod

e no

n de

stru

ktif

sam

plin

g pa

da 4

5 pl

ot c

onto

h be

rben

tuk

buju

r san

gkar

yan

g di

leta

kkan

se

cara

stra

tifie

d.

Ekos

istem

gam

but t

erse

but b

erad

a di

di

Keca

mat

an B

ayun

g Le

ncir,

Kabu

pate

n M

usi

Bany

uasin

, Sum

ater

a Se

latan

.

Solic

hin

et a

l (20

12)

SiSintesis Penelitian Integratif Pengembangan Perhitungan Emisi Gas Rumah Kaca Kehutanan (Inventory) • 121

Page 140: Pengembangan Perhitungan Emisi Gas Rumah Kaca Kehutanan ...

Type

hut

an/je

nis

C st

ock

(ton/

ha)

Info

rmas

i sin

gkat

met

odol

ogi

Desk

ripsi

bio

fisik

Publ

ikas

i *)

Huta

n lah

an k

erin

g pr

imer

310

,03

ton/

haPe

ndug

aan

pote

nsi k

arbo

n pa

da m

asin

g-m

asin

g tip

e tu

tupa

n lah

an (v

eget

asi)

ters

ebut

dila

kuka

n te

rhad

ap 6

poo

l ya

itu s

eras

ah, t

umbu

han

bawa

h, s

emai,

pa

ncan

g da

n tia

ng, n

ecro

mas

a da

n po

hon.

pot

ensi

karb

on p

ohon

(Ø >

2

cm) d

igun

akan

met

ode

non

dest

rukt

if, da

n un

tuk

tum

buha

n ba

wah

dan

sera

sah

digu

naka

n m

etod

e de

stru

ktif.

Jum

lah s

ampe

l plo

t unt

uk m

asin

g-m

asin

g je

nis

tutu

pan

lahan

ada

lah 2

0 pl

ot. u

kura

n pl

ot p

ohon

ada

lah 2

0 m

x 2

0 m

, plo

t pa

ncan

g da

n tia

ng 1

0m x

10

m, d

an p

lot

tum

buha

n ba

wah

dan

sera

sah

adala

h 1

m

x 1

m. b

iom

assa

mer

upak

an fu

ngsi

dari

diam

eter

, yait

u: B

= 0

,118

(dbh

)2,5

3.

Seda

ngka

n un

tuk

tum

buha

n ba

wah

dan

sera

sah

dilak

ukan

ana

lisis

Labo

rato

rium

(L

abor

ator

ium

Fak

ulta

s Pe

rtani

an

Unive

rsita

s Sy

iah K

uala)

.

Huta

n Ga

yo L

ues,

Kabu

pate

n Ga

yo L

ues,

NAD

Fauz

i,dkk

. 200

9.

Huta

n lah

an k

erin

g se

kund

er

216,

85 to

n/ha

Huta

n pi

nus

161,

38 to

n/ha

Huta

n ra

kyat

140,

56 to

n/ha

Sem

ak b

eluk

ar

20,0

0 to

n/ha

122 • Simpanan Karbon Menurut Bioregion

Page 141: Pengembangan Perhitungan Emisi Gas Rumah Kaca Kehutanan ...

Type

hut

an/je

nis

C st

ock

(ton/

ha)

Info

rmas

i sin

gkat

met

odol

ogi

Desk

ripsi

bio

fisik

Publ

ikas

i *)

Huta

n pr

imer

Ba

tang

Toru

305,

73 to

n/ha

in to

tal 2

0 pl

ots

were

est

ablis

hed

and

mea

sure

d wi

th s

ize 2

0 X

20 m

eter

squ

are

esta

blish

ed. P

lot l

ocat

ions

wer

e ch

osen

th

roug

hpu

rpos

ive a

nd s

yste

mat

ic sa

mpl

ing.

Thes

e st

udie

s wi

ll app

ly in

tegr

ated

fiel

d st

udie

s an

d re

mot

e se

nsin

g ap

proa

ches

toca

lculat

e fo

rest

car

bon

stoc

k.

Prim

ary

fore

st in

Aek

Sile

mes

Are

a an

d Ae

k Ga

me-

gam

e ar

eas.

Adm

inist

rativ

ely,

- Ae

k Si

lem

es lo

cate

d in

Sim

ardi

ngian

g Vi

llage

Pah

ae J

ulu

Sub-

dist

rict,

North

Ta

panu

li Dist

rict

- Ae

k Ga

me-

gam

e lo

cate

d in

Tapi

an

Naul

i Villa

ge, T

ukka

Sub

dist

rict,

Cent

ral

Tapa

nuli D

istric

t. Pr

imar

y ra

in fo

rest

dom

inat

es th

eve

geta

tion

cove

r, wh

ich g

rows

on

stee

p hi

llsid

es w

ith m

ore

than

a 6

0-de

gree

slo

pe

and

mou

ntain

ous

area

with

hig

hest

pea

t at

Mt.

Lubu

k Ra

ya (1

.856

met

er a

bove

sea

le

vel).

The

regi

on is

mou

ntain

ous

and

the

resu

lts o

f hi

stor

ic vo

lcani

c ac

tivity

call

ed To

ba S

uper

Vo

lcano

and

the

form

atio

n of

geo

logy

is V

olca

nic

Toba

Tuff

as th

e do

min

ant g

eolo

gy ro

ck

type

. Soi

lty

pe is

dom

inat

ed b

y Po

dsol

ic Re

d-Ye

llow

and

Aluv

ial

Perb

atak

usum

a, e

t al.

(200

8)

SiSintesis Penelitian Integratif Pengembangan Perhitungan Emisi Gas Rumah Kaca Kehutanan (Inventory) • 123

Page 142: Pengembangan Perhitungan Emisi Gas Rumah Kaca Kehutanan ...

Type

hut

an/je

nis

C st

ock

(ton/

ha)

Info

rmas

i sin

gkat

met

odol

ogi

Desk

ripsi

bio

fisik

Publ

ikas

i *)

Huta

n se

kund

er

Bata

ng To

ru74

,18

ton/

hain

tota

l 6 p

lots

wer

e es

tabl

ished

and

m

easu

red

with

size

50

X 50

met

er s

quar

e es

tabl

ished

. Plo

t loc

atio

ns w

ere

chos

en

thro

ugh

purp

osive

and

sys

tem

atic

sam

plin

g.

Thes

e st

udie

s wi

ll app

ly in

tegr

ated

fiel

d st

udie

s an

d re

mot

e se

nsin

g ap

proa

ches

toca

lculat

e fo

rest

car

bon

stoc

k.

Seco

ndar

y fo

rest

s in

logg

ed a

reas

:-

Telu

k Na

uli t

imbe

r con

cess

ion.

Ad

min

istra

tivel

y, lo

cate

d in

Ang

goli

Villa

ge S

ibab

angu

n Su

b-di

stric

t, Ce

ntra

l Ta

panu

li Dist

rict

- Si

buali

-bua

li Nat

ure

Rese

rve.

Ad

min

istra

tivel

y, lo

cate

d in

Aek

Nab

ara

Villa

ge, M

aran

car S

ub-d

istric

t, So

uth

Tapa

nuli D

istric

t. In

this

loca

tion,

Pr

imar

y ra

in fo

rest

dom

inat

es th

e ve

geta

tion

cove

r, wh

ich g

rows

on

stee

p hi

llsid

es w

ith m

ore

than

a 6

0-de

gree

slo

pe

and

mou

ntain

ous

area

with

hig

hest

pea

t at

Mt.

Lubu

k Ra

ya (1

.856

met

er a

bove

sea

le

vel).

The

regi

on is

mou

ntain

ous

and

the

resu

lts o

f hist

oric

volca

nic

activ

ity c

alled

To

ba S

uper

Vol

cano

and

the

form

atio

n of

geo

logy

is V

olca

nic

Toba

Tuff

as th

e do

min

ant g

eolo

gy ro

ck ty

pe. S

oil t

ype

is do

min

ated

by

Pods

olic

Red-

Yello

w an

d Al

uvial

Perb

atak

usum

a, e

t al.

(200

8)

Huta

n Ta

nam

an A

cacia

cr

assic

arpa

64

,14

ton/

haM

etod

e ko

nver

si bi

omas

sa: r

ata-

rata

po

tens

i ser

apan

kar

bon

men

urut

kel

as

umur

(1-8

th) d

ari b

agian

aka

r, ba

tang

, ca

bang

dan

dau

n:

(HTI

PT.

Seba

ngun

Bum

i And

alas

Woo

dbas

ed In

dust

ries)

Adirio

no (2

009)

Huta

n ta

nam

an a

cacia

cr

assic

arpa

45,6

4 to

n/ha

Met

ode

karb

onas

i rat

a-ra

ta p

oten

si se

rapa

n ka

rbon

men

urut

kel

as u

mur

1-8

ta

hun

dari

bagi

an a

kar,

bata

ng, c

aban

g da

n da

un

Huta

n lah

an g

ambu

t PT

SBA

Woo

d In

dust

ries

Adrio

no (2

009)

124 • Simpanan Karbon Menurut Bioregion

Page 143: Pengembangan Perhitungan Emisi Gas Rumah Kaca Kehutanan ...

Type

hut

an/je

nis

C st

ock

(ton/

ha)

Info

rmas

i sin

gkat

met

odol

ogi

Desk

ripsi

bio

fisik

Publ

ikas

i *)

Huta

n Da

mar

(Sho

rea

javan

ica) A

grof

ores

t di

Pote

nsi k

arbo

n tu

mbu

han

bawa

h da

n se

rasa

h (k

g/ha

): La

ntai

huta

n re

pong

dam

ar y

ang

tidak

dib

ersih

kan

(178

0,11

)La

ntai

huta

n de

ngan

pol

a pe

mbe

rsih

an tu

mbu

han

bawa

h (1

139,

81)

Fase

keb

un te

gaka

n um

ur 1

5 th

(8

87,6

6)Te

gaka

n um

ur 7

th (9

65,8

4)Fa

se d

arak

(965

,84)

Tum

buha

n ba

wah

tidak

ber

kayu

(3

0,54

)Se

rasa

h (1

4,37

)Po

tens

i Kar

bon

pada

Fas

e Re

pong

Da

mar

(kg/

ha):

tanp

a pe

mbe

rsih

an

tum

buha

n ba

wah

(236

.273

,98)

: (p

ohon

: 228

.924

,60;

tian

g:

6.42

8,15

; pan

cang

: 921

,22)

Yang

dib

ersih

kan

tum

buha

n ba

wahn

ya

(344

.734

,24)

: (po

hon:

338

.237

,36;

tia

ng: 5

.449

,13;

pan

cang

: 1.0

47,7

5)Po

tens

i kar

bon

pada

fase

keb

un (k

g/ha

): Um

ur te

gaka

n 15

th (7

2.62

0,67

): (p

ohon

: 56.

072,

798,

tian

g:

14.9

32,4

2; p

anca

ng: 1

.615

,45)

Umur

7 th

(32.

667,

35):

(tian

g:

22.9

26,3

7; p

anca

ng: 9

.740

,98)

Pote

nsi k

arbo

n pa

da d

arak

(kg/

ha):

tega

kan

tingk

at p

anca

ng: 1

.986

,00

Biom

assa

tota

l bag

ian p

ohon

diat

as

tana

h pa

da fa

se k

limak

dar

i pen

gelo

laan

huta

n da

mm

ar a

grof

ores

t yait

u fa

se

repo

ng d

amm

ar y

ang

dipe

role

h de

ngan

m

engg

unak

an p

ersa

maa

n all

omet

rik

W=

aDb

Loka

si di

Kab

upat

en L

ampu

ng B

arat

Rizo

n (2

005)

SiSintesis Penelitian Integratif Pengembangan Perhitungan Emisi Gas Rumah Kaca Kehutanan (Inventory) • 125

Page 144: Pengembangan Perhitungan Emisi Gas Rumah Kaca Kehutanan ...

Type

hut

an/je

nis

C st

ock

(ton/

ha)

Info

rmas

i sin

gkat

met

odol

ogi

Desk

ripsi

bio

fisik

Publ

ikas

i *)

Kelap

a sa

wit

Sesu

ai um

ur

1 th

= 0

,70

ton/

ha2

th =

1,0

0 to

n/ha

9 th

= 1

1,88

ton/

ha11

th=

13,0

7ton

/ha

13 th

=12

,49t

on/h

a17

th=

16,4

3ton

/ha

18 th

=14

,88t

on/h

a

Agro

ekos

istem

kel

apa

sawi

t di la

han

gam

but

PTPN

IV A

jamu,

Kab

.Lab

uan

Batu

, Su

mat

era

Utar

aYu

liant

i (20

09)

Kebu

n ca

mpu

r: Ke

miri,

du

rian,

cen

gkeh

, kay

u m

anis,

alp

ukat

99,0

0 to

n/ha

Sore

l (20

07)

Kebu

n ka

ret d

an c

oklat

113,

85 to

n/ha

Sore

l (20

07)

Karb

on ta

nah

min

eral

Sesu

ai ke

dalam

an:

0-5

cm=

12.3

6 to

n 5-

10cm

=17

.96

ton

10-2

0cm

=33

.48t

on20

-30c

m=

38.5

1ton

Loka

si di

hut

an ta

nam

an S

hore

a jav

anica

, De

sa P

ahm

unga

n, K

ec. K

rui,

Lam

pung

Ba

rat

Rizo

n (2

005)

Karb

on ta

nah

gam

but

Sesu

ai ke

dalam

an:

146c

m=

2.05

0 to

n/ha

28 c

m=

341t

on/h

a34

cm

=26

6 to

n/ha

Kem

atan

gan

gam

but s

aprik

, hem

ik da

n fe

brik

Lubu

k Ga

ung,

Kec

. Sun

gai S

embi

lan,

Dum

ai (k

elap

a sa

wit r

akya

t)Sa

fitri

(201

0)

Karb

on ta

nah

gam

but

Keda

laman

362

cm=

6.39

4,52

ton/

haTa

nah

rawa

gam

but d

i Par

itsici

n, K

abup

aten

Ro

kan

Hilir,

Riau

Yuon

o (2

009)

126 • Simpanan Karbon Menurut Bioregion

Page 145: Pengembangan Perhitungan Emisi Gas Rumah Kaca Kehutanan ...

Type

hut

an/je

nis

C st

ock

(ton/

ha)

Info

rmas

i sin

gkat

met

odol

ogi

Desk

ripsi

bio

fisik

Publ

ikas

i *)

Karb

on ta

nah

gam

but

Sesu

ai ke

dalam

an:

343,

65cm

=2.

800

352,

51cm

=2.

602

127,

42cm

=79

940

4,95

cm=

3.13

450

2,92

cm=

4.00

548

3,98

cm=

3.57

747

9,05

cm=

4.51

6

Laha

n ga

mbu

t yan

g di

tana

mi s

awit

Labu

an B

atu,

Sum

ater

a Ut

ara

Yulia

nti (

2009

)

Man

grov

e se

kund

er41

,79

Met

ode

trans

ek ra

ndom

dar

i pin

ggir

laut

men

uju

dara

t. Uk

uran

plo

t 10x

100

m

deng

an s

ub p

lot 1

0x10

m, 5

x5m

dan

2x

2m. J

umlah

plo

t seb

anya

k 14

plo

t.

SM K

aran

g Ga

ding

, Lan

gkat

Tim

ur L

aut I

, Ka

bupa

ten

Deli S

erda

ng, S

umut

.Ya

sri,

(201

0)

Man

grov

e se

kund

er24

,56

– 49

,13

Ukur

an p

lot 5

0x50

m, s

eban

yak

2 pl

ot, n

on d

estru

ctive

sam

plin

g, d

i ata

s pe

rmuk

aan

tana

h. A

llom

etrik

yan

g di

guna

kan

adala

h Br

own

(199

7)

Sung

ai Su

bele

n, S

iber

ut, j

enis

dom

inan

10

jeni

s: R

yzop

hora

sp,

dan

Bru

guer

a sp

, Xy

loca

rpus

sp,

Bar

ingt

onia

sp, C

erio

ps s

p,

Aegy

cera

s sp

, Lum

initz

era

sp d

an A

vicen

ia sp

.

Bism

ark,

dkk

(2

008)

2.2

Bior

egio

n Ja

wa

Type

hut

an/je

nis

C st

ock

(tn/

ha)

Info

rmas

i sin

gkat

m

etod

olog

iDe

skrip

si b

iofis

ik/lo

kasi

Publ

ikas

i *)

Huta

n ala

m p

rimer

pa

da ta

nah

min

eral

di

TNGH

S

323,

171

tC/

haTo

tal k

arbo

n pa

da 5

poo

l, pe

rsam

aan

allom

etrik

yan

g di

guna

kan

untu

k ka

rbon

di a

tas

perm

ukaa

n ad

alah

Chav

e, e

t.al

(200

5)

Sum

ber:

Arifa

nti,V

.B;I.

W.S

.Dha

rmaw

an d

an

A.W

ibow

o.20

12.P

erhi

tung

an k

arbo

n un

tuk

Perb

aikan

Fa

ktor

em

isi d

an s

erap

an G

RK K

ehut

anan

pad

a Hu

tan

Alam

tana

h M

iner

al (L

apor

an H

asil P

enel

itian)

.Pus

at

Litb

ang

Peru

baha

n Ikl

im d

an K

ebija

kan.

Bogo

r

SiSintesis Penelitian Integratif Pengembangan Perhitungan Emisi Gas Rumah Kaca Kehutanan (Inventory) • 127

Page 146: Pengembangan Perhitungan Emisi Gas Rumah Kaca Kehutanan ...

Type

hut

an/je

nis

C st

ock

(tn/

ha)

Info

rmas

i sin

gkat

m

etod

olog

iDe

skrip

si b

iofis

ik/lo

kasi

Publ

ikas

i *)

Huta

n ala

m p

rimer

ke

rapa

tan

tingg

i di

Tam

an N

asio

nal B

rom

o te

ngge

r

78,8

4 tC

/ha

Tota

l kar

bon

pada

4 p

ool (

min

us

karb

on ta

nah)

Tipe

sub

alp

in (

>24

00 m

dp

l); H

utan

alam

cem

ara

kera

pata

n tin

ggi d

i Cem

oro

Kand

ang

dan

jarak

ijo

Sum

ber :

No

or’a

n, R

.F; V

.B.A

rifan

ti;I.W

.S.D

harm

awan

dan

T.

Buta

rbut

ar (2

013)

. La

pora

n Ha

sil P

enel

itian

Tim

Pen

eliti.

Pe

rhitu

ngan

Krb

on U

ntuk

Per

baika

n Fa

ktor

Em

isi/S

erap

an

GRK

Kehu

tana

n Pa

da H

utan

Alam

Tana

h M

iner

al. P

usat

Pe

neliti

an d

an P

enge

mba

ngan

Per

ubah

an Ik

lim d

an

Kebi

jakan

.

Huta

n ala

m p

rimer

ke

rapa

tan

rend

ah d

i Ta

man

nas

iona

l Bro

mo

Teng

ger

80,8

44 tC

/ha

Tota

l kar

bon

pada

4 p

ool (

min

us

karb

on ta

nah)

Di C

emor

o ka

ndan

g, T

ipe

sub

alp

in (

>24

00 m

dpl

)Sd

a

Huta

n ala

m s

ekun

der

kera

pata

n tin

ggi

69,7

8 tC

/ha

Tota

l kar

bon

pada

4 p

ool (

min

us

karb

on ta

nah)

Ireng

-iren

g, T

ipe

ekos

istem

su

b m

onta

ne (7

50-1

500

m

dpl)

, mon

tane

(150

0-24

00

m

Sda

Huta

n ala

m s

ekun

der

kera

pata

n re

ndah

77

,18

tC/h

aTo

tal k

arbo

n pa

da 4

poo

l (m

inus

ka

rbon

tana

h)Ire

ng-ir

eng,

Tip

e ek

osist

em

sub

mon

tane

750

-150

0 m

dp

l)

Sda

Sava

na d

i Tam

an

Nasio

nal B

rom

o Te

ngge

r

5,33

tC/h

aTo

tal k

arbo

n pa

da 2

poo

l (tu

mbu

han

bawa

h da

n se

rasa

h)Di

Tele

tubb

is, T

ipe

ekos

istem

m

onta

ne (1

500-

2400

m d

pl)

dan

pada

sub

alp

in (>

2400

m

dpl

)

Sda

128 • Simpanan Karbon Menurut Bioregion

Page 147: Pengembangan Perhitungan Emisi Gas Rumah Kaca Kehutanan ...

Type

hut

an/je

nis

C st

ock

(tn/

ha)

Info

rmas

i sin

gkat

m

etod

olog

iDe

skrip

si b

iofis

ik/lo

kasi

Publ

ikas

i *)

Huta

n ala

m c

ampu

ran

Acac

ia de

curre

ns,m

etig

i da

n hu

tan

tana

man

Ac

acia

dan

cem

ara

gunu

ng d

i Tam

an

Nasio

nal B

rom

o Te

ngge

r

23,0

6 tC

/ha

Tota

l kar

bon

pada

4 p

ool (

min

us

karb

on ta

nah)

Di A

rgow

ulan

, Tip

e s

ub a

lpin

(>

2400

m d

pl)

Sda

Huta

n M

angr

ove

179,

38In

vent

arisa

si je

nis

man

grov

e di

lakuk

an d

i tig

a tit

ik (lo

kasi)

pa

da h

utan

man

grov

e di

se

panj

ang

Sung

ai Se

goro

Ana

k.

Pada

set

iap ti

tik lo

kasi

dibu

at

tiga

plot

con

toh

ukur

an 1

0x10

m

unt

uk in

vent

arisa

si po

hon

dan

jarak

ant

ar p

lot 2

5 m

, dala

m p

lot

ters

ebut

dib

uat s

ub p

lot u

kura

n 5

m x

5 m

unt

uk in

vent

arisa

si tin

gkat

bel

ta, d

an 2

m x

2 m

un

tuk

inve

ntar

isasi

tingk

at s

emai.

Ka

rbon

poo

l yan

g di

ukur

mel

iput

i ve

geta

si se

mai

sam

pai p

ohon

di

atas

per

muk

aan

tana

h.Pe

rhitu

ngan

men

ggun

akan

Br

own

1997

.

Loka

si di

TN

Alas

Pur

wo,

deng

an ty

pe ik

lim m

enur

ut

Schm

idth

dan

Fer

guso

n (1

951)

, D s

ampa

i E. T

ingk

at

kera

pata

n te

gaka

n 15

po

hon/

25m

2, d

idom

inas

i ole

h Rh

izoph

ora,

Bru

guie

ra,

Avice

nni d

an X

yloca

rpus

m

oluc

ensis

.

Heriy

anto

& S

ubiya

ndon

o (2

012)

SiSintesis Penelitian Integratif Pengembangan Perhitungan Emisi Gas Rumah Kaca Kehutanan (Inventory) • 129

Page 148: Pengembangan Perhitungan Emisi Gas Rumah Kaca Kehutanan ...

Type

hut

an/je

nis

C st

ock

(tn/

ha)

Info

rmas

i sin

gkat

m

etod

olog

iDe

skrip

si b

iofis

ik/lo

kasi

Publ

ikas

i *)

Huta

n M

angr

ove

393,

62De

stru

ctive

sam

plin

g de

ngan

m

embu

at p

ersa

maa

n alo

met

rik

terle

bih

dahu

lu, y

aitu

B =

0,1

13D-

1,32

H2,2

9.Sa

mpe

l diam

bil s

ecar

a pu

rpos

ive,

deng

en k

eter

wakil

an ti

nggi

ta

nam

an (<

50 c

m, 5

0-10

0 cm

dan

>10

0 cm

), m

asin

g-m

asin

g 3

sam

pel.

Peni

mba

ngan

di

lakuk

an u

ntuk

sel

uruh

bag

ian

poho

n te

rmas

uk a

kar.

Desa

Saw

ah L

uhur

, Ser

ang,

Ba

nten

. Jen

is ta

nam

an

cam

pura

n.

Haps

ari,

M.R

. (20

11).

Pend

ugaa

n Se

rapa

n Ka

rbon

pad

a Ta

nam

an M

angr

ove

di D

esa

Sawa

h Lu

hur,

Sera

ng, B

ante

n.

http

://re

posit

ory.i

pb.a

c.id

/han

dle/

1234

5678

9/54

289

2.3

Bior

egio

n Ka

liman

tan

Type

hut

an/je

nis

C st

ock

(to

n/ha

)In

form

asi s

ingk

at m

etod

olog

iDe

skrip

si b

iofis

ikPu

blik

asi *

)

Huta

n lin

dung

Dipt

eroc

arpa

=

0,9

4-3,

91

ton/

ha N

on

dypt

eroc

arpa

=

10,3

7-12

,37

ton/

ha

Karb

on d

i ata

s pe

rmuk

aan

tana

hHL

Sun

gai W

ain k

elur

ahan

Kar

ang

Joan

g,

Keca

mat

an B

alikp

apan

Uta

ra d

an K

elur

ahan

Ka

ringa

u, K

ecam

atan

Bali

kpap

an B

arat

, W

ilaya

h Ko

ta B

alikp

apan

, Pro

pins

i Kali

man

tan

Tim

ur. S

ecar

a ge

ogra

fis k

awas

an H

L Su

ngai

Wain

terle

tak

anta

ra 0

1°02

’ - 0

1°10

’ Lin

tang

Se

latan

dan

116

°47’

- 1

16°5

5’ B

ujur

Tim

ur.

Dido

min

asi o

leh

tega

kan

non

dipt

erok

arpa

je

nis

Syzy

gium

sp,

Mad

huca

sp,

Arto

carp

us s

p da

n Pt

erna

ndra

sp

deng

an p

oten

si bi

omas

sa

rata

-rat

a be

rkisa

r 22,

46 to

n/ha

. Teg

akan

di

pter

okar

pa d

idom

inas

i ole

h je

nis

Shor

ea s

pp,

Dipt

eroc

arpu

s sp

p da

n Va

tica

sp.

(Har

djan

a, e

t al,

2010

)

130 • Simpanan Karbon Menurut Bioregion

Page 149: Pengembangan Perhitungan Emisi Gas Rumah Kaca Kehutanan ...

Type

hut

an/je

nis

C st

ock

(to

n/ha

)In

form

asi s

ingk

at m

etod

olog

iDe

skrip

si b

iofis

ikPu

blik

asi *

)

Karb

on o

rgan

ik ta

nah

min

eral

2,11

ton

C/ha

3,3

ton

C/ha

.Ke

dalam

an 2

0 cm

kawa

san

kons

erva

si di

are

al PT

. Aya

Yay

ang

Indo

nesia

, Kab

. Tab

along

, Kali

man

tan

Selat

an,

PT. S

uka

Jaya

Mak

mur

(SJM

), Ka

b. K

etap

ang,

Ka

liman

tan

Bara

t, da

n PT

. Ern

a Dj

uliaw

ati,

Kab.

Se

ruya

n, K

alim

anta

n Te

ngah

.

Huta

n di

pero

karp

a15

2,86

ton

CO2/

haje

nis

Dipt

eroc

arpa

ceae

den

gan

DBH

<20

cm

kawa

san

kons

erva

si di

are

al PT

. Aya

Yay

ang

Indo

nesia

, Kab

. Tab

along

, Kali

man

tan

Selat

an,

Euca

lyptu

s pe

llita

(Hut

an Ta

nam

an)

Biji =

20,

19Kl

on =

18,

89De

stru

ctive

sam

plin

g, u

mur

tana

man

1

s/d

4 ta

hun,

asa

l biji

dan

klon

Kond

isi a

real

landa

i, tip

e ta

nah

pods

olik

mer

ah

kuni

ng, l

okas

i Kab

. Kuk

ar, K

altim

Pros

idin

g Ek

spos

e Ha

sil

Pene

litian

BPK

Ban

jar B

aru

tahu

n 20

11, d

iterb

itkan

201

2

Acac

ia m

angi

um (H

utan

Ta

nam

an)

54,7

0De

stru

ctive

sam

plin

g, u

mur

tana

man

1

s/d

5 ta

hun

Kond

isi a

real

landa

i, tip

e ta

nah

pods

olik

mer

ah

kuni

ng, l

okas

i Kab

. Kuk

ar, K

altim

Jurn

al Pe

neliti

an S

osial

dan

Ek

onom

i Keh

utan

an V

ol. 7

No.

4

Edisi

Khu

sus

tahu

n 20

11

Shor

ea le

pros

ula

Miq

. (T

anam

an P

MUM

HM d

i Hu

tan

Alam

Pro

duks

i)

0,15

– 2

,77

Dest

ruct

ive s

ampl

ing,

um

ur ta

nam

an

1 s/

d 6

tahu

nKo

ndisi

are

al be

rgel

omba

ng, t

ipe

tana

h po

dsol

ik m

erah

kun

ing,

loka

si Ka

b. P

PU, K

altim

Jurn

al Pe

neliti

an D

ipte

roka

rpa

Vol.

5 No

. 1, J

uni 2

011

Keru

ing

(Dip

tero

carp

us

sp) (

Huta

n Al

am

Prod

uksi)

53,1

4De

stru

ctive

sam

plin

g, d

iamet

er

poho

n m

ulai

dari

10 c

m h

ingg

a ³

60 c

m

Kond

isi a

real

berg

elom

bang

, tip

e ta

nah

pods

olik

mer

ah k

unin

g, lo

kasi

Kab.

Kat

inga

n, K

alten

gLa

pora

n Ta

huna

n Pe

neliti

an

tahu

n 20

13

Huta

n lah

an k

erin

g pr

imer

222

Pada

3 m

acam

car

bon

pool

(AGB

, ak

ar, w

oody

deb

ris d

an s

eres

ah).

Untu

k AG

B m

engg

unak

an 3

73 p

lot

deng

an n

on d

estru

ktif

sam

plin

g

Berb

agai

loka

si ya

ng te

rseb

ar d

i Kali

man

tan

Teng

ah. D

ata

bera

sal d

ari d

ata

NFI,

KFCP

, IH

MB,

dan

pet

ak c

onto

h pe

rman

en B

adan

Li

tban

g Ke

huta

nan.

Krisn

awat

i et a

l. (2

014)

Huta

n lah

an k

erin

g se

kund

er17

8Pa

da 3

mac

am c

arbo

n po

ol (A

GB,

akar,

woo

dy d

ebris

dan

ser

esah

). Un

tuk

AGB

men

ggun

akan

4.6

86

plot

den

gan

non

dest

rukt

if sa

mpl

ing

Berb

agai

loka

si ya

ng te

rseb

ar d

i Kali

man

tan

Teng

ah. D

ata

bera

sal d

ari d

ata

NFI,

KFCP

, IH

MB,

dan

pet

ak c

onto

h pe

rman

en B

adan

Li

tban

g Ke

huta

nan.

Krisn

awat

i et a

l. (2

014)

SiSintesis Penelitian Integratif Pengembangan Perhitungan Emisi Gas Rumah Kaca Kehutanan (Inventory) • 131

Page 150: Pengembangan Perhitungan Emisi Gas Rumah Kaca Kehutanan ...

Type

hut

an/je

nis

C st

ock

(to

n/ha

)In

form

asi s

ingk

at m

etod

olog

iDe

skrip

si b

iofis

ikPu

blik

asi *

)

Huta

n lah

an g

ambu

t pr

imer

157

Pada

3 m

acam

car

bon

pool

(AGB

, ak

ar, w

oody

deb

ris d

an s

eres

ah).

Untu

k AG

B m

engg

unak

an 4

2 pl

ot

deng

an n

on d

estru

ktif

sam

plin

g

Berb

agai

loka

si ya

ng te

rseb

ar d

i Kali

man

tan

Teng

ah. D

ata

bera

sal d

ari d

ata

NFI,

KFCP

, IH

MB,

dan

pet

ak c

onto

h pe

rman

en B

adan

Li

tban

g Ke

huta

nan.

Krisn

awat

i et a

l. (2

014)

Huta

n lah

an g

ambu

t se

kund

er

140

Pada

3 m

acam

car

bon

pool

(AGB

, ak

ar, d

an w

oody

deb

ris).

Untu

k AG

B m

engg

unak

an 1

.365

plo

t den

gan

non

dest

rukt

if sa

mpl

ing

Berb

agai

loka

si ya

ng te

rseb

ar d

i Kali

man

tan

Teng

ah. D

ata

bera

sal d

ari d

ata

NFI,

KFCP

, IH

MB,

dan

pet

ak c

onto

h pe

rman

en B

adan

Li

tban

g Ke

huta

nan.

Krisn

awat

i et a

l. (2

014)

Huta

ng m

angr

ove

prim

er

162

Pada

3 m

acam

car

bon

pool

(AGB

, ak

ar, d

an w

oody

deb

ris).

Untu

k AG

B m

engg

unak

an 1

.365

plo

t den

gan

non

dest

rukt

if sa

mpl

ing

Berb

agai

loka

si ya

ng te

rseb

ar d

i Kali

man

tan

Teng

ah. D

ata

bera

sal d

ari d

ata

NFI,

KFCP

, IH

MB,

dan

pet

ak c

onto

h pe

rman

en B

adan

Li

tban

g Ke

huta

nan.

Krisn

awat

i et a

l. (2

014)

Huta

ng m

angr

ove

seku

nder

116

Pada

3 m

acam

car

bon

pool

(AGB

, ak

ar, d

an w

oody

deb

ris).

Untu

k AG

B m

engg

unak

an 1

.365

plo

t den

gan

non

dest

rukt

if sa

mpl

ing

Berb

agai

loka

si ya

ng te

rseb

ar d

i Kali

man

tan

Teng

ah. D

ata

bera

sal d

ari d

ata

NFI,

KFCP

, IH

MB,

dan

pet

ak c

onto

h pe

rman

en B

adan

Li

tban

g Ke

huta

nan.

Krisn

awat

i et a

l. (2

014)

Euca

lyptu

s pe

llita

(Hut

an Ta

nam

an)

Biji =

20,

19Kl

on =

18,

89De

stru

ctive

sam

plin

g, u

mur

tana

man

1

s/d

4 ta

hun,

asa

l biji

dan

klon

Kond

isi a

real

landa

i, tip

e ta

nah

pods

olik

mer

ah

kuni

ng, l

okas

i Kab

. Kuk

ar, K

altim

Pros

idin

g Ek

spos

e Ha

sil

Pene

litian

BPK

Ban

jar B

aru

tahu

n 20

11, d

iterb

itkan

201

2

Acac

ia m

angi

um (H

utan

Ta

nam

an)

54,7

0De

stru

ctive

sam

plin

g, u

mur

tana

man

1

s/d

5 ta

hun

Kond

isi a

real

landa

i, tip

e ta

nah

pods

olik

mer

ah

kuni

ng, l

okas

i Kab

. Kuk

ar, K

altim

Jurn

al Pe

neliti

an S

osial

dan

Ek

onom

i Keh

utan

an V

ol. 7

No.

4

Edisi

Khu

sus

tahu

n 20

11

Shor

ea le

pros

ula

Miq

. (T

anam

an P

MUM

HM d

i Hu

tan

Alam

Pro

duks

i)

0,15

– 2

,77

Dest

ruct

ive s

ampl

ing,

um

ur ta

nam

an

1 s/

d 6

tahu

nKo

ndisi

are

al be

rgel

omba

ng, t

ipe

tana

h po

dsol

ik m

erah

kun

ing,

loka

si Ka

b. P

PU, K

altim

Jurn

al Pe

neliti

an D

ipte

roka

rpa

Vol.

5 No

. 1, J

uni 2

011

132 • Simpanan Karbon Menurut Bioregion

Page 151: Pengembangan Perhitungan Emisi Gas Rumah Kaca Kehutanan ...

Type

hut

an/je

nis

C st

ock

(to

n/ha

)In

form

asi s

ingk

at m

etod

olog

iDe

skrip

si b

iofis

ikPu

blik

asi *

)

Keru

ing

(Dip

tero

carp

us

sp) (

Huta

n Al

am

Prod

uksi)

53,1

4De

stru

ctive

sam

plin

g, d

iamet

er

poho

n m

ulai

dari

10 c

m h

ingg

a ³

60 c

m

Kond

isi a

real

berg

elom

bang

, tip

e ta

nah

pods

olik

mer

ah k

unin

g, lo

kasi

Kab.

Kat

inga

n, K

alten

gLa

pora

n Ta

huna

n Pe

neliti

an

tahu

n 20

13

2.4

Bior

egio

n Su

law

esi

Type

hut

an/je

nis

C st

ock

(ton/

ha)

Info

rmas

i sin

gkat

m

etod

olog

iDe

skrip

si b

iofis

ikPu

blik

asi *

)

Huta

n lah

an k

erin

g da

tara

n re

ndah

se

kund

er

274,

13Pe

nguk

uran

poh

on (A

GB),

tum

buha

n ba

wah,

ser

esah

dan

ne

krom

asa.

60 p

lot p

engu

kura

n pa

da ti

ga

loka

si ya

ng te

rdap

at p

ada

SPTN

II

Dolo

duo

dan

SPTN

III M

aelan

g

Huta

n da

tara

n re

ndah

Lin

gua.

Tip

e ikl

im A

, B d

an C

, den

gan

CH ra

ta-r

ata

1.70

0-2.

200

mm

/thn,

suh

u ra

ta-

rata

20

0 -280 C

. Top

ogra

fi da

tar-b

erbu

kit

terja

l den

gan

ketin

ggian

50

– 1.

970

m d

pl. K

awas

an B

ukit

Ling

ua (S

PTN

II Do

lodu

o) p

enut

upan

taju

k 65

-80%

.

Wah

yuni

, et a

l. (2

012)

Huta

n lah

an k

erin

g da

tara

n re

ndah

463,

13Pe

nguk

uran

poh

on (A

GB),

tum

buha

n ba

wah,

ser

esah

dan

ne

krom

asa.

60 p

lot p

engu

kura

n pa

da ti

ga

loka

si ya

ng te

rdap

at p

ada

SPTN

II

Dolo

duo

dan

SPTN

III M

aelan

g

Huta

n da

tara

n re

ndah

Tum

okan

g. T

ipe

iklim

A, B

dan

C, d

enga

n CH

rata

-rat

a 1.

700-

2.20

0 m

m/th

n, s

uhu

rata

- ra

ta

200 -

280 C

. Top

ogra

fi da

tar-b

erbu

kit

terja

l den

gan

ketin

ggian

50

– 1.

970

m d

pl. K

awas

an B

ukit

Ling

ua (S

PTN

II Do

lodu

o) p

enut

upan

taju

k 65

-80%

.

Wah

yuni

, et a

l. (2

012)

SiSintesis Penelitian Integratif Pengembangan Perhitungan Emisi Gas Rumah Kaca Kehutanan (Inventory) • 133

Page 152: Pengembangan Perhitungan Emisi Gas Rumah Kaca Kehutanan ...

Type

hut

an/je

nis

C st

ock

(ton/

ha)

Info

rmas

i sin

gkat

m

etod

olog

iDe

skrip

si b

iofis

ikPu

blik

asi *

)

Huta

n lah

an k

erin

g da

tara

n tin

ggi

220,

79Pe

nguk

uran

poh

on (A

GB),

tum

buha

n ba

wah,

ser

esah

dan

ne

krom

asa.

60 p

lot p

engu

kura

n pa

da ti

ga

loka

si ya

ng te

rdap

at p

ada

SPTN

II

Dolo

duo

dan

SPTN

III M

aelan

g

Huta

n da

tara

n tin

ggi M

aelan

g. T

ipe

iklim

A, B

dan

C, d

enga

n CH

rata

-rat

a 1.

700-

2.20

0 m

m/th

n, s

uhu

rata

- ra

ta

200 -

280 C

. Top

ogra

fi da

tar-b

erbu

kit

terja

l den

gan

ketin

ggian

50

– 1.

970

m d

pl. K

awas

an B

ukit

Ling

ua (S

PTN

II Do

lodu

o) p

enut

upan

taju

k 80

-90%

.

Wah

yuni

, et a

l. (2

012)

Huta

n m

angr

ove

seku

nder

44

6,59

Peng

ukur

an n

on d

estru

ktif

deng

an S

NI 7

724:

2011

, pad

a 3

pool

kar

bon:

ABG

, ser

esah

, dan

ne

krom

asa.

Jum

lah p

lot 1

5.

Huta

n m

angr

ove

seku

nder

, jen

is So

nner

atia

sp.

di D

esa

Blon

gko,

kec

. Si

nons

ayan

g, K

ab. M

inah

asa

Selat

anKe

teba

lan m

angr

ove

dari

tepi

laut

0-

80 m

Wah

yuni

, dkk

(201

3)

Huta

n m

angr

ove

87,8

4Pe

nguk

uran

non

des

trukt

if de

ngan

SNI

772

4:20

11, p

ada

3 po

ol k

arbo

n: A

BG, s

eres

ah, d

an

nekr

omas

a. J

umlah

plo

t 15.

Huta

n m

angr

ove

seku

nder

, jen

is do

min

an S

onne

ratia

sp.

, Son

nera

tia

alba,

dan

Rizo

phor

a sp

. Bru

guer

a sp

., Ce

riops

sp.

Lok

asi d

i Des

a Ti

woho

, ke

c. W

ori,

Kab.

Min

ahas

a Ut

ara.

Kete

balan

man

grov

e da

ri te

pi la

ut

0-30

0 m

Wah

yuni

, dkk

(201

3)

Huta

n ka

mpu

s Un

ivees

itas

Halu

oleo

211.

66Ke

ndar

i, Su

lawes

i Ten

ggar

aHa

mid

in, (

Skrip

si), U

nive

rsita

s Ha

luol

eo,

Kend

ari,

Sulaw

esi T

engg

ara

Huta

n m

angr

ove

132,

33Pe

sisir

Arak

an-W

awon

tulap

, TN

Buna

ken.

Did

omin

asi R

hizo

pora

, Av

icenn

ia, S

onne

ratia

sp.

Mur

diya

rso,

dkk

(200

9)

Huta

n m

angr

ove

86,9

5Ke

lura

han

Mer

as, M

anad

o. J

enis

dom

inan

: Rhi

zoph

ora

apicu

lata,

Av

icenn

ia alb

a, S

onne

ratia

alb

a,

Sonn

erat

ia ca

seol

aris,

Avic

enia

mar

ina.

Ahm

ad (2

011)

134 • Simpanan Karbon Menurut Bioregion

Page 153: Pengembangan Perhitungan Emisi Gas Rumah Kaca Kehutanan ...

Type

hut

an/je

nis

C st

ock

(ton/

ha)

Info

rmas

i sin

gkat

m

etod

olog

iDe

skrip

si b

iofis

ikPu

blik

asi *

)

Huta

n lah

an k

erin

g da

tara

n tin

ggi

220,

79Pe

nguk

uran

poh

on (A

GB),

tum

buha

n ba

wah,

ser

esah

dan

ne

krom

asa.

60 p

lot p

engu

kura

n pa

da ti

ga

loka

si ya

ng te

rdap

at p

ada

SPTN

II

Dolo

duo

dan

SPTN

III M

aelan

g

Huta

n da

tara

n tin

ggi M

aelan

g. T

ipe

iklim

A, B

dan

C, d

enga

n CH

rata

-rat

a 1.

700-

2.20

0 m

m/th

n, s

uhu

rata

- ra

ta

200 -

280 C

. Top

ogra

fi da

tar-b

erbu

kit

terja

l den

gan

ketin

ggian

50

– 1.

970

m d

pl. K

awas

an B

ukit

Ling

ua (S

PTN

II Do

lodu

o) p

enut

upan

taju

k 80

-90%

.

Wah

yuni

, et a

l. (2

012)

Huta

n m

angr

ove

seku

nder

44

6,59

Peng

ukur

an n

on d

estru

ktif

deng

an S

NI 7

724:

2011

, pad

a 3

pool

kar

bon:

ABG

, ser

esah

, dan

ne

krom

asa.

Jum

lah p

lot 1

5.

Huta

n m

angr

ove

seku

nder

, jen

is So

nner

atia

sp.

di D

esa

Blon

gko,

kec

. Si

nons

ayan

g, K

ab. M

inah

asa

Selat

anKe

teba

lan m

angr

ove

dari

tepi

laut

0-

80 m

Wah

yuni

, dkk

(201

3)

Huta

n m

angr

ove

87,8

4Pe

nguk

uran

non

des

trukt

if de

ngan

SNI

772

4:20

11, p

ada

3 po

ol k

arbo

n: A

BG, s

eres

ah, d

an

nekr

omas

a. J

umlah

plo

t 15.

Huta

n m

angr

ove

seku

nder

, jen

is do

min

an S

onne

ratia

sp.

, Son

nera

tia

alba,

dan

Rizo

phor

a sp

. Bru

guer

a sp

., Ce

riops

sp.

Lok

asi d

i Des

a Ti

woho

, ke

c. W

ori,

Kab.

Min

ahas

a Ut

ara.

Kete

balan

man

grov

e da

ri te

pi la

ut

0-30

0 m

Wah

yuni

, dkk

(201

3)

Huta

n ka

mpu

s Un

ivees

itas

Halu

oleo

211.

66Ke

ndar

i, Su

lawes

i Ten

ggar

aHa

mid

in, (

Skrip

si), U

nive

rsita

s Ha

luol

eo,

Kend

ari,

Sulaw

esi T

engg

ara

Huta

n m

angr

ove

132,

33Pe

sisir

Arak

an-W

awon

tulap

, TN

Buna

ken.

Did

omin

asi R

hizo

pora

, Av

icenn

ia, S

onne

ratia

sp.

Mur

diya

rso,

dkk

(200

9)

Huta

n m

angr

ove

86,9

5Ke

lura

han

Mer

as, M

anad

o. J

enis

dom

inan

: Rhi

zoph

ora

apicu

lata,

Av

icenn

ia alb

a, S

onne

ratia

alb

a,

Sonn

erat

ia ca

seol

aris,

Avic

enia

mar

ina.

Ahm

ad (2

011)

Type

hut

an/je

nis

C st

ock

(ton/

ha)

Info

rmas

i sin

gkat

m

etod

olog

iDe

skrip

si b

iofis

ikPu

blik

asi *

)

Huta

n ra

kyat

mur

ni61

.50

48.7

0

Cada

ngan

kar

bon

tana

hSe

cara

um

um b

iom

assa

poh

on

dite

ntuk

an s

ecar

a tid

ak la

ngsu

ng

mel

alui p

ersa

maa

n alo

met

rik

yang

disu

sun

untu

k m

endu

ga

biom

asa

poho

n. B

eber

apa

pers

amaa

n alo

met

rik y

ang

telah

di

kem

bang

kan

oleh

Bro

wn

(198

7); B

rown

et a

l. (1

989)

; Ke

tterin

gs e

t al.

(200

1) u

ntuk

je

nis-

jeni

s po

hon

di h

utan

trop

is.

Jeni

s ta

nah

Ando

sol,

keda

lam ta

nah

: 0-

10 c

m. K

edala

m ta

nah

: 10-

20 c

mDe

sa M

asar

ang,

Kab

Min

ahas

a,

Sulaw

esi U

tara

Lang

i (20

07),

(cad

anga

n ka

rbon

pad

a be

rbag

ai tip

ehut

an d

an je

nis

tana

man

di

Indo

nesia

) Pus

pijak

Huta

n ra

kyat

cam

pura

n70

.10

52.8

0

Cada

ngan

kar

bon

tana

hSe

cara

um

um b

iom

assa

poh

on

dite

ntuk

an s

ecar

a tid

ak la

ngsu

ng

mel

alui p

ersa

maa

n alo

met

rik

yang

disu

sun

untu

k m

endu

ga

biom

asa

poho

n. B

eber

apa

pers

amaa

n alo

met

rik y

ang

telah

di

kem

bang

kan

oleh

Bro

wn

(198

7); B

rown

et a

l. (1

989)

; Ke

tterin

gs e

t al.

(200

1) u

ntuk

je

nis-

jeni

s po

hon

di h

utan

trop

is.

Jeni

s ta

nah

Ando

sol.

Keda

lam ta

nah

: 0-1

0 cm

Keda

lam ta

nah

: 10-

20 c

mDe

sa Ta

rera

n, K

ab. M

inah

asa

Sulaw

esi

Utar

a

Lang

i (20

07),

(cad

anga

n ka

rbon

pad

a be

rbag

ai tip

ehut

an d

an je

nis

tana

man

di

Indo

nesia

) Pus

pijak

Agro

fore

stry

42.3

8 –

158.

39Su

lawes

i Uta

raTi

m P

I Bad

an L

itban

g Ke

huta

nan

(201

0)

Huta

n pr

imer

278.

29Su

lawes

i Ten

gah

Mon

de (2

009)

, Nur

hadi

et a

l (20

12)

Huta

n se

kund

er13

6.85

-2

69.8

2Su

lawes

i Ten

gah

Mon

de (2

009)

, Nur

hadi

et a

l (20

12)

Agro

fore

stry

16.1

7 –3

1.68

Sulaw

esi T

enga

hM

onde

(200

9), N

urha

di e

t al (

2012

)

SiSintesis Penelitian Integratif Pengembangan Perhitungan Emisi Gas Rumah Kaca Kehutanan (Inventory) • 135

Page 154: Pengembangan Perhitungan Emisi Gas Rumah Kaca Kehutanan ...

Type

hut

an/je

nis

C st

ock

(ton/

ha)

Info

rmas

i sin

gkat

m

etod

olog

iDe

skrip

si b

iofis

ikPu

blik

asi *

)

Huta

n ra

kyat

mur

ni

cem

paka

70.7

12St

ok k

arbo

n di

ata

s pe

rmuk

aan

tana

h pa

da h

utan

tana

man

.Se

cara

um

um b

iom

assa

poh

on

dite

ntuk

an s

ecar

a tid

ak la

ngsu

ng

mel

alui p

ersa

maa

n alo

met

rik

yang

disu

sun

untu

k m

endu

ga

biom

asa

poho

n. B

eber

apa

pers

amaa

n alo

met

rik y

ang

telah

di

kem

bang

kan

oleh

Bro

wn

(198

7); B

rown

et a

l. (1

989)

; Ke

tterin

gs e

t al.

(200

1) u

ntuk

je

nis-

jeni

s po

hon

di h

utan

trop

is.

Desa

Mas

aran

g, K

ab. M

inah

asa,

Su

lawes

i Uta

raLa

ngi (

2007

)

Huta

n ra

kyat

cam

pura

n16

.686

Stok

kar

bon

di a

tas

perm

ukaa

n ta

nah

pada

hut

an ta

nam

anSe

cara

um

um b

iom

assa

poh

on

dite

ntuk

an s

ecar

a tid

ak la

ngsu

ng

mel

alui p

ersa

maa

n alo

met

rik

yang

disu

sun

untu

k m

endu

ga

biom

asa

poho

n. B

eber

apa

pers

amaa

n alo

met

rik y

ang

telah

di

kem

bang

kan

oleh

Bro

wn

(198

7); B

rown

et a

l. (1

989)

; Ke

tterin

gs e

t al.

(200

1) u

ntuk

je

nis-

jeni

s po

hon

di h

utan

trop

is.

Desa

Tare

ran,

Kab

. Min

ahas

a, S

ulaw

esi

Utar

aLa

ngi (

2007

)

136 • Simpanan Karbon Menurut Bioregion

Page 155: Pengembangan Perhitungan Emisi Gas Rumah Kaca Kehutanan ...

Type

hut

an/je

nis

C st

ock

(ton/

ha)

Info

rmas

i sin

gkat

m

etod

olog

iDe

skrip

si b

iofis

ikPu

blik

asi *

)

Huta

n ra

kyat

mur

ni

wasia

n87

.677

Stok

kar

bon

di a

tas

perm

ukaa

n ta

nah

pada

hut

an ta

nam

anSe

cara

um

um b

iom

assa

poh

on

dite

ntuk

an s

ecar

a tid

ak la

ngsu

ng

mel

alui p

ersa

maa

n alo

met

rik

yang

disu

sun

untu

k m

endu

ga

biom

asa

poho

n. B

eber

apa

pers

amaa

n alo

met

rik y

ang

telah

di

kem

bang

kan

oleh

Bro

wn

(198

7); B

rown

et a

l. (1

989)

; Ke

tterin

gs e

t al.

(200

1) u

ntuk

je

nis-

jeni

s po

hon

di h

utan

trop

is.

Desa

Mas

aran

g, K

ab. M

inah

asa,

Su

lawes

i Uta

raLa

ngi (

2007

)

Huta

n ra

kyat

cam

pura

n21

.494

Stok

kar

bon

di a

tas

perm

ukaa

n ta

nah

pada

hut

an ta

nam

anSe

cara

um

um b

iom

assa

poh

on

dite

ntuk

an s

ecar

a tid

ak la

ngsu

ng

mel

alui p

ersa

maa

n alo

met

rik

yang

disu

sun

untu

k m

endu

ga

biom

asa

poho

n. B

eber

apa

pers

amaa

n alo

met

rik y

ang

telah

di

kem

bang

kan

oleh

Bro

wn

(198

7); B

rown

et a

l. (1

989)

; Ke

tterin

gs e

t al.

(200

1) u

ntuk

je

nis-

jeni

s po

hon

di h

utan

trop

is.

Desa

Tare

ran,

Kab

. Min

ahas

a, S

ulaw

esi

Utar

aLa

ngi (

2007

)

Tana

man

hut

an ra

kyat

42.3

833

.45

Cem

paka

Was

ian K

abup

aten

M

inah

asa,

Sul

awes

i Uta

raTi

m P

i Pu

spija

k, B

alitb

angh

ut, 2

012

SiSintesis Penelitian Integratif Pengembangan Perhitungan Emisi Gas Rumah Kaca Kehutanan (Inventory) • 137

Page 156: Pengembangan Perhitungan Emisi Gas Rumah Kaca Kehutanan ...

Type

hut

an/je

nis

C st

ock

(ton/

ha)

Info

rmas

i sin

gkat

m

etod

olog

iDe

skrip

si b

iofis

ikPu

blik

asi *

)

Huta

n ra

kyat

cam

pura

n14

.421

Cada

ngan

kar

bon

pada

kaw

asan

no

n hu

tan

(Cad

anga

n ka

rbon

ta

nah

pada

ber

baga

i tip

e je

nis

tana

h da

n ke

dalam

an b

erkis

ar

anta

ra 5

,70

– 6.

394

ton/

ha)

Seca

ra u

mum

bio

mas

sa p

ohon

di

tent

ukan

sec

ara

tidak

lang

sung

m

elalu

i per

sam

aan

alom

etrik

ya

ng d

isusu

n un

tuk

men

duga

bi

omas

a po

hon.

Beb

erap

a pe

rsam

aan

alom

etrik

yan

g te

lah

dike

mba

ngka

n ol

eh B

rown

(1

987)

; Bro

wn e

t al.

(198

9);

Kette

rings

et a

l. (2

001)

unt

uk

jeni

s-je

nis

poho

n di

hut

an tr

opis.

Desa

Tare

ran,

Kab

. Min

ahas

a Su

lawes

i Ut

ara

Lang

i (20

07),

cada

ngan

kar

bon-

Pus

pijak

138 • Simpanan Karbon Menurut Bioregion

Page 157: Pengembangan Perhitungan Emisi Gas Rumah Kaca Kehutanan ...
Page 158: Pengembangan Perhitungan Emisi Gas Rumah Kaca Kehutanan ...

Koordinator:Retno Maryani

KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANANBADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KEHUTANANPUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERUBAHAN IKLIM DAN KEBIJAKAN

www.dephut.litbang.puspijak.go.id atau www.puspijak.org

Kementerian Lingkungan Hidup dan KehutananBadan Penelitian dan Pengembangan KehutananPusat Penelitian dan Pengembangan Perubahan Iklim dan KebijakanJl. Gunung Batu No. 5 Bogor; Telp.: 0251 8633944; Fax: 0251 8634924;Email: [email protected]; Website: http://puspijak.litbang.dephut.go.id atau www.puspijak.org

Pengembangan Perhitungan Emisi Gas Rumah Kaca Kehutanan (Inventory)

Sintesis Penelitian Integratif

Oleh:

Yanto RochmayantoAri WibowoMega LuginaTigor ButarbutarRm Mulyadin Wahyuning HanurawatiI Wayan Susi Dharmawan