Pengembangan Model Klasifikasi Kematangan Buah Manggis … · 2012-10-11 · Jumlah sampel data...
Transcript of Pengembangan Model Klasifikasi Kematangan Buah Manggis … · 2012-10-11 · Jumlah sampel data...
PENGEMBANGAN MODEL KLASIFIKASI
KEMATANGAN BUAH MANGGIS BERDASARKAN WARNA
MENGGUNAKAN FUZZY NEURAL NETWORK
RETNO NUGROHO WHIDHIASIH
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2012
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis “Pengembangan Model
Klasifikasi Kematangan Buah Manggis Berdasarkan Warna Menggunakan Fuzzy
Neural Network” adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan
belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Semua
sumber daya dan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara jelas dan
dapat diperiksa kebenarannya.
Bogor, Februari 2012
Retno Nugroho Whidhiasih NRP G651090131/Ilkom
ABSTRACT
RETNO NUGROHO WHIDHIASIH. Development of Mangosteen
Maturity Classification Model on Color Based Using Fuzzy Neural Network.
Under direction of SUGI GURITMAN and PRAPTO TRI SUPRIYO.
Fuzzy Neural Network (FNN) has a capability to classify a pattern located
within two different classes where a classical Neural Network (NN) is failed to do
so. The fuzzy pattern classification is using membership degree on output of
neuron as learning target. Objective of this research is to develop an artificial
intelligence system model for non-destructive classification of fresh mangosteen
using Fuzzy Neural Network. Component of color result in from image processing
that influential against level of mangosteen’s maturity is used as input parameter.
Percentage accuracy ratio of FNN model compare to NN for five, three, and two
classification classes is 70:40, 86:65 and 90:90 respectively. The best result of
FNN modeling is achieved on three class target classification (unripe, export and
local) with green color index, value, a* u*, v*, entropy, contrast, energy and
homogeinity as predictor parameters and 15 neurons hidden layer. Comparison of
percentage capability of FNN against NN to identify the class is 100:0, 100:87
and 63:75.
Keyword : classification, fuzzy neural network, mangosteen, non-destructive
grading, pattern recognition.
RINGKASAN
RETNO NUGROHO WHIDHIASIH. Pengembangan Model Klasifikasi
Kematangan Buah Manggis Berdasarkan Warna Menggunakan Fuzzy Neural
Network. Dibimbing oleh SUGI GURITMAN dan PRAPTO TRI SUPRIYO.
Fuzzy Neural Network (FNN) memiliki kemampuan untuk melakukan
klasifikasi terhadap suatu pola yang berada di dalam dua kelas, yang tidak dapat
diklasifikasi menggunakan model klasifikasi klasik Neural Network (NN).
Klasifikasi pola secara fuzzy ini menggunakan derajat keanggotaan pada neuron
output sebagai target pembelajaran. Klasifikasi fuzzy ini memungkinkan untuk
digunakan dalam mengklasifikasi buah manggis dimana banyak terdapat pola
yang terletak diantara dua kelas.
Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan model sistem kecerdasan
buatan untuk mengklasifikasi buah manggis segar secara non-destruktif
berdasarkan warna menggunakan FNN berdasarkan Standar Prosedur Operasi
Jumlah sampel data yang digunakan adalah 125 buah, yaitu citra manggis
Padang yang berada pada tahap kematangan 2 sampai 6, dengan 25 citra manggis
pada tiap tahap kematangannya. Sejumlah 105 data digunakan sebagai data
pelatihan dan 20 data digunakan sebagai data pengujian. Untuk mendapatkan hasil
pengenalan terbaik dilakukan percobaan-percobaan menggunakan empat
kombinasi parameter input dan 6 variasi jumlah neuron pada lapisan tersembunyi.
(SPO) manggis deptan 2004. Parameter input yang digunakan adalah komponen
warna hasil dari pengolahan citra yang mempunyai pengaruh terhadap tahap
kematangan buah manggis. Komponen warna yang digunakan adalah indek warna
RGB, HSV, L*a*b*, L*u*v*, entropi, kontras, energi dan homogenitas yang
nilai-nilainya telah ditransformasi ke dalam skala 0 sampai 1. Berdasar hasil
analisis, komponen warna yang digunakan sebagai variabel penduga kematangan
buah manggis adalah nilai indek merah (red), hijau (green), biru (blue) V (value),
a*, u*, v*, entropi, kontras, energi dan homogenitas.
Klasifikasi menjadi kelas buah mentah, ekspor dan lokal dalam penelitian ini
mendapatkan model FNN terbaik menggunakan parameter input g, v, a*, u*, v*,
entropi, kontras, energi dan homogenitas dengan 15 neuron pada lapisan
tersembunyi. Model FNN backpropatation 9-15-3 ini memberikan akurasi sebesar
85%, sedangkan NN dengan struktur yang sama memberikan akurasi sebesar
65%, dengan perbandingan prosentase kemampuan model FNN dengan model
NN dalam mengenali kelas buah mentah adalah 100:0, kelas buah ekspor adalah
100:87 dan kelas buah lokal adalah 63:75.
Perbandingan akurasi model FNN dan NN dalam penelitian ini
menunjukkan bahwa FNN mampu mengatasi pola yang berada diantara dua kelas
dengan lebih baik sehingga menghasilkan klasifikasi yang lebih baik.
Kata kunci : klasifikasi manggis, fuzzy neural network, citra digital, pemutuan
non-destruktif
© Hak Cipta milik IPB, tahun 2012
Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh isi karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan
karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah
b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan wajar IPB 2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagain atau seluruh karya
tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB
PENGEMBANGAN MODEL KLASIFIKASI KEMATANGAN BUAH MANGGIS BERDASARKAN WARNA
MENGGUNAKAN FUZZY NEURAL NETWORK
RETNO NUGROHO WHIDHIASIH
Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh Gelar
Magister Komputer pada
Program Studi Ilmu Komputer
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2012
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Aziz Kustiyo, S.Si., M.Kom
Judul Tesis : PENGEMBANGAN MODEL KLASIFIKASI
KEMATANGAN BUAH MANGGIS BERDASARKAN WARNA MENGGUNAKAN FUZZY NEURAL NETWORK
Nama : Retno Nugroho Whidhiasih
NIM : G651090131
Disetujui,
Komisi Pembimbing
Dr. Sugi Guritman Drs. Prapto Tri Supriyo, M.Kom Ketua Anggota
Diketahui,
Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pasca Sarjana,
Ilmu Komputer
Dr. Yani Nurhadryani, S.Si., M.T. Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr
Tanggal Ujian : 6 Februari 2012 Tanggal Lulus :
PRAKATA
Alhamdulillah, puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, atas
segala rahmat dan hidayah-Nya sehingga penelitian ini dapat diselesaikan. Tema
yang dipilih dalam penelitian ini adalah kecerdasan komputasional, dengan judul
Pengembangan Model Klasifikasi Tahap Kematangan Buah Manggis berdasarkan
Warna menggunakan Fuzzy Neural Network.
Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-
besarnya kepada Dr. Sugi Guritman, selaku ketua komisi pembimbing, Drs.
Prapto Tri Supriyo, M.Kom, selaku anggota komisi pembimbing, yang telah
berkenan untuk membimbing sejak awal pemilihan tema penelitian hingga
selesainya karya ilmiah ini. Prof. Dr. Ir. Roni Kastaman, MT dosen Fakultas
Teknologi Industri Pertanian Universitas Padjajaran Bandung, yang telah
berkenan membantu dalam pengumpulan data.
Ungkapan terimakasih penulis sampaikan pula kepada semua pihak atas
doa dan dukungannya, terutama dosen Program Studi Ilmu Komputer Sekolah
Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, yang telah memberi wawasan pengetahuan
bagi penulis. Kepada seluruh teman Pascasarjana Ilmu Komputer IPB dan
keluarga tercinta atas segala doa dan dukungannya.
Semoga penelitian ini bermanfaat. Kritik, saran dan masukan sangat
penulis harapkan demi sempurnanya penelitian ini di kemudian hari.
Bogor, Februari 2012
Retno Nugroho Whidhiasih
RIWAYAT HIDUP
Penulis (Retno Nugroho Whidhiasih) dilahirkan di Temanggung pada
tanggal 29 Maret 1976 sebagai anak pertama dari empat bersaudara. Penulis
memulai pendidikan di SDN Temanggung II No. 3 Temanggung. Kemudian,
penulis melanjutkan pendidikan menengahnya ke SMP Negeri 2 Temanggung
(1988 – 1991), lalu SMU Negeri 1 Temanggung (1991-1994). Setelah lulus SMU,
penulis melanjutkan studi di program studi Teknik Telekomunikasi, Politeknik
Negeri Semarang. Selanjutnya berkesempatan melanjutkan studi di jurusan
Teknik Informatika, Universitas Dian Nuswantoro Semarang dan lulus pada tahun
1999 dan sekarang Penulis bekerja sebagai Dosen Tetap di Program Studi Teknik
Komputer, Universitas Islam “45” Bekasi. Penulis berkesempatan melanjutkan ke
jenjang pascasarjana (S2) Ilmu Komputer (ILKOM), Institut Pertanian Bogor
sejak 2009 – sekarang.
xvii
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL ..................................................................................................... xix
DAFTAR GAMBAR ................................................................................................. xx
LAMPIRAN ............................................................................................................. xxii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................ 1
1.1 Tujuan ........................................................................................................... 3
1.2 Ruang Lingkup .............................................................................................. 3
1.3 Manfaat ......................................................................................................... 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA .................................................................................. 5
2.1 Manggis (Garcinia Mangostana Linn) ......................................................... 5
2.2 Pengolahan Citra ........................................................................................... 7
2.3 Model Warna ................................................................................................. 8
2.4 Analisis Tekstur .......................................................................................... 12
2.5 Transformasi Data ....................................................................................... 15
2.6 Koefisien Determinasi ................................................................................. 15
2.7 Klasifikasi ................................................................................................... 16
2.8 Neural Network (NN) .................................................................................. 17
2.8.1 Arsitektur Backpropagation ................................................................... 18
2.8.2 Fungsi Aktivasi ....................................................................................... 19
2.8.3 Algoritma Pelatihan Lavenberg-Marquadt ............................................ 20
2.8.4 Proses Pembelajaran Backpropagation .................................................. 21
2.9 Logika Fuzzy ............................................................................................... 24
2.9.1 Fungsi Keanggotaan (membership function) .......................................... 25
2.10 Fuzzy Neural Network (FNN) ..................................................................... 26
BAB III METODOLOGI PENELITIAN................................................................... 29
3.1 Tahapan Penelitian ...................................................................................... 29
3.1.1 Identifikasi Masalah ............................................................................... 30
3.1.2 Pengumpulan dan Praproses Data .......................................................... 30
3.1.3 Desain Model FNN ................................................................................. 31
3.1.4 Pembandingan Akurasi Terhadap NN .................................................... 34
3.1.5 Desain Aplikasi FNN .............................................................................. 34
xviii
3.2 Kebutuhan Alat Penelitian ........................................................................... 35
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................................... 37
4.1 Pengumpulan dan Praproses Data ............................................................... 37
4.2 Hubungan Indek RGB dengan Tahap Kematangan Buah ........................... 38
4.3 Hubungan HSV dengan Tahap Kematangan Buah ..................................... 39
4.4 Hubungan L*a*b* dengan Tahap Kematangan Buah ................................. 40
4.5 Hubungan u*v* dengan Tahap Kematangan Buah ..................................... 42
4.6 Hubungan Tekstur dengan Tahap Kematangan Buah ................................. 43
4.7 Parameter Penentu Tahap Kematangan Manggis ........................................ 44
4.8 Paramater Output Tahap Kematangan Manggis .......................................... 45
4.9 Program Model Penentuan Tahap Kematangan Buah Manggis .................. 46
4.10 Analisis Hasil Pemodelan FNN ................................................................... 47
4.11 Analisis Hasil Pemodelan FNN Pembanding .............................................. 53
4.12 Analisis Hasil FNN Berdasarkan Jumlah Target Kelas Klasifikasi ............ 56
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ..................................................................... 59
5.1 Kesimpulan .................................................................................................. 59
5.2 Saran ............................................................................................................ 60
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................. 61
LAMPIRAN ............................................................................................................... 65
xix
DAFTAR TABEL
1 Tingkat/Tahap kematangan manggis berdasarkan warna ......................................... 7
2 Tipe-tipe Fuzzy Neural Network (FNN) ................................................................. 26
3 Struktur FNN ........................................................................................................... 34
4 Model variabel input/masukan penentuan tahap kematangan manggis .................. 45
5 Nilai output/keluaran tahap kematangan manggis .................................................. 45
6 Hasil pelatihan pengenalan tahap kematangan ....................................................... 52
xx
DAFTAR GAMBAR
1 Kubus warna ............................................................................................................... 8
2 Nilai hue, saturasi dan value ....................................................................................... 9
3 Model warna CIELab ............................................................................................... 10
4 Model warna CIELuv ............................................................................................... 11
5 Ilustrasi pembuatan matriks kookurensi, (a) Citra masukan, (b) Nilai intensitas
citra masukan, (c) Hasil matriks kookurensi 0°, (d) Hasil matriks kookurensi
45°, (e) Hasil matriks kookurensi 90°, (f) Hasil matriks kookurensi 135°. .............. 14
6 Model Neuron (Hermawan, 2006) ............................................................................ 18
7 Arsitektur backpropagation (Siang 2009) ................................................................ 19
8 Fungsi aktivasi sigmoid biner (Kusumadewi, 2003) ................................................ 20
9 Fungsi aktivasi sigmoid bipolar (Kusumadewi, 2003) ............................................. 20
10 Supervised Learning (Rios) .................................................................................... 22
11 Himpunan klasik ..................................................................................................... 24
12 Fungsi keanggotaan umur dengan representasi segitiga ......................................... 24
13 Karakteristik fungsional kurva beta (Cox, 1994) ................................................... 26
14 Tahapan penelitian .................................................................................................. 29
15 Sebaran RGB pada tiap tahap kematangan ............................................................. 39
16 Rata-rata nilai RGB ................................................................................................ 39
17 Sebaran HSV pada tiap tahap kematangan ............................................................. 40
18 Rata-rata nilai HSV ................................................................................................ 40
19 Sebaran L*a*b* pada tiap tahap kematangan ......................................................... 41
20 Nilai rata-rata L*a*b* ............................................................................................. 41
21 Sebaran u*v* pada tiap tahap kematangan ............................................................. 42
22 Nilai rata-rata u*v* ................................................................................................. 42
23 Sebaran entropi, kontras, energi dan homogenitas pada tiap tahap kematangan ... 43
24 Nilai rata-rata entropi, kontras, energi dan homogenitas ........................................ 43
25 Antar muka model penentuan tahap kematangan manggis .................................... 47
26 Pelatihan dengan 2 neuron pada lapisan tersembunyi ............................................ 48
27 Pelatihan dengan 5 neuron pada lapisan tersembunyi ............................................ 49
28 Pelatihan dengan 10 neuron pada lapisan tersembunyi .......................................... 49
29 Pelatihan dengan 15 neuron pada lapisan tersembunyi .......................................... 50
xxi
30 Pelatihan dengan 20 neuron pada lapisan tersembunyi ......................................... 50
31 Pelatihan dengan 25 neuron pada lapisan tersembunyi ......................................... 51
32 Perbandingan FNN dan NN untuk 3 kelas target ................................................... 52
33 Perbandingan nilai target dan nilai prediksi FNN dan NN .................................... 53
34 Perbandingan nilai rata-rata validasi dan akurasi ................................................... 56
xxii
LAMPIRAN
1 Algoritma NN Propagasi balik ................................................................................. 65
2 Citra data sampel ...................................................................................................... 66
3 Nilai RGB citra buah manggis ................................................................................. 69
4 Nilai statistik RGB ................................................................................................... 71
5 Koefisien determinasi indek RGB terhadap tahap kematangan ............................... 71
6 Nilai statistik HSV .................................................................................................... 72
7 Koefisien determinasi HSV terhadap tahap kematangan ......................................... 72
8 Nilai statistik L*a*b* ............................................................................................... 73
9 Koefisien determinasi L*a*b* terhadap tahap kematangan ..................................... 73
10 Nilai statistik u*v* .................................................................................................. 74
11 Koefisien determinasi u*v* terhadap tahap kematangan ....................................... 74
12 Nilai statistik tekstur ............................................................................................... 75
13 Koefisien determinasi tekstur berdasar tahap kematangan ..................................... 75
14 Pola output target pembelajaran FNN .................................................................... 76
15 Source code antar muka model klasifikasi kematangan manggis .......................... 77
16 Hasil pelatihan pemilihan model terbaik FNN 3 kelas target ................................. 81
17 Perbandingan hasil training FNN dan NN dengan 3 kelas target .......................... 82
18 Nilai output/keluaran pembanding tahap kematangan manggis ............................. 82
19 Hasil pelatihan pemilihan model terbaik FNN 5 kelas target ................................. 83
20 Perbandingan hasil training FNN dan NN dengan 5 kelas target .......................... 84
21 Hasil pelatihan pemilihan model terbaik FNN 2 kelas target ................................. 84
22 Perbandingan hasil training FNN dan NN dengan 5 kelas target .......................... 86
BAB I
PENDAHULUAN
Teknologi pasca panen sangat diperlukan untuk pemenuhan supply &
demand, mempertahankan mutu dan meningkatkan daya saing di pasaran. Mutu
buah manggis ditentukan oleh berbagai parameter diantaranya adalah parameter
tingkat ketuaan dan kematangan berdasarkan indeks warna. Klasifikasi
kematangan buah manggis hasil panen sesuai dengan tingkat kematangannya
sangat diperlukan untuk menentukan manggis keperluan ekspor maupun untuk
konsumsi lokal, mengingat terbatasnya umur konsumsi manggis karena pengaruh
lingkungan (klimakterik) dan pesatnya peningkatan volume ekspor manggis dari
tahun ke tahun (deptan 2004).
Penggunaan metode klasifikasi yang kurang tepat akan mengakibatkan
terjadinya salah klasifikasi. Kesalahan klasifikasi yang dapat terjadi adalah
kesalahan dalam pengelompokan tahap kematangan. Tingkat kematangan tahap 4
merupakan buah untuk keperluan ekspor sedangkan tingkat kematangan tahap 5
merupakan buah untuk keperluan lokal/domestik. Bila terjadi salah klasifikasi
sehingga manggis dengan tingkat kematangan 5 dikirim untuk diekspor, maka
buah manggis akan dalam kondisi busuk pada saat masih dalam perjalanan. Hal
ini dapat mengakibatkan kerugian terhadap produsen maupun konsumen untuk
keperluan ekspor maupun keperluan lokal (Kastaman et al. 2008)
Beberapa penelitian menggunakan pengolahan citra berdasarkan warna
telah banyak dilakukan, namun dalam implementasinya, interpretasi kematangan
buah manggis yang dimaksud belum memasukkan unsur standarisasi kematangan
buah yang telah ditetapkan oleh Departemen Pertanian sebagaimana tercantum
dalam dalam Standar Prosedur Operasi (SPO) manggis yang ada saat ini, sehingga
penelitian yang dilakukan saat ini lebih menekankan pada upaya justifikasi
kematangan buah manggis yang sesuai dengan SPO yang ada.
Berdasarkan permasalahan tersebut maka diperlukan suatu sistem untuk
melakukan klasifikasi dengan ketepatan tinggi berdasarkan Standar Prosedur
(Kastaman et al.
2008).
2
Operasional (SPO) yang berlaku. Tingkat kematangan buah manggis dapat
diklasifikasikan secara non destruktif berdasarkan komponen kualitas eksternal,
yaitu warna kulit buahnya. Warna dianggap sebagai properti fisik dasar produk
pertanian dan makanan, yang berkorelasi dengan baik terhadap sifat fisik lainnya,
kimia dan indikator panca indera kualitas produk. Bahkan warna mempunyai
peran utama dalam penilaian mutu eksternal dalam industri makanan dan
penelitian (Segnini et al. 1999; Abdullah et al. 2009).
Ruang warna yang disarankan untuk kuantifikasi makanan dengan
permukaan melengkung adalah CIELab dikarenakan intensitas cahaya dalam
ruang warna L*a*b* kurang terpengaruh oleh bayang-bayang pada daerah kilau
pada permukaan obyek, dan HSV dikarenakan komponen V merupakan
komponen yang paling dipengaruhi oleh permukaan yang melengkung (Mendoza
et al. 2006). Warna komponen a*/b* buah manggis dari ruang warna CIELab
meningkat sedikit pada tahap kematangan 1-3 dan meningkat tajam sampai tahap
kematangan 6. Hal ini menunjukkan bahwa nilai a*/b* berkorelasi baik dengan
pembentukan warna buah (Palapol et al. 2009). Peningkatan ketuaan pada buah
belimbing dapat ditunjukkan oleh peningkatan komponen u* pada CIELuv
(Irmansyah, 2009). Tekstur kulit buah digunakan untuk membedakan sifat-sifat
permukaan suatu benda dalam citra, yaitu menggunakan fitur entropi, kontras,
energi dan homogenitas.
Beberapa penelitian yang berkaitan dengan pengenalan pola, yang
melakukan klasifikasi menggunakan Fuzzy Neural Network (FNN) dan Neural
Network (NN), diantaranya Multilayer Perceptron, Fuzzy Sets and Classification
(Pal & Mitra 1992), melakukan klasifikasi menggunakan multilayer perceptron
dan himpunan fuzzy untuk mengatasi pola yang berada pada batas-batas kelas
yang tumpang tindih pada kasus speech recognition dan memberikan hasil yang
lebih baik dibandingkan dengan klasifikasi klasik dan klasifikasi bayes, dengan
akurasi rata-rata 79,8%. Backpropagation Learning Algorithms for Classification
with Fuzzy Mean Square Error (Sarkar et. al 1997), melakukan klasifikasi fuzzy
terhadap vokal dan memberikan hasil yang lebih baik dibandingkan klasifikasi
klasik dan klasifikasi bayes, dengan akurasi rata-rata 89,3%. A Fuzzy Neural
Network Aproach for Document Region Classification Using Human Visual
3
Perception Features (Murquia 2002), menggunakan FNN untuk melakukan
klasifikasi dokumen image resolusi rendah menggunakan analisis tekstur, hasil
penelitian memberikan akurasi 95,7%.. Fuzzy Backpropagation Untuk Klasifikasi
Pola (Kusumadewi 2006), melakukan klasifikasi fuzzy terhadap kualitas produk.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa FNN memberikan hasil lebih baik
dibandingkan jaringan probabilistik, dengan akurasi 100%. Pengembangan
Pemutuan Buah Manggis Untuk Ekspor Secara Non Destruktif Dengan Jaringan
Syaraf Tiruan (Sandra 2007), menggunakan Standar Nasional Indonesia (SNI)
manggis sebagai dasar klasifikasi dan menghasilkan akurasi 91,6%. Penelitian-
penelitian tersebut mampu melakukan pengenalan dengan baik.
Penelitian ini melakukan proses klasifikasi tingkat kematangan buah
manggis Padang menggunakan Fuzzy Neural Network (FNN) berdasarkan citra,
menggunakan ruang warna RGB, HSV, CIELab dan CIELuv serta fitur tekstur
yang meliputi fitur energi, kontras, homogenitas dan entropi. Pemodelan yang
dikembangkan merupakan pengembangan dari penelitian sebelumnya. Kebaruan
yang dimaksud adalah berkenaan dengan teknik klasifikasi yang digunakan dan
acuan klasifikasi yg dilakukan. Teknik yang digunakan dalam pemodelan ini
adalah klasifikasi fuzzy menggunakan FNN untuk mengatasi pola yang berada
dalam batas-batas kelas yang tumpang tindih atau suatu pola menjadi anggota
lebih dari satu kelas, yang tidak bisa dilakukan menggunakan klasifikasi klasik.
1.1
Klasifikasi yang dilakukan mengacu pada Standar Prosedur Operasional (SPO)
komoditi manggis deptan 2004.
Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan model klasifikasi
kematangan buah manggis sesuai Standar Prosedur Operasional (SPO) manggis
deptan 2004 berdasarkan warna menggunakan FNN.
Tujuan
1.2 Ruang Lingkup
Model klasifikasi buah manggis berdasar warna menggunakan FNN yang
dikembangkan mempunyai ruang lingkup sebagai berikut :
1. Jumlah sampel citra buah manggis yang diamati 125 buah, dengan 25 buah
sampel pada tiap tahap kematangan, dari tahap kematangan 2 sampai 6.
4
2. Menggunakan RGB, HSV, L*u*v*, L*a*b* dan fitur tektur yang meliputi
energi, kontras, homogenitas dan entropi sebagai parameter penduga.
3. Menggunakan teknik klasifikasi FNN dengan algoritma pembelajaran
backpropagation dan NN sebagai pembanding akurasinya.
4. Dasar klasifikasi yang digunakan adalah SPO komoditi manggis deptan 2004.
1.3 Manfaat
Manfaat yang diperoleh dari penelitian ini adalah :
1. Menghasilkan sebuah model klasifikasi kematangan buah manggis
berdasarkan warna menggunakan FNN,
2. Dapat digunakan sebagai solusi atau referensi terhadap klasifikasi buah
manggis yang dilakukan sebelumnya,
3. Dapat digunakan sebagai dasar pengembangan instrumen dan peralatan/mesin
sortasi buah manggis yang efektif dan efisien sehingga bermanfaat baik
secara teknis maupun ekonomis bagi perkembangan pembangunan pertanian.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Manggis (Garcinia Mangostana Linn)
Manggis merupakan tanaman buah berupa pohon yang berasal dari hutan
tropis yang teduh di kawasan Asia Tenggara, yaitu hutan belantara Malaysia atau
Indonesia. Dari Asia Tenggara, tanaman ini menyebar ke daerah Amerika Tengah
dan daerah tropis lainnya seperti Srilanka, Malagasi, Karibia, Hawaii dan
Australia Utara. Sentra produksi manggis di Indonesia antara lain di Jawa Barat,
Jawa Tengah, Jawa Timur, Lampung, Sumatera Barat dan Nagroe Aceh
Darussalam. Manggis di Indonesia disebut dengan berbagai macam nama lokal
seperti manggu (Jawa Barat), Manggus (Lampung), Manggusto (Sulawesi Utara),
Manggista (Sumatera Barat) (Kastaman et al. 2008).
Buah manggis berbentuk bulat, terdiri dari bagian perikarp (kulit luar) dan
daging buah yang menyelimuti biji. Pada bagian pangkal buah terdapat calyx
(daun buah) dan pada bagian ujung terdapat 4 – 8 tonjolan berbentuk segitiga
(triangle), mencirikan jumlah daging buah. Daging buah berwarna putih susu,
diameter buah berkisar antara 3,4 – 7,5 cm. Biji buah kadang-kadang tidak
seluruhnya didapati pada daging buah. Daging buah ini berukuran panjang 2,5 cm
dan lebar 1,6 cm, berbentuk oval. Pada buah berumur muda daging buah berasa
asam, semakin matang berasa manis. Buah manggis termasuk rendah kalori,
protein, lemak dan vitamin, namun jumlah seratnya termasuk cukup tinggi. Kadar
gula total (sukrosa, glukosa, fruktosa) sebesar 16,42 – 16,82 % dari total
karbohidrat. Selain itu, terdapat pula senyawa tanin dan resin sebesar 7 – 14 %,
polyhydroxy-xanthone, dan mangostin (Morton J 1987). Manggis bermanfaat
sebagai antioksidan dan berbagai obat, diantaranya sariawan, wasir, luka, anti
peradangan dan nyeri, mencegah alzheimer dan arthritis, memperbaiki sistem
pernafasan, mendukung tulang rawan dan sendi, serta menjaga pencernaan.
Manggis merupakan salah satu komoditas ekspor yang menjadi andalan
Indonesia untuk meningkatkan pendapatan devisa. Berdasarkan data volume
6
ekspor manggis Indonesia dari tiga tahun terakhir terus mengalami peningkatan
dari 6.9 ribu ton pada tahun 2002 meningkat menjadi 7.2 ribu ton pada tahun
2003. Dengan pangsa pasar utama adalah Taiwan dan Hongkong (Departemen
Pertanian 2004). Volume ekspor Manggis Indonesia meningkat nyata pada dua
bulan pertama tahun 2011, hampir sama dengan volume ekspor sepanjang tahun
2009.
Buah manggis merupakan buah klimakterik sehingga buah dapat matang
selama masa penyimpanannya. Puncak klimakterik dicapai setelah penyimpanan
10 hari pada suhu ruang (Martin 1980). Pemanenan umumnya dilakukan setelah
buah berumur 104 hari dihitung mulai bunga mekar, saat itu warna kulit buah
manggis masih berwarna hijau dengan sedikit ungu muda pada permukaan kulit
buahnya. Enam hari setelah dipanen warna kulit buah menjadi ungu tua (Suyanti
et al. 1999a.). Buah yang dipanen saat buah berwarna merah tua (114 hari)
menyebabkan daya simpannya lebih singkat dan tidak dapat memenuhi
persyaratan mutu manggis untuk ekspor.
Perubahan warna buah dari hijau menjadi ungu hitam setelah panen yang
mencerminkan perkembangan warna kematangan tahap 1 sampai tahap 6
digunakan sebagai panduan kualitas bagi petani dan konsumen. Tidak ada
perbedaan yang signifikan dalam kualitas buah pada buah manggis yang dipanen
pada salah satu tahap dari tahap yang ditetapkan (tahap 1-6), sehingga matang
pada tahap 6 untuk masing-masing (Palapol et al. 2009). Hal ini menunjukkan
bahwa pemeraman buah manggis yang dipetik pada salah satu tahap untuk
kebutuhan ekspor tidak memiliki efek merugikan pada kualitas buah akhir.
Berdasarkan SPO panen manggis departemen pertanian 2004 dinyatakan
bahwa panen manggis dilakukan berdasarkan penentuan umur dan visual.
Manggis layak dipanen bila telah berumur 104-110 setelah bunga mekar (SBM)
atau bila secara visual sudah banyak buah yang matang, hal ini hanya bisa
ditentukan oleh seseorang yang telah berpengalaman. Pemanenan buah dalam satu
pohon dapat dilakukan dua sampai tiga kali sesuai dengan tingkat kematangan
buah.
7
Mutu buah manggis ditentukan oleh berbagai parameter diantaranya
adalah parameter tingkat ketuaan dan kematangan (indeks warna) serta ukuran
(Deptan 2004). Proses grading dalam SPO komoditas manggis 2004, merupakan
suatu pengelompokan buah berdasarkan kriteria/kelas dan indek kematangan
manggis untuk mendapatkan ukuran, warna buah dan tingkat kematangan yang
seragam. Tingkat kematangan manggis berdasarkan indek warna berdasarkan SPO
manggis dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1 Tingkat/Tahap kematangan manggis berdasarkan warna
2.2 Pengolahan Citra
Berbagai aplikasi pengolahan citra secara garis besar digunakan untuk
memperbaiki kualitas suatu citra (gambar) sehingga lebih mudah diinterpretasikan
oleh manusia dan mengolah informasi yang terdapat pada citra (gambar) untuk
keperluan pengenalan objek secara otomatis.
Citra adalah gambar dua dimensi yang dihasilkan dari gambar analog dua
dimensi yang kontinus menjadi gambar diskrit melalui proses sampling. Gambar
analog dibagi menjadi N baris dan M kolom sehingga menjadi gambar diskrit.
8
Persilangan antara baris dan kolom tertentu disebut dengan piksel. Contohnya
adalah gambar/titik diskrit pada baris n dan kolom m disebut dengan piksel[n,m].
Suatu citra dapat didefinisikan sebagai fungsi dua dimensi f(x,y) yaitu
fungsi intensitas atau tingkat keabuan dari citra pada titik tersebut. Fungsi ini
berukuran M baris dan N kolom, dengan x dan y adalah koordinat spasial dalam
sistem koordinat piksel, dan amplitudo f di titik koordinat (x,y). Jika nilai x, y,
dan nilai amplitudo f secara keseluruhan berhingga (finite) dan bernilai diskrit
maka dapat dikatakan bahwa citra tersebut adalah cira digital. Matrik citra digital
direpresentasikan dalam suatu koordinat piksel, yang tidak mempunyai nilai x dan
y negatif.
Citra digital dapat ditulis dalam bentuk matrik sebagai berikut :
Masing-masing elemen dalam matriks disebut dengan elemen citra atau
piksel, f(x,y) merupakan intensitas citra, sedangkan x dan y
2.3 Model Warna
merupakan posisi
piksel dalam citra.
Model warna RGB (Red, Green, Blue) mendefinisikan warna berdasarkan
tingkat intensitas komponen warna merah, hijau dan biru atau RGB, yang
disajikan dalam bentuk koordinat tiga dimensi yang disebut kubus warna,
disajikan pada Gambar 1.
Gambar 1 Kubus warna
9
Jika ketiga intensitas warna tersebut bernilai 0, maka warna yang terjadi
adalah hitam, sedangkan jika ketiga intensitas warna tersebut bernilai 1, maka
warna yang terjadi adalah putih. Nilai RGB didapatkan dari rata-rata keseluruhan
piksel. Proses konversi dari model warna RGB ke model warna lain sebelumnya
dilakukan menormalisasi nilai RGB menjadi rgb dengan membaginya dengan
255. Konsep Model Warna RGB berorientasi pada hardware dan kita jumpai di
peralatan seperti : monitor computer, LCD proyektor, scanner, kamera video dan
kamera digital.
Model HSV (Hue, Saturation dan Value) menunjukkan ruang warna dalam
bentuk tiga komponen utama, yaitu hue, saturation, dan value atau disebut juga
brightness, disajikan pada Gambar 2.
Gambar 2 Nilai hue, saturasi dan value
Hue adalah sudut dari 0 sampai 360 derajat yang menunjukkan jenis warna
(seperti merah, biru atau kuning) atau corak warna yaitu tempat warna tersebut
ditemukan dalam spektrum warna (Putra, 2010). Saturation (saturasi) dari suatu
warna adalah ukuran seberapa besar kemurnian dari warna tersebut, yang bernilai
antara 0 sampai 1 (atau 0 sampai 100%) dan menunjukkan nilai keabu-abuan
warna (Putra, 2010). Value disebut juga intensitas yaitu ukuran seberapa besar
kecerahan dari suatu warna atau seberapa besar cahaya datang dari suatu warna.
Value dapat bernilai 0 sampai 100%. Nilai HSV didapatkan dengan mengkonversi
nilai rgb dengan persamaan (Putra, 2010) :
𝑉𝑉 = max(𝑟𝑟,𝑔𝑔, 𝑏𝑏) …………………………………………. …… (1)
𝑆𝑆 = �0 , 𝑗𝑗𝑗𝑗𝑗𝑗𝑗𝑗 𝑉𝑉 = 0𝑉𝑉 − min (𝑟𝑟 ,𝑔𝑔,𝑏𝑏)
𝑉𝑉, 𝑗𝑗𝑗𝑗𝑗𝑗𝑗𝑗 𝑉𝑉 > 0
� ………………………..……. (2)
10
𝐻𝐻 = �0 , 𝑗𝑗𝑗𝑗𝑗𝑗𝑗𝑗 𝑆𝑆 = 060∗(𝑔𝑔−𝑏𝑏)
𝑆𝑆∗𝑉𝑉, 𝑗𝑗𝑗𝑗𝑗𝑗𝑗𝑗 𝑉𝑉 = 𝑟𝑟
� ………………………………………….. (3)
𝐻𝐻 = �60 ∗ �2 + (𝑏𝑏−𝑟𝑟)
𝑆𝑆∗𝑉𝑉� , 𝑗𝑗𝑗𝑗𝑗𝑗𝑗𝑗 𝑉𝑉 = 𝑔𝑔
60 ∗ �4 + (𝑟𝑟−𝑔𝑔)𝑆𝑆∗𝑉𝑉
� , 𝑗𝑗𝑗𝑗𝑗𝑗𝑗𝑗 𝑉𝑉 = 𝑏𝑏� .………………………….. (4)
𝐻𝐻 = 𝐻𝐻 + 360, 𝑗𝑗𝑗𝑗𝑗𝑗𝑗𝑗 𝐻𝐻 < 0 ……………………………………. (5)
Model warna CIE L*a*b* bekerja berdasar pada persepsi manusia atas
warna, yaitu lightness A (Green-red axis) dan lightness B (Blue-yellow Axis).
Model ini terdiri dari besaran Lightness/Luminance (L*), dimensi a (a*), dan
dimensi b (b*), disajikan pada Gambar 3.
Gambar 3 Model warna CIELab
Nilai skala untuk Lightness/Luminance berkisar 0 sampai 100, yaitu dari
warna hitam sampai warna putih (L* = 100 untuk warna putih dan L* = 0 untuk
warna hitam). Dimensi a* dan b* menyimpan informasi komponen kromatik
warna hijau sampai merah dan warna biru sampai kuning. Angka negatif a*
mengindikasikan warna hijau dan sebaliknya a* positif mengindikasikan warna
merah, sedangkan angka negatif b* mengindikasikan warna biru dan sebaliknya
CIE_b* positif mengindikasikan warna kuning. Nilai L*a*b* didapatkan dengan
mengkonversi nilai rgb dengan persamaan :
x ≤ 0,03928; 𝑓𝑓(𝑥𝑥) = 𝑥𝑥12,92
……………………………………. (6)
x ≥ 0,3928; 𝑓𝑓(𝑥𝑥) = �𝑥𝑥+0,0551,055
�2,4
..……………………………. (7)
Nilai x adalah nilai R'G' atau B'. Nilai f(x) menunjukkan nilai konversi sR,
sG dan sB. Nilai sRGB selanjutnya dikonversi ke model warna CIE XYZ
menggunakan persamaan :
11
�𝑋𝑋𝑌𝑌𝑍𝑍� = �
0,4124 0,3576 0,18050,2126 0,7152 0,07220,0193 0,1192 0,9505
� �𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠� .……………………….. (8)
Untuk menghitung nilai L*a*b* dari CIE XYZ menggunakan persamaan :
𝐿𝐿∗ = 116 ∗ 𝑓𝑓 � 𝑌𝑌𝑌𝑌𝑛𝑛� − 16 …..……………………………………. (9)
𝑗𝑗∗ = 500 ∗ �𝑓𝑓 � 𝑋𝑋𝑋𝑋𝑛𝑛� − 𝑓𝑓 � 𝑌𝑌
𝑌𝑌𝑛𝑛�� ………………………….…… (10)
𝑏𝑏∗ = 200 ∗ �𝑓𝑓 � 𝑌𝑌𝑌𝑌𝑛𝑛� − 𝑓𝑓 � 𝑍𝑍
𝑍𝑍𝑛𝑛�� …………………………...… (11)
dengan f(τ) = �𝜏𝜏
13 𝑗𝑗𝑗𝑗𝑗𝑗𝑗𝑗 𝜏𝜏 > 0,008856
7,7867 𝜏𝜏 + 16116
𝑗𝑗𝑗𝑗𝑗𝑗𝑗𝑗 𝜏𝜏 ≤ 0,008856�
Nilai Xn, Yn dan Zn adalah nilai XYZ dengan observer 2o
dan illuminant D65
(easyrgb.com 2011).
CIELuv (L*u*v*) merupakan model warna yang sebanding dengan
persepsi mata manusia yang didefinisikan dengan menggambarkan 3 koordinat
geometrik L*, u* dan v*, disajikan pada Gambar 4.
Gambar 4 Model warna CIELuv
CIE_ L* merupakan lightness atau kecerahan warna. CIE_u* merupakan
kuat warna pada sumbu merah – hijau. CIE_v* merupakan kuat warna pada
sumbu kuning – biru. Konversi dari sistem X, Y, Z ke sistem L*u*v*
menggunakan persamaan (Lu G & Phillips J, 1998) :
L∗ = 116 �𝑌𝑌𝑌𝑌0� 13 − 16 untuk 𝑌𝑌
𝑌𝑌0> 0,008856 ............................ (12)
12
𝐿𝐿∗ = 903,3 � 𝑌𝑌𝑦𝑦0� untuk 𝑌𝑌
𝑌𝑌0≤ 0,008856 ................................... (13)
u* = 13L* (u' – u'0) ........................................................................ (14)
v* = 13L* (v' – v'0) ........................................................................ (15)
dengan :
u′ = 4𝑋𝑋(𝑋𝑋+15𝑌𝑌+3𝑍𝑍)
= 4𝑥𝑥−2𝑥𝑥+12𝑦𝑦+3
..................................................... (16)
v′ = 9𝑌𝑌(𝑋𝑋+15𝑌𝑌+3𝑍𝑍)
= 9𝑦𝑦−2𝑥𝑥+12𝑦𝑦+3
.................................................... (17)
𝑢𝑢0′ = 4𝑥𝑥0
𝑥𝑥0+15𝑦𝑦0+3𝑧𝑧0 ........................................................................ (18)
𝑣𝑣0′ = 9𝑦𝑦0
𝑥𝑥0+15𝑦𝑦0+3𝑧𝑧0 ....................................................................... (19)
Dimana x0, y0 dan z0 adalah x, y dan z dengan observer 2o dan illuminant D65
(easyrgb.com 2011).
2.4 Analisis Tekstur
Salah satu cara untuk mengenali suatu citra adalah dengan membedakan
tekstur yang merupakan komponen dasar pembentuk citra dan dapat dimanfaatkan
sebagai dasar klasifikasi citra. Tekstur citra dapat dibedakan berdasar kerapatan,
keseragaman, keteraturan, kekasaran dan lain-lain. Untuk mengetahui pola suatu
citra digital berdasarkan ciri yang diperoleh secara matematis digunakan analisis
tekstur. Ciri atau karakteristik suatu tekstur diperoleh melalui proses ekstraksi ciri.
Salah satu metode untuk mendapatkan ciri atau karakteristik suatu tekstur adalah
metode co-occurrence.
Secara umum tekstur mengacu pada repetisi elemen-elemen tekstur dasar
yang disebut elemen tekstur. Elemen tekstur terdiri dari beberapa piksel dengan
aturan posisi bersifat periodik, kuasiperiodik atau acak. Dua syarat terbentuknya
tekstur (Ahmad 2005) adalah : (1) adanya pola-pola primitif yang terdiri dari satu
atau lebih piksel. Bentuk-bentuk pola primitif ini dapat berupa titik, garis lurus,
garis lengkung, luasan dan lain-lain yang merupakan elemen dasar dari suatu
bentuk. (2) pola-pola primitif tadi muncul berulang-ulang dengan interval jarak
dan arah tertentu sehingga dapat dipresiksi atau ditemukan karakteristik
pengulangannya.
13
Metode co-occurrence bekerja dengan membentuk sebuah matriks
kookurensi dari data citra dan menentukan ciri sebagai fungsi dari matriks
tersebut. Matriks kookurensi dibentuk dari suatu citra greyscale dengan melihat
pada piksel-piksel yang berpasangan yang memiliki intensitas tertentu.
Penggunaan metode ini berdasar pada hipotesis bahwa dalam suatu tekstur akan
terjadi perulangan pola-pola primitif. Misalkan d didefinisikan sebagai jarak
antara dua posisi piksel (x1, y1) dan (x2, y2), dan θ didefinisikan sebagai sudut
diantara keduanya, maka matriks kookurensi didefinisikan sebagai matriks yang
menyatakan distribusi spasial antara dua piksel yang bertetangga yang memiliki
intensitas i dan j, yang memiliki jarak d dan sudut θ diantara keduanya. Orientasi
dibentuk dalam empat arah sudut dengan interval sudut 45°, yaitu 0°, 45°, 90°,
dan 135°. Sedangkan jarak antar piksel biasanya ditetapkan sebesar 1 piksel.
Matriks kookurensi dinyatakan sebagai Pdθ(i,j).
Matriks kookurensi didapatkan melalui tiga tahap, yaitu : (1) mengubah
citra RGB menjadi citra grayscale, (2) menghitung kookurensi matrik dalam 4
arah, masing-masing 0o, 45o, 90o dan 135o, (3) menentukan nilai untuk setiap ciri
tekstur dengan merata-rata nilai dari keempat arah sudut tersebut. Langkah untuk
membuat matriks kookurensi simetris ternormalisasi yaitu : (1) membuat area
kerja matriks, (2) menentukan hubungan spasial antara piksel referensi dengan
piksel tetangga, berapa nilai sudut θ dan jarak d, (3) menghitung jumlah
kookurensi dan mengisikannya pada area kerja, (4) menjumlahkan matriks
kookurensi dengan transposenya untuk menjadikannya simetris, dan (5)
normalisasi matriks untuk mengubahna ke bentuk probabilitas. Pembuatan
matriks kookurensi ditunjukkan oleh Gambar 5.
Setelah memperoleh matriks kookurensi tersebut, dapat dihitung ciri yang
merepresentasikan citra yang diamati. Berbagai jenis ciri tekstural dapat
diekstraksi dari matriks kookurensi. Komponen yang digunakan dalam
pengukuran tekstur adalah energi, kontras, homogenitas dan entropi (Haralic et
al., 1973).
14
Gambar 5 Ilustrasi pembuatan matriks kookurensi, (a) Citra masukan, (b)
Nilai intensitas citra masukan, (c) Hasil matriks kookurensi 0°, (d) Hasil matriks
kookurensi 45°, (e) Hasil matriks kookurensi 90°, (f) Hasil matriks kookurensi
135°.
Fitur energy berfungsi untuk mengukur konsentrasi pasangan grey level
pada matrik co-occurance. Nilai energi didapatkan dengan memangkatkan setiap
elemen dalam grey level co-occurance matrix (GLCM), kemudian dijumlahkan.
Fitur kontras digunakan untuk mengukur perbedaan lokal dalam citra atau
mengukur variasi derajat keabuan suatu daerah citra atau menyatakan sebaran
terang (lightness) dan gelap (darkness) dalam sebuah citra. Fitur homogenitas
berfungsi untuk mengukur kehomogenan variasi grey level (perbedaan lokal)
dalam sebuah citra. Fitur entropi digunakan untuk mengukur keteracakan dari
distribusi perbedaan lokal dari sebuah citra (Mathwork 2011).
15
Komponen pengukuran tekstur yang meliputi energi, kontras, homogenitas
dan entropy dapat diambil menggunakan persamaan :
𝐸𝐸𝑛𝑛𝐸𝐸𝑟𝑟𝑔𝑔𝑗𝑗 = ∑ ∑ 𝑝𝑝2𝑛𝑛𝑗𝑗=1
𝑚𝑚𝑗𝑗=1 (𝑗𝑗, 𝑗𝑗) ........................................................ (20)
𝐾𝐾𝐾𝐾𝑛𝑛𝐾𝐾𝑟𝑟𝑗𝑗𝑠𝑠 = ∑ ∑ (𝑗𝑗 − 𝑗𝑗)2𝑛𝑛𝑗𝑗=1
𝑚𝑚𝑗𝑗=1 𝑝𝑝(𝑗𝑗, 𝑗𝑗) ............................................ (21)
𝐻𝐻𝐾𝐾𝑚𝑚𝐾𝐾𝑔𝑔𝐸𝐸𝑛𝑛𝑗𝑗𝐾𝐾𝑗𝑗𝑠𝑠 = ∑ ∑ 𝑝𝑝(𝑗𝑗 ,𝑗𝑗 )1+|𝑗𝑗−𝑗𝑗 |
𝑛𝑛𝑗𝑗=1
𝑚𝑚𝑗𝑗=1 ........................................... (22)
𝐸𝐸𝑛𝑛𝐾𝐾𝑟𝑟𝐾𝐾𝑝𝑝𝑗𝑗 = −∑ ∑ 𝑝𝑝(𝑗𝑗, 𝑗𝑗) log𝑝𝑝(𝑗𝑗, 𝑗𝑗) 𝑛𝑛𝑗𝑗=1
𝑚𝑚𝑗𝑗=1 .................................. (23)
Dengan i dan j adalah intensitas dari resolusi 2 piksel yang berdekatan.
Sedangkan P(i, j) adalah frekuensi relatif matrik dari resolusi 2 piksel yang
berdekatan.
2.5 Transformasi Data
Sebelum menggunakan data dengan metode atau teknik tertentu perlu
dilakukan praproses terhadap data dengan maksud agar data dapat dikenali dengan
lebih baik. Salah satu praproses yang sering dipakai adalah transformasi data.
Transformasi data dilakukan untuk mengubah data ke dalam rentang nilai tertentu.
Rentang nilai ditentukan berdasarkan kasus dan keperluan terntentu. Sebagai
misal penggunaan fungsi aktivasi sigmoid pada jaringan FNN. Untuk keperluan
tersebut maka data mesti ditransformasi sehingga semua data memiliki range yang
sama dengan range keluaran fungsi aktivasi sigmoid yang dipakai, yaitu [0, 1].
Data dapat ditransformasi ke interval [0,1]. Namun akan lebih baik jika
ditransformasikan ke interval yang lebih kecil, misal pada interval [0.1 0.9]. Hal
ini mengingat bahwa fungsi sigmoid merupakan fungsi asimtotik yang nilainya
tidak pernah mencapai nilai 0 maupun 1.
Berikut adalah transformasi linier yang dipakai untuk mentrasformasikan
data ke interval [0.1 0.9] jika a adalah data minimum dan b adalah data
maksimum.
𝑥𝑥′ = 0.8(𝑥𝑥−𝑗𝑗)𝑏𝑏−𝑗𝑗
+ 0.1 ...................................................................... (24)
2.6 Koefisien Determinasi
Koefisien determinasi pada regresi linier sering diartikan sebagai seberapa
besar kemampuan semua variabel bebas dalam menjelaskan varians dari variabel
16
terikatnya. Secara sederhana koefisien determinasi dihitung dengan
mengkuadratkan Koefisien Korelasi (R). Sebagai contoh, jika nilai R adalah
sebesar 0,80 maka koefisien determinasi (R Square) adalah sebesar 0,80 x 0,80 =
0,64. Berarti kemampuan variabel bebas dalam menjelaskan varians dari variabel
terikatnya adalah sebesar 64,0%. Berarti terdapat 36% (100%-64%) varians
variabel terikat yang dijelaskan oleh faktor lain. Berdasarkan interpretasi tersebut,
maka tampak bahwa nilai R Square adalah antara 0 sampai dengan 1.
Berikut adalah penetapan dan interpretasi koefisien korelasi dan koefisien
determinasi pada regresi linier sederhana.
𝑟𝑟 = 𝑛𝑛 ∑ 𝑥𝑥𝑗𝑗𝑦𝑦𝑗𝑗𝑛𝑛𝑗𝑗=1 −�∑ 𝑥𝑥𝑗𝑗𝑛𝑛
𝑗𝑗=1 ��∑ 𝑦𝑦𝑗𝑗𝑛𝑛𝑗𝑗=1 �
��𝑛𝑛 ∑ 𝑥𝑥12𝑛𝑛
𝑗𝑗=1 −�∑ 𝑥𝑥𝑗𝑗𝑛𝑛𝑗𝑗=1 �2��𝑛𝑛 ∑ 𝑦𝑦1
2𝑛𝑛𝑗𝑗=1 −�∑ 𝑦𝑦𝑗𝑗𝑛𝑛
𝑗𝑗=1 �2�
𝑠𝑠 = 𝑟𝑟2 ........................................................................................... (25)
Berikut adalah koefisien determinasi untuk regresi linier berganda.
𝑠𝑠𝑦𝑦 .122 = 1 − 𝐽𝐽𝐾𝐾𝑠𝑠
(𝑛𝑛−1)𝑠𝑠𝑦𝑦2 ...................................................... (26)
Dimana JKG adalah jumlah kuadrat galat sedangkan sy2 adalah jumlah
kuadrat y dengan definisi sebagai berikut :
𝑠𝑠𝑦𝑦2 = 𝑛𝑛 ∑𝑦𝑦2−(∑𝑦𝑦)2
𝑛𝑛(𝑛𝑛−1)
𝐽𝐽𝐾𝐾𝑠𝑠 = ∑𝑦𝑦2 − 𝑗𝑗∑𝑦𝑦 − 𝑏𝑏1 ∑𝑥𝑥1𝑦𝑦 − 𝑏𝑏2 ∑𝑥𝑥2𝑦𝑦
2.7 Klasifikasi
Klasifikasi adalah tugas pembelajaran sebuah fungsi target f yang
memetakan setiap himpunan atribut x ke salah satu label kelas y yang telah
didefinisikan sebelumnya. Data input yang digunakan untuk klasifikasi adalah
koleksi dari record. Setiap record dikenal sebagai instance atau contoh, yang
ditentukan oleh sebuah tuple (x,y) dimana x adalah himpunan atribut yang disebut
atribut predictor dan y adalah suatu atribut tertentu yang dinyatakan sebagai label
kelas atau target.
17
Pendekatan umum yang digunakan dalam klasifikasi adalah adanya
training set yang berisi record berlabel kelas, digunakan untuk membangun
model klasifikasi. Selanjutnya model klasifikasi diaplikasikan ke test set yang
berisi record tanpa label kelas. Hal ini merupakan proses pengenalan kembali
suatu objek berdasarkan pola yang telah dikenal (Duda, Hart & Stork 1997).
Teknik klasifikasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah klasifikasi fuzzy
menggunakan neural network yang dikenal dengan fuzzy neural network.
2.8 Neural Network (NN)
Neural Network (NN) atau Jaringan syaraf tiruan (JST) adalah sistem
komputasi dimana arsitektur dan operasi diilhami dari pengetahuan tentang sel
syaraf biologi di dalam otak (Fausett 1994). NN didasari oleh kemampuan otak
manusia dalam mengorganisasikan sel-sel penyusunnya yang disebut neuron,
sehingga mampu melaksanakan tugas-tugas tertentu khususnya pengenalan pola
dengan efektifitas yang tinggi. Pengetahuan diperoleh jaringan melalui proses
belajar dan kekuatan hubungan antar sel syaraf (neuron) yang dikenal sebagai
bobot-bobot sinaptik digunakan untuk menyimpan pengetahuan (Haykin &
Simon, 1994). Model syaraf ditunjukkan dengan kemampuannya dalam emulasi,
analisis, prediksi dan asosiasi.
NN adalah pemrosesan informasi yang mempunyai karakteristik kinerja
tertentu seperti jaringan neural biologis, yang berdasarkan pada asumsi (Siang
2009) : (1) pemrosesan informasi terjadi pada banyak elemen sederhana yang
disebut neuron, (2) sinyal diberikan antara neuron lewat jalinan koneksi, (3) setiap
jalinan koneksi mempunyai bobot yang mengalikan sinyal yang ditransmisikan,
(4) setiap neuron menerapkan fungsi aktivasi (yang biasannya non linier) terhadap
jumlah sinyal masukan terbobot untuk menentukan sinyal keluarannya.
NN dicirikan oleh (Fauset 1994) : (1) pola hubungan antara neuron-
neuron-nya, yang disebut arsitektur, (2) metode penentuan bobot (weight) pada
hubungan, yang disebut pelatihan (training), pembelajaran (learning) atau
algoritma (3) fungsi aktivasinya.
Struktur jaringan neural terdiri atas sejumlah besar komponen yang
disebut neuron. Setiap neuron terhubung dengan neuron lainnya dengan jalinan
18
koneksi yang berkaitan dengan bobot. Bobot mewakili informasi yang diterima
jaringan dan dijadikan sebagian nilai untuk menyelesaikan masalah. Gambar 6
memperlihatkan model tiruan sebuah neuron.
Gambar 6 Model Neuron (Hermawan, 2006).
Sebuah neuron menerima sejumlah n masukan, yaitu 𝑥𝑥1, 𝑥𝑥2, … , 𝑥𝑥𝑛𝑛 . Setiap
masukan dimodifikasi oleh bobot sinapsis 𝑤𝑤1,𝑤𝑤2, … ,𝑤𝑤𝑛𝑛 sehingga masukan ke
dalam neuron adalah 𝑥𝑥𝑗𝑗 = 𝑥𝑥𝑗𝑗𝑤𝑤𝑗𝑗 , dimana 𝑗𝑗 = 1,2, … ,𝑛𝑛. Kemudian neuron akan
menghitung hasil penjumlahan seluruh masukan, dan fungsi aktivasi akan
menentukan keluaran neuron :
𝑛𝑛𝐸𝐸𝐾𝐾 = 𝑥𝑥1𝑤𝑤1 + 𝑥𝑥2𝑤𝑤2 + ⋯+ 𝑥𝑥𝑛𝑛𝑤𝑤𝑛𝑛 atau 𝑛𝑛𝐸𝐸𝐾𝐾 = ∑ 𝑥𝑥𝑗𝑗𝑤𝑤𝑗𝑗𝑛𝑛𝑗𝑗=1 ........... (27)
Dengan mengasumsikan suatu black box yang tidak tahu isinya, neural
network akan menemukan pola hubungan antara input dan output melalui fasa
training. Neural network masuk dalam kategori supervised learning. Dalam
kategori ini suatu network dilatih untuk menemukan parameter model yaitu w dan
b yang terbaik.
Hal yang perlu dipertimbangkan dalam mendesain suatu neural network
adalah tipe jaringan, jumlah layer, banyaknya simpul/node di tiap layer, fungsi
transfer atau activation function dalam setiap layer dan jumlah epoch/iterasi yang
digunakan untuk training (Santosa 2007).
2.8.1 Arsitektur Backpropagation
Backpropagation adalah salah satu tipe neural network yang paling
populer dan sering digunakan. Jaringan neuron yang sering digunakan dalam NN
untuk pengenalan pola adalah jaringan lapis tunggal (single layer network) dan
jaringan lapis banyak (multi layer network). Perbedaan kedua arsitektur ini adalah
adanya lapisan tersembunyi. Pada jaringan lapis tunggal tidak ada lapisan
19
tersembunyi, sedangkan pada jaringan lapis banyak memiliki minimal satu
lapisan tersembunyi (Kusumadewi, 2003).
Lapisan-lapisan penyusun neural network terdiri dari lapisan input (input
layer), lapisan tersembunyi (hidden layer) dan lapisan output (output layer).
Gambar 7 menunjukkan arsitektur backpropagation dengan n buah masukan
(dengan sebuah bias), sebuah layar tersembunyi yang terdiri dari p unit (dengan
sebuah bias) serta m unit keluaran. Vji merupakan bobot garis dari unit masukan xi
ke unit layar tersembunyi zj (vjo merupakan bobot garis yang menghubungkan bias
di unit masukan ke layar tersembunyi zj). wkj merupakan bobot dari layar
tersembunyi zj ke unit keluaran yk (wk0 merupakan bobot dari bias di layar
tersembunyi ke unit keluaran zk).
Gambar 7 Arsitektur backpropagation (Siang, 2009).
2.8.2 Fungsi Aktivasi
Fungsi aktivasi merupakan keadaan internal suatu neuron yang digunakan
pada perhitungan input yang diterima neuron, setelah itu diteruskan ke neuron
berikutnya. Dengan fungsi aktivasi ini neuron dapat mengambil keputusan dari
pengolahan bobot-bobot yang ada dan menentukan kuat lemahnya sinyal yang
dikeluarkan oleh suatu neuron. Dalam backpropagation fungsi aktivasi yang
dipakai harus memenuhi beberapa syarat, yaitu kontinyu, terdiferensial dengan
mudah dan merupakan fungsi yang tidak turun.
20
Fungsi aktivasi yang sering digunakan pada backpropagation neural
network adalah sigmoid biner dan sigmoid bipolar. Sigmoid biner adalah fungsi
biner yang memiliki rentang 0 s/d 1 dengan rumus fungsi pada persamaan 25 dan
mempunyai grafik fungsi seperti pada Gambar 8.
𝑓𝑓(𝑥𝑥) = 11+exp(−𝑥𝑥)
................................................................... (28)
dengan turunan 𝑓𝑓′(𝑥𝑥) = 𝑓𝑓(𝑥𝑥)(1 − 𝑓𝑓(𝑥𝑥))
Gambar 8 Fungsi aktivasi sigmoid biner (Kusumadewi, 2003).
Sigmoid bipolar adalah fungsi yang memiliki rentang -1 s/d 1 dengan
rumus fungsi pada persamaan 26 dan mempunyai grafik fungsi seperti pada
Gambar 9.
𝑓𝑓(𝑥𝑥) = 21+exp(−𝑥𝑥)
− 1 ............................................................. (29)
dengan turunan 𝑓𝑓′(𝑥𝑥) = �1+𝑓𝑓(𝑥𝑥)�(1−𝑓𝑓(𝑥𝑥))2
Gambar 9 Fungsi aktivasi sigmoid bipolar (Kusumadewi, 2003).
2.8.3 Algoritma Pelatihan Lavenberg-Marquadt
Algoritma lavenberg-marquadt (LM) adalah algoritma pelatihan
backpropagation yang dapat mencapai nilai konvergen lebih cepat dibandingkan
dengan algoritma pelatihan lainnya dan sangat direkomendasikan sebagai pilihan
pertama dalam supervised learning. Konsep dari algoritma LM adalah penentuan
21
matriks hessian untuk mencari bobot-bobot dan bias koneksi (Budi & Sumiyati
2007).
Matriks hessian adalah matriks yang setiap elemennya terbentuk dari
turunan kedua dari fungsi kinerja terhadap setiap komponen bobot dan bias.
Untuk memudahkan komputasi, matriks hessian diubah dengan pendekatan iteratif
pada setiap epoch selama algoritma berjalan. Proses pengubahannya dilakukan
menggunakan fungsi gradien. Berikut adalah estimasi matriks hessian jika fungsi
kinerja yang digunakan berbentuk jumlah kuadrat error (SSE).
𝐻𝐻 = 𝐽𝐽𝑇𝑇𝐽𝐽 + 𝜂𝜂𝜂𝜂 .............................................................................. (30)
Dimana η merupakan parameter marquadt, I merupakan matriks identitas
dan J adalah matriks jacobian yang terdiri dari turunan pertama error jaringan
terhadap masing-masing komponen bobot bias.
Nilai parameter marquadt (η) dapat berubah pada setiap epoch. Jika
setelah berjalan satu epoch nilai fungsi error menjadi lebih kecil, nilai η akan
dibagi oleh faktor τ. Bobot dan bias baru yang diperoleh akan dipertahankan dan
pelatihan dapat dilanjutkan ke epoch berikutnya. Sebaliknya jika setelah berjalan
satu epoch nilai fungsi error menjadi lebih besar maka nilai η akan dikalikan
faktor τ. Nilai perubahan bobot dan bias dihitung kembali sehingga menghasilkan
nilai yang baru.
2.8.4 Proses Pembelajaran Backpropagation
Proses pembelajaran merupakan proses perubahan bobot-bobot yang ada
pada jaringan dengan tujuan untuk meminimalkan mean square error (mse) atau
toleransi galat antara keluaran yang dihasilkan dengan keluaran yang diinginkan
(target). Perubahan ini dapat berkurang atau bertambah sesuai dengan informasi
yang diberikan oleh neuron yang bersangkutan. Perubahan ini akan berhenti jika
bobot-bobot pada jaringan sudah cukup seimbang. Kondisi ini mengindikasikan
bahwa setiap input telah berhubungan dengan output yang diharapkan.
Pembelajaran terawasi (supervised learning) merupakan metode yang
hanya berlaku jika output yang diharapkan sudah diketahui, sehingga dalam
proses pembelajaran, setiap input akan memiliki target output yang harus dicapai.
22
Jika terjadi perbedaan pola output hasil pembelajaran dengan pola target, maka
akan muncul galat. Jika nilai galat ini masih cukup besar, maka perlu iterasi
pembelajaran yang berikutnya (Kusumadewi, 2003). Ilustrasi supervised learning
dapat dilihat pada Gambar 10.
Gambar 10 Supervised Learning (Rios).
Backpropagation adalah salah satu algoritma yang menggunakan metode
supervised learning. Pelatihan backpropagation meliputi 3 fase. Fase pertama
adalah fase maju atau propagasi maju. Pola masukan dihitung maju mulai dari
layar masukan hingga layar keluaran menggunakan fungsi aktivasi yang
ditentukan. Fase kedua adalah fase mundur atau propagasi mundur. Selisih antara
keluaran jaringan dengan target yang diinginkan merupakan kesalahan yang
terjadi. Kesalahan tersebut dipropagasikan mundur, mulai garis yang berhubungan
langsung dengan unit-unit di layar keluaran. Fase ketiga adalah modifikasi bobot
untuk menurunkan kesalahan yang terjadi. Ketiga fase tersebut diulang-ulang
terus hingga kondisi penghentian dipenuhi. Umumnya kondisi penghentian yang
dipakai adalah jumlah iterasi atau kesalahan. Berikut proses selengkapnya yang
terjadi pada setiap fase (Siang 2009).
Fase I : Propagasi maju
Selama propagasi maju, sinyal masukan (xi) dipropagasikan ke lapisan
tersembunyi menggunakan fungsi aktivasi yang ditentukan. Keluaran setiap unit
lapisan tersembunyi (zj) tersebut selanjutnya dipropagasikan maju ke layar
tersembunyi di atasnya menggunakan fungsi aktivasi yang ditentukan. Demikian
seterusnya hingga menghasilkan keluaran jaringan (yk). Berikutnya keluaran
23
jaringan (yk) dibandingkan dengan target yang harus dicapai (tk). Selisih dari tk
terhadap yk yaitu tk-yk adalah kesalahan yang terjadi. Jika kesalahan ini lebih kecil
dari batas toleransi yang ditentukan, maka iterasi dihentikan. Tetapi apabila
kesalahan masih lebih besar dari batas toleransinya, maka bobot setiap garis
dalam jaringan dimodifikasi untuk mengurangi kesalahan yang terjadi.
Fase II : Propagasi Mundur
Berdasarkan kesalahan tk-yk, dihitung faktor δk (k = 1, 2, …, m) yang dipakai
untuk mendistribusikan kesalahan di unit yk ke semua unit tersembunyi yang
terhubung langsung dengan yk. Faktor δk juga dipakai untuk mengubah bobot
garis yang berhubungan langsung dengan unit keluaran. Dengan cara yang sama,
dihitung faktor δj (j = 1, 2, …, m) di setiap unit di lapisan tersembunyi di layar
bawahnya. Demikian seterusnya hingga semua faktor δ di unit tersembunyi yang
berhubungan langsung dengan unit masukan dihitung.
Fase III : Perubahan Bobot
Setelah semua faktor δ dihitung, bobot semua garis dimodifikasi bersamaan.
Perubahan bobot satu garis didasarkan atas faktor δ neuron di lapisan atasnya.
Sebagai contoh, perubahan bobot garis yang menuju lapisan keluaran didasarkan
atas δk yang ada di unit keluaran.
Ketiga fase tersebut diulang-ulang terus hingga kondisi penghentian dipenuhi.
Umumnya kondisi penghentian yang sering dipakai adalah jumlah iterasi atau
kesalahan. Iterasi dihentikan jika jumlah iterasi yang dilakukan sudah melebihi
jumlah maksimum iterasi yang ditetapkan atau jika kesalahan yang terjadi sudah
lebih kecil dari batas toleransi yang diijinkan. Setelah pelatihan selesai dilakukan,
jaringan dapat dipakai untuk pengenalan pola. Dalam hal ini hanya propagasi
maju saja yang digunakan untuk menentukan keluaran jaringan. Algoritma
selengkapnya disajikan pada Lampiran 1.
Berikut fungsi kinerja yang digunakan oleh backpropagation, yaitu Mean
Square Error (MSE) yang didapatkan dari nilai rata-rata kuadrat error yang
terjadi antara output jaringan (yk) dan target (tk).
𝑀𝑀𝑆𝑆𝐸𝐸 = 1𝑚𝑚� (tk − yk)2𝑚𝑚
𝑗𝑗=1 .................................................... (31)
24
2.9 Logika Fuzzy
Teori himpunan fuzzy merupakan perluasan dari himpunan klasik (crisp).
Pada teori himpunan crisp keberadaan suatu elemen pada suatu himpunan A
hanya akan mempunyai dua kemungkinan nilai keanggotaan atau derajat
keanggotaan, yaitu menjadi anggota A (𝜇𝜇𝐴𝐴(𝑥𝑥) = 1) atau tidak menjadi anggota
A (𝜇𝜇𝐴𝐴(𝑥𝑥) = 0) (Chak et al. 1998), Sehingga akan mengakibatkan perbedaan
kategori yang cukup bermakna dengan himpunan klasik. Himpunan crisp
diilustrasikan menggunakan Gambar 11. Pada teori himpunan fuzzy yang
diperkenalkan oleh Lotfi A. Zadeh keberadaan suatu elemen pada suatu himpunan
A akan mempunyai derajat keanggotaan antara 0 dan 1. Hal ini banyak digunakan
untuk membuat suatu klasifikasi sebagai solusi terhadap suatu pola yang berada
diantara dua kelas yang tidak dapat diselesaikan oleh klasifikasi klasik.
Gambar 11 Himpunan klasik.
Pada himpunan fuzzy seseorang akan dapat masuk dalam 2 himpunan yang
berbeda. Seseorang dengan umur 40 tahun masuk dalam himpunan usia muda
dengan derajat keanggotaan 0.25 dan sekaligus masuk dalam himpunan usia
parobaya dengan derajat keanggotaan 0.5, hal ini diilustrasikan pada Gambar 12.
Gambar 12 Fungsi keanggotaan umur dengan representasi segitiga.
25
Beberapa hal yang berhubungan dengan sistem fuzzy adalah variabel fuzzy,
himpunan fuzzy, semesta pembicaraan dan domain. Variabel fuzzy merupakan
variabel yang akan dibahas di dalam fuzzy, misalnya umur, permintaan,
temperatur dan sebagainya. Himpunan fuzzy merupakan suatu grup yang mewakili
kondisi tertentu dalam variabel fuzzy, misalnya variabel umur dibagi menjadi
muda, parobaya dan tua. Semesta pembicaraan adalah seluruh nilai yang
diperbolehkan untuk dioperasikan dalam suatu variabel fuzzy, misalnya semesta
pembicaraan variabel umur adalah 0 sampai 100. Domain adalah keseluruhan nilai
yang diijinkan dalam semesta pembicaraan dan boleh dioperasikan dalam
himpunan fuzzy, misalnya domain umur muda 20-45, domain umur parobaya 25-
65 dan domain umur tua 45-70.
2.9.1 Fungsi Keanggotaan (membership function)
Fungsi keanggotaan (membership function) adalah suatu kurva yang
menunjukkan pemetaan titik-titik input data ke dalam nilai keanggotaan yang
memiliki interval antara 0 - 1. Ada beberapa fungsi keanggotaan yang digunakan
untuk mendapatkan fungsi keanggotaan antara lain representasi kurva sigmoid,
triangular dan trapezoid.
Metode popular untuk menentukan fuzzy set adalah menggunakan fungsi
keanggotaan bell (lonceng), karena kehalusan dan keringkasannya (mathwork
2011).
Fungsi keanggotaan : 𝑠𝑠(𝑥𝑥; 𝛾𝛾,𝛽𝛽) = 1
1+�𝑥𝑥−𝛾𝛾𝛽𝛽 �2 ......................................... (32)
Terdapat tiga kurva berbentuk bell (lonceng) yaitu PI, beta dan Gauss,
dengan perbedaan terletak pada gradien-nya. Kurva beta sama halnya dengan PI
hanya saja kurva beta lebih rapat. Kurva beta didefinisikan dengan dua parameter,
yaitu nilai pada domain yang menunjukkan pusat kurva (γ) dan setengah lebar
kurva (β), seperti terlihat pada Gambar 13.
Fungsi keanggotaan akan mendekati 0 (nol) jika nilai β sangat besar.
26
Gambar 13 Karakteristik fungsional kurva beta (Cox, 1994).
2.10 Fuzzy Neural Network (FNN)
Fuzzy neural network (FNN) merupakan suatu model yang dilatih
menggunakan jaringan syaraf, namun struktur jaringannya diinterpretasikan
dengan sekelompok aturan fuzzy (Kasabow 2002). Pada FNN parameter-
parameter yang dimiliki oleh neuron dan bobot-bobot penghubung yang biasanya
disajikan secara numeris, dapat diganti menggunakan parameter fuzzy.
Adakalanya input dan bobot bernilai crisp, sedangkan output-nya bernilai fuzzy.
Terdapat tujuh tipe FNN dengan variasi jenis nilai bobot, input dan output-nya
(Mashinchi & Shamsuddin, 2009), seperti dalam Tabel 2.
Tabel 2 Tipe-tipe Fuzzy Neural Network (FNN)
Type weights inputs outputs Case 0 of ANNs : crisp value crisp value crisp value Case 1 of FNNs : crisp value fuzzy crisp value Case 2 of FNNs : crisp value fuzzy fuzzy Case 3 of FNNs : fuzzy crisp value fuzzy Case 4 of FNNs : fuzzy fuzzy fuzzy Case 5 of FNNs : crisp value crisp value fuzzy Case 6 of FNNs : fuzzy crisp value crisp value Case 7 of FNNs : fuzzy fuzzy crisp value
Pada klasifikasi klasik menggunakan jaringan backpropagation, jumlah
neuron pada lapisan output sama dengan jumlah kelas. Output neuron akan
bernilai 1 jika output sesuai dengan target dan bernilai 0 jika tidak sesuai, dengan
27
konsep winner take all. Namun adakalanya, suatu pola berada pada batas kelas
yang tumpang tindih, sehingga berada diantara 2 kelas. Apabila hal ini terjadi,
maka tidak akan bisa diselesaikan menggunakan klasifikasi klasik (Pal & Mitra,
1992).
Pal dan Mitra (1992) memperkenalkan klasifikasi pola secara fuzzy
menggunakan algoritma pembelajaran backpropagation. Konsep data dari model
ini adalah menggunakan derajat keanggotaan pada neuron output sebagai target
pembelajaran. Penghitungan derajat keanggotaan diawali dengan penghitungan
jarak terbobot pola terhadap target output. Berdasar jarak terbobot tersebut
selanjutnya dihitung derajat keanggotaan.
Penghitungan jarak terbobot terhadap sekelompok pola xk = {x1, x2, …,
xn} yang terdiri dari p kelas akan menghasilkan sejumlah p neuron pada lapisan
output. Jarak terbobot dengan nilai terkecil pada tiap pola menunjukkan kelas
target. Jarak terbobot pola pelatihan ke-k dari xk terhadap kelas target ke-k,
dihitung sebagai berikut (Sarkar et al. 1998) :
𝑧𝑧𝑗𝑗𝑗𝑗 = �∑ �𝑥𝑥𝑗𝑗𝑗𝑗 −𝑚𝑚𝑗𝑗𝑗𝑗
𝑣𝑣𝑗𝑗𝑗𝑗�
2𝑛𝑛𝑗𝑗=1 ;𝑗𝑗 = 1, … , 𝑝𝑝 ..... ........................... (33)
Dengan mk dan vk adalah mean dan deviasi standar dari kelas ke-k, xij
adalah nilai komponen ke-j dari pola ke-i.
Derajat keanggotaan pola ke-i pada kelas ck dapat dihitung sebagai
(Sarkar, 1998) :
𝜇𝜇𝑗𝑗(𝑥𝑥𝑗𝑗) = 1
1+�𝑧𝑧𝑗𝑗𝑗𝑗𝑓𝑓𝑑𝑑�𝑓𝑓𝐸𝐸 ;𝑗𝑗 = 1, … , 𝑝𝑝 .................................... (34)
Dengan fd dan fe adalah konstanta yang akan mengendalikan tingkat
kekaburan pada himpunan keanggotaan kelas tersebut. Dari sini didapatkan p
vector derajat keanggotaan �𝜇𝜇1(𝑥𝑥1),𝜇𝜇2(𝑥𝑥2), … , 𝜇𝜇𝑝𝑝�𝑥𝑥𝑝𝑝��. Pada kasus paling fuzzy,
akan digunakan operator INT (intensified) (Sarkar et al. 1998) :
𝜇𝜇𝜂𝜂𝐼𝐼𝑇𝑇𝑥𝑥𝑗𝑗 = �2[𝜇𝜇𝑗𝑗𝑥𝑥𝑗𝑗]2; 0 ≤ 𝜇𝜇𝑙𝑙(𝑥𝑥𝑗𝑗) ≤ 0,5
1 − 2[1 − 𝜇𝜇𝑗𝑗(𝑥𝑥𝑗𝑗)]2; 0,5 ≤ 𝜇𝜇𝑗𝑗(𝑥𝑥𝑗𝑗) ≤ 1�
28
sehingga pola input ke-i, xi akan memiliki target output ke-k (Sarkar et al. 1998) :
𝑑𝑑𝑗𝑗 = �𝜇𝜇𝜂𝜂𝐼𝐼𝑇𝑇(𝑗𝑗)(𝑥𝑥𝑗𝑗); 𝑢𝑢𝑛𝑛𝐾𝐾𝑢𝑢𝑗𝑗 𝑗𝑗𝑗𝑗𝑠𝑠𝑢𝑢𝑠𝑠 𝑝𝑝𝑗𝑗𝑙𝑙𝑗𝑗𝑛𝑛𝑔𝑔 𝑓𝑓𝑢𝑢𝑧𝑧𝑧𝑧𝑦𝑦𝜇𝜇𝑗𝑗𝑥𝑥𝑗𝑗 ; 𝑦𝑦𝑗𝑗𝑛𝑛𝑔𝑔 𝑙𝑙𝑗𝑗𝑗𝑗𝑛𝑛𝑛𝑛𝑦𝑦𝑗𝑗
�
dengan 0 ≤ 𝑑𝑑𝑗𝑗 ≤ 1 untuk setiap k. Dalam tahap ini dihasilkan derajat
keanggotaan dari tiap pola yang ada terhadap kelas target, dimana nilai yang
paling tinggi di setiap pola menunjukkan kelas target. Selanjutnya pola input dan
output yang terbentuk akan digunakan sebagai data training menggunakan
algoritma backpropagation.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Tahapan Penelitian
Tahapan yang dilakukan dalam penelitian ini disajikan pada Gambar 14,
terdiri dari tahap identifikasi masalah, pengumpulan dan praproses data,
pemodelan FNN, pembandingan akurasi terhadap NN dan desain model aplikasi
FNN.
Gambar 14 Tahapan penelitian.
30
3.1.1 Identifikasi Masalah
Identifikasi masalah merupakan tahap awal dari rangkaian penelitian yang
dilakukan. Dalam tahap ini dilakukan beberapa kegiatan, yaitu identifikasi
masalah, menetapkan tujuan penelitian, studi literatur dan menentukan ruang
lingkup penelitian.
3.1.2 Pengumpulan dan Praproses Data
Pada tahap ini dilakukan pengumpulan data sekunder berupa citra buah
manggis. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah citra buah manggis
Padang berukuran 640x480 piksel, hasil dari pengambilan didalam kotak
instrument tertutup yang diberi pelapis kain warna hitam, menggunakan kamera
Change Couple Device (CCD) Telview tipe ST205 color, dua buah lampu PL
Philips warna putih 11 watt dan bidang dasar pemotretan berwarna putih, dengan
jarak rekam 30 cm dan posisi sudut pencahayaan 45. Data sekunder tersebut
penulis dapatkan dari laboratorium sistem dan manajeman keteknikan pertanian
Universitas Padjajaran Bandung.
Populasi manggis bersifat homogen, yaitu mempunyai karakteristik yang
sama, sehingga dianggap cukup menggunakan citra sampel buah manggis
sebanyak 125 buah, yaitu citra buah manggis yang berada pada tahap kematangan
2 sampai 6, dengan 25 citra manggis di setiap tahap kematangan.
Data citra buah manggis yang digunakan tidak mempunyai ukuran yang
seragam dan tidak memperhitungkan diameter buah manggis dalam pengolahan
menjadi nilai-nilai fitur yang digunakan sebagai penentu tahap kematangan buah
manggis.
Citra buah manggis diolah menggunakan matlab R2009b untuk
mendapatkan nilai RGB. Selanjutnya nilai RGB dinormalisasi menjadi rgb dengan
cara membagi masing-masing nilai dengan bilangan 255. Nilai rgb kemudian
dikonversi ke dalam HSV, L*u*v*, L*a*b* menggunakan persamaan 1-19.
Dilakukan juga ekstraksi ciri pada citra buah manggis tersebut menggunakan
metode gray-level co-occurrence matrix (GLCM) untuk mendapatkan ciri tekstur
berdasarkan persamaan 20-23 yang meliputi entropi, kontras, energi dan
31
homogenitas. Langkah terakhir dalam pengolahan data ini adalah mentransformasi
nilai-nilai fitur tersebut ke dalam rentang 0 sampai 1 menggunakan persamaan 24.
Selanjutnya data tersebut dibagi menjadi dua kelompok data yang saling
asing, yaitu data yang digunakan untuk training atau pelatihan pembentukan
model dan data yang digunakan untuk testing atau pengujian. Data pelatihan
diambil kurang lebih 85% disetiap tahap kematangan, yaitu berjumlah 21 data dan
data yang digunakan untuk pengujian kurang lebih15% di setiap tahap
kematangan, yaitu berjumlah 4. Total jumlah data pelatihan adalah 21 x 5 = 105
dan total jumlah data pengujian adalah 4 x 5 = 20. Hal ini dianggap cukup
mengingat populasi bersifat homogen dengan mengambil tingkat presisi 20%.
3.1.3 Desain Model FNN
1) Penentuan Variabel Input atau masukan
Variabel input ditentukan berdasarkan fitur penduga yang paling layak
digunakan sebagai penduga kematangan buah manggis, yaitu hasil analisis dari
fitur rgb, hsv, l*u*v*, l*a*b*, entropi, kontras energi dan homogenitas. Analisa
dilakukan berdasarkan sebaran data tiap kelasnya dan nilai koefisien determinasi
yang dicari menggunakan persamaan 25 dan 26.
2) Penentuan Pola Output Fuzzy
Variasi FNN yang dipakai dalam penelitina ini adalah input bernilai crisp,
sedangkan output bernilai fuzzy sesuai dengan model FNN tipe 5 (Mashinchi &
Shamsuddin 2009). Pola pelatihan awal klasifikasi fuzzy ini berupa matriks, berisi
pasangan nilai fitur-fitur penentu kematangan manggis yang merupakan nilai
input dan target yang semuanya bernilai crisp. Sehingga pola pelatihan yang
dibaca berupa matriks seperti pada Gambar 15.
Sebelum proses pelatihan dimulai terlebih dahulu dilakukan pengubahan
nilai target atau output menjadi pola output fuzzy. Penentuan pola output fuzzy
dilakukan dengan dua tahap, tahap pertama adalah mencari jarak terbobot pola
pelatihan terhadap kelas target yang didefinisikan, selanjutnya tahap kedua adalah
menghitung derajat keanggotaan pola pelatihan berdasarkan hasil perhitungan
jarak terbobot. Kedua tahap penentuan pola output fuzzy ini dilakukan
menggunakan persamaan 29 dan 30, sehingga didapatkan nilai target bernilai
32
fuzzy dari data target yang awalnya bernilai crisp. Pola pelatihan ini yang
kemudian di training oleh jaringan, pola pelatihan seperti disajikan di Gambar 16.
x1 x2 …. xn T
0.7822 0.7822 …. 0.1525 1
0.7287 0.7453 …. 0.4760 1
…. …. …. …. ….
0.771 0.7773 …. 0.303711 2
0.7635 0.7749 …. 0.414242 2
.... …. …. …. ….
0.7342 0.7502 …. 0.4693 3
0.7749 0.7823 …. 0.3162 3
Gambar 15 Pola pelatihan awal
x1 x2 …. xn T1 T2 T3
0.7822 0.7822 …. 0.1525 0.9734 0.9457 0.8849
0.7287 0.7453 …. 0.4760 0.9852 0.9542 0.8756
…. …. …. …. …. …. ….
0.771 0.7773 …. 0.303711 0.9722 0.9958 0.9871
0.7635 0.7749 …. 0.414242 0.9665 0.9928 0.9834
.... …. …. …. …. …. ….
0.7342 0.7502 …. 0.4693 0.9403 0.9661 0.9825
0.7749 0.7823 …. 0.3162 0.9183 0.9594 0.9952
Gambar 16 Pola pelatihan yang di training oleh jaringan
Nilai pola output fuzzy T1, T2 dan T3 yang merupakan target pelatihan
menunjukkan derajat keanggotaan dari pola input. Nilai derajat keanggotaan
sangat dekat satu sama lain. Hal tersebut menunjukkan nilai ambiguitas yang
tinggi jika dilakukan menggunakan klasifikasi klasik.
3) Arsitektur FNN
Arsitektur yang akan dibangun adalah multilayer neural network yang
terdiri dari tiga layer (lapisan), yaitu input layer (lapisan masukan), hidden layer
(lapisan tersembunyi) dan output layer (lapisan keluaran). Jumlah neuron input
ditentukan berdasarkan parameter penduga tahap kematangan manggis yang
paling bagus. Tidak ada kepastian tentang berapa banyak jumlah neuron pada
lapisan tersembunyi agar jaringan dapat dilatih dengan sempurna (Siang 2009),
dan sampai saat ini belum ada formula khusus yang bisa menemukan jumlah
33
neuron pada layar tersembunyi yang optimal. Suatu formula yang bisa digunakan
untuk memperkirakan jumlah neuron pada layar tersembunyi adalah akar dari
jumlah variabel pola masukan dikali jumlah neuron pada layar keluaran (Suyanto
2007). Dalam penelitian ini dicoba variasi neuron di lapisan tersembunyi
sejumlah 2, 5, 10, 15, 20 dan 25 untuk mendapatkan model yang optimum.
Jumlah neuron pada lapisan keluaran adalah 3, sesuai dengan jumlah klasifikasi
yang dilakukan.
Sebagai kondisi berhenti adalah nilai ambang Mean Square Error (MSE)
atau nilai toleransi minimum sebesar 10-6 atau maksimum iterasi sebesar 5000
epoch dengan learning rate (laju pembelajaran) 1.
4) Metode Pelatihan dan Pengujian
Proses pelatihan dan pengujian dilakukan dalam upaya untuk mendapatkan
model FNN yang optimum. Prosedur pelatihan dilakukan dengan melakukan
variasi jumlah neuron pada lapisan tersembunyi dan variasi kombinasi parameter
input. Kinerja dari FNN diukur dengan melihat error hasil pelatihan, validasi dan
testing terhadap sekumpulan data.
Pelatihan FNN dilakukan menggunakan algoritma supervised
backpropagation. Algoritma ini telah digunakan oleh Pal & Mitra (1992), Sarkar
et. a.l. (1997) dan Kusumadewi (2006), dalam mengatasi pola yang berada
diantara dua kelas. Pada proses pelatihan atau training program akan memanggil
data masukan dan data target yang berupa nilai-nilai penduga kematangan
manggis dan pola output fuzzy yang telah terbentuk. Kemudian pola tersebut
dilatih oleh FNN dengan tujuan agar FNN memiliki pengetahuan yang cukup
dalam mengenali pola-pola kematangan manggis. Pada proses pelatihan ini
diperoleh matrik bobot yang digunakan untuk menyimpan pengetahuan.
Proses validasi akan dilakukan untuk menguji kinerja jaringan terhadap
data yang telah diberikan selama proses pelatihan, dengan menggunakan 100%
data input yang diberikan selama proses pelatihan. Kinerja jaringan dapat dinilai
berdasarkan nilai MSE.
Jika FNN telah berhasil selama proses pelatihan dan validasi maka model
pendugaan kematangan manggis tersebut sudah dapat digunakan untuk proses
34
selanjutnya. Tahap selanjutnya adalah pengujian, proses ini dilakukan dengan
memasukkan nilai data input untuk mendapatkan nilai output, yaitu pendugaan
tahap kematangan. Pada proses pengujian FNN dilakukan proses pengambilan
matriks bobot yang tersimpan sebelumnya, kemudian setelah dihitung dengan
matrik input pola dapat diketahui apakah pola tersebut dapat dikenali atau tidak,
yaitu berdasarkan nilai terbesar dari setiap baris matriks yang didapatkan. Struktur
FNN disajikan dalam Tabel 3.
Tabel 3 Struktur FNN
Karakteristik Spesifikasi Arsitektur Multilayer Perceptron Hidden Neuron 2, 5, 10, 15, 20, 25 Output Neuron 3 Fungsi aktivasi Sigmoid biner Training Function Trainlm (default Matlab) Maksimum Epoch 3000
Learning rate 1
5) Pengambilan Keputusan
Pengambilan keputusan dilakukan dengan mengambil nilai yang terbesar
dari vektor baris yang didapatkan. Jika nilai terbesar dari keluaran berada di
kolom pertama maka berarti pola tersebut merupakan anggota dari kelas target 1.
Jika nilai terbesar dari keluaran berada di kolom kedua maka berarti pola tersebut
merupakan anggota dari kelas target 2. Jika nilai terbesar dari keluaran berada di
kolom ketiga maka berarti pola tersebut merupakan anggota dari kelas target 3.
3.1.4 Pembandingan Akurasi Terhadap NN
Pada tahap ini dilakukan pembandingan akurasi FNN hasil pelatihan
terbaik terhadap akurasi NN yang dilatih dengan struktur yang sama, sehingga
dapat dilihat tingkat kelayakan dari model FNN yang terbentuk.
3.1.5 Desain Aplikasi FNN
Tahap terakhir adalah membuat aplikasi FNN untuk klasifikasi
kematangan buah manggis. Aplikasi ini dibuat menggunakan bobot jaringan dari
model FNN terbaik yang dihasilkan dari percobaan-percobaan yang dilakukan.
35
Bobot-bobot jaringan digunakan untuk menyimpan pengetahuan hasil dari proses
belajar.
3.2 Kebutuhan Alat Penelitian
Perangkat lunak dan Perangkat keras yang dibutuhkan dalam penelitian ini
adalah MS Window XP Proffesional Version 2008 SP3, Matlab R2010a versi
7.10, Ms Excel 2007, Processor intel(R) core ™ 2 duo CPU T6600, @ 2.20 Ghz,
2.19 GHz, RAM 2,99 GB.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Pengumpulan dan Praproses Data
Kegiatan pertama dalam penelitian tahap ini adalah melakukan
pengumpulan data untuk bahan penelitian. Penelitian ini menggunakan data
sekunder berupa citra buah manggis Padang dengan tingkat ketuaan atau
kematangan tahap 2, 3, 4, 5 dan 6. Jumlah dari masing-masing tahap kematangan
sejumlah 25 citra, sehingga jumlah data citra keseluruhan adalah 125 citra buah
manggis. Citra buah manggis ini merupakan hasil capture buah manggis pada tiap
tahap kematangan, yang diambil dengan perlakuan yang sama, dari buah manggis
kematangan tahap 2 yang dikembangkan sampai tahap 5. Citra yang digunakan
pada penelitian ini disajikan pada Lampiran 2.
Penentuan tahap kematangan atau tingkat ketuaan yang dimaksud pada
penelitian ini adalah tingkat ketuaan berdasarkan Ditjen tanaman buah dalam
Standar Prosedur Operasional (SPO) manggis deptan 2004. Tahap kematangan
pada SPO manggis tersebut dimulai dari kematangan tahap 0 sampai kematangan
tahap 6. Ciri perubahan pada tiap tahap kematangannya adalah perubahan warna
kulit manggis, yaitu perubahan dari warna kuning kehijauan yang merupakan
warna kulit buah manggis pada tahap kematangan 0, berangsur-angsur berubah
warna pada tiap tahap kematangannya ke warna ungu kehitaman yang merupakan
warna kulit buah manggis pada tahap kematangan 6. Hal ini disajikan pada Tabel
1.
Penentuan tahap kematangan yang dilakukan pada penelitian ini adalah
penentuan tahap kematangan menjadi tiga kelompok/kelas, yaitu membagi buah
manggis kedalam kelompok buah mentah untuk buah manggis yang berada pada
kematangan tahap 2, buah ekspor untuk buah manggis yang berada pada
kematangan tahap 3 dan 4, dan buah lokal/domestik untuk buah manggis yang
berada pada kematangan tahap 5 dan 6.
38
Data citra buah manggis yang digunakan tidak mempunyai ukuran yang
seragam dan tidak memperhitungkan diameter buah manggis dalam pengolahan
menjadi nilai-nilai fitur yang digunakan sebagai penentu tahap kematangan buah
manggis.
Citra buah manggis yang berjumlah 125 diolah menggunakan Matlab R2009a
sehingga didapatkan nilai-nilai RGB dari rata-rata semua piksel, yang disajikan
pada
Lampiran 3. Nilai-nilai RGB tersebut diolah kembali untuk mendapatkan
parameter-parameter yang digunakan sebagai variabel penentu tahap kematangan
buah manggis, yaitu HSV, L*u*v* dan L*a*b*. Dilakukan juga ekstraksi ciri
pada citra buah manggis tersebut menggunakan metode gray-level co-occurrence
matrix (GLCM) untuk mendapatkan ciri tekstur yang meliputi entropi, kontras,
energi dan homogenitas. Ekstraksi ciri dilakukan menggunakan orientasi sudut 0o
dan level keabuan 8. Selanjutnya data ini dibagi menjadi dua kelompok data yang
saling asing, yaitu data pelatihan/training sebanyak 105 data atau 85% dan data
uji/testing sebanyak 20 data atau 15%, setelah sebelumnya dilakukan transformasi
nilai-nilai tersebut kedalam selang 0 sampai 1.
4.2 Hubungan Indek RGB dengan Tahap Kematangan Buah
Berdasarkan data penelitian, perkembangan warna R, G dan B pada tiap
tahap kematangan tidak mempunyai pola yang teratur. Tidak ada pola yang jelas
untuk naik atau turunnya nilai RGB pada tiap perkembangan tahap kematangan.
Pada tahap perkembangan yang sama suatu data ada yang nilai RGB naik,
sebagian data yang lain nilainya turun, demikian juga terjadi pada tahap-tahap
perkembangan yang lain. Hal ini diperlihatkan pada Gambar 17.
Nilai rata-rata sebaran indek RGB pada penelitian ini menunjukkan derajat
kemerahan, kehijauan dan kebiruan buah yang menurun seiring dengan tingkat
ketuaan atau bertambahnya tahap kematangan. Hal ini ditunjukkan pada Gambar
18 dan Lampiran 4. Perubahan nilai RGB dapat menjelaskan fenomena
bertambahnya tingkat ketuaan buah manggis yang ditandai dengan perubahan dari
warna kuning kehijauan menjadi ungu kehitaman.
39
Gambar 17 Sebaran RGB pada tiap tahap kematangan
Gambar 18 Rata-rata nilai RGB
Indek warna RGB mempunyai nilai yang overlap pada tiap tahap kematangan
dengan tahap kematangan yang berbeda, namun tetap dapat digunakan sebagai
penduga model kematangan buah manggis menggunakan nilai koefisien
determinasi (R2) seperti pada Lampiran 5. Model regresi yang diduga kuat
memiliki keeratan hubungan antara warna dengan tahap kematangan adalah model
regresi menurut warna g (hijau). Nilai R2 warna g sebesar 0.4548
mengindikasikan bahwa sebesar 45% derajat kematangan ditentukan oleh
perubahan warna g.
4.3 Hubungan HSV dengan Tahap Kematangan Buah
Berdasarkan data penelitian yang ditunjukkan pada Gambar 19,
perkembangan nilai H naik turun tidak berpola pada tiap tahap kematangannya
dan nilai S mempunyai nilai yang mirip pada tiap tahap kematanganannya,
sehingga nilai H dan S tidak dapat digunakan sebagai penduga model kematangan
buah manggis.
0.6500
0.7000
0.7500
0.8000
Nila
i
Merah Hijau BiruFitur Penduga Tahap Kematangan
0.7200
0.7400
0.7600
0.7800
1 2 3 4 5 6 7
Nila
i RG
B
Tahap Kematangan
blue
red
green
40
Gambar 19 Sebaran HSV pada tiap tahap kematangan
Nilai rata-rata V menurun seiring dengan tingkat ketuaan buah manggis, hal ini
ditunjukkan oleh Gambar 20 dan Lampiran 6. Sebaran nilai V overlap pada tiap
tahap kematangan dengan tahap kematangan yang berbeda, namun tetap dapat
digunakan sebagai penduga model kematangan buah manggis menggunakan nilai
koefisien determinasi (R2) seperti pada Lampiran 7. Model regresi yang diduga
kuat memiliki keeratan hubungan antara warna dengan kematangan adalah model
regresi menurut nilai value. Nilai R2 sebesar 0.4062 mengindikasikan bahwa
sebesar 40% derajat kematangan ditentukan oleh perubahan nilai value.
Gambar 20 Rata-rata nilai HSV
Menurunnya nilai value menunjukkan menurunnya tingkat kecerahan
manggis, yang mengakibatkan perubahan warna dari merah kearah hitam. Hal ini
menjelaskan perubahan warna dari kuning kemerahan ke warna ungu kehitaman
pada buah manggis.
4.4 Hubungan L*a*b* dengan Tahap Kematangan Buah
Data pada penelitian ini menunjukkan bahwa nilai L*
(luminance/lightness) menurun seiring dengan tingkat ketuaan buah manggis,
-0.1000
0.1000
0.3000
0.5000
0.7000
0.9000
1.1000
Nila
i
H S VFitur Penduga Tahap Kematangan
0.0000
0.5000
1.0000
1 2 3 4 5 6 7
Rat
a-ra
ta
Tahap Kematangan
H
S
V
41
nilai a* meningkat seiring dengan tingkat ketuaan buah manggis, dan nilai b*
tidak mempunyai keteraturan pola pada perkembangan tahap ketuaan buah
manggis, hal ini ditunjukkan oleh Gambar 21, Gambar 22 dan Lampiran 8.
Menurunnya nilai L* menunjukkan perubahan warna dari terang ke warna
gelap, yaitu dari warna kuning kemerahan menjadi warna ungu kehitaman.
Meningkatnya nilai a* menunjukkan terjadi perubahan kadar warna merah yaitu
warna kuning kemerahan menjadi warna ungu kehitaman. Secara umum
perubahan warna L*a*b* seiring dengan tingkat ketuaan buah menunjukkan
perubahan warna dari kuning kemerahan menjadi warna ungu kehitaman.
Gambar 21 Sebaran L*a*b* pada tiap tahap kematangan
Gambar 22 Nilai rata-rata L*a*b*
Nilai L* dan a* mempunyai nilai yang overlap pada tiap tahap
kematangan dengan tahap kematangan yang berbeda, namun tetap dapat
digunakan sebagai penduga model kematangan buah manggis menggunakan nilai
koefisien determinasi (R2) seperti pada Lampiran 9. model regresi yang diduga
kuat memiliki keeratan hubungan antara warna L*a*b* dengan kematangan
0.0000
0.2000
0.4000
0.6000
0.8000
1.0000
Nila
i
L* a* b*Fitur Penduga Tahap Kematangan
0.0000
0.5000
1.0000
1 2 3 4 5 6 7
Rat
a-ra
ta
Tahap Kematangan
L*
a*
b*
42
adalah model regresi menurut nilai a*. Nilai R2 sebesar 0.4808 mengindikasikan
bahwa sebesar 48% derajat kematangan ditentukan oleh perubahan nilai a*.
4.5 Hubungan u*v* dengan Tahap Kematangan Buah
Data pada penelitian ini menunjukkan bahwa nilai u* dan v* meningkat
seiring dengan tingkat ketuaan buah manggis. Hal ini ditunjukkan oleh Gambar
23, Gambar 24 dan Lampiran 10.
Gambar 23 Sebaran u*v* pada tiap tahap kematangan
Gambar 24 Nilai rata-rata u*v*
Meningkatnya nilai u* dan v* menunjukkan bahwa terjadi perubahan kuat
warna merah ke hijau oleh nilai u* dan terjadi perubahan kuat warna kuning ke
biru oleh nilai v*. Hal ini mengakibatkan terjadinya perubahan warna dari kuning
kemerahan menjadi warna ungu kehitaman.
Nilai u* dan v* mempunyai nilai yang overlap pada tiap tahap kematangan
dengan tahap kematangan yang berbeda, namun tetap dapat digunakan sebagai
penduga model kematangan buah manggis menggunakan nilai koefisien
determinasi (R2) seperti pada Lampiran 11. Model regresi yang diduga kuat
memiliki keeratan hubungan antara warna L*u*v* dengan kematangan adalah
0.0000
0.2000
0.4000
0.6000
0.8000
1.0000
Nila
i
u* v*Fitur Penduga Tahap Kematangan
0.2400
0.4400
1 2 3 4 5 6 7Rat
a-ra
ta
Tahap Kematangan
u*
v*
43
model regresi menurut nilai u*v*. Nilai R2 sebesar 0.5856 mengindikasikan
bahwa sebesar 59% derajat kematangan ditentukan oleh perubahan nilai u*v*.
4.6 Hubungan Tekstur dengan Tahap Kematangan Buah
Berdasarkan data penelitian, nilai entropi (keteracakan dari distribusi
perbedaan lokal dari sebuah citra) semakin kecil seiring dengan bertambahnya
tahap kematangan, nilai kontras dan keragamannya meningkat seiring dengan
ketuaan buah manggis, nilai energi dan homogenitas tidak mempunyai keteraturan
pola pada perkembangan tiap tahap kematangan, hal ini ditunjukkan oleh Gambar
25, Gambar 26 dan Lampiran 12.
Gambar 25 Sebaran entropi, kontras, energi dan homogenitas pada tiap tahap kematangan
Gambar 26 Nilai rata-rata entropi, kontras, energi dan homogenitas
Hal ini menunjukkan manggis yang lebih muda permukaan kulitnya
mempunyai warna yang hampir seragam (homogen) sehingga intensitas warna
yang diterima kamera lebih tinggi. Menurut Ahmad (2005) dan Harlick et al.
0.0500
0.2500
0.4500
0.6500
0.8500
Nila
i
entropi kontras energi homogenitasFitur Penduga Tahap Kematangan
0.00000.20000.40000.60000.80001.0000
1 2 3 4 5 6 7
Nila
i Rat
a-ra
ta
Tahap Kematangan
entropi
kontras
energi
homogenitas
44
(1973) kontras merupakan fitur tekstur yang digunakan untuk mengukur kekuatan
perbedaan intensitas dalam citra.
Nilai entropi dan kontras mempunyai nilai yang overlap pada tiap tahap
kematangan dengan tahap kematangan yang berbeda, namun tetap dapat
digunakan sebagai penduga model kematangan buah manggis menggunakan nilai
koefisien determinasi (R2) seperti pada Lampiran 13. Model regresi yang diduga
kuat memiliki keeratan hubungan antara warna dengan kematangan adalah model
regresi menurut fitur entropi. Nilai R2 sebesar 0.3189 mengindikasikan bahwa
sebesar 32% derajat kematangan ditentukan oleh perubahan nilai entropi.
4.7 Parameter Penentu Tahap Kematangan Manggis
Parameter yang digunakan untuk menentukan tahap kematangan manggis
dalam penelitian ini adalah warna kulit manggis. Sebelum membangun sistem
untuk menentukan tahap kematangan buah manggis, terlebih dahulu dicari
variabel yang mempunyai korelasi dengan tingkat ketuaan atau tahap kematangan
buah manggis. Variabel ini selanjutnya digunakan sebagai variabel penduga
dalam penentuan tahap kematangan. Variabel-variabel yang diuji adalah RGB,
HSV, l*a*b*, l*u*v* dan entropi, energi, kontras serta homogenitas. Berdasar
hasil analisis, variabel penduga yang digunakan dalam penentuan tahap
kematangan buah manggis adalah nilai RGB, V, a*, u*, v*, entropi, energi,
kontras dan homogenitas.
Dalam penelitian ini digunakan 4 model kombinasi variabel dari variabel-
variabel penduga, disajikan pada Tabel 4. Empat model tersebut digunakan
sebagai input/masukan pada FNN yang akan digunakan sebagai model untuk
menentukan tahap kematangan buah manggis. Selanjutnya diambil hasil FNN
yang terbaik dari keempat model masukan tersebut sebagai model klasifikasi
kematangan buah manggis.
45
Tabel 4 Model variabel input/masukan penentuan tahap kematangan manggis
Model R G B V a* u* v* entropi energi kontras homogenitas FNN1
√
√ √ √ √ √
FNN2 √ √ √ √ √ √ √ √ FNN3 √ √ √ √ √ √ √ √ √
FNN4 √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
4.8 Paramater Output Tahap Kematangan Manggis
Parameter output yang digunakan sebagai target pembelajaran dalam
penelitian ini adalah tahap kematangan manggis. Telah dijelaskan sebelumnya
bahwa penentuan tahap kematangan yang dilakukan pada penelitian ini adalah
penentuan tahap kematangan menjadi tiga kelompok/kelas, yaitu membagi buah
manggis kedalam kelas buah mentah atau belum matang untuk buah manggis
yang berada pada kematangan tahap 2, kelas buah ekspor untuk buah manggis
yang berada pada kematangan tahap 3 dan 4, dan kelas buah lokal/domestik untuk
buah manggis yang berada pada kematangan tahap 5 dan 6.
Nilai output yang digunakan adalah 1 untuk kelas manggis yang belum matang, 2
untuk kelas manggis ekspor dan 3 untuk kelas manggis lokal/domestik, disajikan
pada Tabel 5.
Tabel 5 Nilai output/keluaran tahap kematangan manggis
Output Tahap kematangan Keterangan
1 2 mentah/belum matang
2 3
ekspor
4
3 5 domestik
6
Sebelum proses training, akan dilakukan pengubahan nilai target pelatihan
menjadi target bernilai fuzzy terlebih dahulu, yaitu berupa derajat keanggotaan tiap
pola input terhadap tiap kelas kematangan, yang nilai-nilainya disajikan pada
Lampiran 14 dan grafiknya disajikan pada Gambar 27.
46
Gambar 27 Derajat keanggotaan target pelatihan
Berdasarkan pembahasan sebelumnya disebutkan bahwa semua variabel
yang dapat digunakan sebagai model penduga tahap kematangan buah manggis
tidak dapat ditarik garis pembeda pada tiap tahap kematangannya karena terdapat
nilai-nilai atau pola yang berada diantara dua kelas. Hal ini terlihat pula pada
derajat keanggotaan yang terbentuk, yang mempunyai nilai sangat dekat satu sama
lain. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat ambiguitas yang tinggi dalam
penentuan kelas kematangan buah manggis jika dilakukan menggunakan
klasifikasi klasik.
4.9 Program Model Penentuan Tahap Kematangan Buah Manggis
Program model penentuan tahap kematangan buah manggis dalam
penelitian ini mempunyai beberapa tahapan, yaitu memanggil file citra yang sudah
disimpan, melakukan proses pengolahan citra untuk mendapatkan parameter
penentu tahap kematangan manggis, dan menentukan tahap kematangan buah
manggis dari citra tersebut.
Citra buah manggis yang dipanggil akan menghasilkan nilai RGB yang
merupakan parameter penentu utama, yang diperoleh dari nilai rata-rata
keseluruhan piksel objek. Selanjutnya program tersebut akan menghitung
parameter penduga tahap kematangan buah manggis, yaitu mengkonversi
parameter warna dari model warna RGB ke nilai value, a*, u*, v*, serta
menghitung nilai entropi, kontras, energi dan homogenitas. Kemudian program
akan menampilkan variabel-variabel penduga penentu tahap kematangan buah
47
manggis yang digunakan sebagai input/masukan model FNN, yaitu R, V, a*, u*,
v*, entropi, kontras, energi dan homogenitas. Tahap terakhir adalah menentukan
tahap kematangan dari citra buah manggis tersebut berdasarkan bobot yang telah
didapatkan dari hasil terbaik percobaan pelatihan menggunakan FNN. Bentuk
antar muka program model ditunjukkan pada Gambar 28, sedangkan source code
desain program antar muka disajikan pada Lampiran 15.
Gambar 28 Antar muka model penentuan tahap kematangan manggis
4.10 Analisis Hasil Pemodelan FNN
Percobaan-percobaan dilakukan untuk mendapatkan model jaringan FNN
yang terbaik dalam penentuan tahap kematangan buah manggis. Model FNN yang
terbaik adalah yang memberikan akurasi optimal ketika dilakukan validasi
terhadap data training maupun pengujian pada data testing.
Dari empat model input yang dicobakan pada model output dengan tiga
kelas target didapatkan hasil terbaik pada model FNN3. Model FNN3
menggunakan parameter g, v, a*, u*, v*, entropi, kontras, energi dan
homogenitas. Maksimum epoch yang digunakan adalah 3000 dan learning rate
adalah 1. Berikut adalah hasil percobaan yang dilakukan pada variasi jumlah
neuron pada lapisan tersembunyi dari model FNN3. Hasil percobaan dari tiap
model input lainnya disajikan pada Lampiran 16.
48
a. Lapisan tersembunyi dengan jumlah neuron 2
Validasi terbaik dari proses training didapatkan pada saat mencapai
error (MSE) sebesar 0.000179 yang diperoleh pada epoch 9, yang ditunjukkan
oleh Gambar 29. Proses training selesai dengan durasi kurang dari 1 detik
dengan error (MSE) terkecil sebesar 0.000175 pada epoch 15.
Gambar 29 Pelatihan dengan 2 neuron pada lapisan tersembunyi
Proses validasi dilakukan dengan menguji jaringan yang terbentuk
menggunakan data training. Hasil dari proses validasi mampu mengenali
sebanyak 79 data dari 105 data atau 75%. Pada proses pengujian
menggunakan data testing mampu mengenali sebanyak 14 data dari 20 data
atau 70%.
b. Lapisan tersembunyi dengan jumlah neuron 5
Validasi terbaik dari proses training didapatkan pada saat mencapai
error (MSE) sebesar 0.000210 yang diperoleh pada epoch 5, yang ditunjukkan
oleh Gambar 30. Proses training selesai dengan durasi kurang dari 1 detik
dengan error (MSE) terkecil sebesar 0.000200 pada epoch 11.
Hasil dari proses validasi mampu mengenali sebanyak 75 data dari 105
data atau 71%. Pada proses pengujian menggunakan data testing mampu
mengenali sebanyak 15 data dari 20 data atau 75%.
49
Gambar 30 Pelatihan dengan 5 neuron pada lapisan tersembunyi
c. Lapisan tersembunyi dengan jumlah neuron 10
Validasi terbaik dari proses training didapatkan pada saat mencapai
error (MSE) sebesar 0.000309 yang diperoleh pada epoch 15, yang
ditunjukkan oleh Gambar 31. Proses training selesai dengan durasi 1 detik
dengan error (MSE) terkecil sebesar 0.000129 pada epoch 21.
Gambar 31 Pelatihan dengan 10 neuron pada lapisan tersembunyi
Hasil dari proses validasi mampu mengenali sebanyak 77 data dari 105
data atau 73%. Pada proses pengujian menggunakan data testing mampu
mengenali sebanyak 15 data dari 20 data atau 75%.
d. Lapisan tersembunyi dengan jumlah neuron 15
Validasi terbaik dari proses training didapatkan pada saat mencapai
error (MSE) sebesar 0.0001671 yang diperoleh pada epoch 16, yang
ditunjukkan oleh Gambar 32. Proses training selesai dengan durasi 1 detik
dengan error (MSE) terkecil sebesar 0.000161 pada epoch 22.
50
Gambar 32 Pelatihan dengan 15 neuron pada lapisan tersembunyi
Hasil dari proses validasi mampu mengenali sebanyak 76 data dari 105
data atau 72%. Pada proses pengujian menggunakan data testing mampu
mengenali sebanyak 17 data dari 20 data atau 85%.
e. Lapisan tersembunyi dengan jumlah neuron 20
Validasi terbaik dari proses training didapatkan pada saat mencapai
error (MSE) sebesar 4.389e-005 yang diperoleh pada epoch 14, yang
ditunjukkan oleh Gambar 33. Proses training selesai dengan durasi 1 detik
dengan error (MSE) terkecil sebesar 0.000199 pada epoch 20.
Gambar 33 Pelatihan dengan 20 neuron pada lapisan tersembunyi
Hasil dari proses validasi mampu mengenali sebanyak 78 data dari 105
data atau 74%. Pada proses pengujian menggunakan data testing mampu
mengenali sebanyak 15 data dari 20 data atau 75%.
f. Lapisan tersembunyi dengan jumlah neuron 25
Validasi terbaik dari proses training didapatkan pada saat mencapai
error (MSE) sebesar 0.000429 yang diperoleh pada epoch 5, yang ditunjukkan
51
oleh Gambar 34. Proses training selesai dengan durasi 1 detik dengan error
(MSE) terkecil sebesar 9.42e-05 pada epoch 11.
Gambar 34 Pelatihan dengan 25 neuron pada lapisan tersembunyi
Hasil dari proses validasi mampu mengenali sebanyak 80 data dari 105
data atau 76%. Pada proses pengujian menggunakan data testing mampu
mengenali sebanyak 16 data dari 20 data atau 80%.
Dari gambar proses training pada Gambar 26 sampai dengan Gambar 31
diatas menunjukkan bahwa jumlah epoch yang berbeda tidak menentukan waktu
pelatihan yang berbeda, bahkan justru menunjukkan waktu pelatihan yang rata-
rata hampir sama. Dengan kata lain bahwa secara umum jumlah epoch, waktu
pelatihan dan MSE yang didapatkan secara random tidak mempunyai pengaruh
satu sama lain. Bentuk grafik yang landai menunjukkan lambatnya perubahan
bobot untuk mencapai konvergen, sedangkan bentuk grafik yang menukik tajam
menunjukkan cepatnya perubahan bobot untuk mencapai konvergen.
Dengan memperhitungkan akurasi dan waktu pada saat pengenalan tahap
kematangan buah manggis hasil pelatihan pada Tabel 6, maka model jaringan
yang terbaik untuk penentuan tahap kematangan buah manggis ini adalah model
jaringan yang menggunakan 15 neuron lapisan tersembunyi.
Untuk mendapatkan perbandingan kemampuan pengenalan tahap
kematangan buah manggis antara FNN dan NN pada penelitian ini, maka
variabel-variabel model FNN3 dicobakan ke dalam jaringan NN dengan variasi
jumlah neuron pada layar tersembunyi yang sama. Hasil pelatihan NN
memberikan hasil terbaik menggunakan 20 neuron pada lapisan tersembunyi
dengan akurasi sebesar 65%. Perbandingan hasil percobaan pelatihan dengan 3
52
kelas target menggunakan FNN dan NN yang disajikan pada Lampiran 17, hal
tersebut menunjukkan bahwa FNN mempunyai kemampuan pengenalan yang
lebih baik dibandingkan NN dalam menentukan tahap kematangan buah manggis.
Perbandingan hasil proses validasi dan testing dari FNN dan NN disajikan pada
Gambar 35, dengan akurasi rata-rata FNN sebesar 85% dan NN sebesar 65%.
Tabel 6 Hasil pelatihan pengenalan tahap kematangan
FNN3
Lapisan Durasi MSE Epoch Akurasi Akurasi Tersembunyi Pelatihan Validasi(%) Testing(%) 2 neurons 0 0.000175 15 75 70
5 neurons 0 0.000200 11 71 75
10 neurons 1 0.000129 21 73 75
15 neurons 1 0.000161 22 72 85
20 neurons 1 0.000199 20 74 75
25 neurons 1 9.42e-05 11 76 80
Gambar 35 (a) Perbandingan validasi (b) Perbandingan testing
Berdasarkan matriks confussion pada Gambar 36, akurasi yang dihasilkan
oleh model FNN untuk buah manggis kelas mentah dan kelas ekspor adalah
100%. Hal ini berarti untuk menjaga kualitas buah manggis mentah dan ekspor
teknik ini bisa diandalkan. Untuk kelas manggis lokal teknik ini tidak bisa
dipergunakan. Dengan kata lain bahwa buah manggis dikelompokkan menjadi 3
kelas, yaitu kelas mentah, kelas ekspor, kelas bukan mentah dan bukan ekspor.
Jika hal tersebut yang dilakukan maka teknik mampu melakukan klasifikasi
dengan baik sebesar 100%.
53
Gambar 36 Matriks confussion hasil klasifikasi (a) FNN (b) NN
Kesalahan pendugaan sistem sebesar 15% pada model FNN dapat terjadi
karena ukuran sampel manggis yang digunakan tidak seragam dan dalam
pengambilan nilai-nilai fitur yang digunakan sebagai penentu kematangan
manggis mengabaikan diameter buah manggis. Jika ukuran sampel manggis yang
digunakan seragam dan atau pengambilan nilai-nilai fitur dilakukan hanya pada
area kulit buah manggis yang mengalami perkembangan warna seiring dengan
ketuaan atau tahap kematangan dimungkinkan akan mendapatkan nilai-nilai fitur
yang lebih mencirikan buah manggis tersebut. Atau dengan kata lain, akan
didapatkan nilai-nilai fitur yang mempunyai pengaruh lebih besar terhadap tahap
kematangan buah manggis, sehingga kesalahan pendugaan bisa menjadi lebih
kecil.
Berdasarkan perbandingan pengenalan tersebut diatas, FNN mempunyai
kemampuan yang lebih bagus dalam pengenalan terhadap tahap kematangan buah
manggis, sehingga model FNN layak digunakan sebagai model klasifikasi
kematangan buah manggis. Model FNN yang dikembangkan untuk klasifikasi
kematangan buah manggis menggunakan bobot yang didapatkan dari model
FNN3 dengan 15 neuron pada lapisan tersembunyi.
4.11 Analisis Hasil Pemodelan FNN Pembanding
FNN pembanding yang dimaksud dalam penelitian ini adalah FNN untuk
mengklasifikasi tahap kematangan manggis ke dalam 5 kelas dan 2 kelas target
klasifikasi. Hal ini dimaksudkan untuk mengetahui akurasi model FNN yang
dilatih menggunakan data, variasi input dan variasi jumlah neuron pada lapisan
input yang sama namun menggunakan jumlah target yang berbeda.
Lima kelas target klasifikasi buah manggis menunjukkan lima tahap
kematangan yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu kelas 1 untuk buah yang
berada pada tahap kematangan 2 (mentah), kelas 2 untuk buah yang berada pada
54
tahap kematangan 3 (ekspor1), kelas 3 untuk buah yang berada pada tahap
kematangan 4 (ekspor2), kelas 4 untuk buah yang berada pada tahap kematangan
5 (lokal/domestik1) dan kelas 5 untuk buah yang berada pada tahap kematangan 6
(lokal/domestik2). Dua kelas target klasifikasi buah manggis menunjukkan tahap
kematangan buah untuk kelas ekspor dan lokal/domestik. Kelas 1 (ekspor) untuk
buah yang berada pada tahap kematangan 2, 3 dan 4. Kelas 2 (lokal/domestik)
untuk buah yang berada pada tahap kematangan 5 dan 6. Nilai output untuk
penentuan tahap kematangan buah manggis ke dalam 5 kelas dan 2 kelas target
disajikan dalam Lampiran 18.
Seperti pada percobaan sebelumnya, percobaan-percobaan dilakukan
untuk mendapatkan model jaringan FNN yang terbaik dalam penentuan tahap
kematangan buah manggis. Model FNN yang terbaik adalah yang memberikan
akurasi optimal ketika dilakukan validasi terhadap data training maupun
pengujian pada data testing.
a. Percobaan dengan 5 kelas target output
Dari empat model input yang dicobakan pada 5 kelas target output
didapatkan hasil terbaik pada model FNN3. Model FNN3 menggunakan
parameter g, v, a*, u*, v*, entropi, kontras, energi dan homogenitas. Hasil terbaik
yang didapatkan adalah testing dengan akurasi sebesar 70% dengan 15 neuron
pada lapisan tersembunyi. Hasil percobaan model FNN3 dengan variasi jumlah
neuron pada lapisan tersembunyi disajikan pada Lampiran 19.
Untuk mendapatkan perbandingan kemampuan pengenalan tahap
kematangan buah manggis antara FNN dan NN pada penelitian ini, maka
variabel-variabel model FNN3 dicobakan ke dalam jaringan NN dengan variasi
jumlah neuron pada layar tersembunyi yang sama pula. Hasil pelatihan NN
memberikan hasil terbagus menggunakan 25 neuron pada lapisan tersembunyi
dengan akurasi testing sebesar 40%. Pada perbandingan percobaan pelatihan
dengan 5 kelas target menggunakan FNN dan NN yang disajikan pada Lampiran
20 menunjukkan bahwa FNN mempunyai kemampuan yang lebih baik
dibandingkan NN dalam menentukan tahap kematangan buah manggis, yaitu
55
akurasi testing sebesar 70% untuk FNN dan akurasi testing sebesar 40% untuk
NN.
Perbandingan prosentase hasil proses validasi dan testing pada FNN dan
NN dapat dilihat pada Gambar 37, ketepatan penentuan tahap kematangan buah
manggis berdasarkan warna kulit menggunakan FNN adalah sebesar 70%,
sedangkan menggunakan NN sebesar 40%.
Gambar 37 (a) Perbandingan validasi (b) Perbandingan pengenalan
b. Percobaan dengan 2 target output
Dari empat model input yang dicobakan pada 2 kelas target output
didapatkan hasil terbaik pada model FNN2. Model FNN2 menggunakan
parameter r, g, b, v, a*, u*, v* dan entropi. Hasil terbaik yang didapatkan adalah
testing dengan akurasi sebesar 90% dengan 5 neuron pada lapisan tersembunyi.
Hasil percobaan model input 2 dengan variasi jumlah neuron pada lapisan
tersembunyi disajikan pada Lampiran 21.
Untuk mendapatkan perbandingan kemampuan pengenalan tahap
kematangan buah manggis antara FNN dan NN pada penelitian ini, maka
variabel-variabel model FNN2 dicobakan ke dalam jaringan NN dengan variasi
jumlah neuron pada layar tersembunyi yang sama pula. Hasil pelatihan NN
memberikan hasil terbagus menggunakan 15 neuron pada lapisan tersembunyi
dengan akurasi testing sebesar 90%. Perbandingan percobaan pelatihan dengan 2
kelas target menggunakan FNN dan NN yang disajikan pada Lampiran 22
menunjukkan bahwa FNN dan NN mempunyai kemampuan pengenalan yang
sama dalam penentuan tahap kematangan buah manggis dengan 2 kelas target,
yaitu memberikan akurasi testing sebesar 90%.
56
Perbandingan hasil proses validasi dan testing pada FNN dan NN disajikan
pada Gambar 38, ketepatan penentuan tahap kematangan buah manggis
berdasarkan warna kulit menggunakan FNN dan NN adalah sama yaitu sebesar
90%.
Gambar 38 (a) Perbandingan validasi, (b) Perbandingan testing
4.12 Analisis Hasil FNN Berdasarkan Jumlah Target Kelas Klasifikasi
Berdasarkan hasil percobaan dalam penelitian ini menyatakan bahwa FNN
dalam mengklasifikasi tahap kematangan buah manggis menggunakan data yang
sama namun menggunakan jumlah target kelas yang berbeda memberikan hasil
yang berbeda. Demikian juga halnya klasifikasi menggunakan NN, akan
memberikan hasil yang berbeda jika menggunakan jumlah target kelas yang
berbeda.
Perbandingan rata-rata hasil validasi dan testing pada pelatihan FNN dan
NN dengan jumlah kelas target yang berbeda disajikan pada Gambar 39.
Gambar 39 Perbandingan hasil pelatihan (a) Validasi (b) Akurasi rata-rata
57
Dalam penelitian ini nilai akurasi rata-rata menunjukkan bahwa
penggunaan FNN dalam klasifikasi tahap kematangan buah mangis ini
memberikan hasil yang lebih bagus daripada menggunakan NN. Hal ini
menjelaskan bahwa himpunan fuzzy yang mempunyai derajat keanggotaan antara
0 dan 1 dapat digunakan untuk memisahkan pola yang mempunyai nilai ambigu
atau berada diantara dua kelas menggunakan derajat keanggotaan, yang tidak bisa
dilakukan menggunakan klasifikasi klasik pada NN.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Dari penelitian yang telah dilakukan melalui percobaan-percobaan untuk
mengembangkan model klasifikasi kematangan buah manggis berdasarkan warna
ke dalam kelas manggis mentah, ekspor dan lokal/domestik dan mendapatkan
hasil yang memuaskan dapat ditarik beberapa kesimpulan.
1. Perubahan kombinasi parameter input dan perubahan jumlah neuron lapisan
tersembunyi cukup berpengaruh dalam mendapatkan pola pengenalan.
2. Model FNN terbaik untuk mengklasifikasi kematangan buah manggis ke
dalam kelas mentah, ekspor dan lokal diperoleh dengan 9 neuron pada lapisan
masukan, yaitu indek nilai hijau (green), value, a*, u*, v*, entropi, kontras,
energi dan homogenitas, dan 15 neuron pada lapisan tersembunyi. Model ini
mampu menghasilkan akurasi sebesar 85%.
3. Model FNN yang terbentuk mampu mengenali semua kelas kematangan,
sedangkan NN dengan struktur yang sama tidak mampu mengenali kelas
buah mentah, dengan perbandingan prosentase pengenalan FNN dan NN
kelas buah mentah 100:0, kelas buah ekspor 100:87 dan kelas buah lokal
63:75.
4. Akurasi FNN dengan 3 kelas target lebih bagus dibandingkan akurasi NN
dengan 3 kelas target. Akurasi FNN dengan 5 kelas target lebih bagus
dibandingkan akurasi NN dengan 5 kelas target dan akurasi FNN dengan 2
kelas target mempunyai nilai yang sama dengan akurasi NN dengan 2 kelas
target.
5. Model klasifikasi kematangan buah manggis ke dalam kelas mentah, ekspor
dan lokal menggunakan FNN layak digunakan sebagai model alternatif dalam
klasifikasi tahap kematangan buah manggis berdasarkan warna.
60
5.2 Saran
Agar dapat mengenali pola dengan lebih baik, sehingga diharapkan
mendapatkan akurasi yang lebih tinggi, penelitian selanjutnya disarankan :
1. Menggunakan sampel manggis dengan diameter yang seragam dan
pengambilan nilai-nilai fiturnya memperhatikan diameter buah manggis, hal
ini diharapkan akan mendapatkan nilai-nilai fitur yang lebih mencirikan buah
manggis.
2. Jumlah data yang digunakan diperbanyak dan menggunakan data dari tahap
kematangan 1 sampai tahap kematangan 6, hal ini diharapkan agar dapat
mengenali pola dengan lebih baik.
3. Menggunakan rata-rata dari keempat sudut orientasi matriks co-occurrence
pada ekstraksi ciri dalam mendapatkan nilai setiap ciri tekstur, hal ini
diharapkan akan mendapatkan nilai ciri yang lebih bagus.
4. Menggunakan FNN tipe lainnya, dengan harapan mendapatkan pengenalan
yang lebih bagus.
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, M. Z., Guan, L. C., & Karim, A. A. (2001). The Application of
Computer Vision System and Tomographic Radar Imaging for Asessing
Phisical Properties of Food. Food Engineering 61 , 125-135.
Ahmad, U. (2005). Pengolahan Citra Digital dan Teknik Pemrogramannya.
Yogyakarta: Graha Ilmu.
Backpropagation. (n.d.). Retrieved November 23, 2011, from
http://automatika.etf.bg.ac.rs/files/predmeti/os4nm/Materijali/03_BackPropa
gation/MATLAB_nnet_BackPropagation.pdf
Budi, W., & Sumiyati, S. (2007). Prediksi Curah Hujan Kota Semarang Dengan
Feedforward Neural Network Menggunakan Algoritma Quasi Newton
BFGS Dan Levenberg-Marquardt. Jurnal Presipitasi Vol. 3 No. 2 .
Chak, C.-K., Feng, G., & Palaniswani, M. (1998). Implementation of Fuzzy
Systems. In C. Leondes, Fuzzy Logic and Expert Systems Techniques and
Applications. London: Academic Press.
Departemen Pertanian. (2004). Standar Prosedur Operasi. Jakarta: Direktorat
Tanaman Buah Departemen Pertanian.
Duda, R. O., Hart, P. E., & Stork, D. G. (1997). Pattern Classification. New
Jersey: Pearson Prentice Hall.
EasyRGB. (n.d.). Retrieved June 7, 2011, from EasyRGB:
http://www.easyrgb.com
Fauset, L. (1994). Fundamental of Neural Network. New Jersey: Prentice Hall
Inc.
Gonzales, R. C., & Wood, R. E. (2002). Digital Image Processing. New jersey:
Prentice Hall.
Haralick, R. M., Shanmugam, K., & Dinstein, I. (1973). Textural Features for
Image Classification. IEEE Transaction on Systems, Man adn Cybernetics
Vol. 3 No. 6 , 610-621.
Haykin, & Simon. (1994). Neural Network : A Comprehensive Foundation. New
York: Macmilan Publishing Company.
62
Hermawan, A. (2006). Jaringan Syaraf Tiruan : Teori dan Aplikasinya.
Yogyakarta: Andi.
Irmansyah. (2009). Pemutuan belimbing berdasarkan Warna dan Rasa dengan
Pengolahan Citra dan Logika Fuzzy. Bogor: Desertasi Sekolah Pasca
Sarjana IPB.
Kasabow, N. (2002). Evolving Neuro Fuzzy Inference System. London: Prentice
Hall.
Kastaman, R., Marsetyo, Sunarmani, & Somantri, A. S. (2008). Aplikasi Pengolah
Citra dengan Basis Fitur Warna RGB untuk Klasifikasi Buah Manggis.
Bionatura Vol.10 No. 3 .
Kusumadewi. (2003). Artificial Inteligence : Teknik dan Aplikasinya. Yogyakarta:
Graha Ilmu.
Kusumadewi, S. (2006). Fuzzy Backpropagation untuk Klasifikasi Pola (Studi
kasus : klasifikasi kualitas produk). Seminar Nasional Aplikasi Teknologi
Informasi (SNATI). Yogyakarta.
Kusumadewi, S., & Hartati, S. (2010). Neuro-Fuzzy Integrasi Sistem Fuzzy dan
Jaringan Syaraf. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Lin, C. T., & George, L. (1996). Neural Fuzzy System. London: Prentice Hall.
Lu, G., & Phillip, J. (1998). Using Perceptually Weighted Histograms for Colour-
based Image Retrieval. International Conference on Signal Processing IV.
Beijing.
Martin, W. (1980). Durian and Mangosteen, in Tropical and subtropical fruit :
Composition, properties and uses. Edited by S. Nagi and P.E. Shaw.
Wesport, Connecticut: AVI Publishing Inc.
Masinchi, M. H., & Shamsuddin, S. H. (2009). Three-Term Fuzzy Back-
Propagation. Foundations of Computer Intelligent Vol. 1 No. 201 , 143-158.
Mathworks. (n.d.). MathWorks. Retrieved June 5, 2011, from Create gray-co-
occurence matrix from image - MATLAB:
http://www.mathworks.com/help/toolbox/images/ref/graycomatrix.html;jses
sionid=j1rnPkpL641d2wCKHQhbg9vrXvnYyVHhL8wQGVryn1JZSYT7c
bv3!1501466144
63
Mendoza, F., Dejmek, P., & Aquilera, J. M. (2006). Calibrated Color
Measurement of Agricultural Foods using Image Analysis. Postharvest
Biology and Technology 41 , 285-295.
Morton, J. (1987). Mangosteen. Miami: PL.
Murquia, M. I. (2002). A Fuzzy Neural Network Approach for Document Region
Classification Using Human Visual Perception Features. Computacion y
Sistemas Vol. 6 No. 2 , 083-093.
Pal, S. K., & Mitra, S. (1992). Multilayer Perceptron, Fuzzy Sets and
Classification. IEEE Transactions On Neural Networks Vol. 3 No.5 , 683-
697.
Palapol, Y., Ketsa, S., Stevenson, D., Cooney, J. M., Allan, A. C., & Ferguson, I.
B. (2009). Colour Development and Quality of Mangosteen (Garcinia
Mangostana L.) Fruit during Ripening and After Harvest. Postharvest
Biology and Technology Vol.51 , 349-353.
Putra, D. (2010). Pengolahan Citra Digital. Yogyakarta: Penerbit Andi.
Rios, D. (n.d.). Neural networks: A requirement for intelligent systems. Retrieved
September 5, 2011, from http://www.learnartificialneuralnetworks.com/
Sandra. (2007). Pengembangan Pemutuan Buah Manggis untuk Eksport secara
Non Destruktif dengan Jaringan Syaraf Tiruan. Bogor: Disertasi Sekolah
Pasca Sarjana IPB.
Santosa, B. (2007). Data Mining Terapan Dengan Matlab. Yogyakarta: Graha
Ilmu.
Sarkar, M., Yegnanarayana, B., & Khemani, D. (1998). Backpropagation learning
algorithms for classification with fuzzy mean square error. Pattern
Recognition Letters , 43-51.
Segnini, S., Dejmek, P., & Oste, R. (1999). A Low Cost Video Technique for
Color Measurement of Potato Chips. Lebensm.-Wiss. U.-Technol. 32 , 216-
222.
Siang, J. J. (2009). Jaringan Syaraf Tiruan & Pemrogramannya Menggunakan
Matlab. Yogyakarta: Andi Offset.
64
Sutoyo, Mulyanto, E., Suhartono, Nurhayati, & Wijanarko. (2009). Teori
Pengolahan Citra Digital. Yogyakarta: Penerbit Andi dan Udinus
Semarang.
Suyanti, Roosmani, A. S., & Sjaifullah. (1999). Pengaruh Tingkat Ketuaan
terhadap Mutu Pascapanen Buah Manggis Selama Penyimpanan. Hort. 9 ,
51-58.
Unikom. (n.d.). Analisis Tekstur. Retrieved Desember 14, 2011, from
jbptunikompp-gdl-janautama-18843-3-modul3-r.doc:
http://elib.unikom.ac.id/download.php?id=42796
Walpole, R. E. (1993). Introduction to Statistics 3rd Edition. Alih bahasa oleh
Sumantri, B. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
LAMPIRAN
Lampiran 1 Algoritma NN Propagasi balik
Langkah 0 : inisialisasi semua bobot dengan bilangan acak kecil
Langkah 1 : jika kondisi penghentian belum terpenuhi, lakukan langkah 2-9
Langkah 2 : untuk setiap data pelatihan, lakukan langkah 3-8
Fase I : propagasi maju
Langkah 3 : tiap unit masukan menerima sinyal dan meneruskannya ke unit
tersembunyi diatasnya.
Langkah 4 : hitung semua keluaran ke unit tersembunyi zj (j=1,2,…,p)
𝑧𝑧_𝑛𝑛𝐸𝐸𝐾𝐾𝑗𝑗 = 𝑣𝑣𝑗𝑗0 + ∑ 𝑥𝑥𝑗𝑗𝑣𝑣𝑗𝑗𝑗𝑗𝑛𝑛𝑗𝑗=1
𝑧𝑧𝑗𝑗 = 𝑓𝑓�𝑧𝑧_𝑛𝑛𝐸𝐸𝐾𝐾𝑗𝑗 � = 11+𝐸𝐸−𝑧𝑧_𝑛𝑛𝐸𝐸𝐾𝐾 𝑗𝑗
Langkah 5 : hitung semua keluaran jaringan di unit yk (k=1,2,…,m)
𝑧𝑧_𝑛𝑛𝐸𝐸𝐾𝐾𝑗𝑗 = 𝑤𝑤𝑗𝑗0 + ∑ 𝑧𝑧𝑗𝑗𝑤𝑤𝑗𝑗𝑗𝑗𝑝𝑝𝑗𝑗=1
𝑦𝑦𝑗𝑗 = 𝑓𝑓(𝑧𝑧_𝑛𝑛𝐸𝐸𝐾𝐾𝑗𝑗) = 11+𝐸𝐸−𝑧𝑧_𝑛𝑛𝐸𝐸𝐾𝐾 𝑗𝑗
Fase II : propagasi mundur
Langkah 6 : hitung faktor δ unit keluaran berdasarkan kesalahan di setiap unit
keluaran yk (k=1,2,…,m)
δk = (tk-yk) f’(y_netk) = (tk-yk) yk (1-yk)
δk merupakan unit kesalahan yang akan dipakai dalam perubahan bobot layar
dibawahnya (langkah 7). Hitung suku perubahan bobot wkj (yang akan dipakai
untuk mengubah bobot wkj) dengan laju percepatan α
Δ𝑤𝑤𝑗𝑗𝑗𝑗 = 𝛼𝛼𝛿𝛿𝑗𝑗𝑧𝑧𝑗𝑗 ; 𝑗𝑗 = 1,2, … ,𝑚𝑚 ; 𝑗𝑗 = 0,1, … ,𝑝𝑝
Langkah 7 : hitung faktor δ unit tersembunyi berdasarkan kesalahan di setiap
unit tersembunyi zj (j=1,2,…,p)
𝛿𝛿_𝑛𝑛𝐸𝐸𝐾𝐾𝑗𝑗 = ∑ 𝛿𝛿𝑗𝑗𝑤𝑤𝑗𝑗𝑗𝑗𝑚𝑚𝑗𝑗=1
Faktor δ unit tersembunyi :
𝛿𝛿𝑗𝑗 = 𝛿𝛿_𝑛𝑛𝐸𝐸𝐾𝐾𝑗𝑗 𝑓𝑓′ �𝑧𝑧_𝑛𝑛𝐸𝐸𝐾𝐾𝑗𝑗 � = 𝛿𝛿_𝑛𝑛𝐸𝐸𝐾𝐾𝑗𝑗 𝑧𝑧𝑗𝑗 (1 − 𝑧𝑧𝑗𝑗 )
66
Lanjutan Lampiran 1
Hitung suku perubahan bobot vji (yang akan dipakai untuk mengubah bobot vji)
Δ𝑣𝑣𝑗𝑗𝑗𝑗 = 𝛼𝛼𝛿𝛿𝑥𝑥 ; 𝑗𝑗 = 1,2, . . , 𝑝𝑝 ; 𝑗𝑗 = 0,1, … ,𝑛𝑛
Fase III : perubahan bobot
Langkah 8 : hitung semua perubahan bobot
Perubahan bobot garis yang menuju ke unit keluaran :
𝑤𝑤𝑗𝑗𝑗𝑗 (𝑏𝑏𝑗𝑗𝑟𝑟𝑢𝑢) = 𝑤𝑤𝑗𝑗𝑗𝑗 (𝑙𝑙𝑗𝑗𝑚𝑚𝑗𝑗) + Δ𝑤𝑤𝑗𝑗𝑗𝑗 (𝑗𝑗 = 1,2, … ,𝑚𝑚 ; 𝑗𝑗 = 0,1, … ,𝑝𝑝)
Perubahan bobot garis yang menuju ke unit tersembunyi :
𝑣𝑣𝑗𝑗𝑗𝑗 (𝑏𝑏𝑗𝑗𝑟𝑟𝑢𝑢) = 𝑣𝑣𝑗𝑗𝑗𝑗 (𝑙𝑙𝑗𝑗𝑚𝑚𝑗𝑗) + Δ𝑣𝑣𝑗𝑗𝑗𝑗 (𝑗𝑗 = 1,2, … ,𝑝𝑝 ; 𝑗𝑗 = 0,1, … ,𝑛𝑛)
Lampiran 2 Citra data sampel
67
Lanjutan Lampiran 2
68
Lanjutan Lampiran 2
69
Lampiran 3 Nilai RGB citra buah manggis
No tahap 2 tahap 3 red green blue red green blue
1 0.7830 0.7925 0.7878 0.7757 0.7734 0.7564 2 0.7791 0.7822 0.7661 0.7773 0.7710 0.7595 3 0.7869 0.7876 0.7772 0.7475 0.7352 0.7264 4 0.7772 0.7724 0.7453 0.7886 0.7821 0.7633 5 0.7778 0.7744 0.7599 0.7690 0.7629 0.7529 6 0.7842 0.7844 0.7743 0.7749 0.7695 0.7591 7 0.7814 0.7742 0.7565 0.7558 0.7415 0.7326 8 0.7687 0.7617 0.7507 0.7826 0.7781 0.7785 9 0.7793 0.7774 0.7634 0.7535 0.7435 0.7326 10 0.7723 0.7760 0.7621 0.7671 0.7546 0.7425 11 0.7679 0.7591 0.7435 0.7815 0.7874 0.7746 12 0.7748 0.7730 0.7619 0.7761 0.7668 0.7569 13 0.7812 0.7715 0.7640 0.7733 0.7719 0.7679 14 0.7676 0.7660 0.7569 0.7535 0.7435 0.7326 15 0.7751 0.7716 0.7574 0.7671 0.7546 0.7425 16 0.7758 0.7654 0.7528 0.7722 0.7653 0.7596 17 0.7819 0.7862 0.7775 0.7760 0.7747 0.7691 18 0.7806 0.7863 0.7744 0.7538 0.7337 0.7259 19 0.7958 0.7917 0.7813 0.7580 0.7456 0.7405 20 0.7757 0.7744 0.7709 0.7765 0.7734 0.7733 21 0.7769 0.7794 0.7725 0.7823 0.7839 0.7790 22 0.7661 0.7613 0.7497 0.7701 0.7602 0.7487 23 0.7656 0.7697 0.7604 0.7832 0.7640 0.7495 24 0.7762 0.7810 0.7716 0.7826 0.7858 0.7822 25 0.7679 0.7634 0.7585 0.7531 0.7429 0.7410
No tahap 4 tahap 5 red green blue red green blue
1 0.7833 0.7679 0.7590 0.7562 0.7364 0.7298 2 0.7628 0.7510 0.7369 0.7502 0.7342 0.7238 3 0.7828 0.7775 0.7638 0.7442 0.7223 0.7117 4 0.7686 0.7573 0.7310 0.7324 0.7091 0.6895 5 0.7542 0.7431 0.7378 0.7360 0.7155 0.7156 6 0.7627 0.7421 0.7333 0.7349 0.7085 0.7043 7 0.7497 0.7222 0.7069 0.7278 0.7003 0.6915 8 0.7785 0.7705 0.7619 0.7563 0.7449 0.7418 9 0.7754 0.7647 0.7542 0.7378 0.7139 0.7052 10 0.7644 0.7523 0.7439 0.7603 0.7464 0.7413 11 0.7444 0.7214 0.7095 0.7229 0.6959 0.6918
70
12 0.7622 0.7451 0.7322 0.7409 0.7177 0.7109 13 0.7631 0.7460 0.7431 0.7417 0.7196 0.7229 14 0.7665 0.7633 0.7548 0.7470 0.7312 0.7215 15 0.7553 0.7426 0.7331 0.7385 0.7183 0.7107 16 0.7519 0.7349 0.7272 0.7595 0.7439 0.7406 17 0.7846 0.7802 0.7730 0.7630 0.7490 0.7428 18 0.7522 0.7336 0.7222 0.7472 0.7302 0.7214 19 0.7770 0.7785 0.7753 0.7591 0.7523 0.7517 20 0.7834 0.7699 0.7588 0.7619 0.7601 0.7603 21 0.7745 0.7617 0.7605 0.7390 0.7191 0.7170 22 0.7726 0.7642 0.7517 0.7855 0.7687 0.7580 23 0.7613 0.7556 0.7472 0.7597 0.7502 0.7456 24 0.7651 0.7508 0.7398 0.7765 0.7784 0.7700 25 0.7418 0.7214 0.7157 0.7679 0.7634 0.7585
No tahap 6 red green blue
1 0.7757 0.7612 0.7599 2 0.7360 0.7143 0.7134 3 0.7647 0.7441 0.7380 4 0.7071 0.6666 0.6559 5 0.7321 0.7113 0.7101 6 0.7387 0.7129 0.7158 7 0.7315 0.7093 0.7028 8 0.7436 0.7264 0.7213 9 0.7547 0.7361 0.7369 10 0.7420 0.7215 0.7122 11 0.7075 0.6839 0.6821 12 0.7547 0.7437 0.7431 13 0.7543 0.7313 0.7313 14 0.7688 0.7525 0.7452 15 0.7478 0.7316 0.7226 16 0.7438 0.7241 0.7190 17 0.7347 0.7087 0.7038 18 0.7695 0.7582 0.7499 19 0.7435 0.7262 0.7239 20 0.7689 0.7653 0.7623 21 0.7539 0.7452 0.7440 22 0.7657 0.7433 0.7279 23 0.7614 0.7396 0.7375 24 0.7582 0.7550 0.7571 25 0.7473 0.7321 0.7306
71
Lampiran 4 Nilai statistik RGB
Tahap Kematangan
Red (Merah) Green (Hijau) Rata Min Mak stdv Rata Min Mak stdv
2 0.7768 0.7656 0.7958 0.0071 0.7753 0.7591 0.7925 0.0095 3 0.7701 0.7475 0.7886 0.0118 0.7626 0.7337 0.7874 0.0163 4 0.7655 0.7418 0.7846 0.0125 0.7527 0.7214 0.7802 0.0175 5 0.7499 0.7229 0.7855 0.0153 0.7332 0.6959 0.7784 0.0220 6 0.7483 0.7071 0.7757 0.0176 0.7298 0.6666 0.7653 0.0234
Tahap
Kematangan Blue (Biru)
Rata Min Mak stdv 2 0.7639 0.7435 0.7878 0.0114 3 0.7539 0.7259 0.7822 0.0171 4 0.7429 0.7069 0.7753 0.0186 5 0.7271 0.6895 0.7700 0.0230 6 0.7259 0.6559 0.7623 0.0243
Lampiran 5 Koefisien determinasi indek RGB terhadap tahap kematangan
0.3000
0.4000
0.5000
0.6000
R2
R G B RG RB GB RGBFitur Penduga Tahap Kematangan
72
Lampiran 6 Nilai statistik HSV
Tahap Kematangan
Hue (H) Saturasi (S) Mean Min Max Stdv Mean Min Max Stdv
2 0.1667 0.0727 0.4175 0.0757 0.0188 0.0062 0.0410 0.0083 3 0.1414 0.0052 0.9852 0.1884 0.0216 0.0041 0.0430 0.0109 4 0.0798 0.0143 0.2448 0.0442 0.0297 0.0041 0.0571 0.0117 5 0.1787 0.0135 0.9992 0.3203 0.0305 0.0024 0.0586 0.0140 6 0.1428 0.0000 0.9928 0.3072 0.0304 0.0042 0.0724 0.0136
Tahap
Kematangan Value (V)
Mean Min Max Stdv 2 0.7783 0.7661 0.7958 0.0079 3 0.7705 0.7475 0.7886 0.0123 4 0.7656 0.7418 0.7846 0.0126 5 0.7500 0.7229 0.7855 0.0155 6 0.7482 0.7071 0.7757 0.0177
Lampiran 7 Koefisien determinasi HSV terhadap tahap kematangan
0.0000
0.1000
0.2000
0.3000
0.4000
0.5000
R2
H S V HS HV SV HSVFitur Penduga Tahap Kematangan
73
Lampiran 8 Nilai statistik L*a*b*
Tahap Kematangan
L* a* Rata Min Max Stdv Rata Min Max Stdv
2 0.7853 0.6843 0.9000 0.0600 0.2045 0.1088 0.3375 0.0657 3 0.7093 0.5301 0.8555 0.1034 0.3010 0.1000 0.4740 0.0833 4 0.6494 0.4494 0.8247 0.1112 0.3649 0.2226 0.5253 0.0891 5 0.5239 0.2850 0.8073 0.1402 0.4446 0.2431 0.5953 0.0959 6 0.5042 0.1000 0.7246 0.1510 0.4807 0.2905 0.7373 0.0977
Tahap
Kematangan b*
Rata Min Max Stdv 2 0.4440 0.1960 0.8759 0.1419 3 0.4124 0.1540 0.6684 0.1433 4 0.4759 0.2080 0.9000 0.1446 5 0.3942 0.1031 0.8116 0.1570 6 0.3591 0.1000 0.6964 0.1413
Lampiran 9 Koefisien determinasi L*a*b* terhadap tahap kematangan
0.0000
0.2000
0.4000
0.6000
0.8000
R2
L* a* b* L*a* a*b* L*b* L*a*b*Fitur Penduga Tahap Kematangan
74
Lampiran 10 Nilai statistik u*v*
Tahap Kematangan
u* v* Rata Min Max Stdv Rata Min Max Stdv
2 0.2511 0.1000 0.3691 0.0704 0.4598 0.2300 0.8935 0.1396 3 0.3258 0.1572 0.4916 0.0856 0.4121 0.1529 0.6794 0.1406 4 0.3982 0.2024 0.6026 0.0894 0.4635 0.2232 0.9000 0.1409 5 0.4439 0.1911 0.5927 0.1062 0.3690 0.1152 0.7737 0.1480 6 0.4653 0.2561 0.7739 0.1042 0.3287 0.1000 0.6552 0.1326
Lampiran 11 Koefisien determinasi u*v* terhadap tahap kematangan
0.0000
0.2000
0.4000
0.6000
0.8000
R2
u* v* u*v*Fitur Penduga Tahap Kematangan
75
Lampiran 12 Nilai statistik tekstur
Tahap Kematangan
Entropi Contras Rata Min Mak Stdv Rata Min Mak Stdv
2 0.6913 0.4076 0.8994 0.1053 0.1646 0.1337 0.2019 0.0174 3 0.6757 0.4603 0.9000 0.0982 0.1533 0.1337 0.1993 0.0186 4 0.5694 0.4643 0.8012 0.0796 0.1689 0.1390 0.2197 0.0220 5 0.5462 0.2291 0.8469 0.1552 0.1691 0.1409 0.2223 0.0229 6 0.3404 0.1000 0.6582 0.1760 0.1673 0.1412 0.2345 0.0234
Tahap Kematangan
Energi Homogenitas Rata Min Mak Stdv Rata Min Mak Stdv
2 0.2235 0.2050 0.2656 0.0169 0.9220 0.9506 0.9717 0.0059 3 0.2245 0.1834 0.2962 0.0255 0.9266 0.9491 0.9764 0.0070 4 0.2256 0.1994 0.2645 0.0163 0.9229 0.9485 0.9718 0.0069 5 0.2408 0.1754 0.3001 0.0279 0.9233 0.9470 0.9727 0.0069 6 0.2703 0.2352 0.3255 0.0268 0.9263 0.9449 0.9760 0.0070
Lampiran 13 Koefisien determinasi tekstur berdasar tahap kematangan
0
0.1
0.2
0.3
0.4
0.5
R2
E k e h Ek Ee Eh ke kh eh Eke Ekh keh EkehFitur Penduga Tahap Kematangan
76
Lampiran 14 Pola output target pembelajaran FNN
NO T1 T2 T3
NO T1 T2 T3 1 0.9734 0.9457 0.8853
54 0.9608 0.9875 0.9847
2 0.9858 0.9547 0.8765
55 0.9372 0.9750 0.9987 3 0.9987 0.9827 0.9273
56 0.9967 0.9935 0.9541
4 0.9476 0.9241 0.8493
57 0.9802 0.9987 0.9837 5 0.9946 0.9882 0.9461
58 0.9650 0.9927 0.9863
6 0.9984 0.9858 0.9364
59 0.9904 0.9937 0.9661 7 0.9841 0.9835 0.9468
60 0.9598 0.9888 0.9847
8 0.9938 0.9915 0.9431
61 0.9752 0.9721 0.9451 9 0.9991 0.9851 0.9287
62 0.9790 0.9974 0.9813
10 0.9952 0.9705 0.9073
63 0.9608 0.9855 0.9814 11 0.9881 0.9847 0.9326
64 0.9365 0.9764 0.9992
12 0.9770 0.9770 0.9547
65 0.9586 0.9876 0.9926 13 0.9868 0.9992 0.9768
66 0.9426 0.9707 0.9536
14 0.9973 0.9863 0.9333
67 0.9221 0.9534 0.9532 15 0.9974 0.9897 0.9434
68 0.9183 0.9628 0.9935
16 0.9880 0.9913 0.9475
69 0.8954 0.9482 0.9917 17 0.9925 0.9732 0.9198
70 0.9115 0.9582 0.9787
18 0.9923 0.9670 0.9065
71 0.9714 0.9919 0.9817 19 0.9968 0.9889 0.9362
72 0.9342 0.9706 0.9692
20 0.9849 0.9795 0.9367
73 0.9580 0.9873 0.9963 21 0.9922 0.9779 0.9295
74 0.8950 0.9482 0.9899
22 0.9940 0.9767 0.9139
75 0.8870 0.9359 0.9852 23 0.9946 0.9897 0.9381
76 0.9009 0.9481 0.9815
24 0.9821 0.9958 0.9677
77 0.9397 0.9720 0.9909 25 0.9794 0.9651 0.8983
78 0.9510 0.9839 0.9817
26 0.9880 0.9944 0.9715
79 0.9295 0.9665 0.9953 27 0.9978 0.9955 0.9523
80 0.9722 0.9958 0.9874
28 0.9756 0.9922 0.9653
81 0.9667 0.9930 0.9837 29 0.9692 0.9766 0.9533
82 0.9710 0.9824 0.9619
30 0.9895 0.9950 0.9559
83 0.9575 0.9663 0.9574 31 0.9846 0.9966 0.9668
84 0.9381 0.9762 0.9873
32 0.9919 0.9622 0.8932
85 0.8782 0.9175 0.9660 33 0.9915 0.9985 0.9647
86 0.9253 0.9676 0.9859
34 0.9832 0.9835 0.9560
87 0.9285 0.9708 0.9989 35 0.9900 0.9992 0.9699
88 0.8110 0.8736 0.9290
36 0.9846 0.9966 0.9668
89 0.8682 0.9177 0.9766 37 0.9870 0.9958 0.9718
90 0.8296 0.8869 0.9603
38 0.9919 0.9857 0.9428
91 0.8863 0.9342 0.9839 39 0.9387 0.9778 0.9978
92 0.9521 0.9863 0.9974
40 0.9715 0.9946 0.9897
93 0.8718 0.9187 0.9747
77
Lanjutan Lampiran 14 41 0.9721 0.9756 0.9472
94 0.9417 0.9795 0.9949
42 0.9881 0.9751 0.9244
95 0.8662 0.9193 0.9800 43 0.9648 0.9920 0.9930
96 0.8906 0.9245 0.9650
44 0.9830 0.9949 0.9699
97 0.8860 0.9375 0.9893 45 0.9976 0.9922 0.9447
98 0.9062 0.9439 0.9809
46 0.9486 0.9461 0.9009
99 0.9462 0.9789 0.9950 47 0.9663 0.9896 0.9916
100 0.9130 0.9569 0.9953
48 0.9515 0.9849 0.9845
101 0.9150 0.9614 0.9815 49 0.9041 0.9478 0.9679
102 0.9417 0.9675 0.9830
50 0.9899 0.9989 0.9744
103 0.9192 0.9602 0.9955 51 0.9862 0.9993 0.9778
104 0.9473 0.9615 0.9653
52 0.9759 0.9965 0.9890
105 0.9698 0.9862 0.9727 53 0.9353 0.9738 0.9851
Lampiran 15 Source code antar muka model klasifikasi kematangan manggis
function btnbukaimage_Callback(hObject, eventdata, handles) proyek=guidata(gcbo); [namafile,direktori]=uigetfile({'*.jpg';'*.bmp';'*.png';'*.tif'},'Buka Gambar'); I=imread(namafile); set(proyek.figmanggis,'CurrentAxes',proyek.axes1); set(imshow(I)); Lanjutan Lampiran 15 info=imfinfo(namafile); set(proyek.enama,'String', info.Filename); set(proyek.figmanggis,'Userdata',I); set(proyek.enama,'Userdata',info.Filename); function btnolahimage_Callback(hObject, eventdata, handles) proyek=guidata(gcbo); I=get(proyek.figmanggis,'Userdata'); nama=get(proyek.enama,'Userdata'); %Hitung nilai green r = I (:,:,1); g = I(:,:,2); b = I(:,:,3); varr = (mean(mean(r)))/255; varg = (mean(mean(g)))/255; varb = (mean(mean(b)))/255; set(handles.egreen,'String',varg);
78
Lanjutan Lampiran 15 %Hitung Nilai value x = [varr; varg; varb]; valu=max(x); set(handles.evalue,'String',valu); %Hitung cielab if (varr>0.04045) varr=(((varr+0.055)/1.055)^2.4)*100; else varr = (varr/12.92)*100; end if (varb > 0.04045) varb = (((varb + 0.055)/1.055)^2.4)*100; else varb = (varb/12.92)*100; end if (varg>0.04045) varg=(((varg+0.055)/1.055)^2.4)*100; else varg = (varg/12.92)*100; end x = varr * 0.4124 + varg * 0.3576 + varb * 0.1805; y = varr * 0.2126 + varg * 0.7152 + varb * 0.0722; z = varr * 0.0193 + varg * 0.1192 + varb * 0.9505; varx = x/95.047; vary = y/100; varz = z/108.883; if (varx > 0.008856) varx = varx ^ (1/3); else varx = (7.787 * varx) + (16/116); end if (vary > 0.008856) vary = vary ^ (1/3); else vary = (7.787 * vary) + (16/116); end if (varz > 0.008856) varz = varz ^ (1/3); else varx = (7.787 * varz) + (16/116); end ciel = (116 * vary) - 16; cieaa = 500 * (varx - vary); ciea = ((0.8 * (cieaa -(-1.1052)))/4.3291)+0.1; cieb = 200 * (vary - varz); set (handles.ea,'String',ciea);
79
Lanjutan Lampiran 15 % Hitung cieluv varu = (4 * x)/(x + (15 * y) + (3*z)); varv = (9 * y)/(x + (15 * y) + (3*z)); vary = y/100; if (vary > 0.008856) vary = vary^(1/3); else vary = (7.787 * vary) + (16/116); end refu = (4*95.047)/(95.047+(15*100)+(3*108.883)); revv = (9*100)/(95.047+(15*100)+(3*108.883)); cieuu = 13 * ciel * (varu - refu); cieu =((0.8*(cieuu + 1.3070))/7.5241)+0.1; cievv = 13 * ciel * (varv - revv); ciev = ((0.8*(cievv -(-0.3272)))/5.8480)+0.1; set(handles.eu,'String',cieu); set(handles.ev,'String',ciev); %Hitung nilai tekstur gl = rgb2gray(I); std = std2(gl); en = entropy(gl); entropi = ((0.8* (en - 5.8233))/1.4075)+0.1; set(handles.eentropi,'String',entropi); glcm = graycomatrix(gl); che = graycoprops(glcm, {'contrast','homogeneity','energy'}); s = struct (che); kontras = che.Contrast; homogenitas = che.Homogeneity; energi = che.Energy; set(handles.eenergi,'String',energi); set(handles.ehomogenitas,'String',homogenitas); set(handles.ekontras,'String',kontras); function btntesting_Callback(hObject, eventdata, handles) proyek=guidata(gcbo); pp = [varg; valu; ciea; cieu; ciev; entropi; energi; kontras; homogenitas]; net = newff([0 1; 0 1; 0 1; 0 1; 0 1; 0 1; 0 1; 0 1; 0 1],[15,3],{'logsig','logsig'}); net.IW{1,1} = [ -0.340241547 -0.56645806 -2.157799578 -0.655852894 -0.298832883 -0.973683181 1.166824722 1.159156811 1.351507037; -0.497996358 -0.207684205 4.594740012 1.145021083 1.035607047 -0.400875967 0.467374953 -1.446580129 0.822493886; -0.910392695 -0.055501643 -0.488325163 2.148412686 2.037918187 -0.75950204 1.967585131 1.59839367 1.840729211; 1.118374469 1.638636804 1.546497784 1.142006055 3.334143872 -2.946324528 0.903232462 -0.886662086 -2.276803302;
80
Lanjutan Lampiran 15 -3.25465961 1.675506453 0.467883115 -0.819910671 -0.276557529 -3.424409362 -1.94700225 -0.448463045 -1.083393684; -0.146406401 0.458165338 -3.628985271 -4.017667319 1.988404776 2.508596809 1.688093858 0.096376088 1.073456834; -2.908067275 1.587101804 5.102061522 2.58355161 -3.467712982 -5.094408401 0.101954807 -0.287026905 -1.107718228; -0.020503262 -0.369331076 -3.015677372 -2.579502742 1.475808947 -0.929586025 -1.85379586 0.372640133 -1.106347509; -1.808449515 1.143066471 -1.0729111 -0.830116176 -3.719052289 -0.246364418 0.030280018 0.18953331 -0.16757748; -1.573730413 0.383701304 1.429270408 2.021520404 1.967002406 -0.549523915 -3.080601147 1.371313826 -1.691594838; 1.026819937 -1.339595068 -3.239740795 -0.464001635 1.129565352 -4.570631565 0.231681596 1.68664185 0.170351434; -2.365650337 0.477132201 -1.152523145 1.001812999 5.693667656 2.676202903 -1.38076854 0.073508686 -0.856293034; 1.443433284 -0.5778969 3.239176714 3.735412207 0.428500557 -2.097942447 -1.281790133 -0.923190243 -0.247902115; -1.243263757 -0.02938556 2.752660691 0.386920589 -1.715843232 -1.202126884 0.713502909 1.589380895 1.621134519; 0.142706824 2.244581211 -0.648035241 -0.395528234 -0.025377886 -0.979842374 3.251285442 0.535649716 -2.131826173]; net.b{1,1} = [5.189490103; 3.664268847; 0.770668514; -1.591418948; 0.295998459; -6.829957012; -6.955385344; -0.093367749; -2.894872293; -1.531340984; 3.275491865; -3.697720697; 5.547177479; 3.571287552; -3.63670483]; net.LW{2,1} = [1.242717395 -0.84764734 -0.035616552 -3.778680078 -3.339695769 -0.092172489 -10.9038362 0.814404798 -2.338468673 -3.796971498 1.506242005 -2.706803999 2.714020546 -1.161069912 3.392505793; 0.92244976 3.797735425 -4.02676814 -1.787393118 -1.148318123 -3.016042562 -6.90101427 1.660027042 -4.285360777 0.157417768 2.502163573 -1.48578262 -2.056380305 1.318714035 1.357410711; -2.283491593 0.027811531 0.157925329 -1.304042741 1.706974315 -8.149838136 -2.988838675 -3.243561364 -1.989605615 -2.170984626 2.594033368 -6.345785002 3.567881054 -0.548017705 1.457777313]; net.b{2,1} = [-0.782133952; -1.760533107; 0.047250497]; y = sim (net, pp); if kolomm == 1 kelas = 2; ket = 'Manggis mentah'; elseif kolomm == 2 kelas = '3 atau 4'; ket = 'Manggis Ekspor'; else kelas = '5 atau 6';
81
Lanjutan Lampiran 15 ket = 'Manggis Lokal/Domestik'; end set(handles.etahapkematangan,'String',kelas); set(handles.eketerangan,'String',ket); function btnkeluar_Callback(hObject, eventdata, handles) respon=keluar('Title','Konfirmasi Keluar'); switch lower(respon) case 'tidak' case 'ya' delete(handles.figmanggis) end
Lampiran 16 Hasil pelatihan pemilihan model terbaik FNN 3 kelas target
FNN1
Lapisan Durasi MSE Epoch Akurasi Akurasi Tersembunyi Pelatihan Validasi(%) Testing(%) 2 neurons 1 0.000132 51 75 65
5 neurons 2 8.82e-05 140 76 75
10 neurons 1 9.44e-05 25 72 70
15 neurons 1 0.000158 17 73 70
20 neurons 1 0.000122 16 70 70
25 neurons 1 0.000184 16 73 75
FNN2
Lapisan Durasi MSE Epoch Akurasi Akurasi Tersembunyi Pelatihan Validasi(%) Testing(%) 2 neurons 1 0.000175 26 73 75
5 neurons 1 0.000200 36 70 75
10 neurons 1 0.000129 17 75 75
15 neurons 1 9.98e-05 20 76 75
20 neurons 1 0.000199 22 72 75
25 neurons 1 9.42e-05 35 72 75
82
Lanjutan Lampiran 16
FNN4
Lapisan Durasi MSE Epoch Akurasi Akurasi Tersembunyi Pelatihan Validasi(%) Testing(%) 2 neurons 1 0.000153 20 65 50
5 neurons 1 0.000252 34 73 55
10 neurons 1 0.000153 20 67 55
15 neurons 1 0.000142 13 77 50
20 neurons 1 0.000200 18 74 55
25 neurons 1 7.96e-05 12 75 50
Lampiran 17 Perbandingan hasil training FNN dan NN dengan 3 kelas target
Hidden Layer
Durasi Epoch MSE Validasi (%)
Testing (%)
FNN NN FNN NN FNN NN FNN NN FNN NN 2 0 0 15 15 0.000175 0.0331 75 74 70 60 5 0 1 11 17 0.000200 0.0254 71 73 75 60 10 1 1 21 11 0.000129 0.0285 73 73 75 60 15 1 1 22 13 9.98E-05 0.0357 72 77 85 60 20 1 1 20 20 0.000199 0.0254 74 78 75 65 25 1 1 11 13 9.42E-05 0.0299 76 71 80 60
Lampiran 18 Nilai output/keluaran pembanding tahap kematangan manggis
Model Output Tahap kematangan Output Keterangan
Output2
2 1 belum matang 3 2 ekspor1 4 3 ekspor2 5 4 lokal/domestik1 6 5 lokal/domestik2
Output 3
2 1 ekspor 3
4 5
2 domestik 6
83
Lampiran 19 Hasil pelatihan pemilihan model terbaik FNN 5 kelas target
FNN1
Lapisan Durasi MSE Epoch Akurasi Akurasi Tersembunyi Pelatihan Validasi(%) Testing(%) 2 neurons 1 0.000255 16 56 30
5 neurons 2 0.000144 82 66 50
10 neurons 1 0.000188 24 64 60
15 neurons 1 5.50e-05 27 65 60
20 neurons 1 8.19e-05 26 64 60
25 neurons 1 0.000130 19 63 55
FNN2
Lapisan Durasi MSE Epoch Akurasi Akurasi Tersembunyi Pelatihan Validasi(%) Testing(%) 2 neurons 1 0.000182 34 58 55
5 neurons 1 7.31e-05 19 63 50
10 neurons 1 0.000173 31 62 60
15 neurons 1 0.000169 27 60 55
20 neurons 1 0.000181 18 63 60
25 neurons 2 0.000105 33 65 50
FNN3
Lapisan Durasi MSE Epoch Akurasi Akurasi Tersembunyi Pelatihan Validasi(%) Testing(%) 2 neurons 1 0.000198 40 60 35
5 neurons 1 0.000148 23 62 45
10 neurons 1 0.000167 17 64 60
15 neurons 1 0.000186 15 64 70
20 neurons 1 0.000150 13 63 60
25 neurons 1 8.29e-07 18 62 60
84
Lanjutan Lampiran 19 FNN4
Lapisan Durasi MSE Epoch Akurasi Akurasi Tersembunyi Pelatihan Validasi(%) Testing(%) 2 neurons 1 0.000184 34 61 40
5 neurons 1 0.000151 26 68 30
10 neurons 1 0.000160 19 58 40
15 neurons 1 0.000160 28 65 30
20 neurons 1 8.52e-05 19 70 35
25 neurons 1 0.000116 16 65 35
Lampiran 20 Perbandingan hasil training FNN dan NN dengan 5 kelas target
Hidden Layer
Durasi Epoch MSE Validasi (%)
Testing (%)
FNN NN FNN NN FNN NN FNN NN FNN NN 2 1 1 40 15 0.000198 0.0425 60 45 35 40 5 1 1 23 14 0.000148 0.0452 62 45 45 40 10 1 1 17 15 0.000167 0.0474 64 40 60 40 15 1 1 15 16 0.000186 0.0316 64 52 70 35 20 1 0 13 8 0.000150 0.0602 63 40 60 35 25 1 1 18 12 8.29E-07 0.0270 62 50 60 40
Lampiran 21 Hasil pelatihan pemilihan model terbaik FNN 2 kelas target
FNN1
Lapisan Durasi MSE Epoch Akurasi Akurasi Tersembunyi Pelatihan Validasi(%) Testing(%) 2 neurons 1 0.000141 45 89 80
5 neurons 1 0.000138 14 85 85
10 neurons 1 0.000161 16 83 80
15 neurons 0 0.000141 12 84 75
20 neurons 1 3.74e-05 23 84 75
25 neurons 1 8.82e-05 20 84 80
85
Lanjutan Lampiran 21 FNN2
Lapisan Durasi MSE Epoch Akurasi Akurasi Tersembunyi Pelatihan Validasi(%) Testing(%) 2 neurons 1 0.000189 46 85 80
5 neurons 2 0.000106 49 83 90
10 neurons 1 0.000120 17 82 75
15 neurons 1 0.000174 17 82 80
20 neurons 1 0.000101 17 86 75
25 neurons 1 0.000157 14 84 80
FNN3
Lapisan Durasi MSE Epoch Akurasi Akurasi Tersembunyi Pelatihan Validasi(%) Testing(%) 2 neurons 1 0.000155 30 86 80
5 neurons 1 0.000123 33 84 85
10 neurons 1 0.000165 14 85 80
15 neurons 2 0.000173 12 88 85
20 neurons 2 0.000160 12 88 80
25 neurons 1 0.000184 11 83 85
FNN4
Lapisan Durasi MSE Epoch Akurasi Akurasi Tersembunyi Pelatihan Validasi(%) Testing(%) 2 neurons 1 0.000155 62 85 70
5 neurons 0 0.000123 15 82 60
10 neurons 1 0.000165 28 86 70
15 neurons 1 0.000173 16 84 75
20 neurons 1 0.000160 15 84 80
25 neurons 1 0.000194 15 82 85
86
Lampiran 22 Perbandingan hasil training FNN dan NN dengan 5 kelas target
Hidden Layer
Durasi Epoch MSE Validasi (%)
Testing (%)
FNN NN FNN NN FNN NN 6 NN FNN NN 2 1 0 46 9 0.000189 0.107 85 84 80 85 5 2 1 49 20 0.000106 0.115 83 87 90 85 10 1 0 17 9 0.000120 0.115 82 90 75 90 15 1 1 17 65 0.000174 0.102 82 94 80 90 20 1 0 17 9 0.000101 0.108 86 90 75 85 25 1 1 14 11 0.000157 0.110 84 91 80 90