Pengelolaan Wilayah Perbatasan NKRI
Transcript of Pengelolaan Wilayah Perbatasan NKRI
PENGELOLAAN WILAYAH PERBATASAN 2011
Harmen Batubara www.wilayahperbatasan.com Page 1
PENGELOLAAN WILAYAH PERBATASAN NASIONAL Oleh : Harmen Batubara
1. Pendahuluan . Wilayah NKRI secara geografis berada pada posisi
terbuka serta berada pada lintas kepentingan dunia dan berada diantara dua
benua (Asia-Australia) dan dua samudera ( Samudra Atlantis-Pasifik) juga
merupakan jalur perdagangan Dunia dengan rata-rata dilewati 140 kapal
besar/hari dan 2000 penerbangan sipil/hari serta berbatasan dengan 10
negara, Merupakan negara kepulauan terbesar ( Benua Maritim) dengan
letak pulau-pulaunya yang menyebar, berjumlah tidak kurang dari 17.499
pulau bernama dan tidak bernama serta memiliki wilayah daratan seluas ? 2
juta km2 dan wilayah perairan seluas ? 6 juta km2, panjang garis pantai ?
81.000 km serta terdapat 92 pulau-pulau kecil terluar, memiliki 185 titik
dasar (base points). Penduduk Indonesia berjumlah mendekati 230.000.000
jiwa terdiri dari ratusan suku bangsa.
Dari segi kepentingan regional serta dikaitkan dengan posisi wilayah
Nusantara yang demikian terbuka serta berada diantara dua benua dan dua
samudra tentu NKRI tidak bisa lepas dari imbas kepentingan nasional
negara-negara besar seperti Amerika Serikat, Jepang, dan Australia. Lagi
pula negara kita juga dikelilingi oleh negara-negara Persemakmuran yang
berada dibawah pimpinan Inggeris. Diluar kondisi tersebut munculnya
negara Adi Daya baru China yang kepentingan nasionalnya secara khusus
tidak lepas dari Asia Tenggara dan Asia Timur. Kesemua kepentingan
tersebut dengan sendirinya memberikan interaksi yang sangat kuat
terhadap NKRI.
Salah satu fenomena yang perlu dicermati adalah hubungan kita dengan
Australia, dari segi diplomasi Australia selalu menyampaikan bahwa
keberadaan Papua adalah bagian tidak terpisahkan dari NKRI dan akan tetap
lebih baik kalau ia tetap satu dalam NKRI. Tetapi dari pola Australia
mengelola kawasan, sesungguhnya mereka lebih berkepentingan melihatnya
seperti apa yang terjadi dengan PNG, Timor Leste, Salomon, Vanuatu, dll
(dan sebentar lagi Bougenville, PNG; akan ada referendum untuk
menentukan pendapat apakah Bougenvilla merdeka atau tetap gabung
PENGELOLAAN WILAYAH PERBATASAN 2011
Harmen Batubara www.wilayahperbatasan.com Page 2
dengan PNG) yakni negara-negara yang punya ketergantungan serta
mendukung kepentingan nasional Australia.
Letak NKRI yang terbuka, berada ditengah arus berbagai kepentingan
internasional, dengan sendirinya menuntut adanya suatu kebijakan dan
strategi yang tepat dalam mengelola wilayah perbatasan NKRI. Karena
bagaimanapun bilamana pengelolaan wilayah batas tidak sesuai dinamika
dan kondisi lingkungan disekitarnya, maka mau atau tidak mau ia bisa
menjadi titik masuk (intake point) bagi kepentingan Negara lain, bisa
berwujut intermistik yakni perpaduan antara kepentingan internasional
dengan domestik. Negara kita harus mampu mengelola wilayah
perbatasannya dan itu berarti harus membenahi perbatasannya sendiri,
kemudian mampu memantaunya, mengontrol dan menjadikan wilayah
perbatasan jadi beranda depan perekonomian bangsa, yang mampu
menjadikannya pusat atau jadi bagian sistem perekonomian nasional yang
sekaligus mempererat hubungan antar bangsa yang berbatasan di kawasan
ini.
2. Maksud dan Tujuan. Maksud dari penulisan ini adalah memberikan
gambaran Kebijakan dan Strategi Pengelolaan Wilayah Perbatasan untuk
menjaga keutuhan Wilayah dan demi kemakmuran NKRI. Tujuannya adalah
sebagai bahan masukan bagi pengambil keputusan dan kebijakan di wilayah
perbatasan.
3. Ruang Lingkup dan Tata Urut Penulisan. Untuk lebih mempermudah
pemahaman maka tulisan ini disusun secara diskriptis analisis dengan tata
urut sebagai berikut :
a. Pendahluan.
b. Kondisi Umum dan Masalah Perbatasan.
c. Kebijakan dan Strategi Pengelolaan Wilayah Perbatasan.
e. Kesimpulan dan Saran.
f. Penutup.
4. Kondisi Umum dan Masalah Perbatasan. Secara umum kondisi
wilayah perbatasan negara kita boleh dikatakan masih relatif terisolasi,
belum didukung oleh sarana dan prasarana, termasuk didalamnya tidak
adanya atau sangat terbatasnya jaringan transportasi, listirik, dan
telekomunikasi, Jadi kalau kita berbicara tentang wilayah perbatasan, itu
PENGELOLAAN WILAYAH PERBATASAN 2011
Harmen Batubara www.wilayahperbatasan.com Page 3
adalah gambaran wilayah yang terisolasi, tanpa dukungan sarana dan
prasarana..Bahkan dianggap sebagai tempatnya para pembajak,
penebang/pembalak liar serta berbagai kegiatan illegal lainnya. Sehingga
persepsinya, wilayah perbatasan perlu diamankan, dan tidak perlu ada
kehidupan ekonomi di sana. Seperti perbatasan RI-Malaysia di Kalimantan,
panjang perbatasan itu mencapai 2004 km, tetapi boleh dikatakan hampir
tidak ada jalan raya disekitar perbatasannya ; kalaupun ada hanya berada
disekitar Kalimantan Barat, selebihnya boleh dikatakan terisolasi total.
Dibanding dengan wilayah perbatasan di sebelah Malaysia maka kondisinya
sungguh berbeda. Secara umum desa-desa mereka di perbatasan sudah
terjangkau oleh sarana transportasi, listerik dan telepon hampir mencapai
95 %. Jalan raya mereka juga sudah terbentang mulai dari ujung-ke ujung
atau dari Tanjung Datu sampai Pulau Sebatik di sepanjang perbatasan.
Demikian juga dengan unsur pelayanannya, mereka walau sederhana tetapi
yang namanya pelayanan sejenis puskesmas, KUD dan seterusnya memang
benar-benar berfungsi dan memberi manfaat pada warganya; sementara di
daerah sebelah kita yang ada hanya palang nama-namanya saja dan sama
sekali tidak memberi manfaat apa-apa. Kalau kita bandingkan dengan batas
negara kita dengan PNG, maka kondisinya lebih parah lagi. Tetapi karena
negara tetangga kita lebih susah lagi, maka masyarakat kita biasa-biasa
saja. Hal yang sama dengan batas negara kita dengan Timor Leste.
Wilayah perbatasan laut dan Pulau-Pulau Kecil Terluar pada umumnya
terpencil dan jauh dari pusat kegiatan. Pulau-Pulau Kecil Terluar merupaka
kawasan yang sangat sulit dijangkau, lebih parah lagi lebih dari 30 % pulau-
pulau itu tidak mempunyai sumber air tawar dan tak berpenghuni..
Jangankan mengharapkan pelayanan mendasar yang memadai seperti
sekolah, puskesmas. Untuk sekedar bisa bertahan hidup saja di lingkungan
seperti itu masih tanda tanya besar. Persoalan seperti ini masih pula
ditambah dengan persoalan perbatasan itu sendiri. Boleh dikatakan, dari
Sepuluh negara yang mempunyai perbatasan dengan kita, maka sampai
saat ini belum ada satupun yang telah selesai. Gambarannya lebih kurang
demikian :
a. Wilayah Darat.
1) Perbatasan RI – Malaysia.
PENGELOLAAN WILAYAH PERBATASAN 2011
Harmen Batubara www.wilayahperbatasan.com Page 4
a) Panjang garis batas : 2004 km, terdiri dari sektor barat
(Kalimantan Barat – Sarawak) dan sektor timur (Kalimantan
Timur – Sabah). Penegasan batas bersama dimulai sejak tahun
1975. Jumlah tugu batas ada 19.328 buah terdiri dari tipe A,B,C
dan D lengkap dgn koordinatnya. Kemudinan terdapat field plan
, traverse hight plan (skala 1 : 5.000 dan 1 : 2.500) masing-
masing = 1.318 MLP( Model Lembar Peta). Pada tahun 2000
pekerjaan demarkasi dan delienasi dan penggambarannya telah
selesai, akan tetapi masih terdapat sepuluh lokasi yang
bermasalah atau kedua negara belum sepakat tentang batas
negara di lokasi tersebut.
b) 10 (Sepuluh) Permasalahan Utama (The Outstanding Border
problems,OSBP) Sebagaimana diketahui, pengukuran atau
penegasan batas RI-Malaysia sebenarnya telah selesai pada
tahun 2000, namun demikian masih terdapat sepuluh lokasi
yang kedua negara tidak atau belum sepakat. Malaysia hanya
mengakui sembilan permasalahan saja, sementara Indonesia
menghendaki ada sepuluh. Perbedaan ini menyangkut lokasi
Tanjung Datu. Secara formal ditingkat teknik kedua negara
sudah menanda tangani hasil ukurannya, dan secara hukum
masalahnya sudah selesai.
Tetapi belakangan pihak Indonesia menyadari bahwa apa yang
telah ditanda tangani tentang Tanjung Datu itu adalah sesuatu
kekeliruan dan menghendaki adanya kaji ulang di lokasi
tersebut, apalagi yang menanda tangani itu baru sampai
tahapan tingkat Teknik; artinya masih ada kesempatan untuk
melihatnya kembali. Tapi bagi pihak Malaysia sampai sejauh ini
tidak mau lagi untuk melakukan kaji ulang di lokasi tersebut.
Kesepuluh atau kesembilan masalah ini sesuai perencanaan awal
akan dibahas setelah penegasan batas selesai, yakni setelah
tahun 2000. Tapi berhubung di wilayah perbatasan tersebut
masih dilakukan kerjasama pembuatan “datum” bersama, serta
pemetaan bersama maka kedua belah pihak merasa perlu untuk
menunggu hasilnya, sebelum kembali membahas ke sepuluh
atau sembilan masalah tersebut.
PENGELOLAAN WILAYAH PERBATASAN 2011
Harmen Batubara www.wilayahperbatasan.com Page 5
2) Batas RI – PNG.
a) Panjang garis batas ? 770 km, darat 663 km, S. Fly ? 107 km,
penegasan batas dimulai tahun 1966. jumlah tugu MM sebanyak 52
buah, jumlah perapatan tugu batas 1.600 tugu, peta wilayah
perbatasan dengan kedar 1 : 50.000. sebanyak 25 mlp dari 27 mlp.
b) Penentuan batas berdasarkan koordinat astronomis :
1410 00’ 00” BT di utara antara MM1 – MM10,
1410 01’ 10” BT di selatan antara MM11 – MM14.
c) Permasalahan batas antara RI – PNG, yaitu : Pada umumnya
meskipun dalam perencanaan maupun kesepakatannya pengukuran
perbatasan ini akan dilakukan secara bersama; tapi pada
kenyataannya belum pernah dilakukan secara bersama-sama. Artinya
kedua belah pihak bekerja secara sendiri-sendiri, meski hasil ahirnya
tetap ditanda tangani oleh kedua negara. Kemudian di Desa Wara
Smoll adalah wilayah NKRI tetapi telah dihuni, diolah dan
dimanfaatkan secara ekonomis, administratif serta sosial oleh warga
PNG yang sejak dahulu dilayani oleh pemerintah PNG. Namun
demikian pemerintah PNG sendiri mengakui bahwa desa itu wilayah
RI.
3) Batas RI – Timor Leste.
a) Panjang batas. 268,8 km, terdiri dari sektor Timur ? 149,1 km dan
sektor Barat ? 119,7 km. Telah disepakati 907 tugu dari rencana +
5.000, disepakati 5 dari 8 daerah yg semula ada permasalahan
(terutama kesulitan implementasi dan masalah adat),
b) Permasalahan.
(1) Noel Besi, pihak RI menginginkan Noel Besi sebagai batas
wilayah sesuai toponimi, sedangkan UNTAET menginginkan
sungai Nono Noemna berdasarkan sudut kompas 320 NW ke
arah P. Batek.
(2) Manusasi, fihak RI menginginkan garis batas dipindahkan ke
PENGELOLAAN WILAYAH PERBATASAN 2011
Harmen Batubara www.wilayahperbatasan.com Page 6
arah utara S. Miomafo ditarik dari pilar yang dibuat tahun 1966,
menyusuri punggung bukit.
(3) Dilumil/Memo, river Island seluas 58 Ha, pihak RI
menginginkan batas berada di sebelah timur river Island
sedangkan RDTL di sebelah barat.
b. Wilayah Laut. Masalah Batas laut RI dengan negara tetangga
menggunakan dasar hukum UNCLOS ’82; boleh jadi secara defakto wilayah
itu masih masuk dan menjadi kepemilikan RI akan tetapi secara budaya dan
ekonomi mereka lebih dekat dengan negara tetangga dengan
permasalahannya sebagai berikut :
1) RI – India. UNCLOS 1982, perjanjian garis batas landas kontinen
tahun 1974 dan tahun 1977, Sesui dengan Keppres 51/74 tanggal 25
September 1974 dan Keppres 26/77 tanggal 4 April 1977. Sejauh ini
belum ada masalah yang muncul.
2) RI – Thailand. UNCLOS 1982, perjanjian garis batas landas kontinen
tahun 1971, persetujuan garis batas dasar laut tahun 1971, Keppres
21/72 tanggal 11 Maret 1972 dan Keppres 1/77 tanggal 11 Desember
1975.
Secara sepihak Thailand mengumumkan ZEE berdasarkan Royal
Proclamation tanggal 23 Pebruari 1981 berjarak 200 NM dari baselines
Thailand dan mengusulkan landas kontinen dengan ZEE berhimpit. RI
berpendapat ZEE mempunyai rejim hukum yang berbeda dengan
landas kontinen sesuai UNCLOS 82.
3) RI – Malaysia. UNCLOS 1982, perjanjian baris batas landas
kontinen tahun 1969 (menggunakan Konvensi Geneva 58) dan
penetapan garis laut wilayah diselat Malaka tahun 1970, Keppres
89/69 tanggal 15 November 1969 dan UU No. 2/71 tanggal 10 Maret
1971.
Malaysia mengklaim Blok Ambalat dilaut Sulawesi, dan tidak konsisten
dengan UNCLOS 1982, meskipun ZEE belum ditetapkan. RI
berpendapat Blok Ambalat yang berada di Laut Sulawesi masuk dalam
wilayah NKRI.
4) RI – Singapura. UNCLOS 1982, perjanjian garis batas laut wilayah
tahun 1973, UU No. 7/73 tanggal 8 Desember 1973 (Lembar Negara
RI No. 3018). Perjanjian ini dilakukan sebelum UNCLOS 82.
Pasir dari Indonesia telah merubah bentuk asli geografi Singapura,
PENGELOLAAN WILAYAH PERBATASAN 2011
Harmen Batubara www.wilayahperbatasan.com Page 7
sehingga wilayah Singapura kian menjorok ke perairan Indonesia.
UNCLOS 82 memungkinkan negara memanfaatkan harbour work
sebagai titik dasar. Sampai saat ini ekspor pasir masih berjalan terus,
minimal dalam bentuk pasar gelap.
5) RI – Vietnam. UNCLOS 1982, perundingan penetapan batas landas
kontinen tahun 2003. RI belum meratifikasi perjanjian tahun 2003,
perairan Laut Cina Selatan mengandung minyak bumi dan gas.
6) RI – Philipina. UNCLOS 1982, penjajakan perundingan tingkat
teknis (1994) dan pertemuan informal (2000), pertemuan teknis
lanjutan forum Joint Commision Bordering Committee/JCBC (2001).
Treaty Of Paris 1898.
Belum ada ketetapan untuk penentuan batas maritim, dimana
Indonesia mengusulkan diterapkannya prinsip proporsionalitas
panjang pantai, dan median line bagi kawasan yang sempit. Philipina
pertimbangkan masalah perikanan sebagai faktor yang relevan untuk
mencari solusi yang equitable.
7) RI – Palau . UNCLOS 82, Konstitusi Palau tahun 1979. Belum
pernah melakukan perundingan karena belum ada hubungan
diplomatik antar kedua negara. Dalam masalah kedaulatan AS
bertanggung jawab atas pertahanan Palau dan kemungkinan Palau
dibantu oleh AS dalam perundingan penetapan batas maritim.
RI – PNG. UNCLOS 1982, perjanjian garis batas tertentu (1973) dan
persetujuan batas maritim (1982), UU No. 6/73 dan Keppres No.
21/82. Meskipun masalah penangkapan ikan di wilayah hukum
tradisional tidak mempunyai masalah akan tetapi luas wilayah daerah
hukum tradisional nelayan dan bentuk/sifat kegiatannya belum
ditetapkan secara tuntas.
9) RI – Timor Leste. UNCLOC 82, pertemuan Bali (Desember 2004).
ALKI yang melintas perairan Timor Leste, akses laut untuk Ocussi ke
Timor Leste dan kemungkinan tumpang tindih batas yuridiksi ke dua
negara di laut masih belum tuntas.
10) RI – Australia. UNCLOS 1982, perjanjian garis batas landas
kontinen (1971), perjanjian penetapan batas dasar laut tertentu
(1971), hak perikanan tradisional nelayan RI (1974), Keppres No.
42/71 dan Keppres No. 66/72. Australia ingin memberlakukan
perundingan anti terorisme baru dengan memeriksa semua kapal
sampai jauh dari batas yurisdiksinya.
d. Permasalahan Perbatasan di sekitar Pulau-Pulau Kecil Terluar
PENGELOLAAN WILAYAH PERBATASAN 2011
Harmen Batubara www.wilayahperbatasan.com Page 8
Dari hasil penelitian dan penghitungan terhadap 17.499 pulau-pulau
yang ada, sebanyak 5698 pulau sudah diberi nama, sementara
sebanyak 11.801 Pulau belum ada nama. Dari jumlah sebanyak itu
terdapat 92 Pulau terluar yang dinilai sangat strategis, karena menjadi
lapis terluar Nusantara juga berbatasan langsung dengan Negara
Tetangga atau laut Internasional. Dari 92 Pulau tersebut terdapat 12
Pulau yang membutuhkan perhatian khusus, yakni : Pulau Rondo
(Sabang,NAD). Pulau Sekatung (Natuna,Kepri). Pulau Nipa (Batam,
Kepri). Pulau Berhala (Deli Serdang,Sumut). Pulau Marore
(Sangihe,Sulut), Pulau Miangas (Kep.Talaud,Sulut), Pulau Marampit
(Kep.Talaud,Sulut), Pulau Batek (Kupang,NTT), Pulau Dana ( Kupang,
NTT), Pulau Fani (Raja Ampat, Papua), Pulau Fanildo (Biak Numfor,
Papua) dan Pulau Brass ( Biak Numfor,Papua)
Sebagaimana diketahui, Pulau-Pulau Kecil Terluar umumnya memiliki
karakteristik yang khas dan sekaligus menjadi sumber permasalahan
yang membutuhkan perhatian :
1). Lokasi Pulau-Pulau Kecil Terluar pada umumnya terpencil,
jauh dari pusat kegiatan ekonomi. Pulau-Pulau Kecil Terluar
merupakan kawasan sangat sulit dijangkau, demikian pula
dengan kondisi alamnya ada yang sama sekali tidak berpenghuni
dan tidak mempunyai sumber air tawar.
2) Minimnya sarana dan prasarana. Hal ini dapat dilihat mulai
dari belum adanya apa-apa sama sekali, tidak ada sarana jalan,
belum ada terminal, tidak punya pelabuhan laut dan sarana
angkutan. Selain itu untuk yang sudah berpenghunipun,
umumnya prasarana air terlebih lagi irigasi untuk menunjang
kegiatan pertanian belum ada atau jauh dari memadai, demikian
pula dengan jangkauan pelayanan lainnya seperti sarana listrik
dan telekomunikasi.
3) Akses menuju Pulau-Pulau Kecil Terluar sangat terbatas. Pada
umumnya aksesibilitas menuju pulau-pulau kecil terluar tidak
ada atau sangat minim sehingga sulit mengharapkan sektor
perekonomian bisa berkembang secara alami.
4) Kesejahteraan masyarakat masih sangat rendah. Kondisi
masyarakat umumnya masih tergolong sangat sederhana atau
dibawah garis kemiskinan. Karena kondisi wilayahnya
menyebabkan mereka belum dapat memanfaatkan peluang.
PENGELOLAAN WILAYAH PERBATASAN 2011
Harmen Batubara www.wilayahperbatasan.com Page 9
Malah pada umumnya mereka lebih mengandalkan negara
tetangga.
5) Penduduk merasa lebih dekat dengan negara tetangga.
Secara geografis Pulau-Pulau Kecil Terluar berjarak lebih dekat
dengan negara tetangga, Penduduk banyak yang mencari nafkah
di negara tetangga, karena lebih mudah mendapatkan
pekerjaan, misalnya penduduk P. Miangas, ( Batas dgn Pilifina).
P. Sebatik (Batas dgn Malaysia). begitu juga dengan sarana dan
prasarananya, sehingga kegiatan ekonominya lebih dipengaruhi
oleh kegiatan yang terjadi di wilayah tetangga
6) Pengrusakan lingkungan hidup cenderung meningkat.
Beratnya beban ekonomi mesayarakat dan rendahnya kesadaran
terhadap lingkungan serta lemahnya pengawasan menyebabkan
maraknya kegiatan menjual tanah atau pasir yang ada
disekitarnya ke negara tetangga (kasus pulau nipah dan
sekitarnya). Mereka tidak sadar kalau perbuatan seperti itu
justeru memperluas negara tetangga dan sebaliknya
mempersempit wilayah negara sendiri dan sekaligus menjadi
masalah dalam penegasan batas antar negara.
7) Arus informasi dari negara tetangga lebih dominan. Karena
letaknya yang terisolir Pulau-Pulau Kecil Terluar sulit dijangkau
oleh teknologi komunikasi dan informasi sehingga cenderung
memanfaatkan informasi dari negara tetangga. Sebagian besar
mereka hanya dapat mengakses TV negara tetangga dan
sebaliknya tidak bisa menangkap jaringan TV nasional, kalaupun
dapat tapi kualitas nya kurang baik.
Rendahnya kualitas SDM. Salah satu faktor yang menentukan
kualitas SDM adalah tersedianya infrastruktur dasar seperti
pendidikan, kesehatan dan perumahan. Tetapi karena tidak
tersedia maka tingkat pendidikan umumnya masih rendah,
demikian pula halnya dengan kesehatan masyarakat.
5. Kebijakan dan Strategi Pengelolaan Wilayah Perbatasan. Sesuai
dengan Platform Penanganan Permasalahan Perbatasan Antarnegara ,
Depdagri, ke depan visi pengembangan wilayah perbatasan adalah “
Menjadikan kawasan perbatasan sebagai kawasan yang aman, tertib,
menjadi pintu gerbang negara dan sebagai pusat pertumbuhan ekonomi
yang berkelanjutan; sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan
PENGELOLAAN WILAYAH PERBATASAN 2011
Harmen Batubara www.wilayahperbatasan.com Page 10
masyarakat disekitarnya dan menjamin tetap utuhnya NKRI”. Pandangan
seperti ini sebenarnya lebih mengacu kepada semangat panataan wilayah
perbatasan di negara-negara Eropa, yang menjadikan wilayah
perbatasannya menjadi terbuka, tetapi tetap dalam kendali kerjasama
keamanan nasionalnya masing-masing.
Dengan pendekatan semacam ini maka menjadi penting maknanya
mengaitkan pusat-pusat pertumbuhan global, regional, nasional dengan
wilayah .dan kawasan perbatasan.Dikaitkan dengan lokasi wilayah yang
starategis maka idenya adalah bagaimana mendesain suatu pelabuhan
maupun lapangan terbang yang didukung oleh sarana dan parasaran yang
komplit dalam skala dan standar Internasional, sehingga siapapun yang
melakukan kegiatan transportasi di sekitar wilayah ini akan tergiur untuk
memanfaatkannya; apalagi kalau tidak dikenai biaya, katakanlah dengan
kebijakan bebas biaya parkir. Sementara ini volume lalu lintas di
transportasi di wilayah NKRI mencapai 140 kapal dan 2000 penerbangan
internasional perhari. Kalau saja kita dapat membuat 30 % dari jumlah itu
berkenan dan mau mampir, maka dapat dibayangkan berapa besar potensi
aktifitas kegiatan ekonomi yang akan digerakkannya.
a. Kebijakan Pengelolaan Wilayah Perbatasan. Kondisi wilayah
perbatasan negara mempunyai karakter tersendiri, dan pada hal-hal
tertentu sangat berbeda antara wilayah perbatasan yang satu dengan
lainnya, sehingga pada tahapan-tahapan tertentu memerlukan
kebijakan khusus, namun dalam garis besarnya dapatlah ditarik suatu
kebijakan umum yang relative berlaku untuk semua kawasan
perbatasan, adapun kebijakan umum itu meliputi :
1). Menyelesaikan masalah perbatasan dengan negara tetangga.
Sebagaimana kita ketahui, kita mempunyai perbatasan dengan
sepuluh negara tetangga. Batas darat meliputi Malaysia, Papua New
Guinea dan Timor Leste. Sementara batas laut dengan negara
India, Thailand, Vietnam,Malaysia, Singapura, Pilifina, Kepulauan
Palau, Papua New Guinea, Australia dan Timor Leste. Sampai saat
ini belum ada satu negarapun yang telah selesai permasalahan
perbatasannya dengan negara kita. Karena itu maka perlu terus
diupayakan agar semangat untuk menuntaskan ini tetap tinggi;
PENGELOLAAN WILAYAH PERBATASAN 2011
Harmen Batubara www.wilayahperbatasan.com Page 11
karena tanpa partisivasi yang setara antara kedua negara maka
sulit diharapkan masalah perbatasan dapat diselesaikan.
2). Mengembangkan Kawasan Perbatasan sebagai Halaman depan
dan Pintu Gerbang internasional bagi kawasan regional Asia-Pasifik.
Pendekatan itu membawa kita untuk melihat pertumbuhan regional
yang menghubungkan China, Taiwan, Hongkong, Jepang,
Singapura dan Australia. Maka pusat halaman depan itu adalah
kawasan Perbatasan di sekitar Pulau Batam, Pulau Bali dan Pulau
Biak. Kalau di tiga lokasi tersebut dapat dibuat kerjasama kawasan
yang bersifat regional serta mempasilitasinya berbagai fasilitas
berskala Internasional terutama dalam hal kepelabuhanan laut
maupun udara, dan terintegrasi dengan system perekonomian
nasional maka bisa dipercaya akan banyak para pemakai sarana
lalu lintas kawasan asia-pasifik yang akan memanfaatkannya,
apalagi kalau kita menerapkan kebijakan “ bebas parkir” serta
dukungan lainnya yang terkait dengan jaringan pariwisata, dan
bisnis.
3). Mengembangkan kawasan perbatasan dengan pendekatan
Kesejahteraan dan Keamanan secara serasi. Untuk pengembangan
kawasan perbatasan, yang perlu dilakukan adalah dengan
mempedomani Tata Ruang Kawasan Perbatasan, mengoptimalkan
kawasan pertumbuhan yang sudah ada disekitar wilayah tersebut,
baik itu di wilayah tetangga maupun di wilayah sendiri. Pusat –
pusat pertumbuhan yang telah ada didukung dengan penambahan
sarana dan prasarana bagi pengembangan di kawasan tersebut.
Bentuknya bisa dilakukan kerjasama antar daerah dari dua negara,
atau dalam satu negara. Dengan adanya Undang-undang no 32
tahun 2004 tentang Otonomi Daerah, maka sebenarnya
pengembangan wilayah perbatasan akan mendapat insentif baru
sehingga pembangunannya akan dapat lebih optimal.
Untuk mengimbangi pengembangan dari segi ekonomi maka dalam
hal penguatan aspek pertahanan / keamanan maka perlu
dikembangkan kemampuan pemanfaatan teknologi pengamanan di
kawasan perbatasan. Disamping penambahan pos-pos pengamanan
juga perlu dilakukan pemberdayaannya dengan memanfaatkan
kemampuan teknologi surveilance dan sarana penindakan gerak
cepat, dengan kemampuan SDM yang sepadan. Sehingga
PENGELOLAAN WILAYAH PERBATASAN 2011
Harmen Batubara www.wilayahperbatasan.com Page 12
pengamanan wilayah atau kawasan perbatasan merupakan satu
kesatuan dengan pengamanan wilayah nasional serta sesuai
dengan kompartemen strategis yang ada, akan tetapi mempunyai
jaring komando yang jelas. Dengan demikian pengamanan di suatu
kawasan perbatasan sampai batas-batas tertentu dia bisa mandiri
meski tetap terkait dengan Kompartemen Staretegis di wilayah
tersebut.
4). Meningkatkan Kualitas Sumber Daya Manusia melalui
pembangunan sarana dan prasarana kesejahteraan, pendidikan,
pesehatan, dan informasi. Selama ini perhatian terhadap kawasan
perbatasan hampir tidak ada. Hal ini karena sistem pemerintahan
kita yang sangat sentralistik. Tetapi dengan adanya Otonomi
Khusus, maka sebenarnya pemberdayaan kawasan perbatasan
dapat dilakukan dengan jalan membangun sarana dan
prasarananya. Sarana mana yang diprioritaskan akan sangat
tergantung dengan kondisi geografi maupun demografi di wilayah
tersebut. Bila hal seperti ini, susah diterapkan maka minimal pemda
daerah yang bersangkutan dapat membangun asrama-asrama
siswa anak-anak perbatasan di pusat-pusat pemerintahan, terserah
apakah itu di ibu kota kecamatan / kabupaten atau provinsi.
5). Meningkatkan Kerjasama di bidang Sosial, Budaya, Keamanan
dan Ekonomi dengan negara tetangga. Secara etnis dapat
dikatakan masyarakat yang ada diperbatasan sebenarnya masih
merupakan satu kesatuan etnis, suku atau adat yang sama. Dapat
dipastikan diantara mereka telah terjalin kerjasama yang baik
antara satu dengan lainnya. Dengan demikian, maka potensi ini
perlu diwadahi serta dikembangkan sehingga mampu memberikan
manfaat yang besar bagi kedua pihak. Jadi pendekatannya adalah,
disamping adanya aturan formal antar negara, juga mereka masih
mempunyai aturan yang dapat mengakomodir kehidupan
tradisional mereka di sekitar kawasan tersebut.
6). Meningkatkan Kelestarian Lingkungan Kawasan Perbatasan.
Kawasan perbatasan kita baik di darat maupun di laut memiliki
keanekaragaman hayati yang tidak ternilai harganya. Di Pulau
Kalimantan, Papua dan Timor Leste hampir seluruh hutan
PENGELOLAAN WILAYAH PERBATASAN 2011
Harmen Batubara www.wilayahperbatasan.com Page 13
perbatasannya terdiri dari hutan tropis dan bagian dari kawasan
konservasi yang merupakan “paru-paru dunia”. Sedangkan
kawasan perbatasan laut/maritime memiliki surber budi daya laut
dan perikanan yang sangat besar. Boleh dikatakan hidup
masayarakat di wilayah-wilayah tersebut sangat tergantung dengan
eko system kelestarian alam disekitarnya. Artinya kalau kelestarian
alamnya terganggu maka perekonomian mereka juga akan
terganggu; karena itu pelestarian alam lingkungan adalah bagian
yang tidak terpisahkan dengan pengembangan kawasan
perbatasan.
b. Strategi Pengelolaan Wilayah Perbatasan. Untuk memudahkan
pelaksanaan Kebijakan dalam pengelolaan wilayah perbatasan, maka
perlu di rumuskan pula langkah-langkah strategi bagi pengelolaannya,
yang secara garis besarnya meliputi ;
1) Strategi Dasar. Kalau pada masa lalu strategi pengembangan
kawasan perbatasan disusun berdasarkan adanya anggapan
ancaman dari luar, maka sesuai dengan kebijakan yang tertuang
dalam Buku Putih Dephan, maupun palform Penangannan
Permasalahan Perbatasan Antar Negara, maka pengembangan
kawasan perbatasan dilakukan dengan mengedapankan kerjasama
yang aman, harmonis dan pusat pertumbuhan serta sebagai pintu
gerbang bagi perekonomian nasional, maka startegi dasar dari
pengembangan kawasan perbatasan adalah :
a) Membuka beberapa simpul-simpul akses kawasan
perbatasan sebagai pintu gerbang dan pertumbuhan ekonomi
wilayah.
b) Meningkatkan kerjasama internasional, regional dan
nasional di kawasan perbatasan.
c) Meningkatkan pusat-pusat peretumbuhan di kawasan
perbatasan sesuai dengan potensi dan daya dukung
lingkungannya, dengan prioritas membangun sarana dan
prasaraan kepelabuhanan laut dan udara serta darat dengan
standar internasional; dan dalam pengoperasiaanya diduat
sederhana, murah tetapi berkualitas.
PENGELOLAAN WILAYAH PERBATASAN 2011
Harmen Batubara www.wilayahperbatasan.com Page 14
d) Mensinergikan berbagai program ekonomi dan hankam di
kawasan perbatasan.
2) Strategi khusus, mengingat kawasan perbatasan antara satu dan
lainnya memang berbeda, maka perlu juga diterapkan adanya
strategi khusus yang meliputi semua aspek kehidupan baik dari
segi ekonomi, Pertahanan dan keamanan, pengembangan SDM dan
Kelestarian Lingkungan. Starategi ini lebih mengacu kepada
keunggulan wilayahnya masing-masing. Pendekatannya adalah
pada harmonisasi antara kawasan kedua negara. Sehingga
pengembangan kawasan tidak dilakukan dengan program yang
sama, tetapi justeru dengan program yang bisa saling memperkuat
antar sektor, maupun antar kawasan.
6. Kesimpulan dan Saran
a. Kesimpulan.
1) Wilayah perbatasan dan pulau-pulau kecil terluar merupakan posisi
strategis dan berperan sebagai wialayah pengikat dalam keutuhan
wilayah Nusantara, dan masuk dalam geostrategis ketahanan wilayah
khusus serta memiliki kepentingan nasional yang bersifat tetap
maupun dinamis. Untuk kepentingan pertahanan TNI telah melakukan
berbagai kegiatan meliputi patroli, penempatan pasukan, serta
berbagai kegiatan lainnya. Untuk memudahkan manajemen
pengamanan wilayah yang demikian luas diperlukan dukungan
teknologi pengintaian “ surveillance”, sarana transportasi, komunikasi
serta gelar pasukan pengamanan batas yang sewaktu-waktu siap
dioperasikan.
2) Kerjasama regional bidang pertahanan dan pengelolaan /
pengembangan ataupun pembangunan kawasan perbatasan
memerlukan kerjasama dengan negara lain, khususnya negara
tetangga. Kerjasama seperti ini dipercaya merupakan salah satu upaya
untuk membangun rasa saling percaya bagi terwujudnya stabilitas
keamanan maupun pengelolaan kawasan. Permasalahan-
permasalahan kawasan maupun masalah perbatasan akan dapat
diselesaikan dengan mengedepankan semangat kebersamaan yang
dibangun berdasarkan prinsip persamaan, saling menghormati dan
tidak saling intervensi. Sampai saat ini kerjasama yang sudah
PENGELOLAAN WILAYAH PERBATASAN 2011
Harmen Batubara www.wilayahperbatasan.com Page 15
terwadahi secara “permanen” baru dengan negara Malaysia, PNG, dan
Timor Leste.
3) Pengembangan kawasan perbatasan harus memiliki keterkaitan
dengan pertumbuhan perekonomian regional, dan nasional dengan
demikian ia akan mampu bertumbuh sesuai dengan dinamika
kawasan.
b. Saran.
Selama ini pengembangan kawasan perbatasan masih lebih menekankan
kepada aspek pertahanan dan kemanan, sementara ke depan yang
dikehendaki adalah arah yang lebih memberi peran kepada pembangunan
untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya tanpa melupakan faktor
keamanan. Karena itu ke depan sudah semestinya kawasan perbatasan
diberi tempat yang layak, terutama dalam berbagai instrumen pembangunan
maupun pertahanan seperti pada Buku Putih, SDR(Strategic Defence
Review), RPP tentang Kawasan Pertahanan ( Dephan) serta Kebijakan
Pembangunan Kawasan Perbatasan dari segi pandang Depdagri dan
Kementerian Perikanan dan Kelautan.
Daftar Bacaan.
1. “Buku Putih Dephan RI Tahun 2003”, Mempertahankan Tanah Air
Memasuki Abad 21.
2. Daniel J. Kaufman (US National Security, A framework for Analysis),
Lexington Books, DC Heats and Company, 1985.
3. Geopolitik Global dan Regional Serta Implikasinya Bagi Australia dan
Indonesia, Mayjen TNI Dadi Susanto, Lokakarya Perjanjian Keamanan
Australia- Indonesia : Dari Perspektif Global dan Regional serta Relevansinya
bagi Indonesia, Ruang Sudirman, Dephan 20 Juni 2006.
4. Kaji Ulang Strategis Sistem Pertahanan, Strategic Defence Review, Dirjen
Strahan Dephan, Tahun 2004.
5. Naskah Akademik Penataan Ruang Kawasan Pertahanan, ( masih dalam
revisi ) Dephan 2004.
6. Pengaruh penetapan ruu batas wilayah NKRI terhadap pertahanan
negara, Brigjen TNI Frans B. Workala S.pd.MM.,Direktur Wilayah Pertahanan
Direktorat Jenderal Strategi Pertahanan, Dephan. Makalah ini
dipresentasikan sebagai bahan pada Dialog Terbatas Dalam Rangka
PENGELOLAAN WILAYAH PERBATASAN 2011
Harmen Batubara www.wilayahperbatasan.com Page 16
Penyusunan RUU Tentang Batas Wilayah Kedaulatan NKRI yang
diselenggarakan Depdagri di Hotel Aston Atrium Senen pada tanggal 26 Juni
2006
7. Pokok-pokok Pikiran Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Tata
Ruang Wilayah Pertahanan, DoK Jakstra, Dirjen Strahan Dephan 2006
8. Platform Penanganan Permasalahan Perbatasan Antar Negara, Direktorat
Wilayah Administrasi dan Perbatasan, Dirjen PUM, Departemen Dalam
Negeri. 2005.
9. Manajemen Wilayah Negara, Brigjen TNI Frans B. Workala
S.pd.MM.,Direktur Wilayah Pertahanan Direktorat Jenderal Strategi
Pertahanan, Dephan. 2006.
10. Undang-Undang tentang Pertahanan RI Nomor 3 Tahun 2001 (
Lembaran Negara RI tahun 2001 nomor 78, TLNRI 3851).
11. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 78 tahun 2005 tentang
Pengelolaan Pulau-Pulau Kecil Terluar.
12. Undang-undang no.17 tahun 1985 tentang Pengesahan United Nations
Convention on the Law Of the Sea tahun 1982 ( Lembaran Negara RI Tahun
1985 nomor 76, Tambahan LNRI nomor 3319.
13. Undang-undang No 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (
LNRI tahun 2004 nomor 127, Tambahan Lembaran Negara RI nomor 4439.
Jakarta, Juli 2009