Pengelolaan sda dan tantangannya di era otonomi daerah dan globalisasi ekonomi final

32
Kusdaryono S. dan Soenarto S. Pengelolaan Sumber Daya Air dan Tantangannya Di Era Otonomi Daerah dan Globalisasi Ekonomi (Suatu Studi Pustaka terhadap Undang-Undang No. 7/2004 Tentang Sumber Daya Air / A Desk Study of Water Resources Law No.7/2004 and Its Challenges in the Autonomy and Global Economic Eras) Oleh Kusdaryono Sutosuromo dan Soenarto Soendjaja ABSTRACT The placement of Law No 7/2004 for Water Resources in operation has brought pro and contra opinions from the public including non governmental organizations especially to the concept of water as economic goods and as social goods all at once. Both groups gave critical opinions and without any suspicious or any a priory that opinions have been taken into consideration by the Executive and Legislative officials and therefore the legislation process of Law No.7/2004 was taken more time than expected. These new paradigm where the public opinion has proper place in a policy decision process should be motivated and appreciated and equipped simultaneously with proper public knowledge and understanding of the substance in water resources management system, otherwise it will create narrow thinking and it can become contra productive. The paper is trying to give simplified expose of water resources as a system in management, utilization, protection from the destructive potential of water and water conservation aspects. In this paper the substance of the water resources system would be exposing the interrelationship with or without conscious participation of the stakeholders of water resources and put them together in the frame of Law No.7/2004. The sustainability of water resources utilization would be the only approach in water resources management since water is not unlimited even it is renewable where 1

description

IWRM and its challenges in Indonesia

Transcript of Pengelolaan sda dan tantangannya di era otonomi daerah dan globalisasi ekonomi final

Page 1: Pengelolaan sda dan tantangannya di era otonomi daerah dan globalisasi ekonomi final

Kusdaryono S. dan Soenarto S.

Pengelolaan Sumber Daya Air dan TantangannyaDi Era Otonomi Daerah dan Globalisasi Ekonomi

(Suatu Studi Pustaka terhadap Undang-Undang No. 7/2004 Tentang Sumber Daya Air /A Desk Study of Water Resources Law No.7/2004 and Its Challenges in the Autonomy and Global

Economic Eras)

OlehKusdaryono Sutosuromo dan Soenarto Soendjaja

ABSTRACT

The placement of Law No 7/2004 for Water Resources in operation has brought pro and

contra opinions from the public including non governmental organizations especially to the concept

of water as economic goods and as social goods all at once. Both groups gave critical opinions and

without any suspicious or any a priory that opinions have been taken into consideration by the

Executive and Legislative officials and therefore the legislation process of Law No.7/2004 was

taken more time than expected. These new paradigm where the public opinion has proper place in a

policy decision process should be motivated and appreciated and equipped simultaneously with

proper public knowledge and understanding of the substance in water resources management

system, otherwise it will create narrow thinking and it can become contra productive.

The paper is trying to give simplified expose of water resources as a system in management,

utilization, protection from the destructive potential of water and water conservation aspects. In this

paper the substance of the water resources system would be exposing the interrelationship with or

without conscious participation of the stakeholders of water resources and put them together in the

frame of Law No.7/2004. The sustainability of water resources utilization would be the only

approach in water resources management since water is not unlimited even it is renewable where in

the other hand water demand is almost unlimited and sometime become unplanned and

uncontrollable. As a result unbalance of supply and demand from water resources is created and has

been happening for decades in every country with different level of solution efforts. This kind of

situation has put the water resources system in danger. As the water resources must be sustain to

serve the human needs all the time, the relationship and interrelationship amongst the stakeholders

must be recognized, organized and regulated by laws and regulations where hydro professionals

should be participating as a “guardian angel” and the government side would play their roles as

motivator, regulator and facilitator in this system.

The simplified concept of the water resources system would be exposed in two ways, first

the public should understand its availability which is subject to TIME, SPACE, QUANTITY and

QUALITY or in Bahasa Indonesia shortage is WARUNGJAMU or waktu, ruang,jumlah and mutu.

Secondly the public should understand the dynamic characteristic of water resources system but

since the concept of water resources dynamic system is complex and complicated, it is the intention

1

Page 2: Pengelolaan sda dan tantangannya di era otonomi daerah dan globalisasi ekonomi final

Kusdaryono S. dan Soenarto S.

of the paper to expose the dynamic system in simplified model which is called MASULINGMAS

model. These two basic principles would be a foundation for understanding the substance of water

resources system, and also could be instrumentalized as technical tools to analyze the water

resources management system which is articulated in the articles of Law No. 7/2004.

By this analysis the “holes” of the imperfect articles in the Law would be recognized. The

external environments also will be taken into account in the analysis, they are: the impact of global

economy and the influence of autonomous local government era which are already been started and

will be more intensified in the future. Finally a recommendation is given as a contribution of this

desk study to the government in order to patch the “hole” and might be used as input when the

implementation of government regulations is preceded. The final word is to call out the spirit of

professional who concern for sustainable water resources utilization in supporting the

implementation of Law No. 7/2004 without any hesitation. It is the writers believe that by

implementing the Law consistently, a better water resource will be secured and a better water

resources availability could be provided as much as its limitations.

Keywords: the substance of water resources as a system; dynamic model of water resources system and its simplification; analysis of interrelations amongst stakeholders using Law No. 7/2004 frame and MASULINGMAS model; expose of the analysis result for future use.

2

Page 3: Pengelolaan sda dan tantangannya di era otonomi daerah dan globalisasi ekonomi final

Kusdaryono S. dan Soenarto S.

Bab I Pendahuluan

Hakekat Sumber Air dan Sumberdaya Air

Apabila dicermati pada pembukaan Undang Undang 7/2004 secara explisit disebutkan

beberapa hal tentang hakekat keberadaan dari air, sumber air dan sumberdaya air.

o Pertama bahwa air yang ada di sumbernya memiliki daya atau potensi yang sifatnya

positip dan negatip adalah merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa dan sampai

sekarang belum ada teknologi apapun didunia yang mampu menciptakan atau

membuat air alami (H2O). Disisi lain keberadaan air di planet bumi jumlahnya tetap,

tidak bertambah (Lihat Tabel 1), bahkan cenderung berkurang mengingat sumber air

yang memenuhi syarat baku mutu “air tawar” cenderung menurun. Ini membuktikan

bahwa air di bumi mempunyai keterbatasan.

o Bila dilihat secara geografis maka air di wilayah tropis dan sub tropis (yang berdekatan

dengan kathulistiwa) jumlahnya sangat tergantung dari musim dibandingkan dengan

yang berada di wilayah sub tundra dan tundra (yang berdekatan dengan kutub utara

dan selatan/north and south poles.) Jumlah air yang berada diplanet bumi juga

tergantung dari lokasi sumbernya, didalam tanah, dipermukaan tanah atau di laut lepas.

Dengan perkataan lain keberadaan air tergantung dari waktu/musim dan ruang/lokasi

dengan berbagai macam kualitasnya sehingga jumlah air yang dapat dimanfaatkan

dapat di diukur dari dimensi/matra waktu/musim, lokasi/ruang dan mutunya. Konsep

ini disebut sebagai konsep matra/dimensi WARUNGJAMU. Sebagai contoh dapat

dilihat Gambar 1 yang menunjukkan necara air di Indonesia pada Juni 2004. Menurut

para akhli saat ini sedang terjadi perubahan keseimbangan antara ketersediaan air yang

cenderung menurun dan kebutuhan air yang meningkat terus secara tidak terencana

sehingga menjadi tidak terkendalikan. Gejala yang tidak terlihat secara kasat mata

namun terus berlangsung ini, dapat di “perlihatkan” dengan menggunakan konsep

matra WARUNGJAMU.

o Kedua bahwa sumberdaya air yang terkandung pada air di atau dari sumbernya dapat

memberikan manfaat untuk mewujudkan kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia

dalam segala bidang. Guna mencapai kesejahteraan tersebut maka air di atau dari

sumbernya perlu diusahakan agar sumberdaya positip yang terkandung didalamnya

dapat memenuhi keperluan kehidupan sehari hari (fungsi pertama sebagai benda

sosial/social goods) dan mencukupi kebutuhan untuk terus meningkatkan penghidupan

dan kualitas kehidupan (fungsi kedua sebagai benda ekonomi/economic goods)

sedangkan sumberdaya yang negatip direduksi agar tidak membahayakan kehidupan

dan penghidupan manusia dan masayarakat. Kedua kegiatan tersebut yaitu

3

Page 4: Pengelolaan sda dan tantangannya di era otonomi daerah dan globalisasi ekonomi final

Kusdaryono S. dan Soenarto S.

pengusahaan dan mereduksi perlu dilakukan dalam suatu sistem pengelolaan yang

menyeluruh dan terpadu.

o Dari Tabel 2 dapat disimak dan dilihat apa dan bagaimana sumberdaya air dapat

bermanfaat bagi kehidupan manusia dan masyarakat serta bagi negara Indonesia.

Bab II. Perkembangan Sistem Penanganan Bidang Pengairan sejak UU.11/1974

1. Perkembangan kebijakan pembangunan bidang pengairan.

Sejak zaman sebelum kemerdekaan 1945, bidang yang menyangkut air dan

sumberdaya air sudah diatur melalui Undang Undang, yang saat itu disebut Algemene

Waterreglement tahun 1936, kemudian peraturan yang disetarakan dengan Undang

Undang itu diganti dengan Undang Undang No.11/1974 tentang Pengairan beserta

semua Peraturan Pemerintah dan peraturan turutannya. Kemudian dimulai pada tahun

2000 disusun konsep Undang Undang baru tentang Sumberdaya Air yang memuat

sebagian besar konsep UU.No.11/1974 beserta peraturan perundangan turutannya serta

dilengkapi dan dipertegas dengan pasal pasal yang mengatur hak, kewajiban dan peran

masyarakat, gugatan masyarakat, penyidikan serta sistem informasi sumberdaya air.

Semua ini sangat diperlukan dalam rangka pengelolaan dan pendayagunaan

sumberdaya air yang disemangati oleh roh demokrasi dan desentralisasi serta

keterbukaan. Pada 18 Maret 2004 Undang Undang No.7 tentang Sumber Daya Air

disahkan.

Dari sisi pembangunan infrastruktur sektor ini, sesuai dengan kebutuhan dan kebijakan

politik pada saat sebelum kemerdekaan, maka dengan mudah dapat dilihat arahnya

yaitu merekonstruksi dan merehabilitasi jaringan irigasi secepat cepatnya agar

penyediaan pangan dapat dilakukan dengan murah. Setelah kemerdekaan sampai

dengan awal Pelita I, upaya tersebut diteruskan dan mulai Pelita II, pembangunan

infrastruktur diarahkan untuk menuju swasembada pangan dalam hal ini beras dan

membangun bendungan bendungan besar untuk keperluan irigasi, intinya adalah sektor

pengairan mendukung extensifikasi lahan pertanian melalui pembangunan

infrastruktur irigasi. Pembangunan infrastruktur untuk keperluan pengamanan lahan

pertanian dan perkotaan terhadap bahaya banjir, pengembangan lahan basah untuk

pertanian, perlindungan pantai terhadap erosi, pengamanan terhadap bahaya gunung

berapi, penyediaan air baku untuk air bersih mulai dilakukan sejak awal Pelita III

disamping upaya intensifikasi pertanian dan extensifikasi lahan sawah tetap diteruskan.

Pada Pelita IV Indonesia dinyatakan telah mencapai swasembada pangan dalam hal ini

beras. Pelita V merupakan anti klimax dari upaya terus menerus membangun

infrastruktur pengairan dalam mendukung pertanian.

4

Page 5: Pengelolaan sda dan tantangannya di era otonomi daerah dan globalisasi ekonomi final

Kusdaryono S. dan Soenarto S.

Kontradiksi dengan semua upaya membangun infrastruktur pengairan untuk

mendayagunakan sumberdaya nya, pemeliharaan terhadap sumber airnya menjadi

tertinggal. Sektor kehutanan dan pertambangan dalam memacu peningkatan ekonomi

negara telah mulai menganggu lingkungan sumber air dan akibat dari hal ini mulai

dirasakan dengan menurunnya pasok sumber air, meningkatnya potensi bencana alam

banjir dan longsor. Kesadaran masyarakat terutama dikota masih rendah terhadap

akibat buruk perilaku mereka yang sembarangan membuang sampah, air kotor dan

limbah domestik ke sumber air. Pemerintah masih belum mampu mengatasi ataupun

membuat „waste teatment plant“ untuk mengatasi limbah perkotaan. Semakin lama

pencemaran terhadap sumber air dan lingkungannya tanpa upaya signifikan untuk

mengendalikannya akan semakin menurunkan kapasitas sumberdaya air secara terus

menerus.

2. Perkembangan sistem pengelolaan sungai sebagai sumberdaya air.

Dari sisi pengelolaan dan administrasi sungai sebagai sumberdaya air, dua wilayah

sungai beruntung karena telah dibentuk institusi Perum (Perusahaan Umum) yaitu Jasa

Tirta I untuk wilayah sungai Brantas dan Jasa Tirta II untuk wilayah sungai Citarum.

Kedua wilayah sungai ini relatif lebih baik kondisi phisik dan lingkungannya

dibanding dengan wilayah sungai lainnya.

Pengelolaan sumberdaya air yang agak menyeluruh telah dijalankan oleh institusi Jasa

Tirta I dan II yang secara kelembagaan telah mampu mengupayakan agar wilayah

sungai Brantas dan wilayah sungai Citarum menjadi wilayah sungai yang mampu

mebiayai pemeliharaan dan pengoperasian semua infrastruktur yang ada didalamnya.

Sayangnya untuk pengembangan sumberdaya air, pemeliharaan lingkungan,

konservasi dan penegndalian banjir masih mengandalkan dana dari Pemerintah melalui

lembaga Proyek Proyek Induk masing masing. Idealnya adalah semua hasil yang

berupa „income“ dapat dikelola dan digunakan untuk membiayai semua keperluan

dalam pengelolaan wilayah sungai termasuk konservasi dan lain lain.

Konsep „one river one management“ hampir secara utuh dilaksanakan di dua Perum

tersebut dengan hasil yang cukup lumayan dibandingkan dengan wilayah wilayah

sungai yang pengelolaannya dilakukan tanpa lembaga Perum. Ini menunjukkan bahwa

pengelolaan yang menyeluruh masih lebih efektif dengan melihat hasilnya bila

dibandingkan dengan pengelolaan wilayah sungai yang fragmented dan berdiri sendiri

sendiri. Pertanyaanannya apakah semua wilayah sungai harus dikelola oleh institusi

yang sama ? Topik ini sangat menarik dan kompleks untuk diangkat dalam suatu

forum lokakarya teknis sehingga tidak akan dibahasa pada makalah ini. Namun paling

5

Page 6: Pengelolaan sda dan tantangannya di era otonomi daerah dan globalisasi ekonomi final

Kusdaryono S. dan Soenarto S.

tidak telah terbukti bahwa pengelolaan wilayah sungai secara menyeluruh jauh lebih

berhasilguna dibanding yang dilakkan secara fragmented dan sendiri sendiri.

Disini nampak adanya suatu kebutuhan untuk paling tidak dari sisi penyusunan

perencanaan, pendekatan pengelolaan yang menyeluruh perlu sekali menjadi fokus

para perencana, sebab dengan rencana makro yang menyeluruh akan merupakan peta

yang baik untuk mengenali permasalahan dan mencari jawabannya. Tentu walaupun

pelaksanaannya dilakukan oleh masing masing instansi yang memiliki wewenang

ekskusif apabila acuannya satu yaitu rencana pengelolaan yang menyeluruh tadi maka

diharapkan hasilnya akan lenih nyata dan baik. Kata kuncinya adalah koordinasi yang

telah dimuat dalam UU.7/2004 secara tersendiri.

3. Perkembangan SDM Bidang Sumberdaya Air

Dari sisi pengembangan SDM yang mempunyai profesi disekitar sumberdaya air terasa

memprihatinkan. Dapat dilihat ada berapa jumlah Universitas/Perguruan Tinggi yang

masih memiliki jurusan seputar sumberdaya air seperti contohnya ilmu persungaian,

rawa, pantai, irigasi dll. HATHI sebagai asosiasi profesi yang paling dekat dengan

pengembangan SDM sumberdaya air logikanya mampu melihat itu dan mengambil

langkah langkah yang diperlukan untuk menambah jumlah SDM Sumberdaya Air

berkualitas melalui upaya pengkaderan dan Pemerintah sebagai pengguna terbanyak

tenaga profesi tersebut dapat ikut memfasilitasi, dan memotivasinya.

Bab III. Implikasi Otonomi Daerah dan Globalisasi Ekonomi terhadap Pengelolaan

Sumberdaya Air.

1. Otonomi Daerah dan Pelaksanaannya oleh Pemerintah Daerah

Ketika UU. 22/1999 tentang Pemerintahan Daerah diberlakukan secara penuh,

sebagian Birokrat di Pemerintahan Pusat merasa was-was mengingat langkah

persiapannya begitu kompleks dan jumlah kota/kabupaten yang telah ada sangat

banyak, belum lagi adanya semangat pemekaran daerah dengan menambah jumlah

kota/kabupaten yang telah ada sebelum 1999 menjadi semakin banyak.

Kewenangan otonomi dapat menjadi pedang bermata dua yang dapat dipergunakan

untuk mensejahterakan masyarakat didaerah atau memakmurkan sekelompok orang di

daerah. Memindahkan pelayanan lebih dekat kemasyarakat atau memindahkan pola

“KKN” ke pemerintahan di daerah. Sungguh suatu tantangan yang luar biasa bagi kita

semua.

Setelah berjalan sekian tahun terlihat dengan jelas kota/kabupaten mana yang mampu

mengatasi turbulensi sosial, politik dan ekonomi di daerahnya dan keluar dengan

program program yang mengarah kepada peningkatan pelayanannya ke masyarakat

6

Page 7: Pengelolaan sda dan tantangannya di era otonomi daerah dan globalisasi ekonomi final

Kusdaryono S. dan Soenarto S.

dan bukan tidak sedikit yang malah makin menjadi “tidak berdaya” karena salah

langkah.

Dari pengamatan sederhana melalui beberapa tolok ukur, ternyata berhasil tidaknya

Pemerintah Daerah dalam menjalankan kewenangan otonomi daerah tergantung sekali

dari SDM yang ada didaerah tersebut dan bagaimana seorang Kepala Daerah

mendayagunakan SDM serta sumberdaya lainnya agar Pemerintahannya berhasil baik

dilihat dari peningkatan kesejahteraan masyarakatnya maupun melalui pembangunan

fisik infrastrukturnya.

Namun dari dua jenis “outcome” yang dapat dilihat, biaya pengelolaan sumberdaya air

masih merupakan beban berat dalam arti lebih banyak dibiarkan apa adanya atau di

eksploitasi sumberdaya nya namun “hasil” nya tidak dikembalikan untuk keperluan

pengelolaan sumber airnya, tetapi digunakan untuk kegiatan fisik yang lain dan

akibatnya pasok sumberdaya air nya menurun. Kecenderungan ini terlihat dimanapun,

kecuali di dua Perum Jasa Tirta I dan II tadi. Implikasinya adalah pengelolaan

sumberdaya air semakin terabaikan dan mencemaskan. Belum lagi bila dilihat

penanganan operasi dan pemeliharaan infrastruktur pengairan terutama yang

menyangkut prasarana pengendalian banjir dan jaringan irigasi, sunguh2 sangat

memprihatinkan. Secara umum ini disebabkan kurangnya perhatian terhadap alokasi

dana dari pemerintah daerah, karena konsentarsi mereka masih pada pembangunan

infrstruktur fisik, sedangkan pemerintah pusat masih berjuang keras memperbaiki

posisi “debt ratio” luar negeri sehingga kebutuhan biaya yang diperlukan bagi

pengelolaan sumberdaya air beserta infrastrukturnya menjadi terabaikan.

2. Dampak/implikasi globalisasi ekonomi terhadap pertumbuh kembangan ekonomi

dan keberadaan sumber air sebagai salah satu pendukungnya.

Kita sepakat bahwa pertumbuhan ekonomi nasional dan daerah perlu ditingkatkan

pada level tertentu agar dapat mendorong perputaran roda pembangunan dalam rangka

peningkatan kesejahteraan masyarakat. Dalam pertumbuhan ekonomi baik nasional

maupun daerah kita selalu terhubung dengan sistem ekonomi internasional yang sangat

kompetitif. Disatu sisi keunggulan komparatif yang dimiliki oleh Indonesia dalam

ukuran tenaga murah, sumberdaya melimpah, produk yang bermutu dengan harga

bersaing dan disisi lain untuk memutar roda produksi masih diperlukan masukan bahan

baku, teknologi dan permesinan dari pasar internasional. Maka secara sederhana

ekonomi nasional dan daerah selalu berinteraksi dengan ekonomi internasional,

sehingga apapun yang terjadi di sistem ekonomi internasional akan memberi pengaruh

kepada sistem ekonomi didalam negeri.

7

Page 8: Pengelolaan sda dan tantangannya di era otonomi daerah dan globalisasi ekonomi final

Kusdaryono S. dan Soenarto S.

Yang menjadi permasalahan, ekonomi internasional, terutama dinegara negara maju,

sangat liberal dalam pengertian pemain ekonomi di pihak swasta dibebaskan

melakukan kegiatan ekonomi di sektor apapun tanpa intervensi langsung

pemerintahannya dengan memberikan kebebasan seluas luasnya bagi kompetisi antar

pemain ekonomi termasuk dalam usaha perdagangan, perindustrian, pertanian,

pelayanan jasa dan pelayanan umum. Di Indonesia pelaku pelaku ekonomi dalam

negeri yang memiliki kemampuan untuk berkompetisi sangat terbatas sehingga apabila

dibuka pintu “persaingan bebas” maka mereka akan sangat “shock”, namun untung tak

dapat diraih malang tak dapat ditolak, pada saatnya nanti masa kompetisi global itu

akan terjadi juga. Termasuk para pengusaha yang diluar negeri berjaya di bisnis bidang

“pendayagunaan sumberdaya air” antara lain di bidang penyediaan air bersih,

pembangkit tenaga listrik hidro dll., merekapun akan berusaha memasuki bisnis sejenis

di Indonesia.

Antisipasi yang cerdik namun dapat diterima dunia internasional sangat diperlukan

dalam upaya mempertahankan kedaulatan pengelolaan air dan sumberdaya air di

dalam negeri, untuk itulah UU.No.7/2004 dibuat dan diberlakukan. Diantara semua

usaha Pemerintah untuk membendung masuknya “kapitalis bidang sumberdaya air”,

keberadaan lingkungan hidup termasuk lingkungan sumberdaya air melalui dalih

pelestarian akan dapat menjadi “penghambat” bagi upaya eksploitasi berlebihan

terhadap sumberdaya air baik yang dilakukan oleh orang luar maupun orang dalam

negeri.

Bab IV. Pengenalan Konsep Sistem Model Dinamis Sederhana MASULINGMAS.

Pendekatan sistem dinamis pada awalnya, di tahun ‘60-an dikembangkan oleh Jay W.

Forrester seorang pakar teknik industri bidang teknik kontrol dan umpan balik (control and

feedback engineering) di Massachusetts Institute of Technology, ke dalam ilmu “social

engineering” dengan menggunakan dasar analisa model sistem dinamis. Konsep sistem

dinamis ini oleh Peter M.Senge kemudian, pada tahun 1990, digunakan sebagai landasan

“berfikir sistematis” dalam upaya memetakan dan mencari solusi berbagai persoalan

strategis seperti kekurangan pangan, kerusakan lingkungan sumberdaya air dan lain lain.

Periksa Gambar 2 dan Gambar 3.

Menurut Richardson G.P dan Pugh A.L. III, penggunaan model sistem dinamis banyak

membantu memetakan masalah yang sangat kompleks secara holistik, sehingga perilaku

(behaviour) dari keterkaitan, pengaruh dan ketergantungan antara satu masalah dengan

8

Page 9: Pengelolaan sda dan tantangannya di era otonomi daerah dan globalisasi ekonomi final

Kusdaryono S. dan Soenarto S.

masalah lainnya dapat dipahami. Pembuatan model sistem dinamis sendiri belum mampu

memecahkan permasalahan yang terdapat pada setiap masalah, sehingga pendekatan

sistem dinamis ini hanya merupakan suatu “alat berfikir sistematis” saja.

Ada paling sedikit tujuh tahapan dalam memandang suatu masalah dan permasalahan dari

sudut pandang sistem dinamis yaitu: identifikasi dan definisi masalah/permasalahan,

pengembangan konsep sistem, perumusan model, analisis perilaku model, evaluasi model,

analisis kebijakan, penggunaan/implementasi model. Ketujuh tahapan ini tidak saja saling

berhubungan linear namun juga bersifat sangat dinamis, dan tidak harus berurutan,

sehingga dapat digambarkan dengan “loop sebab dan akibat/loop umpan balik “ (causal

loop/feedback loop). Bila semua masalah telah dimasukkan kedalam model komputer,

maka setiap perilaku dari sub-sub sistem dapat dianalisa secara kwantitatip dan akan

mampu menunjukkan lebih jelas tentang keterkaitan, pengaruh dan ketergantungan

penting dari setiap masalah, sehingga memperjelas pemahaman masalah secara holistik.

Dalam mengindentifikasi masalah pengelolaan sistem pengelolaan sumberdaya air, yang

mengandung aspek sosial, ekonomi dan politis yang sangat kompleks, akan memerlukan

suatu program komputer yang rumit sehingga akan menyulitkan masyarakat umum untuk

memahaminya, namun bila model dinamis dari sistem tersebut dapat disederhanakan maka

akan dapat dimengerti secara mudah oleh masyarakat dan mereka akan mampu melihat

bahwa didalam pemanfaatan sumberdaya air yang diupayakan oleh Pemerintah ataupun

swasta, bagi kesejahteraan mereka, ada suatu sub sub-sistem yang mengikutsertakan

mereka kedalam sistem tersebut tanpa atau dengan mereka sadari tentang keberadaan

mereka didalam sistem tersebut. Sistem ini yang ingin diperkenalkan pada makalah ini.

Disini Penulis hanya mencoba menggambarkan kompleksitas pengelolaan sistem

sumberdaya air (water resources management system) yang dihadapi oleh dunia nyata

kita, melalui identifikasi masalah, kemudian dicari definisi pokok permasalahan pada

masalah yang menonjol/signifikan dan akhirnya melompat (leaping) ke pemikiran filosofis

dalam upaya mencari pemecahannya. Lompatan ini dilakukan karena sekarang kita semua

telah dipaksa berada pada “turbulensi arus perubahan” yang disebut reformasi dan

demokratisasi, sehingga memerlukan kecepatan “quantum leap” untuk melihat

pemecahan suatu persoalan yang telah tertunda selama 32 tahun, disengaja ataupun tidak

disengaja.

Aspek Masyarakat dan Manusia

Masyarakat yang dimaksud disini secara jenerik adalah kesatuan sosial, politik, budaya,

geografis, ekonomi dan negara yang terdiri atas manusia individual/perseorangan yang

9

Page 10: Pengelolaan sda dan tantangannya di era otonomi daerah dan globalisasi ekonomi final

Kusdaryono S. dan Soenarto S.

secara sukarela bergabung dan menyatakan diri bergabung kedalam kelompok kesatuan

tersebut. Di Indonesia kelompok manusia yang terdiri dari berbagai strata sospolbudek

tersebut diikat menjadi kesatuan bangsa Indonesia dengan batas geografis dan hukum yang

diakui dunia menjadi Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang memiliki sistem

kenegaraan yang didasari pada ideologi bangsa yang sangat spesifik disebut Pancasila dan

memiliki moto bangsa “bhineka tunggal ika/unity in diversity”.

Masyarakat Indonesia seperti masyarakat lainnya mengatur pemerintahannya sendiri

dengan kedaulatan penuh yang diakui oleh dunia guna mencapai cita cita bangsa yaitu

menjadi masyarakat adil, makmur, aman dan sejahtera melalui berbagai kegiatan yang

diatur dalam suatu sistem kenegaraan yang diakui oleh dunia, termasuk didalamnya antara

lain upaya mencapai kesejahteraan dan kemakmuran melalui berbagai kegiatan ekonomi

yang didasari oleh kekuatan pertanian dan perindustrian.

Untuk menggambarkan hubungan masyarakat (misalnya masyarakat petani secara lebih

spesifik) dengan sumberdaya air, kita lihat salah satunya saja, yaitu kegiatan pertanian

yang didukung oleh sistem irigasi. Fokus dari sistem irigasi adalah petani dan infrastruktur

irigasi. Dengan premis bahwa peran utama dalam sistem tersebut adalah manusia nya,

maka petani disamping para petugas pemerintah yang terkait, perlu dilihat lebih dulu

keadaannya sebagai potret awal yang dapat dijadikan sebagai tolok ukur kondisi yang

akan datang. Potret awal yang paling “representative” adalah melihat permasalahan petani

menghadapi masalah pengelolaan irigasi c.q infrastrukturnya. Masalah infrastruktur irigasi

akan dilihat sebagai salah satu sub-sistem irigasi berkelanjutan yang holistik serta terkait

erat dengan upaya meningkatkan kesejahteraan petani. (Periksa Gambar 4 :

Kompleksitas Upaya Mempertahankan Sistem Irigasi Berkelanjutan dan Kaitannya

dengan Upaya Mensejahterkan Petani Tanaman Pangan).

Petani sejak lama telah mengenal budaya pertanian yang lekat dengan air dan lahan, tanpa

air dan lahan, petani tahu betul bahwa pertanian tidak mungkin berhasil. Namun

keberadaan air di sumbernya yang dibatasi oleh matra/dimensi WARUNGJAMU belum

tentu mampu memenuhi setiap rencana tanam yang diinginkan oleh petani sebab aspek

WARUNGJAMU dari sumber air tadi dapat berubah setiap saat baik yang diakibatkan

oleh alam, manusia individual maupun masyarakat lain, selain masyarakat petani tadi.

Gambar 4 secara dinamis mengambarkan hal tersebut. Bila model ini disederhanakan

10

Page 11: Pengelolaan sda dan tantangannya di era otonomi daerah dan globalisasi ekonomi final

Kusdaryono S. dan Soenarto S.

maka ada hubungan aksi-reaksi, pengaruh mempengaruhi, keterikatan dan ketergantungan

antara masyarakat/manusia dan sumberdaya air. Secara individupun manusia

membutuhkan air untuk minum, mandi, cuci dan keperluan sehari hari lainnya, maka

semakin jelas ada ketergantungan antara manusia sebagai individu dan manusia sebagai

masyarakat dengan sumberdaya air.

Aspek Sumberdaya Air dan Infrastrukturnya

Ada dua kelompok dalam sistem irigasi yaitu pertama adalah sistem irigasi yang dibangun

secara gotong royong oleh petani, dan kedua adalah sistem irigasi yang dibangun oleh

Pemerintah sejak zaman “Normal” sampai zaman “Orde Baru”, yang luas areal layannya

sampai puluhan bahkan ratusan ribu hektar.

Kelompok pertama yang dikelola oleh petani umumnya lebih sederhana sistemnya, lebih

banyak airnya dan lebih baik kualitas airnya karena berada dibagian hulu sumber air, lebih

mudah pengoperasiannya karena tidak menggunakan bangunan ukur, lebih mudah

pemeliharaannya karena konstruksinya sederhana, membuat sistem irigasi desa ini menjadi

lebih tahan lama (sustainable). Namun bila pasokan sumberdaya air di sistem irigasi ini

terganggu di sumbernya maka sistem yang sustainable inipun akan terganggu. Jadi sistem

masih akan tergantung dari kondisi pasokan sumberdaya air tadi.

Kelompok kedua adalah sistem irigasi dengan daerah pelayanan luas yang dibangun oleh

Pemerintah termasuk irigasi air tanah dan “irigasi” rawa memiliki bangunan prasarana

pengairan seperti bangunan sadap, waduk, bendungan, pompa, pintu pengendali, saluran

primer, saluran sekunder, tersier, kwarter serta bangunan-bangunan bagi, yang

membutuhkan menejemen profesional dan dana pengoperasian dan pemeliharaan

prasarana yang cukup, bila ingin optimal dan tahan lama fungsi pelayanannya.

Dibandingkan dengan kelompok kedua, yang umumnya berada disebelah hilir sumber

air/sungai; karena lebih kompleks sistemnya, dan lebih luas daerah pelayanannya maka

kelompok kedua ini lebih banyak memiliki permasalahan dari pada kelompok pertama

tadi. Tanpa adanya kesadaran masyarakat petani dan non petani termasuk pemerintah yang

sangat berkepentingan dengan pelayanan dari sistem irigasi ini dan terkait didalam sub-

sistem penunjang keberlangsungan pasok sumberdaya air, maka sistem akan berumur

pendek.

11

Page 12: Pengelolaan sda dan tantangannya di era otonomi daerah dan globalisasi ekonomi final

Kusdaryono S. dan Soenarto S.

Yang mampu menggambarkan ketergantungan pengusahaan sumberdaya air terhadap

manusia dan masyarakat adalah sistem pengelolaan infrastruktur terutama segi teknis dan

finansial nya.

Aspek Lingkungan Sumberdaya Air

Sesungguhnya sumberdaya air akan berkelanjutan pasoknya bila sumber air nya sehat.

Sumber air dengan “catchment area” nya sangat berpengaruh terhadap pasokan

sumberdaya air (jumlah dan mutu) kepada kedua kelompok irigasi tersebut, apalagi bila

terjadi perubahan daya dukung “catchment area” terhadap pasokan air, sehingga apapun

yang terjadi dikawasan “catchment area” akan berpengaruh pada keberlangsungan sistem

irigasi.

Instansi yang bertugas dan bertanggung jawab terhadap irigasi dan masyarakat ekonomi

yang melakukan pendayagunaan kawasan “catchment area” seringkali mempunyai

program kegiatan yang tidak saling menunjang terutama bila program program tersebut

disusun berdasar keinginan pertumbuhan ekonomi sektoral. Yang satu ingin menggali

sebanyak - banyaknya meningkatkan nilai ekonomi dari hasil produksi hutan yang ada

pada “catchment area”, yang lain ingin agar “catchment area” dilestarikan supaya

pasokan air stabil. Begitu juga sebaliknya apabila jaringan irigasi atau drainasi rawa

menembus hutan untuk membawa atau mengatur air, atau pengisian air waduk yang

menenggelamkan kawasan hutan, maka Instansi yang bertanggung jawab terhadap hutan

dan kekayaan didalamnya ingin agar kawasan tersebut dilestarikan atau harus diganti

supaya luas hutan tidak berubah.

Ini adalah gambaran aksi dan reaksi antara masyarakat dan manusia terhadap lingkungan

sumber air sekaligus lingkungan sumberdaya air karena bila sumber nya terganggu maka

pasokan sumberdaya nya pun akan terganggu. Selalu ada pengaruh timbal balik,

keterkaitan, ketergantungan dari sub-sub sistem manusia, masyarakat, lingkungan sumber

air dan sumberdaya air.

Saling pengaruh dan ketergantungan tidak hanya pada aspek pendayagunaan sumberdaya

air namun sekaligus juga terhadap potensi merusak dari sumberdaya air, seperti contoh

hubungan antara intensitas dan periode ulang banjir dengan kualitas lingkungan

sumberdaya air di bagian “catchment area”. Namun mengingat waktu dan ruang makalah

terbatas maka aspek ini akan dibahas pada kesempatan lain.

12

Page 13: Pengelolaan sda dan tantangannya di era otonomi daerah dan globalisasi ekonomi final

Kusdaryono S. dan Soenarto S.

Bila Gambar 2, 3 dan 4 digabung dan dikonversikan menjadi Gambar 5 yang

menggambarkan model dinamis MASULINGMAS secara sederhana, dan mudah

dimengerti, maka model ini mempresentasikan bagaimana sistem sumberdaya air/water

resources system mempunyai sub sub-sistem yang juga dinamis, saling terkait, saling

pengaruh mempengaruhi dan saling mempunyai ketergantungan.

Model sistem dinamis MASULINGMAS ini dapat digunakan bersama sama dengan

konsep matra WARUNGJAMU untuk mengurai isi dari UU.7/2004 guna melihat apakah

cakupan pengaturannya sudah mencapai semua sub sub-sistem sehingga tidak ada lagi

“lubang” yang dapat dimanfaatkan oleh kepentingan kepentingan sekelompok kecil

masyarakat atau bahkan dipakai untuk mencari keuntungan finansial seseorang saja.

Bab V. Memahami amanat dari Undang-Undang No. 7/2004

1. Maksud dan tujuan pembuatan suatu Undang Undang adalah untuk mengatur

hubungan sosial, politik, budaya, ekonomi, antara sesama warganegara/semua orang

berada didalam wilayah NKRI dan atau hubungan dengan negara lain serta antara

warganegara/orang yang berada dalam wilayah NKRI dengan lingkungan, bumi, tanah

dan air Indonesia melalui norma norma hukum. Hubungan tersebut harus diatur dan

dijaga agar menjadi harmonis dan menjadikan lingkungan, bumi, tanah dan air dapat

meberikan sebesar besarnya manfaat bagi rakyat banyak. Undang Undang mempunyai

kekuatan memaksa karena memiliki sanksi pidana yang dijalankan oleh institusi/

aparatur negara dalam suatu sistem tata negara yang diakui oleh dunia. Dalam sistem

hukum formal di Indonesia, Undang Undang berada dibawah Undang Undang Dasar

1945 dan dibawah Undang Undang ada Peraturan Pemerintah, Keputusan Presiden,

dan Keputusan Menteri dan seterusnya.

2. UU.No: 7/2004 tentang Sumberdaya Air disusun dan diberlakukan untuk mencapai

tujuan tersebut. Secara explisit Undang Undang tersebut menekankan pengelolaan

sumberdaya air dan memberi peran kepada msayarakat dalam pengelolaan sumberdaya

air yang demokratis, terbuka untuk mewujudkan kesejahteraan bagi seluruh rakyat

Indonesia. Batang tubuh UU.No:7/2004 ini terdiri dari:

I. Ketentuan Umum;

II. Wilayah Sungai,Wewenang dan Tanggung Jawab Institusi Terkait;

III. Konservasi Sumberdaya Air

IV. Pendayagunaan Sumberdaya Air

V. Pengendalian Daya Rusak Air

13

Page 14: Pengelolaan sda dan tantangannya di era otonomi daerah dan globalisasi ekonomi final

Kusdaryono S. dan Soenarto S.

VI. Perencanaan

VII. Pelaksanaan Konstruksi,Operasi dan Pemeliharaan

VIII. Sistem Informasi Sumberdaya Air

IX. Pemberdayaan dan Pengawasan

X. Pembiayaan

XI. Hak,Kewajiban dan Peran Masyarakat

XII. Koordinasi

XIII. Penyelesaian Sengketa

XIV. Gugatan Masyarakat dan Organisasi

XV. Penyidikan

XVI. Ketentuan Pidana

XVII. Ketentuan Peralihan

XVIII. Ketentuan Penutup

Penjelasan.

Bila batang tubuh ini diurai dan dikelompokkan kembali maka minimal terlihat komponen

sebagai berikut:

1. Konservasi Sumberdaya Air dimana didalamnya terdapat perlindungan dan pelestarian

sumber air;

2. Pendayagunaan, penatagunaan dalam rangka pemanfaatan/zona sumber air,

peruntukan, penetapan prioritas penyediaan, pengusahaan sumberdaya air

3. Kelembagaan Pengelola Wilayah Sungai;

4. Perencanaan Pengelolaan Sumberdaya Air

5. Pelaksanaan Konstruksi dan OP;

6. Sistem Informasi sebagai penunjang utama;

7. Sistem Pembiayaan untuk Pengelolaan dan Pengembangan;

8. Peran serta masyarakat;

9. Koordinasi dari semua aspek dan kelembagaan pelaksana koordinasi;

Pada dasarnya seluruh kegiatan tersebut diatas didasarkan atas rencana pengelolaan

sumber daya air dengan memperhatikan rencana tata ruang di wilayah wilayah sungai,

sehingga penyusunan rencana pengelolaan menjadi sentral dalam UU.No.7/2004 tersebut.

Bab VI. Analisis Undang-Undang No. 7/2004 Tentang Sumberdaya Air

Amanat dari UUD 1945 Pasal 33 ayat 3 yang berbunyi “Bumi dan air dan kekayaan alam

yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar

14

Page 15: Pengelolaan sda dan tantangannya di era otonomi daerah dan globalisasi ekonomi final

Kusdaryono S. dan Soenarto S.

kemakmuran rakyat” telah disusun dan dijabarkan kedalam UU.No.7 Tahun 2004 tentang

Sumberdaya Air yang meliputi :

a. air permukaan pada sungai,danau, rawa dan sumber air permukaan lainnya;

b. air tanah pada cekungan air tanah;

c. air hujan;

d. air laut yang berada didarat.

Hubungan antar Manusia, Masyarakat dan Sumberdaya Air

Hubungan ini terutama diatur dalam konteks konservasi, pendayagunaan dan pengendalian

daya rusak didalam pasal pasal pengaturan pada Bab III, IV, dan Bab V secara lengkap.

Hanya ketika pengusahaan untuk negara lain dikecualikan (Pasal 49 ayat 4) dengan

kewajiban mendapatkan ijin hanya dari Pemerintah berdasarkan rekomendasi dari Pemda

dan sesuai dengan peraturan perundangan undangan, terselip pemahaman yang kurang

lengkap dari Pasal 6 ayat 1 yang berbunyi “Sumberdaya air dikuasai oleh Negara dan

dipergunakan untuk sebesar besar kemakmuran rakyat”. Mengingat bahwa pemahaman

Negara itu bukan hanya Pemerintah, dalam hal ini Pemerintah Pusat, maka Pasal 49 ayat 4

perlu dikaji ulang dan disempurnakan.

Hubungan Sumberdaya Air dan Lingkungan Sumberdaya Air

Hubungan ini dituangkan secara lebih rinci pada Bab VI tentang Perencanaan walaupun

disana sini pada Bab lainnya dimasukkan juga. Yang sangat menggembirakan adalah

ditetapkannya pola pengelolaan sumberdaya air dengan prinsip “user payer” dan “zona

pemanfaatan sumberdaya air” sebagai alat untuk mempertahankan lingkungan

sumberdaya air sehingga dibuka pemanfaatan air yang sesuai dengan daya dukungnya. Hal

ini dipertegas pada Pasal 27 dan Pasal 34, terutama dimana rencana tata ruang wilayah

dihubungkan secara explisit dengan zona pemanfaatan sumberdaya air dalam ruang

sumber air yang dibatasi oleh garis sempadan sumber air. Nampaknya secara bertahap

akan dikembangkan konsep penatagunaan ruang yang bukan hanya didasarkan batas batas

administrasi pemerintahan tapi juga memperhatikan batas batas wilayah sungai yang

disebutkan sebagai sempadan sumber air itu.

Didalam penetapan zona pemanfaatan sumberdaya air dapat dimasukkan konsep

perencanaan pengelolaan sumberdaya air dengan memperhatikan pembagian zona basah,

sedang dan kering sebagai wujud dari keberadaan air yang dibatasi oleh dimensi waktu,

ruang, jumlah dan mutu (Matra WARUNGJAMU). Disini ilmu ilmu geografi, geologi,

klimatologi dan hydrologi menyatu untuk memetakan zona zona tersebut.

Hubungan antara Sumberdaya Air dengan Masyarakat dan Manusia

Hubungan ini secara rinci dituangkan kedalam pasal pasal tentang penyediaan sehingga

sangat jelas tujuan dari penyediaan adalah guna pemanfaatan bagi sebesar besar

15

Page 16: Pengelolaan sda dan tantangannya di era otonomi daerah dan globalisasi ekonomi final

Kusdaryono S. dan Soenarto S.

kemakmuran rakyat dengan mengutamakan fungsi sosial dan fungsi ekonomi (Pasal 26

ayat 7). Hanya didalam peraturan pemerintahnya hal ini perlu dipertegas tentang siapa,

dimana, dan apa, serta bagaimana hal itu ditetapkan kedalam bentuk pengaturan yang

operasional.

Hubungan antara Lingkungan Sumberdaya Air dengan Masyarakat dan Manusia

dan sebaliknya

Hubungan lingkungan sumberdaya air dengan masyarakat dan manusia dan sebaliknya,

telah dituangkan secara normatif kedalam pasal pasal di Bab III dan Bab V. Secara

operasional hanya di cantumkan pada dua pasal yaitu 24 dan Pasal 26 ayat 3, selebihnya

normatif. Dari pengalaman membuktikan bahwa masalah lingkungan ini perlu peraturan

perundangan yang tegas dan operasional sehingga memaksa orang untuk patuh dan bila

tidak patuh dapat dikenakan sanksi pidana yang perlu dirancang “cukup memberi rasa

takut”. Rasa takut akan dihukum perlu diciptakan mengingat lingkungan kita terutama

lingkungan sumberdaya air sudah sangat memprihatinkan dan menjurus kepada

membahayakan kehidupan masyarakat banyak.

Bab VII Kesimpulan

Dalam penyusunan suatu undang undang yang mengatur kepentingan umum yang begitu

kompleks seperti UU.No.7/2004 ini sangat perlu memiliki kekuatan memaksa agar semua

orang berupaya mematuhinya, sehingga bila ada „lubang“ yang memberi peluang untuk

bermain diantaranya maka minimal peraturan perundangan tingkat dibawahnya harus

menutup / patching lubang yang ada. Semakin banyak pengaturan yang operasional

dimasukkan kedalam perundangan yang memilki kekuasaan memaksa semakin patuh

orang menjalankannya, sebaliknya bila semakin „lose“ suatu peraturan perundangan maka

dapat dibayangkan bagaimana jadinya. Dengan demikian melalui analisis ini sebagian dari

UU.No.7/2004 telah terbuka dan masih perlu dilakukan penyempurnan nanti ketika

penyusunan peraturan perundangan turutannya.

Sebagai tantangan kedepan dimana era otonomi daerah akan semakin intensif

dilaksanakan dan era ekonomi global akan merasuki Indonesia, maka satu satunya jalan

adalah mewujudkan amanat UU.No.7/2004 dengan tindakan aksi, dan diawali dengan

penyusunan rencana pengelolaan sumberdaya air komprehensiv bagi wilayah wilayah

sungai yang strategis dan kritis. Rencana komprehensiv mencakup sisi aspek

pendayagunaan, konservasi, lingkungan, kelembagaan, pengembangan sistem informasi

sumberdaya air dan sistem pembiayaan yang didasari kepada rencana tata ruang yang

definitif. Inilah tujuh aspek yang perlu ada pada setiap rencana pengelolaan komprehensiv

dari setiap wilayah sungai.

16

Page 17: Pengelolaan sda dan tantangannya di era otonomi daerah dan globalisasi ekonomi final

Kusdaryono S. dan Soenarto S.

Bab VIII. Harapan

Penulis mempunyai beberapa harapan yang dapat menjadi masukan bagi siapapun

yang memiliki rasa prihatin terhadap perkembangan sumberdaya air saat ini yaitu

antara lain adalah:

1. Pembangunan Ekonomi Wilayah Indonesia dapat dirancang dengan

memperhatikan zone pemanfaatn air sebagai suatu strategi pembangunan ekonomi

berbasis air yang dapat dikombinasikan dengan potensi sumber daya alam lainnya

dan terutama SDM nya, karena tidak satupun kehidupan dan peri-kehidupan dapat

berlangsung tanpa adanya air. Dengan begitu mungkin dapat dikembangkan

wilayah megapolitan, metropolitan, agropolitan, dan lain sebagainya.

2. Dalam penyusunan rencana pengelolaan sumberdaya air hendaknya digunakan

terapan konsep pengelolaan komprehensiv yang mencakup administrasi,

hidroteknik dan ekonomi air atau disebut ADHIEKA. Konsep ini telah dicoba

disusun dalam studi “Comprehensive Water Resources Management” di Wilayah

Sungai Musi di Sumatra Selatan dan sedang dicoba dibeberapa wilayah sungai

antara lain WS Ciliwung Cisadane, dan WS Batanghari. Hasil terapan konsep ini

perlu ditetapkan sebagai acuan definitif setingkat dengan rencana tata ruang agar

bersifat mengikat secara huku / “legal binding”.

3. Pola pengawasan masyarakat dapat dituangkan sebagai keikutsertaan mereka

didalam pengambilan keputusan mulai dari tingkat perencanaan pengelolaan

sampai kepada tingkat operasi dan pemeliharaan infrastruktur nya dan bukan

sekedar penampilan pendapat asal beda.

4. Bagi HATHI sendiri diharapkan mampu melihat peluang untuk menjadi pemeran

utama dalam penyusunan pengelolaan komprehensiv sumberdaya air ini dan mulai

mengantisipasi dengan menyusun rencana pengerahan, pelatihan dan pendidikan

tenaga ahli yang bukan saja memiliki suatu keahlian dasar namun mengetahui

keakhlian keakhlian tambahan yang diperlukan. Paling sedikit diperlukan 24 (dua

puluh empat) disiplin ilmu ketika suatu perencanaan pengelolaan komprehensiv

sumberdaya air untuk satu wilayah sungai itu dilakukan.

5. Peningkatan pemahaman para ahli hidroteknik tentang pengelolaan sumberdaya air

ini tentunya merupakan wujud peran serta HATHI sebagai wadah profesioanl yang

nyata dan bertanggung jawab, disamping agar lebih mampu berperan dalam upaya

penyusunan rencana pengelolaan sumberdaya air di seluruh wilayah sungai di

Indonesia terutama ketika kompetisi global memasuki Indonesia.

17

Page 18: Pengelolaan sda dan tantangannya di era otonomi daerah dan globalisasi ekonomi final

Kusdaryono S. dan Soenarto S.

Bab IX Penutup

Bila melihat isi dari UU.No.7/2004 maka kita menyadari bahwa masih banyak tugas dan

tanggung jawab kita sebagai profesional baik yang ada didalam sistem birokrasi maupun

pada sistem usaha jasa konstruksi yang mungkin berbeda tugas dan tanggung jawab

namun perlu mempunyai visi yang sama terutama didalam mengupayakan penyusunan

rencana pengelolaan sumberdaya air seperti yang dikehendaki dalam UU.7/2004.

Tentunya kita juga meminta jaminan kepada Pemerintah Pusat dan Daerah dalam bentuk

peraturan perundangan yang tidak mandul serta yang memihak kepada kepentingan rakyat

banyak, sehingga sumberdaya yang dipakai untuk menyusun rencana pengelolaan

sumberdaya air yang komprehensiv dapat menjadi berdayaguna dan berhasilguna.

18

Page 19: Pengelolaan sda dan tantangannya di era otonomi daerah dan globalisasi ekonomi final

Kusdaryono S. dan Soenarto S.

Daftar Pustaka

1. Kusdaryono S, Ir.

1985, Tidak Diterbitkan,

Manusia dan Air,

2. Kusdaryono S. Hartono P, Sri Wiranto Z.

2001, Yayasan Adhi Eka,

Forum Rembug Masyarakat dibidang Sumberdaya Air

3. Sekretariat Negara RI

1974, Direktorat Jenderal Pengairan,

Undang Undang No.11 Tahun 1974 tentang Pengairan , Latar Belakang dan Proses

Pembentukkannya.

4. Forrester, Jay W.

1995, Tidak dicantumkan

Counterintuitive behaviour of Social System,

5. Richardson G.P and Pugh A.L. III

MIT Press-1981,

Introduction to System Dynamics Modeling with DYNAMO,

6. System Dynamics Group in SDEP

MIT, 1992,

Road Maps, A Guide to Learning System Dynamics

7. A. Lysen, DR.,

1981, Sumur Bandung,

Individu dan Masyarakat.

8. Koentjaraningrat, Prof., DR.,

1993, Penerbit Jambatan,

Manusia dan Kebudayaan di Indonesia

9. Elizabeth M.Shaw

1985, Van Nostrand Reinhold (UK) Co.Ltd.

Hydrology in Practice

10. Maria Farida Indrati Soeprapto, SH,MH.

1998, Penerbit Kanisius.

Ilmu Perundang Undangan, Dasar Dasar dan Pembentukkannya.

19

Page 20: Pengelolaan sda dan tantangannya di era otonomi daerah dan globalisasi ekonomi final

Kusdaryono S. dan Soenarto S.

Daftar Tabel dan Gambar

1. Tebel No.1 : Neraca Air Dunia

2. Tabel No.2 : Matriks Pengusahaan Sumberdaya Air dan Urusan Pemerintahan

3. Gambar No.1 : Neraca Air di Indonesia

4. Gambar No.2 : Model Dinamis Pangan Dunia

5. Gambar No.3 : Model Dinamis Kerusakan Lingkungan Sumberdaya Air

6. Gambar No.4 : Model Dinamis Sistem Jaringan Irigasi Berkelanjutan.

7. Gambar No.5 : Model Dinamis MASULINGMAS

20