PENGELOLAAN KOLABORATIF TAHURA NIPA-NIPA...

1
PENGELOLAAN KOLABORATIF TAHURA NIPA-NIPA: Penerapan perhutanan sosial di kawasan konservasi Hasantoha Adnan 1 , E. Linda Yuliani 1 , Jhon Roy Sirait 2 , Agus Mulyana 1 , Rustam Buraerah 3 , Imran Tumora 4 1 CIFOR, 2 ICRAF, 3 Tahura Nipa-Nipa, 4 LSM Teras. Kontak: Hasantoha Adnan ([email protected]) Imran Tumora ([email protected]) Tahura Nipa-Nipa (dulu: Tahura Murhum) ditetapkan sebagai kawasan pelestarian alam seluas 7.877,5 ha, berdasarkan SK Menteri Kehutanan No. 103 /Kpts-II/1999. Tujuannya untuk pencegahan longsor dan banjir, serta perlindungan keanekaragaman hayati. Ada 15 sungai yang berhulu di Tahura Nipa-Nipa dan bermuara di Teluk Kendari, dengan kondisi tanah dan topografi yang rawan longsor. Ketika ditetapkan sebagai kawasan hutan pada 1958, sebagian areal sudah menjadi permukiman dan kebun, terutama oleh pendatang. Penetapannya sebagai kawasan konservasi pada 1980 tidak memperhatikan keberadaan para pemukim; mengakibatkan konflik berkepanjangan. Para pemukim pun kurang menerapkan praktek perlindungan air dan tanah. Selain itu, banyak pengusaha air perorangan dan kelompok yang membangun instalasi air tanpa memperhatikan dampak negatifnya. Saat ini setidaknya terdapat 17 Kelompok Tani Pelestari Hutan (KTPH) dengan anggota sekitar 1.030 KK dan mengelola lahan seluas 524,99 Ha. Perda 5/2007 tentang pengelolaan kolaboratif Tahura Nipa-Nipa tidak pernah berjalan, bahkan tetap sering terjadi konflik. Dalam lokakarya pada Juni 2014, para pihak sepakat membangun kembali kolaborasi. Melalui mediasi para pihak yang berkonflik, fasilitasi proses perbaikan komunikasi dan relasi, serta peningkatan kapasitas oleh tim AgFOR, baik untuk KTPH maupun UPTD, banyak dicapai perubahan–perubahan positif. Melalui serangkaian kajian, diskusi dan konsultasi publik, dihasilkan Perda 6/2014 sebagai revisi Perda 5/2007 untuk memberikan ruang pelaksanaan kolaborasi melalui mekanisme kemitraan, Rencana Pengelolaan Jangka Panjang (RPJP) Tahura Nipa-Nipa, Rencana Rehabilitasi dan Rencana Blok, dan Peraturan Gubernur No.18/2016 tentang Tata Cara Kesepakatan Bersama untuk Pelaksanaan Kolaborasi dalam Pengelolaan Tahura Nipa-Nipa. Pada 22 Juni 2016, kesepahaman kerjasama antara UPTD BP Tahura Nipa-Nipa dengan KTPH Subur Makmur ditandatangani, disaksikan oleh Ir. Wiratno, MSc, Direktur PAPS KemenLHK. UPTD sepakat akan keberadaan KTPH di blok khusus, dan KTPH sepakat menerapkan pola wanatani yang berorientasi pada konservasi lahan dan peningkatan produksi hasil tanaman. “Ini adalah contoh bagaimana perhutanan sosial juga dapat diterapkan di kawasan konservasi. Bukan saja untuk menyelesaikan konflik, tetapi juga untuk kesejahteraan masyarakat di sekitar hutan dan pelestarian hutan itu sendiri.” (Ir. Wiratno, MSc. – Direktur PAPS KemenLHK) Linking Agroforestry and Forestry Knowledge into Action in Sulawesi (AgFOR) project is supported by the Government of Canada, acting through the Global Affairs Canada. The World Agroforestry Centre is the lead institution with CIFOR as the main partner, supported by Winrock International, National Planning and Development Agency of Indonesia, Hasanuddin University, NGOs (Operation Wallacea Trust, Balang, Teras, YANI), and Provincial and District Government (Forestry and Plantation Service, Forest Management Unit, Planning Agency).

Transcript of PENGELOLAAN KOLABORATIF TAHURA NIPA-NIPA...

Page 1: PENGELOLAAN KOLABORATIF TAHURA NIPA-NIPA ...old.worldagroforestry.org/downloads/Publications/PDFS/PO...PENGELOLAAN KOLABORATIF TAHURA NIPA-NIPA: Penerapan perhutanan sosial di kawasan

PENGELOLAAN KOLABORATIF TAHURA NIPA-NIPA:Penerapan perhutanan sosial di kawasan konservasiHasantoha Adnan1, E. Linda Yuliani1, Jhon Roy Sirait2, Agus Mulyana1, Rustam Buraerah3, Imran Tumora4

1CIFOR, 2ICRAF, 3Tahura Nipa-Nipa, 4LSM Teras. Kontak: Hasantoha Adnan ([email protected]) Imran Tumora ([email protected])

Tahura Nipa-Nipa (dulu: Tahura Murhum) ditetapkan sebagai kawasan

pelestarian alam seluas 7.877,5 ha, berdasarkan SK Menteri

Kehutanan No. 103 /Kpts-II/1999. Tujuannya untuk pencegahan

longsor dan banjir, serta perlindungan keanekaragaman hayati. Ada

15 sungai yang berhulu di Tahura Nipa-Nipa dan bermuara di Teluk

Kendari, dengan kondisi tanah dan topografi yang rawan longsor.

Ketika ditetapkan sebagai kawasan hutan pada 1958, sebagian areal

sudah menjadi permukiman dan kebun, terutama oleh pendatang.

Penetapannya sebagai kawasan konservasi pada 1980 tidak

memperhatikan keberadaan para pemukim; mengakibatkan konflik

berkepanjangan. Para pemukim pun kurang menerapkan praktek

perlindungan air dan tanah. Selain itu, banyak pengusaha air perorangan

dan kelompok yang membangun instalasi air tanpa memperhatikan

dampak negatifnya. Saat ini setidaknya terdapat 17 Kelompok Tani

Pelestari Hutan (KTPH) dengan anggota sekitar 1.030 KK dan mengelola

lahan seluas 524,99 Ha.

Perda 5/2007 tentang pengelolaan kolaboratif Tahura Nipa-Nipa tidak

pernah berjalan, bahkan tetap sering terjadi konflik. Dalam lokakarya pada

Juni 2014, para pihak sepakat membangun kembali kolaborasi. Melalui

mediasi para pihak yang berkonflik, fasilitasi proses perbaikan komunikasi

dan relasi, serta peningkatan kapasitas oleh tim AgFOR, baik untuk KTPH

maupun UPTD, banyak dicapai perubahan–perubahan positif.

Melalui serangkaian kajian, diskusi dan konsultasi publik, dihasilkan Perda 6/2014 sebagai revisi Perda 5/2007 untuk memberikan ruang

pelaksanaan kolaborasi melalui mekanisme kemitraan, Rencana Pengelolaan Jangka Panjang (RPJP) Tahura Nipa-Nipa, Rencana Rehabilitasi dan

Rencana Blok, dan Peraturan Gubernur No.18/2016 tentang Tata Cara Kesepakatan Bersama untuk Pelaksanaan Kolaborasi dalam Pengelolaan

Tahura Nipa-Nipa. Pada 22 Juni 2016, kesepahaman kerjasama antara UPTD BP Tahura Nipa-Nipa dengan KTPH Subur Makmur ditandatangani,

disaksikan oleh Ir. Wiratno, MSc, Direktur PAPS KemenLHK. UPTD sepakat akan keberadaan KTPH di blok khusus, dan KTPH sepakat menerapkan

pola wanatani yang berorientasi pada konservasi lahan dan peningkatan produksi hasil tanaman.

“Ini adalah contoh bagaimana perhutanan sosial juga dapat

diterapkan di kawasan konservasi. Bukan saja untuk

menyelesaikan konflik, tetapi juga untuk kesejahteraan

masyarakat di sekitar hutan dan pelestarian hutan itu sendiri.”

(Ir. Wiratno, MSc. – Direktur PAPS KemenLHK)

Linking Agroforestry and Forestry Knowledge into Action in Sulawesi (AgFOR)

project is supported by the Government of Canada, acting through the Global

Affairs Canada. The World Agroforestry Centre is the lead institution with CIFOR

as the main partner, supported by Winrock International, National Planning and

Development Agency of Indonesia, Hasanuddin University, NGOs (Operation

Wallacea Trust, Balang, Teras, YANI), and Provincial and District Government

(Forestry and Plantation Service, Forest Management Unit, Planning Agency).