PENGELOLAAN DAN PEMANFAATAN DANA …bpjs-kesehatan.go.id/bpjs/dmdocuments/127993454bdd...PENGELOLAAN...

8
PENGELOLAAN DAN PEMANFAATAN DANA KAPITASI (MONITORING DAN EVALUASI JAMINAN KESEHATAN NASIONAL DI INDONESIA) Abstrack Background: The Indonesian National Health Insurance (JKN) was commenced in early 2014. BPJS Kesehatan (parastatal organization appointed as JKN management entity) and the primary health centers (PHCs) are dealing with challenges and bottlenecks in providing quality health service to JKN beneiciaries. One of the challenges is the management and utilization of the capitation fund, which is used as the payment model for PHC. The monitoring and evaluation of the capitation fund are imperative to improve the attainment of universal health coverage through JKN program. Objective: To analyze the management and utilization of capitation fund in PHC including the bottlenecks and to generate solutions in the implementation of JKN. Method: This is a descriptive study using quantitative and qualitative approaches. A total of 384 PHCs in 7 regionals and 20 districts were selected using random sampling. Primary data were collected through series of interviews and FGDs using a standardized questionnaire. Secondary data on capitation fund and health care services (2014-mid 2015) were collected from primary health centers and BPJS Kesehatan database. Qualitative data were analyzed using thematic approach and quantitative data were descriptively analyzed to show the capitation fund and health care utilization trend at PHC level. Result: Although an increase in overall income from capitation fund was observed in the majority of PHCs, there was a higher increase in patient utilization leading to lower actual capitation income generated by PHCs. Such inding is applicable morely to Private GP Practice (Dokter Praktik Perorangan) and Private Primary Clinic (Klinik Pratama). Quantitative indings show that most private PHCs experienced deicit. Most Puskesmas used Head of District decree/district regulation as the main legal basis for capitation fund management and utilization. However, many of the local regulations are not completely in line with central-level mainly because of the rapid changes at the central-level. Such disconnection of policies between levels of government has led to confusion at the PHC level in fund management and use. As the sole purchaser, BPJS Kesehatan is considered to be not yet well involved in district capitation fund planning and budgeting. Such practices were perceived to be even less condusive in the monitoring and evaluation of capitation fund usage. Conclusion: To ensure the quality of care and the sustainability of PHCs as JKN providers, capitation fund should be increased. Local government needs to support JKN implementation by issuing clear guidelines that follow central policies on how PHCs should plan and manage capitation fund. Continuous monitoring and evaluation of capitation fund is important to ensure that JKN program targets are achieved at the primary care level. Keywords: capitation, management, utilization Abstrak Latar Belakang: Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) mulai diselenggarakan di Indonesia sejak tahun 2014. BPJS Kesehatan (badan yang ditunjuk sebagai penyelenggara JKN) dan fasilitas kesehatan tingkat pertama (FKTP) menghadapi tantangan dan hambatan dalam penyediaan pelayanan kesehatan yang berkualitas kepada peserta JKN. Salah satu tantangannya adalah dalam pengelolaan dan pemanfaatan dana kapitasi sebagai model pembayaran FKTP. Monitoring dan evaluasi penyelenggaran dana kapitasi menjadi penting untuk meningkatkan capaian jaminan kesehatan semesta melalui program JKN. Tujuan: Menganalisis pengelolaan dan pemanfaatan dana kapitasi di FKTP, termasuk kendala dan alternatif solusi dalam penyelenggaraan JKN. Metode: Studi deskriptif ini menggunakan pendekatan kuantitatif dan kualitatif. Sampel 384 FKTP di 7 regional dan 20 kabupaten/ kota dipilih secara acak. Data primer dikumpulkan melalui serangkaian wawancara dan FGD dengan kuesioner terstandar. Data sekunder terkait dana kapitasi dan pelayanan kesehatan (2014 – pertengahan 2015) dikumpulkan dari FKTP dan BPJS Kesehatan. Data kualitatif dianalisis menggunakan pendekatan tematik sementara data kuantitatif dianalisis secara deskriptif untuk menunjukkan tren dana kapitasi dan utilisasi pelayanan kesehatan di FKTP. Hasil: Meski peningkatan penerimaan dari dana kapitasi ditemukan di sebagian besar FKTP, namun tingginya utilisasi pasien cenderung menurunkan kapitasi aktual di FKTP. Temuan tersebut terutama dialami dokter praktek perorangan dan klinik pratama. Analisis kuantitatif juga menunjukkan sebagian besar FKTP swasta mengalami deisit. Sebagian besar Puskesmas menggunakan SK Bupati/ Peraturan Daerah (Perda) sebagai dasar hukum utama dalam pengelolaan dan pemanfaatan dana kapitasi. Namun, banyak kebijakan dari Perda yang tidak sepenuhnya sejalan dengan kebijakan Pusat, terutama karena perubahan kebijakan yang cepat di tingkat Pusat. Kondisi ini menyebabkan kebingungan bagi FKTP dalam mengelola dan memanfaatkan dana kapitasi. Sebagai satu-satunya pembayar, BPJS Kesehatan dianggap belum terlalu terlibat dalam perencanaan dan penganggaran dana kapitasi di daerah. Hal ini kurang kondusif dalam mendukung monitoring dan evaluasi penggunaan dana kapitasi. Kesimpulan: Untuk memastikan kualitas pelayanan kesehatan dan keberlanjutan FKTP sebagai penyedia layanan, dana kapitasi sebaiknya ditingkatkan. Perda juga diperlukan untuk mendukung penyelenggaraan JKN dengan menerbitkan pedoman yang jelas dan mengikuti kebijakan Pusat terkait bagaimana FKTP sebaiknya merencanakan dan mengelola dana kapitasi. Monitoring dan evaluasi kapitasi secara berkelanjutan sangat penting untuk memastikan ketercapaian sasaran program JKN di tingkat pelayanan primer. Kata Kunci: dana kapitasi, pengelolaan, pemanfaatan M. Faozi Kurniawan1, Budi Eko Siswoyo1, Faisal Mansur1, Wan Aisyah2, Dedy Revelino2, Welly Gadistina2 1Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan, Faculty of Medicine, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta 2Grup Penelitian dan Pengembangan, BPJS Kesehatan Pusat CAPITATION FUND MANAGEMENT AND UTILIZATION (MONITORING AND EVALUATION OF THE INDONESIAN NATIONAL HEALTH INSURANCE) Group Penelitian dan Pengembangan BPJS Kesehatan bekerja sama dengan PKMK Fakultas Kedokteran UGM

Transcript of PENGELOLAAN DAN PEMANFAATAN DANA …bpjs-kesehatan.go.id/bpjs/dmdocuments/127993454bdd...PENGELOLAAN...

Page 1: PENGELOLAAN DAN PEMANFAATAN DANA …bpjs-kesehatan.go.id/bpjs/dmdocuments/127993454bdd...PENGELOLAAN DAN PEMANFAATAN DANA KAPITASI (MONITORING DAN EVALUASI JAMINAN KESEHATAN NASIONAL

PENGELOLAAN DAN PEMANFAATAN DANA KAPITASI(MONITORING DAN EVALUASI JAMINAN KESEHATAN NASIONAL DI INDONESIA)

AbstrackBackground: The Indonesian National Health Insurance (JKN)was commenced in early 2014. BPJS Kesehatan (parastatalorganization appointed as JKN management entity) and theprimary health centers (PHCs) are dealing with challengesand bottlenecks in providing quality health service to JKNbene�iciaries. One of the challenges is the management andutilization of the capitation fund, which is used as the paymentmodel for PHC. The monitoring and evaluation of the capitationfund are imperative to improve the attainment of universal healthcoverage through JKN program.

Objective: To analyze the management and utilization ofcapitation fund in PHC including the bottlenecks and to generatesolutions in the implementation of JKN.

Method: This is a descriptive study using quantitative andqualitative approaches. A total of 384 PHCs in 7 regionals and20 districts were selected using random sampling. Primarydata were collected through series of interviews and FGDsusing a standardized questionnaire. Secondary data oncapitation fund and health care services (2014-mid 2015) werecollected from primary health centers and BPJS Kesehatandatabase. Qualitative data were analyzed using thematicapproach and quantitative data were descriptively analyzedto show the capitation fund and health care utilization trend atPHC level.Result: Although an increase in overall income from capitationfund was observed in the majority of PHCs, there was a higherincrease in patient utilization leading to lower actual capitationincome generated by PHCs. Such �inding is applicable morelyto Private GP Practice (Dokter Praktik Perorangan) and PrivatePrimary Clinic (Klinik Pratama). Quantitative �indings showthat most private PHCs experienced de�icit. Most Puskesmasused Head of District decree/district regulation as the mainlegal basis for capitation fund management and utilization.However, many of the local regulations are not completely inline with central-level mainly because of the rapid changes atthe central-level. Such disconnection of policies between levelsof government has led to confusion at the PHC level in fundmanagement and use. As the sole purchaser, BPJS Kesehatanis considered to be not yet well involved in district capitationfund planning and budgeting. Such practices were perceivedto be even less condusive in the monitoring and evaluation ofcapitation fund usage.Conclusion: To ensure the quality of care and the sustainabilityof PHCs as JKN providers, capitation fund should be increased.Local government needs to support JKN implementation byissuing clear guidelines that follow central policies on howPHCs should plan and manage capitation fund. Continuousmonitoring and evaluation of capitation fund is important toensure that JKN program targets are achieved at the primarycare level.

Keywords: capitation, management, utilization

AbstrakLatar Belakang: Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) mulaidiselenggarakan di Indonesia sejak tahun 2014. BPJSKesehatan (badan yang ditunjuk sebagai penyelenggara JKN)dan fasilitas kesehatan tingkat pertama (FKTP) menghadapitantangan dan hambatan dalam penyediaan pelayanankesehatan yang berkualitas kepada peserta JKN. Salah satutantangannya adalah dalam pengelolaan dan pemanfaatan danakapitasi sebagai model pembayaran FKTP. Monitoring danevaluasi penyelenggaran dana kapitasi menjadi penting untukmeningkatkan capaian jaminan kesehatan semesta melaluiprogram JKN.

Tujuan: Menganalisis pengelolaan dan pemanfaatan danakapitasi di FKTP, termasuk kendala dan alternatif solusi dalampenyelenggaraan JKN.

Metode: Studi deskriptif ini menggunakan pendekatan kuantitatifdan kualitatif. Sampel 384 FKTP di 7 regional dan 20 kabupaten/kota dipilih secara acak. Data primer dikumpulkan melaluiserangkaian wawancara dan FGD dengan kuesioner terstandar.Data sekunder terkait dana kapitasi dan pelayanan kesehatan(2014 – pertengahan 2015) dikumpulkan dari FKTP danBPJS Kesehatan. Data kualitatif dianalisis menggunakanpendekatan tematik sementara data kuantitatif dianalisis secaradeskriptif untuk menunjukkan tren dana kapitasi dan utilisasipelayanan kesehatan di FKTP.

Hasil: Meski peningkatan penerimaan dari dana kapitasiditemukan di sebagian besar FKTP, namun tingginya utilisasipasien cenderung menurunkan kapitasi aktual di FKTP. Temuantersebut terutama dialami dokter praktek perorangan dan klinikpratama. Analisis kuantitatif juga menunjukkan sebagian besarFKTP swasta mengalami de�isit. Sebagian besar Puskesmasmenggunakan SK Bupati/ Peraturan Daerah (Perda) sebagaidasar hukum utama dalam pengelolaan dan pemanfaatan danakapitasi. Namun, banyak kebijakan dari Perda yang tidak sepenuhnya sejalan dengan kebijakan Pusat, terutama karenaperubahan kebijakan yang cepat di tingkat Pusat. Kondisi inimenyebabkan kebingungan bagi FKTP dalam mengelola danmemanfaatkan dana kapitasi. Sebagai satu-satunya pembayar,BPJS Kesehatan dianggap belum terlalu terlibat dalamperencanaan dan penganggaran dana kapitasi di daerah. Halini kurang kondusif dalam mendukung monitoring dan evaluasipenggunaan dana kapitasi.

Kesimpulan: Untuk memastikan kualitas pelayanan kesehatandan keberlanjutan FKTP sebagai penyedia layanan, danakapitasi sebaiknya ditingkatkan. Perda juga diperlukan untukmendukung penyelenggaraan JKN dengan menerbitkanpedoman yang jelas dan mengikuti kebijakan Pusat terkaitbagaimana FKTP sebaiknya merencanakan dan mengelola danakapitasi. Monitoring dan evaluasi kapitasi secara berkelanjutansangat penting untuk memastikan ketercapaian sasaranprogram JKN di tingkat pelayanan primer.

Kata Kunci: dana kapitasi, pengelolaan, pemanfaatan

M. Faozi Kurniawan1, Budi Eko Siswoyo1, Faisal Mansur1,Wan Aisyah2, Dedy Revelino2, Welly Gadistina2

1Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan, Faculty of Medicine,Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta2Grup Penelitian dan Pengembangan, BPJS Kesehatan Pusat

CAPITATION FUND MANAGEMENT AND UTILIZATION (MONITORING AND EVALUATION OF THE INDONESIAN NATIONAL HEALTH INSURANCE)

Group Penelitian dan Pengembangan BPJS Kesehatanbekerja sama dengan PKMK Fakultas Kedokteran UGM

Page 2: PENGELOLAAN DAN PEMANFAATAN DANA …bpjs-kesehatan.go.id/bpjs/dmdocuments/127993454bdd...PENGELOLAAN DAN PEMANFAATAN DANA KAPITASI (MONITORING DAN EVALUASI JAMINAN KESEHATAN NASIONAL

Pengantar

Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) di Indonesia mulai dilaksanakan tahun 2014. Sebagai awal pelaksanaan JKN, tidak dipungkiri masih banyak hal yang harus dibenahi, baik dari penyediaan fasilitas kesehatan, sumber daya manusia kesehatan sampai dengan mutu pelayanan kesehatan. Pemerintah dan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan senantiasa berupaya melakukan perbaikan. Dalam mendukung upaya tersebut, program monitoring dan evaluasi secara berkelanjutan terhadap pelaksanaan JKN sangatlah dibutuhkan. Tujuannya adalah untuk mengetahui gambaran pelaksanaan program JKN dan memperbaiki berbagai kendala dan hambatan dalam pelaksanaan program JKN secara tepat, cepat, dan berdasar data-data ilmiah.

Kapitasi menjadi salah satu model yang digunakan dalam pembayaran terhadap Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP).Besaran dana kapitasi yang diberikan oleh BPJS Kesehatan memberikan dampak positif dan negatif terhadap pelaksanaan JKN di daerah. Kajian ini bertujuan untuk menganalisis pemanfaatan dan pengelolaan dana kapitasi di Puskesmas BLUD, Puskesmas Non BLUD, klinik pratama dan dokter praktek perorangan beserta kendala dan alternatif solusi dalam penyelenggaran program JKN di daerah.

Metode

Kajian deskriptif ini menggunakan pendekatan kuantitatif dan kualitatif dengan besaran sampel yang ditetapkan dengan asumsi sebaran normal dengan tingkat kepercayaan 95% (z= 1,96); variance = 0,25 (s = 0,5); dan margin of error (ME) = 5% sehingga di-dapatkan 384 FKTP. Unit analisis yang terdiri dari Puskesmas BLUD, Puskesmas Non BLUD, klinik pratama dan dokter praktek perorangan dipilih secara random sampling. Variabel alokasi, pengelolaan, dan pemanfaatan dana kapitasi diukur dengan meng-gunakan data sekunder dan data primer melalui instrumen berupa kuesioner yang dirancang dengan beberapa pertanyaan ter-buka dan tertutup. Pengambilan data dilakukan selama 2 bulan dan dianalisis dengan mempertimbangkan ruang lingkup kajian yang telah ditetapkan.

Alokasi dana kapitasi

Jumlah peserta JKN dan kapitasi Per Orang PerBulan (POPB) setiap FKTP sangat menentukan seberapabesar total dana kapitasi yang diterima FKTPsetiap bulan. Hasil kajian menunjukkan bahwa ratarataj u m l a h p e s e r t a t e r t i n g g i d i m i l i k i P u s ke s m a sBLUD dan Puskesmas Non BLUD yang mencapai4-5 kali jumlah peserta JKN di klinik pratama dandokter praktek perorangan (DPP). Walaupun demikian,s e t i a p F K T P c e n d e r u n g m e n g a l a m i k e n a i k a njumlah kepesertaan yang rata-rata kenaikan tertinggiberkisar 3,9% (dokter praktek perorangan) dan 5,5%(klinik pratama) dari jumlah peserta di bulan sebelumnya.

Tingginya kenaikan jumlah peserta di klinik pratamadan dokter praktek perorangan bukan sekedarmenunjukkan tingginya cakupan peserta, melainkanjuga menunjukkan perubahan kecenderunganpeserta JKN dalam memilih FKTP. Walaupun pesertapenerima bantuan iuran (PBI) masih mendominasikepesertaan JKN, hasil kajian menunjukkan adanyapeningkatan proporsi peserta Non PBI di daerah studitahun 2014-2015. Potensi peningkatan penerimaandana kapitasi pun masih tinggi seiring denganpeningkatan cakupan peserta Non PBI.

Walaupun klinik pratama menerima kapitasiPOPB tertinggi, namun rata-rata tertinggi total kapitasiditerima Puskesmas BLUD (Rp73,9 juta) setiapbulan. Tingginya variasi kapitasi POPB di PuskesmasNon BLUD menunjukkan tidak banyak PuskesmasNon BLUD yang mendapatkan kapitasi POPBmaksimal sebagaimana yang diterima oleh PuskesmasBLUD. Hal tersebut berkaitan dengan ketersediaanS u m b e r D a y a M a n u s i a ( S D M ) k e s e h a t a n ,sarana prasarana, lingkup pelayanan, dan komitmenpelayanan.

Gambar 2. Kenaikan total penerimaan kapitasi diFKTP (n=384), Jan 2014 – Juli 2015

Jika dibandingkan dengan Puskesmas, kenaikandana kapitasi yang diterima oleh dokter praktekperorangan dan klinik pratama cukup signi�ikan. Haltersebut seiring dengan adanya kenaikan jumlah pesertadi kedua fasilitas kesehatan tersebut. Walaupundemikian, kajian juga menemukan adanya Puskesmasdan dokter praktek perorangan yang mengalamipenurunan dana kapitasi.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

“Kita terjadi penurunan dana kapitasi, sesuaidengan tadi Peraturan BPJS ya No. 2. Solusinyaya kalau bisa Peraturan No. 2 ini dicabut”(Puskesmas BLUD)

Page 3: PENGELOLAAN DAN PEMANFAATAN DANA …bpjs-kesehatan.go.id/bpjs/dmdocuments/127993454bdd...PENGELOLAAN DAN PEMANFAATAN DANA KAPITASI (MONITORING DAN EVALUASI JAMINAN KESEHATAN NASIONAL

“Potong pajak, pajaknya kebesaran, pajaknyasekarang mencapai 2 juta Bu” (Dokter PraktekPeroragan)

“Untuk sementara, mungkin cukup pak, tapihari ini ada kabar menyedihkan karena danakapitasi dipotong lagi menjadi 4000, sedangkan6000 aja alhmdulillah, eh sekarang malahjadi 4000” (Puskesmas Non BLUD)

Di lain sisi, rata-rata kenaikan dana kapitasiyang diterima tiap bulan oleh klinik pratama mencapai6,1% dan dokter praktek perorangan mencapai 4,1%dari penerimaan kapitasi di bulan sebelumnya. Bukantidak mungkin, secara perlahan rata-rata danakapitasi yang diterima oleh klinik pratama dan dokterpraktek perorangan akan melebihi rata-rata danakapitasi yang diterima Puskesmas setiap bulannya.

Penilaian FKTP yang menjadi responden menunjukkanb a h w a s e b a g i a n b e s a r r e s p o n d e n b u k a nhanya mengetahui dasar penentuan besaran kapitasi,tetapi juga menilai bahwa alokasi besaran kapitasiya n g d i te r i m a te l a h s e s u a i d e n ga n h a k F K T P,kecuali bagi dokter praktek perorangan dan klinikpratama. Dari seluruh responden yang mengetahuidasar penentuan kapitasi di FKTP, sebagian besarmenilai bahwa dana kapitasi tidak cukup membiayaipelayanan kesehatan peserta JKN.

“Karena wilayah kita kan lebar pak, jadi kamisedikit kadang-kadang kasihan denganadanya pasien yang dicover BPJS namunbiaya-biaya tersebut tergolong rendah karenamelihat biaya perjalanan karena jaraknyajauh” (Puskesmas Non BLUD)

“Untuk beli obat saja masih kurang…….. obatkita tu obat-obat yang curah-curah, kan ratarataobat yang semi-semi itulah, semi-semipaten. Itu, masalahnya di situ” (DokterPraktek Perorangan)

“Tetapi begitu kebijakan seperti (pengaturanbesar kapitasi) ini kami linglung, galau, jadikami ini yang dibawah jadi pesimis. Kamisudah tertata rapi pak. RBA kami sudah susunkami sudah bermimpi untuk 5 tahun yangakan datang” (Puskemas BLUD)

Ada beberapa FKTP yang menggunakan sudutpandang bahwa ketidakcukupan dana kapitasi karenatidak dapat menanggung biaya perjalanan untukmengakses layanan kesehatan di FKTP tersebut .Selain itu, dinamika perubahan regulasi yang seringberganti membawa konsekuensi tersendiri bagiperencanaan dan penganggaran Puskesmas BLUD.Hasil kajian juga mencoba mengidenti�ikasi ketidakcukupand a n a k a p i t a s i t e r s e b u t d a r i s i s i r a t a - r a t abiaya aktual sebagai berikut.

Lebih rendahnya biaya aktual kapitasi terhadaprerata biaya pasien per kunjungan perlu menjadiperhatian. Hal ini yang mungkin memicu persepsiketidakcukupan dana kapitasi, terutama bagi klinikpratama dan dokter praktek perorangan. Selain perluadanya kendali terhadap biaya pasien per kunjungan,kajian terhadap tingkat utilisasi peserta JKN di keduafasilitas kesehatan tingkat pertama tersebut jugaperlu dipertimbangkan karena bisa jadi rendahnyabiaya kapitasi aktual dipicu oleh terlalu tingginyatingkat utilisasi di FKTP di daerah studi. Walaupunbiaya aktual di Puskesmas masih lebih tinggi daripada klinik pratama dan dokter praktek perorangan,namun hasil kajian menunjukkan bahwa rasioutilisasi di Puskesmas mengalami peningkatan.

“Cukup agak kerepotan dengan peningkatankunjungan pasien yang yah cukup drastisyah. Yah sebelum ada BPJS yah biasa-biasaaja, setelah ada BPJS melonjak drastis”(Puskesmas Non BLUD)

Pengelolaan dana kapitasi

Pengelolaan dana kapitasi erat kaitannya dengantatakala pencairan dana kapitasi setiap bulannya.Apabila ditemui kendala dalam pencairan dana,bukan tidak mungkin akan berdampak pada prosespemanfaatan kapitasi dan pemberian pelayanankesehatan bagi peserta JKN.

“Dana kapitasi masuk ke rekening Puskesmaslangsung, dibayar sebelum tanggal 15setiap bulan” (Puskesmas BLUD)

“Jadi Puskesmas sudah menerima dana inisetiap bulannya. BPJS mempunyai patokanbahwa setiap tanggal 15 atau dibawahnya itumereka akan menyalurkan dana itu pak”(Puskesmas Non BLUD)

Sebagian besar FKTP yang menjadi mitra JKNmenerima dana kapitasi di masing-masing rekeningpaling lambat tanggal 15 setiap bulannya. Walaupundemikian, kajian menemukan adanya data outlier diawal tahun 2014 yang menunjukkan ada keterlambatandana kapitasi masuk ke rekening Puskesmasdi Kabupaten Bintan.

Page 4: PENGELOLAAN DAN PEMANFAATAN DANA …bpjs-kesehatan.go.id/bpjs/dmdocuments/127993454bdd...PENGELOLAAN DAN PEMANFAATAN DANA KAPITASI (MONITORING DAN EVALUASI JAMINAN KESEHATAN NASIONAL

B e r b e d a h a l d e n g a n d o k t e rpraktek perorangan dan klinik pratama, PuskesmasNon BLUD masih harus mengajukan surat rekomendasikepada Dinas Kesehatan dan/ atau keuangandaerah untuk menggunakan dana kapitasi dari rekeningP u s ke s m a s . P ro s e s i n i m e m b u t u h ka n wa k t ukurang lebih 1 minggu sehingga akan lebih baik jikaBPJS Kesehatan dapat mempertimbangkan waktupencairan dana kapitasi lebih awal (sebelum tanggal15) atau di awal bulan, sehingga dana kapitasi dapatsegera digunakan lebih optimal dalam pemberianpelayanan kesehatan.

Pengelolaan dana kapitasi adalah tata carapenganggaran, pelaksanaan, penatausahaan, danpertanggungjawaban dana kapitasi yang diterimaoleh FKTP dari BPJS Kesehatan. Sebagian besarPuskesmas di daerah studi cenderung menjadikanSK Bupati sebagai landasan utama dalam pengelolaandana kapitasi, termasuk Permendagri No. 900/2280/SJ tentang juknis kapitasi pada FKTP milikpemerintah dan Permendagri 61/2007 tentang BLUD.

“Untuk persentase jaspel dan operasional,kita, artinya ini, ee.. itu diatur oleh pimpinansendiri, kalau misalnya karyawan ataupetugas kita banyak, tentu masing-masing,pimpinan DPP yang menentukan, mungkindisesuaikan dengan tugas dan tanggungjawabnya” (Dokter Praktek Perorangan)

Berbeda halnya dengan klinik pratama dan dokterpraktek perorangan yang mengelola dana kapitasisesuai dengan keputusan pimpinannya. Adapunvisualisasi mengenai mekanisme perencanaan,penganggaran, pencairan, dan pertanggungjawabanberdasarkan hasil kajian disajikan sebagai berikut :

Selama tidak ada peraturan daerah atau SK Bupati;adanya Perpres No. 32/2014, Permenkes No. 59/2014, dan Permenkes No. 19/ 2014 tidak dapat secaralangsung diterapkan karena Puskesmas masihmerasa takut menyalahi aturan dalam pengelolaandana kapitasi.

Page 5: PENGELOLAAN DAN PEMANFAATAN DANA …bpjs-kesehatan.go.id/bpjs/dmdocuments/127993454bdd...PENGELOLAAN DAN PEMANFAATAN DANA KAPITASI (MONITORING DAN EVALUASI JAMINAN KESEHATAN NASIONAL

Tata cara penganggaran dokter praktek perorangan dan klinik pratama sangat mandiri sesuai kebijakan masing-masing pimpinan klinik. Berbeda hal dengan Puskesmas BLUD yang mengkategorikan semua penerimaan dana Puskesmas sebagai pendapatan yang harus diuraikan menjadi belanja pegawai, barang dan jasa sesuai dengan rencana belanja anggaran institusi BLUD. Dana kapitasi yang diterima oleh Puskesmas Non BLUD juga masih terkompilasi dalam Rencana Kerja Anggaran (RKA) SKPD untuk penggunaan belanja langsung dan tidak langsung.

Pemanfaatan dana kapitasi

Sebelum membahas lebih lanjut mengenai pemanfaatand a n a k a p i t a s i , h a s i l k a j i a n m e n u n j u k k a nbahwa setiap FKTP cenderung mengalami kenaikanrasio utilisasi, terutama di klinik pratama dan dokterpraktek perorangan. Rata-rata rasio utilisasi untukklinik pratama sekitar 16,9% dan dokter praktek per-orangan sekitar 13,3%. Tingginya utilisasi ini mungkinyang menyebabkan kapitasi aktual di klinik pratamad a n d o k t e r p r a k t e k p e r o r a n g a n l e b i h r e n d a hdaripada biaya kapitasi aktual di Puskesmas.

“Pasien yang datang meskipun sudah kitabanyak kasih promotif preventif tetap nggakada ngaruhnya, besok-besok juga sakit lagi,dengan sakit yang ringan” (Dokter PraktekPerorangan)

Page 6: PENGELOLAAN DAN PEMANFAATAN DANA …bpjs-kesehatan.go.id/bpjs/dmdocuments/127993454bdd...PENGELOLAAN DAN PEMANFAATAN DANA KAPITASI (MONITORING DAN EVALUASI JAMINAN KESEHATAN NASIONAL

Kenaikan jumlah peserta JKN di daerah studidiikuti dengan kenaikan rasio utilisasi. Hasil kajianmenunjukkan bahwa pemanfaatan pelayanan kesehatans e b a g i a n b e s a r d i l a k u k a n o l e h p e s e r t a n o nPBI, bahkan rasio utilisasi non PBI cenderung mengalamikenaikan dari tahun 2014-2015. Bukan hanyautilisasi, tetapi kasus rujukan pun ternyata masihdidominasi oleh peserta Non PBI. Seperti yangdiketahui bahwa dana kapitasi diperuntukkan baikuntuk peserta PBI dan Non PBI, sehingga menjadisangat penting untuk memperbaiki akses pesertaJKN untuk mendapatkan pelayanan kesehatan,terutama peserta PBI.

Dana kapitasi disinyalir bukan sedekar lebihbanyak digunakan oleh peserta Non PBI melainkanjuga pasien umum, terlebih sebagian besar dukunganbiaya operasional digunakan untuk belanja modaldan peruntukan selain obat. Pemanfaatan dukunganbiaya operasional yang dimaksud akan dibahas lebihselanjutnya di bahasan berikutnya.

“Kita menggunakan Peraturan Bupati No.44/2013, bahwa jasa pelayanan 44% dan operasional56%, jadi kita tidak menggunakan Permenkes.Ke m u d i a n b i aya o p e ra s i o n a l d i g u n a k a nuntuk belanja pegawai, belanja pagu, dan jasaserta belanja modal” (Puskesmas BLUD)

“Pengelolaan dan pemanfaatan dana kapitasidi klinik pratama berdasarkan SK Direktur”(Klinik Pratama)

S e p e r t i h a l nya ke b i j a k a n d a l a m p e n g e l o l a a ndana kapitasi, sebagian besar Puskesmas di daerahstudi cenderung menjadikan SK Bupati sebagailandasan utama dalam pemanfaatan dana kapitasi.Berbeda halnya dengan klinik pratama dan dokterpraktek perorangan yang tergantung pada kebijakanmasing-masing pimpinan. Peraturan daerah atau SKBupati juga digunakan Puskesmas dalam mengalokasikanp r o p o r s i j a s a p e l a y a n a n d a n d u k u n g a nbiaya operasional dari dana kapitasi yang diterimasetiap bulan.

Pemanfaatan dana kapitasi JKN yang diaturPermenkes No. 19/2014 menyatakan bahwa alokasiuntuk pembayaran jasa pelayanan kesehatan sekurang-kurangnya 60% dari penerimaan kapitasi. Hasilkajian menunjukkan bahwa sebagian besar kab/ kotadi daerah studi menerapkan kebijakan alokasitersebut. Walaupun demikian, ada beberapa kab/kota yang masih mengalokasikan jasa pelayanankurang dari 60% dari penerimaan dana kapitasi.Berbeda halnya dengan Puskesmas, pemanfaatanklinik pratama dan dokter praktek perorangan sangatbervariasi bergantung pada kebijakan masing-masingpimpinan.

Page 7: PENGELOLAAN DAN PEMANFAATAN DANA …bpjs-kesehatan.go.id/bpjs/dmdocuments/127993454bdd...PENGELOLAAN DAN PEMANFAATAN DANA KAPITASI (MONITORING DAN EVALUASI JAMINAN KESEHATAN NASIONAL

Sekitar 33% dukungan biaya operasional dialokasikano l e h P u s k e s m a s u n t u k b e l a n j a o b a t d a nbahan medis habis pakai, disusul dengan dukunganoperasional rutin lainnya yang sangat bervariasi antarkab/ kota. Tingginya alokasi pemanfaatan dukunganoperasional pelayanan kesehatan untuk belanjaselain obat dan perbekalan kesehatan juga perlumenjadi perhatian.

“Masih tinggi sekali jadi perbulan mungkin40% lebih, jadi rata-rata per hari sekitar 30 –40 kunjungan ke rumah, jadi untuk beli obatpun masih minus, apalagi untuk bagi yanglain” (Dokter Praktek Perorangan)

Seperti yang diketahui bahwa unit cost jasapelayanan kesehatan dan obat menjadi komponenutama dalam perhitungan besaran kapitasi. Jikadukungan biaya operasional yang dipergunakanuntuk obat kurang memadai di tengah tingginya rasioutilisasi seperti sekarang ini, maka bukan tidakmungkin akan berdampak pada stock out obat yangpada akhirnya mengganggu pemberian pelayanankesehatan bagi peserta JKN. Hasil kajian jugamenunjukkan dukungan non alkes, sistem informasi,dan operasional rutin Puskesmas BLUD cenderungdialokasikan lebih tinggi daripada Puskesmas NonBLUD. Hal tersebut dikarenakan dengan statusnyaBLUD maka pada umumnya dukungan operasionaldari pemerintah daerah untuk Puskesmas BLUDtidak lagi sebanyak yang diterima oleh PuskesmasNon BLUD. Selain memberikan keluwesan dalampemanfaatan dana, status BLUD juga memberikankonsekuensi kemandirian dalam mengelola pendapatanyang diterima.

Jasa pelayanan yang dialokasikan oleh klinikpratama cenderung lebih tinggi dibandingkan dengandokter praktek perorangan. Proporsi jasa pelayanandan dukungan biaya operasional yang rata-rata digunakano l e h k l i n i k p r a t a m a d i d a e r a h s t u d i a d a l a h45% : 55% sedangkan oleh dokter praktek perorangansekitar 25% : 75%.

“Pengelolaan dan pemanfaatan dana kapitasiDPP beda mba dengan puskesmas yang aturannyal e b i h j e l a s k a r e n a m e l i b a t k a n b a y a korang, kalo dokter keluarga ya hanya sayasendiri hanya jaspel, obat, tenaga administrasi… t i d a k a d a p e m b a g i a n y a n g j e l a s ”(Dokter Praktek Perorangan)

Berbeda halnya dengan klinik pratama yangmengalokasikan proporsi tersebut di awal bulan,alokasi jasa pelayanan pada dokter praktekperorangan dapat diketahui setelah adanya dana sisadari kapitasi yang telah terpakai untuk pemberianpelayanan kesehatan setiap bulannya.

Sebagian besar FKTP menyatakan bahwa adakapitasi yang dipergunakan untuk program tambahandan dana investasi, kecuali pembinaan Dinas Kesehatan.Dana investasi yang dimaksudkan adalah perbaikansarana dan prasarana untuk menunjang pelayanand i f a s i l i t a s k e s e h a t a n . Wa l a u p u n p r o g r a mpengelolaan penyakit kronis telah dibiayai secarakhusus oleh BPJS Kesehatan, tapi FKTP yangmenjadi responden memberikan keterangan bahwaada proporsi dari kapitasi yang juga digunakan olehfasilitas kesehatan dalam mendukung kegiatan prolanistersebut. Adanya wacana kebijakan pelayanan24 jam bagi FKTP mitra JKN menimbulkan responyang berbeda-beda di daerah studi.

Page 8: PENGELOLAAN DAN PEMANFAATAN DANA …bpjs-kesehatan.go.id/bpjs/dmdocuments/127993454bdd...PENGELOLAAN DAN PEMANFAATAN DANA KAPITASI (MONITORING DAN EVALUASI JAMINAN KESEHATAN NASIONAL

“Puskesmas itu nggak usah 24 jam. Nggaksanggup. Kalau kepala Puskesmas bersedia,yah kapusnya” (Puskesmas Non BLUD)

“Kasihan..DPPnya ( jika 24 jam). Harus adadokter pengganti minimal dan biaya operasionalnya,k a s i h a n d o k t e r n y a s e n g s a r a , h a h a a . .D o k te r nya b u k a n nya s e h a t , m a l a h s t re s s ,s a k i t - s a k i t a n , m e n d e r i t a h a h a a” ( D o k t e rPraktek Perorangan)

Sebagian besar Puskesmas BLUD dan KlinikPratama cenderung lebih bersedia memberikan pelayanan2 4 j a m k a r e n a b e b e r a p a d i a n t a r a n y a s u d a hmelaksanakan pelayanan 24 jam. Walaupun demikian,s e p e n d a p a t d e n g a n P u s k e s m a s N o n B L U Ddan dokter praktek perorangan bahwa adanya kebijakanpelayanan 24 jam perlu diikuti dengan perbaikank u a n t i t a s d a n k a p a s i t a s S D M k e s e h a t a n d a nfasilitas kesehatan, setidaknya minimal memilikilebih dari 5.000 - 10.000 peserta dengan minimalk a p i t a s i P O P B s e b e s a r R p 1 0 . 0 0 0 . 0 0 A d a n y adukungan peraturan daerah atau SK Bupati jugadinilai sangat penting bagi fasilitas kesehatan dalammelaksanakan kebijakan pelayanan 24 jam tersebut.

KESIMPULAN DAN SARAN

Peningkatan utilisasi mengakibatkan rerata biayakapitasi aktual semakin rendah, sehingga dibutuhkanp e n i n j a u a n j u m l a h m i n i m u m d a n m a k s i m u mpeserta per jenis FKTP dan/atau kapitasi POPByang mempertimbangkan beban kerja dan kualitaspelayanan. Pedoman dana kapitasi yang mempertimbangkann o m e n k l a t u r a n g g a r a n d a n p e r a t u r a ndaerah diharapkan dapat mempermudah FKTP (terutamaPuskesmas) dalam mengelola dan memanfaatkand a n a k a p i t a s i s e s u a i d e n g a n p e r u n t u k a n n y a ,khususnya bagi peserta program JKN.

BPJS Kesehatan belum banyak terlibat dalamperencanaan, penganggaran, dan pertanggungjawabandana kapitasi, sehingga dalam monitoring danevaluasi penyeleggaraan kapitasi perlu didukung dengansinergitas aplikasi p-care dengan sistem informasiyang telah tersedia di FKTP dan adanya laporanakuntabillitas dana kapitasi baik untuk bendaharadaerah (DPPKAD) maupun BPJS Kesehatan. Selainitu, tata cara implementasi regulasi baru mengenaiprogram JKN sebaiknya mempertimbangkan alur dantatakala perencanaan dan penganggaran daerah.

REFERENSI

Acknowledgement

Kajian Yang dilaksanakan oleh Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan (PKMK) Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada ini di dukung oleh BPJS Kesehatan sebagai bentuk monitoring dan evaluasi program Jaminan KesehatanNasional (JKN) tahun 2016 di Indonesia. Group Penelitian dan Pengembangan BPJS Kesehatan mengucapkan terimakasih kepada Tim Peneliti dan PKMK UGM, khususnya : M. Faozi Kurniawan, Budi Eko Siswoyo, Faisal Mansur, Wan Aisyah, Dedy Revelino dan Welly Gadistina yang telah mencurahkan perhatian dan kerja sama yang baik selama pelaksanaan studi.

1. _________, 2004. Undang - Undang No. 40/2004tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional,Pemerintah RI, Jakarta.

2. __________,2004. Undang - Undang No. 15/2004 Tentang Pemeriksaan, Pengelolaan danTanggung Jawab Keuangan Negara, PemerintahRI, Jakarta.

3. _________, 2011. Undang-Undang No. 24/2011tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial,Pemerintah RI, Jakarta.

4. _________, Peraturan Menteri Kesehatan RepublikIndonesia No. 59/2014 Tentang Standar TarifPelayanan Kesehatan Dalam PenyelenggaraanProgram Jaminan Kesehatan, Pemerintah RI,Jakarta.

5. _________, Peraturan Presiden No. 32/2014Tentang Pengalokasian dan Pemanfaatan DanaKapitasi Jaminan Kesehatan Tingkat Pertama(FKTP) Milik Pemerintah dan Dukungan BiayaOperasional FKTP Milik Pemerintah Daerah,Pemerintah RI, Jakarta.

6. _________, 2005. Peraturan Pemerintah No 23/2005 tentang Badan Layanan Umum, PemerintahRI, Jakarta.

7. __________, 2007. Peraturan Menteri DalamNegeri No. 61/2007 tentang Pedoman TeknisPengelolaan Keuangan Badan Layanan UmumDaerah, Pemerintah RI, Jakarta.

8. __________, 2014. Surat Edaran Menteri DalamNegeri No. 900/2280/SJ. Tanggal 5 Mei 2014Tentang Petunjuk Teknis Penganggaran, Pelaksanaan dan Penatausahaan, serta Pertanggungjawaban Dana Kapitasi Jaminan Kesehatan Nasional pada Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama Milik Pemerintah Daerah, Pemerintah RI, Jakarta.

9. __________,2014. Peraturan Menteri KesehatanRepublik Indonesia No. 28/2014 TentangPedoman Pelaksanaan Program JaminanKesehatan Nasional, Pemerintah RI, Jakarta.

10. __________,2014. Permenkes No. 19/2014 tentangpenggunaan Jaminan Kesehatan Nasionaluntuk Jasa Pelayanan Kesehatan dan DukunganBiaya Operasional pada Fasilitas KesehatanTingkat Pertama Milik Pemerintah Daerah,Pemerintah RI, Jakarta.

11. Berwick, D.M., 1996. Payment by Capitationand the Quality of Care. N eng J Med, 335(16),pp.1227-1231. Available at: http://dx.doi.org/10.1056/nejm199610173351611

12. Glazier. R.H, Geltink, J.K, Kopp. A, Sibley. L.M.2009, Capitation and enhanced fee-for-servicemodels for primary care reform: a populationbasede v a l u a t i o n , C M A J a n d i s a v a i l a b l e a twww.cmaj.ca/cgi/content/full/180/11/E72/DC2

13. Hagland, Mark. 2015. How Does Your DoctorGet Paid? The Controversy Over Capitation,http://www.pbs.org/wgbh/pages/frontline/shows/doctor/care/capitation.html, 07122015.17.00.