PENGARUH VARIASI KONSENTRASI NaOH OPTIMUM PADA …digilib.unila.ac.id/59379/3/3. SKRIPSI FULL TANPA...
Transcript of PENGARUH VARIASI KONSENTRASI NaOH OPTIMUM PADA …digilib.unila.ac.id/59379/3/3. SKRIPSI FULL TANPA...
PENGARUH VARIASI KONSENTRASI NaOH OPTIMUM PADAPEMBUATAN NANOSILIKA DARI BATU APUNG
(Skripsi)
OlehZahra Maria Ulfa
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAMUNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG2019
i
ABSTRACT
THE INFLUENCE OF OPTIMUM NaOH CONCENTRATION VARIATIONON THE MANUFACTURE OF NANOSILICA FROM PUMICE
BY
ZAHRA MARIA ULFA
Technological advances in the nanomaterials have made silica processingindustries have begun to produce silica nanoparticles so that the search for newsources capable of producing silica has been in great demand. One mineralresource that has the potential to be developed is silica (SiO2). Pumice is anamorphous porous volcanic rock consisting of silica. In this study nanosilica frompumice was made by extracting it using NaOH solution at various concentrationsof 2.5 M, 2.7 M, 2.9 M, 3.1 M and 3.3 M to observe the effect on the amount andchemical composition of the powder nanosilica produced, nanosilic phase formedand nanosilic size. This silica extraction is made by the sol-gel method usingreflux. The formation of silica gel was carried out using 5M H2SO4 and silicapowder purification using 1.25 M HCl then calcined at 800oC for 6 hours andcharacterized by XRF, XRD, TEM.and FTIR.The results obtained in this studyindicate the effect of NaOH concentration on the amount of powder produced,which increases with the increase in NaOH concentration used. The compositionof SiO2 from all samples showed optimum results in samples with 2.7 M NaOHconcentration which was 97.1%. Si-O-Si and Si-OH bonds indicate silica whichalso had an amorphous phase with average particle size was (11.9 ± 2 , 6) nm.
Keywords:Pumice, Nanosilica, NaOH
ii
ABSTRAK
PENGARUH VARIASI KONSENTRASI NaOH OPTIMUM PADAPEMBUATAN NANOSILIKADARI BATU APUNG
Oleh
ZAHRA MARIA ULFA
Kemajuan tekhnologi di bidang nanomaterial membuat beberapa industripengolahan silika sudah mulai memproduksi nanopartikel silika sehinggapencarian sumber-sumber baru yang mampu memproduksi silika telah banyakdiminati. Salah satu sumber daya mineral yang berpotensi untuk dikembangkanadalah silika (SiO2). Batu apung adalah batu vulkanik berpori amorf yang terdiridari silika. Pada penelitian ini dibuat nanosilika dari batu apung dengandiekstraksi menggunakan larutan NaOH pada variasi konsentrasi 2,5 M, 2,7 M,2,9 M, 3,1 M dan 3,3 M untuk mengamati pengaruhnya pada jumlah dankomposisi kimia serbuk nanosilika yang dihasilkan, fasa nanosilika yangterbentuk dan ukuran nanosilika. Ekstraksi silika ini dibuat dengan metode sol-gel menggunakan refluks. Pembentukan gel silika dilakukan menggunakan H2SO4
5M dan proses pemurnian serbuk silika menggunakan HCl 1,25 M kemudiandikalsinasi pada suhu 800oC selama 6 jam dan dikarakterisasi dengan XRF, XRD,TEM dan FTIR. Hasil yang diperoleh pada penelitian ini menunjukkan pengaruhkonsentrasi NaOH pada jumlah serbuk yang dihasilkan yaitu meningkat seiringpeningkatan konsentrasi NaOH yang digunakan. Komposisi SiO2 dari semuasampel menunjukkan hasil optimum pada sampel dengan konsentrasi NaOH 2,7M yaitu 97,1%. Adanya ikatan Si-O-Si dan Si-OH juga mengindikasikan bahwapada sampel telah terbentuk silika yang juga memiliki fasa amorf dengan rata-rataukuran partikel adalah (11,9 ± 2,6) nm.
Kata kunci: Batuapung, Nanosilika, NaOH
iii
PENGARUH VARIASI KONSENTRASI NaOHOPTIMUM PADA PEMBUATAN NANOSILIKA DARI
BATU APUNG
Oleh
ZAHRA MARIA ULFA
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai GelarSARJANA SAINS
Pada
Jurusan FisikaFakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
JURUSAN FISIKAFAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS LAMPUNGBANDAR LAMPUNG
2019
vii
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama lengkap Zahra Maria Ulfa, dilahirkan pada
tanggal 9 Oktober 1995 di Gunung Madu Kabupaten
Lampung Tengah. Penulis merupakan anak kedua dari dua
bersaudara dari pasangan Bapak Alimi dan Ibu Sufitrah.
Pendidikan yang telah ditempuh oleh penulis adalah Sekolah Dasar Negeri 02
GMP pada tahun 2008, Sekolah Menengah Pertama Satya Dharma Sudjana GMP
pada tahun 2011, Madrasah Aliyah Negeri 01 Lampung Timur pada tahun 2014.
Penulis diterima di Jurusan Fisika FMIPA Universitas Lampung pada tahun 2014
melalui jalur SNMPTN. Selama menempuh pendidikan, penulis pernah menjadi
asisten praktikum Sains Dasar Fisika pada tahun 2015/2016, penulis
menyelesaikan Praktek Kerja lapangan (PKL) di Pusat Sains dan Teknologi
Bahan Maju-Badan Tenaga Nuklir Nasional (PSTBM-BATAN) Serpong, yang
berjudul “Deposisi Baja Austenik dengan Bahan Keramik YSZ (Yttria Stabilized
Zirconia) Y2O3-ZrO2 Menggunakan PLD”.Penulis juga melakukan pengabdian
terhadap masyarakat dengan mengikuti program Kuliah Kerja Nyata (KKN)
Universitas Lampung tahun 2018 di desa Budi Jaya, Tulang Bawang Barat.
Dalam organisasi penulis di percaya sebagai anggota bidang Sosial dan
Masyarakat (SOSMAS) HIMAFI FMIPA Unila (2015-2017).
viii
PERSEMBAHAN
Dengan rasa syukur kepada Allah Subhannahu Wata’ala, kupersembahkan karyakecil ini kepada
Mama tercintadan
Ayah tercinta
Keluarga besar yang selalu memberi dukungan doa dan semangat
Rekan-rekan seperjuangan FISIKA FMIPA UNILA 2014
Serta Almamater Tercinta“UNIVERSITAS LAMPUNG”
ix
MOTTO
مع العسر یسرا إّن مع العسر یسرافإ ّن
“Maka sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan,
sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan”
(QS. Insyirah: 5-6)
x
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberi hikmah,
karunia serta rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang
berjudul “Pengaruh Variasi Konsentrasi NaOH Optimum pada Pembuatan
Nanosilika dari Batu Apung” yang merupakan syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains (S.Si) pada bidang Material Jurusan Fisika Fakultas Matematika
dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung.
Skripsi ini menjelaskan tentang pembuatan silika berskala nano dari batu apung
Tanggamus Lampung. Pada skripsi ini dilakukan analisis serbuk batu apung
beserta silika yang diekstrak dari batu apung dengan menggunakan XRF, XRD
TEMdan FTIR.
Penulis menyadari bahwa dalam penyajian skripsi ini masih jauh dari
kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang
membangun dari berbagai pihak demi perbaikan dan penyempurnaan skripsi ini.
Semoga skripsi ini dapat menjadi rujukan untuk penelitian selanjutnya agar lebih
sempurna dan dapat memperkaya ilmu pengetahuan.
Bandar Lampung, 09 Oktober 2019
Zahra Maria Ulfa
xi
SANWACANA
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberi hikmah,
karunia serta rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang
berjudul “Pengaruh Variasi Konsentrasi NaOH Optimum pada Pembuatan
Nanosilika dari Batu Apung”. Terwujudnya skripsi ini tidak lepas dari bantuan
berbagai pihak. Dengan segala kerendahan hati dan rasa hormat, penulis
mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Prof. Drs. Posman Manurung, M.Si. Ph.D. selaku pembimbing
pertama yang telah banyak member bimbingan, motivasi nasihat serta
ilmunya.
2. Bapak Drs. Pulung Karo Karo, M.Si. selaku pembimbing kedua yang telah
memberikan saran dalam penulisan skripsi ini.
3. Bapak Prof. Drs. Simon Sembiring, Ph.D. selaku penguji yang telah
memberikan koreksi selama penulisan skripsi ini.
4. Bapak Arif Surtono, S.Si., M.Si., M.Eng. selaku ketua Jurusan Fisika FMIPA
Universitas Lampung.
5. Bapak Drs. Suratman, M.Sc. selaku Dekan FMIPA Universitas Lampung.
6. Bapak dan Ibu dosen serta staf Jurusan Fisika FMIPA universitas Lampung.
7. Orangtuaku, Ibu Sufitrah dan Bapak Alimi serta keluargaku yang selalu
member dukungan doa serta semangat.
xii
8. Hafid Abdul Aziz yang telah membantu banyak hal dan memberikan
semangat selama proses penelitian hingga skripsi ini selesai.
9. Para teman-temanku, Kiky, Putri, Karlina, Lusi, Riska Trisna, Nina, Erika,
Sofhia, Retno, Fitria, dan Rasyid atas dukungan dan bantuannya selama
penyelesaian skripsi ini.
10. Keluarga besar Fisika FMIPA Universitas lampung
11. Semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian tugas akhir ini yang
tidak bias penulis sebutkan satu persatu.
Semoga Tuhan akan membalas dengan hal yang lebih baik.
Bandar Lampung, 09 Oktober 2019
Zahra Maria Ulfa
xiii
DAFTAR ISI
HalamanABSTRACT ............................................................................................................ i
ABSTRAK ............................................................................................................. ii
HALAMAN SAMPUL......................................................................................... iii
HALAMAN PERSETUJUAN ............................................................................ iv
HALAMAN PENGESAHAN ................................................................................v
PERNYATAAN.................................................................................................... vi
RIWAYAT HIDUP ............................................................................................. vii
PERSEMBAHAN............................................................................................... viii
MOTO ................................................................................................................... ix
KATA PENGANTAR ............................................................................................x
SANWACANA ..................................................................................................... xi
DAFTAR ISI....................................................................................................... xiii
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................xv
DAFTAR TABEL .............................................................................................. xvi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ...........................................................................................1B. Rumusan Masalah......................................................................................3C. Tujuan Penelitian .......................................................................................4D. Batasan Masalah ........................................................................................4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Nanosilika ..................................................................................................5
xiii
B. Silika ..........................................................................................................6C. Silika Amorf...............................................................................................7D. Batu Apung ................................................................................................8E. Sumber Sinar-X .......................................................................................11F. X-Ray Fluorescence (XRF)......................................................................13G. X-Ray Diffraction (XRD).........................................................................15H. Transmision Electron Microscopy (TEM).............................................. 20I. Fourier Transform Infrared (FTIR).........................................................21
BAB III METODE PENELITIAN
A. Waktu danTempat....................................................................................25B. Alat dan Bahan Penelitian........................................................................25C. Prosedur Penelitian ..................................................................................25D. Diagram Alir Penelitian ...........................................................................32
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Ekstraksi Serbuk Batu Apung ........................................................34B. Hasil Karakterisasi Serbuk Nanosilika dari Batu Apung.........................36
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan ..............................................................................................48B. Saran ........................................................................................................49
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
xv
DAFTAR GAMBAR
HalamanGambar 2.1. (a) Susunan atom kristal, (b) Susunan atom amorf............................8
Gambar 2.2. Batu apung .........................................................................................9
Gambar 2.3. Siklus batuan....................................................................................10
Gambar 2.4. Pembentukan Sinar-X......................................................................11
Gambar 2.5. Proses X-ray Fluorescence ..............................................................14
Gambar 2.6. Skema difraksi sinar-X ....................................................................17
Gambar 2.7. Hasil XRD (a) batu apung dan (b) silika amorf...............................19
Gambar 2.8. Skema operasi TEM ........................................................................20
Gambar 2.9. Spektrum FTIR (a) batu apung (b) silica amorf ..............................23
Gambar 3.1. Diagram alir preparasi serbuk batu apung .......................................32
Gambar 3.2. Diagram alir ekstraksi nanosilika batu apung..................................33
Gambar 4.1. Serbuk batu apung ...........................................................................34
Gambar 4.2. Serbuk hasil ekstraksi dengan variasi konsentrasi NaOH ...............34
Gambar 4.3. Grafik pengaruh konsentrasi NaOH terhadap SiO2 .........................37
Gambar 4.4. Grafik pengaruh konsentrasi NaOH terhadap Al2O3......................38
Gambar 4.5. Difraktogram hasil XRD serbuk batu apung ..................................40
Gambar 4.6. Difraktogram hasil XRD nanosilika batu apung .............................41
Gambar 4.7. Hasil uji TEM nanosilika batu apung NaOH 2,7 M ........................43
Gambar 4.8. Spektrum FTIR nanosilika batu apung ............................................44
xvi
DAFTAR TABEL
HalamanTabel 2.1. Komposisi kimia dari batu apung...........................................................9
Tabel 3.1. Bahan dengan variasi konsentrasi NaOH.............................................26
Tabel 4.1. Massa serbuk nanosilika batu apung....................................................35
Tabel 4.2. Hasil analisis XRF................................................................................36
Tabel 4.3. Perbandingan data sampel serbuk batu apung setelah preparasidengan standar PCPDFWIN ................................................................40
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pada saat ini, pengembangan nanoteknologi terus dilakukan oleh para peneliti dari
dunia akademik maupun dari dunia industri. Semua peneliti seolah berlomba
untuk mewujudkan karya baru dalam dunia nanoteknologi (Abdullah et al, 2008).
Pada periode 2010 sampai 2020 ditengarai akan tejadi percepatan luar biasa dalam
penerapan nanoteknologi di dunia industri. Ada tiga isu penting dalam
pengembangan nanomaterial yakni bagaimana membuat partikel berukuran nano
sebagai bahan baku produk nano, bagaimana mengkarakterisasi partikel nano
yang telah dibuat dan bagaimana menyusun partikel nano menjadi produk akhir
yang diinginkan. Indonesia sangat kaya dengan berbagai material, teknologi
penghalusan materi menjadi seukuran nano ini harus dikuasai, untuk peningkatan
nilai tambah hingga 4000 kali lipat (Rahman, 2007).
Nanoteknologi adalah rekayasa ulang bahan dan perangkat dengan
mengendalikannya pada tingkat atom (Roco et al, 1999). Dengan katalain,
nanoteknologi merupakan bidang yang didominasi oleh perkembangan fisika
dasar dan penelitian kimia (Chong, 2004). Definisi yang lebih akurat
nanoteknologi disajikan oleh Drexler (1981), melibatkan studi di skala
mikroskopik (1 nm = 1 × 10-9 m). Ukuran untuk teknologi skala nano berada pada
kisaran 10 sampai 100 nm (Kanchanawong et al, 2012). Dengan kemajuan
2
nanoteknologi dan peningkatan permintaan, beberapa industri pengolahan silika
sudah mulai memproduksi nanopartikel silika. Akibatnya, pencarian sumber-
sumber baru yang mampu memproduksi bahan ini telah menarik minat banyak
peneliti (Carneiro et al, 2015).
Keberadaan sumber daya alam khususnya sumber daya mineral di muka bumi ini
sangat melimpah. Salah satu sumber daya mineral yang berpotensi untuk
dikembangkan adalah silika (Susilo et al, 2016). Berdasarkan penelitian Rosda
(2011) yang menggunakan batu apung untu pengolahan limbah cair menemukan
bahwa batu apung merupakan batuan yang mengandung banyak mineral silikat
dan berpori-pori berukuran mikro yang sangat baik dalam proses peyerapan. Batu
apung adalah batu vulkanik berpori amorf yang terdiri dari silika dan struktur
berpori yang dibentuk oleh gas-gas terlarut yang diendapkan sehingga merupakan
salah satu batuan sedimen berwarna terang atau kuning keputih-putihan. Batu
apung juga sudah banyak dipakai sejak zaman romawi kuno, dengan cara diambil,
dicuci lalu digunakan (Lura et al, 2004). Berdasarkan penelitian yang dilakukan
oleh Ersoy et al. (2010), kandungan silika pada batu apung adalah 70,21%. Oleh
karena itu, batu apung sangat berpotensi menjadi sumber silika. Di wilayah
Lampung, batu apung dapat dengan mudah ditemukan di sepanjang daerah pesisir
pantai.
Silika terbentuk dari hasil pelapukan batuan yang mengandung mineral utama,
seperti kuarsa dan feldspar, yang berwujud bubuk putih. Silika merupakan
senyawa yang tidak reaktif dan hanya dapat dilarutkan dalam asam kuat. Silika
mempunyai tiga bentuk kristal yaitu quartz, cristobalite dan trydimite (Hadi et al,
2011). Nanopartikel silika memiliki beberapa sifat diantaranya besar luas
3
permukaan, ketahanan panas yang baik, kekuatan mekanik yang tinggi dan
elastisitasnya rendah. Nanopartikel dapat terjadi secara alamiah ataupun melalui
proses sintesis oleh manusia. Sintesis nanopartikel bermakna pembuatan partikel
dengan ukuran yang kurang dari 100 nm dan sekaligus mengubah sifat atau
fungsinya (Abdullah et al, 2008). Penggunaan silika semakin meningkat terutama
dalam ukuran nanometer yang disebut juga dengan nanosiloka. Nanosilika telah
dimanfaatkan dalam berbagai bidang (Susilo et al, 2016).
Menurut penelitian yang telah dilakukan oleh Mourhly et al. (2015), ekstraksi
nanosilika berbahan dasar batu apung menghasilkan silika 94% pada konsentrasi
NaOH 3 M dan pada penelitian Ginting (2018) pada variasi NaOH 2 M; 2,5 M; 3
M; 3,5 M dan 4 M menghasilkan persentase silika tertinggi pada NaOH 3 M yaitu
96,3%. Penelitian tersebut menjadi acuan penelitian ini untuk melakukan ekstraksi
nanosilika dari bahan batu apung dengan menggunakan variasi konsetrasi NaOH
optimum dan dengan meningkatkan konsentrasi HCl dari penelitian sebelumnya.
Variasi konsentrasi NaOH yang digunakan yaitu 2,5 M, 2,7 M, 2,9 M, 3,1 M dan
3,3 M. Batu apung yang digunakan merupakan batu apung yang berasal dari
Kabupaten Tanggamus, Lampung.
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dari penelitian ini adalah:
1. Bagaimana pengaruh variasi NaOH optimum terhadap jumlah dan komposisi
kimia nanosilika?
2. Bagaimana fasa nanosilika yang terbentuk?
3. Bagaimana ukuran nanosilika yang terbentuk?
4
C. Tujuan Penelitian
Tujuan dari dilakukannya penelitian ini adalah:
1. Mengetahui pengaruh variasi NaOH optimum terhadap jumlah dan komposisi
kimia nanosilika.
2. Mengetahui fasa nanosilika yang terbentuk.
3. Mengetahui ukuran nanosilika yang terbentuk.
D. Batasan Masalah
Batasan masalah pada penelitian ini adalah:
1. Batu apung yang digunakan dalam pembuatan nanosilika berasal dari
kabupaten Tanggamus Lampung.
2. Kalsinasi dilakukan pada suhu 500°C dan 800°C.
3. Variasi NaOH yang digunakan adalah 2,5 M: 2,7 M: 2,9 M: 3,1 M: 3,3 M,
H2SO4 5 M dan HCL 1,25 M.
4. Uji yang digunakan adalah X-Ray Flourescence (XRF), X-Ray Diffraction
(XRD), Transmission Electron Microscopy (TEM), dan Fourier Transform
Infrared (FTIR).
E. Manfaat
Manfaat yang didapatkan dari penelitian ini adalah:
1. Dapat digunakan sebagai referensi bagi penelitian selanjutnya.
2. Dapat menjadi landasan untuk penelitian selanjutnya.
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Nanosilika
Nanosilika merupakan bahan amorf yang terdiri dari atom silikon dan oksigen
yang terhubung dalam jaringan ikatan Si-O-Si yang tidak beraturan dengan
kelompok silanol (Si-OH) yang ada di dalam dan di permukaan (Miloskovska,
2013). Di antara banyak partikel nano yang diproduksi, Silika Nanopartikel (SNP)
telah mendapat perhatian yang lebih besar dalam penggunaannya di beberapa
kawasan ilmiah dan di segmen industri (Carneiro et al, 2015). Nanosilika dapat
dikatakan sebagai produk penting dalam industri mineral seperti dalam produksi
keramik (Fauzan et al, 2013). Sintesis silika memerlukan perlakuan khusus untuk
sampai pada skala nano, yaitu menggunakan beberapa metode seperti metode sol-
gel, metode proses masa gas, metode kopresipitasi, metode tekhnik emulsi, dan
metode penyemprotan plasma dan proses pengasapan (polimerisasi silika terlarut
menjadi organo silika) (Jayanti, 2014).
Nanopartikel silika memiliki kestabilan yang bagus, bersifat biokompatibel yang
mampu bekerja selaras dengan sistem kerja tubuh dan membentuk sperik tunggal
(Yuan et al, 2010). Nanopartikel SiO2 amorf bisa digunakan dalam proses
pembuatan substrat elektronik, substrat lapisan tipis, insulator listrik dan insulator
termal. Selain itu juga diungkapkan bahwa nanopartikel SiO2 dapat digunakan
sebagai suatu material pendukung yang ideal untuk nanopartikel magnetik, karena
6
sangat mudah untuk mencegah tarikan magnetik dipolar anisotropik ketika
diberikan medan magnetluar dan meningkatkan daya tahan terhadap korosi dari
nanopartikel magnetik (Zawra et al, 2009).
B. Silika
Silika atau silikon dioksida adalah senyawa kimia yang terbentuk dari atom
silikon dan oksigen. Karena oksigen adalah unsur yang paling melimpah di kulit
bumi, sementara silikon adalah unsur kedua terbanyak, maka bentuk silika
merupakan bentuk yang sangat umum ditemukan di alam. Silika banyak terdapat
pada tumbuhan sebagai diatom dan pada hewan sebagai radiolarian. Silika yang
terakumulasi di dalam makhluk hidup, baik hewan atau tumbuhan memiliki
bentuk amorf, berbeda dengan silika yang tidak berasal dari makhluk hidup
seperti batuan dan debu yang memiliki struktur silika kristalin. Silikat sendiri
merupakan bentuk mineral dari silika atau dengan kata lain senyawa silika yang
bereaksi dengan unsur lain. Dari ikatan bangunnya dapat dibedakan menjadi
nesosilicat (tetrahedron), sorosilicat (dua ujung tetrahedron yang bertumpuk),
cyclosilicat (silikat cincin), inosilicat (silikat rantai tunggal dan rantai ganda),
phyllosilicat (silikat lembaran), dan tectosilicat (silikat bingkai) (Jones, 2000).
Ekstraksi silika dengan larutan NaOH akan menghasilkan natrium silikat. Secara
komersial, silika dibuat dengan mencampur larutan natrium silikat dengan suatu
asam mineral. Reaksi ini menghilangkan suatu disperse pekat ang akhirnya
memisahkan partikel dari silika terhidrat, yang dikenal sebagai silica hydrosol
atau asam silikat. Semakin meningkatnya konsentrasi pelarut NaOH yang
digunakan dalam proses ekstraksi maka semakin meningkat pula endapan silika.
7
Dengan demikian semakin tinggi konsentrasi pelarut NaOH yang digunakan akan
menyebabkan meningkatnya serbuk silika yang dihasilkan. Endapan silika
meningkat seiring dengan kenaikan NaOH. Hal ini membuktikan bahwa
konsentrasi NaOH berpengaruh terhadap pembentukkan endapan silika hasil
ekstraksi (Raditya, 2014).
Bahan silika merupakan keramik bertemperatur tinggi yang banyak digunakan
dalam industri baja dan gelas (Smallman et al, 1999). Saat ini telah banyak
pemanfaatan silika selain sebagai bahan keramik maupun gelas, beberapa
penelitian juga telah dilakukan untuk mengetahui potensi dari silika itu sendiri.
Beberapa diantaranya adalah penelitian tentang penambahan dispersi SiO2 sebagai
penguat pada karet alam menjadi bahan komposit karet alam SiO2 membuktikan
terjadinya perbaikan pada sifat fisik dan mekanik untuk bahan jadi karet yang
dihasilkan (Hildayati et al, 2009).
C. Silika Amorf
Silika amorf biasanya terdapat dalam makhluk hidup. Silika non kristalin atau
amorf memiliki susunan atom dan molekul berbentuk pola acak dan tidak
beraturan. Akibat pola acak dan tidak beraturan tersebut, silika amorf memiliki
struktur spherikal yang rumit. Struktur rumit tersebut menyebabkan luas area
permukaan yang tinggi, biasanya diatas 3 m2/g. Silika amorf memiliki susunan
atom dan molekul berbentuk pola acakdan tidak beraturan seperti ditunjukkan
pada Gambar 2.1.
8
Gambar 2.1. (a) Susunan atom kristal, (b) Susunan atom (Smallman et al, 1999).
Silika amorf dalam berbagai kondisi dianggap lebih reaktif dibanding silika
kristalin. Tingkat kereaktifan dari silika amorf disebabkan karena adanya gugus
hidroksil (silanol) yang didapat setelah pemanasan mencapai temperatur 400oC.
Gugus silanol (Si-OH) ini dapat ditemukan di atas permukaan dari sampel silika
yang menyebabkan terbentuknya daerah yang reaktif (Kirk-Othmer, 1984).
D. Batu Apung
Batu apung merupakan jenis material alam yang berasal dari endapan material
piroklastik hasil aktivitas vulkanik gunung api (Soekardi, 2004). Endapan
piroklastik adalah endapan vulkaniklastik primer yang tersusun oleh partikel
(piroklas) terbentuk oleh erupsi yang eksplosif dan terendapkan oleh proses
vulkanik primer (Phie et al, 1993). Batu apung berupa mineral alam yang berasal
dari gunung berapi terbentuk akibat pendinginan secara cepat gas-gas dan
material-material vulkanik. Strukturnya tersusun atas rongga-rongga yang
terbentuk akibat gelembung udara yang terperangkap dalam lava saat terjadi
pembekuan (Osman, 2010). Sebagai batuan yang terbentuk secara alami, batu
apung secara umum tersusun dari senyawa-senyawa kimia berupa mineral oksida
9
seperti SiO2, Al2O3, Fe2O3, K2O, CaO, Na2O, TiO2, serta MgO yang menyatu
membentuk komposit alam (Ridha et al, 2016). Berikut adalah komposisi kimia
dengan persentase kandungannya pada Tabel 2.1.
Tabel 2.1.Komposisi kimia dari batu apung (Ersoy et al, 2010).Komposisi Kimia % Wt
SiO2 70,21Al2O3 13,63K2O 5,12Na2O 2,20CaO 2,11
Fe2O3 1,72MgO 0,60MnO 0,26TiO2 0,16SO3 0,09P2O5 0,08LoI 3,82
Batu apung merupakanjenis batu yang berwarna terang, mengandung buih yang
terbentuk darigelembung berdinding gelas (Chandra et al, 2014) seperti dapat
dilihat pada Gambar 2.2.
Gambar 2.2. Batu apung.
10
Batuan dari segi asal dan keterdapatan di lapangan dapat digolongkan menjadi 3
golongan besar, yaitu batuan beku, batuan sedimen dan batuan metamorf.
Perkembangan batuan mengikuti suatu siklus/daur batuan (Das, 2010). Siklus
batuan yang secara sederhana dapat dilihat dalam Gambar 2.3.
Gambar 2.3. Siklus batuan (Noor, 2012).
Batuan beku terbentuk sebagai akibat dari pendinginan dan pembekuan magma.
Pendinginan magma yang berupa lelehan silikat, akan diikuti oleh proses
penghabluran (perubahan wujid zat, dari gas menjadi padat) yang dapat
berlangsung di bawah atau di atas permukaan bumi melalui erupsi gunung berapi.
Panah-panah dalam Gambar 2.3, menunjukan bahwa jalannya siklus dapat
terganggu dengan adanya jalan-jalan pintas yang dapat ditempuh, seerti dari
batuan beku menjadi batuan metamorfis, atau batuan metamorfis menjadi sedimen
11
tanpa melalui pembentukan magma danbatuan beku (Noor, 2012).
Batu apung adalah salah satu batuan yang tergolong dalam batuan beku ekstrusif
vesikular yang terdiri dari fragmen kaca yang sangat berpori (Ersoy et al, 2010).
Batu apung memiliki banyak karakteristik berbeda seperti porositas tinggi (volume
pori hingga 85%), kepadatan rendah, luas permukaan spesifik yang besar, inersia
kimia dan batu apung merupakan material yang ramah lingkungan (Veliev et al,
2006).
E. Sumber Sinar-X
Sinar-X adalah gelombang Elektromagnetik dengan panjang gelombang antara 0,5-
2,5 Å . Sinar-X dihasilkan dari tumbukan elektron berkecepatan tinggi dengan logam
sasaran. Oleh karena itu, suatu tabung sinar-X harus mempunyai suatu sumber
elektron, voltase tinggi, dan logam sasaran. Sinar-X terjadi apabila satu berkas
elektron bebas berenergi tinggi mengenai atau menumbuk logam dalam tabung
vakum seperti yang dapat dilihat pada Gambar 2.4.
Gambar 2.4. Pembentukan sinar-X.
12
Dari gambar 2.4 dapat diketahui bahwa katoda yang dihubungkan dengan kutub
negatif sumber tegangan tinggi dipanaskan dengan menggunakan filamen agar lebih
mudah memancarkan elektron. Anoda dihubungkan dengan sumber tegangan tinggi
pada kutub positif, dengan beda potensial yang tinggi menyebabkan elektron yang
dipancarkan oleh katoda memiliki energi kinetik yang sangat besar sesampainya di
anoda. Elektron-elektron tersebut akan menumbuk logam pada anoda dan
menimbulkan pancaran sinar-X dengan daya tembus yang besar (Wiyatmo et al,
2003). Untuk dapat menghasilkan sinar-X dengan baik, maka logam yang digunakan
sebagai target harus memiliki titik leleh tinggi dengan nomor atom (Z) yang tinggi
agar tumbukan lebih efektif. Logam yang biasa digunakan sebagai target (anoda)
adalah Cu, Cr, Fe, Co, Mo dan Ag (Suryanarayana, 2012). Fungsi tabung dalam
keadaan vakum dengan katoda dan anoda didalamnya dimaksudkan agar elektron
yang mengalir dari katoda ke anoda tidak mendapat gangguan dari lingkungan.
Interaksi sinar-X dengan materi pada prinsipnya dapat melalui dua proses yaitu efek
fotolistrik dan hamburan compton. Efek fotolistrik adalah interaksi sinar-X dengan
elektron yang terikat kuat dalam atom, yaitu elektron yang berada pada kulit bagian
dalam dari suatu atom, biasanya kulit K atau L. Sinar-X akan menumbuk elektron
tersebut dan karena elektron itu terikat kuat maka energi sinar-X akan diserap
seluruhnya oleh elektron. Kemudian elektron akan dipancarkan keluar dari atom
dengan energi kinetik sebesar selisih energi sinar-X dan energi ikat elektron. Atom
yang terionisasi akibat efek fotolistrik akan mengubah atom menjadi tidak stabil.
Kekosongan elektron yang ditimbulkan akan diisi oleh elektron dari kulit yang lebih
luar dan terjadi demikian untuk seterusnya. Peristiwa tersebut diatas akan
mengakibatkan pancaran sinar-X dengan energi tertentu. Sedangkan hamburan
compton adalah interaksi sinar-X dengan elektron yang terikat paling lemah yaitu
13
elektron pada kulit paling luar dari suatu atom. Saat sinar-X menumbuk elektron,
elektron akan menyerap sebagian energi sinar-X dan kemudian sinar-X akan
terhambur keluar dengan sudut θ terhadap arah gerak sinar- X mula-mula (Compton
and Allison, 1935).
F. X- Ray Fluorescence (XRF)
Fluoresensi sinar-X atau XRF telah diterapkan sejak tahun 1970 sebagai alat
serbaguna untuk berbagai masalah analisis. Analisis pada elemen besar, kecil dan
berbagai macam sampel dapat dilakukan secara kualitatif maupun kuantitatif. Prinsip
kerja didasarkan pada eksitasi atom sampel dengan sinar-X energi tinggi, diikuti oleh
emisi karakteristik foton dengan energi tertentu, dan korelasi yang baik dengan
nomor atom Z dari setiap elemen (Hukum Moseley). Penentuan energi (atau panjang
gelombang) dari foton yang dipancarkan memungkinkan analisis kualitatif
sedangkan penentuan jumlah karakteristik foton yang dipancarkan memungkinkan
analisis kuantitatif (Streli et al, 2017).
Untuk melakukan XRF spektrometer diperlukan sumber eksitasi, sampel dan sistem
deteksi, yang dapat berupa panjang gelombang dispersif atau energi dispersif.
Eksitasi ini kebanyakan dilakukan oleh sinar-X yang diproduksi dan dipancarkan
oleh tabung X-ray. Intensitas radiasi yang dipancarkan tergantung pada nomor atom
target dan tegangan yang diberikan. Intensitas sinyal fluoresensi diukur tergantung
pada intensitas dan energi tarikan foton yang mengenai atom sampel (Streli et al,
2017).
Metode XRF ini dapat digunakan untuk mengidentifikasi dan menentukan
konsentrasi senyawa dalam sampel dengan mengukur intensitas karakteristik emisi.
Metode ini sangat sederhana, paling akurat dan sangat ekonomis untuk penentuan
14
komposisi kimia dari berbagai bahan, non-destruktif dan handal, tidak memerlukan
atau sangat sedikit preparasi sampel, dan cocok untuk sampel padat, cair maupun
serbuk. XRF dapat digunakan untuk penentuan berbagai unsur dari kalium sampai
uranium, dan memberikan batas deteksi tingkat ppm, tetapi dapat mengukur
konsentrasi hingga 100% lebih mudah dan secara bersamaan (John et al, 2001).
Hasil analisi kualitatif ditunjukkan oleh puncak spektrum yang mewakili jenis unsur
sesuai dengan energi sinar-X. Analisis kuantitatif diperoleh dengan cara
membandingkan intensitas sampel dengan standar. Pada analisis kuantitatif, faktor-
faktor yang mempengaruhi antara lain matriks bahan, kondisi kevakuman serta
konsentrasi unsur dalam bahan, pengaruh unsur ini memiliki energi karakteristik
yang berdekatan dengan energi karakteristik unsur yang dianalisis (Jenkin et al.,
1995).
Prinsip dasar XRF dapat dilihat pada Gambar 2.5.
Gambar 2.5. Proses X-ray Fluorescence (Girard, 2010).
Dari Gambar 2.5 sinar-X akan mengeluarkan elektron yang terdapat pada kulit
bagian paling dalam (misal kulit K) dalam suatu atom, dan menyebabkan
kekosongan elektron pada bagian ini, sehingga elektron pada kulit yang lebih luar
15
(misal kulit L, M, N) akan mengisi kekosongan elektron pada kulit bagian dalam
yang menyebabkan pelepasan energi berupa energi foton atau pancaran sinar-X
Sinar-X dari tabung (atau sumber isotop) akan mengenai sampel. Dalam sampel akan
terjadi pelepasan elektron pada kulit K, dan elektron dari kulit L dan M akan mengisi
kekosongan elektron pada kulit K yang akan memancarkan sinar-X (Girard, 2010).
Karakteristik Sinar-X terjadi karena elektron yang berada pada kulit K terionisasi
sehingga terpental keluar. Kekosongan kulit K ini segera diisi oleh elektron dari kulit
diluarnya. Jika kekosongan pada kulit K diisi oleh elektron dari kulit L, maka akan
dipancarkan karakteristik sinar-X Kα. Jika kekosongan itu diisi oleh elektron dari
kulit M, maka akan dipancarkan karakteristik Sinar-X Kβ dan seterusnya (Beck,
1977). Sinar-X dari sampel akan dikirim ke detektor dan akan diproses oleh
elektronik dan dikirim ke pc komputer yang kemudian akan ditampilkan dalam
bentuk spektrum (Girard, 2010).
G. X-Ray Diffraction (XRD)
Pada tahun 1895 Withelm Roentgen menemukan radiasi berdaya tembus besar yang
tidak diketahui dan dihasilkan jika elektron cepat menabrak suatu sasaran. Radiasi
ini disebut sinar-X. Kemudian, sinar-X bergerak menjalar pada lintasan lurus,
menembus benda tak bening, menyebabkan bahan fosfor berpendar, dan
menghitamkan film. Semakin cepat elektron yang menabrak sasaran semakin tembus
daya sinar-X yang dihasilkan, lalu semakin banyak elektron yang menabrak semakin
besar intensitas sinar-X. Teori elektromagnetik mengatakan bahwa muatan listrik
yang mengalami percepatan akan meradiasikan gelombang elektromagnetik. Dalam
hal ini, elektron yang mula-mula bergerak dengan kecepatan tinggi tiba-tiba
dihentikan, artinya mengalami perlambatan (percepatan negatif) (Kusminarto, 2011).
16
Jika seberkas sinar-X menumbuk partikel berukuran atom, sinar tersebut akan
dipantulkan ke segala arah oleh setiap partikel atomik yang ditumbuknya. Peristiwa
ini mirip dengan gelombang yang timbul apabila kita melemparkan batu ke
permukaan air kolam yang tenang. Gelombang-gelombang yang ditimbulkan oleh
batu yang kita lempar tadi ketika saling bertemu, kadang-kadang membentuk
gelombang yang lebih besar dan kadang-kadang tampak saling meniadakan.
Demikian pula dengan sinar-X, dapat saling memperkuat dan dapat pula saling
meniadakan (Bird, 1993).
XRD digunakan untuk mengetahui fasa kristallin meliputi transformasi struktur fasa,
ukuran partikel bahan seperti kramik, komposit, polimer, dan lain-lain. Pada
awalnya, difraksi sinar-X hanya digunakan untuk penentuan struktur kristal.
Kemudian, kegunaan lain dikembangkan, dan sekarang metode ini diterapkan tidak
hanya untuk penentuan struktur, tapi untuk masalah beragam seperti analisis kimia
dan pengukuran tekanan, untuk mempelajari kesetimbangan fasa dan pengukuran
ukuran partikel, untuk penentuan orientasi Kristal tunggal atau ensambel dari
orientasi dalam agregat polikristalin. Secara umum, pola difraksi mengandung
informasi tentang simetri susunan atom, penentuan struktur bahan kristal amorf,
orientasi kristal serta pengukuran berbagai sifat bahan. Sifat-sifat bahan tersebut
diantaranya tegangan, vibrasi thermal, dan cacat kristal (Cullity, 1978). Struktur
kristal dapat dikelompokkan menjadi tujuh, yaitu kubik, monoklinik, triklinik,
tetragonal, orthorhombik, trigonal, dan hexagonal. Kebanyakan logam memiliki
struktur kubik/kubus yang merupakan struktur paling simetri dan paling sederhana
sehingga memudahkan dalam analisis dan perhitungan mengenai rincian ukuran
geometrisnya. Ciri-ciri geometris yang penting antara lain jari-jari (r), jumlah atom
per unit sel, dan bilangan koordinasi. Selain kubus, hexagonal juga merupakan salah
17
satu struktur kristal yang sering dijumpai pada logam (Suwitra, 1989).
Rancangan skematik spektrometer sinar-X yang didasarkan pada analisis Bragg
ditunjukkan pada Gambar 2.6. Satuan panjang gelombang sinar-X adalah Å, sama
dengan 10-8 cm. Sinar-X yang digunakan dalam difraksi memiliki panjang
gelombang berkisar antara 0,5 sampai dengan 2,5 Å. Sementara itu, panjang
gelombang cahaya tampak diketahui berada dalam orde 6000 Å. Sinar-X menempati
wilayah antara sinar gamma dan ultraviolet dalam spektrum elektromagnetik
(Cullity, 1978).
Gambar 2.6. Skema difraksi sinar-X (Cullity, 1978).
Gambar 2.6 menunjukkan seberkas sinar mengenai kisi pada bidang pertama dan
pada bidang berikutnya. Menurut Smallman et al (1999), jarak antara bidang kisi
adalah d, sedangkan θ adalah sudut difraksi. Berkas-berkas tersebut mempunyai
panjang gelombang λ dan jatuh pada bidang kristal dengan jarak d dengan sudut θ.
Agar mengalami interferensi konstruktif, kedua berkas tersebut harus memiliki beda
jarak λ. Beda jarak lintasan kedua berkas adalah 2d sin θ. Persamaan ini dikenal
dengan hukum Bragg, pemantulan Bragg dapat terjadi jika λ ≤ 2d.
dhkl
λ
i1
i2
i1’i2’
hkl
hkl
hkl
1λ
2λ
M
dN
θ θ
2θ
O P
18
2d sin θ = n λ (1)
Hukum Bragg merupakan perumusan matematik mengenai difraksi yang terjadi
sebagai hasil interaksi antara sinar-X yang dipantulkan oleh material. Pantulan
terjadi tanpa mengalami kehilangan energi sehingga menghasilkan pantulan elastis.
Bragg menunjukan bahwa bidang yang berisi atom-atom di dalam kristal akan
memantulkan radiasi dengan cara yang sama persis dengan peristiwa pemantulan
cahaya di bidang cermin. Jika sinar datang mengenai bidang yang tersusun secara
paralel dan berjarak d satu sama lain maka terdapat kemungkinan bahwa sinar-sinar
datang akan dipantulkan kembali oleh bidang dan saling berinterferensi secara
konstruktif sehingga menghasilkan penguatan terhadap sinar pantul dan
menyebabkan terjadinya difraksi. Berdasarkan hukum Bragg (λ = 2d sin θ), terdapat
dua variabel yang dapat divariasikan untuk menghasilkan pola difraksi, yakni
panjang gelombang dan sudut difraksi. Nilai d tidak dapat divariasikan karena
merupakan rusuk yang menghubungkan antara bidang kristal dan bernilai tetap bagi
suatu sistem kristal tertentu, kecuali jika struktur kristal tersebut mengalami
perubahan (misalnya karena proses interstisi/penyusupan pada material komposit)
(Suryanarayana, 2012).
Penelitian mengenai sifat sinar-X menunjukan bahwa sinar ini bukan merupakan
partikel bermuatan (seperti elektron) karena tidak dapat dibelokkan oleh medan
listrik atau magnet. Diperkirakan bahwa sinar ini merupakan satu bentuk cahaya tak
tampak. Bagaimanapun, sinar ini tidak menunjukan efek difraksi atau interferensi
dengan menggunakan kisi biasa. Tentu saja, jika panjang gelomban-nya jauh lebih
kecil dari jarak kisi biasa sekitar 10-6 m (= 103 nm), tidak ada efek yang diharapkan
terjadi (Giancoli, 2001).
19
XRD ini dilakukan oleh beberapa peneliti untuk mengetahui fasa yang terbentuk
pada sampel yang telah diteliti memiliki fasa kristal atau amorf. Morhly et al (2015)
menggunakan XRD untuk menganalisis fasa dari serbuk batu apung mentah dan
setelah ekstraksi menjadi nanosilika. Hasilnya dapat dilihat pada Gambar 2.7.
Gambar 2.7. Hasil XRD (a) batu apung dan (b) silika amorf (Mourhly et al, 2015).
Gambar 2.7 menampilkan pola difraksi sinar-X dari bahan baku batu apung dan
silika yang diekstraksi pada 800°C selama dua jam. Gambar 2.7 menunjukkan bahwa
batu apung yang tidak diolah mengandung mineral kristal (Gambar 2.7 (a)), seperti
Clinopyroxen (jenis diopside, augite atau basanite), forsterit dan mineral lainnya
dalam jumlah kecil, seperti apatit dan hematit (Sepehr et al, 2013; Nasseri et al,
2012; Cekova et al, 2013). Punuk lebar yang kuat antara 15° dan 30° (2θ) (Gambar
2.7 (b)) menunjukkan bahwa silika SiO2 yang diekstraksi dari bubuk apung adalah
amorf dan bahwa tidak ada struktur kristal yang muncul (Singh et al, 2011; Lu et al,
2012). Tidak adanya puncak yang menunjukkan kemungkinan kotoran, seperti
20
natrium sulfat dan logam alkali tanah lainnya, mengkonfirmasi kemurnian tinggi dari
silika yang diturunkan (Mourhly et al, 2015).
H. Transmission Electron Microscopy (TEM)
TEM adalah alat yang paling teliti yang digunakanuntuk menentukan ukuran partikel
karena resolusinya yang sangat tinggi. Partikel dengan ukuran beberapa nanometer
dapat diamati dengan jelas menggunakan TEM. Bahkan dengan High Resolution
TEM (HR-TEM) kita dapat mengamati posisi atom-atom dalam partikel. Prinsip
kerja TEM sangat mirip dengan prinsip kerja peralatan rontgen di rumah sakit. Pada
peralatan rontgen, gelombang sinar-X menembus bagian lunak tubuh (daging) tetapi
ditahan oleh bagian keras tubuh (tulang). Lapisan yang diletakkan di belakang tubuh
hanya menangkap berkas sinar-X yang lolos pada bagian lunak tubuh. Akibatnya,
film menghasilkan bayangan tulang (Wang and Richard, 2015). Skema alat TEM
ditunjukkan pada Gambar 2.8.
Gambar 2.8. Diagram komponen internal TEM (Perez-Arantegui, 2017).
21
Pada TEM, sampel yang sangat tipis ditembak dengan berkas elektron yang
berenergi sangat tinggi (dipercepat pada tegangan ratusan kV). Berkas elektron dapat
menembus bagian yang “lunak” pada sampel tetapi ditahan oleh bagian keras sampel
(seperti partikel). Detektor yang berada di belakang sampel menangkap berkas
elektron yang lolos dari bagian lunak sampel. Akibatnya detektor menangkap
bayangan yang bentuknya sama dengan bentuk bagian keras sample (bentuk partikel)
(Abdullah, 2009).
Dalam pengoperasian TEM yang paling sulit dilakukan adalah mempersiapkan
sampel. Sampel harus setipis mungkin sehingga dapat ditembus elektron. Sampel
ditempatkan di atas grid TEM yang terbuat dari tembaga atau karbon. Jika sample
berbentuk partikel, biasanya partikel didispersi di dalam zat cair yang mudah
menguap seperti etanol lalu diteteskan ke atas grid TEM. Jika sampel berupa
komposit partikel di dalam material lunak seperti polimer, komposit tersebut harus
diiris tipis (beberapa nanometer) (Abdullah, 2009).
TEM bekerja karena adanya elektron yang berenergi tinggi hingga 300 keV untuk
mempercepat elektron. Elektron yang dipercepat pada daerah vakum berperilaku
seperti cahaya dimana bergerak lurus dan memiliki sifat seperti gelombang dengan
panjang gelombang 100.000 kali lebih pendek dari cahaya tampak (Beniac et al,
2010).
I. Fourier Transform Infrared (FTIR)
FTIR merupakan alat untuk menganalisis suatu material secara kualitatif maupun
kuantitatif menggunakan sprektra inframerah. Prinsip kerja alat FTIR adalah sinar
inframerah/IR dengan rentang panjang gelombang (λ) 2,5 µm hingga 25 µm
diradiasikan pada sampel uji. Penyinaran sinar inframerah pada λ tertentu akan
22
menghasilkan energi foton tertentu. Saat besarnya energi foton yang mengenai
sampel sama besar dengan energi vibrasi dalam sampel makaenergi foton akan
terserap dan molekul sampel akan tereksitasi ke tingkat energi yang lebih tinggi.
Perbedaan energi inilah yang kemudian direkam untuk mengetahui getaran
ulur/stretching vibration dan getaran tekuk/bending vibration yang mengindikasikan
gugus molekul tertentu. Molekul tertentu hanya akan menyerap energi foton yang
identik dengan energi vibrasinya saja sehingga identifikasi FTIR dapat digunakan
untuk mengindikasi ikatan kimia yang terdapat dalam sampel (Theophanides, 2012).
Besarnya energi yang terserap oleh ikatan gugus fungsi dapat dihitung dengan
Persamaan (2). Jika bilangan gelombang k adalah 2 , maka energi serapan juga
dapat dihitung dengan Persamaan (3). E = (2)
E = (3)
dengan E adalah energi yng diserap (Joule), h adalah tetapan Plank (6,626 x 10-34
Joule.detik), c adalah kecepatan cahaya (3 x 108 m/detik), λ adalah panjang
gelombang (cm) dan k adalah bilangan gelombang (cm-1).
Besarnya bilangan gelombang dapat diprediksi dengan menggunakan Persamaan (4).
Meskipun demikian, perhitungan ini tidak selalu mutlak karena vibrasi molekul
banyak dipengaruhi oleh faktor lain seperti kekuatan ikatan atom, berat atom yang
berikatan, jenis getaran, hibridisasi, resonansi, dan ikatan hidrogen.
k = (4)
23
dengan k adalah bilangan gelombang (cm-1), c adalah kecepatan cahaya, f adalah
konstanta kekuatan ikatan antar atom, m1 dan m2 adalah massa masing-masing atom
yang berikatan (kg).
Metode analisis gugus fungsi dengan FTIR banyak diterapkan untuk berbagai jenis
ikatan pada material tertentu. Grafik spetrum FTIR hasil penelitan Mourhy et al.
(2015) ditunjukkan pada Gambar 2.9.
Gambar 2.9. Spektrum FTIR (a) batu apung (b) silika amorf (Mourhly et al, 2015).
Mourhly et al. (2015) menggunakan FTIR untuk mengidentifikasi gugus fungsi pada
sampel dari batu apung mentah dan silika amorf yang diekstraksi yang diperoleh
setelah kalsinasi pada 800°C selama dua jam. Hasilnya dapat diamati antara 1300
dan 820 cm-1 yang dikaitkan pada berbagai mineral oksida yang ada dalam material
batu apung. Pita sempit yang berpusat pada 1039 cm-1 dapat dikaitkan dengan
adanya silika. Pita ini mengkonfirmasi persentase tertinggi dari silika pada batu
apung (Sepehr et al, 2013). Pita pada 1101 cm-1 dan pundak pada 1193 cm-1
dikaitkan dengan getaran peregangan asimetris dari siloksan νas(Si-O-Si). Kehadiran
24
pita pada 470 cm-1 dan 810 cm-1 adalah karena adanya kelompok siloksan simetris
νs(Si-O-Si). Keberadaan sebuah pita pada 950 cm-1 dikaitkan dengan kelompok Si-
OH, keberadaan pita ini adalah karena konsentrasi tinggi dari kelompok silanol
dengan ukuran partikel yang lebih kecil (Rahman et al, 2009). Bahu muncul di 3750
cm-1, menunjukkan adanya ikatan hidrogen yang dihasilkan dari interaksi antara
gugus silanol (Si-OH) terletak di permukaan bahan nanosilika (Yang et al, 2006).
Dalam kedua bahan, pita yang terletak pada 1640 cm-1 ini dikaitkan dengan getaran
lentur O-H dari molekul air teradsorpsi dan getaran peregangan yang sesuai pada
3456 cm-1. Kehadiran molekul air menunjukkan bahwa formula kimia silika amorf
dekat dengan rumus SiOx, yH2O. Data ini memberikan bukti yang jelas bahwa silika
amorf yang diekstraksi dari batu apung dengan perlakuan asam basa dapat menjadi
metode yang reaktif secara kimiawi untuk preparasi katalis (Lai, 2013).
III.METODE PENELITIAN
A. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada bulan Februari 2019 sampai Mei 2019 di
Laboratorium Fisika Material Universitas Lampung dan Laboratorium Pusat Sains
dan Tekhnologi Universitas Lampung.
B. Alat dan Bahan Penelitian
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah batu apung (pumice) dari
Kabupaten Tanggamus, NaOH 99% Merck, H2SO4 96% Merck, HCl 37% Merck,
kertas pH meter, air destilasi (aquades dan aquabides). Sedangkan alat-alat yang
digunakan dalam penelitian ini adalah hot plate dengan stirrer serta batang
magnet, termometer, timbangan digital, oven, kertas saring whatman no. 41, pipet
mikro, beaker glass, tabung refluks dengan kondenser, corong, spatula kaca dan
spatula besi, mortar serta pastel biasa, mortar serta pastel Agate dan alat-alat gelas
lainnya. Karakterisasi dilakukan menggunakan alat XRF, XRD, TEM dan FTIR.
C. Prosedur Penelitian
Prosedur yang dilakukan pada penelitian ini mengacu pada penelitian sebelumnya
yang dilakukan oleh Mourhly et al (2015) dan Ginting (2018), terdiri dari
beberapa langkah yaitu proses preparasi untuk mendapatkan serbuk batu apung,
ekstraksi silika dari batu apung, serta karakterisasi, XRF, XRD, TEM dan FTIR.
26
1. Preparasi Serbuk Batu Apung
Preparasi serbuk batu apung yang akan digunakan sebagai sampel ini
mulanya dilakukan dengan mencuci batu apung menggunakan aquabides
hingga bersih, kemudian mengeringkannya menggunakan oven pada suhu
100°C selama 24 jam. Selanjutnya, menggerus batu apung yang sudah kering
menggunakan mortar hingga menghasikan serbuk batu apung yang masih
berbentuk kasar. Kemudian mengayak atau menyaring serbuk kasar batu
apung tersebut dengan menggunakan alat ayakan berukuran 150 µm hingga
mendapatkan serbuk halus dan kemudian mencucinya kembali dengan
aquabides hingga air rendamannya terlihat lebih jernih. Setelah itu serbuk
halus batu apung tadi dikeringkan dengan suhu pemanasan 500°C selama 4
jam. Terakhir adalah menimbang serbuk halus batu apung sebanyak 2,5 gram
untuk setiap sampel yang akan diekstraksi.
2. Ekstraksi Nanosilika
Proses ekstrasi ini merupakan proses yang dilakukan untuk mendapatkan
nanosilika dari serbuk batu apung yang sudah dipreparasi. Tabel 3.1
merupakan variasi bahan yang digunakan dalam penelitian ini.
Tabel 3.1. Bahan dengan variasi konsentrasi NaOH.No NaOH (M) Batu apung (gr) H2SO4(M) HCl (M)1. 2,5 2,5 5 1,252. 2,7 2,5 5 1,253. 2,9 2,5 5 1,254. 3,1 2,5 5 1,255. 3,3 2,5 5 1,25
Proses ektraksi nanosilika ini dimulai dengan menyiapkan 150 mLNaOH
dengan variasi konsentrasi, yaitu 2,5 M; 2,7 M; 2,9 M; 3,1 M dan 3,3 M.
27
Setelah larutan selesai disiapkan, selanjutnya mencampurkan 2,5 gram serbuk
batu apung ke dalam masing-masing larutan NaOH yang sudah disiapkan.
Masing-masing larutan kemudian direfluks selama 24 jam sembari diaduk
dan dipanaskan pada temperatur 80-100°C untuk melepaskan silika yang
terkandung di dalam serbuk batu apung. Selanjutnya yaitu menyaring hasil
refluks dengan menggunakan whatman no. 41. Filtrat hasil penyaringan
kemudian dititrasi, tetes demi tetes dengan menggunakan larutan H2SO4 5 M
sebanyak 150 mL sambil diaduk kuat hingga mencapai pH 7. Pada pH 7
didapatkan gel jernih yang kemudian didiamkan selama 24 jam. Gel
selanjutnya disaring dengan whatman no. 41 dan diambil gel-nya sambil
melakukan pencucian menggunakan aquabides hangat dan gel tersebut
dikeringkan dengan menggunakn oven selama 24 jam dengan suhu 80-
100°C. Setelah itu, nanosilika kering tersebut kemudian digerus dengan
mortar selama 30 menit.. Tahap berikutnya yaitu pemurnian serbuk nanosilika
kering dengan larutan HCl.
3. Pemurnian Nanosilika
Pemurnian nanosilika ini menggunakan HCl 1,25 M sebanyak 150 mL. Tahap
ini bertujuan untuk menghilangkan pengotor yang masih terkandung dalam
nanosilika. Pemurnian non termal dengan asam kuat seperti H2SO4, HCL,
HNO3 efektif untuk menghilangkan zat – zat anorganik pengotor dalam batu
apung yang biasanya terdapat dalam jumlah sedikit. Proses non termal
menggunakan asam dapat dilakukan sebagai perlakuan awal sebelum proses
termal sehingga dihasilkan silika dengan kemurnian tinggi (Salman, 2015).
Berdasarkan hasil uji perlakuan dengan berbagai macam asam di atas,
28
perlakuan dengan HCl terbukti paling efektif menghilangkan logam dalam
sampel (Chakraverty, 1988). Menurut Handayani (2015) konsentrasi asam
yang lebih tinggi menyebabkan semakin banyak impuritas yang dieliminasi
sehingga silika yang dihasilkan lebih murni. Pada proses pemurnian ini
menggunakan asam klorida dengan konsentrasi tinggi yaitu 37%. Pemurnian
dilakukan dengan mencmpurkan larutan HCl tersebut dengan serbuk
nanosilika kemudian refluks 4 jam dengan suhu 110oC. Hasil refluks setelah 4
jam kemudian disaring menggunakan whatman no. 41 dan dicuci dengan
aquabides hangat lalu diambil residunya. Selanjutnya residu tersebut
dikeringkan selama 24 jam pada suhu 110°C dan nanosilika kering digerus
kembali dengan mortar untuk selanjutnya dikalsinasi pada suhu 800°C selama
6 jam, sehingga dihasilkan serbuk nanosilika berwarna putih bersih dan
digerus kembali dengan mortar agate selama 30 menit. Kemudian serbuk
tersebut dikarakterisasi menggunakan alat XRF, XRD, TEM dan FTIR.
Karakterisasi XRF dilakukan di Laboratorium Kimia Instrumen FMIPA
Universitas Negeri Padang dengan alat XRF merk Panalytical Epsilon 3. Uji
XRD dilakukan di Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Padang dengan
alat XRD merk XPERT PRO Panalytical, penembakan sampel dilakukan
dengan kenaikan 2θ sebesar 0,026° dari 10° sampai 100°, arus dan tegangan
yang digunakan sebesar 30 mA dan 40 kV. Uji TEM dilakukan di Jurusan
Kimia FMIPA Universitas Gadjah Mada Yogyakarta menggunakan alat TEM
merk JEOL/EO JEM-1400 versi 1.0. Uji FTIR dialkukan di Lamboratorium
Biomassa jurusan kimia Universitas Lampung dengan merk alat Agilent/Cary
630 pada range 4000-650 cm-1.
29
4. Karakterisasi
Dengan karakterisasi dapat diketahui material yang disintesis sudah
memenuhi kriteria nanostruktur atau tidak, yaitu salah satu dimensinya
berukuran nanometer.Karakterisasi memberikan informasi tentang sifat-sifat
fisis maupun kimiawi nanomaterial tersebut. Pada penelitian ini dilakukan
karakterisasi pada sampel serbuk batu apung sebelum dan sesudah ekstraksi.
Karakterisasi yang digunakan pada penelitian ini adalah XRF, XRD TEM dan
FTIR. XRF dilakukan untuk mengetahui koposisi kimia yang terkandung
dalam sampel, XRD adalah uji yang dilakukan untuk mengetahui struktur
nanosilika yang terbentuk dari hasil ekstraksi batu apung, TEM digunakan
untuk mengidentifikasi ukuran nanosilika, dan FTIR digunakan untuk
mengetahui gugus fungsi yang terdapat pada sampel, pada penelitian ini FTIR
dilakukan pada sampel serbuk silika sebelum di kalsinasi pada suhu 8000C.
a. Karakterisasi XRF
Karakterisasi XRF digunakan untuk megetahui kandungan unsur-unsur
yang terkandung dalam sampel baik secara kualitatif maupun kuantitatif.
Sampel yang dapat dianalisis menggunakan XRF yaitu:
1. Menyiapkan sampel yang akan diuji, apakah sampel berbentuk serbuk,
cair atau padatan.
2. Meletakkan sampel di dalam sampel holder. Memastikan bagian
bawah holder tertutupi seluruhnya oleh sampel karena bagian inilah
yang akan ditembaki oleh sinar-X.
30
3. Setelah sampel siap pada sampel holder, menutup Lid dan
menjalankan XRF menggunakan tombol on.
4. Analisis akan langsung berjalan dengan mengguanakan tombol
penyinaran sinar-X. Sinar-X akan mengenai sampel untuk beberapa
saat.
5. Sinar-X yang mengenai sampel akan meneruskan ke detektor dan
selanjutnya menganalisis unsur-unsur yang terkandung dalam sampel.
6. Pemotretan hasil.
b. Karakterisasi XRD
Karakterisasi XRD adalah proses yang dilakukan untuk mengetahui fasa
kristal dari suatu sampel. Proses karakterisasi dimulai dengan meletakkan
sampel serbuk yang telah dibuat pada tempat cuplikan dan diratakan.
Kemudian sampel dimasukkan ke dalam difraktometer yang akan
menembakkan sinar-X melalui berbagai sudut hingga didapatkan data
kuantitatif pada setiap sudutnya. Data tersebut kemudian digunakan
untuk menggambar grafik dengan matlab versi R2015b.
c. Karakterisasi TEM
Karakterisasi TEM merupakan suatu proses yang bertujuan untuk
mengetahui distribusi ukuran kuantitatif struktur mikro dari suatu
material. Resolusi TEM yang tinggi mampu menunjukkan ukuran
material hingga skala nano. Sampel yang dikarakterisasi harus dibuat
setipis mungkin agar mampu tertembus elektron. Material yang terlalu
tebal menyebabkan elektron tidak mampu menembus sampel sehingga
31
gambar yang diperoleh tidak ada. Proses karakterisasi diawali dengan
mencampurkan sampel dengan dispersan. Terdapat tiga dispersan yang
umumnya digunakan antara lain aquabides, etanol dan aseton yang
disesuaikan dengan identitas sampel. Selanjutnya, sampel diletakkan
pada grid atau substrat yang diketahui memiliki lubang-lubang tak kasat
mata. Setelah sampel selesai dipersiapkan maka sampel telah siap untuk
dikarakterisasi dengan alat TEM yang dilengkapi SAED merk JEOL/EO
JEM-1400 versi 1.0. Mula-mula sampel dimasukkan ke dalam alat TEM
yang telah divakumkan sebelumnya. Kemudian dilakukan pengaturan
tegangan sehingga elektron mampu menembus daerah terang atau
lubang-lubang tak kasat mata pada grid. Kemampuan elektron tersebut
yang selanjutnya digunakan untuk menunjukkan daerah sampel. Setelah
itu, dilakukan penentuan fokus dan daerah yang akan dilakukan
pengujian sehingga diperoleh hasil foto dengan skala pengukuran
tertentu. Hasil foto tersebut dapat diolah untuk menentukan distribusi
ukuran partikel menggunakan software Image-J.
d. Karakterisasi FTIR
Karakterisasi FTIR ini digunakan untuk mengetahui berbagai ikatan
antaratom yang terdapat dalam sampel. Prinsip kerja spektroskopi FTIR
adalah adanya interaksi energi dengan materi. Interaksi antara materi
berupa molekul senyawa kompleks dengan energi berupa sinar infrared
mengakibatkan molekul-molekul bervariasi dimana besarnya energi
vibrasi tiap komponen molekul berbeda-beda tergantung pada atom-atom
dan kekuatan ikatan yang menghubungkan sehingga akan dihasilkan
32
frekuensi yang berbeda. Spekstroskopi inframerah berfokus pada radiasi
elektromagnetik pada rentang frekuensi 400-4000 cm-1 dimana cm-1
disebut sebagai wavenumber (1/wavelength) yakni suatu ukuran unit
untuk frekuensi. Daerah panjang gelombang yang digunakan pada
penelitian ini yaitu 650-4000 cm-1.
D. Diagram Alir Penelitian
Diagram alir penelitian ini meliputi proses preparasi sampel dan ekstraksi
nanosilika dari serbuk batu apung.
1. Preparasi Serbuk Batu Apung
Diagram alir proses preparasi serbuk batu apung dapat dilihat dari
Gambar 3.1.
Gambar 3.1. Diagram alir preparasi serbuk batu apung
dicuci dengan aquabides di oven pada suhu 80-100°C selama 24 jam digerus menggunakan mortar
disaring menggunakan ayakan berukuran 150 µm dicuci menggunakan aquabides dikalsinasi pada suhu 500°C selama 4 jam
Batu apung
Serbuk batu apung kasar
Serbuk batu apung halus
33
2. Ekstraksi Nanosilika Batu Apung
Proses ekstraksi nanosilika batu apung dapat diamati pada Gambar 3.2.
Gambar 3.2. Diagram alir ekstraksi nanosilika batu apung
dicampur dengan 150 mL NaOH dengan variasi konsentrasi2,0 M; 2,7M; 2,9M; 3,1M dan 3,3M
direfluks selama 24 jam, diaduk dan dipanaskan pada 100°C disaring menggunakan whatman no. 41
dikarakterisasi menggunakan XRF,XRD, TEM danFTIR
dititrasi dengan 150 mL H2SO4 5M, diaduk hingga pH 7
digerus dengan mortar selama 30 menit direfluks dengan 150 mL HCl 1,25M selama 4 jam, diaduk
dan dipanaskan pada suhu 80-100°C disaring dengan whatman no. 41 dan dicuci aquabides panas di oven 24 jam pada suhu 110°C, digerus dengan mortar dikalsinasi pada suhu 800°C selama 6 jam, digerus dengan
mortar agate.
didiamkan 24 jam, disaring dengan whatman no. 41 dandicuci dengan aquabides panas
di oven pada suhu 80-100°C selama 24 jam
Gel silika jernih
Silika kering
Serbuk halus nanosilika
Analisis data
Serbuk batu apung 2,5 gram
Filtrat
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, maka diperoleh kesimpulan sebagai
berikut:
1. Pengaruh NaOH terhadap jumlah nanosilika pada variasi NaOH 2,5 M; 2,7
M; 2,9 M; 3,1 M dan 3,3 M secara berturut-turut yaitu 0,448 gram, 1,047
gram, 1,066 gram, 1,176 gram, dan 1,578 gram yang menunjukkan semakin
tinggi konsentrasi NaOH, maka semakin meningkat jumlah nanosilika yang
dihasilkan. Komposisi silika tertinggi terjadi pada NaOH 2,7 M dengan
persentase 97,1% dan terendah pada NaOH 3,1 M sebesar 94,1%
berdasarkan hasil XRF. Dari uji FTIR sampel dengan NaOH 2,7 M sebelum
dikalsinasi juga menunjukkan adanya ikatan Si-O-Si serta Si-OH yang
mengindikasikan sudah terbentuk silika pada sampel.
2. Nanosilika batu apung dengan NaOH 2,5 M, 2,7 M, 2,9 M dan 3,1M dari
hasil XRD menunjukkan hasil yang sama yaitu memiliki fasa amorf dengan
puncak tertinggi pada sudut 22o.
3. Ukuran partikel terkecil pada silika NaOH 2,7 M adalah 6,9 nm dan ukuran
terbesar yaitu 16,9 nm, sedangkan rata-rata ukuran partikel nanosilika (11,9 ±
2,6) nm.
49
B. Saran
Dari penelitian yang telah dilakukan ini, diharapkan untuk penelitian selanjutnya
untuk lebih memperhatikan proses pencucian gel setelah titrasi (H2SO4) dengan
air destilasi panas agar kandungan pengotor yang terdapat dalam nanosilika dapat
dihilangkan dengan maksimal.
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, M., Virgus, Y., Nirmin, dan Khairurrijal. 2008. Review :SintesisNanomaterial. Jurnal Nanosains dan Nanoteknologi.Vol. 1.No. 2.Hal.33–57.
Abdullah, M., dan Khairurrijal. 2009. Review :Karakterisai Nanomaterial. JurnalNanosains dan Nanoteknologi.Vol. 2.No. 1.Hal.1-9.
Almalkawi, A.T., Hamadna, S., Soroushian, P. 2017. One-part alkali activatedcement based volcanic pumice. Construction and Building Materials 152. Hal367-374.
Aman dan Utama, P. S. 2013.Pengaruh Suhu dan Waktu pada Ekstraksi Silikadari Abu Terbang (Fly Ash) Batu Bara. Prosiding SNTK TOPI 2013.ISSN.1907-0500.
Beiser, A. 1992. Modern Technical Physics. Reading, Massachusetts: Addison-Wesley Publishing.
Beniac, D., Belova, L., Burgess, R., Barnes, C., Cifuentes, L. T., Crassous, P.,DiFiore, A., Gspan, C., Gunning, P., Holthuysen, F., Ito, J., Jane, W. N.,Johnson, C., Keller, A. dan Kisielowski, N. C. 2010. An Introduction ofMicroscopy Electron. Vol 24. No 2. Hal. 163 - 171.
Bird, T. 1993. Kimia Fisik untuk Universitas. PT. Gramedia Pustaka Utama.Jakarta. Hal. 34-40.
Brinker, C.J. Scherer, G.W. Sol–gel Science. The Physics and Chemistry of Sol–gel Processing, Academic, New York, 1990, pp. 581–585.
Carneiro, M.E., Washington L.M., Graciela I.D., Silvana N and Kesture G.S.2015. Preparation and Characterization of Nano Silica from EquisetumArvense. Journal of Bioprocessing & Biotechniques. ISSN:2155-9821JBPBT.
Chandra, A. Budiastuti, S dan Sunarto. 2014. Strategi Pengelolaan LingkunganAkibat Dampak Penambangan Breksi Batu Apung di Desa Segoroyoso,Kecamatan Pleret, Kabupaten Bantul, Provinsi DIY. Jurnal Ekosains. VI(2):1-13.
Chong, K.P. 2004. Nanoscience and Engineering in Mechanics and Materials.Journal of Physics & Chemistry of Solids. Vol.65,p.1501-1506.
Compton and Allison. 1935. X-Rays in Theory and Experiment. D.Van NostrandCompany, Inc. Newyork.
Cullity, B. D. 1978. Element of X-Ray Diffraction. Department of MetallurgicalEngeenering and Materials Science. Eddison-wesley Publishing Company:Inc. USA
Das, B. M. 2010. Principles of Geotechnical Engineering 7 Edition. United Statesof America. Cengage Learning. Hal 478-480.
Drexler, K. 1981. Molecular Engineering: An Approach to The Development ofGeneral Capabilities for Molecular Manipulation.Proc Natl Acad Sci USA.Vol.78, pp.5275–5278.
Duran, A., J.M. Fernandez-Navarro, P. Casariego, A. Joglar, J. Non-Cryst. Solids82(1986) 69.
Ersoy, B., Ali, S., Sedef, D. dan Gencay, S. 2010. Characterization of AcidicPumice and Determination of Its Electrokinetic Properties in Water. JournalPower Technology. Hal. 129 – 135.
Fauzan, A., Adziimaa, Risanti, D. D., dan Mawarni, J. 2013. Sintesis NatriumNanosilikat dari Lumpur Lapindo sebagai Inhibitor Korosi. Jurnal TeknikPOMITS. Vol. 2. No. 1. Hal. 1-6.
Giancoli, D.C. 2001. Physics Fifth Edition. Erlangga. Jakarta. Hal. 357-358.
Girard, J.E. 2010. Principles of Environmental Chemistry. USA: Jones andBartlett Publisher.
Ginting, E.S.B. 2018. Pengaruh Konsentrasi NaOH pada Ekstrak NanosilikaBerbasis Batu Apung. Skripsi. Universitas Lampung. Bandar Lampung.
Gopal, N.O. Narasimhulu, K.V. Rao, J.L.Acta Part A 60 (2004) 2441.
Hadi, S., Munasir., dan Triwikantoro. 2011. Sintesis Silika Berbasis Pasir AlamBancar Menggunakan Metode Kopresipitasi.Jurnal Fisika dan Aplikasinya,Vol.7. No 2. Jurusan Fisika ITS.
Handke, M. and Kwaśny, M. 2014. Infrared Spectroscopic Study ofOctahydridooctasilsesquioxane Hydrolytic Polycondensation. VibrationalSpectroscopy.p. 1–14.
He, J., Jiang, L., Sun, J.H., and Lo, S. 2016. Li2SiO3 Coating to Improve the High-Voltage Performance of LiNi1/3Co1/3Mn1/3O2 Cathode. International Journalof Electrochemical Science. 11. p. 6902–6913.
Hildayati, Triwikantoro, Faisal, H., dan Sudirman. 2009. Sintesis danKarakterisasi Bahan Komposit Karet Alam-Silika. Seminar NasionalPascasarjana IXITS. ITS. Surabaya.
Jayanti, D.N. 2014.Optimalisasi Parameter pH Pada Sintesis Nanosilika dariPasir Besi Merapi dengan Ekstraksi Magnet Permanen MenggunakanMetode Kopresipitas.Skripsi. Yogyakarta.
Jenkin, R., Gould, R.W., dan Genke, D. 1995. X-Ray Diffraction. Quantitative X-Ray Spectrometry Second Edition. Marcel Dekker, Inc.
John, A., Alexandra, S. And Larry, A. 2001. Approaching a Universal SamplePreparation Method for XRF Analysis of Powder Materials. InternationalCenter for Diffraction Data 2001. Advences in X-Ray Analysis 44: 368-370.
Jones, T.S. 2000. ‘Silicon’, U.S. Geological Survey Minerals Yearbook.
Kanchanawong, P., and Waterman, C. M., 2012.Advances in Light-BasedImaging of Three-Dimensional Cellular Ultrastructure. Current Opinion inCell Biology. Vol. 24. No.1. p. 125-133.
Kirk, R.E., and Othmer. 1984. ‘Encyclopedia of Chemical Technology’, FouthEdition. Vol. 21. John Wiley and Sons. Inc., New York.
Kusminarto. 2011. Esensi Fisika Modern. C.V Andi Offset. Yogyakarta. Hal. 71-73.
Lai C Y (2013) Mesoporous nanomaterials applications in catalysis. Journal ofThermodynamics &Catalysis 5:1–3. DOI: 10.4172/2157-7544.1000e124.
Lisovskyy, I P., Litovchenko, V. G., Mazunov, D. O., Kaschieva, S., Koprinarova,J., and Dmitriev, S. N. 2005. Infrared Spectroscopy Study of Si-SiO2
Structures Irradiated with High-Energy Electrons. Optoelectronics andAdvanced Materials.7. 1. p. 325–328.
Lura, P., D.P. Bentz, D.A. Lange, K. Kovler, A. Bentor. 2004. Pumice aggregatesfor internal water curing. International RILEM Symposium. p 22–24,137–151.
Miloskovska, E. 2013. Structure-Property Relationships of Rubber/SilicaNanocomposites Via Sol-Gel Reaction. The Dutch Polymer Institute (DPI).Netherland. p 1-164.
Mourhly, A., Khachani, M., Hamidi, A. E., Kacimi, M., Halim, M., and Arsalane,S. 2015.The Synthesis and Characterization of Low-Cost Mesoporous SilicaSiO2 from Local Pumice Rock. Nanomaterials and Nanotechnology. Vol. 5.No. 35. p. 1-7.
Noor, D. 2012. Pengantar Geologi. Bogor: CV Graha Ilmu.
Osman, I. 2010.Use of Pumice in Mortar and Rendering for Lightweight BuildingBlocks. Eastern Mediterranien University.
Paul, A. and Zaman, M. S. 1978. The Relative Influences of Al2O3 and Fe2O3 onThe Chemical Durability of Silicate Glasses at different pH Values. Journalof Material Science. Vol. 13. p 1499-1502.
Perez-Arantegui, J. 2017. Electron Microscopy. Encyclopedia of AnalyticalScience (SecondEdition). University of Zaragoza. p 1-11.
Phie, J.Mc., Doyle, and Allen. 1993.Volcanic Texture (Centre for Ore Depositand Exploration Studies. University Tasmania.
Pusvitasari, J. 2018. Pengaruh Variasi HCl pada Pemurnian Silika Berbasis BatuApung. Skripsi. Universitas Lampung, Bandar Lampung.
Raditya, G. R. 2014. Ekstraksi Silika Dari Abu Sekam Padi Menggunakan PelarutNaOH. Prosiding Seminar Nasional Hasil – Hasil Penelitian dan PengabdianLPPM UMP. Hal 306 – 312.
Rahman I A, Vejayakumaran P, Sipaut C S, Ismail J, Chee C K (2009) Sizedependent physicochemicaland optical properties of silica nanoparticles.Materials Chemistry and Physics 114:328–332.DOI:10.1016/j.matchemphys.2008.09.068.
Rahman, NT. 2007. Indonesia Potensial Menjadi Pemasok Material Nano.AntaraNews: Indonesia One ClikAway. Indonesia.
Retnosari, A. 2013. Ekstraksi dan Penentuan Kadar Silika (SiO2) Hasil Ekstraksidari Abu Terbang (Fly Ash) Batu Bara. Skripsi.Universitas Jember. Jember.
Ridha, M., dan Darminto. 2016. Analisis Densitas, Porositas, dan StrukturMikroBatu Apung Lombok dengan Variasi Lokasi Menggunakan MetodeArchimedes dan Software Image-J. Jurnal Fisika dan Aplikasinya.Vol.12.No.3. Hal 124-130.
Roco, M. C. Williams R. S., and Alivisatos P. 1999. Nanotechnology ResearchDirections: IWGN Research Report, Committee onTechnology, InteragencyWorking Group on Nanoscience, Engineering and Technology (IWGN),National Science and TechnologyCouncil.
Rosda, D. 2011.Hubungan Porositas dan Densitas Mortar Berbasis Batu Apung.Skripsi. Jurusan Fisika, Universitas Andalas, Padang.
Samin dan Susana. 2002. Kajian Adsorbsi Cr3+ pada Breksi Batu ApungWukisari. Prosiding Pertemuan dan Presentasi Ilmiah Penelitian Dasar IlmuPengetahuan dan Tekhnologi. ISSN 0216.-3128. Hal. 56-63.
Srikaya, M., Depci, T., Aydogmus, R., and Yucel, A. 2016.Production of NanoAmorphous SiO 2 from Malatya Pyrophyllite.Earth and EnvironmentalScience.Vol. 44. p. 052004.
Sepehr M N, Zarrabi M, Kazemian H, Amrane A,Yaghmaian K, Ghaffari H R.2013. Removal ofhardness agents, calcium and magnesium, bynatural andalkaline modified pumice stones insingle and binary systems. AppliedSurface Science274:295–305. DOI: 10.1016/j.apsusc.2013.03.042.
Setiabudi, A., Hardian, R., Muzakir, A. 2012. Karakterisasi Material: Prinsip danAplikasinya dalam Penelitian Kimia. UPI Press. Bandung. Hal. 40-44.
Smallman, R.E. and Bishop, R.J. 1999. Modern Physical Metallurgy andMaterials Engineering 6th Edition. Butterworth Heinemann. Oxford. p. 24-25,143.
Silverstein, Robert M., Francis X. Webster, & david J. Kiemle. 2006.
Spektrometric Identification of Organic Compound ( 7th
ed.). John Wiley &Sons, inc. New York.
Skoog, D.A., Holler, F.J., Nieman, T.A., 1998. Principles of InstrumentalAnalysis. 3rd ed. Saunders College Publishing, New york, pp. 837-847.
Soekardi, M. 2004. Petrologi Batuan Piroklastik.Yogyakarta.
Srivastava, K., Shringi, N., Devra, V., and Rani, A. 2013. Pure Silica Extractionfrom Perlite:Its Characterization and Affecting Factors. International Journalof Innovative Research on Sience, Engineering and Technology. IJIRSET.Vol.2. no. 7.
Stewart, D. B., Walker, G. W., Wright, T. L., and Fahey, J. J. 1966. PhysicalProperti of Calcic Labradorite from lake Country, Oregon. The AmericanMinerologist. Vol. 31 No 141.
Streli, C., P Wobrauschek., and P Kregsamer. 2017. X-Ray FluorescenceSpectroscopy, Applications. Atom institut of the Austrian Universities, Wien,Austria.
Suryanarayana, C. 2012. Mechanical Behavior of Emerging Material. MaterialsToday. Vol. 15. No. 11. p. 485-498.
Susilo, H., dan Putra, A. 2016. Pengaruh Konsentrasi NaOH pada SintesisNanonanosilika dari Sinter Nanosilika Mata Air Panas Sentral, Solok Selatan,Sumatera Barat dengan Metode Kopresipitasi. Jurnal Fisika Unand. Vol. 5.No. 4. Hal. 334-338.
Suwitra, M.S., Drs. N. 1989. Pengantar Fisika Zat Padat. Departemen Pendidikandan Kebudayaan. Jakarta.
Technisch Physisische Dienst-Delft. 1967. ICDD Grant-in Aid. The Netherland.
Theophanides, Theophile. 2012. Introductory Chapter Introduction to InfraredSpectroscopy. Pp. 1–510 in Infrared Spectroscopy – Materials Science,Engineering and Technology. Shanghai: InTech.
Veliev, V,E,V., Ozturk, T., Veli, S., Fatullayev, A, G. 2006. Application ofDiffusion Model For Adsorption of Azore Actived Yeon Pumice. Pol. J.Environ. Stud. Vol. 15. Hal 347–353.
Wang, S., Wang, D. K., Smart, S., and Diniz, J. C. 2015. Ternary Phase-Separation Investigation of Sol-Gel Derived Silica from Ethyl Silicate 40.Nature Publishing Group.5. p. 1–11.
Wang, Z.W., and Richard E.P. 2015. Atomic-Scale Structure Analysis byAdvanced Transmission Electron Microscopy. Frontiers of Nanoscience. Vol.9. Hal 127-154.
Wiyatmo, Y. 2003. Fisika Modern. Pustaka pelajar.Yogyakarta,.
Yang J, Wang E (2006) Reaction of water on silica surfaces. Current Opinion inSolid State and Materials Science 10:33–39. DOI:10.1016/j.cossms.2006.02.001.
Yuan, H., Gao, F., Zhang, Z., Miao, L., Yu, R., Zhao, H., Lan, M. 2010. Study ofControllable Preparation of Silica Nanoparticles with Multi-sized and TheirSize-dependent Cytotoxicity in Pheochromocytoma Cells and HumanEmbryonic Kidney Cells. Journalof Health Science. Vol. 56, No. 6, hal 632-640.
Zawrah, M.F., EL-Kheshen. 2009. Facile And Economic Synthesis of SilicaNanoparticles, JOvonic Research, Vol. 5, hal 129-133.