PENGARUH SUHU PEMBAKARAN TERHADAP …konteks.id/p/04-151.pdf · Kata kunci : Genteng standar...
Transcript of PENGARUH SUHU PEMBAKARAN TERHADAP …konteks.id/p/04-151.pdf · Kata kunci : Genteng standar...
Konferensi Nasional Teknik Sipil 4 (KoNTekS 4)
Sanur-Bali, 2-3 Juni 2010
Universitas Udayana – Universitas Pelita Harapan Jakarta – Universitas Atma Jaya Yogyakarta S - 453
PENGARUH SUHU PEMBAKARAN TERHADAP KARAKTERISTIK GENTENG
Ngk. Made Anom Wiryasa
Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Udayana
ABSTRAK
Penelitian mengenai pengaruh suhu pembakaran terhadap karakteristik genteng dilakukan untuk
mengetahui besar suhu maksimum yang dapat dijadikan pedoman dalam pembakaran. Penelitian ini
dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui karakteristik genteng (susut bakar, beban lentur, daya
serap, dan perembesan air) yang dibakar dengan beberapa suhu maksimum dan genteng standar
sebagai pembandingnya. Penelitian ini menggunakan genteng yang dibuat dari tanah liat sebagai
bahan dasarnya, dengan bahan tambahan serbuk paras sebanyak 20% dari berat tanah liat dan air
sesuai dengan komposisi genteng standar. Dalam penelitian ini yang membedakan adalah proses
pembakarannya yang menggunakan beberapa suhu maksimum (600°C, 700°C, 800°C, 900°C,
1000°C) dan pembakaran standar. Sedangkan parameter yang lain dibuat sama yaitu proses
pembuatan genteng dimulai dari pencampuran bahan, penggilingan, pencetakan, pembakaran dan
proses terakhir adalah proses pemilihan.
Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa genteng yang dibakar dengan suhu yang semakin
meningkat memiliki susut bakar yang semakin meningkat pula dengan nilai penyusutan 6,52%
untuk ukuran panjangnya dan 5,91% untuk ukuran lebarnya. Akibat penyusutan yang besar
menyebabkan genteng mengalami pemadatan bahan sehingga genteng menjadi kaku dan
kemampuan menahan beban lenturnya menjadi sangat besar dengan nilai 92,20 kg untuk genteng
yang dibakar sampai suhu 1000°C. Genteng yang dibakar dengan suhu yang semakin meningkat
mendapatkan hasil daya serap dan perembesan air, yang semakin meningkat, namun pada proses
pembakaran dengan temperatur sampai 900°C dan 1000°C menghasilkan genteng dengan daya
serap yang semakin kecil dan tidak tahan terhadap perembesan air.
Kata kunci : Genteng standar Pejaten, tanah liat, serbuk paras, suhu pembakaran, karakteristik
genteng (susut bakar, beban lentur, daya serap, dan perembesan air).
1. PENDAHULUAN
Genteng merupakan salah satu bahan bangunan yang berfungsi sebagai penutup atap (non struktural) yang banyak
dipergunakan di masyarakat. Perkembangan perumahan untuk tempat tinggal dan industri khususnya di Bali
mengalami banyak kemajuan sehingga kebutuhan terhadap genteng sangat tinggi. Genteng yang diproduksi di
daerah Bali memiliki pasar tersendiri karena bentuk dan jenisnya disesuaikan dengan karakteristik budaya Bali.
Pejaten sebagai daerah penghasil genteng di Kabupaten Tabanan merupakan pemasok genteng sebagian besar
wilayah di Bali. Umumnya pengolahan genteng sebagai industri rumah tangga di wilayah Pejaten, dilaksanakan di
perumahan dan proses pembakarannya dilaksanakan pada tempat khusus (tungku pembakaran) yang berada dekat
dengan perumahan. Bahan bakar yang dipergunakan masih alami dengan menggunakan sabut kelapa dan kayu bakar
sehingga waktu yang diperlukan untuk proses produksi genteng biasanya relatif lama atau tidak tetap karena
tergantung cuaca. Perkembangan terakhir menunjukkan bahwa produksi genteng (Pejaten) mengalami penurunan
baik dari segi kualitas maupun kuantitas disebabkan kondisi genteng yang mudah pecah dan rembes air.
Genteng merupakan bahan bangunan yang berasal dari tanah liat (lempung) sebagai bahan dasar dan bahan
penolong (bahan tambahan) untuk membantu perekatan. Tanah lempung merupakan material yang terdiri dari
agregat (butiran) mineral-mineral padat yang tidak tersementasi (terikat secara kimia) satu sama lainnya dan dari
bahan-bahan organik yang telah melapuk (yang berpartikel padat) disertai dengan zat cair dan gas yang mengisi
ruang-ruang kosong diantara partikel-partikel padat tanah. Tanah lempung berasal dari hasil pelapukan dari batuan
keras (batuan beku) yang memiliki sifat impermeabel atau tidak tembus air. Tanah lempung memiliki susut kering
yang tinggi yang identik dengan jumlah air yang diperlukan untuk menimbulkan keplastisannya. Kadar air yang
terkandung pada tanah liat merupakan faktor penting dalam produksi genteng karena sifat plastis yang ditimbulkan
tanah liat (lempung) sehingga mudah dibentuk tergantung dari penambahan air. Genteng tidak akan mengalami
perubahan bentuk lagi (memadat dan strukturnya menjadi kaku) setelah mengalami proses pembakaran.
Umumnya derajat panas yang standar dipergunakan pada proses pembakaran berkisar 800oC – 1000
oC. Ketika
proses pembakaran air ataupun bahan-bahan lain yang mudah menguap atau terurai mengalami proses penguapan
Ngk. Made Anom Wiryasa
Universitas Udayana – Universitas Pelita Harapan Jakarta – Universitas Atma Jaya Yogyakarta S - 454
yang diikuti oleh pemadatan bahan. Pori-pori yang awalnya terisi oleh air ataupun bahan-bahan lain yang mudah
menguap atau terurai akan kosong sehingga lempung (genteng) tersebut mengalami susut bakar. Susut bakar yang
terjadi tidak boleh terlalu besar karena akan menyebabkan kerusakan pada genteng seperti pecah-pecah atau retak-
retak dan kerusakan lainnya. Biasanya para pengusaha genteng berusaha mengurangi terjadinya susut bakar yang
terlalu besar dengan penambahan bahan tambahan yang sering disebut bahan pengurus yaitu bahan berupa serbuk
paras yang disaring hingga tembus saringan 1,4 mm. Serbuk paras yang banyak mengandung silika dan mempunyai
sifat tidak dapat menyusut pada saat proses pembakaran jika dicampur dengan tanah yang kohesif akan dapat
mengurangi keplastisan tanah liat (lempung) sehingga genteng tidak mengalami retak-retak dan susut bakar dapat
dikurangi. Kekakuan genteng setelah dibakar tidak dapat dijadikan tolok ukur kekuatan genteng terhadap beban
lentur, daya serap, dan lolosnya air yang melewati (rembesan).
Dengan kelemahan-kelemahan tersebut perlu diadakan penelitian lebih lanjut mengenai genteng, baik dilihat dari
segi bahan, campuran, pengolahan, maupun pembakarannya. Dalam hal ini akan ditinjau proses pembakaran
genteng dengan temperatur panas yang berbeda-beda dan diukur sedemikian rupa sehingga panas yang
dipergunakan tidak berlebihan. Dari pembakaran tersebut akan diperoleh pengaruh susut bakar terhadap perubahan
karakteristik genteng (daya serap, perembesan air, beban lentur, susut bakar dan pengamatan secara visual) serta
genteng yang dihasilkan memiliki kekuatan yang baik.
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Genteng Keramik (tanah liat)
Genteng Keramik adalah suatu unsur bangunan yang berfungsi sebagai penutup atap, yang dibuat dari tanah liat
dengan atau tanpa dicampur dengan bahan tambahan, dibakar dalam suhu yang cukup tinggi, sehingga tidak dapat
hancur apabila direndam dalam air (Anonimus, 1978). Menurut SNI 03-6861.1-2002, berdasarkan kekuatan
menahan beban lentur, genteng keramik dibagi mejadi 5 tingkat yaitu : tingkat mutu I, II, III, IV dan V, dengan
standar nilai seperti pada tabel 2.1 berikut :
Tabel 2.1 Kekuatan terhadap beban lentur genteng keramik
KEKUATAN TERHADAP BEBAN LENTUR (Kg f) atau 9Kg) TINGKAT
MUTU Rata-rata dari minimal 6 (enam)
genteng yang diuji
Angka minimal untuk masing-masing
genteng yang diuji
I 150 110
II 120 90
III 80 60
IV 50 35
V 30 25
2.2 Bahan Baku Genteng Keramik
2.2.1 Tanah Liat
Syarat-syarat lempung yang dapat dipergunakan untuk pembuatan genteng antara lain (Gesang Sinugroho, dan
Hartono JMV., 1979) :
a. Lempung harus cukup banyak dan terletak dekat jalan, sehingga dapat dipergunakan secara ekonomis.
b. Lempung harus memiliki derajat keplastisan tertentu supaya dapat diberi bentuk.
c. Pada pembakaran ± 1000oC lempung telah mengalami pemadatan sehingga dapat memenuhi persyaratan
standar pemakaian.
Lempung yang dibakar pada temperatur tinggi akan mengalami perubahan-perubahan (Gesang S. dan Hartono
JMV., 1979), yaitu :
1. Pada temperatur ± 150oC, maka semua air pembentuk yang ditambahkan pada lempung pada waktu membuat
genteng akan menguap.
2. Pada temperatur antara 400oC - 600
oC, air yang terikat secara kimia dan zat-zat lain di dalam lempung akan
menguap.
3. Pada temperatur diatas 800oC, terjadi perubahan-perubahan kristal dari lempung dan mulai terbentuk bahan
gelas yang mengisi pori-pori, sehingga bahan menjadi padat dan kuat.
4. Senyawa-senyawa besi akan berubah menjadi senyawa yang lebih stabil dan umumnya memberi warna
merah (bila temperatur terlalu tinggi, maka warna menjadi hitam).
Pengaruh Suhu Pembakaran Terhadap Karakteristik Genteng
Universitas Udayana – Universitas Pelita Harapan Jakarta – Universitas Atma Jaya Yogyakarta S - 455
5. Lempung mengalami susut kembali dan dinamakan susut bakar. Susut bakar ini tidak boleh terlalu besar
(maksimum 2%) supaya tidak timbul cacat, seperti perubahan bentuk, pecah-pecah dan retak-retak. Secara
praktis lempung yang telah dibakar tidak kembali lagi menjadi lempung oleh pengaruh air atau udara.
2.2.2 Batu Paras/Batu Padas/Trass
Batu paras disebut juga tuff vulkanik merupakan jenis batuan hasil aktifitas vulkanik yang berbutir halus sampai
lanau, berwarna abu kecoklatan dengan kenampakan strukur batuan sedimen yang telah mengalami pemadatan
(kompaksi), keras namun pada bagian-bagian tertentu bersifat lunak (Anonimus, 2004). Adapun tujuan penambahan
serbuk paras pada pembuatan genteng tanah liat adalah untuk mengurangi susut yang berlebih pada tanah lempung
yang dinamakan susut bakar. Pada saat proses pembakaran, air ataupun bahan-bahan lain yang mudah menguap dan
terurai akan mengalami proses penguapan yang diikuti oleh pemadatan bahan dan penyusutan (susut bakar). Untuk
mengatasi susut bakar yang terlalu besar, perlu ditambahkan bahan tambahan yang biasanya disebut bahan
pengurus, berupa serbuk paras yang tembus saringan 1,4 mm. Serbuk paras yang mempunyai sifat tidak dapat
menyusut pada saat proses pembakaran akan berubah menjadi abu dan menggantikan kedudukan pori-pori yang
ditinggalkan oleh air atau bahan-bahan lain yang menguap pada saat proses pembakaran berlangsung, sehingga
susut bakar bisa dikurangi.
2.2.3 Air
Air pada proses pencampuran pembuatan genteng mempunyai peranan yang sangat penting yaitu memungkinkan
terjadinya reaksi kimia yang menyebabkan pengikatan dan berlangsungnya pengerasan. Penambahan air dengan
kadar yang tepat akan menimbulkan sifat lebih plastis pada lempung sehingga mudah dibentuk/dicetak.
2.3 Pengamatan Visual
Pengamatan ini dilakukan dengan memperhatikan warna, bentuk, dan retak-retak yang terjadi pada genteng. Selain
itu, berdasarkan persyaratan genteng keramik pada tinjauan pustaka, maka pengamatan juga dilakukan pada
ketetapan bentuk genteng dengan mengukur persentase kelengkungan maksimal.
2.4 Susut Bakar
Nilai susut bakar suatu bahan sangat dipengaruhi oleh bahan yang terkandung di dalamnya terutama bahan yang
mudah menguap atau terurai, karena pada saat pembakaran akan terjadi proses penguapan yang diikuti dengan
proses pemadatan bahan. Semakin lama waktu pembakaran, maka nilai susut bakar semakin besar karena dengan
semakin lamanya waktu pembakaran, makin lama juga waktu pemadatan sehingga terjadi penyusutan yeng lebih
besar.
2.5 Beban Lentur
Beban lentur dari genteng adalah hasil rata-rata dari minimal 6 buah genteng yang uji dibulatkan sampai 1 kg.
Beban maksimum adalah beban tertinggi pada saat genteng uji patah (Peraturan Genteng Keramik Indonesia, NI-19,
1978). Alat-alat penguji terdiri dari bak pembebanan, mesin tekan, pisau-pisau penumpu dan pembeban, sedangkan
untuk perekat dipakai semen portland atau gipsa.
2.6 Ketahanan Terhadap Perembesan Air Apabila dalam waktu minimum 2 jam dari bagian bawah 4 buah genteng uji tidak ada air yang menetes, maka
genteng dianggap rapat air. Sedangkan jika dalam 5 buah genteng uji ternyata 2 buah diantaranya meneteskan air,
maka pengujian harus diulang lagi dengan 5 buah genteng yang baru. Jika dalam pengujian ulangan hal tersebut
terjadi lagi, maka genteng dinyatakan tidak tahan terhadap perembesan (Peraturan Genteng Keramik Indonesia, NI-
19, 1978).
2.7 Daya Serap Air
Pengujian untuk ketahanan terhadap daya serap air dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui besarnya tingkat
penyerapan oleh genteng.
3. METODE PENELITIAN
3.1 Tempat Penelitian
Penelitian untuk pengujian terhadap susut bakar, pengamatan visual, daya serap, ketahanan terhadap perembesan air
dengan pengujian beban lentur dilaksanakan di Laboratorium Bahan Fakultas Teknik Universitas Udayana.
Ngk. Made Anom Wiryasa
Universitas Udayana – Universitas Pelita Harapan Jakarta – Universitas Atma Jaya Yogyakarta S - 456
3.2 Tempat Pembuatan Benda Uji
Pembuatan benda uji dilakukan di perusahaan genteng press UD. BS Super di Pejaten, Kediri, Tabanan. Dan proses
pembakarannya dilakukan di Laboratorium BPPT.
3.3 Bahan-Bahan yang Digunakan
Bahan-bahan yang akan digunakan dalam pembuatan genteng terdiri dari : tanah liat (lempung) diambil dari daerah
Sembung-Badung, serbuk paras (batu padas yang dihaluskan) diambil dari Gianyar, air sumur di lokasi pembuatan.
3.4 Proses Pembuatan Benda Uji (Mix Desain)
Proses pembuatan benda uji terdiri dari : Penggalian bahan mentah (lempung), persiapan bahan (pencampuran tanah
liat dengan serbuk paras dan air), penggilingan, pembentukan, pengeringan.
3.5 Proses Pembakaran Untuk proses pembakarannya dilakukan di Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) yaitu pada
Laboratorium Pelaksanaan Teknis Pengembangan Seni Teknologi Keramik dan Porselin Bali dengan tujuan untuk
mendapatkan suhu yang tepat sesuai ketentuan. Genteng-genteng yang telah dijemur disusun di dalam box
pembakaran, bahan bakar yang dipergunakan berupa gas elpiji, dan lama pembakaran disesuaikan dengan suhu yang
diperlukan dan diukur dengan alat ukur.
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Pengujian Pengamatan Visual
Hasil pengamatan secara visual menunjukkan genteng yang dibakar dengan suhu maksimum yang berbeda-beda
memiliki warna dan kondisi fisik yang berbeda. Genteng standar dan genteng yang dibakar dengan suhu 800oC
memiliki warna merah tua dengan sedikit retak-retak rambut pada permukaannya dan bentuknya hampir sama.
Sedangkan genteng yang dibakar di atas suhu 800oC warnanya merah cerah kekuningan dengan beberapa retakan
yang terlihat jelas pada permukaan dan bentuknya sedikit lebih kecil dari genteng standar karena mengalami
penyusutan akibat suhu pembakaran yang terlalu tinggi.
4.2 Susut Bakar Pengujian susut bakar meliputi pengujian terhadap ketepatan ukuran genteng, ketepatan berat genteng dan ketepatan
pengujian jarak sebesar 10 cm terhadap arah melintang genteng.
Gambar 4.1 Grafik penyusutan terhadap ketepatan ukuran genteng
Pengaruh Suhu Pembakaran Terhadap Karakteristik Genteng
Universitas Udayana – Universitas Pelita Harapan Jakarta – Universitas Atma Jaya Yogyakarta S - 457
Dari hasil penelitian ini dapat dikatakan bahwa genteng yang dibakar dengan suhu yang semakin meningkat akan
mengalami penyusutan yang semakin meningkat, hal ini dikarenakan dengan suhu pembakaran yang semakin
meningkat menyebabkan rongga pori-pori yang ada pada genteng akan menyusut atau menghilang dan genteng
menjadi padat sehingga bentuk genteng mengecil.
4.3 Pengujian Beban Lentur Genteng
Dari hasil pengujian dapat diketahui bahwa pembakaran genteng dengan suhu yang semakin meningkat baik
kekuatan genteng ataupun bahannya, nilai beban lenturnya juga akan semakin besar (kuat terhadap beban lentur).
Dari segi mutu, genteng telah memenuhi persyaratan mampu menahan kekuatan terhadap beban lentur, namun dari
segi fungsi, genteng yang dibakar pada temperatur sampai 900oC dan 1000
oC tidak dapat dipakai karena tidak kuat
terhadap perembesan air.
4.4 Pengujian Ketahanan Terhadap Perembesan Air
Jika dilihat dari tinggi air dalam bejana saat pengujian atau besarnya penyerapan pada permukaan, genteng yang
dibakar dengan suhu maksimum sampai 800oC adalah yang paling kecil, penurunan air terbesar terjadi pada genteng
yang dibakar pada suhu maksimum sampai 900oC. Jika dihubungkan dengan kepadatan bahan yang diakibatkan
adanya penyusutan pembakaran, semakin padat bahan maka kekuatan menahan beban lenturnya semakin besar
sedangkan daya serap airnya makin kecil, ini dikarenakan besarnya penyusutan mengakibatkan kerapatan bahannya
besar sehingga pori-pori yang ada menghilang, dan ini dapat terlihat jelas pada genteng yang dibakar dengan suhu
maksimum 900oC dan 1000
oC.
4.5 Pengujian Terhadap Daya Serap Air Besarnya daya serap tergantung pada porositas bahan. Genteng yang dibakar dengan beberapa temperatur suhu yang
semakin meningkat menimbulkan daya serap yang semakin meningkat, namun pada saat genteng dibakar dengan
suhu sampai 900oC dan 1000
oC daya serap genteng menjadi menurun. Keadaan ini dikarenakan pada saat suhu
tersebut bahan mengalami penyusutan yang sangat besar. Hilangnya pori-pori yang ada menyebabkan kerapatan
partikel-partikel bahan makin besar, sehingga pada saat perendaman genteng selama 24 jam dalam pemeriksaan
daya serap, air yang diserap maksimum oleh genteng sangat kecil.
Ngk. Made Anom Wiryasa
Universitas Udayana – Universitas Pelita Harapan Jakarta – Universitas Atma Jaya Yogyakarta S - 458
5. SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan Berdasarkan hasil penelitian pengaruh penyusutan pembakaran genteng dengan beberapa suhu maksimum terhadap
perubahan karakteristik genteng, dapat disimpulkan dari hasil data sebagai berikut:
Tabel 5.1 Hasil Pengujian karakteristik genteng
KARAKTERISTIK YANG DITINJAU
Susun Bakar Pengamatan Visual
Day
a
Rem
bes
Day
a
Sera
p
Kelayaka
n
Beban
Lentur
P
L
Berat
Keteta
pan
Bentuk
Mutu III
Mutu IV
Suh
u
Bak
ar
(mm
)
(%) Layak/Td
k
(kg) (%) (%) (%) (%) a b c a b c
Stan
dar
5,57
5
24,7
68
Layak 82,2 3,35 2,45 33,2 5,776 � � � - - -
600°
C
5,65 25,2
13
Layak 68,2 2 2,09 28 4,973 � � � - - -
700°
C
5,85 25,0
63
Layak 81,87 2,13 ,91 3,07 6,053 � � � - - -
800°
C
5,27
5
25,3
44
Layak 76,3 2,9 2,64 29,1 4,734 � � � - - -
900°
C
12,5
5
21,6
96
Tdk layak 86,67 4,06 3,82 30,4 7,396 - - - � � �
1000
°C
17,7
5
17,7
96
Tdk layak 92,2 6,52 5,91 32,8 8,453 - - - � � �
Keterangan :
Mutu III : Mutu IV :
a. Terdapat cacat-cacat yang sangat sedikit a. Terdapat cacat-cacat tidak terlalu besar
b. Sedikit retak rambut b. Sedikit retak-retak
c. Kerapatan pada pemasangan cukup baik c. Kerapatan pada pemasangan cukup baik
Ketetapan bentuk Genteng lengkung rata 4-5,5% Ketetapan bentuk Genteng lengkung rata 6-7%
5.2 Saran
Dari hasil yang telah dicapai dalam penelitian ini, maka dapat diberikan saran sebagai berikut :
1. Dalam pelaksanaan produksi, untuk mendapatkan genteng dengan mutu yang lebih baik sebaiknya genteng
dibakar dengan suhu 600oC – 800
oC.
2. Untuk memperoleh hasil pembakaran yang baik khususnya di daerah produksi genteng, perlu adanya alat
pembakaran yang dilengkapi dengan alat pengukur suhu untuk mengontrol besarnya panas yang dipergunakan
dalam pembakaran.
Pengaruh Suhu Pembakaran Terhadap Karakteristik Genteng
Universitas Udayana – Universitas Pelita Harapan Jakarta – Universitas Atma Jaya Yogyakarta S - 459
3. Untuk mendapatkan genteng yang kuat terhadap perembesan air, dapat dilakukan pengglasiran (merupakan
lapisan salut kaca) yang disapukan setelah pembakaran.
DAFTAR PUSTAKA
Anonimus, 1986, Persyaratan Umum Bahan Bangunan Indonesia (PUBI), Dinas Pekerjaan Umum RI.
Austin T. George Jasjfi E., Industri Proses Kimia, Edisi Kelima, Jilid I
Darijanto, Totok, Syoni Suprianto, Syarifal, A. Demi Titisari, Pembentukan Fase Mineral Dengan Memanfaatkan
Breksi Batu Apung Sebagai Bahan Baku Tambahan Pada Pembakaran Keramik,
www.info/p3m.dikti.org/abstrakHB01.pdf
Gesang S. dan Hartono J.M.V., 1979, Teknologi Bahan Bangunan Bata Dan Genteng, Balai Penelitian Keramik,
Bandung.
Departemen Pekerjaan Umum, 1978, Bata Merah Sebagai Bahan Bangunan NI-10, Direktorat Jenderal Cipta Karya
Lembaga Penyelidikan Masalah Bangunan, Bandung.
Frick Heincz, Koesmartadi Ch., 1999, Ilmu Bahan Bangunan, Penerbit Kasinus.
Joelianingsih, 2004, Peningkatan Kualitas Genteng Keramik Dengan Penambahan Sekam Padi Dan Daun Bambu,
Makalah Pribadi Falsafah Sains (PPS 702) Sekolah Pasca Sarjana/S3, Institut Pertanian Bogor, Bogor,
Team Laoratorium Mekanika Tanah Fakultas Teknik, 2002, Mekanika Tanah I, Jurusan Teknik Sipil Fakultas
Teknik Universitas Udayana.
Nelly, S., Nyoman, 2005, Pengaruh Penambahan Abu Terbang (Fly Ash) Pada Pembuatan Genteng Keramik
(Pejaten), Tugas Akhir, Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Udayana, Denpasar.
Nuryanto, 2001, Pengendalian Proses Penyiapan Bahan, Balai Besar Industri Keramik, Bandung.
Rosdwita I K., 2006, Studi Karakteristik Genteng Pejaten Dengan Pozzolan Alam Batu Apung Sebagai Pengganti
Serbuk Paras, Tugas Akhir, Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Udayana, Denpasar.
Suryawan, I W., 2001, Penggunaan Campuran Abu Sekam Padi Dan Kapur Sebagai Bahan Stabilisasi Tanah
Lempung Terhadap Daya Dukung Pondasi, Tugas Akhir, Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas
Udayana, Denpasar.
Subakti, Aman, 1994, Teknologi Beton Dalam Praktek, Institut Teknologi Sepuluh November, Surabaya.
Ngk. Made Anom Wiryasa
Universitas Udayana – Universitas Pelita Harapan Jakarta – Universitas Atma Jaya Yogyakarta S - 460