Pengaruh Suhu Pada Aktivitas Organisme
-
Upload
supriadi-medicallisty -
Category
Documents
-
view
95 -
download
6
description
Transcript of Pengaruh Suhu Pada Aktivitas Organisme
LEMBAR PENGESAHAN
Laporan Lengkap Praktikum Biologi Dasar dengan judul “Pengaruh Suhu
Terhadap Aktivitas Organisme” disusun oleh :
Nama : SUPRIADI
NIM : 101304026
Kelas / Kelompok : A / V
Jurusan : Pendidikan Kimia
telah dikoreksi dan diperiksa oleh Asisten/Koordinator Asisten maka
dinyatakan diterima.
Makassar, Desember 2010
Koordinator Asisten Asisten
Muh. Riswan Ramli Ildayanti NIM: 081404038 NIM: 081404036
Mengetahui :
Dosen penanggung jawab
Dr. A. Mu’nisa, S.Si., M.si.NIP: 197205261998022001
BAB IPENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Negara kita ini merupakan negara yang terdiri dari banyak pulau. 1/3 dari
indonesia merupakan pulau dan 2/3-nya merupakan perairan. Dalam suatu perairan
pasti ada suatu organisme yang hidup di dalamnya, salah-satunya ialah ikan. Ikan
atau bahasa ilmiahnya adalah picses secara umum adalah termasuk hewan bertulang
belakang (vertebrata). Ikan adalah hewan berdarah dingin (polikilotermis). Suhu
tubuhnya selalu mengikuti suhu lingkungannya sehingga suhu badannya turun naik
bersama-sama dengan turun naiknya suhu sekitarnya. Ikan betina mengeluarkan
telurnya ke dalam air, demikian pula ikan jantan mengeluarkan spermanya ke dalam
air, sehingga pembuahan terjadi di luar tubuh induknya.
Pembuahan yang terjadi di luar tubuh induknya disebut pembuahan eksternal.
Ditubuh ikan terdapat gurat sisi yang berfungsi untuk mengetahui tekanan air di
sekelilingnya. Ikan menggunakan ingsan yang terletak di kepalanya untuk bernafas.
Cara ikan bernafas adalah sebagai berikut, air masuk melalui rongga mulut kemudian
masuk dalam insang, saat air ada di dalam insang, oksigen ang terlarut dalam air
diserap oleh pembuluh- pembuluh darah kecil yang terdapat pada insang dan
karbondioksida dalam darah dikeluarkan ke air. Air kelur dari rongga insang ketika
tutup insang membuka dan begitu terus-menerus. Ikan juga mempunyai gelembung
renang yang terletak diantara tulang belakang dan perut, berhubungan dengan
kerongkongan. Darah pada dinding gelembung dapat memasukkan udara kedalam
gelembung dan mengeluarkan udara dari gelembung itu sehingga berat ikan dapat
berkurang atau bertambah sehingga ikan dapat naik dan turun di dalam air.
Dari masing-masing karakteristik yang dimiliki ikan, ditemukan satu
pemikiran bahwa suhu juga berpengaruh dalam proses hidup ikan. Biasanya suhu
berperan penting terhadap adaptasi fisiologi. Penyesuaian fungsi alat-alat tubuh
terhadap keadaan lingkungan ini yang kemudian menyangkutkan operkulum sebagai
salah satu organ tubuh yang ikut andil dalam adaptasi fisiologi. Operkulum ikan yang
membuka dan menutup sangat bergantung terhadap suhu air sebagai media hidup
ikan. Dalam rangka menyesuaikan diri dengan lingkungannya, hewan memiliki
toleransi dan resistensi pada kisaran tertentu dari variasi lingkungan.Ikan akan
melakukan mekanisme homeostasi yaitu dengan berusaha untuk membuat keadaan
stabil sebagai akibat adanya perubahan variabel lingkungan. Mekanisme homeostasis
ini terjadi pada tingkat sel yaitu dengan pengaturan metabolisme sel, pengontrolan
permeabilitas membran sel dan pembuangan sisa metabolisme.
Suhu ekstrim, perbedaan osmotik yang tinggi, racun, infeksi dan atau
stimulasi sosial dapat menyebabkan stress pada ikan. Suhu merupakan salah satu
factor fisik lingkungan yang paling jelas, mudah diukur dan sangat beragam. Suhu
tersebut mempunyai peranan yang penting dalam mengatur aktifitas biologis
organisme, baik hewan maupun tumbuhan. Ini terutama disebabkan karena suhu
mempengaruhi kecepatan reaksi kimiawi dalam tubuh dan sekaligus menentukan
kegiatan metabolic, misalnya dalam hal respirasi. Masalah ini dijelaskan dalam kajian
ekologi, yaitu “Hukum Toleransi Shelford”. Dengan alat yang relative sederhana,
percobaan tentang pengaruh suhu terhadap aktivitas respirasi organisme tidak sulit
dilakukan, misalnya dengan menggunakan respirometer sederhana.
Sesuai dengan uraian tersebut di atas, maka penulis mencoba melakukan
penelitian untuk mengenai pengaruh suhu temperatur terhadap aktivitas makhluk
hidup dengan judul "Pengaruh Suhu terhadap Aktivitas Organisme".
B. Tujuan
Melalui percobaan ini, praktikan diharapkan dapat membandingkan kecepatan
penggunaan oksigen oleh organisme pada suhu yang berbeda.
C. Manfaat
Melalui percobaan ini, praktikan dapat mengetahui perbandingan kecepatan
penggunaan oksigen oleh organisme pada suhu yang berbeda.
BAB IITINJAUAN PUSTAKA
Suhu merupakan salah satu faktor fisik lingkungan yang paling jelas,
mudah diukur, dan sangat beragam. Suhu tersebut mempunyai peranan yang
penting dalam mengatur aktivitas biologis organisme, baik hewan maupun
tumbuhan. Ini terutama disebabkan karena suhu mempengaruhi kecepatan reaksi
kimiawi dalam tubuh dan sekaligus menentukan kegiatan metabolik, misalnya
dalam hal respirasi sebagaimana halnya dengan faktor lingkungan lainnya, suhu
mempunyai bentang yang dapat di toleransi oleh setiap jenis organisme. Masalah
ini dijelaskan dalam kajian ekologi yaitu “Hukum Toleransi Shelford”
(Tim Pengajar, 2010).
Suhu adalah ukuran energi gerakan molekul. Di samudera, suhu bervariasi
secara horizontal sesuai garis lintang dan juga secara vertikal sesuai dengan
kedalaman. Suhu merupakan salah satu faktor yang penting dalam mengatur proses
kehidupan dan penyebaran organisme. Proses kehidupan yang vital yang secara
kolektif disebut metabolisme, hanya berfungsi didalam kisaran suhu yang relative
sempit biasanya antara 0-40°C, meskipun demikian bebarapa beberapa ganggang
hijau biru mampu mentolerir suhu sampai 85°C. Selain itu, suhu juga sangat penting
bagi kehidupan organisme di perairan, karena suhu mempengaruhi baik aktivitas
maupun perkembangbiakan dari organisme tersebut. Oleh karena itu, tidak heran jika
banyak dijumpai bermacam-macam jenis ikan yang terdapat di berbagai tempat di
dunia yang mempunyai toleransi tertentu terhadap suhu. Ada yang mempunyai
toleransi yang besar terhadap perubahan suhu, disebut bersifat euryterm. Sebaliknya
ada pula yang toleransinya kecil, disebut bersifat stenoterm. Sebagai contoh ikan di
daerah sub-tropis dan kutub mampu mentolerir suhu yang rendah, sedangkan ikan di
daerah tropis menyukai suhu yang hangat. Suhu optimum dibutuhkan oleh ikan untuk
pertumbuhannya. Ikan yang berada pada suhu yang cocok, memiliki selera makan
yang lebih baik (Anonim, 2010).
Beberapa ahli mengemukakan tentang suhu :
Nontji (1987), menyatakan suhu merupakan parameter oseanografi yang
mempunyai pengaruh sangat dominan terhadap kehidupan ikan khususnya dan
sumber daya hayati laut pada umumnya.
Hela dan Laevastu (1970), hampir semua populasi ikan yang hidup di laut
mempunyai suhu optimum untuk kehidupannya, maka dengan mengetahui suhu
optimum dari suatu spesies ikan, kita dapat menduga keberadaan kelompok ikan,
yang kemudian dapat digunakan untuk tujuan perikanan.
Nybakken (1988), sebagian besar biota laut bersifat poikilometrik (suhu tubuh
dipengaruhi lingkungan) sehingga suhu merupakan salah satu faktor yang sangat
penting dalam mengatur proses kehidupan dan penyebaran organisme.
Sesuai apa yang dikatakan Nybakken pada tahun 1988 bahwa Sebagian besar
organisme laut bersifat poikilotermik (suhu tubuh sangat dipengaruhi suhu massa air
sekitarnya), oleh karenanya pola penyebaran organisme laut sangat mengikuti
perbedaan suhu laut secara geografik. Berdasarkan penyebaran suhu permukaan laut
dan penyebaran organisme secara keseluruhan maka dapat dibedakan menjadi 4 zona
biogeografik utama yaitu: kutub, tropic, beriklim sedang panas dan beriklim sedang
dingin. Terdapat pula zona peralihan antara daerah-daerah ini, tetapi tidak mutlak
karena pembatasannya dapat agak berubah sesuai dengan musim (Anonim, 2010).
Dari data satelit NOAA, contoh jenis ikan yang hidup pada suhu optimum 20-
30°C adalah jenis ikan ikan pelagis. Karena keberadaan beberapa ikan pelagis pada
suatu perairan sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor oseanografi. Faktor oseanografis
yang dominan adalah suhu perairan. Hal ini dsebabkan karena pada umumnya setiap
spesies ikan akan memilih suhu yang sesuai dengan lingkungannya untuk makan,
memijah dan aktivitas lainnya. Seperti misalnya di daerah barat Sumatera, musim
ikan cakalang di Perairan Siberut puncaknya pada musim timur dimana SPL 24-26°C,
Perairan Sipora 25-27°C, Perairan Pagai Selatan 21-23°C. Organisme perairan seperti
ikan maupun udang mampu hidup baik pada kisaran suhu 20-30°C. Perubahan suhu
di bawah 20°C atau di atas 30°C menyebabkan ikan mengalami stres yang biasanya
diikuti oleh menurunnya daya cerna (Trubus Edisi 425, 2005). Oksigen terlarut pada
air yang ideal adalah 5-7 ppm. Jika kurang dari itu maka resiko kematian dari ikan
akan semakin tinggi. Namun tidak semuanya seperti itu, ada juga beberapa ikan yang
mampu hidup suhu yang sangat ekstrim (Anonim, 2010).
Dibandingkan dengan kisaran dari ribuan derajat yang diketahui di bumi
ini, kehidupan hanya dapat berkisar pada suhu 300 oC, mulai dari -200oC sampai
-100oC, sebenarnya banyak organisme yang terbatas pada daerah temperatur
yang bahkan lebih sempit lagi. Beberapa organisme terutama pada tahap
istirahat, dapat dijumpai pada temperatur yang sangat rendah, paling tidak untuk
periode singkat. Sedangkan untuk jenis organisme terutama bakteri dan
ganggang dapat hidup dan berkembang biak pada suhu yang mendekati titik
didih. Umumnya, batas atas temperatur bersifat membahayakan (gawat)
dibanding atas bawah. Variabilitas temperatur sangat penting secara ekologi.
Embutan temperatur antara 10oC dan 80oC. Telah ditemukan bahwa organisme
yang biasanya menjadi sasaran variabel temperatur di alam, seperti pada
kebanyakan daerah beriklim sedang. Cenderung tertekan, terlambat pada
temperatur konstan (Waskito, 1992).
Pernapasan pada ikan dilakukan oleh insang yang terdapat dalam 4 pasang
kantong insang yang terletak sebelah menyeblah pharink di bawah operculum. Tiap
bilah insang terdiri atas lembaran ganda filamen. Tiap filamen tersusun atas banyak
plat transversal yang dibungkus oleh lapisan ephitalium yang banyak mengandung
pembuluh darah kapiler. Waktu bernapas, operculum menutup dan melekat pada
dinding tubuh, Archus bronchialis mengembang ke arah lateral. Air masuk melalui
mulut, kemudian klep mulut menutup, sedang Archus bronchialis berkontraksi,
dengan demikian operculum terangkat terbuka. Selanjutnya air mengalir keluar
melalui filamen. Pada saat itulah darah mengambil oksigen dan melepaskan
karbondioksida (Jasin, 1992).
Mekanisme pernapasan pada insang dan mulut terjadi pada ikan. Pada waktu
tutup insang mengembang, membran brankiostega menempel rapat pada tubuh,
sehingga air masuk lewat mulut. Sebaliknya jika mulut ditutup maka tutup insang
mengempis, rongga faring menyempit dan rongga brankiostage melonggar, sehingga
air keluar melalui celah dari tutup insang. Air dan oksigen yang larut di dalamnya
membasahi filament insang yang penuh kapiler-kapiler darah. Oksigen diikar oleh
darah dan CO2 ikut keluar dari tubuh ikan bersama air melalui celah tutup insang.
Padad beberapa jenis ikan, misalnya ikan gabus, ikan lele, dan ikan mas koki, rongga
insangnya mempunyai perluasan keatas yang berupa lipatan-lipatan yang tidak
teratur. Lipatan-lipatan ini biasa disebut dengan labirin. Rongga labirin ini berfungsi
menyimpan udara, sehingga jenis ikan tersebut dapat hidup di air kotor atau suhu
yang panas dan suhu yang terlalu dingin dimana ikan tersebut tidak dapat bertahan
hidup, sehingga aktivitas hidupnya pun berkurang karena kekurangan oksigen
(Soemarwoto, 1990).
Sama seperti manusia, hewan juga mempunyai sistem respirasi. Ikan
merupakan hewan yang hidup di air. Ikan dapat dibedakan menjadi dua jenis yaitu
ikan bertulang sejati dan ikan bertulang rawan. Ikan bertulang rawan memiliki
Operculum yang berfungsi sebgai penutup insang, contohnya ikan mas, ikan
bertulang rawan yang tidak memiliki Operculum, misalnya ikan pari. Insang memiliki
beberapa bagian, antara lain adalah kantong insang, operculum, batang insang, lamela
insang, dan rigi-rigi insang. Insang berada di suatu rongga atau ruangan yang disebut
kantong insang. Kantong insang memiliki bagian luar yang terbuka. Pada ikan yang
bertulang sejati, bagian terbuka tersebut ditutup oleh selembar tabung dan kulit yang
disebut Operculum (Sastrodinoto, 1980).
BAB IIIMETODOLOGI PRAKTIKUM
A. Waktu dan Tempat
Hari/Tgl : Kamis/ 30 Desember 2010
Waktu : Pukul 12.00 sd 14.00 WITA
Tempat : Lantai III Laboratorium Biologi FMIPA UNM Parang Tambung
B. Alat dan Bahan
1. Alat
a. Toples 2 buah
b. Termometer batang 1 buah
c. Stopwatch 1 buah
2. Bahan
a. Ikan mas koki (Cyprinus carpia) 2 ekor
b. Air kran pada suhu ±31℃
c. Air panas pada suhu ±38℃
d. Air dingin (es batu) pada suhu ±16℃
C. Prosedur kerja
1. Memasukkan 2 ekor ikan mas koki yang relatif sama besarnya ke dalam
toples yang berisi air kran, dan aklimatisasi selama 15 menit.
2. Mengambil 1 ekor ikan mas koki dan memasukkan ke dalam toples (A) yang
berisi air panas (±38℃). Menghitung dan mencatat frekuensi gerakan (buka
tutup) Operculum dalam 1 menit selama 5 menit.
3. Mengambil 1 ekor ikan mas koki dan memasukkan ke dalam toples (B) yang
berisi air dingin (±16℃). Menghitung dan mencata frekuensi gerakan (buka
tutup) Operculum dalam 1 menit selama 5 menit.
4. Mengambil 1 ekor ikan mas koki dan memasukkan ke dalam toples (C) yang
berisi air kran (±31℃). Menghitung dan mencata frekuensi gerakan (buka
tutup) Operculum dalam 1 menit selama 5 menit.
5. Mencatat hasil pengamatan dalam tabel hasil pengamatan.
BAB IVHASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Pengamatan
Becker GlassSuhu
(℃)
Waktu (menit ke……) Rata-
rata1 2 3 4 5
A(Air panas) 38 135 154 168 160 180 159,4
B(Air dingin) 16 183 146 134 136 120 143,8
C(Air kran) 27 104 162 196 150 170 156,4
B. Analisis Data
Dari data hasil pengamatan maka dapat ditentukan kecepatan rata-rata
gerakan operculum pada ikan dengan rumus:
V= ∑ gerakanoperculum
waktu(t )
t= 5 menit
1. Untuk air panas
V= (104+162+196+150+170 ) kali
5menit
= 782 kali5 menit
= 156,4 kali/menit
2. Untuk air dingin
V= (183+146+134+136+120 ) kali
5menit
= 719 kali5 menit
= 143,8 kali/menit
3. Untuk air kran
V= (135+154+168+160+180 ) kali
5menit
= 797 kali5menit
= 159,4 kali/menit
C. Pembahasan
1. Topes A
Pada toples A yang berisi air panas dengan suhu ±38℃ gerakan buka
tutup Operculum pada ikan mas koki berlangsung sangat cepat. Jika dibandingkan
dengan toples yang berisi air dingin (B) dan air kran (C), gerakan Operculum ikan
mas koki pada toples A inilah yang paling cepat. Frekuensi gerakan rata-rata
Operculum pada suhu ±38℃ adalah 159,4 kali/menit. Hal ini disebabkan karena
pada suhu yang tinggi, keadaan pembuluh darah pada ikan mas koki akan
melebar, sehingga jumlah atau volume darah yang dapat dialirkan dalam
pembuluh darah tersebut juga akan semakin besar. Hal inilah yang menyebabkan
gerakan Operculum pada ikan mas koki berlangsung cepat untuk mendapatkan
oksigen dalam jumlah yang banyak untuk diangkut darah dengan volume yang
besar. Hal ini menunjukkan bahwa pada suhu tinggi, organisme memerlukan
oksigen yang lebih banyak dibandingkan pada suhu yang lebih rendah.
2. Toples B
Pada toples B yang berisi air dingin dengan suhu ±16℃. Frekuensi rata-
rata gerakan Operculum ikan mas koki adalah 143,8 kali/menit. Jika
dibandingkan pada suhu tinggi, frekuensi gerakan Operculum pada suhu rendah
lebih lambat pula, ini dikarenakan pembuluh darah pada ikan mas koki mengerut
sehingga jumlah atau volume darah yang dapat diangkut otomatis lebih kecil pula
karena diameter pembuluh darah mengecil akibat pengerutan sehingga
kebutuhannya akan oksigen untuk diangkut darah dalam jumlah yang kecil pula.
Hal ini menunjukkan bahwa pada suhu yang rendah, suatu organisme tidak
memerlukan oksigen dalam jumlah yang besar, karena kebutuhan akan oksigen
bergantung pada suhu lingkungan tempat organisme tersebut berada.
3. Toples C
Pada toples C yang berisi air kran dengan suhu normal yaitu ±27℃
frekuensi rata-rata gerakan Operculum ikan mas koki adalah 156,4 kali/menit.
Pada temperatur ini, kebutuhan oksigen ikan mas koki tidak terlalu besar dan
tidak terlalu kecil untuk diangkut darah karena pembuluh darah dalam keadaan
normal (tidak melebar dan tidak mengerut). Hal ini menunjukkan bahwa
kebutuhan penggunaan oksigen oleh organisme bergantung pada lingkungan
tempatnya berada.
BAB VPENUTUP
A. Kesimpulan
Dari percobaan ini dapat disimpulkan bahwa mahkluk hidup (ikan mas koki)
membutuhkan oksigen yang berbeda pada suhu yang berbeda, dan kebutuhan oksigen
yang normal terjadi pada suhu yang normal pula, pada suhu yang tinggi organisme
akan membutuhkan oksigen yang banyak karena pembuluh darahnya melebar
sehingga darah yang mengalir semakin banyak pula dan membutuhkan oksigen yang
banyak untuk diangkutnya, maka gerakan Operculum buka tutup semakin cepat untuk
mendapatkan oksigen yang banyak, pada hasil percobaan dapat dilihat pada menit
kelima toples yang berisi air panas kecepatan gerakan buka tutup Operculum
menurun ini dikarenakan suhu air mulai turun mendekati normal, sedangkan pada
menit sebelumnya kecepatannya meningkat karena menyesuaikan dirinya dengan
suhu yang tinggi. Sedangkan pada suhu yang sangat rendah organisme membutuhkan
oksigen yang lebih sedikit, ini dikarenakan pembuluh darahnya mengerut sehingga
darah yang mengalir sedikit maka hanya sedikit oksigen yang dibutuhkan untuk
diangkut darah tersebut, maka kecepatan gerakan buka tutup Operculum akan
melambat untuk meminimalkan jumlah oksigen yang masuk dalam tubuh sesuai
kebutuhannya. Pada hasil pengamatan dapat dilihat pada menit kelima pada toples
yang berisi air dingin kecepatan gerak Operculum mulai meningkat ini dikarenakan
suhu air sudah mulai naik mendekati suhu normal.
Dari hasil percobaan ini pula dapat disimpulkan bahwa kebutuhan oksigen
organisme dipengaruhi oleh aktivitasnya, semakin banyak aktivitasnya maka semakin
banyak pula kebutuhan oksigennya. Ini dapat dilihat pada toples yang berisi air kran
yang bersuhu normal, seharusnya gerakan buka tutup Operculumnya konstan karena
suhunya juga konstan tapi pada hasil pengamatan dapat dilihat setiap menitnya selalu
berubah kadang cepat dan kadang lambat ini disebabkan karena ikan tersebut kadang
berenang dengan cepat dan kadang pula berenang dengan lambat sehingga kebutuhan
oksigennya berubah-ubah tiap menitnya.
A. Saran
1. Untuk laboratorium
Sebaiknya kebersihan dan kenyamanan Lab tetap terjaga serta terus
dipertahankan agar praktikum berjalan lancar.
2. Untuk asisten
Sebaiknya lebih memperhatikan praktikan agar praktikan betul-betul
mengerti percobaan yang dilakukan serta memperhatikan keaktifan setiap
praktikan saat percobaan berlangsung.
3. Untuk praktikan
Sebaiknya lebih menguasai cara kerja praktikum dan kerja sama antara
praktikan yang satu dengan lainnya lebih ditingkatkan lagi demi kelancaran
praktikum.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim a. 2010. Pengaruh Suhu Pada Ikan. http://aryansfirdaus.wordpress.com/ 2010/10/25/pengaruh-suhu-dan-salinitas-terhadap-keberadaan-ikan/ (Diakses pada 02 Januari 2010).
Jasin, Maskoeri. 1992. Zoologi Vertebrata. Surabaya: Sinar Wijaya.
Satrodinoto. 1980. Biologi Umum 1. Jakarta: PT. Gramedia.
Soemarwoto, Idjah. 1990. Biologi Umum. Makassar: Fakultas Farmasi UMI.
Tim Pengajar. 2010. Penuntun Praktikum Biologi Dasar. Makassar: FMIPA UNM.
Waskito, dkk. 1992. Biologi. Jakarta: Bumi Aksara.
L A M P I R A N
http://aryansfirdaus.wordpress.com/2010/10/25/pengaruh-suhu-dan-salinitas-terhadap-keberadaan-ikan/Suhu adalah ukuran energi gerakan molekul. Di samudera, suhu bervariasi secara
horizontal sesuai garis lintang dan juga secara vertikal sesuai dengan kedalaman.
Suhu merupakan salah satu faktor yang penting dalam mengatur proses kehidupan
dan penyebaran organisme. Proses kehidupan yang vital yang secara kolektif disebut
metabolisme, hanya berfungsi didalam kisaran suhu yang relative sempit biasanya
antara 0-40°C, meskipun demikian bebarapa beberapa ganggang hijau biru mampu
mentolerir suhu sampai 85°C. Selain itu, suhu juga sangat penting bagi kehidupan
organisme di perairan, karena suhu mempengaruhi baik aktivitas maupun
perkembangbiakan dari organisme tersebut. Oleh karena itu, tidak heran jika banyak
dijumpai bermacam-macam jenis ikan yang terdapat di berbagai tempat di dunia yang
mempunyai toleransi tertentu terhadap suhu. Ada yang mempunyai toleransi yang
besar terhadap perubahan suhu, disebut bersifat euryterm. Sebaliknya ada pula yang
toleransinya kecil, disebut bersifat stenoterm. Sebagai contoh ikan di daerah sub-
tropis dan kutub mampu mentolerir suhu yang rendah, sedangkan ikan di daerah
tropis menyukai suhu yang hangat. Suhu optimum dibutuhkan oleh ikan untuk
pertumbuhannya. Ikan yang berada pada suhu yang cocok, memiliki selera makan
yang lebih baik.
Beberapa ahli mengemukakan tentang suhu :
Nontji (1987), menyatakan suhu merupakan parameter oseanografi yang
mempunyai pengaruh sangat dominan terhadap kehidupan ikan khususnya dan
sumber daya hayati laut pada umumnya.
Hela dan Laevastu (1970), hampir semua populasi ikan yang hidup di laut
mempunyai suhu optimum untuk kehidupannya, maka dengan mengetahui suhu
optimum dari suatu spesies ikan, kita dapat menduga keberadaan kelompok ikan,
yang kemudian dapat digunakan untuk tujuan perikanan.
Nybakken (1988), sebagian besar biota laut bersifat poikilometrik (suhu tubuh
dipengaruhi lingkungan) sehingga suhu merupakan salah satu faktor yang sangat
penting dalam mengatur proses kehidupan dan penyebaran organisme.
Sesuai apa yg dikatakan Nybakken pada tahun 1988 bahwa Sebagian besar organisme
laut bersifat poikilotermik (suhu tubuh sangat dipengaruhi suhu massa air sekitarnya),
oleh karenanya pola penyebaran organisme laut sangat mengikuti perbedaan suhu laut
secara geografik. Berdasarkan penyebaran suhu permukaan laut dan penyebaran
organisme secara keseluruhan maka dapat dibedakan menjadi 4 zona biogeografik
utama yaitu: kutub, tropic, beriklim sedang panas dan beriklim sedang dingin.
Terdapat pula zona peralihan antara daerah-daerah ini, tetapi tidak mutlak karena
pembatasannya dapat agak berubah sesuai dengan musim.
Organisme perairan seperti ikan maupun udang mampu hidup baik pada kisaran suhu
20-30°C. Perubahan suhu di bawah 20°C atau di atas 30°C menyebabkan ikan
mengalami stres yang biasanya diikuti oleh menurunnya daya cerna (Trubus Edisi
425, 2005). Oksigen terlarut pada air yang ideal adalah 5-7 ppm. Jika kurang dari itu
maka resiko kematian dari ikan akan semakin tinggi. Namun tidak semuanya seperti
itu, ada juga beberapa ikan yang mampu hidup suhu yang sangat ekstrim.
Dari data satelit NOAA, contoh jenis ikan yang hidup pada suhu optimum 20-30°C
adalah jenis ikan ikan pelagis. Karena keberadaan beberapa ikan pelagis pada suatu
perairan sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor oseanografi. Faktor oseanografis yang
dominan adalah suhu perairan. Hal ini dsebabkan karena pada umumnya setiap
spesies ikan akan memilih suhu yang sesuai dengan lingkungannya untuk makan,
memijah dan aktivitas lainnya. Seperti misalnya di daerah barat Sumatera, musim
ikan cakalang di Perairan Siberut puncaknya pada musim timur dimana SPL 24-26°C,
Perairan Sipora 25-27°C, Perairan Pagai Selatan 21-23°C.
PERTANYAAN DAN JAWABAN
1. Mengapa terjadi perbedaan frekuensi gerakan operculum ikan pada masing-
masing becker glass?
Jawab: Terjadinya perbedaan frekuensi gerakan operculum pada masing-masing
becker glass, karena adanya perbedaan suhu yang mempengaruhi aktivitas
organisme (ikan mas koki). Dimana semakin tinggi suhunya, semakin
besar pula frekuensi operculum sebagai bentuk adaptasi terhadap
lingkungan dengan temperatur yang tinggi. Demikian pula pada suhu
rendah, maka gerakan operculum ikan mas koki juga lambat. Hal ini
terjadi karena ada suhu yang rendah aktivitas ikan mas koki juga rendah
sehingga gerakan operculumnya menjadi lamban.
2. Apa kesimpulan saudara terhadap hasil padabecker glass A dan becker B?
Jawab: Pada percobaan yang telah dilakukan pada becker glass A & B, kita dapat
menyimpulkan bahwa suhu dapat memperngaruhi aktivitas suatu
organisme, dan hal ini ditandai dengan besarnya frekuensi gerakan
operculum pada ikan mas koki. Demikian halnya dengan suhu yang
rendah, dimana aktivitas ikan mas koki juga rendah, dan hal ini ditandai
dengan frekuensi gerakan operculumnya sangat lambat.