PENGARUH SISTEM OLAH TANAH DAN PEMBERIAN MULSA …digilib.unila.ac.id/29466/3/SKRIPSI TANPA BAB...
Transcript of PENGARUH SISTEM OLAH TANAH DAN PEMBERIAN MULSA …digilib.unila.ac.id/29466/3/SKRIPSI TANPA BAB...
PENGARUH SISTEM OLAH TANAH DAN PEMBERIAN
MULSA BAGAS PADA LAHAN TEBU PT. GMP RATOON SATU
TAHUN KE ENAM TERHADAP POPULASI DAN KEANEKARAGAMAN
MESOFAUNA TANAH
(Skripsi)
Oleh
MUHAMMAD LUTHFI ARI S
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2017
ABSTRAK
PENGARUH SISTEM OLAH TANAH DAN PEMBERIAN
MULSA BAGAS PADA LAHAN TEBU PT. GMP RATOON SATU
TAHUN KE ENAM TERHADAP POPULASI DAN KEANEKARAGAMAN
MESOFAUNA TANAH
Oleh
MUHAMMAD LUTHFI ARI S.
PT. Gunung Madu Plantation (GMP) merupakan salah satu perkebunan tebu
terbesar di Lampung. Pengolahan tanah yang dilakukan di PT. Gunung Madu
Plantation (GMP) adalah pengolahan tanah secara intensif. Pengolahan tanah
secara intensif ini sudah dilakukan selama lebih dari 25 tahun. Cara pengolahan
tanah tersebut menyebabkan degradasi lahan, erosi tanah menjadi lebih cepat,
kerusakan struktur tanah, dan mempengaruhi keadaan biota tanah oleh karena itu,
perlu adanya sistem pengolahan tanah yang dapat memulihkan kondisi kesuburan
tanah di PT. Gunung Madu Plantation (GMP). Dalam upaya memulihkan kondisi
kesuburan tanah, PT. Gunung Madu Plantation (GMP) menggunakan bahan
organik yang berasal dari limbah pabrik gula berupa limbah padat pabrik gula
BBA (bagas, blotong, dan abu), serta pemberian pupuk anorganik dalam
mencukupi kebutuhan unsur hara tanaman tebu PT. Gunung Madu Plantation
(GMP) dan mulai melakukan penelitian tentang konserasi tanah. Olah Tanah
Konservasi (OTK) merupaan penelitian yang bersifat jangka panjang yang
dilakukan selama kurang lebih 11 tahun.
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan pengaruh sistem olah tanah yang
dilakukan terus menerus terhadap populasi, keanekaragaman, dominansi
mesofauna tanah. Mendapatkan pengaruh mulsa bagas terhadap populasi,
keanekaragaman, dominansi mesofauna tanah, dan mendapatkan interaksi antara
pengaruh sistem olah tanah yang terus menerus dan penggunaan mulsa bagas
terhadap terhadap populasi, keanekaragaman,dominansi mesofauna tanah
Penelitian disusun secara split plot dalam rancangan acak kelompok (RAK) yang
terdiri dari 4 perlakuan dengan 5 ulangan atau 20 satuan percobaan. Petak utama
yaitu Olah Tanah (T), yang terdiri dari Tanpa Olah Tanah (T0) dan Olah Tanah
Intensif (T1). Sebagai anak petak adalah pemberian mulsa bagas (M), yang terdiri
dari Tanpa Mulsa Bagas (M0) dan Aplikasi Mulsa Bagas 150 t ha-1
(M1). Sampel
mesofauna tanah diambil dengan menggunakan ring sampel kemudian diamati
dengan cara diekstraksi kering menggunakan corong Barlese yang disinari dengan
lampu 25 watt selama 7 x 24 jam. Populasi mesofauna dihitung dan diidentifikasi
dengan menggunakan mikroskop binokuler.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa, Sistem Tanpa Olah Tanah menunjukkan
hasil yang lebih tinggi daripada Olah Tanah Intensif terhadap Populasi mesofauna
tanah pada lahan tebu ratoon satu tahun ke enam di bulan Maret 2016.
Aplikasi mulsa bagas 150 t ha-1
tidak memberikan pengaruh terhadap populasi,
indeks dominansi dan indeks keanekaragaman mesofauna tanah pada lahan tebu
ratoon satu tahun ke enam di bulan Maret dan bulan Mei 2016. Sistem Olah
Tanah dan Aplikasi mulsa bagas tidak berinteraksi terhadap populasi, indeks
dominasi dan indeks keanekaragaman mesofauna tanah pada lahan tebu ratoon
satu tahun ke enam di Bulan Maret dan Bulan Mei 2016. Pada indeks
Keanekaragaman Mesofauna tanah ordo Colembola dan ordo Acarina
mendominasi pada setiap kombinasi perlakuan sistem olah tanah dan pemberian
mulsa bagas. Nilai indeks dominasi dan keanekaragaman fauna tanah pada
semua kombinasi perlakuan sistem olah tanah dan mulsa bagas tergolong rendah.
Kata Kunci : Mulsa bagas, Sistem Olah Tanah, mesofauna tanah,olah tanah
intensif,dan tanpa olah tanah.
PENGARUH SISTEM OLAH TANAH DAN PEMBERIAN
MULSA BAGAS PADA LAHAN TEBU PT. GMP RATOON SATU
TAHUN KE ENAM TERHADAP POPULASI DAN KEANEKARAGAMAN
MESOFAUNA TANAH
Oleh
MUHAMMAD LUTHFI ARI S.
Skripsi
Sebagai salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar
SARJANA PERTANIAN
pada
Jurusan Agroteknologi
Fakultas Pertaanian Universitas Lampung
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2017
RIWAYAT HIDUP
Muhammad Luthfi Ari S. Penulis dilahirkan di Bandar Lampung pada tanggal
13 Januri 1992, putra ketiga dari keluarga Bapak Dr. Ir. Rudy Sutrisna, M.S. dan
Ibu Ir. Any Kusumastuti, M.P.
Pendidikan di Sekolah Dasar Negeri 01 Klaten Jawa Tengah yang diselesaikan
pada tahun 2004. Pendidikan Sekolah Menengah Pertama Negeri 10 Bandar
Lampung, diselesaikan pada tahun 2007. Pendidikan Sekolah Menengah Atas
Negeri 09 Bandar Lampung, diselesaikan pada tahun 2010. Pada tahun 2010
penulis tercatat sebagai mahasiswa Program Studi Agroteknologi Fakultas
Pertanian Universitas Lampung, melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan
Tinggi Negeri (SNMPTN). Pada tahun 2013 penulis melakukan Praktik Umum
(PU) di PT Gunung Madu Plantation (PT. GMP) Lampung Tengah dan pada
tahun 2014 penulis melakukan Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Desa Sukajawa
Kecamatan Bumi Ratu Nuban Kabupaten Lampung Tengah.
Selama kuliah penulis pernah menjadi asisten dosen mata kuliah Dasar – Dasar
Ilmu Tanah pada semester genap Tahun Ajaran 2015/2016 dan asisten dosen mata
kuliah Analisis Kimia Tanah pada semester ganjil Tahun Ajaran 2015/2016.
Penulis aktif mengikuti organisasi di internal dan eksternal kampus seperti Badan
Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Lampung dan menjabat sebagai Menteri
Advokasi Hukum dan Perundang – Undangan pada tahun ajaran 2015 – 2016.
Pada tahun ajaran 2013 – 2014 penulis menjadi Kepala Bidang Kaderisasi Forum
Studi Islam (FOSI) Fakultas Pertanian Unila dan Anggota Bidang Kaderisasi
Persatuan Mahasiswa (PERMA) Agroekoteknologi dan Penulis mengikuti
pelatihan Kewairausahaan tingkat Provinsi Lampung yang diselenggerakan oleh
Kemenpora RI pada tahun 2016.
Dalam mengembangkan potensi dan bakat dalam bidang sosial masyarakat
penulis aktif di organisasi eksternal kampus seperti Dewan Dakwah Islamiyah
Indonesia (DDII) Provinsi Lampung dan Komite Nasional Rakyat Palestina
(KNRP) Provinsi Lampung.
Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka
yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat
yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-
Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.
(QS. At Tahrim 66 : 6)
Seorang Muslim adalah pelajar yang mempelajari ilmu, pelaksana yang
mengamalkannya, sekaligus tentara yang berjihad. Seorang muslim tidak
sempurna keislamannya kecuali memiliki ketiga kriteria tersebut secara utuh.
(Hasan Al Banna)
Persaudaraan adalah terikatnya hati dan nurani, persaudaraan adalah saudaranya
keimanan dan perpecahan adalah saudara kembarnya kekufuran.
(Muhammad Luthfi Ari S)
SANWACANA
Alhamdullillahirobbil’alamin, segala puji syukur ke hadirat Allah SWT, atas
berkah, rahmat, dan semua yang telah diberikannya, sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi berjudul “Pengaruh Sistem Olah Tanah dan Pemberian
Mulsa Bagas Pada Lahan Tebu PT. GMP Ratoon Satu Tahun Ke Enam Terhadap
Populasi dan Keanekaragaman Mesofauna Tanah”.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan rasa terimakasih kepada :
1. Ibu Prof. Dr. Ir. Ainin Niswati, M.Agr.Sc., selaku pembimbing utama
atas ketersediaannya untuk memberikan bimbingan, saran dan kritik dalam
menyelesaikan skripsi ini serta telah mengizinkan penulis untuk ikut dalam
proyek penelitian.
2. Bapak Ir. M. A. Syamsul Arif, M.Sc., Ph.D., selaku pembimbing kedua
yang telah memberikan bimbingan, bantuan, dan saran dalam penyusunan
skripsi ini.
3. Bapak Prof. Dr. Ir. Muhajir Utomo, M.Sc. selaku penguji atas kritik dan
masukannya untuk perbaikan skripsi ini.
4. Bapak Dr. Ir. Henrie Buchori, M.Si., selaku pembimbing akademik yang
memberikan bimbingan dan motivasi selama penulis menjadi mahasiswa di
Fakultas Pertanian.
5. Ibu Prof. Dr. Ir. Sri Yusnaini, M.Si., selaku Ketua Program Studi
Agroteknologi Fakultas Pertanian Unila.
6. Bapak Prof. Dr. Ir. Irwan Sukri Banuwa, M.Si., selaku Dekan Fakultas
Pertanian Universitas Lampung.
7. Kedua orang tuaku tercinta bapak, umi, kakak dan adikku tersayang Mas
Nandi, Mbak Afif, Dek Lathifah, Dek Shofa, Dek Fathin, atas segala doa
yang terus menerus, kasih sayang yang tiada tara, bantuan dan perhatiannya
serta kesabaran dalam menantikan keberhasilanku.
8. Keluarga besar alumni dan pengurus FOSI FP, BEM Unila Kabinet Maju
Berkarya, BEM Unila Kabinet Cerdas Progresif, BEM Unila Kabinet
Mengabdi dan Bekarya, serta tim Humas atas semangat, ilmu, motivasi,
waktu, perhatian, bantuannya, dan nasehatnya kepada penulis.
9. Jurusan Agroteknologi 2010 dan seluruh angkatan serta rekan – rekan
Pertanian 2010 yang telah memberikan bantuan selama penulisan skripsi
ini.
10. Keluarga besar Dewan Dakwah Lampung, khususnya Ustadz Nazir Hasan,
Ustadz Yani Marjas, A.Md, Ustadz Mukhlis Solihin, Ustadz Hafi
Suyanto,Lc dan Ustadz Ansori, S.P. yang telah memberikan semangat dan
doa selama penulisan skripsi ini
Semoga Allah SWT membalas kebaikan mereka dan semoga skripsi ini dapat
bermanfaat bagi kita semua, amin.
Bandar Lampung, 14 Agustus 2017
Penulis,
Muhammad Luthfi Ari S
i
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI ................................................................................................... i
DAFTAR TABEL .......................................................................................... iii
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... vii
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang dan Masalah ......................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ......................................................................... 2
1.3 Tujuan Penelitian........................................................................... 3
1.4 Kerangka Pemikiran ...................................................................... 3
1.5 Hipotesis ........................................................................................ 7
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengolahan Tanah ......................................................................... 8
2.1.1 Pertanian Olah Tanah Intensif ........................................... 9
2.1.2 Pertanian Olah Tanah Konservasi ..................................... 9
2.2 Limbah Penggilingan Tebu, bagas, Blotong, dan Abu Ketel ........ 11
2.2.1 Limbah Penggilingan Tebu ............................................... 11
2.2.2 Bagas ................................................................................. 12
2.2.3 Blotong .............................................................................. 14
2.2.4 Abu Ketel .......................................................................... 15
2.3 Mesofauna Tanah .......................................................................... 17
2.3.1 Bioekologi Mesofauna Tanah ........................................... 17
2.3.2 Peran Mesofauna di dalam Tanah ..................................... 17
2.4 Syarat Tumbuh Tanaman Tebu ..................................................... 20
ii
III. METODE PENELITIAN
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ....................................................... 21
3.2 Alat dan Bahan .............................................................................. 21
3.3 Metode Penelitian .......................................................................... 22
3.4 Pelaksanaan Penelitian .................................................................. 25
3.4.1 Sejarah Lahan Percobaan .................................................. 25
3.4.2 Pengelolaan Lahan ............................................................ 26
3.4.3 Pengambilan Sampel Tanah .............................................. 28
3.4.4 Prosedur Pendugaan Mesofauna Tanah ............................ 28
3.5 Variabel Pengamatan..................................................................... 30
3.5.1 Total Populasi Mesofauna Tanah ...................................... 30
3.5.2 Indeks Keanekaragaman Mesofauna Tanah ...................... 30
3.5.3 Indeks Dominansi Mesofauna Tanah ................................ 31
3.5.4 Suhu Tanah ........................................................................ 31
3.5.5 Kadar Air Tanah ................................................................ 32
3.5.6 Analisis Kimia Tanah ........................................................ 32
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Penelitian ............................................................................. 33
4.1.1 Populasi Mesofauna Tanah ............................................... 33
4.1.2 Indeks Keanekaragaman Mesofauna Tanah ...................... 35
4.1.3 Indeks Dominansi Mesofauna Tanah ................................ 37
4.1.4 Pengaruh Sistem Olah Tanah dan Pemberian Mulsa pada
beberapa Sifat Kimia Tanah .............................................. 39
4.2 Hasil Korelasi Sistem Olah Tanah dan Pemberian Mulsa ............ 43
4.3 Pembahasan ................................................................................... 44
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan.................................................................................... 49
5.2 Saran .............................................................................................. 50
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
iii
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Komposisi bagas………………………………………….......... 14
2. Komposisi kandungan hara blotong …………………………... 15
3. Komposisi kandungan abu……………………………….......... 16
4. Kombinasi Perlakuan ……………………………………........ 22
5. Kriteria indeks keanekaragaman Shannon-Weaver……………. 31
6. Ringkasan nilai rerata pengaruh sistem olah tanah dan
pemberian mulsa bagas pada populasi mesofauna tanah pada
bulan Maret dan Mei 2016 (ekor/dm3)……………………….
33
7. Nilai BNT Pengaruh sistem olah tanah terhadap populasi
mesofauna tanah pada tanaman tebu pada bulan
Maret…………………………………………………………...
34
8. Jumlah dan Keanekaragaman mesofauna Tanah pada
kombinasi perlakuan sistem olah tanah dan mulsa bagas Bulan
Maret dan Mei 2016…………………………………………...
35
9 Nilai rerata pengaruh sistim olah tanah dan pemberian mulsa
bagas pada indeks keanekaragaman mesofauna tanah pada
bulam Maret dan Mei 2016……………………………………
37
10. Nilai rerata pengaruh sistim olah tanah dan pemberian mulsa
bagas pada indeks dominasi mesofauna tanah pada bulan
Maret dan Mei 2016 ………………………………..................
39
11. Pengaruh Sistem Olah Tanah dan Pemberian Mulsa terhadap
kelembaban Tanah, Suhu Tanah, Kadar Air Tanah, pH Tanah
dan C organik ………………………......................................
40
12 Nilai rerata pengaruh sistim olah tanah dan pemberian mulsa
bagas pada pH ………………………………………………..
42
13. Nilai rerata pengaruh sistim olah tanah dan pemberian mulsa
bagas pada kadar air tanah………………………...................
43
14. Nilai rerata pengaruh sistim olah tanah dan pemberian mulsa
bagas pada C Organik ………………………………………..
44
15. Hasil Uji Korelasi Antara Beberapa Sifat Kimia Tanah dengan
Populasi Mesofauna tanah, Indeks Keanekaragaman dan
Indeks Dominasi Mesofauna Tanah…………………………..
45
16. Data pengaruh sistem olah tanah dan pemberian mulsa
terhadap populasi mesofauna tanah (Individu /dm3) Bulan
Maret2016……………………………………………………...
55
iv
17. Uji homogenitas pengaruh sistem olah tanah dan pemberian
mulsa terhadap ragam populasi mesofauna tanah (Individu
/dm3) Bulan Maret 2016………………………………………..
55
18. Analisis ragam Pengaruh Sistem Olah Tanah dan Pemberian
Mulsa terhadap Ragam Populasi Mesofauna Tanah (ekor dm-
3) Bulan Maret 2016……………………………………………
56
19. Data Pengaruh Sistem Olah Tanah dan Pemberian Mulsa
terhadap Populasi Mesofauna Tanah (ekor dm-3
) Bulan Mei
2016…………………………………………………………….
56
20. Uji Homogenitas Pengaruh Sistem Olah Tanah dan Pemberian
Mulsa terhadap Ragam Populasi Mesofauna Tanah (ekor dm-3
)
Bulan Mei 2016………………………………………………..
57
21. Data Pengaruh Sistem Olah Tanah dan Pemberian Mulsa
Bagas terhadap Populasi Mesofauna Tanah (ekor dm-3
) Bulan
Mei 2016………………………………………………………
57
22. Uji Homogenitas Pengaruh Sistem Olah Tanah dan Pemberian
Mulsa terhadap Ragam Populasi Mesofauna Tanah (ekor dm-3
)
Bulan Mei 2016 (transformasi log-1
)…………………………...
58
23. Analisis ragam Pengaruh Sistem Olah Tanah dan Pemberian
Mulsa terhadap Ragam Populasi Mesofauna Tanah (ekor dm-
3) Bulan Mei 2016……………………………………………..
58
24. Jumlah dan Macam Populasi mesofauna Tanah pada Berbagai
perlakuan sistem olah tanah dan mulsa bagas bulan Maret
2016………………………………………………….................
59
25. Data Pengaruh Sistem Olah Tanah dan Pemberian Mulsa bagas
terhadap Indeks Keanekaragaman Mesofauna Tanah (ekor dm-
3) Bulan Maret 2016…………………………………………
59
26. Uji Homogenitas Pengaruh Sistem Olah Tanah dan Pemberian
Mulsa bagas terhadap Indeks Keanekaragaman Mesofauna
Tanah (ekor dm-3
) Bulan Maret 2016………………………….
60
27. Analisis ragam Pengaruh Sistem Olah Tanah dan Mulsa bagas
terhadap Indeks Keanekaragaman Mesofauna Tanah (ekor dm-
3) Bulan Maret 2016……………………………………………
60
28. Jumlah dan Macam Populasi mesofauna Tanah pada Berbagai
perlakuan sistem olah tanah dan mulsa bagas Bulan Mei
2016…………………………………………
60
29. Data Pengaruh Sistem Olah Tanah dan Pemberian Mulsa bagas
terhadap Indeks Keanekaragaman Mesofauna Tanah (ekor dm-
3) Bulan Mei 2016……………………………………………
61
30. Uji Homogenitas Pengaruh Sistem Olah Tanah dan Pemberian
Mulsa bagas terhadap Indeks Indeks Keanekaragaman
Mesofauna Tanah (ekor dm-3
) Bulan Mei
2016…………………………………………………………….
61
31. Analisis ragam Pengaruh Sistem Olah Tanah dan Mulsa bagas
terhadap Indeks Indeks Keanekaragaman Mesofauna Tanah
(ekor dm-3
) Bulan Mei 2016…………........................................
62
32. Pengaruh Sistem Olah Tanah dan Pemberian Mulsa bagas
terhadap Indeks Dominasi Mesofauna Tanah (ekor dm-3
) Bulan
v
Maret 2016…………………………………………………… 62
33. Uji Homogenitas Pengaruh Sistem Olah Tanah dan Pemberian
Mulsa bagas terhadap Indeks Dominasi Mesofauna Tanah
(ekor dm-3
) Bulan Maret 2016……….……….……….……….
63
34. Analisis ragam Pengaruh Sistem Olah Tanah dan Pemberian
Mulsa bagas terhadap Indeks Dominasi Mesofauna Tanah
(ekor dm-3
) Bulan Maret 2016………….……….……….……
63
35. Data Pengaruh Sistem Olah Tanah dan Pemberian Mulsa bagas
terhadap Indeks Dominasi Mesofauna Tanah (ekor dm-3
) Bulan
Mei 2016…………………………………………….……….
64
36. Uji Homogenitas Pengaruh Sistem Olah Tanah dan Pemberian
Mulsa bagas terhadap Indeks Dominasi Mesofauna Tanah
(ekor dm-3
) Bulan Mei 2016………………….……….……….
64
37. Analisis ragam Pengaruh Sistem Olah Tanah dan Pemberian
Mulsa bagas terhadap Indeks Dominasi Mesofauna Tanah
(ekor dm-3
) Bulan Mei 2016…………………….……….……
65
38. Pengaruh sistem olah tanah dan pemberian mulsa bagas pada
variabel Suhu Tanah…………………………………………..
65
39. Uji Homogen pengaruh sistem olah tanah dan pemberian
mulsa bagas pada variabel Suhu Tanah……………………….
66
40. Analisis pengaruh sistem olah tanah dan pemberian mulsa
bagas pada variabel Suhu Tanah………………………….......
66
41. Pengaruh sistem olah tanah dan pemberian mulsa bagas pada
variabel pH Tanah………………………………………………
67
42. Analisis Pengaruh sistem olah tanah dan pemberian mulsa
bagas pada variabel pH Tanah…………………………….........
67
43. Uji Homogen Pengaruh sistem olah tanah dan pemberian
mulsa bagas pada variabel pH Tanah…………………………..
68
44. Pengaruh sistem olah tanah dan pemberian mulsa bagas pada
variabel Kadar Air Tanah…………………………….……….
68
45. Uji Homogen Pengaruh sistem olah tanah dan pemberian
mulsa bagas pada variabel Kadar Air Tanah…………………...
69
46. Analisis Ragam Pengaruh sistem olah tanah dan pemberian
mulsa bagas pada variabel Kadar Air Tanah……………….
69
47. Pengaruh sistem olah tanah dan pemberian mulsa bagas pada
variabel C-Organik.…………………………………. ……….
70
48. Uji Homogen Pengaruh sistem olah tanah dan pemberian
mulsa bagas pada variabel C-Organik…………………….......
70
49. Analisis Ragam Pengaruh sistem olah tanah dan pemberian
mulsa bagas pada variabel C-Organik…………………….......
71
50. Hasil Analisis Ragam uji Korelasi antara populasi mesofauna
dengan variabel Suhu Tanah Bulan Maret 2016……………….
71
51. Hasil Analisis Ragam uji Korelasi antara populasi mesofauna
dengan variabel pH Tanah Bulan Maret 2016……………….
71
52. Hasil Analisis Ragam uji Korelasi antara populasi mesofauna
dengan variabel Kadar Air Tanah BulanMaret 2016…………
72
53. Hasil Analisis Ragam uji Korelasi antara populasi mesofauna
dengan variabel C-Organik Maret 2016……………………….
72
vi
54. Hasil Analisis Ragam uji Korelasi antara populasi mesofauna
dengan variabel Suhu Tanah Bulan Bulan Mei 2016…………
72
55. Hasil Analisis Ragam uji Korelasi antara populasi mesofauna
dengan variabel pH Tanah Bulan Mei 2016…………………..
72
56. Hasil Analisis Ragam uji Korelasi antara populasi mesofauna
dengan variabel Kadar Air Tanah Bulan Mei 2016………….
73
57. Hasil Analisis Ragam uji Korelasi antara populasi mesofauna
dengan variabel C-Organik pada bulan Mei 2016……………
73
58. Hasil Analisis Ragam uji Korelasi antara Indeks Keragaman
Mesofauna dengan variabel Suhu Tanah Bulan Maret 2016…...
73
59. Hasil Analisis Ragam uji Korelasi antara Indeks Keragaman
Mesofauna dengan variabel pH Tanah Bulan Maret 2016…..
74
60. Hasil Analisis Ragam uji Korelasi antara Indeks Keragaman
Mesofauna dengan variabel Kadar Air Tanah BulanMaret
2016……………….……………….…………………………..
74
61. Hasil Analisis Ragam uji Korelasi antara Indeks Keragaman
Mesofauna dengan variabel C-Organik Maret 2016…………
74
62. Hasil Analisis Ragam uji Korelasi antara Indeks Keragaman
Mesofauna dengan variabel Suhu Tanah Bulan Mei 2016……
74
63. Hasil Analisis Ragam uji Korelasi antara Indeks Keragaman
Mesofauna dengan variabel pH Tanah Bulan Mei 2016……..
74
64. Hasil Analisis Ragam uji Korelasi antara Indeks Keragaman
Mesofauna dengan variabel Kadar Air Tanah BulanMei
2016….……………….……………….………………………..
75
65. Hasil Analisis Ragam uji Korelasi antara Indeks Keragaman
Mesofauna dengan variabel C-Organik Mei 2016…………..
75
66. Hasil Analisis Ragam uji Korelasi antara Indeks Dominansi
Mesofauna dengan variabel Suhu Tanah Bulan Maret 2016…..
75
67. Hasil Analisis Ragam uji Korelasi antara Indeks Dominansi
Mesofauna dengan variabel pH Tanah Bulan Maret 2016……
75
68. Hasil Analisis Ragam uji Korelasi antara Indeks Dominansi
Mesofauna dengan variabel Kadar Air Tanah BulanMaret
2016……………….……………….……………………………
76
69. Hasil Analisis Ragam uji Korelasi antara Indeks Dominansi
Mesofauna dengan variabel C-Organik Maret 2016………….
76
70. Hasil Analisis Ragam uji Korelasi antara Indeks Dominansi
Mesofauna dengan variabel Suhu Tanah Bulan Mei 2016…….
76
71. Hasil Analisis Ragam uji Korelasi antara Indeks Dominansi
Mesofauna dengan variabel pH Tanah Bulan Mei 2016………
76
72. Hasil Analisis Ragam uji Korelasi antara Indeks Dominansi
Mesofauna dengan variabel Kadar Air Tanah BulanMei
2016…………………….……………….………………………
77
73. Hasil Analisis Ragam uji Korelasi antara Indeks Dominansi
Mesofauna dengan variabel C-Organik Mei 2016…………..
77
vii
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Tumpukan Bagas pada Penggilingan Tebu di PT GMP …………. 13
2. Penampungan Blotong pada Stasiun Blotong …………………... 15
3. Tata letak penelitian pada lahan tebu PT.GMP ………………….. 24
4. Gambar alat Berlese/Tullgren …………………………………... 29
5. Lahan Tanaman Tebu Tempat pengambilan sampel …………… 78
6. Pengambilan sampel mesofauna tanah …………………………... 78
7. Pengambilan sampel mesofauna tanah …………………………... 78
8. Mesofauna tanah kelompok Acarina ……………………………. 79
9. Mesofauna tanah kelompok Symphila ………………………….. 79
10. Mesofauna tanah kelompok Hymenoptera ……………..……...... 79
11. Mesofauna tanah kelompok Colembola ………….……………... 80
12. Mesofauna tanah kelompok Pseudoscorpiones …………………. 80
1
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang dan Masalah
PT. Gunung Madu Plantation (GMP) merupakan salah satu perkebunan tebu
terbesar di Lampung. Pengolahan tanah yang dilakukan di PT. Gunung Madu
Plantation (GMP) adalah pengolahan tanah secara intensif. Pengolahan tanah
secara intensif ini sudah dilakukan selama lebih dari 25 tahun. Cara pengolahan
tanah tersebut menyebabkan degradasi lahan, erosi tanah menjadi lebih cepat,
kerusakan struktur tanah, dan mempengaruhi keadaan biota tanah, oleh karena
itu, perlu adanya sistem pengolahan tanah yang dapat memulihkan kondisi
kesuburan tanah di PT. Gunung Madu Plantation (GMP) .
Dalam upaya memulihkan kondisi kesuburan tanah PT. Gunung Madu Plantation
(GMP), menggunakan bahan organik yang berasal dari limbah pabrik gula
berupa limbah padat pabrik gula BBA (bagas, blotong, dan abu), serta pemberian
pupuk anorganik dalam mencukupi kebutuhan unsur hara tanaman tebu dan PT.
Gunung Madu Plantation (GMP) mulai melakukan penelitian tentang konserasi
tanah. Olah Tanah Konservasi (OTK) merupaan penelitian yang bersifat jangka
panjang yag dilakukan selama kurang lebih 11 tahun. Pada tahun ke tahun
menunjukan bahwa Olah Tanah Konserfasi (OTK) jangka panjang belum banyak
2
memberikan informasi tentang perbaikan ataupun peningkatan keanekaragaman
hayati tanah.
Selain itu, keberadaan mesofauna tanah sangat tergantung pada ketersediaan
kenergi dan sumber energi untuk elangsungkan hidupnya, seperti bahan organik.
Dengan tersedianya energi dan hara bagi mesofauna tanah tersebut, maka
perkembangan dan aktifitas mesofauna tanah berlangsung dengan baik dan timbal
baliknaya akan memberikan dampak positif bagi kesuburan tanah (Arief, 2001).
Penelitian Olah Tanah Konservasi yang dilakukan di PT. Gunung Madu
Plantation (GMP) pada tahun ke enam ini memiliki harapan dan potensi terhadap
pengaruh perbaikan biologi tanah khususnya megenai populasi dan
keanekaragaman mesofauna tanah. Mesofauna tanah memegang peranan penting
dalam memelihara keutuhan dan fungsi suatu ekositem.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan hal-hal yang telah dikemukakan, maka kegiatan ini dilakukan untuk
menjawab masalah yang telah dirumuskan sebagai berikut :
1. Apakah pengaruh sistem olah tanah dapat meningkatkan populasi dan
keanekaragaman mesofauna tanah?
2. Apakah pemberian mulsa bagas dapat meningkatkan populasi dan
keanekaragaman mesofauna tanah ?
3. Apakah terdapat interaksi antara pengaruh sistem olah tanah dan
pemberian mulsa bagas terhadap populasi keanekaragaman mesofauna
tanah ?
3
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang ada, penelitian ini bertujuan untuk :
1. Mendapatkan pengaruh sistem olah tanah terhadap populasi, indeks
dominasi dan indeks keanekaragaman mesofauna tanah pada lahan tebu
ratoon satu tahun ke enam.
2. Mendapatkan pengaruh sistem olah tanah terhadap populasi, indeks
dominasi dan indeks keanekaragaman mesofauna tanah pada lahan tebu
ratoon satu tahun ke enam.
3. Mendapatkan interaksi antara pengaruh sistem olah tanah dan pemberian
mulsa bagas terhadap populasi, keanekaragaman, indeks dominasi dan
indeks keanekaragaman mesofauna tanah pada lahan tebu ratoon satu
tahun ke enam.
1.4 Kerangka Pemikiran
Lahan pertanian tebu (Saccharum offiinarum) di PT. Gunung Madu Plantation
(GMP)telah menerapkan sistem olah tanah intensif selama puluhan tahun, tujuan
pengolahan tersebut adalah untuk menggemburkan tanah dan mencampur sisa sisa
tanaman dengan tanah sehingga pertumbuhan akar tanaman berkembang dengan
baik (Gill dan Berg, 1967). Namun yang terjadi, beberapa hasil penelitian
menunjukan bahwa pengolahan tanah secara intensif menjadi penyebab utama
terjadinya kerusakan tanah dan kekahatan bahan organik tanah (Larson dan
Osbone, 1982, Sofyan, 2011). Pengolahan tanah secara terus menerus dapat juga
menimbulkan dampak negatif yaitu terjadinya degadasi tanah yang diikuti dengan
4
kerusakan struktur tanah, peningkatan terjadinya erosi tanah, dan penurunan kadar
bahan organik yang berpengaruh terhadap keberadaan biota tanah (Utomo, 2006).
Untuk mengembalikan kesuburan tanah dapat dilakukan dengan menerapkan Olah
Tanah Konservasi (OTK) yaitu dengan cara pemanfaatan mulsa organik dan tanpa
olah tanah. Penerapan OTK diharapkan mampu memperbaiki kualitas tanah.
Makalew (2008), menyatakan TOT cenderung memiliki lebih banyak efek positif
terhadap keanekaragaman beberapa biota tanah dibandingkan dengan pengolahan
tanah., Penerapan Olah Tanah Konservasi jangka panjang ternyata dapat
meningkatkan jumlah dan keanekaragaman biota, hal ini ditunjukan dengan
jumlah bakteri, mesofauna, dan cacing tanah yang lebih tinggi dibandingkan
dengan perlakuan sistem olah tanah intensif (Utomo, 2006).
Penggunaan mulsa dapat menjaga kandungan bahan orgaik di dalam tanah. Mulsa
dapat digunakan sebagai penutup tanah atau dapat dicampur dengan tanah.
Sebagai penutup tanah mulsa lebih efektif dalam melindungi tanah dari dampak
langsung butiran air hujan. Namun, jika mulsa dicampurkan dengan tanah, maka
mulsa akan tterdekomposisi dengan cepat, selanjutnya akan meningkatkan
kesuburan tanah.
Di PT. Gunung Madu Plantation (GMP)banyak terdapat hasil samping
pengolahan tebu berupa ampas tebu (bagasse), endapan nira yang disebut blotong
(filtercake) dan sisa bahan bakar uap yang disebut abu. Bagas dan blotong
dapat dimanfaatkan sebagai mulsa, abu dan bagas dapat dimanfaatkan sebagai
bahan baku pembuat kompos. Serasah tanaman yang jatuh diatas perukaan tanah
merupakan sumber energi bagi beberapa jenis organisme tanah termasuk fauna
5
tanah. Salah satunya yaitu mesofauna tanah. Mesofauna tanah dapat mencapur
bahan organik dan bahan mineral membentuk agregat mantap. Biopori (biopore)
yang dibentuk oleh fauna tanah dan akar yang melapuk merupakan pori mantap
yang berbentuk silindris mampu menyalurkan pergerakan air dan oksigen
kedalam tanah seta dapat dilewati oleh CO2 yang dihasilkan pada saat respirasi
akar keluar daerah perakaran. Dengan demikian siklus air, energi, dan unsur hara
dapat menjaga kelestarian ekosistem
Pengolahan tanah secara sempurna (intensif) mempunyai pengaruh
negatifterhadap mesofauna tanah dibandingkan dengan Olah Tanah Konservasi
seperti olah tanah minimum. Mesofauna tanah adalah hewan tanah yang
memiliki ukuran tubuh 100 μm-<2 mm seperti Collembola, Acarina, Enchytraida,
dan Rotifera. Keberadaan mesofauna tanah dipengaruhi oleh ketersediaan energi
dan sumber makanan, dengan ketersediaan energi dan hara bagi mesofauna tanah
tersebut, maka perkembangan dan aktivitas mesofauna tanah akan berlangsung
baik dan timbal baliknya akan memberikan dampak positif bagi kesuburan tanah
(Rahmawaty, 2004). Mesofauna tanah dapat digunakan sebagai bioindikator
kesuburan tanah, menurut Suheriyanto (2012), bioindikator merupakan kelompok
organisme yang sensitif terhadap gejala perubahan dari lingkungan akibat aktifitas
manusia yang menekan lingkungan dan merusak sistem biotik
Odum, (1998), menyebutkan bahwa mesofauna tanah meliputi nematoda, cacing-
cacing oligochaeta kecil enchytracid, larva serangga yang lebih kecil,
mikroathropoda, tungau tanah (Acarina ) dan Springtail (collembola) merupakan
bentuk-bentuk yang paling banyak tetap tinggal dalam tanah. Indeks populasi dan
6
keanekaragaman mesofauna sangat dipengaruni oleh habitatnya, sehingga fauna
tanah di suatu daerah tergantung dari faktor lingkungan yaitu lingkungan biotik
dan lingkungan abiotik. Fauna tanah merupakan bagian dari ekosistem tanah,
oleh kerena itu dalam mempelajari ekologi fauna tanah faktor kimia tanah perlu
diketahui (Suin, 1997)
Hasil-hasil pengolahan diatas menunjukan bahwa pengolahan tanah intensif dalam
rentang waktu yang panjang dapat menimbulkan efek yang negatif terhadap
populasi dan keanekaragaman mesofauna tanah. Berdasarkan uraian di atas perlu
dilakukan penelitian lanjutan mengenai kombinasi pengolahan tanah dan
penggunakan mulsa bagas diharapkan dapat menjaga keseimbangan populasi dan
keanekaragaman mesofauna tanah sebagai indikator kelestarian lingkungan dan
kesuburan taah di PT. Gunung Madu Plantation (GMP).
7
1.5 Hipotesis
Berdasarkan landasan teori dan kerangka pemikiran yang telah dipaparkan, maka
hipotesis yang diajukan adalah:
1. Terdapat pengaruh sistem olah tanah terhadap populasi, indeks
dominasi dan indeks keanekaragaman mesofauna tanah pada lahan tebu
ratoon satu tahun ke enam.
2. Terdapat pengaruh sistem olah tanah terhadap populasi, indeks dominasi
dan indeks keanekaragaman mesofauna tanah pada lahan tebu ratoon satu
tahun ke enam.
3. Ada interaksi antara pengaruh sistem olah tanah dan pemberian mulsa
bagas terhadap populasi, keanekaragaman, indeks dominasi dan indeks
keanekaragaman mesofauna tanah pada lahan tebu ratoon satu tahun ke
enam.
8
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengolahan Tanah
Menurut Gill dan Vanden Berg (1967), Pengolahan tanah adalah suatu kegiatan
manipulasi mekanik terhadap tanah. Tujuannya untuk mencampur dan
menggemburkan tanah, mengontrol tanaman pengganggu, mencampur sisa
tanaman dengan tanah dan menciptakan kondisi kegemburan tanah yang baik
untuk pertumbuhan akar.
Pengolahan tanah merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi pertumbuhan
dan produksi tanaman karena dapat menciptakan struktur tanah yang remah, areasi
tanah yang baik dan menghambat pertumbuhan gulma. Setiap upaya pengolahan
tanah akan menyebabkan terjadinya perubahan sifat-sifat tanah. Tingkat
perubahan yang terjadi sangat ditentukan oleh jenis alat pengolahan tanah yang
digunakan.
Pengolahan tanah dimulai dari persiapan lahan. Selanjutnya persiapan lahandibagi
menjadi dua tahap, yaitu pengolahan lahan pertama (pembajakan),pengolahan
tanah kedua(penggaruan). Dalam pengolahan tanah pertama, tanahdipot g,
kemudian dibalik agar sisa tanaman dan gulma yang ada dipermukaantanah terpot
g dan terbenam. Pengolahan tanah kedua bertujuan untuk menghancurkan
bongkahan tanah hasil pengolahan tanah pertama yang besar menjadi lebih kecil
9
dan sisa tanaman dan gulma yang terbenam dipot g lagi menjadi lebih halus
sehingga akan mempercepat proses pembusukan (Sihotang, 2010).
2.1.1 Pertanian Olah Tanah Intensif
Teknologi pengolahan lahan yang secara turun temurun digunakan dalam
persiapan lahan adalah teknologi oleh tanah intensif. Olah tanah intesif akan
menyebabkan terjadinya degradasi lahan yang menyebabkan daya dukung dan
produktivitas lahan semakin menurun. Olah tanah intensif utamanya pada lahan
kering di Indonesia akan memacu erosi, pencucian hara, mempercepat pelapukan
bahan organik sehingga lahan kritis semakin meningkat (Syam’un, 2002).
Pengolahan tanah secara intensif dengan menggunakan alat maupun mesin
pertanian dengann tujuan untuk meningkatkan hasil pertanian dan
mengefisienkan usaha tani. Budidaya tanaman dengan pengolahan tanah secara
intensif pada awalnya mendapatkan hasil yang tinggi. Namun, tanah terus
menerus diolah, berakibat tanah mengalami penurunan produktivitas. Tanah
diolah berlebihan tanpa tindakan konservasi akan lebih cepat kering, lebih halus
(powdery), berstruktur buruk dan berkadar bahan organik tanah rendah.
2.1.2 Pertanian Olah Tanah Konservasi
Olah Tanah Konservasi (OTK) adalah suatu sistem pengolahan lahan yang
memperhatikan kaidah konservasi dan memprioritaskan aspek kelestarian
sumberdaya lahan, aspek produksi, dan aspek sosial ekonomi. Dalam
menerapkan teknologi OTK, selain perlu memperhatikan kelayakan fisik, seperti
persyaratan mulsa di permukaan tanah harus lebih dari 30%, juga perlu
10
memperhatiakan kelayakan sosial ekonominya. Pada dasarnya, OTK
memanipulasi gulma sedemikan rupa sehingga berperan sebagai mulsa pada
budidaya. Dengan demikian, aliran permukaan tanah dan erosi dapat terkendali.
Sementara itu, perakaran gulma dan tanaman awal yang mati dan membusuk
akan menciptakan ruang kapiler/pori di dalam tanah, sehingga kondisi aerasi baik
dan struktur tanah remah tidak memadat meskipun tanah tidak diolah. Kondisi
demikian akan mempertahankan aktivitas mikroorganisme aerob dan anaerob,
sehingga kesuburan tanah relatif dapat dipertahankan.
Pertanian OTK adalah pertanian yang dalam persiapan lahannya menggunakan
olah tanah konservasi. Sistem olah tanah konservasi adalah suatu sistem persiapan
lahan yang bertujuan untuk menyiapkan lahan supaya tanaman dapat tumbuh dan
berproduksi optimum, dengan tetap memperhatikan keonservasi tanah dan air.
Pada sistem OTK, tanah diolah seperlunya saja atau bila perlu tidak sama sekali,
dan mulsa dari residu tanaman sebelumnya dibiarkan menutupi permukaan tanah
minimal 30%. Sistem olah tanah yang masuk dalam rumpun OTK antara lain
olah tanah bermulsa (OTB), oleh tanah minimum (OTM) dan tanpa olah tanah
(TOT). Dengan adanya mulsa in situ, aliran permukaan dan erosi tanah dapat
ditekan sehingga bahan organik tanah dan kesuburan tanah dapat meningkat
(Utomo,2006). Pada OTB, pengolahan tanahnya sama dengan olah tanah intensif
(OTI), yaitu tanah dibajak minimal dua kali, tetapi permukaan tanahnya tetap
ditutupi mulsa. Pada sistem OTM tanah dibesik saja, sedangkan pada TOT, tanah
dibiarkan tidak terganggu kecuali alur kecil atau lubang tugalan untuk
penempatan benih. Sebelum tanam, gulma dikendalikan dengan cara manual atau
dengan herbisida layak lingkungan.
11
2.2 Limbah Penggilingan Tebu, Bagas, Blotong, dan Abu Ketel
2.2.1 Limbah penggilingan tebu
Limbah penggilangan tebu merupakan sisa-sisa penggilingan tebu yang
dihasilkan selama proses penggilingan tebu dalam beberapa bentuk, seperti
limbah padat, cair, ataupun udara. Limbah padat yang dihasilkan saat
penggilingan tebu oleh PT. Gunung Madu Plantation (GMP) dapat berupa bagas,
blotong, dan abu. limbah cair berupa minyak oli, atau sejenisnya, dan juga tetes
atau molases yang masih dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku lainnya.
Limbah udara yang dihasilkan berupa uap atau gas yang dikeluarkan dari
cerobong asap pabrik, umumnya berupa sulfur dioksidan (SO2), hydrogen sulfida
(H2S) dan debu. Limbah hasil pengolahn tebu menjadi gula sebenarnya adalah
bahan potensial sebagai bahan pembenah tanah yang dapat digunakan untuk
meningkatkan ketersediaan hara tanah.
Limbah padat pabrik gula tersebut berpotensi besar sebagai sumber bahan organik
yang berguna untuk kesuburan tanah. Ampas tebu (bagas) merupakan limbah
padat yang berasal dari perasan batang tebu yang diambil niranya. Limbah ini
banyak mengandung serat dan gabus. Ampas tebu ini memiliki aroma yang segar
dan mudah dikeringkan sehingga tidak menimbulkan bau busuk. Bagas dapat
dimanfaatkan sebagai mulsa atau diformulasikan dengan blotong dan abu sebagai
kompos (Kurnia, 2010).
Basuki (2016) menyatakan, penggunaan mulsa organik dapat memodifikasi
lingkungan mikro tanah, diantaranya mampu meningkatkan suhu tanah, lengas
tanah, dan kadar bahan organik tanah dan sifat-sifat tanah yang nantinya akan
12
mempengaruhi pertumbuhan dan produksi tanaman yang bersangkutan.
Pemulsaan pada permukaan tanah dapat memberikan efek penting pada lapisan
permukaan tanah dan konsekuensinya akan berpengaruh pada tanaman dengan
sistem perakaran dangkal (Russel, 1999). Keuntungan pemakaian mulsa organik
yaitu: mengurangi laju evaporasi, meningkatkan cadangan air tanah, menciptakan
kondisi lingkungan (dalam tanah) yang baik bagi aktivitas mikroorganisme tanah,
menghemat pemakaian air sampai 41 %, dengan mulsa akar-akar halus akan
berkembang, mulsa organik dapat terdekomposisi dan mineralisasi yang dapat
memberikan tambahan hara, sehingga dapat meningkatkan pertumbuhan dan
produksi tanaman (Antari, 2012).
Hal ini sejalan dengan pendapat Mulyatri (2003) bahwa mulsa organik dapat
meningkatkan kapasitas infiltrasi tanah sehingga kehilangan air dapat dikurangi
dan memelihara temperatur dan kelembapan tanah yang ditunjukkan dengan hasil
pengamatan pada lahan yang diberi mulsa memiliki temperatur tanah yang
cenderung menurun dan kelembaban tanah yang cenderung meningkat seiiring
meningkatnya dosis pemulsaan.
2.2.2 Bagas
Bagas atau ampas tebu adalah salah satu limbah padat dalam industri gula tebu
yang terdiri dari kumpulan serat batang tebu setelah niranya diperas. Jumlah
bagas yang dihasilkan dalam suatu industri gula mencapai 30-40% dari tebu
guling.
13
Gambar 1 .Tumpukan Bagas pada Penggilingan Tebu di PT. Gunung Madu
Plantation (GMP)
Pada PT. Gunung Madu Plantation (GMP), dari sekitar 30-34% tebu yang
menjadi bagas ±27 % bagas yang dipergunakan sebagai bahan bakar boiler pada
masa on season (musim giling), dan surplus ±6% akan dimanfaatkan kembali
pada masa off season setelah sebelumnya melalui unit dewatering mill untuk
proses pengurangan kadar air melalui pemerahan atau sekitar 2/3 bagian bagas
yang dihasilkan sudah dimanfaatkan sebagai gunung bagas (Fitriyana, 2010) yang
akan dimanfaatkan sebagai bahan baku kompos dan juga bahan organik yang
ditambahkan langsung ke tanaman tebu setelah mengalami percampuran dengan
bahan lainnya. Hasil analisis terhadap kandungan hara yang dimiliki bagas adalah
sebagai berikut.
14
Tabel 1. Kandungan hara bagas pada PT. Gunung Madu Plantations (GMP)
Kandungan Hara Kadar
Kadar Air (%) 60,08
pH 4,17
C-Organik (%) 33,06
N-Total (%) 0,48
Rasio C/N 70
P (ppm) 150
K (ppm) 505
Sumber : Labolatorium Kimia Tanah R&D PT. Gunung Madu Plantations (GMP)
2.2.3 Blotong
Blotong merupakan hasil samping dari proses penjernihan yang merupakan
endapan dari sekumpulan kotoran nira, karena blotong adalah bahan organik
yang dapat mengalami perubahan secara alami, sehingga menimbulkan bau yang
kurang sedap (Lestari, 2006). Secara fisik blotong merupakan gumpalan
gumpalan tipis berwarna coklat dan berbau kurang sedap.
Blotong yang dihasilkan oleh PT. Gunung Madu Plantation (GMP) sebesar 4.5-
5% dari tebu yang digiling akan dimanfaatkan sebagai pupuk organik dan juga
bahan kompos. Blotong dikeluarkan melalui cerobong pada stasiun penampung
blotong.
Gambar 2. Penampungan blotong pada stasiun blotong di PT. Gunung Madu
Plantation (GMP)
15
Pengangkutan blotong dilakukan dengan menggunakan dump truck bermuaan 7-8
ton . Blotong yang telah diangkut ke gunung bagas untuk selanjutnya akan
dicampur bersama dengan bahan lainnya sebagai BBA dan juga bahan baku
kompos. Hasil analisis terhadap kandungan hara yang dimiliki blotong adalah
sebagai berikut.
Tabel 2. Kandungan hara blotong pada PT. Gunung Madu Plantations (GMP)
Kandungan Hara Kadar
Kadar Air (%) 72,15
pH 6,19
C-Organik (%) 28,48
N-Total (%) 1,70
Rasio C/N 17
P (ppm) 404
K (ppm) 3.615
Sumber : Labolatorium Kimia Tanah R&D PT. Gunung Madu Plantations (GMP)
2.2.4 Abu ketel
Abu Ketel adalah produk samping dari bagas yang digunkan sebagai bahan bakar
boiler yang dihasilkan dari ketel atau boiler. Dalam sekali pelaksanaan
penggilingan tebu, PT. Gunung Madu Plantation (GMP) menghasilkan abu ketel
sebanyak 1.5 - 2.0 %. PT. Gunung Madu Plantation (GMP) menggunakan abu
ketel sebagai campuran pupuk kompos yang digunakan kembali sebagai bahan
organik pada areal pertanaman tebu dan juga berupa BBA (bagas, blotong, abu).
Kompos ini merupakan pupuk yang berfungsi untuk meningkatkan kesuburan
tanah sekaligus decomposer pupuk organik, sehingga menjadi bahan atau unsur
hara yang siap digunakan oleh tanaman.
16
Abu ketel dihasilkan pada saat proses pembakaran pada stasiun boiler yang bahan
bakarnya berasal dari ampas tebu yang berasal dari proses penggilingan. Selain
dari pembakaran, abu yang terbang bersama dengan gas hasil pembakaran akan
disaring terlebih dahulu agar tidak mencemari lingkungan. Abu yang jatuh karena
penyaring akan masuk kedalam air yang ada di bawahnya dan selanjutnya akan
dialirikan menuju tempat penampungan untuk diendapkan. Hasil analisis terhadap
kandungan hara yang dimiliki abu adalah sebagai berikut
Tabel 3. Kandungan hara abu ketel pada PT. Gunung Madu Plantations (GMP)
Kandungan Hara Kadar
Kadar H20 (%) 45,08
C – Organik (%) 3,17
N – Total (%) 0,11
C/N Ratio (%) 28,81
pH 6,73
Sumber : Labolatorium Kimia Tanah R&D PT. Gunung Madu Plantations (GMP)
2.3 Mesofauna Tanah
2.3.1 Bioekologi Mesofauna Tanah
Keberadaan mesofauna tanah dalam tanah sangat tergantung pada ketersediaan
energi dan sumber makanan untuk melangsungkan hidupnya, seperti bahan
organik dan biomassa hidup yang semuanya berkaitan dengan aliran siklus karbon
dalam tanah. Dengan ketersediaan energi dan hara bagi mesofauna tanah tersebut,
maka perkembangan dan aktivitas mesofauna tanah akan berlangsung dengan baik
dan timbal baliknya akan memberikan dampak positif bagi kesuburan tanah.
Dalam sistem tanah, interseksi biota tanah sulit dihindarkan karena biota tanah
banya terlibat dalam suatu jaring jaring makanan dalam tanah (Arief, 2001).
17
Populasi dan keanekaragaman mesofauna mencapai tingkat tertinggi pada tanah
dengan porositas dan bahan organik yang tinggi, horizon terstruktur. Selain itu,
aktivitas biologi paling banyak terjadi pada kedalaman tanah hingga 20 cm atau
biasa disebut lapisan oleh tanah.
2.3.2 Peran Mesofauna di dalam Tanah
Mesofauna tanah merupakan salah satu organisme tanah yang dapat memberikan
informasi atau bioindikator mengenai kualitas atau kesuburan tanah (Suwondo,
2002). Mesofauna merupakan hewan yang memiliki ukuran tubuh 100 um --
<2mm, seperti Collemmbola, Acarina, Enchytraida, dan Rotifera. Keberadaaan
mesofauna tanah dipengaruhi oleh ketersediaan energi dan sumber makan.
Dengan ketersediaan energi dan hara bagi mesofauna tanah tersebut, maka
perkembangan dan aktivitas mesofauna tanah akan berlangsung baik dan timbal
baliknya akan memberikan dampak positifnya bagi kesuburan tanah (Rahmawaty,
2004).
Mesofauna dapat digunakan sebagai bioindikator kesuburan tanah. Menurut
Suheriyanto (2012), bioindikator merupakan kelompok organisme yang sensitif
terhadap gejala perubahan dari lingkungan akibat aktivitas manusia yang menekan
lingkungan dan merusak sistem biotik. Brussaard (1998) menyatakan bahwa
keberadaaan dan aktivitas mesofauna dan makrofauna tanah dapat meningkatkan
aerasi, infiltrasi air, agregrasi tanah, serta mendistribusikan bahan organik tanah.
Mesofauna tanah berperan peran aktif dalam menguraikan bahan organik yang
tersedia bagi tumbuhan hijau dan dapat mempertahankan serta mengembalikan
produktivitas tanah dengan didukung faktor lingkungan di sekitarnya. Nutrisi
18
tanaman yang berasal dari tanaman akan diurai oleh mesofauna tanah sehingga
terbentuk humus yang menjadi sumber nutrisi bagi tanah. Penggolongan fauna
tanah dapat didasarkan berdasarkan ukuran tubuh, kehadiran, tempat hidup dalam
lapisan tanah, cara mempengaruhi sistem tanah dan berdasarkan jenis makanan
atau cara makan.
Salah satu faktor yang memengaruhi struktur komunitas mesofauna tanah
adalah ketersediaan nutrisi. Nutrisi tersebut dapat berupa serasah, material kayu,
spora jamur, miselia jamur, bakteri dan lain sebagainya. Scheu dan Folger (2004)
mengemukakan bahwa beberapa taksa mesofauna tanah yang berpotensi sebagai
pembentuk biopori, lebih menyukai miselia-miselia jamur (kapang) sebagai salah
satu nutriennya. Jamur dan bakteri yang ditemukan dalam saluran pencernaan
beberapa mesofauna, berasosiasi dengan bahan organik sebagai substrat tumbuh
yang kemudian dicerna bersama oleh mesofauna tanah.
Keberadaan mesofauna tanah dalam tanah sangat tergantung pada ketersediaan
energi dan sumber makanan untuk melangsungkan hidupnya, seperti bahan
organik dan biomassa hidup yang semuanya berkaitan dengan aliran siklus karbon
dalam tanah. Dengan ketersediaan energi dan hara bagi mesofauna tanah tersebut,
maka perkembangan dan aktivitas mesofauna tanah akan berlangsung baik dan
timbal baliknya akan memberikan dampak positif bagi kesuburan tanah. Dalam
sistem tanah, interaksi biota tanah tampaknya sulit dihindarkan karena biota tanah
banyak terlibat dalam suatu jaring-jaring makanan dalam tanah (Arief, 2001).
Fauna tanah juga berperan memperbaiki aerasi tanah dengan cara menerobos
tanah sedemikian rupa sehingga pengudaraan tanah menjadi lebih baik, disamping
itu fauna tanah juga menyumbangkan unsur hara pada tanah melalui eksresi yang
19
dikeluarkannya, maupun dari tubuhnya yang telah mati (Suin, 1997).
Fauna tanah memainkan peranan yang sangat penting dalam pembusukan zat atau
bahan-bahan organik dengan cara menghancurkan jaringan secara fisik dan
meningkatkan ketersediaan daerah bagi aktifitas bakteri dan jamur, melakukan
pembusukan pada bahan pilihan seperti gula, sellulosa dan sejenis lignin, merubah
sisa-sisa tumbuhan menjadi humus, menggabungkan bahan yang membusuk pada
lapisan tanah bagian atas, membentuk kemantapan agregat antara bahan organik
dan bahan mineral tanah. Adanya fauna tanah memberikan pengaruh terhadap
banyaknya pori tanah yang terbentuk, sehingga dapat meningkatkan tanah yang
terbentuk, sehingga dapat meningkatkan aerasi, drainase, dan infiltrasi air ke
dalam tanah (Barnes, 1987).
2.4 Syarat Tumbuh Tanaman Tebu
Tanaman tebu (Saccharum officanarum L.) merupakan tanaman perkebunan
semusim yang mempunyai sifat tersendiri, sebab didalam batangnya terdapat zat
gula. Tebu termasuk keluarga rumput-rumputan (graminae), seperti halnya padi,
glagah, jagung, bambu dan lain-lain. Umur tanaman sejak ditanam sampai bias
dipanen mencapai kurang lebih 1 tahun. Di Indonesia tebu banyak dibudidayakan
di pulau Jawa dan Sumatera. Untuk pembuatan gula, batang tebu yang sudah
dipanen diperas dengan mesin pemeras (mesin press) di pabrik gula. Sesudah itu,
nira atau air perasan tebu tersebut disaring, dimasak, dan diputihkan sehingga
menjadi gula pasir yang kita kenal. Dari proses pembuatan tebu tersebut akan
20
dihasilkan gula 5%, ampas tebu 90% dan sisanya berupa tetes (molasse) dan air
(Ahira, 2010).
Tekstur tanah ringan sampai agak berat dengan berkemampuan menahan air
cukup dan porositas 30 % merupakan tekstur tanah yang ideal bagi pertumbuhan
tanaman tebu. Kedalaman (solum) tanah untuk pertumbuhan tanaman tebu
minimal 50 cm dengan tidak ada lapisan kedap air dan permukaan air 40 cm.
Tanaman ini membutuhkan banyak nutrisi dan memerlukan tanah subur.
Tebu dapat ditanam pada tanah dengan kisaran pH 5,5-7,0 , pada pH di bawah 5,5
dapat menyebabkan perakaran tanaman tidak dapat menyerap air, sedangkan
apabila tebu ditanaman pada tanah dengan pH diatas 7,0 tanaman akan sering
kekurangan unsur fosfor (Indrawanto, dkk, 2010).
21
III. BAHAN DAN METODE
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini merupakan bagian dari penelitian jangka panjang dengan tema “Soil
Rehabilitation Study” kerjasama antara Unila, PT. Gunung Madu Plantation
(GMP), dan YNU (Yokohama National University) Jepang.
Pengambilan sampel dilaksanakan pada bulan Maret 2016 dan Mei 2016 yang
dilakukan di lahan pertanaman tebu PT. Gunung Madu Plantation (GMP),
Lampung Tengah.
Analisis jumlah populasi, keragaman mesofauna, dan dominansi mesofauna tanah
di Labolatorium Ilmu Tanah, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung.
3.2 Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah ring sampel, sekop, cangkul,
meteran, karung, pisau, kertas label, plastik, botol plastik, tali rafia, patok kayu,
tisu, spidol, timbangan elektrik, termometer tanah, oven, barlase , lampu 25 watt,
mikroskop binokuler, cawan petri, pinset, botol film, dan alumunium foil.
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu contoh tanah, ethanol
70%, aquades.
22
3.3 Metode Penelitian
Penelitian ini disusun secara split plot dalam rancangan acak kelompok (RAK)
terdiri dari 4 perlakuan dengan 5 ulangan atau 20 satuan percobaan.
Petak utama adalah perlakuan sistem olah tanah (T) yaitu T0 : tanpa olah tanah
dan T1 : olah tanah intensif.
Anak petak adalah aplikasi mulsa bagas (M) yaitu M0: tanpa mulsa bagas dan M1 :
mulsa bagas 150 t ha-1
.
Dari 2 faktor di atas diperoleh empat kombinasi perlakuan dengan lima ulangan
yaitu :
Tabel. 4 Kombinasi perlakuan petak utama dan anak petak pada percobaan
sistem olah tanah dan aplikasi mulsa bagas
Petak Utama
(Sistem Olah Tanah)
Anak Petak
(Aplikasi Mulsa)
M0 M1
T0 T0 M0 T0 M1
T1 T1 M0 T1 M1
Keterangan : T0 = Tanpa Olah Tanah, T1 = Olah Tanah Intensif, M0 = tanpa mulsa
bagas, M1 = pemberian mulsa 150 t ha-1
Adapun kombinasi perlakuan yang diterapkan adalah sebagai berikut :
T0 M0 = Tanpa Olah Tanah + Tanpa Mulsa Bagas
T0 M1 = Tanpa Olah Tanah + Mulsa Bagas 150 t ha-1
T1 M0 = Olah Tanah Intensif + Tanpa Mulsa Bagas
T1 M1 = Olah Tanah Intensif + Mulsa Bagas 150 t ha-1
23
Semua perlakuan diaplikasikan pupuk dengan dosis 300 kg Urea ha-1
, 200 kg TSP
ha-1
, 300 kg KCl ha-1
, dan aplikasi bagas, blotong, dan abu (BBA) segar dengan
perbandingan (5:3:1) 150 t ha-1
.
Lalu data yang diperoleh dianalisis dengan sidik ragam pada taraf 1% dan 5%
yang sebelumnya telah diuji homogenitas ragamnya dengan Uji Bartlett dan
aditivitasnya dengan Uji Tukey. Rata–rata nilai tengah diuji dengan uji BNT pada
taraf 1% dan 5%. Untuk mengetahui hubungan antara pengaruh antar perlakuan
dilakukan uji korelasi.
Penelitian ini menggunakan lahan pertanaman tebu seluas 2 ha. Lahan dibagi
menjadi 5 kelompok dan tiap kelompok dibagi menjadi 4 petak dengan ukuran
tiap petaknya 25 m x 40 m. Pada setiap kelompok tedapat empat petak dan diberi
simbol A, B, C, dan D. Petak A dan B diberi perlakuan Olah Tanah Intensif (OTI)
sedangkan petak C dan D diberi perlakuan Tanpa Olah Tanah (TOT). Pemberian
mulsa dilakukan secara acak, pada petak olah tanah intensif maupun petak tanpa
olah tanah.
Tata letak plot percobaan serta kombinasi perlakuan dalam penelitian ini disajikan
pada Gambar 3.
.
24
Gambar 3. Tata letak percobaan pengaruh sistem olah tanah dan pemberian mulsa
bagas pada lahan tebu PT. Gunung Madu Plantation (GMP)
(A1)
(B1)
(C1)
(D1)
(A2)
(B2)
(D2)
(C2)
(B3)
(A3)
(C3)
(D3)
(B4)
(A4)
(C4)
(D4)
(A5)
(B5)
(C5)
(D5)
25 m
II
III
IV
V
U
S
T B
Keterangan :
A (T1M1) : olah tanah intensif + mulsa
bagas 150 t ha-1
B (T1M0) : olah tanah intensif + tanpa
mulsa bagas
C (T0M0) : tanpa olah tanah + tanpa
mulsa bagas
D (T0M1) : tanpa olah tanah + mulsa
bagas 150 t ha-1
Ulangan : I, II, III, IV, V
Olah tanah intensif (OTI)
Tanpa olah tanah (TOT)
Anak petak
Petak utama
40 m
I
25
3.4 Pelaksanaan Penelitian
3.4.1 Sejarah Lahan Percobaan
Penelitian tentang aplikasi sistem olah tanah dan pemberian mulsa merupakan
penelitian berkelanjutan. Lahan yang digunakan pada penelitian ini adalah lahan
tebu di PT. Gunung Madu Plantation (GMP)yang telah digunakan selama 25
tahun. Jenis tanaman tebu yang digunakan adalah varietas RGM 00-838. Di lahan
inilah diterapkan sistem pengelolaan tanah dan pemberian mulsa dengan
penggunaan dua sistem olah tanah, yaitu sistem olah tanah intensif dan tanpa olah
tanah, serta aplikasi limbah padat pabrik gula jangka panjang dari tahun 2010
sampai tahun 2020.
Penelitian ini merupakan penelitian pada musim tanam keempat (awal ratoon
ketiga sampai akhir ratoon ketiga). Lahan penelitian ini sebelumnya pada tahun
pertama telah diberakan dari tahun 2009 – 2010
Adapun pada akhir musim tanam pada Juni 2010 , lahan dibersihkan dan dibagi
menjadi 20 petak percobaan berukuran masing – masing 25 m x 40 m dengan
menandainya dengan tali, dan tidak memiliki jarak pemisah antar petak percobaan
hingga akhir musim tanam keempat. Pada penelitian di musim tanam keempat
atau awal ratoon ketiga sampai akhir ratoon yaitu dimulai pada awal bulan maret
2014 sampai akhir bulan Juni 2014, pada awal tahun 2015 ini plant cane dan pada
penelitian ini tanaman tebu merupakan tanaman ratoon 1 untuk tahun ke-enam.
26
3.4.2 Pengelolaan Lahan
Pada akhir musim tanam pada Maret 2014 , lahan dibersihkan dan dibagi menjadi
20 petak percobaan berukuran masing – masing 25 m x 40 m lalu menandainya
dengan tali, dan tidak memiliki jarak antar petak percobaan.
Pada pemberian pupuk sesuai dengan dosis yang biasa diaplikasikan di PT.
Gunung Madu Plantation (GMP)yaitu urea 300 kg ha-1 , TSP (Triples Super
Phospate) 200 kg ha-1 dan MOP (Muriate of Potast) 300 kg ha-1 diaplikasikan
pada semua plot. Pada petak OTI tanah diolah sesuai dengan dsistem pengolahan
tanah yang diterapkan PT. Gunung Madu Plantation (GMP)yaitu sebanyak 3 kali
pengolahan, yaitu :
1. Olah Tanah Tahap Pertama
Pada olah tanah tahap pertama ini bertujuan untuk memecah tunggul tebu
dan membolak – balik tanah, implemen yang digunakan adalah bajak
piringan piringan atau menggunakan bajak garu dengan kedalaman piringan
20 – 30 cm yang ditarik dengan menggunakan traktor.
2. Olah Tanah Tahap Kedua
Pada olah tanah tahap kedua ini bertujuan untuk menghaluskan tanah dan
sekaligus untuk menyacah ulang tunggul tebu, tanah diolah seperti olah
tanah I dengan alat dan traktor yang sama.
3. Olah Tanah Tahap Ketiga
Pada olah tanah tahap ketiga bertujuan untuk membalikkan tanah bawahan
ke atas dan sekaligus memecahkan lapisan kedap air untuk mendapatkan
tanah yang mampu mendukung perkembangan akar tanaman.
27
Aplikasi BBA 150 t ha-1
dilakukan pada saat pengolahan tanah II, di campur atau
di aduk dengan tanah. Mulsa bagas diaplikasikan setelah penanaman tebu dengan
dosis 150 t ha-1 untuk petak yang menggunakan mulsa bagas.
Pemberian mulsa bagas baik pada perlakuan T0 dan T1 diakukan dengan cara
disebar secara merata diatas permuaan tanah sebanyak 80 t ha-1
. Selanjutnya tebu
varietas RGM 00-083 ditanam dengan sistem jarak tanam dobel row berjarak 180
cm x 130 cm. Pemeliharaan tanaman dilakukan dengan melakukan penyulaman
sampai tanaman berumur dua bulan, pengendalian gulma dilakukan secara
mekanik dan pengendalian hama dan penyakit dilakukan dengan melepas musuh
alami, tanpa penggunaan pestisida (bahan kimia).
Pada petak OTI, gulma dikendalikan secara manual dan sisa tumbuhan gulma
dikembalikan ke lahan sebagai mulsa untuk petak yang menggunakan mulsa
bagas. Sedangkan untuk petak yang tanpa menggunakan mulsa bagas, sisa
tumbuhan gulma dikeluarkan dari petak percobaan.
Pada petak OTM, pengelolaan tanah dilakukan pada lahan bekas tanaman tebu
yaitu bertujuan untuk memcah tunggul tebu. Mulsa bagas diaplikasikan dengan
cara di tebar dipermukaan tanah dengan dosis 150 t ha-1
bersamaan pada saat
aplikasi BBA pada petak OTI. Mulsa bagas diaplikasikan setelah penanaman tebu
dengan dosis 150 t ha-1
untuk petak yang menggunakan mulsa bagas. Sama
seperti petak OTI, gulma pada petak OTM dikendalikan secara manual dan sis
tumbuhan gulma dikembalikan ke lahan sebagai mulsa untuk petak yang
menggunakan mulsa bagas berbeda pada petak OTI yang sisa tumbuhan gulma
dikeluarkan dari petak percobaan.
28
3.4.3 Pengambilan Sampel Tanah
Pengambilan sampel tanah untuk pendugaan populasi dan keanekaragaman
mesofauna tanah dilakukan sebanyak 2 kali. Pengambilan tahap I dilakukan
padamusim penghujan bulan Maret 2016. Pengambilan tahap II dilakukan pada
musim penghujan bulan Mei 2016. Sebelum pengambilan sampel tanah,
dilakukan pengukuran suhu tanah menggunakan termometer digital. Pengambilan
sampel tanah menggunakan ring sampel dengan diameter 5,5 cm dan tinggi 5 cm
sebanyak 3 titik per petak percobaan pada kedalaman tanah 0−5 cm. Kemudian
sampel tanah dikompositkan per petak percobaan. Setelah itu, sampel tanah
ditimbang sebanyak 100 g dan dimasukkan pada peralatan Berlese-Tullgren.
Tanah tersisa yang tidak digunakan untuk analisis mesofauna tanah
dikeringanginkan di dalam rumah kaca selama 3 hari untuk selanjutnya dianalisis
sifat tanahnya.
Setelah itu, sampel tanah dihancurkan dengan mortar sampai halus. Kemudian
tanah disaring dengan ayakan 2 mm untuk mendapatkan partikel halus.
Digunakannya partikel yang halus karena apabila semakin kecil partikel tanah
semakin cepat bereaksi apabila ditambahkan bahan kimia tertentu.
3.4.4 Prosedur Pendugaan Mesofauna Tanah
Prosedur pendugaan mesofauna tanah menggunakan alat Berlese-Tullgren.
Menurut Stubbs dkk. (2004) Berlese-Tullgren merupakan salah satu metode yang
digunakan sebagai studi ekologi keberagaman organisme yang ditemukan di
tanah.Sebanyak 100 g sampel tanah dimasukkan ke dalam alat
29
Berlese/Tullgren yang dilengkapi saringan dan bola lampu 25 watt. Kemudian
letakkan alkohol 70 % di bawah corong penampung alat tersebut dan hidupkan
stop kontak alat dan pengekstrakkan dilakukan selama 48 jam. Mesofauna yang
ada pada sampel tanah akan bergerak ke bawah, karena tidak tahan terhadap suhu
tinggi.
Gambar 4. Gambar alat Berlese/Tullgren pada sistem olah tanah dan pemberian
mulsa bagas pada lahan tebu PT. GMP ratoon satu tahun ke enam
terhadap populasi dan keanekaragaman mesofauna tanah
Setelah mesofauna tertampung ke dalam wadah penampung, kemudian mesofauna
dipindahkan ke cawan petri dan diamati menggunakan mikroskop binokuler.
Pengamatan mesofauna meliputi ordo, jumlah masing-masing ordo, dan jumlah
total ordo.
30
3.5 Variabel Pengamatan
3.5.1 Total Populasi Mesofauna Tanah
Total populasi mesofauna tanah (individu dm-3) pada setiap titik pengambilan
sampel ditentukan dengan rumus :
Total populasi = Jumlah individu
dm-3
tanah
3.5.2 Indeks Keanekaragaman Mesofauna Tanah
Untuk menghitung keanekaragaman dari mesofauna tanah digunakan rumus
indeks keanekaragaman Shannon-Weaver yang relatif paling banyak dikenal dan
digunakan. Indeks keanekaragaman Shannonmengukur keragaman organisme
berdasarkan jenis yang langka sehingga bila nilaiindeks ini tinggi maka
keragaman jenis (ordo) tinggi. Indeks keanekaragamanShannon-Weaver (Odum,
1983) adalah sebagai berikut :
H’ = -Σ [ (ni/N) ln (ni/N)]
Keterangan :
H’ = Indeks keanekaragaman Shannon-Weaver
ni = Jumlah individu jenis ke-i
N = Jumlah total individu yang ditemukan
Berdasarkan kriteria indeks keanekaragaman Shannon-Weaver, terbagi menjadi
tiga kategori yang dapat dilihat di bawah ini.
Tabel 5. Kriteria indeks keanekaragaman Shannon-Weaver
Indeks Kenaekaragaman Kategori Keanekaragaman
H ≤ 2
2 < H ≤ 3
H ≤ 3
Rendah
Sedang
Tinggi
Keterangan :
H’ = Indeks Keanekaragaman Shannon-Weaver
31
3.5.3 Indeks Dominansi Mesofauna Tanah
Indeks dominansi digunakan untuk mendapatkaninfomasi mengenai jenis
mesofauna tanah yang mendominasi suatu bentang lahan.Indeks dominansi
Simpson lebih mengukur jenis biota yang umum, artinya bilanilai indeks
keragaman ini rendah maka terdapat suatu jenis (ordo) yang dominan
Indeks dominansi yang digunakan yaitu Indeks dominansiSimpson, dapat dilihat
di bawah ini :
C = Σ Pi2
Keterangan :
C = Indeks dominansi Simpson
P = ni/N (proporsi jenis ke-i)
ni = jumlah individu mesofauna tanah jenis ke-i.
N = jumlah seluruh individu mesofauna tanah.
Nilai C mendekati 0 = indeks semakin rendah atau didominasi oleh satu jenis
mesofauna tanah.
Nilai C mendekati 1 = indeks semakin besar atau cenderung didominasi oleh
beberapa mesofauna tanah.
3.5.4 Suhu Tanah
Suhu tanah diukur sebanyak 2 kali, yaitu pada bulan Desember 2015 dan Maret
2016. Alat ukur yang digunakan yaitu termometer tanah digital. Dari
setiap petak percobaan diambil 3 titik pengukuran suhu. Titik-titik pengukuran
suhu ini nantinya digunakan pula untuk titik pengambilan sampel tanah untuk
pendugaan populasi mesofauna tanah dan analisis tanah.
3.5.5 Kadar Air Tanah
Pengukuran kadar air tanah dilakukan dengan mengambil contoh tanah sebanyak
10 g pada setiap petak percobaan. Kemudian contoh tanah dibungkus dengan
32
kertas buram dan dimasukkan oven pada suhu 105OC selama 48 jam. Lalu contoh
tanah ditimbang kembali untuk mengetahui kadar air tanah.
3.5.6 Analisis Sifat Kimia Tanah
Analisis sifat kimia tanah dilakukan setelah pengambilan sampel tanah dengan
menganalisis kandungan C-organik, dan pH tanah. Metode analisis
tanah mengacu kepada Teknis Analisis Kimia Tanah, Tanaman, Air dan Pupuk,
yang diterbitkan oleh Balai Penelitian Tanah (2005)
49
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Sistem tanpa olah tanah menunjukkan hasil yang lebih tinggi daripada olah
tanah intensif terhadap populasi mesofauna tanah pada lahan tebu ratoon
satu tahun ke enam di bulan Maret 2016.
2. Aplikasi mulsa bagas 150 t ha-1
tidak memberikan pengaruh terhadap
populasi, indeks dominasi dan indeks keanekaragaman mesofauna tanah
pada lahan tebu ratoon satu tahun ke enam di bulan Maret dan bulan Mei
2016.
3. a. Sistem olah tanah dan aplikasi mulsa bagas tidak berinteraksi terhadap
populasi, indeks dominasi dan indeks keanekaragaman mesofauna tanah
pada lahan tebu ratoon satu tahun ke enam di Bulan Maret dan Bulan
Mei 2016.
b. Keanekaragaman mesofauna tanah ordo Colembola dan ordo Acarina
mendominasi pada setiap kombinasi perlakuan sistem olah tanah dan
pemberian mulsa bagas
c. Nilai indeks dominasi dan keanekaragaman fauna tanah pada semua
kombinasi perlakuan sistem olah tanah dan mulsa bagas tergolong
rendah.
50
5.2 Saran
Dari hasil penelitian yang dilakukan, pengamatan pada perlakuan yang sama agar
tetap melanjutkan yaitu sistem olah tanah dan pemberian mulsa bagas 150 t ha-1
dengan tetap mengamati variabel pendukung terutama iklim mikro untuk dapat
mengetahui lebih lanjut pengaruh sistem olah tanah dan pemberian mulsa bagas
dalam jangka panjang.
51
DAFTAR PUSTAKA
Ahira, A. 2010. Khasiat Tebu. http://www.annehira.com/tanaman-obat/tebu.htm.
Diakses tanggal 17 Maret 2016.
Alfred, W. Frans, M. An. Amador. 1991. Earthworm. Their Ecology and
Relationship with Soil and Land Use. Academic Press. pp. 38-59.
Antari, R. 2012. Pengaruh Mulsa Organik terhadap sifat fisik dan sifat kimia
tanah Serta pertumbuhan akar kelapa sawit. Skripsi. Universitas
Muhammadiyah. Bandung. 47 hlm.
Arief, A. 2001. Hutan dan Kehutanan. Kanisius. Jakarta. 179 hal.
Balai Penelitian Tanah. 2005. Petunjuk Teknis Analisis Kimia Tanah, Tanaman,
Air dan Pupuk.. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian .
Departemen Pertanian. 143 hlm.
Basuki, Joko,Yunus. A, Purwanto. E. 2016. Peranan Mulsa dalam Meningkatkan
Pertumbuhan Produksi Cabai Melalui Modifikasi Kondisi Fisik di Dalam
Tanah. Politeknik Pertanian Negeri Kupang.(2): 73-77.
Barnes, M and P. H. Granval. 1997. Earthworms as Bio-indicators of Forest Site
Quality. Soil Biol. Biochem, pp. 29: 323-328.
Brussaard, L. 1998. ―Soil Fauna, Guilds, Functional Groups, And Ecosystem
Processes‖. Appl. Soil Ecol. 9: 123-136.
Carillo Y., Becky A. Ball. Bradford, Jordan, dan Molina. 2011. Soil Fauna
alter the Effect of litter compotition on Nitrogen Cycling. Soil Biology
and Biochemistry 10(2): 1-10.
Fitriyana. 2010. Pengaruh Aplikasi BBA (Blotong, bagas dan abu Ketel)
Terhadap keanekaragaman dan kemelimpahan Arthopoda Tanah di Areal,
Perkebunan Tebu PT Gunung Madu Plantations. Skripsi. Universitas
Lampung. 57 hlm.
Gill, W. R., and G. E. Vanden Berg. 1967. Soil Dynamics in Tillage and Traction.
USDA Agric. Handb. N. 316. U.S. Government Printing
Office,Washington, DC. 22p
52
Hanafiah K A. 2007. Dasar-dasar Ilmu Tanah. Jakarta : PT. Raja Grafindo
Persada. Jakarta. 360 hlm
Haneda, N.F dan Betti A.S . 2012. Keanekaragaman Fauna tanah dan
peranannya terhadap Laju Dekomposisi Serasah Kelapa sawit (Elaeis
guinensis Jacq). Jurnal Silvikultur Tropika 3(03): 161 – 167
Helyanto, J. 2015. Pengaruh Sistem Olah Tanah dan Pemberian Mulsa Bagas pada
Lahan Tebu PT. GMP Ratoon ke-3 Terhadap Populasi dan Biomassa
Cacing Tanah Serta Populasi dan Keanekaragaman Mesofauna Tanah. J.
Agrotek Tropika 1 (1) : 35-41.
Indrawanto, C., Purwono, Siswanto, Syakir, Rumini. 2010. Budidaya dan Pasca
Panen Tebu. Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan, Eska
Media. Bogor. 44 hlm. Diakses 10 Juni 2016
Kuntohartono, T. 1982. Pedoman Budidaya Tebu Lahan Kering. Lembaga
Pendidikan Perkebunan, Yogyakarta.
Kurnia, H., Pratiknyo, P., Ni’matul, K., Nazarudin, S., Betha, L., dan Meine, N.
2010. Pemanfaatan Bagas dan Daduk Tebu untuk Perbaikan Status Bahan
Organik Tanah dan Produksi Tebu di Lampung utara. ICRAF- South East .
Bogor. Universitas Brawijaya. 15 hlm.
Larson, W.E., and G.J. Osborne. 1982. Tillage accomplishments and potential. In
Predicting Tillage Effects on Soil Physical Properties and Processes ASA
Special Publications No.44.
Lestari, A. P. 2009. Pengembangan Pertanian Berkelanjutan melalui Substitusi
Pupuk Anorganik dengan Pupuk Organik. Jurnal Agronomi 13(1): 38-44.
Lestari,. 2006. Studi Potensi Penerapan Produksi Bersih pada Industri Gula.
Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Skripsi. 100 hlm.
Makalew, A. D. N. 2001. Keanekaragaman Biota Tanah Pada Agroekosistem
Tanpa Olah Tanah. Makalah Falsafah Sains. IPB. 19 hlm.
Makalew, A.D.N. 2008. Keanekaragaman Biota Tanah Pada Agroekosistem
Tanpa Olah Tanah (TOT). Makalah Falsafah Sains. IPB. 19 hlm.
Maryam, A. D. Susila, J. G. Kartika. 2015. Pengaruh Jenis Pupuk Organik
terhadap Pertumbuhan dan Hasil, Panen Tanaman Sayuran di dalam
Nethouse. Bul. Agrohorti 3 (2) : 263 – 275
Mulyatri. 2003. Peranan pengolahan tanah dan bahan organik terhadap konservasi
tanah dan air. Pros. Sem. Nas. Hasil-hasil Penelitian dan Pengkajian
Teknologi Spesifik Lokasi. p. 90-95.
53
Odum, E. P. 1998. Dasar-Dasar Ekologi. Edisi ketiga. Terjemahan Tjahjono
Samingan. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. 697 hal.
Peritika, M.Z. 2010. Keanekaragaman Makrofauna Tanah pada Berbagai Pola
Agroforestri Lahan Miring Di Kabupaten Wonogiri, Jawa Tengah.
Universitas Sebelas Maret. Skripsi. 124 hlm.
Rahmawaty. 2004. Studi Keanekaragaman Mesofauna Tanah di Kawasan Hutan
Wisata Alam Sibolangit. pp. 1-17.
Rusell, E. W. 1999. Soil Condition and Plant Growth. Eleventh Edition. Longman
Scientific & Technical. New York: The United States with John &Sons,
pp. 138-151.
Scheu, S dan M. Folger. 2004. Single and Mixed Diets in Collembola: Effect on
Reproduction And Stable Isotope Fractionation. Functional Ecology (18):
94-102.
Sofyan, M. 2011. Pengaruh Pengolahan Tanah Konservasi terhadap Sifat Fisik
dan Hidrologi Tanah (Studi Kasus di Desa Babakan, Kecamatan Dramaga,
Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat). Skripsi. Institut Pertanian Bogor.
49 hlm. Diakses pada 1 Agustus 2017
Santoso, I. 1993. Pemanfatan Limbah untuk Bahan Bangunan.<http://digilib.ac.id.
Diakses pada 1 Oktober 2015
Sihotang, B. 2010. Pengolahan Tanah Secara Mekanis.
http://www.ideelok.com/budidaya -tanaman/pengolahan-tanah-
secaramekanis. Diakses 06 Januari 2016.
Suhardjono. Y.R. dan Adsisoemarto. 1997. Arthopoda tanah: Artinya Bagi
Tanah. Makalah Pada konggres dan Simposium Entomologi V, Bandung
24—26 Juni 1997.
Suheriyanto, D. 2012. Keanekaragaman Fauna Tanah di Taman Nasional Bromo
Tengger Semeru sebagai Bioindikator Tanah Bersulfur Tingi. Sainstis,(2):
29-38.
Suin, N. M. 1997. Ekologi Fauna tanah. Bumi Aksara. Jakarta. 189 hlm.
Sutedjo M,M. 1991. Mikro Biologi Tanah. Rineka Cipta. Jakarta. 446 hlm
.
Suwondo. 2002. ―Komposisi dan Keanekaragaman Mikroarthropoda pada Tanah
sebagai Indikator Karakteristik Biologi pada Tanah Gambut‖. J.
NaturIndonesia 4(2): 112-186.
54
Syam’un, E. (2002). Hasil Dua KultivarKedelai ((Glycine max (L.) Merr.) pada
Musim dan Sistem Olah Tanah Berbeda. J. Agrivigor (1): 32-37. Diases 26
Januari 2015.
Utomo, M. 2012. Tanpa Olah Tanah. Teknologi Pengelolaan Pertanian Lahan
kering. Lembaga Penelitian Universitas Lampung. Lampung. 107 hlm.
Utomo, M. 2006. Olah Tanah Konservasi. Hand out Pengelolaan Lahan Kering
Berkelanjutan. Universitas Lampung, Bandar Lampung. 25 hlm.
Wilson, E. O. 2005. Oribatid mite predation by Small Ants of Genus Pheidole, 52:
263-265.
Yudin, S. 2012. Pengaruh Sitem Olah Tanah dan Aplikasi Mulsa Bagas
terhadap Populasi dan Biomassa Cacing Tanah serta Keanekaragaman dan
Indeks Keanekaragaman Mesofauna Tanah. Skripsi. Fakultas Pertanian
Unila. Bandar Lampung. 67 hlm.