PENGARUH PROFESIONALISME DAN KEAHLIAN AUDITOR FORENSIK...
Transcript of PENGARUH PROFESIONALISME DAN KEAHLIAN AUDITOR FORENSIK...
PENGARUH PROFESIONALISME DAN KEAHLIAN AUDITOR
FORENSIK TERHADAP PENGUNGKAPAN KORUPSI DENGAN
KOMPETENSI BUKTI SEBAGAI VARIABEL INTERVENING
SKRIPSI
Diajukan Kepada Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Untuk Memenuhi Syarat-Syarat Guna Meraih Gelar Sarjana Ekonomi
Oleh :
Opi Widiyanti
1112082000006
JURUSAN AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1437 H/2016 M
i
PENGARUH PROFESIONALISME DAN KEAHLIAN AUDITOR
FORENSIK TERHADAP PENGUNGKAPAN KORUPSI DENGAN
KOMPETENSI BUKTI SEBAGAI VARIABEL INTERVENING
SKRIPSI
Diajukan Kepada Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Untuk Memenuhi Syarat-Syarat Guna Meraih Gelar Sarjana Ekonomi
Oleh :
Opi Widiyanti
1112082000006
JURUSAN AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1437 H/2016 M
ii
iii
iv
v
vi
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
I. IDENTITAS PRIBADI
1. Nama : Opi Widiyanti
2. Tempat, Tanggal Lahir : Tangerang, 4 Maret 1994
3. Jenis Kelamin : Perempuan
4. Alamat :Jl. Tanah Seratus RT 002/003
No.48, Sudimara Jaya – Ciledug,
Tangerang 15151
5. Telepon : 083872490177
6. Email : [email protected]
II. PENDIDIKAN
1. TK DEWI SARTIKA Tahun 1999-2000
2. SDN SUDIMARA 05 CILEDUG Tahun 2000-2006
3. SMPN 11 TANGERANG Tahun 2006-2009
4. SMAN 12 TANGERANG Tahun 2009-2012
5. S1 Ekonomi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2012-2016
III. LATAR BELAKANG KELUARGA
1. Ayah : Satiri
2. Ibu : Mahwati
3. Anak ke- : Pertama dari Tiga bersaudara
vii
THE INFLUENCE OF PROFESSIONALISM AND EXPERTISE FORENSIC
AUDITOR TO THE CORRUPTION DISCLOSURE WITH COMPETENCE
EVIDENCE AS VARIABLE INTERVENING
ABSTRACT
The purpose of this research is to find the influence of professionalism and
expertise forensic auditor to the corruption disclosure with competence evidence as
variabel intervening. This research was done in The Audit Board of The Republic of
Indonesia (BPK RI) and The Board of Finance and Development Supervisory
Agency (BPKP) of the DKI Jakarta Province.
This research was using samples as many as sixty four respondents. The data
analysis method that used was Partial Least Square-Path Modeling (PLS-PM) with
the help of data analysis tool SmartPLS 3.0.
The result of this research show that professionalism and expertise forensic
auditor simultaneously able to the competence evidence of 26,79% and competence
evidence of proffesionalism and expertise forensic auditor able to explain the
corruption disclosure of 52,39%, the rest 47,61% explained by the other is
hypothesized.
Keyword : Professionalism, Expertise, Forensic Auditor, Competence Evidence,
Corruption Disclosure, Intervening, SmartPLS.
viii
PENGARUH PROFESIONALISME DAN KEAHLIAN AUDITOR
FORENSIK TERHADAP PENGUNGKAPAN KORUPSI DENGAN
KOMPETENSI BUKTI SEBAGAI VARIABEL INTERVENING
ABSTRAK
Tujuan dari penelitian ini untuk menguji pengaruh profesionalisme dan
keahlian auditor forensik terhadap pengungkapan korupsi dengan kompetensi bukti
sebagai variabel intervening. Penelitian ini dilakukan pada Badan Pemeriksa
Keuangan Republik Indonesia (BPK RI) dan Badan Pengawasan Keuangan dan
Pembangunan (BPKP) Perwakilan Provinsi DKI Jakarta.
Penelitian ini menggunakan sampel sebanyak 64 responden. Metode analisis
data yang digunakan dalam penelitian ini adalah Partial Least Square (PLS) dengan
bantuan alat analisis data SmartPLS 3.0.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa konstruk profesionalisme dan keahlian
auditor forensik secara simultan mampu menjelaskan konstruk kompetensi bukti
sebesar 26,79% dan kompetensi bukti dari konstruk profesionalisme dan keahlian
auditor forensik mampu menjelaskan konstruk pengungkapan korupsi sebesar
52,39%, sisanya 47,61% diterangkan oleh konstruk lain yang tidak dihipotesiskan
dalam model.
Kata kunci : Profesionalisme, Keahlian, Auditor Forensik, Kompetensi Bukti,
Pengungkapan Korupsi, Intervening, SmartPLS.
ix
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahiim
Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya
kepada penulis, sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul “Pengaruh
Profesionalisme dan Keahlian Auditor Forensik Terhadap Pengungkapan Korupsi
dengan Kompetensi Bukti Sebagai Variabel Intervening”. Shalawat serta salam
senantiasa selalu tercurah kepada junjungan Nabi Muhammad SAW, Sang Teladan
yang telah membawa kita ke zaman kebaikan.
Skripsi ini merupakan tugas akhir yang harus diselesaikan sebagai syarat,
guna meraih gelar Sarjana Ekonomi di Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa banyak pihak yang
telah membantu dalam proses penyelesaian skripsi ini. Oleh karena itu, syukur
Alhamdulillah penulis hanturkan atas kekuatan Allah SWT skripsi ini dapat
diselesaikan. Selain itu, penulis juga ingin mengucapakan terima kasih kepada:
1. Kedua orang tuaku tercinta yang dengan ikhlas memberikan dukungan dengan
penuh perhatian, kasih sayang, semangat, dan doa yang tiada henti-hentinya
kepada penulis serta dukungan moril maupun materil.
2. Kedua adikku Nourisa Cahyati dan Siti Zulaekha yang telah menyemangati
dan doa terbaiknya kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
3. Bapak Dr.Arief Mufraini,Lc.,M.Si. selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan
Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
4. Ibu Yessi Fitri,SE.,M.Si.,Ak.,CA. selaku Ketua Jurusan Akuntansi Fakultas
Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
5. Bapak Hepi Prayudiawan,SE.,Ak.,MM.,CA. selaku Sekretaris Jurusan
Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
6. Bapak Dr.Amilin,SE.,Ak.,M.Si.,CA.,QIA.,BKP selaku Dosen Pembimbing
Skripsi I yang telah bersedia menyediakan waktunya yang sangat berharga
untuk membimbing penulis selama menyusun skripsi. Terima kasih atas
segala masukan guna penyelesaian skripsi ini serta semua motivasi dan
nasihat yang telah diberikan selama ini.
x
7. Seluruh staf pengajar dan karyawan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang
telah memberikan bantuan kepada penulis.
8. Humas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), yang telah memberikan saran
mengenai responden dalam penelitian ini.
9. Ibu Devi, atas bantuannya dalam perizinan penelitian di BPK RI dan telah
memberikan semangat.
10. Bapak Gumbira, Bapak Wowo dan Bu Hastin, atas bantuannya dalam
perizinan penelitian dan penyebaran kuesioner di BPKP serta dukungan dalam
pembuatan skripsi ini.
11. Bapak Agung, Bu Yayuk, Mas Asyef, Ka May, dan Ibu Hery, atas bantuannya
dalam penyebaran kuesioner di Auditorat Utama Keuangan Negara (AKN) I,
III, dan V serta telah memberikan semangat.
12. Sahabat-sahabat penulis Laila, Muthia, Nova, Desi, Anin, Haifa, Tasya,
Lidiyna, Naya, dan Rini yang selalu memberikan support, selalu setia
menemani, berbagi suka duka, berbagi cerita, berbagai ilmu dan perhatian
terbaiknya kepada penulis.
13. Akuntansi Kelas A, teman-teman satu bimbingan Wiwi, Fazla, Kia dan rekan-
rekan seperjuangan Akuntansi 2012, terima kasih atas segala informasi,
bantuan dan doanya selama menempuh pendidikan di UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
14. Sahabat penulis Khusnul Khotimah yang selalu memberikan support dan
perhatian terbaiknya kepada penulis.
15. Sahabat-sahabat penulis dari KKN Parahita Dinnan, Tasya, Rista, Adit,
Daeng, Anas, Irfan, Reza, dan Akbar yang selalu memberikan support dan
perhatian terbaiknya kepada penulis.
Semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu per satu.
xi
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna
dikarenakan terbatasnya pengalaman dan pengetahuan yang dimiliki penulis. Oleh
karena itu, penulis mengharapkan segala bentuk saran serta masukan bahkan kritik
yang membangun dari berbagai pihak.
Jakarta, Juli 2016
(Opi Widiyanti)
xii
DAFTAR ISI
COVER
COVER DALAM ........................................................................................... i
LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI .......................................................... ii
LEMBAR PENGESAHAN UJIAN KOMPREHENSIF ............................ iii
LEMBAR PENGESAHAN UJIAN SKRIPSI ............................................ iv
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI .................................... v
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ...................................................................... vi
ABSTRACT ..................................................................................................... vii
ABSTRAK ..................................................................................................... viii
KATA PENGANTAR ................................................................................... ix
DAFTAR ISI .................................................................................................. xii
DAFTAR TABEL ......................................................................................... xvii
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... xix
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................. xx
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ................................................................ 1
B. Identifikasi, Batasan dan Rumusan Masalah ................................ 9
1. Identifikasi Masalah ................................................................. 9
2. Batasan Masalah ...................................................................... 10
3. Rumusan Masalah .................................................................... 11
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ...................................................... 11
1. Tujuan Penelitian .................................................................. 11
xiii
2. Manfaat Penelitian ................................................................ 12
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Literatur ....................................................................... 14
1. Grand Theory ........................................................................ 14
2. Profesionalisme .................................................................... 17
3. Keahlian ............................................................................... 22
4. Auditor Forensik ................................................................... 28
5. Bahan Bukti .......................................................................... 33
6. Pengungkapan Korupsi ......................................................... 39
B. Hasil Penelitian Terdahulu .......................................................... 56
C. Kerangka Pemikiran .................................................................... 61
D. Rumusan Hipotesis ..................................................................... 63
1. Pengaruh Profesionalisme dan Keahlian Auditor
Forensik terhadap Kompetensi Bukti .................................... 63
2. Pengaruh Profesionalisme dan Keahlian Auditor
Forensik terhadap Pengungkapan Korupsi ............................ 64
3. Pengaruh Kompetensi Bukti terhadap Pengungkapan
Korupsi ................................................................................... 65
4. Pengaruh Profesionalisme dan Keahlian Auditor
Forensik terhadap Pengungkapan Korupsi melalui
Kompetensi Bukti .................................................................. 66
BAB III METODE PENELITIAN
A. Ruang Lingkup Penelitian ............................................................. 68
xiv
B. Metode Penentuan Sampel ............................................................ 68
C. Metode Pengumpulan Data ........................................................... 69
1. Sumber Data ......................................................................... 69
2. Teknik Pengumpulan Data ................................................... 70
D. Metode Analisis Data .................................................................... 70
1. Statistik Deskriptif ................................................................ 72
2. Uji Model Pengukuran atau Outer Model ............................ 72
a. Convergent Validity ..................................................... 73
b. Discriminant Validity ................................................... 73
c. Reliability .................................................................... 74
3. Uji Model Struktural atau Inner Model ................................ 74
a. R-square ...................................................................... 75
b. Q-square ..................................................................... 75
c. Goodness of Fit (GoF) ................................................. 76
d. Uji hipotesis ................................................................. 75
4. Uji Efek Intervening ............................................................... 77
E. Operasionalisasi Variabel Penelitian ............................................ 81
1. Profesionalisme (X1) ........................................................... 81
2. Keahlian (X2)........................................................................ 82
3. Kompetensi Bukti (Intervening) .......................................... 83
4. Pengungkapan Korupsi (Y) .................................................. 85
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN
A. Sekilas Gambaran Umum Objek Penelitian .................................. 91
xv
1. Tempat dan Waktu Penelitian .............................................. 91
2. Karakteristik dan Profil Responden .................................... 93
a. Deskripsi responden berdasarkan jenis kelamin ............ 93
b. Deskripsi responden berdasarkan posisi terakhir ........... 94
c. Deskripsi responden berdasarkan pendidikan
terakhir ........................................................................... 95
d. Deskripsi responden berdasarkan pengalaman kerja
................................................................................... 95
e. Deskripsi responden berdasarkan usia ........................... 97
B. Hasil Uji Instrumen Penelitian ...................................................... 98
1. Hasil Uji Statistik Deskriptif ................................................. 98
2. Hasil Uji Model Pengukuran atau Outer Model .................. 99
a. Hasil Convergent Validity ............................................... 99
b. Hasil Discriminant Validity ............................................ 102
c. Hasil Reliability ....................................................... 105
3. Hasil Uji Model Struktural atau Inner Model ....................... 106
a. Hasil R-square ............................................................... 107
b. Hasil Q-square ............................................................... 109
c. Hasil Goodness of Fit (GoF) .......................................... 109
d. Hasil Uji Hipotesis .......................................................... 110
4. Hasil Uji Efek Intervening .................................................. 112
C. Pembahasan .................................................................................. 116
1. Pengaruh Profesionalisme Auditor Forensik terhadap
xvi
Kompetensi Bukti ................................................................... 116
2. Pengaruh Keahlian Auditor Forensik terhadap
Kompetensi Bukti ................................................................... 117
3. Pengaruh Profesionalisme Auditor Forensik terhadap
Pengungkapan Korupsi ......................................................... 118
4. Pengaruh Keahlian Auditor Forensik terhadap
Pengungkapan Korupsi .......................................................... 120
5. Pengaruh Kompetensi Bukti terhadap Pengungkapan
Korupsi .................................................................................. 121
6. Pengaruh Profesionalisme Auditor Forensik terhadap
Pengungkapan Korupsi melalui Kompetensi Bukti .............. 122
7. Pengaruh Keahlian Auditor Forensik terhadap
Pengungkapan Korupsi melalui Kompetensi Bukti ............... 123
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan ................................................................................. 125
B. Implikasi...................................................................................... 127
C. Keterbatasan ................................................................................ 128
D. Saran ................................................................................. 128
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 130
LAMPIRAN.................................................................................................... 135
xvii
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 Survei Persepsi Korupsi 2015 ....................................................... 2
Tabel 1.2 Kasus Korupsi di Indonesia .......................................................... 3
Tabel 2.1 Hasil Penelitian Terdahulu .......................................................... 57
Tabel 3.1 Operasional Variabel Penelitian .................................................... 87
Tabel 4.1 Data Sampel Penelitian ................................................................. 92
Tabel 4.2 Data Distribusi Sampel Penelitian ................................................ 92
Tabel 4.3 Hasil Uji Deskripsi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ....... 93
Tabel 4.4 Hasil Uji Deskripsi Responden Berdasarkan Posisi Terakhir ....... 94
Tabel 4.5 Hasil Uji Deskripsi Responden Berdasarkan Pendidikan
Terakhir ......................................................................................... 95
Tabel 4.6 Hasil Uji Deskripsi Responden Berdasarkan Pengalaman
Kerja .............................................................................................. 96
Tabel 4.7 Hasil Uji Deskripsi Responden Berdasarkan Usia ........................ 97
Tabel 4.8 Hasil Uji Statistik Deskriptif ....................................................... 98
Tabel 4.9 Outer Loading .............................................................................. 100
Tabel 4.10 Outer Loading Modifikasi ............................................................ 101
Tabel 4.11 Cross Loading ............................................................................... 103
Tabel 4.12 Average Variance Extracted (AVE) .............................................. 105
Tabel 4.13 Composte Reliabilty dan Cronbach Alpha ................................... 106
Tabel 4.14 Nilai R-square ............................................................................... 108
Tabel 4.15 Path Coefficients (Mean, STDEV, T-Value) .................................. 111
xviii
Tabel 4.16 Pengaruh Langsung Variabel Laten Profesionalisme .................... 112
Tabel 4.17 Pengaruh Langsung Variabel Laten Keahlian ............................... 113
Tabel 4.18 Pengaruh Tidak Langsung Variabel Laten Keahlian ..................... 114
Tabel 4.19 Penghitungan VAF Keahlian Auditor Forensik terhadap
Pengungkapan Korupsi Melalui Kompetensi Bukti ...................... 116
xix
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran ................................................................ 61
Gambar 3.1 Model Pengaruh Langsung ...................................................... 78
Gambar 3.2 Model Intervening ................................................................... 78
Gambar 4.1 Model Struktural Hasil Bootstrapping ................................... 107
xx
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Surat Penelitian Skripsi ........................................................... 136
Lampiran 2 Surat Permohonan Pengisian Kuesioner ................................. 139
Lampiran 3 Surat Keterangan dari BPK-RI dan BPKP .............................. 142
Lampiran 4 Kuesioner Penelitian ............................................................... 146
Lampiran 5 Daftar Identitas dan Jawaban Responden ................................ 154
Lampiran 6 Output Hasil Pengujian Data .................................................. 171
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Skor Corruption Perseption Index (CPI) Indonesia berdasarkan
temuan Transparency International (TI), untuk tahun 2015 mencapai 36.
Jumlah tersebut meningkat 2 poin dibanding skor CPI 2014 yaitu 34.
Dengan kenaikan skor tersebut, peringkat korupsi Indonesia turun dari
peringkat 107 ke peringkat 88, dari 168 negara. Penurunan ini tidak
seimbang dengan penurunan kasus korupsi yang terjadi di daerah.
Kasus korupsi di Indonesia seakan seperti pepatah mati satu tumbuh
seribu (Dwi dan Effendi, 2013), Indonesian Corruption Watch (ICW)
menyatakan bahwa data-data kasus korupsi membuktikan bahwa praktek-
praktek korupsi telah menyebar hingga ke daerah-daerah seiring dengan
pelaksanaan otonomi daerah. Purnomo, dkk (2007) dalam Rini dan Sarah
(2014) desentralisasi membawa dampak pada terjadinya pergeseran relasi
kekuasaan pusat ke daerah dan antar lembaga di daerah sehingga membuka
peluang maraknya money politic oleh kepala daerah sehingga peluang
korupsi semakin terbuka.
Tranparency International (TI) pada tahun 2015, melakukan Survei
Persepsi Korupsi 2015 dilakukan di 11 kota di Indonesia. Sebelas kota
tersebut adalah Kota Pekanbaru, Kota Semarang, Kota Banjarmasin, Kota
Pontianak, Kota Makassar, Kota Manado, Kota Medan, Kota Padang, Kota
Bandung, Kota Surabaya, dan Kota Jakarta. Survey dilakukan serentak di 11
2
kota di Indonesia pada 20 Mei sampai 17 Juni 2015 kepada 1.100
pengusaha.
Tabel 1.1
Survei Persepsi Korupsi 2015
Sumber : http://www.ti.or.id
Survei tersebut menunjukkan hasil kota yang memiliki skor tertinggi
dalam Indeks Persepsi Korupsi 2015 adalah Kota Banjarmasin dengan skor 68,
Kota Surabaya dengan skor 65, dan Kota Semarang dengan skor 60. Sementara
itu, Kota yang memiliki skor Indeks Persepsi Korupsi terendah adalah Kota
Bandung dengan skor 39, Kota Pekanbaru dengan skor 42, dan Kota
Makassar skor 48. Kota dengan pertumbuhan indeks persepsi korupsi tinggi
menunjukkan daerah yang bersangkutan memiliki kemajuan yang signifikan
dalam upaya pemberantasan korupsi di daerahnya. Sebaliknya, daerah yang
mengalami penurunan atau stagnan indeks persepsi korupsinya menunjukkan
terjadi penurunan atau stagnasi dalam upaya pemberantasan korupsi di daerah.
Nomor Kota Skor
1. Banjarmasin 68
2. Surabaya 65
3. Semarang 60
4. Pontianak 58
5. Medan 57
6. Jakarta Utara 57
7. Manado 55
8. Padang 50
9. Makassar 48
10. Pekanbaru 42
11. Bandung 39
3
Sejak awal berdiri, sebagai lembaga anti rusuah Komisi Pemberantasan
Korupsi (KPK) telah banyak menangkap pejabat pelaku korupsi. Berikut adalah
nama-nama besar yang pernah diseret oleh KPK sejak tahun 2002:
Tabel 1.2
Kasus Korupsi di Indonesia
No. Nama Kasus
1. Irjen Djoko Susilo
Kasus korupsi dalam proyek
simulator ujian Surat Izin
Mengemudi (SIM).
2. Luthfi Hasan Ishaaq
Dugaan menerima hadiah atau janji
terkait dengan pengurusan quota
daging pada Kementrian Pertanian.
3. Rudi Rubiandini Menerima suap dari Kernel Oil
senilai US$ 400 ribu.
4. Ratu Atut Chosiyah
Kasus korupsi pada pengadaan alat
kesehatan dan dugaan suap terkait
penanganan sengketa pilkada Lebak,
Banten.
5. Miranda S. Goeltom
Tersangka dalam kasus suap cek
pelawat untuk anggota DPR. Suap
tersebut dikucurkan selama
berlangsungnya pemilihan Deputi
Gubernur Senior Bank Indonesia
Periode 2004.
6. Burhanuddin Abdullah
Menggunakan dana milik Yayasan
Lembaga Pengembangan Perbankan
Indonesia (YLPPI) senilai Rp 100
miliar untuk bantuan hukum lima
mantan pejabat BI, penyelesaian
kasus BLBI, dan amandemen UU
BI.
Bersambung pada halaman selanjutnya
4
Tabel 1.2 (lanjutan)
No. Nama Kasus
7. Aulia Pohan
Aulia Pohan terjerat dalam
kasus yang sama dengan
Burhanuddin Abdullah. Pohan
yang kala itu menjabat sebagai
Deputi Gubernur BI.
8. Urip Tri Gunawan
Menerima suap 610.000 dolar
AS dari Arthalita Suryani di
rumah obligor BLBI Syamsul
Nursalim.
9. Muhammad Nazaruddin Kasus suap proyek Wisma
Atlet SEA Games.
10. Andi Malarangeng Kasus suap proyek Wisma
Atlet SEA Games.
11. Anas Urbaningrum Kasus suap proyek Wisma
Atlet SEA Games.
12. Akil Mochtar
Tersangka penerima suap Rp
3 Miliar dari bupati Gunung
Mas dan tindak pidana
pencucian uang terkait kasus
sengketa Pilkada.
13. Suryadharma Ali
Tersangka kasus dugaan
korupsi penyelenggaraan
ibadah haji.
14. Gayus H. Tambunan
Salah satu kasus korupsi di
Indonesia yang cukup besar
terungkap di berbagai media
massa yaitu kasus Gayus H.
Tambunan yang menyeret
banyak pihak, baik di lembaga
Direktorat Pajak, Kementrian
Keuangan, Kepolisian,
Kejaksaan, hingga Lembaga
Peradilan.
Sumber : Berbagai referensi yang diolah
Sebagian besar kasus korupsi yang disidik adalah kasus yang terkait
dengan non infrastruktur dibanding dengan infrastruktur. Meskipun kasus yang
termasuk infrastruktur tergolong lebih rendah dari non infrastruktur, tapi kerugian
negara yang ditimbulkan hampir dua kali lipatnya (Wana, 2015).
5
Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 5 Tahun 2004 tentang Percepatan
Pemberantasan Korupsi berisi mengenai tindakan pemerintah yang
memerintahakan semua aparat di pusat dan daerah menjalankan langkah-langkah
apapun untuk memberantas korupsi. Upaya tersebut antara lain meningkatkan
upaya pengawasan dan pembinaan aparatur untuk meniadakan perilaku koruptif di
lingkungan kerja, memberikan dukungan maksimal terhadap upaya-upaya
penindakan korupsi yang dilakukan Kepolisian Negara Republik Indonesia,
Kejaksaan Republik Indonesia, dan Komisi Pemberantasan Korupsi dengan cara
mempercepat pemberian informasi yang berkaitan dengan perkara tindak pidana
korupsi dan mempercepat pemberian izin pemeriksaan terhadap saksi atau
tersangka.
Korupsi memang tidak akan bisa benar-benar dihilangkan, namun harapan
untuk mengurangi korupsi seharusnya dapat segera terwujud (Yuwanto, 2015).
Sebagai badan yang memiliki tujuan yang sama untuk memberantas tindak pidana
korupsi, Kepolisian Negara Republik Indonesia, Badan Pemeriksa Keuangan RI
(BPK-RI), Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), Komisi
Pemberantas Korupsi (KPK), Kejaksaan dan Pengadilan harus membuktikan
kecurigaan mereka kepada seseorang mengenai apakah seseorang benar-benar
tersangka korupsi atau tidak.
Pengusutan korupsi sulit dilakukan oleh penyidik karena berkaitan dengan
bidang di luar hukum, yaitu bidang keuangan negara atau perekonomian negara
hal ini tertuang dalam Pasal 2 Ayat 1 Undang-Undang No.31 Tahun 1999 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Dalam membuktikan apakah seseorang
6
melakukan korupsi harus didukung oleh alat bukti yang kuat, untuk memperoleh
alat bukti yang kuat diperlukan metode yang tepat dan relevan salah satu metode
yang dapat digunakan yaitu jasa auditor forensik (Hakim, 2014). Dalam hal ini
auditor forensik memberikan kontribusi dalam pengungkapan korupsi, dengan
penerapan secara efektif kerugian negara dapat ditemukan. Berdasarkan
Keputusan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Nomor 17/K/I-XIII.2/12/2008
tentang Petunjuk Teknis Pemeriksaan Investigatif, penghitungan kerugian negara
atau daerah merupakan suatu pemeriksaan investigatif yang dilakukan untuk
menghitung nilai kerugian negara atau daerah yang terjadi akibat penyimpangan
dalam pengelolaan keuangan negara atau daerah dengan membandingkan antara
kondisi dan kriteria.
Perkembangan ilmu audit forensik belakangan ini menjadi harapan bangsa
Indonesia dalam menghadapi kecurangan terutama korupsi yang semakin marak
(Lediastuti dan Subandijo, 2014). Hasil analisis auditor forensik yang berupa
Laporan Hasil Penghitungan Kerugian Keuangan Negara (LHPKKN), Laporan
Hasil Audit Investigatif (LHAI) dan keterangan ahli, memiliki pengaruh dalam
pertimbangan putusan pengadilan tindak pidana korupsi (Hakim, 2014).
Praktik audit forensik di Indonesia pertama kali dilakukan untuk
menyelesaikan kasus Bank Bali oleh Price Waterhouse Coopers (PWC),
keberhasilannya dapat dilihat dari PWC menunjukkan aliran dana yang bersumber
dari pencairan dana peminjaman Bank Bali (Hakim, 2014). Wahono (2011) dalam
Astuti (2013) peran audit forensik kembali ditunjukkan dalam penanganan Kasus
Bank Century, BPK telah menemukan adanya temuan penting dalam hasil audit
7
forensik tersebut. Temuan dan kesimpulan BPK bahwa telah terjadi penggelapan
hasil penjualan US Treasure Strips (UTS) yang menjadi hak Bank Century
sebesar 29,77 juta dollar AS oleh pemilik FGAH, pengalihan dana hasil penjualan
surat-surat berharga oleh Kepala Divis Treasury Bank Century menjadi deposito
PT AI di Bank Century sebesar 7 juta dollar AS tidak wajar karena diduga tidak
ada transaksi yang mendasarinya, dan merugikan Bank Century sehingga akhirnya
membebani penyertaan modal sementara, diduga pula terjadi penggelapan atas
uang hasil penjualan 44 kavling aset eks jaminan PT BMJA senilai Rp 62,06
miliar oleh Direktu Utama PT TNS dengan cara tidak menyetorkan hasil
penjualan kavling tersebut ke Bank Century.
Nawangwulan (2013) auditor seharusnya menyadari bahwa fungsinya
adalah tempat bersandingnya kepercayaan masyarakat dan pemakai laporan
keuangan, kelangsungan profesinya akan tetap terjaga apabila seorang auditor
dapat menjaga amanah dari masyarakat dan pemakai laporan keuangan yang
diberikan kepadanya yaitu tetap menjaga akuntabilitasnya.
Ekspektasi masyarakat yang tinggi akan peran dan fungsi audit forensik
dalam menemukan bukti yang kompeten serta mengungkap korupsi menjadi
tantangan dan tanggung jawab tersendiri bagi auditor forensik (Dwi dan Effendi,
2013). Peran dan fungsi dari seorang auditor forensik dapat tercermin dari sikap
profesionalisme yang mereka jalankan dan keahlian yang dimiliki.
Auditor forensik dalam mengungkap suatu kasus korupsi harus dapat
mengumpulkan bukti yang kompeten, kompetensi suatu bukti didasarkan pada
proses perolehan bukti tersebut oleh auditor (Pusdiklatwas BPKP, 2013). Bukti
8
yang diperoleh secara ilegal tidak dapat diterima secara hukum. Dengan demikian
keahlian merupakan unsur penting yang dimiliki seorang auditor forensik untuk
dapat bekerja secara profesional.
Mukoro et al (2013) dalam Prabowo (2015) menyatakan disiplin ilmu
audit forensik berkembang seiring meningkatnya tingkat kejahatan, korupsi,
kurang berfungsinya pembuat kebijakan atau peraturan, sistem keamanan yang
lemah, dan lain-lain. Hal ini juga merupakan indikasi yang menunjukkan
peningkatan permintaan auditor forensik.
Peneliti terdahulu yang menunjukkan terdapat pengaruh antara
profesionalisme dan keahlian auditor forensik terhadap kompetensi bukti
dilakukan oleh Dwi dan Effendi (2013) dan Michael (2012). Penelitian Dwi dan
Effendi (2013) berjudul “Pengaruh Profesionalisme Akuntan Forensik Terhadap
Kompetensi Bukti Tindak Pidana Korupsi” hasil penelitian menunjukkan bahwa
profesionalisme akuntan forensik memiliki pengaruh sebesar 33,67% terhadap
kompetensi bukti tindak pidana korupsi. Penelitian terdahulu yang juga
mengangkat tema kompetensi bukti yang dilakukan Michael (2012) dalam
penelitiannya yang berjudul “Pengaruh Keahlian Audit Terhadap Kompetensi
Bukti Audit”. Hasil dari penelitiannya menunjukan bahwa keahlian audit memiliki
pengaruh yang besar terhadap kompetensi bukti sebesar 62,10%.
Penulis juga mengacu pada penelitian yang dilakukan oleh Bramastyo
(2014) dengan judul “Laporan Audit Investigatif sebagai Bukti Permulaan
Penyidikan Tindak Pidana Korupsi” hasil penelitiannya menunjukkan bahwa audit
forensik secara akurat dapat menentukan unsur kesalahan dan kerugian negara
9
dalam tindak pidana korupsi yang terjadi dalam birokrasi secara akurat karena
metode yang digunakan merupakan penggabungan antara ilmu audit dan ilmu
penyidikan untuk menentukan modus operandi, pihak yang terlibat dalam tindak
pidana korupsi dan kerugian negara yang ditimbulkan. Penelitian tersebut menjadi
referensi utama dalam penelitian ini.
Berdasarkan uraian diatas, peneliti termotivasi untuk melakukan penelitian
ini karena pertama, profesionalisme dan keahlian merupakan cerminan utama
yang harus dimiliki auditor forensik dalam menjalankan tugasnya agar dapat
menghasilkan kompetensi suatu bukti atas tindak pidana korupsi. Kedua, untuk
mengetahui pengaruh bukti audit hasil analisis auditor forensik terhadap putusan
hakim di pengadilan. Ketiga, sampai dengan tahap melakukan penelitian ini,
peneliti belum menemukan penelitian yang menaruh perhatiannya untuk
menjadikan kompetensi bukti dari profesionalisme dan keahlian auditor forensik
sebagai variabel intervening terhadap pengungkapan korupsi. Berdasarkan hal
tersebut, maka peneliti melakukan penelitian yang berjudul “Pengaruh
Profesionalisme dan Keahlian Auditor Forensik Terhadap Pengungkapan
Korupsi dengan Kompetensi Bukti sebagai Variabel Intervening”.
B. Identifikasi Masalah, Batasan Masalah dan Rumusan Masalah
1. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas dapat di identifikasikan masalah
sebagai berikut:
a. Praktek-praktek korupsi telah menyebar hingga ke daerah-daerah
seiring dengan pelaksanaan otonomi daerah.
10
b. Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 5 Tahun 2004 tentang
Percepatan Pemberantasan Korupsi berisi mengenai tindakan
pemerintah yang memerintahkan semua aparat di pusat dan daerah
untuk menjalankan langkah-langkah apapun untuk memberantas
korupsi.
c. Pengusutan untuk membuktikan apakah seseorang melakukan
korupsi sulit dilakukan karena berkaitan dengan bidang di luar
hukum, yaitu bidang keuangan negara atau perekonomian negara.
2. Batasan Masalah
Mengingat terbatasnya data dan informasi yang didapatkan,
maka dalam penelitian ini akan membatasi masalah-masalah yang ada
diantaranya:
a. Dari identifikasi masalah diatas, maka akan dilakukan penelitian
tentang pengaruh profesionalisme dan keahlian auditor forensik
terhadap pengungkapan korupsi dengan kompetensi bukti sebagai
variabel intervening.
b. Sampel penelitian adalah auditor forensik pada BPK-RI dan BPKP
Perwakilan Provinsi DKI Jakarta.
c. Metode yang digunakan yaitu Partial Least Square (PLS) dengan
software SmartPLS 3.0.
3. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka rumusan
masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
11
a. Apakah profesionalisme auditor forensik berpengaruh secara
signifikan terhadap kompetensi bukti?
b. Apakah keahlian auditor forensik berpengaruh secara signifikan
terhadap kompetensi bukti?
c. Apakah profesionalisme auditor forensik berpengaruh secara
signifikan terhadap pengungkapan korupsi?
d. Apakah keahlian auditor forensik berpengaruh secara signifikan
terhadap pengungkapan korupsi?
e. Apakah kompetensi bukti berpengaruh secara signifikan terhadap
pengungkapan korupsi?
f. Apakah profesionalisme auditor forensik berpengaruh secara
signifikan terhadap pengungkapan korupsi melalui kompetensi
bukti?
g. Apakah keahlian auditor forensik berpengaruh secara signifikan
terhadap pengungkapan korupsi melalui kompetensi bukti?
C. Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah, penelitian ini bertujuan untuk
menemukan bukti empiris atas hal-hal sebagai berikut:
a. Menganalisis pengaruh signifikan profesionalisme auditor forensik
terhadap kompetensi bukti.
b. Menganalisis pengaruh signifikan keahlian auditor forensik terhadap
kompetensi bukti.
12
c. Menganalisis pengaruh signifikan profesionalisme auditor forensik
terhadap pengungkapan korupsi.
d. Menganalisis pengaruh signifikan keahlian auditor forensik terhadap
pengungkapan korupsi.
e. Menganalisis pengaruh signifikan kompetensi bukti terhadap
pengungkapan korupsi.
f. Menganalisis pengaruh signifikan profesionalisme auditor forensik
terhadap pengungkapan korupsi melalui kompetensi bukti.
g. Menganalisis pengaruh signifikan keahlian auditor forensik terhadap
pengungkapan korupsi melalui kompetensi bukti.
2. Manfaat Penelitian
a. Kontribusi Teoritis
1) Penulis, sebagai aplikasi teori yang selama ini diperoleh dalam
perkuliahan dan untuk menambah pengetahuan terkait
pengungkapan korupsi.
2) Mahasiswa Jurusan Akuntansi, peneliti ini bermanfaat untuk
perkembangan ilmu akuntansi untuk menambah pengetahuan
mengenai akuntansi dan audit.
3) Pembaca, sebagai sarana informasi untuk menambah pengetahuan
mengenai penggunaan metode akuntansi dalam melakukan
pengungkapan korupsi.
13
4) Peneliti berikutnya, sebagai bahan referensi bagi pihak-pihak
yang akan melaksanakan penelitian lebih lanjut mengenai topik
yang sama.
b. Kontribusi Praktisi
1) BPK-RI dan BPKP sebagai masukan untuk mendorong kinerja
auditor forensik dalam memberikan hasil temuan audit agar bukti
yang di dapat semakin kompeten.
2) Akademisi, sebagai bahan pengajaran untuk meningkatkan minat
mahasiswa dalam mata kuliah audit, mengingat besarnya peran
dan kebutuhan akan audit forensik.
.
14
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Literatur
1. Grand Theory
Teori Planned Behavior
Theory of Planned Behavior yang dikembangkan oleh Fishben dan
Ajzen (1975) didasarkan pada asumsi bahwa manusia adalah makhluk
yang rasional dan menggunakan informasi-informasi yang mungkin
baginya, secara sistematis. Perilaku didasarkan faktor kehendak yang
melibatkan pertimbangan-pertimbangan untuk melakukan atau tidak
melakukan suatu perilaku dimana dalam prosesnya, berbagai pertimbangan
tersebut akan membentuk intensi untuk melakukan suatu perilaku.
Terdapat tiga komponen utama pembentuk intensi perilaku yaitu:
a. Attitude Toward Behavior (ATB)
Sikap merupakan suatu faktor dalam diri seorang yang dipelajari
untuk memberikan respon positif atau negatif pada penilaian terhadap
sesuatu yang diberikan. Sikap seorang terhadap perilaku yang
dipengaruhi oleh behavioral belief, yaitu evaluasi positif atupun
negatif terhadap suatu perilaku tertentu, tercermin dalam kata-kata
seperti, benar atau salah, setuju atau tidak setuju, baik atau buruk, dan
lain-lain. Evaluasi negatif terhadap perilaku korupsi dan evaluasi
positif terhadap antikorupsi.
15
Dalam hal ini pelaku memahami bahwa tindakannya salah,
tetapi koruptor memiliki kepentingan. Menurut Yuwanto (2015)
perilaku korupsi dapat dianggap sebagai kebiasaan karena adanya
kasus per kasus yang telah terjadi dari masa ke masa dan perilaku
korupsi tetap ada hingga saat ini, perilaku korupsi tersebut tidak
pernah diproses selama pelaku masih memegang kendali atau
kekuasaan sehingga pola yang sama diwariskan pada pemegang
kendali kekuasaan berikutnya.
Seorang auditor forensik akan berhasil dalam menjalankan
profesinya jika mempunyai sikap profesionalisme dan keahlian.
Dengan profesionalisme dan keahliannya auditor forensik akan
mampu menginterpretasikan sesuatu peristiwa, alasan, atau sebab
perilaku seorang koruptor.
b. Subjective Norm (SN)
Norma subjektif (subjective norm) merupakan persepsi
seseorang tentang pemikiran orang lain yang akan mendukung atau
tidak mendukungnya dalam melakukan sesuatu, sikap ini dipengaruhi
oleh subjective norm di sekeliling individu. Misal norma agama (bagi
individu beragama), norma sosial, norma keluarga, atau ketika orang-
orang yang penting bagi individu atau cenderung dipatuhi oleh
individu menganggap perilaku anti korupsi sebagai hal positif, maka
akan meningkatkan intensi (potensi) berperilaku anti korupsi.
16
Penyebab perilaku korupsi dapat dikategorikan menjadi
penyebab eksternal dan internal. Penyebab eksternal bersifat penarik,
yaitu menstimulusi individu melakukan perilaku korupsi. Penyebab
internal bersifat pendorong, yaitu menggerakkan individu melakukan
perilaku korupsi (Yuwanto, 2015).
Seorang auditor forensik mungkin berhasil atau tidak dalam
menjalankan profesinya karena faktor-faktor yang mereka percaya
dari dalam diri mereka atau karena faktor yang berasal dari
lingkungan, dari faktor-faktor tersebut akan mampu menyimpulkan
suatu modus operandi dari kasus korupsi oleh kombinasi antara
kekuatan internal dan eksternal.
c. Perceived Behavior Control (PBC)
Sikap yang dipengaruhi oleh control belief, yaitu persepsi
kesulitan dan kemudahan untuk memunculkan suatu perilaku. Ini
berkaitan dengan sumber dan kesempatan untuk mewujudkan perilaku
tersebut. Misalnya, lingkungan di sekeliling individu yang korup atau
kesempatan korupsi yang besar atau mudah akan meningkatkan
intensi individu untuk melakukan perilaku korupsi dan sebaliknya.
Seiring dengan kemajuan teknologi dan perkembangan
informasi, modus operandi dari para pelaku kecurangan semakin
canggih dan bervariasi. Para pelaku akan cenderung mencari celah
untuk melakukan kecurangan dari lemahnya sistem pengendalian dan
penegakkan hukum (Lediastuti dan Subandijo, 2014).
17
Dengan profesionalisme dan keahlian yang dimiliki, auditor
forensik akan dapat merumuskan pendapatnya dengan baik, bukti
yang dihasilkan akan lebih kompeten sehingga dapat memperoleh dan
mengevaluasi bukti yang memadai untuk ditariknya kesimpulan audit
dalam pengungkapan korupsi. Sehingga pencapaian hasil yang
diharapkan akan lebih terealisasi.
2. Profesionalisme
a. Definisi Profesionalisme
Profesionalisme dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2007)
adalah mutu, kualitas dan tindak tanduk yang merupakan ciri suatu
profesi atau orang yang profesional. Profesi dan profesionalisme dapat
dibedakan secara konseptual. “Profesi merupakan jenis pekerjaan
yang memenuhi beberapa kriteria, sedangkan profesionalisme
merupakan suatu atribut individual yang penting tanpa melihat suatu
pekerjaan merupakan suatu profesi atau tidak” (Kalbers dan Forgaty,
1995).
Karamoy (2015) profesionalisme menjadi syarat utama bagi
seseorang yang ingin menjadi auditor sebab dengan profesionalisme
yang tinggi kebebasan auditor dari salah saji akan semakin terjamin.
Untuk menjalankan perannya yang menuntut tanggung jawab yang
semakin luas, auditor harus memiliki wawasan yang luas tentang
kompleksitas organisasi modern.
18
Yendrawati (2008) profesionalisme adalah konsep untuk
mengukur bagaimana para profesional memandang profesi mereka
yang tercermin dalam sikap dan perilaku mereka. Untuk mengukur
tingkat profesionalisme bukan hanya dibutuhkan suatu indikator yang
menyebutkan bahwa seorang dikatakan profesional, tetapi juga
dibutuhkan faktor-faktor eksternal seperti bagaimana seseorang
berperilaku dalam menjalankan tugasnya. Sehingga ada sebuah
gambaran yang menyebutkan bahwa perilaku profesional adalah sikap
cerminan sikap profesionalisme
Profesionalisme dapat disimpulkan sebagai suatu atribut
individual untuk mengukur bagaimana para profesional memandang
profesi mereka yang tercermin dalam sikap dan perilaku mereka. Jika
memenuhi tiga kriteria, yaitu mempunyai keahlian untuk
melaksanakan tugas sesuai dengan bidangnya, melaksanakan suatu
tugas atau profesi dengan menetapkan standar baku di bidang profesi
yang bersangkutan dan menjalankan tugas profesinya dengan
mematuhi etika profesi yang telah ditetapkan.
b. Taksonomi Profesionalisme
Taksonomi profesionalisme Hall (1968) digunakan untuk
menguji profesionalisme para akuntan publik (Morrow dan Goetz,
1988). Dan mengutip lima dimensi profesionalisme Hall (1968) dalam
Dwi dan Effendi (2013), yaitu:
19
1) Pengabdian pada profesi (Dedication), dicerminkan dari
dedikasi profesionalisme melalui penggunaan pengetahuan dan
kecakapan yang dimiliki. Keteguhan untuk tetap melaksanakan
pekerjaan meskipun imbalan ekstrinsik kurang. Pekerjaan
didefinisikan sebagai tujuan hidup dan bukan sekedar sebagai
alat untuk mencapai tujuan. Totalitas ini sudah menjadi
komitmen pribadi sehingga kompensasi utama yang diharapkan
dari pekerjaan adalah kepuasaan rohani, baru kemudian materi.
2) Kewajiban Sosial (Social obligation), yaitu pandangan tentang
pentingnya peran profesi serta manfaat yang diperoleh baik oleh
masyarakat atau pun oleh profesional karena adanya pekerjaan
tersebut.
3) Kemandirian (Autonomy demands), yaitu suatu pandangan
bahwa seorang professional harus mampu membuat keputusan
sendiri tanpa ada tekanan dari pihak yang lain. Setiap ada
campur tangan dari pihak luar dianggap sebagai hambatan
kemandirian secara profesional. Banyak orang yang
menginginkan pekerjaan yang memberikan hak-hak istimewa
untuk membuat keputusan bekerja tanpa diawasi secara ketat.
Rasa kemandirian dapat berasal dari kebebasan melakukan apa
yang terbaik menurut yang bersangkutan dalam situasi khusus.
4) Keyakinan terhadap peraturan profesi (Belief in self-regulation),
yaitu suatu keyakinan bahwa yang berwenang untuk menilai
20
pekerjaan profesional adalah rekan sesama profesi, dan bukan
pihak luar yang tidak mempunyai kompetensi dalam bidang
ilmu dan pekerjaan mereka. Keyakinan akan menjadi motor bagi
auditor untuk memberikan hasil pekerjaan serta pertimbangan-
pertimbangan yang dapat dipertanggungjawabkan karena
kesalahan pertimbangan yang dibuat akan memberikan hasil
yang berbeda. Bila yang menilai pekerjaan mempunyai
pengetahuan yang sama, maka kesalahan akan dapat diketahui.
5) Hubungan dengan sesama profesi (Professional community
affiliation) berarti menggunakan ikatan profesi sebagai acuan,
termasuk organisasi formal dan kelompok-kelompok kolega
informal sebagai sumber ide utama pekerjaan. Melalui ikatan
profesi ini para profesional membangun kesadaran profesinya.
Dengan sering berkumpul dan berdiskusi dengan sesama profesi
akan mendapat banyak masukan dari sumber yang lebih
profesional lagi. Dengan banyakanya tambahan masukan akan
menambah akumulasi pengetahuan auditor sehingga dapat lebih
akurat dalam membuat perencanaan dan pertimbangan dalam
proses pengauditan.
Sebuah profesi harus memiliki sebuah aturan standar profesional
yang memandu proses penyampaian jasa-jasa profesional. Hasil logis
dari otonomi profesional adalah mendukung peraturan profesional dari
profesinya. Standar-standar kompetensi yang dikeluarkan oleh profesi
21
mencoba untuk menetapkan posisi bagi profesi dalam menilai prestasi
anggota. Asosiasi seperti itu, yang dapat disebut sebagai afiliasi
komunitas, menyediakan tempat lain atas identitas bagi para individu
yang juga merupakan angota-anggota organisasi suatu profesi (Dwi
dan Effendi, 2013).
Kode Standar Profesional Certified Fraud Examiners (CFE)
Association of Certified Fraud Examiners merupakan asosiasi
profesional yang berkomitmen untuk berkinerja di tingkat tertinggi
dari perilaku yang etis. Anggota Asosiasi berjanji untuk bertindak
dengan integritas dan melakukan pekerjaan mereka secara profesional.
Anggota memiliki tanggung jawab profesional untuk klien mereka,
dengan kepentingan umum dan satu sama lain, tanggung jawab yang
membutuhkan mensubordinasi kepentingan pribadi dengan
kepentingan mereka yang dilayani. Standar ini mengungkapkan
prinsip-prinsip dasar dari perilaku etis untuk membimbing anggota
dalam memenuhi tugas dan kewajibannya. Dengan wajib mengikuti
standar yang ada, semua Certified Fraud Examiners (CFE)
diharapkan, dan semua anggota Asosiasi akan berusaha untuk
menunjukkan komitmen mereka untuk keunggulan dalam pelayanan
dan perilaku profesionalnya.
22
3. Keahlian
a. Definisi Keahlian
Keahlian dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2007) adalah
kemahiran dalam suatu ilmu (kepandaian, pekerjaan). Keahlian
merupakan unsur penting yang harus dimiliki oleh seseorang auditor
untuk bekerja secara profesional. Hal tersebut ditegaskan dalam
standar umum pertama SA Seksi 210, SPAP (2015) audit harus
dilaksanakan oleh seseorang atau lebih yang memiliki keahlian dan
pelatihan teknis yang cukup sebagai auditor.
Grippo dan Ibex (2003) dalam Digabriele (2008) menyatakan
bahwa sebagian besar keahlian auditor forensik datang dari
kemampuannya dalam bidang akuntansi dan audit, pajak, operasi
bisnis, maajemen, pengendalian intern, hubungan interpersonal, dan
komunikasi.
Keahlian menurut Standar Audit Aparat Pengawasan Intern
Pemerintah (APIP) dalam Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan
Aparatur Negara (MENPAN) No.Per/05/M.PAN/03/2008 bahwa
auditor harus mempunyai pengetahuan, ketrampilan dan kompetensi
lainnya yang diperlukan untuk melaksanakan tanggung jawabnya
dengan kriteria auditor harus mempunyai tingkat pendidikan formal
minimal Strata Satu (S1) atau yang setara, memiliki kompetensi di
bidang auditing, akuntansi, administrasi pemerintahan dan komunikasi
serta telah mempunyai sertifikasi Jabatan Fungsional Auditor (JFA)
23
serta mengikuti pendidikan dan pelatihan profesional berkelanjutan
(continuing professional education).
Keahlian dapat disimpulkan sebagai dasar yang positif dimiliki
seorang auditor forensik untuk mendukung penugasannya dalam
perhitungan kerugian negara, pengungkapan kasus-kasus tersembunyi,
serta sebagai saksi ahli di pengadilan yang mengharuskan memiliki
pemikiran kritis, analisis deduktif, kemampuan komunikasi dalam
lisan dan tulisan, dan lain-lain.
b. Taksonomi Keahlian
Young (2008) menyatakan bahwa auditor forensik menguasai
ketrampilan dalam banyak bidang. Beberapa auditor forensik, sudah
barang tentu, mengkhususkan diri pada bidang-bidang tertentu seperti
teknologi informasi. Akan tetapi, semua auditor forensik yang telah
terlatih sekurang-kurangnya memiliki tingkat pengetahuan dan
keterampilan dalam bidang-bidang berikut ini:
1) Keterampilan auditing merupakan hal terpenting bagi auditor
forensik karena adanya sifat pengumpulan informasi dan
verifikasi yang terdapat pada auditor forensik.
2) Pengetahuan dan keterampilan investigasi, misalnya taktik-taktik
surveillance dan keterampilan wawancara dan interogasi,
membantu auditor forensik untuk melangkah di luar keterampilan
mereka di dalam mengaudit aspek-aspek forensik baik aspek legal
maupun aspek finansial.
24
3) Kriminologi, khususnya studi psikologi tindak kejahatan, adalah
penting bagi auditor forensik karena keterampilan investigasi
yang efektif sering bergantung pada pengetahuan tentang motif
dan insentif yang dialami oleh perpetrator.
4) Pengetahuan akuntansi membantu auditor forensik untuk
menganalisis dan menginterpretasi informasi keuangan yang
dibutuhkan untuk membangun sebuah kasus di dalam investigasi
keuangan, apakah itu dalam kasus kebangkrutan, operasi
pencucian uang, atau skema-skema penyelewengan lainnya.
5) Pengetahuan tentang hukum sangat penting untuk menentukan
keberhasilan auditor forensik.
6) Pengetahuan dan keterampilan bidang Teknologi Informasi (TI)
menjadi sarana yang penting bagi auditor forensik di tengah dunia
yang dipenuhi oleh kejahatan-kejahatan dunia maya.
7) Keterampilan berkomunikasi juga dibutuhkan oleh auditor
forensik untuk memastikan bahwa hasil penyelidikan atau analisis
mereka dapat dipahami secara benar dan jelas oleh pengguna
jasanya.
Ramaswamy (2005) mengungkapkan inti pengetahuan seorang
auditor forensik untuk menjadi ahli selalu memerlukan peningkatan
jumlah keahlian dan kompetensi dalam menemukan penipuan. Berikut
adalah terdapat beberapa keahlian yang berguna untuk auditor
forensik:
25
1) Sebuah pengetahuan yang mendalam tentang laporan keuangan,
dan kemampuan untuk menganalisa kritis mereka. Keterampilan
ini membantu auditor forensik menemukan pola abnormal dalam
informasi akuntansi dan mengenali sumber mereka.
2) Sebuah ketelitian tentang pemahaman skema penipuan, namun
tidak terbatas pada pengelapan aset termasuk, pencucian uang,
penyuapan, dan korupsi.
3) Kemampuan untuk memahami sistem pengendalian internal
perusahaan, dan untuk membuat sebuah sistem kontrol yang
menilai resiko, manajemen mencapai tujuan, memberitahu
karyawan mereka kontrol tanggung jawab, dan memantau kualitas
program sehingga koreksi dan perubahan dapat dibuat.
4) Kemampuan dalam ilmu komputer dan sistem jaringan.
Keterampilan ini membantu auditor forensik melakukan
penyelidikan di era e-banking dan sistem komputerisasi
akuntansi.
5) Pengetahuan tentang psikologi, dalam rangka untuk memahami
impulses dibalik perilaku kriminal dan menyiapkan program
pencegahan penipuan yang mendorong dan memotivasi
karyawan.
6) Interpersonal dan kemampuan komunikasi, yang membantu
dalam penyebaran informasi tentang kebijakan etis perusahaan
26
dan membantu auditor forensik melakukan wawancara dan
diperlukan memperoleh informasi yang sangat penting.
7) Pengetahuan ketelitian dari kebijakan pemerintahan dan undang-
undang yang mengatur kebijakan perusahaan tersebut.
8) Perintah hukum pidana dan perdata, serta dari sistem hukum dan
prosedur pengadilan.
Digabriele (2008) melakukan penjabaran atau perluasan dari
beberapa pengetahuan dan keterampilan yang diungkapkan
Ramaswamy (2005) dan Young (2008) sebagai dasar penelitian
dengan menggunakan sembilan item kompetensi keahlian auditor
forensik yang digunakan dalam penilaian perbedaan persepsi dari
pihak akademisi akuntansi, praktisi akuntansi, dan pengguna jasa
auditor forensik yaitu:
1) Keahlian yang penting bagi seorang auditor forensik adalah
analisis deduktif. Kemampuan untuk menganalisis kejanggalan
yang terjadi dalam laporan keuangan, yakni kejadian yang tidak
sesuai dengan kondisi yang wajar.
2) Keahlian yang penting bagi seorang auditor forensik adalah
pemikiran yang kritis. Kemampuan untuk membedakan antara
opini dan fakta.
3) Keahlian yang penting bagi seorang auditor forensik adalah
pemecahan masalah yang tidak terstruktur. Kemampuan untuk
melakukan pendekatan terhadap masing-masing situasi
27
(khususnya situasi yang tidak wajar) melalui pendekatan yang
tidak terstruktur. Dalam hal ini auditor harus mampu memberikan
solusi dari pemecahan masalah yang tidak terstruktur.
4) Keahlian yang penting bagi seorang auditor forensik adalah
fleksibilitas penyidikan. Kemampuan untuk melakukan audit di
luar ketentuan atau prosedur yang berlaku.
5) Keahlian yang penting bagi seorang auditor forensik adalah
keahlian analitik. Kemampuan untuk memeriksa apa yang
seharusnya ada (yang seharusnya tersedia) bukan apa yang telah
ada (yang telah tersedia).
6) Keahlian yang penting bagi seorang auditor forensik adalah
komunikasi lisan. Kemampuan untuk berkomunikasi secara
efektif dengan lisan melalui kesaksian ahli dan penjelasan umum
tentang dasar-dasar opini.
7) Keahlian yang penting bagi seorang auditor forensik adalah
komunikasi tertulis. Kemampuan untuk berkomunikasi secara
efektif dengan tulisan melalui laporan, bagan, gambar, dan jadwal
tentang dasar-dasar opini.
8) Keahlian yang penting bagi seorang auditor forensik adalah
pengetahuan tentang hukum. Kemampuan untuk memahami
proses-proses hukum dasar dan isu-isu hukum termasuk ketentuan
bukti (rules of evidence).
28
9) Keahlian yang penting bagi seorang auditor forensik adalah
composure. Kemampuan untuk menjaga sikap untuk tetap tenang
meskipun dalam situasi tertekan.
4. Auditor Forensik
a. Definisi Auditor Forensik
Auditor forensik adalah orang yang menggunakan ilmu akuntansi
forensik dengan pertimbangan bahwa tidak semua auditornya berasal
dari seorang akuntan (Tias, 2012). Profesi audit forensik telah disebut
dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) Pasal
179 ayat (1) menyatakan “Setiap orang yang diminta pendapatnya
sebagai ahli kedokteran, kehakiman, atau dokter atau ahli lainnya wajib
memberikan keterangan ahli demi keadilan”. Pemohon dapat
mengajukan permintaan keterangan ahli secara tertulis kepada Ketua
BPK atau Kepala Perwakilan BPK sesuai Peraturan BPK Nomor 3
Tahun 2010 tentang Tata Cara Pemberian Keterangan Ahli Pasal 4.
Dhar dan Sarkar (2010) Alabdullah (2014) menyatakan bahwa
akuntansi forensik disebut juga akuntansi investigatif atau audit
forensik, yang merupakan gabungan dari ilmu forensik dan akuntansi.
Menurut Wiratmaja (2010) audit forensik merupakan suatu
pengujian mengenai bukti atas suatu pernyataan atau pengungkapan
informasi keuangan untuk menentukan keterkaitannya dengan ukuran-
ukuran standar yang memadai untuk kebutuhan pembuktian di
pengadilan.
29
Audit forensik merupakan perluasan dari penerapan prosedur
audit standar ke arah pengumpulan bukti untuk kebutuhan persidangan
di pengadilan. Audit ini meliputi prosedur-prosedur atau tahapan-
tahapan tertentu yang digunakan audit untuk mengidentifikasi dan
menggabungkan bukti-bukti guna membuktikan, seperti berapa lama
fraud dilakukan, bagaimana cara melakukan fraud tersebut, berapa
besar jumlahnya, dimana dilakukannya, serta siapa pelakunya (Purjono,
2012).
Auditor forensik bisa menjadi “mata-mata” penyidik karena
mereka bisa mengetahui adanya transaksi kecurangan, dengan mencari
bukti, menemukan kesalahan penyajian, dan menemukan kejahatan
yang tidak terjangkau oleh bidang hukum Lorenzo (1993) dalam Salleh
(2014).
Dengan demikian, audit forensik dapat didefinisikan sebagai
tindakan menganalisa dan membandingkan antara kondisi di lapangan
dengan kriteria, untuk menghasilkan informasi seperti berapa lama
fraud dilakukan, bagaimana cara melakukan fraud tersebut, berapa
besar jumlahnya, dimana dilakukannya, serta siapa pelakunya atau
bukti kuantitatif yang bisa digunakan di muka pengadilan.
b. Ruang Lingkup Audit Forensik
Tuanakotta (2012:84-94) mengemukakan bahwa akuntansi
forensik mempunyai ruang lingkup yang spesifik untuk lembaga yang
menerapkannya atau untuk tujuan melakukan audit investigatif.
30
1) Praktik di Sektor Swasta
Bologna dan Lindquist perintis mengenai akuntansi forensik dalam
Tuanakotta (2012:84) menekankan beberapa istilah dalam
perbendaharaan akuntansi, yaitu: fraud auditing, forensic
accounting, investigative support, dan valuation analysis.
Litigation support merupakan istilah dalam akuntansi forensik
bersifat dukungan untuk kegiatan ligitasi. Akuntansi forensik
dimulai sesudah ditemukan indikasi awal adanya fraud. Audit
investigasi merupakan bagian awal dari akuntasi forensik. Adapun
valuation analysis berhubungan dengan akuntansi atau unsur
perhitungan. Misalnya dalam menghitung kerugian negara karena
tindakan korupsi.
2) Praktik di Sektor Pemerintahan
Akuntansi forensik pada sektor publik di Indonesia lebih menonjol
daripada akuntansi forensik pada sektor swasta. Secara umum
akuntansi forensik pada kedua sektor tidak berbeda, hanya terdapat
perbedaan pada tahap-tahap dari seluruh rangkaian akuntansi
forensik terbagi-bagi pada berbagai lembaga seperti lembaga
pemeriksaan keuangan negara, lembaga pengawasan internal
pemerintahan, lembaga pengadilan, dan berbagai lembaga LSM
(Lembaga Swadaya Masyarakat) yang berfungsi sebagai pressure
group.
31
c. Atribut dan Karakteristik Audit Forensik
1) Atribut Audit Forensik
Davia dalam Tuanakotta (2012:103) memberikan contoh
kecurangan lewat pembukuan seperti kickback atau bribery yang
diambil dari harga beli yang sudah di marked-up. Juga untuk off
the book, seperti penagihan piutang yang sudah dihapus dan
penjualan barang yang sudah diberitahukan.
Howard R. Davia dalam Akuntansi Forensik dan Audit
Investigatif (Tuanakotta, 2012:103-104) memberikan lima nasehat
kepada seorang auditor penulis dalam melakukan investigasi
terhadap fraud pada umumnya dan korupsi pada khususnya:
(a) Dari awal upayakan “menduga” siapa pelaku. Dalam
pengembangan investigasinya, daftar pelaku yang diduga dapat
diperpanjang atau diperpendek, sesuai dengan bukti-bukti yang
berhasil dikumpulkan.
(b) Fokus pada pengumpulan bukti untuk proses pengadilan.
(c) Kreatif dalam mengembangkan teknik investigasi, berpikir
seperti penjahat, dan jangan mudah ditebak.
(d) Kalau sistem pengendalian intern sudah baik, berbagai jenis
fraud hanya bisa terjadi karena persekongkolan. Investigator
harus memiliki indra atau institusi yang tajam untuk
merumuskan “teori mengenai persekongkolan”. Ini adalah
sebagaian bagian dari “teori mengenai fraud”.
32
(e) Kenali pola fraud. Ini memungkinkan investigator
menerapkan teknik investigasi yang mujarab.
Dengan lima nasehat Davia tersebut, jelaslah gambaran
mengenai atribut khas dari seorang fraud auditor, investigator,
forensic accountant atau yang sejenisnya (penyelidik, penyidik,
dan penuntut umum)
2) Karakteristik Audit Forensik
Bologna dan Lindquist dalam Tuanakotta (2012:106),
menyebutkan karakteristik apa saja yang harus dimiliki oleh
seorang akuntan forensik:
(a) Kreatif, kemampuan untuk melihat sesuatu yang orang lain
anggap situasi bisnis yang normal dan memperhatikan
interpretasi lain, yakni bahwa itu tidak merupakan situasi
bisnis yang normal.
(b) Rasa ingin tahu, keinginan untuk menemukan apa yang
sesungguhnya terjadi dalam rangkaian peristiwa dan situasi.
(c) Tak menyerah, kemampuan untuk maju terus pantang
mundur walaupun fakta (seolah-olah) tidak mendukung, dan
ketika dokumen atau informasi sulit diperoleh.
(d) Akal sehat, kemampuan untuk mempertahankan perspektif
dunia nyata. Ada yang menyebutnya, perspektif anak
jalanan yang mengerti betul kerasnya kehidupan.
33
(e) Business sense, kemampuan untuk memahami bagaimana
bisnis sesungguhnya berjalan, dan bukan sekedar
memahami bagaimana transaksi dicatat.
(f) Percaya diri, kemampuan untuk memercayai diri dan
temuan kita sehingga kita dapat bertahan di bawah cross
examination (pertanyaan silang dari jaksa penuntut umum
dan pembela).
5. Bahan Bukti
a. Definisi Bahan Bukti
Arens, et al (2012:196) mendefinisikan sebagai berikut: “Bahan
bukti audit adalah informasi yang digunakan oleh auditor untuk
menentukan apakah informasi kuantitatif yang sedang di audit
disajikan sesuai dengan kriteria yang ditetapkan.”
Boynton, et al (2006:206) bahan bukti yang mencukupi dapat
diperoleh melalui inspeksi, pengamatan, permintaan keterangan, dan
konfirmasi yang digunakan sebagai dasar yang layak untuk
menyatakan pendapat atas laporan keuangan yang diaudit.
Pusdiklatwas BPKP, (2013) untuk mendapatkan bukti-bukti
selama proses audit berlangsung, auditor harus memahami terlebih
dahulu tingkatan bukti audit, yakni: bukti utama (primary evidence),
bukti tambahan (secondary evidence), bukti langsung (direct
evidence), bukti tak langsung (circumstansial evidence), bukti
34
perbandingan (comparative evidence) dan bukti statistik (statistical
evidence).
Berikut ini penjelasan masing-masing tingkatan bukti audit
sebagai berikut:
1) Bukti Utama (Primary Evidence)
Bukti utama adalah bukti asli yang menunjang secara langsung
suatu transaksi/kejadian. Bukti utama menghasilkan kepastian
yang paling kuat atas fakta. Misalnya kontrak/SPK asli, kuitansi,
faktur, Surat Perintah Membayar (SPM).
2) Bukti Tambahan (Secondary Evidence)
Bukti ini lebih rendah mutunya apabila dibandingkan dengan
bukti utama dan tak dapat dipergunakan dengan tingkat keandalan
yang sama dengan bukti utama. Bukti tambahan dapat berupa
fotokopi kontrak dan keterangan lisan. Bukti ini dapat diterima
jika bukti utama ternyata rusak atau hilang, atau dapat diterima
jika ditunjukkan bahwa bukti ini merupakan pencerminan yang
layak atas bukti utama.
3) Bukti Langsung (Direct Evidence)
Bukti langsung merupakan fakta tanpa kesimpulan ataupun
anggapan. Bukti ini cenderung untuk menunjukkan suatu fakta
atau materi yang dipersoalkan. Suatu bukti dapat dikatakan
langsung apabila dikuatkan oleh pihak-pihak yang mempunyai
pengetahuan nyata mengenai persoalan yang bersangkutan
35
dengan menyaksikan sendiri. Contohnya adalah bukti transfer
atau cek yang berhubungan langsung dengan suatu tindak pidana.
4) Bukti Tidak Langsung (Circumstantial Evidence)
Bukti tidak langsung mengungkapkan secara tidak langsung atas
suatu tindak pelanggaran atau fakta-fakta dari seseorang yang
mungkin mempunyai niat atau motif melakukan pelanggaran.
5) Bukti Perbandingan (Comparative Evidence)
Bukti ini sering sekali diperlukan untuk mengidentifikasi
perbedaan-perbedaan dalam perjanjian, seperti membandingkan
produk jasa suatu perusahaan dengan perusahaan lainnya baik
yang bersifat kualitas maupun kuantitas.
6) Bukti Statistik (Statistical Evidence)
Bukti satistik merupakan jenis bukti yang berguna walaupun tidak
dapat digunakan untuk membuktikan suatu tuntutan kepada
seseorang. Namun demikian bukti statistik dapat membantu
dalam membuktikan suatu kasus sebab bukti tersebut dapat
digunakan sebagai bukti tidak langsung untuk menetapkan adanya
motif lain
Dalam melakukan audit, auditor harus mengumpulkan bukti-bukti
yang memenuhi syarat relevan, kompeten dan cukup (Re, Ko, Cu)
sebagai berikut:
1) Relevan yaitu bukti-bukti dianggap relevan jika bukti tersebut
merupakan salah satu bagian dari rangkaian bukti-bukti (chain of
36
evidence) yang menggambarkan suatu proses kejadian atau jika
bukti tersebut secara tidak langsung menunjukkan kenyataan
dilakukan atau tidak dilakukannya suatu perbuatan.
2) Kompeten yaitu suatu bukti ditujukan pada proses pembuatan
bukti tersebut dan proses perolehannya. Jika bukti dibuat oleh
petugas yang tidak kompeten maka bukti tersebut dianggap tidak
kompeten. Kompetensi suatu bukti juga didasarkan pada proses
perolehan bukti tersebut oleh auditor. Bukti yang diperoleh secara
ilegal tidak dapat diterima menurut hukum.
3) Cukup yaitu bukti-bukti yang dikumpulkan jumlahnya cukup
dalam arti nilai bukti dan kuantitas bukti, atau nilai keseluruhan
bukti. Bukti audit yang cukup berarti dapat
mewakili/menggambarkan keseluruhan keadaan/kondisi yang
dipermasalahkan, sehingga apabila bukti yang dikumpulkan
banyak namun nilai dan kuantitas bukti tidak material maka bukti
tersebut kurang mendukung simpulan yang ada dalam laporan
hasil audit.
b. Kompetensi Bahan Bukti
Menurut Arens, et al (2012:196), kompetensi bahan bukti
merujuk pada tingkat dimana bukti tersebut dianggap dapat dipercaya
atau diyakini kebenarannya. Kepercayaan akan bukti persidangan yang
diberikan auditor forensik menjadi salah satu tolak ukur utama para
pihak tersebut untuk meyakinkan bukti yang disajikan telah mewakili
37
dan menggambarkan keseluruhan tindak pidana korupsi yang dilakukan
terdakwa.
Menurut Boynton, et al (2006:208) Kompetensi bukti adalah
berkaitan dengan kuantitas atau mutu dari bukti-bukti tersebut.
Kompetensi bukti audit sebagai penguat yang mendasari data akuntansi
maupun informasi yang tercantum dalam aspek standar ketiga
pekerjaan lapangan. Keandalan catatan akuntansi dipengaruhi secara
langsung oleh efektivitas pengendalian intren.
Menurut Herbert (1977) kompetensi dari bukti audit berkaitan
dengan sumber. Sumber dalam hal ini berkaitan dengan yang berasal
dari sebuah dunia nyata. Berdasarkan persyaratan tersebut maka bukti
audit hanya dapat berasal dari tiga sumber yaitu:
1) Pandangan auditor yang berkaitan dengan dunia nyata (bukti
observasi).
2) Pandangan orang lain yang berkaitan dengan dunia nyata yang
disampaikan kepada auditor (bukti testimonial).
3) Karakteristik khusus dari suatu item yang terkait dengan realitas
yang dapat dirasakan oleh siapa saja (bukti tercatat).
Arens, et al (2012: 196) tingkat kompetensi tidak dapat
ditingkatkan dengan cara memperbesar ukuran sampel atau mengambil
item-item lainnya dari suatu populasi. Tingkat kompetensi hanya dapat
diperbesar dengan memilih berbagai prosedur audit yang mengandung
38
tingkat kualitas yang lebih tinggi atas satu atau lebih dari keenam
karakteristik kompetensi bahan bukti berikut ini:
1) Independensi penyedia bukti
Bahan bukti audit diperoleh dari sumber diluar entitas akan lebih
dapat dipercaya daripada bahan bukti audit yang diperoleh dari
dalam entitas.
2) Efektivitas pengendalian intern
Jika pengendalian intern klien berjalan secara efektif, maka bukti
audit yang akan diperoleh akan lebih dapat dipercaya daripada jika
pengendalian intern lemah.
3) Pengetahuan langsung auditor
Bahan bukti audit yang diperoleh langsung oleh auditor melalui
pengujian fisik, observasi, penghitungan dan inspeksi akan lebih
kompeten daripada informasi yang diperoleh secara tidak langsung.
Kualifikasi individu yang menyediakan informasi
4) Kualifikasi individu yang menyediakan informasi
Walaupun jika sumber informasi itu bersifat independen, bahan
bukti audit tidak akan dipercaya kecuali jika individu yang
menyediakan informasi tersebut memiliki kualifikasi untuk
melakukan hal itu. Selain itu, bukti-bukti yang diperoleh langsung
oleh auditor tidak akan terpercaya jika ia sendiri kurang memiliki
kualifikasi untuk mengevaluasi bahan bukti tersebut.
39
5) Tingkat objektivitas
Bahan bukti yang objektif akan dapat lebih dipercaya daripada
bukti yang membutuhkan pertimbangan tertentu untuk menentukan
apakah bukti tersebut memang benar.
6) Ketepatan waktu
Ketepatan waktu atas bahan bukti audit dapat merujuk baik kapan
bukti itu dikumpulkan atau kapan periode waktu yang tercover
oleh proses audit tersebut.
Kompetensi bukti dapat disimpulkan sebagai kualitas atau
keandalan data akuntansi dan informasi penguat yang merujuk pada
tingkat dimana bukti tersebut dianggap dapat dipercaya atau diyakini
kebenarannya. Berdasarkan persyaratan tersebut maka bukti audit hanya
dapat berasal dari tiga sumber yaitu : pandangan auditor yang berkaitan
dengan dunia nyata (bukti observasi), pandangan orang lain yang
berkaitan dengan dunia nyata yang disampaikan kepada auditor (bukti
testimonial) dan karakteristik khusus dari suatu item yang terkait
dengan realitas yang dapat dirasakan oleh siapa saja (bukti tercatat).
6. Pengungkapan Korupsi
a. Definisi Pengungkapan
Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia (2007) pengungkapan
adalah tindakan untuk menunjukkan, membuktikan, menyingkap
tentang sesuatu yang tadinya masih menjadi rahasia atau tidak banyak
diketahui orang.
40
Gilbert (2014) pengungkapan bisa menunjukkan siapa
konspirator dalam korupsi dan mengurangi ketidakpastian dalam
transaksi ilegal.
b. Definisi Korupsi
Korupsi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2007) adalah
penyelewengan atau penyalahgunaan uang negara (perusahaan dsb)
untuk kepentingan pribadi atau orang lain. Korupsi berasal dari bahasa
latin Corruptio atau Corruptus yang berarti suatu perbuatan yang
busuk, buruk, bejat, tidak jujur, dapat disuap, tidak bermoral,
menyimpang dari kesucian, kata-kata atau ucapan yang menghina atau
memfitnah.
Perbuatan korupsi dalam Islam telah dilarang dalam Al-Qur‟an
Surat Al-Baqarah ayat 188: “Dan janganlah kamu makan harta di
antara kamu dengan jalan yang batil, dan (janganlah) kamu menyuap
dengan harta itu kepada hakim, dengan maksud agar kamu dapat
memakan sebagian harta orang lain itu dengan jalan dosa, padahal
kamu mengetahui”.
Dalam Al-Qur‟an korupsi disebut sebagai ghulul yang
maknanya pengkhianatan terhadap kepercayaan atau amanah, korupsi
dapat pula dideskripsikan sebagai al-shut yang bermakna menjadi
perantara dengan menerima imbalan antara seseorang dengan
penguasa untuk suatu kepentingan (Umar, 2012).
41
Menurut Shleifer dan Vishny (1993) korupsi adalah penjualan
barang-barang milik pemerintah oleh pegawai negeri untuk
keuntungan pribadi. Sebagai contoh, pegawai negeri sering menarik
pungutan liar dari perizinan, lisensi, bea cukai, atau pelarangan masuk
bagi pesaing. Para pegawai negeri itu memungut bayaran untuk tugas
pokoknya atau untuk pemakaian barang-barang milik pemerintah
untuk kepentingan pribadinya.
Suwarsono (2015) menilai korupsi bukan sekedar sebagai
sebuah tindakan kejahatan terlarang yang melanggar hukum, tetapi
merupakan sebuah disposisi psikologis, kecenderungan yang melekat
pada moralitas seseorang.
Maka dapat disimpulkan korupsi merupakan perbuatan curang
yang merugikan negara dan masyarakat luas dengan berbagai macam
modus. Korupsi membawa dampak negatif yang cukup luas pada
kelangsungan hidup bangsa, menghambat perekonomian dan
pembangunan nasional, namun yang paling dirasakan oleh rakyat
adalah kemampuan negara semakin terbatas dalam hal menyediakan
anggaran demi kepentingan rakyat.
c. Bukti audit dan bukti hukum
Pusdiklatwas BPKP (2013) bukti menurut hukum dan audit
memiliki banyak kesamaan, karena keduanya memiliki tujuan yang
sama yaitu memberikan bukti, untuk mendorong keyakinan tentang
kebenaran atau kesalahan setiap pernyataan atas suatu masalah.
42
Laporan yang diterbitkan auditor sebaiknya membahas
bagaimana fraudster melakukan suatu kecurangan, pengendalian
internal yang berhasil dibobol, dan memberikan masukan dalam
pencegahan terjadinya fraud (Purjono, 2012).
Timbul suatu permasalahan ketika LHAI tidak dapat secara
langsung dijadikan alat bukti bagi penyidik sebagai syarat formil.
Pasal 184 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP)
menjelaskan bahwa alat bukti meliputi saksi, ahli, surat, petunjuk, dan
keterangan terdakwa. Sedangkan Laporan Hasil Audit Investigasi
(LHAI) tidak menunjukkan hubungan kausalitas secara terperinci
antara oknum yang diduga melakukan penyimpangan dengan
perbuatan yang disangkakan. Oleh karena itu perlu keterlibatan
terlebih dahulu oleh penyidik untuk mengubah laporan tersebut
kedalam bahasa hukum untuk dijadikan alat bukti (Bramastyo, 2014).
Bukti menurut hukum diatur pada ayat (1) pasal 184
KUHAP yang secara lengkapnya adalah sebagai berikut:
" Alat bukti yang sah ialah: keterangan saksi, keterangan ahli, surat,
petunjuk, keterangan terdakwa. "
1) Keterangan saksi
Ketentuan mengenai keterangan saksi diatur dalam pasal 1 butir
27 KUHAP yang berbunyi : "Keterangan saksi adalah, salah satu
alat bukti dalam perkara pidana yang berupa keterangan dari saksi
mengenai suatu peristiwa pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat
43
sendiri, dan ia alami sendiri dengan menyebut alasan dari
pengetahuannya itu".
2) Keterangan ahli
Dalam rangka membantu hakim rnemahami fakta-fakta materiil
atau memperoleh kebenaran, materiil, dapat dihadirkan ahli yang
diharapkan dapat membuat terang suatu hal. Pasal 1 butir 28
KUHAP manyatakan: "Keterangan ahli adalah keterangan yang
diberikan oleh seorang yang memiliki keahlian khusus tentang hal
yang diperlukan untuk membuat terang suatu perkara pidana guna
kepentingan pemeriksaan".
3) Surat
Alat bukti surat diatur dalam pasal 187 KUHAP yang membagi
alat bukti surat dalam , 4 (empat) jenis surat yaitu:
(a) Berita acara dan surat lain dalam bentuk surat resmi yang
dibuat olehpejabat umum yang berwenang atau yang dibuat
dihadapannya yang memuat keterangan tentang kejadian
atau keadaan yang didengar, dilihat, atau dialaminya sendiri
disertai dengan alasan yang jelas dan tegas tentang
keterangan itu.
(b) Surat yang dibuat menurut ketentuan peraturan Perundang-
undangan atau surat yang dibuat oleh pejabat mengenai ha!
yang termasuk dalam tata laksana yang menjadi
44
tanggungjawabnya dan yang diperuntukkan bagi
pembuktian sesuatu hal atau sesuatu keadaan.
(c) Surat keterangan dari seorang ahli yang memuat pendapat
berdasarkan keahliannya mengenai sesuatu hal atau sesuatu
keadaan yang diminta secara resmi daripadanya.
Memperhatikan ketentuan pasal 186 beserta dengan
penjelasannya dan pasal 187 huruf c KUHAP ini, ada
pendapat yang menyatakan bahwa menyangkut keterangan
ahli yang berupa laporan, terdapat sifat dualisme. Di satu
sisi keterangan ahli diakui sebagai keterangan ahli (pasal
186 KUHAP dan penjelasannya) namun di sisi lain
keterangan ahli,diakui sebagai bukti surat (pasal 187 huruf
c).
(d) Surat lain yang hanya dapat berlaku jika ada hubungannya
dengan isi dari alat pembuktian yang lain contoh surat jenis
ini adalah korespondensi, surat pernyataan dan sebagainya.
4) Petunjuk
Dalam pasal 188 ayat (1) KUHAP, yang dimaksud dengan
petunjuk ada!ah perbuatan, kejadian atau keadaan yang karena
persesuaiannya, baik antara yang satu dengan yang lain maupun
dengan tindak pidana itu sendiri, menandakan bahwa telah terjadi
suatu tindak pidana dan siapa pelakunya.
45
5) Keterangan terdakwa
Keterangan terdakwa diatur dalam pasal 189 KUHAP yang
berbunyi:
(a) Keterangan terdakwa adalah apa yang terdakwa nyatakan di
sidang tentang perbuatan yang ia lakukan, atau ia ketahui
sendiri atau alami sendiri.
(b) Keterangan terdakwa yang diberikan, diluar sidang dapat
digunakan untuk membantu menemukan bukti di sidang
pengadilan asalkan keterangan itu didukung oleh suatu alat
bukti yang sah sepanjang mengenai hal yang didakwakan
kepadanya.
(c) Keterangan terdakwa ,hanya dapat digunakan terhadap
dirinya sendiri.
(d) Keterangan terdakwa saja tidak cukup untuk membuktikan
bahwa ia bersalah melakukan perbuatan yang didakwakan
kepadanya melainkan harus disertai dengan alat bukti yang
lain.
Ada delapan kategori jenis-jenis bukti audit yang dapat dipilih
auditor (Arens et al, 2012:200):
1) Pemeriksaan fisik (Physical examination) adalah perhitungan
aktiva yang berwujud oleh auditor. Bahan bukti jenis ini sering
dihubungkan dengan persediaan kas, tetapi dapat juga diterapkan
untuk verifikasi efek-efek, wesel tagih dan aktiva tetap berwujud.
46
2) Konfirmasi (Confimation) digambarkan sebagai penerimaan
jawaban tertulis maupun lisan dari pihak ketiga yang independen
dalam memverifikasi akurasi informasi yang telah diminta
auditor.
3) Dokumentasi (Documentation) biasanya disebut dengan
pemeriksaan dokumen, yaitu merupakan pemeriksaan auditor atas
dokumen dan catatan klien untuk mendukung informasi yang ada
atau seharusnya ada dalam laporan keuangan.
4) Prosedur analitis (Analytical procedures) adalah menggunakan
perbandingan dan hubungan untuk menentukan apakah saldo
akun tersaji secara layak.
5) Tanya Jawab dengan klien (Inquires of the cliens) adalah
mendapatkan informasi tertulis atau lisan dari klien dengan
menjawab pertanyaan dari auditor.
6) Rekalkulasi (Recalculation) melibatkan pengecekan ulang atas
sampel kalkulasi yang dilakukan oleh klien. Pengecekan ulang
kalkulasi klien ini terdiri dari pengujian atas keakuratan
perhitungan klien dan mencakup prosedur seperti perkalian faktur
penjualan dan persediaan, penjumlahan jurnal dan buku
tambahan, serta pengecekan kalkulasi beban penyusutan dan
beban dibayar di muka.
47
7) Pelaksanaan Ulang (Reperformance) menyangkut pengecekan
ulang sampel perhitungan dan perpindahan informasi yang
dilaksanakan oleh klien selama periode yang diaudit.
8) Observasi (Observation) adalah penggunaan indera untuk
menilai aktivitas klien. Selama menjalani penugasan dengan
klien, auditor mempunyai banyak kesempatan untuk
menggunakan inderanya (penglihatan, pendengaran, perasaan,
dan penciuman) guna mengevaluasi berbagai item.
Variabel pengungkapan korupsi dirancang dengan merujuk
pada bukti audit dan alat bukti hukum pasal 184 Kitab Undang-
Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) (Pusdiklatwas BPKP,
2013):
a. Pengujian Fisik (Phsical Examination)
Dalam pengujian fisik ini, auditor APIP melakukan inspeksi
ataupemeriksaan atau penghitungan terhadap fisik asset atau
aktiva baik proyek, instansi, maupun badan usaha. Hasil
pengujian fisik ini dituangkan dalam bentuk berita acara
pemeriksaan fisik yang ditandatangani kedua belah pihak yaitu
auditor dan auditan. Dari Berita Acara Pemeriksaan (BAP)
Fisik ini menunjukkan adanya kesepakatan tentang fakta yang
dimuat di dalam BAP tersebut. Dari bukti audit Berita Acara
Pemeriksaan (BAP) Fisik ini, penyidik dapat mengubah atau
mengembangkan menjadi alat bukti: keterangan saksi, apabila
48
auditan: mendengar, melihat, dan mengalami sendiri tindak
pidana yang terjadi (Pasal I butir 27 KUHAP) atau menjadi
keterangan terdakwa, apabila auditan ternyata terlibat dalam
tindak pidana yang terjadi.
b. Bukti Konfirmasi (Confirmation)
Bukti konfirmasi didapat dengan cara mengajukan pertanyaan
dalam rangka memperoleh penegasan dari pihak ketiga
independen. Bukti konfirmasi ini lebih mengarah untuk diubah
atau dikembangkan oleh penyidik sebagai alat bukti
keterangan saksi, apabila ternyata mempunyai atau pernah
mempunyai hubungan hukum dengan kegiatan auditan.
c. Bukti Dokumen (Document)
Dokumen merupakan jenis bukti audit yang didapat dari hasil
pengujian yang dilakukan oleh auditor terhadap dokumen dan
catatan yang mendukung informasi audit. Berkaitan dengan
pembuktian menurut hukum pidana, maka bukti dokumen
merupakan salah satu bukti audit yang dapat memenuhi-
kriteria alat bukti surat sebagaimana dimaksud dalam Pasal
187 KUHAP. Dengan adanya ketentuan perubahan Undang-
undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang terbaru,
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, bahwa selain dari
keterangan saksi, surat dan keterangan terdakwa, bukti
petunjuk dapat diperoleh dari informasi dan dokumen. Namun
49
demikian yang dapat menemukan dan menentukannya sebagai
bukti petunjuk pada saat persidangan. Dengan demikian bukti
dokumen dapat dikembangkan oleh penyidik menjadi alat
bukti keterangan saksi, surat, dan keterangan terdakwa, serta
dapat dipersiapkan oleh auditor untuk menjadi sumber atau
referensi bagi hakim untuk menemukan alat bukti petunjuk.
d. Prosedur Analitis (Analytical Procedures)
Prosedur analisis merupakan jenis bukti audit yang diperoleh
melalui perbandingan dan hubungan untuk menentukan apakah
data yang ada menunjukan kewajaran. Bukti audit ini biasanya
menghasilkan suatu indikasi, karenanya auditor perlu
membuktikan kebenaran material indikasi tersebut. Prosedur
Analisis adalah bukti audit yang memerlukan langkah auditan
berupa penilaian auditor, sehingga lebih tepat apabila diajukan
sebagai alat bukti keterangan ahli yang tertuang dalam LHAI.
e. Bukti Tanya Jawab dengan Auditan (Inquires of the Client)
Bukti audit ini tingkat keandalannya rendah karena berasal dari
jawaban pihak auditan, sehingga informasi yang diperoleh
cenderung memihak kepentingan auditan dan kurang
independen. Bukti audit ini mungkin berupa pemyataan tidak
pasti (hearsay) oleh karena itu auditor perlu mendapatkan lebih
lanjut bukti audit yang nyata dengan cara melaksanakan
50
prosedur audit lainnya. Biasanya bukti tanya jawab dituangkan
dalam Berita Acara Klarifikasi (BAK). Walaupun menurut
auditor bukti ini rendah tingkat keandalannya, tetapi dalam
konteks bukti hukum, bukti audit tanya jawab dengan auditan
dapat juga dikembangkan oleh penyidik menjadi alat bukti
keterangan saksi dan keterangan terdakwa.
f. Rekalkulasi (Recalculation)
Pengecekan ulang atas sampel kalkulasi yang dilakukan oleh
klien. Pengecekan ulang kalkulasi klien ini terdiri dari
pengujian atas keakuratan perhitungan klien. Informasi yang
didapat dari hasil rekalkulasi adalah bukti audit yang
memerlukan langkah auditan berupa penilaian auditor,
sehingga lebih tepat apabila diajukan sebagai alat bukti
keterangan ahli yang tertuang dalam LHAI.
g. Pelaksanaan Ulang (Reperformance)
Pelaksanaan ulang merupakan jenis bukti audit yang diperoleh
dengan cara melakukan pengecekan kembali terhadap suatu
sample perhitungan dan pemindahan informasi yang dilakukan
oleh auditan selama periode yang diaudit. Mengingat bukti
audit pelaksanaan ulang ini erat kaitannya dengan bukti audit
dokumen transaksi maupun pembukuan atau catatan satuan
kerja dan terkait dengan kegiatan penilaian auditor terdadap
51
pembukuan atau catatan satuan kerja usaha pemerintah.
Mengingat dalam alat bukti ini terdapat "penilaian oleh
auditor" maka berdasarkan ketentuan Pasal 185 ayat (5)
KUHAP tidak bisa diubah menjadi keterangan saksi, tetapi
yang paling cocok adalah hasil penilaian ini ditanyakan dalam
kapasitas sebagai pemberi keterangan ahli.
h. Bukti Observasi (Observation)
Bukti audit observasi ini adalah kesan yang diperoleh auditor
dari penilaian pengamatannya saja atau dengan kata lain
merupakan dugaan dari auditor, sehingga dugaan tersebut tidak
dapat diterima sebagai alat bukti keterangan saksi. Sehingga
hasil informasi observasi, dapat menduukung pengembangan
keterangan lainnya.
d. Bentuk Korupsi
Untuk kepentingan perumusan strategi pemberantasan korupsi
dipandang perlu untuk terlebih dahulu mengenali skema dan jenis
korupsi.
Albrecht et al (2014:331) mengelompokkan korupsi ke dalam
empat skema berikut:
1) Skema penyuapan
Skema yang dilakukan oleh seseorang dengan menawarkan,
memberikan, atau mencoba memberikan sesuatu yang memiiki
nilai dengan tujuan untuk memengaruhi keabsahan tindakan atau
52
keputusan bisnis tanpa sepengetahuan atau sepertujuan pihak-pihak
yang berwenang.
2) Skema konflik kepentingan
Skema yang terjadi ketika pegawai, manajer, atau eksekutif
memiliki kepentingan ekonomi atau pribadi yang tidak
diungkapkan dalam suatu transaksi, sehingga berdampak buruk
terhadap perusahaan.
3) Skema pemerasan ekonomi
Memaksa orang lain untuk masuk ke dalam transaksi atau dengan
memberikan properti yang didasarkan pada kesalahan penggunaan
dari yang seharusnya atau memaksa dengan melibatkan unsur
ekonomi, perasaan ketakutan, atau perasaan terancam.
4) Skema penerimaan ilegal
Skema yang dilakukan oleh seseorang dengan menawarkan,
memberikan, atau mencoba memberikan yang memiliki nilai
dengan tujuan untuk memengaruhi keabsahan tindakan atau
keputusan bisnis tanpa sepengetahuan atau sepertujuan pihak-pihak
yang berwenang.
Berdasarkan pasal-pasal dalam UU No. 31 tahun 1999 UU No. 20
tahun 2001 dirumuskan 30 (tiga puluh) bentuk/jenis tindak pidana
korupsi yang dapat dikelompokkan kedalam tujuh kelompok
perbuatan, yaitu:
53
1) Kerugian keuangan negara
2) Suap-menyuap
3) Penggelapan dalam jabatan
4) Pemerasaan
5) Perbuatan curang
6) Benturan kepentingan dalam pengadaan
7) Gratifikasi
Sedangkan dalam skema fraud tree yang dikembangkan oleh
Association of Certified Fraud Examiners (ACFE), korupsi
(corruption) memiliki cabang ranting-ranting sebagai berikut:
1) Conflict of Interest atau benturan kepentingan sering kita jumpai
dalam berbagai bentuk, diantaranya bisnis “pelat merah”.
2) Bribery, merupakan tindakan suap-menyuap.
3) Illegal gratuities, merupakan pemberian atau hadiah yang
merupakan bentuk terselubung dari penyuapan.
4) Economic exortion, merupakan tindak pemerasan.
Conflict of interest atau benturan kepentingan sering kita
jumpai dalam berbagai bentuk, diantaranya bisnis “pelat merah”
atau bisnis pejabat (penguasa) dan keluarga serta kroni mereka
yang menjadi pemasok atau rekanan di lembaga-lembaga
pemerintahan dan di dunia bisnis sekalipun. Benturan kepentingan
dapat terjadi dalam skema pembelian (purchase scheme) mapupun
penjualan (sales scheme). Lembaga pemerintahan atau bisnis
54
selaku pembeli (baik barang maupun jasa) ber-KKN dengan
“penjual”. Indikasi mengenai hal ini terlihat dalam hal pembeli
merupakan lembaga besar, nilai pembeliannya tinggi, dan penjual
merupakan supplier terkenal tingkat dunia. Jadi, seharusnya jual
beli dapat (dan lazimnya) dilakukan secara langsung dan bukan
melalui “penjual” perantara.
Bribery atau penyuapan merupakan bagian yang akrab
dalam kehidupan bisnis dan politik di Indonesia. Karena itu tidak
perlu ada uraian yang panjang lebar tentang ranting ini. Anak
ranting bribery adalah invoice kickback dan bid ringing. Kickback
(secara harfiah berarti “tendangan terbalik”) merupakan salah satu
bentuk penyuapan dimana si penjual “mengikhlaskan” sebagian
dari hasil penjualannya. Persentase yang diiklaskannya itu bisa
diatur dimuka, atau diserahkan sepenuhnya kepada “keikhlasan”
penjual. Dalam hal terakhir, apabila penerima kickback
menggangap kickback yang diterimanya terlalu kecil, maka ia akan
mengalihkan bisnisnya ke rekanan yang lebih “iklas” (memberi
kickback yang lebih tinggi).
Kickback berbeda dari bribery. Dalam hal bribery
pemberinya tidak “mengorbankan” suatu penerimaan. Misalnya,
apabila seseorang menyuap atau menyogok seorang penegak
hukum, ia mengharapkan keringanan hukuman. Dalam contoh
kickback diatas, pemberinya menerima keuntungan materi.
55
Bid ringing merupakan permainan dalam tender, hal ini
dapat dilakukan dengan persekongkolan diantara pembeli dan
sebagian peserta tender, hal ini dapat berupa bid rotation (tender
arisan), dan dapat berupa phantom bods (perusahaan menciptakan
banyak perusahaan lain yang bohong-bohongan).
Illegal gratuities adalah pemberian atau hadiah yang
merupakan bentuk terselubung dari penyuapan. Dalam kasus
korupsi di Indonesia kita melihat hal ini dalam bentuk hadiah
perkawinan, hadiah ulang tahun,hadiah perpisahan, hadiah
kenaikan pangkat dan jabatan dan lain-lain yang diberikan kepada
penjahat.
e. Sebab-Sebab Korupsi
Dalam teori yang yang dikemukakan oleh Bologna (2000) dalam
Tuanakotta (2012) penyebab korupsi disebut sebagai GONE Theory,
bahwa faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya korupsi meliputi:
1) Greeds (keserakahan)
Berkaitan dengan adanya perilaku serakah yang secara potensial
ada di dalam diri setiap orang.
2) Opportunities (kesempatan)
Berkaitan dengan keadaan organisasi atau instansi atau masyarakat
yang sedemikian rupa, sehingga terbuka kesempatan bagi
seseorang untuk melakukan kecurangan.
56
3) Needs (kebutuhan)
Berkaitan dengan faktor-faktor yang dibutuhkan oleh individu-
individu untuk menunjang hidupnya yang wajar.
4) Exposure (pengungkapan)
Berkaitan dengan tindakan atau konsekuensi yang dihadapi oleh
pelaku kecurangan apabila pelaku diketemukan melakukan
kecurangan.
Bahwa faktor-faktor Greeds dan Needs berkaitan dengan
individu pelaku korupsi, yaitu individu atau kelompok baik dalam
organisasi maupun di luar organisasi melakukan korupsi yang
merugikan pihak korban. Sedangkan faktor-faktor Oppurtunities
dan Exposure berkaitan dengan korban perbuatan korupsi yaitu
organisasi, instansi, masyarakat yang kepentinganya dirugikan.
B. Hasil-Hasil Penelitian Terdahulu
Adapun hasil-hasil sebelumnya dari penelitian terdahulu mengenai topik
yang berkaitan dengan penelitian ini dapat dilihat dalam tabel 2.1
57
Tabel 2.1
Hail-Hasil Penelitian Terdahulu
Nomor Peneliti Judul Penelitian Metode Penelitian Hasil Penelitian
(Tahun) Persamaan Perbedaan
1.
Isam Ahmad
Fauzan dkk
(2015)
Pengaruh Akuntansi
Forensik dan Audit
Investigasi Terhadap
Pengungkapan Fraud
Variabel
profesionalisme
akuntan forensik
dan
pengungkapan
korupsi.
Variabel keahlian
akuntan forensik,
kompetensi bukti,
objek penelitian,
dan teknik analisis
data.
Hasil penelitian menunjukkan
terdapat pengaruh parsial antara
akuntansi forensik dan audit
investigatif terhadap
pengungkapan korupsi sebesar
45,5%. Dan secara simultan
memiliki korelasi yang cukup
kuat terhadap pengungkapan
korupsi yaitu sebesar 67,4%.
2. Herman
Karamoy
(2015)
Pengaruh
independensi dan
profesionalisme,
dalam mendeteksi
fraud pada auditor
internal provinsi
sulawesi utara
Variabel
profesionalisme
akuntan forensik
dan
pengungkapan
korupsi.
Variabel keahlian
akuntan forensik,
kompetensi bukti,
objek penelitian,
dan teknik analisis
data.
Hasil penelitian menunjukkan
bahwa profesionalisme memiliki
pengaruh yang signifikan dan
positif dalam mendeteksi fraud
pada auditor internal provinsi
sulawesi utara yaitu sebesar
17,4%.
3. Mau dan
Kingsley (2015)
The Role of Forensic
Investigation
Professionals in the
Prevention of
Fraud and Corruption
in Developing
Countries.
Variabel
profesionalisme
akuntan forensik
dan
pengungkapan
korupsi.
Variabel keahlian
akuntan forensik,
kompetensi bukti,
objek penelitia dan
teknik analisis data.
Hasil penelitian menunjukkan
terdapat pengaruh antara
Profesional audit forensi
terhadap pencegahan kecurangan
dan korupsi sebesar 67%.
Bersambung pada halaman selanjutnya
58
Tabel 2.1 (lanjutan)
Nomor Peneliti Judul Penelitian Metode Penelitian Hasil Penelitian
(Tahun) Persamaan Perbedaan
4. Narendra Aryo
Bramastyo
(2014)
Laporan Audit
Investigatif sebagai
Bukti Permulaan
Penyidikan Tindak
Pidana Korupsi
Variabel
kompetensi bukti
dan
Pengungkapan
Korupsi.
Metode penelitian,
teknik analisis,
variabel
independen dan
variabel
intervening.
Audit investigatif secara akurat
dapat menentukan unsur
kesalahan kerugian negara.
5. Uminah Hakim
(2014)
Eksistensi Akuntansi
Forensik dalam
Penyidikan dan
Pembuktian Pidana
Korupsi
Variabel
Pengungkapan
Korupsi
Metode penelitian,
teknik analisis,
variabel
independen dan
variabel
intervening.
Peran akuntansi forensik dalam
penyidikan adalah untuk
mendeteksi adanya kerugian
negara serta menghitung jumlah
kerugian keuangan negara.
6. Christine Dwi
K dan Rovinur
Hadid Effendi
(2013)
Pengaruh
profesionalisme
akuntan forensik
terhadap kompetensi
bukti tindak pidana
korupsi
Variabel
profesionalisme
akuntan forensik
dan kompetensi
bukti.
Variabel keahlian
akuntan forensik,
pengungkapan
korupsi, objek
penelitian dan
teknik penelitian.
Hasil penelitian menunjukkan
bahwa profesionalisme akuntan
forensik memiliki pengaruh yang
sedang dan signifikan terhadap
kompetensi bukti tindak pidana
korupsi sebesar 33,67%.
Bersambung pada halaman selanjutnya
59
Tabel 2.1 (lanjutan)
Nomor Peneliti (Tahun) Judul Penelitian
Metode Penelitian Hasil Penelitian
Persamaan Perbedaan
7. Pusdiklatwas BPKP
(2013)
Kendala penyidik
mengubah bukti
audit menjadi bukti
hukum dalam kasus
tindak pidana
korupsi
Variabel
kompetensi bukti
dan variabel
pengungkapan
korupsi.
Variabel
profesionalisme,
variabel keahlian
dan penedekatan
penelitian.
Hasil peenelitian
menunjukkan bahwa bukti
audit yang dihasilkan oleh
auditor APIP yang
dituangkan dalam LHAI
harus memenuhi syarat
relevan, kompeten, dan
cukup. Bukti audit
merupakan informasi awal
yang akan digunakan oleh
penyidik untuk
dikembangkan dalam kasus
tindak pidana korupsi. Dalam
mengubah bukti audit
penyidik sering mengalami
kendala antara lain karena
sulitnya memanggil orang
yang diduga terlibat, bukti
audit sulit ditemukan kembali
pada waktu penyidikan.
Bersambung pada halaman selanjutnya
60
Tabel 2.1 (lanjutan)
Nomor Peneliti Judul Penelitian Metode Penelitian Hasil Penelitian
(Tahun) Persamaan Perbedaan
8. Muhammad
Achsin (2010)
Visum akuntansi
forensik dalam tindak
pidana korupsi
Variabel
kompetensi bukti
dan variabel
pengungkapan
korupsi
variabel
independen dan
pendekatan
penelitian.
Hasil peenelitian menunjukkan
bahwa alat bukti dan pembuktian
senantiasa menjadi basis utama
bagi putusan hakim. Bukti dan
pembuktian merupakan sarana
kepastian apakah seseorang
dapat diputuskan sebagai
koruptor atau tidak.
Sumber : Dari berbagai sumber yang diolah
61
C. Kerangka Pemikiran
Gambar 2.1
Kerangka Pemikiran
Bersambung pada halaman selanjutnya
Instruksi Presiden (Inpres)
Nomor 5 Tahun 2004 tentang
Percepatan Pemberantasan
Korupsi
Pengaruh Profesionalisme dan Keahlian Auditor Forensik terhadap
Pengungkapan Korupsi dengan Kompetensi Bukti sebagai Variabel
Intervening
Grand Teori : Teori Planned Behavior
Profesionalisme
Auditor Forensik
Keahlian
Auditor Forensik
Kompetensi
Bukti Pengungkapan
Korupsi
Variabel X Variabel
Intervening
Variabel Y
Maraknya Kasus-Kasus Korupsi
yang terjadi di Indonesia
GAP
62
Gambar 2.1 (lanjutan)
Gambar 2.1.
Skema Kerangka Pemikiran
Metode Partial Least Square (PLS) dengan program software
SmartPLS 3.0
Hasil Pengujian dan Pembahasan
Kesimpulan, Implikasi, Keterbatasan dan Saran
63
D. Hipotesis
Perumusan hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini bertujuan untuk
menguji pengaruh profesionalisme dan keahlian auditor forensik terhadap
pengungkapan korupsi dengan kompetensi bukti sebagai variabel intervening.
Berdasarkan pemikiran tersebut maka hipotesis yang diajukan dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Pengaruh Profesionalisme dan Keahlian Auditor Forensik terhadap
Kompetensi Bukti
Dalam merencanakan dan melaksanakan audit forensik, auditor
menggunakan skeptic profesionalism. Sebelum auditor mengumpulkan
bukti yang mendukung pernyataanya, tugasnya tidak akan sampai pada
suatu kesimpulan Kerugian Negara, bila temuan telah didapat, auditor
masih dibutuhkan keahliannya untuk membantu penyidik dan penuntut
umum (Umar, 2012).
Auditor harus memiliki pengetahuan dan keahlian untuk
mengumpulkan bukti audit yang cukup kompeten dalam setiap proses
auditnya untuk memenuhi standar yang telah ditetapkan (Pudiklatwas
BPKP, 2013). Dengan wajib mengikuti standar yang ada, semua
Certified Fraud Examiners (CFE) diharapkan dan semua anggota
Asosiasi akan berusaha untuk menunjukkan komitmen mereka untuk
keunggulan dalam pelayanan dan perilaku profesionalnya (Dwi dan
Effendi, 2013). Seorang auditor untuk dapat bekerja secara profesional
harus memiliki keahlian. Messer (2004) dalam Digabriele (2008)
64
menyatakan bahwa kesuksesan auditor forensik karena mempunyai
keahlian dalam analitis, keahlian dalam komunikasi lisan dan tulisan,
pemikiran kreatif, dan kecerdikan dalam bisnis.
Berdasarkan hasil penelitian tersebut, maka hipotesis sementara
dalam penelitian ini sebagai berikut:
Ha1 : Profesionalisme auditor forensik berpengaruh secara signifikan
terhadap kompetensi bukti.
Ha2 : Keahlian auditor forensik berpengaruh secara signifikan terhadap
kompetensi bukti.
2. Pengaruh Profesionalisme dan Keahlian Auditor Forensik terhadap
Pengungkapan Korupsi
Umar (2012) dalam kasus tindak pidana korupsi, auditor harus
mengaudit suatu transaksi dari awal sampai akhir dengan mempelajari
ketentuan yang berkaitan dengan transaksi tersebut. Auditor harus mampu
memahami perbedaan bukti audit dengan alat bukti hukum.
Kemampuannya tersebut harus didukung oleh keahlian yang dimiliki agar
dapat bekerja secara profesional.
Para profesional harus menggunakan keahlian profesionalnya
dengan cermat dan seksama (due profesional care) dan secara hati-hati
(prudent) dalam setiap penugasan, hal tersebut ditegaskan dalam Peraturan
Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara tentang Standar Umum
APIP No. 2300 Kecermatan Profesional. Due Profesional Care ini
dilakukan dalam penugasan Penghitungan Kerugian Keuangan Negara
65
(PKKN), karena keputusan awal atas dapat atau tidaknya perkara
dilanjutkan dengan bantuan PKKN tidak diputuskan oleh individu atau
Tim Auditor, namun dari seluruh staff Deputi Investigasi BPKP (Achsin,
2010). Hasil PKKN ini akan dijadikan dasar oleh penyidik dalam
pengungkapan korupsi. Keahlian sebagai dasar yang harus dimiliki auditor
agar dapat bekerja secara profesional untuk mendukung penugasannya
dalam PKKN, pengungkapan kasus-kasus tersembunyi, serta sebagai
seorang pemberi keterangan ahli di pengadilan.
Berdasarkan hasil penelitian tersebut, maka hipotesis sementara
dalam penelitian ini sebagai berikut:
Ha3 : Profesionalisme auditor forensik berpengaruh secara signifikan
terhadap pengungkapan korupsi.
Ha4 : Keahlian auditor forensik berpengaruh secara signifikan terhadap
pengungkapan korupsi.
3. Pengaruh Kompetensi Bukti terhadap Pengungkapan Korupsi
Aparat Penegak Hukum (APH) seperti majelis hukum, ataupun
lembaga pengadilan maupun pemerintah yang berhak memutuskan perkara
membutuhkan bukti yang kompeten dalam pembuktiannya untuk memvonis
terdakwa tindak pidana korupsi di depan sidang (Dwi dan Effendi, 2013).
Bukti yang kompeten akan mengarah pada apakah bukti yang
digunakan itu memiliki kompetensi dalam mengungkap dan membuktikan
fakta-fakta terhadap kasus yang ada (Achsin, 2010). Sehingga bukti yang
66
diperoleh dapat diubah penyidik menjadi bukti menurut hukum (KUHAP)
dalam rangka proses hukum (Pusdiklatwas BPKP, 2013).
Independensi penyedia bukti, efektivitas pengendalian intern,
pengetahuan langsung auditor, kualifikasi individu yang menyediakan
informasi, tingkat objektivitas, ketepatan waktu, seluruhnya memiliki
pengaruh terhadap kompetensi bukti dan dari bukti ini, audit dapat
menyimpulkan bahwa informasi yang di audit telah sesuai dengan yang
sesungguhnya terjadi dan tidak ada manipulasi dalam informasi tersebut
(Michael, 2012).
Berdasarkan hasil penelitian tersebut, maka hipotesis sementara dalam
penelitian ini sebagai berikut:
Ha5 : Kompetensi bukti berpengaruh secara signifikan terhadap
pengungkapan korupsi.
4. Pengaruh Profesionalisme dan Keahlian Auditor Forensik terhadap
Pengungkapan Korupsi melalui Kompetensi Bukti
Pusdiklatwas BPKP (2013) kompetensi suatu bukti ditunjukkan pada
proses pembuatan bukti tersebut dan proses perolehannya. Jika bukti dibuat
oleh petugas yang tidak kompeten maka bukti tersebut dianggap tidak
kompeten, kompetensi suatu bukti juga didasarkan pada proses perolehan
bukti tersebut oleh auditor.
Profesionalisme dan keahlian auditor forensik akan mendukung
penugasannya dalam mencari dan mengumpulkan bukti yang kompeten dan
dapat diterima dalam proses hukum kasus korupsi. Pada akhinya dalam
67
litigasi, baik laporan PKKN, bukti audit, maupun LHAI harus terklarifikasi
ke dalam salah satu dari lima macam alat bukti yang diatur oleh KUHAP
(Achsin, 2010).
Dengan telah dilakukannya praktik akuntansi forensik di Indonesia
belum dapat diukur apakah penerapan akuntansi forensik telah membantu
pemberantasan korupsi atau belum, oleh karena itu diperlukan pengkajian
lebih lanjut mengenai eksistensi akuntansi forensik dalam penyidikan dan
pembuktian tindak pidana korupsi (Hakim, 2014).
Berdasarkan hasil penelitian tersebut, maka hipotesis sementara dalam
penelitian ini sebagai berikut:
Ha6 : Profesionalisme auditor forensik berpengaruh secara signifikan
terhadap pengungkapan korupsi melalui kompetensi bukti.
Ha7 : Keahlian auditor forensik berpengaruh secara signifikan terhadap
pengungkapan korupsi melalui kompetensi bukti.
68
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian kausalitas, yaitu penelitian yang
bertujuan untuk mengetahui pengaruh antara variabel independen (variabel
yang mempengaruhi) dan variabel dependen (variabel yang dipengaruhi)
(Sugiyono, 2014:37). Penelitian ini akan membahas mengenai
profesionalisme dan keahlian auditor forensik terhadap pengungkapan
korupsi dengan kompetensi bukti sebagai variabel intervening. Populasi
adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek atau subyek yang
mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang diterapkan oleh peneliti
untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2014:80).
Populasi penelitian ini adalah auditor forensik yang bekerja pada Badan
Pemeriksa Keuangan (BPK RI) dan Badan Pengawasan Keuangan dan
Pembangunan (BPKP).
B. Metode Penentuan Sampel
Sampel merupakan bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki
populasi tersebut (Sugiyono, 2014:81). Pengambilan sampel dalam
penelitian ini menggunakan metode convinience sampling yaitu metode
pengumpulan informasi dari anggota populasi yang dengan senang hati
bersedia memberikannya (Sekaran, 2011:136) . Alasan pengambilan sampel
dengan metode convinience sampling karena mencakup variasi luasnya
prosedur pemilihan responden dimana unit sampel yang ditarik mudah
69
dihubungi, tidak menyusahkan, mudah untuk mengukur dan bersifat
kooperatif (Hamid, 2012:28).
Sehingga pada penelitian ini sampel yang dipilih adalah auditor forensik
pada Auditorat Utama Keuangan Negara I (AKN I), AKN III, AKN V, AKN
VII pada BPK RI dan Deputi Bidang Investigasi pada BPKP Perwakilan
Provinsi DKI Jakarta.
C. Metode Pengumpulan Data
1. Sumber Data
a. Data Primer
Data primer merupakan sumber data penelitian yang
diperoleh secara langsung dari sumber asli (tidak melalui media
perantara) (Indriantoro dan Supomo, 2014:147). Data primer yang
dilakukan dalam penelitian ini yaitu dengan menggunakan kuesioner.
Kuesioner merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan
dengan cara memberi seperangkat pertanyaan atau pernyataan
tertulis kepada responden untuk dijawab (Sugiyono, 2014:142), yaitu
auditor forensik di BPK-RI dan BPKP Perwakilan Provinsi DKI
Jakarta. Skala yang digunakan adalah skala likert untuk mengukur
sikap, pendapat, dan persepsi seseorang tentang kejadian atau gejala
sosial. Kategori dari penilaian skala likert:
SS = Sangat Setuju Diberi skor 5
S = Setuju Diberi skor 4
70
N = Netral Diberi skor 3
TS = Tidak Setuju Diberi skor 2
STS = Sangat Tidak Setuju Diberi skor 1
b. Data Sekunder
Data sekunder merupakan sumber data penelitian yang
diperoleh peneliti secara tidak langsung melalui media perantara
(Indriantoro dan Supomo, 2014:147). Penulis mengumpulkan data
sekunder dengan cara membaca, dan memahami buku, literature,
artikel, jurnal, dan data dari internet.
2. Teknik Pengumpulan Data
Untuk mendapatkan data yang diperlukan, peneliti menggunakan
instrumen berupa kuesioner yang dikirimkan kepada auditor forensik
yang bekerja di BPK RI dan BPKP Perwakilan Provinsi DKI Jakarta.
Pengiriman kuesioner dilakukan secara langsung, yaitu dengan
mengirimkan langsung kepada kantor yang bersangkutan (Sugiyono,
2014:142).
D. Metode Analisis Data
Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
dengan menggunakan pendekatan Partial Least Square (PLS). PLS adalah
model persamaan Structural Equation Modeling (SEM) yang berbasis
komponen atau varian. Menurut Ghozali (2015:6), PLS merupakan
pendekatan alternatif yang bergeser dari pendekatan SEM berbasis kovarian
menjadi berbasis varian.
71
SEM yang berbasis kovarian umumnya menguji kausalitas atau teori
sedangkan PLS lebih bersifat predictive model. PLS merupakan metode
analisis yang powerfull (Ghozali, 2015:5), karena tidak didasarkan pada
banyak asumsi. Misalnya data tidak harus terdistribusi normal, sampel tidak
harus besar. Selain dapat digunakan untuk mengkonfirmasi teori, PLS juga
dapat digunakan untuk menjelaskan ada tidaknya hubungan antar variabel
laten. PLS dapat sekaligus menganalisis konstruk yang dibentuk dengan
indikator reflektif dan formatif.
Menurut Ghozali (2015:7) tujuan PLS adalah membantu peneliti
untuk tujuan prediksi. Model formalnya mendefinisikan variabel laten
adalah linear agregat dari indikator-indikatornya. Weight estimate untuk
menciptakan komponen skor variabel laten didapat berdasarkan bagaimana
inner model (model struktural yang menghubungkan antar variabel laten)
dan outer model (model pengukuran yaitu hubungan antara indikator dengan
konstruknya) dispesifikasi. Hasilnya adalah residual variance dari variabel
dependen.
Estimasi parameter yang didapat dengan PLS dapat dikategorikan
menjadi tiga. Pertama, adalah weight estimate yang digunakan untuk
menciptakan skor variabel laten. Kedua, mencerminkan estimasi jalur (path
estimate) yang menghubungkan variabel laten dan antar variabel laten denga
indikatornya (loading). Ketiga, berkaitan dengan means dan lokasi
parameter (nilai konstanta regresi) untuk indikator dan variabel laten. Untuk
memperoleh ketiga estimasi ini, PLS menggunakan proses iterasi 3 tahap
dan setiap tahap iterasi menghasilkan estimasi. Tahap pertama,
72
menghasilkan weight estimate, tahap kedua menghasilkan estimasi untuk
inner model dan outer model, dan tahap ketiga menghasilkan estimasi means
dan lokasi (Ghozali, 2015:11-12).
1. Statistik Deskriptif
Statistik deskriptif memberikan gambaran atau deskripsi suatu data
yang dilihat dari nilai rata-rata (mean), standar deviasi, varian,
maksimum, minimum, sum, range, kurtosis, dan skewness
(kemencongan distribusi) (Ghozali, 2013:19).
2. Uji Model Pengukuran atau Outer Model
Suatu konsep dan model penelitian tidak dapat diuji dalam suatu
model prediksi hubungan relasional dan kausal jika belum melewati
tahap purifikasi dalam model pengukuran (Hartono dan Abdilah,
2014:58). Model pengukuran digunakan untuk menguji validitas
konstruk dan reliabilitas instrumen. Uji validitas dilakukan untuk
mengukur kemampuan isntrumen penelitian mengukur apa yang
seharusnya diukur (Cooper dan Schindler, 2006 dalam Hartono dan
Abdillah, 2014:58). Uji validitas konstruk dalam PLS dilakukan
mellaui Uji Convergent Validity, Discriminant Validity, dan Average
Variance Extracted (AVE). Uji reliabilitas digunakan untuk mengukur
konsistensi alat ukur dalam mengukur konsep atau dapat juga
digunakan untuk mengukur konsistensi responden dalam menjawab
instrumen. Instrumen dikatakan andal jika jawaban seseorang terhadap
pertanyaan adalah konsisten atau stabil dari waktu ke waktu. Uji
73
reliabilitas dalam PLS dapat menggunakan metode composite
reliability dan cronbach’s alpha (Hartono dan Abdillah, 2014:62).
a. Convergent Validity
Model pengukuran dengan model reflektif indikator dinilai
berdasarkan korelasi antara item score atau component score
dengan construct score yang dihitung dengan software SmartPLS.
Ukuran reflektif dikatakan tinggi jika berkorelasi lebih dari 0,70
dengan kosntruk yang ingin diukur. Namun demikian untuk
penelitian tahap awal dari pengembangan skala pengukuran nilai
loading 0,50 sampai 0,60 dianggap cukup (Chin, 1998 daalam
Ghozali, 2015:74).
b. Discriminant validity
Model pengukuran dengan reflektif indikator dinilai
berdasarkan cross loading pengukuran dengan konstruk. Jika
korelasi konstruk dengan item pengukuran lebih besar daripada
ukuran konstruk lainnya, maka akan menunjukkan bahwa konstruk
laten memprediksi ukuran pada blok yang lebih baik daripada
ukuran blok lainnya. Metode lain untuk menilai discriminant
validity adalah membandingkan nilai square root of Average
Variance Extracted (AVE) setiap konstruk dengan korelasi antara
konstruk lainnya dalam model. Jika nilai akar AVE setiap konstruk
lebih besar daripada nilai korelasi antar konstruk dengan konstruk
74
lainnya dalam model, maka dikatakan memiliki nilai discriminant
validity yang baik. Pengukuran ini dapat digunakan untuk
mengukur reabilitas component score variabel laten dan hasilnya
lebih konservatif dibandingkan dengan composite reliability.
Direkomendasikan nilai AVE harus lebih besar dari 0,50 (Fornnel
dan Larcker, 1981 dalam Ghozali, 2015:75).
c. Reliability
Mengukur suatu konstruk dapat dievaluasi dengan dua
macam ukuran yaitu Composite Reliability dan Cronbacah’s Alpha
(Ghozali, 2015:75). Composite reliability mengukur nilai
sesungguhnya reliabilitas suatu kontruk dan lebih baik dalam
mengestimasi konsistensi internal suatu kontruk (Salisbury et al,
2002 dalam Hartono dan Abdillah, 2014:62). Cronbach’s alpha
mengukur batas bawah nilai reliabilitas suatu kontruk. Konstruk
dikatakan memiliki reliabilitas yang tinggi jika mempunyai
Composite Reliability di atas 0,70 dan mempunyai Cronbach
Alpha di atas 0,60.
3. Uji Model Struktural atau Inner Model
Inner model (inner relation, structural model dan substantive
theory) menggambarkan hubungan antara variabel laten berdasarkan
pada teori substantif. Model struktural dievaluasi dengan menggunakan
R-square untuk konstruk dependen, Stone-Geisser-square test untuk
75
predictive relevance dan uji t serta signifikansi dari koefisien parameter
jalur struktural.
a. R-Square
Dalam menilai model dengan PLS dimulai dengan melihat
R-square untuk setiap variabel laten dependen. Interpretasinya
sama dengan interpretasi pada regresi. Perubahan nilai R-square
dapat digunakan untuk menilai pengaruh variabel laten independen
tertentu terhadap variabel laten dependen apakah mempunyai
pengaruh yang substantif (Ghozali, 2015:78). Nilai R-Square 0,75,
0,50, 0,25 dapat disimpulkan bahwa model kuat, moderat dan
lemah, hasil dari PLS R-Square mempresentasi jumlah variance
dari konstruk yang dijelaskan oleh model (Ghozali, 2015:78).
b. Q-Square
Q-Square mengukur seberapa baik nilai observasi
dihasilkan oleh model dan juga estimasi parameternya. Nilai Q-
Square > 0 menunjukkan model memiliki predictive relevance,
sebaliknya jika nilai Q-square < 0 menunjukkan model kurang
memiliki predictive relevance (Chin, 1998 dalam Ghozali,
2015:79). Besaran Q-Square memiliki nilai dengan rentang 0 < Q2
< 1, dimana semakin mendekati 1 berarti model semakin baik.
Besaran Q2 ini setara dengan koefisien determinasi total pada
analisis jalur (path analysis). Nilai Q-Square 0,02, 0,15, 0,35 dapat
76
disimpulkan bahwa nilai predictive relevance lemah, moderate dan
kuat. Perhitungan Q-Square dilakukan dengan rumus:
Q2= 1 – ( 1 – R1
2) ( 1 – R2
2) ....... ( 1- Rp
2)
Dimana R12, R2
2... Rp
2 adalah R-square variabel endogen.
c. Goodness of Fit (GoF)
GoF untuk overall fit index dapat digunkan kriteria
goodness of fit index yang dikembangkan oleh Tenenhaus et al
(2014) dalam Ghozali (2015:82) dengan sebutan GoF Index. Index
ini dikembangkan untuk mengevaluasi modle pengykuran dan
model struktural dan disamping itu menyediakan pengukuran
sederhana untuk keseluruhan dari prediksi model. Nilai GoF index
ini diperoleh dari average communalities index dikalikan dengan
nilai R2 model. Nilai GoF ini terbentang antara 1-0 dengan
interpretasi nilai ini adalah 0,1 (GoF Kecil), 0,25 (GoF Moderat)
dan 0,36 (GoF Besar) (Wetzels et al, 2009 dalam Yamin, 2011:22).
Formula GoF Index yaitu:
GoF =√Com x R2
Com bergaris atas adalah average communalities dan R2
bergaris atas adalah rata-rata model R2.
77
d. Uji Hipotesis
Uji hipotesis dilakukan untuk melihat pengaruh suatu
konstruk terhadap konstruk lainnya dengan melihat koefisien
parameter dan nilai t-statistik (Ghozali, 2011). Dasar yang
digunakan dalam menguji hipotesis adalah nilai yang terdapat pada
Path Coefficient untuk menguji model struktural. Hasil hipotesis
yang diajukan, dapat dilihat dari besarnya t-statistik. Nilai t-statistik
dibandingkan dengan t-tabel yang ditentukan dalam penelitian ini
dimana diketahui df didapat dari jumlah sampel dikurangi dua df =
(n-2) dan signifikansi sebesar 0,05.
4. Uji Efek Intervening
Di dalam penelitian ini terdapat variabel intervening yaitu
kompetensi bukti. Menurut Baron dan Kenny (1986) dalam Ghozali
(2013) suatu variabel disebut variabel intervening jika variabel
tersebut ikut mempengaruhi hubungan antara variabel prediktor
(independen) dan variabel kriterion (dependen).
Efek intervening menunjukkan hubungan antara variabel
independen dan variabel dependen melalui penghubung atau
intervening. Pengaruh variabel independen terhadap variabel
dependen tidak secara langsung terjadi tetapi melalui proses
transformasi yang diwakili oleh variabel intervening (Baron dan
Kenny, 1986 dalam Hartono dan Abdillah, 2009).
78
Prosedur pengujian efek intervening dilakukan dengan dua
langkah (Baron dan Kenny, 1986 dalam Sholihin, 2014) yaitu :
1) Melakukan estimasi pengaruh langsung variabel independen
pada variabel dependen, koefisien jalur c harus signifikan
(Gambar 3.1)
Gambar 3.1
Model Pengaruh Langsung
C
2) Melakukan estimasi pengaruh tidak langsung secara simultan
dengan trianggle PLS-SEM Model, koefisien jalur a dan b
harus signifikan (Gambar 3.2)
Gambar 3.2
Model Intervening
c’’
a(+) b(+)
Variabel
Independen
Variabel
Dependen
Variabel
Independen
Variabel
Dependen
Variabel
Intervening
79
Pengambilan kesimpulan tentang efek intervening (Baron
dan Kenny, 1986 dalam Sholihin, 2014) adalah:
1) Jika koefisien jalur c‟‟ dari hasil estimasi langkah kedua
tetap signifikan dan tidak berubah (c‟‟=c) maka tidak terdapat
efek intervening.
2) Jika koefisien jalur c‟‟ nilainya turun (c‟‟<c) tetapi tetap
signifikan maka bentuk intervening adalah intervening
sebagian (partial intervening).
3) Jika koefisien jalur c‟‟ nilainya turun (c‟‟<c) dan menjadi
tidak signifikan maka bentuk intervening adalah intervening
penuh (full intervening).
Selain melalui kedua langkah di atas, pengujian efek
intervening dapat dilakukan dengan menggunakan teknik regresi
tetapi pada model yang komplek atau hipotesis model, maka teknik
regresi menjadi tidak efisien (Hartono dan Abdillah, 2009:118).
Metode Variance Accounted For (VAF) yang dikembangkan oleh
Preacher dan Hayes (2008) serta bootstrapping dalam distribusi
pengaruh tidak langsung dipandang lebih sesuai karena tidak
memerlukan asumsi apapun tentang distribusi variabel sehingga
dapat diaplikasikan pada ukuran sampel kecil. Pendekatan ini paling
tepat untuk PLS yang menggambarkan metode resampling dan
80
mempunyai statical power yang lebih tinggi dari metode Sobel (Hair
et al, 2013 dalam Sholihin, 2014:81).
Langkah pertama dalam prosedur pengujian intervening
adalah pengaruh langsung variabel independen terhadap variabel
dependen harus signifikan. Langkah kedua, pengaruh tidak langsung
harus signifikan, setiap jalur yaitu variabel independen terhadap
variabel intervening dan variabel intervening terhadap variabel
dependen harus signifikan untuk memenuhi kondisi ini. Pengaruh
tidak langsung ini diperoleh dengan formula pengaruh variabel
independen pada variabel intervening dikalikan dengan pengaruh
variabel intervening pada variabel dependen (Hair et al, 2013 dalam
Sholihin, 2014:82). Apabila pengaruh tidak langsung signifikan,
maka hal ini menunjukkan bahwa variabel intervening mampu
menyerap atau mengurangi pengaruh langsung pada pengujian
pertama. Ketiga, menghitung VAF dengan formula (Hair et al, 2013
dalam Sholihin, 2014:82) sebagai berikut:
VAF= pengaruh tidak langsung
pengaruh langsung + pengaruh tidak langsung
Jika nilai VAF di atas 80%, maka menunjukkan peran Y
sebagai intervening penuh (full intervening). Y dikategorikan
sebagai intervening parsial apabila nilai VAF berkisar antara 20%
81
sampai dengan 80%, namun jika nilai VAF kurang dari 20% dapat
disimpulkan bahwa hampir tidak ada efek intervening.
E. Operasional Variabel Penelitian
Penelitian ini menggunakan variabel eksogen, variabel endogen, dan
variabel intervening yang melibatkan empat variabel penelitian. Berikut ini
pemaparan terkait dengan variabel penelitian dan definisi operasional
variabel.
1. Variabel eksogen dalam penelitian ini adalah profesionalisme dan
keahlian auditor forensik.
2. Variabel intervening dalam penelitian ini adalah kompetensi bukti.
3. Variabel endogen dalam penelitian ini adalah pengungkapan korupsi.
1. Profesionalisme (X1)
Profesionalisme yang dimaksud dalam penelitian ini adalah
profesionalisme berdasarkan pendapat Hall (1968) dalam Dwi dan
Effendi (2013) dengan indikator:
a. Pengabdian pada profesi (Dedication), dicerminkan dari
dedikasi profesionalisme melalui penggunaan pengetahuan
dan kecakapan yang dimiliki.
b. Kewajiban Sosial (Social obligation), yaitu pandangan tentang
pentingnya peran profesi serta manfaat yang diperoleh baik
82
oleh masyarakat atau pun oleh profesional karena adanya
pekerjaan tersebut.
c. Kemandirian (Autonomy demands), yaitu suatu pandangan
bahwa seorang professional harus mampu membuat
keputusan sendiri tanpa ada tekanan dari pihak yang lain.
d. Keyakinan terhadap peraturan profesi (Belief in self-
regulation), yaitu suatu keyakinan bahwa yang berwenang
untuk menilai pekerjaan profesional adalah rekan sesama
profesi, dan bukan pihak luar yang tidak mempunyai
kompetensi dalam bidang ilmu dan pekerjaan mereka.
e. Hubungan dengan sesama profesi (Professional community
affiliation) berarti menggunakan ikatan profesi sebagai acuan,
termasuk organisasi formal dan kelompok-kelompok kolega
informal sebagai sumber ide utama pekerjaan.
Skala pengukuran yang digunakan adalah skala Likert yang
dikembangkan oleh Rensis Likert, dengan 5 item pernyataan.
2. Keahlian (X2)
Keahlian yang dimaksud dalam penelitian ini adalah keahlian
berdasarkan pendapat Digabriele (2008) yang digunakan untuk
menguji skill auditor forensik, dengan indikator:
a. Keahlian yang penting bagi seorang auditor forensik adalah
analisis deduktif.
83
b. Keahlian yang penting bagi seorang auditor forensik adalah
pemikiran yang kritis.
c. Keahlian yang penting bagi seorang auditor forensik adalah
pemecahan masalah yang tidak terstruktur.
d. Keahlian yang penting bagi seorang auditor forensik adalah
fleksibilitas penyidikan.
e. Keahlian yang penting bagi seorang auditor forensik adalah
keahlian analitik.
f. Keahlian yang penting bagi seorang auditor forensik adalah
komunikasi lisan.
g. Keahlian yang penting bagi seorang auditor forensik adalah
komunikasi tertulis.
h. Keahlian yang penting bagi seorang auditor forensik adalah
pengetahuan tentang hukum.
i. Keahlian yang penting bagi seorang auditor forensik adalah
composure.
Skala pengukuran yang digunakan adalah skala Likert yang
dikembangkan oleh Rensis Likert, dengan 9 item pernyataan.
3. Kompetensi Bukti (Intervening)
Kompetensi bukti yang dimaksud dalam penelitian ini adalah
kompetensi bukti menurut Arens et al (2012:196) merujuk pada
tingkat dimana bukti tersebut dianggap dapat dipercaya atau diyakini
kebenarannya dalam kasus tindak pidana korupsi, dengan indikator:
84
a. Independensi penyedia bukti, bukti audit diperoleh dari sumber
diluar entitas akan lebih dapat dipercaya daripada bahan bukti
audit yang diperoleh dari dalam entitas.
b. Efektivitas pengendalian intern, jika pengendalian intern klien
berjalan secara efektif, maka bukti audit yang akan diperoleh
akan lebih dapat dipercaya daripada jika pengendalian intern
lemah.
c. Pengetahuan langsung auditor, bukti audit yang diperoleh
langsung oleh auditor akan lebih kompeten daripada informasi
yang diperoleh secara tidak langsung.
d. Kualifikasi individu yang menyediakan informasi, individu
ynag menyediakan atau menyampaikan informasi harus
memenuhi kualifikasi menurut Undang-Undang atau peraturan
yang terkait.
e. Tingkat objektivitas, bukti yang objektif akan dapat lebih
dipercaya daripada bukti yang membutuhkan pertimbangan.
f. Ketepatan waktu, Ketepatan waktu atas bahan bukti audit
dapat merujuk baik kapan bukti itu dikumpulkan atau kapan
periode waktu yang tercover oleh proses audit tersebut.
Skala pengukuran yang digunakan adalah skala Likert yang
dikembangkan oleh Rensis Likert, dengan 6 item pernyataan.
85
4. Pengungkapan Korupsi (Y)
Pengungkapan Korupsi yang dimaksud dalam penelitian ini
adalah pengungkapan korupsi berdasarkan Pusdiklatwas BPKP
(2013) dengan merujuk pada bukti audit dan alat bukti hukum pasal
184 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), dengan
indikator:
a. Informasi hasil pengujian fisik (physical examination), dapat
memperkuat keabsahan keterangan saksi dan keterangan
terdakwa.
b. Informasi hasil konfirmasi (confirmation), dapat memperkuat
keabsahan keterangan saksi.
c. Informasi hasil inspeksi atas dokumen (document) dan catatan
klien, dapat memperkuat keabsahan keterangan saksi, surat,
dan keterangan terdakwa.
d. Informasi hasil prosedur analitis (analytical procedures), dapat
memperkuat keabsahan keterangan ahli.
e. Informasi hasil tanya jawab dengan auditan (inquires of the
client), dapat memperkuat keabsahan keterangan saksi dan
keterangan terdakwa.
f. Informasi hasil penghitungan ulang atau rekalkulasi
(recalculation), dapat memperkuat keabsahan keterangan ahli.
86
g. Informasi hasil pelaksanaan ulang (reperformance), dapat
memperkuat keabsahan keterangan ahli.
h. Informasi hasil observasi (observation), tidak dapat dijadikan
alat bukti hukum karena hanya berdasarkan pengamatan atau
dugaan auditor saja. Dalam pasal 185 KUHAP ayat (5) “Baik
pendapat maupun rekaan, yang diperoleh dari hasil pemikiran
saja, bukan merupakan keterangan saksi. Sehingga informasi
hasil observasi digunakan untuk mendukung pengembangan
keterangan lainnya.
Skala pengukuran yang digunakan adalah skala Likert
yang dikembangkan oleh Rensis Likert, dengan 8 item
pernyataan.
87
Tabel Penelitian 3.1
Operasional Variabel Penelitian
Variabel Indikator No. Butir
Pernyataan
Skala
Pengukuran
Variabel
Profesionalisme
Auditor Forensik
(X1) (Hall (1968)
dalam Dwi dan
Effendi (2013))
Auditor forensik
menggunakan segenap
pengetahuan, kemampuan
dan pengalaman dalam
melaksanakan pekerjaannya.
1.
Skala
Interval
Profesi auditor forensik
merupakan profesi yang
memiliki peran penting di
masyarakat.
2.
Dalam memutuskan hasil
audit, auditor forensik tidak
mendapat tekanan dari
siapapun.
3.
Kinerja auditor forensik
dapat dinilai oleh rekan
sesama profesi karena
mempunyai pengetahuan
yang sama sehingga jika
terdapat kesalahan
pertimbangan dapat segera
diketahui.
4.
Dengan sering berkumpul
dan berdiskusi bersama rekan
seprofesi, akan meningkatkan
pengetahuan sehingga dapat
lebih akurat dalam membuat
pertimbangan audit.
5.
Ketika menghadapi kondisi
yang tidak wajar, auditor
forensik menggunakan
keahlian analisis deduktifnya.
6.
Memiliki kemampuan
berpikir kritis penting bagi
auditor forensik untuk
mengevaluasi antara fakta
dan opini.
7.
Bersambung pada halaman selanjutnya
88
Tabel 3.1 (lanjutan)
Variabel Indikator No.Butir
Pertanyaan
Skala
Pengukuran
Variabel
Keahlian
Auditor
Forensik (X2)
(Digabriele,
2008)
Auditor forensik harus mampu
memberikan solusi dalam
pemecahan masalah yang tidak
terstruktur.
8.
Skala
Interval
Auditor forensik harus memiliki
kemampuan fleksibilitas
penyidikan dalam melakukan
audit di luar ketentuan yang
berlaku.
9.
Keahlian analitik auditor
forensik digunakan dalam
memeriksa bukti yang
seharusnya ada, bukan bukti
yang telah ada.
10.
Auditor forensik harus dapat
berkomunikasi secara efektif
dengan lisan.
11.
Auditor forensik harus dapat
berkomunikasi secara efektif
dengan tulisan.
12.
Auditor forensik harus dapat
memahami proses-proses hukum
pidana dan perdata, sistem
hukum, serta prosedur
pengadilan.
13.
Auditor forensik harus mampu
untuk bersikap tetap tenang
meskipun dalam situasi tertekan.
14.
Penyedia bukti (informan) dari
pihak independen diluar entitas
lebih dapat dipercaya, dibanding
penyedia bukti (informan) yang
diperoleh dari dalam entitas.
15.
Semakin baik pengendalian
internal klien, dapat
meningkatkan keyakinan tentang
reliabilitas bukti.
16.
Bersambung pada halaman selanjutnya
89
Tabel 3.1 (lanjutan)
Variabel Indikator No.Butir
Pertanyaan
Skala
Pengukuran
Variabel
Kompetensi Bukti
(Intervening)
(Arens et al,
2012:228)
Bukti audit yang diperoleh
langsung oleh auditor
forensik lebih kompeten,
dibanding bukti audit yang
diperoleh secara tidak
langsung.
17.
Skala
Interval
Pihak independen yang
memberikan informasi
harus memenuhi kualifikasi
menurut Undang-Undang
atau peraturan terkait.
18.
Bahan bukti objektif lebih
dapat dipercaya, dibanding
bahan bukti yang masih
memerlukan pertimbangan
(subjektif).
19.
Bukti yang diperoleh pada
saat periode audit lebih
dapat diandalkan, dibanding
bukti diluar periode audit.
20.
Informasi hasil pemeriksaan
fisik, dapat memperkuat
keabsahan keterangan saksi
dan keterangan terdakwa.
21.
Informasi hasil konfirmasi
kepada pihak independen,
dapat memperkuat
keabsahan keterangan saksi.
22.
Informasi hasil inspeksi atas
dokumen dan catatan klien,
dapat memperkuat
keabsahan keterangan saksi,
surat, dan keterangan
terdakwa.
23.
Informasi hasil pelaksanaan
prosedur analitis, dapat
memperkuat keabsahan
keterangan ahli.
24.
Bersambung pada halaman selanjutnya
90
Tabel 3.1 (lanjutan)
Variabel Indikator No.Butir
Pertanyaan
Skala
Pengukuran
Variabel
Pengungkapan
Korupsi (Y)
(Pusdiklatwas
BPKP, 2013)
Informasi hasil tanya
jawab dengan pihak
independen, dapat
memperkuat keabsahan
keterangan saksi dan
keterangan terdakwa.
25.
Skala
Interval
Informasi hasil
penghitungan ulang, dapat
memperkuat keabsahan
keterangan ahli.
26.
Pelaksanaan ulang
prosedur yang telah
dilaksanakan, dapat
memperkuat keabsahan
keterangan ahli.
27.
Informasi hasil observasi,
dapat mendukung
pengembangan keterangan
lainnya.
28.
Sumber :Dari berbagai sumber yang diolah
91
BAB IV
ANALISIS DAN PEMBAHASAN
A. Sekilas Gambaran Umum Objek Penelitian
1. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan terhadap auditor forensik yang bekerja di
Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK RI) dan Badan
Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan Provinsi
DKI Jakarta. Auditor forensik yang berpartisipasi dalam penelitian ini
adalah auditor forensik yang bekerja di BPK RI pada Auditorat Utama
Keuangan Negara (AKN) I, III, V, dan VII serta auditor forensik yang
bekerja di BPKP Perwakilan Provinsi DKI Jakarta pada Deputi
Investigasi meliputi manager, supervisor, auditor senior, dan auditor
junior.
Pengumpulan data dilaksanakan melalui penyebaran kuesioner
penelitian secara langsung dengan mengirimkan langsung kepada kantor
yang bersangkutan. Proses perizinan, penyebaran dan pengembalian
kuesioner dilaksanakan mulai tanggal 15 Maret 2016 sampai dengan 10
Mei 2016. Gambaran mengenai data sampel disajikan pada tabel 4.1.
92
Tabel 4.1
Data Sampel Penelitian No. Keterangan Jumlah Persentase
1. Jumlah kuesioner yang disebar 90 100%
2. Jumlah kuesioner yang tidak kembali 23 25,56%
3. Jumlah kuesioner yang tidak dapat diolah 3 3,33%
4. Jumlah kuesioner yang dapat diolah 64 71,11%
Sumber : Data primer yang diolah
Kuesioner yang disebarkan berjumlah 90 buah dan jumlah yang
kembali adalah sebanyak 67 kuesioner atau 74,44%. Kuesioner yang
tidak kembali sebanyak 23 buah atau 25,56%, hal ini dikarenakan
waktu penyebaran kuesioner yang terlalu singkat serta auditor forensik
yang sedang berada di kantor perwakilan daerah. Kuesioner yang
dapat diolah berjumlah 64 buah atau 71,11% sedangkan kuesioner
yang tidak dapat diolah sebanyak 3 buah atau 3,33% karena tidak diisi
secara lengkap oleh responden.
Data distribusi penyebaran kuesioner penelitian dapat
dilihat pada tabel 4.2.
Tabel 4.2
Data Distribusi Sampel Penelitian No. Kantor Kuesioner yang
dikirim
Kuesioner yang
diolah
1. AKN I 15 11
2. AKN III 15 11
3. AKN V 15 13
4. AKN VII 15 -
5. Deputi Investigasi 30 29
Sumber : Data primer yang diolah
93
2. Karakteristik Profil Responden
Responden dalam penelitian ini adalah auditor forensik yang
bekerja di BPK RI pada Auditorat Utama Keuangan Negara (AKN) I,
III, V, dan VII serta auditor forensik yang bekerja di BPKP
Perwakilan Provinsi DKI Jakarta pada Deputi Investigasi yang
memiliki fungsi audit penghitungan kerugian keuangan negara dan
pemberian keterangan ahli sehingga akan mampu memberikan
informasi yang relevan terhadap pengungkapan korupsi. Berikut ini
adalah deskripsi mengenai identitas penelitian yang terdiri dari jenis
kelamin, posisi terakhir, pendidikan terakhir, usia, dan pengalaman
kerja responden.
a. Deskripsi responden berdasarkan jenis kelamin
Tabel 4.3 berikut ini menyajikan hasil uji deskripsi
responden berdasarkan jenis kelamin.
Sumber : Data primer yang diolah
Tabel 4.3 diatas menunjukkan bahwa sebanyak 42 orang
atau 65,6% responden di dominasi oleh jenis kelamin laki-laki,
dan sisanya sebesar 22 orang atau 34,4% responden berjenis
Tabel 4.3
Hasil Uji Deskripsi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin
Frequency Percent
Valid
Percent
Cumulative
Percent
Valid Laki-laki 42 65,6 65,6 65,6
Perempuan 22 34,4 34,4 100,0
Total 64 100,0 100,0
94
kelamin perempuan, hal ini dikarenakan karakteristik profesi
auditor forensik lebih memerlukan lebih banyak waktu dalam
pekerjaannya sehingga responden dalam penelitian ini mayoritas
laki-laki.
b. Deskripsi responden berdasarkan posisi terakhir
Tabel 4.4 berikut ini menyajikan hasil uji deskripsi
responden berdasarkan posisi terakhir.
Sumber: Data primer yang diolah
Tabel 4.4 diatas, diperoleh informasi bahwa mayoritas
responden adalah auditor senior sebanyak 30 orang atau sebesar
46,9%. Responden yang menduduki jabatan sebagai auditor
junior sebanyak 22 orang atau 34,4%, sedangkan sisanya yaitu
sebagai manager dan supervisor sebanyak 5 dan 7 orang atau
sebesar 7,8% dan 10,9%. Hal ini dikarenakan semakin tinggi
jabatan di AKN I, III, V, dan Deputi Investigasi semakin tinggi
pula tingkat kesibukannya.
Tabel 4.4
Hasil Hasil Uji Deskripsi Responden Berdasarkan Posisi terakhir
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Auditor Junior 22 34,4 34,4 34,4
Auditor Senior 30 46,9 46,9 81,3
Supervisor 7 10,9 10,9 92,2
Manager 5 7,8 7,8 100,0
Total 64 100,0 100,0
95
c. Deskripsi responden berdasarkan pendidikan terakhir
Tabel 4.5 berikut ini menyajikan hasil uji deskripsi
responden berdasarkan pendidikan terakhir.
Sumber : Data primer yang diolah
Berdasarkan tabel 4.5 dapat diketahui bahwa sebagian besar
responden berpendidikan terakhir Strata Satu (S1) dengan jumlah
45 responden atau 70,3%. Sisanya dengan jumlah 17 responden
atau 26,6% berpendidikan terakhir Strata Dua (S2) dan dengan
jumlah 2 responden atau sebesar 3,1% berpendidikan terakhir
Diploma III (D3). Hal ini karena pada umumnya standar
pendidikan untuk dapat direkrut bekerja sebagai pemeriksa di
BPK RI dan BPKP minimal Strata Satu (S1).
d. Karakteristik responden berdasarkan pengalaman kerja
Tabel 4.6 berikut ini menyajikan hasil uji deskripsi
responden berdasarkan pengalaman kerja.
Tabel 4.5
Hasil Uji Deskripsi Responden Berdasarkan Pendidikan
Terakhir
Frequency Percent
Valid
Percent
Cumulative
Percent
Valid D3 2 3,1 3,1 3,1
S1 45 70,3 70,3 73,4
S2 17 26,6 26,6 100,0
Total 64 100,0 100,0
96
Sumber : Data primer yang diolah
Berdasarkan tabel 4.6 di atas dapat diketahui bahwa
mayoritas responden dalam penelitian ini sebesar 50% atau sekitar
32 auditor forensik memiliki pengalaman kerja lebih dari 10 tahun.
Responden yang memiliki pengalaman 6-10 tahun sebanyak 23
orang atau sebesar 35,9%, responden yang memiliki pengalaman
kerja 3-6 tahun sebanyak 5 rorang atau sebesar 7,8% dan sisanya
responden yang memiliki pengalaman kerja <3 tahun sebanyak 4
orang atau sebesar 6,3%. Hal ini menunjukkan auditor forensik
yang bekerja pada AKN I, III, V, dan Deputi Investigasi adalah
auditor yang telah memiliki pengalaman dalam penghitungan
kerugian keuangan negara atau dalam melaksanakan pemeriksaan
terkait kasus korupsi karena didominasi oleh auditor yang memiliki
pengalaman lebih dari 10 tahun sehingga dapat relevan untuk
memberikan informasi dalam penelitian ini.
Tabel 4.6
Hasil Uji Deskripsi Responden Berdasarkan Pengalaman
Kerja
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid <3 Tahun 4 6,3 6,3 6,3
3-6 Tahun 5 7,8 7,8 14,1
6-10 Tahun 23 35,9 35,9 50,0
>10 Tahun 32 50,0 50,0 100,0
Total 64 100,0 100,0
97
e. Deskripsi responden berdasarkan usia
Tabel 4.7 berikut ini menyajikan hasil uji deskripsi responden
berdasarkan usia.
Sumber: Data primer yang diolah
Berdasarkan tabel 4.7 di atas menunjukkan responden yang
bekerja pada AKN I, III, V, dan Deputi Investigasi sebesar 1,6%
atau satu orang berusia kurang dari 25 tahun, sebesar 21,9% atau
sebanyak 14 orang berusia 25-30 tahun, sebesar 21,9% atau
sebanyak 14 orang berusia 31-35 tahun, sebesar 14,1% atau
sebanyak 9 orang berusia 36-40 tahun, sebesar 7,8% atau sebanyak
5 orang berusia 41-45 tahun, sebesar 14,1% atau sebanyak 9 orang
berusia 46-50 tahun, dan sebesar 18,8% atau sebanyak 12 orang
berusia lebih dari 50 tahun. Hal ini menunjukkan bahwa auditor
forensik yang bekerja pada AKN I, III, V, dan Deputi Investigasi
adalah mereka yang berusia 25-30 tahun dan usia 31-35 tahun,
Tabel 4.7
Hasil Uji Deskripsi Responden Berdasarkan Usia
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid <25 Tahun 1 1,6 1,6 1,6
25-30 Tahun 14 21,9 21,9 23,4
31-35 Tahun 14 21,9 21,9 45,3
36-40 Tahun 9 14,1 14,1 59,4
41-45 Tahun 5 7,8 7,8 67,2
46-50 Tahun 9 14,1 14,1 81,3
>50 Tahun 12 18,8 18,8 100,0
98
dikarenakan responden dalam penelitian ini didominasi oleh
auditor senior dan auditor junior.
B. Hasil Uji Instrumen Penelitian
1. Hasil Uji Statistik Deskriptif
Variabel yang digunakan dalam penelitian ini meliputi
profesionalisme, keahlian, kompetensi bukti, dan pengungkpan korupsi
akan diuji secara statistik deskriptif seperti yang terlihat dalam tabel 4.8
Tabel 4.8
Hasil Uji Statistik Deskriptif
N Min Max Mean
Std.
Deviation
Profesionalisme 64 15 25 21,03 2,714
Keahlian 64 21 45 36,48 4,928
KompetensiBukti 64 12 30 23,83 3,170
PengungkapanKorupsi 64 24 40 32,77 2,866
Valid N (listwise) 64
Sumber : Data primer yang diolah
Tabel 4.8 menjelaskan bahwa pada variabel profesionalisme
memiliki jawaban minimum responden sebesar 15 dan maksimum sebesar
25, dengan rata-rata total jawaban 21,03 dan standar deviasi 2,714. Nilai
standar deviasi menunjukkan adanya penyimpangan sebesar 2,714 dari
nilai rata-rata jawaban responden atas pernyataan tentang profesionalisme
yang besarnya 21,03. Variabel keahlian memiliki jawaban minimum
responden sebesar 21 dan maksimum sebesar 45, dengan rata-rata total
jawaban 36,48 dan standar deviasi 4,928. Nilai standar deviasi
menunjukkan adanya penyimpangan sebesar 4,928 dari nilai rata-rata
99
jawaban responden atas pernyataan tentang keahlian yang besarnya 36,48.
Variabel kompetensi bukti memiliki jawaban minimum responden sebesar
12 dan maksimum sebesar 30, dengan rata-rata total jawaban 23,83 dan
standar deviasi 3,170. Nilai standar deviasi menunjukkan adanya
penyimpangan sebesar 3,170 dari nilai rata-rata jawaban responden atas
pernyataan tentang kompetensi bukti yang besarnya 23,83. Dan variabel
pengungkapan korupsi memiliki jawaban minimum responden sebesar 24
dan maksimum sebesar 40, dengan rata-rata total jawaban 32,77 dan
standar deviasi 2,866. Nilai standar deviasi menunjukkan adanya
penyimpangan sebesar 2,866 dari nilai rata-rata jawaban responden atas
pernyataan tentang pengungkapan korupsi yang besarnya 32,77.
Berdasarkan hasil uji statsitik deskriptif di atas dapat diambil kesimpulan
bahwa rata-rata jawaban responden untuk variabel profesionalisme,
keahlian, kompetensi bukti, dan pengungkapan korupsi adalah setuju.
2. Hasil Uji Outer Model atau Measurement Model
Terdapat tiga kriteria di dalam penggunaan teknik analisis data dengan
SmartPLS untuk menilai outer model yaitu Convergent Validity, Discriminant
Validity dan Reliability.
a. Hasil Convergent Validity
Convergent Validity dari model pengukuran reflektif indikator
dinilai berdasarkan korelasi antara item score atau component score yang
di estimasi dengan software SmartPLS. Ukuran reflektif individual
dikatakan tinggi jika berkorelasi lebih tinggi dari 0,70 dengan konstruk
100
yang diukur. Namun menurut Chin (1998) dalam Ghozali (2015:74) untuk
penelitian tahap awal dari pengembangan skala pengukuran nilai loading
0,50 sampai 0,60 dianggap cukup memadai. Dalam penelitian ini akan
digunakan batas laoding factor sebesar 0,60.
Tabel 4.9
Outer Loading
PROF KEAH KOMP PGKPN
Pro_1 0,7678
Pro_2 0,7496
Pro_3 0,6717
Pro_4 0,7034
Pro_5 0,8053
Kh_1 0,5845
Kh_2 0,7309
Kh_3 0,7861
Kh_4 0,5877
Kh_5 0,6710
Kh_6 0,6973
Kh_7 0,7534
Kh_8 0,7855
Kh_9 0,6304
Kb_1 0,7033
Kb_2 0,7023
Kb_3 0,7780
Kb_4 0,7940
Kb_5 0,7646
Kb_6 0,5995
Pk_1 0,7768
Pk_2 0,7626
Pk_3 0,8090
Pk_4 0,8618
Pk_5 0,8535
Pk_6 0,7399
Pk_7 0,5180
Pk_8 0,7482
Sumber : Data primer yang diolah
101
Hasil pengolahan dengan menggunakan SmartPLS dapat dilihat
pada tabel 4.9. Nilai outer model atau korelasi antar konstruk dengan
variabel pada awalnya belum memenuhi Convergent Validity terdapat
empat indikator dengan nilai loading factor kurang dari 0,60 yaitu
indikator Kh_1, Kh_4. Kb_6 dan Pk_7. Untuk itu, indikator tersebut harus
dikeluarkan dari model.
Tabel 4.10
Outer Loading Modifikasi
PROF KEAH KOMP PGKPN
Pro_1 0,7726
Pro_2 0,7457
Pro_3 0,6719
Pro_4 0,6999
Pro_5 0,8059
Kh_2 0,7330
Kh_3 0,7634
Kh_5 0,6318
Kh_6 0,7504
Kh_7 0,7958
Kh_8 0,8265
Kh_9 0,6807
Kb_1 0,7063
Kb_2 0,7224
Kb_3 0,7655
Kb_4 0,7862
Kb_5 0,7891
Pk_1 0,7909
Pk_2 0,7822
Pk_3 0,8362
Pk_4 0,8607
Pk_5 0,8390
Pk_6 0,7412
Pk_8 0,7278
Sumber : Data primer yang diolah
Modifikasi model dilakukan dengan mengeluarkan indikator
indikator yang memiliki nilai loading factor di bawah 0,60 dan dilakukan
102
run ulang. Pada model modifikasi sebagaimana pada tabel 4.10 tersebut
menunjukkan bahwa semua loading factor memiliki nilai di atas 0,60,
sehingga konstruk untuk semua variabel sudah tidak ada yang dieliminasi
dari model. Semua indikator dalam Tabel Outer Loading Modifikasi
memiliki nilai diatas 0,60 sehingga menunjukkan tiap indikator signifikan
terhadap konstruknya atau menunjukkan nilai seluruh variabel dinyatakan
valid.
b. Hasil Discriminant Validity
Discriminant Validity dilakukan untuk memastikan bahwa setiap
konsep dari masing-masing variabel laten berbeda dengan variabel
lainnya. Model mempunyai Discriminant Validity yang baik jika setiap
nilai loading dari setiap indikator dari sebuah variabel laten memiliki nilai
loading yang paling besar dengan nilai loading lain terhadap variabel laten
lainnya. Hasil pengujian Discriminant Validity diperoleh sebagai berikut:
103
Tabel 4.11
Cross Loading
Profesionalisme Keahlian Kompetensi
Bukti
Pengungkapa
n Korupsi
Pro_1 0,7726
0,7457
0,6719
0,6999
0,8055
0,6250 0,4809 0,4336
Pro_2 0,5212 0,1827 0,3736
Pro_3 0,3774 0,1996 0,3960
Pro_4 0,6199 0,3634 0,3047
Pro_5 0,5133 0,4228 0,5051
Kh_2 0,6849 0,7330
0,7634
0,6317
0,7504
0,7958
0,8265
0,6806
0,3912 0,5245
Kh_3 0,4680 0,3916 0,5477
Kh_5 0,4473 0,3754 0,4027
Kh_6 0,6258 0,3097 0,4462
Kh_7 0,4870 0,3545 0,4196
Kh_8 0,5112 0,3816 0,4055
Kh_9 0,5034 0,3106 0,3850
Kb_1 0,2130 0,1671 0,7063
0,7224
0,7655
0,7862
0,7891
0,3191
Kb_2 0,3910 0,2532 0,4245
Kb_3 0,2200 0,4319 0,5224
Kb_4 0,4299 0,4065 0,5179
Kb_5 0,4640 0,4783 0,5216
Pk_1 0,4581 0,4608 0,5489 0,7909
0,7822
0,8362
0,8607
0,8390
0,7412
0,7278
Pk_2 0,4235 0,4339 0,5428
Pk_3 0,5157 0,5518 0,5381
Pk_4 0,4809 0,5452 0,5080
Pk_5 0,3365 0,4557 0,4713
Pk_6 0,4247 0,4461 0,4949
Pk_8 0,4302 0,5115 0,3862
Sumber : Data primer yang diolah
Tabel 4.11 menunjukkan bahwa konstruk profesionalisme lebih
tinggi terhadap indikatornya (Pro_1,Pro_2,Pro_3,Pro_4, dan Pro_5)
dibandingkan dengan konstruk lainnya terhadap indikator
Pro_1,Pro_2,Pro_3,Pro_4, dan Pro_5 sehingga memiliki Discriminant
Validity yang baik.
Konstruk keahlian memberikan nilai indikator yang lebih tinggi
terhadap indikatornya dibandingkan dengan konstruk lainnya terhadap
104
indikator Kh_2, Kh_3, Kh_5, Kh_6, Kh_7, Kh_8 dan Kh_9 sehingga
memiliki Discriminant Validity yang baik.
Konstruk kompetensi bukti juga memberikan nilai indikator
yang lebih tinggi terhadap indikatormya dibandingkan dengan konstruk
lainnya terhadap indikator Kb_1, Kb_2, Kb_3, Kb_4, dan Kb_5 sehingga
memiliki Discriminant Validity yang baik.
Hal yang sama juga berlaku untuk konstruk pengungkapan
korupsi yang memberikan nilai indikator yang lebih tinggi terhadap
indikatornya dibandingkan dengan konstruk lainnya terhadap indikator
Pk_1, Pk_2, Pk_3, Pk_4, Pk_5, Pk_6, dan Pk_8 sehingga memiliki
Discriminant Validity yang baik.
Semua nilai loading factor untuk setiap indikator dari masing-
masing variabel laten sudah memiliki nilai loading factor yang paling
besar dibanding nilai loading factor variabel laten lainnya. Hal ini
berarti bahwa semua variabel laten sudah memiliki Discriminant Validity
yang baik dimana konstruk laten memprediksi indikator pada blok
mereka lebih baik dibandingkan dengan indikator di blok lainnya
sehingga dapat disimpulkan semua variabel laten memiliki Discriminant
Validity yang baik.
Metode lain untuk menilai discriminant validity adalah nilai
square root of Average Variance Extracted (AVE). Direkomendasikan
nilai AVE harus lebih besar dari 0,50 (Fornnel dan Larcker, 1981 dalam
Ghozali, 2015:75).
105
Tabel 4.12
Average Variance Extracted (AVE)
AVE
Profesionalisme 0,5486
Keahlian 0,5517
Kompetensi Bukti 0,5695
Pengungkapan Korupsi 0,6372
Sumber : Data primer yang diolah
Tabel 4.12 menunjukkan AVE variabel profesionalisme
sebesar 0,5486, AVE variabel keahlian sebesar 0,5517, AVE variabel
kompetensi bukti sebesar 0,5695 dan AVE variabel pengungkapan
korupsi sebesar 0,6372 yang berarti sudah memiiliki nilai AVE di atas
0,50 sebagaimana kriteria yang di rekomendasikan sehingga
menunjukkan seluruh variabel memiliki Discriminant Validity yang
baik.
c. Hasil Reliability
Kriteria Reliability dapat dilihat dari nilai Composite
Reliability dan Cronbach Alpha dari masing-masing konstruk.
Konstruk dikatakan memiliki reliabilitas yang tinggi mempunyai nilai
Composite Reliability di atas 0,70 dan mempunyai nilai Cronbach
Alpha di atas 0,60.
106
Tabel 4.13
Composte Reliability dan Cronbach Alpha
CompositeReliability Cronbach Alpha
Profesionalisme 0,8582 0,7972
Keahlian 0,8953 0,8629
Kompetensi Bukti 0,8684 0,8140
Pengungkapan Korupsi 0,9245 0,9043
Sumber : Data primer yang diolah
Berdasarkan tabel 4.13 Composite Reliability variabel
profesionalisme sebesar 0,8582, variabel keahlian sebesar 0,8953,
variabel kompetensi bukti sebesar 0,8684 dan variabel pengungkapan
korupsi sebesar 0,9245 yang berarti sudah memiliki nilai Composite
Reliability di atas 0,70 dapat disimpulkan semua konstruk memenuhi
kriteria reliabilitas. Cronbach Alpha variabel profesionalisme sebesar
0,7972, variabel keahlian sebesar 0,8629, variabel kompetensi bukti
sebesar 0,8140, dan variabel pengungkapan korupsi sebesar 0,9043
yang berarti sudah memiliki nilai Cronbach Alpha di atas 0,60
sehingga menunjukkan tingkat konsistensi jawaban responden dalam
setiap konstruk memiliki reliabilitas yang baik.
3. Hasil Uji Inner Model atau Structural Model
Pengujian inner model atau model struktural dilakukan untuk
melihat hubungan antar konstruk, nilai signifikan dan R-square dari
model penelitian. Model struktural di evaluasi dengan menggunakan R-
square untuk konstruk dependen, uji t, serta signifikansi dari koefisien
parameter jalur struktural.
107
Gambar 4.1
Model Struktural Hasil Bootstrapping
a. Hasil R-square
Dalam menilai model dengan PLS dimulai dengan melihat
R-square untuk setiap variabel laten dependen. Uji Goodness fit
model adalah merupakan pengujian terhadap model struktural
yang dilakukan dengan melihat nilai R-square (Ghozali,
2015:78). Tabel 4.14 merupakan hasil estimasi R-square dengan
menggunakan SamrtPLS.
108
Tabel 4.14
Nilai R-Square
R-Square
Profesionalisme
Keahlian
Kompetensi Bukti 0,2679
Pengungkapan Korupsi 0,5239
Sumber: Data primer yang diolah
Pada penelitian ini menggunakan 2 buah variabel yang
dipengaruhi oleh variabel lainnya yaitu variabel kompetensi
bukti yang dipengaruhi oleh variabel profesionalisme dan
keahlian dan variabel pengungkapan korupsi yang dipengaruhi
oleh variabel kompetensi bukti.
Pada tabel 4.14 menunjukkan nilai R-square untuk variabel
kompetensi bukti diperoleh sebesar 0,2679 dan untuk variabel
pengungkapan korupsi diperoleh sebesar 0,5239. Hasil ini
menunjukkan bahwa variabel profesionalisme dan keahlian
auditor forensik secara simultan mampu menjelaskan variabel
kompetensi bukti sebesar 26,79%, sisanya 73,21% diterangkan
oleh variabel lainnya yang tidak dihipotesiskan dalam model.
Hasil selanjutnya untuk variabel profesionalisme, keahlian, dan
kompetensi bukti mampu menjelaskan variabel pengungkapan
korupsi sebesar 52,39%, sisanya 47,61% diterangkan oleh
variabel lainnya yang tidak dihipotesiskan dalam model.
Menurut Chin (1998) dalam Ghozali (2015:78) nilai R-square ini
termasuk dalam kategori moderat menuju tinggi.
109
b. Hasil Q-Square
Q-Square mengukur seberapa baik nilai observasi
dihasilkan oleh model dan juga estimasi parameternya. Suatu
model dianggap mempunyai niai predictive relevance yang relevan
jika nilai Q-Square lebih besar dari 0 (nol). Besaran Q-Square
memiliki nilai dengan rentang 0 < Q2 < 1, model semakin bak jika
nilai Q-Square mendekati 1. Nilai Q-Square diperoleh dari:
Q2= 1 – (1 – R1
2) (1 – R2
2)
= 1- [1 – (0,26792)] [1 – (0,5239
2)]
= 1 – (1-0,0718) (1-0,2745)
= 1 – (0,9282) (0,7255)
= 1 – (0,6734)
Q2 = 0,3266
Hasil penghitungan Q-Square pada penelitian ini 0,3266
yang berarti bahwa 32,66% variabel independen dan intervening
ini layak untuk menjelaskan variabel dependen yaitu
pengungkapan korupsi.
c. Hasil Goodness of Fit (GoF)
Evaluasi model yang terakhir dengan melihat GoF dari
model, Evaluasi goodness of fit model dilakukan untuk purification
dan refinement terhadap uji validitas atau reliabilitas konstruk
(Ghozali, 2015:49) sehingga GoF ini digunakan untuk memvalidasi
performa gabungan antara inner model dan outer model. Nilai GoF
110
ini terbentang antara 1-0 dengan interpretasi nilai ini adalah 0,1
(GoF Kecil), 0,25 (GoF Moderat) dan 0,36 (GoF Besar) (Wetzels
et al, 2009 dalam Yamin, 2011:22). Nilai GoF diperoleh dari:
GoF =√Com x R2
= √(0,7594) (0,3959)
=√(0,3006)
GoF = 0,5483
Hasil penghitungan GoF dalam penelitian ini menunjukkan
nilai 0,5483, lebih besar dari 0,36. Sehingga model dalam
penelitian ini memiliki kemampuan yang tinggi dalam menjelaskan
data empiris.
d. Hasil Uji Hipotesis
Hasil uji hipotesis dilakukan untuk melihat pengaruh suatu
konstruk terhadap konstruk lainnya dengan melihat koefisien
parameter dan nilai t-statistik (Ghozali, 2015:80). Dasar yang
digunakan dalam menguji hipotesis adalah nilai yang terdapat pada
output Path Coefficient untuk menguji model struktural. Hasil
hipotesis yang diajukan, dapat dilihat dari besarnya t-statistik. Nilai
t-statistik dibandingkan dengan nilai t-tabel yang ditentukan dalam
penelitian ini adalah sebesar 1,9990 dimana diketahui nilai df
sebesar 62 (jumlah sampel dikurangi dua: 64-2) dan α sebesar 0,05
111
(two tailed). Batasan untuk menerima dan menolak hipotesis yang
diajukan adalah ± 1,9990, dimana apabila nilai t-statistik berada
pada rentang nilai -1,9990 dan 1,9990 maka hipotesis akan ditolak
atau dengan kata lain menerima hipotesis nol (Ho).
Tabel 4.15
Path Coefficients (Mean, STDEV, T-Value) Original
Original
Sample (O)
Sample
Mean
(M)
Standard
Deviation
(STDEV)
Standard
Error
(STERR)
TStatistics
(I0/STER)
P Value
PROF KOMP 0,2496 0,2760 0,1235 0,1235 2,0210 0,0370
PROF PGKPN 0,1309 0,1302 0,0756 0,0756 1,7268 0,0930
KOMP PGKPN 0,4119 0,4361 0,1322 0,1322 3,1163 0,0020
KEAH KOMP 0,3079 0,3132 0,1284 0,1284 2,3986 0,0160
KEAH PGKPN 0,3157 0,3070 0,1261 0,1261 2,5030 0,0110
Sumber : Data primer yang diolah
Tabel diatas menunjukkan bahwa pengaruh PROF
(profesionalisme) terhadap KOMP (kompetensi bukti) sebesar
0,2496 dan signifikan pada 0,05 (2,0210>1,9990). Pengaruh PROF
(profesionalisme) terhadap PGKPN (pengungkapan korupsi)
sebesar 0,1309 dan tidak signifikan pada 0,05 (1,7268<1,9990).
Pengaruh KOMP (kompetensi bukti) terhadap PGKPN
(pengungkapan korupsi) sebesar 0,4119 dan signifikan pada 0,05
(3,1163>1,9990). Pengaruh KEAH (keahlian) terhadap KOMP
(kompetensi bukti) sebesar 0,3079 dan signifikan pada 0,05
(2,3986>1,9990). Pengaruh KEAH (keahlian) terhadap PGKPN
(pengungkapan korupsi) sebesar 0,3157 dan signifikan pada 0,05
(2,5030>1,9990).
112
4. Hasil Uji Efek Intervening
a. Hasil Uji Efek Intervening untuk Profesionalisme Auditor Forensik
Terhadap Pengungkapan Korupsi melalui Kompetensi Bukti.
1) Langkah pertama dalam prosedur pengujian intervening adalah
pengaruh langsung variabel independen terhadap variabel
dependen harus signifikan.
Tabel 4.16
Pengaruh Langsung Variabel Laten Profesionalisme Original
Original
Sample (O)
Sample
Mean (M)
Standard
Deviation
(STDEV)
TStatistics
(I0/STERRI)
P Value
PROF
PGKPN
0,1309 0,1302 0,0756 1,7268 0,0930
Sumbe: Data primer yang diolah
Hasil pengujian hipotesis yang dilakukan dengan metode
bootstrapping menunjukkan bahwa profesionalisme auditor
forensik dengan pengungkapan korupsi menunjukan nilai
koefisien jalur sebesar 0,1309 dengan nilai t-statistics sebesar
1,7268. Nilai tersebut lebih kecil dari t-table 1,9990. Hal ini
berarti profesionalisme auditor forensik tidak berpengaruh
secara signifikan pada 0,05 terhadap pengungkapan korupsi atau
sama halnya profesionalisme auditor forensik tidak berpengaruh
signifikan langsung terhadap pengungkapan korupsi.
Apabila pengaruh langsung tidak berpengaruh secara
signifikan maka hal ini menunjukkan bahwa tidak ada efek
intervening atau mediasi sehingga langkah selanjutnya tidak
dapat diuji.
113
b. Hasil Uji Efek Intervening untuk Keahlian Auditor Forensik
Terhadap
Pengungkapan Korupsi melalui Kompetensi Bukti
1) Langkah pertama dalam prosedur pengujian intervening adalah
pengaruh langsung variabel independen terhadap variabel
dependen harus signifikan.
Tabel 4.17
Pengaruh Langsung Variabel Laten Keahlian
Original
Original
Sample (O)
Sample
Mean (M)
Standard
Deviation
(STDEV)
TStatistics
(I0/STER)
P Value
KEAH
PGKPN
0,3157 0,3070 0,1261 2,5030 0,0110
Sumber: Data primer yang diolah
Hasil pengujian hipotesis yang dilakukan dengan metode
bootstrapping menunjukkan bahwa keahlian auditor forensik
dengan pengungkapan korupsi menunjukan nilai koefisien jalur
sebesar 0,3157 dengan nilai t-statistics sebesar 2,5030. Nilai
tersebut lebih besar dari t-table 1,9990. Hal ini berarti keahlian
auditor forensik memiliki pengaruh dan signifikan terhadap
pengungkapan korupsi atau sama halnya keahlian auditor forensik
berpengaruh signifikan langsung sebesar 0,3157 terhadap
pengungkapan korupsi. Apabila pengaruh langsung signifikan
maka hal ini menunjukkan terdapat efek intervening (Hair et al,
2013 dalam Sholihin, 2014) langkah selanjutnya adalah menguji
pengaruh tidak langsung.
114
2) Langkah kedua, pengaruh tidak langsung harus signifikan, setiap
jalur yaitu variabel independen terhadap variabel intervening dan
variabel intervening terhadap variabel dependen harus signifikan
untuk memenuhi kondisi ini. Pengaruh tidak langsung ini
diperoleh dengan formula pengaruh variabel independen pada
variabel intervening dikalikan dengan pengaruh variabel
intervening pada variabel dependen (Hair et al, 2013 dalam
Sholihin, 2014). Apabila pengaruh tidak langsung signifikan,
maka hal ini menunjukkan bahwa variabel intervening mampu
menyerap atau mengurangi pengaruh langsung pada pengujian
pertama.
Tabel 4.18
Pengaruh Tidak Langsung Variabel Laten Keahlian
Original
Original
Sample (O)
Sample
Mean (M)
Standard
Deviation
(STDEV)
TStatistics
(I0/STERR)
P
Value
KEAH KOMP 0,3079 0,3132 0,1284 2,3986 0,0160
KOMP PGKPN 0,4119 0,4361 0,1322 3,1163 0,0020
Sumber : Data primer yang diolah
Hasil pengujian hipotesis yang dilakukan dengan metode
bootstrapping menunjukkan bahwa keahlian auditor forensik
dengan kompetensi bukti menunjukan nilai koefisien jalur
sebesar 0,3079 dengan nilai t-statistics sebesar 2,3986. Nilai
tersebut lebih besar dari t-table 1,9990. Hal ini berarti keahlian
auditor forensik memiliki pengaruh dan signifikan pada 0,05
terhadap kompetensi bukti atau sama halnya keahlian auditor
115
forensik berpengaruh signifikan tidak langsung sebesar 0,3079
terhadap kompetensi bukti. Langkah selanjutnya menguji
pengaruh signifikan tidak langsung variabel intervening
terhadap pengungkapan korupsi. Hasil pengujian hipotesis
yang dilakukan dengan metode bootstrapping menunjukkan
bahwa kompetensi bukti dengan pengungkapan korupsi
menunjukan nilai koefisien jalur sebesar 0,4119 dengan nilai t-
statistics sebesar 3,1163. Nilai tersebut lebih besar dari t-table
1,9990. Hal ini berarti kompetensi bukti memiliki pengaruh
dan signifikan terhadap pengungkapan korupsi atau sama
halnya kompetensi bukti berpengaruh signifikan tidak
langsung sebesar 0,4119 terhadap pengungkapan korupsi.
Apabila pengaruh tidak langsung signifikan maka hal ini
menunjukkan terdapat efek intervening (Hair et al, 2013 dalam
Sholihin, 2014) dan langkah terakhir adalah menghitung
Vaiance Accounted for (VAF).
3) Ketiga, menghitung VAF dengan formula (Hair et al, 2013
dalam Sholihin, 2014) sebagai berikut:
116
Tabel 4.19
Penghitungan VAF Keahlian Auditor Forensik terhadap Pengungkapan
Korupsi Melalui Kompetensi Bukti
Pengaruh tidak langsung 0,3079*0,4119 0,1268
KEAH KOMP = 0,3079; KOMP PGKPN = 0,4119
Pengaruh langsung 0,3157
KEAH PGKPN = 0,3157
Pengaruh Total 0,3157+0,1268 0,4425
VAF 0,1268/0,4425 0,2865
Sumber : Data primer yang iolah
Hasil pernghitungan VAF menunjukkan hasil 0,2865. Sehingga
kompetensi bukti dapat menjadi variabel intervening keahlian auditor
forensik terhadap pengungkapan korupsi sebesar 28,65% atau terdapat efek
intervening parsial.
C. Pembahasan
1. Pengaruh Profesionalisme Auditor Forensik terhadap Kompetensi Bukti
Hasil pengujian hipotesis yang dilakukan dengan metode
bootstrapping menunjukkan bahwa profesionalisme auditor forensik
terhadap kompetensi bukti menunjukan nilai koefisien jalur sebesar
0,2496 dengan nilai t-statistics sebesar 2,0210. Nilai tersebut lebih
besar dari t-table 1,9990. Hal ini berarti profesionalisme auditor
forensik memiliki pengaruh dan signifikan pada 0,05 terhadap
kompetensi bukti yang berarti sesuai dengan hipotesis pertama. Hal ini
berarti hipotesis pertama (Ha1) diterima.
117
Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh
Dwi dan Effendi (2013), yang menunjukkan profesionalisme auditor
forensik berpengaruh dan signifikan terhadap kompetensi bukti, yang
berarti setiap peningkatan profesionalisme auditor forensik akan
meningkatkan kompetensi bukti , dan sebaliknya setiap penurunan
profesionalisme auditor forensik akan menurunkan kompetensi bukti.
Semakin tinggi tingkat profesionalismenya, maka orang tersebut
semakin profesional. Profesionalisme seorang profesional akan menjadi
semakin penting apabila profesionalisme tersebut dihubungkan dengan
hasil kerja individunya, sehingga pada akhirnya dapat memberi
sumbangan karya bagi perusahaan maupun organisasi profesi tempat
dimana mereka bekerja (Dwi dan Effendi, 2013).
2. Pengaruh Keahlian Auditor Forensik terhadap Kompetensi Bukti
Hasil pengujian hipotesis yang dilakukan dengan metode
bootstrapping menunjukkan bahwa keahlian auditor forensik terhadap
kompetensi bukti menunjukan nilai koefisien jalur sebesar 0,3079
dengan nilai t-statistics sebesar 2,3986. Nilai tersebut lebih besar dari t-
table 1,9990. Hal ini berarti keahlian auditor forensik memiliki
pengaruh dan signifikan pada 0,05 terhadap kompetensi bukti yang
berarti sesuai dengan hipotesis kedua. Hal ini berarti hipotesis kedua
(Ha2) diterima.
Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh
Michael (2012), yang menunjukkan keahlian auditor forensik memiliki
118
pengaruh dan signifikan terhadap kompetensi bukti, yang berarti setiap
peningkatan keahlian auditor forensik akan meningkatkan kompetensi
bukti, dan sebaliknya setiap penurunan keahlian auditor forensik akan
menurunkan kompetensi bukti. Dengan keahlian akan memudahkan
auditor forensik dalam mencari fakta-fakta yang berhubungan dengan
kasus korupsi. Sehingga bukti yang di dapat memiliki kesesuaian bukti
dan dapat diyakini kebenarannya.
3. Pengaruh Profesionalisme Auditor Forensik terhadap Pengungkapan
Korupsi
Hasil pengujian hipotesis yang dilakukan dengan metode
bootstrapping menunjukkan bahwa profesionalisme auditor forensik
terhadap pengungkapan korupsi menunjukan nilai koefisien jalur
sebesar 0,1309 dengan nilai t-statistics sebesar 1,7268. Nilai tersebut
lebih kecil dari t-table 1,9990. Hal ini berarti profesionalisme auditor
forensik tidak berpengaruh secara signifikan pada 0,05 terhadap
pengungkapan korupsi yang berarti tidak sesuai dengan hipotesis
ketiga. Hal ini berarti Hipotesis ketiga (Ha3) ditolak.
Hasil pengujian hipotesis ketiga membuktikan bahwa
profesionalisme auditor forensik yang diukur dengan bootstrapping
tidak signifikan terhadap pengungkapan korupsi. Hasil penelitian ini
tidak konsisten dengan penelitian yang dilakukan oleh Fauzan dkk
(2015) dalam penelitiannya profesionalisme auditor forensik
berpengaruh signifikan terhadap pengungkapan fraud.
119
Para profesional harus menggunakan keahlian profesionalnya
dengan cermat dan seksama (due profesional care) dan secara hati-hati
(prudent) dalam setiap penugasan, hal tersebut ditegaskan dalam
Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara tentang
Standar Umum APIP No. 2300 Kecermatan Profesional. Due
Profesional Care ini dilakukan dalam penugasan Penghitungan
Kerugian Keuangan Negara (PKKN), karena keputusan awal atas dapat
atau tidaknya perkara dilanjutkan dengan bantuan PKKN tidak
diputuskan oleh individu atau Tim Auditor, namun dari seluruh staff
Deputi Investigasi BPKP (Achsin, 2010). Pada umumnya penyidik
meminta bantuan untuk menghitung jumlah kerugian negara kepada
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atau Badan Pengawasan Keuangan
dan Pembangungan (BPKP) (Hakim, 2014). Hasil PKKN ini akan
melengkapi alat bukti dan barang bukti penyidik dalam pengungkapan
korupsi. Meskipun Due Professional Care sudah diterapkan namun
penarikan kesimpulan yang tidak tepat ketika audit sudah dilakukan
dapat terjadi.
Sehingga apabila laporan tersebut dilanjutkan oleh Aparat
penegak Hukum (APH) untuk dijadikan bukti menurut hukum akan
mengalami kesulitan sehingga menyebabkan gagal menjadi proses
hukum (Pusdiklatwas BPKP, 2013). Penelitian ini mendukung
penelitian yang dilakukan oleh Alabdulah et al (2014) dalam studi
penelitiannya di Iraq yang menyatakan bahwa auditor forensik tidak
120
memiliki pengaruh dalam menekan kenaikan kecurangan dan korupsi,
kecurangan dan korupsi itu seharusnya bisa dicegah tapi terbatasnya
jumlah auditor forensik. Dengan demikian, profesionalisme auditor
forensik tidak berpengaruh signifikan terhadap pengungkapan korupsi
apabila terjadi kesalahan dalam penarikan kesimpulan audit. Kunci
keberhasilan auditor dalam menjalankan peranannya untuk
memberantas korupsi terletak pada auditor itu sendiri (Arifin, 2011
dalam Sudaryati dan Zahro, 2010).
4. Pengaruh Keahlian Auditor Forensik terhadap Pengungkapan Korupsi
Hasil pengujian hipotesis yang dilakukan dengan metode
bootstrapping menunjukkan bahwa keahlian auditor forensik terhadap
pengungkapan korupsi menunjukan nilai koefisien jalur sebesar 0,3157
dengan nilai t-statistics sebesar 2,5030. Nilai tersebut lebih besar dari t-
table 1,9990. Hal ini berarti keahlian auditor forensik memiliki
pengaruh dan signifikan terhadap Pengungkapan Korupsi yang berarti
sesuai dengan hipotesis keempat. Hal ini berarti Hipotesis keempat
(Ha4) diterima.
Hasil pengujian hipotesis keempat membuktikan bahwa keahlian
auditor forensik yang diukur dengan bootstrapping memiliki pengaruh
dan signifikan terhadap pengungkapan korupsi. Penelitian ini berhasil
membuktikan bahwa tingkat keahlian auditor forensik dapat
mempengaruhi pengungkapan korupsi.
121
Peran akuntansi forensik dalam penyidikan tindak pidana korupsi
dilaksanakan untuk membantu seorang penyidik tindak pidana korupsi
(Hakim, 2014). Hal ini merupakan pelaksanaan ketentuan Pasal 120
ayat (1) KUHAP “Dalam hal penyidik mengganggap perlu, ia dapat
meminta pendapat seorang ahli atau orang yang memiliki keahlian
khusus”. Kepiawaian auditor dalam berkomunikasi verbal dalam
persidangan, membuat perkara menjadi terang manakala auditor
sanggup memberikan keterangan yang lengkap, jelas dan cermat serta
keterangan tersebut dapat ditangkap secara sempurna oleh para pihak
yang terperkara (Achsin, 2010).
5. Pengaruh Kompetensi Bukti terhadap Pengungkapan Korupsi
Hasil pengujian hipotesis yang dilakukan dengan metode
bootstrapping menunjukkan bahwa kompetensi bukti terhadap
pengungkapan korupsi menunjukan nilai koefisien jalur sebesar 0,4119
dengan nilai t-statistics sebesar 3,1163. Nilai tersebut lebih besar dari t-
table 1,9990. Hal ini berarti kompetensi bukti memiliki pengaruh dan
signifikan pada 0,05 terhadap pengungkapan korupsi yang berarti
sesuai dengan hipotesis kelima. Hal ini berarti hipotesis kelima (Ha5)
diterima.
Hasil penelitian ini mendukung Pusdiklatwas BPKP (2013) bukti
audit yang dituangkan dalam Laporan Hasil Audit Investigatif (LHAI)
harus memenuhi syarat relevan, kompeten, dan cukup. Bukti audit
tersebut merupakan informasi awal yang akan digunakan oleh penyidik
122
untuk dikembangkan menjadi bukti hukum dalam pengungkapan kasus
tindak pidana korupsi. Kompetensi suatu bukti dalam mengestimasi
atas adanya jumlah kerugian negara menentukan formula adanya tindak
pidana korupsi, tanpa adanya kerugian keuangan negara meskipun telah
terjadi salah prosedur tentu tidak bisa dikategorikan sebagai tindak
pidana korupsi (hanya sebatas kesalahan administratif) (Achsin, 2010).
6. Pengaruh Profesionalisme Auditor Forensik terhadap Pengungkapan
Korupsi melalui Kompetensi Bukti
Hasil pengujian hipotesis yang dilakukan dengan metode
bootstrapping menunjukkan bahwa profesionalisme auditor forensik
terhadap pengungkapan korupsi menunjukan nilai koefisien jalur
sebesar 0,1309 dengan nilai t-statistics sebesar 1,7268. Nilai tersebut
lebih kecil dari t-table 1,9990. Hal ini berarti profesionalisme auditor
forensik tidak memiliki pengaruh secara signifikan pada 0,05 terhadap
pengungkapan korupsi atau sama halnya profesionalisme auditor
forensik tidak berpengaruh signifikan langsung terhadap pengungkapan
korupsi. Apabila pengaruh langsung tidak signifikan maka hal ini
menunjukkan bahwa tidak ada efek intervening (Hair et al, 2013 dalam
Sholihin, 2014).
Hal ini menunjukkan kompetensi bukti tidak dapat menjadi
variabel intervening profesionalisme auditor forensik terhadap
pengungkapan korupsi yang berarti tidak sesuai dengan hipotesis
keenam. Hal ini berarti Hipotesis keenam (Ha6) ditolak.
123
Dengan demikian, profesionalisme auditor forensik tidak
berpengaruh signifikan terhadap pengungkapan korupsi apabila terjadi
kesalahan dalam penarikan kesimpulan audit, sehingga bukti yang
diperoleh tidak cukup kompeten. Pusdiklatwas BPKP (2013) jika bukti
audit yang tidak kompeten dijadikan dasar untuk proses hukum dari
adanya indikasi kerugian keuangan negara, dan proses tersebut sudah
sampai ketingkat penuntutan di pengadilan, pada akhirnya terdakwa
korupsi di bebaskan oleh hakim karena alat bukti yang ditentiukan
Undang-Undang tidak cukup membuktikan kesalahan yang didakwaan
maka terdakwa dibebaskan. Hal ini bisa menimbulkan akibat bagi
auditor yang melakukan audit tersebut yaitu dapat dituduh
mencemarkan nama baik dan dapat dituntut secara hukum.
7. Pengaruh Keahlian Auditor Forensik terhadap Pengungkapan Korupsi
melalui Kompetensi Bukti
Hasil pengujian hipotesis yang dilakukan dengan metode
bootstrapping menunjukkan bahwa keahlian auditor forensik terhadap
pengungkapan korupsi menunjukan berpengaruh signifikan langsung
sebesar terhadap pengungkapan korupsi. Apabila pengaruh langsung
signifikan maka hal ini menunjukkan bahwa ada efek intervening (Hair
et al, 2013 dalam Sholihin, 2014) langkah selanjutnya adalah menguji
pengaruh tidak langsung.
Hasil pengujian hipotesis yang dilakukan dengan metode
bootstrapping menunjukkan bahwa keahlian auditor forensik terhadap
124
kompetensi bukti dan kompetensi bukti terhadap pengungkapan korupsi
menunjukan berpengaruh signifikan tidak langsung terhadap
kompetensi bukti. Apabila pengaruh tidak langsung signifikan maka hal
ini menunjukkan bahwa ada efek intervening (Hair et al, 2013 dalam
Sholihin, 2014) dan langkah terakhir adalah menghitung Vaiance
Accounted for (VAF).
Hasil pernghitungan VAF menunjukkan hasil 0,2865. Sehingga
kompetensi bukti dapat menjadi intervening keahlian auditor forensik
terhadap pengungkapan korupsi sebesar 28,65% atau terdapat efek
intervening parsial yang berarti sesuai dengan hipotesis ketujuh. Hal
ini berarti Hipotesis ketujuh (Ha7) diterima.
Bentuk intervening parsial menunjukkan bahwa Kompetensi
Bukti bukan satu-satunya variabel intervening pengaruh keahlian
auditor forensik terhadap pengungkapan korupsi, namun terdapat faktor
intervening lain (Baron dan Kenny, 1986 dalam Sholihin, 2014:59).
125
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh profesionalisme dan
keahlian auditor forensik terhadap pengungkapan korupsi dengan
kompetensi bukti sebagai variabel intervening. Responden dalam penelitian
ini berjumlah 64 auditor forensik yang bekerja di BPK RI dan BPKP
perwakilan Provinsi DKI Jakarta. Berdasarkan pada data yang telah
dikumpulkan dan hasil pengujian yang telah dilakukan terhadap
permasalahan dengan menggunakan SmartPLS 3.0, Uji Preacher dan Hayes,
maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Profesionalisme auditor forensik memiliki pengaruh dan signifikan
terhadap kompetensi bukti. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian
yang dilakukan oleh Dwi dan Effendi (2013), yang menunjukkan
profesionalisme auditor forensik berpengaruh dan signifikan terhadap
kompetensi .
2. Keahlian auditor forensik memiliki pengaruh dan signifikan terhadap
kompetensi bukti. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang
dilakukan oleh Michael (2012), yang menunjukkan keahlian auditor
forensik memiliki pengaruh dan signifikan terhadap kompetensi bukti.
3. Profesionalisme auditor forensik tidak memiliki pengaruh terhadap
pengungkapan korupsi. Penelitian ini mendukung penelitian yang
dilakukan oleh Alabdulah et al (2014) dalam studi penelitiannya di Iraq
126
yang menyatakan bahwa auditor forensik tidak memiliki pengaruh
dalam menekan kenaikan kecurangan dan korupsi, kecurangan dan
korupsi itu seharusnya bisa dicegah tapi terbatasnya jumlah auditor
forensik.
4. Keahlian auditor forensik memiliki pengaruh dan signifikan terhadap
pengungkapan korupsi. Hasil pengujian hipotesis keempat membuktikan
bahwa keahlian auditor forensik yang diukur dengan bootstrapping
memiliki pengaruh dan signifikan terhadap pengungkapan korupsi.
Penelitian ini berhasil membuktikan bahwa tingkat keahlian auditor
forensik dapat mempengaruhi pengungkapan korupsi.
5. Kompetensi bukti memiliki pengaruh dan signifikan terhadap
pengungkapan korupsi. Hasil penelitian ini mendukung Pusdiklatwas
BPKP (2013) bukti audit forensik yang dituangkan dalam Laporan Hasil
Audit Investigatif (LHAI) harus memenuhi syarat relevan, kompeten,
dan cukup. Bukti audit tersebut merupakan informasi awal yang akan
digunakan oleh penyidik untuk dikembangkan menjadi bukti hukum
dalam pengungkapan kasus tindak pidana korupsi.
6. Kompetensi bukti tidak bisa menjadi variabel intervening antara
profesionalisme auditor forensik terhadap pengungkapan korupsi. Hal
ini karena profesionalisme auditor forensik tidak berpengaruh signifikan
langsung terhadap pengungkapan korupsi sehingga tidak terdapat efek
intervening.
127
7. Kompetensi bukti dapat menjadi variabel intervening antar keahlian
auditor forensik terhadap pengungkapan korupsi. Hal ini dijelaskan dari
perhitungan Peacher dan Hayes dengan rumus VAF. Hasil perhitungan
tersebut menunjukkan kompetensi bukti mampu menjadi intervening
parsial antara keahlian auditor forensik terhadap pengungkapan korupsi.
Sehingga keahlian auditor forensik terhadap pengungkapan korupsi
melalui kompetensi bukti memiliki berpengaruh dan signifikan.
B. Implikasi
Berdasarkan kesimpulan di atas menunjukkan bahwa:
1. Auditor forensik dalam melakukan prosedur audit tidak lepas dari
profesionalsime dan keahlian yang dimiliki. Auditor harus menghasilkan
bukti audit yang kompeten agar dapat memberi keyakinan penyidik
mengenai keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk, dan
keterangan terdakwa.
2. Audit forensik berpengaruh dalam pengungkapan korupsi dari hasil
pengujian fisik, observasi, dokumentasi, konfirmasi, tanya jawab,
rekalkulasi, pelaksanaan ulang dan prosedur analitis dapat diperoleh
bukti audit yang relevan dengan alat bukti hukum. Sehingga dalam
proses penyidikan, penyidik dapat menentukan pihak yang terlibat dan
meminimalisir melakukan kesalahan dalam pengusutan perkara tindak
pidana korupsi.
3. KPK membutuhkan bantuan ahli untuk menghitung kerugian dari
auditor forensik BPK atau BPKP dalam pengungkapan korupsi.
128
C. Keterbatasan
Penelitian ini mempuyai keterbatasan yang mungkin dapat
melemahkan hasilnya. Beberapa keterbatasan dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut:
1. Terbatasnya sumber informasi dan penelitian terdahulu yang relevan
dengan judul yang diangkat peneliti dan belum ada penelitian yang
membahas keterkaitan antara variabel profesionalisme dan keahlian
auditor forensik, kompetensi bukti serta pengungkapan korupsi.
2. Variabel independen pada penelitian ini terbatas hanya pada tingkat
profesionalisme dan keahlian auditor forensik.
3. Data pada penelitian ini terbatas pada kuesioner.
4. Ruang lingkup penelitian ini hanya dilakukan di Jakarta sehingga hasil
penelitian terbatas generalisasinya.
D. Saran
Penulis menyadari bahwa pengetahuan dan pengalaman penulis baik
secara teoritis dan praktis terbatas. Penelitian ini dimasa mendatang
diharapkan dapat menyajikan hasil penelitian yang lebih berkualitas lagi
dengan adanya beberapa masukan mengenai beberapa hal diantaranya:
1. Penelitian selanjutnya disarankan untk menambahkan lebih banyak
literatur yang relevan dengan topik penelitian.
2. Peneliti selanjutnya yang tertarik dengan topik yang serupa, sebaiknya
melakukan penelitian dengan menambah variabel lain diluar
penelitian ini dan memperluas pengambilan sampel.
129
3. Peneliti selanjutnya disarankan untuk mendapatkan data berupa
wawancara dari beberapa auditor forensik yang menjadi responden
penelitian agar bisa mendapatkan data yang lebih nyata dan bisa
keluar dari pertanyaan-pertanyaan kuesioner yang mungkin terlalu
sempit atau kurang menggambarkan keadaan yang sebenarnya.
4. Penelitian lebih lanjut diharapkan dapat memperluas daerah survei
tidak hanya pada suatu wilayah saja, sehingga hasil penelitian lebih
mungkin untuk disimpulkan secara umum.
130
Daftar Pustaka
Achsin, Muhammad. “Visum Akuntansi Forensik Dalam Tindak Pidana Korupsi”.
Disertasi. Univwrsitas Brawijaya. 2010. Diunduh pada tanggal 02 Januari
2016. http://www.multipradigma.lecture.ac.id
Alabdullah, Alfadhl dan Rabi. “The Role of Forensic Acounting in Reducing
Financial Corruption: A Study in Iraq”. International Journal of Business
and Management: Vol.9, No.1. 2014.
Albrecht, W.Steve, Chad O. Albrecht, Conan C. Albrecht dan Mark F.
Zimbelman. “Fraud Examination”.Fourth edition, USA: South-Western
Cengage Learning, 2012. Diakses tanggal 10 Maret 2016.
htps://mnasran.files.wordpress.com/2015/05/fraud-examination-4th-edition
Al-Qur‟an dan Terjemahannya. Jakarta: Departement Agama Republik Indonesia.
2002.
Arens, Alvin A, Randal J. Elder dan Mark S. Beasley. “Auditing and Assurance
Service an Integrated Approach”, 14th
edition, Pearson Education Inc: New
Jersey, 2012.
Association of Certified Fraud Examiners (ACFE). “Report to The Nation on
Occuptional Fraud and Abuse”. 2012.
Astuti, Ni Putu Sri. “Peran Audit forensik Dalam Upaya Memberantas Korupsi di
Indonesia”. Jurnal. Surabaya: Universitas Negeri Surabaya. 2013.
Augustine, dan Ehijeagbon Akhidime. 2014. “The Growing Relevance of forensic
Accounting as a Tool for Combating Fraud and Corruption: Nigeria
Experience”. Journal of Finance and Accounting, Vol.5, No.2, 2014.
Boynton, W.C, Johnson, R.N. dan Kell, W.G. “Modern Auditing: Assurance
Services and The Integrity of Financial Reporting”, 8th edition, John Wiley
& Sons Inc., Inited States of America, 2006.
Bramastyo, Narendara A. “Laporan Audit Investigatif Sebagai Bukti Permulaan
Penyidikan tindak Pidana Korupsi”. Jurnal. Semarang: Fakultas Hukum
Universitas Brawijaya. 2014.
Digabriele, J.A. “An Empirical Investigation of the Relevant Skills of Forensic
Accountants‟. Journal of Education for Business. 2008.
Dwi, Christine K. dan Rovinur Hadid Effendi. “Pengaruh Profesionalisme
Akuntan Forensik terhadap Kompetensi Bukti Tindak Pidana Korupsi”.
Jurnal. Bandung: Fakultas Ekonomi Universitas Kristen Maranatha. 2013.
Fauzan, Purnamasari dan Gunawan. “Pengaruh Akuntansi Forensik dan Audit
Investigatif terhadap Pengungkapan Fraud”. Prosiding Akuntansi, ISSN:
2460-6561. 2015.
131
Fishbein, dan M. Ajzen I.”Belief, Attitude, Intention, and Behavior: An
Introduction to Theory and Research”. Reading, MA: Addison-Wesley.
1975. Diakses pada tanggal 15 Maret 2016.
http://people.umass.edu/aizen/f&a1975.html
Ghozali, Imam. “Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program IBM SPSS21”
Edisi 7. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro, 2013.
____________, “Konsep, Teknik dan Aplikasi Menggunakan Program SmartPLS
3.0”. Edisi 2. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro, 2015.
Gilbert dan Aiken. 2014. “Disclosure and Coruuption”. Final version is published
at 14 Election Law Journal 148. 2015.
Hakim, Uminah. “Eksistensi Akuntansi Forensik dalam penyidikan dan
Pembuktian Tindak Pidana Korupsi”. Unnes Law Journal 3(1) 2014.
Diakses tanggal 30 Mei 2016. http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php.ulj
Hamid, Abdul. “Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah”. Jakarta. 2012.
Hartono, Jogiyanto dan Abdillah Willy. “Konsep dan Aplikasi PLS (Partial Least
Square) untuk Penelitian Empiris”. BPFE: Yogyakarta. 2009.
Herbert, Leo. “Auditing the Performance of Management” 1st Edition,
Wadsworth, Inc. Belmont Calif: Lifetime Learning Publication. 1979.
Indriantoro, Nur dan Bambang Supomo. “Metode Penelitian Bisnis untuk
Akuntansi dan Manajemen”. Edisi Pertama. Yogyakarta: BDFE. 2002.
Kalbers L.P. dan Fogarty. “Profesionalism and its Consequences : A Study
Internal’s Auditor”. A Journal Practice and Theory (Spring) : 64 – 85. 1995.
Kamus Besar Bahasa Indonesia. Edisi Ketiga, Cetakan Keempat. Jakarta: Balai
Pustaka. 2007.
Khan, Muhammad Akram. “Role of Audit In Fighting Corruption”. Russia: St.
Petersburg. 2006.
Karamoy, Herman. “Pengaruh Independensi dan Profesionalisme dalam
Mendeteksi Fraud Pada Auditor Internal Provinsi Sulawesi Utara”. 2015.
Diakses pada tanggal 23 Februari 2016.
http://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/emba/article/download/4715/4238
Lediastuti, Vita dan Umar Subandijo. “Auditor Forensik terhadap Pengelolaan
dan Pertanggungjawaban Keuangan Negara (Studi Kasus pada BPK RI)”.
E-journal Magister Akuntansi Trisakti Vol.1 No.1 Februari 2014 Hal.89-
108. ISSN: 2339-0859.
Mau, dan Kelly Kingsley. “The Role of Forensic Investigation Professionals in
the Prevention of Fraud and Corruption in Developing Countries”. 2015.
Diakses pada tanggal 20 Februari 2016. http://ssrn.com/abstract=2605811
132
Michael. “Pengaruh Keahlian Audit terhadap Kompetensi Bukti Audit”. Jurnal.
Bandung: Fakultas Ekonomi Universitas Kristen Maranatha. 2012.
Morrow, P.C. dan J.F. Goetz. “Professionalism as form of work commitment”.
Journal of Vacational Behavior 32: pp. 92 – 111. 1988.
Nawangwulan, Maya.“Di ASEAN, Tingkat Korupsi Indonesia Kian Memburuk”.
Tempo. hlm 1, 2013. Diakses tanggal 15 Februari 2016.
http://www.tempo.com/read/news/2013/07/11/063495321/Di-ASEAN-
Tingkat-Korupsi indonesia-kian-memburuk
Prabowo, Ananto. “Keahlian Akuntansi Forensik dan Pendidikan Akuntansi
Forensik di Indonesia. Jurnal Antikorupsi Integritas Vo.1 No.1 November
2015.
Purjono. “Peran Audit Forensik dalam Pemberantasan Korupsi di Lingkungan
Instansi Pemerintah. BPPK. 2012. Diakses pada tanggal 20 Februari 2016.
http://ww.bppk.depkeu.go.id/berita-bc/18929-peran-audit-forensik-dalam-
pemberantasan-korpsi-di-lingkungan-instansi-pemerintah
Pusdiklatwas BPKP. “Kendala Penyidik Mengubah Bukti Audit Menjadi Bukti
Hukum Dalam Kasus Tindak Pidana Korupsi’. Jakarta. 2013.
Ramaswamy, V. “Corporate Governance and The Forensic Accountant”. CPA
Journal, Vol.75, 68–70. 2005. Diakses pada tanggal 10 Maret 2016.
http://archives.cpajournal.com/2005/305/essentials/p68.html
Rizki, Nugraha. “Daftar Tangkapan Terbesar KPK”. Diakses tanggal 26 Januari
2016. http://m.dw.com/id/daftar-tangkapan-terbesar-KPK/a-18214980
Republik Indonesia. Instruksi Presiden No.5 Tahun 2004 tentang Percepatan
Pemberantasan Korupsi. Jakarta. 2004.
_________________,Keputusan Badan Pemeriksa Keuangan No.17/K/I-
XIII.2/12/2008 tentang Petunjuk Teknis Pemeriksaan Investigatif atas
Tindak Pidana Korupsi yang Mengakibatkan Kerugian Negara atau Daerah.
Jakarta. 2008.
_________________,Peraturan Badan Pemeriksa Keuangan No. 3 Tahun 2010
tentang Tata Cara Pemberian Keterangan Ahli. Jakarta. 2010.
_________________,Peraturan Menteri Pendayagunaan Apartur Negara No:
Per/05.M.PAN/2008 tentang Standar Audit Aparat Pengawasan Intern
Pemerintah. Jakarta. 2008.
_________________,Undang-Undang No.31 Tahun 1999 Jo. Undang-Undang
No.20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Korupsi. Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1999 No.140, Tambahan Lembaran Negara
No.3874 dan Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 No.134,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia No.4150. Jakarta. 2001.
133
_________________, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum
Acara Pidana. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 No.76.
Jakarta. 1981.
Rini dan Adhariani Sarah. “Opini Audit dan Pengungkapan atas Laporan
Keuangan Pemerintah Kabupaten serta Kaitannya dengan Korupsi di
Indonesia”. Jurnal Etikonomi Vol.13 No.1. 2014.
Salleh, Kalsom dan Rozainun Ab Aziz.“Traits, skills and ethical values of public
sector forensic accountants: an empirical investigation”. Procedia-Social
and Behavioral Science, 361-370. 2014.
Sekaran, Umma. “Metodologi Penelitian untuk Bisnis”, Buku 2. Edisi 4. Jakarta:
Salemba Empat. 2011.
Shleifer, Andrei dan Robert W. Vishny. “Corruption”. The Quarterly Journal of
Economic. Vol.108, No.3, PP.599-617. 1993.
Sholihin, Mahfud dan Katmono Dwi. “Analisis SEM-PLS dengan WrapPLS 3.0
untuk Hubungan Nonlinier dalam Penelitian Sosial dan Bisnis”.
Yogyakarta: Penerbit ANDI. 2014.
Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP). PSA No.04 SA Seksi 230. Jakarta:
Institut Akuntan Publik Indonesia. 2015.
Sudaryati, Dwi dan Nafi’Inayati Zahro. “Auditing Forensik and Value for Money
Audit”. ISSN 1979-6889. 2010. Diakses tanggal 15 Mei 2016.
http://eprints.umk.ac.id/152/1/AUDITING-FORENSIK-DAN=VALUE-FOR-
MONEY-AUDIT.pdf.
Sugiyono. “Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D”. Bandung:
Alfabeta. 2014.
Suwarsono.“Captured by Evil: The Idea of Corruption in Law”. Jurnal Anti
Korupsi Integritas, Vol.1, No.1. 2015.
Tias, dan Fauziah Wahyuning.“Perlukah Mahasiswa Strata Satu Akuntansi di
Indonesia Memiliki Persepsi Audit Forensik?”(online) Jurnal Akunesa
Vol.2,No.2. 2012. Diakses tanggal 10 Maret 2016.
http://ejournal.unesa.ac.id/article/549/57/article.pdf
Tuanakotta, Theodorus M. „Akuntansi Forensik dan Audit Investigatif”, Edisi II.
Salemba Empat: Jakarta. 2012.
Umar, Haryono. “Pengawasan untuk Pemberantasan Korupsi Inspektorakt
Jenderal Kementrian Pendidikan Nasional dan Kebudayaan”. Jurnal
Akuntansi dan Auditing Vol.8/No.2/Mei 2012:95-189. 2012.
Wahyudi, Thohary., Wawan Suyatmiko, Ferdian Yazid, Sekar Ratnaningtyas.
“Survei Persepsi Korupsi 2015”. Diakses tanggal 25 Januari 2016.
https://www.ti.or.id/index.php/publication/2015/09/15/survei-persepsi-
korupsi-2015
134
Wana, Alamsyah., Lais Abid, Febri Hendri AA. “Kinerja Penyidikan Kasus
Korupsi Semester I 2015 Menurun”. Diakses tanggal 26 Januari 2016.
http://www.antikorupsi.org/id/content/kinerja-penyidikan-kasus-korupsi-
semester-i-2015-menurun
Wiratmaja, I Dewa Nyoman.“Akuntansi forensik Dalam Upaya pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi”. Karya Ilmiah yang Tidak Dipublikasikan,
Universitas Udayana. Vo.5 No.2. 2010.
Yamin, Sofyan dan Heri Kurniawan. “Generasi Baru Mengolah Data Penelitian
dengan PLS Path-Modeling dengan Software XLSTAT, SmartPLS dan
Visual PLS”. Jilid I. Jakarta: Salemba Infotek. 2011.
Yendrawati, Reni. “Analisis antara Profesionalisme Auditor dengan
Pertimbangan Tingkat Materialitas dalam Proses Pengauditan Laporan
Keuangan”. Jurnal Penelitian dan Pengabdian dppm.uii.ac.id. 2008.
Young, Hopwood, Leiner. “Forensic Accounting”. McGraw Hill: New York.
2008. Diakses pada tanggal 09 Maret 2016.
http://www.mhhe.com/hopwood2e
Yuwanto, Listyo. “Profil Koruptor Berdasarkan Tinjauan Basic Human Values”.
Jurnal Antikorupsi Integritas Vol.1 No.1. 2015.
135
LAMPIRAN-LAMPIRAN
136
Lampiran 1
Surat Penelitian Skripsi
137
138
139
Lampiran 2
Surat Permohonan Pengisian
Kuesioner
140
Hal : Permohonan Pengisian Kuesioner Jakarta, 28 Maret 2016
Kepada Yth.
Bapak/Ibu/sdr/i Responden
Di Tempat
Dengan hormat,
Sehubungan dengan penyelesaian tugas akhir sebagai mahasiswi Program
Strata Satu (S1) Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, saya :
Nama : Opi Widiyanti
NIM : 1112082000006
Fak/Jur/Semt : Fakultas Ekonomi dan Bisnis/Akuntansi/VIII
bermaksud melakukan penelitian untuk penyusunan skripsi dengan judul
“Pengaruh Profesionalisme dan Keahlian Auditor Forensik Terhadap
Pengungkapan Korupsi dengan Kompetensi Bukti sebagai Variabel
Intervening”.
Untuk itu, saya mengharapkan kesediaan Bapak/Ibu/Sdr/i untuk menjadi
responden dengan mengisi lembar kuesioner ini secara lengkap dan sebelumnya
saya mohon maaf telah mengganggu waktu bekerja Bapak/Ibu/Sdr/i. Data yang
diperoleh hanya akan digunakan untuk kepentingan penelitian dan tidak
digunakan sebagai penilaian kinerja di tempat Bapak/Ibu/Sdr/i bekerja, sehingga
kerahasiaannya akan saya jaga sesuai dengan etika penelitian.
Informasi yang diperoleh atas partisipasi Bapak/Ibu/Sdr/i merupakan
faktor kunci untuk mengetahui pengaruh profesionalisme dan keahlian auditor
forensik terhadap pengungkapan korupsi dengan kompetensi bukti sebagai
variabelintervening.
141
142
Lampiran 3
Surat Keterangan dari BPK
RI dan BPKP
143
144
145
146
Lampiran 4
Kuesioner Penelitian
147
KUESIONER
PENGARUH PROFESIONALISME DAN KEAHLIAN
AUDITOR FORENSIK TERHADAP PENGUNGKAPAN
KORUPSI DENGAN KOMPETENSI BUKTI SEBAGAI
VARIABEL INTERVENING
JURUSAN AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS ISLAM
NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1437 H/2016 M
148
Hal : Permohonan Pengisian Kuesioner Jakarta, 28 Maret 2016
Kepada Yth.
Bapak/Ibu/sdr/i Responden
Di Tempat
Dengan hormat,
Sehubungan dengan penyelesaian tugas akhir sebagai mahasiswi Program
Strata Satu (S1) Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, saya:
Nama : Opi Widiyanti
NIM : 1112082000006
Fak/Jur/Semt : Fakultas Ekonomi dan Bisnis/Akuntansi/VIII
bermaksud melakukan penelitian untuk penyusunan skripsi dengan judul
“Pengaruh Profesionalisme dan Keahlian Auditor Forensik Terhadap
Pengungkapan Korupsi dengan Kompetensi Bukti sebagai Variabel
Intervening”.
Untuk itu, saya mengharapkan kesediaan Bapak/Ibu/Sdr/i untuk menjadi
responden dengan mengisi lembar kuesioner ini secara lengkap dan sebelumnya
saya mohon maaf telah mengganggu waktu bekerja Bapak/Ibu/Sdr/i. Data yang
diperoleh hanya akan digunakan untuk kepentingan penelitian dan tidak
digunakan sebagai penilaian kinerja di tempat Bapak/Ibu/Sdr/i bekerja, sehingga
kerahasiaannya akan saya jaga sesuai dengan etika penelitian.
Informasi yang diperoleh atas partisipasi Bapak/Ibu/Sdr/i merupakan
faktor kunci untuk mengetahui pengaruh profesionalisme dan keahlian auditor
forensik terhadap pengungkapan korupsi dengan kompetensi bukti sebagai
variabel intervening.
.
149
Dimohon untuk membaca setiap pertanyaan secara hati-hati dan
menjawab dengan lengkap semua pertanyaan, karena apabila
terdapat salah satu nomor yang tidak diisi maka kuesioner dianggap
tidak berlaku.
Tidak ada jawaban yang salah atau benar dalam pilihan Anda, hanya
memilih jawaban yang sesuai dengan pendapat Anda.
Apabila diantara Bapak/Ibu/Sdr/i ada yang membutuhkan hasil
penelitian ini, maka Bapak/Ibu/Sdr/i dapat menghubungi saya (telepon dan e-
mail tertera dibawah). Atas kesediaan Bapak/Ibu/Sdr/i meluangkan waktu
untuk mengisi dan menjawab semua pertanyaan dalam penelitian ini, saya
sampaikan terima kasih.
Hormat saya,
Dosen Pembimbing Peneliti
(Dr. Amilin, M.Si., Ak., CA., QIA., BKP.) (Opi Widiyanti)
150
Nomor : ............ (diisi oleh peneliti)
DATA RESPONDEN
Nama : ..........................................
(boleh tidak diisi)
Jenis Kelamin : Laki-laki Perempuan
Umur : <25 Tahun 41-45 Tahun
25-30 Tahun 46-50 Tahun
31-35 Tahun >50 Tahun
36-40 Tahun
Jabatan : Auditor Junior Supervisor
Auditor Senior Manager
Pendidikan Terakhir : D3 S2
S1 S3
Pengalaman Keja : < 3 Tahun 6-10 Tahun
3-6 Tahun >10 Tahun
Petunjuk Pengisian Kuesioner
Berilah tanda silang (X) untuk setiap pernyataan di bawah ini yang
menggambarkan persepsi Anda, dimana :
1= Sangat Tidak Setuju (STS) 4= Setuju (S)
2= Tidak Setuju (TS) 5= Sangat Setuju (SS)
3= Netral (N)
151
1. Variabel Profesionalisme (X1)
No. Pernyataan STS TS N S SS
1. Auditor forensik menggunakan segenap
pengetahuan, kemampuan dan pengalaman
dalam melaksanakanpekerjaannya.
2. Profesi auditor forensik merupakan profesi
yang memiliki peran penting di masyarakat.
3. Dalam memutuskan hasil audit, auditor
forensik tidak mendapat tekanan dari siapapun.
4. Kinerja auditor forensik dapat dinilai oleh
rekan sesama profesi karena mempunyai
pengetahuan yang sama sehingga jika terdapat
kesalahan pertimbangan dapat segera
diketahui.
5. Dengan sering berkumpul dan berdiskusi
bersama rekan seprofesi, akan meningkatkan
pengetahuan sehingga dapat lebih akurat dalam
membuat pertimbangan audit.
2. Variabel Keahlian (X2)
No.
Pernyataan STS TS N S SS
6. Ketika menghadapi kondisi yang tidak wajar,
auditor forensik menggunakan keahlian
analisis deduktifnya.
7. Memiliki kemampuan berpikir kritis penting
bagi auditor forensik untuk mengevaluasi
antara fakta dan opini.
8. Auditor forensik harus mampu memberikan
solusi dalam pemecahan masalah yang tidak
terstruktur.
9. Auditor forensik harus memiliki kemampuan
fleksibilitas penyidikan dalam melakukan audit
di luar ketentuan yang berlaku.
152
10. Keahlian analitik auditor forensik digunakan
dalam memeriksa bukti yang seharusnya ada,
bukan bukti yang telah ada.
11. Auditor forensik harus dapat berkomunikasi
secara efektif dengan lisan.
12. Auditor forensik harus dapat berkomunikasi
secara efektif dengan tulisan.
13. Auditor forensik harus dapat memahami proses-
proses hukum pidana dan perdata, sistem
hukum, serta prosedur pengadilan.
14. Auditor forensik harus mampu untuk bersikap
tetap tenang meskipun dalam situasi tertekan.
3. Variabel Kompetensi Bukti (Y)
No. Pernyataan STS TS N S SS
15. Penyedia bukti (informan) dari pihak
independen diluar entitas lebih dapat dipercaya,
dibanding penyedia bukti (informan) yang
diperoleh dari dalam entitas.
16. Semakin baik pengendalian internal klien,
dapat meningkatkan keyakinan tentang
reliabilitas bukti.
17. Bukti audit yang diperoleh langsung oleh
auditor forensik lebih kompeten, dibanding
bukti audit yang diperoleh secara tidak
langsung.
18. Pihak independen yang memberikan informasi
harus memenuhi kualifikasi menurut Undang-
Undang atau peraturan terkait.
153
19. Bahan bukti objektif lebih dapat dipercaya,
dibanding bahan bukti yang masih memerlukan
pertimbangan (subjektif).
20. Bukti yang diperoleh pada saat periode audit
lebih dapat diandalkan, dibanding bukti diluar
periode audit.
4. Variabel Pengungkapan Korupsi (Z)
No.
Pernyataan STS TS N S SS
21.
Informasi hasil pemeriksaan fisik, dapat
memperkuat keabsahan keterangan saksi dan
keterangan terdakwa.
22. Informasi hasil konfirmasi kepada pihak
independen, dapat memperkuat keabsahan
keterangan saksi.
23. Informasi hasil inspeksi atas dokumen dan
catatan klien, dapat memperkuat keabsahan
keterangan saksi, surat, dan keterangan
terdakwa.
24. Informasi hasil pelaksanaan prosedur analitis,
dapat memperkuat keabsahan keterangan ahli.
25. Informasi hasil tanya jawab dengan pihak
independen, dapat memperkuat keabsahan
keterangan saksi dan keterangan terdakwa.
26. Informasi hasil penghitungan ulang, dapat
memperkuat keabsahan keterangan ahli.
27. Pelaksanaan ulang prosedur yang telah
dilaksanakan, dapat memperkuat keabsahan
keterangan ahli.
28. Informasi hasil observasi, dapat mendukung
pengembangan keterangan lainnya.
154
Lampiran 5
Daftar Identitas dan
Jawaban Responden
155
IDENTITAS RESPONDEN
No. Jenis
Kelamin Umur Jabatan
Pendidikan
terakhir
Pengalaman
Kerja
1. 1 2 2 2 3
2. 2 3 2 2 3
3. 1 3 2 2 3
4. 2 3 1 2 3
5. 1 3 1 2 2
6. 2 3 1 2 2
7. 2 2 1 2 3
8. 1 3 2 3 4
9. 1 3 2 2 3
10. 1 3 2 2 3
11. 2 4 2 3 4
12. 1 3 1 2 3
13. 2 5 2 3 4
14. 1 2 1 2 2
15. 1 2 1 2 2
16. 2 2 1 2 2
17. 1 2 1 1 3
18. 1 1 1 2 1
156
19. 1 2 1 2 1
20. 1 2 1 2 1
21. 2 2 2 2 3
22. 1 4 2 2 3
23. 1 2 2 2 3
24. 2 4 1 2 4
25. 2 3 1 2 3
26. 2 3 2 2 3
27. 2 4 1 2 3
28. 1 3 2 2 3
29. 2 4 1 2 3
30. 2 2 1 2 3
31. 2 2 1 2 3
32. 1 2 1 2 3
33. 2 3 1 2 3
34. 2 6 4 3 4
35. 1 4 2 3 3
36. 1 4 2 3 4
37. 1 7 2 2 4
157
38. 1 6 3 2 4
39. 1 6 4 2 4
40. 1 4 2 3 4
41. 1 7 3 3 4
42. 2 5 2 2 4
43. 1 4 2 3 4
44. 1 7 4 3 4
45. 1 5 2 3 4
46. 1 7 2 2 4
47. 1 7 3 3 4
48. 1 6 4 3 4
49. 1 7 3 2 4
50. 1 7 2 1 4
51. 1 7 4 2 4
52. 1 6 2 2 4
53. 1 6 3 2 4
54. 2 6 2 2 4
55. 2 7 2 2 4
56. 2 5 2 2 4
158
57. 1 7 3 3 4
58. 1 6 2 3 4
59. 1 5 2 3 4
60. 1 7 2 2 4
61. 1 3 1 3 3
62. 2 7 3 2 4
63. 1 6 2 2 4
64. 1 2 1 2 1
159
Jawaban Responden Variabel Profesionalisme
No. PRO_1 PRO_2 PRO_3 PRO_4 PRO_5 Total PRO 1. 5 5 3 5 5 23 2. 5 4 4 4 5 22 3. 4 5 4 3 5 21 4. 4 5 5 3 5 19 5. 5 4 2 4 4 19 6. 5 5 5 5 5 25 7. 3 3 3 3 3 15 8. 5 5 3 5 5 23 9. 4 3 4 2 5 18 10. 4 5 4 3 5 21 11. 5 4 5 4 5 23 12. 5 4 5 4 5 23 13. 5 4 4 5 5 23 14. 4 4 4 5 4 21 15. 4 4 4 3 4 19 16. 4 4 4 4 4 20 17. 4 3 4 3 4 18 18. 4 3 5 4 4 20 19. 5 4 3 4 5 21 20. 4 3 3 3 4 17 21. 4 4 5 4 5 22 22. 4 4 4 4 4 16 23 4 3 3 2 4 16 24. 4 3 4 4 4 19
160
25. 4 4 2 2 5 17 26. 4 4 3 3 4 18 27. 5 5 4 4 4 22 28. 5 5 5 4 5 24 29. 5 4 5 4 4 22 30. 4 4 4 4 4 20 31. 4 4 4 4 4 20 32. 5 3 1 2 4 15 33. 4 4 4 4 5 21 34. 5 4 5 4 5 23 35. 5 4 5 4 5 23 36. 5 5 5 5 5 25 37. 5 4 4 4 4 21 38. 4 4 2 3 3 22 39. 5 5 4 4 4 22 40. 4 4 4 4 4 20 41. 5 5 5 5 5 25 42. 4 4 4 4 4 20 43. 5 4 4 4 5 22 44. 5 5 5 5 5 25 45. 4 4 4 2 4 18 46. 3 3 3 3 3 15 47. 5 5 5 4 5 24 48. 5 4 5 4 4 22 49. 5 4 4 3 4 20 50. 5 4 5 4 5 23
161
51. 4 4 5 5 5 23 52. 4 4 4 4 5 21 53. 5 5 5 5 5 25 54. 4 4 4 4 4 20 55. 5 4 5 2 4 20 56. 5 3 3 2 5 18 57. 5 5 5 5 5 25 58. 5 5 5 4 5 24 59. 5 4 5 5 5 24 60. 4 4 4 4 4 20 61. 5 4 5 5 5 24 62. 5 5 5 4 5 24 63. 5 5 5 4 5 24 64. 4 4 5 4 4 21
162
Jawaban Responden Variabel Keahlian
No. KH_1 KH_2 KH_3 KH_4 KH_5 KH_6 KH_7 KH_8 KH_9 Total KEAH 1. 4 5 5 5 5 5 5 5 5 44 2. 3 5 3 3 4 5 5 5 5 38 3. 4 4 3 2 3 4 2 3 5 30 4. 4 4 2 3 4 4 2 2 4 29 5. 4 4 4 4 5 4 4 4 5 38 6. 4 5 4 4 5 5 5 5 5 42 7. 3 3 3 3 3 3 3 3 3 27 8. 4 5 5 5 5 5 5 5 5 44 9. 4 5 3 4 4 2 3 4 5 34 10. 4 4 3 2 3 4 2 3 5 30 11. 4 4 4 4 4 4 4 4 5 37 12. 4 5 4 5 4 5 5 4 4 40 13. 4 4 5 4 4 4 5 4 5 39 14. 4 4 4 4 4 4 4 5 5 38 15. 3 4 4 4 4 4 4 4 4 35 16. 3 5 4 4 4 5 5 4 5 39 17. 4 5 4 4 3 3 4 4 5 36 18. 4 4 4 4 4 4 4 4 4 36 19. 4 4 4 4 4 4 4 4 4 36 20. 3 3 3 3 3 3 3 3 3 27 21. 4 4 4 4 4 4 4 4 4 36 22. 4 4 4 4 4 4 4 4 4 36 23. 4 4 4 4 3 4 4 2 3 32 24. 3 3 3 4 3 4 4 4 4 32
163
25. 4 4 4 4 4 4 4 4 4 36 26. 4 4 4 3 3 4 4 4 4 34 27. 4 4 4 4 4 4 4 4 4 36 28. 4 5 5 2 4 5 5 5 5 40 29. 4 5 4 4 5 4 4 4 4 38 30. 4 4 4 4 4 4 4 4 4 36 31. 3 4 4 4 3 4 4 4 4 34 32. 4 4 4 3 3 4 4 4 4 34 33. 4 4 4 4 5 5 5 5 5 41 34. 4 5 4 5 4 5 5 5 5 42 35. 5 4 4 3 4 4 5 4 3 36 36. 5 5 5 4 4 5 5 5 5 43 37. 4 4 4 4 4 4 4 4 4 36 38. 4 4 4 4 4 4 4 4 4 36 39. 4 5 4 4 4 4 4 4 4 37 40. 4 4 4 2 2 4 4 2 4 30 41. 4 5 5 5 4 5 5 5 5 43 42. 4 4 4 2 3 4 4 4 4 33 43. 4 4 4 4 4 5 5 5 5 40 44. 4 5 4 4 3 4 4 4 4 36 45. 4 4 4 2 2 4 4 4 4 32 46. 3 3 3 3 3 4 4 4 4 21 47. 4 5 4 2 2 5 5 4 4 25 48. 5 5 4 4 4 4 4 5 4 39 49. 4 4 4 3 4 4 4 4 4 35 50. 4 4 5 4 5 4 4 5 5 40
164
51. 5 5 5 5 5 5 5 5 5 45 52. 4 4 4 4 5 4 3 4 3 35 53. 5 5 5 5 5 5 5 5 5 45 54. 4 4 5 4 4 4 4 4 5 38 55. 4 4 4 2 4 4 4 5 4 35 56. 5 5 4 4 4 3 4 3 4 36 57. 4 5 4 4 4 5 5 4 4 39 58. 4 5 5 4 4 5 4 5 5 41 59. 4 5 5 3 3 4 4 5 5 38 60. 4 4 4 4 4 4 4 4 4 36 61. 4 5 3 1 5 4 5 4 5 35 62. 5 5 5 5 5 5 5 5 5 45 63. 5 5 5 5 5 5 5 5 5 45 64. 3 4 4 4 3 4 4 4 4 34
165
Jawaban Responden Variabel Kompetensi Bukti
No. KB_1 KB_2 KB_3 KB_4 KB_5 KB_6 Total KOMP 1. 4 4 4 4 5 4 25 2. 5 5 4 4 4 2 24 3. 4 5 2 4 4 4 23 4. 4 4 2 4 4 3 21 5. 2 4 4 4 4 3 21 6. 2 4 2 4 4 2 18 7. 3 3 3 3 3 3 18 8. 4 4 4 4 5 4 25 9. 4 4 3 4 5 3 23 10. 4 5 2 4 4 4 23 11. 2 5 3 4 4 2 20 12. 4 5 4 5 4 5 27 13. 4 4 4 5 5 4 26 14. 4 4 4 4 4 4 24 15. 3 4 4 4 3 4 22 16. 4 4 4 4 5 4 25 17. 3 2 3 4 4 4 20 18. 4 5 4 4 4 4 25 19. 5 4 5 4 5 2 25 20. 5 4 4 4 4 5 26 21. 3 4 4 4 4 4 23 22. 2 4 4 4 4 4 22 23. 2 4 3 3 4 2 18 24. 3 4 4 4 3 3 21
166
25. 4 4 4 4 4 4 24 26. 4 4 4 4 4 4 24 27. 4 4 4 4 4 4 24 28. 4 5 4 4 4 4 25 29. 3 4 4 4 4 3 22 30. 4 4 4 4 4 4 24 31. 4 4 4 5 4 3 24 32. 5 5 5 4 3 5 27 33. 3 4 3 4 4 3 21 34. 5 4 4 4 5 2 24 35. 4 4 4 5 4 4 25 36. 4 5 5 5 5 5 29 37. 4 4 4 4 4 4 24 38. 4 4 4 4 4 3 23 39. 3 3 4 3 4 3 20 40. 4 4 3 3 4 4 22 41. 5 5 5 5 5 5 30 42. 3 4 3 4 4 3 21 43. 4 4 4 4 4 4 24 44. 4 4 4 4 4 4 24 45. 2 2 2 2 2 2 12 46. 4 4 4 4 4 4 24 47. 4 5 4 4 5 4 26 48. 4 5 5 3 5 3 25 49. 5 5 5 5 5 5 30 50. 5 5 5 4 5 4 28
167
51. 5 5 5 5 5 5 30 52. 3 4 4 4 4 4 23 53. 4 4 5 5 5 5 28 54. 4 4 4 4 4 4 24 55. 3 4 4 4 4 5 24 56. 4 5 5 5 5 5 29 57. 4 4 4 4 4 4 24 58. 5 5 5 5 5 4 29 59. 4 5 4 4 4 4 25 60. 4 4 3 3 4 3 21 61. 5 5 4 5 4 3 26 62. 4 4 4 4 4 4 24 63. 3 4 4 5 4 3 23 64. 4 4 4 4 4 4 24
168
Jawaban Responden Variabel Pengungkapan Korupsi
No. PK_1 PK_2 PK_3 PK_4 PK_5 PK_6 PK_7 PK_8 Total PNGKPN 1. 4 4 4 4 4 4 4 4 32 2. 4 4 5 4 4 4 4 4 33 3. 4 4 4 4 4 4 4 4 32 4. 4 4 4 4 4 4 4 4 32 5. 4 3 4 4 4 4 4 4 31 6. 4 4 4 4 4 4 4 4 32 7. 3 3 3 3 3 3 3 3 24 8. 4 4 4 4 4 4 4 4 32 9. 4 4 4 4 4 4 4 4 32 10. 4 4 4 4 4 4 4 4 32 11. 4 4 4 4 4 4 4 4 32 12. 4 4 4 4 4 4 4 5 33 13. 5 4 4 5 4 4 4 4 34 14. 4 4 4 4 4 4 4 4 32 15. 4 4 4 4 4 4 4 4 32 16. 5 4 4 5 4 5 4 4 31 17. 4 3 4 3 4 4 4 4 30 18. 4 5 4 4 5 4 4 4 34 19. 5 5 4 4 4 4 5 4 35 20. 4 4 4 4 4 4 3 4 31 21. 4 4 4 4 4 4 4 4 32 22. 4 4 4 4 4 4 4 4 32 23. 4 4 4 4 4 4 3 4 31
169
24. 4 4 4 4 4 4 4 4 32 25. 4 4 4 4 4 4 4 4 32 26. 4 4 4 4 4 4 4 4 32 27. 4 4 4 4 4 4 4 4 32 28. 4 5 4 4 4 5 4 4 34 29. 4 4 4 4 3 4 3 4 30 30. 4 4 4 4 4 4 4 4 32 31. 4 4 4 4 4 4 4 4 31 32. 3 4 4 4 4 4 4 4 31 33. 4 4 4 4 4 4 4 4 32 34. 4 4 4 4 4 4 4 4 32 35. 4 4 4 4 4 5 4 4 33 36. 5 5 5 5 5 5 5 5 40 37. 4 4 4 4 4 4 3 4 31 38. 4 4 4 4 4 4 4 4 32 39. 4 4 4 4 4 4 4 4 32 40. 4 4 4 3 3 4 3 4 29 41. 5 5 5 5 5 5 4 5 39 42. 4 4 4 3 3 3 3 3 27 43. 4 4 4 4 4 3 4 4 31 44. 4 4 4 4 4 4 4 4 32 45. 4 4 4 4 4 4 4 4 32 46. 4 4 3 3 4 4 4 4 30 47. 5 5 5 4 4 4 2 4 33 48. 5 5 5 4 5 4 4 3 35 49. 4 4 4 4 4 4 4 4 32
170
50. 5 5 5 4 4 5 4 4 36 51. 5 5 5 5 5 5 5 5 40 52. 5 4 4 4 4 4 5 4 34 53. 5 5 5 5 5 5 5 5 40 54. 5 4 5 4 4 4 4 4 34 55. 4 4 4 4 4 4 3 4 31 56. 5 5 5 5 5 5 3 4 37 57. 4 4 4 4 4 5 4 4 33 58. 5 5 5 4 4 4 4 4 35 59. 4 4 4 4 4 4 4 4 32 60. 4 4 4 4 4 4 4 4 32 61. 5 3 4 4 4 5 4 4 33 62. 5 5 5 5 5 4 4 5 38 63. 5 5 5 5 5 5 5 5 40 64. 5 4 4 4 4 4 4 4 33
171
Lampiran 6
Output Hasil Pengujian Data
172
A. Uji Outer Model
1. Uji Convergent Validity
Tabel Outer Loading (Mean, STDEV, T-Value)
Original
Sample
(O)
Original
Sample
(O)
Modifikasi
Sample
Mean
(M)
Standard
Deviation
(STDEV)
Standard
Error
(STERR)
T-
Statistics
(I0/STER
RI)
Pro_
1
0,7678 0,7726 0,7754 0,0741 0,0741 10,7250
Pro_
2
0,7496 0,7457 0,7165 0,0906 0,0906 9,1920
Pro_
3
0,6717 0,6719 0,6601 0,0906 0,0906 8,2210
Pro_
4
0,7034 0,6999 0,6826 0,0981 0,0981 8,0010
Pro_
5
0,8053 0,8059 0,8059 0,0576 0,0576 15,0060
Kh_
2
0,7309 0,7330 0,7340 0,0625 0,0625 12,6870
Kh_
3
0,7861 0,7634 0,7538 0,0719 0,0719 10,4110
Kh_
5
0,6710 0,6318 0,6321 0,0958 0,0958 7,0900
Kh_
6
0,6973 0,7504 0,7459 0,0747 0,0747 11,4450
Kh_
7
0,7534 0,7958 0,7969 0,0412 0,0412 19,8600
Kh_
8
0,7855 0,8265 0,8201 0,0427 0,0427 20,4400
Kh_
9
0,6304 0,6807 0,6743 0,0944 0,0944 7.9440
Kb_
1
0,7033 0,7063 0,6963 0,0770 0,0770 9,2750
Kb_
2
0,7023 0,7224 0,7057 0,1002 0,1002 7,0490
Kb_
3
0,7780 0,7655 0,7646 0,0613 0,0613 12,4660
Kb_
4
0,7940 0,7862 0,7722 0,0832 0,0832 8,4760
Kb_
5
0,7646 0,7891 0,7823 0,0640 0,0640 12,5290
Pk_ 0,7768 0,7909 0,7943 0,0477 0,0477 17,2960
173
1
Pk_
2
0,7626 0,7822 0,7818 0,0597 0,0597 13,5040
Pk_
3
0,8090 0,8362 0,8340 0,0454 0,0454 18,6600
Pk_
4
0,8618 0,8607 0,8556 0,0421 0,0421 18,8950
Pk_
5
0,8535 0,8390 0,8334 0,0525 0,0525 15,5620
Pk_
6
0,7399 0,7412 0,7379 0,0743 0,0743 9,4960
Pk_
8
0,7482 0,7278 0,7109 0,1327 0,1327 5,4880
174
1. Discriminant Validity
Tabel Cross Loading
Profesionalisme Keahlian Kompetensi
Bukti
Pengungkapan
Korupsi
Pro_1 0,7726
0,7457
0,6719
0,6999
0,8055
0,6250 0,4809 0,4336
Pro_2 0,5212 0,1827 0,3736
Pro_3 0,3774 0,1996 0,3960
Pro_4 0,6199 0,3634 0,3047
Pro_5 0,5133 0,4228 0,5051
Kh_2 0,6849 0,7330
0,7634
0,6317
0,7504
0,7958
0,8265
0,6806
0,3912 0,5245
Kh_3 0,4680 0,3916 0,5477
Kh_5 0,4473 0,3754 0,4027
Kh_6 0,6258 0,3097 0,4462
Kh_7 0,4870 0,3545 0,4196
Kh_8 0,5112 0,3816 0,4055
Kh_9 0,5034 0,3106 0,3850
Kb_1 0,2130 0,1671 0,7063
0,7224
0,7655
0,7862
0,7891
0,3191
Kb_2 0,3910 0,2532 0,4245
Kb_3 0,2200 0,4319 0,5224
Kb_4 0,4299 0,4065 0,5179
Kb_5 0,4640 0,4783 0,5216
Pk_1 0,4581 0,4608 0,5489 0,7909
0,7822
0,8362
0,8607
0,8390
0,7412
0,7278
Pk_2 0,4235 0,4339 0,5428
Pk_3 0,5157 0,5518 0,5381
Pk_4 0,4809 0,5452 0,5080
Pk_5 0,3365 0,4557 0,4713
Pk_6 0,4247 0,4461 0,4949
Pk_8 0,4302 0,5115 0,3862
Tabel AVE dan Square Root AVE
AVE Square Root AVE
Profesionalisme 0,5486 0,7407
Keahlian 0,5517 0,7428
Kompetensi Bukti 0,5695 0,7546
Pengungkapan
Korupsi
0,6372 0,7982
175
Tabel Latent Variable Correlations
Profesionalisme Keahlian Kompetensi
Bukti
Pengungkapan
Korupsi
Profesionalisme 1,0000 0,7
212
0,47
16
0,55
29
Keahlian 0,0000 1,0
000
0,00
00
0,00
00
Kompetensi
Bukti
0,0000 0,4
879
1,00
00
0,00
0
Pengungkapan
Korupsi
0,0000 0,6
111
0,62
77
1,00
00
2. Uji Reliabilitas
Tabel Cronbach Alpha
Cronbach Alpha
Profesionalisme 0,7972
Keahlian 0,8629
Kompetensi Bukti 0,8140
Pengungkapan
Korupsi
0,9043
Tabel Composite Reliability
Composite Reliability
Profesionalisme 0,8582
Keahlian 0,8953
Kompetensi Bukti 0,8684
Pengungkapan
Korupsi
0,9245
176
B. Uji Inner Model
Gambar Inner Model Sebelum Modifikasi
Gambar Inner Model Sesudah Modifikasi
177
Hasil Bootstrapping
178
1. Uji Signifikan
Outer Weight (Mean, STDEV, T-Value) Original
Sample (O)
Sample Mean
(M)
Standard Deviation
(STDEV)
Standard Error
(STERR)
T-Statistics
(I0/STERRI)
PRO_1<
PROF
0,3303 0,3375 0,074 0,074 4,4681
PRO_2 <-
PROF
0,2072 0,1938 0,0572 0,0572 3,6244
PRO_3 <-
PROF
0,2216 0,2206 0,0449 0,0449 4,9366
PRO_4 <-
PROF
0,2406 0,2360 0,0709 0,0709 3,3929
PRO_5 <-
PROF
0,3389 0,3457 0,0612 0,0612 5,5368
KH_2 <-
KEAH
0,2196 0,2229 0,0433 0,0433 5,0678
KH_3 <-
KEAH
0,2257 0,2270 0,0333 0,0333 6,7818
\KH_5 <-
KEAH
0,1843 0,1846 0,0495 0,0495 3,7206
KH_6 <-
KEAH
0,1819 0,1758 0,0385 0,0385 4,7255
KH_7 <-
KEAH
0,1844 0,1874 0,0249 0,0249 7,4147
KH_8 <-
KEAH
0,1863 0,1842 0,0299 0,0299 6,2113
KH_9 <-
KEAH
0,1661 0,1629 0,0276 0,0276 6,0245
KB_1 <-
KOMP
0,1663 0,1683 0,0410 0,0410 4,0594
KB_2 <-
KOMP
0,2410 0,2447 0,0430 0,0430 5,5994
KB_3 <-
KOMP
0,2813 0,2854 0,0410 0,0410 6,8650
KB_4 <-
KOMP
0,3040 0,3035 0,0515 0,0515 5,8975
KB_5 <-
KOMP
0,3220 0,3246 0,0448 0,0448 7,1818
PK_1 <-
PGKPN
0,1853 0,1881 0,0221 0,0221 8,3896
PK_2 <-
PGKPN
0,1787 0,1809 0,0259 0,0259 6,8915
PK_3 <-
PGKPN
0,1909 0,2003 0,0200 0,0200 9,9334
PK_4 <-
PGKPN
0,1909 0,1923 0,0183 0,0183 10,4526
PK_5 <-
PGKPN
0,1641 0,1644 0,0155 0,0155 10,5683
PK_6 <-
PGKPN
0,1719 0,1717 0,0202 0,0202 8,5045
PK_8 <-
PGKPN
0,1619 0,1563 0,0231 0,0231 6,9994
179
2. Hasil Uji Hipotesis
Tabel Path Coefficients (Mean, STDEV, T-Value) Original
Original
Sample (O)
Sample
Mean (M)
Standard
Deviation
(STDEV)
Standard Error
(STERR)
T-Statistics
(I0/STERR)
P
Value
PROF KOMP
0,2496 0,2760 0,1235 0,1235 2,0210 0,0370
PROF
PGKPN
0,1309 0,1302 0,0756 0,0756 1,7268 0,0930
KOMP
PGKPN
0,4119 0,4361 0,1322 0,1322 3,1163 0,0020
KEAH
KOMP
0,3079 0,3132 0,1284 0,1284 2,3986 0,0160
KEAH PGKPN
0,3157 0,3070 0,1261 0,1261 2,5030 0,0110
3. Evaluasi Model
Tabel R-Square
R-Square
Profesionalisme
Keahlian
Kompetensi Bukti 0,2679
Pengungkapan
Korupsi
0,5239
1