PENDAPATAN ASLI DAERAH, DANA ALOKASI UMUM, DAN BELANJA MODAL TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI
PENGARUH PENDAPATAN ASLI DAERAH, BELANJA MODAL, DAN …
Transcript of PENGARUH PENDAPATAN ASLI DAERAH, BELANJA MODAL, DAN …
PENGARUH PENDAPATAN ASLI DAERAH, BELANJA MODAL, DAN
UKURAN LEGISLATIF TERHADAP KINERJA KEUANGAN
PEMERINTAH KABUPATEN/KOTA
DI PROVINSI SUMATERA BARAT
JURNAL
Disusun oleh :
SIROS
12090164
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN EKONOMI
SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDDIKAN
(STKIP PGRI) SUMATERA BARAT
PADANG
2017
3
Pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Belanja Modal dan Ukuran Legislatif terhadap Kinerja
Keuangan Pemerintah Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Barat
Oleh
1 Siros,
2 Nora Susanti, M.Si,
3 Citra Ramayani, S.Pd, ME
1 Mahasiswa Prodi Pendidikan Ekonomi STKIP PGRI Sumatera Barat
23 Dosen STKIP PGRI Sumatera Barat
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pendapatan asli daerah, belanja
modal,dan ukuran legislatif terhadap kinerja keuangan kabupaten/kota di provinsi Sumatera Barat.
Hasil analisa data menunjukkan bahwa (1) Variabel pendapatan asli daerah berpengaruh signifikan
terhadap kinerja keuangan kabupaten/kota di provinsi Sumatera Barat, dengan koefisien sebesar
0,681 dan thitung (6,717) > ttabel (1,986); (2) Variabel belanja modal berpengaruh signifikan
terhadap kinerja keuangan kabupaten/kota di provinsi Sumatera Barat, dengan koefisien sebesar
0,239 dan thitung (3,702) > ttabel (1,986); (3) Variabel ukuran legislatif berpengaruh signifikan
terhadap kinerja keuangan kabupaten/kota di provinsi Sumatera Barat, dengan koefisien sebesar 5,
279 dan thitung (4,806) > ttabel (1,986); (4) pendapatan asli daerah, belanja modal, dan ukuran
legislatif berpengaruh secara simultan terhadap kinerja keuangan kabupaten/kota di provinsi
Sumatera Barat, dengan koefisien nilai R square sebesar 0,412 dan nilai Fhitung (21,258) > dari
Ftabel (3,10).
Kata Kunci : Kinerja Keuangan, Pendapatan Asli Daerah, Belanja Modal, Ukuran Legislatif.
ABSTRACT
This research aims to know effect of revenue affluen, capital expenditure, and legislative
measures toward financial performance of local government in West Sumatera Province. Based
on result of analyze data got (1) Revenue affluen have significan influence toward financial
performance of local government in West Sumatera Province with patch coefficient as big as
0,681and tcalculated (6,717) > ttabel (1,986); (2) Capital expenditure have significan influence toward
financial performance of local government in West Sumatera Province with patch coefficient as
big as 0,239 and tcalculated (3,702) > ttabel (1,986); (3) Legislative measures have significan
influence toward financial performance of local government in West Sumatera Province with
patch coefficient as big as 5, 279 and tcalculated (4,806) > ttabel (1,986); (4) Revenue affluen, capital
expenditure, and legislative measures have significan influence toward financial performance of
local government in West Sumatera Province with patch coefficient R square big as 0,412 and
simultaneous, with Fcalculated (21,258) > Ftabel (3,10).
Keywords : financial performance, locally generated revanue, capital expenditure, the size of
legislature.
4
PENDAHULUAN
Diberlakukanya Undang-Undang No.
33 Tahun 2014 tentang Perimbangan
Keuangan antara Pemerintah Pusat dan
Pemerintah Daerah dan Undang-undang No.
32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah,
telah memberikan kewenangan
penyelenggaraan daerah yang lebih luas,
nyata dan bertanggung jawab bagi Pemerintah
Daerah (Pemda) atau Pemerintah Kota
(Pemko). Adanya perimbangan tugas, fungsi
dan peranan antara pemerintah pusat dan
pemerintah daerah menyebabkan masing-
masing daerah harus memiliki penghasilan
yang cukup. Daerah harus memiliki sumber
pembiayaan yang memadai untuk memikul
tanggung jawab penyelenggaraan pemerintah
daerah, sehingga diharapkan masing-masing
daerah akan lebih maju, mandiri, sejahtera
dan kompetitif.
Upaya peningkatan daya saing Pemda
dan Pemko membutuhkan menajemen
keuangan daerah yang profesional.
Manajemen keuangan daerah adalah
pengorganisasian dan pengelolaan sumber-
sumber daya atau kekayaan yang ada pada
suatu daerah untuk menjalankan roda
pemerintahan daerah tersebut. Kemampuan
daerah menjalankan roda pemerintahan
merupakan gambaran dari kinerja pemerintah
daerah. Dapat dikatakan bahwa komponen
penting yang diperlukan pemerintah daerah
dalam menjalankan roda pemerintahan adalah
kemampuan pemerintahan menggali kekayaan
asli daerah.
Kinerja keuangan pemerintah daerah
dikelola melalui manajemen keuangan daerah.
Manajemen keuangan daerah adalah
pengorganisasian dan pengelolaan sumber-
sumber daya atau kekayaan yang ada pada
suatu daerah untuk mencapai tujuan yang
dikehendaki daerah tersebut. Kemampuan
daerah untuk mencapai tujuan tersebut disebut
kinerja pemerintahan daerah. Sehubungan
dengan efektifitasnya otonomi daerah maka
kinerja pemerintah daerah dalam membiayai
aktivitas daerah melalui penggalian kekayaan
asli daerah.
Kenyatannya sebagian pemerintah
daerah di Provinsi Sumatera Barat belum
menunjukkan kinerja keuangan yang baik.
Hal ini dikarenakan sebagian dari daerah di
Sumatera Barat masih merupakan daerah
pemekaran dan masih tergolong baru.Tidak
samanya kondisi kinerja keuangan di
beberapa daerah di Sumatera Barat juga
dikarenakan tidak samanya kualitas sumber
daya manusia di masing-masing pemerintahan
daerah.
Salah satu indikator dari kinerja
keuangan pada pemerintahan adalah tingkat
desentralisasi fiscal. Nugroho dan Roman
(2012:4) meyatakan bahwa dalam organisasi
pemerintah untuk mengukur kinerja keuangan
ada beberapa ukuran kinerja, yaitu derajat
desentralisasi fiscal, ketergantungan
keuangan, rasio kemandirian keuangan
daerah, rasio efektivitas, rasio efesiensi, rasio
keserasian, dan pertumbuhan.
Berikut disajikan data kinerja
keuangan pemerintahan kabupaten kota di
Sumatera Barat dari segi rasio efesiensi.
Tabel 1. Data Kinerja Keuangan
Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera
Barat Periode Tahun 2010-2014 N
o Kab./
Kota Rasio Efisiensi
2010 2011 2012 2013 2014 1
2
3
4 5
6
7
8 9
10
11
12 13
14
15
16 17
18
19
Kab.Mantawai 0.044 0.012 0.055 0.077 0.084
Kab. P. Selatan 0.069 0.036 0.084 0.098 0.091
Kab. Solok 0.031 0.148 0.070 0.197 0.106
Kab.Sijunjung 0.134 0.041 0.092 0.187 0.178 Kab.T. Datar 0.044 0.135 0.242 0.198 0.157
Kab. Pdg Pariaman 0.008 0.039 0.062 0.198 0.110
Kab. Agam 0.209 0.036 0.096 0.096 0.077
Kab. 50 Kota 0.378 0.151 0.048 0.050 0.037 Kab.Pasaman 0.072 0.118 0.089 0.077 0.143
Kab.Sosel 0.070 0.103 0.304 0.297 0.426
Kab. Dharmasraya 0.091 0.234 0.201 0.541 0.638
Kab. Psm Barat 0.1000 0.040 0.014 0.064 0.035 Kota Padang 0.153 0.071 0.090 0.188 0.083
Kota Solok 0.031 0.091 0.084 0.219 0.268
Kota Sawahlunto 0.317 0.116 0.316 0.191 0.143
Kota Pdg Panjang 0.044 0.049 0.163 0.052 0.050 Kota Bkt Tinggi 0.016 0.022 0.040 0.055 0.393
Kota Payakumbuh 0.020 0.135 0.154 0.222 0.160
Kota Pariaman 0.058 0.018 0.042 0.046 0.055
Rata-rata 0.147 0.079 0.118 0.161 0.170
Sumber: BPS Provinsi Sumbar Tahun
2015(Hasil Olahan)
Rasio efesiensi merupakan
kemampuan daerah dalam menyerap
penerimaan dan memanfaatkanya untuk
pembangunan daerah. Sesuai Tabel 1 diatas
dapat diketahui bahwa dari periode tahun
2010-2014 rata-rata rasio efesien pembayaran
pemerintah kabupaten/kota di Provinsi
Sumatera Barat masih rendah. Dimana pada
tahun 2010 rata-rata rasio efesien pembayaran
hanya sebesar 0,147 atau 14,7% dari seluruh
penerimaan. Pada tahun 2011, rata-rata rasio
efesien pembayaran mengalami penurunan
menjadi sebesar 0,079 atau 7,9% dari seluruh
penerimaan. Sedangkan, untuk tahun 2012
rasio efesien pembayaran hanya bernilai
5
sebesar 11,8%, tahun 2013 sebesar 0,161 atau
16,1% dan tahun 2014 sebesar 0,170 atau
17%. Dapat disimpulkan bahwa kemampuan
penyerapan penerimaan atau rasio efesiensi
pembayaran pemerintah kabupaten/kota di
Provinsi Sumatera Barat masih rendah. Selain
itu peningkatan kemampuan penyerapan
penerimaan atau rasio efesiensi pembayaran
pemerintah kabupaten/kota di Provinsi
Sumatera Barat juga dari tahun 2010-2014
masih berfluktuatif. Hal ini akan
menyebabkan pembangunan di pemerintah
kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Barat
tidak akan berjalan dengan baik, yang juga
akan berimbas pada kurangnya peningkatan
kesejahteraan masyarakat.
Seluruh daerah kabupaten dan kota di
Sumatera Barat memiliki beberapa sumber
keuangan daerah yang dipergunakan untuk
menjalankan aktivitas daerah yang terdiri
dari; pendapatan asli daerah (PAD), dana
perimbangan, pinjaman daerah, dan lainya
penerimaan yang sah. PAD merupakan
sumber pendapatan utama daerah untuk
menjalankan roda pemerintahan. PAD terdiri
dari; Pajak Daerah, Retribusi Daerah, Hasil
Pengelolaan Kekayaan Daerah (BUMD), dan
penerimaan lainya yang sah. Menurut UU No.
33 Tahun 2004 Bab V Pasal 6 Pendapatan
Asli Daerah (PAD) yang sah yaitu hasil
penjualan kekayaan daerah yang tidak
dipisahkan, jasa giro, pendapatan bunga,
keuntungan selisih nilai tukar rupiah terhadap
mata uang asing, dan komisi , potongan
ataupun bentuk lainya sebagai akibat dari
penjualan dan pengadaan barang dan atau jasa
oleh daerah.
Pajak dan retribusi daerah merupakan
komponen utama dari PAD memiliki
hubungan yang erat dengan kondisi
perekonomian suatu daerah. Jika aktivitas
perekenomian masyarakat suatu daerah
terganggu sehingga menyebabkan kurangya
pendapatan masyarakat, maka secara
langsung akan juga akan menyebabkan
pendapatan daerah menjadi rendah dan
mendatangkan tekanan keuangan. Keadaan
pemerintah yang mengalami tekanan
keuangan bisa mengakibatkan penyusunan
APBD menjadi tidak pasti karena
kemungkinan adanya pergeseran komponen-
komponen pendapatan dan belanja daerah.
Tekanan keuangan juga berakibat pada tidak
stabilnya kinerja keuangan pada Pemda dan
Pemko. Kinerja keuangan merupakan salah
satu tolak ukur dari kesiapan suatu daerah
dalam menghadapi otonomi daerah.
Otonomi daerah bertujuan untuk
menuntun kemandirian daerah. Salah satu
upaya yang bisa dilakukan pemerintah daerah
untuk mencapai tujuan otonomi daerah adalah
dengan mengoptimalkan PAD sebagai sumber
pendapatan. PAD dapat ditingkatkan dengan
meningkatkan pendapatan dari pajak dan
retribusi daerah. Melaksanakan amanat UU
No. 32 dan 33 tahun 2004 tahun merupakan
tantangan bagi Pemda dan Pemko, yang harus
dilaksanakan dengan kerja keras guna
mewujudkan kesejateraan masyarakat lokal,
khususnya dalam bidang kesehatan,
pendidikan, dan perumahan. Pada
pemerintahan provinsi Sumatera Barat wujud
kerja keras dalam mengelola keuangan daerah
adalah melaksanakan pengembangan model
keuangan daerah baik secara intensifikasi
maupun ekstenfikasi pada setiap Pemda dan
Pemko di Sumatera Barat.
PAD bertujuan memberikan
kewenangan kepada Pemda untuk mendanai
pelaksanaan otonomi daerah sesuai dengan
potensi daerah sebagai wujud desentralisasi.
Pada pemerintahan provinsi Sumatera Barat
menentukan pendapatan asli daerah dari
setiap Pemda dan Pemko bisa bersumber dari;
pajak daerah, retribusi, dan bagian laga badan
usaha milik daerah (BUMD).
Tabel 2. berikut menyajikan tentang
data PAD kabupaten/kota di Sumatera Barat
dalam periode 2010-2014.
Tabel 2. Data PAD Kabupaten/Kota di
Provinsi Sumatera Barat Periode Tahun
2010-2014 (Jutaan) N
o Kab./
Kota Laju Pertumbuhan (%)
2010-
2011
2011
-
2012
2012-
2013
2013-
2014
1
2 3
4
5
6 7
8
9
10 11
12
13
14 15
16
17
18 19
Kab.Mantawai 25.23 25.23 -0.70 21.42
Kab. P. Selatan -0.63 107.39 28.51 7.14 Kab. Solok -22.09 -27.35 26.48 15.28
Kab.Sijunjung 54.44 24.43 4.38 29.94
Kab.T. Datar 14.99 15.12 31.05 -2.70
Kab. Pdg Pariaman 19.68 39.72 -0.05 -3.57 Kab. Agam 20.58 5.43 24.37 30.71
Kab. 50 Kota 40.38 12.35 27.51 58.90
Kab.Pasaman -14.62 16.09 25.82 25.40
Kab.Sosel 24.35 40.36 20.54 43.99 Kab. Dharmasraya 3.99 0.00 -11.41 42.08
Kab. Psm Barat -17.32 14.63 26.24 20.00
Kota Padang 4.75 32.55 10.63 40.32
Kota Solok 26.63 22.54 14.93 -15.96 Kota Sawahlunto 26.74 18.77 12.23 11.77
Kota Pdg Panjang 4.71 25.77 12.90 6.55
Kota Bkt Tinggi 16.71 17.51 12.52 4.53
Kota Payakumbuh 44.05 24.48 12.52 18.57 Kota Pariaman 16.41 16.84 2.79 24.89
Rata-rata 15.40 22.73 14.14 19.96
Sumber: BPS Provinsi Sumbar Tahun 2015
Berdasarkan Tabel 2 dapat diketahui
bahwa bahwa dalam kurun waktu tahun 2010-
6
2014 rata-rata laju pertumbuhan PAD
Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Barat
masih berfluktuatif. Dilihat dari masing-
masing daerah, dalam periode tahun 2010-
2014 masih banyak terdapat daerah-daerah
yang memiliki laju pertumbuhan PAD di
bawah rata-rata laju pertumbuhan keseluruhan
daerah. Secara rata-rata peningkatan laju
pertumbuhan PAD Kabupaten/Kota di
Sumatera Barat masih kecil dan berfluktuatif.
Rata-rata laju pertumbuhan antar tahun 2010-
2011 sebesar 15,21%, pada tahun 2011-2012
dengan rata rata laju pertumbuhan sebesar
22,37% pada tahun 2012-2013 dengan rata
rata laju pertumbuhan sebesar 14,14%, dan
pada tahun 2013-2014 rata rata laju
pertumbuhan PAD Kabupaten/Kota di
Provinsi Sumatera Barat sebesar 19,96%.
PAD idealnya harus menjadi sumber
keuangan terbesar untuk pengeluaran
pemerintahan Kabupaten/Kota, sehingga
daerah benar-benar dapat otonom. Rendahnya
laju pertumbuhan PAD pemerintah
Kabupaten/Kota di Sumatera Barat
mengindikasikan bahwa PAD yang dimiliki
pemerintah Kabupaten/Kota di Sumatera
Barat masih rendah dan belum bisa menutupi
seluruh kebutuhan belanja. Kondisi ini
membuat pemerintah Kabupaten/Kota masih
tergantung terhadap anggaran dari pemerintah
pusat untuk membiayai daerah.
Perbedaan PAD daerah ini bisa
disebabkan karena kekayaan daerah, kondisi
alam dan letak geografis yang berbeda dari
masing-masing daerah di Sumatera Barat
membuat tingkat PAD yang dimiliki oleh satu
daerah dengan daerah lain berbeda. Secara
langsung kondisi ini membuat besaranya PAD
yang diperoleh oleh sebagian daerah di
Sumatera Barat masih kecil. Perbedaan PAD
yang dimiliki terjadi di daerah-daerah
Sumatera Barat terlihat dari perkembangan
daerah yang tidak merata.
Infrastruktur dan sarana prasarana
yang ada di daerah akan berdampak pada
pertumbuhan ekonomi daerah. Jika sarana dan
prasarana memadai maka masyarakat dapat
melakukan aktivitas sehari-harinya secara
aman dan nyaman yang akan berpengaruh
pada tingkat produktivitasnya yang semakin
meningkat, dan dengan adanya infrastruktur
yang memadai akan menarik investor untuk
membuka usaha di daerah tersebut. Dengan
bertambahnya belanja modal maka akan
berdampak pada periode yang akan datang
yaitu produktivitas masyarakat meningkat.
(Abimanyu, 2005).
Tabel 3 berikut menyajikan tentang
data belanja modal oleh pemerintahan
kabupaten/kota di Sumatera Barat dalam
periode 2010-2014.
Tabel 3. Data Belanja Modal Pemerintahan
Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera
Barat Periode Tahun 2010-2014 (Jutaan) N
o Kab./
Kota Laju Pertumbuhan (%)
2010-
2011
2011
-
2012
2012-
2013
2013-
2014
1
2
3 4
5
6
7 8
9
10
11 12
13
14
15 16
17
18
19
Kab.Mantawai 18.68 -14.55 -20.85 47.87
Kab. P. Selatan 28.49 -11.36 11.84 -71.27
Kab. Solok -16.70 22.56 26.53 -69.31 Kab.Sijunjung -7.40 -5.42 -29.79 -27.36
Kab.T. Datar -10.66 -30.53 25.73 14.47
Kab. Pdg Pariaman -29.44 -43.00 11.00 58.05
Kab. Agam -13.54 17.68 -4.08 -42.99 Kab. 50 Kota -7.36 -17.44 06.47 50.63
Kab.Pasaman 25.15 3.11 -16.57 16.25
Kab.Sosel -28.50 .84.54 457.59 -16.03
Kab. Dharmasraya -6.56 11.75 12.95 -20.77 Kab. Psm Barat -11.83 -16.55 58.32 -24.32
Kota Padang -22.43 -19.88 17.76 5.99
Kota Solok 16.63 -20.35 15.48 8.71
Kota Sawahlunto 3.10 -26.38 -5.83 44.25 Kota Pdg Panjang 4.03 -23.59 2.68 44.52
Kota Bkt Tinggi 9.02 -12.58 5.68 8.24
Kota Payakumbuh -1.98 -18.30 51.31 -44.13
Kota Pariaman -8.45 1.92 -88.49 -12.77 Rata-rata -1.19 -10.72 33.04 0.11
Sumber: BPS Provinsi Sumbar Tahun 2015
Berdasarkan Tabel 3 dapat diketahui
bahwa dalam kurun waktu tahun 2010-2014
rata-rata laju pertumbuhan belanja modal
pemerintahan Kabupaten/Kota di Provinsi
Sumatera Barat masih belum merata. Dilihat
dari masing-masing daerah, dalam periode
tahun 2010-2014 masih banyak terdapat
daerah-daerah yang memiliki laju
pertumbuhan belanja modal di bawah rata-
rata laju pertumbuhan keseluruhan daerah.
Secara rata-rata peningkatan laju
pertumbuhan belanja modal pemerintahan
Kabupaten/Kota di Sumatera Barat masih
kecil. Hal ini terlihat dari rata-rata laju
pertumbuhan belanja modal antara tahun
2010-2011 menurun sebesar -1,89%, rata-rata
laju pertumbuhan tahun 2011-2012 menurun
sebesar -10,72%, rata-rata laju pertumbuhan
belanja modal pada tahun 2012-2013 sebesar
33,04%, dan rata-rata laju pertumbuhan
belanja modal pada tahun 2013-2014 sebesar
0,11%.
Perbedaan belanja modal antara daerah
ini bisa disebabkan karena kebutuhan
pembangunan masing-masing daerah yang
berbeda. Daerah dengan belanja modal yang
banyak kecenderungan merupakan daerah
hasil pemekaran. Daerah hasil pemekaran
secara fisik tentu membutuhkan pembangunan
yang banyak untuk meningkatkan kualitas
7
pemerintahan. Selain pada daerah pemekaran,
belanja modal yang besar juga terjadi pada
daerah yang rawan terkena atau berada di
daerah rawan bencana. Kondisi alam tersebut
membuat pemerintah daerah/kota
memerlukan pembangunan yang fisik dengan
kualitas yang baik dan bisa digunakan untuk
kepentinggan masyarakat umum sewaktu-
waktu.
Perubahan alokasi belanja ditujukan
untuk pembangunan berbagai fasilitas modal.
Pemerintah perlu memfasilitasi berbagai
aktivitas peningkatan perekonomian, salah
satunya dengan membuka kesempatan
berinvestasi. Belanja modal pada umumnya
dialokasikan untuk perolehan asset tetap yang
dapat digunakan sebagai sarana pembangunan
daerah. Dengan berkembang pesatnya
pembangunan diharapkan terjadi peningkatan
kemandirian daerah dalam membiayai
kegiatannya terutama dalam hal keuangan
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
(DPRD) merupakan lembaga yang memiliki
posisi dan peran strategis terkait dengan
pengawasan keuangan daerah (Winarna dan
Murni, 2007). Pasal 69 ayat 1 menyatakan
bahwa anggota DPRD Kabupaten/Kota
berjumlah sekurang-kurangnya dua puluh
orang dan sebanyak-banyaknya empat puluh
lima orang. Besarnya jumlah anggota DPRD
diharapkan juga dapat meningkatkan
pengawasan terhadap kinerja pemerintah
daerah, sehingga berdampak baik dengan
adanya peningkatan kinerja pemerintah
daerah.
Permasalahan yang terjadi dari segi
legislatif adalah tidak meratanya jumlah
anggota legislatif tiap-tiap daerah di Sumatera
Barat. Hal ini membuat daerah dengan
anggota legislatif yang kurang akan
mengalami kinerja yang kurang baik,
dikarenakan lemahnya pengawasan keuangan
pemerintahan. Lebih lanjut jumlah ukuran
legislatif di pemerintah kabupaten kota di
Sumatera Barat dapat dilihat pada tabel beriku
Tabel 4. Data Ukuran Legislatif
Pemerintah Kabupaten/Kota di Sumatera
Barat Tahun 2015
No Kab./
Kota
Jumlah
Anggota
Legislatif
Persentase
(%)
Luas
Wilayah
Persentase
Wilayah
1
2
3
4 5
6
7
8 9
10
11
12 13
14
15
16 17
18
19
Kab.Mantawai 20 3.60 6.011,53 14.31
Kab. P. Selatan 40 7.21 5.749,89 13.69
Kab. Solok 35 6.31 3.738,00 8.90
Kab.Sijunjung 25 4.50 3.130,40 7.45 Kab.T. Datar 35 6.31 1.336,10 3.18
Kab. Pdg Pariaman 35 6.31 1.332,51 3.17
Kab. Agam 40 7.21 1.804,30 4.29
Kab. 50 Kota 35 6.31 3.571,14 8.50 Kab.Pasaman 30 5.41 3.947,63 9.40
Kab.Sosel 25 4.50 3.346,20 7.96
Kab. Dharmasraya 25 4.50 2.961,13 7.05
Kab. Psm Barat 25 6.31 3.887.77 9.25 Kota Padang 45 8.11 693,66 1.65
Kota Solok 20 3.60 71,29 0.17
Kota Sawahlunto 20 3.60 231,93 0.05
Kota Pdg Panjang 20 3.60 23,00 0.05 Kota Bkt Tinggi 25 4.50 25,24 0.06
Kota Payakumbuh 25 4.50 85,22 0.20
Kota Pariaman 20 3.60 66,13 0.16
Total 555 100 100
Sumber: BPS Provinsi Sumbar Tahun 2015
Tabel di atas menunjukkan bahwa
penyebaran jumlah anggota legislatif antara
pemerintah kabupaten dengan pemerintah
kota berbeda signifikan. Dimana jumlah
anggota legislatif untuk pemerintah kabupaten
cenderung lebih besar daripada pemerintah
kota. Satu-satunya pemerintah kota yang
memiliki jumlah anngota legislatif yang
banyak yaitu Kota Padang dengan ukuran
legislatif sebesar 45 orang. Namun, ukuran
legislatif yang besar untuk pemerintah
kabupaten belum memberi dampak yang
besar terhadap peningkatan kinerja keuangan
pemerintah daerah. Hal ini dikarenakan
kecenderungan pemerintah kota memiliki
kinerja keuangan yang lebih baik dari
pemerintah kabupaten-kabupaten di Sumatera
Barat. Dapat dikatakan bahwa kinerja
anggota legislatif belum optimal.
Semakin banyaknya ukuran legislative
maka akan semakin baik pengawasan
legislative terhadap kinerja pemerintah.
Jumlah anggota legislative yang sedikit pada
suatu pemerintah kabupaten/kota di daerah
akan membuat kekuatan pengawasan
legislative manjadi lemah. Dewan Perwakilan
Rakyat (DPRD) atau anggota legislatif
bertugas mengawasi pemerintah daerah agar
pemerintah daerah dapat mengalokasikan
anggaran yang ada untuk dapat
didayagunakan dengan baik. Banyaknya
jumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat
(DPRD) diharapkan dapat meningkatkan
pengawasan terhadap pemerintah daerah
sehingga berdampak dengan adanya
peningkatan kinerja pemerintah daerah
8
(Sumarjo, 2010). Penguatan posisi Dewan
Perwakilan Rakyat (DPRD) setelah program
otonomi daerah memang sesuatu yang
didambakan sebagai pengontrol kinerja
eksekutif (Bastian, 2006). Ikhsan dan Ishak
(2005) menyatakan bahwa kontrolabilitas
(pengendalian) dianggap diinginkan karena
mengeluarkan aspek-aspek kinerja.
Secara logika semakin tinggi tingkat
pengawasan maka semakin tinggi pula tingkat
tanggung jawab dan tingkat kemauan dalam
bekerja. Sedangkan semakin tinggi tanggung
jawab dalam bekerja akan mempengaruhi
perolehan hasil yang menunjukan kinerja. Hal
tersebut sesuai dengan pendapat Sumarjo
(2010) yang menyatakan Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah bertugas melakukan
peningkatan pengawasan terhadap pemerintah
daerah sehingga berdampak dengan adanya
peningkatnya kinerja pemerintah daerah, yang
akhirnya terbentuknya titik temu bahwa
semakin besar anggota legislative maka
semakin besar pula kinerja pemerintah daerah
atau sebaliknya.
Dalam era otonomi daerah, daerah
diharapkan daerah mampu meningkatkan
pelayanan diberbagai sector terutama sektor
publik. Peningkatan layanan publik ini
diharapkan dapat meningkatkan daya tarik
bagi investor untuk membuka usaha di
daerah. Harapan ini tentu saja dapat terwujud
apabila ada upaya pemerintah dengan
memberikan berbagai fasilitas untuk investasi.
Konsekuensinya, pemerintah perlu
memberikan alokasi belanja yang lebih besar
untuk tujuan ini.
Berdasarkan penjelasan di atas diketahi
bahwa PAD dari suatu Pemda atau Pemko
akan sangat mempengaruhi kinerja keuangan
Pemda atau Pemko tersebut. Oleh karena itu
penelitian ini berjudul “Pengaruh PAD,
Belanja Modal dan Ukuran Legislatif
terhadap Kinerja Keuangan Pemerintah
Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera
Barat”.
RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimanakah pengaruh PAD
terhadap kinerja keuangan
kabupaten/kota di Provinsi Sumatera
Barat ?
2. Bagaimanakah pengaruh belanja
modal terhadap kinerja keuangan
kabupaten/kota di Provinsi Sumatera
Barat ?
3. Bagaimanakah pengaruh ukuran
legislatif terhadap kinerja keuangan
kabupaten/kota di Provinsi Sumatera
Barat ?
4. Bagaimanakah pengaruh PAD,
belanja modal, dan ukuran legislatif
secara bersama-sama terhadap
kinerja keuangan kabupaten/kota di
Provinsi Sumatera Barat ?
METODOLOGI PENELITIAN
Jenis penelitian ini tergolong kepada
penelitian kuantitatif. Analisis data yang
digunkan adalah analisis deskriptif dan
asosiatif. Penelitian deskriptif adalah
penelitian yang betujuan memberi gambaran
dari data yang telah terkumpul untuk disajikan
dalam bentu tabel, grafik, sentral tedensi, dan
persentase. (Sugiyono, 2006:164).
Selanjutnya, Arikunto (2002:239) menyatakan
penelitian asosiatif adalah penelitian yang
menguji ada tidaknya hubungan atau
pengaruh antara satu variabel dengan variabel
lainnya.
Penelitian ini dilakukan di Sumatera
Barat, dengan menggunakan data PAD,
belanja modal, ukuran legislatif, dan kinerja
keuangan kabupaten/kota di Provinsi
Sumatera Barat dalam kurun waktu 5 tahun,
mulai dari 2010-2014. Objek penelitian
adalah data tentang PAD, belanja modal,
ukuran legislatif, dan kinerja keuangan
kabupaten/kota yang berada di bawah
naungan pemerintah Provinsi Sumatera Barat,
mulai dari tahun 2010-2014 dalam waktu 5
tahun, dengan n sebanyak 95. Data yang
digunakan dalam penelitian ini adalah
merupakan data sekunder dan data panel yang
diambil dalam periode 2010- 2014. Sumber
data diperoleh dari Badan Pusat Statistik
(BPS) Sumatera Barat. Data pendukung
lainnya penulis peroleh dari berbagai
publikasi dan bacaan yang terkait dengan
topik penelitian
Analisis data yang digunakan adalah
analisis deskriptif dan analisis induktif.
Analisis deskriptif bertujuan untuk melihat
laju pertumbuhan data setiap variabel
penelitian. Tujuan umum dari analisis induktif
adalah untuk mengetahui signifikansi
pengaruh PAD, belanja modal dan ukuran
legislatif terhadap kinerja keuangan
9
pemerintah Kabupaten/Kota di Provinsi
Sumatera Barat.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil analisis deskriptif,
diperoleh keterangan tingkat capaian
responden terhadap kuesioner penelitian
untuk masing-masing variabel.
1. Hasil Analisa Deskriptif
Setelah dilakukan analisa deskriptif
kemudian dilakukan analisa induktif, untuk
mengetahui signifikansi pengaruh PAD,
belanja modal dan ukuran legislatif terhadap
kinerja keuangan pemerintah Kabupaten/Kota
di Provinsi Sumatera Barat, baik secara
parsial atau simultan. Uji hipotesis yang
digunakan adalah uji t. Sebelum dilakukan uji
hipotesis terlebih dahulu dilakukan aumsi
klasik. Setelah semua persyaratan analisis
terpenuhi, maka dilanjutkan dengan uji
hipotesis.
Berdasarkan hasil analisis uji hiptesisi
dieroleh hasil sebagai berikut;
1) PAD berpengaruh signifikan terhadap
kinerja keuangan kabupaten/kota di
Provinsi Sumatera Barat. Hal ini
dibuktikan oleh nilai koefisiennya sebesar
0,681. Nilai koefisien signifikan secara
statistik karena thitung sebesar 6,717 lebih
besar dari ttabel sebesar 0,0000. Hipotesis
nol ditolak dan hipotesis alternatif
diterima. Artinya apabila pendapatan asli
daerah meningkat 1%, maka kinerja
keuangan kabupaten/kota di Provinsi
Sumatera Baratakan meningkat sebesar
0,681 satuan.
2) Belanja modal berpengaruh signifikan
terhadap kinerja keuangan kabupaten/kota
di Provinsi Sumatera Barat. Hal ini
dibuktikan oleh nilai koefisiennya sebesar
0,239. Nilai koefisien signifikan secara
statistik karena thitung sebesar 3,702 lebih
besar dari ttabel sebesar 1,986. Hipotesis
nol ditolak dan hipotesis alternatif
diterima. Artinya apabila belanja modal
meningkat 1%, maka kinerja keuangan
kabupaten/kota di Provinsi Sumatera
BaratBaratakan meningkat sebesar 0,239
satuan.
3) ukuran legislatif berpengaruh signifikan
terhadap kinerja keuangan kabupaten/kota
di Provinsi Sumatera Barat. Hal ini
dibuktikan oleh nilai koefisiennya sebesar
5,279. Nilai koefisien signifikan secara
statistik karena thitung sebesar 4,806 lebih
besar dari ttabel sebesar 1,986. Hipotesis
nol ditolak dan hipotesis alternatif
diterima. Artinya apabila ukuran legislatif
meningkat1%, maka kinerja keuangan
kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Barat
Baratakan meningkat sebesar 5,279
satuan.
4) PAD, belanja modal dan ukuran legislatif
secara simultan berpengaruh signifikan
terhadap kinerja keuangan kabupaten/kota
di Provinsi Sumatera Barat. Hal ini
dikarenakan Fhitung (21,258) > dari Ftabel
(3,10) dan Sig (0,000) < Alpha (0,05)
artinya hipotesis nol ditolak dan hipotesis
alternatif diterima. 41,2% kinerja
keuangan kabupaten/kota di Provinsi
Sumatera Baratdipengaruhi variabel PAD,
belanja modal, ukuran legislatifsedangkan
sisanya 59,8% dijelas oleh sebab-sebab
lain yang ada di luar penelitian.
PEMBAHASAN
1. Pengaruh PAD terhadap Kinerja
Keuangan Kabupaten/Kota di Provinsi
Sumatera Barat
Berdasarkan pengujian hipotesis
diketahui bahwa secara parsial PAD
berpengaruh signifikan terhadap kinerja
keuangan kabupaten/kota di Provinsi
Sumatera Barat. Hal ini dibuktikan oleh nilai
koefisiennya sebesar 0,681. Nilai koefisien
signifikan secara statistik karena thitung sebesar
6,717 lebih besar dari ttabel sebesar 1,986.
Hipotesis nol ditolak dan hipotesis alternatif
diterima. Artinya apabila pendapatan asli
daerah meningkat 1%, maka kinerja keuangan
kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Barat
akan meningkat sebesar 0,681 satuan.
Hasil analisa menunjukkan bahwa
dalam kurun waktu tahun 2010-2014 rata-rata
laju pertumbuhan PAD Kabupaten/Kota di
Provinsi Sumatera Barat masih berfluktuatif.
Rata-rata laju pertumbuhan antar tahun 2010-
2011 sebesar 15,21%, pada tahun 2011-2012
dengan rata rata laju pertumbuhan sebesar
22,37% pada tahun 2012-2013 dengan rata
rata laju pertumbuhan sebesar 14,14%, dan
pada tahun 2013-2014 rata rata laju
pertumbuhan PAD Kabupaten/Kota di
Provinsi Sumatera Barat sebesar 19,96%.
10
PAD idealnya harus menjadi sumber
keuangan terbesar untuk pengeluaran
pemerintahan Kabupaten/Kota, sehingga
daerah benar-benar dapat otonom. Rendahnya
laju pertumbuhan PAD pemerintah
Kabupaten/Kota di Sumatera Barat
mengindikasikan bahwa PAD yang dimiliki
pemerintah Kabupaten/Kota di Sumatera
Barat masih rendah dan belum bisa menutupi
seluruh kebutuhan belanja. Kondisi ini
membuat pemerintah Kabupaten/Kota masih
tergantung terhadap anggaran dari pemerintah
pusat untuk membiayai daerah.
Menurut Undang-Undang Nomor 28
Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan
Retribusi Daerah, “Pajak daerah adalah
kontribusi wajib kepada daerah yang terutang
oleh orang pribadi atau badan yang bersifat
memaksa berdasarkan Undang-Undang,
dengan tidak mendapatkan imbalan secara
langsung dan digunakan untuk keperluan
daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran
rakyat.” Kemampuan pemerintah daerah
untuk menghasilkan keuangan daerah melalui
penggalian sumber-sumber kekayaan asli
daerah atau PAD harus terus dipacu
pertumbuhannya (Wenny, 2012). Pajak
Daerah yang merupakan salah satu sumber
penting PAD ini akan sangat berpengaruh
pada kinerja keuangan pemerintah daerah.
Kinerja ini dapat dilihat melalui sasaran yang
telah tercapai dalam pelaksanaan
pembangunan dan pelayanan kepada
masyarakat
Hasil penelitian ini juga didukung
oleh hasil penelitian yang dilakukan Fajar dan
Abdul (2012) yang menemukan bahwa
PADberpengaruh signifikan dan positif
terhadap pertumbuhan kinerja keuangan
secara langsung.Florida (2007) berdasarkan
hasil penelitiannya juga menemukan bahwa
pajak daerah berpengaruh signifikan terhadap
kinerja keuangan.
PAD adalah pendapatan yang
diperoleh daerah yang dipungut berdasarkan
PeraturanDaerah sesuai dengan peraturan
perundang-undangan, PAD
bertujuanmemberikan kewenangan kepada
Pemerintah Daerah untuk
mendanaipelaksanaan otonomi daerah sesuai
dengan potensi daerah masing-masing.
Sedangkan, Kinerja keuangan pemerintah
daerah adalah kemampuan suatu daerah untuk
menggali dan mengelola sumber-sumber
keuangan asli daerah dalam memenuhi
kebutuhannya guna mendukung berjalannya
sistem pemerintahan, pelayanan kepada
masyarakat dan pembangunan daerahnya
dengan tidak tergantung sepenuhnya kepada
pemerintah pusat dan mempunyai keleluasaan
didalam menggunakan dana-dana untuk
kepentingan masyarakat daerah dalam batas-
batas yang ditentukan peraturan perundang-
undangan’
Berdasarkan uraian di atas maka
PAD berpengaruh signifikan terhadap kinerja
keuangaan daerah, karena keduanya saling
terkait satu sama lain dan tidak dapat berdiri
sendiri.
2. Pengaruh Belanja Modal terhadap
Kinerja Keuangan Kabupaten/Kota di
Provinsi Sumatera Barat
Berdasarkan pengujian hipotesis
diketahui bahwa secara parsial belanja modal
berpengaruh signifikan terhadap kinerja
keuangan kabupaten/kota di Provinsi
Sumatera Barat. Hal ini dibuktikan oleh nilai
koefisiennya sebesar 0,239. Nilai koefisien
signifikan secara statistik karena thitung sebesar
3,702 lebih besar dari ttabel sebesar 1,986.
Hipotesis nol ditolak dan hipotesis alternatif
diterima. Artinya apabila belanja modal
meningkat 1%, maka kinerja keuangan
kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Barat
akan meningkat sebesar 0,239 satuan.
Hasil analismenunjukkan bahwa
dalam kurun waktu tahun 2010-2014 rata-rata
laju pertumbuhan belanja modal pemerintahan
Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Barat
masih belum merata.Secara rata-rata
peningkatan laju pertumbuhan belanja modal
pemerintahan Kabupaten/Kota di Sumatera
Barat masih kecil. Hal ini terlihat dari rata-
rata laju pertumbuhan belanja modal antara
tahun 2010-2011 menurun sebesar -1,89%,
rata-rata laju pertumbuhan tahun 2011-2012
menurun sebesar -10,72%, rata-rata laju
pertumbuhan belanja modal pada tahun 2012-
2013 sebesar 33,04%, dan rata-rata laju
pertumbuhan belanja modal pada tahun 2013-
2014 sebesar 0,11%.
Berdasarkan data pertumbuhan diatas
dalam kurun waktu 5 tahun, dari tahun 2010-
2014 maka pertumbuhan tidak signifikan,
karena perbedaan belanja modal antara daerah
ini disebabkan karena kebutuhan
pembangunan daerah masing-masing daerah
yang berbeda. Daerah dengan belanja yang
banyak kecenderung merupakan daerah hasil
11
pemekaran. Selain daerah pemekaran, belanja
modal yang besar juga terjadi pada yang
rawan atau berada didaerah rawan bencana.
Pembangunan sarana dan prasarana
oleh pemerintah daerah berpengaruh positif
pada pertumbuhan ekonomi (Kuncoro, 2004).
Peningkatan pelayanan sektor publik secara
berkelanjutan akan meningkatkan sarana dan
prasarana publik, investasi pemerintah juga
meliputi perbaikan fasilitas pendidikan,
kesehatan, dan sarana penunjang lainnya.
Syarat fundamental untuk pembangunan
ekonomi adalah tingkat pengadaan modal
pembangunan yang seimbang dengan
pertambahan penduduk. Pembentukan modal
tersebut harus didefinisikan secara luas
sehingga mencakup semua pengeluaran yang
sifatnya menaikan produktivitas.
Dengan ditambahnya infrastruktur dan
perbaikan infrastruktur yang ada oleh
pemerintah daerah, diharapkan akan memacu
pertumbuhan perekonomian di daerah (Adi &
Harianto, 2007). Perubahan alokasi belanja
ditujukan untuk pembangunan berbagai
fasilitas modal. Pemerintah perlu
memfasilitasi berbagai aktivitas peningkatan
perekonomian, salah satunya dengan
membuka kesempatan berinvestasi.
Pembangunan infrastruktur dan pemberian
berbagai fasilitas kemudahan dilakukan untuk
meningkatkan daya tarik investasiMenurut
Nugroho (2012) belanja modal berpengaruh
signifikan terhadap kinerja keuangan
Hasil penelitian ini juga didukung
oleh hasil penelitian yang dilakukan Fajar dan
Abdul (2012) yang menemukan bahwa
belanja modal berpengaruh negative terhadap
pertumbuhan kinerja keuangan secara
langsung. Puspita (2007) berdasarkan
hapenelitianny juga menemukan bahwa
belanja modal berpengaruh signifikan dan
positif terhadap pertumbuhan kinerja
keuangan.
Belanja modal merupakan belanja
Pemerintah Daerah yang manfaatnya melebih
satu tahun anggaran dan akan menambah
asetatau kekayaan daerah dan menambah
belanja yang bersifat rutinseperti biaya
pemeliharaan pada kelompok belanja
administrasi umum.Sedangkan, Kinerja
keuangan pemerintah daerah adalah
kemampuan suatu daerah untuk menggali dan
mengelola sumber-sumber keuangan asli
daerah dalam memenuhi kebutuhannya guna
mendukung berjalannya sistem pemerintahan,
pelayanan kepada masyarakat dan
pembangunan daerahnya dengan tidak
tergantung sepenuhnya kepada pemerintah
pusat dan mempunyai keleluasaan didalam
menggunakan dana-dana untuk kepentingan
masyarakat daerah dalam batas-batas yang
ditentukan peraturan perundang-undangan’
Berdasarkan uraian di atas maka
belanja modal berpengaruh signifikan
terhadap kinerja keuangaan daerah, karena
keduanya saling terkait satu sama lain dan
tidak dapat berdiri sendiri.
3. Pengaruh Ukuran Legislatif terhadap
Kinerja Keuangan Kabupaten/Kota di
Provinsi Sumatera Barat
Berdasarkan pengujian hipotesis
diketahui bahwa secara parsial ukuran
legislatif berpengaruh signifikan terhadap
kinerja keuangan kabupaten/kota di Provinsi
Sumatera Barat. Hal ini dibuktikan oleh nilai
koefisiennya sebesar 5,279. Nilai koefisien
signifikan secara statistik karena thitung sebesar
4,806 lebih besar dari ttabel sebesar 1,986.
Hipotesis nol ditolak dan hipotesis alternatif
diterima. Artinya apabila ukuran legislatif
meningkat 1%, maka kinerja keuangan
kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Barat
akan meningkat sebesar 5,279 satuan.
Hasil analisa menunjukkan bahwa
penyebaran jumlah anggota legislatif antara
pemerintah kabupaten dengan pemerintah
kota berbeda signifikan. Dimana jumlah
anggota legislatif untuk pemerintah kabupaten
cenderung lebih besar daripada pemerintah
kota.Hal ini dikarenakan kecenderungan
pemerintah kota memiliki kinerja keuangan
yang lebih baik dari pemerintah kabupaten-
kabupaten di Sumatera Barat.
DPRD memiliki fungsi
legislasi, fungsi anggaran dan fungsi
pengawasan. Lembaga legislatif harus
memperhatikan mengenai seberapa besar
pengeluaran pemerintah daerah yang akan
dilakukan dan berapa pemasukan yang akan
diterima. Banyaknya jumlah anggota DPRD
diharapkan dapat meningkatkan pengawasan
terhadap pemerintah daerah sehingga
berdampak dengan adanya peningkatan
kinerja pemerintah daerah. Dengan demikian,
semakin besar jumlah anggota legislatif
diharapkan dapat meningkatkan kinerja
pemerintah daerah melalui adanya
pengawasan.
12
Hasil penelitian Mirna (2012),
menunjukkan variabel ukuran legislatif
memiliki pengaruh terhadap kinerja keuangan
pemerintah daerah berdasarkan rasio efisiensi
Hasil penelitian ini juga didukung
oleh hasil penelitian yang dilakukan
Kusumawarda (2010) yang menemukan
bahwa ukuran legislatif secara parsial
berpangaruh terhadap kinerja keuangan
pemerintah daerah di Indonesia.
Ukuran legislatif adalah jumlah
anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPRD)
yang bertugas mengawasi pemerintah daerah
agar pemerintah daerah dapat mengalokasikan
anggaran yang ada untuk dapat
didayagunakan dengan baik.Sedangkan,
Kinerja keuangan pemerintah daerah adalah
kemampuan suatu daerah untuk menggali dan
mengelola sumber-sumber keuangan asli
daerah dalam memenuhi kebutuhannya guna
mendukung berjalannya sistem pemerintahan,
pelayanan kepada masyarakat dan
pembangunan daerahnya dengan tidak
tergantung sepenuhnya kepada pemerintah
pusat dan mempunyai keleluasaan didalam
menggunakan dana-dana untuk kepentingan
masyarakat daerah dalam batas-batas yang
ditentukan peraturan perundangundangan’
Berdasarkan uraian di atas maka
ukuran legislatif berpengaruh signifikan
terhadap kinerja keuangaan daerah, karena
keduanya saling terkait satu sama lain dan
tidak dapat berdiri sendiri ,karena ukuran
legislaif terdiri dari anggota dewa yg bertugas
mengawasi kinerja keuangan daerah.
4 Pengaruh PAD, Belanja Modal, dan
Ukuran Legislatif Secara Simultan
terhadap Kinerja Keuangan
Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera
Barat
Berdasarkan pengujian hipotesis
diketahui bahwa PAD, belanja modal dukuran
legislatif secara simultan berpengaruh
signifikan terhadap kinerja keuangan
kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Barat.
Dimana Fhitung (21,258)> dari Ftabel (3,10) dan
Sig (0,000) < Alpha (0,05) artinya hipotesis
nol ditolak dan hipotesis alternatif diterima.
Persentase pengaruh PAD, belanja modaldan
ukuran legislatif secara simultan terhadap
kinerja keuangan kabupaten/kota di Provinsi
Sumatera Barat yaitu sebesar 41,2%,
sedangkan sisanya 59,8% dijelas oleh sebab-
sebab lain yang ada di luar penelitian.
Hasil analisa menunjukkan bahwa
efesien pembayaran pemerintah
kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Barat
masih rendah. Selain itu peningkatan
kemampuan penyerapan penerimaan atau
rasio efesiensi pembayaran pemerintah
kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Barat
juga dari tahun 2010-2014 masih
berfluktuatif. Hal ini akan menyebabkan
pembangunan di pemerintah kabupaten/kota
di Provinsi Sumatera Barat tidak akan
berjalan dengan baik, yang juga akan
berimbas pada kurangnya peningkatan
kesejahteraan masyarakat
Menurut Mahmudi (2010:14)
terdapat tiga pilar utama yang menopang
keberhasilan menajemen atau kinerja
keuangan publik atau pemerintah daerah,
yaitu manajemen pendapatan, manajemen
belanja, dan manajemen pembiayaan. Pada
sektor publik besar kecilnya pendapatan akan
menentukan tingkat kualitas pelaksanaan
pemerintahan, tingkat kemampuan pemerintah
dalam penyedian pelayanan publik, dan
keberhasilan pelaksanaan program dan
kegiatan pembangunan.
Pendapatan daerah terdiri dari;
pendapatan asli daerah (PAD), transfer
pemerintah pusat, transfer pemerintah
provinsi, dan lain-lainya pendapatan daerah
yang sah (Mahmudi, 2010: 16). Pendapatan
asli daerah (PAD), yang terdiri dari; pajak
daerah, retribusi daerah, dan bagi laba
pengelolaan aset daerah yang dipisah.Transfer
pemerintah pusat, yang terdiri dari; bagi hasil
pajak, bagi hasil sumber daya alam, dana
alokasi umum, dana alokasi khusus, dana
otonomi khusus, dan dana penyesuaian.
Lebih lanjut, Mahmudi (2010:86)
menyatakan bahwa perencanaan dan
pengendalian belanja merupakan aktivitas
penting yang harus dilakukan oleh
pemerintah. Pengelolaan belanja yang
dilakukan secara ekonomis, efisien, dan
efektif akan memberi dampak terhadap
kesejahteraan masyarakat. Belanja dapat
berbentuk belanja operasi maupun belanja
modal.
Sedangkan menurut Abdullah
(2011:105) Legislative atau Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD)
merupakan salah satu unsur penyelenggara
pemerintahan daerah disamping pemerintah
daerah. DPRD memiliki fungsi utama, yaitu
sebagai legislatif, anggaran, dan pengawasan.
13
Fungsi legislatif diantaranya adalah
membentuk peraturan daerah, yang dibahas
dengan kepala daerah untuk mendapatkan
persetujuan bersama. Fungsi anggaran
diantaranya adalah membahas dan menyetujui
rancangan peraturan daerah tentang Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)
bersama dengan kepala daerah. Fungsi
pengawasan, yaitu melakukan pengawasan
terhadap jalannya pemerintahan dan
pelaksanaan peraturan perundang-undangan.
Fungsi pengawasan diantaranya
adalah melaksanakan pengawasan terhadap
pelaksanaan peraturan daerah dan perundang-
undangan lainnya, peraturan kepala daerah,
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
(APBD), kebijakan pemerintah daerah dalam
melaksanakan program pembangunan daerah,
dan kerja sama internasional daerah.
PENUTUP
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil analisis data yang
telah dilakukan dapat diambil kesimpulan
sebagai berikut:
1. Variabel PAD berpengaruh signifikan
terhadap kinerja keuangan
kabupaten/kota di Provinsi Sumatera
Barat. Hal ini dibuktikan oleh nilai
koefisiennya sebesar 0,681. Nilai
koefisien signifikan secara statistik
karena thitung sebesar 6,717 lebih besar
dari ttabel sebesar 1,986. Hipotesis nol
ditolak dan hipotesis alternatif
diterima. Artinya apabila pendapatan
asli daerah meningkat 1%, maka
kinerja keuangan kabupaten/kota di
Provinsi Sumatera Barat akan
meningkat sebesar 0,681 satuan.
2. Variabel belanja modal berpengaruh
signifikan terhadap kinerja keuangan
kabupaten/kota di Provinsi Sumatera
Barat. Hal ini dibuktikan oleh nilai
koefisiennya sebesar 0,239. Nilai
koefisien signifikan secara statistik
karena thitung sebesar 3,702 lebih besar
dari ttabel sebesar 1,986. Hipotesis nol
ditolak dan hipotesis alternatif
diterima. Artinya apabila belanja modal
meningkat 1%, maka kinerja keuangan
kabupaten/kota di Provinsi Sumatera
Barat akan meningkat sebesar 0,239
satuan.
3. Variabel ukuran legislatif berpengaruh
signifikan terhadap kinerja keuangan
kabupaten/kota di Provinsi Sumatera
Barat. Hal ini dibuktikan oleh nilai
koefisiennya sebesar 5,279. Nilai
koefisien signifikan secara statistik
karena thitung sebesar 4,806 lebih besar
dari ttabel sebesar 1,986. Hipotesis nol
ditolak dan hipotesis alternatif
diterima. Artinya apabila ukuran
legislatif meningkat 1%, maka kinerja
keuangan kabupaten/kota di Provinsi
Sumatera Barat akan meningkat
sebesar 5,279 satuan.
4. Variabel PAD, belanja modal dan
ukuran legislatif secara simultan
berpengaruh signifikan terhadap
kinerja keuangan kabupaten/kota di
Provinsi Sumatera Barat. Dimana
Fhitung (21,258) > dari Ftabel (3,10) dan
Sig (0,000) < Alpha (0,05) artinya
hipotesis nol ditolak dan hipotesis
alternatif diterima. Persentase pengaruh
PAD, belanja modal dan ukuran
legislatif secara simultan terhadap
kinerja keuangan kabupaten/kota di
Provinsi Sumatera Barat yaitu sebesar
41,2%, sedangkan sisanya 59,8%
dijelas oleh sebab-sebab lain yang ada
di luar penelitian.
SARAN
Berkenaan dengan temuan penelitian,
maka penulis mengemukakan beberapa saran
yaitu:
1. Disarankan kepada pihak Pemerintah
Kabupaten/Kota Sumatera Barat
untuk selalu berupaya meningkatkan
penyerapan anggaran yang telah
dibuat untuk peningkatan
kesejahterahan daerah/kota. Kepala
daerah/kota dihapkan berusaha
meningkatan pengelolaan PAD agar
pendapatan daerah bisa lebih
ditingkatkan demi kemajuan daerah.
Dalam memberlanjakan anggaran
diharapkan pemerintah
Kabupaten/Kota di Sumatera Barat
lebih mengutamakan belanja yang
sifatnya memberi manfaat untuk
kelancaran pemerintahan.
2. Disarankan anggota DPRD di
kabupaten/kota pada Provinsi
Sumatera Barat berusaha
menunjukkan kinerja yang lebih baik,
mengingat pentingya peranan anggota
DPRD sebagai legislatif, anggaran,
14
dan pengawasan terhadap kinerja
pemerintahan daerah.
3. Diharapkan hasil penelitian ini dapat
menjadi referensi bagi peneliti
selanjutnya yang akan membahas hal
yang sama pada tempat lain.
Selanjutnya, bagi peneliti yang ingin
meneliti tentang kinerja keuangan
pada tempat yang sama disarankan
mengaitkannya dengan variabel selain
PAD, belanja modal, dan ukuran
legislatif.
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, Rozali. 2011. Pelaksanaan
Otonomi Luas Dengan Pemilihan
Kepala Daerah Secara Langsung.
Jakarta: Raja Wali Pres.
Arikunto, Suharsimi. 2002. Prosedur
metodologi penelitian. Jakarta: Rineka
Cipta.
Florida, Asha . 2006. Pengaruh Pendapatan
Asli Derah (PAD) Terhadap Kinerja
Keuangan Pemerintah Kabupaten dan
Kota Di Provinsi Sumatera
Utara.Tesis.Program Studi Ilmu
Akuntansi Universitas Sumatera Utara
Medan.
Ghozali, Imam. 2011. Aplikasi analisis
multivariate dengan program IBM
SPSS 20. Semarang: Badan Penerbit
Universitas Dipenogoro.
Halim, Abdul. 2004. Akuntansi Keuangan
Daerah. Yogyakarta: Salemba Empat
Kuncoro, Mudrajad. 2004. Otonomi Daerah
dan Pembangunan Daerah
(Revormasi,Perencanaan, Strategi dan
Peluang). Jakarta: Erlangga.
Mahmudi. 2010. Manajemen Keuangan
Daerah. Jakarta: Erlangga.
Nugroho, Fajar dan Roman, Abdul. 2012.
Pengaruh Belanja Modal terhadap
Pertumbuhan Kinerja Keuangan
Daerah dengan Pendapatan Asli
Daerah Sebagai Variabel Intervening (
Studi Kasus di Provinsi Jawa Tengah.
Jurnal Akuntansi.Volume 1, Nomor 2,
halaman 1-14. Semarang: Universit
Sugiyono. 2006. Metode Penelitian
Kuantitatif ,Kualitatif dan R & D .
Jakarta: Alfa Beta.
Suliyanto. 2011. Ekonometrika Terapan Teori
dan Aplikasi SPPSS . Yogyakarta:
Andi .
Wenny, CD. 2012. Analisis Pengruh
Pendapatan Asli Daerah (PAD)
terhadap Kinerja Keuangan Pada
Pemerintah Kabupaten dan kota di
Provinsi Sumatera Selatan. Forum
Bisnis dan Kewirausaan Jurnal Ilmiah
STIE MDP VOL. 2 ,Pp 39-51.
15