PENGARUH PEMBERIAN VITAMIN C TERHADAP DIAMETER …

87
PENGARUH PEMBERIAN VITAMIN C TERHADAP DIAMETER ARTERIOL PADA TIKUS WISTAR MODEL SEPSIS TESIS Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Magister Program Studi Kedokteran Keluarga Oleh : Radin Intan Edilla Sini S. 501102050 PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2015 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user

Transcript of PENGARUH PEMBERIAN VITAMIN C TERHADAP DIAMETER …

Page 1: PENGARUH PEMBERIAN VITAMIN C TERHADAP DIAMETER …

i

PENGARUH PEMBERIAN VITAMIN C TERHADAP DIAMETER

ARTERIOL PADA TIKUS WISTAR

MODEL SEPSIS

TESIS

Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Magister

Program Studi Kedokteran Keluarga

Oleh :

Radin Intan Edilla Sini

S. 501102050

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2015

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 2: PENGARUH PEMBERIAN VITAMIN C TERHADAP DIAMETER …

ii

PENGARUH PEMBERIAN VITAMIN C TERHADAP DIAMETER

ARTERIOL PADA TIKUS WISTAR

MODEL SEPSIS

Oleh :

Radin Intan Edilla Sini

S. 501102050

Telah disetujui oleh Tim Pembimbing

Pada tanggal...........................................

Dewan Pembimbing

Jabatan Nama Tanda Tangan

Pembimbing I Dr. Hari Wujoso, dr. SpF, MM ..………………….

NIP. 196210221995031001

Pembimbing II dr. Mulyo Hadi Sudjito, SpAn, KNA ............................

NIP. 197103222010011022

Ketua Program Studi Kedokteran Keluarga

Minat Utama Ilmu Biomedik

Dr. Hari Wujoso, dr. SpF, MM

NIP. 196210221995031001

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 3: PENGARUH PEMBERIAN VITAMIN C TERHADAP DIAMETER …

iii

SURAT PENGESAHAN TESIS

Oleh

RADIN INTAN EDILLA SINI

NIM: S 501102050

Tim Penguji

Jabatan Nama Tanda Tangan Tanggal

Ketua Prof. Dr. Harsono Salimo, dr, SpA(K)

NIP. 194412261973101001

……………. ……2015

Sekretaris Dr.dr. Trisulo Wasyanto, Sp.JP(K), FIHA

NIP.

……………. ……2015

Anggota Dr. Hari Wujoso, dr, SpF, MM

Penguji NIP. 19621021995031001

……………. ……2015

Mulyo Hadi Sudjito, dr.SpAn.KNA

NIP. 195109171979031001

…………….. ……2015

Telah dipertahankan di depan penguji

Dinyatakan telah memenuhi syarat

Pada tanggal 21 April 2015

Direktur Program Pascasarjana Ketua Program Studi Magister

Kedokteran Keluarga

Prof.Dr.Ir. Ahmad Yunus, MS Dr. Hari Wujoso, dr, MM, SpF

NIP.19610717 19860 11001 NIP.19621022 19950 3100

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 4: PENGARUH PEMBERIAN VITAMIN C TERHADAP DIAMETER …

iv

PERNYATAAN ORISINALITAS DAN PUBLIKASI ISI TESIS

Saya menyatakan dengan sebenarnya bahwa :

1. Tesis yang berjudul : “PENGARUH PEMBERIAN VITAMIN C TERHADAP

DIAMETER ARTERIOL PADA TIKUS WISTAR MODEL SEPSIS” ini adalah

karya penelitian saya sendiri dan bebas plagiat, serta tidak terdapat karya ilmiah yang

pernah diajukan oleh orang lain untuk memperoleh gelar akademik serta tidak

terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain

kecuali secara tertulis digunakan sebagai acuan dalam naskah ini dan disebutkan

dalam sumber acuan serta daftar pustaka. Apabila di kemudian hari terbukti terdapat

plagiat dalam karya ilmiah ini, maka saya bersedia menerima sanksi sesuai ketentuan

peraturan perundang-undangan (Permendiknas No.17, tahun 2010).

2. Publikasi sebagian atau keseluruhan isi tesis pada jurnal atau forum ilmiah lain harus

seijin dan menyertakan tim pembimbing sebagai author dan Program Pasca Sarjana

UNS sebagai institusinya. Apabila dalam waktu sekurang-kurangnya satu semester

(enam bulan sejak pengesahan tesis) saya tidak melakukan publikasi dari sebagian

atau keseluruhan tesis ini, maka Prodi Kedokteran Keluarga berhak

mempublikasikannya pada jurnal ilmiah yang diterbitkan oleh Prodi Kedokteran

Keluarga Program Pasca Sarjana UNS. Apabila saya melakukan pelanggaran dari

ketentuan publikasi ini, maka saya bersedia mendapatkan sanksi akademik yang

berlaku.

Surakarta, April 2015

Mahasiswa

Radin Intan Edilla Sini

S. 501102050

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 5: PENGARUH PEMBERIAN VITAMIN C TERHADAP DIAMETER …

v

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah

yang diberikan, sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis dengan judul “Pengaruh

Pemberian Vitamin C Terhadap Diameter Arteriol Pada Tikus Wistar Model Sepsis”

Penulis menyadari bahwa karya tulis ini jauh dari sempurna, maka, penulis

mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun. Atas kesempatan, bantuan dan

bimbingan yang diberikan kepada penulis, maka pada kesempatan ini penulis ingin

mengucapkan terima kasih sebesar–besarnya kepada yang terhormat :

1. Rektor Universitas Sebelas Maret Prof. Dr. Ravik Karsidi yang telah memberi

kesempatan pada penulis untuk mengikuti pendidikan di UNS.

2. Direktur Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Prof. Dr. Ir. Ahmad Yunus,

MS, yang telah memberi kesempatan pada penulis untuk mengikuti pendidikan di Pasca

Sarjana UNS.

3. Direktur RSUD Dr. Moewardi Surakarta, dr. Endang Agustinar, M.Kes , yang telah

memberi kesempatan pada penulis untuk menerapkan ilmu anestesi di RSUD Dr.

Moewardi Surakarta.

4. Dekan Fakultas Kedokteran UNS, Prof. Dr. dr. Zainal Arifin Adnan, Sp.PD-KR,

FINASIM., yang telah memberi kesempatan pada penulis untuk mengikuti pendidikan di

Fakuktas Kedokteran UNS.

5. Ketua Program Studi Magister Kedokteran Keluarga, Dr. dr. Hari Wujoso, Sp F, MM,

yang telah memberi kesempatan pada penulis untuk mengikuti pendidikan dan

menyelesaikan karya tulis ini.

6. Kepala Program Studi Anestesiologi dan Terapi Intensif FK UNS, Dr.M.H. Sudjito, Sp.

An KNA, atas segala bimbingan dan masukan yang diberikan pada penulis dalam

menyelesaikan karya tulis ini.

7. Kepala Bagian SMF Anestesiologi dan Terapi Intensif FK UNS, dr. Marthunus Judin,

Sp.An-K, atas segala bimbingan dan masukan yang diberikan pada penulis dalam

menyelesaikan karya tulis.

8. dr. Purwoko, SpAn,KAKV,KAO atas segala bimbingan dan masukan yang diberikan

pada penulis dalam menyelesaikan karya tulis ini.

10. ”Guru-guruku” yang tidak pernah lelah mengajari, dan memberi kesempatan penulis

untuk menimba ilmu di PPDS Anestesiologi dan Terapi Intensif UNS.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 6: PENGARUH PEMBERIAN VITAMIN C TERHADAP DIAMETER …

vi

11. Kedua orang tua penulis, Bapak Sutan Edilla Sini dan Ibu Sri Mulyani yang sangat

penulis hormati dan sayangi yang selalu memberi dukungan, bantuan, perhatian, kasih

sayang, dan tidak bosan-bosannya berdoa untuk penulis agar penulis cepat dapat

menyelesaikan pendidikan.

12. Istri tercinta dan tersayang, Isnainy Sartika, yang tak pernah lelah memberi dukungan,

doa, cinta, kasih sayang, pengertian, perhatian dan pengorbanan. selama penulis

menjalani pendidikan.

13. Sahabat-sahabat seangkatan, dr Henri Dumas, dr Isroful Ikhsan, dr Andi Nugroho, yang

selalu memberi dukungan agar penulis dapat menyelesaikan pendidikan.

14. Semua sahabat yang memberikan perhatian dan bantuan pada penulis dalam

menyelesaikan karya tulis ini.

Surakarta, Maret 2015

Penulis

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 7: PENGARUH PEMBERIAN VITAMIN C TERHADAP DIAMETER …

vii

Daftar Isi

Halaman Judul… ……………………………………………………………….

Halaman Pengesahan Pembimbing. …………………………………………..

Lembar pengesahan Tesis……………………………………………………….

Pernyataan Orisinalitas …………………………………………………………

Kata Pengantar .....................................................................................................

Daftar Isi…………................................................................................................

Daftar Gambar…………………………...............................................................

Daftar Tabel..........................................................................................................

Daftar Lampiran…................................................................................................

ABSTRAK.................................................................................................................

ABSTRACT………………………………………………………………………

I. PENDAHULUAN …………………………………………………………….

a. Latar Belakang………...................................................................................

b. Rumusan Masalah………..............................................................................

c. Tujuan Penelitian…………………………………………………………

d. Manfaat Hasil Penelitian………....................................................................

II. TINJAUAN PUSTAKA………........................................................................

a. Kajian Teori………………………………………………………………...

1. LPS induced-signaling Pathway………………………………………..

1.1 NFκB……………………………………………………………….

1.2 Redoks Regulation…………………………………………………

1.3 NFκB dan Sepsis…………………………………………………...

2. Keterkaitan Reactive Oxygen Species…………………………………

2.1 Reactive Oxygen Species…………………………………………..

2.2 Mekanisme Pertahanan antioksidan endogen……………………

2.3 Stress oksidatif pada syok septik…………………………………

2.4 Disfungsi mitokondria pada syok septik…………………………..

3. Peranan Nitrogen Species………………………………………………

4. Proteksi Antioksidan…………………………………………………...

4.1 Struktur dan biokimia……………………………………………..

4.2 Aktivitas antioksidan………………………………………………

4.3 Pelepasan NO yang dipengaruhi askorbat………………………..

4.4 Reduksi nitrit menjadi NO oleh askorbat…………………………

….………

………….i

…...……ii

………..iii

………...iv

…………v

……….vii

………...ix

…………x

………...xi

……….xii

……….xii

………….i

…………1

…………1

…………3

…………4

…………4

…………5

…………5

…………6

…………7

…………8

…………8

…………9

………..11

………..12

………..13

………..14

………..15

………..18

………..18

………..20

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 8: PENGARUH PEMBERIAN VITAMIN C TERHADAP DIAMETER …

viii

4.5 Penguraian ROS oleh askorbat…………………………..

4.6 Pengaturan redoks oleh thiols……………………………

4.7 Pengaturan eNOS oleh askorbat………………………….

4.8 Askorbat sebagai salah satu kofaktor eNOS…………….

4.9 Efek askorbat pada stimulasi guanylate cyclase oleh NO.

4.10 Mekanisme transport Vitamin C……………………….

5. Metode Induksi Sepsis……………………………………….

b. Penelitian yang relevan……...……………………………………

c. Kerangka Pikir…………………...………………………………..

d. Kerangka Konsep………………..………………………………

e. Hipotesis ………………………….................................................

III. METODE PENELITIAN.………….................................................

a. Waktu dan Tempat Penelitian…..……………………………….

b. Jenis Penelitian………………..…………………………………..

c. Populasi dan Sampel Penelitian…..………………………………

d. Definisi Operasional…………….………………………………..

e. Alur Penelitian…………………………………………………….

f. Bahan dan Cara Kerja Penelitian.....................................................

g. Analisis Data………………………………………………………

h. Etika Penelitian……………………................................................

IV. HASIL PENELITIAN……………………………………………...

a. Hasil Penelitian …………………………………………………..

b. Pembahasan ……............................................................................

V. KESIMPULAN DAN SARAN….………………..............................

DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………..

………..……21

………………..22

……………….23

………………..24

………………..25

………………..25

………………...25

………………..31

……………….35

………………..36

………………..36

………………...37

………………...37

……………….37

………………..37

……………….39

……………….41

………………..42

………………..45

………………..45

………………..46

……………….46

………………..53

………………...56

……………….57

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 9: PENGARUH PEMBERIAN VITAMIN C TERHADAP DIAMETER …

9

9

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Diagram Skematik LPS-induced signaling pathway…………….………..….7

Gambar 2. Bentuk asam askorbat tereduksi ………………………………………….…25

Gambar 3.Bentuk asam askorbat teroksidasi…….. ………………………………….….27

Gambar 4. Efek inhibisi NO dan ONOO-….

……………………………………………..31

Gambar 5. Potensi kerja antiokksidan pada sepsis...…………………………………….32

Gambar 6. Kerangka berpikir………………………………………………………….....35

Gambar 7. Kerangka Konsep………………………………………………………….....36

Gambar 8. Alur penelitian………………………………………………………………..41

Gambar 9. Diagram batang rerata kadar neutrophil……………………………………...47

Gambar 10. Diagram batang rerata diameter arteriol…………………………………….51

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 10: PENGARUH PEMBERIAN VITAMIN C TERHADAP DIAMETER …

10

10

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Pembagian antioksidan berdasarkan solubilitas………………………………..17

Tabel 2. Deskripsi hasil pemeriksaan neutrophil………………………………………..46

Tabel 3. Uji normalitas data neutrophil………………………………………………….48

Tabel 4. Uji rata-rata kadar neutrophil…………………………………………………..48

Tabel 5. Perbedaan kadar neutrophil antara masing-masing kelompok perlakuan……...49

Tabel 6. Deskripsi hasil pengukuran diameter arteriol…………………………………..50

Tabel 7. Uji normalitas data diameter arteriol…………………………………………...52

Tabel 8. Uji beda rata-rata diameter arteriol……………………………………………..52

Tabel 9. Perbedaan diameter arteriol antara masing-masing kelompok perlakuan……...53

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 11: PENGARUH PEMBERIAN VITAMIN C TERHADAP DIAMETER …

11

11

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran.1 Lampiran Hasil Penelitian……………………………………………...59

Lampiran.2 Hasil Uji Kruskal-Wallis Test Neutrofil NPar Tests…………………...63

Lampiran.3 Hasil Uji Normalitas Diameter Arteriol………………………………..65

Lampiran.4 Hasil Uji Kruskal-Wallis Test Diameter Arteriol NPar Tests……….…67

Lampiran.5 Ethical Clearance………………………………………………………69

Lampiran.6 Dokumentasi Penelitian…………………………………………………70

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 12: PENGARUH PEMBERIAN VITAMIN C TERHADAP DIAMETER …

12

12

Radin Intan Edilla Sini, S. 501102050, 2015. Pengaruh Pemberian Vitamin C Terhadap

Diameter Arteriol Pada Tikus Wistar Model Sepsis. TESIS. Pembimbing I : Dr. Hari

Wujoso, dr. Sp.F. MM. Pembimbing II : M.H Sudjito, dr. Sp.An. KNA. Anestesiologi dan

Terapi Intensif Fakultas Kedokteran, Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret

Surakarta

ABSTRAK

Latar belakang : Sepsis dan syok septik telah lama dikenal sebagai masalah kesehatan serius

di dunia, karena angka mortalitas dan morbiditasnya yang masih sangat tinggi. Produksi

berlebihan mediator pro-oksidan pada sepsis menguasai sinyal anti-oksidan. Ketidak

seimbangan antara mediator pro oksidan dan antioksidan akan menyebabkan perubahan pada

mikrosirkulasi, sehingga mikrosirkulasi tidak dapat menjalankan fungsinya sebagai pengatur

distribusi oxygen carrying blood cell pada berbagai organ, sehingga terjadi kerusakan dan

kematian sel. Vitamin C merupakan golongan antioksidan larut dalam air yang dapat

meredam dampak negatif oksidan, termasuk enzim-enzim dan protein-protein pengikat

logam. Fungsi antioksidan adalah mencegah terbentuknya radikal hidroksil, memutus rantai

reaksi oksidan, mereduksi oksidan menjadi zat lain yang kurang reaktif misalnya H2O dan

O2, menghambat peroksidase lipid dan scavenger langsung dari ROS.

Tujuan : Menganalisis pengaruh pemberian vitamin C 5,1mg/kgBB/hari/ i.v (setara dengan

50 mg/kgBB/hari/ i.v pada manusia dengan berat badan 60kg) pada tahap awal sepsis

terhadap diameter arteriol pada tikus wistar dengan model sepsis polimikrobial.

Metode : Penelitian ini termasuk eksperimental laboratorik. Sejumlah 27 ekor tikus wistar di

adaptasikan selama 7 hari sebelum dibagi dalam tiga kelompok yang masing-masing

kelompok terdiri dari 9 ekor tikus yang ditentukan secara acak. Untuk kelompok satu (K1)

yang merupakan kelompok kontrol, tidak dikukan induksi cecal inoculum maupun pemberian

vitamin c.. Untuk kelompok dua (K2) diberikan injeksi cecal inoculum 40mg/kali/hari selama

3 hari berturut turut. Untuk kelompok perlakukan tiga (K3) perlakuan sama dengan kelompok

dua ditambah dengan vitamin C 5,1 mg/kg/kali/hari secara intravena selama 3 hari berturut-

turut. Setelah 72 jam tikus wistar akan di euthanasia dengan cara dekapitasi. Duodenum tikus

kemudian diambil untuk dilakukan pemeriksaan histopatologi yang akan mengukur diameter

arteriol rata-rata pada tiap sampel. Dikarenakan ada kelompok tidak lulus uji normalitas maka

pengujian statistik di uji alternatif dengan Kruskal-Wallis test dan dilanjutkan dengan Mann

Whitney Test. Dianggap bermakna secara statistik apabila nilai p < 0,05.

Hasil : Nilai uji beda antara kelompok 1 dan kelompok 2 mendapatkan nilai p=0,001 p<0,05,

jadi ada perbedaan yang signifikan diameter arteriol antara kelompok 1 (tanpa perlakuan)

dengan dengan kelompok 2 (diberi cecal inoculum) dimana rata-rata diameter arteriol tikus

kelompok 1 (tanpa perlakuan) 30,8% lebih lebar dibandingkan dengan tikus kelompok 2

(diberi cecal inoculum). Demikian juga antara kelompok 1 (tanpa perlakuan) dan kelompok 3

(diberi cecal inoculum dan Vitamin C) mendapatkan hasil nilai p=0,001 p<0,05. Jadi ada

perbedaan yang signifikan diameter arteriol antara kelompok 1 dan kelompok 3. Dimana

kelompok 3 menghasilkan diameter arteriol 118,2% lebih lebar daripada kelompok 1. Uji

beda antara kelompok 2 (diberi cecal inoculum) dan kelompok 3 (diberi cecal inoculum dan

Vitamin C) mendapatkan hasil nilai p=0,000 p<0,05. Jadi ada perbedaan yang signifikan

diameter arteriol antara kelompok 2 dan kelompok 3. Dimana kelompok 3 menghasilkan

diameter arteriol 185,3% lebih lebar daripada kelompok 2.

Kesimpulan : Pemberian vitamin C pada tikus sepsis mampu meningkatkan diameter arteriol

dibandingkan dengan tikus sehat (normal) dan tikus sepsis.

Kata kunci : Vitamin c, sepsis, mikrosirkulasi, diameter arteriol

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 13: PENGARUH PEMBERIAN VITAMIN C TERHADAP DIAMETER …

13

13

Radin Intan Edilla Sini, S. 501102050, 2015. The Effect of vitamin c on The arteriol

Diameter in Wistar Rats with Sepsis Model. THESIS Supervisor I : Dr. Hari Wujoso, dr.

Sp.F. MM. Supervisor II : M.H Sudjito, dr. Sp.An. KNA. Anesthesiology and Intensive Care

Departement, Faculty of Medicine, Post Graduate Program University of Sebelas Maret,

Surakarta.

ABSTRACT

Background : Sepsis and septic shock have long been recognized as serious medical

problems in the world, since the mortality and morbidity rates are still very high. Excessive

production of pro-oxidant mediator in sepsis dominates the anti oxidant signal. The

imbalance between pro oxidant mediator and antioxidant will cause changes in

microcirculation, therefore the microcirculations cannot function as a controller of oxygen

carrying blood cell distribution in various organs, that leads to damage and cell death.

Vitamin C is a water soluble type that can filter the negative effects of oxidants, including

enzymes and iron binding proteins. The function of antioxidant is to prevent the hydroxyl

radical to be formed, to cut the oxidant reaction chain, to reduce oxidant to other matter

which less reactive for instances H2O and O2, to block lipid peroxide and scavengers directly

from ROS.

Objective : To analyze the influence of vitamin C administration 5,1mg/Kg Body weight/day/

IV (equals to 50 mg/kg body weight/day/ IV in humans with 60kg bodyweight) in the initial

phase of sepsis to the arteriol diameter in wistar rats with sepsis polimicrobial model.

Methods : This research is categorized as laboratoric experimental. As many as 27 wistar

rats were being adapted for 7 days before they were divided in three groups with 9 rats each

which randomly selected. For group 1 (K1) which is a control group, the cecal induction and

vitamin c administration were not applied. For group 2 (K2) inoculum cecal injection 40

mg/a time/day was given for 3 days in a row. For group 3 (K3) it has the same treatment as

in group 2 added with 5.1 mg/kg/time/day intravenously for 3 days in a row. After 72 hours,

wistar rats were euthanized by decapitation. The rats duodenum were taken and

histopathologically examined to measure the diameter of the average in each sample. Since

the groups did not pass the normality test so the statistic test was using alternative test with

Kruskal-Wallis tes and continued with Mann Whitney Test. It was considered significant if

the P value < 0.05.

Result : The different value test between group 1 and group 2 was p=0.01 p<0.05, so there

was significant different in arteriol different between group 1 (without treatment) and group

2 (with cecal inoculum administration) which the average of arteriol diameter of the group 1

rats (without treatment) was wider than in group 2 (with cecal inoculum administration).

And also between group 1 (without treatment) and group 3 (with cecal inoculums and vitamin

C) resulted in p value = 0.001 p <0.05. So there was significant different in arteriol diameter

between group 1 and group 3. Whereas group 3 resulted arteriol diameter 118.2 % wider

than group 1. Different test between group 2 (with cecal inoculum) and group 3 (Cecal

inoculums and vitamin C administration) resulted in p value=0.000 p<0.05. so there was

significant different of arteriol diameter between group 2 and group 3. Whereas group 3

resulted arteriol diameter 185.3% wider than group 2.

Conclusion : Vitamin C administration in sepsis rats were able to increase the arteriol

diameter wider than normal healthy rats and sepsis rats.

Keywords : Vitamin C, sepsis, microcirculation, arteriol diameter

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 14: PENGARUH PEMBERIAN VITAMIN C TERHADAP DIAMETER …

14

14

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Sepsis dan syok septik telah lama dikenal sebagai masalah kesehatan serius di

dunia, karena angka mortalitas dan morbiditasnnya yang masih sangat tinggi. Sepsis

sering ditemui pada pasien critical illness di ruang perawatan intensif dan merupakan

40% penyebab kematian. Di Eropa ± 150.000 pasien mengalami sepsis, sepsis berat

(disertai disfungsi multi organ) dan syok septik per tahun, dimana 65.000 diantaranya

meninggal. Setidaknya > 50% dari kematian tersebut disebabkan syok septik dan

gagal organ.

Telah disepakati bahwa bukanlah infeksi bakteri yang merupakan faktor

penentu utama hasil pada sepsis, melainkan respon inflamasi terhadap infeksi tersebut

(Cohen, 2002).

Respon inflamasi terhadap rangsangan septik sangat berbahaya untuk

pertahanan host, karena hal tersebut mengatur mediator anti-inflamasi (misalnya, IL-1

reseptor antagonis, IL-4, IL-10) dan enzim antioksidan (misalnya, katalase, glutation

peroksidase, mangan ROS dismutase). Namun, produksi berlebihan mediator pro-

inflamasi pada sepsis menguasai sinyal anti-inflamasi. Hal ini menyebabkan

penekanan fungsi kekebalan tubuh bawaan (terutama PMN) dan menyebabkan

immunoparalysis dan selanjutnya meningkatkan kerentanan terhadap infeksi

(Riedemann et al., 2003 dan Cepinskas dan Wilson, 2008).

Mikrosirkulasi selama ini tidak mendapatkan perhatian yang baik pada

pengobatan klinis, namun saat ini mikrosirkulasi mulai diketahui sebagai hal penting

yang menyebabkan beberapa proses patofisiologi. Fungsi mikrosirkulasi yang normal

akan berperan dalam oksigenasi dan fungsi suatu jaringan, namun hal ini masih

kurang dipahami karena banyak sekali perbedaan struktur yang meyebabkan

perbedaan fungsi pada tiap organ. Fungsi utama dari mikrosirkulasi adalah sebagai

pengatur distribusi oxygen carrying blood cell pada berbagai organ. Faktor utama

yang mempengaruhi oxygen delivery diantaranya adalah; regulasi aliran darah,

tekanan oksigen jaringan, dan mitokondria, yang sampai dengan saat ini masih belum

dipahami sepenuhnya, dan mikrosirkulasi adalah kunci untuk memahami hal tersebut.

Telah jelas bahwa variabel hemodinamik sistemik tidak menggambarkan

kegagalan sirkulasi pada critical illness yang tidak responsif terhadap terapi.

1

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 15: PENGARUH PEMBERIAN VITAMIN C TERHADAP DIAMETER …

15

15

Kegagalan ini lebih disebabkan karena disfungsi dari mikrosirkulasi. Evaluasi dari

mikrosirkulasi telah membuka ruang baru dalam monitoring fungsi hemodinamik.

Identifikasi kegagalan mikrosirkulasi merupakan indikator yang paling sensitif dari

kegagalan sirkulasi yang berakibat pada outcome yang buruk, dan ini merupakan

target teraputik yang baru. Penelitian klinis telah dapat mengidentifikasi berbagai

teraputik konvensional dan pendekatan baru yang mampu memodifikasi

mikrosirkulasi.

Vitamin C merupakan golongan antioksidan larut dalam air yang dapat

meredam dampak negatif oksidan, termasuk enzim-enzim dan protein-protein

pengikat logam. Fungsi antioksidan adalah mencegah terbentuknya radikal hidroksil,

memutus rantai reaksi oksidan, mereduksi oksidan menjadi zat lain yang kurang

reaktif misalnya H2O dan O2, menghambat peroksidase lipid dan scavenger langsung

dari ROS.

Regulasi serta koordinasi dari respon imuno-inflamasi oleh cytokines dan

mediator lainnya akan mempengaruhi mekanisme pertahanan tubuh. Perubahan pada

tingkat molekuler meliputi mekanisme yang sangat kompleks yang dalam keadaan

puncak akan menyebabkan perubahan pada ekspresi gen. Sepsis akan menyebabkan

gangguan regulasi pada respon ini yang akan menyebabkan pelepasan secara eksesif

mediator-mediator inflamasi dan menyebabkan kerusakan pada organ maupun sel

tubuh. Mekanisme yang menyebabkan kerusakan jaringan pada respon sepsis

umumnya berhubungan dengan kerusakan pada endotel vaskuler yang akan secara

nyata menyebabkan penurunanan perfusi oksigen maupun substrat lainnya ke jaringan

sehingga terjadi perubahan pada metabolisme seluler.

Banyak kompleks sistem yang secara sekunder terstimulasi selama periode

sepsis, termasuk aktivasi sistem komplemen, platelet-activating factor (PAF),

metabolit asam archidonat, ROS dan NO. Faktanya yang terjadi adalah lingkaran

siklus inflamasi dan koagulasi yang tidak berhenti berputar dengan iskemia,

kerusakan sel yang pada akhirnya akan meyebabkan disfungsi organ serta kematian.

Saat ini didapatkan bukti dimana pada keadaan sepsis juga didapatkan stress

oksidatif yang berat. Oksigen radikal bebas dan ROS lainnya sepertinya berhubungan

dengan messangers pada tranduksi signal dan aktivasi gen. Dan hal ini akan

memberikan dampak terhadap ekspresi maupun kontrol respon immune-

inflammantory selama periode sepsis. Studi molekuler pada saat ini berbasis terhadap

pengenalan monosit terhadap LPS serta regulasi dari gen inflamasi, hal ini dapat

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 16: PENGARUH PEMBERIAN VITAMIN C TERHADAP DIAMETER …

16

16

membuat pendekatan baru dalam strategi teraputik.(Victor et al, 2005). Intervensi

teraputik dengan menggunakan Vitamin C sebagai antioksidan diharapkan dapat

mengembalikan transduksi signal dan mengembalikan produksi mediator-mediator ke

nilai normal. Strategi mencegah kerusakan endotel dapat dilakukan dengan cara

mencegah pelepasan ROS dan mengembalikan trasduksi signal, sehingga fungsi

endotel dapat dikembalikan ke fungsi normalnya. Strategi ini pada akhirnya

diharapkan dappat memperbaiki fungsi dari mikrosirkulasi dan mengurangi kejadian

MOD/MOFS serta angka kematian.

Pada penelitian ini dengan menggunakan tikus wistar model sepsis yang

diberikan Vitamin C, sepsis murni dan kontrol (tanpa induksi sepsis dan pemberian

Vitamin C) diharapkan dapat diteliti pengaruh pemberian Vitamin C terhadap

diameter arteriol. Penulis menduga bahwa pemberian Vitamin C pada tikus wistar

yang berada dalam keadaan sepsis polimikrobial dapat memperbaiki dan

mengembalikan diameter arteriol seperti dalam keadaan normal.

B. Rumusan Masalah

Apakah ada pengaruh pemberian Vitamin C 5,1mg/kgBB/hari/i.v (setara

dengan 50 mg/kgBB/hari/ i.v pada manusia dengan berat badan 60 kg) pada tahap

awal sepsis terhadap diameter arteriol pada tikus wistar dengan model sepsis

polimikrobial.

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Menganalisis pengaruh pemberian Vitamin C 5,1mg/kgBB/hari/ i.v (setara

dengan 50 mg/kgBB/hari/ i.v pada manusia dengan berat badan 60kg) pada tahap

awal sepsis terhadap diameter arteriol pada tikus wistar dengan model sepsis

polimikrobial.

2. Tujuan Khusus

a. Mengetahui pengaruh pemberian Vitamin C 5,1 mg/kgBB/hari/ i.v (setara

dengan 50 mg/kgBB/hari/ i.v pada manusia dengan berat badan 60 kg) pada

tahap awal sepsis terhadap diameter arteriol pada tikus wistar dengan model

sepsis polimikrobial.

b. Menganalisis perbandingan antara ketiga kelompok

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 17: PENGARUH PEMBERIAN VITAMIN C TERHADAP DIAMETER …

17

17

D. Manfaat Penelitian

1. Jika penelitian ini terbukti, maka pemberian Vitamin C dapat menjadi

pertimbangan sebagai prosedur rutin yang dilakukan dalam tatalaksana sepsis,

terutama perawatan dan penatalaksanaan sepsis di unit terapi intensif.

2. Hasil penelitian ini dapat menjadi tambahan referensi dalam menjelaskan

pengaruh pemberian Vitamin C terhadap mikrosirkulasi pada pasien sepsis.

3. Penelitian ini dapat menjadi tambahan informasi bagi masyarakat mengenai

pemberian Vitamin C pada pasien sepsis.

4. Landasan untuk penelitian lebih lanjut

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 18: PENGARUH PEMBERIAN VITAMIN C TERHADAP DIAMETER …

18

18

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kajian Teori

1. LPS-Induced Signaling Pathway

Aktivasi dari sistem imun dan inflamasi timbul sebagai respon baik

terhadap stimuli infeksi maupun non infeksi. Bakteri gram negatif dan postif

merupakan agen-agen kausatif. Infeksi akan menstimulasi respon imun pada

innate, pada umumnya di mediasi melalui sel-sel inflammatori pada sirkulasi dan

jaringan, seperti monosit/makrofag dan netrofil. Sel-sel ini pada keadaan normal

akan ditemukan baik dalam sirkulasi maupun jaringan yang dapat secara cepat

teraktivasi sebagai respon terhadap bakteria. Sel-sel ini akan menghasil mediator-

mediator inflamasi sehinga dapat dengan sangat aktif melakukan fungsi

fagosit,dan juga dapat berkontribusi terhadap timbulnya kerusakan pada jaringan

yang disebabkan karena mediator-mediator inflamasi yang dihasilkan oleh

cytokines serta kerusakan yang disebabkan karena ROS.

Mekanisme molekuler yang terjadi akibat pelepasan mediator inflamasi

serta ekspresi gen yang dapat diinduksi oleh LPS seringkali menjadi objek

penelitian akhir-akhir ini (Victor et al, 2005). Pada fase akut didalam plasma,

LPS akan terikat dengan protein dalam bentuk LPS-binding protein (LBP). LBP

sangat penting dalam timbulnya respon induksi inflamasi yang disebabkan oleh

LPS. Saat ini telah banyak reseptor endotoksin yang teridentifikasi seperti β2-

integrin CD11/CD18, macrophage scavenger receptor for acetylated LDL, L-

selectin dan CD14. Dari kesemua reseptor tersebut, CD14 dianggap sebagai yang

paling penting. Dimana reseptor ini ditemukan dalam 2 bentuk: membrane bound

CD14 (mCD14) dan soluble CD14 (sCD14). LPS juga dapat berinteraksi dengan

transmembrane signal transduction receptor Toll-like receptor 4 (TLR4), dimana

reseptor ini berada pada kompleks accessory protein MD-2. Walaupun TLR2

dianggap ikut berperan pada proses signaling LPS, diduga TLR4 memiliki peran

kunci dalam respon imun terhadap bakteri gram negatif pada innate (Juan et al,

2005). LPS yang terikat pada reseptor ini akan mengaktifkan beberapa jalur

signaling intraseluler, termasuk jalur IκB kinase (IKK)-nuclear factor κB (NFκB)

dan berbagai jalur nitrogen-activated protein kinase (NAPK). Jalur-jalur ini akan

menfosforilasi dan mengaktifkan berbagai faktor transkripsi, termasuk NFκB/Rel

protein, activator protein 1 (AP-1) dan nuclear factor-interleukin 6 (NF-IL6), yang

5

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 19: PENGARUH PEMBERIAN VITAMIN C TERHADAP DIAMETER …

19

19

akan meyebabkan induksi gen serta ekspresi mediator inflamasi dengan cepat,

termasuk cytokines, lipid mediators, inducible nitric oxide synthase (iNOS), dan

molekul adhesi. Cytokines memliki berbagai sel target, dan aksi spesifik cytokines

ini tergantung dari stimulus, tipe sel serta adanya mediator inflamasi lainnya dan

juga reseptor yang ada.

Walaupun telah ditemukan beberapa faktor transkripsi yang mungkin

berhubungan dengan perubahan aktivasi gen pada sepsis, termasuk AP-1 dan NF-

IL-6, NFκB merupakan faktor yang paling detail dijelaskan. Baik pada penelitian

in vitro maupun in vivo membuktikan dugaan peran penting NFκB pada sepsis

dan syok endotoksik. Representasi skematik jalur LPS/NFκB digambarkan pada

gambar.1

1.1 Nuclear Factor κB

NFκB merupakan faktor transkripsi yang penting bagi fungsi normal

sel imun, yang akan mengatur aktivasi dari gen-gen yang diperlukan untuk

menghasilkan respon yang dibutuhkan secara cepat. Namun, peningkatan

dan/atau durasi aktivasi yang memanjang dari NFκB ini akan menyebabkan

ekspresi yang berlebihan dari protein mediator dan akan menghasilkan efek

yang merusak selama periode sepsis.

Jalur NFκB dapat berubah-ubah, dengan perbedaan efek pada regulasi

gen yang tergantung dari kombinasi spesifik yang terjadi (Abraham, 2005).

NFκB berada dalam keadaan inaktif di dalam sitoplasma dan disertai dengan

protein inhibitor yang berasal dari family IκB, termasuk diantaranya IκBα,

IκBβ dan IκBε.

LPS akan menstimuli aktivasi NFκB melalui mediator-mediator

inflamasi, termasuk cytokines (TNFα, IL- 1β), ROS (terutama hydrogen

peroksida) (Juan et al, 2005), protein kinase C activator, virus, sinar UV dan

ionizing radiation (Barnes, 1997)

Aktivasi NFκB dicapai dengan cara fosforilasi dan degradasi dari

protein penghambat IκB melalui aksi kinases yang spesifik, NFκB-inducible

kinases (NIK), IKK1 dan IKK-2 (Abraham, 2003). IKKα dan IKKβ dapat

menfosforilasi IκB pada in vitro, namun studi genetik menduga peran utama

untuk IKKβ pada aktivasi cytokine-inducible NFκB. Degradasi dari IκB

dilakukan dengan cara menambahkan ubiquitin residues dan dilanjutkan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 20: PENGARUH PEMBERIAN VITAMIN C TERHADAP DIAMETER …

20

20

dengan proses proteolisis. Setelah NFκB berada di dalam nucleus maka NFκB

dapat terikat pada gen target untuk menginisisasi proses transkripsi, translasi

dan sintesis protein. Kompleks IKK merupakan kunci pengaturan pada proses

aktivasi NFκB oleh stimulus mediator inflamasi. Ada banyak gen yang

berisikan rangkaian spesifik sebagai tempat terikatnya NFκB pada promoter

regions.

Mekanisme umpan balik telah teridentifikasi, dimana hal ini dapat

menjelaskan respon yang terjadi pada stimulus awal (positive feedback) atau

pengaturan yang terjadi pada aktivasi NFκB (negative feedback) (Blackwell T,

Christman J, 1997). LPS dapat menginduksi sintesis mediator-mediator anti

inflamasi cytokines seperti IL-10 (dan juga IL-4 serta IL-13) yang akan

menghambat aktivasi NFκB serta menghambat produksi cytokine (Wang et al,

2003), hal tersebut membutuhkan mekanisme hambatan umpan balik.

Gambar 1. Diagram Skematik LPS-induced signaling pathway sebagai

respon inflamasi yang timbul pada monosit, makrofag dan neutrophil.

1.2 Redox Regulation of NFκB dan Stress Oksidatif

Status redoks intraseluler secara fisologis penting dalam menjaga

homeostasis seluler. Regulasi NFκB meliputi kaskade fosoforilasi dan

defosforilasi, namun hal ini dapat dikontrol oleh status redoks pada sel.

Glutathione (GSH) merupakan regulator utama redoks homeostasis intraseluler,

yang bekerja melalui proses oksidasi reversible dari grup aktif thiol. NFκB terlibat

dalam pengaturan ekspresi enzim γGCS dalam sintesis GSH sebagai respon

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 21: PENGARUH PEMBERIAN VITAMIN C TERHADAP DIAMETER …

21

21

terhadap berbagai stimulus termasuk cytokine inflamasi (IL-1β dan TNF-α).

Thioredoxin (Trx) merupakan senyawa yang mengandung thiol lainnya yang

penting dalam homeostasis redoks.

1.3 NFκB dan Sepsis

NFκB memiliki peran sentral dalam modulasi ekspresi dari mediator

immunoregulatory yang terlibat dalam stress oksidatif dan juga pada sepsis. Pada

beberapa studi pada hewan telah mendemontrasikan hubungan antara sepsis dan

aktivasi NFκB dan stress oksidatif. Pada tikus didapatkan penggunaan LPS akan

menyebabkan aktivasi NFκB pada beberapa organ, hal ini berhubungan dengan

peningkatan mRNA pada jaringan paru dan ekspresi protein dari berbagai NFκB-

regulated cytokines termasuk diantaranya TNF- α dan IL-6 (Victor et al, 2005)

Beberapa studi telah mendemontrasikan peningkatan aktivitas NFκB pada

lekosit yang telah diisolasi pada pasien dengan sepsis, dimana hal ini berhubungan

dengan kematian. Bohrer dkk melaporkan peningkatan aktivitas NFκB yang

dibandingkan dengan skor APACHE II (Acute Physiology and Chronic Health

Evalution) sebagai prediktor hasil dan tingkat mortalitas dari sepsis. Penemuan ini

dikonfirmasi oleh Arnalich dkk, dimana pada penelitian didapatkan peningkatan

yang bermakna pada aktivitas NFκB pada pasien non-survivor. Namun Paterson

dkk melaporkan bahwa peningkatan aktivasi NFκB sel mononuclear pada pasien

yang meninggal karena critically ill dapat dihambat dengan pemberian

antioksidan N-acetyl cysteine (NAC). Kadar IL-8 akan megalami penurunan pada

pemberian NAC, namun hal ini tidak ditemukan pada kadar IL-6 maupun kadar

inreellular adhesion molecule 1 (ICAM-1). Saat ini telah dapat dibuktikan jika IL-

8 diatur pada tingkatan transkripsional oleh NFκB.

2. Keterkaitan Reactive Oxygen Spesies

Pada keadaan fisiologis selalu ada kesimbangan antara bentuk reactive

oxygen species dan bentuk buangannya, dimana bentuk ini ini dimediasi oleh

antioksidan endogen dan enzim (Victor et al, 2005). Stress oksidatif timbul ketika

keseimbangan ini digangu oleh produksi ROS yang berlebih, termasuk

diantaranya superoxide (O2-), hydrogen peroxide (H2O2), dan hydroxyl radicals

(HO). Produksi ROS ini tidak diikuti oleh peningkatan yang adekuat dari zat-zat

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 22: PENGARUH PEMBERIAN VITAMIN C TERHADAP DIAMETER …

22

22

antioksidan seperti; superoxide dismutase (SOD), Katalase, Vitamin C dan E,

serta glutathione (GSH). Ketidakseimbangan ini terjadi ada keadaan sepsis.

Oleh karena itu ROS merupakan second messengers penting yang terbentuk

sebagai respon terhadap berbagai macam stress lingkunan. Pada keadaan ini,

perubahan ROS intraseluler dapat mengaktivasi jalur tranduksi signal yang akan

mempengaruhi bagaimana sel bereaksi terhadap perubahan pada lingkungannya.

2.1 Reactive Oxygen Spesies

Intermediate ROS akan meningkat ketika molekul teroksidasi dikarenakan

molekul oksigen yang berubah menjadi air selama metabolisme.

O2 O2- H2O2 HO H2O

Molekul Superoxide Hydrogen Hydroxy Air

Oksigen Anion Radical Peroxide radical

O2- dan HO merupakan suatu radikal bebas karena molekul ini memiliki

atom dengan electron yang tidak berpasangan dan akan menyumbangkan dalam

peningkatan radikal bebas yang sangat reaktif dan berpotensial menjadi toksik.

O2- akan diubah menjadi H2O2 oleh enzim SOD. H2O2 bukan merupakan

radikal bebas, namun memiliki peran yang penting karena kemampuannya untuk

menembus membrane biologis. Pada keadaan kekurangan ion logam, H2O2 selalu

dalam keadaan stabil. Jumah berlebih dari H2O2 secara normal akan diubah

menjadi air karena aksi dari enzim katalase, glutathione peroxidase dan

peroksidase lainnya. Namun reaksi ini menyebabkan netrofil dapat mengoksidasi

ion klorida menjadi hypochlorus acid melalui myeloperoxidase yang akan

meningkatkan aktivitas sitotoksik dari radikal bebas. Jika didapatkan ion logam

(pada umumnya besi dan copper) maka HO dapat dibentuk sebagai hasil reaksi

antara O2- dengan H2O2. HO lebih reaktif dibandingkan O2

-. Pada keadaan ini

dibutuhkan ion besi dalam bentuk ferrous (Fe2+

), dimana di dalam sel dan plasma

sebagian besar besi berada dalam bentuk yang teroksidasi (Fe3+

). Seperti halnya

ion tersebut terkait dengan H2O2 pada pembentukan HO, maka O2- juga dapat

menyebabkan perubahan bentuk Fe3+

menjadi Fe2+

yang akan menyebabkan

pembentukan HO lebih lanjut.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 23: PENGARUH PEMBERIAN VITAMIN C TERHADAP DIAMETER …

23

23

Pada kondisi fisiologis sebagian besar ROS dibentuk selama proses

respirasi di tingkat seluler dan diaktivasi oleh sel fogositik termasuk netrofil yang

terlibat pada respon inflamasi. ROS memiliki peran penting pada respirasi di

tingkat mitokondria, jalur produksi prostaglandin dan mekanisme pertahanan host,

dan pada saat ini telah diketahui jika ROS memiliki keuntungan vital pada kondisi

fisiologis.

Pada keadaan sepsis, ada beberapa sumber potensial dari ROS, termasuk

diantaranya rantai transport elektron pada pernafasan mitokondria, aktivasi

xanthine oxidase (XO) sebagai hasil dari iskemia dan reperfusi, pembakaran yang

berhubungan dengan aktivasi sel imun, dan juga dari metobolisme asam

arachidonat. Aktivasi sel imun akan menghasilkan O2- sebagai agen sitotoksik

yang merupakan hasil pembakaran respirasi melalui aksi dari NADPH oksidase

pada molekul oksigen yang terikat pada membran. Pembentukan NADPH

oksidase diatur oleh netrofil yang terpapar oleh LPS dari bakteri (Deleo et al,

1998). Deleo dkk., mendemostrasikan peningkatan kadar Rac2 pada pemberian

LPS. Rac2 merupakan bagian kecil dari GTP-binding protein yang berhubungan

dengan p47phox

dan p67phox

(dua sub unit yang dibutuhkan dalam fungsi NADPH)

yang terletak pada membrane. Peningkatan ROS setelah pemberian LPS telah

didemostrasikan pada berbagai model syok septik pada makrofag peritoneal dan

limfosit Gangguan pada keseimbangan antara pro oksidan (ROS) dan antioksidan

merupakan karakteristik yang sering ditemukan pada stress oksidatif pada sel

imun sebagai respon terhadap endotoksin. Pada keadaan stress oksidatif

didapatkan perubahan yang khas pada sel-sel imun tersebut dan berimplikasi pada

perubahan pada berbagai fungsi imun, seperti peningkatan adhesi dan fagositosis

serta penurunan kemotaksis.

NO juga diproduksi oleh netrofil dan makrofag, dimana NO dapat bereaksi

dengan O2- dan menghasilkan peroxynitrite (ONOO

-) yang merupakan pro

oksidan kuat. ONOO- dapat mengalami dekomposisi dan diubah menjadi bentuk

HO. Pada keadaan iskemia yang diikuti dengan reperfusi, XO akan mengkatalisis

pembentukan asam urat dengan O2- sebagai koproduksi yang akan menyebabkan

proses recruitment dan aktivasi dari netrofil serta proses perlekatan (adhesi) pada

sel endotel yang juga akan menstimulasi pembentukan XO serta O2-.

Kerusakan yang dimediasi oleh ROS dapat timbul selama stress oksidatif.

DNA dan protein dapat mengalami oksidasi bersama dengan kerusakan pada

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 24: PENGARUH PEMBERIAN VITAMIN C TERHADAP DIAMETER …

24

24

membran yang disebabkan peroksidasi pada lipid yang akan menyebabkan

perubahan pada permeabilitas membran, modifikasi dari struktur dan perubahan

fungsi protein. Kerusakan oksidatif pada membran mitokondria juga dapat timbul

dan menyebabkan depolarisasi membran serta uncoupling fosforilasi oksidatif

dengan perubahan pada respirasi seluler.

2.2 Mekanisme Pertahanan Antioksidan Endogen

Antioksidan memiliki peran sentral pada keseimbangan redoks dalam

tubuh manusia dan bekerja secara sinergistik. Antioksidan primer mencegah

pembentukan radikal oksigen dengan cara menyingkirkan prekursor dari radikal

bebas atau bisa juga dengan cara menghambat katalis seperti glutathione

peroksidase dan katalase. Antioksidan sekunder akan bereaksi dengan ROS yang

telah terbentuk baik dengan cara menyingkirkan maupun menghambat

pembentukannya (e.g. Vitamin C dan E). Mekanisme pertahanan Antioksidan

endogen didapatkan pada beberapa lokasi diataranya; intraseluler, pada dinding

membrane sel dan ektraseluler.

Antioksidan Intraseluler

Enzim SOD merupakan golongan metalloenzymes yang dapat secara

cepat mempromosi konversi O2- menjadi H2O2. Ada 3 bentuk dari SOD yang

memiliki peran penting: copper-zinc SOD (sitoplasma), manganese SOD

(mitokondria) dan SOD ekstraseluler (matriks ekstraseluler). Katalase dan

glutathione peroksidase merupakan enzim yang mengandung selenium dimana

enzim ini membutuhkan reduced GSH untuk dapat melakukan aksinya dalam

mengkatalisis koversi dari H2O2 menjadi H2O. Pada Reduced GSH didapatkan

group thiol (sulphydryl). GSH sendiri memiliki efek langsung terhadap

aktivitas antioksidan dengan cara donasi ion hydrogen dan memperbaiki

kerusakan pada DNA. Stress oksidatif dan modulasi pada kadar GSH/GSSG

(GSSG=oxidized GSH) juga diatur oleh ekspresi gen dari beberapa protein

antioksidan seperti manganese SOD, glutathione peroxidase, Trx dan

methalothionein.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 25: PENGARUH PEMBERIAN VITAMIN C TERHADAP DIAMETER …

25

25

Membran Antioxidant

Dibutuhkan spektrum antioksidan yang berbeda pada bagian interior

lipid hidrofobik pada membran sel. Vitamin E merupakan antioksidan yang

dapat larut dalam lemak, sehingga zat ini menjadi antioksidan yang terpenting

pada lingkungan ini. Β-carotene, lycopene dank o-enzim Q juga telah

diketahui memiliki peran sebagai antioksidan pada membran. Antioksidan

yang larut pada lemak/lipid juga memiliki arti yang penting dalam menjaga

lapisan polyunsaturated fatty acid dari peroksidasi lipid yang dapat

menyebabkan kerusakan dari integritas membran sel.

Antioksidan Ektraseluler

ROS juga didapatkan pada kompartemen ekstraseluler, terutama

sebagai hasil dari aktivasi netrofil. Komponen plasma dan sel darah merah

dapat berfungsi sebagai antioksidan; sel darah meral memiliki komponen

copper-zinc SOD-dependent pathway yang dapat menginaktivasi O2-, katalase

dan glutathione peroksidase dalam menghadapi H2O2. Apotranferrin,

lactoferin dan ceruloplasmin merupakan protein plasma binding protein yang

memiliki fugsi sebagai antioksidan. Albumin juga memiliki fungsi antioksidan

melalui group thiol yang dapat teroksidasi yang dimilikinya, dimana hal ini

dapat meningkatkan proses radical scavenging. Di dalam plasma juga

didapatkan sejumlah molekul kecil yang memiliki arti penting sebagai

antioksidan, termasuk diantaranya vitamin E, Vitamin C (asam ascorbat, AA),

asam urat dan bilirubin. Vitamin C dapat berikteraksi dengan O2-

untuk

membentuk dehidroascorbic acid, dan akan menurunkan kadar Fe

3+ dengan

cara mengubahnya menjadi bentuk Fe2+

yang akan melibatkan Vitamin C baik

sebagai pro mauppun antioksidan.

2.3 Stress oksidatif pada syok Septik

Sepsis dapat mengaktivasi berbagai macam sel seperti makrofag, netrofil,

sel endotel maupun epithelial yang akan melepaskan sejumlah mediator, termasuk

diantaranyya cytokines, chemokines, PAF, interferon-γ, komplemen prostanoid,

leukotriene dan protease. Kejadian ini akan menyebabkan aktivasi dari sel imun

yang disertai pelepasan ROS. Mediator inflamasi ini memiliki peran yang penting

dalam membunuh organisme patogen., namun jika respon yang terjadi terlalu

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 26: PENGARUH PEMBERIAN VITAMIN C TERHADAP DIAMETER …

26

26

eksesif, makan dapat menyebabkan infeksi sistemik pada organ dibagian distal

dan dapat menyebabkan kematian,

Borelli dkk telah mendokumentasikan bahwa kadar Vitamin C pada

plasma secara bermakna mengalami penurunan pada pasien di ICU yang

mengalami MOFS dibandingkan dengan mereka yang tidak mengalami MOFS.

Victor et al., menunjukkan bahwa kadar Vitamin C pada mencit mengalami

penurunan pada lekosit di nodus aksilaris, lien dan timus setelah pemberian LPS

(Victor et al, 2005). Pada populasi pasien dewasa maupun pediatrik

dengan sepsis

akan didapatkan peningkatan aktivitas XO.

Namun intensitas dan durasi dari proses inflamasi sangat tergantung dari

keseimbangan lokal antara pro oksidan dan antioksidan, terutama pada sistem

imun. Karena hal ini lah banyak sekali penelitian menggunakan antioksidan

sebagai teapi pada pasien dengan sepsis.

2.4 Disfungsi mitokondria pada Syok Septik

Mitokondria merupakan pernghasil energi pada sel eukaryotic dan

potensial menjadi tempat dimana ROS diproduksi. Pada pasien dengan sepsis

didapatkan insufisiensi pada produksi energi pada tingkat seluler yang akan

menyebabkan kurusakan jaringan/organ.

Disfungsi mitokondria akan

menyebabkan kegagalan pembentukan bioenergi yang merupakan mekanisme

yang terjadi pada syok septik, dan hal ini sudah dikenal sejak 30 tahun yang lalu.

Pada dekade terakhir fokus dari sepsis ditekankan pada masalah disfungsi endotel

dan disfungsi pada kontrol vaskuler. Namun kedua efek ini telah diketahui dengan

baik sebagai konsekuensi yang diakibatkan karena peningkatan kadar NO baik

pada otot polos pada dinding pembuluh darah maupun pada otot rangka serta

jantung (Kaymak, Basar, Sardas, 2011).

Mitokondria pada kondisi syok septik akan mengalami kegagalan pada

sistem respirasi internal. Disfungsi mitokondria akan menyebabkan penurunan

uptake oksigen. Hambatan pada proses transfer elektron dianggap sebagai hasil

produksi NO yang berlebih oleh mitokondrial NO-Synthase (mtNOS) atau bisa

juga disebabkan karena NOS lainnya yang akan menyebabkan: (i) efek ireversibel

dari NO dan peroxynitrite (ONOO-) pada NADPH-ubiquinone reduktase dan

uiquinol-cytochrome reductase, (ii) hambatan kompetitif oksigen yang reversibel

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 27: PENGARUH PEMBERIAN VITAMIN C TERHADAP DIAMETER …

27

27

dari aktivitas cytochrome c oxidase. Pada penelitian in vivo juga memperlihatkan

disfungsi mitokondria pada pasien dengan syok septik.

Dapat disimpulkan bahwa mitokondria memiliki peran sentral pada

kejadian di tingkat intraseluler yang berhubungan dengan inflamasi dan sepsis

yang pada saat bersamaan menjadi sumber penghasil energi serta target dari NO.

3. Peranan Nitrogen Spesies

ROS dan reactive nitrogen species (RNS) memainkan peranan yang

penting pada proses inflamasi sebagai mediator pada kerusakan yang terjadi. RNS

merupakan nama kolektif termasuk diantaranya NO, ONOO-, nitrogen dioxide

radical (NO2), nitrogen teroksidasi lainnya dan nitrogen yang timbul ketika NO

bereaksi dengan O2-, RO

- dan RO2

-. NO beraksi cepat dengan ferrous iron, dan

pada saat konsentrasinya sesuai dengan keadaan fisiologis, NO juga terikat

dengan guanylate cyclase yang terlarut dan hemoprotein serta cytochrome c

oxidase (COX) yang merupakan enzim terminal pada rantai pernafasan di

mitokondria. Namun NO dapat mengontrol fungsi seluler melalui hambatan yang

bersifat reversibel pada pernafasan ((Kaymak, Basar, Sardas, 2011)). Ada

beberapa reactive NO species seperti N2O3 dan ONOO-

yang dapat merubah

komponen ktitikal pada sel.

Aktivasi dari monosit, makrofag, dan sel endotel yang diinduksi oleh LPS

akan meningkatan ekspresi dari iNOS, dan menyebabkan peningkatan

transformasi L-arginine menjadi NO. NO yang terbentuk akan mengalami reaksi

dengan O2- dan membentuk ONOO

- yang merupakan suatu oksidan yang

sitotoksik yang dapat menyebabkan kerusakan jaringan selama periode syok,

inflamasi dan reperfusi pada iskemia. NO akan menstimulasi pembentukan H2O2

dan O2- pada mitokondria, hal ini kemungkinan dilakukan dengan cara

menghambat COX yang akan meyebabkan perlekatan elektron dari rantai

pernafasan. H2O2 yang terbentuk juga akan mengatur dengan cara umpan balik

untuk dalam menghambat ekspresi iNOS melalui aktivasi NFκB. ONOO- dapat

menstimulasi pembentukan H2O2 dengan cara mengisolasi mitokondria. Namun

kebalikannya, NO pada kadar yang fisiologis juga dapat menurunkan kerusakan

yang dihasilkan oleh pembentukan ROS (Victor et al, 2005). Reaktivitas tinggi

NO terhadap radikal merupakan keuntungan tersendiri pada in vivo, sebagai

contoh denggan cara meningkatkan penghancuran radikal peroxyl dan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 28: PENGARUH PEMBERIAN VITAMIN C TERHADAP DIAMETER …

28

28

menghambat peroksidasi. Sebagai tambahan diduga bahwa ONOO- dapat menjadi

signal transmisi yang dapat memediasi vasorelaksasi.

RNS lainnya seperti

nitrogen oksida dan nitryl clorida diyakini dapat menyebabkan beberapa kejadian

patofisiologi, termasuk reaksi inflamasi. Gambaran skematik yang meperlihatkan

efek inhibisi dari NO dan ONOO- pada mitokondria di iliustrasikan pada

gambar.2.

Reaksi inflamasi memainkan peran yang penting pada kerusakan jaringan

yang diinduksi oleh endotoksin. Kerusakan jaringan yang terjadi dimediasi oleh

adhesi dan migrasi dari lekosit melalui endothelium yang akan membentuk ROS

dan RNS, dan melepaskan beberapa cytokines pro inflamasi dari monosit maupun

makrofag. Pembentukan RNS secara lokal akan berkontribusi terhadap kerusakan

jaringan yang terjadi. Peningkatan pembentukan RNS sebagai respon terhadap

endotoksin berbeda-beda sesuai dan spesifik terhadap organ (berikut urutan dari

yang berkadar tinggi ke rendah: hati-jantung-serebrum-serebellum-paru-otot-

darah-ileum-kidney-duodenum-jejunum).

4. Proteksi Antioksidan

Telah dilaporkan bahwa sepsis meyebabkan peningkatan penanda dari

stress oksidatif pada berbagai hewan coba maupun manusia. Efek ini berkorelasi

dengan ketidakseimbangan pada jumlah antioksidan. Bukti dari stress oksidatif

pada sepsis dan hubungannya dengan ekspresi gen inflamasi telah memberikan

dasar dalam intervensi yang dapat dilakukan baik dalam menurunkan stress

oksidatif maupun dengan cara menghambat aktivasi proses transkripsi. Karena

alasan ini, pengaturan antioksidan dalam melawan toksisitas endotoksin dan

penggunaan secara klinis akan dibahas lebih lanjut.

4.1 Mekanisme Kerja Antioksidan Pada Endothel Pasien Sepsis

Anti oksidan merupakan senyawa-senyawa yang dapat meredam

dampak negatif oksidan, termasuk enzim-enzim dan protein-protein pengikat

logam. Fungsi antioksidan adalah mencegah terbentuknya radikal hidroksil,

memutus rantai reaksi oksidan, mereduksi oksidan menjadi zat lain yang

kurang reaktif misalnya H2O dan O2, menghambat peroksidase lipid dan

scavenger langsung dari ROS. Pada sepsis terjadi inflamasi, inflamasi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 29: PENGARUH PEMBERIAN VITAMIN C TERHADAP DIAMETER …

29

29

ditandai oleh pelepasan sitokin pro inflamasi seperti TNF-, 1L-1 , dan IL-6

dan mediator inflamasi termasuk NO, PGE2, iNOS dan COX.

Antioksidan dapat diklasifikasikan menjadi beberapa kelompok seperti

tercantum di bawah ini :

1. Berdasarkan mekanisme kerjanya, anti oksidan dapat dibagi menjadi dua

golongan, yaitu (Murray, 2003) :

a. Antioksidan pencegah

Pada dasarnya tujuan anti oksidan jenis ini adalah mencegah

terjadinya radikal hidroksil, yaitu radikal yang paling berbahaya. Untuk

membentuk radikal hidroksil diperlukan tiga komponen, yaitu : logam

transisi Fe atau Cu, H2O2 dan O2. Agar reaksi Fenton tidak terjadi, maka

harus dicegah keberadaan ion Fe++

atau Cu+ bebas. Untuk itu berperan

beberapa protein penting, yaitu : (1). Untuk Fe: Transferin atau Feritin,

(2). Untuk Cu : Seruloplasmin atau Albumin. Penimbunan O2 dicegah

oleh Enzim ROS Dismutase (SOD) yang mengkatalisis reaksi dismutasi

O2. Penimbunan H2O2 dicegah melalui aktifitas dua jenis enzim, yaitu :

(1) Katalase, yang mengkatalisis reaksi dismutasi H2O2, (2). Peroksidase.

Diantara berbagai peroksidase, yang paling penting adalah glutation

peroksidase (GSPx). Apabila radikal hidroksil masih saja terbentuk, masih

ada sarana lain untuk meredamnya, tanpa memberi kesempatan untuk

memulai reaksi rantai dengan melibatkan senyawa-senyawa yang

mengandung gugusan sulfidril seperti glutation dan sistein.

b. Antioksidan pemutus rantai

Dalam kelompok anti oksidan ini termasuk tocopherol, asam

askorbat, -karoten, glutation dan sistein. Tocopherol dan -karoten

bersifat lipofilik, sehingga dapat berperan pada membran sel untuk

mencegah peroksidasi lipid. Sebaliknya, asam askorbat, glutation dan

sistein bersifat hidrofilik, dan berperan dalam sitosol.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 30: PENGARUH PEMBERIAN VITAMIN C TERHADAP DIAMETER …

30

30

2. Berdasarkan kelarutan, antioksidan diklasifikasikan menjadi (Murray,

2003):

a. Larut dalam air (hidrofilik)

Antioksidan larut air bereaksi dengan oksidan dalam sitosol sel dan

plasma darah, contohnya adalah Asam askorbat, glutation dan sistein

b. Larut dalam lipid (lipofilik)

Antioksidan yang larut lipid melindungi sel membran dari

peroksidasi lipid, contohnya adalah Tocopherol dan -karoten.

Antioksidan yang berbeda-beda berada dalam cairan tubuh dan

jaringan, dengan beberapa antioksidan seperti glutation atau ubiquinone

sebagian besar berada di dalam sel, sementara yang lain seperti asam urat

terdistribusi secara lebih merata.

Tabel 1. Pembagian antioksidan berdasarkan solubilitas (Murray, 2003)

Metabolit anti

oksidan

Kelarutan Kadar dalam serum

(μM)

Kadar dalam liver

(μmol/kg)

Asam Ascorbat

Glutation

Asam Lipoat

Asam urat

β-Karotene

α-Tocopherol

Ubiquinol

Air

Air

Air

Air

Lipid

Lipid

Lipid

50 – 60

4

0,1-0,7

200-400

β-karotene 0,5-1

Retinol (vit A) 1-3

10-40

5

260

6.400

4-5 (pada tikus)

1.600

5 (total)

50

200

3. Berdasarkan sifat enzimatik, antioksidan dapat dibagi menjadi (Pasupathy

2009) :

a. Enzimatik

Yang termasuk antioksidan enzimatik diantaranya adalah Glutation, ROS

Dismutase dan Katalase

b. Non enzimatik

β-Karoten, Asam askorbat, Tocopherol

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 31: PENGARUH PEMBERIAN VITAMIN C TERHADAP DIAMETER …

31

31

Liver adalah organ utama untuk membersihkan zat-zat toksin berasal dari

bakteri maupun zat kimia seperti toksin, oksidan, dan pro-oksidan. Untuk melakukan

detoksikasi dari bahan berbahaya tersebut, liver mengandung antioksidan dengan

berat molekul rendah dan enzim yang merusak kelompok oksigen reaktif (ROS) yaitu

glutation tereduksi (GSH), Vitamin C, vitamin E, ROS dismutase (SOD), glutation

peroksidase, dan katalase.

4.2 Asam Askorbat

4.2.1 Struktur dan Biokimiawi

Asam askorbat atau Vitamin C adalah suatu monosakarida, termasuk

antioksidan larut air yang ditemukan pada binatang dan tumbuhan. Salah satu enzim

yang diperlukan untuk membuat asam askorbat yaitu gulanolactone oxydase telah

hilang oleh mutasi selama evolusi manusia, karena itu asam askorbat harus diperoleh

dari makanan dan vitamin. Dalam sel, asam askorbat dipertahankan dalam reduced

form oleh reaksi dengan glutathione, yang dapat dikatalisis oleh protein disulfida

isomerase dan glutaredoxins. Asam askorbat terdapat pada jumlah yang tinggi dalam

kloroplas tumbuhan. Asam askorbat berperan sebagai koenzim dalam hidroksilasi

prolin dan lisin dalam proses sintesa kolagen dan meningkatkan absorpsi besi

(Murray, 2003).

Gambar 2. Bentuk Asam askorbat tereduksi Gambar 3. Bentuk Asam

(Murray, 2003) akorbat teroksidasi

(Murray, 2003)

4.2.3 Aktivitas Antioksidan

Asam askorbat adalah reducing agent dan dapat mengurangi dan

menetralkan, reaktif oksigen spesies seperti hidrogen peroksida. Oksidan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 32: PENGARUH PEMBERIAN VITAMIN C TERHADAP DIAMETER …

32

32

seperti hidroksil radikal mengandung elektron tidak berpasangan dan sangat

reaktif dan merusak pada tingkat molekuler. Hal ini disebabkan oleh interaksi

ROS dengan asam nukleat, protein, dan lipid. Reaktif oksigen spesies

mengoksidasi askorbat menjadi monodehydroascorbate dan kemudian

menjadi dehydroascorbate. Reaktif Oksigen Spesies (ROS) direduksi menjadi

air sementara bentuk askorbat teroksidasi relatif stabil, tidak reaktif dan tidak

menyebabkan kerusakan sel. Dosis yang direkomendasikan adalah 90 mg/hari

untuk laki-laki dan 75 mg/hari untuk wanita (Padayatty, 2003). Pemberian

asam askorbat secara intravena aman dan dapat ditoleransi dengan baik pada

pasien sepsis (Alpha et al, 2014). Dengan dosis 50-200 mg/kg/hari didapatkan

kadar plasma sebesar 17,9 ± 2,4 µM (range normal 50-70µM) (Alpha et al,

2014) dan dengan kadar ini dapat menurunkan angka kejadian multiple organ

failure, biomarker reaksi inflamasi serta kerusakan endotel.

Vitamin C (Asam Ascorbat/AA) merupakan donor elektron yang kuat,

bereaksi baik dengan O2- maupun dengan OH

-. AA memainkan peran penting

dalam mekanisme pertahanan terhadap kerusakan oksidatif terutama yang

disebabkan oleh lekosit. Pengaturan utama dari Vitamin C pada organisme

berhubungan dengan fungsinya sebagai reduktor, namun Vitamin C juga ikut

berperan dalam memodulasi jalur kompleks biokimia dimana hal ini

merupakan bagian penting dalam metabolisme normal dari sel imun.

Antioksidan ini menghambat aktivasi dari faktor transkripsi nuclear NF-κB

yang dicetuskan oleh adanya endotoksin, dimana hal ini dapat menurunkan

produksi TNFα. Penelitian Ex vivo telah menunjukkan pengaruh pemberian

Vitamin C terhadap regulasi aktivitas seluler, seperti peningkatan adhesi dan

produksi O2- yang dihasilkan oleh makrofag pada mencit dengan syok

endotoksin yang akan berkurang dengan adanya AA (Victor et al, 2005). AA

juga memperlihatkan kemampuan untuk memodulasi fungsi limfosit pada

model yang sama. Studi in vitro telah memperlihatkan dimana AA dapat

menghambat replikasi bakteria dan mencegah kerusakan sel endotel

mikrovaskuler yang diakibatkan H2O2. Konsentrasi AA pada sirkulasi

mengalami penurunan selama periode sepsis. Pada studi lainnya, Wu et al

(2003) memperlihatkan dimana AA dapat menghambat ekspresi iNOS dan

menurunkan kadar oksidan pada masa otot selama periode sepsis. Hasil ini

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 33: PENGARUH PEMBERIAN VITAMIN C TERHADAP DIAMETER …

33

33

menimbulkan dugaan dimana pemberiacn vitamin pada early sepsis dapat

menjadi terapi tambahan yang berharga.

4.2.4 Pelepasan NO yang dipengaruhi Askorbat dari S-nitrosothiols dalam plasma

Askorbat dapat meningkatkan pengiriman NO dari plasma ke dinding

pembuluh darah. Ketika diukur, konsentrasi NO bebas dalam plasma sekitar 3

nM, NO dapat diangkut sebagai S-nitrosothiols oleh albumin dan sistein

bebas. Konsentrasi S-nitrosothiols dalam plasma antara 0,45 μM sampai

tertinggi 7 μM, 82% dalam bentuk S-nitrosolabumin. Perlakuan pada hewan

dengan pemberian NOS-inhibitor yaitu NG-monomethyl L-arginine (NMMA)

menurunkan konsentrasi NO sampai 40%, menunjukkan bahwa NO mungkin

dibentuk oleh aktivitas NOS (Spagnuolo, et al, 2006).

Vitamin C dapat melepaskan NO baik dari S-nitrosothiols dan S-

nitrosoalbumin dengan berat molekul rendah. Meskipun NO yang dilepaskan

ke dalam lumen pembuluh darah akan segera diuraikan oleh hemoglobin

dalam eritrosit, sejumlah NO dapat mencapai sel otot polos dinding pembuluh

darah. Hemoglobin sendiri dapat membawa sejumlah NO dalam bentuk S-

nitrosothiols. Karena S-nitrosothiols dapat mengubah NO menjadi thiols

bentuk lain melalui reaksi transnitrosation, perubahan S-nitrosohemoglobin

menjadi S-nitrososistein dapat melepaskan NO dari eritrosit menuju plasma.

Dukungan untuk pernyataan ini datang dari penelitian ini, eritrosit yang

ditambah dengan S-nitrosohemoglobin, kemudian dicuci untuk melepaskan

sisa S-nitrososistein intrasel, kemudian diinkubasikan pada beberapa segmen

arteri kelinci. Ditemukan bahwa segmen arteri tersebut berdilatasi lebih dari

segmen dengan eritrosit kontrol, sebagaiman disebutkan bahwa S-nitrosothiols

dilepaskan dari eritrosit. Bagaimanapun tinggal ditunjukkan bahwa

konsentrasi S-nitrosothiols plasma, khususnya pada eritrosit cukup untuk

menghasilkan NO untuk bereaksi dengan askorbat (Xian, et al, 2000).

4.2.5 Reduksi Nitrit menjadi NO oleh Askorbat

Mekanisme lain dimana askorbat dapat mempertahankan NO di

jaringan atau plasma adalah reduksi langsung nitrit (NO2-) menjadi NO.

Reaksi ini mungkin diperantarai oleh protonated nitrous acid (H2NO2+) atau

oleh nitrous anhydride (N2O3), dan telah diteliti berlangsung pada pH rendah.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 34: PENGARUH PEMBERIAN VITAMIN C TERHADAP DIAMETER …

34

34

Secara luas apakah terjadi secara in vivo belum diketahui. Meskipun begitu,

karena nitrit merupakan hasil utama dekomposisi NO dalam larutan yang

encer, reduksi nitrit oleh askorbat secara efektif akan memetabolisme dan

menjaga konsentrasi lokal NO. Jalur arginin-NO merupakan sumber utama

NO pada manusia yang puasa. Bagaimanapun, kadar konsentrasi nitrit dalam

plasma masih menjadi perdebatan, antara tidak terdeteksi sampai 0,4 μM

sampai 8,8 μM. Kemungkinan konsentrasi nitrit plasma dapat meningkat

sebagai efek pelepasan NO dari endothel atau sel-sel inflamasi. Jika demikian,

askorbat plasma atau intrasel cukup untuk membantu mengubah kembali nitrit

menjadi NO. belum ada penelitian yang menunjukkan bahwa askorbat dapat

mereduksi nitrit menjadi NO pada pH fisiologis dalam sel atau plasma.

Memang, perlakuan utama untuk mekanisme ini sepertinya tidak mungkin,

yaitu member pH asam yang optimal untuk mereduksi nitrit oleh askorbat.

4.2.6 Penguraian ROS Oleh Askorbat

Sel endothel menghasilkan ROS dan H2O2 sebagai hasil dari

metabolisme baik di sitoplasma (prostaglandin, sitokrom P450, protein kinase

C) maupun di mitokondria. Selanjutnya, produksi ROS oleh sel endothel

meningkat pada segmen arteri kelinci yang dibuat hiperkolesterolemia. ROS

bereaksi dengan NO membentuk peroksinitrit, yang dapat merusak sel. Lebih

jauh lagi, nitrotyrosine yang merupakan “footprint” dari peroksinitrit,

ditemukan pada lesi aterosklerotik. Dengan menguraikan ROS, askorbat dapat

menurunkan konsumsi NO. Selanjutnya dilaporkan bahwa hanya dalam

konsentrasi fisiologis yang tinggi (>1 mM), askorbat dapat menguraikan ROS

secara efektif dan meningkatkan vasodilatasi yang dependen terhadap endothel

pada beberapa segmen arteri kelinci. Fungsi ini sepertinya tidak mungkin

terjadi pada konsentrasi Vitamin C plasma. Sepertinya juga tidak mungkin

ROS yang dilepaskan oleh sel akan bereaksi dengan Vitamin C, karena

konsentrasi ROS dismutase interstisial pada tunika intima arteri mungkin

sudah cukup untuk menguraikan setiap ROS yang dilepaskan. Pada sisi yang

lain, sebagaimana telah disebutkan sebelumnya, konsentrasi askorbat intrasel

pada sel endothel berada pada rentang milimolar yang rendah. Konsentrasi

askorbat intrasel ini harus cukup efektif untuk menguraikan ROS dan

mencegah disfungsi endothel (Asada, 2006).

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 35: PENGARUH PEMBERIAN VITAMIN C TERHADAP DIAMETER …

35

35

4.2.7 Pengaturan Reduksi-Oksidasi Tergantung Thiols Oleh eNOS : Interaksi

Dengan Askorbat

Bukti menunjukkan bahwa eNOS merupakan titik utama pengaturan

reduksi-oksidasi (redoks) yang melibatkan kelompok thiols pada enzim yang

dibutuhkan untuk berfungsinya enzim, tetapi sensitif terhadap oksidasi.

Anehnya, peran GSH dalam mengatur aktivitas eNOS masih kontroversial dan

tergantung tipe sel atau spesies. Pada sel endothel arteri babi maupun sapi,

penurunan kadar GSH berhubungan langsung dengan aktivitas eNOS. Pada sel

endothel vena umbilikalis manusia, sintesis NO berkurang dengan penipisan

GSH, dan meningkat dengan peningkatan kadar GSH karena pemberian GSH

monoethyl ester. Baru-baru ini, sebuah penelitian klinis menunjukkan bahwa

peningkatan GSH intrasel karena pemberian 2-oxothiazolidine oral (diubah

menjadi GSH) meningkatkan vasodilatasi arteri brakhialis pada pasien dengan

penyakit arteri koroner. Ada beberapa mekanisme yang masuk akal pada

pengaturan redoks tergantung thiols oleh eNOS. Pertama, transport arginin

pada sel endothel membutuhkan kadar GSH intrasel yang cukup. Kedua,

senyawa thiols meningkatkan stimulasi brain-type NOS oleh

tetrahydrobiopterin, sebuah kofaktor esensial untuk eNOS. Ketiga, S-

nitrosylation pada thiols yang sensitif enzim dapat menghambat aktivitasnya

sendiri. Pengaturan redoks langsung oleh eNOS melibatkan enzim Cys184 dan

Cys99. Paparan NO pada sel endothel arteri pulmonalis atau pada eNOS

murni, berupa S-nitrosylate, sistein ini akan menghambat aktivitas eNOS.

Thiols ini juga sensitif terhadap oksidasi oleh diamida atau alkilasi oleh N-

ethylmaleimide, diikuti hilangnya aktivitas enzim. Lebih jauh lagi, sistem

thioredoxin/thioredoxin reductase dapat membalikkan efek dari diamida,

sepertinya karena kehilangan campuran disulfide. Sebaliknya askorbat tidak

dapat mengubah GSSG secara langsung atau protein disuldida menjadi

sulfhidril, itu dapat melindungi thiols dengan cara (i) penguraian ROS intrasel

berlebih, (ii) dekomposisi S-nitrosothiols dengan berat molekul rendah

sebelum bereaksi dengan eNOS, atau (iii) pemindahan S-nitrosothiols pada

eNOS (Kuzkaya, et al, 2003).

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 36: PENGARUH PEMBERIAN VITAMIN C TERHADAP DIAMETER …

36

36

4.2.7 Pengaturan eNOS Oleh Askorbat Melalui Tetrahydrobiopterin

Baru-baru ini telah disebutkan bahwa suplementasi askorbat dalam

jumlah yang fisiologis pada kultur sel endothel vena umbilikalis manusia

meningkatkan ionomycin dan aktivitas eNOS yang distimulasi thrombin, serta

produksi cyclic GMP. Efek ini berhubungan dengan perubahan transport

arginin atau gen eNOS atau ekspresi protein. Karena askorbat dan redoks aktif

yang berhubungan dengan derivat askorbat meningkatkan aktivitas eNOS

tetrahydrobiopterin-dependent pada sel lysate dan NOS brain-type murni,

telah disebutkan bahwa askorbat meningkatkan availabilitas

tetrahydrobiopterin atau afinitas eNOS terhadap tetrahydrobiopterin. Telah

diketahui dengan baik bahwa baik eNOS maupun NOS brain-type

membutuhkan tetrahydrobiopterin. Tetrahydrobiopterin dapat menjadi faktor

yang membatasi aktivitas eNOS, terutama pada sel yang dikultur. Sebagai

contoh, peningkatan kadar tetrahydrobiopterin intrasel meningkatkan aktivitas

eNOS dengan stimulus kalsium pada kultur sel endothel. Pada penelitian ini

diamati apakah kandungan tetrahydrobiopterin intrasel meningkat oleh

peningkatkan enzim-enzim untuk biosintesis tetrahydrobiopterin dengan

induksi sitokin atau dengan pemberian sepiapterin, prekursor

tetrahydrobiopterin sintetik. Askorbat dapat mempertahankan

tetrahydrobiopterin secara langsung dengan mencegah oksidasinya, meskipun

hal ini belum pernah dilakukan penelitian. Askorbat juga dapat menyimpan

tetrahydrobiopterin secara tidak langsung melalui dua mekanisme. Pertama,

askorbat dapat meningkatkan afinitas tetrahydrobiopterin terhadap eNOS,

dengan mempertahankan thiols penting pada eNOS yang dibutuhkan untuk

pengikatan kofaktor seperti telah disebutkan sebelumnya. Kedua, askorbat

dapat mengurangi siklus redoks tetrahydrobiopterin dengan menurunkan

konsentrasi ROS intrasel dan peroksinitrit, yang akan dibahas selanjutnya.

Hasil dari beberapa penelitian menunjkkan bahwa tetrahydrobiopterin

berperan dalam metabolisme ROS intrasel.sebagai contoh, telah dilakukan

penelitian bahwa pemberian tetrahydrobiopterin pada kultur sel hepar

mencegah kerusakan sel yang diakibatkan oleh ROS berlebih dan hidroksi

radikal yang dihasilkan oleh metabolisme paraquat. Peningkatan kadar

tetrahydrobiopterin intrasel dapat melindungi sel endothel terhadap kerusakan

akibat H2O2-. Selain itu, perlindungan ini dihasilkan oleh efek antioksidan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 37: PENGARUH PEMBERIAN VITAMIN C TERHADAP DIAMETER …

37

37

langsung tetrahydrobiopterin dan tidak merubah aktivitas eNOS (Matei, et al,

2006).

Pada sisi lain, metabolisme tetrahydrobiopterin dapat meningkatkan

produksi ROS, paling tidak melalui 2 mekanisme. Pertama,

tetrahydrobiopterin mengalami siklus redoks dengan oksigen molekuler, yang

menghasilkan ROS. Kedua, paling tidak untuk NOS brain-type,

tetrahydrobiopterin hilang selama katalisis. Mungkin juga karena teroksidasi

menjadi 5,6-dihydrobiopterin, atau diubah menjadi produk yang belum

teridentifikasi. Tidak tersedianya tetrahydrobiopterin menyebabkan NOS

menghasilkan ROS dan H2O2. ROS berlebih intrasel bergabung dengan NO

dari eNOS membentuk peroksinitrit. Ini akan menyebabkan penurunan NO,

dan oksidasi tetrahydrobiopterin tergantung- peroksinitrit. Pada tingkat

konsentrasi milimolar rendah, askorbat menguraikan supeoksida dan

peroksinitrit, askorbat dapat mencegah siklus redoks tetrahydrobiopterin dan

memperkuat aktivasi eNOS tergantung- tetrahydrobiopterin (Tiefenbacher,

2001).

4.2.8 Askorbat sebagai salah satu kofaktor eNOS

Tahap pertama pembentukan NO oleh nitrit oxide synthase adalah

hidroksilasi satu atom amidin nitrogen dari arginin. Reaksi ini, sama seperti

mekanisme yang berhubungan dengan hemoprotein P-450, membutuhkan satu

molekul oksigen dan NADPH. Apakah askorbat dapat memfasilitasi reaksi ini

belum diketahui. Askorbat dapat berperan sebagai kofaktor reduksi untuk

reaksi hidroksilasi yang lain, termasuk prolyl-4-hydroxylase, dopamine β-

monooxygenase, dan indoleamine 2,3-dioxygenase. Pada sisi lainnya, reaksi,

mekanisme enzim ini berbeda dengan heme oxygenase seperti nitric oxide

synthase, dimana tidak digunakan kofaktor lain selain NADPH (Huang, 2000).

4.2.9 Efek askorbat pada stimulasi guanylate cyclase oleh NO

Askorbat telah diketahui dapat meningkatkan vasodilatasi diinduksi

NO pada arteri koroner dan beberapa segmen arteri mesenterika manusia.

Karena degradasi cyclic GMP dan potensi cyclic GMP untuk mengaktifkan

cyclase dipengaruhi oleh askorbat, maka dikemukakan bahwa efek askorbat

tersebut berhubungan dengan pengaturan redoks guanylate cyclase pada sel

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 38: PENGARUH PEMBERIAN VITAMIN C TERHADAP DIAMETER …

38

38

otot polos. Pengaruhnya spesifik hanya karena askorbat, karena DHA

menyebabkan kontraksi, dan thiols tidak mempunyai efek. Efek askorbat

dalam meningkatkan kemampuan guanilat cyclase menghasilkan cyclic GMP

merupakan bukti lain bahwa askorbat meningkatkan pelepasan NO oleh sel

endothel. Satu mekanisme yang mungkin dari efek tersebut adalah sebagai

berikut. NO berikatan dengan 6 sisi koordinat pada kofaktor guanilat cyklase

heme. Ini menggantikan posisi ligan trans-histidin, yang kemudian

mengaktifkan enzim. Aktivasi enzim yang tergantung-NO hanya berlangsung

ketika besi heme pada kondisi Fe2+, dimana pada kondisi tersebut NO tidak

mengaktifkan enzim. Askorbat dapat memudahkani aktivasi guanylate cyclase

tergantung-NO oleh cadangan NO. cadangan NO bisa berasal dari beberapa

mekanisme, diantaranya pembentukan kembali nitrit menjadi NO, pelepasan

NO dari penyimpanan intrasel S-nitrosothiols, atau dari penguraian ROS dan

peroksinitrit. Askorbat juga memudahkan aktivasi cyclase tergantung-NO

dengan mempertahankan besi heme enzim pada kondisi tereduksi, tetapi akses

askorbat pada metabolisme besi yang kompleks ini masih diragukan.

Ada beberapa bukti klinis yang menunjukkan bahwa askorbat dapat

meningkatkan vasodilatasi dengan pemberian NO dari luar. Meskipun

askorbat tidak secara langsung memperkuat efek vasodilator pemberian NO

secara in vivo, suplemen askorbat oral dapat mencegah toleransi nitrat pada

pasien dengan penyakit koroner. Kemungkinan efek askorbat dalam

mempertahankan aktivitas guanylate cyclase pada penelitian ex-vivo

mendasari penelitian selanjutnya (Tiefenbacher, 2001).

Akhirnya, dipertimbangkan bahwa askorbat mempunyai efek pro

oksidan yang berhubungan dengan metabolisme dan pembentukan NO.

Meskipun askorbat dapat menghasilkan spesies oksigen reaktif melalui

kemampuannya untuk mereduksi logam transisi, efek ini tidak muncul secara

signifikan in vivo, dimana logam tersebut jarang dan tidak tersedia.

Bagaimanapun, pada sebuah lesi aterosklerotik, dimana terjadi perdarahan,

hemolisis, denaturasi hemoglobin, dan pelepasan besi, askorbat dapat

meningkatkan pembentukan radikal bebas melalui reaksi tipe-Fenton.

Peningkatan sintesis NO karena askorbat belum diketahui efek ke depannya.

Karena sebagian besar efek toksik NO mungkin berhubungan dengan

pembentukan peroksinitrit, dan karena askorbat dapat menurunkan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 39: PENGARUH PEMBERIAN VITAMIN C TERHADAP DIAMETER …

39

39

peroksinitrit dan prekursornya peroksida, sepertinya kecil resiko terjadinya

efek toksik akibat interaksi askorbat dan NO (Nossaman, et al, 2012).

4.2.10 Mekanisme Transport Vitamin C

Vitamin C (asam askorbat) berdisosiasi untuk membentuk askorbat

pada pH fisiologis. Askorbat berfungsi sebagai antioksidan dan kofaktor

enzim, akan teroksidasi menjadi asam dehidroaskorbat (DHAA) dalam

prosesnya. SIRS dan sepsis menurunkan konsentrasi askorbat plasma. Injeksi

iv Vitamin C dapat meningkatkan jumlah askorbat yang dikirim ke sel-sel

endothel pada tingkat yang lebih besar daripada melalui konsumsi oral.

Askorbat diangkut ke dalam sel endothel mikrovaskuler oleh

transporter khusus SVCT2, sementara DHAA diambil melalui transporter

yang difasilitasi glukosa (GLUT) dan kemudian bereduksi menjadi askorbat.

Konsentrasi askorbat intraseluler yang dicapai adalah 4-16 mM. Askorbat

intraseluler ini dapat melindungi fungsi mikrovaskuler pada dua tahap aksi:

awalnya dengan menghambat aktivasi NADPH oksidase dan meningkatkan

aktivitas eNOS, dan kemudian dengan menekan ekspresi NADPH oksidase,

iNOS dan faktor jaringan.

Askorbat dalam sel endothel mencegah oksidasi tetrahydrobiopterin,

meningkatkan kadar tetrahydrobiopterin dan meningkatkan sintesis nitric oxide

oleh eNOS. Adalah penting bahwa askorbat merangsang aktivitas eNOS

sementara menghambat ekspresi iNOS (Victor et al, 2005)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 40: PENGARUH PEMBERIAN VITAMIN C TERHADAP DIAMETER …

40

40

Gambar 4. Skema diatas memperlihatkan efek inhibisi NO dan ONOO- pada

proses transfer elektron di dalam rantai pernafasan di mitokondria. Dimana NO

bersifat reversible sedangkan ONOO- bersifat irreversible.

Gambar 5. potensi kerja antioksidan pada sepsis

5. Metode Induksi Sepsis

Induksi sepsis pada hewan coba dapat dilakukan dengan berbagai cara, di

antaranya adalah dengan Cecal inoculum, Cecal Ligation and Pucture, serta

pemberian Lipopolisakarida.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 41: PENGARUH PEMBERIAN VITAMIN C TERHADAP DIAMETER …

41

41

a. Cecal Inoculum (c.i)

Infeksi intrabdomen merupakan salah satu sumber terjadinya sepsis.

Inokulum merupakan bahan yang dipakai dalam inokulasi. Inokulasi adalah

pemasukan mikroorganisme, bahan inefektif, serum dan substansi lain ke dalam

jaringan organisme hidup atau media biakan. Cecum adalah bagian pertama dari

usus besar, membentuk kantong yang secara distal melebar ke ileum dan

proksimal kearah kolon, serta melepaskan apendiks vermiformis (Dorland, 2002)

Metode cecal inoculum (c.i) adalah suatu model yang mampu

menggambarkan dengan baik keadaan sepsis yang mirip dengan keadaan klinis

peritonitis yang disebabkan polimikroba tanpa pembedahan. Infeksi tersebut akan

menghasilkan respon inflamasi peritoneum terhadap organisme polimikroba yang

berasal dari saluran pencernaan. Peritonitis secara klinis dimulai dari adanya

kerusakan organ abdomen, seperti perforasi intestinal akut yang akan berkembang

menjadi sepsis dan akan engakibatkan tingginya morbiditas dan mortalitas baik

pada hewan coba maupun pasien (Remick et al, 2002)

Model Sepsis yang dibuat dari c.i diperoleh dari isi cecal mencit donor

(Brahmbhatt et al., 2002; Gupta et al, 2005) yang dimasukkan ke dalam kavitas

peritoneal Alejandra et al., 2004). Model inoculum akan menggambarkan strain

Escheriacia coli (E. coli) yang bercampur dengan material cecal yang lain untuk

meniru peritonitis pada manusia, sehingga mampu menjadi gold standard untuk

penelitian sepsis tanpa pembedahan (Edwin et al, 2003)

Hasil penelitian injeksi c.i pemperlihatkan tanda-tanda piloerection,

periocular discharge, tampak lesu, penurunan nafsu makan dan minum, serta

diare. Terlihat infeksi yang berlebihan, kerusakan yang hebat, dan perlengketan di

sejumlah orhan termasuk hepar, lien, ginjal. Serta memperlihatkan tingkat

kematian sebesar 1000% selama 7 hari perlakuan (Diding dan Subijanto, 2008)

dan peningkatan jumlah neurofil dalam sirkulasi.

Penelitian kali ini, akan menggunakan induksi c.i yang merupakan modifikasi

dari metode yang diperkenalkan oleh Brahmanhatt et al., (2005) dan Chopra &

Sharma (2007). Cecal inoculum (c.i) dibuat dengan mensuspensikan 50 mg

material dari cecal yang masih baru pada 1,25 ml Dextrose Water (D5W). Material

cecal diperoleh dari mencit donor yang sehat, yang dikorbankan dengan dislokasi

servikal. Cecal inoculum (c.i) dibuat baru setiap hari. Pada mencit diinjeksikan c.i

4 mg/mencit/hari/intraperitoneal (i.p) (Ren et al, 2002).

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 42: PENGARUH PEMBERIAN VITAMIN C TERHADAP DIAMETER …

42

42

b. Cecal Ligation and Puncture

Selain cecal inoculum (i.c), metode poly microbial sepsis induced by Cecal

Ligation and Puncture (CLP) dapat juga digunakan untuk mengiduksi sepsis.

Ligasiadalah aplikasi pengikat. Pucture merupakan perbuatan menusuk dengan

benda atau alat yang tajam, atau dapat diartikan sebagai luka yang ditimbulkan

oleh penusukan tersebut (Dorland, 2002).

CLP pada hewan menciit telah menjadi model paling banyak digunakan

untuk penelitian sepsis dan sampai saat ini dianggap sebagai gold standard untuk

penelitian sepsis dengan pembedahan (Rittirsch et al., 2007; Deitch, 2005; Buras

et al., 2005; Remick et al., 2000). Setelah dikembangkan selama kurang lebih 30

tahun yang lalu, model CLP dianggap menjadi model yang realistis untuk sepsis

pomikrobial dalam penelitian untuk mempelajari mekanisme terjadinya sepsis

dalam penelitian untuk mempelajari mekanisme terjadinya sepsis (Rittirsch et al.,

2007; Remick et al., 200). Secara singkat, CLP menampilkan ligase di bawah

katup ileocecal setelah midline laparotomy, diikuti dengan pungsi jarum pada

cecum. Karena cecum merupakan sumber endigen kontaminasi bakterii, maka

perforasi pada cecum akan menyebabkan peritonitis bacterial, yang diikuti oleh

terjadinya translokasi bakteri enteric ke dalam kompartemen darah. Pada awal

sepsis, terjadi bacteremia yang memicu aktivasi respon inflamasi sistemik, syok

septik, MOF dan pada akhirnya kematian. Ketika CLP digunakan pada hewan

mencit, menunjukkan pola penyakit dengan gejala khas sepsis atau syok septik,

seperti hipotersmia, takikardi, dan takipnea (Rittirsch et al, 2009)

Sejumlah mencit jantan dengan berat badan berkisar 120-150 g, dianestesi

per i.p dengan Nembutal (65 mg/kg) dan ditempatkan di bawah cahaya lampu.

Setelah anestesi bekerja, dinding abdomen mencit diijeksi sepanjang midline

dengan diameter 2 cm. Cari cecum, dan keluarkan dari kavitas abdomen. Bagian

distal cecum diikat dengan benang sutera ukuran 5-0, kemudian cecum yang telah

diligasi ditusuk dua kali dengan jarum gauge ukuran 28 dan ditekan dengan

lembut menggunakan aplikator sampai sedikit material cecal ke luar. Setelah itu,

cecum dimasukkan kembali ke dalam peritoneum. Bekas insisi dijahit

menggunakan benang sutera ukuran 5-0 untuk lapisan otot dan surgical staples (9

mm) untuk kulit. Berat badan mencit dimonitoring secara rutin setiap hari sampai

akhir eksperimen (Fu et al, 2006)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 43: PENGARUH PEMBERIAN VITAMIN C TERHADAP DIAMETER …

43

43

c. Lipopolisakarida (LPS)

Lipopolisakarida adalak kompleks lipid dan polisakarida, serta merupakan

komponen mayor dinding sel bakteri gram negatif. LPS merupakan endotoksin

dan antigen grup spesifik yang penting (antigen O). Molekul LPS terdiri dari tiga

bagian, yaitu (1) Lipid A, suatu glikolipid yang bertangung jawab terhadap

aktivitas endotoksik, yang terkait secara kovalen pada rantai heteropolisakarida

yang mempunyai dua bagian; (2) inti polisakarida yang konstan dalam strain

terkait, dan (3) rantai spesifik-O yang sangat bervariasi. LPS dari E. coli sangat

sering menggunakan mitogen sel B (activator poliklonal) dalam laboratorium

imunologi (Dorland, 2002). LPS atau endotoksin glikoprotein kompleks,

dinyatakan sebagai penyebab sepsis terbanyak. Struktur lipid A dalam LPS

bertanggung jawab terhadap reaksi inflamasi jaringan, demam, dan syok. LPS

dapat langsung mengaktifkan sistem imun seluler dan humoral, yang dapat

menimbulkan septikemia (Guntur, 2008).

LPS merupakan faktor patogenik utama pada sepsis gram negatif, yang

ditandai dengan syok, koagulopati, dan disfungsi multiorgan. Respon terhadap

paparan LPS sistemik menyebabkan meningkatnya produksi sitokin proinflamasi

seperti TNF-α, NFκB, IL-1, IL-8 sebagai media pertahanan tubuh terhadap benda

asing yang memiliki dampak positif dan negatif. Produksi sitokin proinflamasi

dan induksi mediator seluler yang lebih distal, Platelet Activation Factor (PAF),

dan prostaglandin menyebabkan hipotensi, perfusi organ inadekuat, dan kematian

sel yang berhubungan dengan MODS. Status proinflamasi ini didefinisikan

sebagai SIRS (Brook et al, 2003).

Produk yang berperan penting terhadap sepsis terutama kandungan lipid A

dalam LPS tersebut. Dalam aliran darah, LPS akan terikat pada protein yang

bersirkulasi kemudian beriteraksi dengan reseptor makrofag, limfosit, dan monosit

serta sel lain pada sistem retikuloendiotelial. Hal ini akan mengakibatkan

pelepasan sitokin dan pengaktiifan jalur komplemen dan koagulasi. Runtutan

peristiwa tersebut dapat diamati secara klinis sebagai demam, leukopenia,

hipoglikemia, hipotensi, syok, koagulasi intravaskuler hingga kematian karena

disfungsi organ (Brook et al, 2003).

Kemampuan LPS dalam menyebabkan sepsis dapat dimanfaatkan untuk

menginduksi sepsis pada percobaan. Caranya, LPS dari bakteri gram negatif (E.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 44: PENGARUH PEMBERIAN VITAMIN C TERHADAP DIAMETER …

44

44

coli paling sering digunakan), diinjeksikan secara i.p ke mencit dengan dosis 15

mg/kg, kemudian survival dari hewan cba dimonitor dengan interal 12 jam selama

tujuh hari (Fu et al, 2006)

B. Penelitian Yang Relevan

Mikrosirkulasi selama ini tidak mendapatkan perhatian yang baik pada

pengobatan klinis, namun saat ini mikrosirkulasi mulai diketahui sebagai hal penting

yang menyebabkan beberapa proses patofisiologi. Fungsi mikrosirkulasi yang normal

akan berperan dalam oksigenasi dan fungsi suatu jaringan, namun hal ini masih

kurang dipahami karena banyak sekali perbedaan struktur yang meyebabkan

perbedaan fungsi pada tiap organ. Fungsi utama dari mikrosirkulasi adalah sebagai

pengatur distribusi oxygen carrying blood cell pada berbagai organ. Faktor utama

yang mempengaruhi oxygen delivery diantaranya adalah; regulasi aliran darah,

tekanan oksigen jaringan, dan mitokondria, yang sampai dengan saat ini masih belum

dipahami sepenuhnya, dan mikrosirkulasi adalah kunci untuk memahami hal tersebut.

Telah jelas bahwa variabel hemodinamik sistemik tidak menggambarkan kegagalan

sirkulasi pada critical illness yang tidak responsif terhadap terapi. Kegagalan ini

lebih disebabkan karena disfungsi dari mikrosirkulasi. Evaluasi dari mikrosirkulasi

telah membuka ruang baru dalam monitoring fungsi hemodinamik. Identifikasi

kegagalan mikrosirkulasi merupakan indikator yang paling sensitif dari kegagalan

sirkulasi yang berakibat pada outcome yang buruk, dan ini merupakan target

teraputik yang baru. Penelitian klinis telah dapat mengidentifikasi berbagai teraputik

konvensional dan pendekatan baru yang mampu memodifikasi mikrosirkulasi.

Sejak deskripsi dari kroegh, banyak penelitian yang dilakukan pada area ini

yang berusaha menjelaskan mekanisme yang mendasari adekuatnya oksigenasi

jaringan. Pertanyaan dasarnya adalah; substansi apakah yang dapat menyebabkan

perubahan pada diameter pembuluh serta aliran darah? Apa yang dimaksud dengan

sensor O2? Jaringan yang mengalami hipoksia akan menghasilkan metabolit yang

akan berefek pada tonus arteriol, namun sulit untuk dipahami bagaimana metabolit

jaringan ini dapat berefek pada peningkatan aliran darah. Studi pada hewan dengan

menggunakan intravital microscopy menjelaskan bahwa distribusi aliran darah pada

mikrosirkulasi dipengaruhi oleh sifat dari pembuluh darah dimana arteriol terminal

berasal [ie., terminal arteriole-fed vessels TAFs)] (Abraham, 2003). Setiap TAF akan

mengatur distribusi dari RBCs diantara masing masing arteriol, sehingga hal ini

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 45: PENGARUH PEMBERIAN VITAMIN C TERHADAP DIAMETER …

45

45

menimbulkan dugaan dimana pembuluh darah ini merupakan kunci dalam regulasi,

karena dapat menentukan apakah kapiler ini diperfusi atau tidak. Segal

mengemukakan ada 2 komponen yang mengatur umpan balik metabolik terhadap

mikrosirkulasi (Abraham E, 2003). Precapillary sphingter akan mengatur banyaknya

area permukaan fungsional yang dapat digunakan untuk pertukaran gas dan mengatur

jarak difusi., dimana hal ini dapat meningkatkan ekstraksi O2 ketika terjadi

peningkatan aktivitas metabolik dan dicerminkan dengan menurunnya PO2 pada vena.

Pada periode ini sangat sedikit perubahan yang terjadi pada aliran darah

regional. Komponen kedua ikut berperan mengatur arteriol proksimal dalam

mengontrol aliran darah lokal. Ketika PO2 vena menurun, aliran darah ke jaringan

akan meningkat dengan cara vasodilatasi pembuluh darah yang memperdarahinya;

respon ini disebut dengan ascending vasodilatation.

Endotelium dan RBCs memiliki peran besar dalam mengatur tonus vascular

dan memiliki dampak pada vasodilatasi arteriol (Schmidt et al, 2008). Sel endotel

akan mengirimkan sinyal ke pembuluh darah pre dan paska kapiler sesuai dengan

banyaknya aliran yang ditimbulkan, hormon, dan subtransi lainnya (Vallet, 2002).

Mekanisme ini dicapai dengan cara kontrol elektrofisologikal melalui sel endotel yang

berdampingan melalui gap junction (connexin 40), dimana pada keadaan sepsis

didapatkan sel-sel menjadi tidak berhubungan (Backer et al, 2011). Endotelium juga

mengatur koagulasi dan respon imunologi yang memiliki fungsi penting pada

mikrosirkulasi, dan endothelium ini juga dikemukakan dianggap sebagai sensor

oksigen yang potensial.

Pada keadaan sepsis, ada beberapa sumber potensial dari ROS, termasuk

diantaranya rantai transport elektron pada pernafasan mitokondria, aktivasi xanthine

oxidase (XO) sebagai hasil dari iskemia dan reperfusi, pembakaran yang berhubungan

dengan aktivasi sel immune, dan juga dari metobolisme asam arachidonat. Aktivasi

sel imun akan menghasilkan O2- sebagai agen sitotoksik yang merupakan hasil

pembakaran respirasi melalui aksi dari NADPH oksidase pada molekul oksigen yang

terikat pada membran. Pembentukan NADPH oksidase diatur oleh netrofil yang

terpapar oleh LPS dari bakteri (DeLeo et al, 1998). Deleo dkk., mendemostrasikan

peningkatan kadar Rac2 pada pemberian LPS. Rac2 merupakan bagian kecil dari

GTP-binding protein yang berhubungan dengan p47phox

dan p67phox

(dua sub unit

yang dibutuhkan dalam fungsi NADPH) yang terletak pada membrane.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 46: PENGARUH PEMBERIAN VITAMIN C TERHADAP DIAMETER …

46

46

Borelli dkk telah mendokumentasikan bahwa kadar Vitamin C pada plasma

secara bermakna mengalami penurunan pada pasien di ICU yang mengalami MOFS

dibandingkan dengan mereka yang tidak mengalami MOFS. Victor et al.,

menunjukkan bahwa kadar Vitamin C pada mencit mengalami penurunan pada lekosit

di nodus aksilaris, lien dan timus setelah pemberian LPS. Pada populasi pasien

dewasa maupun pediatric dengan sepsis akan didapatkan peningkatan aktivitas XO.

Vitamin C (Asam Ascorbat/AA) merupakan donor elektron yang kuat,

bereaksi baik dengan O2- maupun dengan OH

-. Vitamin C memainkan peran penting

dalam mekanisme pertahanan terhadap kerusakan oksidatif terutama yang disebabkan

oleh lekosit. Pengaturan utama dari Vitamin C pada organisme berhubungan dengan

fungsinya sebagai reduktor, namun Vitamin C juga ikut berperan dalam memodulasi

jalur kompleks biokimia dimana hal ini merupakan bagian penting dalam

metabolisme normal dari sel imun. Antioksidan ini menghambat aktivasi dari faktor

transkripsi nuclear NF-κB yang dicetuskan oleh adanya endotoksin, dimana hal ini

dapat menurunkan produksi TNFα. Penelitian Ex vivo telah menunjukkan pengaruh

pemberian Vitamin C terhadap regulasi aktivitas seluler, seperti peningkatan adhesi

dan produksi O2- yang dihasilkan oleh makrofag pada mencit dengan syok endotoksin

yang akan berkurang dengan adanya Vitamin C (Victor et al, 2000). Vitamin C juga

memperlihatkan kemampuan untuk memodulasi fungsi limfosit pada model yang

sama. Studi in vitro telah memperlihatkan dimana Vitamin C dapat menghambat

replikasi bakteria dan mencegah kerusakan sel endotel mikrovaskuler yang

diakibatkan H2O2. Konsentrasi Vitamin C pada sirkulasi mengalami penurunan

selama periode sepsis. Pada studi lainnya, Wu et al (2003) memperlihatkan dimana

Vitamin C dapat menghambat ekspresi iNOS dan menurunkan kadar oksidan pada

masa otot selama periode sepsis. Hasil ini menimbulkan dugaan dimana pemberian

Vitamin C pada early sepsis dapa menjadi terapi tambahan yang berharga.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 47: PENGARUH PEMBERIAN VITAMIN C TERHADAP DIAMETER …

47

47

C. Kerangka Berpikir dan Kerangka Konsep

1. Kerangka Berpikir

Bakteri gram +/-

LPS/Pedtidoglikan

IKK-NF-κB/ MAPK

TLR4/ CD14 RNS ROS

IL-4, IL-10,

IL-1ra

IL-8, IL-12,

IL-15, IL-18

IL-6

IL-1 TNF-α

NF-IL-6

NF-IL-1 NFκB

IκB -NF-κB

MODS/MOF

Severe Sepsis Pertahanan Tubuh

Respon tidak terkontrol Respon Terkontrol

Pengurangan diameter arteriol

Vitamin C

Keterangan

: mempengaruhi

: menghambat

: diteliti

: tidak diteliti

Gambar 6. Kerangka berpikir

v

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 48: PENGARUH PEMBERIAN VITAMIN C TERHADAP DIAMETER …

48

48

2. Kerangka Konsep

cv

D. Hipotesis

Ada peningkatan diameter arteriol karena pemberian Vitamin C pada tikus

wistar model sepsis.

Arteriol

Peningkatan densitas kapiler Penurunan densitas kapiler

Peningkatan diameter > K2 Penurunan diameter

Hambatan Pembentukan ROS Peningkatan Pembentukan ROS

Vitamin C

Early Sepsis Early Sepsis

Peningkatan perfusi mikroosirkulasi Penurunan perfusi mikrosirkulasi

Keterangan

: mempengaruhi

: tidak diteliti

: menghambat

: diteliti

Gambar 7. Kerangka konsep

Tidak sepsis

ROS (-)

Dimater normal

densitas kapiler normal

Normal perfusi mikrosirkulasi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 49: PENGARUH PEMBERIAN VITAMIN C TERHADAP DIAMETER …

49

49

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian : eksperimental, post test only group designs. Pembuluh darah

arteriol diperiksa dengan cara histologi dengan penilaian skala rasio. Statistik diuji

dengan uji Anova dilanjutkan dengan post HOC test dengan syarat data normal dan

homogen. Bila tidak terpenuhi diuji alternatf dengan kruskal-wallis test dan dilanjutkan

dengan Man Whitney test. Uji statistic ini bertujuan untuk mencari pengaruh pemberian

Vitamin C 5,1 mg/kg/hari/i.v (setara dengan 50 mg/kgBB/hari/i.v pada manusia dewasa

dengan berat badan 60 kg) terhadap diameter arteriol pada tikus wistar model sepsis.

B. Waktu dan Tempat Penelitian

Waktu penelitian : 2 bulan, Januari 2014 – Febuari 2015

Tempat penelitian : Laboratorium Histologi Fakultas Kedokteran Universitas Negeri

Sebelas Maret Surakarta.

C. Populasi dan Sampel Penelitian

1. Populasi : Tikus wistar

2. Sampel : Tikus wistar

3. Besar Sampel : Sampel akan dibagi menjadi 3 kelompok, dengan jumlah sampel

minimal masing-masing kelompok berdasarkan rumus Federer

(Supranto, 2007) adalah:

(n-1) (t-1) > 15

(3-1) (t-1) > 15

2t-2 > 15

2t > 17

T > 8,5

Keterangan:

n : jumlah kelompok

t : jumlah sampel tiap kelompok

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 50: PENGARUH PEMBERIAN VITAMIN C TERHADAP DIAMETER …

50

50

Berdasarkan rumus tersebut, jumlah sampel untuk tiap

kelompok adalah 9 ekor tikus wistar (n > 8,5). Jumlah kelompok ada

tiga, sehingga penelitian ini membutuhkan 27 ekor tikus wistar.

4. Kriteria Inklusi

Tikus wistar jantan

Berat badan 180-220 g

Umur dua setengah sampai tiga bulan

Galur murni

Tikus wistar yang sepsis setelah disuntik cecal inoculum dengan kriteria: tanda-

tanda piloerection, periocular discharge, tampak lesu/tidak aktif bergerak,

penurunan nafsu makan dan minum, demam dan diare (Diding et al., 2008)

5. Kriteria Eksklusi

Mencit sakit selama masa adaptasi 7 hari (gerakan tidak aktif)

Tikus wistar betina

Umur kurang dari dua setengah bulan atau lebih dari dua bulan

Berat badan kurang dari 180 g atau lebih dari 200 g

6. Drop out:

Tikus wistar mati selama perlakuan berlangsung

Tikus wistar tidak sepsis setelah disuntik cecal inoculum intra peritoneal.

7. Randomisasi

Kelompok dibagi menjadi 3 yaitu :

K1 : Kelompok kontrol tanpa induksi cecal inoculum maupun injeksi Vitamin C

K2 : Kelompok perlakuan, tikus wistar yang mendapatkan induksi cecal inoculum

200mg/kgBB/hari/i.p (Chopra and Sharma., 2007)

K3 : Kelompok perlakuan, tikus wiistar yang mendapatkan induksi cecal

inoculum 200mg/kgBB/hari/i.p + Vitamin C 5,1 mg/kg/hari/i.v

8. Variabel Penelitian

Variabel Bebas : Pemberian Vitamin C 5,1 mg/kgBB/hari/i.v

Variabel Terikat : Diameter Arteriol

Variabel luar

a. Variabel luar yang dapat dikendalikan

Variasi genetik, jenis kelamin, umur, suhu udara, berat badan, jenis

makanan dan minuman mencit semuanya disamakan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 51: PENGARUH PEMBERIAN VITAMIN C TERHADAP DIAMETER …

51

51

b. Variabel luar yang tidak dapat dikendalikan

Kondisi psokologik tikus wistar, keadaan awal intestinal, reaksi

hipersensitivitas, variasi kepekaan mencit terhadap suatu zat

D. Definisi Operasional

1. Diameter Arteriol

a. Definisi : Diameter dari arteri terkecil dari sistem peredaran darah. Dari tiap

preparat dilihat 5 lapang pandang, dimana pada setiap lapang

pandang dihitung semua diameter arteriol yang terlihat pada pada

masing-masing lapang pandang dan dihitung nilai rata-rata dari

diameter arteriol pada preparat tersebut.

b. Alat ukur : Mikroskop

c. Satuan data : mikro meter (

d. Skala data : ratio.

2. Vitamin C

a. Definisi : Obat yang diberikan secara intravena pada tikus wistar dengan

dosis 50 mg/kgBB/hari/i.v. Vitamin C yang digunakan pada

penelitian ini dalam bentuk ampul 100mg/ml yang dibeli di apotik

RSUD Dr Moerwardi Surakarta. Dosis Vitamin C

50mg/kgBB/hari pada manusia di translasikan ke tikus wistar

menggunakan formula sesuai dengan body surface area (BSA)

(Minakshi et al, 2007)

HED (mg/kg) = Animal dose (mg/kg) x Animal Km

Human Km

Dosis translasi Vitamin C pada tikus wistar yang didapatkan

dengan rumus ini adalah 5,1mg/kgBB yang setara dengan 50

mg/kgBB pada manusia dengan berat badan 60 kg

b. Alat ukur : Pemberian oleh peneliti

c. Satuan data : Miligram

3. Penyuntikan intravena

a. Definisi : Injeksi yang dilakukan secara intravena,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 52: PENGARUH PEMBERIAN VITAMIN C TERHADAP DIAMETER …

52

52

b. cara : Vena didapatkan pada ekor tikus wistar. Sebelum penyuntikan

ekor tikus dikompres dengan air hangat 1 menit agar terjadi

vasodilatasi. Penyuntikan dilakukan dengan menggunakan spuit 1

mililiter.

.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 53: PENGARUH PEMBERIAN VITAMIN C TERHADAP DIAMETER …

53

53

E. Alur Penelitian

Gambar 8.. Alur penelitian

Preparat histologi

Pengambilan organ usus halus

Mencit dieuthanasia

dengan cara dekapitasi

Kelompok K1

(9 ekor)

Randomisasi

Kelompok K3

(9 ekor)

Observasi selama 72 jam

Kelompok K2

(9 ekor)

27 ekor Tikus Wistar

Pengambilan sampel darah (0,5

ml) untuk pemeriksaan hitung

neutrofil

Observasi selama 72 jam Observasi selama 72 jam

Pengambilan sampel darah (0,5

ml) untuk pemeriksaan hitung

neutrofil

Pengambilan sampel darah (0,5

ml) untuk pemeriksaan hitung

neutrofil

Adaptasi 7 hari

Eksklusi berhasil Gagal

Eksklusi Sepsis (+)

Sepsis (-)

Sepsis (+)

Sepsis (-)

Drop out Tikus mati Tikus mati

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 54: PENGARUH PEMBERIAN VITAMIN C TERHADAP DIAMETER …

54

54

F. Bahan dan Cara Kerja Penelitian

1. Bahan untuk perlakuan

Hewan coba adalah tikus wistar yang diperoleh dari Laboratorium Hewan Coba,

Universitas Sebelas Maret, Surakarta. Selama proses percobaan, hewan coba

ditempatkan pada kandang dan diberi makan dan minum secukupnya

2. Bahan dan alat

a. Phosphat buffer formalin 10%

b. Alkohol 70%, 80%, 90%, absolute

c. Xylol, parafin cair, albumin, Poly-L-Lysine, canada balsam, dan entelan

d. Alat untuk pengamatan dan dokumentasi sediaan

1 unit Multi Head Microscope Fluoresens

Monitor optilab

Canon Digital Camera Ixus 130 + SD card

1 unit notebook Asus, A43S

3. Cara Kerja Penelitian

a. Perlakuan

Sejumlah 27 ekor tikus wistar di adaptasikan selama 7 hari sebelum dibagi dalam

tiga kelompok yang masing-asing terdiri dari 9 ekor tikus yang ditentukan secara

acak. Untuk kelompok satu (K1) yang merupakan kelompok kontrol, tidak

dikukan induksi cecal inoculum maupun pemberian Vitamin C. Untuk kelompok

dua (K2) diberikan injeksi cecal inoculum 40mg/kali/hari selama 3 hari berturut

turut. Untuk kelompok perlakukan tiga (K3) perlakuan sama dengan kelompok

dua ditambah dengan Vitamin C 5,1 mg/kg/kali/hari secara intravena selama 3

hari berturut-turut. Observasi dilakukan setelah 72 jam perlakuan. Setelah 72 jam

perlakuan maka dilakukan pengambilan sampel darah intravena sebanyak 0,5 ml

menggunakan spuit 1 ml yang akan ditampung di tabung khusus untuk

pemeriksaan neutrophil. Setelah itu tikus wistar akan di euthanasia dengan cara

dekapitasi. Duodenum tikus kemudian diambil untuk dilakukan pemeriksaan

histopatologi.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 55: PENGARUH PEMBERIAN VITAMIN C TERHADAP DIAMETER …

55

55

b. Pembuatan preparat histopatologi secara umum

- Fiksasi

Potongan jaringan organ dimasukkan ke dalam larutan formalin buffer

(larutan formalin 10% dalam buffer Natrium Phosphat sampai mencapai pH

7,0). Setelah fiksasi selesai, jaringan dimasukkan dalam larutan aquadest

selama 1 jam untuk proses penghilangan larutan fiksasi.

- Dehidrasi

Potongan jaringan dimasukkan dalam alkohol konsentrasi bertingkat.

Jaringan menjadi lebih jernih dan transparan. Jaringan kemudian dimasukkan

dalam larutan alcohol-xylol selama 1 jam dan kemudian laritan xylol murni

selama 2 x 2 jam.

- Impregnansi

Jaringan dimasukkan dalam parafin cair selama 2x2 jam

- Embeding

Jaringan ditanam dalam parafin padat yang mempunyai titik lebur 56-58

C, ditunggu sampai memadat. Jaringan dipotong setebal 4 mikron dengan

mikrotom. Potongannya ditempel pada kaca obyek yang telah diolesi polisilin

sebagai perekat. Jaringan pada kaca obyek dipanaskan dalam inkubator suhu

56-58 C sampai parafin mencair.

Pewarnaan Hematoxillin Eosin (HE)

Pewarnaan ini digunakan untuk mewarnai jaringan.

Prinsip: inti yang bersifat asam akan menarik zat/ larutan yang bersifat basa

sehingga akan berwarna biru. Sitoplasma bersifat basa akan menarik zat /larutan

yang bersifat asam sehingga berwarna merah.

Pada pewarnaan HE, ada beberapa tahapan yaitu

1. Deparafinisasi

Tujuan: untuk menghilangkan/ melarutkan parafin yang terdapat pada

jaringan.

Zat: xylol

2. Rehidrasi

Tujuan: untuk memasukkan air ke dalam jaringan. Air akan mengisi rongga-

rongga jaringan yang kosong.

Zat: alkohol absolut, alkohol 90 %, alkohol 80 %

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 56: PENGARUH PEMBERIAN VITAMIN C TERHADAP DIAMETER …

56

56

3. Pewarnaan I

Tujuan: untuk memberi warna pada inti dan sitoplasma pada jaringan

Zat: hematoxylin

4. Differensiasi

Tujuan: untuk mengurangi warna biru pada inti dan menghilangkan warna bitu

pada sitoplasma

Zat: HCl 0,6%

5. Blueing

Tujuan: untuk memperjelas warna biru pada inti sel

Zat: lithium carbonat 0,5%

6. Pewarnaan II

Tujuan: untuk memberi warna merah pada sitoplasma sel

Zat: eosin

7. Dehidrasi

Tujuan: untuk menghilangkan air dari jaringan

Zat: Alkohol 80 %, Alkohol 90 %, Alkohol 100 % (absolut)

8. Mounting

Tujuan: untuk mengawetkan jaringan yang telah diwarnai

Zat: entellan/ canada balsem

Jaringan yang akan diwarnai HE, sebelumnya telah mengalami “Processing

Jaringan” dan dipotong dengan menggunakan mikotrom. Ketebalan jaringan

antara 4-6 μm. Jaringan yang telah dipotong sesuai ukuran dilekatkan pada

objek glass.

Mengukur diameter arteriol

Diameter diukur dengan mikrooskop cahaya dengan pembesaran 400

kali. Diameter dihitung dengan satuan micrometer ( . Dari tiap sampel

(preparat) dipilih 5 arteriol secara acak dan dihitung nilai rata-rata

diameternya. Pengukuran dilakukan oleh 2 orang, yaitu peneliti dan ahli

patologi anatomi dengan persetujuan klinis 95%.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 57: PENGARUH PEMBERIAN VITAMIN C TERHADAP DIAMETER …

57

57

Cara Pengumpulan Data

Masing-masing kelompok dilakukan pemeriksaan dan pengukuran

diameter arteriol dari organ usus halus.

G. Analisis Data

Setelah data terkumpul, data dianalisis dengan menggunakan program SPSS 17.0.

Untuk menguji perbedaan rata-rata diameter arteriol secara histopatologi diantara ketiga

kelompok dan statistik diuji dengan uji Anova dilanjutkan dengan post HOC test dengan

syarat data normal dan homogen. Bila tidak terpenuhi diuji alternatif dengan kruskal-

wallis test dan dilanjutkan dengan Man Whitney test. Dan dianggap memiliki kemaknaan

statistik apabila nilai p yang diperoleh adalah p ≤ 0,05. Setelah data terkumpul dilakukan

data cleaning, coding dan tabulasi. Analisis data meliputi analisis deskriptif dalam bentuk

rerata, SD, median dan grafik dan uji hipotesis.

H. Etika Penelitian

Karena memakai binatang percobaan, maka untuk penelitian ini binatang tikus

diperlakukan dengan layak, diberikan kandang yang bersih, cahaya yang cukup, serta

makanan dan minuman yang cukup Sebelum dilakukan prosedur pengambilan jaringan

usus, tikus dieuthanasia dengan menggunakan cara dislokasi cervical, dengan dilakukan

anestesi umum sebelumnya.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 58: PENGARUH PEMBERIAN VITAMIN C TERHADAP DIAMETER …

58

58

BAB IV

HASIL PENELITIAN

A. Hasil Penelitian

Penelitian ini dilakukan Laboratorium Hewan Coba UNS, Surakarta, selama

periode bulan Januari 2015 – Maret 2015. Sejumlah 27 ekor tikus wistar di adaptasi

selama 7 hari sebelum dibagi dalam tiga kelompok yang masing-masing terdiri dari 9

ekor tikus yang ditentukan secara acak. Untuk kelompok satu (K1) yang merupakan

kelompok kontrol, tidak dilakukan induksi cecal inoculum maupun pemberian Vitamin

C. Untuk kelompok dua (K2) diberikan injeksi cecal inoculum40mg/kali/hari selama 3

hari berturut turut. Untuk kelompok perlakukan tiga (K3) perlakuan sama dengan

kelompok dua ditambah dengan Vitamin C 5,1 mg/kg/kali/hari secara intravena selama

3 hari berturut-turut. Observasi dilakukan setelah 72 jam perlakuan. Setelah 72 jam

perlakuan maka dilakukan pengambilan sampel darah intravena sebanyak 0,5 ml

menggunakan spuit 1 ml yang akan ditampung di tabung khusus untuk pemeriksaan

neutrophil. Setelah itu tikus wistar akan di euthanasia dengan cara dekapitasi. Duodenum

tikus kemudian diambil untuk dilakukan pemeriksaan histopatologi.

1. Hasil Pemeriksaan Neutrophil

a. Gambaran Hasil Pemeriksaan Neutrophil

Hasil pemeriksaan neutrophil pada ke tiga kelompok perlakuan sebagai

berikut :

Tabel 2.

Deskripsi Hasil Pemeriksaan Neutrophil

No K1 K2 K3

1 43.5 56.5 80.2

2 35.7 82.0 83.2

3 35.9 48.8 70.5

4 15.6 54.7 78.1

5 16.0 42.0 43.2

6 23.2 59.7 79.4

7 23.3 39.5 75.8

8 35.4 88.7 79.6

9 43.7 54.4 57.6

Rata -Rata 30.3 58.5 72.0

SD 10,96 16,69 13,21

45

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 59: PENGARUH PEMBERIAN VITAMIN C TERHADAP DIAMETER …

59

59

Berdasarkan hasil pemeriksaan neutrophil diketahui bahwa rata-rata kadar

neutrophil pada kelompok 1 yang tidak diberi cecal inoculum40mg adalah 30,3 +

10,96 mg/dl, sedangkan pada kelompok 2 yang diberikan cecal

inoculum40mg/kali/hari adalah 58,5 + 16,69 mg/dl dan juga kelompok 3 yang

diberi cecal inoculum40mg/kali/hari didapatkan nilai rata-rata neutrophil sebesar

72,0 + 13,21 mg/dl.

Gambar 9.

Diagram Batang Rerata Kadar Neutrophil

Berdasarkan gambar 4.1 diatas diketahui bahwa kelompok 1 yang tidak

diberikan cecal inoculum40mg/kali/hari rata-rata neutrophil lebih rendah

dibandingkan dengan kelompok 2 dan kelompok 3 yang diberikan cecal

inoculum40mg/kali/hari. Untuk mengetahui tingkat perbedaan dari ketiga

kelompok perlakuan tersebut maka dilakukan uji lanjut.

0.0

10.0

20.0

30.0

40.0

50.0

60.0

70.0

80.0

K1 K2 K3

30.3

58.5

72.0

K1

K2

K3

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 60: PENGARUH PEMBERIAN VITAMIN C TERHADAP DIAMETER …

60

60

b. Uji Normalitas Neutrophil

Tabel 3.

Uji Normalitas Data Neutrophil

Neutrophil N P Keterangan

Kelompok 1 9 0,178 Normal

Kelompok 2 9 0,159 Normal

Kelompok 3 9 0,012 Tidak Normal

Berdasarkan tabel 4.2 diketahui bahwa kelompok 1 varian data

berdistribusi normal (p= 0,178 ; p >0,05), Untuk kelompok 2 data juga

berdistribusi normal (p=0,159; p >0,05), dan kelompok 3 varian data berdistribusi

tidak normal (p=0,012; p>0,05). Dikarenakan ada salah satu kelompok tidak lulus

uji normalitas maka pengujian statistik di uji alternative dengan Kruskal-Wallis

test dan dilanjutkan dengan Mann Whitney Test

c. Uji Beda Rata-Rata Kadar Neutrophil

Uji beda kadar neutrophil dilakukan untuk mengetahui apakah ada

perbedaan bermakna antara kadar neutrophil pada ketiga kelompok penelitian. Uji

beda ini dilakukan dengan menggunakan uji statistik Kruskal-Wallis.

Tabel 4.

Uji Beda Rata-Rata Kadar Neutrophil

Neutrophil N Rata-rata Kruskal-Wallis p

Kelompok 1 9 30,3 16,008 <0.01

Kelompok 2 9 58,5

Kelompok 3 9 72,0

Berdasarkan tabel 4.3 diketahui bahwa nilai p < 0.01 (p<0,05), yang

artinya bahwa ada perbedaan yang nyata kadar neutrophil antara kelompok 1

(tanpa perlakuan), kelompok 2 dan kelompok 3 (diberi cecal inoculum). Untuk

mengetahui adanya perbedaan kadar neutrophil antar masing-masing kelompok

perlakuan maka dilakukan uji lanjut (Mann Whitney).

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 61: PENGARUH PEMBERIAN VITAMIN C TERHADAP DIAMETER …

61

61

Tabel 5.

Perbedaan Kadar Neutrophil Antara Masing –Masing Kelompok Perlakuan

Neutrophil N Rata-rata Z- Score p

Kelompok 1 9 30,3 -3.223 0,001

Kelompok 2 9 58,5

Kelompok 1 9 30,3 -3.400 0,001

Kelompok 3 9 72,0

Kelompok 2 9 58,5 -1,545 0,122

Kelompok 3 9 72,0

Berdasarkan tabel 4.4 diketahui bahwa nilai uji beda antara kelompok 1

dan kelompok 2 mendapatkan nilai p=0,001 p<0,05, jadi ada perbedaan yang

signifikan antara kelompok 1 dengan dengan kelompok 2. Demikian juga antara

kelompok 1 dan kelompok 3.berdasarkan hasil uji tersebut dapat diketahui bahwa

ada berbedaan kadar neutrophil pada tikus yang diberikan cecal

inoculum40mg/kali/hari dan yang tidak diberikan cecal inoculum40mg.

Sedangkan uji beda antara kelompok 2 dan kelompok 3 mendapatkan nilai

p=0,122 p>0,05, jadi tidak anda perbedaan kadar neutrophil antara kelompok 2

dan kelompok 3. Hal ini berarti pemberian cecal inoculum40mg/kali/hari pada

kedua kelompok tersebut telah berhasil dan memiliki kadar neutrophil yang sama

(tikus dalam keadaan sepsis)

Berdasarkan hasil uji beda kadar neutrophil yang telah dilakukan maka

dapat diketahui bahwa perlakuan dengan pemberian cecal inoculum40mg/kali/hari

telah berhasil dimana tikus wistar pada kelompok 1 dalam keadaan sehat dan tikus

wistar pada kelompok 2 dan kelompok 3 dalam keadaan sepsis.

2. Hasil Pengukuran Diameter Arteriol Dari Organ Usus Halus

a. Gambaran Hasil Pengukuran Diameter Arteriol

Diameter diukur dengan mikrooskop cahaya dengan pembesaran 400

kali. Diameter dihitung dengan satuan micrometer ( . Dari tiap sampel

(preparat) dipilih 5 arteriol secara acak per lapang pandang dan dihitung

nilai rata-rata diameternya

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 62: PENGARUH PEMBERIAN VITAMIN C TERHADAP DIAMETER …

62

62

Tabel 6.

Deskripsi Hasil Pengukuran Diameter Arteriol

No Tikus K1

(

K2

(

K3

(

1 A1 329.1 195.1 561.6

2 A2 216.6 135.2 311.0

3 A3 367.9 168.5 334.1

4 A4 208.9 133.5 570.0

5 A5 255.6 170.5 684.9

6 B1 208.5 137.4 585.8

7 B2 229.7 107.4 510.4

8 B3 184.6 136.7 459.0

9 B4 189.9 122.6 525.9

10 B5 247.5 139.6 402.6

11 C1 267.6 102.4 406.2

12 C2 232.2 107.9 424.8

13 C3 179.1 134.4 516.5

14 C4 150.4 129.5 411.3

15 C5 165.8 125.5 495.8

16 D1 330.3 136.1 400.7

17 D2 374.8 151.3 394.7

18 D3 231.8 166.6 394.9

19 D4 274.5 155 469.6

20 D5 170.3 137.3 445.6

21 E1 129.3 137.3 423.8

22 E2 165.6 108.2 550.0

23 E3 147.8 124.1 517.2

24 E4 134.1 124.1 695.9

25 E5 167.3 121.3 616.1

26 F1 173.1 134.9 455.9

27 F2 165.6 140.3 484.3

28 F3 173.8 120.1 433.5

29 F4 144.8 123.1 538.8

30 F5 177 146.1 511.3

31 G1 141.6 160.7 209.4

32 G2 89.2 151.9 309.1

33 G3 139.1 136.2 240.6

34 G4 142.2 144.9 205.7

35 G5 78.1 165.6 391.0

36 H1 97.7 151.8 192.4

37 H2 145.5 156.8 235.6

38 H3 127.8 157.2 255.2

39 H4 116.2 131.5 182.9

40 H5 91.4 154.5 227.7

41 I1 118.5 167.6 180.6

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 63: PENGARUH PEMBERIAN VITAMIN C TERHADAP DIAMETER …

63

63

No Tikus K1

(

K2

(

K3

(

42 I2 133.3 144.2 178.0

43 I3 130.4 128.3 180.6

44 I4 144.9 135.8 182.3

45 I5 110.5 111.4 188.7

Rata-rata 182.2 139.3 397.6

SD 71.48 19.49 148.64

Berdasarkan hasil pengukuran diameter arteriol diketahui bahwa setelah 72

jam rata-rata diameter arteriol pada kelompok 1 yang tidak diberi perlakuan

apapun adalah 182,2 + 71,48 , sedangkan rata-rata diameter arteriol pada

kelompok 2 (diberi cecal inoculum40mg/kali/hari) adalah 139,3 + 19,49 dan

kelompok 3 (Diberi cecal inoculum40mg/kali/hari dan Vitamin C 5,1

mg/kg/kali/hari) didapatkan nilai rata-rata diameter arteriol sebesar 397 + 149,64

.

Gambar 10.

Diagram Batang Rerata Diameter Arteriol

Berdasarkan gambar 4.2 diatas diketahui bahwa kelompok 1 (tanpa

perlakuan) rata-rata diameter arteriol lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok

2 (Diberi cecal inoculum). Sedangkan kelompok 3 (Diberi cecal inoculum dan

Vitamin C) nilainya lebih tinggi dari pada kelompok 1 dan kelompok 2. Untuk

mengetahui tingkat perbedaan dari ketiga kelompok perlakuan tersebut maka

dilakukan uji lanjut.

0.0

50.0

100.0

150.0

200.0

250.0

300.0

350.0

400.0

K1 K2 K3

182.2

139.3

397.6

K1

K2

K3

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 64: PENGARUH PEMBERIAN VITAMIN C TERHADAP DIAMETER …

64

64

b. Uji Normalitas Data Diameter Arteriol

Tabel 7.

Uji Normalitas Data Diameter Arteriol

Diameter

Arteriol N P Keterangan

Kelompok 1 45 0,001 Tidak Normal

Kelompok 2 45 0,447 Normal

Kelompok 3 45 0,020 Tidak Normal

Berdasarkan tabel 4.6 diketahui bahwa kelompok 1 varian data

berdistribusi tidak normal (p= 0,001 ; p <0,05), Untuk kelompok 2 data juga

berdistribusi normal (p=0,159; p >0,05), dan kelompok 3 varian data berdistribusi

tidak normal (p=0,020; p>0,05). Dikarenakan ada kelompok tidak lulus uji

normalitas maka pengujian statistik di uji alternatif dengan Kruskal-Wallis test

dan dilanjutkan dengan Mann Whitney Test.

c. Uji Beda Rata-rata Diameter Arteriol

Uji beda rata-rata diameter arteriol dilakukan untuk mengetahui apakah

ada perbedaan bermakna antara diameter arteriol pada ketiga kelompok penelitian.

Uji beda ini dilakukan dengan menggunakan uji statistik Kruskal-Wallis.

Tabel 8.

Uji Beda Rata-Rata Diameter Arteriol

Diameter

Arteriol N

Rata-rata

( Kruskal-Wallis p

Kelompok 1 45 182,2 80,505 <0.01

Kelompok 2 45 139,3

Kelompok 3 45 397,6

Berdasarkan tabel 8. diketahui bahwa nilai p<0.01(p<0,05), yang artinya

bahwa ada perbedaan yang nyata diameter arteriol antara kelompok 1 (tanpa

perlakuan), kelompok 2 (diberi cecal inoculum) dan kelompok 3 (diberi cecal

inoculum dan Vitamin C). Untuk mengetahui adanya perbedaan diameter arteriol

antar masing-masing kelompok perlakuan maka dilakukan uji lanjut (Mann

Whitney).

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 65: PENGARUH PEMBERIAN VITAMIN C TERHADAP DIAMETER …

65

65

Tabel 9.

Perbedaan Diameter Arteriol Antara Masing –Masing Kelompok Perlakuan

Diameter

Arteriol N

Rata-rata

( Z-Score p

Kelompok 1 45 182,2 -3.326 0,001

Kelompok 2 45 139,3

Kelompok 1 45 182,2 -6,718 <0.01

Kelompok 3 45 397,6

Kelompok 2 45 139,3 -8,114 <0.01

Kelompok 3 45 397,6

Berdasarkan tabel 9. diketahui bahwa diketahui bahwa nilai uji beda antara

kelompok 1 dan kelompok 2 mendapatkan nilai p=0,001 p<0,05, jadi ada

perbedaan yang signifikan diameter arteriol antara kelompok 1 (tanpa perlakuan)

dengan dengan kelompok 2 (diberi cecal inoculum) dimana rata-rata diameter

arteriol tikus kelompok 1 (tanpa perlakuan) 30,8% lebih lebar dibandingkan

dengan tikus kelompok 2 (diberi cecal inoculum).

Demikian juga antara kelompok 1 (tanpa perlakuan) dan kelompok 3

(diberi cecal inoculum dan Vitamin C) mendapatkan hasil nilai p=0,001 p<0,05.

Jadi ada perbedaan yang signifikan diameter arteriol antara kelompok 1 dan

kelompok 3. Dimana kelompok 3 menghasilkan diameter arteriol 118,2% lebih

lebar daripada kelompok 1.

Uji beda antara kelompok 2 (diberi cecal inoculum) dan kelompok 3

(diberi cecal inoculum dan Vitamin C) mendapatkan hasil nilai p=0,000 p<0,05.

Jadi ada perbedaan yang signifikan diameter arteriol antara kelompok 2 dan

kelompok 3. Dimana kelompok 3 menghasilkan diameter arteriol 185,3% lebih

lebar daripada kelompok 2.

Berdasarkan hasil uji tersebut dapat diketahui bahwa pemberian Vitamin C

pada tikus sepsis mampu meningkatkan diameter arteriol lebih lebar dibandingkan

dengan tikus sehat (normal) dan tikus sepsis.

B. Pembahasan

Sepsis dapat mengaktivasi berbagai macam sel seperti makrofag, netrofil, sel

endotel maupun epithelial yang akan melepaskan sejumlah mediator, termasuk

diantaranya cytokines, chemokines, PAF, interferon-γ, komplemen prostanoid,

leukotriene dan protease. Kejadian ini akan menyebabkan aktivasi dari sel imun yang

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 66: PENGARUH PEMBERIAN VITAMIN C TERHADAP DIAMETER …

66

66

disertai pelepasan ROS. Mediator inflamasi ini memiliki peran yang penting dalam

membunuh organisme patoogen, namun jika respon yang terjadi terlalu eksesif, makan

dapat menyebabkan infeksi sistemik pada orgam dibangian distal dan dapat menyebabkan

kematian.

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan didapatkan hasil bahwa

pemberian Vitamin C 5,1 mg/kgBB/hari/i.v pada tikus sepsis mampu meningkatkan

diameter arteriol lebih besar dibandingkan dengan tikus sepsis dan tikus yang sehat. Nilai

diameter arteriol pada kelompok 1 (tanpa perlakuan) berbeda signifikan dengan kelompok

2 (diberi cecal inoculum) dengan nilai p=0,001 p<0,05, dimana rata-rata diameter arteriol

tikus kelompok 1 (tanpa perlakuan) 30,8% lebih lebar dibandingkan dengan tikus

kelompok 2 (diberi cecal inoculum). Demikian juga nilai diameter arteriol kelompok 1

(tanpa perlakuan) berbeda signifikan dengan kelompok 3 (diberi cecal inoculum dan

Vitamin C) dengan nilai p=0,001 p<0,05. Dimana kelompok 3 menghasilkan diameter

arteriol 118,2% lebih lebar dibandingkan dengan kelompok 1. Nilai dimater arteriol

kelompok 2 (diberi cecal inoculum) juga berbeda signifikan dengan kelompok 3 (diberi

cecal inoculum dan Vitamin C) dengan nilai p=0,000 p<0,05. Dimana kelompok 3

menghasilkan diameter arteriol 185,3% lebih lebar daripada kelompok 2.

Vitamin C merupakan golongan antioksidan larut dalam air yang dapat meredam

dampak negatif oksidan, termasuk enzim-enzim dan protein-protein pengikat logam.

Fungsi antioksidan adalah mencegah terbentuknya radikal hidroksil, memutus rantai

reaksi oksidan, mereduksi oksidan menjadi zat lain yang kurang reaktif misalnya H2O

dan O2, menghambat peroksidase lipid dan scavenger langsung dari ROS. Oleh sebab itu

pemberian Vitamin C pada tikus wistar mampu meningkatkan nilai diameter arteriol.

Anti oksidan merupakan senyawa-senyawa yang dapat meredam dampak negatif

oksidan, termasuk enzim-enzim dan protein-protein pengikat logam. Fungsi antioksidan

adalah mencegah terbentuknya radikal hidroksil, memutus rantai reaksi oksidan,

mereduksi oksidan menjadi zat lain yang kurang reaktif misalnya H2O dan O2,

menghambat peroksidase lipid dan scavenger langsung dari ROS. Pada sepsis terjadi

inflamasi, inflamasi ditandai oleh pelepasan sitokin pro inflamasi seperti TNF-, 1L-1 ,

dan IL-6 dan mediator inflamasi termasuk NO, PGE2, iNOS dan COX.

Asam askorbat adalah reducing agent dan dapat mengurangi dan menetralkan,

reaktif oksigen spesies seperti hidrogen peroksida. Oksidan seperti hidroksil radikal

mengandung elektron tidak berpasangan dan sangat reaktif dan merusak pada tingkat

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 67: PENGARUH PEMBERIAN VITAMIN C TERHADAP DIAMETER …

67

67

molekuler. Hal ini disebabkan oleh interaksi ROS dengan asam nukleat, protein, dan

lipid. Reaktif oksigen spesies mengoksidasi askorbat menjadi monodehydroascorbate dan

kemudian menjadi dehydroascorbate. Reaktif Oksigen Spesies (ROS) direduksi menjadi

air sementara bentuk askorbat teroksidasi relatif stabil, tidak reaktif dan tidak

menyebabkan kerusakan sel.

Hasil penelitian ini juga didukung oleh hasil penelitian Victor VM et al,

(2000)dimana Vitamin C (Asam Ascorbat/AA) merupakan donor elektron yang kuat,

bereaksi baik dengan O2- maupun dengan OH

-.AA memainkan peran penting dalam

mekanisme pertahanan terhadap kerusakan oksidatif terutama yang disebabkan oleh

lekosit.Pengaturan utama dari AA pada organisme berhubungan dengan fungsinya

sebagai reduktor, namun AA juga ikut berperan dalam memodulasi jalur kompleks

biokimia dimana hal ini merupakan bagian penting dalam metabolisme normal dari sel

imun. Antioksidan ini menghambat aktivasi dari faktor transkripsi nuclear NF-κB yang

dicetuskan oleh adanya endotoksin, dimana hal ini dapat menurunkan produksi TNFα.

Penelitian Ex vivo telah menunjukkan pengaruh pemberian Vitamin C terhadap regulasi

aktivitas seluler, seperti peningkatan adhesi dan produksi O2- yang dihasilkan oleh

makrofag pada mencit dengan syok endotoksin yang akan berkurang dengan adanya AA.

AA juga memperlihatkan kemampuan untuk memodulasi fungsi limfosit pada model

yang sama.

Wu et al (2003) memperlihatkan dimana AA dapat menghambat ekspresi iNOS

dan menurunkan kadar oksidan pada masa otot selama periode sepsis. Hasil ini

menimbulkan dugaan dimana pemberian AA pada early sepsis dapat menjadi terapi

tambahan yang berharga.

Dengan demikian pemberian Vitamin C 5,1 mg/kgBB/hari/i.v pada tikus sepsis

akan berdampak pada hasil pengukuran diameter arteriol, dimana pada tikus sepsis yang

diberi Vitamin C nilai dimater arteriol 118,2% lebih lebar dari tikus normal. Dan nilai

dimater arteriol pada pada tikus sepsis yang diberi Vitamin C 185,3% lebih besar dari

tikus sepsis tanpa diberi Vitamin C.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 68: PENGARUH PEMBERIAN VITAMIN C TERHADAP DIAMETER …

68

68

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan tujuan dan hasil penelitian yang telah dilakukan pada 27 ekor tikus

wistar dapat disimpulkan sebagai berikut:

Pemberian Vitamin C pada tikus wistar dengan dosis 5.1 mg/kgBB/kali/hari

telah berhasil meningkatkan diameter arteriol pada tahap awal sepsis. Nilai diameter

arteriol kelompok 2 (diberi cecal inoculum) berbeda signifikan dengan kelompok 3

(diberi cecal inoculum dan Vitamin C) dengan nilai p<0.01. Dimana kelompok 3

menghasilkan diameter arteriol 185,3% lebih lebar daripada kelompok 2

B. Keterbatasan Penelitian

1. Pada penelitian tidak diukur penilaian tekanan arteri rata-rata pada tikus wistar,

sehingga tidak diketahui apakan efek vasodilatasi pada arteriol di tingkatan

mikrosirkulasi diikuti oleh peningkatan pada parameter makrosirkulasi.

2. Penelitian juga tidak mengukur peningkatan aliran darah serta tekanan oksigen pada

jaringan yang merupakan target akhir dari proses konveksi dan difusi oksigen di

mikrosirkulasi

C. Saran

1. Pada penelitian selanjutnya mungkin dapat diukur parameter makrosirkulasi sebagai

pembanding perbaikan pada perfusi di tingkat mikrosirkulasi.

2. Pada penelitian selanjutnya dapat diukur tekanan oksigen jaringan sebagai parameter

keberhasilan perfusi di tingkat mikroosirkulasi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 69: PENGARUH PEMBERIAN VITAMIN C TERHADAP DIAMETER …

69

69

DAFTAR PUSTAKA

Abraham E (2003). Nuclear factor-kB and its role in sepsis-associated organ failure. J Infect

Dis, 187: S364-9.

Alpha A, Aamer A, Syed, Shelley K, Robin S, Don F, et al. 2014. Phase I safety trial of

intravenous ascorbic acid in patients with severe sepsis. Journal of Translational

Medicine. Vol:12(32): 1-10

Asada, K. 2006. Production and Scavenging of Reactive Oxygen Species in Chloroplasts and

Their Functions. ASPB. Vol. 141 (2): 391-396

Backer, D, et al. 2011. Microsirculatory alterations: potential mechanism and implication for

therapy. Annal of Intensive Care. 1:27

Baldwin AS. 2001. Series introduction: the transcription factor NF-kB and human disease. J

Clin Invest; 107: 3-6.

Barnes PJ. 1997. Nuclear factor kB. Int J Biochem Cell, 29: 867-70.

Bateman RM, Sharpe MD, Ellis CG, 2003. Bench-to-bedside review: microvascular

dysfunction in sepsis-hemodynamics, oxygen transport, and nitric oxide. Crit Care;

7: 359-73.

Blackwell TS, Christman JW, 1997. The role of nuclear factor kB in cytokine gene

regulation. Am J Respir Cell Mol Biol, 17: 3-9.

Blackwell TS, Yull FE, Chen CL, Venkatakrishnan A, Blackwell TR, Hicks DJ et al, 2000.

Multiorganic nuclear factor kappa B activation in a transgenic mouse model of

systemic inflammation. Am J Respir Crit Care Med, 162: 1095-101.

Bolon ML, Peng T, Kidder GM, Tyml K, 2008. Lipopolysaccharide plus hypoxia and

reoxygenation synergistically reduce electrical coupling between microvascular

endothelial cells by dephosphorylating connexin40. J Cell Physiol; 217(2): 350–359

Bone RC, Balk RA, Cerra FB, Dellinger RP, Fein AM, Knaus WA, et al (1992). Definitions

for sepsis and organ failure and guidelines for the use of innovative therapies in

sepsis. The ACCP/SCCM Consensus Conference Comitte. American College of

Chest Physicians/Society of Critical Care Medicine. 101: 1644-55.

Boveris A, Alvarez S, Navarro A (2002). The role of mitochondrial nitric oxide synthase in

inflammation and septic shock. Free Radic Biol Med, 33: 1186-93.

Brahmbhatt S, Gupta A, Sharma AC. 2005. Big Endothelin-1 (I-21) Fragment during early

sepsis modulates tai, p38-MAPK phosphorylation and nitric oxide synthase

activation. Molecular and Cellular Biochemistry, 271: pp: 225-237

Brook G, Butel J, Morse A. 2003. Medical Microbiology. Singapore: Mcgraw Hill Company:

854-865

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 70: PENGARUH PEMBERIAN VITAMIN C TERHADAP DIAMETER …

70

70

Buras JJ, Holzmann B, Sitkovsky M. 2005. Animal models of sepsis: Setting the stage.

Nature reviews Drugs Discovery 4; 854-865

Cepinskas, G & Wilson, J. 2008. Respon inflamasi pada endothel Mikrovaskuler Pada Sepsis:

Peran Oksidan. J. Clin. Biochem. Nutr. 42: 175-184

Chopra M, Sharma A. 2007. Distinct cardiodynamic and molecular characteristics during

early and late stages of sepsis induced myocardial dysfuncion. Life Sciencces-

Journal Elsevier; 81(4): 306-316

Cohen, J. 2002. The Immunopathogenesis of Sepsis. Nature. 420: 885–891

Deitch E. 2005. Rodent models of intra-abdominal infection. Shock; 24:19-23

DeLeo FR, Renee J, McCormick S, Nakamura M, Apicella M, Weiss JP, et al (1998).

Neutrophils exposed to bacterial lipopolysaccharide upregulate NADPH oxidase

assembly. J Clin Invest, 101: 455-63.

Diding HP, Nurwati I, Indrayantp Y, Guntur HA, 2014. Penurunan kadar pro-adrenomedullin

mencit Baalb/C model sepsis dengan kortikosteroid dosis rendah. Majalan

Kedokteran Bandung, 46(2)

Dorland N, 2001. Kamus Kedokteran Dorland. Edisi 29. Jakarta: EGC, pp:1765

Edwin S, Theo J, Joohan K. 2003. Receptors, mediators and mechanism involved in bacterial

sepsis and septic shock. Clinical Microbiology Reviews; 379-414

Fu B, Wang X, Qin Z, William R, Hsueh, Zheng X, Rozenfield A, Zuo L, Tan D. 2006.

Lysozyme-modified probiotic components protect rats against polymicrobial sepsis:

Role of macrophages and cathelicidin-related innate immunity. The Journal of

Immunology. 177: 8767-8776

Guha M, Mackman N (2001). LPS induction of gene expression in human monocytes cell

signal, 13: 85-94

Guntur, AH. 2008. SIRS, SEPSIS & SYOK SEPTIK (Imunologi, Diagnosis, Penatalaksanaan.

Sebelas Maret University Press. Surakarta

Huang, A, et al. 2000. Ascorbic Acid Enhances Endothelial Nitric Oxide Synthase Activity

By Increasing Intracellular Tetrahydrobiopterin. JBC.

Kaymak, C, Basar, H, Sardas, S. 2011. Reactive Oxygen Spesies (Ros) Generation in Sepsis.

FABAD J Pharm Sci. 36: 41-47.

Kuzkaya, N, et al. 2003. Interactions of Peroxynitrite, Tetrahydrobiopterin, Ascorbic Acid,

And Thiols: Implications For Uncoupling Endothelial Nitric-Oxide Synthase. J Biol

Chem. 278 (25): 22546-54

Matei, V, et al. 2006. The eNOS Cofactor Tetrahydrobiopterin Improves Endothelial

Dysfunction In Livers Of Rats With CCl4 Cirrhosis. PubMed. 44 (1): 44-52

Minakshi N, Shannon R, Nihal A. 2007. Dose translation from animal to human studies

revisited. The Faseb Journal. Vol:22; 559-561

Murray, R, et al. 2003. Harper Illustrated Biochemistry 26 ed. McGraw Hill USA. 474-497

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 71: PENGARUH PEMBERIAN VITAMIN C TERHADAP DIAMETER …

71

71

Nossaman, B, et al. 2012. Stimulators and Activators of Soluble Guanylate Cyclase: Review

and Potential Therapeutic Indications. Critical Care Research and Practice. Vol

2012

Padayatty, S. 2003. Vitamin C as Anti Oxidant: Evaluation of its Roles in Disease

Prevention. Journal of the American College of Nutrition. 22(1): 18–35

Pasupathy. 2009. Effect of Chronic Smoking on Lipid Peroxidation And Antioxidant Status

In Gastric Carcinoma Patients. Indian J Gastroentero. 28(2): 65–67

Remick DG, Bolgos GR, Siddiqui J, Shin J, Nemzek JA, 2002. Six at six: Interleukin-6

measured 6 h after the initiation of sepsis predicts mortality over 3 days. Shock.

17:pp:463-467

Ren J, Ren B, Sharma A. 2002. Sepsis-induced depressed contractile function of isolated

ventricular myocytes is due to altered calcium transient properties. Shock; 18 (3):

285-288.

Riedemann, N, Guo, R, and Ward, P. 2003. Novel Strate-Gies For The Treatment Of Sepsis.

Nat Med. 9: 517–524

Rittirsch D, Markus S, Michael A, Peter A. 2009. Immunodesign of experimental sepsis by

cecal ligation and puncture. Nature Protocols, 4(1): 31-36

Schildberger, A, et al. 2013. Monocytes, Peripheral Blood Mononuclear Cells, and THP-1

Cells Exhibit Different Cytokine Expression Patterns Following Stimulation with

Lipopolysaccharide. Hindawi. Vol 2013

Spagnuolo, M, et al. 2006. Nitric Oxide Stimulates The Erythrocyte For Ascorbate

Recycling. Elsevier Inc. 1089-8603

Supranto J. 2007. Teknik sampling untuk survey dan eksperimen. Ediasi ke-4. Jakarta: PT.

Rineka Cipta: 5-9

Tiefenbacher, C. 2001. Tetrahydrobiopterin: a critical cofactor for eNOS and a strategy in the

treatment of endothelial dysfunction?. APS. 280: H2484–H2488

Victor, M, et al. 2005. Role of Free Radicals in Sepsis: Antioxidant Therapy. Current

Pharmaceutical Design. 11: 3141-3158

Wang W, Jittikanont S, Falk SA, Li P, Feng L, Gengaro PE, et al (2003). Interaction among

nitric oxide, reactive oxygen species, and antioxidants during endotoxemia-related

acute renal failure. Am J Physiol Renal Physiol; 284: 352-7.

Xian, M, et al. 2000. Inhibition of Papain by S-Nitrosothiols. JBC

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 72: PENGARUH PEMBERIAN VITAMIN C TERHADAP DIAMETER …

72

72

Lampiran.1 Hasil Penelitian

Tabel Deskripsi Hasil Pemeriksaan Neutrophil

No K1 K2 K3

1 43.5 56.5 80.2

2 35.7 82.0 83.2

3 35.9 48.8 70.5

4 15.6 54.7 78.1

5 16.0 42.0 43.2

6 23.2 59.7 79.4

7 23.3 39.5 75.8

8 35.4 88.7 79.6

9 43.7 54.4 57.6

Rata -Rata 30.3 58.5 72.0

SD 10,96 16,69 13,21

Tabel Deskripsi Hasil Pengukuran Diameter Arteriol

No Tikus K1

(

K2

(

K3

(

1 A1 329.1 195.1 561.6

2 A2 216.6 135.2 311.0

3 A3 367.9 168.5 334.1

4 A4 208.9 133.5 570.0

5 A5 255.6 170.5 684.9

6 B1 208.5 137.4 585.8

7 B2 229.7 107.4 510.4

8 B3 184.6 136.7 459.0

9 B4 189.9 122.6 525.9

10 B5 247.5 139.6 402.6

11 C1 267.6 102.4 406.2

12 C2 232.2 107.9 424.8

13 C3 179.1 134.4 516.5

14 C4 150.4 129.5 411.3

15 C5 165.8 125.5 495.8

16 D1 330.3 136.1 400.7

17 D2 374.8 151.3 394.7

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 73: PENGARUH PEMBERIAN VITAMIN C TERHADAP DIAMETER …

73

73

No Tikus K1

(

K2

(

K3

(

18 D3 231.8 166.6 394.9

19 D4 274.5 155 469.6

20 D5 170.3 137.3 445.6

21 E1 129.3 137.3 423.8

22 E2 165.6 108.2 550.0

23 E3 147.8 124.1 517.2

24 E4 134.1 124.1 695.9

25 E5 167.3 121.3 616.1

26 F1 173.1 134.9 455.9

27 F2 165.6 140.3 484.3

28 F3 173.8 120.1 433.5

29 F4 144.8 123.1 538.8

30 F5 177 146.1 511.3

31 G1 141.6 160.7 209.4

32 G2 89.2 151.9 309.1

33 G3 139.1 136.2 240.6

34 G4 142.2 144.9 205.7

35 G5 78.1 165.6 391.0

36 H1 97.7 151.8 192.4

37 H2 145.5 156.8 235.6

38 H3 127.8 157.2 255.2

39 H4 116.2 131.5 182.9

40 H5 91.4 154.5 227.7

41 I1 118.5 167.6 180.6

42 I2 133.3 144.2 178.0

43 I3 130.4 128.3 180.6

44 I4 144.9 135.8 182.3

45 I5 110.5 111.4 188.7

Rata-rata 182.2 139.3 397.6

SD 71.48 19.49 148.64

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 74: PENGARUH PEMBERIAN VITAMIN C TERHADAP DIAMETER …

74

74

Hasil penghitungan dengan SPSS

Hasil Uji Normalitas Neutrofil

Case Processing Summary

9 100.0% 0 .0% 9 100.0%

9 100.0% 0 .0% 9 100.0%

9 100.0% 0 .0% 9 100.0%

Kelompok

K1

K2

K3

Neutrof il

N Percent N Percent N Percent

Valid Missing Total

Cases

Descriptives

30.2556 3.65206

21.8339

38.6772

30.3228

35.4000

120.038

10.95618

15.60

43.70

28.10

20.10

-.184 .717

-1.629 1.400

58.4778 5.56317

45.6491

71.3065

57.8531

54.7000

278.539

16.68950

39.50

88.70

49.20

25.45

.978 .717

.100 1.400

71.9556 4.40310

61.8020

82.1091

72.9284

78.1000

174.485

13.20929

43.20

83.20

40.00

15.85

-1.646 .717

2.071 1.400

Mean

Lower Bound

Upper Bound

95% Conf idence

Interv al for Mean

5% Trimmed Mean

Median

Variance

Std. Dev iat ion

Minimum

Maximum

Range

Interquartile Range

Skewness

Kurtosis

Mean

Lower Bound

Upper Bound

95% Conf idence

Interv al for Mean

5% Trimmed Mean

Median

Variance

Std. Dev iat ion

Minimum

Maximum

Range

Interquartile Range

Skewness

Kurtosis

Mean

Lower Bound

Upper Bound

95% Conf idence

Interv al for Mean

5% Trimmed Mean

Median

Variance

Std. Dev iat ion

Minimum

Maximum

Range

Interquartile Range

Skewness

Kurtosis

KelompokK1

K2

K3

Neutrof ilStat istic Std. Error

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 75: PENGARUH PEMBERIAN VITAMIN C TERHADAP DIAMETER …

75

75

Tests of Normality

.236 9 .158 .885 9 .178

.249 9 .115 .880 9 .159

.281 9 .039 .781 9 .012

Kelompok

K1

K2

K3

Neutrof il

Stat ist ic df Sig. Stat ist ic df Sig.

Kolmogorov-Smirnova

Shapiro-Wilk

Lillief ors Signif icance Correctiona.

K3K2K1

Kelompok

80.00

60.00

40.00

20.00

Neu

tro

fil

17

11

23

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 76: PENGARUH PEMBERIAN VITAMIN C TERHADAP DIAMETER …

76

76

Lampiran.2

Hasil Uji Kruskal-Wallis Test Neutrofil

NPar Tests Kruskal-Wallis Test

Hasil Uji Mann-Whitney Test Neutrofil NPar Tests Mann-Whitney Test

Ranks

9 5.67

9 16.11

9 20.22

27

Kelompok

K1

K2

K3

Total

Neutrof il

N Mean Rank

Test Statisticsa,b

16.088

2

.000

Chi-Square

df

Asy mp. Sig.

Neutrof il

Kruskal Wallis Testa.

Grouping Variable: Kelompokb.

Ranks

9 5.44 49.00

9 13.56 122.00

18

Kelompok

K1

K2

Total

Neutrof il

N Mean Rank Sum of Ranks

Test Statisticsb

4.000

49.000

-3.223

.001

.000a

Mann-Whitney U

Wilcoxon W

Z

Asy mp. Sig. (2-tailed)

Exact Sig. [2*(1-tailed

Sig.)]

Neutrof il

Not corrected f or ties.a.

Grouping Variable: Kelompokb.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 77: PENGARUH PEMBERIAN VITAMIN C TERHADAP DIAMETER …

77

77

NPar Tests Mann-Whitney Test

NPar Tests Mann-Whitney Test

Ranks

9 5.22 47.00

9 13.78 124.00

18

Kelompok

K1

K3

Total

Neutrof il

N Mean Rank Sum of Ranks

Test Statisticsb

2.000

47.000

-3.400

.001

.000a

Mann-Whitney U

Wilcoxon W

Z

Asy mp. Sig. (2-tailed)

Exact Sig. [2*(1-tailed

Sig.)]

Neutrof il

Not corrected f or ties.a.

Grouping Variable: Kelompokb.

Ranks

9 7.56 68.00

9 11.44 103.00

18

Kelompok

K2

K3

Total

Neutrof il

N Mean Rank Sum of Ranks

Test Statisticsb

23.000

68.000

-1.545

.122

.136a

Mann-Whitney U

Wilcoxon W

Z

Asy mp. Sig. (2-tailed)

Exact Sig. [2*(1-tailed

Sig.)]

Neutrof il

Not corrected f or ties.a.

Grouping Variable: Kelompokb.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 78: PENGARUH PEMBERIAN VITAMIN C TERHADAP DIAMETER …

78

78

Lampiran.3 Hasil Uji Normalitas Diameter Arteriol

Case Processing Summary

45 100.0% 0 .0% 45 100.0%

45 100.0% 0 .0% 45 100.0%

45 100.0% 0 .0% 45 100.0%

Kelompok

K1

K2

K3

Diameter Arteriol

N Percent N Percent N Percent

Valid Missing Total

Cases

Descriptives

182.2200 10.65549

160.7453

203.6947

177.3944

165.8000

5109.279

71.47922

78.10

374.80

296.70

89.45

1.116 .354

.904 .695

139.3422 2.90600

133.4856

145.1989

138.9111

136.7000

380.019

19.49407

102.40

195.10

92.70

28.40

.393 .354

.316 .695

397.6000 22.15820

352.9431

442.2569

393.9117

411.3000

22094.370

148.64175

178.00

695.90

517.90

275.80

-.041 .354

-.974 .695

Mean

Lower Bound

Upper Bound

95% Conf idence

Interv al for Mean

5% Trimmed Mean

Median

Variance

Std. Dev iat ion

Minimum

Maximum

Range

Interquart ile Range

Skewness

Kurtosis

Mean

Lower Bound

Upper Bound

95% Conf idence

Interv al for Mean

5% Trimmed Mean

Median

Variance

Std. Dev iat ion

Minimum

Maximum

Range

Interquart ile Range

Skewness

Kurtosis

Mean

Lower Bound

Upper Bound

95% Conf idence

Interv al for Mean

5% Trimmed Mean

Median

Variance

Std. Dev iat ion

Minimum

Maximum

Range

Interquart ile Range

Skewness

Kurtosis

KelompokK1

K2

K3

Diameter ArteriolStat istic Std. Error

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 79: PENGARUH PEMBERIAN VITAMIN C TERHADAP DIAMETER …

79

79

Tests of Normality

.162 45 .005 .905 45 .001

.117 45 .137 .975 45 .447

.127 45 .067 .939 45 .020

Kelompok

K1

K2

K3

Diameter Arteriol

Stat ist ic df Sig. Stat ist ic df Sig.

Kolmogorov-Smirnova

Shapiro-Wilk

Lillief ors Signif icance Correctiona.

K3K2K1

Kelompok

700.00

600.00

500.00

400.00

300.00

200.00

100.00

0.00

Dia

mete

r A

rteri

ol

46

17

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 80: PENGARUH PEMBERIAN VITAMIN C TERHADAP DIAMETER …

80

80

Lampiran.4 Hasil Uji Kruskal-Wallis Test Diameter Arteriol NPar Tests Kruskal-Wallis Test

Hasil Uji Mann-Whitney Test Diameter Arteriol

NPar Tests Mann-Whitney Test

Ranks

45 58.41

45 36.74

45 108.84

135

Kelompok

K1

K2

K3

Total

Diameter Arteriol

N Mean Rank

Test Statisticsa,b

80.505

2

.000

Chi-Square

df

Asy mp. Sig.

Diameter

Arteriol

Kruskal Wallis Testa.

Grouping Variable: Kelompokb.

Ranks

45 54.41 2448.50

45 36.59 1646.50

90

Kelompok

K1

K2

Total

Diameter Arteriol

N Mean Rank Sum of Ranks

Test Statisticsa

611.500

1646.500

-3.236

.001

Mann-Whitney U

Wilcoxon W

Z

Asy mp. Sig. (2-tailed)

Diameter

Arteriol

Grouping Variable: Kelompoka.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 81: PENGARUH PEMBERIAN VITAMIN C TERHADAP DIAMETER …

81

81

NPar Tests Mann-Whitney Test

NPar Tests

Mann-Whitney Test

Ranks

45 27.00 1215.00

45 64.00 2880.00

90

Kelompok

K1

K3

Total

Diameter Arteriol

N Mean Rank Sum of Ranks

Test Statisticsa

180.000

1215.000

-6.718

.000

Mann-Whitney U

Wilcoxon W

Z

Asy mp. Sig. (2-tailed)

Diameter

Arteriol

Grouping Variable: Kelompoka.

Ranks

45 23.16 1042.00

45 67.84 3053.00

90

Kelompok

K2

K3

Total

Diameter Arteriol

N Mean Rank Sum of Ranks

Test Statisticsa

7.000

1042.000

-8.114

.000

Mann-Whitney U

Wilcoxon W

Z

Asy mp. Sig. (2-tailed)

Diameter

Arteriol

Grouping Variable: Kelompoka.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 82: PENGARUH PEMBERIAN VITAMIN C TERHADAP DIAMETER …

82

82

LAMPIRAN.5 Ethical Clearance

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 83: PENGARUH PEMBERIAN VITAMIN C TERHADAP DIAMETER …

83

83

LAMPIRAN.6 Dokumentasi Penelitian

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 84: PENGARUH PEMBERIAN VITAMIN C TERHADAP DIAMETER …

84

84

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 85: PENGARUH PEMBERIAN VITAMIN C TERHADAP DIAMETER …

85

85

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 86: PENGARUH PEMBERIAN VITAMIN C TERHADAP DIAMETER …

86

86

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 87: PENGARUH PEMBERIAN VITAMIN C TERHADAP DIAMETER …

87

87

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user