PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK KEDELAI HITAM (Glycine max …repository.ub.ac.id/3787/1/PARAMITA WISNU...
Transcript of PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK KEDELAI HITAM (Glycine max …repository.ub.ac.id/3787/1/PARAMITA WISNU...
PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK KEDELAI HITAM (Glycine
max (L.) Merr.) TERHADAP KADAR MALONDIALDEHIDA
(MDA) DAN HISTOPATOLOGI HEPAR TIKUS DIABETES
MELLITUS TIPE I DENGAN INDUKSI
STREPTOZOTOCIN (STZ)
SKRIPSI
Oleh :
PARAMITA WISNU WARDANI
105130101111010
PROGRAM STUDI KEDOKTERAN HEWAN
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2017
ii
PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK KEDELAI HITAM (Glycine
max (L.) Merr.) TERHADAP KADAR MALONDIALDEHIDA
(MDA) DAN HISTOPATOLOGI HEPAR TIKUS DIABETES
MELLITUS TIPE I DENGAN INDUKSI
STREPTOZOTOCIN (STZ)
SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kedokteran Hewan
Oleh :
PARAMITA WISNU WARDANI
105130101111010
PROGRAM STUDI KEDOKTERAN HEWAN
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2017
iii
LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI
PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK KEDELAI HITAM (Glycine
max (L.) Merr.) TERHADAP KADAR MALONDIALDEHIDA
(MDA) DAN HISTOPATOLOGI HEPAR TIKUS DIABETES
MELLITUS TIPE I DENGAN INDUKSI
STREPTOZOTOCIN (STZ)
Oleh :
PARAMITA WISNU WARDANI
1051301011110010
Setelah dipertahankan di depan Majelis Penguji
pada tanggal ………
dan dinyatakan memenuhi syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kedokteran Hewan
Pembimbing I
Prof. Dr. Aulanni’am, drh., DES
NIP. 196009031988022001
Pembimbing II
Dyah Kinasih Wuragil,S.Si.,MP.,M.Sc
NIP. 198209142009122004
Mengetahui,
Dekan Fakultas Kedokteran Hewan
Universitas Brawijaya
Prof. Dr. Aulanni’am, drh., DES
NIP. 196009031988022001
iv
LEMBAR PERNYATAAN
Saya yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : ParamitaWisnu Wardani
NIM : 105130101111010
Program Studi : Program Kedokteran Hewan
Penulis Skripsi berjudul :
Pengaruh pemberian ekstrak kedelai hitam (Glycine max(L.) Merr) terhadap kadar
Malondialdehida (MDA) Diabetes Mellitus Tipe I dan gambaran histopatologi
hepar tikus dengan induksi Streptozotocin (STZ).
Dengan ini menyatakan bahwa:
1. Isi dari skripsi yang saya buat adalah benar-benar karya saya sendiri dan tidak
menjiplak karya orang lain, selain nama-nama yang termaktub di isi dan
tertulis di daftar pustaka dalam skripsi ini.
2. Apabila dikemudian hari ternyata skripsi yang saya tulis terbukti hasil
jiplakan, maka saya akan bersedia menanggung segala resiko yang akan saya
terima.
Demikian pernyataan ini dibuat dengan segala kesadaran.
Malang, Mei 2017
Yang menyatakan,
(Paramita Wisnu Wardani)
NIM. 105130101111010
v
The Effect of Black Soybean (Glycine max (L). Merr.) Extract to
Malondialdehide (MDA) Level and Liver Hitopathology of
Rats Model Diabetus Mellitus Streptozotocin
(STZ) induced
ABSTRACT
Diabetes mellitus is a hyperglycemic chronic metabolic disease due to insulin
secretion abnormalities. Excessive level of blood glucose disturbs the liver
performance which acts as the center of the body's metabolism. Black soybean
(Glycine max (L) Merr) contains isoflavones and anthocyanins which act as
antioxidants for the body. The purpose of this study is to determine the therapeutic
effect of water extract of black soybean (Glycine max (L) Merr) towards
malondialdehide levels (MDA) and hepatic histopathology of rat model of
streptozotocyn-induced type 1 diabetes mellitus. Intraperitoneal injection of
streptozotocyn was done with a dose of 20mg / kg for 5 days. This study used
male rats (Rattus norvegicus) age of 2 months, weight 100-150gr which were
divided into 5 groups including the control group, DM group and DM group
therapeutic dose of 500 mg / kg, dose of 750 mg / kg, and dose of 1000mg / kg.
MDA levels were analyzed using Thiobarbaturic Acid (TBA) methods and
hepatic organ histopathology were observed using Hematoxylin Eosin staining
(HE) method. The results indicated that the therapy of black soybean extract can
reduce levels of MDA in DM rats induced by MLD-STZ significantly (p <0.05).
Therapeutically effective dose is 1000 mg / kg which lowers the levels of MDA
by 54%. The observation of liver histopathology showed an improvement of
sinusoid and a decrease in tissue necrosis. An effective therapeutic dose is 1000
mg / KgBW.
Keywords: Diabetes Mellitus (DM), Black Soybeans, MDA, liver, Streptozotocyn
vi
Pengaruh Pemberian Ekstrak Kedelai Hitam (Glycine
max (L.) Merr.) Terhadap Kadar Malondyaldehida
(MDA) dan Histopatologi Hepar Tikus Diabetes
Melitus Tipe I Dengan Induksi
Streptozotocin (STZ)
ABSTRAK
Diabetes mellitus adalah penyakit metabolik kronis bersifat hiperglikemia
dan berefek pada kelainan sekresi insulin. Kadar glukosa darah yang melebihi
normal mengganggu kinerja hepar yang berperan sebagai pusat metabolisme
dalam tubuh. Kedelai hitam (Glycine max (L) Merr) mengandung isoflavon dan
antosianin yang berfungsi sebagai antioksidan bagi tubuh. Tujuan dari penelitian
ini adalah mengetahui pengaruh terapi ekstrak air kedelai hitam (Glycine max (L)
Merr) terhadap kadar malondialdehida (MDA) dan gambaran histopatologi hepar
tikus model diabetes mellitus tipe 1 hasil induksi streptozotocin. Injeksi
streptozotocin dilakukan secara intraperitonial dengan dosis 20mg/kgBB selama 5
hari. Penelitian ini menggunakan tikus jantan (Rattus norvegicus) umur 2 bulan
dengan berat badan 100-150g yang dibagi dalam 5 kelompok antara lain
kelompok kontrol, kelompok DM, serta kelompok DM terapi dosis 500 mg/kg
BB, dosis 750 mg/kg BB, dan dosis 1000mg/kg BB. Kadar MDA dianalisis
menggunakan metode Thiobarbaturic Acid (TBA) dan histopatologi organ hepar
secara mikroskopis. Pemberian terapi ekstrak kedelai hitam (Glycine max(L.)
Merr.) dengan dosis 500 mg/KgBB, 750 mg/KgBB, dan 1000 mg/KgBB pada
hepar tikus yang diinduksi MLD-STZ. Dosis efektif terapi adalah dosis 1000
mg/KgBB karena mampu menurunkan kadar MDA dengan maksimal sebesar
57%. Pemberian terapi ekstrak kedelai hitam yang mengandung senyawa
antosianin dan flavonoid yang mampu memperbaiki histopatologi tikus jantan
(Rattus norvegicus) model diabetes mellitus tipe 1 yang ditunjukkan dengan
adanya perbaikan pada sel hepatosit. Kata Kunci : Diabetes Mellitus (DM), Kedelai hitam, MDA, hepar, Streptozotocyn
vii
KATA PENGANTAR
Puji Syukur dihaturkan kepada Allah S.W.T. yang telah melimpahkan
rahmat-Nya sehingga penulis mampu menyelesaikan Tugas Sarjana ini dengan
baik.
Tugas sarjana ini merupakan persyaratan terakhir bagi mahasiswa Program
Studi Kedokteran Hewan Universitas Brawijaya Malang untuk dapat meraih gelar
sarjana strata satu. Penelitian ini adalah bagian dari penelitian tentang Pengaruh
Pemberian Ekstrak Kedelai Hitam (Glycine max (L.) merr.) Terhadap Kadar
Malondialdehida (MDA) Diabetes Melitus Tipe I dan Gambaran Histopatologi
Hepar Tikus dengan Induksi Streptozotocin (STZ). Penelitian ini diketuai oleh
Prof. Dr. Aulanni’am, drh., DES. Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan
terima kasih yang tak terhingga kepada :
1. Prof. Dr. Aulanni’am, drh., DES. sebagai Pembimbing I tugas Sarjana ini
atas segala bantuan, kesempatan, nasihat, dan arahan yang diberikan tiada
hentinya kepada penulis.
2. Dyah Kinasih Wuragil, S.Si.,MP.,M.Sc. sebagai Pembimbing II tugas
Sarjana ini atas segala bantuan, kesempatan, nasihat, dan arahan yang
diberikan tiada hentinya kepada penulis.
3. drh. Herlina Pratiwi sebagai dosen penguji atas masukan-masukan yang
telah diberikan.
4. drh. Fajar Shodiq Permata, M.Biotech. sebagai dosen penguji atas masukan-
masukan yang telah diberikan.
5. Prof. Dr. Aulanni’am, drh., DES sebagai Dekan Fakultas Kedokteran
Hewan Universitas Brawijaya atas nasihat dan arahan yang telah diberikan.
6. Mbak Nita, Mbak Vivi, Mbak Ninik, Pak Har dan seluruh Asisten
Laboratorium Taksonomi, Laboratorium Fisiologi Reproduksi,
Laboratorium Biokimia dan Laboratorium Biologi Molekul dan Seluler
FMIPA Universitas Brawijaya atas segala bantuan yang telah diberikan
kepada penulis.
viii
7. Bapak Suwito, Almarhumah Ibu Herlin Kuswardani, kakak saya tercinta Aji
Wisnu Murti dan Borhan Wisnu Murti yang selalu menyemangati dan
menyayangi serta begitu sabar menanti, mendorong, membantu penulis
selama belajar di Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Brawijaya
Malang
8. Luh Putu Gina, Nur Abyda Erniaji, Anne Herli selaku teman seperjuangan
dalam menyelesaikan penelitian ini.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan,
maka kritik dan dan saran yang konstruktif dari semua pihak sangat diharapkan
demi penyempurnaan selanjutnya.
Malang, Mei 2017
ix
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL……………………………..……..........……………….............. ii
HALAMAN PENGESAHAN………………….....…………………………..............
HALAMAN PERNYATAAN………………………………………………..............
iii
iv
ABSTRAK...................………………………………………………………...............
KATA PENGANTAR………………………………………………….......................
v
vi
DAFTAR ISI………………………………………………………………….............. viii
DAFTAR GAMBAR …………………………………………………….................... x
DAFTAR LAMPIRAN……………………………………………………................. xi
DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG……………………............... xii
BAB 1 PENDAHULUAN……………………………………………………............. 1
1.1 Latar Belakang……………………………………………………................. 1
1.2 Rumusan Masalah…………………………………………………................ 4
1.3 Batasan Masalah…………………………………………….......................... 4
1.4 Tujuan……………………………………………..………………................ 5
1.5 Manfaat……………………………………………..……………….............. 5
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA……………………………………………................ 6
2.1 Diabetes Mellitus............................................................................................. 6
2.2 Histologi Hepar Tikus...................................................................................... 8
2.3 Kedelai Hitam.................................................................................................. 9
2.4 Induksi Diabetes Mellitus................................................................................ 10
2.4.1 Tikus Putih.................................................................................................. 10
2.4.2 Mekanisme STZ.......................................................................................
2.5 Malondialdehida (MDA) ……………………………………………………
11
13
BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN......................... 14
3.1 Kerangka Konseptual……………………………………………................... 14
3.2 Hipotesis Penelitian……………………………………………..…................ 17
BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN...................................................................... 18
4.1 Waktu dan Tempat Penelitian.......................................................................... 18
4.2 Alat dan Bahan Penelitian................................................................................
4.2.1 Alat ………………………………………………………………………
4.2.2 Bahan……………………………………………………………………..
18
18
18
4.3 Tahapan Penelitian....................................................... ................................... 19
4.4 Prosedur Kerja....................................................... .......................................... 19
4.4.1 Rancagan Penelitian dan Persiapan hewan coba …..………................
4.4.2 Pembuatan Ekstrak Kedelai Hitam .......................................................
19
20
4.4.3 Pembuatan Larutan STZ dan Injeksi Intraperitonial.........…................ 21
4.4.4 Pengukuran Glukosa Darah................................................................... 21
4.4.5 Terapi Ekstrak Kedelai Hitam............................................................... 22
4.4.6 Pengambilan Organ Hepar..................................................................... 22
4.4.7 Pembuatan Preparat Histologi Hepar.....................................................
22
x
4.4.8 Pengukuran Kadar Malondialdehida dengan Uji TBA.......................... 24
4.4.9 Analisis Data ........................................................................................
BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN………………………………………………
5.1 Pengaruh Pemberian Ekstrak Kedelai Hitam Terhadap Penurunan Kadar
MDA pada Organ Hepar Tikus dengan Induksi STZ…………………………………
5.2 Pengaruh Pemberian Ekstrak Kedelai Hitam Terhadap Gambaran
Histopatologi Organ Hepar Tikus dengan Induksi STZ……………………………
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN………………………………………………
6.1 Kesimpulan.............................................................................. ........... ..........
6.2 Saran.............................................................................. ........... ..........
24
25
25
30
35
35
35
DAFTAR PUSTAKA................................ ................................ .................................. 36
LAMPIRAN................................ ................................ ................................................. 40
xi
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
Gambar 3.1 Kerangka Konsep Penelitian .................................................... 16
Gambar 5.1 Kadar MDA dari organ hepar tikus…………………………… 25
Gambar 5.2 Histopatologi organ hepar tikus……………………………… 30
xii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
1. Sertifikat Laik Etik..................................................................................... 40
2. Determinasi Kedelai Hitam......................................................................... 41
3. Diagram Alir Penelitian ............................................................................. 42
4. Pembuatan Ekstrak Kedelai Hitam ............................................................. 43
5. Diagram Kerja Penelitian ............................................................................ 44
5.1 Pembedahan Hewan Coba ................................................................. 44
5.2 Pengukuran Kadar MDA Jaringan Hepar ..........................................44
5.2.1 Pembuatan Kurva Baku MDA........................................................44
5.2.2 Skema Prosedur Pengukuran Kadar Malondialdehida (MDA)
dengan Uji TBA.......................................................................... 44
5.3 Prosedur Pembuatan Preparat Histopatologi Organ Hepar
dengan Metode Pewarnaan HE ............................................................44
6. Perhitungan Dosis........................................................................................45
7. Perhitungan kadar MDA…………………………………………………..50
xiii
DAFTAR SINGKATAN DAN ARTI LAMBANG
Simbol/singkatan Keterangan
ANOVA analysis of variant
BNJ beda nyata jujur
DM diabetes mellitus
HE hematoksilin eosin
MDA malondialdehida
PBSA phospat buffer salin azida
PFA paraformaldehid
RAL rancangan acak lengkap
ROS reactive oxygen species
TBA thiobarbituric acid
TCA tri chloro acetic
T1DM type 1 diabetes mellitus
T2DM type 2 diabetes mellitus
STZ streptozotocyn
NO Radikal nitrit oxide
Kg Kilogram
mg Miligram
mL Mililiter
MLD-STZ Multiple Low Dose Streptozotocin
NaCl Natrium Clorida
NaOH Natrium Hidroksida
1
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Diabetes mellitus (DM) adalah penyakit metabolik kronis yang mempunyai
beberapa karakteristik diantaranya bersifat hiperglikemia, efek tersebut terjadi
karena kelainan sekresi insulin (ADA, 2012). Diabetes mellitus (DM) ditandai
dengan kadar glukosa darah yang melebihi normal akibat tubuh kekurangan insulin,
baik absolut maupun relatif. Keadaan hiperglikemia yang berlangsung lama dalam
tubuh dapat menimbulkan komplikasi seperti stroke, jantung, dan dapat pula
menimbulkan kerusakan pada ginjal serta terjadi perlemakan pada hepar. Diabetes
mellitus dibagi menjadi 2 kategori utama berdasarkan sekresi insulin endogen untuk
mencegah munculnya ketoasidosis, yaitu diabetes mellitus tergantung insulin atau
tipe I, dan diabetes mellitus tidak tergantung insulin atau tipe II (Nugroho, 2006).
Di Amerika, kejadian diabetes mellitus pada anjing dan kucing bervariasi,
pada anjing mulai dari rasio 1:400 dan pada kucing 1:800. Kasus diabetes mellitus
pada anjing rentan pada usia 7-10 tahun, jenis anjing yang sering terkena diabetes
mellitus adalah anjing poodle, terrier, dachshunds, dan spaniel (Wardhana, 2010).
Beberapa faktor yang dapat memicu terjadinya diabetes mellitus pada hewan antara
lain umur, ras, jenis kelamin, dan lingkungan (Fall et al., 2007). Indonesia sebagai
salah satu negara berkembang merupakan negara dengan populasi ke empat
terbesar di dunia mempunyai potensi mengalami peningkatan jumlah penderita
diabetus melitus dengan gaya hidup modern yang cenderung tidak sehat. Menurut
data yang dicantumkan oleh WHO pada tahun 2012, prosentase penderita penyakit
ini sebesar 8,6% (Prabawati, 2012) .
2
Hepar adalah salah satu organ yang merupakan pusat metabolisme dalam
tubuh. Hepar memiliki fungsi dalam proses detoksifikasi dan sebagai pusat
biosintesis. Hepar adalah organ yang rentan dengan suatu yang bersifat toksik yang
masuk dalam tubuh, karena hal itu hepar bisa dipakai sebagai bahan pengamatan
histopatologi dalam suatu penyakit (Hudgson, 2004). Efek yang dapat ditimbulkan
oleh diabetus mellitus adalah terjadinya perlemakan dalam hepar. Perlemakan yang
terjadi menyebabkan hepar menyimpan lemak. Sedangkan kerja hepar adalah
membakar lemak dan membuang lemak dari tubuh. Perlemakan hepar merupakan
akumulasi trigliserida dan jenis lemak lain pada sel hepar. Jika sel hepar dipenuhi
lemak, maka hepar tidak mampu menyaring dan membersihkan aliran darah secara
efisien sehingga menyebabkan aliran darah dipenuhi lemak dan racun (Lauralee,
2001).
Keadaan hiperglikemia yang terjadi pada diabetes mellitus dapat
mengakibatkan peningkatan jumlah radikal bebas didalam sel. Terjadinya
ketidakseimbangan antara antioksidan protektif dengan jumlah radikal bebas dapat
memicu terjadinya kerusakan oksidatif atau stress oksidatif (Desminarti et al.,
2012). Stress oksidatif dapat berpengaruh pada resistensi insulin yang dapat
memperburuk kondisi diabetes dan berdampak pada penurunan aktifitas katalase
dalam tubuh (Arifin et al., 2007). Banyak substansi biologi yang digunakan dalam
proses penghitungan radikal bebas, salah satunya dengan melakukan pengukuran
Malondialdehyde (MDA). Kerusakan pada organ hepar juga dapat dilihat dengan
melakukan pengamatan histopatologi dari organ hepar tersebut. Gambaran
3
histopatolgi jaringan hepar dilakukan untuk memperlihatkan keadaan patologik
jaringan hepar yang mengalami perlemakan (Setiawan & Suhartono, 2005).
Pengobatan diabetes mellitus adalah pengobatan menahun dan seumur
hidup. Penggunaan insulin untuk pengobatan diabetes mellitus dan obat
antidiabetes harganya relatif mahal karena penggunaannya dalam jangka waktu
lama dan dapat menimbulkan efek samping. Penggunaan obat herbal menjadi
pilihan untuk mengurangi terjadinya efek samping yang ditimbulkan oleh
penggunaan obat kimia, dimana obat herbal memiliki efek samping yang relatif
rendah dengan harga yang murah (Dalimartha, 2012). Penelitian ini menggunakan
ekstrak air rebusan Kedelai hitam (Glycine max I merr) untuk penanganan terapi
penyakit diabetes mellitus tipe 1.
Kedelai hitam mengandung isoflavon dan antosianin yang berfungsi sebagai
antioksidan bagi tubuh. Antosianin pada kedelai dapat menghambat beberapa
penyakit karena aktivitas radikal bebas dan menghambat penuaan dini.
(Utaminingrum, 2011). Sedangkan isoflavon dalam kedelai hitam baik untuk
kesehatan kulit tubuh untuk menekan tekanan darah dan dapat pula menurunkan
kadar kolesterol dalam darah (Astuti, 2008).
Penelitian kali ini dilakukan untuk mengetahui manfaat pemberian ekstrak
air rebusan kedelai hitam terhadap penurunan terjadinya stress oksidatif pada tikus
model diabetes mellitus yang dipapar Streptozotocin dosis rendah berulang (MLD-
STZ) dilihat dari aktivitas katalase, kadar Malondialdehida (MDA) dan
histopatologi jaringan hepar tikus.
4
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka penelitian ini dapat
dirumuskan beberapa permasalahan, yaitu :
1. Apakah pemberian terapi air rebusan kedelai hitam dapat menurunkan
kadar malondialdehida (MDA) pada jaringan hepar tikus model diabetes
melitus akibat paparan streptozotocin dosis rendah berulang (MLD-STZ) ?
2. Apakah pemberian terapi air rebusan kedelai hitam menunjukkan perbedaan
gambaran histopatologi jaringan hepar tikus model diabetes melitus akibat
paparan streptozotocin dosis rendah berulang (MLD-STZ) ?
1.3 Batasan Masalah
Berdasarkan rumusan masalah diatas, dapat diambil beberapa batasan
masalah, antara lain:
1. Hewan coba yang digunakan adalah tikus putih jantan (Rattus norvegicus)
strain Wistar usia 2 bulan, berat badan 100-200 g sebanyak 30 ekor
diperoleh dari Unit Pengembangan Hewan Percobaan (UPHP) UGM
Yogyakarta yang telah mendapatkan persetujuan laik etik dari Komisi Etik
Penelitian Universitas Brawijaya No:196-KEP-UB. ( Lampiran 1.)
2. Pembuatan hewan model diabetes melitus tipe 1 dilakukan dengan
pemberian streptozotocin dosis rendah berulang (MLD-STZ) yang
diberikan adalah 20mg/kg BB yang dilakukan 5 kali berturut-turut selama 5
hari. Tikus dinyatakan dibetes mellitus apabila gula darah lebih atau sama
dengan 200 mg/dL (Gina, 2014).
5
3. Ekstrak kedelai hitam (Glycine max (L.) merr) menggunakan pelarut air
dengan konsentrasi 25% ( 25 g kedelai hitam dalam 100mL air) kemudian
dipanaskan (Gina, 2014). Kedelai hitam (Glycine max (L.) merr) didapatkan
di Lombok, Nusa Tenggara Timur dengan determinasi di Laboraturium
Taksonomi, Struktur dan Perkembangan Tumbuhan, Jurusan Biologi,
Fakultas MIPA, Universitas Brawijaya. (Lampiran 2.)
4. Dosis terapi pada hewan model diabetes melitus yang digunakan dengan air
rebusan kedelai hitam yaitu dosis 500mg/kg BB, 750mg/kg BB, dan
1000mg/kg BB. Terapi dilakukan selama dua minggu dengan melakukan
sonde pada tikus di pagi hari (Yu et al., 2004).
5. Variabel yang diamati dalam penelitian ini adalah kadar MDA diukur
menggunakan metode Thiobarbituric Acid serta gambaran histologi dengan
menggunakan Hematoxylin-Eosin (HE) .
1.4 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Mengetahui efek terapi air rebusan kedelai hitam terhadap penurunan kadar
malondialdehida (MDA) organ hepar tikus (Rattus novergicus) diabetes
mellitus akibat paparan Streptozotocin dosis rendah berulang (MLD-STZ).
2. Mengetahui efek terapi air rebusan kedelai hitam terhadap perbedaan
gambaran histopatologi organ hepar tikus (Rattus novergicus) diabetes
akibat paparan Streptozotocin dosis rendah berulang (MLD-STZ).
6
1.5 Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian kali ini yaitu, dapat
digunakan sebagai kajian ilmiah mengenai manfaat dari ekstrak kedelai hitam pada
pengobatan penderita diabetes mellitus tipe 1.
6
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Diabetus Melitus
Diabetes melitus (DM) merupakan salah satu dari beberapa penyakit kronis
yang ada di dunia. Dikenal sebagai penyakit gula karena jumlah atau konsentrasi
glukosa di dalam darah melebihi keadaan normal. Penyakit Diabetes mellitus
adalah kasus gangguan endokrin yang paling banyak ditemui. Gejala-gejala akut
diabetes mellitus disebabkan oleh efek insulin yang tidak maksimal karena insulin
adalah satu-satunya hormon yang dapat menurunkan kadar glukosa darah. Salah
satu gambaran diabetes melitus yang paling menonjol adalah peningkatan kadar
glukosa darah atau hiperglikemia (Sidartawan, 2007).
Keadaan kadar glukosa dalam darah meningkat, pankreas mengeluarkan
hormon yang disebut insulin. Insulin tersebut memungkinkan sel tubuh menyerap
glukosa untuk digunakan sebagai sumber tenaga. Hiperglikemia, terjadi akibat
penurunan penyerapan glukosa oleh sel-sel, disertai oleh peningkatan pengeluaran
glukosa oleh hepar. Pengeluaran glukosa oleh hati meningkat karena proses-proses
yang menghasilkan glukosa, yaitu glikogenolisis dan glukoneogenesis, berlangsung
tanpa hambatan karena insulin tidak ada. Sebagian besar sel tubuh tidak dapat
menggunakan glukosa tanpa bantuan insulin sehingga pada keadaan kronis akan
terjadi kelebihan glukosa ekstrasel sementara terjadi defisiensi glukosa intrasel (
Lauralee, 2001).
Menurut WHO, diabetes mellitus merupakan penyakit kronis yang
disebabkan oleh keadaan dimana pankreas mengalami penurunan produksi insulin
yang menyebabkan kadar glukosa dalam darah meningkat sehingga dapat
7
menyebabkan berbagai komplikasi kerusakan jaringan tubuh, khususnya pembuluh
darah dan syaraf. Hasil data penelitian terbaru menunjukkan bahwa kurang lebih
150 juta orang di seluruh dunia menderita penyakit ini,di prediksi akan terjadi
peningkatan dua kali lipat pada tahun 2025. Besarnya angka kenaikan ini
diperkirakan karena akan banyak bermunculan negara berkembang dengan tingkat
pertumbuhan penduduk yang cenderung tinggi, serta diikuti dengan gaya hidup
modern yang cenderung tidak sehat (Prabawati, 2012).
Peningkatan kadar gula dapat mengakibatkan naiknya osmolalitas cairan
ekstra selular. Peningkatan osmolalitas cairan ekstra selular yang melebihi ambang
batas ginjal akan menyebabkan glukosa dikeluarkan melalui urin. Glukosa yang ada
akan menarik air dan elektrolit lain sehingga orang yang menderita penyakit
diabetes mellitus akan sering kencing atau mengalami poliurinaria. Dengan
keadaan seperti itu, tubuh akan selalu dalam keadaan haus yang mengharuskan
penderita DM banyak minum.
Keadaan hiperglikemia dapat dijumpai hampir diseluruh pasien diabetes
mellitus tipe1. Dengan kadar glukosa darah 300-500 mg/dl pada 21 ( 51,2%) kasus,
lebih dari 500 mg/dl pada 15 (36,5%) kasus dan antara 200-300 mg/dl pada 5
(12,3%) kasus. Diagnosis bahwa pasien menderita DM sudah ditegakkan apabila
kadar glukosa darah menunjukkan salah satu kriteria tersebut. Dengan gejala klinis
poliurua, polifagia, berat badan menurun, dan kadar glukosa darah lebih dari 200
mg/dl atau bila asimptomatis, maka kadar glukosa darah harus lebih dari 200 mg/dl
atau kadar gula puasa darah lebih tinggi dari normal atau dengan tes tolernasi
glukosa kadar glukosa darah puasa >140mg/dl ( Nugroho, 2006).
7
2.2 Histologi Hepar tikus
Hepar adalah salah satu organ yang merupakan pusat metabolisme dalam
tubuh. Hepar memiliki fungsi dalam proses detoksifikasi dan sebagai pusat
biosintesis. Hepar adalah organ yang rentan dengan suatu yang bersifat toksik yang
masuk dalam tubuh, karena hal itu hepar bisa dipakai sebagai bahan pengamatan
histopatologi dalam suatu penyakit (Hudgson, 2004).
Hepar merupakan kelenjar terbesar dalam tubuh. Hepar terdiri atas sel-sel
hati (hepatosit) yang tersusun radial ke arah luar vena sentralis. Sel hati berbentuk
polihedral dengan inti bulat dan terletak di tengah. Pada beberapa sinusoid akan
ditemukan sel Kuppfer, yang merupakan sel makrofag normal yang ditemukan di hati.
Permukaaan hati diliputi oleh lapisan jaringan ikat padat, dan ditutupi oleh peritoneum.
Hati tersusun dalam lobulus yang didalamnya mengalir darah melewati sel-sel hati
melalui sinusoid dari cabang vena porta hepatika ke dalam vena sentralis tiap lobulus.
Setiap lobulus hati terbangun dari berbagai komponen, yaitu sel-sel parenkim hati
(hepatosit), vena sentralis, sinusoid, cabang-cabang vena porta, cabang-cabang arteri
hepatika, sel Kupffer dan kanalikuli billiaris. Sel-sel Kupffer yang berada dalam lumen
sinusoid bertindak sebagai makrofag yang memiliki fungsi fagositik (Ganong, 2003).
2.3 Kedelai Hitam
Kedelai hitam merupakan tanaman asli Asia tropis di Asia Tenggara.
Kedelai hitam banyak ditemukan di Jepang, Korea, Asia Tenggara dan juga
Indonesia. Di Indonesia sendiri, kedelai hitam menjadi salah satu budaya kuliner
Indonesia. Prosentase protein dalam kedelai hitam sebesar 38%, membuat tanaman
ini tergolong dalam tanaman yang berprotein tinggi. Selain mempunyai prosentase
7
protein yang cukup tinggi, kedelai hitam juga mempunyai antioksidan yang dapat
mencegah penyakit tertentu (Joe, 2011).
Namun di Indonesia, pemanfaatan kedelai hitam tidak setenar seperti pada
kedelai kuning. Pemanfaatan kedelai hitam selama ini hanya sebatas bahan pokok
pembuatan kecap. Banyak yang tidak mengetahui bahwa kandungan di dalam
kedelai hitam mempunyai efek positif. Kedelai hitam mengandung isoflavon dan
antosianin yang berfungsi sebagai antioksidan bagi tubuh. Antosianin merupakan
sejenis flavonoid yang merupakan komponen utama warna hitam pada kedelai.
Antosianin pada kedelai dapat menghambat beberapa penyakit karena aktivitas
radikal bebas dan menghambat penuaan dini (Utaminingrum, 2011). Sedangkan
isoflavon dalam kedelai hitam baik untuk kesehatan kulit tubuh untuk menekan
tekanan darah dan dapat pula menurunkan kadar kolesterol dalam darah (Astuti,
2008).
Kedelai hitam dapat digunakan sebagai sumber antosianin prima karena
kandungan C-3-G dan D-3-G yang tinggi. Kandungan antosianin pada kedelai
hitam adalah Delphinidin-3-Glukosida (0 – 3,71 mg/g), Cyanidin-3-Glukosida
(0,94 – 15,98 mg/g), Petunidin-3-Glukosida (0 – 1,41 mg/g), sehingga diperoleh
antosianin total 1,58 – 20,18 mg/g (Muclish, 2012).
Taksonomi kedelai hitam sebagai berikut (Sharma, 2001) :
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Sub-divisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledonae
7
Ordo : Polypetales
Famili : Legumenosae (Papilionaceae)
Sub-famili : Papilionoideae
Genus : Glycine
Species : Glycine max (L.) merr
2.4.1 Induksi Diabetes Mellitus
2.4.1.1 Tikus Putih (Rattus novergicus)
Klasifikasi tikus putih menurut Sirois (2005) yaitu :
Kingdom : Animalia
Fikum : Chordota
Kelas : Mamalia
Ordo : Rodentia
Sub Ordo : Myomorpha
Famili : Muridae
Sub famili : Murinae
Genus : Rattus
Spesies : Rattus novergicus
Hewan laboraturium merupakan hewan yang sengaja dipelihara dan
diternakan untuk dipakai sebagai penelitian atau pengamatan laboratoris. Pemilihan
tikus putih untuk percobaan disebabkan oleh beberapa hal, antara lain : ekonomis,
mudah berkembangbiak, mudah disimpan karena ukuran tubuh kecil, memiliki
perilaku (biologis) tubuh menyerupai manusia, dan mudah beradaptasi dengan
lingkungan yang baru (Sirois, 2005).
7
Ciri-ciri Rattus novergicus antara lain : bertubuh panjang dengan kepala
lebih sempit, telinga tebal namun pendek dengan rambut halus, mata berwarna
merah, dan ekornya yang panjang. Sedangkan beratnya mencapai 240 g untuk tikus
putih jantan berumur 12 minggu. Namun untuk betina hanya mencapai 200 g. Tikus
putih memiliki lama hidup berkisar 4-5 tahun.
2.4.2 Mekanisme Streptozotocin
Streptozotocin dapat digunakan untuk menginduksi baik DM tipe 1 maupun
tipe 2 pada hewan uji. Dua macam dosis STZ yang biasa digunakan untuk
menaikkan gula darah pada hewan coba yakni pertama dosis tinggi tunggal > 40
mg/kgBB, kedua dosis rendah (MLD-STZ, Multiple Low Dose Streptozotocin) <
40 mg/kgBB yang diberikan 5 hari berturut-turut (Yu et all., 2004). Dosis yang
digunakan pada penelitian ini adalah 20 mg/kgBB sebanyak lima kali berturut-turut
selama 5 hari. Streptozotocin menginduksi terjadinya diabetes mellitus pada tikus
melalui perusakan DNA sel β pankreas. Di dalam sel β pankreas, STZ merusak
DNA melalui pembentukan NO, radikal hidroksil dan hydrogen peroksida.
Perusakan DNA ini menstimulasi ribosilasi poli ADP yang selanjutnya
menyebabkan deplesi NAD+ dan ATP di dalam sel. Akibatnya produksi insulin
terganggu dan jumlah yang dihasilkan berkurang atau bahkan dapat menyebabkan
apoptosis sel. Peningkatan defosforilasi ATP akan memacu peningkatan substrat
untuk enzim xantin oksidase (sel β pankreas mempunyai aktivitas tinggi terhadap
enzim ini), lebih lanjut meningkatkan produksi asam urat xantin oksidase
mengkatalisis reaksi pembentukan anion superoksida aktif. Dari pembangkitan
anion superoksida, terbentuk hidrogen peroksida dan radikal superoksida. NO dan
7
oksigen reaktif tersebut adalah penyebab utama kerusakan sel β pankreas
(Szukudelsi, 2001)
Paparan STZ pada hewan coba akan menyebabkan perkembangan
hiperglikemia. Perubahan sel β pankreas mulai terjadi setelah 6 jam injeksi STZ,
dimana pada tahap ini menunjukkan kadar glukosa darah (80-150 mg/dL).
Selanjutnya akan terjadi kenaikan glukosa darah setelah 12-24 jam berkisar (> 300
mg/dL) (Qiu et al., 2007).
2.5 Malondialdehida (MDA)
Malondialdehida merupakan produk utama hasil oksidasi Poly Unsaturated
Fatty Acid (PUFA) dan MDA merupakan salah satu yang paling sering digunakan
sebagai indikator peroksidasi lipid. MDA juga digunakan secara luas sebagai
petanda biologik stress oksidatif, sensitif, dan bisa digunakan pada penelitian dalam
jumlah besar. MDA merupakan produk peroksidasi lipid yang relatif konstan
terhadap proporsi peroksidasi lipid, oleh karena itu merupakan indikator yang tepat
untuk mengetahui kecepatan (rate) proses peroksidasi lipid in vivo (Siswonoto,
2008).
Malondialdehida merupakan satu dari beberapa substansi dengan berat
molekul ringan yang dihasilkan pada proses peroksidasi lipid. Polimerasi MDA
dapat terhidrolisa dalam medium asam dan labil dalam pemanasan. Metode TBARS
menggunakan teknik kolorimetri dengan melihat perubahan warna, tetapi
mempunyai hasil yang tidak spesifik, oleh karena juga terukur aldehid yang lain.
Hasil TBA-MDA mempunyai hasil yang lebih baik dengan menggunakan teknik
fluorometri. Pemeriksaan yang lebih spesifik menggunakan metode High
7
Performance Liquid Chromatography (HPLC) dan memenuhi kriteria akurasi,
spesifisitas dan sensitivitas dan metode ini sebagai pilihan untuk evaluasi status
stres oksidatif (Siswonoto, 2008).
14
BAB 3 KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS PENELITIAN
3.1 Kerangka Konseptual
Streptozotocin (STZ) merupakan agen diabetogenik hewan model tikus
yang dapat membangkitkan oksigen reaktif sehingga menyebabkan peningkatan
Reactive Oxygen Species (ROS) dan merupakan donor Nitrite Oxide (NO).
Peningkatan ROS akan terjadi apabila tikus model diinduksi STZ sehingga dapat
menyebabkan kerusakan sel β pankreas. Kerusakan sel β pankreas dapat
mengakibatkan penghambatan sintesis dan sekresi insulin yang menyebabkan tikus
model menderita DM 1. Diabetes mellitus tipe 1 menyebabkan stres oksidatif,
dimana produksi radikal bebas (oksidan) melebihi kemampuan antioksidan tubuh.
Sumber stres oksidasi pada diabetes disebabkan perpindahan keseimbangan reaksi
redoks karena perubahan metabolisme karbohidrat dan lipid dalam hati yang dapat
meningkatkan pembentukan ROS dari reaksi glikasi dan oksidasi lipid sehingga
menurunkan sistem pertahanan antioksidan. Penurunan insulin mengakibatkan
kerja Hormone Sensitive Lipase (HSL) meningkat sehingga terjadi peningkatan
pemecahan trigliserida (TG) menjadi Free Fatty Acid (FFA) dan gliserol. Free
Fatty Acid (FFA) akan meningkat jumlahnya dalam darah yang kemudian akan
masuk ke hepar untuk diesterifikasi menjadi TG. Kerja enzim lipoprotein lipase
(LPL) dalam menghidrolisa VLDL juga akan terganggu apabila terjadi penurunan
insulin yang mengakibatkan TG terakumulasi di dalam sel hepar sehingga terjadi
kerusakan pada sel hepar berupa degenerasi lemak. Di sisi lain, keadaan insulin
yang meningkat dapat mengakibatkan kenaikan ROS dan berefek pada
15
pengurangan atom hidrogen pada poly-unsurated fatty acid (PUFA) di membran sel
dan menginisiasi proses peroksidasi lipid yang ditandai dengan adanya peningkatan
kadar malondialdehida (MDA).
Bahan terapi yang digunakan dalam penelitian ini adalah ekstrak kedelai
hitam yang mengandung antioksidan berupa isoflavon dan antosianin yang dapat
mengurangi terbentuknya ROS dan terjadinya peroksidasi lipid. Penurunan
pembentukan ROS dan terjadinya peroksidasi lipid diharapkan akan meningkatkan
aktivitas katalase dan menurunnya kadar MDA serta dapat memperbaiki keadaan
sel hepar.
16
Gambar 3.1 Kerangka Konseptual Penelitian
Keterangan :
: Efek pemberian streptozotocin
: Efek pemberian terapi ekstrak kedelai hitam
: variabel bebas
: variabel tergantung
: variabel kendali
TIKUS Streptozotocin
Nitrite oxide
Peroxinitrite
Kerusakan sel β pankreas
DM 1 Terapi ekstrak
air kedelai hitam
Insulin
HSL
Insulin
Hidrolisis TG
Esterifikasi FFA
Hidrolisis Hepar
Histopatologi hepar
ROS
Berikatan dengan PUFA
Peroksidasi lipid
MDA
17
3.2 Hipotesis Penelitian
Hipotesis pada penelitian ini antara lain :
1. Efek terapi air rebusan kedelai hitam dapat menurunkan kadar
malondialdehida (MDA) pada tikus (Rattus nirvegicus) model diabetes
mellitus tipe 1 hasil induksi streptozotocin.
2. Efek terapi air rebusan kedelai hitam dapat memperbaiki gambarn
histopatologi jaringan hepar tikus (Rattus novergicus) model diabetes
mellitus tipe 1 hasil induksi streptozotocin.
18
BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN
4.1 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus 2013 sampai Maret 2014 di
Labotarium Biokimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Brawijaya Malang.
4.2 Alat dan Bahan Penelitian
4.2.1. Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah tabung reaksi,
spectofotometer UV-Vis, vortex, kandang tikus, tempat air minum dan pakan tikus,
gunting, pinset, pipet tetes, gelas objek, spatula, pisau mitikrom, neraca analitik,
glucometer digital, scalpel, alat bedah, penjepit (block holder) mitokrom, inkubator,
hot plate, penangas air, sarung tangan, mikroskop cahaya, alat sentrifugasi, kuvet,
mortar.
4.2.2. Bahan
Penelitian ini menggunakan hewan coba tikus Ratttus norvegicus strain wistar
jantan dengan berat badan berkisar 100-200 gram yang dipelihara dalam kotak
kandang berukuran 20x30x40 cm, kedelai hitam, Streptozotocin (STZ), Buffer
Sitrat pH 4,5, alkohol 70%, 80% dan 90%, NaCl 0,9%, Phosphat Buffer Saline
(PBS), Paraformaldehid (PFA) 4%, formalin, etanol bertingkat (95%, 80%, 70%),
parafin, pewarna hemaktosilin-eosin (HE), xilol, aquades, entellan, HCL 1 N dan
µL Na-Thio 1 %, Na2HPO4, KH2PO4, H2O2.
19
4.3 Tahapan Penelitian
Tahapan penelitian yang dilakukan antara lain:
1. Rancangan penelitian dan persiapan hewan coba
2. Pembuatan ekstrak kedelai hitam(Glycine max (L.) merr.
3. Pembuatan larutan Streptozotocin kemudian di injeksikan ke hewan model
melalui intraperitoneal.
4. Pengukuran glukosa darah dengan menggunakan glukometer
5. Terapi ekstrak kedelai hitam pada tikus DM
6. Pengambilan organ hepar
7. Pembuatan preparat histopatologi organ hepar
8. Pengukuran kadar malondialdehyde (MDA) menggunakan uji TBA
9. Analisa data
4.4 Prosedur Kerja
4.4.1 Rancangan Penelitian dan Persiapan Hewan Coba
Penelitian ini bersifat eksperimental menggunakan Rancangan Acak
Lengkap (RAL). Hewan coba dibagi menjadi lima kelompok perlakuan, yaitu
kelompok kontrol hewan coba sehat (-), kelompok kontrol hewan coba sakit (+),
kelompok terapi 1, kelompok terapi 2, dan kelompok terapi 3.
Besar sampel dihitung dengan menggunakan rumus (Kusriningrum, 2008)
t (n-1) ≥ 15
5 (n-1) ≥ 15
20
5n-5 ≥15 Keterangan :
5n ≥20 t = jumlah kelompok perlakuan
n ≥ 4 n = jumlah ulangan yang diperlukan
Berdasarkan perhitungan di atas, maka untuk 5 perlakuan jumlah sampel atau
ulangan paling sedikit 4 kali dalam setiap kelompok, sehingga penelitian ini
menggunakan 4 ulangan.
Penelitian ini menggunakan hewan coba (Rattus norvegicus) jantan strain
Wistar berumur antara 8-12 minggu dan memiliki berat badan rata-rata 200 gram.
Tikus yang digunakan untuk penelitian diadaptasikan terhadap lingkungan selama
tujuh hari. Tikus ditempatkan pada bak plastik berukuran 20x30x40cm yang
dilengkapi penutup kawat, lantai kandang yang mudah dibersihkan, berlokasi pada
tempat yang bebas dari suara ribut dan terjaga dari polutan dengan pemberian pakan
berupa ransum basal yang mengandung karbohidrat, protein, lemak, mineral,
vitamin, dan air.
Adapun variabel yang diamati dalam penelitian ini adalah
Variabel bebas : STZ dan pemberian terapi ekstrak kedelai hitam
Variabel terikat : kadar MDA dan gambaran histopatologi hepar
tikus.
Variabel kontrol : Jenis kelamin, umur, berat badan, strain.
4.4.2 Pembuatan Ekstrak Kedelai Hitam
Kedelai hitam yang didapatkan dibersihkan dengan air dan dikeringkan,
kemudian di masukkan kedalam tabung dan ditambah air 100mL akuades.
Kemudian dipanaskan 70oC dan disaring dengan menggunakan kain. Kemudian
21
ekstrak air kedelai hitam yang dihasilkan di analisis fitokimia dengan liquid
chromatography–mass spectrometry (LC-MS) untuk mengetahui kandungan
antosianin pada kedelai hitam.
4.4.3 Pembuatan Larutan Streptozotocin dan Injeksi Intraperitonial
Streptozotocin 100 mg dilarutkan pada buffer sitrat 3mL dengan pH 4,5
kemudian divortex agar homogen, larutan yang sudah dihomogenkan disesuaikan
dengan berat badan tikus. Pengambilan larutan STZ untuk injeksi tikus disesuaikan
dengan jumlah berat badan tikus selanjutnya disimpan pada suhu 4°C. Besarnya
dosis yang digunakan sebanyak 20mg/kg BB per hari selama 5 hari berturut turut.
Hewan coba diposisikan menghadap ke arah ventral hingga terlihat bagian
abdomen, disemprotkan alkohol 70% bagian abdomen, kulit abdomen dicubit,
selanjutnya spuit insulin yang berisi STZ di injeksikan pada bagian intraperitoneal.
Tikus DM ditandai dengan kadar glukosa ≥200 mg/dL (Rosalina, 2011)
4.4.4 Pengukuran Glukosa Darah
Pengambilan darah untuk pengujian kadar glukosa darah dilakukan sebelum
injeksi MLD-STZ sebagai data kadar glukosa darah awal. Pengecekan kadar
glukosa darah dengan menggunakan glukometer digital. Untuk glucotest awal,
disiapkan stick glucometer dan glukometer digital (one touch lifescan) sesuai
dengan petunjuk penggunaan. Darah dari ekor diteteskan pada stick glukometer dan
ditunggu hasil yang tertera pada layar glukometer digital. Proses pengecekan kadar
glukosa ini dilakukan setiap kali pemerikasaan glukosa, yaitu setelah peyuntikkan
MLD-STZ (kadar glukosa darah melebihi 135 mg/dL tikus dinyatakan DMT 1),
dan setelah terapi dengan air rebusan kedelai hitam (Rosalina, 2011).
22
4.4.5 Terapi Ekstrak Kedelai Hitam pada Tikus DM
Hewan terapi dibagi menjadi 5 kelompok yaitu kelompok 1 sebagai kontrol
negatif, kelompok 2 sebagai kontrol positif, kelompok 3 sebagai kelompok terapi
dosis 500mg/kg BB, kelompok 4 sebagai kelompok terapi dosis 750mg/kg BB dan
kelompok 5 sebagai kelompok terapi dosis 1000mg/kg BB. Masing-masing
kelompok (kelompok 3,4,5) diterapi melalui oral (sonde) sebanyak 2mL per tikus
per hari selama 2 minggu kemudian dibedah.
4.4.6 Pengambilan Organ Hepar
Pengambilan organ hepar tikus (Rattus norvegicus) dilakukan dengan
melakukan pembedahan. Sebelum dilakukan pembedahan, tikus di eutanasi
dengan cara dislokasi leher. Alat bedah disiapkan untuk pengambilan organ hepar.
Setelah tikus mati, tikus diletakkan pada nampan bedah dan diletakkan pada posisi
ventro dorsal. Selanjutya dibuka pada bagian abdomen dan diambil organ hepar
dan dicuci dengan NaCl fisiologis lalu direndam dalam Phospat Buffer Saline
(PBS).
4.4.7 Pembuatan Preparat Histologi Organ Hepar (Muntiha, 2001)
Pada pembuatan preparat hepar yaitu dengan memasukkan organ hepar
pada blok paraffin hasil penanaman sebelumnya pada penjepit (block holder)
mitokrom yang diatur sejajar dengan mata pisau mitokrom. Pemotongan ini
diawali dengan mengatur ketebalan irisan diatas 10nm untuk mempercepat
pencapaian bidang potongan jaringan. hepar dipotong dengan ukuran 5nm. Irisan
diambil dengan kuas dan dimasukkan dalam air pada suhu ruang membuka lipatan
yang mungkin terjadi pada preparat. Hasil irisan dipindahkan dengan mengunakan
23
kuas ke dalam air hangat pada suhu 38-40°C untuk meluruskan kerutan halus yang
ada. Irisan yang sempurna, diambil dengan gelas obyek dan dikeringkan,
kemudian diletakkan pada hot plate 38-40°C sampai kering, selanjutnya preparat
disimpan dalam inkubator pada suhu 38-40°C selama 24 jam. Gambaran histologi
digunakan untuk membedakan derajat insulin dengan gambaran pada struktur
jaringan.
Pertama dilakukan tahap deparafinisasi yaitu preparat dimasukkan
kedalam xilol bertingkat 1-3 masing-masing selama 5 menit. Kemudian
dilanjutkan tahap rehidrasi, preparat dimasukkan dalam etanol bertingkat yang
dimulai dari etanol absolut 1-3, etanol 95% , 80% ,dan 70% masing-masing
selama 5 menit dan direndam dalam aquades 5 menit dan dilanjutkan dengan tahap
pewarnaan,yaitu preparat dimasukkan dalam pewarna hemotoxylen sampai
didapatkan hasil warna yang terbaik kurang lebih 10 menit, kemudian dibilas
dengan aquades sebelum dilanjutkan dengan pewarnaan eosin. Setelah dilakukan
pembilasan, dilanjutkan dengan pewarnaan menggunakan eosin dengan
memasukkan preparat dalam pewarnaan eosin alcohol selama 5 menit, kemudian
preparat direndam dalam aquades agar dapat menghilangkan kelebihan eosin.
Tahap selanjutnya adalah dehidrasi,yaitu memasukkan preparat dalam etanol
bertingkat 80%, 90%, dan 95% hingga etanol absolut 1-3. Selanjutnya clearing,
pada proses clearing dilakukan dengan memasukkan preparat pada xilol 1,2, dan
kemudian dikering anginkan. Selanjutkan dilakukan mounting (perekatan) dengan
ettelan.
24
4.4.8 Pengukuran Kadar MDA
4.4.8.1 Pembuatan Kurva Standar MDA
Konsentrasi kurva standar MDA yaitu 0,1,2,3,4,5,6,7 dan 8 µg/mL masing
masing dimasukkan ke dalam tabung reaksi berbeda dan diambil dengan 100 µL
ditambahkan aquades 550 µL. Masing-masing tabung berisi 650 µL larutan standart
100 µL TCA 100%, 250 µL HCL 1N dan 100 µL Na-Thio 1%. Divortex supaya
homogen dan setiap tabung ditutup dengan plastik warp dan diberi lubang.
Diinkubasi dengan waterbath selama 30 menit suhu 1000C. Kemudian didinginkan
pada ice waterbath. Dengan spektrofotometri UV-Vis pada λmaks diukur
absorbansinya pada range panjang gelombang 530 nm bertujuan untuk mengetahui
panjang gelombang MDA. Selanjutnya dibuat standar kurva MDA pada variasi
konsentrasi panjang gelombang maksimum (1;2;3;4;5;6;7;8 µg/mL) (Sofia, 2013).
4.4.8.2 Pengukuran Kadar MDA dengan Uji Thiobarbituric Acid (TBA)
Organ ginjal diambil 1,8 gram dipotong kecil-kecil lalu dihancurkan dalam
mortar dingin diletakkan di blok es. Ditambahkan 1 mL NaCL 0.9%, dipindah
dalam tabung mikro dan disentrifugasi 8000 rpm selama 20 menit diambil
supernatannya. 100µL diambil supernatan ginjal ditambah 550µL aquades.
Kemudian ditambahkan 100µL TCA 250 µL HCL 1N dan 100µL Na-Thio. Larutan
dihomogenkan dengan vortex setiap penambahan reagen. Disentrifugasi dengan
kecepatan 500rpm selama 10 menit, supernatan diambil dan pindah pada tabung
reaksi yang baru. Larutan diinkubasi pada water bath dengan suhu 1000C selama
30 menit dibiarkan pada suhu ruang. Panjang gelombang maksimum diukur
25
menurut absorbansi dalam uji TBA, diplotkan pada kurva standar yang sudah
dihitung nilai konsentrasi setiap sampel (Sofia, 2013)
4.4.9 Analisa Data
Data yang diperoleh berupa kuantitatif dari hasil pengukuran kadar MDA
dan kualitatif hasil pengamatan histopatologi. Data selanjutnya dianalisis
menggunakan SPSS rev.16.0 dengan analisis ragam ANOVA ( Analysis of
Variance ) . Apabila terdapat perbedaan nyata dilanjutkan uji Tukey α = 5%.
25
BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Pengaruh Pemberian Ekstrak Kedelai Hitam (Glycine max(L.) Merr.)
Terhadap Penurunan Kadar Malondialdehida (MDA) pada Organ Hepar
Tikus dengan Induksi Streptozotocin (STZ)
Analisis kadar radikal bebas dalam penelitian ini dilakukan dengan mengukur
kadar malondialdehida (MDA) organ hepar MDA digunakan secara luas sebagai
indikator keberadaan radikal bebas dalam tubuh dan kerusakan oksidatif, terutama
dari Polyunsuturated fatty acid (PUFA). MDA merupakan dialdehid tiga karbon
yang sangat reaktif yang juga dapat diperoleh dari hidrolisis pentosa, deoksiribosa,
heksosa, beberapa asam amino dan DNA. MDA sebagai hasil akhir dari proses
peroksidasi lipid yang dipicu oleh stress oksidatif. Stress okdsidatif adalah keadaan
bilamana kapasitas antioksidan tidak cukup untuk melawan ROS (Yustika, 2013).
Tabel 5.1 Kadar MDA dari organ hepar tikus
Kelompok Rata-rata Kadar
MDA (mg/mL)
Kadar MDA(%)
Peningkatan Penurunan
Kontrol negatif (P1) 0,217 ± 0,032a - -
Kontrol positif (P2) 0,688 ± 0,033c 69 -
Terapi 1 (500 mg/kgBB) (P3) 0,612 ± 0,054c - 11
Terapi 2 (750 mg/kgBB) (P4) 0,457 ± 0,030b - 34
Terapi 3 (1000 mg/kgBB) (P5) 0,298 ± 0,048a - 57 Keterangan : Notasi yang berbeda menunjukkan adanya perbedaan yang nyata (p<0,05).
Perbedaan kadar MDA antara kelompok P1 (kontrol – ) dengan kelompok P2
(kontrol +) menunjukkan perbedaan hasil yang signifikan (p<0,05). Pada kelompok
26
P2 (kontrol +) tidak berbeda nyata dengan kelompok P3 (500 mg/kg BB). Hal ini
menunjukkan bahwa efek ROS yang terdapat pada perlakuan ini sama dan belum
menunjukkan perbaikan yang signifikan setelah diberikan terapi namun sudah
terdapat penurunan dari nilai kadar MDA. P4 (750 mg/kg BB) dan P5 (1000 mg/kg
BB) berbeda tapi sedikit signifikan. Hal ini diketahui bahwa P5 dapat menurunkan
kadar MDA. Data pada (Tabel 5.1) menunjukkan bahwa kelompok tikus DM terjadi
penurunan kadar MDA sebesar 57 % dibandingkan dengan P2 (kontrol +) sebesar
69%. MDA meningkat dikarenakan ketidak seimbangan antara produksi ROS dan
antioksidan dalam tubuh suatu organisme. Meningkatnya produksi ROS pada tikus
yang diinduksi STZ tidak hanya disebabkan oleh hiperglikemia, namun juga
disebabkan oleh faktor yang lain. Sumber utama ROS pada DM adalah : (1)
autooksidasi glukosa; (2) produksi ROS yang berlebih pada mitokondria; (3) glikasi
non-enzimatik dan; (4) jalur poliol (Lemos et al., 2012).
Perbedaan yang tidak signifikan (p>0,05) antara kelompok P5 (terapi 1000
mg/kg BB) dengan P1 (kontrol –) menunjukkan respon penurunan kadar MDA
kelompok P5 sama dengan kelompok P1 (kontrol –) (Lampiran 12), maka pada
penelitian ini P5 (terapi 1000 mg/kg BB) merupakan hasil terbaik untuk terapi DM
pada tikus hasil induksi Streptozotocin (STZ). Penurunan kadar MDA organ hepar
ini menunjukkan bahwa di dalam ekstrak kedelai hitam kulit mengandung senyawa
antosianin yang berperan sebagai antioksidan. Antosianin di dalam ekstrak kedelai
hitam akan menghambat kerusakan pada membran sel dengan cara mengikat dan
menstabilkan radikal bebas pada organ hepar. Streptozotocin yang diinjeksikan
27
berpotensi untuk meningkatkan radikal bebas di dalam tubuh. Radikal bebas tersebut
diedarkan ke seluruh tubuh yang kemudian mencapai organ hepar. Radikal bebas
secara alami akan dinetralisir oleh antioksidan yang diproduksi oleh tubuh. Pengaruh
negatif radikal bebas terjadi ketika jumlahnya melebihi kemampuan sistem
pertahanan antioksidan tubuh sehingga menimbulkan kondisi stres oksidatif pada
hepar.
Hasil perhitungan kadar MDA menunjukkan terapi yang paling tinggi dapat
menurunkan kadar MDA, senyawa antioksidan terbukti dapat menurunkan
kandungan radikal bebas di dalam organ hati. Radikal bebas yang tidak stabil akan
bebas berikatan dengan makromolekul terdekat untuk mencari pasangan elektron.
Protein, karbohidrat, asam nukleat dan lipid menjadi sasaran utama dari radikal
bebas. Apabila makromolekul yang teroksidasi dan terdegradasi tersebut merupakan
bagian dari sel, maka dapat mengakibatkan kerusakan pada sel. Murray et al., (2003),
menjelaskan bahwa pada keadaan tertentu dapat terjadi ketidakseimbangan antara
oksidan dan antioksidan yang disebut dengan stres oksidatif. Keadaan ini dipicu oleh
peningkatan produksi ROS di dalam tubuh. Kerusakan akan menyebabkan perubahan
terhadap struktur biologis dari membran, serta dapat menonaktifkan ikatan membran
dengan reseptor atau enzim yang dapat mengganggu fungsi normal sel.
Peningkatan kadar MDA menunjukkan bahwa induksi STZ dapat
menyebabkan terjadinya stres oksidatif yang akan mengakibatkan gangguan pada
organ hati. Stres oksidatif memicu terjadinya peroksidasi lipid pada hati yang dapat
merusak organel sel. Terjadinya peroksidasi lipid akan meningkatkan produksi
28
malondialdehyde (MDA). Menurut Grotto et al., (2009), peroksidasi lipid terjadi
ketika Polyunsuturated fatty acid (PUFA) sebagai komponen penyusun membran sel
diserang oleh radikal bebas. PUFA memiliki ikatan ganda karbon-karbon yang
menjadi target utama dari radikal bebas. Radikal bebas akan melemahkan ikatan
karbon hidrogen, sehingga pemindahan hidrogen dapat terjadi dengan mudah. Atom
hidrogen yang terlepas akan membentuk radikal lipid dan menghasilkan suatu radikal
lipid peroksil ketika mengalami oksidasi. Radikal peroksil selanjutnya mengalami
reaksi dengan PUFA lain, pemindahan elektron, hingga dihasilkan lipid
hidroperoksida dan radikal lipid lain. Reaksi tersebut terjadi secara berantai. Salah
satu produk akhir dan sebagai biomarker biologis peroksidasi lipid untuk menilai
stres oksidatif adalah malondialdehyde (MDA).
Tubuh secara biologis memiliki pertahanan antioksidan enzimatis terhadap
inaktivasi radikal bebas. Antioksidan bereaksi dengan radikal bebas dengan cara
mengurangi konsentrasi oksigen, mencegah pembentukan singlet oksigen yang
reaktif, mencegah inisiasi rantai pertama dengan menangkap radikal primer seperti
radikal hidroksil, mengikat katalis ion logam, mendekomposisi produk produk primer
radikal menjadi senyawa non-radikal, dan memutus rantai hidroperoksida.
Antioksidan tersebut memberikan pertahanan yang sangat efektif terhadap
peroksidasi lipid, tetapi stres oksidatif yang berat dapat berakibat pada tidak
mencukupinya antioksidan yang tersedia. Hal ini menyebabkan tubuh membutuhkan
antioksidan eksogen untuk mengurangi kapasitas radikal bebas berlebihan yang dapat
menimbulkan kerusakan. Kedelai hitam merupakan salah satu yang berpeluang
29
dimanfaatkan sebagai antioksidan eksogen karena mengandung senyawa
antosianinyang tinggi. Muchlis (2012) menunjukkan bahwa kedelai hitam
mengandung senyawa antosianin yang dapat berperan sebagai antioksidan dan
penangkal radikal bebas.
Aktivitas antosianin yang terkandung dalam ekstrak kedelai hitam pada
penelitian ini mampu menurunkan kadar MDA organ hepar kelompok P3, P4, dan P5.
Penurunan kadar MDA kelompok P5 sebesar 57% menunjukkan bahwa antosianin
yang terkandung dalam dosis 1000 mg/kg BB merupakan dosis efektif serta dapat
berperan optimal sebagai antioksidan untuk menstabilkan radikal bebas yang reaktif
sehingga reaksi berantai yang terjadi akibat stres oksidatif dapat terhambat dan MDA
sebagai produk hasil peroksidasi lipid juga menurun. Hal ini menunjukkan bahwa
semakin tinggi pemberian dosis terapi maka penurunan kadar MDA sama dengan
kelompok kontrol sehat.
30
5.2 Pengaruh Pemberian Ekstrak Kedelai Hitam (Glycine max(L.) Merr.)
Terhadap Gambaran Histopatologi Organ Hepar Tikus dengan Induksi
Streptozotocin (STZ)
Gambaran histopatologi hepar diabetus melitus yang diterapi dengan ekstrak
kedelai hitam (Glycine max (L.) Merr.)
Gambar 5.2 Histopatologi organ hepar tikus dengan (HE, 400x) Keterangan : A = Kontrol negatif (normal); B = Kontrol positif (DM1) ; C =
Perlakuan terapi ekstrak kedelai hitam dosis 500 mg/KgBB ; D =
Perlakuan terapi ekstrak kedelai hitam dosis 750 mg/KgBB ; E=
Perlakuan terapi ekstrak kedelai hitam dosis 1000 mg/KgBB; VS = vena sentralis.
31
Perbandingan hasil pengamatan preparat organ hepar tikus pada kelompok
kontrol negatif, kelompok kontrol positif, dan kelompok terapi ekstrak kedelai
hitamdosis 500 mg/kgBB, 750 mg/kgBB, 1000 mg/kg BB pada penelitian ini
memperlihatkan adanya perbedaan pada bagian sinusoid dan terjadinya nekrosis sel
hepatosit
Gambaran histopatologi organ hepar pada penelitian ini menunjukkan bahwa
pada keadaan normal (kelompok kontrol negatif) sel hepatosit tersusun rapi secara
radier dalam lobulus hepar, inti yang teramati berbentuk bulat, sinusoid terlihat
memancar secara sentrifungal dari vena sentralis dan tidak mengalami penyempitan
maupun dilatasi, beberapa sel hepatosit terlihat dekat dengan vena sentralis dan tidak
ada sel-sel inflamasi atau peradangan (Gambar 5.2-A). Gambaran ini sesuai dengan
Robbin, (2007), dimana gambaran normal sel pada organ hati tikus yang sudah
diwarnai dengan HE menunjukkan sel hepatosit berbentuk kuboid, tersusun radier,
inti sel bulat letaknya sentral. Sinusoid berbentuk irregular, ukurannya lebih besar
dari kapiler, mempunyai dinding seluler yaitu kapiler yang diskontinu, tidak
akumulasi lemak, tidak terdapat sel yang mengalami nekrosis dan sel hati berwarna
basofilik, sedangkan bagian sitoplasma mengambil warna asidofilik.
Gambaran histopatologi hepar tikus DM1 (kontrol positif) menunjukkan
perubahan berupa sel hepatosit tersusun tidak teratur, batas tidak jelas, pelebaran
sinusoid dan bentuk yang tidak teratur apabila dibandingkan dengan kelompok
kontrol negatif. Pada beberapa bagian sel hepatosit juga terlihat mengalami nekrosis
(Gambar 5.2-B). Hal ini disebabkan karena pada kondisi hiperglikemia dapat
32
memicu tingginya produksi ROS pada hepar, sehingga terjadi peroksidasi lipid dan
stres oksidatif di dalam sel maupun membran sel yang akan merusak jaringan hati.
Kadar antioksidan alami di dalam tubuh yang tidak dapat menetralisir ROS yang
terlalu tinggi kemudian menyebabkan kerusakan dan kematian sel berupa nekrosis
pada sel hepatosit (Agnieszka et al., 2011).
Penderita penyakit hati yang lemaknya tinggi juga cenderung mengidap
diabetes. Selain itu gula dan lemak bisa menyebabkan komplikasi pada jantung, otak,
dan pembuluh darah. Penderita diabetes sering mempunyai trigliserida yang tinggi
dan biasaanya disertai dengan kolesterol HDL yang rendah. Patogenesis kelainan
pada sel hati ini muncul karena adanya resistensi insulin yang dihasilkan oleh
lipolisis. Lipolisis ini akan meningkatkan sirkulasi asam lemak bebas yang kemudian
diambil oleh hati. Asam lemak dihati ini akan menyebabkan pembentukan radikal
bebas akibat peroksidasi lipid (Groop et al., 2007 dan Tolman et al., 2006).
Radikal bebas (prooksidan) di dalam tubuh dapat diinaktivasi oleh zat
antioksidan. Antioksidan dapat diproduksi oleh tubuh secara fisiologis (endogen)
maupun diperoleh melalui diet (eksogen). Kebanyakan sumber alami antioksidan
eksogen berasal dari tumbuh-tumbuhan(Handajani, 2008). Salah satu tumbuhan yang
mengandung antioksidan adalah kedelai hitam (Glycine max(L.) Merr.). Kedelai
hitam mengandung isoflavon dan antosianin yang berfungsi sebagai antioksidan bagi
tubuh (Utaminingrum, 2011).
Gambaran histopatologi hepar tikus DM1 dan mendapat terapi ekstrak kedelai
hitam dosis 500 mg/kgBB menunjukkan gambaran histopatologi yang lebih baik dari
33
pada kelompok tikus kontrol positif yaitu penurunan tingkatan nekrosis, namun
sinusoid belum terlihat jelas dan masih tidak beraturan, serta belum terlihat memancar
dari vena sentralis apabila dibandingkan dengan kelompok kontroljelas, lebih teratur,
dan terlihat memancar dari vena sentralis apabila dibandingkan dengan kelompok
kontrol negatif (Gambar 5.2-C). Gambaran histopatologi hepar tikus DM1 dan
mendapat terapi ekstrak kedelai hitam dosis 750 mg/KgBB menunjukkan gambaran
histopatologi yang semakin baik daripada kelompok tikus terapi dosis 500 mg/KgBB
yaitu penurunan tingkatan nekrosis, sinusoid sudah mulai terlihat jelas meskipun
belum begitu beraturan serta belum terlihat memancar dari vena sentralis apabila
dibandingkan dengan kelompok kontrol negatif (Gambar 5.2-D). Perbaikan
gambaran histopatologi hepar tikus DM1 yang mendapat terapi ekstrak kedelai hitam
1000 mg/KgBB sangat terlihat jelas, ditandai dengan penurunan tingkatan nekrosis,
sinusoid sudah terlihat jelas, terlihat beraturan, serta terlihat memancar dari vena
sentralis apabila dibandingkan dengan kelompok tikus kontrol negatif (Gambar 5.2-
E). Perbaikan gambaran histopatologi organ hati terjadi karena adanya senyawa aktif
antosianin yang berperan sebagai antioksidan dan antiinflamasi dari ekstrak kedelai
hitam dosis 500 mg/kg BB, 750 mg/Kg BB, 1000 mg/Kg BB. Antosianin dapat
menghambat Reactive Oxygen Species (ROS) didalam vena sentralis hati.
Antosianin merupakan senyawa flavonoid yang memiliki kemampuan sebagai
antioksidan. Umumnya senyawa flavonoid berfungsi sebagai antioksidan primer,
chelator dan scavenger terhadap superoksida anion. Antosianin dalam bentuk aglikon
lebih aktif dari pada bentuk glikosidanya (Santoso, 2006). Selain itu, antosianin juga
34
memiliki kemampuan sebagai antimutagenik dan antikarsinogenik, mencegah
gangguan fungsi hati, antihipertensi, dan menurunkan kadar gula darah (Jusuf dkk.,
2008). Antosianin bekerja sebagai antioksidan sekunder seperti halnya dengan β
karoten, yakni memecah rantai oksidasi lipid peroksida. Antosianin berperan sebagai
anti diabetik dengan melindungi organ hati dari stres oksidatif. Antosianin dari
ekstrak kedelai hitam mampu menurunkan kadar glukosa darah dengan meningkatkan
kerja reseptor insulin, memperbaiki fungsi antioksidan dengan menekan
malondialdehida (MDA).
36
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
Hasil penelitian dan pembahasan yang telah disampaikan dapat diambil
kesimpulan bahwa :
1. Pemberian terapi ekstrak kedelai hitam (Glycine max(L.) Merr.) dengan dosis
500 mg/KgBB, 750 mg/KgBB, dan 1000 mg/KgBB berpengaruh secara nyata
serta dapat menurunkan kadar Malondialdehida (MDA) pada hepar tikus.
Dosis efektif terapi adalah dosis 1000 mg/KgBB karena mampu menurunkan
kadar MDA dengan maksimal sebesar 57%.
2. Pemberian terapi ekstrak kedelai hitam (Glycine max(L.) Merr.) yang
mengandung senyawa antosianin dan flavonoid yang mampu memperbaiki
histopatologi tikus (Rattus norvegicus) model diabetes mellitus tipe 1 yang
ditunjukkan dengan adanya perbaikan pada sel hepatosit.
6.2 Saran
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengaplikasikan terapi ekstrak
kedelai hitam sebagai terapi suportif pada penyakit metabolik lainnya.
Diharapkan penelitian ini dapat digunakan sebagai terapi suportif pada hewan
kesayangan dengan kondisi diabetes mellitus tipe 1.
37
DAFTAR PUSTAKA
Albert B., Johnson A., Lewis J., Raff M., Roberts K., and Walter P. 2002,
Molecular Biology of The Cell 4th Edition, Garland Science, New York
Amin, M.H.F., A.P.W. Marhendra, dan Aulanni’am. 2009. Pengaruh
PaparanLipopolisakarida pada Rongga Mulut dan Assisted Drainage
Therapy(Adt) terhadap Kadar S-Ige dan Profil Radikal Bebas Pada
Tikus Asma.Seminar Nasional Biologi XX Dan Kongres PBI XIV Uin
Maliki Malang24-25 Juli 2009
American Diabetes Association., 2012. Diagnosis and Classification of Diabetes
Mellitus. Diabetes Care volume 35 Supplement 1 : 64-71.
Astuti, M., 2008. Mengupas Keunggulan Kedelai Hitam. Jakarta
Astuti, M., 2012. Petunjuk Praktis Kedelai Hitam. Jakarta : Yayasan Unilever
Indonesia. Penebar Swadaya Informasi Dunia Pertanian.
Aulanni’am, D.W. Soeatmadji, F. Fatchiyah, dan B.S. Sumitro. 2005. Detection of
GAD 65 auto antibodies of type diabetes using GAD 65-abs reagen
produce from bovine brain tissue. Medical Journal of Indonesia, 14:197-
205.
Aulanni’am, R.Anna, and N.L.Rahmah. 2012. The Potency of Sargassum
duplicatum Bory Extract on Bowel Disease Therapy in Rattus norvegicus,
Journal of Life Sciences 6, pp.144-154
Budiani, L.P.G 2014. The Influence Water Extract of Black Soybean ( Glycine
max (L.) Merr) on Reducing of Blood Glucose Level and The Super
Oxide Dismutase (SOD) Activity on Diabetes Mellitus rats Induced with
Multiple Low Dose of Streptozotocin (STZ). Pp. 131-137
Clark A. 2004. International Textbook of Diabetes Mellitus. 3th Ed. John Willey
and Sons, Ltd. Uk
Cnop M,N. Wels, J.C. Jonas, S. Lenzen, and D.L.Eizirik. 2005. Mechanism of
Pancreatic Cell Death in Type 1 and Type 2 Diabetes. Diabetes Vol.54
(Supl.2).
Dalimartha, S. 2012. Ramuan Tradisional untuk Pengobatan Diabetes Mellitus.
Jakarta. Penebar Swadaya.
38
Dewi, S. 2005. Stress Oksidatif Antioksidan dan Vitamin dan Kesehatan Ilmu
Kesehatan dan Kedokteran. Kel J. Santika Med. Vol.2:238-58.
Devasagayam TPA, J.C. Tilak, K,K. Boloor, K.S. Sane, S.S. Ghaskadbi and R.D.
Lele.2004. Free Radical and Antioxidant in Human Health: Current
Status and Future Prospect. JAPI. 52 (10): 794-804
Duc Son, K. Kusama, N.T.K. Hung ;36. Chuyen. 2004, Prevalence and risk
factors for diabetes in Ho Chi Minh City, Vietnam, Diabetic Medicine,
21, 371-376
Elsener M, B., Guldbakke, M. Tiedge, R. Munday, and S. Lenzen. 2000. Relative
Importance of Transport and Alkylation for Pancreatic Beta-cell Toxicity
of Streptozotocin. Diabetalogia 43:1528-33
Evans, M.D.,M. Dizdaroglu and M.S. Cooke. 2004. Oxidative DNA Damage and
Disease: Induction, Repair and Sinificance. Mutat. Res. 567:1-61.
Fall, T., H.H. Hamlin, A. Hedhammar, O. Kampe and A. Egenvall. 2007.
Diabetes Mellitus in a Population of 180.000 Insured Dogs: Incidence,
Survival, and Breed Distribution. J Vet Intern Med 21:1209-1216.
Gaffar, S. 2007. Buku Ajar Bioteknology Molekul. Bandung: FMIPA Kimia
Universitas Padjajaran
Guptill, L. 2003. Time Trends and Risk Factors for Diabetes Mellitus in Dogs :
Analysis of Veterinary Medical Data Base Reciord (1970-1999). Vet J.
Gustaviani, R. 2007. Diagnosis dan Klasifikasi Diabetes Mellitus. Dalam :
Sudoyo A.W., B. Setiyohadi, I. Alwi I, M.I. Simadibrata. (eds) Buku
Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid 3. Edisi 4. Jakarta: Pusat Penerbitan
Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia, pp : 1867, 1857-9.
Halliwell, B. 2011. Free Radicals and Antioxidats-quo Vadis?. Trens Pharmacol
Sci. Vol.32 (3): 125-130.
Halliwel, B. And J.M.C Gutteridge,.2007. Free Radicals in Biology and Medicine.
4th edition. New York. Oxford University Press.
Hudgson BI, Hofman MA, Bucciarelli L. 2002. Glycation and diabetes: The
RAGE connection. Current Sci. Hal:83 (12): 1515-21
Hidayat, M. 2011. Aktivitas Ekstrak Protein Biji Kedelai (Glycine Max L. Merr)
Varietas Detam 1 Terhadap Pengendalian Berat Badan Dan
PeningkatanKadar Kolesistokinin Melalui Mekanisme Aktivitas Mitogen
39
Activated Protein Kinase (MAPK) pada Tikus Wistar Jantan. Universitas
Padjadjaran Bandung : Disertasi.
Joe, W., 2011. 101++ Keajaiban Khasiat Kedelai. Edisi Pertama. Penerbit Andi.
Yogyakarta : 4-7.
Jones, DP. 2008. Radical-free biology of oxidative stress. Am. J. Physiol. Cell
Physiol. 295 (4): C 849-868.
Jusuf, M., Rahayuningsih, St. A. dan Ginting, E. 2008. Ubi jalar ungu. Warta
Penelitian dan Pengembangan Pertanian 30: 13-14.
Katzung BG. 2002, Basic And Clinical Pharmacology (Farmakologi Dasar Dan
Klinik), Edisi III, 585-587, Diterjemahkan Oleh Andrianto. P, Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Larner, J.K.P. Minneman, and H.C. Neu. (Ed), Human Pharmacology, 2nd Ed.,
523-539, Mosby, London.
Lauralee, Sherwood .2001,FisiologiManusiadariSelkeSistem (Human Physiology:
From cells to systems) ,Edisi II, 377 – 380. EGC, Jakarta.
Lemos, E.T., Nunes, S., Texiera, F., Reis, F. 2011. Regular physical exercise
training assist in preventing type 2 diabetes development : focus on
antioxidant and anti-infl amatory properties. Cardiovascular
Diabetology. 10 (12): 1- 15.
Lenzen, S. 2008. The Mechanism of Alloxan and Streptozotocin Induced
Diabetes. Diabetalogia 51:216-26.
Levy AP, R. Asleh, S. Blum, N.S. Levy and R. Miller-lotan. 2010. Haptoglobin:
Basic and clinical aspects. Antioxidants & Redox signalling 12(2): 293-
304
Mahajan, A and V.R. Tandon. 2004. Antioxidant and Rheumatoid Arthritis. J.
Indian Rheumatol Assoc. 12: 139-42.
Myers, P. and D. Armitage. 2004. Rattus norvegicus.
http://animaldiversity.ummz.umich.edu/site/accounts/informations/Rattu
s_norvegicus.html. Diakses pada tanggal 19 September 2013.
Nugroho, A.E. 2006. Hewan Percobaan Diabetes Mellitus : Patologi dan
Mekanisme Aksi Diabetogenik. Biodiversitas, 7(4) : 378-382.
O’Neill, D.G. 2013. Chronic Kidney Disease IN Dogs in UK Veterinary Practices
: Prevalence, Risk Factor, and Survival. J Vet Intern Med.
40
Pathak, S.H.C. Dorfmuller, V.S. Borodkin, and M.F. Aalten. 2008. Chemical
Dissection of the Link between Streptozotocin, O-GlcNAc, and
Pancreatic Cell Death Pubmed Central J. August 25; 15 (8): 799-807.
Potter, W.P. 2007 Rats and Mice: Introduction and In Researh. Health Sciences
Center for Educational Resources University of Washington.
Raharjo, M. 2005. Tanaman Berkhasiat Antioksidan. Jakarta : Penebar Swadaya
Rahardjo, S.D. 1985. Diabetes Mellitus pada Anjing. Skripsi. Institut Pertanian
Bogor.
Rosalina, R. 2011. Efek Rumput Laut Eucheuma sp terhadap Kadar Glukosa
Darah dan Jumlah Monosit pada Tikus Wistar yang Diinduksi Aloksan.
Laporan Akhir Penelitian Karya Tulis Ilmiah. Fakultas Kedokteran,
Universitas Diponegoro. Semarang.
Santoso, B.I. (ed). 2001. Fisiologi Manusia: dari Sel ke Sistem. Jakarta: EGC, PP:
663-676.
Santoso, U. 2006. Antioksidan. Sekolah Pasca Sarjana Universitas Gadjah Mada,
Yogyakarta.
Soudamini, K.K ; Unnikrishnan, M.C ; Soni, K.B.; Kuttan, R. 1992.Departement
of Animal Physiology and Biochemistry. J.Physiol. Pharmacol. 365,
239-243.
Szkudelski, T. 2001. The Mechanism of Alloxan and Streptozotocin Action in B
Cells of the Rat Pancreas, Physiol Res 50: 536-46.
Timberlake, C. F., and P. Bridle. 1991. Distribution of Antocyanins In Food
Plants dalam Anthocyanins as Food Colors. Academic Press inc. New
York.
Unger, R.H. and D.W, Foster. 1992. Diabetes Mellitus, In Wilson. J.D. and D.W.
Foster. Endocrinology, 1255-1317, W.B Sunders Company, A Division
of Harcourt Brace and Company, London.
Utaminingrum, F., 2011. Pengaruh Pemberian Yoghurt Kedelai Hitam (Black
Soyghurt) Terhadap Kadar Kolesterol LDL Serum Pada Tikus
Dislipidemia, Semarang : Universitas Diponegoro.
Wardhana, A., 2010. Pemberian Jintan Hitam (Nigella Saliva) sebagai Tindakan
Prefentif Meningkatnya Kadar Glukosa Darah Tikus Putih (Rattus
Norvegicus) yang Diinjeksi Aloksan. Artikel Ilmiah. FKH Universitas
Airlangga: Surabaya.
41
Yustika, A. R. Aulanni'am dan Prasetyawan, S. 2013. Kadar Malondialdehid
(Mda) Dan Gambaran Histologi Pada Ginjal Tikus Putih (Rattus
Norvegicus) Pasca Induksi Cylosporine-A. Kimia Student Journal. 1 (2):
222-228.
Zaias J., M. Mineau., C. Cray., D. Yoon., and N.H Altman. 2009. Refrence
Values for Serum Proteins of Commons Laboratory Rodent Strains.
Journal of the American Association for Laboratory Animal Science.
Vol 48 (4) : 387-390).