PENGARUH PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL...
Transcript of PENGARUH PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL...
PENGARUH PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL TERHADAP HASIL BELAJAR KIMIA PADA KONSEP SISTEM KOLOID
(Kuasi Eksperimen di SMA Muhammadiyah 25 Pamulang)
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan
Memperoleh Gelar Sarjana pendidikan (S.Pd)
Oleh :
DANIAH YEYEN PUSPITASARI
103016227119
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA
JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN ALAM (IPA)
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2010
ABSTRAK Daniah Yeyen Puspitasari, Pengaruh Pembelajaran Kontekstual Terhadap Hasil Belajar Kimia Pada Konsep Sistem Koloid. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pembelajaran kontekstual terhadap hasil belajar kimia pada konsep sistem koloid. Metode yang digunakan adalah metode eksperimen dengan desain statis dua kelompok. Sampel yang digunakan adalah kelas XI IPA 1 sebagai kelompok eksperimen dan kelas XI IPA 2 sebagai kelompok kontrol. Instrumen penelitian yang digunakan adalah tes pilihan ganda sebanyak 20 butir soal. Dari perhitungan melalui uji t diperoleh thitung sebesar 2,89 dan ttabel sebesar 2,00. Karena thitung> ttabel (2,89 > 2,00) maka Ha diterima, yang artinya bahwa pembelajaran kontekstual dapat mempengaruhi hasil belajar kimia. Kata kunci: kontekstual, hasil belajar
ABSTRACT
Daniah Yeyen Puspitasari, The Effect of Contextual Teaching and Learning Outcomes On Chemical In Colloidal Systems Concepts. This study aimed to investigate the influence of contextual learning of chemistry at the concept of learning outcomes of colloidal systems. The method used is based on experiment with two groups of static design. The sample used was a class XI IPA as the experimental group and class XI IPA 2 as the control group. The research instrument used is the multiple choice test questions as much as 20 points. From calculations by t-test t-count at 2.89 and 2.00 for t-table. Since tcount > ttable (2.89> 2.00), then Ha is received, which means that learning can influence the outcome of contextual learning of chemistry. Keyword: contextual, outcomes
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Undang-Undang No.20 Tahun 2003 Pasal 1 ayat 1 tentang Sistem
Pendidikan Nasional menyatakan bahwa:
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara.1 Pendidikan berfungsi membantu peserta didik dalam pengembangan
dirinya, yaitu pengembangan semua potensi, kecakapan, serta karakteristik
pribadinya ke arah yang positif, baik bagi dirinya maupun lingkungannya. 2
Begitu pula hakikat pendidikan yang terdapat dalam UU RI No. 20/2003 Pasal 3
tentang Sistem Pendidikan Nasional menyatakan bahwa pendidikan berfungsi
mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa
yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan
untuk berkembangnya potensi peserta didik agar berakhlak mulia, sehat,
berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis
serta bertanggung jawab.3
Salah satu masalah yang dihadapi dunia pendidikan adalah masalah
lemahnya proses pembelajaran. Dalam proses pembelajaran, siswa kurang
didorong untuk mengembangkan kemampuan berpikir. Proses pembelajaran di
dalam kelas diarahkan kepada kemampuan siswa untuk menghafal informasi,
siswa tidak dituntut untuk memahami informasi yang diingatnya itu untuk
menghubungkannya dengan kehidupan sehari-hari.
1 Jurnal Hukum dan HAM Bidang Pendidikan Vol. 3, N0. 2, Desember 2005, h. 5. 2 Nana Syaodih Sukmadinata, Landasan Psikologi Proses Pendidikan, (Bandung: PT
Remaja Rosdakarya, 2007), Cet IV, h. 4. 3 Depdiknas, Undang-undang Republik Indonesia nomor 20 Tahun 2003 Tentang
Sistem Pendidikan Nasional, (Jakarta: Biro Hukum dan Organisasi Sekretariat Jenderal Departemen Pendidikan Nasional, 2006), Cet III, h. 8.
1
2
Rendahnya hasil belajar kimia siswa merupakan dampak dari berbagai
masalah yang muncul dalam pembelajaran. Permasalahan yang terlihat adalah
kurangnya aktivitas siswa saat mengikuti pelajaran, dimana siswa hanya
bertindak sebagai pendengar, dan pelajaran hanya terfokus di kelas, sehingga
siswa menjadi pasif.
Kurangnya keaktifan siswa juga terlihat pada kurangnya siswa yang
mengajukan pertanyaan-pertanyaan dan kebanyakan hanya menunggu perintah
guru. Kurangnya kemampuan bernalar juga terlihat dari setiap jawaban siswa
yang hanya berorientasi pada kalimat-kalimat buku. Jawaban-jawaban tes
menunjukkan bahwa siswa berusaha memberikan jawaban sesuai dengan
kalimat buku, tidak terlihat adanya jawaban yang merupakan hasil ramuan
pemikiran sendiri apalagi hasil pemikiran analisis.
Aktivitas merupakan prinsip yang sangat penting dalam proses
pembelajaran. Tanpa adanya aktivitas, proses pembelajaran tidak mungkin
terjadi. Aktivitas harus dilakukan siswa untuk meningkatkan hasil belajar. Siswa
akan belajar dengan baik jika apa yang dipelajari terkait dengan apa yang telah
diketahui. Belajar akan lebih baik jika lingkungan diciptakan secara alamiah.
Belajar akan lebih bermakna jika anak mengalami sendiri apa yang dipelajarinya
bukan sekedar mengetahui.
Pada umumnya siswa cenderung belajar dengan hafalan dari pada secara
aktif mencari tahu untuk membangun pemahaman mereka sendiri terhadap
kosep ilmu kimia. Hal ini menyebabkan sebagian besar konsep-konsep kimia
menjadi konsep yang bastrak bagi siswa dan bahkan mereka tidak dapat
menemukan hubungan antar konsep yang diperlukan untuk memahami konsep
yang lain. Akibatnya, siswa tidak dapat membangun pemahaman konsep-konsep
kimia pada awal mereka mempelajari ilmu kimia, mengkaitkan ilmu kimia
dalam kehidupan sehari-hari dan rendahnya hasil belajar yang diperoleh siswa.
Salah satu materi kimia yang dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-
hari yaitu konsep koloid. Banyak nilai yang dapat digali dari konsep koloid,
misalnya pencemaran koloid yang menggambarkan betapa buruknya perangai
seseorang dan ketidak peduliannya akan lingkungan. Selain dampak negatif
3
yang ditimbulkan, ada juga dampak positifnya yaitu konsep koloid sangat
berguna dalam bidang kosmetik, pangan, dan obat-obatan.
Untuk meningkatkan hasil belajar kimia, maka seorang guru dituntut
untuk menggunakan strategi pembelajaran. Strategi pembelajaran adalah upaya
yang dilakukan oleh perancang dalam menentukan tehnik penyampaian pesan,
penentuan metode dan media, alur isi pelajaran, serta integrasi antara pengajar
dan peserta didik.4
Strategi yang melibatkan siswa aktif dalam belajar yang dapat
mengaktifkan antara siswa dengan guru, dan siswa dengan siswa. Dengan
demikian arah pembelajaran harus mengacu pada siswa. Guru dapat
mengupayakan perbaikan proses dan hasil belajar dengan menggunakan metode
yang melibatkan siswa secara aktif dan melakukan perbaikan terhadap kesalahan
pemahaman siswa sedini mungkin. Kekurangan sarana dan prasarana
pembelajaran tidak perlu menghambat pembelajaran inovatif karena ada model-
model pembelajaran yang tidak memerlukan laboratorium seperti model
pembelajaran kontekstual yang digunakan dalam penelitian ini.
Tugas guru hanya membantu siswa dan mengarahkanya agar siswa
mampu belajar secara mandiri, dengan demikian proses pembelajaran tidak
menggantungkan sepenuhnya kepada guru. Siswa akan termotivasi untuk
mengerjakan soal latihan secara mandiri, sehingga sikap belajar siswa tidak
hanya sewaktu di sekolah saja, tapi di luar lingkungan sekolah siswa akan tetap
belajar dengan lingkungannya secara langsung.
Dalam menerapkan model pembelajaran ini, beberapa hal perlu
diperhatikan guru: (1) menggunakan lingkungan sekitar dan kehidupan nyata
sebagai laboratorium alam; (2) alur pembelajaran yang diterapkan, seperti
penyampaian tujuan, penyajian materi melalui demonstrasi, membimbing
pelatihan, mengecek pemahaman dan pemberian umpan balik, dan memberikan
kesempatan berlatih; dan (3) keterlibatan siswa secara aktif dapat mengurangi
perilaku siswa yang mengganggu proses pembelajaran.
4 Dewi Salma Prawiradilaga, Prinsip Disain Pembelajaran, (Jakarta: Kencana Prenada
Media, 2007), Cet. I, h. 37.
4
Berdasarkan pengalaman di lapangan, tidak jarang siswa kesulitan dalam
menangkap isi pesan yang disampaikan oleh guru selama berlangsungnya
pembelajaran, karena metode yang digunakan tidak sesuai dengan karakteristik
materi yang disampaikan. Penyebab lain siswa kurang bergairah dalam
mengikuti pembelajaran kimia karena pembelajaran kimia dianggap hanya
sekedar untuk kepentingan sesaat tanpa ada manfaat praktis dalam kehidupan
sehari-hari di masyarakat, diperlukan kemampuan dalam memanfaatkan
kemampuan logika, matematika dan bahasa, perlu daya juang yang tinggi dalam
memahami dan menyelesaikan setiap soal, pemahaman antara teori dan praktik
sering tidak berkaitan. Di samping itu, pelajaran kimia cukup kompleks untuk
dikuasai oleh siswa, mulai dari menghafal, memahami, menganalisis,
menerapkan, dan mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari.
Sehubungan dengan itu, maka upaya peningkatan kualitas proses belajar
mengajar kimia merupakan suatu kebutuhan yang harus dilakukan. Salah satu
pembelajaran yang dapat menjembatani keresahan tersebut adalah pembelajaran
kontekstual yang berasaskan konstruktivisme yang menuntut siswa untuk
mengkonstruksi (membangun) sendiri pengetahuan dan konsep, sehingga
pembelajaran lebih bermakna. Dengan pembelajaran kontekstual diharapkan
siswa dapat menyenangi pelajaran kimia.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang masalah yang telah dikemukakan di
awal, maka terdapat beberapa masalah salam penelitian ini, yaitu:
1. Pelajaran kimia dianggap siswa sebagai mata pelajaran yang membosankan
dan sulit karena banyaknya materi yang harus dipelajari, baik berupa fakta,
teori, hukum, rumus, dan perhitungan kimia;
2. Pemahaman konsep materi yang diajarkan terhadap kaitannya dalam
kehidupan sehari-hari serta pendekatan pembelajaran yang masih
konvensional (berpusat pada guru) sehingga pencapaian hasil belajar tidak
maksimal;
3. Penggunaan metode pembelajaran yang kurang mengaktifkan siswa;
5
4. Kurangnya minat siswa pada pembelajaran kimia karena siswa tidak memiliki
kesadaran akan pentingnya ilmu kimia.
C. Pembatasan Masalah
Dalam melaksanakan penelitian ini, peneliti melakukan pembatasan:
1. Hasil belajar yang dimaksud adalah hasil belajar pada ranah kognitif.
2. Siswa yang dimaksud adalah siswa kelas XI IPA SMU Muhammadiyah 25
Pamulang.
3. Konsep sistem koloid yang dimaksud adalah sifat-sifat koloid dan pembuatan
sistem koloid.
D. Perumusan Masalah
Berdasarkan pembatasan masalah dapat dirumuskan masalah sebagai
berikut: “Apakah pembelajaran kontekstual berpengaruh terhadap hasil belajar
kimia pada konsep sistem koloid?”.
E. Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah untuk mengetahui
pengaruh penggunaan pembelajaran kontekstual terhadap hasil belajar kimia
pada konsep sistem koloid.
F. Manfaat Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan harapan dapat memberikan manfaat
sebagai berikut:
1. Membantu siswa untuk meningkatkan pemahaman tentang kegunaan ilmu
kimia dalam kehidupan sehari-hari serta meningkatkan hasil belajar kimia.
2. Dapat dijadikan sebagai metode pembelajaran alternatif bagi guru.
3. Membantu siswa untuk belajar lebih semangat dan lebih baik lagi.
4. Memberi motivasi aktif kepada guru kimia untuk menggunakan pembelajaran
kontekstual dalam pengajaran.
BAB II
PENYUSUNAN KERANGKA TEORETIK DAN
PENGAJUAN HIPOTESIS
A. Deskripsi Teoretik
1. Pembelajaran Kontekstual
a. Pengertian Pembelajaran Kontekstual
Pembelajaran kontekstual (contextual teaching and learning)
terbentuk dari tiga kata, yaitu contextual, teaching and learning.
Teaching adalah refleksi sistem kepribadian sang guru yang bertindak
secara profesional. Learning adalah refleksi sistem kepribadian siswa
yang menunjukkan perilaku yang terkait dengan tugas yang diberikan1.
Secara kosa kata, context dapat diartikan sebagai hubungan, konteks,
keadaan, suasana. Secara umum kontekstual mengandung arti2:
1) Yang berkenaan, relevan, ada hubungan atau kaitan langsung,
mengikuti konteks,
2) Yang membawa maksud, makna dan kepentingan.
Dalam jurnal the highlight zone research @ work mendefinisikan
pembelajaran kontekstual sebagai berikut:
”Contextual teaching and learning is a conception of teaching and learning that helps teachers relate subject matter content to real world situations, and motivates students to make connections between knowledge and its applications to their lives as family members, citizens, and workers and engage in the hard work that learning requires.”3
Arti pembelajaran kontekstual di atas adalah konsep belajar mengajar
yang membantu guru dalam menghubungkan materi yang diajarkan
dengan keadaan nyata, dan memotivasi siswa untuk menghubungkan
1 A. Chaedar Alwasilah, Contextual Teaching and Learning: Menjadikan Kegiatan Belajar-Mengajar Mengasyikan dan Bermakna, (Bandung: MLC, 2006), h. 19.
2 Hamid Dokolamo dan Nursinah Sangaji, “Pendekatan Contextual and Learning dalam Pembelajaran Pendidikan IPS”,dalam Jurnal Kependidikan, Vol. 4, No. 2, November 2006, hlm. 168.
3 Robert G. Berns dan Patricia M. Erickson, “Contextual Teaching and Learning, Preparing Students for the New Economy”, diakses dari situs www.nccte.com, 2001, hlm. 2.
6
7
antara pengetahuan dan pengaplikasiannya dalam kehidupan sehari-hari,
baik dalam keluarga, masyarakat, dan pekerja.
Wina Sanjaya dalam bukunya mendefinisikan pembelajaran
kontekstual adalah strategi pembelajaran yang menekankan kepada
proses keterlibatan siswa secara penuh (student center) untuk dapat
menemukan materi yang dipelajari dan menghubungkannya dengan
situasi kehidupan nyata sehingga mendorong siswa untuk dapat
menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari.4
Elaine B. Johnson mendefinisikan pembelajaran kontekstual:
Sistem kontekstual adalah sebuah proses pendidikan yang bertujuan menolong para siswa melihat makna di dalam materi akademik yang mereka pelajari dengan cara menghubungkan subjek-subjek akademik dengan konteks dalam kehidupan keseharian mereka, yaitu dengan konteks keadaan pribadi, sosial, dan budaya mereka. Untuk mencapai tujuan ini, sistem tersebut meliputi delapan komponen berikut: membuat keterkaitan-keterkaitan yang bermakna, melakukan pekerjaan yang berarti, melakukan pembelajaran yang diatur sendiri, melakukan kerja sama, berpikir kritis dan kreatif, membantu individu untuk tumbuh dan berkembang, mencapai standar yang tinggi dan menggunakan penilaian autentik.5
Dalam jurnal pendidikan Certel disebutkan
Contextual teaching and learning is an approach of teaching and learning relating the materials and classroom activities to real situation and actual experience focusing on the learning process leading to creativity, critically thinking, problem solving and being able to apply their knowledge in their daylives (Center on Education and Work at University of Wisconsin-Madison)6
Maksud dari pendapat di atas bahwa pembelajaran kontekstual adalah
pendekatan belajar mengajar yang menghubungkan materi (bahan
pelajaran) dan aktivitas kelas dengan realitas (kenyataan) yang
4 Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, (Jakarta: Kencana Prenada Media, 2006), Cet. 1, h. 253.
5 Elaine B. Johnson, Contextual Teaching and Learning Menjadikan Kegiatan Belajar Mengajar Mengasyikkan dan Bermakna, (Bandung: Mizan Learning Center, 2009), Cet. VII, h. 67.
6 Sujito, “Pembelajaran Berbasis Kontekstual (Contextual Teaching and Learning)”, dalam Certel Jurnal Pendidikan, Humaniora, dan Sains Vol. 1, No. 2 Januari 2005, hlm. 29.
8
memusatkan pembelajaran dengan pengalaman baru yang menghasilkan
proses pembentukan kreativitas, berpikir kritis, pemecahan masalah dan
kemampuan mengaplikasikan pengetahuan dalam kehidupan.
Dalam jurnal pendidikan Exacta, Nirwana mendefinisikan
pembelajaran kontekstual sebagai konsep pengajaran yang membantu
guru mengkaitkan materi pelajaran dengan situasi dunia nyata dengan
memotivasi siswa untuk membuat hubungan antara pengetahuan dan
penerapannya dalam kehidupan mereka.7
Pembelajaran kontekstual yaitu menghubungkan isi (konten) mata
pelajaran dengan situasi lingkungannya sendiri, baik lingkungan fisik
(alam sekitar) maupun lingkungan sosial (keluarga, masyarakat,
berbangsa, dan bernegara). Pembelajaran kontekstual akan menghasilkan
siswa inovatif serta mempunyai kecakapan hidup (life skill). Oleh karena
itu, strategi pembelajaran kontekstual memfokuskan siswa sebagai
pembelajar yang aktif.8
Pembelajaran kontekstual merupakan sebuah strategi yang
dipakai dengan harapan siswa dilibatkan dan didorong untuk beraktivitas
secara penuh dalam proses pembelajaran. Pembelajaran kontekstual tidak
menghendaki siswa sekedar mendengar, mencatat, menghafal dan
kemudian melupakan materi yang diajarkan oleh guru. Dalam konteks
itu, siswa perlu mengerti apa makna belajar, apa manfaatnya dan
bagaimana mencapainya. Mereka sadar bahwa yang mereka pelajari
berguna bagi hidupnya nanti.
Dalam kelas kontekstual, tugas guru adalah membantu siswa
mencapai tujuannya dan berperan sebagai fasilitator tanpa henti yang
membantu siswa menemukan makna (pengetahuan). Maksudnya, guru
lebih banyak berurusan dengan strategi daripada memberi informasi.
7 Nirwana, “Pendekatan Kontekstual Sebagai Upaya Meningkatkan Proses dan Hasil
Pembelajaran Fisika Siswa SMUN 5 Bengkulu”, dalam Exacta Jurnal Pendidikan Matematika dan Sains, Vol.1, No.2, Desember 2003, hlm. 73.
8 Syafiri Anwar, dkk. “Penilaian Otentik dalam Pembelajaran Kontekstual pada Mata Pelajaran Geografi”, dalam JurnalPembelajaran, Vol. 27, No. 01, April 2006, hlm. 14.
9
Tugas guru mengelola kelas sebagai sebuah tim yang bekerjasama untuk
menemukan pengetahuan dan keterampilan yang baru bagi siswa.
Pengetahuan datang dari menemukan sendiri bukan dari apa kata guru.
Pembelajaran individual yang dikembangkan dalam dunia
pendidikan perlu diimbangi dengan pendekatan pembelajaran yang
berbasis kerja sama, kebersamaan, dan pembelajaran secara kooperatif
agar peserta didik mampu menghadapi masa yang akan datang. Menurut
Eggen dan Kauchak ada enam ciri pembelajaran efektif9, yaitu:
1) Siswa sendiri aktif terhadap lingkungan dengan cara observasi,
menemukan, membandingkan persamaan-persamaan dan perbedaan-
perbedaan, serta membentuk konsep dan menggeneralisasikan apa
yang ditemukannya.
2) Guru hanya menyediakan materi sebagai alat untuk mengasah
kemampuan berpikir siswa dan guru tetap berinteraksi (mengawasi).
3) Aktivitas-aktivitas siswa didasarkan atas pengayaan-pengayaan.
4) Guru secara aktif terlibat dalam pemberian arahan dan tuntunan
kepada siswa dalam menganalisa informasi.
5) Orientasi pembelajaran penguasaan isi pelajaran dan pengembangan
keterampilan pola berpikir.
6) Guru menggunakan tehnik mengajar yang bervariasi sesuai dengan
tujuan pembelajaran.
Menurut Sardiman A.M peranan guru dalam kegiatan belajar
mengajar antara lain10:
1) Informator, sebagai pelaksana cara mengajar informatif, laboratorium,
studi lapangan dan sumber informasi kegiatan akademik maupun
umum.
2) Organisator, sebagai pengelola kegiatan akademik, silabus, jadwal
pelajaran, dan lain-lain.
9 Pamujie, Pengertian Pembelajaran, diakses dari situs:
http://mrpams.blogspot.com/2008/06html. 10 Sardiman, A.M, Interaksi & Motivasi Belajar Mengajar, (Jakarta: PT RajaGrafindo
Persada, 2007), h. 144-146.
10
3) Motivator, dalam rangka meningkatkan kegairahan dan
pengembangan kegiatan belajar siswa. Guru harus dapat merangsang
dan memberikan dorongan kepada siswa.
4) Pengarah, jiwa kepemimpinan bagi guru dalam peranan ini lebih
menonjol. Guru harus dapat membimbing dan mengarahkan kegiatan
belajar siswa sesuai dengan tujuan yang dicita-citakan.
5) Inisiator, guru sebagai pencetus ide-ide dalam proses belajar.
6) Transmitter, guru bertindak sebagai penyebar kebijaksanaan
pendidikan dan pengetahuan.
7) Fasilitator, guru memberikan fasilitas atau kemudahan dalam proses
belajar-mengajar.
8) Mediator, guru sebagai penengah dalam kegiatan belajar siswa.
9) Evaluator, guru mempunyai otoritas untuk menilai prestasi anak didik
dalam bidang akademis maupun tingkah laku sosialnya.
Wina Sanjaya menjelaskan bahwa pendekatan (approach)
diartikan sebagai titik tolak atau sudut pandang terhadap proses
pembelajaran. Pembelajaran merujuk pada pandangan tentang terjadinya
suatu proses yang sifatnya masih sangat umum.11 Jadi, pembelajaran
kontekstual merupakan kegiatan belajar mengajar yang sudut
pandangnya berdasarkan konstruktivisme (membangun) yang desainnya
berupa keterlibatan siswa/pelajar secara penuh.
Dari berbagai definisi di atas dapat diambil sebuah kesimpulan
bahwa pembelajaran kontekstual adalah suatu strategi pengajaran yang
menggunakan konsep pembelajaran yang mengkaitkan subjek yang
dipelajari dengan situasi sebenarnya dan juga membantu siswa dalam
mengembangkan kreativitas, berpikir kritis dan memecahkan masalah.
Dengan konsep itu, hasil pembelajaran diharapkan lebih bermakna bagi
siswa. Proses pembelajaran berlangsung alamiah dalam bentuk kegiatan
11 Husin Kilwouw dan Iwan Rumelan, “Pola dan Pendekatan Contextual Teaching and
Learning (CTL) dalam Pembelajaran”, dalam Jurnal Kependidikan, Vol. 4, No. 2, November 2006, hlm. 177.
11
siswa bekerja dan mengalami, bukan transfer pengetahuan dari guru ke
siswa.
Pembelajaran kontekstual menekankan pada multi aspek
lingkungan belajar seperti, ruang kelas laboratorium, laboratorium
komputer, lapangan kerja, dan sebagainya. Pembelajaran kontekstual
menganjurkan para pendidik untuk memilih atau mendesain lingkungan
pembelajaran yang memadukan sebanyak mungkin pengalaman belajar
seperti lingkungan sosial, budaya, fisik, dan lingkungan psikologis untuk
mencapai tujuan pembelajaran. Siswa diharapkan dapat menemukan
hubungan yang bermakna antara pemikiran yang abstrak dengan
penerapan praktis dalam konteks dunia nyata dalam lingkungan
pembelajaran.
Strategi pembelajaran kontekstual dalam pelaksanaan
pembelajarannya dapat mengikuti tahapan sebagai berikut12:
1) Motivasi: meliputi pengenalan, perbincangan, penggunaan alat bantu
guru dalam mengajar.
2) Pemahaman: meliputi penerangan konsep, bacaan dan contoh.
3) Kemahiran: meliputi aktivitas dan penyelesaian masalah yang
dilakukan oleh siswa.
4) Penilaian: meliputi pengingatan kembali fakta dan penilaian
kemajuan yang diperoleh siswa.
Berbagai peranan dan aktivitas akan dilakukan siswa dalam
pembelajaran kontekstual sebagai berikut:13
1) Siswa berperan sebagai pembelajar aktif mengelola dirinya sendiri,
mengembangkan minatnya sendiri atau bekerja kelompok, belajar
melalui perbuatan.
12 Gelar Dwirahayu (eds.), Kontekstual dan Model-model Pembelajaran IPA,
(Jakarta:IAIN Indonesia Social Equity Project, 2007), Cet. I, hlm. 126. 13 Hamid Dokolamo dan Nursinah Sangaji, “Pendekatan Contextual Teaching and
Learning dalam Pembelajaran Pendidikan IPS”, dalam Jurnal Kep endidikan, Vol 4, No. 2, November 2006, hlm.168-169.
12
2) Membentuk hubungan antara apa yang dipelajari di sekolah dengan
kehidupan di masyarakat, lembaga kemasyarakatan dan dunia kerja.
3) Melakukan pekerjaan-pekerjaan yang penting, dan berarti bagi
dirinya maupun orang lain, membuat pilihan, memberikan hasil
tampak maupun tak tampak.
4) Menggunakan pemikiran tahap tinggi, berpikir kritis, kreatif,
melakukan analisis, sintesis, pemecahan masalah, membuat
keputusan menggunakan logika dan fakta-fakta.
5) Mengembangkan kemampuan bekerja sama. Guru membantu siswa
bekerja secara efektif dalam kelompok, memahami orang lain,
berkomunikasi, saling membantu dan mempengaruhi.
Landasan utama dalam pembelajaran kontekstual terdiri atas lima
landasan (jurnal the highlight zone research @work) yaitu:
1) Pengetahuan yang berdasar konstruktivisme (knowledge-based
constructivism), aktifitas berupa instruksi langsung dan konstruktivis
sangat efektif dalam pencapaian tujuan pembelajaran. Artinya belajar
tidak hanya sekedar menghafal, tetapi siswa harus mengkonstruksikan
pengetahuan dibenak mereka dan memberi makna melalui
pengalaman nyata.
2) Usaha untuk meningkatkan intelegensi (effort-based
learning/incremental theory of intelligence).
3) Bersosialisasi (socialization), dimana belajar adalah proses sosial,
yang mana siswa membutuhkan sosialisasi dan faktor kultur untuk
pertimbangan selama pembelajaran.
4) Situasi pembelajaran (situated learning), pengetahuan dan
pembelajaran harus berada pada situasi fisik dan hubungannya dengan
sosial.
5) Pembelajaran yang terdistribusi (distributed learning).
13
b. Komponen Pembelajaran Kontekstual
Pembelajaran kontekstual memiliki tujuh komponen, yaitu14:
1) Kontruktivisme
Komponen ini merupakan landasan berfikir pembelajaran
kontekstual yaitu bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi
sedikit, yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas. Esensi dari
teori konstruktivisme adalah siswa harus menemukan dan
mentransformasikan suatu informasi kompleks ke situasi lain. Sehingga
strategi memperoleh lebih diutamakan dibanding seberapa banyak siswa
memperoleh dan mengingat pengetahuan.
2) Menemukan
Menemukan merupakan bagian inti dari kegiatan pembelajaran
berbasis kontekstual. Pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh siswa
diharapkan bukan hasil mengingat seperangkat fakta-fakta, tetapi hasil
dari menemukan sendiri. Beberapa langkah yang dapat digunakan dalam
proses menemukan ini adalah: merumuskan masalah, mengamati atau
melakukan observasi, menganalisis hasil pengamatan dan pada tahap
terakhir mengkomunikasikan atau menyajikan hasil pengamatan (pada
guru, teman sekelas atau pendengar lainnya).
3) Bertanya
Bertanya dalam pembelajaran dipandang sebagai kegiatan guru
untuk mendorong, membimbing dan menilai kemampuan berpikir siswa.
Komponen ini merupakan strategi utama dari pembelajaran yang berbasis
pada pendekatan kontekstual. Kegiatan bertanya dapat diterapkan antara
siswa dengan guru, antara siswa dengan siswa, antara siswa dengan orang
lain yang didatangkan kekelas dan sebagainya.
Kegiatan bertanya sangat berguna dalam proses pembelajaran,
seperti yang dikemukakan Depdiknas sebagai berikut:15
14 Raymond Burhano, “Pendekatan Kontektual Pada Pembelajaran Matematika”, dalam
Jurnal Guru Pembelajaran di Sekolah Dasar dan Menengah, Vol. 2, No.2, Desember 2005, hlm. 66-67.
14
a) Menggali informasi, baik akademis maupun administrasi
b) Mengukur kemampuan siswa
c) Membangkitkan respon siswa
d) Mengetahui sejauh mana keingintahuan siswa
e) Mengetahui hal-hal yang sudah diketahui siswa
f) Memfokuskan perhatian siswa pada materi
g) Memotivasi siswa berpikir dan bertanya
h) Menyegarkan kembali pengetahuan siswa
4) Masyarakat Belajar
Masyarakat belajar dapat terwujud apabila terjadi komunikasi dua
arah yaitu antara guru dan siswa. Dalam proses pembelajaran, masyarakat
belajar dapat diciptakan dengan membentuk kelompok belajar, baik
kelompok kecil maupun kelompok besar.
Kegiatan belajar ini dapat terjadi apabila tidak ada pihak yang
dominan dalam berkomunikasi, tidak ada pihak yang merasa segan untuk
bertanya, tidak ada pihak yang menganggap paling tahu, semua pihak
mau saling mendengarkan16.
5) Pemodelan
Pemodelan maksudnya adalah sebuah pembelajaran keterampilan
atau pengetahuan tertentu dapat menggunakan atau menghadirkan model
yang bisa ditiru. Namun dalam pendekatan kontekstual, guru bukan satu-
satunya model. Model dapat dirancang dengan melibatkan siswa, selain
itu model juga dapat didatangkan dari luar lingkungan sekolah.
6) Refleksi
Refleksi adalah cara berfikir tentang apa yang baru dipelajari atau
berfikir kebelakang tantang apa-apa yang sudah kita lakukan. Metode ini
dapat membantu siswa membuat hubungan-hubungan antara pengetahuan
15 Hamid Dokolamo dan Nursinah Sangaji, “Pendekatan Contextual and Learning
Dalam Pembelajaran Pendidikan IPS”, dalam Jurnal Kependidikan, Vol. 4, No. 2, November 2006, hlm. 171.
16 Hamid Dokolamo dan Nursinah Sangaji, “Pendekatan Contextual and Learning Dalam Pembelajaran Pendidikan IPS”, dalam Jurnal Kependidikan, Vol. 4, No. 2, November 2006, hlm. 171.
15
yang dimiliki sebelumnya dengan pengetahuan yang baru, sehingga siswa
merasa memperoleh sesuatu yang berguna bagi dirinya dari hal-hal yang
baru dipelajarinya.
Penerapannya dikelas dapat berupa pernyataan langsung tentang
apa-apa yang diperoleh siswa, catatan atau jurnal dibuku siswa, kesan dan
saran siswa mengenai pembelajaran tersebut, atau berupa diskusi dan
hasil karya siswa17.
7) Penilaian Otentik
Penilaian adalah proses pengumpulan berbagai data yang bisa
memberikan gambaran perkembangan belajar siswa. Gambaran ini perlu
diketahui guru agar bisa memastikan bahwa siswa telah mengalami proses
pembelajaran dengan benar. Karena assessment menekankan pada proses
pembelajaran, maka data yang dikumpulkan diperoleh dari kegiatan nyata
yang dikerjakan siswa dalam proses pembelajaran, misalnya penilaian
terhadap presentasi hasil kerja kelompok.
Berdasarkan tujuh komponen pembelajaran kontekstual di atas, dapat
disimpulkan bahwa pembelajaran kontekstual dapat dikatakan sebagai sebuah
pendekatan pembelajaran yang mengakui dan menunjukkan kondisi alamiah
dari pengetahuan. Melalui hubungan di dalam dan di luar kelas, pembelajaran
kontekstual menjadikan pengalaman lebih relevan dan berarti bagi siswa
dalam membangun pengetahuan yang akan mereka terapkan dalam
kehidupannya. Pembelajaran kontekstual menyajikan suatu konsep yang
mengkaitkan materi pelajaran yang dipelajari siswa dengan konteks dimana
materi tersebut digunakan, serta berhubungan dengan bagaimana seseorang
belajar.
Materi pelajaran akan semakin berarti jika siswa mempelajari materi
pelajaran yang disajikan melalui konteks kehidupan mereka, dan menemukan
arti di dalam proses pembelajarannya, sehingga pembelajaran akan menjadi
lebih berarti dan menyenangkan. Siswa akan bekerja keras untuk mencapai
17 Hamid Dokolamo dan Nursinah Sangaji, “Pendekatan Contextual and Learning Dalam Pembelajaran Pendidikan IPS”, dalam Jurnal Kependidikan, Vol. 4, No. 2, November 2006, hlm. 172.
16
tujuan pembelajaran, dan selanjutnya siswa akan memanfaatkan kembali
pemahaman pengetahuan dan kemampuannya itu dalam konteks di luar
sekolah untuk menyelesaikan permasalahan dunia nyata, baik secara mandiri
maupun secara berkelompok.
Pengembangan konsep belajar dan mengajar yang kontekstual
diharapkan dapat menjadi konsep yang membantu guru mengembangkan
materi dengan situasi dunia nyata dan menghubungkan pengetahuan siswa
dengan aplikasinya dalam kehidupan sehari-hari. Untuk mencapai hal itu,
Blanchard menawarkan beberapa strategi dalam penerapan pembelajaran
kontekstual yaitu:18
1) Menekankan pentingnya pemecahan masalah;
2) Menyadari perlunya belajar dan mengajar yang terjadi dalam berbagai
konteks seperti rumah, masyarakat, dan tempat kerja;
3) Mengajar siswa untuk memantau dan mengarahkan belajarnya agar siswa
menjadi pembelajar mandiri dan teratur;
4) Pembelajaran terjadi dalam konteks siswa yang beraneka ragam;
5) Memotivasi siswa untuk berani belajar dari yang lain dan belajar
bersama-sama;
6) Menggunakan penilaian otentik.
c. Karakteristik Pembelajaran Kontesktual
Wina Sanjaya mengemukakan bahwa dalam kontekstual terdapat lima
karakteristik utama sebagai berikut19:
1) Dalam pembelajaran kontekstual, pembelajaran merupakan proses
pengaktifan pengetahuan yang sudah ada yang berarti apa yang akan
dipelajari tidak terlepas dari pengetahuan yang telah dipelajari, dengan
18 Sujito, “Pembelajaran Berbasis Kontekstual (Contextual Teaching and Learning)
Hakekat dan Impelementasinya dalam Pengajaran Bahasa”, dalam Certel Jurnal Pendidikan, Humaniora dan Sains, Vol.1 No.2, Januari 2005, hlm. 31.
19 Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, (Jakarta: Kencana, 2006), Cet. I, h. 254.
17
demikian pengetahuan yang akan diperoleh siswa adalah pengetahuan
yang utuh yang memiliki keterkaitan satu sama lain.
2) Pembelajaran yang kontekstual adalah belajar dalam rangka memperoleh
dan menambah pengetahuan baru.
3) Pemahaman pengetahuan artinya pengetahuan yang diperoleh bukan
untuk dihafal tetapi untuk dipahami dan diyakini.
4) Mempraktikkan pengetahuan dan pengalaman, artinya pengetahuan dan
pengalaman yang diperolehnya harus dapat diaplikasikan dalam
kehidupan siswa, sehingga tampak perubahan perilaku siswa.
5) Melakukan refleksi terhadap strategi pengembangan pengetahuan. Hal ini
dilakukan sebagai umpan balik untuk proses perbaikan dan
penyempurnaan strategi.
Adapun menurut Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar
dan Menengah karakteristik pembelajaran kontekstual antara lain20:
1) Kerjasama
2) Saling menunjang
3) Menyenangkan dan tidak membosankan
4) Belajar dengan bersemangat
5) Pembelajaran terintegrasi
6) Menggunakan berbagai sumber
7) Siswa aktif
8) Berbagi dengan teman
9) Siswa kritis, guru kreatif
10) Dinding dan lorong-lorong penuh dengan hasil kerja siswa
11) Laporan kepada orang tua bukan hanya rapor tetapi juga hasil karya
siswa
Berbagai peranan dan aktivitas akan dilakukan siswa dalam
pembelajaran kontekstual sebagai berikut:21
20 Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah, Pengembangan
Model Pembelajaran yang Efektif, (Jakarta: Depdiknas, 2003), h. 3.
18
1) Siswa berperan sebagai pembelajar aktif mengelola dirinya sendiri,
mengembangkan minatnya sendiri atau bekerja kelompok, belajar
melalui perbuatan.
2) Membentuk hubungan antara apa yang dipelajari di sekolah dengan
kehidupan di masyarakat, lembaga kemasyarakatan dan dunia kerja.
3) Menggunakan pemikiran tahap tinggi, berfikir kritis, kreatif, melakukan
analisis, sintesis, pemecahan masalah, membuat keputusan menggunakan
logika dan fakta-fakta.
4) Mengembangkan kemampuan bekerja sama. Guru membantu siswa
bekerja secara efektif dalam kelompok, memahami orang lain,
berkomunikasi, saling membantu dan mempengaruhi.
Ada beberapa hal yang harus diperhatikan bagi setiap guru manakala
menggunakan pembelajaran kontekstual22:
1) Siswa dalam pembelajaran kontekstual dipandang sebagai individu yang
sedang berkembang.
2) Setiap anak memiliki kecenderungan untuk belajar hal-hal yang baru dan
penuh tantangan.
3) Belajar bagi siswa adalah proses mencari keterkaitan atau keterhubungan
antara hal-hal yang baru dengan hal-hal yang sudah diketahui.
4) Belajar bagi anak adalah proses menyempurnakan skema yang telah ada
(asimilasi) atau proses pembentukan skema baru (akomodasi), dengan
demikian tugas guru adalah memfasilitasi (mempermudah) agar anak
mampu melakukan proses asimilasi dan proses akomodasi.
Dalam pelaksanaan proses pembelajaran kontekstual, siswa akan
mengenal bentuk pembelajaran REACT, yaitu23:
21 Hamid Dokolamo dan Nursinah Sangaji, “ Pendekatan Contextual Teaching and
Learning dalam Pembelajaran Pendidikan IPS”, dalam Jurnal Kependidikan Vol. 4, No. 2, November 2006, hlm. 168-169.
22 Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, (Jakarta: Kencana, 2006), Cet. I, h. 261.
23 Gelar Dwirahayu (eds.), Kontekstual dan Model-model Pembelajaran IPA, (Jakarta:IAIN Indonesia Social Equity Project, 2007), Cet. I, hlm. 125.
19
1) Relating (mengkaitkan), dalam pembelajaran relating dimaksudkan agar
siswa harus dapat menghubungkan pengetahuan baru yang diperoleh
dengan pengalaman hidup yang telah dan akan diperoleh.
2) Experiencing (mengalami), pembelajaran kontekstual berada dalam
konteks penemuan dan daya cipta. Bahwa setelah mendapatkan
pengetahuan baru siswa akan dapat menemukan ide dan menciptakan
sesuatu dari ide yang dia miliki tersebut.
3) Applying (mengaplikasikan), adalah belajar dalam konteks bagaimana
pengetahuan atau informasi baru yang diperoleh oleh siswa dapat dia
gunakan dalam berbagai situasi yang dihadapi, baik situasi yang mudah
maupun situasi yang sulit.
4) Cooperating (bekerja sama), bahwa belajar dalam konteks dapat
mengkaitkan pengetahuan atau informasi baru yang diperoleh dan
mengsingkronkannya dengan pengalaman hidup mereka.
5) Transfering (memindahkan), bahwa belajar dalam konteks membina
pengetahuan atau informasi yang ada atau yang sudah diketahui
Pembelajaran kontekstual mendasarkan diri pada kecenderungan
pemikiran tentang belajar sebagai berikut24:
1) Proses belajar, dalam proses ini:
a) Siswa tidak hanya sekedar menghafal tetapi mengkonstruksikan
pengetahuan mereka sendiri.
b) Siswa belajar dari mengalami, jadi siswa mencatat sendiri pola-pola
bermakna dari pengetahuan baru yang dialaminya.
c) Pengetahuan yang dimiliki siswa itu terorganisasi dan mencerminkan
pemahaman yang mendalam tentang sesuatu persoalan.
d) Pengetahuan tidak dapat dipisah-pisahkan menjadi fakta-fakta atau
proporsisi yang terpisah, tetapi mencerminkan keterampilan yang
dapat diterapkan.
24 Direktorat Pembinaan SMP, Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan
Menengah, Departemen Pendidikan Nasional, “Pengembangan Model Pembelajaran yang Efektif”, diakses dari situs http://pakgurtuonline.pendidikan.net, 2006.
20
e) Manusia mempunyai tingkatan yang berbeda dalam menyikapi situasi
baru.
f) Siswa perlu dibiasakan memecahkan masalah, menemukan sesuatu
yang berguna bagi dirinya, dan bergelut dengan ide-idenya.
g) Proses belajar dapat mengubah struktur otaknya.
2) Transfer belajar
a) Siswa belajar dari mengalami sendiri, bukan pemberian dari orang
lain.
b) Keterampilan dan pengetahuan itu diperluas dari konteks yang
terbatas sedikit demi sedikit.
c) Siswa perlu mengetahui apa tujuan pembelajaran dan bagaimana
menggunakan pengetahuan dan keterampilan tersebut.
3) Siswa sebagai pembelajar
a) Seorang siswa mempunyai kecenderungan lebih cepat mempelajari
hal-hal baru.
b) Siswa memerlukan strategi belajar yang tepat.
c) Guru membantu siswa menghubungkan antara pengetahuan yang baru
dengan pengetahuan yang sudah diketahuinya.
d) Guru juga memfasilitasi siswanya dengan memberi kesempatan
kepada siswa untuk menemukan dan menerapkan ide-ide mereka
sendiri.
4) Lingkungan belajar
a) Belajar efektif itu dimulai dari lingkungan belajar yang berpusat pada
siswa.
b) Pengajaran berpusat pada bagaimana cara siswa menggunakan
pengetahuan baru mereka.
c) Umpan balik sangat penting bagi siswa, yang berasal dari proses
penilaian yang benar.
d) Menumbuhkan komunitas belajar dalam bentuk kerja kelompok.
21
d. Langkah-langkah Pembelajaran kontekstual
Untuk mencapai kompetensi dengan menggunakan pembelajaran
kontekstual guru melakukan langkah-langkah pembelajaran seperti di bawah
ini.25
1) Pendahuluan
a) Guru menjelaskan kompetensi yang harus dicapai secara manfaat dari
proses pembelajaran dan pentingnya materi pelajaran yang akan
dipelajari.
b) Guru menjelaskan prosedur pembelajaran kontekstual: (1) Siswa
dibagi ke dalam beberapa kelompok sesuai dengan jumlah siswa; (2)
Tiap kelompok ditugaskan untuk melakukan observasi; (3) Melalui
observasi siswa ditugaskan untuk mencatat berbagai hal yang
ditemukan di lapangan.
c) Guru melakukan tanya jawab sekitar tugas yang harus dikerjakan oleh
setiap siswa.
2) Inti
(1) Siswa melakukan observasi dengan pembagian tugas kelompok.
(2) Siswa mencatat hal-hal yang mereka temukan di lapangan sesuai
dengan alat observasi yang telah mereka tentukan sebelumnya.
(3) Siswa mendiskusikan hasil temuan mereka sesuai dengan
kelompoknya masing-masing.
(4) Siswa melaporkan hasil diskusi.
(5) Setiap kelompok menjawab setiap pertanyaan yang diajukan oleh
kelompok yang lain.
3) Penutup
(1) Dengan bantuan guru siswa menyimpulkan hasil observasi sesuai
dengan indikator hasil belajar yang harus dicapai.
(2) Guru menugaskan siswa untuk membuat laporan tentang hasil
pengamatan mereka.
25 Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi standar Proses Pendidikan,
(Jakarta: Kencana, 2006), h. 268-269.
22
e. Perbedaan Pembelajaran Kontekstual dengan Pembelajaran Tradisional
Tugas guru dalam kelas kontekstual adalah membantu siswa mencapai
tujuannya. Maksudnya, guru lebih banyak berurusan dengan strategi daripada
memberi informasi. Tugas guru mengelola kelas sebagai sebuah tim yang
bekerja sama untuk menemukan sesuatu yang baru bagi anggota kelas
(siswa). Sesuatu yang baru, maksudnya yang datang dari “menemukan
sendiri” bukan dari “apa kata guru”. Proses belajar mengajar lebih diwarnai
student centered daripada techer centered. Dalam pembelajaran guru
mengkaitkan antara materi yang diajarkan dengan pengalaman nyata siswa.
Sedangkan dalam kelas tradisional, guru adalah pemimpin di ruang kelas.26
Adapun perbedaan pembelajaran kontekstual dengan pembelajaran
tradisional dapat dilihat pada tabel berikut ini:
Tabel 1. Perbedaan Pembelajaran Kontekstual dengan Pembelajaran
Tradisional27
No Pembelajaran Kontesktual Pembelajaran Tradisional 1 Menyandarkan pada memori spasial
(pemahaman makna). Menyandarkan pada hafalan.
2 Pemilihan informasi berdasarkan kebutuhan siswa.
Pemilihan informasi ditentukan oleh guru.
3 Siswa terlibat secara aktif dalam proses pembelajaran.
Siswa secara pasif menerima informasi.
4 Pembelajaran dikaitkan dengan kehidupan nyata/masalah yang disimulasikan.
Pembelajaran sangat abstrak dan teoritis.
5 Selalu mengkaitkan informasi dengan pengetahuan yang telah dimiliki siswa.
Memberikan tumpukan informasi kepada siswa sampai saatnya diperlukan.
6 Cenderung mengintegrasikan beberapa bidang.
Cenderung terfokus pada satu bidang (disiplin) tertentu.
7 Siswa menggunakan waktu belajarnya untuk menemukan, menggali, berdiskusi, berpikir kritis, atau mengerjakan proyek
Waktu belajar siswa sebagian besar dipergunakan untuk mengerjakan buku tugas,
26 Elaine B. Johnson, Contextual Teaching & Learning: Menjadikan Kegiatan Belajar-
mengajar Mengasyikkan dan Bermakna, (Bandung: MLC, 2008), Cet. IV, h. 100. 27 Hamid Dokolamo dan Nursinah Sangaji, “Pendekatan Contextual Teaching and
Learning dalam Pembelajaran IPS” dalam Jurnal Kependidikan, Vol. 4, No. 2, November 2006, h. 174-175.
23
dan pemecahan masalah (melalui kerja kelompok).
mendengar ceramah, dan mengisi latihan (melalui kerja individual).
8 Perilaku dibangun atas kesadaran diri. Perilaku dibangun atas kebiasaan. 9 Keterampilan dikembangkan atas dasar
pemahaman. Keterampilan dikembangkan atas dasar latihan.
10 Hadiah dari perilaku baik adalah kepuasan diri.
Hadiah dari perilaku baik adalah pujian atau nilai (angka) rapor.
11 Siswa tidak melakukan hal yang buruk karena sadar hal tersebut keliru dan merugikan.
Siswa tidak melakukan sesuatu yang buruk karena takut akan hukuman.
12 Perilaku baik berdasarkan motivasi intrinsik.
Perilaku baik berdasarkan motivasi ekstrinsik.
13 Pembelajaran terjadi di berbagai tempat, konteks dan setting.
Pembelajaran hanya terjadi dalam kelas.
14 Hasil belajar diukur melalui penerapan penilaian autentik.
Hasil belajar diukur melalui kegiatan akademik dalam bentuk tes/ujian/ulangan.
f. Kata-kata Kunci Pembelajaran Kontekstual
Kata kunci dalam pembelajaran kontekstual menurut Nurhadi antara
lain28:
1) Pembelajaran dunia nyata (Real world learning)
2) Mengutamakan pengalaman nyata
3) Berpikir tingkat tinggi
4) Berpusat pada siswa
5) Siswa aktif, kritis dan kreatif
6) Pengetahuan bermakna dalam kehidupan
7) Dekat dengan kehidupan nyata
8) Perubahan perilaku
9) Siswa praktek bukan menghafal
10) Pembelajaran (Learning) bukan pengajaran (teaching)
11) Pendidikan bukan pengajaran
12) Pembentukan manusia
13) Memecahkan masalah
28 Nurhadi, dkk, Pembelajaran Kontekstual (Contextual Teaching and Learning)
dan Penerapannya dalam KBK”, (Malang: Universitas Negeri Malang, 2004), Cet. I, h. 39-40.
24
14) Siswa akting, guru mengarahkan
15) Hasil belajar diukur dengan berbagai cara bukan hanya dengan test.
g. Model-model Pembelajaran yang Menggunakan Strategi Pembelajaran
Kontekstual
Model-model pembelajaran yang menggunakan strategi
pembelajaran kontekstual adalah sebagai berikut29
1) Authentic Instruction adalah suatu model pembelajaran yang
menginstruksikan siswa untuk belajar konteks arti kehidupan yang
sebenarnya. Dalam pelaksanaannya membutuhkan kemampuan berpikir
dan penyelesaian masalah tingkat tinggi, artinya siswa harus dapat
menyelesaikan masalah dalam kehidupan sehari-hari sesulit apapun.
2) Inquiry-Based Learning
Seseorang dikatakan melakukan kegiatan inquiri apabila ia
merumuskan masalahnya sendiri, merancang eksperimen,
mengumpulkan dan menganalisis data, dan menarik kesimpulan.
3) Problem-Based Learning
Problem-Based Learning atau yang lebih dikenal dengan model
pembelajaran berdasarkan masalah memiliki tujuan untuk membantu
siswa menjadi pembelajar yang mandiri dan otonom. Dalam proses
pembelajarannya siswa dipandu melalui masalah-masalah yang
diberikan oleh guru yang disesuaikan dengan pokok bahasan.
4) Service learning
Model pembelajaran ini adalah model pembelajaran yang
menggabungkan metode pelayanan masyarakat dengan sekolah
terstruktur yang berbasis pada refleksi dari pelayanan masyarakat
tersebut.
5) Work-Based Learning
29 Gelar Dwirahayu (eds.), Kontekstual dan Model-model Pembelajaran IPA,
(Jakarta:IAIN Indonesia Social Equity Project, 2007), Cet. I, hlm. 126.
25
Model pembelajaran yang melibatkan siswa dalam praktek langsung di
lapangan, sehingga pengetahuan yang diperoleh dapat langsung
dipraktekkan di tempat kerja.
2. Hasil Belajar
a. Pengertian Hasil Belajar
Belajar adalah proses yang dilakukan oleh manusia untuk
mendapatkan aneka ragam kemampuan, keterampilan, dan sikap
tersebut diperoleh secara bertahap dan berkelanjutan mulai dari masa
bayi sampai masa tua melalui rangkaian proses belajar sepanjang
hayat30.
Nana Syaodih mendefinisikan hasil belajar atau achievement
sebagai suatu realisasi dari kecakapan-kecakapan potensial yang
dimiliki seseorang.31 Menurut Bloom seperti yang dikutip oleh Veithzal
Rivai, mengatakan bahwa hasil belajar merupakan kemampuan yang
dimiliki seseorang setelah menerima pengalaman belajarnya.32 Sudjana
mengatakan bahwa hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang
dimiliki siswa setelah menerima pengalaman belajarnya.33
Menurut Gagne, perubahan perilaku yang merupakan hasil
belajar dapat berbentuk:34
1) Informasi verbal; yaitu penguasaan informasi dalam verbal, baik
secara tertulis maupun tulisan.
2) Kecakapan intelektual; yaitu keterampilan individu dalam
melakukan interaksi dengan lingkungannya dengan menggunakan
30 Udin S. Winataputra, dkk, Teori Belajar dan Pembelajaran, (Jakarta:
Universitas Terbuka, 2007), Cet I, h. 1.5. 31 Nana Syaodih Sukmadinata, Landasan Psikologi Proses Pendidikan,
(Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2005), h. 102 32 H. Veithzal Riva’I, "Upaya-upaya Meningkatkan Hasil Belajar Kepemimpinan
Peserta Diklat Spama Survei Diklat Departemen Kesehatan”, dalam Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, No. 040 Tahun Ke-9, Januari 2003, hlm. 130.
33 Nana Sudjana, Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 1995), Cet. I, h. 22.
34 Akhmad Sudrajat, Hakikat Belajar, (http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/01/31/hakikat-belajar).
26
simbol-simbol. Termasuk dalam keterampilan intelektual adalah
kecakapan dalam membedakan, memahami konsep konkrit, konsep
abstrak, aturan dan hukum. Keterampilan ini sangat dibutuhkan
dalam menghadapi pemecahan masalah.
3) Strategi kognitif; kecakapan individu untuk melakukan
pengendalian dan pengelolaan keseluruhan aktivitasnya. Dalam
konteks proses pembelajaran, strategi kognitif yaitu kemampuan
mengendalikan ingatan dan cara-cara berfikir agar terjadi aktivitas
yang efektif. Kecakapan intelektual menitikberatkan pada hasil
pembelajaran, sedangkan strategi kognitif lebih menekankan pada
proses pemikiran.
4) Sikap; yaitu hasil pembelajaran yang berupa kecakapan individu
untuk memilih macam tindakan yang akan dilakukan. Sikap adalah
keadaan dalam diri individu yang akan memberikan kecenderungan
bertindak dalam menghadapi suatu objek atau peristiwa,
didalamnya terdapat unsur pemikiran, perasaan yang menyertai
pemikiran dan kesiapan untuk bertindak.
5) Kecakapan motorik; ialah hasil belajar yang berupa kecakapan
pergerakan yang dikontrol oleh otot dan fisik.
Adapun Moh. Surya mengemukakan bahwa hasil belajar akan
tampak dalam35:
1) Kebiasaan,
2) Keterampilan,
3) Pengamatan; yakni proses menerima, menafsirkan, dan member
arti rangsangan yang masuk melalui indera-indera secara objektif
sehingga peserta didik mampu mencapai pengertian yang benar,
4) Berpikir asosiatif; yakni berpikir dengan cara mengasosiasikan
sesuatu dengan lainnya dengan menggunakan daya ingat,
35 Akhmad Sudrajat, “Hakikat Belajar”, diakses dari situs
http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/01/31/hakikat-belajar.
27
5) Berpikir rasional dan kritis yakni menggunakan prinsip-prinsip dan
dasar-dasar pengertian dalam menjawab pertanyaan kritis,
6) Sikap, yakni kecenderungan yang relatif menetap untuk bereaksi
dengan cara baik atau buruk terhadap orang atau barang tertentu
sesuai pengetahuan dan keyakinan,
7) Inhibisi (menghindari hal yang mubazir)
8) Apresiasi
Benjamin Bloom dkk, mengklasifikasikan hasil belajar ke dalam
tiga kategori besar. Pertama domain kognitif, ranah ini meliputi
kegiatan mental otak. Kedua domain afektif mencakup sikap dan nilai.
Ketiga domain psikomotor mencakup keteramapilan (skill) atau
kemampuan bertindak setelah seseorang menerima pengalaman belajar
tertentu (motorik).36
b. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar
Secara global faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar
adalah :37
1) Faktor internal yang meliputi dua aspek, yakni aspek fisiologis dan
aspek psikologis, yang terdiri dari lima faktor, yaitu :
a) Intelegensi siswa
b) Sikap siswa
c) Bakat siswa
d) Minat siswa
e) Motivasi siswa
2) Faktor eksternal yang terdiri atas dua macam, yakni :
a) Lingkungan sosial
36 Anas Sudijono, Pengantar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,
2005), h. 49 – 57. 37 Muhibin Syah, “Psikologi Belajar”, (Jakarta : PT. Raja Geafindo Persada, 2004),
Cet.3, h. 144.
28
b) Lingkungan non sosial (sarana dan prasarana), termasuk di
dalamnya media pembelajaran
3) Faktor pendekatan belajar, yakni jenis upaya belajar siswa yang
meliputi strategi dan metode yang digunakan untuk melakukan
kegiatan pembelajaran.Berdasarkan faktor eksternal belajar diatas,
yaitu faktor yang bersumber dari lingkungan sekolah siswa, maka
dapat didefinisikan lagi menjadi38:
1) Cara memberikan pelajaran
2) Kurangnya bahan-bahan bacaan
3) Kurangnya alat-alat
4) Bahan pelajaran yang tidak sesuai dengan kemampuan
5) Penyelenggaraan pembelajaran terlalu padat.
Sudjana juga mengatakan bahwa kondisi pembelajaran yang
berkualitas dipengaruhi oleh beberapa faktor-faktor tujuan pengajaran
yang jelas, bahan pengajaran yang memadai, metodologi pengajaran
yang tepat dan cara penilaian yang baik.39
Faktor-faktor tersebut akan sangat mempengaruhi hasil belajar
siswa, karena dalam proses pembelajaran siswalah yang menentukan
terjadi atau tidaknya suatu proses belajar. Untuk belajar siswa
menghadapi masalah-masalah baik internal maupun eksternal. Jika
siswa tidak dapat mengatasi masalah tersebut, maka dia tidak belajar
dengan baik.
Selain beberapa faktor di atas, ada beberapa hal yang juga perlu
diperhatikan diantaranya adalah konsentrasi belajar. Konsentrasi belajar
merupakan kemampuan memusatkan perhatian pada pelajaran.
Pemusatan perhatian tersebut tertuju pada isi bahan belajar maupun
proses memperolehnya. Untuk memperkuat perhatian pada pelajaran,
guru perlu menggunakan bermacam-macam strategi belajar. Selain
38 Oemar Hamalik. Metoda Belajar dan Kesulitan-kesulitan Belajar. (Bandung: Tarsito,
1990), h. 120-121. 39 Pamujie, Pengertian Pembelajaran, diakses dari situs:
http://mrpams.blogspot.com/2008/06.html.
29
konsentrasi belajar, kebiasaan belajar juga dapat mempengaruhi hasil
belajar. Dalam kegiatan sehari-hari ditemukan adanya kebiasaan belajar
yang kurang baik. Kebiasaan belajar tersebut antara lain, belajar pada
akhir semester, belajar tidak teratur, menyia-nyiakan kesempatan
belajar dan lain-lain.
c. Penilaian Hasil Belajar
Hasil belajar dapat diketahui dari hasil evaluasi yang diadakan.
Evaluasi atau penilaian hasil belajar merupakan usaha guru untuk
mendapatkan informasi tentang siswa, baik kemampuan penguasaan
konsep, sikap maupun keterampilan. Hal ini dapat digunakan sebagai
umpan balik yang sangat diperlukan dalam menentukan strategi belajar
siswa. Hasil belajar juga dipengaruhi oleh intelegensi dan penguasaan
awal anak dan pencapaian tujuan belajar perlu menggunakan bahan
apersepsi, yaitu bahan yang dikuasai anak sebagai batu loncatan untuk
menguasai pelajaran baru.
Yang dimaksud dengan penilaian ialah kegiatan
memperbandingkan hasil pengukuran (skor) sifat suatu objek dengan
acuan yang relevan sedemikian rupa sehingga diperoleh suatu kualitas
yang bersifat kuantitatif.40
Penilaian hasil belajar memiliki fungsi yang sangat penting
dalam pembelajaran, atara lain berfungsi untuk41:
1) Mengetahui kemajuan dan kesulitan belajar siswa
2) Memberikan umpan balik
3) Melakukan perbaikan kegiatan pembelajaran
4) Memotivasi guru mengajar lebih baik
5) Memotivasi siswa belajar lebih giat
40 Masidjo, Penilaian Pencapaian Hasil Belajar Siswa di Sekolah, (Jakarta: Kanisius,
1995), h. 149. 41 Alimudin, “Sistem Penilaian Hasil Belajar”, diakses dari situs:
http://penilaianhasilbelajar.blogspot.com/2008/01/sistem-penilaian-hasil-belajar.html.
30
Penilaian hasil belajar memiliki tujuan sebagai berikut42:
1) Sebagai granding, untuk menentukan atau membedakan kedudukan
hasil kerja peserta didik dibandingkan dengan peseta didik lain.
2) Sebagai alat seleksi, untuk memisahkan antara peserta didik yang
masuk kategori tertentu dan yang tidak.
3) Untuk menggambarkan sejauh mana seorang peserta didik telah
menguasai kompetensi.
4) Sebagai bimbingan, untuk mengevaluasi hasil belajar peserta didik
dalam rangka membantu peserta didik memahami dirinya, membuat
keputusan tentang langkah berikutnya, baik untuk pemilihan program,
pengembangan kepribadian maupun untuk penjurusan.
5) Sebagai alat diagnosis, untuk menunjukkan kesulitan belajar yang
dialami peserta didik dan kemungkinan prestasi yang bisa
dikembangkan.
6) Sebagai alat prediksi.
Berbagai jenis penilaian berbasis kelas antara lain, tes tertulis,
tes perbuatan, pemberian tugas, penilaian kinerja, penilaian proyek,
penilaian hasil kerja peserta didik, penilaian sikap, dan penilaian
portofolio. Jenis penilaian sangat tergantung kepada kompetensi dasar
maupun indikator yang diuraikan dalam kurikulum.
Sementara itu, prinsip-prinsip yang digunakan dalam penilaian
hasil belajar antara lain43:
1) Penilaian merupakan bagian tak terpisahkan dari proses
pembelajaran
2) Mencerminkan masalah dunia nyata
3) Menggunakan berbagai ukuran, metode, teknik dan kriteria sesuai
dengan karakterisktik dan esensi pengalaman belajar
42 Sulaiman Zein, “Penilaian Hasil Belajar”, diakses dari situs:
http://smpn2ransel.wordpress.com/2008/03/19/penilaian-hasil-belajar/. 43 Alimudin, “Sistem…”, diakses dari situs:
http://penilaianhasilbelajar.blogspot.com/2008/01/sistem-penilaian-hasil-belajar.html.
31
4) Bersifat holistic (menyeluruh), mencakup semua aspek dari tujuan
pembelajaran.
Benjamin S Bloom berpendapat bahwa taksonomi
(pengelompokkan) tujuan pendidikan harus senantiasa mengacu kepada
tiga ranah (domain) yaitu44:
1) Kognitif
Ranah kognitif adalah ranah yang mencakup kegiatan
berpikir (otak). Enam jenjang proses berpikir mulai dari jenjang
terendah sampai ke jenjang tertinggi adalah: (1) Pengetahuan adalah
kemampuan seseorang untuk mengingat kembali atau mengenali
kembali tentang nama, ide, istilah, gejala, rumus, dan sebagainya; (2)
Pemahaman adalah kemampuan seseorang untuk mengerti atau
memahami sesuatu setelah sesuatu itu diketahui atau diingat; (3)
Aplikasi adalah kemampuan seseorang untuk menerapkan atau
menggunakan ide-ide umum, tata cara, metode, rumus, teori, dan
sebagainya dalam situasi baru dan konkrit; (4) Analisis adalah
kemampuan seseorang untuk merinci atau menguraikan suatu bahan
atau keadaan menurut bagian yang lebih kecil dan mampu
memahami hubungan diantara bagian atau faktor yang satu dengan
faktor lainnya; (5) Sintesis adalah kemampuan berpikir yang
memadukan bagian-bagian atau unsur-unsur secara logis sehingga
menjelma menjadi suatu pola yang berstruktur atau berbentuk pola
baru; (6) Evaluasi adalah kemampuan seseorang untuk membuat
pertimbangan terhadap suatu situasi, nilai atau ide, dan mampu
memilih pilihan yang terbaik sesuai dengan patokan atau kriteria
yang ada.
2) Afektif
Ranah afektif adalah ranah yang berkaitan dengan sikap dan
nilai. Krathwohl membagi ranah afektif dalam lima jenjang, yaitu:
44 Anas Sudijono, “Pengantar Evaluasi Pendidikan”, (Jakarta: Raja Grafindo Persada,
2001), h. 49-57.
32
(1) Menerima adalah kepekaan seseorang dalam menerima
rangsangan (stimulasi) dari luar yang datang kepada dirinya dalam
bentuk masalah, situasi, gejala, dan lain-lain; (2) Menanggapi adalah
kemampuan seseorang untuk mengikutsertakan dirinya secara aktif
dalam fenomena tertentu dan membuat reaksi terhadapnya; (3)
Menilai adalah kemampuan seseorang untuk menilai atau
menghargai suatu kegiatan atau objek, sehingga dirasakan akan
membawa kerugian atau penyesalan; (4) Mengorganisasikan adalah
kemampuan seseorang untuk mempertemukan perbedaan nilai
sehingga terbentuk nilai baru yang lebih universal dan membawa
perbaikan; (5) Karakterisasi dengan suatu nilai kompleks adalah
keterpaduan semua sistem nilai yang telah dimiliki seseorang yang
mempengaruhi pola kepribadian dan tingkah lakunya.
3) Psikomotor
Ranah psikomotor adalah ranah yang berkaitan dengan
keterampilan atau kemampuan bertindak setelah seseorang
menerima pengalaman belajar tertentu.
3. Ilmu Kimia
Kimia merupakan bagian pendidikan umum dan dewasa ini ilmu
kimia telah memegang peranan penting dalam kehidupan. Ilmu kimia
mempelajari bangun (struktur) materi dan perubahan-perubahan yang dialami
materi ini dalam proses-proses alamiah maupun dalam eksperimen yang
direncanakan. Pada pelajaran kimia diperoleh pengetahuan tentang susunan
(komposisi) zat dan penggunaan bahan tak bernyawa, baik alamiah maupun
buatan, dan mengenal proses-proses penting dalam benda hidup, termasuk
tubuh kita sendiri.45 Ilmu kimia juga dapat didefinisikan sebagai ilmu
pengetahuan alam yang mempelajari tentang materi yang meliputi struktur,
susunan, sifat dan perubahan materi serta energi yang menyertainya.
45 Keenan, Kleinfelter, Wood., Kimia Untuk Universitas, (Jakarta: Erlangga, 1992), h. 2.
33
Perubahan materi tersebut dapat juga menimbulkan dampak negatif terhadap
manusia dan lingkungannya.46
Pembelajaran kimia di SMA dan MA berfungsi dan bertujuan sebagai
berikut47:
a. Menyadari keteraturan dan keindahan alam untuk mengagungkan
kebesaran Tuhan Yang maha Esa.
b. Membentuk sikap ilmiah yang mencakup:
1) Sikap jujur dan obyektif terhadap data;
2) Sikap terbuka, yaitu bersedia menerima pendapat orang lain serta mau
mengubah pandangannya, jika ada bukti bahwa pandangannya tidak
benar;
3) Ulet dan tidak cepat putus asa;
4) Kritis terhadap pernyataan ilmiah, yaitu tidak mudah percaya tanpa ada
dukungan hasil observasi empiris; dan
5) Dapat bekerjasama dengan orang lain.
c. Memperoleh pengalaman dalam menerapkan metode ilmiah melalui
percobaan atau eksperimen, dimana siswa melakukan pengujjian hipotesis
dengan merancang eksperimen melalui pemasangan instrumen,
pengambilan, pengolahan dan interpretasi data, serta mengkomunikasikan
hasil eksperimen secara lisan dan tertulis.
d. Meningkatkan kesadaran tentang aplikasi sains yang dapat bermanfaat dan
juga merugikan bagi individu, masyarakat, dan lingkungan serta
menyadari pentingnya mengelola dan melestarikan lingkungan demi
kesejahteraan masyarakat.
e. Memahami konsep-konsep kimia dan saling keterkaitannya dan
penerapannya untuk menyelesaikan masalah dalam kehidupan sehari-hari
dan teknologi.
46Dorthy Hariandja, “Pengenalan Ilmu Kimia”, diakses dari situs
www.dikmenum.go.id/e-learning/bahan/kelas1/images/pengenalan%20ilmu%20kimia.pdf, januari 2007, h. 5.
47 Departemen Pendidikan Nasional, “Kurikulum 2004 Standar Kompetensi Mata Pelajaran kimia Sekolah Menengah Atas dan Madrasah Aliyah”, (Jakarta: Depdiknas, 2004), h. 7.
34
f. Membentuk sikap yang positif terhadap kimia, yaitu merasa tertarik untuk
mempelajari kimia lebih lanjut karena merasakan keindahan dalam
keteraturan perilaku alam serta kemampuan kimia dalam menjelaskan
berbagai peristiwa alam dan penerapannya dalam teknologi.
Berdasarkan uraian di atas, hasil belajar kimia dapat didefinisikan
sebagai tingkat keberhasilan siswa dalam mempelajari mata pelajaran yang
mempelajari tentang materi kimia yang dinyatakan dalam bentuk skor yang
diperoleh dari hasil pengujian (tes) mengenai sejumlah pokok bahasan dari
mata pelajaran kimia.
4. Konsep Koloid
Konsep koloid adalah salah satu pokok bahasan dalam pelajaran kimia
kelas XI semester 2. Adapun indikator atau tujuan dalam pembelajaran
konsep koloid adalah siswa mampu menjelaskan proses pembuatan koloid,
mengidentifikasi dan mengelompokkan sifat-sifat koloid serta
mendeskripsikan peranan koloid dalam berbagai macam industri48. Koloid
merupakan bentuk campuran yang keadaannya antara larutan dan suspensi49.
Sifat-sifat koloid: (1) efek Tyndal, (2) gerak Brown, (3) muatan
koloid, (4) koagulasi, (5) koloid pelindung, (6) dialisis, (7) koloid liofil dan
koloid liofob, dan (8) pengolahan air bersih.
Ukuran partikel koloid terletak antara partikel larutan sejati dan
partikel suspensi. Oleh karena itu, sistem koloid dapat dibuat dengan
pengelompokkan (agregasi) partikel larutan sejati atau menghaluskan bahan
dalam bentuk kasar kemudian didispersikan ke dalam medium dispersi. Cara
yang pertama disebut cara kondensasi, sedangkan cara yang kedua disebut
cara dispersi.
Cara kondensasi dapat dilakukan dengan reaksi hidrolisis, dan dengan
reaksi redoks. Adapun cara dispersi dapat dilakukan dengan cara mekanik,
cara peptisasi, dan cara busur Bredig.
48 Unggul Sudarmo, Kimia untuk SMA kelas XI, (Jakarta: Phibeta, 2006), h. vii 49 Michael Purba, Kimia 2B untuk SMA kelas XI, (Jakarta: Erlangga, 2006), h. 158.
35
B. Hasil Penelitian yang Relevan
Pada penelitian ini, Penulis merujuk kepada penelitian-penelitian
terdahulu yang relevan, dan hasil penelitian-penelitian terdahulu yang relevan
yaitu:
1) Penelitian tentang “Pendekatan Kontekstual Sebagai Upaya Meningkatkan
Proses dan Hasil Pembelajaran Fisika Siswa SMUN 5 Bengkulu” oleh
Nirwana (2003) menyimpulkan bahwa pembelajaran fisika dengan
menggunakan model pembelajaran kontekstual dapat meningkatkan hasil
belajar fisika siswa, pembelajaran fisika dengan penerapan model
pembelajaran kontekstual dapat meningkatkan proses pembelajaran fisika.50
2) “Model Pembelajaran Langsung dengan Pendekatan Kontekstual untuk
Meningkatkan Aktivitas, Konsepsi dan Hasil Belajar Fisika Siswa SMAN 13
Bandar Lampung” oleh I Wayan Distrik (2005) menyimpulkan bahwa dalam
pembelajaran langsung dan pendekatan kontekstual keaktifan belajar siswa
dapat ditingkatkan, perilaku yang tidak mendukung proses belajar dikurangi,
dan hasil belajar siswa menjadi lebih baik.51
3) “Meningkatkan Aktivitas dan Hasil Belajar Siswa Melalui Pendekatan
Contextual Learning Mata Pelajaran Fisika di SMAN 3 Bandar Lampung”
oleh Damriani (2006) menyimpulkan bahwa pembelajaran dengan
menggunakan pendekatan kontekstual dapat meningkatkan aktivitas dan hasil
belajar siswa. Hal ini disebabkan pendekatan kontekstual memperhatikan
aspek kognitif, afektif, dan psikomotor siswa dalam kegiatan belajar.52
4) “Pengaruh Penerapan Contextual Teaching and Learning (CTL) dengan
Metode Eksperimen terhadap Hasil Belajar Kimia Siswa pada Pokok Bahasan
Perubahan Materi” oleh Qomariah (2006) menyimpulkan bahwa terdapat
50 Nirwana, “Pendekatan Kontekstua Sebagai Upaya Meningkatkan Proses dan Hasil Pembelajaran Fisika Siswa SMUN 5 Bengkulu”, dalam Exacta: Jurnal Pendidikan Matematika dan Sains, vol.1, No. 2, Desember 2003, hal. 77.
51 I Wayan Distrik, dkk., “Model Pembelajaran Langsung (Direct Instructional) dengan Pendekatan Kontekstual (Contextual Teaching and Learning) untuk Meningkatkan Aktifitas, Konsepsi, dan Hasil Belajar Fisika Siswa SMAN 13 Bandar Lampung”, dalam Sari Penelitian PembelajaranHibah PTK dan PPKP Tahun 2005, hal. 9.
52 Damriani, “Meningkatkan Aktivitas dan Hasil Belajar Siswa Melalui Pendekatan Contextual Teaching Learning Mata Pelajaran Fisika di SMAN 3 Bandar Lampung”, dalam JPMIPA, vol. 7, No. 1, Januari 2006.
36
pengaruh yang signifikan penerapan CTL dengan metode eksperimen
terhadap hasil belajar kimia siswa dengan meningkatkan hasil belajar siswa
maka dapat membantu para siswa memahami konsep perubahan materi
sehingga siswa menjadi lebih termotivasi, kreatif, berpikir kritis dan
menghargai orang lain dalam proses belajar mengajar.53
C. Kerangka Berpikir
Bidang studi kimia merupakan kelompok mata pelajaran ilmu
pengetahuan alam. Kebanyakan para siswa agak sulit mempelajarinya karena di
setiap konsep dibutuhkan penalaran tinggi, ketelitian, dan kemampuan
menerapkannya di alam. Untuk itu dalam proses belajar mengajar, metode dan
strategi merupakan salah satu faktor yang sangat penting dilakukan dalam proses
belajar karena dengan adanya strategi dan metode diharapkan dapat
mempengaruhi tingkat keberhasilan siswa dalam kegiatan belajar mengajar.
Untuk membantu para siswa dalam meningkatkan hasil belajar pada mata
pelajaran kimia khususnya pada konsep sistem koloid diperhatikan beberapa
faktor yang mempengaruhinya. Pada konsep sistem koloid banyak sekali contoh-
contoh sistem koloid yang dapat ditemukan dalam kehidupan sehari-hari.
Namun pada kenyataannya siswa belum memahaminya. Guru memberi
perlakuan kepada siswa dengan perlakuan yang bersifat konvensional (metode
ceramah) yang akan membuat siswa kurang tertarik dengan materi ini.
Oleh karena itu guru harus mampu memilih metode pembelajaran yang
paling efektif, yang menuntut siswa untuk aktif dan bekerja sama dalam
memecahkan suatu masalah. Salah satu strategi pembelajaran yang dapat
menuntut siswa aktif salah satunya dengan pembelajaran kontekstual, dalam
pembelajaran kontekstual guru akan mengkaitkan materi pelajarannya dengan
dunia nyata dan mendorong siswa menerapkan pengetahuannya dalam
kehidupannya. Dengan demikian siswa akan menjadi lebih aktif dan menyadari
tentang kegunaan apa yang telah mereka pelajari dalam kehidupannya. Selain itu
53 Qomariah, Pengaruh Penerapan Contextual Teaching and Learning (CTL) dengan metode eksperimen terhadap hasil belajar kimia siswa pada pokok bahasan perubahan materi. 2006. UIN Jakarta, Prodi Pendidikan Kimia, Jurusan Pendidikan IPA, skripsi tidak diterbitkan.
37
juga melatih siswa dalam mengembangkan dan membangun pengetahuan yang
dimilikinya.
Berdasarkan kajian teoretik dan bahasan hasil penelian yang relevan,
maka diharapkan dengan menggunakan pembelajaran kontekstual dapat
meningkatkan hasil belajar kimia siswa pada konsep sistem koloid.
D. Hipotesis Penelitian
Berdasarkan dari kerangka pikir di atas, hipotesis penelitian ini adalah
“pembelajaran kontekstual berpengaruh terhadap hasil belajar kimia pada konsep
sistem koloid”.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di SMU Muhammadiyah 25 Pamulang kelas
XI IPA semester genap tahun ajaran 2007/2008, dengan waktu penelitian
dimulai pada bulan Mei – Juni 2008.
B. Metode Penelitian
1. Metode penelitian
Metode dalam penelitian ini adalah penelitian kuasi eksperimen.
Penelitian eksperimen mempunyai tiga ciri pokok, yaitu: (1) variabel bebas
yang dimanipulasikan; (2) variabel lain yang mungkin berpengaruh dikontrol
agar tetap konstan; (3) efek atau pengaruh manipulasi variabel bebas dan
variabel terikat diamati secara langsung oleh peneliti.1
2. Desain penelitian
Desain penelitian yang digunakan adalah desain statis dua kelompok.
T
Grup
abel 2. De Dua Ke sain Statis
Variabel Ter at
lompok
Postes ik
A X T B ‐ T
Keterangan:
A = Kelompok yang menggunakan pembelajaran kontekstual
B = Kelompok yang menggunakan pembelajaran konvensional
X = Penggunaan pembelajaran kontekstual
T = Tes akhir yang sama pada kedua kelompok
1 Sukardi, Metode Penelitian Pendidikan Kompetensi dan Praktiknya, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2004), Cet. Ke-2, h. 180-181.
38
39
C. Populasi dan Sampling
1. Populasi
Populasi target adalah seluruh siswa SMU Muhammadiyah 25
Pamulang. Populasi terjangkaunya seluruh siswa kelas XI IPA SMU
Muhammadiyah 25 Pamulang tahun ajaran 2007/2008.
2. Sampel
Sampel dalam penelitian ini sebanyak dua kelas. Kelas XI IPA 1
sebagai kelas eksperimen berjumlah 38 siswa dan kelas XI IPA 2 sebagai
kelas kontrol berjumlah 25 siswa.
D. Instrumen Penelitian
Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah dengan
menggunakan tes hasil belajar kimia siswa. Tes hasil belajar yaitu tes yang
digunakan untuk mengukur sejauh mana siswa menguasai dan memahami materi
yang diberikan. Tes hasil belajar yang akan diberikan kepada siswa berupa tes
akhir (post test) yang berbentuk soal pilihan ganda terdiri dari 20 soal dengan 5
options (A, B, C, D, dan E). Sebelum tes ini diberikan kepada siswa,
diujicobakan terlebih dahulu untuk mengetahui validitas dan reliabilitasnya.
Tabel. 3. Kisi-kisi Instrumen Tes Hasil Belajar Secara Kognitif
No Indikator Aspek Kognitif
Jumlah C1 C2 C3 C4
1. Mengelompokkan campuran yang ada
di lingkungan ke dalam suspensi,
sistem koloid, dan larutan sejati.
- 1,
2
- 3 3
2. Menjelaskan adanya 8 sistem koloid
berdasarkan fase terdispersi dan
medium pendispersi.
- - 5 4 2
3. Mengelompokkan koloid yang ada di
lingkungan ke dalam beberapa macam
sistem koloid.
- 6,
7,
9
- 8 4
40
No Indikator Aspek Kognitif
Jumlah C1 C2 C3 C4
4. Menjelaskan penggunaan sistem
koloid di industri kosmetik, makanan,
farmasi, dan sebagainya.
- 11 10 - 2
5. Mengamati dan menjelaskan hasil
pengamatan tentang efek Tyndal dan
gerak Brown.
- 12,
13
- 14 3
6. Menjelaskan kestabilan koloid,
peristiwa elektroforesis dan koagulasi
koloid dalam kehidupan sehari-hari.
15,
16
- - - 2
7. Memperagakan proses penjernihan air
dengan cara penambahan koagulan.
- 17 - - 1
8. Menjelaskan koloid liofil dan koloid
liofob serta perbedaan sifat keduanya
dengan contoh yang ada di
lingkungan.
18 - - - 1
9. Memperagakan pembuatan koloid
dengan cara kondensasi dan dispersi..
- - - 19, 20
1
Keterangan:
C1: Hafalan
C2 : Pemahaman
C3 : Penerapan
C4 : Analisis
C5 : Sintesis
C6 : Evaluasi
41
E. Kalibrasi Instrumen
1. Uji Validitas
Valid (sahih) adalah alat ukur yang mampu mengukur apa yang
hendak diukur.2 Sebuah data atau informasi dapat dikatakan valid apabila
sesuai dengan keadaan senyatanya.3
Adapun validitas instrumen hasil belajar yang digunakan dalam
penelitian ini adalah validitas isi (content validity) dan validitas butir soal
(validitas item). Sebuah tes dikatakan memiliki validitas isi jika mampu
mengukur tujuan khusus tertentu yang sejajar dengan materi atau isi pelajaran
yang diberikan sesuai dengan yang tertera dalam kurikulum pembelajaran4.
Sementara itu, validitas butir soal yang digunakan untuk pengujian validitas
skor butir dis-kontinum (soal bentuk ebjektif dengan skor 0 atau 1) adalah
dengan menggunakan koefisien korelasi biserial. Rumus yang digunakan
untuk menghitung koefisien korelasi biserial (rpbi) antara skor butir soal
dengan skor total tes adalah 5:
qp
SDMM
rt
tppbi
−=
Keterangan:
rpbi = Koefisien korelasi point biseral
Mp = Skor rata-rata hitung yang dimiliki oleh peserta
Mt = Skor rata-rata dari skor total
SDt = Deviasi standar dari skor total
p = Proporsi peserta yang menjawab betul terhadap butir item yang
sedang diuji validitas itemnya
q = Proporsi peserta yang menjawab salah terhadap butir item yang
sedang diuji validitas itemnya
2 Tonih Feronika dan Burhanuddin Milaman, Evaluasi Pendidikan Kimia (Modul). (Jakarta: Program Studi Pendidikan Kimia FITK, 2006), h. 12.
3 Suharsimi Arikunto, Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2005), Cet. Ke-5, h. 58.
4 Suharsimi Arikunto, Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: Bumu Aksara, 1996), Cet. 12, h. 64.
5 Anas Sudijono, Pengantar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2005), h. 185.
42
Dari rumus koefisien korelasi biserial di atas, di dapat rtabel sebesar
0,35 dan dari 25 soal yang dibuat, didapat 5 soal yang tidak valid sehingga 20
soal dinyatakan valid. (Lampiran 5).
2. Uji Reliabilitas
Sebuah instrumen penelitian belum cukup hanya dengan pengujian
validitas saja, namun juga harus memiliki reliabilitas. Reliabilitas alat
penilaian adalah ketetapan atau keajegan alat tersebut dalam menilai apa yang
dinilainya. Artinya, kapan pun alat penilaian tersebut digunakan akan
memberikan hasil yang relatif sama.6 Untuk uji reliabilitas item tes
menggunakan rumus Kuder-Richardson (KR-20)7 sebagai berikut:
⎥⎦
⎤⎢⎣
⎡ ∑−⎥⎦⎤
⎢⎣⎡
−= 2
t
ii2t
11 SqpS
1nnr
Keterangan:
r11 = Koefisien reliabilitas tes
n = Banyaknya butir item
pi = Proporsi peserta yang menjawab dengan betul butir item yang
bersangkutan
qi = Proporsi peserta yang jawabannya salah, atau qi = 1 − pi
St2 = Varian total
∑piqi = Jumlah dari hasil perkalian pi dengan qi
Pada penelitian ini, butir soal dikatakan reliabel jika nilai koefisien
reliabilitas lebih besar dari nilai rtabel yaitu 0,7. Jadi, pada penelitian ini butir
soal telah dinyatakan reliabel karena nilai koefisien reliabilitasnya sebesar
0,97. (Lampiran 6)
6 Nana Sudjana, Penialaian Hasil Proses Belajar Mengajar, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2006), Cet. Ke-11, h. 16.
7 Anas Sudijono, Pengantar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2005), h. 252-253.
43
3. Perhitungan Analisis Butir Instrumen
Sebelum penelitian dilaksanakan dan soal post test diujikan, terlebih
dahulu dilakukan uji instrumen melalui perhitungan analisis butir instrumen
dengan cara menghitung tingkat kesukaran tiap butir soal. Rumus yang
digunakan dalam pengujian ini sesuai dengan rumus yang dikemukakan oleh
Dubois8, yaitu:
JSBP =
Keterangan:
P = Angka indeks kesukaran
B = Banyaknya peserta yang dapat menjawab dengan betul terhadap
butir item yang bersangkutan
Js = Jumlah peserta yang mengikuti tes hasil belajar
Klasifikasi indeks kesukaran:
a. Soal dengan P 1,00 sampai 0,30 adalah soal sukar
b. Soal dengan P 0,30 sampai 0,70 adalah soal sedang
c. Soal dengan P 0,70 sampai 1,00 adalah soal mudah
Adapun dari rumus tingkat kesukaran diperoleh hasil, dari 20 soal tes
yang diujicobakan pada siswa terdapat 2 soal yang dikategorikan sukar, 12
soal dikategorikan sedang, dan 6 soal termasuk soal mudah. (Lampiran 7)
Butir item juga diuji daya pembedanya. Daya pembeda item adalah
kemampuan suatu butir item hasil belajar untuk dapat membedakan antara
peserta yang berkemampuan tinggi dengan peserta yang berkemampuan
rendah. Dari 20 soal yang diujicobakan dan dihitung daya pembedanya,
terdapat 1 soal kategori baik sekali, 8 soal kategori baik, 7 soal kategori
cukup, dan 4 soal kategori jelek (Lampiran 8). Rumus yang digunakan untuk
daya pembeda item adalah sebagai berikut9:
8 Anas Sudijono, Pengantar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,
2005), h. 372. 9 M. Subana dan Sudrajat, Dasar-dasar Penelitian Ilmiah, (Bandung: Pustaka Setia,
2001), h. 134.
44
JBBB
JABADP −=
Keterangan:
DP = Daya Pembeda
BA = Banyaknya peserta kelompok atas yang menjawab soal dengan
benar
BB = Banyaknya peserta kelompok bawah yang menjawab soal dengan
benar
JA = Banyaknya peserta kelompok atas
JB = Banyaknya peserta kelompok bawah
Klasifikasi daya pembeda:
D : 0,00 – 2,00 : jelek
D : 0,20 – 0,40 : cukup
D : 0,40 – 0,70 : baik
D : 0,70 – 1,00 : baik sekali
F. Teknik Analisis Data
Analisis data digunakan untuk mengetahui ada atau tidaknya perbedaan
hasil belajar kimia siswa yang diajar dengan pembelajaran kontekstual dan yang
diajar dengan pembelajaran konvensional. Data-data yang masih dalam bentuk
data mentah terlebih dahulu disusun dalam tabel distribusi frekuensi untuk
memperoleh gambaran yang sederhana, jelas, dan sistematis mengenai hasil
yang dinyatakan dalam bentuk angka-angka, kemudian dari data tersebut
dihitung pengujian persyaratan analisis berupa uji normalitas, uji homogenitas,
kemudian dilakukan pengujian hipotesis terhadap data tersebut.
1. Uji Normalitas
Uji normalitas digunakan untuk mengetahui apakah sampel yang
diteliti berdistribusi normal atau tidak. Uji normalitas yang digunakan berupa
uji Lilliefors.10
Uji Lilliefors mempunyai langkah-langkah sebagai berikut:
10 Sudjana, Metoda Statistika, (Bandung: Tarsito, 2002), Cet. Ke-2, h.466.
45
a. Pengamatan X1, X2,….Xn dijadikan bilangan baku Z1, Z2,….Zn dengan
menggunakan rumus Zi = S
XXi −
Dengan: Zi = Skor baku
Xi = Skor data
X = Nilai rata-rata
S = Simpangan baku
b. Untuk setiap bilangan baku tersebut dan dengan menggunakan daftar
distribusi normal baku, kemudian hitung peluang F(Zi) dengan aturan:
Jika Zi > 0, maka F(Zi) = 0,5 + nilai tabel
Jika Zi < 0, maka F(Zi) = 1 – (0,5 + nilai tabel)
c. Selanjutnya hitung proporsi Z1, Z2, ….Zn yang lebih kecil atau sama
dengan Zi, jika populasi ini dinyatakan dengan S(Zi), maka:
S(Zi) = n
ZyangZ........,Z,Z,ZBanyaknya in321 ≤
d. Hitung selisih ⎢F(Zi) - S(Zi)⎪
e. Ambil harga yang paling besar diantara harga-harga mutlak selisih tersebut
dan harga tersebut dinamakan dengan LO.
f. Tentukan kriteria pengujian berikut:
1) Jika LO ≤ Lt, HO diterima (data berdistribusi normal)
2) Jika LO ≥ Lt, HO ditolak (data tidak berdistribusi normal)
2. Uji Homogenitas
Uji homogenitas dilakukan untuk mengetahui perbedaan antara kedua
keadaan atau populasi. Uji homogenitas yang digunakan berupa uji Fischer11.
Fh = 22
21
SS =
terkecilVarians terbesarVarians
S2 = )1n(n
)X(Xn 22
−∑ ∑−
11 Nana Sudjana, Metoda Statistika, (Bandung: Tarsito, 2002), Cet. Ke-2, h. 249.
46
Dengan:
Fh = Homogenitas
S12 = Varians terbesar
S22 = Varians terkecil
Adapun kriteria pengujiannya adalah:
a. Terima Ho jika harga Fhitung < Ftabel, yang berarti variansi populasi kedua
variabel homogen.
b. Tolak Ho jika harga Fhitung > Ftabel, yang berarti variansi populasi kedua
variabel tidak homogen.
3. Pengujian Hipotesis
Untuk menguji hipotesis digunakan rumus uji t12 sebagai berikut:
to = 21 MM
21
SEMM
−
−
Keterangan:
to = t hitung
M1 = Mean dari kelompok eksperimen
M2 = Mean dari kelompok kontrol
SEM1-M2 = Besarnya kesesatan mean sampel
Adapun untuk mencari SEM1-M213 digunakan rumus sebagai berikut:
1NSDSE M−
=
Keterangan:
SEM = Besarnya kesesatan mean sampel
SD = Deviasi standar dari sampel
N = Banyaknya sampel
1 = Bilangan konstan
12 Anas Sudijono, Pengantar Statistik Pendidikan, (Jakarta: Raja Grafindo Persada,
2004), h. 314. 13 Anas Sudijono, Pengantar Statistik Pendidikan, (Jakarta: Raja Grafindo Persada,
2004), h. 282.
47
Adapun kriteria pengujiannya yaitu:
a. Terima Ho jika harga ttabel > thitung
b. Tolak Ho jika harga ttabel < thitung
G. Hipotesis Statistik
Hipotesis statistik dalam penelitian ini adalah:
1. H0 : μA = μB, maka Ho diterima, Ha ditolak
2. Ha : μA > μB, maka Ha diterima, Ho ditolak
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
1. Kelompok Eksperimen
a. Pemahaman konsep siswa kelompok eksperimen
Kelas eksperimen yaitu kelas yang mendapatkan perlakuan
menggunakan model pembelajaran kontekstual memiliki jumlah siswa 38
orang. Setelah pelaksanaan pembelajaran selesai, para siswa menjalani
post test berupa tes pilihan ganda sebanyak 20 soal dengan 5 options (A,
B, C, D, dan E) pada konsep sistem koloid. Adapun data rata-rata nilai
post test untuk kelas eksperimen (X) dapat dilihat dalam tabel berikut ini:
Tabel 4. Pemahaman Konsep Siswa
Berdasarkan post test Kelompok Eksperimen
Deskripsi Nilai
Maksimal 90
Minimal 50
Mean 74,66
Median 79,36
Modus 79,5
Simpangan Baku 11,89
Berdasarkan hasil perhitungan data penelitian post test kelompok
eksperimen mengenai pemahaman konsep sistem koloid dari 38 siswa
yang dijadikan subyek penelitian, diperoleh nilai maksimal 90, nilai
minimal 50, nilai rata-rata 74,66, median sebesar 79,36, modus 79,5 dan
simpangan baku sebesar 11,89.
b. Ketuntasan hasil belajar tiap indikator kelompok eksperimen
Ada 11 indikator yang harus dicapai siswa dalam konsep sistem
koloid, dimana pada indikator 1 diwakili 3 soal, indikator 2 diwakili 2
soal, indikator 3 diwakili 4 soal, indikator 4 diwakili oleh 2 soal, indikator
48
49
5 diwakili oleh 3 soal, dan indikator 7 sampai 11 masing-masing diwakili
oleh 1 soal. Jenjang kemampuan kognitif yang dipakai yaitu C1 (hafalan),
C2 (pembahasan), C3 (penerapan), dan C4 (analisis). Tabel ketuntasan
belajar siswa tiap indikator pada kelas eksperimen dapat dilhat sebagai
berikut:
Tabel 5. Ketuntasan Belajar Tiap Indikator Kelompok Eksperimen No. Indikator No. Soal % Ketuntasan 1. Mengelompokkan campuran yang ada di
lingkungan ke dalam suspensi, sistem koloid, dan
larutan sejati.
1, 2, 3 80,70 %
2. Menjelaskan adanya 8 macam koloid
berdasarkan fase terdispersi dan medium
perdispersi.
4, 5 71,07 %
3. Mengelompokkan koloid yang ada di lingkungan
ke dalam beberapa macam sistem koloid.
6, 7, 8, 9 73,03 %
4. Menjelaskan penggunaan sistem koloid di
industri kosmetik, makanan, farmasi, dan
sebagainya.
10, 11 69,74 %
5. Mengamati dan menjelaskan hasil pengamatan
tentang efek Tyndal dan gerak Brown.
12, 13,
14
77,19 %
6. Menjelaskan kestabilan koloid dan peristiwa
elektroforesis.
15 84,21 %
7. Mengamati koagulasi koloid dalam kehidupan
sehari-hari.
16 68,42 %
8. Memperagakan proses penjernihan air dengan
cara penambahan koagulasi.
17 73,68 %
9. Menjelaskan koloid liofil dan koloid liofob serta
perbedaan sifat keduanya dengan contoh yang
ada di lingkungan.
18 71,05 %
10. Memperagakan pembuatan koloid dengan cara
kondensasi.
19 76,32 %
11. Memperagakan pembuatan koloid dengan cara
dispersi
20 68,42 %
50
2. Kelompok Kontrol
a. Pemahaman konsep siswa kelompok kontrol
Kelas kontrol yaitu kelas yang mendapatkan perlakuan
menggunakan model pembelajaran konvensional memiliki jumlah siswa
sebanyak 25 orang. Setelah pelaksanaan pembelajaran selesai, para siswa
akan diberikan soal post test berupa pilihan ganda sebanyak 20 soal
dengan 5 options (A, B, C, D, dan E). Adapun pemahaman konsep siswa
pada kelompok kontrol ditunjukkan dalam tabel berikut ini:
Tabel 6. Pemahaman Konsep Siswa
Berdasarkan Post Test Kelompok Kontrol
Deviasi Nilai
Maksimal 80
Minimal 50
Mean 65,50
Median 76,37
Modus 77,5
Standar deviasi 11,99
Berdasarkan tabel 6 di atas dapat diketahui bahwa pada kelas
kontrol nilai maksimal yang diperoleh sebesar 80, nilai minimal yang
diperoleh sebesar 50, nilai rata-rata sebesar 65,50, median sebesar 76,37,
modus sebesar 77,5 dan simpangan baku sebesar 11,99.
b. Ketuntasan hasil belajar tiap indikator pada kelompok kontrol
Pemahaman siswa pada konsep koloid dapat dilihat dari persen
ketuntasan hasil belajar tiap indikatornya. Ada 11 indikator yang harus
dicapai siswa dalam konsep sistem koloid, dimana pada indikator 1
diwakili 3 soal, indikator 2 diwakili 2 soal, indikator 3 diwakili 4 soal,
indikator 4 diwakili oleh 2 soal, indikator 5 diwakili oleh 3 soal, indikator
6 sampai 11 masing-masing diwakili oleh 1 soal. Jenjang kemampuan
kognitif yang dipakai yaitu C1 (hafalan), C2 (pembahasan), C3
51
(penerapan), dan C4 (analisis). Tabel ketuntasan belajar siswa tiap
_ndustry_ pada kelas kontrol dapat dilhat sebagai berikut:
Tabel 7. Ketuntasan Belajar Tiap Indikator Kelompok Kontrol
No. Indikator No. Soal % Ketuntasan
1. Mengelompokkan campuran yang ada di
lingkungan ke dalam _ndustry, _ndust koloid,
dan larutan sejati.
1, 2, 3 62,67 %
2. Menjelaskan adanya 8 macam koloid
berdasarkan fase terdispersi dan medium
perdispersi.
4, 5 44 %
3. Mengelompokkan koloid yang ada di
lingkungan ke dalam beberapa macam _ndust
koloid.
6, 7, 8, 9 70 %
4. Menjelaskan penggunaan _ndust koloid di
_ndustry kosmetik, makanan, farmasi, dan
sebagainya.
10, 11 66 %
5. Mengamati dan menjelaskan hasil pengamatan
tentang efek Tyndal dan gerak Brown. 12, 13, 14 66,67 %
6. Menjelaskan kestabilan koloid dan peristiwa
ektroforesis. 15 80 %
7. Mengamati koagulasi koloid dalam kehidupan
sehari-hari.
16 72 %
8. Memperagakan proses penjernihan air dengan
cara penambahan koagulasi. 17 64 %
9. Menjelaskan koloid liofil dan koloid liofob serta
perbedaan sifat keduanya dengan contoh yang
ada di lingkungan.
18 68 %
10. Memperagakan pembuatan koloid dengan cara
kondensasi. 19 80 %
11. Memperagakan pembuatan koloid dengan cara
dispersi.
20 64 %
52
3. Perbandingan Hasil Belajar Kelompok Eksperimen dan Kelompok
Kontrol
Perbandingan hasil belajar siswa pada kelompok eksperimen dan
kelompok kontrol dapat dilihat dalam tabel berikut ini:
Tabel 8. Perbandingan Hasil Belajar Siswa
Interval Kelas eksperimen Kelas kontrol Kategori
80 – 100 22 4 Baik sekali
66 – 79 5 10 Baik
56 – 65 6 3 Cukup
40 – 55 5 8 Kurang
30 – 39 0 0 Gagal
Jumlah 38 25
Berdasarkan tabel 8 di atas dapat dilihat bahwa pada kelas eksperimen
jumlah siswa yang termasuk kategori baik sekali pada interval antara 80 –
100 sebanyak 22 siswa, sedangkan pada kelompok kontrol sebesar 4 siswa
yang termasuk ketegori baik sekali. 5 siswa termasuk kategori baik pada
kelas eksperimen dan 10 siswa pada kelas kontrol termasuk kategori baik.
Ada 6 siswa termasuk pada ketegori cukup di kelas eksperimen dan 3 siswa
termasuk kategori cukup pada kelas kontrol. 5 siswa termasuk kategori
kurang pada kelas eksperimen dan 8 siswa kategori kurang ada pada kelas
kontrol, sedangkan yang termasuk dalam kategori gagal pada interval 30 -39
tidak ada pada kedua kelas
.
4. Pengujian Persyaratan Analisis
a. Uji Normalitas Kelompok Eksperimen
Uji normalitas yang digunakan yaitu uji Lilliefors pada taraf
signifikan 95% dengan α = 0,05
Tabel 9. Hasil Perhitungan Uji Normalitas Kelas Eksperimen
Variabel Sampel Lhitung Ltabel Kesimpulan Data X 38 0,1287 0,1437 Normal
53
Berdasarkan tabel di atas diketahui Lhitung 0,1287, sedangkan Ltabel
pada taraf signifikan 95% dengan α = 0,05 dengan jumlah sampel
sebanyak 38 siswa sebesar 0,1437. Karena Lhitung < Ltabel, maka dapat
dikatakan bahwa HO diterima artinya data hasil belajar kimia siswa pada
kelas eksperimen berdistribusi normal.
b. Uji Normalitas Kelompok Kontrol
Tabel 10. Hasil Perhitungan Uji Normalitas Kelas Kontrol
Variabel Sampel Lhitung Ltabel Kesimpulan Data
Y 25 0,1464 0,173 Normal
Berdasarkan tabel di atas diketahui Lhitung sebesar 0,1464,
sedangkan Ltabel pada taraf signifikan 95% dengan α = 0,05 dengan
jumlah sampel sebanyak 25 siswa sebesar 0,173. Karena Lhitung > Ltabel,
maka dapat dikatakan bahwa HO diterima artinya data hasil belajar kimia
siswa kelas kontrol berdistribusi normal.
c. Uji Homogenitas
Dari hasil pengujian diketahui Fhitung sebesar 1,037 dan Ftabel pada
taraf signifikan 95% dengan α = 0,05 dengan derajat kebebasan
pembilang 37 dan derajat penyebut 24 diperoleh nilai 1,905, karena Fhitung
< Ftabel, maka dapat dikatakan bahwa HO diterima sehingga dapat
disimpulkan bahwa varian kedua kelas sama atau homogen.
d. Uji Hipotesis
Setelah dilakukan pengujian persyaratan analisis ternyata
diperoleh kedua kelas berdistribusi normal dan homogen. Dari hasil
penelitian diperoleh nilai rata-rata kelas eksperimen 74,66 dan kelas
kontrol 65,50. Langkah selanjutnya adalah pengujian hipotesis dengan
menggunakan uji t.
54
Berdasarkan perhitungan, diketahui thitung 2,89 dan dengan
merujuk pada ttabel dengan taraf signifikan 95% dengan α = 0,05 dan df =
(n1 + n2) – 2 diperoleh ttabel 2,00. Apabila dibandingkan thitung dengan ttabel,
maka thitung lebih besar dari ttabel. Dengan demikian hipotesis nihil (HO)
ditolak dan hipotesis alternatif (Ha) diterima, sehingga dapat disimpulkan
bahwa terdapat pengaruh pembelajaran kontekstual terhadap hasil belajar
kimia siswa.
B. Pembahasan
Perbandingan nilai rata-rata yang diperoleh antara kelompok
eksperimen dan kelompok kontrol yaitu sebesar 74,66 dan 65,50. Dari hasil
tersebut dapat dilihat perbedaan nilai rata-rata yang cukup besar, yang berarti
siswa yang diajar dengan pembelajaran kontekstual memiliki nilai rata-rata
yang tinggi disbanding dengan siswa yang diajar dengan pembelajaran
konvensional.
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan tentang pengaruh
penggunaan pembelajaran kontekstual terhadap hasil belajar kimia siswa
pada konsep sistem koloid menunjukkan bahwa nilai hasil belajar kimia
melalui pembelajaran kontekstual lebih baik dibandingkan dengan nilai hasil
belajar kimia tanpa pembelajaran kontekstual (ceramah).
Hasil pengujian hipotesia dengan menggunakan uji t pada taraf
signifikan 95% dengan α = 0,05 menunjukkan bahwa nilai thitung > ttabel yaitu
2,89 > 2,00. Dengan nilai thitung tersebut menunjukkan adanya pengaruh
pembelajaran kontekstual terhadap hasil belajar siswa khususnya pada
konsep sistem koloid.
Pada persentase ketuntasan belajar tiap indikator untuk kelas
eksperimen lebih unggul dibandingkan dengan kelompok kontrol, namun ada
dua indikator pada kelompok eksperimen yang lebih kecil dari kelompok
kontrol yaitu pada indikator 7 dan 10. Hal ini disebabkan karena pada
kelompok eksperimen, dalam menjawab soal siswa terbalik menjawab soal
atau dengan kata lain mereka masih belum paham menempatkan contoh soal
55
dalam kategori yang sebenarnya. Misalnya untuk indikator 11 yang diwakili
soal nomor 19 pada kelompok eksperimen siswa agak bingung dan ragu-ragu
menjawab soal, sehingga jawaban yang dipilih kurang tepat. Berbeda dengan
kelompok kontrol yang rata- rata hampir sebagian siswa menjawab benar,
hal ini dikarenakan siswa sebelumnya telah membaca dan menghafal materi.
Akan tetapi hampir secara keseluruhan persentase ketuntasan belajar pada
kelompok eksperimen labih unggul dibandingkan dengan kelompok kontrol,
yang berarti bahwa dalam ketuntasan belajar kelompok eksperimen lebih
baik dan pembelajaran kontekstual dapat mempengaruhi hasil belajar siswa
dibandingkan dengan pembelajaran konvensional. Hal ini sejalan dengan
penelitian Qomariah tentang pengaruh penerapan kontekstual dengan metode
eksperimen terhadap hasil belajar kimia siswa pada pokok bahasan
perubahan materi bahwa terdapat pengaruh yang signifikan penerapan CTL
dengan metode eksperimen terhadap hasil belajar kimia siswa dengan
meningkatkan hasil belajar siswa maka dapat membantu para siswa
memahami konsep perubahan materi sehingga siswa menjadi lebih
termotivasi, kreatif, berpikir kritis, dan menghargai orang lain dalam proses
belajar mengajar.
Pada saat kegiatan pembelajaran di kelompok eksperimen
berlangsung, para siswa dibangun pengetahuannya akan materi sistem koloid
dengan cara diberi appersepsi atau pertanyaan yang berhubungan dengan
sistem koloid agar siswa dapat menjawab dan mengembangkan pengetahuan
yang dimilikinya. Ada siswa yang menjawab dengan antusias dan ada pula
siswa yang kurang memperhatikan apa yang dijelaskan guru karena mungkin
di benak mereka mata pelajaran kimia tidak begitu penting dalam kehidupan
mereka.
Setelah guru memberikan rangsangan tentang pengetahuan apa saja
yang harus dicapai siswa, siswa melalui kelompoknya masing-masing mulai
diberi tugas melakukan eksperimen tentang pembuatan dan sifat-sifat koloid.
Tiap-tiap kelompok mulai merumuskan masalah, melakukan observasi
dengan cara eksperimen, mengamati hasil eksperimen, menganalisis dan
56
mencatat hasil pengamatan kelompoknya masing-masing. Apabila ada yang
kurang dipahami oleh kelompok maka mereka akan bertanya kepada guru.
Fungsi guru disini sebagai fasilitator dimana guru memberikan fasilitas atau
kemudahan dalam proses belajar-mengajar, dimana guru memberikan
kemudahan kepada siswa yang kurang paham untuk bertanya.
Karena adanya kerja kelompok maka masyarakat belajarpun akan
tercipta dengan baik. Pada saat melakukan ekperimen akan terjadi
komunikasi dua arah antara guru dengan siswa. Proses pemodelanpun
terbentuk yaitu dengan menggunakan alat dan bahan, tiap kelompok akan
memperoleh dan membangun pengetahuan mereka sendiri dari hasil temuan
penelitian mereka dan hasil temuan itu akan dibahas bersama-sama oleh guru
dan kelompok lain untuk mendapatkan pengetahuan yang sesuai dengan
tujuan yang akan dicapai. Pembelajaran kontekstual ini dapat memotivasi
siswa untuk terlibat aktif dalam proses pembelajaran, seperti bekerjasama
saling memberikan informasi, mengemukakan pendapat, mempresentasikan,
dan menjawab pertanyaan guru selama pembelajaran berlangsung terutama
pada kegiatan praktikum, diskusi, dan kegiatan memecahkan masalah.
Pembelajaran kontekstual hanya sebuah strategi pembelajaran seperti halnya
strategi pembelajaran yang lain, pembelajaran kontekstual ini dikembangkan
dengan tujuan agar pembelajaran lebih produktif dan bermakna. Melalui
pembelajaran kontekstual, siswa melakukan proses belajar dan
mengembangkan kemampuannya dan siswa menjadi pembelajar yang aktif.
Terakhir, guru melakukan penilaian terhadap hasil penelitian tiap kelompok.
Pada kelas kontrol, guru hanya menerangkan dan memberikan contoh
yang sudah dibuat sebelumnya oleh guru. Seperti guru yang melakukan
demonstrasi di depan kelas dan siswa hanya melihat hasilnya saja tanpa
disuruh melakukan percobaan. Guru hanya menerangkan meteri sistem
koloid dan setelah itu siswa diberi lembar kerja siswa yang dikerjakan secara
berkelompok. Disini terlihat ada sebagian siswa yang tidak memperhatikan
apa yang guru sampaikan dan ada siswa yang mengganggu siswa lain,
sehingga proses pembelajaran tidak berlangsung begitu baik. Siswa yang
57
memiliki keinginan tinggi untuk belajar akan semakin paham dan siswa yang
tidak memiliki keinginan yang tinggi untuk belajar akan kurang paham.
Perbandingan hasil belajar yang diperoleh antara kelompok
eksperimen dan kelompok kontrol juga berbeda. Pada kelompok eksperimen
terdapat 22 siswa yang mendapat nilai antara 80 – 100 dibanding dengan
kelompok kontrol yang hanya 4 siswa saja. Hal ini disebabkan karena pada
kelompok eksperimen mereka benar-benar paham dan mengetahui
pentingnya pelajaran kimia khususnya pada konsep sistem koloid disamping
mereka telah melakukan percobaan sendiri sehingga apa yang mereka telah
lakukan secara langsung dapat mereka pahami dan ingat. Sedangkan untuk
nilai dibawah 50 paling banyak diperoleh oleh kelompok kontrol sebesar 8
siswa, nilai ini di dapat karena sebagian siswa pada kelompok kontrol
cenderung meremehkan pentingnya pelajaran kimia dalam kehidupan
sehari-hari dan mereka kurang fokus dalam memperhatikan penjelasan yang
diberikan oleh guru sehingga dalam menjawab soal mereka kurang
memahaminya dan akibatnya nilai yang diperolehpun kecil.
Pembelajaran kontekstual merupakan proses interaksi peserta didik
dengan pendidik pada suatu lingkungan belajar dimana siswa aktif secara
penuh dalam proses interaksinya dan pendidik mengontrol dan mengawasi
aktivitas siswanya. Siswa didorong untuk beraktivitas mempelajari materi
pelajaran sesuai dengan topik yang dipelajarinya. Belajar dalam konteks
kontekstual bukan hanya sekedar mendengar dan mencatat apa yang
diucapkan guru, tetapi belajar adalah proses berpengalaman secara langsung
seperti siswa dilibatkan dalam kegiatan praktikum dan kerja kelompok.
Melalui proses berpengalaman itu diharapkan perkembangan siswa terjadi
secara utuh, yang tidak hanya berkembang dalam aspek kognitif saja tetapi
aspek afektif dan psikomotor juga dapat berkembang.
Kerjasama kelompok yang dilakukan dalam kelompok-kelompok
kecil dapat mengembangkan keberanian berpendapat, mengembangkan
kemampuan memecahkan permasalahan yang ada, seperti mereka mampu
memberi contoh dalam kehidupan sehari-hari tentang sistem koloid dan
58
mampu mengerjakan soal dengan baik. Sikap tanggung jawab dan perhatian
tampak pula pada masing-masing kelompok, karena mereka telah rela
bersedia membawa bahan-bahan yang diperlukan untuk praktikum.
Berbeda dengan kelompok kontrol yang hanya diberikan
pembelajaran dengan metode ceramah. Mereka terlihat pasif, karena hanya
mendengarkan apa yang disampaikan guru. Tanpa berpartisipasi dalam
pembelajaran. Misalnya untuk bertanya atau mengemukakan pendapat
berdasarkan pengetahuan awal yang mereka miliki, mereka tidak begitu
antusias, bahkan ada sebagian siswa yang tak memperhatikan penjelasan
guru dan mengganggu siswa lain seperti mengobrol sehingga proses
pembelajaran menjadi membosankan dan yang ada hanya siswa yang
memiliki keinginan kuat seperti siswa yang pintar saja yang menjawab dan
antusias dalam pembelajaran dan ini akan membuat siswa yang paham
semakin paham dan yang kurang paham makin ketinggalan.
Pembelajaran kontekstual merupakan konsep belajar yang membantu
guru mengkaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata
siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang
dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari
sebagai anggota keluarga dan masyarakat. Melalui pembelajaran kontekstual
diharapkan proses belajar akan lebih bermakna, dengan cara siswa
mengalami sendiri apa yang dipelajarinya bukan hanya mengetahuinya.
Pembelajaran kontekstual membantu para siswa menemukan makna
belajar seperti dalam konsep sistem koloid, para siswa menjadi tahu dan
dapat membuat sistem koloid berdasarkan pengetahuan yang mereka dapat
dari pembelajaran. Para siswa juga dapat mengkaitkan konsep sistem koloid
ke dalam kehidupan mereka.
Penggunaan pembelajaran kontekstual dilakukan bertujuan untuk
memperbaiki cara belajar siswa yang hanya mendengarkan secara pasif
penjelasan yang disampaikan guru. Dengan konsep itu, hasil pembelajaran
diharapkan lebih bermakna bagi siswa dan apabila siswa memahami adanya
hubungan antara apa yang diperoleh di kelas atau sekolah dengan kehidupan
59
mereka di luar, maka mereka akan menyadari manfaat belajar. Pembelajaran
berlangsung alamiah pada saat kegiatan praktikum dimana siswa bekerja
sama dan mengalami secara langsung kegiatan praktikum.
Pembelajaran kontekstual sangat mengedepankan proses
pembelajaran dan bukan hanya pada hasil pembelajaran. Pada saat
pembelajaran kontekstual berlangsung, guru tidak hanya terpacu untuk
melihat hasil belajar berupa nilai tetapi lebih mengutamakan kegiatan
aktivitas siswa dalam menemukan dan membangun pengetahuan mereka
sendiri sehingga apa yang mereka dapat dari pembelajaran menjadi
bermakna dan bermanfaat. Materi pelajaran akan semakin berarti jika siswa
mempelajari materi pelajaran yang disajikan melalui konteks kehidupan
mereka, dan menemukan arti dalam proses pembelajaranya, sehingga
pembelajaran akan menjadi lebih berarti dan menyenangkan. Siswa akan
bekerja keras untuk mencapai tujuan pembelajaran, dan selanjutnya siswa
akan memanfaatkan kembali pemahaman pengetahuan dan kemampuannya
itu dalam konteks di luar sekolah untuk menyelesaikan permasalahan dunia
nyata, baik secara mandiri maupun secara kelompok.
Pembelajaran kontekstual membutuhkan ruang kelas yang di
dalamnya para siswa akan lebih aktif dan bertanggung jawab terhadap
belajarnya. Teori pembelajaran kontekstual berfokus pada multiaspek
lingkungan belajar mulai dari ruang kelas, laboratorium, tempat bekerja
maupun tempat-tampat lainnya seperti rumah, halaman sekolah, pasar, dan
lainnya. Dengan demikian mendorong para guru untuk memilih dan
mendesain lingkungan belajar yang dimungkinkan untuk mengkaitkan
berbagai bentuk pengalaman sosial, budaya, fisik, dan psikologi dalam
mencapai hasil belajar.
60
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari hasil penelitian dan pembahasan diperoleh kesimpulan bahwa
pembelajaran kontekstual dapat berpengaruh terhadap hasil belajar kimia
terutama pada konsep sistem koloid. Ini dapat terlihat dari uji hipotesis yang
menunjukkan bahwa thitung lebih besar dari ttabel, pada taraf signifikan 95%
dengan α = 0,05 yaitu 2,89 > 2,00. Dengan demikian hipotesis nihil (Ho)
ditolak dan hipotesis alternatif (Ha) diterima dan dapat disimpulkan bahwa
terdapat pengaruh pembelajaran kontekstual terhadap hasil belajar kimia pada
konsep sistem koloid.
Selain itu, perbandingan nilai rata-rata yang diperoleh antara kelompok
eksperimen dan kelompok kontrol yaitu sebesar 74,66 dan 65,50. Dari hasil
tersebut dapat dilihat perbedaan nilai rata-rata yang cukup besar, yang berarti
siswa yang diajar dengan pembelajaran kontekstual memiliki nilai rata-rata
yang tinggi disbanding dengan siswa yang diajar dengan pembelajaran
konvensional.
B. Saran
Dengan memperhatikan hasil penelitian dan kesimpulan, maka saran
dalam penelitian ini adalah:
1. Dalam proses pembelajaran sebaiknya digunakan variasi metode
pembelajaran seperti pembelajaran kontekstual khususnya untuk konsep
sistem koloid.
2. Sebaiknya dilakukan penelitian serupa terhadap siswa yang memiliki
karakteristik berbeda dan kondisi yang berbeda pula, untuk membuktikan
apakah pembelajaran kontekstual mampu diterapkan pada siswa dalam
kondisi apapun.
61
DAFTAR PUSTAKA
Alimudin. 2008. Sistem Penilaian Hasil Belajar, diakses dari situs:
http://penilaianhasilbelajar.blogspot.com/2008/01/sistem-penilaian-hasil-belajar.html
Alwasilah, A. Chaedar. 2006. Contextual Teaching and Learning: Menjadikan
Kegiatan Belajar-Mengajar Mengasyikkan dan Bermakna, Bandung: MLC. A.M., Sardiman. 2007. Interaksi & Motivasi Belajar Mengajar, Jakarta: PT.
RajaGrafindo Persada. Anwar, Syafiri dan Dalim, Yeniwarti. 2004. “Penilaian Otentik dalam Pembelajaran
Kontekstual Pada Mata Pelajaran Geografi”, diambil dari Jurnal Pembelajaran , Vol.27, No. 01
Arikunto, Suharsimi. 2005. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan, Jakarta: Bumi
Aksara Berns, Robert G. dan Erickson,Patricia M. 2001. Contextual Teaching and Learning,
Preparing Students for the New Economy, diambil dari www.nccte.com. Burhano, Raymond. 2005. Pendekatan Kontektual Pada Pembelajaran Matematika,
Padang: Jurnal Guru Pembelajaran di Sekolah Dasar dan Menengah, vol.2 no.2 Damriyani. 2006. Meningkatkan Aktivitas dan Hasil Belajar Siswa Melalui
Pendekatan Contextual Teaching and Learning Mata Pelajaran Fisika Di Sman 3 Bandar Lampung, dalam JPMIPA, vol.7,no.1
Depdiknas. 2006. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional, Jakarta: Biro Hukum dan Organisasi Sekretariat Jenderal Departemen Pendidikan Nasional.
Depdiknas. 2004. Kurikulum 2004 Standar Kompetensi Mata Pelajaran Kimia
Sekolah Menengah Atas dan Madrasah Aliyah, Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.
Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah. 2003.
Pengembangan Model Pembelajaran yang Efektif, Jakarta: Depdiknas. Direktorat Pengembangan SMP, Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar
dan Menengah, Departemen Pendidikan Nasional. 2006. Pengembangan Model Pembelajaran yang Efektif, diakses dari situs: http://pakguruonline.pendidikan.net.
62
Distrik, I. Wayan, dkk. 2005. Model Pembelajaran Langsung (Direct Instructional) dengan Pendekatan Kontekstual (Contextual Teaching and Learning) untuk Meningkatkan Aktivitas, Konsepsi, dan Hasil Belajar Fisika Siswa SMAN 13 Bandar Lampung, dalam Sari Penelitian Pembelajaran Hibah PTK dan PPKP Tahun 2005.
Dokolamo, Hamid dan Sangaji, Nursinah. 2006. Pendekatan Contextual and
Learning dalam Pembelajaran Pendidikan IPS, (dalam Jurnal Kependidikan vol.4.no.2 Jurusan Ilmu Kependidikan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan.
Dwirahayu, Gelar. 2007. “Penerapan Contextual Teaching and Learning dalam
Pembelajaran Matematikadi Madrasah”, Jakarta: Project Implementation Committee.
Hamalik, Oemar. 1990. Metode Belajar dan Kesulita-kesulitan Belajar, Bandung:
Tarsito Hariandja, Dorthy. 2007. Pengenalan Ilmu Kimia, diakses dari situs:
www.dikmenum.go.id/elearning/bahan/kelas1/images/pengenalan%20ilmu%20kimia.pdf
Johnson, Elaine B. 2009. Contextual Teaching and Learning Menjadikan Kegiatan
Belajar Mengajar Mengasyikkan dan Bermakna, Bandung: Mizan Learning Center.
Junanto, Sabar. 2010. Pengaruh Pendekatan Pembelajaran Kontekstual dan Gaya
Belajar Siswa terhadap Pencapaian Kompetensi, diakses dari situs: http://pasca.uns.ac.id.//mod.php?mod=publisher&op=viewcat&id=4/2010/12/03
Jurnal Hukum dan HAM Bidang Pendidikan. 2005. Vol. 3, No. 2 Keenan, Kleinfelter Wood. 1992. Kimia Untuk Universitas, Jakarta: Erlangga. Kilwouw, Husin dan Rumelan, Iwan. 2006. Pola dan Pendekatan Contextual
Teaching and Learning (CTL) dalam Pembelajaran, (UNPATTI:) vol.4 no.2 Masidjo. 1995. Penilaian Pencapaian Hasil Belajar Siswa di sekolah, Jakarta:
Kanisius M. Subana dan Sudrajat. 2001. Dasar-dasar Penelitian Ilmiah, Bandung: Pustaka
Setia. Mulhayatiah, Diah. 2007. Kontekstual dan Model-model Pembelajaran IPA, Jakarta:
Project Implementation Committee.
63
Narbuko, Cholid dan Achmadi, Abu. 2004. Metodologi Penelitian, Jakarta: PT
Bumi Aksara. Nirwana. 2003. Pendekatan Kontekstual sebagai Upaya Meningkatkan Proses dan
Hasil Pembelajaran Fisika Siswa SMUN 5 Bengkulu, dalam Jurnal Pendidikan Matematika dan Sains Vol. 1 No.2
Nurhadi, dkk. 2004. Pembelajaran Kontekstual (Contextual Teaching and Learning)
dan Penerapannya dalam KBK, Malang: Universitas Negeri Malang Pamujie. 2008. Pengertian Pembelajaran, diakses dari situs:
http://mrpams.blogspot.com/2008/06. Purba, Michael. 2006. Kimia 2B untuk SMA kelas XI, Jakarta: Erlangga . Ramli, Munasprianto (Ed), 2007. Pendekatan Baru dalam Pembelajaran Sains dan
Matematika Dasar, Jakarta: Project Implementation Committee.cet. 1 Riva’i, H. Veithzal. 2003. Upaya-upaya Meningkatkan Hasil Belajar Kepemimpinan
Peserta Diklat Spama Survei Diklat Departemen Kesehatan, Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan.
Salma, Dewi Prawiradilaga. 2007. Prinsip Disain Pembelajaran, Jakarta: Kencana
Prenada Media Sanjaya, Wina. 2006. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses
Pendidikan, Jakarta: Kencana Smith,Bettye P. 2006. Contextual Teaching and Learning Practies in the Family and
Consumer Sciences Curriculum, University Of Georgia: 2006 dari Journal of Family and Consumer Sciences Education, Vol. 24 No. 1
Sudarmo, Unggul. 2006. Kimia untuk SMA kelas XI, Jakarta: Phibeta. Sudrajat, Akhmad. 2008. Hakikat Belajar, diakses dari situs:
http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/01/31/hakikat-belajar. Sudijono, Anas. 2005. Pengantar Evaluasi Pendidikan, Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada, Sudjana Nana dan Ibrahim, 1989. Penelitian dan Penilaian Pendidikan, Bandung:
Sinar Baru Sudjana. 2002. Metode Statistika, Bandung: Tarsib
64
Sujito. 2005. Pembelajaran Berbasis Kontekstual (Contextual Teaching and Learning), dalam Certel Jurnal Pendidikan, Humaniora, dan Sains vol.1 no.2
Sukardi. 2004. Metode Penelitian Pendidikan Kompetensi dan Praktiknya, Jakarta:
PT Bumi Aksara,Cet. Ke-2 Sukmadinata, Nana Syaodih. 2007. Landasan Psikologi Proses Pendidikan,
Bandung: PT. Remaja Rosdakarya Syah, Muhibbin. 2004. Psikologi Belajar, Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada. Feronika, Tonih dan Milaman, Burhanuddin. 2006. Evaluasi Pendidikan Kimia
(Modul), Jakarta: Program Studi Pendidikan Kimia FITK. Winataputra, Udin S, dkk. 2007. Teori Belajar dan Pembelajaran, Jakrata:
Universitas Terbuka Zein, Sulaiman. 2008. Penilaian Hasil Belajar, diakses dari situs:
http://smpn2ransel.wordpress.com/2008/03/19/penilaian-hasil-belajar.
Lampiran 9
Hasil Perhitungan Validitas, Tingkat Kesukaran, dan Daya Pembeda Tes Bentuk Pilihan Ganda
Nomor Soal
Validitas Daya Pembeda Tingkat Kesukaran Kesimpulan r-bis Kriteria DP Kriteria P Kriteria
1 0,60 Valid 0,73 Baik 0,65 Sedang Diambil 2 0,54 Valid 0,22 Cukup 0,65 Sedang Diambil 3 0,68 Valid 0,20 Cukup 0,90 Mudah Diambil 4 0,11 Invalid -0,09 Jelek 0,42 Sedang Dibuang 5 0,58 Valid 0,21 Cukup 0,71 Sedang Diambil 6 0,61 Valid 0,61 Baik 0,52 Sedang Diambil 7 0,51 Valid 0,24 Cukup 0,52 Sedang Diambil 8 0,50 Valid 0,43 Baik 0,36 Sedang Diambil 9 0,77 Valid 0,20 Cukup 0,84 Mudah Diambil
10 0,44 Valid 0,43 Baik 0,42 Sedang Diambil 11 -0,15 Invalid -0,20 Jelek 0,097 Sukar Dibuang 12 0,42 Valid 0,49 Baik 0,39 Sedang Diambil 13 0,78 Valid 0,60 Baik 0,71 Mudah Diambil 14 0,40 Valid 0,44 Baik 0,23 Sukar Diambil 15 0,43 Valid 0,42 Baik 0,55 Sedang Diambil 16 0,47 Valid 0,21 Cukup 0,78 Mudah Diambil 17 -0,09 Invalid -0,021 Jelek 0,32 Sedang Dibuang 18 0,41 Valid 0,15 Jelek 0,68 Sedang Diambil 19 0,62 Valid 0,74 Baik sekali 0,58 Sedang Diambil 20 0,52 Valid 0,14 Jelek 0,87 Mudah Diperbaiki 21 0,53 Valid 0,36 Cukup 0,39 Sedang Diambil 22 -0,08 Invalid -0,01 Jelek 0,13 Sukar Dibuang 23 0,49 Valid 0,14 Jelek 0,87 Mudah Diperbaiki 24 -0,09 Invalid -0,00 Jelek 0,07 Sukar Dibuang 25 0,43 Valid 0,16 jelek 0,48 sedang Diperbaiki
rtabel = 0,36
102
Lampiran 10
SOAL POSTEST
Nama :
Kelas :
Pilihlah salah satu jawaban yang benar dari pertanyaan di bawah ini!
1. Perhatikan pernyataan di bawah ini:
i. Susu tampak putih, keruh, dan homogen
ii. Larutan gula pasir tidak berwarna
iii. Kapur dalam air membentuk endapan
iv. Agar-agar dalam air panas menggumpal
Yang merupakan sistem koloid adalah ….
a. i dan ii
b. i dan iii
c. i dan iv
d. ii dan iv
e. iii dan iv
2. Tiga buah zat yaitu P, Q, dan R
Zat Sifat-sifat P Q R
Heterogen, tidak dapat disaring, bila disinari menunjukkan berkas cahaya. Heterogen, dapat disaring, bila disinari tidak menunjukkan berkas cahaya. Homogen, tidak dapat disaring, bila disinari tidak menunjukkan berkas cahaya.
Berturut-turut sebagai larutan sejati, sistem koloid, dan suspensi adalah …..
a. Q, P, R
b. R, P, Q
c. P, R, Q
d. Q, R, P
e. P, Q, R
3. Data pengujian beberapa campuran yang ada di lingkungan.
No. Campuran Sebelum Penyaringan
Sesudah Penyaringan
Dikenai Cahaya
1. 2. 3. 4. 5.
P Q R S T
Sangat Keruh Keruh Bening Bening Sangat Keruh
Sangat Keruh Keruh Bening Bening Sangat Keruh
Tidak terjadi penghamburan cahaya Terjadi penghamburan cahaya. Terjadi penghamburan cahaya. Tidak terjadi penghamburan cahaya. Tidak terjadi penghamburan cahaya.
Campuran yang termasuk koloid adalah ….
103
a. P dan S
b. Q dan R
c. P dan T
d. R dan T
e. S dan T
4. Sebanyak 1 cm3 minyak dicampur dengan 5 cm3 air dikocok, dan cairan tersebut tidak tercampur. Kemudian ditambahkan 5 tetes air sabun dan terjadi emulsi. Yang merupakan fase terdispersi, medium pendispersi, dan zat pengemulsi adalah ….
a. Minyak, air, dan air sabun
b. Air, minyak, dan air sabun
c. Air, air sabun, dan minyak
d. Minyak, air sabun, dan air
e. Air sabun, air, dan minyak
5. Jika udara digelembungkan ke dalam larutan sabun, maka akan timbul buih. Fase dispersi dan fase pendispersi pada buih berturut-turut adalah ….
a. Cair, gas
b. Cair, cair
c. Gas, cair
d. Gas, padat
e. Cair, padat
6. Andi disuruh Ibu membeli cat untuk memperbaharui warna tembok rumah. Menurut kamu, cat termasuk koloid jenis ….
a. Emulsi
b. Busa padat
c. Sol
d. Aerosol padat
e. Sol padat
7. Perhatikan tabel berikut!
No. Fase Terdispersi
Medium Pendispersi
Nama Koloid Contoh
1. 2. 3.
Gas Cair Padat
Padat Padat Padat
Busa padat Emulsi padat Sol padat
Karet busa Batu apung Gelas berwarna
Contoh-contoh koloid di atas adalah tepat, kecuali ….
a. 1
b. 2
c. 3
d. 1 dan 2
e. 2 dan 3
104
8. Setiap pagi, Lili minum susu. Walaupun meminumnya dalam keadaan dingin, tetapi tidak pernah terjadi penggumpalan dalam susu. Hal ini disebabkan karena …
a. Terjadi adsorpsi
b. Terjadi koagulasi
c. Pengaruh efek Tyndal
d. Adanya elektroforesis
e. Adanya koloid pelindung
9. Ibu akan membuat agar-agar untuk Adik. Bahan-bahan yang dibutuhkan adalah serbuk agar-agar, gula pasir, susu, dan air. Setelah didinginkan, agar-agar yang dibuat Ibu termasuk koloid jenis ….
a. Sol
b. Emulsi
c. Gel
d. Aerosol
e. Buih
10. Bila minyak kelapa dicampurkan dengan air akan terjadi dua lapisan yang tidak saling bercampur. Suatu emulsi akan terjadi juga bila campuran ini dikocok dan ditambahkan ….
a. Sabun
b. Minyak tanah
c. Gula
d. Air panas
e. Tinta
11. Norit merupakan karbon aktif yang dapat digunakan sebagai obat sakit perut karena ….
a. Mengkoagulasi racun
b. Melarutkan racun
c. Mengencerkan racun
d. Mengadsorpsi racun
e. Mensubstitusi racun
12. Dipagi hari cahaya matahari jelas sekali terlihat berkasnya dari celah jendela. Peristiwa tersebut dinamakan dengan ….
a. Gerak Brown
b. Adsorpsi
c. Efek Tyndal
d. Koagulasi
e. Koloid pelindung
13. Apa yang terjadi pada saat susu disinari dengan cahaya/senter ….
a. Terjadi penghamburan cahaya b. Sebagian cahaya diteruskan
105
c. Cahaya akan diserap
d. Cahaya akan tertahan
e. Cahaya akan dibiaskan
14. Setelah air sungai yang keruh disaring, maka diperoleh filtrat yang jernih. Filtrat tersebut ternyata menunjukkan efek Tyndal. Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa ….
a. Air sungai tergolong larutan sejati
b. Air sungai tergolong suspensi
c. Air sungai tergolong sol
d. Air sungai tergolong koloid
e. Air sungai mengandung partikel kasar dan partikel koloid
15. Peristiwa yang menunjukkan bahwa partikel koloid dapat bermuatan listrik disebut ….
a. Elektrolisis
b. Elektroforesis
c. Elektrodialisis
d. Efek Tyndal
e. Busur Bredig
16. Alat cotrel adalah alat yang digunakan untuk tujuan ….
a. Memurnikan larutan dan disperse koloid
b. Memisahkan gas dengan partikel asap yang berbahaya
c. Mengendapkan ion-ion
d. Memisahkan sistem koloid yang muatannya berbeda
e. Mengatur keluarnya asap pada cerobong asap
17. Pada proses penjernihan air keruh, tawas digunkan untuk menggumpalkan partikel koloid dalam air. Maka sifat koloid yang terjadi adalah ….
a. Koagulasi
b. Adsorpsi
c. Efek Tyndal
d. Gerak Brown
e. Koloid pelindung
18. Pada proses pengolahan air dilakukan penambahan tawas yang bertujuan untuk ….
a. Menghilangkan kesadahan air b. Mengendapkan kotoran
106
c. Menghilangkan bau
d. Membunuh bakteri
e. Logam beracun
19. Seorang ahli membuat sol emas dengan melompatkan bunga api listrik dari electron Au dalam air. Pembuatan yang dilakukan oleh ahli tersebut menggunakan cara ….
a. Dispersi
b. Peptisasi
c. Mekanik
d. Busur Bredig
e. Kondensasi
20. Mikael mendapat tugas dari guru untuk membuat sol belerang dengan cara menumbuk dan menggerus butir belerang dan dicampur dengan kristal gula pasir. Serbuk belerang dan serbuk gula pasir yang halus tersebut dicampur dengan air sebagai medium pendispersi lalu dikocok-kocok. Cara apa yang dilakukan oleh Mikael tersebut ….
a. Cara peptisasi
b. Cara reaksi redoks
c. Cara reaksi hidrolisis
d. Cara mekanik
e. Cara busur Bredig
107
Lampiran 11
Hasil Tes Kemampuan Siswa Kelas Eksperimen
Responden Nilai1 502 503 554 555 556 607 608 659 6510 6511 6512 7013 7014 7515 7516 7517 8018 8019 8020 8021 8022 8023 8024 8025 8026 8027 8028 8029 8530 8531 8532 8533 8534 8535 8536 8537 9038 90
108
Hasil Tes Kemampuan Siswa Kelas Kontrol
Responden Nilai1 502 503 504 505 506 557 558 559 6010 6511 6512 7013 7014 7015 7016 7017 7018 7519 7520 7521 7522 8023 8024 8025 80
109
Lampiran 12
Perhitungan Daftar Distribusi Frekuensi Kelas Eksperimen
1. Urutan data terkecil ke data terbesar
50, 50, 55, 55, 55, 60, 60, 65, 65, 65, 65, 70, 70, 75, 75, 75, 80, 80, 80, 80, 80,
80, 80, 80, 80, 80, 80, 80, 85, 85, 85, 85, 85, 85, 85, 85, 90, 90.
2. Rentang (r)
R = data terbesar – data terkecil
= 90 – 50
= 40
3. Banyaknya kelas (K) dengan banyaknya data (n) = 38
K = 1 + 3,3 log n
= 1 + 3,3 log 38
= 1 + 5,213
= 6,213
= 6
4. Panjang kelas interveal (i)
i = r/k
= 40/6
= 6,6
= 7
5. Frekuensi Relatif
frelatif = Fabsolut×100%/N
110
Langkah Perhitungan Mean, Median, Modus dan Simpangan Baku
1. Mean
=
Keterangan:
= rata-rata (mean)
fi = frekuensi
∑fi.xi = jumlah hasil perkalian antara titik tengah dengan frekuensi dari
masing-masing interval
2. Median
Me = L +
Keterangan:
Me = Median
L = batas bawah nyata dari interval yang mengandung median
f = frekuensi kelas median
i = panjang kelas interval
n = banyanknya data
fkb = frekuensi kumulatif yang terletak di bawah interval yang
mengandung median
3. Modus
Mo = L +
Keterangan:
Mo = Modus
L = batas bawah nyata dari interval yang mengandung modus
fa = frekuensi yang terletak di atas interval yang mengandung modus
fb = frekuensi yang terletak di bawah interval yang mengandung modus
i = panjang kelas interval
4. Simpangan Baku
111
Daftar Distribusi Frekuensi Hasil Belajar Kimia Kelas Eksperimen
Interval xi fi fi. xi xi2 fi.xi
2 fka fkb
84 – 90 87 10 870 7569 75690 10 38
77 – 83 80 12 960 6400 76800 22 28
70 – 76 73 5 365 5329 26645 27 16
63 – 69 66 4 264 4356 17424 31 11
56 – 62 59 2 118 3481 6962 33 7
49 – 55 52 5 260 2704 13520 38 5
38 2837 217041
1. Mean ( )
=
=
= 74,66
2. Median
Me = L +
= 76,5 +
= 76,5 +
= 76,5 + 1,75
= 78,25
3. Modus
Mo = L +
= 76,5 +
= 76,5 + 4,66
= 81,16
112
4. Simpangan Baku
113
Lampiran 13
Perhitungan Daftar Distribusi Frekuensi Kelas Kontrol
1. Urutan data terkecil ke data terbesar
50, 50, 50, 50, 50, 55, 55, 55, 60, 65, 65, 70, 70, 70, 70, 70, 70, 75, 75, 75, 75,
80, 80, 80, 80.
2. Rentang (r)
R = data terbesar – data terkecil
= 80 – 45
= 35
3. Banyaknya kelas (K) dengan banyaknya data (n) = 38
K = 1 + 3,3 log n
= 1 + 3,3 log 25
= 1 + 4,613
= 5,613
= 6
4. Panjang kelas interveal (i)
i = r/k
= 35/6
= 5,83
= 6
5. Frekuensi Relatif
frelatif = Fabsolut×100%/N
114
Langkah Perhitungan Mean, Median, Modus dan Simpangan Baku
1. Mean (Mx)
=
Keterangan:
= rata-rata (mean)
fi = frekuensi
∑fi.xi = jumlah hasil perkalian antara titik tengah dengan frekuensi dari masing-
masing interval
2. Median
Me = L +
Keterangan:
Me = Median
L = batas bawah nyata dari interval yang mengandung median
f = frekuensi kelas median
i = panjang kelas interval
n = banyanknya data
fkb = frekuensi kumulatif yang terletak di bawah interval yang mengandung
median
3. Modus
Mo = L +
Keterangan:
Mo = Modus
L = batas bawah nyata dari interval yang mengandung modus
fa = frekuensi yang terletak di atas interval yang mengandung modus
fb = frekuensi yang terletak di bawah interval yang mengandung modus
i = panjang kelas interval
4. Simpangan Baku
115
Daftar Distribusi Frekuensi Hasil Belajar Kimia Kelas Kontrol
Interval xi fi fi.xi xi2 fi.xi
2 fka fkb
75 – 80 77.5 8 620 6006.25 48050 8 25
69 – 74 71.5 6 429 5112.25 30673.5 14 17
63 – 68 65.5 2 131 4290.25 8580.5 16 11
57 – 62 59.5 1 59.5 3540.25 3540.25 17 9
51 – 56 53.5 3 160.5 2862.25 8586.75 20 8
45 – 50 47.5 5 237.5 2256.25 11281.3 25 5
25 1637.5 110712
1. Mean
=
=
= 65,50
2. Median
Me = L +
= 77,5 +
= 77,5 +
= 77,5 −1,125
= 76,375
3. Modus
Mo = L +
= 77,5 +
= 77,5 + 0
= 77,5
4. Simpangan Baku
116
119
Lampiran 16
Perhitungan Uji Homogenitas
Data Hasil Belajar Kimia Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol
Perhitungan uji homogenitas menggunakan uji Fisher dengan langkah
sebagai berikut:
1. Ho : varians populasi homogen
Ha : varians populasi heterogen
2. Jumlah Sampel
N1 : 38
N2 : 25
3. Menentukan derajat kebebasan
4. Menentukan Fhitung
Fh = 22
21
SS
terkecilVariansterbesarVarians
=
Diketahui : S terbesar = 132,479
S terkecil = 127,75
Fh = 037,175,127
479,132=
5. Dengan demikian Fh = 1,037 sedangkan untuk derajat kebebasan
pembilang 38 − 1 = 37 dan penyebut 25 − 1 = 24. Pada taraf signifikan 5%
dari daftar table distribusi frekuensi nilai F tidak ditemukan, maka
digunakan interpolasi sebagai berikut:
30 37 40
7 3
Dari table F diperoleh nilai F(0,05; dk = 30,37) sebesar 1,94 dan F(0,05; dk = 40,37)
sebesar 1,89maka:
Ftabel = F(0,05; dk = 30,37)
=
120
= 1,905
6. Karena Fhitung<Ftabel, maka Ho diterima yang berarti bahwa kedua data
memiliki varians populasi homogen
121
Lampiran 17
Pengujian Hipotesis
Untuk pengujian hipotesis, maka langkah-langkahnya adalah:
1. Hipotesis statistik
H0 : μA = μB, maka Ho diterima, Ha ditolak
Ha : μA > μB, maka Ha diterima, Ho ditolak
2. Uji signifikan dengan uji-t
Berdasarkan perhitungan pada lampiran sebelumnya didapatkan:
n1 = 38
n2 = 25
S12 = 143,86
S22 = 144
= 74,66
= 65,50
Pengujian hipotesis dengan uji-t pada taraf signifikansi 5% (α = 0,05)
dengan derajat kebebasan (dk = n1+n2-2 atau 38+25-2 = 61) digunakan
rumus:
sebelumnya diketahui:
122
Sehingga diperoleh:
3. Harga t-tabel
Untuk menentukan harga t-tabel, maka dilakukan pengujian satu arah pihak
kanan dengan taraf signifikansi 5% (α = 0,05) dan derajat kebebasan (dk = n1 +
n2 – 2 atau 38 + 25 – 2 = 61). Sehingga diperoleh harga t-tabel sebesar 2,00.
4. Kriteria
Adapun criteria pengujian hipotesis dengan uji-t adalah:
a. Jika t-hitung ≥ t-tabel, maka Ho ditolak dan Ha diterima
b. Jika t-hitung ≤ t-tabel, maka Ho diterima dan Ha ditolak
5. Kesimpulan
Berdasarkan criteria di atas, maka hasil pengujian hipotesis penelitian ini
termasuk kriteria nomor 1 yaitu t-hitung ≥ t-tabel yaitu 2,89 ≥ 2,00 sehingga
dapat didefinisikan Ho ditolak dan Ha diterima.
117
Lampiran 14
Tabel Uji Normalitas Kelas Eksperimen
Xi F fk Xi2 f.Xi2 fXi s Zi =
Ztab F(Zi) S(Zi) F(Zi) − S(Zi)
50 2 2 2500 5000 100 74,5 11,5 −2,13 0,4834 0,0166 0,0526 0,036
55 3 5 3025 9075 165 74,5 11,5 −1,69 0,4545 0,0455 0,1315 0,086
60 2 7 3600 7200 120 74,5 11,5 −1,26 0,3962 0,1038 0,1842 0,0804
65 4 11 4225 16900 260 74,5 11,5 −0,83 0,2967 0,2033 0,2894 0,0861
70 2 13 4900 9800 140 74,5 11,5 −0,39 0,1517 0,3483 0,3421 0,0062
75 3 16 5625 16875 225 74,5 11,5 −0,04 0,0160 0,484 0,4210 0,063
80 12 28 6400 76800 960 74,5 11,5 0,47 0,1808 0,6808 0,7368 0,056
85 8 36 7225 57800 680 74,5 11,5 0,91 0,3186 0,8186 0,9473 0,1287
90 2 38 8100 16200 180 74,5 11,5 1,34 0,4099 0,9099 1,0000 0,0901
38 215650 2830
Xi F fk Xi2 f.Xi2 fXi s Zi =
Ztab F(Zi) S(Zi) F(Zi) − S(Zi)
45 1 1 2025 2025 45 65,6 11,30 −1,82 0,4656 0,0344 0,04 0,0056
50 4 5 2500 10000 200 65,6 11,30 −1,38 0,4162 0,0838 0,2 0,1162
55 3 8 3025 9075 165 65,6 11,30 −0,94 0,3264 0,1736 0,32 0,1464
60 1 9 3600 3600 60 65,6 11,30 −0,49 0,1879 0,3121 0,36 0,0479
65 2 11 4225 8450 130 65,6 11,30 −0,05 0,0199 0,4801 0,44 0,0401
70 6 17 4900 29400 420 65,6 11,30 0,38 0,1480 0,648 0,68 0,032
75 4 21 5625 22500 300 65,6 11,30 0,83 0,2967 0,7967 0,84 0,0433
80 4 25 6400 25600 320 65,6 11,30 1,27 0,3980 0,898 1 0,102
25 110650 1640
118
Tabel Uji Normalitas Kelas Kontrol
Lampiran 15