PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE...
Transcript of PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE...
PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TWO STAY TWO
STRAY TERHADAP HASIL BELAJAR MATEMATIKA DITINJAU DARI
KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA KELAS VIII
SMP NEGERI 1 AMBARAWA SEMESTER 2
TAHUN PELAJARAN 2015/2016
JURNAL
Disusun untuk memenuhi syarat memperoleh gelar Sarjana Pendidikan
Oleh
Agus Kurniawan
202012065
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA
SALATIGA
2016
PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TWO STAY TWO
STRAY TERHADAP HASIL BELAJAR MATEMATIKA DITINJAU DARI
KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA KELAS VIII
SMP NEGERI 1 AMBARAWA SEMESTER 2
TAHUN PELAJARAN 2015/2016
Agus Kurniawan1 , Sutriyono
2 , Lilik Linawati
3
Program Studi Pendidikan Matematika Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Kristen Satya Wacana Jl. Diponegoro 52-60 Salatiga 50711 1Mahasiswa Pendidikan Matematika FKIP UKSW
2,3Dosen Pendidikan Matematika FKIP UKSW
1email: [email protected]
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ada atau tidaknya pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe TS-TS
terhadap hasil belajar matematika, ada atau tidaknya pengaruh kemampuan komunikasi matematis terhadap hasil belajar
matematika, dan ada atau tidaknya interaksi efek model pembelajaran kooperatif tipe TS-TS dan kemampuan
komunikasi matematis terhadap hasil belajar matematika siswa kelas VIII SMP Negeri 1 Ambarawa. Jenis penelitian ini
adalah penelitian eksperimen semu. Populasi dalam penelitian adalah seluruh siswa kelas VIII SMP Negeri 1
Ambarawa semester 2 tahun pelajaran 2015/2016 sebanyak 266 siswa. Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik
Cluster Random Sampling dan diperoleh siswa kelas VIII B sebagai kelompok eksperimen dan siswa VIII C sebagai
kelompok kontrol dengan jumlah siswa masing-masing kelas sebanyak 34 siswa. Penelitian ini menggunakan dua
instrumen pengumpulan data yaitu tes hasil belajar matematika dan tes kemampuan komunikasi matematis. Desain
penelitian ini menggunakan Pretest-Postest Control Group Desaign dengan analisis yang digunakan untuk uji
normalitas dengan teknik Kolmogorov-Smirnov, uji homogenitas dengan teknik Levene serta uji beda rata-rata dengan
uji Independen Sample T-test dimana kondisi awal pada hasil belajar matematika siswa dalam kondisi seimbang dengan
nilai signifikan 0.073. Kemudian data dianalisis dengan menggunakan uji Anava dua jalan dan uji Sceffee. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa nilai signifikan sebesar 0.026<0.05 yang berarti ada pengaruh model pembelajaran
kooperatif tipe TS-TS terhadap hasil belajar matematika siswa, nilai signifikan sebesar 0.800>0.05 yang berarti tidak
ada pengaruh kemampuan komunikasi matematis terhadap hasil belajar matematika siswa, dan nilai signifikan
0.711>0.05 yang berarti tidak terdapat interaksi efek model pembelajaran kooperatif tipe TS-TS dan kemampuan
komunikasi matematis terhadap hasil belajar matematika siswa kelas VIII SMP Negeri 1 Ambarawa.
Kata Kunci : Two Stay Two Stray (TS-TS), hasil belajar, komunikasi matematis, kooperatif
PENDAHULUAN
National Council of Teachers of Mathematics (NCTM) mengeluarkan Prinsip-prinsip dan
Standar Matematika Sekolah (Principles and Standars for Schooll Mathematics) dimana salah
satunya adalah Standar Proses Pendidikan Dasar dan Menengah yang menyatakan bahwa proses
pembelajaran matematika pada satuan pendidikan menengah harus memuat lima standar proses
yang pertama adalah pemecahan masalah (problem solving) yaitu pembelajaran matematika harus
membangun pengetahuan melalui pemecahan masalah. Siswa dituntut mengembangkan ide-ide
matematika untuk menerapkan dan menyesuaikan berbagai strategi yang cocok untuk memecahkan
soal matematika. Yang kedua adalah pengomunikasian (communication) dimana pembelajaran
matematika menitikberatkan pada pentingnya dapat berbicara, menulis, menggambarkan, dan
menjelaskan konsep-konsep matematika. Siswa dituntut aktif dan berinteraksi mengungkapkan ide-
ide kepada orang lain. Yang ketiga adalah koneksi (connection), siswa dituntut menghubungkan
keterkaitan antar materi matematika yang dihubungkan dengan kehidupan sehari-hari. Yang
keempat adalah penalaran (reasoning), siswa dituntut melakukan penyelidikan dan memberikan
alasan yang logis atas jawaban yang diberikan. Yang terakhir adalah penyajian (representation)
dimana siswa menyajikan hasil dari ide-ide dan hubungan matematika dalam bentuk simbol, bagan,
grafik, dan diagram agar materi lebih jelas tersampaikan. (Van de Walle, 2006).
Dalam kenyataannya, belum semua proses pembelajaran matematika berjalan sesuai dengan
standar proses pada satuan pendidikan menurut NCTM. Hal itu dapat dilihat dalam beberapa proses
pembelajaran matematika sekarang ini, guru hanya berfokus pada upaya menuangkan pengetahuan
tentang matematika sebanyak mungkin kepada siswa (Darkasyi dkk, 2014). Senada dengan
pendapat tersebut, Harahap (2015) memperlihatkan bahwa dalam proses pembelajaran, guru
berperan dominan dan informasi hanya berjalan satu arah dari guru ke siswa sehingga kesempatan
siswa untuk mengutarakan pendapat dan gagasanya pun sangat sedikit, sehingga siswa sangat pasif
untuk berkomunikasi baik secara lisan maupun tulisan.
Berdasarkan hasil observasi proses pembelajaran matematika di salah satu sekolah menengah
pertama di Kabupaten Semarang yaitu SMP N 1 Ambarawa menunjukan bahwa dalam proses
pembelajaran matematika guru masih menggunakan pembelajaran konvensional dengan anggapan
metode ini lebih mudah untuk menjelaskan materi sesuai dengan alokasi waktu yang telah
ditentukan oleh kurikulum. Pada pembelajaran konvensional kegiatan bepusat pada guru sementara
siswa hanya mendengar, mencatat, dan mengerjakan latihan soal. Proses pembelajaran seperti itu
bisa berdampak terhadap kurang maksimalnya pencapaian hasil belajar siswa.
Suatu proses pembelajaran dikatakan berhasil jika hasil belajar siswa lebih baik daripada hasil
belajar sebelumnya dan telah mencapai target yang ditentukan. Sudjana (2004) mengatakan bahwa
hasil belajar adalah perubahan kemampuan yang dimiliki siswa setelah menerima pengalaman
belajar yang dituangkan dalam bentuk angka-angka berupa penilaian hasil belajar. Penilaian hasil
belajar merupakan salah satu penentu yang menjadi indikator untuk mengetahui keberhasilan suatu
proses pembelajaran (Imaniatun, 2013). Menurut BNSP (2015), hasil belajar matematika di SMP N
1 Ambarawa masih rendah. SMP N 1 Ambarawa berada pada peringkat 21 dari 35 sekolah, untuk
hasil Ujian Nasional (UN) matematika tahun pelajaran 2014/2015 dengan nilai rata-rata yaitu 59.84,
ini merupakan nilai paling rendah dengan mata pelajaran yang lain, dan diikuti standar deviasi
19.93, yang merupakan standar deviasi paling tinggi dibandingkan mata pelajaran lainnya. Besarnya
standar deviasi menunjukan adanya kesenjangan kemampuan matematika siswa yang tinggi. Oleh
Karena itu, perlu adanya perbaikan dalam proses pembelajaran matematika yaitu dengan cara
memilih dan menerapkan model pembelajaran yang tepat.
Salah satu model pembelajaran yang sesuai dengan standar proses NCTM dalam pembelajaran
matematika adalah model pembelajaran kooperatif. Menurut Suprijono (2010), model
pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran dimana dalam proses pembelajaran yang
berlangsung menerapkan konsep yang lebih luas meliputi semua jenis kerja kelompok termasuk
bentuk-bentuk yang lebih dipimpin oleh guru atau diarahkan oleh guru. Dalam pembelajaran
kooperatif keterlibatan dengan orang lain membuka kesempatan untuk mereka mengevaluasi dan
memperbaiki pemahaman. Dengan cara ini, pengalaman konteks sosial memberikan ruang gerak
untuk berkembangnya pemikiran siswa. Salah satu tujuan proses pembelajaran dalam pendidikan
nasional yang tercantum dalam Undang-Undang No.20 tahun 2003 yaitu menciptakan suasana
belajar yang aktif, kreatif, inovatif dan komunikatif. Model pembelajaran kooperatif tipe Two Stay
Two Stray (TS-TS) bisa dijadikan suatu alternatif model pembelajaran untuk menjadikan suasana
belajar menjadi aktif, kreatif, inovatif dan komunikatif dalam pembelajaran matematika khususnya
di sekolah. Kegiatan dalam model pembelajaran kooperatif tipe TS-TS menuntut siswa untuk
berperan aktif serta memicu timbulnya sikap siswa untuk mengikuti belajar mengajar secara
menyeluruh. Tidak hanya itu, model pembelajaran ini dapat menciptakan pembelajaran yang efektif
dengan adanya komunikasi antar siswa yang tidak hanya menekankan pada apa yang dipelajari tapi
menenkankan bagaimana siswa harus belajar mengutarakan gagasan, ide dan pendapat sehingga
keterampilan komunikasi dan pemahaman konsep bisa berkembang.
Model pembelajaran kooperatif tipe TS-TS atau teknik dua tinggal dua tamu ini dikembangkan
oleh Specer Kagan pada tahun 1992. Menurut Huda (2014), model pembelajaran kooperatif dengan
teknik TS-TS. “dua tinggal dua tamu” digunakan dalam pembelajaran untuk memberikan
kesempatan kepada kelompok membagikan hasil dan informasi kepada kelompok lain. Hal ini
dilakukan karena banyak kegiatan belajar mengajar yang mewarnai dengan kegiatan-kegiatan
individu. Siswa bekerja sendiri dan tidak diperbolehkan melihat pekerjaan siswa yang lain. Padahal
dalam kenyataannya diluar sekolah, kehidupan dan dalam dunia kerja manusia saling bergantung
satu sama lainnya. Pada teknik ini siswa bekerja dalam kelompok secara kooperatif untuk
menuntaskan materi belajar. Kelompok dibentuk secara heterogen.
Tujuan dalam teknik ini siswa dihadapkan pada kegiatan mendengarkan apa yang diutarakan
oleh temannya ketika sedang bertamu, yang secara tidak langsung siswa akan dibawa untuk
menyimak apa yang diutarakan oleh anggota kelompok yang menjadi tuan rumah tersebut. Dalam
proses ini, akan terjadi transfer ilmu ketika proses komunikasi seperti membaca, menulis, dan
berbicara yang dilakukan antar kelompok dari dua siswa yang bertamu dengan dua siswa yang
menjadi tuan rumah. Ketika proses komunikasi berlangsung, siswa diajak untuk bergotong royong
dalam menemukan konsep serta mengarahkan siswa untuk aktif, baik dalam berdiskusi, tanya
jawab, mencari jawaban, menjelaskan dan menyimak materi yang dijelaskan oleh temannya.
Pembagian tugas dalam kerja kelompok juga jelas terlihat bagi tiap anggota kelompok. Ketika dua
siswa sebagai tuan rumah menjelaskan materi kepada dua siswa sebagai tamu dari kelompok lain
yang berkunjung, maka siswa yang berkunjung tersebut melakukan kegiatan menyimak atas apa
yang dijelaskan oleh dua siswa sebagai narasumer dari kelompok yang dikunjungi. Demikian juga
ketika dua siswa sebagai tamu kembali ke kelompok asal untuk menjelaskan materi apa yang
didapat dari kelompok yang dikunjungi kepada dua siswa kelompok asal. Dalam proses
pembelajaran dengan teknik TS-TS secara sadar ataupun tidak, siswa terlibat aktif dan
memunculkan semangat siswa dalam belajar. Kemudian dengan cara mencocokan materi yang
didapat dari kelompok satu dan yang lain dengan begitu siswa dapat mengevaluasi sendiri, seberapa
tepatkah pola pikirnya terhadap suatu konsep dengan pola pikir nara sumber. Model pembelajaran
kooperatif tipe TS-TS dikembangkan sebagai suatu strategi alternatif dalam pembelajaran guna
mendapatkan hasil belajar yang lebih baik. Oleh karena itu, model pembelajaran kooperatif tipe TS-
TS bisa dijadikan salah satu model pembelajaran yang efektif dalam pembelajaran guna mencapai
hasil belajar yang baik (Mahyuni dan Wayan,2013).
Keberhasilan siswa dalam mencapai hasil belajar tidak hanya dipengaruhi faktor dari luar siswa
seperti halnya penggunaan model pembelajaran namun juga bergantung pada faktor dari dalam
siswa, salah satunya adalah kemampuan komunikasi matematis. Menurut Askin dalam Darkasyi
(2014), komunikasi matematis dapat diartikan sebagai suatu peristiwa saling hubungan/dialog yang
terjadi dalam suatu lingkungan kelas, dimana terjadi pengalihan pesan yang berisi tentang materi
matematika yang dipelajari di kelas, komunikator di lingkungan kelas adalah guru dan siswa.
Sedangkan cara pengalihan pesan dapat secara tertulis maupun lisan yang disampaikan guru kepada
siswa atau siswa dengan siswa untuk saling komunikasi. Komunikasi matematis dapat berjalan
dengan lancar ketika guru dan siswa berperan aktif dalam proses pembelajaran seperti tanya jawab
dan berdiskusi. Untuk itu kemampuan komunikasi matematis dirasa sangat penting di dalam proses
pembelajaran matematika khususnya. Hal ini sesuai dengan tujuan dalam pembelajaran matematika
oleh National Council of Teachers of Mathematics (NCTM) tahun 2000 mengenai lima standar
kemampuan matematis yang harus dimiliki siswa yaitu kemampuan memecahkan masalah,
kemampuan komunikasi, kemampuan koneksi, kemampuan penalaran, dan kemampuan
representasi. Selain itu Johson (2004) mengutarakan tiga aspek kemampuan komunikasi matematis
yaitu kemampuan dalam penulisan bahasa matematis, kemampuan dalam pembuatan model
matematika, dan kemampuan dalam perhitungan hasil. Menurut Hirschfel dalam Manullang (2009)
menyatakan bahwa komunikasi dalam proses pembelajaran matematika merupakan bagian penting
dari matematika dan pendidikan matematika yang menunjang dalam keberhasilan dalam belajar
matematika. Hal ini menyebabkan hasil belajar yang diraih akan lebih baik apabila mempunyai
kemampuan komunikasi matematis yang baik atau tinggi.
Berdasarkan dari permasalahan tersebut maka dapat dirumuskan tujuan penelitian ini yaitu
untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe Two Stay Two Stray
terhadap hasil belajar matematika siswa kelas VIII SMP N 1 Ambarawa, mengetahui ada tidaknya
pengaruh kemampuan komunikasi matematis siswa terhadap hasil belajar matematika siswa kelas
VIII SMP N 1 Ambarawa, mengetahui ada tidaknya interaksi efek model pembelajaran kooperatif
tipe Two Stay Two Stray dan kemampuan komunikasi matematis siswa terhadap hasil belajar
matematika siswa kelas VIII SMP N 1 Ambarawa.
METODE PENELITIAN
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah Pre Eksperimental Design. Menurut
Sandjaja (2006:105), Pre Eksperimental Design sering kali dipandang sebagai eksperimen tidak
sebenarnya. Oleh karena itu, sering disebut dengan quasi experimental atau eksperimen semu.
Penelitian eksperimen semu, dilakukan untuk menguji hipotesis tentang ada tidaknya pengaruh
suatu tindakan bila dibandingkan dengan tindakan lain dengan pengontrolan variabelnya sesuai
dengan kondisi yang ada (situasional). Sebagai variabel terikat adalah hasil belajar matematika,
variabel bebas adalah model pembelajaran dan kemampuan komunikasi matematis. Model
pembelajaran yang digunakan adalah model pembelajaran kooperatif tipe Two Stay Two Stray (TS-
TS) pada kelas eksperimen dan konvensional pada kelas kontrol. Kedua kelompok ini akan dilihat
perbedaanya berdasarkan hasil belajar matematika pada siswa ditinjau dari kemampuan komunikasi
matematis.
Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah cluster random sampling. Teknik ini
merupakan teknik yang digunakan untuk menentukan sampel bila objek yang akan diteliti atau
sumber data sangat luas, dalam hal ini dengan cara mengundi kelas dari populasi penelitian yaitu
kelas VIII SMP N 1 Ambarawa sebanyak 8 kelas. Dari 8 kelas yang ada diperoleh 2 kelas, yaitu
kelas VIII B terpilih secara acak sebagai kelas eksperimen dan kelas VIII C terpilih secara acak
sebagai kelas kontrol. Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah pretest-posttest
control group design. Dalam desain ini sebelum dilakukanya perlakuan kedua kelas maka perlu
mengetahui kemampuan awal antara kelas eksperimen dan kontrol menggunakan nilai Ulangan
Tengah Semester (UTS) sebagai pretest. Kemudian di akhir pembelajaran sampel diberi posttest
(tes akhir) untuk mengetahui keberhasilan siswa dalam pembelajaran.
Metode pengumpulan data menggunakan metode tes berupa tes hasil belajar matematika dan tes
kemampuan komunikasi matematis. Metode tes dilakukan untuk mengukur keberhasilan siswa
dalam mengikuti pembelajaran dan kemampuan komunikasi matematis yang dimiliki siswa.
Instrumen tes digunakan satu kali yaitu posttest. Bentuk soal yang digunakan berupa soal pilihan
ganda dan uraian dengan 10 soal pilihan ganda dan 5 uraian. Instrumen yang digunakan terlebih
dahulu divalidasi oleh para ahli (expert judgement). Validator dalam penelitian ini adalah 2 dosen
pendidikan matematika dan 2 guru matematika.
Perbedaan hasil belajar siswa diketahui melalui tes antara model pembelajaran kooperartif tipe
TS-TS dan konvensional. Untuk mengetahui tingkat kemampuan komunikasi matematis siswa
menngunakan tes uraian berdasarkan materi dengan sistem penskoran mengacu pada Marryland
Math Communication Rubric, Maine Holistic Rubric, dan Quasar Communication Mathematic
Rubric yang sudah dimodifikasi oleh peneliti. Rubrik penskoran kemampuan komunikasi matematis
dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1 . Pedoman Penskoran Komunikasi Matematis Mengacu Pada Marryland Math
Communication Rubric , Maine Holistic Rubric, Dan Quasar Communication Mathtematic
Rubric
No Indikator Skor Kriteria
1 Menuliskan
jawaban
menggunakan
bahasa matematis
(label, simbol,
tanda, operasi dan
istilah matematis)
4 Penulisan label, simbol, tanda, operasi dan istilah matematis
secara lengkap, dan benar
3 Penulisan label, simbol, tanda, operasi, dan istilah matematis
dengan lengkap tapi tidak benar
2 Penulisan label, simbol, tanda, operasi, dan istilah matematis
kurang lengkap tapi ada yang benar sebagian
1 Penulisan label, simbol, tanda, operasi, dan istilah matematis
tidak lengkap dan salah
0 Tidak ada jawaban, kosong atau tidak dikerjakan
2 Menuliskan
jawaban
matematika
dengan langkah-
langkah dalam
menjawab.
4 Langkah-langkah dalam pengerjaan rinci, runtut,lengkap,
tepat dan benar seperti perintah
3 Langkah-langkah dalam pengerjaan secara rinci,
runtut,kurang lengkap tapi benar
2 Langkah-langkah dalam pengerjaan kurang rinci, tidak runtut,
belum lengkap tapi ada yang benar sesuai perintah.
1 Langkah-langkah ada dan salah
0 Tidak ada jawaban, kosong atau tidak dikerjakan
3 Menyatakan hasil
pehitungan dari
langkah-langkah
setiap jawaban
suatu pernyataan
4 Perhitungan dari setiap langkah benar, benar dan hasil benar.
3 Perhitungan dari setiap langkah 75 % benar dan hasil akhir
salah
2 Perhitungan dari setiap langkah 25 % benar dan hasil salah
1 Perhitungan dari setiap langkah salah tapi ada pekerjaan ,
tidak kosong
0 Tidak ada jawaban, kosong atau tidak dikerjakan
Skor kemampuan komunikasi matematis dikategorikan menjadi tiga kategori yaitu tinggi,
sedang, dan rendah. Pengkategorian kemampuan komunikasi matematis siswa menggunakan rumus
Sturges (Arifin,2012) yaitu:
Interval kelas = Range (Skor tertinggi – skor terendah)
Banyaknya kelas
Teknik analisis data yang digunakan adalah uji normalitas dengan uji Kolmogorov-Smirnov.
Sembiring (2003) mengungkapkan jumlah sampel yang diteliti dari kelas eksperimen dan kelas
kontrol lebih besar sama dengan 50 maka uji normalitas menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov.
Hipotesis penelitian diuji dengan independent sample t-test. Syarat uji independent sample t-test
adalah uji normalitas. Terdapat dua macam uji independent simple t-test yaitu aqual variance not
assummed (tidak diasumsikan bahwa memiliki variansi sama) dan aqual variance assummed
(diasumsikan bahwa memiliki variansi sama). Untuk mengetahui uji independent simple t-test yang
akan digunakan maka dilakukan uji homogenitas. Kemudian untuk mengetahui iteraksi dari tiga
variabel maka analisis data yang digunakan peneliti menggunakan uji anava dua jalan. Setelah data
diolah menggunakan uji anava dua jalan didapat keputusan uji. Jika H0 ditolak, maka harus
dilakukan uji lanjut pasca anava dari analisis variansi. Untuk uji lanjut pasca anava setelah analisis
variansi menggunakan metode Scheffe.
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Validasi Instrumen
Hasil validasi soal dari para ahli melalui expert juggement menunjukkan instrumen penelitian
telah terpenuhi yaitu berupa soal tes hasil belajar matematika yang terdiri dari 15 butir soal yang
terdiri dari 10 soal pilihan ganda dan 5 soal uraian tentang luas permukaan dan volume bangun
ruang sisi datar untuk posttest dan tes kemampuan komunikasi matematis. Hal ini karena adanya
kesesuaian kisi-kisi instrumen terhadap materi ajar, penskoran tes, indikator soal dan kesesuaian
alokasi waktu dengan banyaknya soal serta bahasa yang digunakan sudah jelas dan mudah
dimengerti oleh siswa.
B. Kondisi Awal (sebelum diberikan perlakuan)
Untuk mengetahui kemampuan awal hasil belajar matematika siswa dari data nilai pretest maka
dilakukan dua analisis yaitu analisis deskriptif dan analisis inferensial. Hasil analisis deskriptif
disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2. Analisis Diskriptif Kemampuan Awal Nilai Hasil Belajar Pretest
Kelas N Nilai terendah Nilai tertinggi Rata-rata Standar Deviasi
Eksperimen 34 36 81 57.32 12.713
Kontrol 34 46 99 63.00 13.022
Berdasarkan Tabel 2, terlihat bahwa pada kelas eksperimen nilai terendah yaitu 36 sedangkan
pada kelas kontrol yaitu 46, nilai tertinggi kelas eksperimen yaitu 81 dan pada kelas kontrol yaitu
99. Rata-rata kelas kontrol yaitu 63.00 lebih baik daripada kelas eksperimen yaitu 57.32 dengan
standar deviasi masing-masing sebesar 12.713 dan 13.022.
Selanjutnya, analisis inferensial yang digunakan adalah uji normalitas kemampuan awal untuk
mengetahui suatu sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal atau tidak. Hasil
perhitungan uji normalitas untuk nilai pretest pada kelas eksperimen dan kelas kontrol dapat dilihat
pada Tabel 3.
Tabel 3. Hasil Uji Normalitas Kolmogorov-Smirnov untuk Nilai Pretest pada Kelas
Eksperimen dan Kelas Kontrol
Kelas Eksperimen Kelas Kontrol
Statistic Df Sig. Statistic Df Sig.
Hasil 0.074 34 0.200
* 0.146 34 0.064
Belajar-pretest
Berdasarkan Tabel 3, diperoleh perhitungan uji normalitas hasil belajar matematika
menggunakan metode Kolmogorov-Smirnov dengan taraf signifikansi 5% menunjukan kelas
eksperimen dengan nilai signifikansi 0.200 dan kelas kontrol sebesar 0.064 dimana kedua nilai
signifikan tersebut lebih dari 0.05 sehingga dapat disimpulkan bahwa sampel kedua kelas berasal
dari populasi yang berdistribusi normal.
Kemudian uji homogenitas kemampuan awal dalam penelitian ini berfungsi untuk mengetahui
apakah variansi-variansi dari populasi sama atau tidak. Hasil uji homogenitas dan análisis uji-t nilai
pretest dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Hasil Uji Homogenitas dan Analisis Uji-t Nilai Pretest
Hasil_ pretest
Equal
Variances
assumed
Equal
Variances
not assumed
Levene's Test for
Equality of Variances
F 0.113
Sig 0.738
t-test for Equality of
Means
T -1.819 -1.819
Df 66 65.962
Sig. (2-tailed) 0.073 0.073
Mean Differences -5.676 -5.676
Std. Error Differences 3.121 3.121
95% Confidences Interval
of the Differences
Lower -11.908 -11.908
Upper 0.555 0.555
Berdasarkan Tabel 4 diperoleh hasil uji homogenitas ini menggunakan metode Levene dengan
taraf signifikansi 5%. menunjukan nilai signifikan sebesar 0.738 dimana nilai signifikan tersebut
lebih dari 0.05 maka dapat disimpulkan bahwa kelas eksperimen dan kelas kontrol berasal dari
populasi yang memiliki variansi yang sama (homogen). Jadi, analisi uji-t menggunakan asumsi
equal variance assumed. Uji-t menunjukan nilai signifikan sebesar 0.073 lebih dari 0.05 sehingga
dapat disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan rata-rata nilai pretest antara kedua kelas tersebut.
Berdasarkan hasil uji normalitas, homogenitas, dan uji-t di atas maka tampaklah bahwa kedua kelas
tersebut memiliki kemampuan awal yang seimbang maka dapat diberikan perlakuan yang berbeda.
C. Kondisi Akhir (setelah diberi perlakuan)
Untuk mengetahui kondisi kemampuan akhir hasil belajar matematika siswa dari data nilai
posttest dan test kemampuan komunikasi matematis maka dilakukan dua analisis yaitu analisis
deskriptif dan analisis inferensial. Hasil analisis deskriptif hasil nilai belajar posttest dapat disajikan
pada Tabel 5.
Tabel 5. Analisis Diskriptif Kemampuan Akhir Nilai Hasil Belajar Posttest
Kelas N Nilai terendah Nilai tertinggi Rata-rata Standar Deviasi
Eksperimen 34 53 90 72.50 9.900
Kontrol 34 43 85 65.53 12.258
Berdasarkan Tabel 5, terlihat bahwa pada kelas eksperimen nilai terendah yaitu 53 sedangkan
pada kelas kontrol yaitu 43, nilai tertinggi kelas eksperimen yaitu 90 dan pada kelas kontrol yaitu
85. Rata-rata kelas eksperimen menunjukan nilai sebesar 72.50 lebih baik daripada kelas kontrol
yang menunjukan nilai rata-rata sebesar 65.53 dengan standar deviasi masing-masing sebesar 9.900
dan 12.258. Besarnya estandar deviasi tersebut menunjukan bahwa nilai posttest siswa kelas
eksperimen dan kelas kontrol memiliki nilai yang beragam.
Selanjutnya untuk hasil data tes kemampuan komunikasi matematis siswa masing-masing kelas
eksperimen dan kelas kontrol dikelompokan berdasarkan tiga kategori kemampuan komunikasi
matematis siswa yaitu tinggi, sedang, dan rendah. Kemampuan komunikasi matematis lebih
memperhatikan cara penulisan berdasarkan aspek-aspek kemampuan komunikasi matematis. Maka
perhitungan tingkat kemampuan komunikasi matematis siswa hanya difokuskan dan dihitung
berdasarkan rubrik penskoran tes kemampuan komunikasi matematis. Hasil analisis deskriptif
kemampuan komunikasi matematis siswa dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Analisis Deskriptif Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa
Kelas N Skor terendah Skor tertinggi Rata-rata Standar deviasi
Eksperimen 34 24 57 43.79 7.372
Kontrol 34 22 56 43.06 8.876
Berdasarkan Tabel 6, terlihat bahwa pada kelas eksperimen skor terendah yaitu 24 sedangkan
pada kelas kontrol yaitu 22 , skor tertinggi kelas eksperimen yaitu 57 dan pada kelas kontrol yaitu
56. Rata-rata kelas eksperimen menunjukan nilai sebesar 43.79 lebih baik daripada kelas kontrol
yang menunjukan nilai rata-rata sebesar 43.06 dengan standar deviasi masing-masing sebesar 7.372
dan 8.876.Selanjutnya distribusi frekuensi kategori kemampuan komunikasi matematis siswa pada
kelas eksperimen dan kelas kontrol dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7. Distribusi Frekuensi Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa
Kategori Interval N Kelas Eksperimen Kelas Kontrol
Frekuensi Presentase (%) Frekuensi Presentase (%)
Tinggi 46 ≤ KKm < 58 23 10 29.41 13 38.24
Sedang 34 ≤ KKm < 46 38 22 64.71 16 47.06
Rendah 22 ≤ KKm < 34 7 2 5.88 5 14.70
Total 68 34 100 34 100
Keterangan:
KKm : Kemampuan Komunikasi Matematis
Berdasarkan Tabel 7, menunjukan bahwa dari 68 siswa pada kelas eksperimen dan kontrol
sebagian besar masuk kategori kemampuan komunikasi matematis sedang dengan jumlah 38 siswa
diikuti dengan kategori tinggi dan rendah masing-masing sebanyak 23 siswa dan 7 siswa. Untuk
kategori siswa dengan kemampuan komunikasi matematis tinggi pada kelas eksperimen terdapat 10
siswa dan kelas kontrol sebanyak 13 siswa. Sedangkan kategori siswa dengan kemampuan
komunikasi matematis sedang pada kelas eksperimen terdapat 22 siswa dan kelas kontrol 16 siswa
serta pada kategori siswa dengan kemampuan komunikasi matematis rendah di kelas eksperimen
terdapat 2 siswa dan di kelas kontrol terdapat 5 siswa.
Selanjutnya untuk uji normalitas kemampuan akhir dari nilai hasil belajar dan kemampuan
komunikasi matematis dari nilai posttest. Hasil perhitungan uji normalitas nilai hasil belajar posttest
pada kelas eksperimen dan kelas kontrol dapat dilihat pada Tabel 8.
Tabel 8. Hasil Uji Normalitas Kolmogorov-Smirnov untuk Nilai Posttest pada Kelas
Eksperimen dan Kelas Kontrol
Kelas Eksperimen Kelas Kontrol
Statistic Df Sig. Statistic Df Sig.
Hasil 0.129 34 0.168 0.121 34 0.200
*
Belajar-posttest
Berdasarkan Tabel 8 menunjukan bahwa nilai signifikan untuk kelas eksperimen sebesar 0.168
dan nilai signifikan untuk kelas kontrol sebesar sama dengan atau lebih dari 0.200 dimana kedua
nilai signifikan tersebut lebih dari 0.05 sehingga disimpulkan bahwa hasil belajar matematika dari
kedua kelompok berasal dari populasi yang berdistribusi normal.
Selanjutnya perhitungan uji normalitas hasil belajar matematika berdasarkan kategori
kemampuan komunikasi matematis siswa tinggi, sedang dan rendah dilakukan untuk mengetahui
apakah hasil belajar matematika berdasarkan kemampuan komunikasi matematis siswa dari
kelompok eksperimen dan kontrol berasal dari populasi yang berdistribusi normal atau tidak. Hasil
perhitungan uji normalitas nilai hasil belajar posttest berdasarkan kemampuan komunikasi
matematis pada kelas eksperimen dan kelas kontrol dapat dilihat pada Tabel 9.
Tabel 9. Hasil Uji Normalitas Kolmogorov-Smirnov untuk Nilai Posttest Berdasarkan
Kemampuan Komunikasi Matematis
Kemampuan Komunikasi Matematis
Kolmogorov-Smirnova
Statistic df Sig.
Hasil belajar-posttest
Tinggi 0.121 23 0.200*
Sedang 0.096 38 0.200*
Rendah 0.194 7 0.200*
Berdasarkan Tabel 9, hasil perhitungan uji normalitas hasil belajar matematika berdasarkan
kemampuan komunikasi matematis siswa diperoleh nilai signifikan yang sama dari ketiga data
kategori siswa yang mempunyai kemampuan komunikasi matematis tinggi, sedang maupun rendah
sebesar 0.200 dimana ketiga nilai signifikan tersebut lebih dari 0.05 yang berarti untuk kemampuan
akhir pada kategori siswa yang memiliki kemampuan komunikasi matematis tinggi, sedang dan
rendah berasal dari populasi yang berdistribusi normal.
Selanjutnya untuk uji homogenitas kemampuan akhir dari nilai hasil belajar dan kemampuan
komunikasi matematis dari nilai posttest. Hasil perhitungan uji homogenitas nilai hasil belajar
posttest pada kelas eksperimen dan kelas kontrol dapat dilihat pada Tabel 10.
Tabel 10. Hasil Uji Homogenitas Nilai Hasil Belajar Posttest
Levene Statistic df1 df2 Sig.
Hasil belajar-posttest 1.677 1 66 0.200
Berdasarkan Tabel 10, hasil uji homogenitas nilai hasil belajar posttest menunjukan bahwa nilai
signifikan sebesar 0.200 lebih dari 0.05 , hal ini berarti hasil belajar matematika dari kedua kelas
antara kelas eksperimen dan kontrol mempunyai variansi yang sama (homogen). Selanjutnya uji
homogenitas nilai hasil belajar posttest berdasarkan kemampuan komunikasi matematis pada kelas
eksperimen dan kelas kontrol dapat dilihat pada Tabel 11.
Tabel 11. Hasil Uji Homogenitas Nilai Hasil Belajar Posttest Berdasarkan
Kemampuan Komunikasi Matematis
Levene Statistic df1 df2 Sig.
Hasil belajar-posttest 0.137 2 65 0.872
Berdasarkan Tabel 11, hasil uji homogenitas hasil belajar posttest berdasarkan kemampuan
komunikasi matematis siswa menunjukan bahwa nilai signifikan sebesar 0.872 lebih dari 0.05 yang
artinya bahwa ketiga kelompok siswa kategori kemampuan komunikasi matematis antara tinggi,
sedang dan rendah memiliki variansi yang sama (homogen).
Dalam penelitian ini tidak hanya untuk mengetahui pengaruh TS-TS terhadap hasil belajar
matematika dan kemampuan komunikasi matematis terhadap hasil belajar saja, tetapi juga untuk
mengetahui interaksi efek antara TS-TS dan kemampuan komunikasi matematis terhadap hasil
belajar. Metode yang digunakan untuk mengetahui interaksi efek antara TS-TS dan kemampuan
komunikasi matematis terhadap hasil belajar adalah menggunakan uji anava dua jalan. Hasil
perhitungan uji anava dua jalan dari nilai hasil belajar posttest berdasarkan kemampuan komunikasi
matematis pada kelas eksperimen dan kelas kontrol dapat dilihat pada Tabel 12.
Tabel 12. Hasil Uji Anava Dua Jalan Nilai Hasil Belajar Posttest
Source Type III Sum of Squares Df Mean Square F Sig.
Corrected Model 801.869a 5 160.374 1.229 0.255
Intercept 171157.119 1 171157.119 1.311E3 0.000
Kelas 396.290 1 396.290 3.036 0.030
KKm 45.432 2 22.716 0.174 0.931
Kelas * KKm 1.440 2 0.720 0.006 0.866
Error 8092.660 62 130.527
Total 331264.000 68
Corrected Total 8894.529 67
Keterangan:
KKm = Kemampuan Komunikasi Matematis
Berdasarkan hasil uji anava dua jalan pada Tabel 12 menunjukan bahwa: 1) nilai signifikan
antara variabel model TS-TS dan hasil belajar matematika adalah 0.030 kurang dari 0.05 artinya
bahwa ada pengaruh yang signifikan antara model pembelajaran terhadap hasil belajar matematika.
Hal ini berarti, hasil belajar matematika siswa berbeda pada kelas eksperimen dengan kelas kontrol.
2) nilai signifikan antara variabel kemampuan komunikasi matematis terhadap hasil belajar
matematika adalah 0.931 dimana lebih dari 0.05 artinya bahwa tidak ada pengaruh tingkat
keamampuan komunikasi matematis siswa terhadap hasil belajar matematika. Hal ini berarti tidak
ada perbedaan hasil belajar matematika antara siswa yang memiliki kemampuan komunikasi
matematis tinggi , sedang, dan rendah. 3) nilai signifikan antara model pembelajaran dengan
kemampuan komunikasi matematis terhadap hasil belajar matematika adalah 0.866 dimana lebih
dari 0.05 artinya bahwa tidak ada interaksi antara model pembelajaran dengan tingkat kemampuan
komunikasi matematis terhadap hasil belajar matematika. Hal ini berarti tidak ada perbedaan hasil
belajar matematika antara kelas eksperimen dan kontrol pada siswa dengan tingkat kemampuan
komunikasi matematis tinggi, sedang maupun rendah. Karena pada hipotesis pertama terdapat
pengaruh yang signifikan antara model pembelajaran terhadap hasil belajar maka perlu dilakukan
uji komparasi ganda yaitu uji lanjut pasca anava menggunakan rumus Scheffe. Uji komparasi yang
digunakan adalah uji komparasi ganda antar baris. Hasil uji komparasi ganda dapat dilihat pada
Tabel 13.
Tabel 13. Rata-rata Hasil Belajar Matematika Setiap Kelompok
Berdasarkan Kemampuan Komunikasi Matematis
Kelas Rata-rata Nilai kemampuan komunikasi matematis rata-rata
Tinggi Sedang Rendah
Eksperimen 72.50 73.30 71.86 70.00
Kontrol 65.53 66.31 65.50 63.60
Hasil komparasi ganda antar baris pada Tabel 13, rata-rata hasil belajar matematika pada kelas
eksperimen sebesar 72.50 dan kelas kontrol sebesar 65.53. Untuk rata-rata hasil belajar matematika
untuk kategori kemampuan komunikasi matematis tinggi, sedang, dan rendah pada kelas
eksperimen sebesar 73.30, 71.86 dan 70.00. Sedangkan nilai rata-rata hasil belajar matematika
untuk masing-masing kategori yang sama pada kelas kontrol sebesar 66.31, 65.50 dan 63.60.
Tampaklah bahwa rata-rata hasil belajar matematika kelas eksperimen berdasarkan kategori
kemampuan komunikasi matematis tinggi, sedang dan rendah lebih baik daripada rata-rata hasil
belajar matematika dengan kategori yang sama di kelas kontrol.
Pengujian prasyarat analisis yang terdiri dari uji normalitas dan uji homogenitas diperoleh
bahwa pada uji normalitas data hasil belajar matematika berdistribusi normal, pada uji normalitas
data kemampuan komunikasi matematis siswa berdistribusi normal, dan hasil dari uji homogenitas
data hasil belajar matematika berdasarkan model pembelajaran dan kemampuan komunikasi
matematis siswa mempunyai variansi yang sama. Dengan demikian pengujian hipotesis secara
statistik dapat dipertanggungjawabkan.
D. Analisis Efek Variabel Model Pembelajaran dan Kemampuan Komunikasi Matematis
Siswa
Hasil uji hipotesis pertama dengan taraf signifikan 0.05 untuk mengetahui terdapat ada atau
tidaknya perbedaan pengaruh penggunaan model pembelajaran terhadap hasil belajar matematika
siswa. Dari hasil uji anava dua jalan diperoleh signifikansi 0.030 kurang dari 0.05 berarti bahwa ada
pengaruh yang signifikan antara siswa yang diberi pembelajaran kooperatif tipe TS-TS dengan
siswa yang diberikan pembelajaran konvensional terhadap hasil belajar matematika pada materi
luas permukaan dan volume bangun ruang sisi datar kelas VIII di SMP N 1 Ambarawa.
Pada kelas eksperimen diperoleh rata-rata nilai hasil belajar matematika sebesar 72.50,
sedangkan pada kelas kontrol diperoleh rata-rata hasil belajar matematika sebesar 65.53. Karena
hasil rata-rata siswa yang diberi perlakuan model pembelajaran kooperatif tipe TS-TS lebih baik
dibandingkan nilai rata-rata siswa yang diberikan model pembelajaran konvensional, maka
diperoleh kesimpulan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe TS-TS lebih baik hasil belajarnya
dibandingkan model pembelajaran konvensional.
Dengan pembelajaran kooperatif, siswa dituntut untuk belajar secara aktif, komunikatif, dan
berpikir kreatif dalam memahami materi yang disampaikan guru dan siswa selaku pelaku dalam
pembelajaran. Dengan cara bertukar informasi melalui komunikasi baik lisan maupun tulisan dari
teman sendiri membuat siswa lebih berani dan percaya diri tidak malu-malu untuk bertanya jika
dirasa kurang jelas dalam penyampaian materi yang disampaikan. Hal ini mampu membantu
kesulitan siswa untuk mencari lambang, notasi, dan istilah yang sulit dimengerti. Dengan demikian
model pembelajaran kooperatif tipe TS-TS mampu memberikan cara belajar yang santai,
menyenangkan, dan mudah kepada siswa untuk menyelesaikan masalah matematika secara baik,
benar dan terstruktur. Siswa dipaksa untuk menggunakan pendekatan bahasa matematika dan
representasi matematika untuk menyatakan informasi matematik. Setelah itu, siswa melakukan
bertukar informasi melalui proses komunikasi matematis dengan kelompok lain. Dengan adanya
kegiatan belajar tersebut siswa mampu memahami gagasan matematika yang disajikan.
Sedangkan untuk pembelajaran dengan model konvensional pokok bahasan luas permukaan
dan volume bangun ruang sisi datar, siswa kurang bersemangat dan komunikatif karena siswa
cenderung sulit memahami notasi-notasi, istilah-istilah, dan lambang yang dikaitkan dalam
kehidupan sehari-hari. Peneliti sudah memberikan contoh rill antar keterkaitan materi pembelajaran
dengan dunia nyata, tetapi daya imajinasi siswa belum mencapainya seperti membedakan prisma
dengan limas dan mencari sisi alas pada prisma jika posisi diubah. Tetapi jika siswa dihadapkan
pada soal yang mudah seperti bangun ruang beserta ukurannya dan mirip dengan yang ada di
lembar kerja siswa yang pernah dibahas hanya diganti ukurannya maka siswa akan rajin dalam
mempelajari materi tersebut secara serius dan terfokus walaupun masih banyak materi yang tidak
dapat mereka pahami sepenuhnya.
Hasil uji anava dua jalan untuk hipotesis kedua yaitu antara variabel kemampuan komunikasi
matematis dan hasil belajar adalah 0.931 lebih besar dari 0.05 artinya tidak ada pengaruh tingkat
kemampuan komunikasi matematis siswa terhadap hasil belajar matematika pada sub pokok materi
luas permukaan dan volume bangun ruang sisi datar. Rata-rata hasil belajar matematika yang
diperoleh dari siswa yang memiliki tingkat kemampuan komunikasi matematis tinggi tidak berbeda
secara signifikan dengan hasil belajar matematika siswa memiliki tingkat kemampuan komunikasi
matematis sedang dan rendah. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa siswa yang memiliki
tingkat kemampuan komunikasi matematis tinggi mempunyai hasil belajar yang sama baiknya
dibandingkan siswa yang memiliki tingkat kemampuan komunikasi sedang maupun rendah.
Dari hasil uji anava dua jalan untuk hipotesis ketiga yaitu antara model pembelajaran dan
kemampuan komunikasi matematis terhadap hasil belajar diperoleh nilai signifikan 0.866 dimana
nilai signifikan tersebut lebih dari 0.05 yang artinya tidak ada interaksi yang signifikan antara
model pembelajaran dan tingkat kemampuan komunikasi matematis siswa terhadap hasil belajar
matematika. Tidak adanya interaksi antara model pembelajaran dan tingkat kemampuan komunikasi
matematis siswa terhadap hasil belajar matematika dikarenakan terdapat berbagai faktor yang
mempengaruhinya. Adapun faktor-faktor yang terdapat di dalam siswa itu sendiri, misalnya
kecerdasan, prestasi ,pergaulan, ketekunan, keuletan, motivasi, orang tua, latihan psikologi dan hal-
hal yang tidak diteliti oleh peneliti. Karena keterbatasan waktu yang dimiliki oleh peneliti.,
sehingga tidak dapat menjangkau berbagai faktor yang mempengaruhi hasil belajar matematika
siswa, sehingga interaksi yang diharapkan tidak ada. Selain faktor dari siswa faktor dari peneliti
juga mempengaruhi ketidakadaan interaksi tersebut, diantaranya karena peneliti dalam penelitian
dirasa kurang menguasai kelas dalam menangani siswa sehingga materi yang tersampaikan ke siswa
belum maksimal terserap oleh siswa.
Dalam penelitian ini, masalah yang dimaksud adalah soal matematika materi luas permukaan
dan volume bangun ruang sisi datar. Matematika membutuhkan banyak sekali latihan, maka tidak
salah jika model pembelajaran TS-TS dirasa tepat untuk digunakan dalam proses pembelajaran
matematika. Kelebihan dari model pembelajaran kooperatif tipe TS-TS antara lain dapat
membangkitkan semangat dan keinginan belajar siswa untuk belajar lebih giat dan memaksa belajar
berkomunikasi matematis baik lisan maupun tertulis. Dengan demikian, model pembelajaran
kooperatif tipe TS-TS memberikan peluang untuk berkembang mengasah ketrampilan
berkomunikasi sesuai dengan kemampuan dan minat masing-masing siswa.
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan yang telah dilakukan dengan mengacu pada
hipotesis dengan taraf signifikan 0.05, maka dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran
kooperatif tipe TS-TS dapat memberikan hasil belajar matematika yang lebih baik daripada model
pembelajaran konvensional. Hal ini dapat dilihat melalui uji statistik dengan nilai signifikan
0.030<0.05 dengan rata-rata nilai hasil belajar matematika dari siswa yang dikenai model
pembelajaran kooperatif tipe TS-TS lebih baik daripada pembelajaran konvensional , yaitu
72.50>65.53. Mengenai kemampuan komunikasi matematis, tidak ada pengaruh yang signifikan
antara kemampuan komunikasi matematis terhadap hasil belajar matematika, dengan harga statistik
nilai signifikan 0.931>0.05. Sementara interaksi antara model model pembelajaran dengan
kemampuan komunikasi matematis siswa tidak ada imteraksi terhadap hasil belajar matematika
dengan harga statistik nilai signifikan 0.866>0.05.
B. Saran
Berikut beberapa saran yang dapat peneliti berikan berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh:
1. Bagi sekolah penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe Two Stay Two Stray dalam
pembelajaran matematika dapat sebagai model pembelajaran yang efektif untuk
meningkatkan prestasi belajar siswa di sekolah .
2. Bagi guru penggunaan model pembelajaran koopertaif tipe Two Stay Two Stray dapat
disajikan sebagai alternatif model pembelajaran di dalam kelas. Lebih khusus lagi untuk
guru yang menginginkan keaktifan siswanya berkembang. Karena dalam pembelajaran
kooperatif ini, siswa dituntut belajar bekerja sama, bertanggungjawab dan berkomunikasi
dalam pembelajaran.
3. Bagi penelitian berikutnya, penelitian ini bisa digunakan sebagai acuan dan referensi. Dapat
pula mencoba penelitian pada materi yang berbeda untuk mengetahui apakah akan terjadi
perbedaan dengan tujuan sebagai perbandingan dengan penelitian yang telah ada.
4. Untuk penelitian selanjutnya untuk mengukur kemampuan komunikasi matematis sebaiknya
menggunakan acuan rubrik yang lain yang sifatnya tidak umum agar ada interaksi yang
diharapan.
Daftar Pustaka
Arifin. 2012 . Pengelolaan Data Penelitian. Bandung: PT. Remaka Rosdakarya
Budiono. 2003 . Metodologi Penelitian Pendidikan (Edisi Pertama Cetakan Pertama). Surakarta:
Universitas Sebelas Maret
Darkasyi,dkk. 2014 . Peningkatan Kemampuan Komunikasi Matematis dan MotivasiSiswa dengan
Pembelajaran Pendekatan Quantum Learning pada Siswa SMP Negeri 5 Lhokseumawe.
Jurnal Didaktik Matematika. Vol 1-2. Banda Aceh: Program Pendidikan Anak Usia Dini
Universitas Syah Kuala
Imaniatun, Esti. 2013. Meningkatkan Aktivitas dab Hasil Belajar Menggunakan Model
Pembelajaran Tutor Sebaya Kompetensi Dasar Laporan Keuangan Perusahaan Jasa (Studi
Kasus Pada Siswa SMK Cut Nya’ Dien Kota Semarang Tahun Ajaran 2012/2013). Jurnal
Pendidikan Ekonomi. Vol 1. Semarang : Fakultas Ekonomi Pendidikan Akutansi Universitas
Negeri Semarang.
Mahyuni dan Wayan. 2013 .Pengaruh Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Two Stay
Two Stray (TSTS) terhadap Hasil Belajar Kimia Kelas XI IPA SMA Negeri 1 Selemadeg
ditinjau dari Gaya Berpikir. Jurnal Penelitian Pascasarjana. Vol 4 No 1. Bali : UNDIKSA
Manullang, A.2010.Upaya Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa Melalui
Strategi TTW. Jurnal Pendidikan. Vol 1.Medan : UNIMED
Harahap, Tua Halomoan. 2015. Penerapan Contextual Teaching and Learning Untuk
Meningkatkan Kemampuan Koneksi dan Representasi Matematika Siswa Kelas VII-2 SMP
Nurhasanah Medan Tahun Pelajaran 2012/2013. Jurnal EduTech.Vol 1 No 1 Maret
2015.ISSN :2442-6024. E-ISSN : 2442-7063. Medan : UMSU
Huda, Miftakhul. 2014 .Cooperative Learning: Metode , Teknik, Struktur,dan Model Penerapan.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Johnson. 2004 . Johnson Community College : Rubric Example. http: //www.jccc.net/home/depts/
6111/site/assmnt/cogout/comwrite , diakses tanggal 5 Januari 2016
Sembiring. 2003. Analisis Regresi Edisi Kedua. Bandung : ITB
Sudjana, Nana. 2004 . Penilaian Proses Belajar Mengajar. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya
Suprijono, Agus. 2010 . Cooperative Learning : Teori dan Aplikasi Paikem. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
Van De Walle, John A. 2006 . Sekolah Dasar dan Menengah Matematika Pengembangan
Pengajaran Edisi Keenam Jilid 1. Jakarta: Erlangga.