PENGARUH METODE LATIHAN DAN KOORDINASI MATA- …/Pengaruh... · dicobakan dua macam metode yang...

122
PENGARUH METODE LATIHAN DAN KOORDINASI MATA- TANGAN TERHADAP PENINGKATAN KETERAMPILAN TEKNIK DASAR BOLAVOLI (Studi Eksperimen Latihan Plaiometrik dan Berbeban pada Atlet Pemula Putra Klub Bola Voli Baja 78 Bantul Yogyakarta) TESIS Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Magister Program Studi Ilmu Keolahragaan Oleh : Tri Saptono A.120908036 PROGRAM STUDI ILMU KEOLAHRAGAAN PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2010

Transcript of PENGARUH METODE LATIHAN DAN KOORDINASI MATA- …/Pengaruh... · dicobakan dua macam metode yang...

PENGARUH METODE LATIHAN DAN KOORDINASI MATA-TANGAN TERHADAP PENINGKATAN KETERAMPILAN

TEKNIK DASAR BOLAVOLI (Studi Eksperimen Latihan Plaiometrik dan Berbeban pada Atlet Pemula Putra Klub Bola Voli

Baja 78 Bantul Yogyakarta)

TESIS

Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Magister Program Studi Ilmu Keolahragaan

Oleh :

Tri Saptono A.120908036

PROGRAM STUDI ILMU KEOLAHRAGAAN PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA

2010

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Olahraga bersifat universal karena olahraga dapat dilakukan oleh seluruh

lapisan masyarakat tanpa memandang perbedaan suku, ras, agama, latar belakang

pendidikan, status ekonomi maupun gender. Begitu besar peran olahraga terhadap

kehidupan manusia, sehingga olahraga dapat dijadikan sebagai sarana atau media

untuk berekreasi, mata pencaharian, pendidikan, kesehatan, kebudayaan bahkan

sebagai sarana untuk mencapai prestasi. Tidak dapat dipungkiri bahwa olahraga

telah banyak memberikan sumbangannya untuk kebahagiaan umat manusia. Ini

berarti olahraga sebagai aktivitas fisik dapat memberikan kepuasan kepada para

pelakunya.

Bolavoli sebagai aktivitas jasmani merupakan salah satu cabang olahraga

yang populer dan berkembang pesat di Indonesia. Banyak orang melakukan

olahraga bolavoli dengan berbagai macam tujuan, diantaranya untuk rekreasi dan

hiburan, menjaga kebugaran dan kesehatan sampai untuk tujuan olahraga prestasi.

Sebagai cabang olahraga prestasi, bolavoli termasuk olahraga kompetitif yang

memerlukan gerakan eksplosif, banyak gerakan berlari, meloncat untuk smes,

refleks, kecepatan merubah arah dan juga membutuhkan koordinasi mata-tangan

yang baik.

Untuk tujuan prestasi di Indonesia masih jauh dari harapan, hal ini

dikarenakan dalam proses latihan masih banyak pelatih yang cenderung

menggunakan metode tradisional. Masih banyak pelatih dalam melakukan latihan

baik fisik maupun teknik belum diterapkan perbedaan perlakuan antara atlet yang

memiliki koordinasi mata-tangan tinggi dan rendah, kemampuan fisik tinggi dan

rendah serta belum diterapkan pendekatan metode ilmiah sehingga hasil dalam

latihan belum maksimal. Pelatih bolavoli yang melatih sering mempergunakan

pendekatan atau metode tradisional yang paling disenangi pelatih dalam

palaksanaan proses latihan keterampilan teknik dasar bolavoli. Proses latihan

secara tradisional sering mengabaikan tugas-tugas latihan dan tidak sesuai dengan

taraf perkembangan pemain (Cholik, 2002:18).

Penerapan metode latihan yang tepat dalam proses latihan keterampilan

teknik dasar bolavoli juga akan memberikan peluang bagi pelatih dalam

memanfaatkan fasilitas yang tersedia secara maksimal sehingga tidak ada alasan

bagi pelatih bolavoli karena terhambatnya proses latihan bolavoli dan faktor

kurang memadainya fasilitas bolavoli yang tersedia pada klub bolavoli.

Pemilihan dan penerapan metode dalam latihan keterampilan teknik dasar

bolavoli untuk atlet pemula putra klub Bolavoli Baja 78 Bantul Yogyakarta, agar

metode yang diterapkan mampu meningkatkan hasil latihan atlet dalam

penguasaan keterampilan teknik dasar bolavoli, maka pada penelitian ini akan

dicobakan dua macam metode yang diterapkan dalam proses latihan keterampilan

teknik dasar bolavoli yakni latihan plaiometrik dan berbeban.

Tuntutan terhadap metode latihan yang efektif dan efisien didorong oleh

kenyataan atau gejala-gejala yang timbul dalam pelatihan. Beberapa alasan

tentang pentingnya kebutuhan metode latihan yang efisien menurut Rusli

(1988:26) adalah ”1) efisiensi akan menghemat waktu, energi atau biaya, 2)

metode efisien akan memungkinkan para atlet atau atlet untuk menguasai tingkat

keterampilan yang lebih tinggi”.

Latihan berbeban adalah suatu latihan yang menggunakan beban, baik

latihan secara isometrik, secara isotonik maupun secara isokinetik. Latihan ini

dilakukan dengan menggunakan beban berupa alat maupun berat badan atlet.

Latihan berbeban adalah suatu cara menerapkan prosedur tertentu secara

sistematis pada berbagai otot tubuh. Pada program latihan berbeban ini dalam

pelaksanaannya menggunakan alat-alat berupa barbell atau beban yang telah

dikombinasikan menjadi alat khusus untuk latihan berbeban (weight training).

Latihan pliometrik merupakan suatu metode latihan yang dapat digunakan

untuk meningkatkan kesegaran biomotorik atlet, termasuk kekuatan dan kecepatan

yang memiliki aplikasi yang sangat luas dalam kegiatan olahraga, dan secara

khusus latihan ini sangat bermanfaat untuk meningkatkan power. Pola gerakan

dalam latihan pliometrik sebagian besar mengikuti konsep “power chain” (rantai

power) dan sebagian besar latihan, khusus melibatkan otot-otot anggota gerak

bawah, karena gerakan kelompok otot ini secara nyata merupakan pusat power.

Pada prinsipnya latihan pliometrik didasarkan pada prinsip pra peregangan

otot yang terlibat pada saat tahap penyelesaian atas respon atau penyerapan

kejutan dari ketegangan yang dilakukan otot sewaktu bekerja. Sebagai metode

latihan fisik, latihan pliometrik dapat dibedakan menjadi tiga kelompok latihan,

yaitu 1) Latihan untuk anggota gerak bawah, 2) Latihan untuk batang tubuh, dan

3) Latihan untuk anggota gerak atas. Beberapa bentuk latihan pliometrik yang

dapat digunakan untuk meningkatkan daya ledak anggota gerak bawah adalah

“bounds, hops, jumps, leaps, skips, ricochets, jumping-in place. Standing jumps,

multiple hop and jump, box drills, bounding dan dept jump” (Radcliffe &

Farentinos: 1985).

Agar metode latihan yang akan diterapkan dapat dirancang dengan baik,

terlebih dahulu ditelusuri faktor-faktor yang mempengaruhi keterampilan teknik

dasar bolavoli. Untuk peningkatan prestasi olahraga bolavoli khususnya di klub

bolavoli Baja 78 Bantul diperlukan latihan yang intensif. Pembinaannya meliputi

faktor fisik, teknik, taktik dan mental. Selama ini pada latihan yang diberikan

lebih menekankan pada faktor teknik. Sedangkan kondisi fisik belum dibina

secara maksimal, hal ini bisa disebabkan bahwa faktor fisik dianggap telah

terwakili pada saat latihan sehingga kondisi fisik secara otomatis meningkat.

Anggapan tersebut kurang benar, karena bolavoli memerlukan unsur kondisi fisik

tersendiri sehingga membutuhkan pembinaan fisik yang lebih tepat. Unsur kondisi

fisik yang diperlukan pada bolavoli antara lain, power, kekuatan, kecepatan,

kelincahan, kelentukan, koordinasi, fleksibilitas.

Dalam bolavoli ada beberapa latihan teknik dasar yang harus dikuasai

diantaranya: teknik memukul bola, teknik penguasaan kerja lengan. Menurut

Sudjarwo (1995:43) bahwa ”teknik dasar adalah penguasaan teknik tingkat awal

yang terdiri dari gerakan dasar dari proses gerak bersifat sederhana dan mudah

dilakukan”. Latihan teknik ini diberikan setelah pemberian latihan fisik. Sesuai

dengan sistem energi yang dibutuhkan dalam bolavoli unsur yang dominan adalah

koordinasi mata-tangan.

Keberhasilan dalam keterampilan teknik dasar bolavoli adalah faktor

pemain. Perbedaan kemampuan terutama terjadi karena kualitas fisik yang

berbeda (Sugiyanto, 1997:353). Senada dengan hal tersebut Rusli (1988:332)

mengatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi proses latihan keterampilan

teknik dasar bolavoli adalah: (1) kondisi internal; dan (2) kondisi eksternal.

Kondisi internal mencakup faktor-faktor yang terdapat pada individu, atau atribut

lain yang membedakan pemain satu dengan pemain yang lainnya. Salah satu

faktor kondisi internal adalah kemampuan fisik. Kemampuan fisik berhubungan

dengan koordinasi mata-tangan yang mempengaruhi penampilan pemain baik

dalam latihan gerakan-gerakan keterampilan maupun dalam pertandingan. Dengan

demikian dapat dikatakan koordinasi mata-tangan yang baik adalah suatu

persyaratan dalam usaha pencapaian prestasi maksimal bagi pemain dalam latihan

keterampilan teknik dasar bolavoli. Perbedaan koordinasi mata-tangan dapat

dibedakan menjadi dua yaitu koordinasi mata-tangan tinggi dan koordinasi mata-

tangan rendah. Perbedaan koordinasi mata-tangan yang ada pada diri pemain

harus menjadi pertimbangan sebagai suatu faktor yang menentukan dalam

keterampilan teknik dasar bolavoli. Perbedaan pemain dalam hal koordinasi mata-

tangan akan menjadi pertimbangan yang sangat penting dalam menentukan

metode latihan yang sesuai dengan karakter dari masing-masing pemain sehingga

bisa mencapai hasil latihan yang optimal sesuai dengan potensi yang dimilikinya.

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah di kemukakan di atas, maka

penelitian ini berjudul “Pengaruh Metode Latihan dan Koordinasi Mata-Tangan

Terhadap Peningkatan Keterampilan Teknik Dasar Bolavoli (Studi Eksperimen

Latihan Plaiometrik dan Berbeban pada Atlet Pemula Putra Klub Bolavoli Baja 78

Bantul Yogyakarta)”.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, maka masalah dalam penelitian

ini dapat diidentifikasikan sebagai berikut:

1. Penggunaan metode latihan yang digunakan untuk meningkatkan kondisi fisik

atlet belum maksimal.

2. Latihan untuk meningkatkan keterampilan teknik dasar bolavoli mempunyai

banyak variasi.

3. Latihan yang digunakan pelatih, dan pengajar dalam peningkatan kondisi fisik

atlet disesuaikan dengan sistem energi yang diperlukan dalam permainan.

4. Pengaruh metode latihan plaiometrik dan berbeban terhadap peningkatan

keterampilan teknik dasar bolavoli belum diketahui.

5. Komponen koordinasi mata-tangan dapat mempengaruhi peningkatan

keterampilan teknik dasar bolavoli.

C. Pembatasan Masalah

Agar permasalahan tidak meluas, sehingga tidak menimbulkan penafsiran

yang berbeda-beda, maka permasalahan perlu dibatasi. Pembatasan dalam

penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Metode latihan plaiometrik dan berbeban terhadap peningkatan keterampilan

teknik dasar bolavoli.

2. Keterampilan teknik dasar bolavoli antara atlet yang memiliki koordinasi

mata-tangan tinggi dan rendah.

3. Interaksi antara metode latihan dan koordinasi mata-tangan terhadap

peningkatan keterampilan teknik dasar bolavoli.

D. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah, maka perlu dirumuskan permasalahan-

permasalahan sebagai berikut:

1. Adakah perbedaan pengaruh antara latihan plaiometrik dan berbeban terhadap

peningkatan keterampilan teknik dasar bolavoli?

2. Adakah perbedaan peningkatan keterampilan teknik dasar bolavoli antara atlet

yang memiliki koordinasi mata-tangan tinggi dan rendah?

3. Adakah pengaruh interaksi antara metode latihan dan koordinasi mata-tangan

terhadap peningkatan keterampilan teknik dasar bolavoli?

E. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian yang ingin dicapai adalah untuk mengetahui:

1. Perbedaan pengaruh latihan plaiometrik dan berbeban terhadap peningkatan

keterampilan teknik dasar bolavoli.

2. Perbedaan peningkatan keterampilan teknik dasar bolavoli antara atlet yang

memiliki koordinasi mata-tangan tinggi dan rendah.

3. Pengaruh interaksi antara metode latihan dan koordinasi mata-tangan terhadap

peningkatan keterampilan teknik dasar bolavoli.

F. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini nantinya diharapkan mempunyai kegunaan bagi pelatih,

pembina maupun guru olahraga yaitu sebagai berikut:

1. Memberikan tambahan wawasan dalam memilih dan mengembangkan metode

latihan disesuaikan tingkat kondisi fisik atlet.

2. Meningkatkan kondisi fisik dengan memilih dan menggabungkan metode

latihan untuk meningkatkan keterampilan teknik dasar bolavoli.

3. Koordinasi mata-tangan dapat dijadikan acuan untuk memilih metode latihan

yang sesuai sehingga dalam menyusun program latihan akan lebih efektif dan

efisien.

BAB II

KAJIAN TEORI DAN HIPOTESIS

A. Kajian Teori

1. Metode Latihan

Kemampuan berprestasi dalam olahraga adalah perpaduan dari sekian

banyak kemampuan yang turut menentukan prestasi, yang dibangun dalam

proses latihan yang berlangsung dalam jangka waktu yang lama. Banyak

pendapat yang telah dikemukakan oleh para ahli mengenai pengertian atau

definisi dari latihan. Berkaitan dengan proses dan jangka waktu latihan Nossek

(1982:10) menyatakan bahwa “latihan adalah suatu proses atau dinyatakan

dengan kata lain, periode waktu yang berlangsung selama beberapa tahun sampai

atlet tersebut mencapai standar penampilan yang tinggi”. Sedangkan Harsono

(1988: 101) mengemukakan bahwa “latihan adalah proses yang sistematis dari

berlatih atau bekerja yang dilakukan secara berulang-ulang dengan kian hari kian

bertambah jumlah beban atau pekerjaannya”. Pendapat senada dikemukakan

oleh Bompa (1990:2) yang menyatakan bahwa “latihan merupakan aktivitas

olahraga yang sistematik dalam waktu yang lama, ditingkatkan secara progresif

dan individual, yang mengarah kepada ciri-ciri fungsi fisiologis dan psikologis

manusia untuk mencapai sasaran yang telah ditentukan”.

Tidak jauh berbeda seperti dalam berbagai kegiatan manusia, latihan pun

harus direncanakan dan diorganisir dengan baik agar dapat mencapai prestasi

yang merupakan sasaran dari latihan. Seperti yang dikemukakan oleh Suharno

(1993:7) yang mendefinisikan bahwa “latihan adalah suatu proses

penyempurnaan atlet secara sadar untuk mencapai mutu prestasi maksimal

dengan diberi beban fisik, teknik dan taktik dan mental secara teratur, terarah,

meningkat, bertahap dan berulang-ulang waktunya”.

Dari beberapa pendapat tersebut di atas, secara garis besar terdapat

beberapa kesamaan yang dapat dikemukakan mengenai pengertian latihan bahwa

latihan merupakan:

a. Suatu proses

b. Dilakukan secara sistematis

c. Berulang-ulang

d. Dilaksanakan secara kontinyu dan berkelanjutan

e. Ada peningkatan beban latihan

f. Dalam jangka waktu yang lama

Dari uraian tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa latihan adalah suatu

proses kerja yang diorganisir dan direncanakan secara sistematis, dilakukan

secara berulang-ulang dan berkelanjutan serta adanya unsur peningkatan beban

secara bertahap.

Latihan dilakukan secara sistematis maksudnya adalah latihan dilaksanakan

secara terencana, menurut jadual, menurut pola dan sistem tertentu, dari yang

mudah ke yang sukar dan dari yang sederhana ke yang lebih kompleks. Latihan

mengandung unsur pengulangan, dengan tujuan untuk meningkatkan

kemampuan tubuh (fisik) dalam melakukan kerja. Disamping itu latihan dapat

pula ditujukan untuk meningkatkan efisiensi dalam gerakan, agar gerakan-

gerakan yang semula sukar dilakukan menjadi semakin mudah dan otomatis

dalam pelaksanaannya sehingga semakin menghemat energi.

Latihan fisik merupakan salah satu unsur dari latihan olahraga secara

menyeluruh yang penekanannya adalah terhadap peningkatan kemampuan fisik

dalam melakukan kerja. “Pengembangan kondisi fisik dari hasil latihan

tergantung pada tipe beban yang diberikan serta tergantung dari kekhususan

latihan” (Fox, Bowers & Foss, 1988:358). Oleh karena itu perlu dipahami

prinsip-prinsip dasar latihan yang akan dijadikan pedoman. Dengan latihan fisik

yang terencana, sistematis dan kontinyu dengan pembebanan tertentu akan

mengubah faal tubuh yang selanjutnya akan berpengaruh terhadap tingkat

kesegaran jasmani ke tingkat yang lebih tinggi, sehingga dapat menunjang

penampilan atlet dalam berolahraga.

a. Tujuan Latihan

Untuk mencapai prestasi yang setinggi-tingginya, maka usaha

pembinaan atlet harus dilakukan dengan menyusun strategi dan perencanaan

yang rasional. Para atlet perlu dibekali pengetahuan yang berhubungan

dengan olahraga yang dipilihnya. Untuk itu kerja sama antara pelatih dan

atlet sangat diperlukan.

Melalui latihan fisik atlet mempersiapkan diri untuk tujuan tertentu.

Tujuan latihan fisik yang utama dalam olahraga prestasi adalah untuk

mengembangkan kemampuan biomotornya ke standar yang paling tinggi,

atau dalam arti fisiologisnya, atlet berusaha mencapai tujuan perbaikan

sistem organisme dan fungsinya untuk mengoptimalkan prestasi atau

penampilan olahraganya.

Keberhasilan dalam penampilan olahraga tidak hanya ditentukan oleh

pencapaian pada domain fisik saja, melainkan juga ditentukan oleh

pencapaian pada domain psikomotor, kognitif dan afektif. Oleh karena

keempat domain ini dalam kenyataannya merupakan satu kesatuan yang

saling berkaitan, maka dalam peningkatannya harus dikembangkan secara

bersamaan atau simultan. Dengan demikian secara terinci tujuan latihan

menurut Haree (1982:8) adalah sebagai berikut:

1. Mengembangkan kepribadian.

2. Kondisioning dengan sasaran utama untuk meningkatkan power,

kecepatan dan daya tahan.

3. Meningkatkan teknik dan koordinasi gerak.

4. Meningkatkan taktik, serta

5. Meningkatkan mental.

b. Prinsip-Prinsip Latihan

Prestasi dalam olahraga dapat dicapai dan ditingkatkan melalui latihan

yang sistematis, intensif dan teratur, seperti yang dikemukakan Nossek

(1982:10) bahwa “latihan yang sistematis adalah dilakukan secara teratur,

latihan tersebut berlangsung beberapa kali dalam satu minggu, tergantung

pada standar atlet dan periode latihan”. Pelaksanaan latihan harus

berpedoman pada prinsip-prinsip latihan yang benar. Prinsip latihan

merupakan garis pedoman yang hendaknya dipergunakan dalam latihan yang

terorganisir dengan baik.

Dari pendapat tersebut di atas jelas bahwa prinsip latihan merupakan

landasan ilmiah dalam pelatihan yang harus dipegang teguh dalam

melakukan dan mencapai tujuan latihan. Prinsip-prinsip tersebut adalah 1)

prinsip overload, 2) prinsip penggunaan beban secara progresif, 3) prinsip

pengaturan latihan dan 4) prinsip kekhususan program latihan. Latihan yang

dilakukan dapat mencapai hasil sesuai yang diharapkan jika dilaksanakan

dengan berdasarkan pada prisnip-prinsip latihan yang benar.

1) Prinsip Beban Lebih (Overload Principle)

Latihan olahraga pada prinsipnya adalah memberikan tekanan

(stress) pada tubuh yang akan dilakukan sedemikian rupa sehingga dapat

meningkatkan kapasitas kemampuan kerja dan mengembangkan system

serta fungsi organ ketingkat standart nilai yang lebih tinggi. Prinsip

beban lebih merupakan dasar dalam latihan.

Beban latihan yang diberikan harus di atas ambang rangsang

latihan. Jika latihan tidak ditingkatkan meskipun latihan dilakukan

dengan rutin, prestasi tidak akan meningkat. Berkaitan dengan beban

lebih ini, Harsono (1988:50) mengemukakan bahwa “perkembangan otot

hanyalah mungkin apabila otot-otot tersebut dibebani dengan tahanan

yang kian bertambah berat”. Jika beban terlalu ringan atau tidak

ditambah atau tidak diberi (overload), maka berapa lamapun kita

berlatih, betapa sering pun kita berlatih atau sampai bagaimanapun

capeknya kita mengulang-ulang latihan tersebut, peningkatan prestasi

tidak mungkin tercapai” (Harsono, 1988:103). Hal ini menunjukkan

bahwa untuk meningkatkan kemampuan seseorang, beban yang

diberikan dalam latihan harus lebih berat dari beban sebelumnya. Oleh

karena itu prinsip latihan ini harus benar-benar diterapkan dalam

pelaksanaan latihan. Jonath & Krempel (1987:29) menjelaskan bahwa

“peningkatan prestasi terus menerus hanya dapat dicapai dengan

peningkatan beban latihan”.

Pembebanan yang lebih berat dapat merangsang penyesuaian

fisiologis dalam tubuh yang dapat mendorong peningkatan kemampuan

otot atau tubuh. Satu hal yang harus diingat bahwa beban latihan yang

diberikan tidak boleh terlalu berat atau berlebihan. Hal ini justru akan

berakibat tidak baik terhadap hasil latihan. Jika beban latihan yang

diberikan terlalu berat dan berlebihan, bukan kemampuan fisik yang

meningkat justru sebaliknya kemungkinan akan terjadi cedera dan

penurunan kemampuan kondisi fisik.

Pendapat tersebut di atas menunjukkan bahwa prinsip beban lebih

bertujuan untuk meningkatkan perkembangan kemampuan tubuh.

Pembebanan latihan yang lebih berat dari sebelumnya akan merangsang

tubuh untuk beradaptasi dengan beban tersebut, sehingga kemampuan

tubuh akan meningkat. Kemampuan tubuh yang meningkat

dimungkinkan akan mampu mencapai prestasi yang lebih baik.

2) Prinsip Penggunaan Beban Secara Progresif.

Peningkatan beban secara progresif adalah peningkatan beban

secara teratur dan bertahap sedikit demi sedikit. Dengan pemberian

beban yang dilakukan secara bertahap yang kian hari kian meningkat

jumlah pembebanannya, maka otot akan mengalami adaptasi fisiologis

dimana akan terjadi proses peningkatan kekuatan otot. Jika proses

adaptasi ini telah dicapai, maka kerja otot yang tadinya melebihi beban

kemampuannya akan tidak lagi terjadi. Penambahan beban latihan tidak

boleh tergesa-gesa dan berlebihan, sehingga peningkatan beban latihan

harus tepat dan disesuaikan dengan tingkat kemampuan atlet serta

dtingkatkan setahap demi setahap. Penambahan beban yang meningkat

tersebut dapat diberikan dengan menambah jumlah berat beban yang

diberikan atau menambah jumlah pengulangannya. Pelatih harus cermat

dalam memperhitungkan penambahan beban yang akan diberikan, dan

jangan sampai beban yang diberikan berlebihan.

Keuntungan penggunaan prinsip peningkatan beban secara

progresif adalah otot-otot tidak akan terasa sakit. Peningkatan beban

lebih paling tidak dilakukan setelah dua atau tiga kali latihan. Seperti

yang dikemukakan oleh Suharno (1993:14) bahwa “peningkatan beban

latihan jangan setiap kali latihan, sebaiknya dua atau tiga kali latihan

baru dinaikkan”. Dengan peningkatan beban yang teratur diharapkan ada

kesempatan untuk beradaptasi terhadap beban latihan sebelumnya,

sehingga dapat terjadi superkompensasi.

Superkompensasi adalah suatu proses kenaikan kemampuan

jasmani atlet setelah mengikuti latihan. Berkaitan dengan pemberian

beban latihan Sudjarwo (1995:18) mengemukakan bahwa “pemberian

beban latihan harus dapat dan benar-benar merupakan rangsangan

(stimuli) untuk menimbulkan superkompensasi atlet”. Penambahan

beban yang dilakukan dengan tepat akan dapat menimbulkan adaptasi

tubuh terhadap latihan secara tepat pula, sehingga hasil latihan akan lebih

optimal. Dengan alasan tersbut di atas, maka program latihan yang

disusun harus juga berdasarkan pada prinsip-prinsip progresifitas beban

latihan.

3) Prinsip Pengaturan Latihan

Latihan harus dilakukan secara teratur dan kontinyu, hal ini

dimaksudkan agar terjadi adaptasi terhadap jenis keterampilan yang

dipelajari. Seperti halnya dalam program latihan berbeban harus disusun

agar kelompok otot yang lebih besar dilatih sebelum kelompok otot yang

lebih kecil. Seperti yang dikemukakan oleh Sajoto (1995:31) bahwa

“latihan hendaknya diatur sedemikian rupa, sehingga kelompok otot-otot

besar dulu yang dilatih, sebelum otot yang lebih kecil. Hal ini

dilaksanakan agar kelompok otot kecil tidak akan mengalami kelelahan

lebih dulu”.

Alasan perlunya penyusunan dan pengaturan latihan ini adalah otot-

otot yang lebih kecil cenderung lebih cepat lelah dan lebih lemah

dariapada kelompok otot yang lebih besar. Oleh karena itu untuk

menentukan urutan latihan, lebih tepat mendahulukan melatih otot-otot

yang lebih besar baru kemudian melatih otot-otot yang lebih kecil

sebelum mengalami kelelahan. Misalnya kelompok otot kaki dan paha

dilatih lebih dahulu dari pada kelompok otot lengan yang lebih kecil.

Disamping itu pengaturan latihan berbeban, juga harus memperhatikan

pemberian beban terhadap otot dan diupayakan tidak memberikan latihan

yang sama secara berurutan bagi otot yang sama. Sehingga otot yang

dilatih memiliki kesempatan recovery sebelum diberi latihan lebih lanjut.

4) Prinsip Kekhususan

Pada dasarnya pengaruh yang ditimbulkan akibat latihan bersifat

khusus, sesuai dengan karakteristik kondisi fisik, pola gerakan dan

system energi yang digunakan selama latihan. Latihan yang ditujukan

pada unsur kondisi fisik atau teknik dasar tertentu hanya akan

memberikan pengaruh besar terhadap komponen kondisi fisik atau teknik

dasar yang dipelajari.

Agar aktivitas latihan dapat memberikan pengaruh yang baik, maka

latihan yang dilakukan harus bersifat khusus disesuaikan dengan tujuan

yang akan dicapai. Kekhususan tersebut menyangkut sistem energi serta

pola gerakan (keterampilan) yang sesuai dengan unsur kondisi fisik

maupun nomor yang dikembangkan. Bentuk latihan yang dilakukan pun

harus bersifat khusus pula disesuaikan dengan cabang olahraga, baik itu

pola geraknya, jenis kontraksi otot maupun kelompok otot yang dilatih

harus disesuaikan dengan jenis olahraga yang dikembangkan. Jika

latihan yang dilakukan memperhatikan prinsip ini, maka latihan akan

lebih efektif, sehingga hasil yang diperoleh diharapkan akan lebih

optimal.

c. Latihan Fisik

Banyak pendapat tentang latihan fisik. Pendapat para ahli adalah

sebagai berikut: latihan fisik adalah kegiatan dalam memberikan beban pada

tubuh secara teratur, sistematis, berkesinambungan sehingga dapat

meningkatkan kemampuan dalam melakukan kerja (Brooks & Fahey,

1984:395). Agak berbeda dengan pendapat Suharno (1993:7) menyatakan

bahwa latihan adalah suatu proses penyempurnaan atlet secara sadar untuk

mencapai mutu prestasi maksimal dengan diberi beban-beban fisik, teknik,

taktik dan mental secara teratur, terarah, meningkat, bertahap dan berulang-

ulang.

Hal senada disampaikan oleh Bompa (1994:3) bahwa latihan adalah

merupakan kegiatan sistematis dalam waktu yang lama ditingkatkan secara

progresif dan individual mengarah kepada ciri-ciri fisiologis dan psikologis

manusia untuk mencapai sasaran yang ditentukan. Sedangkan menurut Pate,

et al (1984:317) bahwa latihan fisik didefinisikan sebagai peran serta yang

sistematis dalam latihan yang bertujuan untuk meningkatkan kapasitas

fungsional fisik dan daya tahan latihan.

Pendapat ahli yang lain, yaitu menurut Lamb (1984:2) latihan fisik

merupakan suatu proses kegiatan yang dilakukan berulang-ulang dan dengan

tujuan untuk meningkatkan respon fisiologi terhadap intensitas, durasi dan

frekuensi latihan, keadaan lingkungan dan status fisiologis individu.

Pendapat Engkos (1993:55), bahwa latihan ialah proses kerja yang

harus dilakukan secara sistematis, berulang-ulang dan jumlah beban yang

diberikan semakin hari semakin bertambah. Pendapat senada disampaikan

oleh Harsono dalam Rusli (1988:90) yaitu latihan atau training sustu proses

berlatih yang sistematis yang dilakukan secara berulang-ulang dan kian hari

jumlah beban latihannya kian bertambah.

1) Tujuan Latihan Fisik

Tujuan latihan fisik secara umum tergantung dari macam sasaran

yang akan dikembangkan yang dapat mencakup sebagai berikut: 1)

meningkatkan kualitas fisik, 2) meningkatkan prestasi, 3) pencegahan

terhadap kerusakan, 4) rehabilitasi maupun pengobatan akibat kerusakan,

5) rehabilitasi karena penyakit (Soekarman, 1987:10) atau sesuai

olahraga yang dilakukan, baik untuk rekreasi, pendidikan, kesegaran

jasmani dan prestasi (Sajoto, 1995:1-2).

Untuk masalah utama pada tujuan latihan fisik dalam olahraga

prestasi adalah untuk mengembangkan kemampuan biomotor dalam

standart yag paling tinggi atau secara fisiologi atlet dapat mencapai

tujuan perbaikan organisme dan fungsinya untuk mencapai prestasi

olahraga yang maksimal. Menurut Harre (1982:10-12) menyampaikan

tujuan secara rinci adalah untuk: 1) mengembangkan kepribadian, 2)

kondisioning, dengan sasaran utama meningkatkan stamina, power dan

kecepatan, 3) meningkatkan teknik dan koordinasi gerak, 4)

meningkatkan taktik serta, 5) meningkatkan mental.

Sedangkan menurut Bompa (1994:1-5) tujuan-tujuan latihan

berupa: 1) mencapai dan memperluas perkembangan fisik secara

menyeluruh, 2) menjamin dan memperbaiki perkembangan fisik khusus

sebagai suatu kebutuhan yang telah ditentukan didalam olahraga, 3)

menanamkan kualitas kemauan melalui latihan yang mencukupi, 4)

mempertahankan keadaan kesehatan, 5) mencegah cidera, 6) memberi

sejumlah pengetahuan teoritis yang berkaitan dengan dasar-dasar

fisiologis, psikologis latihan, perencanaan gizi dan regenerasi.

Sedangkan menurut Soekarman (1987:12-13) bahwa tujuan latihan

seharusnya dibuat bertingkat, yaitu tingkat umum sampai akhirnya ke

tingkat khusus untuk mencapai prestasi tertinggi. Tujuan latihan harus

mengarah ke suatu cabang olahraga tertentu. Isi dari tujuan latihan harus

meliputi bidang kognitif, afektif dan psikomotorik.

Gambar 1. Siklus/Daur Ulang Perencanaan dan Pelaksanaan Program Latihan (Soekarman, 1987:12)

INFORMASI

EVALUASI

PENGUKURAN HASIL LATIHAN

PROSEDUR LATIHAN

TUJUAN

HIPOTESIS

2) Prinsip-Prinsip Latihan Fisik

Untuk mencapai hasil latihan fisik yang optimal dan sesuai tujuan

latihan harus berpedoman pada prinsip-prinsip latihan yang benar.

Banyak pendapat para pakar yang mendeskripsikan tentang prinsip-

prinsip latihan fisik. Menurut Pyke (1991:115-121) mengemukakan

mengenai prinsip-prinsip yang harus diperhatikan dalam melakukan

latihan sebagai berikut: 1) prinsip beban berlebih, 2) prinsip pemulihan,

3) prinsip kembali asal (reversibility), 4) prinsip kekhususan, dan 5)

prinsip individualitas.

Pendapat pakar yang lain, yaitu Soekarman (1987:60) latihan

berprinsip pada pedoman: 1) kekhususan, 2) tambah beban (over load

principle), 3) hari berat dan hari santai, 4) latihan dan kelebihan latihan

(over training), 5) latihan dasar dan pencapaian puncak, 6) kembali asal

(reversibility). Sedangkan menurut Harsono (1988:307), prinsip-prinsip

latihan yang penting mencakup prinsip overload, dan prinsip yang

lainnya seperti prinsip individualitas, multilateral, spesialisasi densitas

latihan, sistem recovery, reversibility, spesificity dan lain-lain.

Pada literatur yang lain Harsono dalam Rusli (1988:88-109)

mengungkapkan bahwa prinsip-prinsip latihan mencakup: 1) pemanasan

tubuh, 2) metode, 3) berpikir positif, 4) prinsip beban lebih, 5) intensitas

latihan, 6) kualitas latihan, 7) variasi latihan, 8) metode bagian dan

metode menyeluruh, 9) perbaiki kesalahan, 10) model latihan, 11)

penetapan sasaran.

Pada dasarnya latihan-latihan fisik untuk kekuatan, termasuk pada

plyometrics, berpedoman pada prinsip-prinsip dasar yang meliputi:

prinsip over load (penambahan beban), prinsip progressive, prinsip

specificity, prinsip individuality, dan prinsip reversibility.

a) Prinsip Overload (Penambahan beban lebih)

Prinsip over load adalah pemberian beban terhadap kinerja otot

yang dilatih harus melebihi beban yang biasa diterima dalam keadaan

normal atau dengan kata lain pembebanan latihan yang semakin berat

(Harsono, 1988:94). Dengan prinsip over load, maka tubuh akan

beradaptasi terhadap beban yang diberikan, sehingga mampu

merangsang penyesuaian fisiologis tubuh (Bompa, 1990:44).

b) Prinsip Progressive

Prinsip progressive berarti bahwa dalam latihan, peningkatan

latihan harus diberikan tahap demi tahap secara cermat. Sharkey

(2003:12) menyatakan bahwa bila beban latihan ditingkatkan terlalu

cepat, tubuh tidak akan mampu mengadaptasi beban yang diberikan

dan bahkan kemungkinan akan terjadi overtraining. Untuk itu

diperlukan pengontrolan terhadap beban latihan secara cermat akan

menjamin peningkatan secara terus menerus. Menurut Bompa dalam

Harsono (1988:96) menyarankan untuk memakai sistem step type

approach atau sistem tangga.

c) Prinsip Specificity

Prinsip specificity merupakan substansi latihan harus dipilih

sesuai dengan kebutuhan cabang olahraga. Menurut Pyke (1991:119)

latihan harus ditujukan khusus terhadap sistem energi atau serabut

otot yang digunakan juga dikaitkan peningkatan ketrampilan motorik

khusus. Specificity dalam olahraga mencakup: a) specificity

kebutuhan energi, b) specificity model latihan, c) specificity pola

gerak dan kelompok otot yang terlibat pada masing-masing cabang

olahraga.

d) Prinsip Individuality

Prinsip individuality berarti bahwa setiap atlet memiliki potensi

sejak lahir yang berbeda baik berupa karakteristik maupun kondisi

atlet. Oleh karena itu mengacu pada prinsip individual maka beban

latihan untuk atlet yang satu dengan yang lain tidak sama, atau

penentuan dosis latihan secara individual. Hal ini sesuai dengan

pendapat Bompa (1994:36-37) mengemukakan bahwa faktor-faktor

seperti umur, jenis kelamin, kematangan, latar belakang pendidikan,

kemampuan berlatih, tingkat kesegaran jasmaniah, ciri-ciri

psikologinya. Semua itu harus ikut dipertimbangkan dalam

mendesain program latihan.

e) Prinsip Reversibility

Prinsip reversibility berarti bahwa adaptasi yang terjadi sebagai

akibat perlakuan suautu latihan selalu bersifat kebalikan, keadaan ini

menunjukkan bila latihan dihentikan maka atlet secara otomatis

mengalami penurunan kualitas fungsional tubuhnya.

3) Sistem Energi pada Latihan Fisik

Olahraga merupakan implementasi dari serangkaian gerak fisik

yang sistematis dan memiliki tujuan. Dengan gerak fisik akan terjadi

kontraksi otot yang berulang-ulang. Terjadinya kontraksi otot

memerlukan energi. Energi dalam otot berupa ATP yang berasal dari

mitokhondria. Kebutuhan energi pada setiap latihan fisik tergantung dari

jenis olahraga yang dilakukan. Antara olahraga aerobik dan anaerobik

mempergunakan sistem energi yang berbeda.

Struktur ATP terdiri atas satu komponen yang sangat kompleks,

yakni adenosin dan tiga bagian lainnya yang tidak begitu komplek yaitu

kelompok-kelompok fosfat. ATP dalam sel otot jumlahnya terbatas dan

dapat dipakai sebagai sumber energi hanya dalam waktu 1-2 detik.

Menurut Rushall & Pyke (1990:15) bahwa ATP-PC disimpan dalam otot

dengan kadar yang sangat kecil. Agar supaya kontraksi otot tetap

berlangsung, maka ATP ini harus diisi kembali melalui penguraian zat-

zat lain yang juga tersimpan di dalam otot. ATP bisa diberikan pada sel-

sel otot melalui 3 cara, yaitu dua cara anaerobik dan satu cara aerobik.

Gambar 2. Hubungan Sistem Energi (Pyke, 1991:15)

Proses anaerobik artinya tanpa menggunakan oksigen, yaitu pada

kerja dengan intensitas tinggi dan waktu pendek. Sistem energi anaerobik

terdiri dua jalur, yaitu a) sistem ATP-PC atau sistem alaktasid, dan b)

sistem glikolisis anaerobik yang menghasilkan asam laktat sehingga

disebut juga sistem laktasid (Pate, et al, 1984:11-14).

Sistem ATP-PC disebut juga sistem phospahgen. Pada olahraga

yang memerlukan intensitas yang sangat tinggi dalam waktu pendek

seperti “in play” pada pertandingan bolavoli diperlukan persediaan

energi yang sangat cepat, dan ini hanya dapat dipenuhi melalui ATP

yang sudah tersedia dalam otot. Apabila ATP habis, ATP harus

diresintesis menggunakan energi dari pemecahan PC (pospo creatin).

Pospo creatin (PC) yang tersedia dalam otot dalam jumlah terbatas, apa

bila pecah akan keluar energi, dan energi yang keluar dari PC ini

digunakan untuk resintesis ATP (Fox, et al, 1984:11-21).

ENERGY

AEROBIC ANAEROBIC

PHOSPHATE LACTIC

a) Sistem Anaerobik

(1) Sistem ATP-PC

Molekul ATP :

Pemecahan ATP :

Energi dari pemecahan ATP untuk energi mekanik, sintesis

zat, transport aktif.

Pemecahan PC : PC à Pi + Creatin + Energi

Energi untuk : resintesis ATP, yaitu energi + Pi + ADP à ATP

(2) Sistem glikolisis anaerobik atau sistem LA. Berasal dari

pemecahan glikogen dalam otot tanpa menggunakan oksigen dan

setiap satu molekul glikogen hanya menghasilkan 3 ATP,

sedangkan apabila pemecahan glikogen menggunakan oksigen

menghasilkan 39 ATP.

Pemecahan glikogen : (C6H12O6)n 2C3H6O3 + Energi Glikogen Asam laktat

Energi untuk : energi + 3 ADP + 3 Pi 3 ATP

Tabel 1. Tenaga Maksimal dan Kapasitas Maksimal dari Sistem Energi

Sistem Tenaga maksimal (unit ATP yang disediakan per menit)

Kapasitas Maksimal (Jumlah unit ATP tersedia)

ATP-PC 3.6 0.7 Glikolisis Anaerobic 1.6 1.2 Aerobic 1.0 Tak terbatas

Adenosine P P P

Adenosine P P + Energi

b) Sistem energi aerobik dapat dibagi menjadi 3 bagian yaitu :

(1) Glikolisis aerobik: pemecahan glikogen atau glukose dengan

menggunakan oksigen pada tahap permulaan hanya

menghasilkan 2 ATP (glukose) atau 3 ATP (glikogen).

(C6H12O6) n- 2C3H4O3 + Energi Glikogen Asam piruvat

Energi + 3 ADP + 3 Pi 3 ATP

(2) Siklus Krebs: Asam piruvat selanjutnya dipecah dengan

pertolongan Co enzym A.

Asam Piruvat + Co enzym A Acetyl A + 2CO2 + 4H

Siklus ini dimulai dari setelah terbentuknya asam piruvat

selama glikosis aerobik, terus masuk ke mitokondria dan

melanjutkan rangkaian reaksi pemecahannya dalam siklus krebs

(Siklus Asam Trikarbosilat (TCA)). Pemecahan asam piruvat

menjadi karbondioksida dan air di intramitokondrial sangat

komplek. Fase-fasenya sebagai berikut :

(a) Apabila suplai oksigen memadai, molekul asam piruvat

diproduksi pada fase pertama glikolisis, kemudian berdifusi

dari sarkoplasma memasuki membran mitokondria, dan

setiap molekul asam piruvat kehilangan atom karbon dan dua

atom oksigen sebagai CO2. Pada waktu yang bersamaan,

setiap molekul asam piruvat dioksidasi dengan adanya

NAD+; dan kehilangan dua elektron dan dua ion hidrogen.

(b) Dua molekul karbon yang tersisa setelah setiap molekul asam

piruvat kehilangan CO2, elektron dan ion hidrogen

dinamakan kelompok asetil. Kelompok asetil ini kemudian

bergabung dengan molekul lain yang dinamakan Ko enzim A

(Co A) untuk membentuk asetil KoA (reaksi A pada gambar

siklus krebs). Setiap molekul asetil KoA kemudian masuk ke

reaksi rangkaian siklus berikutnya (siklus krebs).

(c) Pada proses kelanjutannya itu, dapat kita lihat bahwa asetil

KoA bergabung dengan asam oksaloasetat dan kehilangan

molekul Koenzim A, dan hasil dari reaksi ini adalah molekul

asam sitrat. Asam sitrat kemudian dikonversi menjadi asam

sis asonitat (cis-aconitic) dan selanjutnya dirubah menjadi

asam isositrat (isocitric-acid). Pada reaksi B, asam asositrat

dioksidasi (dengan bantuan pengangkut elektron, NAD+)

menjadi asam oksalosuksinat (oxalosuccinic acid). Pada

reaksi C, asam oksalosuksinat kehilangan/melepaskan

molekul karbondioksida (CO2) dan menjadi asam alfa-

ketoglutarat (alpha-ketoglutaric acid). Dengan kehilangan

molekul CO2 didalam reaksi C artinya, kita sekarang dapat

memandang bahwa hanya satu dari ketiga atom karbon yang

berasal dari molekul asam piruvat yang tinggal. Terakhir

karbon hilang sebagai CO2 didalam rangkaian D pada waktu

asam alf-ketoglutarat mengalami oksidasi dengan NAD+ dan

kehilangan CO2 ketika menghasilkan 1 molekul ATP.

Sebenarnya hanya molekul ATP yang diproduksi didalam

siklus Krebs untuk setiap molekul asetil-KoA yang melintasi

siklus.

(d) Setelah reaksi D, kita dapat menganggap bahwa setiap karbon

yang berasal dari asam piruvat tidak dapat tinggal terlalu

lama, dan karbon tetap hanya untuk mengangkut 4 elektron

tambahan dan ion hidrogen didalam reaksi E dan F. didalam

reaksi E pengangkut elektron bukan molekul NAD+ yang

biasa, tetapi molekul lain yang dinamakan flavin adenin

denukleotida (flavin adenine dinucleotide –FAD). Pada reaksi

F asam oksaloasetat (oxaloacetic acid) mengalami regenerasi,

dan siklus dapat dimulai dengan yang baru lagi.

Gambar 3. Siklus Krebs (Fos & Keteyian, 1998:30)

(3) Sistem transport elektron: kelanjutan pemecahan glikogen adalah

terbentuknya H2O yang dihasilkan dari persenyawaan H+ yang

terjadi dalam siklus krebs serta O2 yang kita hirup. Rangkaian

reaksi sampai terjadinya H2O disebut sistem transport elektron

yang terjadi di dalam dinding dalam mitokhondria.

4H + 4e + O2 2H2O

Pada sistem transport elektron (lihat pada gambar transport

eletron), elektron dan ion hidrogen ditransfer dari persenyawaan

yang satu ke persenyawaan berikutnya. Energi kimia dibebaskan

pada tiga langkah (A, D, G) untuk menyediakan energi dalam

pembentukan ATP dari ADP dan kelompok fosfat. Hilangnya

elektron (oksidasi) pada waktu mengalami berbagai

persenyawaan adalah tanggung jawab untuk mengikat fosfat

(fosforilasi) terhadap ADP untuk membentuk ATP. Jadi produksi

ATP di dalam mitokondria berhubungan dengan oksidasi

molekul yang berurutan didalam sistem tranport elektron yang

diketahui sebagai fosforilasi oksidasi (oxidative phosporylation).

Proses ini menyediakan jumlah ATP yang terbesar untuk

kontraksi otot.

Saat molekul pertama yang dioksidasi (reaksi A) adalah

nikotamida adenin dinukleutida (NADH). Pada reaksi B,

Flavoprotein H2 yang mengalami reduksi pada A, sekarang

mengalami oksidasi. Dari sini sampai langkah H, hanya elektron

yang ditransfer diantara persenyawaan, sedangkan dua ion

hidrogen (H+) yang terikat ke flavoprotein H2 sekarang masuk

kedalam larutan dan dapat dipergunakan lagi pada H, pada akhir

reaksi oksidasi-reduksi. Oksigen dari darah menerima dua

elektron dari persenyawaan 6 (cytochrome oxidase) dan

bergabung dengan larutan ion hidrogen (H+) untuk membentuk

air (H2O).

Skema transport elektron dapat kita lihat bahwa, untuk

setiap dua elektron (atau atom hidrogen) dapat lewat dengan jalan

dari NADH + H+ menjadi H2O, tiga molekul ATP diproduksi

(pada reaksi A, D, G). (Lamb, 1984:39-63; Junusul, 1989:67-

115; Riequier, 2000:3-10; Coustou, 2003:49625-49635).

Gambar 4. Sistem Transport Elektron (Lamb, 1984:49)

(4) Pengaruh Latihan Terhadap Fisik

Latihan fisik yang dilakukan secara teratur, terprogram dan

terukur dengan baik akan menghasilkan perubahan-perubahan

fisiologis yang mengarah pada kemampuan menghasilkan energi

yang lebih besar dan memperbaiki penampilan atau prestasi fisik.

Menurut Fox, et al (1988:24) perubahan fisiologis yang terjadi

akibat latihan fisik diklasifikasikan menjadi tiga macam

perubahan antara lain :

(a) Perubahan yang terjadi pada tingkat jaringan yakni perubahan

yang berhubungan dengan biokimia.

(b) Perubahan yang terjadi secara sistematik yakni perubahan

pada sistem sirkulasi dan respirasi, termasuk sistem

pengangkutan oksigen.

(c) Perubahan lain yang terjadi pada kompisi tubuh, kadar

kolesterol darah dan trigliserida, perubahan tekanan darah,

dan perubahan yang berkenaan dengan aklimatisasi panas.

Perubahan-perubahan fisiologis yang terjadi menunjukkan

bahwa tidak semua pengaruh latihan dapat diharapkan dari

program latihan tunggal. Pengaruh latihan adalah khusus, yakni

sesuai dengan program latihan yang digunakan, apakah itu

program latihan aerobik (endurance) atau anaerobik (sprint).

(a) Perubahan-perubahan biokimia

Perbaikan penampilan dalam olahraga seperti gerakan

yang bersifat cepat (sprinting, kicking) disatu sisi belum dapat

dijelaskan oleh adaptasi dalam metabolisme anaerobik akibat

latihan. Disisi lain, bentuk-bentuk latihan anaerobik

digunakan dalam bolavoli, pencak silat, atletik, dan lain-lain

untuk menimbulkan adaptasi pada serabut-serabut otot.

Terutama disini karena meningkatkan phosphate kaya energi

dan glikogen intramuskuler yang bergabung untuk

meningkatkan aktivitas dari beberapa enzim.

(1) Perubahan-perubahan dalam serabut otot

Akibat latihan akan terlihat hipertropi otot. Karena

latihan dalam tubuh terdapat dua macam otot, yakni otot

lambat (slow twich fiber) adan otot cepat (fast twich

fiber), maka dengan sendirinya juga terjadi hipertropi

pada kedua macam otot tersebut. Hipertropi ini

tergantung dari macam latihan yang dilakukan. Bila untuk

ketahanan yang akan menjadi hipertropi adalah otot

lambat, sedangkan bila untuk kecepatan yang menjadi

hipertropi adalah otot cepat. Hipertropi yang disebabkan

karena latihan, biasanya disertai perubahan-perubahan

sebagai berikut :

(a) Peningkatan diameter miofibril.

(b) Peningkatan jumlah miofibril

(c) Peningkatan protein kontraktil

(d) Peningkatan jumlah kapiler

(e) Peningkatan kekuatan jaringan ikat, tendon, dan

ligamen. (Soekarman, 1987:32).

Perubahan-perubahan antar tipe-tipe serabut otot,

sedikit terjadi pada seseorang yang melakukan latihan

anaerobik seperti lari cepat, menendang, memukul,

smash. Peningkatan pada diameter (hipertropi) dari

serabut otot lambat (ST) maupun otot cepat (FT) pada

vastus lateralis, terjadi hipertropi yang lebih nyata pada

serabut otot cepat (Fox, et al, 1984:228-231).

(2) Perubahan-perubahan dalam sistem anaerobik

Perubahan-perubahan dalam otot akibat dari latihan

meliputi peningkatan kapasitas atau kemampuan dari: a)

sistem phospagen (ATP-PC), dan b) sistem glikolisis

anaerobik (LA). Dalam kaitannya dengan perubahan

biokimia yang terjadi dalam sistem anaerobik. Costill, et

al (1979:96-99) menyatakan tiga hasil temuan penelitian

mereka mengenai “adaptasi dalam otot skelet setelah

mengikuti latihan kekuatan” sebagai berikut :

(a) Dengan menggunakan 10 kali repitisi dalam 30 detik

melawan kerja maksimal 4 kali per minggu adalah

cukup merangsang peningkatan aktifitas

phosphorylaze (ATP-ase) otot, phospho fruktokinase

(PFK), creatinine phosphokinase (CPK), myokinase

(MK), malate dehydrigenase (MDH), dan succinate

dehydrogenase (SDH).

(b) Aktifitas enzim-enzim otot meningkat.

(c) Terdapat perubahan komposisi otot dari serabut

vastus lateralis setelah 7 minggu latihan. Dari contoh

biopsi menunjukkan adanya perubahan yang

signifikan dalam prosentase komposisi area serabut

otot tipe I dan II a.

Menurut Fox, et al (1988:327) perubahan biokimia

yang terjadi dalam sistem anaerobik meliputi perubahan-

perubahan:

(a) Peningkatan cadangan ATP dan PC dalam otot.

(b) Peningkatan aktifitas enzim-enzim anaerobik dan

aerobik; dan

(c) Peningkatan aktifitas enzim glikolitik.

(3) Perubahan-perubahan dalam sistem aerobik

Peningkatan dalam enzim-enzim aerobik tampak

setelah latihan anaerobik atau lari cepat. Tampak pula

pada konsumsi oksigen maksimal (VO2maks)nya (Fox, et

al, 1984:229).

(b) Perubahan-perubahan pada sistem kardiorespirasi

Perubahan akibat latihan kecepatan oleh Radioputro

(1987:26-27) dinyatakan bahwa akibat kenaikan frekuensi

detak jantung dan bertambah kuatnya kontraksi otot jantung,

maka jadilah dilatasi jantung dan hipertropi otot jantung.

Kecuali hipertropi dan dilatasi jantung akibat latihan terjadi

pula perubahan-perubahan seperti :

(1) Turunnya frekuensi detak jantung

(2) Bertambahnya volume sekuncup

(3) Kenaikan frekuensi yang lebih kecil pada waktu latihan

(4) Pemulihan kembali ke frekuensi dan desakan pada waktu

istirahat berlangsung lebih cepat.

(c) Perubahan-perubahan lain yang terjadi dalam latihan

Disamping perubahan biokimia dan perubahan

kardiorespirasi, latihan juga menghasilkan perubahan-

perubahan lain yang terpenting seperti :

(1) Perubahan dalam komposisi tubuh

(2) Perubahan dalam kadar kolesterol dan trigliserida

(3) Perubahan dalam tekanan darah

(4) Perubahan dalam aklimatisasi panas

(5) Perubahan-perubahan dalam jaringan penghubung (Fox,

et al, 1988:347-348).

Perubahan fisiologis yang lain, selain dari 3 hal yang

telah dikemukan adalah perubahan-perubahan pada struktur

syaraf. Kebanyakan penelitian tentang pengaruh fisiologis

dari latihan terfokus pada perubahan-perubahan dalam otot

skelet. Meskipun demikian, beberapa penelitian yang

memusatkan perhatian pada motor end plate dan motor

neuron tidak kalah pentingnya, bahkan mungkin lebih

penting, karena ditemukan bahwa susunan-susunan atau

struktur ini menunjukkan perubahan sebagai hasil dari latihan

(Fox, et al, 1984:231).

Perubahan-perubahan ini termasuk adaptasi seluler dan

sub seluler dalam setrukturnya, modifikasi dari transmisi dan

perubahan dalam refleks, bahan kimia dan respon biokimia

(yang terakhir dalam motor neuron itu sendiri).

d. Latihan Plaiometrik

Ciri khas dari latihan plaiometrik adalah adanya peregangan

pendahuluan (pre-streehing) dan tegangan awal (pre-tension) pada saat

melakukan kerja. Latihan ini dikerjakan dengan cepat, kuat eksplosif dan

reaktif. Tipe latihan yang melibatkan unsur-unsur tersebut di atas,

merupakan tipe dari kemampuan daya ledak. Oleh karena itu Radcliffe &

Farentinos (1985:1), mengemukakan bahwa “Latihan plaiometrik

merupakan salah satu metode latihan yang sangat baik untuk

meningkatkan eksplosif koordinasi”. Gerakan-gerakan plaiometrik

dilakukan dengan spektrum yang luas menggunakan koordinasi. Secara

umum latihan plaiometrik memiliki aplikasi yang sangat luas dalam

berbagai kegiatan olahraga, dan secara khusus latihan ini sangat

bermanfaat untuk meningkatkan koordinasi (daya ledak) baik siklik

maupun asiklik.

1) Tujuan Latihan Plaiometrik

Plaiometrik berasal dari bahasa latin ”plyo dan metries” yang

berarti ”measurable increases” atau peningkatan yang terukur Chu

(1992:1). Istilah ini muncul dalam terminologi bahasa Inggris. Hal ini

sebagai akibat tidak tepatnya definisi plaiometrik secara pasti.

Plaiometrik pertama kali dikemukakan oleh salah seorang warga

Amerika yang berfikiran jauh ke depan tentang kepelatihan Atletik

bernama Fred Wilt pada tahun 1975.

Fox, et al (1988:175) mengemukakan bahwa latihan plaiometrik

merupakan bentuk program latihan yang mengkombinasikan suatu

regangan awal pada unit tendon yang diikuti oleh suatu kontraksi

isotonik. Pendapat senada dikemukakan oleh Radcliffe & Farentinos

(1985:3-7) yang menyatakan bahwa latihan plaiometrik adalah suatu

latihan yang memiliki ciri khusus, yaitu kontraksi otot yang sangat

kuat yang merupakan respon dari pembebanan atau regangan yang

cepat dari otot-otot yang terlibat atau disebut juga reflek regang atau

reflek miotetik atau reflek muscle spindle. Sedangkan Chu (1992:1-3)

berpendapat bahwa latihan plaiometrik adalah latihan yang

memungkinkan otot untuk mencapai kekuatan maksimal dalam waktu

yang sesingkat mungkin.

Dari beberapa batasan latihan plaiometrik yang telah

dikemukakan oleh beberapa ahli tersebut di atas pada prinsipnya sama,

bahwa latihan plaiometrik adalah salah satu bentuk latihan yang

didalamnya terdapat kontraksi dan regangan otot secara cepat yang

memungkinkan otot mencapai kekuatan maksimal dalam waktu yang

singkat.

2) Prinsip-Prinsip Latihan Plaiometrik

Dalam kegiatan olahraga, kerja atlet mungkin dikaitkan dengan

tiga jenis kontraksi otot, yaitu: konsentrik (memendek), isometrik

(tetap) dan eksentrik (memanjang). Tipe gerakan dalam latihan

plaiometrik adalah cepat, kuat, eksplosif dan reaktif.

Latihan plaiometrik sebagai metode latihan fisik untuk

mengembangkan kualitas fisik, selain harus mengikuti prinsip-prinsip

dasar latihan secara umum. Juga harus mengikuti prinsip-prinsip

khusus yang terdiri dari :

a) Memberikan regangan pada otot

Tujuan dari pemberian regangan yang cepat pada otot, yaitu

untuk mendapatkan tenaga elastis dan menimbulkan reflek

regangan.

b) Beban lebih yang meningkat (Progresive Overload)

Dalam latihan plaiometrik harus menerapkan beban lebih

dalam hal beban/tahanan, keterampilan teknik dasar dan jarak.

Tahanan atau beban yang overload biasanya pada latihan

plaiometrik diperoleh dari bentuk pemindahan dari anggota badan

atau tubuh yang cepat, seperti menanggulangi akibat jatuh,

meloncat, melambung, memantul dan sebagainya.

c) Kekhususan latihan (Spesific Training)

Dalam latihan plaiometrik harus menerapkan prinsip

kekhususan yaitu: a) Kekhususan terhadap kelompok otot yang

dilatih atau kekhususan neuromuscular, b) Kekhususan terhadap

sistem energi utama yang digunakan dan c) Kekhususan terhadap

pola gerakan latihan (Bompa, 1994:32).

Agar latihan koordinasi dapat memberikan hasil seperti yang

diharapkan, maka latihan harus direncanakan dengan

mempertimbangkan aspek-aspek yang menjadi komponen-

komponennya. Aspek-aspek yang menjadi komponen dalam

latihan plaiometrik tidak jauh berbeda dengan latihan kondisi fisik

yang meliputi: ”(1). Volume, (2). Intensitas yang tinggi, (3).

Frekuensi dan (4). Pulih asal”. (Chu, 1992:14).

3) Bentuk Latihan Plaiometrik

Latihan plaiometrik yang dilakukan untuk meningkatkan

koordinasi mata-tangan harus bersifat khusus yaitu latihan yang

ditujukan untuk otot lengan. Salah satu bentuk latihan yang dapat

digunakan untuk meningkatkan koordinasi mata-tangan dalam latihan

pliometrik adalah medicine ball scoop toss dan medicine ball throw.

Medicine ball scoop toss merupakan latihan plaiometrik yang

dilakukan secara cepat dan eksplosif melibatkan otot lengan, lingkar

bahu dan otot-otot punggung bagian bawah. Gerakannya meloncat

dengan melempar bola medisin keatas dan menangkap kembali, bola

diletakkan diantara kedua tungkai. Medicine ball throw merupakan

latihan dengan gerakan melempar bola medisin ke depan sejauh

mungkin, dengan posisi berlutut dengan kedua lutut ditekuk selebar

bahu, gerakan ini melibatkan otot-otot bahu, lengan, dada dan togok.

Latihan ini menghendaki hampir seluruh koordinasi tubuh, yang

melibatkan otot-otot punggung bawah, fleksor pinggul, lingkar bahu,

lengan dan Quadricep Radcliffe dan Farentinos.

4) Pengaruh Latihan Plaiometrik Terhadap Peningkatan Keterampilan

Teknik Dasar Bolavoli

Pengaruh latihan bersifat khusus dan sesuai dengan karakteristik

tipe kerja dari suatu latihan. Tipe latihan plaiometrik adalah cepat,

eksplosif dan reaktif, tipe ini merupakan tipe kerja dari koordinasi.

Latihan plaiometrik yang dilakukan secara berulang-ulang akan

berpengaruh terhadap otot lengan dan bahu. Otot-otot yang terlibat

harus bekerja secara berulang-ulang dan terus-menerus. Latihan

plaiometrik merupakan latihan yaug cocok unluk meningkatkan

kemampuan meloncat, melompat, melempar, mengayun, mendorong,

menarik, memukul. Karena kemampuan mengayun, mendorong dan

memukul bola dengan cepat merupakan tipe dari latihan yang bersifat

cepat dan eksplosif. Latihan ini merupakan perpaduan antara kekuatan

dan keterampilan teknik dasar yang merupakan unsur dominan di

dalam koordinasi. Sehingga latihan ini sangat baik untuk

meningkatkan koordinasi mata-tangan.

Latihan yang dilakukan secara berulang-ulang dan

berkesinambungan akan berpengaruh terhadap sistem fisiologis dan

neurologi khususnya pada otot lengan, sehingga akan terjadi adaptasi

terhadap gerakan yang dilakukan. Dengan demikian koordinasi mata-

tangan atlet yang bersangkutan dapat meningkat. Hal ini dikarenakan

pola gerakan dan sistem energi yang digunakan sesuai dengan gerakan

dan sistem energi pada koordinasi. Latihan ini dilakukan dengan cepat,

eksplosif dan bertenaga, sehingga cukup melelahkan. Oleh karena itu

peningkatan dosis latihan, sebaiknya diberikan secara bertahap.

Latihan pliometrik diperkirakan menstimulasi berbagai

perubahan dalam sistem neuromuscular, memperbesar kemampuan

kelompok-kelompok otot untuk memberikan respon lebih cepat dan

lebih kuat terhadap perubahan-perubahan yang ringan dan cepat pada

otot, sehingga latihan ini memiliki dan memberi beberapa keuntungan

bagi pelakunya, diantaranya adalah: 1) kecepatan gerakan dalam

latihan lebih tinggi, sehingga sangat baik dan efektif untuk

menghasilkan tenaga pada jenis gerakan (kecepatan gerak jauh lebih

baik), 2) resiko terjadinya cedera otot lebih rendah, sehingga lebih

aman pada saat melakukan latihan, 3) kontrol kesungguhan dan

kebenaran dalam pelaksanaan program latihan lebih mudah, 4)

peningkatan beban latihan lebih tepat, sesuai dengan ketentuan, dan

5) memungkinkan sejumlah peserta untuk berlatih bersama, sehingga

menghemat waktu.

Sedangkan kelemahan dari latihan pliometrik diantaranya adalah:

1) beban latihan relatif ringan, sehingga peningkatan kekuatan lebih

rendah, 2) unsur tantangan lebih rendah, sehingga kurang menarik, 3)

timbulnya kejenuhan pada saat beban latihan semakin bertambah,

karena jenis latihan yang tidak berubah, dan 4) timbulnya kelelahan

yang sangat bagi pelaku.

e. Latihan Berbeban

Latihan beban adalah suatu cara untuk menerapkan prosedur

pengkondisian secara sistematis pada berbagai otot tubuh. Cara

pengkondisian tersebut akan meningkatkan kekuatan, daya tahan, ukuran

otot dan penampilan seseorang. Latihan beban juga dikenal dengan istilah

weight training merupakan latihan fisik yang efektif dengan bantuan alat

berupa besi (dumbell, barbel, stick) untuk meningkatkan kekuatan,

koordinasi, ketahanan otot dan pembentukan otot. Selain itu unsur-unsur

biomotor kekuatan, keterampilan teknik dasar, daya tahan, koordinasi,

fleksibilitas, tidak dapat dipisahkan semuanya saling berhubungan dan

melengkapi. Maka dapat disimpulkan bahwa program latihan berbeban

dapat meningkatkan unsur-unsur biomotor.

1) Prinsip-Prinsip Latihan Berbeban

Dalam olahraga prestasi untuk memperoleh prestasi puncak harus

melalui program latihan yang disusun secara sistematis, teratur,

kontinyu dan menerapkan prinsip-prinsip dasar latihan. Nossek

(1982:10) mengemukakan bahwa latihan yang sistematis adalah

dilakukan secara teratur, latihan tersebut berlangsung beberapa kali

dalam satu minggu, tergantung pada periodisasi latihan dan standar

atlet tersebut. Pelaksanaan latihan harus berpedoman pada prinsip-

prinsip latihan yang benar. Prinsip latihan merupakan garis pedoman

yang hendaknya digunakan dalam latihan yang terorganisir dengan

baik.

Dapat dirangkum dari pendapat tersebut di atas bahwa prinsip

latihan merupakan landasan ilmiah dalam pelatihan yang harus

dipegang erat dalam proses latihan. Diantara prinsip-prinsip latihan

tersebut diantaranya adalah: 1) Prinsip beban lebih 2) Prinsip progresif,

3) Prinsip pengaturan latihan, 4) Prinsip kekhususan program latihan.

Dengan menerapkan prinsip-prinsip tersebut diharapkan dapat

mencapai tujuan yang diharapkan, yaitu mencapai prestasi puncak.

a) Prinsip beban lebih

Latihan fisik pada prinsipnya adalah memberikan tekanan

pada tubuh yang akan dilakukan sedemikian rupa sehingga dapat

meningkatkan kapasitas kemampuan kerja dan mengembangkan

sistem serta fungsi organ tubuh ketingkat standar nilai yang lebih

tinggi.

Beban latihan yang diberikan harus di atas ambang batas

rangsang latihan. Jika latihan tidak ditingkatkan meskipun latihan

dilakukan dengan rutin, prestasi tidak akan meningkat. Lebih lanjut

Harsono (1988:50) mengemukakan bahwa “perkembangan otot

hanyalah mungkin apabila otot-otot tersebut dibebani dengan

tahanan yang kian bertambah berat “. Lebih lanjut dijelaskan pula

bahwa latihan dengan bobot yang ringan tidak akan

mengembangkan kekuatan. Hal ini berarti bahwa seorang atlet

tidak akan meningkat prestasinya jika dalam latihan mengabaikan

prinsip beban berlebih. Kemampuan seorang atlet dapat meningkat

jika mendapat beban latihan yang lebih berat dari beban yang

diterima sebelumnya secara teratur dan kontinyu. Jonath &

Krempel (1987:29) menerangkan bahwa ”peningkatan prestasi

terus menerus hanya dapat dicapai dengan peningkatan beban

latihan“.

Pembebanan yang lebih dapat merangsang penyesuaian

fisiologis dalam tubuh yang dapat mendorong peningkatan

kemampuan otot dalam tubuh. Satu hal yang harus diingat bahwa

beban latihan yang diberikan tidak boleh terlalu berat atau

berlebihan, karena hal ini justru akan berakibat tidak baik terhadap

hasil latihan. Jika beban latihan yang diberikan terlalu berat atau

berlebihan, bukan kemampuan fisik yang meningkat justru

sebaliknya kemungkinan akan terjadi cedera dan penurunan

kemampuan kondisi fisik.

Pendapat tersebut di atas menunjukkan bahwa prinsip beban

lebih bertujuan untuk meningkatkan perkembangan kemampuan

tubuh. Pembebanan latihan yang lebih berat dari sebelumnya

tersebut akan merangsang tubuh untuk beradaptasi dengan beban

tersebut, sehingga kemampuan tubuh akan meningkat.

Kemampuan tubuh yang meningkat dimungkinkan akan mampu

mencapai prestasi yang lebih baik.

b) Prinsip Progresif

Agar latihan dapat dirasakan kemajuannya maka beban yang

diberikan haruslah progresif. Disini yang dimaksud dengan

peningkatan beban secara progresif adalah peningkatan beban

secara teratur dan bertahap, sedikit demi sedikit. Dengan

pemberian beban secara bertahap yang kian hari kian meningkat

jumlah pembebanannya. Hal ini akan memberikan efektifitas

kemampuan fisik. Peningkatan beban latihan harus tepat

disesuaikan dengan tingkat kemampuan fisiologis dan psikologis

atlet serta ditingkatkan setahap demi setahap. Keuntungan

penggunaan prinsip peningkatan beban secara progresif adalah

otot-otot tidak akan terasa sakit. Peningkatan beban lebih

diterapkan paling tidak setelah dua atau tiga kali latihan.

Menurut Bompa (1994:44) bahwa prinsip peningkatan beban

secara bertahap merupakan dasar dari semua perencanaan latihan

olahraga mulai dari siklus mikro sampai siklus olimpiade, dan

harus diterapkan bagi semua atlet tanpa memandang tingkat

prestasinya. Keterampilan seseorang untuk memperbaiki

prestasinya, tergantung pada teknik dasar dan cara bagaimana dia

meningkatkan beban latihannya. Tetapi harus diingat apabila beban

latihan yang diberikan selamanya terus menerus dan linear, maka

akan terjadi kemerosotan dari segi fisik dan psikologis atlet,

sehingga prestasinya akan menurun. Suatu pembebanan latihan

yang mendadak tajam, akan memepengaruhi toleransi kemampuan

adaptasi tubuh, keseimbangan fisiologis dan psikologis atlet. Untuk

itu beban latihan yang diberikan harus diikuti oleh fase tanpa

beban, dimana pada fase ini organ tubuh akan menyesuaikan diri

dan terjadi regenerasi fungsi organ tubuh. Hal ini sangat diperlukan

untuk persiapan peningkatan beban latihan yang baru. Keadaan ini

harus mempertimbangkan juga kebutuhan setiap atlet, keterampilan

teknik dasar penyesuaian serta kalender pertandingan.

c) Prinsip Pengaturan Latihan

Prinsip ini berkaitan mengenai pengaturan tahapan latihan.

Latihan harus dilakukan secara teratur dan kontinyu, hal ini

dimaksudkan agar terjadi adaptasi terhadap jenis ketrampilan yang

dipelajari. Hal ini diterapkan misalnya pada latihan berbeban,

dimana kelompok otot yang besar harus dilatih terlebih dahulu

sebelum otot-otot yang kecil. Hal ini diterapkan agar kelompok

otot kecil tidak mengalami kelelahan terlebih dahulu. Penerapan

aturan ini mempunyai tujuan bahwa otot-otot yang lebih kecil

mempunyai kecenderungan lebh cepat lelah bila dibandingkan

otot-otot besar. Oleh sebab itu untuk menentukan beban lebih yang

tepat yaitu dengan mendahulukan melatih otot-otot besar terlebih

dahulu. Kemudian setelah itu melatih otot-otot yang besar.

Contohnya kelompok otot pada kaki dan kelompok otot pada paha

dilatih terlebih dahulu, dari pada kelompok otot bagian lengan

yang lebih kecil.

d) Prinsip kekhususan

Pengaruh yang dtimbulkan akibat latihan bersifat khusus,

sesuai dengan karakteristik kondisi fisik, pola gerakan dan sistem

energi yang digunakan selama latihan. Latihan yang ditujukan pada

unsur kondisi fisik atau teknik dasar tertentu hanya akan

memberikan pengaruh besar terhadap komponen kondisi fisik atau

teknik dasar yang dipelajari.

Oleh karena itu program latihan yang dilakukan harus bersifat

khusus, disesuaikan dengan tujuan yang akan dicapai. Kekhususan

tersebut menyangkut sistem energi serta pola gerakan

(keterampilan) yang sesuai dengan unsur fisik maupun nomor yang

dikembangkan.

Hal-hal lain yang perlu diperhatikan dalam latihan adalah

jumlah latihan dan beban latihan yang meliputi intensitas, repetisi,

jumlah set dan recovery.

1) Jumlah latihan

Jumlah ini merupakan kunci dari efektifitas latihan.

Penetapan jumlah latihan ini sering dilupakan oleh beberapa

pelatih. Untuk dapat menyeleksi latihan yang akan diberikan

perlu dipertimbangkan beberapa aspek diantaranya:

a) Umur dan tingkat penampilan.

b) Kebutuhan dari cabang olahraga.

c) Fase latihan.

2) Beban latihan

Jumlah beban yang digunakan atau diangkat dalam

mengembangkan koordinasi, terdiri dari :

a) Jumlah repetisi

Yang dimaksud dengan repetisi adalah ulangan

angkatan yang akan dilakukan pada waktu angkat beban.

b) Jumlah set

Setiap jumlah ulangan tersebut disebut set, misalnya 2

set dengan 6 repetisi, maksudnya adalah dengan melakukan

angkatan sebanyak 6 kali diselingi istirahat kemudian

melakukan ulangan sebanyak 6 kali lagi

3) Bentuk Latihan Berbeban Untuk Meningkatkan Keterampilan

Teknik Dasar Bolavoli

Bentuk latihan berbeban yang digunakan untuk

meningkatkan keterampilan teknik dasar harus melibatkan

kelompok otot lengan dan bentuk latihan yang sesuai untuk

meningkatkan koordinasi mata-tangan yang melibatkan

kelompok otot tersebut diantaranya adalah straight arm pull

over dan forward raise. Latihan straight arm pull over adalah

latihan yang dilakukan dengan sikap awal berbaring terlentang

di atas bangku kedua lengan lurus ke belakang kepala dengan

memegang beban. Gerakannya: beban diangkat sampai tegak

lurus bangku dengan kedua lengan tetap lurus. Latihan forward

raise adalah latihan yang dilakukan dengan sikap awal berdiri

tegak tangan memegang dumbbell, gerakannya yaitu putar

tangan arah pronasi kemudian kearah supinasi.

4) Pengaruh Latihan Berbeban Terhadap Peningkatan

Keterampilan Teknik Dasar Bolavoli.

Latihan berbeban latihan yang memberikan pembebanan

terhadap otot lengan, selama latihan otot-otot tubuh khususnya

otot lengan terlibat dalam gerakan melawan beban dilakukan

secara berulang-ulang. Otot-otot lengan atlet harus bekerja

untuk melawan beban secara berulang-ulang dan terus-

menerus. Otot-otot yang terlibat dapat beradaptasi terhadap

beban, sehingga keterampilan teknik dasar dan kekuatan otot

dapat meningkat. Peningkatan kekuatan otot ini dapat terjadi

akibat adanya pembesaran otot. Latihan beban secara teratur

dan pola makan yang baik menyebabkan otot menjadi kuat,

dapat memikul beban yang lebih berat, rasa lelah berkurang,

sistem neuromuskuler berfungsi lebih baik, otot dapat bergerak

lebih cepat dalam berbagai pola gerakan. Otot yang terlatih

dapat menjadi lebih besar, sehingga keterampilan teknik dasar

dan kekuatan otot pun akan meningkat.

Latihan berbeban memberikan beberapa keuntungan

diantaranya adalah: 1) peningkatan keterampilan teknik dasar

bolavoli yang cukup besar, 2) dengan adanya beban tambahan

dari luar, lebih memberikan tantangan bagi pelaku sehingga

dapat meningkatkan semangat dan motivasi dalam latihan, 3)

kontrol kesungguhan dan kebenaran dalam pelaksanaan

program latihan lebih mudah, 4) dapat dirancang untuk

berbagai keperluan dan 5) prinsip overload benar-benar

terlihat.

Sedangkan kelemahan dari latihan berbeban ini

diantaranya adalah: 1) kecepatan gerak otot lengan dalam

keterampilan teknik dasar bolavoli terabaikan karena beban

terlalu berat sehingga peningkatan kecepatan lebih rendah, 2)

resiko terjadinya kelelahan dan cedera otot lebih besar, 3)

peningkatan beban latihan, kadang-kadang tidak sesuai dengan

perhitungan karena berat beban yang tersedia ukurannya

terbatas dan 4) timbulnya kejenuhan saat melakukan latihan.

Namun demikian latihan ini pun juga dapat digunakan untuk

meningkatkan power.

Tabel 2. Perbedaan Latihan Pliometrik dan Berbeban Untuk Peningkatan Keterampilan Teknik Dasar Bolavoli

METODE LATIHAN

LATIHAN BERBEBAN LATIHAN PLIOMETRIK Kelebihan: Kelebihan: 1. Peningkatan keterampilan teknik

dasar bolavoli yang cukup besar. 2. Dengan adanya beban tambahan

dari luar, lebih memberikan tantangan bagi pelaku sehingga dapat meningkatkan semangat dan motivasi dalam latihan.

3. Kontrol kesungguhan dan kebenaran dalam pelaksanaan program latihan lebih mudah.

4. Dapat dirancang untuk berbagai keperluan.

5. Prinsip overload benar-benar terlihat.

1. Kecepatan gerakan dalam latihan lebih tinggi, sehingga kecepatan gerak jauh lebih baik.

2. Resiko terjadinya cedera otot lebih rendah, sehingga lebih aman pada saat melakukan latihan.

3. Kontrol kesungguhan dan kebenaran dalam pelaksanaan program latihan lebih mudah.

4. Peningkatan beban latihan lebih tepat, sesuai dengan ketentuan.

5. Memungkinkan sejumlah peserta untuk berlatih bersama, sehingga menghemat waktu.

Kelemahan: Kelemahan: 1. Kecepatan gerak otot lengan

terabaikan sehingga peningkatan keterampilan teknik dasar bolavoli lebih rendah.

2. Resiko terjadinya kelelahan dan cedera otot lebih besar.

3. Peningkatan beban latihan, kadang-kadang tidak sesuai perhitungan karena ukuran berat beban yang tersedia terbatas.

4. Timbulnya kejenuhan saat melakukan latihan.

1. Beban latihan relatif lebih ringan, sehingga peningkatan keterampilan teknik dasar bolavoli lebih rendah dan tidak optimal.

2. Unsur tantangan lebih rendah, sehingga kurang menarik.

3. Timbulnya kejenuhan pada saat beban latihan semakin bertambah, karena jenis latihan yang tidak berubah.

4. Timbulnya kelelahan yang sangat bagi pelaku.

2. Koordinasi Mata-Tangan

Koordinasi adalah suatu kemampuan biomotorik yang sangat kompleks.

Koordinasi erat hubungannya dengan keterampilan teknik dasar, kekuatan,

daya tahan, dan fleksibilitas dan sangat penting untuk mempelajari dan

menyempurnakan teknik dan taktik. Menurut Barrow dan McGee dalam

Harsono (1988:219) bahwa dalam koordinasi termasuk juga agilitas, balance

(keseimbangan), dan kinestetic sence. Koordinasi penting kalau kita berada

dalam situasi dan; lingkungan yang asing seperti misalnya dalam perubahan

lapangan pertandingan, peralatan dan sebagainya yang dihadapi didalam

pertandingan. Demikian pula, koordinasi penting untuk orientasi ruang, seperti

pada waktu berada di udara misalnya pada saat salto dalam senam atau loncat

indah.

Pengertian dari koordinasi menurut beberapa ahli seperti menurut

Suharno (1993:61) bahwa “koordinasi adalah kemampuan atlet untuk

merangkaikan beberapa gerak menjadi satu gerakan yang utuh dan selaras”.

Barrow dan McGee yang dikutip oleh Harsono (1988:220) memberikan

batasan mengenai koordinasi yaitu “kemampuan untuk memadukan berbagai

macam gerakan kedalam satu atau lebih pola gerak khusus”. Dengan demikian

kesimpulan dan pendapat-pendapat tersebut ialah koordinasi merupakan

kemampuan dari dua atau lebih organ tubuh yang bergerak dengan suatu pola

gerakan tertentu.

Broer dan Zernicke dalam Harsono (1988:221) menjelaskan bahwa

koordinasi adalah kemampuan untuk mengkombinasikan beberapa gerakan

tanpa ketegangan, dengan urutan yang benar dan melakukan gerakan yang

kompleks secara mulus tanpa pengeluaran energi yang berlebihan. Dengan

demikian hasilnya adalah gerakan yang efisien, halus, mulus (smooth) dan

terkoordinasi dengan baik.

Berdasarkan pendapat di atas, jelas bahwa rumusan koordinasi

merupakan salah satu unsur yang penting untuk keterampilan gerak motorik.

Tingkat koordinasi atau baik tidaknya koordinasi gerak seseorang tercermin

dalam kemampuannya untuk melakukan suatu gerakan secara mulus, tepat dan

efisien. Seorang atlet dengan koordinasi yang baik bukan hanya mampu

melakukan suatu keterampilan secara sempurna, akan tetapi juga mudah dan

cepat dapat melakukan keterampilan yang masih baru baginya. Disamping itu

juga dapat mengubah secara cepat dari pola gerak yang satu ke pola gerak

yang lain sehingga gerakannya menjadi efisien. Atlet yang koordinasinya

tidak baik biasanya melakukan gerakan-gerakannya secara kaku, dengan

ketegangan dan dengan energi yang berlebihan sehingga tidak efisien.

Dalam koordinasi gerak, keterampilan teknik dasar, kekuatan, daya

tahan, kelentukan, kinesthetic sense, keseimbangan dan ritme kesemuanya

memberikan sumbangan atau pengaruh yang tidak dapat diabaikan. Bila salah

satu unsur tidak ada atau kurang berkembang, maka hal ini akan berpengaruh

terhadap kesempumaan koordinasi.

Pusat pengatur koordinasi di otak kecil (cerebulum) dengan proses dari

pusat syaraf ke syaraf tepi ke indera dan terus ke otot untuk melaksanakan

gerak yang selaras dan utuh otot sinergis dan antagonis. Menurut Suharno

(1993:62). Koordinasi mempunyai kegunaan sebagai:

1) Mengkoordinasikan beberapa gerakan agar menjadi satu gerakan yang utuh dan serasi.

2) Efisiensi dan efektif dalam penggunaaan tenaga. 3) Untuk menghindari terjadinya cedera. 4) Mempercepat berlatih, menguasai teknik. 5) Dapat untuk memperkaya taktik dalam bertanding.

6) Kesiapan mental atlet lebih mantap untuk menghadapi pertandingan.

Seorang atlet dengan koordinasi yang baik bukan hanya mampu

melakukan suatu keterampilan secara sempurna, akan tetapi juga mudah dan

cepat dapat melakukan keterampilan yang baru baginya. Atlet juga dapat

mengubah dan berpindah secara cepat dari pola gerak yang satu ke pola gerak

yang lain sehingga gerakannya menjadi efisien.

Koordinasi gerakan itu sendiri dapat berbagai macam seperti koordinasi

mata-kaki (foot-eye coordination) seperti misalnya dalam keterampilan

menendang bola, atau koordinasi mata-tangan (eye-hand coordination) seperti

misalnya keterampilan melempar suatu objek ke sasaran tertentu. Beberapa

aktivitas membutuhkan koordinasi menyeluruh (over-all coordination) dari

tubuh, misalnya keterampilan senam. Dan koordinasi yang digunakan dalam

penelitian ini adalah koordinasi mata-tangan. Jadi yang dimaksudkan dengan

kordinasi mata-tangan dalam penelitian ini adalah kordinasi antara mata

(penglihatan) dengan gerakan tangan dalam melakukan servis bolavoli.

a. Latihan Koordinasi

Latihan yang baik untuk memperbaiki koordinasi adalah dengan

melakukan berbagai variasi gerak dan keterampilan. Atlet-atlet yang

mempunyai spesialisasi suatu cabang olahraga tertentu, sebaiknya

dilibatkan dalam keterampilan dalam berbagai cabang olahraganya atau

cabang olahraga lain. Atlet harus banyak dilatih dengan keterampilan-

keterampilan baru dari cabang olahraganya atau cabang olahraga lain.

Kalau tidak, koordinasinya tidak akan berkembang dan kemampuan untuk

belajar gerak baru akan menurun. Dalam melatih keterampilan-

keterampilan, faktor kesulitan dan kompleksitas gerakan harus senantiasa

ditingkatkan. Koordinasi paling mudah dikembangkan pada anak usia

muda, yaitu pada waktu kemampuan adaptasi nervous sistemnya lebih

baik dari pada kepunyaan orang dewasa (Bompa dalam Harsono,

1988:222).

Menurut Harre yang dikutip Harsono (1988:223) dalam latihan

koordinasi dianjurkan latihan-latihan koordinasi harus mencakup:

1) Latihan-latihan dengan perubahan keterampilan teknik dasar dan irama.

2) Latihan-latihan dalam kondisi lapangan dan peralatan yang berubah-ubah. Memperkecil dan memperluas lapangan.

3) Kombinasi berbagai latihan senam. 4) Kombinasi berbagai permainan. 5) Latihan-latihan untuk mengembangkan reaksi. 6) Lari halang-rintang dalam waktu tertentu. 7) Latihan di depan kaca, latihan keseimbangan, latihan dengan mata

tertutup 8) Melakukan gerakan-gerakan yang kompleks pada akhir latihan. 9) Latihan keseimbangan segera setelah melakukan rol beberapa kali

atau setelah berputar-putar di tempat.

Dengan memperhatikan ciri-ciri dalam melakukan latihan

koordinasi, maka bentuk latihan-latihan koordinasi antara lain:

1) Melatih gerak yang simultan dari yang mudah ke yang sulit, dari

tempo lambat ke tempo yang cepat, dari gerak yang sederhana ke

gerak yang kompleks.

2) Bentuk latihan yang mengkoordinasikan kerja pusat syaraf, syaraf tepi,

indera dan otot secara berulang-ulang.

3) Kombinasi gerak kanan dan kiri dari tangan dan kaki serta berulang-

ulang.

4) Lari berkelok-kelok dengan rintangan-rintangan tiang tonggak

membentuk empat persegi panjang.

b. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Latihan Koordinasi

Selain memperhatikan ciri-ciri dari latihan koordinasi, masalah-

masalah yang perlu diperhatikan dalam latihan ini, seperti pengertian

inervasi resiproke yaitu suatu pacuan yang datangnya bersamaan dengan

yang satu negatif dan yang lainnya positif. Otot-otot sinergis dan antagonis

bekerja sama secara harmonis untuk menghasilkan koordinasi yang baik.

Kelincahan, keseimbangan dan kelentukan perlu ditingkatkan sebaik-

baiknya untuk mendukung koordinasi berkualitas tinggi. Hampir semua

cabang olahraga memerlukan koordinasi, gerakan-gerakan yang kompleks

meskipun kadar kesulitan dan kebutuhannya berbeda-beda untuk tiap-tiap

cabang olahraga. Melatih kemampuan sebaiknya sejak umur dini dalam

proses pengayaan gerak sebagai dasar keterampilan pada atlet yunior dan

senior.

3. Keterampilan Teknik Dasar Bolavoli

Salah satu tujuan pemberian program pendidikan jasmani kepada atlet

adalah agar atlet menjadi terampil dalam melakukan aktifitas fisik olahraga.

Atlet yang memiliki keterampilan kemampuan individu dalam menggunakan

gerakan otot atau gerakan tubuh akan mensukseskan pelaksanaan beberapa

keterampilan dan teknik olahraga secara tepat untuk mencapai tujuan dalam

jangka waktu sesingkat mungkin. Semakin baik penguasaan gerak

keterampilan seseorang, maka pelaksanaannya akan semakin efisien

(Sugiyanto dan Sudjarwo, 1994:249).

Rusli (1988:96) menjelaskan keterampilan adalah kemampuan untuk

menggunakan satu atau beberapa teknik secara tepat, baik dari segi waktu

maupun situasi. Schmidt (1991:5) memberikan batasan keterampilan sebagai

kemampuan individu untuk mencapai tujuan dalam jangka waktu yang

minimum.

Permainan bolavoli merupakan permainan dengan memukul bola secara

serentak atau langsung, artinya bola di voli sebelum jatuh ke tanah atau lantai,

dengan memainkan atau memantulkan bola sebanyak-banyaknya tiga kali dan

tidak dibenarkan setiap pemain memainkan bola di udara sebanyak dua kali

berturut-turut. Permainan ini dimainkan dua regu, masing-masing regu terdiri

atas enam pemain. Dimana setiap pemain berusaha untuk memvoli setiap bola

yang datang, baik dengan jari-jari tengah maupun dengan satu tangan atau

kedua belah tangan, dengan tujuan menyelamatkan bola di lapangan sendiri

dan menyerang ke lapangan lawan.

Teknik dasar merupakan faktor penting yang harus diperhatikan dalam

keterampilan bermain bolavoli, dengan teknik yang baik dan benar akan

berdampak pada produktifitas dan efektifitas dalam permainan bolavoli.

Dalam bahasa sederhananya untuk dapat bermain bolavoli dengan baik dan

benar seorang pemain harus dapat menguasai teknik dasar permainan bolavoli

dengan terampil. Beutelstahl (2003:9), menjelaskan teknik-teknik dasar

permainan bolavoli meliputi: (1) servis; (2) pass bawah; (3) pass atas; (4)

smas; (5) blok; (6) pertahanan.

Sementara Durrwachter (1990:82) mengemukakan, “tahap awal

permainan bolavoli sudah memadai apabila pemain telah menguasai teknik

dasar yang terdiri dari servis dan passing. Pengertian teknik menurut

Scrhreiter dalam Suharno (1993:11) adalah: ”suatu proses melahirkan

keaktifan jasmani dan pembuktian suatu praktek dengan sebaik mungkin

untuk menyelesaikan tugas yang pasti dalam cabang permainan bolavoli.

Adapun teknik-teknik dasar dalam permainan bolavoli, adalah:

1. servis

2. passing

3. smash

4. umpan

5. bendungan/block

Di bawah ini akan dijelaskan sebagai berikut:

1) Teknik Dasar Servis Atas

Servis atas adalah teknik dasar servis yang dilakukan dengan

perkenaan bola di atas kepala. Teknik servis atas memiliki tingkat

kesulitan yang lebih tinggi. Tujuan utama melakukan servis dari atas

adalah mempercepat laju bola menukik dari atas ke bawah. Menurut Viera

& Fergusson (1996:27), servis atas paling efektif, karena sulit

menangkisnya. Jalannya bola berbeda-beda tergantung bagian mana dari

bola yang terkena pukul.

Teknik dasar servis atas yang ada dalam permainan bolavoli terdiri

dari beberapa macam, menurut Yunus (1992:111) terdiri dari, “(1) Tenis

servis, (2) Floating, dan (3) Cekis”. Jenis servis atas pada permainan

bolavoli dapat pula diklasifikasikan berdasarkan hasil putaran bola.

Putaran bola yang dihasilkan merupakan pengaruh yang ditimbulkan oleh

adanya gerakan telapak tangan pada saat melakukan pukulan servis. Atas

dasar putaran bola yang dihasilkan dari pukulan servis atas dapat

dibedakan menjadi 5 yaitu, (a) Top spin, (b) Back spin, (c) In side spin, (d)

Out side spin, dan (e) Float. Back spin adalah servis dengan arah putaran

bola ke belakang. Apabila arah putaran bola hasil servis tersebut ke arah

samping dalam disebut inside spin, sedangkan ke arah samping luar

disebut outside spin. Top spin merupakan servis dengan arah putaran bola

ke depan. Sedangkan float merupakan servis bola mengapung (tanpa

putaran).

Teknik servis atas ini memiliki kecepatan dan tingkat kesulitan yang

lebih tinggi dari pada teknik servis bawah. Untuk dapat melakukan servis

atas dengan baik pemain harus menguasai teknik dasar yang ada dengan

baik. Menurut Beutelstahl (2003:10) bahwa, “Setiap jenis servis itu dibagi

dalam tiga tahap, (1) Tahap pertama: melempar bola ke atas throw-up, (2)

tahap kedua: memukul bola hitting the hall, (3) tahap ketiga gerakan akhir

follow-throught”. Adapun menurut Yunus (1992:111) tcknik dasar servis

terdiri dari tiga tahap yaitu “(a) sikap permulaan, (b) gerak pelaksanaan

dan (c) gerak lanjutan (follow throught)”. Teknik pelaksanaan tiap tahapan

servis atas adalah:

(1) Sikap permulaan

Ambil sikap berdiri dengan kaki kiri berada lebih ke depan dari

pada kaki kanan dan kedua lutut sedikit ditekuk. Tangan kiri dan kanan

bersama-sama memegang bola. Tangan kiri menyangga bola

sedangkan tangan atas memegang bagian atas bola. Bola

dilambungkan dengan tangan kiri ke atas sampai ketinggian kurang

lebih setengah meter di atas kepala. Tangan kanan segera ditarik ke

belakang atas kepala, dengan telapak tangan menghadap ke depan.

(2) Gerak pelaksanaan

Setelah tangan kanan berada di belakang atas kepala dan bola

berada sejangkauan tangan maka bola segera dipukul dengan cara

memukul seperti pada smash. Saat perkenaan telapak tangan dengan

bola, posisi telapak tangan terbuka membentuk lengkung bola dan

berada di belakang atas bola. Setelah bola berhasil dipukul maka bola

menjadi top spin selama menjalani lintasannya. Sewaktu akan

melakukan servis perhatian harus selalu terpusat kepada bola. Lecutan

tangan dan lengan sangat diperlukan dalam tenis servis ini dan bila

perlu dibantu gerakan togok ke arah depan sehingga bola akan

memutar lebih banyak. Pada waktu lengan dilecutkan siku jangan

sampai ikut tertarik ke bawah.

(3) Gerak Lanjut (follow throught)

Setelah tangan kanan memukul bola maka dilanjutkan dengan

melangkah ke depan masuk ke dalam lapangan permainan dan

mengambil sikap normal. Setiap pemain harus melakukan tiga tahapan

servis tersebut dengan baik. Untuk mendapatkan hasil servis yang

baik, pemain harus dapat melakukan gerakan servis atas dengan

koordinasi gerak yang baik.

Gambar 5. Gerakan Servis Atas

(Yunus, 1992:117)

Gerakan servis harus ritmis, mulai dari persiapan, pukulan dan

gerakan lanjutan yang harus dilakukan dengan tidak terpotong-potong

dan kaku. Salah satu hal yang sangat penting yang juga harus

diperhatikan adalah sikap tangan pada saat mengenai (impact) bola.

Pada saat tangan mengenai bola, tangan harus ditegangkan agar

pantulan bola dari tangan menjadi kencang (tidak lemah).

2) Strategi Pelaksanaan Servis

Kecermatan melakukan servis ikut menentukan terhadap jalannya

pertandingan. Saat melakukan servis harus benar-benar siap dan cermat,

sehingga konsentrasi pada saat melakukan servis harus diperhatikan.

Menurut Beutelstahl (2003:66) bahwa pendekatan taktik secara individual

dalam servis terdiri dari elemen-elemen sebagai berikut:

a) Pemain berjalan dengan tenang menuju area tempat melancarkan servis.

b) Ia berkonsentrasi dahulu sebelum mulai melancarkan servis. c) Ia memperhatikan dahulu pihak lawannya: pemain yang manakah

yang akan diberi bola servis itu, bagaimana posisi para lawan.

Agar dapat menjadikan servis sebagai taktik serangan secara

individual konsentrasi pemain sebelum melakukan servis adalah sangat

penting. Di samping itu kontrol terhadap arah bola juga sangat penting.

Mengingat besarnya manfaat servis, teknik servis perlu dilatihkan dengan

sungguh-sungguh.

Pemain yang melakukan servis perlu mengupayakan agar hasil servis

yang dilakukan menjadi sulit diterima lawan. Agar servis yang dihasilkan

sulit diterima lawan. Menurut Suharno (1993:54) server harus

memperhatikan hal-hal sebagai berikut:

a) Arahkan servis ke penerima yang lemah penguasaan teknik passing.

b) Servislah ke tempat yang kosong. c) Pergunakanlah teknik servis float, kemudian ganti-ganti teknik

servis cekis yang keras. d) Arahkan servis ke pemain yang sedang bergerak. e) Arahkan ke sasaran sudut datang bola yang sukar, agar penerima

sulit untuk memberikan bola ke pengumpan.

f) Perhitungkan arah angin, sinar matahari dan timing pukulan setelah ada tanda peluit dari wasit.

Berkaitan strategi pelaksanaan servis bolavoli, Beutelstahl (2003:66)

mengemukakan bahwa sedapat mungkin seorang server harus melancarkan

servisnya kepada pemain pihak lawan yang paling lemah. Kecuali itu ia

harus cermat mencari tempat-tempat di pihak lawan yang kurang terjaga

dengan baik, antara lain:

a) Di daerah net

b) Di daerah sisi

c) Di belakang.

Kecepatan, ketepatan dan keakuratan penempatan bola pada

pelaksanaan servis merupakan hal yang pokok untuk memperoleh hasil

yang optimal. Apabila pemain mengarahkan servisnya ke tempat yang

tidak dijaga atau pemain yang paling lemah, maka itu merupakan hal yang

menyulitkan bagi regu lawan.

Mengingat pentingnya peranan teknik servis tersebut, maka tiap

pemain harus memiliki kemampuan servis yang sulit diterima lawan dan

mematikan. Tiap pemain tersebut harus memiliki penguasaan teknik servis

dengan baik. Pelatih harus memberikan pembelajaran dan latihan servis

pada para pemainnya secara intensif dengan program latihan yang benar.

3) Karakteristik Keterampilan Servis Bolavoli

Keterampilan teknik servis bolavoli merupakan kualitas penampilan

pemain dalam melakukan tugas gerak dalam servis bolavoli. Gerakan

servis bolavoli dilakukan dari sikap berdiri siap memegang bola,

selanjutnya melemparkan bola, memukul bola dan gerak lanjutan.

Pengembangkan keterampilan gerak servis bolavoli perlu dipahami

karakteristik dan klasiflkasi gerakan servis bolavoli. Menurut Sugiyanto

(1997:289) bahwa keterampilan dapat diklasifikasikan menjadi tiga yaitu:

“(a) klasiflkasi berdasarkan kecermatan gerakan. (b) klasiflkasi

berdasarkan perbedaan titik awal dan akhir gerakan dan (c) klasiflkasi

berdasarkan stabilitas lingkungan”. Menurut Rusli (1988:193-199) bahwa

keterampilan dapat diklasifikasikan ke dalam beberapa kategori yaitu: (1)

keterampilan kasar dan halus (gross and fine), (2) keterampilan diskrit,

serial dan kontinus, (3) keterampilan terbuka dan tertutup (open and closed

skills)”.

Berdasarkan kecennatan gerakan, keterampilan dapat

diklasifikasikan menjadi yaitu keterampilan kasar dan halus (gross and

fine). Keterampilan kasar dan halus merupakan klasifikasi keterampilan

berdasarkan jumlah otot yang terlibat dan kadar energi yang digunakan.

Makin besar otot-otot yang terlibat dan makin banyak energi yang

digunakan, maka keterampilan ini disebut keterampilan kasar, sedangkan

keterampilan halus merupakan kebalikannya. Berdasarkan hal tersebut

maka gerakan keterampilan servis bolavoli termasuk keterampilan

perpaduan antara keterampilan gerak kasar dan gerak halus.

Keterampilan dapat diklasifikasikan berdasarkan perbedaan titik

awal dan akhir gerakan. Menurut Sugiyanto (1997:290) bahwa

berdasarkan perbedaan titik awal dan akhir gerakan keterampilan gerak

bisa dibedakan menjadi 3 kategori, yaitu:

a) Keterampilan gerak diskret (discrete motor skills).

b) Keterampilan gerak serial (serial motor skills).

c) Keterampilan gerak kontinyu (continuous skills).

Keterampilan gerak diskret adalah keterampilan gerak dimana dalam

pelaksanaannya bisa dibedakan secara jelas titik awal dan titik akhir dari

gerakan. Keterampilan gerak serial merupakan keterampilan gerak diskret

yang dilakukan beberapa kali secara berlanjut. Keterampilan gerak

kontinyu adalah keterampilan gerak yang tidak bisa dengan mudah

ditandai titik awal atau titik akhir dari gerakannya. Gerakan servis bolavoli

termasuk keterampilan gerak diskret, karena jelas titik awal dan akhirnya.

Titik awal gerakan servis yaitu pada saat pelaku berdiri dengan sikap siap

dan memegang bola, sedangkan titik akhirnya adalah pada saat pelaku

sudah memukul bola dan melakukan gerak lanjutan.

Keterampilan gerak dapat pula diklasifikasikan berdasarkan sifat

objek dan stabilitas lingkungan. Berdasarkan sifat objek dan stabilitas

lingkungan (Rusli & Suherman, 2000:57) bahwa keterampilan dapat

diklasifikasikan ke dalam tiga kategori, yaitu: keterampilan tertutup

(closed skills), keterampilan tertutup yang digunakan pada lingkungan

yang berbeda-beda, dan keterampilan terbuka (open skills)”. Keterampilan

tertutup yaitu keterampilan yang dilakukan pada lingkungan yang tetap

dan tidak berubah-ubah. Keterampilan terbuka yaitu keterampilan yang

dilakukan pada lingkungan yang berubah-ubah. Keterampilan servis

bolavoli merupakan keterampilan tertutup karena dilakukan pada

lingkungan yang tidak berubah-ubah. Bola yang dipukul pada saat servis

dilemparkan sendiri oleh pemain.

4) Teknik Dasar Servis Tangan Bawah

Servis tangan bawah adalah suatu usaha memasukkan bola ke daerah

lawan oleh pemain yang berada di daerah servis untuk memukul bola

dengan satu tangan di bawah pinggang atau kira-kira setinggi pinggang.

Servis ini sering digunakan oleh pemain pemula dan pemain wanita.

Karena menurut Robinson (1997:36) bahwa “untuk pemain baru, servis

tangan bawah merupakan cara yang paling mudah”.

Pada dasarnya pelaksanaan servis bawah sama dengan pelaksanaan

servis atas. Perbedaannya adalah hanya pada saat perkenaan bola dengan

tangan. Dimana servis bawah perkenaannya di bawah bahu, sedangkan

servis atas perkenaannya di atas kepala. Menurut Beutelstahl (2003:9)

bahwa ”setiap jenis servis itu dibagi dalam tiga tahap: (1) Tahap pertama:

melempar bola ke atas throw-up. (2) Tahap kedua: memukul bola hitting

the ball. (3) Tahap ketiga gerakan akhir follow-throught”. Adapun

menurut Yunus (1992:111) teknik dasar servis terdiri dari tiga tahap yaitu

“(a) sikap permulaan, (b) gerak pelaksanaan dan (c) gerak lanjutan (follow

throught)”.

Setiap pemain harus melakukan tiga tahapan servis tersebut dengan

baik. Untuk mendapatkan hasil servis yang baik, pemain harus dapat

melakukan gerakan servis atas dengan koordinasi gerak yang baik.

Beutelstahl (2003:10), menguraikan tahap-tahap pelaksanaan servis bawah

sebagai berikut :

Tahap pertama : Fase throw-up (melempar bola). Berat badan ditempatkan pada kaki sebelah belakang. Lengan digerakkan ke belakang dan ke atas (lengan pemain).

Tahap kedua : Fase hitting the ball. Lengan bermain (lengan yang digunakan untuk memukul bola. Dengan istilah asing disebut striking arm. Lengan kanan untuk pemain kanan dan lengan kiri untuk pemain kidal) diayunkan ke bawah, dari belakang ke depan dan memukul bola yang telah dilemparkan rendah-rendah. Sementara itu berat badan dipindahkan ke kaki sebelah depan. Bola dipukul telapak tangan terbuka, pergelangan tangan sekaku mungkin.

Tahap ketiga : Fase follow throught. Lengan bermain terus mengikuti arah bola. Pemain cepat-cepat pindah ke posisi yang baru di lapangan.

Viera & Fergusson (1996:30) mengemukakan mengenai pelaksanaan

servis bawah adalah sebagai berikut :

Gambar 6. Pelaksanaan Servis Lengan Bawah (Viera & Fergusson, 1996:30)

a. Persiapan b. Eksekusi c. Gerakan Lanjutan 1. Kaki dalam posisi

melangkah dengan santai

1. Ayunkan lengan ke belakang

1. Ayunkan lengan ke arah bagian atas net.

2. Berat badan terbagi dengan seimbang

2. Pindahkan berat badan ke kaki belakang

2. Pindahkan berat badan ke kaki depan

3. Bahu sejajar dengan net

3. Ayunkan lengan ke depan

3. Bergerak ke lapangan pertandingan

4. Pegang bola setinggi pinggang atau lebih rendah

4. Pindahkan berat badan ke kaki depan

5. Pegang bola di depan tubuh

5. Pukul bola dengan pergelangan tangan terbuka

6. Gunakan telapak tangan terbuka

6. Pukul bola pada posisi setinggi pinggang

7. Mata ke arah bola 7. Jatuhkan tangan anda yang memegang bola

8. Pukul bola pada bagian tengah belakang

9. Konsentrasi pada bola

Gerakan servis harus ritmis, mulai dari persiapan, pukulan dan

gerakan lanjutan yang dilakukan harus dilakukan dengan tidak terpotong-

potong dan kaku. Durrwachter (1990:45) mengemukakan bahwa, ”pemain

harus memiliki koordinasi gerak yang tepat antara mengayun dan

melambungkan bola, serta memukul dan gerakan maju ke depan”.

Kesalahan dalam mencermati lambungan bola dan ayunan tangan

kemudian memukul bola akan berakibat kegagalan dalam melakukan

gerakan servis tangan bawah. Agar servis yang dilakukan dapat mencapai

hasil secara optimal, gerakan servis harus dilakukan dengan benar. Agar

tidak terjadi kesalahan dalam melakukan servis maka hal-hal kesalahan-

kesalahan umum yang sering terjadi dalam melakukan servis harus

diperhatikan. Menurut Beutelstahl (2003:11), kesalahan umum yang

sering terjadi pada servis adalah :

a) Pergerakan yang tidak ritmis. Ini terjadi kalau si pemain ragu-ragu. b) Stance yang salah. Dengan istilah stance dimaksudkan: sikap pemain

pada waktu hendak memukul bola, baik sikap tubuh, kaki ataupun lengan.

c) Lengan kurang terayun, sehingga daya kekuatannyapun berkurang. d) Lemparan bola kurang baik, sehingga bola kurang terkontrol. e) Kurang memperhatikan bola.

Pemain harus melakukan pukulan servis dengan baik, dan sedapat

mungkin berusaha agar tidak melakukan kesalahan-kesalahan. Apabila

kesalahan-kesalahan yang mungkin terjadi tersebut dapat dihindari maka

servis yang dilakukan tersebut akan dapat mencapai hasil sesuai dengan

yang diharapkan. Pemain dan pelatih harus selalu mengadakan evaluasi

mengenai teknik yang digunakan, agar kesalahan-kesalahan yang mungkin

terjadi dapat di atasi.

Servis yang baik akan dapat mempengaruhi jalannya pertandingan.

Di samping itu servis yang baik dalam arti keras dan akurat, akan dapat

mematikan serangan lawan. Hal ini sesuai dengan pendapat Beutelstahl

(2003:65) bahwa servis dapat bertujuan untuk: ”(1) Langsung meraih

angka kemenangan, dan (2) Menghalang-halangi formasi penyerangan

pihak lawan”.

Berdasarkan uraian di atas dapat dikemukakan bahwa kemampuan

servis yang baik dapat memberikan manfaat yang besar bagi suatu regu.

Manfaat servis dalam permainan bolavoli, di samping sebagai tanda

dimulainya suatu pertandingan, servis sangat bermanfaat sebagai serangan

untuk meraih angka.

Pemain bolavoli harus memiliki kemampuan servis yang baik.

Sedapat mungkin dalam melakukan servis memiliki tingkat keberhasilan

yang tinggi. Dalam hal ini Viera & Fergusson (1996:27) mengemukakan

bahwa ”dalam suatu pertandingan, sangat penting bagi anda untuk

melakukan servis dengan konsisten, yaitu paling tidak 90% dari servis

anda dapat melewati net ke daerah lawan”. Keberhasilan servis dapat

memberikan keuntungan bagi regu, sebaliknya kegagalan servis sangat

merugikan regunya. Apalagi sesuai dengan peraturan sekarang ini, yaitu

nilai bolavoli berlangsung secara rally, sehingga kegagalan servis dapat

langsung memberikan nilai kepada regu lawan.

a) Strategi Pelaksanaan Servis

Keberhasilan servis dapat membantu memenangkan pertandingan

bolavoli. Kecermatan servis ikut menentukan terhadap jalannya

pertandingan. Pada saat melakukan servis harus benar-benar siap dan

cermat, sehingga konsentrasi pada saat melakukan servis harus

diperhatikan. Menurut Beutelstahl (2003:66) bahwa pendekatan taktik

secara individual dalam servis terdiri dari elemen-elemen sebagai

berikut :

1) Pemain berjalan dengan tenang menuju area tempat melancarkan servis.

2) Ia berkonsentrasi dahulu sebelum mulai melancarkan servis. 3) Ia memperhatikan dahulu pihak lawannya: pemain yang

manakah yang akan diberi bola servis itu, bagaimana posisi para lawan.

Servis yang baik dapat merupakan tatik serangan pertama pada

permainan bolavoli. Untuk dapat menjadikan servis sebagai taktik

serangan secara individual konsentrasi pemain sebelum melakukan

servis adalah sangat penting. Di samping itu kontrol terhadap arah bola

juga sangat penting. Mengingat besarnya manfaat servis, teknik servis

perlu dilatihkan dengan sungguh-sungguh.

Servis yang baik dapat menjadi senjata untuk melakukan

serangan yang menyulitkan bagi lawan. Untuk menjadikan servis

sebagai serangan tidaklah mudah, tetapi seorang pemain dituntut

benar-benar menguasai teknik servis tersebut dengan baik. Di samping

itu dalam melakukan servis pemain tersebut harus cermat dan akurat.

Untuk dapat mencapai manfaat servis secara optimal dalam melakukan

penempatan bola servis harus akurat. Pemain yang melakukan servis

perlu mengupayakan agar hasil servis yang dilakukan menjadi sulit

diterima lawan. Agar servis yang dihasilkan sulit diterima lawan, maka

menurut Suharno (1993:54) server harus memperhatikan hal-hal

sebagai berikut :

1) Arahkan servis ke penerima yang lemah penguasaan teknik passing.

2) Servislah ke tempat yang kosong. 3) Pergunakanlah teknik servis float, kemudian ganti-ganti

teknik servis cekis yang keras. 4) Arahkan servis ke pemain yang sedang bergerak. 5) Arahkan ke sasaran sudut datang bola yang sukar, agar

penerima sulit untuk memberikan bola ke pengumpan. 6) Perhitungkan arah angin, sinar matahari dan timing pukulan

setelah ada tanda peluit dari wasit.

Hasil servis lebih optimal jika pemain dapat melakukan servis

dengan cepat, cermat, tepat dan akurat. Berkaitan dengan hal tersebut,

Beutelstahl (2003:66) mengemukakan bahwa :

Sedapat mungkin seorang server harus melancarkan servisnya kepada pemain pihak lawan yang paling lemah. Kecuali itu ia harus cermat mencari tempat-tempat di pihak lawan yang kurang terjaga dengan baik : a. di daerah net b. di daerah sisi c. di belakang

Apabila pemain mengarahkan servisnya ke tempat yang tidak

dijaga atau pemain yang paling lemah, maka itu merupakan hal yang

menyulitkan bagi regu lawan. Mengingat pentingnya peranan teknik

servis tersebut, maka tiap pemain harus memiliki kemampuan servis

yang sulit diterima lawan dan mematikan. Tiap pemain tersebut harus

memiliki penguasaan teknik servis dengan baik. Pengajar harus

memberikan pembelajaran dan latihan servis pada para pemainnya

secara intensif dengan program yang benar.

5) Teknik Dasar Passing

Teknik passing dalam permainan bolavoli ada dua: (a) teknik passing

bawah, (b) dan teknik passing atas.

a. Teknik passing bawah

Teknik passing bawah merupakan keterampilan yang paling

sering digunakan dalam permainan bolavoli terutama untuk

penerimaan servis dan penerimaan serangan dari lawan. Cara

melakukan teknik adalah sebaiknya bola disentuh persis sedikit lebih

atas dari pergelangan tangan, sikap lengan dan tangan diupayakan

selurus mungkin dan kedua siku sebaiknya difiksir untuk mencegah

terjadinya pergeseran yang memberikan kemungkinan arah bola yang

dikehendaki tidak melenceng. Sikap kaki dibuka selebar bahu, dan

salah satu kaki berada di depan.

Secara teknik gerakan passing bawah dapat dibagi menjadi 3

tahapan atau fase, yaitu persiapan (sikap permulaan), pelaksanaan

(sikap perkenaan) dan gerak lanjutan (sikap akhir). Seperti

dikemukakan Yunus (1992:79) bahwa, “gerakan pass bawah normal

terdiri dari (1) sikap permulaan, (2) gerak pelaksanaan dan (3) gerak

lanjutan”. Secara rinci mengenai pelaksanaan masing-masing tahapan

teknik gerakan passing bawah dapat dilihat pada gambar dan

penjelasan di bawah ini :

Gambar 7. Sikap Tangan dan Posisi Badan Saat Passing Bawah Yunus (1992:79)

Sikap permulaan, ambil posisi sikap siap normal pada saat tangan

akan dikenakan pada bola, segera tangan dan lengan diturunkan serta

tangan dan lengan dalam keadaan terjulur ke bawah depan lurus. Siku

tidak boleh ditekuk, kedua lengan merupakan papan pemukul yang

selalu lurus keadaannya. Sikap perkenaan, pada saat akan mengenakan

bola pada bagian sebelah atas (bagian proximal) dari pada pergelangan

tangan, ambillah terlebih dahulu posisi yang sedemikian hingga badan

menghadap bola. Begitu bola berada pada jarak yang tepat maka

segeralah ayunkan lengan yang telah lurus dan diflixir dari arah bawah

ke atas depan. Sikap akhir, setelah bola berhasil dipass bawah maka

segera diikuti pengambilan sikap siap normal kembali dengan tujuan

agar dapat bergerak lebih cepat untuk menyesuaikan diri dengan

keadaan.

Pada saat melakukan passing bawah, tangan berpegangan satu

dengan yang lain. Yunus (1992:79) mengemukakan bahwa, “kedua

tangan saling berpegangan yaitu, punggung tangan kanan diletakkan di

atas telapak tangan kiri kemudian saling berpegangan”. Pada saat

passing usahakan agar perkenaan bola tepat di bagian proximal dari

pada pergelangan tangan dan dengan bidang yang selebar mungkin

agar bola selama menempuh lintasannya tidak banyak membuat

putaran. Pantulan bola setelah mengenai bagian proximal dari pada

pergelangan tangan, akan memantul keatas depan dengan

lambungannya cukup tinggi dan dengan sudut pantul 900.

b. Teknik passing atas

Teknik passing atas terutama dipergunakan untuk mengumpan

bola kepada penyerang. Cara melakukan teknik passing atas adalah

jari-jari tangan terbuka lebar dan kedua tangan membentuk mangkuk

hampir saling berhadapan. Sebelum menyentuh bola, lutut sedikit

ditekuk hingga tangan berada di muka setinggi hidung. Sudut antara

siku dan badan kurang lebih 450o. Secara rinci mengenai pelaksanaan

masing-masing tahapan teknik gerakan passing atas dapat dilihat pada

gambar dan penjelasan di bawah ini:

Gambar 8. Sikap Tangan dan Posisi Badan Pada Saat Passing Atas Yunus (1992:81)

Sikap permulaan, pemain mengambil sikap siap normal yaitu

pengambilan sikap tubuh sedemikian hingga memudahkan untuk

secepatnya bergerak ke arah yang diinginkan. Pemain berdiri dengan

salah satu kaki berada di depan kaki lain. Lutut ditekuk badan agak

condong kedepan dengan tangan siap didepan dada. Pada saat akan

melakukan passing, maka segeralah menempatkan diri di bawah bola.

Dan tangan diangkat ke atas depan kira-kira setinggi dahi. Jari-jari

tangan secara keseluruhan membentuk suatu setengah bulatan. Jari-jari

diregangkan sedikit dan kedua ibu jari membentuk satu sudut. Sikap

perkenaan bola, perkenaan bola pada jari adalah diruas pertama dan

kedua terutama dari ibu jari. Pada saat jari disentuhkan pada bola maka

jari agak ditegangkan sedikit dan pada saat itu juga diikuti gerakan

pergelangan, lengan kearah depan atas agak eksplosif. Sikap akhir,

setelah bola berhasil di pass maka lengan harus lurus sebagai suatu

gerakan lanjutan diikuti dengan badan dan langkah kaki ke depan agar

koordinasi tetap terjaga. Gerakan tangan, pergelangan, lengan dan kaki

harus merupakan suatu gerakan yang harmonis, sedang pandangan

kearah bola.

6) Keterampilan teknik dasar bolavoli (smash/spike)

Keterampilan teknik dasar bolavoli (smash/spike) adalah gerakan

memukul bola yang dilakukan dengan kuat dank eras serta jalannya bola

cepat, tajam, dan menukik. Keterampilan teknik dasar bolavoli dapat

mematikan atau sulit diterima lawan apabila pukulan itu dilakukan dengan

cepat dan tepat. Yang harus diperhatikan saat akan melakukan

keterampilan teknik dasar bolavoli, yaitu cara mengambil awalan/ancang-

ancang, cara melakukan tolakan, cara melakukan pukulan, cara melakukan

pendaratan.

Teknik keterampilan teknik dasar bolavoli merupakan teknik yang

cukup sulit dibandingkan dengan teknik dasar yang lain seperti servis atau

passing. Gerakan keterampilan teknik dasar bolavoli harus

mengkoordinasikan banyak gerakan mulai awalan, lompatan, pukulan dan

mendarat di lantai (Durrwachter, 1990:65).

7) Mengumpan (set-up)

Mengumpan bola dilakukan dengan passing atas atau melambungkan

bola yang diterima ke atas denga kedua belah tangan. Saat mau menerima

bola, posisi badan setengah jongkok dengan lutut lentur, badan dijulurkan

dengan meluruskan tungkai; dan lurus sambil berjungkat saat

melambungkan bola. Posisi lengan dan tangan dari jari seperti hendak

menrangkum bola saat melambungkan bola ke atas. Bola dilambungkan

dengan kedua belah tangan ke atas di depan pemain siap melakukan

pukulan keterampilan teknik dasar bolavoli. Untuk dapat mengumpan

dengan baik, cepat, tepat, luwes dan lancar perlu melakukan latihan

berulang-ulang hingga benar-benar menguasai (Syarifuddin, 2003:12).

8) Membendung (blocking)

Membendung (blocking) adalah bentuk gerakan seseorang atau

beberapa orang pemain yang berada di dekat net. Tujuannya untuk

menutupi datangnya bola dari lapangan lawan. Caranya dengan

menjulurkan kedua belah tangan ke atas dengan ketinggian jangkauan

lebih tinggi dati tepian atas net. Untuk dapat melakukan bendungan

dengan baik dan benar, harus memperhatikan: sikap permulaan,

gerakannya, pembendungan oleh seorang pemain, pembendungan oleh dua

atau tiga orang pemain. Perlu diingat latihan membendung diberikan

kepada atlet setelah atlet memiliki bekal kemampuan keterampilan teknik

dasar bolavoli, karena dengan memiliki kemampuan keterampilan teknik

dasar bolavoli maka akan memudahkan dalam memprediksi kapan

membendung harus dilakukan.

Berdasarkan uraian di atas, untuk melakukan gerakan-gerakan dalam

bolavoli secara baik diperlukan kemampuan fisik prima dan untuk dapat

bermain bolavoli dengan baik dan benar seorang pemain harus dapat

menguasai teknik dasar permainan. Sebagaimana disebutkan Durrwachter

(1990:82) bahwa, “tahap awal permainan bolavoli sudah memadai apabila

pemain telah menguasai teknik dasar yang terdiri dari servis dan passing.

Dengan demikian bila seorang pemula atau seseorang ingin dapat bermain

bolavoli dengan baik harus menguasai teknik dasar bermain bolavoli, dan

diantara teknik dasar yang harus dikuasai dalam permainan bolavoli adalah

servis dan passing.

B. Penelitian Yang Relevan

Penelitian mengenai latihan plaiometrik dan berbeban sudah banyak

dilakukan, beberapa hasil temuan penelitian yang menarik dan memiliki relevansi

yang dekat dengan penelitian ini, akan diungkap kembali sebagai berikut:

1. Tirtawirya, D. (2003:101) meneliti tentang pengaruh metode latihan

pliometrik terhadap peningkatan power otot tungkai, yang menyimpulkan

bahwa latihan pliometrik metode kombinasi paling baik dalam meningkatkan

power tungkai jika dibandingkan dengan metode menempuh jarak dan metode

ditempat. Sedangkan metode menempuh jarak lebih baik jika dibandingkan

dengan metode ditempat dalam meningkatkan power tungkai.

2. Rahimi, R. (2006) tentang evaluasi latihan plaiometrik, latihan beban dan

kombinasi plaiometrik, pada kecepatan sudut dalam bersepeda, yang

menyimpulkan bahwa kombinasi latihan beban dan latihan plaiometrik dapat

meningkatkan hasil kecepatan sudut dalam bersepeda. Oleh karena itu,

pelatihan gabungan dapat membantu meningkatkan prestasi lomba sepeda

jarak pendek yang memerlukan kecepatan sudut, percepatan sudut dan power.

3. Sri Santoso Sabarini (2008) tentang perbedaan pengaruh metode latihan dan

koordinasi mata tangan terhadap keterampilan bermain baseball, yang

menyimpulkan bahwa ada perbedaan pengaruh metode latihan dengan

menggunakan latihan beban dan plaiometrik terhadap ketrampilan baseball,

ada perbedaan antara koordinasi mata-tangan tinggi dan rendah terhadap

ketrampilan baseball, ada interaksi antara metode latihan dan koordinasi mata-

tangan terhadap ketrampilan baseball.

C. Kerangka Pemikiran

Berdasarkan tinjauan pustaka yang telah dikemukakan di atas, dapat

dirumuskan kerangka pemikiran sebagai berikut:

1. Perbedaan pengaruh latihan plaiometrik dan berbeban terhadap

peningkatan keterampilan teknik dasar bolavoli.

Metode latihan merupakan prosedur dan cara pemilihan jenis latihan dan

penataannya menurut kadar kesulitan kompleksitas dan berat badan. Dalam

keterampilan teknik dasar bolavoli, maka latihan plaiometrik dan berbeban

sebagai metode latihannya. Program latihan plaiometrik merupakan salah satu

metode latihan yang sangat baik untuk meningkatkan eksplosif koordinasi

baik siklik maupun asiklik. Sedangkan program latihan berbeban merupakan

latihan fisik yang efektif dengan bantuan alat berupa besi (dumbell, barbel,

stick) untuk meningkatkan kekuatan, koordinasi, ketahanan otot dan

pembentukan otot. Dengan kondisi tersebut tentunya koordinasi mata-tangan

akan meningkat. Keuntungan dan kelebihan dari latihan plaiometrik adalah

kecepatan gerakan dalam latihan lebih tinggi, sehingga sangat baik dan efektif

untuk menghasilkan tenaga pada jenis gerakan (kecepatan gerak jauh lebih

baik), resiko terjadinya cedera otot lebih rendah, sehingga lebih aman pada

saat melakukan latihan, kontrol kesungguhan dan kebenaran dalam

pelaksanaan program latihan lebih mudah, peningkatan beban latihan lebih

tepat, sesuai dengan ketentuan, dan memungkinkan sejumlah peserta untuk

berlatih bersama, sehingga menghemat waktu. Sedangkan kelemahan latihan

pliometrik adalah beban latihan relatif ringan, sehingga peningkatan kekuatan

lebih rendah, unsur tantangan lebih rendah, sehingga kurang menarik,

timbulnya kejenuhan pada saat beban latihan semakin bertambah, karena jenis

latihan yang tidak berubah, dan timbulnya kelelahan yang sangat bagi pelaku.

Latihan berbeban merupakan latihan fisik yang efektif dengan bantuan

alat berupa besi (dumbell, barbel, stick) untuk meningkatkan kekuatan,

koordinasi, ketahanan otot dan pembentukan otot. Sama halnya dengan

latihan plaiometrik, latihan berbeban yang memiliki kelebihan atau

keuntungan berupa peningkatan keterampilan teknik dasar bolavoli yang

cukup besar, dengan adanya beban tambahan dari luar, lebih memberikan

tantangan bagi pelaku sehingga dapat meningkatkan semangat dan motivasi

dalam latihan, kontrol kesungguhan dan kebenaran dalam pelaksanaan

program latihan lebih mudah, dapat dirancang untuk berbagai keperluan dan

prinsip overload benar-benar terlihat. Sedangkan kelemahan dari latihan

berbeban adalah kecepatan gerak otot lengan dalam keterampilan teknik dasar

bolavoli terabaikan karena beban terlalu berat sehingga peningkatan

kecepatan lebih rendah, resiko terjadinya kelelahan dan cedera otot lebih

besar, peningkatan beban latihan, kadang-kadang tidak sesuai dengan

perhitungan karena berat beban yang tersedia ukurannya terbatas dan

timbulnya kejenuhan saat melakukan latihan. Namun demikian latihan ini pun

juga dapat digunakan untuk meningkatkan power.

Metode latihan yang dilakukan secara berulang-ulang dan

berkesinambungan akan berpengaruh terhadap koordinasi mata-tangan

sehingga akan terjadi adaptasi terhadap gerakan yang dilakukan. Dengan

demikian keterampilan teknik dasar bolavoli pada atlet pemula dapat

meningkat. Hal ini dikarenakan pola gerakan yang digunakan sesuai dengan

gerakan pada koordinasi. Oleh karena itu peningkatan dosis metode latihan,

sebaiknya diberikan secara bertahap.

Dari uraian di atas dengan memperhatikan kelebihan dan kekurangan

yang ada pada masing-masing metode latihan, maka dapat diduga bahwa

antara latihan plaiometrik dan berbeban akan memberikan pengaruh yang

berbeda terhadap keterampilan teknik dasar bolavoli.

2. Perbedaan peningkatan keterampilan teknik dasar bolavoli antara atlet

yang memiliki koordinasi mata-tangan tinggi dan rendah

Koordinasi mata-tangan yang dimiliki oleh setiap atlet tidak semuanya

sama, ada yang tinggi dan ada pula yang rendah. Tinggi rendahnya koordinasi

mata-tangan yang dimiliki oleh seorang atlet tentunya akan berpengaruh

terhadap reaksi otot lengan atlet yang bersangkutan. Hal ini dikarenakan

koordinasi mata-tangan merupakan salah satu unsur yang dominan dalam

gerakan-gerakan yang memerlukan tingkat eksplosifitas tinggi.

Dari uraian tersebut di atas, dapat diduga bahwa perbedaan koordinasi

mata-tangan yang tinggi dan rendah dapat memberikan pengaruh yang

berbeda terhadap peningkatan keterampilan teknik dasar bolavoli.

3. Pengaruh interaksi antara metode latihan dan koordinasi mata-tangan

terhadap peningkatan keterampilan teknik dasar bolavoli

Latihan menggunakan latihan plaiometrik tidak terlalu membutuhkan

kemampuan koordinasi mata-tangan yang tinggi, karena program latihan yang

sangat baik untuk meningkatkan eksplosif koordinasi. Sedangkan penggunaan

latihan berbeban akan membutuhkan koordinasi mata-tangan yang lebih

tinggi, dikarenakan program latihan yang efektif dengan bantuan alat berupa

besi (dumbell, barbel, stick) untuk meningkatkan kekuatan, koordinasi,

ketahanan otot dan pembentukan otot.

Bagi atlet yang memiliki koordinasi mata-tangan rendah penerapan

latihan plaiometrik kurang menguntungkan. Dengan koordinasi mata-tangan

yang rendah atlet akan sulit beradaptasi dengan membutuhkan koordinasi

mata-tangan yang tinggi. Latihan berbeban lebih tepat digunakan bagi atlet

yang memiliki koordinasi mata-tangan yang rendah untuk menguasai

keterampilan teknik dasar bolavoli.

Dari uraian di atas, maka dapat diduga terdapat interaksi antara metode

latihan dan koordinasi mata-tangan terhadap keterampilan teknik dasar

bolavoli.

D. Pengajuan Hipotesis

Dalam penelitian ini peneliti mengajukan beberapa hipotesis, yaitu:

1. Ada perbedaan pengaruh latihan plaiometrik dan berbeban terhadap

peningkatan keterampilan teknik dasar bolavoli.

2. Ada perbedaan peningkatan keterampilan teknik dasar bolavoli antara atlet

yang memiliki koordinasi mata-tangan tinggi dan rendah.

3. Ada pengaruh interaksi antara metode latihan dan koordinasi mata-tangan

terhadap peningkatan keterampilan teknik dasar bolavoli.

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian

1. Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di klub bolavoli Baja 78 Bantul Yogyakarta,

sebagai tempat latihan bolavoli atlet.

2. Waktu Penelitian

Penelitian ini diperkirakan dilaksanakan selama dua bulan dimulai

tanggal 4 Oktober sampai dengan 29 November 2009, dengan frekuensi

pertemuan tiga kali seminggu yaitu pada hari Senin, Rabu dan Jum’at.

Lamanya latihan 120 menit setiap kali pertemuan. Jumlah pertemuan 24 kali.

Latihan dimulai pukul 15.00 s/d 17.30 WIB.

B. Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode

eksperimen dengan menggunakan rancangan faktorial 2x2. Menurut Sudjana

(2002:148) eksperimen faktorial adalah eksperimen yang hampir atau semua taraf

sebuah faktor dikombinasikan atau disilangkan dengan semua taraf tiap faktor

lainnya yang ada dalam eksperimen.

Tabel 3. Kerangka Desain Penelitian

Koordinasi Mata-Tangan (B)

Variabel Atribut Variabel Manipulatif

Tinggi (b1)

Rendah (b2)

Latihan Plaiometrik (a1) a1b1 a1b2

Metode Latihan

(A)

Latihan Beban (a2) a2b1 a2b2

Keterangan:

a1b1 : Kelompok atlet yang memiliki koordinasi mata-tangan tinggi dilatih menggunakan metode latihan plaiometrik.

a2b1 : Kelompok atlet yang memiliki koordinasi mata-tangan tinggi dilatih menggunakan metode latihan beban.

a1b2 : Kelompok atlet yang memiliki koordinasi mata-tangan rendah dilatih menggunakan metode latihan plaiometrik.

a2b2 : Kelompok atlet yang memiliki koordinasi mata-tangan rendah dilatih menggunakan metode latihan beban.

Untuk mendapatan keyakinan bahwa keterampilan teknik dasar bolavoli

yang merupakan hasil perlakuan maka dapat digeneralisasikan ke dalam populasi

yang ada.

C. Variabel Penelitian

Variabel dalam penelitian ini terdiri dari 2 variabel bebas (independent)

dan satu variabel terikat (dependent) dengan rincian yaitu :

1. Variabel bebas (independent)

a. Variabel manipulatif yaitu metode latihan yang terdiri dari 2 taraf.

1) Latihan plaiometrik.

2) Latihan beban.

b. Variabel bebas atributif (yang dikendalikan) dalam penelitian ini yaitu:

1) Koordinasi mata-tangan tinggi.

2) Koordinasi mata-tangan rendah.

2. Variabel terikat (dependent)

Dalam penelitian ini variabel terikatnya yaitu peningkatan keterampilan

teknik dasar bolavoli.

D. Definisi Operasional Variabel Penelitian

Untuk memberikan penafsiran yang sama terhadap variabel-variabel dalam

penelitian ini, maka perlu dijelaskan definisi dari variabel-variabel penelitian yaitu

sebagai berikut:

1. Latihan Plaiometrik

Plaiometrik adalah suatu latihan yang memiliki ciri khusus, yaitu

kontraksi otot yang sangat kuat yang merupakan respon dari pembebanan

dinamik atau regangan yang cepat dari otot-otot yang terlibat. Latihan

plaiometrik yang mendukung gerakan servis atas yaitu Medicine Ball Throw,

Medicine Ball Chest Pass, Medicine Ball Two Hand Hit, Medicine Ball Sit Up

Throw, Double Leg Bound, Medicine Ball Back Throw. Semua latihan

dilakukan sesuai program latihan yang direncanakan.

2. Latihan Berbeban

Latihan berbeban ini adalah latihan fisik dengan menggunakan beban

baik dengan berat beban sendiri maupun dengan beban dari luar yang berupa

barbel atau dumbel yang terbuat dari besi atau bahan lain yang keras, yang

ditujukan untuk meningkatkan bermacam-macam kemampuan fisik, antara

lain daya tahan otot, kekuatan otot dan daya ledak otot dilakukan secara

berulang-ulang dengan intensitas dan repetisi tertentu sesuai program latihan.

Jenis latihan berbeban yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan

beban luar, dengan bentuk latihan antara lain: Straight Arm Pull Over, Chest

Pres, Tricep Extension, Sit Up, Leg Press, Reverse Arm Curl. Semua latihan

dilakukan sesuai program latihan yang direncanakan.

3. Koordinasi Mata-Tangan

Koordinasi mata-tangan adalah suatu klasifikasi koordinasi mata-tangan

yang dihitung di atas rerata hasil pengukuran koordinasi mata-tangan pada

sampel penelitian.

Strata I = Koordinasi mata-tangan tinggi

Strata II = Koordinasi mata-tangan rendah

4. Teknik Dasar Bolavoli

Teknik dasar bolavoli adalah prosedur yang telah dikembangkan

berdasarkan praktek dan bertujuan mencari penyelesaian suatu problema

pergerakan tertentu dengan cara yang paling ekonomis dan berguna.

Contohnya servis, pass bawah, pass atas, smas, blok dan pertahanan.

E. Populasi dan Sampel

1. Populasi Penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah atlet pemula putra klub Bolavoli

Baja 78 Bantul Yogyakarta yang berjumlah 50 atlet.

2. Sampel Penelitian

Besar sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah 40 atlet, yang

diperoleh dengan teknik purposive random sampling. Menurut Sudjana

(2002:148) teknik purposive random sampling yaitu dari jumlah populasi

yang ada untuk menjadi sampel harus memenuhi ketentuan-ketentuan untuk

memenuhi tujuan penelitian.

Dari sejumlah 50 atlet tersebut, kemudian dilakukan tes dan pengukuran

koordinasi mata-tangan diperoleh dengan tes lempar tangkap bola tenis

(Kirkendall, et al, 1987:412), data hasil koordinasi mata-tangan tersebut

dipakai untuk mengelompokkan yaitu sampel yang memiliki koordinasi mata-

tangan tinggi dan sampel yang memiliki koordinasi mata-tangan rendah.

Selanjutnya dirangking, dari hasil rangking tersebut dibagi atas tiga kelompok

yaitu tingkat koordinasi mata-tangan tinggi, sedang dan rendah. 10 atlet yang

memiliki tingkat koordinasi mata-tangan sedang tidak diikutsertakan, sehingga

besar sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah 40 atlet yang terdiri

dari 20 atlet yang memiliki koordinasi mata-tangan tinggi dan 20 atlet yang

memiliki koordinasi mata-tangan rendah. Selanjutnya 20 atlet yang memiliki

koordinasi mata-tangan tinggi dan yang memiliki koordinasi mata-tangan

rendah masing–masing dibagi menjadi dua kelompok dengan cara diundi

(random), yaitu 10 atlet mendapatkan latihan plaiometrik dan 10 atlet sebagai

kelompok yang mendapatkan latihan berbeban.

F. Teknik Pengumpulan Data

Sesuai dengan variabel, maka instrumen penelitian yang digunakan adalah:

(1) Tes lempar tangkap bola tenis dan (2) Tes AAHPER Volley Skill Test Manual.

1) Data koordinasi mata-tangan

Koordinasi mata-tangan diukur dengan tes lempar tangkap bola tenis

(Kirkendall, et al, 1987:412). Data koordinasi mata-tangan diukur sebanyak 10

kali ulangan yaitu sebelum perlakuan diberikan pada atlet pemula putra klub

Bolavoli Baja 78 Bantul Yogyakarta selaku sampel. Data koordinasi mata-

tangan dapat dipakai untuk mengelompokkan (1) sampel yang memiliki

koordinasi mata-tangan tinggi dan (2) sampel yang memiliki koordinasi mata-

tangan rendah. Sebelum digunakan, dicari reliabilitas tesnya menggunakan

rumus dari Baumgartner & Jackson (1991:134).

MSs - MSw R =

MSs

SSt + SSI MSw = dft+dfI

2) Data keterampilan teknik dasar bolavoli

Teknik pengumpulan data keterampilan teknik dasar bolavoli digunakan

dengan baterai tes AAHPER Volley Skill Test Manual (Strand & Wilson,

1993:136-139). Tes ini meliputi: 1) tes servis, yaitu kesanggupan testee

melakukan servis dengan mengarahkan bola pada daerah sasaran, 2) tes

passing, kemampuan testee menerima dan mengembalikan passing (operan)

bola, 3) tes setting, kemampuan testee dalam mengoper (mengumpan) bola

melewati rintangan dan mengarahkannya ke daerah sasaran, 4) tes memvolley,

kemampuan testee dalam memvolley bola kedinding dengan baik dan benar

dalam jangka waktu 1 menit. Karena dalam penelitian ini hanya memberikan

treatmen pada 4 (empat) teknik dasar yaitu servis atas, passing bawah dan

passing atas dan smash normal, maka yang akan di tes juga adalah keempat

teknik dasar tersebut dengan menggunakan baterai tes di atas. Sebelum

digunakan, dicari reliabilitas tesnya menggunakan rumus Baumgartner &

Jackson (1991:134).

3) Mencari Reliabilitas Tes

Sebelum data hasil penelitian dianalisis terlebih dahulu data harus dicari

relaibilitanya, untuk mengetahui keajegan dari tes yang bersangkutan. Untuk

mencari besarnya koefisien reliabilita, dipergunakan ANAVA (Thomas &

Nelson, 2001: 187) dengan rumus:

B

wB

MS

MSMSR

-=

Dengan:

B

BB df

SSMS =

ABA

ABAW dfdf

SSSSMS

++

=

Keterangan: R = Koefisien reliabilitas SS = Jumlah kuadrat perlakuan MS = Rata-rata kuadrat perlakuan df = Derajat kebebasan A = Perlakuan kolom B = Perlakuan baris AB = Interaksi antara perlakuan baris dan perlakuan kolom

Uji coba instrumen penelitian untuk tes koordinasi mata-tangan dan tes

keterampilan teknik dasar bolavoli adalah dengan mencari koefisien

reliabilitasnya. Tes koordinasi mata-tangan yang diukur dengan tes lempar

tangkap bola tenis ini oleh Kirkendall, et al (1987:412) mempunyai validitas

face validity. Setelah dilakukan uji tes, ternyata diperoleh reliabilitas 0.872,

selanjutnya hasil tes ini digunakan untuk mencari dan menentukan sampel

yang diperlukan dalam penelitian yaitu sampel yang masuk kategori

koordinasi mata-tangan tinggi dan rendah. Sedangkan tes keterampilan teknik

dasar bolavoli yang diukur dengan baterai tes AAHPER Volley Skill Test

Manual oleh Strand & Wilson (1993:136-139) dinyatakan mempunyai

reliabilitas 0.977, objektivitas 0.99 dan validitas 0.989, dan selanjutnya setelah

dilakukan uji tes diperoleh reliabilitas tes 0.989.

Dalam mengartikan kategori koefisien reliabilita hasil tersebut dengan

menggunakan pedoman tabel koefisien korelasi dari Book Walter, yang

dikutip Mulyono (1999:22).

G. Teknik Analisis Data

Teknik analisis data yang digunakan adalah teknik analisis varian

(ANAVA) rancangan faktorial 2x2 pada α = 0,05. Jika nilai F yang diperoleh

(Fo) signifikan analisis dilanjutkan dengan uji rentang hewman-keuls

(Sudjana, 2004:36). Untuk memenuhi asumsi dalam teknik anava, maka

dilakukan uji normalitas (Uji lilliefors) dan uji Homogenitas Varians (dengan

uji Bartlett) (Sudjana, 2002:261-264). Urutan langkah-langkah analisis data

penelitian ini adalah:

1. Pengujian Prasyarat Analisis

Sebelum dilakukan analisis data dilakukan uji prasyarat analisis yaitu

uji normalitas (Uji Liliefors) dan uji Homogenitas Varians (dengan uji

Bartlett). Uji normalitas bertujuan untuk mengetahui apakah data yang

digunakan dalam penelitian berasal dari sampel berdistribusi normal atau

tidak. Uji homogenitas bertujuan untuk mengetahui apakah variansi pada

tiap-tiap kelompok homogen atau tidak.

a. Uji Normalitas

Uji normalitas data penelitian ini menggunakan metode Liliefors

(Sudjana, 2002:466). Adapun prosedur pengujian normalitas tersebut

adalah sebagai berikut :

1) Pengamatan x1, x2, ……., xn dijadikan bilangan baku z1, z2, …….,

zn dengan menggunakan rumus:

zi =

Keterangan : = Rata-rata = Nilai variabel

s = Simpangan baku

2) Untuk setiap bilangan baku ini dan menggunakan daftar distribusi

normal baku, kemudian dihitung peluang F(zi) = P (z ≤ zi).

3) Selanjutnya dihitung proporsi z1, z2, ……., zn yang lebih kecil atau

sama dengan zi. Jika proporsi dinyatakan oleh S(zi), maka

S(zi) =

4) Hitung selisih F(zi) - S(zi), kemudian ditentukan harga mutlaknya.

5) Ambil harga yang paling besar di antara harga-harga mutlak selisih

tersebut. Harga terbesar ini merupakan Lhitung.

b. Uji Homogenitas

Uji homogenitas dilakukan dengan uji Bartlett. Langkah-langkah

pengujiannya sebagai berikut :

1) Membuat tabel perhitungan yang terdiri dari kolom-kolom

kelompok sampel; dk (n-1); 1/dk; SDi2, dan (dk) log SDi

2.

2) Menghitung varians gabungan dari semua sampel, dengan rumus:

SD2 = ……. (1)

B = Log SDi2 (n-1)

3) Menghitung χ2, dengan rumus:

χ2 = (Ln) B – (n–1) Log SDi ……….. (2)

dengan (Ln 10) = 2,3026

Hasilnya (χ2hitung) kemudian dibandingkan dengan χ2

tabel, pada

taraf signifikansi α = 0,05 dan dk (n-1).

4) Apabila χ2hitung < χ2

tabel, maka Ho diterima.

Artinya varians sampel bersifat homogen. Sebaliknya apabila

χ2hitung > χ2

tabel, maka Ho ditolak, artinya varians sampel bersifat

tidak homogen.

2. Uji Hipotesis

Langkah-langkah melakukan uji hipotesis adalah sebagai berikut:

a. Anava Rancangan Dua Jalur

1) Metode AB untuk Perhitungan Anava Dua Jalur

Tabel 4. Ringkasan Dua Jalur

Sumber Variasi Dk JK RJK F0

Rata-rata Perlakuan

A B

AB Kekeliruan

1

a – 1 b – 1

(a-1)(b-1) ab (n-1)

Ry

Ay

By

ABy

Ey

R

A B

AB E

A/B B/E

AB/E

Keterangan: A = Kelompok A B = Kelompok B AB = Interaksi antara kelompok A dengan kelompok B

2) Kriteria Pengujian Hipotesis

Jika F ≥ F(1-α) (v1-v2), maka hipotesis nol ditolak. Jika F <

F(1-α) (v1-v2), maka hipotesis nol diterima. Dengan demikian dk

pembilang v1 (k-1) dan dk penyebut v2 = (n1 + … nk – k), α = taraf

signifikansi untuk pengujian hipotesis.

b. Uji Rentang Newman-Keuls Setelah Anava

Menurut Sudjana (2004:36) langkah-langkah untuk melakukan

uji Newman-Keuls adalah sebagai berikut:

1) Susun k buah rata-rata perlakuan menurut urutan nilainya, dan

yang paling kecil sampai kepada yang terbesar.

2) Dari rangkaian ANAVA, diambil harga RJKe disertai dk-nya.

3) Hitung kekeliruan buku rata-rata untuk tiap perlakuan dengan

rumus:

Sy =

RJK (kekeliruan) juga didapat dari hasil rangkuman ANAVA.

4) Tentukan taraf signifikansi α, lalu gunakan daftar rentang student.

Untuk uji Newman-Keuls, di ambil v = dk dari RJK (kekeliruan)

dan p = 2,3...,k. Harga-harga yang di dapat dari badan daftar

sebanyak (k-1) untuk v dan p supaya di catat.

5) Kalikan harga-harga yang didapat di titik (...) di atas masing-

masing dengan Sy, dengan jalan demikian diperoleh apa yang

dinamakan rentang signifikan terkecil (RST).

6) Bandingkan selisih rata-rata terkecil dengan RST untuk mencari p-

k selisih rata-rata terbesar dan rata-rata terkecil kedua dengan RST

untuk p= (k-1), dan seterusnya. Demikian halnya perbandingan

selisih rata-rata terbesar kedua rata-rata terkecil dengan RST untuk

p = (k-1), selisih rata-rata terbesar kedua dan rata-rata terkecil

kedua dengan RST untuk p = (k-2), dan seterusnya. Dengan jalan

begini, semuanya akan ada ½ k (k-1) pasangan yang harus

dibandingkan. Jika selisih-selisih yang didapat lebih besar dari

pada RST-nya masing-masing maka disimpulkan bahwa terdapat

perbedaan yang signifikansi di antara rata-rata perlakuan.

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Deskripsi Data

Deskripsi hasil analisis data hasil tes keterampilan teknik dasar bolavoli

yang dilakukan sesuai dengan kelompok yang dibandingkan disajikan sebagai

berikut:

Tabel 5. Deskripsi Data Hasil Tes Keterampilan Teknik Dasar Bolavoli Tiap Kelompok Berdasarkan Penggunaan Metode Latihan dan Tingkat Koordinasi Mata-Tangan

Perlakuan Tingkat

Koordinasi Mata-

Tangan

Statistik Hasil Tes

Awal

Hasil Tes

Akhir

Peningkatan

Jumlah 3895 4515 620

Rerata 389.500 451.500 67.850

Tinggi SD 35.106 37.673 15.000

Jumlah 3549 4203 654

Rerata 354.900 420.300 65.400

Metode latihan plaiometrik

Rendah SD 31.072 36.028 14.773

Jumlah 3697 4591 894

Rerata 369.700 459.100 89.400

Tinggi SD 34.395 38.318 13.836

Jumlah 3454 4092 638

Rerata 345.400 409.200 63.800

Metode latihan beban

Rendah SD 23.419 25.039 10.619

Gambaran menyeluruh dari nilai rata-rata keterampilan teknik dasar bolavoli

maka dapat dibuat histogram perbandingan nilai-nilai sebagai berikut:

0

50

100

150

200

250

Nil

ai K

eter

amp

ilan

Kelompok

Tes Awal 177.9 176.7 185.5 169.1

Tes Akhir 227.85 217.5 234.8 210.55

WT (A1) P (A2) KMT T (B1) KMT R (B2)

Gambar 9. Histogram Nilai Rata-Rata Hasil Tes Awal dan Tes Akhir Keterampilan Teknik Dasar Bolavoli Tiap Kelompok Berdasarkan Penggunaan Metode Latihan dan Tingkat Koordinasi Mata-Tangan

MT = Kelompok metode latihan plaiometrik

MD = Kelompok metode latihan beban

KD T = Kelompok koordinasi mata-tangan Tinggi

KD R = Kelompok koordinasi mata-tangan rendah

= Hasil tes awal

= Hasil tes akhir

Masing-masing sel (kelompok perlakuan) memiliki peningkatan

keterampilan teknik dasar bolavoli yang berbeda. Nilai peningkatan keterampilan

teknik dasar bolavoli masing-masing sel (kelompok perlakuan) dapat dilihat pada

tabel berikut.

Tabel 6. Nilai Peningkatan Keterampilan Teknik Dasar Bolavoli Masing-Masing Sel (Kelompok Perlakuan)

No Kelompok Perlakuan (Sel)

Nilai Peningkatan Keterampilan Teknik

Dasar Bolavoli

1 A1B1 (KP1) 59.5

2 A1B2 (KP2) 40.4

3 A2B1 (KP3) 39.1

4 A2B2 (KP4) 42.5

Nilai rata-rata peningkatan keterampilan teknik dasar bolavoli yang dicapai

tiap kelompok perlakuan disajikan dalam bentuk histogram sebagai berikut:

Gambar 10. Histogram Nilai Rata-Rata Peningkatan Keterampilan Teknik Dasar

Bolavoli Pada Tiap Kelompok Perlakuan.

Keterangan : KP1 = Kelompok metode latihan plaiometrik pada tingkat koordinasi mata-

tangan tinggi KP2 = Kelompok metode latihan plaiometrik pada tingkat koordinasi mata-

tangan rendah KP3 = Kelompok metode latihan beban memiliki koordinasi mata-tangan Tinggi KP4 = Kelompok metode latihan beban pada tingkat koordinasi mata-tangan

rendah

Metode latihan plaiometrik dan metode latihan beban memberikan pengaruh

terhadap pembentukan keterampilan teknik dasar bolavoli yang berbeda. Jika

antara kelompok atlet yang mendapat metode latihan plaiometrik dan dengan

metode latihan beban dibandingkan, maka dapat diketahui bahwa kelompok

perlakuan metode latihan plaiometrik memiliki peningkatan keterampilan teknik

dasar bolavoli sebesar 9.15 lebih tinggi dari pada kelompok metode latihan beban.

Jika antara kelompok atlet yang memiliki koordinasi mata-tangan tinggi dan

rendah dibandingkan, maka dapat diketahui bahwa kelompok atlet yang memiliki

koordinasi mata-tangan tinggi memiliki peningkatan keterampilan teknik dasar

bolavoli sebesar 7.85 lebih tinggi dari pada kelompok atlet yang memiliki

koordinasi mata-tangan rendah.

B. Uji Reliabilitas

Uji reliabilitas pada tes bertujuan untuk mengetahui tingkat keajegan hasil

tes dilakukan. Tes yang dilakukan terdiri dari tes awal dan tes akhir keterampilan

teknik dasar bolavoli serta tes koordinasi mata-tangan. Hasil uji reliabilitas data

kemudian dikategorikan, dengan menggunakan pedoman tabel koefisien korelasi

dari Book Walter yang dikutip Mulyono B.A (1999:22), yaitu :

Tabel 7. Range Kategori Reliabilitas

Kategori Reliabilita

Tinggi Sekali 0,90 – 1,00

Tinggi 0,80 – 0,89

Cukup 0,60 – 0,79

Kurang 0,40 – 0,59

Tidak Signifikan 0,00 – 0,39

Adapun hasil uji reliabilitas data keterampilan teknik dasar bolavoli pada

penelitian ini adalah sebagai berikut :

Tabel 8. Ringkasan Hasil Uji Reliabilitas Data

Variabel Reliabilita Kategori a. Tes awal keterampilan teknik dasar bolavoli

1) Servis 0,81 Tinggi 2) Passing bawah 0,84 Tinggi 3) Passing atas 0,76 Cukup 4) Smash 0,77 Cukup

b. Tes akhir keterampilan teknik dasar bolavoli 1) Servis 0,84 Tinggi 2) Passing bawah 0,75 Cukup 3) Passing atas 0,83 Tinggi 4) Smash 0,82 Tinggi

c. Tes koordinasi mata-tangan 0,81 Tinggi

C. Pengujian Persyaratan Analisis Varians

1. Uji Normalitas

Sebelum dilakukan analisis data perlu diuji distribusi kenormalannya. Uji

normalitas data dalam penelitian ini digunakan metode Lilliefors. Hasil uji

normalitas data yang dilakukan pada tiap kelompok adalah sebagai berikut:

Tabel 9. Rangkuman Hasil Uji Normalitas Data

Kelompok

Perlakuan

N M SD Lhitung Ltabel 5% Kesimpulan

KP1 10 59.500 6.607 0.1910 0.258 Berdistribusi Normal

KP2 10 40.400 10.938 0.1289 0.258 Berdistribusi Normal

KP3 10 39.100 10.193 0.1621 0.258 Berdistribusi Normal

KP4 10 42.500 8.835 0.1703 0.258 Berdistribusi Normal

Dari hasil uji normalitas yang dilakukan pada KP1 diperoleh nilai Lo =

0.1910. Di mana nilai tersebut lebih kecil dari angka batas penolakan pada taraf

signifikansi 5% yaitu 0.258. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa data

pada KP1 termasuk berdistribusi normal. Dari hasil uji normalitas yang dilakukan

pada KP2 diperoleh nilai Lo = 0.1289, yang ternyata lebih kecil dari angka batas

penolakan hipotesis nol menggunakan signifikansi 5% yaitu 0.258. Dengan

demikian dapat disimpulkan bahwa data pada KP2 termasuk berdistribusi normal.

Dari hasil uji normalitas yang dilakukan pada KP3 diperoleh nilai Lo = 0.1621.

Di mana nilai tersebut lebih kecil dari angka batas penolakan menggunakan

signifikansi 5% yaitu 0.258. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa data

pada KP3 termasuk berdistribusi normal. Adapun dari hasil uji normalitas yang

dilakukan pada KP4 diperoleh nilai Lo = 0.1703, yang ternyata juga lebih kecil

dari angka batas penolakan hipotesis nol menggunakan signifikansi 5% yaitu

0.258. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa data pada KP4 juga termasuk

berdistribusi normal.

2. Uji Homogenitas

Uji homogenitas dimaksudkan untuk menguji kesamaan varians antara

kelompok 1 dengan kelompok 2. Uji homogenitas pada penelitian ini dilakukan

dengan uji Bartlet. Hasil uji homogenitas data antara kelompok 1 dan kelompok 2

adalah sebagai berikut:

Tabel 10. Rangkuman Hasil Uji Homogenitas Data

∑ Kelompok Ni SD2

gab χ2o χ2

tabel 5% Kesimpulan

4 10 86.308 2.433 7.81 Varians homogen

Dari hasil uji homogenitas diperoleh nilai χ2

o = 2.433. Sedangkan dengan K

- 1 = 4 – 1 = 3, angka χ2tabel 5% = 7,81, yang ternyata bahwa nilai χ2

o = 2.433 lebih

kecil dari χ2tabel 5% = 7.81. Sehingga dapat disimpulkan bahwa antara kelompok

dalam penelitian ini memiliki varians yang homogen.

D. Pengujian Hipotesis

Pengujian hipotesis penelitian dilakukan berdasarkan hasil analisis data dan

interketerampilan analisis varians. Uji rentang Newman-Keuls ditempuh sebagai

langkah-langkah uji rata-rata setelah Anava. Berkenaan dengan hasil analisis

varians dan uji rentang Newman-Keuls, ada beberapa hipotesis yang harus diuji.

Urutan pengujian disesuaikan dengan urutan hipotesis yang dirumuskan pada bab

II.

Hasil analisis data, yang diperlukan untuk pengujian hipotesis sebagai

berikut:

Tabel 11. Ringkasan Nilai Rata-Rata Keterampilan Teknik Dasar Bolavoli Berdasarkan Penggunaan Metode Latihan dan Tingkat Koordinasi Mata-Tangan

a1

a2

Variabel

Rerata Keterampilan Teknik Dasar Bolavoli

b1 b2 b1 b2

Hasil tes awal 184.80 171.00 186.20 167.20

Hasil tes akhir 244.30 211.40 225.30 209.70

Peningkatan 59.50 40.40 39.10 42.50

Keterangan : A1 = Metode latihan plaiometrik. A2 = Metode latihan beban. B1 = Kelompok atlet yang memiliki koordinasi mata-tangan tinggi B2 = Kelompok atlet yang memiliki koordinasi mata-tangan rendah

Tabel 12. Ringkasan Hasil Analisis Varians Untuk Penggunaaan Metode Latihan (A1 dan A2)

Sumber Variasi

Dk JK RJK Fo Ft

A 1 837.23 837.23 8.730 * 4.11 Kekeliruan 36 3452.30 95.90

Tabel 13. Ringkasan Hasil Analisis Varians Untuk Tingkat Koordinasi Mata-

Tangan (B1 dan B2)

Sumber Variasi Dk JK RJK Fo

Ft

B 1 616.23 616.23 6.426 * 4.11 Kekeliruan 36 3452.30 95.90

Tabel 14. Ringkasan Hasil Analisis Varians Dua Faktor

Sumber Variasi

Dk JK RJK Fo Ft

Rata-rata Perlakuan 1 82355.63 82355.63

A 1 837.23 837.23 8.730 * 4.11 B 1 616.23 616.23 6.426 *

AB 1 1265.62 1265.62 13.198 * Kekeliruan 36 3452.30 95.90

Total 40 88527.00

Tabel 15. Ringkasan Hasil Uji Rentang Newman-Keuls Setelah Analisis Varians

KP A2B1 A1B2 A2B2 A1B1 RST

Rerata 39.10 40.40 42.50 59.50 A2B1 39.10 - 1.300 3.400 20.400 * 8.9495 A1B2 40.40 - 2.100 19.100 * 10.7766 A2B2 42.50 - 17.000 * 11.8914 A1B1 59.50 -

Keterangan ;

Yang bertanda * signifikan pada p £ 0,05.

Berdasarkan hasil analisis data di atas dapat dilakukan pengujian hipotesis

sebagai berikut:

1. Pengujian Hipotesis I

Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa metode latihan plaiometrik

memiliki peningkatan yang berbeda dengan metode latihan beban. Hal ini

dibuktikan dari nilai Fhitung = 8.730 > Ftabel = 4.11. Dengan demikian hipotesa nol

(H0) ditolak. Yang berarti bahwa metode latihan plaiometrik memiliki

peningkatan yang berbeda dengan metode latihan beban dapat diterima

kebenarannya. Dari analisis lanjutan diperoleh bahwa ternyata metode latihan

plaiometrik memiliki peningkatan yang lebih baik dari pada metode latihan beban,

dengan rata-rata peningkatan masing-masing yaitu 49.95 dan 40.80.

2. Pengujian Hipotesis II

Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa atlet yang memiliki koordinasi

mata-tangan tinggi memiliki peningkatan keterampilan teknik dasar bolavoli yang

berbeda dengan atlet yang memiliki koordinasi mata-tangan rendah. Hal ini

dibuktikan dari nilai Fhitung = 6.426 > Ftabel = 4.11. Dengan demikian hipotesa nol

(H0) ditolak. Yang berarti bahwa atlet yang memiliki koordinasi mata-tangan

tinggi memiliki peningkatan keterampilan teknik dasar bolavoli yang berbeda

dengan atlet yang memiliki koordinasi mata-tangan rendah dapat diterima

kebenarannya.

Dari analisis lanjutan diperoleh bahwa ternyata atlet yang memiliki

koordinasi mata-tangan tinggi memiliki peningkatan keterampilan teknik dasar

bolavoli yang lebih baik dari pada atlet yang memiliki koordinasi mata-tangan

rendah, dengan rata-rata peningkatan masing-masing yaitu 49.30 dan 41.45.

3. Pengujian Hipotesis III

Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa interaksi antara latihan teknik

dasar bolavoli dan tingkat koordinasi mata-tangan sangat bermakna. Karena Fhitung

= 13.198 > Ftabel = 4.11. Dengan demikian hipotesa nol ditolak. Terdapat interaksi

yang signifikan antara jenis latihan teknik dasar bolavoli dan tingkat koordinasi

mata-tangan.

E. Pembahasan Hasil Penelitian

Pembahasan hasil penelitian ini memberikan penafsiran yang lebih lanjut

mengenai hasil-hasil analisis data yang telah dikemukakan. Berdasarkan

pengujian hipotesis telah menghasilkan dua kelompok kesimpulan analisis yaitu :

(a) Ada perbedaan pengaruh yang bermakna antara faktor-faktor utama

penelitian. Faktor utama yang diteliti meliputi:

1) Perbedaan metode latihan teknik dasar bolavoli

2) Perbedaan tingkat koordinasi mata-tangan

(b) Ada interaksi yang bermakna antara faktor-faktor utama dalam bentuk

interaksi dua faktor.

Kelompok kesimpulan analisis dapat dipaparkan lebih lanjut sebagai

berikut:

1. Perbedaan Pengaruh Latihan Plaiometrik dan Berbeban Terhadap

Peningkatan Keterampilan Teknik Dasar Bolavoli.

Berdasarkan pengujian hipotesis pertama ternyata ada perbedaan

pengaruh yang nyata antara kelompok atlet yang mendapatkan metode latihan

plaiometrik dan kelompok atlet yang mendapatkan metode latihan beban

terhadap peningkatan keterampilan teknik dasar bolavoli. Pada kelompok atlet

yang mendapat metode latihan plaiometrik mempunyai peningkatan

keterampilan teknik dasar bolavoli yang lebih baik dibandingkan dengan

kelompok atlet yang mendapat metode latihan beban.

Dari angka-angka yang dihasilkan dalam analisis data menunjukkan

bahwa perbandingan rata-rata peningkatan keterampilan teknik dasar bolavoli

yang dihasilkan oleh metode latihan plaiometrik nilai 9.15 lebih tinggi dari

pada dengan metode latihan beban.

2. Perbedaan Peningkatan Keterampilan Teknik Dasar Bolavoli Antara

Atlet Yang Memiliki Koordinasi Mata-Tangan Tinggi Dan Rendah.

Berdasarkan pengujian hipotesis ke dua ternyata ada perbedaan pengaruh

yang nyata antara kelompok atlet dengan koordinasi mata-tangan tinggi dan

koordinasi mata-tangan rendah terhadap peningkatan keterampilan teknik

dasar bolavoli. Pada kelompok atlet dengan koordinasi mata-tangan tinggi

mempunyai peningkatan keterampilan teknik dasar bolavoli lebih baik

dibanding kelompok atlet dengan koordinasi mata-tangan rendah.

Berdasarkan pengujian hipotesis ke dua ternyata ada perbedaan pengaruh

yang nyata antara kelompok atlet dengan koordinasi mata-tangan tinggi dan

koordinasi mata-tangan rendah terhadap hasil keterampilan teknik dasar

bolavoli. Pada kelompok atlet dengan koordinasi mata-tangan tinggi

mempunyai peningkatan keterampilan teknik dasar bolavoli lebih tinggi

dibanding kelompok atlet dengan koordinasi mata-tangan rendah. Pada

kelompok atlet koordinasi mata-tangan tinggi memiliki potensi yang lebih

tinggi dari pada atlet yang memiliki koordinasi mata-tangan rendah.

Koordinasi mata-tangan merupakan modalitas untuk melakukan latihan

keterampilan.

Koordinasi mata-tangan merupakan kemampuan yang mendasari dari

gerak yang dilakukan seseorang. Koordinasi mata-tangan merupakan unsur

yang sangat penting bagi atlet, sebab koordinasi mata-tangan atlet merupakan

dasar dalam pembentukan keterampilan atlet. Koordinasi mata-tangan yang

baik menunjang kesiapan atlet untuk melakukan latihan keterampilan. Atlet

yang memiliki koordinasi mata-tangan tinggi memiliki kemampuan untuk

beradaptasi terhadap keterampilan gerak teknik dasar bolavoli yang lebih baik,

dari pada atlet yang memiliki koordinasi mata-tangan rendah.

Dari angka-angka yang dihasilkan dalam analisis data menunjukkan

bahwa perbandingan rata-rata peningkatan keterampilan teknik dasar bolavoli

pada atlet yang memiliki koordinasi mata-tangan rendah 7.85 yang lebih tinggi

dari pada kelompok atlet yang memiliki koordinasi mata-tangan tinggi.

3. Pengaruh Interaksi Antara Metode Latihan dan Koordinasi Mata-

Tangan Terhadap Peningkatan Keterampilan Teknik Dasar Bolavoli.

Dari tabel ringkasan hasil analisis varian dua faktor, nampak bahwa

faktor-faktor utama penelitian dalam bentuk dua faktor menunjukkan interaksi

yang nyata. Untuk kepentingan pengujian bentuk interaksi AB terbentuklah

tabel di bawah ini.

Tabel 16. Pengaruh Sederhana, Pengaruh Utama, dan Interaksi Faktor, A dan B Terhadap Keterampilan Teknik Dasar Bolavoli.

Faktor A = Metode latihan teknik dasar bolavoli

Taraf A1 A2 Rerata A1 – A2 B1 59.500 39.100 49.3 20.400

B = Koordinasi mata-tangan B2 40.400 42.500 41.45 2.100 Rerata 49.95 40.8 45.375 7.85 B1 – B2 19.100 3.400 9.15

Interaksi antara dua faktor penelitian dapat dilihat pada gambar berikut:

0

10

20

30

40

50

60

70

A1 A2

0

10

20

30

40

50

60

70

B1 B2

Gambar 11. Bentuk Interaksi Perubahan Besarnya Peningkatan Keterampilan Teknik Dasar Bolavoli

Keterangan :

: A1 = Metode latihan plaiometrik : A2 = Metode latihan beban. : B1 = Koordinasi mata-tangan tinggi : B2 = Koordinasi mata-tangan rendah

Atas dasar gambar di atas, bahwa bentuk garis perubahan besarnya nilai

keterampilan teknik dasar bolavoli adalah tidak sejajar dan bersilangan. Garis

perubahan peningkatan keterampilan antar kelompok memiliki suatu titik

pertemuan atau persilangan. Antara jenis latihan teknik dasar bolavoli dan tingkat

koordinasi mata-tangan memiliki titik persilangan. Berarti terdapat interaksi yang

signifikan diantara keduanya. Gambar tersebut menunjukkan bahwa koordinasi

mata-tangan berpengaruh terhadap hasil latihan teknik dasar bolavoli.

Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 16, ternyata atlet yang memiliki

koordinasi mata-tangan tinggi dengan metode latihan plaiometrik, memiliki

peningkatan keterampilan teknik dasar bolavoli sebesar 59.500 yang lebih baik

dibandingkan atlet dengan koordinasi mata-tangan tinggi dan mendapat perlakuan

metode latihan berbeban sebesar 39.100. Sedangkan atlet yang memiliki

koordinasi mata-tangan rendah dengan metode latihan berbeban, memiliki

peningkatan keterampilan teknik dasar bolavoli sebesar 42.500 yang lebih baik

dibandingkan atlet dengan koordinasi mata-tangan tinggi dan mendapat perlakuan

metode latihan berbeban sebesar 40.400. Kefektifan penggunaan metode latihan

teknik dasar bolavoli dipengaruhi oleh klasifikasi koordinasi mata-tangan yang

dimiliki atlet.

F. Keterbatasan Penelitian

Dalam penelitian ini, baik dalam menyusun kajian teori, melaksanakan

program latihan, maupun dalam pengambilan data di lapangan dan berbagai upaya

ini telah dilakukan agar hasil penelitian benar-benar sesuai dengan tujuan yang

ingin dicapai, tetapi dengan adanya beberapa faktor sebagai variabel intervening

yang tidak dapat dikendalikan sehingga hasil penelitian memiliki beberapa

kelemahan, diantaranya:

1. Penelitian ini hanya dilakukan di Klub Bolavoli Baja 78 Bantul Yogyakarta

dengan sampel relatif terbatas, sehingga penelitian ini belum cukup

digeneralisasikan secara nasional.

2. Ada kemungkinan sampel kontrol juga melakukan perlakuan yang sama

dengan kelompok yang diberi perlakuan karena kewajiban latihan sehingga

mempengaruhi validitas perlakuan kelompok.

3. Selama pelaksanaan penelitian sampel tidak diasramakan, sehingga faktor lain

yang akan mempengaruhi hasil penelitian, seperti faktor gizi, istirahat dan

pengalaman lainnya diduga akan mempengaruhi hasil penelitian.

4. Kontrol terhadap unsur-unsur lain yang dapat mempengaruhi keterampilan

teknik dasar bolavoli, seperti unsur kondisi fisik selain kekuatan otot, faktor

kualitas psikis dan juga kemampuan motorik tidak diperhitungkan sehingga

variabel-variabel tersebut akan dapat mempengaruhi hasil penelitian.

BAB V

KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan hasil analisis data yang telah dilakukan,

dapat diperoleh kesimpulan sebagai berikut:

1. Ada perbedaan pengaruh yang signifikan antara latihan plaiometrik dan

berbeban terhadap keterampilan teknik dasar bolavoli. Pengaruh latihan

plaiometrik lebih baik dari pada dengan latihan beban.

2. Ada perbedaan peningkatan keterampilan teknik dasar bolavoli yang

signifikan antara atlet yang memiliki koordinasi mata-tangan tinggi dan

rendah. Peningkatan keterampilan teknik dasar bolavoli pada atlet yang

memiliki koordinasi mata-tangan tinggi lebih baik dari pada yang memiliki

koordinasi mata-tangan rendah.

3. Terdapat pengaruh interaksi yang signifikan antara metode latihan dan

koordinasi mata-tangan terhadap peningkatan keterampilan teknik dasar

bolavoli.

a. Atlet yang memiliki koordinasi mata-tangan tinggi lebih cocok jika

diberikan latihan plaiometrik.

b. Atlet yang memiliki koordinasi mata-tangan rendah lebih cocok jika

diberikan latihan berbeban.

B. Implikasi

Berdasarkan kesimpulan dalam penelitian ini, memberikan implikasi bahwa

dalam merancang program latihan, khususnya dalam menentukan metode latihan

yang akan digunakan untuk meningkatkan keterampilan teknik dasar bolavoli,

para pelatih perlu memperhatikan pilihan-pilihan metode, teknik dan strategi

secara tepat. Metode atau bentuk latihan yang digunakan dalam proses latihan

harus dipertimbangkan efektifitas dan efisiensi dari metode tersebut dalam

mencapai hasil latihan yang maksimal. Hal tersebut juga harus disesuaikan dengan

karakteristik atlet dan karakteristik latihan yang akan diajarkan. Hasil penelitian

ini menunjukan bahwa latihan plaiometrik memperoleh hasil yang lebih baik dan

optimal dari pada latihan berbeban dalam latihan. Kebaikan latihan plaiometrik ini

dapat dipergunakan sebagai solusi bagi pengajar dan pelatih dalam upaya

meningkatkan keterampilan teknik dasar bolavoli.

Dalam proses latihan keterampilan teknik dasar bolavoli, karakteristik

pemain yang perlu diperhatikan dan menjadi dasar untuk menetukan metode

latihan atau bentuk latihan yang akan digunakan adalah koordinasi mata-tangan.

Pemain yang memiliki koordinasi mata-tangan tinggi akan lebih mudah

menguasai gerakan keterampilan teknik dasar bolavoli, sehingga kualitas atlet

yang memiliki koordinasi mata-tangan tinggi menjadi lebih baik dari pada atlet

yang memiliki koordinasi mata tangan rendah.

Dalam penjelasan di atas maka perbedaan atlet dalam hal koordinasi mata-

tangan akan membawa implikasi bagi pelatih dalam menentukan metode latihan

yang tepat dalam proses latihan keterampilan teknik dasar bolavoli.

C. Saran

Berdasarkan hasil penelitian ini maka kepada pengajar dan pelatih diberikan

saran-saran sebagai berikut:

1. Para pelatih dalam melatih keterampilan teknik dasar bolavoli tanpa

mengesampingkan efektifitas keberhasilan dalam pencapain tujuan latihan.

2. Penerapan penggunaan metode latihan untuk meningkatkan keterampilan

teknik dasar bolavoli, perlu memperhatikan faktor koordinasi mata-tangan.

3. Para pelatih bolavoli dalam melatih keterampilan teknik dasar bolavoli dapat

menggunakan latihan plaiometrik dan berbeban, yang disesuaikan dengan

koordinasi mata-tangan atlet, dimana atlet yang memilki koordinasi mata-

tangan tinggi lebih efektif latihan dengan menggunakan latihan plaiometrik.

Sedangkan pemain yang memilki koordinasi mata-tangan rendah lebih efektif

latihan dengan menggunakan latihan berbeban.

4. Para peneliti lain yang akan mengadakan penelitian yang sejenis dengan

penelitian ini dapat menggunakan penelitian ulang dengan jumlah sampel

yang lebih banyak dan jangka waktu yang lebih lama.

DAFTAR PUSTAKA

Baumgartner, T.A. & Jackson, A.S. 1991. Measurement for Evaluation in Physical Education and Exercise Science. USA: Wm.c. Brown Communication. Inc.

Beutelstahl, Dieter. 2003. Belajar Bermain Bolavoli. Bandung: CV. Pioner Jaya. Bompa, O. T. 1990. Theory And Methodology Of Training The Key To Athletic

Performance. Dubuque, Iowa: Kendall/Hunt. ___________. 1994. Power Training For Sport: Plyometrics For Maximum

Power Development. Ontario: Mosaic Press. Brooks, G.A. & Fahey, T.D. 1984. Exercise Physiology Human Bioenergetics and

its Aplication. Canada: Jhon Wiley & Sons Inc. Cholik Mutohir. 2002. Pendidikan dan Pengembangan, Pelaksanaan Pendidikan

Jasmani dan Olahraga di Sekolah dan Perguruan Tinggi. IKIP Surabaya.

Chostill, D.L.; Coyle, EF.; Frink, W.F.; Lesnes, G.R & Witszman, F.A. 1979.

Adaptations in Skeletal Muscle Following Strength Training. Journal Appl. Physiol: Respirat Environ Exercise Physiol 46 (1) : 96-99.

Chu, Donald A. 1992. Jumping Into Plyometrics. California: Leisure Press

Champaign, Illionis. Custou, Virginie. 2003. ATP Generation in The Trypanosoma Brucei Procyclic

Form. Journal of Biological Chemistry. Vol 278 No. 49. December. p.373-387.

Durrwachter, G. 1990. Bola Volley, Belajar dan Berlatih Sambil Bermain. Alih

Bahasa Oleh Tim Redaksi PT. Gramedia. Jakarta: PT. Gramedia. Engkos Kosasih. 1993. Olahraga: Teknik & Program Latihan. Jakarta: Akapres. Fos, M.L. & Keteyian, S.J. 1998. Physiological Basic For Exercise and Sport.

Dubuque: McGraw-Hill Companis. Fox, E.L, Bowers, RW., Foss, ML. 1984. Sports Physiology. Philadelphia: WB.

Sounders Company.

_______, Bowers, RW. Foss, ML. 1988. The Psycological Basic of Physical Education and Athletics. Philadelphia: WB. Sounders Company.

Haree, Dietrich. 1982. Principles of Sport Training. Berlin: Sportverlag. Harsono. 1988. Coaching Dan Aspek-Aspek Psikologis Dalam Coaching. Jakarta:

Dikti P2LPTK. Jonath. U, Haag E & Krempel, R. 1987. Atletik I. Alih Bahasa Suparmo, Jakarta:

PT. Rosda Jaya Putra. Junusul, Hairy. 1989. Fisiologi Olahraga. Jakarta: Departemen Pendidikan dan

Kebudayaan. Dirjendikti Kirkendall, D. R. Joseph, J. R. Robert, E. J. 1987. Measurement and Evaluation

for Physical Educators. Illionis: Human Kinetics Publishers. Inc. Lamb, David R. 1984. Physiology of Exercise Responses and Adaptations.

Canada: Mac Milk Publising Company. Mulyono, B.A. 1999. Tes dan Pengukuran Dalam Pendidikan Jasmani Olahraga.

Surakarta: Universitas Sebelas Maret Press. Nossek, Josef. 1982. General Theory of Training. National Institute for Sports,

Lagos: Pan African Press. Pate, R. R., McClenaghan, B. & Rotella, R. 1984. Scientific Foundations of

Coaching. Philadelphia: Saunders College Publiser. Pyke, F. S. 1991. Toward Better Coaching The Art and Science of Coaching.

Canbera, Australia: Government Publishing Service. Radcliffe, J. C. & Farentinos, R. C. 1985. Plyometrics. Illionis: Human Kinetics

Publiser. Inc. Radioputro, R. 1987. Fisiologi Olahraga. Yogyakarta: Yayasan STO Yogyakarta. Rahimi, R. 2006. Perbedaan Pengaruh Metode Latihan dan Power Otot Tungkai

Terhadap Peningkatan Prestasi Lomba Sepeda Jarak Pendek. Surakarta: Program Studi Ilmu Keolahragaan, Pascasarjana Universitas Sebelas Maret.

Riequier, Daniel. 2000. Mitochondrial Uncoupling Proteins: From Mitochondria

to the Regulation of Energy Balance. Journal of Physiology. Vol 529 No. 1. p.3-10.

Robinson, B. 1997. Bolavoli Bimbingan, Petunjuk dan Teknik Bermain. Semarang: Dahara Prize.

Rushall, B.S & Pyke, R.S. 1990. Training for Sport and Fitness. Cambera: The

Mac Millan Company of Australia. PIY. LTD. Rusli Lutan. 1988. Belajar Keterampilan Motorik. Pengantar Teori dan Metode.

Jakarta: Depdikbud. Rusli Lutan dan Adang Suherman. 2000. Perencanaan Pembelajaran Penjaskes.

Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional, Direktorat Jendral Pendidikan Dasar dan Menengah.

Sajoto, M. 1995. Pembinaan Kondisi Fisik Dalam Olahraga. Jakarta: Ditjendikti. Schmidt, Richard A. 1991. Motor Learning and Performance: from principles to

practice. England: Human Kinetics Publisher (UK). Ltd. Sharkey, B. 2003. Kebugaran dan Kesehatan. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Soekarman, R. 1987. Dasar Olahraga: Untuk Pembina, Pelatih dan Atlet. Jakarta:

PT. Indayu Press. Sri Santoso Sabarini. 2008. Perbedaan Pengaruh Metode Latihan Dan

Koordinasi Mata Tangan Terhadap Keterampilan Bermain Baseball (Studi Eksperimen Weight Training dan Plyometric pada Pemain Putra Pembinaan Baseball JPOK FKIP UNS Surakarta Tahun 2008). Surakarta : Program Studi Ilmu Keolahragaan, Pascasarjana Universitas Sebelas Maret.

Strand, B.N & Wilson, R. 1993. Assesing Sport Skill. Champaign: Human

Kinetics Publishers. Sudjana, 2002. Desain dan Analisis Eksperimen. Bandung: Tarsito. _______, 2004. Metode Statistika. Bandung: Tarsito. Sudjarwo. 1995. Ilmu Kepelatihan Dasar. Surakarta: Universitas Sebelas Maret

Press. Sugiyanto. 1997. Perkembangan Gerak. Surakarta: UNS Press. Sugiyanto dan Soedjarwo. 1994. Kepelatihan Bolavoli. Surakarta: UNS Press. Suharno HP. 1982. Tes Kecekapan Bermain Bolavoli Untuk Pelajar Putra SMA.

Yogyakarta: FKIK IKIP.

__________. 1993. Ilmu Coaching Umum. Yogyakarta: Andi Offset. Syarifuddin, Aip. 2003. Panduan Olahraga Bolavoli. Jakarta. PT. Grasindo. Thomas, J.P. & Nelson, J.K. 2001. Research Methods in Physical Aktivity. Second

Edition. Champaign Illionis. Human Kinetic Publiser. Tirtawirya, D. 2003. Pengaruh Metode Latihan Pliometrik Terhadap Peningkatan

Power Otot Tungkai (Studi Eksperimen Pada Atlet Taekwondo MAN Yogyakarta III). Surakarta : Program Studi Ilmu Keolahragaan, Pascasarjana Universitas Sebelas Maret.

Viera, Barbara L. & Fergusson, Bonnie Jil, M.S. 1996. Bolavoli Tingkat Pemula.

Alih Bahasa. Monti. Jakarta: Raja Grafindo. Yunus, M. 1992. Olahraga Pilihan Bolavoli. Jakarta: Depdikbud.