PENGARUH METODE BERCERITA DENGAN MEDIA GAMBAR …repository.unja.ac.id/2130/1/artikel.pdf · 2....
Transcript of PENGARUH METODE BERCERITA DENGAN MEDIA GAMBAR …repository.unja.ac.id/2130/1/artikel.pdf · 2....
1
PENGARUH METODE BERCERITA DENGAN MEDIA GAMBAR
TERHADAP KEMAMPUAN BERBICARA ANAK USIA DINI
DI RA RAUDHATUL ISLAMIYAH KECAMATAN BRAM ITAM
KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT
Oleh:
Eka Pentiernitasari
A1f113016
Program S1 Pgpaud Fkip Universitas Jambi
ABSTRAK
Kata Kunci : Metode Bercerita dengan Media Gambar, Kemampuan Berbicara
Berdasarkan hasil pengamatan peneliti di RA Raudhatul Islamiyah
Kecamatan Bram Itam Kabupaten Tanjung Jabung Barat menunjukkan bahwa
kemampuan berbicara anak belum berkembang dengan optimal. Tujuan penelitian
ini adalah untuk mengungkapkan pengaruh metode bercerita dengan media
gambar terhadap kemampuan berbicara anak usia dini di RA Raudhatul Islamiyah
Kecamatan Bram Itam Kabupaten Tanjung Jabung Barat.
Penelitian ini menggunakan metode eksperimen. Adapun jenis metode
eksperimen yang digunakan adalah menggunakan rancangan “Pretest-posttest
control group design” yaitu terdapat dua kelompok yang dipilih, populasi
penelitian adalah seluruh anak RA Raudhatul Islamiyah sebanyak 62 orang.
Sampel dalam penelitian ini yaitu kelas B berjumlah 41 anak yang terbagi menjadi
2 kelas yaitu B1 sebanyak 20 anak dan B2 sebanyak 21 anak. Teknik analisis
datanya menggunakan uji t, karena dua sampel yang diuji relative kecil maka uji
normalitas dan homogenitas tidak dilakukan sehingga analisis data langsung
menggunakan uji t, hipotesis menggunakan uji nonparametric yang dipakai adalah
Uji Mann Whitney.
Hasil penelitian membuktikan bahwa dk = n1+n2-2 = 21+20-2 = 39 dan
taraf signifikasi 𝛼 = 0,05 angka batas penolakan hipotesis dalam tabel t adalah
1,69, sedangkan nilai t yang diperoleh adalah sebesar 4,53 , ternyata thitung > ttabel.
Hal ini membuktikan ada pengaruh yang signifikan antara kelas eksperimen dan
kelas control. Hasil Uji Mann Whitney membuktikan bahwa nilai kritis Ztabel,
dengan tingkat signifikasi 5% adalah ± 1,96 , sedangkan nilai Zhitung yang
2
diperoleh - 3,09 , ternyata Zhitung < - Z ∝
2 hal ini membuktikan bahwa terdapat
pengaruh yang signifikan kemampuan berbicara anak usia dini di kelas B1 dan
B2.
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang dilakukan, diperoleh
kesimpulan bahwa metode bercerita dengan media gambar berpengaruh terhadap
kemampuan berbicara anak usia dini di RA Raudhatul Islamiyah Kecamatan
Bram Itam Kabupaten Tanjung Jabung Barat.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Di era globalisasi seperti sekarang ini mutlak menuntut seseorang untuk
membekali diri dengan ilmu pengetahuan agar dapat bersaing dan
mempertahankan diri dari semakin kerasnya kehidupan dunia dan dari berbagai
tantangan yang mau tidak mau harus dihadapi. Melalui pendidikanlah seseorang
dapat memperoleh ilmu pengetahuan yang mereka butuhkan baik melalui
pendidikan formal maupun nonformal. Pendidikan bagi umat manusia merupakan
kebutuhan mutlak yang harus dipenuhi sepanjang hayat. Pendidikan merupakan
hal terpenting dan merupakan suatu kebutuhan hidup sehingga manusia dapat
beradaptasi dengan sesama, baik itu dengan lingkungan sekitar maupun
lingkungan luas.
Pendidikan nasional bertujuan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan
mengembangkan manusia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa
kepada Tuhan Yang Maha Esa, serta berbudi luhur, memiliki pengetahuan,
keterampilan dan rasa tanggungjawab. Pendidikan menjadi salah satu kebutuhan
pokok manusia yang harus dipenuhi, yang mempunyai tujuan tinggi dari sekedar
3
untuk bertahan hidup, sehingga manusia menjadi lebih terhormat dan mempunyai
kedudukan yang lebih tinggi daripada yang tidak berkependidikan.
Anak usia dini memiliki peran yang sangat strategis dalam proses
peletakkan dasar pendidikan generasi bangsa pada masa mendatang. Pendidikan
anak usia dini merupakan tahap awal proses pendidikan yang diselenggarakan
secara terstruktur dalam upaya pembentukan sumber daya manusia Indonesia agar
kelak mampu menjadi generasi yang andal dan mampu membangun bangsanya
serta memiliki harkat dan martabat yang mampu bersaing dengan bangsa-bangsa
lain (Kemendiknas, 2010).
Pendidikan Anak Usia Dini dinyatakan dalam Undang-undang Nomor 20
Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab 1 Pasal 1 Ayat 14, yang
berbunyi “Pendidikan anak usia dini adalah suatu upaya pembinaan yang
ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan
melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan
perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki
pendidikan lanjut.
Ditinjau dari Perkembangannya, anak usia dini merupakan masa
pertumbuhan yang paling penting karena menentukan masa perkembangan
selanjutnya. Disebutkan Santoso (2005:2.8) bahwa masa anak usia dini
menempati posisi yang paling penting dalam perkembangan otaknya. Selanjutnya
dinyatakan bahwa karena perkembangan otaknya tersebut usia 0-6 tahun disebut
sebagai usia emas (golden age). Oleh karena itu, pendidikan anak usia dini dirasa
penting karena menentukan keberhasilan anak selanjutnya.
4
Menurut Masitoh (2008) menyatakan bahwa perkembangan anak
prasekolah meliputi perkembangan fisik dan motoric, kognitif, social emosional
dan bahasa. Masing-masing perkembangan tersebut saling berkolaborasi antara
perkembangan satu dengan perkembangan yang lain pada anak. Bahasa
memegang peranan penting dalam kehidupan manusia pada umumnya dan dalam
kegiatan berkomunikasi pada khususnya.
Kemampuan berbahasa memiliki empat aspek atau ruang lingkup yaitu
kemampuan mendengarkan, kemampuan berbicara, kemampuan membaca, dan
kemampuan menulis. Setiap aspek keterampilan itu berkaitan erat dengan tiga
aspek keterampilan lainnya. Keterampilan berbahasa tersebut diperoleh melalui
hubungan yang teratur, yaitu pada masa kecil anak belajar menyimak bahasa,
kemudian berbicara, sesudah itu belajar membaca dan menulis.
Menurut Suhartono (2005:20) kemampuan berbicara adalah kemampuan
mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau kata-kata untuk mengekspresikan,
menyatakan serta menyampaikan pikiran, gagasan, dan perasaan. Kelancaran
berbicara harus diupayakan sejak dini, karena dengan lancarnya berbicara anak
dapat menjaga kondisi berhubungan dengan orang lain baik di lingkungan
sekolah, keluarga maupun lingkungan masyarakat.
Memacu kemampuan berbicara anak merupakan sesuatu yang penting.
Menurut Harlock dalam Musfiroh (2005:102) Kemampuan berbicara sangat
mempengaruhi penyesuaian social dan pribadi anak, yaitu : 1) Anak yang pandai
berbicara akan memperoleh pemuasan kebutuhan dan keinginan, 2) Anak yang
pandai berbicara akan memperoleh perhatian dari orang lain atau menjadi pusat
5
perhatian, 3) Anak yang pandai berbicara akan mampu membina hubungan
dengan orang lain dan dapat memerankan kepemimpinannya dari pada anak yang
tidak pandai berbicara, 4) Anak yang pandai berbicara akan memperoleh penilaian
baik, kaitannya dengan isi dan cara berbicara, 5) Anak yang pandai berbicara akan
memiliki kepercayaan diri dan penilaian diri yang positif, terutama setelah
mendengar orang tentang dirinya, 6) Anak yang pandai berbicara biasanya
memiliki kemampuan akademis yang lebih baik, 7) Anak yang pandai berbicara
lebih mampu memberikan komentar positif dan menyampaikan hal-hal yang baik
kepada lawan bicara, 7) Anak yang pandai berbicara cenderung pandai
mempengaruhi dan meyakinkan teman sebayanya.
Dari kemampuan berbicara yang dicapai oleh anak usia dini, ada tiga hal
penting yang harus dikembangkan dalam kemampuan berbicara anak yaitu: (1)
dapat berbagi pengalaman verbal (dalam bentuk cerita) missal dalam kegiatan
pembelajaran dikelas dapat ditingkatkan melalui kegiatan pemberian kesempatan
kepada anak untuk dapat bercerita pengalaman pribadinya, (2) dapat
menggunakan kalimat yang kompleks, dan (3) mampu menceritakan kembali isi
cerita yang sudah disampaikan oleh guru.
Berdasarkan observasi yang dilakukan pada tanggal 13 Maret 2017 di RA
Raudhatul Islamiyah Kecamatan Bram Itam Kabupaten Tanjung Jabung Barat
menunjukkan bahwa kemampuan berbicara anak belum berkembang dengan
optimal. Hal ini dapat dilihat dari 21 orang anak baru 9,52 % anak yang sudah
mampu berkomunikasi dengan baik Seperti lantang atau langsung bertanya
kepada guru tentang apa yang didengar, mengajukan pertanyaan, menjawab
6
pertanyaan, dan mengungkapkan pendapat, ini berarti masih terdapat 90,48%
anak yang belum mampu berkomunikasi dengan baik. Berdasarkan pengamatan
terlihat bahwa kegiatan pembelajaran yang dilakukan guru cenderung monoton,
sehingga kurang menarik perhatian anak. Didalam proses pembelajaran, kegiatan
dilakukaan tidak dengan bermain. Selama guru menyajikan cerita, teknik yang
digunakan kurang bervariasi. Teknik tersebut antara lain dengan bercerita tanpa
alat peraga yakni teknik bercerita dimana guru bercerita di depan kelas tanpa
adanya media pendukung. Sedangkan pembelajaran dilakukan secara klasikal
dengan guru sebagai pengendali, pemberi instruksi, dan focus utama sehingga
anak menjadi pasif.
Kunci utama dalam mengembangkan kemampuan berbicara pada anak
usia dini yaitu dengan menggunakan metode yang dikemas secara menyenangkan
dan menarik, agar anak tertarik untuk menyimak dan membagikan kepada orang
lain. Kegiatan bercerita harus diusahakan menjadi pengalaman bagi anak yang
bersifat unik dan menarik, yang menggetarkan perasaan anak, dan memotivasi
anak untuk mengikuti cerita itu sampai tuntas.
Metode bercerita adalah cara penyampaian materi pembelajaran secara
lisan dalam bentuk cerita kepada anak. dengan menggunakan metode bercerita
dapat melatih daya serap, daya tangkap, daya pikir anak, daya konsentrasi anak,
daya imajinasi anak, dan membantu perkembangan berbicara anak.
Salah satu media yang dapat digunakan untuk memotivasi anak untuk
mengembangkan kemampuan berbicara anak dalam kegiatan bercerita yaitu
dengan bercerita dengan media gambar sehingga anak akan tertarik dan mengikuti
7
cerita sampai tuntas, serta anak mampu berbicara dan menceritakan secara urut
ketika disuruh untuk menceritakan kembali isi cerita. Dengan menggunakan
media gambar yang dapat menarik perhatian anak, maka metode bercerita ini akan
berfungsi dengan baik. Untuk mengetahui apakah metode bercerita dengan media
gambar dapat berpengaruh terhadap kemampuan berbicara anak di RA Raudhatul
Islamiyah Kecamatan Bram Itam Kabupaten Tanjung Jabung Barat.
Berdasarkan uraian diatas, mendorong penulis untuk mengadakan
penelitian yang berjudul “Pengaruh Metode Bercerita dengan Media Gambar
terhadap Kemampuan Berbicara Anak Usia Dini di RA Raudhatul Islamiyah
Kecamatan Bram Itam Kabupaten Tanjung Jabung Barat”.
1.2 Batasan Masalah
Berdasarkan permasalahan maka peneliti membatasi permasalahan
penelitian, yaitu:
1. Kemampuan berbicara yang diteliti dalam penelitian ini adalah
berkaitan dengan minat anak bicara, kosa kata, pengucapan /
mengucapkan kata, dan pengenalan kalimat sederhana.
2. Metode Pembelajaran yang digunakan yaitu metode bercerita dengan
media gambar
3. Anak usia dini yang dimaksud yaitu anak usia 5-6 tahun di RA
Raudhatul Islamiyah
1.3 Rumusan Masalah
8
Berdasarkan batasan masalah yang peneliti buat dapat peneliti rumuskan
bahwa Apakah Metode Bercerita dengan Media Gambar berpengaruh terhadap
Kemampuan Berbicara Anak Usia Dini di RA Raudhatul Islamiyah?
1.4 Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengungkapkan pengaruh metode bercerita
dengan media gambar terhadap kemampuan berbicara anak usia dini di RA
Raudhatul Islamiyah Kecamatan Bram Itam Kabupaten Tanjung Jabung Barat
1.5 Manfaat Penelitian
Dari Penelitian tersebut maka penulis berharap dapat memberikan manfaat:
1. Secara teoritis
Menambah wawasan dan mengembangkan ilmu yang berkaitan dengan
kemampuan berbicara melalui metode bercerita dengan media gambar.
2. Secara Praktis
a. Anak
Penelitian metode bercerita ini dapat memberikan pengalaman belajar
anak yang lebih bervariasi sehingga dapat memotivasi kemampuan
berbicara anak
b. Guru
Menambah masukan tentang metode bercerita dengan media gambar
agar dapat mengembangkan kualitas pembelajaran.
c. Sekolah
9
Diharapkan penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan
dalam menentukan metode pembelajaran pada waktu yang akan datang
1.6 Hipotesis
Penelitian ini akan membuktikan hipotesis sebagai berikut: terdapat
pengaruh metode bercerita dengan media gambar terhadap kemampuan berbicara
anak usia dini
1.7 Definisi Operasional
1. Metode Bercerita merupakan cara bertutur kata dan penyampaian cerita
kepada orang lain secara lisan, agar oranglain tertarik untuk
mendengarkannya dan mendapatkan hikmah dari isi cerita yang
disampaikannya.
2. Kemampuan Berbicara anak usia dini adalah kemampuan anak dalam
mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau kata-kata untuk
mengekspresikan, menyatakan serta menyampaikan pikiran, gagasan, dan
perasaan yang digunakan untuk menyampaikan maksud tertentu pada
orang lain, sehingga maksud tersebut dapat dipahami oleh orang-orang
yang berada disekitar anak.
10
1.8 Kerangka Konseptual
Sampel
Kelompok
Eksperimen
Kelompok
Kontrol
Pre-test
Post-test
Hasil
Kesimpulan
Analisis Statistika
Hasil
Diterapkan Metode
Bercerita dengan media
gambar
Tidak diterapkan
metode bercerita
dengan media gambar
Populasi
11
Gambar 1.1 Kerangka Konseptual
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Konsep Kemampuan Berbicara
2.1.1 Pengertian Kemampuan Berbicara
Kemampuan Berbicara adalah kemampuan penyampaian maksud (ide,
pikiran, gagasan, atau isi hati) seseorang kepada orang lain dengan menggunakan
bahasa lisan sehingga maksud tersebut dapat dipahami oleh orang lain dengan
mudah. Menurut Suhartono (2005:22) mendefinisikan bicara sebagai suatu
penyampaian maksud tertentu dengan mengucap bunyi-bunyi artikulasi atau kata-
kata untuk mengekspresikan, menyatakan serta menyampaikan pikiran, gagasan,
dan perasaan.
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI, 2005:165), Kemampuan berbicara
adalah “beromong, bercakap, berbahasa, mengutarakan isi pikiran, melisankan
sesuatu yang dimaksud”. Bicara merupakan bentuk komunikasi yang paling
efektif, penggunaannya paling luas dan paling penting.
Menurut Hariyadi dan Zamzani (dalam Suhartono, 2005:20) menyatakan
bahwa kemampuan berbicara adalah proses komunikasi, sebab di dalamnya terjadi
pesan dari suatu sumber ke tempat lain.
12
Berdasarkan pengertian yang sudah disebutkan dapat disimpulkan bahwa
kemampuan berbicara anak adalah kemampuan anak dalam mengucapkan bunyi-
bunyi artikulasi atau kata-kata untuk mengekspresikan, menyatakan serta
menyampaikan pikiran, gagasan, dan perasaan yang digunakan untuk
menyampaikan maksud tertentu pada orang lain, sehingga maksud tersebut dapat
dipahami oleh orang-orang yang berada disekitar anak.
Kemampuan berbicara anak usia dini, khususnya usia 5-6 tahun
kemampuan berbicara secara mengagumkan. Owens dalam Rita Kurnia (2009:37)
mengemukakan bahwa anak usia tersebut memperkaya kemampuan berbicaranya
melalui pengulangan. Maka mereka sering mengulangi kosa kata yang baru dan
unik sekalipun belum memahami artinya. Dalam mengembangkan berbicara
tersebut, anak menggunakan fast wrapping yaitu suatu proses dimana anak
menyerap arti kata baru setelah mendengarkannya sekali atau dua kali dalam
dialog. Pada masa dini inilah anak mulai mengkomunikasikan suku kata menjadi
kata, dan kata menjadi kalimat.
Aliday dan Hasan dalam Rita Kurnia (2009:38) mengemukakan, anak usia
5-6 tahun rata-rata dapat menggunakan 900-1000 kosa kata yang berbeda. Mereka
menggunakan 4-5 kata dalam satu kalimat yang dapat berbentuk kalimat
pernyataan, negative, dan perintah. Anak usia 5 tahun sudah mulai menggunakan
kalimat yang beralasan seperti “saya menangis karena sakit”. Pada usia 6 tahun
pembicaraan mereka mulai berkembang dimana kosa kata yang digunakan lebih
banyak dan rumit.
13
Menurut Hurlock (diacu dalam Sunaryanto, 2015) mengemukakan
kriteria untuk mengukur tingkat kemampuan berbicara secara benar atau
hanya sekedar ‘membeo’ sebagai berikut:
1. Anak mengetahui arti kata yang digunakan dan mampu
menghubungkannya dengan objek yang diwakilinya. Jadi, anak tidak
hanya mengucapkan tetapi juga mengetahui arti kata yang diucapkannya.
2. Anak mampu melafalkan kata-kata yang dapat dipahami orang lain
dengan mudah. Hal tersebut berarti bahwa anak melafalkan dengan jelas
kata yang diucapkannya dengan bahasa yang mudah dimengerti orang
lain, sehingga orang lain dapat memahami maksud apa yang diucapkan.
3. Anak memahami kata-kata tersebut bukan karena telah sering mendengar atau
menduga - duga.
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa untuk mengukur
kemampuan berbicara anak adalah anak mengetahui arti kata yang diucapkannya,
anak dapat melafalkan kata-kata yang dapat dipahami orang lain, dan memahami
kata-kata yang diucapkannya.
Kemampuan berbicara perlu dilatih kepada anak sejak dini, supaya anak
dapat mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau kata-kata sehingga mampu
mengekspresikan, menyatakan, serta menyampaikan ide, pikiran, gagasan, atau isi
hati kepada orang lain. Belajar berbicara dapat dilakukan anak dengan bantuan
dari orang dewasa melalui percakapan. Dengan percakap-cakap anak akan
menemukan pengalaman dan meningkatkan pengetahuannya dan
mengembangkan bahasanya. Anak membutuhkan penguatan, pujian, stimulasi dan
14
model atau contoh yang baik dari orang dewasa agar kemampuannya dapat
berkembang secara maksimal.
Berdasarkan pengertian kemampuan berbicara diatas, maka dapat
disimpulkan bahwa kemampuan berbicara adalah kemampuan untuk
mengekspesikan, menyatakan, serta menyampaikan ide, pikiran, gagasan atau isi
hati kepada orang lain dengan menggunakan bahasa lisan yang dapat dipahami
oleh orang lain.
Memacu kemampuan berbicara anak merupakan sesuatu yang penting.
Menurut Harlock dalam Musfiroh (2005:102) Kemampuan berbicara sangat
mempengaruhi penyesuaian social dan pribadi anak, yaitu :
1) Anak yang pandai berbicara akan memperoleh pemuasan kebutuhan
dan keinginan.
2) Anak yang pandai berbicara akan memperoleh perhatian dari orang
lain atau menjadi pusat perhatian.
3) Anak yang pandai berbicara akan mampu membina hubungan dengan
orang lain dan dapat memerankan kepemimpinannya dari pada anak
yang tidak pandai berbicara.
4) Anak yang pandai berbicara akan memperoleh penilaian baik,
kaitannya dengan isi dan cara berbicara.
5) Anak yang pandai berbicara akan memiliki kepercayaan diri dan
penilaian diri yang positif, terutama setelah mendengar orang tentang
dirinya.
15
6) Anak yang pandai berbicara biasanya memiliki kemampuan akademis
yang lebih baik.
7) Anak yang pandai berbicara lebih mampu memberikan komentar
positif dan menyampaikan hal-hal yang baik kepada lawan bicara.
8) Anak yang pandai berbicara cenderung pandai mempengaruhi dan
meyakinkan teman sebayanya. Hal ini mendukung posisi anak sebagai
pemimpin.
Dari kemampuan berbicara yang dicapai oleh anak usia 5-6 tahun, ada tiga
hal penting yang harus dikembangkan guna meningkatkan kemampuan berbicara
anak yaitu: (1) dapat berbagi pengalaman verbal (dalam bentuk cerita) missal
dalam kegiatan pembelajaran dikelas dapat ditingkatkan melalui kegiatan
pemberian kesempatan kepada anak untuk dapat bercerita pengalaman pribadinya,
(2) dapat menggunakan kalimat yang kompleks, dan (3) mampu menceritakan
kembali isi cerita yang sudah disampaikan oleh guru dapat dioptimalkan dengan
adanya penggunaan media gambar pada saat bercerita dengan tujuan unuk
menarik perhatian anak, sehingga anak merasa senang dan kegiatan bercerita
menjadi lebih efektif.
2.1.2 Perkembangan Berbicara anak
Menurut Nurbiana (diacu dalam Sunaryanto, 2015) terdapat dua tipe
perkembangan berbicara anak:
1. Egosentric Speech, terjadi ketika anak berusia 2-3 tahun, dimana
anak berbicara kepada dirinya sendiri (monolog). Perkembangan berbicara
16
anak dalam hal ini sangat berperan dalam mengembangkan kemampuan
berpikirnya.
2. Socialized speech, terjadi ketika anak berinteraksi dengan temannya atau
pun lingkungannya. Hal ini berfungsi untuk mengembangkan kemampuan
adaptasi sosial anak. Berkenaan dengan hal tersebut terdapat 5 bentuk
socialized speech yaitu:
a. Saling Tukar informasi untuk tujuan bersama;
b. Penilaian terhadap ucapan atau tingkah laku orang lain;
c. Perintah, permintaan, ancaman
d. Pertanyaan;
e. Jawaban
Selanjutnya Nurbiana (diacu dalam Sunaryanto, 2015) mengemukakan
ada beberapa faktor yang dapat dijadikan ukuran kemampuan berbicara
seseorang yang terdiri dari aspek kebahasaan dan non kebahasaan.
Aspek kebahasaan meliputi:
1. Ketepatan ucapan
2. Penempatan tekanan, nada, sendi, dan durasi yang sesuai;
3. Pilihan kata;
4. Ketetapan sarana pembicaraan
Aspek non kebahasaan meliputi:
1. Sikap tubuh, pandangan, bahasa tubuh, dan mimik yang tepat;
2. Kesediaan menghargai pembicaraan maupun gagasan orang lain;
3. Kenyaringan suara dan kelancaran dalam berbicara;
4. Relevansi, penalaran dan penguasaan terhadap topik tertentu.
17
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa tipe
perkembangan berbicara anak usia 5 - 6 tahun yaitu anak mulai berinteraksi
dengan temannya ataupun lingkungannya. Dari interaksi tersebut anak dapat
saling menyampaikan informasi, menyuruh, meminta, bertanya ataupun
menjawab pertanyaan dan untuk mengukur kemampuan berbicara anak adalah
anak mengetahui arti kata yang diucapkannya, anak dapat melafalkan kata-
kata yang dapat dipahami orang lain dan memilih kata-kata yang diucapkan
anak.
2.1.3 Tahapan Berbicara Anak
Pateda dalam Suhartono (2005:49) menjelaskan tahapan perkembangan
awal ujaran anak, yaitu tahap penamaan, tahap telegrafis, dan tahap
transformasional. Tahapan tersebut dapat diuraikan sebagai berikut :
1. Tahap Penamaan
Pada tahap ini anak mengasosiasikan bunyi-bunyi yang pernah didengarnya
dengan benda, peristiwa, situasi, kegiatan, dan sebagainya yang pernah
dikenal melalui lingkungannya. Pada tahap ini anak baru mampu
menggunakan kalimat terdiri atas satu kata atau frase. Kata-kata yang
diujarkannya mengacu pada benda-benda yang ada di sekelilingnya.
2. Tahap Telegrafis
Pada tahap ini anak mampu menyampaikan pesan yang diinginkannya
dalam bentuk urutan bunyi yang berwujud dua atau tiga kata. Anak
menggunakan dua atau tiga kata untuk mengganti kalimat yang berisi maksud
18
tertentu dan ada hubungannya dengan makna. Ujaran tersebut sangat
singkat dan padat. Oleh karena itu, ujaran anak sejenis ini disebut juga
telegrafis. Steinbergh (Suhartono, 2005: 50) mengatakan bahwa pada
tahap ini anak berumur sekitar dua tahun.
3. Tahap Transformasional
Pada tahap ini anak sudah mulai memberanikan diri untuk bertanya,
menyuruh, menyanggah, dan menginformasikan sesuatu. Pada tahap ini
anak sudah mulai berani mentransformasikan idenya kepada orang lain
dalam bentuk kalimat yang beragam. Berbagai kegiatan anak aktivitasnya
dikomunikasikan atau diujarkan melalui kalimat-kalimat. Yang termasuk
pada tahap ini yaitu anak berumur lima tahun.
Berdasarkan tahapan-tahapan di atas maka dapat disimpulkan bahwa
tahapan berbicara anak RA kelompok B (5-6) tahun berada pada tahap
transformasional. Pada tahap tersebut anak sudah dapat berani bertanya,
menyuruh, menyanggah, menginformasikan sesuatu serta berani
mentransformasikan idenya kepada orang lain dalam bentuk kalimat
yang beragam.
2.1.4 Karakteristik Berbicara Anak usia 5-6 tahun
Menurut Enawulan (2005:49), perkembangan berbicara anak usia 5-6
tahun adalah sudah dapat mengucapkan kata dengan jelas dan lancar, dapat
menyusun kalimat yang terdiri dari enam sampai delapan kata, dapat menjelaskan
arti kata-kata yang sederhana, dapat menggunakan kata hubung, kata depan dan
19
kata sandang. Pada masa akhir usia taman kanak-kanak umumnya anak sudah
mampu berkata-kata sederhana dan berbahasa sederhana, cara berbicara mereka
telah lancar, dapat dimengerti dan cukup mengikuti tata bahasa walaupun masih
melakukan kesalahan berbahasa.
Hasil penelitian Loban, Hunt, dan Casda yang dikutip oleh Ellies (Muh.
Nur Mustakim, 2005:129) mengemukakan tentang karakteristik berbicara anak
usia 5-6 tahun sebagai berikut: suka berbicara dan umumnya berbicara kepada
seseorang, tertarik menggunakan kata-kata baru dan luas, banyak bertanya, tata
bahasa akurat dan beralasan, menggunakan bahasa yang sesuai, dapat
mendefinisikan dengan bahasa yang sederhana, menggunakan bahasa dengan
agresi, mengajukan pertanyaan-pertanyaan sangat aktif berbicara.
Selanjutnya Nurbian (2008:39) menyebutkan anak usia 4-6 tahun
mempunyai karakteristik berbicara yaitu:
1. Kemampuan anak untuk dapat berbicara dengan baik
2. Melaksanakan 2-3 perintah lisan secara berurutan dengan benar
3. Mendengarkan dan menceritakan kembali cerita sederhana dengan urut
yang sudah dipahami
4. Menyebutkan nama, jenis kelamin dan umurnya.
5. Menggunakan kata Tanya seperti bagaimana, apa, mengapa, kapan
6. Membandingkan dua hal
7. Memahami konsep timbal balik
8. Menyusun kalimat
9. Mengucapkan lebih dari tiga kalimat
10. Mengetahui tulisan sederhana
Dari beberapa pengertian karakteristik bahasa anak di atas, karakteristik
perkembangan bahasa anak usia 5-6 tahun sudah dapat menjelaskan arti kata-kata
yang sederhana, dapat menggunakan kata hubung, kata depan dan kata sandang.
20
Selain itu anak suka berbicara dan umumnya berbicara kepada seseorang, tertarik
menggunakan kata-kata baru dan luas, banyak bertanya. Indikator anak yang
terampil berbicara adalah anak dapat berbicara dengan lancar, berani
mengemukakan ide kepada orang lain, berani bertanya dan menjawab pertanyaan,
berani menyampaikan kegiatan yang telah dilakukan dan dapat menyusun kalimat
dengan baik dan benar.
2.1.5 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kemampuan Berbicara Anak
Kemampuan Berbicara dapat dipengaruhi oleh beberapa factor baik factor
dari dalam diri maupun dari luar. Menurut Hurlock (1978) diacu dalam
Wigayuwiva (2014) Kemampuan Berbicara dipengaruhi oleh beberapa hal, yaitu:
1. Kesiapan fisik untuk Berbicara
Kemampuan berbicara bergantung pada kematangan mekanisme bicara.
Sebelum semua organ bicara mencapai bentuk yang lebih matang, saraf dan
otot mekanisme suara tidak dapat menghasilkan bunyi yang diperlukan bagi
kata-kata.
2. Kesiapan Mental untuk Berbicara
Kesiapan mental untuk berbicara tergantung pada kematangan otak,
khususnya bagian-bagian asosiasi otak. Biasanya kesiapan tersebut
berkembang di antara umur 12 dan 18 bulan dan dalam perkembangan
berbicara dipandang sebagai “saat dapat diajar”
3. Model yang Baik untuk ditiru
21
Model yang baik untuk ditiru diperlukan agar anak tahu mengucapkan kata
dengan benar. Model tersebut mungkin orang di lingkungan sekitar mereka.
Jika mereka kekurangan model yang baik, maka mereka akan sulit belajar
berbicara dan hasil yang dicapai berada di bawah kemampuan bercerita.
4. Kesempatan untuk Berpraktik
Jika anak tidak diberikan kesempatan untuk berpraktek maka mereka akan
putus asa dan memotivasi anak menjadi rendah. Untuk bermain peran dalam
situasi kehidupan yang sebenarnya serta mempraktikkan kemampuan
berbahasa sehingga dapat membantu meningkatkan kemampuan berbicara
pada anak.
5. Motivasi
Jika anak mengetahui bahwa mereka dapat memperoleh apa saja yang mereka
inginkan tanpa memintanya, dan jika anak tahu bahwa pengganti bicara
seperti tangis dan isyarat dapat mencapai tujuan tersebut, maka motivasi anak
untuk belajar berbicara akan melemah.
6. Bimbingan
Cara yang paling baik untuk membimbing belajar berbicara adalah
menyediakan model yang baik, mengadakan kata-kata dengan jelas, serta
memberikan bantuan mengikuti model.
Ungkapan lain mengenai factor-faktor yang mempengaruhi kemampuan
berbicara dikemukakan oleh Rahayu (2007) diacu dalam wigayuwiva (2014) yang
terdiri dari beberapa hal, yaitu:
1. Gaya Berbicara, secara umum gaya bicara ditandai dengan tiga ciri, yaitu:
22
a) Gaya ekspresif, gaya bicara ekspresif ditandai dengan spontans, lugas
atau bersosialisasi.
b) Gaya perintah, gaya ini menunjukkan kewenangan dan bernada
memberikan keputusan.
c) Gaya pemecahan masalah, gaya ini bernada rasional, tanpa prasangka,
dan lemah lembut.
2. Metode penyampaian metode ini terdiri dari: (a) penyampaian mendadak; (b)
penyampaian tanpa persiapan; (c) penyampaian dari naskah; dan (d)
penyampaian dari ingatan.
Berdasarkan uraian mengenai factor-faktor yang mempengaruhi
kemampuan berbicara, dapat disimpulkan bahwa kemampuan berbicara dapat
dipengaruhi oleh model yang baik untuk ditiru serta adanya kesempatan yang
diberikan pada anak untuk berbicara. Hal itu dapat dilakukan dengan media
gambar.
2.1.6 Aspek-aspek Kemampuan Berbicara Anak Usia Dini
Untuk mngembangkan kemampuan berbicara terdapat beberapa aspek
kegiatan kemampuan berbicara. Menurut Harun Rasyid, Mansur, dan Suratno
(2009), aspek-aspek tersebut diantaranya:
a. Minat anak Berbicara
Merangsang minat anak untuk berbicara dimaksudkan supaya anak
mempunyai keberanian untuk mengungkapkan ide, gagasan, pendapat, keinginan,
apa yang ada dalam pikirannya sesuai dengan kegiatan sehari-hari. Hal yang
23
sebenarnya dilakukan oleh pengasuh ketika anak diam, berceritalah. Ketika anak
bercerita, simaklah. Ketika anak bertanya, jawablah. Ketika anak menjawab,
dukunglah dengan pujian, kalimat penyemangat. Syarat yang lebih penting adalah
pendengar yang baik untuk menangkap berbagai jenis nada bicara.
b. Kaya Kata (Kosa Kata)
Dalam mengembangkan kosa kata, anak harus belajar mengaitkan arti
dengan bunyi. Karena banyak kata yang memiliki arti yang lebih dari satu dan
karena sebagian bunyinya hampir sama, tetapi artinya yang berbeda. Oleh karena
itu membangun kosa kata jauh lebih sulit daripada mengucapkannya. Kegiatan
perbendaharaan kata anak dapat dilakukan dengan menyebutkan benda-benda
disekitarnya.
c. Pengucapan (lafal)
Tingkat kemampuan berbicara seseorang sangat dipengaruhi oleh
seringnya kata-kata yang diucapkan kepada anak sejak dini secara berulang-ulang
yang selalu didengar dari lingkungannya. Kata-kata yang diucapkan oleh anak
secara berulang-ulang akan berpengaruh pada kemampuan berbicara anak.
d. Pengenalan Kalimat Sederhana
Untuk mengekspresikan gagasan dalam bentuk bahasa, anak perlu
menguasai sejumlah kata, lalu menyusunnya menjadi satuan-satuan yang disebut
kalimat. Menyusun kalimat dapat dilakukan dengan pengenalan bentuk kalimat
melalui cerita. Dalam cerita ada kalimat sederhana yang diperkenalkan pada anak
sehingga anak akan mampu menangkap dan menyesuaikan diri dalam berkalimat.
24
2.1.7 Pembelajaran Untuk Kemampuan Berbicara Anak
Menurut Dhieni (2005:7.1 ), metode yang digunakan untuk meningkatkan
kemampuan berbicara anak yaitu menggunakan metode bercakap-cakap,
Tanyajawab, dan metode bercerita. Ketiga metode tersebut akan dijelaskan
sebagai berikut:
a. Metode bercakap-cakap yaitu merupakan interaksi yang terjadi antara guru
dengan anak yang bersifat menyenangkan karena berupa dialog dan guru
bertindak sebagai motivator.
b. Metode Tanya jawab artinya interaksi antara guru dengan siswa dan interaksi
ini terjadi karena ada sesuatu hal yang harus ditanyakan oleh guru dan ada
yang harus menjawab yaitu anak secara lisan.
c. Metode bercerita yaitu salah satu pembelajaran pengalaman bagi anak untuk
menggunakan cerita lisan, guru membawakan cerita harus menarik, salah
satunya dengan gambar agar menarik perhatian anak dan tidak terlepas dari
tujuan yang hendak dicapai.
Upaya yang digunakan untuk kemampuan berbicara anak dari adanya
beberapa metode pembelajaran diatas yang sesuai dengan kebutuhan dan
pengalaman belajar anak yaitu dengan menggunakan metode bercerita dengan
media gambar yang menarik dalam bercerita, karena dengan adanya metode
bercerita anak akan lebih efektif karena ditambah dengan penggunaan gambar
yang menarik perhatian anak.
25
2.2 Konsep Metode Bercerita dengan Media gambar
2.2.1 Pengertian Bercerita
Bercerita adalah suatu kegiatan yang dilakukan seseorang secara lisan
kepada orang lain dengan alat atau tanpa alat tentang apa yang harus disampaikan
dalam bentuk pesan, informasi atau hanya sebuah dongeng yang untuk
didengarkan dengan menyenangkan, oleh karena itu orang yang menyajikan cerita
tersebut menyampaikannya dengan menarik (Dhieni, 2009:6.4)
Bercerita merupakan kegiatan berbahasa yang bersifat produktif. Artinya,
dalam bercerita seseorang melibatkan pikiran, kesiapan mental, keberanian,
perkataan yang jelas sehingga dapat dipahami oleh orang lain. Menurut Burhan
Nurgiyantoro (2001: 278), ada beberapa bentuk tugas kegiatan bercerita yang
dapat dilatih untuk meningkatkan dan mengembangkan kemampuan berbicara
pada anak, yaitu (1) bercerita berdasarkan gambar, (2) wawancara, (3) bercakap-
cakap, (4) berpidato, (5) berdiskusi.
Bercerita merupakan salah satu kebiasaan masyarakat sejak dahulu
sampai sekarang. Hampir setiap siswa yang telah menikmati suatu cerita akan
selalu siap untuk menceritakannya kembali, terutama jika cerita tersebut
mengesankan bagi siswa. Menurut Burhan Nurgiyantoro (2001:289), bercerita
merupakan salah satu bentuk tugas kemampuan berbicara yang bertujuan untuk
mengungkapkan kemampuan berbicara yang bersifat pragmatis. Ada dua unsur
26
penting yang harus dikuasai anak dalam bercerita yaitu linguistik dan unsur apa
yang diceritakan.
Dalam kegitan pendidikan anak usia dini, bercerita merupakan kegiatan
yang dilakukan oleh guru, antar guru, orangtua murid, atau siapapun yang ada
pada proses pembelajaran anak usia dini untuk menyampaikan pembelajaran
dengan menarik. Kegiatan bercerita ini pun dapat dilaksanakan oleh anak, antar
anak atau anak dengan orang dewasa, sesuai dengan perkembangan bahasa anak
(Kusnaini, 2004).
Dengan kata lain, Bercerita merupakan salah satu kemampuan berbicara
yang bertujuan untuk memberikan informasi kepada orang lain. Dikatakan
demikian karena bercerita termasuk dalam situasi informatif yang ingin membuat
pengertian-pengertian atau makna menjadi jelas. Dengan bercerita, seseorang
dapat menyampaikan berbagai macam cerita, ungkapan berbagai perasaan sesuai
dengan apa yang dialami, dirasakan, dilihat, dibaca dan ungkapan kemauan dan
keinginan membagikan pengalaman yang diperolehnya.
2.2.2 Teknik Metode Bercerita
Menurut Moeslichatoen (dalam Masyitoh, 2005:10.4) mengemukakan
beberapa macam teknik bercerita yang dapat digunakan oleh guru , antara lain
sebagai berikut:
1. Membaca langsung dari buku cerita
Bercerita dengan menggunakan langsung dari buku cerita dapat dilakukan
guru jika guru memiliki buku cerita yang sesuai dengan anak, terutama dikaitkan
27
dengan pesan-pesan yang tersirat dalam cerita tersebut. Teknik bercerita dengan
membacakan langsung perlu memperhatikan pula teknik membaca agar cerita
yang dibawakan menjadi menarik serta “berjiwa” karena guru membacakannya
dengan intonasi suara, hafal dan ekspresi wajah yang tepat.
2. Bercerita dengan menggunakan ilustrasi gambar dari buku
Penggunaan ilustrasi gambar dapat menarik perhatian anak, sehingga
teknik ini akan berfungsi dengan baik. Penggunaan ilustrasi gambar dalam
bercerita dimaksudkan untuk memperjelas pesan-pesan yang dituturkan, juga
untuk mengikat perhatian anak pada jalannya cerita.
3. Menceritakan dongeng
Cerita dongeng merupakan bentuk kesenian yang paling lama,
mendongeng merupakan cara meneruskan warisan budaya dari satu generasi
kegenarasi berikutnya. Dongeng dapat dipergunakan untuk menyampaikan
pesan-pesan kebajikan kepada anak didik.
4. Bercerita dengan menggunakan papan flanel
Guru dapat membuat papan flanel dengan melapisi seluas papan dengan
kain flanel yang berwarna netral yang berupa gambar tokoh-tokoh yang
mewakili perwatakan dalam cerita.
5. Dramatisasi suatu cerita
Guru dalam bercerita memainkan perwatakan tokoh-tokoh dalam suatu
cerita yang disukai anak dan merupakan daya tarik yang bersifat universal.
Menurut Masyitoh (2005:10.3) menyebutkan beberapa kriteria pemilihan cerita
untuk anak, diantaranya sebagai berikut:
28
1. Cerita itu harus menarik dan memikat perhatian kepada guru itu sendiri. Jika
cerita itu menarik dan memikat perhatian, maka guru akan bersungguh-
sungguh dalam menceritakan kepada anak secara mengasyikkan.
2. Cerita itu harus sesuai dengan kepribadian anak, gaya, dan bakat anak supaya
memiliki daya tarik terhadap perhatian anak dan terlibat aktif dalam kegiatan
bercerita.
3. Cerita itu harus sesuai dengan tingkat usia dan kemampuan mencerna isi cerita
anak. Cerita itu harus cukup pendek, dalam rentangan jangkauan waktu
perhatian anak.
Dalam teknik bercerita ini, peneliti menggunakan teknik Bercerita dengan
menggunakan ilustrasi gambar dari buku.
2.2.3 Prosedur penerapan pembelajaran melalui bercerita
Bercerita memiliki manfaat yang besar bagi pencapaian tujuan pendidikan,
serta perkembangan anak. Sebelum melaksanakan kegiatan bercerita, harus
terlebih dahulu menetapkan rancangan prosedur yang harus dilalui dalam
bercerita. Hal ini diperlukan agar penerapan pembelajaran melalui bercerita dapat
berjalan dengan baik, sesuai dengn yang diharapkan. Menurut Masitoh
(2005:10.11) Berikut ini langkah-langkah yang ditempuh dalam menerapkan
metode bercerita:
1. Menetapkan tema bercerita
Hal ini dilakukan agar kegiatan bercerita menjadi terarah karena mengacu
kepada tujuan yang telah ditetapkan serta tema yang dipilih. Tujuan
29
mengacukepada kemampuan yang diharapkan dapat dicapai oleh anak melalui
kegiatan bercerita. Tema dipilih berdasarkan pada tujuan yangtelah ditetapkan
serta berdasarkan pada kehidupan anak.
2. Menetapkan bentuk bercerita yang dipilih
Setelah menetapkan tujuan kegiatan bercerita serta memilih tema cerita,
selanjutnya menetapkan bentuk cerita yang akan dipilih sesuai tema yang telah
ditetapkan sebelumnya. Bentuk-bentuk yang bias dipilih, seperti bercerita dengan
membaca langsung dari buku cerita, menggunakan ilustrasi gambar,
menggunakan papan fanel, menceritakan dongeng. Dalam hal ini peneliti
menggunakan cerita dengan media gambar.
3. Menetapkan bahan dan alat yang diperlukan dalam kegiatan bercerita
Bahan dan alat yang diperlukan dalam kegiatan bercerita sangat
tergantung pada bentuk bercerita yang dipilih guru. Alat yang digunakan untuk
penelitian ini yaitu dengan buk berisikan gambar-gambar berwarna yang menarik
untuk anak.
4. Menetapkan rancangan langkah-langkah kegiatan bercerita
Rancangan langkah-langkah kegiatan bercerita merupakan urutan kegiatan
yang akan dilakukan oleh guru pada saat kegiatan bercerita berlangsung.
a. Mengkomunikasikan tujuan dan tema cerita
Mengkomunikasikan tujuan dan tema merupakan pemberian informasi tentang
tujuan yang ingin dicapai melalui kegiatan bercerita serta tema yang dipilih.
b. Mengatur tempat duduk
30
Mengatur tempat duduk merupakanhal yang cukup penting, karena posisi
tempat duduk dipengaruhi oleh pengorganisasian kelas yang dipilih.
Langkah-langkah pelaksanaan bercerita dengan media gambar menurut
kusaini (2004: 16) adalah sebagai berikut:
1. Guru mengatur posisi duduk anak/ mengorganisasikan kelas
2. Menyiapkan alat peraga
3. Guru memotifasi anak untuk mendengarkan cerita
4. Guru memberi tahu judul cerita
5. Guru mulai bercerita sambil memegang gambar dan memberlihatkannya pada
anak didik
6. Guru bercerita berurutan sesuai cerita
Setelah selesai bercerita guru memberikan kesimpulan, dan guru bertanya
tentang isi cerita, tokoh dalam cerita, isi gambar dan memberi kesempatan pada
anak untuk menceritakan kembali cerita tersebut.
2.2.4 Metode bercerita dengan Media Gambar
Metode bercerita merupakan salah satu pemberian pengalaman
belajar bagi anak dengan membawakan cerita kepada anak secara lisan. Cerita
yang dibawakan guru harus menarik dan mengundang perhatian anak dan tidak
lepas dari tujuan pendidikan anak usia dini (Masitoh,2005:10.4).
Menurut Kusnaini (2004: 4) metode bercerita merupakan cara bertutur
kata dan penyampaian cerita kepada orang lain secara lisan, agar oranglain tertarik
untuk mendengarkannya dan mendapatkan hikmah dari isi cerita yang
31
disampaikannya. Dalam pendidikan anak usia dini metode bercerita adalah cara
guru bercerita pada anak didik untuk memperkenalkan hal-hal baru dan
menyampaikan pembelajaran mengembangkan berbagai kompetensi dasar anak
usia dini. Biasanya kegiatan bercerita dilaksanakan pada kegiatan penutup,
sehingga ketika anak pulang menjadi tenang, naun demikian tidak selalu pada saat
kegiatan penutup, bercerita dapat pula dilakukan pada saat pembukaan maupun
inti. Setiap cerita yang akan disajikan.pada saat bercerita guru dapat berdialog
dengan anak dengan maksud menjelaskan isi gambar yang ditujukan guru atau
bagian cerita yang sedang disampaikan guru (Kusnaini, 2004).
Metode bercerita dengan gambar merupakan salah satu cara yang paling
mendasar untuk berbagi pengetahuan, pengalaman, dan membina hubungan
interaksi dengan anak-anak. Pada usia anak-anak, kemampuan bahasa kata
(bahasa lisan) belum cukup dikuasainya, dan bahasa tulisan pun masih dalam
proses, tetapi anak sudah mempunyai kemampuan bahasa rupa (bahasa gambar).
Melalui seluruh kemampuan yang dimilikinya, yaitu perpaduan antara bahasa kata
dan bahasa gambar, anak jadi mengerti apa yang dikatakan orang lain kepadanya.
Hal ini disebabkan, oleh anak apa yang dikatakan orang lain diimajinasikannya
dengan apa yang diinginkan orang tersebut.
Ada beberapa alasan mengapa penulis menggunakan metode cerita dengn
gambar diantaranya adalah :
a. Memudahkan anak untuk bercerita
b. Lebih menarik minat anak
c. Anak lebih menghayati apabila cerita itu menggunakan gambar.
32
2.2.5 Tujuan Metode Bercerita dengan Media Gambar
Pada usia 5-6 tahun, anak-anak mulai dapat menikmati sebuah cerita pada
saat ia mengerti tentang peristiwa yang terjadi di sekitarnya dan mampu
mengingat beberapa berita yang diterimanya. Hal ini menurut Depdiknas (2005:
5) ditandai oleh berbagai kemampuan sebagai berikut:
a. Mampu menggunakan kata ganti saya dan berkomunikasi.
b. Memiliki berbagai perbendaharaan kata kerja, kata sifat, kata keadaan,
kata tanya, dan kata sambung.
c. Menunjukkan pengertian dan pemahaman tentang sesuatu.
d. Mampu mengungkapkan pikiran, perasaan dan tindakan dengan
menggunakan kalimat sederhana.
e. Mampu membaca dan mengungkapkan sesuatu melalui gambar.
Bercerita bagi anak usia dini bertujuan agar anak mampu mendengarkan
dengan berkonsentrasi dan mengekspresikan perasaannya terhadap apa yang
diceritakan.
Pada dasarnya, tujuan utama dari bercerita adalah untuk berkomunikasi
atau bertukar informasi dengan orang lain. Agar dapat menyampaikan pikiran
secara efektif, seorang yang bercerita harus memahami makna segala sesuatu
yang ingin dikomunikasikan. Hal ini sejalan dengan pendapat Burhan
Nurgiyantoro (2001: 277), yang mengemukakan bahwa tujuan bercerita adalah
untuk mengemukakan sesuatu kepada orang lain.
33
Mudini dan Salamat Purba (2009: 4) menjelaskan tujuan bercerita, sebagai
berikut:
a. Mendorong atau menstimulasi
Maksud dari mendorong atau menstimulasi yaitu apabila pembicara
berusaha memberi semangat dan gairah hidup kepada pendengar. Reaksi yang
diharapkan adalah menimbulkan inpirasi atau membangkitkan emosi para
pendengar. Misalnya, pidato Ketua Umum Koni di hadapan para atlet yang
bertanding di luar negeri bertujuan agar para atlet memiliki semangat bertanding
yang cukup tinggi dalam rangka membela Negara.
b. Meyakinkan
Maksud dari meyakinkan yaitu apabila pembicara berusaha mempengaruhi
keyakinan, pendapat atau sikap para pendengar. Alat yang paling penting dalam
meyakinkan adalah argumentasi. Untuk itu, diperlukan bukti, fakta, dan contoh
konkret yang dapat memperkuat argumentasi untuk meyakinkan pendengar.
c. Menggerakkan
Maksud dari menggerakkan apabla pembicara menghendaki adanya
tindakan atau perbuatan dari para pendengar. Misalnya, berupa seruan persetujuan
atau ketidaksetujuan, pengumpulan dana, penandatanganan suatu resolusi,
mengadakan aksi sosial. Dasar dari tindakan atau perbuatan itu adalah keyakinan
yang mendalam atau terbakarnya emosi.
d. Menginformasikan
34
Maksud dari menginformasikan yaitu apabila pembicara ingin memberi
informasi tentang sesuatu agar para pendengar dapat mengerti dan memahaminya.
Misalnya seorang guru menyampaikan pelajaran di kelas, seorang dokter
menyampaikan masalah kebersihan lingkungan, seorang polisi menyampaikan
masalah tertib berlalu lintas, dan sebagainya.
e. Menghibur
Maksud dari menghibur yaitu apabila pembicara bermaksud
menggembirakan atau menyenangkan para pendengarnya. Pembicaraan seperti ini
biasanya dilakukan dalam suatu resepsi, ulang tahun, pesta, atau pertemuan
gembira lainnya
Menurut Gunarti, (2008:5.4) menyatakan bahwa tujuan metode bercerita
adalah sebagai berikut:
1) Mengembangkan kemampuan berbahasa, diantaranya kemampuan
menyimak, kemampuan berbicara, serta menambah kosa kata yang
dimilikinya.
2) Mengembangkan berfikirnya karena dengan bercerita anak diajak untuk
memfokuskan perhatian dan berfantasi mengenai jalan cerita serta
mengembangkan kemampuan secara simbolik.
3) Menanamkan pesan-pesan moral yang terkandung dalam cerita yang akan
mengembangkan kemampuan moral dan agama.
4) Mengembangkan konsep kepekaan social-emosiaonal anak tentang hal-hal
yang terjadi disekitarnya melalui tuturan cerita yang disampaikannya.
35
5) Melatih daya ingat atau memori anak untuk menerima dan menyimpan
informasi melalui tuturan yang disampaikan.
6) Mengembangkan potensi kreatif anak melalui keragaman ide cerita yang
dituturkan.
Pada dasarnya, tujuan utama dari bercerita adalah untuk berkomunikasi
atau bertukar informasi dengan orang lain. Agar dapat menyampaikan pikiran
secara efektif, seorang yang bercerita harus memahami makna segala sesuatu
yang ingin dikomunikasikan. Hal ini sejalan dengan pendapat Burhan
Nurgiyantoro (2001: 277), yang mengemukakan bahwa tujuan bercerita adalah
untuk mengemukakan sesuatu kepada orang lain.
Dari penjelasan yang telah dikemukakan di atas maka dapat diambil
kesimpulan bahwa tujuan bercerita bagi anak usia dini agar anak didik mampu
mendengarkan dengan seksama terhadap apa yang disampaikan orang lain, ia
dapat bertanya apabila tidak memahaminya, selanjutnya ia dapat mengekspresikan
terhadap apa yang diceritakannya, sehingga hikmah isi cerita dapat dipahami dan
lambat laun dilaksanakannya.
2.2.6 Manfaat Bercerita dengan Media Gambar
Kegiatan bercerita selain membantu perkembangan bahasa anak, juga
dapat membangun hubungan yang erat antara guru dan anak. Melalui bercerita,
guru berinteraksi secara akrab dan penuh kasih sayang dengan anak-anak.
Penelitian Ferguson (Solehuddin, 2000: 92) menunjukkan bahwa anak-anak yang
36
dibacakan kepada mereka cerita-cerita semasa kecil memperoleh skor lebih tinggi
dalam tes keterampilan berbicara daripada anak-anak lainnya.
Beberapa manfaat metode bercerita dengan gambar bagi anak usia dini
(Dhieni et al, 2009:6.8), yaitu:
1) Melatih daya serap atau daya tangkap anak usia dini, artinya anak usia dini
dapat dirangsang, untuk mampu memahami isi atau ide-ide pokok dalam
cerita secara keseluruhan.
2) Melatih daya pikir anak, untuk terlatih memahami proses cerita, mempelajari
hubungan bagian-bagian dalam cerita termasuk hubungan-hubungan sebab-
akibatnya.
3) Melatih daya konsentrasi anak, untuk memusatkan perhatiannya kepada
keseluruhan cerita, karena dengan pemusatan perhatian tersebut anak dapat
melihat hubungan bagian-bagian cerita sekaligus menangkap ide pokok dalam
cerita.
4) Mengembangkan daya imajinasi anak, artinya dengan bercerita anak dengan
daya imajinasinya dapat membayangkan atau menggambarkan suatu situasi
yang berada di luar jangkauan inderanya bahkan yang mungkin jauh dari
lingkungan sekitarnya,ini berarti membantu mengembangkan wawasan anak.
5) Menciptakah situasi yang menggembirakan serta mengembangkan suasana
hubungan yang akrab sesuai dengan tahap perkembangannya, anak usia dini
senang mendengarkan cerita terutama apabila gurunya menyajikannya dengan
menarik.
37
6) Membantu perkembangan bahasa anak dalam berkomunikasi secara efektif
dan efesien sehingga proses percakapan menjadi komunikatif.
2.2.7 Fungsi dan Peranan Cerita dengan Media gambar
Cerita dengan gambar merupakan media komunikasi yang kuat. Fungsi-
fungsi yang bisa dimanfaatkan oleh cerita bergambar antara lain adalah untuk
pendidikan, untuk advertising, maupun sebagai sarana hiburan. Tiap jenis cerita
bergambar memiliki kriteria-kriteria tertentu yang harus dipenuhi agar pesan yang
disampaikan dapat dipahami dengan jelas.
Berikut beberapa fungsi dari cerita bergambar menurut:
1. Cerita dengan gambar untuk informasi pendidikan, baik cerita maupun
desainnya dirancang khusus untuk menyampaikan pesan-pesan pendidikan.
Inti pesan harus dapat diterima dengan jelas, misalnya “ hindari pemecahan
masalah dengan kekerasan”.
2. Cerita dengan gambar sebagai media advertising. Mascot suatu produk yang
dijadikan tokoh utama dengan sifat-sifat sesuai dengan citra yang diinginkan
produk atau brand tersebut. Sementara pembaca membaca cerita bergambar,
pesan-pesan promosi produk atau brand dapat tersampaikan.
3. Cerita dengan gambar sebagai sarana hiburan merupakan jenis yang paling
umum dibaca oleh anak-anak dan remaja. Bahkan sebagai hiburan sekalipun.
Cerita bergambar dapat memiliki muatan yang baik. Nilai-nilai seperti
kesetiakawanan, persahabatan, dan pantang menyerah dapat digambarkan
secara dramatis dan mengunggah hati pembaca.
38
Menurut Kusnaini dalam bukunya dengan judul teknik bercerita
mengungkapkan bahwa fungsi kegiatan bercerita anak usia dini adalah membantu
perkembangan bahasa anak. Dengan bercerita indra pendengaran anak dapat
difungsikan dengan baik. Selain itu untuk meningkatkan kemampuan berbicara
anak, denganmengucapkan kata secara tepat, dan melatih merangkai kalimat
sesuai dengan tahap perkembangan anak. Selanjutnya anak dapat
mengekspresikannya melalui menyanyi, bersyair, menulis ataupun menggambar
sehingga pada akhirnya anak mampu membaca situasi, gambar ataupun tulisan.
2.2.8 Teori Metode Bercerita dengan media gambar dan kaitannya dengan
kemampuan berbicara anak usia dini
Bercerita adalah suatu kegiatan yang dilakukan seseorang secara lisan
kepada orang lain dengan alat atau tanpa alat tentang apa yang harus disampaikan
dalam bentuk pesan, informasi atau hanya sebuah dongeng yang untuk
didengarkan dengan rasa menyenangkan, oleh karena orang yang menyajikan
cerita tersebut menyampaikannya dengan menarik (Dhieni, 2009:6.4)
Menikmati sebuah cerita mulai tumbuh pada seorang anak semenjak ia
mengerti akan peristiwa yang terjadi di sekitarnya dan setelah memorinya mampu
merekam beberapa kabar berita. Masa tersebut terjdi pada usia 5-6 tahun.
(Depdiknas dalam Dhieni, 2009: 6.4). Dengan demikian seorang anak dengan usia
tersebut anak dapat memperhatikan penyampaian cerita secara sederhana yang
sesuai dengan karakternya. Ia akan mendengarkan cerita itu dan menikmatinya
lalu menceritakan kembali isi cerita yang disampaikan dengan bahasanya.
39
Dalam kegiatan anak usia dini, bercerita merupakan kegiatan yang
dilakukan oleh guru, antar guru, orangtua murid, atau siapapun yang ada pada
proses pembelajaran anak usia dini untuk menyampaikan pembelajaran dengan
menarik (Kusnaini,dkk).
Bercerita kepada anak memainkan peranan penting bukan saja dalam
menumbuhkan minat dan kebiasaan membaca, tetapi juga dalam mengembangkan
bahasa dan pikiran anak. Dengan demikian, fungsi kegiatan bercerita bagi anak
usia 5-6 tahun adalah membantu perkembangan berbicara anak. Dengan bercerita,
pendengaran anak dapat difungsikan dengan baik untuk membantu kemampuan
berbicara, dengan menambah perbendaharaan kata, kemampuan mengucapkan
kata-kata, melatih merangkai kalimat sesuai dengan tahap perkembangannya(
Tampubolon dalam Dhieni, 2009:6.7)
2.3 Penelitian Yang Relevan
Penelitian ini mengenai Metode Bercerita dengan media gambar terhadap
kemampuan berbicara anak usia dini di RA Raudhatul Islamiyah Kecamatan
Bram Itam Kabupaten Tanjung Jabung Barat, berdasarkan eksplorasi peneliti,
ditemukan beberapa kaitan dengan penelitian ini.
1. Hasil penelitian relevan sebelumnya yang sesuai dengan penelitian ini
adalah penelitian yang dilakukan oleh Adzani Novita Amalia Rani pada
tahun 2016 yang berjudul “Hubungan Antara Penggunaan Media Kartu
Gambar cerita berseri dengan kemampuan berbicara anak usia dini”.
40
Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif yang bersifat non
eksperimen dengan metode korelasional.
2. Hasil Penelitian relevan yang kedua yaitu dilakukan oleh Septiyani Windi
Utami tahun 2014 dengan judul “ Pengaruh metode bercerita dengan
gambar terhadap perkembangan bahasa anak usia 3-5 tahun di PAUD
Sariharjo Ngaglik Sleman”. Penelitian ini menggunakan desain penelitian
quasi eksperimen (non equivalent control group design). Sampel
berjumlah 72 anak usia 3-5 tahun di PAUD Sariharjo yang terbagi dalam
kelompok eksperimen dan control. Teknik pengambilan sampel dengan
cara simple random sampling. Pengambilan data menggunakan kuesioner.
Analisis data menggunakan statistic independen t-test. Hasil uji
independent t-test didapatkan bahwa ada perbedaan perkembangan bahasa
anak pada kelompok eksperimen dan kelompok control setelah diberikan
metode bercerita dengan gambar.
3. Hasil penelitian relevan yang ketiga yaitu dilakukan oleh “Luluk Indah
Laily dengan judul “Pengaruh metode bercerita dengan media gambar seri
terhadap kemampuan berbicara anak kelompok B di TK Muslimat NU 38.
Penelitian ini menggunakan subjek yang berjumlah 15 anak. Teknik
pengumpuln data dalam penelitianini menggunakan statistic non
parametris uji jenjang Wilcoxon match pair test dengan tumus t hitung < t
tabel. Hasil penelitian didapatkan bahwa ada pengaruh metode bercerita
dengan media gambar seri terhadap kemampuan berbicara anak kelompok
B di TK Muslimat NU 38.
41
4. Penelitian yang peneliti lakukan adalah berjudul “Pengaruh Metode
Bercerita dengan Media Gambar terhadap Kemampuan berbicara Anak
Usia Dini di RA Raudhatul Islamiyah Kecamatan Bram Itam Kabupaten
Tanjung Jabung Barat” metode yang digunakan penelitian ini adalah
penelitian eksperimen, adapun jenis penelitian yang dipakai menggunakan
rancangan Pretest posttest control group design. Teknis analisis data di uji
menggunakan uji t dan uji hipotesis menggunakan statistic non parametric.
Hasil penelitian menunjukkan terdapat pengaruh metode bercerita dengan
media gambar terhadap kemampuan berbicara anak usia dini di RA
Raudhatul Islamiyah Kecamatan Bram Itam Kabupaten Tanjung Jabung
Barat.
42
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Metode penelitian
Metode merupakan cara yang ditempuh dalam suatu penelitian dengan
tujuan untuk menjaring data yang diperlukan (Arikunto, 2006: 149). Sudjana
(dalam Arikunto, 2006) mengemukakan bahwa Metode dalam penelitian
berkenaan dengan cara-cara bagaimana memperoleh data yang diperlukan,
metoda lebih menekankan kepada strategi, proses dan pendekatan dalam memilih
karakteristik dan jenis serta dimensi ruang dan waktu dari data yang diperlukan.
Lebih lanjut Suharsini Arikunto (2006:160) mengungkapkan bahwa metode
penelitian adalah cara yang digunakan oleh peneliti dalam mengumpulkan data
penelitiannya.
Penelitian ini menggunakan metode eksperimen. Metode eksperimen
merupakan penelitian yang dimaksudkan untuk mengetahui ada tidaknya akibat
dari “suatu” yang dikenakan pada subjek selidik. Dengan kata lain penelitian
eksperimen mencoba meneliti ada tidaknya hubungan sebabakibat. Caranya
adalah membandingkan satu atau lebih kelompok eksperimen yang diberi
perlakuan dengan satu atau lebih kelompok pembanding yang tidak menerima
perlakuan (Arikunto, 2013:207).
Adapun desain penelitian yang dipakai menggunakan rancangan Pretest-
Posttest Control Group Design”. Dimana penelitian ini menggunakan dua
kelompok yaitu kelompok eksperimen dan kelompok control.
43
Penelitian ini menggunakan cara pre-test and post-test group. Desain ini
dapat digambarkan sebagai berikut (Arikunto, 2013)
Tabel 3.1 Desain Penelitian
Kelompok Pretest Perlakuan Posttest
Eksperimen O1 X O2
Kontrol O3 - O4
Keterangan:
X : Perlakuan dengan metode bercerita dengan Media Gambar
- : Tidak diberi perlakuan metode bercerita dengan Media Gambar
O1 dan O3 : Merupakan Kemampuan Berbicara awal sebelum perlakuan
O2 dan O4 : Merupakan Kemampuan berbicara setelah perlakuan atau post test.
3.2 Populasi dan Sampel
3.2.1 Populasi
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri dari objek / subjek yang
mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti guna
dipelajari kemudian ditarik kesimpulannya untuk dijadikan sebagai sumber data
dalam suatu penelitian (Darmadi, 2013:48)
Penelitian ini jumlah populasi yang digunakan yaitu seluruh anak yang
berjumlah 62 orang anak.
44
Tabel 3.2 Populasi Penelitian
Kelompok Jumlah
A 21 Anak
B1 20 Anak
B2 21 Anak
62 Anak
3.2.2 Sampel
Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh
populasi (Darmadi, 2013). Sampel yang digunakan untuk penelitian ini yaitu
menggunakan sampling purposive. Menurut Darmadi (2013:67) menyatakan
bahwa sampling purposive adalah teknik penentuan sampel dengan pertimbangan
tertentu.
Adapun yang menjadi sampel penelitian ini untuk kelompok kontrol yaitu
anak kelompok B1 yang berjumlah 20 anak, sedangkan kelompok eksperimen
yaitu anak kelompok B2 yang berjumlah 21 anak. Dimana pada kelompok control
kemampuan berbicara pada anak tidak diberikan perlakuan (treatment) sedangkan
kelompok eksperimen kemampuan berbicara pada anak diberikan perlakuan
berupa penerapan metode bercerita dengan Media Gambar.
45
3.3 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di RA Raudhatul Islmaiyah Kecamatan Bram Itam
Kabupaten Tanjung Jabung Barat. Waktu penelitian dilaksanakan Semester Genap
Tahun Ajaran 2016/2017.
3.4 Variabel Penelitian
Sugiyono (2006:60) mengungkapkan bahwa variable adalah suatu atribut
atau sifat atau nilai dari orang, objek atau kegiatan yang mempunyai variasi
tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik
kesimpulan.
Berdasarkan permasalahan penelitian ini, maka dalam penelitian ini
terdapat dua variable yaitu variabel bebas (X) dan variabel terikat (Y). Dalam hal
ini Metode Bercerita dengan media gambar merupakan variabel bebas (X),
sedangkan Kemampuanu Berbicara anak merupakan variabel terikat (Y).
3.5 Prosedur Penelitian
Prosedur penelitian ini meliputi beberapa langkah yaitu:
1. Studi pendahuluan
Dalam tahap ini dilakukan untuk menjajagi dan mengetahui secara jelas
tentang subjek yang ada dilapangan, studi pendahuluan inilah yang menjadi
dasar berbagai aspek dalam penelitian ini.
46
2. Permohonan izin
Secara birokrasi permohonan izin penelitian dimulai dari Ketua Program Studi
PGPAUD, Ketua Jurusan Ilmu Pendidikan, yang selanjutnya disampaikan
kepada RA Raudhatul Islamiyah.
3. Pelaksanaan Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan tahun 2017 di RA Raudhatul Islamiyah Kecamatan
Bram Itam Kabupaten Tanjung Jabung Barat
langkah-langkah pelaksanaan penelitian sebagai berikut:
a. Memilih subjek penelitian
b. Mengadakan pendekatan kepada subjek
c. Melaksanakan tes awal (pre-test) untuk mengetahui tingkat kemampuan
Berbicara anak di RA Raudhatul Islamiyah sebelum diberikan perlakuan
d. Pelaksanaan perlakuan berupa kegiatan pembelajaran dengan
menggunakan metode Bercerita dengan media gambar
e. Melaksanakan tes akhir (post-test) untuk mengetahui tingkat kemampuan
Berbicara anak di RA Raudhatul Islamiyah setelah diberikan perlakuan.
3.6 Instrumen Penelitian
Menurut Widoyoko (2012:51) Instrument merupakan alat bantu yang
digunakan oleh peneliti untuk mengumpulkan data penelitian dengan cara
melakukan pengukuran. Ada juga yang mengatakan bahwa instrument penelitian
adalah suatu alat yang digunakan untuk mengukur fenomena alam maupun social
47
yang diamati. Secara spesifik semua fenomena ini disebut variabel penelitian
(Sugiyono, 2006:148)
Instrumen penelitian diartikan sebagai alat yang dapat menampung
sejumlah data yang diasumsikan dapat digunakan untuk menjawab pertanyaan-
pertanyaan dan pengujian hipotesis penelitian (Arikunto, 2006). Lebih lanjut
Suharsimi Arikunto (2006:160) mengemukakan bahwa instrument penelitian
adalah alat atau fasilitas yang digunakan oleh peneliti dalam mengumpulkan data
agar pekerjaannya lebih mudah dan hasilnya lebih baik, dalam arti cermat,
lengkap, dan sistematis sehingga mudah diolah.
Sejalan dengan pendapat tersebut, Sudjana (dalam Arikunto, 2006)
mengemukakan bahwa instrument penelitian adalah alat untuk memperoleh data
yang diperlukan. Instrument pada hakikatnya adalah alat pengukuran variabel
penelitian.
Selanjutnya instrument yang diartikan sebagai alat bantu merupakan saran
yang dapat diwujudkan dalam benda, seperti angket, daftar cocok, skala, pedoman
wawancara, serta pedoman pengamatan (observasi) (Riduwan, 2005: 24).
Adapun pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
Teknik Kuesioner. Kuesioner atau yang dikenal sebagai angket merupakan salah
satu teknik pengumpulan data dalam bentuk pengajuan pertanyaan tertulis
melalui sebuah daftar pertanyaan yang sudah dipersiapkan sebelumnya, dan
harus diisi oleh responden.
48
Tabel 3.3
Kisi-kisi Instrumen Kemampuan Berbicara
No Variabel Indikator Sub Indikator Item
1 Kemampua
n Berbicara
1.Minat Anak
Bicara
1. Mengungkapkan idenya 1,2,3
2. Mengungkapkan perasaannya 4,5
2 Kosa Kata 1. Menyebutkan kata-kata sifat 6,7,8
2. Menyebutkan kata hubung 9,10,11
3 Pengucapan /
Mengucapkan
Kata
1. Mengucapkan berbagai bunyi
suara tertentu
12,13,1
4
2. Menggunakan dan dapat
menjawab pertanyaan apa,
mengapa, dimana, berapa,
mengapa, dan bagaimana
15,16,1
7,18,19
,20
4 Pengenalan
Kalimat
Sederhana
3. Memberi keterangan tentang
suatu hal
21,22,2
3
4. Menyusun kalimat sederhana
dalam struktur lengkap
24,25
49
3.7 Teknik Analisis Data
Menurut Sugiono (2009) analisis data adalah mengelompokkan data
berdasarkan variable dan jenis responden, mentabulasi data berdasarkan variable
dari seluruh responden. Menyajikan data tiap variable yang diteliti, melakukan
perhitungan untuk menjawab rumusan masalah dan melakukan perhitungan untuk
menguji hipotesis yang telah diajukan. Analisisi data penelitian ini menggunakan
kuesioner atau angket. Teknik analisis data dalam penelitian kuantitatif
menggunakan statistic. Statistik yang digunakan dalam penelitian ini
menggunakan uji t, uji t yang digunakan menurut Sugiono (2009:197) sebagai
berikut:
t = �̅�1−�̅�2
𝑆 𝑔𝑏√1
𝑛1+
1
𝑛2
dengan:
S gb = √(𝑛1−1)𝑠12+( 𝑛2−1 )𝑠22
(𝑛1+𝑛2)−2
Keterangan:
X1 = Rata-rata kelas eksperimen
X2 = Rata-rata Kelas Kontrol
S1 = Simpangan Baku kelas eksperimen
S2 = Simpangan baku kelas control
N1 = Jumlah siswa kelas eksperimen
N2 = Jumlah siswa kelompok control
Sgb = Varians gabungan/ simpangan baku
Kriteria pengujian adalah terima Ho jika thitung > ttabel maka perbedaan itu
signifikan.
50
Harga t tabel diperoleh dari data distribusi derajat kebebasan (dk) =
(n1+n2-2) dan peluang untuk penggunaan daftar distribusi t ialah (1-a), untuk
taraf nyata a= 0,05
3.8 Hipotesis
Karena perbedaan rata-rata dari dua macam sampel yang jumlahnya
relative kecil, maka digunakan metode statistic nonparametric. Salah satu uji
nonparametric yang dipakai adalah uji Mann Whitney (V. Wiratna Sujarweni
dkk,2012:159).
Langkah-langkah Uji Mann Whitney adalah sebagai berikut:
1. Hipotesis
Ho: artinya tidak terdapat pengaruh metode bercerita dengan media
gambar terhadap kemampuan bercerita anak usia dini di RA Raudhatul
Islamiyah
Ha : artinya terdapat pengaruh metode bercerita dengan media gambar
terhadap kemampuan bercerita anak usia dini di RA Raudhatul Islamiyah
2. Membuat rangking untuk data yang diperoleh secara konstan dan
menjumlahkan seluruh nilai rangking untuk masing-masing jenis
sampel 1 dan 2, yaitu R1 dan R2.
3. Apabila R1 dan R2 telah diperoleh maka besarnya 𝜇 statistic adalah
𝜇 = n1n2 + 𝑛1(𝑛1+1)
2 - ∑ 𝑅1
4. Nilai Mean dan standar Deviasi
Mean = 𝜇 = (𝑛1)(𝑛2)
2
51
Standar Deviasi 𝜎𝜇 = √𝑛1𝑛2.(𝑛1+𝑛2+1)
12
Bila n1 dan n2 > 8 maka distribusi 𝜇 mendekati distribusi normal.
Zhitung = 𝑢−𝐸𝑢
𝜎𝑢
Nilai Kritis Z tabel, dengan tingkat signifikansi 5% adalah ± 1,96
5. Simpulan
Ho ditolak, bila – 1,96 < ZH < + 1,96
Ha diterima, bila ZH < -1,96 atau ZH > +1,96.
Rata-rata distribusi R1 dan R2 menurut Haryanto dalam Sujarweni
(2012:162) dapat dirumuskan sebagai berikut:
𝜇R1 = 𝑛1(𝑛1+𝑛2+1)
2
Dan
𝜇R2 = 𝑛2(𝑛1+𝑛2+1)
2
Standar Deviasi = 𝜎R = √𝑛1𝑛2(𝑛1+𝑛2+1)
12
52
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Setelah dilakukan penelitian tentang Pengaruh Metode Bercerita dengan
Media Gambar terhadap Kemampuan Berbicara Anak Usia Dini di RA Raudhatul
Islamiyah Kecamatan Bram Itam Kabupaten Tanjung Jabung Barat, diperoleh
hasil yang meliputi deskripsi data, analisis data dan pembahasan.
4.1 Deskripsi Data
Pengumpulan data dalam penelitian ini diperoleh dengan cara melakukan
eksperimen. Desain eksperimen yang digunakan adalah Pretest Posttest Control
Group Design. Eksperimen dilaksanakan dengan dua kelompok yaitu kelompok
eksperimen dan kelompok control. Dalam penelitian ini data kemampuan
berbicara anak diperoleh melalui angket. Angket dilakukan guna mengukur
tingkat kemampuan berbicara anak sebelum dan sesudah diberi perlakuan metode
bercerita dengan media gambar.
Penelitian dilakukan di RA Raudhatul Islamiyah yang terdiri dari 3 kelas,
yaitu kelas A, B1, dan B2. Kelas yang diambil hanya dua kelas saja yaitu kelas B1
dan B2. Langkah awal dalam pengambilan data adalah melakukan tes awal
(pretest). Tes ini dilakukan untuk mengetahui kemampuan awal siswa sebelum
diberi perlakuan (treatment). Setelah dilakukan tes awal, langkah selanjutnya
yaitu memberikan perlakuan terhadap kelompok B2 dengan hal ini bentuk
perlakuannya adalah metode bercerita dengan media gambar, sedangkan B1 tidak
diberikan perlakuan menggunakan metode bercerita dengan media gambar.
53
Setelah perlakuan selesai dilakukan, langkah selanjutnya yaitu dilakukan tes akhir
(posttest).
Data penelitian yang dikumpulkan oleh peneliti pada pengaruh Metode
Bercerita dengan Media Gambar anak usia dini di RA Raudhatul Islamiyah
Kecamatan Bram Itam Kabupaten Tanjung Jabung Barat, dapat dilihat pada tabel
dibawah ini:
Tabel 4.1
Data Pretest dan Posttest Hasil Kemampuan Berbicara Anak
No Nama Kelas Eksperimen
No Nama Kelas Kontrol
Pretest Posttest Pretest Posttest
1 ZA 55 69 1 MZA 44 49
2 LR 41 68 2 MI 41 46
3 RF 58 72 3 MK 43 51
4 ZZ 43 71 4 AY 45 62
5 RI 60 68 5 LA 47 61
6 ASA 49 58 6 RH 55 58
7 MIS 53 60 7 AB 51 63
8 HP 53 61 8 MZA 56 61
9 MGM 54 76 9 MMK 54 62
10 AKR 60 80 10 AB 58 64
11 AN 52 60 11 RA 52 59
12 AZ 48 68 12 PN 52 56
13 NF 52 57 13 SA 53 59
14 MS 55 76 14 MRE 49 60
15 WA 52 59 15 MH 55 60
16 SG 38 60 16 MNA 55 61
17 SN 49 72 17 RR 51 52
18 FZ 55 65 18 RFS 55 59
19 MMM 52 56 19 MRS 50 54
20 AN 53 58 20 AZS 46 53
21 AD 50 72 21 - - -
Jumlah 1082 1386 Jumlah 1012 1150
Rata-rata 51.5 66 Rata-rata 50.6 57.5
54
S1 5.6 7.21 S2 4.85 5.03
S12 31.46 52.1 S2
2 23.42 25.39
Berdasarkan tabel 4.1 menunjukkan bahwa terdapat 21 data dari kelas
eksperimen dan 20 data dari kelas kontrol. Nilai rata-rata untuk data kemampuan
berbicara pada saat pre test untuk kelompok eksperimen sebesar 51,5, dan posttest
sebesar 66 dengan simpangan baku pretest sebesar 5,60 dan posttest sebesar 7,21.
Sedangkan untuk kelompok control memiliki rata-rata pretest sebesar 50,6 dan
posttest sebesar 57,5 dengan simpangan baku pretest sebesar 4,85 dan posttest
5,03.
Dari hasil diatas dapat dipahami bahwa nilai rata-rata kemampuan
berbicara anak pada kelompok eksperimen sesudah diberikan perlakuan berupa
cerita lebih besar dari pada kelas kontrol. Dimana skor terendah dan skor tertinggi
anak dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 4.2 Hasil Post test kelas Eksperimen dan kelas Kontrol
Post test kelas B1 Posttest kelas B2
Nilai Terendah 46 56
Nilai tertinggi 64 80
Rata-rata 57.5 66
Dari table diatas dapat diketahui jika hasil post test kelas Eksperimen kelas
(B2) pada penilaian ini nilai terendah 56 , nilai tertinggi sebesar 80, dengan rata-
55
rata sebesar 66 sedangkan nilai post test kelas control (kelas B1) nilai terendah
sebesar 46, nilai tertinggi sebesar 64 dengan rata-rata sebesar 57.5.
4.2 Analisis data
Analisa data ini dilakukan untuk melihat hasil kemampuan berbicara anak
usia dini dengan menggunakan metode bercerita dan melihat apakah terdapat
pengaruh metode bercerita dengan media gambar terhadap kemampuan berbicara
anak usia dini.
Penelitian ini tidak dilakukan uji normalitas dan homogenitas karena
sampel relative kecil, analisis data yang digunakan penelitian ini yaitu
menggunakan rumus Uji t. Dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
t = �̅�1−�̅�2
𝑆𝑔𝑏√1
𝑛1+
1
𝑛2
dengan :
S g b = √(𝑛1−1)𝑠12+(𝑛2−1)𝑠22
(𝑛1+𝑛2)−2
56
Tabel 4.3
Hasil post test kemampuan berbicara anak
No
Resp Anak Kelas Eksperimen
No
Resp Anak Kelas Kontrol
1 ZA 69 1 MZA 49
2 LR 68 2 MI 46
3 RF 72 3 MK 51
4 ZZ 71 4 AY 62
5 RI 68 5 LA 61
6 ASA 58 6 RH 58
7 MIS 60 7 AB 63
8 HP 61 8 MZA 61
9 MGM 76 9 MMK 62
10 AKR 80 10 AB 64
11 AN 60 11 RA 59
12 AZ 68 12 PN 56
13 NF 57 13 SA 59
14 MS 76 14 MRE 60
15 WA 59 15 MH 60
16 SG 72 16 MNA 61
17 SN 60 17 RR 52
18 FZ 65 18 RFS 59
19 MMM 56 19 MRS 54
20 AN 58 20 AZS 53
21 AD 72
Jumlah 1386 Jumlah 1150
X1 66 X2 57.5
S1 7,21 S1 5,03
S12 52,1 S2
2 25,39
Dari tabel diatas dapat dihitung harga t dengan rumus:
t = �̅�1−�̅�2
𝑆 𝑔𝑏√1
𝑛1+
1
𝑛2
t = 66−57,5
6,25√1
21+
1
20
57
t = 8,5
6,25 √0.04+0.05
t = 8,5
6,25√0.09
t = 8,5
6,25(0.3)
t = 8,5
1,875
t = 4,53
Berdasarkan tabel t,diketahui bahwa bila tingkat kesalahan 5%, dengan dk
39, maka harga t tabel = 1,69. (dk = n1+ n2 - 2 = 21+20-2= 39). Ternyata harga t
hitung 4,53 lebih besar dari pada t tabel 1,69 sehingga dapat dinyatakan terdapat
pengaruh yang signifikan antara kelompok kelas eksperimen (B2) dan kelompok
kelas control (B1).
4. 3 Hipotesis
Karena perbedaan rata-rata dari dua macam sampel yang jumlahnya
relative kecil, maka digunakan metode statistic non parametric Uji Mann
Whitney U untuk mengetahui besarnya perbedaan kelompok perlakuan dan
kelompok kontrol pada saat pre test dan post test.
Hipotesis yang diajukan pada saat pre test dan post test:
Ho :artinya tidak terdapat pengaruh metode bercerita dengan media gambar
terhadap kemampuan bercerita anak usia dini di RA Raudhatul Islamiyah
58
Ha :artinya terdapat pengaruh metode bercerita dengan media gambar
terhadap kemampuan bercerita anak usia dini di RA Raudhatul Islamiyah
Hasil analisis data menggunakan teknik uji Mann Whitney U pada saat
sebelum diberikan perlakuan (pre test) pada kelompok eksperimen dan kelompok
kontrol adalah sebagai berikut:
Tabel 4.4
Tabel Penolong untuk pengujian U test Pre test
No Kelas Eksperimen
No Kelas Control
Nilai Rangking Nilai Rangking
1 55 33 1 44 6
2 41 2.5 2 41 2.5
3 58 38.5 3 43 4.5
4 43 4.5 4 45 7
5 60 40.5 5 47 9
6 49 12 6 55 33
7 53 25.5 7 51 16.5
8 53 25.5 8 56 37
9 54 28.5 9 54 28.5
10 60 40.5 10 58 38.5
11 52 20.5 11 52 20.5
12 48 10 12 52 20.5
13 52 20.5 13 53 25.5
14 55 33 14 49 12
15 52 20.5 15 55 33
16 38 1 16 55 33
17 49 12 17 51 16.5
18 55 33 18 55 33
19 52 20.5 19 50 14.5
20 53 25.5 20 46 8
21 50 14.5 - - -
Jumlah
R1 = 462
R2= 399
59
Berdasarkan tabel 4.4 dianalisis dengan mencari jumlah R1 dan R2 maka
besarnya 𝜇 statistic adalah sebagai berikut:
𝜇 = n1n2 + 𝑛1(𝑛1+1)
2 - ∑ 𝑅1
= 21 . 20 +21(21+1)
2 – 462
= 420 + 231 – 462 = 189
𝜇R1 = 𝑛1(𝑛1+𝑛2+1)
2
𝜇R1 = 21(21+20+1)
2
𝜇R1 = 21(42)
2
𝜇R1 = 882
2 = 441
𝜇R2 = 𝑛2(𝑛1+𝑛2+1)
2
𝜇R2 = 20(21+20+1)
2
𝜇R2 = 20(42)
2
𝜇R2 = 840
2 = 420
Menghitung nilai Mean dan standar Deviasi dengan rumus:
Mean = E (𝜇)= (𝑛1)(𝑛2)
2
E (𝜇)= (21)(20)
2
= 210
60
Standar Deviasi = 𝜎𝜇 = √𝑛1𝑛2(𝑛1+𝑛2+1)
12
𝜎𝜇 = √(21)(20)(21+20+1)
12
𝜎𝜇 = √420(42)
12
𝜎𝜇 = √17640
12
𝜎𝜇 = √1470 = 38,34
Menentukan Z hitung dengan rumus:
Zhitung = 𝑢−𝐸𝑢
𝜎𝑢
= 189−210
38.34 = - 0.55
Berdasarkan hasil perhitungan diatas, maka Zhitung dibandingkan dengan
Ztabel dengan tingkat signifikan 5%. Karena nilai -Z 𝛼
2 ≤ Z ≤ 𝑍
𝛼
2 , (- 1,69 ≤ -
0,55 ≤ 1,69), maka Ho diterima.
Hai ini berarti, tidak terdapat perbedaan rata-rata kemampuan awal yang
signifikan antara kelompok perlakuan dan kelompok kontrol atau dengan kata lain
kemampuan awal kedua kelompok adalah sama.
Hasil analisis data menggunakan teknik Uji Mann Whitney U pada saat
sesudah diberikan perlakuan (posttest) pada kelompok eksperimen dan kelompok
kontrol adalah sebagai berikut:
61
Tabel 4.5
Tabel Penolong untuk pengujian U test Post test
No Resp Kelas Eksperimen Kelas Kontrol
Nilai Rangking Nilai Rangking
1 69 34 49 2
2 68 32 46 1
3 72 37 51 3
4 71 35 62 26.5
5 68 32 61 23.5
6 58 11 58 11
7 60 19 63 28
8 61 23.5 61 23.5
9 76 39.5 62 36.5
10 80 41 64 29
11 60 19 59 14.5
12 68 32 56 7.5
13 57 9 59 14.5
14 76 39.5 60 19
15 59 14.5 60 19
16 72 37 61 23.5
17 60 19 52 4
18 65 30 59 14.5
19 56 7.5 53 5
20 58 11 54 6
21 72 37
Jumlah
R1 = 559.5
R2 = 311.5
Berdasarkan tabel diatas dapat dihitung harga U dengan rumus:
𝜇 = n1n2 + 𝑛1(𝑛1+1)
2 - ∑ 𝑅1
=21. 20 + 𝑛1(𝑛1+1)
2 - 559,5
= 420 + 462
2 – 559.5
= 420 + 231 – 559.5 = 91.5
62
𝜇R1 = 𝑛1(𝑛1+𝑛2+1)
2
𝜇R1 = 21(21+20+1)
2
𝜇R1 = 21(42)
2
𝜇R1 = 882
2 = 441
𝜇R2 = 𝑛2(𝑛1+𝑛2+1)
2
𝜇R2 = 20(21+20+1)
2
𝜇R2 = 20(42)
2
𝜇R2 = 840
2 = 420
Menghitung nilai Mean dan standar Deviasi dengan rumus:
Mean = E (𝜇)= (𝑛1)(𝑛2)
2
= 21 . 20
2
= 210
Menentukan simpangan baku dengan rumus:
𝜎u = √𝑛1𝑛2.(𝑛1+𝑛2+1)
12
= √21.20(21+20+1)
12
= √1470
= 38,34
63
Menentukan Z hitung dengan rumus
Zhitung = 𝑢−𝐸𝑢
𝜎𝑢
= 91,5−210
38.34
= - 3,09
Berdasarkan hasil perhitungan diatas, maka Zhitung dibandingkan dengan
Ztabel dengan tingkat signifikan 5%. Karena nilai Z < - Z 𝛼
2 , (-3,09 < -1,69 ), maka
Ho ditolak, dan Ha diterima.
Sehingga kesimpulan akhir dari analisis yang dilakukan dengan Uji Mann
Whitney U dengan pendekatan kurve normal rumus z didapatkan bahwa metode
cerita dengan media gambar mempunyai pengaruh terhadap Kemampuan
berbicara anak di RA Raudhatul Islamiyah.
4.2 Hasil dan Pembahasan
Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa metode bercerita dengan
media gambar berpengaruh positif terhadap kemampuan berbicara anak usia dini
di RA Raudhatul Islamiyah Kecamatan Bram Itam Kabupaten Tanjung Jabung
Barat. Hal ini dapat diketahui melalui hasil pretest kemampuan berbicara anak
sebelum diberikan perlakuan dan setelah diberikan perlakuan metode bercerita
dengan media gambar.
Peningkatan kemampuan berbicara tersebut dapat diketahui dari
Perhitungan deskriptif pada saat pre test untuk kelompok eksperimen sebesar
51,5, dan posttest sebesar 66 dengan simpangan baku pretest sebesar 5,60 dan
64
posttest sebesar 7,21. Sedangkan untuk kelompok control memiliki rata-rata
pretest sebesar 50,6 dan posttest sebesar 57,5 dengan simpangan baku pretest
sebesar 4,85 da posttest 5,03.
Berdasarkan perbedaan nilai rata-rata kemampuan berbicara pada anak
khususnya pada kelompok eksperimen. Kemampuan berbicara anak sebelum
mendapatkan perlakuan metode bercerita sebesar 51,5 setelah mendapatkan
perlakuan metode bercerita kemampuan berbicara menjadi rata-rata sebesar 66
dengan demikian hasil kemampuan berbicara anak setelah mendapatkan perlakuan
metode bercerita lebih tinggi dibanding dengan hasil yang tidak mendapatkan
perlakuan dengan metode bercerita.
Hasil tersebut sesuai dengan dengan pendapat Burhan Nurgiyantoro
(2001), bahwa bercerita merupakan salah satu bentuk tugas kemampuan berbicara
yang bertujuan untuk mengungkapkan kemampuan berbicara yang bersifat
pragmatis.
Hal tersebut sejalan dengan pendapat Kusnaini dalam bukunya yang
berjudul teknik bercerita bahwa metode bercerita merupakan metode yang cocok
untuk mengembangkan kemampuan berbicara anak, karena dengan metode
bercerita ini indra pendengaran anak akan dapat difungsikan dengan baik. Selain
itu anak dapat menambah pembendaharaan kosa kata, mengucapkan kata secara
tepat, dan merangkai kalimat sesuai dengan tahap perkembangan anak.
Berdasarkan hasil perhitungan statistic pada pengujian hipotesis Uji Mann
Whitney penelitian kemampuan berbicara anak usia dini melalui metode bercerita
dapat dilihat bahwa nilai Z hitung (-3,09) lebih kecil dari nilai Z tabel (-1,69).
65
Karena nilai Z < - Z 𝛼
2 , (-3,09 < -1,69 ), maka Ho ditolak dan Ha diterima. Jadi
terdapat pengaruh metode bercerita dengan media gambar terhadap kemampuan
berbicara anak di RA Raudhatul Islamiyah.
66
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan pengolahan data penelitian dapat ditarik kesimpulan bahwa
terdapat pengaruh metode bercerita dengan media gambar terhadap kemampuan
berbicara anak di RA Raudhatul Islamiyah Kecamatan Bram Itam Kabupaten
Tanjung Jabung Barat. Hal ini dapat dilihat dengan hasil pengujian hipotesis Uji
Mann Whitney menunjukkan bahwa Zhitung (-3,09) lebih kecil dari Z tabel (-1,69)
atau (-3,09 < - 1,69). ini berarti Ho ditolak. Artinya metode bercerita dengan
media gambar berpengaruh terhadap kemampuan berbicara di RA Raudhatul
Islamiyah Kecamatan Bram Itam Kabupaten Tanjung Jabung Barat.
5.2 Saran
Setelah melakukan penelitin tentang metode bercerita dengan media
gambar terhadap kemampuan berbicara anak usia dini di RA Raudhatul Islamiyah
kecamatan Bram Itam Kabupaten Tanjung Jabung Barat, maka peneliti dapat
memberikan saran sebagai berikut:
1. Bagi Guru
Guru sebaiknya memberikan metode yang menarik dan menyenangkan bagi
anak dalam mengembangkan kemampuan berbicara anak. Salah satu kegiatan
yang dapat digunakan yaitu dengan metode bercerita dengan media gambar,
karena dengan metode ini dapat berpengaruh terhadap kemampuan berbicara
anak.
67
2. Kepala sekolah
Penelitian ini juga diharapkan dapat membuka wawasan bagi kepala sekolah
untuk menyediakan media yang lebih banyak lagi untuk anak dan
menyediakan fasilitas untuk mendukung proses belajar mengajar agar metode
lebih bervariasi lagi. Pentingnya pemilihan metode yang tepat juga dapat
mempengaruhi kemampuan berbicara anak.
3. Bagi Peneliti Selanjutnya
Bagi peneliti selanjutnya diharapkan dapat menjadikan hasil penelitian ini
sebagai referensi untuk melakukan penelitian yang labih baik lagi dan dapat
mencoba menggunakan metode serta media lainnya dalam mengembangkan
kemampuan berbicara anak.
4. Implikasi dalam Pembelajaran di PAUD
Dalam implikasi pembelajaran, guru harus dapat memilih dan menggunakan
metode mengajar yang tepat dan bervariasi untuk membantu mengembangkan
kemampuan berbicara anak. Metode yang digunakan hendaknya tidak
terbatas, tetapi perlu menggunakan metode yang memberi kesempatan kepada
anak untuk belajar aktif, seperti memberi kesempatan anak untuk bertanya,
mengemukakan ide-ide, gagasan dan keinginannya.
68
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, S. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, Jakarta :
Rineka Cipta
Arikunto, S. 2013. Manajemen Penelitian. Jakarta: Rineka Cipte
Darmadi, Hamid. 2013. Metode Penelitian Pendidikan dan
Sosial.Bandung:Alfabeta
Depdiknas.2000. Kurikulum berbasis kompetensi TK. Jakarta: Direktorat
Jendral Pendidikan Dasar Menengah
Dhieni dkk., 2009. Metode Pengembangan Bahasa. Jakarta: Universitas Terbuka
Enawulan dan Agustin. 2008. Bimbingan Konseling Untuk Anak Usia Dini.
Jakarta: Universitas Terbuka
Farida Nur’aini.2009.Ma... Dongengin Aku Yuuk!, Surakarta: Afra Publishing,
http://lib.uin-malang.ac.id/thesis/chapter_ii/07410008-mega-mutiara.pdf
diakses pada tanggal 26 juni 2016
Izzaty, Rita. 2005. Mengenali Permasalahan Perkembangan Anak usia TK.
Jakarta: Depdiknas
Kusnaini, Nani. 2004. Teknik Bercerita. Proyek Pengembangan Anak Dini Usia
Pusat
Martini Jamaris.2006. Perkembangan dan Pengembangan Anak Usia Taman
Kanak-kanak. Jakarta. Garindo
Masitoh.2008. Strategi Pembelajaran TK. Jakarta:Universitas Terbuka
Moeslihatoen. 2004. Metode Pengajaran Di Taman Kanak-kanak, Jakarta: PT.
Asdi Mahasatya,
Mudjito.2010. Pedoman Pembelajaran Bidang Pengembangan Bahasa di Taman
Kanak-kanak. Kementrian Pendidikan Nasional, Direktorat Jendral
Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta: Direktorat
Pembinaan TK dan SD.
Musbikin,Imam.2010.Buku Pintar Paud.Jogjakara:Laksana
Musfiroh,Tadkiroatun. 2005. Bercerita Untuk Anak Usia Dini. Jakarta:
Depertemen Pendidikan Nasional
69
Mustakim, Muh,Nur. 2005. Peranan Cerita dalam Pembentukan Perkembangan
Anak TK. Jakarta:Departemen Pendidikan Nasional Direktorat Jendral
Pendidikan Tenaga Kependidikan dan Ketenagaan Perguruan Tinggi.
Nurbian, Dhieni. 2008. Metode Pengembangan Bahasa .Jakarta: Penerbitan
Universitas Terbuka.
Riduwan. 2005. Skala Pengukuran Variabel-variabel Penelitian.
Bandung:Alfabeta
Rita, Kurnia. 2009. Metodologi Pengembangan Bahasa Anak Usia Dini.
Pekanbaru:Cendikia Insani
Santoso, Soegeng. 2005. Dasar-dasar Pendidikan TK. Jakarta:Universitas
Terbuka
Sugiyono .2015. Statistik Non parametric untuk penelitian. Bandung: Alfabeta
Sugiyono.2006.Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif Kualikatif
dan R&D. Bandung:Alfabeta
Suhartono. 2005. Pengembangan Keterampilan Bicara Anak Usia Dini. Jakarta:
Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi
Sujarweni, Wiratna. 2012. Statistika Untuk Penelitian. Yogyakarta:Graha Ilmu.
Sunaryanto, Muhamad. 2015. Upaya Meningkatkan Kemampuan Berbicara anak
Usia 5-6 Tahun dengan Media Poster di TK ABAWonotingal Poncosari
Srandakan Bantul Yogyakarta. Skripsi
Tim Penyusun Kamus Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. 2005. Kamus
Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Utami, Septy. 2014. Pengaruh Metode Bercerita dengan Gambar Terhadap
Perkembangan Bahasa Anak Usia 3-5 Tahun di PAUD Sariharjo Nganglik
Sleman. Skripsi
Wahyudin &Agustin. 2012. Penilaian Perkembangan Anak Usia Dini.
Bandung:Aditama
Widoyoko,Eko. 2012. Teknik Penyusunan Instrumen Penelitian.
Yogyakarta:Pelajar Pustaka
Wigayuwiva.2014. Meningkatkan Keterampilan Berbicara Anak Usia Dini
melalui Media Gambar berseri di kelompok B3 Taman Kanak-Kanak
Pertiwi 1 Kota Bengkulu. Skripsi