Pengaruh Larangan Ekspor Bahan Baku terhadap Kinerja ...

20
Jurnal Ekonomi dan Pembangunan Indonesia Vol. 14 No. 1, Juli 2013: 43-62 ISSN 1411-5212 Pengaruh Larangan Ekspor Bahan Baku terhadap Kinerja Perusahaan Rotan Indonesia The Effect of Raw Material Export Restriction on Indonesian Rattan Firms Performance Ashintya Damayati a,* , Nachrowi D. Nachrowi a,** a Program Pascasarjana Ilmu Ekonomi Universitas Indonesia Abstract This research analyzes the impacts of raw material export restriction on firm performance: value-added, labor, and productivity growth, as well as firm survival ability in the rattan-based final good industry in the 1995–2004 period, which are distinguished based on firm size. This study uses probit method for the survival model, and the Ordinary Least Square (OLS) for the growth model. Data obtained from Medium and Large Scale Industries Statistics (ISIC 33131 and 33212). The result shows that export restriction can improve survival ability of the medium and large-sized firm, and have a positive impact on value-added and labor growth of the medium-sized firm. Keywords: Export Restriction on Rattan Raw Material, Firm Growth, Firm Survival, Rattan-Based Final Goods Industry Abstrak Studi ini membahas pengaruh dari kebijakan larangan ekspor bahan baku terhadap kinerja perusahaan: pertumbuhan nilai tambah, tenaga kerja, dan produktivitas, serta kemampuan bertahan perusahaan barang jadi rotan di dalam industri pada periode 1995–2004, yang dibedakan berdasarkan ukuran perusahaan. Studi ini menggunakan metode probit untuk model kemampuan bertahan perusahaan dan Ordinary Least Square (OLS) untuk model pertumbuhan. Data diperoleh dari Statistik Industri Besar dan Sedang (ISIC 33131 dan 33212 ). Hasil studi menunjukkan bahwa kebijakan larangan ekspor bahan baku rotan mampu meningkatkan kemampuan bertahan perusahaan sedang maupun perusahaan besar, serta juga akan berdampak positif terhadap pertumbuhan tenaga kerja dan nilai tambah perusahaan sedang. Kata kunci: Industri Barang Jadi Rotan, Kemampuan Bertahan Perusahaan, Larangan Ekspor Bahan Baku Rotan, Pertumbuhan Perusahaan JEL classifications: L25, L52, L68 Pendahuluan Rotan telah dipandang sebagai komoditas hasil hutan bukan kayu yang cukup penting bagi In- donesia karena potensinya yang sangat besar. * Alamat Korespondensi: Program Pascasarjana Il- mu Ekonomi Universitas Indonesia, Kampus FEUI, De- pok 16424. E-mail : [email protected]. ** E-mail : [email protected] Pada tahun 1995, pangsa pasar rotan Indone- sia menempati urutan pertama (75%) sebagai penghasil rotan dunia. Angka ini kemudian di- ikuti oleh Malaysia (8,5%), Thailand (7,5%), Filipina (6,6%), dan sisanya (1,9%) dihasil- kan oleh negara-negara lain (Fariyanti, 1995). Bahkan pada tahun 2010, data dari Kemente- rian Perindustrian menyebutkan bahwa pang- sa pasar rotan Indonesia dalam perdagangan

Transcript of Pengaruh Larangan Ekspor Bahan Baku terhadap Kinerja ...

Page 1: Pengaruh Larangan Ekspor Bahan Baku terhadap Kinerja ...

Jurnal Ekonomi dan Pembangunan IndonesiaVol. 14 No. 1, Juli 2013: 43-62

ISSN 1411-5212

Pengaruh Larangan Ekspor Bahan Baku terhadap Kinerja PerusahaanRotan Indonesia

The Effect of Raw Material Export Restriction on Indonesian Rattan FirmsPerformance

Ashintya Damayatia,∗, Nachrowi D. Nachrowia,∗∗

aProgram Pascasarjana Ilmu Ekonomi Universitas Indonesia

Abstract

This research analyzes the impacts of raw material export restriction on firm performance: value-added,labor, and productivity growth, as well as firm survival ability in the rattan-based final good industry inthe 1995–2004 period, which are distinguished based on firm size. This study uses probit method for thesurvival model, and the Ordinary Least Square (OLS) for the growth model. Data obtained from Mediumand Large Scale Industries Statistics (ISIC 33131 and 33212). The result shows that export restriction canimprove survival ability of the medium and large-sized firm, and have a positive impact on value-added andlabor growth of the medium-sized firm.Keywords: Export Restriction on Rattan Raw Material, Firm Growth, Firm Survival, Rattan-Based FinalGoods Industry

Abstrak

Studi ini membahas pengaruh dari kebijakan larangan ekspor bahan baku terhadap kinerja perusahaan:pertumbuhan nilai tambah, tenaga kerja, dan produktivitas, serta kemampuan bertahan perusahaan barangjadi rotan di dalam industri pada periode 1995–2004, yang dibedakan berdasarkan ukuran perusahaan.Studi ini menggunakan metode probit untuk model kemampuan bertahan perusahaan dan OrdinaryLeast Square (OLS) untuk model pertumbuhan. Data diperoleh dari Statistik Industri Besar dan Sedang(ISIC 33131 dan 33212 ). Hasil studi menunjukkan bahwa kebijakan larangan ekspor bahan baku rotanmampu meningkatkan kemampuan bertahan perusahaan sedang maupun perusahaan besar, serta juga akanberdampak positif terhadap pertumbuhan tenaga kerja dan nilai tambah perusahaan sedang.Kata kunci: Industri Barang Jadi Rotan, Kemampuan Bertahan Perusahaan, Larangan Ekspor BahanBaku Rotan, Pertumbuhan Perusahaan

JEL classifications: L25, L52, L68

Pendahuluan

Rotan telah dipandang sebagai komoditas hasilhutan bukan kayu yang cukup penting bagi In-donesia karena potensinya yang sangat besar.

∗Alamat Korespondensi: Program Pascasarjana Il-mu Ekonomi Universitas Indonesia, Kampus FEUI, De-pok 16424. E-mail : [email protected].

∗∗E-mail : [email protected]

Pada tahun 1995, pangsa pasar rotan Indone-sia menempati urutan pertama (75%) sebagaipenghasil rotan dunia. Angka ini kemudian di-ikuti oleh Malaysia (8,5%), Thailand (7,5%),Filipina (6,6%), dan sisanya (1,9%) dihasil-kan oleh negara-negara lain (Fariyanti, 1995).Bahkan pada tahun 2010, data dari Kemente-rian Perindustrian menyebutkan bahwa pang-sa pasar rotan Indonesia dalam perdagangan

Page 2: Pengaruh Larangan Ekspor Bahan Baku terhadap Kinerja ...

Ashintya D. & Nachrowi D. N./Pengaruh Larangan Ekspor Bahan Baku...44

rotan dunia sudah mencapai 80%. Tingginyapangsa pasar tersebut terutama didukung olehbesarnya daerah penghasil rotan di Indonesia,di mana 90% rotan dihasilkan dari hutan alamdan 10% sisanya dihasilkan dari budi daya ro-tan. Dari hutan alam yang tersebar di PulauKalimantan, Pulau Sumatera, Pulau Sulawesi,dan Pulau Irian, Indonesia berpotensi mengha-silkan 622.000 ton rotan kering per tahun (Ke-menterian Perindustrian, 2007). Yayasan Ro-tan Indonesia pada tahun 2011 mencatatkanbahwa realisasi tebangan rotan tahunan ada-lah 247.291,30 ton rotan kering per tahun se-hingga masih tersisa 374.708,7 ton per tahunyang masih mungkin dihasilkan tetapi belumdimanfaatkan.

Dengan melimpahnya rotan Indonesia, dimana potensinya masih sangat besar dan be-lum termanfaatkan, diharapkan bahwa indus-tri barang jadi rotan seperti mebel rotan ataufurnitur rotan dapat berkembang dengan pe-sat. Namun seiring dengan perkembangannya,industri pengolahan rotan beberapa tahun ter-akhir ini justru menunjukkan terjadinya penu-runan kinerja. Walaupun memiliki keunggul-an dalam ketersediaan bahan baku yang ber-limpah, produktivitas dari industri pengolahanrotan mengalami penurunan. Hal ini terutamamulai terjadi sejak tahun 2003 di mana padatahun tersebut industri furnitur dari rotan danbambu di Indonesia kalah bersaing dengan ne-gara lain (Kementerian Perindustrian, 2007).Pada tahun 2005, jumlah perusahaan maupunproduksi industri pengolahan rotan mengala-mi penurunan yang cukup signifikan (Kemen-terian Perindustrian, 2007). Penurunan ini punberlanjut pada tahun 2006. Pertumbuhan per-usahaan pengolahan rotan melambat, di ma-na realisasi produksinya mengalami penurun-an rata-rata 7,9% per tahun (Kementerian Per-industrian, 2007). Setidaknya, 144 perusahaanrotan di daerah Cirebon gulung tikar1. Berku-rangnya jumlah perusahaan dan produksi ber-

1Cirebon merupakan sentra industri pengolahan ro-tan terbesar di Indonesia.

dampak juga pada penurunan jumlah tenagakerja yang dapat diserap industri ini sehinggabanyak menimbulkan pengangguran. Padahal,industri ini adalah jenis industri padat karyayang pasti dapat menyerap banyak tenaga ker-ja apabila dapat berkembang dengan baik (Fa-riyanti, 1995).

Untuk mengatasi permasalahan penurunankinerja tersebut pemerintah mencoba untukmengatur kembali kebijakan mengenai tata ni-aga ekspor bahan baku rotan. Pemerintah me-lalui Kementerian Perdagangan menilai bah-wa penurunan kinerja dari industri rotan ada-lah karena dibukanya keran ekspor bahan bakurotan pada tahun 2005 sehingga keran eksportersebut dirasa perlu dibatasi untuk menyela-matkan industri pengolahan rotan dalam ne-geri (Daniel, 2009). Atas dasar ini, pemerin-tah pada tahun 2009 mengeluarkan Peratur-an Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor36 Tahun 20092 tentang tata niaga rotan yangisinya adalah pembatasan ekspor rotan untukjenis dan diameter tertentu, kewajiban mema-sok industri dalam negeri sebelum ekspor, sertadiadakannya persyaratan bagi pelaku industrihulu sebelum dapat mengekspor rotannya.

Sayangnya, kebijakan ini justru menimbul-kan pro dan kontra di kalangan stakeholder(pemangku kepentingan) industri rotan. Pela-ku usaha industri pengolahan rotan yang ter-gabung dalam Asosiasi Mebel dan KerajinanRotan Indonesia (AMKRI) sebagai pihak yangpro dengan kebijakan ini berpendapat bahwadibukanya keran ekspor bahan baku rotan keluar negeri dan ditambah dengan mengalirnyabahan baku rotan ke luar negeri secara ilegal,mengakibatkan industri pengolahan rotan didalam negeri sulit mendapatkan bahan baku(Exportnews, 05 Juni 2009). Di sisi lain, peta-ni rotan berargumen bahwa pelarangan eksporbahan baku rotan justru akan mengakibatkanbahan baku rotan over-supply (kelebihan pena-

2Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indone-sia Nomor 36/M-DAG/PER/8/2009 Tentang Ketentu-an Ekspor Rotan.

Page 3: Pengaruh Larangan Ekspor Bahan Baku terhadap Kinerja ...

Ashintya D. & Nachrowi D. N./Pengaruh Larangan Ekspor Bahan Baku... 45

waran) di dalam negeri dan menurunkan har-ga rotan sehingga pada akhirnya akan menye-babkan petani rotan beralih ke pekerjaan laindan malah mengakibatkan supply (penawaran)bahan baku rotan terhambat (Investor Daily,10 Oktober 2011). Ketika akhirnya pada tahun2011 kebijakan larangan ekspor bahan bakurotan diperpanjang melalui Permendag Nomor35 Tahun 20113, kebijakan ini pun masih jugamenuai pro dan kontra. Salah satunya adalahkarena ada pandangan bahwa bukan kebijakanbuka-tutup keran ekspor bahan baku yang ber-pengaruh terhadap industri pengolahan rotan,tetapi lebih dipengaruhi oleh faktor-faktor la-in, seperti permintaan atas produk barang jadirotan, sehingga kebijakan ini dirasa tidak krusi-al (Komisi Pengawas Persaingan Usaha, 2010).

Kebingungan kebijakan pemerintah antaramenutup dan membuka keran ekspor rotan me-mang tidak terjadi baru-baru ini saja. Padatahun 1986, pemerintah menutup keran eks-por bahan baku rotan, yang kemudian dibu-ka sepenuhnya pada tahun 1998 karena ada-nya letter of intent dengan International Mo-netary Fund (IMF). Ekspor bahan baku rotankemudian dilarang lagi pada tahun 2004, na-mun segera dibuka lagi pada tahun 2005 kare-na dirasa merugikan, dan sekarang keran eks-por bahan baku rotan tersebut telah ditutupkembali. Kebijakan yang terus berubah-ubahini timbul karena pro dan kontra yang terjadi dikalangan stakeholder industri rotan. Padahal,kebijakan mengenai tata niaga ekspor bahanbaku rotan yang tidak jelas arahnya dan terla-lu sering berubah-ubah akan berdampak burukpada iklim usaha rotan di Indonesia dan ma-lah semakin memperburuk kinerja industri ini.Oleh karena itu, penting untuk diketahui apa-kah keran ekspor bahan baku rotan sebaiknyadibuka atau ditutup, agar kebijakan mengenai

3Peraturan Menteri Perdagangan Republik In-donesia Nomor 35/M-DAG/PER/11/2011 Ten-tang Ketentuan Ekspor Rotan dan Produk Rotan(http://pirnas.kemenperin.go.id/regulations/PermendagNo35Tahun2011.pdf).

rotan dapat lebih terarah dan mencapai tuju-annya, yaitu meningkatkan kinerja industri ro-tan.

Permasalahan mengenai pengaruh kebijakantata niaga ekspor bahan baku rotan terhadapindustri rotan memang telah banyak mengun-dang perhatian para peneliti dan akademisidi Indonesia. Razak (1993), Harlinda (1995),dan Fariyanti (1995) telah membahas menge-nai dampak dari kebijakan tata niaga eksporbahan baku rotan terhadap efisiensi usaha ro-tan dan distribusi rentenya di Indonesia. Mes-kipun begitu, ketiga studi ini tidak membahasmengenai dampak dari kebijakan tersebut ter-hadap kemampuan bertahan dan pertumbuhanperusahaan. Padahal, penurunan jumlah per-usahaan dan perlambatan pertumbuhan ada-lah masalah yang dialami oleh industri rotanbelakangan ini. Oleh karena itu, menarik un-tuk melihat pengaruh pelarangan ekspor ba-han baku rotan yang dilakukan oleh pemerin-tah belakangan ini terhadap indikator kiner-ja perusahaan, yaitu pertumbuhan (nilai tam-bah, tenaga kerja, dan produktivitas) serta ke-mampuan perusahaan bertahan dalam indus-tri pengolahan barang jadi rotan. Disini dilihatapakah pelarangan ekspor bahan baku rotanbenar-benar merupakan kebijakan yang tepatuntuk bisa meningkatkan kinerja industri ro-tan atau malah memperburuk situasinya.

Penulis melakukan modifikasi dari modelOrdinary Least Square (OLS) untuk pertum-buhan dan model probit untuk kebertahananperusahaan oleh Evans (1987), dengan mema-sukkan variabel kebijakan tata niaga eksporbahan baku rotan sebagai variabel bebas ber-dasarkan Takacs (1994) yang menjelaskan bah-wa variabel kebijakan tata niaga ekspor dapatberpengaruh langsung terhadap pertumbuhandan kemampuan bertahan perusahaan di da-lam industri. Studi sebelumnya mengenai ke-mampuan bertahan perusahaan rotan oleh Gu-nawan (2010) dan Saraswati (2011) tidak me-masukkan variabel kebijakan tersebut ke dalammodelnya sehingga belum menjawab dengan je-

Page 4: Pengaruh Larangan Ekspor Bahan Baku terhadap Kinerja ...

Ashintya D. & Nachrowi D. N./Pengaruh Larangan Ekspor Bahan Baku...46

las mengenai dampak kebijakan larangan tataniaga ekspor bahan baku rotan terhadap ke-mampuan bertahan perusahaan rotan. Selainitu, kebijakan mungkin memiliki dampak yangberbeda bagi skala industri berbeda. Namun,belum ada studi yang mengamati dampak ke-bijakan tata niaga ekspor bahan baku rotan pa-da skala industri yang berbeda. Dengan demi-kian, permasalahan yang diajukan dalam stu-di ini adalah (1) bagaimana pengaruh larang-an ekspor bahan baku terhadap kebertahananperusahaan sedang dan besar pada industri pe-ngolahan barang jadi rotan di Indonesia? serta(2) bagaimana pengaruh larangan ekspor ba-han baku terhadap pertumbuhan (jumlah te-naga kerja, nilai tambah, dan produktivitas)perusahaan sedang dan besar pada industri pe-ngolahan barang jadi rotan di Indonesia?

Tinjauan Referensi

Studi ini bertujuan untuk mengetahui dampakmengetahui pengaruh kebijakan larangan eks-por bahan baku rotan terhadap kebertahanandan pertumbuhan perusahaan di industri pe-ngolahan barang jadi rotan. Dengan demiki-an, landasan teori bertumpu pada teori bagai-mana pertumbuhan perusahaan dan kemam-puan bertahan perusahaan dapat dipengaruhioleh kebijakan pemerintah terkait dengan eks-por bahan baku.

Kontrol atas ekspor bahan baku berupa la-rangan ekspor, kuota ekspor, persyaratan li-sensi ekspor, atau pajak ekspor biasanya di-gunakan oleh negara untuk mendorong aktivi-tas industri pengolahan dalam negeri. Penerap-an kebijakan pembatasan ekspor ini diterapkandengan tujuan untuk menjamin ketersediaanbahan baku dengan harga rendah bagi industripengolahan dalam negeri, sehingga diharapkandapat meningkatkan pertumbuhan nilai tam-bah, pertumbuhan tenaga kerja, dan pertum-buhan produktivitas. Secara teoretis, hubung-an kebijakan ekspor bahan baku dengan per-tumbuhan nilai tambah dan tenaga kerja di-

tunjukkan pada Gambar 1.

Penerapan kebijakan pembatasan atau la-rangan ekspor bahan baku akan membatasiekspor yang bisa dilakukan oleh pedagang ba-han baku, SI

1 sehingga bahan baku yang ta-dinya diekspor sekarang akan tersedia di da-lam negeri dan dengan demikian meningkat-kan penawaran bahan baku rotan domestik danmenggeser kurva SI

1 ke kanan menjadi kurva SI2

di pasar input. Dengan permintaan bahan bakuyang tetap, maka terjadi peningkatan kuanti-tas bahan baku rotan di dalam negeri sehinggamenurunkan harga bahan baku dari P I

1 ke P I2 .

Di pasar output, peningkatan kuantitas atasbahan baku ini akan membuat output barangjadi meningkat. Peningkatan output pada saatdilakukannya pembatasan ekspor bahan bakumenunjukkan bahwa secara teoretis pembatas-an ekspor bahan baku akan menurunkan har-ga bahan baku dan menciptakan pertumbuhannilai tambah. Hal yang sama juga terjadi di pa-sar tenaga kerja. Dengan meningkatnya outputyang diproduksi, industri membutuhkan tam-bahan tenaga kerja untuk melakukan kegiatanproduksi tersebut dan dengan demikian seiringdengan pembatasan ekspor bahan baku kurvapermintaan tenaga kerja akan bergeser ke ka-nan dari DL

1 ke DL2 , sehingga jumlah tenaga

kerja meningkat dan menciptakan pertumbuh-an tenaga kerja. Pertumbuhan nilai tambahdan tenaga kerja akan menciptakan pertum-buhan produktivitas sehingga dengan demiki-an kebijakan larangan ekspor bahan baku a-kan berdampak positif bagi pertumbuhan nilaitambah, tenaga kerja atau produktivitas.

Pembatasan ekspor bahan baku juga berpe-ngaruh terhadap kemampuan bertahan peru-sahaan. Kemampuan bertahan perusahaan a-kan sangat tergantung pada true cost atau ave-rage cost yang dialami perusahaan. Semakinrendah biaya yang dihadapi oleh perusahaan,maka akan semakin besar pula kemampuanbertahannya. Gambar 1 menunjukkan bahwapembatasan ekspor bahan baku akan menurun-kan harga bahan baku sehingga menurunkan

Page 5: Pengaruh Larangan Ekspor Bahan Baku terhadap Kinerja ...

Ashintya D. & Nachrowi D. N./Pengaruh Larangan Ekspor Bahan Baku... 47

Gambar 1: Dampak Pembatasan Ekspor Bahan Baku terhadap Pertumbuhan Output dan Tenaga Kerja

Sumber: Takacs (1994)

biaya input yang harus dikeluarkan oleh peru-sahaan, selain itu, mengingat bahwa di indus-tri barang jadi rotan jumlah pekerjanya sangatmelimpah maka kurva penawaran tenaga ker-janya bersifat elastis. Dengan demikian, meski-pun permintaan tenaga kerja meningkat cukuptinggi, upah tidak akan meningkat terlalu ba-nyak. Hal ini membuat biaya rata-rata yang di-keluarkan perusahaan untuk memproduksi sa-tu buah output secara keseluruhan akan menu-run (Gambar 2). Penurunan biaya rata-rata di-gambarkan dengan bergesernya kurva AC dariAC1 ke AC2, begitupun kurva MC bergeserdari MC1 ke MC2. Dengan demikian, denganmemaksimalkan profit (MC = MR) perusa-haan akan meningkatkan produksinya dari q1menjadi q2. Profit perusahaan meningkat danketahanan perusahaan meningkat.

Hal yang sama ditemukan oleh Takacs (1994)yang menyimpulkan bahwa dalam tataran ini,

adanya pembatasan ekspor bahan baku ber-dampak baik terhadap perusahaan. Semakinrendahnya biaya input membuat perusahaanlebih efisien sehingga dapat meningkatkan per-tumbuhan dan kemampuan perusahaan untukbertahan. Namun, Takacs (1994) juga menam-bahkan bahwa tidak selamanya pembatasanekspor bahan baku berdampak baik bagi per-usahaan karena pembatasan ekspor ini menu-runkan insentif produsen bahan baku untukmelakukan produksi bahan baku. Jika dampakini terjadi terlalu besar maka malah akan ber-balik merugikan perusahaan industri pengolah-an karena penurunan produksi akan malah me-ningkatkan harga dan membuat perusahaan ti-dak efisien. Dampak dari pembatasan eksporbahan baku terhadap kebertahanan dan per-tumbuhan perusahaan adalah ambigu, bergan-tung pada seberapa besar pembatasan itu men-disinsentif produsen bahan baku untuk meng-

Page 6: Pengaruh Larangan Ekspor Bahan Baku terhadap Kinerja ...

Ashintya D. & Nachrowi D. N./Pengaruh Larangan Ekspor Bahan Baku...48

Gambar 2: Dampak Pembatasan Ekspor Bahan Baku terhadap Kemampuan Bertahan Perusahaan

Sumber: Martin (1993)

hasilkan bahan baku. Hal inilah yang akan dili-hat pada studi ini, yaitu dampak dari kebijakanlarangan ekspor bahan baku terhadap kemam-puan bertahan dan pertumbuhan perusahaan,apakah akan berdampak baik atau berdampakburuk bagi perusahaan di industri barang jadirotan di Indonesia?

Studi mengenai pertumbuhan dan keber-tahanan perusahaan telah banyak dilakukanterutama dalam dua dekade terakhir. Per-kembangan dari studi mengenai pertumbuh-an dan kebertahanan perusahaan kemudiantelah menciptakan menculnya berbagai varia-bel yang diketahui dan terbukti secara empi-ris memengaruhi pertumbuhan dan keberta-hanan perusahaan. Studi awal yang terpubli-kasi mengenai pertumbuhan dan kebertahan-an perusahaan adalah studi oleh Evans (1987).Sampel yang digunakan pada studi ini adalahpenelitian pada tingkat perusahaan di industripengolahan Amerika Serikat pada tahun 1976–1980. Evans (1987) meneliti tiga aspek kinerjadalam industri, yaitu (1) pertumbuhan peru-sahaan, (2) kemampuan bertahan perusahaan,dan (3) variabilitas perusahaan, yang didasaripada tiga karakteristiknya yaitu ukuran peru-sahaan, umur perusahaan, dan jumlah pabrik.Pemilihan ketiga variabel ini didasarkan pada

teori oleh Jovanovic (1982). Dengan melakukanestimasi dalam model logaritma untuk modelpertumbuhan dan variabilitas, serta menggu-nakan model probit untuk model kemampuanbertahan, Evans (1987) menemukan bahwa (1)tingkat pertumbuhan perusahaan menurun ke-tika ukuran dan umur perusahaan meningkat,atau berhubungan negatif, serta (2) kemampu-an atau probabilitas perusahaan untuk berta-han akan meningkat seiring dengan semakinbesar ukuran dan semakin tinggi umur peru-sahaan.

Penemuan tersebut konsisten dan sesuai de-ngan kerangka pikir dari Jovanovic (1982) ya-itu terdapat hubungan negatif antara pertum-buhan perusahaan dan lamanya waktu perusa-haan berdiri. Selain itu, menurut teori Evans,teori Gibrat bahwa pertumbuhan perusahaantidak dipengaruhi oleh ukuran perusahaan di-tolak. Penolakan Evans (1987) terhadap teoriGibrat (1931) juga didukung oleh hasil studiHall (1987) yang menemukan bahwa Gibrat’sLaw ditolak untuk perusahaan kecil4. Namun,penolakan tersebut bisa saja didasarkan pada

4Meskipun begitu, Hall (1987) juga menyatakanbahwa hasil studinya tidak menolak Gibrats’s Law un-tuk sampel perusahaan besar.

Page 7: Pengaruh Larangan Ekspor Bahan Baku terhadap Kinerja ...

Ashintya D. & Nachrowi D. N./Pengaruh Larangan Ekspor Bahan Baku... 49

perbedaan mendasar pada studi karena teoriGibrat sering diasumsikan dan dipakai dalammeneliti industri dengan produk homogen.

Studi oleh Evans (1987) kemudian diadapta-si oleh Dunne dan Hughes (1994) dan diterap-kan pada perusahaan-perusahaan di Inggris pa-da tahun 1975–1985. Dalam studi ini, pertum-buhan dan ukuran perusahaan diukur dengansatuan net asset dari perusahaan. Hasil studiDunne dan Hughes (1994) dengan mengguna-kan model logaritma untuk model pertumbuh-an menunjukkan bahwa tingkat pertumbuh-an perusahaan-perusahaan kecil lebih cepat di-bandingkan dengan perusahaan besar, yangmembuktikan bahwa pertumbuhan dan keber-tahanan perusahaan dipengaruhi oleh ukuranperusahaan, sehingga ditemukan penolakan pa-da teori Gibrat. Sementara itu, hasil estima-si model probit untuk kemampuan perusaha-an bertahan menunjukkan bahwa semakin be-sar sebuah perusahaan, kemampuannya untukbertahan akan semakin meningkat. Kedua ha-sil studi Dunne dan Hughes (1994) konsistendengan hasil studi Evans (1987).

Sejak saat itu, banyak studi-studi lain yangdilakukan dan memiliki hasil studi yang kon-sisten dengan hasil studi Evans (1987), salahsatunya adalah Gort et al. (2002) yang me-neliti mengenai kemampuan bertahan pabrik-pabrik industri di Amerika Serikat pada peri-ode 1967–1990. Dijelaskan bahwa perusaha-an yang kuat bertahan melalui proses bela-jar mengenai efisiensi relatif tiap perusahaan.Namun, variabel-variabel yang diteliti meme-ngaruhi pertumbuhan dan kebertahanan per-usahaan masih berkutat di sekitar umur per-usahaan atau ukuran perusahaan, dan belummemasukkan faktor-faktor lain yang mungkinmemengaruhi. Studi-studi yang memasukkanfaktor-faktor lain yang memengaruhi pertum-buhan dan kemampuan bertahan perusahaanbaru marak pada sekitar tahun 2000-an, yangkemudian secara otomatis memodifikasi modelEvans (1987).

Yasuda (2005) dalam studinya menambah-

kan variabel kegiatan penelitian dan pengem-bangan (riset) serta status subkontrak perusa-haan sebagai variabel yang memengaruhi per-tumbuhan dan kemampuan bertahan perusa-haan, selain umur dan ukuran perusahaan. De-ngan melakukan estimasi dalam model semi-log atas model pertumbuhan perusahaan, ha-sil studi Yasuda (2005) ini konsisten denganhasil studi Evans (1987) serta Dunne dan Hu-ghes (1994), serta menunjukkan bahwa kerang-ka pikir dari Jovanovic (1982) mengenai per-tumbuhan dan kemampuan perusahaan ber-tahan terbukti. Dua variabel lain yang digu-nakan oleh Yasuda (2005), yaitu aktivitas ri-set dan pengembangan serta status subkontrakperusahaan memiliki hubungan positif dan sig-nifikan. Namun, kedua variabel ini tidak da-pat digunakan dalam studi ini karena data diIndonesia tidak tersedia untuk kedua variabeltersebut.

Yasuda (2005) juga menambahkan bahwastatus kepemilikan perusahaan merupakan va-riabel yang diketahui berpengaruh secara sig-nifikan terhadap pertumbuhan dan keberta-hanan meskipun tidak digunakan dalam stu-dinya. Penggunaan variabel kepemilikan peru-sahaan justru baru dilakukan oleh Ferragina etal. (2009) yang meneliti pengaruh bentuk ke-pemilikan terhadap kemampuan bertahan per-usahaan dalam industri manufaktur dan jasa.Hasil dari studi ini adalah perusahaan manu-faktur dan jasa yang dimiliki oleh perusaha-an multinasional asing memiliki peluang kelu-ar lebih besar dibandingkan dengan perusaha-an domestik nonmultinasional. Sementara itu,perusahaan multinasional domestik memilikipeluang paling besar untuk bertahan diban-dingkan dengan keduanya. Perusahaan multi-nasional asing lebih mudah untuk keluar diban-dingkan dengan perusahaan multinasional Ita-lia yang lebih terikat kepada ekonomi lokal. Ka-rena perusahaan asing banyak memiliki anakperusahaan di negara lain, perusahaan asingini tidak terikat secara ekonomi seperti peru-sahaan lokal. Selain itu, perusahaan domestik

Page 8: Pengaruh Larangan Ekspor Bahan Baku terhadap Kinerja ...

Ashintya D. & Nachrowi D. N./Pengaruh Larangan Ekspor Bahan Baku...50

baik multinasional maupun tidak, memiliki ke-mampuan bertahan lebih tinggi karena lebihmengetahui situasi ekonomi lokal.

Selain variabel-variabel yang digunakan olehYasuda (2005) dan Ferragina et al. (2009), vari-abel lain yang memengaruhi kebertahanan danpertumbuhan perusahaan adalah rasio ekspordan lokasi perusahaan. Variabel rasio ekspordikembangkan ke dalam model kebertahananperusahaan oleh Doi (1999). Hasil studinya me-nunjukkan bahwa semakin besar ekspor peru-sahaan maka semakin kecil probabilitas per-usahaan untuk bertahan. Di sisi lain, varia-bel lokasi perusahaan dimasukkan ke dalammodel kebertahanan dan pertumbuhan peru-sahaan oleh Kato (2009). Dalam studi ini, Ka-to (2009) menemukan bahwa perusahaan yangberada di dalam cluster memiliki probabilitasbertahan dan pertumbuhan yang lebih besar.

Dengan demikian, model pertumbuhan dankemampuan bertahan perusahaan telah sema-kin berkembang dari waktu ke waktu, dari yanghanya menggunakan variabel ukuran perusaha-an dan umur perusahaan sebagai variabel be-bas (Evans, 1987; Hall, 1987; Dunne dan Hu-ghes, 1994; Gort et al., 2002), hingga menja-di model hasil modifikasi studi Evans (1987)yang memasukkan variabel-variabel lain yangmemengaruhi kebertahanan dan pertumbuhanperusahaan, seperti riset dan status subkontrak(Yasuda, 2005), kepemilikan perusahaan (Ya-suda, 2005; Ferragina et al., 2009), rasio eks-por (Doi, 1999), dan lokasi perusahaan (Kato,2009). Sesuai dengan tujuan studi ini, penulisakan melakukan modifikasi atas model Evans(1987) dengan memasukkan variabel kebijakanekspor bahan baku rotan ke dalam model ke-bertahanan dan pertumbuhan perusahaan, ser-ta melengkapi model dengan variabel kontrolkrisis perekonomian untuk melihat dampaknyaterhadap pertumbuhan dan kemampuan peru-sahaan di industri rotan Indonesia.

Sementara itu, berdasarkan studi-studi sebe-lumnya mengenai industri rotan di Indonesia,belum ada studi yang secara spesifik membahas

mengenai dampak kebijakan tata niaga eksporbahan baku rotan terhadap pertumbuhan dankemampuan bertahan perusahaan pengolahanrotan. Meskipun Gunawan (2010) dan Saras-wati (2011) membahas mengenai kemampuanbertahan perusahaan, namun keduanya tidakmemasukkan variabel tata niaga ekspor bahanbaku rotan di dalam model studinya. Berbe-da dengan seluruh studi sebelumnya, variabeltata niaga ekspor bahan baku rotan akan digu-nakan dalam studi ini sebagai salah satu fak-tor yang dianggap dapat memengaruhi keber-tahanan industri rotan. Selain itu, pertumbuh-an (nilai tambah, tenaga kerja, dan produkti-vitas) akan dibahas dalam studi yang dilaku-kan penulis, di mana tidak dibahas oleh Guna-wan (2010) dan Saraswati (2011). Penulis jugaakan mengambil ruang lingkup industri rotanuntuk keseluruhan Indonesia, berbeda denganstudi Pramudiarto (2006) yang hanya memba-has mengenai Cirebon, Razak (1993) yang ha-nya membahas Kalimantan Tengah, Harlinda(1995) yang hanya membahas Sumatera Sela-tan, dan Saraswati (2011) yang hanya meneli-ti kebertahanan perusahaan rotan di Jawa Ba-rat. Hal lain yang belum pernah dilakukan olehstudi sebelumnya, namun akan dilakukan da-lam studi ini adalah membedakan analisis un-tuk industri besar dan industri sedang karenamungkin efek kebijakan terhadap keduanya bi-sa berbeda. Dengan adanya perbedaan denganstudi-studi sebelumnya, diharapkan studi yangdilakukan penulis dapat memberikan wawasanbaru mengenai industri rotan di Indonesia.

Metode

Untuk dapat melihat dampak dari kebijakanlarangan ekspor bahan baku rotan terhadappertumbuhan dan kebertahanan, penulis me-milih periode observasi dari tahun 1995–2004.Periode ini dipilih sebab kebijakan pemerintahmembutuhkan lag untuk dapat terlihat dam-paknya dan justru beberapa tahun terakhir ke-bijakan tata niaga ekspor rotan terlalu sering

Page 9: Pengaruh Larangan Ekspor Bahan Baku terhadap Kinerja ...

Ashintya D. & Nachrowi D. N./Pengaruh Larangan Ekspor Bahan Baku... 51

mengalami buka-tutup sebelum dapat dilihatdampaknya. Sementara pada tahun 1995–2004hanya terjadi satu kali pergantian kebijakanekspor yang berlangsung selama 6 tahun, ya-itu keran ekspor dibuka pada tahun 1998.

Seluruh data yang digunakan dalam studiini berasal dari Survei Tahunan Industri Pe-ngolahan yang tercakup dalam Statistik Indus-tri Besar dan Sedang yang dipublikasikan olehBPS, meskipun sebagian besar perusahaan ro-tan adalah perusahaan kecil. Hal ini dilaku-kan karena data industri kecil tersebar dalamSurvei Usaha Terintegrasi (SUSI) (1999–2003),Sensus Ekonomi (SE) (1996–1998), dan surveiIndustri Kecil dan Kerajinan Rumah Tangga(IKKR) (1994–1995), di mana ketiga data initidak saling melengkapi. Selain itu, data in-dustri kecil hanya tersedia hingga ISIC 4 digitdan belum spesifik menunjuk pada industri ro-tan sehingga membuat data industri kecil tidakdapat digunakan. Dari data ini, sektor usahayang dipilih adalah industri anyam-anyamandari bambu dan rotan (ISIC 33131), serta in-dustri perabot dan kelengkapan rumah tang-ga dari bambu dan rotan (ISIC 33212). Kom-ponen bambu dalam data ini hanyalah sekitar20% sehingga kedua sektor usaha ini dianggapdapat mewakili industri pengolahan barang ja-di rotan.

Analisis pertumbuhan dan kebertahananperusahaan mengharuskan penulis untuk me-ninjau perkembangan perusahaan dari satuperiode ke periode lain sehingga perlu dilaku-kan pelacakan perusahaan berdasarkan kesa-maan provinsi, kabupaten, kecamatan, dan de-sa tempatnya berdiri, serta kemudian dico-cokkan tahun berdiri dan jumlah pekerjanya.Yang perlu diingat adalah, pengisian SurveiTahunan Industri Menengah dan Besar bersi-fat sukarela. Hilangnya data perusahaan bukanselalu berarti bahwa perusahaan tersebut ma-ti, namun juga dapat berarti bahwa perusaha-an tersebut masih berdiri, namun tidak meng-isi survei. Untuk mengontrol hal ini, perusaha-an yang dipilih sebagai sampel hanyalah per-

usahaan yang tercatat telah konsisten mengisisurvei selama tiga tahun berturut-turut, yaitutahun 1993, 1994, dan 1995. Dari sini diasum-sikan bahwa jika perusahaan telah mengisi sur-vei selama tiga tahun berturut-turut, berartiperusahaan tersebut selama ini memang sela-lu konsisten untuk mengisi survei dan jika pa-da tahun berikutnya perusahaan tersebut tidakmengisi maka diasumsikan bahwa perusahaantersebut memang benar-benar mati. Selain itu,dilakukan juga pemisahan data berdasarkan in-dustri pengolahan rotan berukuran sedang danberukuran besar mengikuti klasifikasi BPS. Pe-misahan data didasarkan pada pemikiran bah-wa kebijakan sebenarnya cenderung bias men-dukung industri besar sehingga dampak darikebijakan dapat berbeda bagi industri sedangdan besar. Dengan pemisahan ini, didapatkansampel sebanyak 77 perusahaan berukuran se-dang dan 88 perusahaan berukuran besar pa-da periode pertama yang akan terus berkurangkarena mati, hilang, atau bangkrut di periodeberikutnya.

Adanya perusahaan yang mati, hilang, ataubangkrut ini membuat jumlah perusahaanyang dianalisis dari tahun ke tahun tidak samasehingga dalam analisis ini penulis tidak dapatmengelompokkannya ke dalam bentuk data pa-nel, namun akan dikelompokkan ke dalam ben-tuk data Pooled Cross Section. Hal ini berartisemua data dari tahun 1995–2004 dikumpulkanmenjadi satu, di mana akan dilakukan seleksiuntuk perusahaan yang bertahan dan mati pertahun. Untuk analisis kemampuan perusaha-an bertahan, yang dapat dihitung dalam sam-pel hanyalah perusahaan yang ada pada peri-ode pertama dan ada pada periode berikutnyaatau tidak ada pada periode berikutnya. De-ngan demikian, maka didapatkan sampel seba-nyak 516 observasi untuk industri sedang tahun1995–2004 dan 603 observasi untuk industri be-sar tahun 1995–2004. Sementara untuk analisispertumbuhan perusahaan, yang dapat dihitunghanyalah perusahaan yang ada pada dua peri-ode berturut-turut. Perhitungan pertumbuh-

Page 10: Pengaruh Larangan Ekspor Bahan Baku terhadap Kinerja ...

Ashintya D. & Nachrowi D. N./Pengaruh Larangan Ekspor Bahan Baku...52

an perusahaan membutuhkan data dua peri-ode yaitu periode t dan periode t− 1 agar nilaipertumbuhan bisa didapatkan. Hal ini membu-at perusahaan yang mati atau tidak ada padadua periode berturut-turut tidak dapat diser-takan dalam sampel karena pertumbuhannyatidak dapat dihitung. Demikian juga, karenapenghitungan pertumbuhan menggunakan da-ta tahun sebelumnya (t− 1), maka tahun 1995tidak disertakan karena membutuhkan data ta-hun 1994. Penggunaan variabel pertumbuhantahun sebelumnya (lag dependent variable) pa-da model juga menyebabkan observasi yang bi-sa dilakukan berkurang sehingga untuk modelpertumbuhan perusahaan didapatkan sampelsebanyak 360 observasi untuk industri sedangtahun 1997–2004 dan 428 observasi untuk in-dustri besar tahun 1997–2004.

Model dalam studi ini merupakan pengem-bangan dari model Evans (1987), denganmenambahkan penggunaan variabel kebijak-an ekspor bahan baku rotan sebagai variabelutama yang akan diteliti dampaknya terhadappertumbuhan dan kemampuan bertahan peru-sahaan. Variabel yang diambil dari studi Evans(1987) adalah umur perusahaan dan ukuranperusahaan. Selain umur, ukuran, dan variabelkebijakan ekspor, terdapat variabel lain yangdigunakan. Pertama , lokasi perusahaan. In-dustri pengolahan rotan memiliki cluster in-dustri di Cirebon, dan dengan demikian dapatdilihat apakah cluster ini memiliki pengaruhterhadap pertumbuhan dan kebertahanan per-usahaan. Variabel ini dipilih berdasarkan Kato(1999).

Kedua , persentase produksi yang diekspor.Industri rotan merupakan industri yang ber-orientasi ekspor sehingga diharapkan hal inimemiliki pengaruh positif terhadap perusaha-an. Variabel ini dipilih berdasarkan Doi (1999).Ketiga, kepemilikan perusahaan. Variabel inidimasukkan berdasarkan Yasuda (2005) danFerragina et al. (2009) untuk melihat dampakdari kepemilikan terhadap kinerja perusahaanrotan. Dan keempat, krisis perekonomian. Va-

riabel ini digunakan karena periode observasiyang digunakan dalam studi ini melalui krisismoneter yang terjadi di Indonesia. Diharapkan,penggunaan variabel-variabel ini dapat meng-gambarkan dengan baik kondisi industri rotandi Indonesia yang sebenarnya.

Analisis untuk model kemampuan bertahanperusahaan dalam industri dilakukan denganmembuat sebuah model multivariat menggu-nakan metode probit. Penggunaan model probitdalam menganalisis permasalahan kemampu-an perusahaan untuk bertahan dilakukan olehEvans (1987), Dunne dan Hughes (1994), Ya-suda (2005), serta Kato (2009). Selain itu, mo-del probit ini digunakan dengan alasan bahwavariabel terikatnya bersifat binary, yaitu y = 1untuk menandakan suksesnya sebuah kejadian,dan y = 0 untuk menandakan gagalnya sebuahkejadian. Dalam studi ini, 1 berarti perusaha-an mampu bertahan dan 0 berarti perusahaantidak mampu bertahan di dalam industri. Se-benarnya, probit bukanlah satu-satunya meto-de yang dapat digunakan untuk model denganvariabel terikat yang bersifat biner, di manametode logit juga bisa digunakan. Namun, me-tode probit biasa digunakan apabila jumlah ob-servasi lebih dari 20 dan diasumsikan eror ter-distribusi normal. Model yang digunakan un-tuk analisis kemampuan perusahaan bertahanadalah

PSURVit(P = 1) = β0 + β1Ageit + β2Sizeit

+ β3Klasterit

+ β4DAsingit

+ β5Eksporit

+ β6DRaw.t−2

+ β7DCrisis.t + uit(1)

Sementara itu, untuk model pertumbuhanperusahaan, penulis akan menggunakan OLSuntuk mengetahui arah dan besar hubung-an variabel-variabel bebas terhadap variabelterikat. Adapun seperti yang dijelaskan sebe-lumnya, data yang akan digunakan bersifatpooled-cross section, yaitu tersusun dalam ben-

Page 11: Pengaruh Larangan Ekspor Bahan Baku terhadap Kinerja ...

Ashintya D. & Nachrowi D. N./Pengaruh Larangan Ekspor Bahan Baku... 53

tuk cross section dalam beberapa periode wak-tu. Metode ini memungkinkan penulis untukmenganalisis perubahan tingkat pertumbuhanperusahaan-perusahaan yang digambarkan da-lam tiga variabel, yaitu labor growth, value-added growth, dan productivity growth antar-periode, dengan dipengaruhi oleh variabel-variabel bebas, terutama kebijakan buka-tutupekspor bahan baku rotan. Sedikit berbeda de-ngan model kebertahanan perusahaan, padamodel pertumbuhan ini, variabel-variabel yangbelum dinyatakan dalam satuan persen diubahkedalam bentuk logaritma. Selain itu, dalammodel pertumbuhan perusahaan juga dima-sukkan variabel lag yang berupa pertumbuh-an perusahaan tahun sebelumnya sebagai sa-lah satu variabel bebas yang dapat memenga-ruhi pertumbuhan perusahaan, selain variabel-variabel bebas yang telah disebutkan sebelum-nya. Dengan demikian, model yang digunakanbaik untuk sampel perusahaan sedang maupunperusahaan besar, adalah

LGit = γ0 + γ1 lnAGEit + γ2 lnSIZEit

+ γ3DKlasterit + γ4DAsingit

+ γ5Eksporit + γ6DRaw.t−2

+ γ7DCrisis.t + γ8LGit−1 + uit(2)

V AGit = θ0 + θ1 lnAGEit + θ2 lnSIZEit

+ θ3DKlasterit + θ4DAsingit

+ θ5Eksporit + θ6DRaw.t−2

+ θ7DCrisis.t + θ8V AGit−1 + uit(3)

PGit = ϕ0 + ϕ1 lnAGEit + ϕ2 lnSIZEit

+ ϕ3DKlasterit + ϕ4DAsingit

+ ϕ5Eksporit + ϕ6DRaw.t−2

+ ϕ7DCrisis.t + ϕ8PGit−1 + uit(4)

Dengan demikian, maka terdapat 4 modelyang akan digunakan untuk menjawab perta-nyaan studi, yaitu 1 model probit untuk ana-lisis kemampuan perusahaan barang jadi ro-

tan bertahan di dalam industri dan 3 modelOLS pooled-cross section data untuk analisispertumbuhan perusahaan barang jadi rotan.

Variabel tata niaga ekspor bahan baku ro-tan yang digunakan dalam studi ini adalahvariabel dummy. Penggunaan variabel dummydalam menggambarkan kebijakan pemerintahdilakukan berdasarkan studi Kusumaningtyas(2012), Ramadhan (2009), dan Halidi (2005).Berdasarkan data volume ekspor rotan mentahdan setengah jadi, kenaikan secara drastis ba-ru terjadi pada tahun 2000 meskipun kebijak-an diberlakukan mulai akhir tahun 1998. Darisini dapat diartikan bahwa kebijakan ini per-lu lag selama dua tahun untuk dapat meme-ngaruhi volume ekspor, dan diperkirakan jugabutuh jangka waktu yang sama sebelum me-mengaruhi industri pengolahan rotan. Oleh ka-rena itu, keran ekspor bahan baku rotan di-definisikan sebagai tertutup apabila keran eks-por bahan baku rotan berada dalam keadaantertutup dua tahun sebelum periode observa-si, dan hipotesisnya adalah positif sebab ditu-tupnya ekspor bahan baku rotan akan memba-wa pengaruh yang baik terhadap kemampuanperusahaan untuk bertahan karena industri inisangat tergantung pada bahan baku. Dengandemikian, kemampuan bertahan maupun per-tumbuhan perusahaan barang jadi rotan padasaat ditutupnya keran ekspor bahan baku ro-tan lebih tinggi dibandingkan pada saat keranekspor bahan baku rotan dibuka. Penjelasanlengkap mengenai definisi operasional variabelyang digunakan dalam Persamaan (1), (2), (3),dan (4) ada pada Tabel 1.

Hasil dan Analisis

Analisis hasil regresi pada studi ini akan di-bagi menjadi dua bagian, yaitu analisis ha-sil regresi model probit mengenai kemampu-an perusahaan bertahan dan analisis hasil re-gresi OLS mengenai pertumbuhan perusaha-an, yang dibagi menjadi pertumbuhan tenagakerja, pertumbuhan nilai tambah, dan pertum-

Page 12: Pengaruh Larangan Ekspor Bahan Baku terhadap Kinerja ...

Ashintya D. & Nachrowi D. N./Pengaruh Larangan Ekspor Bahan Baku...54

buhan produktivitas. Hasil regresi untuk modelkemampuan bertahan perusahaan yang sudahdinyatakan dalam bentuk marginal effect dije-laskan pada Tabel 2.

Dari hasil regresi dapat diketahui bahwa ke-tika larangan ekspor bahan baku rotan diber-lakukan, kemampuan bertahan perusahaan le-bih tinggi dibandingkan pada saat keran eksporbahan baku rotan dibuka. Kondisi ini berlakubaik pada perusahaan sedang ataupun perusa-haan besar pada tingkat kepercayaan 99%. In-dustri pengolahan barang jadi rotan memangmerupakan industri yang sangat bergantungpada ketersediaan bahan baku sebagai salahsatu faktor produksinya yang terpenting. De-ngan demikian, industri barang jadi rotan akanlebih mampu berkembang ketika ekspor bahanbaku rotan dilarang dan banyak tersedia ba-han baku di dalam negeri. Salah satu alasannyaadalah karena harga bahan baku rotan yang le-bih rendah ketika ekspor dilarang.

Harga bahan baku rotan memang terbuktilebih rendah saat dilarangnya ekspor bahan ba-ku rotan dibandingkan dengan pada saat pem-bebasan ekspor. Pembebasan ekspor bahan ba-ku rotan pada tahun 1998 mulai memengaruhivolume ekspor bahan baku rotan pada tahun2000 atau dua tahun setelah kebijakan tersebutdiberlakukan. Pada saat itu, harga rotan men-tah mencapai Rp550 per kilogram pada tahun1999 dan Rp800 per kilogram pada akhir tahun2000. Harga ini jelas jauh lebih tinggi diban-dingkan dengan harga rotan mentah pada saatekspor bahan baku rotan dilarang yaitu hanyasebesar Rp250 per kilogram pada tahun 1997(Erwinsyah, 1999). Banyak tersedianya bahanbaku rotan pada periode dilarangnya eksporbahan baku rotan di dalam negeri mendorongharga bahan baku tetap rendah dapat dapatdijangkau oleh pengusaha barang jadi rotan.Dengan demikian, perusahaan pengolahan ba-rang jadi rotan memang mengalami biaya yanglebih rendah ketika diberlakukan pelaranganekspor bahan baku rotan. Ketika diberlakukanlarangan ekspor bahan baku rotan, lebih ren-

dahnya harga dan peningkatan pasokan bahanbaku bagi perusahaan pengolahan barang ja-di rotan– baik sedang maupun besar– mening-katkan probabilitas atau kemampuan bertahanperusahaan di dalam industri.

Sebaliknya, jika ekspor bahan baku rotandibuka, kemampuan bertahan perusahaan ba-rang jadi rotan akan menurun sebab perusa-haan barang jadi rotan memang memiliki kele-mahan dalam mengatasi permasalahan keterse-diaan bahan baku. Pramudiarto (2006) menye-butkan dalam studinya bahwa rata-rata per-usahaan di industri barang jadi rotan tidakmemiliki mitra pemasok bahan baku. Tanpaadanya mitra pemasok bahan baku atau tan-pa adanya kontrak dengan pemasok bahan ba-ku, pengusaha barang jadi rotan kurang da-pat mengantisipasi kenaikan harga bahan bakurotan yang dapat terjadi ketika ekspor dibuka,atau lebih parah lagi tidak mampu memastikanketersediaan bahan baku sehingga naiknya har-ga bahan baku ataupun berkurangnya pasokanbahan baku bagi industri ini akan dengan ce-pat memengaruhi kemampuan perusahaan un-tuk bertahan di dalam industri. Kondisi inilahyang mengakibatkan industri barang jadi ro-tan di Indonesia masih harus dilindungi denganmelakukan pelarangan ekspor bahan baku ro-tan.

Dari hasil regresi juga terlihat bahwa ketikakeran ekspor bahan baku rotan ditutup ma-ka akan meningkatkan probabilitas perusaha-an pengolahan barang jadi rotan berukuran se-dang untuk bertahan di dalam industri sebe-sar 92,98%–ceteris paribus. Sementara itu, pro-babilitas perusahaan pengolahan barang jadirotan berukuran besar untuk bertahan di da-lam industri hanya meningkatsebesar 87,06%–ceteris paribus. Dari sini terlihat bahwa mes-kipun pelarangan ekspor bahan baku berdam-pak baik bagi kemampuan bertahan kedua ska-la industri, namun dampak yang ditimbulkan-nya bagi perusahaan besar dan perusahaan se-dang ternyata berbeda. Saat keran ekspor ba-han baku rotan ditutup, probabilitas perusaha-

Page 13: Pengaruh Larangan Ekspor Bahan Baku terhadap Kinerja ...

Ashintya D. & Nachrowi D. N./Pengaruh Larangan Ekspor Bahan Baku... 55

an sedang untuk bertahan meningkat lebih ba-nyak dibandingkan dengan perusahaan besar.Dengan kata lain, hal ini menunjukkan bah-wa industri sedang lebih diuntungkan jika diha-dapkan pada kondisi ditutupnya keran eksporbahan baku rotan. Hal ini menunjukkan bah-wa pelarangan ekspor bahan baku rotan me-mang berdampak positif bagi industri barangjadi rotan mengingat industri ini didominasioleh perusahaan-perusahaan berskala kecil danmenengah.

Berbeda dengan hasil regresi model kemam-puan bertahan perusahaan di mana ditemukanbahwa kebijakan larangan ekspor bahan bakuberdampak positif dan meningkatkan kemam-puan bertahan perusahaan baik perusahaansedang maupun perusahaan besar. Pada mo-del pertumbuhan ditemukan bahwa dilarang-nya ekspor bahan baku rotan hanya mening-katkan pertumbuhan tenaga kerja dan pertum-buhan nilai tambah perusahaan sedang, namuntidak berpengaruh terhadap perusahaan besar,seperti yang ditunjukkan pada Tabel 3.

Hasil regresi menunjukkan bahwa saat ke-ran ekspor bahan baku rotan ditutup, pertum-buhan tenaga kerja perusahaan sedang lebihtinggi 0,85% poin dibandingkan dengan kondi-si saat keran ekspor bahan baku dibuka (Ta-bel 3). Begitu pula, pertumbuhan nilai tam-bah perusahaan sedang lebih tinggi 3,43% po-in dibandingkan dengan kondisi saat keran eks-por bahan baku dibuka (Tabel 3). Dilarangnyaekspor bahan baku rotan, seperti yang telahdijelaskan sebelumnya, membuat harga bahanbaku lebih rendah sehingga menurunkan biayayang harus dihadapi oleh perusahaan.

Dengan turunnya biaya bahan baku yang ha-rus dihadapi perusahaan dan juga melimpah-nya bahan baku yang tersedia di dalam nege-ri, perusahaan pengolahan barang jadi rotanakan lebih leluasa untuk meningkatkan jumlahbarang yang diproduksinya seiring dengan te-rus meningkatnya permintaan di industri ini.Berdasarkan Fariyanti (1995), selama periodedilarangnya ekspor bahan baku rotan, kapasi-

tas pabrik, dan produksi di perusahaan barangjadi rotan memang terus meningkat, di manakapasitas produksi mengalami peningkatan se-besar 17,6% per tahun dan produksinya sendi-ri mengalami peningkatan rata-rata 22,7% pertahun. Peningkatan produksi ini membuat per-usahaan barang jadi rotan juga membutuhkanlebih banyak tenaga kerja untuk melakukan ke-giatan produksi tersebut. Hal ini terlihat darifakta bahwa penyerapan tenaga kerja rotan se-cara nasional selama dilarangnya ekspor bahanbaku rotan mengalami peningkatan rata-ratasebesar 25,7% per tahun yang terjadi karenaadanya peningkatan rata-rata penyerapan te-naga kerja di kalangan perusahaan (Fariyan-ti, 1995). Rata-rata penyerapan tenaga kerja ditingkat perusahaan sendiri meningkat dari 162orang pada tahun 1993 menjadi 395 orang padaakhir diberlakukannya larangan ekspor bahanbaku rotan. Kondisi ini menjelaskan mengapapertumbuhan nilai tambah dan pertumbuhantenaga kerja di tingkat perusahaan sedang le-bih tinggi pada periode saat ekspor bahan bakurotan dilarang. Pelarangan ekspor bahan bakurotan berdampak positif bagi pertumbuhan ni-lai tambah dan pertumbuhan tenaga kerja per-usahaan sedang.

Akan tetapi, hasil regresi juga menunjuk-kan bahwa jika sebaliknya keran ekspor ba-han baku rotan dibuka maka pertumbuhan ni-lai tambah dan tenaga kerja perusahaan sedangmenjadi lebih rendah, berbeda dengan peru-sahaan besar yang tidak terpengaruh dengandibuka atau ditutupnya keran ekspor bahanbaku rotan. Yang perlu diingat di sini adalahbahwa observasi yang digunakan dalam ana-lisis pertumbuhan perusahaan hanyalah peru-sahaan yang ada pada tahun t − 1 dan adapada tahun t agar pertumbuhan dapat dihi-tung, sedangkan perusahaan yang mati tidakdihitung lagi. Dengan demikian, hasil regre-si ini menunjukkan perilaku dari perusahaan-perusahaan yang masih bertahan di dalam in-dustri.

Dibukanya keran ekspor bahan baku akan

Page 14: Pengaruh Larangan Ekspor Bahan Baku terhadap Kinerja ...

Ashintya D. & Nachrowi D. N./Pengaruh Larangan Ekspor Bahan Baku...56

Gambar 3: Konsumsi Domestik Mebel Rotan Indonesia 1995–2004

Sumber: Asosiasi Permebelan Indonesia (ASMINDO), (2009)

membuat perusahaan barang jadi rotan ha-rus membeli bahan baku tersebut dengan har-ga tinggi dan akan menyebabkan banyak peru-sahaan barang jadi rotan yang mati. Namun,perusahaan-perusahaan yang mampu berta-han seharusnya akan mengalami pertumbuhankarena permintaan terhadap produk rotan ti-dak pernah mengalami penurunan (Gambar 3)dan justru mengalami peningkatan harga ju-al (Gambar 4). Sayangnya, perusahaan sedangyang masih bertahan tidak bisa mengambil pa-sar produk meskipun permintaan meningkatkarena meningkatnya harga bahan baku. Se-mentara bagi perusahaan besar, hal ini tidakberpengaruh karena perusahaan besar dapatmengompensasi kenaikan biaya bahan baku de-ngan meningkatkan pasar hasil produksinyadan mengambil untung dari peningkatan hargabarang jadi rotan. Hal ini menjelaskan menga-pa dibukanya keran ekspor bahan baku rotanhanya berpengaruh negatif pada pertumbuhannilai tambah perusahaan sedang, namun tidakberpengaruh pada pertumbuhan nilai tambahperusahaan besar.

Selain itu, kenaikan harga bahan baku aki-bat dibukanya keran ekspor juga akan memak-

sa perusahaan sedang mengurangi biaya de-ngan cara menurunkan tambahan jumlah pe-kerja yang digunakan perusahaan untuk ber-produksi. Karakteristik dari industri sedangitu sendiri yang belum terlalu berkembang, dimana perusahaan sedang relatif memiliki ak-ses yang kurang baik atas pasar bahan bakudan kurang efisien dalam mengolah bahan ba-ku membuat biaya operasional meningkat dras-tis ketika ekspor bahan baku dibuka. Dengandemikian jika tidak diberlakukan pembatas-an ekspor bahan baku, perusahaan sedang ha-rus memotong biaya untuk dapat tetap berta-han, yaitu dengan melakukan downsizing ataumengurangi jumlah pekerjanya. Melalui anali-sis di atas, dapat diketahui bahwa ketika yangdiberlakukan adalah pelarangan atau pemba-tasan ekspor bahan baku, perusahaan sedangakan diuntungkan, sedangkan apabila yang di-berlakukan adalah pembebasan ekspor bahanbaku maka perusahaan sedang akan mengala-mi penurunan kinerja dan justru perusahaanbesar yang diuntungkan.

Hasil regresi pada studi ini mengonfirmasiperdebatan mengenai dampak dari pelaranganekspor bahan baku rotan terhadap kemampu-

Page 15: Pengaruh Larangan Ekspor Bahan Baku terhadap Kinerja ...

Ashintya D. & Nachrowi D. N./Pengaruh Larangan Ekspor Bahan Baku... 57

Gambar 4: Perkembangan IHPB untuk Furnitur Rotan 1995–2004

Sumber: Statistik Indeks Harga Perdagangan Besar, BPS

an bertahan dan pertumbuhan perusahaan da-lam industri barang jadi rotan di Indonesia, dimana pelarangan ekspor bahan baku rotan ter-nyata memang membawa pengaruh yang posi-tif terhadap kemampuan bertahan perusaha-an barang jadi rotan. Selain itu, kebijakan inijuga membawa dampak positif terhadap per-tumbuhan tenaga kerja dan pertumbuhan ni-lai tambah perusahaan sedang meskipun tidakberpengaruh terhadap perusahaan besar. Me-lalui analisis di atas juga diketahui bahwa keti-ka yang diberlakukan adalah pelarangan ataupembatasan ekspor bahan baku, perusahaanberskala sedang akan diuntungkan, sedangkanapabila yang diberlakukan adalah pembebas-an ekspor bahan baku maka perusahaan akanmengalami penurunan kinerja dan justru per-usahaan besar yang diuntungkan.

Hal menarik lain yang ditunjukkan oleh ha-sil regresi adalah bahwa keberadaan di da-lam cluster tidak memberikan keuntungan bagiperusahaan sedang karena kalah bersaing de-ngan perusahaan besar yang ada di dalam clus-ter tersebut. Hasil regresi juga menunjukkanbahwa ekspor berpengaruh positif bagi kemam-puan bertahan perusahaan maupun bagi per-tumbuhan perusahaan, meskipun dampaknyatidak selalu signifikan. Selain itu, ukuran peru-

sahaan berpengaruh positif bagi pertumbuhanproduktivitas perusahaan sedang serta berpe-ngaruh positif terhadap pertumbuhan tenagakerja dan nilai tambah perusahaan besar.

Simpulan

Studi ini menunjukkan bahwa kebijakan la-rangan ekspor bahan baku rotan akan mening-katkan probabilitas perusahaan untuk berta-han di dalam industri, baik untuk perusaha-an berukuran sedang maupun untuk perusaha-an berukuran besar. Saat ekspor bahan bakurotan dilarang, probabilitas perusahaan sedanguntuk bertahan meningkat lebih tinggi diban-dingkan dengan perusahaan besar, atau dengankata lain industri sedang lebih diuntungkan ji-ka pelarangan ekspor diberlakukan. Hal ini me-nunjukkan bahwa pelarangan ekspor bahan ba-ku rotan memang berdampak positif bagi in-dustri barang jadi rotan, mengingat industriini didominasi oleh perusahaan-perusahaan de-ngan skala kecil dan menengah.

Kebijakan larangan ekspor bahan baku rotanjuga berdampak positif terhadap pertumbuh-an tenaga kerja dan pertumbuhan nilai tam-bah perusahaan pengolahan barang jadi rotan

Page 16: Pengaruh Larangan Ekspor Bahan Baku terhadap Kinerja ...

Ashintya D. & Nachrowi D. N./Pengaruh Larangan Ekspor Bahan Baku...58

berukuran sedang, namun tidak berpengaruhterhadap pertumbuhan tenaga kerja dan per-tumbuhan nilai tambah perusahaan pengolah-an barang jadi rotan berukuran besar. Namunsebaliknya, jika ekspor bahan baku dibuka, per-tumbuhan nilai tambah dan tenaga kerja peru-sahaan sedang akan menurun. Meskipun begi-tu, kebijakan terkait ekspor bahan baku rotantidak berpengaruh terhadap pertumbuhan pro-duktivitas perusahaan, baik untuk perusahaansedang maupun besar.

Dari sini terlihat bahwa jika dilihat dari sisipelaku usaha industri pengolahan barang ja-di rotan, kebijakan pemerintah saat ini yangmasih memberlakukan larangan ekspor bahanbaku rotan dapat dikatakan tepat dan efek-tif untuk meningkatkan kinerja industri ba-rang jadi rotan yang memang didominasi olehperusahaan-perusahaan berskala kecil dan me-nengah. Meskipun begitu, untuk ke depannya,pemerintah harus melakukan upaya lain untukmeningkatkan kinerja industri barang jadi ro-tan dan tidak terus-menerus bergantung padakebijakan larangan ekspor bahan baku rotan,apalagi Indonesia sudah memiliki kesepakat-an dengan World Trade Organization (WTO)untuk menghilangkan barrier ini. Analisis me-nunjukkan bahwa sesungguhnya kebijakan ta-ta niaga ekspor bahan baku rotan bukanlahakar permasalahan dari kemunduran industriini. Akar permasalahan yang sebenarnya ada-lah karena rata-rata perusahaan di industri ba-rang jadi rotan tidak memiliki mitra pemasokbahan baku sehingga fluktuasi bahan baku bagiindustri ini dengan cepat memengaruhi kiner-ja perusahaan. Jika hal ini dapat diatasi, ma-ka kebijakan pelarangan ekspor bahan baku ro-tan dapat dihilangkan. Dengan demikian, padakesempatan sekarang di mana larangan ekspormasih diberlakukan, harus dilakukan upaya se-rius harus dilakukan untuk bisa meningkatkankinerja industri ini.

Beberapa cara lain yang dapat dilakukan un-tuk meningkatkan kinerja industri ini tanpaharus bergantung pada tata niaga ekspor ba-

han baku, misalnya adalah dengan mendorongperusahaan rotan untuk melakukan ekspor, dimana memberikan situasi yang kondusif ba-gi perusahaan barang jadi rotan agar dapatmeningkatkan ukuran perusahaannya dan agarperusahaan-perusahaan yang masih berskalamenengah memiliki kesempatan untuk berkem-bang menjadi perusahaan yang lebih besar. Se-lain itu juga dengan menciptakan peraturanbaru yaitu bagi perusahaan berukuran sedangyang baru akan berdiri, untuk tidak berloka-si di dalam cluster industri rotan yang terdiridari perusahaan sedang dan besar. Sebab ha-sil studi ini menunjukkan bahwa keberadaanperusahaan sedang di dalam cluster yang ter-diri dari perusahaan sedang dan besar tidakmemberikan keuntungan bagi perusahaan se-dang karena kalah bersaing dengan perusaha-an besar yang ada di dalam cluster tersebut.Dalam hal ini, kemungkinan untuk membentukcluster industri rotan perlu dijajaki, yang me-misahkan antara perusahaan sedang dan peru-sahaan besar, sehingga perusahaan sedang me-miliki cluster tersendiri yang terpisah dari per-usahaan besar.

Sebagai catatan, seperti yang telah dijelas-kan sebelumnya, pemilihan sampel untuk mo-del pertumbuhan perusahaan pada studi ini ha-nya memasukkan perusahaan-perusahaan yangada pada dua periode berturut-turut yaitu tdan t − 1 sehingga memengaruhi perhitunganpertumbuhan dan menjadi kelemahan tersendi-ri pada studi ini sebab perusahaan yang matipun sesungguhnya memiliki pertumbuhan yangnegatif. Namun, data yang tersedia tidak me-mungkinkan penghitungan pertumbuhan nega-tif ini, karena matinya perusahaan tersebut di-tandai dengan hilangnya ID perusahaan ter-sebut dari survei, sedangkan perhitungan per-tumbuhan perusahaan membutuhkan data se-lama dua periode agar nilai pertumbuhan bisadidapatkan. Selain itu, studi ini hanya mem-bahas mengenai kebijakan larangan ekspor ba-han baku rotan dari sisi industri barang jadirotan saja sehingga memiliki keterbatasan ter-

Page 17: Pengaruh Larangan Ekspor Bahan Baku terhadap Kinerja ...

Ashintya D. & Nachrowi D. N./Pengaruh Larangan Ekspor Bahan Baku... 59

utama dalam hal rekomendasi kebijakan. Un-tuk itu diperlukan studi lanjutan yang memba-has industri ini secara keseluruhan, yang mem-pertimbangkan sisi pengusaha barang jadi ro-tan, petani rotan, dan konsumen, untuk bisamendapatkan gambaran yang lebih menyelu-ruh.

Selanjutnya, masalah ketersediaan datamembuat analisis dalam studi ini tidak ber-laku untuk industri rotan secara keseluruhan,namun hanya berlaku untuk yang sedang danbesar saja. Mengingat industri rotan sebenar-nya sebagian besar adalah industri kecil, akanmemberikan gambaran lebih luas jika penga-ruh kebijakan tata niaga ekspor bahan bakurotan juga dilihat pada industri kecil. Keter-batasan data yang hanya dapat menggunakandata survei tahunan industri pengolahan me-nyebabkan variabel yang dapat diteliti terba-tas pada variabel-variabel yang terdapat padasurvei. Diharapkan pada studi berikutnya bisamenggunakan variabel-variabel lain mengingatsurvei ini telah diperlengkap variabelnya mulaitahun 2009. Demikian juga, diharapkan studiberikutnya bisa memakai rentang waktu yanglebih baru sehingga bisa menghasilkan temuanyang lebih baik.

Daftar Pustaka

[1] APRI: Jangan Tutup Ekspor Rotan.(2011, 10 Oktober). Investor Daily. http:

//www.investor.co.id/tradeandservices/

apri-jangan-tutup-ekspor-rotan/21586 (Acce-sesed April 07, 2012).

[2] ASMINDO. (2009). Ekspor Rotan Indonesia 1990–2006. Jakarta: Asosiasi Industri Permebelan danKerajinan Indonesia (ASMINDO).

[3] BPS. (n.d.). Statistik Industri Menengah dan Be-sar (edisi 2002-2008). Jakarta: Badan Pusat Sta-tistik.

[4] BPS. (2002). Kuesioner Survei Tahunan IndustriPengolahan. Jakarta: Badan Pusat Statistik.

[5] Daniel, W. (2009, 4 Agustus) Kuota Eks-por Rotan Ditetapkan 77 Ribu Ton.Detik Finance. http://finance.detik.

com/read/2009/08/04/114235/1176991/4/

kuota-ekspor-rotan-ditetapkan-77-ribu-ton?

browse=frommobile (Accesesed April 07, 2012).

[6] Doi, N. (1999/2000). The Determinants of FirmExit In Japanese Manufacturing Industries. SmallBusiness Economics, 13 (4), 331–337.

[7] Dunne, P., & Hughes, A. (1994). Age, Size, Grow-th, and Survival: UK Companies in the 1980s. TheJournal of Industrial Economics, XLII (2), 115–140.

[8] Erwinsyah. (1999). Kebijakan Pemerintah dan Pe-ngaruhnya terhadap Pengusahaan Rotan di Indo-nesia. Discussion Paper. Jakarta: Natural Resour-ce Management/EPIQ Program’s Protected AreasManagement Office.

[9] Evans, D. S. (1987). The Relationship BetweenFirm Growth, Size, and Age: Estimates for 100Manufacturing Industries. The Journal of Indus-trial Economics, XXXV (4), 567–581.

[10] Fariyanti, A. (1995). Dampak Kebijaksanaan La-rangan Ekspor Rotan terhadap Pertumbuhan In-dustri dan Distribusi Rente Ekonomi di Indonesia.Tesis. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Per-tanian Bogor,.

[11] Ferragina, A., Pittiglio, R., & Reganati,F. (2009).The Impact of FDI on Firm Survival in Italy. FIWWorking Paper, 35. Vienna, Germany: FederalMinistry of Science, Research and Economics(BMWFW). http://www.fiw.ac.at/fileadmin/

Documents/Publikationen/Working_Paper/

N_035-FERRAGINA_PITTIGLIO_REGANATI.pdf.

(Accesesed April 07, 2012).[12] Gibrat, R. (1931). Les Ingalits conomiques. Paris:

Librarie du Recueil Sirey.[13] Gort, M., Jensen, J. B., & Lee, S-H. (2002). The

Survival of Industrial Plants. Center of EconomicStudies Working Papers, 02-25. Washington, D.C.:Bureau of the Census. ftp://ftp2.census.gov/

ces/wp/2002/CES-WP-02-25.pdf (Accesesed Ap-ril 07, 2012).

[14] Gunawan, A. W. (2010). Analisis KebertahananIndustri Furnitur Rotan dan Bambu Periode 2002–2006. Skripsi. Depok: Fakultas Ekonomi Universi-tas Indonesia.

[15] Hall, B. H. (1987). The Relationship Between FirmSize and Firm Growth in the U. S. Manufactu-ring Sector. The Journal of Industrial Economics,XXXV (4), 583–606.

[16] Halidi. (2005) Analisis Dampak Kebijakan TataNiaga Rotan di Indonesia. Tesis. Jakarta: Magis-ter Perencanaan dan Kebijakan Publik, Universi-tas Indonesia.

[17] Harlinda. (1995). Dampak Larangan Ekspor Rot-an Terhadap Perkembangan Usaha dan EfisiensiIndustri Rotan di Sumatera Selatan. Tesis. Bogor:Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

[18] Jovanovic, B. (1982). Selection and the Evolutionof Industry. Econometrica, 50 (3), 649–670.

[19] Kato, M. (2009). Firm Survival and The

Page 18: Pengaruh Larangan Ekspor Bahan Baku terhadap Kinerja ...

Ashintya D. & Nachrowi D. N./Pengaruh Larangan Ekspor Bahan Baku...60

Evolution of Market Structure in The Ja-panese Motorcycle Industry. Japan: Instituteof Economic Research, Hitotsubashi Universi-ty. http://gcoe.ier.hit-u.ac.jp/CAED/papers/id127_Kato.pdf. (Accesesed April 07, 2012).

[20] Kementerian Perindustrian. (2007). Pengem-bangan Industri Pengolahan Rotan Indonesia:Pengembangan Industri Pengolahan RotanIndonesia. Siaran Pers 27 Nopember 2007.http://www.kemenperin.go.id/artikel/471/

Pengembangan-Industri-Pengolahan-Rotan-

Indonesia. (Accesesed April 07, 2012).[21] Kerajinan Rotan Keluhkan Bahan Baku.

(2009, 05 Juni). Export News On-Line.http://exportnews.blogspot.com/2009/06/

kerajinan-rotan-keluhkan-bahan-baku.html

(Accesesed April 07, 2012).[22] Komisi Pengawas Persaingan Usaha. (2010).

Positioning Paper KPPU terhadap KebijakanEkspor Rotan. http://www.kppu.go.id/docs/

Positioning_Paper/%5b2010%5d%20Position%

20Paper%20Tata%20Niaga%20Rotan.pdf (Accese-sed April 07, 2012).

[23] Kusumaningtyas, H. (2012) Analisis Pengaruh La-rangan Ekspor Kayu Bulat Terhadap Industri Ke-hutanan dan Laju Deforestasi di Indonesia. Tesis.Depok: Program Pascasarjana Ilmu Ekonomi, Uni-versitas Indonesia.

[24] Martin, S. (1993). Industrial Economics: Econo-mic Analysis and Public Policy, 2nd Ed. New York:MacMillan Publishing.

[25] Pramudiarto, D. B. (2006). Analisis Nilai Tambahdan Ketercukupan Bahan Baku Industri Pemanfa-atan Rotan di kabupaten Cirebon. Skripsi. Bogor:Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.

[26] Ramadhan, A. (2009). Analisis Daya Saing Indus-tri Furnitur Rotan Indonesia. Skripsi. Bogor: Fa-kultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertani-an Bogor.

[27] Razak, I. (1993). Analisis Dampak PembatasanEkspor Terhadap Efisiensi Pemasaran Rotan Kali-mantan Tengah. Tesis. Bogor: Program Pascasar-jana, Institut Pertanian Bogor.

[28] Saraswati, P. (2011). Determinan KebertahananIndustri Rotan dan Bambu di Jawa Barat Peri-ode 1994-2006. Skripsi. Depok: Fakultas EkonomiUniversitas Indonesia.

[29] Takacs, W. E. (1994). The Economic Impact ofExport Controls: An Application to MongolianCashmere and Romanian Wood Products. WorldBank Policy Research Working Paper, 1280. Wa-shington, D. C.: World Bank. Policy Research De-partment. Trade Policy Division.

[30] Yasuda, T. (2005). Firm Growth, Size, Age, andBehaviour in Japanese Manufacturing. Small Bu-siness Economics, 24 (1), 1–15.

Page 19: Pengaruh Larangan Ekspor Bahan Baku terhadap Kinerja ...

Ashintya D. & Nachrowi D. N./Pengaruh Larangan Ekspor Bahan Baku... 61

Tab

el

1:

Defi

nis

iV

aria

bel

Beb

asd

anV

aria

bel

Ter

ikat

Mod

elP

ertu

mb

uh

and

anK

emam

pu

an

Ber

tah

an

Per

usa

haan

Nam

aV

ari

ab

elSatu

an

Defi

nis

iV

ari

ab

el

PSURV

Du

mm

yV

ari

ab

elb

onek

ayang

men

unju

kka

nkeb

erta

hanan

per

usa

haan,

dilih

at

dari

per

usa

haan

yang

ada

pada

per

iode

per

tam

a(t

)dan

ada

ata

uti

dak

ada

pada

per

iode

ber

ikutn

ya

(t+

1).

Ber

nilai

1ji

kap

erusa

haan

ber

tahan

(su

rviv

or)

dan

0ji

kap

erusa

haan

tidak

ber

tahan

(no

nsu

rviv

or)

LG

Per

sen

Per

tum

buhan

tota

lju

mla

hte

naga

ker

jap

erusa

haan

anta

rap

erio

det

dant−

1VAG

Per

sen

Per

tum

buhan

nilai

tam

bah

riil

yang

dih

asi

lkan

per

usa

haan

anta

rap

erio

det

dant−

1PG

Per

sen

Per

tum

buhan

pro

dukti

vit

as

riil

per

usa

haan

anta

rap

erio

det

dant−

1Age

Tahun

Um

ur

ata

ula

ma

per

usa

haan

ber

dir

idi

dala

min

dust

ri.

Kare

na

info

rmasi

yang

ters

edia

pada

saat

surv

eiadala

hta

hun

ber

dir

ip

erusa

haan.

Dih

itung

den

gan

selisi

hanta

rata

hun

obse

rvasi

dan

tahun

ber

dir

inya

per

usa

haan

Size

Ora

ng

Ukura

np

erusa

haan

dip

roksi

den

gan

tota

lju

mla

hp

eker

ja/ka

ryaw

an

(pro

duksi

dan

lain

nya)

per

hari

ker

jase

lam

ata

hun

obse

rvasi

,baik

yang

dib

ayar

maupun

tidak

dib

ayar.

Pro

ksi

sesu

ai

den

gan

Eva

ns

(1987),

Dunne

dan

Hughes

(1994),

dan

Yasu

da

(2005)

DKlaster

Du

mm

yV

ari

ab

elb

onek

ayang

men

unju

kka

np

erusa

haan

terl

etak/ti

dak

terl

etak

di

dala

mcl

ust

erin

dust

riro

tan

di

Cir

ebon.

Ber

nilai

1ji

kap

erusa

haan

ber

ada

di

Cir

ebon

dan

0ji

kap

erusa

haan

tidak

ber

ada

di

Cir

ebon

DAsing

Du

mm

yV

ari

ab

elb

onek

ayang

men

unju

kka

nkep

emilik

an

asi

ng

dan

dom

esti

k.

Per

usa

haan

dim

ilik

iole

hasi

ng

apabila

per

senta

sesa

ham

dari

dom

esti

k(s

wast

adan

pem

erin

tah)

lebih

kec

ildari

asi

ng.

Ber

nilai

1ji

kap

erusa

haan

dim

ilik

iasi

ng

dan

0ji

kadom

esti

kEkspor

Per

sen

Jum

lah

tota

lek

spor

(rupia

h)

dib

agi

den

gan

tota

lpro

duksi

(rupia

h)

pada

per

iode

obse

rvasi

DRaw

Du

mm

yK

ondis

ite

rbuka

ata

ute

rtutu

pnya

ker

an

eksp

or

bahan

baku

rota

ndua

tahun

seb

elum

per

iode

obse

rvasi

.Jara

kdua

tahun

did

apatk

an

ber

dasa

rkan

obse

rvasi

data

dan

mer

upaka

nla

guntu

kbis

am

elih

at

dam

pak

dari

keb

ijaka

np

emer

inta

hdala

min

dust

riro

tan.

Pen

ggunaan

du

mm

ym

engik

uti

Kusu

manin

gty

as

(2012),

Ram

adhan

(2009),

Halidi

(2005).

Ber

nilai

1ji

kaker

an

eksp

or

dit

utu

pdan

0ji

kaker

an

eksp

or

dib

uka

.DCrisis

Du

mm

yK

ondis

ip

erek

onom

ian

Indones

ia(a

paka

hb

erada

dala

mkondis

ikri

sis

ata

uti

dak).

Kri

sis

did

efinis

ikan

sebagai

per

iode

di

mana

per

tum

buhan

PD

Bse

kto

rm

anufa

ktu

rb

erada

di

baw

ah

rata

-rata

.B

ernilai

1pada

tahun

1997–1999

dan

0pada

tahun-t

ahun

lain

nya

Su

mb

er:

Has

ilP

engo

lah

anP

enu

lis

Page 20: Pengaruh Larangan Ekspor Bahan Baku terhadap Kinerja ...

Ashintya D. & Nachrowi D. N./Pengaruh Larangan Ekspor Bahan Baku...62

Tabel 2: Hasil Regresi Model Kebertahanan Perusahaan

Variabel BebasVariabel Terikat: PSURV (P = 1)

Perusahaan Sedang Perusahaan Besar

Age 0,000271** 0,0002325*(1,97) (1,85)

Size 0,00000618 0,00000098(0,16) (0,62)

DKlaster 0,0025399 0,0029558***(1,52) (2,8)

DAsing -0,1251406** -0,0020168(-2,17) (-0,59)

Ekspor 0,0000354* 0,0000131(1,71) (1,10)

Draw 0,9298445*** 0,8706409***(31,19) (29,85)

Dcrisis -0,0624004*** -0,5682156***(-28,31) (-20,95)

Pseudo−R2 0,1678 0,1737LR− Chi2 57,33*** 56,47***Sensitivity 99,78% 100%Specitivity 3,77% 0%Correctly Classified 89,92% 92,37%

Sumber: Hasil Pengolahan PenulisKeterangan: * signifikan pada taraf 10%Keterangan: ** signifikan pada taraf 5%Keterangan: *** signifikan pada taraf 1%

Tabel 3: Hasil Regresi Model Pertumbuhan Perusahaan

Variabel BebasVariabel Terikat: LG Variabel Terikat: V AG Variabel Terikat: PG

PerusahaanSedang

PerusahaanBesar

PerusahaanSedang

PerusahaanBesar

PerusahaanSedang

PerusahaanBesar

Ln Age 0,0521079 -0,6106316 -0,1756293 -3,872178* -0,2124205 -0,7143736(0,90) (-1,61) (-0,86) (-1,70) (-0,92) (-1,19)

Ln Size 0,096949 1,480731*** 0,2378007 5,616117*** 0,4259536* -1,054557(0,93) (3,85) (1,05) (3,66) (1,72) (-1,28)

DKlaster -0,0279529 0,841406** -0,1563866 3,07202** -0,077985 2,562766**(-0,44) (2,20) (-0,48) (0,034) (0,21) (2,01)

DAsing 6,432708 0,463006 7,959912 0,9464169 -0,6634302 -0,9461474(1,22) (0,23) (1,11) (0,23) (-1,27) (-1,30)

Ekspor 0,002796** 0,0015338** 0,0048576 0,0363795* 0,0006281 0,0128513(2,05) (2,29) (1,33) (1,81) (0,22) (1,04)

Draw 0,8550715** -3,38028 3,434803*** -6,323763 1,437881 -3,207693(2,33) (-0,80) (6,18) (-0,73) (0,98) (-1,57)

DCrisis -0,7132194** 2,940469 -3,41191*** 3,815362 -2,120182 2,817485**(-2,30) -0,69 (-7,11) (0,46) (-1,49) (2,16)

Growth(-1) 0,7240798*** 0,7070219*** 0,5543104*** 0,4551353*** 0,4511199*** 0,4985564***(10,42) (17,07) (21,08) (8,25) (11,55) (9,3)

R2 0,4345 0,7314 0,5939 0,2897 0,6061 0,6514F 25,91*** 53,71*** 144,26*** 32,17*** 40,99*** 44,72***

Sumber: Hasil Pengolahan PenulisKeterangan: * signifikan pada taraf 10%Keterangan: ** signifikan pada taraf 5%Keterangan: *** signifikan pada taraf 1%